Ceritasilat Novel Online

Tangan Geledek 32


Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo Bagian 32




   Terjadilah pertempuran yang benar benar hebat. Kali ini Tiang Bu menghadapi lawan yang benar-benar tangguh sesudah ia dahulu menghadapi Wan Sin Hong. Seperti juga dahulu ketika menghadapi Wan Sin Hong, Tiang Bu terdesak oleh ilmu tongkat yang dimainkan oleh Cun Gi Tosu secara dahsyat sekali. Kemahiran dan kematangan Cun Gi Tosu dalam bermain silat tongkat benar-benar sudah mencapai batas tinggi sekali dan dalam jurus jurus pertama Tiang Bu benar terdesak terus. Akan tetapi lambat laun pemuda ini dapat memahami inti sari ilmu tongkat lawannya itu dan mengimbanginya.

   Sudah dua kali ia membiarkan pundak dan pahanya dipukul, hanya dilawan dengan hawa sinkang di tubuhnya sehingga pukulan-pukulan itu hanya terasa sakit sedikit saja. Kemudian setelah tiga puluh jurus lamanya ia memahami inti sari gerakan lawan, baru Tiang Bu membalas serangan lawan dengan desakan-desakan ilmu pukulannya yang lihai. Baru Cun Gi Tosu terkejut bukan kepalang. Tasdinya, melithat pemuda itu terdesak, bahkan dua kali kena pukulannya ia sudah mulai girang den mangira bahwa ia tentu akan dapat merobohkan lawan ini. Tidak tahunya, yang tiga puluh jurus lamanya itu memang sengaja dipergunakan oleh Tiang Bu untuk memahami gerakan lawan dan mengalah, mempertahankan diri terus menerus dengan llmu Kelit Sam-hoan-sam-bu.

   Kini setiap pukulan tongkat Cun Gi Tosu, ditangkis atau dikelit dengan balasan serangan pukulan keras. Kasihan sekali kakek buntung itu yang harus berloncatan ke sana ke mari menghindarkan pukulan Tiang Bu yang didahului oleh sambaran angin pukulan yang kadang-kadang panas kadang-kadang dingin itu. Cun Gi Tosu makin ketakutan karena maklum bahwa lweekang pemuda ini sudah sedemikian tingginya sehingga dalam satu serangan dapat mempergunakan Im-kang dan Yang-kang secara bergantian atau dicampur campur. Tingkat setinggi ini biar dia sendiripun masih belum dapat mencapainya!

   Berkali-kali tongkat bertemu dengan telapak tangan Tiang Bu. Makin lama, setiap kali tongkat dan tangan bertemu, Cun Gi Tosu terhuyung makin jauh ke belakang dan pada jurus ke lima puluh. ketika tongkat Cun Gi Tosu menghantam kepala, Tiang Bu menangkis lagi, Cun Gi Tosu berteriak kaget karena kali ini ia seperti tak bertenaga lagi dan tahu-tahu ia merasa dadanya sakit sekali. Kembali ia menghantam, ditangkis lagi dan ia menjerit, dadanya seperti dipukul orang.

   "Totiang, kejahatanmu sudah memuncak. Kau menghantam diri sendiri sampai mati," kata Tiang Bu yang mendesak terus. Memang sesungguhnya, hawa pukulan dari Tiang Bu adalah hawa bersih yang keluar dari sinkang di dalam tubuhnya. Pukulan-pukulan Cun Gi Tosu yang dilakukan dengan pengerahan tenaga lweekang itu makin lama makin lemah, selalu dipultul mundur dan akhirnya tenaganya itu melukai tubuh sendiri di bagian dalam. Makin hebat ia memukul, kalau ditangkis maka tenaganya itu makin hebat menghantam tubuh sendiri tanpa ia sadari. Kembali tongkatnya melayang, kini malah menyodok ulu hati Tiang Bu. Pemuda ini mengerahkan tenaga dan menerima totokan itu dengan telapak tangnnya secara tiba-tiba dan digentakkan.

   "Dukk!!" Cun Gi Tosu terpental ke belakang, muntah-muntah darah dan roboh terlentang tak bernapas lagi. Jantungnya terkena goncangan hebat oleh tenaga sendiri yang membalik dan tewas karena jantungnya rusak.

   "Tiang Bu....... tolonglah aku?.." tiba-tiba Tiang Bu merasa seakan-akan tubuhnya kaku mendengar suara ini. Ia menengok dan..,. apa yang dilihatnya? Bi Li berada dalam pondongan Cui Kong dalam keadaan lemas tertotok.

   Secepat kilat Tiang Bu melompat bayangannya seperti lenyap merupakan sambaran hebat ke arah Cui Kong. Akan tetapi Liok Kong Ji sudah menghadang di depannya dan berkata keras.

   "Tiang Bu, kekerasan hanya berarti tewasnya kekasihmu ini??"

   Kata-kata ini membuat Tiang Bu surut kembali dengan wajah pucat.

   "Jangan....... jangan ganggu dia...... jangan kalian berani mengganggu calon isteriku! Lepaskan!"

   Liok Kong Ji tersenyum dan memandang ke arah Bi Li dengan muka berseri "Aha, calon isterimu ya? Bagus, dia calon mantuku kalau begitu. Bagaimana aku mau mengganggu calon mantu sendiri? Tidak, tidak, anakku gagah perkasa. Aku bukan orang kejam, Kau pun tentu bukan seorang anak yang kejam mau membunuh ayah sendiri bukan?"

   Kita tinggalkan dulu Liok Kong Ji yang cerdik dan penuh tipu muslihat itu mencoba menggunakan lidahnya yang runcing untuk mempengaruhi Tiang Bu. Bagaimanakah Bi Li dapat terjatuh ke dalam tangan Cui Kong dan Kong Ji? Mari kita mundur sedikit.

   Seperti telah kita ketahui, Bi Li ditinggalkan di pantai daratan oleh Tiang Bu yang tidak menghendaki kekasihnya itu terancam bahaya di pulau musuh musuhnya. Kemudian datang Ang-jiu Mo li yang mengajak muridnya itu menyusul ke Pulau Pek-houw-to untuk membalas dendam kepada Liok Kong Ji yang sudah membuntungi lengan Bi Li.

   Tanpa mendapat kesukaran Ang-jiu Mo-li dan Bi Li mendarat di pulau itu dan cepat berlari-lari dari pantai timur yang benar seperti dugaan Ang jiu Mo-li tidak terjaga kuat karena penghuninya menyangka bahwa musuh tentu akan datang dari barat. Di sana-sini Ang-jiu Mo-li dan Bi Li melihat penjaga-penjaga menggeletak tertotok atau terluka. Tahulah mereka bahwa Tiang Bu sudah mulai turun tangan.

   Bi Li mendesak gurunya supaya mempercepat perjalanan karena gadis ini mulai mengkhawatirkan keselamatan kekasihnya, biarpun ia percaya penuh akan kesakitan Tiang Bu. Ang jiu Mo-li maklum akan isi hati muridnya dan iapun mengerti bahwa menghadapi lawan-lawan seperti Liok Kong Ji dan kaki tangannya memang bukan hal yang boleh dipandang ringan. Mereka berlari lebih cepat lagi.

   Tiba-tiba mereka malihat dua orang laki-laki tengah berlari cepat dari depan dan setelah dekat ternyata bahwa dua orang itu bukan lain adalah Liok Kong Ji sendiri bersama Liok Cui Kong! Tentu saja Ang-tiu Mo-li menjadi girang sekali dapat bertemu muka dengan masuh-musuh besar yang ia cari-cari.

   Kegirangannya bercampur aduk dengan kemarahan besar ketika ia melihat Cui Kong membawa lengan kering yang dilingkari ular sebagai senjata! Sekali pandang saja maklumlah ia bahwa pemuda keji itu telah mempergunakan lengan Bi Li sebagai sebuah senjata yang mengerikan. Juga Bi Li tahu akan hal ini maka kemarahannya memuncak. Dengan pedang di tangan gadis ini langsung menyerang Cui Kong, sedangkan Ang-jiu Mo li membentak.

   "Liok Kong Ji manusia iblis, sekarang tiba saatmu untuk kembali ke neraka jahanam!" Wanita sakti ini lalu maju menyerang dengan tangannya yang menjadi merah seperti api.

