Pedang Sinar Emas 6
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo Bagian 6
Tentu saja Yap Bouw tidak sudi membiarkan kedua tangannya terikat oleh ujung lengan baju, maka ia cepat menarik kembali tangan kirinya dan mengerahkan tenaga untuk melepaskan tangan kanannya yang terbelenggu.
Akan tetapi ternyata bahwa ujung lengan baju yang mengikat pergelangan tangan kanannya itu kuat dan erat sekali! Kedua orang tokoh persilatan ini bersitegang. Yap Bouw hendak melepaskan tangannya, sebaliknya Bouw Ek Tosu hendak mempertahankannya! Diam diam keduanya mengerahkan tenaga dan usaha itu sudah merupakan sebuah pibu (adu kepandaian) yang hebat.
Tiba tiba Bouw Ek Tosu merasa leher belakangnya dingin dan rambutnya bergerak gerak seperti tertiup angin keras dari berakang. Ia terkejut sekali dan tak terasa pula ia menengok ke belakang.
Dilihatnya bahwa yang melakukan perbuatan itu adalah pemuda tadi Bun Sam yang melihat keadaan Yap Bouw, lalu meruncingkan mulutnya dan ia meniup sambil mengerahkan khikang ke arah leher belakang Bouw Ek Tosu.
Pendata ini merasa bahwa ia hanya ditipu saja agar perhatiannya terbagi, maka cepat cepat ia menoleh lagi kepada Yap Bouw dan mengerahkan tenaga, akan tetapi terlambat, Yap Bouw yang melihat gerakan Bouw Ek Tosu menoleh ke belakang segera mempergunakan kesempatan tadi untuk merenggutkan tangannya yang terpegang dan terlepaslah pegangan Bouw Ek Tosu yang erat tadi.
Marahlah Bouw Ek Tosu kepada Bun Sam. Ia menudingkan jari tangannya kepada pemuda itu sambil memaki,
"Bocah yang curang! Agaknya gurumu tidak becus mengajar adat kepadamu! Biarlah pinto yang mewakili gurumu untuk memberi pengajaran kepadamu!" Sambil berkata demikian, tubuhnya berkelebat cepat dan ujung lengan bajunya menyambar ke arah kepala Bun Sam.
Akan tetapi kali ini Bun Sam sudah bersiap sedia dan begitu ia melihat gerakan tosu itu, tangan kanannya bergerak menepuk punggungnya dan tahu tahu pedang yang kecil dan tipis telah berada di tangan nya!
"Totiang, kau keterlaluan sekali!" seru pemuda ini sambil menyambut datangnya sambaran ujung lengan baju itu dengan sebuah gerakan membabat dengan pedangnya.
Bouw Ek Tosu tentu saja masih memandang rendah kepada anak muda ini, maka ia melanjutkan pukulannya dan mengerahkan tenaga, ia merasa yakin bahwa pedang di tangan pemuda itu tentu akan terpukul jatuh oleh ujung lengan bajunya.
Akan tetapi bukan demikianlah akibat benturan pedang dan ujung baju, karena ketika pedang bertemu dengan ujung baju, memang benar terdengar suara nyaring seakan akan pedang itu bertemu dengan logam keras, akan tetapi segera disusul oleh seruan kaget dari pendeta ini ketika melihat betapa sepotong kain ujung lengan bajunya terbang karena terbabat putus!
Bouw Ek Tosu mengeluarkan suara gerengan seperti seekor harimau terluka, ia menjadi marah dan segera ia mengeluarkan sebuah hud tim (kebutan pertapa) yang terselip di ikat pinggang sebelah dalam jubahnya. Mukanya berubah merah dan matanya bergerak penuh ancaman maut.
"Twa suheng, biarkan aku menghadapi monyet kecil ini!" kata Si Pacul Kilat Kui Hok, orang ke empat dari Sin beng Ngo hiap. Sesungguhnya, biar pun Kui Hok dalam tingkat perguruan mereka hanya menjadi saudara ke empat, namun kepandaiannya hanya di bawah tingkat Bouw Ek Tosu saja. Kalau dibandingkan dengan Lam san Siang mo, Sepasang Iblis dari Ganung Selatan itu, ia tidak kalah. Bouw Ek Tosu mengalah terhadap adiknya ini dan ia lalu melangkah mundur dua tindak sambil berkata,
"Silahkan, si sute, akan tetapi jangan kepalang, memberi ajaran yang keras kepadanya. Biar aku yang mengawasi gurunya kalau kalau akan mengeroyok!"
Kini Bun Sam yang menjadi marah. Tidak saja gurunya dimaki orang, akan tetapi juga mereka berdua dihina dan dipandang rendah. Ketika ia melihat Si Pacul Kilat melompat maju sambil membawa paculnya, ia berseru keras,
"Sam beng Ngo koai!! Ia sengaja mengganti sebutan Ngo hiap (Lima Pendekar) menjadi Ngo koai (Lima Setan). Kalian ini orang orang tua benar benar keterlaluan. Apakah dikira aku Bun Sam takut menghadapi kalian berlima? Mungkin sekali orang yang kau sebut namanya Mo bin Sin kun itu takut menghadapi kalian berlima, akan tetapi aku Bun Sam yang tidak merasa salah sedikitpun sama sekali tidak takut akan ancaman ancamanmu!"
Pemuda ini dengan sikap gagah, akan tetapi juga lucu mengejek, menggerak gerakkan pedangnya di depan hidungnya.
Kui Hok menggerakkan paculnya, menyerang dengan hebat sekali ke arah Bun Sam, Gerakan pacul ini memang hebat dan jauh berbeda dengan gerakan senjata tajam lain. Biasanya senjata senjata dipergunakan dengan cara menusuk, mengemplang, membacok menyabet atau menotok jalan darah, akan tetapi pacul ini dipergunakan dengan ayunun miring dan mata pacul yang tajam sekali itu meluncur cepat dengan tujuan mencangkul kepala orang!
Bun Sam tidak menjadi ngeri dan dengan tenang serta tabah ia menggerakkan kaki ke kiri dan mengebalkan pedangnya untuk menyabet gagang pacul. Akan tetapi tiba tiba terdengar suara seperti jerit nyaring dan angin pukulan luar biasa sekali menyambar ke arah mereka yang sedang bertempur.
Bun Sam merasa terdorong keras dan biarpun ia mempertahankan diri, tetap saja ia terdorong mundur sampai tiga langkah. Yang lebih hebat adalah Kui Hok, karena Si Pacul Kilat ini terdorong lebih hebat, sehingga terjungkal ke belakang! Hanya karena kegesitan dan kelihaiannya saja, maka ia dapat mengerahkan tenaga dan berjungkir balik, mempergunakan ilmu lompat Koai liong hoan sin (Naga Siluman Memutar Badan).
Setelah dapat menetapkan hati dan keseimbangan tubuhnya, Kui Hok cepat menengok dan berbareng dengan Bun Sam ia melihat bayangan orang berkelebat dan tahu tahu seorang yang bertubuh kecil langsing telah berdiri di depan mereka.
Terkejutlah semua orang ketika melihat orang ini, tidak terkecuali Bun Sam dan Yap Bouw. Orang yang baru datang ini, pakaiannya serba putih bersih dengan ikat pinggang dan sepatu berwarna kuning.
Akan tetapi yang nampak bersih dan menyenangkan hanya dari leher ke bawah saja, karena dari leher ke atas, sungguh merupakan pemandangan yang menyeramkan. Kepala orang ini tertutup oleh kain pengikat kepala berwarna hitam dan mukanya hampir sama hitamnya dengan kain penutup kepala itu.
Muka orang ini benar benar amat buruk, dengan kulitnya menghitam dan totol totol, sehingga tidak kelihatan lagi garis garis mulut atau hidungnya. Bibirnya juga hitam, sama dengan kulit mukanya dan hanya sepasang matanya saja yang bercahaya bening, akan tetapi pelupuk matanya juga berkerut kerut mengerikan.
Sungguh tak mungkin ada keduanya muka orang yang seburuk itu, terkecuali muka Yap Bouw yang sudah rusak itu.
"Hm, Sin beng Ngo koai! Anak yang lancang mulut ini betapapun juga telah memilihkan julukan baru yang tepat untuk kalian. Sin beng Ngo koai, lima orang iblis. Ha, ha, ha, benar benar cocok dan karena jasamu memilih nama itu, bocah bermulut lancang, maka aku Mo bin Sin kun dapat mengampuni nyawamu."
