Ceritasilat Novel Online

Pedang Ular Merah 2


Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 2




"Ban Yang Totiang" jawab Ting Piauwsu marah.

"Tak kusangka bahwa seorang pertapa seperti totiang dapat mengeluarkan ucapan serendah itu!"

"Bangsat rendah, kau perlu diberi pelajaran" ucap Ban Yang Tosu sambil mencabut keluar senjatanya, yakni sebatang baja runcing yang panjangnya tiga kaki dengan ujungnya berbentuk bintang.

"Ingin aku melihat pengajaran macam apa yang hendak kau berikan." kata Ting Kwan Ek tenang sambil mencabut keluar goloknya yang lebar. Seperti juga suhengnya Ting piauwsu adalah seorang ahli golok yang pandai dan permainan goloknya yang berdasarkan Pek eng to hwat (ilmu golok garuda Putih) amat terkenal kelihaiannya.

Dengan mengeluarkan tertawa mengejek, tiba-tiba Ban Yang Tosu lalu menyerang hebat dengan senjatanya yang aneh bentuknya itu. Gerakan serangannya selain cepat, juga berat sekali sehingga ketika Ting piauwsu menangkis dengan goloknya, piauwsu ini merasa betapa goloknya terpental dan telapak tangannya terasa pedas dan panas! Kembali tosu itu tertawa mengejek dan senjatanya meluncur lagi, kini menyambar ke arah muka Ting piauwsu, mendatangkan angin dingin menyambar muka lawan. Ting Kwan Ek tidak mendapat kesempatan menangkis lagi, maka dengan cepat dan sambil mengeluarkan seruan terkejut, ia lalu membuang diri ke belakang menendangkan kaki kanan ke depan untuk menjaga serangan susuIan lalu mengayun tubuhnya itu ke belakang dengan gerak tipu Burung Walet Menyambar Ikan. Dengan gerakan ini ia berjungkir balik dan terus melompat ke belakang sehingga ia dapat terhindar dari bahaya maut.

"Ha, ha, ha Ting Kwan Ek, kau masih tidak mau meninggalkan patung Buddha Itu?" seru Ban Yang Tojin sambil melangkah maju.

"Aku takkan menyerah sebelum putus napasku!" kata Ting Kwan Ek dengan gagah dan piauwsu ini mendahului lawannya mengirim serangan dengan goloknya. la membuka serangan dengan gerak tipu pek-eng kai-peng (Garuda Putih membuka Sayap) sebuah tipu serangan dari ilmu golok Pek-eng to-hwat. Ketika tosu itu mengelak dengan mudah, Ting piauwsu lalu menyusul dengan serangan bertubi-tubi yang dihadapi dengan tertawa bergelak oleh tosu yang lihai itu. Tiba-tiba Ting Kwan Ek menjadi terkejut ketika lawannya mempercepat gerakan senjatanya dan cepat ia terdesak hebat.

"Tidak kau serahkan patung itu?" tosu itu masih mengejeknya, akan tetapi Ting piauwsu tentu saja tidak mau mengalah. Patung itu adalah mllik seorang pembesar tinggi yang telah mempercayainya. Kalau ia mengalah dan memberikan benda itu kepada tosu perampok ini, tidak saja namanya dan nama Pek eng Piauwkiok akan tercemar, akan tetapi juga ia harus mempertanggung-jawabkannya di depan pembesar itu.

Maka, mendengar seruan Ban Yang Tojin ia tidak menjawab, hanya memutar goloknya lebih cepat lagi untuk melindungi tubuhnya dan juga untuk membalas dengan serangan nekad dan mati-matian. Terdengar Ban Yang Tojin tertawa panjang dan dibarengi dengao gerakan senjatanya yang llhai, la membentak.

"Lepas senjata!"

Dua senjata itu bertumbuk nyaring bunga berpijar dan tahu-tahu golok Ting piauwsu telah terlepas dari pegangan dan melayang ke atas! Tiba-tiba nampak berkelebat bayangan yang ringan sekali gerakannya dan bayangan itu melompat ke atas dan dalam sekejap mata golok yang terlempar ke atas itu telah dipegangnya!
Bayangan ini bukan lain adalah Eng Eng yang semenjak tadl menonton pertempuran itu bersama pelayan yang tadi melayaninya.

Sambil tersenyum-senyum, Eng Eng memandang kepada Ting Kwan Ek dan berkata,

"Hm, kau agaknya lebih pandai makan mi daripada mainkan golok! Menghadapi seekor kambing bandot tua berjenggot hitam seperti ini saja, kau sudah kepayahan!"

Ting Kwan Ek merasa sangat mendongkol mendengar ucapan ini, akan tetapi diam-diam iapun mengharapkan pertolongan pemuda tampan yang bersikap aneh ini. Juga ia merasa senang mendengar betapa pemuda ini memaki Ban Yang Tojin sebagai kambing bandot berjenggot hitam! Padahal sama sekali Eng Eng tidak berniat memaki atau membenci tosu itu. la tidak tahu mengapa kedua orang itu bertempur, hanya yang ia ketahui bahwa kepandaian Ting Kwan Ek masih jauh lebih rendah daripada kepandaian lawannya. Melihat per-mainan silat Ban Yang Tojin, tlmbul kegembiraan dalam hati Eng Eng untuk mencoba kepandaian tosu ini.

Sebaliknya, ketika melihat gerakan pemuda ini dan mendengar ia dimaki kambing bandot, tentu saja Ban Yang tojin merasa marah sekali,

"Eh, tikus kecil! Kenapa kau berani berlaku lancang mencampuri urusanku? Hayo lekas pergi sebelum aku menjadi marah dan menelanjangimu di depan orang banyak!" Sesungguhnya di antara binatang yang pernah dilihatnya di dalam hutan, Eng Eng memang paling takut dan benci terhadap binatang tikus. Ketakutan dan kebencian yang berdasarkan kejijikan.

Maka kini mendengar ia dimaki tikus kecil, dan bahkan akan ditelanjangi pula, tentu saja senyumnya menghilang terganti oleh kemarahan yang membuat gadis yang manis Itu cemberut. Ia tidak tahu bahwa Ban Yan Tojin mengira ia seorang pemuda tulen, kalau tosu itu mengetahui bahwa pemuda ini sebenarnya seorang gadis, kiranya tidak akan mengeluarkan hinaan seperti itu.

"Kau ini monyet tua yang bermuka kambing! Kau berani menghinaku. maka sebelum kau pergi, kau harus meninggalkan jenggotmu lebih dulu?" Sambil berkata demikian Eng Eng menggerakkan golok di tangannya ke arah muka Ban Yang Tojin. Angin menyambar dan tosu itu merasa betapa dinginnya sambaran angin golok itu. Ia terkejut sekali dan cepat mengelak, akan tetapi golok Itu menyambar sangat dekat sehingga terlambat sedikit saja jenggotnya akan benar-benar terbabat habis. Bukan main marahnya dan ia tahu pula bahwa pemuda yang nampak tampan dan lemah-lembut ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang jauh lebih tinggi dari pada Ting Kwan Ek.

"Bagus klranya kau sengaja membela orang she Ting itu! Aku harus robohkan kau dulu dengan beberapa gebukan!" Katanya dan segera ia menyerang kalang kabut.

Akan tetapi tak lama kemudian tosu ini berseru kaget, juga Ting Kwan Ek berseru karena kagum dan heran. Dengan amat cepatnya Eng Eng bergerak melayani tosu itu akan tetapi gerakannya benar-benar kacau balau seperti gerakan orang yang tidak pandai silat.

Bahkan goIoknya yang dipegang secara sembarangan itu digerakkan dengan ngawur saja, dan bukan hanya dipergunakan untuk menusuk dan membacok, akan tetapi juga untuk mengemplang dengan punggung golok. Hal ini tidak mengherankan, karena memang begitulah orang yang tidak pandai ilmu silat akan tetapi anehnya, biarpun gerakannya kacau balau setiap gerakan merupakan tangkisan, elakan ataupun serangan yang amat berbahaya! Biarpun Ban Yang Tojin sudah mengeIuarkan seluruh ketangkasan dan tenaganya, namun ia masih belum berhasil mendesak lawannya. Jangankan mendesak bahkan senjatanya itu belum dapat menyentuh ujung baju lawannya. Sebaliknya golok di tangan Eng Eng itu seakan-akan bermata dan selalu mengikuti jenggotnya! Berkali-kali "pemuda" yang nakal itu berseru sambil tersenyum.

