Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 15
dalam hatimu timbul perasaan menyesal dan sadar akan kesalahan, hal ini membuktikan kalau kau adalah seorang lelaki sejati," sahutnya sambil mengangguk.
Semoga kau bisa melaksanakan sesuai dengan perkataanmu dan tidak berbuat jahat lagi, kau pergilah"
Bok Thian-hong segera merangkapkan tangannya menjura, selagi hendak putar badan mendadak.
Suara tertawa tergelak yang amat nyaring berkumandang datang menembus awan....
Sreet! sreet! beberapa sosok bayangan manusia dengan cepat laksana anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur datang.
Dalam keadaan terperanjat Tan Kia-beng mengira orang-orang itu adalah orang-orang pihak Isana Kelabang Emas yang mengejar datang, tangannya dengan gesit mencabut pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiamnya.
Tampaklah serentetan cahaya kebiru biruan dengan terang dan tajamnya menyinari sekeliling hutan tersebut.
Ketika matanya menyapu sekejap ke arah orang-orang itu maka tampaklah salah seorang diantaranya mempunyai hidung belang mata sipit dengan pada punggungnya tersoren sebilah pedang kuno, orang itu berwajah ramah yang ternyata adalah Loo Hu Cu itu ciangbunjin dari Go-bie pay, disebelah kirinya berdirilah tiga orang kakek tua berjubah kasar dan disebelah kanannya berdiri seorang nie kouw tua yang kelihatannya sangat ramah.
Disamping itu berdiri pula seorang Tootiang kurus tinggi yang bersikap sombong dan seorang manusia aneh yang berwajah amat buruk dan binasa.
Sekali pandang pemuda itu lantas mengenali kembali kalau kedua orang itu bukan lain adalah si Malaikat iblis dari Ku Ling serta Hauw Thian Put Tiauw yang pernah bergebrak melawan dirinya.
Bila pada hari hari biasanya ia tidak bakal merasa jeri terhadap kedua orang iblis tua ini, tetapi sekarang diam-diam ia merasa sangat terperanjat.
Begitu Loo Hu Cu melayang turun ke atas permukaan tanah, dengan sepasang sinar matanya yang tajam ia menyapu sekejap ke arah ketiga orang itu kemudian tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Haa.... haa.... kiranya orang yang selama ini mengadakan pengacauan terus menerus bukan lain adalah orang dari aliran Teh-leng-bun kalian, Beberapa orang iblis! Hampir saja pinto kena dikelabui oleh kalian Hmm! Sekarang apa yang hendak kau katakan?"
Dengan sangat dingin Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya, untuk sesaat ini memang rada bingung perkataan apa yang seharusnya diucapkan sebagai jawaban.
Salah satu dari ketiga orang kakek tua yang ada disebelah kiri yaitu seorang tua aneh dengan wajah kekuning kuningan, dan jenggot pada lima bagian sambil menuding ke arah pemuda tersebut tanyanya kepada Loo Hu Cu, "Orang yang mencelakai Can bun suheng kita apakah bangsat cilik ini?"
"Hee.... hee.... kalau bukan dia, ada siapa lagi?" sahut Loo Hu Cu sambil tertawa dingin.
Mendadak si kakek tua itu bertindak maju ke depan, bentaknya dengan gusar, "Bajingan buas, kau terimalah serangan dari kami Thian cong Sam Loo yang akan mencabut nyawamu!"
Sreeet! dengan dahsyatnya ia melancarakan satu pukulan sejajar dengan dada.
Tan Kia-beng yang tidak mengetahui apakah sebabnya orang itu menyerang dirinya bukan bukan menyingkir kesamping.
"Tunggu sebentar!" teriaknya keras.
Kepada si kakek tua itu menjura dengan hormatnya.
"Cayhe dengan pihak Thiam cong pay sama sekali tidak mengikat permusuhan apapun kenapa saudara tanpa sebab sudah turun tangan menyerang diriku?" tegurnya.
Si kakek tua itu bukan lain adalah Loo toa dari Thiam cong Sam Loo yang bernama Kiu Ciu Shu, ia jadi orang sangat berangasan, pada saat ini sepasang matanya sudah berubah memerah bentaknya dengan murka, "Tanpa sebab kau sudah mencelakai ciangbunjin kami si It Cie Hwee Hiap, hutang darah harus dibayar dengan darah, serahkan nyawamu!"
Sreeet! dengan menimbulkan suara desiran yang tajam ia melancarkan sebuah serangan jari menghajar jalan darah "Ci Cian Hiat" pada dada musuh.
Melihat datangnya serangan tersebut Tan Kia-beng jadi amat gusar, dia mendengus dingin.
"Urusan ini tentu terjadi disebabkan hasutan Loo Hu Cu si toosu bangsat" teriaknya.
Dengan gesit dia menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut, pedang Giok Hun Kiam ditangannya dengan cepat digetarkan keras.
Serentetan cahaya kebiru biruan yang menyilaukan mata dengan menimbulkan suara desiran tajam menusuk dada Loo Hu Cu.
Melihat ketajaman serta kedahsyatan dari pedang pusaka tersebut, Loo Hu Cu jadi semakin kesemsem. sifat serakah di dalam hatinya semakin memuncak.
Dengan cepat dia miringkan pundaknya ke samping,
pedang panjangnya lantas dicabut keluar kemudian laksana kilat yang membelah bumi membabat tubuh pemuda tersebut.
Thian cong Sam Loo yang melihat Tan Kia-beng tidak suka melancarkan serangan ke arahnya sebaliknya malah
menerjang Loo Hu Cu, di dalam anggapan mereka pemuda itu sudah pandang rendah dirinya.
Dengan sangat gusar mereka bersuit keras tiga orang enam telapak tangan sama-sama dibabat ke atas punggung pemuda tersebut.
---0-dewi-0--- JILID: 28 Tan Kia-beng yang baru saja menderita luka parah kini mendapatkan pula serangan yang kalap dari ketiga orang itu dalam hati merasa cemas bercampur marah, ia membentak keras, pedangnya mengikuti sang tubuh berputar kesamping.
Diantara kelebatan kebiru biruan, dalam sekejap mata ia sudah melancarkan empat buah serangan mendesak ke arah empat orang itu.
Senjata yang digunakan oleh pemuda tersebut merupakan pedang pusaka yang amat tajam, di dalam keadaan terkejut keempat orang itu buru-buru mengundurkan diri ke belakang.
Menanti Tan Kia-beng berhasil mendesak mundur keempat orang itu sehingga pada menarik diri, mendadak lengannya mulai terasa mengejang bahkan daya kerja sang racun
semakin merambat ke atas jadi sangat terkejut, sekalipun begitu dalam keadaan seperti ini tak ada kesempatan baginya untuk mengambil obat pemunah di dalam sakunya.
Loo Hu Cu serta Thiam cong Sam Lo setelah kena didesak mundur oleh serangan yang amat dahsyat itu, untuk beberapa saat berani maju ke depan secara gegabah.
Diam-diam mereka mulai menyalurkan hawa murninya
keseluruh badan, kemudian menantikan kesempatan yang lebih bagus untuk bergerak.
Pada waktu Thiam cong Sam Loo bersama-sama
melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng tadi malaikat iblis dari Ku Ling serta Hauw Thian Put Tiauw pun bersama-sama mendesak ke arah Bok Thian-hong suami istri.
"Hee.... hee.... BOk Toa Cungcu dimanakah kegagahanmu tempo dulu" ejeknya sambil tertawa dingin Hadiah pukulanmu sewaktu ada digunung Gak Lok san pinto ingin
mengembalikan kepada kalian suami istri berikut rentetannya bilamana kau tahu diri pinto nasehatkan jauh lebih baik hantam ubun ubun sendiri saja untuk bunuh diri dari pada memaksa yayamu repot repot turun tangan."
Bok Thian-hong sewaktu melihat munculnya Loo Hu Cu sekalian pada waktu tadi, di dalam hatinya sudah mengambil keputusan untuk adu jiwa. pada saat ini mana dia suka menunjukkan kelemahan sendiri"
Terdengar Bok Toa Cungcu mengengadah ke atas dan
tertawa seram. "Haaa.... haaa.... sekalipun aku orang she Bok sudah menerima luka luka parah, tapi aku tak bakal menyerahkan nyawaku dengan begitu gampang bilamana kalian kepingin
mencabut nyawaku, hmmm! paling sedikit salah seorang diantara kalian berdua harus mengawani diriku".
Tujuan yang sebenarnya dari Hauw Thian Put Tiauw serta si malaikat iblis dari Ku Ling adalah merebut pedang pusaka Giok Hun Kiam dari tangan Tan Kia-beng, setelah itu baru menuntut balas tanpa mendengus maupun berbicara lagi mereka berdua bersama-sama menubruk ke arah depan.
Simalaikat iblis dari Ku Ling menubruk ke arah Bok Thian-hong sedang Hauw Thian Put Tiauw menubruk ke arah Lei Hun Hwee ci, tetapi mereka berdua yang sudah bermaksud mengadu jiwa sama sekali tidak jadi jeri begitu melancarkan serangan kesemuanya telah menggunakan jurus jurus yang paling ganas.
Sejak Bok Thian-hong kehilanan lengan boleh dikata kehebatannya jauh berkurang Lei Hun Hweeci sendiri setelah tertawan oleh pihak Isana Kelabang Emaspun sudah
menderita luka parah, setelah menahan beberapa jurus serangan musuh musuhnya mereka mulai terjerumus ke dalam keadaan yang sangat berbahaya.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu dalam hati merasa amat cemas tanpa memperdulikan daya racunnya yang mulai bekerja di dalam badan ia membentak keras.
Pedang Giok Hun Kiamnya dengan menimbulkan serentetan cahaya pedang yang menyilaukan mata dengan dahsyat melancarkan tiga buah serangan gencar ke arah depan membuat Hauw Thian Put Tiauw berdua kena didesak dan mengundrukan diri dengan gugup.
Tetapi justru dikarenakan serangan yang telah
menggunakan banyak tenaga inilah membuat daya bekerja sang racun dibadannya pun semakin dipercepat, membuat
Hauw Thian Put Tiauw sekalian terdesak mundur ke belakang tangannya dengan cepat merogoh ke dalam saku mengambil keluar dua butir pil pemudah racun dan segera dimasukkan ke dalam mulutnya.
Bok Thian-hong suami istri ketika melihat Tan Kia-beng dengan tarohan nyawa telah menolong dirinya dalam hati merasa semakin terharu bercampur terima kasih Terutama sekali Lei Hun Hweeci yang mengetahui daya bekerja racun di dalam pemuda tersebut tak bisa dipertahankan lebih lama lagi dengan sedihnya ia berteriak keras, "Sute! Kau terjanglah dulu untuk meloloskan diri dari sini! Kau tak usah menggubris kami berdua lagi"
Tan Kia-beng setelah menelan pil pemunah racun tersebut untuk sementara berhasil mencegah daya bekerja dari racun ganas tersebut, sambil melintangkan pedangnya di depan dada ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... aku ingin melihat manusia manusia iblis yang berangasan dan tanpa berbicara telah menyerang diriku bisa berbuat berapa banyak terhadap aku!" jengeknya.
Si Nie kouw tua yang selama ini tidak pernah berbicara bukan lain adalah Biauw Ing Suthay, pada saat ini sambil goyangkan Hutimnya yang berwarna putih perlahan-lahan ia maju ke depan
"Menurut berita yang tersiar sicu telah menggabungkan diri dengan pihak Isana Kelabang Emas, apa benar ada urusan semacam ini?" tanyanya.
"Heee.... heee.... cayhe sebagai orang Teh Leng kauwcu buat apa harus takluk kepada mereka?" teriak pemuda itu dengan amat gusar.
Ia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi,
"Aku tahu kalian manusia manusia kurang ajar, omong pulang pergi juga tidak lebih sedang menginginkan pedang Giok Hun Kiam ditanganku ini. Hee hee mengingin pedang ini tidak susah asalkan kalian tukar dengan batok kepala kalian!"
Biauw Ing Suthay merangkapkan tangannya di depan dada lalu mundur dua langkah ke belakang.
Omintohud.... dosa.... dosa.... Loo nie sama sekali tidak punya pikiran demikian, sicu harap jangan menaruh kesalah pahaman" serunya perlahan.
Pada saat itu jagoan lihay dari aliran lurus maupun sesat bersama-sama mendesak maju semakin mendekat, terdengar Loo Hu Cu sambil tertawa dingin berseru, "Terhadap bajingan buas semacam itu buat apa Sio nio banyak berbicara" lebih baik kasih kesempatan kepada pinto untuk membereskan nyawanya!"
Thiam song Sam Loo yang sudah menganggap Tan Kiabeng sebagai pembunuh It Ci Hwee Hiap ciangbunjin mereka kini semakin mendendam lagi, mereka bertiga dengan menyalurkan hawa murninya keseluruh badan mulai
mengurung tempat itu rapat rapat.
Tujuh orang jagoan lihay dengan mengambil posisi dari empat penjuru segera mengepung Tan Kia-beng serta Bok Thian-hong suami istri di tengah-tengah kalangan agaknya suatu pertempuran sengit kembali bakal terjadi.
Dengan pandangan tajam Tan Kia-beng menyapu sekejap keempat penjuru, dengan kecepatan laksana kilat kembali ia menelah empat butir pil pemunah lalu sambil menggetarkan pedangnya ia membentak gusar, "Jika kalian benar-benar
bernyali ayo cepat maju dan rasakan kelihayan dari pedang Giok Hun Kiam dari Siauw yamu ini!"
Sekalipun situasi di tengah kalangan sudah mencapai pada puncaknya, tetapi tidak seorangpun diantara mereka yang berani melancarkan serangan secara gegabah.
Waktu dengan cepat berlalu, di dalam suara yang sunyi.
Tiba-tiba.... Sesosok bayangan manusia bagaikan asap ringannya
melayang masuk ke tengah kalangan kemudian terkekeh kekeh.
"Hiii.... hiii.... baru ini hari aku melihat suatu kejadian yang menarik hati!" katanya keras, "Begitu banyak jagoan kenamaan ternyata mengurung seorang yang masih bocah!
