Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 49


Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 49




   Tahun demi tahun lewat tak terasa dan tak meninggalkan bekas kecuali kenang-kenang samar. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang terlalu panjang. Kalau kita mengenang segala peristiwa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu, akan terasa oleh kita seakan-akan yang se"puluh tahun itu hanya baru sepuluh hari saja.

   Kim hud tah atau pagoda Buddha Emas kini kelihatan menyramkan, kotor tak terurus dan tak pernah dikunjungi orang Semenjak orang-orang mendengar bahwa di situ terjadi pertempuran hebat sehingga tiga orang penjaga pagoda tewas dan bahwa anak tangga dari bawah menuju ke atas telah runtuh, tempat itu dijauhi orang.

   Bahkan belakangan ini tersiar berita bahwa pagoda itu didiami iblis-iblis dan siluman siluman. Ada yang bilang bahwa di waktu malam kelihatan cahaya berkelebatan di puncak pagoda.,Ada pula yang mendongeng melihat bayangan iblis berkele"batan di atas menara. Bahkan ada yang berani mati mendo ngeng bahwa siluman naga yang diku"rung di bawah pagoda sering kali keluar, menjelma menjadi manu sia untuk mencari korban.

   Jangankan orang-orang biasa, bahkan orang-orang kang-ouw yang memiliki kepandaian sekalipun merasa jerih mendekati pagoda ini. Selain sia sia saja dan tidak ada gunanya serta tak mungkin naik ke atas juga mereka merasa ngeri dan seram dengan keadaan pagoda yang tidak terawat ini.

   Tak seorangpun menyangka bahwa se"betulnya di menara,di puncak pagoda yang amat tinggi itu, sudah hampir sepuluh lahun lamanya tinggal seorang manusia Seperti kita ketahui Thio Beng Han bocah bernasib malang itu berada di puncak pagoda, hidup dalam.keadaan sunyi dan sengsara sekali. Setiap hari hanya makan telur dan sarang burung, minumnya mergandalkan air embun dan air hujan. Sepuluh tahun ia menjadi seorang pertapa yang betul betul bertapa.

   Dalam keadaan nelangsa dan sengsara, ma"nusia mendekati Tuhan. Terbukalah mata betapa hidup ini semata-mata tergantung kepada kasih Tuhan dan setelah tiada tempat mengeluh, tiada mahluk dapat menolong, kembalilah manusia ke tempat semula, dekat dengan Tuhan nya Kepada Tuhanlah dipanjat kan doa dan permohonan.

   Ada orang bilang bahwa dalam keadaan nasib malang, Tuhan meninggalkannya Ini bohong dan salah pikir Tuhan terhadap umat Nya tak pernah ber"kurang tak pernah berubah seujung rambut pun Tuhan Maha Kasih, kasih Nya suci murni.

   Buktinya, sejahat-jahatnya orang, masih di beriNya hidup, masih di beri Nya menikmati hidup duniawi. Kalau mau bicara tentang perubahan sikap ma"nusialah yang berubah. Bukan Tuhan pernah meninggal kan manusia, melainkan ma"nusia yang meninggalkan Tuhan, manusia yang menjauhkan diri dari Tuhan.

   Nasib buruk itu hanya akibat daripada perbuatan sendiri. Tuhan Maha Adil dan Maha Kasih. Tidak ada kekhilafan, tidak ada kesalahan sedikitpun juga, tidak ada cacat-cela datang dari Tuhan.
Orang bijak jaman dahulu berkata bahwa untuk berhasil merenungkan sesuatu, untuk mem"perkuat batin, untuk mencuci diri dan membersih"kan batin, paling baik orang pergi mengasingkan diri ke tempat sunyi. Ini memang tepat sekali dan tidak heran apabila orang jaman dahulu banyak yang menjadi ahli tapa.

   Dari tapa orang dapat mencapai tingkat luhur dan memudahkan manusia mencari jalan mendekati tempat asalnya, di samping Tuhan. Memang tidak mcngherankau, karena di dalam tempat sunyi, terpaksa oleh keadaan, sifat-sifat jahat dalam batin manusia lenyap sama sekali. Berada seorang diri di tempat sunyi, mau berlaku jahat kalau ada orang lain yang dijahati-nya Dalam bertapa di tempat sunyi, pikiran tidak terganggu keduniawan yang palsu dan membang"kitkan angkara, hati dan pikiran menjadi hening-bening memudahkan orang teringat akan Tuhan Nya.

   Demikian pula dengan Beng Han bocah yang hidup terasing di puncak Kim-hud-tah itu. Selama sepuluh tahun ia menjadi pertapa melaku"kan tapa yang kiranya jarang tandingannya dalam hal kesengsaraan daa kesunyian.

   Selama sepuluh tahun ia tak pernah melihat manusia lain, jangan"kan melihat, mendengar suaranyapun tak pernah. Suara yang ia dengar hanya kicau burung, suara binatang hutan sayup sampai, dan bunyi guntur di angkasa. Selama sepaluh tahun ia hanya makan untuk menyambung nyawa, tegasnya makan dan minum hanya untuk memenubi kebutuhan badan, sama sekali tak pernah menuruti selera dan nafsu.

   Keadaan semacam ini membuat Beng Han menjadi lain daripada manusia biasa. Dirinya lebih bersih lahir batin, dan perbedaannya dengan manusia lain tidak saja nampak dalam gerak-geriknya yang halus kuat, terutama sekali kelitatan dalam sinar matanya, yang tajam penuh pengaruh dan kekuatan.

   Sikapnya tenang sekali seakan akan kepercayaannya kepada diri sendari sudah penuh dan kokoh kuat.

   Di samping pembawaan diri yang amat luar biasa berkat berprihatin dan bertapa selama se"puluh tahun ini, juga ia telah melatih Kim-kong Kiam sut dan yang lain-lain sampai sempurna betul Karena tidak pernah terganggu oleh orang lain persoalan dunia, ia dapat mencurahkan seluruh perhatiannya kepada pelajaran ilmu-ilmu silat yarg ditinggalkan oleh Thian-te Kiam ong. Maka ia dapat mengisap sari pelajaran itu dan kiranya Thian-te Kiam ong sendiri yang dapat mengimbangi kesempurnaannya dalam mainkan ilmu-ilmu suat itu.

   Di dalam pelajaran ilmu silat yang terdapat di dalam kitab peninggalan Thian te Kiam ong, terdapat pelajaran ilmu lweekang tinggi yang melatih kedua telapak tangan sehingga timbul tenaga menyedot dari kedua telapak tangan, Pelajaran ini di siapkan untuk meng"hadapi lawan bersenjata dengan tangan kosong sehingga sekali menangkap senjata lawan, tak kan terlepas lagi.

   Akan tetapi Beng Han yang berotak cerdik itu lalu menciptakan semacam kepandaian dengan Iweekang seperti ini. Ia tahu bahwa baginya tidak ada jalan turun, kecuali apabila ia dapat merayap melalui dinding di luar pagoda Ia telah melihat beberapa cecak dan kadal dapat merayap dengan enaknya di sepanjang dinding. Mulailah ia belajar "merayap" atau merangkak pada dinding Kamarnya..

   Dengan mempergunakan Iweekang, ia menyedot dengan kedua telapak tangannya pada dinding sehingga ia dapat menahan tubuhnya. Mula-mula ia hanya dapat merayap beberapa meter saja.

   Akan tetapi berkat latihan hampir tiga tahun, akhirnya ia dapat bertahan merayap di dinding sampai lama mengandalkan kedua telapak tangannya. Tanpa disadarinya Beng Han telah menciptakan ilmu merayap di tembok yang lebih hebat daripada ilmu merayap yang dikenal di dunia kang-ouw sebagai Ilmu Pek-houw-yu-chong (Cecak Bermain-main Di Tembok).

   Setelah ia merasa bahwa ilmu silat yang ter"dapat di dalam kitab itu telah di kuasainya benar-benar dan ilmu merayap yang dilatihnya selama ini sudah cukup sempurna, pada pagi hari sekali Beng Han memandang ke bawah melalui lubarg angin di tembok luar pagoda. Jarang ia memandang ke luar seperti ini, karena biasanya ia khawaiir kalau kalau tempat sembunyinya di ketahui orang.

   "Aku harus mencari Kong Kong Hwat dan wanita siluman itu," katanya pada diri sendiri "Aku harus membuktikan kepada cici Bi Hui bahwa aku tidak berdosa.Kasihan cici Bi Hui.... "

   Setelah termenung sebentar, Beng Han lalu masuk kembali ke dalam kamarnya, mengikat pe"dang Kim-kong-kiam pada punggungnya, memba"wa pakaiannya yang dibuntal.

