Ceritasilat Novel Online

Pedang Pusaka Naga Putih 8


Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 8




Maka ia segera menolongnya dan memberi obat dan setelah Lie Bun Tek sembuh, ia pesankan kepada anak itu untuk menjaga tempat pertapaannya selama ia pergi. Maka ia kembali pergi mencari murid. Ia maklum bahwa Lie Bun Tek adalah seorang anak yang bertubuh bersih dan mempunyai dasar yang baik untuk menjadi orang gagah. Sebenarnya takkan kecewa kalau ia mempunyai murid seperti anak itu, tapi sayang bahwa Lie Bun Tek bukanlah seorang wanita, sedangkan Ouw-liong Kiamsut harus diturunkan kepada seorang murid wanita sebagaimana yang selalu ia cita-citakan. Selama lima tahun Kui Suthai merantau dalam usahanya mcncari seorang anak yang pantas menjadi muridnya. Ia tidak ingat untuk pulang ke atas Gunung Heng-san sebelum berhasil mendapat seorang murid yang cocok.

Pada suatu hari ketika ia melalui sebuah hutan, ia mendengar suara orang berteriak minta tolong. Ia mempercepat langkahnya dan menuju ke arah suara itu. Di atas lapangan rumput ia melihat seorang laki-laki sedang berkelahi melawan empat orang yang mengeroyoknya. Seorang yang berpakaian pelayan roboh bermandikan darah dan rupanya ialah yang berteriak-teriak minta tolong tadi. Kepandaian orang yang dikeroyok itu cukup baik tapi menghadapi empat orang yang bersenjata golok sedangkan ia sendiri bertangan kosong, ia kelihatan sibuk juga. Tubuhnya telah penuh dengan luka-luka, tapi ia masih bisa melawan dengan gigihnya. Di dekat itu kelihatan sebuah kereta kecil dan seorang anak perampuan yang baru berusia kurang lebih lima tahun berseru-seru kepada ayahnya yang sedang dikeroyok.

"Ayah, pukul, ayah. Pukul mereka!" Kedua tangannya yang kecil terkepal erat-erat dan sepasang matanya yang bening menyala-nyala. Melihat keadaan mereka, Kui Suthai segera bertindak. Sekali ia berkelebat dan menggunakan kedua tangan dan kakinya, tubuh keempat penjahat itu terlempar jauh dan roboh tak dapat bangun lagi! Laki-laki yang dikeroyok itu tak tahu apa yang telah terjadi. Ia hanya melihat bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu keempat musuhnya menjerit dan terlempar jatuh dan tidak bangun lagi. Tadi ia tak sempat memikirkan itu semua karena kepalanya terasa pusing dan tubuhnya lemah. Ia telah mengeluarkan terlampau banyak darah. Dengan langkah lemah lunglai ia menghampiri anaknya, tapi sebelum sampai di kereta anaknya itu, ia telah roboh terguling.

"Ayah!" Anak perempuan itu menjerit dan meloncat dari atas kereta lalu memeluk tubuh ayahnya yang penuh dengan darah.

Ternyata laki-laki itu idalah Pauw Bin Siong, seorang pedagang kecil yang baru saja ditinggal mati isterinya dan sedang menuju ke kampung halamannya dengan seorang anak dan seorang pelayan. Ia bermaksud pindah ke kampung sendiri agar dapat bersatu dengan orang tuanya agar anaknya ada yang merawat. Pauw Bin Siong menderita luka terlampau berat dan sejak tadi mengeluarkan banyak darah, maka Kui Suthai melihat keadaannya hanya bisa goyang-goyang kepala saja. Tak berapa lama lagi Pauw Bin Siong yang bernasib malang itu meninggal dunia dalam pelukan anak perempuannya yang baru berusia lima tahun itu! Anak perempuan itu bernama Lian dan semenjak saat itu ia menjadi yatim piatu dan dibawa oleh Kui Suthai keatas gunungnya. Memang pandangan mata Kui Suthai tajam dan tepat. Ternyata bahwa Pauw Lian adalah seorang anak perempuan yang cerdik dan pandai.

Ketika tiba di atas Gunung Heng-san, Kui Suthai girang sekali melihat bahwa Lie Bun Tek, pemuda yang dulu disuruhnya menjaga pertapaan, ternyata masih berada di situ seorang diri! Tapi sungguh kasihan, pemuda itu menderita kesedihan ditinggal seorang diri, dan penderitaannya demikian hebat hingga tubuhnya menjadi kurus dan rambut di kepalanya telah berubah putih semua! Melihat kesabaran dan kesetiaannya, Kui Suthai merasa sangat terharu dan ia turunkan Ilmu silet joan-pian kepada pemuda itu dan ia belajar dengan rajin. Tapi, sebentar saja ia ketinggalan oleh sumoinya, Pauw Lian yang benar-benar cerdik dan berbakat itu. Telah beberapa kali Kui Suihai menyuruh Lie Ban Tek turun gunung melakukan tugas menolong sesama manusia yang tertindas dan yang sengsara, hingga Lie Bun Tek menjadi terkenal dan digelari orang Heng-san koai-hiap atau Pendekar Aneh dari Heng-san.

Karena Pauw Lian masih sangat muda juga adatnya agak keras tak mau kalah. Kui Suthai tak memperkenankan gadis itu turun gunung biarpun berkali kali Pauw Lian memohon kepada gurunya untuk sekali-kali ikut suhengnya. Waktu berlalu cepat dan dengan tak terasa Pauw Lian telah menjadi seorang gadis berusia sembilan belas lanun. Ia sangat cantik jelita hingga gurunya makin sayang padanya. Melihat bahwa semua dasar ilmu silat tinggi telah dimiliki muridnya, maka ia turunkan ilmunya yang terakhir, ialah Ouw liong Kiamsut. Ketika ia memberikan pedang Ouw-liong pokiam kepada Pauw Lian, ia menyuruh gadis itu bersumpah, Kemudian ia membetitahu kepada muridnya itu bahwa biarpun Ouw-liong Kiamsut boleh menjagoi di kalangan kang-ouw, namun masih ada tandingannya, yakni Pek-liong Kiamsut.

Dan ia ceritakan kepada muridnya akan hal suhengnya yang kini bertapa di Kam-hong-san dan bergelar Kam Hong Siansu dan bahwa suhengnya itu mempunyai sebuah Padang Pusaka Naga Putih. Secara menyindir iapun menceritakan betapa ia sudah berjanji dengan suhengnya itu untuk menetapkan mana yang lebih unggul antara Ouw-liong Kiamsut dan Pek-liong Kiamsut. Ia hanya pesan kepada muridnya agar berlaku sangat hati-hati jika menghadapi Pek liong Kiamsut. Biarpun telah menjadi seorang pertapa yang menjauhkan diri dari dunia ramai, Kui Suthai mempunyai jiwa patriot dan ia tidak senang melihat kedua muridnya menjadi orang tak berguna. Maka diperintahkannya kedua muridnya itu turun gunung dan membantu gerakan kaum pembela rakyat yang gagah perwira. Tentu saja Pauw Lian merasa girang sekali, karena ini adalah yang pertama kalinya ia turun gunung.

Di bawah bimbingan suhengnya yang sudah berpengalaman, Pauw Lian mulai melakukan tugas mulia bersama-sama suhengnya dan banyak rakyat yang telah menerima budi mereka. Kemudian mereka tiba di kota raja dan Lie Bun Tek mendengar akan hal istana putih. Ia menyuruh sumoinya tinggal di rumah penginapan dan menanti di sana sedangkan ia sendiri pergi menyelidik di istana putih yang terkenal itu. Dan dengan sangat kebetulan ia mendengar kesombongan Kek Kong Tojln yang bercerita tentang turut surat rahasia itu. Maka ia menjadi sangat girang dan mencoba merampas surat-surat itu yang berarti membantu perjuangan kaum patriot. Tapi tak tersangka bahwa pada saat itu muncul seorang berkedok yang mendahuluinya dan yaug ternyata adalah Tan Un Kiong, pemuda yang mengagumkan itu. Lie Bun Tek mengakhiri ceritanya dengan berkata,

"Tak kami sangka sama sekali bahwa pemuda berkedok yang lihai itu bukan lain juga orang segolongan sendiri yang hendak membela rakyat. Biarpun di sini terdapat sedikit perbedaan di antara Si Taihiap dengan Tan Taihiap, yakni seorang memusuhi kaisar dan yang seorang tidak, namun pada dasarnya serupa yakni membela rakyat yang tertindas!"