Sungguh tidak malu!"
Sehabis berkata tertawanyapun sirap ia putar badan menoleh ke arah Tan Kia-beng sambil menegur, "Eeei adik Beng Jika dilihat paras mukamu yang amat jelek, apakah kau sudah menderita luka"
Tan Kia-beng melirik sekejap ke arah orang itu, sewaktu dilihatnya orang tersebut bukan lain adalah Wu Mey Jian ia tertawa dingin.
"Haa haaa haaa.... cuma sedikit luka masih tidak mengganggu kepandaianku kedatanganmu kebetulan sekali Tolong jaga kedua orang itu, biar aku hajar dan hancurkan manusia manusia rakus yang tak tahu malu itu."
Agaknya secara mendadak Wu Mey Jien telah menemukan luka pada lengan pemuda tersebut, terdengar kembali ia menjerit kaget
"Aaakh! kau terluka?"
Suaranya tinggi melengking dan penuh diliputi oleh rasa kuatir. Sehabis berteriak mendadak tubuhnya berputar dan menerjang ke tengah kalangan.
"Manusia rendah yang mana sudah begitu berani turun tangan beracun terhadap adikku?" bentaknya keras.
Orang-orang yang ada di sekeliling tempat itu rata rata pada mengerti bila Wu Mey Jien adalah seorang manusia yang sulit dilayani, apalagi merekapun bukan tandingannya maka dari itu untuk berapa saat tak seorangpun yang memberikan jawaban.
Terdengar Tan Kia-beng yang ada dibelakangnya menghela napas perlahan.
"Heee.... semuanya hanya bisa menyalahkan aku yang terlalu ceroboh dan gegabah sehingga terkena tipuan dari Cui Hoa Kong cu, orang-orang ini sama sekali tidak tahu menahu di dalam soal ini" katanya rada menyesal.
Walaupun dengan kedatangan dari Wu Mey Jien berarti pula Tan Kia-beng memperoleh bala bantuan tetapi belum bisa dikatakan berhasil mengendorkan suasana tegang yang meliputi di sekeliling kalangan pertempuran tersebut
"Hey Wu Mey Jien!" tegur Loo Hu Cu secara mendadak.
"Sejak kapan kau mengadakan sekongkolan dengan si anak iblis ini" pinto nasehati dirimu lebih baik cepat-cepat mengundurkan diri dari persoalan ini!
Perkataannya kasar dan berbendakan menghina sama
sekali tidak mirip dengan perkataan seorang Ciangbunjin dari satu partai besar.
Paras muka Wu Mey Jien kontan berobah sangat hebat.
"Hmm" aku sama sekali tidak percaya kalau perkataan yang kotor semacam ini bisa keluar dari mulut seorang Ciangbunjin partai Go-bie pay" dengusnya dingin "Terus terang aku beritahukan kepadamu! jika kalian tidak mau juga
mengundurkan diri maka aku akan suruh kalian merasakan bagaimana hebatnya pasir beracun "Chiet Cay Si Kut Sin Sah!"
Diantara ayunan tangannya yang halus tahu-tahu ia sudah mengenakan sebuah sarung tangan tersebut dari kulit menjangan, tangannya lantas merogoh ke dalam saku menjowok segenggam pasir beracun.
Pasir beracun tujuh warnanya ini belum pernah digunakan di dalam dunia kangouw karena itu jarang sekali ada orang yang mengetahui bagaimana kedahsyatan dari pasir tersebut.
Loo Hu Cu sebagai seorang Ciangbunjin dari suatu partai besar ditambah pula sifatnya yang licik, dalam hati tidak ingin membuat salah kepada orang lain secara sembarangan, karena itu sewaktu perempuan cantik Wu Mey Jien tersebut mengancam ia sama sekali tidak memberikan komentar apa apa, maksud untuk menyerang pun tidak ada.
Lain halnya dengan Thiam cong Sam Loo yang datang dengan penuh kegusaran, tanpa banyak membuang waktu lagi si "Tui Hun Shu" atau kakek pengejar nyawa penggosok mega Cang Cong mendadak membentak keras kemudian bersama-sama menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Pada waktu tubuh kedua orang itu menerjang ke depan itulah mendadak Wu Mey Jien membentak keras, "Kalian ingin cari mati?"
Tangannya segera diayunkan ke depan, serentetan pasir tujuh warna laksana kabut gelap serta menimbulkan cahaya yang berkilauan menerjang ke atas tubuh mereka berdua.
Pasir beracun yang digunakan oleh perempuan cantik Wu Mey Jien ini bukan saja terkenal akan kena racunnya bahkan di antara serangannya itu tersembunyilah segulung angin pukulan yang maha dahsyat.
Si kakek pengejar sukma Wu Yen yang menerjang paling depan tidak sempat lagi untuk menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut, apalagi pasir beracun tujuh warna itu mengurung tempat seluas satu kaki lebih. Terdengar dia menjerit ngeri tubuhnya kontan rubuh ke atas tanah dan binasa seketika itu juga.
Lain halnya dengan si kakek penggosok mega Cang Cong yang terjangannya rada lambat apalagi posisinya ada disebelah kiri, buru-buru dia menjejakkan kakinya ke atas tanah untuk menjatuhkan diri dan menggelinding kesamping, untung saja gerakannya sangat cepat hingga ia berhasil meloloskan diri dari bahaya.
Kendati begitu keringat dingin sudah mengucur keluar membasahi tubuhnya.
Kematian dari si kakek pengejar sukma segera
menimbulkan kegusaran serta kesedihan dari Kiu Ciu Shu berdua.
Perempuan rendah berhati kejam loohu akan mengadu jiwa dengan dirimu." bentaknya keras.
Sepasang telapak tangannya dipentangkan kemudian
langsung menubruk ke arah depan, tubuhnya belum tiba segulung angin pukulan yang maha dahsyat sudah
menggulung keluar.
Tan Kia-beng sebenarnya tak ingin ada seorang perempuan yang melindungi dirinya mendadak dia maju ke depan menyambut datangnya serangan dari Kiu Ciu Shu.
Serangan yang dilancarkan laksana kilat itu sama sekali tidak memberi kesempatan bagi Wu Mey Jien untuk
melancarkan serangan pasir beracunnya kembali.
"Braak...." dengan menimbulkan suara bentrokan yang keras serta gulungan angin topan yang hebat tubuh Tan Kia-beng kena dipukul tergetar sehingga mundur tiga langkah ke belakang.
Sedangkan Kiu Ciu Shu sendiripun kena dipukul mundur hingga jatuh terjengkang di atas tanah, agak ia kena terpukul hingga menderita luka dalam, terbukti dengan darah segar yang mengucur keluar dari mulut serta hidungnya.
Setelah kejadian ini, maka hal ini memberikan suatu kesempatan yang baik sekali bagi pihak musuh untuk melancarkan serangan karena dengan adanya terjangan dari Tan Kia-beng ini maka sulit bagi Wu Mey Jien untuk menyebarkan pasir beracunnya yang amat lihay itu
Dengan cepat Loo Hu Cu berhasil melihat adanya
kesempatan baik tersebut. sambil kebaskan pedang kunonya ia menerjang langsung ke depan.
Karena ia takut Wu Mey Jien kembali melancarkan serangan pasir beracunnya maka begitu menyerang ia telah
menyalurkan seluruh hawa murninya hasil latihan selama puluhan tahun ke dalam pedang tersebut.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah melancarkan dua belas serangan gencar.
Tan Kia-beng yang hawa murninya belum pulih, sekalipun ada pedang pusaka di tangannya tidak urung kena didesak pula sehingga mengundurkan diri terus ke belakang.
Hauw Thian Put Tiauw yang melihat ada kesempatan bagus baginya untuk turun tangan segera menggerakkan pedang hitamnya yang sempit dan panjang itu.
Dengan menimbulkan serentetan cahaya tajam ia
menerjang ke arah depan dengan amat dahsyatnya.
Seketika itu juga Tan Kia-beng kena dikurung oleh dua orang jagoan lihay dan tergulung di dalam lingkungan hawa pedang yang menderu deru.
Melihat kejadian itu si perempuan cantik Wu Mey Jien jadi gusar bercampur cemas ia membentak nyaring tubunya siap-siap menerjang masuk ke dalam kalangan.
"Heee.... heee.... buat apa kau begitu cemas?" tiba-tiba terdengar simalaikat iblis dari Ku Ling tertawa seram. Mari....
mari biar aku yang menemani dirimu main main sebentar."
Tangannya yang lebar dan besar dengan menimbulkan segulung hawa pukulan dahsyat segera menggulung ke arah tubuhnya.
Wu Mey Jien kena terdesak, terpaksa ia harus putar badan menyambut datangnya serangan tersebut.
Ketika itu para jago yang hadir di tengah kalangan boleh dikata sudah turun tangan semua, kini cuma tinggal si kakek penggosok mega dari Thian cong Sam Loo saja belum bergerak.
Mendadak ia menemukan Bok Thian-hong suami istri yang berdiri disisi kalangan dengan perasaan cemas, walaupun ia tahu mereka lagi terluka parah tetapi si orang tua ini tidak menggubris.
Mendadak tubuhnya menerjang ke depan sepasang telapak tangannya bersama-sama melancarkan serangan menghajar ke arah dua orang itu.
Sekalipun Bok Thian-hong sudah kehilangan sebuah
lengannya tetapi dia mana suka mandah digebuk, apalagi disisinya masih ada Lei Hun Hweeci.
Terdengar Bok Thian-hong tertawa seram dengan kerasnya.
"Haaa.... haaa.... Mo Im Shu kau terlalu pandang rendah aku orang she Bok!" teriaknya.
Di tengah kelebatan bayangan hitam, dengan
mengandalkan tangan tunggalnya ia menyambut datangnya serangan tersebut.
Lei Hun Hweeci sendiripun telah menerahkan ilmu
meringankan tubuh "Mau He Sin Lie nya untuk menahan datangnya serangan musuh dengan sekuat tenaga.
Pada saat ini sepasang suami istri ini telah bulatkan tekad untuk mati bersama-sama bukan saja setiap serangannya amat ganas bahkan kadang kadang menggunakan jurus yang mengadu jiwa.
Mo Im Shu yang semula mengira sangat menguntungkan bila menyerang kedua orang itu kini malah kena terdesak sehingga terjerumus dalam keadaan yang amat
membahayakan. ---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng yang kena digencet oleh serangan gabungan kedua orang musuh tangguh, pada wajahnya sama sekali tidak terlintas perasaan kaget, jurus jurus serangan yang dilancarkan dengan menggunakan
pedang Giok Hun Kiam tiada hentinya menyambut datangnya setiap serangan.
Bagaimana pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam ini adalah sebuah senjata pusaka yang tajam, sekalipun serangan musuh amat dahsyat tetapi satu persatu berhasil digagalkan Waktu berjalan semakin lama mendadak pemuda itu
merasa racun ditangannya mulai bekerja kembali dalam hati diam-diam ia merasa sangat terperanjat. Apa lagi pada saat ini sedang berlangsung suatu pertempuran yang amat sengit. Ia tahu tak ada kesempatan baginya untuk mengambil obat pemunah di dalam saku.
Dalam keadaan cemas serangannya semakin ganas tak ada sebuahpun yang tidak menggunakan serangan serangan kecil.
Di dalam sekejap mata kalangan kepunganpun kena
didesak hingga melebar seluas dua kaki lebih.
Tetapi kedua jago kawakan dari Bulim ini sejak semula sudah berhasil menebak kelemahan tenaga dalam pemuda tersebut dari cahaya biru diujung pedang Giok Hun Kiam nya apalagi sewaktu tadi mendengar pula suara teriak dari Wu Mey Jien, maka dari itu mereka mengetahui kalau pemuda itu sudah menderita luka dan kecarunan.
Melihat serangan pemuda itu mendadak berubah ganas, secara hampir serentak mereka malah memperlambat
serangannya dari posisi menyerang kini berubah jadi kedudukan bertahan.
Dengan kejadian ini sekalipun serangan dari Tan Kia-beng ganas tetapi tak akan berhasil mengapa apakan kedua orang itu.
Dengan keadaan seperti inilah waktu kembali lewat setengah jam lamanya. jadi bekerja racun pada lengan pemuda itupun semakin lama semakin menghebat ia ragu bilamana pertempuran dilanjutkan lebih lama lagi maka dirinya pasti akan terbunuh di tangan mereka.
Dalam keadaan lemah pemuda itu buru-buru menarik napas panjang panjang sambil bersuit nyaring pedangnya digetarkan sehingga menimbulkan cahaya yang menyilaukan.
Sreeet! Sreeet! Berturut turut ia melancarkan delapan kali serangan gencar yang telah menggunakan seluruh hawa murni yang dimilikinya pada saat ini Bukan saja serangannya amat dahsyat, bahkan keji, ganas dan telengas.
Baik Hauw Thian Put Tiauw maupun Loo Hu Cu pada
mengerti kalau pemuda tersebut sudah terkena racun dan tak bisa bertahan lebih lama lagi, karena itu mereka tak suka mengadu kekerasan. Sebaliknya mereka malah simpan tenaga untuk memperebutkan pedang pusaka nanti.
Melihat pemuda itu menyerang dengan cara yang ganas buru-buru kedua orang itu mengundurkan dirinya ke belakang.
Dengan tindakan mereka ini malah sebaliknya memberi kesempatan yang baik buat Tan Kia-beng untuk mengambil dua butir pil pemunah racunnya dan dijejalkan ke dalam mulutnya.
Begitu pil tersebut tertelan ke dalam perut,
semangatnyapun berkobar kembali.
Sinar matanya dengan cepat menyapu sekejap sekeliling kalangan, tampak olehnya Wu Mey Jien dengan mengandalkan gerakan tubuh yang dahsyat sedang bergebrak dengan seru melawan simalaikat iblis dari Ku Ling sedang Bok Thian-hong
suami istri yang sedang bergebrak melawan Mo Im Shu salah satu dari Thiam cong Sam Loo sudah berada dalam keadaan sangat berbahaya.
Hatinya jadi cemas, mendadak ia membentak keras dan melancarkan satu serangan mendadak ke arah Loo Hu Cu.
Si toosu yang diserang secara mendadak jadi kaget sehingga buru-buru mundur ke belakang, mengambil
kesempatan inilah tubuh pemuda tersebut melayang
keangkasa dan bagaikan seekor burung elang langsung menubruk ke arah Mo Im Shu.
Tadi sewaktu Loo Hu Cu melihat tenaga dalamnya semakin lama semakin lemah dalam hati mengira kalau saja racunnya sudah mulai mengganas, tentu tidak lama lagi kemudian bakal rubuh.
Siapa sangka secara tiba-tiba semangat serta kekuatannya pulih kembali di dalam keadaan berayal hampir hampir saja tubuhnya kena ditusuk dalam hati jadi merasa amat terperanjat.
Napsu membunuh pada saat ini sudah meliputi seluruh benak Tan Kia-beng di dalam hati ia sudah mengambil keputusan untuk membunuh setiap orang yang ada.
Begitu tubuhnya melayang kehadapan Mo Im Shu
pedangnya dengan kecepatan bagaikan kilat dibabat ke arah depan.
Aduuuuh...." suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang memenuhi angkasa, Mo Im Shu salah satu dari Thiam cong Sam Loo kena dibabat sehingga pinggangnya terputus jadi dua darah segar berceceran di atas tanah membuat Biauw Ing Suthay yang menonton di pinggir kalangan kena kecipratan darah tersebut.
Tan Kia-beng yang beberapa kali kena serangan, hawa amarahnya sudah mencapai pada puncak sehingga membuat kesadarannya jadi terganggu, mendadak ia tertawa tergelak dengan suaranya yang seram.
"Haaa.... haaa.... bunuh! Aku mau bunuh habis semua manusia rakus yang tidak tahu malu, aku mau ludaskan semua bajingan keparat terkutuk haaa.... haaa.... jika kalian tidak takut mati, ayoh pada maju semua!
Bagai harimau luka dengan sangat ganasnya, ia menerjang ke arah Loo Hu Cu berdua!
Melihat kedatangan serangan tersebut baik Loo Hu Cu maupun Hauw Thian Put Tiauw jadi berdesir tapi keinginan untuk rebut pedang pusaka masih juga membakar hatinya, dengan cepat mereka berdua bersama-sama menggerakkan pedangnya menyambut datangnya serangan tersebut
Loo Hu Cu terkenal sebagai jagoan pedang nomor wahid di antara tujuh partai besar sedang Hauw Thian Put Tiauw pun merupakan jagoan iblis diantara aliran sesat apalagi pada ketika itu semakin mereka berdua bekerja sama dengan rapatnya sudah tentu seranganpun semakin dahsyat.
Bilamana lawannya bukan seorang jagoan yang benar-benar lihay ia tak mungkin tak bakal sanggup untuk menerima serangan serangan yang dahsyat itu.
Dalam keadaan cemas campur gusar, Tan Kia-beng segera melancarkan serangan dengan seluruh tenaga yang dimiliki.
Setiap jurus yang dilancarkan kesemuanya merupakan serangan serangan mengadu jiwa, terlihatlah cahaya kebiru biruan menyambar, membabat dan menusuk laksana kilat membuat setiap orang serasa kabur dibuatnya.
Loo Hu Cu sekalian yang selama ini hanya mengandalkan kedahsyatan ilmu pedangnya untuk cari kemenangan sama sekali tidak berani mendekati ketajaman dari pedang tersebut, tetapi dengan kejadian ini pun semakin menambah napsu rakus dihati mereka.
Sejak Tan Kia-beng menelan obat pemunahnya lagi
walaupun sementara waktu berhasil memberikan kemanjuran yang luar biasa bagi kekuatan lwee kangnya tetapi iapun tidak bisa bertahan lebih lama, semakin lama badannya semakin terasa lemah sedang racun di dalam badannyapun mulai bekerja, akhirnya ia kena didesak berada dibawah angin.
Loo Hu Cu serta Hauw Thian Put Tiauw adalah manusia manusia licik yang berhati binatang agaknya mereka telah menemukan rahasia ini. Mendadak terdengar kedua orang itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa haaa haaa.... sekarang kau baru tahu kalau kau sedang menggunakan semacam obat mujarab untuk menahan daya bekerja racun didadamu. Tapi mulai sekarang kau jangan harap bisa melakukannya lagi! haaa.... haaa....
Mendadak serangannya semakin mengencang, tampaklah cahaya kehijau hijauan semakin lama berkelebat semakin cepat, hanya di dalam sekejap mata cahaya hijau sudah berkumpul dengan cahaya keemasan sehingga menimbulkan desiran hawa serangan yang menusuk tulang.
Tan Kia-beng yang melihat pihak musuh berhasil
mengetahui rahasianya menggunakan obat pemunah untuk mencegah daya kerja sang racun dibadan, dalam hati mereasa amat gusar. Saking cemasnya kepingin sekali ia sekali bacok menghancurkan kedua orang itu.
Hanya sayang kemauan ada tenaga kurang sampai kini untuk balas melancarkan serangan pun tidak berhasil untuk mendapatkan kesempatan.
Si perempuan cantik Wu Mey Jien yang sedang bergebrak melawan si malaikat iblis dari Ku Ling, sembari bertempur tiada hentinya ia memperhatikan terus menerus keadaan Tan Kia-beng.
Sewaktu didengarnya suara bentakan dari Loo Hu Cu tadi dalam hatinya merasa sangat cemas, ia tahu bilamana keadaan tidak cepat-cepat diatasi maka ada kemungkinan pemuda tersebut bakal menemui ajalnya.
Kepingin sekali ia menerjang kesana, tetapi selama ini tubuhnya kena dikurung oleh sepasang cakar setan dari simalaikat iblis dari Ku Ling ini hal tersebut membuat hatinya amat cemas
Dalam keadaan kepepet ia menggigit bibirnya sendiri, diamdiam tangannya merogoh ke dalam saku mencomot
segenggam pasir beracun Ciet Cay Kut Sin Sah nya lalu secara mendadak mengundurkan diri ke belakang sambil
melancarkan tiga babatan dan tujuh tendangan.
Serangannya kali ini telah menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya simalaikat iblis dari Ku Ling tidak menduga akan datangnya desakan tersebut kontan saja tubuhnya kena didesak mundur tiga langkah ke belakang.
Mengambil kesempatan itulah si perempuan cantik Wu Mey Jien mengayunkan tangannya ke depan.
Segenggam pasir beracun Ciet Cay Si Kut Sin Sah dengan disertai suara bentakan yang keras disambit ke arah depan.
Simalaikat iblis dari Ku Ling yang sedang terdesak mundur ke belakang tidak sempat untuk menghindar agar segenggam pasir beracun dengan cepatnya berhasil mengenai seluruh wajahnya.
Terdengar suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma, tubuh simalaikat iblis tersebut segera roboh ketanah dan seketika itu juga menemui ajalnya.
Begitu si perempuan cantik Wu Mey Jien berhasil
menghajar mati musuhnya laksana segulung asap dengan sangat cepat dia menubruk ke arah Loo Hu Cu.
Sekonyong konyong.
Suara pujian pada sang Budha bergema memenuhi angkasa dengan ringan Miauw Ing Suthay sudah menghadang di depan tubuhnya.
"Perempuan siluman yang berhati kejam Pinnie ingin minta beberapa petunjuk darimu!" teriaknya sambil menudingkan Hut timnya ke depan.
Pada waktu ini si perempuan cantik Wu Mey Jien sudah diliputi oleh napsu membunuh, hatinya merasa teramat gusar.
"Hmm! kau ingin cari mati!" bentaknya gusar. "Bagus aku akan kabulkan permintaanmu!"
Di tengah suara desiran yang sangat keras kembali ia menyambitkan segenggam pasir beracun "Kiet Cay Si Kut Sin Sah" ke tengah udara sehingga membentuk selapis kabut berwarna.
Walaupun Miauw Ing Suthay memiliki tenaga dalam yang sempurna, ia tidak berani juga menyambut datangnya serangan tersebut dengan saling berhadap hadapan.
Sambil memuji keagungan Sang Budha Hut timnya
dikebutkan ke depan melancarkan satu pukulan sedang tubuhnya buru-buru melayang mundur sejauh tujuh depa.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itu Wu Mey Jien dengan cepat berkelebat ke depan menubruk ke arah Loo Hu Cu.
Telapak maupun tendangannya dalam waktu singkat sudah melancarkan sembilan pukulan serta tujuh tendangan kilat.
Serangannya yang maha dahsyat serta gencar ini seketika itu juga memaksa Loo Hu Cu terpaksa menyingkir kesamping.
Waktu itu sebenarnya Tan Kia-beng sudah merasakan tenaganya semakin berkurang lengannya kau tak bisa digerakkan, tetapi sewaktu dilihatnya secara mendadak Loo Hu Cu menyingkir ke samping dengan mengumpulkan seluruh tenaga yang masih ada ia membentak keras.
"Sreeet! Sreeet!" dengan sekuat tenaga ia melancarkan dua buah serangan sekaligus, sedang tubuhnya mengambil kesempatan itu menerjang ke depan meloloskan diri dari kepungan.
Ketika itu kepalanya sudah terasa pening badannya kaku dan tak bertenaga sehingga garakannya gontai seperti orang mabuk.
Untung saja si perempuan cantik Wu Mey Jien keburu tiba dan sekalian membimbing tubuhnya jangan sampai jatuh sedang pada tangan kanannya ia menggenggam pasir
beracunnya kencang kencang.
"Hee.... hee.... ada siapa yang tidak takut mati boleh coba maju dan merasakan bagaimana dahsyatnya pasir beracun
Chiet Cay Si Kut sin Sah ku ini! teriaknya sambil tertawa dingin.
Untuk beberapa saat Loo Hu Cu serta Hauw Thian Put Tiauw kena digetarkan juga oleh kedahsyatan dari senjata rahasia pasir beracun tersebut, mereka berdiri terkesima disana tanpa berani berkutik.
ooOoo Tan Kia-beng yang tubuhnya kena dibimbing oleh
perempuan cantik Wu Mey Jien dengan cepat menenangkan hatinya dan merogoh ke dalam saku untuk mengambil obat pemunahnya.
Siapa sangka waktu itulah ia menemukan kalau obatnya tinggal dua butir saja, untuk sesaat ia jadi bingung haruskah ia menelan kedua butir pil tersebut pada saat ini" atau menunggu hingga keadaan sangat kritis baru menerjang"
Selagi ia merasa kebingungan mendadak.
Dari empat penjuru berkumandang suara tertawa aneh yang amat menyeramkan disusul munculnya serombongan manusia bagaikan bayangan setan.
Orang pertama yang berjalan paling depan adalah seorang kakek tua berperawakan tinggi kurus dengan wajah kering dan berkerut persis seperti mayat hidup.
"Heee.... heee.... selamat bertemu! selamat bertemu!"
serunya sambil tertawa dingin dengan amat seramnya, "Tidak kusangka saudara saudara yang hadir di dalam kalangan pada saat ini adalah orang-orang yang namanya tercatat semua dikitab kematian, heee, heee.... hal ini malah kebetulan sekali loohu pun tidak membuang tenaga mencari kalian heee....
heee...." Begitu Tan Kia-beng melihat munculnya si kakek tua itu, jantungnya serasa digodam dengan martil besar kedua butir pil pemunah yang ada ditangannya buru-buru dijejalkan ke dalam mulut.
Loo Hu Cu serta Hauw Thian Put Tiauw sendiripun ikut dibuat kesima oleh kejadian tersebut.
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan Kia-beng ketika melihat orang yang baru datang bukan lain adalah salah satu dari keempat orang pelindung hukum Isana Kelabang Emas Sam Miauw Ci Sin adanya diam-diam dalam hati merasa sangat terkejut.
Dengan kecepatan luar biasa ia jejalkan kedua butir pil pemunah racun itu ke dalam mulutnya lalu mengatur pernapasannya guna mempersiapkan diri menghadapi
pertempuran sengit yang bakal berlangsung.
Lo Hu Cu serta Hauw Thian Put Tiauw yang melihat nada ucapan orang itu sangat kasar dan ingin menang sendiri bahkan tidak memandang sebelah matapun terhadap orang-orang di dalam kalangan, semula rada melengak tetapi kemudian hatinya sudah dibuat sangat gusar.
Hauw Thian Put Tiauw dengan hawa amarah memenuhi
benaknya segera bertindak maju ke depan
"Hee.... hee.... saudara berasal dari aliran mana?"
bentaknya dingin. "Sungguh sombong sekali omonganmu, seperti menganggap kami bukan manusia, kau harus tahu Too ya mu paling benci manusia manusia sombong semacammu!"
Sam Miauw Ci Sin segera menengadah ke atas tertawa tergelak dengan seramnya.
"Haa.... haa.... lohu percaya kalau kalian beberapa orang masih mempunyai sedikit nama kosong di dalam Bulim, tetapi
malam ini sesudah bertemu dengan Sam Miauw Ci Sin dari Isana Kelabang Emas berarti pula kalian sudah kedatangan malaikat elmaut yang bakal membagikan surat kematian buat kalian, hee, hee menurut penglihatan loohu lebih baik secara jujur kalian serahkan nyawa kalian saja!"
Selama hidup Hauw Thian Put Tiauw bersikap sombong, dengan tak memandang sebelah matapun terhadap semua orang, tak disangka malam ini ia sudah bertemu dengan seorang manusia yang jauh lebih sombong buas dan dingin daripada dirinya.
Saking gusarnya semua rambut serta jenggot pada berdiri bagaikan kawat, sepasang matanya memancarkan sinar tajam yang menggidikkan, sedang mulutnya tiada hentinya memperdengarkan suara tertawa dingin yang tidak sedap didengar.
Mendadak pergelangan tangannya berputar, pedang
keemas emasan yang panjang dan sempit dengan sejajar dada dan menimbulkan pelangi panjang laksana kilat membabat ke arah pinggang lawan.
Sam Miauw Ci Sin mendengus dingin, selagi ia hendak siap-siap turun tangan mendadak terdengar suara bentakan yang keras bagaikan auman singa bergema memenuhi angkasa, disusul menggulung datangnya sebuah angin pukulan menggetarkan pedang emas Hauw Thian Put Tiauw sehingga mendengung. Bukan begitu saja, bahkan angin pukulan tersebut berhasil memaksa tubuhnya terdesak mundur dua langkah ke belakang.
Seorang lelaki suku Biauw yang kekar dan kasar laksana sebuah pagoda hitam telah munculkan dirinya di tengah kalangan.
"Kau si toosu bangsat, kau kira dengan mengandalkan sedikit kepandaianmu itu sudah ada hak untuk bergebrak sendiri melawan Sam Miauw Hu hoat?" bentaknya keras.
Baru saja suara bentakan sirap di tengah udara, serangan kedua bagaikan menggulungnya ombak dahsyat di tengah amukan topan dengan ganas buas dan dahsyat sudah
menggulung ke arah depan.
Si Busu tua suku Biauw yang kekar dan besar ini
mempunyai julukan sebagai "Hek Yang-sin" atau malaikat bencana berwajah hitam, dengan adiknya "Ci Sah-sin" atau si malaikat perusak berwajah merah disebut juga sebagai Biauw Ciang Siang Ciat" atau dua manusia kosen dari daerah Biauw, bukan saja tenaga pukulan serta kekuatannya bisa membelah batu nisan dalam sekali bacokan, badannyapun kekar atos dan kebal terhadap segala macam senjata tajam.
Dalam keadaan terperanjat Hauw Thian PUt Tiauw jadi amat gusar, tubuhnya dengan gesit mengelit ke samping menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut kemudian di tengah suara suitannya yang amat keras sang udang laksana tiupan topan dan kecepatan bagaikan sambaran kilat hanya di dalam sekejap mata melancarkan delapan belas buah serangan sekaligus.
Seketika itu, angin pukulan serta desiran hawa pedang saling menyambar memenuhi angkasa, suatu pertarungan sengit segera berkobar di tengah kalangan.
Sinar mata yang tajam dari Sam Biauw Ci Sin kembali menyapu keseluruh kalangan, bentaknya tiba-tiba, "Kalian tidak cepat-cepat bunuh diri dengan hantaman ubun ubun sendiri, apa kalian hendak menunggu sampai loohu turun tangan sendiri?"
Si perempuan cantik Wu Mey Jien yang melihat situasi semakin lama semakin tidak menguntungkan, diam-diam ia menjawil dari pemuda tersebut, bisiknya lirih, "Adik Beng!
lebih baik kita kabur saja, kau janganlah lebih dulu sedang aku akan menghadang dengan menyebarkan pasir beracun "Ciet Cay Si Kut Sin Sah, aku duga, mereka tidak bakal bisa mengapa apakan dirinya."
"Heeei.... bila cuma ingin mengundurkan diri saja dari sini aku orang she Tan percaya masih mempunyai pegangan, hanya saja Bok Thian-hong suami istri adalah manusia manusia dosa dari perguruanku, aku tidak ingin mereka sampai terjatuh ketangan beberapa orang itu" seru Tan Kia-beng sambil menghela napas.
"Tapi urusan sudah menjadi begitu, kau tidak boleh memikirkan lebih banyak lagi, apalagi badanmu sedang keracunan coba bayangkan apa yang bakal terjadi bila racun di badanmu mulai kerja"
Mengungkapkan soal keracunan semangat Tan Kia-beng yang semula mulai berkobar kini jadi sirap kembali, akhirnya dengan nada sedih ia menghela napas panjang.
Ia tahu begitu daya bekerja obat pemunah di dalam tubuhnya mulai berkurang maka carun di dalam tubuhnya segera akan mulai bekerja, pada saat itulah keadaannya tentu sangat berbahaya dan kemungkinan besar dia tertawan pihak musuh.
"Kau cepatlah pergi!" desak si perempuan cantik Wu Mey Jien lagi. "Jangan membuang bayang waktu, keadaan sangat mendesak."
Tangannya dibalik kembali mencekal segenggam pasir beracun.
Urusan sudah jadi begini Tan Kia-beng mengetahui tak ada kesempatan lagi buat dirinya untuk gagah gagahan, hawa murninya perlahan-lahan ditarik dari pusar mengelilingi tubuh kemudian enjotkan badannya melayang ke atas sebuah pohon siong.
Mendadak.... "Bangsat cilik, kau hendak pergi?" bentak seorang dari tengah udara.
Sreeet! segulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepat menekan ke atas kepalanya.
Kiranya di atas pohon dikeliling tempat itupun sudah tersembunyi jago-jago lihay dari Isana Kelabang Emas.
Tan Kia-beng yang takut racun di dalam badannya kambuh kembali, pada saat ini tak berani menerima datangnya dengan keras lawan keras, sepasang lengannya dipentangkan dengan meminjam kekuatan tersebut, ia melayang balik ke bawah dan tepat menggabungkan diri dengan si perempuan cantik Wu Mey Jien yang sedang menyusul ke arahnya.
Tan Kia-beng yang menggembol daftar hitam, barang-barang antik serta pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam justru merupakan tujuan dari orang-orang Isana Kelabang Emas, sudah tentu mereka tak akan memberi kesempatan buatnya untuk melarikan diri.
Baru saja tubuh pemuda tersebut melayang ke tengah udara, Sam Miauw Ci Sin sudah menerjang datang ke arahnya sambil memperdengarkan suara tertawanya yang amat menyeramkan.
"Heee.... hee.... Lohu menasehati padamu lebih baik secara jujur menunggu keputusan hukuman saja daripada mencari gara gara dan mencari penyakit sendiri serunya.
Si perempuan cantik Wu Mey Jien yang melihat maksud hatinya gagal tanpa mendengus maupun mengucapkan
sepatah katapun segera mengayunkan pasir beracun yang ada di dalam genggamannya ke arah tubuh orang tua itu.
Seketika itu juga seluruh angkasa diliputi oleh selapis kabut yang berwarna warni.
Sam Biauw Ci Sin sama sekali tidak menduga akan
datangnya serangan tersebut hampir saja ia terkena oleh serangan pasir beracunnya yang lihay itu.
Di tengah suara suitan yang aneh sepasang telapak tangannya bersama-sama diayunkan ke depan melancarkan serangan satu pukulan membuyarkan datangnya serangan pasir beracun Chiet Cay Si Kun Sah" itu, sedang badannya sendiri dengan kecepatan kilat mengundurkan diri ke belakang.
Loo Hu Cu sebagai seorang yang bersifat licik selama ini berdiri dengan tenangnya disisi kalangan dan setiap saat menantikan kesempatan baik untuk melarikan diri, kini sewaktu dilihatnya tujuan Sam Miauw Ci Sin hanya Tan Kia-beng seorang, diam-diam ia putar badan dan bagaikan seekor kelinci meloncat dan berlari ke dalam hutan.
Siapa sangka sewaktu tubuhnya hampir memasuki hutan dihadapannya, tiba-tiba dari belakang badannya
berkumandang datang suara bentakan yang keras bagaikan halilintar yang membelah bumi.
Seorang lelaki kasar suku Biauw yang mempunyai rambut serta wajah berwarna merah tahu-tahu sudah menghalangi perjalanannya.
Orang tua itu bukan lain adalah saudara kandung dari simalaikat bencana berwajah hitam yaitu si malaikat perusak berwajah merah yang amat terkenal di daerah Biauw.
Tampak sepasang matanya memancarkan cahaya kehijau hijauan, telapak tangannya yang besar seperti tangan raksasa, dengan amat dahsyat mencengkeram ke arah dadanya.
Loo Hu Cu sama sekali tidak menduga datangnya serangan tersebut, buru-buru dia berkelit ke samping kemudian mundur sejauh lima depa ke belakang.
Siapa sangka simalaikat perusak berwajah merah ini kendati kelihatannya bodoh, gerakan badannya ternyata amat gesit.
Melihat cengkeramannya berhasil mencapai sasaran yang kosong mendadak tubuhnya mendesak maju ke depan
tangannya yang bagaikan sambaran kilat mencengkeram pergelangan tangan musuhnya dengan gerakan yang aneh dan sakit.
Loo HU Cu sebagai seorang jagoan pedang nomor wahid dari antara tujuh partai besar walaupun sangat lihay tidak urung dalam hati merasa terperanjat juga dengan datangnya cengkeraman itu dengan perasaan jeri buru-buru tubuhnya kembali mengundurkan diri sejauh delapan depa sambil mencabut keluar pedang kunonya dan melancarkan satu tusukan ke depan dengan sejajar dada.
Sreet! sreet pedangnya dengan menimbulkan hawa pedang serta desiran yang tajam bagaikan gelombang air laut, melanda ke arah depan, sesudah bersusah payah beberapa
waktu akhirnya ia baru berhasil menahan datangnya serangan gencar dari simalaikat perusak berwajah merah itu.
Tetapi, simalaikat buas inipun tidak bakal menghentikan desakannya disebabkan serangannya kena terhalang.
Di tengah suara suitan gusar yang sangat keras tubuhnya kembali mendesak maju ke depan telapak tangannya berturut turut melancarkan delapan serangan berantai sekaligus.
Di dalam sekejap mata angin pukulan berhawa dingin yang menusuk tulang menderu deru memekikkan telinga, laksana gulungan ombak di tengah samudra ia menggetarkan
pedangnya Loo Hu Cu sehingga mendengung keras.
Demikianlah suatu pertempuran yang amat sengit kembali berlangsung dengan sangat ramai, untuk beberapa saat agaknya susah untuk menentukan siapa yang bakal menang dan siapa kalah.
Miauw Ing suthay serta Kiu Ciu Shu yang melihat
munculnya orang-orang Isana Kelabang Emas, sejak semula sudah melepaskan maksud hati untuk menyerang Tan Kia-beng serta Bok Thian-hong suami istri.
Pada saat Loo Hu Cu putar badan untuk melarikan diri, terdengar suara pujian pada sang Budha bergema memenuhi angkasa, tanpa menggubris lagi mayat dari Tui Hun Shu serta Mo Im Shu mereka berdua bersama-sama melarikan diri dengan mengambil arah yang berlawanan dari Loo Hu Cu.
Mendadak angin kencang bertiup laksana taupan, sesosok bayangan manusia dengan diiringi suara tertawa aneh yang amat menyeramkan bagaikan seekor burung elang dengan sangat cepatnya mengejar datang sambil mengirim sebuah serangan dahsyat menghajar punggung kedua orang itu.
Kiu Ciu Shu yang baru saja kehilangan dua orang
saudaranya dalam hati sebenarnya masih merasa gusar kini setelah merasa dirinya telah diserang dengan kecepatan penuh ia memutarkan badannya dan membentak keras, sepasang telapak tangannya ber-sama-sama didorong ke depan menyambut datangnya serangan bokongan tersebut.
Miauw Ing suthay melihat keganasan dari orang-orang Kelabang emas bahkan mengandung maksud membasmi
semua orang yang ada, dengan perlahan ia memuji
keagungan Budha, tubuhnyapun berputar sambil
menggetarkan hut timnya dengan jurus "Kong Cho Kay Ping"
atau burung merak pentang sayap menyambut datangnya serangan musuh, sedang tangan kirinya dengan menggunakan jurus "Lek Han Thian san" atau menggoyang gunung Thian san melancarkan satu pukulan dahsyat ke depan.
Menurut keadaan yang seharusnya dibawah serangan
gabungan dua orang jagoan lihay orang itu tentu tak akan mendapatkan kebaikan Siapa sangka sewaktu tenaga pukulan dari Kiu Ciu Shu terbentur dengan datangnya hawa pukulan musuh, mendadak ia menjerit kesakitan sedang tubuhnya bagaikan sebuah layang layang putus mencelat di tengah udara dan roboh ke atas tanah.
Dari mulutnya dia muntahkan darah segar yang muncrat setinggi dua tiga depa jauhnya.
Miauw Ing Suthay yang melihat si orang tua itu roboh, dalam hati merasa terperanjat, telapak kiri yang melancarkan pukulan, buru-buru ditarik kembali.
Tetapi keadaan terlambat sudah.... "Braak! bluuummm!"
seluruh tubuh nikou tua itu tergetar keras hingga terdesak mundur beberapa depa langkah ke belakang, Dari ujung
bibirnya menetes keluar darah kental yang berwarna merah tua.
Orang yang baru saja melancarkan serangan ke arah kedua orang itu bukan lain adalah Sam Biauw Ci Sin. Ketika dilihatnya diantara mereka berdua, satu mati satu terluka. Tak kuasa lagi ia dongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Ha ha ha.... semua orang yang hadir di dalam kalangan pada malam ini sudah terdaftar namanya dikitab kematian.
Siapapun jangan harap bisa meloloskan diri dalam keadaan selamat.
Sepasang telapak tangannya dipentangkan lebar-lebar, kemudian dengan wajah penuh napsu membunuh, selangkah demi selangkah mulai mendekati tubuh Miauw Ing Suthay.
Miauw Ing Suthay mengetahui bila dirinya sukar untuk meloloskan diri dari kematian, diam-diam ia menghela napas panjang.
Hawa murninya pelan pelan dikumpulkan jadi satu untuk menahan luka dalam yang diderita, sedang hut tim
ditangannya pelan pelan diangkat ke atas, telapak kirinya disilangkan di depan dada untuk melindungi tubuh, sikapnya amat serius sekali.
Pada waktu yang amat kritis itulah mendadak diluar hutan berkumandang datang suara jeritan ngeri disusul meluncur datangnya sesosok bayangan putih yang berkelebat menuju ke tengah kalangan.
Air muka Sam Biauw Ci Sin berubah hebat, tubuhnya berputar dan memandang tajam ke arah bayangan putih tersebut.
Mendadak tubuhnya bergerak meloncat dan menyambar ke depan menyambut kedatangan bayangan itu.
Tiba-tiba.... Dari luar hutan kembali berkumandang datang suara bentakan nyaring sesosok bayangan berkelebat datang dengan seluruh tubuhnya diliputi selapis cahaya hijau yang menyilaukan mata, suara teriakan kesakitan dan jeritan ngeri bergema saling susul menyusul.
Bayangan tersebut dengan cepatnya tiba-tiba melesat dan menghadang dihadapan tubuh Sam Biauw Ci Sin.
