Ceritasilat Novel Online

Pedang Pusaka Naga Putih 5


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 5




"Sungguh tak kusangka Lie Kiam mempunyai sute seperti kau, Si Enghiong," katanya.

"Biar bagaimana jugapun, ilmu silat dan tenagamu itu membuat aku tidak percaya bahwa kau adalah sute dari Lie Kiam. Betul kegesitanmu dan gerakan-gerakanmu sama dengan Lie Kiam, tapi ada juga perbedaannya. Dan tenaga dalammu ketika kau menyambut pukulanku tadi, ah, tak pantas kau menjadi adik seperguruan Lie Kiam."

"Bagaimanapun, memang benar siauwte adalah sute dari Lie Kiam suheng," jawab Han Liong.

"Aku tidak malu mengaku bahwa dalam hal ilmu pukulan, kau lebih pandai dari aku, tapi aku belum mau mengaku kalah, anak muda. Marilah kita mencoba kemahiran senjata!" Ia lalu melompat ke dekat pintu kelenteng dan mengambil sebatang toya besi yang berat. Dalam hal ilmu tangan kosong, Ban Hok ini sudah lebih tinggi dari Lie Kiam, karena lima tahun yang lalu ketika ia jatuh di tangan Lie Kiam, ilmu silatnya sudah cukup tinggi dan hanya kalah sedikit saja dari Lie Kiam yang terkenal gesit, tapi setelah menggembleng dirinya selama lima tahun dengan sungguh-sungguh, kini dapat dibayangkan betapa majunya ia. Lebih-lebih dalam ilmu toyanya, jarang ia menemukan tandingan. Ia sangat membanggakan ilmu toya gabungan dari Siauw-lim dan Bhok-san-pai yang dinamakannya Ilmu Toya Lima Iblis Mengamuk.

"Nah, anak muda. Kulihat kau tak bersenjata, maka kau boleh meminjam pedang yang tergantung di pinggang adikmu itu untuk melawanku!" Tapi Han Liong tahu bahwa toya lawannya itu sedikitnya beratnya ada lebih kurang lima puluh kati dan pedang Hong Ing bukanlah pedang mustika, sedangkan kalau menggunakan Pek-liong pokiam yang terlilit di pinggangnya itu, ia merasa belum waktunya. Bila keadaan tidak sangat mendesak dan perlu, ia tidak mau mengeluarkan pedang pusakanya itu. Selagi ia memikir-mikir, Hong Ing yang duduk di bawah sebatang pohon menikmati hawa sejuk sambil nonton pertempuran itu, berkata,

"Koko, ini toyamu tertinggal di tini!" Han Liong menengok heran, dan ia tersenyum ketika melihat adiknya itu mengangsurkan sebatang ranting pohon liu yang panjangnya tidak lebih dari tiga kaki dan besarnya tidak melebihi ibu jari kakinya! Namun ia terima juga "senjata" itu dan berkata,

"Terima kasihi adikku." Lalu dengan tenang ia menghadapi Ban Hok. Si Harimau Hitam melihat anak muda itu dengan mata merah. Ia merasa dihina sekali.

"Jangan takabur, anak muda. Kau hendak melawan toyaku dengan ranting itu?"

"Memang itulah senjatanya, lo-Enghiong!" dari bawah pohon, Hong Ing menjawab sambil tertawa. Gadis ini yakin sekali akan ilmu silat kakaknya, maka ia sengaja menggunakan kesempatan ini untuk menyaksikan kelihaian kakaknya, sambil hendak memperolok-olokkan Ban Hok yang telah mengalahkannya tadi. Jadi dalam hal ini, sebenarnya Hong Inglah yang berlaku sombong. Maka tak heran kalau Ban Hok menjadi marah sekali dan tanpa berkata apa-apa lagi ia segera memutar toyanya sehingga mengeluarkan suara angin mendesir, lalu ujung toyanya melayang ke arah dada Han Liong disertai bentakannya.

"Lihat toya!" Kalau ranting yang diberikan oleh Hong Ing itu sudah kering, tentu Han Liong tidak berani menggunakannya,

Tapi ranting itu masih hijau dan basah, ia yakin bahwa kayu kecil itu merupakan senjata yang ulet dan tidak khawatir terpukul patah. Melihat datangnya luncuran ujung toya lawan, ia segera mengelak ke samping dan menggunakan rantingnya menangkis dengan meminjam tenaga lawan sehingga toya itu meleset arahnya. Namun Ban Hok memutar balik toyanya dan menggunakan ujung sebelah lagi untuk mengemplang kepala! Han Liong memperlihatkan kegesitannya dengan miringkan kepala dan tubuh sambil menggunakan rantingnya dari bawah menotok ke arah iga lawan! Gerakan ini dinamakan tipu Naga Sakti Mengulur Lidah, tubuhnya merendah dengan pinggang tertekuk bagaikan naga menggeliat dan ranting itu seakan-akan lidah naga yang menjulur cepat ke depan! Melihat gerakan yang cepat dan indah ini, tanpa terasa Ban Hok berseru.

"Bagus!" dan ia terpaksa membuang diri ke samping untuk menghindarkan totokan berbahaya itu, karena untuk menangkis ia tiada waktu lagi. Ban Hok segera mengeluarkan ilmu toyanya Lima Iblis Mengamuk dengan mengerahkan semua tenaga dalamnya, hingga sekejap kemudian toyanya terputar-putar merupakan lingkaran hitam yang mengurung tubuh Han Liong! Ujung toya menjadi berpuluh-puluh banyaknya. Tapi dengan menggunakan keringanan tubuh dan kegesitan warisan keempat gurunya. Han Liong dapat melayaninya dengan seimbang, Ilmu Pukulan Empat Bintang dapat ia mainkan di ujung ranting itu dan di sini ternyata betapa hebatnya ilmu gabungan ciptaan Kam Hong Siansu itu, karena menggunakan ilmu silat gabungan ini,

Walaupun hanya menggunakan sebatang ranting kecil saja, namun cukup untuk melayani ilmu Toya Lima Iblis Mengamuk yang demikian hebatnya! Lebih-lebih lagi karena dalam gerakan-gerakan Han Liong digunakan ilmu totok warisan suhunya Hee Ban Kiat si mata satu, maka tak heran bahwa Ban Hok harus berlaku sangat waspada agar jangan sampai dijatuhkan oleh lawan yang muda dan hanya menggunakan ranting itu! Demikianlah, mereka bertempur sampai enam puluh jurus lebih. Mata Hong In yang menonton dari bawah pohon sampai menjadi kabur rasanya, dan diam-diam ia memuji dan kagum melihat kehebatan ilmu silat kakaknya. Matanya berkunang-kunang melihat toya Ban Hok merupakan gulungan hitam bergerak-gerak cepat dan di tengah-tengah gulungan hitam itu tampak berkelebat sinar kecil putih kehihau-hijauan dari ranting Han Liong.

Pada saat itu Han Liong merasa sudah cukup mencoba kepandaian Ban Hok yang telah menjatuhkan suhengnya itu. Iapun diam-diam mengaku bahwa baru sekali ini ia menemukan lawan yang agak tangguh. Maka ia segera mengubah ilmu silatnya. Tiba-tiba Ban Hok terkejut sekali karena ketika ranting berkelebat dan menyambar ujung tovanya, ternyata ranting itu seakan-akan digerakkan oleh tenaga raksasa dan bukan merupakan ranting kecil lemah lagi, tetapi seakan-akan merupakan sebuah senjata yang lebih berat daripada toyanya sendiri. Kemudian ranting itu berkelebat amat cepat dan gerakan-gerakannya tidak terduga sama sekali dan tahu-tahu ranting itu membesit tangan kanannya hingga ia merasa seakan-akan tulang lengan itu akan remuk dan kulitnya bagaikan terbakar! Ia tidak tahan lagi dan tanpa disengaja toyanya terlepas dari pegangan!
"Aku mengaku kalah!" katanya dengan suara penuh kekecewaan dan kemenyesalan, sambil memandang pemuda itu dengan penuh keheranan. Sebenarnya tak usah dibuat heran, karena Han Liong tadi telah menggunakan dua jurus Ilmu dari Pek-liong-kiam-hoat! Gerakan pertama ketika ia menangkis ujung toya lawan adalah tipu Naga Putih Mencakar Gunung dan ketika ia membesit lengan lawan tadi ialah tipu Naga Putih Memukulkan Ekornya. Baru saja ia menggunakan dua jurus tipu dari Pek-liong-kiam-hoat, ia telah berhasil mengalahkan Ban Hok, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya ilmu pedang Pek-liong-kiam-hoat itu! Memikirkan hal ini, Han Liong diam-diam merasa sangat girang dan berterima kasih kepada Kam Hong Siansu yang telah membimbingnya itu.

"Si Enghiong, kau benar pandai dan gagah. Aku terima kalah. Hanya yang membuat aku penasaran, mengapa kau yang menjadi sute dari Lie Kiam setinggi ini ilmu silatmu? Katakanlah, anak muda, siapa yang mengajar kau ilmu silai tadi? Siapakah gurumu, selainnya guru Lie Kiam?"

"Ban lo-Enghiong, jangan terlalu memuji. Karena kau jujur, maka terus terang kukatakan bahwa selain suhuku Lie Kiam, aku masih mempunyai tiga orang guru lain. Tapi yang mengajar aku dalam ilmu silat yang kupakai tadi sehingga akau berhasil membuat kau mengalah, adalah seorang guru lain yang tak dapat kusebut namanya, karena suhuku itu tidak suka namanya diperkenal kepada umum."
Ban Hok si Harimau Hitam mengangguk-anggukkan kepala.

"Pantas..., pantas... Kau jauh lebih hebat dari pada Lie Kiam, rupanya pelajaranmu begitu luas. Aku tidak usah merasa malu jatuh dalam tanganmu. Nah, sakarang kau boleh ambil anak itu dan antar kepada Lie Kiam dan katakan padanya bahwa melihat kau yang semuda ini tapi sudah berkepandaian begitu tinggi, pula sikapmu yang sopan santun ini, aku habiskan saja urusan sampai disini! Biarlah ini menjadi pelajaran bagiku bahwa di dunia ini tidak ada orang yang paling pandai. Pasti ada yang melebihi kepandaian seseorang." Hong Ing mendengar ini lalu melompat berlari-lari masuk ke kelentang. Tak lam kemudian ia keluar lagi menuntun seorang anak kecil. Ternyata, walaupun bekas seorang perampok tunggal, Ban Hok adalah seorang laki-laki jujur, ia tidak membikin susah anak itu, tetapi dirawatnya baik-baik selama berada dalam tangannya sehingga anak itu tidak mengalami sesuatu kesengsaraan.

Kemudian, setelah menghaturkan terima kasihnya, Han Lion menggendong anak itu, dan bersama Hong Ing meninggalkan tempat itu dengan lari cepat. Ketika mereka sampai di rumah Lie Kiam ternyata suhengnya telah hampir sembuh dan dapat turun dari pembaringan. Alangkah girang hati Lie Kiam dan isterinya melihat putera mereka satu-satunya itu pulang dengan selamat. Dengan ringkas Han Liong menceritakan pengalamannya tanpa menyebut jalannya pertempuran, tapi Lie Kiam yang merasa tidak puas lalu bertanya kepada Hong Ing. Sebetulnya sejak tadi juga Hong Ing merasa tidak puas mendengar cerita Han Liong, tetapi ia tidak berani bicara karena kakaknya itu berkali-kali memberi tanda agar ia tidak berkata apa-apa, tapi sekali ini karena Lie Kiam sendiri yang mengajukan pertanyaan tanpa Han Liong berani mencegah dan melarangnya,

Hong Ing segera buka suara dan menceritakan jelas betapa ia dikalahkan oleh Ban Hok dan betapa dengan sebatang ranting pohon liu, Han Liong dapat mengalahkan Ban Hok dengan mudahnya! Ceritanya ini diucapkan dengan kata-kata menarik diikuti gerekan-gerakan meniru-nirua gerak silat kedua pihak, penuh dengan pujian-pujian bagi Han Liong yang membuat pemuda itu menundukkan kepala dengan kemerah-merahan. Karena kemarin tiada waktu untuk bicara panjang lebar, maka setelah mendengar cerita itu, Lie Kiam terheran-heran karena ia merasa mustahil bahwa suhunya telah berlaku berat sebelah dan memberikan kepandaian istimewa kepada sutenya itu. Maka ia menuntut kepada sutenya agar menceritakan riwayatnya. Terpaksa Han Liong menuturkan riwayat pelajaran silatnya yang didengarkan dengan penuh perhatian oleh Lie Kiam.

Semenjak saat itu, Bwee Lan makin kagum melihat susioknya dan bahkan Bwee Hwa yang tedinya masih raga-ratu menjadi tunduk betul. Kedaan nona dari Shoatang itu bahkan dengan tidak malu-malu minta kepada susioknya untuk memberi mereka pelajaran satu dua jurus ilmu silat untuk memperdalam kepandaian mereka. Tetapi Han Liong dengan halus menolaknya. Ternyata selain nakal dan galak, Bwee Hwa juga cerdik. Ia menggunakan Hong Ing sebagai perantara untuk mendesat Han Liong agar suka memberi pelajaran kepada mereka. Setelah Hon Ing turun tangan, terpaksa, sebagaimana biasa, Han Liong tak dapat melawan kehendak adiknya yang manja itu, dan ia turunkan juga silat yang diwarisinya dari suhunya Hee Ban Kiat kepada mereka sebanyak sepuluh jurus. Tetapi biarpun hanya sepuluh jurus,

Kedua nona itu merasa girang sekali dan belajar dengan rajin dan bersemangat, karena yang mereka pelajari itu adalah sepuluh jurus pilihan dari Kiauw-ta-sin-na yaitu gabungan dari Kim-na-hoat dari
(Lanjut ke Jilid 05)

Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

Jilid 05
Siauw-lim-si dan Bu-tong-pai. Kalau sepuluh jurus pukulan ini dipelajarinya dengan sempurna, maka kelihaiannya melebihi ratusan jurus ilmu silat cabang lain. Lagi pula, di dalam pukulan yang paling lihai dari Siauw-lo-ong Hee Bin Kiat si mata ini, Han Ltoug telah mengadakan pecahan-pecahan dan variasi hingga sepuluh jurus ini dapat terpecah menjadi puluhan gerakan. Sebelah tingggal di rumah suhengnya selama setengah bulan, Han Liong dan Hong Ing berpamit untuk meneruskan perantauan mereka. Lie Kiam yang merasa sayang sekali kepada sutenya itu tak dapat menahan, hanya memberi pesan agar sutenya berlaku hati-hati dan jangan mudah mencari permusuhan.

"Sute," katanya kemudian,

"kebetulan sekali aku mendapat undangan dari Siok Houw Sianseng di Kie-lok, Sianseng ini bukanlah sembarangan orang, bahkan ia ini kawan seperjuangan almarhum ayahmu. Ia seorang sasterawan yang tubuhnya lemah tapi pikirannya kuat dan pandai sekali. Tulisannya yang tajam menyerang hebat pemerintah musuh dan membangkitkan semangat perjuangan rakyat sehingga ia menjadi musuh pemerintah. Besok lusa ia merayakan hari perkawinan puterinya. Maka, kau wakililah aku, sute, sekalian kau belajar kenal dengan orang tua bijaksana itu. Selain itu, di sana tentu datang semua hohan dari kalangan kang-ouw hingga kau dapat, memperluas pengalamanmu." Karena memang tidak mempunyai tujuan tertentu dalam perjalanannya merantau, Han Liong menerima perintah ini dengan gembira. Ia membawa surat dari Lie Kiam dan berangkatlah ia dengan Hong Ing yang masih tetap menyamar sebagai seorang pemuda yang tampan.

Karena sayangnya kepada mereka, Lie Kiam mengusahakan dua ekor kuda yang baik untuk sute dan adiknya ini, sehingga mereka berterima kasih sekali. Jarak antara kota tempat tinggal Lie Kiam dan Kie-lok tidak jauh, hanya lebih kurang delapan puluh li, maka sepasang pemuda pemudi tidak sangat tergesa-gesa. Mereka membiarkan kuda mereka berjalan seenaknya saja. Ketika melalui sebuah jalan gunung yang sempit, tiba-tiba dari belakang mereka terdengar suara kaki kuda yang berlari kencang. Han Liong dan Hong Ing menahan kuda mereka dan menanti di pinggir jalan. Kebetulan di dekat Hong Ing ada bunga mawar gunung yang sedang mekar harum, maka gadis itu tak dapat menahan hatinya untuk tidak memetik bunga itu dan menancapkan di lipatan pengikat rambutnya.

Suara kaki kuda dari belakang makin keras kedengarannya dan sebentar kemudian dua orang penunggang kuda itu dengan secepat kilat lalu dekat merela karena jalan itu memang sempit. Ternyata kedua penunggang kuda itu adalah dua orang perempuan muda yang berwajah hitam dan buruk. Yang menarik perhatian adalah sarung pedang dan hudtim atau kebutan yang terselip di punggung mereka. Han Liong dan Hong Ing mencium bau wangi yang ganjil ketika kedua wanita itu lewat. Tiba-tiba Hong Ing menjerit perlahan. Ternyata ketika mereka itu lewat cepat di dekatnya, seorang diantara mereka mengulurkan tangannya dan sambil tertawa kecil wanita itu menyambar bunga mawar yang tertancap di rambut Hong Ing!. Hong Ing marah sekali dan ia segera menyentakkan kendali kudanya untuk mengejar.

"Sudahlah, adik Ing, biarkan saja. Di sini masih banyak bunga, mari kupetikkan," cegah Han Liong yang tak ingin mencari onar karena ia maklum bahwa kedua buruk itu memiliki kepandaian tinggi sehingga lebih baik tidak mencari ribut dengan mereka hanya karena setangkai bungai! Tapi mana Hong Ing mau menurut.

"Orang itu telah menghinaku, kau suruh aku diam saja? Koko, kalau kau takut, bersembunyilah disini, aku harus memberi tamparan kepada wanita setan itu!". Dan Hong Ing mencambuk kudanya mengejar. Karena kudanya bagus dan ia memang pandai berkuda, sebentar saja ia dapat menyusul.

"He, perempuan busuk, berhenti dulu!" teriaknya marah. Dua orang perempuan di depannya menahan kuda mereka dan berpaling. Hong Ing terkejut sekali melihat wajah mereka yang buruk menjijikkan itu. Agaknya mereka berdua menjadi korban penyakit kulit yang menyerang wajah mereka sehingga wajah mereka menjadi hitam serta kulitnya bercacat. Tapi sepasang mata merela yang indah, bersinar tajam ketika mereka memandang Hong Ing dengan kagum.

"Siangkong mengapa menahan kami?" tanya seorang diantara mereka yang lebih tua. Hong Ing melihat bahwa bunganya kini telah berada di atas rambut perempuan kedua, maka ia menunjuk sambil membelalakkan mata,

"Perempuan ini berlaku keji sekali! Kembalikan bungaku!". Kedua perempuan itu tertawa geli melihat sikap Hong Ing yang seperti seorang kanak-kanak direbut bunganya.

"Bunga adalah lambang persahabatan dan rasa suka, mengapa kau tidak rela kembangmu kuminta?" perempuan itu berkata sambil tersenyum genit.

"Siapa sudi menjadi sahabatmu? Ayoh kembalikan!" Hong Ing membentak marah.

"Sumoi, kembalikan saja, jangan membikin siangkong yang tampan ini menjadi marah," kata perempuan pertama. Karena kata-kata sucinya ini, perempuan kembang itu lalu mengambil bunga mawar itu dari kepalanya, lalu mendekatkan kembang itu ke hidung dan bibirnya untuk dicium, kemudian ia lemparkan kearah Hong Ing.

"Ini, terimalah tanda mata dariku, siangkong!" katanya sambil melirik dibuat-buat.

"Cis, tak tahu malu!!" Hong Ing semakin marah dan menyampok kembang itu dengan tangannya hingga berantakan di tanah.

"Memang sudah kuduga kalian bukan orang-baik!" Sambil berkata begitu Hong Ing mencabut siang-kiamnya dan menyerang.

"Suci, biar kutangkap sitampan ini untuk teman seperjalanan!" kata perempuan yang muda sambil tertawa genit, tetapi bersamaan dengan ini ia mencabut kebutannya dan menggunakan kebutan itu menangkis pedang Hong Ing. Hong Ing makin marah mendengar kata-kata itu dan kedua tangannya bekerja keras memberi serangan-serangan berbahaya bergantian. Melihat gerakan "pemuda" ini, barulah lawannya tidak berani main-main lagi dan melayaninya dengan hati-hati, bahkan kini ia mencabut pedangnya dan membalas menyerang.

Maka bertempurlah Hong Ing dengan perempuan buruk itu dengan sengitnya. Ternyata lawan ini sangat lihai sehingga sebentar saja Hong Ing terdesak. Ia terpaksa melompat turun dari kuda lalu menyerang lagi. Perempuan itupun terpaksa melompat pula dari kudanya, maka kini mereka berkelahi di atas tanah dengan lebih seru. Selama bersama dengan Han Liong, Hong Ing telah banyak mendapat petunjuk dari kakaknya ini sehingga ilmu silatnya sekarang sudah jauh lebih hebat dari dulu, bahkan ia sudah mempunyai beberapa tipu gerakan dari pelajaran yang didapat Han Liong dari gurunya Kim-to Bie Kong Hosiang. Maka gerakan siang-kiam di tangan Hong Ing sangat hebat, terlebih lagi ketika ia bersilat dengan ilmu golok yang sudah diubah oleh Han Liong dalam tipu gerakan Ngo-houw-toan-hun-to atau Lima Harimau Mencegat di Pintu. Kedua pedangnya berputar-putar cepat.

Pedang kiri merupakan penjaga yang tangguh sedangkan pedang kanan digunakan untuk menyerang, tetapi lawannya tidak kalah hebatnya, terutama geeakan kebutan itu membuat Hong Ing menjadi bingung. Kebutan itu dapat digunakan untuk melilit pedangnya dan beberapa kail pedang kanannya kena terlilit. Kalau tenaga dalamnya tidak begitu terlatih atas bimbingan Han Liong, patti tadi-tadi pedang ditangannya sudah terlepas kena kebutan lawannya! Sementara itu, kuda yang ditunggangi Hong Ing tadi, ketika mendengar ribut-ribut pertempuran itu, menjadi terkejut dan lari sambil meringkik keras! Tetapi Han Liong yang masih berada di atas kudanya mendatangi tempat pertempuran itu, ketika melihat kuda Hong Ing hendak kabur, sekali tubuhnya bergerak ia sudah melayang keatas punggung kuda Hong Ing dan menahan kendalinya.

"Bagus!" terdengar pujian dari suci lawan Hong Ing yang melihat gerakan ini dan menjadi sangat heran serta kagum. Ia maklum bahwa pemuda kedua ini berkepandaian jauh lebih tinggi dari pemuda yang sedang bertempur melawan adiknya itu karena dari gerakannya saja ia sadar bahwa ia sendiri berdua adiknya takkan dapat melawan pemuda ini. Maka ia segera berkata kepada adiknya yang sedang berkelahi.

"Sumoi, mundurlah, ayo kita pergi. Lupakah kau akan pesan subo agar kita jangan mencari onar di jalan? Urusan kecil diperhatikan, urusan besar bisa gagal!" Dan ia gerakkan hudtimnya yang berbulu kuning di tengah-tengah antara pedang adiknya dan pedang Hong Ing. Ujung bulu kebutan yang lemas itu ternyata membawa tenaga besar yang mengeluarkan angin, sehingga kedua orang yang sedang bertempur itu terhuyung mundur! Kemudian ia memberi hormat kepada Hong Ing dan Han Liong sambil senyum,

"jiwi Enghiong harap maafkan kami berdua." Dan dari kedua kepalannya menyambar uap hitam yang kuat sekali kearah Han Liong dan Hong Ing. Han Liong terkejut sekali dan maklum akan keajaiban uap hitam itu, maka ia segera melompat ke depan melindungi Hong Ing. Ia gerakkan tangan kirinya perlahan kedepan dan uap itu membentur balik membuat perempuan buruk itu terhuyung ke belakang!

"Maaf tak mengenal Gunnng Thai-san." Perempuan itu berkata dan menujukan pandang matanya dengan tajam ke arah Han Liong yang berdiri tersenyum saja. Kemudian ia tarik tangan adiknya dan mereka berdua melompat ke atas kuda yang segera dipacunya!

"Koko, kenapa kau tidak basmi saja dua siluman perempuan itu?" kata Hong Ing gemas.

"Buat apa mencari permusuhan dengan segala orang yang tak dikenal? Adik Ing, belajar sabarlah kau. Kau lihat dua orang wanita tadi, mereka begitu berani. Kau anggap baikkah sikap berani mereka itu? Kurasa kau tidak ingin seperti mereka bukan?" Hong Ing hanya melirik dengan merengut, lalu berkata manja.

"Kau mau persamakan aku dengan siluman-siluman buruk itu??"

"Ah, tentu saja tidak, adikku. Kau cantik seperti dewi, sedangkan mereka itu buruk seperti iblis neraka, mana bisa disamakan? Hanya harus kau ingat, ilmu silat mereka, terutama yang tua lihai benar."

"Memang lihai, memang lihai"." Hong Ing mengangguk-angguk dengan sikap menurut dan sabar, karena sebenarnya semua kemarahan dan kegemasannya telah lenyap musnah mendengar pujian Han Liong yang menyebut ia cantik seperti dewi! Iapun patuh dan tak membantah lagi ketika Han Liong mengajaknya melanjutkan perjalanan. Pada keesokan harinya, ketika matahari telah terbenam, Han Liong dan Hong Ing tiba di Kie-lok dan dengan mudah saja mereka dapat mencari rumah Siok Houw Sianseng yang cukup dikenal. Tuan rumah yang berusia lebih kurang lima puluh tahun itu dan sangat peramah serta halus budi bahasanya.

Ia menyambut mereka dengan gembira. Han Liong menyampaikan surat Lie Kiam dan segera mereka dipersilakan memasuki ruang tamu. Biarpun pesta baru akan diadakan pada esok harinya, namun sudah banyak orang berkumpul di ruang tamu. Mereka ini ialah tamu-tamu yang datang dari tempat jauh. Lebih kurang lima meja dikelilingi para tamu. Ada yang berpakaian seperti jago silat, tapi ada juga yang terdiri dari kaum sasterawan. Tentu saja mereka itu memilih golongan masing-masing, sehingga rombongan tamu terbagi menjadi dua, golongan ahli silat dan golongan ahli sastera. Han Liong dan Hong Ing yang berpakaian seperti kaum sasterawan, lagi pula karena sikap dan bahasa mereka lemah lembut, segera dianggap ahli-ahli sastera dan dipersilakan duduk di bagian kutu buku yang berkumpul di situ sambil mengonol.

Mereka ini ada yang mempercakapkan kitab-kitab kuno, ada pula yang membicarakan tentang syair-syair ternama dan hikayat serta riwayat di tanah air pada zaman dahulu. Ternyata lebih banyak ahli sastera daripada ahli silat yang berkumpul di situ. Ahli-ahli silat yang berkumpul hanya ada dua meja terdiri dari dua belas orang, sedangkan kaum sasterawan mengelilingi tiga meja. Hong log segera tertarik oleh percakapan para ahli tulis itu, karena ia sendiripun suka akan buku-buku dan kesusasteraan. Han Liong diam-diam mengerling ke arah meja di seberang, di mana duduk orang-orang gagah yang sedang bercakap-cakap riuh rendah sambil minum arak sepuasnya. Tiba-tiba di meja sudut terdengar tertawa meriah, bahkan ada beberapa orang yang bertepuk tangan.

"Memang sudah sepantasnya Bhok lo-Enghiong membuka pertunjukan barang sepuluh jurus agar mata kami terbuka. Di ruangan ini selain Bhok lo-Enghiong, siapa lagi yang patut menambah pengertian kita?" demikian terdengar suara desakan. Seorang yang bertubuh tinggi kurus, berusia lebih kurang empat puluh tahun, berdiri dari kursinya. Ia menjura kepada orang yang memujinya dengan sikap merendah, tapi dadanya tampak naik, sehingga orang-orang tahu bahwa diam-diam ia merasa bangga.

"Cuwi," katanya,

"Di sini berkumpul orang-orang dari kalangan bun (sastera) yang halus dan sopan, mana aku berani memperlihatkan kekasaranku. Juga tuan rumah adalah seorang siucai yang terhormat, sekailikali aku tak berani kurang ajar!" Lalu ia duduk kembali.

"Mana bisa begitu?" seorang tua bertubuh gagah kuat berkata,

"Bhok Enghiong hendak mengadakan penunjukan silat, ini bukanlah mengganggu, bahkan membantu tuan rumah meramaikan dan menggembirakan pestanya. Siok Sianseng adalah seorang sasterawan patriot yang mengutamakan kegagahan, hingga biarpun beliau bertubuh lemah, tapi jiwanya termasuk orang gagah juga, apa bedanya dengan kita? Kalau bun (kesusasteraan) dan bu (kegagahan) tidak disatupadukan, mana perjuangan akan berhasil? Siok Sianseng, bukankah pendapatku ini benar?" tanyanya kepada Siok Houw Sianseng yang sedang menghampiri mereka karena tertarik oleh suara perdebatan itu. Siok Sianseng menjura dan berkata gembira,

"Kalau para Enghiong merasa gembira dan hendak mengadakan pertunjukan, sudah tentu hal itu amat menggirangkan dan siauwte sebelumnya menghaturkan banyak terima kasih!"

"Nah, apa kataku? Ayoh, Bhok Enghiong, silakan kau membuka pertunjukan lebih dahulu. Tidak mudah kami melihat menyambarnya Garuda Putih kalau tidak kebetulan berada di pesta Siok Sianseng!"

Mendengar orang she Bhok itu disebut Garuda Putih, Han Liong segera memperhatikan. Jadi orang tinggi kurus yang dipuji-puji itu adalah suhengnya, Bhok Kian Eng si Garuda Putih? Ia lihat Bhok Kian Eng dengan sikap apa boleh buat berdiri dari kursi dan setelah mengangkat kedua tangannya ke kepala memberi hormat kearah para tamu, ia melompat ke tengah ruangan yang lebar dan kosoug itu. Di situ ia bersilat tangan kosong dan tubuhnya melompat ke sana ke mari. Memang hebat kepandaian Garuda Putih ini. Gin-kangnya sudah mahir sekali sehingga ketika ia percepat gerakan-gerakannya, maka kedua kakinya seakan-akan tak menginjak lantai! Tubuhnya menjadi bertambah seakan-akan ada dua orang yang bersilat karena cepatnya gerak tubuhnya. Diam-diam Han Liong kagum.

Tak kecawa Bhok Kian Eng ini menjadi murid dari Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan, karena ternyata ilmu meringankan tubuh yang bebat dari Iblis Daratan itu sedikitnya delapan bagian telah diwarisinya! Tentu saja semua tamu menyambut ilmu silat yang lihai ini dengan tepuk tangan riuh, disana-sini terdengar suara pujian. Bibran para sasterawan yang asing sama sekali akan pertunjukan seperti itu, juga mau tak mau menjadi tertarik. Mereka ini heran betul betapa tubuh seorang manusia biasa dapat bergerak selincah burung garuda hingga mengaburkan mata!. Maka mereka juga ikut bertepuk tangan memuji. Dengan hati kecewa Han Liong melihat betapa suhengnya itu mempunyai watak sombong dan takabur, jauh berbeda dengan Lie Kiam, twa-suhengnya. Bhok Kian Eng menghentikan silatnya dan menjura dengan mulut tersenyum dan dada yang kurus itu terangkat naik!

"Sungguh hebat setali ilmu silatmu, Bhok Enghiong. Baru sekarang aku menyaksikan sendiri kelihaian Garuda Putih, sungguh membikin kami gentar. Tapi, sudikah kau memperlihatkan pertunjukan ilmu sambit kim-chi-piauwmu yang terkenal itu?" Bhok Kian Eng makin angkuh mendengar pujian orang, maka tanpa ragu-ragu lagi ia rogoh sakunya,

"Lihat, aku hendak memadamkan semua lilin besar di meja-meja ini!" Dan ia mulai mengayunkan tangannya. Tiap kali ia mengayunkan tangannya, maka padamlah sebuah lilin di meja pertama! Demikianlah, dengan bergiliran lilin-lilin besar di semua meja padam kena sambitan kim-chi-piauw, sedangkan uang logam yang disambitkan itu sama sekail tidak melukai orang! Ketika lilin di depan Han Liong kena dan padam, maka tinggal sebuah lilin di meja para sasterawan di ujung ruangan itu saja yang belum padam. Bhok Kin Eng mengeluarkan kepandaiannya untuk sambitan terakhir ini. Ia sengaja berdiri membelakangi meja itu dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak melalui bawah lengan kanan! Sebuah uang tembaga meluncur cepat ke arah api lilin. Tapi tiba-tiba seorang sasterawan muda tampak terkejut hingga tangan kanannya terangkat ke depan.

Uang logam itu tidak mengenai lilin karena buktinya lilin tidak padam dan senjata rahasia itu entah kemana terbangnya. Keadaan menjadi sunyi dan Bhok Kian Eng heran sekali mengapa tidak terdengar tepuk tangan untuk sambitan kali ini, tidak seperti hasil sambitan sambitan yang tadi. Ia segera menengok dan wajahnya merah ketika melihat lilin itu masih menyala! Rupanya sambitannya tidak mengenal sasaran. Maka untuk menutup rasa malunya, ia ayunkan lagi tangannya, kini tangan itu melalui selangkang kakinya! Tapi kini semua tamu, kecuali Han Liong yang telah tahu, merasa terkejut sekali, karena pada saat uang logam itu akan menyambar api lilin, tiba tiba uang logam yang pertama datang menyambar dan membentur uang logam kedua hingga menerbitkan suara nyaring dan kedua senjata rahasia itu jatuh ke atas lantai!

Han Liong kagum melihat hal ini. Tadi ia dapat melihat betapa dengan gerakan Menangkap Burung Terbang, sasterawan muda yang duduk di meja itu telah berhasil menangkap piauw pertama tanpa diketahui orang lain dan kemudian setelah piauw kedua menyambar, ia gunakan piauw pertama itu untuk menyambut piauw kedua! Tapi gerakan ini tentu saja dapat terlihat oleh semua orang hingga menimbulkan suara-suara kagum dan heran terkejut. Bhok Kian Eng merasa malu dan marah sekali, karena merasa dipermainkan orang. Segera ia menghampiri sasterawan yang bertubuh tegap berwajah cakap dan berusia lebih kurang tiga puluh tahun itu, dan dengan senyum dibuat-buat Bhok Kian Eng menjura.

"Saudara telah memperlihatkan kelihaian dan dengan itu memberi pelajaran padaku, maka janganlah kepalang, siauwte mohon pengajaran barang dua-tiga jurus." Sasterawan muda itu tertawa,

"Bhok Enghiong terkenal dengan julukan Garuda Putih, ternyata memang bukan nama kosong belaka. Tadi siauwte telah melihat ilmu silatmu dan soal kepandaian gin-kang, aku orang she Bie boleh berguru padamu! Tapi, dengan uang logam memadamkan api di meja semua orang, bukanlah itu tak mengindahkan orang lain?" Bhok Kian Eng menundukkan kepalanya dan ia memang merasa bahwa dirinya bersalah. Tapi ia beradat keras dan tinggi hati, mana ia mau mengalah begitu saja?

"Bie Enghiong, memang siauwte bermata tapi seakan-akan buta, biarlah kesempatan ini kugunakan untuk mengerti kelihatanmu." Orang yang ditantangnya secara halus itu berdiri dan menanggalkan baju luarnya sambil tersenyum,

"Aku Bie Cauw Giok selamanya tak suka bermusuh, tapi juga selamanya takkan mundur jika hendak dicoba orang. Marilah, Bhok Enghiong, kutemani kau main-main sebentar untuk menggembirakan pesta Siok Sianseng yang budiman."

Lalu dengan gerakan lincah sekali, ia melompat ke tengah ruangan dengan ilmu loncat It-ho-ciong-thian atau Burung Hoo Terjang Langit. Hong Ing melihat ini menjadi kagum karena gerakan ini menunjukkan gerakan seorang ahli lweekeh. Tapi yang lebih heran adalah Han Liong. Ketika ia mendengar orang itu menyebutkan namanya Bie Cauw Giok, tanpa disadarinya, ia bangun dari kursinya dengan wajah gembira. Karena nama itu bukan lain ialah nama murid tunggal dari gurunya sendiri, Pauw Kim Kong Beng-san Tojiu si Malaikat Rambut Putih! Jadi, sebagaimana Bhok Kian Eng maka Bie Cauw Giok inipun bukan lain adalah suhengnya sendiri! Dan kedua suheng ini sekarang saling berhadapan hendak bertempur! Tentu saja ia merasa gelisah dan bingung.

Sementara itu, Bhok Kian Eng juga sudah melompat menyusul Bie Cauw Giok dan segera mereka bertanding mengadu kepalan. Bhok Kian Eng yang berwatak keras segera melancarkan serangan bertubi-tubi dengan mengeluarkan ilmu silatnya yang istimewa. Tapi Bie Cauw Giok ternyata bukan orang lemah dan dapat melayaninya dengan baik sekali. Mereka berdua bergerak cepat sehingga membuat para penonton menahan nafas dan tak dapat membedakan mana kawan dan lawan. Han Liong yang masih berdiri bingung segera dapat mengenal perbedaan mereka dalam hal kepandaian. Bhok Kian Eng sangat mahir tentang ilmu meringankan tubuh hingga gerakannya lebih gesit dan cepat, sedang Bie Cauw Giok mempunyai keuletan luar biasa dan tenaga dalamnya lebih tinggi daripada lawannya.

Bhok Kian Eng dapat melancarkan serangan lebih sering karena lincahnya, tapi ia selalu menjaga agar jangan sampai beradu tangan, karena tadi baru sekali saja berada lengan ia terhuyung-huyung mundar dan lengannya terasa sakit! Maka keadaan mereka boleh dibilang tak jauh selisihnya. Namun Han Liong yakin bahwa jika didiamkan saja, seorang di antara mereka pasti akan terluka, dan ia tak ingin hal ini terjadi. Tanpa raga-ragu lagi ia melompat kedepan. Orang-orang hanya melihat bayangan berkelebat di antara kedua orang yang bertanding itu, dan tahu-tahu Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok terhuyung mundur bagai ditolak oleh suatu tenaga besar! Han Liong menjura kepada mereka berdua dengan sikap hormat sekali, lalu berkata,

"Siauwte mohon maaf dan harap sudilah suheng berdua menghentikan permainan-permainan yang berbahaya ini." Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok yang tadinya merasa marah kini menjadi terheran-heran.

"Eh siapakah kau maka menyebut aku suhengmu?" Bhok Kian Eng bertanya dengan marah, sedangkan Bie Cauw Giok memandang makin heran. Kalau orang ini benar-benar sute dari Bhok Kian Eng, mengapa menyebut suheng pula kepadanya? Tapi diam-diam kedua orang gagah itu kagum melihat gerakan dan tenaga anak muda yang telah dengan mudah membuat mereka terhuyung mundur. Tapi mereka juga mesata amat tidak senang atas kelancangan anak muda ini.

"Siauwte adahh Si Han Liong. Bukanlah Bhok suheng murid suhu Liok-tee Sin-mo Hong In dan bukankah suhu Pauw Kim Kong guru dari Bie suheng?" Untuk kedua kalinya Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok terheran-heran karena pemuda itu dapat mengetahui nama guru mereka. Tentu saja mereka tidak percaya karena mana bisa jadi, sute mereka masih begitu muda tapi berkepandaian demikian tinggi?

"Bie Enghiong," Bhok Kian Eng berkata kepada Bie Cauw Giok,

"Agaknya orang ini hendak mempermainkan kita dan memamerkan kegagahannya untuk menghina kita berdua."

"Benar begitu kiranya," kata Bie Cauw Giok,

"karena mana mungkin sutemu menjadi suteku pula? Biarlah aku mencobanya dulu, sampai di mana kepandaian orang yang mengaku suteku ini."

"Tidak, biar aku maju lebih dulu untuk memberi pelajaran kepadanya," bantah Bhok Kian Eng. Sampai di lini, maka kesabaran Hong Ing yang dari tadi dirahan-tahan menjadi hilang melihat kokonya dipandang readah. Dan sekali melompat ia telah berada di tengah ruangan itu. Semua tamu makin heran melihat datangnya seorang pemuda yang muda dan cakap, dan dari gerakannya ternyata memiliki kepandaian tinggi. Suasana menjadi tegang.

"Jiwi Enghiong jangan berebut. Kalau jiwi masih tidak percaya kepada kokoku ini dan masih menganggap dia seorang sute palsu, kurasa untuk mencobanya tak perlu seorang demi seorang. Majulah saja bersama-sama, pasti kokoku akan dapat melayani jiwi dengan baik." Kata-kata ini mengandung tantangan hebat dan memandang rendah kedua orang itu, maka wajah kedua orang itu menjadi merah padam. Han Liong melihat kenakalan Hoag Ing, buru-buru menunduk memberi hormat dan berkata,

"Jiwi suheng, ia adalah adikku Hong Ing. Maafkan dia yang masih muda, tetapi biarlah suheng berdua melaksakan seperti yang diusulkannya. Siauwte akan melayani suheng berdua, tetapi siauwte akan membuktikan bahwa ilmu silat yang siauwte pakai dalam permainan ini tiada bedanya dengan ilmu suheng sendiri." Kedua orang itu heran dan tercengang atas keberanian orang muda ini. Bagaimana seorang dapat melayani mereka berdua dengan menggunakan dua macam cabang ilmu silat? Tetapi karena tahu akan ketangguhan lawan, Bhok Kian Eng memberi tanda kepada Bie Cauw Giok dan berkata,

"Kau sombong sekali, anak mula. Baiklah, mari kita serang dia bersama-sama, Bie Enghiong, lihat, bagaimana dia akan melayani kita."

"Tetapi tidak adil kalau kita harus maju terentak, Bhok Enghiong," bantah Bie Cauw Giok.

"Tidak apa, Bie suheng, majulah," kata Han Liong dengan tenang dan mengambil tempat di tengah, Bhok Kian Eng di kiri dan Bie Cauw Giok di kanan.

Mendengar kata-kata yang bersifat menantang ini, Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok tak dapat menahan rasa amarahnya dan maju melakukan serangan hebat! Han Liong yang telah, dilatih sempurna oleh Kam Hong Siansu yang menciptakan Ilmu Silat Empat Bintang, yakni yang mengambil dasar dari pelajaran keempat guru Han Liong, tentu saja kenal baik gerakan-gerakan kedua suhengnya itu. Segera ia bergerak dengan gesit, tangan kanan dipakai menangkis serangan Bie Cauw Giok dan tangan kiri menangkis serangan Bhok Kian Eng. Sekaligus ia dapat mempergunakan dua gerakan dari kedua cabang persilatan, dengan mengandalkan kekuatan ilmu ginkangnya yang tinggi, sehingga tubuhnya dapat bergerak dengan cepat.

Setelah menyerang beberapa belas jurus, kedua suheng itu terheran-heran dan terkejut, karena ternyata semua gerakan Han Liong adalah benar-benar ilmu silat cabang mereka! Bahkan tangkisan-tangkisan anak muda itu membawa tenaga yang demikian besar sehingga tiap kali lengan mereka beradu, kedua orang itu mesata betapa tubuh mereka terpental dan lengan mereka tergetar hebat. Hal ini membuat mereka heran dan kagum, lebih-lebih Bie Cauw Giok yang memiliki ilmu tenaga dalam yang tinggi namun tetap tak berdaya terhadap orang yang mengaku sutenya itu! Juga Bhok Kian Eng yang mahir ilmu meringankan tabuh, kagum sekali melihat gerakan Han Liong yang tak kalah hebatnya jika dibandingkan dengan gurunya, Hong In si Iblis Daratan sendiri! Tapi kedua orang itu masih belum puas dan mereka menyerang semakin hebat.

Han Liong terpaksa menggunakan ilmu silatnya Empat Bintang Untuk melayani kedua suheng ini. Tentu saja kedua lawannya menjadi bingung karena pemuda ini kini bergerak dalam ilmu silat yang aneh sekail. Mirip ilmu silat mereka sendiri, tapi toh bukan! Dan sebentar saja kedua orang itu merasa seakan-akan bukan sedang bertanding melawan seorang, tapi lebih dari lima orang. Dimana-mana tampak bayangan pemuda itu mengeroyok mereka! Sementara itu, Hong Ing yang bermata tajam melihat seSosok bayangan tubuh melayang-layang di atas genteng. Diam-diam nona ini melayang ke atas mengejar. Alangkah marahnya ketika dilihatnya bahwa bayangan itu tidak lain dari wanita buruk yang merampas kembangnya dan bertempur dengannya siang tadi! Setan perempuan itu sedang mencari-cari dari atas genteng dengan pedang dan kebutannya di kedua tangan.

"Siluman perempuan, kau berani datang mengacau?" teriak Hong Ing. Perempuan itu memperlihatkan senyum mengejek.

"Eh, kau juga berada di sini, siangkong? Jangan kau turut campur urusanku."

"Kau kira aku takut padamu?" bentak Hong Ing yang segera menyerang dengan siang-kiamnya. Lawannya memperdengarkan suara menghina dan mereka segera bertempur seru. Han Liong biarpun sedang dikeroyok oleh kedua subangnya, namun ia masih dapat memperhatikan keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Maka ketika Hong Ing melayang ke atas genteng, hal itu tak terlepas dari pandanyanya. Ia merata khawatir akan keselamatan adiknya yang nakal dan suka mencari onar itu, maka sambil berkata,

"Maaf, jiwi suheng, siauwte tak dapat melayani kalian lebih lama lagi." Tubuhnya lalu melambung ke atas langsung ke tempat Hong Ing tadi melompat. Tetapi kedua suheng itu yang hendak menuntut keterangan dan penjelasan dari pemuda ini, segera melompat mengejarnya! Mereka bertiga melihat betapa Hong Ing terdesak hebat oleh seorang perempuan berwajah buruk yang memainkan pedang dan kebutan secara dahsyat sekali. Melihat perempuan itu. Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok berbareng mengeluarkan seruan kaget,

"Ji-siauw-molie!" Tapi Han Liong tak perdulikan sebutan Setan Perempuan Muda Kedua ini, hanya segera tangannya bergerak menyambar ke arah perempuan itu. Perempuan itu berseru terkejut karena kebutannya hampir saja terlepas dari tangannya ketika terkena sambaran angin pukulan Han Liong. Ia melirik sekilas dan tertawa menghina.

"Hm, bagus! Kalian semua sudah berkumpul menjaga penberontak tua she Siok? Baik sekali, kami takkan datang percuma kalau begini. Nah, tunggulah, besok diwaktu penagntin bertemu, kami akan kembali main-main dengan kallanl" Sehabis berkata demikian, ia menggerakkan tubuhnya dan menghilang. Hong Ing hendak mengejar, tapi Bhok Kian Eig berkata.

"Jangan kejar!" Suaranya menunjukkan kekhawatiran besar, maka Han Liong dan Hong Ing menjadi heran. Tapi orang she Bhok itu memberi tanda supaya mereka semua turun. Para tamu di ruang itu semua tampak pucat dan ketakutan, bahkan para jago silat juga tampak gelisah. Hanya tuan rumah yang lemah dan tua itu saja kelihatan tenang dan sedang mencoba untuk menenteramkan hati para tamunya. Melihat semangat dan ketabahan orang tua she Siok ini, mau tak mau Han Liong dan Hong Ing merasa kagum juga.

"He, anak muda. Sebelum kita bicara lebih lanjut, kami harap kau memberi penjelasan padaku tentang keadaan dirimu yang mengaku menjadi suteku ini," kata Bhok Kian Eng.

"Siauwte memang benar murid Liok-tee Sin-mo, dan siauwte bahkan sudah bertemu dengan twa-suheng Lie Kiam. Kedatangan siauwte ke sini juga atas suruhan twa-suheng. Mungkin suhu belum pernah memberitahu kepadamu, suheng, maka tidak kenal pada siauwte," Bhok Kian Eng menganguk-angguk dan diam-diam girang mempunyai seorang adik seperguruan yang demikiaa cekatan, tapi ia masih belum puas mengapa adik seperguruannya ini lebih pandai darinya!

"Saudara, kalau kau benar sute diri Bhok Enghiong, mengapa kau juga mengaku menjadi suteku? Bukankah ini aneh dan bohong belaka?" tiba-tiba Bie Cauw Giok menyela.

"Bie suheng, mana siauwte berani membohong. Dengan sebenarnya siauwte juga murid dari suhu Pauw Kim Kong yang mengajarku bersama-sama dengan suhu Hong In, suhu Bie Kong Hosiang dan juga suhu Hee Ban Kiat!" Mendengar ini, kedua suheng itu memandangnya heran dan kagum. Hong Ing yang ikut merasa bangga bahwa kokonya menjadi pusat kekaguman orang, segera bertindak maju dan memperkenalkan lebih lanjut,

\"Tidak hanya koko Han Liong murid keempat cianpwe itu, juga dia adalah murid dari Kam Hong Siansu."

"Stt, Ing moi...!" Han Liong mencegah, dan semua orang tercengang mendengar bahwa pemuda cakap itu disebut Ing-moi! Hong Ing mana mau menurut teguran dan cegahan Han Liong, ia terus saja menyombong,

"Dan tahukah semua Enghiong dan cianpwe yang berada disini, siapa Han-ko ini? Ia bukan lain ialah putera tunggal dari almarhum Si Enghiong..."

"Betulkah itu?" tiba-tiba tuan rumah bertanya heran. Orang tua she Siok int pernah berjuang bahu-membahu dengan Si Cin Hai atau yang lebih terkenal dengan sebutan Si-Enghiong. Terpaksa Han Liong tak dapat menyembunyikan diri dan asal-usulnya lagi, sehingga semua orang mengerumuninya dengan kagum. Juga Bhok Kian Eng daa Bie Cauw Giok yang tadinya merata penasaran, kini bahkan merasa bangga mempunyai seorang sute yang bukan lain adalah putera Si Enghiong yang mereka semua puja itu.! Kemudian Han Liong bertanya tentang keadaan perempuan buruk yang datang mengganggu tadi.

"Kau belum kenal dia, sute?" kata Bhok Kien Eng dengan suara mengandung kepuasan dan kebanggaan bahwa betapaun juga, dalam kalangan kang-ouw ternyata ia jauh lebih berpengalaman dari pada sutenya.

"Dia itu bernama Kiu Lau yang dijuluki Jie siauw-moli, sebenarnya iblis wanita itu biasanya keluar berpasangan dengan cicinya yang bernama Kiu Hwa Twa-moli. Kepandaian silat kedua enci adik itu memang luar biasa, teristimewa Kiu Hwa, kakak iblis wanita yang datang tadi, sehingga mereka berdua ditakuti orang banyak di kalangan kang-ouw. Sebenarnya mereka sendiri tak berapa kejam atau jahat, tetapi yang membuat orang menjadi takut adalah mengingat bahwa mereka berdua ini adalah murid dari Loh-san Sam-moli atau Tiga Iblis Wanita dari Gunung Loh-san."

"Hm, agaknya mereka keluarga iblis-iblit, tapi yang datang tadi iblis kecil tak berapa hebat kepandaiannya" berkata Hong Ing. Bie Cauw Giok memandang wajah Hong Ing dengan tajam.

"Sute, kepandaian adikmu ini lumayan juga hingga berani menahan Jie siauw-moli. Dari mana Lihiap mempelajari permainan siang-kiam sehebat itu?" Hong Ing mengerling ke arah Han Liong dengan penyesalan mengapa katak ini kurang hati-hati hingga tadi membuka rahasianya dan membuat semua orang tahu bahwa ia sebenarnya adalah seorang gadis! Tapi, mendengar semua orang juga mengagumi ilmu silatnya, ia terpaksa tersenyum merendah.

"Ah, aku hanya belajar sedikit ilmu silat dari guruku Sang Bouw Nikouw di kelenteng Bok-sin tang. Mana aku dapat disamakan dengan Han-ko yang mempunyai banyak guru" Demikianlah dengan gembira mereka bercakap-cakap dan Han Liong diperkenalkan kepada para tamu lain. Han Liong bertanya kepada Siok Houw Sianseng mengapa iblis wanita itu datang membikin gaduh, dan apakah yang menyebabkan tuan rumah itu dimusuhi oleh Jie-siauw-moli.

"Si hiante," jawab Siok Houw yang menganggap Han Liong sebagai keponakan sendiri,

"Aku selamanya belum pernah bertemu maupun bermusuhan dengan mereka, tapi hal ini juga terjadi pada almarhum ayahmu. Maka, mudah saja diduga dari mana dan siapa yang menyuruh mereka datang ke sini menggangguku. Tak lain menurut dugaanku mereka itu pasti bekerja untuk pemerintah musuh"

"Ini benar sekali," sambung Bie Cauw Giok,

"suhu belum lama ini juga mengirim kabar padaku bahwa sekarang banyak sekail orang kalangan liok-lim yang diperalat oleh kaisar untuk membasmi semua orang yang bersikap memusuhi pemerintahannya. Dan menurut berita-berita yang kudengar, bahkan sekarang Tiga Iblis Wanita dari Loh-san itu telah menjadi pembantu yang dipercaya dari para pengawal istana kaisar. Siok Houw Sianseng menghela napas.

"Aku yang tua dan tak berguna ini tieda harganya untuk merepotkan para Enghiong. Biarlah mereka datang dan mengambil jiwaku. Tapi yang membuat aku menyesal ialah mengapa mereka justeru memilih waktu sekarang? Mengapa mereka tidak menunggui sampai aku selesai merayakan perkawinan anakku?"

"Siok Sianseng jangan takut. Biar iblis-iblis itu datang, aku orang she Bhok, pasti akan mengajak mereka adu jiwa." Kata-katanya ini biarpun terdengar jumawa namun diam-diam Han Liong merasa girang karena ia mendapat kenyataan bahwa biarpun tabiatnya kasar, namun subengnya ini ternyata gagah berani dan jujur.

"Bhok twako benar. Kami takkan tinggal diam," Bie Cauw Giok menghibur Siok Sianseng,

"Tapi kita harus berhati-hati, musuh yang akan datang besok itu bukanlah orang-orang lemah. Harap Bhok twako berhati-hati dan waspada. Baiknya di sini ada Si sute dan Lihiap yang merupakan tenaga bantuan tangguh hingga kita tak usah merasa takut."

"Dua orang wanita itu tak berapa berbahaya," kata Han Liong,

"Terus terang saja aku dan adikku bertemu dengan mereka siang tadi" Lalu ia menceritakan pengalamannya kepada semua orang. Melihat Han Liong agaknya tidak takut terhadap kedua iblis wanita itu, semua orangpun berbesar hati. Setelah itu mereka beristirahat. Han Liong sekamar dengan kedua suhengnya, sedangkan Hong Ing bermalam dengan Kim Lian,. puteri Siok Sianseng yang akan kawin besok harinya. Gadis ini merasa kagum dan senang sekali, berkenalan dengan nona pendekar itu.

Malam itu semua orang gagah tidur dengan bergiliran tapi semalam-malaman itu tak terjadi sesuatu. Pada keesokan harinya, udara terang dan cuaca bagus, maka sudah sepantasnya orang-orang bergembira. Tapi jika seseorang memperhatikan wajah orang-orang dalam ramah Siok Sianseng, tentu mereka akan melihat betapa wajah orang-orang itu mengandung kecemasan hebat. Tamu-tamu baru datang dari segala tempat sehingga dalam sekejap saja rumah keluarga Siok penuh orang. Banyak pula jago silat datang bertamu, maka Bhok Kian Eng menjadi tambah girang karena mereka ini dapat diharapkan bantuannya bila iblis-lblis itu datang mengganggu. Hampir semua tamu yang datang, baik ia sasterawan maupun jago silat, terdiri dari para orang gagah pencinta bangsa dan pengikut-pengikut Si Enghiong dulu atau sisa-sisa kaum pemberontak yang dihancurkan oleh pemerintah bangsa Boan.

Ketika rombongan pengantin laki-laki datang menjemput calon isterinya, keadaan menjadi ramai dan suasana menjadi sangat meriah, orang-orang lupa sejenak akan ancaman bahaya. Suara tambur dan gembreng, mercon dan orang-orang tertawa memenuhi suasana rumah itu. Tiba-tiba tampak tiga bayangan orang berkelebat! Dua orang tua laki-laki dan seorang wanita tampak berdiri di depan tuan rumah, lalu menjura memberi selamat. Semua orang heran karena gerakan mereka demikian cepatnya sehiniga tahu-tahu sudah berada disitu, entah dari mara datangnya! Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok diam-diam bersiap dengan senjata masing-masing. Tetapi Siok Sienseng memandang mereka dengan wajah girang, sedangkan Han Liong tiba-tiba meloncat ke depan ketiga orang tua itu dan memberi hormat sambil berlutut.

"Suhu! Ie-ie!!"

"Han Liong, kau juga berada di sini? Syukurlah!" seru ketiga orang itu terdengar girang sekali seperti suara orang yang terbebas dari kekhawatiran besar ketika melihat muridnya-pun berada di situ. Ternyata wanita setengah tua yang kelihatan gagah itu bukan lain adalah Yo Leng Ing, bibi Han Liong, sedangkan kedua orang tua ita adalah Siauw lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu dan Kim-to Bie Kong Hosiang, dua diantara guru-garu Han Liong! Tentu saja pertemuan ini sangat menggirangkan dan Siok Sianseng merasa bangga menerima tamu-tamunya yang terdiri dari orang-orang gagah golongan tua dan patriot-patriot bangsa yang terkenal. Dihadapan tuan rumah, ketiga orang tua ini tidak menyatakan apa-apa, hanya sekedar datang memberi selamat. Tapi ketika mendapat kesempatan, Hee Ban Kiat menarik tangan Han Liong ke samping dan berkata,

"Han Liong, kita harus waspada, Siok Sianseng akan didatangi orang-orang jahat" Han Liong menyangka dua iblis wanita yang datang malam tadi itulah yang dimaksudkan oleh gurunya, tapi ia bertanya.


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Siapakah mereka itu, suhu?"

"Loh-san Sam-moli!"

"Oh, Tiga Iblis Wanita dari Loh-san?" bata Han Liong berseru kaget. Hee Ban Kiat mengangguk,

"Untuk itulah maka aku, Bie Kong Hosiang, dan Yo Toanio datang kemari. Ketiga iblis itu mempunyai kepandaian dan ilmu silat yang tinggi pula. Belum tentu kita sanggup melawan dan mengalahkannya, tapi bagaimanapun juga, kita harus melindungi Siok Sianseng." Han Liong lalu menceritakan dengan singkat bahwa murid ketiga iblis wanita itu semalam telah datang dan berjanji hendak datang menyerbu hari ini.

Kemudian, ketika Bie Kong Hosiang dan Yo Lee In juga datang ke sana dan mendengar kisah perjalanannya semenjak berpisah, Han Liong segera melambaikan tangan kepada Hong Ing. Ia memperkenalkan gadis yang masih berpakaian laki-laki itu kepada ie-ienya dan kepada kedua suhunya. Yo Leng In memandang gadis itu dan diam-diam ia mengakui persamaan wajah anak itu dengan cicinya. Tetapi karena mengingat bahwa gadis itu adalah puteri Lie Ban musuhnya, maka ia hanya menyambut dengan dingin saja. Melihat ketiga orang tua itu bercakap-cakap dengan Han Liong, Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok mendekati mereka. Hee Ban Kiat dengan matanya yang tinggal satu itu memandang ke arah mereka. Kedua orang itu sangat terkejut melihat betapa mata itu bersinar sangat tajam seakan-akan dapat menembus dada!

Han Liong segera mengundang mereka itu duduk dan memperkenalkan Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok sebagai murid Liok-te Sin-mo dan Beng-san Tojin! Kedua orang itu segera memberi hormat kepada mereka. Mendengar bahwa Loh-san Sam-moli akan datang, kedua orang itu menjadi pucat, tetapi melihat bahwa kedua guru dan ie-ie Han Liong, yang tinggi ilmu silatnya itu berada di situ hati mereka agak tenteram. Di antara mereka semua, hanya Hong Ing saja yang merasa sangat kurang senang hati!. Menurut anggapannya mungkin ketiga orang tua itu tak suka padanya, dan ia maklum mengapa mereka demikian. Maka ia mesata hatinya sangat tersinggung dan berduka. Han Liong juga dapat merasakan keadaan adiknya ini, maka beberapa kali ia mengerling ke arah Hong Ing dengan pandangan iba dan mesra.

Melihat pandangan iba dari kakaknya itu, Hong Ing makin merasa sedih. Dengan menundukkan kepalanya, gadis itu segara berdiri dan meninggalkan mereka, menghilang diantara orang banyak yang berkerumun berdesak-desak melihat pengantin. Ketika smua orang tengah bergembira, tiba-tiba terdengar suara tertawa nyaring yang mengalahkan semua suara gaduh. Suara itu sangat merdu dan nyaring, tetapi juta mendatangkan pengaruh yang menyeramkan. Han Liong berkelebat ke atas genteng, diikuti oleh kedua gurunya, ie-ienya, dan kedua suhengnya. Juga beberapa belas jago silat yang berkepandaian tinggi ikut menyerbu naik! Keadaan menjadi panik. Mereka yang tidak mengerti ilmu silat mencari perlindungan di dalam kamar, tak peduli kamar siapa saja dimasukinya dan pintu ditutup dari dalam.

Cari Blog Ini