Ceritasilat Novel Online

Dewi Ular 6


Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Bagian 6




Mereka kini duduk berhadapan terhalang meja besar dalam kamar itu. Siang-koan Tek bersikap lembut dan ramah sehingga Hwe Li mulai merasa lega dan tenang.

"Nah, setelah kini kita berkenalan sebagai sahabat, aku akan menyebutmu moi-moi dan engkau menyebutku koko, tentu engkau tidak menolak bukan?"

Hwe Li sedikit tersenyum. Memang sebaiknya kalau bersahabat dengan pemuda yang amat lihai ini. Bayangkan saja, ia dan suhengnya dengan berpedang mengeroyoknya yang bertangan koSong, akan tetapi mereka kalah. Pemuda ini sungguh lihai bukan main- Kalau ia bersikap baik dan bersahabat kepadanya, besar kemungkinan ia akan dibebaskan dan tidak diganggu. Sebaliknya kalau ia bersikap bermusuhan, apa dayanya karena ia telah terjatuh ke tangannya. Maka ia lalu mengangguk menyatakan setuju.

"Nah, dengan begitu hatiku merasa senang, Li-moi. Sekarang, ceritakanlah keadaan keluargamu kepadaku. Aku ingin mengenalmu lebih baik."

"Kami tinggal di Pao-ting dan Ayah menjadi pangcu (ketua) dari Kim-liong-pang yang mendirikan perusahaan pengawalan barang kiriman- Pembantu Ayah kini tidak kurang dari dua puluh lima orang. Ayah adalah seorang tokoh Kun-lun-pai dan namanya banyak dikenal di dunia kang-ouw. Karena itu, ha rap engkau tidak memusuhinya, Tek-ko." Ucapan Hwe Li ini membujuk dan juga sengaja membanggakan ayahnya untuk mengecilkan hati Siangkoan Tek.

Pemuda itu tersenyum

"Aku memang sudah menduga bahwa engkau murid seorang tokoh Kun-lun-pai, melihat ilmu pedangmu. Dan bagaimana dengan suhengmu itu? Aku melihat dia itu amat sayang kepadamu. Li-moi."

Wajah Hwe Li berubah sedikit merah. Ia sendiri sudah lama mengetahui bahwa Siong Ek mencintanya, akan tetapi ia belum dapat menerima perasaannya itu dan menganggap Siong Ek sebagai suheng biasa.
"Ah, dia hanya suhengku bernama Lai Siong Ek. Karena dia murid tunggal dari Ayah, maka kami bersahabat, biasa saja."

"Tidak saling mencinta?"

Hwe Li menggeleng kepalanya dan mereka bertemu pandang. Melihat sinar mata gadis itu dengan berani menentang pandang matanya, Siangkoan Tek maklum bahwa gadis itu tidak berbohong.
"Hem, setidaknya dia yang mencinta mu, Li-moi. Akan tetapi aku tidak menyalahkan dia. Hati pria mana yang tidak akan terpikat kalau bertemu denganmu? Apalagi engkau bergaul lama dengannya."

Ucapan ini membuat Hwe Li tersipu, akan tetapi pada saat itu, hidangan telah ditaruh di atas meja besar itu dan Siangkoan Tek lalu mengajak Hwe Li makan minum sambil bercakap-cakap. berdua saja. Dan Hwe Li tidak menolak ketika ia disuguhi arak oleh pemuda itu sehingga ia minum sampai kedua pipinya kemerahan dan sikapnya lebih berani lagi.

"Sudah kukatakan tadi bahwa semua pria akan terpikat kalau bertemu denganmu, Li-moi. Engkau bukan saja cantik jelita, akan tetapi juga berilmu silat tinggi dan sikapmu menyenangkan, tidak seperti kebanyakan gadis yang malu-malu. Engkau bagaikan setangkai bunga yang sedang mekar mengharum, menarik datangnya banyak kupu-kupu."

Hwe Li tersipu pula mendengar pujian yang terang-terangan itu

"Aih, Tek-ko, cukuplah segala pujian itu sekarang aku minta engkau suka menceritakan tentang dirimu sendiri. Aku heran sekali melihat keadaanmu."

Siangkoan Tek memandang wajah gadis itu. sinar matanya penuh selidik

"Kenapa engkau merasa heran, Li-moi? Apakah ada yang aneh tentang diriku?"

"Engkau adalah seorang yang aneh sekali, Tek-ko Bayangkan saja. Engkau seorang pemuda yang melihat penampilanmu tentu engkau sepatutnya menjadi seorang siucai atau kongcu. Kata-katamu halus dan sopan teratur, sikapmu lemah-lembut, pakaianmu juga menunjukkan bahwa engkau seorang pemuda kaya. Akan tetapi engkau muncul sebagai seorang perampok. Tidak cocok sama sekali ini. engkau seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, mengapa merendahkan diri menjadi perampok? Engkau berbeda sekali dengan anak buahmu yang kasar-kasar. Mereka memang patut menjadi perampok akan tetapi engkau sama sekali tidak pantas. Maka aku ingin sekali mendengar riwayatmu, Tek-ko"

Siangkoan Tek memandang gadis itu sambil tersenyum. Dia merasa semakin suka kepada gadis ini. Lumayan untuk menjadi kekasih sementara, sebelum dia melanjutkan perjalanannya. Walaupun tidak untuk menjadi isteri, setidaknya untuk menjadi kekasih.

"Ha, ha, ha, kini engkau yang memuji-mujiku, Li-moi. Terima kasih atas pujianmu. Memang aku bukan perampok biasa, Li-moi. Baru beberapa hari ini aku menjadi perampok, atau memimpin gerombolan perampok. Justeru aku yang kebetulan lewat di sini yang dirampok oleh mereka. Aku kalahkan dan tundukkan mereka, lalu mereka menyerah dan aku menjadi pemimpin mereka. Karena aku tidak ingin melihat anak buahku berpakaian sekotor dan sekasar itu, maka ketika dua buah kereta itu lewat, aku bermaksud minta sebuah untuk dijadikan pakaian anak buahku. Akan tetapi para piauwsu itu menolak sehingga terjadilah perkelahian, dan aku merampas dua buah kereta itu. Akan tetapi kereta- kereta itu beserta isinya dan sembilan ekor kuda tunggangan dan kuda penarik kereta masih berada di belakang kuil ini."

"Kalau begitu, Tek-ko setelah kita bersahabat, bolehkah aku minta dua buah kereta dan kuda- kudanya itu untuk kubawa kembali? Kalau engkau membutuhkan pakaian untuk anak buahmu, tentu akan kuberi secukupnya."

"Hemm, hal itu boleh kita bicarakan nanti, Li-moi. sekarang kita makan minum sambil bercakap-cakap tentang diri kita."

Melihat pemuda itu tampak agak tidak senang, Hwe Li cepat mengubah arah percakapan-"Engkau belum menceritakan dari mana asalmu, siapa orang tuamu dan mengapa engkau berada di sini memimpin gerombolan perampok itu."

"Ayahku adalah orang nomor satu di dunia kang-ouw bagian timur. Ayahku bernama Siangkoan Bhok berjuluk Tung-hai-ong (Raja Lautan Timur) yang terkenal sebagai datuk besar timur, tinggal di Pulau Naga. Aku sedang melakukan perantauan untuk memperluas pengalamanku dan seperti kuceritakan tadi, baru beberapa hari aku berada di sini dan mengalahkan para perampok sehingga aku mereka angkat menjadi pemimpin mereka."

Hwe Li tidak pernah mendengar nama besar Siangkoan Bhok. akan tetapi ia dapat menduga bahwa ayah pemuda ini tentu seorang yang sakti dan disegani di dunia kang-ouw.

"Ah, kalau begitu engkau adalah putera seorang yang terkenal di dunia kang-ouw, mengapa merendahkan dirimu menjadi pemimpin perampok, Tek-ko? Bagaimana kalau engkau kuhadapkan kepada ayahku yang tentu akan menerimamu dengan baik dan kalau orang yang memiliki kepandaian seperti engkau ini memimpin piauw-kiok (perusahaan pengawal barang) tentu kita akan memperoleh kemajuan besar."

"Aku tidak ingin bekerja, dan aku menjadi pemimpin gerombolan ini pun hanya sementara saja, sekedar untuk mempunyai anak buah untuk kuperintah melayani segala keperluanku. Jangan khawatir, Li-moi, engkau di sini menjadi tamu dan juga sahabat baikku, tidak ada yang akan berani mengganggumu. Li-moi, apakah engkau sudah bertunangan atau mempunyai pilihan hati? Barang kali suhengmu itu?"

Wajah gadis itu menjadi merah sekali. sungguh pertanyaan yang amat terbuka mengenai perasaan hati pribadinya., Ia menggeleng kepala tanpa menjawab.

"Engkau mau artikan bahwa engkau masih bebas, belum bertunangan, belum ada yang menjadi pilihan hatimu?"

Hwe Li yang masih berdebar jantungnya karena tegang itu mengangguk dan menundukkan mukanya. Tiba-tiba ia merasa betapa tangannya yang berada di atas meja dipegang oleh pemuda itu. Ia terkejut dan jantungnya berdebar semakin kencang.

"Li-moi, kalau begitu kebetulan sekali. Aku sendirtpun masih bebas dan sejak pertama kali melihatmu, aku sudah jatuh Cinta kepadamu. Maukah engkau menjadi kekasih ku, Li-moi?"

Tangan yang memegang tangan Hwe Li itu meremas-remas lembut dan mesra. Hwe Li menjadi malu sekali, mukanya merah sampai ke lehernya dan ketika ia mengangkat muka, ia memandang wajah Siangkoan Tek dengan malu-malu dan tersenyum salah tingkah.

"Bagaimana, Li-moi? Aku berterus terang saja dan jawablah dengan terus terang. Maukah engkau menjadi kekasih ku?"

"Tek-ko, ini. ini. begini mendadak.... Bagaimana aku harus menjawabnya? Berilah aku waktu untuk memikirkan hal ini...."

"Baik, aku memberi waktu sampai besok pagi. Kuharap besok di waktu kita makan pagi, engkau sudah dapat menjawab pertanyaanku itu, dan mudah-mudahan jawabannya akan membahagiakan hatiku. Nah, sekarang engkau boleh mengaso, Li-moi. Engkau tidurlah di kamar ini, aku akan tidur di kamar lain-" Siangkoan Tek bertepuk tangan tiga kali dan beberapa orang anak buahnya masuk kamar. Pemuda itu memerintahkan anak buahnya untuk membersihkan meja. setelah itu, dia lalu keluar dari kamar itu dan menutupkan daun pintunya dari luar. sebelum pintu tertutup, dia menatap wajah Hwe Li. Kebetulan gadis itu pun memandangnya dan pandang mata mereka bertemu, Hwe Li menundukkan mukanya dan Siangkoan Tek meninggalkan kamar.

Hwe Li cepat mengunci pintu dari dalam dan ia berjalan hilir mudik di kamar itu. Pertanyaan pemuda itu masih terngiang di telinganya. Maukah ia menjadi kekasih Siangkoan Tek? Pertanyaan yang sukar sekali dijawabnya seketika. Harus diakuinya bahwa ia kagum sekali kepada pemuda tampan dan gagah itu. Akan tetapi mereka baru saja berkenalan dan Siangkoan Tek menjadi pemimpin perampok ia menjadi bimbang. Ketika ia merebahkan diri di atas pembaringan, ia gelisah tidak dapat pulas. Ia bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan itu besok pagi. Menolak? ini bertawanan dengan bisikan hatinya. siapa yang tidak ingin menjadi kekasih seorang pemuda seperti Siangkoan Tek? Pemuda yang tampan dan gagah, memiliki ilmu silat tinggi dan putera seorang datuk besar pula. Akan tetapi, dapatkah ia menerima begitu saja menjadi kekasih seorang pemuda yang baru saja dikenalnya, yang belum diketahui benar bagaimana keadaan hatinya? sampai jauh malam barulah Hwe Li dapat pulas, akan tetapi tidurnya penuh mimpi buruk.

Pada keesokan harinya pagi-pagi Hwe Li sudah terbangun dari tidurnya. semalam ada ingatan untuk melarikan diri, akan tetapi ketika ia membuka sedikit daun pintu, ternyata di depan kamarnya terdapat beberapa orang anak buah perampok menjaga. Dan ketika ia mengintai dari jendela, sama saja. Di sana juga ada beberapa orang menjaga. Ia tidak akan dapat melarikan diri tanpa diketahui dan kalau hal ini ia lakukan kemudian ia tertangkap lagi, belum tentu sikap Siangkoan Tek akan sebaik ini. Maka ia pun membuang pikirannya untuk melarikan diri Ketika pagi itu ia membuka daun pintu, beberapa orang anak buah perampok menghampiri dan seorang di antara mereka bertanya,

"Adakah sesuatu yang dapat kami bantu, Nona?"

"Aku. aku ingin mandi."

"Biar aku yang melayani" terdengar suara orang dan Siangkoan Tek muncul di situ. Hwe Li merasa sungkan dan malu karena ia kelihatan oleh pemuda itu sehabis bangun tidur, belum mandi dan rambutnya pun tentu kusut.

"Engkau hendak mandi, Li-moi? Mari, di belakang kuil ini terdapat pancuran air yang jernih sekali."

Terpaksa Hwe Li mengikuti pemuda itu ke belakang dan benar saja, di belakang kuil terdapat pancuran air yang jernih dan tempat itu sudah tertutup pagar kayu sehingga ia dapat mandi di dalam ruangan itu dengan aman dan tidak tampak dari luar. Setelah mandi dan merasa dirinya bersih dan segar, Hwe Li keluar dari tempat mandi itu. Siangkoan Tek sudah menyodorkan sisir dan cermin bundar.

"Bawalah ini ke kamarmu, Li-moi. Dan setelah selesai menyisir rambut, kita makan pagi."

Biarpun pemuda itu tidak mengatakan bahwa dia menagih janji jawaban Hwe Li, namun Hwe Li sudah merasakannya dan hal ini membuat ia menjadi semakin gelisah. sampai saat itu ia masih belum dapat mengambil keputusan jawaban bagaimana yang harus ia katakan kepada pemuda itu. Ia tidak menjawab, melainkan kembali ke kamar besar dan menyisir rambutnya yang panjang, lalu menyanggulnya. Karena di situ tidak terdapat bedak. maka ia hanya menggosok gosok kulit mukanya sehingga menjadi kemerahan.

Setelah selesai, ia tinggal saja di dalam kamarnya, tidak berani keluar dari kamar itu karena ia masih belum dapat mengambil keputusan. Akhirnya, sebuah ketukan dipintu membuat ia terkejut dan menengok ke arah pintu tanpa bergerak.

"Li-moi, keluarlah kalau engkau sudah selesai. Kita makan pagi" terdengar suara Siangkoan Tek lembut.

Terpaksa Hwe Li bangkit berdiri, masih bingung bagaimana nanti harus menjawab pertanyaan pemuda itu. Ia melangkah keluar dan melihat betapa Siangkoan Tek sudah berganti pakaian baru dan nampak tampan sekali pagi itu. Ketika bertemu pandang, Hwe Li menundukkan mukanya dan ia membiarkan saja ketika tangannya dipegang dan digandeng oleh Siangkoan Tek.

"Kita makan di ruangan belakang," kata pemuda itu dan Hwe Li hanya menurut saja digandeng menuju ke ruangan belakang.

Hidangan untuk makan pagi ternyata telah disiapkan. Siangkoan Tek lalu membimbingnya duduk menghadapi meja dan mereka lalu makan pagi. Kalau Siangkoan Tek makan pagi dengan penuh semangat dan tampak gembira sekali, sebaliknya Hwe Li makan dengan lambat. sampai saat itu ia masih merasa bingung sekali. sebagian dari perasaannya mendorongnya untuk menyambut uluran hati pemuda itu, akan tetapi sebagian lagi masih sangsi.

Baru saja mereka selesai makan, terdengar ribut-ribut dan derap kaki banyak kuda di luar kuil. Dua orang anak buah bergegas masuk dan melaporkan dengan suara gemetar,

"Kongcu, tempat kita diserbu banyak sekali perajurit. Kita telah dikepung dari semua penjuru"

Tentu saja Siangkoan Tek merasa terkejut

"Siapkan semua anak buah. Lawan mati-matian" perintahnya. Dua orang itu cepat pergi dan Siangkoan Tek lalu bertanya kepada Hwe Li,

"Hwe Li, bagaimana Kim-liong-pang dapat mendatangkan pasukan pemerintah?"

"Ini tentu perbuatan suheng Lai Siong Ek. Dia adalah putera jaksa di Pao-ting dan tentu ayahnya yang mengerahkan pasukan dengan maksud untuk menolong aku, Tek-ko. Karena itu, sebaiknya engkau menyerah. Akulah yang akan menanggung agar engkau tidak dihukum. Akan kuceritakan bahwa engkau memperlakukan aku dengan baik sekali."

Akan tetapi Siangkoan Tek cepat memegang tangan Hwe Li dan dia pun berkata, suaranya tegas,

"Mari kita melihat keluar"

Setelah mereka tiba di luar kuil, Siangkoan Tek melihat anak buahnya telah terlibat dalam pertempuran yang tidak seimbang melawan puluhan orang perajurit, bahkan mungkin ada seratus orang perajurit yang sudah mengepung kuil itu. sekali pandang saja maklumlah Siangkoan Tek bahwa tidak mungkin anak buahnya menang, dan kalau terlambat akan sukar pulalah dia untuk dapat melarikan diri dari kepungan sekian banyak prajurit. Maka, secepat kilat dia menotok pundak Hwe Li yang menjadi lemas dan dia lalu memanggul tubuh gadis itu ke atas pundak kirinya dan setelah mencari bagian yang agak lemah penjagaannya atau kepungan para perajurit itu, yaitu di sebelah kiri, dia lalu melompat ke situ dan dengan pedangnya dia merobohkan setiap perajurit yang berani menghadangnya.

"Lepaskan Sumoi" terdengar bentakan dan ternyata Lai Siong Ek sudah berada di situ dan menyerang Siangkoan Tek dengan pedangnya.

"Trang-tranggg......" Dua kali pedang siong Ek bertemu dengan pedang Siangkoan Tek dan pedang di tangan Siong Ek terpental. Dua orang perwira pasukan datang membantunya. Akan tetapi mereka tidak berani menyerang dengan serampangan karena Siangkoan Tek memanggul tubuh Hwe Li, khawatir kalau serangannya mengenai tubuh gadis itu. Kesempatan ini dipergunakan oleh Siangkoan Tek untuk melompat jauh dan dia melarikan diri dengan cepat. Siong Ek dan dua orang perwira, diikuti oleh belasan orang perajurit mengejar, akan tetapi mereka ini kalah jauh dalam hal lari cepat oleh Siangkoan Tek sehingga sebentar saja pemuda itu sudah lenyap ke dalam hutan lebat. Siangkoan Tek masuk ke dalam semak belukar dan agar dia tidak terganggu oleh berat badan Hwe Li, dia membebaskan totokannya pada gadis itu.

"Sstt, jangan mengeluarkan suara, Li-moi. Kalau kita ketahuan, terpaksa aku akan membunuh suhengmu itu"

Hwe Li menjadi serba salah, kalau ia menjerit, tentu mereka akan dikepung dan la tidak ingin melihat Siangkoan Tek dikeroyok sampai tewas. Akan tetapi kalau ia diam saja, ia akan dibawa pergi oleh pemuda itu Ia merasa serba salah dan ia pun diam saja, akan tetapi kedua matanya menjadi basah, apalagi ketika ia mendengar teriakan ayahnya,

"Kejar dan cari sampai berhasil ditemukan" Demikian terdengar suara souw Can yang juga ikut datang bersama semua anak buah Kim-liong-pang.

Setelah para pencari itu lewat, Siangkoan Tek lalu menarik tangan Hwe Li dan diajaknya gadis itu lari ke lain jurusan. Akhirnya mereka meninggalkan bukit itu. Siangkoan Tek tidak mempedulikan lagi keadaan anak buahnya yang terbasmi oleh pasukan yang menyerbu kuil itu. Mereka sudah jauh meninggalkan para pengejarnya dan tiba di sebuah padang rumput.

"Kenapa engkau berhenti Li-moi? Kita lanjutkan perjalanan menjauhi bukit agar tidak dapat dikejar lagi."

Tempat itu sunyi, jauh dari pedusunan dan Hwe Li memandang ke sekelilingnya

"Tek-ko, aku akan kembali ke rumah orang tuaku."

"Kenapa, Li-moi? Bukankah engkau sudah ikut denganku melarikan diri?"

"Akan tetapi ke mana engkau hendak membawaku pergi, Tek-ko? Aku takut, orang tuaku tentu akan mencariku. Aku harus pulang" Hwe Li membalikkan tubuhnya dan hendak berlari kembali ke bukit itu agar dapat pulang ke Pao-ting.

Akan tetapi Siangkoan Tek dengan sekali lompatan sudah menghadang di depannya

"Li-moi, dalam keadaan seperti ini engkau hendak meninggalkan aku? Bukankah kita sudah menjadi sahabat baik? Dan engkau belum menjawab pertanyaanku kemarin. Maukah engkau mempererat lagi hubungan persahabatan klta dan menjadi kekasihku?"

Wajah Hwe Li berubah merah dan ia menjadi serba salah. Jelas bahwa pemuda ini bukan perampok. dan buktinya juga tidak membela para perampok ketika diserbu pasukan. Akan tetapi, ia masih tetap sangsi walaupun ia tertarik sekali kepadanya. Akan mudah sekali untuk jatuh cinta kepada pemuda seperti Siangkoan Tek. akan tetapi hatinya masih diliputi keraguan. Apakah ayahnya akan dapat menerima pemuda ini sebagai calon suaminya kalau mengetahui bahwa pemuda ini yangpernah memimpin gerombolan perampok merampas dua buah kereta? Tentu Lai siong Ek akan mengenalnya.

"Aku.. aku tidak tahu, Tek-ko...." jawabnya lirih.

"Li-moi, aku cinta padamu.." Siangkoan Tek merangkul lalu mencium wajah yang cantik itu. semula Hwe Li mandah saja dan tenggelam ke dalam kemesraan, akan tetapi ia lalu teringat bahwa ia bukan tunangan pemuda itu, maka ia meronta. Apalagi ketika tangan Siangkoan Tek meraba-raba dengan berani. ia meronta sehingga terlepas dari rangkulan pemuda itu.

"Jangan, Tek-ko....jangan......"

"Li-moi, aku tahu bahwa engkau juga mencintaiku" kata Siangkoan Tek yang meraih kembali dan merangkul gadis itu. Hwe Li meronta dan pada saat itu terdengar bentakan halus dan nyaring,

"Lepaskan gadis itu"

Mendengar bentakan suara wanita ini, Siangkoan Tek melepaskan rangkulannya dari tubuh Hwe Li dan cepat membalikkan tubuhnya. Dia melihat bahwa yang membentak tadi adalah seorang gadis yang cantik jelita dan yang berdiri tegak dengan sepasang mata mencorong marah. Pakaian gadis itu berkembang cerah dan wajahnya cantik sekali. Wajah itu berbentuk bulat telur, mulutnya kecil dengan bibir mungil merah membasah. Hidungnya mancung dengan ujungnya agak menjungat ke atas, nampak lucu menantang. Di kedua ujung mulutnya tampak lesung pipit yang manis. sebatang pedang tergantung dipunggung dan di pinggangnya terselip sebatang suling membuat ia selain nampak cantik jelita juga gagah perkasa. Terutama sekali matanya yang mencorong itu, sungguh berwibawa. Dan seketika Siangkoan Tek teringat akan gadis ini dan wajahnya berseri. Dia segera mengenal wajah ini.

"Kau. kau. Nona Lee Cin murid Ang-tok Mo-li.... Ah, sudah lama aku mencarimu, adik manis"
"Hemm, Siangkoan Tek. engkau manusia jahanam. Di mana-mana engkau mengejar gadis-gadis cantik. Aku tidak mempunyai urusan denganmu, kecuali untuk menghajarmu. Ada urusan apa engkau mencariku?"

"sejak pertemuan kita dahulu, aku selalu teringat kepadamu, Cin-moi. siang malam aku teringat kepadamu. Marilah ikut aku pulang ke Pulau Naga. Ayahku juga setuju kalau engkau menjadi.."

"Tutup mulutmu yang kotor" Bentak Lee Cin dan secepat kilat ia sudah menyerang pemuda itu. Tangan kanannya meluncur seperti seekor ular yang mematuk ke arah leher pemuda itu.

Siangkoan Tek maklum benar betapa lihainya gadis ini, maka dia pun tidak berani main-main dan sudah mencelat ke belakang untuk menghindarkan serangan itu. Akan tetapi Lee Cin tidak memberi kesempatan lagi kepadanya untuk banyak cakap karena gadis itu sudah menyerang lagi, lebih hebat kini karena ia mainkan jurus ampuh dari Ang-coa-kun (silat Ular Merah) yang ia warisi dari gurunya atau juga ibunya. serangan ini ampuh sekali. Bukan saja kuat dan cepat, akan tetapi ilmu pukulan ini juga mengandung hawa beracun yang amat berbahaya. Menghadapi serangan yang datangnya bertubi ini, Siangkoan Tek segera terdesak. Dia maklum akan bahaya yang mengancamnya, maka dia meraba punggungnya dan di lain saat dia telah mencabut sebatang pedang yang berkilauan saking tajamnya. Dengan pedang ini dia membalas serangan Lee Cin sampai tiga kali berturut-turut. Lee Cin juga sudah tahu bahwa lawannya adalah putera Datuk Besar dari timur, maka ia cepat mengelak tiga kali sambil berlompatan mundur. Ketika ia maju kembali, ia sudah memegang Ang-coa-kiam.

"Trang-cring-trang....." berkali-kali kedua pedang itu bertemu di udara dan bunga api berpijar ketika dua pedang yang sama kuatnya ini berbenturan.

Keduanya segera terlibat dalam perkelahian pedang yang amat seru. sementara itu, sejak tadi Hwe Li memandang dengan mata terbelalak. Bermacam perasaan teraduk dalam hatinya. Jantungnya masih berdebar kalau ia teringat akan ciuman-ciuman yang diterimanya dari Siangkoan Tek tadi. Masih terasa hangatnya ciuman itu. Dan hatinya terasa panas sekali ketika mendengar betapa pemuda itu seolah-olah tergila-gila kepada gadis cantik yang kini bertanding dengan Siangkoan Tek. la merasa cemburu. Akan tetapi kenyataan bahwa gadis itu datang untuk menolongnya, membuatnya menjadi ragu. kemudian ia melihat betapa gadis itu lihai sekali dan seolah mendesak Siangkoan Tek dengan pedangnya yang menjadi gulungan sinar merah. Timbul rasa khawatir dalam hati Hwe Li, Jangan-jangan Siangkoan Tek akan kalah dan terluka, atau terbunuh. Mendadak ada dorongan dari dalam hatinya, dan ia lalu mencabut pedangnya dan melompat maju menyerang Lee Cin, membantu Siangkoan Tek.

"Eh.....??" Lee Cin terkejut dan merasa heran sekali ketika melihat betapa gadis yang ditolongnya itu tiba-tiba membantu Siangkoan Tek mengeroyoknya. Biarpun ilmu pedang gadis itu tidak sehebat ilmu pedang Siangkoan Tek. akan tetapi kepandaian gadis itu sudah cukup tinggi sehingga Lee cin segera terdesak ketika dikeroyok dua. juga ia ragu-ragu untuk melukai gadis yang tidak dikenalnya itu.

Maka ia lalu memutar pedangnya dengan cepat untuk melindungi dirinya. Ingin ia membunuh Siangkoan Tek yang ia tahu merupakan seorang pemuda mata keranjang, cabul dan jahat. Akan tetapi dengan majunya Hwe Li, Lee Cin tidak melihat kesempatan untuk merobohkan Siangkoan Tek, bahkan sebaliknya ia menjadi terdesak sekali. Ia merasa jengah sendiri kalau mengingat betapa ia tadi hendak menolong gadis itu, padahal kenyataannya gadis itu sama sekali tidak membutuhkan pertolongan. Gadis itu tidak dipaksa atau terancam oleh Siangkoan Tek. sebaliknya malah, gadis itu kini membantu pemuda itu yang menunjukkan bahwa gadis itu bersahabat erat dengan Siangkoan Tek. Dan kini malah ia yang terancam bahaya. Kalau tidak disudahi perkelahian itu, akhirnya ia tentu akan terkena senjata lawan.

Berpikir demikian, Lee Cin lalu menyerang dengan hebat ke arah Hwe Li yang membuat gadis ini terpaksa meloncat mundur ke belakang dan kesempatan itu dipergunakan oleh Lee cin untuk melompat jauh dan melarikan diri secepatnya. Ia pikir bahwa yang akan mampu mengejarnya hanya Siangkoan Tek dan belum tentu gadis itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang dapat menandinginya sehingga dapat mengejarnya. Kalau hanya Siangkoan Tek yang mengejar sendiri, setelah jauh ia akan menghadapi pemuda jahat itu.

Akan tetapi Siangkoan Tek adalah seorang pemuda yang cerdik. Dia tidak terpancing dan tidak melakukan pengejaran. Untuk apa mengejar Lee Cin kalau hal itu bahkan akan membahayakan? Dia mendapat kenyataan betapa Lee Cin bahkan lebih lihai daripada dahulu. Biarlah, sekali ini dia terpaksa membiarkan Lee Cin kabur, akan tetapi lain kali dia harus berusaha untuk dapat menangkap Lie Cin. Hanya gadis itu yang dia anggap pantas untuk menjadi isterinya.

"Tek-ko."

Siangkoan Tek memutar tubuhnya, memandang Hwe Li sambil tersenyum dan menyimpan pedangnya. Gadis itu sudah menyimpan pedangnya dan kini memandang kepadanya dengan marah.

"Li-moi, terima kasih. Engkau telah membantuku"

"Tek-ko, siapakah gadis itu?" tanya Hwe Li sambil cemberut karena hatinya dicekam cemburu.

"Ah, ia? la bernama Lee Cin, dan ia murid seorang tokoh besar dunia persilatan yang berjuluk Ang-tok Mo-li. Ilmu kepandaiannya hebat, akan tetapi dengan bantuanmu, kita dapat mendesaknya dan kalau ia tidak melarikan diri, kita tentu akan dapat merobohkannya

"

"Hemm, kalau dapat merobohkannya selanjutnya akan kau apakah?"

"Ia? Ah.. akan kubunuh tentu saja"

"Benarkah itu? Aku tadi mendengar betapa engkau selalu teringat kepadanya Tek-ko, engkau.. engkau cinta kepadanya"

"Hushh...., engkau ngawur, Li-moi. Kalau aku mencintanya, mengapa kami bertanding mati-matian? Aku memang selalu teringat kepadanya karena diantara kami pernah terjadi permusuhan"

"Akan tetapi engkau bilang tadi bahwa kalau ia mau ikut denganmu ke Pulau Naga, ayahmu akan....."

"Akan memaafkan kesalahannya dan menyudahi permusuhan antara kami. Ia lihai sekali, tidak enak bermusuhan dengan lawan selihai itu, maka aku membujuknya untuk menghabisi permusuhan. Jangan menyangka yang tidak-tidak, Li-moi. Aku hanya mencinta engkau seorang" setelah berkata demikian, Siangkoan Tek lalu merangkul dan menciumi gadis itu Hwe Li seperti mabok dan membiarkan dirinya dibelai dan ia hanya memejamkan matanya dan tenggelam ke dalam rangkulan Siangkoan Tek.
Kita tinggalkan dahulu Hwe Li yang tenggelam ke dalam lautan nafsu berahi, terbakar oleh berahi Siangkoan Tek dan gadis yang kurang pengalaman hidup dan yang memiliki pandangan sempit itu terbuai dan pasrah saja ke tangan pemuda yang menarik hatinya dan yang dianggapnya sebagai manusia terbaik di dunia ini.

Lee Cin melarikan diri dan ia mengerutkan alisnya, hatinya merasa penasaran sekali melihat sikap gadis yang ditolongnya itu. Kalau tidak ada gadis itu yang membantunya, ia hampir yakin akan dapat membunuh pemuda jahat itu Ia teringat betapa dahulu, dua tahun yang lalu, ia bertemu dengan Siangkoan Tek dan ayahnya, Siangkoan Bhok. Ia bertanding dengan mereka Can akhirnya tertotok roboh oleh dayung Siangkoan Bhok yang lihai. Ketika itu, Siangkoan Tek membawanya ke balik semak-semak dan hendak memperkosanya, dibiarkan saja oleh ayah pemuda itu. Untung baginya, pada saat yang amat gawat itu Ia tertolong oleh Thio Huisan murid In Kong Thaisu. (baca Kisah Gelang Kemala).
Karena amat membenci Siangkoan Tek. setelah peristiwa itu, ia mengambil keputusan untuk membunuh pemuda itu apabila bertemu kembali. Ketika melihat Hwe Li meronta- ronta dalam pelukan Siangkoan Tek. Lee Cin mengira bahwa pemuda itu hendak memperkosanya maka ia lalu membentak dan turun tangan menyerang Siangkoan Tek.

Akan tetapi siapa kira, setelah ia mulai mendesak Siangkoan Tek. gadis itu terjun dalam perkelahiun dan malah membantu Siangkoan Tek mengeroyoknya. Padahal ia beranggapan bahwa ia telah menyelamatkan gadis itu dari tangan Siangkoan Tek yang hendak memperkosanya. Benar-benar membuat ia penasaran sekali.

Kalau dulu, di waktu ia masih berada di bawah bimbingan gurunya atau ibu kandungnya, Ang-tok Mo-li, ia tidak akan lari menghadapi perkelahian. Biarpun ia terdesak oleh keroyokan dua orang, dahulu seperti gurunya ia tidak pernah mengenal takut, tidak pernah mau mundur apalagi melarikan diri. Ia tentu akan kembali lagi dan menggunakan segala daya, kalau perlu memanggil ular-ularnya, untuk membalas dan berhasil membunuh Siangkoan Tek. Akan tetapi semenjak ia tinggal bersama ayah kandungnya dan menerima bimbingan ayahnya, ia mendapat banyak nasihat dan di antaranya, agar ia tidak sembarangan membunuh orang dan tidak menjadi nekat walaupun keadaannya kalah kuat. Tidak suka melarikan diri walaupun sudah terhimpit dan kewalahan, bukan sikap seorang yang gagah perkasa, melainkan perbuatan orang bodoh yang sama seperti ingin mati konyol atau membunuh diri sewaktu ada kesempatan, orang harus menyelamatkan diri lebih dulu, membebaskan diri dari ancaman maut agar dapat bertindak lebih jauh.

Bagaimana Lee Cin tiba-tiba dapat muncul di situ bertemu dengan Siangkoan Tek dan Hwe Li? Gadis ini melakukan perjalanan bersama Thio Hui san, menuju ke Kwi-su di mana terdapat kuil siauw-lim-si. Kebetulan sekali ketika mereka tiba di kuil itu, Hui sian Hwesio sedang berada di situ sehingga Lee cin dapat menghadap wakil ketua siauw-lim-pai ini dan menyampaikan pesan ayahnya kepada Huisan Hwesio.

Ketika itu, Hui sian Hwesio sedang duduk dengan in Kong Thaisu, ketua siauw-lim-pai. Mendengar pesan Souw Tek Bun yang disampaikan Lee Cin bahwa bengcu ini mengundurkan diri, kedua orang hwesio itu mengerutkan alisnya.

"omitohud....." kata Hui sian Hwesio

"Akan tetapi mengapa ayahmu Souw Tek Bun hendak mengundurkan diri sebagai bengcu? Padahal menurut pinceng (saya), pada waktu ini tidak ada orang lain yang lebih pantas untuk menjadi bengcu. Kenapa ada keputusan yang tiba-tiba ini?"

"Ayah mengambil keputusan ini setelah dia terluka oleh pukulan seseorang yang menggunakan pukulan telapak tangan hitam dan pukulan merontokkan jalan darah."

"omitohud.. siapa yang melakukan pukulan keji itu?" In Kong Thaisu berkata sambil merangkap sepuluh jari tangannya ke depan dada.

"Teecu (murid) tidak tahu, juga Ayah tidak tahu karena penyerang itu berkedok hitam. Teecu berhasil menyelamatkannya dengan totokan-totokan it-yang-ci dan Ayah sudah minum obat pembersih darah. Akan tetapi Ayah masih harus menggunakan waktu sedikitnya sebulan untuk memulihkan tenaganya."

Hui sian Hwesio mengerutkan alisnya

"Apakah hanya karena serangan itu souw Bengcu hendak mengundurkan diri? setiap orang pendekar selalu tentu menghadapi bahaya serangan musuh-musuh dari golongan sesat, bukan hanya kalau menjadi bengcu saja. Alasan souw Bengcu hendak mengundurkan diri sungguh tidak kuat dan tidak masuk akal."

"susiok, Ayah sama sekali bukan hendak mengundurkan diri karena takut menghadapi musuh. Akan tetapi ada suatu hal yang meresahkan hati Ayah, yaitu kalau dia dianggap sebagai bengcu antek Kerajaan Mancu. Karena dia diangkat bengcu dengan restu dari Kerajaan Mancu, maka para patriot dan pendekar yang anti penjajah tentu akan memusuhinya dan Ayah tidak senang kalau dia hares bermusuhan dengan para patriot karena dalam sudut hati Ayah sendiri, dia tidak suka kepada penjajah Mancu."

"omitohud..., kiranya itukah sebabnya?" kata Hui sian Hwesio

"Kalau itu alasannya, sungguh masuk akal. Akan tetapi karena souw- bengcu menjadi bengcu setelah dipilih semua pihak. maka tidak bisa dia meletakkan kedudukan begitu saja. Dia harus mengundurkan diri di depan semua pihak dan mengingat bahwa pada bulan lima semua orang gagah kami undang ke Hong-san untuk mengadakan rapat membicarakan gerakan orang-orang gagah dipantai timur yang terbujuk orang-orang Jepang untuk mengadakan pemberontakan, maka sekalian ayahmu mengajukan pernyataan berhenti menjadi bengcu dalam rapat besar itu."

"Kalau begitu halnya, sebaiknya kalau susiok mengutus suheng Thio Hui san memberi kabar kepada Ayah, karena saya hendak melanjutkan perjalanan saya untuk mencarisi Kedok Hitam yang telah melukai ayah. Mohon petunjuk kepada suhu dan susiok, siapakah kira-kira si Kedok Hitam yang masih muda dan yang menggunakan pukulan penghancur jalan darah yang bertapak tangan hitam itu?"

Dua orang hwesio itu saling pandang, kemudian in Kong Thaisu menoleh kepada Thio Hui san

"Hui san, engkau yang banyak berkelana di dunia kang-ouw, apakah engkau tidak dapat menduga siapa orang yang memiliki ilmu tapak tangan hitam penghancur jalan darah seperti itu?" tanyanya sambil menatap wajah muridnya.

"Teecu teringat bahwa memang ada sebuah keluarga yang namanya terkenal di dunia kang-ouw dengan ilmu silat tangan kosong mereka. Keluarga itu adalah keluarga Cia yang tinggal di Hui-cu, di kaki Bukit Lo-sian (Dewa Tua). Keluarga itu terkenal sekali dengan ilmu tapak tangan hitam mereka. Akan tetapi tokoh-tokohnya telah meninggal dunia dan yang tinggal hanya seorang nenek. Kabarnya Nenek Cia ini yang mewarisi semua ilmu keluarga cia. selanjutnya teecu tidak tahu, suhu."

"Hemm, keluarga Cia di Hui-cu kaki Bukit Lo-sian?" Lee Cin menyambung sambil mengerutkan alisnya

"Biarpun petunjuk itu samar dan mungkin keluarga Cia sama sekali tidak ada hubungannya dengan si Kedok Hitam, akan tetapi baik juga kalau aku menyelidiki ke sana, suheng."

"Memang sebaiknya begitu, Lee Cin. Akan tetapi ingat, engkau hanya menyelidiki saja, jangan sampai terjadi kesalah-pahaman sehingga engkau menjadi bermusuhan dengan keluarga itu. Jangan sekali- kali mudah menuduh orang sebelum engkau melihat buktinya. Eh, Hui san- keluarga Cia itu termasuk golongan apakah? Mudah-mudahan mereka bukan golongan sesat," kata In Kong Thaisu.

"Sama sekali bukan, suhu. Menurut yang teecu dengar, keluarga itu malah terkenal sebagai keluarga yang menentang kejahatan, keluarga yang gagah perkasa akan tetapi tidak suka menonjolkan diri di dunia kang-ouw sehingga tentang mereka, tidak banyak orang mengetahuinya," jawab pemuda itu.
Setelah menerima banyak nasihat dari in Kong Thaisu, Lee Cin lalu meninggalkan kuil siauw-lim-si untuk melanjutkan perjalanannya. Kini tugasnya ada dua. Pertama, menyelidiki keluarga Cia dan kedua, mencari ibunya dan membujuk ibunya agar suka berbaik kembali dengan ayahnya.

Sementara itu, Hui san juga meninggalkan kuil siauw-lim-si untuk memberi kabar kepada souw- bengcu tentang rapat pertemuan yang akan diadakan di Hong-san, tempat tinggal souw- bengcu. dalam hatinya, pemuda ini merasa kecewa bahwa dia harus melakukan perjalanan seorang diri. Alangkah beda rasanya melakukan perjalanan seorang diri dengan berjalan bersama Lee Cin. Dia tahu bahwa dia sudah jatuh cinta untuk kedua kalinya kepada Lee cin.

Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo



Demikianlah, ketika melakukan perjalanan menuju ke kota Hui-cu di kaki Bukit Lo-sian, di tengah perjalanan Lee Cin bertemU dengan Siangkoan Tek dan souw Hwe Li. sama sekali ia tidak pernah mimpi bahwa antara ia dan Hwe Li terdapat tali persaudaraan yang tidak begitu jauh. Mereka berdua sama-sama bermarga souw dan souw Tek Bun masih terhitung saudara sepupu dari souw can, sungguhpun keduanya sejak muda sekali tidak pernah lagi saling berhubungan. Kalau saja ia mengetahui, tentu tidak begitu mudah ia membiarkan Hwe Li berdua saja dengan pemuda yang ia ketahui amat keji itu.
Kota Bi-ciu merupakan kota yang cukup besar dan ramai karena kota itu menjadi pusat perdagangan. Daerah itu merupakan gudang rempah-rempah dan juga penduduknya hidup makmur sehingga banyak barang dagangan dibawa para pedagang memasuki kota itu. Karena banyaknya tamu yang setiap hari mendatangi kota Bi-ciu, di situ tumbuh rumah makan dan rumah penginapan seperti jamur di musim hujan. Banyak restoran dan hotel, dari yang kecil sederhana sampai yang besar mewah.

Pada suatu siang, disebuah restoran yang cukup besar penuh dengan tamu yang hendak makan siang. Karena restoran besar ini juga merangkap sebagai hotel yang memiliki puluhan kamar, maka restoran itu selalu penuh tamu dari luar ataupun tamu yang bermalam di situ. siang itu hawanya panas sekali. Apalagi dalam restoran yang penuh orang itu, hawanya lebih panas lagi.

Ketika para pelayan sedang sibuk melayani para tamu, masuklah seorang pemuda yang menarik perhatian orang. Pemuda ini berwajah tampan dan pakaiannya serba putih dari sutera halus, potongannya seperti yang biasa dipakai para siucai (pelajar). Akan tetapi walaupun pakaiannya seperti sastrawan, namun dipunggungnya tergantung sepasang pedang dan dipinggangnya terselip pisau pisau belati kecil sehingga tahulah orang bahwa pemuda itu tidak selembut tampaknya, melainkan seorang pemuda yang biasa berkelana di dunia kang-ouw. Memang sebenarnya demikianlah, karena pemuda itu bukan lain adalah ouw Kwan Lok, murid Thian-te Mo-ong dan mendiang Pak-thian-ong itu.

Pengalamannya yang pertama amat pahit. Ketika dia sudah berhasil melarikan Liu Ceng atau Ceng Ceng dan hendak memaksa gadis cantik itu menjadi kekasihnya, muncul Thian-tok Gu Kiat Seng dan terpaksa dia lari meninggalkan Ceng Ceng karena Thian-tok merupakan lawan yang amat tangguh, apalagi dibantu Ceng Ceng. Pengalaman ini membuat Kwan Lok berhati-hati dan membuka matanya bahwa betapapun banyak ilmu yang telah diperolehnya dari kedua orang gurunya, di dunia kang-ouw banyak terdapat tokoh yang dapat menandinginya. siang itu tibalah dia di kota Bi-ciu dan karena sejak pagi dia belum makan, dia memasuki rumah makan yang ramai dan disambut seorang pelayan dengan hormat.

"Kongcu hendak makan? Kebetulan sekali masih ada meja yang kosong, hanya tinggal satu meja itulah. Mari silakan, Kongcu."

Kwan Lok mengikuti pelayan itu dan duduk menghadapi meja kosong yang letaknya di sudut. Meja itu barusaja ditinggalkan tamu yang makan. Pelayan segera menggunakan kain lapnya untuk membersihkan meja itu sambil bertanya,

"Kongcu hendak memesan masakan apa?"

Kongcu itu menatap ke sebelah kirinya. Terpisah tiga meja dari mejanya agak ke tengah, dia melihat seorang gadis makan seorang diri dan dilihat dari situ, gadis itu cantik sekali dan makan dengan gerakan halus dan sopan, namun kelihatan nikmat sekali.

"Aku hendak memesan nasi dan masakan seperti yang dimakan nona di sana itu." Dia menunjuk ke arah gadis itu dan si pelayan mengangguk-angguk mengerti.

"Dan minumnya?"

"Arak seguci kecil dan air teh."

Pelayan pergi untuk mempersiapkan pesanan Kwan Lok dan pemuda ini sengaja duduk menghadap ke arah gadis itu sehingga dia dapat melihat gadis itu dari samping. Dia kagum dan tertarik,. Di atas meja depan gadis itu terdapat sebatang pedang Hal ini menunjukkan bahwa gadis itucun bukan orang lemah. Kalau seorang gadis sudah berani metakukan perjalanan seorang diri membawa-bawa pedang, setidaknya ia tentu pernah belajar silat pedang dan melihat sikapnya yang demikian lembut namun tidak malu-malu dan penuh kepercayaan pada diri sendiri, Kwan Lok dapat menduga bahwa gadis itu tentu memiliki ilmu kepandaian silat yang berarti.

Gadis itu dilihat dari samping amat cantik menarik. Ketika gadis itu kebetulan menoleh ke arahnya, Kwan Lok dapat melihat wajah itu dari depan dan dia terpesona. Bukan main cantik jelitanya gadis itu. Aku harus dapat mendekatinya dan berkenalan dengannya, pikirnya. Akan tetapi gadis itu berada di tempat umum dan menegur gadis itu begitu saja merupakan perbuatan yang kasar dan tidak sopan. Kwan Lok tidak mau mendatangkan kesan buruk di hati gadis itu.

Kwan Lok sama sekali tidak pernah menduga bahwa gadis itu justru merupakan seorang di antara tiga orang musuh besar gurunya, yang harus dibunuhnya. Thian-te Mo-ong, gurunya, berpesan kepadanya agar dia mencaritiga orang di dunia kang-ouw, yaitu pertama song Thian Lee, ke dua, seorang gadis bernama Tang cin Lan puteri Pangeran Tang Gi su dan ke tiga seorang gadis pula bernama Lee Cin murid Ang-tok Mo-li. Dia tidak pernah menduga bahwa gadis itu adalah souw Lee cin.

Lee Cin melanjutkan perjalanannya menuju ke kota Hui-cu untuk menyelidiki keluarga Cia yang kabarnya memiliki ilmu pukulan tapak tangan hitam dan pada hari itu ia tiba di kota Bi-ciu. Melihat kola yang ramai itu, Lee Cin ingin tinggal beberapa hari lamanya untuk bertanya-tanya barang kali ibunya berada di kota itu. Biarpun ibunya tinggal di Bukit Ular di lembah sungai Huang- ho, akan tetapi ibunya suka merantau dan sebelum mencari ibunya diBukit Ular, ia harus mendengar-dengar dan mencari keterangan disetiap tempat yang ramai kalau- kalau ibunya berada di situ. Maka Lee Cin lalu mencari rumah penginapan yang juga mernbuka rumah makan besar di depan rumah penginapan- siang hari itu ia makan di rumah makan, tidak tahu bahwa ada orang yang sejak tadi memperhatikannya.

Setelah pesanan makannya dihidangkan, Kwan Lok segera makan sambil kadang-kadang melirik ke arah gadis itu yang makan dengan perlahan. Tiba-tiba tiga orang pria memasuki rumah makan itu. Melihat pakaian mereka mudah diketahui bahwa mereka adalah tiga orang pria yang kaya dan melihat lagak mereka dapat diduga pula bahwa mereka tentulah orang-orang yang merasa berkuasa. Dua orang pelayan segera menyambut mereka dan dua orang pelayan itu membungkuk-bungkuk penuh hormat. Tiga orang yang usianya sekitar tiga puluh sampai empat puluh tahun itu bertolak pinggang dan memandang kesana-sini, melihat meja meja yang penuh tamu.

"Mohon maaf sebesarnya, sam-wi Kongcu (Tiga orang Tuan muda), akan tetapi rumah makan kami penuh tamu dan tidak ada sebuah pun meja yang kosong. silakan menunggu sebentar sampai ada tamu yang selesai makan dan meninggalkan mejanya."

Tiga orang itu memandang ke sekeliling dan tiba-tiba seorang di antara mereka menunjuk ke arah meja yang dihadapi Lee cin, lalu berkata kepada pelayan itu,

"Kami lihat di sana itu, satu meja hanya dipakai makan seorang saja. Kami dapat mengajak nona itu makan bersama" Dua orang temannya juga memandang dan mereka mengangguk sambil tersenyum simpul. kemudian bergegas mereka menghampiri meja Lee cin, diikuti oleh seorang pelayan yang kelihatan gelisah.

Setelah tiba di situ, mereka lalu menarik tiga buah bangku yang masih kosong lalu duduk menghadapi meja Lee Cin yang masih makan. Tentu saja gadis itu merasa heran dan memandang dengan alis berkerut kepada tiga orang itu.

"Nona, bangku- bangku ini masih kosong bukan?" tanya seorang.

"semua tempat penuh, kami dapat duduk disini, bukan?" kata orang kedua.

"Daripada Nona makan seorang diri tiada teman, biarlah kami bertiga menemani Nona makan minum. Hei, pelayan, cepat sediakan arak terbaik dan keluarkan masakan yang termahal dan paling lezat untuk kami. Nona ini makan bersama kami dan semua kami yang akan bayar" kata orang he tiga dengan gembira.

Lee cin minum air tehnya lalu berkata lembut,

"Harap kalian bertiga mencari meja lain dan jangan mengganggu aku. Aku tidak ingin ditemani."

"Aih, kenapa, Nona? Kami tidak akan mengganggu, bahkan hendak menjamu dengan hidangan termahal."

"Kami akan menjadi teman makan yang menyenangkan, Nona."

"Kami adalah tiga orang muda paling terkenal di kota ini, undangan kami merupakan kehormatan besar bagi Nona."

Lee Cin menjadi jengkel. Lenyap selera makannya oleh gangguan itu Kalau ia menjadi marah dan menghajar tiga orang laki-laki tidak sopan ini, tentu ia akan menggemparkan rumah makan yang penuh tamu itu, juga tentu akan ada prabot yang rusak dan para tamu tentu akan meninggalkan tempat itu. Ia tidak menghendaki terjadi keributan. Akan tetapi kalau didiamkan saja, tiga orang laki-laki ini tentu menjadi semakin kurang ajar. Ia mengukur dengan pandang matanya jarak di antara mereka dan ia. Jari tangannya tidak akan sampai ke tubuh mereka, akan tetapi kalau disambung sumpit, tentu sampai.

"sekali lagi, kuminta kalian bertiga cepat meninggalkan aku seorang diri, atau aku akan menghajar kalian" katanya perlahan akan tetapi penuh wibawa.

Tiga orang laki-laki itu tersenyum lebar

"Akan enak sekali kalau dihajar oleh Nona yang cantik ini," kata seorang di antara mereka dan yang dua orang menyeringai kurang ajar.

Dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti dengan mata, tangan kanan Lee Cin yang masih memeggng summit itu bergerak tiga kali dan tiga orang pria itu seolah berubah menjadi patung, duduk tidak bergerak dan tidak dapat bersuara lagi, hanya matanya saja yang memandang dengan kaget dan ketakutan.

Lee Cin sudah tidak berselera lagi. Ia menaruh sumpitnya dan menggapai seorang pelayan. Pelayan itu bergegas menghampiri dan Lee Cin membayar harga makanan. Tadinya pelayan itu tidak tahu bahwa tiga orang muda yang tidak sopan itu berubah menjadi patung. Akan tetapi setelah Lee Cin bangkit dan pergi membawa pedangnya, tiga orang itu masih duduk seperti patung, dan pelayan itu memandang keheranan. Akan tetapi dia pun tidak berani mengganggu dan meninggalkan tiga orang itu yang telah memesan arak terbaik dan makanan paling mahal. semua pelayan mengenal siapa tiga orang pria itu. Mereka adalah putera seorang bangsawan dan dua orang hartawan, dan terkenal amat royal, akan tetapi juga selalu menghendaki agar perintah mereka ditaati.

Tentu saja Kwan Lok yang sejak tadi memperhatikan Lee Cin, dapat melihat apa yang dilakukan gadis itu kepada tiga orang pria kurang ajar itu. Diam- diam dia terkejut sekali. Cara Lee Cin menotok ketiga orang pengganggunya menunjukkan bahwa gadis itu seorang ahli totok yang lihai sekali. Maka cepat dia pun membayar harga makanan dan mengikuti gadis itu keluar rumah makan. Kwan Lok membayangi dari kejauhan sehingga Lee Cin tidak menaruh curiga.

Setelah pelayan datang membawa arak dan hidangan ke meja tiga orang pria tadi, barulah pelayan merasa heran dan curiga. Tiga orang itu tetap duduk diam saja.

"sam-wi Kongcu, makanan telah saya hidangkan," katanya. Tidak ada yang menjawab.

"silakan sam-wi makan," katanya lagi sambil memandang wajah mereka. Dan melihat mata mereka yang bergerak-gerak ketakutan itu barulah pelayan itu menjadi sadar bahwa tiga orang laki-laki itu tidak mampu bergerak. Yang bergerak hanya biji mata mereka. Tentu saja dia menjadi panik dan segera memberi tahu para pelayan lain. Keadaan menjadi ribut ketika para tamu mengetahui bahwa ada hal yang tidak beres dengan tiga orang itu.

Pemilik rumah makan yang juga mengenal baik para pemuda itu, menjadi khawatir. Pemuda-pemuda yang menjadi kaku itu diurut-urut, digosoki minyak. namun tetap saja tidak bergerak.
Akhirnya seorang yang terkenal sebagai tukang pukul datang mendekati. Dia adalah seorang yang pandai ilmu silat dan melihat keadaan tiga kongcu itu, dia pun menotok dan menekan sana sini, mencari jalan-jalan darah terpenting dan akhirnya dia berhasil secara kebetulan memunahkan totokan dan tiga orang itu pulih dan dapat bergerak kembali. setelah dapat bergerak kembali, tiga orang itu mencak-mencak.

"Keparat!! Di mana adanya gadis siluman tadi?" mereka membentak-bentak. akan tetapi tidak ada pelayan yang mengetahui. Tukang pukul itu pun mengenal Lu- kongcu, seorang di antara tiga pemuda itu, karena dia adalah putera Kepala Daerah kota Bi-ciu. Melihat kesempatan baik ini untuk menonjolkan jasanya, dia lalu bertanya kepada Lu- kongcu,

"Gadis siluman mana yang telah mengganggu Kongcu? saya yang akan menangkap dan menyeretnya ke depan kaki Kongcu"

Mendengar ini, Lu- kongcu lalu mengajak dua orang kawannya dan tukang pukul itu untuk berlari keluar dari rumah makan. setibanya di luar, dia berkata kepada tukang pukul yang bernama Coa Gu itu,

"Cepat kumpulkan kawan-kawanmu dan sebar mereka untuk mencari seorang gadis berpakaian cerah berkembang, ada lesung pipit di kedua pipinya dan ia membawa sebatang pedang. Kalau bertemu cepat memberitahu padaku, akan kukerahkan perajurit menangkapnya"

"Baik, Lu- kongcu" si Tukang Pukul lalu cepat pergi untuk melaksanakan perintah itu dan tiga orang pemuda itu lalu pulang ke rumah Lu- kongcu. setibanya di rumah, pemuda putera Kepala Daerah itu lalu minta kepada kepala jaga agar mempersiapkan dua losin perajurit untuk menangkap "penjahat".
Tak lama kemudian, tukang pukul itu sudah berlari menghadap dan mengatakan bahwa anak buahnya telah menemukan gadis itu yang sedang berjalan-jalan di taman umum di tengah kota Bi-ciu. Mendengar ini, Lu-kongcu dan dua orang kawannya, diiringkan dua losin perajurit, mengikuti tukang pukul Coa Gu dan berlari-lari menuju ke taman bunga umum yang dimaksudkan itu.

Lee Cin memang memasuki taman bunga yang cukup indah dari kota Bi-ciu. Di tengah taman itu terdapat sebuah kolam ikan yang cukup luas dan terdapat banyak ikan emas berenang di antara bunga teratai yang sedang berkembang. Banyak orang yang menonton keasyikan ikan-ikan itu berkejaran. Lee Cin tidak tahu bahwa di antara mereka terdapat Kwan Lok yang terus membayanginya sejak dari rumah makan tadi juga ia tidak tahu bahwa ia dicari banyak orang yang kemudian seorang dari mereka mcnemukan ia di taman itu.

Disekeliling kolam ikan itu terdapat bangku-bangku panjang, memang disediakan kepada mereka yang suka menonton ikan. Lee Cin duduk di atas sebuah bangku, pedangnya sudah ia ikatkan dipunggung. ia membeli roti kering yang dijual tak jauh dari situ dan memberi makan ikan dengan roti kering. sungguh asyik dan menggembirakan melihat betapa ikan-ikan itu berduyun-duyun berenang dan memperebutkan makan itu.

Lee cin tidak merasa bahwa waktu cepat berlalu dan sudah cukup lama ia duduk di bangku itu Roti kering sudah habis diberikan kepada ikan-ikan, akan tetapi ia masih duduk termenung. Melihat ikan yang berkelompok dan hilir mudik berenang berbarengan itu, ia merasa bahwa ia bagaikan seekor ikan tunggal yang tiada kawan. satu-satunya kawan dalarn hidup ini baginya hanyalah ayah kandungnya. Ia merasa rindu kepada ibunya, dan rindu kepada kawan- kawan yang dahulu sempat dikenalnya. Ia rindu kepada Tang cin Lan, rindu kepada song Thian Lee. Alisnya berkerut dan ia merasa bersedih. Pernah ia jatuh cinta mati-matian kepada Thian Lee, akan tetapi ia melihat kenyataan yang menyedihkan bahwa pemuda pujaannya itu tidak membalas cintanya, bahwa Thian Lee telah mencinta gadis lain, yaitu Cin Lan. Mereka kini telah menikah dan tinggal di kota raja. Thian Lee menjadi seorang panglima besar dan hidup berbahagia dengan cin Lan. Diam-diam ia merasa iri kepada Cin Lan dan makin iba kepada diri sendiri la tenggelam ke dalam lamunan yang menyedihkan sehingga lupa bahwa ia telah lama sekali duduk termenung di tempat itu, kini tidak lagi memandang kepada ikan-ikan. Pandang matanya kosong dan menerawang jauh. Tiba-tiba ia mendengar bentakan- bentakan di sekelilingnya.

"Itu dia orangnya"

"Tangkap siluman betina itu"

"Kepung, jangan sampai lolos"

Lee Cin tadinya tidak menyadari apa artinya seruan-seruan itu, akan tetapi ketika ia melihat banyak orang berpakaian perajurit mengepungnya, baru ia menyadari bahwa ia yang akan ditangkap. Tentu saja ia merasa heran dan bangkit memandangi para perajurit itu dengan alis berkerut, akan tetapi ketika ia melihat tiga orang muda yang berteriak-teriak mengomando para perajurit itu, tahulah ia mengapa ia akan ditangkap. Kiranya tiga orang pemuda yang mengganggu di rumah makan dan yang ditinggalkannya dalam keadaan tertotok yang memimpin pasukan itu untuk menangkapnya sekitar dua puluh orang lebih perajurit mengepungnya dengan golok di tangan dan sebagian besar dari mereka bersikap ragu-ragu.

Tentu saja para perajurit itu merasa ragu. Haruskah mereka yang berjumlah dua losin perajurit itu mengeroyok seorang gadis muda yang cantik jelita?

Api kemarahan menyala di hati Lee Cin. Akan tetapi segera terngiang di telinganya akan nasihat-nasihat ayah kandungnya bahwa ia tidak boleh sembarangan membunuh orang. Dan ia teringat pula kepada Thian Lee, pendekar yang juga pantang membunuh orang begitu saja. Para perajurit ini tidak bersalah. Mrmang pekerjaan mereka untuk mematuhi perintah atasan. Yang bersalah adalah tiga orang muda itu. sudah bersikap kurang ajar kepadanya masih tidak menyadari kesalahan bahkan mengerahkan perajurit untuk menangkapnya. Tiga orang itulah yang patut dihajar.

Ketika para perajurit mengepung semakin dekat, ia tidak mencabut pedangnya, melainkan mencabut sulingnya. suling itu pun merupakan sebuah senjata yang ampuh, akan tetapi hanya untuk menotok lawan, bukan untuk melukai atau membunuh walaupun ada beberapa macam totokan yang merupakan totokan maut.

"Kalian mau apa?" teriaknya di antara gemuruh suara para pengepung.

Tiga orang pemuda itu kini menjadi berani karena mereka mengandalkan dua losin perajurit. Mereka melangkah maju menghadapi Lee Cin dan putera Kepala Daerah itu menudingkan telunjuknya kepada Lee cin.

"Gadis sombong.. Engkau telah berani menghinaku, menghina kami bertiga. Kami akan menyeretmu untuk diberi hukuman" setelah berkata demikian, pemuda itu memberi isyarat dengan tangannya kepada para perajurit untuk menyerbu.

Akan tetapi Lee cin sudah bergerak cepat sekali. Tubuhnya berkelebat ke depan dan hampir tidak dapat dilihat gerakannya, akan tetapi tiba-tiba terdengar teriakan beruntun tiga kali, disusul suara air tertimpa benda berat dan tiga orang pemuda itu sudah gelagapan di dalam kolam ikan sialnya mereka tidak dapat berenang sehingga megap-megap dan berteriak minta tolong. para perajurit segera menolong mereka dan sebagian lagi sudah mengeroyok Lee cin.

Gadis itu menggerakkan sulingnya menangkis golok-golok yang menyambarnya dari segala penjuru. Ia harus memutar sulingnya menjadi segulung sinar hitam yang menyelimuti dirinya sehingga tidak dapat dilukai golok. tangan kirinya menampar-nampar dan kakinya menendang-nendang merobohkan para pengeroyok.



Kemelut Kerajaan Mancu Eps 3 Kemelut Kerajaan Mancu Eps 1 Gelang Kemala Eps 2

Cari Blog Ini