Ceritasilat Novel Online

Pedang Sinar Emas 51


Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 51




   "Jahanam Thian - hwa - kauw, kalian main curangi" seru dua orang kakek ini sambil mengge"rakkan tongkat bambu mereka menyerbu ke depan. Guru Lee It Kong bernama Tan Lui dan sutenya juga adiknya sendiri bernama Tan Kui, kedua orang kakek ini adalab orang-orang dusun yang menjadi petani, namun mereka memiliki kepandaian tinggi.

   Tan Lui menyerang kakek bongkok seperti udang ini, sedangkan Tan Kui menggerakkan tong"katnya menyerang dua orang pemuda-pemudi yang tadi merobohkan Lee It Kong dengan senjata rahasianya.
Kakek atau nenek bongkok itu sebetulnya se"orang laki - laki tua yang mukanya buruk sekali. Dia adalab kepala pelayan dari Thian-hwa-kauw kepandaiannya tinggi dan ia bernama julukan Hek-lok-kwi (Setan Racun Hitam), nama aslinya tidak di kenalorang lagi.

   Ketika melihat datangnya serang"an Tan Lui ke arah kepalanya, dan mendengar sambaran angin menderu keluar dari tongkat bambu, maklumlah Hek-tok-kwi bahwa lawannya adalah seorang yang berkepandaian tinggi, la mengeluarkan suara ketawa cekikikan, cepat menyimpan gulungan kertas yang tadi dibacanya dan tahu-tahu sepasang bunga teratai biru dan ungu yang tadinya dimasukkan saku ketika ia membaca surat perintah, kini telah ber"ada di tangannya kembali.

   Begitu tongkat menyambar dekat kepalanya, kakek ini mengelak ke kiri dan tangan kanannya yang memegang bunga teratai ungu itu, bergerak membalas serangan lawan dengan memukulkan bunga itu! Benar benar aneh, bunga teratai s gar dipakai sebagai senjata untuk menyerang!

   Akan tetapi akibat serangan bunga teratai naga ini lebih hebat lagi. Memang betul Tan Lui dapat cepat mengelak, namun tiba-tiba ia sempoyongan ke belakang seperti orang mabuk dan di lain saat, sambil membalikkan tangkai bunga yang dipakai nya, Hek-to kwi sudah, menusuk iganya dengan jari-jari tangan kanan. Tan Lui roboh terjungkal dalam keadaan tidak bernyawa lagi!

   Tan Kui yang menyerang sepasang muda-mu"di itupun disambut dengan luncuran sinar-sinar hitam yang ternyata adalah duri-duri pohon ber"warna hitam yang berbau keras. Tan Kui sudah maklum akan bahaya ini karena tadi pun murid keponakannya tewas oleh duri-duri ini. Cepat ia memutar tongkatnya dan semua senjata rahasia itu runtah.

   Akan tetapi tiba-tiba dua orang muda-mu"di itu telah menyerangnya dengan gerakan aneh dan ceoat, adapun senjata yang mereka pergunakan juga kembang teratai di tangan yang masih segar. Seperti Tan Lui tadi, iapun memandan rendah dan cepat mengelak sambil membalas dengan pe"nyerangan tongkatnya.

   Namun, tiba-tiba ia menciumi bau harum yang menyesakkan napas dan memusing"kan kepalanya dan tanpa dapat dicegah lagi ia terhu"yung-buyung Kembali sinar-sinar hitam menyam"bar dan kali ini dalam keadaan pusing itu Tan Kui tidak berdaya menangkis atau mengelak. Bebe"rapa buah duri berbisa menancap di tempat ber"bahaya, tepat mengenai jalan darahnya dan ia ter"jungkal di dekat mayat suheng dan murid kepo"nakannya dalam keadaaa tewas pula!

   Orang-orang kang-ouw yang duduk di situ menjadi marah sekali. Memang semenjak tadi me"reka sudah membicarakan tentang perkumpulan Thian-hwa-kauw. Sekarang mereka menyaksikan sendiri sepak tsrjang perkumpulan itu yang dalam waktu singkat secara keji telah membunuh tiga orang gagah.

   Serentak para locianpwe yang hadir di situ bangkit dari tempat duduk mereka dan melompat sambil mencabut senjata.

   "Jahanam Thian-hwa-kauw harus dibasmi!" teriak mereka dengan marah. Juga Thio Leng Li yang melihat sikap orang-orang Thian-hwa-kauw ini menjadi tak tenang. Apalagi melihat Thiat-pi Lee It Kong yang hendak ditawannya itu sudah terbunuh oleh mereka, ia merjadi penasaran sekali.

   Hek-tok-kwi tertawa bergelak melibat mere"ka semua berdiri. Sama sekali ia tidak menjadi gen"tar. Juga duabelas muda mudi yang berada di be"lakangnya, bersikap tenang-tenang dan sudah siap sedia meng hadapi keroyokan para tamu itu dengan senjata mereka di langan, senjata yang luar biasa Rekah, yaitu setangkai kembang teratai dan duri-duri berbisa!

   "He-he-he-he-he! Masa para locianpwe dari partai partai besar ada muka untuk maju melakukan pengeroyokan seperti siatnya bajingan-bajingan kecil?"

   Ketika melibat para locianpwe itu melergak dan ragu -ragu karena ejekan ini. kembali Hek-tok-kwi tertawa,

   "He-he-he-he-he! Para suhu dan siulam (dara jelita dan teruna tampan ) lepas tirai asap dan laksanakan perintah kauwcu! "

   Baru saja kata-kata ini keluar dari mulut kakek itu, serentak mereka mengeluarkan sesuatu dari saku baju dan membantingnya di atas lantai di sekeliling mereka.

   "Dar-dar- dar-dar.....!" Ramai terdengar le"tusan-letusan dan dalam sekejap mata saja ketika para locianpwe itu melompat mundur dengan kaget, ruangan itu telah penuh asap putih bergumpal-gumpal.

   Asap ini mengandung hawa panas dan amat pedas kalau menyerang mata, maka biarpun para locian pwe di situ berilmu tinggi, mereka ter"paksa menutup mata masing-masing dan menahan napas.

   Terdengar erang terbatuk-batuk di sana-smi, yaitu mereka yang mengisap asap putih itu, dan di sana-sini orang berteriak-teriak untuk meng"anjurkan merangkap orang-orang Thian-hwa-kauw. Akan tetapi siapakah yang dapat bergerak dalam keadaan seperti itu? Mata tak dapat dibuka, ber-napaspun tidak berani, dan tak dapat dilihat lagi mana kawan mana lawan.

   Ketika asap putih itu bergulung gulung naik dan mulai menipis sehingga orang-orang dapat membuka mata dan bernapas lagi, ternyata orang-orang Tbian-hwa-kauw itu sudah lenyap dari situ.

   Dan bersama dengan lenyapnya mereka ini, lenyap pula semua benda sumbangan yang tadinya dijajar kan di atas meja panjang, dan lenyap pula se"pasang golok di pinggang Bhok Coan sedangkan tuan rumah itu sendiri menggeletak di atas lantai dalam keadaan lemas tertotok.

   Ketika itu di ruangan lain jaga ribut-ribut karena ternyata di situ telah lenyap tiga orang pemuda tampan dan tiga orang dara cantik. Menurut mereka yang melihat ketika terjadi ribut-ribut tadi, dara-dara cantik itu diculik oleh pemuda-pemuda Thian hwa-kauw yang tampan, sedangkan pemuda-pemuda tampan yang menjadi tamu diculik oleh pemudi-pemudi Thian-hwa-kauw.

   Benar benar hal yang amat hebat. Dalam keadaan cepat sekali tigabelas orang anggauta Thian-hwa kauw itu dapat melakukan per"buatan-perbuatan itu, benar-benar membuktikan kelihaian mereka.

   Keadaan menjadi ribut dan para lamu banyak yang berpamit meninggalkan tempat itu, kecuali para locianpwe yang dengan hati mengkal dan malu berunding untuk melawan perkumpulan agama haru yang jahat itu. Juga Thio Leng Li ikut ber"sidang kemudian diambil keputusan untuk me"nyerbu Thian- hwa-kauw sepuluh hari kemudian, yaitu mengantar -Sin siang-to Bhok Coan yang akan datang di sarang Thian-hwa-kauw di Kwi-ciu.

   Tak seorangpun tahu bahwa diam-diam Song Bi Hui lenyap pula dari ruangan itu. Mereka hanya mengira bahwa wanita muda itu ketakutan dan lari lebih dulu tanpa pamit. Diam-diam mereka mentertawakan gadis yang mengaku murid Bu erg Lo-kai dan Soat Li Suthai itu.

   Kemanakah perginya Song Bi Hui? Apakah benar dia ketakutan dan melarikan diri di dalam keadaan ribut tadi? Tak mungkin! Tidak mungkin seorang seperti Bi Hui melarikan diri. Semenjak tadi ia mengawasi gerak-gerik mereka itu dan diam-diam ia merasa amat heran melihat sikap duabelas orang muda-mudi yang seanan-aitan ber"tindak bukan atai kehendak sendiri.

   Memang ketika senjata peledak itu diledak"kan, Song Bi Hui tidak berdaya apa apa. Diapun tidak kuat menahan serangan asap putih yang mem"bikin mata pedas, maka diam-diam ia lalu berlari keluar mencari hawa yang segar, keluar dari daerah asap putih hetgulung-gulung itu.

   Tak lama kemu"dian, di antara hiruk-pikuk dan kepanikan para tamu, ia melihat bayangan bayangan putih dari para anggauta Thian-hwa-kauw itu berkelebat ke"luar. Cepat-cepat Bi Hui mengikuti mereka dari belakang.

   Ilmu lari cepat B Hui amat tinggi karena gurunya, Bu-eng Lo-kai (Pengemis Tua Tanpa Ba"yangan) adalah seorang ahli ginkang yang jarang tandingannya. Maka biarpun para anggota Thian-hwa-kauw itu rata-rata dapat berlari cepat sekali, tidak sukar bagi Bi Hui untuk mengejar mereka.

   Ketika ia melibat bahwa di antara para orang muda itu ada yang memondong pemuda tampan dan gadis cantik, ia dapat menduga bahwa tentu dalam keributan tadi, orang-orang sesat itu telah menculik pemuda - pemuda dan pemudi-pemudi cantik yang menjadi tamu di rumah Sin-siang to Bhok Coan.

   Hati Bi Hui marah sekali. Sekali ia melompat, tubuhnya bagaikan seekor burung telah melayang melewati rombongan itu dan dapat diba"yangkan betapa kaget dan herannya rombongan orang Thian hwa-kauw itu ketika tahu-tahu di de"pan mereka berdiri seorang wanita muda yang cantik dan gagah, dengan pedang melintang di de"pan dada!

   "Siluman-siluman Thian hwa kauw, berhenti dulu!" bentakan Bi Hui amat berpengaruh dan nyaring.

   Enam pasang muda-mudi itu sudah ber"lari cukup jauh, apalagi mereka itu semua m t m bawa barang-barang berat, bahkan tiga pasang di antara mereka masmg masmg membawa seorang tawanan, tentu saja mereka sudah lelah.

   Kmi me"lihat adanya rintangan dan melihat tanda dari Hek to kwi supaya mereka berhenti, enam pasang orang muda uu menurunkan beban masmg masmg di atas tanah. Barang - barang sumbangan yang tadinya herada di atas meja di dalam rumah Sin-siang-io Bhok Coan, kini diletakkan di atas tanah. Juga tiga pasang orang muda yang diculik, dalam keadaan tertotok dilepaskan di atas tanah, di mana mereka rebah tak berdaya sama sekali.

   Hek-tok kwi memandang kepada Bi Hui dan matanya yang bulat lebar itu terputar-putar mem"bayang kan kekaguman.

   "Heh heh heh, ini dia wanita ayu yang gagah perkasa, twa kongcu tentu akan berterima kasih sekali kalau kita bisa membawanya pulang. Heh heh-heh.. " Anehnya, mendengar kata-kata, duabelas orang muda dalam barisan itupun tertawa gembira.

   Bergidik bulu tengkuk Bi Hui melihat cara mereka tertawa. Macam mayat ter"tawa, mulutnya tertawa akan tetapi muka dan matanya tidak ikut tertawa! Benar aneh keadaan mereka itu.

   "Nona yang baik, kau mau apakah?" tanya Hek tok-kwi sambil tertawa-tawa.

   Bi Hui menudingkan pedangnya ke muka orang bermuka iblis itu.

   "Siluman-siluman Thian hwa-kauw Urusan"mu dengan Sin siang-to Bhok Coan, akn tidak peduli karena kalian dan dia sama-sama bangsa bangsa perampok dan penjahat! Akan tetapi kalau kalian membunuhi orang begitu saja, mencuri barang-barang dan menculik orang-orang di depan mataku, aku Song Bi Hui tentu saja takkan meng"ampuni kalian lagi!"

   Mendengar disebutnya sama Song Bi Hui, kakek bengkok itu nampak terkejut. la melangkah maju dan bertanya penuh perhatian,

   "Nona berna"ma Song Bi Hui?? "

   "Betul!" Bi Hui mengelebatkan pedangnya.sikapnya menantang.

   Tiba-tiba kakek itu menoleh ke belakang memberi aba-aba cepat,

   "Para siuli dan siula, hayo kepung dan tawan nona ini hidup-hidup! Hati-hati, jangan sampai dia terluka parah, Hwa kongcu akan marah. Tangkap!!"

   Serentak duabelas orang muda-mudi itu. bersama kakek yang lihai tadi, menubruk Bi Hu! Namun Bi Hui telah mendapat gemblengan dari dua orang gurunya. Kepandaiannya sudah jauh meningkat, tidak seperti dahulu lagi.

   Melihat tigabelas orang lawan itu bergerak maju, tubuhnya berkelebat dan di lain saat pedangnya yang me"nyambar laksana kilat telah berhasil membacok runtuh empat tangkai bunga teratai dari tangan empat orang pengeroyoknya! Ia tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk mempergunakan bunga-bunga yang mengandung racun itu guna merobohkan nya. Ia maklum bahwa hawa yang terkandung oleh bunga teratai itu semua beracun dan dapat merobohkannya, maka ia sengaja mengeluarkan ginkangnya, berkelebatan ke sana ke mari sambil pedangnya menyambar ke arah lawan.

   Namun para pengeroyoknya itu benar-benar lihai. Dalam soal ilmu silat, kiranya mereka itu bu"kan tandingaa Bi Hui. Akan tetapi, duabelas orang muda itu dapat bergerak seirama, begitu teratur sehingga mereka merupakan duabelas orang dengan satu otak, seakan akan Bi Hui menghadapi seorang lawan yang mempunyai duapuluh empat buah le"ngan! setiap kali Bi Hui keluar dari kepungan, oto"matis ia terhadang dan terkepung lagi! Setiap kali pedangnya hendak merobohkan orang pengeroyok, sebelas orang lain sudah menyerangnya sambil me"nolong yang seorang itu.

   Dan semua ini hanya di"lakukan dengan bunga- bunga teratai berwarna Me"reka meloloskan diri dari serangan pedang dengan jalan mengelak dan membalas serangan dengan pu"kulan bunga ke arah muka lawan.

   YANG aneh adalah kakek itu. Ia tidak ikut bertempur, melompat ke sana kemari sambil memperhati kan gerak-gerik Bi Hui. Melihat ini, dengan kaget Bi Hui tahu bahwa kakek itu sedang mempelajari ilmu silatnya dan agaknya mencatat dalam otak semua gerak serangan-serangannya, la menjadi marah sekali dan cepat menggerakkan pedangnya dengan cara membengkok, la menye rang seorang pemuda di depannya, akan tetapi ketika sebelas yang lain menyerbu dari belakang, ia melompat cepat ke kiri dan dalam keadaan tak terduga kakinya berhasil menendang roboh seorang pemuda lain yang tak sempat meng"elak.

   Pemuda itu roboh tak dapat bangun kem"bali. Robohnya seorang di antara meraka agaknya membi kin jerih yang lain lain, buktinya gerakan mereka menjadi lambat dan agaknya kini hanya hendak mempertahankan diri saja, tidak bernafsu Isgi dalam usaha mereka menangkapnya.

   Tiba-tiba kakek itu bersuit aneh dan me"lemparkan sesuatu di dekat Bi Hui. Gadis ini menyabet benda itu dengan pedangnya, dan.......... uap hijau kehitaman bergulung naik.

   Bi Hui me"ngerahkan Iweekangnya mengayun tangan ke arah uap itu yang menjadi buyar, lalu mengerahkah khikarg meniup ke arah uap itu yang seperti terkena angin besar lalu membalik.

   Akan tetapi pada saat itu, sebelas orang muda itu telah me"ngurungnya lagi dan dalam rombongan itu me"layang tubuh kakek tadi. Dari kedua tangan kakek itu kini menyambar asap hitam ke arab Bi Hui.

   Gadis ini terkejut selah, dengan gerakan tubuhnya ia dapat mengelak, dan terpaksa ia menahan napas agar hidungnya jangan kemasukan asap hitam. Namun perhatianrya yang terpecah-pecah ini membuat ia tak dapat menghindarkan lagi ketika kakek itu menotok punggungnya dengan ilmu totok yang baik, dilakukan dengan dua jari.

   Bi Hui terhuyung-huyung, mencoba mengerahkan lweekang untuk menolak pengaruh totokan.

   Akan tetapi sebelas orang itu sudah menubruknya, banyak tangan memegang dan menekannya dan di lain saat tubuh Bi Hui sudah diikat erat-erat sehelai tali sutera yang amat kuat.

   Bi Hui marah bukan main, marah dan gemas sekali, apalagi karena lima orang pemuda tampan itu ikut memeganginya tadi. Ja merasa malu sekali dan terhina.

   Kakek itu tertawa bergelak ketika melihat Bi Hui sudah tak berdaya lagi.

   "Ha. ha. ha, ha, kali ini perjalanan kila berhasil baik sekali. Tidak saja Siocia akan mem"beri hadiah besar kepada kita, juga twa-kongcu pasti akan memberi hadiah besar. Ha, ha, ha! Hayo kita berjalan terus, rawat dan bawa siulam yang terluka."

   Rombongan itu mulai bergerak lagi. Kini tidak begitu cepat mereka lari karena mereka merasa lelah setelah mengeroyok Bi Hui yang kosen tadi.

   Bi Hui dipanggul sendiri oleh kakek yang buruk itu yang menanggulnya di pundak seperti orang memanggul kayu.

   Bi Hui merasa lega ketika kakek itu yang memanggulnya, bukan seorang di antara pemuda-pemuda iiu. Ia merasa ngeri melihat pemuda-pemuda tampan itu rata rata berwatak cabul dan genit seperti juga pemudi-pemudi itu.

   Dan diam-diam ia merasa heran sekali karena dalam pertempuran tadi, ia melihat beberapa gerakan mereka menyerupai gerak tipu dari Ilmu Silat Thai-lek kim kong-jiu,ilmu silat warisan keluarganya!.

   "Nasib," pikirnya, "baru saja meninggalkan dua orang guruku, sebelum dapat menangkap pem"bunuh ayah ibu, aku telah terjatuh ke dalam, ta"ngan mereka ini...." Ia tidak tahu nasib apa selan jutnya yang akan menimpa dirinya, akan tetapi sudah pasti bukan nasb baik, melihat sifat Thian-hwa-kauw yang keji dan jahat itu.

   "Aduuh h...." mendadak seorang pemuda Thian hwa-kauw yang memondong seorang gadis tawanan menjerit dan roboh, gadis tawanan itu ikut terguling.

   Semua orang dalam rombongan itu terhenti dan ketika mereka memandaag, ternyata pemuda itu roboh dalam keadaan kaku seperti terkena to"tok an yang lihai, Hek-tok-kwi cepat menghampiri pemuda itu dan menotok punggungnya untak me"mulihkan jalan darahnya. Akas tetapi tidak berha"sil. Dia menepuk-nepuk pundak dan mengurut urut iga, tetap tidak ada hasilnya Bukan main kaget"nya.

   Hek tok-kwi adalah seorang ahli dalam ilmu menotok dan senjata rahasia, sekarang ia mengha"dapi totokan yang tak mampu ia punahkan! Selagi ia kebingungan, tiba-tiba menyambar dua butir batu kecil. Sebutir menyambar ke arah pundaknya dan aebutir lagi yang beberapa detik lebih lambat menyambar ke arah mukanya.

   Keduanya dengan ke"cepatan kilat akan tetapi datangnya aneh sekali. Yang kedua datang lebih dulu, padahal ketika me"nyambar jelas berada di belakang balu pertama.

   Hek-tok kwi kaget bukan kepalang. Tentu saja ia dapat mengelak dari batu kedua yang le"bih dahulu menyambar mukanya itu, akan tetapi batu yang menyambar pundaknya tak dapat di"elakkan lagi. Terpaksa ia melepaskan tubuh Bi Hui dan menggunakan tangan baju untuk menyampok batu itu.

   "Brett....." Hek-tok-kwi berseru kaget karena ujung tangan bajunya sobek.

   Sementara itu, Bi Hui yang terlempar ke atas tanah, tiba-tiba merasa pundaknya tertotok sesua"tu dan ia merasa tubuhnya bebas dari pengaruh totokan Hek-tok-kwi. Cepat gadis mi mengerahkan tenaganya untuk memutuskan semua tali yang mengikatnya.Namun terlambat, Hek-tok-kwi sudah melangkah maju dan sekali mengulur tangan, Bi Hui tak dapat mengelak lagi Kembang biru didekatkan pada hidungnya dan seketika itu juga Bi Hui men"cium bau harum yang luar biasa sekali, dan ia pingsan.

   Sebelum Hek-tok-kwi sempat menyambar tu"buh Bi Hui yang sudah pingsan, tiba-tiba kembali menyambar batu-batu kecil ke arahnya, kini tiga butir sekaligus. Betapapun lihainya Hek-tok-kwi, hanya dua butir batu yang dapat ia tangkis Yang ke tiga tepat mengenai lehernya. Ia berteriak kesakitan akan tetapi tidak roboh karena secepat kilat ia ta"di telah mengerahkan tenaga Iweekang menutup jalan darahnya sehingga batu kecil itu hanya melu"kai kulit dan dagingnya saja.

   Akan tetapi kembali dua orang roboh, kini dua orang gadis anggauta Tluan-hwa kauw. Tentu saja Hek-tok kwi menjadi marah sekali. Sambil melonpat lonpat membebas-kan totokan batu yang merobohkan dua orang ga"dis itu, ia berteriak-teriak.

   "Bangsat curang pengecut dari mana berani main gila terhadap Thian-bwa-kauw?"

   Teriakannya diakukan dengan pengarahan tenaga kbikang se"hingga dapat terdengar dari jarak jauh.

   Tiba-tiba dari selatan terdengar suara jawaban,

   "Siluman-siluman Thian hwa-kauw jangan som"bong. Aku Song Siauw Yang tidak takut kepada kalian......"

   Lenyapnya suara itu membawa munculnya dua orang penunggang kuda dari selatan. Mereka ini adalah seorang nyonya yang gagah bersama se"orang laki-laki setengah tua yang bersikap dan ber"pakaian seperti sasterawan. Inilah Song Siauw Yang dan suaminya, Liem Pun Hui.

   Sungguh aneh. Hek-tok-kwi yang terkenal galak dan keji itu, tiba-tiba nampak gugup.

   "Hayo kita pergi, cepat-cepat.......!" serunya kepada semua orang muda nnggauta rombongannya.

   Para muda itu kini menjadi gentar juga mengha"dapi sambitan-sambitan batu yang amat lihai, ce"pat mengangkat bawaan masing masing sumbangan dari rumah Bhok Coan dan enam orang tawanan, lalu melarikan diri cepat-cepat.

   Hek-tok-kwi sen"diri lalu membungkuk untuk menyambar tubuh Bi Hui. Akan tetapi ia dihujani batu kerikil. Dua kali ia terkena sambitan, pada pangkal lengan dan paha. Yang mengenai pangkal lengannya tepat dan hebat sekali, membuat lengan kirinya menjadi setengah lumpuh.

   Menghadapi ini, Hek tok-kwi menjadi bingung. Apalagi dua orang penunggang kuda itu sudah datang dekat Sambil mengeluar"kan seruan kecewa si bongkok ini lalu melompat pergi meninggalkan Bi Hui.

   "Siluman-siluman keparat, kalian hendak pergi ke mara?" bentak Song Siauw Yang dan bersama suaminya ia mengejar larinya rombongan itu.

   Mereka tidak memperdulikan tubuh yang diting"galkan, karena lebih penting mengejar anggauta perkumpulan yang terkenal jahat itu.

   Setelah rombongan itu lenyap dikejar oleh dua orang penunggang kuda, dari balik batu ka"rang muncullah tubuh seorang pemuda yang amat ringan dan cekatan gerak-gerikrya.

   Dia ini bukan lain adalah Beng Han. Pemuda ini menghampiri tubub Bi Hui yang masih mengge letak pingsan, memeriksa sebentar lalu mengangkat tubuh itu, dipondongnya dan dibawa pergi.

   Tak lama kemudian, dua orang penunggang kuda yang tadi mengejar rombongan Hek-tok-kwi telah datang kembali ke tempat itu. Mereka, Song Siauw Yang dan Liem Pun Hui, saling pandang dan Siauw Yang mengerutkan kening ketika rne-I ha? gadis yang tadi ditinggal oleh rombongan orang erarg Thian hwa-kauw itu.

   "Eh,ke mana perginya?" kata Siauw Yang.

   Nyanya ini masih cantik dan gagah seperti dulu biarpun usianya sudah limapuluh tahun, hanya kerut pada keningnya menandakan bahwa selama ini ia banyak menderita batin. Sebaliknya, suaminya nampak sudah tua dengan rambut yang sudah putih semua, padahal usianya juga baru limapuluh tahun lebih.

   "Mungkin dia telah dapat melarikan diri," jawab Liem Pun Hui, suaranya lebih tenang dan sabar daripada dahulu.

   "Mungkin juga....... kalau begitu, tentu dia seorang yang memiliki kepandaian......" kata Siauw Yang.

   Kedua orang ini sama sekali tidak mengira bahwa gadis yang tadi mereka lihat ditinggalkan oleh orang-orang Thian hwa kauw itu bukan lain adalah Song Bi Hui. Kalau saja mereka tahu akan hal ini, sudah tentu mereka takkan meugejar rom"bongan itu melainkan segera menolong Bi Hui.

   Seperti diketahui, suami isteri ini semenjak mendengar dari Bi-sin-tung Thio Leng Li tentang pembunuhan atas diri Kwa Li Hwa, lalu merasa cemas dan khawatir. Dengan terus terang Leng Li menceritakan tentang terlihatnya Liem Kong Hwat di kota Leng - ting pada saat peristiwa itu terjadi. Hal ini amat menggelisahkan hati Siauw Yang, maka bersama suaminya ia lalu merantau men"cari puteranya itu.

   Akan tetapi sampai bertahun-tahun mereka tidak mendengar apa apa Tentang Kong Hwat yang seakan-akan lenyap ditelan bumi tanpa meninggalkan bekas. Sepasang suami isteri ini menjadi berduka sekali. Setahun sekali mereka kembali ke Liok-can untuk melihat kalau-kalau Kong Hwat sudah pulang ke rumah yang ditinggalkan dalam rawatan seorang pelayan tua Namun sampai sepuluh tahun lamanya tidak ada berita dari pemuda itu.

   Akhir - akhir ini Siauw Yang mendengar desas-desus tentang berdirinya perkumpulan Agama Thien hwa kauw yang amat aneh dan kabarnya jahat sekali. Suami isteri ini mendengar betapa perkumpulan ini suka menculik orang orang muda dan mendengar pula betapa secara aneh anak murid partai - partai besar yang berkepandaian tinggi dan berwajah eantik atau tampan, banyak ysng meninggalkan perguruan dan masuk menjadi anggauta perkumpulan agama sesat itu, menjadi makin curiga.

   "Kong Hwat masih hijau dalam dunia kang-ouw, dia masih muda dan aku tahu hatinya agak lemah, jangan-jangan dia terkena bujukan pula oleh perkumpulan itu seperti pemuda - pemuda lainnya," kata Siauw Yang kepada suaminya.

   "Kalau begitn lebih baik kita menyelidiki ke sana. Akan tetapi, tahukah kau di mana pusat perkumpulan itu?" kata Liem Pun Hui.

   "Kabarnya di Utara, akan tetapi entah di mana. Hal itu tidak sukar, kita bisa mencari ke"terangan di jalan. Kiranya banyak orang gagah yang sudah mengetahui di mana sarangnya."

   Demikianlah, untuk kesekian kalinya sepa"sang suami isteri ini berangkat.

   Berbeda dengan biasanya mereka selain mencari jejak putera mereka, kini mereka mencari jejak perkumpulan Thian-hwa-kauw. Akhirnya mereka mendengar berita tentang usaha para tokoh partai besar untnk mengadakan pertemuan di rumah Sin-siang-to Bhok Coan di Kwan-leng-si sekalian menghadiri pesta shejit orang she Bhok ini.

   Kabarnya para tokoh besar itu hendak merundingkan tentang perkumpulan Thian hwa kauw yang selain melakukan banyak kejahatan, juga mencemarkan nama baik partai-partai besar dengan membujuk anak - anak murid muda menjadi anggauta.

   Mendengar berita ini, Siauw Yang dan Pun Hui lalu berangkat menuju Kwan leng-si yang amat jauh. Akan tetapi sebelum tiba di kota itu, mereka menghadapi peristiwa yang membuat me"reka untuk pertama kali berkenalan dengan orang-orang Thian hwa-kauw.

   Ketika itu mereka tiba di kota Leng-ok, Siauw Yang ingat bahwa di kota ini tinggal seorang guru silat she Can yang pernah mengunjungi ayahnya dahulu untuk menyatakan penghormatan dan kekaguman.

   Karena sudah kenal, Siauw Yang menyatakan kepada suaminya untuk me"ngunjungi rumah sahabat ini dan menanyakan keterangan tentang Thian-hwa kauw.

   Akan tetapi, ketika Siauw Yang dan suami"nya tiba di depan rumah Can-kauwsu (guru silat) ini, pintu rumah tertutup rapat dan keadaan di situ sunyi saja. Padahal tentu penghuninya berada di dalam karena dari rumah bagian belakang mengebul asap, tanda bahwa di dalamnya ada orang masak.

   Siauw Yang mengetuk pintu dengan keras, kemualan mengerahkan khikang dan berseru nyaring,

   "Apa Can-kauwsu ada di rumah? Aku anggauta keluarga Song dari Tit - le datang berkunjung!"

   Sengaja Siauw Yang menyebut-nyebut ke"luarga Song dan Tit - le agar guru silat itu ingat akan mendiang ayahnya, Thian te Kiam ong Song Bun San, Setelah mengeluarkan teriakan itu, ia dan suaminya menanti. Sunyi senyap untuk beberapa lama, akan tetapi pendengaran Siauw Yang amat tajam sehingga ia dapat mendengar suara kaki bergeser di balik pintu,

   "Kreetttt......!"

   Sebuah lubang sebesar kepala orang terbuka di tengah-tengah daun pintu dan dari dalam menje nguk sebuah muka yang hampir saja Siauw Yang tidak kenal lagi kalau saja ia tidak mehhat sebuah tahi lalat merah di ujung hidung orang itu. Inilah Can-kauw-su. tak salah lagi. Jarang di dunia ini ada orang dengan tahi lalat merah di ujung hidung. Akan tetapi mengapa muka ini begini berubah?.

   Nampak tua sekali dan kerut merui pada muka itu mem"bayangkan ketakutan hebat. S-pasang mata yang kemerahan, agaknya kurang tidur, menatap me"reka dan nampak kecewa, lalu terdengar suaranya bertanya parau,

   "Kalian siapa dan ada keperluan apa? "

   Siauw Yang terkejut.

   Dari gerak pundak orang itu yang kelihatan sedikit, ia dapat menduga bahwa tangan orang itu memegang senjata tajam,siap untuk bertempur.

   Ia lalu tersenyum ramah dan berkata,

   "Can-kau su, apakah kau baik baik saja? Aku Song Siauw Yang, puteri Thian-te Kiam ong, dan ini suamiku, Liem Pun Hui. Apakah kau lupa kepadaku?"

   Akan tetapi keramahan Siauw Yang ini tidak mendapat sambutan yang layak. Muka itu bahkan makin masam nampaknya dan bertanya kaku,

   "Hemmm, ada keperluan apakah mencari aku seorang she Can yang bodoh? "

   "Can - kauwsu, mengapa kau berkata de"mikian? Kami......."

   "Katakanlah ada urusan apa, aku tidak punya banyak waktu Aku akan membantu se"bisaku."

   Setelah berkata demikian, muka itu me"mandang jelalatan ke kanan kiri, sama sekali tidak memper dulikan sepasang suami isteri itu, Siauw Yang membanting-banting kaki kiri"nya dan ini dikenal baik oleh Pun Hui. Kalau isiermya sudah membanting-banting kaki kiri, ini berarti Siauw Yang mulai panas perutnya dan akan marah.

   Maka ia mendahului isterinya itu menjura kepada "muka" di tengah daun pintu itu sambil berkata,

   "Can-kauwsu. harap maafkan kalau kedatang"an kami ini mengganggu. Sebetulnya kami hanya ingin bertanya sedikit kepada kauwsu tentang Thian-hwa-kauw dan...... "

   
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ayaaaaa.......!"

   Muka di pintu itu berseru dan lubang itu tertutup cepat-cepat, kemudian dari balik daun pintu itu terdengar suara Can-kauwsu,

   "Aku tidak kenal Thian-hwa-kauw. Aku tidak tahu menahu tentang Thian-hwa-kauw.......... Pergilah kalian dari sini!"

   Setelah itu terdengar suara kaki berlari pergi menjauhi pintu.

   Siauw Yang sudah meneabut pedangnya dan hendak menggempur pintu. Wataknya yang dulu umbul lagi menghadapi sikap orang yang keterlaluan ini. Akas tetapi suaminya segera memegang lengannya.

   "Sabar, niocu Orang tidak mau menerima tamu, mengapa kita harus memaksa tuan rumah? Lebih baik kita mencari keterangan di lain tempat." la menarik-narik lengan isterinya yang masih ma"rah itu.

   Malamnya, di dalam kamar hotel, setelah kepalanva menjadi dingin biarpun hatinya masih panas Siauw Yang berkata kepada suaminya,

   "Aku benar-benar merasa curiga sekali. Sikap Can kauwsu tadi seperti bukan sewajarnya Dia se"ro sejak kita datang sudah kelihatan ketakutan Buktinya pintu ditutup tapat-rapat dan mukanya keli hatan sedang menghadapi kesulitan yang hebat. Apalagi setelah kita menyebut Thian-hwa-kauw, ia kelihatan terkejut dan makin ketakutan. Suami"ku, aku merasa penasaran sekali. Siapa tahu kalau-kalau orang she Can in ada hubungannya dengan Thian-hwa-kauw, siapa tahu kalau-kalau dia men"jadi anggautanya. Malam ini aku harus pergi me"nyelidik ke sana."

   Liem Pun Hui cukup mengenal watak isteri"nya yang pantang mundur dalam menghadapi urus"an apa saja. Dia sendiripun tadi menaruh curiga dan melihat sikap ketakutan dari Can kauwsu, ma"ka ia tadi melarang isterinya marah-marah. Dka sendiri bkarpun sudah mendapat banyak kemajuan dalam ilmu silat karena petunjuk-petunjuk isteri"nya, namun masih kurang leluasa kalau harus me nyelidiki rumah orang di waktu malam, apalagi di rumah seorang guru silat Maka ia tidak dapat mencegah kehendak isterinya itu dan hanya dapat memesan,

   "Kau berhati -hatilah, niocu Jangan mencari perkara. Kau menyelidik saja untuk mengetahui mengapa ia bersikap ketakutan. Jangan kau terlalu membikin aku gelisah menanti di sini! ".

   Sauw Yang mengangguk, kemudian setelah berpakaian serba ringkas dan membawa pedangnya, nyonya yang gagah ini melompat keluar melalui jendela, terus naik ke atas genteng dan menuju ke rumah Cah-kanwsu melalui genteng rumah-rumah orang.

   Gerakannya masih lincah dan ringan seperti di waktu mudanya dan di dalam malam yang remang-remang diterangi sinar bulan itu, bayangannya masih memperlihatkan bentuk tubuh yang singset dan ramping.

   Ketika tubuhnya melayang di atas genteng rumah dekat rumah Can-kanwsu, ia melihat ber-kelebatnya tujuh bayangan erang yang gesit-gesit tanda bahwa mereka itu memiliki lweekang dan ginkang yang tinggi. Melihat tujuh orang itu masing-masing memegang setangkai bunga, hatinya berdebar. Inilah orang Thian-hwa-kauw, pikirnya.

   Memang ia sudah sering kali mendengar bahwa orang-orang Thian-hwa-kauw itn selalu membawa setangkai bunga yang dapat dipergunakan sebagai senjata.

   Dengan hati-hati sekali Siauw Yang mendekam di atas genteng bersembunyi, kemudian ia melom pat dan mengikuti gerak-gerik tujuh orang itu. Mereka bertujuh berlompatan bagaikan kucing memasuki pekarangan rumah Can-kanwsu. Tak lama kemudian terdengar jerit ketakutan.

   Siauw YanG cepat melompat ke atas genteng ruangan tengah dari mana suara jeritan itu keluar, membuka genteng dan dengan gerakan Lee hi T a teng, ia melompat ringan dan ketika tubuhnya me"layang turun, kakinya mengait tiang melintang dan demikianlah, dengan tubuh berjungkir kepala di bawah kaki mengait tiang, nyonya yang gagah ini mengintai apa yang sedang terjadi di bawah.

   la melihat tujuh bayangan tadi telah berdiri di bawah, merupakan barisan dua-dua, anehnya barisan itu ternyata merupakan tiga pasang muda-mudi yang tampan dan cantik, sedangkan orang ke ujian yang berdiri di depan adalah seorang kakek tua bongkok yang buruk sekali rupanya.

   Tiga orang pemuda dan tiga orang dara yang tampan-tampan itu berdiri tegak seperti patung, sedangkan kakek itu nampak marah - marah. Di depan mereka bertujuh ini berdiri Can kauwsu dengan golok di tangan. Guru silat ini nampak ketakutan, akan tetapi sepasang matanya menyinarkan kenekatan seperti erang gila.
(Lanjut ke Jilid 64)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 64
Di sebelah kirinya berdiri seorang gadis cantik berusia paling banyak enambelas tahun, juga gadis ini nampak pucat, akan tetapi ia berdiri di samping ayahnya sambil memegang sebatang pedang.

   Dia adalah puteri Can kauwsu yang tentu saja sebagai anak guru silat telah belajar ilmu silat pula yang tidak rendah. Adapun di belakang mereka ini, nampak beberapa orang wanita yang saling peluk dan ber"lutut dengan tubuh menggigil.

   Mereka ini adalah isteri Can-kauwsu dan beberapa orang pelayan. Suara jeritan tadi keluar dari mulut mereka inilah yang sudah setengah mati karena ketakutan,

   "Can-kauwsu, apakah kau sudah tahu akan dosamu yang amat besar terhadap Thian-hwa-kauw?" terdengar kakek itu bertanya dengan suara penuh ancamau.

   Mendengar pertanyaan ini nampak Can-kaiwsu gemetar, namun dengan suara tegas ia menjawab,

   "Aku tidak ada hubungan dengan Thian-hwa-kanw, aku tidak tahu apa-apa tentang Thian-hwa-kauw, jangan menggagu kami serumah targga yang tak berdosa "

   Mendengar suara ini, Siauw Yang teringat akan sikap guru Silat itu siang tadi. la menjadi tertarik sekali dan memandang dengan pe"nuh perhatian.

   Kakek itu mengeluarkan suara ketawa mengejek.

   "Heh-heb-beh-heh, Can-kauwsu masih berani membohong? Kau telah membunuh mati seorang
siulam ( pemuda tampan ) anggouta Thian-hwa-kauw, dan kau masih hendak menyangkal? "

   "Tidak! Aku tidak membunuh anggauta Thian-hwa-kauw! Kapankah aku berhubungan dengan Thian-hwa-kauw sehingga dapat membu"nuh anggautanya? " jawab Can-katwsu tegas.

   "Heh-heh-heh-heh, Thian hwa-kauw takkan bertindak tanpa bukti. Sam-wi kongcu (tiga orang tuan muda ) harap ambil buktinya dan bawa ke sini!" kata kakek itu dan tiga orang pemuda tam"pan dan rombongannya melompat cepat menju ke pekarangan atau kebun di belakang rumah Can kauwsu.

   Mehhat ini, nona cilik di samping Can-kauwsu nampak gemetar tubuhnya dan tangan kanannya memegang lengan ayahnya dengan memindahkan pedang di tangan kiri. Kemudian ia memindahkan pula pedang itu ke tangan kanan sedangkan tangan kiri menyusut peluh di leher dan keningnya

   Biarpun malam itu cukup dingin, agaknya nona ini merasa gerah dan gelisah sekali..T-'ga Can - kauwsu yang bertubuh linggi besar dan kelihatan gagah itu nampak cemas dan takut, la mencoba menenangkan hatinya sambil melang"kah maju dan berkata kepada kakek itu,

   "Locianpwe, sesungguhnya aku orang She Can selama hidup tak pernah mengganggu orang, apa"lagi mengganggu Thian-hwa-kauw yang belum kukenal, Mengapa locianpwe sekalian mencampuri urusan rumah tanggaku?"

   "He he-he, orang she Can, tak perlu banyak cakap. Tunggu sampai buktinya di depan mata baru boleh bicara!" jawab kakek itu galak.

   Tak lama kemudian tiga orang pemuda tampan tadi nampak muncul dari belakang. Me"reka bertiga menyeret sesuatu dan Siauw Yang terpaksa menutupi hidungnya dengan ujung lengan bajunya.

   Bau yang amat tidak enak menyerang hidungnya, bau..... bangkai!

   Ketika tiga orang itu telah datang dekat, mereka melempar benda yang mereka bawa itu dan ternyata itu adalah sebuah......... mayat manusia yang sudah mulai membusuk! Can-kauwsu melangkah mundur dengan muka pucat, puterinya mengeluarkan jerit tertahan sedangkan para wanita yang tadi berlutut kini menjadi makin ketakutan. Nyonya Can yang berjantung lemah sudah hampir pingsan, saking ngeri dan takut.

   "Heh-heh heh, orang she Can, bukti sudah di depan mata. Jenazah orang siulam dari Thian-bauw-kauw sudah berada di sini, baru saja digali dari kebunmu. Apakab kau masih hendak ber"pura-pura dan berani bilang tidak tahu menahu tentang jenazah terkubur di kebunmu? "

   "Dia........ dia adalah jenazah Coa Lok, pemuda hidung belang........"

   "Tak perduli siapa namanya, dia adalah anggauta Thian-hwa-kauw dan kau sudah berani membunuh nya! " kakek bongkok yang bukan lain adalah Hek tok-kwi itu berkala murah.

   " Aku......... aku tidak tahu bahwa dia adalah anggauta Thian hwa kauw.......dia....... dia datang untuk mengganggu puteriku Ini, tentu saja kami melawan dan dia...... dia roboh dan tewas.Kami mengubur nya di dalam kebun."

   " Heh heh heh kau memutarbalikkan urusan. Siulam kami yang lelah kau bunuh ini hendak mendatang kan kebahagiaan kepada puterimu, hendak menjadikan purerimu seorang siuli di dalam per"kumpulan kami. Maksudnya yang amat mulia itu, mengangkat puterimu dari dara biasa menjadi seorang siuli yang keiudukannya sama dengau Thiau-hwa (Bunga Surga), mengapa kau menuduh"nya yang bukan-bukan dan membunuhnya?"

   Tidak! Tidak demikian. Dia datang pada tengah malam, menggunakan asap beracun dan memasuki kamar anakku dengan maksud keji. Baiknya kami sudah siap sedia dan...... "

   "Heh-heh heh maksud keji, katamu? Dia akan menyempurnakan keadaan puterimu agar dapat diterima msnjadi siuli oleh Kauwcu kami, kau bilang bermaksud keji? Eh, Can Kauwsu, kau dengarlah baik-baik. Kauwcu sudah mendengar tentang urusan ini, maka hukumannya sekarang, kau harus mampus dan puterimu akan dibawa ke sana, bukan untuk menjadi siuli melainkan men"jadi pelayan yang paling rendah kedudukannya. Kalau kelak dia pandai membawa diri, baru ada harapan dia naik kedudukannya."

   Can-kauwsu melintangkan goloknya. "Siluman-siluman Thian hwa-kauw, kami selalu mengalah dan kalian masih mendesak terus. Biarpun aku harus mampus, apa kaukira aku sudi memberikan anakku menjadi anggauta perkunpulan siluman? "

   "Terjang......!!"

   Hek-tok-kwi memberi aba-aba dan tiga pasang muda- nudi itu menyerbu. Hek-tok-kwi sendiri melon cat ke depan dan di lain saat ia telah berhasil menyambar pundak gadis cilik anak Can-kauwsu itu dan sekali kempit gadis cilik itu tak berdaya lagi. Can kauwsu tidak sempat menolong puterinya dan pada saat itu, Hek-tok-kwi juga telah menggerakkan tangannya ke arah kepala nyonya Can untuk membunuh nya.

   "Siluman keji, jangan kurang ajar!"

   Tiba-tiba tcrdengar bentakan nyaring dan dari atas tiang menyambar turun tubuh Orang yang gesit gerakannya. Sekali orang itu menyambar dengan pedang digerakkan, hampir saja tangan Hek tok-kwi terbabat putus kalau saja kakek itu tidak cepat-cepat menarik kembali tangannya yang hen"dak membu nuh nyonya Can tadi! Akan tetapi di lain saat bayangan itu, bukan lain Song Siauw Yang, sudah berhasil merobohkan seorang Siulam dan seorang Siuli dengan tendangan dan pukulan tangan kirinya yang menggunakan hawa pukulan Soan hong-pek lek jiu yang dahsyat.

   Melihat cara nyonya kosen ini menyerang dengan pedang dan pukulan tangan kirinya, Hek-tot-kwi berseru,

   "Tahan dulu Toanio yang baru datang ini si"apakah dan mengapa memusuhi Thian-hwa-kauw?"

   Siauw Yang mengeluarkan ejekan di dalam hidungnya.

   "Hai!, sekalian siluman keji tak tahu malu! Aku belum pernah meninggalkan she menyemhunyikan nama. Aku Song Siauw Yang dan hari ini kebetulan sekali aku mendapat kesempatan untuk membasmi kalian siluman siluman jahat! ".

   Mendengar ini, Hek-tok-kwi lalu melompat mundur dan berkata,

   "Melihat muka Song-toanio, kami melupakan dosa-dosamu, keparat Can! Barlah kali ini kami mengampuni jiwamu."

   Setelah berkata demikian, ia memberi aba-aba, "Pergi!!"

   Dan tubuhnya ber"kelebat cepat sekali ke atas genteng sambil me"manggul tubuh nona Can yang masih belum di"lepaskannya ke empat orang muda-mudi yang belum roboh segera menyambar tubuh dua orang yang terluka, bahkan yang dua orang lagi menyambar jenazah yang bau itu,, kemudian cepat melompat ke aras menyusul Hek-tok kwi,

   "Kau lepaskan nona itu! " Siauw Yang mem"bentak sambil mengayun kaki mengejar Hek-tok-kwi Ginkang dari nyonya ini memang hebat sehingga di lain saat ia berada di atas genteng.

   "Tak berani membantah perintah ' Song-toanio " kakek itu tertawa dan tiba-tiba Siauw Yang mengulurkan tangan kiri karena tubuh nona cilik itu telah d lontarkan ke arahnya. Lontaran ini keras sekali. Terpaksa Siauw Yang mengerahkan lwekangnya dan berlaku hati-hati agar nona yang lemas tubuhnya itu tidak terbanting jatuh.

   Kemudian ia melompat turun dan meelepaskan tubuh nona Can di depan ayahnya. Setelah iiu, cepat ia me"lompat lagi ke atas untuk mengejar dan memberi hajaran kepada erang-orang Thian-hwa-kauw, namun mereka sudah lenyap ditelan kegelapan malam.

   Ketika Siauw Yang kembali ke ruangan tengah rumah Can-kauwsuf ia disambut oleh Can-kaiwsu seanak isteri sambil berlutut dan bercucuran air mata.

   "Song-lihiap, mohon sudi mengampunkan boanpwe yarg tak tahu diri, terutama sekali atas sikap boanpwe siang tadi yang amat kasar, Siapa kira sekarang Song-lihiap yang menyelamatkan nyawa kami sekeluarga. Sungguh boanpwe layak dipukul mati!"

   Setelah berkara demikian, Can-kauwsu memukuli kepala sendiri, tanda bahwa ia merasa menyesal sekali atas sikapnya siang tadi.

   "Sudahlah,! "

   Siauw Yang mengangkat tangan memberi tanda mencegah kelakuan guru silat itu.

   "Aku tahu bahwa kau berada dalam ketakutan. Karena sikapmu yang tidak sewajarnya itulah aku malam - malam datang dan kebetulan melihat sepak terjang orang-orang Thian hwa-kauw yang tidak patut. Sebetulnye, siapakah pemuda yang kau bunuh itu dan bagaimana duduknya perkara?"

   Dengan singkat Can-kauwsu bercerita. Pe"muda itu bernama Coa Lok, seorang pemuda yang memiliki bakat baik dalam ilmu silat, juga biasanya berwatak sopan dan baik. Pemuda ini menarik hati Can-kauwsu sehingga pernah Coa Lok diberi pelaaran ilmu silat. Bahkan diam diam guru silat ini mempu nyai rencana untuk menjodohkan puteri tunggalnya dengan pemuda yang berasal dari Hok-kian ini. Coa Lok adalah seorang pemuda pe"rantau dan sekarang bekerja di Leng-ok sebagai pembantu seorang pedagang hasil bumi.

   Beberapa pekan akhir-akhir ini sikap Coa Lok berubah, matanya liar dan beberapa kali ia mengucap kan kata-kata tidak sopan di depan Can Goat Li puteri Can-kauwsu itu. Kemudian pemuda ini sering kali menjumpai Goat Li secara sembunyi-sembunyi dan membujuk-bujuk gadis itu supaya suka pergi ber"sama dia meninggalkan rumah dan menjadi aug-gauta Thian-hwa-kauw!

   Tentu saja Goat Li tidak sudi melakukan perbuat i rendah mi, yaitu ming"gat bersama seorang pe -Tuda meninggalkan rumah. Bahkan dia menegur Coa Lok dan menyatakan bahwa kalau pemuda itu orang baik-baik dan suka kepadanya, mengapa tidak mengajukan pinangan saja kepada orang tuanya sebagaimana orang lalimnya. Namun Coa Lok tidak mau, hanya men"dongengkan tentang kesenangan menjadi anggauta Thian hwa kauw, di sana mereka akan hidup seperti pangeran dan puteri istana, kerjanya setiap hari bersenang senang!

   Goat Li lalu melaporkan hal ini kepada ayahnya. Can-kauwsu marah bukan main. Coan Lok dipanggil dan diberi hadiah maki dan caci. babkan diusir dan dilarang menginjak lantai rumah itu lagi. Coa Lok pergi sambi tersenyum senyum.

   Malamnya menjelang tengah malam, Coa Lok datang dan mempergunakan hio yang asapnya mema bok kan, mencoba untuk masuk ke kamar Goat Li dengan maksud keji, dan mungkin sekali hendak menculik gadis itu. Akan tetapi, Can-kauwsu sudah curiga melibat senyum di bibir pemuda itu siang tadi maka sebagai seorang kang-ouw yang sudah banyak pengalaman, ia sengaja berjaga.

   Dengan marah sekali ia lalu menyerang Coa Lok dan dalam kemarahanya ia membunuh pemuda itu. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia melibat bahwa pemuda itu me"nyimpan setangkai bunga teratai di dalam saku bajunya, tanda bahwa dia menang betul anggauta Thian hwa-kauw Hai ini benar-benar tak pernah diduga oleh Can-kauwsu. Maka ia cepat mengubur jenazah Coa Lok di dalam kebun dan semenjak hari itu ia menutup pintu dan tidak pernah keluar.

   Ia menyimpan rahasia pembunuhan itu secara rapat, dan setiap malam ia ketakutan.

   Demikianlah mengapa ia bersikap kaku kepada Siauw Yang dan suaminya, apalagi ketika mendengar Siauw Yang bertanya tentang Thian-hwa-kauw.

   Dan ternyata, seminggu kemudian setelah pembunuhan itu terjadi, rombongan Thian-hwa-kauw datang membikin pembalasan seperti telah dituturkan di bagian depan.

   Siauw Yang menggeleng-geleng kepalanya. "Benar-benar jahat dan keji, akan tetapi juga aneh sepak terjang Thian-hauw-kauw. Can-kauwsu, apa"kah kau tahu di mana sarang mereka7 Aku me"rasa penasaran sekali dan hendak melibat siapakah adanya kauweu mereka itu dan sampai di mana pengaruh perkumpulan ini Aku mendengar bahwa sudah banyak sekali jago-jago muda dari pelbagai partai besar terbujuk dan masuk menjadi anggauta "Thian hwa-kauw."

   "Memang sudah boanpwe dengar tentang hal Itu sayang sekali hamba sendiri tidak tahu di mana gerangan pusat perkumpulan itu. Akan tetapi tak jauh dari sini, di Kwan-leng-si akan diadakan pesta hari Shejit Sin siang-to Bhok Coan. Dia adalah se"orang bekas perampok ulung dan tentu dalam pesta"nya itu akan datang tokoh-tokoh terkemuka baik dan golongan kang-ouw, liok lim maupua hek-lo. Nah, kalau lihiap mencari keteraagan di sana, kira"nya akan tercapai maksud lihiap "

   Memang Siaw Yang sudah mempunyai niat menuju Kwan-leng-si, maka ia lalu berpamit dan menolak Segala ucapan terima kasih guru silat itu sekeluarga Sesamparnya di hotel, suaminya sudah gelisah tidak karuan.

   "Mengapa begitu lama? Ada terjadi apakah?" tegur suami ini, lega melihat i"terinya pulang dalam keadaan selamat.

   "Terjadi hal hebat. Akn bertemu dengan orang-orang Thian-hwa-kauw di sana!"

   "Jadi betul - betul Can - kauwsu menjadi anggauta Thian hwa-kauw?'' tanya Liem Pun Hui.

   "Hush, bukan demikian. Sebaliknya, dia se"keluarga hampir saja menjadi korban Thian-hwa-kauw."

   Satelah berganti pakaian dan menyimpan pedangnya, sambil duduk di atas ranjang menghadapi suaminya, Siauw Yang menceritakan semua pengalamannya tadi.

   Mendengar penuturan lsterinya, Liem Pun Hui bergidik dan kemudian menarik napas panjang.

   "Mudah-mudahan saja anak kita jangan terjerumus ke dalam perkumpulan semacam itu.....,!"

   Demikianlah, suami isteri ini pada keesokan harinya melanjutkan perjalanan menuju ke Kwan-leng-si.

   Karena mereka belum kenal jalan, pula memang tidak tergesa-gesa, mereka datang terlam"bat dan di tengah jalan mereka bertemu dengan rombongan lain dan Thian hwa kauw yang sedang lari membawa barang-barang dan orang-orang muda culikan. Melihat kakek bongkok berada pula di antara rombongan itu, mudah saja bagi Siauw Yang untuk mengenal bahwa mereka itu adalah orang-orang Than-hwa-kauw, maka sambil ber"seru keras ia mengejar.

   Akan tetapi ia tidak ber"hasil karena ketika ia dan suaminya mengejar dengan menunggang kuda. orang-orang Thian-hwa-kauw itu melemparkan obat-obat peledak yang mengeluarkan suara keras dan membikin kaget dan takut kuda tunggangan Siauw Yang dan suaminya sehingga tidak dapat dipaksa melanjutkan pengejar"an.

   Siauw Yang hanya mengira bahwa orang-orang Thian-hwa-kauw itu sudah mengenal kelihaiannya dan hilang semangat melihat dia muncul. Sama sekali ia tidak tahu bahwa di balik ini tersembunyi hal lain, karena sebetulnya agak mustahil kalau orang-orang Thian-hwa kauw yang lihai itu takut kpada nyonya kosen ini.

   Terhadap Song Bi Hui, gadis yaang kini memiliki kepandaian jauh di atas tingkat kepandaian Song Siauw Yang, mereka ma"sih tidak takut bahkan berhasil menawannya, masa mereka takut kepada Siauw Yang? Akan tetapi kalau melihat sikap kakek bongkok Hek-tok-Hwi, memang begitulah agaknya, dia seperti takut, sekali terhadap Song Siauw Yang.

   Siauw Yang dan suaminya karena tidak melihat gadis yang tadi ditinggalkan oleh rombong"an Thian-hwa-kauw, mengira gadis itu telah lari pergi. Sama sekali mereka tidak tahu bahwa gadis itu adalah Bi Hui dan bahwa gadis itu dalam ke"adaan pingsan telah dibawa pergi oleh Beng Han. Kini mereka melanjutkan perjalanan ke Kwan-leng-si.

   Kedatangan mereka disambut hangat oleh Sin-sian-to Bhok Coan. Apalagi Thio Leng Li, melihat siapa yang datang, nyonya ini lalu menyam"but dengan pelukan, dau tanpa malu-malu lagi Leng Li menangis di pundak Siauw Yang mende"ngar akan nasib Leng Li yang kiranya malah jauh lebih sengsara daripada nasibnya sendiri. Seperti diketahui. Thio Lerg Li kematian ayahnya yang dibunuh orang tanpa diketahui siapa pembunuhnya.

