Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 3
kepada siapapun dia tidak mau tahu siapa yang sudah munculkan dirinya disana, baik itu dari golongan Hek-to maupun dari golongan Pek-to, sekalipun para iblis iblis sakti serta jago-jago aneh dari Liok lim diapun tidak terasa gentar sedikitpun juga.
Ternyata diantara jago-jago yang hadir pada hari ini antara lain ada: Siauw Ban yen Loh atau si Raja Akhirat Berwajah Riang, Siong Thjie; Chiet Poh Tui Hun atau situjuh tindak pencabut nyawa, Tiauw Tong; Leng Tiong Siang Hong atau sepasang manusia ganas dari daerah Leng Tiong, Ui Sie, Ui Liem, Auw Hay Sam Cho dari daerah Leng Tong, Ui sie serta Ui Lim, Auw Sam Cho Im Yang Su thay; Siauw Siang Yu Su serta Thiat Ciang Ceng Sam Siang sekalian berpuluh puluh orang.
Sudah tentu para jago-jago kenamaan ini walaupun di dalam hati masing-masing mempunyai perhitungan tetapi siapapun tidak ada yang mau mengaku terus terang kalau kedatangan mereka bertujuan pada pedang pualamnya itu.
Terdengar si Raja Akhirat Berwajah Riang tertawa terbahak-bahak. Haaa.... haa siauw ko, kau jangan begitu sombong tidak salah kedatangan kami sekalian memangnya bertujuan pada pedang pualam Giok Hun Kiam mu itu aku dengar senjata senjata tajam itu amat berharga sekali dan biasanya cocok untuk manusia manusia budiman.... heee manusia seperti kalian guru dan murid yang begitu ganas, kejam dan berhati binatang aku kira tidaklah cocok untuk memegang pedang tersebut,
"Jadi menurut perkataanmu, hanya saudara saja yang cocok untuk mendapatkan ini?" tanya Tan Kia-beng dengan amat dinginnya.
Si Raja Akhirat Berwajah Riang segera berbatuk batuk, baru saja dia hendak membuka mulut untuk memberikan
jawabannya tiba-tiba....
Chie Poh Tui Hun atau situjuh tindak pencabut nyawa sudah maju dua langkah ke depan sambil berteriak.
"Dengan si iblis terkutuk ini buat apa kita bicara terlalu sungkan sungkan" kita bereskan dulu dirinya kemudian baru berusaha membagi pedang Giok Hun Kiam tersebut!"
"Tunggu sebentar.... tunggu sebentar!" terdengar Im Yang Su cay sambil goyangkan kipasnya sudah bertindak maju ke depan. "Kita harus merundingkan urusan ini baik-baik. Hee heee manusianya sudah kita kurung rapat rapat, kita baik rundingkan soal pedang tersebut terlebih dulu baru beresin nyawanya, apa kalian takut dia bisa terbang ke atas langit?"
Tiba-tiba terdengar suara tertawa aneh yang amat menusuk telinga. Auw Hay Sam Cho atau tiga manusia jelek dari daerah auw Hay sudah bersama-sama menerjang ke depan, teriaknya dengan keras.
"Kita sekalian sudah membututi dirinya dari kota Tiang Sam sampai di tempat ini, kalian manusia manusia busuk tidak punya bagian di dalam hal ini tahu tidak?"
Mendengar perkataan tersebut air muka Im Yang Siucay segera berubah amat hebat.
"Lalu kalian bertiga ingin memilikinya sendiri?" ejeknya dengan suara amat dingin.
"Itupun kurang lebih demikian, selamanya kalau kami Auw Hay Sam Hiong sudah turun tangan ikut campur, orang lain tidak punya hak lagi untuk ikut."
Im Yang Siucay jadi orang amat licik, kejam dan ganas sekali kini melihat para jago pada merasa gusar oleh perkataan dari Auw Hay Sam Cho ini diam-diam dalam hatinya merasa amat girang, dia tahu sekalipun ilmu silat dari Auw Hay Sam Cho lebih tinggi lagipun belum tentu bisa bertahan diri dari kerubutan para jago buat apa kini dia harus cari gara gara sendiri
Sambil tertawa terbahak-bahak dia segera menganggukkan kepalanya.
"Betul.... betul.... memang beralasan, memang beralasan, saudara bertiga silahkan untuk mulai bekerja."
Tubuhnya dengan cepat berkelebat lima depa ke belakang, sedangkan matanya yang seperti tikus dengan tajamnya melirik sekejap ke arah para jago lainnya.
Auw Hay Sam Cho yang mengandalkan jumlah banyak
mengira orang lainnya benar takut kepada mereka membuka saking senangnya sudah tertawa terbahak-bahak
Tiba-tiba si Setan Buruk Ting Cian dengan mengerahkan seluruh tenaganya menubruk maju ke depan, dengan
mementangkan lima jarinya yang seperti kuku garuda dengan amat cepatnya dia mencengkeram tubuh Tan Kia-beng.
Segeralah lima gulung angin serangan yang disertai bau amis yangmemuakkan dengan cepatnya meluncur ke depan Walaupun Tan Kia-beng dengan sombongnya berdiri di tengah lapangan, tapi sejak tadi dia sudah menyalurkan hawa murninya keseluruh tubuh siap menerima datangnya
serangan. Kini melihat datangnya dari si setan jelek, telapak tangannya dengan cepat dibalik segulung angin pukulan yang amat dingin segera meluncur dengan cepatnya ke depan.
Pada saat si Setan Buruk menyerang ke arah Tan Kia-beng itulah mendadak dari tengah lapangan berkumandang datang suara bentakan yang amat ramai sekali. Leng Tiong Siang Hiong, Ui Sia serta Ui Liem dua orang bersama sudah melancarkan serangan menyerang Tan Kia-beng serta si Setan Buruk itu.
Segera terlihatlah bayangan manusia berkelebat. Braak, Bluuum, suatu ledakan yang amat dahsyat bergema
memecahkan kesunyian.
Tubuh si Setan Buruk bagaikan kereta angin yang berputar segera melayang ke tengah udara, dari mulutnya memancar keluar darah segar berwarna merah tua, baru saja tubuhnya mencapai permukaan tanah dia sudah menjerit ngeri kemudian tubuhnya tak bergerak lagi.
Leng Tiong Siong Hiong pun bagaikan kilat cepatnya sudah mengundurkan diri kembali tujuh tindak ke belakang.
Kiranya si Setan Buruk itu terlalu memandang rendah tenaga dalam dari Tan Kia-beng sehingga dia sama sekali tidak bersiap sedia terhadap datangnya serangan bokongan dari Ui Si.
Ketika baru saja dia melancarkan serangannya mengancam tubuh Tan Kia-beng mendadak dari belakang tubuh dia merasakan adanya segulung angin yang mengancam
tubuhnya. Dalam keadaan terperanjat cengkeramannya diubah
menjadi pukulan dengan tergesa gesa ia menyambut
datangnya serangan
Dua gulung angin pukulan dengan cepatnya terbentur menjadi satu, dia cuma merasakan dadanya amat panas telapak tangan dari Ui Sie pada saat yang bersamaan pula sudah menghajar dadanya dengan amat keras sehingga tidak ampun lagi tubuhnya terpental untuk kemudian rubuh binasa di atas tanah.
Tan Kia-beng yang berhasil memukul mundur serangan dari si Setan Buruk mendadak melihat datangnya serangan dari Ui Liem dia segera membentak keras tubuhnya dengan cepat
berputarm di tengah berkelebatnya bayangan telapak dia sudah melancarkan tiga serangan dahsyat sekaligus. Segera terasalah gulungan angin dingin yang amat membekukan dengan gencarnya menghantam tubuh Ui Liem membuat dia saking terkejut mundur ke belakang tak henti hentinya.
Pertempuran baru baru ini jika diceritakan memang panjang tetapi terjadinya hanya di dalam sekejap mata saja.
Pemimpin dari Auw Hay Sam Cho itu si Setan Buruk yang terkena serangan bokongan sehingga menemui ajalnya seketika itu juga membuat Djie cho siluman beruang serta Sam cho siluman itik menjadi amat gusar sekali bagaikan harimau yang terluka dengan kalapnya mereka menubruk ke arah Leng Tiong Siang Hiong.
Seketika itu juga suara angin pukulan menderu suatu pertempuran yang amat sengit segera berlangsung dengan serunya.
Im Yang siucay yang tadi mengundurkan diri segera berjalan maju kembali ke depan, dia melirik sekejap ke tengah kalangan kemudian memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin
Dengan cepat dia berkelebat mendekati Tan Kia-beng sambil menggoyang goyangkan kipasnya dia berkata
"Hey bocah cilik, jikalau ini hari kau kepingin loloskan diri dari sini dalam keadaan selamat, hal ini tidak mungkin bisa terjadi. tapi bila mana kau mau bekerja sama dengan aku hee.... hee kemungkinan masih ada kesempatan untuk hidup"
Pikiran orang ini paling licik, dia tahu jikalau ini hari dia hendak memperoleh pedang pualam itu hal ini merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit sekali dilihatnya pula sikap yang amat gagah dari Tan Kia-beng, dia semakin tahu kalau
kepandaian silatnya merupakan sejalan dengan iblis sakti pemilik kereta maut itu.
Jikalau dia harus bertempur satu lawan satu dirinya masih bukanlah tandingannya karena itu terpaksa dia memikirkan ini untuk bersama-sama meloloskan diri dari kepungan para jago kemudian denganperlahan-lahan baru berusaha untuk mendapatkan pedang itu dari Tan Kia-beng
"Haa haa Hoo heng bermaksud mau jadi pengawal" Tiba-tiba terdengar suara yang amat keras memutuskan
pembicaraannya. Aku kira tidaklah semudah itu haa.... haa...."
Dengan cepat Im Yang siucay menoleh ke belakang
terlihatlah Hwee Im Poocu bersama-sama dengan Siauw Siang Yu Su sudah berjalan mendatangi, dia segera tertawa dingin.
"Apakah Ong heng serta Yu Su juga bermaksud
menyusahkan diriku?"
Air muka Siauw Siang Yu Su segera berubah menjadi kehijau hijauan, diapun mendengus dengan amat dingin.
"Hmm, Pinto tidak bermaksud memperebutkan pedang
miliknya itu cuma si iblis cilik ini kita tidak bisa melepaskan kembali."
Pada saat itu tampaklah Miauw Ing Su thay sambil
mengebutkan Hut timnya berjalan mendekati.
"Omintohud, perkataan dari Yu su sedikitpun tidak salah, jikalau pedang tersebut sampai terjatuh ketangan iblis tua bukankah seperti juga harimau yang tumbuh sayap" Bulim bakal akan terjadi suatu pembunuhan masal yang mengerikan sekali."
"Bagaimanapun juga pandangan dari orang-orang golongan lurus jauh berbeda sekali mereka tidak bermaksud
memperebutkan pedang itu cuma merekapun tidak
menginginkan kalau sampai pedang pusaka itu terjatuh ketangan iblis tua pemilik kereta maut tersebut."
Sehabis mendengar perkataan itu dalam hati diam-diam Im Yang siucay merasa sangat girang sekali, biji matanya berputar putar lalu tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha. urusan ini masih membutuhkan bantuan dari Su thay sekalian."
Miauw Ing Su thay pun segera tersenyum pula, padahal diam-diam dalam hatinya dia memaki tak henti hentinya.
"Sungguh manusia berhati licik. Hmm, pingin minta bantuan orang lain padahal untuk mencari keuntungan buat diri sendiri?"
Pertempuran kali ini benar-benar amat menarik sekali, setiap orang pada saling menaruh curiga terhadap kawan kawannya sendiri dan semua orangpun tidak ingin turun terlebih dulu tetapi siapapun tidak ingin melepaskan kesempatan untuk memperoleh pedang pusaka ini.
Si Raja Akhirat Berwajah Riang serta tujuh tindak pencabut nyawa tidak mau perduli terhadap urusan yang sudah terjadi di sekitar tempat itu, sepasang mata mereka dengan amat tajam terus menerus memperhatikan Tan Kia-beng setiap saat mereka bersiap sedia untuk turun tangan melakukan pekerjaannya.
Tan Kia-beng yang sudah dikurung amat lama
hatinyapunmulai terasa gelisah sifat sebenarnya yang amat sombong dan memandang tinggi diri sendiri membuat hatinya merasa amat gusar tetapi dikarenakan dia tahu kalau para jago yang ada disana bukanlah berasal dari satu jalan yang sama maka dia sengaja berdiri tenang sedikitpun tak bergerak
dia ingin menunggu sampai masing-masing pihak pada berebut dan bergebrak sendiri.
Tetapi setelah ditunggu tunggu tetap tidak melihat mereka turun tangan juga, hatinya menjadi sangat gelisah sekali, tidak tertahan lagi dia mulai pentangkan langkahnya lebar-lebar berlalu dari sana.
Siapa sangka.... baru saja langkah kakinya sedikit dari empat penjuru segera terdengarlah suara bentakan yang amat keras berpuluh puluh gulung anign yang tidak sama dengan amat cepatnya bergulung menghajar tubuhnya.
Tan Kia-beng tidak berani menyambut serangan itu dengan keras melawan keras, dengan tergesa gesa dia kirim satu pukulan hawa dingin sedangkan tubuhnya dengan cepat meloncat ke tengah udara kemudian menerjang ke arah sebelah kiri
Miauw Im Suthay yang ada disebelah kiri segera memuji keagungan Budha serunya, "Pinnie tidak ingin melukai dirimu, cepat kau tinggalkan pedang pualam tersebut."
"Kau jangan mimpi!" bentak Tan Kia-beng dengan amat gusarnya.
Telapak tangannya dengan membentuk satu lingkaran mendadak melancarkan pukulan ke depan.