   Melihat muncuInya wanita tokoh besar utara ini, biarpun dia tidak gentar, namun membuat Kong Ji diam-dram mengeluh. Tiang Bu sudah merupakan lawan tangguh, dan di sana masih ada ancaman Wan Sin Hong dengan kawan-kawannya yang sedang mendatangi. Sekarang tahu-tahu ditambah lagi dengan seorang Ang-jiu Mo-li yang ia cukup kenal kelihatannya. Aneh, dasar ia sedang sial, pikirnya.

   Tanpa banyak cakap lagi Liok Kong Ji mempergunakan pedangnya menghadapi Ang-jiu Mo-li. Pedangnya diputar cepat sekali dan Ang jiu Mo -li terkejut melihat sinar pedang berkilauan dan gerakannya selain cepat dan aneh, juga mendatangkan hawa dingin menandakan bahwa tenaga lweekang dari musuh besarnya ini telah mendapatkan kemajuan luar biasa. Ia berlaku hati-hati dan cepat mengelak mundur, kemudian sekali berseru nyaring Ang-jiu Mo-li lalu meloloskan selendang suteranya untuk menghadapi pedang lawan yang tak boleh dipandang ringan itu.

   Memang Liok Kong Ji sekarang jauh bedanya dibandingkan dengan Liok Kong Ji beberapa tahun yang lalu. Dia sudah memahami isi kitab Omei-san, tidak saja ia mewarisi ilmu pedang luar biasa dari Omei san yaitu Ilmu Pedang Soat-lian-kiam-coansi (Ilmu Pedang Teratai Salju), akan tetapi juga ia telah mempelajari kitab Pat-sian-jut bun yang ia rampas dari Lie Ceng Ceng.

   Kemudian ia juga mempelajari kitab ke tiga dari Omei-san, yaitu Soan-bong-kiam-hoat (Ilmu Pedang Angin Payuh). Ini semua masih belum hebat, yang paling hebat dan yang membuat ia mendapat kemajuan pesat sekali adalah ketika ia mempelajari kitab Omei-san yang paling sulit dipelajari namun merupakan ilmu paling tinggi, yaitu kitab Delapan Jalan Utama yang ia dapat dari Toat-beng Kui-bo.

   Setelah bertempur dua-tiga puluh jurus saja Ang-jiu Mo-li sudah merasa bahwa Liok Kong sekarang benar-benar hebat kepandaiannya dan ia hanya dapat mangimbanginya dengan amat sukar dan harus mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya.

   Merasa penasaran karena dahulu ketika Liok Kong Ji masih tinggal di utara, pernah Ang-jin Mo-li mengacau pasukan Mongol dan pernah pula ia bertanding dengan Liok Kong Ji yang ia desak dan permainkan, sekarang desakan Liok Kong Ji membuat Ang-jiu Mo-li makin marah. Dulu kalau tidak ada bantuan dari panglima-panglima Mongol, tentu Liok Kong Ji sudah roboh olehnya. Masa sekarang satu lawan satu ia kalah?

   Tiba-tiba Ang-jiu Mo-li mengeluarkan pekik nyaring. tangan merahnya melayang ke depan dengan hawa pukulan sepenuhnya manyambar ke arah dada Liok Kong Ji, sedangkan selendang suteranya bagaikan ular merah menyambar kepala Kong Ji. Inilah sejurus dari ilmu Silat Kwan-Im-cam-mo (Dewi Kwan lm Menaklukkan Iblis) yang ia pelajari dari kitab Omei-san yang terjatuh ke dalam tangannya. Hebatnya serangan ini sudah jangan ditanya lagi. Ang-jiu Mo-li yang sudah marah itu benar-benar menurunkan tangan maut dan agaknya Liok Kong Ji takkan dapat menghindarkan diri lagi.

   Akan tetapi, kalau kepandaian Ang-jiu Mo-li hanya bertambah oleh ilmu dari sebuah saja kitab Omei-san, adalah Kong Ji menambah kepandaiannya dari empat buah kitab Omei-san, dan kitab-kitab yang ia pelajari tingkatnya lebih tinggi pula. Kalau kepandaian Ang jin Mo-li hanya meningkat dua bagian, kiranya kepandaian Liok Kong Ji sudah meningkat delapan bagian!

   Menghadapi serangan maut itu, Liok Kong Ji juga mengeluarkan seruan keras, pedangnya berkelebat-kelebat seperti naga mengamuk, tangan kirinya didorongkan ke depan. Pedang bertemu selendang, selendang melibat. Pakulan Ang-sin-ciang bertemu pukulan Tin-san kang membeleduk di udara membuat Ang-jiu Mo-li, tergetar seluruh anggauta tubuhnya. Selendang masih melibat, lemas lawan lemas karena kalau Kong Ji mempergunakan tenaga kasar pedargnya bisa patah. Tiba-tiba Ang-jiu Mo-li membetot selendangnya yang menjadi kaku dan keras. Akan tetapi pedang itu juga menjadi keras dan...... .

   "krak!" selendang itu putus.

   Liok Kong Ji tertawa bergelak. Wajah Ang jiu Mo-li menjadi semerah tangannya. Wanita sakti itu menyerang lagi mati-matian untuk menebus kekalahannya dalam adu tenaga lwee-kang tadi. Biarpun selendangnya sudah putus sebagian, namun senjata istimewa ini masih berbahaya sekali.

   Sementara itu, Bi Li yang manyerang Cui Kong dengan mati-matian, harus meagakui keunggulan pemuda ini. Sambil tertawa-tawa Cui Kong melayaninya, kadang-kadang menyindir dan mengejek.

   "Hai-hai.......... nona manis, jangan keras. keras membacok lenganmu sendiri!" katanya sambil mengangkat lengan kering itu untuk menangkis pedang Bi Li yang menyambar-nyambar.

   "Aduh, kau makin cantik jetita saja, seperti patung Kwan Im yang buntung.......! Biarpun sudah buntung aku masih mau..... .!"

   Dapat dibayangkan betapa hebat kemarahan hati Bi Li ia dilawan dengan sebuah lengannya sendiri yang sudah kering dan mengerikan, ditambah lagi oleh ejekan-ejekan yang kadang-kadang bersifat kotor dari lawannya. Dengan nekat sekali Bi Li menghujankan serangan, kalau perlu ia mati mengorbankan nyawanya asal dapat membunuh orang ini. Sepasang mata yang bening itu berkilat, bibir yang merah digigit dan pedangnya mengeluarkan suara mengaung, menimbulkan segulung sinar berkeredepan.

   Biarpun tingkat kepandaian Cui Kong lebih tinggi dari pada tingkat kepandaiannya. namun kiranya takkan mudah bagi pemuda itu untuk merobohkannya. Apa lagi karena melihat wajah Bi Li yang memang cantik sekali itu, hati Cui Kong tidak tega untuk membunuhnya dan timbul pikirannya hendak menawan Bi Li hidup-hidup. Tidak saja pemuda ini sudah tergila-gila akan kecantikan Bi Li yang sudah buntung lengannya juga sebagai seorang cerdik seperti ayah angkatnya, ia maklum bahwa Bi Li dapat ia pergunakan sebagai perisai terhadap Tiang Bu yang mencinta gadis ini.

   Menghadapi kenekatan Bi Li, Cui Kong menjadi kewalahan juga. Akhirnya ia terpaksa mengeluarkan huncwenya dan dengan senjata ini ia menyerang Bi Li yang menjadi kocar-kacir pertahanannya. Selagi gadis ini terdesak, tiba-tiba Cui Kong meniup huncwenya dan asap kekuningan menyambar ke arah muka gadis itu Bi Li mencoba untuk mengelak, akan tetapi ternyata asap itu bukan asap beracun, hanya dipergunakan untuk menggertak saja. Selagi gadis itu mencurahkan perhatian kepada serangan asap, Cui Kong menggerakkan huncwenya dan..... Bi Li roboh tertotok, tak berdaya lagi. Cui Kong tertawa senang.

   "Cui Kong, bantulah.....!!" terdengar Kong Ji berseru melihat anak angkatnya sudah berhasil merobohkan lawannya.

   Cui Kong melompat dan di lain saat Ang-jiu Mo-li sudah dikeroyok dua oleh ayah dan anak yang lihai ini. Tentu saja Ang-jiu Mo-li menjadi makin kewalahan. Tadi saja menghadapi Kong Ji ia sudah berada dalam keadaan terdesak. Apa lagi sekarang Cui Kong maju dan kepandaian pemuda ini memang sudah hebat. Namun Ang-jiu Mo-li tidak menjadi gentar. Dengan mati-matian ia membela diri dan membalas serangan kadua orang lawannya dengan sengit.

