Ceritasilat Novel Online

Pemberontakan Taipeng 15


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 15




Terjadilah perkelahian yang lebih seru lagi. Setelah kini hanya dikeroyok oleh dua orang lawan, pedang gadis itu mulai beraksi, menyambar-nyambar dengan cepat, indah dan kuatnya sehingga dalam waktu belasan jurus saja, dua orang pengeroyoknya yang memegang empat batang golok itu menjadi terdesak hebat dan mereka lebih banyak memutar golok melindungi diri dari sambaran sinar pedang yang demikian lihainya. Han Le maklum bahwa tiga orang pengeroyoknya tidak boleh disamakan dengan para anggauta perampok lainnya yang telah dilawan dan dirobohkannya tadi. Mereka bertiga itu bermain golok dengan baik sekali, dan tiga orang itu membentuk semacam barisan segitiga yang saling bantu dan rapi sekali.

Tahulah dia bahwa mereka ini bukan orang sembarangan dan agaknya menjadi pemimpin gerombolan perampok itu. Memang duagaannya benar. Dua orang yang mengeroyok gadis itu dan kini bersama tiga orang yang mengeroyoknya, adalah Yan-san Ngo-coa sendiri, yang memimpin gerombolan perampok terdiri dari lima puluh orang itu. Karena merasa yakin bahwa orang-orang mereka tentu akan dapat menang dan menumpas para perajurit pengawal yang jumlahnya lebih kecil dan kelihatan sudah lelah dan lemah, Yan-san Ngo-coa lalu menerjang masuk dan menghampiri tiga buah kereta untuk menyerbu keluarga Kaisar dan berpesta pora dengan mereka dan harta mereka.

Akan tetapi, terdengar bentakan nyaring dan entah darimana datangnya, tiba-tiba saja sudah muncul gadis remaja itu yang memutar sebatang pedang tipis menahan mereka! Mula-mula Yan-san Ngo-coa memandang rendah dan seorang di antara mereka maju untuk menangkap gadis itu, bukan untuk membunuhnya melainkan untuk menangkapnya karena gadis remaja itu cantik manis dan tentu saja mereka merasa sayang untuk membunuhnya. Akan tetapi hampir saja yang seorang itu celaka karena pedang gadis itu ternyata lihai bukan main. Seorang lagi maju, tetap saja terdesak sehingga akhirnya mereka berlima maju semua mengeroyok dan pada saat gadis itu terdesak, mucul Han Le membantu. Siapakah gadis remaja yang lihai itu? Tidak mengherankan kalau gadis remaja itu lihai, karena ia adalah puteri tunggal dari Yu Kiang dan Ceng Hiang!

Ayah gadis itu, Yu Kiang, adalah seorang bangsawan tinggi yang ahli dalam hal sastera, akan tetapi dapat dikata tidak pandai ilmu silat. Akan tetapi isterinya, Ceng Hiang, adalah seorang puteri pangeran yang memiliki ilmu silat hebat! Sebagai puteri pangeran yang menjadi keluarga kerajaan, Ceng Hiang beruntung sekali mewarisi ilmu-ilmu silat yang istimewa, yaitu beberapa ilmu silat tinggi peninggalan keluarga Pendekar Pulau Es! Dan lebih dari itu, secara kebetulan sekali ia menemukan sebuah kitab peninggalan Tat Mo Couwsu yang bernama Pek-seng Sin-pouw, yang mengajarkan langkah-langkah ajaib. Karena Ibunya seorang ahli silat tingkat tinggi, tidaklah mengherankan kalau gadis remaja yang menjadi puteri tunggal itu mewarisi ilmu silat yang lihai dari Ibunya. Gadis itu bernama Yu Bwee, berusia kurang lebih tujuh belas tahun dan memiliki bakat yang amat baik.

Biarpun masih berdarah bangsawan dan dekat dengan keluarga kerajaan, namun sejak dahulu keluarga Yu Kiang dan Ceng Hiang tidak setuju dengan sikap Kaisar Hsian Feng yang amat lemah dan yang tidak memperhatikan urusan pemerintahan sehingga kebanyakan di antara pejabat pemerintah merupakan orang-orang korup yang menindas kehidupan rakyat. Bahkan diam-diam keluarga ini menaruh penghargaan kepada para pejuang yang berjuang untuk memebebaskan rakyat dari penindasan kaum penjajah. Akan tetapi, tentu saja merekapun tidak mau menjadi pengkhianat, tidak mau mengkhianati kerajaan dan walaupun mereka tidak langsung membantu pemerintah, namun mereka masih mempunyai perasaan setia terhadap kerajaan dan tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pemerintah.

Ayah Ceng Hiang, yaitu Pangeran Tiu Ong, juga hanya mau menjabat kedudukan sebagai pengurus perpustakaan istana dan sama sekali tidak mau mencampuri urusan pemerintahan, apalagi yang menyangkut urusan rakyat. Bahkan Yu Kiang sendiripun tidak mau menjabat kedudukan, melainkan hanya menjadi seorang guru besar sastera saja. Ketika terjadi penyerbuan orang kulit putih ke kotaraja, tentu saja Ceng Hiang tidak mau tinggal diam. Ia mempergunakan ilmu kepandaiannya untuk membantu para perwira mempertahankan kota, dan suaminya, Yu Kiang, juga sibuk membantu pertahanan kotaraja dengan siasat perang yang kesemuanya sia-sia belaka karena pihak musuh jauh lebih kuat perrsenjataannya. Yu Kiang merupakan seorang di antara mereka yang membujuk Kaisar agar suka pergi melarikan diri dan mengungsi ke Yehol bersama keluarganya. Ceng Hiang lalu mengutus puterinya, Yu Bwee, untuk menyusul dan kalau perlu melindungi Kaisar.

"Anakku, Yu Bwee, sekaranglah tiba saatnya engkau memperlihatkan kepandaian yang selama ini kuajarkan kepadamu. Kejarlah rombongan Sri Baginda ke Yehol dan lindungilah keluarga itu dalam perjalanan sampai ke Yehol. Engkau tinggallah di sana untuk sementara waktu, melindungi keluarga Sri Baginda Kaisar sampai aku datang menyusul ke sana."

Demikianlah pesan Ceng Hiang kepada puterinya. Sebetulnya, bukan hanya karena ingin agar puterinya bersetia dan membela keluarga Kaisar saja maka Ceng Hiang menyuruh puterinya yang masih muda itu melakukan pekerjaan berbahaya itu, juga karena ia ingin menyingkirkan puterinya dari kotaraja! Puteri bangsawan yang lihai ini maklum bahwa kotaraja tidak dapat dipertahankan lagi dan sebagai kota yang kalah dan diduduki musuh, tentu kota itu akan mengalami kekacauan, akan dirampok dan mungkin dibakar, dan amat berbahaya bagi para wanita, terutama yang muda dan cantik, untuk tetap tinggal di sebuah kota yang diduduki musuh. Inilah sebabnya mengapa ia ingin agar puterinya itu tidak berada di kotaraja apabila kota itu terjatuh ke tangan pasukan kulit putih.

Yu Bwee menunggang kuda dan melakukan pengejaran. Baru malam itu ia berhasil menyusul rombongan Kaisar yang tiba di tepi hutan, dan tepat sekali ketika ia tiba di situ, rombongan pengungsi itu sedang dikepung perampok. Ia segera meloncat turun, mencabut pedangnya dan menyerbu, melindungi tiga buah kereta dari serbuan lima orang pimpinan perampok itu sampai muncul Han Le yang membantunya. Setelah menghadapi dua orang pengeroyok saja, Yu Bwee yang merasa lega karena tiba-tiba muncul bantuan yang demikian lihai, mempercepat gerakan pedangnya. Dua orang itu payah mencoba untuk mendesaknya, karena gerakan kaki gadis itu melangkah secara aneh dan selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran empat batang golok itu.

