Ceritasilat Novel Online

Sepasang Pedang Iblis 53


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 53



Sinar pedang dari Sepasang Pedang Iblis itu amat menyilaukan mata, seperti halilintar menyambar nyambar sehingga Pendekar Super Sakti dan kedua orang isterinya memandang dengan takjub di samping ketegangan, kegelisahan, dan kedukaan yang melanda hati mereka. Milana masih berlutut, akan tetapi kini dengan muka pucat dia pun menonton pertandingan. Ingin sekali dia membantu Kwi Hong, ingin dia membunuh Wan Keng In yang menjadi biang keladi dari semua ini, akan tetapi tentu saja dia takut bergerak, takut kepada ayahnya dan ibunya. Wajah Lulu yang kini semenjak dia tinggal di Pulau Es menjadi biasa lagi, tampak pucat. Juga Suma Han sendiri dan Nirahai berubah air mukanya, penuh ketegangan. Tiba-tiba Kwi Hong terpelanting ketika pedang mereka saling bertemu dan kaki Keng In berhasil menendang lututnya. Keng In menubruk dengan pedangnya.

   "Keng In....! Jangan....!"

   Lulu berteriak dan hendak meloncat dan mencegah puteranya, akan tetapi lengannya dipegang oleh Suma Han yang melarang isterinya itu mencampuri. Keng In sama sekali tidak mengira bahwa lawannya telah memiliki tenaga Inti Bumi. Begitu tubuhnya bagian belakang menyentuh bumi, Kwi Hong memperoleh tenaga yang dahsyat sekali. Tiba-tiba tubuhnya itu mencelat ke atas menyambut serangan Keng In dengan tusukan Li mo kiam.

   "Cresss! Cresss!"

   Lulu menjerit dan menutupi mukanya ketika melihat darah muncrat dari perut puteranya, sedangkan Milana juga menutupi muka melihat darah muncrat pula dari dada Kwi Hong. Kedua orang itu terguling. Perut Keng In masih menjadi sarung pedang Li mo kiam, sedangkan dada Kwi Hong tertembus pedang Lam-mo kiam. Hampir saja Lulu pingsan, akan tetapi dia merasa lehernya dirangkul orang. Ketika dia mendengar bisikan halus,

   "Ingat kepada Can Ji Kun dan Ok Yan Hwa...."

   Lulu terisak. Terbayanglah wanita ini ketika dahulu bersama Suma Han dia menyaksikan kematian dua orang yang memegang Sepasang Pedang Iblis, kematian yang presis seperti yang dialami oleh Wan Keng In dan Giam Kwi Hong. Hanya bedanya, kalau kedua orang suheng dan sumoi itu tewas dalam keadaan saling mencinta (baca cerita PENDEKAR SUPER SAKTI), maka Keng In dan Kwi Hong tewas dalam keadaan saling membenci!

   "Keng In....!"

   Dia mengeluh, lari menghampiri, berlutut di dekat mayat puteranya dan menangis.

   "Enci Kwi Hong.... !"

   Milana juga berlutut dekat mayat Kwi Hong, menangis terisak isak dengan hati penuh rasa iba. Suma Han, Nirahai, Sai cu Lo mo, dan Gak Bun Beng yang sudah kembali ke tempat itu hanya memandang dengan hati terharu. Bun Beng berdiri seperti arca. Perasaannya menjadi tidak karuan, pikirannya melayang layang. Beginikah akibat cinta? Wan Keng In dan Kwi Hong tewas gara gara cinta? Ataukah nafsu belaka? Dan bagaimana dengan perasaan yang tadinya dia anggap cinta antara dia dan Milana? Apakah cinta antara mereka itu pun kelak hanya akan mendatangkan derita dan duka?

   "Suma-locianpwe, harap sudi menerima kembali Hok-mo kiam,"

   Katanya sambil berlutut di depan Suma Han, menyerahkan pedang Hok mo kiam dengan sarungnya.

   "Teecu bersumpah tidak akan menggunakan pedang atau senjata apa pun juga lagi. Senjata merupakan benda yang jahat, hanya menimbulkan banjir darah dan kematian, permusuhan dan kebencian."

   Suma Han menerima senjata itu, kemudian dengan tangan kirinya dia menyentuh rambut kepala Bun Beng, katanya perlahan dan halus,

   "Gak Bun Beng, ayah bundamu boleh merasa bangga dan tenang di alam baka kalau dapat menyaksikan sepak terjangmu. Tidak benarlah kata orang bahwa anak akan mewarisi watak orang tuanya, terbukti pada dirimu dan pada Wan Keng In."

   Dia menarik napas panjang.

   "Siapa mengira.... Wan Keng In.... ibunya demikian jujur.... ayahnya demikian gagah.... dan engkau...."

   "Saya hanya seorang anak haram, Ayah saya seorang datuk kaum sesat, Locianpwe. Saya mohon diri, Suma locianpwe dan maafkan semua kesalahan saya."

   "Bun Beng, engkau hendak ke mana?"

   Nirahai menegur,

   "Engkau masih ada urusan dengan kami.... maksudku, dengan Milana...."

   Bun Beng cepat memberi hormat sambil berlutut.

   "Harap Ji wi Locianpwe sudi memberi ampun kepada saya. Setelah mengalami semua itu, saya berpendapat bahwa saya tidaklah patut menjadi calon jodoh adik Milana! Kalau dilanjutkan, kelak hanya akan menjadi tekanan batin bagi adik Milana. Tidak, Ji wi Locianpwe, bukan sekali-kali saya menolak, melainkan saya telah kehilangan gairah berjodoh setelah melihat semua peristiwa yang menimpa kita semua. Saya kira Ji wi Locianpwe akan mengerti dan sudi mengampunkan saya."