Pukulannya kali ini bukannya menggunakan hawa dingin melainkan sebaliknya menggunakan hawa yang amat panas, segera tertampaklah sesuatu pukulan yang dahsyat laksana mengamuknya ombak besar di tengah samudera dengan derasnya melanda tubuh pihak musuh.
Hut tim ditangan Miauw Ing Suthay dengan cepat
digetarkan ke depan sehingga membuat bulu putih itu menjadi
terang bagaikan serat serat perak, dengan cepat tubuhnya maju ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
"Iiih....?" suara teriakan tertahan segera meliputi dalam hatinya.
Tampak bayangan abu abu berkelebat menghindar kurang lebih lima depa kesamping, dengan pandangan penuh perasaan terperanjat Miaue Ing Su thay memandang dirinya dengan melongo longo.
Kiranya di dalam keadaan gusar tadi Tan Kia-beng sudah menggunakan jurus Lok Djie Tiong Thian dari ilmu telapak Siauw Siang Chiet Ciang yang amat dahsyat itu.
Kepandaian silat dari Lam Hay Sin Nie ini tidak ada dibawah kepandaian silat ciangbundjin dari tujuh partai besar lainnya selama ini dia sama sekali belum pernah bertemu dengan ilmu silat yang demikian aneh dan saktinya bahkan dia merasa bahwa jurus serangan ini jelas merupakan suatu serangan dari aliran lurus karenanya dengan perasaan amat terperanjat dia mengundurkan dirinya ke belakang
Bersamaan itu pula dia merasa amat terkejut atas
kehebatan dan kesempurnaan dari tenaga dalam sang pemuda.
Karena teriakan dari Miauw Ing su thay inilah seketika itu juga membuat para jago-jago yang sedang menubruk ke depan segera menghentikan gerakannya, mereka semua tahu bahwa kepandaian silat dari mereka semua tidak bisa menandingi Miauw Ing Suthay, kini dia merasa terkejut sudah tentu orang lain harus lebih hati-hati lagi.
Tetapi dengan adanya kejadian ini seketika itu juga membuat perasaan ingin menang yang timbul di dalam hati para jago untuk sementara tersapu bersih dari benak mereka,
bahkan sampai Auw Hay Djie Cho yang melancarkan serangan dengan tidak mengindahkan mati hidupnya sendiripun untuk sementara waktu menghentikan gerakannya, kini semua perhatian dicurahkan pada Tan Kia-beng, pandangan mata setiap jago dengan tak berkedip sedikitpun juga memandang tajam ke arahnya.
---0-dewi-0--- Sang surya dengan perlahan lenyap diarah sebelah barat, burung-burung pada terbang kembali ke sarangnya.
Sinar terakhir yang tak bertenaga sama sekali itu dengan perlahan mulai menyorot setiap wajah yang diliputi oleh hawa napsu untuk membunuh membuat suasana terasa begitu seram, begitu ngeri dan begitu menakutkan.
Tan Kia-beng yang terkepung rapat rapat diengah kalangan mulai merasa amat gusar, sepasang matanya yang jeli dengan perlahan menyapu sekejap kesekeliling kalangan terlihatlah selapis hawa membunuh sudah meliputi seluruh wajahnya.
Dengan diam-diam dia mulai menyalurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali telapak tangannya diangkat ke depan dada siap melancarkan satu serangan.
Tiba-tiba.... Sesosok bayangan putih dengan amat cepatnya berkelebat dibawah sorotan sang surya yang hampir lenyap dibalik gunung itu, segera terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi seluruh angkasa.
Leng Tiong Siang Hiong yang sedang memperhatikan Tan Kia-beng dengan seluruh perhatian mendadak melayang dua kaki tingginya meninggalkan tanah kemudian roboh ke atas tumpukan rerumput dengan amat kerasnya.
Seketika itu juga suasana sangat gaduh sampai Tan Kia-beng sendiri yang sedang siap-siap melancarkan seranganpun menarik kembali telapak tangannya.
Ketika dia menoleh ke arah mana berasalnya suara jeritan ngeri itu segera tampaklah sesosok bayangan putih dengan amat merdu sekali.
Saat itu semua orang baru bisa melihat jelas kalau orang yang baru saja membopong Leng Tiong Siang Hiong itu bukan lain adalah gadis berbaju putih yang amat cantik dan terasa amat agung itu.
Aaa.... siluman perempuan.... siluman perempuan sudah datang.... awas.... awas bersiap-siap semua siluman perempuan sudah datang.
Suasana menjadi amat gaduh sekali semua jago pada mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan tetapi tidak seorangpun yang berani turun tangan melancarkan serangannya.
Hal ini bukanlah dikarenakan merasa sayang turun tangan terhadap seorang gadis yang amat cantik, tetapi mereka amat jeri atas kemisteriusan gadis tersebut.
Tan Kia-beng pun dengan cepat sudah mengenal kembali gadis tersebut bukan lain adalah gadis berbaju putih yang tempo hari sudah perseni satu tamparan kepada dirinya. tak terasa lagi dia mendengus dengan amat dinginnya.
---0-dewi-0--- JILID: 5 Terhadap sikapnya yang amat dingin ini gadis berbaju putih itu sama sekali tidak ambil peduli, sambil menarik narik ujung bajunya dia mencibirkan bibirnya."
"Hmm, buat apa kau terus menerus bentrok dengan orang macam itu, mari kita pergi saja."
Sejak tadi Tan Kia-beng memangnya sudah punya maksud untuk meloloskan diri dari kepungan tersebut dengan cepat dia mengangguk.
Demikianlah segera tampaklah dua sosok bayangan biru dan putih dengan amat cepatnya melayang ke tengah udara kemudian berkelebat menuju ke arah kanan.
Sewaktu Tan Kia-beng tidak bergerak semua tidak berani berlaku gegabah untuk menempuh bahaya, kini begitu dia bergerak semua jago menjadi amat cemas, terdengar suara bentakan keras sepuluh sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat menghajar dari belakangnya.
Melihat hal itu, Tan Kia-beng menjadi sangat mendongkol, tubuhnya yang ada di tengah udara mendadak berputar kemudian membentak keras dan kirim sebuah pukulan jahat ke belakang
Hampir pada waktu bersamaan pula gadis berbaju putih itupun membentak nyaring: ujung bajunya dikebutkan ke depan segera terasalah segulung angin pukulan dingin yang menusuk tulang menggulung ke arah depan.
Ilmu pukulan yang digunakan Tan ia Beng adalah ilmu pukulan Siauw Siang Chiet ciang, dari Hek Tiap Sin Kang.
Sedang ilmu pukulan dari gadis berbaju putih itu adalah ilmu pukulan Sian Im Kong Sah Mo Kang dari ilmu telapak Tok Yen Mo Ciang atau ilmu pukulan api beracun.
Yang satu keras yang lain lunak dua gulung angin pukulan dengan cepat bersatu padu membentuk sebuah jala yang amat besar sekali mengurungi kepala Djie cho serta Sam cho dari Auw hay Sam cho yang paling rakus dan berjalan dipaling depan,
Melihat datangnya serangan dahsyat tersebut, mereka berdua dengan gusarnya membentak keras kemudian secara tergesa gesa balas melancarkan satu serangan menyambut datangnya serangan tersebut.
"Aduuh...." suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma segera memenuhi seluruh angkasa tubuh mereka berdua bagaikan buah yang sudah masak menggelinding sejauh dua tiga kaki jauhnya dan binasa seketika itu juga, dari mulut mereka tak henti hentinya mengeluarkan darah segar yang sudah matang.
Si Raja Akhirat Berwajah Riang serta tujuh tindak pencabut nyawa yang berada di belakang tubuh kedua orang manusia jelek itu menjadi amat terperanjat. dengan cepat mereka menjatuhkan diri ke samping kemudian berguling beberapa jauh dengan amat tepat sekali mereka berhasil menghindarkan diri dari bahaya elmaut itu
Begitu Tan Kia-beng selesai melancarkan serangan dengan tanpa menoleh lagi dia berlari ke depan dengan amat cepatnya.
Kurang lebih dua puluh li kemudian akhirnya mereka berdua baru menghentikan langkahnya.
Terdengar gadis berbaju putih tertawa dan menoleh ke arahnya,
"Hiii.... hiii.... untung sekali kau berhasil meloloskan diri dari kematian."
"Ouw, kau mengharapkan aku cepat mati?"
"Maukah kau jangan berbicara demikian" hari itu jikalau bukannya para toosu bau itu mengerubuti diriku akupun tidak akan melepaskan bajingan tua itu"
"Hmm, pada satu hari aku pasti akan mencabut nyawanya."
"Agaknya kau sudah memperoleh kejadian aneh,
keadaanmu sama sekali lain dari waktu yang lalu?"
"Heee heee.... sedikitnya tidak akan bisa kena tempeleng orang lain lagi."
Mengungkat soal tempelengan tempo hari membuat hawa amarahnya seketika itu juga berkobar kembali dalam hatinya, sepasang matanya dengan amat dingin sekali menyapu sekejap ke arah gadis cantik berbaju putih itu.
Jika dibicarakan memang amat aneh sekali, gadis yang biasanya amat sombong seperti putri kaisar saja ini ternyata sama sekali tidak dibuat omongan Tan Kia-beng yang amat kasar itu, dengan perlahan dia menundukkan kepalanya rendah rendah dan ujarnya dengan sedih.
"Tempo hari aku tempeleng pipimu semuanya demi
kebaikanmu sendiri."
"Kaupun bukan angkatan tuaku, kenapa kau harus
menempeleng diriku" lagi pula aku pun tidak menyalahi dirimu, coba aku mau tanya apa kesalahanku sehingga kau perseni satu tamparan pada pipiku" ayo jawab."
"Hey! apakah kau tidak tahu sifat dari ayahku?"
"Aku sama sekali tidak kenal dengan dia kenapa aku harus mengetahuinya."
"Eeey.... urusan ini pada kemudian hari aku akan
mengetahui dengan sendirinya sekarang aku tidak punya waktu untuk menceritakan lebih jelas lagi kepadamu.
pokoknya yang tegas maksudku adalah baik."
Sehabis berkata dia menghela napas panjang, terlihat bayangan putih berkelebat tubuhnya dengan amat cepat sudah berlalu dari sinar.
Tan Kia-beng adalah seorang manusia keras yang hanya mau makan yang lunak saja, hatinya yang sebenarnya amat gusar sehabis mendengar perkataan dari gadis berbaju putih itu membuat hawa amarahnya menjadi reda kembali ketika dilihatnya dia meninggalkan tempat itu dia hanya bisa memandangnya saja dengan melongo;
Beberapa saat kemudian mendadak pada benaknya
terbayang kembali suatu ingatan kakek berjubah hitam itu sudah mengadakan perjanjian dengan orang-orang tujuh partai besar keramaian ini jika tidak ditonton tentu sayang sekali, apalagi Heng-san It-hok pun bakal hadir pula disana.
Demikianlah tanpa merasa lelah dia segera melakukan perjalanan siang malam menuju ke gunung Thaysan untuk memenuhi undangan.
Karena adanya hadangan hadangan dari musuh yang
membuang banyak waktu, sesaat dia tiba dibawah kaki gunung Thaysan waktu sudah menunjukkan kentongan ketiga tanggal tujuh.
Mendadak dari punggung gunung berkelebat bayangan manusia sebuah bayangan putih dan sebuah bayangan hitam berkelebat dengan amat cepatnya di depan tubuhnya.
Hanya di dalam beberapa kelebatan saja bayangan tersebut sudah lenyap dibalik hutan tidak jauh dari mana dia berada
Dengan ketajaman pandangan matanya sekali pandang saja dia sudah bisa tahu orang itu bukan lain adalah kakek tua berbaju putih, hatinya menjadi bergerak kakinya dengan kecepatan yang luar bisa mengejar terus ke arah atas gunung.
Sesampainya pada puncak gunung itu tampaklah di atas sebidang tanah batuan yang rata sudah berdiri berpuluh puluh orang jago, dia tahu tempat bertanding tentunya ada di tempat ini
Dia tidak ingin munculkan dirinya secara terang terangan, tubuhnya dengan cepat berkelebat melompat kebalik tumpukan batu batu cadas kemudian berjongkok disana mengintip semua gerak gerik orang-orang itu.
Tampak kakek tua berjubah hitam itu dengan wajah amat dingin berdiri berpangku tangan, dihadapannya berdirilah sejajar dua orang hweesio, empat orang toosu dan seorang kakek tua berjubah kuning yang dari sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam sekali.
Sekali pandang saja segera bisa diduga orang itu tentunya para ciangbujin dari tujuh partai besar.
Selain orang-orang itu disamping kanan maupun kiri berdirilah berpuluh puluh orang jago yang mengepung kalangan itu.
Agaknya orang itu semuanya mempunyai dendam sakit hati yang amat mendalam dengan kakek tua berjubah hitam itu cukup dari sinar mata mereka yang mengandung kebuasan dan kebencian yang berlebihan jelas sekali orang itu sudah sukar untuk menahan golakan di dalam hatinya.
Tapi diantara mereka itu Tan Kia-beng tidak dapat menemukan gadis berbaju putih itu.
Hatinya menjadi terasa amat heran sekali, pikirnya.
Terang terangan tadi aku melihat dia datang bersama dengan kakek berjubah hitam itu kemana dia pergi"
Waktu itu suasana sudah mulai menjadi gaduh, terdengar kakek tua berjubah hitam itu dengan amat dinginnya berkata,
"Kalian mengundang loohu datang kemari kemungkinan sekali hendak mempamerkan beberapa jurus ilmu silat kalian bukan"
Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay segera maju ke depan dia tundukkan kepalanya memuji nama keagungan Buddha.
Omintohud.... omintohud, di dalam dunia kangauw memang banyak sekali tersebar partai partai besar mapuan kecil selama ini pinceng sekalian sama sekali belum pernah menganggap ilmu silat tujuh partai besar merupakan ilmu yang benar-benar lurus dan menganggap ilmu lainnya merupakan ilmu iblis jikalau saudara berbicara seperti hal ini benar-benar membuat Pinceng sekalian merasa berdosa sekali.