   Setelah menghadapi keroyokan sampai tiga puluh jurus, Ang-jiu Mo-li menjadi lelah sekali. Kedua lawannya bertenaga kuat dan setiap kali menangkis ia harus mengerahkan seluruh lweekangnya.

   Lengan kering di tangan Cui Kong menyambar hebat, ular kecil yang -melingkar di lengan itu siap menggigit. Jari-jari tangan kering yang mengerikan itu seperti cakar seakan mengarah muka Ang-jiu Mo-li. Serangan ini hebat datangnya karena merupakan susulan dari pada serangan-serangan Liok Kong Ji yang dapat digagalkan oleh Ang-jiu Mo-li. Menghadapi serangan dengan lengan kering muridnya ini timbul kemarahan hati Ang-jiu Mo-li. Dari mulutnya terdengar pekik keras sekali, tangannya yang sudah merah membara itu menghantam ke depan ke arah lengan dan ularnya.

   "Brakk!" Tulang-tulang kering itu hancur berantakan berikut tubuh ular kecil yang menjadi remuk berikut tulang-tulangnya! Cui Kong sendiri terdorong mundur, akan tetapi di lain saat terdengar Ang-jiu Mo-li mengeluh tubuhnya tergelimpang dan roboh tak bernyawa lagi. Ang-jiu Mo li ketika menghantam lengan kering tadi mengerahkan perhatian dan mengerahkan seluruh tenaganya, maka ia tidak dapat mengelak lagi ketika pedang di tangan Liok Kong Ji bergerak ke depan dan menembus dadanya! Tamatlah riwayat hidup Ang-jiu Mo-li, wanita sakti tokoh utara yang dulu ditakuti Liok Kong Ji akan tetapi sekarang tewas oleh pedang Liok Kong Ji pula!

   "Lekas kita menyusul Cun Gi totiang. Kau bawa bocah itu, siapa tahu berguna nanti," kata Kong Ji kepada Cui Kong. Memang bapak dan anak angkat ini setali tiga uang, sama cerdiknya sama liciknya. Tanpa banyak komentar lagi Cui Kong memondong tubuh Bi Li yang sudah tertotok jalan darahnya sehingga tak dapat bergerak lagi seperti lumpuh, tubuhnya lemas sekali.

   Demikianlah, ketika Kong Ji dan Cui Kong yang memondong Bi Li tiba di dekat pondok Cun Gi Tosu, mereka melihat tosu buntung itu sudah tewas oleh Tiang Bu. Dan melihat kekasihnya itu, Bi Li yang sudah tak berdaya mengeluarkan seruan minta tolong.

   Seperti sudah diceritakan di bagian depan, melihat Bi Li tak berdaya dalam pondongan Cui Kong, Tiang Bu melompat dan menerkam hendak merampas tubuh kekasihnya itu. Akan tetapi Kong Ji sudah menghadang di depannya dan mengancam.

   "Kalau kau menggunakan kekerasan, berarti calon isterimu itu akan mati, Tiang Bu, sudah berkata-kali kau mendurhaka terhadap ayah sendiri. Kalau dulu kau tidak mendurhaka terhadap ayah sendiri, tentu calon isterimu ini tidak sampai cacad. Sekarang, lebih baik kau kembali ke jalan benar, lebih baik kau berpihak kepadaku, kepada ayahmu sendiri. Setelah kita dapat mengusir musuh-musuh, tentu aku akan mengawinkan kau dengan gadis ini."

   Kata-kata Kong Ji dikeluarkan dengan suara halus, penuh bujuk rayu, Tiang Bu diam saja, tak bergerak, keningnya berkerut-kerut. Diamnya pemuda ini dianggap oleh Kong Ji sebagai keraguan dan ada harapan anaknya yang sejati itu suka tunduk kepadanya, maka dengan muka berseri ia menyambung.

   "Tiang Bu, puteraku hanya kau seorang. Di dunia ini hanya ada dua orang yang betul-betul kusayang sepenuh jiwaku, pertama adalan mendiang ibumu dan ke dua kau sendiri! Insysflah, anak, tidak bijaksana kau seorang anak melawan ayah sendiri. Kau bisa dikutuk oleh Thian.....!"

   "Tiang Bu, jangan dengarkan dia. Serang dan bunuh saja!" Tiba-tiba Bi Li berseru marah. Gadis ini khawatir juga melihat Tiang Bu diam saja, ia mengira bahwa pemuda pujaannya itu akan terpengaruh oleh kata-kata Liok Kong Ji.

   "Hush, diam kau. Nyawamu di tangan kami!" Cui Kong membentak Bi Li. Pemuda ini terkejut mendengar ucapan gadis tadi karena ia sudah takut-takut kalau Tiang Bu yang ia takuti itu mengamuk.

   "Tiang Bu, jangan perdulikan aku. Aku dibunuh tidak apa, asal kau memakai jantung dua orang ini untuk menyembahyangi rohku, aku akan mati meram," kembali Bi Li berseru.
(Lanjut ke Jilid 32)

   Tangan Geledek/Pek Lui Eng (Seri ke 03 -Serial Pendekar Budiman)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 32
Sebetulnya, Tiang Bu berdiam saja bukan sekali-kali karena terpengaruh oleh kata-kata yang keluar dart mulut Liok Kong Ji. Ia tadi berdiam diri karena sedang bingung dan mencari jalan bagaimana ia dapat menolong kekasihnya. Teriakan-teriakan Bi Li manyadarkannya. Dua orang ini terlalu jahat, harus dibasmi. Kalau ia melepaskan mereka, apa lagi membantu mereka hanya karena hendak menyelamatkan kekasihnya, itu bukan perbuatan seorang gagah. Apa lagi Bi Li sendiri rela berkorban nyawa asal dua orang itu terbinasa. Kalau ia sampai tunduk terhadap manusia jahat seperti iblis itu, alangkah akan rendahnya, hiduppun Bi Li takkan sudi memandangnya lagi! Tiang Bu meluncur bagaikan kilat menyambar ke arah Cui Kong, berusaha sekali lagi merampas Bi Li.

   "Anak durhaka!" Kong Ji yang berpemandangan dan memiliki gerakan cepat sekali sudah menghadang lagi sambil melakukan pukulan Hek-tok ciang ke arah dada Tiang Bu.

   Pemuda ini tidak perdulikan itu, tangan kirinya menyampok dan tubuh Kong Ji terbuyung huyung oleh bows tangkisan lust biasa kuatnya itu. Cui Kong ketakutan dan.... melarikan diri sambil memondong tubuh Bi Li dan berkaok-kaok.

   "Tiang Bu, kalau kau mengejarku, kubikin mampus gadis ini!"

   Tiang Bu ragu-ragu karena betapapun juga amat cinta kepada Bi Li dan merasa tidak tega kalau sampai kekasih hatinya itu tewas.

   "Tiang Bu, jangan perduli. Aku rela mati asalkan bisa membasmi ayah dan anak iblis ini!" Bi Li berseru, mencoba untuk meronta akan tetapi tenaganya habis sama sekali.

   Tiang Bu molompat lagi mengejar. Akan tetapi Kong Ji menyerangnya dengan pedang terhunus, melakukan tusukan yang amat berbahaya sehingga Tiang Bu terpaksa mengelak.

   "Anak durhaka, benar-benar kau tidak mau berbaik dengan ayah sendiri?" teriak Liok Kong Ji.

   "Persetan dengan kau, manusia busuk!" Tiang Bu balas menyerang. Pemuda ini mendapat pikiran baik. Kalau ia berhasil merobohkan Liok Kong Ji lebih dulu, tentu Cui Kong tidak berdaya lagi. Ia melakukan serangan balasan dengan hebat dan di lain saat dua orang ini, ayah dan anak, bertanding mati-matian. Kembali Tiang Bu menghadapi lawan berat. Tingkat kepandaian Liok Kong Ji pada waktu itu malah lebih tinggi dari tingkat Cun Gi Tosu dan pedangnya amat lihai, pukulan Tin-san-kang dan Hek-tok-ciang ia lakukan berganti-ganti, menyambar-nyambar merupakan tangan-tangan maut yang menjangkau nyawa lawan.

