Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung Bagian 3
kan oleh siasat jahat yang diotaki oleh 'Qing Cheng Gong Zi" selaku patriark (kepala
keluarga besar) marga Mu Rong."
Mu Rong Qing Cheng mempergunakan adik misannya Lin Huan Yu yang kecantikannya tidak
ada duanya, memerangkap Chu Xiang Shi ke dalam suatu jurang jahanam derita nestapa yang
hina di dalam kegelapan yang tidak terpulihkan dengan laksaan kali reinkarnasi (sama dengan
neraka jahanam), sehingga tokoh legendaris yang belum pernah terkalahkan itu, tidak ada pilihan
lain lagi, selain mati.
Omongan serupa ini sudah bukan lagi menjadi kabar burung di kalangan dunia Jiang Hu saja,
tapi sudah menyebar sehingga menjadi bahan pembukaan bagi para pencerita dan para kritikus
buku cerita. Cerita ini sang remaja tentu juga tahu, maka yang tua menanyainya.
"Jika Mu Rong dan Xiang Shi punya serangkaian hubungan budi dan dendam, lalu mengapa
pula Xiang Shi masih mau menolong Mu Rong generasi yang sekarang?"
Sang remaja termangu, selang lama dia baru berkata: "Xiang Shi adalah orang yang
sentimental, dan dia milik orang banyak, dia menjadi idola masyarakat umum jika dikatakan
sepanjang hidupnya hanya memiliki satu orang perempuan, hal itu mustahil, juga tidak masuk
akal." Sang remaja menggaris bawahi: "Jika dikatakan dalam sepanjang hidupnya dia cuma punya
satu orang perempuan saja, paling sedikit aku akan menganggap dia tidak layak menjadi Chu
Xiang Shi."
Dia tidak menjawab pertanyaan yang tua, malah mengatakan sesuatu yang tidak ada kaitannya
dengan topik yang sedang mereka diskusikan, anehnya yang tua malah mau mendengarkan
perkataannya dengan hati yang tenang.
"Orang semacam ini barangkali perasaannya sudah kaku membeku, akan tetapi kalau dia suatu
ketika betul-betul jatuh cinta kepada seorang perempuan, mungkin sekali cintanya juga jauh lebih
mendalam dibandingkan orang lain."
Sang remaja menjawab dengan hambar: "Perasaan orang semacam ini, aku bisa memahami."
Yang tua memandangi dirinya, sinar matanya membawa nada kesedihan, juga mengandung
senyuman. "Belakangan ini kau sepertinya semakin hari semakin banyak mengerti masalah."
Sang remaja juga ikut tertawa, dalam nada tawanya terselip sedikit rasa duka.
"Kupikir setiap orang juga demikian," sang remaja berkata sendu. "Waktu berlangsung cepat,
sekelebat sudah lenyap, mendapatkan seorang sahabat dalam hati, mati pun tidak akan
menyesal."
Katanya lagi: "Kupikir Xiang Shi tentu juga begini, oleh karena itu, sekali pun dia harus mati
karena Lin Huan Yu, juga sedikit pun tidak menyesal, apa lagi Lin Huan Yu setelah beberapa waktu
dia menghilang, juga ikut meninggal."
Yang diucapkan setawar air musim gugur, kandungan perasaannya justru sekental madu di
musim semi. Seorang perempuan sangat jelita yang diperalat oleh orang lain, dipaksa melakukan suatu
pekerjaan oleh penolongnya, yang dirinya sebetulnya sama sekali tidak suka mengerjakannya,
sudah barang tentu tahu di dalam hati sanubarinya, satu-satunya kekasih dan ksatria pujaan
hatinya telah memasuki jalan kematian oleh karena pekerjaan yang dilakukannya ini dan
bagaimana dia bisa bertahan hidup lebih lanjut!
Ini bukannya sebuah cerita romantis yang penuh khayal, juga bukan untuk diceritakan kepada
para remaja putera dan remaja puteri yang masih sensasional.
Ini urusan orang-orang dunia Jiang Hu.
Orang dunia Jiang Hu itu orang yang bagaimana"
Dikatakan dari salah satu sudut masalah, mereka mungkin tidak boleh dikatakan sebagai satu
jenis manusia, karena mereka berpikir dan berperilaku berbeda dengan orang lain.
Riwayat hidupnya seperti awan megah yang melayang di angkasa, tepat seperti daun rontok
yang terbang tertiup angin, seperti rumput bebek yang mengambang di pemukaan air, apa pun
tidak bisa dipegang, apa pun tidak punya, bahkan akar pun tidak punya.
Yang mereka punyai hanya darah sekujur badan, darah yang panas.
Mereka memandang ringan hidup mati, setia kawan dan setia janji, untuk satu kalimat, apa pun
bisa mereka kerjakan.
Di dalam mata hati mereka, perkara 'Kematian" Chu Liu Xiang ini, sama sekali bukanlah suatu
cerita romantis saja, melainkan merupakan tragedi menyakitkan yang tidak bisa dilukiskan dengan
cara apapun, sama halnya dengan sebuah cambuk dilecutkan pada landasan hati orang.
Tidak ada satu hari yang tenang tenteram, tidak ada satu hari yang boleh dilalui seperti yang
telah dipikirkannya.
Tidak ada satu hari yang bisa memperkenankan kau melewatinya dengan tenang tenteram
bersama orang yang kau cintai, juga tidak ada satu hari yang memperkenankan kau melakukan
suatu pekerjaan yang mau kau lakukan sendiri.
Bagaimana selanjutnya"
Selanjutnya ialah mati.
Jika mujur, kau bisa mencapai puncak tinggi, waktu itu, setiap orang akan menghendaki kau
mati, tanpa memilih memakai cara apapun juga, dengan seribu satu akal berupaya membuatmu
mati. Jika kurang mujur, sejak awal kau sudah menjadi orang mati.
Sekali pun Chu Liu Xiang juga tidak terkecuali, apa lagi orang lain"
Kemudian orang Jiang Hu mulai bersedih hati, bahkan or?ang-orang dunia Jiang Hu yang
paling blak-blakan sekali pun akan ikut berduka.
Bahkan musuh bebuyutan Chu Liu Xiang pun tidak terhindar menjadi sangat berduka karena dia
itu, dan menganggap Lin Huan Yu sebagai seorang perempuan semacam ular kalajengking.
Hanya seorang Chu Liu Xiang sendiri yang terkecualikan.
Karena mereka bukan saja saling mencintai, malah saling memahami, karena itu ketika Lin
Huan Yu menjelang ajal juga berkata: "Jika dia masih hidup, pasti bisa memaafkan diriku, tidak
peduli perkara apa pun yang sudah kulakukan terhadapnya. Dia tentu memaafkan diriku, karena
dia pasti tahu bagaimana perasaan hatiku. Bahwa jika segala sesuatu hanyalah kepalsuan,
perasaan cinta kasihku terhadap dia pasti dan bukan palsu."
Apa yang dikatakannya juga tidak palsu.
Di dunia ini apakah masih ada hal lain yang lebih nyata daripada kematian"
"Xiang Shi tentu akan menolong Mu Rong, hanya karena Mu Rong generasi sekarang, dipungut
dan keluarga marga Lin," kata sang remaja. "Keluarga Lin dan Mu Rong ada hubungan misan. Dan
Mu Rong generasi sekarang masih saudara misan segaris dengan Lin Huan Yu."
Pada suatu malam, sekitar bulan purnama, adalah Hari Raya Senja Musim Semi, di dalam
sebuah pondok kayu di kejauhan gunung.
Ada dua orang, di antara keduanya tidak ada sesuatu apa pun juga, cuma belaian kasih sayang
yang lembut namun kental.
Justru tepat pada hari itu, Chu Liu Xiang pernah memberitahunya, bahwa Chu Liu Xiang
bersedia melakukan segala apa pun untuk dia.
Dia cuma mau Chu Liu Xiang melakukan satu perkara saja.
Dia menghendaki Chu Liu Xiang memperhatikan adiknya.
"Dia adalah satu-satunya saudaraku di dunia ini, kuharap kau bisa memperlakukan dia sebaikbaiknya,
asalkan kau masih hidup, jangan kau biarkan dia sampai mengalami penghinaan dan
perlakuan buruk dari orang lain. Asalkan kau berjanji memenuhi perkara ini, mati atau hidup pun
aku akan berterima kasih kepadamu."
Chu Liu Xiang menyetujuinya.
Dengan adanya satu kalimat ini, maka selama Chu Liu Xiang masih hidup, bagaimana bisa
membiarkannya sampai mati di tangan orang lain"
"Setelah diposisikan mati, malah hidup kembali, dengan kalimat ini diungkapkan perkara ini,
sekali pun terasa kurang sesuai, tapi juga terkandung maksud lebih mendalam."
Yang tua menghela nafas.
"Dalam keadaan demikian, agaknya Xiang Shi cuma bisa hidup kembali."
"Semestinya memang begitu."
"Dengan begitu tak diragukan lagi rencana ini sudah berhasil?" tanya yang tua.
"Kalau pun berhasil, juga akan diremehkan oleh generasi kemudian."
"Mengapa?"
"Karena dia terlalu kejam."
"Kejam?" kata yang tua. "Tentara yang berebut kemenangan, tak ada yang tidak memakai cara
yang ekstrim, kapan kau pernah melihat ada orang dalam peperangan yang tidak kejam?"
"Yang kumaksudkan bukan yang demikian ini!" Sang remaja berkomat kamit.
"Maksudku ialah, rencana ini bukan saja kejam telengas, bahkan sepenuhnya sudah kehilangan
sifat kemanusiaannya!"
Dia menambahkan dengan tekanan: "Dilihat dari kulitnya, seolah-olah rencana ini sangat
rasional dan anggun beradab, tapi sesungguhnya zalim kejam tiada taranya, hanya orang yang
sudah sama sekali kehilangan sifat kemanusiaannya, baru bisa mengerjakan pekerjaan serupa ini."
Berturut-turut dia pergunakan kata-kata kejam, telengas dan zalim kejam, ketiga kata sifat
untuk menerangkan perkara ini, malah mulutnya sudah menjadi putih oleh kemarahannya.
"Yang paling mengerikan dalam rencana ini ialah, bahwa orang-orang yang mati dalam rencana
kali ini, semua adalah korban yang tidak bersalah, bahkan sama sekali tidak tahu apa yang
terjadi." kata sang remaja.
"Mereka semula hanya untuk suatu kesetiakawanan dunia Jiang Hu melakukan suatu
pertempuran bagi nama baik dan kehormatan, kalau mati pun tidak disayangkan. Jika mereka
tahu bahwa mereka sesungguhnya hanya sekumpulan alat yang dipakai untuk suatu tujuan, aku
yakin mereka pasti tidak mati dengan mata terpejam."
Sang remaja dengan pedih melanjutkan berkata: "Dalam mata dan hati orang-orang dunia
Jiang Hu, masalah ini sangat penting."
"Aku mengerti," suara yang tua juga menjadi sangat berat. "Apa lagi 'Ming Cha Qiu Hao' (Qiu
Hao: bulu hewan musim rontok) Liu Xian Sheng, kematiannya. sungguh membuat kita sangat
sedih." Liu Xian Sheng sudah barang tentu harus mati, jika dia tidak mati, dan jika dia berhasil
memecahkan kepompong, maka semua aksi ngengat malam terbang ini, akan mengalami
kegagalan total, bahkan prematur.
Akan tetapi aksi kali ini, yang dinamakan 'Aksi Ngengat Malam Terbang', maka hasil akhirnya
juga sudah ditakdirkan sejak awal.
Ngengat terbang menyergap nyala api, cuma mati. Liu Xian Sheng adalah ngengat malamnya,
karena itu, sudah barang tentu Liu Xian Sheng juga hanya bisa mati.
Orang yang mati tidak bakal tahu seluk beluk di dalamnya, sudah barang tentu semakin tidak
bisa memberitahu orang lain tentang seluk beluk aksi penyerangan itu, karena itu kejadian ini
serta perkembangan terakhirnya, hanya jatuh ke bahu orang yang belum mati. Dia sebetulnya
juga adalah perencana keseluruhan kejadian.
Di kolong langit ini, apakah masih ada kejadian lain yang lebih sulit dimengerti orang"
Karena, jika aksi gerakan itu betul berhasil, bagi dia, justru sebaliknya, mutlak gagal, aksi
gagal, bagi dia baru betul-betul berhasil, gagal total malahan sukses total, kematian baginya
malah menjadi keberhasilan terbesar.
"Dalam kejadian kali ini, masih ada dua orang yang sangat penting lainnya, kita sepertinya
telah melupakan dia," kata sang remaja.
Yang dia maksudkan sudah barang tentu adalah kedua or?ang gadis yang berjubah panjang
putih, bercadar putih, yang terus menyertai dan berada di samping Mu Rong.
"Terlebih lagi Xiao Su."
Xiao Su yalah Su Su, dari marga Su, namanya juga Su, yakni yang mendamping Liu Xian Sheng
melakukan penyergapan terhadap jaring-jaring sutera.
Orang yang hendak menghabisi nyawa Liu Xian Sheng.
"Dia memang bidak catur tersembunyi."
Sang remaja menjelaskan untuk dirinya sendiri
"Sudah barang tentu Mu Rong sangat memahami Liu Ming Qiu, maka terlebih dahulu mengatur
kedua orang itu berada di sampingnya, karena dia yakin Liu Ming Qiu pasti dapat membedakan
kemampuan terpendam mereka itu."
"Ini hanya sebagian saja dari alasan mengapa Mu Rong menempatkan mereka berdua di
sampingnya." "Tidak peduli bagaimana pun, ketika Liu Xian Sheng melakukan serangan mendadak
terhadap jaring-jaring sutera, betul saja dia memilih Su Su menjadi partnernya," kata sang remaja.
"Karena sekali pun Liu Xian Sheng mampu mengamati jelas adanya bulu binatang di musim gugur,
tapi dia tidak bisa memperkirakan justru orang terdekat di samping Mu Rong, yang bisa menjadi
pembunuh yang mematikannya."
"Karena tidak bisa memperkirakan, maka Xiao Su bisa menjadikannya mati."
"Benar."
"Orang semacam Liu Ming Qiu, pada dasarnya tidak mungkin ada semacam keadaan 'tidak
terpikirkan' padanya, sebab dia pada dasarnya tidak pernah percaya siapa pun."
