Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Hitam 11


Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 11




   Suku Yakka menguasai daerah yang luas dan subur. Mereka berpusat di lembah antara sungai Kerulon dan Sungai Onon yang amat subur. Bukit-bukit di sini di tumbuhi hutan yang lebat, penuh binatang perburuan. Air yang berasal dari salju di gunung-gunung berlimpah, tak pernah kering. Daerah ini selalu menjadi perebutan antara suku-suku di utara, akan tetapi akhirnya dikuasai oleh suku Yakka yang terkenal gagah berani dan mempunyai pasukan yang cukup besar jumlahnya. Bahkan suku Yakka ini mengembangkan kekuasaan mereka sampai ke selatan, ke perbatasan propinsi Shan-si. Mula-mula memang terjadi pertempuran besar-besaran diantara suku Yakka dan pasukan Sui, akan tetapi akhir-akhir ini, setelah Gubernur Li mengambil seorang wanita Turki sebagai istrinya, keadaan berubah. Gubernur Li mengambil sikap bersahabat dengan semua suku bangsa Turki dan yakka. Bahkan dibukalah hubungan dagang dengan suku-suku bangsa di utara itu.

   Pada suatu hari, Tarsukai, kepala suku Yakka, berhasil mengumpulkan banyak bulu biruang yang di dapatkan oleh para pemburu dan juga banyak batu permata yang khas. Maka, diapun memilih bulu terbaik dan batu-batu yang langka, lalu bermaksud mengirim barang berharga itu sebagai hadiah kepada Gubernur Li. mendengar bahwa ada rombongan hendak pergi ke selatan, dua orang puterinya merengek menyatakan ingin pergi bersama rombongan.

   Tarsukai amat menyayang kedua orang puterinya ini, maka diapun tidak tega menolak. Demikianlah, kedua orang puterinya itu bahkan ditugaskan mewakilinya mengahturkan bingkisan itu kepada Gubernur Li. Mereka dikawal oleh tujuhbelas orang perwira jagoan dari Suku Yakka, melakukan perjalanan ke selatan yang cukup jauh dan akan memakan waktu beberapa pekan dengan menunggang kuda.

   Bukan main gembiranya hati Loana dan Hailun melakukan perjalanan itu. Bagi mereka, perjalanan itu bukan sekedar membawa tugas mengantar barang bingkisan, melainkan terutama sekali merupakan pesiar yang menggembirakan.

   Bahkan kalau mereka melewati sebuah hutan yang banyak binatangnya. Mereka berdua melakukan perburuan. Kalau melewati telaga, dua orang kakak beradik itu memerintahkan para pengawalnya untuk berhenti dan mereka lalu berpesiar di telaga. Tujuh belas orang jagoan pengawal itu selalu tunduk dan memenuhi kehendak Loana dan Hailun. mereka semua maklum betapa sayangnya pemimpin mereka kepada dua orang puterinya ini. Apalagi yang memimpin para pengawal itu adalah Temugu, adik kandung Tarsukai sendiri, atau paman dari kedua orang gadis itu. Temugu juga amat sayang dan memanjakan kedua orang keponakannya itu.

   Loana berwatak lembut dan agak pendiam, berbeda dengan adiknya, Hailun yang wataknya riang dan lincah jenaka. banyak sekali orang muda bangsa Mongol yang tergila-gila kepada dua orang gadis ini dan banyak putera kepala suku lain yang mengajukan pinangan, akan tetapi tidak satupun pinangan di terima oleh Tarsukai. Bukan berarti bahwa Tarsukai tidak ingin kedua puterinya memperoleh jodoh, akan tetapi semua pinangan di tolak keras oelh kedua orang puterinya itu. Karena ini pula maka ketika kedua orang puterinya hendak mewakilinya menyerahkan hadiah kepada Gubernur Li di Shansi, dia mengijinkan dengan harapan mudah-mudahan kedua orang puterinya itu akan menemukan jodoh yang seimbang dan baik di Shansi. Gubernur Li di Shansi mempunyai banyak putera dan di sana terdapat pula panglima-panglima muda yang gagah perkasa. Siapa tahu Loana dan Hailun akan bertemu jodoh mereka.

   Pada pagi hari yang cerah itu, rombongan orang suku Yakka Mongol itu tibalah di daerah pegunungan yang menjadi perbatasan dengan daerah Shansi. dua orang gadis yang menunggang kuda paling depan itu tiba-tiba melihat sekelompok kijang melarikan diri memasuki hutan. Bukan main gembira hati mereka dan dengan anak panah siap di tangan mereka membalapkan kuda mereka mengejar ke dalam hutan.

   Melihat ini, Temugu berteriak "Heiii, Loana, Hailun, tunggu. Kembalilah" Dia sudah banyak mendengar tentang gerombolan-gerombolan perampok yang bermarkas di dalam hutan lebat. Akan tetapi dua orang gadis yang sedang gembira it uterus membalapkan kuda mereka.

   "Heiii, tunggu kami """"" Temugu berteriak dan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk melakukan pengejaran ke dalam hutan. Tujuh belas orang itu lalu melarikan kuda mereka memasuki hutan lebat itu. Akan tetapi dua orang gadis itu sudah jauh meninggalkan mereka sehingga mereka terpaksa harus mencari-cari jejak kuda dua orang gadis itu.

   Sambil membalapkan kuda mereka, Loana dan Hailun melepaskan anak panah berulang kali. Mereka tidak mampu mendekati kijang-kijang itu yang larinya pesat bukan main.

   "Panahku mengena" teriak Hailun.

   "Panahku juga" kata Loana. Akan tetapi karena jaraknya jauh anak panah mereka tidak dapat merobohkan kijang-kijang yang terlalu cepat larinya itu.

   Mereka mengejar secepatnya sehingga meninggalkan rombongan pengawal mereka.
Selagi kedua orang gadis Mongol itu membalapkan kuda, tiba-tiba kuda mereka meringkik kaget dan ketakutan ketika dari balik pohon dan semak berloncatan belasan orang dari sikapnya mereka yang kasar dapat di duga bahwa mereka adalah orang-orang jahat. Lima belas orang itu di pimpin oleh seorang yang usianya sekitar empat puluh tahun, bertubuh tinggi besar dengan wajah penuh brewok dan kulit mukanya hitam. Melihat dua orang gadis yang cantik manis itu, si kepala perampok tertawa bergelak.

   "Biar aku sendiri yang menangkap mereka, kalian hadang pasukan berkuda itu, bunuh mereka dan rampas kuda dan barang-barang mereka" teriaknya dan bagaikan seekor orang utan besar, dia sudah meloncat dan menerkam kearah Loana yang duduk di atas kuda berusaha menenangkan kudanya. Terkaman itu demikian hebat sehingga tubuh Loana terseret turun dari atas kuda. Sebelum ia sempat bangkit berdiri, tubuhnya sudah menjadi lemas dan lumpuh karena di totok oleh kepala perampok itu. melihat ini Hailun menjadi marah dan ia sempat melepaskan anak panah kearah kepala perampok itu. Akan tetapi kepala perampok itu ternyata lihai sekali. Anak panah itu dapat di tangkisnya dengan tangan sehingga melesat jauh dan sebelum Hailun dapat memanah lagi, kakinya telah di tangkap dan di tarik turun dari atas kuda. Sebagai seorang gadis Mongol yang sejak kecil mempelajari ilmu bela diri, ia melawan. akan tetapi kepala perampok itu jauh lebih kuat dan lebih cepat. Dia lihai sekali dan sebelum Hailun dapat berbuat banyak, iapun sudah roboh terkulai oleh totokan kepala perampok brewok itu.

   "Ha-ha-ha-ha. hari ini beruntung sekali aku, mendapatkan dua orang nona yang cantik jelita. Ha-ha-ha " sambil tertawa tawa dia lalu memanggul tubuh kedua orang gadis itu dan di kedua pundaknya dan membawa mereka menyusup hutan belukar menuju ke kelompok bangunan dari kayu dan bambu yang menjadi sarang gerombolan perampok itu.

   Sementara itu, secara kebetulan Han Sin dan Cu Sian tiba pula di jalan yang melalui hutan itu dalam perjalanan mereka ke utara. Mereka berjalan santai sambil bercakap-cakap.

   "Eh, Sin-ko. Kau belum menceritakan bagaimana kau dapat menduga bahwa Bong Sek Toan itu mempunyai hubungan dengan nama Toat Beng Diam-Ong. Aku pernah mendengar dari para pamanku bahwa Toat-beng Giam-Ong adalah seorang datuk yang dahulu menjadi Kok-su Kerajaan Toba.

   "Dari ibuku aku mengenal ilmu silat Lo-han-kun dan orang she Bong itu ketika melawanmu menggunakan ilmu pedang Lo-hai kiam-hoat. Maka aku dapat menduga demikian"

   "Dan dugaanmu itu ternyata tepat. Buktinya, ketika dia dikenal sebagai orang yang ada hubungannya dengan bekas Kok-su Kerajaan Toba itu, dia terus melarikan diri"

   "Ssssttt, Sian-te. Ada suara rebut-ribut dari dalam hutan itu?" Han Sin menunjuk ke arah kiri darimana terdengar suara pertempuran.

   Cu Sian juga mendengar itu dan cepat dia meloncat dan berlari memasuki hutan, di ikuti oleh Han Sin. Tak lama mereka berlari dan mereka melihat ada dua kelompok orang yang berkelahi. Yang sekelompok adalah orang-orang Mongol dan yang kedua adalah orang-orang yang melihat pakaiannya tentu orang-orang yang biasa mempergunakan kekerasan, mungkin perampok. Orang-orang Mongol itu berlompatan turun dari kuda mereka dan terjadilah pertempuran yang hebat.

   Han Sin melihat seorang laki-laki tinggi besar memanggul tubuh dua orang wanita muda "Sian-te, gadis-gadis itu di culik"

   Cu Sian menengok dan ketika dia melihat seorang laki-laki tinggi besar melarikan dua orang gadis yang di panggulnya, dia lalu berkata "Sin-ko, biar aku menolong mereka" Dan diapun sudah berlari cepat melakukan pengejaran terhadap pria tinggi besar yang melarikan dua orang gadis mongol itu.

   Han Sin membiarkan saja Cu Sian yang melakukan pengejaran karena dia yakin bahwa sahabatnya itu tentu akan mampu menolong dua orang gadis itu.

   Dia sendiri lalu menghampiri tempat pertempuran dan memperhatikan. Tidak lama dia meragu harus membantu siapa karena dia segera mendengar seruan orang-orang kasar itu.

   "Bunuh dan rampas kuda mereka"

   Dari teriakan"teriakan ini tahulah dia bahwa orang-orang kasar itu tentu segerombolan perampok yang menyerang segerombolan orang mongol ini. Dan dua orang gadis tadi pun gadis mongol. Dia tidak ragu lagi harus membantu siapa.

   "Perampok jahat" serunya dan dia pun sudah terjun ke dalam gelanggang pertempuran itu. Walaupun Han Sin hanya bertangan kosong, namun setiap orang perampok yang neyerangnya, tentu senjata mereka terpental dan orangnya terjengkang oleh tamparan tangan mau pun tendangan kaki Han Sin.

   Masuknya Han Sin yang membantu orang-orang mongol itu membuat gerombolan perampok menjadi panik. Sebentar saja Han Sin telah merobohkan tujuh orang perampok. Walaupun dia tidak melukai berat para perampok itu dan mereka dapat bangkit kembali namun mereka telah jerih dan larilah mereka cerai berai di kejar oleh orang-orang mongol.

   Melihat bahwa para perampok telah melarikan diri, Han Sin lalu berkelebat cepat melakukan pengejaran kearah larinya perampok yang menculik dua orang gadis dan sedang di kejar oleh Cu Sian. Dia khawatir kalau-kalau Cu Sian terjebak atau menghadapi ancaman bahaya.

   Sementara itu, sebentar saja Cu Sian sudah berhasil menyusul kepala perampok yang melarikan dua orang gadis Mongol. Loana dan Hailun yang tertotok tidak mampu bergerak, tidak dapat meronta, akan tetapi mereka berseru marah.

   "Lepaskan aku" seru Loana

   "Lepaskan kami, kau anjing bedebah busuk" Hailun memaki.

   Akan tetapi kepala perampok itu hanya tertawa-tawa, seolah seruan marah dan makian kedua gadis itu terdengarnyanyian merdu bagi telinganya.

   Tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu seorang pemuda tampan telah berdiri menghadang di depan kepala perampok itu. Pemuda itu adalah Cu Sian. Dia membawa sepotong tongkat kayu dari ranting pohon dan menudingkan tongkat itu kearah muka si kepala perampok.

   "He, monyet muka hitam. Berani kau menculik dua orang gadis ini? Hayo kau bebaskan mereka kalau tidak ingin ku tusuk hidungmu yang besar dan jelek itu sampai hancur dengan tongkat ini" Dengan sikap mengejek Cu Sian menudingkan tongkatnya ke arah hidung kepala perampok itu.

   Kepala perampok itu adalah orang yang terbiasa di taati oleh anak buahnya dan selama ini belum pernah ada orang berani menentang kehendaknya. Maka, kini melihat seorang pemuda remaja berani memaki dan menghinanya, tentu saja dia menjadi marah bukan main. Di turunkannya dua orang gadis itu ke bawah sebatang pohon dan dia meloncat dengan sigapnya ke depan Cu Sian sambil membelalakan matanya, sikapnya penuh ancaman. Sepasang mata kepala perampok itu terbuka sedemikian lebarnya seolah"olah dia hendak menelan pemuda remaja yang berani menentangnya itu dengan matanya.

   "Hemmm "" Ia mengeram seperti seekor biruang marah "Tikus kecil, kau sudah bosan hidup"

   Akan tetapi Cu Sian malah tertawa "Ha-ha-ha, monyet muka hitam. Aku tidak bosan hidup. Aku akan hidup seribu tahun lagi untuk melaksanakan tugas hidupku, yaitu membasmi monyet-monyet jahat seperti kau inilah"

   Pada saat itu, Han Sin tiba di tempat itu "Sian-te, berhati-hatilah" katanya.

   Cu Sian menoleh dan tersenyum melihat Han Sin sudah menyusul ke situ "Ahhh, jangan khawatir, Sin-ko. Kalau hanya monyet hitam seperti ini, biar ada selusin pun aku tidak akan kalah"

   Mendengar ucapan pemuda remaja itu, kepala perampok tadi menjadi semakin marah. Apalagi telah muncul seorang pemuda lain. Dia merasa terganggu sekali dan tanpa banyak cakap lagi dia lalu menerkam kepada Cu Sian seperti seekor harimau menerkam seekor domba, Namun Cu Sian mengelak cepat dan terkaman itupun mengenai tempat kosong. Dia menjadi semakin marah dan melakukan penyerangan secara bertubi-tubi, akan tetapi semua serangan dapat di elakkan dengan mudah oleh Cu Sian.

   Melihat bahwa kepala perampok itu hanya memiliki tenaga besar saja akan tetapi gerakannya terlalu lamban bagi Cu Sian. Han Sin tidak merasa khawatir lagi dan dia segera menghampiri dua orang gadis Mongol yang masih rebah tak mampu bergerak. Dia menggerakkan tangan dengan cepat sehingga tidak nampak oleh dua orang gadis itu, akan tetapi dia telah menotok mereka dan tiba-tiba saja Loana dan Hailun dapat menggerakkan kaki tangan mereka.

   Loana dan Hailun segera bangkit berdiri. Kedua orang gadis itu memandang kearah Cu Sian yang sedang bertanding melawan kepala perampok itu dan keduanya nampak gelisah karena kapala perampok itu menyerang bertubi-tubi sambil mengeluarkan suara geraman seperti seekor binatang buas. Dia nampak buah dan menyeramkan sekali.

   "Harap nona berdua tidak khawatir, adikku Cu Sian tidak akan kalah melawan kepala perampok itu" kata Han Sin menenangkan mereka. Kedua orang gadis itu menoleh dah mengetahui bahwa pemuda inipun bukan orang jahat melainkan kakak dari pemuda yang telah menolong mereka, mereka lalu mendekati seolah hendak minta perlindungan.

   Loana berkata kepada Han Sin dengan suara memohon "Sobat yang baik, kenapa kau tidak cepat membantu adikmu menghadapi orang jahat itu?"

   Han Sin memandangi kedua orang gadis itu sejak tadi dan dia merasa kagum sekali. Loana memiliki wajah yang bulat telur, cantik manis sekali. Sepasang matanya seperti mata rajawali, demikian tajam namun lembut dan ketika bicara timbul lesung pipit di sebelah kiri. Sikapnya halus dan ketika bertanya kepadanya, suaranya merdu dan lembut dan ketika bicara timbul lesung pipit di sebelah kiri, Sikapnya halus dan ketika bertanya kepadanya, suaranya merdu dan lembut. Gadis kedua yang lebih muda, memiliki bentuk wajah yang bulat, hidungnya mancung dan mulutnya merupakan daya tarik paling kuat. Mulut itu manis menggairahkan.

   "Jangan kalian khawatir, adikku tidak akan kalah dan seorang laki-laki sejati tidak akan bersikap curang melakukan pengeroyokkan" jawab Han Sin dan mendengar jawaban ini Loana menjadi kagum. Jawaban itu menunjukkan bahwa ia berhadapan dengan seorang pendekar yang gagah perkasa. Kalau adiknya saja sudah demikian gagah. kakaknya ini tentu lebih hebat pula. pikirnya. Akan tetapi, melihat Han Sin dan Hailun memandang ke arah perkelahian itu penuh perhatian, Loana lalu memandang pula.

   Kepala perampok itu menjadi semakin beringas ketika beberapa kali tubrukannya dan serangannya hanya mengenai tempat kosong. Dia mengerahkan tenaganya dan menerjang kembali dengan kedua lengan di buka seperti seekor beruang menyerang calon mangsanya sambil mengeluarkan teriakan keras.

   "Haiiittttt """" Kedua tangan itu membuat gerakan memeluk. Cu Sian cepat menghindarkan diri dan langkah ke samping belakang, lalu kakinya mencuat dengan tendangan yang cepat seperti kilat menyambar.

   "Dukkk " aaggghh ". Kaki bersepatu itu kecil saja akan tetapi karena sambarannya cepat dan mengenai lambung, raksasa muka hitam itu terjengkang dan mengaduh. Ketika dia merangkak bangun, dia memegangi perutnya yang seketika terasa mulas. Kini kemarahannya memuncak dan dia tidak lagi berani memandang rendah pemuda remaja itu. tangannya meraih ke punggung dan dia sudah mencabut sebatang golok besar yang berkilauan saking tajamnya.

   Melihat ini, Loana dan Hailun menjadi ngeri dan khawatir sekali, apalagi melihat kepala perampok itu tanpa peringatan lagi sudah mengayun goloknya menyerang. Golok menyambar ke arah leher Cu Sian. Loana sudah memejamkan matanya dan Hailun mengepal tinjunya. Akan tetapi dengan cepat dan ringan sekali tubuh Cu Sian sudah mengelak ke belakang dan golok itu membacok angin.

   "Curang. Pengecut. Biar aku membantunya" terdengar Hailun berteriak dan gadis mongol yang licah ini sudah mencabut sebatang pisau belati bengkok dari balik ikat pinggangnya. Agaknya ia akan nekat maju mengeroyok kepala perampok itu, akan tetapi Han Sin cepat mencegahnya.

   "Jangan, nona. Adikku tidak akan kalah. Kalau kau membantunya, kau malah akan membikin dia repot melindungimu. Lihatlah, dia tidak akan kalah"

   "Tapi dia di serang dengan senjata oleh pengecut curang itu" Hailun membantah dan masih hendak nekat menyerbu.

   "Hailun, sobat ini benar, Jangan mencampuri, kau akan terancam bahaya. Dia tidak akan. Lihatlah"

   Hailun memandang dan iapun bernapas lega, Kiranya Cu Sian sudah memegang sebatang tongkat yang tadi dia tancapkan di atas tanah dan kini dengan tongkatnya itu dia melawan kepala perampok yang memegang golok.

   "Ha-ha-ha, monyet hitam. Golokmu penyembelih ayam itu tidak menakutkan aku" Cu Sian mengejek dan begitu dia memutar tongkatnya, lawan yang tinggi besar itu baginya demikian aneh, tongkat seolah berubah menjadi belasan banyaknya, menyerang dari segenap penjuru. Dia mencoba untuk melindungi tubuhnya dengan putaran goloknya, namun tetap saja tongkat itu dapat menyelinap diantara gulungan sinar goloknya dan dua kali tubuhnya berkenalan dengan tongkat itu. Pertama kali, kepalanya di ketuk sedemikian kerasnya sampai timbul benjolan sebesar telur ayam di dahinya, dan kedua kali, dadanya tertotok ujung tongkat yang membuat dia terjengkang dan dadanya terasa sesak bernapas. Pengalaman ini membuat kepala perampok merasa jerih. Anak buahnya juga muncul dan dia merasa tidak akan mampu menandingi pemuda remaja yang amat lihai itu. Kalau di lanjutkan, tentu dia akan celaka. Apalagi di situ masih ada pemuda lain yang belum turun tangan. Karena itu, begitu dia dapat meloncat bangun, dia langsung membalikkan diri dan lari meninggalkan tempat itu secepatnya.

   Hailun bertepuk tangan dengan gembira "Heiii, monyet hitam pengecut. Jangan lari kau" Ia berteriak dan melihat kegembiraan gadis itu, Cu Sian juga menjadi gembira.

   "Nona, apa kau ingin aku menangkap monyet itu?" Cu Sian bertanya sambil tertawa.

   "Benar, sobat yang gagah perkasa. Kejar dan tangkaplah monyet hitam itu, seret dia ke sini agar aku sendiri dapat memberi hukuman kepadanya" teriak Hailun dengan gembira.

   Akan tetapi sebelum Cu Sian bergerak untuk mengejar lawannya, Han Sin berkata "Sian-te, lawan yang sudah kalah dan melarikan diri tidak perlu dikejar lagi"

   Cu Sian memandang kepada Han Sin dengan alis berkerut, akan tetapi melihat pandang mata Han Sin, dia teringat bahwa dia sudah berjanji akan menaati kata-kata sahabatnya itu. Maka diapun lalu tersenyum dan menoleh kepada Hailun sambil mengembangkan kedua lengannya dan mengangkat pundak.

   "Sayang, adik yang manis, kakakku ini melarang aku mengejar monyet hitam itu"

   Hailun melangkah maju dan tanpa ragu atau malu lagi dara mongol ini memegang tangan kanan Cu Sian dengan kedua tangannya, sepasang matanya menatap penuh kagum wajah pemuda itu dan ia berkata "Ah, kau hebat sekali. Kau adalah pahlawanku yang gagah perkasa. Kami berdua menghaturkan banyak terima kasih atas pertolonganmu, sobat"

   Cu Sian tersenyum dan berkata dengan lagak bangga "Ah, melawan monyet hitam itu tidak ada artinya, nona manis. Biar ada selusin monyet seperti dia. Kalau berani mengganggu sehelai rambutmu, tentu akan kubasmi semua"

   Han Sin tertegun menyaksikan lagak Cu Sian ini. Memang biasanya pemuda itu lincah gembira dan jenaka, bahkan ugal-ugalan, akan tetapi sekali ini lagaknya demikian sombong dan takabur. Ah, jangan-jangan sahabatnya ini memang seorang pemuda mata keranjang.

   Maka, untuk menghentikan Cu Sian yang menjual lagak itu dia berkata dengan sikap sopan sambil memandang kepada Loana.

   "Nona berdua, apa yang telah terjadi dengan kalian? Mengapa pula kalian melakukan perjalanan melalui hutan yang liar ini? Kalian dari manakah dan hendak menuju kemana?"

   Loana segera menjawab "Kami berdua adalah kakak beradik. Kami adalah puteri kepala suku Yakka Mongol yang sedang melakukan perjalanan menuju ke Shan-si, di kawal oleh paman kami dan seregu prajurit. Akan tetapi setibanya di tempat ini, rombongan kami dihadang dan di serang oleh segerombolan perampok tadi dan kami berdua ditawan kepalanya dan di bawa lari sampai ke sini, Untung kami di tolong oleh sobat berdua. Untuk itu kami berdua menghaturkan banyak terima kasih"

   Han Sin memandang kagum. Dua orang gadis mongol ini dapat bicara dalam bahasa Han yang cukup baik. ini menandakan bahwa mereka terdidik dengan baik.

   "Siapakah nama sobat berdua yang gagah perkasa?" Tiba-tiba Hailun bertanya sambil memandang kepada Cu Sian.

   Cu Sian tertawa "Ha, mestinya kalian berdua yang lebih dulu memperkenalkan nama kalian kepada kami"

   Hailun juga tersenyum "namaku Hailun dan ini adalah kakak saya bernama Loana. Ayah kami adalah kepala suku Yakka bernama Tarsukai"

   Han Sin gembira sekali mendengar bahwa dua orang gadis itu adalah puteri-puteri kepala suku Yakka. Dia teringat akan nasihat Li Si Bin agar dia melakukan penyelidikan tentang kematian ayahnya itu diantara orang-orang Yakka yang dahulu ikut bertempur melawan pasukan ayahnya. Mungkin ayah gadis-gadis ini akan dapat memberi banyak keterangan kepadanya.

   "Ah, kebetulan sekali. kami juga sedang melakukan perjalanan ke utara untuk mengunjungi kepala suku Yakka Mongol. Perkenalkanlah, nona. Aku bernama Cian Han Sin dan ini adalah sahabat baikku bernama Cu Sian"

   Pada saat itu, terdengar suara gaduh banyak orang dan juga suara derap kaki kuda. Dua orang gadis itu nampak gelisah dan mereka mendekati penolong mereka. Tanpa disengaja Loana mendekati Han Sin dan Hailun mendekati Cu Sian, bahkan memegang lengan pemuda itu. Dua orang pemuda itupun membalikkan tubuh menghadapi orang-orang yang baru datang untuk melakukan perlawanan.

   Akan tetapi yang muncul itu adalah orang-orang Mongol yang mengawal kedua orang gadis itu. Temugu yang tinggi besar itu segera meloncat dari atas kudanya dan sikapnya mengancam ketika dia melihat dua orang keponakannya berada di situ bersama dua orang pemuda Han yang tidak mereka kenal. Belasan orang mongol yang datang berjalan kaki dan ada pula yang berkuda, segera mengepung dengan sikap mengancam.

   "Dua orang muda yang bosan hidup. Bebaskan dua orang nona kami sebelum kami menggunakan kekerasan dan membunuh kalian" bentak Temugu yang sudah siap dengan pedang bengkok di tangannya.

   Hailun segera berkata dengan suara nyaring "Paman Temugu, jangan ngawur. Dua orang pemuda ini justeru yang menolong kami dari tangan perampok"

   Temugu membelalakkan matanya, akan tetapi karena sudah menjadi watak Hailun yang suka main-main, maka dia memandang kepada Loana seperti minta penjelasan. Loana menghadapinya dan berkata "Memang benar Paman Temugu. mereka ini bernama Cian Han Sin dan Cu Sian. Dua orang pemuda yang baru saja membebaskan kami dari tangan kepala perampok"

   Mendengar penjelasan Loana ini, Temugu tidak ragu lagi dan dia cepat memberi hormat dengan mengangguk kemudian menjulurkan tangan mengajak dua orang pemuda itu bersalaman "Ah, maafkan kami yang tidak tahu. Kami berterima kasih sekali kepada dua orang sobat baik. Ketua kami tentu akan menerima kalian sebagai tamu-tamu agung dan akan mengucapkan terima kasihnya"

   Sebelum Han Sin dan Cu Sian menjawab, Loana sudah berkata lagi "Memang mereka berdua ingin mengunjungi tempat kita dan bertemu dengan ayah, paman"

   Hailun menyambung "Baiknya begini saja, paman Temugu. Paman dan para pengawal melanjutkan perjalanan ke Shan-si dan menyerahkan barang-barang hadiah dari ayah, sedangkan kami berdua akan kembali saja bersama saudara Cian Han Sin dan Cu Sian"

   Mendengar usul Hailun itu, Temugu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala tidak setuju "Hailun, bagaimana kalian pulan sendiri? Kami yang bertanggung jawab atas keselamatan kalian. Kalau terjadi apa-apa dengan kalian bagaimana kami akan mempertanggung jawabkannya?"

   "Ah, paman. Dengan dikawal dua orang penolong kami ini, kami akan sampai di rumah dengan selamat. Jangan pandang ringan mereka berdua, paman, Pengawalan mereka berdua jauh lebih aman dibandingkan pengawalan kalian yang tujuhbelas orang banyaknya itu"

   Temugu tetap tidak setuju, akan tetapi Loana berkata dengan suaranya yang halus namun meyakinkan" Ucapan, adik Hailun tidak berlebihan, paman Temugu. Buktinya tadi, dengan pengawalan paman sekalian, tetap saja kami di tawan penjahat. Kalau tidak ada dua orang penolong ini, entah bagaimana jadinya dengan kami. Pula, setelah mengalami peristiwa tadi, kami berdua sudah tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan perjalanan. Biarkan kami berdua pulang bersama dua orang pemuda ini yang hendak berkunjung kepada ayah"

   Temugu tidak dapat membantah lagi. Juga kini dia mengenal bahwa pemuda yang berkelebat cepat membantu mereka melawan gerombolan adalah pemuda yang tinggi tegap dengan pakaian sederhana ini. Memang hanya sekelebatan saja dia melihat bayangan yang merobohkan banyak anggota perampok tadi, akan tetapi dia ingat benar bahwa bayangan itu mengikat rambutnya dengan pita kuning.

   Temugu menginginkan kepastian dari dua orang pemuda yang sama sekali asing itu "Sobat muda berdua, apakah benar-benar kalian berdua berani mempertanggung jawabkan keselamatan dua orang keponakan kami ini dan mengantar mereka sampai ke tempat tinggal kami?" Temugu memandang tajam kepada Han Sin dan Cu Sian.

   Han Sin segera menjawab "Paman yang baik, sesungguhnyalah bahwa aku dan sahabatku ini hendak pergi mengunjungi Kapala Suku Yakka Mongol untuk suatu keperluan penting. Kami sama sekali tidak mengajak kedua orang nona ini untuk pergi bersama kami"

   Mendengar ini, Loana berkata "Sobat Cian Han Sin. memang kalian tidak mengajak kami berdua, akan tetapi setelah terjadi peristiwa ini kami berdua kakak beradik ingin pulang saja. Dan mendengar bahwa sobat Cian Han Sin dan Cu Sian hendak mengunjungi ayah kami, maka hal itu kebetulan sekali. Kita dapat melakukan perjalanan bersama"

   "Kakak Loana berkata benar" sambung Hailun"Perjalanan dari sini menuju ke perkampungan kita aman, tidak akan ada yang berani mengganggu kami. Bahkan tanpa pengawalan sama sekalipun kami berdua berani melakukan perjalanan pulang. Kami berdua bukanlah gadis-gadis lemah dan cengeng, Karena kebetulan dua orang pemuda ini hendak berkunjung ke tempat tinggal kami, apa salahnya kalau kami berdua melakukan perjalanan dengan mereka?"

   Cu Sian merasa tidak enak kalau diam saja "Sudahlah, biarkan dua orang nona ini melakukan perjalanan pulang bersama kami berdua. tentang keselamatan mereka berdua, jangan khawatir. Kalau terjadi gangguan dan halangan, akulah yang akan melindungi mereka dengan taruhan nyawa" Ucapan ini terdengar gagah sekali. Mendengar ini, Hailun mendekati Cu Sian dan gadis ini berkata kepada pamannya.

   "Paman dengar itu? Dengan pengawalan sobat Cu Sian ini, aku akan merasa lebih aman daripada dikawal pasukan pengawal kita"

   Wajah Temugu berubah kemerahan dan sambil mengerutkan alisnya dia berkata "Semua pengawal ini manjadi saksi, bahwa pemisahan diri kami ini adalah kehendak kalian berdua sendiri. Kalau sampai terjadi sesuatu, jangan persalahkan kami"

   Han Sin merasa tidak enak sekali. Diapun tidak ingin mengajak kedua gadis itu. Adalah mereka berdua itu yang menghendakinya sendiri. Kalau dia merasa setuju mereka berdua ikut dan melakukan perjalanan bersama dia dan Cu Sian, hal itu adalah karena dengan adanya dua orang gadis itu tentu akan lebih memudahkan dia mencari keterangan tentang kematian ayahnya di perkampungan Yakka itu.

   "Aku mempunyai usul yang kiranya dapat kalian terima. Bagaimana kalau para pengawal ini di bagi dua? Sebagian melanjutkan perjalanan ke Shan-si dan yang sebagian lagi tetap mengawal kedua orang nona pulang ke utara bersama kami"

   Usul Han Sin ini di terima dengan suara bulat. Temugu lalu membagi pasukan pengawalnya. Delapan orang di tugaskan untuk mengawal dua orang keponakannya sedangkan selebihnya ikut dengan dia ke Shan-si. Dan dua ekor kuda di berikan kepada Han Sin dan Cu Sian.

   Dua rombongan ini lalu berpisah dan Han Sin bersama Cu sian dan dua orang gadis itu di kawal delapan orang, menunggang kuda menuju ke utara.

   ***

   Seperti kehidupan para nenek moyang mereka, Suku Yakka Mongol hidup sebagai suku perantau, hanya menetap untuk sementara di daerah yang mereka anggap subur dan menguntungkan. Apabila daerah itu sudah tidak menguntungkan lagi. mereka memboyong seluruh keluarga mereka, pindah ke daerah baru yang lebih baik.

   Karena itulah, di setiap daerah yang mereka pilih sebagai tempat tinggal sementara, mereka tidak pernah atau jarang sekali membangun rumah tinggal yang tetap. mereka lebih suka mendirikan kemah-kemah yang mudah di bongkar pasang.

   Pada waktu itu, suku Yakka Mongol itu bertempat tinggal di daerah yang subur, diantara Sungai Kerulon dan Sungai Ono. Bukit-bukit di sekitar tempat itu penuh dengan hutan lebat. Di sebuah yang lembah yang penuh dengan padang rumput, mereka mendirikan kemah-kemah mereka.

   Rumah atau kemah mereka itu terbuat dari bulu binatang kempa yang di tangkupkan pada rangka dari kayu. Dibagian paling atas terdapat sebuah lubang untuk mengeluarkan asap. Dinding kemah itu di kapur dan dihiasi dengan lukisan-lukisan. Kemah yang paling besar dan mewah tentu saja menjadi tempat tinggal kepala suku mereka, yaitu Tarsukai. Kemah seperti ini, di dalam bahasa mereka di sebut Yurt. Bentuknya agak bundar dan bentuk ini menyebabkan angina yang meniup kuat-kuat akan melewatinya Tanpa menimbulkan bahaya tumbang atau runtuh.

   Di dalam perkampungan suku Yakka itu, perkemahan milik Tarsukai berada di tengah-tengan, terdiri dari beberapa buah Yurt yang mengelilingi yurt yang terbesar. Para isterinya tinggal bersama anak-anak mereka dalam sebuah yurt. Sebuah yurt untuk seorang isteri dan anak-anaknya.

   Ketika Han Sin dan Cu Sian tiba di perkampungan itu, mereka di sambut oleh orang-orang Yakka dengan heran dan juga gembira. Apalagi ketika mereka mendengar dari para pengawal bahwa dua orang itu adalah pendekar-pendekar yang telah menyelamatkan dua orang nona mereka dari tangan kepala perampok, semua orang memandang kepada dua orang pemuda itu dengan takjub. Di dampingi oleh Loana dan Hailun, kedua orang pemuda itu dipersilahkan memasuki kemah yang terbesar, yang menjadi tempat tinggal dan juga tempat pertemuan dari Tarsukai.

   Dengan kikuk dan juga terheran-heran, Han Sin dan Cu Sian memasuki kemah itu dan mengamati keadaan di dalam kemah. Kemah itu besar dan luas sekali dan di situlah tersimpan milik keluarga Tarsukai, kepala klan (suku) Yakka mongol itu. Ada permadani yang tebal dan indah berasal dari Bhokhara atau Kabul, yang di bawa oleh para pedagang dari barat. Ada pula peti-peti besar berisi pakaian dari sutera yang mereka peroleh dari tukar menukar barang dengan pedagang-pedagang bangsa Arab. Ada pula barang-barang dari perak ukir-ukiran. Di sudut terdapat sebauh rak penuh dengan senjata yang sebagian tergantung pada dinding kemah, pedang-pedang dari Turki. lembing-lembing, kotak-kotak busur dari gading dan bambu, anak-anak panah dari berbagai jenis terhias bulu-bulu indah dan perisai-perisai dari kulit yang di cat beraneka corak dan warna.

   Han Sin dan Cu Sian merasa asing sekali, seolah masuk ke dalam dunia yang lain sama sekali. Juga suasana di situ bebas namun mengandung suasana yang menyeramkan, seolah-olah semua seramah-tamahan itu dalam sekejab dapat berubah menjadi kebengisan.

   Didalam yurt besar itu, seperti juga dalam yurt-yurt lainnya, terdapat perapian yang menhangatkan hawa dalam kemah itu.

   Seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun duduk di atas sebuah kursi berukir dengan sikap gagah. Kedua kakinya terpentang lebar, kepalanya juga tegak. Pakaiannya berbeda dengan pakaian orang orang Yakka lainnya, karena dia memakai jubah dari bulu. Pria ini bersikap seperti seekor burung rajawali yang bertengger di puncak pohon, gagah dan berwibawa.

   Loana dan Hailun segera lari kedepan menyalami ayah mereka dan mencium tangan ayah mereka. Tarsukai yang tadinya berwajah seperti topeng itu tiba-tiba saja nampak tampan ketika tersenyum dan matanya bersinar-sinar, mulutnya kelihatan ramah sekali. Dia merangkul Loana dengan tangan kanan dan Hailun dengan tangan kiri.

   "Hemm, anak-anakku yang nakal. Apa yang ku dengar dari pelaporan para pengawal tadi? Kalian tidak melanjutkan perjalanan ke Shan-si akan tetapi di tengah perjalanan lalu menghentikan perjalanan dan pulang? Dan laporan itu mengatakan bahwa kalian di tawan perampok? Bagaimana sebetulnya, apa yang terjadi?"

   Hailun terkekeh dan mengelus tangan ayahnya "Ah, ayah menghujani kami dengan pertanyaan-pertanyaan. Sebelum kami bercerita, ayah, lebih dulu perkenalkanlah, dua orang pemuda itu adalah penolong-penolong kami. Ini Cian Han Sin dan yang itu Cu Sian"

   Tarsukai menoleh dan memandang kepada dua orang pemuda yang masih berdiri di depannya. Sejenak dia memandang penuh perhatian dan selidik, kemudian dia mengangguk. Han Sin dan Cu Sian segera memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan dada yang di balas oleh Tarsukai dengan membungkuk. Kemudian kepala suku itu bangkit berdiri dan nampaklah bentuk tubuhnya yang kokoh kuat, tinggi dan berotot.

   "Kalian telah menolong kedua orang puteri kami? Kalau begitu, duduklah. Kalian adalah sahabat-sahabat kami dan menjadi tamu-tamu kehormatan kami" Tarsukai mempersilahkan kedua orang muda itu duduk di atas bangku pendek, sedangkan dua orang puterinya duduk bersimpuh di atas permadani.

   "Terima kasih" kata Han Sin yang di turut oleh Cu Sian. Mereka duduk di depan kepala suku itu.

   "Nah, anak-anakku, sekarang ceritakan apa yang telah terjadi" kata Tarsukai.

   "Ayah, kami melakukan perjalanan ke selatan dengan lancar. Bahkan kami berdua sempat singgah di tempat-tempat yang indah, bertamasya di danau-danau. Akan tetapi ketika kami tiba di perbatasan, di dalam hutan, tiba-tiba muncul sekelompok kijang. Aku dan adik Hailun tertarik dan kami berdua mengejar kijang-kijang itu sambil melepaskan anak panah"

   "Anak panah kami mengena, ayah" sambung Hailun "Akan tetapi kijang-kijang itu masih dapat berlari memasuki hutan dan kami terus mengejar"

   "Dan tiba-tiba muncul segerombolan orang jahat itu" kata Loana "Kepala perampok itu lalu menyerang aku dan Hailun. tiba-tiba saja kami berdua tidak mampu bergerak dan dia lalu memanggul kami dan membawa kami pergi memasuki hutan"

   "Hemmm, apa kerjaannya paman kalian Temugu? Apa dia tidak melindungi kalian?" Tanya Tarsukai dengan nada marah.

   "Paman dan para pengawal melakukan pengejaran kepada kami berdua akan tetapi mereka sibuk melawan serangan anak buah gerombolan perampok, ayah" kata Loana "Akan tetapi untunglah kami di tolong oleh dua orang sahabat yang gagah perkasa ini"

   "Ayah, hebat sekali kepandaian Cu Sian ini" kata Hailun sambil menunjuk kearah pemuda itu" Dia muncul dan menyerang kepala perampok yang menyeramkan itu. Hanya dengan sebatang tongkat dia menghadapi kepala perampok yang bersenjata golok besar dan akhirnya monyet hitam itu melarikan diri. Kalau tidak ada Cu Sian ini, entah apa jadinya dengan kami"

   Tarsukai mengangguk-angguk sambil memandang kepada Han Sin dan Cu Sian, terutama sekali kepada Cu Sian. Diam-diam kepala suku ini kagum akan tetapi juga meragukan cerita kedua puterinya. Pemuda-pemuda yang penampilannya tidak mengesankan itu, nampaknya hanya pemuda-pemuda pelajar yang lemah lembut, bagaimana mungkin dapat menjadi seorang laki-laki yang jantan dan kuat?

   Akan tetapi, karena bukan hanya dua orang puterinya yang bercerita, akan tetapi juga para pengawal melapor kepadanya akan kelihaian dua orang pemuda itu, maka diapun percaya walaupun tidak yakin benar karena tidak menyaksikan sendiri. Untuk menyatakan terima kasihnya, tarsukai lalu mengadakan pesta untuk menyambut dan menghormati dua orang tamu agungnya. Dua orang pemuda itu tentu saja merasa gembira akan penyambutan yang sedemikian ramah dan baiknya. Mereka mendapatkan sebuah kemah sendiri untuk mereka berdua tinggal. di dalam kemah yang tidak berapa besar namun lengkap itu, Han Sin dan Cu Sian beristirahat setelah mereka ikut hadir dalam pesta untuk menyambut mereka dan makan minum sampai kenyang.

   
Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Di dalam kemah itu hanya terdapat sebuah tempat tidur yang hanya merupakan sebuah kasur bulu yang terletak di atas permadani. kasur ini kurang lebih satu setengah meter lebarnya dan melihat ini, Cu Sian mengerutkan alisnya dan berkata "Sin-ko, malam nanti aku akan tidur di atas permadani saja dan kau boleh tidur di atas kasur"

   "Ah, Sian-te. Kasur ini cukup besar untuk kita berdua" bantah Han Sin.

   "Sudah sering kukatakan padamu, Sin-ko. Aku tidak biasa tidur sekamar dengan orang lain dan kalau hal itu dipaksakan, semalam suntuk aku takkan dapat tidur. Apalagi satu tempat tidur. Sudahlah, kalau kau memaksa, aku malah akan tidur di luar saja"

   Melihat Cu Sian ngambek, Han Sin tersenyum "Baiklah, aku tidak akan memaksamu, Sian-te. Kau boleh tidur di atas kasur itu seorang diri dan aku yang tidur di permadani"

   "Tidak, kau yang di kasur"

   "Aihh, Sian-te. Seorang kakak harus mengalah kepada adiknya, bukan? Hanya aku merasa heran, bagaimana kelak kalau kau sudah beristeri? Apakah kaupun akan tidur berpisah tempat tidur dan berpisah kamar?"

   "Aku tidak akan beristri" kata Cu Sian tegas.

   Han Sin tertawa dan menggoda "Wah, jangan sombong kau, Sian-te. Kalau kau takabur, kelak kau akan malu sendiri. Aku tahu bahwa sekarangpun sudah ada bidadari yang siap melepaskan anak panah asmaranya kepada hatimu"

   "Jangan mengacau, Sin-ko"

   "Aih, apa kaukira aku tidak tahu? Apakah kau hanya pura-pura tidak melihat dan tidak tahu? Aku melihat puteri Hailun yang cantik jelita itu telah jungkir balik jatuh cinta kepadamu, Sian-te"

   Cu Sian cemberut "Hemm, jangan menggoda, Sin-ko. Apakah kau kira aku tidak tahu betapa Loana memandangmu dengan sepasang mata redup memancarkan cinta? gadis itu mencintaimu, Sin-ko"

   Han Sin menghela napas panjang dan berkata dengan sungguh-sungguh "Ah, Sian-te. Akupun tahu akan hal itu dan aku merasa kasihan sekali padanya. Ia seorang gadis yang baik hati dan memenuhi semua syarat untuk dapat menjadi seorang istri yang amat baik. Sayang sekali, aku belum berpikir tentang perjodohan, bahkan tugasku disinipun belum sempat ku lakukan. Aku akan menanti saat yang baik untuk minta keterangan dari paman Tarsukai. Akan tetapi aku harus berhati-hati. Dia kelihatan seorang laki-laki yang keras hati dan mendiang ayahku dahulu pernah menjadi musuhnya dalam pertempuran. Aku khawatir dia akan marah dan membenciku kalau aku berterus terang bahwa aku adalah putera mendiang Panglima Cian Kauw Cu"

   "Hal itu dapat dilakukan kalau sudah terbuka kesempatan bagi kita, Sin-ko. Agaknya dia belum percaya benar kepada kita. Akan tetapi. kau katakan tadi bahwa Loana memenuhi semua syarat untuk menjadi seorang isteri yang baik. Ah, agaknya kau seorang filsuf yang mengenal benar watak-watak seorang wanita. Sin-ko, katakanlah kepadaku, bagaimana agar dapat memenuhi syarat menjadi seorang isteri yang baik itu? Agar kelak aku dapat memilih yang benar"

   Han Sin memandang seperti orang melamun, pandang matanya kosong dan jauh. Dia membayangkan wajah dan watak ibunya "Seorang isteri yang baik pertama-tama tenatu saja yang memiliki kecantikan yang wajar dan aseli, tidak polesan ".

   "Hemmm, ya, Sin-ko?" Cu Sian mendesak.

   "Kecantikan seperti itu adalah khas kecantikan wanita, cantik lahir bathin, tanpa cacat"

   "Seperti Loana itu?"

   "Ya, seperti itulah, akan tetapi aku belum yakin benar akan kecantikan bathin Loana"

   "Lalu, bagaimana lagi?"

   "Ia harus mencinta suaminya dengan sepenuh jiwa raganya, setia sampai mati"

   "Hemmm, begitukah? Lalu apa lagi?"

   Macam kesukaran, berani menghadapi bahaya apapun demi membela suaminya karena di dalam lubuk hatinya hanya ada bayangan suaminya, tidak ada bayangan pria lain ""

   "Begitukah? Lalu bagaimana lagi?"

   "Ia harus melayani segala keperluan hidup suaminya, selalu siap untuk menyenangkan dan menghibur hati suaminya, ikut bergembira ria kalau suaminya sedang senang dan menghibur kalau suaminya sedang susah. Ia harus menaati semua kehendak suaminya dan """" "

   Tiba-tiba Cu Sian yang sejak tadi sudah merasa jengkel dengan penggambaran Han Sin, tidak dapat menahan lagi hatinya dan meledaklah kejengkelannya.

   """"". Dan kau boleh menikah dengan wanita bayangan itu, dewi pujaan yang hanya hidup dalam mimpi. Kau boleh menikah dengan wanita roh halus atau siluman itu, karena wanita macam itu tidak berdarah daging, dan tidak dapat hidup di dunia ini, wanita macam itu hanya makan harumnya bunga dan asap hio, sebangsa setan kuntilanak"

   "Ehhh? dan kenapa kau marah-marah, Sian-te?"

   "Tentu saja aku marah karena kau adalah seorang laki-laki yang tolol, sombong dan tak tahu diri. Huh, aku muak, belum pernah aku bertemu orang sepertimu. Mual perutku melihatmu Sin-ko" Cu Sian lalu keluar dari kemah itu dengan muka merah dan marahnya.

   Han Sin tertegun bingung. Dia masih duduk bersila dalam kemah itu, di atas permadani. terheran-heran melihat sikap Cu Sian. Kenapa pemuda itu marah-marah kepadanya? Padahal dia hanya mememuji kecantikan Loana. Loana "? Ah, apakah Cu Sian mencinta Loana sehingga timbul cemburu di hatinya di kala dia memuji-muji gadis itu?

   Perlahan-lahan dia melangkah keluar kemah. Dia melihat Cu Sian berdiri di depan serumpun bunga. Dia menghampiri sampai dekat.

   "Sian-te, maafkanlah aku"

   Cu Sian memutar tubuhnya menghadapinya. Mulutnya masih cemberut, akan tetapi pandang matanya tidak semarah tadi.

   "Apa yang harus di maafkan?" dia bertanya dan matanya memandang nakal.

   "Aku tadi telah membuatmu marah " kata Han Sin dan pemuda ini merasa heran akan dirinya sendiri. Kenapa dia demikian membutuhkan sahabat yang kadang amat nakal ini? Bahkan justeru kenakalan Cu Sian yang membuat dia tidak ingin kehilangan sahabat itu. Kenakalan itu bagaikan bumbu penyedap dalam hidupnya.

   "Sudahlah, jangan bicarakan tentang itu lagi, Sin-ko, lihat. Di sana orang-orang nampak sibuk, membawa bunga-bunga dan menghias tenda besar"

   Melihat sikap Cu Sian sudah biasa lagi, diapun memandang dan benar saja. Orang-orang Mongol itu sedang sibuk mengatur dan menghias tenda besar yang berdiri di tengah-tengah, tenda tempat tinggal Tarsukai.

   Pada saat itu, Loana dan Hailun datang menghampiri mereka. Dua orang pemuda itu segera menyambut dengan gembira.

   "Ah, sahabat Cu Sian dan Han Sin. Kami kira kalian masih beristirahat dalam kemah, tidak tahunya sudah berada di luar. Apakah kalian tidak lelah dan pergi berisitirahat?" Tanya Hailun sambil tersenyum manis menghampiri Cu Sian.

   Cu Sian tersenyum dan pemuda ini melihat betapa Loana secara otomatis menghampiri Han Sin dan tersenyum manis kepada pemuda itu.

   "Tidak, kami tidak lelah" kata Cu Sian.

   "kalau begitu. mari Bantu aku mencari bunga untuk menghias tempat pesta" kata pula Hailun sambil menarik tangan Cu Sian.

   "Hemm, kami melihat kesibukan orang-orang menghias kemah itu. Ada pesta apakah?" Han Sin bertanya.

   "Ayah hendak mengadakan pesta tari-tarian malam ini untuk menghormati kalian. Cian Han Sin, malam nanti ku harap kau suka menari denganku" kata Loana kepada Han Sin.

   "Dan kau harus menari denganku, Cu Sian" kata Hailun.

   "Menari? Kami tidak dapat" kata Cu Sian sambil tertawa.

   "Mudah sekali. Asal kalian menirukan gerakan kami beres" kata Hailun.

   Kemudian ia menarik tangan Cu Sian "Marilah, Cu Sian, temani aku memetik bunga"

   Han Sin tersenyum melihat Cu Sian dipaksa pergi oleh Hailun dan dia memandang Loana yang masih berdiri di dekatnya. Loana juga memandang kepadanya dan Han Sin melihat betapa sepasang mata indah itu memandang kepadanya penuh kagum, dan dari sinar mata itu jelas nampak perasaan gadis itu yang seperti memujanya. Dia menjadi salah tingkah melihat betapa Loana benar-benar menyukainya.

   "Eh, Loana. Sebetulnya pesta tari-tarian itu bagaimanakah? Apa saja yang terjadi dalam pesta itu?"

   "Pesta seperti ini diadakan setiap tahun, akan tetapi untuk tahun ini di ajukan penyelenggraannya untuk menghormati kalian. dalam pesta ini biasanya diberi kesempatan kepada muda-mudi untuk memilih pasangannya tanpa perasan malu karena di lakukan secara terbuka dan ramai-ramai. Setiap orang gadis yang menari akan berhak memilih pasangannya masing-masing. Ahli-ahli menabuh alat musik dan penyanyi-penyayi terbaik akan meramaikan pesta. Kadang-kadang terjadi juga perebutan seorang gadis oleh beberapa orang pemuda"

   Han Sin mengerutkan alisnya "Hemm kalau begitu tentu akan terjadi keributan dan perkelahian"

   "Kekacauan dan perkelahian tidak akan ada karena hal itu dilarang keras. Akan tetapi perebutan yang timbul diselesaikan secara jantan, yaitu dengan mengadu kegagahan di atas panggung. Yang kalah dalam pertandingan itu harus mengakui kekalahannya dan dia akan mundur"

   "Hem, jadi akan ada perkelahian juga, akan tetapi perkelahian yang di atur sebagai pertandingan. tentu akan jatuh korban"

   "Tidak, Han Sin. Adu kepandaian itu harus dilakukan dengan gagah dan jantan, tidak mempergunakan senjata. Mereka yang ilmu gulatnya lebih tinggi tentu akan keluar sebagai pemenang dan yang kalahpun tidak akan terluka parah apalagi mati"

   "Adu gulat?"

   "Ya, karena ilmu gulat merupakan kebanggaan kami"

   Han Sin tertarik sekali.

   "Bagaimana ketentuan kalah menangnya?"

   Loana memandang sambil tersenyum heran. Bagaimana ada seorang pemuda, yang gagah perkasa pula, tidak mengerti tentang peraturan adu ilmu gulat?.

   "Sederhana saja, yang terbanting dan diringkus sampai tidak mampu melepaskan diri, itulah yang kalah. Marilah, Han Sin, kau Bantu aku mencari bunga untuk menghias bagian dalam kemah"

   Karena tangannya di tarik Loana, Han Sin terpaksa mengikuti gadis itu pergi ke tepi sungai dimana tumbuh banyak bunga beraneka warna. Akan tetapi baru beberapa langkah, dia melihat dua orang pemuda Mongol memandang kepada mereka dengan mata mengandung kemarahan besar. Han Sin melihat kebencian terpancar dari pandang mata mereka itu. Tentu saja dia terkejut dan bertanya kepada Loana.

   "Loana, lihat, siapakah dua orang pemuda itu?"

   Loana menoleh dan memandang kearah dua orang pemuda itu yang tiba-tiba memutar tubuh dan pergi dari situ. Dua orang pemuda yang bertubuh kekar, dengan otot melingkar-lingkar di tubuh mereka.

   "Ahhh, mereka itu adalah kakak Sabutai dan Camuka"

   "Siapakah mereka?"

   "Kakak Sabutai adalah putera paman Temugu, dan Camuka seorang pemuda kami yang terkenal gagah berani. Kedua orang muda itu adalah jago-jago muda kami, ahli-ahli gulat yang sukar di cari tandingannya"

   "Hemm, tadi kulihat mereka itu memandang kearah kita dengan mata penuh kemarahan. Mengapa?"

   Loana tersenyum "Dua orang muda tidak tahu diri itu menaksir aku dan Hailun. Akan tetapi kami tidak menyukai mereka. Marilah kita pergi" Mereka melanjutkan perjalanan dan Han Sin merasa hatinya tidak enak. Terbayang permusuhan mengancam dia dan Cu Sian dan dia harus cepat memberitahu Cu Sian agar sahabatnya itu berjaga-jaga. Dan dia mengambil keputusan untuk tidak terlalu lama berada di tempat itu. Setelah memperoleh keterangan dari Tarsukai, dia akan segera mengajak Cu Sian pergi dari situ.

   Akan tetapi ada kekhawatiran menyelinap dalam hatinya. Bagaimana kalau Cu Sian benar-benar mencinta Hailun atau Loana? Sahabatnya itu memiliki watak yang keras. Kalau mendengar bahwa dia mempunyai saingan dalam bercinta, tentu dia akan siap menghadapi dan melawan saingannya. Baru tadi saja ketika dia memuji-muji Loana, Cu Sian sudah kelihatan marah bukan main. Han Sin menghela napas. Dahulu dia sudah ragu untuk mengajak Cu Sian yang wataknya aneh, keras dan ugal-ugalan.

   ***

   Hailun memetik bunga sambil bernyanyi lagu mongol yang bagi telinga Cu Sian terdengar aneh namun indah. Suara gadis itu merdu dan menggetar dan setiap kali Cu Sian memandang kepadanya, ternyata gadis itupun berhenti memetik dan menatap wajahnya dengan sinar mata yang demikian jelas membayangkan cintanya.

   Setelah gadis itu selesai bernyanyi, Cu Sian memuji "Sungguh indah sekali suaramu, Hailun"

   Memang pujian inilah yang di harap-harapkan Hailun, maka begitu mendengar pujian Cu Sian, ia tersenyum manis "Kalau kau tahu artinya akan lebih indah lagi, Cu Sian" katanya dengan suara manja.

   Cu Sian tertawa, mengumpulkan bunga dari tangan Hailun di jadikan satu dengan bunga yang di petiknya dan meletakkannya ke dalam keranjang yang tadi dibawa oleh Cu Sian.

   "Hem, begitukah? Apa sih artinyanyanyianmu tadi?"

   "Tentang setangkai bunga merah yang sedang mekar mengharum" kata Hailun dan matanya bersinar-sinar.

   "Hem, lalu bagaimana?" Cu Sian tersenyum dan tertarik oleh kata-kata indah itu.

   "Setangkai bunga merah merindukan datangnya seekor kupu-kupu pujaannya. Akan tetapi yang berdatangan dan merubungnya hanyalah kumbang-kumbang kasar yang tidak di sukainya.

   "Cu Sian ""

   Sebutan itu begitu merdu keluar dari mulut Hailun, membuat Cu Sian menengok dan memandang gadis itu dengan heran.

   "Ya? Ada apakah, Hailun"

   "Yang bernyanyi tadi itu ""

   "Ya "?"

   "Bukan bunga merah, melainkan aku"

   Cu Sian tertawa He-he, tentu saja kau. Masa bunga merah dapat bernyanyi?"

   "Maksudku, akulah yang merindukan datangnya kupu-kupu pujaanku, dan aku sudah bosan dengan kumbang-kumbang yang merubungku"

   "Ehhh?"

   "Dan kaulah kupu-kupu pujaanku itu, Cu Sian. Aku " aku merindukanmu, aku memujamu, aku kagum kepadamu"

   Wajah Cu Sian berubah menjadi kemerahan dan pada saat itu, kebetulan dia memandang ke kiri dan melihat tak jauh dari situ Han Sin sedang berjalan membawa keranjang bunga dan bergandengan tangan dengan Loana. Mesra sekali.

   "Cu Sian, aku " aku ""

   "Lihat, Hailun. Lihat itu di sana. Kakakmu Loana ""

   Hailun menengok dan berkata gembira "Sudah kuduga. Kakak Loana tentu jatuh cinta kepada Han Sin. Dan aku girang sekali, tadinya aku khawatir ia akan jatuh cinta kepadamu, Cu Sian"

   Hailun lalu memegang kedua tangan Cu Sian dan memandang mesra.

   "Mari kita lanjutkan pekerjaan kita mengumpulkan bunga-bunga ini, Hailun. Aku malu kalau sampai terlihat mereka" Cu Sian melepaskan tangannya dan menyibukkan diri dengan memetik bunga-bunga yang sedang mekar.

   Sementara itu, Loana juga bersikap mesra kepada Han Sin. Namun Loana tidak seberani Hailun menyatakan cintanya, hanya dari sikapnya jelas dapat diketahui oleh Han Sin apa yang terkandung dalam hati gadis itu. Biarpun tidak ada perasaan cinta dalam hatinya terhadap Loana, namun dia tidak tega memperlihatkannya dalam sikap dan diapun membiarkan saja ketika Loana menggandeng tangannya. Ketika dia melihat Cu Sian bersama Hailun, melihat itu memegang kedua tangan Cu Sian dan memandang dengan mesra, melihat mereka bercakap-cakap, diapun tersenyum. Akan tetapi timbul kekhawatiran dalam hatinya. Cu Sian agaknya benar-benar saling mencinta dengan Hailun dan tentu Cu Sian akan berhadapan dengan pemuda yang mencinta Hailun. Dan dia yakin bahwa Cu Sian pasti tidak akan mau mengalah.

   Loana juga melihat adiknya bersama Cu Sian dan ia berkata "Han Sin, lihat itu Hailun bersama Cu Sian. Mereka itu serasi dan mesra benar, ya?"

   Han Sin melepaskan tangan Loana yang menggandengnya dan menyibukkan diri dengan dengan memilih bunga-bunga yang terindah "Biarlah kalau mereka memang saling mencinta. Semoga saja mereka akan hidup berbahagia"

   Sampai lama Loana hanya memandang kepada Han Sin. Ia tidak selincah adiknya dan berat rasanya lidah itu untuk mengeluarkan isi hatinya. Akhirnya dapat juga ia berkata "Han Sin "" ia berhenti lagi dan ragu.

   Mendengar nada suara panggilan itu, Han Sin berhenti memetik bunga dan menoleh "Ada apakah, Loana?"

   "Hailun akan hidup bahagia di samping Cu Sian sebagai suami isteri ""

   "Mudah-mudahan begitulah" kata Han Sin, akan tetapi suaranya tidak menyakinkan.

   "Dan kita "?"

   "Kita? Mengapa dengan kita?"

   "Apakah kita "". tidak dapat hidup berbahagia seperti mereka?" biarpun tidak secara langsung, akan tetapi pertanyaan Loana ini sudah cukup jelas.

   Han Sin maklum bahwa dia harus mengambil keputusan tegas. Maka di pandangnya wajah gadis itu dan dia berkata "Loana, dengarlah. Kita ini adalah sahabat baik, aku menganggapmu sebagai seorang kawan baik, dan aku sama sekali belum memikirkan tentang perjodohan. Ini bukan berarti bahwa aku tidak menyukaimu, aku suka dan kagum kepadamu sebagai seorang teman baik"

   Loana nampak terpukul oleh ucapan itu itu, akan tetapi gadis itu hanya menundukkan mukanya. Bagaimanapun juga pemuda yang di pujannya ini mengaku suka dan kagum kepadanya, dan menjadi seorang kawan baik. Hal ini berarti masih ada harapan baginya. Perasaan suka dan kagum mudah saja berkembang menjadi perasaan cinta, pikirnya.

   Mereka melanjutkan pekerjaan mereka dan setelah mengumpulkan banyak bunga, Loana meninggalkan Han Sin untuk membantu pekerjaan orang-orang yang menghias tempat diadakannya pesta malam nanti. Demikian pula Hailun sudah berada di situ.

   Ketika Han Sin kembali ke kemahnya dan masuk ke dalam, dia melihat Cu Sian sudah rebah miring membelakanginya. Agaknya pemuda itu sudah tidur. Hampir dia lupa dan akan merebahkan diri di atas kasur di samping pemuda itu, akan tetapi dia segera teringat akan pantangan tidur berdua bagi Cu Sian. maka diapun merebahkan diri di atas permadani dekat pintu dan beristirahat.

   

Dendam Sembilan Iblis Tua Eps 7 Sepasang Naga Penakluk Iblis Eps 23 Si Bayangan Iblis Eps 1

Cari Blog Ini