Dari air muka kakek tua berjubah hitam itu jelas sekali memperlihatkan kebingungan hatinya, dia tak tahu apa yang sedang dimaksudkan oleh Ci Si Thaysu itu tetapi dia yang merupakan seorang yang amat congkak sekalipun tidak tahu apa yang sedang diartikan oleh Ci Si Thaysu tetapi diapun tidak ingin banyak tanya segera dia tertawa terbahak-bahak.
Kalau kalian bermaksud menantang loohu untuk bertanding, perkataan yang tidak berguna itu tidak usah kita bicarakan lagi jika kalian mau bergebrak sepatlah bergebrak, buat apa banyak membual.
Tahan dulu tiba-tiba Siong Hok Tootiang dari Heng-san-pay maju satu tindak ke depan. Pinto ada satu urusan hendak ditanyakan kepadamu, apakah kau mempunyai seorang murid yang bernama Tan Kia-beng"
Kentut makmu, diam-diam Tan Kia-beng yang bersembunyi dibalik batu memaki dengan gusarnya.
Pada air muka kakek tua berjubah hitam itu segera terlintas suatu senyuman kaget tetapi sebentar kemudian sudah berubah kembali dengan amat dinginnya.
"Ada urusan apa dengan dia?" tanyanya dingin.
Dia agaknya mau mengaku, tetapi juga tidak mengetahui hal ini membuat lain orang tetap menduga duga.
Dia sudah menghancurkan papan nama Sam Yuan Koan
kami memukul rubu pintu loteng kami bahkan sudah melukai berpuluh puluh orang anak murid kami. hutang ini sekarang juga aku mau menagihnya dari tanganmu.
"Oooh, ada urusan seperti ini" haa.... haa.... bagus....
bagus sekali, kalau dia adalah anak murid loohu, biarlah seluruh hutangnya aku tanggung"
Dari pada ucapannya si kakek tua itu jelas sekali menunjukkan kalau dia merasa kegirangan
Suara yang hampir mendekati tidak berperasaan sedikitpun ini seketika itu juga memancing kegaduhan diantara para jago yang hadir disana, bahkan ada pula yang tak tahan mulai memaki dengan kata-kata kotor.
Lama kelamaan kakek tua berjubah hitam itu dibuat gusar juga mendengar suara teriakan serta makian yang semakin lama semakin tidak genah, dari sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam sekali dengan dinginnya dia menyapu sekejap ke arah para jago yang hadir disana.
Seketika itu juga suasana menjadi sunyi kembali. Tan Kia-beng yang melihat hal itu diam-diam merasa geli juga.
Ciangbundjin dari Tiam-cong-pay, si It Cie Hwee Hiap anak Pendekar Satu Jari Ko Cian Djin yang selama ini selalu tidak akur dengan Heng-san It-hok mendadak maju dua langkah ke depan, teriaknya keras
Ini hari tujuh partai besar pada berkumpul di atas gunung Thay-san bukannya khusus untuk membereskan dendam sakit hati diantara pribadi masing-masing melainkan tempat berkumpulnya para jago untuk membereskan urusan yang besar, apalagi merebut pedang pusaka orang lain, melukai nyawa orang bukanlah perbuatan dari seorang pendekar sejati bukan sifat dari anak murid suatu partai besar.
Peristiwa Heng-san It-hok hendak merebut pedang pusaka milik Tan Kia-beng dan memukulnya jatuh ke dalam jurang sudah tersebar luas ke dalam Bulim kini si Pendekar Satu Jari mengungkat kembali peristiwa itu membuat siong Hok Tootiang tak terasa lagi dibuat kemalu maluan, air mukanya berubah merah padam.
Tiba-tiba.... Sesosok bayangan manusia berkelebat tampak orang itu dengan amat dinginnya menuding Ko Cian Djien sambil berteriak,
"Apakah ciangbundjien kau mempunyai maksud untuk
mengeloni bangsat cilik itu?"
Si Pendekar Satu Jari yang melihat Heng-san It-hok dengan amat gusar menerjang tubuhnya, tidak terasa lagi sudah tertawa terbahak-bahak.
"Sampai waktunya tentu ada orang yang sengaja mencari satori dengan dirimu, buat apa loohu turun tangan sendiri?"
Leng Hong Tootian dari Bu-tong-pay yang melihat mereka berdua sudah pada gusar dengan cepat maju melerai.
"Musuh tangguh ada di depan mata, harap kalian berdua untuk sementara waktu jangan ribut sendiri!"
Heng-san It-hok tetap diumbar hawa amarahnya, dia tertawa dingin tak hentinya.
Pada saat itulah tampak bayangan manusia berkelebat kakek tua berjubah hitam itu bagaikan sekuntum mega yang turun dari langit mendadak menerjang ke arah Heng-san It-hok, serangannya dilancarkan amat cepat angin pukulannya pun amat dahsyat sehingga tampaklah segulung angin yang disertai dengan debu menyambar ke arahnya.
Heng-san It-hok yang segara tiba-tiba mendapatkan serangan segera berteriak keras, tubuhnya bagaikan gangsing berputar sedang sepasang telapak tangannya berputar berturut turut melancarkan delapan kali serangan gencar.
Segulung angin topan dengan amat cepatnya menggulung ke depan,
Orang-orang yang hadir di tengah kalangan cuma yang melihat adanya dua sosok bayangan hitam yang bagaikan kilat cepatnya saling berputar dan semakin lama semakin cepat.
Mendadak terdengar suara dengusan yang amat berat tubuh Heng-san It-hok dengan terhuyung huyung terlepas dari kalangan kemudian sempoyongan mundur beberapa langkah ke belakang tak kuasa lagi tubuhnya rubuh ke atas tanah dengan amat kerasnya.
Siong Hok Tootiang menjadi amat terperanjat tubuhnya dengan cepat maju ke depan membimbing dia bangun.
"Suheng... suheng!" teriaknya gemetar. "Kau kau.... kau kenapa....?"
"Aaa.... aaku.... aku tidak sanggup tidak sanggup lagi aku sudah terkena, pukulan.... pukulan api beracun."
Kakinya diluruskan ke depan. semikianlah jagoan yang sudah mempunyai nama terkenal di dalam Bulim hanya dikarenakan tertarik oleh sebilah pedang pusaka harus menemui ajalnya ditangan kakek tua berjubah hitam itu.
Siong Pok Tootiang menjadi amat gusar sekali, tubuhnya gemetar dengan amat keras teriaknya dengan sedih, "Sukma suheng tidak jauh dari sini malam ini juga siauwte bersumpah akan membalaskan dendam sakit hatimu."
Mendadak tubuhnya meloncat bangun, pedangnya dengan cepat dicabut keluar dari sarungnya, dengan disertai suara pekikan nyaring yang menggetarkan hati sepasang matanya memancarkan sinar tajam.
"Bajingan iblis!" bentaknya keras, "aku adu jiwa dengan kau....!"
Di tengah suara dengungan pedang uang amat nyaring pedang panjangnya tergetar amat keras dengan membentuk bunga bunga pedang yang amat bagus pedangnya dengan sejajar dada dengan perlahan mulai mendesak maju ke depan.
Setelah berhasil membinasakan Heng-san It-hok, si kakek tua berjubah hitam itu dengan wajah beku dingin tetap berdiri tegak disana terhadap seluruh gerak gerik dari siong Hok Tootiang dia tidak mau perduli
Sejak kematian Heng-san It-hok suasana di tengah
kalangan seketika itu juga berubah menjadi sunyi suasana
yang menyeramkan segera meliputi tempat itu membuat setiap jago merasakan napasnya amat sesak.
Ci Si Thaysu dengan perlahan memuji keagungan Buddha, cepat tubuhnya bertindak maju mencegah Siong Hok Tootiang ujarnya.
"Tootiang harap sedikit bersabar...."
Diikuti pula Lo Hu Cu dari Go-bie pay, Kuang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay, Hu Cing Thaysu dari Ngo Thay-san pada merubung maju ke depan dan mengadakan perundingan dengan suara perlahan.
Tan Kia-beng yang ada di tempat agak jauh dari mereka ternyata tidak berhasil mengetahui apa yang mereka bicarakan.
Terdengar kakek tua berjubah hitam itu memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang amat menyeramkan ujarnya,
"Hee.... hee.... tidak perlu dirundingkan lagi, ayoh pada maju bersama-sama bukankah hal itu lebih bagus lagi?"
Dikarenakan pihak musuh amat tangguh sekali tidak perduli siapa saja yang maju ke depan semuanya merasa tidak punya pegangan yang kuat untuk merebut kemenangan, jikalau mereka diharuskan bekerja sama hal ini sudah tentu akan membuat mereka kehilangan muka Ciangbunjin dari tujuh partai besar harus bekerja sama untuk menyerang seorang kakek tua bukankah hal ini akan dibuat bahan tertawaan Bulim"
Dengan diungkpanya rahasia ini oleh si kakek tua berjubah hitam itu masing-masing segera tergerak Loo Hu Cu dari Go-bie pay mendadak mengerutkan alisnya. dengan pandangan aneh dia bergetar
"Saudara begitu berani menantang pinto sekalian, untuk melawan secara bersama-sama baiklah kau jangan salahkan lagi kalau kami akan merebut kemenangan dengan
mengandalkan jumlah banyak
Bagaimanapun juga dia baru saja mengatakan sesuatu pekerjaan yang tidak terlalu hormat, selesai berkata wajahnya segera berubah menjadi merah padam.
Si kakek tua berjubah hitam itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... kalian tidak usah berpura pura lagi, sejak tadi lo hu sudah tahu kalau kalian kepingin berbuat demikian, cuma saja untuk melindungi sedikit muka bau kalian kamu semua tidak enak untuk mengucapkannya keluar
Perkataan yang memecahkan rahasia hati mereka membuat wajah Lo Hu Cu segera berubah menjadi merah padam.
Sekonyong konyong....
Di tengah gerombolan para jago terdengar seseorang berteriak.
Malam ini mau membasmi kaum iblis dari muka bumi kita harus bekerja sama untuk membinasakan dirinya, harap Ciangbunjin sekalian memegang pucuk pimpinan ini.
Baru saja suara teriakan itu berhenti terasalah sambaran angin yang amat ringan.
Ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar sudah pada menyebarkan diri masing-masing mengambil posisinya sendiri sendiri untuk kemudian bersama-sama mengepung kakek tua berjubah hitam itu di tengah kalangan.
Empat ciangbunjin menggunakan pedang panjang dua
orang pendeta dengan merangkap tangannya di depan dada
berdiam diri tidak bercakap, sedangkan itu si Pendekar Satu Jari Ke Cian Djien berdiri di tengah-tengah kalangan seorang diri.
Air muka kakek tua berjubah hitam itu semakin lama perubahan semakin tenang setiap gerakan dari ciangbunjin dari tujuh partai itu membuat wajahnya semakin bertambah serius. tangannya mendadak diangkat membentuk gerakan busur kemudian dengan perlahan dilintangkan di depan dadanya.
Tan Kia-beng yang diam-diam mencuri lihat saat itu benar merasa sangat terperanjat sekali teriaknya, "Aah bukankah jurus itu merupakan jurus pembukaan dari perguruan Teh-leng-bun kami" apa mungkin dia adalah...."
Pada saat itulah ujung baju kakek tua berjubah hitam itu sudah dikebut ke depan dengan disertai gulungan angin yang menotok wajah si Pendekar Satu Jari bersamaan wakutnya pula tubuhnya berputar tangan di dalam sekejap saja sudah melancarkan tujuh buah serangan yang masing-masing menyerang ke arah Ci Si Thaysu serta Po Cing Thanysu kemudian menyerang pula Leng Hong Tootiang, Lo Hu Cu, Kuang Hoat Tootiang serta Siong Hok Tootiang, gerakannya amat cepat sekali, hanya terlihat segulung asap hitam yang berkelebat dia sudah berputar satu lingkaran dalam kalangan tersebut.
Ketujuh orang yang ada di dalam kalanan itu semuanya sudah memperoleh serangan yang dilancarkan amat gencar sekali.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu tak terasa lagi semangatnya menjadi berkobar, diam-diam pikirnya, "Itulah baru kepandaian silat yang benar-benar ilmu silat yang lihay."
Terdengar Ci Si Thaysu memuji keagungan Budha, ujung jubahnya berkibar tertiup angin mendadak dia menggunakan telapaknya membabat ke depan melancarkan serangan dahsyat ketenangannya melebihi gadis perawan kelincahannya mirip kijang melompat, bersamaan itu pula keenam orang ciangbunjin sudah mulai bergerak melancarkan serangan.
Seketika itu juga hawa pedang memenuhi seluruh angkasa suara desiran angin serangan yang tajam disertai suara angin pukulan laksana menggulungnya ombak di tengah lautan membuat suasana disekitar tempat itu menjadi amat tegang sunyi dan penuh diliputi oleh hawa membunuh yang tebal.
Ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar ini begitu mulai melancarkan serangannya segeralah angin pukulan yang mendebarkan hati menggulung terus tak henti hentinya ke depan membuat orang yang menonton menjadi amat
terperanjat sekali.
Di dalam sekejap mata seluruh tubuh kakek tua berjubah hitam itu sudah terkurung di dalam hawa pedang serta angin pukulan yang selapis demi selapis.
Terdengar suara suitan aneh yang mengerikan dan
membuat bulu roma pada berdiri, dari tengah kalangan mendadak meloncat keluar sesosok bayangan hitam yang dari atas melayang turun ke bawah, di dalam sekejap saja bagaikan bayangan setan orang itu berputar dengan amat cepatnya, seketika itu juga dari tengah kalangan tak henti hentinya terdengar suara letusan yang amat keras sekali.