"Sebab tidak peduli di dalam mata dan hati para tokoh Jiang Hu yang mana pun, bagaimana
pun tidak akan terpikir, bagaimana suatu aksi yang direncanakan sangat cermat dan teliti, bisa
punya tujuan untuk kalah, dan bukannya mencapai kemenangan."
Sang remaja menghela nafas.
"Aksi sekali ini, dengan tepat bisa dikatakan untuk menulis kembali perubahan dalam sejarah
dunia Jiang Hu."
Akan tetapi, tak peduli di bawah keadaan macam bagaimana pun, mau membunuh Liu Ming
Qiu tetap merupakan suatu kesulitan, sedangkan yang namanya Su Su secara pribadi masih
sangat memiliki persyaratannya.
Membunuh seorang jagoan, persyaratannya adalah kecepatan dan kesempatan. Harus bisa di
dalam sekejap menggenggam kesempatan yang sekelebat telah lenyap.
Untuk kedua persyaratan ini diperlukan pelatihan yang sangat keras. Semacam pelatihan yang
hanya bisa dilakukan oleh pembunuh yang sangat profesional.
"Gadis muda seumur Su Su, apakah bisa menjadi orang seperti ini?"
"Harusnya ya," jawab yang tua. "Mau melatih seorang pembunuh yang bisa melakukan
pembunuhan sampai mati dalam waktu sekejap, perlu dimulai sejak dia berusia sangat muda,
kadang kala, dimulai sejak sebelum lahir."
"Hal ini, aku makin tidak mengerti."
"Yang mananya?"
"Dia tidak lenyap, hanya sementara terlepas dari aksi kali itu."
"Adakah kau mendengar centa tentang dirinya?"
"Aku pernah mendengar," jawab sang remaja. "Katanya setelah mencapai serangkaian sukses,
dia mendadak jatuh pingsan."
"Betul."
"Seorang pembunuh yang lama terlatih, seharusnya sudah mempunyai tekad yang sangat
kukuh tegar, bagaimana bisa terjadi dia jatuh pingsan?"
"Karena dia mendadak melihat satu wajah," kata yang tua. "Dia bermimpi pun tidak pernah
memikirkan, dia dalam hidup kali ini bisa melihat wajah ini, dan semakin tidak terpikirkan wajah ini
bisa dalam waktu sekejap saja mendadak muncul di hadapannya."
Wajah ini berujud wajah yang bagaimana" Mengapa bisa membuatnya begitu tergetar"
Wajah ini wajah milik siapa" Sangat buruk" Sangat aneh" Sangat jahat" Atau sangat cakap dan
rupawan" Sebuah wajah yang sangat rupawan sangat cakap, apakah betul bisa seringkah membuat orang
jatuh pingsan"
Tidak peduli bagaimana seseorang jatuh pingsan oleh sesuatu keterkejutan, tentu ada waktu
dia bangkit sadar, bagaimana Su Su bisa lenyap dalam waktu begitu pendek"
Sekarang apakah dia hidup ataukah dia mau" Ataukah sudah dibawa pergi oleh orang itu"
Riwayat hidup kedua Su Su dan Xiu Xiu, tak diragukan lagi, sangat misterius. Dalam aksi kali ini
peran mereka, tak diragukan lagi, sangat penting.
Siapa latar belakang pribadinya, dan peran apa yang dilakukan, sebetulnya peran yang
bagaimana"
"Masih ada satu lagi hal yang sangat aneh."
"Hal apa?"
"Jika dikatakan mereka selalu memakai cadar kain putih, apakah tidak menginginkan orang lain
melihat wajah mereka yang sesungguhnya, ini sama sekali tidak masuk akal."
"Mengapa?"
"Karena mereka sama sekali belum pernah tampak di dunia Jiang Hu, dan pokoknya tidak ada
orang yang mengenali mereka juga," sang remaja berkata. "Yang semakin membuat orang tidak
habis berpikir, mengapa mereka senantiasa memakai semacam pakaian putih yang lurus itu"
Menutupi bentuk badannya sendiri."
"Yang ini aku mengerti."
"Ooohhh..."
"Mereka berbuat begitu, hanya untuk kepentingan Mu Rong," kata yang tua. "Karena wajah
mereka luar biasa cantik, badannya sangat memikat, tidak peduli menghadapi lelaki yang mana
pun, selalu menjadi semacam daya pikat yang tidak bisa dilawan."
"Akan tetapi aku tahu sebagian lelaki menyukai daya pikat semacam ini," kata sang remaja.
"Daya pikatnya semakin besar, semakin membuat orang bergembira."
"Benar, sebagian terbesar lelaki juga demikian, bahkan kita boleh mengatakan, setiap lelaki
semua sama demikian," kata yang tua. "Tapi Mu Rong terkecuali."
"Mengapa?"
Yang tua menghela nafas: "Karena sekali pun dia juga lelaki cakap yang menggetarkan, lelaki
yang menjadi naga dan burung phoenix, cuma sayang sekali..."
Saat ini rembulan musim gugur sudah bulat, Mu Rong masih duduk tenang di jalan yang
panjang itu, seolah-olah sedang duduk di tengah kebun dan berkumpul dengan keluarga
menikmati pemandangan rembulan.
Tie Da Lao Ban memperhatikan dia, mendadak menghela nafas berturut-turut.
"Tidak peduli bagaimana pun juga, kau sesungguhnya seorang lelaki pemberani, dan orang
yang sepertimu, sudah semakin sedikit di dunia Jiang Hu."
Mu Rong terdiam.
"Apalagi kau sesungguhnya bukan orang dari keluarga Mu Rong, antara aku dan kau, tidak
pernah ada dendam kesumat langsung," kata Tie Da Lao Ban. "Aku pun bukan jenis orang yang
gemar melakukan pembunuhan."
Mu Rong mendadak bertanya: "Apa yang kau maksudkan dengan ini."
"Yang kumaksudkan hanya untuk mengatakan, belum tentu aku harus membunuhmu," kata Tie
Da Lao Ban. "Aku cuma memerlukanmu memberikan sedikit muka kepadaku."
Mu Rong juga menatap dia lama sekali, kemudian menghela nafas
"Apakah kau tidak tahu, bahwa Jiang Nan Mu Rong sejak dulu tidak pernah memberikan muka
kepada orang lain." "Apakah kau betul-betul ingin mati?"
Tawar Mu Rong berkata: "Lahir untuk apa" Mati pun bagaimana?"
Karena marahnya Tie Da Lao Ban jadi tertawa keras sekali.
"Yang disayangkan mati itu pun bukan hal mudah, jika aku sengaja tidak membiarkanmu mati,
Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terus kau bisa apa?"
Mu Rong juga menghela nafas. "Aku tidak bisa apa-apa, akan tetapi..."
Dia tidak menghabiskan kalimatnya, dijalan yang panjang itu, seolah-olah ada angin segar
bertiup lewat dengan lembutnya, lemas ringan seperti hujan musim semi.
Akan tetapi waktu angin bertiup lewat, api lampu di kedua sisi jalan panjang, mendadak
memancarkan semacam bunga api yang aneh.
Semacam bunga api yang panjang dan halus, dilihatnya bahkan agak mirip dengan bunga
anggrek yang mekar di tengah malam redup.
Warna nyala lampu juga berubah, juga mirip dengan bunga anggrek putih.
Mendadak sekali, di atas jalan yang panjang ini, yang wangi bagaikan ratusan dan ribuan
bunga anggrek mekar bersama-sama.
Wajah Tie Da Lao Ban sudah barang tentu juga berubah, mengikuti goyangnya asap dan api,
sudah mengalami beberapa macam warna.
Kemudian badannya mendadak menjadi mengejang dan mengerut, seperti dicekik oleh sebuah
tangan yang tidak kelihatan.
Dalam waktu yang sama, juga tidak diketahui dari mana, melompat keluar anak kecil berbaju
merah, tangannya memegang pisau kecil, melompat terjun dari angkasa, sebuah tangan
mencengkeram sanggul rambut di kepalanya, dipotongnya kepala itu, dijinjing dan langsung lari,
cepatnya mirip jenis setan, sekejap telah menghilang.
Sosok tubuh Tie Da Lao Ban masih belum roboh sepenuhnya, tapi kepalanya sudah lenyap.
Saat ini tepat tengah malam.
Mu Rong tahu serangan yang betul-betul sudah dimulai, bahkan yang mutlak sangat fatal
mematikan, tanpa memberi ampun, tanpa meninggalkan nyawa.
Suah barang tentu dia juga tahu siapa orang yang mengerahkan serangan itu, jika mereka
sudah mulai turun tangan, bahkan ayam dan anjing juga tak tertinggal, kumala dan batu samasama
musnah, tidak peduli lawannya siapa.
Mungkin saja orang tua, isteri dan saudara semuanya sama.
Untuk mencapai maksud tujuan, bahkan diri mereka sendiri pun boleh dijadikan korban.
Mu Rong sangat dalam memahami, bahwa hidup mati dirinya sudah berada di antara pinggiran
mata golok. Jika belum ada orang menolong dirinya, cukup dalam waktu sekejap, darahnya akan
muncrat tujuh zhi, bahkan dia bisa menyaksikan darah yang memancar ke luar ke mana-mana.
Itu darahnya, bukan darah orang lain. Sekalipun sama berwarna merah, di dalam pandangan
matanya, akan hanya satu bidang putih saja.
Dalam kondisi ini hanya satu orang yang bisa menolong dirinya, apakah dia bakal sempat tiba
untuk memberikan pertolongan"
Dia tidak terlalu yakin, siapa pun udak bisa yakin. Akan tetapi dia sangat percaya, asalkan
orang itu masih hidup, sudah pasti akan muncul untuk menolong.
Karena dia berhutang sebuah nyawa kepada mereka.
Bab 2 Setan Kecil Merah Pemotong Kepala
Di dalam lembah Pegunungan Besar Guen Luen yang sangat tersembunyi, tersembunyi sebuah
rumah besar kuno berwarna putih di antara tebing-tebing cadas kelabu keputihan, tidak diragukan
hari ini sedang terjadi suatu peristiwa yang aneh.
Sebab, pada hari ini tidak seperti biasanya yang tanpa ada pengunjung mondar mandir, di
sekitar tengah malam malah kedatangan lima orang tamu memasuki rumah itu.
Orang yang pertama badannya kurus dan tinggi seperti batang bambu, lebih tinggi paling
sedikit dua chi dari orang biasa, dalam sepanjang hidup, barang kali jarang ketemu or?ang
setinggi dia. Tangannya juga memakai satu tongkat bambu hijau, yang lebih tinggi empat chi lagi darinya,
yang ujungnya masih ada berapa lembar daun bambu hijau.
Pakaiannya, bambu hijau dan daun bambu di tangannya, semuanya hijau tua, bahkan
wajahnya juga warna hijau tua, seperti memakai selembar topeng wajah hijau tua dari kulit
manusia.. Orang seperti ini, seharusnya jalannya kaku keras, jika dikatakan melompat-lompat seperti
mayat hidup juga takkan disalahkan orang.
Yang aneh, gerakannya justru sangat gesit, bahkan lemah gemulai.
Lemah gemulai" Apa yang dimaksud dengan gerakannya lemah gemulai"
Orang itu tadinya masih di luar sejauh dua puluh zhang, tapi sekali dia mengayunkan pinggang
ringan saja, sudah seperti daun serat pohon liu tertiup angin sebentar, kemudian, sekejap saja, dia
sudah sampai di depan rumah batu putih itu.
Rumah besar sunyi senyap, seperti fosil hewan purba dari jaman pra sejarah.
Orang yang memakai baju warna bambu itu mengetuk tangga batu di depan pintu dengan
tongkat hijau di tangannya, "tok, tok tok tok tok, tok tok", mengeluarkan tujuh kali suara,
suaranya tidak besar, tapi seperti sudah menyusup ke batu di bumi, ke dalam bawah tanah,
kemudian keluar kembali dari suatu pusat komunikasi misterius dalam rumah di atas. Selanjutnya
kedua belah pintu batu raksasa mulai bergerak pelan-pelan, memunculkan sebuah garis.
Sesudah sebuah hembusan angin, orang berbaju warna bambu itu mendadak menghilang ke
belakang pintu, pintu menutup kembali, sepertinya belum pernah dibuka.
Kemudian datang orang yang kedua.
Orang kedua mengenakan sepotong baju warna merah, badannya kecil mungil, tubuhnya lincah
dan ringan, rambutnya disisir jadi dua buah kuncir besar yang berminyak selicin air, di tangannya
menggenggam sekuntum bunga Mei, warnanya hijau tua segar mencolok, seperti baru dipetik dari
ranting pohonnya.
Sekarang baru saja dalam musim gugur, dari mana bisa dapat bunga Mei"
Gadis kecil ini, seharusnya gerakannya lincah dan indah, tapi dia datang dengan melompatlompat,
seperti lompatan mayat beku kaku (vampire) bahkan lebih kaku dan keras dari vampire
aslinya. Tiba di depan rumah besar warna putih, baru badannya melompat ke atas, dengan jari tengah
dan ibu jari tangan kirinya, disentilnya ranting bunga Mei yang di tangan kanan, kelima kelopak
bunganya segera berputar terbang melayang pergi, memasuki rumah besar, memasuki kabut
gunung, sekilas saja sudah tidak terlihat lagi. Waktu itu juga dia juga sudah menghilang.
Ada kabut di gunung, kabut yang tebal.
Lewat sejenak, dari tengah kabut muncul sebuah tandu, tandu berwarna putih kelabu, yang
mirip tandu kertas untuk bekal kubur yang akan dibakar untuk orang mati, yang seolah-olah
tertiup ke atas oleh angin gunung.
Akan tetapi tandunya justru diusung orang. Akan tetapi pengusung tandu itu juga seperti ditiup
ke atas oleh angin.
Orang dan tandu semua berwarna kelabu, sepertinya dibuat dari kertas, yang seperti sudah
menyatu ke dalam kabut, dan melarut dalam kabut menjadi kabut yang lain.
Kala sampai di depan rumah besar putih, mereka mendadak berhenti.
Berhenti di tengah awang-awang langit.
Kemudian tandu itu mengeluarkan semacam suara tangisan setan: "Aku sudah menemukan
kalian, kalian sudah tidak bisa lari lagi, cepat kembalikan nyawaku, cepat kembalikan nyawaku."
