Ceritasilat Novel Online

Pedang Pusaka Naga Putih 7


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 7




"Hm, muridmu itu sungguh cantik jelita, sayang aku tak. pernah punya murid semuda dan secantik itu." Memang, diantara ketiga pendiri Ngo-lian-pai, hanya Ang Gwat Niang-niang sendiri yang mempunyai murid, yakni ketiga Liok-san Sam-moli, sedangkan Kek Kong Tojin dan Lo Thong Sianjin tak pernah menerima murid lain. Pada saat Biauw Niang-niang hendak menegur paman gurunya dan mengatakannya mata keranjang, tiba-tiba saikong itu mengayunkan sumpitnya ke atas. Sumpit itu meluncur seperti anak panah dan menembus genteng dengan suara nyaring! Ketiga iblis wanita pun melompat sambil mencabut pedang.

"Biar kami yang menangkap mata-mata itu, susiok duduk sajalah minum arak!" kata Biauw Niang-niang yang segera meloncat keluar, diikuti kedua sumoinya.

"Bangsat maling jangan lari!" teriak Hai Niang-niang dengan suara nyaring. Teriakan ini membuat semua orang dalam Istana Putih itu bangun terkejut dan melompat keluar mengejar dengan senjata di tangan. Hong Ing merasa berdebar-debar karena timbul dugaan dalam hatinya kalau-kalau yang datang itu adalah Han Liong dan kawan-kawannya. Maka tanpa berkata sesuatu iapun ikut melompat ke atas genteng. Ketika tiba di atas, Hong In melihat seorang laki-laki tinggi kurus sedang bertempur melawan ketiga iblis wanita.

Tamu malam itu belum tua benar, lebih kurang empat puluh lima tahun, tapi rambutnya telah putih semua. Ia bersenjatakan joan-pian atau ruyung cambuk dan bersilat dengan gerakan yang luar biasa cepat dan lincahnya. Tadinya Biauw Niang-niang seorang diri melawan tamu malam itu, tapi ternyata iblis wanita tertua itu bukan tandingan si rambut putih! Maka, dengan berseru marah, Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang ikut menyerbu hingga tamu malam yang lihai itu dikeroyok tiga! Orang-orang lain tak berani ikut mengeroyok karena keempat orang yang sedang bertempur itu berkepandaian tinggi sehingga merupakan bayangan empat tubuh yang sukar dikenal lagi mana kawan mana lawan! Pada saat orang-orang sedang menyaksikan pertempuran hebat itn dengan kagum, tiba-tiba dari bawah terdengar teriakan nyaring dari Kek Kong Tojin.

"Bangsat rendah kau datang ingin mencari kematian?" Semua orang di atas genteng, kecuali yang sedang bertempur, merasa terkejut. Tiba-tiba dari bawah meloncat seorang dengan gerakan lincah dan ringan laksana seekor burung. Hong Ing hampir berteriak karena orang itu potongan tubuhnya hampir sama dengan Han Liong, hanya lebih kecil sedikit.

Orang yang baru datang ini memakai kedok kain sutera hitam dan tangannya memegang sebuah pedang yang berkilauan. Tangan kirinya memegang gulungan kertas yang berisi perintah dan rencana rahasia yang dibawa oleh Kek Kong Tojin siang tadi! Ternyata ia menggunakan kesempatan ini selagi orang-orang ribut mengepung si rambut putih di atas genteng, si kedok hitam ini turun dengan diam-diam dan mencuri dokumen itu di kamar Kek Kong Tojin! Tapi Kek Kong Tojin yang masih duduk minum arak di ruang tamu dapat melihat bayangan hitam berkelebat keluar dari kamarnya. Kebetulan pada saat itu tangannya sedang memegang tulang paha ayam dan memakan dagingnya, maka ia melemparkan tulang ini ke arah bayangan itu. Biarpun hanya kecil, tapi karena dilempar oleh Kek Kong Tojin yang mempunyai tenaga dalam sempurna, maka tulang itu merupakan senjata yang sangat berbahaya!

Si kedok hitam mendengar sambaran angin, cepat menempiskan tangannya dan tenaga tempisan ini mengeluarkan angin dan dapat memukul jatuh tulang itu ke lantai! Tanpa ayal lagi, setelah berhasil menyambar gulungan kertas pening dari atas meja, si kedok hitam menghilang pergi, dan dikejar oleh Kek Kong Tojin sambil memaki-maki!. Si rambut putih biarpun dikeroyok oleh tiga iblis wanita yang lihai, namun dapat melayani mereka dengan baik dan tidak sampai terdesak, bahkan ia masih sempat mengerling ke arah si kedok hitam. Melihat ti kedok hitam itu memegang gulungan kertas, ia berseru keras dan joan-piannya berputar menyambar bagaikan kilat hingga ketiga iblis wanita terpaksa mengelak sambil mundur. Kesempatan ini digunakan oleh si rambut putih yang berkelebat dan meloncat menabrak si kedok hitam sambil berseru,

"Sobat, berikan barang itu padaku!" Tapi gerakan si kedok hitam tak kalah hebatnya.

"Jangan mau enaknya saja, kawan!" ia mengejek sambil betkelit. Pada saat itu Kek Kong Tojin sudah tiba di situ dan saikong ini melayangkan kepalannya memukul si kedok hitam. Tapi dengan mudah lawannya menghindarkan pukulan ini dan balas memukul dengan lebih bebat lagi! Kek Kong Tojin menangkis dan dua lengan tangan beradu keras. Saikong ini heran sekail ketika lengannya terbentur sebuah lengan yang keras dan mengandung tenaga yang tak boleh dianggap enteng! Diam-diam ia mengeluh. Untuk, menghadapi si rambut putih yang dapat melayani ketiga murid keponakannya itu saja ia harus mengerahkan tenaga, sekarang ditambah lagi dengan si kedok hitam yang tidak kalah tangkasnya itu! SI rambut putih rupanya tidak begitu mendesak si kedok hitam lagi, bahkan kini ia menyerang Kek Kong sambil berseru,

"Ah, pantas saja penjilat-penjilat ini makin banyak dan makin kurang ajar, rupanya disini ada anjing tuanya yang menjagoi!" Bukan main marahnya Kek Kong Tojin mendengar cacian ini. Ia melompat ke arah si rambut putih dan menuding.

"Bangsat rendah! Berani banar kau berlancang mulut. Beritahukan namamu sebelum kuantarkan kau kepada Giam-lo-ong!" Si rambut putih tertawa.

"Aku selalu datang tak mengubah she, pergi tak mengganti nama. Aku adalah Lie Bun Tek dari Heng-san!" Kek Kong Tojin terkejut.

"Kau Heng-san Koai-hiap?" Si rambut putih mengangguk, dan Kek Kong Tojin segera meneriaki semua orangnya.

"Kepung orang berkedok itu. Jangan sampai dia lari!" Maka ketiga ib|is wanita dan semua orang yang kini merasa gatal tangan itu hendak menonjolkan jasanya, dengan cepat mengepung si kedok hitam. Kemudian Kek Kong Tojin mencabut tongkatnya, tapi si rambut putih tertawa mengejek.

"Ha, ha! Inikah macamnya Coa-thouw-koai-tung yang ditakuti orang? Agaknya tak seberapa menakutkan!" Kek Kong Tojin tidak menjawab, tapi sambil berseru keras tongkatnya melayang kearah kepala lawan. Si rambut putih pun berseru,

"Bagus!" dan ia menggerakan joan-piannya menangkis, tapi tongkat itu segera berobah gerakan, langsung menotos iga!

Inilah sebuah tipu gerakkan ilmu sitlat Ngo-lian-pai yang berbahaya sekali, maka si rambut putih tak berani berlaku sembrono lagi. Ia berkelit dan balas menyerang. Sebentar saja kedua orang ini bertempur seru sekali dan tubuh mereka lenyap dalam dua gulungan sinar senjata yang mengeluarkan angin dingin!. Sementara itu, si kedok hitam menyiapkan pedangnya menanti mereka yang mengepung dan hendak menyergapnya. Tiba-tiba seorang tinggi besar meloncat maju dan berkata.

"Cuwi sekalian tahan dulu! Untuk memukul anjing kecil ini tak perlu menggunakan tongkat besar, biar siauwto saja menangkap dia!" Ia ini adalah Kok Beng si Kerbau Hitam, seorang kepala rampok yang kenamaan di Secuan dan selain pandai silat, iapun bertenaga besar. Kemudian, sambil mengungkat dada, ia memutar-mutar toyanya dan mendekati si kedok hitam.

"Sobat, jangan kau mencari mati. Tinggalkan kertas itu dan kau berlututlah meminta ampun, tentu tuan besarmu akan memberi maaf padamu!" Tapi hanya terdengar suara ejeken sambil tertawa dari balik kedok sutera hitam itu sehingga Kok Beng menjadi marah sekali dan segera menyerang dengan toyanya. Tapi di luar dugaannya, kaki kiri si kedok hitam itu terangkat dan dipakai mendepak ujung toyanya, lalu pedangnya berputar-putar menebas lengan yang memegang toya! Gerakan istimewa ini sungguh tak terduga, juga sangat berbahaya, sehingga Kok Beng menjadi terkejut. Terpaksa ia melepaskan toyanya dan meloncat mundur.

"Hebat betul..." teriaknya dan mukanya menjadi pucat lalu berobah merah. Baru satu gebrakan saja ia terpaksa harus melepaskan senjatanya dan mundur! Biauw Niang-niang terkejut gerakan, si kedok hitam. Yang tadi itu adalah gerakan tendangan Siauw-cu-twie yang dilakukan dengan mahir sekali. Ia teringat akan seorang pendekar gagah perkasa yang menjadi ahli tendangan itu, maka tanpa disengaja ia bertanya,

"Apa hubunganmu dengan Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek?" Sepasang mata di balik kedok itu memandangnya dengan sinar mata berkilat, tetapi yang terdengar hanya suara tertawa mengejek.

"Baiklah, biar kau ada hubungan dengan Khouw Locianpwe atau dengan dewa sekalipun, kalau kau tidak mau mengembalikan gulungan kertas itu, jangan harap kau bisa keluar dari sini!" Sehabis berkata begini, Biauw Niang-niang segara menggerakkan pedang dan hudtimnya menyerang dan sebentar saja si kedok hitam telah dikeroyok.

Tetapi ternyata ia dapat bergerak dengan cepat sekali sehingga tak mudah bagi mereka untuk menangkapnya. Hong Ing yang berdiri diam saja sambil melihat pertempuran itu dengan hati kagum, kini tahu bahwa dua orang tamu malam itu bukanlah kawan-kawan Han Liong yang pernah dilihatnya. Ia lebih lebih kagum ketika melihat gerakan si kedok hitam yang ternyata ditilik dari potongan tubuh dan rambutnya, masih muda benar. Tetapi kemidian diam-diam ia khawatir melihat si kedok hitam itu terdesak juga oleh tiga kebutan dan pedang dari si Tiga Iblis Wanita, ditambah dengan kepungan orang-orang lain. Ketika ia menengok ke arah Kek Kong Tojin, ia melihat saikong itu masih bertempur seru melawan Pendekar Aneh dari Heng-san itu dengan kekuatan berimbang.

Tiba-tiba terdengar Biauw Niang-niang menjerit ketika pundaknya tergores sedikit oleh pedang musuh sehingga mengeluarkan darah. Dengan marah Tiga Iblis Wanita itu mengeluarkan Bwee-hwa-ciamnya, jarum beracun yang kejam itu. Melihat senjata berbahaya itu dihamburkan ke arahnya, si kedok hitam melompat tinggi sampai dua tombak dan dari atas ia meluncur turun dari genteng dengan gerakan Naga Air Terjun ke Laut yang indah dan cekatan sekali. Sambil berteriak-teriak semua pengejarnya ikut melompat turun. Hong Ing merasa heran mengapa si kedok hitam itu bukannya lari keluar tapi malah kembali masuk ke Istana Putih! Ia juga ikut melompat turun. Tapi biarpun semua orang mencari di mana-mana, si kedok hitam tak tampak bayangannya lagi.

Semua orang mencari berkeliling sambil memaki-maki tak keruan! Setelah mencari beberapa lama tanpa hasil, Tiga Iblis Wanita dengan diikuti semua orang, ramai-ramai naik lagi ke atas genteng di mana Kek Kong Tojin masih bertarung seru melawan Heng-san Koai-hiap. Biauw Niang-niang bertiga melihat susioknya tak dapat mengalahkan lawanya, segera maju sekalian mengeroyok. Kek Kong Tojin diam saja melihat ketiga murid keponakannya maju mengeroyok, bahkan diam-diam ia merasa girang, biarpun ia tahu bahwa hal itu tak pantas dilakukan oleh seorang tokoh persilatan besar seperti dia. Kini Heng-san Koai-hiap repot juga, karena ketiga iblis wanita itu walaupun ilmu silatnya masih kalah setingkat, namun dengan maju bersama, mereka merupakan tenagga bantuan yang hebat juga. Perlahan-lahan ia terdesak. Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suasa mencela.

"Kek Kong! Sungguh sikapmu tak pantas dengan keroyokan ini membuat orang-orang gagah merasa malu!" Dan pada saat itu juga tiga buah benda hitam melayang cepat dan tepat sekali memukul ketiga pedang dari Tiga Iblis Wanita itu, hingga ketiga pedang itu melenting dan hampir saja terlepas dari pegangan! Heng-san Koai-hiap melompat ke belakang dan berkata kepada Kek Kong,

"Barang yang kukehendaki sudah terampas oleh orang lain. Aku tiada waktu melayani kau lebih lama. Kalau ada untung lain kali kita berjumpa pula!" Tubuhnya lalu berpusing-pusing di udara dan menghilang. Sementara itu, Tiga Iblis Wanita merasa heran dan kaget sekali melihat bahwa senjata rahasia yang membentur pedang mereka dan membuat pedang itu hampir terlepas ternyata hanya tiga potong pecahan genteng! Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya tenaga pelemparnya! Diam-diam mereka merata ngeri juga. Setelah semua orang turun dan berkumpul di ruang tengah, Kek Kong menghela nafas dan berkata,

"Biauw Niang berkata benar, musuh banyak juga yang lebih tinggi kapandaiannya dari kita. Sekarang surat-surat itu sudah jatuh ke tangan musuh, kita harus berusaha merebutnya kembali. Dan kita harus mencari bala bantuan!"

"Tetapi susiok, menurut pendapatku, pencuri yang berkedok tadi bukan sekomplotan dengan Heng-san Koai-hiap. Mereka bergerak sendiri-sendiri dan terpisah," berkata Hai Niang-niang. Tiba-tiba Biauw Niang-niang melihat kesana kemari, seakan-akan ada yang dicarinya, kemudian ia bertanya heran,

"Eh, mana Seng Bouw Nikouw? Kenapa aku tidak melihatnya semenjak tadi?" Hong Ing terkejut mendengar ini dan iapun heran, karena memang ia tidak melibat gurunya itu ikut bertempur tadi. Semua orang mencari, tetapi tidak dapat menemukan nikouw itu. Hong Ing merata khawatir sekali dan meloncat naik ke atas genteng. Setelah ia mencari beberapa lama, ia berteriak kaget sehingga semua orang meloncat naik mengejarnya. Ternyata pendeta perempuan itu rebah di atas genteng belakang dan ketika diperiksa ternyata ia dibuat tak berdaya dengan sebuah totokan yang lihai sekali, Kek Kong Tojin segera menepuk bahu dan menotok punggung Seng Bouw Nikouw hingga pendeta itu dapat bergerak kembali. Berulang kali ia menghela napas.

"Omitohud, sungguh lihai... sungguh lihai!" Kek Kong Tojin dan ketiga iblis wanita heran sekali melihat pendeta wanita itu sampai dibuat tak berdaya sedemikian rupa oleh lawan, padahal Seng Bouw Nikouw bukanlah seorang lemah dan dalam hal ilmu silat ia hanya sedikit dibawah kepandaian tiga iblis wanita itu! Seng Bouw Nikouw lalu bercerita,

"Ketika kalian bertempur tadi, aku hendak membantu, tetapi tiba-tiba aku melibat sebuah bayangan berputar-putar di atas genteng belakang. Aku mengejar dan kemudian menjadi sangat terkejut, karena ternyata yang berdiri disitu bukan lain ialah Sin-chiu Taihiap Khouw Sin Ek! Tentu saja aku tak berani melawan orang tua itu dan diam-diam aku tersembunyi di balik wuwungan genteng. Aku melhat juga betapa orang tua yang lihai itu menggunakan pecahan genteng memukul padang suci bertiga! Melihat ia menggunakan senjata rahasia istimewa itu, aku teringat bahwa biarpun aku takkan dapat melawannya, tetapi sedikitnya dari tempat gelap itu aku dapat melepaskan senjata rahasia jarum, karena itu aku justeru sembunyi di belakangnya. Tanpa pikir lagi aku mengirimkan segenggam jarum, tapi tak kusangka ia sedemikian lihainya. Tanpa menengok ia mengayunkan lengan baju dan telah meniup pergi semua jarumku.! Sebelum aku sempat lari, ia telah meloncat dan tanpa kusadari aku telah tertotok dan rebah tak berdaya!" Kek Kong Tojin menghela napas.

"Celaka, terlampau banyak lawan lihai yang datang malam ini. Kita harus berhati-hati dan mulai malam ini kita harus mengatur penjagaan yang kuat." Setelah berkata demikian. Kek Kong Tojin memimpin sendiri dan mengatur penjagaan di semua sudut sehingga Istana Putih itu terkurung kuat.

Kemudian orang-orang yang tidak bertugas menjaga kembali di kamar masing-masing. Hong Ing dengan hati lega karena si rambut putih dan si kedok hitam terlepas dari bahaya, kembali ke kamarnya pula. Ia memasuki kamar, lalu menutup pintunya dan memasang lilin. Hampir saja ia berteriak, karena melihat di atas kursi di kamarnya duduk seorang yang berkedok sutera hitam. Baiknya si kedok hitam segera memberi tanda agar ia jangan berteriak. Hong Ing menggerakkan bibirnya hendak bertanya dengan marah kepada tamu malam yang keterlaluan dan kurang ajar itu, tapi si kedok hitam lalu mengeluarkan sehelai surat yang agaknya telah ia sediakan sebelumnya. Hong Ing menerima surat itu dan membacanya sambil duduk di atas pembaringan dan selalu mengerling kearah si kedok hitam. Surat itu tidak panjang dan berbunyi seperti berikut:

Nona Lie Hong Ing,
Kau bukanlah seorang penjahat dan mungkin kau tidak tahu bahwa orang-orang di gedung ini semua adalah kaki tangan pembesar durna yang bermaksud memberontak! Kalau kau terus berada dengan mereka, maka kau akan menghadapi dua macam bahaya. Bahaya pertama: kau akan dimusuhi oleh orang-orang gagah di kalangan kang-ouw, dan bahaya kedua: kau akan dicap anggauta pemberontak dan mendapat hukuman! Kau ingin belajar silat? Kalau kau percaya, aku dapat menolongmu mencari seorang guru yang jauh lebih pandai daripada Iblis-iblis itu. Kau takut melarikan diri? Aku dapat membantumu. Kalau setuju, sekarang juga, ikutlah aku keluar dari neraka ini.

Membaca surat ini, Hong Ing terkejut, Benarkah gurunya dan semua erang itu pemberontak? Mengapa mereka memaki Han Liong dan kawan-kawannya sebagai pemberintak? Tentang kejahatan mereka, hal ini ia dapatlah percaya, memang ia sendiri tidak suka melihat sikap dan sepak terjang mereka itu, tapi apakah si kedok hitam ini dapat dipercaya? Biarlah, ia akan ikut lari dan mencari Han Liong. Kalau sudah bertemu dengan kakaknya itu, ia tidak takut akan setan yang manapun juga! Maka ia lalu mengangguk dan si kedok hitam tersenyum girang. Sepasang mata di balik sutera hitam itu memancarkan sinar berseri-seri tanda kegirangan. Hong Ing menyiapkan buntalan pakaiannya dan si kedok hitam lalu memberi tanda agar gadis itu masuk di bawah tempat tidur!

Hong Ing terheran-heran dia memandang marah karena pada sangkanya si kedok hitam itu mempermainkannya. Tapi tanpa banyak cakap lagi si kodok hitam merayap di kolong pembaringan dan Hong Ing karena ingin tahu sekali, mengintipnya. Beberapa kali si kedok hitam meraba-raba dinding dan tiba-tiba terdengar bunyi berderik dan di atas lantai di bawah pembaringan itu terbuka lubang selebar hampir dua kaki! Kini mengertilah Hong Ing bahwa itu adalah sebuah jalan rahasia! Ia serasa malu akan kesangsiannya tadi dan tanpa ragu ia merangkak di kolong pembaringan. Si kedok hitam lalu memasuki lobang itu, diikuti oleh Hong Ing, ternyata di bawah tanah terdapat sebuah lorong kecil yang pas untuk seseorang merayap maju. Beberapa lama mereka merayap maju dalam gelap dan akhirnya mereka sampai keluar dan berada dalam sebuah taman bunga!

"Eh, taman bunga siapakah ini?" Hong Ing bertanya heran.

"Stt!" Si kedok hitam mencegahnya, tapi terlambat. Dari balik pintu belakang sebuah gedung, terdengar suara bertanya.

"Siapa di taman?" Sebelum gema suara itu lenyap, penanyanya sudah sampai di hadapan mereka dengan sebuat golok besar di tangan! Hong Ing terkejut melihat orang itu yang ternyata bukan lain adalah Tan-Cianbu. Ia pernah melihat kapten itu beberapa kali maka ia dapat mengenalnya, namun Tan Cianbu tidak kenal kepadanya.

"Bangsat darimana berani memasuki taman tanpa izin?. Ayoh buka kedokmu dan berlutut, kalau tidak kalian akan kusuruh tangkap dan masukkan penjara!" Melihat kegagahan Tan Cianbu itu, Hong Ing meloloskan siang-kiamnya, dan ia merasa pundaknya ditowel oleh si kedok hitam. Tapi ia tidak tahu maksudnya, bahkan maju menyerang dengan berkata,

"Lepaskan dan jangan ganggu kami!" Tan Cianbu gelak tertawa.

"Hm, gadis kecil ini sombong amat! Kau juga berani main-main dengan pedang!" Kemudian ia menggerakkan goloknya dan menangkis. Pedang di tangan kanan Hong Ing terpukul dan gadis itu merasa telapak tangannya perih dan panas. Ia terkejut sekali karena pedang itu hampir saja terlepas!

"Ha ha, ha!" Tan Cianbu tertawa tapi matanya memandang kagum.

"Kau boleh juga, nona kecil! Kau dapat menahan tangkisanku, hm, majulah, hendak kulihat sampai di mana kepandaianmu." Tapi Hong Ing bersanksi, karena ia merasa bukan tandingannya kapten yaag bertenaga besar itu!

"He, kamu yang berkedok hitam, pengecutkah kau? Bukankah kau laki-laki? Mengapa kau biarkan saja wanita ini maju seorang diri? Ayoh majulah!" Si kedok hitam tampak bingong dan ketakutan! Hong Ing
(Lanjut ke Jilid 07)

Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

Jilid 07
merasa heran sekali. Apakah Tan Cianbu ini lebih tinggi ilmu silatnya dari si kedok hitam ini sehingga si kedok hitam yang tadi telah ia saksikan sendiri kepandaiannya juga merasa takut menghadapinya? Tapi Tan Cianbu melihat keragu-raguan dan kebingungan si kedok hitam, timbul marahnya.

"Pengecut! Gadis ini berani maju menyerangku, tapi kau tidak berani! Kalau begitu, lebih dulu kau akan kubunuh. Mungkin perempuan ini akan kubebaskan karena ia gagah dan berani tidak semacam kau!" Goloknya berkelebat membacok leher pemuda itu!

Si kedok hitam berkelit mundur, tapi golok Tan Cianbu terus mengejar dan melakukan serangan bertubi-tubi. Kini heranlah Tan Cianbu, karena berkali-kali ia menyerang, selalu tanpa hasil. Gerakan si kedok hitam itu sangat lincah dan selalu berkelit cepat membuat ia tidak berdaya! Si kedok hitam berkelit sambil mundur hingga mereka tiba di dekat sebuah lampu taman. Tiba-tiba si kedok hitam merogoh saku dan melempar sesuatu kearah lawannya. Tan Cianbu terkejut dan hendak berkelit, tapi lemparan si kedok hitam cepat sekali hingga tahu-tahu benda itu mengenai mukanya! tapi Tao Cianbu tidak merasa sakit karena ternyata benda itu hanya sehelai saputangan sutera saja, dan disitu terdapat tulisan besar-besar. Tan cian-bu tertarik akan sapu tangan sutera itu dan di bawah sinar lampu, ia membaca beberapa huruf besar itu. Seketika itu juga kedua matanya terbelalak dan mulutnya berseru,

"Apa??? Mana bisa jadi?" tetapi ketika ia menengok, si kedok hitam telah menyambar tangan Hong Ing dan menarik gadis itu melompati tembok yang tinggi itu, dan terus lari dengan cepat sekali. Hong Ing yang terpegang pergelangan tangannya ikut lari cepat pula, jauh lebih cepat dari pada ilmu larinya, karena ia seakan-akan ditarik oleh tenaga raksasa sehingga kedua kakinya seakan-akan tak menginjak bumi! Gadis ini menjadi makin kagum dan diam-diam ia membandingkan kepandaian orang ini dengan Han Liong, Tetapi setelah lari beberapa belas li jauhnya dan mereka memasuki sebuah hutan, Hong Ing merasa lelah juga, karena kedua kakinya sangat dipaksa.

"Aduh, aku lelah, mari beristirahat dulu!" keluhnya.

"Maaf, aku tidak ingat bahwa kau belum pandai lari cepat," kata si kelok hitam sambil melepaskan pegangannya. Hong Ing melepaskan lelah dan duduk di atas rumput. Ia memandang si kedok hitam yang masih berdiri dan memandang jauh ke depan.

"Kita hendak ke mana?" tanya Hong Ing.

"Ke kota raja," jawabnya singkat.

"Ke kota raja? Hendak mengapa ke sana?" Si kedok hitam memandang sehingga sinar matanya terbentur sinar mata Hong Ing. Kemudian ia tampak bingung dan tidak tahu bagaimana harus menjawab. Ia lalu menghela nafas dan berkata perlahan,

"Kau..., kau kini sudah bebas, terserah kepadamu hendak pergi ke mana, Aku... aku tidak memaksamu ikut, yakni... kalau kau tidak suka..." Hong Ing merasa dadanya berdebar-debar. Jadi orang ini benar-benar hendak menolong belaka dan tidak bermaksud jahat? Ah, alangkah baik hatinya. Dan lenyaplah kecurigaannya, karena sebenarnya tadi ia masih merasa curiga memikirkan bahwa mungkin orang ini sengaja datang ke kamarnya hendak menculiknya. Tctapi setelah di kamarnya terdapat jalan rahasia itu, tahulah ia mengapa orang itu berada di kamarnya. Dan kini, orang ini melepaskannya!.

"Kalau begitu, terima kasih atas kebaikanmu."

"Ah, itu semua tak berarti apa-apa. Hanya ingat, kau harus berhati-hati, karena orang-orang Istana putih banyak dan jahat, mungkin kau akan bertemu dengan seorang di antara mereka di jalan." Hong Ing tidak merasa takut karena ia tak begitu memperhatikan kata-kata si kedok hitam. Ia sedang terheran-heran dan mengingat-ingat karena ia seperti sudah pernah mendengar dan mengenal suara orang itu entah kapan dan dimana??
"Eh, apa katamu tadi? O ya, kau takut aku berjumpa dengan mereka? Aku hendak mencari kakakku, kalau sudah bertemu, aku tidak perlu takut kepada segala orang itu."

"Kalau begitu agaknya gagah benar koko-mu itu." Kembali Hong Ing memikir-mikir dan mengingat-ingat suara siapakah ini!

"Kau telah menolongku dan kini kita hendak berpisah. Maukah kau melakukan sebuah permintaanku?" tiba-tiba Hong Ing bertanya.

"Apakah itu?"

"Yaitu... aku ingin tahu dan melihat wajahmu, agar aku tak lupa lagi... maukah kau membuka kedokmu itu sebentar saja?" Si kedok hitam mundur dua tindak dan dengan cepat tangan kirinya memegang kedok sutera di mukanya, seakan-akan ia takut kedok itu akan terlepas.

"Tak mungkin!" katanya.

"Mengapa tak mungkin? Apa... apa mukamu bercacat dan jelek sekali?" Si kedok hitam itu cepat menggeleng-geleng kepala, tapi lalu mengangguk-angguk berkali-kali, hingga mau tak mau Hong Ing tersenyum geli.

"Tidak apalah!" Akhirnya Hong Ing berkata sambil menghela nafas.

"Jika kau tidak mau dikenal, akupun takkan memaksa! Tapi betapapun juga, aku akan selalu menganggap kau seorang yang gagah dan baik hati." Ketika mereka hendak berpisah, tiba-tiba dari belakang ada dua bayangan orang berlari cepat ke arah mereka. Kepandaian dua orang itu ternyata tinggi juga karena sebentar saja mereka sudah tiba dihadapan si kedok hitam dan Hong Ing. Hong Ing terkejut sekali karena yang datang itu adalah seorang laki-laki dan seorang gadis muda yang cantik jelita dan berpakaian serba hitam hingga tampak kulit tangan dan pergelangan lengannya yang putih. Dan laki-laki itu bukan lain dari Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek sendiri, orang lihai berambut putih yang mengacau di istana putih.

"Ha, ha, ha! Kalau memang berjodoh, biar tak disengaja dan tak disangka-sangka, akhirnya bertemu juga!" Heng-san Koai-hiap tertawa terkekeh-kekeh. Lalu ia mengangkat kedua tangannya memberi hormat kepada si kedok hitam yang dibalasnya dengan hormat pula.

"Sobat berkedok yang gagah berani. Aku kagum melihat tepak terjangmu tadi. Agaknya kau pun mengikuti jalan lurus dari para patriot. Ketahuilah, aku adalah Heng-san Koai-jin Lie Bun Tek dan ini adalah sumoiku bernama Pauw Lian. Kau tentu sudah pernah mendengar nama kami dan tahu bahwa kami bukanlah orang-orang jahat. Terus terang kukatakan bahwa kamipun pengikut jejak para patriot! Dokumen yang kau rampas dari istana putih itu sangat kami butuhkan. Maka kuminta dengan hormat, berikanlah itu padaku, sobat."

"Maaf, saudara, aku sendiripun perlu juga akan surat-surat penting itu. Soalmu dengan penghuni Istana putih tiada sangkut-pautnya dengan aku. Aku bertugas dan sebagai seorang laki-laki aku harus menunaikan tugaaku itu dengan sempurna. Kalau tugasku telah selesai mungkin sekali aku dapat membantu menghancurkan kaki tangan durna yang rendah itu!"

"Hm, jawabanmu sangat licin bagai belut yang tak tentu ujung pangkalnya! Pendeknya, aku ingin tahu, kau ini pembela rakyat atau pembela kaisar?" Gadis cantik berpakaian hitam yang disebut Pauw Lian itu berkata, suaranya merdu tetapi tajam. Mendengar kata-kata setengah sesalan dan penuh kecurigaan ini, si kedok hitam memandang dengan tajam dan menjawab,

"Pembela kedua-duanya!" Lie Bun Tek tertawa dan Pauw Lian memperdengarkan suara ejekan.

"Hm, jawaban apa ini? Kalau kau pembela rakyat dan kaisar, habis, siapa yang kauanggap musuhmu?"

"Musuhku adalah segala perampok yang mengacau rakyat dan segala macam durna yang mengacau negara!" Lie Bun Tek dan Pauw Lian saling pandang dengan heran.

"Eh, sobat, kau sungguh aneh. Coba buka kedokmu dan perlihatkan mukamu kepada kami agar kami dapat melihat apakah kau ini lawan atau kawan." berkata Lie Bun Tek.
"Kubuka juga kau takkan kenal," jawab si kedok hitam.

"Kalau begitu engkau ini tentu bukan orang baik-baik. Orang yang bermaksud baik takkan menyembunyikan muka di belakang kedok," kata Lie Bun Tek.

"Suheng, bangsat ini tentu mempuyai maksud rahasia," berkata Pauw Lian kepada Lie Bun Tek.

"Memang aku mempunyai tugas dan maksud rahasia," jawab si kedok hitam sehingga Lie Bun Tek menjadi heran dan marah mendengar orang berterus terang secara menantang itu. Dengan berseru keras ia loloskan joan-piannya dari pinggang dan berkata,

"Agaknya kau mau mencoba kami, orang muda yang aneh!" Si kedok hitam memperdengarkan suara mengejek sambil mencabut pedangnya.

"Tahan senjatamu, ia bukanlah orang jahat!" Hong Ing berteriak karena ia khawatir si kedok hitam takkan dapat melawan si rambut putih yang tinggi ilmunya itu.

"Kaupun bukan orang baik-baik,!" kata Pauw Lian yang maju menghalangi.

"Kau kira aku takut padamu?" Hong Ing membentak marah dan mencabut siang-kiamnya! Tapi Pauw Lian hanya momandangnya dengan terseyum manis bagaikan seorang dewasa tengah mempermainkan seorang kanak-kanak. Sementara itu, si kedok hitam sudah mulai bertempur melawan Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek. Sekali senjata mereka beradu dan kedua-duanya mundur karena merasakan getaran hebat di telapak tangan masing-masing. Sambil melompat mundur mereka memeriksa senjata masing-masing, tapi ternyata kedua senjata itu tidak rusak. Dengan perasaan kesal Lie Bun Tek meloncat maju lagi melakukan serangan hebat. Si kedok hitam berkelit lincah dan balas menyerang.

Ternyata tenaga dan kepandaian mereka seimbang. Lie Bin Tek memainkan pukulan-pukulan Ilmu permainan joan-pian dari cabang Heng-san-pai yang tinggi itu, tapi pedang si kedok hitam pun dapat bergerak dengan lincah dan cepat karena ia memainkan tipu silat Pedang Delapan Dewa Bermain-main. Hong Ing yang merasa gemas melihat lagak Pauw Lian yang seakan.akan memandang rendah kepadanya, dengan teriakan keras maju menyerang dengan siang-kiamnya! Ia memainkan jurus-jurus dari Ngo-lian-pai yang belum lama ini ia pelajari dari Biauw Niang-niang. Tapi alangkah terkejutnya ketika ia melihat lawannya berputar berbelit-belit cepat dan serta merta telah berada di belakangnya! Ia terus menyerang dan jurus-jurus yang ganas dan tipu-tipu mematikan dari Ngo-lian-pai ia keluarkan.

"Hemm, sayang kau yang muda dan cantik telah mempelajari ilmu silat jahat," kata Pauw Lian menyindir sambil meloncat menghindar. Mendengar sindiran itu dan melihat serangan-serangannya tak mendatangkan hasil sedikitpun juga, wajah Hong Ing berubah merah karena malu dan marah. Ia segera merubah gerakannya dan kini mempergunakan ilmu pedang Ngo-houw-toan-bun-to yang ia pelajari dari Han Liong. Kedua pedangnya bergerak teratur sekali dan serangan-serangannya kuat mendatangkan angin.

"Bagus! Ini baru ilmu pedang tulen!" Nona baju hitam itu memuji. Sesungguhnya permainan siang-kiam Hong Ing hebat sekali dan gerakan kedua pedangnya sukar dilawan. Tapi ternyata ia menghadapi lawan kelas berat yang sangat tinggi ilmu ginkangnya hingga ia dapat dipermainkan, biarpun Pauw Lian tak memegang senjata! Hong Ing hampir menangis karena jengkel dan ia gertakkan giginya sambil nenyerang terus membabi buta. Pauw Lian melihat kenekadan lawannya menjadi marah juga, sambil berseru,

"Awas balasan serangan-ku!" ia mendesak dengan sepasang kepalan dan sepasang kakinya yang dapat bergerak cepat sekali. Hong Ing terdesak mundur dan keadaannya berbahaya! Pada saat itu terdengar seruan orang,

"Ing-mo!, jangan khawatir, aku datang," Belum habis gema suara itu, orangnya telah datang dan tiba-tiba Pauw Lian melihat seorang pemuda baju putih berdiri di depannya menggantikan Hong Ing yang kini berdiri di belakang pemuda itu! Alangkah girang hati Hong Ing mendengar suara dan melihat orang yang baru datang ini. Segera ia menubruk maju dan memeluk,

"Han-ko! Syukur kau datang. Tolonglah aku dan hajarlah wanita yang sangat menghinaku ini!" Melihat Hong Ing memeluk pemuda itu, Pauw Lian mengeluarkan suara cemoohan,

"Hm, tak tahu malu!" Hong Ing menghadapinya dengan bertolak pinggang.

"Mau apa? Ini kakakku dan kalau kau memang perempuan gagah, lawanlah dia. Kalau kau menang, aku bersedia berlutut seratus kali di depanmu dan menyebut nenek guru padamu!" Biarpun ia tahu bahwa pemuda yang berdiri bingung di depannya ini bukanlah lawan ringan, namun Pauw Lian merasa gemas dan marah juga mendengar tantangan Hong Ing.

"Apa yang harus ditakuti?" katanya dan tanpa banyak cakap lagi ia menerjang Han Liong dengan serangan Harimau Mencuri Hati! Tadinya Han Liong hendak mendamaikan mereka karena ia tahu bahwa adiknya suka sekali mencari onar, tapi ia tak diberi kesempatan dan gadis itu langsung memukul Han Liong. Angin pukulan gadis baju hitam ini berat dan kuat sekali. Karenanya terpaksa ia melayaninya dengan hati-hati dan sebentar saja ia diam-diam mengeluh karena lawan yang dipilih Hong Ing kali ini benar - benar merupakan lawan terberat yang pernah ditemuinya! Ia kagum sekali akan kepandaian gadis yang jelita ini dan tak lama kemudian ia merasa makin kagum bercampur heran karena ternyata kepandaian gadis itu, baik ginkang maupun lweekangnya, tidak berselisih jauh dengan kepandaiannya sendiri! Timbul hati sayangnya dan ia ingin sekali tahu siapakah gadis ini dan murid siapakah ia?

Sebaliknya, Pauw Lian merasa terkejut dan heran sekail mengapa pemuda ini demikian lihai dan sungguh di luar dugaannya semula. Gadis yang baru berusia sembilan belas tahun itu yang baru saja turun gunung merasa diri tiada tandingnya lagi, karena memang ia sudah memiliki ilmu silat yang mendekati batas kesempurnaan, bahkan suhengnya sendiri, Heng-san Koail-hiap Lie Bun Tek yang terkenal akan kelihaian dan kepandaiannya, tak dapat mengalahkannya, terutama dalam ilmu pedang! Maka, kini menghadapi Han Liong jang dapat melayani, bahkan dapat mendesaknya, ia menjadi gusar sekali. Dengan teriakan marah ia mencabut pedangnya. Sinar hitam berkelebat di depan muka Han Liong dan pemuda ini tertejut melihat gadis itu kini memegang sebilah pedang hitam yang sinarnya menyeramkan.

Tiba-tiba ia teringat akan kata-kata suhunya, Kam Hong Siansu yang mengatakan bahwa di dunia ini masih terdapat Ilmu silat pedang yang dapat menandingi Pek-liong-kiamsut, yakni Ouw-Liong-Kiamsut atau Ilmu Pedang Naga Hitam. Dan gadis ini mempunyai sebuah pokiam berwarna hitam berukir naga pula. Bukankah pedang ini yang disebut Ouw-liong-pokiam? Hampir saja ia melompat keluar kalangan tapi tiba-tiba timbul kegembiraannya untuk mencoba sampai dimana kehebatannya Ouw-liong Kiamsut! Iapun mencabut Pek-Hong-pokiamnya dan menangkis setiap serangan gadis itu. Pauw Lian melihat sinar pedang Han Liong putih melepak seperti perak juga merasa terkejut. Iapun pernah mendengar gurunya bercerita tentang Pek liong-pokiam, maka sama juga halnya dengan hati Han Liong, ia ingin sekali mencoba ketinggian ilmu pedang pemuda itu.

Kalau tadi ketika bertempur mengadu kepalan mereka berkelebat ke sana ke mari hingga dua bayangan hitam dan putih seakan-akan tergabung menjadi satu, kini dua pokiam itu dimainkan sedemikian cepatnya sehingga yang tampak hanya dua gulung sinar hitam dan putih berputar-putar cepat seperti kilat, sedangkan dua orangnya sama sekail tak tampak pula! Tentu saja melihat pertunjukan ini, Hong Ing hanya memandang dengan mulut ternganga saking kagumnya. Sementara itu, si kedok hitam juga sedang bertempur dengan hebatnya melawan Lie Bun Tek. Pedang dan joan-pian saling serang dan saling tangkis sampai mengeluarkan bunga api. Pada saat pertempuran sedang hebat-hebatnya, tiba-tiba terdenger orang menyebut.

"Siancai, siancai, Lie Bun Tek Enghiong, tahan senjatamu dan maafkan muridku. Un Kiong, buang pedangmu!" Mendengar seruan ini, dengan berbareng si kedok hitam dan Heng-san Koai-hiap melompat mundur dan menahan senjata masing-masing, karena si kedok hitam mengenal suara gurunya sedangkan Lie Bun Tek kenal pula suara Khouw Sin Ek atau Sin-chiu talhiap yang telah menolongnya ketika bertempur di atas geeteng Istana Putih! Sebaliknya, Hong Ing yang mendengar nama Un Kiong disebut segera menghadapi mereka dengan heran. Lio Bun Tek menjura kepada Sin-chiu Taihiap sambil berkata.

"Maafkan siauwte, Lo-Taihiap." Dan si kedok hitam berlutut sambil menyebut,

"Suhu."

"Un Kiong, buka kedokmu! Terhadap kawan-kawan segolongan, tak perlu kau menyembunyikan mukamu." Si kedok hitam segera merenggutkan sutera hitam itu dan Hong Ing hampir saja tak dapat menahan jerit herannya, karena si kedok hitam itu bukan lain ialah si pemuda tolol, Tan Un Kiong, putera dari Tan cian-bu yang tinggal di dekat Istana Putih! Hal ini sama sekali tak disangkanya, maka tanpa terasa kakinya bertindak maju mendekati pemuda itu lalu, sambil menatap wajahnya, ia berkata,

"Kau...??" Un Kiong hanya teneayum dan menjura.

"Hong Ing cici!" Lie Bun Tek berseru kepada Pauw Lian yang masih bertempur.

"Sumoi, tahan pedangmu..." Tapi Khouw Sin Ek mencegahnya dan berkata perlahan "Jangan ganggu mereka... Tak usah khawatir, mereka takkan melukai satu sama lain. Lihat, alangkah hebatnya kiamsut mereka. Sungguh yang tertinggi di dunia ini. Lihat... bukankah mirip sepasang naga hitam dan putih bermain-main di awan?" Setelah puas menonton. Pendekar Besar kepalan Malaikat ini mengambil dua buah batu kecil dan mengayunkannya dua buah batu itu ke arah dua gundukan sinar hitam putih yang sedang bertempur.

"Jiwi, silakan berhenti!" Suaranya terdengar nyaring dan keras sekali. Dua buah batu kecil itu dengan tepat menghantam dua pedang, tapi tak membikin pedang itu terenggut, bahkan dua buah batu itu terbelah dengan mudah dan jatuh ke atas tanah. Tetapi ini cukup membuat Han Liong dan Panw Lian insyaf bahwa ada orang yang pandai memisahkan mereka. Mereka tidak berani memandang rendah dan keduanya segera melompat sambil menjura. Sepasang mata Pauw Lian yang jeli menatap wajah Han Liong dengan kagum, sebaliknya Han Liong juga tertarik sekali akan kepandaian gadis itu.

Pada saat mereka saling pandang itu, seakan-akan ada sesuatu yang mengikat hati mereka dan membuat mereka malu hingga serentak pula keduanya menundukkan muka. Lie Bun Tek memperkenalkan pendekar tua itu kepada sumoinya sedangkan Hong Ing yang masih saja bermain mata dengan Un Kiong segera lari dan memegang lengan kakaknya. Gadis ini dengan lincah dan gembira memperkenalkan Un Kiong kepada Han Liong dan serta merta mempercakapkan bagaimana "pemuda tolol" itu telah menolongnya lari dari Istana Putih. Berkat kebijaksanaan Khouw Sin Ek yang mempunyai nama harum dan disegani, mereka dapat menahan rasa sakit hatinya dan melenyapkan rasa permusuhan, kemudian masing-masing memperbincangkan riwayat masing-masing untuk menghindarkan salah faham.

"Cuwi sekalian tentu heran melihat kenyataan bahwa aku orang tua mempunyai seorang murid putera seorang pembesar yang berpengaruh di kalangan pahlawan raja. Biarpun aku orang she Khouw bukan termasuk seorang anti kaisar, namun memang terdengar ganjil bahwa aku mengambil murid seorang putera cian-bu! Hal ini ada sebabnya, maka kalian dengarlah riwayatku dan muridku Tan Un Kiong ini." Demikian Khouw Sin Ek mulai membuka riwayatnya. Khouw Sin Ek adalah seorang hiapkek besar, yang mewarisi kepandaian silat tunggal dari Bong Tak Totiang, seorang pertapa dan ahli persilatan Thai-san yang mengasingkan diri dan diam-diam menciptakan ilmu silat dari Thai-san, Bu-tong dan Siaw-lim yang ia gabungkan menjadi satu. Totiang ini kemudian menurunkan semua kepandaiannya kepada Khouw Sin Ek karena ia melihat bahwa Khouw Sin Ek mempunyai tulang baik dan pribudi tinggi.

Setelah belasan tahun belajar dan dapat mewarisi semua kepandaian suhunya, Khouw Sin Ek mulai berkelana dan menggunakan kepandaiannya untuk melakukan pekerjaan menolong sesama manusia. Sepak terjangnya yang gagah perkasa membuat namanya harum. Disegani, dikagumi kawan dan ditakuti lawan. Pernah seorang diri ia membunuh Pangeran Liok Bin Ong yang terkenal jahat dan memeras rakyat dengan sewenang-wenang. Kemudian ia mengobrak-abrik sarang perampok di Gunung Kim-wat-san yang dikepalai oleh Kang Leng Giap, seorang jagoan berilmu tinggi yang karena sombong serta mengagung-agungkan diri sebagai orang gagah nomor satu lalu berbuat sewenang-wenang saja, merampok rakyat dan petani yang sudah miskin dan hidup melarat.

Tentu saja hal ini membuat hiapkek Khouw Sin Ek marah sekali. Kepala perampok kejam ini akhirnya tewas dalam tangan Khouw Sin Ek dan semenjak itu ia mendapat nama julukan sin-chiu-taihiap atau Pendekat Gagah Kepalan Malaikat! Tetapi, betapapun gagahnya seseorang, tetap harus tunduk kepada kekuasaan yang lebih tinggi sehingga pada suatu hari Sin-chiu Taihiap Kouw Sin Ek diserang sakit panas yang berat. Pada masa itu ia memang menjadi buronan dan dicari oleh para pengawal raja karena ia telah membunuh Pangeran Liok Bin Ong. Justeru yang mendapat tugas untuk mencarinya adalah Tan cian-bu, ayah Un Kiong! Ketika Khouw Sin Ek tengah rebah tak berdaya karena sakitnya di sebuah kelenteng kotor dan rusak, Tan cian-bu dapat membekuknya.

Namun Tan cian-bu yang jujur dan berwatak satria itu, merasa kagum dan sayang kepada Sin-chiu taihiap, karena menurut pendapatnya, orang semacam Liok Bin Ong itu memang sudah sepatutnya dilenyapkan dari muka bumi ini! Ia pikir pula kalau ia sendiri tidak menjabat pangkat cian-bu, tentu telah siang-siang ia pergi mencari pangeran jahat dan cabul itu untuk menghajarnya. Demikian ia menyelamatkan jiwa Sin-chiu-taihiap dari hukuman. Khouw Sin Ek merasa berterima kasih dan kagum melihat kepribadian Tan cian-bu, maka untuk membalas jasanya, ia secara diam-diam tidak setahu kapten she Tan itu, telah mengangkat Un Kiong sebagal muridnya. Pada suatu hari ketika Un Kiong yang berusia tujuh tahun itu bermain-main di dalam taman bunga, Khouw Sin Ek datang. Di depan anak itu ia meloncat ke sebuah pohon dan menggunakan tangannya menangkap burung,

Sedangkan ketika ia turun kembali, burung di telapak tangannya yang menggerak-gerakkan sayap itu ternyata tak dapat terbang, seakan-akan menempel di telapak tangan Khouw Sin Ek. Tentu saja Un Kiong sangat tertarik dan ia terima dengan gembira ketika orang tua itu mengangkatnya sebagai murid. Tapi Khouw Sin Ek tak ingin orang mengetahui bahwa ia menerima murid seorang putera kapten pengawal raja, maka ia pesan dengan keras kepada muridnya supaya tidak membocorkan rahasia ini. Un Kiong ternyata selain berkemauan besar dan berbakat baik, juga berhati teguh sehingga terdadap orang tua sendiripnn ia tidak memberitahukan bahwa ia telah menjadi murid Sin chiu Tai hiap Khouw Sin Ek yang berkepandaian sangat tinggi! Bahkan untuk menyembunyikan kepandaiannya, ia berpura-pura menjadi pemuda tolol!

"Demikianlah maka Un Kiong menjadi muridku. Pertama karena ayahnya pernah monolongku dan kedua karena aku melihat ia mempunyai bakat baik." Khouw Sin Ek menutup penuturannya. Kini giliran Tan Un Kiong menuturkan pengalamannya.

"Sebagai seorang keturunan perajurit sejati, ayah sangat mengutamakan kesetiaan kepada pemerintah. Ia berpendirian bahwa betapapun bcntuk pemerintah yang diabdinya, seorang perajurit harus membelanya dengan setia, siap mengorbankan jiwa raganya. Aku tak dapat menyalahkan sikap ini yang menurut pendapatku betul juga. Karena itulah maka biarpun aku merasa bersimpati akan perjuangan para patriot bangsa, namun sebagai putera seorang kapten barisan penjaga istana raja, aku tak berani berhubungan dengan mereka. Lagi pula, menurut pendapatku, raja yang memerintah tidaklah demikian jahat sebagaimana banyak disangka orang. Ia hanya terpengaruh oleh hasutan para durna yang jahat. Ayah sangat benci kepada para durna ini, teristimewa kepada Co Thaikam yang makin lama makin besar pengaruhnya. Ayah sangat sedih memikirkan keadaan kaisar."

Demikian Un Kiong memulai penuturannya. Kemudian ia mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata kepadanya tentang adanya bisikan bahwa Co Thaikam bermaksud hendak memberotak! Memang thaikam ini telah pengaruhi para pembesar tinggi sehingga kaisar seakan-akan terkurung. Mendengar hal ini dan karena kasihan melihat kesedihan ayahnya juga karena berkali-kali ayahnya menyatakan penyesalannya bahwa Un Kiong demikian tolol, pemuda itu diam-diam mulai melakukan penyelidikan terhadap penghuni Istana Putih yang ia tahu adalah kaki tangan Co Thaikam. Pernah ia menggeledah semua kamar tapi hasilnya nihil.

Kebetulan sekali ia dapat mendengar kejumawaan Kek Kong Tojin sehingga ia memberanikan diri mencuri dokumen-dokumen itu, tepat pada waktu Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek bertempur dengan tiga iblis wanita. Setelah berhasil memasuki kamar Hong Ing di mana memang ia tahu terdapat sebuah jalan rahasia, ia yang merasa tertarik dan suka kepada nona ini, membujuknya lari. Maksud Un Kiong hendak membawa dokumen yang di antaranya terdapat rencana pemberontakan Co Thaikam itu terhadap Istana raja dan membongkar rahasia busuk ini kepada raja! Ia sengaja memakai kedok agar tak dikenal oleh para penghuni Istana Putih dan kaki tangannya, karena kalau sampai ketahuan tentu ayahnya berada dalam bahaya dan akan mereka musuhi. Ketika tiba giliran Hong Ing bercerita, sebelumnya nona ini sambil memegang lengan Pauw Lian, berkata dengan suara manja.

"Cici harap maafkan aku sebanyak-banyaknya karena telah berlaku kurang ajar padamu. Sebenarnya aku... aku iri melihat kecantikan dan kepandaianmu," sampai disini ia mengerling kepada Han Liong "Dan nanti sewaktu-waktu kuharap cici suka mengajar Ilmu pedang padaku."

"Ah, bukankah kau sudah mempunyai seorang kawan yang dapat mengajarmu dan yang kepandaiannya tidak terkalahkan olehku?" Pauw Lian balas menggoda dengan kerlingan mata ke arah Un Kiong. Godaan ini mengenai tepat, tapi dasar cerdik. Hong Ing bahkan dapat membelokkan godaan ini untuk.menggoda Un Kiong dengan berkata,

"Kau maksudkan saudara Tan Un Kiong? Aah, bukankah ia pemuda tolol yang tak mengerti apa-apa? Ketahuilah, pernah ia meniru-niru aku belajar ilmu pedang dengan gerakan-gerakan sepertiseorang badut!" Mendengar ini semua orang tertawa, tak terkecuali Khouw Sin Ek, hanya Un Kiong saja yang membesarkan matanya kepada Hong Ing, tetapi mukanya merah karena malu! Diam-diam Hong Ing merasa suka kepada Pauw Lian yang ternyata juga bersifat jenaka dan suka main-main seperti dia pula.

Heng-san Koai hiap Lie Bun Tek meneeritakan riwayatnya sendiri dan sumoinya secara singkat. Di puncak Gunung Heng-san terdapat sebuah bio (kelenteng) tua yang sederhana, di mana tetdapat seorang pertapa wanita yang sudah tua. Pertapa. wanita ini bukan lain ialah sumoi dari Kam Hong Siansu, yang bernama Kui Giok Ciu Suthai. Ilmu kepandaian Kui Giok Ciu Suthai ini tinggi sekali, terutama ilmu pedangnya. Sebenarnya ketika mudanya diantara Kui Giok Ciu dan Kam Hong Siansu kedua kakak beradik seperguruan ini, terjalin tali asmara yang erat. Tapi sungguh mengharukan sekali, hubungan mereka terputtus karena kecurangan seorang pemuda yang merasa iri hati dan menggunakan siasat jahat sehingga suheng dan sumoi yang saling menyinta itu pada suatu hari sampai dapat ditipu dan merasa cemburu kepada yang lain.

Pemuda curang itu tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan ia dapat bertindak demikian jauh dan membuat mereka berdua pada suatu hari mengadu Ilmu pedang di atas bukit Kam-hong-san! Ternyata kepandaian mereka berimbang dan biarpun sudah bertempur hampir semalam penuh sampai melebihi ribuan jurus belum juga kelihatan siapa yang lebih unggul. Kam Hong Siansu yang ketika itu masih bernanama Bun Sin Wan menggunakan Pek-Liong-pokiam dan memainkan Pek-liong-kiamsut, sedangkan Kui Giok Ciu menggunakan Ouw-liong-Pokiam dan memainkan Ouw-Liong-kiamsut. Ilmu pedang mereka memang secabang, hanya terdapat perbedaan sifat saja karena suhu mereka memang sengaja mencipta kedua ilmu pedang itu khusus untuk murid wanita dan murid laki-laki yang dua orang itu.

Suhu mereka adalah seorang pertapa aneh yang mengasingkan diri dan hanya mereka kenal dengan sebutan Bu Beng Lojin atau Orang Tua Tak Bernama. Orang aneh ini, mempunyai sepasang Pedang Pusaka Naga Putih dan Naga Hitam! Dan kedua pedang itu ia berikan kepada kedua muridnya dengan pesan agar pedang itu kelak diberikan kepada murid-murid yang benar-benar bertulang bersih dan berjiwa luhur. Agaknya memang sudah merupakan sumpah keturunan bahwa siapa saja yang memegang kedua pedang itu tentu terlibat dalam urutan asmara. Demikianpun Kui Giok Ciu dan suheagnya. Diam-diam hati mereka tertusuk panah asmara sehingga mereka tak berdaya lagi. Tapi ikatan yang seharusnya mendatangkan kebahagiaan ini, hancurlah oleh kecurangan pemuda she Gak yang juga seorang ahli silat tinggi dari cabang Bu-tong.

Akhirnya kedua suheng dan sumoi itu sadar juga akan kecurangan Gak Bin Tong dan mereka berdua mencarinya lalu membunuhnya. Tapi hubungan mereka telah renggang, di sudut hati kecil mereka telah dikotori sakit hati dan kekecewaan. Namun, agaknya mereka masih merasa berat dan saling setia sehingga mereka berdua bersumpah takkan kawin dengan orang lain dan tinggal membujang selama hidup dan hidup sebagai pertapa di atas gunung! Bun Sin Wan bertapa di atas bukit Kam-hong-san dan memakai nama Kam Hong Siansu dan Kui Giok Ciu bertapa di atas bukit Heng-san dan disebut Kui Suthai. Mereka berdua bertapa sambil memperdalam Ilmu pedang mereka dan mereka telah berjanji akan menurunkan kepandaian kepada seorang murid dan kemudian murid mereka akan menetapkan siapa yang lebih unggul!

Ternyata kemudian bahwa murid Kam Hong Siansu yang mewarisi Pek-Liong Kiamsut dan Pedang Pusaka Naga Putih adalah Si Han Liong, sedangkan yang mewarisi Ouw-Liong Kiamsut dan Pedang Pusaka Naga Hitam adalah Pauw Lian. Selain Pauw Lian, pertapa wanita itu masih menerima seorang murid lagi, yakni Lie Bun Tek, seorang yatim-piatu yang hidup terlunta-lunta dan tersesat naik ke Gunung Heng-san. Melihat anak itu bertulang baik dan patut dijadikan seorang pendekar, Kui Giok Ciu Suthai memungutnya dan mendidiknya. Tapi karena Ilmu Pedang Naga Hitam hanya diperuntukkan seorang saja, maka ia tidak memberi pelajaran ilmu pedang kepada muridnya ini, sebaliknya menurunkan ilmu silat joan-pian yang lihai dan yang tingkatnya hanya sedikit lebih rendah daripada Ouw-Liong Kiamsut.

Demikianlah, Heng-san Koai-hiap Lie Bun Tek menuturkan riwayatnya, tentu saja ia tak menuturkan riwayat gurunya di atas karena ia tidak tahu akan hal itu. Sebaliknya Pauw Lian juga diam saja dan tidak banyak menuturkan keadaan diri dan asal-usulnya, karena ia merasa malu kepada Han Liong. Hanya kadang-kadang ia mencuri dengan kerlingan mata ke arah pemuda itu, dan dengan tajam matanya menatap Pedang Pusaka Naga Putih yang tergantung di punggung Han Liong. Sebetulnya, siapakah nona Pauw Lian ini? Marilah kita ikuti riwayatnya secara singkat. Ketika Kui Giok Ciu sambil memegang Pedang Pusaka Naga Hitam berpisah dari Bun Sin Wan dengan hati patah akibat asmara gagal, ia terjun ke dalam kaiangan kang-ouw dan melakukan hal-hal yang menggemparkan. Dengan pedang hitam di tangan, ia binasakan Lima Iblis dari Keng-liat yang terkenal jahat,

Mengobrak-abrik sarang kawanan penjahat dan perampok di Bukit Heng-san yang dikepalai oleh si Raja Naga Teng Lok, pergi ke atas Kun-lun-san dan dengan ilmu pedangnya mengalahkan semua cabang atas dari cabang Kun-lun, lalu seorang diri mengambil kepala durna Tui Keng Hok yang berpengaruh besar dan terkenal jahat pemeras rakyat. Masih banyak hal-hal luar biasa ia lakukan untuk melampiaskan sakit hati dan kekecewaannya akibat asmara gagal! Kemudian ia memilih bukit Heng-san sebagai tempat pertapaan dan semenjak itu ia menyembunyikan diri di gunung itu. bertapa dan memperdalam ilmu pedangnya Ouw-liong Kiamsut karena khawatir kalau-kalau kelak muridnya tak dapat melawan murid suhengnya! Ia bertapa semenjak masih gadis remaja berusia tak lebih dari dua puluh tahun sampai menjadi seorang nenek berusia lima puluh tahun lebih.

Pada suatu hari, dengan tak disengaja Kui Giok Cin melihat bayangan sendiri di dalam telaga dan ia menjadi terkejut melihat bayangan tubuhnya merupakan seorang nenek tua yang telah putih rambutnya! Tak terasa ia menangis tersedu-sedu dan ia terkejut pula ketika teringat bahwa ia belum mempunyai murid. Maka pergilah ia turun gunung dengan maksud mencari murid. Baru saja ia menuruni bukit Heng-san di dalam sebuah hutan ia melibat seorang anak laki-laki berusia kurang lebih lima belas tahun roboh di bawah pohon Siong besar dalam keadaan sakit. Anak muda itu ternyata adalah Lie Bun Tek, seorang anak yatim piatu yang hidup sebatang kara dan terlunta-lunta. Pada saat itu ia menderita sakit dan rebah tak berdaya dalam hutan itu. Kui Giok Ciu Suthai merasa kasihan sekali melibat kesengsaraan anak muda itu dan ia teringat akan keadaan dan nasib sendiri.

Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo



Cari Blog Ini