Ceritasilat Novel Online

Kasih Diantara Remaja 14


Kasih Diantara Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 14




Hoa Hoa Cinjin mengangkat dada. "Begitukah? Boleh kita coba!"

"Majulah!" dua orang iblis itu memasang kuda-kuda dan siap untuk mengadu tenaga.

Hoa Hoa Cinjin melompat maju, meluruskan kedua lengan dan di lain saat sepasang lengannya sudah bertemu dengan dua pasang lengan Tung-hai Siang-mo dan tiga orang ini saling mendorong, mengerahkan tenaga masing-masing! Ramai sekali adu tenaga ini sampai Hoa-ji bertepuk tangan saking gembiranya. Bhok-kongcu berusaha mencegah, namun tiga orang kakek yang sudah panas perutnya itu mana mau saja?

Han Sin benar-benar merasa mendongkol dan jemu melihat lagak orang-orang kang-ouw yang sedikit-sedikit menonjolkan kepandaiannya ini. Agaknya bagi para tokoh kang-ouw itu, yang terpenting dalam hidup hanyalah memamerkan kepandaian dan bertempur untuk mencari kemenangan! Ia melangkah maju dan berkata tak senang.

"Sam-wi ini orang-orang tua seperti bocah-bocah saja! Kalian mengaku pembantu dari Bhok-kongcu, pembantu-pembantu macam apa ini? Ikut-ikutan ke sini bermaksud membantu Bhok-kongcu mencari pusaka itu atau hanya untuk saling cakar? Masing-masing tidak mampu menggeser batu, malah saling gempur. Kalau tenaga itu semua disatukan mendorong batu, itulah lebih baik dari pada saling dorong seperti bocah tak tahu aturan!"

Ucapan ini dikeluarkan dengan suara yang demikian nyaringnya sehingga pengerahan lweekang tiga orang itu menjadi terganggu, bahkan Hoa-ji dan Bhok-kongcu sampai merasa sakit anak telinganya. Mereka kaget bukan main dan memandang kepada Han Sin dengan bengong.

Adapun Hoa Hoa Cinjin dan Tung-hai Siang-mo, ketika mendengar omongan ini lalu sadar. Tadi mereka hampir lupa bahwa mereka berada di situ atas perintah Bhok-kongcu, bahkan mereka telah saling adu kekuatan di depan Bhok-kongcu, lupa akan tugas mereka diajak ke situ. Segera mereka menarik tenaga masing-masing dan memandang kepada Bhok-kongcu dengan muka merah. Pangeran muda ini agak cemberut.

"Maaf kongcu. Pinto telah menuruti nafsu," kata Hoa Hoa Cinjin dan dua orang iblis itupun mengangguk-angguk di depan Bhok-kongcu.

"Hoa Hoa Cinjin, apa yang diucapkan bocah ini memang ada betulnya. Mari kita bertiga mendorong batu keparat ini, masa tidak kuat?" kata Ji Kong Sek. Hoa Hoa Cinjin mengangguk dan mereka lalu menghampiri batu segi tiga itu. Tenaga tiga orang yang tadinya diadu itu kini bersatu mendorong batu. Hebat bukan main tenaga tiga orang ini. Batu itu perlahan-lahan tergeser.

Melihat bahwa di balik batu itu terdapat gua, Bhok-kongcu menjadi girang dan turun tangan ikut mendorong, demikian pula Hoa-ji. Hanya Han Sin yang berdiri saja memandang, diam-diam ia pun merasa girang bahwa peta itu ternyata tidak bohong. Tentu di dalam guha ini adanya pusaka rahasia itu. Sedih hatinya kalau mengingat bahwa pusaka peninggalan ayah dan kong-kongnya, yang diwariskan kepadanya, kini akan terjatuh ke dalam tangan orang-orang yang tidak berhak. Bukan sekali-kali karena dia ingin sekali mendapatkan harta benda, melainkan menyayangkan kalau harta pusaka jatuh ke dalam tangan orang-orang yang ia anggap tersesat ke jalan kejahatan ini.

Harta maupun segala benda keduniaan, apabila terjatuh ke dalam tangan orang bijaksana, akan merupakan anugerah, bagi si orang itu sendiri maupun orang-orang lain karena benda dunia malah dapat menjadi alat untuk orang melakukan kebajikan dalam hidup. Sebaliknya, apabila terjatuh ke dalam tangan orang-orang yang sesat, benda itu akan mendatangkan malapetaka, baik bagi si pemilik maupun bagi orang lain, karena benda itu akan dijadikan alat untuk pengumbar nafsu!

Setelah mendapat bantuan Bhok-kongcu dan Hoa-ji yang keduanya juga memiliki tenaga lweekang luar biasa, batu segi tiga itu terguling mengeluarkan suara keras. Han Sin yang tertarik juga akan isi guha yang kini kelihatan jelas, merupakan sebuah guha yang bentuknya seperti mulkut naga, cepat melangkah masuk.

Tiba-tiba terdengar suara keras sekali dan ".. batu besar yang tadinya rebah miring di atas batu segi tiga, kini bergerak turun! Agaknya pegangan batu itu pada gunung karang telah patah karena batu segi tiga yang merupakan ganjalnya dipindahkan.

"Celaka ""!" Bhok-kongcu berseru pucat.

"Satukan tenaga, tahan batu ini!" teriak Hoa Hoa Cinjin. Batu besar itu memang sudah turun hendak menggencet mereka, maka dengan kedua lengan diangkat ke atas, Hoa Hoa Cinjin, kedua Tung-hai Siang-mo, Bhok-kongcu, dan Hoa-ji menahan turunnya batu. Baiknya batu itu di bagian atas masih menyandar kepada gunung karang sehingga bobotnya masih dapat diganjal oleh enam pasang lengan itu. Kalau tidak ada gunung karang yang menahan, mana mereka kuat? Tentu tubuh mereka akan tergencet gepeng.

Akan tetapi keadaan merekapun bukan tidak berbahaya. Mereka sudah menahan batu dan mereka tidak mungkin dapat melepaskan lengan mereka dari bawah batu. Sekali mereka melepaskan diri, batu itu akan menggencet ke bawah dan mereka akan menjadi hancur! Kalau terus melanjutkan usaha menahan turunnya batu besar itu, merekapun takkan kuat menahan terlalu lama. Maju celaka, mundur hancur! Bhok-kongcu agaknya maklum hal ini, maka pemuda ini sudah menjadi pucat dan memutar otak mencari siasat.

Sementara itu, ketika Han Sin menyelinap masuk, ia melihat guha yang amat lebar dan gelap sekali. Guha itu merupakan terowongan dan saking gelapnya ia tidak melihat apa adanya di sebelah dalam. Selagi ia hendak memeriksa, ia mendengar suara-suara mereka yang sedang mati-matian menahan batu. Ia menengok dan pemuda ini berdebar hatinya. Tanpa ragu-ragu lagi ia melompat sambil berseru, "Celaka....!" Kemudian serta merta iapun mengangkat kedua lengan dan ikut menyangga batu. Kebetulan, tanpa disengaja tempat ia berdiri adalah di depan Hoa-ji sehingga ia hampir beradu muka dengan gadis itu.

Mata dibalik kedok itu memandang penuh keheranan dan kekaguman.

"Kau....." bisik Hoa-ji. "Kenapa membantu kami.......?"

"Kenapa tidak? Kalian terancam bahaya, mana bisa aku tidak membantu?" Han Sin balas bertanya dengan heran. Setelah pemuda ini ikut menyangga batu, enam orang itu dapat bernapas seakan-akan batu itu menjadi ringan. Akan tetapi tak seorangpun di antara mereka dapat menduga bahwa ini adalah karena tenaga kedua lengan tangan Han Sin yang amat luar biasa! Dan pemuda itu masih bisa kongkow (mengobrol)!

"Bodoh, kalau sekarang kau lari pergi, siapa yang bisa menghalangimu?" kata pula Hoa-ji. Mendengar ini, Bhok-kongcu mendongkol sekali. Kenapa semua perempuan mengambil sikap membela Han Sin bocah gunung itu? Ia benar-benar iri hati sekali.

"Kau yang bodoh!" jawab Han Sin membuat heran semua orang. "Kau kira aku manusia macam apa melihat kau dan yang lain-lain terancam bahaya maut malah pergi dan tidak menolong? Huh, aku bukan orang macam itu."

"Huh, kuncu tulen.....!" Semua orang terheran, juga Han Sin. Di antara mereka tidak ada yang mengeluarkan kata-kata ini, dan anehnya, kata-kata ini keluarnya dari.... sebelah dalam guha yang gelap itu. Akan tetapi begitu perlahan seperti bisikan dan begitu aneh suara itu seperti bukan suara manusia. Biarpun amat perlahan namun terdengar jelas, benar-benar hebat.

Selagi semua orang terheran, dari luar terdengar suara kerincingan yang amat nyaring. Makin lama suara kerincingan ini makin nyaring dan dekat.

"Ayah datang.......!!" seru Bhok-kongcu girang luar biasa. Mendengar ini, muka Hoa Hoa Cinjin dan Tung-hai Siang-mo berubah pucat. Diam-diam mereka mengeluh. Biarpun mereka bertiga memang suka membantu pemerintah baru untuk merebut kedudukan dan kemuliaan, namun diam-diam kalau di atas pusaka rahasia peninggalan Lie Cu Seng benar-benar terdapat kitab pelajaran ilmu silat tinggi seperti yang dikabarkan di dunia kang-ouw, mereka tentu akan berusaha mendapatkannya.

Sekarang munculnya tokoh besar itu, Pak-thian-tok Bhok Hong yang namanya sudah membuat semua orang ketakutan, mereka tentu saja menjadi kecewa. Biarpun mereka bertiga belum pernah bertanding melawan Bhok Hong, akan tetapi pada masa itu di dunia persilatan hanya ada beberapa orang saja yang dapat disejajarkan nama besarnya dengan Pak-thian-tok Bhok Hong. Ketika tentara Mancu menyerbu ke selatan, entah sudah berapa banyak orang-orang gagah di dunia kang-ouw yang roboh di tangan Bhok Hong ini. Malah kabarnya para gembong dari partai persilatan Kun-lun-pai, Khong-tong-pai, Bu-tong-pai, Siauw-lim-pai dan lain-lain sudah jatuh di bawah tangan besi atau tangan racunnya.

Dari bawah lereng muncul seorang kakek tinggi besar yang amat angker sikapnya. Kakek itu berusia kurang lebih lima puluh tahun, wajahnya seperti wajah pahlawan Kwan In Tiang, merah dan gagah perkasa serta tampan. Pakaiannya seperti pakaian perang, di pinggangnya tergantung sebatang golok. Kerincingan yang berbunyi amat nyaring itu adalah kerincingan-kerincingan perak kecil-kecil berjumlah seratus delapan buah yang digantungkan pada pakaian serta topinya.

Anehnya, begitu kakek itu sudah datang dekat dengan tindakan yang luar biasa cepatnya, kerincingan itu mendadak berhenti semua! Inilah keistimewaan Pak-thian-tok Bhok Hong. Sebagai seorang cabang atas ia selalu memberi warta tentang kedatangannya dengan bunyi kerincingan itu dan setelah dekat, dengan menggunakan kepandaian lweekang yang sudah amat tinggi ia bisa membuat kerincingan-kerincingan itu tidak bergoyang biarpun tubuhnya bergerak-gerak dalam pertempuran.

Melihat keadaan puteranya dan orang-orang lain yang sedang menahan batu besar itu, tanpa berkata sesuatu Bhok Hong lalu menyelinap masuk. Tangan kanannya menyangga batu itu dan tangan kirinya mendorong tubuh puteranya keluar. "Keluar kau dan minggir!"

Bhok-kongcu percaya akan kesaktian ayahnya, maka ia menurut saja, menggunakan tenaga dorongan ayahnya untuk melompat keluar dan berlindung di samping pada dinding gunung karang. Pak-thian-tok Bhok Hong memandang kepada orang-orang lain yang masih menahan batu dengan sikap tidak acuh.

"Kalian tidak lekas menggelinding pergi, tunggu apa lagi?"

Hoa-ji maklum bahwa batu itu akan dilontarkan oleh kakek sakti ini, memang paling selamat pergi berlindung seperti Bhok-kongcu, maka ia lalu melepaskan kedua tangannya dan melompat keluar. Akan tetapi, Hoa Hoa Cinjin dan dua orang iblis dari laut timur berpikir lain. Kedatangan Racun dari Dunia Utara ini tentu menghendaki kitab rahasia di dalam guha. Maka mereka lalu melepaskan tangan pula, akan tetapi tidak melompat keluar, sebaliknya malah melompat ke dalam guha!

Karena ditinggal oleh lima orang itu, batu yang menggencet terasa berat sekali sehingga Bhok Hong harus mengerahkan tenaga sepenuhnya. Dia tidak tahu bahwa bantuan Han Sin memungkinkan dia menahan batu itu. Andaikata Han Sin juga melepaskan batu, tidak mudah bagi orang sakti itu untuk menahannya seorang diri. Sekarang, ia hanya mengira bahwa batu itu hanya kelihatan besar saja akan tetapi tidak berapa berat, maka ia hanya menahan dengan lengan kanan sedangkan lengan kirinya dilambaikan ke arah Hoa Hoa Cinjin dan Tung-hai Siang-mo.

"Kalian mau apa? Keluar kataku!"

Hoa Hoa Cinjin menjurah. "Bhok-taijin, pinto bertiga bertugas membantu Bhok-kongcu mencari pusaka rahasia......"

"Tikus-tikus macam kalian mana becus? Keluar!" Tangan kiri itu berkelebat dan ujung lengan baju Bhok Hong bergerak tiga kali melakukan serangan totokan ke arah jalan darah maut di tenggorokan tiga orang itu. Hebat sekali serangan ini, angin pukulannya saja sudah menderu tanda bahwa tenaganya besar. Hoa Hoa Cinjin dan kedua Tung-hai Siang-mo tidak berani menangkis, melainkan mengelak. Akan tetapi di lain saat, tiga kali tangan kiri Bhok Hong bergerak, menangkap belakang leher tiga orang kakek kosen itu dan berganti-ganti mereka dilempar keluar.

Benar-benar hal ini amat ajaib, Hoa Hoa Cinjin dan Tung-hai Siang-mo pada masa itu adalah tokoh-tokoh besar yang di dunia yang di dunia kang-ouw menduduki tempat tinggi. Jarang ada ahli silat dapat melawan mereka. Apalagi Hoa Hoa Cinjin. Akan tetapi sekali gebrak saja Pak-thian-tok Bhok Hong sudah berhasil melempar mereka. Benar-benar hal ini menunjukkan betapa tingginya tingkat kepandaian raja muda ini. Memang ilmu silatnya aneh dan selain ilmu silat di daerah pedalaman Tiongkok, raja muda bangsa Mongol keturunan Jenghis Khan inipun adalah seorang ahli ilmu gulat Mongol yang sudah terkenal ketangkasan dan kekuatannya.

Kemudian Bhok Hong memandang Han Sin yang masih menyangga batu dengan kedua tangan. Ia menjadi geli hati, tidak menyangka sama sekali bahwa tadi ia dapat menggunakan sebelah tangan menjaga batu dan sebelah lagi melemparkan tiga orang tokoh kang-ouw, sebetulnya sepenuhnya adalah atas bantuan Han Sin. Kalau saja pemuda ini tidak menggunakan kedua lengan untuk menahan batu, dengan sebelah tangan saja mana Bhok Hong kuat menahan batu yang beratnya ribuan kati itu?

"Eh, orang muda tolol. Kaupun belum pergi?" bentaknya.

"Locianpwe kuat dan kosen, akan tetapi tanpa dibantu, bisa berbahaya sekali kalau tertimpa batu yang berat ini," jawab Han Sin dengan tenang.

"Cia Han Sin, ayoh kau melompat keluar. Lekas kalau menyayang jiwamu!" terdengar Hoa-ji berseru dan kembali Bhok-kongcu merasa cemburu dan iri.

Akan tetapi jawaban Han Sin membuat semua orang melengak. Pemuda itu nampak marah. "Kalian ini pengecut-pengecut besar yang tidak tahu malu! Locianpwe yang gagah ini datang hendak membantu, masa kalian malah meninggalkannya? Benar-benar tak kenal budi. Aku mau membantunya, biar mati tergencet batu aku tidak takut!"