Gadis ini ternyata telah menggunakan Langkah Ajaib Pek-seng Sin-pouw yang dipelajarinya dari Ibunya. Tubuhnya menjadi ringan sekali dan tubuh itu kadang-kadang dapat berputar sedemikan rupa sehingga semua bacokan dan tusukan hanya mengenai tempat kosong belaka walaupun tadinya kelihatan sudah tepat pada sasarannya. Dan sebagai balasan, pedang ditangan gadis itu menyambar-nyambar dengan cepatnya. Akhirnya, dua orang itu tak mungkin dapat menghindar lagi ketika dengan kecepatan kilat, setelah kaki kirinya berhasil menendang roboh seorang pengeroyok, pedang di tangan Yu Bwee menyambar dan merobohkan orang kedua dengan sabetan yang mengenai leher, kemudan dilanjutkan dengan tusukan yang mengenai dada orang pertama yang roboh oleh tendangannya.

Ketika Yu Bwee mengangkat muka menendang ke kanan untuk membantu orang berpakaian putih yang tadi menolongnya, ternyata orang itupun sudah selesai dengan merobohkan tiga orang pengeroyoknya, hanya dengan tangan kosong saja! Orang ketiga baru saja dirobohkannya dengan sebuah tamparan keras, hampir berbareng dengan robohnya dua orang pengeroyoknya. Yu Bwee memandang kagum. Ia sendiri hanya dapat memenangkan pengeroyokan dua orang dengan sebatang pedang di tangan, akan tetapi pemuda berpakaian serba putih itu merobohkan tiga orang pengeroyok dengan tangan kosong saja! Para perampok menjadi terkejut bukan main ketika melihat robohnya lima orang pemimpin mereka.

Terbanglah nyali mereka melihat ini, maka ketika Yu Bwee dan Han Le seperti orang berlumba menerjang para perampok yang berani mendekat, merekapun menjadi panik dan larilah sisa para perampok itu ke dalam hutan! Sekali ini kerugian yang diderita pasukan pengawal amat parah, lebih dari setengah jumlah mereka roboh dan sisanya hanya tinggal dua puluh orang lebih saja. Yu Bwee sendiri cepat menghadap Kaisar dan dua orang permaisurinya. Kaisar masih lemah dan sakit, maka Yu Bwee hanya dapat menghadap permaisuri Cu An dan permaisuri Cu Si saja. Dua orang permaisuri itu tadi melihat sepak terjang Yu Bwee dan mereka kagum, juga senang sekali, akan tetapi mereka tidak mengenalnya. Baru setelah Yu Bwee memperkenalkan diri sebagai puteri guru sastera Yu Kiang dan cucu dari Pangeran Ceng Tiu Ong, dua orang permaisuri itu girang dan Cu An berkata halus.

"Yu Bwee, engkau naiklah ke dalam kereta ini dan temanilah kami. Dengan adanya engkau di samping kami, baru kami merasa aman." Cu Si juga membenarkan permintaan ini dan terpaksa walaupun hatinya tidak merasa suka, Yu Bwee tinggal di dalam kereta menemani dan menjaga mereka. Melihat keadaan para pasukan pengawal, han Le merasa khawatir sekali. kalau terjadi serangan lagi, tentu akan berbahaya keadaan mereka. di Yehol memang ada pasukan besar, akan tetapi karena kekacauan itu, agaknya tidak ada hubungan kepada pemimpin mereka sehingga mereka itu hanya menjaga dan menanti di yehol. han Le lalu menemui komandan dan pasukan pengawal yang juga sudah terluka pangkal lengan kirinya yang kini dibalut.

"Ciangkun, sebaiknya kalau pejalanan dilanjutkan saja agar cepat dapat tiba di Yehol sebelum ada serangan lain dari musuh." Komandan merasa setuju, dan enam orang disuruh menyalakan obor besar sebagai penunjuk jalan yang kini dijalankan lagi melalui jalan-jalan yang rusak, becek bahkan berlumpur. Biarpun amat sukar perjalanan itu, namun akhirnya sampai juga mereka ke perbatasan Yehol dan disambut oleh pasukan penjaga.

Selamatlah keluarga Kaisar sampai di tempat tujuan dan tentu saja keluarga itu amat bersyukur dan berterima kasih kepada Gan Han Le dan juga kepada Yu Bwee karena dua orang muda gagah perkasa inilah yang telah menyelamatkan perjalanan keluarga Kaisar setelah pasukan pengawal terancam oleh musuh yang hampir saja mencelakakan keluarga besar itu. Yu Bwee yang masih berdarah bangsawan kerajaan itu segera digandeng dan diajak masuk ke dalam istana Yehol oleh permaisuri Cu An, sedangkan Han Le cepat dipesan oleh Cu Si untuk masuk dan menghadapnya. Sebenarnya Han Le tidak bermaksud untuk lama tinggal di Yehol. Setelah keluarga Kaisar dapat dengan selamat mencapai Yehol, dia merasa bahwa kewajibannya selesai dan dia ingin pergi saja. Akan tetapi, komandan yang menemuinya mengatakan bahwa itu adalah perintah permaisuri dan siapapun tidak dapat menentang atau membangkang terhadap perintah permaisuri.

Pemuda itu dapat ditangkap dengan tuduhan melawan permaisuri kalau tidak mau menghadap. Karena tidak ingin mendatangkan keributan, Han Le terpaksa masuk ke dalam taman yang luas dari istana itu di mana dia diharuskan pergi menghadap permaisuri kedua itu. Ruangan di tepi taman itu indah bukan main. Lantainya dari marmer biru dan perabot-perabot rungan itu serba indah, Tirai-tirai Sutera beraneka warna membuat suasana di ruangan itu semakin cerah. Bunga-bunga di taman menyiarkan keharuman sampai ke dalam ruangan, ditambah lagi dengan bau dupa harum membuat Han Le seolah-olah memasuki ruangan di kahyangan, merasa seperti mimpi karena selama hidupnya belum pernah dia melihat tempat seindah dan semewah itu. Akan tetapi, sunyi saja di tempat indah itu ketika dia bersama komandan memasukinya. Ketika mereka masuk ruangan, yang nampak hanyalah permaisuri kedua Cu Si bersama tiga orang dayang.

Nampak beberapa orang pengawal yang berjaga di luar ruangan. Ketika komandan itu datang bersama Han Le, mereka disambut oleh seorang thaikam yang bermuka buruk yang bukan lain adalah Li Lian Ying, thaikam (manusia kebiri) yang menjadi kepercayan Cu Si. Thaikam inilah yang membawa mereka menghadap majikannya dan melihat mereka muncul, Cu Si bangkit berdiri dari tempat duduknya, dengan mata bersinar dan wajah berseri ia memandang kepada Han Le. Komandan itu mengajak Han Le untuk menghadap sambil berlutut, dan terdengar Li Lian Ying melaporkan bahwa komandan telah datang membawa pemuda Gan Han Le seperti yang diperintahkan permaisuri itu. Cu Si tersenyum, jantungnya berdebar tegang dan gembira melihat pemuda yang membuatnya tergila-gila itu.

"Terima kasih, Ciangkun," katanya kepada komandan pasukan pengawal,

"Engkau boleh pergi sekarang." Komandan itu mengundurkan diri, meninggalkan Han Le bersama thaikam buruk rupa itu yang masih menghadap permaisuri. Cu Si memberi isyarat kepada Li Lian Ying dan tiga orang dayang yang tanpa berkata-kata lagi lalu pergi meninggalkan ruangan itu, masuk ke dalam. Kini tinggallah Han Le berdua saja dengan Cu Si. Setelah tidak ada orang lain di situ kecuali para pengawal yang berjaga di luar ruangan itu seperti patung, menghadap keluar.