Pertempuran yang amat mengejutkan dan mendebarkan hati ini berlangsung semakin lama semakin sengit dan merupakan yang belum pernah terjadi selama ratusan tahun ini angin pukulan memancar empat penjuru hawa pedang meliputi seluruh udara membuat para jago yang menonton
jalannya pertempuran itu masing-masing terdesak mundur ke belakang.
Sekalipun begitu dari empat penjuru sedikit tidak terdengar suara berisik masing-masing pada menahan napas tangannya dikepal kencang matanya melotot keluar mulut melongo mereka memperhatikan terus perubahan yang terjadi di tengah kalangan
Tan Kia-beng yang bersembunyi merasakan hatinya amat tegang, disamping dia memperhatikan jurus jurus serangan yang digunakan kakek tua berjubah hitam itu dia terus menerus berpikir keras bagaimana caranya bisa memecahkan jurus jurus serangan yang digunakan oleh ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar itu atau dengan perkataan lain juga dia sendiri yang terkurung di dalam kalangan itu.
Sejak dia mendapatkan kitab pusaka "Teh Leng Cin Keng sampai saat ini sudah ada setengah tahun lamanya. walaupun dia sudah menghapalkan seluruh isi kitab hingga hapal betul-betul tapi bagaimanapun juga masih tetap merupakan barang mati, dia belum pernah mencobanya sehingga banyak gerakan yang sempurna dan lihay dia belum memahaminya.
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah saat ini dilihatnya jurus jurus serangan yang digunakan kakek tua berjubah hitam itu membuat dia memperoleh banyak kemajuan serangan yang semula tidak mengerti kini banyak yang sudah dipahami, sehingga tak terasa lagi semakin melihat dia semakin tertarik.
Saat ini gerakan dari orang-orang yang ada dikalangan semakin lama semakin perlahan tetapi suasanapun semakin lama semakin tegang.
Sikap kakek tua berbaju hitam itu tidak sedingin dan setenang tadi wajahnya yang dingin kaku kini penuh diliputi
oleh ketegangan, rambut serta jenggotnya pada berdiri sedangkan dadanya naik turun tak menentu, jelas dia sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan serangan gencar dari pihak musuh
Ketika melihat ke arah ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar keadaannyapun tak seberapa baik, wajah Ci Si Thaysu yang semula merah kini sudah berubah menghijau, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh bajunya.
Pada jubah keempat orang toosu itupun sudah kelihatan banyak lubang serta sobekan yang tak keruan, sebaliknya dari kepala si Pendekar Satu Jari dengan tak hentinya mengepul keluar kabut putih.
Tetapi orang itu sama sekali tidak berani berlaku gegabah, masing-masing orang dengan mengambil arahnya sendiri mulai mendesak ke arah kakek tua berjubah hitam itu Braak.... bluumm pasir dan batu kerikil pada melayang memenuhi angkasa masing-masing pihak kini sudah mulai melancarkan serangan yang menentukan mati hidup mereka.
Tan Kia-beng yang bersembunyi dibelakang batu sekarang dapat melihat ketujuh orang ciangbunjin itu bagaikan tujuh ekor anjing pemburu dengan rapatnya sedang menguurng seekor binatang buas yang melancar perkataan dengan sekuat tenaga membuat hatinya merasa tidak senang dia merasa pertandingan ini tak adil, makinya diam-diam
Cara bertempur mengerubut ini mana bisa dikatakan sebagai suatu pertandingan ilmu silat, sungguh tidak tahu malu
Mendadak suatu ingatan berkelebat di dalam benaknya, dia mendengus dengus dengan amat dinginnya, pikirnya dalam hati, "Orang ini menggunakan ilmu silat Teh-leng-bun kami
sudah tentu diapun merupakan orang dari Teh Leng Kauw.
Hmmm.... orang-orang Teh Leng Kauw tidak dapat diganggu orang lain seenaknya, aku harus maju untuk membantu dirinya."
Berpikir sampai disitu tubuhnya dengan cepat melayang ke depan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dengan cepat tubuhnya meluncur ke depan.
Pada saat itu pula si Pendekar Satu Jari sedang
melancarkan satu serangan ke depan sedang pedang dari Leng Hong Tootiang serta Siong Hok Tootiang dengan disertai desiran pedang yang amat tajam menggulung ke arah kakek tua berbaju hitam itu.
Begitu tubuh Tan Kia-beng mencapai atas tanah segera bentaknya dengan keras, "Tahan"
Dengan menggunakan jurus Jiet Tiang Thian dia memukul mundur si Pendekar Satu Jari, kemudian tangannya dibalik dengan disertai angin pukulan yang amat kuat dia mengetuk urat nadi dari Leng Hong Tootiang tubuhnya dengan cepat berputar ujung kakinya menutul permukaan tanah lalu dengan amat tepat sekali dia menggetar pergi pedang dari Siong Hok Tootiang.
Gerakannya amat cepat sekali, jurus yang dilancarkan dikerahkan keluar bagaikan kilat, hanya di dalam sekejap saja dia sudah melancarkan tiga jurus yang di dalam waktu yang hampir bersamaan berhasil memukul tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar membuat mereka dengan perasaan terperanjat pada mengundurkan dirinya.
Menanti setelah mereka menemukan kalau orang yang baru saja datang bukan lain adalah seorang pemuda yang kelihatannya lemah mereka baru pada melengak.
Ci Si Thaysu serta Siong Hok Tootiang yang mengenal dia segera dibuat tertegun kemudian dengan perlahan memuji keagungan Budha.
Tan Kia-beng yang berhasil menggetarkan seluruh jago dengan mengandalkan jurus Jiet Ceng Tiong Thian segera tertawa keras dengan amat seramnya.
"Haaa.... haa.... aku mau menyiarkan berita malam ini keseluruh dunia kangouw, kiranya tujuh orang ciang bunjin dari tujuh partai besar tidak lebih cuma manusia manusia rendah yang mengandalkan jumlah banyak."
Semprotan yang amat tajam ini seketika itu juga membuat air muka ketujuh orang ciangbunjin terasa menjadi panas rasanya Kuang Hut Tootiang dari Kun-lun-pay segera maju ke depan, bentaknya, "Perkataan itu adalah hasil ucapan dari si cu sendiri, pinto sekalian tidak bisa berbuat apa apa."
"Haa.... haa bagus bagus...." sekali lagi Tan Kia-beng tertawa tawa terbahak-bahak. "Aku mau menyuruh kalian maju satu demi satu jikalau aku tidak bisa mengalahkan kalian di dalam sepuluh jurus haa.... haa kalian boleh anggap aku yang kalah."
Perkataan yang amat sombong ini diucapkan seenaknya saja membuat para hadirin menjadi gempar cukup orang Ciangbunjin saja munculkan dirinya sudah lebih dari cukup untuk menggentarkan seluruh dunia kangouw bagaimana dia berani menantang mereka bahkan menentukan batas jurusnya bukankah perkataannya terlalu ngibul"
Tetapi ketujuh orang cianbunjien dari tujuh partai besar sama sekali tidak merasakan kalau perkataannya itu berlebihan, karena munculnya pemuda ini terlalu aneh dan mendadak sekali, bahkan sikapnya agak menyeramkan cukup
dilihat dari beberapa jurus serangannya tadi sudah cukup membuat hati terasa amat terkejut perkataan besar yang baru saja diucapkan itu sudah tentu bukan omong kosong belaka.
Mereka saling berpandang pandangan, tak seorangpun yang membuka mulut memberikan jawabannya.
Urusan ini bukan saja membuat ketujuh orang ciangbunjin itu menjadi terperanjat bahkan sampai kakek tua berjubah hitam itupun merasa terperanjat.
Dia yang sudah menyelami ilmu silat selama hidupnya ini ternyata sama sekali tidak bisa tahu jurus serangan apa yang baru saja digunakan oleh pemuda itu, tetapi dia yang mempunyai sifat sombong dingin dan suka menyendiri tidak menjadi girang karena bantuan dari Tan Kia-beng ini, mendadak dan meloncat maju ke depan sambil bentaknya dengan suara berat.
Ini adalah urusanku biar aku sendiri yang membereskan, baiklah aku akan ikuti perkataan dari Siauw ko barusan ini siapa yang bisa bertahan sebanyak sepuluh jurus dibawah serangan Loohu biarlah anggap aku yang kalah.
Ketujuh orang Ciangbunjin dari tujuh partai besar ini semuanya merupakan jago-jago yang mempunyai nama besar di dalam dunia persilatan, saat ini mereka benar-benar tidak sanggup untuk mempertahankan ketenangannya.
Tampak Pu Cing Thaysu dari Ngo Thay-san mendadak
berseru memuji keagungan Buddha kemudian berjalan masuk ke tengah kalangan, ujarnya sambil merangkap tangannya di depan dada, "Pu Cing menanti petunjuk dari saudara."
"Hmm, bagus sekali lihat serangan."
Ujung jubahnya dikebutkan ke depan, segera terasakan segulung angin pukulan yang amat keras dengan disertai desiran yang amat keras dengan cepatnya meluncur ke depan.
Jurus Han sah Si Im atau memanah pasir memanah
bayangan yang amat bagus sekali" puji Tan Kia-beng tak tertahan lagi.
Tubuh Pu Cing Thaysu yang gemuk benar dengan cepat berkelebat menghindarkan diri ke samping tampak bayangan telapak tangan berkelebat berturut turut dia melancarkan tiga serangan.
Angin pukulannya yang bagaikan amukan ombak dengan cepat menggulung ke depan tubuhnya mendadak berputar di tengah udara secara kilat kepalannya kirim lagi satu pukulan ke depan
Inilah yang dinamakan jurus Lik Han Thian San atau sekuat tenaga menggoyangkan gunung yang merupakan jurus untuk menolong diri dari Ngo Thay pay, kecepatan kehebatan membuat orang lain sama sekali tidak menduga.
Kakek tua berjubah hitam itu tertawa dingin, mendadak dadanya disedot ke dalam sehingga berbentuk busur.
tangannya dengan cepat laksana kilat mencengkeram pergelangan tangan Pu Cing Thaysu.
Perubahan yang secara tiba-tiba ini membuat Pu Cing Thaysu menjadi kaget, dengan cepat dia menarik hawa murninya dari pusar terus mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali dengan disertai suara bentakan yang amat keras tangannya ditarik ke belakang
"Breeet...." tak urung jubahnya terkena cengkeraman juga hingga robek sebagian besar.
Kakek tua berjubah hitam itu tidak mengejar lagi, sinar matanya dengan amat tajam menyapu sekejap ke arah Pu Cing Thaysu kemudian memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin.
Air muka Pu Cing Thaysu segera berubah menjadi merah padam, dengan terburu-buru dia mengundurkan diri.
Tiba-tiba.... sinar pedang yang menyilaukan mata
berkelebat, Siong Hok Tootiang dengan wajah gusar berjalan maju ke depan, tanpa mengucapkan kata-kata lagi mendadak pedangnya dengan membentuk sinar pelangi dengan amat cepatnya ditotok ke arah kakek tua berjubah hitam itu Air muka kakek tua berjubah hitam itu segera berubah amat hebat, sekilas hawa membunuh meliputi wajahnya.
"Tunggu dulu; pertempuran kali ini seharusnya adalah giliranku, tiba-tiba terdengar Tan Kia-beng berteriak sambil maju ke depan.
Ujung bajunya dengan cepat dikebutkan segulung angin pukulan yang amat dingin serasa menusuk tulang dengan cepat menggetarkan pedang panjang tersebut sehingga terpental balik, bersamaan pula lima jarinya disentil ke depan segera terasalah segulung angin yang amat dingin dengan amat cepatnya menghajar dadanya.
Kehebatan dari tenaga dalamnya serta ketepatan dari jurus serangannya sedikitpun tidak berada dibawah kakek tua berjubah hitam itu.
Siong Hok Tootiang yang terus menerus mengincar diri kakek tua berjubah hitam itu sama sekali tidak menyangka Tan Kia-beng bisa melancarkan serangan mengancam dirinya, di dalam keadaan yang amat gugup pedangnya digetarkan sehingga tampaklah bayangan pedang yang amat tebal
meliputi seluruh tubuhnya. kakinya dengan cepat menutul permukaan tanah meloncat mundur sejauh tiga depa.
Tan Kia-beng tertawa panjang, bagaikan bayangan saja dia mengikuti terus di belakang tubuhnya. Telapak kirinya dengan sangat cepatnya dibabat ke depan sedang tangan kanannya diulur ke depan mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Siong Hok Tootiang.
Gerakannya kali ini jauh lebih cepat dan lebih ganas dari gerakan kakek tua berjubah hitam tadi.
Siong Hok Tootiang tadi menjadi sangat terperanjat, dia tertawa dingin dan telapak tangannya dengan cepat melancarkan satu serangan dahsyat ke depan sedangkan kakinya bagaikan berputarnya roda kereta berturut turut melancarkan tiga buah tendangan kilat menyapu kaki lawan.
Dengan mengambil kesempatan itulah Tan Kia-beng
mendadak melepaskan tangannya, kedua buah jarinya dengan cepat digapit kemudian ditarik ke belakang
Breet, Sebagian besar dari jubah toosunya sudah terobek oleh tarikan tadi. badannya dengan amat cepat dan ringannya sudah melayang turun kembali ke samping tubuh kakek tua berjubah hitam itu.
Gerakan jurus yang baru saja digunakan olehnya ternyata sama dengan apa yang digunakan kakek tua berjubah hitam tadi.
Para jago yang sejak semula sudah menganggap Tan Kia-beng sebagai anak muridnya si kakek tua yang berjubah hitam itu tidak begitu merasakan keheranan, sebaliknya kakek tua berjubah hitam itu benar merasa sangat terperanjat, mendadak tubuhnya meloncat ke depan menerjang ke
hadapan Tan Kia-beng, bentaknya keras, "Kepandaian silatmu itu kau pelajari dari mana?"