Kedatangan orang itu cepat luar biasa tampak bayangan manusia saling bergerak secepat kilat kemudian berpisah dan masing-masing mengundurkan diri sejauh lima depa ke belakang.
Di dalam sekali pandang saja Tan Kia-beng dapat
menangkap jelas kalau orang yang menghadang gerakan Sam Biauw Ci Sin barusan adalah Mo Tan-hong, sedang bayangan putih itu bukan lain adalah Pek Ih Loosat Hu Siauw-cian adanya.
Melihat munculnya kedua orang gadis itu pemuda tersebut merasa hatinya semakin tidak tenteram.
Begitu tubuh Hu Siauw-cian melayang turun ke atas permukaan tanah, sewaktu dilihatnya Sam Biauw Ci Sin sudah kena terhadang oleh Mo Tan-hong, dengan gesit ia menubruk ke arah Tan Kia-beng.
"Akh! Engkoh Beng, kau terluka?" teriaknya kaget.
Ketika itu daya tahan dari kedua butir pil pemunah racun yang ditelan pemuda tersebut hampir kehilangan daya
bekerjanya racun yang terkandung di dalam badanpun mulai bekerja kembali, tidak terasa lagi ia menghela napas sedih.
Melihat sikapnya itu Siauw Cian semakin cemas lagi, sambil mencengkeram tangannya dengan cemas dan gugup ia
bertanya, "Kau terluka karena apa" Kenapa begitu parah?"
"Aku telah terkena golok melengkung berwarna keperak perakan dari Cui Hoa Kongcu!"
"Manusia rendah" bangsat beracun! bilamana dikemudian hari aku bertemu muka dengan dirinya akan kucabut nyawanya"
Si perempuan cantik Wu Mey Jien yang ada disisi pemuda tersebut mendadak menimbrung dengan suara yang dingin.
"Saat ini bukan waktunya untuk menyembunyikan diri lebih baik kita cepat-cepat tinggalkan tempat ini, kalau terlambat lagi maka lukanya bakal semakin berbahaya!"
"Hmm! kau manusia semacam apa?" jengek Hu Siauw-cian, sambil melirik sekejap ke arahnya, "Untuk nonamu tidak usah kau ikut campur!"
"Urusan sudah tentu aku tidak akan ikut campur, tetapi kau harus tahu dia adalah adikku, aku punya hak untuk berusaha mencarikan akal guna membantu dengan meloloskan diri dari sini."
"Dia adalah adikmu?" tanya Hu Siauw-cian keheranan, dengan cepatnya ia menoleh ke arah Tan Kia-beng dan sambungnya.
"Engkoh Beng, apakah yang dikatakan olehnya itu benar?"
Dengan lemas dan tak bertenaga Tan Kia-beng
menggeleng, tetapi teringat akan sikapnya yang selalu membelai dirinya bahkan tanpa memperduli nyawa diri ia sudah berusaha menolong dirinya untuk lolos dari bahaya dalam hati jadi terharu dengan cepat ia mengangguk.
Melihat pemuda itu sebentar menggeleng sebentar
mengangguk, Hu Siauw-cian lantas mencibirkan bibirnya.
"Houuu.... sebentar bilang bukan sebentar bilang benar, sebenarnya diantara kalian ada hubungan apa toh?" serunya sambil tertawa dingin.
Selagi ia merasa jengkel dan mencak mencak, mendadak sinar matanya telah menemui sesuatu di tengah suara bentakan yang amat keras tubuhnya segera menubruk ke tengah kalangan.
Kiranya Mo Tan-hong sesudah berhasil menahan gerakan dari Sam Biauw Ci Sin, mereka berdua dalam kecepatan lakasana kilat saling melancarkan serangan sebanyak dua jurus kemudian berpisah dan berdiri tegak tak bergerak.
Sam Biauw Ci Sin sewaktu melihat orang yang menahan gerakannya tidak lebih cuma seorang nona berbaju merah yang berusia sangat muda dalam hati merasa rada kheki bentaknya keras, "Hey bocah perempuan, siapa kau" buat apa dengan usiamu yang masih muda ingin hantar kematian!"
"Hee.... hee.... nonamu adalah Mo Tan-hong yang sedang dicari oleh kalian manusia Isana Kelabang Emas" teriak gadis itu sambil tertawa dingin. "Bilamana kau sungguh sungguh punya kepandaian ayo keluarkanlah semua, coba lihat nonamu takut tidak kepadamu."
---0-dewi-0--- JILID: 29 Ketika Sam Biauw Ci Sin mendengar orang yang
dihadapannya bukan lain adalah manusia yang diperintahkan medali "Kiem Uh Leng Pay" untuk dibunuh wajahnya yang kering dan berkeriput mulai terlintas hawa membunuh.
Ia tertawa dingin, mendadak lima jarinya dipentangkan lebar-lebar lalu melancarkan cengkeraman ke depan.
Hanya di dalam sekejap mata saja ia sudah melancarkan delapan belas kali serangan cengkeraman maut ke arah gadis tersebut.
Dengan tenaga dalamnya yang amat sempurna, seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan kelebatan bayangan jari serta angin puklan telapak yang menderu deru hanya di dalam sejurus saja tubuh Mo Tan-hong sudah terkurung di dalam lautan pukulan.
Sejak Mo Tan-hong mendapatkan pelajaran ilmu silat untuk kedua kalinya dari Ui Liong-ci kepandaiannya pada saat ini boleh dikata sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat apalagi seluruh isi dari kitab pusaka "Sian Tok Poo Liok"
hampir dipahami olehnya.
Tampak ia menggetarkan suara pedang untuk menyambut datangnya serangan tersebut cuma sayang pengalamannya sangat cetek sehingga kena direbut posisi yang baik, banyak jurus jurus lihay jadi tak berhasil dipergunakan keluar.
Sekalipun serangan dari Sam Biauw Ci Sin dahsyat, iapun tak berhasil mendapatkan lowongan untuk meneter pihak musuh, oleh karena itu walaupun ia berturut turut ia
melancarkan lima, enam belas jurus serangan masih belum berhasil juga mengapa apakan gadis tersebut.
Sam Biauw Ci Sin dengan kedudukannya sebagai pelindung hukum Isana Kelabang Emas ternyata tidak berhasil meringkus seorang gadispun juga hal ini membuat sifat buasnya timbul kembali
Di tengah suara bentakan yang keras permainkan
telapaknya segera berubah di tengah desiran angin pukulan yang menggelegar seluruh bayangan telah dipenuhi dengan bayangan telapak tangannya.
Mo Tan-hong yang sedang melawan datangnya angin
pukulan dahsyat dengan sekuat tenaga, mendadak merasa tenaga tekanan semakin lama semakin berat bagaikan tindihan gunung Thay-san, haitnya jadi sangat cemas, seluruh tenaga lweekangnya dengan cepat disalurkan ketubuh pedang sehingga memaksa kalangan sinar pedang semakin meluas.
Tetapi sayang gadis ini belum mempunyai pengalaman yang luas ditambah pula tenaga dalamnya masih kalah setindak dari si orang tua itu lama kelamaan ia berhasil dipaksa berada dibawah angin.
Waktu itulah si Pek Ih Loo Sat lagi merasa tidak senang, melihat Mo Tan-hong kena terdesak ia segera tumpahkan seluruh hawa amarahnya kepada pihak musuh.
Tubuhnya dengan cepat menerjang masuk ke dalam
kalangan. sedang telapak tangannya dengan hebat
memainkan ilmu 'Swie Oh Peng Hun Sam Tiap Sih' mendesak ke pihak musuh.
Kepandaian silat yang dimiliki gadis ini tidak berada dibawah kepandaian si 'Penjagal Selaksa Li' Hu Hong, dengan
ikut sertanya dia terjunkan diri ke dalam kalangan pertempuran maka situasipun segera berubah.
Tampak deruman angin dingin menyambar tiada hentinya bayangan telapak menyilaukan mata, laksana gulungan ombak di tengah samudra dengan tiada putusnya menerjang tubuh orang tua itu.
Kendati tenaga dalam yang dimiliki Sam Biauw Ci Sin amat sempurna tidak urung pada saat ini kena desak juga sehingga mundur tiga langkah ke belakang....
Semua Mo Tan-hong tidak lebih hanya kalah merebut posisi yang baik saja, kini setelah tekanan pada tubuhnya berkurang pedang ditangannya dengan menumbulkan cahaya kehijau hijauan serta desiran hawa pedang yang mengerikan balik menggulung ke arah pihak musuh.
Sreeet.... sreeet....! hanya di dalam sekejap mata saja ia sudah melancarkan sembilan serangan gencar.
Dengan kejadian ini Sam Biauw Ci Sin yang mempunyai kepandaian tinggi kena dibuat kalang kabut serta kelabakan sendiri, kembali tubuhnya kena didesak mundur lima, enam langkah ke belakang
Si perempuan cantik Wu Mey Jien yang melihat Mo Tan-hong serta Pek Ih Loo Sat berhasil menahan Sam Biauw Ci Sin melihat pula keadaan Tan Kia-beng semakin payah hatinya jadi cemas.
Mendadak ia menggendong tubuh pemuda itu ke atas
punggung, setelah menggenggam pasir beracun dengan gesit ia melesat dan menerjang keluar dari hutan.
Sejak munculnya Sam Biauw Ci Sin disana, Bok Thian-hong suami istri terus menerus mengatur pernapasan tidak
berbicara kini sudah melihat suatu kesempatan yang baik untuk melarikan diri telah tiba dan Wu Mey Jien bergerak untuk berlalu dari sana merekapun segera menguntil dari belakang.
Beberapa orang itu baru saja tiba dihutan, mendadak terdengar bentakan keras bergema memenuhi angkasa disusul munculnya sekelompok manusia.
"Oh.... hoo.... hooo.... ingin melarikan diri?" bentak orang-orang itu keras. "Tak begitu mudah kawan, ayoh cepat kembali.
Sreet sreet! berpuluh puluh gulung angin pukulan dengan hebatnya dibabat ke depan.
Dengan lincah si perempuan cantik Wu Mey Jien menyingkir ke samping diantara ayunan tangannya pasir beracun 'Chiet Cay Si Kut Sin Sah' sudah disebar ke arah depan.
Di tengah menggulungnya selapis kabut berwarna warni, suara jeritan ngeri bergema saling susul menyusul, berpuluh puluh orang sambil menjerit jerit pada roboh ke atas tanah.
Bok Thian-hong membentak keras tangan tunggalnya
diayun ke depan mengirim satu pukulan pencar ke depan.
Bersamaan dengan menggulungnya angin pukulan
tubuhnyapun ikut menerjang ke depan sepasang suami istri itu adalah jagoan nomor wahid dari Bulim, sekalipun berada dalam keadaan luka parah tenaganya berkurang tetapi pukulan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga ini benar-benar luar biasa sekali.
Kontan saja terbukalah lubang kelemahan yang besar, mengambil kesempatan ini kedua orang itu buru-buru
melarikan diri keluar dari hutan disusul Wu Mey Jien dari belakang.
Dia yang takut orang-orang Isana Kelabang Emas kembali mengadakan pengejaran, setelah berhasil meloloskan diri sekali lagi menghamburkan pasir beracunnya ke belakang setelah itu tubuhnya melesat menjauh.
Terang terangan Sam Biauw Ci Sin dapat melihat Tan Kia-beng sekalian melarikan diri dari tempat itu tetapi dirinya kena terhalang oleh serangan serangan gencar kedua orang gadis tersebut jadi tak bisa berkutik.
Pertempuran antara Hauw Thian Put Tiauw dengan Hek Yang-sin serta pertempuran antara Loo Hu Cu dengan Ci Sah-sin pun pada saat ini sudah kelihatan menang kalahnya.
Hauw Thian Put Tiauw serta Loo Hu Cu yang selama ini menyerang dengan mengandalkan masing-masing senjatanya tetapi disebabkan dalam pikiran mereka hanya terlintas soal melarikan diri saja, maka selama pertempuran mereka sama sekali tidak mengerahkan seluruh tenaga.
Oleh sebab itu setelah mengalami serangan gencar dari kedua orang Busu dari suku Biauw ini lama kelamaan mereka kena terdesak pula sehingga berada di bawah angin.
Loo Hu Cu jadi orang licik, ketika dilihatnya Sam Biauw Ci Sin yang paling menakutkan kena tertahan oleh Pek Ih Losat serta Mo Tan-hong dengan cepat ia menggetarkan pedangnya.
Dari posisi bertahan kini berubah jadi kedudukan menyerang.
Bagaikan curahan hujan deras sekaligus ia melancarkan delapan serangan dahsyat yang membuat seluruh angkasa dipenuhi hawa desiran angin Kontan saja membuat Ci Sah-sin kena terdesak sehingga mundur depa ke belakang
Maksud sesungguhnya dari Loo Hu Cu memang tidak
berada dalam penyerangan, setelah mengirim delapan buah serangan tubuhnya meloncat ke samping Sambil membolang balingkan pedangnya terburu-buru ia melarikan diri keluar hutan.
Toosu tua ini disebut jagoan pedang nomor wahid, sudah tentu kepandaiannyapun tidak rendah. Kendati pihak Isana Kelabang Emas sudah menyebarkan orang-orangnya diluar hutan tidak urung kena diterobos juga olehnya.
Hauw Thian Put Tiauw sewaktu melihat orang yang ada dikalangan sudah berhasil melarikan diri semua hatinya mulai merasa cemas.
Karena pikirannya bercabang inilah pundaknya kena terhantam keras oleh Hek Yang-sin
Ia mendengus berat, dengan tubuh sempoyongan buru-buru ia mengundurkan diri sejauh tujuh delapan depa Mengambil kesempatan ini pula tanpa perduli lukanya sendiri, ia putar badan dan melarikan diri terbirit birit dari kalangan pertempuran itu.
Hek Yang-sin serta Ci Sah-sin yang kehilangan lawannya semula rada tertegun, tetapi ketika dilihatnya Sam Biauw Ci Sin yang kena digencet oleh kedua orang gadis itu rada kelabakan juga dibuatnya, dengan gusar mereka bersuit nyaring lalu bersama-sama menubruk ke depan.
Sejak kecil Pek Ih Loo Sat dibesarkan dalam suasana pertempuran pikirannya selama ini dapat mempertahankan ketenangannya terutama sekali ia tahu kedudukan pada malam ini sangat tidak menguntungkan pihaknya.
Tadi ia menyerang mati matian tidak lebih hanya ingin memberi kesempatan agar Tan Kia-beng bisa melarikan diri
rada jauh kini setelah melihat kedua orang Busu suku Biauw yang serang bagaikan pagoda hitam itu mengikuti sertakan dirinya dalam pertempuran dia tidak ingin melanjutkan pertempuran lagi.
"Hey!! Tidak usah bergerak lagi. kitapun harus cepat-cepat pergi!! Teriaknya kepada Mo Tan-hong keras keras.
Telapaknya memutar dan berturut turut melancarkan tiga pukulan gencar melesat ke dalam hutan
Mo Tan-hong yang selama ini terus menerus menguatirkan keselamatan dari Tan Kia-beng, setelah diperingatkan oleh Pek Ih Loo Sat pedang panjangnya dengan cepat melancarkan dua babatan dahsyat ke arah pihak musuh kemudian tubuhnya mencelat ke tengah udara bersama-sama dengan Hu Siauw-cian menerjang keluar dari hutan.
---0-dewi-0--- Kita balik pada si perempuan cantik dari balik kabut Too Cui Thay yang menggendong tubuh Tan Kia-beng melakukan perjalanan cepat.
Sewaktu melihat dibelakang tubuhnya tak ada yang
melakukan pengejaran hatinya jadi lega, sedang langkahpun semakin perlahan dan akhirnya berhenti.
Perlahan-lahan perempuan itu meletakkan tubuh Tan Kia-beng ke atas tanah.
Ketika itu kesadaran Tan Kia-beng sudah buyar mulut luka pada lengan pun pada saat ini sudah membekas panjang dan berwarna hijau kehitam hitaman.
Untung saja tenaga dalam yang dimiliki pemuda ini amat sempurna sehingga hawa murni di dalam tubuh tidak sampai buyar dan tetap melindungi denyutan jantungnya.
Si perempuan cantik dari balik kabut segera mengadakan pemeriksaan sebentar, akhir dengan kerutkan alisnya rapat rapat ia termenung hatinya benar-benar merasa amat cemas.
Ketika diam-diam dihitungnya ia menemukan sejak terluka oleh goresan golok beracun hingga kini sudah ada empat, lima jam lamanya hal ini menunjukkan pula kalau nyawa pemuda itu tinggal enam, tujuh jam lagi.
Sebenarnya dia adalah seorang yang bersikap angkuh dingin, tawar dan kejam, tetapi entah mengapa terhadap pemuda ini perempuan tersebut sudah menaruh suatu perasaan yang istimewa pikirannya mulai bingung mencari orang yang dapat membebaskan racun ganas itu
Walaupun dalam benaknya ia sudah menemukan banyak orang yang mungkin dapat memunahkan racun itu tetapi tempat tinggal orang-orang itu terlalu jauh, tidak mungkin ia berhasil mengundang orang itu dapat waktu enam, tujuh jam yang terlalu singkat, apalagi bila usahanya ini gagal. bukannya nyawa Tan Kia-beng bakah ikut lenyap"
Waktu lewatnya dengan cepatnya perempuan itu semenjak lama semakin cemas, sehingga akhirnya ia berdiri terkesima dihadapan pemuda tersebut.
Pada saat itulah mendadak....
Suara seorang yang dingin dan menyeramkan
berkumandang keluar dari belakang tubuhnya.
"Heee, heee! nona kau tidak usah murungkan hati lagi!
cayhe tanggung bangsat ini pasti akan menemui ajalnya!"
Dalam keadaan terperanjat si perempuan cantik dari balik kabut buru-buru memutar sang badan, sedang tangannya dengan sebat menyekal segenggam pasir beracun.
Tampaklah seorang pemuda berwajah putih dengan
pakaian perlente dan penuh dengan sifat kecabulan berdiri dibelakang tubuhnya sendiri.
"Kau jangan bicara sembarangan!" bentaknya nyaring.
Perlahan-lahan kongcu berpakaian perlente itu maju ke depan, dengan wajah yang tengik dan mengandung napsu jahat ujarnya sambil tertawa, "Aku Cui Hoa Kongcu tidak pernah membiarkan korbanku berhasil meloloskan diri dari sabetan golok tanpa bayangan heee.... heee.... apa kau kira aku bisa menipu dirimu?"
Mendengar disebutnya nama itu dalam hati Wu Mey Jien rada bergerak, makinya diam-diam, "Ooow.... kiranya bangsat cilik inilah yang turun tangan jahat terhadap adik Beng!"
Sedang ia berpikir keras, kembali Cui Hoa Kongcu bertindak maju dua langkah ke depan
"Bangsat ini sebenarnya apamu?" tanyanya.
"Bilamana kau suka memenuhi sebuat syaratku, maka cayhe akan segera menyerahkan obat pemunah tersebut kepadamu!"
Selesai berkata ia segera tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
"Aaakh.... kenapa aku begitu bodoh" tiba-tiba si perempuan cantik dari balik kabut ini menjadi tersadar kembali. Kalau bangsat ini yang turun tangan mencelakai adik Beng, maka di dalam sakunyapun tentu membawa obat pemunah tersebut."
Karenanya ia sengaja memperlihatkan paras muka
kegirangan bercampur terkejut.
"Waaah, kalau begitu aku harus mengucapkan banyak terima kasih kepadamu!" teriaknya keras. "Can adalah adikku
bilamana kau mau menyerahkan obat pemunah kepadaku, nanti jika sudah tersadar kembali aku tentu akan suruh dia mengucapkan terima kasih kepadamu, peristiwa yang sudah lalu biar kita anggap selesai saja."
"Haaa.... haaa.... soal itu sih aku tidak begitu membutuhkan. Aku hanya berharap nona suka mengabulkan permintaan Cayhe!"
"Permintaan apa?"
"Urusan ini sebenarnya sangat gampang sekali permintaan dari seorang pria terhadap kau perempuan selamanya cuma ada satu permintaan, cayhe ini sudah tentu tak akan meleset dari perbuatan itu, haa haa bila nona mengharapkan nyawa adikmu bisa selamat maka permintaan dari diriku yang sangat kecil itu seharusnya kau kabulkan dengan senang hati, apalagi perbuatan itu akan mendatangkan keuntungan buat nona bukankah dengan permainan itu kau tidak akan merasa dirugikan bahkan mendatangkan kesenangan penuh
kenikmatan" haa...."
Sejak si perempuan cantik dari balik kabut munculkan dirinya ke dalam dunia persilatan belum pernah ada seorang manusiapun yang berani bersikap begitu kurang ajar terhadap dirinya.
Saking gusar bercampur mendongkol, paras mukanya
berubah jadi pucat kehijau hijauan seluruh tubuhnya gemetar sangat keras.
Tetapi demi menolong nyawa dari Tan Kia-beng, diam-diam ia menggertak gigi dan dengan sekuat tenaga melawan hawa gusar di dalam rongga dadanya.
"Hiii.... hiii.... mau berbuat begitu sebenarnya bukan suatu pekerjaan yang sukar" katanya kemudian sambil tertawa
cekikikan. Coba kau serahkan dulu obat pemunah itu kepadaku, aku tentu akan mengabulkan permintaanmu itu!"
Dari dalam sakunya Cui Hoa Kongcu lantas mengambil keluar sebuah botol porselen dan diacungkan ke tengah udara.
"Obat pemunah ini ada di tanganku. aku bila menunggu sampai dia tersadar kembali dari pingsannya maka permainan kita tentu tak bisa dilangsungkan dengan penuh kenikmatan lebih baik kita selesaikan dulu permainan kita kemudian baru obati racunnya, bukankah hal itu sangat bagus sekali?"
"Hmm! Bangsat cilik kau berani mempermainkan aku! Heee memang kau sudah bosan hidup" diam-diam maki si
perempuan cantik dari balik kabut dalam hati.
Segera ia tertawa terkekeh kekeh kembali dengan amat merdu.
"Heee, heee heee.... sudahlah, aku pasti mengabulkan permintaan itu, tetapi kau harus menyerahkan obat pemunah itu kepadaku lhooo!"
Dengan langkah yang genit dan mempesonakan ia
melangkah maju ke depan.
Kematian sudah berada di ambang pintu, Cui Hoa Kongcu masih tidak menyadari akan hal ini melihat si perempuan cantik dari balik kabut dengan penuh senyuman menyongsong datang ke arahnya, saking gembira dan terpesonanya hampir boleh dikata seluruh tubuhnya terasa jadi lemas.
"Haaa.... haaa.... hal ini sudah tentu!" teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak, "Soal itu buat apa dibicarakan lagi"
ha," Belum habis suaranya bergema memenuhi angkasa
mendadak segulung angin serangan yang amat tajam
menubruk datang ke atas wajahnya disusul suatu perasaan sakit yang sangat aneh menusuk keseluruh tubuhnya.
Segenggam pasir beracun Chiet Cay Si Kut Sin Sah sudah diayunkan, sudah diagunkan si perempuan cantik dari balik kabut ke atas seluruh kepala dan wajahnya.
Pasir ini luar biasa beracunnya, apalagi jarak diantara mereka pun sangat dekat sekali. Kendati Cui Hoa Kongcu memiliki kepandaian silat yang sangat sempurnapun sulit baginya untuk menghindarkan dari serangan bokongan tersebut.
Terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa tubuhnya tak kuasa lagi rubuh ke atas tanah sedang dari tujuh buah lubang keluar darah kental berwarna hitam pekat, seketika itu juga ia menemui ajalnya.
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan sangat gembiranya si perempuan dari balik kabut tertawa terkekeh kekeh, dengan cepat ia merogoh ke dalam sakunya mengambil keluar sebotol porselen itu kemudian mengeluarkan dua butir pil pemunah tersebut dan menjejalkan ke dalam mulut pemuda itu.
Tetapi keadaan dari Tan Kia-beng pada saat ini sudah amat lemah sekali bahkan bernapaspun menjadi persoalan yang sulit apalagi untuk menelan pil pemunah racun itu.
Akhirnya dengan perasaan apa boleh buat perempuan itu dongakkan kepalanya memperhatikan tempat itu setelah dirasanya disekitarnya sama sekali tak nampak bayanga manusia ia mengerahkan hawa murninya dan menempelkan bibirnya dengan bibir pemuda tersebut lalu dengan sekuat tenaga menyemprotkan pil pemunah itu ke dalam
tenggorokannya sehingga menggelinding masuk ke dalam perut.
Dari dalam perut Tan Kia-beng segera terdengarlah suara kerucukan yang amat keras sekali....
Melihat kejadian itu si perempuan cantik dari balik kabut jadi sangat gembira, sewaktu ia siap-siap untuk menarik hawa murni dan melakukan penempelan bibirnya dengan bibir pemuda itu untuk kedua kalinya, mendadak....
Dari luar hutan berkumandang datang suara tertawa cekikikan yang sangat merdu membuat perempuan cantik ini saking terperanjatnya seperti terpagut ular dengan cepat meloncat bangun. Pipinya kontan saja barubah jadi merah padam menahan rasa jengah yang meliputi seluruh
perasaannya. Perempuan ini sejak menginjak dewasa dan hingga hidup sampai hari ini belum pernah dia berhimpitan dengan tubuh seorang lelaki manapun. Kali ini disebabkan keadaan yang kepepet dan berbahaya ditambah pula dalam hatinya ia menganggap Tan Kia-beng sebagai adiknya sendiri maka tanpa ragu ragu lagi ia sudah berbuat begitu.
Siapa sangka justru perbuatannya itu kena diketahui orang lain, hal ini sudah tentu membuat si perempuan cantik dari balik kabut ini jadi merasa sangat malu.
Setelah berkumandangnya suara tertawa tadi dari balik hutan segera muncullah seorang melayang mendekat.
Dia bukan lain adalah si 'Pek Ih Loo Sat' Hu Siauw-cian adanya. Pada saat ini gadis tersebut tak ada kesempatan untuk menggoda si perempuan cantik dari balik kabut lagi.
Dalam sekali lompatan ia berkelebat kehadapan Tan Kia-beng teriaknya keras, "Engkoh Beng.... engkoh Beng...."
Melihat perbuatannya dari gadis tersebut buru-buru si perempuan cantik dari balik kabut menghalangi perbuatannya.
Eeei.... jangan berisik dulu! baru saja ia makan obat pemunah tidak lama kemudian dia akan sadar dengan sendiri."
"Hmm! dari mana kau dapatkan obat pemunah tersebut?"
dengus si Pek Ih Loo Sat sambil melirik sekejap ke arahnya dengan pandangan amat dingin.
"Dari saku bangsat cilik itu!" jawab si perempuan cantik dari balik kabut sambil menuding mayat Cui Hoa Kongcu yang menggeletak di atas tanah.
Pek Ih Loo Sat yang melihat pada pinggangnya masih tergores golok melengkungnya yang berwarna keperak perakan itu dengan cepat ia lantas menyambar senjata itu dan dicekalnya erat-erat.
"Hmmm! engkoh Beng terluka dibawah serangan golok melengkung ini, aku mau suruh diapun merasakan bacokan golok ini" teriaknya.
Diiringi suara desiran yang tajam ia membabatkan golok tersebut di atas kaki Cui Hoa Kongcu sehingga terputus ada dua bagian.
Sungguh aneh sekali ternyata mulut luka itu dengan cepat berubah jadi hijau kehitam hitaman tidak nampak sedikit darah segarpun yang mengalir keluar.
"Haaakh! bagus sekali kiranya golok melengkung ini mempunyai racun yang begitu ganas, aku harus menyimpan baik-baik untuk digunakan pula untuk menghadapi orangorang Isana Kelabang Emas dikemudian hari agar merekapun merasakan siksaan ini" teriaknya keras.
Sembari berkata ia benar-benar menggantungkan golok melengkung itu pada pinggangnya.
Perbuatan ini sebetulnya dilakukan olehnya, tidak lebih cuma bersifat main main saja, siapa sangka dikemudian hari ternyata sudah mendatangkan banyak kerepotan buat dirinya.
Sesudah menyorenkan golok melengkung itu dengan
kecepatan bagaikan kilat ia putar badan dan memeriksa keadaan dari Tan Kia-beng
Ternyata obat pemunah dari Cui Hoa Kongcu ini benar-benar sangat mujarab, bekas bekas hijau kehitam hitaman itu perlahan-lahan mulai lenyap tak berbekas sedang pemuda itupun mulai tersadar kembali.
Demikianlah setelah lewat beberapa waktu lamanya
mendadak tubuh Tan Kia-beng berbolak balik dua kali kemudian setelah mendengus perlahan ia mulai bangun sendiri.
Melihat hal tersebut Pek Ih Loo Sat jadi kegirangan, dengan cepat ia menubruk maju ke depan sambil berteriak manja.
"Engkoh Beng engkau tidak mengapa bukan?"
Baru saja tubuhnya bergerak, si perempuan cantik dari balik kabut kembali melintangkan tangannya menghalangi.
"Jangan ganggu dirinya." teriaknya cepat. Seharusnya kau beri waktu buatnya untuk mengatur pernapasan dan memaksa sisa racun tersebut keluar dari dalam tubuh."
Melihat dirinya kena dihalangi, Pek Ih Loo Sat jadi merasa tak senang, bibirnya yang kecil mungil dicibirkan. Sebenarnya ia ada maksud untuk mengumbar hawa amarah tetapi
sewaktu melihat pemuda itu benar-benar duduk bersila dan memejamkan matanya untuk mengatur pernapasan perkataan yang semula hendak diucapkan jadi tertelah kembali.
Kendati begitu dengan gemasnya ia melirik sekejap ke arah si perempuan cantik dari balik kabut.
Wu Mey Jien yang melihat sikap gadis tersebut segera tersenyum, tetapi tak sepatah katapun yang diucapkan.
Walaupun dalam hati Pek Ih Loo Sat memperlihatkan sikap bermusuhan dengan si perempuan cantik itu tetapi berhubung Tan Kia-beng sedang mengatur pernapasan maka suasana di tengah kalanganpun berubah jadi amat sunyi sekali.
Segulung angin gunung bertiup membuat daun serta
ranting bergoyang serta mengeluarkan suara yang amat berisik.
Dari balik kegelapan muncullah berpuluh puluh bayangan hitam seperti bayangan setan yang sedang bersembunyi.
Ditambah pula suara cengkerik serta binatang binatang kecil lain yang berbunyi sangat berisik membuat suasana semakin seram rasanya.
Kedua orang gadis yang ada disana pada waktu itu boleh dikata merupakan iblis iblis yang paling ditakuti orang-orang duna persilatan walaupun mereka sudah lama berkelana di dalam dunia persilatan tidak urung hati mereka dibuat terperanjat dan ketakutan juga oleh suasana yang tenang, sunyi dan seram di sekeliling tempat itu.
Orang perempuan kadang kala dilukiskan seperti "Ular serta kelabang berbisa" kadang kala pula dilukiskan seperti Iblis tetapi sifat mereka kodrat bernyali kecil dan yang mereka takuti pun ada dua macam.
Hal ini tidak terkecuali pula terhadap Hu Siauw-cian serta Wu Mey Jien.
Pada saat itu Hu Siauw-cian merasa tidak sabaran lagi untuk merasakan kengerian di sekeliling tempat itu, ia mendehem perlahan lalu dengan gerakan yang sangat perlahan dan berhati-hati menggeserkan tempat duduknya jauh mendekati kesisi perempuan cantik dari balik kabut.
Walaupun si perempuan cantik dari balik kabut pun merasa rada takut, tetapi dengan usianya yang jauh lebih tua maka keadaannyapun jauh lebih mantap.
Kini melihat perbuatan dari gadis tersebut diam-diam dalam hati dia merasa sangat geli.
Selagi mereka berdua lagi merasa ketakutan oleh seramnya suasana disekitar tempat itulah, mendadak tampaklah seorang kakek tua berdandan suku Biauw yang kaku bagaikan mayat hidup dengan cepatnya laksana bayangan setan berkelebat keluar dari balik kegelapan. Sepasang tangannya
dipentangkan lebar-lebar siap melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng yang sedang mengatur pernapasannya itu.
Asal sekali hantam saja agaknya pemuda tersebut segera akan jatuh ketangannya.
Untung saja, walaupun kedua gadis itu dalam hati merasa ketakutan, tetapi tidak sampai mengendorkan
kewaspadaannya terhadap perlindungan kepada pemuda itu.
Orang pertama yang melihat kedatangannya ini adalah si
'Pek Ih Loo Sat' Hu Siauw-cian, ia kenal si kakek tua ini adalah salah satu pelindung hukum dari Isana Kelabang Emas.... Sam Biauw Ci Sin" adanya.
Dengan cepat ia membentak keras tubuhnya segera
meloncat ke depan sambil mengirim satu pukulan berhawa dingin.
Sam Biauw Ci Sin tidak menduga datangnya serangan tersebut mendadak sepasang telapak tangannya yang sedang melancarkan serangan cenkeraman berubah jadi serangan pukulan. Dengan gerakan dari bawah ke atas ia menerima datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
"Braak...." diiringi suara ledakan yang amat keras terdengar Pek Ih Loo Sat membentak nyaring Tubuhnya berjumpalitan beberapa kali di tengah udara kemudian melayang turun delapan depa ke arah belakang.
Sebaliknya tubuh Sam Biauw Ci Sin pun kena tergeser hingga tanpa bisa ditahan lagi mundur dua langkah dengan sempoyongan.
Dengan terjadinya bentrokan pukulan barusan ini dalam hati si 'Pek Ih Loo Sat' Hu Siauw-cian mulai merasakan bila tenaga lweekangnya masih kalah satu tingkat dengan tenaga lweekang musuh.
Kendati begitu gadis ini tidak mau memperlihatkan kelemahannya, baru saja tubuhnya melayang turun ke atas permukaan tanah mendadak laksana kilat menyambar ia sudah menerjang kembali ke depan sambil melancarkan serangan serangan pukulan serta tendangan yang amat gencar.
Hanya di dalam sekejap mata gadis tersebut sudah
melancarkan lima belas jurus serangan dahsyat serta delapan buah tendangan kilat. serangan serangan gencar ini hampir saja membuat Sam Biauw Ci Sin tak ada kesempatan lagi untuk balas mengirimkan pukulan.
Sewaktu Pek Ih Loo Sat melancarkan serangan tadi, si perempuan cantik dari balik kabut sudah merogoh ke dalam sakunya menggenggam pasir beracunnya yang amat lihay itu.
Sedikit kakinya menutul permukaan tanah ia sudah
berkelebat kesisi tubuh pemuda tersebut dan memperhatikan keadaan disekitar tempat itu dengan cepat dan teliti.
Ia mengerti jelas kedatangan dari Sam Biauw Ci Sin tentu bukan seorang diri saja ia tentu membawa serta pembantu pembantunya yang ada kemungkinan sebentar lagi bakal tiba disana.
Oleh sebab itu paras mukanya berubah jadi sangat tenang sekali.
Dugaannya sedikitpun tidak salah, sewaktu Sam Biauw Ci Sin melangsungkan suatu pertempuran yang amat seru dengan Pek Ih Loo Sat, dari dalam hutan terdengarlah suara bentakan yang sangat ramai berkumandang keluar disusul munculnya dua orang lelaki suku Biauw yang tinggi besar dan hitam seperti pagoda.
Laksana kilat yang menyambar dengan kecepatan yang luar biasa kedua sosok bayangan tersebut menubruk ke arah Tan Kia-beng yang sedang bersemedi.
Melihat kejadian itu si perempuan cantik dari balik kabut jadi amat cemas bercampur gusar, pergelangan tangannya dengan cepat diayunkan ke depan melancarkan serangan dengan pasir beracun 'Chiet Cay Si Kut Sin Sah'nya menyambut kedatangan lelaki hitam tersebut.
Angin gunung bertiup kencang seketika itu juga laksana kilat yang menyambar seluruh angkasa di sekeliling tempat itu sudah dipenuhi dengan dua lapis kabut berwarna warni.
Kedua orang lelaki kasar berwarna hitam yang tinggi besar seperti pagoda ini bukan lain adalah Hek Yang-sin serta Ci Sah-sin dua orang bersaudara.
Walaupun sifat mereka amat buas dan keji tetapi setelah menemui serangan senjata kejam yang sangat beracun dan tersebar memenuhi angkasa ini tidak berani juga berlaku gegabah.
Mendadak mereka berdua melancarkan satu pukulan ke depan menghajar lapisan kabut berwarna warni itu, sedang tubuhnya dengan meminjam kesempatan tersebut mencelat mundur ke belakang dan secara berpisah melayang kurang lebih satu kaki jauhnya dari tempat semula.
Si perempuan cantik dari balik kabut sesudah berhasil mengundurkan musuh tangguhnya, dengan cepat ia
mengambil kembali segenggam pasir beracun.
"He.... hee.... jika kalian tidak takut mati, ayo pada maju menyerang!" tantangnya sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Hak Yang Sin serta Ci Sah-sin saling bertukar pandangan sekejap, untuk beberapa saat lamanya mereka tak berhasil mendapat cara yang baik untuk menerjang ke depan, karena itu mereka berdua jadi berdiri mematung ditempatnya masing-masing.
Mendadak laksana bertiupnya segulung angin taupan, Hek Yan Sin segera berkelebat balik ke dalam hutan kemudian sambil mematahkan sebatang ranting kayu sebesar mangkuk ia kembali lagi ke tempat semula.
"Ayoh terjang!" bentaknya keras.
Sreet! tubuhnya dengan menimbulkan suara desiran tajam berkelebat menerjang ke arah Tan Kia-beng.
Si perempuan cantik dari balik kabut jadi merasa sangat cemas. ia menjerit melengking pasir beracun yang
digenggamnya kembali diayunkan ke depan.
Hek Yan Sin adalah seorang tolol dengan demikian cara yang terpikir olehnyapun suatu yang tolol pula, mendadak ia membentak keras, lengannya digetarkan lalu dengan menggunakan ranting pohon siong beserta dedaunnya diayunkan ke depan menyambut datangnya serangan pasir beracun tersebut.
Dasar mereka memiliki tenaga dalam yang luar biasa sempurnanya, ranting pohon siong tersebut dengan dipenuhi tenaga dalam yang maha sempurna segera menyapu ke arah depan dan memunahkan datangnya pasir bercun tersebut sehingga pada tersebar berceceran di atas permukaan tanah.
Menanti si perempuan cantik dari balik kabut hendak merogoh ke dalam sakunya kembali, bersama-sama dengan ranting pohon siong tersebut ia sudah menerjang datang memaksa perempuan tersebut buru-buru harus gerakkan telapak tangannya menyambut datangnya serangan tersebut.
Begitu Hek Yan Sin berhasil dengan perbuatannya ini, Ci Sah-sin segera bersuit nyaring, tubuhnya dengan cepat menerjang ke arah Tan Kia-beng dengan gerakan yang paling kilat.
Jangan dikata Pek Ih Loo Sat yang jauh berada lima enam kaki dari tempat kejadian itu, sekalipun si perempuan cantik dari balik kabut yang hanya berjarak beberapa depapun tidak sempat untuk menggerakkan badan memberi pertolongan.
Kelihatannya serangan dari Ci Sah-sin yang tinggal lima enam depa ini bakal menghancurkan batok kepala pemuda tersebut.
Sekonyong konyong....
Serentetan cahayan kehijau hijauan laksana kilat yang lewat berkelebat datang dari tengah angkasa dan langsung menggulung seluruh tubuh Ci Sah-sin.
Hawa pedang berdesir memenuhi angkasa disertai rentetan cahaya tajam, dalam keadaan terperanjat Ci Sah-sin berteriak keras.
Tubuhnya yang semula menerjang ke depan dengan paksa ditahan dan mencelat mundur ke belakang dengan tepatnya berhasil menghindarkan diri dari serangan tersebut.
Orang itu telah berhasil mendesak mundur Ci Sah-sin segera melintangkan pedangnya di depan dada dan berdiri disisi tubuh Tan Kia-beng. Ketika Loo Cui Thay dengan rasa cemas menengok ke arah orang itu sebentar saja hatinya jadi lega kembali.
Kiranya orang itu bukan lain adalah Mo Tan-hong adanya.
Orang-orang dari pihak Isana Kelabang Emas bukan cuma diantara mereka bertiga saja, berhubung gerakan dari Sam Biauw Ci Sin paling cepat maka ia jauh berada dipaling depan disusul oleh Ci Sah-sin dua bersaudara. Sebentar kemudian sisanya berturut turut menyusul datang di tempat itu sehingga hanya sekejap mata empat penjuru sudah dikurung dengan selapis tembok manusia.
Ketika itulah dari antara para jago Isana Kelabang Emas mendadak terdengar suara yang gaduh disusul jeritan kaget bergema memenuhi angkasa.
"Aaah! lapor Sam Biauw Hu hoat! Ci Hoa Kongcu sudah mendapat celaka!" teriak mereka hampir serentak.
Sam Biauw Ci Sin yang sedang melancarkan serangan ilmu telapaknya untuk mendesak mundur Siauw Cian, mendadak mendengar suara jeritan tersebut hatinya jadi sangat kaget.
Cui Hoa Kongcu adalah anak murid yang paling disayangi majikan Isana Kelabang Emas, kini secara mendadak ia kena dibunuh orang, dirinya sebagai pelindung hukum yang berkuasa di dalam gerakan ini belum saja mendapatkan jasa telah mengalami kejadian itu kontan saja membuat si orang tua yang berhati licik ini jadi kaget setengah mati, pikirannya amat kacau
Buru-buru ia menarik kembali serangannya dan melayang ke arah suara teriakan tadi.
Sedikitpun tidak salah, ia menemukan seluruh paras muka Cui Hoa Kongcu sudah berubah jadi hijau kehitam hitaman, dari tujuh lubang mengucurkan darah hitam yang kental sedang kaki kanannya kena ditabas putus, sedang manusianya sendiri sudah menemui ajalnya beberapa saat.