Kembali Cu Si tersenyum melihat pemuda itu masih berlutut sambil menundukkan mukanya. Betapa tampannya pemuda ini, pikirnya. Tampan dan gagah perkasa! Berbeda jauh dengan Kaisar yang lemah dan sakit-sakitan itu. Bahkan perjalanan melarikan diri itupun telah membuat Kaisar jatuh sakit. Han Le sendiri mengerutkan alis ketika menundukkan mukanya. Dia melihat betapa semua orang pergi, tinggal dia sendiri yang belum disuruh mundur oleh permaisuri dan dia merasa tidak enak sekali. Tidak wajar ini, pikirnya dan dia mengharapkan permaisuri itu akan segera menyelesaikan urusannya dan menyuruhnya pergi. Suara wanita itu demikian halus merdu dan penuh wibawa ketika menyuruh komandan tadi pergi. Tiba-tiba terdengar suara itu lagi, merdu dan halus.

"Pendekar muda yang perkasa, siapakah namamu?" Tanpa mengangkat muka, Han Le menjawab,

"Nama hamba Gan Han Le."

"Gan Han Le, bangkitlah dan duduklah di kursi depanku ini, agar lebih enak kita bicara dan angkatlah mukamu agar aku dapat melihat wajahmu." Berdebar keras rasa jantung Han Le mendengar perintah yang dikeluarkan dengan suara lembut ini. Dia meragu, akan tetapi tidak berani membantah dan diapun bangkit dan duduk berhadapan dengan permaisuri itu, lalu mengangkat mukanya. Cantik sekali wanita di depannya itu, masih muda dan memiliki pandang mata tajam menantang. Bibirnya yang tipis merah itu mengulum senyum. melihat betapa mulut dan mata itu seperti hendak melumatnya, Han Le cepat menundukkan lagi mukanya. Diam-diam Cu Si tersenyum lebar dan berahinya semakin berkobar. Kini, Cu An dan para keluarga sedang sibuk mengurusi Kaisar yang jatuh sakit, bahkan tadi sampai pingsan.

Semua orang sibuk di dalam sehingga ia memperoleh kesempatan baik untuk berbuat apa saja di situ tanpa ada yang tahu. Ia tadi hanya mengatakan kepada Cu An bahwa ia hendak memberi hadiah kepada pendekar baju putih yang telah menyelamatkan rombongan keluarga Kaisar di tengah jalan dan tentu saja alasannya yang amat kuat ini menjauhkan kecurigaan siapapun juga. Melihat wajah Han Le ketika memandangnya tadi, hampir tidak kuat ia menahan gairah hatinya. Kalau menurutkan dorongan gairahnya, ingin ia segera menubruk dan merebahkan dirinya di dalam pelukan pemuda yang ganteng itu. Akan tetapi tentu saja ia menahan diri karena mereka berada di ruangan terbuka, dan walaupun di situ tidak ada orang lain kecuali para pengawal yang berjaga seperti patung, akan tetapi tempat itu mudah dilihat orang dari luar.

"Han Le...," suaranya sudah menjadi lain, seperti bisikan, seperti rintihan,

"Kami sekeluarga amat berterima kasih kepadamu..." ia berhenti sebentar untuk menekan guncangan hatinya,

"...dan aku ingin memberi hadiah kepadamu sebagai tanda terima kasih..."

"Hamba mohon Paduka tidak usah repot memeikirkan hal itu, karena hamba melakukannya sebagai suatu kewajiban..."

"Biarpun demikian, kami berhutang budi dan nyawa kepadamu, Han Le. Marilah, kau mengikuti aku ke dalam untuk menerima hadiah itu." Ia bangkit dengan tergesa-gesa dan meninggalkan kursinya. Biarpun hatinya penuh keraguan dan kekhawatiran, namun melihat permaisuri yang telah mengeluarkan perintah itu melangkah masuk, mau tidak mau Han Le juga bangkit berdiri dan mengikuti dari belakang. Nampak olehnya betapa sepasang bukit pinggul itu menari-nari ketika kedua kaki yang kecil itu berlenggang di depannya, pinggang yang ramping itu meliuk ke kanan kiri demikian indahnya.

Makin tegang rasa hati Han Le ketika permaisuri itu mengajaknya memasuki sebuah kamar! Dan dua orang dayang yang tadinya membersihkan kamar itu, segera keluar dan pergi setelah mendapat isyarat dari sang permaisuri. Begitu mereka masuk ke dalam kamar, tanpa ragu-ragu atau malu-malu lagi Cu Si lalu menutupkan tirai tebal yang menutup pintu kamar! Dan sebelum Han Le dapat menenangkan perasaannya yang terguncang, tiba-tiba saja permaisuri itu membalik dan menghadapinya, dekat sekali, lalu tiba-tiba kedua lengan yang kecil halus itu melingkari lehernya seperti dua ekor ular dan hidungnya mencium keharuman yang keluar dari dada dan rambut permaisuri itu.

"Han Le, pondonglah aku ke pembaringan itu, cintailah aku dan engkau akan kuberi hadiah apa saja yang kau inginkan..." bisik permaisuri itu dengan suara gemetar karena gejolak berahinya. Tentu saja Han Le terkejut bukan main. hal ini sama sekali tak pernah disangkanya! hatinya memberontak dan kalau saja dia tidak menguasai perasaannya yang terguncang hebat, tentu dia telah menggerakkan tangan memukul wanita itu! Akan tetapi, untung bahwa dia masih ingat bahwa wanita itu adalah permaisuri dan akan terjadi geger kalau sampai dia membunuhnya. maka, dengan lembut dia melepaskan diri dari pelukan dan melangkah mundur.

"Tidak! Paduka tidak boleh begitu. Hamba pergi sekarang!" tanpa menanti jawaban diapun melompat keluar dari dalam kamar itu dengan langkah lebar dan cepat diapun keluar dari bagian istana di samping dekat taman itu. Sejenak Cu Si tertegun. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa pemuda itu akan menolaknya! Bagaimana seorang laki-laki berani menolaknya? Wajahnya berubah pucat, lalu menjadi merah sekali melihat betapa pemuda itu keluar dengan cepat. Ia lalu bertepuk tangan dan isyarat itu mengundang datangnya lima orang pengawal yang berada paling dekat.

"Kejar orang muda itu, tangkap dia!" bentaknya. Lima orang pengawal itu berserabutan keluar untuk melakukan pengejaran, akan tetapi di dalam hati mereka amat gentar. Sudah mereka ketahui betapa pemuda itu dengan gagah beraninya telah menggagalkan usaha banyak perampok yang menghadang pelarian keluarga Kaisar! Menurut berita yang mereka dengar dari sisa para perajurit pengawal, pemuda itu memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, dan sekarang mereka diutus untuk menangkap pemuda lihai itu! Sementara itu, dengan menahan tangisnya, Cu Si memanggil Li Lian Ying yang merasa heran melihat majikannya duduk lesu dan mata basah air mata.

"Jahanam itu berani menolakku dan agaknya para pengawal jerih untuk menangkapnya. Aih, hatiku sakit hati sekali, Lian Ying!" Cu Si membanting-banting kakinya yang kecil di atas lantai.

"Sungguh kurang ajar sekali, berani dia menolak Paduka!" Li Lian Ying juga berseru sambil mengepal tinju.

"Tentu saja para perajurit yang tolol itu takut kepadanya karena memang dia lihai. Akan tetapi ada satu orang yang akan berani melawannya, agaknya Paduka lupa kepada nona Yu Bwee. Kalau mengutus nona Yu Bwee yang mengejar, tentu orang itu akan dapat ditangkap dan diseret kembali menerima hukuman"

"Aih, engkau benar, Lian Ying. Kenapa aku melupakan gadis itu? Panggil ia ke sini!" Li Lian Ying lari ke dalam istana dan tak lama kemudian, Yu Bwee sudah menghadap permaisuri kedua itu.