"Baru saja belajar dari kau."
"Omong kosong!"
Kakek tua berjubah hitam itu menjadi mendongkol,
sepasang matanya melotot lebar sehingga memancarkan sinar kehijau hijauan yang menyilaukan mata dia mendengus dengan amat dinginnya.
"Aku mau lihat kau hendak berterus terang tidak!"
Tangannya dipentangkan lebar kemudian menubruk ke depan, kecepatannya laksana berkelebatnya sinar kilat di tengah udara, berturut turut dia melancarkan dua puluh tiga serangan gencar sekaligus.
Seketika itu juga terasalah angin dingin yang amat santar bergolak memenuhi seluruh angkasa sehingga membuat pasir dan batu kerikil pada beterbangan, kehebatannya sungguh luar biasa sekali.
Tan Kia-beng yang sudah memperoleh ilmu silat
peninggalan dari Han Tan Loojien bukan saja sudah memahami seluruh isi dari kitab pusaka Teh Leng Cin Keng bahkan memahami juga ilmu silat dari seluruh partai yang ada diseluruh Bulim baik itu ilmu pukulan, ilmu telapak maupun ilmu pedang.
Karena kepingin mempermainkan dirinya dia segera
mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkan keseluruh telapak tangannya untuk menyambut datangnya serangan tersebut, sebentar dia menggunakan ilmu telapak Bian Ciang dari Bu-tong-pay sebentar lagi menggunakan ilmu tendangan Tau Tui dari Ngo Thay Pay ilmu telapak dari Khung tong pay
semuanya tersebut sebagai jurus sakti yang amat dahsyat sekali.
Kakek tua berjubah hitam itu sudah melancarkan tiga puluh jurus banyaknya masih belum berhasil juga mendesak dia untuk menggunakan ilmu perguruan yang sebenarnya dalam hati semakin lama terasa semakin bergidik.
Para jago yang hadir di tengah kalangan sewaktu melihat si Iblis Tua dan siiblis kecil saling bertempur sendiri dalam hati merasa amat girang sekali tetapi ketika mereka melihat ilmu silat yang digunakan oleh Tan Kia-beng semuanya merupakan jurus sakti dari partai mereka yang tidak pernah dilancarkan kepada orang lain hati mereka sangat keheranan bagaimana pemuda itu bisa menggunakan jurus tersebut.
Bahkan setiap jurus yang dilancarkan olehnya jauh lebih dahsyat, jauh lebih sempurna dari dirinya sendiri terhadap asal usul dari pemuda ini tak terasa lagi mereka merasa semakin bingung semakin curiga.... sungguh amat misterius.
Tan Kia-beng yang saling bergebrak dengan kakek tua berjubah hitam itu ketika mencapai jurus yang keempat puluh mendadak dia meloncat mundur ke belakang
Sudah cukup. Teriaknya keras. Kini musuh tangguh ada di depan mata kita orang harus sedikit tinggalkan tenaga buat melawan mereka, asal usulku cepat atau lambat kau bakal tahu
Sepasang mata kakek tua berjubah hitam itu bagaikan kilat tajamnya dengan gemas melototi dirinya sekejap kemudian mendengus dingin.
Tubuhnya dengan cepat berputar menghadap ke arah tujuh orang ciangbundjin dari tujuh partai besar itu. bentaknya
keras, "Masih ada orang yang mau maju" kalau terlambat maaf loohu tidak akan melayani lagi"
Pada saat itulah mendadak dari belakang tumpukan batu cadas dimana Tan Kia-beng bersembunyi tadi berkelebat keluar beberapa sosok bayangan manusia yang secara diamdiam mencampurkan diri ke tengah para jago.
"Hey kawan jawan!" teriak mereka dengan keras. "Jikalau kedua orang iblis ini tidak dibasmi hancur maka di dalam dunia kangouw tidak akan mendapat ketenangan untuk selamanya.
mari kita sama-sama bergerak maju untuk menghancurkan mereka menghadapi bajingan bajingan semacam itu kita tidak usah memakai aturan lagi ayoh serbu."
Segera terdengarlah suara jeritan dan teriakan yang amat keras sehingga menggetarkan seluruh puncak gunung itu, hati para jago itu yang semula memangnya sudah panas kini dibakar lagi dengan kata-kata tersebut seketika itu juga membantu mereka benar amat marah sakali.
Diantara para jago yang hadir disana ada sebagian besar merupakan kaum iblis dari kalangan Hek-to dari kalangan Liok Iim ada pula dari orang kalangan lurus, selama sepuluh tahun ini orang yang terluka dan terbinasa dibawah tangan kakek tua berjubah hitam itu ada beratus ratus orang banyaknya, dan sebagian orang yang hadir disini mempunyai hubungan dengan orang-orang tersebut.
Dahulu, mereka yang melihat kehebatan dan kekejaman dari kakek tua berjubah hitam itu pada tidak berani mencari gara gara sendiri, kini melihat jumlah orang yang hadir amat banyak ditambah pula ada ketujuh orang ciangbundjin dari tujuh partai besar hadir disana membuat nyali mereka bertambah besar, kini dibakar pula hatinya oleh orang lain
membuat para jago itu segera menjadi gempar dan mulai bergerak maju ke depan.
Di tengah suara bentakan yang amat keras tampak
bayangan manusia, berkelebat memenuhi angkasa, kurang lebih ada empat, lima puluh orang banyaknya sudah pada melayang ke depan menubruk ke tengah kalangan
pertempuran, sinar mata mereka berkelebat dengan
mengundang perasaan dendam yang menyala, tanpa berkedip sedikitpun mereka memperhatikan seluruh gerak gerik dari kakek tua berjubah hitam itu.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini membuat kakek tua berjubah hitam itu diam-diam merasa terperanjat, sedangkan Tan Kia-beng pun diam-diam merasa bergetar hatinya melihat suasana yang amat tegang ini.
Tetapi, mereka berdua yang satu merupakan jago kawakan yang sudah mempunyai pengalaman amat luas di dalam Bulim sedang yang lain merupakan anak harimau uyang baru turun gunung, walaupun para jago sudah mengepung rapat rapat seluruh kalangan mereka tetap dengan amat tenang
memandang ke arah mereka. pada air mukanya sedikitpun tidak terjadi perubahan, agaknya mereka sama sekali tidak tergetar oleh suasana yang amat tegang ini.
Mendadak kakek tua berbaju hitam itu tertawa dingin tak henti hentinya.
"Bagus, bagus.... semua dendam sakit hati kalian boleh dibereskan malam ini juga. jikalau kalian punya nyali ayoh pada maju semua!"
Walaupun para jago dengan mengandung hawa amarah
yang berkobar kobar pada menerjang maju ke depan tetapi mereka tetap menganggap ketujuh orang ciangbundjin dari
tujuh partai besar merupakan pemimpin mereka, jikalau dari pihak ketujuh orang cianbundjin dari tujuh partai besar itu tidak mengadakan gerakan apa apa merekapun untuk
sementara tidak akan mengadakan gerakan apapun.
Ketika kakek tua berjubah hitam itu melihat lama sekali para jago tetap tidak mengadakan gerakan apapun sinar matanya yang amat tajam segera menyapu sekejap keempat penjuru, serunya dengan suara yang amat berat, "Loohu selamanya mundar mandir seorang diri, jikalau kalian punya nyali cari saja dengan aku si Hu Hong untuk bereskan semua dendam sakit hati kalian, sedangkan mengenaik siauw ko ini aku sama sekali tidak mengenalnya, dia juga bukan anak muridku, lebih baik kalian melakukan tindakan sedikit dengan memakai otak kalian"
Karena wayangnya terhadap bakat dan sifat Tan Kia-beng kakek tua berjubah hitam itu tidak mau berbicara
sembarangan sehingga mengikut sertakan dia di dalam persoalan ini, karena itu sebelumnya terjadi pertempuran dia sudah berbicara untuk memberi keterangan.
Siapa sangka Tan Kia-beng mempunyai cara berpikir yang berbeda dengan apa yang dipikirkan di dalam benaknya, dia sekarang sudah menjabat sebagai Teh Kauwcu mana dia mau membiarkan anggota perkumpulannya mendapat hinaan dari orang lain" walaupun mereka itu mendapatkan kesalahan terletak pada diri kakek tua berjubah hitam itu tetapi pertempuran semacam ini dia rasa sangat tidak adil cara bertempur secara mengerubut bukanlah tindakah seorang enghiong hoohu.
Segera dia mendengarkan suara tertawa kerasnya yang amat menyeramkan.
"Heee.... jikalau malam ini ada orang yang mau menantang dia orang tua dengan satu lawan satu, sekalipun dia berhasil dibinasakan, aku tidak akan perduli, cayhe akan menganggap ilmu silatnya sendiri yang tidak sempurna, tetapi bila mana kalian mengandalkan jumlah banyak untuk mencari
kemenangan. Hmm; bersiaplah kalian untuk menghadapi tenaga gabungan kami berdua, bersamaan pula pedang pusaka "Kiem Ceng Giok Hun Kiem" di tanganku ini akan melakukan pembunuhan secara besar besaran."
Beberapa patah perkataan ini seketika itu juga membuat suasana semakin gaduh. mereka menjadi gempar. Bukan saja orang-orang yang merasa dendam terhadap kakek tua itu sekalipun orang yang tidak ikut ikutan kini pada maju ke depan, mereka menaruhmaksud untuk merebut pedang
tersebut. Para jago yang semula cuma ada dua bagian saja yang mengepung kalangan itu kini pada berebut maju ke depan semuanya, jumlah para jago yang munculkan diri tidak kurang dari ratusan orang banyaknya.
Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay yang melihat tindak tanduk dari para jago itu diam menundukkan kepalanya memuji keagungan Budha.
"Omintohud, pembunuhan besar besaran kali ini entah akan melukai berapa banyak orang lagi" Tetapi bilamana inilah yang dinamakan takdir yaah, apa boleh buat."
Sinar matanya dengan perlahan menyapu ke arah keenam orang ciangbunjin lainnya.
Bagaimana pendapat dari pada Too su"
Leng Hong Tootiang dari Bu-tong-pay segera menggetarkan pedangnya sehingga mengeluarkan dengusan yang amat keras.
"Membasmi kaum iblis merupakan tugas kita, keadaan sudah jadi begini kitapun tidak usah memakai peraturan Bulim lagi"
"Perkataan dari Keng Hong Toosu sedikitpun tidak salah,"
timbrung Pu Cing Thaysu dari Ngo Thay Pay sambil
menghajarkan senjatanya ke atas tanah. "Mari kita turun tangan bersama-sama"
Demikianlah tujuh ciangbunjin dari tujuh partai besar segera bersama-sama berdiri sejajar kemudian dengan perlahan mendesak ke tengah kalangan.
Malam sekian kelam, angin gunung bertiup menderu
membuat hawa disekitar tempat itu terasa amat dingin sekali Suasana di atas puncak gunung Thay-san amat sunyi....
sunyi sekali seperti sebidang tanah perkuburan di tengah malam buta.
Tidak terdengar suara berisik tidak terdengar suara mengkiriknya binatang kecil.
Dibawah sorotan rembulan hanya terlihat sinar pedang dan golok yang melancarkan sinar yang menyilaukan mata.
Cuma terdengar suara mengkerutnya tulang itulah suara dari para jago yang secara diam-diam mulai menyalurkan tenaga dalamnya.
Suatu pertempuran sengit yang bakal menimbulkan bajir darah bakal berlangsung di atas puncak itu.
Suatu pertempuran yang amat sengit dan seru segera akan dimulai suasana yang begitu tenang merupakan pertanda
hendak berlangsungnya suatu hujan badai yang amat mengerikan.
Diluar kalangan pertempuran itu pada saat ini terlihatlah empat buah mata yang memancarkan sinar kehijau hijauan sedang memandang ke tengah kalangan, mereka merasa gembira karena rencana busuk yang mereka rencanakan akhirnya berhasil juga.
Tan Kia-beng yang melihat para jago dengan perlahan mulai menggeserkan badannya untuk bergerak maju ke arah mereka saking tegangnya sudah menelan ludah berkali kali dia mencabut pedang Giok Hun Kiam nya kemudian diintangkan di depan dada siap menantikan serangan dari pihak musuh.
Ujung pedangnya berwarna kebiru biruan bagaikan lidah ular menjulur keluar dengan tak henti hentinya, membuat suasana kalangan yang amat sunyi terasa diliputi oleh beberapa lapis nafsu membunuh yang amat hebat.
kakek tua berjubah hitam itu tetap dengan wajah yang tak berubah berdiri disana, perlahan-lahan dia putar badannya dan menempelkan tunggungnya sendiri ke atas punggung Tan Kia-beng.
---0-dewi-0--- Pada saat yang genting itulah mendadak dari punggung gunung berkumandang datang dua buah suara suitan yang amat kuat laksana pekikan naga sakti, berat tapi tajam sehingga menambus awan membuat para jago terasa amat kaget sekali.
Baru saja suara suitan itu bergema datang tampaklah bayangan manusia bagaikan kilat cepatlah sudah melayang mendekat.
Tubuh mereka berdua bagaikan daun kering saja dengan amat ringannya tanpa mengeluarkan sedikit suarapun sudah melayang turun ke tengah kalangan pertempuran yang penuh diliputi oleh hafsu pembunuh itu
Mereka berdua tidak lain adalah seorang kakek tua berwajah merah dengan seorang Ni kouw tua yang wajahnya berwarna kemerah merahan pula.
Yang paling aneh ketika mereka berdua melayang turun ke tengah kalangan para jago yang ada di sekeliling tempat itu tanpa terasa lagi sudah pada mengundurkan diri satu langkah ke belakang, senjata tajam maupun telapak tangan yang semula sudah diangkat siap-siap melancarkan serangan dengan perlahan diturunkan kembali ke bawah. Ci Si Thaysu dari Siauw-lim-pay dengan cepat maju ke depan,
sambilmerangkap tangannya di depan dada dia memberi hormat, disusul dengan Leng Tootiang sekalian pada maju memberi hormat kepada mereka berdua.