   Melihat ayah angkatnya bertempur melawan Tiang Bu sehingga musuh ini tidak mengejarnya lagi, Cui Kong menjadi lega dan melarikan diri terus! Kong Ji gemas sekali melihat ini.

   "Cui Kong, anak tak tahu budi! Apa kau tidak mau membantuku?" teriak Kong Ji marah.

   Tiang Bu tertawa mengejek.

   "Manusia macam kau memang pantas mempunyai anak seperti dia, berwatak rendah dan tak kenal budi." Pemuda ini menyerang terus dengan sengitnya, akan tetapi Liok Kong Ji mengelak dan membalas dengan sama dahsyatnya.

   Kalau saja Tiang Bu belum memahami ilmu thian-to dan belum menguasai semua dasar Ilmu silat yang diturunkan oleh kedua orang gurunya di Omei-san, tentu ia takkan kuat menghadapi Liok Kong Ji yang kepandaiannya sudah amat tinggi itu. Baiknya Tiang Bu mengenal inti sari semua limu silat yang dimainkan oleh Liok Kong Ji dengan pedangnya, baik Ilmu Pedang Spat-iian-kiam-host yang berdasarkan tenaga Im-kaog maupun Ilmu Pedang Soan-tian kiam hoat yang berdasarkan tenaga Yang-kang. Bahkan inti sari Ilmu Delapan Jalan Utama itupun merupakan "pakaian" saja dan Ilmu Thian-te Si-kong, maka pengaruhnya terhadap Tiang Bu tidak begitu hebat. Satu demi satu ilmu silat yang dimainkan oleh Liok Kong Ji dapat dipecahkan dengan baik oleh Tiang Bu. Sebaliknya, dengan tangan kosong pemuda itn juga tidak begitu mudah mengalahkan Liok Kong Ji, sungguhpun tiap serangan pemuda ini membuat pertahanan Kong Ji kocar-kacir.

   Debu beterbangan, daun-daun pohon bergoyang-goyang. Bahkan pada jurus ke tiga puluh, Kong Ji menusukkan pedangnya dengan gerak tipu Soan-hong-koan jit (Angin Puyuh Menutup Matahari) sebuah gerakan yang lihai dari Ilmu Pedang Soan-hong-kiam-hoat. Pedangnya membuat gerakan melingkar-lingkar, mula-mula lingkaran-lingkaran kecil, makin lama makin besar sehingga tertutuplah tubuh Kong Ji dan sebentar kemudian lenyap seakan-akan tubuhnya sudah bergabung menjadi satu dengan pedang. Gulungan sinar pedang yang melingkar-lingkar ini menyambar dengan pesat dan kuatnya ke arah leher Tiang Bu. Dan dari dalam gulungan sinar pedang itu, Liok Kong Ji masih mengirim pukulan-pukulan Tin-san-kang yang dilakukan bertubi-tubi dengan tangan kanannya!

   Serangan macam ini benar-benar hebat bukan main. Tiang Bu tidak diberi kesempatan untuk mengelak sama sekali karena lingkaran pedang itu sudah menutup semua jalan keluar. Namun Tiang Ba yang sudah mengenal dasar penyerangan ini tidak menjadi gentar. Tubuhnya dikecilkan dan ia setengah berjongkot untuk menghindarkan tusukan pedang, kedua tangannya ia dorongkan dari bawah ke atas dengan gerak tipu Seng thian-pai-in (Naik ke Langit Mendorong Awan). Dari kedua tangannya yang mendorong itu keluar tenaga dahsyat yang hawanya saja sudah membentur pukulan-pukulan Tin-san-kang yang dilakukan oleh Liok Kong Ji.

   "Brakk........!" Sekarang pohon besar yang tumbang di belakang Tiang Bu roboh seperti terdorong tenaga dahsyat. Inilah kehebatan tenaga Tin-san-kang yang dilakukan oleh Liok-Kong Ji. Tenaga pukulan ini karena tidak mengenai Tiang Bu bahkan terpental oleh dorongan Seng-thian-pai-in tadi, terus menyambar ke belakang Tiang Bu dan merobohkan sebatang pohon yang besarnya melebihi tubuh Tiang Bu! Dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu kepandaian Liok Kong Ji. Kalau seorang tokoh persilatan biasa saja tak mungkin dapat menghadapi pukulan ini tanpa menderita malapetaka hebat.

   Tiang Bu sendiri mau tidak mau menjadi kagum. Kepandaian Liok Kong Ji benar-benar hebat dan ia harus berlaku waspada. Lawan ini malah lebih berat dari pada Cun Gi Tosu, malahan ia meragukan apakah Wan Sin Hong dapat menandingi orang ini.

   Pemuda ini melihat lawannya melakukan pukulan dahsyat, tidak tinggal diam saja. Setelah menyelamatkan diri dari serangan lawan tadi, cepat ia membalas dengan pukulan jarak jauh yang tidak kalah hebatnya. Empat kali berturut-turut kedua tangannya melakukan gerakan memukul ke depan. Kong Ji merasa datangnya hawa pukulan dahsyat ini, sambil berseru kaget ia meloncat sampai dua tombak ke kiri sambil mengerahkan tenaga mengibaskan tangan. Namun tetap saja hawa pukulan Tiang Bu membuat ia terhuyung-huyung seperti pohon besar diterjang angin, setelah terhuyung jauh baru ia teebebas dari pukulan dahsyat itu. Hawa pukulan terus meluncur ke depan dan terdengar suara keras ketika sebuah batu karang yang kokoh kuat roboh terguling seperti didorong oleh seekor gajah mengamuk!

   "Lihai sekali........." Kong Ji memuji. Hatinya sudah mulai gentar karena dari pukulan ini tadi saja ia sudah maklum bahwa kalau dilanjutkan, akhirnya ia akan kalah juga melawan anaknya sendiri yang memusuhinya ini. Hatinya merasa sedih dan bingung. Kalau ia sampai tewas di tangan musuh-musuhnya, hal itu bukan merupakan suatu yang patut disedihkan. Mati hidup buat seorang seperti Kong Ji ini bukan apa-apa, akan tetapi yang membuat ia bingung dan sedih adalah kalau ia harus mati di tangan puteranya sendiri!

   "Cui Kong manusia tak kenal budi......!" Ia memaki dan bersungut-sungut sambil cepat mengelak ketika Tiang Bu menyerang lagi. Kong Ji terpaksa melayani dan hatinya penasaran dan marah sekali mengapa Cui Kong tidak membantunya. Kalau Cui Kong membantu, kiranya ia takkan begini terdesak.

   "Cui Kong, di mana kau..........?" Kong Ji berteriak sambil melompat ke kanan menghindari pukulan maut Tiang Bu, kemudian ia.......... melarikan diri.

   "Manusia lblis, kau hedak lari ke mana?" Tiang Bu mengejar cepat. Dalam hal ginkang, ia tidak usah menyerah kalah terhadap Liok Kong Ji, maka dalam beberapa puluh langkah saja ia sudah dapat menyusul.

   Tiba-tiba Liok Kong Ji membalik, tangan kirinya tarayun, disusul oleh serangan pedang di tangan kanan, dilanjutkan dengan pukulan Hek tok-ciang dari tangan kanan. Ayunan tangan kiri tadi menimbulkan sinar kahitaman yang menyambar ke arah jalan darah penting di tubuh Tiang Bu. itulah Hek-tok-ciam (Jarum Racun Hitam), senjata rahasia jarum yang sudah direndam racun hitam yang amat jahat.

   Serangan ini datangnya tiba-tiba dan tidak terduga-duga karena selagi berlari. mendadak membalik dan menyerang. Orang lain tentu akan sukar menyelamatkan diri dari serangan-serangan berantai dari Kong Ji yang betul-betul lihai dan berbahaya sekali ini. Akan tetapi Tiang Bu memang sudah siapsiaga, sudah dapat menduga lebih dulu bahwa lawannya yang terkenal licik dan jahat itu pasti akan melakukan serangan gelap. Dengan tenang dan tepat pemuda ini mangepretkan jari-jari tangan yang dilonjorkan dari samping ke arah jarum-jarum racun hitam itu dan semua jarum runtuh di atas tanah. Selanjutnya tangan kirinya diulur untuk mencengkeram pedang lawan dan tangan kanannya didorongkan ke depan untuk menyambut pukulan Hek-tok-ciang!

   Liok Kong Ji kaget bukan main, juga heran dan kagum sekali. Meruntuhkan jarum-jarum Hek-tok-ciam dengan kepretan jari-jari tangan terbuka merupakan perbuatan yang amat berbahaya, karena sedikit saja kulit tergores jarum dan terluka, berarti ancaman maut. Namun pemuda itu dapat meruntuhkan semua jarum tanpa terluka sedikitpun. Kemudian cengkeraman dengan gerak tipu Leng-mauw-po-ci ( Kucing Manerkam Tikus) inipun amat luar biasa dan berbahaya. Tanpa memiliki lweekang yang tinggi tak mungkin orang berani mencengkeram pedang lawan yang merupakan pedang pusaka, bukan pedang biasa. Cengkeraman itu adalah semacam Ilmu Silat Sin-na-hwat yang aneh dan jari-jari tangan Tiang Bu yang dibentuk seperti cakar harimau itu menjadi kaku dan kuat melebihi baja.

   Tentusaja Kong Ji tidak membiarkan pedangnya dicengkeram dan dirampas. Cepat ia menarik kembali pedangnya dan seluruh perhatiannya ia tujukan ke arah pukulan tangan kirinya yang merupakan serangan Hek-tok-ciang kuat sekali. Ia hendak sekali lagi mengadu tenaga dengan harapan kali ini ia akan menang karena Tiang Bu baru saja memecah perhatiannya untuk menghirdarkan serangan jarum dan pedang.

   Dan tenaga raksaaa bertemu di udara ketika dua telapak tangan itu hampir saling bertumbukan. Akibatnya, Tiang Bu mundur dua langkah akan tetapi Kong Ji terpental ke belakang dan hanya dengan berjungkir balik dia dapat menghindarkan diri terjengkang! Sekali lagi ia harus mengakui keunggulan pemuda itu yang telah memiliki sinkang luar biasa.

   Makin kecil hati Kong Ji. Begitu kakinya menginjak tanah, ia lari lagi secepatnya menuju ke gua-gua di pantai laut untuk bersembunyi. Tiang Bu tentu saja tidak mau melepaskannya dan mengejar terus.

   Tiba-tiba muncul Liok Cui Kong dari balik batu-batu karang. Pemuda ini sudah membawa senjatanya yang istimewa, huncwe maut. Datang-datang pemuda itu dimaki ayah angkatnya.

   "Setan, kau ke mana saja. Hayo bantu aku merobohkan si durhaka ini!"

   Cui Kong tersenyum.

   "Ayah, nona manis yang sudah lama kurindukan terjatuh ke dalam tanganku, bagaimana aku bisa menyia-nyiakan waktu dan kesempatan baik?"

   Cui Kong sengaja mengeluarkan ucapan-ucapan yang menusuk perasaan Tiang Bu. Ini ia lakukan untuk menjalankan siasatnya. Ia tahu bahwa Tiang Bu cinta kepada gadis itu, biarpun Tiang Bu memperlihatkan sikap kurang perhatian karena gadis itu mendesak agar supaya Tiang Bu membunuh Kong Ji dan Cui Kong. Akan tetapi kalau mendengar kata-kata tadi, masa Tiang Bu tidak menjadi panas hati dan ingin melihat keadaan kekasihnya?

   Memang tepat dugaan Cui Kong. Mendengar ucapan ini, Tiang Bu naik darah. Secepat kilat ia menerjang Cui Kong yang memapakinya dengan pukulan huncwe. Akan tetapi sekali menggerakkan tangan, Cui Kong berikut huncwenya terlepas sampai tiga tombak lebih!

   "Kau apakan dia..........? Di mana dia..........?" tanya Tiang Bu dengan muka berubah dan napas terengah-engah saking marah dan gelisahnya. Cui Kong yang tidak terluka sudah bergabung dengan ayah angkatnya. Ia berdiri di dekat Liok Kong Ji, mempersiapkan huncwe dan menjawab.

   "Kau perduli apa? Dia sudah menghadapi kematian mengerikan dan takkan kuberitahukan keadaannya kalau kau tidak manyerahkan diri dan taluk kepada ayah."

   Tiang Bu makin marah.

   "Jahanam, kalau kau mengganggu dia, jangan kau bersambat kepada neraka!" Tubuhnya berkelehat dan ia menerjang lagi ke arah Cui Kong, dengan maksud menangkap pemuda keji itu dan memaksanya mengaku di mana Bi Li disembunyikan dan bagaimana keadaannya.

   Akan tetapi sekarang terjangannya dihadapi dua orang. Kong Ji menusukkan pedang dan Cui Kong menotok dengan huncwenya dibarengi semburan uap hitam dari mulutnya, uap yang telah merobohkan tokoh-tokoh Kim-bun-to!

   Terpaksa Tiang Bu membuang diri ke kanan untuk mengelak dari serangan-serangan yang tak boleh dipandang ringan ini, lalu melanjutkan serangannya dari samping. Pertempuran hebat terjadi, kali ini lebih ramai dan seru karena dengan adanya Liok Cui Kong di sumpingnya, kedudukan Kong Ji tentu lebih kuat lagi.

   Bukan saja kini ia menghadapi dua orang lawan tangguh, juga hati Tiang Bu sudah terguncang dan gelisah karena ucapan Cui Kong tadi. Mungkin juga ucapan tadi hanya siasat belaka, akan tetapi manusia macam Cui Kong itu, mana bisa dipercaya? Semua perbuatan keji mungkin dilakukannya dan hati Tiang Bu gelisah bukan main.

   Kong Ji dan Cui Kong memang orang-orang cerdik dan licik, mereka ini sudah tahu akan kegelisahan hati Tiang Bu. Maka dengan sengaja Liok Kong Ji dalam pertempuran itu bertanya kepada anak angkatnya.

   "Cui Kong, kau benar benar mata keranjang! Masa adik iparmu sendiri kau sukai? Benar benarkah kau cinta kepada seorang gadis buntung lengannya?"

   Cui Kong tertawa puas.

   "Ha-ha-ha, ayah tidak tahu! Biarpun buntung lengannya, nona Bi Li adalah dara tercantik yang pernah kujumpai."

   Tentu saja Tiang Bu menjadi makin gelisah. Nafsunya bertempur berkurang banyak dan hatinya ingin sekali melihat keadaan kekasihnya.

   "Jahanam, di mana dia......?" bentaknya berkali-kall sambil mendesak Liok Cui Kong dengan pukulan-pukulan berat. Hanya karena Liok Kong Ji membantunya menangkis dari samping maka Cui Kong tidak roboh oleh desakan ini. Akhirnya Cui Kong maklum bahwa kalau tidak segera mengubah siasat, tentu ia akan celaka.

   "Dia di dalam gua ke tiga, mau tahu keadaanya? Lihatlah sendiri!" I a lalu melompat ke belakang dan tertawa bergelak-gelak.

   Tiang Bu ragu-ragu. Tentu ini siasatnya untuk memancing aku memasuki gua sedangkan dia dan Kong Ji akan melarikan diri, pikirnya. Akan tetapi tiba-tiba telinganya yang berpendengaran tajam sekali itu mendengar suara rintihan dari dalam gua itu, rintihan dari orang ketakutan yang disembunyikan.

   Mendengar ini, Tiang Bu melompat ke arah gua ke tiga yang berjajar di dekat pantai, dari mana tadi Cui Kong muncul. Ia tidak perdulikan lagi keadaaa ayah dan anak itu yang tentu saja mempergunakan kesempatan ini untuk melarikan diri! Mula-mula Tiang Bu bingung melihat gua yang gelap itu dan ia tidak melihat sesuatu. Lambat laun matanya biasa dengan kegelapan namun tetapsaja ia hanya melihat batu-batu karang menonjol dan gua itu teruyata menembus ke pinggir laut, merupakan jurang yang amat curam.

   "Bi Li..........!" teriaknya. Hanya gema suaranya sendiri yang menjawab.

   "Bi Li......... di mana kau..........?!" ia berseru lagi, kini mengerahkan tenaga khikang sehingga suaranya dapat terdengar sampai jauh di luar gua. Ia menanti sampai gema suaranya sendiri yang panjang itu lenyap, namun tetap saja tidak ada suara jawaban Bi Li. Marahlah hati Tiang Bu. Ia merasa tertipu oleh Cui Kong. Setan, pikirnya, mengapa aku begini bodoh?

   Akan tetapi ketika ia hendak keluar dari gua yang gelap itu, kembali ia mendengar suara rintihan perlahan seperti yang ia dangar tadi. Ia memperhatikan dan memasuki gua lagi sampai di pinggir jurang. Ternyata suara itu keluar dari bawah! Dengan hati-hati Tiang Bu merebahkan diri telungkup ke pinggir jurang dan melihat ke bawah. Gelap sekali. Tiba-tiba tangannya meraba sesuatu yang bergoyang-goyang. Ternyata sehelai tambang yang diikatkan pada batu karang dan tambang itu menggantung ke luar, masuk jurang! Dari ujung tambang itulah datangnya suara rintihan.

   Tiang Bu mengeretak giginya. Tahulah kini ia bahwa tubuh Bi Li diikat pada ujung tambang yang digantungkan ke dalam jurang yang amat curam itu! Cepat ia hendak menarik tambang, akan tetapi kecerdikannya melarangnya dan lebih cepat lagi ia menarik kembali tangannya dan berpikir keras. Tak mungkin orang selicik Cui Kong akan menggantungkan tubuh Bi Li begitu saja dan mudah ditolong. Tentu ada apa-apa di balik ini semua.

   Tiba-tiba ia melompat dengan gerakan cepat ke luar dari gua, menduga bahwa tentu Cui Kong dan Kong Ji megintai di luar gua dan akan melakukan sesuatu untuk menjebaknya. Akan tetapi di luar kosong saja dan kembali ia mendengar suara rintihan perlahan dari dalam guha. Ia memasuki guha kembali dan berpikir-pikir.

   "Bi Li, apa kau berada di bawah situ?" tanyanya sambil melihat ke bawah.

   Matanya yang tajam dapat melihat samar-samar bayangan tubuh Bi Li tergantung di bawah, akan tetapi gadis itu tidak dapat menjawab, hanya mengeluarkan suara perlahan seperti rintihan. Tiang Bu berlari ke luar lagi, menggunakan tenaganya untuk membeset kulit pohon yang ulet. Ia menyambung nyambung kulit ini menjadi sehelai tambang yang panjang, kemudian berlari masuk lagi ke guha itu. Ia lupa sudah akan Cui Kong dan Kong Ji.

   Seluruh perhatiannya tercurah kepada Bi Li yang hendak ditolongnya lebih dulu. Dengan cepat dan hati-hati ia mengikatkan tambang kulit kayu ini pada sebuah batu karang, kemudiann ia merosot turun ke dalam jurang melalui tambang sederhana itu. Ia teringat bahwa kalau musuh musuhnya datang dan memutuskan tambang itu, tentu ia akan menemui bencana besar. Akan tetapi resiko ini ia harus berani hadapi demi menolong nyawa Bi Li yang terancam bahaya maut.

   Ketika ia sudah merosot sampai di tempat Bi Li tergantung dan ia dapat melihat keadaan gadis kekasihnya itu, ia menjadi pucat. Tambang yang dipergunakan untuk mengikat Bi Li dan digantung dari gua itu, dilibatkan pada sebuab batu karang yang tajam sekali, Tambang itu sudah tergosok-gosok dan tinggal setengahnya saja. Kalau tadi ia menarik ke atas, sudah pasti tambang itu akan putus dan tubuh Bi Li akan jatuh ke bawah menemui kematian yang mengerikan!

   "Cui Kong jahanam keji!" Tiang Bu mengutuk. Cepat ia meraba-raba tubuh Bi Li dan mendapat kenyataan bahwa totokan pada tubuh itu sudah dibebaskan, akan tetapi kaki tangan gadis itu terikat dan mulutnya tertutup saputangan. Inilah sebab mengapa Bi Li tidak dapat menjawab panggilannya. Cepat ia merenggut saputangan yang menutupi mulut gadis itu sambil berbisik.

   "Bi Li, jangan bergerak. Tambang yang mengikatmu hampir putus."

   Peringatan ini penting sekali karena kalau tadi Bi Li meronta-ronta. tentu tambang itu sudah putus. Mendengar peringatan ini, Bi Li tidak bergerak, hanya terdengar ia berkata lemah.

   "Tiang Bu tanganku sakit sekali.........."

   Tiang Bu menggigit bibir melihat betapa lengan kekasihnya yang tinggal sebelah itu ditekuk ke belakang dan digantung. Dapat dibayangkan betapa hebat penderitaan kekasihnya. Cepat Tiang Bu memutus tali itu dan menarik tubuh Bi Li sehingga gadis itu dapat manangkap tali kulit pohon, kemudian tambang yang mengikat kakinya diputuskan pula. Dengan hati-hati sekali Bi Li lalu merayap naik dengan satu tangannya, dibantu oleh Tiang Bu dari bawah. Dengan susah payah mereka naik, akhirnya dapat juga mereka tiba di atas, selamat di dalam guha yang gelap itu.

   Begitu lepas dari bahaya. Bi Li terisak dan menjatuhkan diri di atas dada Tiang Bu. Tiang Bu mangelus-elus rambut kekasihnya, membiarkan kekasihnya yang baru saja terbebas dari bahaya maut mengerikan itu menangis sepuasnya.

   "Bi Li.......... kau.......... kau tidak diganggu oleh Cui Kong?" bisiknya dengan hati panas terbakar, penuh kebencian dan dendam kepada Cui Kong. Tanpa mengangkat mukanya dari dada Tiang Bu, Bi Li menggeleng kepalanya. Kemudian, setelah agak reda tangisnya, dengan singkat ia menceritakan pengalamannya,

   "Setelah kau tinggalkan, guruku datang dan dia yang mengajak aku menyusulmu. Malang bagi dia, di tengah jalan bertemu dengan dua orang iblis jahat itu. Terjadi pertempuran, akhirnya guruku tewas dan aku tertawan. Tadi iblis Cui Kong itu mengikatku dan menggantungkan ke luar gua sambil tertawa-tawa mengejek, bilang bahwa aku akan mati dalam tanganmu sendiri. Aku tidak tahu apa yang ia maksudkan, akan tetapi....... hanya Thian yang tahu betapa gelisah dan takutnya hatiku, Tiang Bu.........."

   Tiang Bu memeluk lebih erat lagi.

   "Hanya sedikit selisih...... Bi Li, sedikit saja selisihnya. Kalau aku tadi terburu nafsu dan menarik tambang di mana kau digantung..... ah, ngeri aku membayangkan! Cui Kong manusia keparat harus kuhancurkan kepalanya!"

   Bi Li nampak kecewa.

   "Jadi kau belum berhasil menewaskan mereka?"

   "Sayang sekali belum. Aku mendengar rintihanmu dan terpaksa kutinggalkan mereka untuk menolongmu."

   
Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bi Li melepaskan diri dari pelukan Tiang Bu.

   "Tiang Bu, kau memang benar. Kau lebih benar ketika melarangku datang ke pulau ini. Sekarang ternyata aku hanya menjadi penghalang, malah guruku tewas di tangan mereka.

   "Tidak, Bi Li. Mati hidup berada di tangan Thian. Memang agaknya sudah menjadi suratan nasib Ang jiu-toanio untuk tewas oleh mereka. Akan tetapi kita masih mempunyai banyak harapan untuk mengejar dan mencari mereka. Hayo ke luar dari tempat terkutuk ini."

   Sambil menggandeng tangan Bi Li, Tiang Bu mengajaknya ke luar. Sesampainya di luar, ia dapat melihat keadaan kekasihnya. Memang tidak apa-apa, hanya agak pucat karena mengalami ancaman maut yang mengerikan tadi. Ia menjadi lega. Akan tetapi sekarang sudah tidak kelihatan lagi bayangan Liok Kong Ji maupun Cui Kong. Namun Tiang Bu tidak putus-asa dan ia mengajak Bi Li terus mencari dan memeriksa di sebelah dalam atau di tengah pulau.

   Sementara itu, di pantai Palau Pek-houw to juga terjadi hal yang menarik. Serombongan orang gagah dipimpin oleh Wan Sin Hong mendatangi dengan dua buah perahu ke pulau itu. Inilah rombongan yang dilihat oleh kaki tangan Liok Kong Ji dan dilaporkan, membuat Kong Ji menjadi gelisah sekali. Apalagi ketika Kong Ji dan Cui Kong berhasil melepaskan diri dari desakan Tiang Bu dan hendak melarikan diri dengan perahu, mereka melihat dua perahu ini mendatangi, Kong Ji terpaksa kembali lagi ke pulau dan keadaannya sepetti terjepit.

   Wan Sin Hong kali ini tidak datang sendiri dan tidak mau kepalang usahanya membalas dendam kepada musuh besarnya. Ia maklum akan kelihaian Kong Ji yang dibantu oleh Cui Kong, Cun Gi Tosu, dan banyak lagi orang-orang gagah yang berhasil dibujuk menjadi kaki tangan Liok Kong Ji. Karena tidak berbasil bertemu dengan Tiang Bu yang akan menjadi pembantu kuat baginya, Wan Sin Hong datang membawa beberapa orang tokoh yang berkepandaian cukup tinggi.

   Di antara kawan-kawannya itu kelihatan muridnya sendiri, Coa Lee Goat dan suaminya, Wan Sun. Juga isterinya tidak ketinggalan, yaitu Hui-eng Niocu Siok Li Hwa yang sudah sembuh dari luka-lukanya ketika bertempur melawan Liok Cui Kong di Pulau Kim-bun-to. Li Hwa mempunyai sakit hati besar sekali terhadap Liok Kong Ji dan kaki tangannya, bukan saja karena anaknya diculik oleh Cun Gi Tosu, juga karena peristiwa di Kim-bun-to, di mana Cui Kong mengamuk dan menyebar maut itu.

   Selain keluarga gagah parkasa ini, ikut juga Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai, tosu tinggi kurus jenggot panjang itu, dan Pang Soan Tojin ketua Tang-san pai, tosu gemuk berjenggot pendek. Selain dua orang tokoh tua ini, masih ada lagi Huang-ho Sian-jin si datuk bajak dari Sungai Huang ho bersama dua orang puterinya, Ang Lian yang lincah jenaka dan Pek Lian yang cantik pendiam dan berpakaian pria. Juga masih ada dua orang lagi, yaitu Hok Tek Hwesio dari Siauw lim pai dan Ciu Lee Tai, seorang laki-laki muda berusia tiga puluh tahun, berwajah tampan dan gagah. Ciu Lee Tai ini seorang yang bersemangat sekali, pengagum Wan-bengcu dan biarpun ia agak bodoh, namun ia jujur dan berkepandaian lumayan.

   Sebetulnya, Wan Sin Hong maklum bahwa tingkat kepandaian Ciu Lee Tai dan Hok Tek Hwesio masih terlampau rendah kalau dibandingkan dengan kelihaian Liok Kong Ji dengan kawan kawannya, akan tetapi karena mereka ini orang segolongan dan mereka ikut dengan suka rela, ia pikir lumayan untuk melayani penjaga-penjaga kaki tangan Liok Kong Ji.

   Demikianlah, rombongan yang terdiri dari sebelas orang ini mendarat dengan hati-hati dan dengan senjata di tangan. Mereka semua sudah maklum bahwa mereka menghadapi orang-orang jahat yang amat lihai kepandaiannya. Di sepanjang perjalanan. Ciu Lee Tai yang biarpun sudah berusia tiga puluh tahun tapi masih tetap single (membujang) itu, agaknya amat tertarik kepada Ang Lian, dara jelita yang bersikap lincah jenaka dan agak genit itu. Sedemikian jauh, si jaka tua ini selalu "tahan hinaan" dan mencemoohkan setiap orang gadis yang memandang kepadanya dengan kagum melihat ketampanan dan kegagahannya.

   Akan tetapi begitu ia bertemu dengan Ang Lian dan melihat senyum dan kerling mata gadis ini, jatuhlah keangkuhannya. Senyum dan kerling itu langsung menembus jantungnya dan membuat dia tergila-gila!

   Si bujang ini beberapa kali melirik-lirik, mengajak senyum dan pendeknya mempergunakan segala macam siasat untuk memikat si dara jetita, akan tetapi kali ini ia "bertemu batunya.? Semua aksinya tidak digubris oleh Ang Lian, bahkan Ang Lian bersikap jinak-jinak merpati, kadang-kadang nampak mudah didekati akan tetapi kalau orang bersungguh-sungguh ia terbang menjauh Sikap beginilah yang membuat hati sang jaka jatuh bangun.

   Tentu saja, sedogol-dogolnya, Ciu Lee Tai tidak berani berterus terang dengan kata kata menyatakan perasaan hatinya, apa lagi ia sering melihat wajah datuk bajak Huang-ho Sian-jin yang keren galak dan matanya melotot.

   Habislah nyalinya kalau ia melihat bapak dara pujaannya itu. Namun, saking dalamnya asmara menggerogoti jantungnya, si dogol ini sampai menghadap Wan Sin Hong dan dengan muka merengek ia mohon bantuan pendekar ini.

   "Wan-bengcu." katanya dengan mukanya yang tampan menjadi merah seperti kepiting dipanggang.

   "Siauwte hendak mengajukan permohonan kepada bengcu dan mengharap kemurahan hati bengcu."

   Wan Sin Hong sudah lama kenal pemuda tua ini dan ia memang suka kepada Cui Lee Tai yang jujur dan dogol namun berjiwa ksatria. Bahkan dahulu ia berkenan menurunkan dua tiga macam ilmu pukulan kepada si dogol ini. Mendengar permohonan disertai wajah yang bersungguh-sungguh itu, ia tersenyum.

   "Kita berada di tengah perjalanan, di atas laut. Kau hendak minta aku membantumu dalam hal apakah, Lee Tai ?" Wan Sin Hong memang memanggil namanya begitu saja, inipun kemauan Lee Tai sendiri yang ingin diaku sebagai anak buah atau murid. Demikian besar kagumnya terhadap Wan Sin Hong.

   "Sebetulnya bukan sekarang. Siauwte hanya minta kesediaan bengcu untuk membantuku dalam urusan ini, kelak kalau urusan penyerbuan ke Pulau Pek-houw-to selesai. Apakah bengcu bersedia?"

   "Ha, kau ini aneh sekali. Tentu saja aku bersedia membantumu. Akan tetapi, bagaimana kalau dalam penyerbuan yang amat berbahaya ini kau atau aku tewas?"

   "Kalau begitu?? kalau begitu....... tentu saja tidak jadi aku?? kawin??"

   "Eh kawin......?"

   Muka pemuda itu menjadi makin merah.

   "Begini, bengcu. Sebetulnya siauwte hendak minta tolong agar bengcu suka........... suka menjadi........... menjadi perantara. Siauwte telah berusia tiga puluh tahun, dahulu ayah ibu minta siauwte menikah akan tetapi siauwte belum sanggup menjalani karena memang belum ada yang cocok. Sekarang ayah ibu sudah tidak ada dan siauwte kerap kali merasa berdosa dan bersedih tak dapat memuaskan hati orang tua. Sekarang siauwte bertemu dengan gadis yang mencocoki hati. Kiranya kalau siauwte bisa menikah dengan dia. arwah ayah-bunda siauwte akan menjadi puas."

   Sin Hong tidak ketawa lagi. Malah ia menjadi amat terharu, teringat akan keadaannya sendiri. Diapun menikah setelah usianya tiga puluhan lebih, dan tentang orang tuanya........... juga tidak melihat pernikahannya. Dengan suara sungguh-sungguh ia menjawab.

   "Baik. Lee Tai. Tenangkanlah hatimu. Tentu aku suka menjadi wakil orang tuamu untuk mengawinkan kau. Tidak tahu gadis manakah yang kau penujui?"

   "Puteri...... puteri Huang-ho Sian-jin......"

   "Aahhh, dia...........? Yang mana?"

   "Yang kedua, bengcu. Itu yang namanya Ang Lian yang senyumnya manis kerlingnya tajam??.."

   Sin Hong tak dapat menahan senyumnya dan ia mengangguk-angguk.

   "Itu soal mudah. Huang-ho Sian-jin adalah sahabat karibku, kalau aku yang mintakan kiranya tak akan sukar. Hanya aku khawatir anaknya sendiri yang akan rewel. Kalau dia tidak setuju, anak seperti Ang Lian itu tentu akan menolak keras. Bagaimana pendapatmu, apakah dia juga........... ada hati kepadamu?"