Di dalam rumah warna putih mulus yang sederhana itu, orang yang mengenakan jubah
panjang dari kapas putih dan kelihatan seperti pelaku tapa fakir asing itu, sebelumnya sedang
membalik-balik satu berkas dokumen.
Tidak diragukan, berkas ini juga termasuk sebagian dokumen aksi ngengat malam, bahkan
merupakan bagian paling utama dari aksi kali ini.
Karena di atas berkas cuma dituliskan dua kata: NGENGAT TERBANG
Kedua kata ini mewakili satu orang.
Orang ini adalah Ngengat Terbang Malam [Aksi Ngengat Terbang], yakni umpan bagi seorang
pemancing. Lin Huan En, laki laki 21 tahun.
Ayah : Lin Deng, sudah meninggal.
(Catatan: Lin Deng, Kabupaten Pu Tian, Propinsi Fu Jian, murid luar Vihara Shao Lin Aliran
Selatan Perguruan Shao Lin, hartawan kaya raya yang memiliki gunung teh puluhan ribu hektar,
berdagang dengan Persia dan Timur Tengah selama tujuh tahun, keluarganya sangat kaya,
menurut kabar sudah memperoleh 'Xin Yun" Ceng Juan, meninggal satu tahun lalu, umur 49
tahun). Ibu : Mu Rong Si Liu.
(Catatan: Mu Rong Yi Jing Mei, bibi Mu Rong Qing Cheng. Sudah meninggal.)
Kakak Perempuan : Lin Huan Yu.
(Catatan : Saudara kembar dengan Lin Huan En, punya penyakit fatal, dititipkan pada rumah
keluarga Mu Rong di Jiang Nan, karena menurut ajaran kuno, anak kembar harus dipelihara di
dalam keluarga dan rumah yang terpisah. Sudah meninggal.)
Di bawah ini adalah pandangan Lin Deng terhadap anak laki-lakinya, bahan diperoleh dan
hubungan keluarga yang sangat mesra, malahan bersumber dari yang dikatakan langsung oleh Lln
Deng. "Huan En pintar, sangat pintar sekali, dalam usia tiga tahun sudah bisa menulis, tujuh tahun
sudah mampu menulis Sutera Ratna Intan, aku tidak berani mengajarinya ilmu silat, karena orang
yang sangat pintar sekali biasanya pendek umurnya, akan tetapi di antara teman-temanku dari
Jiang Hu banyak sekali yang sangat pandai silat, asalkan mereka pernah menginap berapa hari di
rumah, Huan En tentu bisa menguasai inti sari ilmu silat mereka, sayangnya dia meninggal
mendadak sebelum diriku sendiri..."
Di bawah ini adalah pandangan Mu Rong Si Liu tentang anak laki-lakinya :
"Huan En adalah anak yang patut dikasihani, karena dia sejak kecil sudah ditakdirkan untuk jadi
korban, karena keluarga kami berhutang budi terhadap keluarga Mu Rong, dan sudah
memutuskan akan menggunakan anak ini sebagai imbalan membalas budi keluarga Mu Rong.
Tidak peduli ada kesukaran apa saja dalam keluarga Mu Rong, anak ini pasti akan tampil ke
depan." Betul saja ada kesukaran dalam keluarga Mu Rong, seharusnya Huan En bisa menyelesaikan
untuk mereka, tapi yang disayangkan...?"
Di bawah ini ialah pandangan kakak perempuannya Lin Huan Yu terhadap dia:
"Seluruh jalan darah dan pembuluh darah kacau balau, kehilangan fungsi organ utama badan,
di samping tidak bisa melakukan gerak olah raga keras, juga tidak boleh mengalami suatu
rangsangan apa pun, jika tidak, maka akibatnya, mati tanpa ada obat penolongnya."
Pelaku tapa fakir yang memakai jubah panjang abu-abu menggulung naskah pelan-pelan
dengan tangannya, tangannya sama dengan bagian badannya yang lain, juga terselubung di
dalam jubah abu-abu yang grombyong itu.
Entah berapa kali dia membuka dan membaca naskah ini, sekali ini, sekali lagi dia masih
membaca kembali dengan teliti.
Biasanya dia selalu amat teliti, tidak pernah mengijinkan apa yang mereka kerjakan
mengandung suatu kecerobohan atau kesalahan.
Dia punya tuntutan sangat keras terhadap diri sendiri atau pun anak buahnya, akan tetapi saat
ini dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela nafas, seolah-olah sudah sangat puas
terhadap dirinya sendiri.
Bersamaan dengan itu, orang yang memakai jubah hijau tua itu, seperti gantar bambu hijau
sudah mengayun bagaikan surai daun hu memasuki ruangan, dengan ringannya duduk ke dalam
sebuah kursi batu yang besar dan lebar, caranya duduk membuat orang ingat kepada gaya seekor
kucing. Setan kecil yang menjumput bunga mei merah juga melompat berdiri, cepat saja melompat ke
dalam kursi yang lain, bukannya benar duduk, tapi malahan tegak berdiri di atas kursi.
Persendian sekujur badannya kelihatannya keras kaku seluruhnya, sama sekali tidak bisa
diputar atau dilipat.
Sang pelaku tapa fakir tidak mengangkat kepala, juga tidak melihat mereka sekilas pun, cuma
berkata dengan dingin: "Kau tidak seharusnya datang, mengapa datang juga?"
"Mengapa aku tidak boleh datang?"
Jika masih ada orang lain berada di dalam rumah ini, mendengar kata-kata ini tentu akan
terkejut. Empat kata yang membentuk kalimat ini sedikit pun tidak membuat orang terkejut, orang yang
mengucapkan kalimat ini, sedikit pun nada suaranya tidak mengejutkan.
Menakut-nakuti, mengancam, memeras, menusuk tajam, adalah nada suara yang bisa
membuat orang terkejut, di dalam suara ini sama sekali tidak ada.
Sesungguhnya, suara orang yang mengucapkannya jauh lebih merdu daripada suara sebagian
besar orang di dunia ini. Bukan saja bening renyah penuh liukan, tapi juga mengandung semacam
rayuan semanis madu yang tidak terucapkan.
Inilah yang betul-betul mengejutkan orang.
Ketiga orang yang berada dalam rumah ini, semestinya tidak ada seorang pun yang bisa
bersuara seperti ini. Tapi, ini justru ada.
Orang berjubah hijau tua, yang berwajah hijau lumut, yang badannya keras kaku seperti mayat
beku itu, malah memakai nada suara semanis madu ini, dengan gemulai bertanya kepada orang
berjubah hijau tua yang sepertinya tidak punya gairah hidup itu.
"Katamu aku tidak sepantasnya datang, apakah bukan karena aku membawa orang yang
seharusnya tidak datang"
"Betul."
"Aku juga tahu," suara lembut orang berjubah hijau seperti suara perawan yang pertama kali
jatuh cinta. "Jika bukan aku, orang-orang di toko boneka kertas itu selamanya tidak bakal
menemukan tempat ini."
"Betul."
"Juga karena hal inilah, maka aku harus datang."
"Mengapa?"
"Aku tidak datang, bagaimana mereka menemukan tempat ini" Mereka tidak datang,
bagaimana malah sudah di sini?" kata yang berjubah hijau.
"Ada aku yang datang, maka mereka juga datang, bagaimana bisa pulang hidup-hidup?"
"Apakah mereka bisa pulang hidup-hidup, tidak ada hubungannya denganku, apakah di sini
atau tidak."
"Lalu ada hubungannya dengan siapa?" tanya yang berjubah hijau.
"Kau."
Suara dari petapa fakir selamanya tidak menunjukkan adanya emosi, tidak mungkin berubah
karena sesuatu emosi, tidak bakal terguncang oleh sesuatu peristiwa, bukan tidak punya perasaan,
bahkan sepertinya tidak punya pikiran.
Dia hanya memberitahu dengan nada tawar kepada orang berjubah hijau itu: "Apakah mereka
bisa pulang hidup-hidup, hanya ada kaitannya denganmu, karena mereka dibawa olehmu."
Waktu itu sudah tengah malam, pemandangan malam di kejauhan juga sudah seperti seorang
dewa menuangkan satu baskom tinta hitam ke atas selembar kertas maklumat buatan cermat dari
anak cucu terakhir kaisar, tandu dan kedua or?ang pengusungnya, masih seolah-olah boneka
kertas yang tergantung di langit di kejauhan.
Tergantung di awang-awang langit malam, kelihatannya mirip sekali dengan lukisan setan dari
Wu Dao Zi (Pelukis awal abad 8 dari Dinasti Tang), begitu realistik, begitu misterius, namun juga
begitu indah dan cantik.
"Betul," suara orang berjubah hijau masih tetap biasa seperti biasanya. "Aku yang membawa
mereka, sewajarnya aku yang menyuruh pulang."
Dia sudah berdiri.
Gayanya berdiri, mirip seperti sekuntum bunga mendadak tumbuh dari tanah alam dewata.
Begitu realistik, begitu indah dan cantik, tapi juga begitu misterius.
Akan tetapi suara tidak bergeraknya dia, masih sebagaimana seorang dia itu, dingin, hijau dan
kaku beku. Ketika orang ini bergerak atau tidak bergerak, bagaikan dua orang lain yang berbeda sama
sekali. Ketika orang ini berbicara atau tidak berbicara, juga bagaikan dua orang yang berlainan.
Akan tetapi hal yang paling mengejutkan orang, jauh lebih mengejutkan dari yang satu ini.
Orang dan tandu masih di angkasa.
Anggap saja orangnya adalah dari boneka kertas, tetap mustahil tergantung di atas angkasa.
Bahkan kalau pun selembar daun yang begitu ringan, juga mustahil terhenti, dan tergantung di
angkasa. Akan tetapi sebuah tandu dan kedua orang itu justru memang demikian keadaannya.
Di dunia ini memang banyak hal demikian keadaannya, banyak sekali hal yang seharusnya tidak
mungkin terjadi dan kenyataannya telah terjadi.
Sebuah tandu dan kedua orang itu malahan dalam sekejap mata menyala terbakar menjadi
segumpalan api.
Api mulai menyala dan galah bambu hijau.
Pinggang orang berbaju hijau itu menggeliat, orangnya sudah berada di luar rumah, galah
bambu hijaunya dijulurkan ke kegelapan di angkasa malam. Seperti dukun iblis sedang
mengumpatkan mantra tertentu kepada tuhannya.
Kemudian sebatang galah bambu yang sudah tidak punya daya kehidupan itu, mendadak
mendapatkan kekuatan dan sumber mistis tertentu, mendadak meliuk-liuk dan bergetaran tanpa
henti, seolah-olah seekor ular beracun sedang dibakar di dalam neraka.
Kemudian dia membawa nyala api neraka itu keluar.
Dalam kegelapan mendadak berkelebat nyala api hijau kebiruan, dan menggumpal menjadi
seberkas sinar di ujung tongkat bambu hijau itu.
Sekali lagi ular hijau itu menggeliat, berkas sinar menjulur seperti lidah ular, bagaikan kilat
menyambar ke arah orang dan tandu yang tergantung di angkasa malam.
Maka tandu dan dua orangnya segera saja menyala dan terbakar menjadi setumpuk abu.
Nyala api membakar sangat cepat sekali, dalam waktu sebentar saja sudah memerahkan
setengah langit.
Jadi kedua orang dan tandunya sesungguhnya memang dari bahan kertas. Akan tetapi,
bagaimana bisa terjadi, orang dan tandu kertas bekal kubur itu bisa mengikuti seseorang datang
dari ribuan li dan terbang memasuki rumah batu yang dingin menyeramkan dan misterius ini"
Jika saja dalam tandu tidak ada orangnya, bagaimana bisa mengeluarkan suara erangan dan
raungan yang begitu seram"
Nyala api yang membakar mendadak dari segumpal berubah menjadi satu bidang, terpisah dan
bergerak ke arah lima arah, tumbuh menjadi lima berkas tonggak nyala api.
Sekali lagi nyala api berubah, kelima tonggak nyala api berubah menjadi sebuah tangan,
sebuah tangan raksasa, menyergap orang berbaju hijau tua itu dari tengah angkasa.
Suara angin yang terbawa nyala api, suara anginnya menderu-deru seperti lembaran kain yang
robek, cahaya sinar api menyoroti wajah orang berpakaian hijau itu sampai menjadi hijau
kehitaman yang menyeramkan.
Bahkan orangnya seolah-olah juga bakal terbakar.
Asalkan tangan nyala api raksasa ini lebih diturunkan menyedok ke bawah, maka badan daging
dan roh jiwanya akan terbakar jadi abu semuanya, bentuk wujud dan roh jiwanya padam lenyap,
Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlaksa kali reinkarnasi juga tidak bakal kembali jadi manusia.
Dalam kondisi seperti ini, di dunia ini sepertinya sudah tidak ada lagi satu kekuatan apa pun
yang mampu mencegah tangan nyala api ini, juga tidak ada orang yang bisa menolongnya lagi.
Di dalam rumah batu, dari dalam mata pertapa fakir seolah-olah juga sedang berkilauan nyala
api. Setelah dia mendadak mendapatkan adanya sebuah tangan api raksasa, yang menempel pada
sebuah bayangan orang.
Sebuah bayangan hitam bagaikan setan iblis yang ganas.
Keempat anggota badan kaki tangan dan tubuh orang ini, setiap ruas pergelangannya,
sepertinya bisa meliuk-liuk dan menari-nari ke sembarang arah yang dikehendaki.
Dia terus bergerak tidak henti-hentinya, aneh, gaib dan misteriusnya gerakan, sudah
melampaui batas ekstrim kemampuan jenis manusia.
Tidak ada 'orang' yang bisa melampaui batasan ekstrim jenis manusia, mengapa orang ini bisa
melakukannya" Ataukah dia bukan manusia"
Pendeta petapa fakir itu tertawa dingin.
Dia mengetahui sepenuhnya Wu Gong (Kong Fu) dan asal usul orang ini, di dunia ini tidak ada
orang bisa menyelomoti dia, orang ini juga tidak bakal bisa.
Perkara yang dia ketahui jauh lebih banyak daripada yang diketahui kebanyakan orang.
Dia tahu bahwa pernah ada sejumlah tertentu dari jenis benang sehalus sutera dari logam
hitam, yang berasal dari istana kerajaan Persia, telah masuk ke Tiongkok.
Benang sutera ini, bukan saja sangat lentur dan ulet, bahkan sulit diputuskan oleh golok
maupun kapak. Di dunia Wu Lin (persilatan) memang ada satu orang yang sangat cerdik, begitu mendapatkan
benang logam ini, segera menciptakan satu jalan Wu Gong yang sangat aneh.
Mulanya dia menggantungkan dirinya, dengan memakai benang sutera dari logam ini, pada
ujung benang yang lain terdapat paku dan kaitnya, mengait ke bubungan atap, punggung tembok,
pohon kayu, menara tinggi, tonggak dan segala tempat yang bisa dijadikan tempat bersandar,
orangnya tergantung pada benang logam yang banyaknya tak terhitung itu. Mirip dengan boneka
yang dikendalikan oleh benang.
Satu-satunya yang berlainan, ialah tenaga yang mengendalikan, justru bersumber dari dirinya
sendiri. Begitu badannya bergerak, benang sutera logam ikut bergerak tertarik, daya lentur dan
keuletan benang sutera logam, juga akan menarik gerakannya, banyaknya benang sutera logam
saling mengendalikan, dengan tenaga lama membangkitkan tenaga yang baru, dan dengan tenaga
yang baru melanjutkan tenaga lama, demikian silih berganti, terus menerus menjadi seperti hidup.
Keunikan tenaga semacam ini, bisa menandingi mesin yang rumit dan kompleks.
Besarnya tenaga ini, juga sulit bisa dibayangkan, dan hanya tenaga semacam ini, baru bisa
membangkitkan gerakan supra yang di luar jangkauan pemikiran.
Sesudah mengerti masalah ini, sewajarnya kau juga mengerti mengapa tandu tersebut bisa
berdiri mengapung di angkasa.
Tandu kertas dan kedua orang orangan kertas, sesungguhnya memang tergantung pada badan
orang ini. Or?ang tersebut sesungguhnya sedang 'duduk' di dalam tandu.
Gerakan yang aneh membangkitkan tenaga yang mengerikan, membuat gerakan orangnya
semakin aneh dan menakutkan.
Tangan nyala api raksasa itu, digerakkan dan dikendalikan oleh tenaganya juga, dengan
membawa nyala api dan deru angin, terus menubruk ke arah orang bebaju hijau itu.
Sesudah angin dan api masih berlanjut dengan bayangan orang yang seperti setan iblis yang
jahat. Katakanlah orang berpakaian hijau itu bisa menghindari gumpalan nyala api itu, juga tetap sulit
menghindari sergapan maut yang dilancarkan orang dengan bayangan hitam itu.
Suara angin meraung menderu, lidah api berkelebat, setan iblis menyerang, dalam kesempatan
itu, langit dan bumi juga hampir sudah berubah warnanya.
Mata setan merah kecil yang berbaju merah itu terus menerus mamancarkan cahaya, sekujur
badannya menjadi tegang bergairah karena terangsang.
Dia suka melihat ada orang yang dibunuh, jika bisa menyaksikan ada orang yang mati dibakar
hidup-hidup, tidakkah akan lebih mengasyikkan"
Akan tetapi kali ini dia tidak bisa menyaksikannya, tetapi dia malah menyaksikan sesuatu yang
lebih mengasyikkan dari pada membakar seseorang hidup-hidup sampai mati.
Telapak tangan nyala api menepuk ke bawah, badan orang berbaju hijau itu mendadak
berputar dengan ringan, jubah hijaunya mendadak merosot lepas dalam gerak memutar itu.
Mungkin bukan jubahnya yang terlepas dari badannya, malah badannya yang lepas dari dalam
jubah. Badannya lemas dan licin seperti sutera.
Tangannya sekali menggapai, jubah panjangnya sudah terbang melayang, mirip seperti sepetak
awan air hujan yang kehijauan, mencegah terpaan bara api menyala.
Awan air hujan menggulung balik, selanjutnya terbang mengarah kepada bayangan hitam setan
iblis jahat tadi, membuat kobaran nyala api juga menggulung kepada badannya.
Si setan merah kecil berdiri terus menyaksikan dan atas kursi, sampai seolah-olah bola matanya
mau copot terlepas.
Yang dilihat dengan matanya, bukannya gulungan awan nyala api yang terbang di angkasa,
yang terus dan cepat sekali mengalami beribu perubahan, suatu pemandangan yang cantik,
megah dan mempesona, bukan satu jurus yang bisa mengubah hidup mati dalam sekejap, yang
bisa mengejutkan hati dan menggetarkan jiwa.
Dia bahkan tidak bakal tertarik menyaksikan sebentuk bulan purnama yang sedang naik ke atas
di kejauhan itu.
Matanya hanya memperhatikan satu orang saja, seseorang yang baru saja melepaskan diri dari
kepompong jubah hijau panjangnya.
Seorang perempuan.
Seorang perempuan yang baru bisa dibentuk dalam khayalan, dengan memusatkan semua
pikiran erotis dan khayal semua jenis manusia.
Badannya tinggi, sangat tinggi, setinggi sampai sebagian besar lelaki harus mendongakkan
kepala baru bisa melihat wajahnya.
Bagi kaum pria, sekalipun ketinggian badannya itu bisa jadi merupakan suatu tekanan tapi juga
bisa memuaskan nafsu keinginan tertentu dan rasa ingin berlagak tertentu yang sangat rahasia di
dalam hati laki laki.
Semacam rasa ingin berlagak dan nafsu yang menjurus mendekati penyiksaan diri.
Kakinya panjang, sangat panjang, banyak orang yang ketinggiannya mungkin cuma sampai
pinggangnya saja.
Pinggangnya kecil, halus dan lemas, tapi juga sangat lentur.
Lengannya bulat, pahanya juga bulat, semacam bulat yang paling bisa membangkitkan nafsu
birahi laki laki. Bulat, semampai panjang, singset, padat, mengesankan kepada or?ang kelewat
jenuh penuh yang seperti bisa segera pecah membeludak.
Dia seluruhnya bertelanjang penuh.
Setiap cun dari atas sampai ke bawah badannya penuh dengan daya lentur, setiap uratnya
menggeletar mengikuti gerakan badannya.
Semacam geletar yang membuat pembuluh darah mengembang, bahkan bisa membuat
pembuluh darah lelaki pecah ambyar.
Setan kecil merah masih belum melihat dadanya dan wajahnya, malahan belum melihat rambut
hitam sepenuh kepalanya.
Dia masih terus memperhatikan paha kakinya.
Sejak matanya melihat sepasang paha kaki ini, dia sudah tidak berminat mengalihkan
pandangan matanya, biar pun hanya setengah cun.
Sampai ketika terdengar suara petapa fakir yang bertanya dengan suara dingin: "Kau datang
sekali ini, dengan maksud tujuan apa?"
Pada waktu ini, bayangan hitam mirip setan iblis itu sedang terbang melayang di angkasa, dan
di bawahnya berkobar lautan api.
Sebidang lidah api yang serapat jaring laba-laba mengumpul menjadi lautan api.
Awan hijau menggulung balik, telapak tangan api juga menggulung balik, mendadak badannya
mengerut, mengendor kembali, di dalam waktu sekilas yang sebatas tebal rambut meloloskan diri
dari gempuran mematikan lawan dan membal terbang ke angkasa.
Dengan memanfaatkan daya mengerut dan mengendor, dan menggunakan momen gaya balik,
dengan memakai sifat khusus serat benang sutera logam hitam itu, badannya men?tal ke atas
setinggi empat zhang.
Ini merupakan ilmu simpanannya sepanjang hidup.
Kobaran nyala api sebentar juga padam, dia dalam terbang melambungnya juga mendapatkan
satu tenaga pembangkit baru, begitu nyala api padam, dia bisa segera melakukan serangan
langsung, dari suatu posisi yang mustahil bisa dipikirkan orang luar, dengan suatu gerakan yang
mustahil bisa dikerjakan orang lain. membunuh musuh dalam waktu sekejap saja.
Benang sutera logam hitam yang menjadi jaring laba-laba itu kini sudah menggumpal menjadi
semacam keadaan yang sangat rumit, sepertinya tenaga yang dihasilkan juga sangat rumit,
gerakan yang terpancar dari tenaga ini juga semakin aneh dan rumit.
Oleh karena itu, sekali pun serangannya tidak sekaligus berhasil, tapi kesempatan dan waktu
berinisiatif tetap tidak menghilang.
Dia masih tetap penuh percaya diri, sebab dia tidak mampu membayangkan bahwa di dalam
rumah batu itu, masih ada satu orang yang menguasai dirinya sebagaimana jari telapak tangannya
sendiri. Benang sutera logam hitam tidak terlihat dalam kegelapan, dalam kemilau nyala api juga tidak
terlihat. Hanya orang ini yang tahu kebenaran dan keberadaannya, bahkan tahu keberadaannya di
mana. Petapa fakir itu pelan-pelan sudah mengambil dan mengeluarkan dari lemari besar di
belakangnya, sebuah tabung baja mumi.
Ini adalah salah satu dari tabung berisi tiga belas tembakan anak panah, yang ditembakkan
dari dalam tabung, adalah kabut air berwarna kuning emas.
Kabut air menerobos jendela, menyemprot dan mengenai benang sutera logam hitam yang
tidak terlihat mata itu, bahkan sudah menempel lekat padanya.
Setelah awan api bergulung pergi, sekali pun tidak membakar benang sutera logam hitam itu,
beratus ribu, berjuta-juta butiran cairan yang disemprotkan, yang entah dari minyak atau air itu.
mendadak menyala terbakar, berubah menjadi lautan api luas.
Orang berbaju hitam yang semula sudah berada dalam posisi inisiatif aktif, mendadak
menemukan dirinya sedang berada dalam lautan api.
Akan tetapi, dia tidak gugup dan tidak kacau.
Dia tidak takut api, pakaian ketat melekat di badan warna hitam yang dikenakannya dan topeng
hitamnya, semuanya tahan api.
Ilmu meringankan tubuhnya, bagaimana pun juga adalah kelas satu, seandainya Chu Liu Xiang
Shi yang namanya menggemparkan dunia masih hidup, masih belum tentu bisa mengalahkan dia.
Pada waktu diperlukan, dia masih bisa melepaskan diri dari ikatan jaring benang sutera, dan
terbang pergi sebagai bangau.
Jika dia mau pergi, ada siapa bisa mengejarnya"
Akan tetapi di dalam mata petapa fakir itu, orang ini tak lebih daripada orang mati saja. Melihat
sekelebat pun, tidak dia lakukan, malah dengan dingin bertanya kepada si setan merah kecil.
"Kau kali ini datang untuk apa?"
Si setan merah kecil mendadak tertawa, bukan saja tertawa, malahan melompat-lompat,
kemudian melambai-lambaikan tangan.
Kelakuan dan sikap si setan merah kecil ini memang sangat misterius, malahan tertawa-tawa
dan melompat-lompat melambai-lambaikan tangan serta mulai menyanyikan lagu.
"Beng, beng, beng, mohon bukakan pintu."
"Kau siapa?"
"Aku Ding Xiao Di."
"Mau apa kau datang?"
"Aku datang mau meminjam belati kecil."
"Pinjam belati kecil buat apa?"
"Untuk membelah bambu."
"Membelah bambu buat apa?"
"Membuat kukusan."
"Membuat kukusan buat apa?"
"Mengukus kepala orang."
"Mengukus kepala orang buat apa?"
"Mempersembahkan camilan buat ibu tua."
Dia bertanya jawab sendiri, menyanyikan lagu bernada lagu kanak-kanak, dia menyanyikan
dengan sangat gembira."
Sang petapa fakir juga suka mendengarkan dia menyanyi, ketika dia habis menyanyi, bertanya
lagi: "Kedatanganmu kali ini, bukan ingin cepat tahu hasil dari aksi kali ini?"
"Sudah barang tentu bukan."
"Kau juga tidak ingin tahu hidup matinya Chu Liu Xiang?"
"Sudah barang tentu aku ingin tahu, tapi aku sudah tahu lebih dahulu."
"Kau sudah tahu apa?"
Si setan merah kecil tertawa lagi, melompat lagi, bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu
bernada lagu kanak-kanak itu!
Waktu "Aksi Ngengat Malam" dimulai. Chu Liu Xiang sebetulnya sudah mati.
Dia tidak datang, sudah mati duluan. Dia datang, masih tetap mati.
Petapa fakir itu, orangnya, wajahnya, dan sepasang matanya, semua sudah menghilang ke
balik bayangan gelap dari sorotan sinar lampu.
"Kalau begitu kedatanganmu kali ini, masih tetap mau memotong kepala."
"Betul."
"Sekarang sudah ada kepala untuk dipotong, kau bergegas tidak?"
"Kepala siapa"'
"Kepala yang sudah lama hendak kau potong itu." "Kepala wang ba (bajingan) itu sekarang
sudah boleh dipotong."
"Baiklah."
Si setan merah kecil mengikik tertawa, kedua tangannya direntangkan, seperti mengangkat dua
tangan untuk menyerah.
Akan tetapi mengikik tawanya itu disertai sorot mata yang segera dipenuhi nafsu membunuh,
sedikit pun tidak ada niat untuk menyerah.
Hanya dalam waktu sebentar saja, mendadak terdengar semacam suara sangat aneh dari
dalam baju merah dan celana merahnya, suara seperti ada bongkahan besar balok es mendadak
belah dan rontok.
Kemudian terdengar serentetan suara "hua lah lah", ada sesuatu yang meluncur jatuh dari
dalam lengan baju dan tabung celananya, seperti segayung besar pecahan es dan pecahan besi
jatuh berserakan.
Wajah dan pandangan mata petapa fakir itu, sekali pun sudah melenyap ke tempat yang tidak
tersorot sinar lampu, akan tetapi masih bisa dibayangkan betapa dari wajahnya tercermin rasa
terkejut. Kampanye perang sekali ini, kelihatannya setiap saat bisa berakhir, akan tetapi setiap orang
yang terlibat dalam pertempuran, malah dalam waktu pendek menjelang kematian tiba, dengan
suatu cara yang tidak terbayangkan melakukan serangan, memutar balik bumi dan langit, bahkan
berbalik menempatkan lawannya pada kematian.