Tan Kia-beng tidak kenal dengan mereka berdua tetapi jika ditinjau dari sikap yang demikian hormatnya dari para jago jelas sekali kalau kedudukan mereka berdua di dalam Bulim sangat tinggi dan amat dihormati sekali.
Dengan perlahan kakek tua berwajah merah itu menyapu sekejap keseluruh kalangan, dia tertawa dingin.
"Hee.... hee suatu tempat penjagalan manusia yang amat mengerikan.
Dengan perlahan Ci Si Thaysu tundukkan kepalanya memuji keagungan Budha. dia tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sekali lagi kakek tua berwajah merah itu menghela bapas panjang, ujarnya, "Kelihatannya angin berbau amis sudah
bertiup dari empat penjuru, hujan darah bakal menyirami seluruh permukaan bumi. Hey, suatu penjagalan manusia secara besar besaran bakal terjadi dengan amat mengerikan.
Hey.... tidak kusangka tujuh orang cianbundjin dari tujuh partai besar yang bertindak sebagai pemimpin Bulim ternyata begitu gegabah dan begitu bodoh untuk menciptakan suatu pembunuhan yang amat mengerikan ini, sungguh membuat orang sedih.... sungguh membuat orang menghela napas...."
Mendengar perkataan itu Ci Si Thaysu menjadi terperanjat.
"Apa maksud dari perkataan loocianpwee ini?" tanyanya melengak.
"Orang yang membagi undangan untuk mengadakan
pertemuan ini apakah kalian ciangbundjin dari tujuh partai besar?" ujar kakek tua itu perlahan. "Kalau memangnya pertemuan ini merupakan suatu pertemuan puncak para jago di dalam Bulim kenapa kalian mengandalkan jumlah begitu banyak untuk mengerubuti dua orang" coba kalian bayangkan jikalau pertemuan yang mengerikan ini benar terjadi harus ada berapa banyak orang yang menemui ajalnya" menanti setelah kalian masing-masing pihak bertempur sampai lelah, sampai semua tenaga kalian habis pada saat itulah akan datang lagi segerombolan manusia yang khusus menyerang kalian, menjagali kalian, aku mau tanya sampai saat itu kalian hendak memberikan perlawanan dengan apa?"
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas, lalu tambahnya,
"Dari tempat ribuan li jauhnya Loociap serta Sin nie datang kemari sebenarnya tidak mengandung maksud yang lain, kami cuma takut para jago-jago lihay yang merupakan orang-orang pilihan dari Bulim harus menemui ajalnya di atas puncak gunung Thay-san hanya di dalam satu malaman sama."
Ci Si Thaysu menjadi sangat terkejut lagi.
"Apa maksud dari perkataan loo cianpwe ini?" serunya keras, apakah secara diam-diam ada orang yang sengaja menyusun rencana busuk terhadap kami"
Pada saat itu sepasang mata dari kakek tua berwajah merah yang sipit sedang memperhatikan Tan Kia-beng, terhadap perkataan dari Ci Si Thaysu agaknya sama sekali tidak mendengarnya.
Loo Hu Cu dari Go-bie pay mendadak mengambil keluar undangannya dari dalam saku kemudian dengan perasaan tidak senang dia berjalan ke depan dengan langkah lebar.
"Pertempuran kali ini terang terangan merupakan ajakan dari pemilik kereta maut kepada para jago di dalam Bulim, untuk menjajal ilmu silat bagaimana kau bisa berkata dari pihak tujuh pertailah yang mengadakan perjanjian ini?"
Ni kouw tua yang selama ini berdiam diri disamping tanpa mengucapkan sepatah kata pun mendadak tersenyum,
ujarnya, "Coba Tooyu pikirkan hal ini lebih masak lagi, pemilik kereta maut itu sudah menaruh dendam dengan para jago diseluruh Bulim apakah dia mau mencari gara gara buat dirinya sendiri" dan mencari penyakit dengan mengundang begitu banyak orang untuk khusus mencari balas kepada dirinya" apalagi kini mengundang kalian ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar untuk mengadakan bersama-sama pertemuan ini samakin lama tidak bisa jadi lagi, pendapat dari Loo nie ini Toaya kira bagaimana?"
Wajah Loo Hu Cu segera diliputi oleh perasaan
kebingungan. "Lalu apakah undangan ini bukan dia yang menulis" Lalu siapa yang mengadakan permainan ini?"
---0-dewi-0--- JILID: 6 "Maksud dari Pinnie" sambung Ni kouw tua itu lagi. "Jarak waktu dari sekarang sampai pertemuan puncak para jago di atas gunung Huang san sudah tidak jauh lagi bilamana pemilik kereta maut itu hendak menggunakan kesempatan tersebut untuk mengangkat namanya dia bisa menunggu sampai waktu diadakannya pertemuan para jago digunung Huang san dan merebut nama julukan sebagai jagoan nomor wahid di dalam seluruh dunia kangouw. buat apa orang mengadakan
pertemuan semacam ini" Disamping itu Pinnie mau
mengingatkan kepada Taatiang akan satu urusan tentunya kalian masih ingat dengan Chu Swee Tiang Ching, Tan Cu Liang yang berhasil merebut julukan jagoan nomor wahid di dalam Bulim pada pertemuan puncak di atas gunung Huang san tempo hari bukan?"
"Tan Thay hiap yang sudah berjanji dengan Thiat Bak Thaysu dari Cing Jan pay untuk pergi ke gunung pasir ternyata sejak itu tak ada kabar beritanya lagi."
"Orang lain mungkin sudah melupakan akan hal ini
sebaliknya Pinnie serta Liok lim Sin Ci merasakan urusan ini mungkin ada hubungannya dengan...."
Pada saat itulah si kakek berwajah merah sudah memutar tubuhnya menghadap ketujuh orang ciangbunjin dari partai besar, ujarnya dengan keras, "Urusan malam ini tak perduli disebabkan apapun harap dengan memandang wajah dari sin nie serta loolap kalian semua mau menganggapnya selesai, semua dendam sakit hati kalian sebaiknya kita bicarakan kembali pada pertemuan puncak di atas gunung Huang san dikemudian hari, kita akan mengambil keputusan kembali pada saat itu."
Tan Kia-beng yang selama ini berdiam terus setelah mendengar perkataan itu diam-diam sudah memahami
sebagian besar mendadak dari dalam sakunya dia mengambil keluar surat undangan yang diberikan Heng-san It-hok kepadanya tempo hari lalu disusupkan ke tangan si kakek tua berjubah hitam, ujarnya ,"Undangan ini apakah kau yang menyebarkan?"
Kakek tua berjubah hitam itu menyambut surat undangan tersebut dan dilihatnya sebentar, mendadak dengan wajah amat gusar teriaknya, "Kurang ajar, siapa yang begitu bernyali berani mempermainkan diri loohu" Loo hu Hu Hong mana mungkin adalah pemilik kereta maut itu?"
"Ehmm.... kalau begitu di dalam urusan ini tentu ada hal yang tidak beres" seru Tan Kia-beng kemudian sambil mengangguk.
Mendadak kakek tua berjubah hitam itu angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Lo hu yang bertempat tinggal diperkampungan Cui-cu-sian selama puluhan tahun lamanya tidak pernah ikut campur dengan urusan dunia lain, tidak kusangka ternyata ada orang yang tidak mau melepaskan diriku. Hmmm, loohu mau lihat siapakah sebetulnya bajingan yang sudah mengacau urusan ini dari tengah."
Di tengah suara tertawanya yang amat menyeramkan
tubuhnya meloncat ke atas kemudian bagaikan segulung asap hitam dengan amat cepatnya melayang dari atas ke para jago, di dalam sekejapnya dia sudah lenyap tak berbekas.
Mendadak dalam hati Tan Kia-beng berkelebat suatu ingatan dengan cepat dia berteriak, "Hey orang tua tunggu dulu, aku ada perkataan yang hendak kutanyakan kepadamu."
Ujung kakinya dengan cepat menutul permukaan tanah kemudian dengan sama cepatnya mengejar dari belakang, saat ini kedua buah jalan darah terpentingnya sudah tertembus, tenaga dalamnya pun sudah berhasil mengalir memenuhi seluruh tubuhnya hanya di dalam satu kali loncatan saja dia sudah mencapai pada ketinggian tujuh delapan kaki, tubuhnya dengan cepat berjumpalitan beberapa kali di tengah udara kemudian begaikan elang raksasa dengan cepatnya meluncur ke depan.
Siapa sangka sewaktu sampai di atas puncak bayangan dari kakek tua berjubah hitam itu sudah lenyap tak berbekas, diam-diam dalam hati dia merasa amat kagum sekali atas kehebatan dari ilmu meringankan tubuh yang dimiliki dia orang tua.
Dia yang tidak berhasil menyandak si kakek tua berjubah hitam itu berarti pula tidak dapat membuktikan apa yang sedang dipikirkan di dalam hatinya, dalam hati merasa sedikit kecewa, dia merasa amat heran sekali siapakah sebenarnya si kakek tua serta ni kouw tua itu" kenapa cuma sepatah dua patah kata dari mereka sudah cukup untuk mencegah suatu pertempuran yang mengerikan?"
Saat ini sang surya dengan perlahan sudah mulai muncul diupuk sebelah Timur membuat pemandangan di atas gunung Thay-san kelihatan amat indah sekali. terpaksa untuk sementara dia menyampingkan dahulu berbagai persoalan yang mencurigakan hatinya ini, dengan mengikuti rencana semula dia mulai melakukan perjalanannya kembali menuju ke kota.
Dia pingin cepat-cepat menyerahkan pil sakti milik Han Tan Loo djien itu kepada Mo Tan-hong bersamaan pula hendak mengajarkan ilmu lweekang Pek Tiap Sin Kang kepadanya
agar dikemudian hari dia berhasil membalas dendam atas kematian orang tuanya.
Sesampainya di kota dia mencari sebuah rumah
pernginapan untuk beristirahat
Malam harinya dengan perasaan hati penuh kegembiraan dan hati berdebar debar dia berjalan menuju kerumah pamannya Mo Tan-hong semakin mendekat hatinya terasa berdebar semakin keras.
Dia takut Mo Tan-hong sudah dijodohkan dengan orang lain, jika sampai begitu lalu bagaimana baiknya" jikalau setelah bertemu dengan Mo Tan-hong dia pura pura tidak kenal apa yang harus dia perbuat" Pil mujarab itu diberikan kepadanya" atau tidak"
Bangunan rumah dari pembesar negeri ini amat besar dan megah sekali, disamping loteng, gapura kebun, kebun, gunung gunungan dan lain lain bangunan yang indah banyak terdapat juga serambi serambi yang membingungkan.
Tan Kia-beng yang sudah lama berputar putar di dalam bangunan rumah itu masih belum menemukan juga kamar dari Mo Tan-hong dalam hatinya terasa mulai menjadi cemas.
Mendadak.... dari dalam sebuah kebun terlihatlah sebuah kamar kecil yang amat indah sekali, sinar lilin dengan samar-samar memancarkan sinarnya keluar
Dengan cepat dia berjalan mendekat, barang-barang yang ada di dalam kamar itu diatur dengan amat indahnya agaknya tempat itu merupakan sebuah kamar wanita tetapi seperti juga kamar buku dari seorang Kongcu. saat ini ruangan itu kosong melompong tak tampak sesosok manusiapun
Sedang dia melamun mendadak terasalah suara hawa
pedang yang amat tajam berkumandang masuk ke dalam telinganya, dia menjadi terperanjat pikirnya, "Apakah di dalam rumah seorang pembesar negeri masih ada orang yang sedang berlatih ilmu pedang?"
---0-dewi-0--- Orang yang berlatih silat pendengaran serta pandangan matanya paling tajam. begitu dia berhasil membedakan berasalnya suara pedang itu sepasang tangannya dengan cepat ditekan ke atas permukaan tanah kemudian meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Bagaikan sebuah dedaunan dengan amat ringannya dia melayang ke belakang kamar itu terlihatlah di tempat sana merupakan sebuah kebun bunga yang amat luas sekali.
---0-dewi-0--- Di atas tanah lapangan tampaklah sesosok bayangan yang kecil ramping sedang berlatih ilmu pedang begitu matanya berhasil melihat potongan tubuhnya dia yang amat ramping menggiurkan itu tiba-tiba hatinya terasa berdebar dengan amat keras sekali hampir hampir dia berteriak
Tapi dengan cepat dia berhasil menutup mulutnya sendiri dengan menggunakan tangannya kata yang semula hendak diteriak keluar dengan mentah mentah ditelan kembali ke dalam perutnya.
Tampaklah gadis itu dengan memusatkan seluruh
perhatiannya sedang berlatih ilmu silat. satu jurus demi satu jurus dengan cepatnya dipentangkan keluar sampai akhirnya tampaklah serentetan sinar keperak perakan melapisi seluruh tubuhnya membuat pandangan menjadi kabur sekali
Tan Kia-beng yang mengenal hampir sebagian besar ilmu pedang dari pelbagai partai untuk beberapa saat lamanya dibuat bingung oleh ilmu pedang yang sedang dilatih oleh gadis itu, dia cuma merasakan ilmu pedang gadis ini amat lincah dan gesit mungkin karena tenaga dalamnya yang belum berhasil
Saat ini gerakan pedang dari si gadis itu sudah mulai melambat dan akhirnya dia menarik kembali pedangnya.
Tangannya yang halus dengan perlahan merapikan
rambutnya yang panjang terurai sedang dari ujung bibirnya tersungginglah suatu senyuman manis
Mendadak dia menemukan seorang pemuda yang amat
kekar sedang berdiri dengan tenangnya dibawah pohon bwee dan memandang ke arahnya sambil tersenyum dia menjadi amat terperanjat.
"Siapa?" bentaknya keras.
Pedang panjangnya dengan cepat diputar membentuk
suatu lingkaran kemudian digetarkan sehingga menimbulkan bunga bunga pedang yang amat banyak, tetapi sebentar kemudian dia sudah membuang pedangnya ke atas tanah lantas berteriak kegirangan
"Ooh.... Beng ko...."
Dengan amat cepatnya dia berlari dan menubruk masuk ke dalam pelukan Tan Kia-beng, sepasang tangannya yang halus putih bagaikan seekor ular dengan cepatnya merangkul leher pihak lawan, sebaliknya sepasang lengan yang kuat dari Tan Kia-beng pun dengan amat kencangnya merangkul
pinggangnya yang ramping.
Mereka berdua pada berdiam diri tak mengucapkan sepatah katapun, seluruh rindu dan kasih sayang mereka ditumpahkan ke dalam pelukan yang mesra ini. mereka saling berpeluk....
hati saling berdetak.... siapapun tidak ingin melepaskan kenikmatan yang amat mendebarkan hati ini.
Lama, lama sekali, gadis berbaju merah itu baru sadar kembali dari impiannya.
"Beng ko," ujarnya perlahan. "Aku benar-benar rindu padamu, kenapa kau sudah lama tidak datang melihat aku?"
---0-dewi-0--- Tidak usah dibicarakan, saudara saudara pembacapun tahu, Beng ko itu bukan lain adalah Tan Kia-beng sedangkan gadis berbaju merah itu tidak bukan adalah Mo Tan-hong.
Di dalam sesaat itulah Tan Kia-beng merasakan seluruh dunia ini adalah miliknya dengan hati penuh kasih sayang dia membelai rambut Mo Tan-hong yang panjang dan hitam pekat itu
"Heey, akupun amat merindukan dirimu, cuma saja
kedudukanmu sebagai putri seorang raja muda membuat aku seorang gelandangan dari Bulim merasa tidak enak untuk bertemu muka dengan dirimu, bagaimana aku bisa bertemu muka dengan dirimu yang tinggal diistana seorang pembesar negeri?"
Tak tertahan lagi Mo Tan-hong tertawa cekikikkan.
"Bukankah sekarang kau bisa sampai disini?"
"Aku, aku terpaksa menempuh bahaya...."
"Kepandaian silatmu agaknya sudah mendapatkan
kemajuan yang amat pesat sekali"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Dari biji matamu yang hitam bulat serta ilmu meringankan tubuhmu yang baru saja kau perlihatkan tadi aku rasa tentu dugaanku ini sedikitpun tidak salah."
"Lalu bagaimana kau sendiri bisa berlatih ilmu silat?"
"Aku" untuk sementara aku tidak akan memberitahukan kepadamu."
Bola mata dari Mo Tan-hong yang indah dan amat jeli itu sedikit berputar kemudian dengan genitnya memperdengarkan suara tertawanya yang amat merdu.
Tan Kia-beng pun tertawa tawar.
"Kau tidak mau beritahu kepadaku yaah sudah ini hari aku datang khusus untuk memberikan hadiah kepadamu."
"Hadiah apa?"
Sepasang mata dari Mo Tan-hong berkelebat tak hentinya dengan pandangan terkejut bercampur heran dia
memperhatikan terus dirinya.
Tan Kia-beng tidak mau membuang banyak waktu lagi dari dalam sakunya dia mengambil keluar pil mujarab itu dan diberikan kepadanya.
"Pil mujarab ini adalah barang penting kata suhuku,"
ujarnya, "dengan perlahan kau makanlah pil ini maka tenaga dalammu akan memperoleh kemajuan seperti latihan selama tiga puluh tahun lamanya"
"Kenapa tidak kau makan sendiri?"
Tan Kia-beng tersenyum, dia gelengkan kepalanya.
"Aku sendiri tidak membutuhkan barang ini."
Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sesudah itu dia menempelkan ke samping telinganya, dengan perlahan sepatah demi sepatah mulai memberi pelajaran rahasia belajar ilmu lweekang Pek Tiap Sin Kang kepadanya, menanti sesudah dia berhasil memahami
seluruhnya waktu sudah menunjukkan kentongan keempat.
Tan Kia-beng segera meloncat bangun.
"Sekarang aku harus pergi," ujarnya setengah berbisik,
"bilamana pada kemudian ada kesempatan aku akan kembali lagi kesini untuk menjengukmu."
Mereka berdua saling berpegangan tangan dengan eratnya, lama sekali mereka saling berpandangan tapi tak seorangpun yang mengucapkan sepatah katapun.
Akhirnya dengan kuatkan hatinya Tan Kia-beng melepaskan genggaman tangannya dan meloncat melewati tembok
pekarangan untuk kembali kerumah penginapan
Keinginannya kini sudah terkabul, dengan terburu-buru Tan Kia-beng melanjutkan perjalanannya kembali ke arah Barat, pada pikirannya kini sudah bertambah kembali dengan berbagai persoalan yang meragukan dan mencurigakan hatinya, persoalan persoalan rumit yang membutuhkan jawaban selekasnya.
Pertama, kakek tua berjubah hitam itu apakah benar merupakan anak murid dari Teh Leng Kau cu" si gadis berbaju putih itu sudah tentu adalah putrinya kenapa setiap tahun pada musim semi dia harus munculkan diri dengan
menunggang kereta mautnya"
Kedua siapakah orang yang sudah menghasut orang dari tujuh partai besar serta para jago lainnya untuk bentrok dengan mereka berdua, agaknya orang itu amat misterius
sekali bahkan mengandung suatu maksud tertentu yang amat kejam.
Ketiga, menurut surat peninggalan dari Han Tan Loo djien dia diharuskan mendirikan kembali partai Teh-leng-bun, perlukah dia menyiarkan kedudukannya sekarang ini ataukah menanti sesudah bertemu muka dengan suhunya si Bun Li Im Yen Lok Tong untuk mengadakan perundingan dahulu.
---0-dewi-0--- Dengan seorang diri dia berpikir, keras, lama sekali dia berpikir tetapi tak sebuah pertanyaan pun yang berhasil dicarikan jawabannya yang memuaskan hati.
Mendadak.... Terdengar suara berputarnya roda kereta dengan cepatnya menerjang datang, menanti sesudah dia sadar kembali dari lamunannya tampaklah debu mengepul dengan amat
tebalnya. Sebuah kereta yang amat mewah dengan amat cepatnya sudah lewat dari samping tubuhnya, secara samar dia bisa melihat orang yang mengemudikan kereta tersebut bukan lain adalah seorang kakek tua berjubah hitam yang wajahnya memakai kerudung.
Tak tertahan lagi dia berteriak.
"Haah.... kereta maut lagi?"
Dengan cepat dia melarikan kudanya mengejar dari
belakang, walaupun kuda tunggangannya merupakan seekor kuda tunggangan yang jempolan tetapi jika dibandingkan dengan kereta berkuda itu bukanlah apa apanya.
Tampaklah kereta berkuda itu semakin lama berlari semakin kencang, hanya di dalam sekejap saja sudah lenyap dibalik sebuah tikungan jalan.
Tan Kia-beng menjadi benar-benar mendongkol dengan cepat dia meloncat turun dari atas tunggangannya, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang amat tinggi dia meluncur ke arah mulut gunung itu.
Ketika dia berhasil mencapai mulut gunung itu bayangan dari kereta maut tersebut sudah lenyap tak berbekas bahkan sampai suara berputarnya roda serta ringkikan kudapun sama sekali tak kedengaran.
Tan Kia-beng benar-benar dibuat keheranan pikirnya.
Apakah kereta itu sudah berhenti dalam gunung ini" Kalau tidak kenapa tidak terdengar sedikit suarapun"
Sewaktu dia menaiki gunung Thay-san tempo hari pada punggung gunung dia pernah menjumpai seorang kakek tua berjubah hitam yang berkerudung dengan seorang gadis berbaju putih sedang berkelebat menuju ke atas gunung dikarenakan pada waktu itu dia sudah menganggap dia adalah Hu Hong sendiri karenanya tak terlalu mengambil perhatian.
Tetai setelah kejadian itu dia teringat kembali kalau pertemuannya dengan Hu Hong selama dua tiga kali sama sekali tak pernah melihat dia oran gmemakai kain kerudung, menanti sesudah dia teringat akan urusan ini dan hendak ditanyakan kepada dia saat itulah Hu Hong sudah pergi dari sana.
Secara tak sengaja ini hari dia bertemu kembali dengan kakek tua berjubah hitam yang berkerudung itu membuat hatinya benar-benar tertarik dia ingin memecahkan teka teki yang penuh diliputi oleh tanda tanya ini.
Gunung tersebut merupakan sebuah gunung yang amat tandus sekali seluruh bukit serta tanah tebing merupakan tanah kuning yang amat kering
Dengan mengkuti jalan kecil yang ada di atas gunung itu dengan cepat dia terus mengejar ke atas
Semakin lama jalan gunung itu semakin sempit dan
akhirnya berubah menjadi sebuah jalan kecil usus kambing yang cukup dilalui oleh seorang saja, jangan dikata kereta, sekalipu kuda tunggangan biasapun tak mudah untuk melewati tempat itu.
Cuaca semakin lama semakin menggelap sedangkan jejak dari kereta maut itu lenyap tak berbekas.
Dia yang mempunyai sifat pantang mundur segera berpikir dalam hati.
"Hmmm, aku tak percaya dia bisa terbang ke atas langit"
Dengan cepat dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh dengan menempuh jalan gunung terus naik ke atas tak selang lama sampailah dia di dalam sebuah hutan pohon song yang amat gelap.
Hutan pohon Song ini tidak terlalu lebat tetapi amat luas sekali sekalipun Tan Kia-beng sudah mengadakan
pemeriksaan dengan amat teliti tetapi tak terlihat hal hal yang mencurigakan
Tan Kia-beng menjadi keheranan, baru saja dia hendak putar badannya meninggalkan tempat itu mendadak tampak bayangan putih berkelebat.
Sekali pandang saja dia sudah dapat melihat kalua orang itu bukan lain adalah sesosok bayangan yang amat ramping sekali.
Pikirannya dengan cepat berputar, dengan cepat ilmu meringankan tubuhnya disalurkan keluar sepasang kakinya bergerak hanya di dalam sekejap saja bagaikan kilat cepatnya dia sudah meluncur mengejar ke arah bayangan putih itu.
Inilah yang dinamakan Poh Poh Cing Im yang merupakan ilmu meringankan tubuh yang amat lihay dari perguruan Teh-leng-bun
Walaupun tubuhnya meluncur dengan amat cepatnya ke depan tetapi tubuhnya sama sekali tidak membawa desiran angin yang amat membisingkan telinga
Sekalipun gerakannya ini amat cepat dan tanpa
menimbulkan suara yang berisikpun tetapi sewaktu dia tiba di tempat mana berkelebatnya bayangan putih tadi, jangan dikata bayangan putih itu sekalipun bekasnyapun tidak kelihatan, hatinya menjadi semakin heran diamdiam makinya; Malam ini aku benar-benar sudah bertemu dengan Setan.
Dia memeriksa kembali keadaan di sekeliling tempat itu dengan amat teliti, tetapi tak tampak gejala yang mencurigakan.
Sekonyong konyong....
Suara jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma bergema datang dari arah sebelah kanan, di dalam keadaan terperanjat sepasang tangannya dengan cepat dipentangkan tubuhnya dengan amat cepatnya melayang udara setinggi lima enam kaki, ujung kakinya dengan cepat menutul permukaan ranting kemudian dengan amat cepatnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busur dia berkelebat menuju ke arah mana berasalnya suara jeritan tadi.
Ketika tubuhnya melayang turun ke atas permukaan tanah terlihatlah empat sosok mayat toosu menggeletak di atas tanah dalam keadaan yang amat menyeramkan sekali.
Dengan perlahan tangannya merabah tubuh mayat tersebut terasalah hawa panas masih meliputi badannya dia segera tahu oran gorang itu belum mati lama, dengan meminjam sinar rembulan yang menerangi sinarnya kepermukaan tanah, dia mengadakan pemeriksaan yang amat teliti pada mayat mayat tersebut.
Terlihatlah pada setiap alis mayat tersebut tergoreslah sebuah belang sebesar jari telunjuk yang berwarna merah darah memanjang sampai pada pipinya.
Melihat hal itu dia menjerit kaget.
"Haa" pukulan api beracun inilah tunggal dari Tah Ling Kauw kami...."
Dengan cepatnya dia teringat kembali dengan si kakek tua berjubah hitam itu, karena menurut dugaannya orang yang ada di dalam Bulim pada saat ini cuma dia seorang saja yang bisa menggunakan ilmu silat dari pihak Teh Ling Bun, tak terasa lagi hawa amarah bergolak di dalam hatinya dengan perasaan amat gusar, makinya, "Iblis bajingan! sungguh kejam kau ada satu hari jika bertemu kembali dengan kau aku pasti akan mewakili suhu untuk membasmi dirimu dari muka bumi ini."
Dengan penuh kegusaran dia bertindak keluar dari hutan mendadak terdengar suara tersampokannya ujung baju bertiup angin yang bergema dari tempat kejauhan semakin lama semakin mendekat disusul suara langkah manusia yang amat ribut sekali.
Sreet.... sreet....! tampak dua sosok bayangan hitam dengan amat cepatnya berkelebat lewat. gerakan tubuh mereka amat cepat sekali hanya di dalam sekejap saja sudah berada sejauh sepuluh kaki lebih.
Tetapi cukup di dalam sekali kelebatan itulah Tan Kia-beng bisa melihat kalau kedua sosok bayangan manusia itu tidak lain adalah seorang hweesio dengan seorang toosu
Pada saat yang bersamaan pula tampaklah lima sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya menyusul dari belakang gerakan mereka bagaikan anak panah terlepas dari busur dengan amat cepatnya sudah berkelebat ke depan mengejar dua sosok bayangan sebelumnya.