   "Entahlah, bengcu. Akan tetapi dia sering kali tersenyum dan melirik. Akan kuselidiki hal itu. Asal Wan-bengcu sudah bersedia membantu, hatiku sudah lega dan banyak banyak terimakasih." Tanpa dapat dicegah lagi si dogol lalu menjatuhkan diri berlutut dan pai-kui sampai tujuh kali.

   "Sudah, sudah, hasilnya masih belum tentu kau sudah jengkang-jengking seperti ayam makan padi."

   Dengan hati gembira dan besar sekali Ciu Lee Tai mengundurkan diri dan semenjak saat itu lebih berani melirik-lirik ke arah Ang Lian. Bahkan pada suatu ketika, ia mendapat kesempatan mendekati Ang Lian di atas perahu dan berbisik.

   "Nona, kalau kelak urusan ini beres, aku akan mengirim wali mengajukan lamaran kepadamu."

   Tentu saja Ang Lian melengak. Selama hidupnya belum pernah ia bertemu dengan orang yang begini terus terang dan tidak kenal malu. Gadis ini dengan lagak mangejek meludah ke dalam laut dan melihat di situ tidak ada orang memperhatikan mereka, berkata perlahan.

   "Enak saja kau mengomong. Kau bisa apa sih mau melamarku?"

   Lee Tai mengangkat dadanya yang memang bidang dan tegap.

   "Aku Ciu Lee Tai, di barat terkenal dengan julukan Kang-thouw ciang (Si Kepalan Baja) dan siapa yang tidak tunduk terhadap golokku?" ia menepuk-nepuk golok di pinggangnya, golok besar yang memang amat lihai kalau ia mainkan.

   Ang Lian menjebikan bibirnya yang merah membuat hati Lee Tai menjadi gemas terpincut. Biarpun orang ini dogol, namun Ang Lian diam-diam suka juga melihat ketegapan tubuh dan ketampanan wajah Ciu Lee Tai.

   "Dengar baik-baik, dogol. Tidak sembarang orang bisa mendapatkan diriku. kecuali kalau ia berkepandaian tinggi." Bicara begini, Ang Lian teringat akan Tiang Bu yang membuat cicinya, Pek Lian, tergila-gila dan teringat selalu.

   "Begini syaratnya. Kalau kau bisa mengalahkan manusia iblis Liok Kong Ji, aku bersedia menerima lamaranmu. Nah, pergilah."

   Ciu Lee Tai berseri wajahnya. Ingin ia menari-nari kegirangan dan saking girangnya ia sampai lupa diri dan.......... melompat ke dalam air! Tentu saja semua orang di dalam dua perahu itu menjadi panik melihat tidak karu-karuan sebabnya, si dogol itu melompat ke dalam laut dan berenang ke sana ke mari sambil bernyanyi nyanyi.

   "Lee Tai, kau sedang apa-apaan?" tegur Wan Sin Hong terheran-heran.

   Baru Lee Tai sadar akan keadaannya yang memang tidak sewajarnya itu, maka cepat-cepat ia memutar otaknya yang puntul untuk mencari jawaban. Akhirnya ia menjawab,

   "Wan-bengcu. aku merasa kepanasan dan ingin mandi sebentar menyegarkan tubuh." Cui Lee Tai merasa bangga akan jawabannya yang langsung ini, tanda bahwa ia cerdik!

   Akan tetapi jawabannya membuat semua orang tertawa sehingga ia menjadi kebingungan. Apa lagi ketika ia melihat Ang Lian cekikikan mentertawakannya, ia makin bingung dan penasaran.

   "Apa tidak boleh mandi?" tanyanya mendongkol sambil menyambar pinggiran perahu dan merayap naik dengan pakaian basah kuyup.

   Mana ada orang mandi dengan pakaian lengkap? Dan membawa-bawa golok pula, apakah kau hendak menyerang istana Hai-liong-ong di dasar laut?" kata Wan Sun sambil menahan kegelian hatinya.

   Cin Lee Tai menunduk, memandang pakaiannya yang basah kuyup. Ia tak dapat menjawab, hanya buru-buru memasuki kamar perahu untuk bertukar pakaian kering. Akan tapi kegembiraannya tidak lenyap, tidak perduli ia ditertawakan orang, hatinya sebesar gunung. Liok Kong Ji? Itu syaratnya? Jangankan harus mengalahkan Liok Kong Ji biar harus melawan seribu orang Liok Kong Ji ia takkan gentar asal hadiahnya Ang Lian. Akan kutabas batang leher Liok Kong Ji dengan golokku, pikirnya. Pikiran hal membuat ia datang lagi menghadap Sin Hong.

   "Ada apa lagi, Lee Tai? Harap kau jangan sekali-kali lagi terjun dan mandi di laut, banyak ikan hiu di sini, kalau kau dikeroyok hiu, biar aku sendiri takkan dapat menolong nyawamu."

   "Wan-bengcu, apakah Liok Kong Ji itu sudah pasti berada di pulau itu?"

   "Tentu saja, memang kita sedang mencari dia. Mengapa?"

   "Harap bengcu memberi kesempatan kepadaku untuk menghadapi iblis itu. Siauwte ingin sekali menabas batang lehernya dengan golokku ini, jangan sampai didahului orang lain!"

   Wan Sin Hong maklum akan keberanian orang she Ciu ini yang luar biasa, juga maklum akan kedogolannya. Akan tetapi mendengar ini, benar-benar perutnya menjadi sakit karena menahan tawa. Dia sendiri belum tentu dapat menahan Liok Kong Ji, dan si dogol ini bersumbar hendak menebas batang leher Liok Kong Ji! Benar-benar seperti seekor katak hendak membunuh kerbau. Akan tetapi Sin Hong berperasaan halus, tidak mau mengecewakan atau menyinggung perasaan hati orang lain, maka ia mengangguk dan menjawab,

   "Baiklah, Lee Tai. Asalkan dapat berlaku hati-hati, dia lihai sekali."

   "Jangan khawatir, bengcu. Golokku biasanya ampuh sekali menghadapi orang jahat."

   Ciu Lee Tai menjadi makin gembira. Semenjak saat itu, ia kelihatan berseri dan gembira dan bernyanyi-nyanyi. Memang suaranya merdu, sehingga kegembiraan si dogol ini menghibur orang-orang lain dan membuat orang lain gembira pula. Akan tetapi kecuali Ang Lian, tidak ada orang lain yang dapat menduga mengapa si dogol itu demikian gembira. Hanya Ang Lian, yang tahu dan diam diam gadis jenaka ini terharu juga. Ia dapat menjajaki hati Lee Tai dan tahu bahwa pemuda dogol itu sudah membayangkan akan dapat menewaskan Liok Kong Ji dengan mudah.

   "Sayang.........? Ang Lian berkali-kali menarik napas panjang dan berbisik-bisik kepada diri sendiri.

   "Sayang ia tidak selihai Tiang Bu...."

   Sin Hong membawa rombongannya mendarat di pantai yang datar dan sunyi. Mereka berlompatan ke darat dengan hati-hati sekali. Mereka merasa heoran dan curiga melihat pantai itu tidak terjaga dan sunyi sekali. Sin Hong lalu membagi tugas. Huang-ho Sian jin dan dua orang puterinya diberi tugas menjaga perahu-perahu di pantai agar perahu perahu itu tidak sampai diganggu musuh. Kemudian dengan delapan orang kawan lainnya Sin Hong memasuki hutan di pulau itu menuju ke tengah pulau.

   Mereka menjadi makin heran melihat beberapa orang penjaga menggeletak, terluka atau tewas. Bahkan mereka menemukan lima orang yang berpakaian berwarna menggeletak menjadi mayat.

   "Eh. bukankah ini Lam-thian-chit-ong," kata Hok Tek Hwesio yang mengenal tokoh-tokoh selatan ini.

   "Mana lagi yang dua? Masih ada dua orang yang berpakaian hitam dan putih, kemana mereka dan siapa yang bisa membunuh mereka ini? Mereka terkenal lihai dengan Chit-seng-tin mereka."

   Wan Sin Hong juga merasa heran. Ia sudah mendengar bahwa tujuh orang perampok ini menjadi kaki tangan Liok Kong Ji. Kiranya hanya satu orang yang dapat mengalahkan mereka dan orang itu tentu Tiang Bu. Benarkah pemuda itu sudah menyerbu ke sini?

   

Pedang Penakluk Iblis Eps 23 Pedang Penakluk Iblis Eps 33 Pendekar Budiman Eps 9

Cari Blog Ini