   Sesungguhnya pemuda ini selama sepuluh tahun tidak kekurangan pakaian karena ia dapat menemukan tinggalan pakaian tiga orang hwesio penjaga pagoda. Biarpun besar besar dan tidak karuan potongan nya, namun kainnya cukup kuat dan bersih sehingga Beng Han dapat berganti
(Lanjut ke Jilid 61)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 61
pakaian apabila dikehen dakinya. Kini ia bahkan mempunyai bekal beberapa potong pakaian hwesio.

   Yang dipakainya juga pakaian hwesio yang longgar dan tidak karuan. Sepatunya juga sepatu hwesio yang besar, Kalau saja rambutnya tidak panjang menghitam, tentu ia menjadi seorang hwesio muda.

   Setelah sekali lagi memandang tempat di mana ia bertapa selama sepuluh lahun itu dengan pandargan sayang, ia mulai melangkah keluar dari lubang angin dan mulai mempergunakan ilmunya merayap turun. la tidak perduli andaikata terlihat orang, karena memang ia sudah mengambil ke-putusan untuk turun di dunia ramai.

   Di luar sangkaannya semula, pagoda itu amat tinggi. Biarpun ia sudah cukup berlatih dengan ilmunya merayap tetap saja kedua telapak tangannya terasa sakit dan tenaga lweekangnya hampir habis sebelum ia tiba di bawah. Masih kurang lebih tujuh tombak dari tanah dan kedua tangannya gemetar!

   Melihat bahwa jarak antara kakinya dan tanah hanya tujuh tombak kurang lebih, Beng Han lalu melepas kan kedua telapak tangannya dan mempergunakan ginkang untuk melayang turun Tubuhnya ringan seperti daun kering tertiup angin dan kedua kakinya tidak mengeluarkan suara ketika ia tiba di tanah.

   Beng Han memandang ke atas, ke arah puncak pagoda di mana ia tinggal selama sepuluh tahun ini. la menarik napas panjang dan merasa puas.

   "Aku tidak melanggar pesan suhu," pikirnya. "Aku baru turun setelah tamat pelajaranku. Lebih baik aku lebih dulu pergi ke makam suhu untuk menghaturkan terima kasih."

   la tidak tahu bahwa semenjak ia merayap

   turun tadi, dari balik Semak-semak ada dua orang mendekam dan mengintai dengan pandang mata kagum dan terheran- heran.

   "Berhenti! Serahkan Kitab lm yang-cin-keng dan pedang Giok-po-kiam kepada kami.! "

   Beng Han terkejut juga mendengar bentakan yang tiba tiba ini. la cepat menengok dan melihat dua orang hwesio tua sekali yang sikapnya keren dan gagah. Yang seorang memegang kipas besar sedangkan hwesio yang ke dua memegang seuntai tasbeh Perak.

   Kalau dua benda ini merupakan senjata maka dapat dibayangkan betapa lihai dua orang hwesio tua yang tadi mengintai turunnya Beng Han dari pagoda ini Di dalam dunia persilatan telah menjadi kepercayaan bahwa barang siapa mempergunakan senjata yang sederhana maka orang itu tentu berkepandaian tinggi.Makin sederhana senjatanya, makin tinggilah ilmu kepandaian orang itu.

   Barpun Beng Han tidak dapat menduga demikian karena ia memang kurang pengalaman, namun ia masih ingat akan tata susila dan sopan santun, cepat ia menjura sambil tersenyum dan bertanya,

   "Mohon maaf kalau aku yang muda tidak mengerti apa maksud ji wi losuhu. Aku Thio Beng Han tidak pernah bertemu dengan ji-wi losuhu. Siapakah ji-wi losuhu dan apa gerangan maksud teguran tadi?"

   Dua orang hwesio tua itu nampak ragu ragu. Memang; melihat kedudukan mereka yang tinggi, agak tidak patut dan memalukan kalau mereka memperkenalkan diri kepada seorang muda setengah bocah ini, akan tetapi kalau tidak memperkenalkan diri. memang lebih tidak patut lagi Tak mungkin berurusan tanpa memperkenalkan diri dan men"ceritakan sebab sebab teguran mereka.

   "Pinceng adalah Thian Beng Hwesio," kata hwesio tua pemegang kipas, dan ini adalah sute Thian Lok Hwesio. Kami berdua adalah hwesio-"hwesio cart Go- bi pai yang sudah dua tahun mengintai di sini. kami mendengar bahwa para suheng kami yang menjaga di sini, Gwat kong Hosiang, Gwat Liong Hosiang, dan Gwat san Hosiang telah tewas dan Kim hud lenyap dicuri orang. Kemudian kami mendengar bahwa patung emas itu di curi oleh Soat Li Suthai. Telah kami serbu nenek itu, akan tetapi dia dapat membukti"kan bahwa Benda-benda yang terpenting, pusaka Go bi pai yang tadinya berada di dalam patung tetah lenyap dicuri orang. Kami telah menduga bahwa tentu ketiga orang suheng kami menyembu"nyikan kitab dan pedang itu di sekitar pagoda ini baru kau orang muda turun dari atas pagoda secara aneh, Tentu kau tahu tentang kitab dan pedang itu!! "

   Tahulah Beng Han bahwa ia berhadapan dengan dua orang tekoh Go-bi-pai yang tinggi ilmunya. Memang, dahutu pernah Thian Beng Hwesio dan Thian Lok Hwesio bersarna seorang hwesio lain lagi bertempur melawan Song Tek Hong dan Ong Siang Cu dan tiga orang bwesio Go-bi-pai ini menderita kekalahan, Akan tetapi semenjak itu, Thian Beng Hwesio dan sutenya memperdalarn ilmunya dan telah maju pesat sehingga kelihatan mereka sekarang jauh lebih hebat daripada belasan tahun yang lalu. Kini ting"kat kepandaian mereka kiranya tidak berbeda jauh dengan tingkat kepandatan Gwat Kong Hosiang bertiga!

   "Ji-wi losuhu," jawab Bang Han dengan suara halus dan tenang, "aku tidak naenyangkal. memang kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, Gwat Kong Hosiang pernah menyerahkan sebuah kitab yang bernama lm-yang-cin-keng dan sebuah pedang Giok-po-kiam kepadaku. Akan tetapi oleh karena aku tidak ingin memiliki dua benda itu dan Gwat Kong Hosiang sudah memberikannya kepadaku, aku telah memberikan dua benda itu kepada orang lain."

   Thian Beng Hwesio biarpun sudah amat tua, namun hatinya masih keras dan ia masih ber"watak berangasan.

   " Kau bohong! Tak mungkin kitab dan pedang pusaka yang dijadikan rebutan semua orang kang"ouw itu kau berikan kepada orang lain begitu saja!"
la tidak ingat bahwa pemuda ini mengatakan bahwa hal itu terjadi sepuluh tahun yang lalu yang berarti bahwa pemuda itu tentu masih kanak-"kanak ketika hal itu terjadi.

   Beng Han tidak marah, hanya tersenyum ramah.

   "Kalau losuhu tidak percaya, sudahlah...."

   "Kepada siapa kau memberikan kitab dan pedang itu? Hayo mengaku, kepada siapa kau berikan!" Thian Beng Hwesio mendesak dengan sikap mengancam.

   Mendengar pertanyaan ini, terbayanglah dalam ingatan Beng Han seorang bocah perernpuan yang manis dan baik hati. Ia tersenyum mengungit gadis cilik itu, lalu bertanya,

   "Losuhu. andaikata aku beritahukan siapa dia, losuhu berdua hendak berbuat apakah kepada"nya? Mungkin sekali isi kitab itu telah dipelajari"nya sampai tamat. Habis, apa yang hendak ji-wi-lakukan?"

   "Kami akan minta kembali kitab dan pedang berikut nyawanya!"

   "Nyawanya??" Beng Han terkejut sekali. "Mengapa demikian, losuhu? Apa salahnya maka ji-wi hendak membunuhnya?"

   "Karena tidak boleh orang lain bukan anak murid Go bi- pai mempelajari isi kitab warisan Tat Mo Couwsu..! Maka.... kitab dan pedang harus dicerahkan kepada kami, juga dia harus menyerahkan nyawanya. Hayo kau beritahukan siapa dia yang membawa dua benda pusaka kami itu! "

   Beng Han menjadi marah. "Ketertaluan sekali Kejam dan tidak adil! Bukankah kitab itu di perebutkan semua orang dan siapa yang berjodoh dia berhak mempelajari dan memilikinya? ji-wi losuhu, kalau aku tidak mau memberitahukan ke"pada siapa benda itu kuberikan, kalian hendak berbuat apakah? "

   "Akan pinceng paksa kau supaya mengaku!" kata Thian Beng Hwesio sambil menggerak-gerakkan kipasnya seakan akan tubuhnya kepanasan Padahal gerakan ini menandakan bahwa dia sudah mulai kehilangan ke sabarannya dan siap menyerang lawan.

   "Ji wi losuhu, tadinya aku memang bermaksud memberitahukan kepada ji-wi siapa orangnya yang membawa dua benda itu, bahkan aku bersedia membantu untuk mintakan kembali benda-benda itu apabila benar-benar benda-benda itu adalah pusaka dari Go-bi-pai. Akan tetapi mendergar keputusan ji-wi hendak membunuh orang"nya, aku menarik kembali niatku tadi. Orang itu tidak bersalah, akulah yang bertanggung jawab karena aku yang memberikan benda - benda itu kepadanya. Kalau ji wi losuhu hendak menghukum, hukumlah aku. Sampai mati aku takkan meng"khianati Orang itu, karena dia memang tidak bersalah dalam hal ini."

   Ucapan yang gagah dari Beng Han disertai sikapnya yang tenang sekali membuat dua orang hwesio itu saling pandang dengan heran. Alangkah beraninya anak ini, dan tadi mereka berdua-pun sudah menyak sikan kebebatan ilmu merayap dari pemuda itu ketika menuruni pagoda.

   Sungguhpun ilmu itu tidak membuktikan kelihaian dalam pertempuran, namun sudah membayangkan bahwa pemuda mi memiliki Iweekang tinggi dan bukan orang sein barangan.

   "Orang muda, kau tidak tahu dengan siapa kau berhadapan maka kau bersikap sombong dan berani mati. Kami berdua dari Go bi pai tidak biasanya pulang dengan tangan kosong kalau sudah menggerak kan tangan. Agak segan kami kalau ha"rus bertempur denganmu karena tingkat kami jauh lebih tinggi. Barangkali gurumu masih di bawah kami tingkatnya. Coba kau sebutkan nama gurumu barangkali kami mengenalnya," kata Thiam Lok Hwcso yang benar-benar merasa agak malu kalau harus melayani seorang pemuda dalam kedudukan"nya sebagai tokoh besar Go bi pai.

   Beng Han tersenyum, tahu bahwa dalam kata kata itu tersembunyi kesomborgan besar.

   nJi-wi losuhu, guruku sudah meninggal dunia; dan dahulu orang-orang menyebutnya Thian- te Kiam-ong Aku menjadi muridnya melalui pelajaran dalam kitabnya."

   "Thian-te Kiam-ong....??'' Hampir berbareng dua orang hwesio itu menyebut nama ini. Mereka kaget dan terheran - terheran karena melihat murid Thian-te Kiam-ong yang sudah lama meninggal dunia itu masih begini muda. "Bocah lancang jangan kau bohong!" bentak Thian Beng Hwesio.

   "Mengapa aku harus membohong?" balas Beng Han tak senang. "Agaknya sudah menjadi kebiasaan ji wi losuhu untuk tidak percaya kepada omongan orang lain dan mencari kebenaran sendiri."

   "Tak usah banyak cakap, lekas beritahukan siapa adanya orang yang membawa kitab dan pedang!" Thian Beng Hwesio membentak marah.

   "Maaf, terpaksa aku takkan memberi tahu karena sikap losuhu buruk dan kasar," jawab Beng Han.

   "Kau manusia sombong......!" Thian Beng Hwesio sudah menggerakkan kipasnya. Kipas ini bukan sembarang kipas, melainkan sebuah senjata yang amat lihai. Disebutnya kipas Ngo heng san dan di dalam pertempuran merupakan senjata ber"bahaya dimainkan dengan Ilmu Silat Ngo-beng-kun, Jarang ada orang mampu menghadapi hwesio dengan kipasnya ini.

   Akan tetapi Thian Lok Hwesio mencegah suhengnya sambil memutar tasbeh peraknya dan berkata,

   "Suheng, menghadapi seorang bocah cilik mengapa suheng harus maju sendiri? Biar pinceng mengha dapi dan menundukkannya!"

   Beng Han sudah siap sedia. Biarpun ia belum memiliki pengalaman bertempur, namun di dalam kitab peninggalan Thian-te Kiam-ong terdapat banyak penjelasan tentang cara menghadapi lawan tangguh. Ia berlaku tenang dan hati-hati sekali, tidak tergesa-gesa mencabut Kim-kong kiam, me"lainkan memasang kuda-kuda Chit seng pouw dan menaruh kedua tangan dalam sikap pembukaan Ilmu Silat Thailek Kim-kong-jiu yang tinggi.

   Angin dingin bersiut mendahului datangnya tasbeh perak yang menyambar merupakan sinar putih menyilaukan mata. Melihat senjata lawan yang ampuh itu menyambar ke arah kepalanya, Beng Han berlaku tenang sekali, la tidak terburu-buru mengelak, melainkan menanti sampai tasbeh itu datang dekat, sama sekati tidak menghiraukan hawa pukulan tasbeh yang cukup dahsyat itu.

   Tiba-tiba dengan sedikit gerakan pundak, Beng Han telah mengangkat kedua tangan ke atas dan meng"gunakan kedna tangan yang dimiringkan untuk menabas ke bawah pada saat tasbeh datang menyerarg kepalanya. Dia bukan menangkis, melainkan memukul atau membabat tasbeh itu dengan kedua tangan seperti lakunya seorang membabat rumput dengan golok.!

   Thian Lok Hwesio kaget sekali sampai ham"pir berteriak Bukan saja tasbehnya tidak mengenai lawan, bahkan senjata istimewa itu seperti terdo"rong ke bawah dan tanpa dapat ia cegah lagi senjatanya menghantam batu di atas tanah. Batu itu remuk dan memuncratkan bunga api sedangkan telapak tangan hwesio tua itu terasa perih sesal Untuk menutupi malunya, Thian Lok Hwesio mengeluarkan gerengan seperti harimau terluka dan tasbehnya menyambar-nyambar cepat dalam serang"an bertubi-tubi ke arah tubuh pemuda itu.

   Beng Han tidak berani berlaku lambat dan sembrono. Pemuda im cukup maklum akan lihai"nya tasbeh lawan, juga maklum bahwa tenaga Iweekang dari hwesio tua ini besar sekali Maka ia mengandalkan kelincahan tubuhnya, bergerak ke sana ke mari seperti bayangan, bersilat dalam; Ilmu Silat Soan-hong pek-lek jiu yang cepat sekali gerakannya dan kadang-kadang kedua tangannya bergerak menyentil ia tasbeh kalau senjata terlampau mendekati tubuhnya dan mengancam keselamatan"nya. Anehnya, setiap kali senjata itu terkena sen"tilan jari tangannya, senjata itu tentu menyeleweng arahnya! Diam diam Thian Lok Hwesio merasa kagct, kagum dan juga penasaran Masa dia 'seorang tokoh besar Go bi pai sampai dipermainkan oleh seorang bocah yang berlangan kosong? Ia makin marah dan tasbehnya menyambar makin kuat dan cepat.

   Perlu diketahui bahwa seorang hwesio tua seperti Thian Lok Hwesio yang menjadi tokoh besar Go bi pai, tentu saja ilmu silatnya tinggi dan tenaganya kuat sekali, llmu kepandaiannya biarpun tidak setinggi kepandaian Pat-pi Lo-cu atau Koai Thian Cu umpamanya, akan tetapi kiranya sudah mengimbangi kepandaian Sin tung Lo-kai Thio Houw, maka dapat dibayangkan betapa hebat dan dahsyat tasbeh peraknya ketika ia me"nyerang Beng Han dengan penasaran dan marah.

   Apabila kalau diingat bahwa Beng Han dapat diumpakan sebagai seekor burung yang baru saja turun dari sarang setelah sayapnya benar-benar kuat, biarpun pandai terbang akan tetapi belum banyak pengalaman.

   Demikian pula Beng Han. Kalau saja ia tidak mewarisi ilmu-ilmu silat yang luar biasa tingginya disertai ketekunan yang hebat dan ketenangan yang ia dapat dari "bertapa", tentu ia takkan kuat menahan gelom"bang serangan yang amat dahsyat dari tasbeh di tangan Thian Lok Hwesio.