Melihat hal itu diam-diam Tan Kia-beng merasa amat terperanjat pikirnya, "Apa mungkin malam ini sudah diadakan pertemuan puncak juga di atas gunung yang amat tandus ini"
kalau tidak bagaimana sebegitu banyak jago yang pada bermunculan disini."
Tidak usah dipikir lagi para jago berkepandaian tinggi itu sudah tentu sedang mengejar jejak dari kereta itu dengan adanya kejadian ini dia semakin kepingin mengadakan penyelidikan sehingga urusan menjadi jelas kembali.
Sedang dia termenung berpikir keras mendadak terasalah segulung angin yang amat perlahan sekali berkelebat dari belakang tubuhnya bersamaan dengan sambaran angin terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin sekali serasa menusuk tulang dengan amat dahsyatnya menekan seluruh tubuhnya.
Saat ini Tan Kia-beng sedang merasa amat gusar sekali, merasa adanya serangan dengan amat keras dia membentak.
sepasang tangannya berkelebat dengan menggunakan hawa
pukulan Siam Im Kong Sah Im Lang bagaikan kilat cepatnya dia menyambut dengan serangan angin pukulan berhawa dingin itu.
"Braaak!" Di tengah suara ledakan yang amat keras daun dan ranting pada berguguran, pasi, batu kerikil melayang memenuhi angkasa hampir boleh dikata pepohonan yang tumbuh di dalam lingkungan satu kaki di sekeliling tempat itu pada tumbang sehingga menimbulkan suara gemuruh yang memekikkan telinga.
Di tengah suara ledakan keras itulah terdengar suara jeritan kaget yang amat keras. "Iiiihh"...."
Sesosok bayangan putih secara mendadak meloncat keluar dari antara pepohonan kemudian dengan amat cepatnya melayang ke depan, dalam sekejap saja dia sudah menyusup ke dalam hutan.
"Berhenti" bentak Tan Kia-beng dengan amat keras.
Satu telapaknya dilintangkan di depan dada sedang yang lain diluruskan ke depan, tubuhnya dengan amat cepatnya ikut menerobos ke dalam hutan tersebut
Terasa angin dingin bertiup dengan amat kencangnya membuat suasana amat menyeramkan, di dalam hutan ini tak tampak sesosok bayangan manusiapun, suasana sunyi senyap.
Urusan yang demikian anehnya terjadi berulang kali dihadapan matanya terang tangan melihat adanya bayangan yang berkelebat tetapi sewaktu dikejar tak tampak sesosok manusiapun, jika berganti dengan orang lain mungkin sejak tadi sudah mengundurkan dirinya. tetapi Tan Kia-beng adalah seorang yang keras kepala, dia sudah ambil putusan untuk menyelidiki urusan ini sampai jelas.
Demikianlah dengan menyalurkan tenaga dalamnya pada telapak tangan dengan perlahan dia mulai mengadakan permeriksaan dengan amat telitinya, dia mulai melakukan pemeriksaan pada hutan yang tak tampak sedikit sinarpun.
Sekeluarnya dari hutan yang lebat itu sampailah dia de sebuah bukit kecil
Dibawah bukit itu terlihatlah sebuah tanah lapangan rumput yang amat lebab agaknya sebuah tanah rawa rawa yang penuh ditumbuhi dengan alang alang yang amat lebat.
Tumbuhan alang alang memenuhi seluruh tanah, membuat bayangan hitam menutupi seluruh angkasa, jelas sekali tempat itu merupakan tempat yang berbahaya.
Tiba-tiba.... Bayangan putih itu muncul kembali dari antara tumbuhan alang alang bersamaan dengan munculnya bayangan putih itulah dari bukit seberang terdengar beberapa kali suara teriakan kesakitan yang menyayatkan hati.
Di tengah gunung yang sunyi bayangan iblis berkelebat tak hentinya membuat orang merasakan hatinya bergidik, bulu roma serasa pada berdiri.
Tan Kia-beng dibuat sedikit tertegun, kemudian sambil menggigit kencang bibirnya dia berpikir.
Suara jeritan ngeri yang terdengar barusan ini sudah tentu berasal dari beberapa sosok bayangan manusia yang baru saja berkelebat kini bahaya sudah ada di depan mata kenapa aku tidak pergi memberi pertolongan"
Dengan amat cepatnya dia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay Poh Poj Cing Im dengan cepatnya menerjang ke bukit seberang, ujung kakinya sedikit menutul
permukaan tanah, tubuhnya dengan cepat sudah berkelebat sejauh puluhan kaki hanya di dalam beberapa kali loncatan saja dia sudah berada di dalam tumbuhan alang alang yang amat lebat.
Tiba-tiba dari dalam rawa yang amat lembab itu berkelebat keluar suara dengungan yang amat keras sekali, tampaklah segerombolan binatang binatang kecil dengan amat cepatnya menyerbu keseluruh tubuh dengan amat ganas
Di dalam sekejap mata tangannya sudah ada beberapa tempat yang tergigit oleh binatang kecil itu sehingga menimbulkan bintik bintik kecil yang berwarna merah dan amat gatal sekali.
Dia menjadi amat gusar, sepasang telapak tangannya berturut turut melancarkan dua buah serangan dahsyat ke depan. segera terasalah segulung angin pukulan yang amat dingin sekali bagaikan pecahnya ombak menggulung ke arah depan membuat binatang binatang kecil itu terpukul buyar kesamping.
Saat itulah dia baru bisa melihat jelas binatang binatang kecil yang baru saja menyerbu badannya bukan lain adalah nyamuk nyamuk beracun yang amat berbahaya
Sambil melancarkan serangan menghalau pergi nyamuk nyamuk beracun yang mengerubuti badannya semakin banyak lagi, kurang lebih beribu ribu ekor nyamuk bersama-sama menerjang badannya hampir hampir membuat dirinya saking tidak tahannya terjatuh ke dalam sarang nyamuk tersebut Tan Kia-beng menjadi amat terperanjat dia merasakan hatinya sedikit bergidik serangannya semakin lama dilancarkan semakin cepat hanya di dalam sekejap saja kurang lebih dia
sudah berhasil membinasakan nyamuk nyamuk itu ratusan ekor banyaknya.
Saat ini bukan saja dia sudah berada di sebuah jalan buntuk bahkan suasana amat gelap sekali sehingga sukar untuk melihat lima jarinya sendiri, hatinya menjadi semakin cemas lagi, pikirnya, "Heeey sekalipun malam ini aku tak berhasil dibinasakan oleh nyamuk-nyamuk terkutuk ini, mungkin aku bisa modar saking lelahnya."
Dia baru saja menerjunkan diri ke dalam dunia kangouw membuat semua urusan yang ada di dalam Bulim itu belum dia ketahui sama sekali rawa rawa yang terletak dekat dengan telaga Thay Auw ini bukan lain adalah Telaga nyamuk yang sangat terkenal sekali bila mana orang yang tidak tahu diri dan menerjang masuk kesana maka dia boleh dikata sukar untuk meloloskan diri kembali dari kematian.
Tan Kia-beng yang harus mengasih nyamuk sambil
mengerahkan tenaga jalannya melancarkan perjalanan, beberapa kali hampir hampir terjatuh ke dalam telaga maut itu, dalam hati semakin lama ia merasa semakin cemas.
Mendadak dalam pikirnya berkelebat satu ingatan pikirnya,
"Kenapa aku tidak menggunakan sepasang mata dari ular raksasa itu segera terasalah segulung sinar merah yang amat dingin dan menyilaukan mata menerangi sekitar tempat itu seluas dua kaki lebih bahkan disertai juga suatu hawa dingin yang membuat seluruh tubuh menjadi gemetar, saking tak tertahan akhirnya Tan Kia-beng bersin beberapa kali."
Peristiwa aneh segera terjadi, begitu mutiara tersebut dikeluarkan nyamuk nyamuk beracun itu pada tersapu pergi dengan amat cepatnya tanah dihadapannya kini menjadi terang kembali membuat Tan Kia-beng menjadi kegirangan,
teriaknya, "Haa.... haah.... kiranya kalian takut dengan hawa dingin."
Dengan cepat tubuhnya berkelebat ke depan tidak selang lama kemudian dia sudah berhasil mencapai pada tepi rawa rawa tersebut.
Dengan cepat dia menyimpan kembali mutiara ularnya dan bergerak maju kembali ke depan.
Tampaklah olehnya kurang lebih seluas ratusan hektar di depannya penuh ditumbuhi dengan pohon bambu yang amat rapat, dengan mengambil arah dimana berasalnya suara jeritan ngeri tadi Tan Kia-beng berkelebat terus ke depan.
Sekonyong konyong dari belakang badannya terdengar suara teriakan keras bagaikan guntur yang membelah bumi.
Ouww untung.... untung sekali, sungguh lihay, kurang sedikit saja nyawaku si hweesio ikut melayang
Sreet.... seret! tiga sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat keluar dari antara rawa rawa.
Tan Kia-beng menjadi amat terperanjat telapak tangannya dengan cepat dilintangkan di depan dada siap menghadapi segala kemungkinan
Tampaklah ketiga sosok bayangan manusia itu bukan lain adalah si pengemis tua si hweesio gemuk serta si toosu kurus yang disebut sebagai Hong Jen San Yu itu.
Ketika memperhatikan lebih teliti lagi hampir hampir dia dibuat tertawa tergelak saking geliya kiranya dengan laga mereka bertiga yang amat aneh dan lucu itu kini berjalan keluar dengan baju yang amat kotor dan terkoyak koyak pada kulit tubuh mereka penuh ditumbuhi bintik bintik merah
membengkak kelihatannya amat lucu dan menggelikan pastilah merekapun baru saja keluar dari telaga nyamuk itu Mereka bertiga yang melihat Tan Kia-beng berdiri pun disana menjadi sangat kaget.
"Iii.... iblis cilik kaupun ada disini?" seru mereka hampir berbareng
Air muka Tan Kia-beng segera berubah amat hebat.
"Kalau berbicara harap sediki memperhatikan sopan santun," serunya dengan mendongkol.
Si pengemis tua itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Apa kau kira aku si pengemis tua sudah salah memanggil?"
"Bilamana kalian tidak mau menghormati dirimu jangan salahkan aku orang she Tan akan mencari keonaran dengan kalian."
Si hweesio gemuk yang terkenal dengan sifatnya yang kasar dan berangasan mendadak maju ke depan, bentaknya,
"Bagus, biar aku jagal kau dulu kemudian baru mencari yang tua bangka."
Telapak tangannya dengan cepat dibabat ke depan segera terasalah segulung angin pukulan yang amat kuat
menggempur ke depan.
Tan Kia-beng segera mendengus dingin tenaga dalam yang sejak tadi sudah dipersiapkan pada tangannya dengan cepat dikirim ke depan.
Brak, blumm! dengan keras lawan keras dia menerima datangnya serangan tersebut.
Dengan benturan ini masing-masing pihak segera munduk dua langkah ke belakang tetapi dalam hati Tan Kia-beng
sudah punya perhitungan dia tahu tenaga pukulannya tak akan mencari keonaran dengan diri kalian.
Si hweesio gemuk yang mengangkat nama di dalam Bulim dengan mengandalkan kekuatan pukulan serta kehebatan dari hawa serangannya ketika melihat pemuda itu sama sekali tidak menemui cidera karena menerima serangan
yangmenggunakan tenaga enam tujuh bagian itu tak terasa lagi sudah menjerit kaget.
"Aah....?"
Telapak tangannya menyambar kembali ke depan.
Serangannya kali ini sudah menggunakan tenaga sebanyak delapan bagian.
Tan Kia-beng yang sedang terburu-buru lari masuk kehutan bambu untuk melihat keadaan yang sudah terjadi disana kini mendapatkan serangan dari si hweesio gemuk yang tolol itu dalam hati benar-benar merasa sangat mendongkol, sepasang telapak tangannya diputar kemudian digetarkan dan didorong ke depan dengan sejajar dada.
Segulung angin pukulan yang amat dingin laksana
menderunya ombak di tengah samudra dengan amat
dahsyatnya menghajar tubuh si hweesio gemuk itu sehingga tubuhnya tak tertahan munduk sempoyongan sebanyak enam tujuh langkah.
Sewaktu melewati telaga nyamuk tadi si hweesio gemuk itu sudah banyak mengorbankan tenaga murninya, kini mendapat pula satu serangan yang begitu dahsyat membuat darah di dalam rongga dadanya bergolak dengan amat keras, darah segar hampir hampir memancar keluar dari mulutnya.
Ketika si toosu dengkil itu melihat si hweesio gemuk menemui kerugian besar dengan amat gusarnya dia
membentak keras.
Tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas sepasang telapak serta kakinya berturut turut melancarkan tujuh belas serangan dahsyat.
Si toosu yang terkenal di dalam Bulim karena ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurnya membuat
serangan yang dilancarkan keluarnya amat cepat sekali laksana bertiupnya angin berlalu.
Tampaklah sesosok bayangan abu abu dengan amat
cepatnya berputar kemudian melayang ke atas ke bawah membuat pandangan orang terasa menjadi kabur dibuatnya.
Tan Kia-beng tertawa dingin, kakinya tetap terpantek di atas tanah dengan amat kencangnya, tenang bagaikan sebua gunung tay san, sedangkan telapak tangannya berturut dikebaskan ke depan sehingga menyambarlah segulung angin dingin yang memaksa Toosu kurus itu terdesak mundur satu langkah ke belakang.
Si toosu dengkil menjadi gusar bercampur mendongkol.
teriaknya berulang kali, "Aku tidak percaya cuma kau iblis cilik pun aku tidak bisa membereskan."
Tela Seruling Samber Nyawa 6 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama