Ceritasilat Novel Online

Suling Naga 6


Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



"Locianpwe, kalau boleh saya bertanya, urusan apakah yang membuat orang orang Bu-tong-pai tadi datang memusuhi sam-wi? Menurut pendengaran saya, orang-orang Bu-tong-pai biasanya adalah orang-orang yang berjiwa pendekar, maka amat mengherankan kalau di antara sam-wi dan mereka terjadi bentrokan dan permusuhan."

   Dua orang pria kembar itu saling pandang dengan Hui Lan. Wajah gadis ini berobah merah sekali dan ia menundukkan mukanya. Gak Jit Kong lalu berkata dengan suara lirih setelah menarik napas panjang.

   "Semua itu timbul karena pibu dalam pinangan."

   Dan diapun berhenti, agaknya ragu-ragu untuk melanjutkan. Sim Houw tadi sudah mendengarkan percakapan antara Bu-tong Ngo-lo dan tiga orang ini dan dia sudah menduga-duga, akan tetapi belum yakin benar dan hatinya merasa amat tertarik.

   "Pibu dalam pinangan? Apa artinya itu, locianpwe?"

   Kembali Gak Jit Kong menarik napas panjang sebelum menjawab.

   "Sudah kurang lebih tiga tahun, semenjak datangnya lamaran-lamaran terhadap diri murid kami yang sudah mulai dewasa, kami mengadakan semacam sayembara, yaitu, calon suami murid kami haruslah seorang pendekar yang mampu mengalahkannya dan juga dari keluarga yang mampu mengalahkan kami. Kami berpendapat bahwa hanya seorang pemuda yang benar-benar lihai sajalah yang akan dapat menjadi jodoh yang cocok dan dapat membahagiakan murid kami. Dan dalam pibu itu, tentu saja tak dapat dicegah jatuhnya korban di antara mereka, dan satu di antara korban itu adalah seorang pemuda Bu-tong-pai dan susioknya."

   Sim Houw tadi sudah melihat sikap Hui Lan yang manja dan angkuh, juga bertangan kejam, maka kini dia mengerutkan alisnya. Dua orang saudara kembar ini walaupun telah berhasil menggembleng muridnya dengan ilmu silat tinggi, akan tetapi agaknya gagal dalam mendidiknya. Diapun menarik napas panjang, teringat akan keadaan dirinya sendiri, akan tali perjodohannya yang putus.

   "Maaf, ji-wi locianpwe. Akan tetapi, saya kira perjodohan hanya akan mendatangkan kebahagiaan kalau didasari cinta kedua pihak saja. Tanpa cinta, perjodohan itu tentu akan gagal. Kepandaian atau kedudukan tinggi, harta yang besar, tidak menjamin terciptanya kerukunan dalam perjodohan. Kenapa ji-wi hendak memaksakan hal itu? Bukankah perjodohan itu baru dapat berlangsung dengan baik kalau dilandasi cinta kasih dan niat dari kedua pihak saja? Maafkan kelancangan kata-kata saya, locianpwe, saya tidak bermaksud mencampuri urusan pribadi ji-wi dan nona. Selamat tinggal, saya harus melanjutkan perjalanan saya."

   Setelah berkata demikian, Sim Houw memberi hormat kepada mereka bertiga, kemudian menggunakan ilmunya untuk meloncat jauh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu. Gak Jit Kong, Gak Goat Kong, dan Souw Hui Lan berdiri termangu-mangu sambil memandang ke arah perginya pemuda perkasa itu. Ucapan pemuda itu seperti masih terngiang dalam telinga mereka. Mereka lalu saling pandang dan menundukkan muka.

   "Pemuda itu berkata benar."

   Akhirnya Hui Lan berkata halus.

   "Perjodohan hanya dapat mendatangkan kebahagiaan kalau berlandaskan cinta kedua pihak. Ji-wi suhu dan aku telah menipu dan menyiksa diri sendiri. Untung belum muncul seorang peminang yang memiliki kepandaian seperti Sim Houw itu, kalau sampai kita dikalahkan dan aku terpaksa menjadi jodoh orang lain, bukankah kita bertiga akan menderita batin semua? Suhu, kita tidak perlu menipu diri lagi, tidak perlu berpura-pura lagi...."

   Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong saling pandang dan muka mereka berobah menjadi merah sekali, sinar mata merekapun membayangkan kegugupan.

   "Hui Lan, apa maksudmu....?"

   Gak Jit Kong bertanya lirih.

   "Suhu berdua secara mati-matian mempertahankan diriku, dengan dalih mencarikan jodoh yang berilmu tinggi, sebenarnya menentang agar tidak ada orang yang lulus ujian atau menang sayembara. Suhu berdua tidak ingin melihat aku menjadi jodoh orang lain. Hal itu hanya berarti bahwa suhu berdua cinta kepadaku."

   "Hui Lan....!"

   Gak Goat Kong berseru.

   "Hui Lan, tentu saja kami cinta padamu, sayang kepadamu karena engkau adalah murid tunggal kami yang kami sayang seperti anak kami sendiri."

   Gak Jit Kong berseru pula.

   "Tadinya memang begitu, akan tetapi cinta itu lambat laun berobah, mengalami bentuknya yang asli. Tidak perlu suhu berdua menyangkal lagi. Aku adalah seorang wanita dan naluriku membisikkan cinta kasih suhu berdua itu. Mulanya aku memang tidak menyangka demikian, hanya seringkali termenung dan menduga-duga. Akan tetapi sekarang, setelah muncul Sim Houw tadi, aku tahu dan aku yakin."

   "Hui Lan, jangan mengira orang tidak-tidak! Kami adalah guru-gurumu, mana mungkin...."

   Kata pula Gak Goat Kong, seperti juga kakak kembarnya, mukanya tiba-tiba menjadi pucat dan matanya terbelalak.

   "Mengapa tidak mungkin? Suhu berdua adalah pria sejati, dan aku hanya seorang wanita. Dan sekarang aku makin yakin lagi bahwa aku.... sesungguhnya akupun tidak menghendaki menjadi isteri siapapun juga karena aku.... akupun sejak dahulu cinta kepada ji-wi suhu...."

   "Hui Lan....!"

   Kini dua orang kembar itu berteriak secara berbareng. Namun Hui Lan tidak perduli lagi.

   "Ya-ya-ya, aku cinta kepada ji-wi suhu. Sejak masih kecil, aku cinta kepada ji-wi suhu. Mungkin tadinya seperti cinta seorang anak terhadap orang tuanya, seperti adik terhadap kakak, seperti murid terhadap guru. Akan tetapi setelah aku dewasa.... aku yakin tidak ada manusia lain di dunia ini yang akan dapat kucinta seperti aku mencinta ji-wi. Aku hanya mempunyai ji-wi di dunia ini, sebagai guru, sebagai saudara, sebagai ayah ibu, sebagai teman dan.... sebagai orang yang akan kutemani selama hidupku. Aku tidak akan dapat meninggalkan ji-wi, tidak mungkin menjadi isteri orang lain, dan demikian juga perasaan ji-wi terhadap diriku. Ji-wi suhu, kenapa kita harus berpura-pura lagi, menipu dan mempermainkan diri sendiri?"

   Dan gadis itu kini menjatuhkan diri berlutut, menutupi mukanya dengan kedua tangan lalu menangis! Dua orang kembar itu saling pandang dengan muka pucat, lalu mereka memandang ke arah Hui Lan yang berlutut dan tunduk menangis, pundaknya terguncang, isak tangis keluar dari muka yang ditutupi. Dan dua orang kembar itupun mengusap beberapa butir air mata dari pelupuk mata mereka. Hati mereka seperti dikupas dan ditelanjangi oleh murid mereka. Mereka saling pandang dan tahu bahwa semua yang dikatakan Hui Lan itu benar adanya. Dan mengertilah sekarang mereka mengapa selama ini mereka tidak mau melihat gadis lain, tidak mau memikirkan tentang perjodohan mereka.

   Cinta mereka terhadap Hui Lan bertumbuh bersama dengan tumbuhnya anak perempuan berusia empat tahun itu sampai kini Hui Lan menjadi seorang gadis dewasa berusia dua puluh tahun. Cinta mereka tumbuh dan menjadi pohon yang kokoh kuat, berakar dalam-dalam di hati mereka. Oleh karena itu mereka takut kehilangan Hui Lan. Untuk menyatakan terus terang, mereka tentu saja merasa tidak enak hati, malu dan tidak berani. Akan tetapi mereka tanpa lebih dulu berunding telah mengambil keputusan untuk menentang siapa saja yang mau menjadi suami Hui Lan, dengan jalan mengadakan syarat dan sayembara yang berat itu. Dan terhadap setiap orang pria yang mencoba untuk memasuki sayembara, meminang Hui Lan, timbul rasa cemburu, benci yang mendorong mereka bersikap keras mengalahkan orang-orang itu!

   "Tapi.... tapi, Hui Lan...."

   Gak Jit Kong mencoba untuk membantah dengan muka pucat dan suara gemetar.

   "Bagaimana mungkin ini? Kata-katamu membuka rahasia yang terpendam paling dalam di lubuk hati kami.... dan kami mengaku.... memang kami amat mencintamu.... kami tidak menghendaki kehilangan engkau kalau engkau menjadi isteri orang lain. Tapi di samping itu, kami juga melihat betapa tidak mungkinnya.... bukan hanya karena engkau adalah murid kami, akan tetapi.... kami adalah dua orang dan engkau...."

   Gak Jit Kong tidak berani melanjutkan dan agaknya untuk mencari kekuatan, tanpa disadarinya tangan kanannya mencari dan menggenggam tangan kanan adik kembarnya. Dan tangan yang saling genggam itu seolah-olah saling mencari bantuan dan mereka menggigil. Sejenak Hui Lan masih sesenggukan, kemudian ia mengeraskan hatinya dan mengusap air matanya. Ketika ia melepaskan kedua tangan dan mengangkat muka memandang kepada suhu-suhunya, wajahnya juga nampak pucat dan kedua matanya merah basah.

   "Ji-wi suhu, aku kini berpegang kepada ucapan Sim Houw tadi. Bahwa perjodohan harus berlandaskan cinta kasih antara kedua pihak. Kalau ada cinta kasih antara kedua pihak, apa lagi yang tidak mungkin? Kita saling mencinta, hal ini kita sudah sama merasa yakin akan kebenarannya. Dan tentang ji-wi berdua, bagiku hanya merupakan dua tubuh akan tetapi dengan hati, pikiran dan perasaan yang satu. Bagiku, ji-wi bukanlah berdua, melainkan satu. Tidak ada bedanya antara satu dengan yang lain. Dan aku.... aku hanya akan dapat hidup berbahagia kalau berada di antara ji-wi, kalau selalu berdekatan dengan ji-wi."

   Dua orang kembar itu saling pandang, dengan dua tangan kanan masih saling genggam.

   "Akan tetapi.... kita.... akan menjadi.... bahan tertawaan dan pergunjingan orang...."

   Melihat betapa dua orang suhunya itu kini hanya mencari alasan yang lemah saja, Hui Lan tersenyum melalui air matanya. Ia lalu bangkit berdiri, dengan lembut memegang dua tangan yang saling genggam itu, melepaskan genggaman, kemudian ia menggandeng tangan kedua orang suhunya, Gak Jit Kong di sebelah kanannya dan Gak Goat Kong di sebelah kirinya, lalu ia mengajak dua orang itu berjalan perlahan.

   "Marilah kita pulang, suhu. Omongan orang lain.... ada sangkut-paut apakah dengan kehidupan kita? Kita sendirilah yang tahu bagaimana seharusnya dan sebaiknya bagi kehidupan kita sendiri, bukan? Mari kita bicarakan hal penting ini di rumah. Mulai sekarang kita tidak boleh menerima pinangan orang lain lagi. Aku akan mengatakan bahwa sekarang aku telah memperoleh jodoh, dan bahwa aku adalah calon isteri suhu berdua."

   Dua orang pria kembar itu masih termangu-mangu, akan tetapi senyum kebahagiaan mulai mekar di mulut mereka. Kini mereka tahu bahwa inilah yang selama ini mereka cari dan harapkan, yaitu hidup bersama Hui Lan, bertiga, tak pernah berpisah lagi. Inilah yang membuat mereka kadang-kadang gelisah di tengah malam, membuat mereka menjadi pemarah dan pembenci orang yang datang melamar, membuat mereka bahkan kejam melukai dan membunuh orang. Kini seolah-olah ganjalan yang selama bertahun-tahun menindih batin mereka telah dilepaskan dan mereka merasa dada mereka begitu lapang, begitu ringan, begitu bahagia!

   "Engkau benar, Hui Lan. Dengan bertiga, kita sanggup menghadapi apapun juga,"

   Kata Jit Kong.

   "Kita akan pergi menghadap ayah ibu, kita harus berterus terang,"

   Kata pula Goat Kong. Sejenak kemudian, dengan hati-hati Jit Kong berkata lagi,

   "Hui Lan, sudah yakin benarkah hatimu? Hui Lan menoleh ke kanan. pandang matanya memancarkan ketulusan hati.

   "Aku yakin benar, apakah suhu masih belum yakin seperti aku?"

   "Aku.... kami sudah yakin tentang cinta kasih antara kita, dan ketulusan hatimu, kebulatan tekadmu, membuat kami berani dan bersemangat. Hanya ada satu hal yang masih meragukan kami...."

   Hui Lan membelalakkan matanya dan menoleh ke kiri, melihat betapa Gak Goat Kong juga mengangguk-angguk membenarkan kata-kata kakak kembarnya.

   "Ji-wi masih ragu lagi? Apa lagi yang diragukan?"

   "Hui Lan, kami berdua adalah laki-laki yang tidak muda lagi. Kami berusia empat puluh tahun sedangkan engkau.... engkau baru dua puluh tahun, pantas menjadi anak kami...."

   "Suhu!"

   Hui Lan berseru penuh rasa penasaran.

   "Cinta kasih tidak memandang umur, tidak memandang kepandaian, kedudukan atau harta. Cinta kasih adalah urusan hati kedua pihak. Umur tidak masuk hitungan."

   Jawaban ini agaknya melegakan hati dua orang pria kembar itu dan mereka bergandeng tangan dengan wajah berseri-seri, menuju ke pondok mereka, untuk membicarakan urusan mereka itu dengan lebih mendalam lagi. Cinta kasih adalah sesuatu yang ajaib, penuh rahasia. Tidak mungkin menggambarkan bahwa cinta kasih itu begini, atau begitu. Tidak dapat dirumuskan. Tidak dapat menilai cinta kasih seseorang.

   Hanya orang itu sendiri yang dapat merasakannya. Cinta kasih yang hinggap di hati manusia adalah cinta kasih yang tidak terpisahkan dari nafsu berahi. Tak dapat disangkal pula bahwa cinta kasih antara pria dan wanita mengandung kemesraan sexuil, suatu hal yang wajar karena daya tarik alami antara keduanya ini amat dibutuhkan untuk sarana pembiakan. Karena tak terpisahkan dari nafsu berahi yang membutuhkan kemesraan, maka di dalam cinta kasih yang biasa disebut asmara ini terdapat pula cemburu, terdapat pula perasaan ingin memberi, ingin diberi, mencinta dan dicinta, ingin menguasai dan dikuasai, memonopoli dan dimonopoli, ada pula perasaan iba, dan kesemuanya ini tentu saja menimbulkan tawa dan tangis, puas dan kecewa, juga penderitaan batin. Anehnya, penderitaan cinta kasih kadang-kadang terasa seperti indah,

   Kadang-kadang yang paling buruk, dan agaknya hidup menjadi hampa tanpa adanya cinta yang sesungguhnya adalah cinta berahi, yang sesungguhnya hanyalah pelarian manusia karena takut akan kekosongan hati, takut akan kesepian, takut akan kehilangan pegangan, takut karena merasa hidup tidak ada artinya, maka ingin mengisinya dengan cinta berahi. Juga karena dorongan naluri badaniah. Perasaan dua saudara kembar Gak itu tumbuh dari rasa iba terhadap seorang anak perempuan cilik, berusia empat tahun yang hidup sebatang kara. Rasa iba ini menjadi rasa sayang karena anak itu amat menyenangkan hati, berbakat baik dalam ilmu silat dan menjadi penawar rasa kesepian mereka, mengikatkan mereka karena mereka merasa mempunyai seseorang yang patut disayang. Rasa sayang terhadap seorang anak kecil!

   Akan tetapi karena anak kecil itu adalah anak perempuan, ketika anak itu tumbuh menjadi semakin besar, rasa sayang itupun bertumbuh dan berobah, terdorong oleh naluri badani, oleh nafsu berahi yang ditekan-tekan. Ikatan di batin menjadi semakin kuat dan dua orang itu tidak berani lagi menghadapi kenyataan bahwa mereka akan saling berpisah kalau anak itu menjadi dewasa dan menjadi isteri orang lain. Rasa sayang menjadi bertambah besar dan berobah menjadi cinta seorang pria terhadap seorang wanita. Cinta asmara tak dapat disangkal lagi mengandung nafsu berahi, namun cinta bukanlah nafsu berahi semata! Karena cinta asmara sarat dengan Im dan Yang, penuh dengan hawa-hawa yang saling bertentangan, maka dapat melahirkan tawa atau suka dan duka, puas dan kecewa. Dapat menim-bulkan cemburu, iri, dengki, dendam dan benci.

   Dapat pula menimbulkan iba, mesra, sabar, toleransi dan kesetiaan! Betapapun juga, dapat kita lihat bahwa cinta asmara memegang peran terpenting, bahkan menguasai kehidupan seluruh manusia di permukaan bumi ini! Bayangkan saja apa akan jadinya kalau hidup ini tanpa cinta asmara! Dunia akan terasa lenggang, dan hubungan antara pria dan wanita, hubungan yang menjamin perkembangbiakan manusia, akan tidak ada artinya sama sekali, seperti hubungan antara binatang. Karena itu, hubungan sexuil baru dapat dianggap sebagai suatu hal yang suci kalau di situ disertai dua buah hati yang saling mencinta! Bukan sekedar dua hati yang dibuai oleh nafsu berahi semata. Cinta asmara yang tumbuh dalam hati Hui Lan juga merupakan hal yang tidak terlalu aneh. Sejak berusia empat tahun, anak ini hidup bersama Beng-san Siang-eng.

   Ia terhindar dari malapetaka, melihat bagaimana keluarganya terbasmi dan betapa dirinya diselamatkan oleh dua orang pria itu. Ia hidup dan tumbuh bersama dua orang pria yang amat menyayangnya. Dua orang pria itu merupakan guru-gurunya, juga pengganti orang tua, sahabat-sahabatnya, dan hal ini menggugah perasaan kewanitaannya yang halus, yang selalu haus akan kasih sayang, yang ingin dimanja, yang ingin dikuasai. Semua ini didapatinya dalam diri dua orang pria itu, maka tidaklah aneh kalau lambat laun ia jatuh cinta kepada dua orang gurunya yang dianggap sebagai satu orang dengan dua tubuh itu. Mungkin juga keadaan yang istimewa, menjadi isteri dari dua orang yang serupa badan dan batinnya, keanehan dan hal yang takkan dirasakan wanita lain, menggugah pula rasa ingin tahunya, menggugah gairahnya dan yang akan dijadikan sumber kebanggaannya.

   Pagi itu matahari bersinar cerah sekali, tanpa adanya pengganggu berupa awan di satu di antara puncak-puncak Pegunungan Thai-san. Puncak yang ini amat sunyi, bahkan dianggap sebagai tempat yang gawat dan berbahaya oleh para pemburu binatang sehingga sudah bertahun-tahun lamanya tidak ada pemburu yang berani mendaki puncak ini. Puncak yang pada akhir-akhir ini dikenal sebagai puncak maut karena banyak sudah para pemburu yang kedapatan tewas dan mayat-mayat mereka dilempar ke bawah puncak. Menurut kepercayaan pera pemburu dan para penghuni dusun-dusun di sekitar Pegunungan Thai-san, puncak itu dihuni oleh iblis-iblis jahat dan binatang-binatang buas yang amat kuat. Akan tetapi, orang-orang kang-ouw dapat menduga bahwa di puncak itu tentu tinggal datuk-datuk sesat yang berilmu tinggi dan yang menganggap puncak itu sebagai miliknya dan tidak mau diganggu orang lain. Dugaan para ahli silat di dunia kang-ouw yang tidak mudah percaya akan cerita-cerita tahyul ini memang tepat sekali.

   Puncak itu menjadi tempat pertapaan Sam Kwi dan dua orang muridnya. Semenjak murid pertama mereka, yaitu Ciong Siu Kwi yang berjuluk Bi-kwi (Iblis Cantik), pulang dengan lapopran yang amat mengecewakan bahwa murid pertama yang amat diandalkan itu kalah oleh Pendekar Suling Naga, tiga orang kakek itu merasa prihatin sekali. Mereka telah mewariskan semua ilmu mereka yang paling tinggi kepada Bi-kwi, dan gadis yang boleh dikatakan memiliki bakat yang besar itu kini boleh dibilang tak kalah lihai dibandingkan dengan mereka. Akan tetapi, Bi-kwi kalah jauh, demikian menurut pelaporan murid itu. Bi-kwi merengek kepada tiga orang kekasihnya itu agar mereka suka mengajarkan ilmu baru yang lebih hebat agar ia dapat kelak mencari Pendekar Suling Naga untuk membalas kekalahannya dan merampas pusaka Suling Naga. Tiga orang kakek itu menghela napas kehabisan akal dan Im-kan-kwi atau Iblis Akhirat itu berkata,

   "Bi-kwi, ilmu apa lagi yang dapat kami ajarkan kepadamu? Raja Iblis Hitam sudah menurunkan Hek-wan Sip-pat-ciang kepadamu, ilmunya yang paling akhir. Aku sendiri sudah mengajarkan Toat-beng Hui-to, golok terbang pencabut nyawa itu, dan Iblis Mayat Hidup sudah mengajarkan Hun-kin Tok-ciang yang hebat itu. Kalau dengan ilmu-ilmu itu kau masih kalah, lalu ilmu apa lagi yang dapat kau pelajari?"

   "Tentu saja aku tidak sempat mempergunakan semua ilmu itu satu demi satu. Akan tetapi dia sungguh lihai, Suhu. Biar dibantu Tee Kok dan dua puluh orang lebih anak buahnya, aku tidak mampu mengalahkannya, bahkan hampir saja celaka di tangannya. Dia lihai sekali. Pusaka suling naga itu dapat menjadi pedang yang mengeluarkan suara mengaum dan juga suara suling itu melengking-lengking mengandung tenaga khi-kang yang amat kuat."

   Keluh Bi-kwi. Tiga orang kakek
(Lanjut ke Jilid 06)
Suling Naga (Seri ke 13 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 06
iblis itu merasa penasaran sekali. Tadinya mereka beranggapan bahwa murid dan kekasih mereka itu merupakan orang yang paling lihai dan tidak terkalahkan. Oleh karena itulah maka mereka percaya kepada Bi-kwi untuk melaksanakan tugas berat, yaitu mencari dan menandingi Pendekar Super Sakti dan mencari susiok mereka Pek-bin Lo-sian untuk merampas pusaka Suling Naga. Akan tetapi, siapa sangka, murid yang dipercaya dan diandalkan ini pulang sambil mengomel, menceritakan kekalahannya terhadap orang yang kini menguasai Siauw-liong-kiam!

   "Baiklah, sekarang begini saja, Bi-kwi,"

   Kata pula Iblis Akhirat dengan suara gemas dan dia mengepal tinju.

   "Kami bertiga akan bertapa bersama-sama, kami akan mencoba untuk menciptakan sebuah ilmu baru dengan pengerahan tenaga dan pikiran kami bertiga digabung menjadi satu. Sementara itu, engkau latihlah sumoimu agar ia kelak dapat membantumu. Setelah ia pandai dan kami menemukan ilmu baru, kami akan mengajarkan ilmu itu kepadamu. Kemudian, kita berlima akan pergi mencari Pendekar Suling Naga. Kalau kita masih juga tidak mampu merampas pusaka itu dan membunuhnya, biarlah kami yang mati di tangannya!"

   Girang sekali hati Bi-kwi. Keputusan yang diambil tiga orang gurunya itu mendatangkan banyak keuntungan dan kesenangan baginya.

   Pertama, tentu saja ia girang kalau sampai dapat menerima ilmu baru yang tentu hebat sekali kalau diciptakan oleh penggabungan tiga orang sakti itu. Ke dua, hatinya lega karena tentu ia akan terbebas untuk waktu lama dari mereka bertiga, tidak perlu melayani mereka yang sedang bertapa. Kini ia mulai merasa bosan dan muak kalau harus melayani tiga orang gurunya yang sudah tua dan sama sekali tidak menarik hati lagi itu. Ia dapat menghibur diri dengan mencari pria-pria-muda yang tampan di dusun-dusun sekitar pegunungan itu! Dan ke tiga, di luar pengawasan tiga orang suhunya, ia makin bebas untuk menyelewengkan pelajaran ilmu-ilmu silat kepada sumoinya yang diam-diam dibencinya karena dianggap sebagai saingan itu. Akan tetapi, hatinya yang penuh kepalsuan itu membuat ia berpura-pura ketika ia menjatuhkan diri berlutut di depan tiga orang gurunya.

   "Budi suhu bertiga sudah bertumpuk-tumpuk terhadap diriku dan kini suhu akan bersusah payah pula menciptakan ilmu baru untukku. Sampai matipun budi ini tidak akan kulupakan dan aku berjanji akan menanti sampai suhu bertiga berhasil, walaupun aku akan hidup kesepian dan berjanji kelak akan mempelajari ilmu baru itu dengan sempurna."

   "Hemm, tak perlu kesepian karena ada sumoimu, Bi-kwi,"

   Kata Hek Kwi-ong.

   "Aku akan mengerahkan semua tenaga untuk melatih sumoi dengan baik, suhu,"

   Jawab Bi-kwi. Demikianlah, sejak pulangnya Bi-kwi yang menderita kekalahan dari Sim Houw si Pendekar Suling Naga, Sam Kwi lalu mengundurkan diri ke dalam sebuah ruangan tertutup di mana mereka tekun bertapa dan mengerahkan semua kepandaian untuk menggabungkan pikiran mereka untuk menciptakan sebuah ilmu yang baru dan ampuh.

   Mereka tidak pernah keluar, dan setiap hari Bi-kwi sendiri yang memasukkan makanan dan minuman untuk mereka dari sebuah lubang di pintu. Ada kalanya ia menyuruh sumoinya, Can Bi Lan untuk menyuguhkan makanan dan minuman itu. Bi Lan adalah seorang anak perempuan yang sama sekali belum memiliki pengalaman tentang ilmu silat. Akan tetapi semenjak ia mengalami peristiwa yang amat mengguncang batinnya, melihat betapa ayah dan ibunya tewas disiksa gerombolan, kemudian melihat pula dirinya terancam bahaya yang mengerikan, lalu betapa Sam Kwi membunuhi semua anggauta gerombolan dan menyiksanya dengan sadis, terjadi perobahan pada batinnya. Ia merasa seperti seorang yang bangkit kembali dari kematian, dan hal ini membuat ia memiliki keberanian yang luar biasa.

   Dan melihat betapa banyak-nya orang jahat di dunia, betapa hidup ini penuh dengan ancaman bahaya maut dan bahaya penghinaan, iapun bertekad untuk mempelajari ilmu silat dari tiga orang gurunya. Biarpun diam-diam ia merasa tidak suka dan takut kepada sucinya, akan tetapi karena tiga orang gurunya menyerahkan ia untuk dilatih oleh sucinya, Bi Lan juga menerima keputusan ini tanpa banyak membantah. Bahkan ia menurut secara membuta segala latihan yang diberikan Bi-kwi kepadanya. Ia tidak memperdulikan kedua telapak tangannya sampai rusak-rusak karena sucinya menyuruh ia berlatih mengeraskan tangan dengan setiap pagi dan petang menggunakan kedua telapak tangan untuk memukuli pasir panas yang dicampur bubuk besi. Mula-mula memang telapak tangannya luka-luka dan melepuh,

   Akan tetapi anak ini memiliki tekad yang besar sehingga akhirnya ia dapat mengatasi semua kesulitan. Ilmu-ilmu yang diajarkan oleh Bi-kwi, oleh si Iblis Cantik ini memang sengaja diselewengkan sehingga jurus-jurus yang diajarkan itu tidak sempurna lagi, bahkan dikacau dengan gerakan-gerakan lain sehingga ilmu silat yang dipelajari oleh Bi Lan tidak lagi murni! Bukan hanya ilmu silat, bahkan ketika anak itu mulai diberi pelajaran samadhi dan melatih tenaga dalam, latihan inipun diselewengkan oleh Bi-kwi. Akibatnya, Bi Lan dapar meng-himpun tenaga yang sesat dan lebih celaka lagi, latihan-latihan ini membuat batinnya terguncang dan pikirannya menjadi kacau! Bertahun-tahun, sewaktu tiga orang kakek itu bertapa dan menggabungkan diri untuk bersama-sama menciptakan ilmu baru, Bi Lan mempelajari ilmu-ilmu yang disesatkan oleh Bi-kwi.

   Banyak sudah ilmu silat yang dipelajarinya, akan tetapi tidak satupun yang murni! Akan tetapi, anehnya, anak yang kini mulai tumbuh menjadi seorang gadis itu, melalui latihan-latihan yang keliru, berhasil menghimpun tenaga yang aneh pula, yang kadang-kadang timbul dengan hebatnya akan tetapi tiba-tiba pula lenyap membuat ia sama sekali tidak bertenaga. Dan juga ilmu silatnya aneh, hanya menurutkan naluri dan perasaan saja, karena semua ilmu silat yang dipelajarinya itu tidak lengkap dan diselingi gerakan-gerakan ngawur yang membuat jurus-jurusnya kadang-kadang malah membahayakan diri sendiri. Akibatnya, Bi Lan menjadi seorang gadis yang ilmu silatnya aneh, tenaga dalamnya juga aneh. Yang mengesalkan hati Bi-kwi adalah ketekunan gadis itu, yang menuruti segala perintahnya sehingga tidak ada alasan baginya untuk memarahinya,

   Dan yang lebih menjengkelkan dan mengkhawatirkan hatinya lagi adalah melihat betapa Bi Lan kini tumbuh menjadi seorang gadis yang amat cantik manis! Ia sengaja memberi pakaian-pakaian tua kepada gadis itu, pakaian-pakaiannya sendiri yang sudah tua, dan sengaja dipotoog sedemikian rupa sehingga pakaian itu menjadi aneh, lapuk dan bahkan ada yang tambal-tambalan. Akan tetapi celakanya bagi Bi-kwi, pakaian buruk apapun yang melekat pada tubuh Bi Lan menjadi pantas dan indah! Hal ini adalah karena Bi Lan tumbuh menjadi seorang gadis dewasa, atau remaja, dan tubuhnya mulai mekar indah sehingga tentu saja segala macam pakaian menjadi pantas dan menarik. Apa lagi, gadis ini sejak kecil memang suka sekali akan kebersihan, seringkali membersihkan tubuhnya dan mencuci rambutnya sehingga biarpun pakaiannya buruk nampak bersih dan segar selalu.

   Kedua pipinya yang tidak pernah mengenal bedak, karena dilarang oleh Bi-kwi, nampak segar kemerahan seperti kulit buah apel, sepasang matanya lebar dan jeli, rambutnya hitam panjang dan gemuk. Terutama sekali sepasang lesung pipit di kanan kiri mulutnya membuat gadis itu bertambah manis kalau tersenyum. Sayang, guncangan batin dan pikirannya akibat latihan-latihan yang sesat itu membuat Bi Lan juga memiliki kebiasaan aneh. Kadang-kadang tersenyum-senyum seorang diri, kadang-kadang menangis. Pendeknya, gadis ini menunjukkan gejala bahwa otaknya agak miring! Semua kejengkelan hati Bi-kwi karena melihat betapa sumoinya menjadi semakin cantik dan mengalahkan dirinya, terhibur juga oleh kenyataan bahwa sumoinya seperti orang gila itu. Dan sesungguhnya gejala-gejala kegilaan inilah yang menyelamatkan nyawa Bi Lan.

   Andaikata ia tidak demikian, tentu kebencian Bi-kwi akan menjadi-jadi karena iri akan kecantikannya dan bukan tidak mungkin iblis betina itu akan membunuhnya! Sambil menanti tiga orang gurunya yang masih juga belum keluar dari tempat pertapaannya, Bi-kwi setiap hari berlatih silat memperdalam ilmu-ilmunya. Ia tidak memperdulikan kepada Bi Lan yang dianggapnya seorang gadis yang miring otaknya. Ia sama sekali tidak tahu bahwa di samping kelainan pada pikirannya yang terguncang itu, juga terjadi perobahan aneh, yaitu otak Bi Lan mampu menangkap dan mencatat segalanya dengan kuat sekali. Ia tidak tahu bahwa setiap kali ia berlatih silat, Bi Lan nonton dan gadis ini mampu mengingat semua jurus itu dan kalau sedang seorang diri, Bi Lan melatih diri dengan gerakan-gerakan yang dilihatnya pada sucinya ketika berlatih.

   Dengan demikian, hampir semua gerakan ilmu silat yang dimainkan Bi-kwi diam-diam dikuasai oleh Bi Lan! Pada suatu hari, Bi-kwi baru pulang setelah pagi hari dan wajahnya muram, alisnya berkerut dan hatinya penuh diliputi kejengkelan dan kemarahan. Semalam ia bertemu dengan seorang pria muda jauh di selatan. Hatinya tertarik dan dengan berbagai usaha ia membujuk pria itu setelah pria itu diculiknya dan dibawa ke tempat sunyi, agar pria itu mau menyambut hasrat hatinya. Akan tetapi, pria itu bahkan memaki-makinya, menolaknya dan menyebutnya perempuan hina tak tahu malu. Karena bujukan kasar dan halus ditolak oleh pria itu, setelah semalam suntuk ia gagal membujuk, akhirnya ia membunuh pria itu dan pulang dengan hati kesal karena kekecewaan. Tidak ada orang lain kecuali Bi Lan seorang yang dapat dijadikan tempat pelontaran kemarahan hatinya.

   "Siauw-kwi....!"

   Ia memanggil. Bi Lan datang berlari-lari dengan muka dan kepala masih basah. Ia tengah berada di sumber air dan mandi ketika sucinya memanggil. Tergesa-gesa ia mengenakan pakaian dan dengan muka dan ram-but masih basah iapun datang menghampiri sucinya. Melihat betapa wajah sumoinya itu berseri-seri, dengan senyum yang manis dihias sepasang lesung pipit itu, melihat sepasang pipi kemerahan dan segar sekali, hati Bi-kwi menjadi semakin panas!

   "Siauw-kwi, sudah lama kita tidak berlatih si-lat. Hayo, siapkan dirimu untuk berlatih silat denganku!"

   Sepasang mata itu terbelalak, nampak ketakutan.

   "Aihh, suci yang baik. Jangan pukul aku lagi. Apapun perintahmu akan kutaati, akan tetapi jangan memukuli aku dalam latihan. Aku sudah kapok!"

   Bi Lan memang merasa tersiksa sekali kalau diajak berlatih karena namanya saja berlatih, akan tetapi pada hakekatnya ia menjadi bulan-bulan pukulan dan tendangan sucinya sampai tubuhnya babak belur dan matang biru, sakit-sakit semua kalau sudah selesai berlatih.

   "Ihhh....? Kau berani membantah? Hayo cepat bersiap!"

   Bentak Bi-kwi. Sebelum Bi Lan menjawab, ia sudah menerjang maju dengan tamparan ke arah pipi sumoi itu. Kemarahan karena iri hati melihat pipi yang halus merah dan segar itu membuat ia menampar pipi itu dengan kuat sekali. Bi Lan menggerakkan lengan kirinya dengan gerakan refleks untuk menangkis tamparan itu.

   "Plakkk!"

   Pipi kanannya yang kena tampar oleh tangan kiri Bi-kwi yang bergerak cepat sekali dan tangkisan itu membuat tubuh Bi Lan terhuyung.

   "Auhhh....! "

   Gadis itu mengeluh dan mengusap pipi kanannya yang menjadi merah sekali. Melihat betapa pipi itu menjadi makin merah dan bahkan semakin segar menarik, hati Bi-kwi makin marah.

   "Lihat serangan!"

   Katanya dan ia pun maju menerjang dengan jurus-jurus yang paling sulit. Bi Lan meneoba untuk mengelak, berloncatan ke sana-sini seperti diajarkan sucinya, dan menangkis pula. Akan tetapi, kaki Bi-kwi menendang dengan sebuah jurus dari Ilmu Tendang Pat-hong-twi (Ten-dangan Delapan Penjuru Angin) yang lihai itu dan paha Bi Lan terkena tendangan. Tubuhnya terlempar ke belakang.

   "Brukkk! Aduhh Gadis itu terbanting keras dan mengeluh, lalu bangkit berdiri, tangan kiri mengusap pipi, tangan kanan mengusap paha.

   "Sudah, suci. Pipi dan pahaku sakit!"

   "Hayo lawan! Kalau tidak latihan, mana engkau bisa maju? Lawan atau engkau akan kujadikan sasaran pukulan dan tendanganku!"

   Bentak Bi-kwi yang mulai merasa senang hatinya dapat menumpahkan kemarahannya kepada sumoinya itu. Kembali ia menerjang dan menotok pundak sumoinya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menampar ke arah kepala.

   "Wuuutt.... dukkk!"

   Kini Bi Lan mampu mengelak dan menangkis dengan baiknya! Bi-kwi merasa penasaran. Yang dipergunakannya untuk menyerang tadi adalah sebuah jurus pilihan dari ilmu silatnya, akan tetapi sumoinya ternyata mampu mengelak dan menangkis dengan baiknya, seolah-olah sumoinya mengenal jurus itu dengan baik. Ia lalu menyerang lagi, kini menggunakan sebuah jurus dari Hek-wan Sip-pat-ciang, itu ilmu silat tangan kosong yang hebat dari Hek Kwi-ong. Lengan Bi-kwi dapat mulur dengan panjang ketika ia melakukan gerakan jurus ini.

   "Wuuuttt.... plak! plak!"

   Kembali Bi Lan dapat menangkis dua kali dengan baiknya sehingga jurus itupun tidak berhasil.

   Bi-kwi menahan seruannya. Sumoinya mampu menangkis jurus itu? Sungguh aneh dan sukar dapat dipercaya. Jurus pilihan dari Hek-wan Sip-pat-ciang itu merupakan jurus ampuh dan sukar dilawan, akan tetapi sumoinya yang mempelajari silat dengan kacau-balau itu kini dapat menyambutnya seolah-olah sudah mengenal jurus itu dengan baik. Ia mengeluarkan lagi beberapa jurus dari ilmu silat ini, akan tetapi ternyata Bi Lan mampu mengelak dan menangkis dengan baik, bahkan gerakan-gerakannya juga tepat sekali seolah-olah gadis itu sudah mempelajari Hek-wan Sip-pat-ciang dengan sempurna! Bi-kwi menjadi terkejut dan heran, lalu menyerang lagi, kini menggunakan ilmu yang dipelajarinya dari Iblis Mayat Hidup, yaitu Ilmu Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Putuskan Otot) yang amat dahsyat.

   "Plak-plak.... wutttt....!"

   Kembali Bi Lan mampu menghindarkan diri dari jurus ini, dan gerakannya juga tepat sekali!

   "Ehhh....!"

   Bi-kwi begitu terheran-heran sampai menghentikan serangannya dan memandang sumoinya dengan sinar mata berapi.

   "Dari mana kau mengenal ilmu-ilmu itu?"

   Bentaknya. Bi Lan yang merasa senang karena beberapa kali mampu menghindarkan diri dari gebukan dan ten-dangan, tersenyum manis sekali.

   "Siapa lagi kalau bukan engkau yang mengajarku, suci? Bagaimana, baikkah gerakan-gerakanku?"

   Bi-kwi terpaksa mengangguk-angguk. Ia tahu bahwa sumoinya ini tidak mampu berbohong maka jawaban sumoinya itu sungguh membuat ia terheran-heran dan juga khawatir sekali.

   "Kalau begitu, coba temani aku berlatih, jangan sembunyikan apa-apa, segala yang kauketahui harus kau keluarkan dan kau boleh membalas serangan kepadaku, jangan hanya membela diri, mengerti? Awas, kalau tidak, engkau akan kuhukum dengan tamparan dan pukulan!"

   Bi Lan tersenyum dan senyum gadis ini memang manis sekali karena senyumnya keluar dari hati yang polos dan wajar walaupun aneh sekali karena ia diancam malah tersenyum. Hatinya merasa girang karena ia diperbolehkan membalas serangan dan ia ingin memperlihatkan kemajuannya kepada sucinya itu. Melihat Bi Lan hanya tersenyum-senyum dan tidak segera bergerak, Bi-kwi membentak,

   "Siauw kwi. kenapa hanya senyum-senyum? Hayo serang!"

   "Serang bagaimana, suci? Kaulah yang bergerak dulu, baru aku akan tahu gerakan apa yang harus kulakukan,"

   Jawab Bi Lan. Mendengar jawaban ini, Bi-kwi lalu menerjangnya dengan tendangan Pat-hong-twi yaitu semacam ilmu silat tendangan yang dipelajarinya dari Im-kan Kwi Si Iblis Akhirat. Tendangan itu hebat sekali, merupakan bagian dari Ilmu Silat Delapan Penjuru Angin, datangnya susul-menyusul dan amat cepatnya. Akan tetapi, Bi Lan mengenal ilmu ini dan iapun cepat mengelak dan hal ini mudah dilakukan karena ia telah lebih dulu mengetahui ke mana kaki lawan itu akan bergerak. Bahkan ia lalu membalas dengan tendangan yang sama setelah semua jurus tendangan sucinya dapat dielakkan. Karena tendangan mereka sama, maka merekapun beradu tulang kaki beberapa kali.

   "Dukk! Takk!"

   Bi Lan meloncat ke belakang. meringis dan mengusap tulang kering kakinya.

   "Aduhh.... tulang kakimu keras sekali, suci. Kakiku sampai sakit semua dibuatnya!"

   Akan tetapi Bi-kwi sudah tidak memperhatikan lagi sikap sumoinya, bahkan ucapan itu baginya merupakan ejekan karena semua tendangannya menurut Ilmu Tendangan Pat-hong-twi tidak berhasil. Hal ini berarti bahwa sumoinya sudah hafal akan ilmu itu.

   "Jangan cerewet, sambutlah ini!"

   
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Iapun kini maju menyerang dengan ilmu-ilmu yang dikuasainya, menukar-nukar jurus dari ketiga orang suhunya. Akan tetapi ia semakin terheran-heran karena semua jurus itu, biarpun diselang-seling, telah dikenal oleh Bi Lan yang dapat menghindarkan diri, bahkan membalas dengan serangan yang sama! Saking herannya, Bi-kwi mengeluarkan ilmunya yang paling ampuh, yaitu Kiam-ciang (Tangan Pedang). Ilmu ini dapat membuat kedua tangannya seperti pedang telanjang, dengan tangan mampu membacok dan menusuk lawan dengan kekuatan dahsyat. Akan tetapi, kembali Bi Lan dapat mengelak ke sana-sini dan menangkis! Akhirnya Bi-kwi yang memang hanya ingin menguji, tahu dengan pasti bahwa sumoinya memang telah mengenal semua ilmunya, menguasainya dengan cukup baik, maka iapun meloncat ke bela-kang sambil membentak,

   "Tahan dulu!"

   Bi Lan tersenyum senang.

   "Wah, kalau diteruskan aku akan celaka, suci. Engkau hebat sekali, gerakanmu demikian cepat dan kuat,"

   Kata Bi Lan sejujurnya. Akan tetapi sucinya tidak perduli akan pujian ini melainkan memandang dengan sinar mata penuh selidik.

   "Hayo katakan, dari mana engkau mempelajari semua ilmu tadi?"

   Bentaknya.

   "Aih, suci, dari siapa lagi kalau bukan darimu sendiri?"

   "Bohong! Tentu tiga orang guru kita yang telah diam-diam mengajarmu. Hayo katakan, betulkah begitu?"

   "Suci, bukankah ketiga suhu sedang bertapa, bagaimana bisa mengajarku? Hi-hik, suci, engkau mau membohongi aku, ya? Tidak, aku hanya belajar kalau melihat engkau berlatih, lalu kutiru. Bagaimana, baik atau tidak?"

   Diam-diam Bi-kwi terkejut. Adik seperguruannya ini hanya menonton kalau ia berlatih, dan sudah dapat menirukannya demikian baiknya? Sungguh luar biasa sekali! Dan kini Siauw-kwi telah menguasai semua ilmu silatnya! Ini berbahaya sekali. Ia mendapatkan sebuah pikiran, lalu melangkah maju dan tiba-tiba tangan kirinya menampar muka adiknya, tanpa gerak silat sama sekali. Bi Lan nampak bingung, akan tetapi karena tamparan itu biasa saja, ia dapat pula mengelak dan pada saat ia mengelak itu, Bi-kwi menyambut dengan pukulan tangan kanan yang menampar.

   "Plak!"

   Kini pipi kiri Bi Lan kena ditamparnya dengan keras dan gadis itu mengaduh.

   Hati Bi-kwi menjadi girang. Ia maju lagi, memukul, menampar dan menendang tanpa gerakan silat tertentu, ngawur saja, akan tetapi malah hasilnya baik sekali. Tubuh Bi Lan bertubi-tubi menjadi sasaran tendangan, pukulan atau tamparan yang membuat gadis itu jatuh bangun dan tubuhnya menjadi babak belur! Bi Lan mencoba untuk mempergunakan ilmu-ilmu silat yang selama ini dipelajarinya dari Bi-kwi. Akan tetapi ilmu silat itu memang disesatkan oleh Bi-kwi, dan karena Bi-kwi mengenal semuanya, pertahanan dirinya sama sekali tidak ada artinya karena tidak sejalan dengan jalan serangan Bi-kwi yang ngawur. Bi-kwi tidak perduli biarpun Bi Lan sudah mengduh-aduh dan minta berhenti. Ia terus menghajar untuk melampiaskan kemarahan hatinya, kemarahan karena kecewa oleh pemuda yang semalam diculiknya,

   Kemudian kemarahan karena melihat betapa Bi Lan tanpa disadari telah menguasai semua ilmu silatnya. Bi-kwi menghajar terus. Baiknya tubuh Bi Lan sudah sejak kecil digembleng oleh Sam Kwi, walaupun ilmu silatnya diajarkan oleh Bi-kwi, sehingga tubuh itu memiliki kekebalan dan tidak sampai menderita luka dalam oleh hajaran Bi-kwi yang keras itu. Betapapun juga, karena ditendang dan dipukuli semena-mena, akhirnya gadis itu rebah terkulai dan pingsan! Baru Bi-kwi menghentikan pemukulannya karena ia khawatir kalau-kalau sumoinya tewas dan kalau hal ini terjadi, tentu tiga orang suhunya menjadi marah sekali dan ia tidak berani mempertanggungjawabkannya. Diambilnya seember air dan disiramkan ke atas kepala Bi Lan. Bi Lan membuka kedua matanya dan melihat Bi-kwi memegangi ember, ia tersenyum dan berkata,

   "Aih, suci main-main, ya? Masa aku disiram air begini? Lihat, basah semua !"

   "Hayo bangkit, anak malas ! Persediaan kayu sudah hampir habis dan musim hujan akan tiba. Kalau engkau malas, akan kuhajar lagi!"

   "Baik, suci."

   Dan larilah Bi Lan ke dalam hutan. Ia mulai mencari kayu untuk mengisi gudang yang besar itu sehingga mungkin selama satu bulan ini ia harus setiap hari mencari kayu! Pada hari ke tiga, pagi-pagi sekali Bi Lan sudah pergi meninggalkan tempat tinggal ketiga suhunya untuk memasuki hutan. Ia harus bekerja keras, akan tetapi ia memang suka sekali pergi ke hutan seorang diri. Di tempat ini ia merasa aman, jauh dari sucinya yang galak, yang selalu main pukul saja terhadap dirinya. Di tempat ini ia dapat melihat bunga-bunga indah, pohon-pohon besar, melihat binatang-binatang hutan yang lucu sehingga hatinya terhibur dan merasa gembira sekali. Seringkali ia berkejaran dengan kelenci sambil tertawa-tawa,

   Atau bernyanyi-nyanyi menirukan suara burung dan kadang-kadang iapun melatih ilmu silat seperti yang ditontonnya dari sucinya di atas hamparan rumput hijau yang segar dan basah oleh embun. Pada pagi hari itu, karena masih agak pagi, Bi Lan berjalan-jalan dan tersenyum-senyum melihat burung-burung berloncatan dari dahan ke dahan sambil berkicau ramai menyambut datangnya pagi yang amat cerah. Matahari baru saja muncul dengan sinarnya yang merah kekuningan, seperti warna emas kemerahan. Sinar matahari yang masih lembut itu menerobos melalui celah-celah daun dan ranting, menerobos di antara kabut sehingga nampak indah sekali, berupa garis-garis terang di antara kabut yang keputihan. Bi Lan menirukan suara burung berkicauan, mulutnya yang kecil mungil dengan bibir kemerahan segar itu meruncing ketika ia menirukan suara burung.

   Kemudian, melihat larinya tiga ekor kelenci, iapun mengejarnya. Larinya cepat, loncatannya ringan karena gadis ini sudah mempelajari gin-kang yang hebat walaupun dengan latihan pernapasan yang terbalik seperti yang diajarkan sucinya. Akan tetapi karena tiga ekor kelenci itu lari cerai-berai, Bi Lan menjadi bingung, lari ke sana-sini sambil terkekeh-kekeh. Memang bukan maksudnya untuk menangkap kelenci-kelenci itu, hanya untuk mengajak mereka bermain-main. Gadis yang sejak kecil ikut dengan Sam Kwi ini, yang kemudian dilatih oleh sucinya secara menyesatkan dan keras, tidak pernah memperoleh kesempatan untuk berkawan, maka kini ia mencari sendiri kawan-kawannya di antara binatang-binatang di hutan. Setelah tiga ekor kelenci itu menghilang ke dalam semak-semak, Bi Lan lalu bersilat di atas lapangan rumput.

   Ia bersilat dengan penuh perhatian, dengan pengerahan tenaga dan berturut-turut ia bersilat ilmu silat yang dilihatnya suka dilatih oleh sucinya! Bi Lan sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi, sejak ia menirukan suara burung lalu mengejar-ngejar kelenci dan kini berlatih silat, ada dua bayangan orang yang membayanginya dan mengintainya. Dua bayangan orang itu menjadi bengong dan kadang-kadang saling pandang dengan sinar mata penuh kekaguman dan keheranan. Melihat gerakan dua orang itu, mudah diduga bahwa mereka adalah dua orang berilmu tinggi, karena mereka membayangi Bi Lan dengan kecepatan luar biasa dan dengan keringanan tubuh sedemikian rupa sehingga jejak kaki merekapun tidak mengeluarkan suara. Dua orang itu adalah sepasang kakek dan nenek yang sudah tua sekali.

   Kakek itu berpakaian serba kuning, berjenggot dan berambut putih, jenggotnya berjuntai sampai ke dada, sepasang matanya mencorong aneh dan sikapnya lemah lembut, akan tetapi ada satu hal yang amat menarik, yaitu bahwa lengan kiri kakek itu buntung di atas siku sehingga lengan baju kirinya tergantung lemas terkulai. Usia kakek ini tentu sudah mendekati delapanpuluh tahun, sedikitnya tujuhpuluh delapan tahun usianya. Namun wajahnya masih nampak kemerahan tanda bahwa kesehatannya masih amat baik. Nenek itupun mengenakan pakaian berwarna kuning, berkembang biru muda, dan seperti si kakek, pakaiannya sederhana dan iapun sudah tua sekali, sedikitnya tujuh puluh tahun usianya. Rambutnya juga sudah putih semua, akan tetapi wajahnya masih penuh kelembutan dan masih nampak garis-garis bekas wajah yang cantik jelita.

   Di balik jubah wanita tua ini nampak tersembul sebuah pedang dengan sarung pedang yang indah. Kakek ini bukan orang biasa, melainkan seorang tokoh persilatan yang pernah menggemparkan dunia persilatan. Di dunia persilatan, dia dijuluki Si Naga Sakti Gurun Pasir! Nama julukan ini tidak kalah besarnya dibandingkan dengan nama julukan para pendekar keluarga Pulau Es! Nama pendekar tua ini adalah Kao Kok Cu. Adapun nenek itu adalah isterinya yang dahulu bernama Wan Ceng atau juga Candra Dewi karena wanita ini diangkat saudara oleh seorang puteri Bhutan dan wanita inipun bukan orang sembarangan karena ia masih terhitung cucu tiri Pendekar Super Sakti dari Pulau Es! Apa lagi setelah menjadi isteri Pendekar Sakti Gurun Pasir, ilmu kepandaian wanita ini meningkat dengan pesat dan kini ia juga termasuk seorang tokoh yang sakti.

   Di dalam KISAH PARA PENDEKAR PULAU ES telah diceritakan bahwa putera tunggal suami isteri sakti ini yang bernama Kao Cin Liong, sejak muda menjadi panglima yang amat terkenal di kota raja, telah menikah dengan Suma Hui, cucu Pendekar Super Sakti dan atas desakan isterinya, Kao Cin Liong telah mengundurkan diri dari kedudukannya dan tidak lagi menjadi panglima. Kao Kok Cu dan isterinya yang merasa sudah tua, menghendaki agar Kao Cin Liong dan isterinya tinggal di tempat mereka, yaitu jauh di utara, di sebuah dataran yang indah dan subur di tengah-tengah padang pasir di mana mereka mempunyai sebuah gedung istana kuno yang dinamakan Istana Gurun Pasir. Akan tetapi kedua suami isteri muda itu tidak mau karena merasa tidak betah tinggal di tempat sunyi itu. Mereka memilih tinggal di dekat kota raja di mana keduanya berdagang rempah-rempah dan keadaan mereka cukup makmur.

   Suami isteri tua Kao Kok Cu tidak dapat memaksa dan mereka merasa kesepian. Oleh karena itu, mereka berdua lalu banyak melakukan perjalanan merantau, menikmati tempat-tempat indah di seluruh tanah air. Demikianlah, pada pagi hari itu, mereka berdua merantau sampai di sebuah di antara puncak Pegunungan Thai-san di mana mereka melihat Bi Lan. Malam tadi mereka bermalam di lereng gunung dan pagi itu pagi-pagi sekali mereka sudah naik ke puncak untuk menikmati keindahan matahari terbit. Akan tetapi, mereka melihat Bi Lan dengan gerak-geriknya yang amat aneh, membuat suami isteri tua itu tertarik dan diam-diam mereka membayangi gadis muda yang cantik namun gerak-geriknya aneh itu. Ketika melihat Bi Lan memoncongkan mulut menirukan suara burung-burung yang sedang berkicau, nenek Wan Ceng menutupi mulutnya menahan ketawa, dan sepasang suami isteri itu ikut merasa gembira,

   Menganggap hahwa gadis itu manis dan lucu sekali, dapat menikmati keindahan alam di tempat sunyi seperti itu, kenikmatan yang sudah jarang terdapat dalam batin kebanyakan manusia. Kemudian, melihat betapa Bi Lan mengejar-ngejar kelenci sambil tertawa-tawa, hanya mempermain-kan kelenci bukan sungguh-sungguh menangkap, melihat gerakannya yang demikian cepatnya, tanda bahwa gadis itu memiliki gin-kang yang lumayan, mereka tercengang. Mereka terus membayangi gadis itu dan ketika Bi Lan mulai berlatih silat, nenek itu mencengkeram lengan suaminya. Keduanya bengong mengamati setiap gerakan gadis itu, dengan mata terbelalak karena mereka mengenal ilmu silat yang tinggi dan aneh, walaupun mereka berdua maklum bahwa ilmu-ilmu yang dimainkan gadis itu termasuk ilmu yang sesat, penuh dengan gerak tipu dan mengandung hawa pukulan yang aneh-aneh.

   Akan tetapi, yang membuat mereka terheran-heran adalah ketika mereka melihat betapa makin lama wajah gadis itu menjadi semakin merah, kemudian tiba-tiba menjadi pucat dan pernapasan gadis itu terengah-engah tidak karuan. Akhirnya gadis itu menghentikan gerakan-gerakan silatnya dan segera berjungkir balik, berdiri dengan kepala di atas tanah dan mengatur kembali pernapasannya. Melihat hal ini, tentu saja kedua orang suami isteri itu terkejut dan khawatir sekali. Mengatur pernapasan selagi terengah-engah dan kelelahan dengan cara membalikkan tubuh seperti itu amatlah berbahaya! Akan tetapi aneh. gadis itu agaknya sudah terbiasa dan sebentar saja pernapasannya normal kembali dan gadis itu kini berjungkir balik, berdiri lagi, lalu duduk di atas rumput hijau sambil tersenyum-senyum, akan tetapi mukanya masih pucat.

   "Anak baik, caramu mengatur pernapasan terbalik!"

   Wan Ceng tidak dapat lagi menahan kekhawatiran hatinya dan nenek ini sudah meloncat ke luar dan menghampiri Bi Lan. Gadis itu mengangkat mukanya, terkejut sekali. Senyumnya tiba-tiba menghilang dan matanya terbelalak, alisnya berkerut dan tiba-tiba ia meloncat bangun lalu menyerang dengan tangan kanannya ke arah nenek itu, mencengkeram ke arah dada dengan gerakan yang ganas dan dahsyat sekali.

   "Hemmm....!"

   Nenek Wan Ceng dengan mudah mengelak. Akan tetapi gadis itu menyerang terus sebagai lanjutan serangannya tadi dan serangkaian serangan yang terdiri dari pukulan dan cengkeraman yang ganas dilancarkan ke arah lawan.

   Nenek Wan Ceng terkejut, akan tetapi dengan tenang ia menghindarkan diri dengan loncatan ke sana-sini dan kadang-kadang menangkis dengan kibasan tangannya. Melihat betapa gadis itu menyerang isterinya seperti orang mengamuk, kakek Kao Kok Cu juga meloncat dekat dan berkata dengan suaranya yang tenang, halus dan penuh wibawa, Nona, tenanglah, kami datang bukan dengan niat buruk!"

   Akan tetapi tiba-tiba saja Bi Lan berbalik menyerang kakek itu kalang-kabut, dan kini ia menggunakan tendangan-tendangan berantai yang ganas sekali. Tentu saja serangan-serangan yang masih mentah itu tidak ada artinya bagi Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan dengan sedikit menggerakkan tubuhnya, tendangan-tendangan itu hanya mengenai angin belaka. Ketika kakek itu menggerakkan kakinya, kaki Bi Lan yang tidak menendang kena disapu dan tubuhnya terpelanting jatuh ke atas rumput lunak.

   Akan tetapi, gadis itu meloncat bangun lagi dan kini ia menyerang lagi dengan lebih dahsyat, mengeluarkan semua ilmu yang dipelajarinya dengan menonton sucinya berlatih. Ilmu-ilmu itu adalah ilmu ilmu yang hebat, ilmu silat yang menjadi kebanggaan Sam Kwi, kini dikeluarkan semua oleh Bi Lan untuk menyerang kakek dan nenek itu! Karena tertarik akan keistimewaan ilmu-ilmu itu, kakek Kao Kok Cu dan Wan Ceng sengaja membiarkan gadis itu menerjang kalang-kabut. Baru setelah melihat betapa pernapasan gadis itu memburu dan terengah-engah, mereka merasa kasihan dan sebuah totokan jari tangan kakek itu membuat Bi Lan roboh dengan tubuh lemas, tidak mampu menggerakkan kaki tangannya lagi. Bi Lan berusaha untuk bangkit, akan tetapi setelah maklum bahwa kaki tangannya tidak dapat di-gerakkan, ia memandang kepada nenek Wan Ceng dan berkata,

   "Jangan pukul aku lagi, ahhhh.... aku sudah lelah sekali...."

   Kakek dan nenek itu merasa kasihan sekali dan mereka lalu berjongkok dekat tubuh Bi Lan. Kakek Kao Kok Cu bertanya, suaranya halus dan penuh kesabaran,

   "Nona, kenapa engkau menyerang kami?"

   "Kenapa....?"

   Bi Lan memandang bingung.

   "Aku tidak tahu kenapa tapi suci yang menyuruhku, ia bilang bahwa kalau ada orang-orang datang ke tempat ini harus kubunuh mereka, karena kalau tidak, merekalah yang akan membunuhku. Karena itu aku menyerang kalian."

   Suami isteri itu saling lirik.

   "Dan kau lihat bahwa kami sama sekali tidak mengganggumu tadi, bukan? Kami tidak ingin membunuhmu, menyerangmupun tidak. Adalah engkau yang menyerang kami dan sekarang terpaksa kami merobohkanmu. Nah, lihat, kami membebaskanmu,"

   Kata Wan Ceng sambil membebaskan totokan dari tubuh Bi Lan. Begitu terbebas, Bi Lan berjungkir balik dan mengatur pernapasan seperti tadi. Melihat ini Wan Ceng hendak mencegah, akan tetapi suaminya menyentuh lengannya dan memberi isyarat agar isterinya jangan mengganggu gadis itu. Mereka berdua hanya memandang penuh perhatian kepada Bi Lan dan tak lama kemudian secara aneh sekali gadis itu telah mampu memulihkan pernapasannya walaupun mukanya masih pucat sekali.

   "Nah, sekarang engkau percaya bahwa kami tidak berniat buruk kepadamu, bukan ?"

   Bi Lan menatap wajah nenek itu dan agaknya wajah dua orang tua itu mendatangkan kesan baik di dalam perasaannya karena ia merasa aman berada di dekatmereka. Ia menggeleng bingung,

   "Aku tidak tahu, suciku yang menyuruhku."

   "Siapakah sucimu itu?"

   "Ia disebut Bi-kwi...."

   "Setan Cantik?"

   Nenek Wan Ceng bertanya, alisnya berkerut mendengar julukan seperti itu. Kini Bi Lan sudah merasa gembira kembali, ia tersenyum dan nampaklah oleh suami isteri itu betapa manisnya wajah gadis ini kalau tersemyum, dan nampak pula bahwa pada dasarnya gadis ini memiliki wajah yang membayangkan kelembutan walaupun dipenuhi dengan bekas-bekas penderitaan batin.

   "Hi-hik, memang suci cantik sekali, akan tetapi iapun jahat seperti setan."

   "Nona, siapakah yang mengajarkan ilmu silat kepadamu?"

   Tiba-tiba Kao Kok Cu bertanya.

   "Siapa lagi kalau bukan suci,"

   Jawabnya pasti. Kakek dan nenek itu saling berpandangan dengan heran. Kalau sucinya yang mengajarkan, berarti suci itu lebih gila lagi dari pada nona ini. Ataukah suci itu sengaja menyelewengkan pelajaran-pelajaran itu untuk mencelakai gadis ini? Munkinkah seorang suci berbuat demikian? Akan tetapi mengingat akan nama julukannya, yaitu Bi-kwi (Setan Cantik), jelas bahwa suci itu tentu seorang tokoh golongan sesat, dan tidaklah aneh kalau seorang tokoh sesat melakukan perbuatan sejahat itu.

   "Ke mana guru kalian? Kenapa sucimu yang mengajarmu, bukan gurumu?"

   Kao Kok Cu yang merasa tertarik sekali melanjutkan pertanyaannya. Kini Bi Lan sama sekali tidak merasa curiga lagi kepada kakek dan nenek yang bersikap manis itu, dan iapun menjawab sejujurnya.

   

Kisah Pendekar Pulau Es Eps 3 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 3 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 36

Cari Blog Ini