"Jenggotmu, jenggotmu! Tak pantas rnonyet berjenggot seperti kambing! Tinggalkan jenggotmu!"

Sebenarnya, ilmu silat yang dipelajari oleh Eng Eng dari suhunya, yaitu Hek Sin-mo yang gila, adalah semacam ilmu silat yang berdasarkan ilmu silat yang amat tlnggi dan lihai sekali.

Setiap gerakan dari ilmu silat ini berkembang sesuai dengan gerakan lawan dan untuk setiap serangan maupun tangkisan lawan, selalu dengan otomatis menimbulkan gerakan pembalasan yang luar biasa sekali. Akan tetapi, dasar ilmu silat ini tertutup oleh gerakan luar yang benar-benar kacau balau dan gerakan kacau balau ini sesungguhnya tak pernah dipelajari oleh Eng Eng. Baik Hek sin mo maupun Eng Eng, membuat gerakan kacau balau dengan sengaja sesuai dengan watak mereka yang bebas, namun demiklan, di balik gerakan kacau balau ini, keaslian ilmu silatnya sendiri masih tidak berobah dan tetap menjadi dasar gerakan yang amat kuat.

Kalau dibandingkan, sesungguhnya ilmu kepandaian Ban Yang Tojin tidak seharusnya kalah oleh Eng Eng yang masih muda dan belum mempunyai banyak pengalaman bertempur. Akan tetapi, tosu ini yang selamanya hi-dup belum pernah menghadapi seorang lawan yang memiliki ilmu silat seaneh itu, menjadi bingung dan pikiran serta ketenangannya dapat dlkacaukan oleh gerakan-gerakan Eng Eng. Selain itu, memang dalam mempelajari ilmu Iweekang, Eng Eng melatih diri dengan cara terbalik sehingga biarpun dibandingkan dengan Ban Yang Tojin ia masih kalah latihan, namun apabila senjata mereka beradu Ban Yang Tojin merasakan getaran yang amat luar biasa dan yang membuat tangannya tergetar! Semua ini ditambah lagi dengan ejekan yang diucapkan Eng Eng dan yang membuatnya makin tak dapat mengendalikan ketenangan-nya, maka kini ia berada dalam keadaan terdesak.

Yang amat membuatnya mendongkol adalah golok di tangan lawannya itu benar-benar mengancam jenggotnya dan tentu saja hal ini berarti pula mengancam lehernya! Setelah mendesak tosu itu sehingga mundur tiga empat langkah, tiba-tiba Eng Eng melakukan serangan yang luar biasa cepat dan kuatnya, sambil membentak,

"Lepas jenggotmu!" Serangan ini benar-benar hebat sekali dan golok di tangannya berkelebat menyilaukan mata.

Ban Yang Tojin terkejut sekali. Ia menangkis dengan senjatanya, akan tetapi begitu senjata golok itu tertangkis, golok ini terpentlal miring dan masih terus melanjutkan tuju-annya ke arah jenggot dan tenggorokannya! Ban Yang Tojin tak keburu menangkis lagi dan cepat memutar tubuh mengelak akan tetapi terlambat.

"Bret!" Golok di tangan Eng Eng telah makan pundak kirinya, membuat kulit dan sedikit daging pundak yang terobek bersama dengan bajunya!

Ban Yang Tojin terbelalak kaget dan menahan sakit. la tidak saja merasa pundaknya sakit dan perih, akan tetapi juga merasa malu tercampur heran bagaimana seorang anak muda yang lemah lembut seperti itu dapat melukainya dalam pertempuran kurang dari tiga puluh jurus! Ia lebih merasa malu dari pada sakit, maka sambil melompat jauh ia berseru,"Ting piauwsu! Lain kali aku akan datang lagi membayar kebaikanmu dan pembelamu ini!"

Eng Eng tertawa geli lalu menyerahkan golok yang masih berlepotan darah itu kepada pemiliknya.

"Jangan terlalu banyak makan sebaliknya perbanyaklah latihan golokmu!" katanya kepada Ting Kwan Ek.

Piauwsu itu kini tidak mendongkol atau marah mendengar ucapan Eng Eng yang berkali-kali seperti menghinanya itu. Ia sedang terheran-heran memikirkan siapa adanya pemuda yang aneh ini dan amat kagumlah ia menyaksikan kepandaian pemuda yang dapat mengalahkan Ban Yang Tojin secara demikian aneh dan mudah.

Ting Kwan Ek menjura dengan penuh hormat lalu berkata,

"Taihiap telah menolong nyawaku dari bahaya maut dan kepandaian taihiap telah membuka mataku dan membuat hatiku merasa kagum sekali. Percayalah, taihiap pertolonganmu takkan mudah kulupakan begitu saja. Aku Ting Kwan Ek, dan juga semua anggauta Pek-eng Piauwkiok bukanlah orang-orang yang mudah melupakan kawan atau lawan. Mohon tanya nama taihiap agar dapat kucatat dalam kepalaku."

Ucapan ini sukar sekali dimengerti maksudnya oleh Eng Eng, akan tetapi ketika mendengar Ting piauwsu menanyakan namanya, ia tertawa dan mukanya berseri jenaka ketika ia meniru jawaban suhunya tentang namanya.

"Siapa aku dan siapa namaku? Aku adalah aku!" Ia lalu tertawa dengan bebas kemudian ia lalu bernyanyi perlahan sambil berjalan pergi. Tentu saja, Ting Kwan Ek menjadi bengong, demikianpun pelayan dan orang-orang lain yang berada di situ, apa lagi ketika Ting piauwsu mendengar nyanyian itu.

la mengerutkan keningnya. Gilakah pemuda ini? ataukah sengaja mempermainkannya? Ia maklum bahwa memang banyak sekali terdapat orang-orang luar biasa dan sakti di dunia ini, orang-orang yang mempunyai watak yang amat aneh dan berbeda dengan manusia biasa, akan tetapi belum pernah ia menyaksikan atau bertemu dengan orang seaneh pemuda tampan ini! Dengan penasaran ia lalu mengikuti pemuda yang pergi dengan langkah lambat itu sambil memperhatikan kata-kata yang dinyanyikan oleh Eng Eng.

Aku bukan dewata, bukan pula setan!
Akan tetapi baik dewata maupun setan
Takkan dapat menguasai aku.
Biar dewata berbisik, biar setan menggoda
Aku tak hendak patuh tak sudi tunduk.
Aku tertawa kalau ingin menangis
Menangis kalau ingin tertawa.
Siapa perduli! Aku adalah aku.
Bukan dewata Bukan pula setan!

Ting Kwan Ek terkejut sekali mendengar nyanyian ini. Kata-kata nyanyian ini mengingatkan ia akan seorang tokoh yang amat ditakuti oleh orang di dunia Kang-ouw. la pernah mendengar suhengnya bercerita bahwa di dunia persilatan terdapat seorang aneh yang selain memiliki ilmu silat yang tinggi dan luar biasa, juga beradat aneh dan dianggap berotak miring. Ia segera mempercepat langkah kakinya mengejar.

"Taihiap, tunggu dulu!" Ia berseru.

Eng Eng menoleh dan melihat betapa piauwsu itu mempercepat langkah mengejarnya, ia tertawa geli lalu berlari cepat! Ting piauwsu merasa gemas sekali melihat dirinya dipermainkan, ia lalu mengerahkan kepandaiannya berlari cepat. Akan tetapi Eng Eng juga mempercepat larinya sehingga jarak diantara mereka tak banyak berobah. Ting Kwan Ek merasa makin penasaran. Kalau dalam hal ilmu silat ia memang kalah jauh, akan tetapi apakah ia mau kalah juga dalam ilmu berlari cepat? Di dunia Kang ouw. ia telah mendapat julukan Hui ma (Kuda Terbang) karena ia memang telah mempelajari ilmu berlari cepat yang disebut Couw yang hui (Terbang di Atas Rumput) sehingga biarpun diadu balap dengan seekor kuda, belum tentu ia kalah. Akan tetapi sekarang, betapapun ia mengerahkan kepandaiannya, tetap saja ia tidak dapat mengejar pemuda tampan itu.

"Taihiap, sudahlah jangan mempermainkan aku lagi. Aku menerima kalah!" ia berseru sambil menahan napasnya yang terengah-engah.

Tiba-tiba terdengar Eng Eng tertawa dan ketika ia menggerakkan kedua kakinya tubuhnya mencelat ke atas dan berjungkir balik di udara, lalu melompat ke belakang dan berdiri di depan Ting Kwan Ek!

Piauwsu ini memang sejak tadi sudah merasa heran sekali melihat pemuda tampan ini. la menduga-duga siapa gerangan adanya pemuda yang lemah lembut, bersuara merdu seperti wanita, akan tetapi yang bersikap aneh dan berkepandaian Iuar biasa tlngglnya Ini? Kini melihat Eng Eng tersenyum-senyum di hadapannya dan bertanya,

"Kenapa kau mengejar dan mengikutiku. Kau mau apakah sebetulnya?"

"Maaf taihiap. Sesungguhnya aku tidak mempunyai niat buruk. Kalau aku tidak salah sangka, taihiap tentu mempunyai hubungan dengan Hek Sin-mo orang tua yang luar biasa itu, bukan?"

Sebetulnya Eng Eng tidak pernah tahu siapa nama suhunya, akan tetapi dulu suhunya pernah sambil tertawa-tawa berkata,

"Ha, ha ha, orang-orang gila itu menyebutku Hek Sin mo! Nama yang bagus. ha ha!"

Kini mendengar Ting piauwsu menyebut nama suhunya, ia melengak dan cepat menjawab,

"Hek Sin-mo adalah suhuku!" SambiI berkata demikian, karena merasa panas Eng Eng lalu merenggut kain pengikat kepalanya dan menggunakan kain itu untuk meng-hapus peluh di mukanya. Kemudian ia memakai lagl pengikat kepalanya. Untuk sesaat Ting Kwan Ek memandang dengan kagum. Belum pernah ia melihat seorang pemuda yang mempunyai rambut sebagus itu. Hitam panjang dan bagus sekali, seperti rambut seorang wanita.

"Dan bolehkah kiranya aku mengetahui nama taihiap? Juga kalau taihiap sudi aku mempersilakan taihiap supaya suka menjadi tamu kehormatan Pek-eng Piauwkiok di Hun-leng."

Eng Eng tidak mengerti apakah yang disebut piauwkiok dan mengapa orang ini menjadikan dia sebagai tamu kehormatan. Akan tetapi melihat wajah orang yang bersungguh-sungguh dan tidak mengandung bayangan jahat, ia merasa suka berkenalan dengan Ting piauwsu ini.

"Baik, baik! Memang aku tidak mempunyai seorangpun kenalan di tempat ini."

Bukan main girangnya di dalam hati Ting Kwan Ek. Kini ia telah dapat menduga bahwa pemuda ini agaknya tidak waras otaknya, akan tetapi melihat ilmu silatnya yang sangat tinggi, maka kalau ia bisa menarik tenaga pemuda ini dipihaknya, ia boleh berhati lega. la masih merasa ngeri akan ucapan Ban Yang Tojin yang mengancam hendak membalas dendam. Baru menghadapi Ban Yang Tojin seorang saja, ia tidak berdaya. la yakin bahwa Ban Yang Tojin akan datang bersama Ban Im Hosiang dan Ban Hwa Yong! Bagaimana ia bisa menghadapi Thian-te Sam-kui yang terkenal ganas dan lihai? Kepada siapa ia harus minta bantuan? Pemuda murid Hek Sin-mo ini sudah membuktikan kepandaiannya dan kalau saja ia bisa mendapat bantuan pemuda ini, alangkah baiknya!

"Kalau begitu, marilah kita berangkat, taihiap. Kota Hun-leng tidak berapa jauh lagi dari sini."

Demikianlah Eng Eng lalu mengikuti Ting Kwan Ek menuju ke Hun-leng. Sampai pada saat itu, Eng Eng belum memberitahukan namanya dan Ting piauwsu juga tidak berani mendesaknya, takut kalau kalau pemuda aneh ini menjadi marah dan membatalkan niatnya mengunjungi Hun-leng.

Pek eng-to Ouw Tang Sin si golok garuda putih adalah seorang berusia kurang lebih empat puluh lima tahun. Biarpun ia sudah termasuk golongan tua, namun melihat potongan tubuhnya yang kekar kuat dan mukanya yang gagah, ia masih nampak muda dan terhitung tampan menarik. Ouw Tang Sin yang kini lebih terkenal dengan sebutan Ouw piauwsu setelah mengepalal Pek eng Piauwkiok, sesungguhnya adalah seorang ahli silat yang mempunyai jiwa gagah dan budlman. Akan tetapi ia mempunyai cacat batin, yakni bersifat mata keranjang, lstrinya masih muda berusia dua puluh lima tahun dan cantik pula. Akan tetapi agaknya Ouw-piauwsu masih belum puas dan masih selalu main-main di Iuar sungguhpun ia tidak mau melakukan gangguan mengandaIkan kepandaiannya.

Betapapun juga ia kini mempunyai banyak uang, wajahnya tampan, namanya terkenal. maka mudahlah baginya untuk mencari kekasih di luar. Hal ini rnembuat istrinya selalu menaruh hati cemburu. Ouw Tang Sin tinggal di rumah yang besar dan di situ ia membuka kantor piauwkiok. Juga Ting Kwan Ek, sutenya, setelah bekerja membantunya lalu pindah bersama isteri dan dua orang anaknya di rumah itu pula, menempati bangunan sebelah kiri. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, setelah Ting-piauwsu datang membantu, Ouw plauwsu menjadi malas dan jarang sekali menguruskan piauwkiok, cukup ia serahkan kepada sutenya saja. la Iebih senang pergi main-main dengan kawan-kawannya bermain judi atau mencari kekasih baru di lain kota!

Selain Ouw piauwsu dan Ting piauwsu berdua yang mengepalai perusahaan ekspedisi ini, disitu terdapat juga pembantu yang jum-lahnya sampai dua puluh orang. Barang-barang yang dipercayakan kepada Pek eng Piauwkiok amat banyak dan barang barang ini harus dikirimkan ke banyak tempat. Untuk mengirimkan barang-barang kecil yang begitu berharga, cukup dilakukan oleh para pembantu.

Serombongan diantar oleh sedikitnya lima orang piauwsu dan cukup ditancapi bendera garuda Putih tanda bahwa barang-barang itu dilindungi oleh Pek eng Piauwkiok. Untuk benda-benda kiriman yang berharga, maka barulah Ting piauwsu turun tangan sendiri untuk mengawal barang itu. Dua puluh orang pembantu ini boleh juga disebut murid-murid dari Ouw piauwsu karena biarpun ketika masuk bekerja di situ mereka telah memiliki kepandaian silat yang sudah diuji oleh Ouw piauwsu, namun mereka masih mendapat latihan-latihan ilmu golok Pek eng to yang Iihai! Oleh karena pengaruh Pek eng Piauw-kiok masih besar dan namanya makin terkenal, maka sampai bertahun-tahun belum pernah kiriman barang yang mereka kawal itu diganggu oleh penjahat. Perampok-perampok akan berpikir masak-masak dahulu sebelum berani meraba kumis harimau, yakni sebelum mengganggu barang yang dilindungl oleh Pek-eng Piauwkiok.

Pada hari itu kebetulan Ouw Tang Sin berada di rumah. Ketika ia melihat Ting Kwan Ek datang bersama seorang pemuda yang tam-pan dan bermuka putih, ia merasa heran, lain bangun menyambut.

"Bagaimana, sute? Tidak ada gangguankah di jalan dan apakah patung itu sudah kau bawa dengan aman!" tanyanya tanpa mem-perdulikan Eng Eng karena disangkanya bahwa pemuda itu tentu seorang langganan saja.

"Aman? Ah, suheng, hampir saja celaka. Jangankan patung itu, bahkan nyawaku sendiri hampir saja melayang dalam tangan Ban Yang Tojin."

Ouw Tang Sin menjadl pucat.