   Ada dua titik air mata membasahi mata Pendekar Super Sakti. Dia mengerti. Dia tahu betapa pemuda ini sebetulnya mencinta Milana, akan tetapi melihat semua akibat yang amat pahit dari apa yang disebut cinta, pemuda ini merasa kasihan dan khawatir kalau kelak ikatan jodoh itu hanya akan menyengsarakan penghidupan Milana! Karenanya, sebelum terlanjur, pemuda ini merasa lebih baik mengundurkan diri! Dia hanya mengangguk dan matanya membasah ketika dia memandang bayangan pemuda itu yang berjalan perlahan menuju ke pantai. Suma Han mengalihkan perhatiannya kepada Lulu yang masih menangis. Dia melangkah maju, menyentuh pundak isterinya itu dan menarik berdiri. Dirangkulnya Lulu dan dia berkata,

   "Lulu, cobalah renungkan secara mendalam. Bukankah peristiwa ini menjadi jalan keluar yang terbaik bagi puteramu, bagimu, dan bagi kita semua? Bayangkan apa akan jadinya dengan kita dan puteramu kalau dia tidak tewas, kalau dia masih melanjutkan cara hidupnya seperti yang lalu. Bayangkan betapa kita akan merasa cemas dan prihatin, engkau akan selalu berduka, apalagi melihat Kwi Hong selalu akan memusuhinya. Sekali ini, Sepasang Pedang Iblis bekerja cepat, sudah saling menyudahi riwayat permusuhan mereka sebelum berlarut larut."

   Lulu menggigit bibirnya, menelan semua kata kata yang tak terucapkan, lalu ia hanya menangis dan menyembunyikan mukanya di dada suaminya. Dia maklum bahwa puteranya telah menyeleweng daripada jalan benar, dan dialah yang bersalah, dia yang terlalu memanjakannya dan puteranya menjadi rusak karena berada di Pulau Neraka!

   "Milana, bangkitlah!"

   Suma Han berkata kepada puterinya. Milana bangun dan menghapus air matanya.

   "Milana, engkau tentu telah merasa akan kesalahanmu. Akan tetapi kesalahanmu itu bukan kau sengaja, maka tidak perlu lagi disesalkan. Engkau harus kembali ke kota raja, engkau harus belajar menjadi seorang keturunan bangsawan yang baik, tinggal di istana Kaisar seperti yang lalu."

   "Tapi, Ayah...."

   "Diam, dan jangan membantah!"

   Suma Han membentak.

   "Kehidupan sebagai seorang perawan kang ouw sudah banyak menyeretmu ke dalam kekacauan dan kesengsaraan. Aku akan mencoba mengobati Sai cu Lo mo, kemudian setelah dia sembuh, engkau bersama dia harus meninggalkan Pulau Es, dan kau hidup sebagai seorang puteri cucu Kaisar di kota raja. Tentang perjodohanmu, biar kuserahkan kepada kebijaksanaan Kaisar."

   "Ayah....! Ibu....!"

   Dengan mengeraskan hatinya Nirahai berkata,

   "Ayahmu benar, Milana. Lihat ibumu. Betapa banyak penderitaan yang telah kualami setelah aku meninggalkan istana kakekmu Kaisar. Baru sekarang ibumu mendapatkan kebahagiaan bersama ayahmu dan bibimu. Engkau harus menjadi penggantiku, membantu kakekmu dan berjasa bagi negara dan kerajaan. Tentu saja sewaktu waktu engkau boleh datang menjenguk orang tuamu di Pulau Es."

   Tanpa bertanya, Milana maklum bahwa ikatan jodoh antara dia dan Bun Beng telah dibatalkan. Hal ini agak melegakan hatinya. Dia memang mencinta Bun Beng, akan tetapi setelah terjadi semua itu, bagaimana mungkin dia akan dapat memandang muka Bun Beng lagi? Apa lagi sebagai suaminya? Maka dia hanya dapat menangis dan mengangguk angguk. Setelah jenazah Kwi Hong dan Keng In dimakamkan di Pulau Es, Suma Han dan kedua orang isterinya berusaha mengobati kelumpuhan kedua kaki Sai cu Lo mo. Akan tetapi ternyata tidak berhasil karena kakek itu sudah tua, sukar sekali menyambung tulang- tulangnya dan membetulkan urat uratnya. Terpaksa Suma Han menghentikan usahanya mengobati dan sebagai gantinya dia menurunkan ilmu-ilmu tinggi yang sesuai untuk dikuasai seorang yang lumpuh kedua kakinya seperti Sai cu Lo mo!

   Sampai hampir enam bulan kakek itu berlatih dengan tekun dan akhirnya dia meninggalkan Pulau Es bersama Milana yang menangis tersedu sedu. Pedang Hok mo kiam diberikan kepada Milana oleh Pendekar Super Sakti, sedangkan Sepasang Pedang Iblis tetap berada di Pulau Es karena pendekar itu khawatir kalau kalau sepasang pedang itu akan terjatuh ke tangan orang lain dan menimbulkan peristiwa peristiwa hebat lagi.

   Sampai di sini selesailah sudah cerita "SEPASANG PEDANG IBLIS"

   Ini, dan apabila tiada aral melintang, para penggemar akan dapat berjumpa pula dengan pengarang dalam karangan mendatang. Mudah-mudahan saja ada bagian bagian tertentu dalam karangan SEPASANG PEDANG IBLIS ini yang bermanfaat bagi para penggemar di samping tugasnya sebagai bacaan menghibur yang sederhana.

   TAMAT

   


Pendekar Super Sakti Eps 21 Pendekar Super Sakti Eps 34 Kisah Pendekar Bongkok Eps 10

Cari Blog Ini