Ceritasilat Novel Online

Pedang Pusaka Naga Putih 6


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 6




Kedua pengantin cepat dibawa orang bersembunyi dalam kamar pengantin dan dijaga oleh beberapa orang gagah dengan senjata di tangan! Di atas genteng tampak berdiri tiga orang perempuan terengah tua yang berpakaian serba hijau dan masing-masng memegang kebutan dan pedang. Mereka ini adalah Loh-san Sam-moli yang terkenal dan ditakui semua orang! Di pinggir mereka berdiri Kiu-hwa Twa-moli, sedangkan Kiu Lan Siauw-moli sedang bertempur melawan Hong Ing, Kiu Lan menggunakan hudtim dan pedang, sedangkan Hong Ing menggunakan siang-kiamnya. Ketika itu Hong Ing memainkan ilmu pedang pasangan warisan gurunya dan mencoba berkelahi dengan nekad, terdorong oleh kedukaan hatinya. Melihat permainan ini, tiba-tiba iblis termuda berkata sambil kebutkan hudtimnya,

"Berhenti!" Dan heran, sambaran angin hudtimnya cukup untuk membuat kedua orang yang sedang bertempur itu terhuyung-huyung mundur.

"Eh, nona kecil, apakah hubunganmu dengan Seng Bouw Nikouw?" Iblis wanita ketiga itu bertanya. Hong Ing biarpun telah merasakan kehebatan tenaga iblis itu, tapi ia tidak takut, bahkan ia hendak menggunakan nama gurunya menggertak,

"Ia adalah guruku, kau mau apa menanyakan?" Iblis wanita iu terkejut dan heran,

"Kau muridnya? Kalau begitu, bukankah! kau she Lie dan ayahmu adalah Lie Ban?" Mendengar nama ayahnya disebut-sebut, Hong Ing menjadi marah.

"Apa maksudmu bertanya panjang lebar? Aku bukan kerabatmu!"

"Omitohud! Kami adalah orangmu sendiri, nona! Kau adalah keturunan Lie Ban, mengapakah kau bisa berada bersama-sama dengan orang-orang ini? Mereka ini adalah musuh-musuhmu, nona! Ayah-ibumu juga merekalah yang membunuhnya."

"Jangan banyak cerewet!" Hong Ing berteriak gemas dan bersamaan itu air matanya mengalir di pipinya karena kata-kata itu mengingatkannya akan kedua orang tuanya yang meninggal dunia. Digerakkannya siang-kiamnya lagi dan menyerang Kiu Lan dengan sengit. Kiu Lan menangkis dan mereka bertempur lagi mati-matian. Pada saat itulah Han Liong dan kawan-kawannya sampai disitu. Loh-san Sam-moli sebenarnya bukanlah tiga saudara. Mereka adalah saudara-saudara seperguruan, yakni murid-murid dari Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-niang si Dewi Lima Teratai seorang wanita pertapa yang tinggi ilmu silatnya dan tinggi pula lima batinnya, dan yang sedang bertapa di Ngo-lian-san.

Tiga saudara seperguruan itu oleh gurunya diberi nama Biauw Niang-niang, Leng Niang-niang, Hai Niang-niang. Mereka bertiga telah mewarisi kepandaian dari suhunya sehingga kepandaian mereka sudah boleh dikatakan sempurna dan jarang tandingannya. Sebenarnya semenjak muda mereka bertiga telah dididik untuk menjadi orang suci, dan mula-mula mereka juga patuh menjalankan ibadat. Tapi karena pada dasarnya memang tidak bersih, Biauw Niang-niang tergoda oleh nafsu dan ia menyeret kedua adik seperguruannya ke dalam jurang kehinaan, hingga mereka bertiga berobah menjadi jahat. Bie Kong Hosiang yang pernah bertemu dengan ketiga iblis wanita ini, segera menjura dan berkata,

"Omitohud! Ketiga Niang-niang yang terhormat berkenan mengunjungi tempat sahabatku yang buruk ini. Maafkan kami tidak tahu sehingga tak menyambut dengan sepantasnya." Biauw Niang-niang tertawa menghina.

"Bie Kong Hwesio!" katanya.

"Kau juga berada di sini? Kau mengaku kawan si pemberontak she Siok itu? Hati-hati, hwesio, ia adalah seorang pemberontak yang harus menerima hukuman sekeluarganya. Lebih baik kau pergi saja dari sini, barangkali aku dapat mengampunkan kau!"

"Eh, setan perempuan darimana begini jumawa dan datang-datang memaki-maki orang? Kalian boleh menakut-nakuti orang lain, tapi aku Bhok Kian Eng si Garuda Putih sekali-kali tidak takut padamu!" Sepasang mata Hai Niang-niang, iblis termuda, yang jeli seperti mata seorang gadis cantik, berkilat memandang ke arah Bhok Kian Eng, lalu mulutnya tersenyum.

"Hm, beginikah macamnya Garuda Putih? Baiklah, aku akan membikin kau menjadi garuda tak bersayap!" Dan bersamaan dengan kata-kata terakhir, tangannya bergerak dan sebuah benda putih berkilauan menyambar secepat kilat ke arah Bhok Kian Eng!

Huito atau pisau terbang itu menyambar ke arah kaki si Garuda Putih dengan cepat sekali sehingga jalan satu-satunya bagi Bhok Kian Eng ialah melompat tinggi untuk menyelamatkan diri dari tikaman pisau yang sempat mengenai betisnya. Tapi serangan gelap ini memang diperhitungkan masak-masak oleh penyerangnya, karena selagi tubuh Bhok Kian Eng masih terapung di udara, tiba-tiba pisau lain telah terbang menancap di bahu kirinya! Tanpa ampun lagi si Garuda Putih terbanting ke bawah genteng! Baiknya ia sudah memiliki tubuh kuat dan mempunyai kegesitan cukup baik sehingga dalam bahaya maut itu ia masih sempat berjungkir balik dan jatuh di atas tanah dengan berdiri. Ia segera roboh karena betisnya yang terkena pisau terasa sakit sekali.

"Sungguh tak tahu malu, menyerang secara pengecut!" teriak Hee Ban Kiat yang meloncat menyerang Hai Niang-niang. Tetapi Kiu Hwa twa-moli menangkisnya dan mereka segera bertempur dengan seru. Hee Ban Kiat seperti biasa tak pernah menggunakan senjata, tetapi menggunakan sepasang kepalan dan kedua kakinya yang dapat bergerak cepat dan tak kalah hebatnya dengan senjata yang bagaimanapun juga. Tapi lawannya, murid kepala dari ketiga iblis, bukanlah lawan yang ringan. Perempuan buruk ini menggunakan hudtimnya untuk membalas menyerang dan mencoba untuk mengalahkan si mata satu.

"Kau mencari mati!" Hai Niang-niang tertawa dingin dan kebutannya berkelebat ke arah dada Bie Kong Hosiang. Tapi tiba-tiba sebuah bayangan putih menyambar dan Hai Niang-niang merasa tenaga yang luar biasa kuatnya menolak kebutannya hingga terpental. Ia menjerit terkejut dan marah. Ternyata Han Liong telah mewakili gurunya, dan tadi ia menggunakan ujung bajunya untuk menyabet dan menangkis kebutan itu! Bukan main herannya Hai Niang-niang ketika melihat bahwa yang menangkis hudtimnya secara hebat itu bukan lain hanyalah seorang pemuda yang belum ada dua puluh tahun usianya. Ia sampai tak percaya dan sekali lagi ia menggerakkan hudtimnya, kini ke arah kepala Han Liong. Gerakan hudtim ini mengandung tenaga dalam yang besar sehingga sebelum kebutan sampai, anginnya telah terasa menyambar dingin.

"Bagus!" kata Han Liong dan Hai Niang-niang merasa kepalanya pening dan matanya kabur karena tahu-tahu anak muda baju putih itu lenyap dari depannya!. Secepat kilat ia memutar tubuh sambil memukulkan kebutan dan pedangnya. Benar saja, Han Liong sudah berada di belakangnya tersenyum den menangkis sabetannya.

"Sungguh lihai!" Leng Niang-niang berseru. Iblis kedua ini tahu bahwa seorang diri saja sumoinya itu sukar memperoleh kemenangan, maka ia segera maju menyerang.

Han Liong melibat gerakan Leng Niang-niang lebih hebat dari Hai Niang-niang, berlaku hati-hati dan ia melayani keroyokan kedua wanita iblis itu dengan mengandalkan kegesitan dan kelincahannya. Melihat kedua sumoinya dapat mengimbangi Han Liong, Biauw Niang-niang tertawa seram, kemudian, in memutar pedangnya menyerang Bie Kong Hosiang yang menangkisnya dengan golok. Bie Cauw Giok melihat betapa Hong Ing sangat terdepak oleh Kiu Lan, segera maju membantu. Beberapa orang tamu yang juga memiliki kepandaian ikut naik ke atas genteng, dan segera maju pula menyerbu. Ada yang membantu Bie Kong Hosiang, ada pula yang membantu Hee Bin Kiat. Tapi tak seorangpun berani membantu Han Liong karena pemuda itu sudah tak kelihatan bayangannya lagi, seakan-akan menjadi satu dengan sinar pedangnya dalam perjuangan mati-matian melawan dua iblis yang lihai itu.

Di dalam pertempuran yang hebat itu, selain Han Liong sendiri, yang boleh dibilang menang dan mendesak lawannya adalah Hee Ban Kiat. Biarpun Liu Hwa telah mewarisi kepandaian tiga iblis wanita yaag menjadi gurunya, namun terhadap Hee Ban Kiat si mata satu ia kalah tenaga, kalah pengalaman dan kalah ulet. Permainan pedang dan hudtimnya mulai kacau menghadapi silat tangan kosong si mata satu yang memainkan Kiaw-ta-sin-na-hwat. Tiba-tiba Kiu Hwa menjerit ngeri dan ia terhuyung-huyung lalu memuntahkan darah sambil memegang pundaknya. Ternyata dengan tipu Lutung Sakti Menyambar Hati, Hee Ban Kiat menyerangnya dan Kiu Kwa menangkis dengan hudtim, tapi Hee Ban Kiat merobah gerakannya, jari tangannya mencuri masuk dalam totokan Su-sat-chiu yang luar biasa itu.

Tanpa ampun lagi Kiu Hwa terkena totokan di pundaknya, dan jiwanya tak tertolong lagi karena yang tertotok adalah urat kematian. Melihat muridnya terluka, Biauw Niang-niang marah sekali. Sambil berseru keras ia menangkis golok Bie Kong Hoiiang dengan kebutan dan pedangnya berkelebat cepat ke arah dua orang yang membantu hwesio itu. Terdengar bunyi "Traang!!" dan senjata kedua orang itu terlepas dari tangannya diikuti dengan suara pekik kesakitan karena Biauw Niang-niang terus memainkan kebutannya menyabet, yang akibatnya hebat sekali. Seorang pengeroyok pecah kepalanya sedangkan orang kedua patah tulang iganya ketika ujung bulu kebutan singgah di dadanya! Bie Kong Hosiang terkejut sekali melihat kehebatan lawannya. Ia melompat maju dan memutar goloknya makin cepat dalam ilmu goloknya Ngo-houw-toan-hun-to yang lihai.

Namun Bianw Niang-niang terlalu tangguh baginya. Dengan tangan kiri yang memegang hudtim, ia dapat menangkis dan memunahkan semua serangan Bie Kong Hosiang, sedangkan di tangan kanannya ia menggunakan pedang untuk menyebar maut! Sambil berkelebat ke sana ke mari ia berhasil melepaskan diri dari serangan Bie Kong Hosiang dan sekali pedangnya berkelebat, maka robohlah seorang lagi pengeroyok dengan mandi darah! Sebentar saja pedang iblis wanita yang ganas dan kejam itu telah merobohkan lima orang! Lain orang yang tak seberapa tinggi kepandaiannya menjadi takut mengundurkan diri ke samping. Sementara itu, setelah berhasil merobohkan Kiu Hwa, Hee Bin Kiat yang melihat keganasan Biauw Niang-niang segera maju menyerang dan bersama-sama Bie Kong Hosiang mengeroyok iblis wanita yang lincah itu.

Kini pertempuran terjadi dalam tiga rombongan, yakni, Hee Ban Kiat dan Bie Kong Hosiang melawan Biauw Niang-niang, Bie Cauw Giok dan Hong Ing bertempur mengeroyok Kiu Lan, sedangkan Han Liong seorang diri dikeroyok oleh Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang. Yo Leng In tadinya membantu Han Liong, tetapi Han Liong sambil melayani kedua lawannya, minta agar ie-ienya ini turut menjaga di bawah, takut kalau-kalau ada kawan penjahat yang menyerbu. Han Liong sejak tadi hanya memainkan ilmu Pedang Empat Bintang yang cukup kuat untuk dapat melayani kedua lawan itu tanpa terdesak, tetapi ketika ia mendengar suara jeritan-jeritan ngeri dari para korban pedang Biauw Niang-niang ia menjadi marah. Ia merubah gerakan pedangnya dan kini ia memainkan jurus-jurus teratas dari Pek-liong-kiamsut! Pedangnya berkelebat menjadi puluhan sehingga kedua lawannya amat terkejut. Sebelum mereka sempat mempelajari gerakan Han Liong.

Tiba-tiba Hai Niang-niang merasa pundaknya amat sakit hingga hudtimnya terlepas. Ternyata dengan tangan kirinya Han Liong telah menepuk bahu kirinya hingga sambungan tulangnya pecah! Tapi pada saat itu juga Biauw Niang-niang berhasil melukai Bie Kong Hosiang dengan hudtimnya. Kebutan itu telah memukul leher Bie Kong Hosiang dengan keras sekali, maka kalau lain orang yang terkena pukulan hebat itu pasti akan mati seketika itu juga. Untunglah Bie Kong Hosiang adalah seorang yang tinggi ilmu silatnya, sehingga ia bisa menggerakkan tenaga dalamnya menangkis pukulan itu dan ia hanya mendapat luka diluar yang biarpun berat namun tidak sampai membahayakan jiwanya. Han Liong melihat gurunya terluka segera melompat menahan pedang Biauw Niang-niang yang hendak disabetkan ke leher Bie Kong Hosiang.

Dengan gemas Biauw Niang-niang menempur pemuda ini sedangkan Hee Ban Kiat berganti lawan, kini menghadapi Leng Niang-niang yang tak sepandai Biauw Niang-niang, biarpun siluman wanita kedua ini masih terlampau berat baginya. Hong Ing dan Bie Cauw Giok, setelah bertempur mati-matian, akhirnya berhasil juga membuat Kiu Lan repot dan terdesak. Melihat pihaknya terdesak hebat, ditambah pula ia sendiri harus menghadapi Han Liong yang ternyata tangguh dan gagah itu, Biauw Niang-niang mengeluarkan suara siulan nyaring dan tinggi. Siulan ini adalah sebuah isyarat, karena Leng Niang-niang, dan juga Hai Niang-niang yang terluka dan hanya menggunakan sebelah tangan, tiba-tiba ia menyebarkan Bwee hwa-ciam atau senjata rahasia berbentuk jarum yang jahat itu. Biauw Niang-niang sendiri juga tebarkan jarum maut mengarah urat-urat kematian Han Liong.

Semua orang terkejut dan dengan teriakan marah Bie Cauw Giok roboh terguling karena sebuah jarum menancap di pahanya. Juga Hec Bia Kiat mengeluarkan seruan tertahan ketika hampir saja ia menjadi korban jarum rahasia yang dilepas oleh Leng Niang-niang. Kemudian dengan cepat sekali ketiga iblis waniia itu lari. Biauw Niang-niang dengan tak terduga telah melompat ke dekat Hong Ing dan sebelum gadis itu sadar, pundaknya telah tertotok dan tubunya yang tak berdaya itu dipondong dengan ringan sekali oleh siluman wanita itu! Han Liong terkejut dan lompat mengejar, tapi Leng Niang-niang mencegat dengan tambasan jarum-jarumnya. Karena merasa marah dan khawatir sekali akan keselamatan Hong Ing, Han Liong memutar pokiamnya hingga jarum-jarum tertangkis dan jatuh semuanya, lalu sekali Pek-liong pokiam bermain, telinga kiri berikut antibg-anting terbabat putus!.

"Bangsat keji!" Leng Niang-niang berteriak keras dan menyerang hebat. Tiba-tiba kaki Han Liong melayang dan tepat menghantam pergelangan tangannya hingga pedangnya terpental jauh, sedangkan tulang lengannya memperdengarkan suara "krak" dan patah.! Leng Niang-niang menjerit kesakitan lalu lari! Han Liong tidak mengejarnya karena ia merasa bingung benar. Biauw Niang-niang yang memondong Hong Ing telah lenyap dan ia tidak tahu ke mana iblis itu lari. Lama sekali Han Liong berdiri kesima dan bingung, ia tak tahu harus mengejar ke jurusan mana, sedangkan hatinya terasa perih sekali mengingat akan nasib Hong Ing. Tiba-tiba terdengar suara kaki di belakangnya. Cepat ia berpaling dan Yo Leng In telah berdiri di depannya. Bibi ini heran melihat betapa Han Liong berdiri pucat bagaikan kehilangan semangat.

"Liong, lukakah kau?" tanyanya khawatir.

"Tidak, ie-ie, tapi... Hong Ing telah dibawa lari oleh Biauw Niang-niang" jawabnya sambil mengerutkan kening. Yo Leng In diam-diam bernafas lega. Memang ia tidak senang melihat puteri musuhnya itu, maka pikirnya biarlah setan kecil itu dibawa pergi oleh iblis wanita Biauw Niang-niang, hingga Han Liong tak perlu berdekatan lagi dengan "Adiknya" itu.

"Sudahlah jangan khawatir. Agaknya iblis-iblis itu menganggap nona Lie sebagai orangnya sendiri. Rasanya nona itu takkan diganggu." Ia menghibur sedangkan Han Liong heran mendengar suara bibinya.
Ternyata kerugian pihak Siok Sianseng lebih hebat. Lima orang tamu yang ikut bertempur mendapat luka
(Lanjut ke Jilid 06)

Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

Jilid 06
berat, bahkan seorang di antaranya telah tewas.

Bhok Kian Eng luka berat, begitu pula Bie Cauw Giok dan Bie Kong Hosiang. Orang-orang yang terluka oleh jarum iblis itu, lukanya bengkak dan hitam, tanda bahwa senjata rahasia itu mengandung racun hebat. Setelah memeriksa dengan teliti, Han Liong lalu memasukkan pedang Pek-liong-pokiam ke dalam air dan menggunakan air itu untuk mengobati. Sungguh manjur sekali, begitu luka dicuci dengan air ini maka semua darah yang mengandung racun dapat dihisap keluar! Siok Sianseng menyatakan penyesalannya bahwa begitu banyak orang yang telah menjadi korban karena membela dia seorang. Lebih-lebih ketika ia mendengar bahwa nona Hong Ing diculik oleh iblis wanita itu, ia membanting-banting kakinya dan tanpa disadarinya air matanya mengalir membasahi pipinya karena merasa sedih dan marah.

"Biarlah... biarlah, aku akan menggunakan sisa hidupku yang tak berharga ini untuk menyalakan lagi api pemberontakan dan bersama kawan-kawan seperjuangan menggulingkan pemerintah musuh yang jahat ini!" Orang tua yang lemah tetapi penuh semangat baja ini berdiri dengan mata bernyala-nyala dan kedua tangan terkepal. Pada saat itu, seakan-akan semangat ayahnya menjalar di tubuh Han Liong. Anak muda ini melihat Siok Sianseng demikian bersemangat, merasa sangat terharu sehingga untuk sesaat ia melupakan kesedihannya karena terculiknya Hong Ing. Ia maju dan memegang lengan tuan rumah.

"Paman Siok, jangan khawatir, aku akan membantumu untuk membasmi perampok-perampok jahanam itu!" Siok Houw Sianseng memeluk Han Liong dengan terharu, kemudian setelah para korban dirawat, dan pengantin laki-laki telah pulang membawa isterinya, Siok Sianseng mengajak Han Liong, Yo Leng In, Hee Ban Kiat, dan Bie Kong Hosiang untuk berunding. Semenjak usaha pemberontakan yang dipimpin ayah Han Liong, Si Enhiong, gagal dan dihancurkan oleh pemerintah Ceng tiauw, Siok Houw Sianseng melarikan diri dan dengan diam-diam sasterawan patriot ini menulis sebuah karangan yang berjudul "Rakyat tak sudi dijajah." Berbulan-bulan Siok Houw dengan dibantu oleh puterinya menulis karangan ini sampai menjadi lima belas buah. Ia bermaksud hendak membagi-bagikan karya tulisannya ini ke segenap penjuru agar disalin oleh para patriot dan disebarkan di antara rakyat.

Tapi ia seorang lemah dan namanya telah tercatat dalam daftar hitam pemerintah penjajah, maka ia tak berdaya dan karangannya itu telah lama sekali tersimpan dalam kopornya. Kini melihat para orang gagah berkumpul, bahkan disitu ada putera Si Enghtong yang seakan-akan menjadi pengganti ayahnya, semangat sasterawan tua ini timbul kembali. Apalagi ketika ia mendapat kenyataan bahwa dirinya diincar dan hampir saja menjadi korban keganasan kaki tangan kaisar lalim, ia segera mengambil keputusan untuk mulai lagi perjuangan menentang pemerintah yang dibencinya itu. Setelah mendengar keterangan Siok Sianseng tentang karangan dan cita citanya, Han Liong memajukan dirinya sendiri untuk menjalankan tugas menghubungi orang-orang gagah di seluruh daratan Tiongkok dan membagi-bagikan tulisan Siok Sianseng itu. Semua orang setuju dan Siok Sianseng memberi nasehat,

"Si hiante telah menerima tugas suci ini, maka aku merasa bangga dan puas, karena keturunan Si Enghiong pasti akan bekerja dengan sempurna. Hanya saja, hendaknya Si hiante berhati-hati, karena dengan adanyapenyerangan terhadap rumah tanggaku, maka besar sekali dugaanku bahwa kaki tangan kaisar kejam itu telah mendengar tentang tulisanku itu dan tentu mereka akan bersusah payah dalam usaha mereka merampasnya." Setelah berunding dan mengambil keputusan bahwa semua orang gagah yang diundang oleh Han Liong dan yang lain-lain supaya datang menghadiri pertemuan di puncak Gunung Beng-san, tempat kediaman Beng-san Tojin, pada Go-gwee Cap-go untuk memilih seorang Bengcu atau kepala, maka pertemuan itu diakhiri.

Siok Houw membubarkan semua pelayan, dan karena puterinya telah mengikuti suaminya, sedangkan isterinya telah meninggal beberapa tahun yang lalu hingga ia hidup seorang diri, maka ia setuju untuk ikut dengan Hee Ban Kiat bersembunyi di kelenteng Bie Kong Hosiang, ialah kelenteng Kim-kee-tang di bukit Huntian-sie, agar ia dapat menyelamatkan diri dari kejaran kaki tangan pemerintah musuh. Yo Leng In juga pergi untuk mengumpulkan dan mengundang kawan-kawan seperjuangan lama yang dulu bersama-sama suaminya dan Si Enghiong pernah mengadakan pemberontakan dan gagal. Marilah kita tinggalkan dulu Han Liong yang pergi mencari hubungan dengan orang-orang gagah sefaham, dan baik kita ikuti keadaan Lie Hong Ing yang dibawa lari oleh Biauw Niang-niang.

Iblis wanita tertua yang lihai itu setelah pergi jauh, lalu menanti datangnya Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang yang terluka hebat oleh Han Liong. Kedua sumoi itu datang dengan merintik-rintih, hingga Biauw Niang-niang merasa sakit hati sekali kepada Han Liong. Ia menggunakan kepandaiannya menotok jalan darah kedua sumoinya untuk mengurangi rasa sakit dan memberi mereka makan obat bubuk berwarna hijau. Pada saat itu tampak Kiu Lan datang berlari-lari dengan nafas terengah-engah. Ketiga gurunya merasa lega melihat bahwa murid ini tidak terluka, tapi mereka memaki-maki dengan gemas dan marah mendengar bahwa Kui Hwa telah tewas! Kemudian Biauw Niang-niang membebaskan Hong Ing dari totokannya, lalu berkata kepada nona itu.

"Sie Siocia, jantan kau salah paham. Gurumu adalah kawan kami dan almarhum ayahmu juga segolongan dengan kami. Kau agaknya telah kena dibujuk oleh lawan dan orang-orang yang sekarang menjadi sahabat-sahabatmu itu. Sebenarnya mereka adalah musuh-musuhmu dan musuh-musuh kami yang harus kita basmi! Kamilah sahabat-sahabatmu yang sejati." Hong Ing memang masih merasa marah kepada kawan-kawan Han Liong, tapi ia juga tidak suka melihat tiga iblis wanita ini lebih-lebih kepada Kui Lan, ia benci sekali. Maka, mengingat hal ini ia menjadi makin marah dan berlaku nekat.

"Aku tidak mempunyai sahabat! Kalian dan semua orang tadi adalan orang-orang jahat belaka! Di dunia ini mana ada kawan baik? Aku tak perduli, aku mau hidup sendiri, kalian jangan mengganggu aku."

"Lie siocia, jangan kau salah duga. Kami adalah pelindungmu. Kau harus ikut dengan kami ke istana."

"Apa? Istana? Apa maksudmu?"

"Bukankah ayahmu dulu menjadi panglima? Nah, kau yang menjadi puterinyapun berhak tinggal di Istana Putih yang khusus dibangun oleh yang mulia kaisar untuk kita. Marilah ikut kami, kau akan mendapat kemuliaan." Hong Ing tertarik, tapi ia ragu-ragu dan diam saja. Sementara itu, Kui Lan yang ingat kepada sucinya, tiba-tiba mencucurkan air mata. Biauw Niang-niang menghela nafas, karena iblis wanita ini maklum akan perasaan muridnya.

"Sudahlah, Kui Lan, tak perlu segala tangis itu. Kui Hwa gugur, tapi kitapun telah banyak menjatuhkan korban. Sayang tua bangka she Siok itu terlepas dari ujung pedang kita. Biarlah mari kita pulang dulu untuk mengumpulkan tenaga bantuan. Mudah saja lain kali kita membalaskan sakit hati Kui Hwa." Hong Ing diam-diam menggunakan pikirannya. Agaknya orang-orang inipun tergolong orang-orang gagah yang hanya berbeda pendirian dengan Han Liong dan kawan-kawannya. Kalau Han Liong dan kawan-kawannya memusuhi kaisar, iblis ini bahkan sebaliknya, membela kaisar. Mana yang betul? Tentu saja Haa Liong yang betul, kakaknya itu tak pernah bertindak salah. Terhibur hatinya kalau terkenang kepada Han Liong.

Betapapun juga, pemuda itu tidak membenciya. Biarpun seluruh dunia membencinya, ia tak perduli, asal Han Liong jangan membencinya. Dan orang-orang ini, yang ia telah saksikan kelihaiannya, agaknya juga suka padanya. Tentang permusuhan bela-membela kaisar itu, ah, ia tidak mengerti dan juga tidak perduli. Bukankah antara ayah dan ibunya sendiripun ada perbedaan faham macam ini?. Hong Ing mempertimbangkan untung ruginya kalau ia ikut Biauw Niang-niang. Ia akan belajar silai tinggi dan akan tahu lebih jelas keadaan mereka, hingga lain kali kalau bertemu dengan Han Liong, ia dapat memberikan keterangan. Ruginya? Ia berpisah dari Han Liong! tapi tidak apa, berpisah untuk sementara. Bahkan nanti kalau bertemu lagi ia sudah berkepandaian tinggi. Alangkah senangnya untuk membanggakan kepandaiannya kepada kakaknya itu kelak!

"Eh, kalau aku ikut... maukah kau memberi pelajaran silat kepadaku?" tiba-tiba ia bertanya kepada Biauw Niang-niang. Wanita tua itu tersenyum.

"Tentu saja! Bahkan sudah seharusnya, Dengarlah, anak bodoh, gurumu Seng Bouw Nikouw juga berada di sana."

"Betulkah ini.?" Hong Ing berseru girang.

"Siapa yang membohong?" bentak Biauw Niang-niang. Kini keragu-raguan di hati Hong Ing lenyap. Hatinya diliputi perasaan ingin tahu sehingga ia ikut Biauw Niang-niang g tanpa membantah lagi. Ketika mereka keluar dari kota, beberapa belas li dari situ, mereka bertemu dengan serombongan pahlawan kaisar yang menyusul mereka. Biauw Niang-niang yang ternyata mempunyai pengaruh besar, tanpa keterangan apa-apa segera memerintahkan semua pahlawan itu kembali bersama mereka. Kepala rombongan memberi kuda-kuda terbaik untuk mereka, sehingga perjalanan dapat dilanjutkan dengan cepat menuju ke kota raja.

Hong Ing yang selama hidupnya belum pernah melihat ibu kota yang besar dan indah itu, menjadi sangat kagum. Setelah memasuki kota, rombongan itu memisahkan diri dan Biauw Niang-niang mengajak kawan-kawannya menuju ke sebuah gedung besar. Memang tepat sekali gedung itu diberi nama Istana Putih, karena dicat serba putih dan tampak bersih indah. Di dalamnya berhiaskan batu-batu marmer yang licin mengkilat. Hati Hong Ing berdebar ketika memasuki istana itu. Istana putih ini memang mewah dan indah. Dulu kaisar sengaja membangun istana ini untuk seorang selirnya yang cantik dan manja bernama Yauw Liang Kwei. Setelah merasa bosan dengan selir cantik itu, ia membuangnya sebagai barang hadiah kepada seorang hambanya,

Kaisar lalu menganugerahkan istana putih itu kepada para kaki tangannya yang berjasa untuk dijadikan tempat berkumpul, bermusyawarah, dan beristhahat. Kedatangan Biauw Niang-niang dan kawan-kawannya disambut dengan penuh penghormatan, ternyata oleh Hong Ing bahwa tiga Iblis Wanita itu mempunyai kedudukan sebagai pemimpin dan orang-orang gagah yang berkumpul di istana patuh itu dan menamakan dirinya sendiri "pembela-pembela negara pembasmi pengacau." Gedung besar itu dibagi menjadi dua bagian. Bagian kanan diperuntukkan tamu-tamu lelaki dan tamu-tamu wanita menempati bagian kiri. Ketika Biauw Niang-niang mengajak mereka menuju ke gedung kiri, Hong Ing tiba-tiba merasa girang sekali ketika melihat bahwa benar-benar Seng Bouw Nikouwpun berada di situ, berkumpul dengan beberapa orang wanita gagah lainnya!

"Subo!" Hong Ing memeluk garunya. Seng Bouw Nikouw balas memeluk dan berkata,

"Hong Ing, bagus sekail kau dapat ikut sam-wi suci ini untuk datang ke sini. Memang semenjak mendengar tentang kematian orang tuamu itu, dan aku merasa khawatir sekali, karena dengan tak sadar kau bergaul dengan segala pemberontak dan perampok."

"Tapi, subo, tecu belum pernah berkenalan dengan pemberontak dan perampok!" bantah Hong Ing gemas. Biauw Niang-niang tertawa gelak-gelak.

"Belum pernah? Ah, anak bodoh. Kau anggap siapakah orang-orang yang bertempur melawan kami itu? Mereka adalah pemberontak-pemberontak, penjahat-penjahat dan perampok yang hendak mengacau negara, hendak memberontak untuk menjatuhkan Raja. Mereka itu hendak membasmi semua alat pemerintah, semua pegawai negeri seperti ayahmu dulu."

Mendengar ucapan ini, Hong Ing mengerutkan keningnya. Memang ia tak pernah memperhatikan tentang ketata-negaraan dan politik, sehingga ia buta sama sekali tentang kegiatan-kegiatan kaisar maupun para patriot. Mata sekarang ia merasa bingung sekali. Han Liong dan kawan-kawannya itu anggauta pemberontak? Ah, tak mungkin Han Liong orang jahat, apa lagi perampok, hal ini sampai matipun ia takkan bisa percaya. Entah kalau orang-orang tua yang mengaku menjadi guru-guru Han Liong itu, kelihatannya juga berwatak keras dan galak! Melihat muridnya hanya tunduk dan agaknya bingung, Seng Bouw Nikouw menghibur.

"Sudahlah, Hong Ing, jangan kaupusingkan semua ini. Kau masih terlalu muda untuk dapat mengerti. Kau tinggal saja dengan aku disini dan. belajar ilmu silat lebih lanjut. Aku akan minta sam-wi cici untuk membimbingmu, karena kepandaian mu masih terlampau rendah, sedangkan dewasa ini banyak sekali orang-orang jahat yang lihai berkeliaran."

Demikianlah, di bawah pengawasan Seng Bouw Nikouw dan di bawah bimbingan Biauw Niang-niang yang lihai, Lie Hong Ing belajar silat dengan rajin. Iblis wanita itu mengajarnya kiamhwat dari cabang Ngo-lian-pai yang gerakan-gerakannya cepat, ganas dan sigap itu. Dasar Hong Ing berotak terang, maka beberapa bulan saja ia sudah dapat mewarisi banyak ilmu pedang yang istimewa. Ia cerdik dan tahu bahwa gurunya dan semua orang di Istana Putih adalah musuh Han Liong, maka tak pernah ia menceritakan kepada mereka bahwa ia pernah mendapat ilmu silat dari pemuda itu. Di sebelah kanan Istana Putih itu ada sebuah rumah gedung bercat merah yang mewah dan tampak agung.

Pekarangan depannya lebar dan sekeliling rumah berdiri pagar tembok yang tebal dan tinggi. Gedung ini adalah.tempat tinggal seorang Cianbu (kapten) she Tan. Tan Cianbu adalah kapten dari barisan pengawal kaisar yang berkepandaian tinggi dan mempunyai tenaga besar. Ia juga seorang Han yang memang telah berketurunan dari nenek-moyangnya dulu selalu menjadi orang peperangan. Tan Cianbu terkenal bukan hanya karena ilmu silatnya yang tinggi, tapi juga terkenal akan tabiatnya yang kasar, terus terang dan jujur. Ia tidak suka akan hal-hal yang dirahasiakan atau dilakukan secara diam-diam, maka biarpun ia tahu juga bahwa istana putih di sebelah rumahnya adalah tempat berkumpul para orang kalangan kang-ouw yang diam-diam membantu kaisar dengan jalan menerima hadiah-hadiah berharga, namun ia tidak perduli akan mereka ini dan tidak mau tahu lama sekali.

Memang kaisar mempunyai tentara pengawal sendiri, tapi di samping itu, Co thaikam, pembesar kebiri yang rangat berpengaruh pada masa itu, dengan diam-diam berhubungan dengan orang-orang gagah itu dan ia menggunakan bujukan dan harta untuk membuat mereka ini mau bekerja di bawah perintahnya. Kaisar yang mengetahui hal ini tak lain hanya menyatakan persetujuannya, karena Co thaikam menyatakan bahwa orang-orang gagah itu perlu didekati dan dipergunakan kepandaiannya untuk membasmi para pemberontak. Demikianlah, maka terdapatlah dua rombongan pembela kaisar dan pemerintahnya, yakni para pengawal kaisar merupakan tentara dinas dan para orang-orang gagah dari kalangan kang-ouw yang merupakan kelompok pembantu rahasia.

Tan Cianbu mempunyai seorang putera bernama Tan Un Kiong. Un Kiong baru berusia tujuh belas tahun, wajahnya tampan dan tubuhnya tegap. Tetapi sayang sekali, pemuda ini kelihatan ketolol-tololan dan dari kata-katanya menunjukkan bahwa ia bodoh sekali. Ayahnya merata sengat sedih dan kecewa kalau melihat putera tunggalnya ini. Ia sebenarnya sangat sayang dan cinta kepada anak satu-satunya dan semenjak kecil dimanjakannya. Ketika masih kecil, Un Kiong adalah seorang anak yang cerdik dan pintar. Tetapi entah mengapa, setelah ia berusia tujuh tahun, mulailah tampak perobahan pada dirinya, dan gejala-gejala penyakit tolol mulai terlihat. Tan-Cianbu sengaja mengundang seorang guru untuk mengajarnya ilmu surat menyurat,

Tetapi ternyata setelah berusia tujuh tahun, Un Kiong rupanya malas sekali belajar. Apalagi kalau disuruh belajar silat, ia menyatakan ketidaksenangannya. Pernah ayahnya sendiri mencoba dan mengajarnya dasar-dasar ilmu silat, tetapi ia meniru gerakan ayahnya dengan ngawur tidak keruan dan membuat ayahnya gemas dan putus asa. Tetapi karena besarnya rasa sayang pada anaknya, ia tidak bisa marah dan dibiarkannya saja anaknya menurut kemauannya sendiri. Hal lain yang mengherankan, semenjak kecil Un Kiong tidak mau tidur dengan orang lain, biarpun dengan ibunya sendiri. Semenjak usia tujuh tahun, ia menghendaki kamar sendiri dan tak boleh seorangpun masuk ke kamarnya.! Berbeda dangan ayahnya yang sama sekali tidak mau perduli dan tidak mau kenal dengan penghuni Istana Putih, Un Kiong sering datang main-main kesitu.

Penjaga istana yang kenal baik padanya selalu menerimanya dengan hormat, sedangkan para tamu yang terdiri dari orang-orang gagah itu, walaupun sebal melihat pemuda tolol itu, namun di depannya mereka tersenyum dan menghormat juga, karena mereka tahu pula bahwa pemuda tolol itu adalah putera Tan-Cianbu yang terkenal dan disegani. Pada suatu pagi, ketika Hong Ing sedang belajar silat di bawah bimbingan Biauw Niang-niang, tiba-tiba mereka berdua mendengus suara di tembok yang memisahkan halaman Istana Putih dengan gedung Tan-Cianbu. Mereka menengok segera dan melihat kepala seorang muncul dari balik tembok. Ketika orang itu naik ke tembok, ternyata ia adalah Tan Un Kiong yang naik dengan menggunakan tangga bambu. Pemuda ini berdiri di atas tembok dengan sikap ketakutan, tapi ketika melihat Biauw Niang-niang dan Hong Ing, ia tertawa sambil memaksa dirinya berlaku tenang.

"Biauw suthai tolonglah aku," katanya sambil mendekam di atas tembok, karena ia tidak berani berdiri lebih lama lagi di atas tembok yang tinggi itu!

"Eh, Tan-kongcu, kau hendak ke mana? Kau minta ditolong dalam hal apakah?" jawab Biauw Niang-niang dengan sabar. Kalau lain orang berani secara diam-diam masuk ke situ, pasti sedikitnya ia akan kena damprat.

"Biauw Suthai jangan marah... aku... aku mendengar suaramu semua dari balik tembok dan mendengar suara angin pedang cici ini bersuitan. Hatiku tertarik dan ingin melihat. Tidak tahu akan tembok ini begini tinggi, aku..., aku tidak bisa turun lagi. Tolonglah carikan tangga dan pasang di sini, agar aku bisa turun dan menonton cici ini belajar ilmu silat."

Hong Ing hampir tak dapat menahan geli hatinya dan menahan tertawa. Ah, alangkah tololnya orang itu. Baru dua kali ia bertemu dengan Un Kiong ketika pemuda itu mengunjungi istana putih. Biarpun bodoh dan tolol, pemuda itu tidak pemalu. Begitu bertemu, ia berani mengajak bicara kepada Hong Ing dengan sikap yang tulus dan jujur, hingga Hong Ing juga tidak malu menjawabnya. Agaknya pemuda itu terlampau tolol untuk dapat bersikap kurang ajar terhadap wanita! Tapi di dalam hatinya, Hong Ing memandang rendah sekali kepada pemuda itu. Alangkah jauh perbedaan antara Un Kiong dengan Han Liong! Mungkin hanya kecakapan wajah dan keindahan pakaian sejalah yang ada pada Un Kiong dan tak usah mengaku kalah, tapi jika dibicarakan tentang kepandaian, baik silat maupun surat menyurat, Han Liong boleh diumpamakan emas dan Un Kiong besi tua yaug berkarat!

"Tan-kongcu bukankah sudah pernah belajar silat? Bukankah ayahmu seorang ahli silat ternama? Masakan tembok yang sebegini tingginya saja kau tak mampu melompatinya?" Hong Ing mengejek, sedangkan Biauw Niang-niang hanya berdiri menertawakan. Un Kiong memandang Hong Ing dengan mata terbelalak. Biarpun bodoh, tapi ia masih mempunyai rasa kebanggaan. Mendengar kata-kata gadis itu ia tidak merasa bahwa ia diejek, malahan merasa dipuji! Maka sambil tertawa haha-hihi ia berkata,

"Memang aku pernah belajar silat. Bahkan ayah telah mendatangkan banyak sekali guru silat yang pandai. Aku pernah diajar oleh ayah untuk melompat ke atas, tetapi melompat ke bawah... ah sesungguhnya, belum pernah kupelajari. Entah mengapa, untuk melompat ke bawah, baru melihat ke bawah saja, hatiku sudah tidak karuan rasanya." Kini Hong Ing dan Biauw Niang-niang tak dapat lagi menahan gelaknya. Un Kiong merasa bahwa ia ditertawakan, maka ia berkata sambil mengangkat kepala memandang,

"Coba cici tolong memberi contoh, melompatlah ke atas tembok ini, kemudian aku hendak memperhatikan caramu melompat turun untuk kutiru" Biauw Niang-niang yang jarang melihat peristiwa lucu seperti ini timbul kegirangannya dan ia menyuruh Hong Ing meluluskan permintaan pemuda tolol itu. Dengan gerakan Hui-niauw-coan-in atau Burung Terbang Menerjang Mega, ia melompat ke atas tembok dan berdiri di dekat Un Kiong dan berkata,

"Bagus, bagus!" Pemuda itu lalu berdiri dengan hati-hati, tubuhnya gemetar karena ia takut jatuh.

"Nah, lihatlah, aku hendak melompat turun!" kata Hong Ing yang sengaja menggunakan tipu lompat Koai-liong-hoan-sin atau Siluman Naga Jumpalitan. Ia jungkir balik dengan poksai yang indah sampai tiga kali sehingga kakinya kelihatan sangat ringan menginjak tanah.

"Wah, gerakan cici sukar sekaki untuk ditiru. Mana aku bisa jungkir balik macam itu. Biarlah aku melompat tanpa jungkir balik." Ia lalu membuat gerakan meniru-niru sikap Hong Ing tadi, lain tubuhnya melompat turun bagaikan batu jatuh!

Terdengar suara bedebuk kerae dan debu mengepul ketika pinggul Un Kiong menimpa tanah dan pemuda itu mengaduh-aduh beberapa kali. Untung baginya tidak ada tulangnya yang patah atau kulitnya yang luka. Hong Ing dan Biauw Niang-niang tertawa makin keras dan iblis wanita tua itu segera maju menolong Un Kiong berdiri. Kemudian Hong Ing melanjutkan latihannya bermain pedang dan ditonton oleh Un Kiong yang duduk di atas sebuah batu penghias taman istana putih itu. Berkali-kali ia memuji-muji keindahan gerak dan kelincahan Hong Ing. Lalu dengan menggunakan setangkai kayu iapun bersilat meniru-niru gerakan gadis itu, tapi gerakannya tak karuan sedangkan kuda-kuda kakinyapun sering terbalik hingga kelihatannya sangat lucu! Pada saat itu Kui Lan datang dengan wajah pucat,

"Celaka, subo!" katanya kepada Biauw Niang-niang setelah ia berada di depan gurunya.

"Kui Lan tenanglah. Ada apakah maka engkau demikian ketakutan?" tegur Biauw Niang-niang.

"Subo, celaka. Semua kamar telah diperiksa orang malam tadi!"

"Apa maksudmu?" Kui Lan hendak menjawab, tapi tiba-tiba ia tahan kata-katanya ketika melihat Un Kiong berdiri di dekat situ. Wajahnya yang tadinya suram dan gelap diliputi kekhawatiran, tiba-tiba menjadi terang ketika melihat pemuda itu.

"Eh, Tan siangkong, kaupun berada di sini?" tanyanya sambil tersenyum genit hingga wajahnya yang hitam menjadi makin buruk. Memang Kui Lan semenjak melihat pemuda tampan itu, telah lama ia merasa tertarik dan hati padanya. Un Kiong mendapat teguran manis ini tertawa-tawa dan dengan muka bodoh ia menjawab,

"Enci Lan yang hitam manis. Aku sudah lama disini menonton latihan silat ini. Kau belum jawab pertanyaan Biauw Suthai." Kui Lan baru ingat akan hal ini. maka buru-buru ia menghadap gurunya lagi.

"Subo, semua kawan memberi keterangan bahwa kamar mereka tadi malam kedatangan orang jahat yang memeriksa seluruh buntalan pakaian, seakan-akan mencari rahasia semua arang disini. Bahkan kamar teccu juga tak terkecuali."

"Kamarku juga ada yang menggeledah," kata Hong Ing. Biauw Niang-niang mengerutkan keningnya.

"Biarpun maling itu tidak berani memasuki kamarku, tetapi dengan berhasilnya memasuki dan memeriksa semua kamar tanpa diketahui, ia boleh dibilang licin juga. Kui Lan, coba panggil semua orang berkumpul di ruangan tengah untuk mengadakan perundingan." Kui Lan mengundurkan diri setelah melayangkan sebuah kerlingan memikat kearah Un Kiong yang dibalas oleh pemuda tolol itu dengan suara tertawa dan tarikan muka bodoh.

"Biauw Suthai, akupun pernah melihat maling masuk ke kamarku, tetapi ia hanya mencuri sebuah celana usang," katanya kepada iblis wanita itu. Biauw Niang-niang merasa kesal dan membelalakkan matanya, tetapi melihat pemuda itu berdiri tersenyum sehingga wajahnya yang muda itu tampak jadi semakin tampan, lenyaplah hawa marahnya. Ia harus mengakui bahwa pemuda itu sangat menarik dengan wajahnya yang berkulit putih bersih, sepasang matanya yang tajam bersinar gembira, bibirnya yang merah seperti bibir wanita, tetapi dagunya yang keras tajam serta alis matanya yang berbentuk golok membuat ia tampak gagah. Sayang pemuda seperti ini demikian dungu.

"Kalian hendak mengadakan pembicaraan tentang maling, baiklah aku pulang saja, sekarang sudah waktunya makan pagi dan ayah akan marah kalau aku tidak ada di rumah. Cici kalau mau latihan pedang lagi, beritahulah aku, agar kita bisa latihan bersama-sama, jadi lebih cepat maju!" Setelah menjura untuk memberi hormat, pemuda bodoh itu berjalan pergi melalui pintu luar.

"Subo sabar sekali menghadapi pemuda bodoh itu," kata Hong Ing.

"Biarpun bodoh, ia putera tunggal dari Tan Cianbu yang telah berjasa kepada kaisar. Dan tidakkah anak muda itu tampan menurut pendapatmu?" Mendengar pernyataan ini, Hon Ing merasa heran dan juga jengah serta jemu terhadap gurunya.

Karena Hong Ing dianggapnya sebagai murid yang masih baru, maka ia tidak diajak berunding. Gadis ini merasa girang, tapi betapapun juga, ia tidak senang bergaul dengan orang-orang penghuni istana putih itu. Kalau gurunya, Seng Bouw Nikouw tidak berada di situ dan kalau ia tidak ingin untuk menambah kepandaian ilmu silatnya, pasti sudah lama ia melarikan diri untuk mencari Han Liong. Kadang-kadang ia merasa sangat rindu kepada kakaknya itu dan ia merasa sangat kesepian. Biauw Niang-niang dengan tercengang mendengar laporan semua kawannya yang tinggal di gedung itu, betapa kamar mereka tadi malam telah didatangi orang dan semua barang mereka diobrak-abrik. Tapi setelah diperiksa, tak sepotongpun barang mereka lenyap. Diantara semua orang itu, hanya seorang kauwsu atau guru silat dari Kanglam yang bernama Thio Poan menuturkan pengalamannya semalam.

"Ketika itu aku sudah tidur, tapi tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara keras. Aku segera melompat bangun melibat bahwa cawan arak yang tadinya berada di atas meja telah jatuh menggelinding ke bawah. Kusangka ada kucing masuk kamar, sesudah itu aku bermaksud hendak tidur kembali. Tapi tiba-tiba aku melihat buntalan pakaianku terbuka,! Aku melompat lagi dan pada saat itu juga kelihatan bayangan putih berkelebat keatas tiang penglari. Bayangan itu gerakannya cepat sekali hingga aku tak dapat melihat dengan tegas apakah itu bayangan orang atau setan! Sebelum aku dapat memeriksa lebih lanjut, tiba-tiba dari atas datang angin bertiup keras dan api lilin padam seketika itu juga. Terus terang saja kuakui bahwa bulu tengkukku terasa berdiri. Ketika aku mencari api untuk menyalakan lilin, aku merasa sesuatu bergerak di belakangku dan angin meniup ke arah pintu. Setelah lilin kupasang, maka di kamar sudah tiada terlihat sesuatu lagi. Karena aku menyangka ada setan, maka aku tidak berani menceritakan pada orang lain, takut ditertawakan. Tapi ternyata kalian semuapun mendapat kunjungan setan itu!"

Biauw Niang-niang mengerutkan alisnya. Ia tahu sampai di mana kepandaian orang she Thio itu dan agaknya bukan sembarang orang dapat mempermainkan guru silat ini. Tapi toh tadi malam ia telah dipermainkan seorang yang mempunyai gin-kang dan lwee-kang yang tinggi! Kalau maling itu berani masuk ke dalam kamarnya, pasti ia akan dapat melayaninya. Tapi agaknya maling itu tahu akan kelihaian Biauw Niang-niang hingga kamar iblis wanita ini saja yang dilewati tanpa digeledah.

"Memang sukar untuk mengetahui siapakah orang yang berlaku kurang ajar ini" kata Leng Niang-niang yang kamarnya juga menjadi sasaran penggeledahan,

"Tapi kiranya tak perlu dipusingkan hal itu karena ternyata ia tidak berlaku jahat. Hanya, satu bal yang harus kita selidiki, yaitu apakah yang dicari penjahat itu? Sudah terang bahwa ia tadi malam mencari sesuatu." Biauw Niang-niang mengangguk-angguk.

"Tak lain tak bukan tentulah ia seorang dari golongan lawan kita yang hendak mencari rahasia kita. Dan setahuku, dari golongan mereka, orang yang mungkin dapat melakukan hal itu hanya satu orang saja." Dan ia memberi isyarat mata kepada sumoinya. Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang diam-diam mengangguk.

"Coba panggil muridmu kesini," kata Biauw Niang-niang kepada Seng Bouw Nikouw yang segera memanggil Hong Ing. Gadis ini merasa heran dan diam-diam hatinya berdebar-debar ketika ia datang ke ruangan yang penuh dengan orang-orang gagah yang berwajah perkasa dan galak itu. Tapi ia tetapkan hatinya dan duduk dekat gurunya.

"Hong Ing," kata Biauw Niang-niang dengan suara halus,

"kau bukanlah orang luar, maka perlu kiranya kau ketahui juga. Semalam istana putih ini telah kemasukan orang jahat! Orang itu datang mencari-cari sesuatu. Dan tahukah kau siapa orang itu? Ia tak lain ialah orang yang membunuh ayahmu tapi yang kauanggap kakakmu sendiri itu!"

"Koko Han Liong? Dia yang datang malam tadi?" Hong Ing bertanya heran, hatinya berdetak-detak, karena kini ia pun merasa betapa besarnya kemungkinan ini. Banyak alasan Han Liong untuk datang menyelidik ke situ, dan siapakah orangnya yang berkepandaian begitu tinggi dan berhati begitu berani dan tabah selain Han Liong?

"Agaknya kau juga percaya akan kemungkinan ini," kata Biauw Niang-niang yang pandai membaca suara hati orang.

"Sepak-terjang anak muda itu sungguh berani dan berbahaya sekali. Maka coba kauceritakan kepada kami tentang keadaannya. Pertama-tama, siapakah namanya dan ia murid golongan mana?" Hong Ing tahan-tahan hatinya agar suaranya tak kedengaran bangga hingga jangan sampai membongkar rahasia perasaannya, lalu berkata dingin,

"Ia adalah Si Han Liong. Gurunya banyak sekali. Kalau aku tak salah ingat, guru pertama adalah Liok-tee Sin-mo Hong In, guru kedua Beng San Tojin Pauw Kim Kong, guru ketiga Kim-to Bie Kong Hosiang, guru keempat Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat. Dan ia masih mempunyai seorang guru lagi, yakni Kam Hong Siansu." Semua orang terkejut mendengar ini, dan ketiga iblis wanita itu diam-diam mengagumi juga.

"Kam Hong Siansu? Ah, tidak dinyana manusia dewa itu masih hidup dan menerima murid seperti Han Liong itu. Pantas saja ia demikian lihai!" Biauw Niang-niang berkata seperti kepada dirinya sendiri. Hong Ing dengan rasa bangga menambahkan,

"Dan ia adalah putera tunggal dari Si Enghiong yang terkenal!" Biauw Niang-niang dan Seng Biauw Nikouw loncat berdiri.

"Apa?" kata Biauw Niang-niang.

"Sayang aku tidak mengetahui hal ini dari dulu. Hong Ing tahukah kau siapa orang yang kau sebut Si Enghiong itu? Ia adalah Si Cin Hai, seorang kepala pemberontak besar yang telah kami basmi. Semua ini kesalahan ayahmu sendiri yang kena terpikat oleh isterinya, sehingga isteri dan anak kepala pemberontak itu tak dapat dilenyapkan dari muka bumi ini. Membasmi pohon jahat harus dengan akar-akarnya, kaya pribahasa, tapi ayahmu menyalahi hukum ini dan ia bahkan mengambil isteri musuh menjadi isterinya dann dengan demikian ia menyelamatkan anak musuhnya. Tentu saja hal ini sama dengan memelihara anak serigala dalam rumah. Dan betul saja, anak itu setelah dewasa kini merepotkan kita semua."

Biauw Niang-niang menghela napas, tak perdulikan wajah Hong Ing yang tampak tidak senang itu mendengar ayah ibunya menjadi buah tutur orang dan menerima berbegai celaan. Pada saat itu dari luar datang seorang saikong yang bertubuh tinggi besar dan memelihara cambang bauk yang tebal dan kaku ceperti kawat. Pertapa itu berjubah kuning dan sepatunya memakai sol dari ujung besi. Ia memegang sebuah tongkat pendek berwarna hitam yang berukiran kepala ular di bagian pegangannya. Di punggungnya tergantung kantong hui-to yakni semacam golok kecil yang memakainya dengan pelemparan hingga disebut golok terbang! Ketiga iblis wanita melihat saikong itu lalu berseru girang.

"Susiok datang!" Dan ketiga-tiganya lalu memburu dan memberi hormat. Hong Ing terkejut melihat air muka dan tubuh yang menakutkan itu, dan ia merasa heran sekali mengapa ketiga iblis wanita itu tidak berlutut kepada seorang paman gurunya bahkan menyambutnya dengan mesra bagaikan menyambut seorang kawan baik, bahkan Hei Niang-niang dan Leng Niang-niang memegang lengan saikong itu di kiri kanannya sambil tersenyum dan memainkan mata. Sikap mereka kekanak-kenakan dan mereka rupanya sungguh sangat manja. Tentu saja Hong Ing tak mengerti sama sekali akan sikap aneh ini. Semua orang yang berkumpul di situ memberi hormat dan Hong Ing terpaksa juga menjura terhadap saikong tua itu. Melihat semua orang memberi hormat padanya, saikong itu tertawa terbahak-bahak.

"Siancai, siancai, terima kasih atas penghormatan ini, cuwi silakan duduk, pinto ada berita penting untuk disampaikan padamu." Suaranya nyaring dan kecil, tak sesuai dengan tubuhnya yang sebesar raksasa itu. Semua orang duduk kemhali. Biauw Niang-niang dengan suara manja dibuat-buat menceritakan kepada paman gurunya tentang gangguan lawan yang menggagalkan serangannya terhadap Siok Houw, sehingga muridnya tewas dan kedua sumoynya terluka. Juga ia menceritakan tentang datangnya seorang penjahat yang menggeledah kamar mereka tadi malam.

"Hm, jangan sedih, sakit hatimu pasti terbalas. Suci telah memerintahkan aku turun gunung membantu kamu sekalian. Kalau mereka berhadapan dengan pinto, anjing-anjing pemberontak itu pasti kupukul dengan tongkat ini seorang sekali." Sambil berkata begini ia mengayunkan tongkatnya perlahan menghantam lantai. Lantai batu yang keras yang kena terpukut tongkat itu menerbitkan bunga api dan semua orang kagum melihat di tempat bekas pukulan itu tampak berlobang setengah kaki lebih!. Kemplangan demikian perlahan dapat melobangi lantai batu, apa lagi kalau yang dikemplang itu tubuh manusia dan dilakukan dengan sepenuh tenaga pula! Hong Ing juga merasa ngeri dan takut juga.

"Tentang, datangnya maling kecil malam tadi, pinto juga dapat menduga maksudnya. Tentu ia datang mencari ini." Ia merogoh saku jubahnya yang besar dan mengeluarkan segulung kertas.

"Lihat, ini adalah firman atau surat perintah dari kaisar untuk menangkap Siok Houw dan surat-surat perintah rahasia dari Co Thaikam sendiri. Agaknya para pemberontak telah mendengar tentang surat-surat ini, sehingga orang yang membawanya dari kota raja mendapat gangguan di sepanjang jalan. Tapi surat-surat ini sekarang diserahkan padaku, coba lihat siapa berani mengganggu!" Melihat kejumawaan dan keangkuhan paman gurunya ini, Biauw Niang-niang mengerutkan kening.

"Susiok, musuh sangat lihai, kenapa kau bicarakan hal rahasia ini secara terbuka?"

"Ha, ha, Biauw Niang, kau sudah menjadi penakut" Kemudian ian melanjutkan dengan berbisik:.

"Hal ini kusengaja agar pihak musuh mendengar dan mencoba datang. Aku akan siap-sedia setiap saat menyumbat kedatangannya" Diam-diam Hong Ing melirik ke sana ke sini. Benarkah ada Han Liong atau kawan-kawannya yang datang mendengar?

"Susiok," kata Biauw Niang-niang selanjutnya,

"Dipihak mereka kini ada seorang muda yang cukup tangguh. Ia adalah murid Kam Hong Siansu dan kukira dialah orangnya yang datang tadi malam." Mendengar nama Kam Hong Siansu, saikong itu terkejut, tapi ia lalu berkata,

"Bohong! Orang tua itu mana mau menerima murid? Kedua tangannya sudah putih bersih, mana ia mau mengotorinya pula dengan segala urusan tetek bengek di dunia fana ini? Mungkin pemuda itu hanya monggunakan nama Kam Hong Siantu untuk menggertak saja." Siapakah gerangan saikong ini? Ia bukan lain adalah Kek Kong Tojin yang dijuluki orang Coa-thouw-koai-tung si Tongkat Setan Kepala Ular, karena memang permainan tongkatnya luar biasa lihainya dan belum pernah dikalahkan lawan! Sebenarnya ia adalah pendiri termuda dari cabang persilatan Ngo-lian-pai,

Disamping sucinya Ang Gwat Niang-niang yang terkenal dengan nama Ngo-lian-posat atau Dewi dari Ngo-lian, dan twa-suhengnya Lo Thong Sianjin. Mereka bertiga merupakan pendiri Ngo-lian-pai yang disegani kalangan kang-ouw. Diantara mereka bertiga, Aug Gwat Niang-niang yang terpandai, maka dialah yaag berdiam di bukit Ngo-lian-san dan karenanya dinamakan orang Dewi daru Ngo-lian. Sayangnya, hanya Lo Thong Sianjin seorang saja yang berwatak suci, hanya cacatnya, ia ini terlampau jujur dan tidak mau mengaku kalah! Sedangkan sumoinya, Ang Gwat Niang-niang, wataknya terlampau membela ketiga muridnya hingga pertimbangan dan keadilannya menjadi berat sebelah. Kek Kong Tojin yang termuda bukanlah orang baik-baik. Telah lama ia mempunyai hubungan kotor dengan ketiga murid Ang Gwat Niang-niang, yakni Biauw Niang, Reng Niang, dan Hai Niang.

Dengan demikian, boleh dibilang bahwa kedatangan ketiga wanita yang menjadi anak murid Ngo-lian-pai itu, telah mengotorkan nama Ngo-lian-pai dan merusak kebersihan hati Kek Kong Tojin dan Ang Gwat Niang-niang. Kalau bicara soal kepandaian, Lo Thong Sianjin dan Ang Gwat Niang-niang sama lihainya, karena dalam hal ilmu pedang Ngo-lian-posat lebih unggul, tapi Lo Thong Sianjin sebaliknya lebih tinggi ilmu ginkang dan lweekangnya. Kek Kong Tojin masih kalah setingkat dari kedua kakak seperguruannya itu. Dengan sengaja, pada malam hari itu, Kek Kong Tojin menaruh gulungan surat-surat penting itu di atas meja dalam kamarnya dan ia sendiri berada di ruang tamu minum arak dan makan daging, ditemani oleh ketiga murid keponakannya! Sembari makan minum, mereka berempat mengobrol gembira.

"Eh, Biauw Niang, siapakah gadis yang duduk di dekatmu siang tadi?"

"Ia adalah muridku, puteri dari almarhum Lie Ban Ciangkun." Saikong itu mengangguk-angguk gembira.

Cari Blog Ini