"Apa? Orang kedua dari Thian te Sam-kui itu turun tangan kepadamu? Dan bagaimana selanjutnya?"

Ting piauwsu lalu menggerakkan tangannya dan Eng Eng yang mendengarkan percakapan itu dengan sikap tidak mengacuhkan,

"kalau tidak ada In-kong (tuan penolong) yang gagah perkasa ini tentu sutemu sekarang hanya tinggal nama saja dan nama besar Pek-eng Piauwkiok kita akan hancur!"

Baru sekarang Ouw Tang Sin menengok dan memandang kepada Eng Eng. Ia merasa heran dan masih belum mengerti akan maksud ucapan sutenya. Dengan cara bagaimanakah seorang pemuda lemah seperti ini menolong nyawa sutenya?

"Apa maksudmu, sute? Bagaimanakah kong-cu (tuan muda) ini dapat menolongmu?"

Ting piauwsu dapat mengerti mengapa suhengnya menjadi heran, dan dengan senyum bangga ia ber kata,"Tentu saja dengan mengalahkan Ban Yang Tojin!"

Kini benar-benar Ouw Tang Sin melongo.

"Apa? Ban Yang Tojin kalah dengannya..? Sute, jangan kau main-main!"

Ting piauwsu tertawa dan sambil menjura ia berkata kepada Eng Eng.

"Taihiap, perkenalkanlah. Inl adalab su-hengku yang bernama Ouw Tang Sin, kepala dari Pek-eng Piauwkiok. Dan suheng, kongcu ini adalab ......

" Sampai di sini Ting Kwan Ek nampak bingung karena sesungguhnya ia belum tahu siapa nama penolongnya yang muda ini! Eng Eng tersenyum, mengangguk kepada Quw Tang Sin dan berkata,"Suhu menyebutku Eng Eng dan kalau tidak salah namaku adalah Suma Eng."

Tentu saja Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek saling pandang dengan heran. Di mana ada orang memperkenalkan namanya dengan tambahan kata kata kalau tidak salah? Bagaimana orang bisa merasa ragu-ragu atas namanya sendirl? Dan pula, nama Eng Eng lebih patut dipergunakan oleh seorang wanita! Setelah untuk sejenak berdiri melenggong, akhirnya Ting piauwsu ingat masih saja berdiri berhadapan maka buru-buru ia lalu mempersilakan Eng Eng duduk.

Dengan tidak sabar Ouw Tang Sin lalu bertanya kepada sutenya tentang peristiwa yang terjadi. Ketika Ting piauwsu menceritakan betapa ia hampir terbunuh kemudian betapa Suma Eng mengalahkan Ban Yang Tojin, Ouw Tang Sin merasa sukar sekali untuk dapat percaya omongan adik seperguruannya.

Pada saat itu, muncullah dua orang wanita dan dua orang anak kecil. Mereka ini adalah nyonya Ting, nyonya Ouw, dan kedua orang anak dari Ting piauwsu. Nyonya Ting adalah seorang wanita yang berwajah sabar dan manis budi, nyonya Ouw juga berwajah cantik, akan tetapi dalam pandangan Eng Eng adalah seorang wanita muda yang cantik dan genit. Sepasang mata nyonya Ouw yang bening itu mengerling kepadanya dengan genitnya.

Sebagai seorang wanita, tentu saja Eng Eng lebih senang berkenalan dengan wanita pula, maka ketika ia diperkenalkan, ia lalu bangkit berdiri, menghampirl mereka dan ia lalu memegang tangan nyonya Ting dan nyonya Ouw sambil berkata,

"Cici, aku girang sekali dapat berkenalan dengan kalian!" Eng Eng masih ingat bahwa terhadap seorang wanita yang lebih tua, harus menyebut cici!

Bukan main kagetnya semua orang melihat perbuatan ini. Ting Kwan Ek, Ouw Tang Sin sampai melompat bangun dari tempat duduk mereka dengan mata terbelalak. Sedangkan kedua orang nyonya muda itu tersipu-sipu dan muka mereka menjadi merah sekali. Nyonya Ting memandang marah, akan tetapi nyonya Ouw memandang wajah yang tampan itu dengan senyum di bibir dan kembali kerling matanya menyambar ganas!

Akan tetapi Eng Eng tidak memperdulikan ini semua karena ia merasa tidak tahu akan perasaan hati mereka. Ia lalu melihat anak bungsu dari keluarga Ting, seorang anak perempuan berusia lima tahun. Sambil tersenyum Eng Eng lalu berjongkok, mencium anak ini dan menggendongnya dan menimang-nimangnya.

"Adik yang manis? Mari bermain-main dengan cici."

Empat orang yang tadinya melongo itu kini saling pandang dan meledaklah suara ketawa mereka. Eng Eng menjadi terheran dan cepat memandang, lalu bertanya "Eh.. eh, apakah yaug kalian ketawakan?"

Nyonya Ting lalu memegang tangannya dan berkata,

"Sesungguhnya, bukankah kau seorang perempuan?"

"Eh, cici, kau ini aneh benar. Siapa bilang bahwa aku adalah seorang laki laki!"

Ting piauwsu memukul-mukul kepalanya sendiri sambil tertawa geli, lalu berkata,

"Sungguh lucu dan sungguh bodoh aku ini. Mengapa mataku seperti buta, tidak tahu bahwa kau adalah seorang lihiap (pendekar wanita)? akan tetapi, mengapa kau diam saja dan tidak mau menyangkal ketika aku menyebutmu-taihiap? Ah, nona, kau benar-benar telah mempermainkan aku!"

"Siapa yang mempermainkan orang? Dan mengapa kau mengira bahwa aku seorang laki-laki?" tanya Eng Eng sambil menurunkan anak perempuan itu dari gendongan,

"Pakaianmu.. siapa yang mengira bahwa kau seorang wanita?"

"Mengapa pula pakaianku? Aku memang sudah seringkali mengenakan pakaian seperti ini," jawab Eng Eng.

Tiba tiba teringatlah Ting Kwan Ek bahwa gadis perkasa ini adalah murid dari Hek Sin-mo yang miring otaknya, maka kembali timbul dugaannya kalau-kalau gadis ini juga gila seperti gurunya! Ia berkata kepada suhengnya.

"Suheng, Suma lihiap ini adalah murid tunggal dari Hek Sin mo!"

Ouw piauwsu tercengang mendengar ini dan iapun timbul dugaan seperti yang dipikirkan oleh sutenya, Ting piauwsu tentu saja tidak mau menyatakan keinginannya mendapat bantuan dari Eng Eng di depan gadis itu, maka ia lalu berkata kepada istrinya.

"Suma lihiap tentu lelah, kau antarkanlah dia ke kamarnya, agar supaya dia bisa beristirahat." Diam-diam ia mengejapkan matanya kepada istrinya itu. Eng Eng tidak membantah karena ia Iebih senang bercakap-cakap dengan nyonya Ting yang nampak manis budi itu, sedangkan nyonya Ouw yang bernama Lo Kim Bwe itu semenjak tadi memandang dengan muka merah dan terheran-heran.

Setelah Eng Eng masuk ke dalam bersama Ting hujin (Nyonya Ting) OuW Tang Sin menghela napas dan berkata,

"Sute, sungguh sukar untuk percaya bahwa dia bisa mengalahkan Ban Yang Tojin. Dan dia seorang wanita pula!"

"Akupun heran sekali, suheng. baru sekarang aku tahu bahwa dia adalah seorang wanita! Sikapnya benar-benar aneh sekali, jangan-jangan dia........" Ting Kwan Ek lalu menunjuk ke arah keningnya sendiri.

"Gurunya terkenal sebagai seorang sakti yang berotak miring." kata Ouw piauwsu yang duduk kembali. Lo Kim Bwe lalu menyuruh pelayan mengeluarkan minuman untuk mereka berdua, kemudian nyonya muda yang cantik dan genit ini lalu masuk ke ruang dalam untuk ikut bercakap-cakap dengan tamu mereka yang aneh itu.

"Suheng. betapapun juga, dia benar benar berkepandaian tinggi." la lalu menceritakan tentang jalannya pertempuran antara Eng Eng dan Ban Yang Tojin sehingga Ouw piauwsu merasa makin terheran-heran.

"Celaka, kau telah menanam bibit permusuhan dengan Thian te Sam kui, bagaimana kalau mereka datang mengganggu kita?"

"Akupun mengkhawatirkan haI ini, suheng. Oleh karena itulah maka aku rnembujuk murid Hek Sin-mo itu untuk suka datang ke sini. Agaknya dia tidak waras otaknya atau memang aneh adatnya. Kalau kita bisa mengikatnya disini kita boleh mempunyai pembantu yang boleh dipercaya."

Ouw Tang Sin mengangguk- angguk menyatakan setuju atas siasat sutenya itu, namun dengan perlahan ia berkata,

"Aku masih ragu-ragu dan biarlah aku mencari kesempatan untuk menguji kepandaiannya. Dalam menghadapi Thian-te Sam kui, kita harus berhati-hati. Kau sudah tahu akan keganasan mereka, sute."

"Tentu, suheng. Akan kubujuk agar supaya Suma Eng suka melayani kau menguji kepandaian dan sementara itu lebih baik kita jangan menerima pengiriman barang barang berharga dan untuk sementara waktu, aku tidak akan pergi dari Hun " leng sehingga sewaktu-waktu datang bahaya, kita bisa menghadapinya bersama-sama."

Sementara itu, setelah berada di dalam kamar bersama nyonya Ting, Eng Eng lalu melepaskan ikat kepala dan buntalannya, kemudian atas permintaan nyonya Ting, ia menceritakan semua pengalamannya semenjak kecil dan hidup di dalam hutan bersama suhunya. Nyonya Ting yang baik hati merasa sangat terharu dan tahulah ia kini bahwa Eng Eng sama sekali bukannya berotak miring, akan tetapi adatnya yang aneh timbul oleh karena ia tidak mengetahui tata susila kehidupan masyarakat ramai.

la minta agar supaya Eng Eng berganti pakaian dan setelah buntalan dibuka, ia melihat bahwa di antara pakaian dara perkasa itu terdapat beberapa stel pakaian wanita yang cukup Indah, hasil curian Hek Sin-mo.

"Adik Eng Eng yang baik, sesungguhnya seorang wanita harus mengenakan pakaian wanita pula, karena pakaian yang kau pakai tadi adalah pakaian untuk laki laki. Kecuali kalau memang kau hendak menyamar agar memudahkan perantauanmu, tiada halangan kau mengenakan pakaian laki-laki."

Sambil tertawa-tawa karena tidak mengerti betul Eng Eng lalu mengenakan pakaian wanita dibantu oleh Ting hujin yang baik hati dan ramah tamah. Setelah ia mengenakan pakaian itu, Ting hujin sendiri memandang kagum dan beberapa kali mengeluarkan ucapan memuji. Memang kecantikan yang dimiliki oleh Eng Eng adalah kecantikan yang wajar, kecantikan yang sama sekali tidak tersentuh Oleh bantuan Iuar berupa bedak ataupun yanci. Bahkan gadis ini tidak pernah menyisir rambutnya akan tetapi oleh karena selama tinggaI di dalam hutan ia selalu mandi dan mencuci rambutnya dengan semacam daun yang berbusa, rambutnya bersih, hitam dan halus. Kini nyonya Ting yang merasa kagum meIihat kecantikannya dan sayang melihat kemurnian dan ketulusannya, lalu menghias gadis itu seperti menghias seorang calon pengantin. Makin bertambah kemolekan Eng Eng dan ketika nyonya Ouw masuk ke dalam kamar kecantikan nyonya muda yang banyak dibantu oleh hiasan ini nampaknya muram dan tidak berarti! la berdiri dengan mata terbelalak heran dan kagum.

"Aduh hampir aku tak dapat percaya bahwa pemuda tampan tadi kini telah menjadi seorang gadis cantik jelita" katanya.

Sambil tersenyum-senyum ia menghampiri, Eng Eng merasa tidak enak dan entah mengapa, ia tidak suka kepada nyonya muda yang berbe-dak tebal, bermata genit dan berbau harum menyolok di hidung karena memakai wangi-wangian ini. Demikianlah, semenjak hari itu Eng Eng menjadi murid nyonya Ting, menerima pelajaran tentang tatasusila dan kesopanan seorang wanita. Baru sekarang terbuka matanya terhadap kehidupan manusia di dunia ramai. Karena menganggap bahwa Eng Eng sudah cukup dewasa untuk mempelajari kesopanan dan batas persoalan laki-laki dan wanita. Nyonya Ting lalu memberi keterangan tentang segala macam hal itu. Berbeda dengan nyonya Ouw yang pandai ilmu silat, Nyonya Ting ini adalah seorang terpelajar dan dengan halus ia memberi pelajaran kepada Eng Eng tentang prikemanusiaan dan sopan-santun. Bahkan ia hendak memberi pelajaran ilmu membaca kepada Eng Eng akan tetapi Eng Eng tidak suka dan tidak sabar mempelajarinya.

Eng Eng merasa suka tinggal di samping nyonya Ting yang manis budi. Ia duka pula kepada kedua anak kecil putera dan puteri Ting-piauwsu dan memberi pelajaran dasar-dasar ilmu silat kepada mereka. Perhubungannya terhadap Ting piauwsu dan Ouw piauwsu tetap baik dan terbuka. Biarpun ia kini telah mendengar dari nyonya Ting tentang kekurang-ajaran laki-laki terhadap wanita, namun kebe-basannya masih belum dapat dikekang dan iabergaul dengan kedua orang kepala piauwkiok dengan ramah dan terbuka. la tidak merasa sungkan untuk makan bersama-sama mereka, untuk duduk mengobrol sampai jauh malam! Tentu saja kecantikan gadis ini dan keramahan serta kejenakaannya memabokkan kepala Ouw-piauwsu yang terkenal mata keranjang! Hatinya berdebar-debar keras apabila ia bercakap-cakap dengan Eng Eng dan gadis ini mengobral senyumnya yang manis, sungguhpun senyum itu bersih dan jujur.

Kalau dulu nyonya Ouw, yakni Lo Kim Bwe tergila gila kepada Eng Eng ketika dara pendekar ini datang sebagai seorang pemuda, kini rasa cintanya ini berobah kebencian yang hebat berdasarkan cemburu terhadap Eng Eng yang ramah tamah dan manis budi terhadap laki-laki yang manapun, juga membuat hati Lo Kim Bwe menjadi panas dan ia menyangka bahwa suaminya bermain gila dengan Eng Eng! Kim Bwe adalah puteri seorang perampok besar. Lima tahun yang lalu ketika Ouw Tang Sin sedang mengantarkan barang berharga ke kota raja, di tengah hutan ia di-ganggu oleh kawanan perampok yang dikepalai oleh Lo Beng Tat, perampok yang telah terkenal karena ilmu silatnya yang tinggi. Lo Beng Tat mempunyai banyak sekali anak buah sedikitnya ada lima puluh orang perampok yang menjadi kaki tangannya.

Ouw Tang Sin tentu saja tidak mau menyerah dan dibantu oleh anak buahnya, ia melakukan perlawanan hebat sehingga banyak sekali perampok yang tewas oleh amukannya. Akan tetapi ia harus menyerah karena tidak saja kepala perampok she Lo itu tangguh sekali, juga ia dikeroyok oleh banyak orang. Enam orang kawannya tewas dalam pertempuran itu dan ia sendiri kena ditawan oleh Lo Beng Tat.

Lo Beng Tat merasa kagum melihat kegagahan Ouw piauwsu. Perampok ini mempunyai dua orang anak, yakni yang sulung seorang laki-laki bernama Lo Houw yang memiliki kegagahan seperti ayahnya. Anak kedua yang bungsu, bernama Lo Kim Bwe yang cantik jelita dan juga pandai ilmu silat pula. melihat kegagahan Ouw piauwsu timbul niatan untuk mengambil mantu piauwsu ini.

Dengan perantaraan seorang perampok tua kepala rampok itu menyampaikan kehendaknya kepada Ouw Tang Sin. Tentu saja Ouw piauwsu tidak sudi menerima "pinangan" ini. Ia memang belum menikah sungguhpun usianya telah tiga puluh tahun lebih, akan tetapi siapa mau dipunggut mantu seorang kepala rampok? Dan pula, seorang perampok yang hidup seperti orang liar di dalam hutan mana bisa mempunyai seorang anak gadis yang patut dan cantik?

Akan tetapi, ketika ia melihat Kim Bwe, puteri kepala rampok itu, ia menjadi melongo! Gadis yang berusia dua puluh tahun itu benar-benar cantik jelita seperti puteri bangsawan, matanya kocak dan pinggangnya ramping. Ditambah oleh gaya Kim Bwe yang memang genit menarik, hati Ouw piauwsu yang mata keranjang ini dengan mudah jatuh terpikat. Akhirnya ia menerima juga dan dikawinkanlah mereka di dalam hutan itu! Tak lama kemudian, Ouw piauwsu lalu mengajak istrinya pulang ke Hun-leng dan melanjutkan pekerjaannya.

Dua bulan kemudian semenjak Eng Eng tinggal di rumah Pek-eng Piauwkiok, Baik Ouw-piauwsu maupun Ting piauwsu selama dua bulan itu tidak berani meninggalkan rumah, takut kalau datang gangguan dari Ban Yang Tojin dan kawan-kawannya. Antaran barang-barang dilakukan oleh anak buah mereka saja.

Pada suatu bari, Ouw piauwsu dan Ting piauwsu bercakap-cakap dengan Eng Eng yang kini mengenakan pakaian wanita yang ringkas dan mencetak tubuhnya sehingga tidak saja ia nampak manis molek, akan tetapi juga nampak gagah sekali.


Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Suma lihiap, kau tentu sudah maklum bahwa keadaan kami dan perusahaan kami berada dalambahaya dan ancaman. Ban Yang Tojin yang dulu pernah kau kalahkan." kata Ting Kwan Ek kepada Eng Eng.

"Ting twako, mengapa orang macam Ban Yang Tojin saja harus ditakuti? Kalau dia memang penasaran, biarkan ia datang ke sini untuk mencari penyakit!" jawab Eng Eng. Memang, atas permintaan Ting hujin, Eng Eng selanjutnya menyebut twako (kakak) kepada Ting-piauwsu. Akan tetapi kepada Ouw Tang Sin ia tidak mau menyebut kakak, dan bahkan menyebut "Ouw piauwsu" saja! Entah mengapa mungkin perasaan wanitanya yang halus, sungguh ia sendiri tidak tahu mengapa ia merasa kurang suka kepada Ouw Tang Sin dan isterinya.

Namun, ia selalu ingat akan pelajaran yang diterimanya dari Ting hujin bahwa seorang wanita harus dapat menyimpan perasaan hatinya dan jangan memperlihatkan apa yang dipikir dan dirasainya kepada orang lain. Oleh karena ini ia dapat menekan perasaan tidak sukanya dan bersikap biasa terhadap Ouw Piauwsu dan nyonyanya.

"Nona, kau tidak tahu ." kata Ouw Tang Sin mendengar gadis itu memandang rendah Ban Yang Tin.

"Ban Yang Tojin hanyalah orang kedua dari tiga iblis yang terkenal dengan nama Thian-te Sam-kui. Kita telah menyakiti hati Ban Yang Tojin dan aku merasa kuatir kalau-kalau Ban Yang Tojin akan datang mengganggu kita bersama dua orang saudaranya yang lebih lihai lagi, yaitu Ban Im Hosiang dan Ban Hwa Yong. Kalau sampai mereka bertiga datang, mereka ini sama sekaIi tidak boleh dipandang rendah!"

"Suma lihiap," Ting piauwsu menyambung,

"Sesungguhnya kami merasa amat bersyukur dengan adanya kau di sini, karena dengan kepandaianmu kami merasa aman dan mengandalkan bantuanmu yang amat berharga untuk menghadapi iblis iblis jahat itu. Aku sendiri telah menyaksikan kepandaianmu, akan tetapi suheng belum pernah menyaksikannya. Maka, apabila kau tidak berkeberatan, marilah kau layani suheng main-main sebentar agar pengetahuan kami yang rendah mendapat tambahan dan kita dapat mengukur pula sampai dimana kekuatan kita untuk menghadapi mereka."

Seandainya dua bulan yang lalu, Ting Kwan Ek bicara seperti ini mungkin Eng Eng tidak akan mengerti betul maksudnya akan tetapi Eng Eng telah mendapat keterangan yang jelas setiap harinya oleh nyonya Ting tentang keadaan di dunia ramai dan ditambah oleh kecerdikannya, maka tahulah dia bahwa orang she Ouw itu masih belum percaya kepadanya. Ia tersenyum dan bangkit berdiri, lalu berkata,

"Baiklah akupun ingin sekali menyaksikan kehebatan Pek eng to hwat seperti yang pernah kudengar dari cici!" Ia selalu menyebut Ting hujin dengan panggilan cici atau kakak perempuan.

Ouw Tang Sin tersenyum puas, dan ia memang sudah bersiap untuk melakukan pibu ini. Pakaian yang dipakainya ringkas dan pendek sedangkan goloknya memang selama ini tak pernah berpisah dari pinggangnya dalam persiapannya menjaga datangnya musuh tangguh. Ia lalu melompat berdiri di tengah lapangan lian bu thia (ruang belajar silat) yang berada di tengah ruangan besar itu sambil mencabut goloknya.

"Bagus, nona. Silakan kau maju memperbaiki sedikit kepandaian!"

Pada saat itu, Lo Kim Bwe muncul dari pintu dalam dan nyonya muda yang juga pandai silat ini lalu menonton dengan hati tertarik. Lo Kim Bwe sendiri memlliki ilmu silat siang-to (sepasang golok) yang cukup lihai, maka kini melihat suaminya hendak mengadu kepandaian dengan nona Suma Eng yang diam-diam dibenci dan dlcemburuinya, ia memperhatikan dengan mata tajam. Seperti juga suaminya, nyonya yang pandai ilmu silat inipun telah bersiap untuk menjaga kedatangan musuh-musuh yang tangguh. Bahkan ia telah memberi kabar kepada ayah dan kakaknya untuk datang melakukan penjagaan.

Eng Eng menghampiri Ouw Tang Sin yang sudah memasang kuda-kuda dengan gagahnya, sepasang kaki, dipentang teguh dan goloknya melintang di depan dada. Dengan secara sembarangan saja Eng Eng lalu berdiri dekat dengan piauwsu itu, lalu berkata,"Nah, kau maju dan seranglah, Ouw piauwsu, Masih menanti apalagi?"

"Mana senjatamu, nona? Keluarkanlah senjatamu agar mataku terbuka dan menyaksikan kelihaianmu."

"Aku tidak biasa menggunakan senjata kalau tidak terpaksa, demikianlah pesan suhuku. Hayo kau seranglah, kalau kiranya aku tidak tahan menghadapi golokmu, tanpa kau minta aku akan mengeluarkan senjata."

Diam-diam Ouw Tang Sin merasa mendongkol juga karena ucapan ini bersifat memandangnya rendah sekali. la lalu majukan kakinya dan menggerakkan tangan kirinya, kemudian berseru,"Nona, awas golok!" berbareng dengan ucapannya ini, ia menyerang dengan goloknya, menggunakan gerak tipu Pek eng-tho sim (garuda Putih Mencuri Hati).

Dengan gerakan yang cepat sekali goloknya berkelebat menyambar ke arah dada Eng Eng yang masih berdiri dengan tenang, seakan-akan tidak memperdulikan berkelebatnya golok yang menyilaukan mata. Melihat betapa Eng Eng sama sekali tidak mengelak sedangkan goloknya sudah mendekati dada, Ouw-piauwsu menjadi terkejut sekali dan cepat ia menahan serangannya. Orang yang dapat menahan gerakan golok yang cepat itu secara tiba-tiba sudah menunjukkan bahwa ilmu silatnya cukup baik dan tenaganya sudah sempurna, karena ia dapat menguasai tenaga dalam goloknya. Tentu saja Ouw piauwsu tidak tega untuk melukai dada nona cantik yang menarik hatinya itu.

"Eh, nona, mengapa kau tidak mengelak?" tanyanya heran sambil menahan serangannya. Suma Eng tersenyum mengejek,

"Mengapa harus mengelak? Golokmu masih jauh dan tidak dielak juga ternyata kau tarik kembali. Mengapa aku harus bersusah payah mengelak?"

"Kalau diteruskan bukankah kau akan terluka berat?" tanya pula Ouw piauwsu dengan mendongkol juga, merasa dipermainkan.

"Kalau kau teruskan seranganmu, tak usah kau suruh tentu akan kuhindarkan bahaya itu."

"Kau tabah sekali, nona. Nah awaslah seranganku ini!"

Kini Ouw Tang Sin tidak berlaku sungkan lagi dan ia mulai menyerang dengan gerak tipu Garuda Putih Menyambar Air. Goloknya mula-mula diangkat ke atas dan agaknya hendak membabat pinggang akan tetapi tiba- tiba goloknya meluncur ke bawah dan membabat pergelangan kaKi orang! Eng Eng seperti juga tadi, berdiri dengan sembarangan saja dan ketika golok itu hampir membabat kakinya ia tidak melompat, melainkan mengangkat kaki kirinya dan memapaki golok itu dari atas! Memang luar biasa sekali cara menyambut golok dengan kaki ini. Dengan gerakan yang melebihi cepatnya sambaran golok; kaki yang diangkatnya ini menginjak dengan tiba-tiba dan kalau sambaran golok dilanjutkan golok itu tentu akan kena diinjak-injak sebelum mengenai sasaran.

Ouw Tang Sin terkejut dan juga heran. Tentu saja ia tidak mau membiarkan goloknya terinjak, karena hal ini berarti merupakan penghinaan baginya. Ia menarik kembali goloknya dan ia membacok bertubi-tubi sambil mengeluarkan gerak tipu Garuda Putih Bermain di Awan, sebuah cabang dari ilmu golok Pek-eng-to-hwat yang lihai. Goloknya menyambar-nyambar dengan cepat sekali, berobah menjadi seguluug sinar putih yang lebar dan mendatangkan angin membuat rambut Eng Eng berkibar-kibar. Diam-diam Eng Eng memuji dan maklum bahwa ilmu kepandaian Ouw piauwsu masih lebih tinggi setingkat dari pada ilmu silat Ting Kwan Ek.

Akan tetapi hasil serangan-serangan dari Ouw Tang Sin, ini tidak ada sama sekali bahkan akibatnya membuat Ting Kwan Ek dan juga Lo Kim Bwe menjadi bengong saking herannya. Mereka hanya melihat tubuh Eng Eng bergerak dengan aneh seperti orang menari-nari melenggok ke kanan kiri, kadang- kadang melompat atau menyampok dengan tangannya. Akan tetapi biarpun gerakan tubuh ini nampak aneh dan tidak teratur sama sekali, namun sedikitpun golok di tangan Ouw piauwsu tak pernah mengenai sasaran. Beberapa kali punggung golok itu terkena sampokan tangan Eng Eng dan Ouw piauwsu merasa betapa tangannya tergetar secara aneh!

Sebetulnya Eng Eng sedang menghadapi Ouw Tang Sin dengan ilmu silat tangan kosong yang disebut Kwan-im jip-pek-to (Dewi Kwan Im Menyambut atau Masuk Dalam Ratusan Golok) dan mempergunakan ginkang yang sudah sempurna itu untuk menghindarkan diri dari sambaran golok. Akan tetapi oleh karena ilmu silat ini hanya sebagai dasarnya saja, sedangkan gerakannya dilakukan dengan bebas, maka nampaknya tidak karuan dan membingungkan lawan.

Betapapun juga, tidak mudah bagi Eng Eng untuk membalas dengan serangannya. Gerakan golok lawan benar-benar cepat dan bertubi-tubi sehingga ia hanya dapat mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk mengelak dan menjaga diri saja. Ouw Tang Sin adalah seorang ahli silat kawakan yang sudah banyak mengalami pertempuran-pertempuran besar dan ilmu silat serta tenaganya termasuk tingkat tinggi. Sampai lima puluh jurus lebih Ouw Tang Sin menyerang, namun sedikit juga belum pernah dapat menyerempet ujung baju dara perkasa itu! Diam-diam Ouw Tang Sin terkejut dan tunduk betul. Kini ia tidak ragu-ragu lagi dan mulai percaya akan penuturan sutenya. Siapakah orangnya yang dapat menghadapi goloknya dengan tangan kosong sampai lima puluh jurus tanpa terdesak sama sekali! Ia mengalami hal yang aneh dalam pertempuran menghadapi Eng Eng ini. Sebagian besar dari serangannya gagal di tengah jalan, bahkan gagal sebelum serangan itu dilancarkan.

Beberapa kali, baru saja goloknya hendak digerakkan untuk menyerang, agaknya nona itu sudah maklum dan, dapat menduga sehingga selalu mendahuluinya dengan pemasangan kaki atau tangan ke arah jalan darah pada nadi tangannya yang memegang golok. Dangan demikian, apabila serangan ia teruskan, sebelum goloknya mengenai tubuh lawan, terlebih dulu nadinya akan terkena tiamhwat (ilmu totokan) gadis yang. sangat lihai itu.

Eng Eng merasa gemas juga melihat betapa Ouw piauwsu belum juga mau mengaku kalah. Menurut patut, setelah dilawan dengan tangan kosong sampai lima puluh jurus tanpa bisa mendapat kemenangan, piauwsu itu sudah harus mengaku kalah. Agaknya orang ini perlu diberi bukti, katanya dalam hati.

Memang Ouw Tang Sin belum merasa puas dan pula ia telah "jatuh hati" terhadap gadis cantik jelita yang pandai sekali ini. Berpibu melawan Eng Eng dianggapnya sebagai suatu kesempatan yang baik sekali untuk berdekatan dengan gadis itu. Selain demikian, iapun hendak mendesak gadis itu sekuatnya agar supaya gadis ini memperlihatkan kepandaiannya yang terlihai, karena dengan jalan ini akan lebih tebal kepercayaannya untuk mengandalkan bantuan Eng Eng menghadapi Thian-te Sam- kui yang tangguh.

Demikianlah dengan membuta dengan kenyataan bahwa gadis itu berlaku murah dan mengalah terhadapnya. Ouw Tang Sin memutar goloknya makin cepat lagi, mengeluarkan gerak tipu simpanan dari ilmu golok Pek-eng-to-hwat, Tiba-tiba ia merasa terkejut dan silau matanya karena entah dengan gerakan bagaimana, tahu-tahu gadis itu telah memegang sebatang pedang yang ketika digerakkan mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata! Ketika melihat sinar pedang bergulung mengarah lehernya, Ouw Tang Sin cepat menangkis dengan goloknya, akan tetapi bagaikan mempunyai mata, pedang itu dapat mengelak dari benturan dan kini menerobos ke bawah hendak menusuk perutnya! Ouw Tang Sin terkejut sekali karena gerakan serangan ini seperti serangan sungguh-sungguh dan agaknya perutnya akan tertembus pedang kalau ia tidak cepat bertindak. Untuk mengelak tidak ada waktu lagi, maka ia cepat menyabetkan goloknya ke bawah, ke arah pergelangan tangan lawan! Pikirnya, kalau gadis ini melanjutkan serangannya, tentu pergelangan tangannya akan terbabat putus oleh goloknya!

"Trang?" Bunga api menyambar dan Ouw Tang Sin cepat melepaskan gagang goloknya. Ketika ia membacok ke bawah tadi, ia telah menggunakan tenaga, maka ketika ditimpa dari atas, tenaga bacokan ke bawah menjadi berlipat kekuatannya sehingga tangannya terasa panas dan sakit. Setelah goloknya terlepas dan ia melihat ke bawah ternyata bahwa goloknya telah dapat dipatahkan menjadi dua oleh pedang yang luar biasa dan yang bersinar kemerah-merahan itu!

Akan tetapi, ketika ia memandang kepada Eng Eng dengan senyum kagum gadis itu sudah bertangan kosong lagi, entah kapan ia menyimpan pedangnya yang luar biasa tadi.

"Hebat, hebat!" Seru Ouw Tang Sin sambil menjura.

"setelah kau bersenjata, dalam tiga jurus saja kau berhasil mengalahkan aku! Ah, nona Suma Eng, kini aku tidak ragu-ragu lagi dan terimalah hormat serta kagumku. Kau benar-benar lihai!"

Eng Eng tidak melayani pujian ini, hanya tersenyum dan dengan tenang duduk kembali ke atas bangku.

"Baru kali ini aku melihat pedangmu yang hebat, lihiap." Kata Ting Kwan Ek dengan girang.

"Pedangmu bersinar merah dan dapat kau lilitkan seperti ikat pinggang, benar-benar luar biasa. Pedang apakah gerangan pusakamu itu, Suma lihiap?"

Eng Eng tersenyum puas dan girang mendengar orang memuji pedangnya.

"Pedangku ini oleh suhu diberi nama Ang-coa-kiam (Pedang Ular Merah). dan jarang sekali kupergunakan kalau tidak perlu."

Mendengar nama pedang ini, Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek saling pandang dengan heran.

"Nona Suma Eng, pedang Ang-coa-kiam adalah pusaka milik Kim liong.pai di Liong san. Bagaimana bisa terjatuh di dalam tanganmu?" Ouw Tang Sin berseru. Tentu saja Eng Eng tidak tahu apakah yang disebut Kim-liong-pai (Partai Naga Emas) dan di mana letaknya bukit Liong san, maka ia hanya memandang sambil mengerutkan alis karena Ouw piauwsu menyatakan bahwa pedang itu milik orang lain.

Ting Kwan Ek yang lebih cerdik lalu memandang kepada suhengnya dengan sinar mata mencela, kemudian ia buru buru berkata kepada Eng Eng.

"Suma lihiap, tentu saja pedangmu itu bukan milik orang lain. Hanya saja memang betul bahwa Kim-liong-pai memiliki sebuah pedang pusaka yang namanya juga Ang-coa-kiam. Bolehkah kami melihat pedangmu itu sebentar saja? Kami pernah melihat Ang.coa kiam dari Kim-liong-pai maka dapat kami mengenal pedang itu."

Eng Eng mengeluarkan pedangnya dan memberikan senjata itu kepada Ting Kwan Ek. Dengan kagum kedua orang piauwsu itu bergantian memeriksa pedang yang luar biasa itu dan Ouw piauwsu segera berkata.

"Ah, bukan? Pedang ini bukan pedang pusaka dari Kim-liong pai! Pedang Angcoa-kiam yang menjadi pedang pusaka Kim-liong-pai berbentuk seekor ular merah yang runcing ekornya dan kepalanya menjadi gagang. Pedang ini sama sekali tidak berbentuk ular, hanya warnanya yang agak sama dengan Ang- coa kiam dari Kim.liong-pai!"

Ting Kwan Ek mengangguk-angguk dan mengembalikan pedang itu kepada Eng Eng.

"Memang bukan, akan tetapi kurasa belum tentu Kalah ampuhnya dengan Ang-coa-kiam dan Kim-Liong-pai."

"Jangan bilang demikian, sute. Ang-coa- kiam dari Kim- Liong-pai luar biasa sekali dan telah terkenal di empat penjuru dunia. Apa lagi kalau dimainkan oleh anggota Kim liong-pai yang memiliki ilmu pedang Ang coa-kiam-sut," kata Ouw-piauwsu.

Ting piauwsu tidak menjawab, hanya di dalam hatinya ia menyesal mengapa suhengnya sebodoh itu, karena ucapan ini sama artinya dengan merendahkan nilai pedang dara perkasa itu.

Akan tetapi, karena belum lama terjun dalam dunia ramai, Eng Eng tidak merasa demikian, hanya di dalam hati ia ingin sekali mencoba kelihaian perkumpulan Kim liong-pai dengan pedangnya yang bernama Ang coa-kiam itu.

Pada saat itu, dari luar mendatangi dua orang laki-laki yang seorang sudah tua akan tetapi bertubuh tinggi besar, bermuka penuh cambang bauk dan sikapnya kasar sekali, pakaiannya menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli silat, dan di pinggangnya tergantung sepasang golok yang lebar dan berat. Orang kedua masih muda, berusia paling banyak dua puluh lima tanun, juga bertubuh tinggi besar dan bermuka hitam.

"Cihu, Kami datang?" seru orang muda itu sambil tertawa menyeringai dan matanya tajam mengerling ke arah Eng Eng,

"Ayah! Adik Houw!" Lo Kim Bwe yang masih duduk di situ segera melompat berdiri dan dengan wajah girang menyambut kedatangan kedua orang ini. Ouw Tang Sin juga cepat berdiri menyambut dengan muka berseri-seri, sedangkan Ting piauwsu juga berdiri dan memberi hormat kepada orang tua yang baru datang.

Orang tua tinggi besar yang bersikap gagah dan galak seperti Thio Hui tokoh perkasa di jaman Sam-kok ini bukan lain adalah ayah dari nyonya Ouw Tang Sin yang bernama Lo Beng Tat. Adapun pemuda yang tinggi besar bermuka hitam itu adalah adik dari Lo Kim Bwe dan bernama Lo Houw, Kedua orang ini sengaja datang atas undangan Lo Kim Bwe guna membantu dan memperkuat kedudukan Ouw Tang Sin yang mengkhawatirkan datangnya gangguan dari Thian-te Sam-kui.

Ketika mereka berdua ini diperkenalkan kepada Eng Eng, Lo Houw memandang dengan sepasang mata yang lebar. Pandangan ini mengandung kekaguman dan juga kurang ajar sekali sehingga Eng Eng menjadi merah mukanya. Perasaan wanitanya membuatnya merasa malu dan jengah, ia tidak berani menentang pandangan mata orang yang kurang ajar ini.

"Nona Suma Eng, sungguh aku merasa beruntung dan girang sekali mendapat kesempatan bertemu dan berkenalan dengan kau." kata Lo Houw yang pemberani dan sudah biasa menghadapi wanita ini, kemudian ia berpaling kepada Ouw Tang Sin dan bertanya,

"Cihu (kakak ipar). mengapa kau tidak dulu- dulu memberi kabar bahwa ada nona Suma Eng di rumahmu? Kau harus menceritakan padaku bagaimana nona itu bisa berada di sini. Siapakah ia dan darimana datangnya dan untuk berapa lama ia tinggal di sini?"

Ting Kwan Ek mengerutkan keningnya dan hatinya mendongkol sekali. Diam-diam ia takut kalau Eng Eng menjadi marah, akan tetapi ketika ia mengerling ke arah nona itu, ia melihat Eng Eng menahan senyum dan gadis ini tanpa berkata sesuatu apapun lalu pergi dari situ, kembali ke kamar yang berada dekat kamar Ting hujin.

Eng Eng merasa mendongkol sekali, akan tetapi melihat muka kedua orang piauwsu yang menjadi tuan rumah, ia dapat menekan kemarahannya. Kalau tidak melihat muka kedua orang tuan rumah, tentu ia sudah memberi hajaran kepada laki-laki kasar dan kurang ajar itu. Setelah mendengar keterangan dan pelajaran tentang sopan santun, Eng Eng dapat merasa bahwa orang tinggi besar bermuka hitam memang kurang ajar dan tidak sopan.

Melihat muka Eng Eng yang menjadi merah dan matanya menyinarkan kemarahan, Ting hujin lalu bertanya,

"Eh, adik Eng, kau kenapakah? Tidak seperti biasa, kegembiraan yang biasa lenyap sama sekali dari wajahmu, terganti oleh cahaya kemarahan. Ada terjadi apakah gerangan?"

Di antara serumah itu hanya nyonya Ting yang ramah tamah dan manis budi, ini saja yang membuat Eng Eng merasa suka tinggal di rumah itu. Ia telah menganggap nyonya muda ini seperti kakaknya sendiri, dan tidak pernah merahasiakan perasaannya Nyonya Ting juga merasa amat sayang dan kasihan kepada nona yang bernasib malang yang sama sekali masih hijau dan gelap akan keadaan kehidupan dunia ramai.

"Cici, kalau kau tidak berada lagi di dalam rumah ini, aku sebetulnya sudah tidak suka lagi tinggal di sini. Hanya kau seorang yang kupercaya dan kusayangi, dan hanya Ting twako yang kuhormati karena iapun menghormati kepadaku. Akan tetapi yang lain-lain....... dan terutama sekali dua orang yang baru datang itu! Yang muda sungguh mempunyai mata kurang ajar sekali."

Cari Blog Ini