Ceritasilat Novel Online

Cinta Bernoda Darah 35


Cinta Bernoda Darah Karya Kho Ping Hoo Bagian 35



Apalagi pasukan di bawah perwira-perwira tua yang mengenal Bayisan, tentu saja bersimpati kepada Puteri Yalina, anak dari Puteri Tayami yang mereka kagumi. Tidak ada perlawanan berarti di sepanjang jalan. Baru setelah pasukan tiba di depan istana, dari halaman istana para pasukan pengawal mengadakan perlawanan. Segera terjadi pertempuran hebat, namun tidak lama pula jalannya pertempuran karena hanya beberapa orang saja pihak musuh yang melakukan perlawanan sungguh-sungguh, yaitu mereka yang masin terhitung keluarga raja sendiri. Adapun para perwira lain juga hanya setengah hati saja melakukan perlawanan. Tiba-tiba terdengar suara ketawa menyeramkan dan barisan depan menjadi kacau. Barisan tengah mendesak ke belakang dan kelihatan beberapa orang perajurit dengan muka pucat melarikan diri.

   "Ada setan.."

   Terdengar teriakan.

   "Iblis sendiri membantu sri baginda, kita celaka"

   Disusul teriakan lain. Lin Lin kaget sekali. Selagi ia hendak berlari ke depan, tiba-tiba ia terhenti dan terbelalak memandang ke depan, Kayabu datang sambil memondong tubuh ayahnya. Pek-bin-ciangkun telah terluka hebat sekali. Dari mata, hidung, mulut, telinga keluar darah segar.

   "Ahhh, siapa melukainya?"

   Teriak Lin Lin terkejut.

   "Tuan Puteri, kita terjebak"

   Kata Kayabu gelisah.

   "Sri baginda mendatangkan bala bantuan dua orang iblis yang luar biasa sekali kepandaiannya. Dari jauh mereka memukul-mukul dan barisan kita kocar-kacir. Ayah sendiri terkena pukulan jarak jauh dan beginilah akibatnya."

   Dengan pedang di tangan Lin Lin berseru keras dan tubuhnya sudah berkelebat lenyap karena secepat kilat ia sudah berlari ke depan.

   Ia melihat barisannya sudah mundur ketakutan sehingga halaman istana itu kosong kembali, kecuali barisan pengawal yang berjaga di kiri, sedangkan di tengah terbuka tidak terjaga. Ketika Lin Lin berlari dekat, ia melihat bahwa di bagian tengah ini berdiri dua orang kakek. Dapat dibayangkan betapa kaget hatinya ketika mengenal mereka. Bukan lain mereka ini adalah Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong, dua orang kakek sakti yang belum lama ini juga telah mendatangkan geger di puncak Thai-san. Lin Lin adalah seorang gadis yang tidak mengenal takut. Ia tahu betul bahwa dua orang kakek itu adalah orang-orang sakti yang sukar dikalahkan. Di puncak Thai-san, hanya setelah Bu Kek Siansu muncul saja dua orang kakek ini dapat diusir. Akan tetapi, mengingat betapa dua orang kakek ini hampir saja menewaskan Suling Emas, ia menjadi marah dan memandang penuh kebencian.

   "Kalian iblis tua bangka"

   Bentaknya sambil menudingkan pedang.

   "Mau apa kalian muncul di Khitan? Apakah kau sudah menjadi kaki tangan paman tiriku si pengkhianat?"

   Lam-kek Sian-ong si muka merah tertawa.

   "Ha-ha-ha, kita bertemu lagi dengan si gadis liar yang berilmu aneh, Pek-bin Twako (Kakak Muka Putih)"

   "Hemmm, menyebalkan sekali, Ang-bin-siauwte (Adik Muka Merah), bereskan saja bocah itu"

   "Ha-ha-hah, jangan, Twako. Sayang. Lihat, alangkah cantik dan agungnya. Siapa kira, dia berdarah Raja Khitan. Kalau kita menjadi sepasang raja di sini, dan dia menjadi pelayan kita, bukankah hebat?"