Saking cemas bercampur gusar, seluruh rambutnya yang putih jadi pada berdiri, matanya yang sipit dipentangkan lebar-lebar dan memancarkan cahaya kehijau hijauan yang amat tajam.
"Hmm! peristiwa ini tentu hasil perbuatan kalian yang amat bagus!" teriaknya keras.
Tubuhnya segera maju ke depan, sambil menuding ke arah si perempuan cantik dari balik kabut dan bentaknya kembali dengan suara yang amat seram.
"Cui Hoa Kongcu apakah kau yang turun tangan membunuhnya?"
"Hmm! dia sendiri yang cari mati, lalu hal ini harus menyalahkan kepada siapa?" dengus si perempuan cantik dari balik kabut sambil menengadah ke atas.
Pada saat itu Pek Ih Loo Sat pun sudah kembali kesisi tubuh Tan Kia-beng, mereka bertiga dengan membentuk posisi segitiga mengurung Tan Kia-beng di tengah kalangan.
Ketika dilihatnya Sam Biauw Ci Sin menaruh perhatian yang sangat besar terhadap kematian dari Cui Hoa Kongcu, tak terasa lagi Hu Siauw-cian menepuk nepuk golok melengkung berwarna keperak perakan yang tersoren pada punggungnya dan tertawa cekikikan dengan sangat merdunya.
"Hii.... hii.... Nonamu pun ikut mengambil bagian di dalam turun tangan menghukum bangsat cabul tersebut, bila kau merasa tidak puas, ayoh silahkan maju saja!"
Pada saat ini Sam Biauw Ci Sin benar-benar merasa amat gusar, napsu buasnya jadi membara.
"Baik! Akan aku bunuh dirimu terlebih dahulu kemudian baru mencari perempuan rendah itu untuk membikin
perhitungan"
Sreet! Dengan menimbulkan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat serasa merekahnya gunung Thay-san, ia melancarkan satu pukulan menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
Pukulan tersebut benar-benar luar biasa sekali membuat ujung baju Hu Siauw-cian berkibar kibar dan napasnya terasa jadi sesak.
Kurang lebih lima depa dibelakang Hu Siauw-cian adalah Tan Kia-beng bila ia menghindarkan diri dari serangan
tersebut maka angin pukulan itu tentu akan menghajar ke atas badannya.
Terpaksa sambil diam-diam ia menggigit bibrnya dan gadis itupun menggerakkan telapak tangannya menyambut
datangnya serangan tersebut.
"Blaamm....!" dengan menimbulkan suara bentrokan yang amat nyaring, tubuh Siauw Cian kena terpukul mundur empat lima langkah ke belakang, paras mukanya berubah jadi merah padam
Sam Biauw Ci Sin sendiripun segera merasakan lengannya jadi luka dan sakit, tubuhnya kena terdorong mundur dua langkah ke belakang.
Ia sama sekali tidak menduga bila seorang gadis yang masih amat muda ternyata berani mengadu tenaga lweekang dengan dirinya.
Dengan cepat perhatiannya dipusatkan jadi satu, pukulan yang kedua dengan kecepatan yang luar biasa kembali menggulung ke depan.
Pada saat itu Pek Ih Loo Sat merasakan darah panas didadanya bergolak amat keras, jantungnya berdebar debar sedang napasnya agak tersengal sengal.
Melihat serangan kedua kembali meluncur datang, sekali lagi ia menggertak gigi, kakinya menginjak kedudukan 'Ci Wu', sepasang telapak tangannya membentuk gerakan lingkaran dan menyambut datangnya serangan dengan keras lawan keras.
Sekali lagi mendengar suara bentrokan yang amat nyaring, tubuh Hu Siauw-cian dengan sempoyongan mundur tiga langkah ke belakang darah segar tak tertahan lagi menyembur
keluar dari bibirnya yang kecil mungil membuat pakaian yang berwarna putih jadi ternoda tetesan darah segar.
Mo Tan-hong yang melihat berlangsungnya peristiwa tersebut dari samping segera merasakan hatinya amat sakit, kepingin sekali pada saat itu juga ia melakukan terjangan ke sana untuk mewakili gadis tersebut.
Tetapi keadaan pada saat ini sangat berbahaya sekali, sekeliling tempat itu sudah dipenuhi dengan jago-jago lihay pihak Isana Kelabang Emas, hal ini memaksa dirinya sulit untuk meninggalkan tempat tersebut barang setengah langkahpun.
Berbagai ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, mendadak ia berteriak, "Kenapa kau harus menerima datangnya pukulan pukulan bangsat tua itu dengan gerakan keras lawan keras" cepat cabut keluar senjata tajamnya"
Sejak terjunkan dirinya ke dalam dunia persilatan Pek Ih Loo Sat belum pernah menggunakan senjata tajam untuk bergebrak melawan pihak musuhnya, kini setelah
diperingatkan oleh Mo Tan-hong, ia jadi teringat kembali dengan golok melengkung berwarna keperak perakan dari Cui Hoa Kongcu yang tersoren pada pinggangnya.
Dengan cepat ia mencabut keluar golok tersebut, diantara berkelebatnya cahaya keperak perakan yang menyilaukan mata ia sudah menerjang maju ke depan.
Setelah mencekal golok lengkung ditangan kembali ia memuntahkan darah kental berwarna hitam, mendadak tubuhnya bergerak maju ke depan melancarkan serangan gencar ke arah Sam Biauw Ci Sin.
Entah darimana datangnya tenaga yang sangat besar, terjangannya kali ini benar-benar luar biasa Golok lengkung ditangannya laksana senjata roda menimbulkan sinar yang tajam berkelebat dan menyambar kesana kemari tiada hentinya. Hanya di dalam sekejap mata saja ia sudah melancarkan delapan belas buah bacokan.
Sam Biauw Ci Sin yang berturut turut melancarkan dua buah serangan dan berhasil melukai Siauw Cian, dalam tubuhnya sendiripun merasakan golakan yang amat keras sesudah mengatur pernapasan belum ia sempat melancarkan serangan, golok lengkung ditangan Pek Ih Loo Sat sudah menerjang datang dengan diiringi suara sambar geledek serta kilatan halilintar.
Dalam keadaan gugup tubuhnya kontan saja kena terdesak mundur sejauh tujuh, delapan langkah.
Sifat buasnya makin memuncak ia meraung keras seperti badak terluka.
"Ayoh maju semua!" bentaknya keras. "Hancurkan dulu beberapa orang budak terkutuk ini!"
Sepasang telapaknya menekan ke depan, tubuhnya dengan cepat menerjang masuk ke dalam lingkungan cahaya keperak perakan yang menyilaukan mata itu.
Begitu ia memberi perintah maka jago-jago yang selama ini mengurung sekeliling tempat ini mulai menerjang laksana menggulungnya ombak samudera.
Cahaya golok memenuhi angkasa, angin pukulan menderu deru seketika itu juga suasana di tempat itu jadi amat tegang sekali.
Sejak semula si perempuan cantik dari balik kabut sudah menduga akan hal ini, begitu melihat jago-jago dari Isana Kelabang Emas mulai menerjang datang, pasir beracun yang tergenggam ditangan dengan cepat disambitkan ke depan.
Di tengah lapisan kabut warna warni yang amat tebal suara jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul, beberapa orang yang berada dipaling depan kontan rubuh ke atas tanah dan seketika itu juga menemui ajalnya.
Diikuti Mo Tan-hong membentak keras, pedang panjangnya dengan membentuk pelangi yang panjang memenuhi ruangan menyambut datangnya serangan pihak musuh.
Seketika itu juga suatu pertempuran yang maha sengit segera berlangsung di tempat itu.
Si perempuan cantik dari balik kabut yang berturut turut melancarkan serangan dengan beberapa genggam pasir beracun, untuk sementara berhasil menahan serbuan pihak musuh yang bolek dikata hendak adu jiwa itu.
Tiba-tiba.... Segulung angin tajam membokong dari sisi tubuhnya, Hek Yang-sin sambil mencekal sebuah tangkai pohon siong yang besar dan kasar membabat dari arah samping.
Melihat datangnya serangan bokongan tersebut Wu Mey Jien lantas mengerti sekalipun dirinya menggunakan pasir beracun lagi juga tiada gunanya. Karena itu tubuhnya segera menerjang ke depan menyambut datangnya serangan
tersebut dengan suatu serangan yang tidak kalah dahsyatnya.
Mereka bertiga boleh dikata merupakan jago-jago lihay kelas wahid di dalam dunia persilatan, ditambah pula kali ini mereka bertempur dengan taruhan nyawa, maka dari itu
walaupun jumlah jago dari Isana Kelabang Emas amat banyak untuk beberapa saat lamanya mereka belum sanggup juga untuk menjebolkan pertahanan segi tiga dari ketiga orang gadis tersebut.
Suara teriakan kalap, bentakan gusar serta jeritan ngeri saling susul menyusul menggetarkan seluruh kalangan pertempuran, cahaya golok, bayangan pedang serta hawa pukulan menderu deru dan berkelebat memenuhi angkasa.
Pertempuran yang maha sengit ini berturut turut
berlangsung kurang lebih setengah jam lamanya sedang Tan Kia-beng selama ini masih tetap duduk bersila di tengah kalangan tanpa bergerak sedikitpun.
Pek Ih Loo Sat sambil menahan luka dalamnya yang parah melanjutkan pertempuran menyambut datangnya serangan serangan serta terjangan terjangan hebat dari pihak musuh, beberapa kali hampir hampir saja ia rubuh saking tak tertahannya tetapi sungguh aneh sekali! setiap kali ia menghadapi keadaan bahaya rasanya secara diam-diam ada segulung tenaga yang sedang menahan dirinya.
Tiba-tiba gadis itu membentak keras, golok peraknya berkelebat tajam lalu menerjang ke depan dengan sangat ganas. Hanya di dalam sekejap mata berpuluh puluh orang kena terbabat mati di dalam terjangannya yang sangat dahsyat dengan mengandalkan golok beracun tersebut.
Wu Mey Jien maupun Mo Tan-hong sama-sama tahu bila situasi pada saat ini sangat bahaya sekali dan sedikitpun tidak boleh berlaku ayal.
Asalkan salah seorang jagoan dari Isana Kelabang Emas berhasil menerjang masuk ke dalam lingkaran kepungan tersebut maka Tan Kia-beng akan segera menemui ajalnya.
Karena itu mereka masing-masing berusaha mengeluarkan seluruh kepandaian silat yang dimilikinya untuk
mempertahankan diri, dan setiap serangan yang mereka lancarkan tentu disertai dengan sepuluh bagian tenaga dalam.
Atau boleh dikata serangan ini adalah suatu cara penyerangan mengadu jiwa.
Sam Biauw Ci Sin serta Hek Yang-sin Ci Sah-sin ditambah pula beberapa orang jagoan lihay ternyata tidak berhasil juga membobolkan pertahanan dari ketiga orang gadis itu, dalam hati tak urung merasa gusar juga.
Terdengar pelindung hukum dari Isana Kelabang Emas ini tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee.... hee.... bilamana malam ini Ya yamu tidak berhasil menyingkirkan kalian tiga orang budak rendah, aku malu untuk menjabat sebagai pelindung hukum Isana Kelabang Emas" teriaknya.
Diam-diam Wu Mey Jien melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng, terlihatlah pada waktu itu dari atas ubun ubun pemuda tersebut mulai mengepulkan dua gulung asap tebal berwarna putih dan hijau yang segera memenuhi seluruh angkasa di sekeliling tempat itu, diam-diam hatinya merasa amat girang karena ia tahu latihan dari pemuda tersebut sudah hampir selesai.
Dengan cepat ia berteriak sangat keras.
"Jangan dengarkan omongan setannya, adik Beng sebentar lagi akan sadar"
Melihat kebandelan ketiga orang gadis tersebut, Sam Biauw Ci Sin jadi amat gusar. Tubuhnya segera menerjang ke depan sambil mengirim satu pukulan menerjang Hu Siauw-cian
Serangannya kali ini sudah menggunakan seluruh hawa lweekang yang dimilikinya, sudah tentu bukan alang kepalang dahsyatnya.
Pek Ih Loo Sat dapat menghindarkan diri lagi, golok peraknya buru-buru dilintangkan ke depan dada sedang telapak kirinya diayun ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
"Blaamm....!" Pek Ih Loo Sat teriak ngeri tubuhnya terpental sehingga jatuh terjengkang ke atas tanah.
Sebaliknya Sam Biauw Ci Sin sendiripun kena terpukul oleh hawa pukulan iblis Sian Im Kong Sah Mo Kang nya sehingga tergetar dan mundur tiga langkah dengan sempoyongan.
Sewaktu Pek Ih Loo Sat jatuh terjengkang ke atas tanah itulah dua sosok bayangan manusia dengan kecepatan seperti terbang mendadak menerjang ke arah Tan Kia-beng.
Melihat peristiwa tersebut Pek Ih Loo Sat jadi amat terperanjat, mendadak tubuhnya menjelat ke atas kemudian laksana sambaran pelangi putih ia menerjang dari belakang bayangan tersebut.
Di tengah kalangan dengan cepat berkumandang suara yang sangat mengerikan, dua orang bajingan yang baru saja melancarkan serangan bokongan sudah kena dibabat sehingga tubuhnya terpotong jadi dua bagian.
Pek Ih Loo Sat sesudah melancarkan serangan tadi
tubuhnya dengan sempoyongan segera mundur beberapa langkah dan hampir hampir saja rubuh kembali ke atas tanah.
Buru-buru ia menancapkan golok peraknya ke atas tanah untuk menahan bobot tubuhnya, sedang dari mulutnya berturut turut memuntahkan darah segar beberapa kali.
Ketika itu, sebagian besar jago-jago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas sudah dibuat gusar oleh keadaan situasi yang dihadapan masing-masing dengan nekad dan buasnya
menerjang ke depan.
Sepasang telapak tangan dari Wu Mey Jien serta pedang panjang dari Mo Tan-hong semakin lama semakin terdesak sehingga tidak kuasa lagi untuk m
Pendekar Cacad 9 Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pemetik Harpa 27
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama