Ceritasilat Novel Online

Kisah Pendekar Pulau Es 18


Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 18



Ceng Liong membelalakkan kedua matanya, terheran-heran. Akan tetapi dia diam saja. Baru setelah gadis cilik itu menimbuni lubang dengan tanah setelah meletakkan bangkai itu di dalamnya, Ceng Liong bertanya, hati-hati akan tetapi tidak luput dari nada mengejek karena hatinya juga panas melihat dia dipersalahkan dan kelinci yang dirobohkannya itu marah dikubur!

   "Apakah nona hendak menyembahyanginya? Sayang, kita tidak membawa dupa....!

   Hong Bwee tidak menjawab, akan tetapi kerlingan matanya yang tajam menyambar, membuat Ceng Liong terdiam. Dia seorang anak yang biasanya gembira dan jenaka, juga nakal, akan tetapi sekarang, tiba-tiba saja dia seperti menjadi jinak oleh kerling mata gadis cilik puteri Bhutan itu. Dan diapun makin heran, sampai terbelalak ketika melihat betapa gadis itu kini berlutut di depan kuburan kelinci, lalu menyembah dan mulutnya berkemak-kemik seperti orang membaca doa!

   Akhirnya gadis cilik itu selesai dengan "upacara! sembahyang itu dan duduk di atas akar pohon. Mukanya yang cantik itu masih kemerahan, mulutnya masih agak cemberut walaupun sinar matanya tidak semarah tadi. Akan tetapi pandang matanya kepada Ceng Liong hanya melalui kerlingan, tidak langsung.

   Ceng Liong yang merasa penasaran juga duduk di atas batu dcpan gadis cilik itu. Dia menekan perasaannya agar suaranya tidak terdengar marah.

   "Nona, sungguh aku merasa penasaran dan tidak mengerti sama sekali mengapa engkau marah-marah kepadaku, mengapa pula engkau mengubur bangkai kelinci dan bahkan berdoa di depan kuburannya. Apa artinya semua ini?!

   Kini Hong Bwee memandang dan alisnya berkerut.

   "Engkau kejam! Kenapa engkau membunuhnya?!

   "Tapi.... bukankah engkau yang mengajak kita memburu kelinci itu, nona?!

   "Memang, akan tetapi bukan untuk membunuhnya, melainkan untuk menangkapnya. Aku ingin memelihara dan menjinakkannya, untuk diajak bermain-main. Akan tetapi engkau telah membunuhnya. Aku tadi berdoa mintakan ampun atas kekejaman dan kelancanganmu!!

   Kini Ceng Liong yang terbelalak memandang gadis cilik itu. Minta ampun kepada kelinci yang terbunuh? Apa-apaan ini?

   "Tapi, nona. Bukankah nona sendiri seorang pemburu yang sudah membunuh entah berapa banyak binatang? Ketika kita bertemu untuk pertama kalinya, engkau pun membunuh anak biruang, bahkan mencoba untuk membunuh induknya. Binatang buruan memang untuk dibunuh!!

   "Membunuh dan membunuh ada banyak macam dan perbedaannya! Membunuh harus ada alasannya dan engkau membunuh tanpa alasan! Engkau tidak tahu aturannya membunuh!!

   "Wah, membunuh pakai aturan?! Ceng Liong melongo dan melirik ke atas.

   "Nona, tolong beritahu kepadaku bagaimana sih aturan-aturannya?! Dia merasa lucu dan geli, akan tetapi juga heran dan ingin tahu.

   "Engkau banyak merantau akan tetapi bodoh,! kata gadis cilik itu bersungut-sungut.

   "Nah, kau dengar baik-baik ajaran-ajaran yang kudapat dari ayah ibuku dan kaum cendekiawan di Bhutan. Kalau kita terancam bahaya, untuk mempertahankan nyawa dan keselamatan diri, tentu saja kita harus merobohkan atau membunuh lawan yang mengancam keselamatan kita, baik ia binatang atau manusia. Pembunuhan ini namanya bukan pembunuhan, melainkan usaha bela diri dan ini benar adanya.! Gadis itu berhenti sebentar memandang dan Ceng Liong mengangguk-angguk tanda mengerti.

   "Ada lagi pembunuhan ke dua. Kalau kita membutuhkan daging binatang misalnya, maka sudah benarlah kalau kita membunuhnya, baik untuk mengenyangkan perut atau untuk memuaskan selera. Akan tetapi ada pembunuhan ke tiga yang dipantang oleh bangsa kami, yaitu membunuh tanpa alasan, hanya untuk menyenangkan hati saja. Dan ini dosa besar namanya, kekejaman yang akan mendatangkan kutuk bagi diri kita. Dan engkau tadi membunuh kelinci tanpa dua alasan itu. Kelinci itu bukan musuh kita, tidak mengancam keselamatan kita, juga kita tidak membutuhkannya sebagai santapan. Engkau membunuhnya seperti pembunuhan ke tiga tadi, kejam dan kelinci itu mati sia-sia!!

   Ceng Liong terbelalak. Masuk akal juga ucapan gadis cilik ini, bijaksana juga aturan dari bangsa ini. Dia sendiri sudah melihat banyak orang membunuhi binatang tanpa alasan itu, hanya untuk kesenangan hati. Bahkan kaisar sendiri kalau berburu hanya untuk bersenang-senang, hasil buruannya tidak dimakan, dilemparkan dan dibuang begitu saja.

   "Tapi, nona....! Dia membantah untuk "meringankan! dosanya.

   "Ketika aku merobohkannya tadi, aku mengira bahwa engkau hendak menangkapnya dan membunuhnya, hendak makan dagingnya.!

   "Benarkah itu? Hong Bwee memandang tajam. Sinar mata lembut namun tajam itu seolah-olah berubah menjadi ujung pedang ditodongkan ke depan dadanya sehingga otomatis Ceng Liong menarik tubuh atas ke belakang menjauh.

   "Tentu saja benar.!

   "Kalau begitu, engkau tidak berdosa. Dan aku sudah mintakan ampun kepada kelinci itu untuk dosamu yang kukira membunuh dengan kejam. Akan tetapi sudahlah, berdoapun baik saja. Kalau lain kali hendak membunuh sesuatu, beritahu dulu aku, ya?! Kini wajah yang manis itu menjadi terang dan berseri kembali, senyumnya mengembang lagi seperti matahari baru muncul di ufuk timur setelah bumi dicekam kegelapan yang menyedihkan.

   Melihat ini, Ceng Liong juga ikut bergembira dan diapun tersenyum.

   "Maaf, karena tidak tahu dan salah sangka, aku telah membuatmu berduka, nona.!

   "Hi-hik, kalau sudah mengaku salah tentu tidak akan menolak kalau didenda atau dihukum, bukan?!

   Ceng Liong mengangkat dadanya.

   "Tentu saja! Seorang pendekar tidak akan takut mempertanggungjawabkan perbuatannya!!

   "Nah, terlepas sekarang! Engkau seorang pendekar!!

   Ceng Liong merasa telah terlanjur bicara, maka dengan tersipu-sipu berkata.

   "Ah, aku hanya murid Phang-sinshe, hanya bisa mempelajari pengobatan, itupun masih dangkal, paling-paling aku hanya bisa mengobati orang menderita penyakit kudis, dan tentang ilmu sulap, wah, ada beberapa macam yang kupelajari.!

   "Bohong! Engkau tentu pandai silat. Buktinya engkau mampu melakukan perjalanan sampai ke Bhutan, begitu jauhnya....!

   "Ah, engkau hanya menduga saja, nona.!

   "Ceng Liong, aku bernama Hong Bwee, atau Gangga Dewi, jangan panggil nona-nola segala macam!!

   "Habis, nona adalah seorang puteri istana, bagaimana aku berani....!

   "Nah, itu malah sudah berani membantah. Aku memerintahkan engkau mulai sekarang menyebut namaku saja, tanpa embel-embel nona.!

   "Baik, non.... eh Hong Bwee.!

   Nona kecil itu tersenyum geli.

   "Sekarang dendanya atas dosamu tadi. Engkau harus memperlihatkan kepandaianmu kepadaku!!

   "Nona.... eh, engkau tidak berpenyakit kudis. Hong Bwee, bagaimana aku dapat membuktikan kepandaianku mengobati?!

   "Bukan itu, yang satunya lagi.!

   "Main sulap? Baiklah, kau lihat batu kecil ini, kugenggam di tangan kanan! Nah, sekarang batu di tangan kanan itu akan kusulap agar pindah ke tangan kiri. Hip-hup-hah!! Ceng Liong membuat gerakan dengan kedua lengannya, diputar-putar sehingga mengaburkan pandang mata Hong Bwee. Tentu saja dia tidak pandai sulap, karena ilmu sulap gurunya adalah ilmu sihir dan dia belum pernah mempelajarinya.

   Akan tetapi dengan kecepatan gerak tangannya, dia dapat memindahkan batu itu dari tangan kanan ke tangan kiri tanpa dapat terlihat oleh Hong Bwee.!Lihat batu ini!! Dan ketika dia membuka tangan kiri, di situ nampak batu yang tadi tergenggam di tangan kanan. Dan ketika dia membuka tangan kanan, ternyata di situ terdapat sehelai daun hijau.

   "Ah, tidak aneh! Biarpun aku tidak dapat mengikuti gerakanmu, aku tahu bahwa engkau tadi memindahkan batu dan menyambar sehelai daun. Itu hanya dapat dipakai menipu kanak-kanak saja! Bukan kepandaian itu yang kumaksudkan.!

   "Habis, yang mana lagi? Aku tidak bisa apa-apa.!

   "Jangan engkau membantah hukuman. Aku menghukummu agar engkau mempertunjukkan ilmu silatmu.!

   "Aku tidak bisa....!

   "Bohong, nah aku akan mengujimu!! Tiba-tiba gadis cilik itu sudah meloncat dan memukulkan tinjunya ke arah dada Ceng Liong. Tentu saja, sebagai anak yang sejak kecil digembleng ilmu silat tinggi, dengan otomatis tubuh Ceng Liong bergerak mengelak. Hong Bwee menyerang terus dengan pukulan, tendangan, tamparan bahkan ia mempergunakan pula cengkeraman-cengkeraman kedua tangannya. Gerakannya cepat dan teratur baik sekali berkat ilmu silat yang dipelajarinya dari Wan Tek Hoat.

   Melihat gerakan gadis ini mainkan Pat-mo Sin-kun yang dikenalnya, Ceng Liong menjadi kagum. Diapun tahu bahwa ayah gadis ini, seperti yang pernah dituturkan oleh ayahnya kepadanya, masih terhitung cucu keponakan dari ayahnya sendiri, keponakan tiri, masih agak jauh huhungan darah antara dia dengan Wan Tek Hoat, bahkan sama sekali tidak ada hubungan darah. Dia mendengar bahwa Wan Tek Hoat adalah anak kandung dari seorang yang menjadi anak kandung nenek Lulu, dengan demikian, Wan Tek Hoat adalah keponakan ayahnya dan gadis cilik ini masih terhitung keponakannya sendiri, atau keponakan tiri dari Suma Ciang Bun dan Suma Hui. Gadis cilik ini adalah cucu buyut nenek Lulu.

   Agaknya Hong Bwee memang sungguh-sungguh ingin menguji ilmu silat pemuda itu dan ia mendesak terus, mengirim serangan bertubi-tubi.

   Diam-diam Ceng Liong harus mengakui bahwa anak perempuan ini memiliki tenaga yang kuat dan terutama sekali amat cekatan dan gerakannya cepat. Maka diapun tidak berani main-main lagi karena kalau dia lengah, tentu dia akan kena pukul dan dia tidak mau hal ini sampai terjadi. Harga dirinya sebagai laki-laki akan turun kalau sampai dia terkena pukulan atau tendangan yang bertubi-tubi itu. Maka diapun segera mainkan Sin-coa-kun, satu-satunya ilmu keluarga Pulau Es yang sudah dilatihnya dengan matang. Ilmu-ilmu lain hanya baru dipelajari teorinya saja dan dia kurang latihan.

   Akan tetapi, Sin-coa-kun yang telah dilatihnya dengan matang itu cukup hebat. Kini keadaannya terbalik. Begitu Ceng Liong menangkis dan balas menyerang, repotlah Hong Bwee. Ia terdesak terus sampai terpaksa mempergunakan langkah-langkah mundur. Hal ini membuatnya penasaran. Sejak kecil Hong Bwee memang memiliki watak keras dan tidak mau kalah kalau berlatih silat. Ceng Liong hanya sebaya dengannya, paling-paling setahun lebih tua dan hanya seorang tukang obat perantau. Tidak mungkin kalau ia harus kalah dalam ilmu silat oleh anak laki-laki ini.

   "Heiiiiittt....!! Tiba-tiba saja gadis cilik itu menggerakkan kepalanya dan rambutnya yang dikuncir hitam tebal panjang yang tadi tergantung di belakang tengkuk, kini menyambar ke depan, ujungnya yang seperti moncong ular mematuk ke arah hidung Ceng Liong.

   "Ehhh....!! Ceng Liong terkejut sekali dan biarpun dia sudah menarik tubuh atasnya ke belakang, tetap saja ujung kuncir itu masih menampar pipinya.

   "Plakk!! Ceng Liong melompat mundur dan mengusap pipinya yang terasa panas.

   "Sudahlah, engkau yang menang,! katanya.

   Wajah Hong Bwee menjadi kemerahan.

   "Tidak.... sebetulnya aku yang kalah. Kaumaafkan aku, Ceng Liong.!

   Pada saat itu muacullah enam orang, kesemuanya memakai topeng yang menutupi muka mereka dari hidung ke bawah sehingga sukar untuk mengenal wajah mereka. Mereka mengurung dua orang anak itu dengan sikap menyeramkan. Melihat keadaan mereka yang bertopeng dan bersikap galak, tahulah Ceng Liong bahwa mereka adalah orang-orang yang mempunyai niat buruk maka diapun sudah siap siaga untuk melawan, menyelamatkan diri sendiri dan juga Hong Bwee. Biarpun masih kecil, Ceng Liong sudah memiliki kecerdikan dan pandai menarik kesimpulan, maka diapun menduga bahwa mereka ini datang untuk mengganggu Hong Bwee sebagai puteri istana, bukan dia yang hanya seorang anak asing di situ dan tidak mempunyai harga untuk diganggu.

   Dugaannya memang tepat karena seorang di antara mereka menghampiri Hong Bwee dan berkata dalam bahasa Bhutan.

   "Anak baik, engkau ikutlah kami baik-baik agar kami tidak usah mempergunakan kekerasan terhadap anak kecil.! Tanpa menanti jawaban, orang yang bertubuh jangkung kurus ini langsung menggerakkan lengannya hendak menangkap pundak Hong Bwee.

   "Siapa kau, manusia jahat?! Hong Bwee membentak marah sambil mengelak. Gerakan gadis cilik ini memang lincah, maka terkaman itupun luput. Orang bertopeng itu mengerutkan alisnya dan sepasang matanya membayangkan kemarahan. Diapun lalu menubruk lagi, sekali ini dengan kasar dan lebih cepat.

   "Plakk!! Hong Bwee menangkis sambil mengelak lagi dan untuk kedua kalinya tubrukan itu tidak berhasil. Orang tadi kini marah sekali dan menyerang dengan tamparan dan tendangan, akan tetapi Hong Bwee melawan dengan gagah. Melihat kawannya sukar menangkap anak perempuan itu, orang ke dua membantu. Akan tetapi baru saja dia menubruk ke depan, dari samping datang sambaran angin. Orang ke dua itu terkejut dan berusaha membalik sambil memutar lengan, akan tetapi dia terlambat.

   "Desss....!! Lambungnya kena ditendang Ceng Liong, tendangan Soan-hong-twi yang keras sekali karena tanpa disadarinya, sumber tenaga saktinya bergerak dan tersalur ke arah kakinya yang menendang. Orang itu terlempar sampai tiga meter jauhnya dan terbanting roboh!

   Ceng Liong hendak mengamuk untuk melindungi Hong Bwee, akan tetapi pada saat itu seorang di antara mereka yang bertubuh tinggi besar sudah meloncat dan menghadangnya. Ceng Liong yang marah itu langsung saja mengirim tendangan, menyambut lawan yang menghadangnya ini. Akan tetapi, terkejutlah dia ketika orang ini dengan mudah mengelak dari tendangan-tendangannya yang dilakukan secara berantai itu.

   Maklumlah dia bahwa orang ini lihai sekali, maka diapun segera mengeluarkan Ilmu Silat Sin-coa-kun dan mendesak. Orang yang menjadi lawannya itu hanya msnangkis atau mengelak saja, akan tetapi diam-diam memancing Ceng Liong makin menjauhi sang puteri yang kini dikeroyok oleh empat orang bertopeng! Tentu saja dalam waktu singkat sang puteri telah dapat diringkus dan dibawa pergi.

   "Ceng Liong.... Ceng Liong.... tolonggg....!! Akan tetapi seorang di antara mereka membungkamnya dan mengikatkan saputangan di depan mulut anak perempuan itu sehingga tidak lagi mampu berteriak.

   Ceng Liong marah sekali dan memperhebat serangannya. Akan tetapi lawannya benar-benar amat tangguh dan biarpun lawannya belum pernah membalas serangannya, diapun sudah tahu bahwa orang ini bukan tandingannya.

   "Ceng Liong, hentikan perlawananmu.!

   "Mo-ong....!! Ceng Liong berseru heran sekali dan memandang kepada wajah yang kini sudah tidak tertutup lagi oleh topeng itu.

   "Apa artinya ini? Mengapa Hong Bwee ditawan....?!

   "Sabarlah dan mari dengarkan keteranganku. Mereka tidak akan mengganggu nona Hong Bwee. Mereka....!

   "Mereka itu siapa?!

   "Mereka adalah kawan-kawan kita sendiri. Engkau tentu masih ingat akan pembicaraanku dengan Gubernur Yong, bukan? Nah, usahaku datang ke Bhutan adalah untuk mengumpulkan dan menghubungi teman-teman sehaluan, untuk membantu penyerbuan tentara Nepal ke Tibet. Dan aku sudah berhasil mengadakan hubungan dengan mereka.

   Satu-satunya penghalang bagi teman-teman itu untuk membantu Nepal, atau setidaknya jangan mencampuri urusan Nepal kalau menyerbu ke Tibet, hanya adanya pendekar Wan Tek Hoat yang disegani orang di sini. Maka, jalan satu-satunya untuk membuat pendekar itu sibuk dan tidak mencampuri urusan Nepal menyerbu Tibet, hanyalah dengan menculik anak satu-satunya itu. Kalau Nepal sudah berhasil menduduki Tibet, barulah kita kembalikan puteri itu kepada orang tuanya.!

   Selagi gurunya bicara Ceng Liong memutar otak. Tak mungkin dia menentang gurunya ini dengan kekerasan. Dia seorang diri mana mampu menentangnya? Maka diapun mengangguk-angguk seperti menyatakan setuju, padahal di dalam hatinya, dia sama sekali tidak senang akan siasat keji ini.

   "Siasat itu bagus sekali.! Dia berkata dan gurunya tersenyum lebar.

   "Kami sengaja membiarkan engkau tadi membantu sang puteri, bahkan merobohkan seorang penculik dengan tendanganmu. Engkau hebat, muridku. Dengan demikian, tentu sang puteri menganggap bahwa engkau benar-benar seorang kawan yang setia, dan dengan sendirinya tidak akan ada yang mencurigai aku bercampur tangan dalam penculikan ini.!

   "Akan tetapi, bagaimanapun juga, aku minta agar nona Hong Bwee tidak diganggu, kasihan ia seorang anak yang baik, sikapnya baik sekali terhadap kita, juga orang tuanya amat baik terhadap kita. Apakah budi mereka itu harus dibalas dengan kejahatan?!

   "Ha-ha-ha-ha, muridku yang baik, apakah engkau sudah melupakan pelajaran akan kenyataan hidup yang sudah berkali-kali kau lihat dan kau dengar dariku? Kalau engkau ingin maju dalam hidupmu, jangan hiraukan tentang budi. Melepas budi atau menerima budi hanyalah watak orang-orang lemah dan kita sama sekali tidak lemah! Yang terpenting adalah hasil baik dan menguntungkan untuk kita. Itu saja!

   Kalau mau bicara tentang budi, maka adanya hanya merupakan balas-membalas yang kekanak-kanakan. Pertama, mereka hutang budi kepada kita karena engkau menolong puteri mereka, kemudian kini keadaannya berbalik karena kita membutuhkan bantuan puteri mereka, untuk memaksa orang tuanya agar jangan menghalangi rencana kita. Bisa repot hidup ini kalau terikat oleh hutang-pihutang budi. Mana kita bisa maju kalau begitu?!

   Ceng Liong mengerutkan alisnya. Di dalam hatinya, dia sama sekali tidak dapat menyetujui pendapat orang-orang golongan hitam seperti yang dikemukakan gurunya ini. Akan tetapi, selagi Hong Bwee berada di tangan gurunya dan sekutunya, dia harus bersikap cerdik dan tidak menentang, sehingga dia akan leluasa bergerak untuk berusaha menyelamatkan Hong Bwee. Dia tidak perduli akan urusan negara, tidak bermaksud untuk menolong atau membantu Bhutan, akan tetapi bagaimanapun juga, dia harus menolong Hong Bwee!

   "Begitukah? Akupun setuju saja asalkan Hong Bwee tidak diganggu, aku kasihan kepadanya.!

   "Ha-ha-ha, aku tahu, Ceng Liong. Sekecil ini engkau sudah mulai jatuh hati terhadap gadis cantik, ha-ha-ha!!

   Wajah Ceng Liong menjadi merah. Kalau bukan gurunya yang bicara seperti itu, tentu sudah diserangnya.

   "Jangan berkata begitu, Mo-ong. Aku kasihan kepadanya karena ia amat baik kepadaku.!

   "Aku tahu, dan akupun yakin engkau akan dapat melihat kehidupan seperti aku ini. Jatuh cinta kepada seorang wanita merupakan suatu penyakit, suatu tanda kelemahan yang akan mendatangkan banyak derita batin. Nah, sekarang kita harus bekerja. Kita kembali ke istana dan kita menghadap Wan-taihiap. Engkau laporkan bahwa sang puteri telah diculik oleh enam orang bertopeng, dan ketika engkau lari pulang, engkau bertemu denganku di tengah jalan karena aku sedang berbelanja obat, mengerti?!

   Ceng Liong mengangguk.

   "Untuk membuktikan bahwa engkau telah melakukan perlawanan mati-matian untuk membela sang puteri, engkau harus menderita luka. Bersiaplah menerima beberapa pukulanku, Ceng Liong!! Secepat kilat tangan kakek itu bergerak. Ceng Liong menerima pukulan itu.

   "Plak! Plakk!!

   Ceng Liong terpelanting, tapi hanya merasakan panas pada pundak dan pipinya. Ketika dia meraba, pipinya membengkak dan kulit pundak di bawah baju itupun nampak merah kehitaman. Kiranya Raja Iblis itu hanya mempergunakan tenaga luar saja yang cukup keras. Menunjukkan bukti perlawanan yang cukup meyakinkan bagi Ceng Liong. Dan kakek itupun diam-diam gembira sekali melihat sikap Ceng Liong yang tenang saja menerima pukulan itu, tanda bahwa muridnya memang cerdik dan tidak hanyut oleh perasaan.

   "Mari kita pergi!! ajaknya dan merekapun mempergunakan lari cepat meninggalkan hutan itu menuju ke Kota Raja Bhutan.

   Dapat dibayangkan betapa kaget hati Wan Tek Hoat dan Syanti Dewi ketika menerima laporan guru dan murid itu.

   "Kami datang membawa kabar buruk, taihiap,! demikian Phang-sinshe mulai dengan pelaporannya.

   "Ketika saya keluar membeli obat, saya bertemu dengan murid saya yang tubuhnya bengkak-bengkak bekas pukulan dan dia menceritakan bahwa puteri paduka, nona Wan Hong Bwee telah diculik orang....! Kakek itu memandang ke arah keranjang berisi bahan-bahan obat yang diletakkannya di atas meja, bahan-bahan obat yang sengaja dibelinya sebelum dia dan muridnya menghadap keluarga Wan.

   "Apa yang telah terjadi dengan anakku? Bagaimana ia sampai diculik orang?! Wan Tek Hoat bertanya, suaranya mengandung rasa penasaran dan juga keheranan. Selama dia berada di Bhutan, dia tidak pernah bermusuhan dengan siapapun, kecuali tentu saja para penjahat yang dibersihkannya dari kerajaan itu. Sementara itu, Syanti Dewi tidak mengeluarkan kata-kata, hanya memandang kepada Ceng Liong dengan muka pucat. Ia melihat betapa pipi kanan anak itu bengkak-bengkak dan pada saat itu, Phang-sinshe juga menyingkap baju Ceng Liong agar kulit pundak yang matang biru itu nampak.

   "Ceng Liong, kau ceritakanlah.! Kakek itu menyuruh muridnya.

   Ceng Liong menelan ludah sebelum mulai bicara. Untung bahwa dia tidak disuruh membohong, biarpun ada beberapa bagian yang harus dirahasiakannya.

   "Kami berdua sedang bermain-main dan berburu di hutan ketika muncul enam orang bertopeng yang memaksa nona Hong Bwee untuk ikut dengan mereka. Kami berdua mengadakan perlawanan, akan tetapi saya.... saya tidak berhasil melindungi nona Hong Bwee. Ia dilarikan dan saya dipukul roboh.... harap taihiap sudi memaafkan saya....! Suara Ceng Liong terdengar sedih karena memang hatinya gelisah dan sedih memikirkan nasib Hong Bwee yang tentu amat ketakutan sekarang ini.

   "Apa engkkau tidak mengenal seorang di antara mereka? Suaranya? Perawakannya?! tanya Wan Tek Hoat sambil memandang tajam.

   "Tidak, taihiap. Mereka semua memakai topeng yang menyembunyikan muka dari hidung ke bawah. Akan tetapi mereka itu rata-rata bertubuh tinggi besar dan suaranya, karena mereka berbicara dalam bahasa Bhutan, seperti terdengar tidak sama dengan orang-orang di sini, agak asing bagi pendengaran saya yang belum faham benar dalam Bahasa Bhutan.!

   Tek Hoat lalu minta penjelasan tentang tempat di mana puterinya diculik orang. Setelah menerima penjelasan dari Ceng Liong, dia sendiri bersama isterinya lalu berangkat ke tempat itu untuk mencari jejak para penculik. Sementara itu, Ceng Liong dan Phang-sinshe dengan sikap setia lalu ikut bersama mereka, terutama Ceng Liong yang harus menjadi penunjuk jalan. Mereka tiba di dalam hutan setelah hari menjelang sore.

   Tentu saja mereka tidak menemukan apa-apa karena sukarlah mencari jejak tapak kaki di tanah yang tertutup daun-daun kering dan rumput-rumput hijau itu. Tek Hoat dan isterinya mencari-cari dan memanggil-manggil nama anak mereka tanpa hasil. Ceng Liong dan gurunya pura-pura ikut mencari. Setelah hari mulai gelap, Phang-sinshe mohon diri bahkan membujuk suami- isteri itu untuk pulang dan mengerahkan pasukan untuk melakukan pencarian.

   "Isteriku, engkau pulanglah dan laporkan hal ini kepada panglima, minta supaya dia mengerahkan pasukan-pasukan pilihan untuk bantu mencari, malam ini juga. Aku sendiri akan terus mencoba mencari jejak mereka di hutan ini.!

   Syanti Dewi mengangguk dan dengan muka pucat dan menahan tangis saking gelisah hatinya, wanita ini meloncat dan berlari lebih dulu. Melihat gerakan ini, diam-diam Phang-sinshe terkejut bukan main. Nyonya itu dapat berlari cepat secara hebat sekali sehingga dia sendiripun agaknya tidak akan mampu menandingi kecepatan nyonya itu. Juga Cong Liong terbelalak memandang tubuh yang sebentar saja sudah jauh sekali itu. Guru dan murid ini tentu saja tidak tahu bahwa Syanti Dewi telah mewarisi ilmu gin-kang dari Bu-eng-kwi Ouw Yan Hui murid dari seorang pendeta wanita sakti yang telah menguasai ilmu gin-kang luar biasa, yaitu Kim Sim Nikouw (baca kisah Suling Emas dan Naga Siluman).

   Phang-sinshe dan muridnya lalu kembali ke kota raja. Di tengah perjalanan, Ceng Liong yang sudah diam-diam merencanakan siasatnya itu, berkata.

   "Mo-ong, rencanamu itu memang baik sekali. Kalau Negara Bhutan sendiri kacau-balau karena kehilangan nona Hong Bwee, tentu Wan-taihiap tidak sempat mencampuri urusan Nepal menyerbu Tibet. Akan tetapi, jangan main-main terhadap Wan-taihiap dan isterinya. Kalau sampai puteri mereka itu terganggu sedikit saja, mereka akan mengamuk dan kalau ketahuan bahwa kita mencampuri urusan penculikan itu, tentu kita akan dimusuhi mereka mati-matian.!

   "Ha-ha-ha, jangan takut, muridku. Belum tentu aku kalah oleh mereka, dan pula, siapa yang akan mengganggu nona Hong Bwee? Ia diculik hanya untuk mengalihkan perhatian dan juga sebagai sandera agar Bhutan, terutama sekali Wan-taihiap, tidak mencampuri penyerbuan Nepal ke Tibet.!

   "Rencanamu memang bagus, akan tetapi apakah orang-orang Nepal itu boleh dipercaya? Ingat, Mo-ong, aku sudah banyak mendengar tentang kebiadaban orang-orang Nepal terhadap wanita taklukan. Dan nona Hong Bwee amat cantik jelita. Kalau sampai ia terganggu, kitapun harus bertanggung jawab.!

   Kakek itu mengerutkan alisnya. Bagaimanapun juga, ucapan muridnya ini menimbulkan keraguan di dalam hatinya. Kalau yang dikhawatirkan muridnya itu terjadi, akan menimbulkan kesulitan kelak.

   "Wah, kalau begitu bagaimana baiknya?! tanyanya ragu-ragu.

   "Mo-ong, serahkan saja nona itu kepadaku untuk menjaganya. Pertama, kalau aku yang menjaga, ia tidak akan ketakutan, dan kelak akan melaporkan kepada ayah bundanya bahwa ketika ditawan, ia diperlakukan dengan baik. Ke dua, di bawah pengawasanku, ia tidak akan mengamuk dan engkau tentu lebih percaya kepadaku daripada kepada orang-orang kasar itu. Ketahuilah bahwa usulku ini bukan hanya terdorong oleh rasa kasihan kepada nona Hong Bwee, melainkan juga untuk melancarkan jalannya siasatmu.!

   Kakek itu mengangguk-angguk.

   "Baik, baik.... bagus sekali pendapatmu itu. Mari kita langsung ke sana!!

   Ceng Liong tidak merasa heran ketika dia diajak memasuki kota raja oleh gurunya kemudian masuk ke sebuah gedung besar tempat tinggal seorang perwira tinggi! Dia memang sudah dapat menduga bahwa tentu ada "orang-orang dalam! yang ikut memegang peranan dalam persekutuan busuk itu.

   Perwira Brahmani, mata-mata Nepal yang berhasil menyelundup menjadi perwira tinggi di Kerajaan Bhutan itu, menyambut kedatangan mereka dengan wajah gembira. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya ketika melihat Ceng Liong.

   "Anak ini.... dia....!

   Hek-i Mo-ong menggerakkan tangannya ke atas.

   "Cocok dengan rencana kita, Brahmani.! Sekarang setelah mereka menjadi sekutu, Hek-i Mo-ong menyebut nama perwira tinggi yang menjadi mata-mata Nepal itu begitu saja. Bahkan sikapnya juga sebagai seorang atasan.

   "Dengan begitu Wan Tek Hoat tidak akan mencurigai kami. Nah, sekarang di mana nona kecil itu? Sudah dapat diamankan di tempat rahasia?!

   Mereka dipersilahkan masuk dan duduk di ruangan dalam.

   "Jangan khawatir. Anak itu telah berada di dalam kamar rahasia di bawah tanah, di rumah ini. Siapapun tidak akan mencari ke sini. Siapa yang akan menuduh aku menjadi penculik puteri Pangeran Wan?! Brahmani tertawa puas ketika Hek-i Mo-ong mengangguk dan memuji kecerdikannya.

   "Ketahuilah, Brahmani. Muridku ini memang sengaja mengambil sikap melindungi anak itu. Hal ini amat penting untuk menghindarkan kecurigaan kepada kami. Dan sekarang, aku berpendapat bahwa sebaiknya kalau muridku yang melakukan penjagaan terhadap puteri Wan Tek Hoat itu, atau setidaknya, muridku inilah yang diperbolehkan menjenguknya sewaktu-waktu.!

   Brahmani mengerutkan alisnya.

   "Akan tetapi, sinshe, anak itu sudah dijaga siang malam oleh selosin anak buahku yang cukup lihai. Ia tidak mungkin dapat lolos dari tempat tahanannya, dan tidak ada seorangpun dari luar tahu bahwa di rumah ini terdapat kamar rahasia bawah tanah, apalagi mengetahui bahwa puteri itu berada di sini. Penjagaan sudah cukup kuat!!

   
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Bukan kekuatan itu yang kumaksudkan, akan tetapi dari segi keamanan. Kalau muridku yang ikut mengamati, anak perempuan itu tidak akan ketakutan dan memberontak. Bayangkan kalau sampai anak itu mogok makan dan rewel terus sampai jatuh sakit, bukankah hal itu berbahaya sekali? Kalau sampai ia mati, tentu akibatnya amat besar, mengingat akan kesaktian dan kekuasaan Wan Tek Hoat. Muridku dapat menghiburnya dan menenteramkan hatinya.!

   Brahmani mengangguk-angguk walaupun dia masih memandang kepada Ceng Liong dengan sinar mata ragu-ragu dan curiga, teringat betapa pemuda cilik ini tadi merobohkan seorang anak buahnya dan membuat anak buahnya nyaris tewas oleh tendangan yang amat keras itu.

   Mereka bertiga lalu menjenguk keadaan Hong Bwee. Ternyata di dalam ruangan tidur perwira itu, terdapat sebuah lubaug di balik almari, lubang yang merupakan terowongan bawah tanah dan berhenti pada sebuah kamar di bawah tanah. Tempat itu cukup luas dan hawanya masuk dari lubang-lubang angin yang dipasang secara bersembunyi, juga memperoleh penerangan dari lampu yang bernyala siang malam. Biarpun demikian, tentu saja orang yang disekap di dalamnya akan menderita karena tak dapat melihat keluar dan tidak terkena sinar matahari. Di dalam ruangan itu terdapat sebuah dipan kecil, sebuah meja, sebuah kursi. Dua buah lampu tergantung di dinding dan ada lukisan-lukisan cukup indah ditempel di atas dinding. Cukup menyenangkan dan bersih.

   Hong Bwee sedang duduk dengan wajah muram di atas dipan ketika tiga orang itu masuk. Pintu besi yang atasnya terdapat ruji yang kokoh kuat itu terbuka dan masuklah Brahmani, Hek-i Mo-ong dan Ceng Liong. Melihat anak laki-laki itu, Hong Bwee meloncat turun dan memandang dengan mata terbelalak, dan wajahnya menjadi cerah dan gembira ketika ia mengenal Phang-sinshe.

   "Phang-sinshe....! Ceng Liong....!! Anak itu lari ke depan dan merangkul Ceng Liong sambil menangis saking lega dan girang hatinya, terbebas secara mendadak dari rasa khawatir, takut, dan marah semenjak ia ditawan.

   Ceng Liong memeluk anak perempuan itu dan menepuk-nepuk pundaknya, menghibur akan tetapi dia membiarkan Hong Bwee melepaskan semua kegelisahannya melalui air mata. Sementara itu, Hek-i Mo-ong dan Brahmani saling pandang, kemudian diam-diam meninggalkan kamar, memesan kepada para penjaga agar Ceng Liong diperbolehkan keluar masuk kamar tahanan itu.

   Ketika Hong Bwee sudah puas menangis, mengangkat mukanya dari dada Ceng Liong dan memandang, gadis cilik ini terkejut karenu Phang-sinshe sudah tidak berada di situ lagi dan pintu kamar tahanan itu sudah tertutup lagi.

   "Ceng Liong....!! teriaknya kaget.

   "Apakah engkau ditawan juga? Dan gurumu?!

   "Tenanglah, nona.... eh, Hong Bwee, tenanglah. Memang engkau dijadikan tawanan atau sandera, akan tetapi aku menjamin bahwa engkau tidak akan diganggu. Sedangkan aku.... aku dan guruku tidak ditawan. Eh, terus terang saja, aku malah ditugaskau untuk menjagamu....!

   "Ihhh....? Berarti engkau dan gurumu telah berkhianat dan memusuhi keluargaku?! Gadis cilik itu marah sekali dan mengepal kedua tinju tangannya.

   "Tenanglah dan dengarkan ucapanku baik-baik. Mari kita duduk di sana.! Ceng Liong mengajak anak perempuan itu duduk di atas dipan. Mereka duduk bersandingdan sambil memandang ke arah daun pintu karena takut kalau-kalau ada yaug mengintai atau mendengarkan, dia berbisik-bisik.

   "Ada persekutuan rahasia di Bhutan yang menentang kebijaksanaan sri baginda. Mereka itu bersekutu dengan Nepal dan mereka tidak ingin melihat Bhutan campur tangan kalau Nepal menyerbu ke Tibet. Akan tetapi mereka takut kepada ayahmu, maka mereka menawanmu di sini untuk melumpuhkan ayahmu. Jadi, engkau hanya ditawan dan tidak akan diganggu. Aku tanggung jawab akan hal itu.!

   Sepasang mata yang indah itu masih terbelalak dan mukanya merah karena kemarahan.

   "Akan tetapi engkau.... dan gnrumu ikut dalam persekutuan busuk itu! Padahal ayahku telah menerima kalian sebagai tamu terhormat! Beginikah kalian membalas budi orang?!

   "Ssstt, jangan keras-keras bicara, Hong Bwee. Dengarlah, engkau bukan anak kecil lagi dan aku tahu engkau tidak bodoh. Harus pandai bersiasat. Menggunakan kekerasan saja kita berdua mampu berbuat apakah? Akan tetapi engkau yakinlah bahwa selama ada aku di sini, engkau tidak akan diganggu. Aku harus pura-pura mentaati mereka, akan tetapi aku akan mencari jalan agar engkau dapat bebas dengan aman. Tapi engkau harus menurut semua pesanku. Bagaimuna, percayakah engkau kepadaku?!

   Mereka saling berhadapan muka dan melihat betapa pipi anak laki-laki itu masih bengkak, Hong Bwee teringat betapa Ceng Liong telah mencoba untuk melindunginya ketika enam orang bertopeng itu muncul. Maka iapun mengangguk.

   "Habis, kita barus berbuat apa? Dan di mana aku sekarang? Aku dibawa ke sini dengan kedua mata ditutup saputangan hitam.!

   "Engkau berada dalam kamar bawah tanah dari gedung tempat tinggal perwira Brahmani.!

   "Ah, dia mengenal baik orang tuaku!!

   "Tentu saja karena dia mata-mata Nepal yang diselundupkan di sini. Engkau tenang-tenang saja dan jaga kesehatanmu baik-baik. Makan dan minumlah agar engkau tidak jatuh sakit. Aku akan mencari jalan bagaimana baiknya untuk menolongmu. Percayalah bahwa biarpun aku murid Phang-sinshe, akan tetapi aku tidak sudi bersekongkol dan melakukan kejahatan. Akan tetapi, untuk menentang dengan kekerasan tentu saja aku tidak berani.!

   "Ceng Liong, tolong engkau beritahukan ayah, tentu mereka akan dihajar dan aku akan dibebaskan.!

   "Hemm, tidak semudah itu, Hong Bwee. Kita berhadapan dengan orang-orang yang sudah nekat dan mereka itu akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuan mereka. Engkau dijadikan sandera, maka kalau ayahmu datang menyerbu, mungkin sekali keselamatanmu terancam. Kita harus pakai siasat. Aku akan mencari akal itu agar mereka dapat dihancurkan akan tetapi engkau pun harus dapat diselamatkan. Sementara ini, engkau bersikaplah tenang, tidur dan makan minum secukupnya agar jangan sampai jatuh sakit. Aku akan mencari akal agar dapat membawamu keluar dari sini dan mengabarkan kepada ayahmu tentang semua ini. Aku harus hati-hati agar guruku dan persekutuan itu tidak menaruh curiga kepadaku. Maka, di depan mereka, kalau aku bersikap kasar terhadap dirimu, harap engkau tidak salah sangka.!

   Anak perempuan itu mengangguk-angguk dan memandang ke atas meja di mana terdapat hidangan yang belum dijamahnya. Memang perutnya lapar sekali dan tenggorokannya haus, akan tetapi dengan keras hati ia tidak mau menyentuh makanan dan minuman yang dihidangkan kepadanya. Kini, mendengar omongan Ceng Liong, dan setelah hatinya merasa lega karena di situ terdapat Ceng Liong yang akan menolongnya, iapun baru merasakan kelaparan dan kehausan itu. Diraihnya cangkir teh dan diminumnya sedikit.

   "Nah, kau makanlah, aku harus keluar dulu. Tak baik berlama-lama di sini,! kata Ceng Liong sambil bangkit berdiri.

   "Jangan terlalu lama meninggalkan aku sendirian saja di sini,! kata anak perempuan itu dengan suara sedih.

   "Tentu saja tidak, aku akan sering menengokmu dan memberi kabar tentang perkembangan selanjutnya.! Ceng Liong lalu keluar, diikuti pandang mata Hong Bwee yang hanya mengharapkan bantuannya untuk dapat keluar dengan selamat dari dalam kamar tahanan itu. Oleh para pengawal, pintu dibuka dan setelah pemuda itu keluar, daun pintu ditutup dan dikunci lagi dari luar. Wajah dua orang penjaga nampak di luar jeruji besi, memandang kepada Hong Bwee yang sedang makan itu sambil menyeringai menakutkan. Hong Bwee membuang muka, tidak sudi bertemu pandang dengan mereka dan terdengar mereka itu tertawa mengejek.

   Para pengawal itu menyampaikan keadaan anak perempuan yang ditawan kepada Brahmani, bahwa anak itu sudah mau makan minum dan tidur nyenyak semenjak Ceng Liong masuk ke situ dan bercakap-cakap cukup lama. Hal ini menggirangkan hati Brahmani dan dia mulai percaya penuh kepada murid Hek-i Mo-ong yang tadinya dicurigainya itu.

   Dan dia makin kagum akan kecerdikan Hek-i Mo-ong yang menyuruh muridnya itu pura-pura melindungi puteri Pangeran Wan itu sehingga memperoleh kepercayaan dari si anak perempuan. Karena, kalau sampai puteri itu mogok makan minum dan jatuh sakit, rencana siasat mereka akan menjadi rusak dan mereka bahkan dalam keadaan berbahaya. Seorang sandera harus berada dalam keadaan segar bugar, baru ada harganya, karena kalau sampai mati, sandera itu tidak ada artinya lagi.

   Hek-i Mo-ong sendiri sangat girang dengan hasil pendekatan muridnya ini dan semenjak itu, Ceng Liong memperoleh kepercayaan besar untuk menghibur dan menemani Hong Bwee. Dia sering datang bercakap-cakap di dalam kamar tahanan Hong Bwee, dan diceritakannya semua perkembangan di luar tempat tahanan itu kepada gadis cilik ini.

   Ternyata siasat yang diatur oleh persekutuan itu berjalan dengan lancar dan berhasil baik sekali. Sepucuk surat diterima oleh Wan Tek Hoat yang mengerahkan semua pasukan mencari puterinya dengan sia-sia. Tentu saja dia sama sekali tidak pernah menduga bahwa puterinya berada tidak jauh dari istana, dalam gedung seorang perwira tinggi! Maka ketika dia menerima sepucuk surat dari Siwananda, Koksu Nepal, dia hanya dapat membaca dengan muka kemerahan saking marahnya. Bagaimanapun juga ini menyangkut keselamatan puterinya, dan juga kewibawaan Kerajaan Bhutan, dua hal yang saling bertentangan. Maka dibawanyalah surat itu menghadap raja, bersama isterinya.

   Raja Badur Syah mengerutkan alisnya ketika Wan Tek Hoat memperlihatkan surat dari Siwananda itu. Isinya ringkas saja, yaitu bahwa Nepal tidak bermaksud memusuhi Bhutan, hanya minta agar diperbolehkan melewati daerah Bhutan sebelah utara untuk pasukan Nepal yang mengadakan penyerbuan ke Tibet. Agar Bhutan tidak mencampuri urusan itu dan sebagai tanda terima kasih, Nepal akan menjaga Puteri Gangga Dewi baik-baik dan akan mengantarkannya kembali dalam keadaan sehat dan selamat.

   "Keparat!! Raja Badur Syah membentak marah.

   "Tak kusangka Kerajaan Nepal akan mempergunakan kecurangan yang begini tidak tahu malu! Menculik anak kecil untuk memaksakan kehendaknya kepada kerajaan kita!!

   "Bagaimana baiknya, rakanda?! tanya Syanti Dewi sambil meremas-remas tangan sendiri.

   "Kami ayah dan ibu dihadapkan kepada dua masalah yang sama pentingnya bagi kami. Di satu pihak, masalah keselamatan anak tunggal kami dan di lain pihak masalah wibawa kerajaan yang terancam!!

   Raja Badur Syah mengangguk-angguk dan diapun tahu bahwa suami isteri di depannya ini merupakan tulang punggung pemerintahannya. Tak mungkin kiranya membiarkan Gangga Dewi terancam bahaya maut. Akan tetapi, kalau dia membiarkan pasakan Nepal menyerbu Tibet dengan mengambil jalan lewat Bhutan, hal inipun akan besar akibatnya. Pertama, Bhutan akan dianggap musuh oleh Tibet, dan terutama sekali, Kerajaan Ceng-tiauw tentu akan menganggap Bhutan bersekutu dengan Nepal. Akibat ini lebih hebat lagi bagi kerajaaanya.

   "Serba salah.... serba salah memang.! akhirnya raja itu berkata.

   "Memang, bagi Nepal, jalan satu-satunya menuju ke Tibet hanya melalui daerah kita sebelah utara. Menurut catatan, dahulu pernah Nepal menyerang ke Tibet melalui daerah mereka sendiri di utara, akan tetapi Nepal kehilangan banyak perajurit yang tewas dalam perjalanan karena perjalanan itu melalui puncak-puncak yang tinggi dan jurang-jurang yang curam, amat sukar dilalui manusia. Kita berdiri di tengah-tengah, antara dua negara yang sedang bermusuhan. Kalau kita membiarkan Nepal melewati daerah kita, kita dapat dianggap bersekongkol dan menentang Kerajaan Ceng. Sebaliknya kalau kita menolak permintaan Nepal, kita dapat dianggap menentangnya. Serba salah, serba susah!!

   "Menurut surat itu, kita masih mempunyai waktu dua pekan. Selama dua pekan ini kami akan mencari jejak anak kami, kalau perlu, kami atau saya sendiri akan memasuki Nepal, mencari di mana anak kami itu ditawan,! Tek Hoat berkata sambil mengepai tinju.

   "Kami amat mencinta anak kami dan tentu saja mengutamakan keselamatannya, akan tetapi, rakanda, kami juga tahu bahwa kewibawaan Kerajaan Bhutan tidak mungkin dibiarkan untuk diinjak-injak secara begitu saja oleh Nepal. Suamiku berkata benar, masih ada waktu dua pekan sebelum pasukan Nepal mempergunakan daerah kita untuk lewat menyerbu Tibet. Kalau dalam waktu itu kita sudah berhasil menemukan Gangga Dewi dengan selamat, maka kita akan menolak permintaan itu! Kalau andaikata kami tidak....berhasil terserah saja kepada keputusan rakanda!!

   Raja Badur Syah mengangguk-angguk. Memang tidak ada pilihan lain. Raja ini lalu melepas kepergian suami isteri itu sambil berulang kali menghela napas panjang. Tak disangkanya bahwa kerajaannya yang makmur dan tenteram itu kini dilanda ancaman malapetaka, bahkan yang langsung terkena adalah adik tirinya, Puteri Syanti Dewi.

   Sepekan lagi hari yang disebutkan oleh pihak Nepal untuk menyeberang ke Tibet melalui Bhutan tiba. Dan selama itu, Tek Hoat belum juga berhasil menemukan puterinya yang hilang. Dia dan isterinya sudah mengambil keputusan untuk berdua pergi ke Nepal dengan cara menyelundup karena merasa yakin bahwa anak mereka tentu ditawan di kerajaan itu. Akan tetapi, sebelum mereka berangkat yang menurut rencana akan mereka lakukan pada keesokan harinya pagi-pagi benar, malam itu Ceng Liong menghadap mereka.

   "Locianpwe, saya mau bicara penting sekali!! kata anak itu sambil celingukan ke kanan kiri. Melihat sikap anak itu yaag telah mereka kenal kecerdikannya, Tek Hoat lalu menarik tangannya diajak masuk ke ruangan dalam. Syanti Dewi cepat mengikuti setelah puteri ini merasa yakin bahwa tidak ada orang lain melihat anak laki-laki itu memasuki istana.

   "Apa yang hendak kau bicarakan, Ceng Liong? Di mana Phang-sinshe?! tanya Tek Hoat sambil memandang tajam penuh selidik.

   "Locianpwe, ada persekutuan yang hendak mengacau malam ini. Mereka bahkan berusaha untuk menduduki istana sri baginda!!

   "Apa?! Tak Hoat terkejut sekali sambil memegang pundak anak itu, lupa akan tenaganya sendiri dan terkejutlah Tek Hoat ketika dari pundak anak itu keluar tenaga penolak yang hebat. Dia cepat menarik kembali tangannya dan memandang anak itu dengan mata terbelalak. Tak pernah disangkanya bahwa anak ini memiliki tenaga sin-kang yang sedemikian hebatnya. Ceng Liong tahu bahwa sumber tenaganya itu kembali telah bergerak otomatis, maka dia merasa tidak enak sekali.

   "Apa yang terjadi?! tanya Tek Hoat, lebih ingin tahu tentang persekutuan itu daripada tentang kekuatan tersembunyi di tubuh Ceng Liong.

   "Locianpwe, bebarapa orang pembesar dan panglima telah bersekongkol dengan orang Nepal, malam ini akan melakukan pengacauan dan penyerbuan ke istana untuk memancing perhatian, agar semua kekuatan ditujukan untuk menghadapi kekacauan itu sehingga tentara Nepal dapat melewati daerah utara dengan aman.!

   Tek Hoat semakin terkejut. Teringatlah dia akan pemberontakan yang duhulu dilakukan oleh Mohinta, putera mendiang Panglima Tua Sangita yang berhasil dia hancurkan ketika dia membela Bhutan (bacaKisah Jodoh Rajawali). Apakah kini terulang lagi peristiwa pemberontakan itu? Panglima Jayin telah tiada, telah meninggal dunia karena usia tua, dan kini para panglima Bhutan adalah muka-muka baru, walaupun mereka itu sejak muda sudah mengabdi kepada kerajaan.

   "Hemm, ceritakan semua apa yang kau ketahui dan bagaimana engkau bisa tahu!! bentak Tek Hoat, belum mau percaya begitu saja keterangan anak itu.

   "Saya mendengar sendiri percakapan mereka dalam rapat sore tadi locianpwe, bahkan saya hadir pula bersama guru saya....!

   "Phang-sinshe? Dia ikut batsekongkol?!

   Ceng Liong menarik napas panjang. Tidak ada gunanya lagi menyembunyikan kenyataan itu.

   "Benar, locianpwe. Dia bersekongkol dengan perwira Brahmani dan yang lain-lain.!

   "Brahmani orang Nepal itu? Keparat! Dan engkau sendiri? Engkau kan murid Phang-sinshe?!

   "Memang saya muridnya, akan tetapi murid untuk mempelajari ilmu kepandaian, bukan murid untuk mempelajari kejahatan.!

   "Biarkan dia bercerita terus. Ceng Liong, ceritakanlah sejelasnya dan apakah engkau tahu pula di mana Gangga Dewi anakku?!

   "Di mana ia?! Tek Hoat membentak dan sudah mcncengkeram lagi ke arah pundak Ceng Liong. Akan tetapi dari samping, isterinya memegang pergelangan tangan suamimya.

   "Sabar dulu, mungkin dialah yang akan dapat menyelamatkan anak kita.! tegurnya.

   "Harap locianpwe berdua jangan khawatir. Selema ini saya telah menghibur dan menemaninya.!

   "Bocah setan! Engkau dan gurumu telah menerima budi kebaikan orang, akan tetapi membalasnya dengan perbuatan keji. Kenapa tidak sejak dahulu engkau memberitahukan kami teatnak anak kami? Begitu jahatkah kalian?! Tek Hoat membentak lagi.!Lebih baik cepat katakan di mana anakku agar kami dapat menyerbu dan membebaskannya!! Syanti Dewi juga berkata dengan hati penuh kegelisahan dan ketegangan.

   "Jangan, jangan lakukan itu. Itulah sebabnya mengapa saya tidak sejak kemarin memberi tahu kepada ji-wi locianpwe. Kalau locianpwe mempergunakan kekerasan menyerbu tentu dengan mudah mereka akan membunuh puteri locianpwe. Mereka adalah orang-orang kejam. Harus diatur dengan baik agar puteri locianpwe dapat diselamatkan, dan juga agar penyerbuan ke istana itu dapat digagalkan.!

   Tek Hoat seketika sadar bahwa dia berhadapan dengan seorang anak yang amat cerdik dan berpemandangan luas. Seperti seorang dewasa saja anak ini, pikirnya kagum.

   "Baiklah, bagaimana keadaannya yang sebenarnya? Dan bagaimana engkau akan dapat menyelamatkan anak kami?!

   "Mereka terdiri dari mata-mata Nepal, yaitu perwira Brahmani, beberapa orang pejabat tinggi dan beberapa orang panglima pasukan, juga.... guru saya ikut di dalamnya. Malam ini, menjelang tengah malam, mereka akan melakukan penyerbuan dan kini mereka sudah berkumpul di markas yang dipimpin oleh Panglima Ram Rohan.!

   "Panglima Ram Rohan?! Tek Hoat terkejut sekali karena panglima itu masih saudara sepupu dari mendiang Mohinta, putera Panglima Tua Sangita yang pernah memberontak itu. Inilah akibatnya kalau raja terlalu lunak terhadap mereka. Setiap kali ada kesempatan, hati yang membenci itu tentu kambuh pula dan mereka ini akan mudah melakukan pemberontakan untuk membalas dendam atas kesalahan mereka yang lalu.

   "Saya memberi tahu locianpwe agar penyerbuan ke istana itu dapat digagalkan, sedangkan mengenai nona Hong Bwee, sayalah yang akan melarikannya dari tempat tahanan. Mereka semua percaya kepada saya sebagai murid Phang-sinshe. Dan untuk keperluan ini, saya hanya minta dibekali seguci arak terbaik yang sudah dicampuri obat bius untuk membuat selosin penjaga di dalam itu lumpuh. Kemudian saya akan mencoba membawanya keluar dari gedung itu melampaui para pengawal yang berjaga di luar.!

   Melihat gawatnya suasana, Tek Hoat tidak membuang banyak waktu lagi. Dia segera berunding dengan isterinya. Dia sendiri akan cepat melapor kepada sri baginda, mempersiapkan pasukan yang kuat untuk mengepung dan menghancurkan markas pasukan yang dipimpin oleh Panglima Ram Rohan, menghancurkan persekutuan itu, sedangkan isterinya akan membantu Ceng Liong dan membayanginya dari belakang, melindunginya kalau sampai dua orang anak itu diancam oleh para penjaga di luar gedung di mana anak perempuan itu disekap. Kepada Ceng Liong lalu diberikan seguci arak merah yang wangi dan sudah dicampuri obat bius oleh Tek Hoat yang pernah mempelajari ilmu pengobatan bahkan memiliki kepandaian membuat racun perampas ingatan yang diwarisinya dari Pulau Neraka.

   Sebelum berangkat, Ceng Liong membalik dan berkata.

   "Locianpwe, saya minta obat penawarnya.!

   "Eh? Untuk apa?!

   "Siapa tahu para penjaga itu curiga kepada saya dan tidak mau minum arak ini, maka kalau mereka memaksa saya ikut minum, sebelum saya menjaga diri dengan obat penawarnya, kan celaka....!

   Tek Hoat mengangguk-angguk dan semakin kagum kepada anak kecil ini. Diambilnya dua butir pel merah.

   "Telanlah ini dan biarpun engkau harus menghabiskan seguci arak itu, engkau tidak akan mabok atau terbius.!

   Ceng Liong menerimanya dengan girang, lalu pergi dari situ diam-diam dibayangi oleh Syanti Dewi. Sedangkan Wan Tek Hoat sendiri secepatnya pergi menghadap sri baginda. Karena dia yang datang, maka para pengawal berani melaporkan ke dalam bahwa pangeran itu minta ijin menghadap raja karena ada keperluan yang amat penting dan gawat.

   Sementara itu, Ceng Liong segera pergi membawa guci arak menuju ke gedung perwira Brahmani, bersiul-siul dan bernyanyi-nyanyi menghampiri para penjaga. Para penjaga di luar gedung sudah mengenal anak ini dengan baik dan mereka semua sudah tahu bahwa anak ini adalah murid Phang-sinshe yang dipercaya sebagai satu-satunya orang yang boleh memasuki kamar tahanan di mana Puteri Gangga Dewi ditahan.

   "Hei, Ceng Liong, engkau membawa arak baik ya?!

   "Beri kita sedikit ah!!

   Ceng Liong tersenyum kepada mereka dengan sikap ramah.

   "Mana aku berani? Arak ini adalah pesanan Brahmani tai-ciangkun, kalau berkurang sedikit saja aku akan celaka! Biar nanti kucarikan untuk kalian yang lain saja.! Sambil berkata demikian dia menyelinap ke dalam gedung tanpa menimbulkan kecurigaan sedikitpun.

   Dua belas orang pengawal pilihan yang berjaga di luar kamar tahanan Hong Bwee mengira bahwa Ceng Liong membawakan makanan atau minuman untuk anak yang ditawan, akan tetapi melihat anak laki-laki itu membawa guci arak, mereka menjadi heran.

   "Eh, Ceng Liong, untuk siapa engkau membawa seguci besar arak itu?! tegur komandan jaga. Tentu saja mengherankan melihat anak itu membawakan seguci arak untuk tawanan, seorang anak perempuan yang jarang minum arak.

   Ceng Liong tertawa.

   "Untuk siapa lagi kalau bukan untuk kakak-kakak sekalian? Melihat kakak sekalian siang malam berjaga tak mengenal lelah, aku merasa kasihan dan tadi aku melihat arak berlimpahan dalam pertemuan para panglima. Maka aku minta kepada suhuku untuk diperkenankan membawa seguci arak wangi untuk dihadiahkan kepada kalian.!

   Dua belas orang pengawal itu bersorak gembira dan banyak tangan menerima guci arak itu. Tutup guci dibuka dan terciumlah keharuman arak yang amat sedap, membuat mereka bergegas mencari cawan. Akan tetapi, komandan jaga cepat membentak.

   "Jangan sentuh dulu arak itu!!

   Para anak buahnya terkejut dan kecewa. Mereka memandang kepada komandan mereka dengan alis berkerut.

   "Kenapa? Apa salahnya dengan arak ini?!

   "Kita sudah bersusah payah, sudah selayaknya menerima hadiah minuman baik!!

   Akan tetapi komandan jaga itu tidak menghiraukan omelan anak buahnya. Dia menghampiri guci arak, mencium-cium dan memeriksa isinya. Diam-diam Ceng Liong merasa terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa kepala jaga ini orangnya demikian cerdik dan banyak curiga. Akan tetapi, dia bersikap tenang saja, bahkan tersenyum-senyum.

   Semua pengawal melihat komandan mereka menuangkan arak dari guci ke dalam sebuah cawan dan mereka mengilar melihat arak merah yang jernih dan wangi itu. Akan tetapi komandan itu tidak minum arak ini, melainkan menyodorkan cawannya kepada Ceng Liong sambil berkata.

   "Ceng Liong, kau minumlah arak ini!!

   Semua pengawal memandang heran dan Ceng Liong juga mengambil sikap seperti orang merasa kaget dan heran.

   "Akan tetapi, aku sengaja membawa arak ini untuk kakak sekalian!! bantahnya.

   "Hemm, bagaimana kami tahu bahwa arak ini tidak beracun kalau engkau tidak mau minum dulu secawan?! kata si komandan dengan muka berseri, merasa bangga memperlihatkan kecerdikannya. Kini para anak buahnya, pengawal-pengawal yang berpengalaman, terkejut dan timbul pula kecurigaan mereka. Beramai-ramai mereka lalu mendesak kepada Ceng Liong untuk minum arak dalam cawan itu.

   "Hemm, aku tidak pernah atau jarang sekali minum arak, akan tetapi untuk memuaskan hati kakak sekalian, apa boleh buat, akan kuminum arak ini. Akan tetapi, tolonglah aku nanti kalau sampai mabok.! Tanpa meragu lagi, Ceng Liong lalu mengangkat cawan arak itu, menempelkan ke mulutnya dan menenggaknya sekaligus sampai habis! Dia menjilati bibirnya, nampak keenakan sekali dan mengangguk-angguk.

   "Wah, belum pernah aku minum arak seenak ini. Bolehkah aku minta secawan lagi?!

   Begitu Ceng Liong berkata demikian, para pengawal itu segera berebut mengisi cawan arak mereka dari guci itu tanpa memperdulikan permintaan Ceng Liong, sambil tertawa-tawa dan si komandan jaga juga tidak lagi melarang mereka, bahkan diapun menuntut agar diberi lebih dahulu. Tentu saja dua belas orang pengawal itu kini percaya sepenuhnya bahwa arak itu tidak mengandung sesuatu yang tidak baik setelah anak itu berani minum secawan dan tidak kelihatan ada akibat yang mencurigakan. Memang arak itu arak tua yang harum dan lezat, maka merekapun seperti berlumba, minum sebanyak-banyaknya. Akan tetapi, baru menghabiskan dua cawan saja, mereka sudah roboh terguling, terbius dan tidur pulas atau pingsan, malang-melintang tidak teratur di tempat penjagaan di luar kamar tahanan itu.

   Ceng Liong tidak mau membuang terlalu banyak waktu lagi. Diambilnya kunci pintu kamar tahanan itu dari saku baju komandan jaga, dan dibukanya pintu kamar tahanan. Hong Bwee sudah mendengar akan kedatangan Ceng Liong dan mendengar percakapan antara Ceng Liong dan para penjaga, mendengar betapa mereka minum arak dan tertawa-tawa. Kini, anak perempuan itu merasa heran sekali mengapa suasana di luar kamar tahanan begitu sunyi seolah-olah semua penjaga telah pergi dan nampak Ceng Liong masuk sendirian saja.

   

Suling Emas Naga Siluman Eps 44 Jodoh Rajawali Eps 63 Suling Emas Naga Siluman Eps 21

Cari Blog Ini