Melompat-lompat di dalam nyala api, beradu jurus di angkasa, semua ini bukan suatu dmu
pengetahuan yang luar biasa, yang paling penting ialah melakukan pergulatan di dalam kondisi
kacau balau, kedua belah pihak yang menang atau pun kalah, setiap saat mungkin bertukar posisi,
dalam keadaan sangat gawat berbahaya ini, hanya mungkin bisa bertahan hidup dengan menjaga
ketenangan. Petapa fakir tentu sangat tahu pentingnya segi ini, tadi dia hanya sebagai penonton dari
samping, sekarang, dia sepertinya juga- terseret ke dalam pusaran ini, sejenak menghadapi hidup
dan mati, 'tidak berubah' mungkin sekali adalah prinsip paling utama dalam menghadapi berlaksa
perubahan. Sekali pun dengan nada lagu kanak-kanak si setan merah kecil bernyanyi, sekarang terpikir
kembali isi lirik lagunya, mau tidak mau membuat bulu kuduk agak berdiri, 'membuat kukusan,
mengukus kepala orang, mempersembahkan kepada ibu tua, sebagai camilan ..."
Perempuan berbaju hijau, orang yang berpakaian hitam, petapa fakir, sebetulnya siapa yang
menjadi tujuannya memotong kali ini"
Kedua belah tangan si setan merah kecil diangkat tinggi-tinggi, masih tetap bersikap seperti
menyerah, barang sejenis pecahan es dan pecahan besi, masih tetap tidak hentinya meluncur
keluar dari lengan baju dan tabung kaki celananya...
Kemudian orang yang semula sekujur badannya beku kaku, sepertinya dalam sekejap
mendadak menjadi 'hidup' kembali.
Jadi, biasanya terus menerus semua persendian keempat anggota badannya, dijepit oleh plat
besi. Karena itu, biasanya gerakannya keras kaku seperti mayat beku (vampire), bahkan duduk
pun tidak bisa dilakukan.
Orang dalam dunia Jiang Hu, sama sekali belum pernah mendengar kabar adanya seseorang
seperti dia dalam dunia Jiang Hu. Sedang orang yang pernah melihatnya, kalau pun belum mati,
juga sudah hampir mati, kala melihatnya sekejap, kepalanya sudah dipotong, dan ditenteng
dengan tangannya.
Karena itu orang yang mengetahui rahasianya ini, paling banyak juga tidak lebih dari sepuluh
orang. Akan tetapi setiap orang kiranya bisa membayangkan, adanya seseorang seperti ini. Jika bukan
dengan melepaskan plat besi penjepit dirinya, betapa ringan gerakannya, gesit, penuh perubahan
dan tangkas sekali"
Plat besi hancur berantakan, dan orangnya terbang pergi. Dalam waktu sekejap sudah berubah
menjadi roh halus setan siluman yang mampu berlompatan terbang ke mana-mana.
Bayangan hitam orang yang terbang di tengah lautan nyala api, mendadak menjadi lamban.
Dia tidak takut api, tapi takut asap.
Asap dari api yang terbakar di atas benang sutera logam hitam, membawa semacam bau yang
aneh. Dia mendadak merasa pusing.
Kemudian dia melihat ada sebuah paha yang menendang ke arahnya dari dalam asap api, satu
kaki yang semampai panjang, lurus dan bulat padat, kaki yang telanjang, telapak kaki yang juga
telanjang, halus ramping, bentuknya gemulai.
Jari kakinya panjang, sangat indah.
Dalam suatu kondisi tertentu, sepasang kaki perempuan biasanya paling bisa merangsang libido
laki laki. Ada kalanya bahkan lebih menuntut nyawa daripada dua lokasi lebih utama lainnya.
Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Laki-laki yang berpengalaman tentu juga mengerti segi ini.
Dia juga lelaki berpengalaman, berpengalaman membunuh orang, juga berpengalaman
membunuh perempuan.
Akan tetapi dalam waktu sekejap saja, dia sudah mendapatkan bukti, kaki cantik ini betul-betul
menuntut nyawanya. Dalam waktu sekejap ini, sesosok bayangan orang yang mirip setan iblis,
sudah terbang melintang, seperti si setan merah kecil itu.
"Setan kecil merah pemotong kepala sudah datang. Semua orang cepatlah lari menyelamatkan
diri. Jika tidak bisa meloloskan diri Kepala sulit diselamatkan."
Si setan kecil pemenggal kepala, sangat ahli memotong kepala orang.
Saat menjelang datangnya ajal, mendadak ada seorang anak kecil berbaju merah dan
bercelana merah muncul di hadapannya, dengan menggenggam sebuah belati kecil, sekali renggut
diraihnya konde rambut orang tadi, belatinya menyusul turun memotong, begitu kepala ditenteng
langsung lari, cepat datang dan cepat perginya, gesit seperti setan siluman.
Siapa sesungguhnya anak kecil ini" Tidak ada orang yang tahu.
Mengapa anak kecil ini memotong kepala orang, dan terus lari dengan menenteng kepala tadi,
serta ke mana dia menenteng kepala itu pergi"
Juga tidak ada yang tahu.
Akan tetapi, setiap orang kiranya bisa juga membayangkan, ini merupakan peristiwa yang
sangat misterius, bahkan juga membawa semacam romantisme yang berbau anyirnya darah.
Titik yang paling romantis dan ajaib, jika bukan kepala or?ang terkenal, dia tidak bakai mau
memotongnya. Akan tetapi jikalau kau bukan orang terkenal, jikalau kau sudah tahu dirimu bakal mati, jikalau
kau tahu di dunia ini ada seorang setan kecil yang berprofesi sebagai pemenggal kepala,
katakanlah kau membawa delapan juta liang (tail = 50 gr) emas, lari menemuinya, berlutut di
tanah memohon dia memenggal kepalamu pada hari, jam, dan detik yang sama, dia tetap juga
tidak akan menggubrismu, bahkan menyentuh rambutmu pun dia tidak mau.
Jika kau bukan orang ternama, dan kau meminta dia memenggal kepalamu, ini akan jauh lebih
sulit daripada meminta dia jangan memenggal kepalamu. Akan tetapi, jika dia mau memotong
kepalamu, dia akan menunggu waktu dari satu saat ke saat lain.
Menunggu kematianmu tiba.
Dia sama sekali tidak punya dendam apa pun kepadamu, asalkan dia tidak berniat
membunuhmu, juga tidak mau kau mati, akan tetapi dia bisa menunggumu mati.
Jikalau kau mati di luar dugaan, tanpa peduli bagaimana caramu mati, tak lagi peduli kau mati
di mana, juga tidak peduli kapan kau mati, begitu kau mati, dia segera muncul.
Asalkan dia muncul, belati pemotong kepala itu bisa berada di lehermu, sekali kerat saja,
dijamin pasta bisa memotong kepalamu sampai ke dalam celah ruas tulang di tengkuk belakang
kepalamu. Sekali potong putuslah kepalamu, bahkan para algojo paling berpengalaman dari
penjara tidak akan lebih berpengalaman daripada dia, selanjutnya dengan menenteng kepala itu,
berlari, berkelebat menghilang tanpa bekas.
Keadaan semacam ini sudah terjadi berulang kali, tapi siapa pun juga belum berhasil menebak
kepala orang mati yang susah payah dinantikan berlama-lama itu, akan dipakai untuk apa"
Hanya ada satu hal yang bisa dibayangkan oleh seseorang yang punya sedikit kemampuan
berkhayal. Di dunia ini, pasti ada satu tempat sangat rahasia, tempat mengumpulkan dan menyimpan
banyak kepala orang, yang masing-masing adalah kepala orang terkenal.
Ada orang yang mengoleksi alat perkakas terkenal, lukisan terkenal, porselin terkenal, pedang
terkenal, ada juga orang yang mengoleksi orang terkenal, bunga terkenal, koki terkenal dan arak
terkenal. Yang terdahulu titik beratnya pada nilai, yang kemudian pada hobi kesukaan.
Akan tetapi di dunia ini masih ada sejenis orang lain lagi, kegemarannya ialah mengumpulkan
kepala orang terkenal.
Mujurnya orang jenis ini cuma satu saja.
Ketika ratu kecantikan mati, hanya meninggalkan orang mati, ketika seorang pendekar terkenal
mati, juga hanya meninggalkan seorang mati. Orang mati sama saja.
Kepala orang mati juga sama saja! Bukan saja tidak ada nilainya, juga tidak membangkitkan
hobi kesukaan. Akan tetapi, bagi diri orang ini sendiri, merupakan kegembiraan terbesar
sepanjang hidupnya, juga merupakan tujuan terbesar sepanjang hidupnya.
Tidak ada orang yang tahu, berapa banyak kepala yang sudah dipotongnya, akan tetapi setiap
orang bisa tahu, waktu dia mau memotong kepala seseorang, tidak pernah ada seseorang atau
sesuatu perkara yang bisa menghalanginya.
Ketika dia turun tangan, dalam sekejap, kepala orang sudah dipotongnya.
Hanya sekali ini saja yang jadi kekecualian.
Sebelum memotong kepala kali ini, dia malahan mengerjakan satu hal lain, satu perkara yang
siapa pun juga tidak bisa membayangkan dia mau mengerjakannya.
Siapa pun tidak akan berpikir, si setan kecil pemotong kepala ini menganggap perkara ini lebih
penting daripada memotong kepala.
Kaki yang panjang menendang, setiap otot di kaki bergetar, yang terlihat orang lain, dia sendiri
juga bisa menyaksikannya.
Dia sering kali menganggap perkara sejenis ini sebagai suatu kenikmatan.
Menghadapkan wajah pada sebuah cermin, berganti pakaian yang dimuat kapal khusus yang
didatangkan dari Istana Kerajaan Persia, menyaksikan geletarannya otot badan sendiri, ini sudah
menjadi satu-satunya kenikmatan bagi dirinya.
Bagaimana bisa ada juga Istana Kerajaan Persia" Mengapa setiap orang dan setiap perkara
hampir selalu ada sedikit kaitan dengan Istana Kerajaan Persia"
Seorang perempuan yang sebegitu tinggi, begitu cantik, begitu punya daya tarik, sebagian
besar laki-laki akan rontok hanya melihatnya sekilas pandang saja, bahkan menyenggol sedikit pun
tidak berani, dia selain memberikan sedikit kenikmatan untuk dirinya sendiri, masih berharap apa
lagi" Tak disangka sekali ini bahkan berkembang suatu keadaan yang lain lagi.
Dia belum pernah membayangkan, ada seorang laki-laki yang pendeknya cuma setengah
dirinya, bisa memeluk dia seperti mencintai dirinya setengah mati.
Yang lebih tidak terbayangkan ialah, laki-laki ini justru adalah si setan kecil pemotong kepala
orang. Setan kecil pemotong kepala malahan tidak memotong kepala terlebih dahulu.
Kaki panjangnya menendang, setan kecil terpental terbang, sambil melayang, meliuk dan
menekuk berjumpalitan, mendadak merentangkan dua belah tangannya, sebentar sudah memeluk
pinggangnya. Kelakuan setan kecil ini mirip dengan setan kecil yang sudah berapa hari belum mentil susu,
dan mendadak melihat ibu kandungnya.
Tidak harus ibunya, asal ada pentil saja.
Kelakuan setan kecil ini seperti sudah tiga ratus tahun belum pernah melihat perempuan,
bahkan tidak melihat seekor induk kambing juga.
Kelakuan setan kecil ini bahkan mirip gila perempuan.
Kaki panjang menendang, mendadak dia peluk pinggangnya, dan langsung menggigit keras
pahanya. Gigitan setan kecil ini betul-betul keras.
Aneh, di wajahnya sama sekali tidak tercermin rasa sakit sedikit pun, bahkan dia tidak
berteriak. Dia merasa pusing dan jadi kurang kesadaran, seperti mabuk menghadapi cermin itu.
Sehabis rasa pusingnya berlalu, setan kecil pemotong kepala itu sudah lenyap, sampai
bayangannya pun tidak ada lagi. Cuma terlihat di langit malam seolah-olah ada seberkas bunga
darah menyembur dan segera lenyap.
Seorang yang berpakaian hitam-hitam terjatuh keras sekali ke bumi, sudah barang tentu orang
ini sudah tidak berkepala lagi.
Setan kecil pemotong kepala itu sudah lari dan bersembunyi di mana"
Pertanyaan ini tetap tidak ada yang mampu menjawab. Yang tidak diragukan ialah, dalam
koleksinya tak ragu bertambah lagi satu kepala tokoh Wu Lin.
Sebuah kotak kayu cendana, sedikit serbuk kapur, tujuh belas macam obat-obatan, sebuah
kepala dimasukkan ke dalamnya.
Pada kotak terukir nama orang ini.
Di tempat ini, kotak cendana semacam ini, sampai dengan hari ini, sudah ada seratus tiga puluh
tiga buah. Tempat ini berada di mana" Sudah barang tentu juga tidak ada yang tahu.
Rasa pusing sudah hilang, rasa sakit baru datang.
Perempuan yang punya rambut panjang ini, menetas ke luar dari jubah hijaunya, sekujur
badannya berwarna seperti yade (giok).
Yade (giok) putih. Hanya satu titik tidak berubah. Matanya masih tetap berwarna hijau tua.
Seperti mata kucing, seperti fei cui (jamrud).
Dia sedang memijat-mijat kakinya. Menghadapi setan kecil pemotong kepala misterius ini,
sekarang dia baru mulai punya sedikit pengenalan.
Setan kecil ini giginya sangat bagus, rapih, rapat, satu gigi berlubang pun tidak ada.
Bekas gigitannya di pahanya, mirip sederet berlian yang rapat.
Dia merabai bekas gigitan itu.
Jari tengahnya sangat panjang, sangat lembut, sangat lentur, sangat indah.
Dia memakai ujung jari tengahnya dengan halus merabai bekas gigi itu, bagaikan seorang gadis
yang tidur siang sendiri, dengan lembut merabai gelang berlian pemberian kekasih rahasianya.
Sang petapa fakir terus mengamati dia, dengan semacam mimik yang sangat menikmati raut
mukanya. Gadis semacam ini, ekspresi semacam ini, kaki yang sedemikian panjang, dan jika ada laki-laki
melihatnya, siapa yang tidak mengagumi penglihatan itu" Hanya saja pandangan mata laki-laki
yang mengagumi itu, tentu punya sudut pandang yang tidak sama dibandingkan dengan semua
laki-laki yang lain.
Waktu laki-laki memperhatikan perempuan itu, layaknya seekor serigala sedang mengamati
dombanya, atau seekor rubah mengamati kelincinya. Atau seekor kucing mengamati tikusnya,
sekalipun sangat mengagumi, namun juga sangat kejam bengis.
Rembulan di gunung di kejauhan naik semakin tinggi. Bulan yang terang, bulan yang bulat, dia
berjalan mendekati laki-laki itu.
Mengenakan topeng hijau yang mistis, misterius dan mengerikan, mengenakan jubah lurus
berwarna hijau tanpa mempertontonkan lekuk-lekuk badannya, setiap gerakannya sudah menjadi
bunga indah yang mekar.
Sekarang ini dia malahan sudah seluruhnya bertelanjang bulat.
Waktu dia bergerak jalan, 'gerakan' yang timbul dari sepasang kakinya yang panjang, padat
dan bulat, berpadu dengan ayunan di bawah pinggangnya yang lemah lembut, jika kau belum
menyaksikan sendiri, maka kau juga sulit mengimpikan dalam impian yang paling eksotis, impian
pal?ing erotis serta impian yang paling konyol sekali pun juga.
Bahkan kalau kau mengharapkan mengalami impian sedemikian, sekali pun sudah mohon
berulang kali kepada pujaanmu, tidak juga akan tercapai.
Sebab pujaanmu itu, mungkin sekali juga belum pernah melihat adanya sepasang kaki seperti
ini. Betapa panjang kaki itu, sedemikian panjang, sedemikian panjangnya. Sedemikian bulat dan
padat, garis bentuknya sedemikian lemas dan indah, begitu bercahaya. Begitu panjangnya.
Jika kau belum menyaksikan sendiri, selamanya kau tidak bisa membayangkan, mengapa
sepasang kaki panjang, bisa menimbulkan benturan dan daya tarik serta kegemparan di dalam
hati orang banyak.
Terutama karena sepasang kaki ini berada di bawah segenggam pinggang yang halus kecil.
Rambutnya juga panjang sekali.
Sekarang tidak ada angin, tapi rambut panjangnya sepertinya melambai-lambai ditiup angin.
Kerena ayunan badannya, merupakan semacam hukum irama dari angin.
Hukum irama angin adalah alami.
Ayunan badannya juga sama sekali tidak mengandung unsur dibuat-buat.
Jika bukan gadis yang setinggi ini, jika dia tidak punya pinggang sehalus ini, kaki sepanjang ini,
katakanlah kau membunuh dia, bagaimana pun dia tidak bakal punya hukum irama ayunan alami
ini. Di dunia ini, banyak hal memang demikian, dewata di langit menghadapi manusia, tidak pernah
mutlak sangat adil.
Matanya seperti permata mata kucing dan jamrud, sekali pun warnanya hijau tua, namun
seringkah karena pengaruh perubahan sinar tertentu menjadi semacam warna misterius yang sulit
diuraikan. Wajahnya seperti yade (giok) putih, profile wajahnya tajam dan jelas, seperti arca pahatan
buah karya dari seorang pematung besar di dunia. Yang paling penting adalah ekspresinya.
Semacam ekspresi yang dingin mencabut nyawa.
Sesudah rasa pusing yang menerpa, dia segera pulih kembali kepada ekspresi serupa ini, bukan
hanya dingin tanpa peduli, bahkan dingin kejam, bukan hanya dingin kejam bahkan tawar sekali.
Yang paling mencabut nyawa ialah dingin semacam ini. Semacam dingin yang tidak peduli
kepada siapa pun, perkara apapun, tidak memedulikan segala sesuatu.
Dia memakai topeng wajah, mengenakan jubah panjang, jika kau melihatnya, dari segala
sudut, dia tidak pernah peduli.
Dia sudah seluruhnya bertelanjang, kau melihatnya, dia masih tidak peduli, tidak peduli
bagaimana pun kau melihatnya, dari kepala sampai dengan kaki, dari kaki sampai dengan kepala,
melihat habis-habisan sekujur tubuhnya, dia tetap tidak peduli.
Karena dia pada dasarnya tidak mengganggapmu sebagai orang, selain dia sendiri, siapa pun
melihat dia tidak jadi masalah, jika kau mau melihatnya, maka lihatlah, dia tidak punya perasaan,
juga tidak peduli.
Kau punya perasaan, kau peduli, maka kau mati.
Petapa fakir ini sementara itu sudah barang tentu tidak bakal mati.
Di dunia ini yang bisa membuat dia berperasaan sudah tidak terlalu banyak, yang bisa
membuat dia peduli juga semakin sedikit, katakanlah ada satu dua orang, juga pasti bukan
perempuan berkaki panjang, berpinggang halus lemas, dan bermata kehijauan ini.
Dia menunjukkan semacam sikap sangat menikmati, dan memandang dengan sorot mata yang
luar biasa dingin menyaksikan dia memasuki kamar batu ini.
Dia kembali duduk.
Dia juga duduk kembali ke kursi besar dari batu yang tadi dengan cara dan sikap duduk yang
anggun dan lemah gemulai.
Satu satunya yang berbeda ialah, yang tadi duduk adalah setan siluman berwarna hijau, kini
yang duduk justru seorang perempuan yang tidak mungkin bisa ditolak oleh seorang lelaki
manapun. Dia juga tidak lupa kakinya berapa panjang, juga tidak mau orang lata lupa.
Waktu dia duduk, kakinya sudah ditekuk menjadi suatu busur yang aneh sekali, yang akan
membuat orang lain melihat, berapa panjang kakinya itu, juga agar orang lain kebetulan bisa
menyaksikan betapa nyata dan betapa indah garis lengkung kedua kaki dari betis sampai kedua
pahanya. Golok punya ukuran kelengkungan, paha juga ada, golok terkenal, kaki indah, bulan sabit,
semua sama. Petapa fakir tidak melihat.
Ada kalanya di hatinya ada golok, di kakinya tidak ada, ada kalanya di matanya ada nafsu
erotis, tapi di hatinya tidak ada.
Oleh sebab itu, dia dalam sebagian besar waktu selalu tidak melihat, tidak melihat siapa-siapa
dan tidak melihat ada persoalan apa. Katakanlah dia melihat betul, juga tidak melihat.
Yang seharusnya kelihatan, dia sudah melihat, yang seharusnya sudah melihat, malah tidak
melihat, orang demikian adalah orang bijaksana.
Jika masalah yang seharusnya dia tidak melihat, kemudian dia melihat, tapi dia juga tidak
melihat, orang semacam ini adalah ksatria dan pemimpin.
Karena yang kemudian itu lebih sulit lagi.
Dia mendadak mulai bertepuk tangan.
Bahkan ketika dia bertepuk tangan, juga tidak ada orang melihat tangannya. Katakanlah orang
yang duduk di seberangnya, paling banyak juga hanya melihat tangannya bergerak-gerak, dan
mendengar suara tepukan tangannya.
Dia seringkah membiarkanmu berdiri di seberangnya dan melihat dirinya, dia tidak memakai
topeng, juga tidak memakai sarung tangan, akan tetapi di antara semacam perubahan aneh
cahaya dan bayangan kegelapan, bahkan satu cun kulit badannya pun kau juga tidak bisa melihat.
"Kau betul-betul bagus," petapa fakir bertepuk tangan. "Kau betul-betul seorang perempuan
yang patut kuhormati."
"Terima kasih."
"Waktu aku belum pernah melihatmu, aku sudah mendengar di negaramu ada seorang Lang
Lai Ge Ge"
"Ooohhh."
Gadis kaki panjang tertawa manis. "Apakah kau juga tahu arti dari Lang Lai Ge Ge."
"Aku agaknya tahu sedikit," petapa fakir berkata. "Serigala (Lang) sudah datang (Lai), adalah
sebuah cerita fabel yang beredar di negerimu dan beberapa negeri sekelilingnya, sebuah fabel
yang mengajari orang untuk tidak berbohong," katanya. "Akan tetapi fabel ini, dalam banyak
tahun yang silam sudah masuk ke Tiongkok."
"Aku tahu."
"Ge Ge, di wilayah sekitar perbatasan kita, adalah sebutan kehormatan, artinya, ialah Puteri
(Prince)," kata petapa fakir. "Akan tetapi Lang Lai Ge Ge, masih ada semacam arti lain yang
berbeda." "Menurutmu, apa yang dimaksudkan?"
"Di dalam bahasa salah satu negara di barat, Lang Lai Ge Ge, punya arti yang berkaki panjang,"
kata petapa fakir. "Lang Lai Ge Ge, dimaksudkan seorang puteri cantik seorang raja yang sangat
pandai berbohong."
Puteri kaki panjang juga tertawa.
"Yang kau ketahui sepertinya memang tidak sedikit."
"Di dalam istana kerajaan negaramu, ada satu peti benang sutera logam hitam yang nilainya
tidak terkirakan telah hilang. Bertahun-tahun tidak ada kabar beritanya," kata petapa fa?kir.
"Hampir saja Kerajaan Singgasana Merak runtuh karena kejadian ini."
"Ini terjadi sudah sangat lama."
"Akan tetapi, belakangan perkara lama ini diungkap kembali, karena itu, pejabat kerajaan yang
baru juga mengutus satu petugas yang paling cekatan, paling pandai dan Wu Gongnya juga paling
tinggi di antara para bangsawan jagoan untuk datang ke Tiongkok, untuk mengejar dan
mengambil kembali barang yang hilang itu."
"Jagoan yang kau maksudkan ini, apakah Lang Lai Ge Ge?"
Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Betul."
"Apakah yang kau maksudkan Lang Lai Ge Ge ini adalah diriku?"
"Betul."
Gadis berkaki panjang yang cantik itu tertawa. Kelihatannya dia memang mirip seorang puteri
kerajaan, seorang perempuan bertelanjang bulat duduk di hadapan seorang laki-laki, dan masih
bisa mempertahankan sikap yang demikian anggun, sama sekali bukan hal yang mudah dilakukan.
Cuma dua macam perempuan bisa melakukan ini. Seorang pelacur betul dan seorang puteri
raja. Dia mengganti sikap duduknya yang lebih anggun lagi, berhadapan dengan sang petapa fakir
yang sepertinya tidak ada hal yang tidak diketahuinya.
Sekali pun badannya masih seluruhnya bertelanjang bulat, tapi seolah-olah sudah mengenakan
pakaian kebesaran kerajaan yang tidak tampak. Persis seperti cerita dalam fabel barat yang
menceritakan seorang penipu membuatkan pakaian baru buat rajanya. Hanya orang bijaksana dan
seorang tokoh pemimpin yang betul-betul bijak yang baru bisa melihat kebenarannya.
Seseorang yang baru mengenakan pakaian baru, sikap penampilannya tentu selalu mengalami
perubahan, katakanlah dia sebetulnya tidak memakaikan pakaian baru itu ke badannya, akan
tetapi, penampilannya tentu sudah berubah, dan karenanya, suasana hatinya, sikapnya dan
caranya menyelesaikan masalah juga seperti sudah mengenakan pakaian baru itu.
Bahkan nada suara bicaranya juga sudah berubah, berubah jadi dingin tapi sopan, dia bertanya
kepada petapa fakir. "Apa lagi yang kau ketahui?"
"Kau datang dari Persia, membawa serta harta tidak terhingga banyaknya dan dirimu sendiri,"
kata petapa fakir. "Tumpukan harta kekayaan berupa mutiara, jamrud, yade mustika, batu
permata dari karang laut, mata kucing nenek, intan berlian yang nilainya mencapai harga sebuah
kota, akan tetapi ratna mustika pusaka yang sesungguhnya adalah dirimu sendiri."
"Betulkah?"
"Aku tahu di suatu tempat di barat yang paling barat ada seorang kaisar, bahkan mau menukar
sebuah negara dengan dirimu," kata petapa fakir. "Kaisar Agungmu tanpa berpikir lagi langsung
menolak dengan tegas."
Kata petapa fakir: "Akan tetapi sekali ini, dia malahan memerintahkan dirimu, tidak peduli
dengan mengorbankan dirimu, juga tetap harus mencapai tujuan yang dikehendaki."
Dia mendengarkan dengan diam dan tenang, baru sekarang bertanya: "Tujuan apa?"
"Dia menghendakimu mencapai tiga hal."
"Tiga hal yang mana?"
"Mengambil kembali benang sutera logam hitam, membunuh setan kecil pemotong kepala, dan
mencari kabar berita mati hidup dan keberadaan Chu Liu Xiang."
Gadis yang ya cantik, ya pandai berbohong, ya juga memiliki sepasang kaki panjang yang
panjang dan panjang itu sudah mengubah posisi duduk yang baru lagi, sekali pun tetap sama
agung dan anggun, tapi sudah mulai terlihat adanya suatu ketidaktenangan.
"Chu Liu Xiang?"
Dia bertanya kepada petapa fakir: "Chu Liu Xiang yang mana yang kau maksudkan?"
"Menurutmu?" petapa fakir balik bertanya. "Di kolong langit ini, ada berapa orang Chu Liu
Xiang?" Tidak ada masalah, pertanyaan ini sebetulnya sama sekali tidak memerlukan jawaban.
Ada orang tertentu yang selamanya unik dan satu-satunya, sejak beribu tahun berlangsung,
sekalipun jumlahnya tidak banyak, tidak perlu diragukan lagi bahwa Chu Liu Xiang merupakan
salah satu di antaranya.
Dia bertanya lagi kepada petapa fakir.
"Bagaimana kau bisa beranggapan bahwa kedatanganku kali ini ada hubungannya dengan Chu
Liu Xiang?"
"Karena aku tahu di Persia ada seorang kaisar Akbar, sepanjang hidupnya cuma punya dua hobi
kegemaran, semacam ialah arak dan semacam lagi ialah ilmu meringankan tubuh," kata petapa
fakir. "Terutama untuk ilmu meringankan tubuh, dia betul-betul tergila-gila setengah mati."
"Ilmu meringankan tubuh memang sesuatu yang bisa membuat orang lupa diri."
Katanya: "Aku tahu ada banyak orangyang sejak kecil sudah tergila-gila pada hal ini, bahkan
waktu di dalam mimpi pun dia merasa dirinya bisa ilmu meringankan tubuh, yang bisa terbang
melintasi gunung, sungai dan puncak rumah seperti burung walet dan kupu-kupu."
"Burung walet dan kupu-kupu tidak bisa melintasi gunung tinggi."
"Tapi dalam mimpi mereka semuanya bisa terbang melewatinya," dia berkata dengan sendu.