   Baiknya pemuda itu benar-benar telah me"nguasai ilmu silatnya dengan sempurna. Boleh dibilang beberapa macam ilmu silat tinggi yang ia pelajari dari kitab peninggalan Thian-te Kiam-ong, sekarang telah mendarah daging dalam dirinya, menjadi satu dengan urat syaraf dan perasaanuya sehingga semua gerakannya ketika melindungi diri terjadi seperti otomatis tanpa disengaja atau diatur lagi.

   Ketenangan dan kecekatannya membuat se"mua serangan Thian Lok Hwesio gagal dan meng"hantam angin belaka.

   Namun karena ia bertangan kosong sedang"kan lawannya menggunakain senjata tasbeh yang dipergu nakan untuk memukul, menotok dan me"ngemplang ke arah muka, Beng Han menjadi kcteter dan terdesak hebat. Pemuda ini tadinya hanya membela diri saja karena ia tidak merasa bermusuhan dengan hwesio ini. Akan tetapi oleh krena ia berada dalam keadaan berbahaya apabila mengalah terus.

   Akhirnya Ketika tasbeh menyambar ke arah mukanya, ia melompat mundur dan me"ngeluarkan suara keras dari mulutnya sambil mendorongkan kedua tangannya deegan jari-jari terbuka ke depan. Inilah pukulan dan Soan-hong-pek-lek-jiu yang hebat, ilmu warisan dari nenek sakti Mo bin Sin-kuu, guru Thian-te Kiam-ong.

   Pukulan sakti yang telah terlatih hebat oleh Beng Han uni, mana Thian Lok Hwesio mampu menahan nya? Bagaikan sebuah balok d hanyutkan gelombang laut membadai, tubuhnya terhuyung ke belakang tak dapat tercegah lagi tasbehnya membalik dan memukul perutnya sendiri.

   Baiknya ia masih dapat mengerahkan tenaga perutnya se"hingga senjata itu tidak makan tuannya. Baru setelah terhuyung mundur sejauh belasan langkah, Thian Lok Hwesio dapat mengatur keseimbangan badan dan berdiri tegak dengan muka pucat sekali.

   "Omitohud......., hebat luar biasa......... " ia mengeluh terengah- engah.

   Thian Beng Hwesio hampir tak danat mem"percayai matanya sendiri melihat hetapa sutenya dikalahkan demikian mudahnya oleh pemuda ini. Ia menjadi penasaran sekali.

   "Bocah, kau berani menghina suteku?" ben"taknya dan kipasnya dikebutkan ke arah Beng Han.

   Pemuda ini merasa angin panas menyambar ke arahnya dari kipas itu. la kaget dan maklum bahwa di depannya bergerak seorang pandai, ia tidak berani sembrono. Cepat ia menggerak kan kedua tangannya dan menolak hawa panas itu dengan angin pukulan tangannya. Angin pukulan kipas di tangan Thian Beng Hwesio terpukul buyar. Hwesio itu menjadi amat kagum, juga panas hati.

   "Bocah, kau lihai juga. Lihat kipas! " Sambil berseru demikian ia menerjang maju dengan se"rangan kipas yang ternyata lebih hebat dan dah"syat daripada serangan tasbeh dari Thian Lok Hwesio tadi.

   Beng Han tidak mau terlalu mengalah seperti tadi. Sekarang ia tidak hanya membela diri, me"lainkan melakukan serangan balasan dengan pukul"an-pukulan Thai-lek Kim kong-jiu di campur dengan Soan-hong Pek-lek ju yang ampuh. Menghadapi pukulan-pukulan mi, stbentar saja Th an Beng Hwesio main mundur dan kipasnya sudah terkena pukulan sampai robek tengahnya!

   "Kami harus memaksamu mengaku!" teriak Thian Beng Hwcso nekad. Teriakan ini sebagai penutup malunya karena ia segera memerintahkan sutenya untuk mengeroyok.

   Melihat bahwa suhengnya juga tidak mampu mengalahkan pemuda yang masih bertangan kosong itu, Thian Lok Hwesio lalu menyerang dengan tasbehnya membantu Thian Beng Hwcso. Untuk mencari di mana adanya barang -barang pusaka partainya, dua orang kakek tua ini tidak segan-segan atau malu- malu lagi untuk mengeroyok seorang muda remaja!

   Menghadapi keroyokan dua orang kakek tokoh Go bi pai itu, terpaksa Beng Han melompat mundur sampai dua tombak dan di lain saat ketika dua oracg kakek itu mendesaknya, tangannya bergerak dan sinar keemasan seperti pelangi menyambar dan menahan gerakan kipas dan tasbih. Terdengar suara keras disusul teriakan-teriakan Thian Beng Hwesio dan Thian Lok Hwesio. Ternyata kipas dan tasbeb itu telah terbabat putus ujungnya oleh pedang di tangan pemuda itu!.

   "Pedang Kim-kong-kiam di tanganku, apa"kah ji-wi losuhu tidak mengenalnya dan masih menyangkal bahwa aku adalah murid suhu Thian te Kiam ong?'

   Dua orang hwesio itu kaget setengah mati melihat betapa dalam segebrakan saja pemuda itu dapat merusak senjata mereka. Kalau dilanjutkan pertempuran itu, tidak sukar diduga kesudahan nya pasti mereka akan kalah dan roboh di tangan pemuda yang luar biasa ini. Pula, mereka juga mengenal Kim-kong kiam, maka Thian Beng Hwesio menarik napas panjang dan berkata,

   "Kau lihai sekali, orang muda, dan patutlah kalau kau menjadi ahli waris kepandaian Thian te Kiam ong Akan tetapi ketahuilah kami berdua bertugas untuk mencari dan membawa kembali pedang dan kitab pusaka Go bi-pai, oleh karena itu biarpun kami harus kehilangan nyawa, kami harus mencari orang yang membawa benda pusaka itu sampai dapat."

   Beng Han dapat menghormati tugas orarg lain. la berkata,

   "Ji wi-losuhu, aku sendiri akan membantu ji-wi untuk mendapatkan kembali kitab dan pedang. Akan tetap aku tetap tidak dapat memberitahukan orangnya kalau ji-wi berkukuh hendak membunuh atau mengganggunya. Ketahuilah bahwa orang yang kini membawa kitab dan pedang itu sama sekali tidak berdosa. Dia hanya menerima sebagai hadiah dari tanganku. Adapun aku sendiri juga menerima sebagai hadiah dan Gwat Kong Hosiang, maka ji-wi jangan menuduh yang bukan bukan Menghukum orang, apalagi membunuhnya tanpa alasan yang kuat, sungguh merupakan perbuatan dosa yang harus di pantang oleh ji-wi. Aku akan mencari orang itu dan minta kembali kitab dan pedang, kelak kalau sudah berhasil, aku akan pergi ke Go-bi-san mengembalikannya!''

   Setelah berkata demikian, Beng Han menggerakkan kedua kakinya dan sekejap mata saja ia sudah lenyap dari depan dua orang hwesio yang menjadi bengong itu. Memang Beng Han tidak mau mencari "penyakit" yaitu tidak mau memberi kesempatan kepada hwesio-hwesio keras hati agar jangan sampai timbul percekcokan baru.

   Di dalam hatinya ia berjanji untuk mencari Li Hwa, selalu untuk minta kembali kitab dan pedang ka"rena isi kitab itu toh sudah dipelajari sampai tamat oleh Li Hwa, juga untuk memberi tahu akan bahaya yang mengancam dari pihak Go-bi-pai Dan terutama sekali karena ia amat ingin bertemu dengan bocah perempuan yang d anggapnya sangat baik budi terhadapnya itu.

   Semenjak mendapatkan kitab lm-yang-cin-keng dan pedang Giok-po-kiam, Kwan Li Hwa melatih diri dengan ilmu silat ini di bawah pim"pinan Sm-tung Lo-kai Thio Houw sendiri. Kakek sakti ini maklum bahwa kalau ada orang kang ouw yang mengetahui akan hal ini, pasti mereka takkan tinggal diam dan akan mencoba melakukan perampasan kitab dan pedang. Oleh karena itu ia berlaku keras sekali. Cucu perempuannya ini disekap di dalam rumah tak boleh keluar dan di dalam taman bunga di belakang rumah mereka yang terkurung dinding tembok tinggi, yaitu rumah mereka di Leng-ting, setiap hari Sin-tung Lo kai mengawasi cucunya berlatih silat.