"Yu Bwee, pemuda bernama Gan Han Le yang membantu kami di perjalanan itu, setelah tiba di sini berani sekali kurang ajar kepadaku! Kini dia melarikan diri dan kiranya hanya engkau sajalah yang akan mampu mengejar dan menangkapnya! Tangkap dia dan seret di ke sini agar kami dapat memberi hukuman atas kekurang-aj arannya!" Yu Bwee merasa heran dan terkejut, akan tetapi tidak berani mendesak untuk bertanya kekurang-ajaran yang bagaimana telah dilakukan pemuda itu. Ia menyanggupi lalu keluar dari istana, menerima petunjuk para penjaga ke arah mana larinya pemuda berpakaian putih itu dan iapun melakukan pengejaran dengan cepat. Setelah Yu Bwee berangkat, Cu Si masih merasa gelisah. ia ingin menangkap Han Le, bukan hanya karena merasa malu dan sakit hati ditolak pemuda itu, akan tetapi juga khawatir kalau-kalau pemuda itu akan bercerita di luaran akan rayuannya yang gagal. Karena itu Han Le harus dapat ditangkap, harus dibunuh!

Munculnya seorang dayang yang melapor sambil menangis bahwa keadaan Kaisar menjadi semakin parah, membuyarkan lamunan Cu Si dan iapun bergegas masuk ke dalam istana, menuju ke kamar di mana Kaisar menderita sakit parah, dirubung oleh para selir dan dayang dan ditangisi oleh Cu An,permaisuri pertamanya. Dengan mempergunakan ilmu berlari cepat, Yu Bwee akhirnya dapat menyusul Han Le setelah matahari condong ke barat. Pemuda itu sedang mendaki lereng sebuah bukit dan nampak dari jauh oleh Yu Bwee karena pakaiannya yang serba putih itu mudah dilihat dari jauh. Gadis inipun cepat berlari mendaki bukit dan akhirnya dapat menyusul di puncak bukit yang memiliki tanah datar penuh rumput hijau.

"Sobat yang berada di depan, perlahan dulu!" Yu Bwee berteriak dari belakang dan Han Le menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuh. Dia tersenyum mengejek karena sejak tadi diapun tahu bahwa ada orang berlari cepat mendaki bukit, agaknya hendak mengejarnya. Akan tetapi di balik senyumnya, diapun merasa heran mendapat kenyataan bahwa yag mengejarnya adalah gadis perkasa yang pernah membantunya melindungi keluarga Kaisar, gadis yang amat lihai permainan pedangnya itu!

"Ah, kiranya engkau yang melakukan pengejaran, nona. Kita tidak saling kenal dan tidak mempunyai urusan, oleh karena itu, apakah kepentingan yang mendorongmu untuk mengejarku?" Dua pasang mata bertemu dan sejenak, mereka saling berpandangan, penuh selidik. Pemuda ini sungguh tampan, dengan mata yang agak membiru sehingga nampak aneh, pikir Yu Bwee. Ia masih belum mengerti apa yang telah dilakukan pemuda ini maka permaisuri demikian marahnya, mengatakannya kurang ajar dan ingin menghukumnya. Kurang ajar sikapnya, ataukah... hanya ada semacam kekurang- ajaran seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, apalagi kalau perempuan itu demikian cantik jelita dan menarik seperti permaisuri Cu Si!

"Bukankah engkau yang pernah melindungi keluarga Kaisar, dan baru pagi tadi meninggalkan istana Yehol?" tanya Yu Bwee, ingin kepastian.

"Benar, dan engkau adalah gadis berpedang yang ikut pula melindungi keluarga Kaisar," jawab Han Le.

"Aku diutus oleh Permaisuri Cu Si untuk menangkapmu dan membawamu kembali ke istana! Karena itu, menyerahlah dengan baik daripada aku harus mempergunakan kekerasan!" kata Yu Bwee, tidak ingin mencampuri urusan antara pemuda itu dengan permaisuri, juga tidak ingin tahu. Tugasnya hanyalah menangkap dan habis perkara. Han Le mengerutkan alisnya. Di dalam hatinya dia merasa marah bukan main. Permaisuri yang tak tahu malu itu kini bukan sadar dan menyesal akan kelakuannya yang hina dan tidak pantas, malah menyuruh orang untuk menangkapnya! Dan mengapa gadis yang gagah perkasa ini mau saja diperintah untuk menangkapnya? Dan tiba-tiba dia merasa jantungnya seperti ditikam oleh kekecewaan. Apakah gadis yang dikaguminya ini juga seorang wanita semacam permaisuri itu? Alangkah sayangnya kalau benar begitu.

"Nanti dulu, nona. Aku akan mau saja ditangkap dan tidak akan melawan kalau aku mengetahui mengapa aku kau tangkap, dan apa kesalahanku maka engkau mengejarku untuk menangkap." Yu Bwee memandang dengan tajam.

"Permaisuri kedua memerintahku untuk mengejar dan menangkapmu, membawamu kembali ke istana karena engkau telah berani kurang ajar kepada beliau!" Makin mengkal rasa hati Han Le mendengar tuduhan ini. Jelas bahwa permaisuri yang tak tahu malu itu telah memutarbalikkan kenyataan, atau jangan-jangan gadis ini memang jahat seperti majikannya dan menganggap bahwa penolakannya terhadap ajakan permaisuri itu merupakan kekurang-ajaran.

"Nona, tahukah engkau apa yang telah terjadi antara aku dan sang permaisuri?" Wajah Yu Bwee berubah merah dan ia memandang marah,

"Aku tidak tahu dan tidak perduli apa urusannya! Pendeknya, tugasku hanyalah menangkapmu dan habis perkara!" Mendengar ini, legalah hati Han Le. Kalau begitu, gadis ni memang tidak tahu dan bukan membela permaisuri yang jahat, melainkan hanya melaksanakan perintah saja tanpa mengetahui sebabnya.

"Nona, aku melihat bahwa engkau adalah seorang gadis perkasa, seorang pendekar yang tentu akan dapat mempertimbangkan dengan adil setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Nah, aku akan menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi dan kemudian terserah kepadamu apa yang akan kau lakukan. Maukah engkau mendengar keteranganku?" Sejak semula hati Yu Bwee memang sudah tertarik dan kagum kepada pemuda berpakaian serba putih itu, dan iapun dapat menduga bahwa pemuda itu seorang pendekar yang berilmu tinggi. Dan sebagai puteri seorang bangsawan yang sejak kecil tinggal di kotaraja, tentu saja iapun pernah mendengar celotehan orang tentang Yehonala, selir Kaisar yang kini setelah melahirkan seorang putera lalu diangkat menjadi permaisuri kedua Cu Si. Ia pernah mendengar kabar yang buruk tentang permaisuri ini, oleh karena itu, mendengar kata-kata Han Le, ia menjadi bimbang, tidak menjawab, tidak mengangguk akan tetapi juga tidak menggeleng, hanya menanti.

"Sesungguhnya beginilah peristiwanya, nona. Ketika menyelamatkan rombongan dari ancaman para perampok, keluarga Kaisar minta kepadaku untuk terus mengawal, dan hal itu kulakukan sampai mereka selamat tiba di Yehol. Ketika aku hendak meninggalkan Yehol karena tugas itu telah selesai, permaisuri kedua memanggilku menghadap. Kemudian ia menyuruh pergi semua orang, dan mengajakku ke dalam kamar dengan maksud memberi hadiah atas jasaku. Biarpun aku sama sekali tidak mengharapkan hadiah, aku tidak berani menolak dan mengikutinya masuk ke dalam kamar. Akan tetapi apa yang terjadi? Ah, sungguh memalukan sekali kalau diceritakan! Ia bersikap tidak wajar bahkan... tidak tahu malu, membujuk aku melakukan hal-hal yang tidak sopan. Aku menolak dengan marah dan aku menggunakan kekerasan untuk melarikan diri! Nah, begitulah peristiwanya dan kini tahu-tahu ia telah mengutusmu untuk mengejar, menangkap aku dan membawa kembali ke istana!" Wajah Yu Bwee menjadi merah. Sebagai seorang gadis, ia merasa malu sekali mendengar betapa permaisuri membujuk pemuda ini untuk melakukan hal yang tidak sopan. Tanpa dijelaskanpun ia dapat membayangkan apa yang dilakukan oleh permaisuri Cu Si. Hatinya menjadi bimbang dan ragu ketika ia menatap wajah pemuda itu. Sepasang mata yang warnanya seperti warna lautan itu menyinarkan kesungguhan dan kejujuran.

"Hemm, bagaimana aku bisa tahu apakah ceritamu itu benar ataukah bohong? Siapa tahu engkau memutarbalikkan kenyataan?" tanyanya dengan alis berkerut.

"Terserah kepadamu untuk percaya atau tidak, nona. Akan tetapi kalau aku memutarbalikkan kenyataan, kalau aku memiliki niat buruk itu, dengan kepandaianku, perlukah aku melarikan diri dan dapatkah sang permaisuri lolos dariku setelah aku diajaknya ke dalam kamarnya?" Kembali sepasang pipi Yu Bwee menjadi merah sekali. memang tak dapat dibantah kebenaran kata-kata pemuda ini. pemuda ini lihai sekali. Kalau memang mempunyai niat buruk terhadap permaisuri itu, apa sukarnya? Dan mengapa pula pemuda itu melarikan diri? Akan tetapi, biarpun ia mulai percaya akan kebersihan pemuda ini, ia masih belum melepaskannya. Di samping tugas yang dibawanya dari Yehol untuk menangkap pemuda ini, juga ada keinginan pribadi yang timbul, yaitu ia ingin sekali menguji kepandaian pemuda yang menarik hatinya itu.

"Percaya atau tidak bagi sang permaisuri tidak ada pilihan lain. Aku harus menangkapmu!"

"Hemm, kalau engkau tidak mau melihat kenyataan dan berkukuh hendak melaksanakan perintah sang permaisuri, berarti engkau membantu yang salah, nona. Dan tentu saja akupun tidak sudi kalau harus kembali kepada siluman betina itu!"

"Tidak perlu memaki! Aku memang ingin melihat sampai di mana kelihaianmu!" Berkata demikian, Yu Bwee memasang kuda-kuda, siap untuk menyerang. han Le melihat dan hatinya senang. gadis itu tidak mencabut pedang, melainkan hendak mempergunakan tangan kosong dan hal ini hanya dapat diartikan bahwa gadis itu memang hanya ingin menguji kepandaian, bukan mengajak berkelahi! Walaupun dia tidak gentar andaikata gadis itu menggunakan pedang sekalipun. Akan tetapi kalau terjadi demikian, dia akan kecewa dan menyesal. Dia tidak ingin bermusuhan dengan gadis yang amat jelita ini, bahkan ingin bersahabat dengannya.

"Baiklah kalau memaksa, akupun ingin menguji kepandaianmu, nona," katanya dan baru saja dia berhenti bicara, gadis itu telah menerjangnya dengan dahsyat. Kedua tangan gadis itu mengirim pukulan dengan telapak tangan terbuka seperti orang mendorong, akan tetapi dari kedua telapak tangan itu timbul kekuatan dahsyat yang berhawa dingin.

"Bagus!" seru Han Le yang mengerti bahwa gadis itu sengaja mengeluarkan tenaga sinkang dan diapun ingin menguji kekuatan gadis itu dan dia menyambut kedua telapak tangan itu dengan kedua tangannya sendiri.

"Plak! Pakk!" Tubuh Yu Bwee terdorong mundur, akan tetapi dengan terkejut sekali Han Le merasakan betapa ada hawa dingin menyusup ke dalam tubuhnya melalui telapak tangan yang bertemu dengan telapak tangan gadis tadi. Cepat dia mengerahkan tenaga sinkang dan membendung aliran tenaga dalam yang berhawa dingin itu agar tidak sampai melukainya. Keduanya merasa kagum, karena Yu Bwee tadi merasa betapa dorongannya bertemu dengan kekuatan seperti benteng baja yang membuat ia terdorong mundur. Yu Bwee lalu menyerang lagi, kini tubuhnya bergerak cepat, kaki tangannya mengirim serangan bertubi-tubi dan setiap serangan mengandung tenaga yang amat kuat. Diam-diam Han Le kagum bukan main,

Akan tetapi pemuda ini mempergunakan kecepatan gerakan tubuhnya untuk mengelak atau menangkis. Dia selalu mengalah dan jarang membalas karena memang dia tidak ingin merobohkan
(Lanjut ke Jilid 14)
Pemberontakan Taipeng (Seriall 02 - Pedang Naga Kemala)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

Jilid 14
gadis itu. Yu Bwee telah mewarisi ilmu dari Ibunya dan Ceng Hiang adalah seorang wanita yang beruntung sekali mewarisi ilmu- ilmu dari keturunan keluarga Para Pendekar Pulau Es! Akan tetapi, karena ia bukan keturunan langsung, maka ilmu-ilmu dari Pulau Es yang diwarisinya itu hanya merupakan sisa-sisa saja dari ilmu-ilmu aselinya. Bagikan air yang sudah mengalir jauh, tentu saja tidak dapat disamakan dengan air yang baru keluar dari sumbernya. Kepandaian yang dimilikinya dari Ibunya itu tentu saja belum ada sepuluh prosen dari ilmu-ilmu Pulau Es! Namun cukup membuat Ibunya menjadi seorang wanita yang amat lihai,

Bahkan ia sendiripun menjadi seorang gadis yang sukar dikalahkan oleh ahli silat sembarangan saja. Baru tenaga sinkang yang dipergunakannya tadi saja, yang berhawa dingin, adalah sinkang yang amat hebat, yang dinamakan Soat-im Sin-kang (Tenaga Sakti Inti Salju) yang merupakan ilmu dari keluarga Pulau Es. Akan tetapi tentu tidak sedahsyat aselinya. Di lain pihak, Han Le mewarisi ilmu-ilmu dari Bu Beng Kwi atau Koan Jit yang menjadi murid pertama dari mendiang Thian-tok, seorang di antara Empat Racun Dunia yang sakti. Ilmu silat tangan kosong Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang telah dikuasainya dengan baik membuat pemuda berpakaian putih ini lihai sekali. Ketika tiba giliran Han Le untuk mengeluarkan ilmunya dan membalas, bukan dengan maksud merobohkan, hanya untuk menguji dan mendesak,

Pemuda ini kaget dan kagum ketika tubuh lawan itu selalu dapat mengelak dan gadis itu mempergunakan langkah-langkah aneh yang selalu membuat tubuhnya berada di luar jangkauan serangannya! Itulah Pek-seng Sin-pouw (Langkah Ajaib Seratus Bintang) yang dimainkan oleh Yu Bwee dari Ibunya, yang secara kebetulan menemukan kitab peninggalan Tat Mo Couwsu yang mengajarkan ilmu langkah ajaib itu. Mereka saling serang sampai seratus jurus dan Yu Bwee mulai berkeringat. Belum pernah ia dapat menyentuh tubuh lawan walaupun lawannya juga belum pernah dapat menyentuhnya. Yu Bwee tidak tahu bahwa sesungguhnya pemuda berpakaian putih itu selalu mengalah. Walaupun ia memiliki Pek-seng Sin-pouw, kalau Han Le menyerang dengan sepenuh kemauan, walaupun ia dapat bertahan tidak urung ia akan dapat dirobohkan oleh pemuda itu.

Han Le sudah merasa cukup menguji ilmu kepandaian gadis itu dan dia merasa kagum bukan main, juga semakin tertarik, karena gadis itu selain memiliki kecantikan yang luar biasa, ternyata memiliki ilmu silat yang aneh-aneh dan lihai bukan main. Juga gadis ini bukan seorang yang ganas, buktinya biarpun tidak mampu mengalahkannya, belum juga gadis itu mau mencabut pedang. Padahal ketika menghadapi perampok, begitu terjun ia sudah mengeluarkan pedangnya dan sungguh amat berbahaya. Ketika tangan kanan Yu Bwee meluncur dan mencengkeram ke arah dadanya, Han Le sengaja memperlambat gerakan mengelak, akan tetapi diam-diam dia melindungi kulit dadanya dengan ilmu kebal Kim-ciong-ko sehingga jari-jari tangan gadis itu meleset dari kulitnya yang menjadi keras dan licin, dan yang kena dicengkeram hanyalah bajunya saja.

"Bretttt...!" baju di bagian dadanya itupun terobek selebar tangan! Keduanya melompat mundur dan Yu Bwee masih memegang kain robekan baju putih sambil tersenyum penuh kemenangan. Bagaimanapun juga, gadis ini merasa girang dan bangga karena bukankah dengan robeknya baju di bagian dada itu membuktikan bahwa ia lebih unggul? Han Le yang meloncat ke belakang itu lalu menjura.

"Nona, sungguh lihai sekali, aku mengaku kalah." Giranglah hati Yu Bwee. Pemuda ini meupakan lawan yang amat tangguh, dan rendah hati sehingga mudah mengaku kalah begitu saja, padahal ketika tangannya mencengkeram dada tadi, ia merasa betapa dada itu keras seperti baja dan licin sekali sehingga tangannya hanya berhasil merobek baju. Ia menduga bahwa pemuda itu memiliki ilmu kekebalan yang hebat. Sikap ini mendatangkan rasa suka di hatinya dan ia semakin ragu apakah ia harus memaksa pemuda ini untuk kembali ke istana.

"Sudahlah, tidak mudah mengalahkanmu. Sesungguhnya, benarkah apa yang kau ceritakan tentang sikap sang permaisuri tadi?"

"Aku Gan Han Le bukanlah orang yang suka berbohong," kata Han Le

"Namamu Gan Han Le? Aku bernama Yu Bwee..." Otomatis gadis itu memperkenalkan diri.

"Aku girang sekali dapat berkenalan denganmu, nona Yu Bwee. Sungguh mengherankan sekali melihat seorang gadis berbangsa Mancu memiliki ilmu silat yang demikian lihainya."

"Aku tidak sepenuhnya keturunan Mancu. Dalam darah Ayahku mengalir pula darah Han. Aku hanya seorang peranakan. Dan engkau? Kulihat engkau berbeda dengan pemuda Han yang biasa. sepasang matamiu itu..."

"Agak kebiruan?" Han Le berkata dan merasa sebal dengan dirinya sendiri.

"Memang, akupun seorang peranakan. Ayahku seorang Han aseli, akan tetapi Ibuku seorang kulit putih..."

"Ahhh...!"

"Hemm, engkau heran dan...memandang rendah? Tidak aneh karena semua orang membenci orang kulit putih, akan tetapi biarpun ia seorang wanita kulit putih, Ibuku bijaksana dan membantu perjuangan rakyat, Ayahku yang sudah tiada juga seorang pendekar dan pahlawan rakyat pejuang..."

"Aih, kalau begitu benar! Ayahmu tentu Gan Seng Bu!" Han Le terkejut. Tadi dia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis itu terkejut bukan karena mendengar Ibunya berkulit putih, melainkan terkejut karena agaknya dapat menduga siapa adanya Ayahnya yang menikah dengan wanita kulit putih. Rasa bangga menyelinap di dalam hatinya.

"Engkau mengenal Ayahku?" Yu Bwee menggeleng kepala.

"Tidak mengenal orangnya, hanya mendengar namanya dari cerita Ibu. Ibupun, walaupun puteri seorang pangeran Mancu, amat akrab dengan para pendekar pejuang dan sering bercerita tentang para pendekar sehingga ketika engkau mengatakan bahwa Ibumu seorang kulit putih, aku teringat akan pendekar Gan Seng Bu yang menikah dengan wanita kulit putih." Yu Bwee berhenti sebentar dan mereka kini saling pandang, dengan sinar mata lain, penuh kagum.

"Aku tahu bahwa Ayahmu telah gugur, akan tetapi di mana Ibumu?" Pertanyaan ini bagaikan sebatang pedang menusuk jantungnya. Han Le menjadi agak pucat dan diapun menarik napas panjang, teringat betapa Ibunya telah menjadi isteri Koan Jit, musuh besar yang telah membunuh Ayahnya! Ibunya telah berkhianat.

"Ibu juga sudah meninggal dunia," jawabnya singkat.

"Ah, kasihan sekali engkau, Han Le. Sekarang, setelah mengenal siapa adanya dirimu, aku percaya padamu. Memang, sudah banyak kabar desas-desus yang kudengar tentang permaisuri kedua itu. Biarlah, akan kukatakan bahwa aku tidak berhasil menyusulmu."

"Terima kasih, Yu Bwee, aku tahu bahwa engkau memang baik sekali dan seorang gadis berjiwa pendekar yang gagah perkasa." Yu Bwee memandang robekan kain putih yang masih berada di tangannya dan sadar bahwa sejak tadi ia memeganginya, ia lalu melepaskannya sehingga kain putih itu melayang jatuh ke atas tanah, dan iapun memandang ke arah baju di bagian dada berlubang itu.

"Maafkan, aku tadi telah merobek bajumu..." katanya.

"Tidak mengapa, Yu Bwee, masih untung bahwa engkau hanya merobek baju, bukan kulit dagingku." Tiba-tiba saja terdengar suara bentakan,

"Gan Han Le, menyerahlah sebelum kami terpaksa menembakmu! Menyerah untuk menjadi tawanan kami!" dan tiba-tiba saja muncul dari balik semak-semak dua orang perwira tentara kerajaan yang menodongkan dua buah senapan ke arah Han Le!

"Nona Yu, minggirlah dan jauhi pemuda itu!" kata orang kedua. Yu Bwee mengenal mereka sebagai dua orang perwira pengawal yang tentu diutus pula oleh permaisuri Cu Si untuk melakukan pengejaran dan mereka membawa senjata senapan! Sungguh berbahaya, pikir Yu Bwee. Ia sudah tahu akan hebatnya senjata api itu, yang dalam jarak jauh amat sulit dilawan dengan ilmu silat, lebih berbahaya dari senjata rahasia apapun juga karena amat tepat dan mematikan. Ia tidak mau mundur, akan tetapi bahkan Han Le yang melangkah mendekati dua orang itu sampai jarak antara mereka hanya kurang lebih lima belas meter. Pemuda itu bersikap tenang sekali, bahkan mulutnya tersenyum ketika dia berkata dengan nada menentang. Dia menjaga agar gadis itu tidak berada di belakangnya.

"Kalau aku tidak menyerah, lalu kalian mau berbuat apakah?"

"Kami akan menembakmu mampus!" bentak mereka bergantian dan moncong bedil mereka telah ditodongkan ke arah dada Han Le.

"Han Le, menyerah sajalah, terlalu berbahaya melawan mereka yang memegang senapan!" kata Yu Bwee dengan khawatir sekali melihat sikap Han Le yang agaknya tidak mau menyerah itu.

"Tidak! Aku tidak sudi menyerah!" Tiba-tiba Han Le menerjang ke depan dan begitu moncong sebatang senjata api memuntahkan api, tubuhnya sudah bergulingan.

"Darr...!" peluru itu berdesingan lewat di atas tubuh yang masih bergulingan dan sambil bergulingan, Han Le sudah mencabut pistol kecil dari pinggangnya.

"Klek-klek!" Dia membuka kuncinya, lalu menembak.

"Darr...!" Penembak pertama tadi terjungkal roboh.

"Darr...!" orang kedua menembak, akan tetapi kembali Han Le sudah bergulingan dan membuka kunci pistol membuang tempat peluru pertama dan ketika lawannya sedang sibuk mengisi peluru dia sudah melompat bangkit dan kembali pistolnya meledak.

"Darr...!" dan perwira kedua itupun terjungkal. Keduanya tewas seketika karena peluru pistol yang ditembakkan Han Le tepat mengenai kepala sampai tembus!

Han Le tidak memperdulikan mereka, melainkan memandang ke sekeliling untuk melihat kalau-kalau masih ada musuh. Akan tetapi sunyi saja di puncak bukit itu, agaknya hanya mereka berdualah yang tadi datang. Dia lalu melangkah kembali menghadapi Yu Bwee yang memandang kepadanya denga kagum. Pemuda ini selain lihai ilmu silatnya, juga amat pandai mempergunakan senjata api. Untung bahwa sejak semula ia sudah merasa kagum, tertarik dan suka kepada Han Le sehingga ketika ia hendak menangkapnya tadi, ia tidak mencabut pedangnya. kalau sampai mereka bermusuhan dan Han Le mencabut pistolnya, tentu ia akan tewas pula dengan amat mudahnya seperti kedua orang perwira itu.

"Terpaksa aku mendahului mereka, kalau tidak... tentu aku yang menjadi korban," katanya seolah-olah minta maaf kepada Yu Bwee.

"Engkau tahu bahwa bagaimanapun juga, aku tidak sudi kembali ke istana Yehol." Yu Bwee hanya mengangguk dan matanya mengamati wajah pemuda itu penuh kekaguman.

"Yu Bwee, aku pergi sekarang, senang sekali telah dapat berkenalan denganmu. Selamat tinggal, Yu Bwee."

"Selamat jalan..." Pemuda itu membalikkan tubuh, akan tetapi baru melangkah tiga langkah, dia berhenti dan membalik kembali menghadapi Yu Bwee.

"Yu Bwee, aku... aku ingin sekali menyimpan benda milikmu untuk menjadi kenangan dan peringatan pertemuan ini... relakah engkau memberikan kepadaku...?" Sejenak Yu Bwee bingung, tidak tahu apa yang dimaksudkan, akan tetapi wajahnya menjadi kemerahan ketika ia dapat menyelami maksudnya. Ia menjadi bingung tak tahu harus menjawab bagaimana.

"Benda... benda apa maksudmu."

"Tusuk kondemu yang kiri..." Yu Bwee meraba kepalanya dan matanya terbelalak. Rambutnya digelung ke belakang dan dua batang tusuk konde dari emas di situ, akan tetapi kini tusuk konde yang kiri sudah lenyap!

"Tusuk kondeku lenyap...!" katanya. Han Le mengeluarkan tusuk konde itu dari saku bajunya.

"Inilah benda itu, Yu Bwee. Maaf, sudah kuambil ketika kita bertanding tadi dan tadinya hendak kusimpan, akan tetapi aku tidak ingin menjadi pencuri, maka aku minta dengan terang-terangan. Kalau engkau keberatan, benda ini akan kukembalikan kepadamu, kalau boleh, akan kusimpan sebagai kenangan." Berdebar rasa jantung Yu Bwee dan mukanya sebentar pucat sebentar merah. Betapa bodohnya menganggap diri lebih pandai dalam ilmu silat daripada Han Le! Kiranya diam-diam pemuda itu telah berhasil mencabut tusuk konde tanpa ia mengetahui. Padahal, tusuk konde itu dekat dengan tengkuknya, dan kalau pemuda itu menghendaki, bukan tusuk konde yang dicabut, melainkan nyawanya melalui totokan pada tenkuk! Dan pemuda perkasa ini ingin menyimpannya sebagai tanda mata, sebagai kenangan! Ia berusaha mejawab, akan tetapi lehernya seperti tersumbat rasanya dan ia hanya dapat mengangguk dan mengeluarkan suara lirih,

"... simpanlah!"

"Terima kasih, Yu Bwee, aku tidak akan melupakanmu selama hidupku, selamat tinggal!"

"Selamat berpisah..."

Sekali dua kali meloncat saja tubuh itu berubah menjadi bayangan putih yang berkelebatan dan lenyap ke bawah puncak. Sejenak Yu Bwee berdiri termenung, dan ia merasa heran sekali mengapa tiba-tiba saja hidup ini terasa begini sunyi dan kosong, Ia merasa seperti kehilangan dan kesepian. Ketika ia menunduk, nampak robekan kain putih itu dan seperti di luar kesadarannya sendiri ia membungkuk dan menjumput kain itu, sejenak diamatinya kain putih itu dan sambil menarik napas panjang, robekan kain selebar tangan itupun dimasukkannya ke dalam saku bajunya! Iapun pergi meninggalkan puncak dengan cepat, menuju ke Yehol untuk membuat laporan palsu kepada permaisuri Cu Si. Kalau kedua orang perwira bersenjata api tadi tidak tewas, entah apa yang harus dilaporkan.

Akan tetapi sekarang ia dapat melapor bahwa usahaya mencari Han Le gagal dan bahwa ia... tidak bertemu dengan pemuda itu. Kemalangan yang bertubi-tubi menimpa Kerajaan Ceng dan hampir saja menghancurkan Kerajaan Mancu itu. Peking diserbu dan diduduki musuh, yaitu orang-orang kulit putih. Kaisar Hsian Feng yang usianya baru tiga puluh tahun lebih itu, setelah berhasil mengungsi ke Yehol, jatuh sakit berat yang membawa kematiannya! Kaisar Hsian Feng meninggal dunia dalam usia muda dan di dalam pengungsian di Yehol. Tentu saja hal ini menggegerkan, akan tetapi keluarga Kaisar dan para pembesar dapat merahasiakan hal ini agar tidak membuat kedaan menjadi semakin kacau dan lemah. Pangeran Kung ditugaskan oleh para pembesar yang mewakili pemerintah untuk membuat perjanjian pedamaian dengan orang-orang kulit putih.

Dalam hal ini, sebagai negara yang kalah, tentu saja pemerintah Mancu menerima syarat-syarat yang disodorkan oleh orang kulit putih. Perdamaian yang berat sebelah dan menguntungkan bangsa kulit putih yang diperbolehkan membuka kantor perdagangan di manapun juga! Bahkan Peking yang sejak berabad lamanya menjadi kota terlarang, kini harus dibuka untuk para duta negeri Eropa untuk bertempat tinggal, dengan dasar persamaan hak. Banyak sekali daerah yang tadinya tunduk untuk menjadi bagian kekuasaan pemerintah Ceng, kini terjatuh ke tangan orang kulit putih. Dalam tahun 1862 Bangsa Perancis memperoleh Cochin Cina, kemudian tahun 1863 menguasai Kamboja dan tahun 1867 menguasai Annam Macao juga resmi menjadi milik Portugal. Birma menjadi jajahan Inggris.

Bukan hanya negara-negara selatan yang dicaplok oleh orang-orang kulit putih, akan tetapi semua kota pelabuhan di sepanjang pesisir selatan dan timur harus dibuka untuk mendaratkan kapal-kapal dagang mereka. Dalam perjanjian yang diadakan setelah Peking jatuh dalam tahun 1860-1861 itu, Pangeran Kung berjasa besar. Pangeran Kung adalah adik mendiang Kaisar Hsian Feng, yang memimpin pasukan kerajaan. Ketika mengetahui bahwa ajalnya akan tiba Kaisar Hsian Feng lalu mengumpulkan para pembantunya. Tiga orang Menteri dan lima orang Jenderal yang ikut pula mengungsi ke Yehol untuk mengatur upacara pengangkatan putera mahkota sebagai pengganti Kaisar. Putera mahkota itu adalah Pangeran Cai Chun, yaitu putera dari Yehonala atau Cu Si, satu-satunya putera Kaisar Hsian Feng, yang pada waktu itu baru berusia enam tahun!

Cai Chun diangkat menjadi Kaisar dengan julukan Kaisar Chi Hsiang, dan delapan orang pembesar itu oleh Kaisar yang telah berada di ambang kematian itu diangkat menjadi wakil Kaisar yang akan mengatur pemerintahan atas nama Kaisar cilik yang tentu saja belum mengerti apa-apa itu. Di antara delapan orang pembesar tinggi yang diangkat menjadi wakil Kaisar cilik itu adalah Su Shun, seorang pembesar yang cerdik, berambisi besar dan menjadi pucuk pimpinan di antara mereka yang delapan orang itu. Namanya sudah terkenal sebagai seorang pembesar yang licik, berkuasa dan banyak sudah dia mengangkat orang-orang Han menjadi pembesar, asal mampu memeberi sogokan yang besar. Dia terkenal sebagai seorang pembessr yang korup, namun karena cerdik dan berkuasa besar, tidak ada yang berani menentangnya.

Sungguh sama sekali tidak disangka oleh Su Shun, pembesar yang sudah berpengalaman dan cerdik ini, bahwa dia akan medapatkan penentang dan musuh yang sama sekali tak disangka-sangkanya, dan yang dalam hal kecerdikan bahkan mengatasinya! Musuh itu bukan lain adalah Yehonala atau permaisuri Cu Si yang kini, setelah puteranya diangkat menjadi Kaisar, otomatis menjadi Ibu Suri Cu Si! Su Shun tidak megira bahwa dalam kepala cantik yang masih muda itu, terdapat ambisi yang jauh lebih besar daripada ambisinya, dan terdapat kecerdikan yang lebih lihai! Niuhulu atau permaisuri pertama Cu An yang kini menjadi Ibu Suri Pertama, sebagai permaisuri pertama tentu saja memiliki kekuasaan besar. Dengan cerdiknya, Cu Si minta persetujuan para pembesar bahwa ia dan Ibu Suri Cu An diangkat menjadi wakil Kaisar yang masih kecil itu pula, mewakili Kaisar dalam mengambil keputusan yang diajukan oleh Delapan Wakil Kaisar yag menjalankan roda pemerintahan.

Dengan demikian, tentu saja seolah-olah Cu Si menempatkan dirinya dan Ibu Suri Cu An di tempat yang lebih tinggi kekuasaannya daripada delapan pembesar tinggi itu. Hal ini ditentang oleh Su Shun dan teman-temannya, dengan alasan bahwa tidak terdapat peraturan seperti itu semenjak Kerajaan Ceng berdiri. Ibu Suri Cu An sendiri, seorang yang lemah dan tidak berambisi, tidak perduli akan itu semua. Akan tetapi tidak demikian dengan Ibu Suri Cu Si. Ia segera bertindak, membujuk Cu An bahwa delapan orang pembesar itu tidak setia dan dapat mencelakakan Kaisar dan keluarganya. Bahkan ia berhasil membujuk Ibu Suri Cu An untuk mengirim surat kepada Pangeran Kung yang menguasai balatentara untuk datang ke Yehol dan merundingkan bagaimana untuk meghadapi Su Shun dan kawan-kawannya.

Su Shun juga tidak tinggal diam. Disebarnya mata-mata dan dilakukanlah segala usaha untuk memisahkan dua orang Ibu Suri itu dengan Pangeran Kung, yang pertama tetap di Yehol dan yang kedua di Peking dan tidak memberi jalan kepada mereka untuk saling bertemu. Segala jalan dilakukan untuk menghalangi pertemuan atau hubungan di antara mereka. Su Shun dan kawan-kawannya menyatakan bahwa tidak pantas bagi Pangeran Kung untuk menemui ipar-ipar perempuan dan tidak baik meninggalkan tugasnya di Peking yang masih dalam keadaan gawat, dan sebagainya. Karena malu hati, Pangeran Kung juga tidak berani berterang dan menghubungi dua orang kakak iparnya itu.

Perasaan malu ini oleh Su Shun dan kawan- kawannya dianggap sebagai perasaan takut dan mereka memandang rendah kepada kekuasaan Pangeran Kung yang mengepalai balatentara dan yang mendapatkan kesan baik di mata pasukan kulit putih, karena berhasilnya perjanjian perdamaian itu. Juga pihak Ibu suri, terutama sekali Ibu Suri Cu Si, tidak tinggal diam. Ia berusaha keras untuk menjatuhkan delapan orang yang dianggap menjadi saingannya itu. Cai Chun yang kini menjadi Kaisar Chi Hsiang adalah anaknya! Seharusnya ialah yang menjadi wali dan wakil Kaisar selagi Kaisar masih bocah, bukan delapan orang pejabat tinggi itu. Dalam usaha Cu Si untuk berhubungan dengan Pangeran Kung di kotaraja, Yu Bwee berjasa sekali. Gadis perkasa inilah yang menjadi jembatan dan dengan kepandaiannya yang tinggi,

Yu Bwee dalam melakukan perjalanan bolak-balik dari Kotaraja ke Yehol dan sebaliknya, membawa pesan-pesan dan surat-surat antara Ibu Suri Cu Si dan Pangeran Kung! Tugas ini bukan tidak berbahaya. Beberapa kali Yu Bwee dihadang dan diserang oleh mata-mata yang disebar oleh Su Shun dan kawan-kawanya, namun gadis perkasa itu berhasil mengalahkan mereka semua dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Akhirnya, kedua pihak dapat mengadakan perundingan lewat perantaraan Yu Bwee dan Pangean Kung dapat menghadap Kaisar di Yehol, bahkan Kaisar bocah ini, diwakili oleh Ibu Suri, mengangkat Pangeran Kung menjadi perdana menteri yang bekuasa penuh. Ketika Kaisar dan kedua Ibu Suri kembali ke kotaraja Peking, delapan pejabat tinggi yang dituduh berkhianat itupun ditangkap!

Su Shun yang melarikan diri dapat dikejar dan ditangkap, dihukum mati, ada pula yang dihukum minum racun, dipenjara selama hidup atau dibuang. pendeknya, semua lawan dan kaki tangan mereka tidak ada yang diampuni oleh Ibu Suri Cu Si dan semenjak itu, Ibu Suri Cu Si seolah-olah memegang kendali pemerintahan mewakili puteranya! Memang benar di sampingnya masih ada Ibu Suri Cu An yang kedudukannya lebih tinggi, namun Ibu Suri ini lemah dan tidak pernah mau mencampuri urusan pemerintahan, berbeda dengan Cu Si yang gila kekuasaan dan mulailah wanita ini menguasai kerajaan sampai hampir lima puluh tahun lamanya! Namun, di samping ambisinya yang berkobar-kobar untuk menjadi orang yang paling berkuasa di seluruh negeri, Ibu Suri Cu Si juga merupakan seorang wanita yang panas, yang besar sekali nafsu berahinya.

Semenjak gadis ia diperisteri mendiang Kaisar Hsian Feng yang lemah karena terlalu bayak pelesir, apalagi ia ditinggal mati dalam usia yang amat muda, bagaikan bunga sedang mekar-mekarnya, sedang haus-hausnya akan kepuasan batin. Oleh karena itu, kembali ia merasa kesepian, merana dan hiburan yang ia dapatkan dari Li Lian Ying, thaikam kepercayaannya itu, tidak lagi mampu memuaskan dahaga yang menyiksanya. Dan melihat junjungannya seperti cacing kepanasan atau ikan di daratan, kembali Li Lian Ying yang cerdik itu yang datang menolong. Thaikam ini mengetahui rahasia seorang thaikam lain yang bernama An Tek Hai, seorang laki-laki tinggi besar yang bertubuh kuat. Rekannya ini sudah dikebiri seperti dia juga, akan tetapi pengebirian terhadap An Tek Hai belum sempurna benar sehingga thaikam yang satu ini tidak sepenuhnya mati kejantanannya.



Dewi Ular Eps 9 Pedang Naga Kemala Eps 22 Pedang Naga Kemala Eps 21

Cari Blog Ini