Bun Sam tadinya merasa terkejut dan ngeri, bukan hanya kareua muka orang ini, akan tetapi terutama sekali karena kelihaiannya, ia maklum bahwa orang tadi telah mempergunakan tenaga pukulan hebat sekali untuk mendorong dia dan Kui Hok dan biarpun dari jarak jauh, dorongan yang baru datang anginnya itu saja telah membuat ia terhuyung mundur dan Kui Hok berjumpalitan.
Agaknya tenaga dorongan si muka iblis ini tidak kalah hebatnya oleh tenaga pukulan Thai lek Kim kong jiu dari suhunya! Akan tetapi setelah mendengar suara orang itu, lenyaplah rasa takutnya dan tiba tiba ia tertawa tawa.
Semua orang terheran heran, bahkan Yap Bouw sendiri memandang ke arah Bun Sam dengan penuh kegelisahan. Anak ini terlampau sembrono, pikirnya. Yang dihadapinya kini bukanlah orang orang sembarangan. Nama Sin beng Ngo hiap saja sudah ternama sekali, apalagi Mo bin Sin kun yang termasyhur itu memiliki kepandaian yang sejajar dengan suhunya, yakni Kim Kong Taisu.
"Bocah bernyali iblis, mengapa kau tertawa? Awas, jawab yang benar, siapa tahu kalau kalau tadi adalah merupakan ketawamu yang terakhir!" Mo bin Sin kun menghardik dan kerling matanya menyambar.
Akan tetapi Bun Sam tetap tenang. Ia percaya akan kepandaiannya sendiri dan juga akan bantuan suhengnya apabila sewaktu waktu diserang orang.
"Aku tertawa karena mendapat kenyataan yang amat mengecewakan dan juga lucu. Melihat kalian ini, Sin beng Ngo koai dan Mo bin Sin kun, orang orang yang lelah terkenal di kalangan kang ouw sebagai orang orang berkepandaian tinggi, sekarang tidak tahunya ternyata hanyalah orang orang yang suka sekali membunuh dan mengancam seakan akan kalian ini adalah kaki tangan dari Giam lo ong (Raja Dewa Pencabut Nyawa) saja. Salahkah pendengaranku bahwa orang orang ternama di dunia kang ouw adalah orang orang gagah perkasa?"
"Omonganmu ada isinya, bocah lancang! Memang banyak sekali orang orang kang ouw melaku kan perbuatan yang tidak patut. Seperti halnya pendeta ini yang bernama Bouw Ek Tosu, dia mengaku sebagai pendekar bahkan sudah berani memakai julukan Sianjin, akan tetapi ia membiarkan muridnya, anjing yang bernama Ngo jiauw eng (Garuda Kuku Lima) untuk membinasakan banyak sekali keluarga orang orang gagah bangsa sendiri."
"Mo bin Sin kun, jangan kau bicara sembarangan saja!" tiba tiba Bouw Ek Tosu melangkah maju dan menuding marah. "Ang bi tin adalah pasukan yang dipergunakan oleh pemerintah untuk menjaga keamanan, maka siapa saja yang kiranya membahayakan pemerintah, tentu saja dibasmi. Lagi pula, bukan hanya muridku yang melakukan pekerjaan yang tidak kau setujui itu, mengapa agaknya kau hanya berani menegur kepada pinto? Mengapa kau tidak mendatangi saja langsung kepada pemimpin besarnya, yaitu Pat jiu Giam ong Liem goanswe? Atau, apakah kau takut menghadapi Jenderal Liem?"
"Orang tua pikun! Siapa bilang aku takut kepada Pat jiu Giam ong? Lain kali pasti aku akan bertemu dengan dia akan tetapi tidak ada hubungannya dengan ini. Jangan kau berpura pura tidak tahu, Bouw Ek Tosu, bahwa Pat jiu Giam ong biarpun sekarang sudah memakai she Liem. namun dia adalah seorang Mongol. Demikianpun Bucuci dan yang lain lain. Kalau orang Mongol yang menjadi pemimpin atau anggauta Ang bi tin, itu masih dapat dimengerti karena mereka itu bekerja berdasarkan membela pemerintahnya sendiri. Akan tetapi muridmu itu? Dia adalah seorang Han, mengapa dia membantu orang orang Mongol untuk membasmi orang gagah bangsanya sendiri? Pendeknya, kau harus menyuruh muridmu itu mengundurkan diri."
"Kalau pinto tidak mau?" tanya Bouw Ek Tosu yang merasa penasaran.
"Kau harus menerima hajaran lebih dulu sebelum muridmu!"
Baru saja kata kata ini habis di keluarkan, tiba tiba tubuh Mo bin Sin kun bergerak cepat dan tahu tahu tangannya telah menotok ke arah pundak Bouw Ek Tusu. Pendeta ini terkejut sekali dan cepat menangkis totokan yang cepat sekali datangnya ini.
Akan tetapi serangan dan gerakan Mo bin Sin kun Si Tangan Sakti Bermuka Iblis ini benar benar luar biasa sekali. Tangan kanan yang tadinya menotok, tiba tiba jarinya terbuka dan berubah menjadi cengkeraman yang cepat sekali telah dapat mancengkeram ujung kebutan, sedangkan tangan kiri dengan gerakan yang berbareng telah menyodok ke arah lambung pendeta itu!
Bouw Ek Tosu yang masih terkejut melihat betapa kebutannya yang lihai lelah kena dipegang orang, kini ditambah lagi dengan serangan sodokan ke arah lambungnya, segera melepaskan gagang hudtimnya. Namun ia kalah cepat.
Mo bin Sin kun benar benar tidak percuma mendapat julukan Tangan Sakti, karena baru saja lawannya mengelak, ia telah dapat mengejar dengan tangan kiri dan terdengar suara berdebuk keras ketika tubuh Bouw Ek Tosu kena didorong, sehingga terlempar sampai setombak lebih!
Bukan main marahnya empat orang adik seperguruan dari Bouw Ek Tosu ketika melihat suheng mereka dirobohkan dengan demikian mudahnya. Sambil berseru keras, Lam san Siang mo si hwesio kembar, Kui Hok si Pacul Kilat, dan Hwa Hwa Niocu lalu maju menyerang dengan sengit.
Bun Sam mendekati Yap Bouw dan keduanya berdiri di sudut ruang itu sambil menonton dengan enaknya! Terutama sekali Bun Sam amat memperhatikan gerakan gerakan Mo bin Sin kun yang diketahuinya memiliki kepandaian amat tinggi itu.
Amat hebatlah pertempuran itu. Tubuh berbaju putih itu lenyap merupakan bayangan putih yang lincah sekali dan sukar diikuti gerakannya. Di antara sambaran pedang Hwa Hwa Niocu dan Pacul Kilat dari Kui Hok nampak gerakan dua pasang golok dari Lam san Siang mo yang juga amat lihai. Akan terapi tubuh Mo bin Sin kun lebih cepat lagi gerakannya.
Bagi mata orang orang yang tidak memiliki ilmu silat tinggi, tentu pemandangan yang ditimbulkan oleh pertempuran ini akan membuat mereka menjadi silau dan tak dapat mengikuti semua gerakan itu. Akan tetapi bagi Bun Sam dan Yap Bouw tentu saja mereka berdua dapat mengikuti setiap gerakan dan bukan main kagum hati mereka menyaksikan ilmu silat Mo bin Sin kun yang benar benar hebat. Si Tangan Sakti Muka Iblis ini dengan tangan kosong saja menghadapi semua senjata ke empat orang pengeroyoknya dan baru setelah para pengeroyoknya menyerang sampai dua puluh jurus, ia berseru,
"Rebahlah kalian berempat!" Kalau dibicarakan sungguh amat mengherankan, karena baru saja ucapan ini keluar dari mulutnya yang hitam mengerikan, segera disusul oleh seruan kaget dan kesakitan. Pertama tama Kui Hok roboh tertotok, kemudian Hwa Hwa Niocu terpental karena ditendang dan paling akhir si hwesio kembar itu berteriak keras karena terdorong oleh tenaga pukulan yang tadi pernah dirasakan oleh Bun Sam dan Bouw Ek Tosu.
Dalam sekali gerak saja, Mo bin Sin kun telah merobohkan empat orang dari Sin beng Ngo hiap setelah lebih dulu merobohkan Bouw Ek Tosu dalam sejurus. Dan yang lebih hebat lagi, ia telah merobohkan lima orang itu tanpa membuat mereka terluka hebat, akan tetapi juga yang membuat mereka untuk beberapa lama takkan dapat bangun.
"Hebat sekali kepandaianrnu, Mo bin Sin kun!" kata Bun Sam sambil melangkah mendekati orang bermuka buruk itu. "Hanya sayang sekali ada beberapa bagian yang kurang praktis."
Kalau Yap Bouw tak terasa menutup mulutnya saking terkejut dan heran melihat kelancangan sutenya ini, adalah Mo bin Sin kun cepat membalikkan tubuh dan menghadapi Bun Sam dengan mata bersinar marah.
"Apa katamu? Kurang praktis? Apanya yang menurut anggapanmu kurang baik?"
"Kau tadi melakukan gerakan seperti ini kalau tidak salah," kata Bun Sam dan pemuda yang mempunyai ingatan amat kuat dan cerdas ini lalu menirukan gerakan Mo bin Sin kun ketika merobohkan keempat orang pengeroyoknya.
Mula mula jari tangan kanannya ditusukkan, yakni totokan yang telah merobohkan Si Pacul Kilat, kemudian cepat dibarengi dengan sebuah tendangan yang telah membuat Hwa Hwa Niocu jatuh tunggang langgang, kemudian sekali ia lalu memasang kuda kuda dengan kedua kaki dipentang dan tubuh direbahkan, kemudian ia melakukan dorongan dari Thai lek Kim kong jiu sebagai pengganti tenaga dorongan yang tadi dilakukan oleh Mo bin Sin kun.
"Nah, aku bilang tidak praktis karena pukulan mendorong yang paling hebat itu kau lakukan paling akhir setelah lawan tinggal dua orang. Sedangkan ketika lawan masih ada empat orang, kau hanya melakukan totokan dan tendangan yang biasa saja. Bukankah ini berarti menyia nyiakan ilmu pukulan yang luar biasa hanya untuk merobohkan dua ekor monyet gundul saja? Dengan tenaga dan angin pukulan seperti itu, kalau dilakukan dengan baik dan diatur setepatnya, bukankah dengan mendorong satu kali saja, semua orang tadi akan terpukul roboh? Inilah yang tidak praktis, kataku."
Mula mula Mo bin Sm kun membelalakkan matanya ketika melihat pemuda itu menirukan gerakan gerakannya yang biarpun tak dapat dikatakan sempurna dan persis sekali, akan tetapi sudah dapat dibilang cukup baik, bahkan terlalu baik bagi seorang yang belum pernah mempelajarinya. Kemudian, melihat pukulan Thai lek Kim kong jiu itu ia cepat bertanya,
"Anak bengal, gurumu si tua Kim Kong Taisu telah memberikan pelajaran Thai lek Kim kong jiu kepadamu, mengapa kau masih suka menaruh perhatian kepada ilmu pukulan orang lain?"
"Mo bin Sin kun, biarpun begitu, tetap saja aku merasa amat kagum dan ingin sekali mempelajari ilmu pukulanmu yang terakhir tadi. Kalau kau sudi memberi petunjuk kepadaku tentang ilmu pukulan ini, suhu tentu akan memujimu sebagai seorang yang baik budi."
Tiba tiba Mo bin Sin kun tertawa senang dan tidak hanya Bun Sam yang terheran, bahkan Yap Bouw sendiri kini menghampiri mereka dan memandang kepada Mo bin Sin kun dengan heran. Alangkah ganjilnya suara ketawa orang lihai ini.
Baik Bun Sam maupun Yap Bouw berani bersumpah bahwa itu adalah suara ketawa dari seorang wanita. Suara ketawa yang nyaring, halus dan merdu.
"Ha, ha, ha, si tua bangka Kim Kong Taisu ternyata mempunyai murid yang lidahnya tak bertulang dan pandai sekali membujuk orang. Kau kira mudah saja hendak membujuk rayu kepadaku? Kalau kaudapat mengalahkan kepandaian muridku, baru aku akan memikir mikir tentang permintaanmu itu. Ha. ha, ha!"
Dengan ketawa geli Mo bm Sin kun lalu berkelebat pergi dan lenyap dan situ.
"Mo bin Sin kun!" Bun Sam berseru. "Aku berani menghadapi muridmu, di mana aku dapat bertemu dengan kau dan muridmu?"
Terdengar suara orang lihai itu dari jauh, "Tidak biasa Mo bin Sin kun memberitahukan tempatnya. Malam nanti kami akan datang kepadamu."
Bun Sam dan Yap Bouw saling pandang dan dari pandangan mata Yap Bouw, Bun Sam yang sudah mengenal akan watak suhengnya ini tahu bahwa suhengnya menegurnya dan tidak setuju dengan sikapnya yang lancang tadi.
"Suheng, aku memang ingin sekali mempelajari ilmu pukulannya tadi. Suhu pernah berkata bahwa ilmu pukulan dari jarak jauh, yang paling lihai adalah Ilmu Pukulan Soan hong pek lek jiu (Pukulan Tangan Angin Puyuh) dari Mo bin Sin kun. Kukira yang ia pergunakan tadilah adanya Soan hong pek lek jiu."
Yap Bouw menggeleng gelengkan kepala, di dalam hatinya merasa heran akan kesukaan sute nya yang tiada bosannya hendak memperdalam ilmu silatnya. Ia lalu menghampiri lima orang yang masih bergeletakan di atas lantai. Setelah memeriksa sebentar, akhirnya ia menghampiri Si Pacul Kilat dan mengurut serta menotok pundaknya, sehingga jalan darah Kui Hok menjadi pulih kembali.
Si Pacul Kilat Kui Hok lalu menghampiri saudara saudaranya dan menolong mereka. Sementara itu Yap Bouw lalu menggandeng tangan sutenya dan dibawanya berlari turun.
Di bawah loteng itu telah berkumpul Lo kun gu Lai Seng si pemilik restoran Lok thian bersama para pegawainya. Mereka itu tidak berani bergerak dan hanya berkumpul sambil bicara bisik bisik.
Diam diam Lai Seng merasa berdebar juga karena peristiwa ini merupakan berita baik sekali sebagai propaganda kemasyhuran nama restorannya. Jarang sekali ada restoran yang dijadikan tempat pertemuan dan pertempuran tokoh tokoh besar seperti Sin beng Ngo hiap dan Mo bin Sin kun! Dia dan kawan kawannya hanya mendengar suara gaduh di atas loteng, sama sekali tidak melihat kedatangan maupun kepergian Mo bin Sin kun.
Ketika Yap Bouw dan Bun Sam turun, Lai Seng lalu menjura dengan penuh hormat, diam diam memuji kelihaian si muka iblis ini yang melihat ketenangannya tentu telah memperoleh kemenangan. Yap Bouw merogoh sakunya, mengeluarkan sepotong uang emas dan sekali ia menggerakkan tangannya, uang emas itu telah menancap di atas lantai tembok!
"Tidak usah, locianpwe, tidak usah bayar...." kata Lai Seng, akan tetapi Yap Bouw dan Bun Sam telah melompat pergi dan lenyap dari situ.
"Jangan ambil uang emas itu!" kata Lai Seng gembira sekali sambil mengamat amati potongan uang emas yang telah amblas dan hanya kelihaian mengkilat kuning seperti tambalan pada lantai tembok.
"Biar semua orang yang makan di sini melihat bahwa Mo bin Sin kun makan di sini dan membayar dengan cara yang luar biasa ini!"
Kembali Lo kun gu Lai Seng hendak mempergunakan peristiwa ini sebagai reklame untuk restorannya!
Pada saat itu, terdengar suara berisik dari atas loteng dan nampaklah lima orang Sin beng Ngo hiap itu turun dengan muka lesu, bahkan Hwa Hwa Niocu dan sepasang hwesio kembar itu masih meringis ringis menahan rasa sakit.
Kembali Lai Seng menjura dengan amat hormatnya sambil tersenyum senyum.
Melihat orang tersenyum, Hwa Hwa Niocu yang sedang mendongkol menjadi marah.
"Kau mau apa? Mau minta bayaran?"
Ia mengharapkan Lai Seng benar benar akan minta bayaran, karena ia tentu akan membayarnya dengan beberapa kali tamparan untuk melampiaskan hatinya yang mendongkol. Akan tetapi Lai Seng bukanlah anak kecil yang tidak tahu gelagat, ia maklum bahwa lima orang ini tentu sudah dapat dikalahkan, maka sambil tersenyum ia berkata,
"Tidak sekali kali, mana siauwte berani minta bayaran kepada ngo wi? Lagi pula, untuk makanan tadi yang tidak seberapa banyak siauwte telah mendapat bayaran lebih dan cukup yang diberikan oleh Mo bin Sin kun Locianpwe."
Lai seng menunjuk ke arah lantai di mana masih terlihat dengan jelas potongan uang emas yang kuning mengkilat.
"Hm, kau kira Sin beng Ngo hiap tidak mampu bayar?" tiba tiba Bouw Ek Tosu tersenyum pahit, ia merogoh sakunya dan dari jubahnya yang berkembang itu ia mengeluarkan sepotong uang emas pula. Ia menggerakkan tangannya dan uang emas itu meluncur ke bawah, menancap dan amblas ke dalam lantai tembok, dekat sekali dengan uang emas yang dilemparkan oleh Yap Bouw tadi! Tentu saja Bouw Ek Tosu yang mempunyai ilmu kepandaian setingkat dengan Yap Bouw, dapat melakukan pula hal yang tadi dilakukan oleh Yap Bouw.
Setelah lima orang ini pergi, Lai Seng hampir berjingkrak saking girangnya. Tidak saja ia mendapatkan dua potong uang emas yang sudah lebih daripada cukup sebagai pembayaran harga makanan dan minuman, bahkan dua potong uang emas itu dapat dijadikan sebagai daya penarik para pelancong dari lain kota yang tentu ingin sekali melihat cara pembayaran yang aneh ini dari Mo bin Sin kun dan Sin beng Ngo hiap!
Jalan dari Lok yang menuju ke kota raja ada dua macam. Pertama mengambil jalan air, yakni mengikuti aliran Sungai Hoang ho (Sungai Kuning) memasuki Propinsi Sanung lalu turun mendarat dan melanjutkan perjalanan darat melalui Propinsi Hopak. Atau yang ke dua mengambil jalan darat melalui Propinsi Shansi, terus menyusur perbatasan antara Propinsi Shansi dan Propinsi Hopak.
Oleh karena dalam perjalanan menuju ke kota raja ini, bagi Yap Bouw adalah untuk membimbing sutenya adapun bagi Bun Sam sendiri untuk menambah pengalaman dan meluaskan pengertian, maka mereka berdua mengambil keputusan untuk melalui jalan darat.
Setelah keluar dari kota Lok yang dan menyeberangi Sungai Hoang ho yang mengalir di sebelah utara kota, mereka melanjutkan perjalanan dengan cepat sekali, mempergunakan ilmu lari cepat yang membuat mereka berlari lebih cepat dari kuda.
Hari telah menjadi gelap ketika mereka memasuki kota Kin bun, sebuah kota kecil yang tak berapa ramai. Semenjak pagi, keduanya hanya mengisi perut dengan buah buah yang mereka petik dari hutan yang mereka masuki dalam perjalanan tadi. Kini perut mereka terasa lapar sekali.
Baiknya dalam kota Kin bun terdapat sebuah hotel yang cukup besar dan yang juga menyediakan hidangan bagi para tamu.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, mereka lalu makan. Dengan gerakan tangannya Yap Bouw memberi ingat agar supaya Bun Sam berlaku hati hati sekali karena mungkin malam ini akan ada orang datang menggangu, Bun Sam mengangguk angguk karena ia teringat akan ucapan Mo bin Sin kun yang malam hari ini hendak mengunjunginya bersama muridnya dengan maksud mengadu kepandaian!
"Suheng, kalau kuingat suara bicara dan ketawa Mo bin Sin kun tadi timbul dugaanku bahwa dia adalah wanita. Apakah kau tidak pikir begitu suheng?"
Dengan bahasa gerak jari tangannya, Yap Bouw membenarkan sangkaan ini, karena ia sendiri pun berpikir demikian. Dan ia menambahkan keterangan bahwa suhunya sendiri belum pernah menyatakan apakah Mo bin Sin kun seorang laki laki atau wanita.
Kemudian Yap Bouw memperingatkan agar berlaku hati hati sekali, karena murid Mo bin Sin kun tentulah seorang yang berkepandaian amat tinggi seperti gurunya. Bun Sam tersenyum dan menjawab,
"Jangan khawatir, suheng. Mo bin Sin kun demikian galak, tentu muridnya tidak jauh berbeda. Dan orang yang mudah marah seperti itu, tidak berbahaya untuk dilawan asalkan kepandaian kita tidak kalah jauh. Bukankah begitu, kata suhu?"
Yap Bouw mengangguk angguk dan berkata dengan tangannya bahwa memang betul demikianlah.
Orang yang mudah dikuasai oleh tujuh perasaan (marah, malu, kecewa, takut, suka, duka, gembira) tak dapat berlaku tenang dan oleh karenanya tak dapat bertempur dengan baik. Akan terapi, demikian Yap Bouw yang sudah banyak pengalaman dan berpemandangan luas ini memperingatkan amat tidak baik kalau memandang rendah kepada lawan, apalagi lawan yang belum diketahui sampai di mana tingkat kepandaiannya.
Memandang rendah kepada lawan berarti sudah kalah satu bagian dalam pertempuran, katanya, karena perasaan ini mengurangi kewaspadaan sendiri.
Selelah makan, mereka lalu masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Keduanya duduk di pembaringan masing masing, bersila mengatur pernapasan dalam samadhi sambil menanti datangnya Mo bin Sin kun.
Biarpun dilihatnya sama, keduanya duduk bersila memejamkan mata dan napas mereka teratur baik, namun isi pikiran kedua orang ini amat jauh berbeda.
Kalau Bun Sam pada waktu itu merasa senang untuk menghadapi murid dari Mo bin Sin kun, adalah Yap Bouw melayangkan ingatannya pada waktu waktu dahulu ia girang sekali melihat anak yang dulu ditolongnya itu, kini telah menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah, telah menjadi sutenya yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripadanya sendiri.
Ia telah menganggap Bun Sam seperti anak sendiri dan kasih sayangnya terhadap pemuda ini adalah kasih sayang seorang ayah terhadap seorang putera nya.
Akan tetapi kalau ia teringat kepada rumah tanggannya, kepada isteri dan putera puterinya, mengalirlah darah dari hatinya yang terluka. Akan tetapi bekas jenderal yang bernasib malang ini cepat cepat menguatkan tenaga batinnya untuk menekan perasaan itu dan napasnya yang tadinya tersengal sengal menjadi tenang kembali.
Biarpun sedang duduk bersamadhi namun Bun Sam yang amat tajam pendengarannya itu dapat membedakan perubahan napas dari suhengnya, maka ia membuka matanya sebentar.
Dilihatnya peluh memenuhi jidat suhengnya itu dan wajah suhengnya yang rusak dan bercacat itu menjadi makin menyeramkan. Ia menghela napas panjang.
Sudah terlalu sering ia melihat suhengnya berhal demikian dan karena ia pernah mendengar riwayat suheng nya, maka maklumlah ia akan kedukaan yang kadang kadang mengganggu pikiran bekas jenderal yang bernasib malang ini.
Tiba tiba ia menjadi amat terharu. Dengan perlahan Bun Sam turun dari pembaringannya, menghampiri Yap Bouw dan menggunakan saputangannya untuk menghapus peluh yang memenuhi jidat Yap Bouw dengan perasaan penuh kasih sayang seperti seorang anak terhadap ayahnya atau seorang adik terhadap kakaknya.
Perbuatan Bun Sam ini mendatangkan keharuan besar kepada Yap Bouw, akan tetapi sekaligus juga menghilangkan kesedihannya karena dalam diri pemuda ini ia mendapatkan pengganti putera yang amat dikasihinya. Dengan gerakan tangannya ia mengisaratkan agar pemuda itu kembali ke pembaringannya dan mengaso.
Kembali mereka duduk bersamadhi sampai menjelang tengah malam. Keadaan sangat sunyi dan hotel yang hanya didatangi sedikit orang tamu itu telah menjadi sepi. Semua orang termasuk penjaga hotel, telah tidur pulas dalam malam yang dingin itu.