   Lin Lin tak dapat menahan kemarahannya lagi.

   "Kalian ini dua iblis tua bangka bermulut kotor, lekas pergi dari sini sebelum pedangku bicara dan sebelum kukerahkan barisanku untuk membasmi kalian"

   Akan tetapi baru saja Lin Lin berhenti bicara, dari dalam istana berlari-lari keluar pengawal raja sendiri sambil membawa senjata dan langsung mereka ini menerjang dua orang kakek itu sambil berteriak-teriak.

   "Pembunuh raja, Kepung.., tangkap.."

   Dua orang kakek itu saling pandang, lalu tertawa dan sekali mereka menggerakkan kedua lengan, para pengawal raja itu terlempar dan roboh tak dapat bangun lagi.

   Bagaikan nyamuk menyerbu api, para pengawal itu roboh bergelimpangan dan tumpang-tindih. Dua orang kakek itu dengan sikap acuh tak acuh merobohkan mereka dan dengan kaki, mereka itu menendangi mayat-mayat itu ke arah halaman depan. Lin Lin terkejut dan heran. Tadinya ia menyangka bahwa paman tirinya mempergunakan dua orang kakek sakti ini. Siapa kira, paman tirinya malah agaknya sudah terbunuh oleh mereka. Jelas sekarang bahwa mereka ini hendak merampas kedudukan raja di Khitan. Kemarahannya meluap di hati Lin Lin dan dengan gerakan cepat ia nekat menyerbu ke depan sambil berteriak,

   "Iblis-iblis busuk, mampuslah"

   Akan tetapi tiba-tiba tubuhnya yang berpusing dengan jurus Soan-hong-ci-thian itu tahu-tahu tertahan oleh dorongan tenaga sakti dari Lam-kek Sian-ong yang menggerakkan kedua tangannya ke depan dada, kemudian kakek itu membuat gerakan memutar dengan kedua lengannya dan tubuh Lin Lin ikut pula terputar-putar seperti kitiran angin. Gadis yang kurang pengalaman itu ternyata terlambat melihat sehingga ia membiarkan dirinya "terlibat"

   Hawa pukulan yang luar biasa itu.

   "Ang-bin-siauwte, mengapa main-main dengan dia? Habiskan saja agar lekas beres"

   Si Muka Putih mencela.

   "Ha-ha-ha, tidak, Twako. Aku sayang kepadanya"

   "Apa..? Setua kau ini masih.."

   "Ah, tidak, Twako. Jangan salah sangka. Aku hanya suka melihat dia ini, patut menjadi muridku, murid kita. Begitu garang, begitu galak dan tabah"

   "Kau takkan menurunkan kepandaian kepada orang lain. Biar kuhabiskan dia"

   Bentak si muka putih dan ketika tangannya bergerak, sinar putih seperti perak yang berhawa dingin sekali menyambar ke arah tubuh Lin Lin yang masih berputar-putar di bawah pengaruh kekuatan tangan si muka merah.

   "Dua iblis tua bangka mengeroyok gadis remaja, sungguh tak tahu malu"

   Tiba-tiba terdengar bentakan keras.

   "Lin-moi, jangan takut, aku datang membantumu"

   Terdengar suara lain. Kiranya yang muncul adalah empat orang, yaitu Kauw Bian Cinjin, Suling Emas, Bu Sin, dan Liu Hwee. Begitu tiba, Suling Emas cepat menyambar dengan sulingnya menangkis sinar perak yang mengancam nyawa Lin Lin. Terdengar suara keras dan sinar perak itu runtuh ke bawah, ternyata itu adalah sebutir batu putih yang dingin. Sementara itu, Kauw Bian Cinjin sudah memutar pecutnya yang menyambar sambil mengeluarkan suara keras mengancam kepala Lam-kek Sian-ong.

   "Bagus, bagus. Makin banyak lawan tangguh, makin menggembirakan"

   Lam-kek Sian-ong si muka merah tertawa-tawa dan terpaksa ia melepaskan Lin Lin yang cepat menggerakkan Pedang Besi Kuning membantu Kauw Bian Cinjin mendesak kakek sakti itu.

   Liu Hwee juga tidak mau tinggal diam. Cepat ia memutar senjatanya berupa joan-pian berujung bola baja, mengeroyok Lam-kek Sian-ong setelah memesan kepada tunangannya Bu Sin, agar tidak ikut mengeroyok kakek sakti itu karena terlampau berbahaya mengingat bahwa tingkat kepandaian Bu Sin masih belum tinggi benar. Sementara itu, Suling Emas sudah menghantam melawan kakek muka putih, Pak-kek Sian-ong. Pertempuran yang sunyi, tidak bersuara, namun hebat bukan main. Kakek muka putih ini telah memegang sebatang pedang yang putih pula, berkilauan dan mengeluarkan hawa dingin. Namun suling di tangan Suling Emas bergulung-gulung seperti naga kuning emas bermain di angkasa, sedikit pun tidak mau mengalah terhadap gulungan sinar putih. Memang Suling Emas mendongkol sekali kepada kedua orang kakek ini, teringat ketika ia dipermainkan, dikeroyok dua dan hampir saja ia binasa. Kini terbuka kesempatan baginya untuk mengadu satu lawan satu,

   Maka ia mengerahkan segenap tenaganya dan mainkan ilmu silatnya yang paling aneh dan hebat, yaitu gabungan dari tiga macam ilmu silat sakti, yaitu Pat-sian Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Dewa), Lo-hai-san-hoat (Ilmu Kipas Pengacau Lautan) dua macam ilmu yang ia warisi dari gurunya, yaitu Kim-mo Taisu, dan digabung dengan ilmu sakti yang ia warisi dari Bu Kek Siansu, yaitu Hong-in-bun-hoat (Ilmu Silat Huruf Angin dan Awan). Dengan permainan gabungan yang luar biasa ini, biarpun Pak-kek Sian-su merupakan tokoh yang sukar dicari bandingannya pada jaman itu, namun ia menjadi sibuk juga dan akhirnya hanya dapat mempertahankan diri dengan jurus-jurus sakti yang dikerahkan untuk menyelamatkan diri saja. Kakek muka merah, Lam-kek Sian-ong menghadapi pengeroyokan yang berat, yaitu Lin Lin, Liu Hwee, dan Kauw Bian Cinjin. Dua orang tokoh Beng-kauw ini memang memiliki ilmu silat yang cukup tinggi, apalagi Kauw Bian Cinjin.

   Akan tetapi tingkat mereka berdua sesungguhnya masih kalah kalau dibandingkan dengan Lam-kek San-ong yang memang betul-betul sakti itu, dengan dasar tenaga Yang-kang, sehingga setiap pukulannya membawa hawa yang amat panas. Namun, kedua orang tokoh ini menjadi kaget dan terheran-heran bahwa masuknya Lin Lin yang mainkan pedang Besi Kuning itu seakan-akan menjadi pelengkap daripada kekurangan atau kekalahan mereka terhadap Lam-kek Sian-ong. Mereka terkejut mengenal dasar gerakan Lin Lin yang sama dengan ilmu silat Beng-kauw, bahkan gerakan pedang itu demikian hebatnya sehingga mereka berdua, biarpun bersenjatakan dua macam senjata, seakan-akan terseret dan terpengaruh oleh gerakan pedang Lin Lin dan membuat mereka terpaksa bergerak menurut gulungan sinar pedang itu yang seolah-olah "memimpin"

   Mereka.

   Tentu saja mereka menjadi heran dan juga girang, akan tetapi Lam-kek Sian-ong yang menjadi kaget setengah mati. Seperti halnya Pak-kek Sian-ong yang terdesek oleh Suling Emas, ia sendiri pun terdesak oleh pengeroyokan tiga orang itu dan hanya mampu menangkis saja. Lewat seratus jurus, dua orang kakek sakti itu maklum bahwa tiada harapan lagi bagi mereka, apalagi kalau diingat bahwa di situ terdapat ratusan orang perajurit yang sudah siap untuk melakukan pengeroyokan begitu menerima komando. Lin Lin memang sengaja tidak mau mengerahkan pasukan karena maklum bahwa biarpun hal ini akan mendatangkan kemenangan, namun perajurit-perajurit itu tentu banyak yang akan menjadi korban.