"Dunia dalam mimpi, selamanya adalah dunia yang lain, hal ini barang kali kau juga tidak bakal
pernah mengerti."
Hal ini sedikit pun tidak ada keraguan.
Jika seseorang sudah menempatkan diri di dalam lingkup kekuasaan dan dendam kesumat, apa
pula yang bisa kau harapkan agar dia bisa punya impian"
Impian, bagaimana pun bukan mimpi. Keduanya ada sepotong jarak perbedaan yang sangat
layak membuat orang merenungkannya.
"Seseorang yang begitu tergila-gila pada ilmu meringankan tubuh, seharusnya paling
mengagumi siapa?" Jawaban pertanyaan ini hanya satu.
"Orang yang tergila-gila pada ilmu meringankan tubuh, paling mengagumi orang yang punya
ilmu meringankan tubuh nomor satu di dunia."
Orang yang berlatih ilmu telapak tangan, belum tentu bisa mengagumi orang yang telapak
tangannya jadi nomor satu di dunia, orang yang berlatih tenaga luar yang paling dikagumi tidak
bakal orang bertenaga perkasa dan terkuat di dunia ini.
Tapi ilmu meringankan tubuh, sama sekali tidak sama.
Ilmu meringan tubuh adalah semacam kekuatan yang luar biasa unggul dan beradab, bahkan
merupakan kekuatan kebudayaan luar biasa, malahan sangat romantis.
Bahkan lebih romantis dari pada 'pedang'. 'Pedang' lebih klasik, lebih aristokratis, akan tetapi
'ilmu meringankan tubuh', pasti lebih romantis.
"Di kolong langit sekarang ini, siapa yang ilmu meringankan tubuhnya paling tinggi?"
Jawaban pertanyaan ini juga cuma satu, di jaman ini, yang umum sudah diakui orang di seluruh
Wu Lin sebagai "ilmu meringankan tubuh nomor satu di dunia".
Ilmu meringankan tubuhnya, hampir saja digembar-gemborkan sampai mirip semacam kisah
mitologis, bahkan ada orang yang bercerita dia pernah menaiki angin melintasi padang pasir.
Nama orang ini sudah barang tentu: "Chu Liu Xiang."
"Dalam masalah arak, Xiang Shi juga seorang ahli."
"Sudah barang tentu begitu."
"Dia bukan saja pandai menilai kualitas, dia juga mampu dalam kuantitas menenggaknya,
hampir tidak ada orang yang bisa menandingi kemampuannya di seluruh jagat ini."
"Masih belum seperti itu," Zhang Tui Ge Ge (Puteri berkaki panjang) mengatakan datar saja.
"Kemampuan minum arak seseorang sedemikian besar, diucapkan dengan mulut belum cukup,
yang pasti harus minum sampai terbukti bahwa kemampuannya berbeda."
"Yang ini sudah pasti!" dalam suara petapa fakir sepertinya terkandung tawa. "Aku sudah lama
mendengar kabar, kemampuan minum arak Lang Lai Ge Ge tiap saat bisa memabukkan sepuluh
pendekar Persia."
"Satu lawan sepuluh itu bohong," katanya. "Satu lawan enam memang belum pernah kalah."
"Lalu bagaimana dengan Chu Liu Xiang?"
"Belum pernah bertanding minum arak, bagaimana bisa tahu," kata Zhang Tui Ge Ge. "Akan
tetapi jika ada orang mengatakan Xiang Shi mampu membuat aku mabuk, aku pun belum bisa
percaya." Dia mendadak berganti topik pembicaraan, "Akan tetapi, aku juga masih percaya,
kemampuannya untuk minum arak semestinya juga lumayan kuatnya."
"Aku juga percaya," kata petapa fakir. "Arak, ilmu meringankan tubuh, perempuan, ketiga hal
tadi, jika Chu Liu Xiang mengaku dirinya yang nomor dua, maka tidak akan ada lagi orang yang
berani mengaku sebagai nomor satu "
Zhang Tui Ge Ge sekali pun tidak mengakui, juga tidak bisa menyangkal, karena ini semua
merupakan pengakuan umum dunia Jiang Hu.
"Oleh karena itu kaisar Akbar kalian sekarang ini, sepanjang hidupnya paling berharap bisa
berkenalan dengan satu or?ang, yakni Chu Liu Xiang," kata petapa fakir. "Dia tidak sayang
menggunakan segala cara, hanya untuk bisa mengundang Xiang Shi menjadi tamu beberapa hari
di Persia."
"Kemudian Xiang Shi sudah betul-betul pergi, bahkan menjadi sahabat luar biasa baik dengan
kaisar Akbar."
"Justru karena mereka sahabat sangat baik, maka baru bisa saling memperhatikan," kata
petapa fakir. "Karena itu, sejak tersiar kabar meninggalnya Chu Liu Xiang di dunia Jiang Hu, kaisar
Akbar baru mungkin mengutusmu datang, mencari jawaban teka teki meninggalnya Xiang Shi."
"Memang betul begini yang terjadi," kata Zhang Tui Ge Ge. "Kaisar Akbar tidak pernah percaya
Xiang Shi bisa mati."
"Bukan saja kaisar Akbar kalian tidak percaya, aku juga tidak percaya."
"Aku tahu." kata Zhang Tui Ge Ge. "Termasuk di negeri kami, masih banyak sekali orang yang
beranggapan Chu Liu Xiang selamanya tidak bakal mati, bahkan seandainya dia betul sudah mati
dan dibaringkan dalam peti mati, semua orang akan menganggap yang berada di dalam peti mati
pasti bukan Chu Liu Xiang."
Dia masih mengatakan: "Semua masih memaksa diri sendiri percaya."
Seandainya Chu Liu Xiang betul-betul mati, masih juga bisa hidup kembali. Setiap saat bisa
hidup kembali. Petapa fakir mengakui hal ini..
"Hanya saja di dunia ini, masih belum ada satu orang pun yang mampu membuktikan apakah
Chu Liu Xiang sudah betul-betul mati atau belum mati. Semakin tidak ada orang yang bisa
membuktikan apakah setelah mati betul bisa hidup kembali atau tidak," katanya "Oleh karena itu
Kaisar Akbar kalian baru mau mengutusmu datang untuk membuktikan perkara ini."
Zhang Tui Ge Ge juga membenarkan hal ini. "Kaisar Akbar senantiasa memperhatikan dia."
"Karena itu kau baru bisa mencariku."
"Mengapa?"
"Karena kau juga tahu betapa aku juga memperhatikan hidup mati Chu Liu Xiang, serta
hubungan dengan setan kecil pemotong kepala ada semacam kesepakatan yang menarik," kata
petapa fakir. "Hal yang paling penting ialah, jika kau tahu asalkan kau adalah temanku, asalkan
sudah berada dalam wilayahku, maka aku tidak bakal membiarkan siapa pun melukaimu."
"Kuakui kebenaran yang kau ucapkan," kata Zhang Tui Ge Ge. "Tetapi aku baru saja tiba dari
Persia, bagaimana kau bisa tahu begitu banyak?"
"Karena kau punya seorang penghubung."
"Penghubung?"
Zhang Tui Ge Ge sepertinya sama sekali tidak mengerti arti kata tersebut. "Penghubung itu
orang apa?"
"Arti orang penghubung, ialah orang yang sudah punya hubungan sosial yang sangat baik di
negeri Tiongkok ini. Kedudukannya di Jiang Hu juga sudah sangat penting, akan tetapi secara
diam-diam dia punya hubungan perselingkuhan misterius dengan suatu negara dan suatu
komunitas kemasyarakatan."
Zhang Tui Ge Ge mengedipkan matanya, seolah-olah dia belum juga mengerti.
Matanya sangat jernih, sangat elok, malahan ada semacam warna yang mendekati warna mirip
jamrud, sehingga menjadi semakin langka dan mahal.
Akan tetapi, jikalau seorang perempuan sudah memiliki tubuh begitu dan sepasang kaki begitu,
mana ada lagi orang yang memperhatikan matanya"
Petapa fakir kembali menjelaskan
Petapa fakir seperti betul-betul percaya bahwa dia tidak mengerti, maka menjelaskan lagi
sampai ketika dia betul-betul mengerti, juga karena dia tidak takut menunggu, sebab waktu sudah
menjadi miliknya.
Hanya pemenang yang bisa memiliki waktu, bagi yang kalah, waktu senantiasa menjadi unsur
racun yang paling mematikan.
"Kau melalui seorang penghubung yang sangat luar biasa pentingnya, mengetahui adanya
diriku dan hubungan sangat penting dengan ketiga perkara."
Kata petapa fakir: "Yang paling penting tetap masih bukanlah aku, melainkan organisasiku."
"Organisasi?"
"Betul, organisasi."
"Organisasi apa?" tanya Zhang Tui Ge Ge. "Apa arti sebetulnya dari istilah organisasi ini...."
Petapa fakir menatapnya lama sekali, mendadak dia mengambil sebuah berkas naskah dari
lokasi rahasia di bawah meja.
Sebuah berkas naskah berwarna jambon.
Di dalam berkas ini terdapat biodata tiga orang, tiga orang perempuan, sama misteriusnya,
sama cantik jelitanya, sama mempunyai hubungan sangat erat dengan aksi kali ini.
Orang pertama ialah:
Nama : Lang Ge Si
Julukan : Lang Lai Ge Ge
Perempuan, 25 tahun, blasteran Persia, belum menikah.
Ayah : Lang Bo, pedagang yang mandar mandir dijalan sutera, masuk ke Tiongkok
mendapatkan untung luar biasa dalam tiga tahun, menjadi hartawan besar, menurut kabar,
pernah memborong emas sampai dua ribu tujuh ratus jin (kati) dalam satu tahun.
(Catatan: Partai emas ini, sampai sekarang tak jelas penyalurannya, juga tidak ada bukti telah
keluar dari wilayah Tiongkok.)
Ibu : Hua Feng Lai, orang Su Zhou, pelacur terkenal dari Jiang Nan, postur badannya sangat
tinggi, kulitnya putih bersih, pandai tenaga dalam, ada sebutan 'Ikat Pinggang Putih", bermesraan
semalam, tanpa seribu jin emas tidak akan dilakukan.
(Catatan: Orang berikat pinggang putih, dimaksudkan untuk dia yang sekujur tubuhnya bisa
lemas seperti tidak bertulang, mampu melilitmu seperti ikat pinggang melilit badanmu.)
Orang yang menulis data ini, tidak sangat menguasai teknik ilmu bahasa, namun memiliki
semacam selera istimewa, bisa membuat laki-laki sehabis membacanya menjadi tersenyum penuh
arti. Akan tetapi di dalam mata Zhang Tui Gu Mang (nona kaki panjang), seluruhnya berubah
menjadi suatu masalah lain.
Wajahnya menjadi hijau kebiruan, tapi dia masih mau terus membacanya.
Lang Ge Si ketika umur tiga tahun dibawa pulang ke Persia oleh ayahnya.
Setelah Lang Bo kembali ke negerinya, dia mempersembahkan mustika dan mainan sebanyak
72 potong, untuk ulang tahun kaisar Akbar, sehingga dia boleh keluar masuk istana kaisar. Ketika
Lang Ge Si berumur 11 tahun, dia dipungut sebagai anak angkat oleh selir kesayangan kaisar
Akbar. Pada tahun yang sama, aliran pedang Hua San mengalami pertempuran berdarah, karena ada
perebutan kekuasaan, pendekar ketiga yang paling andal 'Jing Ku" memilih meninggalkan pintu
perguruan karena tidak puas dan marah, dia juga membawa empat murid perempuannya
menempuh perjalanan jauh ke negeri Persia, yang akhirnya juga diundang dengan penuh
kehormatan dan dibayar untuk mengabdi kepada selir kesayangan kaisar, dan masuk istana
sebagai pejabat perempuan.
Pada tahun yang sama, Lang Ge Si menyembah Jing Ku sebagai guru, mempelajari ilmu silat
pedang dari Hua San. Karena empat anggota badannya besar dan panjang, responsnya lincah dan
gesit, maka ilmu pedang itu dapat dipelajari dalam waktu sangat pendek.
(Catatan: Masa akil balik Lang Ge Si dimulai pada usia yang sangat muda, sesuatu yang tidak
terbayangkan oleh para remaja puteri dari Tiongkok.)
Wajah Zhang Tui Gu Niang memerah kembali.
Dia tidak takut menghadapi segala lelaki dengan telanjang bulat, karena dia tidak pernah
menganggapnya sama sekali.
Akan tetapi waktu dia mendapatkan rahasia pribadinya diketahui orang sampai demikian
banyak, maka dia jadi peduli sekali.
Dia bahkan jadi curiga, berbagai gerakan dirinya di hadapan cermin dalam mengagumi diri
sendiri, mungkin sudah diketahui oleh laki-laki yang bisa tahu sedemikian jelas dan banyak hal
dirinya, padahal wajah laki-laki itu dia belum pernah melihatnya, bahkan tangannya pun belum
pernah tahu. Mata petapa fakir ini, sering bisa merupakan selembar cerminan.
Membongkar rahasia pribadi sungguh sangat menyakitkan, ini sudah diketahui siapa saja.
Semua juga tahu, betapa memuakkan sikap orang yang suka mempergunakannya sebagai alat
untuk mencapai suatu tujuan pribadi dengan membongkar rahasia pribadi orang lain.
Meskipun dalam hati Lang Ge Si dipenuhi perasaan sakit, marah dan malu karena dihinakan,
tapi dia masih terus membaca lebih lanjut.
Sekali pun data tentang dirinya sudah habis di sini, dia masih terus membaca lebih lanjut.
Karena petapa fakir sudah memberi tahunya.
"Data catatan di bawah ini, ditulis oleh dua orang lain, mungkin kau tidak suka membaca terus,
karena kau tidak mengenal mereka, juga belum pernah mendengar nama mereka," katanya. "Kau
tentu bisa merasakan, kau dan kedua orang perempuan ini, sama sekali belum pernah ada
hubungan apa pun."
Yang sesungguhnya juga demikian.
"Akan tetapi kau harus membaca terus," petapa fakir memberitahunya. "Sebab kedua orang
perempuan yang sama sekali tidak kau kenal ini, sesungguhnya ada hubungan denganmu."
Bahkan dia masih menekankan: "Aku boleh menjamin, kau selamanya tidak bakal bisa
membayangkan betapa erat hubungan mereka denganmu"
Karena itu Lang Ge Si harus membaca terus, nama yang pertama dia lihat, justru belum pernah
dilihatnya. Orang ini dari marga Su. disebut Su Pei Rong.