Bhok Hong adalah seorang aneh dan di dunia kang-ouw ini, sudah seringkali ia melihat hal-hal aneh, orang-orang berwatak lain dari pada yang lain dan yang baginya sudah tidak mengherankan lagi. Akan tetapi baru sekarang ia bertemu dengan seorang muda yang demikian tolol dan berlagak seperti seorang kuncu. Akan tetapi ketika mendengar suara Hoa-ji yang menyebutkan nama pemuda itu, ia tertegun.

"Kau she Cia? Masih apanya Cia Hui Gan?"

"Beliau adalah kakekku," jawab Han Sin, girang bahwa orang tua sakti ini mengenal kakeknya.

"Bagus, nanti kau bawa aku ke dalam!" Setelah berkata demikian, dengan kedua tangannya Bhok Hong mendorong batu itu sambil berteriak keras, "Keluar!"

Han Sin merasa bahwa kakek itu mendorong batu dan ia maklum apa yang dikendaki kakek itu. Maka iapun mengerahkan tenaganya mendorong batu itu keluar. Terdengar suara hiruk-pikuk dan batu besar itu terdorong keluar, bergulingan ke bawah lereng. Bhok-kongcu dan yang lain, yang berlindung di samping, merasa betapa dinding gunung karang itu bergetar seperti ada gempa bumi! Ledakan batu besar yang menimpa batu-batu di bawah itu disusul oleh suara hiruk-pikuk dari atas.

"Ayah, awas.....! Bhok-kongcu berteriak sambil melangkah mundur. Ternyata dari atas, batu-batu besar kecil sekarang bergulingan ke bawah, karena batu besar yang tadi menjadi penahan telah tidak ada. Semua batu itu gugur dan melongsor ke bawah menimpa ke arah guha di mana Han Sin dan Bhok Hong berdiri.

"Han Sin, awas.....!" di antara gemuruh suara batu-batu bergulingan itu terdengar jerit Hoa-ji. Sementara itu, Hoa Hoa Cinjin dan Tung-hai Siang-mo sibuk menangkisi batu-batu kecil yang mencelat ke arah mereka berdiri.

Adapun Pak-thian-tok Bhok Hong, ketika melihat batu-batu besar kecil seperti air hujan menimpa turun, cepat ia melangkah mundur dan kedua tangannya ia gerakan berkali-kali mendorong ke depan. Gerakan ini mendatangkan angin dan demikian kuatnya sehingga batu-batu yang hendak menggelinding ke dalam gua, dapat terdorong keluar. Makin lama batu-batu itu menumpuk makin banyak dan di lain saat, guha itu sudah tertutup oleh timbunan batu-batu yang laksaan kati beratnya. Mereka berdua seperti terpendam hidup-hidup di dalam guha itu!

Han Sin berdiri mepet dinding guha sambil memandang kagum. Ia amat kagum melihat kehebatan kakek sakti itu. Akan tetapi makin lama keadaan di situ makin gelap dan setelah seluruh guha tertutup timbunan batu, di situ menjadi gelap pekat.

Bhok Hong tertawa bergelak. "Ha ha ha ha, si pemberontak Lie Cu Seng sampai mampuspun masih memusuhi aku. Akan tetapi, aku Bhok Hong masih hidup dan selama masih hidup, tak seorang pun dapat menguasaiku. Ha ha ha!" Kemudian ia menoleh ke arah Han Sin ketika mendengar suara kaki pemuda itu bergerak.

"Bocah she Cia! Kau datang mengantar Kian Teng mencari pusaka Lie Cu Seng. Katakan, di mana itu? Di mana letaknya dalam guha ini."

"Locianpwe, kau adalah seorang kakek yang gagah perkasa. Kenapa agaknya kaupun tergila-gila oleh harta pusaka warisan orang lain? Harap kau sadar, locianpwe, bahwa barang yang bukan haknya amat tidak baik kalau diharapkan. Dalam dunia ini, hidup hanya sekejap mata, sementara menanti datangnya kematian kenapa tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik? Kenapa orang-orang gagah seperti locianpwe dan yang lain-lain itu memperebutkan barang yang bukan haknya? Apalagi sekarang locianpwe dan aku sudah seperti dikubur hidup-hidup, masa masih memikirkan harta warisan?"

Kembali Bhok Hong tertawa bergelak dan sifat suka ketawa ini mengingatkan Han Sin akan Bhok Kian Teng. Agaknya hanya sifat ini yang sama antara ayah dan anak itu. Akan tetapi kalau suara ketawa Kian Teng terdengar merdu, ramah dan menyenangkan, adalah suara ketawa kakek ini sewajarnya, keras, kasar dan juga menakutkan.

"Barangkali kau sudah gila, bicaramu sudah tidak karuan lagi. Tapi aku suka kau begini berani. Bosan aku melihat orang-orang menyembah-nyembahku, ketakutan setengah mati. Eh, cucu Cia Hui Gan. Harta benda sedunia ini mana kukehendaki? Aku hanya ingin menambah satu dua pukulan warisan Tat Mo Couwsu, karena sebelum mampus aku harus dapat mengalahkan si monyet Hui-kiam Koai-sian!"

Begitu mendengar orang menyebut monyet, sekali gus Han Sin teringat akan Siauw-ong. "Aduh, celaka! Di mana Siauw-ong....?" katanya bingung dan mengingat-ingat. Ia teringat bahwa monyet itu tidak nampak lagi ketika ia disiksa oleh Thian-san Sam-sian dulu, tidak tahu ke mana perginya.

Bhok Hong tentu saja makin bingung. "Siapa itu Siauw-ong? Tidak ada Siauw-ong (Raja Kecil) kecuali aku, Raja Muda Bhok Hong! Bocah she Cia, apa kau sudah gila?"

Han Sin sadar dan berkata, "Locianpwe, yang kusebut tadi adalah monyetku yang hilang. Akupun tidak mengerti apa yang kau maksudkan. Siapa itu Hui-kiam Koai-sian? Kenapa kau harus mengalahkannya?"

"Duduklah Tidak ada orang orang lain di dunia ini boleh mendengarkan. Kau takkan lama lagi hidup, maka tiada halangan kau menjadi satu-satunya orang yang mendengarnya. Aku, Pak-thian-tok Bhok Hong, selama menjagoi di daratan Tiongkok ini, entah sudah berapa ratus kali bertanding melawan jago-jago dari seluruh pelosok dan selalu aku menang. Hanya dua kali aku menemui tanding. Pertama-tama adalah seorang nenek pendeta sakti bernama Pek Sim Niang-niang. Kedua adalah Hui-kiam Koai-sian yang baru-baru ini bertanding selama tiga hari dengan aku tanpa ada yang kalah ataupun menang. Karena itu, aku harus memiliki kitab Tat Mo Couwsu yang berada bersama benda warisan Lie Cu Seng, melihat kalau-kalau di situ terdapat jurus-jurus yang akan dapat kupakai mengalahkan Hui-kiam Koai-sian, kemudian kalau mungkin, Pek Sim Niang-niang. Nah, kau sudah tahu sekarang, lekas katakan di mana adanya tempat simpanan itu."

Pada saat itu terdengar suara keras dan tahu-tahu dinding sebelah dalam guha itu berlubang. Sesosok bayangan merayap keluar di dalam gelap, tentu saja tidak kelihatan, hanya terdengar suaranya saja. "Heh heh heh heh! Pak-thian-tok sudah tua bangka masih gila nama besar, heh heh!"

Pak-thian-tok Bhok Hong kaget sekali. Ia tidak dapat mengenal siapa adanya orang yang muncul ini, entah manusia entah iblis. Akan tetapi ia maklum bahwa orang ini tentu berbahaya. Tanpa banyak cakap ia lalu menyerang ke arah suara itu. Hebat sekali serangan Bhok Hong ini. Terdengar suara keras dan batu karang yang terkena pukulannya hancur, akan tetapi orang yang diserangnya telah dapat mengelak.

"Heh heh heh, orang Mongol! Mengadu kepandaian dalam gelap tidak ada artinya. Kalau kau betul ingin menguji kepandaian, mari kejar aku! Heh heh heh!"

"Siluman maupun manusia, kau takkan terlepas dari tanganku!" teriak Bhok Hong sambil mengejar ke depan dan dengan berani iapun ikut merayap melalui lubang pada dinding yang tadi jebol. Han Sin dapat mendengar semua ini dengan jelas. Pendengarannya sudah amat tajam berkat sinkangnya yang tinggi, maka biarpun matanya tidak dapat melihat di dalam gelap, namun dengan pendengarannya ia seakan-akan dapat menyaksikan semua itu. Melihat Bhok Hong mengejar masuk ke dalam terowongan kecil, iapun mengejar pula.

KURANG lebih dua puluh tombak mereka merayap, tibalah mereka pada sebuah ruangan yang besar dan di situ terdapat sinar terang. Sinar ini sebetulnya takkan cukup untuk menerangi ruangan itu, karena cahaya matahari yang menembus celah-celah batu karang hanya sedikit.

Akan tetapi, pada dinding itu terdapat puluhan batu yang mengeluarkan cahaya, atau sebetulnya yang memantulkan sinar matahari, membuat cahaya itu menjadi berlipat kali terangnya. Ketika Han Sin memandang, ternyata bahwa batu-batu itu adalah batu-batu permata yang amat besar, yang dipasang begitu saja pada dinding karang.

Akan tetapi perhatiannya tidak tertuju kepada kemewahan yang ganjil ini. Ia memandang ke depan dan melihat bahwa orang yang tadi mengeluarkan suara, ternyata adalah mahluk yang hampir tidak menyerupai orang lagi. Tubuhnya sudah melengkung ke depan sampai dagunya hampir menyentuh tanah, mukanya kerut merut tanda usia yang sangat tua dan kulitnya hitam seperti tanah. Rambutnya sudah habis dan kepala itu sekarang tertutup kotoran-kotoran menghitam. Ia tidak berpakaian lagi, hanya di bagian bawah tertutup akar-akar pohon yang dibelit-belitkan. Kedua tangannya panjang seperti tangan kera.

Orang mengerikan ini sedang berdiri membungkuk sambil tertawa-tawa, sedangkan Bhok Hong menghadapinya sambil memandang tajam. Bhok Hong mengingat-ingat, kemudian ia berseru heran.

"Bukankah kau Thai-lek-kwi (Setan Bertenaga Besar) Kui Lok?"

"Heh heh heh, matamu masih awas. Heh heh heh, orang she Bhok, kau mengagulkan diri sebagai keturunan Jenghis Khan. Akan tetapi sekarang kau mengekor kepada orang Mancu, menjilat-jilat pantat seperti anjing. Aha, lebih rendah dari pada anjing, heh heh heh!"

"Bangsat! Kau berani memaki aku mengandalkan apa?" bentak Bhok Hong sambil menerjang maju. Kedua tangannya bergerak dan terdengar angin pukulan bersiutan menyambar ke arah kakek bongkok yang bernama Kui Lok itu.

Kakek bongkok itu biarpun tubuhnya sudah bercacad, namun gerakannya gesit sekali. Tadi di dalam gelap ia mampu mengelak dari serangan Bhok Hong, akan tetapi di tempat terang tak mungkin ada orang dapat mengelak dari serangan tokoh besar ini, dan jalan satu-satunya hanya menangkis. Kui Lok agaknya maklum akan hal ini, maka iapun lalu menggerakkan kedua tangannya yang panjang untuk menangkis.

"Bledukk!"

Dalam pertempuran antara tokoh-tokoh persilatan yang besar, tidak mungkin lagi mengandalkan kegesitan untuk mengelak. Serangan-serangan yang dilakukan terlampau lihai dan berat, sehingga jalan satu-satunya hanyalah menindih pukulan itu dengan tangkisan. Siapa yang lebih lihai silatnya, lebih menguntungkan kedudukannya.

Maka dalam pertempuran pertama ini, biarpun kedudukan Kui Lok lebih menguntungkan karena gerakan atau jurusnya memang aneh sekali, namun ia kalah tenaga lweekang. Ketika dua pasang tangan bertemu, tubuh Kui Lok terlempar ke belakang sampai membentur dinding karang, sedangkan tubuh Bhok Hong juga hampir terpelanting ke belakang.

"Hebat tenagamu!" seru Kui Lok.

"Setan, jurus apa yang kaugunakan tadi?" seru pula Bhok Hong kagum sekali.

Tiba-tiba tubuh Kui Lok yang terbentur karang itu membalik seperti sebuah bola karet dan tahu-tahu dengan gerakan lebih aneh lagi sambil terkekeh-kekeh ia menyerang ke arah kempungan Bhok Hong.

Racun Utara ini kaget sekali biarpun ia menggunakan hawa pukulan menangkis, namun pukulan itu masih terus menyelonong dan hampir saja perutnya kena disodok. Sekuat tenaga ia menangkis. Betul sodokan tangan kanan Kui Lok dapat ia pukul sampai Kui Lok meringis kesakitan, namun tangan kiri Kui Lok yang melakukan serangan mendadak dan tidak terduga-duga itu tahu-tahu telah mampir di lehernya.

"Plakk "..!"

"Aduhhh "..!" Teriakan aduh ini keluar dari dua mulut. Bhok Hong merasa lehernya sakit dan pandang matanya berkunang ketika leher itu kena dipukul. Baiknya sinkang di tubuhnya sudah kuat sekali sehingga ia dapat menyalurkan tenaga ke arah yang dipukul dan tidak menderita luka berat. Adapun Kui Lok mengaduh karena selain tangan kirinya serasa memukul baja, juga tangan kanan yang ditangkis keras tadi menjadi bengkak.

"Kau menggunakan ilmu silat siluman!" Bhok Hong berseru lagi, marah.

"Heh heh heh, Pak-thian-tok kena kupukul. Heh heh heh!" Kui Lok berseru kegirangan. Akan tetapi ia tidak dapat bergirang terus karena bagaikan seekor singa menubruk, tahu-tahu Bhok Hong sudah menerjangnya dengan kedua tangannya. Kui Lok juga mementang kedua tangan dan di lain saat dua pasang tangan itu sudah saling cengkeram dan saling dorong!"

Melihat cara dua orang kakek ini bertempur, Han Sin menjadi geli hatinya. Kenapa mereka berkelahi seperti dua orang bocah sedang bergelut saja? Sama sekali tidak indah dilihat, lebih indah kalau Bi Eng bersilat dan bertempur menghadapi lawan. Sekarang mereka saling cengkeram tangan, apa-apaan ini? Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat keadaan Kui Lok tergencet dan terdesak hebat sekali. Tidak saja dari ubun-ubun kepalanya keluar uap putih, juga mukanya makin lama menjadi makin hitam dan dari mulutnya sebelah kiri keluar darah!

Perasaan kasihan timbul di hati Han Sin. Terlalu sekali Bhok Hong, pikirnya. Sudah terang bahwa kakek bongkok ini adalah penghuni guha, berarti tuan rumah. Masa ada tamu begitu kurang ajar mendesak dan menyerang tuan rumah, bahkan hendak membunuhnya?

Ia segera meloncat ke belakang Kui Lok, dan mendorong kedua pundak Kui Lok. Ia sekarang sudah tahu cara menyalurkan sinkang, maka begitu ia mengerahkan perhatian dan mengempos semangat, kedua lengannya menjadi hangat dan di dalamnya mengalir hawa sinkang yang bukan main hebatnya. Kui Lok merasai ini. Dari pundaknya datang hawa sinkang seperti air membanjir, melalui kedua lengannya terus ke depan. Ia girang sekali dan juga heran, maka cepat ia menyalurkan hawa ini untuk menggempur lawannya.

"Apa ini "..?" Bhok Hong berseru kaget, akan tetapi justru inilah yang mencelakakannya. Ia tidak mengira bahwa akan datang serangan pembalasan dengan hawa sinkang begini kuatnya, maka tadi ia telah membuka mulut saking herannya. Begitu ia bicara, pertahanannya mengurang dan ini hebat akibatnya. Andaikata ia mengempos seluruh tenaga dan semangatnya, belum tentu ia akan kuat menahan. Sekarang ia merasa tenaga itu mendorong terus, membuat tenaganya sendiri membalik dan menghantam ke arah pundak dan dadanya.

"Celaka ""!" Tubuhnya terpental bagaikan dilontarkan ke belakang dan ia roboh pingsan. Dari mulut, hidung, dan telinganya keluar darah!

"Heh heh heh, Pak-thian-tok yang lihai mampus di tanganku. Heh heh heh!" Kui Lok menyambar ke depan, tangannya diangkat hendak memukul kepala Bhok Hong. Tiba-tiba tangannya itu tak dapat digerakkan dan ternyata telah dipegang dari belakang oleh Han Sin.

"Locianpwe, harap jangan membunuh orang," kata Han Sin.

Kakek bongkok itu membalikkan tubuh dan memandang Han Sin dengan mata terbelalak. "Siapa bilang dia orang? Dia ini iblis, dia siluman jahat! Ah, kau tidak tahu betapa jahatnya dia. Entah sudah berapa banyak patriot-patriot perkasa tewas di tangan Pak-thian-tok Bhok Hong! Dia keturunan Jenghis Khan dan bangsa Mongol menjajah negara kita seratus tahun lebih! Sekarang dia membantu bangsa Mancu yang datang menjajah dan memperbudak bangsa kita. Ah, bocah she Cia. Kalau benar kau ini cucu pahlawan Cia Hui Gan seperti pengtakuanmu terhadap Pak-thian-tok tadi, kalau benar kau putera taihiap Cia Sun pejuang rakyat yang mulia, kenapa kau melarang aku membunuhnya? Sebetulnya, kaulah sebagai keturunan Cia Hui Gan yang malah harus turun tangan membunuh jahanam ini!"

Han Sin menggeleng kepala. "Keliru, locianpwe. Membunuh tidak sama dengan membunuh!"

"Eh, ngacau! Apa bedanya membunuh dan membunuh? Jangan kau coba membadut."

"Yang kumaksudkan, membunuh musuh dalam perjuangan jauh sekali bedanya dengan membunuh orang karena kebencian, apalagi kalau orang itu sedang pingsan tak dapat melawan. Kalau kau membunuhnya dalam keadaan seperti sekarang, berarti locianpwe seorang pengecut!"

"Setan "..! Kakek bongkok itu menerjang hendak menyerang Han Sin yang sama sekali tidak menangkis atau mengelak, akan tetapi pemuda ini memandang dengan sepasang matanya yang bersinar-sinar. Kakek itu tiba-tiba mengeluh dan mengurungkan niatnya menerjang. "Matamu ". matamu sama benar dengan mata Cia Hui Gan ".. akan tetapi luar biasa tajamnya. Kau " kau aneh. Bocah, nanti kita bicara tentang peninggalan pahlawan Lie Cu Seng. Akan tetapi iblis ini harus dikeluarkan dulu."

Kakek itu lalu menyeret kedua kaki Bhok Hong keluar terowongan, kemudian ia datang kembali ke ruangan itu dan tiba-tiba kedua tangannya memukul ke kiri, ke arah batu karang yang menonjol. Ia menggunakan seluruh tenaganya dan ". Han Sin terkejut sekali ketika mendengar suara berdebukan keras dan lantai yang ia injak sampai tergetar hebat.

"Apa itu "".?" tanyanya kaget.

Kakek bongkok tertawa bergelak. "Batu-batu gunung di atas tak terganjal lagi, merosot turun menutupi terowongan. Nah, kita sekarang aman dari gangguan orang luar."

"Habis, bagaimana kita bisa keluar ""?"

"Bodoh siapa bicara tentang keluar? Kau dituntun oleh arwah kong-kong dan ayahmu mendatangi tempat ini. Memang kitab itu adalah menjadi hakmu. Aku menjaga di sini sampai puluhan tahun dan sekarang, pada saat kau hendak menerimanya, kau bicara tentang keluar! Benar-benar tak tahu terima kasih!"

"Locianpwe, apakah artinya ini semua? Aku tidak mengerti."

Thai-lek-kwi Kui Lok menyambar tangan Han Sin dan mengajak pemuda itu menuju ke ruangan lain di dalam kamar-kamar di bawah tanah ini. Ternyata ruangan ini cukup lega dan terang, malah di situ terdapat beberapa buah bangku batu yang kasar.

"Kau duduklah dan dengarkan ceritaku," kata si kakek. Tapi baru saja ia menjatuhkan diri duduk di atas bangku, tiba-tiba ia muntahkan darah segar dari mulutnya. Han Sin melompat dan mencoba menolong, akan tetapi dengan isyarat tangannya Kui Lok melarang dia dekat.

"Uuhh ".. uuhh ". jahat benar Pak-thian-tok """ keluhnya dan setelah beberapa kali muntahkan darah, pernapasannya baru dapat berjalan normal kembali. "Iblis benar dia, dalam adu tenaga tadi ia telah memasukkan pukulan maut yang berbisa. Ah, dia begitu lihai, siapa lagi kelak kalau bukan kau lawannya? Uhhhh, Cia ". Cia-kongcu, berjanjilah kelak kau akan membalaskan ini ".."

Han Sin bingung. Kenapa tiba-tiba orang ini menyebutnya Cia-kongcu?

"Dia "" dia pada saat terakhir telah berhasil melukaiku, aku takkan lama lagi hidup. Berjanjilah, kelak kau akan membalaskan ini """

Karena kasihan kepada Kui Lok, juga karena ia menjadi penasaran sekarang melihat kekejaman Pak-thian-tok, Han Sin tak dapat menolak permintaan orang yang sudah menghadapi kematian. "Dia amat kuat dan lihai, bagaimana aku dapat membalaskan?"

Dalam keadaan yang menyedihkan, sambil terengah-engah, Kui Lok masih tertawa. "Heh heh heh ".. kau "., kau merendahkan diri ".., memang keturunan keluarga Cia manusia aneh ".., tidak apa kau merendahkan diri, asal mau berjanji."

"Aku berjanji, locianpwe. Kalau mungkin, kelak akan kubalaskan kau untuk melukainya," akhirnya Han Sin berkata tenang.

Ucapan ini menyenangkan hati Kui Lok dan ia lalu bercerita. Thai-lek-kwi Kui Lok ini puluhan tahun yang lalu bukanlah orang yang tidak terkenal. Ilmu silatnya tinggi dan terutama sekali ilmu pukulannya yang disebut Thai-lek-jiu pernah menggegerkan dunia persilatan. Namanya tidak saja terkenal sebagai tokoh kang-ouw yang berkepandaian tinggi, juga ia terkenal sebagai seorang pejuang rakyat yang gagah perkasa. Dia seorang patriot tulen yang selalu mengabdikan tenaga demi kepentingan rakyat dan negaranya.

Seperti juga para orang gagah lain yang mencinta rakyat, Kui Lok juga amat tidak senang melihat kelaliman kaisar dan para pembesar kerajaan Beng, biarpun kerajaan ini dipegang oleh bangsa sendiri. Kaisar Beng yang terakhir mrpkan boneka belaka yang hidupnya hanya untuk menurutkan hawa nafsu, bersenang-senang dengan para selir tanpa menghiraukan penderitaan rakyatnya.

Yang berkuasa adalah para thaikam yang boleh dibilang menguasai kendali pemerintahan. Korupsi merajalela, Sogok dan suap menjadi kebiasaan yang mendarah daging, yang berpangkat mengandal kedudukannya, yang kaya mengandalkan harta bendanya. Celakalah rakyat kecil yang miskin karena mereka tidak mempunyai andalan. Petani-petani miskin digencet oleh tuan-tuan tanah yang di lain pihak juga diperas oleh para pembesar setempat dan memindahkan tekanan itu, tentu saja, kepada para buruh-buruh taninya.

Akhirnya pemberontakan tak dapat dicegah lagi. Pemberontakan kaum tani dan rakyat kecil yang sudah tidak kuat menahan lagi. Pemberontakan yang disebabkan oleh desakan perut yang kelaparan. Pemberontakan-pemberontakan inilah yang akhirnya menamatkan riwayat pemerintah kerajaan Beng, yang diakhiri dengan pembunuhan diri oleh kaisar terakhir, yaitu kaisar Cung Cen di bukit Ceng San di belakang istananya.

Lie Cu Seng adalah seorang di antara pemimpin-pemimpin pejuang rakyat yang paling terkenal. Dengan gagah berani Lie Cu Seng memimpin barisan petani, barisan rakyat kecil. Dalam barisan inilah termasuk Thai-lek-kwi Kui Lok yang menjadi tangan kanan Lie Cu Seng pula. Kui Lok mengalami suka duka memimpin rakyat itu, malah ikut pula menderita ketika Lie Cu Seng dikejar-kejar oleh Bu Sam Kwi yang menjadi pengkhianat dan bersekongkol dengan bangsa Mancu.

Kui Lok ikut pula melarikan diri dan akhirnya, pada saat Lie Cu Seng menemui kematiannya, Kui Lok mendapat tugas menyelamatkan sebuah peti berisi harta pusaka yang tadinya dipergunakan oleh Lie Cu Seng untuk membiayai perjuangannya. Di antara harta pusaka ini terdapat sebuah kitab pelajaran ilmu silat yang amat hebat, peninggalan Tat Mo Couwsu yang paling rahasia dan yang selama ini belum pernah ada yang mampu mempelajarinya.

Kitab ini terjatuh ke dalam tangan Kui Lok yang menyembunyikan kitab di dalam gua rahasia di Lu-liang-san. Kemudian Kui Lok membuat peta dan memberikan peta itu kepada Cia Hui Gan, kawan seperjuangannya. Hanya kepada Cia Hui Gan seorang rahasia ini diketahui, karena bagi dunia luar, Kui Lok sudah lenyap dan orang menyangka bahwa pendekar ini sudah tewas dalam pertempuran melawan orang-orang Mancu.

"Demikianlah riwayatku yang singkat, Cia-kongcu "." Kui Lok mengakhiri ceritanya dengan napas memburu. "Tadinya aku mengharapkan kedatangan ayahmu, Cia Sun. Kiranya aku harus menanti sampai puluhan tahun dan sekarang kau, cucu Hui Gan, yang datang ".. agaknya roh kakekmu yang menuntun kau ke sini, Cia-kongcu. Kaulah yang akan mewarisi ilmu silat tertinggi di dunia ini ". Kau lihat, dahulu aku bukanlah lawan Bhok Hong si Racun Utara, akan tetapi sekarang, biarpun kalah kuat, aku dapat menghadapinya. Dan ini karena aku baru mempelajari seperseratus bagian dari kitab itu. Kau ternyata sudah memiliki lweekang yang hebat, melebihi kakekmu. Ha ha, kau akan menjadi seorang taihiap yang tidak ada bandingnya! Alangkah girang hatiku."

"Akan tetapi, aku tidak ingin menjadi taihiap, tidak ingin mempelajari kitab ilmu silat dari Tat Mo Couwsu. Ilmu silat tidak mendatangkan kebaikan bagi manusia, hanya alat untuk memukul. Menyiksa, membunuh dan mencari permusuhan. Selama aku mempelajari kitab-kitab di Min-san, aku hidup aman dan tenteram. Akan tetapi begitu mengenal ilmu silat dan turun gunung, hanya permusuhan, perkelahian dan kejahatan saja kudapati. Tidak, Kui-locianpwe, aku masuk ke sini hanya karena aku sudah berjanji kepada Bhok-kongcu untuk membawa dia ke tempat pusaka disimpan. Setelah berhasil keluar dari sini, aku akan mencari adik perempuanku dan kuajak kembali ke Min-san, hidup damai di sana."

Kui Lok melongo. Benar-benar ucapan ini tidak patut keluar dari keturunan Cia Hui Gan dan Cia Sun, dua orang ayah anak yang terkenal sebagai pendekar-pendekar, sebagai pahlawan patriot rakyat. "Dan kau membiarkan kitab terjatuh ke dalam tangan orang-orang kang-ouw yang jahat?"

"Masa bodoh. Makin sesat seseorang, makin besar malapetaka akan menimpanya. Hukum keadilan Tuhan akan mengatur semua itu," jawab Han Sin sungguh-sungguh.

Kui Lok adalah seorang patriot, juga seorang sahabat setia dari Cia Hui Gan. Melihat sikap Han Sin, ia menjadi kecewa, sedih dan marah sekali. Tak disangkanya bahwa keturunan Cia Hui Gan akan begini lemah. Ia mengeluh dengan suara sedih,

"Aduhai.... Cia Hui Gan dan Cia Sun, alangkah menyedihkan..... sia-sia saja kalian dahulu berjuang mati-matian, mengorbankan nyawa untuk negara dan rakyat. Kiranya sekarang keturunanmu begini lemah, nama besarmu akan putus sampai di sini saja. Penghormatan terhadap keluarga Cia sekarang akan berubah menjadi penghinaan........"

"Kui-locianpwe, siapa akan berani menghinaku? Penghormatan atau penghinaan orang tergantung dari pada sikap kita sendiri. Kalau kita berpegang kepada kebenaran, siapa orangnya mau menghina?"

"Eh eh, sudah dihina dan dipaksa mengantar sampai di sini, masih juga kau belum merasa betapa orang telah menghinamu? Apakah orang-orang seperti Bhok-kongcu, Bhok Hong dan kaki tangannya tadi itu tidak menghinamu?"

Han Sin menghela napas. Harus ia akui bahwa semenjak turun gunung, yang ia hadapi hanyalah penghinaan-penghinaan dari orang-orang kang-ouw. "Salahku sendiri," katanya. "Itulah jadinya kalau aku berhadapan dengan orang-orang ahli silat. Kalau aku berdiam saja di Min-san, tidak nanti aku akan mendapat penghinaan. Oleh karena itu, aku akan mengajak adikku pulang saja ke Min-san."

"Bodoh kau!" Kui Lok tak dapat menahan sabar lagi. "Kalau kau dan adikmu pulang ke Min-san, apa kau kira mereka itu tidak dapat mendatangimu dan menghinamu? Ketika ayah bundamu tewas, bukankah mereka itupun berada di Min-san? Toh ada orang-orang jahat datang mengganggunya!"

Kasih Diantara Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo



"Itulah kalau ayah suka mempelajari ilmu silat," Han Sin coba membantah.

"Kau ini pemuda apakah? Jiwamu melempem! Kau tidak ada bedanya dengan seekor kacoa! Kau ingat diri sendiri saja, mana ada harganya untuk hidup? Apa kau kira dengan menjaga diri jangan sampai melakukan perbuatan jahat saja sudah cukup untuk membuat kau menjadi seorang kuncu? Huh, kutu buku yang mabok filsafat! Kau benar-benar lebih goblok dari pada segala yang bodoh. Kakekmu seorang patriot gagah perkasa, ayahmu seorang pendekar dan pahlawan yang mulia. Kau ini orang apa? Lemah dan melempem, berjiwa tahu! Hah, muak aku mendengarmu, kau tidak patut hidup di dunia sebagai putera seorang patriot!"

Melihat kakek ini menjadi marah-marah bukan main, Han Sin menjadi merah mukanya. Memang bukan ia tidak tahu tentang jiwa patriot, akan tetapi ia memang terlalu "baik hati", terlalu lemah karena kekenyangan isi kitab-kitab filsafat kebatinan yang menyingkirkan batinnya jauh-jauh dari pada segala kekerasan. Pemuda ini memang kurang gemblengan maka sekarang menghadapi Kui Lok, seorang patriot sejati yang jujur, ia merasa tertusuk dan menjadi malu sendiri.

"Aku memang muda dan bodoh, mengharapkan petunjuk Kui-locianpwe yang terhormat," katanya perlahan.

"Nah, itu baru ucapan seorang pemuda yang mengharapkan kemajuan. Kekenyangan buku-buku filsafat membuat kau menjadi sombong, membuat kau menjadi penerawang awang-awang, tukang melamun dan membangun istana-istana awan di angkasa. Perbuatan kebajikan bukan cukup dilakukan dalam lamunan, mengerti? Usir semua lamunan-lamunan kosong itu dan bertindaklah! Sebuah kebajikan kecil yang dilakukan jauh lebih berharga dari pada seribu kebajikan besar yang hanya dilamunkan di dalam hati. Apa kau tahu apa kewajiban seorang manusia yang dilahirkan di dalam dunia?"

"Menjadi seorang manusia yang menjauhkan kejahatan memupuk kebenaran. Pokoknya menjadi seorang manusia yang baik."

"Huh, apa artinya baik saja kalau tidak berguna? Kau boleh menjadi seorang yang suci, tidak pernah melakukan kejahatan, akan tetapi apa artinya kalau kau tinggal di dalam hutan, jauh dari manusia. Hidup demikian itu tidak ada gunanya, lebih baik mati! Paling-paling hatimu sendiri yang memuji-muji bahwa kau seorang manusia baik, lalu kau menjadi sombong karenanya, merasa lebih bersih dari pada orang lain. Uh, itu bukan sifat seorang kuncu sejati. Sebagai seorang ahli filsafat, kau tentu tahu akan sifat Thian bukan?"

"Thian Maha Kuasa, Maha Benar, Maha Suci, Maha Adil, pendeknya, kekuasaan tertinggi di alam semesta."

"Cukup! Kalau kau sebut Thian itu Maha Benar dan Maha Adil, tentu Thian menyukai kebenaran dan keadilan. Nah, kau sebagai manusia harus membantu terlaksananya kebenaran dan keadilan di dunia ini. Di mana terjadi hal-hal tidak benar dan tidak adil, kau harus berani memberantasnya. Baik saja tanpa ada gunanya bagi orang lain, itu kosong namanya, bukan baik lagi. Kebajikan hanya dapat ditampung dengan jalan perbuatan yang berguna bagi sesama manusia.

Pada masa ini, hukum manusia tidak berlaku, yang berlaku adalah hukum alam yaitu siapa yang kuat dia menang. Celakalah kalau si kuat itu termasuk golongan jahat, tentu perbuatannya menjadi sewenang-wenang. Sebaliknya, kalau si kuat itu termasuk golongan baik, barulah terdapat keadilan. Maka, kewajibanmulah sebagai seorang pemuda untuk menggembleng diri, memperkuat diri kemudian mengabdi kepada keadilan dan kebajikan.

Sekarang ini kejahatan merajalela, karena kekuasaan berada di tangan orang-orang sesat. Dunia kang-ouw dikuasai manusia-manusia penjilat, manusia-manusia pengejar kemuliaan dunia seperti Bhok Hong dan lain-lain. Kalau kau tidak memperdalam kepandaian ilmu silatmu, mana bisa kau menghadapi orang-orang seperti mereka?"

Kui Lok berhenti sebentar untuk bernapas, karena tadi dalam keadaan bernafsu ia bicara tergesa-gesa dan napasnya menjadi makin terengah-engah. Han Sin mendengarkan dengan tertarik sekali. Baru sekarang ia mendengarkan filsafat yang baru baginya. Semua kitab agama dan filsafat yang pernah dibacanya, hampir semua menganjurkan kebajikan dalam bentuk kehalusan budi, yang menganjurkan dia selalu mengalah dan bersabar dalam segala hal.

Sebaliknya Kui Lok ini menganjurkan kekerasan demi keadilan. Ini lain sekali! Kui Lok menganjurkan kekerasan untuk merebut kekuasaan, bukan kekuasaan untuk keuntungan diri sendiri, melainkan kekuasaan untuk mengatasi dan mengalahkan si jahat demi keamanan orang-orang yang tertindas.

"Kau seorang keturunan patriot sejati. Kong-kong dan ayahmu adalah patriot-patriot tulen dan sekarang dengarlah baik-baik apa yang menjadi kewajiban seorang patriot. Seorang patriot adalah seorang pengabdi rakyat, seorang pembela negara dan bangsa. Kalau tanah air sedang diserang musuh, kalau tanah air sedang diancam oleh bangsa lain, seorang patriot harus membelanya mati-matian. Kalau rakyat sedang tertindas, seorang patriot harus membela dan melindungi rakyat kecil yang tertindas itu. Dalam melakukan tugas ini kepentingan pribadi harus dikesampingkan, bukan saja demikian, malah kalau perlu seorang patriot rela berkorban apa saja, berkorban harta, kesenangan pribadi, bahkan berkorban nyawa."

Ucapan ini menggores dalam-dalam di hati Han Sin. Memang ia sudah banyak membaca tentang patriot-patriot jaman dahulu, hanya dalam bacaan yang berupa sejarah itu tidak disertai nasehat-nasehat seperti ini. Ia mengangguk-angguk dan berkata, "Kurasa, locianpwe, setiap orang memang harus bersikap demikian. Itulah kebajikan."

"Huh, bicara gampang! Kalau hanya bersikap dan berpikir saja, apa artinya? Apa kau kira mudah melakukan semua tugas itu tanpa menggembleng diri, tanpa memodali diri dengan kepandaian tinggi? Bagaimana kau hendak membela negara, bagaimana kau dapat mengusir musuh negara, bagaimana kau dapat melawan melawan penjajah angkara murka? Kalau kau melihat rakyat yang tertindas, diperlakukan sewenang-wenang oleh orang-orang jahat yang memiliki kepandaian tinggi, bagaimana kau bisa membela rakyat? Apakah hanya dengan omongan-omongan dan teori-teori muluk dari kitab-kitabmu kau akan bisa membikin orang-orang jahat itu tunduk? Huh, anak Cia Sun taihiap, kau benar-benar perlu dibakar semangatmu, perlu dicuci otakmu!"

Mendengar ucapan yang penuh semangat dan dianggapnya penuh kebenaran itu, Han Sin benar-benar tunduk hatinya. Serta merta ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata,

"Aku yang muda dan bodoh benar-benar bahagia sekali mendengar wejangan locianpwe. Akan tetapi, kalau aku mempelajari ilmu silat tinggi, untuk menjadi patriot apakah aku harus melakukan pembunuhan-pembunuhan? Locianpwe, terus terang saja, sifat mudah membunuh sesama manusia dari orang kang-ouw benar-benar mengerikan hatiku dan sampai matipun kiranya aku takkan dapat melakukan hal itu."

Melihat sikap Han Sin, Kui Lok tertawa terbahak-bahak dan di luar tahunya Han Sin yang sedang berlutut dan menundukkan muka, kakek itu mengusap darah yang mengalir dari mulutnya. Sebetulnya kakek ini terluka hebat sekali di dalam tubuhnya, luka oleh hawa pukulan Pak-thian-tok Bhok Hong.

"Ha ha ha, anakku! Anakku yang baik, Cia-kongcu kau benar-benar seorang kuncu tulen. Begini mudah kau sadar dan insyaf akan kesalahan jalan pikiranmu. Kau telah menanam welas asih yang besar sekali terhadap sesama manusia, itu baik sekali. Cia-kongcu, justru karena menurutkan dasar welas asih di antara sesama manusia inilah yang kadang-kadang mengharuskan kau membunuh orang."

Han Sin terkejut dan mengangkat keheranan. "Membunuh orang berdasar welas asih? Apa artinya ini?"

Thai-lek-kwi Kui Lok mengerti akan keheranan Han Sin dan dia tertawa lagi. "Coba kau jawab. Andaikata kau melihat seorang yang dengan hati keji mengamuk dan membunuhi orang-orang tidak berdosa sehingga jatuh banyak korban, apa yang hendak kau lakukan?"

Tanpa banyak ragu Han Sin menjawab dan teringat akan perbuatan Hoa Hoa Cinjin yang membunuhi orang-orang kampung. "Tentu aku akan mencegah dia dan menasehatinya, melarang dia melakukan pembunuhan lebih lanjut."

"Huh, nasehat lagi! Kalau dia tak mau dinasehati dan terus saja melakukan pembunuhan, kau mau apa?"

"Dengan sekuat tenaga aku akan menghalang-halanginya."

"Bagus, itu pendirian seorang gagah. Akan tetapi kalau dia tidak menurut dan malah hendak membunuh?"

"Akan kulawan terus, biar aku berkorban nyawa demi menolong orang-orang itu."

"Baik sekali, tentu kau membela orang-orang yang terbunuh itu berdasarkan welas asih, bukan? Nah, kalau si penjahat itu lebih baik mati dari pada menurut kehendakmu, apakah kau masih merasa ragu-ragu untuk membunuhnya, yaitu andaikata kau memiliki kepandaian? Ataukah kau akan tidak tega membunuhnya dan membiarkan dia membunuh orang-orang itu?"

Han Sin tak dapat menjawab. Di dalam hati kecilnya, harus ia akui bahwa tentu saja ia lebih memberatkan orang-orang itu dari pada si pembunuh yang jahat. Akan tetapi untuk membunuh orang itu..... dia masih ragu-ragu apakah ia akan tega?

"Sekarang lain contoh lagi," kata pula Kui Lok yang mengerti bahwa pemuda itu mulai terbuka pikirannya. "Andaikata kau melihat barisan-barisan asing menyerang tanah air, membakari rumah-rumah dan merampoki serta membunuh rakyat hendak menjajah tanah air kita, apakah kau juga mau duduk memeluk lutut saja? Ataukah kau hendak menggunakan filsafat-filsafatmu untuk menasehati barisan yang terdiri dari puluhan ribu orang itu? Ataukah kau ingin menggabungkan diri dengan barisan para patriot bangsa dan melakukan perlawanan untuk membela ibu pertiwi dan bangsa?"

Kembali Han Sin tak dapat menjawab, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Seorang pemuda harus bersemangat gagah perkasa, harus berjiwa patriot pencinta tanah air dan bangsa. Harus rajin belajar mengejar cita-cita dan membuang jauh-jauh kebiasaan yang buruk, memupuk dan melatih diri dengan jalan kebenaran. Tentu kau sudah membaca sampai kenyang semua ini dalam kitab-kitabmu, bukan begitu, Cia-kongcu?"

Han Sin mengangguk-angguk.

"Itu bagus sekali. Sayangnya, kau terlampau dalam terpendam dalam kata-kata emas dari kitab-kitab filsafatmu sehingga kau hanya penuh dengan teori tanpa mengenal prakteknya. Pemuda yang tidak dapat menjadi pembela bangsa dan tanah air, pemuda macam itu tak patut menyebut diri menjadi pemuda harapan bangsa. Segenap cita-cita harus diatasi dengan tugas suci yang utama, yaitu kelak menempatkan diri sebagai seorang manusia yang berguna bagi masyarakat, kalau mungkin menjadi pelindung, menjadi pemimpin, menjadi seorang yang menuntun bangsanya ke tempat yang terang menuju kemakmuran dan ketentraman. Inilah seorang patriot sejati. Bukan hanya mereka yang melakukan perjuangan dengan senjata saja, pendeknya semua orang, asalkan dia itu benar-benar dengan hati ikhlas dan sebulatnya mempersiapkan diri untuk bekerja demi kepentingan nusa bangsa tanpa menghiraukan kepentingan diri pribadi, dia adalah seorang patriot."

"Wejangan locianpwe benar-benar amat berharga, teecu yang bodoh akan selalu memperhatikannya," kata Han Sin yang tidak ragu-ragu lagi menyebut diri sendiri teecu atau murid.

KUI LOK tersenyum pahit. "Dahulu akupun seorang pemuda yang menyeleweng, Cia-kongcu. Kau seribu kali lebih baik dari pada aku. Akan tetapi, karena pergaulanku dengan pahlawan-pahlawan bangsa seperti Lie Cu Seng, kakekmu Cia Hui Gan, dan yang lain-lain, terbukalah hatiku. Bahagialah orang yang dalam hidupnya dapat menempatkan diri sebagai orang yang dibutuhkan oleh negara, oleh bangsa atau setidaknya oleh masyarakat, dan paling tidak dibutuhkan oleh orang-orang lain di sekitarnya. Orang yang sudah tidak dibutuhkan apa-apanya oleh orang lain, kecuali oleh nafsu diri sendiri, orang demikian itu tidak ada gunanya lagi hidup..... seperti..... seperti aku ini...."

"Kui-locianpwe, jangan kau bilang begitu," Han Sin menghibur. "Aku orangnya yang masih amat membutuhkan bimbinganmu."

"Hemmm, hatimu yang terlampau baik itu mendorongmu untuk menghiburku. Apa yang kau butuhkan lagi dari diriku? Nasehat-nasehat seperti yang sudah kuucapkan tadi? Ah, aku bukan seorang ahli filsafat....."

"Tidak, Kui-locianpwe. Aku membutuhkan pelajaran ilmu silat! Sekarang terbukalah mataku. Semua nasehat tadi memang tepat. Teecu ingin meniru jejak langkah kakek dan ayah, teecu ingin berbakti kepada nusa dan bangsa. Teecu akan turun tangan menghadapi orang-orang yang tersesat, orang-orang yang membikin celaka sesama manusia. Untuk semua itu, sekarang teecu tahu betul-betul, teecu harus memiliki kepandaian tinggi dalam ilmu silat. Dan kiranya hanya Kui-locianpwe yang akan dapat memberi bimbingan kepada teecu."

Tiba-tiba Kui Lok meloncat bangun, wajahnya yang kurus kering itu berseri. "Bagus! Begini baru pantas kau menjadi seorang she Cia! Ha ha ha, Cia Hui Gan, Cia Sun, lihatlah keturunanmu ini. Sudah sepatutnya kalau dia menjadi ahli waris Thian-po-cin-keng. Ha ha ha!" Ia lalu berlari ke sebuah kamar lain di dalam terowongan di bawah tanah itu, dan tak lama kemudian ia datang lagi membawa sebuah kitab.

"Kau terimalah ini, inilah Thian-po-cin-keng (Kitab Mustika Langit). Inilah yang sebetulnya diperebutkan oleh orang-orang kang-ouw, bukan harta benda di dalam tempat ini. Terimalah dan bersujudlah karena semenjak saat ini, kau langsung menjadi murid Tat Mo Couwsu!"

Han Sin menjatuhkan diri berlutut dan menerima kitab yang kelihatannya kuno sekali itu. Memang dia seorang kutu buku, tentu saja melihat sebuah kitab, ia merasa seperti seorang kelaparan melihat roti yang enak! Seperti seorang kelaparan yang terus saja makan dengan lahapnya roti yang diberikan kepadanya. Han Sin juga sama halnya, begitu menerima kitab itu, lalu membalik-balik lembarannya dan membaca.

Ia tidak tahu betapa Kui Lok memandang dengan terheran-heran melihat pemuda itu membaca kitab dengan mudah seperti orang membaca cerita yang mengasyikkan saja. Padahal dia sendiri, dia harus memeras otak setengah mati untuk dapat menangkap arti dari pada huruf-huruf kuno yang amat sukar dibaca, sukar dimengerti, malah selama puluhan tahun ia hanya dapat memahami sebagian kecil saja.

Melihat pemuda itu begitu tekun membaca kitab Thian-po-cin-keng, saking girangnya Kui Lok tidak mau mengeluarkan suara berisik, tidak mau mengganggunya malah menjauhkan diri dengan diam-diam untuk merawat lukanya. Akan tetapi ia mendapat kenyataan bahwa lukanya di dalam dada amat parah sedangkan racun hawa pukulan tangan Bhok Hong sudah meresap ke dalam jalan darah dan jantungnya! Karena tahu bahwa ia takkan tertolong lagi, Kui Lok kembali ke ruangan itu dan melihat Han Sin masih terus "tenggelam" ke dalam lautan huruf kitab kuno itu.

Berkali-kali Kui Lok menggeleng kepala dan di dalam hati terheran-heran melihat betapa Han Sin terus membaca kitab sampai hari menjadi malam dan pemuda ini seperti tidak merasa betapa sinar matahari telah diganti oleh sinar obor yang dibuat Kui Lok. Terus saja membaca dengan amat tekun dan kelihatan tertarik sekali.

Mengapa Han Sin begitu tertarik? Hal ini bukan hanya disebabkan oleh karena dia memang seorang kutu buku, akan tetapi terutama sekali karena isi pada kitab itu adalah tulisan huruf Tiongkok kuno dan mengandung filsafat-filsafat yang lebih tinggi dari pada kitab-kitab yang pernah dibacanya!

Di samping ini, di antara filsafat-filsafat itu diselipkan pelajaran tentang pengerahan dan penggunaan hawa sakti dalam tubuh, malah dengan lengkap diselipkan pelajaran-pelajaran mukjizat berdasarkan tenaga lweekang seperti Coan-im-tong-te (Mengirim Suara Menggetarkan Bumi), Im-kang-hoan-hiat (Dengan Tenaga Lemas Pindahkan Jalan Darah) dan paling akhir, di antara sajak-sajak kuno terkandung pelajaran ilmu silat Thian-po-cin-keng sendiri.

Cari Blog Ini