Tiba tiba terdengar suara dari kamar Bun Sam, "Bocah sumbong, lekas keluar, kami menunggu!"
Bun Sam mengenal suara Mo bin Sn kun, maka cepat ia melompat turun dari pembaringannya.
Ternyata bahwa Yap Bouw juga sudah melompat turun dan keduanya saling pandang dengan heran mengapa gerakan Mo bin Sin kun di atas genteng sama sekali tidak pernah terdengur oleh mererka. Hal ini telah membuktikan bahwa Tangan Sakit Bermuka Iblis ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat tinggi.
Bun Sam membuka daun jendela, lalu melompat keluar diikuti oleh suhengnya. Memang mereka semenjak tadi telah bersiap sedia dan tidak menanggalkan pakaian ketika naik ke pembaringan.
Selelah tiba di luar hotel, mereka melihat bayangan berkelebat turun dari atas genteng dan nampaklah dua bayangan orang berdiri menanti mereka. Malam itu terang bulan, akan tetapi cahaya bulan belum cukup terang untuk menerangi wajah kedua orang itu.
Bun Sam mengenal bahwa yang melompat turun dari atas genteng tadi adalah Mo bin Sin kun. Biarpun tidak nyata mukanya, namun ia masih dapat mengenal pakaian serba putih dan kemudian dari leher ke atas hanya hitam saja itu. Ketika ia memandang kepada orang ke dua, diam diam ia merasa mendongkol sekali. Apakah Mo bin Sin kun hendak mempermainkannya?
ORANG yang berdiri di dekat Mo bin Sin kun bertubuh langsing kecil dan pendek, melihat bentuk tubuhnya, ia menaksir bahwa, murid itu usianya tidak akan lebih dari dua tiga belas tahun. Seorang anak kecil, bagaimana ia mempunyai muka untuk melawan seorang anak kecil?
Dengan muka terasa panas pada malam sedingin itu, Bun Sam lalu melompat ke depan dua sosok bayangan itu, tetap diikuti oleh Yap Bouw yang juga merasa aneh.
Benar saja, yang berpakaian putih dan yang melayang turun tadi adalah Mo bin Sin kun yang berdiri sambil bertolak pinggang dan wajahnya tidak kelihatan saking hitamnya.
Di sebelah kanan berdiri seorang yang sekaligus membuat Bun Sam menjadi bengong. Orang yang dikiranya anak kecil tadi ternyata seorang gadis kecil yang bermuka bulat telur, bertubuh cilik ramping dan padat dan pada mukanya yang elok itu membayangkan keberanian besar yang kini, ditujukan kepadanya dengan sikap menantang!
"Eh, siapakah dia ini? Dan mengapa selalu berada di sampingmu seperti seorang pelindung?" tiba tiba Mo bin Sin kun bertanya dan karena Bun Sam kini telah berdiri dekat dan matanya sudah biasa dengan keadaan yang suram itu, ia dapat melihat betapa sepasang mata dari si muka iblis tangan sakti ini memperlihatkan sinar kasihan terhadap suhengnya!
Juga dalam mengajukan pertanyaan ini, suaranya terdengar halus dan tidak galak. Mendengar ucapan itu, si gadis cilik juga menengok dan memandang kepada muka Yap Bouw. Terdengar ia menahan jeritan kaget dan ngeri.
Bun Sam menoleh kepada gadis cilik itu dan ketika melihat betapa gadis itu seakan akan hendak menyembunyikan pandangan matanya dari muka suhengnya yang rusak dan cacat, ia berkata,
"Betapapun juga, kerusakan muka suhengku tidak seburuk muka gurumu!"
Bun Sam menunjukkan kata kata ini kepada gadis yang tampaknya jijik melihat muka suhengnya dan ia sudah mengkhawatirkan bahwa Mo bin Sin kun akan menjadi marah karena ucapan ini, akan tetapi aneh, Mo bin Sin kun tidak menjadi marah, bahkan menarik napas panjang dan berkata,
"Kasihan dia.... memang, tidak hanya dia yang buruk rupa di dunia ini, maka tak perlu dijadikan kekecewaan. Akan tetapi, siapakah dia dan mengapa dia tak pernah bicara?"
"Dia adalah suhengku dan dia tak pernah bicara karena memang dia tidak bisa bicara."
"Ah....." Hampir berbareng terdengar seruan ini dari Mo bin Sin kun dan muridnya dan kembali, Bun Sam mengerutkan keningnya. Tak salah lagi Mo bin Sin kun ini tentu seorang wanita seperti muridnya itu pula!
"Belum pernah aku mendengar Kim Kong Taisu mempunyai seorang murid yang cacad dan gagu. Ada aku mendengar dia mempunyai murid seorang yang....... ah, tak perlu dia disebut sebut, dia sudah tewas sebagai seorang pahlawan bangsa."
Sambil berkata demikian Mo bin Sin kun menengok ke arah muridnya yang berdiri sambil menundukkan muka. Untuk sesaat keadaan sunyi dan semua orang diam saja, seakan akan mengenangkan sesuatu yang menyedihkan hati. Tentu saja dapat diduga betapa hancur hati Yap Bouw mendengar ucapan itu. Ia maklum bahwa yang dimaksudkan oleh Mo bin Sin kun tadi tentu dia sendiri!
"Sudahlah, sudahlah, di waktu terang bulan seperti ini tidak layak membicarakan hal hal yang telah lalu. Hai, bocah sombong, apakah benar benar kau berani menghadapi muridku ini?"
Pedang Sinar Emas Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bun Sam mengerling kepada gadis cilik itu. "Sebenarnya aku merasa enggan dan malu harus melawan seorang anak perempuan yang masih begini kecil, paling banyak baru dua belas tahun dan......."
"Usiaku sudah empatbelas! Dan aku tidak takut kepadamu, buyung!" tiba tiba gadis cilik itu mendampratnya dan suaranya ternyata keras dan nyaring sekali.
Tadinya Bun Sam mengira bahwa gadis ini galak dan sombong, akan tetapi tidak demikian. Gadis itu bicara dengan sikap sungguh sungguh dan nampak tetap tenang saja, tidak memandang rendah, juga tidak takut. Menghadapi seorang gadis cilik yang dapat bersikap hati hati seperti ini, ia harus berlaku wapada pikirnya.
"Mo bin Sin kun, karena kau yang membawa dia ke sini dan kau pula yang menantangku mengadakan pibu dengan muridmu, baiklah kuterima tantangan ini. Akan tetapi taruhannya. Ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu harus kau ajarkan kepadaku!"
Mo bin Sin kun nampak terkejut.
"Dari mana kau bisa tahu bahwa ilmu pukulan itu adalah Soan hong pek lek jiu?"
"Kalau bukan suhu yang memberi tahu kepadaku siapa lagi yang akan mengenal ilmu pukulan mu yang lihai itu?"
Mo bin Sia kun mengangguk angguk.
(Lanjut ke Jilid 08)
Pedang Sinar Emas/Kim Kong Kiam (Serial Pedang Sinar Emas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 08
"Memang matamu tajam sekali. Baiklah. Soan hong pek lek jiu akan kuajarkan kepadamu kalau kau dapat mengalahkan muridku ini. Akan tetapi bagaimana kalau kau yang kalah?"
"Kalau aku kalah,....?" Bun Sam memandang kepada gadis cilik itu, kemudian kepada Mo bin Sin kun dan memutar otaknya, "kalau aku kalah, biar aku berlutut di depanmu delapan kali dan mengangkat kau sebagai guruku yang ke dua!"
Mo bin Sin kun tiba tiba tertawa terbahak bahak dengan suara ketawanya yang merdu, lalu katanya geli.
"Kau memang tukang bujuk yang pandai!" Kemudian ia berpaling kepada muridnya dan berkata, "Lihat, menghadapi seorang pemuda seperti ini di kemudian hari, kau harus berhati hati."
Lalu ia kembali berkata kepada Bun Sam.
"Baiklah, hendak kulihat sampai di mana Kim Kong Taisu mengajar muridnya dan biar kusaksikan dulu apakah kau berbakat untuk menerima Soan hong pek lek jiu."
Sementara itu, gadis cilik murid Mo bin Sin kun ini yang sudah mendengar dari suhunya bahwa ia hendak diadu dengan pemuda sombong itu, sudah melompat ke tempat yang lapang dan bersiap sedia.
"Majulah, buyung!"
Bun Sam mendongkol juga karena berkali kali disebut buyung oleh gadis itu, seakan akan gadis itu jauh lebih tua daripadanya.
"Bocah masih ingusan! Kau sombong sekali. Tunggu aku akan menjewer telingamu sampai mulur!"
Iapun menyusul dan melompat ke lapangan itu, menghadapi lawannya.
Betapapun juga tenangnya, murid Mo bin Sin kun hanya seorang anak perempuan yang lebih mudah tersinggung hatinya. Mendengar sindiran dan ejekan Bun Sam ini, tiba tiba marahlah dia. Sepasang matanya mengeluarkan cahaya berapi dan tanpa banyak bercakap lagi ia lalu menerjang Bun Sam sambil membentak, "Lihatlah pukulan!"
"Bagus sekali!" jawab Bun Sam sambil cepat mengelak dan membalas dengan serangan kilat pula.
Maka bertempurlah kedua orang remaja itu dan ternyata oleh Mo bin Sin kun dan Yap Bouw yang menonton di situ bahwa keduanya memiliki kegesitan yang setingkat.
Yap Bouw yang semenjak tadi menatap wajah anak perempuan itu dan memperhatikannya, diam diam memuji. Bagaimana seorang anak perempuan yang belum dewasa dapat memiliki ilmu kepandaian setinggi itu? Dalam hal ilmu silat, ia harus mengakui bahwa dia sendiri kalah tinggi oleh gadis cilik itu.
Apalagi ginkang nya, sungguh hebat karena bertempur melawan Bun Sam, gadis itu merupakan seekor burung walet yang lincah dan gesit sekali, yang menyambar nyambar dari segala jurusan untuk merobohkan Bun Sam.
Akan tetapi, Bun Sam telah mempelajari Ilmu Silat Sin tiauw ciang hwat dan Siauw hong kun hwat ciptaan gurunya dari pertempuran antara ular besar dan burung rajawali, maka gerakannya selain tenang seperti ular juga gesit seperti burung rajawali.
Tadinya Bun Sam tidak mengeluarkan ilmu silat ini, hanya memainkan ilmu silat biasa yang mengandalkan tenaga dan kegesitan. Akan tetap setelah dilihatnya betapa lawannya benar benar hebat sekali gerakannya dan. khawatir kalau kalau ia sampai kalah segera ia mengeluarkan Ilmu silat Siauw liong kun hwat yang diseling seling dengan Ilmu Silat Sin Tiauw ciang hwat.
Dengan demikian kadang kadang tubuh pemuda itu diam dan tegak dengan amat tenangnya, hanya menanti datangnya lawan yang lain ditangkis juga berbareng diberi serangan balasan, akan tetapi kadang kadang tubuhnya bergerak gerak dengan lompatan lompatan tinggi seperti seekor burung sedang terbang.
Menghadapi dua macam ilmu silat ini, barulah anak perempuan itu terdesak dan bingung. Bahkan Mo bin Sio kun terdengar berseru perlahan,
"Bagus sekali gerakan gerakan itu."
Gadis cilik itu terdesak mundur terus, tidak kuat menghadapi serangan serangan Bun Sam yang mengeluarkan ilmu silat baru yang belum pernah terlihat oleh dunia luar ini. Tiba tiba ia berseru,
"Bolehkah teecu mempergunakan Soan hong jiu?"
Mo bin Sin kun menjawab, "Apa boleh buat, lawanlah dengan Soan hong pek lek jiu!"
Tiba tiba gadis itu melompat ke belakang dan berjungkir balik beberapa kali. Ketika ia menurunkan kedua kakinya, ia telah terpisah dua tombak lebih dari tempat Bun Sam berdiri.
Pemuda ini tidak takut dan maju mengejarnya dan pada saat itu gadis cilik ini lalu memasang kuda kuda setengah berjongkok, menyimpan kedua tangan di bawah pangkal lengan, kemudian ia berseru keras sambil mendorang kedua lengannya dengan tiba tiba ke depan.
Bun Sam mencoba untuk mempertahankan diri dari serangan angin pukulan yang luar biasa itu. Ia menggerakkan tubuh ke atas, melompat dengan gerak tipu Lee hi ta teng (Ikan Lehi Melompat Ke Atas) kemudian dari atas ia melanjutkan gerakannya dengan tipu Sin tiauw kiun jiauw (Rajawali Sakti Menyabetkan Cakar) sebuah tipu dari Ilmu Silat Sin tiauw ciang hwat.
Gadis cilik ini terkejut sekali ketika ia mengerahkan pukulan Soan hong jiu ke arah pemuda yang menyambarnya, tiba tiba tangan kanannya kena terpegang oleh Bun Sam. Sekali pemuda itu membetot, gadis itu tak dapat mempertahankan diri dan terhuyung ke depan.
Tentu ia akan jatuh terjerembab ke depan kalau Bun Sam tidak cepat cepat menjambret bajunya dan menahannya.
Merahlah muka gadis cilik itu. Ia telah kena diakali dan hampir saja ia jatuh tertelungkup. Akan tetapi ia terheran karena ia tadi merasa betul bahwa pukulannya telah mengenai pundak kanan pemuda itu. Apakah pemuda itu kebal dan dapat menahan pukulan Soan hong jiu?
Sebetulnya tidak demikian, karena pada saat itu Bun Sam meraba raba pundaknya sambil meringis ringis kesakitan. Tadi ketika ia menggunakan gerak tipu Sin tiauw kian jiauw, ia telah memapaki pukulan Soan hong jiu yang hebat dan merasa pundaknya sakit seperti tertusuk jarum.
Ketika ia merabanya, rasa sakit itu bukan main, seakan akan tulang tulang pundaknya telah terluka hebat!
Terdengar Mo bin Sin kun tertawa nyaring.
"Kalau dipandang dari sudut pibu (adu kepandaian silat), kau kalah karena kau telah terluka oleh pukulan Soan hong jiu. Akan tetapi, dipandang dari sudut ukuran, ternyata kepandaian mu lebih baik setingkat dari kepandaian muridku. Dan biarpun kau sudah terluka, kau masih mau menolong, sehingga muridku tidak jatuh, ini menunjukkan bahwa Kim Kong Taisu tidak keliru memilih murid. Baiklah, bocah bernasib baik, aku akan menurunkan Soan hong jiu kepadamu!"
Bukan main girangnya hati Bun Sam dan cepat cepat ia menjatuhkan diri berlutut di depan Mo bin Sin kun. Akan tetapi ketika ia berlutut, tiba tiba ia meringis lagi karena pundaknya yang terluka terasa sakit sekali.
"Mari kau ikut aku masuk ke kamarmu. Malam hari ini kau harus sudah dapat menghafal ilmu pukulan Soan hong jiu. Besok pagi pagi aku akan pergi dan bisa atau tidak menghafal Soan hong jiu tergantung kepadamu sendiri, waktunya hanya semalam ini!"
Memang amat aneh watak Mo bin Sin kun ini, akan tetapi Bun Sam yang tahu bahwa orang orang pandai di dunia ini memang berwatak aneh, tidak menjawab, hanya mengangguk dan beramai mereka lalu masuk ke dalam kamar Bun Sam di hotel itu.
Adapun gadis cilik itu seperti sudah berjanji dengan suhunya, tanpa memperlihatkan muka iri atau kesal pergi duduk di atas bangku yang berada di luar kamar Bun Sam.
Yap Bouw yang semenjak tadi memperhatikan gadis itu dengan mata bersinar kagum, juga ikut masuk, akan tetapi ia tidak segera masuk ke dalam kamarnya, melainkan duduk di depan kamarnya pula, di atas bangku dan terus menerus memandang ke arah gadis cilik yang duduk di depan kamar Bun Sam.
Agaknya ingin sekali ia mengajak gadis itu bicara, akan tetapi karena gagu, ia menahan kehendaknya itu dan hanya menatap dengan penuh perhatian.
Gadis itu tentu saja merasa betapa orang itu memandangnya terus menerus. Ia tidak takut melihat wajah orang itu, karena ia sudah biasa melihat wajah jurunya yang lebih buruk lagi, akan tetapi dipandang terus menerus, ia merasa gelisah juga.
Beberapa kali ia mencoba untuk tersenyum kepada Yap Bouw, akan tetapi si muka tengkorak itu tidak membalas senyumannya, bahkan memandang makin tajam.
Memang elok sekali wajah gadis cilik itu. Mukanya bulat telur, dagunya runcing manis, air mukanya terang dengan bibir tipis dan mata bersinar sinar. Sebuah titik merah semacam tahi lalat menghias leher di bawah dagunya, menambah ke manisannya. Rambutnya halus, hitam dan panjang, dikuncir dua dan kuncir itu digelung di kanan kiri kepalanya.
"Orang tua, kenapa kau memandang saja kepadaku?" akhirnya gadis itu menjadi tak sabar dan bertanya juga kepada Yap Bouw yang tiba tiba merasa gugup sekali.
Gadis cilik itu melihat sikap Yap Bouw seperti orang malu malu dan gelisah, menjadi terheran dan timbul perasaan kasihan kepada orang bermuka rusak ini. Ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan dengan lenggang halus menghampiri Yap Bouw yang menundukkan mukanya.
"Lopeh (uwak)," katanya sambil menyentuh tangan Yap Bouw. "Apakah yang kau pikirkan? Apakah kau tidak setuju melihat sutemu (adik seperguruanmu) menerima latihan Soan hong jiu hwat dari garuku?"
Yap Bouw menggeleng gelengkan kepalanya dan matanya hanya sekali sekali saja memandang wajah gadis cilik itu.
"Lopeh, kau tidak bisa bicara, apakah semenjak lahir kau sudah menjadi gagu? Siapakah namamu, lopeh dan apakah kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada sutemu tadi?"
Gadis itu menghujani Yap Bouw dengan pertanyaan pertanyaan lupa bahwa yang ditanyanya tentu saja tak dapat menjawab. Ketika ia melihat pandangan mata Yap Bouw yang seakan akan merasa tertusuk hatinya, gadis itu cepat berkata.
"Ah, benar. Kau tidak bisa menjawab pertanyaan penrtanyaanku, lopeh. Aku..... entah mengapa, aku merasa kasihan sekali kepadamu dan ingin sekali bercakap cakap dengan kau. Kau kelihatan sabar dan baik hati, lopeh."
Yap Bouw makin suka kepada anak perempuan ini. Ia teringat bahwa anak sebesar ini sudah semestinya tidur pada waktu itu; maka ia lalu menunjuk ke kamarnya dan memberi tanda dengan isarat tangannya bahwa gadis itu boleh tidur di dalam kamarnya dan ia sendiri akan duduk di luar saja.
Gadis itu ternyata cerdik sekali dan sekali pandang saja ia mengerti isarat tangan si gagu ini. Ia tersenyum dan melihat senyum gadis cilik; ini terpaksa Yap Bouw memeramkan matanya untuk menghilangkan perasaan dan bayangan yang bukan bukan.
"Lopeh, kau baik sekali, benar seperti dugaanku. Kau tentu lebih baik daripada sutemu yang sombong dan keras kepala! Aku tidak mau tidur, lopeh, sudah biasa aku tidur sampai jauh malam. Kalau kau mengantuk, tidurlah kau."
Yap Bouw menggelengkan kepala dan untuk beberapa lama keduanya berdiam saja. Gadis itu memandang dan menatap wajah Yap Bouw, sedangkan orang tua yang gagu ini hanya menunduk kan mukanya. Benar benar pemandangan yang amat aneh.
"Lopeh, tahukah kau bahwa aku amat benci kepada suhumu, kepada Kim Kong Taisu?" tiba tiba gadis cilik itu berkata.
Yap Bouw terkejut sekali dan memandang kepada gadis itu dengan mata penuh pandangan menyelidik.
"Kau tentu heran, lopeh. Akan tetapi aku harus membenci suhumu yang belum pernah kulihat itu. Bahkan guruku sendiripun amat benci, kepadanya dan ingin sekali sewaktu waktu mengadakan pertandingan untuk menentukan siapa yang lebih unggul kepandaiannya."
Kembali Yap Bouw terheran, bahkan kali ini tanpa disengaja bibirnya bergerak mengucapkan kata kata, "Mengapa?" yang tidak bersuara.
Wajah gadis itu berseri girang.
"Ah, dahulu kau tentu dapat bicara, lopeh. Orang yang gagu semenjak lahir tentu tak dapat menggerakkan bibir untuk mengucapkan kata kata! Kau ingin tahu mengapa guruku dan aku membenci Kim Kong Taisu?"
Gadis itu menghentikan kata katanya dan keningnya berkerut, tanda bahwa ia sedang berpikir pikir dan mempertimbangkan apa yang hendak dikatakan selanjutnya. Yap Bouw menatap wajah yang elok dan manis itu dan kembali hatinya berdebar keras dan aneh.
"Ah, haruskah aku menceritakan hal ini kepadamu?" kata gadis itu pula dengan perlahan, kepada diri sendiri.
"Biarlah, aku kasihan dan tertarik kepadamu, lopeh dan kau tentu tak dapat menceritakan hal ini kepada lain orang. Pula siapa tahu kalau kau dapat menuturkan sedikit tentang orang yang akan kuceritakan ini," kembali anak itu lupa bahwa yang diajak bicara adalah seorang gagu dan dengan sendirinya takkan dapat menuturkan apa apa kepadanya!
Gadis itu menarik napas, panjang kemudian melanjutkan penuturannya.
"Kau tentu masih ingat betapa guruku heran mendengar bahwa kau adalah murid dari Kim Kong Taisu, kemudian guruku menyatakan pula tentang murid Kim Kong Taisu yang sudah tewas sebagai seorang pahlawan bangsa........ "
Makin berdebar hati Yap Bouw mendengar kata kuta ini dan pandangan matanya makin tajam.
"Kalau kau benar benar murid dari Kim Kong Taisu, tentu kau kenal orang itu, entah dia itu suhengmu (kakak seperguruanmu) atau sutemu (adik seperguruanmu). Nah, orang itu telah tewas oleh kawan kawan Ulan Tanu Si Alis Merah dari Mongolia dibantu pula oleh Seng Jin Siansu si jahat! Akan tetapi gurumu itu, Kim Kong Taisu orang tua yang lemah dan pengecut, dia tidak menuntut pembalasan bahkan menyembunyikan diri di atas puncak Gunung Oei san! Bukankah itu amat menjengkelkan?"
Yap Bouw mengangguk angguk. Tentu saja cerita ini bukan hal yang asing baginya karena orang yang diceritakan itu sebenarnya tak lain adalah dia sendiri! Akan tetapi mengapa Mo bin Sin kun dan muridnya menjadi jengkel dan membenci Kim Kong Taisu karena kakek ini tidak membalaskan sakit hati Yap Bouw? Ini benar benar aneh.
Saking herannya, Yap Bonw lalu menghampiri meja dan menggunakan telunjuknya untuk menggurat gurat meja itu. Ternyata dia telah menuliskan beberapa huruf di atas meja dengan bantuan kuku telunjuknya!
Gadis cilik itu menghampiri meja dan membaca; "Apakah yang kau maksudkan dengan orang itu adalah Yap Bouw bakas jenderal? Kalau betul mengapa kau dan gurumu menaruh perhatian?"
Gadis itu memegang lengan Yap Bouw dengan girang. "Jadi kau kenal dia....! Kau benar benar saudara seperguruan ayahku....?"
Kalau ada geledek menyambarnya saat itu belum tentu Yap Bouw akan menjadi sekaget ini.
Biarpun tadinya ia telah merasa tertarik dan curiga melihat wajah gadis ini sama benar dengan wajah isterinya dan melihat tahi lalat merah di leher itu yang dulu juga dimiliki oleh anak perempuannya sebagaimana diceritakan oleh isterinya kepadanya dalam surat, namun ia masih ragu ragu.
Dahulu isterinya menyurati bahwa sepeninggalnya, isterinya yang berada dalam keadaan mengandung itu telah melahirkan sepasang anak kembar, laki laki dan perempuan dan yang perempuan ada tahi lalatnya di leher dan yang laki laki ada tahi lalatnya di dagu.
Akan tetapi tahi lalat di leher anak perempuan itu merah, sedangkan tahi lalat di dagu anak laki laki itu hitam.
