Ceritasilat Novel Online

Kisah Sepasang Naga 7


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 7




"Kau... kau... semua ini telah demikian kejam! Kau sungguh orang rendah!" Sin Wan tersenyum mengejek,

"Tidak serendah suamimu yang membunuh mati Ibuku dan Kakekku!"

"Tapi... mengapa kau tidak hanya membalas suamiku saja? Mengapa kau menculik anakku? Li Lian kau bawa kemana?" Sin Wan menjawab angkuh,

"Jangan kuatir, anakmu takkan kuganggu. Ia pasti akan pulang ini hari juga. Sekarang aku telah membalas dendam dan tidak butuh lagi bantuan anakmu."

"Kau... kau... bangsat hina! Kalau kau... mengganggu anakku... lebih baik kau bunuh dia dan kau bunuh aku juga!"

"Tutup mulutmu!" Sin Wan membentak marah. "Kau kira aku ini orang macam apakah? Aku adalah seorang yang mengutamakan kegagahan dan perbuatan rendah macam itu tak mungkin kulakukan. Kau pulanglah dan sebentar lagi aku lepaskan puterimu untuk pulang pula."

"Kau... berani bersumpah bahwa kau tidak mengganggu Li Lian?" Marahlah Sin Wan mendengar ini. Kalau yang bicara itu seorang laki-laki mungkin ia sudah mengirim tendangan atau pukulan!

"Aku bersumpah demi kehormatanku!" Kemudian ia membalikkan tubuh dan lari pergi meninggalkan nyonya yang masih menangisi suaminya itu. Ketika ia tiba di Kelenteng, hari telah agak siang dan ia disambut oleh Giok Ciu dan Gak Bin Tong. Ia melihat betapa wajah pemuda itu agak pucat dan datang-datang ia bertanya cepat,

"Saudara Bun, bagaimanakah hasilnya?"

"Ya, bagaimana Twako? Berhasilkah kau?" Sin Wan membanting dirinya di atas bangku. Ia lelah sekali, karena semenjak ia mencabut piauw yang menancap di pundak kanannya, ia merasa betapa pundaknya merasa ngilu dan pegal sekali, juga ada rasa gatal-gatal sedikit. Tapi ia mengeraskan hati dan mempertahankan rasa sakitnya.

"Aku berhasil," katanya sambil mengangguk, "Suma-Cianbu telah kubunuh mati bersama tiga orang pengawalnya!" Giranglah wajah Giok Ciu mendengar ini, dan sambil mendongak ke atas ia berbisik,

"Ayah, seorang musuh telah mampus!" Pada saat itu Gak Bin Tong diam-diam memberi isyarat dengan kejapan mata kepada Giok Ciu. Gadis itu teringat lalu berkata kepada Sin Wan dengan perlahan,

"Twako, aku tidak mau bertindak kepalang tanggung. Aku juga bunuh mati gadis she Suma anak musuh kita itu." Tiba-tiba Sin Wan meloncat bangun. Wajahnya pucat bagaikan mayat dan kedua matanya terbelalak sedangkan bibirnya menggigil.

"Kau... kau bunuh mati Suma Li Lian??" Melihat sikap pemuda seperti ini, naiklah darah Giok Ciu. Sambil mengangkat dada ia menjawab,

"Ya, aku bunuh dia! Kau sedih dan menyesal?" Sin Wan tumbuh-tumbuk kepalanya dan berseru,

"Celaka...!" dan hampir saja ia tampar muka gadis itu karena marahnya. Ia tela bersumpah takkan mengganggu gadis itu, telah bersumpah demi kehormatannya kepada Ibu gadis itu, dan sekarang Giok Ciu membunuh gadis itu tanpa bertanya lebih dulu padanya. Celaka benar-benar! Dengan cepat dan bingung sekali Sin Wan meloncat ke dalam dan berlari-lari ke arah kamar Suma Li Lian.

Pintu kamar itu tertutup dan ia segera mendorong pintu itu terbuka dan meloncat masuk. Tapi, tiba-tiba ia berdiri diam bagaikan patung ketika melihat gadis cantik jelita itu bukannya rebah menjadi mayat di atas pembaringan, tapi sedang duduk dengan muka berseri-seri melihat kedatangannya! Gadis itu mengenakan pakaian dalam yang ringkas dan memperlihatkan potongan tubuh yang menggairahkan, sedangkan sepasang matanya berseri-seri memandangnya dan sepasang pipinya kemerah-merahan! Tiba-tiba Suma Li Lian turun dari pembaringannya dan lari menghampirinya. Sebelum Sin Wan hilang terkejutnya dan dapat menduga apa yang hendak dilakukan oleh gadis itu, tahu-tahu Suma Li Lian telah memeluknya dan merangkul lehernya! Muka gadis itu disembunyikan ke dada dalam rangkulan mesra sekali! Sin Wan menjadi bingung dan buru-buru ia melepaskan rangkulan orang, lalu bertindak mundur.

"Eh, eh... Siocia, jangan... jangan begitu!"

"Koko... kenapa kau sebut aku Siocia...?" Suma Li Lian berkata lirih dengan nada yang mesra sekali. Makin terkejutlah hati Sin Wan melihat dan mendengar ini. Ia merasa kasihan sekali dan menyangka bahwa gadis itu tentu telah berubah menjadi gila! Maka ia hendak berlaku tegas dan cepat saja.

"Nona dengarlah baik-baik. Kau telah bebas kini. Aku tidak menahanmu lagi. Kau boleh pulang dan kau bisa minta Nikouw disini mengantarmu. Dan sebelum kita berpisah, lebih baik aku beritahukan dulu padamu. Aku telah berhasil membunuh Ayahmu, musuh besarku yang dulu membunuh Ibu dan Kakekku!" Suma Li Lian menjerit lirih dan menutup muka dengan kedua tangannya. Ia terhuyung mundur dan menjatuhkan diri di atas pembaringan sambil menangis.

"Ayah... Ayah..." demikian ratapnya. Sin Wan hanya berdiri dan memandangnya dengan mata bersinar dingin. Kemudian ia berkata,

"Nona Suma! Aku telah berjanji kepad Ibumu untuk membebaskan kau. Nah selamat berpisah. Aku akan pergi dulu dari sini dan kita takkan bertemu pula, kecuali kalau kau menaruh dendam kepadaku karena Ayahmu kubunuh. Kalau demikian halnya, maka sewaktu-waktu kau boleh membalas sakit hatimu dan mencari aku ke puncak Kam-Hong-San!"

"Koko... Koko... begitu kejamkah hatimu...? Sampai hatikah kau setelah apa yang terjadi pada waktu fajar tadi...Koko...?" Gadis itu berdiri dan lari hendak memeluknya tapi Sin Wan segera meloncat keluar dan menutup daun pintu dengan keras. Ia hanya mendengar isak tangis gadis itu. Diam-diam ia merasa kasihan juga karena menganggap bahwa benar-benar gadis itu telah menjadi gila! Ketika bertemu Giok Ciu, Sin Wan berkata,

"Maafkan sikapku tadi, moi-moi! Tapi, sebenarnya apakah maksudmu dengan membohongi seperti itu?" Kalau saja tadi Giok Ciu tidak mendengar kata-kata Sin Wan terhadap Suma Li Lian yang jelas menyatakan bahwa di dalam hati pemuda itu tidak ada perasaan apa-apa terhadap Li Lian, tentu Giok Ciu masih marah dan cemburu. Sekarang ia hanya balas bertanya,

"Coba kau jawab dulu, Twako. Mengapa ketika mendengar kematian gadis itu kau menjadi pucat sekali seakan-akan seorang yang hancur hatinya?"

"Moi-moi... kau... kau tidak tahu. Aku telah bersumpah kepada Ibu gadis itu bahwa aku takkan mengganggu Li Lian, maka tentu saja aku terkejut dan bingung ketika mendengar bahwa kau telah membunuhnya! Dan... dan tentang wajahku yang pucat... agaknya dari lukaku inilah... aku... sekarang juga aku merasa pening sekali..."

"Kau terluka, Koko? Mana yang terluka?" Suara gadis itu penuh perhatian dan kecemasan hingga diam-diam Sin Wan merasa geli melihat watak gadis kekasihnya yang sebentar marah sebentar mesra sikapnya itu. Setelah memeriksa luka di pundak Sin Wan yang menjadi hitam, maka gadis itu berkata,

"Twako, luka di pundakmu adalah akibat senjata beracun, warnanya hitam sekali. Bukankah dulu Suhu pernah berkata bahwa pedangmu dapat digunakan untuk mengobati pengaruh bisa yang hitam bekasnya? Mari kita coba." Sin Wan juga teringat akan pesan Suhunya itu, maka dengan tangan lemah ia mencabut Pek Liong Pokiam dan memberikan pedang itu kepada Giok Ciu. Gadis itu lalu mencuci bersih ujung pedang putih itu, lalu merendam pedang di dalam arak untuk beberapa lamanya. Kemudian ia memberikan arak itu kepada Sin Wan yang lalu meminumnya sebagian dan sebagian pula dipakai mencuci luka itu. Heran sekali, setelah terkena arak rendaman Pek Liong Pokiam, dari luka itu mengalir darah seakan-akan tersedot keluar. Darah itu hitam sekali warnanya. Setelah racun itu keluar dari pundaknya, Sin Wan memandang sekeliling dan bertanya,

"Eh, dimanakah saudara Gak? Sejak tadi aku tidak melihatnya!" Giok Ciu cemberut dan teringat akan gara-gara yang ditimbulkan oleh pemuda muka putih.

"Entahlah, dia sudah pergi tadi, tanpa memberi tahu padaku. Agaknya ia tak enak hati melihat kita bertengkar tadi."

"Giok Ciu, mari kia cepat-cepat pergi meninggalkan tempat ini. Karena Suma-Cianbu terbunuh olehku, tak lama lagi tentu datang pahlawan-pahlawan mencari kita di sini, sedangkan tenagaku masih lemah."

"Memang seharusnya kita cepat-cepat pergi. Maksud membalas dendam telah tercapai, untuk apa lama-lama tinggal di kota ini?" Kata Giok Ciu yang sebenarnya ingin lekas-lekas mengajak Sin Wan pergi meninggalkan Suma Li Lian! Mereka lalu pergi dan karena masih banyak musuh-musuh yang belum terbalas, mereka segera menuju ke Siauw-San untuk mencari musuh-musuh mereka nomor dua, yakni Siauw-San Ngo-Sinto Lima Golok Sakti dari Siauw-San! Karena luka Sin Wan, biarpun setelah racunnya keluar hanya merupakan luka tidak berbahaya, namun atas desakan Giok Ciu, mereka melakukan perjalanan dengan seenaknya dan tidak tergesa-gesa.

Dengan cara begini berangsur-angsur luka itu sembuh kembali. Sementara itu, tanpa terasa mereka telah melakukan perjalanan sepuluh hari lebih. Pada suatu hari mereka tiba di dusun Tung-Kwang yang berada di kaki bukit Siauw-San. Ketika memasuki pintu dusun itu, mereka melihat empat penunggang kuda membalapkan binatang tunggangan mereka ke dalam dusun. Di punggung keempat orang itu tampak gagang pedang hingga Sin Wan dan Giok Ciu dapat menduga bahwa mereka tentu ahli-ahli silat, juga dari cara mereka duduk di atas kuda dapat diketahui bahwa mereka mempunyai kepandaian yang tidak rendah. Ternyata dusun itu ramai juga dan kedua anak muda itu berhenti di sebuah kedai untuk mengisi perut mereka yang lapar. Penjaga kedai itu melirik ke arah gagang pedang mereka dan dengan senyum menghormat ia berkata,

"Ah, jiwi engku tentu akan mengunjungi Ngo Lo-Enghiong di puncak Siauw-San, bukan? Hari ini telah lebih dari dua puluh orang-orang gagah yang lewat disini perjalanan mereka ke sana." Sin Wan dan Giok Ciu dengan sikap acuh dan tak acuh lalu duduk memesan masakan.

"Apakah keempat orang gagah berkuda tadi juga kesana?" Tanya Sin Wan sambil lalu.

"Tentu saja, habis kemana lagi? Tapi mereka agaknya tergesa-gesa sekali hingga tidak singgah di warungku. Mereka hanya membeli bakpauw dan membawanya berkuda terus mendaki Siauw-San. Sin Wan dan Giok Ciu menduga-duga. Ada terjadi apakah di puncak gunung Siauw-San hingga banyak orang gagah mengunjungi Ngo-Sinto?

"Tentu kali ini banyak yang datang mengunjungi Ngo Lo-Enghiong, bukan?" Tanyanya dengan cerdik untuk memancing keterangan. Ternyata pancingannya berhasil karena penjaga kedai yang doyan omong itu lalu berkata,

"Tentu saja! Untuk merayakan ulang tahunnya yang ke enam puluh, Twa Lo-Enghiong mengadakan pesta besar dan mengundang banyak orang gagah. Menurut penuturan Aliok yang dipanggil ke sana untuk membantu memasak, Ngo Lo-Enghiong membuat pesta besar dan memotong tiga ekor babi gemuk dan puluhan ekor ayam. Bahkan bumbu-bumbu telah di datangkan dari kota Cin-Lok-An sampai hampir satu gerobak banyaknya! Pendeknya, jiwi kali ini naik ke sana akan menikmati pesta besar!" Sin Wan dan Giok Ciu tersenyum dan mempercepat makannya.

"Kalau aku tidak salah ingat, pesta itu diadakan besok pagi, bukan? Karena kami hanya mendengar dari teman-teman, mungkin keliru?" Penjaga itu memandang mereka dengan wajah lucu.

"Eh, bagaimana jiwi bisa keliru? Pesta itu diadakan sore hari ini, kalau datang besok pagi, tentu terlambat dan tidak mendapat bagian hidangan lezat!"

"Kalau begitu, kami harus pergi sekarang juga!" kata Sin Wan yang segera membayar harga makanan dan mengajak Giok Ciu meninggalkan warung itu. Ketika mereka telah jauh dari situ, ditengah jalan Giok Ciu berkata,

"Twako mengapa kau tergesa-gesa benar? Bukankah lebih baik kalau kita datang besok saja setelah semua tamu pergi? Kalau kita datang sekarang, jangan-jangan kita menimbulkan keributan dan mendapat musuh-musuh baru." Sin Wan memandang gadis itu.

"Moi-moi, aku mengerti akan maksudmu, dan dipandang sepintas lalu memang benar sekali pendapatmu tadi. Tapi, ketahuilah bahwa Siauw-San Ngo-Sinto adalah orang-orang gagah yang ternama sekali walaupun mereka itu menjadi anjing-anjing penjilat Kaisar. Kalau kita diam-diam bunuh mereka, maka orang-orang gagah di kalangan kang-ouw akan bisa salah sangka terhadap kita. Tapi sekarang kebetulan sekali disana banyak berkumpul orang-orang kang-ouw hingga biarlah mereka yang menjadi saksi bahwa kita membunuh mereka hanya untuk membalas dendam dan menagih hutang jiwa!" Giok Ciu mengangguk-angguk.

"Mungkin kau benar, Twako. Laginya, bagiku sih sama saja, pokoknya asal kita bisa berhasil membunuh anjing-anjing tua itu. Ada banyak orang atau tidak, aku tidak takut!" Sin Wan tersenyum melihat sikap yang tabah dan agak jumawa dari Giok Ciu itu.

Mereka segera keluar dari dusun itu dan menggunakan ilmu lari cepat mereka untuk mendaki Gunung Siauw-San yang tidak seberapa besarnya tapi tanahnya sangat subur itu. Hari telah menjelang senja ketika mereka tiba di lereng puncak Siauw-San. Dari jauh telah nampak berkelap-kelipnya cahaya penerangan di atas puncak di mana terdapat sebuah bangunan besar, yakni sebuah Bio tua yang di cat indah dan menjadi tempat pertapaan Siauw-San Ngo-Sinto. Pada saat itu, Siauw-San Ngo-Sinto sedang sibuk menyambut para tamu dan mengepalai para pelayan mengeluarkan hidangan. Kelima saudara itu berpencar dan masing-masing sibuk mendekati setiap tamu untuk diajak bercakap-cakap dan beramah tamah. Saudara tertua dari Ngo-Sinto itu yang kini sedang dirayakan hari kelahirannya yang ke enam puluh, adalah seorang tinggi besar dan disebut Twa-Sinto atau Golok Sakti Tertua.

Yang ke dua, yakni Ji-Sinto adalah seorang tinggi kurus dan bermuka pucat. Kelima saudara secabang ini memang ahli golok yang pandai, tapi di samping kepandaian bermain golok, masing-masing masih mempunyai kepandaian istimewa. Twa-Sinto atau yang tertua memiliki kepandaian melempar huito atau golong terbang yang melengkung dan jika dilempar ke arah lawan dapat terbang kembali dan menyambar pula, maka biarpun golok itu dapat dikelit, tapi ia akan memutar kembali dan melakukan serangan kedua! Dan hebatnya, ia bisa melepas tiga buah golok sekali lempar! Yang kedua, yakni Ji-Sinto yag bermuka pucat itu, mempunyai ilmu Pasir Besi atau Tiat-See-Ciang, yakni kedua tangannya telah terlatih sedemikian rupa hingga sanggup menyambut senjata tajam.

Dan juga dapat digunakan sebagai senjata yang cukup ampuh karena tangan itu telah berpuluh tahun digembleng dan dilatih dengan menggunakan bubuk besi atau pasir besi yang diremas-remas dan dipukul-pukul. Yang ketiga atau Sam-Sinto yang pendek gemuk memiliki ilmu tendangan yang sangat berbahaya, yakni yang disebut Siauw-Cu-Twie, yang dapat dilakukan bertubi-tubi dan sangat berbahaya, terutama terhadap musuh yang tidak memiliki ginkang tinggi dan kegesitan pasti akan tertendang roboh! Orang ke empat yang tubuhnya tinggi besar juga, memiliki ilmu weduk Kim-Ciong-Ko dan ia sanggup untuk menerima pukulan senjata tajam tanpa terluka kulitnya! Sedangkan orang yang ke lima, yang bertubuh sedang dan berwajah cakap, juga usinya termuda, kurang lebih puluh lima tahun, adalah seorang ahli Liap-Kang Pek-Ko-Chiu atau ilmu keraskan tangan yang lebih berbahaya dari pada Tiat-See-Ciang,

Karena dengan jari-jarinya yang dilempangkan dan keras laksana baja, ia sanggup menyerang lawan dengan Coat-Meh-Hoa atau ilmu totok dari Bu-Tong-Pai yang tak mencari urat atau jalan darah ketika digunakannya! Karena mereka ini rata-rata lihai sekali, maka banyak orang-orang gagah yang kenal baik nama mereka dan jauh-jauh memerlukan datang untuk memberi selamat kepada saudara tertua atau Twa-Sinto dari Ngo-Sinto ini. Memang sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini kelima jago tua yang lihai itu kena terpikat bujukan dan pikatan harta benda dan kemulian dunia oleh orang-orang kaki tangan Kaisar hingga mereka "kesalahan tangan" dan membunuh mati Kang Lam Ciuhiap atau Kakek Sin Wan dan karenanya mereka berlima menanam bibit permusuhan dengan Sin Wan.

Bio atau Kuil tua di puncak Siauw-San itu sangat besar dan mempunyai ruang depan yang luas. Di situ berkumpul kurang lebih tiga puluh orang tamu dari macam-macam golongan, ada yang masih muda sekali, ada pula yang telah Kakek-kakek. Ada yang berpakaian sebagai piauwsu, sebagai guru silat, dan banyak juga yang berpakaian Hwesio berkepala gundul dan pertapa-pertapa lain, seperti Tosu dan sebagainya. Ketika datang empat orang penunggang kuda yang tampaknya sangat tergesa-gesa, maka keempat orang tamu itu cepat menjumpai tuan rumah dan memberitahukan sesuatu. Kelima Ngo-Sinto terkejut sekali tampaknya dan mereka lalu menghadapi semua tamu sambil minta mereka tenang. Kemudian saudara tertua dari Ngo-Sinto berkata.

"Cuwi yang terhomat. Kami berlima sangat berterima kasih dan bergembira dengan kunjunga cuwi sekalian, tapi sayang sekali kami mendengar beria buruk yang baru saja datang dari kota raja! Ternyata bahwa beberapa orang anak pemberontak yang dulu di basmi oleh Suma-Cianbu dengan bantuan tenaga kami, kini telah mengacau di kota raja dan berhasil membunuh Suma-Cianbu yang gagah itu. Dan menurut pembawa berita, maka selain membunuh Suma-Cianbu dan menodai puterinya, juga dua orang pemberontak itu agaknya menuju ke sini untuk mencari kami!" Terdengar suara marah disana sini, yakni dikalangan orang-orang yang memang tidak menyetujui sepak terjang para orang gagah yang sengaja mengacau pemerintahan yang mereka anggap tidak adil. Tapi di kalangan beberapa orang gagah yang duduk di situ, berita itu di anggap biasa saja dan bukan urusan mereka.

"Ah mengapa Ngo-Wi Lo-Enghiong pusingkan pengacauan yang dilakukan oleh beberapa ekor tikus kecil saja!" kata seorang anak muda yang bersikap gagah dan berpakaian indah.

"Kami berlima bukannya merasa takut dan bingung, sama sekali tidak!" jawab Ji-Sinto. "Akan tetapi, setidak-tidaknya kalau mereka itu berani datang, tentu akan mengacaukan suana pesta ini dan dengan demikian membikin tidak enak kepada cuwi sekalian yang mulia."

"Biarkan mereka datang, nanti kami sambut mereka bersama. Sebagai tamu sudah sepantasnya kalau kita membela tuan rumah," jawab seorang tamu lain. Mendengar ini, kelima orang tuan rumah itu merasa lega dan senang. Mereka menjura keempat penjuru dan berkata,

"Terima kasih banyak atas budi kecintaan dan rasa setia kawan cuwi, tapi agaknya kalau baru dua orang anak pemberontak saja, tulang-tulang kami yang tua masih sanggup untuk melayani mereka!" Para tamu lalu melanjutkan pesta mereka dengan gembira.

Tapi diam-diam Siauw-San Ngo-Sinto bersiap, bahkan lalu mereka menyuruh orang mengambil golok mereka untuk disediakan di situ dan Twa-Sinto sendiri diam-diam lalu memasang kantung huito di atas punggungnya. Mereka telah mendengar dari keempat tamu pembawa berita dari kota raja tadi bahwa pembunuh-pembunuh Suma-Cianbu memiliki kepandaian tinggi, juga ada pesan dari Cun Cun Hoatsu agar mereka berhati-hati! Oleh karena inilah mereka berlaku waspada dan agak merasa lega karena banyak di antara para tamu adalah orang-orang gagah yang mereka bisa diharapkan bantuannya. Ketika pesta sedang berjalan ramai-ramainya, tiba-tiba api lilin di meja tengah bergoyang-goyang hampir padam dan tahu-tahu disitu telah berdiri dua orang anak muda, seorang pemuda tampan dan seorang dara jelita yang keduanya bersikap gagah sekali.

"Ngo-Sinto keluarlah untuk membuat perhitungan lama!" Pemuda itu berkata dengan suara nyaring dan tenang, sedangkan gadis jelita itu menggunakan sepasang matanya yang tajam bagaikan sepasang bintang pagi itu untuk menatap orang-orang di sekelilingnya! Pada saat itu, tiba-tiba dari belakang mereka melayang tiga batang huito atau golok terbang yang menyambar cepat sekali! Biarpun tidak melihat datangnya senjata hebat ini, namun telinga Sin Wan dan Giok Ciu yang tajam dapat menangkap sambaran angin senjata itu, maka mereka lalu berkelit ke kiri dan kekanan sehingga tiga batang golok kecil itu terbang di samping mereka. Tapi golok itu segera membelok dan melayang kembali menyerang ke dua orang muda itu! Sin Wan dan Giok Ciu walaupun merasa terkejut dan kagum melihat kehebatan senjata rahasia ini, berlaku tenang.

Dengan gerakan cepat Sin Wan dapat menangkap sebuah senjata yang melayang ke arahnya, sedangkan Giok Ciu yang hendak pertontonkan kepandaiannya sambil meloncat berjungkir balik ia berhasil menyaut dua batang huito di tangan kanan kirinya. Pada saat itu, kembali dari arah belakang, Twa-Sinto melepas tiga batang golok lagi. Tapi sekali ayunkan kedua tangannya, sepasang golok di tangan Giok Ciu melayang dan membentur dua batang golok yang datang menyambar itu hingga empat buah golok terbang jauh di tanah mengeluarkan suara berkerontangan. Sedangkan Sin Wan menggunakan golok rampasannya unuk menyabet golok ketiga yang datang menyambar hingga golok itupun terpukul jatuh, kemudian dengan menggunakan dua jari tangannya, ia tekuk golok tiu patah menjadi dua potong! Tiba-tiba Sin Wan tertawa bergelak-gelak dengan suara mengandung penuh ejekan, lalu katanya,

"Aah, tak kusangka bahwa nama besar kelima golok Sakti dari Siauw-San tak lain hanya nama kosong belaka! Lima orang tua yang menyebut diri sebagai orang-orang gagah itu ternyata hanya lima orang pengecut yang menyambut kedatangan tamu dengan senjata gelap yang dilepas dari belakang pula!" Ketika melihat kelihaian kedua orang muda itu, pelepas golok terbang, yakni Twa-Sinto sendiri, merasa terkejut sekali. Tapi ia tidak mau kehilangan muka di depan para tamunya, maka ia membentak keras,

"Sepasang tikus kecil, kalian sungguh kurang ajar berani mengacau pesta kami dan menghina serta tidak pandang sebelah mata kepada para tamu yang gagah perkasa! Apa kalian sudah bosan hidup?" Sin Wan dan Giok Ciu memutar tubuh menghadapi pembicara ini yang ternyata seorang tua tingi besar yang sikapnya sangat jumawa dan gagah. Mereka belum menjawab dan menduga-duga ketika seorang muda yang berpakaian indah dan bersikap sombong meloncat dengan gerakan indah dan berdiri di depan Si Wan, lalu menuding dengan jari telunjuknya dan berkata,

"Kau ini siluman dari mana berani mengacau di sini dan tidak mengindahkan tuan rumah? Kepandaian apakah yang kau miliki maka kau berani membikin ribut-ribut?" Sin Wan dengan tak acuh mengerling ke arah orang itu. Ternyata ia masih muda, paling banyak tiga puluh tahun, sikapnya gagah dan jumawa sekali, pakaiannya dari sutera yang atas kuning, yang bawah biru, dan lagaknya tengil sekali dengan mata liarnya yang saban-saban mengerling tajam ke arah Giok Ciu!

"Kau anak-anak tahu apa, jangan ikut campur. Pergilah!" kata Sin Wan. Marahlah orang itu mendengar ejekan ini. Ia mencabut pedangnya dan meloncat mudur ke tempat lega sambil menggerak-gerakkan pedangnya dengan cepat dan bertenaga hingga pedang itu menerbitkan suara bersiutan. Katanya dengan suara keras.

"Kau bangsat pemberontak! Tak tahukah kau siapa aku? Aku adalah wakil cabang Kun-Lun-Pai dan kau tidak boleh pandang rendah padaku sesukamu saja. Lihat pedang Kun-Lun-Pai akan menghukum orang-orang sombong yang menghina kaumnya!" Giok Ciu memberi isarat kepada Sin Wan dengan matanya, lalu iapun meloncat menghadapi orang itu. Ia menjura dengan senyum manis lalu berkata,

"Maaf kalau kami tidak mengenal seorang tokoh dari Kun-Lun-Pai yang terbesar. Tidak tahu siapakah hohan dan apa pula gelarnya?"
(Lanjut ke Jilid 07)

Kisah Sepasang Naga/Ji Liong Jio Cu (Seri ke 02 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmarainan S. Kho Ping Hoo

Jilid 07
Melihat sikap Giok Ciu yang sopan dan memuji-mujinya, si baju sutera menjadi girang sekali dan ia makin berlagak, bahkan kini angkat-angkat dadanya ke depan sebelum menjawab sambil melihat ke kanan kiri.

"Hem, kau jauh lebih sopan dan baik jika dibandingkan dengan kawanmu itu, nona. Sungguh heran bisa bersahabat dengan orang kasar itu! Ketahuilah, aku adalah Hui Tat dan disebut orang Eng-Jiauw-Kam atau Pedang Kuku Garuda! Kalau kau menyatakan maaf kepada tuan rumah, aku Hui Tat suka bikin habis perkara ini, tapi kawanmu yang kasar itu jangan harap akan dapat terlepas dari pedangku!"

Giok Ciu mengingat-ingat dan sepanjang pengetahuannya, tidak ada seorang tokoh Kun-Lun-Pai yang bernama atau berjuluk seperti itu. Ia tahu betul akan nama-nama para tokoh Kun-Lun-Pai karena dulu seringkali Ayahnya yang juga seorang tokoh Kun-Lun-Pai yang ternama menceritakannya. Maka kini mendengar obrolan Hui Tat, ia dapat menduga bahwa orang ini hanya mengaku-aku saja cabang Kun-Lun sebagai cabangnya untuk mengangkat diri, atau boleh jadi juga ia seorang murid cabang itu, karena memang murid cabang Kun-Lun-Pai banyak sekali jumlahnya dan tersebar kemana-mana. Maka berubahlah sikapnya, karena tadipun ia hanya ingin main-main saja, sedangkan ada dugaan tidak baik terhadap orang sombong ini.

"Jadi kau adalah seorang tokoh Kun-Lun-Pai yang ternama? Aku telah lama sekali mendengar bahwa ilmu pedang dari Kun-Lun-Pai adalah luar biasa sekali, dan diantaranya terdapat gerakan-gerakan seperti Pek-Hong Koan-Jit dan Tiang-Khing King-Thian. Sukakah kau menambah pengetahuanku yang dangkal dan memperlihatkan kedua gerakan ini?" Memang watak Hui Tat sangat sombong dan jumawa, dan kini ia kena di "bakar" oleh Giok Ciu yang nakal. Gadis ini sengaja menyebutkan gerakan ilmu pedang yang mudah hingga tentu saja Hut Tat girang mendengar ini. Dengan lagaknya yang jumawa ia berkata,

"Kau baru mendengar sebutannya saja sudah tertarik, apa lagi kalau melihat gerakan itu dimainkan olehku! Lihatlah, ini yang disebut Pek-Hong Koan-Jit!." Ia menggerakkan pedangnya dan diputar sedemikian rupa hingga pedang itu mengeluarkan sinar putih yang besar dan bulat di atas kepala dan melindungi bagian atas dari serangan musuh. Memang gerakan ini bagus sekali karena dilihat sekelebatan seakan-akan Hui Tat sedang memegang sebuah payung putih di atas kepalanya!

"Dan inilah yang disebut Tiang-Khing King-Thian!" Ia lalu mengubah gerakan tangannya yang tadi memutar-mutar pedang dan kini tubuhnya ikut berloncatan ke kanan kiri dan pedangnya mendatangkan sinar panjang berkelebatan. Giok Ciu yang telah mempelajari Kun-Lun Kiam-Hoat dengan baik dan kenal semua tipu gerakan ilmu pedang cabang ini, mendapat kenyataan bahwa biarpun gerakan si sombong ini cukup cepat, namun hanya merupakan latihan luar saja dan kepandaiannya yang bagus ditonton itu sebenarnya tidak berisi. Maka ia segera tertawa nyaring hingga Hut Tat menjadi makin sombong. Ia mengangkat dada dan berkata sambil tersenyum girang,

"Bagaimana nona? Bukankah hebat gerakan ilmu pedangku?" Tiba-tiba Giok Ciu memandangnya dengan mata tajam dan menghina.

"Hui Tat, hayo kau lekas berlutut di depanku!" bentaknya. Bukam main kagetnya Hui Tat mendengar perubahan sikap gadis cantik ini. Juga semua tamu dan tuan rumah yang semenjak tadi melihat mereka menjadi terkejut.

"Eh, apa... apa maksudmu?" Hui Tat bertanya.

"Jangan banyak cerewet, hayo lekas memberi hormat kepadaku. Kau hanyalah cucu muridku kalau dipandang dari sudut kepandaianmu!"

"Apa? Kau juga murid anak murid Kun-Lun?"

"Mungkin gurumu baru pantas menjadi murid keponakanku. Maka hayo lekas kau berlutut!"
Marahlah Hui Tat.

"Kau jangan kurang ajar seperti kawanmu itu. Memang kalian pemberontak-pemberontak yang harus dibasmi. Janan kau sembarangan hendak menghina Kun-Lun-Pai!"

"Siapa yang menghina Kun-Lun-Pai? Bukan aku, tapi kau sendirilah! Akulah benar-benar anak murid Kun-Lun sedangkan kau ini hanya mengaku-aku saja! Kau kira kedua gerakan tadi betul? Ha, ha! Dalam satu dua jurus saja aku bisa mainkan Tiang-Khing King-Thian dan merobohkanmu jika kau menangkis dengan gerakanmu Pek-Hong Koan-Jit yang tak karun tadi."

"Boleh kau coba!" tantang Hui Tat yang merasa dihina sekali.

"Betulkah? Nah, lihat baik-baik, dalam satu jurus saja aku akan merampas pedangmu dan merobek bajumu yang terlalu mewah itu!" Sambil berkata begitu Giok Ciu mencabut pedangnya dari punggung.

"Awas, kau gunakan Pek-Hong Koan-Jit baik-baik!" Seru gadis itu dan dengan cepat Hui Tat telah bersiap dan pasang kuda-kuda, Giok Ciu lalu bersuit keras dan mengerahkan ginkangnya meloncat menyerbu ke arah lawan itu. Hui Tat melihat lawannya menyerang dari atas segera memutar pedangnya dengan tipu gerakan Pek-Hong Koan-Jit tadi untuk melindungi kepalanya.

Dan benar saja, Giok Ciu bergerak menjalankan serang dengan tipu Tiang-Khing King-Thian atau Pelangi Panjang Melengkung di Langit. Pedangnya bergerak cepat dan dari mulutnya masih melengking suitannya yang membuat Hui Tat tiba-tiba merasa keder dan gugup sekali. Karena Giok Ciu memang memiliki tingkat kepandaian dan lweekang yang jauh diatasnya, maka sekali kedua pedang menempel, Hui Tat kehilangan keseimbangan badan dan tangannya. Ketika Giok Ciu menggunakan tangan kiri mengetuk pergelangan tangannya maka pedangnya telah pindah tangan tak terasa pula! Pada saat tubuh gadis itu turun di sebelah kiri lawan, gadis itu menggerakkan pedangnya dan "brebeett" ujung pedang itu merobek baju Hui Tat hingga terbukalah baju itu dari batas leher sampai pinggang!

"Nah, tidak lekas berlutut mau tunggu kapan lagi?" Giok Ciu membentak sambil mengayunkan pedang rampasan itu keatas dan pedang itu bagaikan anak panah menancap di balok melintang hingga hampir setengahnya!! Hui Tat merasa malu dan terkejut sekali. Tanpa berkata apa-apa ia lalu lari pergi dan menggunakan tangan kanan unuk memegang bajunya yang robek. Sedikitpun ia tidak berani menoleh dan lari bagaikan dikejar setan karena ia merasa malu sekali! Giok Ciu dan Sin Wan tertawa bergelak-gelak.

"Siauw-San Ngo-Sinto! Janganlah berlaku pengecut, dan keluarlah kalian untuk mengadu kepandaian! Apakah kalian takut pada kami?" Kelima Golok Sakti dari Siauw-San yang telah puluhan tahun membuat nama besar itu, tentu saja tidak sudi menelan hinaan kedua anak muda itu, dan berbareng mereka berlima meloncat menghadapi Sin Wan dan Giok Ciu, sedangkan golok andalan mereka telah berada di tangan masing-masing!

"Hm, anak muda sombong. Kalian terlau mengandalkan kepandaian sendiri dan tidak pandang sebelah mata kepada semua orang berada disini! Tidak tahukah kalian bahwa kami sedang melakukan pesta perjamuan dan bahwa kalian tidak kami undang? Tapi kalian sengaja datang mengacau dan karena ini selain kalian menghina kami berlima orang-orang tua, juga kalian telah memandang rendah dan tidak menghargai semua tamu-tamu kami yang terhormat!" kata Twa-Sinto sambil memandang kepada semua tamu.

Sin Wan terkejut dan mengagumi kecerdikan dan kelicinan orang tua itu. Ucapan yang dikeluarkan seakan-akan menegurnya itu sebenarnya adalah semacam hasutan untuk menarik semua tamu di pihak mereka agar semua tamu dipandang rendah oleh Sin Wan dan Giok Ciu sehingga menjadi marah. Maka buru-buru Sin Wan menjura ke sekelilingnya dan berkata dengan suara yang lebih keras lagi dari pada suara Twa-Sinto.

"Cuwi yang terhormat! Ketahuilah bahwa kami berdua orang muda tidak sekali-kali berani memandang rendah kepada cuwi yang gagah perkasa. Siauwte telah cukup mendapat didikan Kakekku Kang Lam Ciuhiap untuk berlaku hormat kepada sahabat-sahabat dari kalangan kang-ouw dan para Lo-Cianpwe, sedangkan adikku inipun cukup mendapat didikan dari Ayahnya yang bukan lain adalah Kwie Cu Ek si Harimau Terbang! Kami berdua adalah keturunan orang-orang gagah yang binasa dalam keadaan mengandung penasaran karena penghinaan orang-orang semacam Ngo-Sinto ini! Kini kami datang ke sini semata-mata hendak membalas sakit hati atas terbunuhnya orang-orang tua kami, dan urusan kami hanyalah dengan Ngo-Sinto, sedikitpun tiada sangkut paut dengan cuwi sekalian!"

Mendengar kata-kata Sin Wan ini, semua tamu diam-diam mengangguk-angguk karena nama-nama besar seperti Kang Lam Ciuhiap dan Hui-Hauw Kwie Cu Ek memang telah mereka dengar dengan baik. Maka sebagian besar daripada mereka ini lalu duduk dan tidak hendak mencampuri urusan orang lain yang sebenarnya adalah urusan pribadi dan balas dendam perseorangan yang sedikitpun tiada sangkut paut dengan mereka. Tapi seorang pertapa rambut panjang yang digelung ke atas dan memakai tusuk rambut emas dan jubahnya berwarna merah, berdiri dari tempat duduknya dan lalu tubuhnya yang jangkung kurus itu berjalan tenang dan menghampiri Sin Wan dan Giok Ciu. Ia mengangguk ke arah tuan rumah lalu berkata kepada Sin Wan,

"Eh, anak muda! Kau pandai sekali menggunakan nama Kakekmu Kang Lam Ciuhiap dan nama Hui-Hauw Kwie Cu Ek untuk menakut-nakuti para tamu! Tapi ketahuilah, nama-nama yang kau sebut itu tidak berada di atas kedudukan dan tingkatku, maka aku tidak berlaku lancang kalau mengajukan diri untuk membereskan urusan ini!" Sin Wan melihat seorang Tosu tinggi kurus yang bermata tajam itu datang-datang membela tuan rumah, segera mengerti bahwa urusan akan menjadi hebat, maka buru-buru ia mengangkat tangan memberi hormat,

"Totiang dari mana dan siapakah maka sudi mencapikkan diri mengurus kami yang muda-muda?"
Tosu itu tertawa sambil mengdongakan kepalanya ke atas hingga lehernya memanjang bagaikan leher merak.

"Aku adalah Keng Kong Tosu. Kau tadi bilang bahwa urusanmu dengan Siauw-San Ngo-Enghiong tiada sangkut pautnya dengan para tamu, tapi mengapa kawanmu telah menghina seorang tamu, yakni Hui Tat Enghiong tadi? Apakah kalian benar-benar hendak mengagulkan kepandaian disini?"
Atas pertanyaan ini Giok Ciu yang maju menjawab.

"Bukankah Totiang tadi juga melihat bahwa orang she Hui adalah seorang sombong yang hendak menggunakan nama Kun-Lun-Pai untuk menjual muka? Aku sebagai keturunan seorang tokoh Kun-Lun tentu takkan membiarkan nama Kun-Lun-Pai dipermainkan orang macam itu!"

"Hm, sungguh masih muda tapi sudah mempunyai suara besar! Kulihat kepandaian nona ini cukup bagus, maka tentu kepandaianmu lebih kuat lagi, anak muda! Sebenarnya kau murid siapakah?"

"Guru kami adalah Bu Beng Sianjin." Tapi nama ini tak dikenal oleh Tosu itu maka ia keluarkan suara ejekan.

"Ketahuilah anak muda. Siauw-San Ngo-Enghiong bukanlah anak-anak kecil yang boleh kau ajak berkelahi begitu saja. Itu berarti kalian menghina padanya, sedangkan aku pada saat ini menjadi tamu, maka bagaimana aku bisa membiarkan orang luar menghina tuan rumahku? Biarlah kuukur dulu kepandaianmu apakah sudah cukup pantas untuk digunakan melayani Ngo-Enghiong. Kalau kepandaianmu masih terlampau rendah, maka pulanglah saja dan belajar barang sepuluh tahun lagi sebelum memberanikan diri mencari Siauw-San Ngo-Enghiong!" Sambil berkata begini, Tosu ini mengeluarkan sebuah hudtim, yakni kebutan pertapa dan sebatang pedang pendek, lalu menghadapi Sin Wan sambil berkata,

"Nah, keluarkanlah senjatamu dan kalian berdua boleh maju berbareng." Sin Wan dan Giok Ciu marah sekali melihat lagak orang ini yang terang-terangan memandang rendah kepada mereka. Tapi Sin Wan memberi isyarat kepada Giok Ciu dan sambil mencabut pedangnya ia berkata kepada Keng Kong Tosu,

"Totiang, ketahuilah! Kami berdua bukanlah orang-orang berjiwa pengecut yang mudah digerak untuk menarik kembali niat kami membalas dendam. Jangankan baru kau yang menghalangi kami, biarpun menghadapi lautan api akan kami terjang untuk mencari dan membalas dendam ini! Kalau kau orang tua hendak merendahkan diri dan mengotorkan tangan mengikut campuri urusan yang tiada sangkut pautnya dengamu, maka silahkan maju dan jangan kira kami takut padamu!" Melihat ketabahan anak muda yang bersikap tenang ini, Keng Kong Tosu yang sudah banyak pengalaman maklum bahwa anak muda ini tentu memiliki kepandaian tinggi.

Apapula ketika melihat sinar pedang Pek Liong Pokiam yang mengeluarkan hawa mujijat dan sinar mengerikan! Diam-diam Keng Kong Tosu terkejut sekali dan menjadi keder menghadapi pokiam yang benar-benar jarang dicari keduanya itu. Namun sebagai seorang yang mempunyai tingkat dan disebut Lo-Cianpwe oleh kebanyakan orang kang-ouw, Keng Kong Tosu menenangkan hatinya. Tiba-tiba ia mengeluarkan suara ketawa menyeramkan yang nyaring dan panjang. Suara ini memang terdengar aneh dan serem hingga semua orang yang berada di situ merasa bulu tengkuk mereka berdiri, karena selain kedengarannya menyeramkan, juga suara ketawa itu mengandung pengaruh yang kuat sekali! Memang Tosu itu sedang mengluarkan kepandaian Hoat-Sutya, yakni semacam sihir atau ilmu hitam.

Dengan mukjizat ia dapat menyebarkan pengaruh yang kuat di dalam suara ketawa itu untuk membuat Sin Wan lemah semangat dan terpengaruh olehnya. Memang benar Sin Wan yang terkena tenaga yang sebenarnya ditujukan sepenuhnya kepadanya itu merasa seakan-akan ada sesuatu memukul dari dalam tubuhnya, yakni tenaga yang memasuki telinganya dan terbawa oleh suara ketawa yang menyeramkan itu. Tapi, sebelum ia merasa mabuk dan pening, tiba-tiba jari tangan kanannya yang memegang pedang merasakan seperti ada air hangat yang menjalar ke seluruh tubuh dan mengusir pergi pengaruh Mukjizat itu! Sin Wan menduga bahwa tentu pokiamnya yang memang ampuh dan mukjizat itu menolongnya dan dari Pokiamnya itulah datangnya tenaga hawa aneh yang melenyapkan pengaruh ilmu hitam! Maka ia selalu tersenyum dan dengan hati tetap berkata,

"Majulah, Totiang!" Keng Kong Tosu heran dan terkejut sekali melihat betapa Sin Wan tenang-tenang saja seakan-akan tidak terpengaruh oleh suaranya, bahkan ketika Giok Ciu juga mencabut pedangnya yang hitam mulus bersinar-sinar, iya merasa betapa cahaya pedang itu tajam menusuk matanya hingga ia mundur dua tindak! Segera ia dapat menguasai dirinya dan dengan seruan keras ia maju menyerang dan Mengayunkan pedang dan hudtim dari dua jurus yang bertentangan menyerang tempat-tempat berbahaya di tubuh anak muda itu!

"Bagus!" seru Sin Wan yang segera melibatkan pokiamnya dan menangkis. Keng Kong Tosu biarkan pedang pendek nya ter tangkis, karena pedang pendeknya itu pun pedang pusaka yang ampuh dan tajam, tapi dia tidak berani membiarkan hudtimnya menjadi putus oleh pedang lawan yang hebat itu, maka cepat sekali ia kelebatkan kebutannya dan kini meluncurlah ujung kebutan itu dengan cepatnya ke arah darah di leher Sin Wan!

Inilah serangan maut yang sangat berbahaya dan disebut gerak tipu Hio-Te Hoan-Hwa atau Dibawah Daun Cari Bunga. Namun Sin Wan telah berlaku waspada. Cepat ia merubah bhesi dengan memiringkan kepala dan leher hingga ia dapat berkelit dari ujung kebutan lalu balas menyerang dengan pokiamnya yang tak kalah hebat dan berbahayanya. Serangan balasan ini demikian hebatnya hingga Keng Kong Tosu berseru kaget dan meloncat mundur sambil putar pedang pendeknya di depan tubuhnya sebagai pelindung. Tapi ketika Sin Wan memutar pula pedangnya ke arah yang bertentangan, kedua pedang itu beradu keras dan hampir saja pedang pendek Keng Kong Tosu terlepas karena kuatnya serangan lweekang muda itu. Keng Kong Tosu merasa telapak tangannya panas dan ia menjadi pucat karena timbul rasa jerih terhadap anak muda yang tenang ini!

Untung Gadis itu tidak maju mengeroyoknya, kalau terjadi hal ini, tentu ia takkan dapat bertahan, karena ia tahu bahwa pokiam di tangan Gadis itu mukjizat sekali dan tidak kalah ampuhnya dengan pokiam putih di tangan pemuda ini! Diam-diam Keng Kong Tosu heran sekali mengapa tiba-tiba di dunia kang-ouw bisa muncul jago-jago luar biasa yang semuda ini dan ia mulai memikir siapa gerangan Suhu mereka ini yang tadi disebut Bu Beng Sianjin! Tapi serangan dan desakan Sin Wan membuat ia tidak dapat berpikir karena ia harus memusatkan seluruh perhatiannya kepada senjata musuh agar tidak sampai di robohkan. Setelah bertempur hampir dua ratus jurus dengan hebat sekali, mulailah Keng Kong Tosu terdesak hebat tak berdaya. Ia segera mengerahkan kekuatan gaib nya dan sambil semburkan Tenaga dari dada dan perutnya ke arah lawan, membentak dengan suara menggeledek,

"Robohlah kau!" Tenaga ilmu hitam ini hebat sekali karena Sin Wan merasa betapa tenaga raksasa yang tidak kelihatan mendorongnya ke belakang hingga ia terhuyung-huyung dan bhesi kakinya tergempur, tapi aneh! Kembali ada tenaga hangat yang menjalar dari telapak tangan yang memegang pedang hingga ia tertolong dari bahaya maut karena pada saat itu Keng Kong Tojin yang heran sekali melihat lawannya tidak roboh terkena ilmu hitamnya tapi hanya terhuyung saja, segera maju menerjang dan mengirim serangan maut dengan pedang pendek dan hudtimnya!

Ketika itu Ujung hudtim telah dekat sekali dengan urat di leher Sin Wan yang jika terkena akan menghentikan Jalan pernapasannya. Tapi untung sekali pemuda itu telah tertolong oleh hawa pedangnya hingga ia bisa menggulingkan diri ke samping dan menggunakan pokiamnya menyabet keras ke arah lengan lawan yang memegang hudtim! Keng kong Tosu berteriak kaget dan menarik lengannya tapi Pek Liong Pokiam telah berhasil membabat kebutannya itu hingga putus di dekat gagangnya! Kemudian dengan gemas Sin Wan maju menyerang dan mengeluarkan Pek Liong Kiam-Sut yang jarang terdapat keduanya di dunia ini! Payahlah Keng Kong Tosu mempertahankan diri, maka dengan terpaksa sekali dan lupa akan rasa malu, ia meloncat mundur keluar dari kalangan pertempuran sambil berkata,

"Kau hebat sekali! Biar Lain kali kita bertemu pula!" kemudian Tosu itu lalu kabur dengan cepat sekali turun gunung karena merasa tidak ada muka untuk bertemu dengan semua orang yang menyaksikan kekalahannya tadi! Sin Wan dan Giok Ciu dengan pedang di tangan kini menghadapi kelima musuh besarnya yang sementara itu telah bersiap sedia, walaupun hati mereka gentar sekali melihat kehebatan Sin Wan tadi. Namun betapa pun juga, mereka masih mengandalkan Ngo-Heng-Tin mereka yakni barisan lima elemen yang diatur oleh kelima golok mereka itu. Selamanya belum pernah mereka dapat dikalahkan musuh dalam barisan hebat ini.

"Ngo-Sinto, bersiaplah terima binasa!" kata Giok Ciu. Twa-Sinto tersenyum,

"Kalian anak muda sungguh sayang sekali, setelah memiliki kepandaian tinggi akhirnya harus mampus di tangan kami." Setelah Twa-Sinto berkata demikian maka ia dan keempat saudaranya lalu berdiri berjajar, yang tertua di depan, kedua di belakangnya demikian seterusnya hingga mereka merupakan barisan seekor ular, memang mereka sengaja membentuk Kim-Coa-Tin atau Barisan Ular Emas,

"Bersiaplah kalian terima binasa!" Twa-Sinto berkata keras dan Ia lalu maju menyerang Sin Wan dengan goloknya.

Harus diketahui bahwa golok kelima orang tua ini, selain indah dipandang dan bergagang emas, juga terbuat dari baja tulangan yang baik sekali hingga merupakan senjata mustika yang ampuh dan tajam, kenapa senjata itu berani menghadapi Pek Liong dan Ouw Liong, tanpa kuatir tertabas putus. Dan golok itu berat dimainkan dengan gerakan gerakan golok yang khusus mereka pelajari untuk digunakan dalam barisan mereka ini hingga gerakan mereka bagaikan dilakukan oleh satu orang saja! Melihat datangnya serangan, Sin Wan menangkis dan balas menyerang, tapi Twa-Sinto yang merupakan kepala barisan ular, menjauhinya dan serangan itu disambut Ji-Sinto, lalu Diteruskan oleh serangan Sam-Sinto! Demikianlah, tiap kali gebrakan, Sin Wan menghadapi orang lain dan kelima orang itu bergerak bergerak teratur sekali bagaikan seekor ular merayap rayap!

Sin Wan menjadi bingung dan pada saat itu Giok Ciu berseru keras lalu menyerbu. Pertempuran menjadi lebih ramai Karena kini dua pedang melawan lima golok! Dengan masuknya Giok Ciu ke dalam pertempuran, maka Kim-Coa-Tin dapat dibikin bubar dan kacau karena kalau Sin Wan menyerang kepalanya, Giok Ciu membarengi menghantam lehernya atau orang kedua gerakan barisan ular itu tidak bisa otomatis lagi dan terpotong-potong! Karena inilah maka Twa-Sinto yang selalu merupakan pimpinan karena Ia memang paling cerdik, juga kepandaiannya paling tinggi, bersuit dua kali dan tiba-tiba barisan ular itu bergerak-gerak dan berubah menjadi barisan ombak samudra! Tiga orang menyerang Sin Wan dan Giok Ciu sedangkan yang dua lagi menyerang sambil bergulingan dan selalu menunjukkan golok mereka ke arah kaki kedua anak muda itu!

Golok kedua orang ini menyambar-nyambar dan sekali saja kaki terbabat, maka akan putuslah kaki anak-anak muda itu! Sin Wan dan Giok Ciu tak dapat mendesak kedua orang yang bergulingan sambil menyerang kaki mereka itu karena tiga orang lawan menjaga dengan kuat tiap serangan ke arah dua orang penyerang bawah itu dilindungi oleh tiga orang penyerang atas! Barisan ini bahaya sekali dan membingungkan Sin Wan dan Giok Ciu yang tiap kali harus berloncat-loncatan melindungi kaki mereka! Tiba-tiba Giok Ciu bersuit keras dan Ia menggunakan ginkangnya untuk berkelebat ke atas dan menyerang orang-orang yang bergulingan itu dengan menyambar-nyambar dari atas! Sin Wan melihat gerakan ini teringat akan ilmu silat garuda terbang yang dulu diajarkan oleh Kwie Cu Ek,

Maka iapun lalu menggunakan ginkangnya untuk melayani barisan aneh ini! Diserang oleh dua anak muda yang sangat gesit dan memiliki ginkang tinggi ini hingga merupakan sepasang Garuda menyambar-nyambar, barisan ombak Samudra menjadi kacau balau. Maka kembali Twa-Sinto bersuit keras tiga kali dan kali ini kelima Tosu itu mengeluarkan kepandaian mereka yang paling hebat, yakni Ngo-Heng-Tin atau Barisan Lima Elemen merupakan segi lima yang kadang-kadang berubah menjadi Bundaran. Mereka lari berputar dan menyerang Sin Wan dan Giok Ciu dari lima jurusan yang teratur sekali! Golok mereka yang berat dan tajam itu bergerak dengan cepat dan pergerakan kelima golok itu demikian teratur dengan otomatis mereka itu saling membantu kawan setiap serangan merupakan serangan berantai!

Misalnya Twa-Sinto menyerang, maka musuh yang berkelit segera disambut serangan golok kedua dan demikian seterusnya hingga apabila lawan dapat sebuah serangan, berarti ia harus dapat pula kelit empat serangan golok lain! Karena mereka berlima menyerang dan bersilat sambil berputaran dan mengurung Sin Wan dan Giok Ciu yang berada di tengah, maka kedua anak muda itu tak dapat bergerak leluasa. Kemudian Giok Ciu memberi seruan keras dan pokiamnya itu mendengung mengeluarkan suara ketika digerakkan dengan hebatnya! Ternyata Gadis itu telah menggunakan pokiamnya bersilat dengan ilmu Pedang Naga Hitam yakni Ouw Liong Kiam-Sut yang menjadi kepandaian simpanannya! Melihat betapa kawannya telah mulai bersungguh-sungguh, Sin Wan tidak mau kalah dan setelah berseru keras, ia menggerakkan pedangnya yang putih dalam ilmu Pedang Naga Putih atau Pek Liong Kiam-Sut!

Sebentar saja kedua pemuda-pemudi itu lenyap dalam gulungan dua sinar pedang hitam dan putih yang mengeluarkan hawa dingin dan panas secara mukjizat sekali! Yang menonton pertandingan ini diam-diam meleletkan lidah melihat kehebatan permainan pedang kedua anak muda itu! Pedang hitam dan putih itu kini seakan-akan telah berubah menjadi sepasang naga hitam dan putih yang melayang-layang dan menyambar-nyambar menerbitkan angin, gerakan yang indah tapi buas sekali. Sin Wan dan Giok Ciu setelah mainkan Ouw Liong Kiam-Sut dan Pek Liong Kiam-Sut menjadi demikian gembira hingga seakan-akan mereka berlomba memperebutkan pahala! Sebentar saja terdengar jeritan ngeri ketika pada saat hampir berbaring sepasang pokiam itu menyambar leher dua orang Tosu hingga leher mereka terbabat dan kepalanya terpental jauh!

Tiga Tosu lagi menggertak gigi dan melawan dengan nekad, tapi dibarengi teriakan nyaring, kembali pedang hitam Giok Ciu telah menembus dada Sam-Sinto hingga Tosu ini menjerit ngeri dan roboh binasa. Melihat hasil Giok Ciu , Sin Wan tidak mau kalah, dengan gerak tipu Pek Liong Cut-Tong atau Naga Putih Keluar Gua, iya berhasil menusuk mati Ji-Sinto! Tinggal Twa-Sinto seorang yang masih melawan mati-matian, tapi karena kedua anak muda itu agaknya benar-benar bersaing dalam membunuh musuh mereka, kedua pedang itu dengan secara hebat sekali dan tak terduga datangnya, tahu tahu keduanya telah tembus perutnya! Saudara tertua dari Siauw-San Ngo-Sinto ini roboh tak dapat bersuara lagi! Melihat betapa kelima musuh besar telah menggeletak dalam darah mereka sendiri, Sin Wan dongakkan kepala keatas dan berseru keras,

"Ibu, Kong-kong! Lihatlah, musuh-musuhmu telah dapat kami binasakan!" Kemudian ia tertawa bergelak-gelak dan sebentar kemudian disusul dengan suara tangisnya terisak-isak. Giok Ciu lalu ikut menangis tersedu-sedu di samping Sin Wan, karena ia teringat akan kematian Ayahnya sendiri yang sampai saat itu belum juga terbalas!

Musuh besar gadis ini ialah Cin Cin Hoatsu, yakni Pendeta Tibet yang telah membunuh Ayahnya, sedangkan pada saat itu ia belum dapat bertemu dengan musuh besar itu. Para tamu yang tadinya merasa ngeri dan kagum melihat betapa dua orang muda yang konsen dan lihai sekali itu dapat menewaskan kelima golok sakti dari Siauw-San dengan mudah, kini merasa heran sekali melihat betapa keduanya berdiri sambal menutup muka dan kucek-kucek mata dengan kedua tangan dalam tangisan sedih! Mendengar tangis Giok Ciu makin keras saja, Sin Wan menunda tangis dan memandang ke arah gadis itu dengan heran. Ia sendiri tadi menangis karena terharu dan girang, terharu teringat akan Ibunya dan Kakeknya yang tercinta dan girang karena akhirnya ia berhasil membasmi semua musuh besar, Tapi kini mendengar tangis Giok Ciu, ia memandang heran dan kuatir.

"Eh, moi-moi kau kenapakah?" tangannya sambal memegang pundak orang. Mendengar pertanyaan ini, Giok Cu makin memperhebat tangisannya dan ia kipatkan tangan Sin Wan yang memegang pundaknya! Sin Wan makin heran dan bertanya mendesak.

"Eh, moi-moi, kenapakah? Mengapa kau ngambek? Katakanlah? Sementara itu para tamu melihat tontonan ini merasa heran sekali, karena kedua anak muda yang lihai itu ternyata bersikap seolah-olah disitu hanya ada mereka berdua saja! Benar-benar sepasang orang muda yang berilmu tinggi dan bersikap luar biaa dan aneh!

"Kau" kau murid tidak setia! Sudah lupakah kau akan terbunuhnya Ayah? Atau" atau kau tak mau ambil perduli lagi??"

"Moi-moi, jangan berkata begitu! Sakit hati Ayahmu adalah sakit hatiku juga, penderitaanmu adalah penderitaanku juga! Mari kita mencari Cin Cin Hoatsu untuk membalas kematian hati Ayahmu!"
Kemudian Sin Wan memandang ke sekeliling dan menjura, "Dengan sangat menyesal kami mengharap cuwi suka memberi maaf kepada kami orang-orang muda yang datang untuk menagih hutang kelima orang yang kini telah tewas ini. Sekali lagi kami tekankan bahwa kami tiada urusan apa-apa dengan cuwi. Mungkin diantara cuwi ada yang tahu dimanakah seorang Tibet yang bernama Cin Cin Hoatsu?" Tiba-tiba dari sudut kiri terdengar suara orang bertanya,


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Jiwi mencari Cin Cin Hoatsu ada urusan apakah?" Sin Wan menengok dan Giok Ciu segera keringkan air matanya lalu ikut berpaling juga. Ternyata yang bertanya adalah seorang tua yang gundul dan Hwesio ini tampaknya gagah dan berkepandaian. Melihat sikap orang yang ramah tamah dan pandangan matanya yang menyatakan simpati kepada mereka itu, Sin Wan lalu maju dan menjura,

"Lo-Suhu apakah dapat menolong kami memberitahukan tempat Cin Cin Hoatsu? Orang tua penjilat Kaisar itu adalah musuh kami juga, karena ia telah membunuh mati Suhu kami, Kwie Cu Ek."
Hwesio itu mengangguk-angguk,

"Mencari Cin Cin Hoatsu bukanlah perkara mudah, karena selain Lo-Cianpwe itu berkepandaian tinggi sekali juga kemana ia pergi tak seorangpun dapat mengetahuinya. Khabarnya ia mendapat tugas dari Kaisar untuk melawat ke Tibet membawa pesan rahasia dan penting. Tahukah kalian bahwa Keng Kong Tosu yang kau kalahkan tadi juga seorang diantara saudara-saudaranya?" Alangkah kecewa dan menyesalnya Sin Wan dan Giok Ciu. Kalau tadi mereka tahu bahwa Keng Kong Tosu adalah Sute atau saudara Cin Cin Hoatsu, tentu mereka takkan melepaskan begitu saja! Melihat kekecewaan kedua anak muda itu, si Hwesio segera menambahkan,

Cari Blog Ini