   Biarpun Kwan Siang Hong beberapa kali mengajukan permintaan agar ia diperkenankan berlatih bersama adiknya, namun Sin-tung Lo-kai berkeras tidak mengizinkannya.

   "Kitab dan pedang ini bukanlah benda sembarangan dan terjatuh ke dalam tangan Li Hva sudah menjadi kehendak Thian. Li Hwa yang Berjodoh maka harus dia yang mempelajarinya Kalau kuberikan kepadamu, aku khawatir kita akan menerima kutukan Tat Mo Couwsu-Sian Hong, kau seorang laki-laki, selain kepandaianmu dari aku sudah cukup, langkahmu lebar dan kau dapat mencari tambahan kepandaian di dunia kang ouw, tidak seperti adikmu, seorang perempuan."

   Demikian Sin tung Lo kai memberi alasan. Sian Hong seorang pemuda yang taat, menerima alasan ini dan tidak menaruh hati iri. Bahkan ia lalu berpamit dari ayah bundanya untuk merantau agar penger"tiannya bertambah. Kedua orang tuanya hanya memberi waktu dua tahun, demikian kata mereka, karena pemuda ini sudah terikat oleh perjodohan dengan Song Bi Hui. cucu Thian-te Kiam ong.

   Ketika Sin-tung Lo-kai melihat lihat kitab lm-yang-cin keng, ia menjadi girang bukan main karena isi kitab itu benar-benar merupakan pelajar"an ilmu siat yang amat aneh dan tinggi. Di situ terdapat pelajaran lweekang dan ginkang. juga terdapat beberapa macam ilmu silat tangan kosong dan ilmu pedang! Membaca sepintas lalu saja tahulah kakek ini bahwa cucunya telah mendapatkan ilmu silat yang amat hebat, jauh lebih hebat daripada ilmu silatnya sendiri!

   Maka kakek ini makin tekun melatih cucunya, dan biarpun dia membacanya, ia hanya mengetahui teori-teorinya saja agar dapat mcmberi petunjuk. Dia sendiri tidak mau melatih dan karena merasa tidak berhak. Begnilah watak seorang gagah sejati!

   Setelah setahun lewat, Thio Leng Li dan suaminya, Kwan Lee pergi ke Liok-can mengun"jungi Song Siauw Yang dan suaminya. Mereka ini diterima dengan penuh kegembiraan oleh Pun Hui dan Siauw Y^ng seperti layaknya sahabat-sahabat lama bertemu.

   Dalam percakapan gembira, Leng Li dan Kwan Lee menyatakan kepentingan dari kunjung"an mereka, yakni selain menengok, juga hendak mempererat dan mengesahkan ikatan dan perjodoh"an antara Kwan Sian Hong putera mereka dan Song Bi Hui, sebagaimana telah diusulkan dahulu oleh mendiang Tbian-te Kiam-ong.

   Mendengar ini, wajah Siauw Yang menjadi muram sekali, nampak berduka. Tentu saja Kwan Lee dan istennya menjadi heran dan kaget. Me"mang semenjak mereka datang, mereka telah me"lihat wajah tuan dan nyonya rumah nampak muram dan seperti tertutup awan gelap.

   "Bnci Siauw Yang, kau mengapa nampak terduka?" tanya Leng Li.

   Sauw Yang menarik napas panjang berkali-"kali lalu berkata,

   "Aahh semenjak ayah meninggal dunia keluarga kami seperti menerima kutukan. Mula-mula terbunuhnya kakakku Tek Hong dan so-so secara mengeriken. kemudian setelah be"berapa lama Bi Hui berada disini, pada suatu malam ia pergi tanpa pamit, entah kemana perginya sampai sekarang kami tidak tahu. Bahkan pada keesokan harinya, Kong Hwat juga pergi menyusul untuk mencari Bi Hui. Sekarang sudah hampir setahun, mereka belum ada beritanya! Celakalah kami yang ditinggalkan, tak enak makan tak nyenyak tidur. Tadinya kami hendak menyusul, akan tetapi kemanakah? Pula, kalau kami pergi, kami takut kalau-kalau mereka pulang. Aaahhh..!".

   Tak terasa lagi dua titik air mata membasahi pipi Siauw Yang. Tentu saja dia tak mau berceritera tentang percekcokan dengan Siang Cu dan Tek Hong sebelum dua suami isteri itu terhunuh. Juga ia tidak mau bercentera tentang hal yang amat menggelisahkan dan menyusahkan hatinva dan hati suaminya, yakni tentang Kong Hwat. Pemuda ini pergi sehari setelah Bi Hui pergi, dan perginya bersama dengan Kui Lian yang makin lama makin dipikir makin mencurigakan hati mereka.

   Diam-diam mereka dapat menduga bahwa tentu ada hubungan apa apa yang tidak bersih antata putera mereka dengan wanita muda yang cantik dan aneh itu.

   Mendengar penuturan ini, Leng Li dan sua"minya ikut bingung. Mereka datang untuk bicara tentang perjodohan, tidak tahunya dua orang muda yang bersangkutan semua telah pergi tanpa dike"tahui ke mana perginya, sudah hampir setabunl

   Karena kasihan kepada sahabatnya, Leng Li dan suaminya tinggal di Liok-can sampai dua bulan lebih. Adanya mereka berdua di situ me"rupakan hiburan besar bagi Siauw Yang dan Pun Hui oleh karena sebagaimana diketahui. Pun Hui adalah sahabat baik bahkan kawan sekoiah dari Kwan Lee, adapun Siauw Yang dan Leng Li memang telah mengikat tali persahabatan sejak lama. Hubungan mereka seperti saudara, apalagi memang Pun Hui merupakan kakak angkat dari Leng Li.

   Sama sekali Leng Li dan suaminya tidak mengira bahwa sepergi mereka, di Leng-ting telah terjadi hal-hal yang amat hebat!.

   Kota Leng-ting cukup ramai dan di situ ter"kenal sebagai pusat perkumpulan Ang sin-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Merah) yang masih diketuai oleh Sin-turg Lo-kai Thio Houw dan diwakili oleh The Leng Li yang berjuluk Bi-sin-tung. Perkumpulan ini bukan semata-mata merupakan perkumpulan pengemis, melainkan lebih tepat disebut perkumpulan orang-orang gagah yang selalu memupuk perbuatan baik dan mem"bantu rakyat yang tertindas Oleh karena Leng-ting merupakan pusat di mana sang ketua berada, tentu saja di situ terdapat banyak pentolan-pentolan Ang-sin-tung Kai - pang yang seringkah datang menghadap Thio Houw untuk memberi laporan tentang keadaan dan minta nasihat-nasihat.

   Pada suatu hari, hanya tiga pekan semenjak Leng Li dan suammya berangkat ke Liok-can, rumah gedung di mana keluarga itu tinggal kedatangan seorang pemuda ganteng dan seorang gadis cantik yang membawa hudtim.

   Mereka ini adalah Kong Hwat dan Kui Lian. Sudah setahun mereka ini merantau sampai jauh. Atas desakan Kong Hwat yang selalu merengek manja, mereka mencari jejak Bi Hui namun sia sia.

   Akhirnya Kong Hwat mengajak kekasihnya pergi ke Leng-ting karena ia menduga bahwa Bi Hui besar se"kali kemungkinannya pergi ke rumah calon suami"nya! Memikirkan hal ini, ia merasa iri hati dan cemburu sekali terhadap keluarga Sin-rung Lo kai.

   Memang, tak salah apabila orang mengatakan bahwa watak seseorang sebagian besar terpenga"ruh dan tergantung kepada pergaulan. Orang yang wataknya bijak apabila terpengaruh oleh orang jahat, lambat laun akan menjadi jahat pula. Kong Hwat tadinya berwatak baik, akan tetapi ia masih hijau dan kurang pengalaman. Setelah ia terjerumus ke dalam cengkeraman ber"bisa dari siluman Kui Lian, moralnya menjadi rusak. Wanita cabul yang menjadi jahat seperti siluman itu menyeretnya ke dalam lembah kehina"an yang penuh nafsu.

   Selama ia melakukan per"jalanan dengan Kui Lian, ia terjerumus makin dalam dan akhirnya pemuda keturunan orang-orang gagah ini tidak ragu-ragu lagi bersama Kui Lian melakukan segala perbuatan seperti mencuri, merampok dan membunuh orang tanpa berkedip mata! Bahkan, yang lebih hina lagi, mereka berdua melakukan perbuatan perbuatan tak tahu malu yang akan membikin merah muka orang orang sopan.

   Biarpun Kui Lian betul-betul cinta setulusnya kepada Kong Hwat, namun wanita ini tak dapat menge kang nafsunya dan dengan terang-terangan dia berani bermain gila dengan laki-laki lain, sedangkan iapun memberi kesempatan kepada Kong Hwat untuk mengganggu anak bini orang. Bahkan wanita siluman ini membantunya mendapatkan wanita yang kiranya menarik hati Kong Hwar.

   Tadinya memang hal ini dilakukan secara sembunyi sembunyi,akan tetapi kemudian, di bawah pengaruh sihir Kui Lian, Kong Hwat dan kekasihnya bersepakat untuk memberi kesempatan kepada masing- masing mencari hiburan dan selingan.

   Benar-benar perhubungan mereka amat kotor dan hina. Tidak ada malu lagi, tidak ada cemburu lagi. Mereka merupakan pasangan yang cocok, pasangan yang jahat dan berbahaya sekali. Di samping itu mereka masih terus memperdalam ilmu kepandaian, saling bertukar ilmu hingga -menjadi makin lihai.

   Kedatangan Kong Hwat dan Kui Lian di rumah Sin-tung Lo-kai disambut oleh tiga orang anggota Ang-sin-tuug Kai-pang yang sudah se"tengah tua usianya. Mereka ini merupakan tokoh-iekoh Ang-sin tung Kai pang yang bertugas menjaga tempat tinggal dan mengatur segala keperluan rumah tangga ketua mereka.

   Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Pada siang hari itu, seperti biasa Sin-tung Lo-kai tengah melatih Li Hwa. Kakek ini mempunyai pan dangan yang amat jauh, oleh karena itu pada bulan-bulan pertama ia menyuruh Li Hwa menghafal seluruh isi kitab itu di luar kepala. Memang pekerjaan ini agak sukar bagi Li Hwa yang lebih pintar bersilat daripada menghafal huruf.

   Akan tetapi Sin-tung Lo-kai memaksanya sehmgga Li Hwa terpaksa menghafal isi kitab itu. Juga kitab dan pedang tidak ditaruh begitu saja di dalam kamar oleh Sm tung Lo-kai, melainkan disimpan di tempat rahasia yang hanya diketahui oleh Li Hwa dan dia-sendiri. Di waktu berlatih, mereka t dak membutuhkan kitab itu, kecuali apabila Li Hwa lupa bagian yang hendak dilatih"nya.

   Melihat bahwa yang menyambutnya tiga orang setengah tua berpakaian tambal-tambalan, hati Kui Lian menjadi tak senang. Biarpun pakai"an itn bersih sekali, namun bertambal-tambal seperti pakaian pengemis. Kalau Kong Hwat menjura kepada tiga orang itu, sebaliknya Kui Lian menjebikan bibir dan melihat-lihat ke arah lukisan di dinding ruangan depan yang amat lebar itu.

   "Sicu siapakah dan hendak bertemu dengan siapa?" tanya seorang diantara tiga penyambut itu.

   "Sauwte Liem Kong Hwat dari Liok-cao hendak bertemu dengan Sin tung Lo-kai Thio-pangcu," jawab Kong Hwat yang belum melupakan sepan-santun.

   Tiga orang pengurus Ang-sin-tung Kai-pang ini sudah lama membantu Thio Houw, maka men"dengar bahwa pemuda ini datang dari Liok-can, mereka dapat menduga bahwa ini tentulah pemuda cucu Thian-te Kiam-ong yang akan di jodohkan dengan Kwan siocia Maka dengan muka berseri mereka memberi hormat, kemudian seorang di antara mereka berseru ke dalam, suaranya berat dan mengan dung tenaga khikang yang kuat se"hingga suara itu dapat terdengar sampai di tempat jauh.

   "Pangcu, di sini ada Liem-sicu dari Liok-can mohon menghadap pangcu!"

   Kong Hwat mengerutkan kening. Alangkah kurang ajarnya pengemis-pengemis ini terhadap ketua mereka. Masa melaporkan kedatangan tamu dengan cara berteriak begitu saja! la tidak tahu bahwa aturan ini memang diadakan oleh Sin-tung Lo-kai sendiri semenjak ia melatih ilmu silat kepada Li Hwa, agar tidak ada orang yang berani masuk ke dalam taman atau ruangan belajar silat.

   Tak lama kemudian dari belakaag rumah terdengar suara nyaring.

   "Silahkan tamu yang terhormat duduk me"nanti, sebentar, aku segera keluar menyambut!"

   Mendengar ini, tiga orang pengemis itu lalu mempersilakan Kong Hwat dan Kui Lian untuk duduk menanti di ruang tamu, sedangkan mereka sendiri lalu keluar dan duduk di bangku yang ber"ada di luar rumah, melanjutkan percakapan mereka yang tadi terganggu oleh kedatangan dua orang muda itu.

   Belum lama Kong Hwat dan Kui Lian duduk di ruang tamu itu. pintu terbuka dan masuklah Sin-tung Lo kai bersama Li Hwa. Gadis cilik ini berpakaian ringkas dan wajahnya kemerahan, masih basah oleh peluh karena baru saja ia ber"latih silat dengan penuh semangat.

   Kong Hwat segera menjura dengan hormat kepada kakek yang membawa tongkat merah itu.

   "Harap Thio lopangeu baik-baik saja selama ini," katanya sederhana.

   Melihat Kong Hwat, kening Sin-tung Lo-kai berkerut.

   "Eh, eh, kiranya kau? Anak dan mantuku juga pergi kerumah orang tuamu di L ok-can. Apakah kau tidak bertemu dengan mereka? dan ada keperluan apakah kau datang ke sini, Liem-sicu?"

   Tadinya Li Hwa tidak tahu siapa gerangan tamu yang datang, akan tetapi ketika ia melihat bahwa yang datang adalah pemuda yang di calon"kan sebagai jodohnya, tanpa nerkata apa-apa lagi dengan pipi kemerahan ia lalu berlari masuk.

   Melihat ini, Thio Houw tertawa kecil akan tetapi tidak berkata apa-apa.

   "Lo-pangeu, sudah setahun aku pergi dari rumah mencari adik Bi Hui yang pergi tanpa pa"mit. Kedatanganku ke sini juga untuk melihat apakah adik Bi-Hui berada di sini."

   Sin-tung Lo kai memandang tajam dan ke"ningnya makin berkerut dalam. Melihat pemuda ini ia teringat akan penuturan Beng Han bahwa pem"bunuh Song Tek Hong dan isterinya adalah Kong Hwat dan seorang perempuan muda. Kakek itu mengerling ke arah Kui Lian yang duduk dengan sikap sombong tak mengacuhkannya.

   "Hemm, kau mencari Song-siocia? Dan siapa"kah bocah ini?" ia menudingkan jari telunjuknya ke arah Kui Lian.

   Kui Lian memiliki watak sombong karena merasa bahwa ia berkepandaian. Ia biasa memandang rendah kepada orang lain, maka terhadap kakek ini pun ia memandang rendah.

   Melihat sikap kakek itu yang dianggapnya menghina, ia tertawa genit dan berdiri sambil berkata,

   "Kakek ketua jembel, kau menuding-nuding kepadaku ada apakah? Aku Cia Kui Lian tidak mempu nyai urusan dengan kau. Lebih baik kau lanjutkan urusanmu dengan dia ini dan lebih baik lagi kalau kau lekas-lekas mengeluarkan Bi Hui apabila gadis itu disembunyikan di sini agar urusan lekas beres!"

   Kong Hwat yang selama ini sudah biasa dengan watak Kut Lian. tidak menjadi heran biarpun ia merasa agak tidak enak, tahu orang macam apa adanya kakek ini.

   Mendengar kata kate Kui Lian itu, alis kakek yang sudah putih itu berdiri, matanya mengeluar"kan sinar berapi.

   "Kau ini siapakah berani bicara macam itu kepada Sin tung Lo kai Thio Houw?" kata kekek itu menah n marah dan sepasang matanya terus menatap tajam.

   Kui Lian tersenyum manis dan sikapnya makin genit.

   "Kakek tua. kau ingin tahu namaku? Aku Cia Kui Lian. Tadi sudah kusebutkan namaku, apakah satu kali saja masih belum memuaskan hatimu? "

   Thio Houw membuang muka dan kini mengalihkan pandang matanya kepada Kong Hwar sikapnya marah dan penuh teguran.

   "Liem-sicu, mengapa kau membawa-bawa perempuan macam ini ke sini? Hemm, aku heran apakah roh Tbian-te Kiam-ong tidak menjadi marah- marah melihat cucunya seperti kau ini. Dan aku heran apakah perempuan ini tidak hadir dalam pembunuhan Song-tathiap dan isterinya! "

   Mendengar ini, wajah Kong Hwat seketika menjadi pucat.

   "Lo pangeu. jangan kau menghina orang! Cia-Lihiap ini adalah sahabat baikku yang mem"belaku di mana-mana. Bagaimana kau berani menghinanya? Tentang pembunuhan paman dan bibi, sudah jelas yang membunuhnya bocah setan Beng Han. Lo-pangcu, aku datang bukan untuk membicarakan hal itu atau untuk memancing penghinaan, akan tetapi hendak mencari Bi Hui. Dia tidak bisa menjadi cucu mantumu, juga aku tidak, karena Bi Hui dan aku sudah mengikat janji perjodohan sendiri. Kalau Bi Hui bersembunyi di sini, harap kau suruh keluar agar aku dapat mengajaknya pulang."

   Hampir saja Sin-tung Lo-kai Thio Houw tak dapat percaya akan pendengarannya sendiri dan pandangan matanya sendiri. Inikah pemuda putera Liem Pun Hui dan Song Siauw Yang? Karena Liem Pun Hui masih putera angkatnya, maka pemuda ini terhitung cucu angkatnya pula! Dan pemuda ini juga cucu Thian te Kiam-ongl Sudah gilakah pemuda ini!

   " Bangsat rendah, kau bicara apa? Hayo pergi dan sini! Tak pantas kau menginjak lantai rumahku. Pergi sebelum aku lupa diri dan meng"hancurkan kepalamu dan kepila anjing betina itu!"

   Kemarahan Sin-tung Lo-kai meluap luap, wataknya yarg keras di waktu mudanya timbul kembali karena ia merasa dihina orang-orang muda.

   Kong Hwat juga timbul marahnya, la berdiri dan tersenyum sindir.

   "Sin tung Lo kai, kaulah yang lebih dulu menghina kami. Kedatangan kami hanya untuk mencari Bi Hui, akan tetapi kau berkata yang bukan bukan. Tentang pergi dari smi, tanpa kau minta kamipun akan pergi. Akan tetapi lebih dulu harus mendapat kepastian apakah Bi Hui tidak berada di sini. Kami bukan percuma membuang waktu dan perjalanan ke sini! "

   nKoko, mengapa banyak urusan? Geledah saja di dalam, habis perkara. Kau geledah ke dalam dan kalau ada Bi Hui, seret ia keluar. Aku yang menjaga di sini! " kata Kui Lian sambil mencabut pedang menggerak gerakkan hudtimnya.

   Dapat dibayangkan betapa memuncak kema"rahan Sin Tung Lo-kai menghadapi dua oran.g mu"da itu.

   "Jahanam kcparat! Andaikata Bi Hui berada di sini kalian mau apakah?"

   Tongkat merah di ta"nganya sudah tergetar dan hawa marah membayang di matanya.

   "Kalau dia berada di sini, harus pulang ikut dengan aku! " jawab Kong Hwat yang mengandalkan kepandaian Kui Lian dan hendak memasuki ruangan dalam.

   "Jangan injakkan kakimu yang kotor di sini! Pergilah!" Sin tung Lo-kai marah dan menggerakkan tongkatnya, sekaligus menyerang Kong Hwat dan Kui Lian Serangan ini hebatnya bukan main, me"ngeluarkan angin berputar seperti angin taufan.

   Kong Hwat dan Kui Lian cepat menangkis dengan pedang mereka dan akibatnya, Kong Hwat terhuyung-huyung ke belakang dan Kui Lian terpen"tal sampai ke pintu! Memang, kepandaian Sin-tung Lo- kat amat tinggi dari pada kepandaian dua orang muda itu.

   Pada saat itu, tiga orang kakek penjaga yang mendengar teriakan teriakan marah dari ketua me"reka, sudah menyerbu masuk dengan tongkat di tangan. Tongkat mereka juga merah seperti yang dipegang oleh Sin-tungLo-kai Seorang di antara mereka berada di dekat Kui Lian. Begitu ia me"mandang. Kui Lian berseru nyaring.

   "Berlutut kau......!"

   Suaranya penuh wibawa, pandang matanya penuh hawa dan pengaruh menundukkan.

   Hebat sekali, kakek pengemis ini tiba tiba seperti dipu"kul lututnya dan berlututlah ia di depan Kui Lian.

   Sambil tertawa menyeramkan Kui Lian menggerak"kan kebutannya yang menyambar ke arah kepala kakek itu. Tanpa menjerit kakek ini roboh tergu"ling di atas lantai dan tongkatnya terlepas dari pe"gangan.

   Kui Lian dengan pandang mata penuh ha"wa sihir menghampiri Sin-tung Lo kai.

   "Pangcu, harap jangan memandang matanya! Dia ahli ilmu hitam " seru seorang di antara dua pengemis yang masih hidup.

   Dia telah banyak me"rantau di dunia utara maka ia mengenal ilmu hi"tam yang lihai dari Kui Lian.

   Sin-tung Lo-kai juga bukan orang yang masih hijau. Mendengar seruan pembantunya itu, tongkat merahnya segera bergerak menyerang de"ngan hebat ke arah Kui Lian tanpa ia memandang ke wajah wanita itu.

   "Koko kita pergi saja!" seru Kui Lan sam"bil menggandeng tangan Kong Hwat dan tangan kirinya mengebutkan saputangan merah.

   "Mundur....!" seru Thio Houw yang terpak"sa menarik kembali tongkatnya karena ia melihat uap hitam mengebul keluar dari saputangan merah itu dan ia tahu bahwa uap itu tentulah semacam bubuk berbisa yang amat berbahaya.

   Baiknya Thio Houw dan dua orang pem"bantunya sudah melompat mundur sehingga mereka terhindar dari pengaruh bubuk berbisa itu. Akan tetapi ketika mereka memandang, Kui Lian dan Kong Hwat sudah pergi dari situ. Thio Houw hendak mengejar, akan tetapi pembantunya berkata,

   "Pangcu, perempuan siluman itu berbahaya sekali. Tidak ada gunanya dikejar! "

   "Aku harus menangkapnya!" seru Thio Houw yang terus melompat mengejar.

   Akan tetapi tiba-tiba terdengar ledakan keras dan ruangan depan itu terbakar! Ternyata dalam larinya, Kui Lian telah melepaskan semacam obat peledak yang dapat membakar dan dengan jalan itu membebas"kan diri dan kejaran lawan.

   Thio Houw terpaksa kembali dan meng"geleng-gelengkan kepala.

   "Berbahaya sekali...." katanya.

   Cepat api dapat dipadamkan, akan tetapi pembantu yang tadi terpukul oleh hudtim kepalanya, ternyata telah tewas!

   "Aku akan cari dan bekuk perempuan itu!" Sin-tung Lo-kai berkata seorang diri dengan kemarahan meluap-luap.

   "Mungkia Beng Han bicara betul, agaknya pembunuh Song Tek Hong dan isrerinya juga siluman wanita itu yang mem"bantu Kong Hwat." Teringat akan Kong Hwat.

   Diam-diam kakek ini terheran-heran mengapa pemuda itu berwatak demikian jahat.

   Malamnya kota Leng-ting menjadi gempar dengan terjadinya hal yang hebat. Rumah Sm-turg Lo kai d serbu orang, pertempuran hebat terjadi dan pada keesokan harinya ketika orang-orang berani mendekati, ternyata Sin tung Lo kai Thio Houw dan lima orang anggota pimpinan Ang-sin-tung Kai-pang telah tewas, dan Kwan Li Hwa telah lenyapl.

   Tidak ada bukti-bukti lain kecuali sebuah lengan erang yang putus sebatas siku, lengan laki laki berbulu yang ber"otot dan nampak kuat menyeramkan!.

   Apakah yang sesungguhnya terjadi di malam yang menyeramkan itu? Memang mudah diduga bahwa orang seperti Cia Kui Lian yang wataknya sudah seperti iblis saja,- tidak akan tinggal diam saja setelah terjadi pertempuran siang tadi di rumah Sin-tung Lo-kai di mana boleh dibilang ia dan Kong Hwat tidak berdaya menghadapi kakek yang lihai itu.