Petapa fakir itu memang benar tidak menipu dia, sebab dia memang belum memikirkan
perempuan bernama Su Pei Rong ini justru adalah ...
Nama : Su Pei Rong
Kode : Su Su Perempuan 23 tahun
Ayah : Su Cheng alias: Su Cheng alias: Yong Cheng alias: Wu Zi, alias: Bu Bian alias: Yi Xin.
Orang dunia Jiang Hu menyebut: 'Rugi karena dapat untung', Su Je Kui.
(Catatan: Ya jujur, ya pegang ucapan, ya berani merugi, apakah termasuk orang baik" Orang
ini baik sekali). Segi ini semestinya tidak perlu catatan, sebab Su Xian Sheng yang ini sepanjang
hidupnya hampir saja tidak pernah dirugikan, artinya 'merugi ialah dapat untung', hanya saja jika
orang lain ketemu dia pasti merugi, orang lain merugi, yang beruntung justru dia.
Dalam perjalanan hidup Su Xian Sheng, telah rata melintasi selatan sampai utara, entah berapa
banyak orang yang dikenalnya, yang bisa tidak sampai dirugikannya dan dia mendapatkan
keuntungan, barang kali satu pun tidak ada.
Orang serupa ini, entah berapa banyak perempuan yang berhasil diselomoti dan ditipunya.
Yang melahirkan anak perempuan bernama Su Pei Rong, adalah satu perempuan yang paling
istimewa.
Angrek Tengah Malam Seri Pendekar Harum Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena perempuan ini juga sama dengan dia, juga menjadikan penipuan sebagai profesi untuk
hidupnya, lelaki yang berhasil diselomoti dan ditipunya, tidak bakal lebih sedikit danpadanya.
Nama perempuan ini, jelasnya ialah Hua Feng Lai, catatan yang ada di bawah, juga berbeda
dengan data yang terdahulu.
Lang Ge Si akhirnya mengerti mengapa petapa fakir ini, menyuruhnya membaca berkas
tersebut. Perempuan yang kelihatannya tidak ada hubungannya dengannya, malahan adalah saudara
kandung lain bapak.
Perempuan yang satu lagi punya hubungan apa dengannya"
Lang Ge Si bukan orang bodoh, sekali pun keempat anggota badannya kuat dan sehat, otaknya
tidak lamban, responsnya pada umumnya sedikit lebih cepat dibanding orang lain, maka dia bisa
membayangkan, perempuan ketiga dalam berkas ini punya hubungan apa"
Apa yang diperkirakan memang benar, perempuan ketiga justru adalah:
Nama : Li Lan Xiu
Kode : Xiu Xiu,
Perempuan, 21 tahun
Ayah : Li Lan Shan, usia 13 tahun lulus ujian negara siu jai, usia 16 tahun Ru Zi.
'Lan Shan Jai Zi' menggemparkan Xue Lin (dunia pendidikan), tapi tidak berjodoh dengan Gin
Zi, akan tetapi dalam umur 19 tahun, dia sudah menjadi Pedang Nomor Satu dari murid generasi
muda perguruan Wu Dang.
'Lan Shan Qien Ge, Qien Ru Nan Shan' memetik bunga seruni di pagar sebelah timur, jumpa
dalam santai. Dengan ilmu pedang yang santai, dalam satu tahun memenangkan sembilan belas
pertempuran. (Catatan: Akan tetapi pendekar sastrawan yang serba bisa dalam sastra dan silat ini,
meninggalnya kelewat muda, justru ketika mencapai satu tahun dia pada puncak namanya
terkenal, dia malahan mati.)
Pada tahun itu juga adalah sudah setahun dia menikah dan melahirkan seorang puteri,
puterinya masih dalam gendongan, dia mati di bawah pedang Zhong Yuan Yi Dian Hong.
Tahun itu, dia baru berusia 20 tahun.
Tahun itu, justru adalah tahun nama Chu Liu Xiang mulai diperhatikan oleh orang dunia Jiang
Hu. Tahun itu Chu Liu Xiang baru berumur 10 tahun, Su Rong Rong, Song Tian Er, Li Hong Xiu
semuanya masih gadis remaja.
Tahun itu pada perayan Yuan Shio, Hu Tie Hua ketika bertanding minum arak, sudah bisa
sekaligus menenggak 28 liter arak kuning.
Tahun itu, seorang teman baik Chu Liu Xiang, Ji Bing Yan, sudah berhasil memenangkan satu
juta liang yang pertama dalam hidupnya.
Bukan kuningan, besi, atau timah, melainkan perak, perak putih yang murni.
Tahun itu, justru juga tahun waktu terjadi kelahiran Li Lan Xiu yang sudah barang tentu ibunya
adalah, Ibu : Hua Feng Lai. orang Su Zhou, pelacur terkenal dari Jiang Nan...
Lang Ge Si tidak perlu membaca selanjutnya, bahan yang di bawahnya, tanpa membaca juga
sudah bisa hapal sendiri.
Ternyata Li Lan Xiu yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan dia sedikit pun sudah
barang tentu adalah saudara perempuan seibu berlainan ayah dengan dia.
Mendadak dia merasa geli, bahkan betul-betul tertawa, tertawa sampai hampir menangis.
Petapa fakir diam-diam terus mengamati dia, sampai dia selesai dengan tawanya, baru berkata:
"Ibumu seorang perempuan sangat istimewa, lelaki yang menjadi kenalannya juga istimewa, bisa
membiarkan dia mengasuh anak untuk dia, sudah barang tentu semakin istimewa."
Kata petapa fakir: "Karena itu kalian bertiga kakak beradik, bukan saja mewarisi pintar dan
cantik dari ibu kalian, sedikit banyak juga mewarisi watak istimewa ayah-ayah kalian."
Dia mengatakan dengan sangat sabar, tidak terdengar sedikit pun nada melecehkan. Tapi bisa
membuat orang yang pandai menjadi sangat tidak enak.
Lang Ge Si sudah punya perasaan semacam ini, karena dia tahu yang akan dikatakannya
adalah fakta kebenaran.
Dan fakta kebenaran sering kali jauh lebih melukai orang daripada kebohongan.
"Kau tentu tahu Su Su adalah salah satu dari orang yang khusus kukirim untuk mengurusi Mu
Rong," kata petapa fa?kir.
"Benar," Lang Ge Si mengakui.
"Aku tahu." "Karena itu, kau pasti juga tahu, dia adalah orang yang membunuh Liu Ming Qiu."
"Ya."
"Liu Ming Qiu malang melintang di Jiang Hu, melalui ratusan pertempuran berat mati dan
hidup, betapa matang pengalamannya, bagaimana bisa tumbang di tangan seorang gadis kecil?"
tanya petapa fakir.
"Karena dia sama sekali tidak berjaga-jaga."
Petapa fakir segera bertanya: "Kalau pun dia sudah punya niat membunuhnya, bagaimana
seorang tokoh setingkat Liu Ming Qiu bisa tidak mampu membedakannya?"
Lang Ge Si termenung, karena dia tahu jawaban sang petapa fakir.
"Su Su mampu membuat Liu Ming Qiu melepaskan kewaspadaan berjaga-jaga, karena dia juga
memiliki sifat istimewa seperti ayahnya."
Semacam kemampuan istimewa menipu orang agar dalam kondisi tidak tahu dan tidak sadar
masuk perangkap dan merugi.
"Kau bisa membayangkan, Su Cheng penampilannya, pasti adalah seseorang yang sangat jujur,
sangat bersungguh-sungguh dan mau menderita kerugian, malahan sering dibikin marah dan
dilecehkan oleh orang lain," kata petapa fakir. "Penampilan Su Su juga serupa."
Benar, penampilan Su Su, alim dan lemah lembut, bahkan jujur dan mudah mendengarkan kata
orang, kau suruh dia apapun, dia segera melaksanakannya, akan tetapi apa yang dipikirkannya,
tidak ada orang yang tahu, bahkan tidak peduli dia memikirkan sesuatu apa, namun dia selalu
mampu mengerjakan.
"Orang yang punya keistimewaan demikian memang tidak banyak," kata petapa fakir. "Jika
orang semacam ini mau membunuh orang, selalu tidak pernah ragu-ragu biar sejenak pun juga,
setelah membunuh orang, segera bisa meraung-raung menangisi kematian orang itu."
Dengan sendu petapa fakir berkata: "Justru karena aku mengetahui sifat istimewanya itu, maka
Liu Xian Sheng bisa terbunuh."
Sikapnya waktu mengatakan kalimat ini, bahkan bisa mengungkapkan semacam rasa puas diri
yang belum pernah dipertontonkan selama ini.
Lang Ge Si memahami ini.
Mau menempatkan Liu Ming Qiu dalam kematian, pasti bukan hal yang mudah, mau
menemukan sifat istimewa Su Su, semakin sulit lagi.
"Keadaan Xiu Xiu, hampir sama juga demikian," kata petapa fakir. "Dia juga punya sifat
istimewa yang beda dengan orang lain."
"Betul."
"Sifat istimewa Su Su ialah 'menipu', lalu apa yang menjadi sifat istimewa Xiu Xiu?" Lang Ge Si
bertanya. "Dalam aksi kali ini, apa nilainya?"
Petapa fakir menjawab pertanyaannya yang pertama. "Keistimewaan Xiu Xiu ialah 'mati' seperti
yang dimiliki ayahnya, setiap saat siap mati, setiap saat boleh mati."
"Apakah karena mereka sebetulnya tidak takut mati?"
"Betul," kata petapa fakir.
Akan tetapi segera dia perbaiki dengan penjelasan baru: "Tidak takut mati juga bukan pasti
sepenuhnya mutlak benar."
"Aku tidak mengerti arti kalimatmu ini."
"Yang dimaksud tidak takut mati, juga banyak penjelasannya," kata petapa fakir. "Cukup jika
kusebutkan dua macam saja."
Jika Lang Ge Si bertanya: "Dua macam?"
Pertanyan semacam ini sebetulnya tidak perlu diajukan, sekali pun dia merasa heran pada
perkara ini, juga tidak perlu bertanya.
Karena dia tidak bertanya, pihak lawan juga akan menjawab sendiri.
"Di dunia ini sebagian besar masalah hanya bisa dibagi dalam dua jenis, akan tetapi cara
membagi jenis yang berbeda."
"Ooohhh?"
"Misalkan, orang juga dikelompokkan dalam berbagai macam, ada orang bahkan membagi ke
dalam tujuh puluh sampai delapan puluh macam," kata petapa fakir. "Akan tetapi, jika kau sudah
melakukan pembagian yang sangat ketat dalam disiplin, maka manusia cuma bisa dibagi ke dalam
dua golongan."
"Dia menekankan kembali, "Sekali pun jenisnya hanya dua, anak jenisnya bisa sangat banyak."
Misalnya, kau bisa membagi dalam dua macam, orang yang baik dan orang yang jahat, juga
masih bisa dibagi jadi orang mati dan orang hidup, laki-laki dan perempuan, pandai dan bodoh.
Tidak peduli kau memakai cara apa dalam mengelompokkan, tetap saja bisa mencakup
keseluruhan jenis manusia.
"Ada semacam orang yang biasanya takut mati, akan tetapi pada waktu penentuan mati dan
hidup, saat harus melakukan pilihan, dia mampu melepaskan hidup dan memilih mati, bahkan bisa
mengorbankan diri sendiri untuk menolong or?ang lain."
Kata petapa fakir: "Sudah barang tentu ini adalah salah satu 'tidak takut mati' itu."
"Benar."
"Masih ada semacam orang lagi, pada dasarnya tidak takut mati, prinsipnya tidak memandang
masalah hidup mati sebagai masalah, karena dia menganggap nyawa kehidupan itu sangat rendah
dan hina, segala sesuatu dalam hidup manusia, semuanya tidak layak dipandangi"
"Apakah Li Lan Shan termasuk manusia macam ini?"
"Betul," kata petapa fakir. "Anak perempuannya juga sama."
"Oleh karena dia punya keistimewaan demikian, maka baru punya keberanian mendampingi Mu
Rong menyergap nyala api."
"Pada garis besarnya bisa dikatakan demikian."
"Akan tetapi aku tidak mengerti mengapa harus ada orang yang mendampingi Mu Rong,
mengapa harus menghamburkan begitu banyak tenaga orang dan material untuk mencari dia?"
tanya Lang Ge Si. "Dalam aksi kali ini, sebetulnya dia berperan sebagai apa?"
Petapa fakir termenung lama, baru menjawab dengan mengucapkan satu kata demi satu kata
demikian: "Besar porsi kedudukannya dalam aksi kali ini, bahkan tidak di bawah Mu Rong."
Lang Ge Si tampak sangat terkejut, sejak awal dia selalu menganggap hanya Mu Rong yang
merupakan kunci pengendali aksi kali ini.
Dari sorot mata petapa fakir mencuat kembali warna rasa puas diri yang tiga bagiannya
bernada siluman.
"Hal ini sepenuhnya sangat rahasia, karenanya aku harus menunggu sampai sekarang ini, baru
memberitahumu."
Lang Ge Si menunggu, terdiam menunggu kata-katanya lebih lanjut, bahkan nafasnya sampai
seolah-olah berhenti.
Yang paling rahasia berada pada titik masalah yang mana"
"Kau tentu tahu di samping Chu Liu Xiang ada tiga orang gadis yang sangat dekat, seorang
marga Li, seorang marga Song, seorang marga Su."
"Sudah tentu saya tahu," Lang Ge Si berkata. "Orang yang tidak tahu ketiga gadis ini, barang
kali juga tidak banyak."
Ini memang sesungguhnya demikian.
Li Hong Xiu luas pengetahuannya dan kuat daya ingatnya, segala sesuatu tentang kemampuan
bertarung semua aliran di kolong langit, baik jagonya maupun Wu Gong-nya, sangat jelas-jelas
seperti membaca telapak dan jari tangan sendiri, dia tahu jelas tentang peristiwa dan riwayat
hidupnya, jika Xiang Shi menanyainya: "Siapa jago nomor satu aliran Hua Shan" Tahun berapa dia
pertama kali membunuh orang" Siapa yang dibunuh" Membunuh dengan jurus apa?
Bentrok Rimba Persilatan 10 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Bukit Pemakan Manusia 19
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama