Ceritasilat Novel Online

Suling Emas Naga Siluman 32


Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 32



Kaisar terkejut sekali mendengar ini. Tak disangkanya sama sekali ibu tirinya itu, yang sejak dahulu kelihatan amat setia kepadanya, ternyata diam-diam dia telah mengumpulkan tenaga-tenaga dari pihak musuh! Dia cepat menoleh dan memandang kepada nenek itu dan melihat betapa wajah yang tertutup bedak tebal itu menjadi pucat sekali, matanya terbelalak ketakutan dan kedua kaki yang tertutup pakaian panjang itu menggigil, membuat tubuhnya bergoyang-goyang!

   "Harap Ibunda menjelaskan apa artinya semua ini!"

   Terdengar suara Kaisar yang kini kelihatan marah terhadap nenek itu.

   "Saya...., saya.... tidak tahu akan hal itu."

   "Sam-thaihouw tidak tahu? Hemm, berbeda sekali dengan semua yang telah saya alami. Im-kan Ngo-ok berusaha untuk menculik saya ketika saya pergi Kim-coa-to, berusaha untuk merusak nama saya dan semua itu adalah atas perintah Sam-thaihouw. Bahkan nyaris mereka itu berani untuk membunuh saya dan hal itu tentu sudah terlaksana kalau saya tidak dilindungi oleh orang-orang gagah, temasuk orang-orang Siauw-lim-pai! Dan empat orang iblis betina Subi Mo-li itu pun pernah menculik putera kembar Paman Gak Bun Beng dan mereka pun mengaku bahwa perbuatan itu adalah atas perintah Sam-thaihouw! Usaha Sam-thaihouw dengan mempergunakan tenaga-tenaga macam bekas Koksu Nepal semua itu bukankah semata-mata untuk menyingkirkan saya agar kelak yang menggantikan kedudukan kaisar adalah pilihan Sam-thaihouw di mana Sam-thaihouw akan dapat memegang kekuasaan tertinggi?"

   Serangan ucapan Pangeran Kian Liong memang sudah diperhitungkan baik-baik dan wajah nenek itu nampak semakin ketakutan. Kaisar sejak tadi mendengarkan ucapan puteranya sambil menatap wajah Sam-thaihouw. Tanpa diketahui oleh nenek itu, Kaisar sesungguhnya amat mencinta dan sayang, juga kagum kepada puteranya itu, maka segala usaha nenek itu untuk memisahkan putera mahkota ini dari ayahnya sungguh merupakan usaha sia-sia bahkan memukul diri sendiri! Baru sekaranglah Sam-thaihouw menyadari akan hal ini dia merasa menyesal sekali atas kebodohannya sendiri. Menyesal, bingung dan juga ketakutan.

   "Benarkah semua itu, Ibunda? Kalau tidak benar, harap Ibunda suka menyangkal dengan bukti-bukti!"

   Sam-thaihouw sudah terpojok dan tidak mampu bicara lagi, akhirnya menundukkan mukanya. Kaisar menjadi marah. Akan tetapi mengingat bahwa nenek, itu memiliki kekuasaan yang cukup besar dan mengingat akan jasa-jasanya di masa lampau, maka dia pun tidak memerintah pengawal untuk menangkapnya, melainkan hanya menudingkan telunjuk ke arah pintu sambil berkata,

   "Pergilah, Sam-thaihouw!"

   Nenek itu lalu melangkah ke arah pintu, agak terhuyung dan dia seolah-olah dalam waktu beberapa menit saja telah berobah menjadi seorang nenek yang sudah amat tua dan lemah. Setelah tiba di luar pintu, dia dikawal oleh pasukan pengawal pribadinya meninggalkan tempat itu, akan tetapi sebelum tiba di kamarnya sendiri, dia roboh dan terpaksa digotong oleh para pengawalnya. Akan tetapi, tak lama kemudian, sebelum dia tiba di kamarnya, nenek ini telah menghembuskan napas terakhir. Kiranya dia tewas karena serangan jantungnya yang memang kurang begitu kuat sejak beberapa tahun akhir-akhir ini. Rasa penyesalan, kekagetan dan rasa takut dan bingung membuat jantung yang lemah itu terserang dan mengakibatkan dia tewas seketika!

   Kematian Sam-thaihouw ini secara tidak langsung telah menyelamatkan Syanti Dewi! Atau setidaknya menghindarkan wanita cantik ini dari hal-hal yang amat tidak enak baginya. Sudah terasa olehnya, bahkan diketahui pula oleh suaminya dan oleh suami isteri Pendekar Naga Sakti bahwa Kaisar yang berwatak mata keranjang itu telah tergila-gila kepada Syanti Dewi. Bahkan setelah minum arak agak banyak di pagi hari itu, kata-katanya mulai berani ditujukan kepada Syanti Dewi, membayangkan kehendaknya agar Wan Tek Hoat dan Syanti Dewi untuk sementara tinggal di istana sebagai tamu agungnya! Akan tetapi, selagi mereka berenam masih melanjutkan percakapan setelah makan pagi, tiba-tiba datang laporan bahwa Sam-thaihouw telah meninggal dunia secara mendadak. Hal ini tentu saja mengejutkan juga kepada Kaisar dan pertemuan itu segera diakhiri.

   Peristiwa kematian Sam-thaihouw mendatangkan beberapa kesibukan dan kesempatan ini dipergunakan oleh Tek Hoat dan Syanti Dewi, dibantu oleh Pangeran Kian Liong, untuk meninggalkan istana dan pulang ke Bhutan tanpa menemui lagi Kaisar, cukup berpamit kepada Pangeran Kian Liong saja. Bahkan mereka tidak mau dikawal pasukan, hanya menerima sebuah kereta kecil dengan dua ekor kuda dan hanya membawa surat dari Pangeran Kian Liong untuk Raja Bhutan, ayah Syanti Dewi. Demikianlah, bagaikan sepasang burung baru terlepas dari sangkar emas yang mengancam akan mengurung mereka dan menghadapkan mereka kepada hal-hal yang amat tidak enak, bahkan mungkin sekali berbahaya, Wan Tek Hoat dan Syanti Dewi lolos dari kota raja, melakukan perjalanan yang amat jauh namun amat penuh dengan kebahagiaan mereka berdua, bagaikan sepasang pengantin baru melakukan tamasya di tempat-tempat sunyi nan indah,

   Mereka menuju ke Bhutan, naik kereta berdua dan kadang-kadang berhenti untuk mengaso atau untuk bercumbuan! Dunia penuh dengan keindahan terbentang luas di depan mereka, seolah-olah menjadi hadiah dari mereka berdua yang sudah bertahun-tahun lamanya menderita kerinduan dan kesunyian yang mendatangkan kedukaan. Biarpun Kaisar telah mengetahui rahasia Sam-thaihouw dan diam-diam telah menyuruh tangkap semua kaki tangan nenek itu yang tidak keburu melarikan diri dan melempar mereka ke dalam tahanan, namun demi menjaga nama baik keluar istana, kematian Sam-thaihouw menjadi peristiwa perkabungan resmi. Bahkan Kaisar melakukan upacara sembahyang seperti lajimnya, dan menerima ucapan belasungkawa dari negara-negara tetangga.

   Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong muncul bersama guru mereka, yaitu sastrawan Pouw Taen, dan dua orang pemuda putera Milana yang masih mempunyai hubungan darah dengan keluarga-keluarga Kaisar ini lalu diantar oleh Pangeran Kian Liong untuk pergi menghadap Kaisar. Dua orang pemuda ini lalu mengulang semua pengalamannya, ketika beberapa tahun yang lalu mereka ditangkap oleh Su-bi Mo-li, mengulang semua yang telah diceritakan oleh Sang Pangeran kepada Kaisar. Mendengar penuturan ini, Kaisar menjadi semakin sadar bahwa selama ini dia telah berdekatan dengan orang-orang yang pada hakekatnya ingin menyeretnya ke dalam kekuasaan mereka. Dengan terbongkarnya kebusukan Sam-thaihouw ini, maka terbongkarlah pula kepalsuan Lan-thaikam, orang kebiri yang dahulu pernah membantu Kaisar melakukan kecurangan dalam memperebutkan kekuasaan menggantikan kedudukan Kaisar Kiang Hsi.

   Setelah diselidiki, ternyata Lan-thaikam ini menyimpan harta kekayaan yang luar biasa banyaknya, yang menyaingi isi gudang kekayaan Kaisar sendiri. Ribuan tail emas berada di dalam gudang rahasianya, belum lagi tanah yang tak terbatas luasnya! Karena maklum bahwa antara Lan-thaikam dan mendiang Sam-thaihouw terdapat hubungan yang amat erat, dan bahwa terbongkarnya rahasia Sam-thaihouw itu akan membuat Lan-thaikam menjadi berhati-hati dan berbahaya, maka dengan rahasia Kaisar lalu membunuh thaikam ini dengan jalan menyuruh orang meracuninya! Maka, tak
(Lanjut ke Jilid 30)
Suling Emas & Naga Siluman (Seri ke 11 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 30
lama kemudian, hanya beberapa hari setelah Sam-thaihouw meninggal, tewas pulalah thaikam tua itu yang dianggap sebagai kematian wajar karena usia tua sehingga tidak menimbulkan keributan.

   Setelah upacara pemakaman Sam-thaihouw selesai, datang pula Kao Cin Liong dari barat. Jenderal Kao Cin Liong yang muda belia dan gagah perkasa ini telah berhasil menumpas pergolakan di barat. Jenderal muda ini disambut dengan upacara kebesaran ketika menghadap Kaisar dan menceritakan atau melaporkan semua pelaksanaan tugasnya kepada Kaisar yang mendengarkan dengan girang. Kaisar menghujani jenderal muda dengan hadiah dan pujian, akan tetapi di dalam pertemuan yang dihadiri pula oleh suami isteri Pendekar Naga Sakti dan Pangeran Kian Liong, Kaisar menyatakan rasa penasaran dan tidak puasnya dengan hilangnya pusaka istana Koai-liong Pokiam yang lenyap dicuri orang itu. Pasukan yang dikirim dari istana untuk menyelidiki hilangnya pedang pusaka ini ternyata telah mengalami kegagalan.

   "Kiranya tidak ada orang lain kecuali Kao-goanswe (Jenderal Kao) yang akan dapat menemukan kembali pedang pusaka itu."

   Kata Kaisar antara lain, kemudian melanjutkan.

   "Pedang itu sendiri tidaklah sangat penting dan istana masih mempunyai banyak pedang pusaka yang lebih baik lagi. Akan tetapi, hal ini menyangkut kehormatan istana. Sungguh memalukan sekali kalau sampai pemerintah tidak berdaya menghadapi seorang pencuri saja dan tidak dapat merampas kembali pedang yang dicuri. Lalu bagaimana akan kata dunia kang-ouw terhadap kebesaran istana sehingga para pengawal dan ponggawanya tidak mampu menangkap seorang maling saja?"

   Jenderal Muda Kao Cin Liong menyatakan kesanggupannya dan baru setelah mereka semua kembali ke rumah gedung tempat tinggal jenderal muda itu, Pangeran Kian Liong yang ikut pula berkunjung ke situ mengajak mereka semua berunding. Dari Wan Tek Hoat, Pangeran ini telah mendengar tentang pedang Koai-liong-kiam. Didepan Kaisar, Pangeran itu memang tidak mengatakan sesuatu, karena tentu Kaisar akan marah sekali dan mungkin akan mengirim pasukan ke Lembah Suling Emas untuk merampas kembali pedang itu. Maka dia diam saja dan baru sekarang, dia menceritakan tentang pedang yang diperebutkan oleh orang-orang kang-ouw itu, menceritakan kepada Cin Liong dan ayah bundanya, seperti yang didengarnya dari Tek Hoat.

   "Menurut ceritanya itu, jelaslah bahwa pedang Koai-liong-kiam yang telah menjadi pusaka istana itu dahulunya adalah milik keluarga Cu di Lembah Suling Emas."

   Kata Kao Cin Liong.

   "Betapapun juga, perintah Kaisar harus ditaati, dan pula, memang sudah belasan tahun pedang itu menjadi pusaka istana, maka kita pun berhak untuk menuntutnya dan untuk itu, tidak perlu mempergunakan pasukan. Pangeran, hamba akan berangkat sendiri tanpa pasukan, karena menghadapi keluarga yang menurut cerita Paman Wan Tek Hoat kepada Paduka itu adalah keluarga sakti yang menyembunyikan diri, sebaiknya diambil jalan menurut kebiasaan kang-ouw, bukan dengan serbuan pasukan tentara."

   Sang Pangeran mengerutkan alisnya.

   "Akan tetapi, apakah tidak akan terlalu berbahaya? Perjalanan ke tempat itu, yang berada di Pegunungan Himalaya, amatiah jauhnya dan sukar sekali, pula, menurut Paman Wan Tek Hoat, ilmu kepandaian keluarga Cu itu sungguh amat hebat, bahkan katanya jauh lebih hebat daripada tingkat kepandaian Paman Wan Tek Hoat sendiri."

   "Memang berbahaya, akan tetapi itulah pekerjaan seorang pendekar, Pangeran."

   Kata Kao Kok Cu dengan tenang.

   "Dan kami berdua akan menemani Liong ji (Anak Liong) untuk mencari pedang itu dan membawanya kembali ke istana."

   Mendengar ucapan itu, bukan main girangnya hati Pangeran itu. Terasa lapang dadanya, karena kalau pendekar itu bersama isterinya ikut, maka dia yakin bahwa pedang pusaka itu akan dapat didapatkan kembali dan dia tidak usah mengkhawatirkan keselamatsn jenderal muda yang menjadi sahabat baiknya itu. Dia tertawa dan bangkit berdiri.

   "Kalau begitu, saya tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa lagi."

   Pangeran itu lalu kembali ke istana di mana telah menanti dua orang muda kembar yang masih ada hubungan keluarga dengan dia, yaitu Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong. Sementara itu, setelah Sang Pangeran kembali ke istana dikawal oleh pengawal-pengawalnya,

   Barulah Kao Kok Cu dan isterinya mempunyai kesempatan untuk bicara secara bebas dengan putera mereka. Suami isteri ini merasa bangga sekali melihat betapa putera mereka kembali dari tugas ke barat dan mendapatkan sambutan yang meriah dari Kaisar. Mereka bertiga kini pesta sendiri dengan suasana sentai dan bebas di ruangan gedung jenderal muda itu. Dan dalam kesempatan inilah suami isteri pendekar itu lalu bertanya kepada Cin Liong tentang Bu Siok Lan, gadis keluarga Bu itu. Tentu saja Kao Cin Liong terkejut den merasa heran bagaimana tiba-tiba orang tuanya bertanya tentang gadis itu. Dan melihat betapa ayah bundanya memandang kepadanya dengan sinar mata penuh selidik, tahulah dia bahwa mereka itu serius dan tentu telah terjadi sesuatu yang ada hubungannya dengan gadis itu, maka dia pun menjawabnya dengan terus terang.

   "Ah, Bu Siok Lan? Dia adalah puteri musuh, akan tetapi telah berjasa besar dalam usaha menyelamatkan pasukan yang terkepung di barat itu. Dan ibunya memang hebat, seorang Panglima Nepal yang tangguh sekali!"

   Ayah bundanya mendengarkan dengan mata terbelalak heran ketika Cin Liong menceritakan tentang usaha menyelamatkan pasukan yang terkepung itu dan betapa dia berhasil menyelundup ke markas musuh dan bahkan memperoleh kepercayaan dari Panglima Nandini, dan menjadi sahabat baik dari Bu Siok Lan, puteri panglima itu, sampai bagaimana akhirnya dia berhasil menyelamatkan pasukan dan mengalahkan musuh, menghancurkan siasat Panglima Nandini yang pandai itu.

   "Nah, demiklanlah ceritanya."

   Dia menutup kata-katanya.

   "Dan bagaimana Ayah dan Ibu dapat mengenal nama Bu Siok Lan? Apakah yang telah terjadi?"

   Kini dialah yang ingin sekali mendengar dari mereka tentang Siok Lan yang tak pernah dijumpainya semenjak mereka berpisah sebagai musuh.

   "Jadi dia itu puteri Panglima Nepal? Sialan!"

   Wan Ceng mengepal tinjunya dan nampak marah sekali.

   "Ini penghinaan namanya!"

   "Tenanglah, isteriku. Ingat bahwa ayahnya adalah Bu-taihiap, seorang pendekar besar yang pernah menyelamatkan Pangeran...."

   "Tidak peduli ayahnya pendekar atau dewa sekalipun, ibunya adalah seorang Panglima Nepal, panglima musuh. Bagaimana mereka itu berani menemui kita dan bicara tentang perjodohan?"

   Nyonya itu berkata lagi dengan marah.

   "Ayah, Ibu, apa yang sesungguhnya telah terjadi? Siapakah mereka yang datang menemui Ayah Ibu dan bicara tentang perjodohan?"

   Cin Liong ingin sekali mendengar keterangan mereka. Karena melihat isterinya marah-marah, Kao Kok Cu mewakili isterinya, memandang kepada puteranya dan bertanya, suaranya sungguh-sungguh,

   "Cin Liong, katakanlah, apakah ada hubungan cinta antara engkau dan Nona Bu Siok Lan itu?"

   "Apa.... apa maksud Ayah....?"

   Cin Liong bertanya dengan heran.

   "Mendengarkan penuturanmu tadi, jelaslah bahwa antara engkau dan dia terdapat hubungan persahabatan, sungguhpun hubungan di pihakmu itu terjadi sebagai siasatmu untuk menyelamatkan pasukanmu yang terkepung. Akan tetapi di samping itu, apakah engkau jatuh cinta kepada gadis itu?"

   Cin Liong mengerutkan alisnya dan membayangkan keadaan yang lalu ketika ia masih menjadi sahabat Siok Lan dan juga Ci Sian. Cintakah dia kepada Siok Lan? Terbayang wajah Ci Sian dah dia lalu menjawab tenang,

   "Tidak, Ayah! Aku memang suka padanya karena dia seorang gadis yang amat baik, akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa aku cinta padanya."

   "Nah, apa kataku? Mereka itu tidak tahu malu!"

   Wan Ceng berkata lagi.

   "Mengapakah mereka, Ibu?"

   Cin Liong bertanya.

   "Keluarga yang tak tahu malu itu pernah bertemu dengan Pangeran Kian Liong dan hanya karena mereka kebetulan menyelamatkan Sang Pangeran maka mereka itu telah minta kepada Pangeran untuk menjadi perantara bagi mereka untuk memberitahukan kami bahwa mereka itu secara tak tahu malu sekali hendak mengikatkan perjodohan antara anak perempuan mereka itu denganmu!"

   "Ahh....!"

   Cin Liong terkejut juga mendengar berita ini. Tak disangkanya bahwa Panglima Nandini, yang telah dikalahkannya, yang tentu malah mendendam kepadanya, kini malah hendak menjodohkan puterinnya yang tunggal itu dengan dia!

   "Kita harus menghadapi urusan ini dengan kepala dingin."

   Kao Kok Cu berkata, sambil memandang kepada isterinya yang masih cemberut.

   "Jadi sudah jelas bahwa antara engkau dan gadis itu tidak ada hubungan cinta, Cin Liong?"

   "Tidak, Ayah."

   "Dan bagaimanakah pendapatmu tentang uluran tangan mengadakan ikatan jodoh ini? Ingat, urusan perjodohan adalah urusanmu sendiri, Cin Liong, maka engkaulah yang berhak untuk memutuskan sendiri. Apalagi dalam hal ini, kami sebagai Ayah Bundamu belum pernah melihat gadis itu dan tidak tahu bagaimana watak-wataknya, sebaliknya engkau malah sudah bersahabat dengan dia sehingga engkau tentu mengerti pula bagaimana keadaan dan wataknya. Nah, bagaimana pendapatmu?" Pemuda yang sudah menjadi, jenderal dan sudah terbiasa dengan hal-hal yang hebat-hebat, bahaya yang besar-besar, namun sekali ini, ditanya tentang perjodohan, dia tidak mampu menyembunyikan rasa malunya dan wajahnya menjadi merah sekali.

   "Ayah.... Ibu.... terus terang saja, aku belum mempunyai pikiran tentang perjodohan...."

   "Jadi, berarti engkau menolaknya?"

   "Ya, begitulah. Bukan menolak karena Siok Lan bukan seorang gadis yang baik, melainkan karena aku belum mempunyai pikiran untuk menikah, Ayah."

   "Baiklah, kalau begitu, kami dapat memberi jawaban yang tegas kalau sampai keluarga itu datang menemui kami."

   Urusan itu tidak diusik lagi dan keluarga ini lalu melanjutkan makan siang, kemudian Kao Kok Cu dan isterinya beristirahat, demikian pula Cin Liong yang baru saja pulang dan masih merasa lelah. Mereka mengambil keputusan untuk pergi atau berangkat melakukan tugas baru mencari pedang pusaka itu tiga hari kemudian. Akan tetapi pada keesokan harinya, lewat pagi menjelang siang, serombongan tamu datang mengunjungi rumah Jenderal Kao Cin Liong.

   Cin Liong keluar menyambut dan terkejutlah dia ketika melihat Siok Lan yang datang bersama laki-laki setengah tua yang gagah perkasa, dan tiga orang wanita cantik, seorang di antaranya dikenalnya sebagai Panglima Nandini! Dia sudah diceritakan oleh ibunya yang mendengarnya dari Pangeran Kian Liong bahwa ayah Bu Siok Lan yang terkenal dengan julukan Bu-taihiap itu memiliki banyak isteri, dan Panglima Nandini, ibu Siok Lan adalah seorang di antara isteri-isterinya, entah isteri yang keberapa! Baru saja Cin Liong keluar, dia sudah disusul oleh ibunya dan ayahnya. Melihat Puteri Nandini dan Siok Lan yang sudah dikenalnya, Cin Liong segera maju memberi hormat dan bersikap biasa sebagai kenalan, seolah-olah puteri atau panglima itu bukan merupakan bekas panglima musuhnya.

   "Ah, kiranya Bibi dan Adik Siok Lan yang datang berkunjung. Selamat datang, dan siapakah Paman dan para Bibi yang lain ini?"

   Sejak tadi, dengan sepasang mata yang mencorong tajam itu Bu-taihiap sudah memandang kepeda pihak tuan rumah dan dia kagum bukan main melihat pemuda yang gagah perkasa itu, juga dia agak terkejut kemudian kagum memandang pria berlengan satu itu. Tak perlu diperkenalkan iagi, dia dapat menduga siapa adanya pria berlengan satu itu.

   "Ah, kalau mataku yang sudah mulai tua ini tidak salah lihat, agaknya kami sekeluarga berhadapan dengan pendekar sakti yang namanya menjulang tinggi di langit, Si Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu, benarkah dugaan saya?"

   Kata Bu-taihiap sambil menjura dengan sikap hormat namun terbuka dan sederhana. Melihat sikap dan mendengar ucapan ini saja, Kao Kok Cu sudah merasa tertarik sekali. Dia dapat mengenal orang yang sikapnya terbuka dan membayangkan pemandangan yang luas dan tajam. Dia pun cepat membalas penghormatan orang dan menjawab.

   "Dan saudara yang perkasa tentulah pendekar yang dikenal dengan Bu-taihiap, bukan?"

   "Ha-ha-ha, orang macam saya ini mana pantas disebut pendekar oleh Si Naga Sakti Gurun Pasir?"

   "Silakan, silakan masuk, biarlah kami mewakili putera kami untuk mempersilakan tamu masuk ke ruangan dalam untuk bicara."

   Kata Kao Kok Cu, merasa tidak enak melihat betapa isterinya menerima kedatangan rombongan tamu itu dengan sikap cemberut dan muram.

   "Terima kasih, akan tetapi biarlah saya memperkenalkan dulu keluarga kami. Memang benar bahwa saya adalah Bu Seng Kin, ayah Bu Siok Lan puteri kami yang telah dikenal oleh putera Taihiap. Dan dia adalah Puteri Nandini Ibu dari Siok Lan, yang ini adalah Tang Cun Ciu, dan dia itu adalah Gu Cui Bi. Mereka bertiga adalah isteri-isteri saya."

   Tanpa sungkan-sungkan atau malu-malu, pendekar she Bu itu memperkenalkan isteri-isterinya yang cantik. Terpaksa Wan Ceng membalas penghormatan mereka, akan tetapi dia tetap mengerutkan alisnya dan cemberut. Akan, tetapi karena suaminya telah mempersilakan mereka, maka terpaksa Wan Ceng mendahului mereka menuju ke ruang tamu di mana para tamu itu dipersilakan duduk. Setelah mereka semua duduk di ruangan yang cukup luas itu, Kao Kok Cu yang maklum bahwa pertemuan ini tidak akan membawa kegembiraan bagi kedua pihak, tidak mau membuang banyak waktu lagi dan segera dia membuka kata-kata dengan suara tenang dan halus,

   "Kami sekeluarga mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada keluarga Bu yang telah datang mengunjungi kami. Mengingat bahwa hubungan antara kedua pihak hanya pernah dilakukan oleh putera kami Kao Cin Liong dengan puteri Cu-wi dan ibunya, maka apakah kunjungan ini hanya karena perkenalan itu ataukah ada keperluan lain?"

   Bu Seng Kin tersenyum dan memandang kagum. Begitu bertemu, dia pun merasa suka dan kagum kepada pendekar berlengan satu itu, yang dilihatnya sebagai seorang yang benar-benar gagah, tidak berliku-liku dan bersikap jantan tanpa sungkan-sungkan. Dia menarik napas panjang.

   "Kao-taihiap, maafkanlah kedatangan kami kalau kami mengganggu. Akan tetapi sebelum saya mewakili keluarga mengemukakan apa yang menjadi keperluan kunjungan kami, terlebih dahulu saya ingin bertanya apakah Taihiap sekalian telah mendengar sesuatu tentang keluarga kami dari Pangeran Mahkota Kian Liong?"

   Si Naga Gurun Pasir mengangguk.

   "Benar, kami telah bertemu dengan Pangeran Mahkota dan beliau telah menyampaikan keinginan Bu-taihiap sekeluarga untuk mengadakan ikatan jodoh antara anak-anak kita."

   Mendengar ini, Bu Siok Lan mengerling ke arah Cin Liong, akan tetapi pemuda itu menundukkan kepalanya dengan alis berkerut. Dapat dibayangkan betapa tidak enak rasa hati pemuda ini. Dia akan lebih suka dihadapkan dengan musuh-musuh yang ganas daripada sekarang ini, di mana dia menghadapi hal yang tidak amat enak. Dia dapat menduga bahwa Siok Lan jatuh cinta kepadanya, dan agaknya keluarga Siok Lan telah mengambil keputusan untuk mengikatkan perjodohan antara dia dan Siok Lan. Kalau pihak wanita sudah mengemukakan keinginan seperti itu, dan pihak pria menolaknya, dan hal itu terpaksa harus dilakukannya karena dia tidak jatuh cinta kepada Siok Lan, maka tentu akan menimbulkan perasaan ditolak dan hal ini dapat mengakibatkan rasa terhina di pihak si wanita.

   "Ah, Kao-taihiap telah bersikap terus terang dan terbuka, sungguh melegakan hati kami. Memang benarlah demikian, Taihiap. Saya sendiri baru sekarang berkesempatan melihat putera Taihiap yang gagah perkasa, akan tetapi Siok Lan dan Ibunya telah memperoleh kehormatan untuk bertemu dan berkenalan dengan putera Taihiap untuk mengikatkan perjodohan antara puteri kami Siok Lan dan putera Taihiap. Dan untuk membicarakan keinginan kami itulah maka sekarang kami sekeluarga datang bertemu dengan Taihiap sekeluarga."

   Bagi Kao Kok Cu, tugas menjadi wakil pembicara keluarganya ini pun tidaklah ringan. Dia juga merasakan, seperti juga puteranya, betapa tidak enaknya suasana saat itu. Akan tetapi sebelumnya dia sudah membicarakan urusan itu dengan isterinya dan puteranya, maka kini tanpa ragu-ragu lagi dia lalu menjawab dengan suara tenang namun tegas,

   "Harap Bu-taihiap sekeluarga suka memaafkan kami kalau kami terpaksa memberi jawaban yang tidak sesuai dengan harapan Cu-wi (Anda Sekalian). Setelah kami mendengar dari Pangeran Mahkota, kami bertiga telah membicarakan hal itu dan kami telah mengambil keputusan bahwa pada waktu ini, putera kami Kao Cin Liong belum mempunyai keinginan untuk mengikatkan diri dalam perjodohan dengan siapapun juga."

   Jawaban itu sungguh mengejutkan keluarga Bu dan kini Bu Seng Kin dan dua orang isterinya yang lain semua memandang kepada Nandini dan puterinya, Siok Lan. Bukankah Nandini dan Siok Lan telah mengatakan, bahwa "ada apa-apa"

   Antara jenderal muda itu dan Siok Lan. Bukankah pinangan atau usul perjodohan ini sudah pasti, akan diterima? Maka, penolakan halus ini sungguh di luar dugaan mereka dan amat mengejutkan. Apalagi Bu-taihiap yang merasa terpukul sekali, wajahnya menjadi pucat ketika dia menoleh kepada isterinya, Nandini. Siok Lan sendiri mengangkat muka dengan kaget dan memandang kepada Cin Liong, akan tetapi pemuda itu bersikap tenang saja. Puteri Nandini yang merasa terpukul, terhina dan malu, bangkit berdiri dan menegur Cin Liong,

   "Kao Cin Liong apakah engkau hendak mempermainkan Anakku?"

   Mendengar kata-kata keras ini dan melihat sikap Nandini yang bangkit berdiri, Wan Ceng tidak dapat menahan kesabarannya lagi dan dia pun bangkit berdiri.

   "Beginikah sikap seorang tamu yang baik? Ataukah tamu kami ini hanya seorang yang tidak tahu aturan dan liar?"

   Dua orang wanita itu saling pandang dengan sinar mata berapi. Nandini lalu berkata lagi, ditujukan kepada Wan Ceng, dan karena memang dia itu seorang yang biasa memimpin pasukan dan tidak biasa bersikap sopan-santun, dia berkata dengan lantang dan sejujurnya,

   "Puteramu telah saling mencinta dengan puteriku, akan tetapi sekarang dia menolak puteriku dengan dalih belum ingin mengikatkan diri dalam perjodohan, bukankah itu berarti puteramu hendak mempermainkan puteriku?"

   "Siapa mencinta puterimu?"

   Wan Ceng semakin marah.

   "Kalau anakku bersikap baik kepada kalian, apakah itu berarti dia mencinta puterimu?"

   "Siok Lan!"

   Nandini yang sudah marah itu membentak puterinya.

   "Apa artinya ini? Kau bilang bahwa kalian sudah saling mencinta!"

   Dapat dibayangkan betapa perihnya hati seorang gadis dalam keadaan seperti itu. Akan tetapi, dengan muka pucat dia memandang kepada Cin Liong dan menjawab.

   "Aku memang cinta kepadanya, Ibu, dan.... aku yakin dia pun cinta padaku...."

   "Cin Liong, aku percaya engkau cukup gagah untuk berkata sejujurnya dan memberi penjeiasan tentang hal ini."

   Terdengar Kao Kok Cu berkata kepada puteranya, suaranya tegas penuh wibawa.

   "Aku tidak pernah mencintanya dan tidak pernah menyatakan cinta kepada Adik Siok Lan!"

   Kata Jenderai Muda itu, suaranya juga tegas dan lantang sambil matanya memandang ke arah gadis itu, sehingga tidak dapat disangsikan lagi kebenarannya. Dengan suara gemetar Nandini berseru,

   "Siok Lan....?"

   Gadis itu menundukkan mukanya dan beberapa butir air mata menuruni pipinya. Dapat dibayangkan betapa hancur hati seorang dara menghadapi semua itu, di mana seorang pemuda yang dicintanya terang-terangan menyatakan bahwa tidak mencinta dirinya! Padahal tadinya dia sudah begitu yakin!

   
"Dia memang tidak pernah menyatakan cinta, akan tetapi.... suaranya, pandang matanya, senyumnya..... ah, Ibu, bunuh saja aku....!"

   Dan dia pun menangis! Wan Ceng sekarang merasa menang dan dia pun menjadi penasaran sekali.

   "Hemm, sungguh tidak tahu diri! Mana mungkin puteraku jatuh cinta kepada anak seorang panglima pasukan musuh? Dan bagaimanapun juga, aku tidak sudi menjadi besan seorang Panglima Pasukan Nepal!"

   "Jaga mulutmu!"

   Nandini membentak.

   "Jangan mencampurkan urusan jodoh dengan kedudukan!"

   "Huh, kau mau apa? Kau kira aku takut kepadamu?"

   Wan Ceng menantang. Dua orang wanita itu sudah saling pandang seperti dua ekor singa betina yang memperebutkan anak mereka, akan tetapi pada saat itu, Kao Kok Cu sudah memegang lengan isterinya dan berbisik,

   "Tenanglah, mereka adalah tamu-tamu yang harus dihormati."

   Sementara itu, Bu-taihiap juga melerai dan berkata kepada isterinya,

   "Hushhh, diamlah, kita adalah tamu-tamu dan pula penolakan pinangan adalah hal wajar mengapa ribut-ribut?"

   Kemudian, pendekar ini dengan muka merah sekali menghadapi Kao Kok Cu, memberi hormat dan berkata,

   "Harap Kao-taihiap suka memaafkan kami yang tidak tahu diri. Memang tadinya kami sudah berpendapat bahwa tidak mungkin orang seperti Naga Sakti Gurun Pasir mau berbesan dengan kami yang bodoh. Maafkanlah dan kami mohon diri."

   Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kao Kok Cu merasa tidak enak sekali. Dia pun balas memberi hormat dan berkata,

   "Harap Bu-taihiap tidak terlalu merendahkan diri. Taihiap juga tahu bahwa urusan jodoh adalah urusan anak-anak, dan kalau mereka tidak mau, tidak mungkin dipaksakan."

   "Kami mengerti, selamat tinggal."

   "Selamat jalan!"

   Bu-taihiap bersama tiga orang isterinya dan Siok Lan yang ditarik oleh ibunya, pergi dari rumah itu dengan muka merah dan diam-diam Kao Kok Cu yang mengantar sampai ke depan itu maklum bahwa tanpa dapat dicegah lagi, tentu timbul semacam dendam antara keluarga Bu dan keluarga Kao, sungguhpun hal itu bukan karena kesalahan pihak keluarga Kao. Betapapun juga, keluarga Bu tentu merasa terhina oleh peristiwa ini. Dua hari kemudian, Kao Kok Cu, Wan Ceng, dan putera mereka, Jenderal Kao Cin Liong, berangkat meninggalkan kota raja untuk melakukan tugas yang diperintahkan oleh Kaisar, yaitu mencari dan merampas kembali Koai-liong Pokiam (Pedang Pusaka Naga Siluman) yang telah lenyap dicuri orang dari gudang pusaka istana beberapa tahun yang lalu.

   "Bu-koko, sebaiknya kalau engkau menanti dulu di sini, biarlah aku yang lebih dulu masuk menemui kakek. Setelah aku bicara dengannya, barulah aku akan memanggilmu. Hal ini untuk melancarkan pembicaraan antara kakek dan aku."

   Mendengar kata kata Yu Hwi ini, Cu Kang Bu mengangguk dan dia menyentuh lengan kekasihnya.

   "Mudah-mudahan segalanya akan berjalan baik, Hwi-moi."

   Dia tahu bahwa Yu Hwi menghadapi persoalan yang cukup menegangkan dan tidak enak bagi gadis itu yang terpaksa harus membicarakan tentang keputusan untuk membatalkan ikatan jodoh antara dia dan Kam Hong, yang berarti tentu saja menentang keputusan yang telah diambil oleh kakeknya, yaitu Sai-cu Kai-ong. Matahari telah naik tinggi dan pemandangan di Puncak Bukit Nelayan itu indah sekali. Akan tetapi, rumah besar yang seperti istana kuno itu nampak sunyi sekali, sesunyi puncak-puncak lain di Pegunungan Tai-hang-san itu. Berdebar rasa jantung Yu Hwi ketika dia membuka pintu gerbang yang tidak terkunci itu. Tempat yang terlalu besar untuk kakeknya yang agaknya kini hanya dapat menyendiri saja di tempat ini, apalagi kalau tempat itu nampak kosong seperti itu, menjadi amat menyeramkan, seperti rumah kediaman para iblis dan siluman. Tiba-tiba terdengar suara halus yang terdengar dari jauh di dalam gelap itu, akan tetapi terdengar jelas oleh Yu Hwi,

   "Siapa di luar....? Harap jangan mengganggu aku seorang tua yang sudah tidak ingin berurusan dengan siapapun....!"

   Mendengar suara ini, Yu Hwi berseru girang.

   "Kong-kong...., ini aku, Yu Hwi, yang datang...."

   Hening sejenak, seolah-olah suara Yu Hwi itu mengejutkan pendengarannya, sampai lenyap gema suara gadis itu. Yu Hwi berdiri di ruangan depan yang luas, menanti sejenak dan dari dalam nampaklah seorang kakek yang pakaiannya sederhana, tubuh itu masih tinggi tegap dan gagah akan tetapi mukanya kelihatan amat tua dan tidak bersemangat, muka dari Sai-cu Kai-ong Yu Kong Tek! Mereka berhadapan dan saling pandang, kemudian Yu Hwi menjatuhkan diri berlutut.

   "Kong-kong....!"

   "Yu Hwi.... engkaukah....? Benarkah engkau yang datang?"

   Kakek itu mengejapngejapkan kedua matanya memandang wajah yang menengadah itu. Selama bertahun-tahun dia mengharap-harap kedatangan cucunya ini, bahkan kemudian pergi merantau bertahun-tahun mencarinya, sampai membawanya ke Pegunungan Himalaya, namun semua usahanya sia-sia belaka dan akhirnya, semua harapan itu memudar dan setelah dia merasa bahwa tubuhnya telah terlalu tua dan sahabatnya, yaitu Sinsiauw Seng-jin yang pada tahun-tahun terakhir bertapa di sebuah puncak berdekatan dengan puncak Nelayan di mana dia berada itu meninggal dunia, kakek ini tidak lagi pergi mencari Yu Hwi, bahkan tidak lagi mengharapkan kedatangannya.

   Dia mengira bahwa cucunya itu telah tiada lagi di dunia ini, dan harapannya melihat cucunya berjodoh dengan keturunan Suling Emas sudah membuyar. Akan tetapi, pagi hari ini dia mendengar suara Yu Hwi dan bahkan kini dia berhadapan dengan cucunya itu! Dia masih mengenal wajah cantik itu dan keharuan yang amat sangat membuat kakek ini memejamkan mata dan menahan dua butir air mata yang hendak runtuh. Betapapun juga, dia adalah bekas Raja Pengemis, seorang tokoh besar di dunia kang-ouw yang gagah perkasa, dan semenjak dia muda, menangis merupakan pantangan baginya. Namun, perjum-paan ini seolah-olah perjumpaan dengan seorang yang baru bangkit dari kematian, maka dia terkejut, heran, terharu dan girang sekali.

   "Cucuku....!"

   Dia maju dan menyentuh kepala gadis itu.

   "Kong-kong...., ampunkanlah bahwa baru sekarang saya datang menghadap....!"

   Yu Hwi berkata dengan suara mengandung isak karena gadis ini pun merasa terharu sekali. Sejak kecil dia telah diculik dan dibawa pergi oleh orang yang kemudian menjadi gurunya yang tercinta, yaitu Hek-sin Touw-ong Si Raja Maling dan sejak kecil dia terpisah dari kakeknya. Kemudian, setelah mereka saling bertemu kembali, dia melarikan diri ketika mendengar bahwa dia dijodohkan sejak kecil dengan Kam Hong! Dan semenjak itu, kembali dia berpisah dari kakeknya dan baru sekarang mereka saling bertemu kembali.

   "Yu Hwi.... Yu Hwi, ke mana sajakah engkau selama ini pergi? Betapa dengan susah payah aku mencari-carimu Yu Hwi...."

   "Maaf, Kong-kong, saya hanya mendatangkan banyak pusing dan susah saja kepada Kong-kong selama ini."

   Kakek itu mengangguk-angguk.

   "Hemm.... dan kedatanganmu ini pun hanya akan menimbulkan kecewa padaku, bukan?"

   "Maaf.... agaknya demikianlah.... Kedatangan saya, ini hanya untuk meresmikan putusnya pertalian jodoh yang Kong-kong adakan dahulu antara saya dengan Kam Hong."

   Akan tetapi ucapan itu sudah tidak lagi mendatangkan kekecewaan dalam hati kakek itu yang memang sudah tidak mengharapkan lagi dapat dilanjutkannya ikatan jodoh itu. Dia menarik napas panjang.

   "Sin-siauw Seng-jin juga sudah meninggal dunia...., dia kiranya dapat memaafkan aku. Akan tetapi, pemutusan ikatan itu tidak mungkin dapat dilakukan sepihak saja, Yu Hwi, maka harus dibicarakan dengan yang bersangkutan, yaitu Kam Hong...."

   "Hal itu sudah beres, Kong-kong. Saya telah berjumpa dengan Kam Hong dan kami berdua sudah membicarakan tentang itu. Adalah Kam Hong yang menasihatkan agar saya datang kepadamu dan memberitahukan akan pemutusan ikatan itu agar resmi."

   Kakek itu mengangguk-angguk. Agaknya, kini sudah kehilangan kesungguhan hatinya tentang hal itu.

   "Sesukamulah.... sesukamulah...., akan tetapi, kalau boleh aku mengetahui, kalau engkau masih, menganggap aku sebagai Kakekmu, apakah sebabnya maka engkau memutuskan ikatan itu? Apakah tidak ada kecocokan antara engkau dengan Kam Hong...."

   "Sesungguhnya karena saya.... saya telah menemukan calon suami saya sendiri, Kong-kong."

   "Hemmm...."

   "Bahkan dia pun mengantar saya menghadap Kong-kong, akan tetapi saya suruh menanti di luar agar tidak mengejutkan hati Kong-kong. Kalau Kong-kong memperkenankan, saya akan memanggil dia masuk...."

   Yu Hwi memandang kepada kong-kongnya dengan ragu-ragu, lalu bangkit berdiri. Untuk beberapa lamanya kakek itu memandang, wajah cucunya. Harus diakui bahwa cucunya itu telah jauh lebih matang sekarang dan dia pun tahu bahwa bagi seorang wanita, cucunya itu telah lewat batas usia kepantasan untuk menikah dan diam-diam dia menaruh hati iba kepada cucunya ini.

   "Cukup, tahukah engkau berapa usiamu sekarang?"

   Yu Hwi tecsenyum.

   "Tentu saja, Kong-kong. Antara dua puluh tujuh dan dua puluh delapan tahun."

   Sai-cu Kai-ong. menarik napas panjang.

   "Dan baru sekarang engkau menemukan calon suamimu? Berapa usia calon suamimu itu?"

   "Dia sudah berusia tiga puluh tahun, Kong-kong...."

   Jawab Yu Hwi. Wajah kakek itu agak berseri mendengar ini. Setidaknya, cucunya memperoleh seorang calon suami yang sepadan usianya.

   "Tentu saja aku ingin sekali berkenalan dengan calon cucu mantuku. Suruh dia masuk, Yu Hwi."

   Yu Hwi lalu membalikkan tubuhnya dan mengeluarkan kata-kata seperti sedang bicara dengan orang yang berdiri di depannya saja, perlahan-lahan dan biasa saja,

   "Bu-koko, Kong-kong telah memperkenankan engkau masuk. Masuklah, Koko!"

   Biarpun ucapan itu lirih saja, namun Sai-cu Kai-ong terkejut bukan main. Suaranya tadi mengandung getaran yang tinggi dan dengan getaran seperti itu, suara itu akan dapat dikirim sampai jauh. Itulah semacam Ilmu Coan-im-jip-bit (Mengirim Suara Dari Jauh) yang mengandalkan khi-kang yang amat kuat.

   Dia sendiri pun belum tentu sekuat itu! Dan dari luar masuklah sesosok tubuh seorang pria yang membuat kakek itu kagum. Tubuh seorang pria yang tinggi besar seperti tokoh Kwan Kong dalam dongeng Sam Kok dan setelah pria muda itu tiba di depannya dan memberi hormat dengan sikap yang amat gagah, Sai-cu Kai-ong diam-diam merasa girang sekali. Keadaan pria ini sungguh merupa-kan obat yang mujarab untuk menghapus sama sekali sisa-sisa kekecewaan atas terputusnya tali perjodohan antara cucunya dengan Kam Hong. Pria ini sungguh tidak mengecewakan, bahkan mengagumkan. Begitu gagah perkasa dan Jantan! Akan tetapi, di samping rasa puas ini pun dia merasa terkejut karena dia merasa seakan-akan pernah dia bertemu dengan pemuda tinggi besar dan gagah perkasa ini.

   "Eh.... rasanya.... aku pernah berjumpa dengan Sicu yang gagah ini...."

   Katanya sambil memandang wajah itu penuh selidik. Pemuda perkasa itu menujura.

   "Tidak salah apa yang Locianpwe katakan. Kami sekeluarga di Lembah Suling Emas pernah menerima kehormatan dengan kunjungan Locianpwe beberapa tahun yang lalu."

   "Ah, sekarang aku ingat....! Sicu adalah seorang di antara tiga saudara Cu yang sakti itu!"

   Kembali Cu Kang Bu menjura.

   "Saya adalah Cu Kang Bu, saudara termuda dari Cu."

   Tentu saja Sai-cu Kai-ong menjadi terkejut, terheran dan juga diam-diam merasa girang sekali. Dia pernah menyaksikan kehebatan ilmu silat pemuda tinggi besar ini yang tidak kalah lihainya ketika melawan Ji-ok, orang ke dua dari Im-kan Ngo-ok! Pemuda seperti ini mungkin tidak kalah dalam ilmu silatnya dibandingkan dengan keturunan Suling Emas, Kam Hong sekalipun! Gagal mempunyai cucu mantu seperti Kam Hong akan tetapi mendapatkan pengganti seperti ini tidaklah terlalu mengecewakan!

   "Dan Cu-taihiap yang menjadi calon suami cucuku yang bodoh?"

   Kang Bu adalah seorang pemuda yang jujur dan sederhana, maka disebut Taihiap itu dia cepat berkata,

   "Harap Lo-cianpwe tidak menyebut Taihiap kepada saya karena keluarga kami sejak dahulu tidak pernah menonjolkan diri di dunia kang-ouw. Tidak salah bahwa Hwi-moi dan saya telah bersepakat untuk menjadi suami isteri dan mohon doa restu dan ijin dari Locianpwe."

   Sai-cu Kai-ong tertawa gembira.

   "Ah, tentu saja! Sejak dahulu, bukankah Yu Hwi telah menentukan pilihannya sendiri? Yu Hwi, anak nakal, bagaimana engkau dapat bertemu dan bersahabat, akhirnya berjodoh dengan Cu Kang Bu?"

   
"Kong-kong, sesungguhnya Kang Bu Koko ini masih Susiok saya sendiri.!"

   "Susiokmu? Engkau menjadi murid siapakah?"

   "Cui-beng Sian-li Tan Cun Ciu adalah Subo saya...."

   "Apa? Orang yang mengambil pedang pusaka dari istana itu?"

   Sai-cu Kai-ong menggeleng-gelengkan kepalanya pantas saja cucunya menjadi demikian lihainya, kiranya menjadi murid wanita yang telah menggegerkan dunia kang-ouw ketika mencuri pedang pusaka dari gudang pusaka istana tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya.

   "Sungguh luar biasa sekali nasibmu, Cucuku. Sejak kecil sekali, telah menjadi murid seorang seperti Hek-sin Touw-ong, kemudian menjadi murid Cui-beng Sian-li, dan kini malah menjadi jodoh seorang seperti Cu Kang Bu!"

   Yu Hwi lalu menceritakan kepada kong-kongnya segala hal yang telah dialaminya semenjak dia meninggalkan kakeknya itu dan juga tentang pertemuannya dengan Kam Hong. Setelah mendengarkan semua penuturan Yu Hwi, kakek itu mengangguk-angguk dan beberapa kali dia menarik napas panjang walaupun wajahnya masih memperlihatkan tanda bahwa dia merasa girang juga, kalau dia teringat betapa hubungan antara keluarga Kam dan keluarga Yu terjalin semenjak ratusan tahun yang lalu, dan kini, pada keturunan terakhir, dia gagal untuk mengikatkan perjodohan antara dua keluarga itu, hatinya terasa amat berduka.

   "Kong-kong, setelah kami berdua datang menghadap Kong-kong, dan Kong-kong dapat menyetujui ikatan jodoh antara kami, kami mohon agar Kong-kong sudi bersama kami ke Lembah Suling Emas di mana kami akan meresmikan pernikahan kami dan agar Kong-kong dapat memberi doa restu kepada kami!"

   Kini kakek itu mengerutkan alisnya dan menjawab,

   "Sayang sekali, hal itu tidak mungkun aku lakukan, Yu Hwi. Tentu saja aku tidak keberatan kalau engkau berjodoh dengan Cu Kang Bu, akan tetapi aku sendiri tidak mungkin menghadiri pernikahan...."

   "Kenapa, Kong-kong?"

   "Aku telah bersumpah untuk mengikatkan keluarga Kam dan keluarga kita Yu dalam ikatan perjodohan, namun aku telah gagal. Aku telah mengecewakan leluhur kita, bagaimana mungkin aku dapat menghadiri pernikahanmu dengan keluarga lain? Aku sudah tua dan aku akan tinggal di sini, mengasingkan diri sampai mati. Aku tidak akan keluar meninggalkan tempat ini, apa pun yang akan terjadi di luar. Nah, kalian kembalilah ke barat dan jadilah suami isteri yang baik, tentu saja doa restuku menyertai kalian berdua."

   Jawaban ini menyedihkan hati Yu Hwi akan tetapi karena semenjak kecil dia tidak bersama kakeknya, maka dia pun dapat menguasai hatinya. Maka untuk terakhir kalinya dia lalu berlutut di depan kakek itu untuk berpamit, diikuti pula oleh Cu Kang Bu karena kakek itu adalah calon kong-kongnya juga. Melihat betapa dua orang itu berlutut di depannya, Sai-cu Kai-ong merasa tarharu juga.

   "Semoga Thian selalu malindungimu, Cucu-cucuku, Dan kalau kebetulan kalian bertemu dengan Kam Hong, katakanlah kepadanya bahwa sebelum aku mati aku ingin berjumpa dengannya, minta agar dia suka datang ke sini mengunjungiku."

   Demikianlah, setelah mendapat doa restu kakek itu, Yu Hwi dan Cu Kang Bu lalu meninggalkan Puncak Bukit Nelayan itu dan menuruni Pegunungan Tai-hang-san untuk kembali ke Lembah Suling Emas atau yang kini telah berubah namanya menjadi Lembah Naga Siluman.

   Mereka, juga Yu Hwi, tidak merasa bersedih, bahkan sebaliknya, mereka merasa gembira sekali karena mereka kini menuju pulang untuk segera melangsungkan pernikahan mereka! Mereka sudah mendapat persetujuan dan doa restu Sai-cu Kai-ong, bahwa bahwa ikatan jodah antara Yu Hwi dengan Kam Hong telah putus secara resmi. Tidak ada lagi yang menjadi penghalang atau ganjalan di antara mereka untuk dapat menikah dengan resmi. Senang dan susah mirip ombak dalam samudera kehidupan, susul-menyusul dan datang silih berganti. Tangis dan tawa merupakan bumbu-bumbu kehidupan seperti masam dan manis dalam masakan. Selagi terbuai dalam kesenangan, kita tidak tahu bahwa kesusahan sudah berada di ambang pintu untuk mendapat giliran menguasai kita, menggantikan kesenangan yang terbang lalu tanpa meninggalkan bekas lagi.

   Yu Hwi dan Kang Bu melakukan perjalanan menuju ke Lembah Naga Siluman dengan hati girang, bermesraan disepanjang perjalanan, sama sekali tidak tahu bahwa pada saat mereka melakukan perjalanan itu, terjadi sesuatu yang hebat di lembah itu. Apakah yang terjadi? Mari kita menengok keadaan lembah itu dan meninggalkan sepasang calon suami isteri, sepasang kekasih yang penuh kemesraan dan kebahagiaan itu.

   Pada pagi yang cerah itu, Cu Pek In, gadis berusia delapan belas tahun yang berpakaian pria, dengan rambut digelung ke atas dan ditutup sebuah topi pelajar itu, sedang berjalan pulang ke lembah dengan wajah riang. Dia baru saja kembali dari guha rahasia di mana Sim Hong Bu masih tekun "bertapa"

   Sambil menyempurnakan Ilmu Pedang Koai-liong Kiam-sut. Tidak ada orang yang mengetahui tempat rahasia itu kecuali keluarga Cu, bahkan selama Hong Bu bertapa di situ memperdalam ilmu pedang pusaka itu, tidak ada orang lain yang boleh masuk kecuali Pek In. Gadis inilah yang dalam waktu beberapa hari sekali datang menjenguk sambil membawakan bahan makanan untuk Hong Bu. Pada pagi hari itu Pek In baru saja kembali dari kunjungannya kepada Hong Bu, pemuda yang dicintanya itu, dan karena sikap Hong Bu kepadanya cukup manis, maka hatinya gembira sekali pada pagi hari itu.

   Dia berjalan sambil kadang-kadang berloncatan dan bernyanyi-nyanyi gembira, lupa bahwa suara nyanyiannya ini sepenuhnya suara wanita, jauh berbeda dengan pakaiannya. Kalau dia tidak mengeluarkan suara, tentu dia akan disangka seorang pemuda yang amat tampan sekali. Sebagai seorang gadis, kecantikan Pek In biasa saja, tidak terlalu menonjol. Akan tetapi kalau dia dianggap pria karena pakaiannya, maka dia adalah seorang pria yang amat ganteng, dengan muka yang putih dan mata yang jeli dan menarik. Sebagai puterti tunggal Cu Han Bu orang pertama dari keluarga Cu, tentu saja dara ini memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Namun, kini dia tidak tahu bahwa ada tiga pasang mata yang mengikuti gerak-geriknya dari jarak dekat!

   Hal ini saja sudah membuktikan bahwa tingkat kepandaian tiga orang yang membayanginya itu jauh lebih tinggi lagi dibandingkan dengan dia. Tiga orang ini baru melihatnya setelah dia, berada di dekat lembah, dan memang sudah sejak kemarin tiga orang ini mengintai di lembah itu. Tiga orang ini bukan lain adalah Si Naga Sakti Gurun Pasir bersama isteri dan puteranya. Mereka sudah tiba di pegunungan ini dan tahu bahwa Lembah Suling Emas yang dimaksudkan sebagai tempat tinggal keluarga Cu itu tentu di sekitar tempat ini. Akan tetapi mereka belum juga menemukan tempat itu, maka mereka lalu menyembunyikan diri dan mengintai karena mereka merasa yakin bahwa pada suatu waktu tentu ada penghuni lembah yang keluar untuk suatu keperluan. Sudah sehari semalam tiga orang sakti ini menanti dan akhirnya usaha mereka berhasil.

   Mereka melihat Cu Pek In berjalan seorang diri dengan sikap gembira sekali. Keluarga Naga Sakti Gurun Pasir tentu saja dengan sekali pandang sudah tahu bahwa "pemuda"

   Yang berjalan seorang diri itu adalah seorang gadis. Mereka lalu membayangi dengan hati-hati. Mereka melihat bahwa dara yang berpakaian pria itu menuju ke tepi sebuah jurang yang amat lebar dan amat dalam, jurang yang pernah mereka datangi. Ketika tiba di tepi jurang, seperti biasa Pek In menoleh ke kanan kiri dan belakang, setelah merasa yakin bahwa di tempat itu tidak terdapat orang lain, dia lalu mengeluarkan suling emasnya dari balik bajunya dan meniup sulingnya. Terdengar suara melengking nyaring yang mengejutkan hati tiga orang pengintai itu. Mereka maklum bahwa tiupan suling itu bukanlah tiupan biasa melainkan tiupan seorang yang memiliki khi-kang yang kuat.

   Tiga orang yang melakukan pengintaian itu memandang dengan mata terbelalak penuh keheranan dan juga kekaguman ketika mereka melihat betapa dari dasar jurang itu kini nampak sehelai tambang yang cukup besar dan kuat, perlahan-lahan naik ke atas dan akhirnya melintang menyeberang jurang. Mengertilah mereka bahwa dara itu tadi menggunakan suara suling untuk memberi tanda kepada orang-orang di seberang jurang yang tidak nampak, dan orang-orang itu telah menarik tambang yang merupakan jembatan dan jembatan tambang itu tadinya menjulur kendur ke bawah, tersembunyi kabut. Memang benar dugaan mereka, karena kini dengan gerakan ringan sekali, dara berpakaian pria itu meloncat ke atas tambang itu dan berjalan di atas tali dengan gerakan yang lincah.

   "Cepat, aku akan mendahuluinya dan kalian di belakangnya. Dia akan membawa kita ke seberang sana!"

   Bisik Si Naga Sakti Gurun Pasir kepada isteri dan puteranya. Wan Ceng dan Cin liong mengerti apa yang dimaksudkan oleh pendekar sakti itu, maka mereka mengangguk dan begitu pendekar itu berkelebat cepat meloncat ke depan, Wan Ceng dan Cin Liong juga meloncat dengan kecepatan kilat menuju ke tepi jurang. Bagaikan seekor burung saja, tubuh pendekar berlengan satu itu telah berada di atas tambang, dan gerakannya sedemikian ringannya sehingga Pek In yang berjalan di depan itu sama sekali tidak tahu bahwa di belakangnya ada orang yang mengikutinya.

   "Nona, perlahan dulu!"

   Ucapan itu mengejutkan Pek In dan dia menoleh sambil menunda langkahnya. Akan tetapi pada saat itu, orang yang tiba di belakangnya telah meloncat ke atas, melewati kepalanya dan tahu-tahu seorang laki-laki yang bertubuh tegap dan berlengan satu telah berdiri di atas tambang di depannya!. Pek In memandang dengan mata terbelalak. Hampir dia tidak percaya bahwa ada orang yang berani melakukan perbuatan yang amat berbahaya seperti itu, ialah meloncati atas kepalanya dan turun lagi ke atas tambang di depannya. Hanya seekor burung saja yang agaknya akan mampu melakukan hal itu! Akan tetapi, dia tidak sempat terheran-heran terlalu lama, karena tambang itu bergoyang di belakangnya dan ketika dia menengok, ternyata di belakangnya terdapat dua orang lain yang sudah berjalan di atas jembatan tambang itu. Dia telah dikepung dari depan dan belakang!

   "Siapa kalian? Mau apa kalian?"

   Bentaknya, maklum bahwa dia tidak berdaya, dan bahwa para penjaga yang bertugas menarik dan mengendurkan tambang itu pun tidak berdaya karena kalau mereka itu mengendurkan tambang, bukan hanya tiga orang asing, itu yang akan terjerumus ke dalam jurang, akan tetapi dia juga karena dia berada di tengah-tengah antara mereka!

   "Maaf, Nona. Kami hanya ingin agar Nona membawa kita ke seberang. Kami ingin bertemu dengan para penghuni Lembah Suling Emas!"

   Kata Kao Kok Cu dan dia pun segera melangkah ke depan, mendahului gadis itu menyeberang. Pek In tidak membantah karena tahu bahwa percuma saja membantah. Dia pun lalu melangkah ke depan, akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan di belakangnya,

   "Tunggu dulu. Biarkan kami jalan lebih dulu!"

   Dan Pek In menghentikan langkahnya, menoleh. Pada saat itu, nampak dua sosok tubuh melayang lewat dan seperti orang pertama dua orang itu pun melayang seperti burung terbang saja ke depannya melalui atas kepala dan kini mereka bertiga bersicepat mendahuluinya menyeberang! Tentu saja Pek In terkejut bukan main. Lembah itu telah didatangi oleh tiga orang yang amat tinggi kepandaiannya! Maka dia pun cepat menyeberang. Setelah dia menyeberang, dia memberi isyarat dengan tangannya dan para penjaga tambang lalu menurunkan lagi tambang itu sampai tidak nampak tertutup kabut yang bergantung di dalam jurang.

   "Siapa kalian dan mau apa kalian memasuki tempat kami dengan paksa?"

   Pek In membentak setelah dia berhadapan dengan tiga orang itu. Dia memperhatikan mereka dan mendapat kenyataan bahwa selain orang pertama, yang buntung lengannya dan bersikap gagah tadi, juga wanita setengah tua dan pemuda yang berdiri di depannya itu membayangkan kegagahan yang mengagumkan.

   "Nona, benarkah di sini yang dinamakan Lembah Suling Emas? Kami tidak sangsi lagi bahwa di sinilah Lembah itu, maka kami minta kepada Nona sukalah membawa kami bertemu dengan para penghuni lembah, yaitu keluarga Cu. Kami mempunyai keperluan yang penting untuk kami bicarakan dengan mereka."

   Sampai beberapa lamanya dara itu memandang kepada mereka dengan penuh selidik, kemudian tiba-tiba dia berkata sambil bertepuk tangan,

   "Aih, bukankah aku berhadapan dengan Si Naga Sakti Gurun Pasir?"

   Kao Kok Cu dan anak isterinya tertegun. Tak mereka sangka bahwa dara berpakaian pria ini memiliki pemandangan yang demikian tajamnya, dan sekali bertemu telah dapat mengenal mereka. Dan memang Pek In dapat menduga siapa adanya mereka karena dara itu melanjutkan.

   "Dan kalau Paman ini Naga Sakti Gurun Pasir, tentu Bibi ini adalah Isteri Paman dan dia ini tentulah Jenderal Kao Cin Liong, putera Paman!"

   "Hemm, siapakah engkau, Nona? Dan bagaimana engkau dapat mengenal kami?"

   Wan Ceng bertanya, sinar matanya tajam penuh selidik ditujukan kepada wajah dara itu. Cu Pek In tersenyum bangga. Memang dia memiliki pengetahuan yang amat luas tentang orang-orang kang-ouw yang belum pernah dilihatnya. Dia mendengar banyak keterangan dari ayah dan para pamannya, dan juga dari bibinya, Tang Cun Ciu. Dia pernah mendengar tentang Naga Gurun Pasir, dan cacad pada lengan yang buntung sebelah, maka ketika dia menyaksikan kehebatan kepandaian pria berlengan buntung itu, kemudian menyaksikan kelihaian wanita dan pemuda itu, tidak sukarlah baginya untuk menebak siapa adanya mereka. Apalagi dia pun sudah mendengar banyak tentang diri Jenderal Kao Cin Liong yang telah memperoleh kemenangan gemilang atas pasukan Nepal baru-baru ini.

   "Namaku Cu Pek In dan kalau kalian hendak menjumpai Ayahku, marilah!"

   Setelah berkata demikian, gadis yang lincah ini lalu berlari ke depan, meloncat dan menggunakan seluruh kepandaian ginkangnya untuk berlari secepat mungkin. Tentu saja maksudnya untuk menguji kepandaian tiga orang ini. Dia memang memiliki gin-kang yang hebat, maka larinya seperti terbang saja. Setelah lari cepat beberapa lamanya, dia menoleh dan dapat dibayangkan betapa kaget rasa hatinya melihat bahwa tiga orang yang ditinggalkannya itu kini berada tepat di belakangnya, kelihatan berjalan seenaknya saja namun tak pernah tertinggal sedikit pun olehnya!

   Maka tahulah dia bahwa nama besar Naga Sakti Gurun Pasir sekeluarganya bukan nama kosong belaka dan diam-diam dia malah merasa khawatir sekali karena dia belum tahu apa maksud kedatangan mereka, maksud bersahabat ataukah maksud bermusuh. Dan pada saat itu, yang berada di dalam lembah hanyalah ayahnya dan Pamannya, Cu Seng Bu, sedangkan pamannya yang lain, Cu Kang Bu sedang pergi bersama Yu Hwi, juga Sim Hong Bu yang boleh diandalkan itu masih berada di dalam guha. Betapapun juga, Pek In menenteramkan hatinya dengan penuh kepercayaan bahwa bagaimana saktinya pihak tamu, kalau sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, dia percaya bahwa ayahnya dan pamannya yang kedua akan mampu menanggulanginya.

   

Jodoh Rajawali Eps 3 Jodoh Rajawali Eps 28 Kisah Sepasang Rajawali Eps 59

Cari Blog Ini