"Menurut pendapatku, surat-surat penting itu harus diserahkan kepada Si-taihiap." Pauw Lian tiba-tiba berkata dengan suara tetap. Semua orang memandangnya dan Han Liong memandangnya dengan heran,

"Pauw Lian cici mengapa berlaku segan-segan? Bukankah kau sudah tahu bahwa Han-ko ini murid dari supeh-mu? Jadi kau bukanlah orang luar, tetapi masih terhitung sumoi-nya. Mengapa kau sebut dia taihiap-taihiapan!" tegur gadis jenaka itu sambil melonjongkan mulutnya yang manis. Bukan main sibuknya Pauw Lian ketika itu. Seluruh mukanya yang jelita dan berkulit putih bersih itu tiba-tiba saja menjadi merah sampai ke telinganya. Han Liong ketihen melihatnya dan diam-diam ia membelalakkan matanya kepada Hong Ing yang ketika melihat sikapnya ini lalu mencibir kepadanya! Untuk menolong Pauw Lian yang bingung karena pukulan Hong Ing tadi, Han Liong berkata tenang,

"Pauw sumoi, adikku berkata betul. Tetapi, kau tadi berkata bahwa surat-surat itu harus diserahkan kepadaku, mengapa dan apakah alasanmu?" Pauw Lian menghela nafai panjang dan memandang kepada pemuda itu dengan berterima kasih.

"Begini," katanya kemudian,

"Si suheng telah bergabung dengan orang-orang gagah di kalangan kang-ouw untuk melakukan maksud besar dan menghancurkan pemerintah asing yang menjajah. Justeru surat-surat ini perlu sekali untuk usahanya yang suci itu. Memang Tan taihiap juga mempunyai alasan kuat untuk memiliki surat-surat itu, namun bila dipertimbangkan lagi, alasannya hanya berdasarkan kepentingan pribadi, sedangkan Si suheng mendasarkan alasannya memiliki surat itu untuk kepentingan rakyat jelata dan perjuangan suci." Semua orang mendengar kata-kata yang lancar dan bijaksana ini dengan kagum, tetapi Un Kiong diam-diam mengerutkan keningnya, Hong Ing yang bermata tajam dapat melihat sikap pemuda "Tolol" itu.

"Aku tidak sependapat dengan Pauw cici!" tiba-tiba Hong Ing berkata dengan gagah dan tegas. Kini semua oranglah yang menatap wajahnya.

"Kita orang-orang gagah harus menempatkan keadilan di atas semua hal. Apa artinya gagah kalau tidak adil? Jangan kira hanya mementingkan keperluan diri sendiri lalu lupakan kepentingan orang lain. Saudara Tan Un Kiong telah bersusah payah merampas surat-surat ini dan tak dapat disangkal lagi dialah yang berhasil merampasnya hingga dia yang berhak memilikinya sebelum dirampas oleh orang lain." Sampai di sini, semua orang memandangnya heran, tak terkecuali Han Liong yang berpikir apakah yang hendak ditelurkan oleh adiknya yang nakal ini? Sementara itu, Pauw Lian yang suka berkata jujur dan berterus terang, segera bertanya.

"Eh, eh, adik Hong Ing rupa-rupanya hendak mengadu orang? Kau maksudkan bahwa kami atau seorang diantara kami harus merampas surat-surat itu dengan kekerasan dari tangan Tan-taihiap?" Kedua mata Hong Ing yang jernih seperti mata burung Hong Itu melebar.

"Hai, jangan terburu nafsu, cici! Masakan sesama kita harus saling cakar? Maksudku dengan kata-kata sebelum dirampas oleh orang lain ialah sebelum dirampas kembali oleh pihak lawan. Aku katakan orang lain, apakah kalian semua ini termasuk orang lain? Maka jika surat-surat itu semuanya diserahkan kepada Han-ko, kurasa kurang adil terhadap saudara Tan Un Kiong. Alasannya cukup kuat. Ayahnya seorang pembesar setia dan jujur, sedangkan dia sebagai seorang putera hendak berbakti kepada ayahnya. Bukankah alasan ini cukup mulia dan kuat?" Tiba tiba Han Liong tersenyum. Diam-diam ia merasa sangat girang karena rupanya adiknya yang bengal ini suka kepada pemuda she Tan itu!

"Hm, baru kali ini aku mendengar kau membela orang demikian mati-matian!" Kata-kata ini diucapkan dengan suara sungguh-sungguh, tapi pada wajah Han Liong yang cakap terbayang senyum penuh arti hingga semua orang dapat mengerti maksudnya dan tertawa sambil memandang wajah Hong Ing. Gadis ini cukup cerdik dan ia tahu kemana maksud kata-kata kakaknya. Wajahnya menjadi merah dan dengan muka asam ia lalu cubit lengan kakaknya dengan keras hingga Han Liong berteriak kesakitan. Orang-orang yang melihat sikap mereka demikian mesra dan gembira sebagai kanak-kanak, diam-diam ikut merasa senang.

"Kalau tidak ada orang lain, pasti aku sudah putar telingamu. Enak saja kau menggoda orang. Awas, lain kali kalau ada kesempatan jangan katakan aku keterlaluan kalau aku membalas mempermainkan kau. Bukan maksudku untuk begitu saja menyerahkan surat-surat kepada saudara Tan Un Kiong dan melupakan tugat dan kepentinganmu, tapi usulku ialah begini. Kita periksa surat-surat itu, mana yang penting bagi keperluan saudara Tan boleh dia ambil, sedangkan yang penting bagi kau boleh kau ambil. Bukankah ini namanya adil?" Han Liong dan yang lain mengangguk-angguk.

"Kau memang cerdik," Han Liong memuji. Tapi Un Kiong tak setuju.

"Memang usul ini baik dan adil sekali," katanya,

"Tapi bila aku membawa surat tentang pemberontakan yang direncanakan Co Thaikam itu saja tanpa surat-surat lain yang berupa amanat kaisar, aku khawatir kaisar takkan mudah percaya begitu saja. Beliau sangat teliti dan kalau sampai aku tidak dipercaya, maka mudah bagi Co Thaikam mempengaruhi Kaisar dan sebaliknya ayahku akan mendapat celaka." Hati Liong berkata kepada Khouw Sin Ek yang semenjak tadi hanya diam saja, mengusap-usap jenggotnya yang putih sambil sekali-kali tersenyum gembira melihat tingkah anak- anak muda itu.

"Khouw Lo-Enghiong, tolonglah memberi petunjuk kepada teecu semua. Bagaimanakah baiknya hal surat-surat itu harus diatur?" Sio-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek berkata tenang.

"Aku orang tua sebenarnya tidak mengerti tentang urusan ini. Tapi mendengar alasan-alasan yang diajukan, memang kedua-duanya mempunyai alasan kuat. Sayang surat-surat itu tidak bisa dibagi-bagi menurut kepentingan masing-masing sebagaimana yang diusulkan oleh nona Hong Ing ini. Tapi, kurasa para kaki tangan Co Thaikam itu tentu takkan berani cepat-cepat menjalankan rencana mereka karena surat-surat telah berada di tangan orang lain. Mereka tentu akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari dan merampas kembali surat-surat ini yang bagi mereka bukan hanya sangat penting, juga sangat berbabaya." Tiba-tiba Han Liong teringat sesuatu. Ia bangun berdiri dan berkata girang,

"Bukankah besok malam Go-gwee Cap-go. Ah, sungguh aku lupa. Aku justeru bertugas mengundang orarng-orang gagah berkumpul di bukit Beng-san pada Go-gwee Cap-go. Maka, harap cuwi sudi menunda dulu soal surat-surat ini dan marilah kita menuju ke Beng-san untuk menghadiri pertemuan orang-orang gagah yang kami undang. Kurasa, soal surat-surat inipun dapat dibicarakan dan diputuskan di sana. Tan lauwte kuharap sukalah menunda kepentingannya barang dua hari dan ikut menghadiri pertemuan penting ini." Tan Ui Kiong tadinya merasa ragu-ragu, tetapi tiba-tiba Hong Ing berkata girang,

"Tentu saja saudara Tan suka ikat pergi. Ketempatan untuk bertemu dengan para hohan yang berkumpul, belum tentu akan didapatkan untuk kedua kalinya selama hidup. Koko Han Liong, kau jangan tanya aku lagi mau atau tidak pergi ke sana. Pendeknya, aku ikut pergi!" Han Liong tertawa dan dengan hormat mengundang Khouw Sin Ek, Pauw Lian serta Lie Bun Tek.

Semua setuju dan beramai-ramai mereka berangkat menuju ke gunung Beng-san, tempat kediaman Beng-san Tojin Pauw Kim Kong, seorang di antara guru-garu Han Liong, karena tempat inilah yang sudah ditentukan untuk pertemuan itu. Memang Pauw Kim Kong Malaikat Rambut Putih pandai sekali memilih tempat kediaman. Beng-san adalah sebuah bukit yang subur dan penuh dengan pohon-pohon hijau menyegarkan. Juga tempat ini sangat sejuk hawanya, tidak terlalu dingin, karena tidak terlalu tinggi Sehingga matahari dapat menembuskan cahayanya diantara mega-mega tipis. Penduduk di sekitar gunung itu semuanya hidup dari hasil pertanian, karena tanah disitu memang baik dan subur. Ketika rombongan Han Liong tiba di situ, ternyata sebagian besar orang-orangg gagah telah berkumpul. Han Liong merasa girang sekali karena dapat bertemu dengan semua gurunya.

Melihat bahwa Khouw Sin Ek ikut datang bersama Han Liong, semua orang merasa gembiea sekali dan mereka menyambut cianpwe ini dengan penuh penghormatan karena diantara semua yang hadir boleh dibilang Khouw Sin Ek adalah dari golongan tertua. Yang hadir pada saat itu antara lain adalah. Siok Houw Sianseng, Beng-san Tojin Pauw Kim Kong, Kim-to Bie Kong Hosiang. Liok-tee Sin-mo Hong In, Siauw-lo-ong Hce Bin Kiat, dan Yu Leng In. Dari golongan muda, selain Han Liong, Hong Ing, Ui Kiong, Pauw Lian, dan Lie Bun Tek, tampak pula Bhok Kian Eng dan Lie Kiam murid-murid Liok-tee Sin-mo, juga hadir Bie Cauw Giok murid Beng-san Tojin. Orang-orang gagah yang diundang oleh Han Liong dan tampak hadir adalah, Lok Twie Hwesio wakil Siauw-lim, Pak Ciok Tojin seorang ahli pedang Kun-tun-pai, Khu Bu Souw ahli waris ilmu silat keturunan keluarga Khu yang terkenal lihai,

Bing Hwa Suthai dari bukit Leng-san dengan muridnya Coa Li Lian yang bergelar Burung Kepinis Merah, Kok Tiang Lojin seorang gagah bergelar Pengemis Malaikat karena ia selalu berpakaian seperti seorang pengemis, dan masih banyak lagi orang-orang gagah yang ternama pada masa itu. Diantara undangan-undangan lain tampak pola Lima Pendekar tua dari Keng-ciu yang bernama Lok Ho, Lok Thian, Lok Kim, Lok Eng, dan Lok Kiat. Ngo-Lohiap ini terkenal dengan Ngo-heng-tin atau Barisan Lima Elemen, yakni ilmu silat yang dilakukan oleh mereka berlima dan yang jika dimainkan dapat mengimbangi kekuatan lawan yang berapapun banyaknya! Kang-ciu Ngo-Lohiap ini mengiringkan seorang tua yang sikapnya agung dan terkenal sebagai seorang patriot sejati juga memiliki kepandaian tunggal, yakni permainan toya yang disebut Sin-coa-kun-hwat atau Ilmu Toya Ular Dewa.

Orang tua ini bernama Souw Kwan Pek dan ia adalah seorang panglima dalam barisan Gouw Sam Kwie dahulu. Tak heran semua orang menghormatnya sebagai seorang pahlawan pembela rakyat yang gagah perkasa. Kelima saudara Lok itu sengaja mengiringkannya karena mereka seakan-akan mewakili daerah Selatan dan Barat untuk mengangkat Souw Kwan Pek ini sebagai Bengcu atau kepala dari perserikatan pemberontak yang baru. Ketika Han Liong mcmperkenalkan kawan-kawannya yang muda kepada semua suhunya, Pouw Kim Korg memandang Pouw Lian dengan mata terbeliak dan wajah pucat. Han Liong tahu perobahan air muka suhunya ini, maka dengan cepat ia raba lengannya. Pouw Kim Kong dapat mengendalikan perasaannya dan menjadi tenang kembali, tapi ketika ada saat terluang, ia memberi tanda kepada Han Liong agar mengikutinya ke ruang belakang di mana tidak terdapat tamu.

"Han Liong, tolong panggil nona Pouw Lian ke sini," kata orang tua itu sambil merebahkan dirinya di atas sebnah kursi dengan tubuh lemas karena terlalu lama ia menahan tekanan perasaannya. Han Liong memandang heran, tapi ia segera melaksanakan perintah gurunya itu. Pauw Lian pun merasa heran juga tapi ia datang juga, diikuti oleh Hong Ing yang tak mau terpisah darinya. Ketika tiba di kamar itu, lagi-lagi Pauw Kim Kong menatap wajah gadis jelita itu hingga Pauw Lian yang tadinya merata heran, kini memperlihatkan wajah tak senang dan ia beranggapan orang tua itu kurang sopan.

"Nona Pauw Lian, maafkan jika aku mengganggumu. Tapi, kau mengingatkan aku akan seseorang yang yang kukasihi. Kau... coba sebutkan nama ayahmu padaku," kata Pauw Kim Kong. Biarpun merasa heran, namun Pauw Lian menjawab juga.

"Almarhum ayahku bernama Pauw Bin Siong." Pauw Kim Kong menghela nafas dalam-dalam.

"Benar... benar... dunia ternyata tak sangat besar. Nona... tahukah kau siapa aku? Pauw Bin Siong yang kau sebut ayahmu itu bukan lain ialah kakakku sendiri!" Pauw Lian terkejut dan mengangkat kepalanya memandang.

"Aku, Pauw Kim Kong, hanya mempunyai seorang saudara, tapi semenjak kau lahir, aku memisahkan diri mengejar ilmu. Dulu aku tinggal serumah dengan orang tuamu, maka aku kenal baik wajah ibumu yang serupa benar denganmu. Maka tadi ketika aku melihat kau. aku merasa seakan-akan berhadapan dengan ensoku sendiri. Aku... aku sudah mendengar tentang kematian orang tuamu dan sudah lama aku pergi mencari-carimu tak kusangka sama sekali bahwa kita akan bertemu, di tempat ini. Karena merasa terharu, Si Malaikat Rambut Putih menundukkan kepala untuk menyembunyikan mukanya yang berobah karena keharuannya itu. Sekarang Pauw Lian melibat tegas persamaan wajah almarhum ayahnya. Tanpa merasa ragu-ragu lagi ia maju berlutut di depan Pauw Kim Kong sambil memeluk kakinya, dan menangis tersedu-sedu.

"Siokhu..." hanya sebutan ini saja yang dapat keluar dari mulut Pauw Lian yang tersendat itu, karena parasaan terharu hatinya bertemu dengan seorang yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Melibat Pauw Lian menangis, Hong Ing tak dapat pula menahan hatinya lagi dan ia pun ikut terharu tanpa dapat pula dicegah. Nanun ia masih dapat menenangkan perasaan Pauw Lian sambil memeluknya dan berkata,

"Eh, ah mengapa? Bertemu dengan seorang paman bukannya bergembira, bahkan menangis!" Tetapi air matanya sen diri mengalir meleleh di kedua pipinya. Maka paman dan keponakan itu segera saling menuturkan riwayat masing-masing dan Pauw Kim Kong merasa bangga sekali mendengar bahwa keponakannya ternyata menjadi murid dari Kui Giok Ciu Suthai yang namanya pernah menggegerkan kalangan kang-ouw si Malaikat Rambut Putih maklum bahwa setelah mewarisi senjata Pedang Pusaka Naga Hitam yang hebat itu, keponakannya yang jelita ini tentu mempunyai kepandaian yang lebih tinggi dari dia sendiri!

Diam-diam ia mengadakan perbandingan antara Pauw Lian dengan Han Liong dan hatinya merasa senang sekali. Pada malam Go-gwee Cap-go, saat pertemuan yang telah ditetapkan, di puncak Gunung Beng-san itu berkumpul kaum persilatan hingga lebih dari lima puluh orang, Siok Houw Sianseng mendapat kehormatan untuk memimpin rapat pertemuan itu. Di tengah-tengah pekarangan yang luas itu didirikan sebuah panggung dan Siok Houw Sianseng mengadakan sembahyang untuk menghormati arwah para pahlawan bangsa yang telah gugur. Di tengah-tengah panggung, sebagai pahlawan terbesar, dituliskan nama Si Cin Hal, yakni Eighiong yang telah banyak dikenal. Semua orang ikut bersembahyang. Kemudian Siok Houw Sienseng berdiri di atas panggung dan menjura kepada semua orang.

"Cuwi sekalian yang mulia. Kiranya cuwi telah cukup mengerti maksud diadakannya pertemuan ini, pertama untuk bersembahyang dan menghormati para pahlawan yang telah gugur. Kedua untuk dapat saling kenal-mengenal satu sama lain dan mempererat hubungan. Ketiga tak lain ialah untuk memilih seorang Bengcu, karena setiap pergerakan harus ada seorang pemimpinnya agar segala sesuatu dapat dilakukan secara teratur, tidak kacau-balau. Karena kita semua telah bersembahyang, maka baiklah kita bersama kini mulai dengan pemilihan seorang bengco. Pemilihan diatur begini. Tiap rombongan yang terdiri sedikitnya sepuluh orang yang berkumpul di sini boleh mengajukan seorang wakil. Nanti diantara wakil-wakil atau calon-calon ini dipilih seorang yang menurut pendapat suara terbanyak lebih cocok. Nah, silakan cuwi mulai mengajukan calon." Maka ramailah orang-orang bicara hingga suara mereka seakan-akan bunyi lebah yang baru saja diusir dari sarangnya.

Dengan sendirinya mereka terpecah menjadi beberapa rombongan. Setelah masing-masing rombongan menyampaikan nama calon, maki para calon adalah. Pertama calon yang diajukan oleh rombongan dari dua puluh lima orang, yakni Sin-coa-kun-hwat Souw Kwan Pek. Ketika namanya diumumkan, maka terdengar tempik-sorak gemuruh, menyatakan betapa orang tua ini telah terkenal dan banyak, disukai orang. Calon kedua yang diajukan oleh rombongan Han Liong dan kawan-kawannya adalah Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek, yang juga mendapat sambutan meriah karena di kalangan kang-ouw, siapakah yang belum mendengar nama jago tua ini? Calon ketiga adalah hasil daripada kenakalan Hong Ing. Gadis yang tak mau diam ini dengan cepat dan diam-diam telah membujuk semua wanita gagah yang berada di situ untuk memilih Pauw Lian.

Bahkan, Yo Leng In sendiri sampai kena terbujuk oleh Hong Ing yang secara berlebih-lebihan menceritakan kepandaian dan kebaikan Pauw Lian. Ketika Paum Lian yang merasa heran disambut oleh tampik-sorak para hadirin yang gegap gempita. Hong Ing tersenyum puas dan Pauw Lian agaknya tahu setidaknya dapat menduga siapakah yang menjadi biang keladi pencalonan atas namanya ini, karena terlihat betapa Pauw Lian memandang ke arah Hong Ing dengan mata melotot. Calon keempat adalah Si Han Liong sendiri yang dicalonkan oleh keempat gurunya dan orang-orang yang telah mengenal dan mongetahui akan sepak terjang dan kelihaiannya. Bahkan Khouw Sin Ek sendiripun memilih dia sebagai calon utama!. Siok Houw Sianseng berdiri dan dengan kedua tangannya memberi isyarat kepada semua orang supaya tenang.

"Cuwi, ternyata bahwa calon yang diajukan hanya empat orang. Maka sebelum dilakukan pemilihan di antara keempat calon ini kami persilakan para calon naik di panggung ini untuk memberi sambutan. Dipersilakan calon pertama!" Sin-coa-kun Souw Kwan Pek dengan kebutan lengan bajunya membuat tubuhnya melayang tiba diatas panggung hingga mendapat sambutan meriah dari mereka-mereka yang merasa kagum melihat gerakan indah ini. Si Toya Ular Dewa ini telah berusia enam puluh lebih tapi tubuhnya masih nampak kuat dan wajahnya membayangkan semangat yang besar. Dari kedua matanya bersinar cahaya kegembiraan, tanda ia berkeyakinan teguh dan berkemauan keras. Ia menjura dengan hormat sekali kepada Siok Houw Sianseng dan kepada para hadirin!

"Cuwi yarg terhormat. Terus terang memang saya selalu bersedia membantu perjuangan ini dan meruntuhkan kerajaan penjajah serta membangun lagi pemerintahan Han. Untuk perjuangan ini, jiwaku yang sudah terlalu lama tinggal di tubuh tua ini saya sediakan, tapi sesungguhnya, karena di sini terdapat beberapa orang calon, lebih-lebih ketika mendengar nama Sin-chiu Tai-hiap, maka saya harus menyatakan bahwa Khouw Tai-hiap yang memang pantas dan tepat sekali untuk menjadi Bengcu kita. Baik dipandang dari usia, maupun dari pengalaman, jangan kata tantang kepandaiannya yang tiada bandingnya di masa ini, dan kepandaian saya belum seberapa jika dibandingkan dengan Khouw Tai-hiap.
(Lanjut ke Jilid 08)

Pedang Pusaka Naga Putih (Seri 04 - Serial Jago Pedang Tak Bernama)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

Jilid 08
Tentu saja hasil pemilihan tergantung daripada cuwi sekalian, namun saya akan merasa bangga dan gembira jika kiranya Khouw Tai-hiap yang membimbing kita sekalian." Baru saja habis bicara, tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu Khouw Sin Ek telah berdiri di situ dengan tersenyum dan menjura di dipan Souw Kwa Pek.

"Saudara Souw terlalu segan-segan!" katanya sambil tersenyum.

"Mungkin dalam hal usia dan pengalaman aku menang darimu, tentang kepandaian, siapakah yang dapat dikatakan unggul dan siapa yang rendah? Masing-masing mempunyai keunggulan sendiri-sendiri dan masing-masing mempunyai kerendahan sendiri. Tapi, andaikata kedua lengan tanganku lebih keras, maka aku bukanlah calon Bengcu yang baik. Ketahuilah, saudara sekalian, aku sebagai orang tua paling suka berterus terang. Di dalam hati,, aku tidak merasa benci atau dendam kepada kaisar, biarpun aku benci sekali melihat perbuatan kaki tangannya. Kuanggap kaisar hanya seorang yang lemah dan terpengaruh oleh anasir-anasir jahat. Apakah kaisar yang berbuat jahat dan memeras rakayt? Belum tentu. Aku lebih percaya jika dianggap bahwa para pembesar lalailah yang memeras rakyat. Biarpun kaisar diganti seribu kali, namun bila semua pembesar tidak jujur, tetap saja rakyat akan tertindas! Maka, aku tidak tepat menjadi Bengcu. Aku sudah bosan berkelahi, sudah bosan dengan urusan dunia yang serba penuh dosa ini. Aku ingin beristirahat, menanti hari saat terakhir hidupku dengan aman dan tenteram. Aku hanya bisa membantu bilamana perlu saja, tapi untuk menjadi pemimpin, ini aku tak sanggup. Tapi, cuwi yang terhormat. Ada seorang calon yang memang tepat sekali menjadi pemimpin para orang gagah. Tentang usia muda itu bukan menjadi soal, yang perlu sepak terjangnya. Soal kepandaian, barangkali ia masih lebih tinggi dari aku sendiri atau dari calon-calon yang lain. Aku tetap usulkan, calon keempat untuk menjadi Bengcu." Orang-orang tidak melihat betapa gadis jelita berpakaian hitam itu sampai ke atas panggung, karena tahu-tahu Pauw Lian telah berada di situ dan memberi hormat.

"Aku yang muda dan bodoh sebenarnya merasa malu sekali sampai dicalonkan. Mungkin cuwi bermain-main dengan aku, karena ibarat burung, sayapku belum lagi tumbuh. Maka, setelah mendengar saran-saran Khow lo-Enghiong tadi, aku setuju untuk memilih calon keempat menjadi Bengcu!"

Sementara itu, Han Liong merasa serba susah. Betapapun juga, ia masih merasa keberatan untuk menerima tugas yang bukan ringan itu, namun disamping keraguannya, ada juga rasa pertanggungan jawab untuk melanjutkan cita-cita almarhum ayahnya. Maka setelah Pauw Lian selesai bicara, dengan tenang Han Liong melompat keatas panggung. Semua orang yang belum mengenalnya merasa heran mengapa Khouw Locianpwe memilih calon yang masih sangat muda dan kelihatan lemah itu! Juga Souw Kwan Pek merasa tak puas karena dengan memuji-muji anak muda ini berarti Khow Sin Ek sangat merendahkan kalangan tua. Berapakah tingginya ilmu seorang pemuda seperti ini? Sementara itu Han Liong memberi hormat kepada Khouw Sin Ek dan berkata,

"Khouw Locianpwe terlalu memuji aku yang muda dan bodoh ini. Sungguh aku sengat malu menerimanya." Kemudian ia menghadapi semua tamu dan berkata dengan sungguh-sungguh

"Cuwi Enghiong. Biarpun pemilihan Bengcu ini sangat perlu dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar jangan salah pilih, namun menurut pendaratku yang sempit, jika dipikir-pikir dengan masak hasil atau tidaknya sebuah perjuangan bukanlah bergantung semata-mata kepada seorang pemimpin. Apakah artinya pemimpin pandai bila para anggutanya tidak berjuang dengan penuh semangat? Maka, menurut pendapatku, seorang pemimpin haruslah seorang yang disegani dan yang cukup pengalaman. Bagiku yang muda dan bodoh, dipilih atau tidak, tetap aku sediakan jiwa raga untuk mengabdi kepada rakyat." Ucapannya ini mendapat sambutan hangat. Siok Houw Sianseng berdiri dan berkata kepada orang banyak.

"Nah, kini keempat calon telah berdiri disini dan telah pula memberikan sambutannya. Maka, kini terserah kepada cuwi untuk memilih seorang di antara mereka." Khouw Sin Ek berdiri dan suaranya tiba-tiba terdengar lantang dan nyaring hingga orang banyak terkejut.

"Cuwi dengarlah. Lohu tak mau ribut-ribut tentang pemilihan ini, tapi hendaknya diketahui bahwa calon keempat bukan lain adalah putera tunggal dari almarhum Si Enghiong." Mendengar pengumuman ini, maka ramailah suara orang menyambut dengan tempik sorak. Di sana-sini terdengar,

"Pilih nomor empat!". Bahkan yang telah kenal dan tahu keadaan Han Liong berteriak.

"Pilih Pek-liong-Pokiam sebagai Bengcu!" Karena terkenalnya pedang dan kiamsut Han Liong, maka banyak orang memberi dia gelaran Pek-liong-Pokiam si Pedang Pusaka Naga Putih! Tak lama kemudian, hampir semua tamu menyatakan setujunya memilih Han Liong sebagai Bengcu. Tapi diantara mereka ada juga yang merasa merasa kurang puas di antaranya ialah Keng-cu Ngo-Lohiap dan Souw Kwan Pek. Mereka ini menganggap bahwa orang-orang telah berlaku ceroboh memilih seorang yang masih begitu muda untuk menjadi seorang Bengcu dan menjabat kedudukan demikian penting dan sukar. Siok Houw Sianseng berdiri dan memberi tanda lagi supaya orang menjadi tenang.

"Cuwi, setelah mendengar suara terbanyak, maka saya pada saat ini tebagai pemimpin pertemuan ini mengumumkan bahwa Bengcu kita yang terpilih ialah Si Han Liong taihiap" Terdengar tempuk sorak menggema dan Siok Houw Sianseng menjura kepada Han Liong sambil berkata,

"Si Bengcu, terimalah ucapan selamat dan hormatku." Dengan gugup Han Liong balas pemberian selamat itu. Tiba-tiba terasa angin bertiup ke arah panggung dan kelima kakek gagah dari Keng-cu telah berdiri di atats panggung. Lok Ho yang tertua, dengan senyum di mulut menjura kepada Han Liong sambil berkata,

"Kami datang dari tempat jauh dan mewakili ribuan orang di kalangan kang-ouw untuk memilih seorang Bengcu. Kini Si Enghiong terpilih, maka sudah sepatutnya kami bergembira ria karenanya dan memberi selamat. Tapi sebelum memberi selamat kepada sicu, terpaksa kami lebih dulu harus menyampaikan janji kami kepada kawan-kawan semua." Dari ucapan ini Han Liong dapat menangkap maksudnya yang hendak mencari-cari perkara, maka dengan sabar sekali ia bertanya.

"Memang sudah sepantasnya begitu, lo-Enghiong tapi apakah janji itu?"

"Kami telah berjanji untuk mengangkat seorang Bengcu yang dapat melayani Ngo-heng-tin kami selama seratus jurus tanpa terkalahkan!" Han Liong terkejut mendengar ini. Ia pernah mendengar tentang kelihatan Ngo-heng-tin ini yang demikian kuat hingga berani menghadapi lawan sebanyak seratus orang apalagi menghadapi dia yang hanya seorang diri! Biarpun ia tak merasa takut, tapi ia dapat membayangkan bahwa bila tidak menggunakan tangan besi dan membuka jalan darah, agaknya sukar baginya untuk mendapat kemenangan. Tiba-tiba terdengar Khouw Sm Ek tertawa.

"Hm, Ngo-Lohiap agaknya belum percaya kepada Si Bengcu. Apakah aturan yang ditetapkan itu mengenai juga semua orang? Karena tadi lo-hiap memilih saudara Souw Kwan Pek, tentu saudara Souw sudah pernah pula diuji dalam Ngo-heng-tin kalian." Biarpun kurang senang mendengar kata-kata yang mengandung sindiran tepat ini, namun Lok Ho tak berani menyatakan kurang senangnya terhadap Sin-chiu Tai-hiap. Ia hanya menjura dan menjawab.

"Janji kami ini hanya berlaku untuk calon yang bukan berasal dari daerah kami dan yang belum kami ketahui benar ilmu kepandaiannya. Mohon Khouw cianpwe jangan salah mengerti. Sesungguhnya syarat yang kami janjikan ini hanya untuk menjamin bahwa Bengcu yang hendak kita ikuti jejak dan petunjuknya benar-benar seorang yang patut dipercayai penuh hingga setelah mengujinya, kami lima orang tua dapat bertanggung jawab terhadap kawan-kawan semua yang tidak ikut datang menyaksikan pemilihan ini. Kalau Souw cianpwe, kami dari daerah Barat telah kenal semua dan tahu sampai di mana kemampuannya, maka perlu apa dicoba lagi?" Mendengar alasan-alasan yang kuat ini, Khouw Sin Ek terpaksa mengangguk-angguk membenarkan. Memang ia seorang yang jujur, maka ia menghargai sikap Ngo-Lohiap yang terus terang itu. Ia berpaling kepada Han Liong dan berkata.

"Agaknya kau terpaksa harus melayani lima orang tua gagah ini, Si Bengcu!" Han Liong buru-buru memberi hormat kepada Ngo-Lohiap.

"Siauwte yang muda dan bodoh ini mana berani berlaku kurang sopan dan mencoba-coba Ngo-heng-tin yang lihai! Harap Ngo-Lohiap jangan membikin sieuwte menjadi buah tertawaan, semua orang gagah." Mendengar kata-kata yang sangat merendah dan seakan-akan menunjukkan rasa jerih dan takut terhadap Ngo-heng-tin mereka yang terkenal itu, Lok Thian, kakek kedua, merasa bangga dan timbul jaga rasa kasihan terhadap Han Liong yang dianggap pemuda cakap dan sopan. Maka ia segera berkata,

"Si Enghiong, mondengar bahwa kau adalah putera almaihum Si lo-Enghiong saja, aku sudah merasa suka kepadamu. Tapi karena kami tak dapat melanggar janji terhadap semua kawan dan syarat inin hanya sebagai coba-coba saja, maka kami persilakan kau memilih seorang kawan hingga kau berdua boleh maju melayani Ngo-heng-tin kami secara main.main." Lok Ho mendengar kata-kata adiknya ini hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum dan dalam. hatinya berkata, apa bedanya satu atau dua orang?. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu, maka cepat ia berkata,

"Memang boleh mencari seorang kawan pembantu, tapi jangan Khoaw cianpwe!" Melihat kecerdikan dan kebulusan akalnya, Khouw Sin Ek tertawa terbahak-bahak sambil mengurut-urut misainya.

"Aku sudah tua,. tidak seperti kalian anak anak kecil, masih suka main-main. Ayoh mulailah, aku sudah ingin sekali menonton pertunjukan bagus ini!"

Han Liong yang masih dalam keadaan bingung memandang ke kanan dan ke kiri mencari kawan. Maunya memandang ke arah Hong Ing yang berdiri dengan kening berkerut seakan-akan sedang memikirkan sesuatu. Tadinya Han Liong hendak minta Ui Kiong untuk membantunya karena ia maklum akan kelihaian anak muda itu, tapi tibi-tiba Hong Ing meloncat ke atas panggung. Han. Liong terkejut dan khawatir kalau-kalau Hong Ing menawarkan diri, karena hal itu malah akan memberatkannya saja, mengingat akan kepandaian gadis yang belum seberapa tinggi itu. Tapi Hong Ing tidak memperdulikan sikap Han Liong, langsung ia pegang lengan Pauw Lian yang masih duduk disitu dan menariknya lalu berkata kepada Ngo-Lohiap,

"Teecu usulkan supaya Pauw Lian cici saja yang mengawani Han-ko menghadapi Ngo-heng-tin. Karena, selain Pauw Lian cici ilmu pedangnya lihai, jaga untuk memberi muka terang kepada Ngo-losuhu. Kalau menyuruh sembarang orang saja memasuki barisan hebat itu, bukanlah berarti memandang rendah Ngo-heng-tin dan menghina Ngo-losuhu?" Kembali terdengar Khouw Sin Ek tertawa gembira.

"Bagus, bagus! Pilihanmu tepat sekali, nona. Kau memang cerdik. Nah. Pauw Lihiap harap jangan menolak." Terpaksa Han Liong menjura kepada Pauw Lian dan berkata denjan wajah merah,

"Pauw sumoi, sudikah kau membantu aku?" Pauw Lian hanya tersenyum dan mengangguk. Kedua anak muda itu, yang peompuan berpakaian hitam yang laki-laki berpakaian putih, berdiri menghadapi Lok Ho berlima dengan tenang. Karena panggung itu cukup kuat dan lebar, semua orang yang tidak hendak memperlihatkan kepandaiannya lalu turun, yang tertinggal hanya Ngo-Lohiap dan kedua orang muda itu. Keng-ciu Ngo-Lohiap masing-masing mencabut keluar sebilah pedang dan berdiri memasang kuda-kuda merupakan segi empat dan seorang berdiri di tengah-tengah. Empat orang menghadap ke empat penjuru dengan pedang melintag di dada.

Pedang masing-masing juga terukir dengan huruf-huruf yang menjadi lambang lima anasir, yakni Kim, Bok, Swie, Ho dan Tho atao Logam, Kayu, Air, Api, dan Tanah. Pemegang pedang Kim-kiam adalah ahli silat yang menggunakan tenaga gwa-kang atau tenaga keras yang mempunyai kekuatan luar biasa. Pemegang pedang Bok-kiam sebaliknya ahli tenaga lemas atau tenaga dalam yang tangguh. Pemegang pedang Swie-kiam mempunyai daya tahan atau daya bela yang kuat sekali, tetapi sewaktu-waktu dapat bersatu dengan pemegang pedang Ho-kiam dan merupakan penyerang-penyerang yang tangguh dan kuat. Pemegang pedang Tho-kiam melakukan penjagaan dan melindungi keempat kawannya. Demikianlah, kelima kakek gagah dari Keng-ciu itu mempunyai kepandaian-kepandaian khusus yang semuanya bertingkat tinggi dan yang telah menjalani latihan-latihan yang tekun dan teratur.

Maka tak heran bila Ngo-heng-tin mereka merupakan barisan yang amat tangguh dan berbahaya! Melihat kedudukan Ngo-Lohiap demikian kuatnya, Han Liong memberi tanda kepada Pauw Lian dan dengan gerakan indah keduanya mencabut pedang masing-masing. Tampak dua cahaya hitam dan putih bersinar menyilaukan mata ketika Ouw-Liong Pokiam dan Pek-liong Pokiam bergerak dalam tangan sepasang teruna remaja itu! Bergetar juga hati kelima kakek gagah melihat pedang pusaka yang hebat itu. Khouw Sin Ek duduk mencari tempat yang enak dan ia sap menonton pertunjukan hebat itu. Sedangkan entah disengaja atau tidak, Hong Ing tampak berdiri dekat dengan Ui Kiong di belakang Khouw Sin Ek! Sementara itu, Pauw Kim Kong juga bersama semua kawannya melihat dengan gembira, walaupun dengan hati agak tegang.

"Sumoi. aku memainkan Im dan kau memainkan Yang." Han Liong berbisik kepada Pauw Lian yang mengangguk mengerti. Memang permainan kedua anak muda itu, baik Ouw-liong Kiamsut maupun Pek-liong Kiamsut, sebenarnya berdasarkan jalan Pat-kwa dan dapat bergerak ke delapan penjuru, dan gerakan-gerakan mereka berdasarkan dua sifat yakni Im dan Yang (positive dan negative). Gerakan-gerakan Im lebih bersifat menyerang dan agressive sedangkan gerakan-gerakan Yang bersifat membela diri.

"Ngo-lotaihiap silakan bergerak lebih dulu," kata Han Liong mempersilakan.

"Tidak, sicu. Kami merupakan barisan, kalianlah yang harus memulai. Kami akan mencoba menahan seranganmu dalam seratus jurus!" Kata-kata ini untuk mengalah dan merendah tapi mengandung tantangan dan diucapkan oleh Lok Ho dengan senyum seorang guru memandang muridnya.
"Kalau begitu, maaf siauwte mulai menyerang!" Han Liong menutup kata-katanya dengan serangan pedangnya kearah Lok Thian yang menjaga di selatan dan memegang pedang Tho-kiam karena Han Liong ingin tahu sampai di mana ketangguhan bagian penjaga barisan itu. Serangannya ini sekali gerak telah ditangkis oleh Lok Ho dan Lok Thian, yakni pemegang Tho-kiam dan Swi-kiam, sedangkan pada saat itu juga tiga pedang yang lain meluncur ketiga bagian tubuhnya! Tapi Pauw Lian tahu akan tugasnya sebagai pemain bagian pembela. Ouw-liong kiam bergerak cepat dan dapat menangkis ketiga serangan itu. Han Liong yang percaya penuh akan ketangguhan penjagaan Pauw Lian,

Seakan-akan tak perduli sama sekali akan serangan itu dan ia terus gerakkan pedangnya menyerang Lok Ho dan Lok Thian. Tiap gerakan pedang ia sertai dengan tenaga dalam yang hebat sekali sehingga kakek pertama dan kedua yang menahannya merasa betapa pedang pusaka mereka hampir terpental tiap kali beradu dengan Pek-liong Pokiam! Maka mengertilah mereka bahwa anak muda ini banar-benar tak boleh dibuat gegabah. Sebaliknya, Lok Kim, Lok Eng, dan Lok Kiat yang bertugas menyerang, ternyata menghadapi Pauw Lian mereka seakan-akan menghadapi dinding baja yang tak mungkin ditembus! Melihat siasat Han Liong yang mempergunakan gerakan Im dan Yang hingga kedua anak muda itu terbagi dua bagian pula, yakni menyerang dan membela, Lok Tho maklum bahwa jika demikian terus, fihaknya akan mendapat rugi. Maka ia berseru keras,

"Putar!" barisannya segera merobah gerakan. Mereka lari berputar disekeliling Han Liong dan Pauw Lian yang terkepung ditengah! Mereka bergerak bergantian, sekali tusuk terus lari, digantikan orang kedua yang menyerang atau menangkis. Dengan gerakan ini, maka kelima orang itu tidak mempunyai tugas tertentu, mereka merupakan lima buah kitiran yang bergerak bersamaan dan saling bantu membantu. Tenta saja perobahan yang tiba.tiba ini membuat Han Liong dan Pauw Lian terpaksa ikut berputar di dalam kepungan itu! Dalam hal ini kedua teruna remaja itu rugi, karena lapangan berputar mereka sangat sempit hingga kcscmpatan menyerang lebih kecil. Mereka berdua harus berlaku waspada, karena serangan-serangan kelima pedang itu sama sekali tak boleh dipandang ringan.

Semua serangan dilakukan oleh tangan seorang ahli pedang dan tak sebuahpun yaag tidak berbahava. Bahkan lama-kelamaan kelima kakek gagah itu menggunakan tipu-tipu cabang Thai-san dan semua tusukan diarahkan kepada urat-urat kematian! Hal ini membuat Han Liong gemas sekali. Tadi ia berlaku malu dan kebanyakan hanya menangkis saja, kalaupub menyerang maka serangan itu ia jaga jangan sampai terlanjur dia melukai seorang dari pada Ngo-Lohiap itu. Demikianpun Pauw Lian yang mengerti keadaan dan maksud Han Liong. Sementara itu, selain Khouw Sin Ek, Tan Ui Kong, Lie Bun Tek, dan keempat guru Han Liong, semua orang yang menonton pertandingan itu merasa kepalanya pening dan matanya kabur. Begitu cepat gerakan kelima kakek itu hingga mereka seakan-akan bukan berlima, tapi lebih dari sepuluh orang! Tiba-tiba terdengar Sin-coa-kun-hwat Souw Kwan Pek memuji.

"Bagus!" suaranya terdengar gembira karena ketika itu Han Liong dan Pauw Lian tampak terkurung dan terdesak. Kepungan Ngo-heng-tin makin menyempit dan serangan makin bertubi-tubi datangnya! Orang tua she Souw ini yang sudah kenal akan kelihaian Ngo-heng-tin maklum bahwa sebentar lagi kedua anak muda itu pasti dapat dikalahkannya.

Sebaliknya Khouw Sin Ek mengerutkan keningnya, tapi sebagai seorang dari golongan tua ia tidak mau ikut bicara atau memberi petunjuk. Para cianpwe lain yang berada disitu, ahli-ahli silat ternama tingkatan atas seperti Lok Twie Hwesio dari Siauw-lim-pai, Pek Ciok Tojin dari Kun.lun-pai, Khu Bu Houw, dan yang lain-lain merasa kagum dan diam-diam mereka mengeluh bahwa mereka telah terlalu tua dan telah ketinggalan oleh anak-anak muda, karena dalam hal kepandaian ilmu pedang, diam-diam mereka akui bahwa Han Liong dan Pauw Lian berada di tingkat lebih tinggi dari mereka, bahkan permainan pedang seperti yang mereka itu selama hidup baru kali ini mereka lihat! Tan Un Kiong yang dapat melihat pula betapa Han Liong berlaku segan-segan sedangkan kelima lawannya menggunakan seluruh kepandaiannya, juga merasa kurang senang, maka tanpa terasa ia berseru keras,

"Saudara Han Liong dan Pauw Lian cici, buat apa berlaku segan-segan lagi, sedangkan orang berlaku sungguh sungguh, mengapa kalian masih main-main?" Teriakan ini membakar semangat Pauw Lian yang wataknya tidak sesabar Han Liong, maka sambil berseru kepada Han Liong.

"Balas!" ia memutar pedangnya dan memainkan jurus-jurus Ouw-liong- kiamsut yang hebat. Han Liong berkata keras,

"Maaf, Ngo-lotaihiap!" dan pedangaya pun bergerak cepat sekali mengimbangi gerakan Pauw Lian. Ia memainkan tipu-tipu permainan Pek-liong Kiamsut yang luar biasa. Dengan adanya perobahan ini, tubuh Han Liong dan Pauw Lian lenyap dari pandangan mata karena cepatnya mereka bergerak dan karena hebatnya sinar pedang mereka. Yang tampak, kini hanya dua sinar hitam dan putih berkelebat ke sana ke mari dan makin lama makin cepat hingga merupakan cahaya memanjang seperti dua ekor naga sakti hitam dan putih bermain-main diantara gundukan awan-awan putih, yakni cahaya pedang kelima kakek gagah itu! Tanpa terasa, dari mulut Un Kiong dan lain-lain orang tergolong kaum cianpwe keluar seruan kagum.

"Bagus" berkali-kali karena memang permainan itu indah ditonton.

Bahkan Khouw Sin Ek karena kagumnya sampai berdiri dari tempat duduknya tanpa terasa lagi. Sepasang matanya bersinar-sinar gembira, tangan kiri menolak pinggang, tangan kanan tiada hentinya mengelus-elus jenggotnya yang putih dan panjang. Dua cahaya hitam dan putih itu makin besar dan makin panjang, sedangkan kelima kakek gagah itu makin lambat gerakan perputarannya. Akhirnya mereka tidak lari lagi, tetapi hanya berdiri dengan pedang di tangan dan hanya kuasa menjaga diri dari lembaran cahaya hitam dan putih itu! Ternyata setelah Han Liong dan Pauw Lian bermain sungguh-sungguh dan balas menyerang, dengan mudah saja mereka membikin Ngo-heng-tin yaag terkenal kuat itu menjadi kucar-kacir! Kalau mereka mau, mudah saja mereka merobohkan lawan-lawan itu, tetapi keduanya cukup bijaksana dan tahu mana kawan mana lawan!

Dan dalam pertempuran inilah terasa oleh keduanya, baik Han Liong maupun Pauw Lian, bahwa kedua Ilmu pedang mereka sesungguhnya merupakan Ilmu pedang pasangan yang jika dimainkan bersama-sama dan saling bantu-membantu, merupakan Ilmu pedang yang kuat dan cocok sekali. Mereka dapat saling membantu dengan demikian tepat hingga seakan-akan mereka hanya mempunyai satu pikiran dan satu perasaan! Diam-diam mereka merasa girang sekali. Sementara itu, jurus-jurus telah dilewati lebih dari seratus lima puluh jurus, sedangkan kelima kakek she Lok itu telah mandi keringat karena setiap serangan kedua anak muda itu disertai tenaga dalam yang hebat sehingga untuk menangkisnya meskipun harus mengerahkan tenaga dalam yang membuat mereka lelah sekali. Tapi untuk menghentikan kedua anak muda itu, mereka merasa malu.

"Sudah cukup seratus jurus!" tiba-tiba Khouw Sin Ek memperdengarkan suaranya yang nyaring. Han Liong dan Pauw Lian menahan gerakannya dan kedua bahaya itupun lenyap. Mereka berdua berdiri saling pandang penuh arti, kemudian bersama-sama menjura dihadapan kelima Ngo-Lohiap sambil berkata,

"Terima kasih atas kemurahan dan pengunjukan Ngo-Lohiap." Lok Ho kakek yang tertua menggunakan lengan bajunya menghapus peluh di dahinya. Ia tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala,

"Sungguh kami tak tahu diri. Jangankan kalian berdua, seorang diripun kami lima orang kakek loyo bukanlah tandinganmu. Selamat, Si Bengcu, tidak hanya kami suka sekali mengaku kau sebagai Bengcu, bahkan aku sendiri mau mengaku bahwa untuk zaman ini, Ilmu pedangmu boleh dikatakan yang paling tertinggi tingkatnya. Sungguh arwah Si lo-Enghiong boleh merasa bangga karena beliau mempunyai seorang putera seperti kau!" Inilah pujian yang tinggi sekali hingga Khouw Sin Ek diam-diam merasa girang akan kejujuran Lok Ho.

Namun, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa tetap merasa penasaran. Kalau diadakan perbandingan, ia mempunyai ilmu sitat jauh lebih tinggi daripada para kakek she Lok itu, biarpun harus ia akui bahwa belum tentu ia sanggup pukul pecah Ngo-heng-tin yang lihai. Selain ilmu toyanya yang sangat hebat. kakek ini mempunyai tenaga lweekang yang terlatih puluhan tahun lamanya hingga ia dapat menggunakan kepalan tangannya untuk memukul ke arah air dalam sumur dan membikin angin pukulannya itu menggerakkan air sampai melonjak ke atas. Maka, kini melihat Han Liong yang masih begitu muda tapi sudah begitu tinggi ilmu silatnya, ia merasa belum puas dan ingin mencobanya dengan tangan sendiri! Dengan cepat Souw Kwan Pek melompat ke atas panggung dan ia menjura kepada Pauw Lian dan berkata.

"Sungguh lihai ilmu pedangmu Lihiap, aku yang tua merasa tunduk sekali!". Berbareng dengan ucapan ini, ia mengerahkan tenaga dalamnya dan dengan tak kentara kedua tangannya terangkat dan dari situ menyambar angin pukulan ke arah rambut kepala Pauw Lian yang terbungkus sutera hijau. Maksud Souw Kwan Pek hanya akan membuat ikat rambut itu terpukul dan terlepas. Tapi Pauw Lian telah waspada, karena tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia lenyap dari depan Souw Kwan Pek! Selagi kakek itu terkejut dan heran, terdengar suara halus nona Pauw Lian di belakangnya.

"Souw Lo Enghiong, aku yang muda tak berani menerima penghormatan demikian besar." Souw Kwan Pek cepat memutar tubuhnya. Ia terheran-heran menyaksikan ginkang atau ilmu ringankan tubuh yang demikian luar biasa. Ternyata gadis cerdik itu telah melawan kekuatan tenaga dalamnya dengan kecepatan gerakannya.

"Hh, maaf, maaf...!" katanya dan ia merasa mukanya merah ketika terdengar suara Khouw Sin Ek tertawa bergumam. Karena masih penasaran juga, ia menghampiri Han Liong. Sambil berkata.

"Si Bengcu, kau begini muda, tetapi begini gagah, sungguh membikin aku orang tua iri sekali." Ia menggunakan tangan kirinya menekan pundak Han Liong dengan maksud menggunakan tenaganya untuk memaksa anak muda itu membungkuk sedikit. Tetapi Han Liong yang sudah tahu bahwa ia sedang di "ukur" segera menggunakan kepandaiannya "sia-kut-hwat" yang ia dapat dari Pauw Kim Kong dan sekalian menggunakan tenaga dalamnya yang terlatih ketika ia berada di Kam-hong-san. Tetapi ia diam-diam terkejut karena biarpun tenaga pertahanannya cukup kuat, masih saja ia merasa seakan-akan pundaknya tertekan oleh tenaga ribuan kati dan kulitnya terasa panas dan perih!

Sebenarnya, dalam hal tenaga dalam, Han Liong masih kalah setingkat oleh Souw Kwan Pek, tetapi tubuh Han Liong semenjak kecil telah dilatih hebat, lagi pula di dalam tubuhnya telah mengalir obat mukjizat yakni racun ular hitam dan putih, maka ia masih dapat menahannya dan kulitnya tak menderita luka serta tulangnya tidak menderita pukulan. Sebaliknya, Souw Kwan Pek merasa kagum ketika jari-jari tangannya menyentuh kulit yang licin bagaikan belut itu, tetapi keras melebihi baja, sedangkan di balik kulit pundak itu lunak dan halus sehingga sebagian besar tenaga tekanannya punah! Biarpun kejadian ini hanya berjalan beberapa detik saja, namun buku-buku jarinya terdengar berkeratakan sehingga ia terkejut sekali dan buru-buru mengangkat tangannya lalu menjura.

"Si Bengcu, kau biarpun muda tetapi patut menjadi pemimpin kami, aku yang tua takluk padamu." Han Liong cepat membalas menjura dengan hormat sekali. Peristiwa mencoba ilmu Han Liong dengan secara diam-diam ini tidak kentara oleh orang lain dan yang mengerti hanya mereka yang telah tinggi ilmu kepandaiannya seperti Un Kiong dan gurunya, para Locianpwe yang mewakili masing-masing cabang persilatan, dan guru-guru Han Liong. Mereka ini diam-diam merasa kagum sekali akan kelihaian Pauw Lian dan Han Liong yang dapat menundukkan orang tua she Sonw yang gagah perkasa itu. Setelah semua orang setuju akan pengangkatan Han Liong sebagai Bengcu, maka diadakanlah perjamuan yamg penuh kegembiraan.

Kemudian para Locianpwe mengadakan rapat untuk membicarakan soal surat penting yang dapat dirampas oleh Tan Un Kiong di istana putih itu. Setelah dirundingkan masak-masak, maka diambil keputusan bersama-sama membasmi dulu kaki tangan Co Thaikam dan sedapat mungkin melenyapkan Thaikam jahat itu, barulah kemudian menghadap kaisar untuk menyadarkan kaisaar akan pengaruh- pengaruh jahat sehingga pemerintah kaisar itu sampai menindas rakyat jelata. Kalau kaisar kaisar tidak menurut, barulah diusahakan penghancurannya! Un Kiong mendapat tugas untuk kembali ke kota raja dan berunding dengan ayahnya. Menurut paham Han Liong, sudah sepatutnya seorang gagah seperti ayah Un Kiong itu diberitahu sejelas-jelasnya tentang maksud dan usaha mereka.

Cari Blog Ini