Kini, mendengar bahwa anak ini menyebut ayah kepada Yap Bouw yang ia tuliskan namanya di atas meja, tentu saja Yap Bouw menjadi terkejut, girang, terharu dan juga terpukul hebat hatinya.
Tubuhnya tiba tiba menjadi lemas, ia terhuyung huyung dan merangkul anak perempuan itu di dekapnya kepala gadis cilik itu ke dadanya diciumi rambut di kepalanya.
Gadis itu yang tiba tiba merasa dirangkul dan dipeluk oleh orang yang buruk rupanya ini, menjadi keheran heranan. Ia tidak marah karena pelukan orang ini bukan pelukan yang bersifat kurang ajar, bahkan ketika ia memandang, pipi yang kisut dan buruk hitam itu basah oleh air mata!
Tak terasa pula gadis itupun menangis, teringat akan ayahnya yang dikabarkan telah tewas dalam perang, ia mengira bahwa orang ini tentu saudara seperguruan mendiang ayahnya dan bahwa orang ini amat girang mendengar bahwa dia adalah puteri Yap Bouw, Akan tetapi alangkah terkejutnya hati anak ini ketika merasa betapa tubuh orang yang memeluknya menjadi lemas dan tiba tiba orang itu terkulai dan roboh pingsan!
Tentu saja anak itu menjadi heran sekali. Akan tetapi sebagai murid seorang sakti, ia tidak menjadi gugup. Dengan perlahan ia lalu mengurut belakang leher Yap Bouw dan menggerak gerakkan kedua lengannya secara teratur sekali. Tak lama kemudian Yap Bouw siuman kembali dari pingsannya dan ia bangkit sambil mengeringkan air matanya dengan ujung bajunya yang hitam.
Ia dapat menetapkan hatinya dan setelah mereka duduk kembali di atas bangku, gadis itu bertanya,
"Susiok (paman guru), karena kau adalah seudara seperguruan mendiang ayahku, lebih baik kusebut kau susiok atau supek (uwak guru) saja. Alangkah senangnya hatiku kalau aku dapat mendengar kau bercerita tentang ayah di waktu dia masih hidup. Sutemu itu tentu tidak mengenal ayah karena usianya masih muda sekali, ketika ayah meninggal dunia tentu dia masih bayi."
Gadis cilik itu. tersenyum kembali dan Yap Bouw merasa kagum melihat watak anaknya yang demikian lincah dan gembira. Seperti ibunya, pikirnya dengan hati sebesar gunung. Betapa seorang ayah tidak akan menjadi bangga dan girang melihat anaknya telah menjadi seorang gadis cilik yang selain cantik manis, juga pandai dan berwatak menyenangkan!
Ketika Yap Bouw hendak menulis di atas meja, minta anaknya itu menceritakan riwayatnya, tiba tiba pintu kamar Bun Sam terbuka dan keluarlah pemuda itu mengiringkan Mo bin Sin kun yang wajahnya nampak terang.
"Sutemu ini benar benar berotak terang!" katanya kepada Yap Bouw dengan suara ramah.
"Sebentar saja dia telah dapat menghafal teori Soan hong jiu hwat. Tidak percuma ia menjadi murid dari Kim Kong Taisu. Akan tetapi," katanya sambil berpaling kepada Bun Sam, "kau harus ingat sumpahmu tadi bahwa di dalam pertandingan silat, baik perkelahian sungguh sungguh maupun hanya pibu menghadapi muridku, sekali kali tidak boleh menggunakan Soan hong jiu hwat itu! Juga apabila diadakan pibu besar besaran kelak yang kurencana kan, kau tidak boleh mengeluarkan ilmu pukulan ini!"
Bun Sam menjatuhkan diri berlutut, menyatakan setuju dan menghaturkan terima kasih. Wajah pemuda ini berseri girang, dan gadis cilik itu berkata kepadanya.
"Jadi sekarang kau terhitung suteku!"
"Tidak bisa," Bun Sam membantah, "usiaku lebih banyak daripadamu, manakau boleh menyebut sute (adik seperguruan)?"
"Biarpun usiamu lebih tua, akan tetapi di dalam urutan murid guru kami, kau adalah nomor dua kau harus menyebut aku suci (kakak seperguruan perempuan)."
Bun Sam membantah dan keduanya bersitegang, tidak mau saling mengalah. Akhirnya Mo bin Sin kun ikut campur, tersenyum dan berkata,
"Kalian ini di dalam satu hal amat bersamaan. Sama sama keras kepala! Untuk apakah segala macam peraturan sebutan yang menjemukan itu? Panggil saja nama masing masing, bukankah itu lebih mudah dan lebih baik?"
Bun Sam mengangguk dengan girang karena inilah jalan terbaik baginya untuk tidak mengaku kalah terhadap gadis cilik itu.
Memang menurut patut, melihat bahwa dia hanya malam ini saja menjadi murid Mo bin Sin kun dan hanya menerima latihan satu macam ilmu pukulan, ia terhitung murid kedua dan harus menyebat suci kepada gadis ini. Sekarang Mo bin Sin kun memberi jalan keluar baginya. Dengan girang ia berkata,
"Nah, itu baru baik dan adil namanya. Namaku Bun Sam, lengkapnya Song Bun Sam. Siapakah namamu?" tanyanya kepada gadis itu.
"Namamu jelek." gadis itu mengejek, "nama kakakku lebih bagus."
"Hm. siapa nama kakakmu?" tanya Bun Sam dan tanpa diketahui oleh siapapun juga, diam diam Yap Bouw mendengarkan dengan penuh perhatian dan hatinya makin berdebar.
"Nama kakakku Thian Giok, bukankah lebih gagah? Namaku sendiri Lan Giok, she Yap!"
"She Yap??" Bun Sam bertanya dengan mata terbuka lebar lebar, kemudian ia teringat akan keadaan suhengnya dan dapat menekan gelora hatinya.
Dengan cerdik ia lalu bertanya pala, "Dan mana kakakmu yang kau katakan bernama gagah itu?"
"Engko Thian Giok? Dia tidak da di sini, dia adalah kakak kembarku, dan...... eh, mengapa kau menjadi pucat? Sakitkah kau?" tiba tiba gadis cilik itu menatap wajah Bun Sam yang benar benar menjadi pucat.
Biarpun Bun Sam sudah dapat menduga, namun keterangan yang menetapkan bahwa gadis ini adalah pateri dari suhengnya, membuat hatinya terguncang dan mukanya pucat.
Juga Mo bin Sin kun dapat melihat hal ini, maka ia lalu maju dan bertanya,
"Bun San, siapa kah suhengmu ini?"
"Dia.... dia tidak mau diperkenalkan mamanya."
"Bun Sam, kau sudah menjadi muridku, tidak perlu lagi menyimpan rahasia. Ayoh katakan, siapa nama suhengmu ini!"
Bun Sam menjadi bingung dan pada saat itu tiba tiba Yap Bouw menyambar lengannya dan menariknya cepat, diajak lari pergi dari tempat itu!
Biarpun tengah malam telah lama lewat dan fajar mulai menyingsing disambut oleh kokok ayam namun udara masih amat, gelap, sehingga sebentar saja bayangan Yap Bouw dan Bun Sam lenyap dari pandangan mata.
Lan Giok menarik napas panjang dan menahan niatnya hendak mengejar.
"Sayang sekali, si muka tengkorak itu kesal dengan mendiang ayah teecu dan baru saja teecn membujuk agar ia suka menceritakan keadaan ayah di waktu dahulu. Siapa tahu kalau kalau dia tahu pula di mana makam ayah......."
Mo bin Sin kun mengerutkan kening.
"Orang itu benar benar berwatak aneh dan penuh rahasia. Lain kali kalau bertemu dengan dia, sebelum dia mengaku aku takkan mau melepaskannya," katanya gemas.
"Suthai, mengapa kau membebaskan Sin beng Ngo hiap? Mengapa tidak dibasmi saja orang orang macam itu?"
Lan Giok memang berwatak lincah dan tidak menggunakan banyak peraturan dalam pembicaraannya, sehingga terhadap guru nya ia berani berengkau saja! Kalau Bun Sam mendengar panggilan gadis ini kepada gurunya tentu pemuda ini akan terheran dan maklum bahwa sesungguhnya Mo bin Sin kun adalah seorang wanita!.
Pedang Naga Kemala Eps 26 Pedang Naga Kemala Eps 26 Pedang Naga Kemala Eps 7