   Juga anak perempuannya diculik orang. Puteranya,Kwan Sian Hong, lima tahun yang lalu pergi hendak mencari pembunuh kong-kongnya dan mencaro jejak adikrya, akan tetapi hingga kini juga belum ada kabar beritanya Lebih celaka lagi, suaminya, Kwan Lee yang agaknya amat berduka karena lenyapnya Kwan Li Hwa puteri kesayangannya, telah jatuh sakit berat sampai datang kematiannya.

   "Kasihan sekali kau, adik Leng Li. Biarlah, mari kita sama sama berusaha mendapatkan kem"bali anak-anak kita yang hilang. dan percayalah, aku akan membantumu mencari sampai dapat pembunuh ayah-mu," kata Siauw Yang menghibur.

   Kemudian para tokoh kang ouw yang berada di situ mengadakan perundingan kembali, hati me"reka besar karena kini di situ bertambah seorang berilmu tinggi, yaitu Song Siauw Yang. Hampir semua orang kenal siapa adanya nyonya ini karena siapakah yang tidak kenal ayah nyonya ini, Thian-te Kiam-ong Song Bun San Si Raja Pedang.

   "Sebelum diadakan perundingan untuk meng"hadapi Thian-hwa-kauw, adakah di antara cu-wi sekali an yang hadir ini tahu apakah sebetulnya perkumpulan itu? Bagaimana sifat-sifatnya dan mengapa pula banyak orang - orang muda sampai terbujuk dan banyak yang suka masuk menjadi anggauta nya? "

   Orang-orang di situ saling pandang, karena memang sebagiau besar atau hampir semua di antara mereka tidak tahu. Akhirnya setelah ragu-ragu sejenak, seorang tosu menarik napas dan berkata,

   "Kiranya pinto dapat merjawab pertanyaan toanio ini."

   Semua orang memandang dan ternyata yang bicara adalah Tiauw Beng Cinjin, ketua Kun-lun-pai.

   Melihat semua mata memandang penuh gairah untuk segera mendengarkan penuturannya, kakek Kun-lun-pai itu menyambung kata-katanya,

   "Bukan rahasia lagi bahwa banyak orang-orang muda yang tadinya menjadi murid partai-partai besar dan hidup sebagai pendekar n uda yang gagah perkasa, secara tak terduga telah ter"jerumus trasi.k menjadi argeauta perkumpulan sesat itu. Demikian pula seorang d antara anak murid Kun-lun-pai terseret masuk. Pinto sendiri turun gunung untuk mencari anak murid itu. Tiga bulan kemudian, secara kebetulan sekali ketika pinto berada di sebuah dusun, serombongan orang Thian hwa kauw mendatangi rumah hartawan di situ, merampok emas dan menculik anak gadisrya. Pinto turun tangan dan ternyata anak murid. Kun-lun-pai itu berada di antara mereka!"

   Kakek itu menarik napas panjang sambil menunda ceritanya.

   "Selanjutnya bagaimana, totiang?" Siauw Yang bertanya mendesak, tertarik oleh penuturan itu.

   "Mereka terdari dari enam orang, tiga pemuda dan tiga orang gadis. Agaknya untuk melakukan pekerjaan yang dianggap ringan itu rombongan ini tidak disertai gembongnya yang berkepandaian ting"gi. Pinto dikeroyok, akan letapi kepandaian silat mereka itu sebetulnya tidak berapa hebat. Yaug membikin pinto marah dan mendongkol sekali aba"lah anak murid Kun-lun-pai itu yang ikut pula mengeroyok pinto! Hayaaa, sakit hati sekali melihat anak murid sendiri membantu musuh. Dengan marah pinto memukul murid itu sehingga roboh dan menangkapnya, merobohkan pula searang penge"royok lain. Akan tetapi empat orang Thian-hwa-kauw itu melepaskan obat-obat peledak mereka, dan ketika pinto melompat pergi membawa tubuh anak murid itu, mereka melarikan diri membawa seorang kawan mereka yang terluka."

   Kembali kakek itu berhenti, agaknya merasa menyesal bukan main atas kejadian itu.

   "Tentu totiang mendengar cerita tentang Thian-hwa-kauw dari anak murid itu, bukan? " kata pula Siauw Yang.

   "Betul. Dalam kemarahan, pinto telah mengi"rim pukulan maut kepadanya. Nyawanya tak ter"tolong lagi, akan tetapi sebelum ia mati, bocah itu telah mengakui kesalahannya dan menceritakan keadaan Thian-hwa-kauw kepada pinto "

   Kembali ia berhenti dan menarik napas panjang, kemudian dilanjutkannya.

   "Menurut penuturannya yang terputus-putus dan kurang jelas, Thian-hwa- kauw mempunyai anggauta kurang lebih empatpuluh orang banyaknya, yaitu anggauta-anggauta yang disebut siulam dan siuli, terdiri dari pemuda-pemuda tampan dan gadis cantik. Di samping itu masih ada tujuh orang kakek dan nenek yang buruk rupa dan lihai sekali ilmu silatnya. Mereka ini menjadi kepala rumah tangga, mengepalai semua pelayan di Situ, bahkan juga mereka ini berkuasa atas diri para siulan dan siuli. Yang menjadi kauwcu adalah seorang wanita cantik sekali. Adapun praktek-praktek yang dijalankan oleh perkumpulan agama sesat itu amat mengerikan, cabul dan hina. Para siulam dan siuli itu memang selain bertugas melakukan perintah kauwcu seperti merampok, menculik anggauta baru dan lain-lain, hidup mereka seperti pangeran dan puteri isana saja. Di antara para siulam dan para siuli tidak terdapat batas dan larangan, mereka hidup bebas berpasangan seperti binatang-binatang di hutan, di pelopori dan diberi contoh oleh kauwcu sendiri yang mempunyai banyak kekasih. Benar-benar men"jemukan sekali dan patut dibasmi!"

   "Aneh.........." sela Pak Kong Hosiang tokoh Siauw-lim-pai, "kalau mereka itu melakukan hal-hal cabul dan rendah semacam itu, mengapa orang muda-muda gagah perkasa sampai dapat terbujuk? Mengapa mereka sudi melakukan hal hal seperti itu?"

   Tiauw Beng Cinjin menghela napas.

   "Sudah kutanyakan dan kutegur kepada anak murid Kun-lun-pai itu tentang hal ini. Murid pinto yang da"lam menghadapi kematiannya agaknya telah sadar dari keadaan tidak sewajarnya itu, menyatakan bahwa mula-mula mereka tertarik karena melihat banyaknya pemuda tampan dan gadis cantik yang menjadi anggauta. Akan tetapi sekali datang di tempat itu, mereka merasa tidak kuasa mengatur jalan pikiran sendiri. Sangat boleh jadi mereka itu diberi minum semacam racun yang merampas semangat dan yang dapat membius mereka sehing"ga mereka tidak dapat menguasai pikiran sendiri. Pendeknya, Thian-hwa kauw merupakan semacam harem seperti di istana kaisar, dan para siulam itu sengaja dikumpulkan untuk menyenangkan hati kauwcu dari Thian-hwa-kauw, sebaliknya para siuli itu dikumpulkan untuk menghibur kekasih kauwcu yang mereka sebut twa-kongcu. Selanjut"nya pinto tidak mendengar penjelasan apa-apa lagi karena anak murid itu keburu menghembuskan napas terakhir. Menyesal sekali dia tidak sempat memberi tahu di mana adanya pusat perkumpulan terkutuk itu."

   Tiba-tiba Sin siang-to Bhok Coan berkata, "Aku tahu tempatnya. Lihat, ketika mereka tadi membawa pergi siang to (sepasang golok) yang tergantung di pinggangku tanpa ku"ketahui, mereka meninggalkan ini di ikat pinggang sebagai gantinya."

   la memperlihatkan sehelai kain berwarna dadu yang ada tulisannya,

   "Kalau mau ambil kembali sepasang golok, datanglah di hutan Harimau Siluman!"

   Di bawahnya terdapat gambar kembang te"ratai yang kelopaknya berwarna macam-macam.

   "Hutan Harimau Siluman adalah hutan Koai-houw-lim yang letaknya di kaki gunung Siu sau tak jauh dari sini," kata Bhok Coan. "Dan si bongkok tadi mengharapkan kedatangan ku di sana dalam waktu sepuluh hari. Bagaimanapun juga, kalau tidak ada cu-wi yang membantu, mana aku berani mengantar nyawa ke sana? Lebih baik aku kehilangan golok, barang sumbangan, dan muka daripada kehilangan nyawa."

   

Pemberontakan Taipeng Eps 8 Pedang Naga Kemala Eps 16 Pedang Naga Kemala Eps 7

Cari Blog Ini