   Malamnya ia mengajak Kong Hwat menyerbu lagi dengan alasan bahwa sangat boleh jadi Bi Hui disembunyikan oleh kakek itu!.

   "Kalau tidak disembunyikan, mengapa ia harus marah-marah? Dan mengapa pula pemuda yang hendak dijodohkan dengan Bi Hui tidak kelihatan.? Kemana pula perginya ayah bunda pe"muda itu? Agaknya mereka semua berada di dalam dan sengaja tidak membolehkan Bi Hui mem"perlihatkan diri,"

   demikian Kui Lian membujuk-bujuk sehingga Kong Hwat akhirnya dapat dibakar hatinya dan setuju untuk menyerbu gedung itu pada malam hari. la memang sudah tahu kelihai"an Kui Lian di waktu malam dengan senjata-sen"jata rahasia dan sihirnya yang berbahaya.

   Padahal Kui Lian tidak begitu perduli tentang Bi Hui. Niatnya yang terutama ialah untuk membalas den"dam kepada kakek yang dianggapnya telah menghinanya siang hari itu.

   SEKIRANYA yang menyerbu hanya dua orang muda ini, belum tentu kalau Sin tung Lo-kai akan menemui kematiannya. Akan tetapi, nasib dan nyawa manusia memang sudah berada dalam kekuasaan Yang Maha Kuasa. Kebetulan sekali di malam hari itu bukan hanya Kong Hwat dan Kui Lian yang menyerbu rumah Sin tung Lo-kai!.

   Sebelum Kong Hwat dan Kui Lian yang menyerbu lewat tengah malam tiba di situ, telah datang lain orang, seorang laki-laki tinggi besar yang usianya tigapuluhan, melompat lompat ke atas genteng dan setibanya di atap rumah itu lalu me"layang turun dengan teriakan nyaring,

   "Sin tung Lo-kai, serahkan kitab dan pedang pusaka warisan Tat Mo Couwsu kepadaku!"

   Memang boleh dipuji keberanian orang kasar ini karena tidak seperti penjahat biasa, ia langsung menuju ke ruangan tengah dan berteriak-teriak dengan cara laki-laki mcnantarg!.

   Sin tung Lo-kai. kat sebentar saja keluar dengan tongkat merahnya.Kakek ini melarang kawan-kawan nya ikut menghadapi lawnanya, melainkan menyuruh mereka menjaga di luar, karena ia kha"watir kalau-kalau orang ini mempunyai kawan-kawan.

   Thio Houw terkejut mendengar ucapan itu, sama sekali lak pernah disangkanya bahwa rahasianya diketahui orang. Biarpun ia menutup rahasia itu. akan tetapi oleh karena ia melatih cucunya di rumah sendiri, mau tak man rahasia itu bocor juga dan diketahui oleh beberapa orang anggota Ang sin tung Kai-pang.

   Sudah menjadi penyakit umum bahwa orang sukar sekali me"nyimpan rahasia sehingga tanpa disengaja seorang di antaranya membocorkan rahasia itu sampai terdengar oleh seorang gagah di dunia kang-ouw. Orang ini adalah Lee It Kong yang berjuluk That-pi (Lengan Besi ). Lee It Kong ini seorang berusia tigapuluh tahun yang tinggi besar, berwa"tak jujur dan kasar, terkenal sebagai perampok tunggal dan maling budiman.

   Disebut maling budi"man oleh karena melakukan perampokan dan pencurian hanya terhadap pembesar-pembesar korup dan hartawan-hartawan pelit, kemudian hasil daripada rampokan dan pencuriannya se"lalu ia bagi-bagikan kepada orang-orang mela"rat, sedangkan dia sendiri tak pernah memakai pakaian indah maupun hidup beroyal - royalan. Hidupnya sederhana, bahkan tidak karuan tempat tinggalnya, setengah gelandangan.

   Akan tetapi kepandaiannya tinggi, karena Lee It Kong ini ada"lah seorang anak murid Siauw - lim - pai yang setelah menamatkan pelajarannya masih belum puas lalu belajar lagi ke Kun-lun-pai. Bahkan ia masih memperdalam ilmunya dengan mempelajari segala macam ilmu silat yang dianggannya tinggi.

   Thiat-pi Lee It Kong ini tadinya ikut pula mencoba untuk memperebutkan patung emas di Kim hud-taki, akan tetapi kalah dulu oleh nenek Soat Li Suthai yang memang memiliki kepandaiaii lebih tinggi Kemudian, karena hubungannya memang luas dan orang-orang kang-uow amat suka kepadanya, tanpa di sengaja ia mendengar bahwa isi patung telah berada di tangan Sin tung Lo-kai. Serta merta ia berangkat ke Leng-ting dan menyerbu rumah kakek ketua pengemis itu.

   Sin tung Lo-kai mengenal Thiat-pi Lae It Kong, maka wajahnya menjadi merah karena marah.

   "Orang she Lee, kau benar-benat tidak tahu malu. Malam-malam datang ke sini apakah kau hendak menjadi maling di rumah orang segolongan? " bentak Sin tung Lo-kai, pura pura tidak mendengar tentang disebutnya kitab dan pedang.

   Lee It Kong tertawa bergelak.

   "Ha, ha, ha, Sin tung Lo-kai, seperti kau tidak tahu saja aku ini maling macam apa. di rumahmu seperti ini.apanyakah yang bisa dicuri? Aku datang untuk minta kau sedikit mengalah. Setelah berada di tangan mu setahun lebih, kiranya sudah patut kalau aku mendapat giliran untuk membuka mata dan menambah pengetahuan."

   "Apa yang kaumaksudkan, Thiat-pi?" tanya Thio Houw, masih pura-pura.

   "Apalagi kalau bukan rahasia peninggalan Tat Mo Couwsu itu. Tentang pedang, biarlah melihat mukamu yang sudah tua, aku mengalah. Akan tetapi kitab ilu harus kau berikan kepadaku! "

   "Mengapa harus?"

   "Karena akupun membutuhkannya."
(Lanjut ke Jilid 62)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 62
"Thiat-pi Lee It Kong Kau tahu bahwa untuk mendapatkan benda pusaka membutuhkan kepandaian. Kau memiliki kepandaian apakah maka berani kau menghendaki kitab pusaka?"

   Lee lt Kong orangnya kasar dan jujur, akan tetapi agak bodoh sehingga tidak dapat menangkap arti kata lata yang sesungguhnya menantang ini. la membusungkan dadanya dan berkata,

   "Aku? aku adalah murid Siauw-lim-pai, aku dapat memainkan delapan belas macam senjata ringan dan berat. Kedua lenganku sekeras besi dan aku sanggup mengalahkan lawan yang bagaimana tangguh pun."

   "Heram, ketahuilah bahwa untuk mendapatkan barang pusaka dari tangan orang lain, kau harus dapat mengalahkan dulu orang itu."

   Tiba tiba Lee lt Kong tertawa bergelak. "Begitukah? Baik, kau siaplah dan rasai kekerasan tangan Thiat-pi Lee taihap!'

   Selelah berkata demikian, ia lalu melakukan serangan dengan kedua tangannya yang bertenaga besar. Sin tung Lo-kai mengeluarkan suara me"nyindir, lalu mengelak dan membalas menerjang dengan hebatnya.

   Pertempuran seru terjadi di ruangan tengah yang lapang itu, di bawah penerangan lampu yang cukup terang. Kurang lebih tigapluh jurus mereka bertempur, terdengar suara ramai - ramai dan beradunya senjata di ruangan depan.
Sin tung Lo-kai menjadi terkejut dan tahu bahwa diluar datang musuh-musuh lain menverbu dan disambut -oleh kawan-kawannya yang pada waktu itu hanya ada lima orang. Akan tetapi lima orang ini kepan"daiannya cukup tinggi maka Sin tung Lo-kai agak merasa lega.

   la merasa gemas juga mengapa si kasar ini ternyata tangguh juga dan ulet sekali. Sudah dua kali tongkat merahnya mengenai pundak dan pinggang, akan tetapi oleh karena Sin tung Lo-kai tidak ingin mencelakai, maka kakek ini tidak menggunakan semua tangannya. Celakanya, tubuh Si Lengan Besi itu ternyata kuat sekali sehingga pukulan-pukulan yang dilakukan dengan sebagian tenaga itu seperti tidak dirasainya.

   

Pedang Naga Kemala Eps 7 Pedang Naga Kemala Eps 8 Pedang Naga Kemala Eps 20

Cari Blog Ini