   Tiba-tiba kedua orang kakek itu dengan berbareng mengeluarkan bentakan keras sekali, bentakan yang dilakukan dengan pengerahan tenaga khi-kang. Beberapa orang perajurit terjungkal, bahkan yang terlalu dekat roboh tak dapat bangkit lagi. Suling Emas mengeluarkan bunyi melengking tinggi dan memperhebat desakannya, akan tetapi Kauw Bian Cinjin tampak terhuyung mundur karena Lam-kek Sian-ong sengaja melakukan pukulan hebat yang khusus ia tujukan kepada kakek Beng-kauw ini. Melihat Kauw Bian Cinjin terhuyung, Lin Lin menerjang dengan jurus ampuh dari ilmu Cap-sha-sin-kun, pedangnya tertangkis pedang merah di tangan Lam-kek Sian-ong, namun masih dapat menyerempet pundak kakek itu.

   "Twako, mari pergi.."

   Lam-kek Sin-ong berseru, tubuhnya melesat dan sekaligus ia menerjang Suling Emas yang mendesak saudaranya. Tentu saja Suling Emas maklum betapa bahayanya dikeroyok dua orang kakek ini. Baru seorang Pak-kek Sian-ong saja ia hanya mampu mendesak belum mampu mengalahkan, apalagi kalau Lam-kek Sian-ong datang mengeroyok. Terpaksa ia melompat mundur sambil memutar sulingnya. Kesempatan baik ini dipergunakan oleh kedua orang kakek sakti untuk berkelebat pergi dari tempat itu. Dalam kemarahannya, Lin Lin yang tidak kenal takut itu meloncat pula melakukan pengejaran. Akan tetapi tiba-tiba ia berhenti, tangannya ada yang memegang. Ketika ia cepat menoleh, kiranya yang memegang pergelangan tangganya adalah Suling Emas.

   "Lin-moi, jangan mengejar mereka, berbahaya sekali. Biarlah aku membantumu.."

   Lin Lin mengibaskan tangannya terlepas dari pegangan Suling Emas. Matanya terbelalak penuh kemarahan karena munculnya pendekar ini mengingatkan ia akan segala pengalamannya yang pahit dan mematahkan hatinya, terutama sekali ketika Suling Emas membela Suma Ceng. Tak tertahankan lagi tangan kirinya bergerak menampar pipi kanan Suling Emas yang tidak mengelak dan hanya memandang dengan mata sedih.

   "Plakkk"

   Tangan kiri Lin Lin meninggalkan tapak tangan kemerahan pada pipi Suling Emas.

   "Lin Lin, Gila engkau?"

   Bu Sin membentak marah sambil lari menghampiri.

   "Pergi.., Pergi.."

   Lin Lin berteriak-teriak sambil melarikan diri air matanya mulai bercucuran membasahi pipinya.

   "Lin Lin, tunggu.."

   Bu Sin mengejar, sedangkan Suling Emas setelah berdiri dengan muka pucat dan seperti kehilangan semangat, akhirnya ikut pula mengejar di belakang Bu Sin.

   Lin Lin berlari secepatnya ke arah utara, tidak peduli betapa daerah ini makin sukar dilalui, merupakan padang rumput yang makin lama makin jarang pohonnya, hanya rumput-rumput belaka dan di sana sini mulai tertutup pasir. Karena tempat ini terbuka, mulailah terasa angin bertiup keras dari arah depan, menyesakkan napas. Namun Lin Lin tidak merasakan ini semua dan berlari terus mendaki bagian yang menanjak. Ah, mengapa dia datang? Mengapa aku mesti berjumpa kembali dengan dia? Aku benci dia. Ah, aku benci dia.."

   Keluhnya sambil menangis, karena betapa ia mengeraskan hati memaksa diri mengaku benci, perasaannya tahu bahwa ia membohongi dirinya sendiri. Ia mencinta Suling Emas, demikian mencintanya sehingga ia menjadi benci karena Suling Emas tidak membalas cinta kasihnya.

   "Lin-moi, tunggu"

   Kembali Bu Sin berteriak keras dengan napas terengah-engah karena ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk dapat mengejar Lin Lin yang lari seperti terbang, apalagi angin mulai mengamuk di padang rumput itu, membawa terbang butiran-butiran pasir,

   "Lin-moi, mari kita bicara. Inilah Kakak Bu Song yang kita cari-cari. Berhentilah dulu"

   Mendengar ini, makin deras air mata Lin Lin mengucur di sepanjang pipinya, dan makin cepat pula kedua kakinya berlari menjauhi dua orang itu. Bukan kakakku, pikirnya sedih.

   "bukan karena aku adiknya. Apa artinya adik angkat, lain ibu lain ayah? Aku orang lain. Hanya karena dia.. dia mencintai wanita yang sudah punya suami dan anak-anak. Ah, alangkah benciku"

   Sementara itu, Suling Emas sudah memegang lengan Bu Sin dari belakang.

   "Sin-te (Adik Sin), kau kembalilah. Biarkan aku membereskan urusan ini. Percayalah kepadaku"

   Karena memang merasa tidak sanggup menyusul Lin Lin dan juga merasa ragu apakah ia akan dapat mengatasi watak adik angkatnya yang kukoai (luar biasa) itu, Bu Sin berhenti dan tidak mengejar lagi. Suling Emas lalu mengerahkan kepandaiannya dan bagaikan terbang ia lari mengejar, mendaki jalan tanjakan. Angin makin hebat bertiup, merontokkan daun-daun beberapa batang pohon yang sudah setengah gundul. Rumput tebal yang tinggi bergerak-gerak menyabet kaki seperti lecutan cambuk. Akhirnya Suling Emas dapat menyusul Lin Lin di puncak bukit itu, puncak yang gundul tidak ada pohonnya sama sekali sehingga angin bertiup kencang membuat mereka sukar bernapas, membuat pakaian mereka berkibar-kibar.

   "Lin Lin, untuk terakhir kali, mari kita bicara. Kalau kemudian kau masih penasaran kau boleh bunuh aku di sini juga"

   Suling Emas menangkap lengan Lin Lin dan tidak mau melepaskannya lagi.

   Gadis itu membalikkan tubuh, tangannya meraba gagang pedang, mukanya penuh air mata. Sejenak mereka bertemu pandang, kemudian dengan terisak Lin Lin merangkul pinggang dan membenamkan mukanya di dada Suling Emas. Pendekar ini menahan napas, berdongak sambil meramkan mata. Tak terasa lagi pendekar sakti yang berhati baja ini menitikkan dua butir air mata. Baju di bagian dada Suling Emas sudah basah oleh air mata Lin Lin dan rambut gadis itu tertiup angin melambai-lambai dan menyapu-nyapu muka pendekar itu. Suling Emas memeluk pundaknya dan membelai rambutnya.

   "Lin Lin, dengarlah baik-baik. Tiada guna kita lanjutkan semua ini. Kau tahu bahwa tidak mungkin kita berjodoh.."

   Lin Lin mengangkat mukanya yang basah.

   "Kenapa tidak mungkin..? Kita.. kita saling mencinta. Katakanlah bahwa kau tidak mencintaku, Katakanlah. Kalau kau tidak mencintaiku, baru aku menerima nasib, akan tahu diri.."

   Suling Emas menggeleng-geleng kepalanya. Tentu saja mudah bagi mulutnya untuk mengatakan hal ini, akan tetapi kalau ia katakan bahwa ia tidak mencinta Lin Lin maka itu berarti bahwa ia membohong, membohongi Lin Lin dan membohongi diri sendiri.

   "Lin-moi, kau tahu bahwa aku pun mencintamu, adikku. Aku mencintaimu walaupun cinta kasihku ini tidak ada harganya. Sudah terlampau banyak aku menimbulkah peristiwa duka oleh cintaku. Cinta kasihku bernoda darah, Lin-moi. Aku tidak mau menyeretmu ke dalam kutukan ini, karena.. karena besarnya cintaku kepadamu. Aku tahu bahwa kau tidak peduli tentang usia, dan aku tahu bahwa cintamu kepadaku murni. Namun.. betapapun besar aku mencintamu, aku tetap tak dapat menerimanya, adikku. Dunia kong-ouw memusuhiku, hidupku selalu terancam bahaya, dan mereka semua sudah tahu bahwa kau adalah Kam Lin, adik angkatku. Mana mungkin kakak mengawini adik angkat sendiri? Alangkah akan hinanya nama kita, nama keluarga kita. Kau akan sengsara lahir batin kalau menjadi jodohku. Selain itu, kau pun harus ingat. Kau seorang puteri mahkota, bahkan kau calon ratu Khitan. Kau harus ingat akan tugas suci ini, ingat akan bangsamu. Jauh lebih mulia bagi seorang manusia untuk berbakti kepada bangsanya daripada menuruti nafsu hatinya."

   Biarpun angin menderu keras, namun karena Suling Emas mempergunakan khikang dalam suaranya, Lin Lin dapat mendengar jelas. Ia makin terharu. Semua kata-kata itu menikam ulu hatinya dan mau tak mau ia harus mengakui kebenarannya. Matanya serasa terbuka oleh kata-kata itu, mata hati yang selama ini seperti buta oleh cinta. Akan tetapi, teringat akan Suma Ceng ia masih meragu.

   "Apakah.. apakah semua itu bukan hanya kau gunakan untuk menghiburku? Apakah tidak tepat kalau kau.. tak dapat menerima persembahan hatiku karena kau sudah mencinta orang lain, mencintai Suma Ceng?"

   Suling Emas memegang dagu gadis itu, diangkatnya mukanya agar menentang mukanya sendiri.

   "Kau pandanglah mataku, Lin-moi. Adakah mataku membayangkan kebohongan? Memang, dahulu aku pernah mencintai Suma Ceng, akan tetapi cinta itu tercabut akarnya meninggalkan luka di hati setelah ia menikah dengan orang lain. Banyak sudah hatiku terluka karena cinta gagal, dan aku tidak mau mengorbankan dirimu hanya untuk mengobati hatiku. Aku.. aku amat mencintamu, adikku, karena itulah, aku rela berkorban patah hati sekali lagi dan kali ini yang paling parah. Dengarlah, aku bersumpah takkan menikah dengan gadis lain, aku ingin mengikuti jejak mendiang suhu Kim-mo Taisu dan jejak locianpwe Bu Kek Siansu. Aku hanya memujikan semoga engkau mendapatkan seorang jodoh yang baik, adikku."

   "Ah.. Suling Emas.. aku mencintamu aku tidak akan menikah dengan orang lain aku bersump.."

   Tiba-tiba Suling Emas menutup bibir yang akan bersumpah itu dengan tangannya, kemudian ia tersenyum dan mencium dahi Lin Lin dengan mesra dan penuh kasih sayang.

   "Tak perlu bersumpah, adikku. Dan aku percaya akan cintamu seperti engkau percaya pula akan cintaku. Biarlah perasaan kita ini menjadi rahasia kita dan membahagiakan kita bahwa betapapun juga, kita saling mencinta. Nah, keringkanlah air matamu, adikku, dan bersiaplah engkau memimpin bangsamu. Lihat, mereka datang menjemputmu."

   Sekali lagi Suling Emas mencium gadis itu lalu melepaskan pelukannya. Lin Lin terisak dan menengok. Betul saja, dari bawah tampak rombongan pasukan Khitan yang dipimpin oleh Kayabu. Mereka itu berkuda, kelihatan keren dan garang. Tampak pula Kauw Bian Cinjin, Liu Hwee dan Bu Sin di antara rombongan ini. Lin Lin merasa bangga hatinya dan diam-diam ia menghapus air matanya, lalu bergandengan tangan dengan Suling Emas menuruni puncak bukit. Ketika mereka saling lirik, keduanya tersenyum dan di dalam kerling mata mereka terbayang haru dan bahagia. Kayabu segera meloncat turun dari kudanya, diikuti semua pasukan dan mereka memberi hormat dengan membungkuk di depan Lin Lin.

   "Hamba melapor bahwa pasukan kita berhasil menang dan menduduki Istana. Kini para panglima menanti Paduka untuk menerima perintah selanjutnya."

   Lin Lin mengangguk dengan sikap agung, lalu meloncat ke atas kuda yang sengaja dibawa untuknya. Suling Emas juga mendapatkan seekor kuda. Beramai-ramai mereka menuruni bukit itu. Lin Lin di depan bersama Suling Emas, Bu Sin dan Liu Hwee. Kauw Bian Cinjin agak di belakang. Di tengah perjalanan, Lin Lin bercakap-cakap dengan Bu Sin tentang Sian Eng. Ternyata, Sian Eng menghilang tanpa meninggalkan jejak. Tak seorang pun tahu ke mana perginya gadis itu yang sudah berubah menjadi seorang yang aneh.

   Pengangkatan Puteri Yalina sebagai Ratu Khitan dilakukan dengan suasana meriah sekali. Suling Emas, Bu Sin, Liu Hwee, dan Kam Bian Cinjin merupakan tamu-tamu agung yang menghadiri perayaan ini. Ratu Yalina mengangkat Kayabu sebagai panglima tertinggi, menggantikan kedudukan Pek-bin-ciangkun yang tewas dalam pertempuran. Atas petunjuk Kayabu, Yalina mengangkat pula banyak panglima-panglima Khitan, diberi kedudukan sesuai dengan kepandaian masing-masing. Sekali lagi, Khitan menjadi bangsa yang kuat di bawah pimpinan seorang ratu yang bijaksana dan mencinta bangsanya, terlepas dari kekejaman dan kelaliman seorang raja murka seperti Kubakan yang ternyata tewas oleh Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong.

   Setelah upacara pengangkatan selesai, para tamu agung minta diri. Kauw Bian Cinjin mendapatkan kembali tongkat Beng-kauw. Tentang isi tongkat, yaitu rahasia peninggalan Pat-jiu Sin-ong, tidak disebut-sebut. Rahasia ini hanya diketahui oleh Lin Lin dan Suling Emas belaka, karena catatan-catatan itu sudah terlanjur dimusnahkan Lin Lin. Dengan menahan keharuan hatinya, Lin Lin mengantar keberangkatan para tamu agung itu. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Suling Emas, tak terasa lagi bulu matanya menjadi basah oleh air mata. Akan tetapi bibirnya tersenyum membayangkan kebahagiaan akan rahasia yang tersimpan di dalam hatinya dan hati Suling Emas, bahwa mereka saling mencinta dengan kasih sayang yang murni, dengan pengorbanan.

   Lin Lin yang kini menjadi Ratu Yalina dengan pakaian indah dan Pedang Besi Kuning menghias pinggangnya, berdiri mengantar tamunya sampai derap kaki kuda mereka tak terdengar lagi setelah lama bayangan mereka tak tampak. Kemudian ia membalikkan tubuhnya dan dengan bangga melihat pasukannya berdiri siap di depannya, siap menanti setiap perintahnya. Ia berjanji akan memimpin bangsanya ke arah kemuliaan dan kebesaran.

   Demikianlah, kisah CINTA BERNODA DARAH ini berakhir sampai di sini dengan catatan bahwa di antara tiga saudara yang turun dari Cin-ling-san, hanya Kam Bu Sin seoranglah yang berhasil dalam perjodohannya. Beberapa bulan kemudian, Kam Bu Sin melangsungkan pernikahannya dengan Liu Hwee puteri ketua Beng-kauw, dilakukan dengan upacara yang amat meriah. Hanya sayangnya bagi Bu Sin, di antara saudaranya, hanya Suling Emas saja yang menghadiri perayaan itu. Sian Eng tetap tak pernah muncul, sedangkan Lin Lin yang sibuk dengan tugasnya yang baru, hanya mengirim barang-barang berharga sebagai sumbangan. Setelah Bu Sin menikah, Suling Emas juga melenyapkan diri dari dunia ramai. Hanya kadang-kadang saja ia muncul di Nan-cao, akan tetapi sebentar saja lalu pergi lagi tanpa ada yang tahu ke mana perginya dan di mana tempat tinggalnya yang tetap.

   Apakah hanya berakhir sampai di sini saja riwayat tokoh-tokoh seperti Lin Lin, Suling Emas, dan Sian Eng? Berakhir dengan menyedihkan karena mereka gagal dalam asmara dan menderita? Pembaca budiman, selama manusia ini masih berada di atas tanah, belum masuk ke dalam tanah, takkan pernah peristiwa berhenti mengejarnya. Cerita mengenai diri manusia, selama manusia itu masih hidup, takkan pernah habis dan barulah riwayat manusia benar-benar tamat kalau dia sudah masuk ke dalam tanah. Oleh karena itu, riwayat tentang diri Suling Emas, tentang diri Lin Lin, tentang Sian Eng dan juga Lie Bok Liong, sekali waktu akan dapat anda nikmati pula apabila pengarangnya telah siap dengan rangkaian cerita lain yang merupakan sambungan daripada cerita CINTA BERNODA DARAH. Tunggulah saatnya, dan anda pasti akan berjumpa pula dengan mereka dan.. dalam keadaan yang lebih menyenangkan"

   Mengapa Suling Emas menjadi nekat merusak kebahagiaannya sendiri, padahal kebahagiaan itu sudah berada di depan mata, sudah menggapainya dalam bentuk cinta kasih timbal balik dengan Lin Lin? Mengapa ia menolak uluran tangan kebahagiaan cinta kasih? Hal ini akan terjawab apabila anda membaca cerita SULING EMAS, di mana anda akan menjumpai Suling Emas atau Kam Bu Song semenjak kecilnya, menjumpai pula pengalaman-pengalaman hebat dengan asmara berliku-liku dari ibunya, yaitu Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang cantik jelita, gagah perkasa dan genit.

   Anda akan bertemu dengan tokoh-tokoh hebat seperti guru Suling Emas yang berjuluk Kim-mo Taisu, bertemu dengan ayah Suling Emas yang tampan perkasa, Jenderal Kam Si Ek yang menjadi perebutan antara gadis-gadis cantik dengan tokoh-tokoh kang-ouw yang terlibat urusan ruwet dengan Tok-siauw-kui sehingga terjadi permusuhan yang akhirnya menimpa diri Suling Emas. Dalam cerita SULING EMAS ini akan diceritakan pula tentang masa mudanya Hek-giamlo, It-gan Kai-ong, Tok-sim Lo-tong, Toat-beng Koai-jin, Siang-mou Sin-ni, dan Cui-bengkui, pendeknya keenam Thian-te Liok-koai akan muncul di masa mudanya.

   Akhirnya, anda akan menikmati kisah asmara antara Suling Emas dengan cinta pertamanya, kemudian dengan Suma-Ceng. Tak ketinggalan kisah menarik dari ibu Lin Lin, yaitu Puteri Tayami.

   Demikianlah, semoga cerita CINTA BERNODA DARAH berhasil dalam menghidangkan cerita hiburan sehat bagi para pembaca budiman. Sampai jumpa di cerita MUTIARA HITAM.

   T A M A T

   Solo, awal Oktober 1968
dino, http://indozone.net/literatures/literature/60
21 September 2005 jam 7:32pm

   


Suling Emas Eps 25 Bu Kek Siansu Eps 22 Bu Kek Siansu Eps 25

Cari Blog Ini