Ceritasilat Novel Online

Rahasia Peti Wasiat 11

Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Bagian 11


-jit-coat adalah saudara angkat
kakakku tapi sebenarnya persaudaraan di antara mereka
cuma akur di luar dan renggang di dalam sering mereka
bertengkar karena pembagian rejeki yang tidak merata,
mereka menuduh kakak terlampau serakah dan sesungguhnya
kakak memang rada rakus"
"Sebagai pemimpin besar ke 72 sarang bandit ketujuh propinsi
selatan, adalah layak jika bagiannya lebih besar daripada yang
lain." ujar It-hiong
"Sering kuberi nasihat agar cuci tangan saja dan jangan
bekerja pula, namun dia tidak mau menurut, tebaliknya aku
didamperat habis-habisan. Kemudian aku pun tidak berani
omong lagi. Namun kutahu Lok-lim-jit-coat merasa dendam
kepada kakak tampaknya ada maksud mereka akan memakna
kakak mengundurkan diri dari pimpinan."
"Bisa jadi kakakmu dibunuh oleh mereka bertujuh?" ujar Ithiong
"Tidak, waktu kakak meninggal mereka sama berada di
markas besar, kukira tidak mungkin dilakukan oleb mereka.
Cuma ketika mereka menerima berita kematian kakak,
mereka memang kelihatan sangat gembira, malahan
mengadakan pesta perayaan. Kutahu tak dapat lagi tinggal di
sana, cepat kularikan diri Aku kabur ke Hangciu untuk
mondok di tempat seorang saudara ibuku, siapa tahu paman
itu sudah pindah tempat, terpaksa kutinggal di hotel tanpa
berdaya, akhirnya aku kehabisan sangu orang hotel
mengusirku, karena tiada jalan lain, terpaksa ku ?"
Bertutur sampai di sini. pecahlah tangisnya dengan sedih
"Jangan menangis, dalam keadaan begitu, apa yang
kaulakukan memang dapat dimaklumi." dengan lembut Ithiong
menghiburnya 'Engkan tidak memandang hina padaku?" tanya Beng-ai
sambil mendongak dengan air mata masih meleleh
"Pasti tidak," jawab lt-hnmg,
Maka Beng-ai bertutur pula, "Meski aku terjerumus di rumah
hiburan, namun nasibku tidak terlampau jelek, karena induk
semang melibat wajahku cukup lumayan maka aku tidak boleh
sembarangan menerima tamu, lantaran itulah aku dapat
bertahan kebersihan tubuhku hingga kini. Ini sesungguhnya,
hendaknya engkau percaya padaku "
"Kupercaya," tukas It-hiong dengan tersenyum
Beng-ai tertawa sambil mengusap air matanya "Aku sangat
bahagia berkenalan denganmu "
"Aku juga," kata It-hiong
"Tapi ingin kutanya padamu, aku kau bawa kesini apakah ada
maksud tujuan tertentu?" tanya Beng-ai tiba-tiba
"Kau kira aku ada maksud tujuan lain ?" It-hiong tersenyum.
"Sebaiknya tidak ada," si nona merasa terhibur
"Hendaknya kau percaya saja padaku " kata it-hiong.
"Selaputnya tidak peduli apa yang terjadi, yang pasti, tidak
akan kubikin susah padamu.'
Gembira sekali Oh Beng-ai kembali ia membenamkan
kepalanya di dada anak muda itu
Esok paginya, dengan membawa kotak palsu itu It-hiong dan
Bun-hiong meninggalkan lagi Bokkan-san dan menuju ke
utara. Setelah perjalanan dua hari, tibalah mereka di kota Kimleng,
Bun-hiong mengundang It-hiong mampir ke rumahnya untuk
bermalam esoknya mereka melanjutkan perjalanan menuju ke
utara Berturut-turut empat-lima hari telah lalu selama itu "tidak
terjadi sesuatu, hal ini rada di luar dugaan Liong It-hiong,
katanya dengan tertawa, "Sekail ini agaknya kita dapat
sampai di Cap-pek-pan-nia dengan selamat."
"Ya, semoga,'' kata Bun hiong.
Sebelum ini. setiap kali kotak ini berada ditangan siapa pun,
dalam waktu singkat tentu akan muncul perampas, tapi sekali
ini ternyata tidak terjadi gangguan, maka sekali ini kita
mungkin dapat mencapai tempat tujuan dengan aman."
Mungkiri orang tahu kotak yang kita bawa ini barang palsu,"
kata Bun-hiong dengan tertawa, "maka ?""
"Kukira hal ini tidak mungkin," potong it-hiong. "Seumpama
ada seorang misterius selalu mengikuti jejak kotak pusaka ini,
sekali ini kecuali dia pernah menyusup ke rumah gubuk
tempat tinggal Toh-locianpwe itu, kalau tidak, tak mungkin dia
tahu barang yang kita bawa ini adalah palsu. Padahal kau
tahu betapa hebat kepandaian Toh Po-sit, jika ada orang
menyatroni tempat tinggalnya, betapapun sulit terlepas dan
mata telinganya "
"Jika begitu, mungkin tokoh yang misterius itu telah
membuntuti jejak Ang-liu-soh Ban Sam-hian." ucap Bun-hiong
dengan tertawa It-hiong mengangguk, '"Betul, mungkin kotak palsu yang
dibuat Hui Giok-koan itu selain dapat menipu Ban Sam-hian,
bisa jadi tokoh misterius itu pun ikut tertipu sehingga ia pun
mengikuti jejak Ban Sam-hian."
Tapi segera ia membantah alibi sendiri, katanya pula denga
menggeleng, "Namun jika demikian halnya, kenapa Tok-ganbusiang dan Cojing-bin justru mengikuti diriku"'
"Mungkin secara tidak sengaja dia melihat kotak yang
kaubawa itu," kata Bun-hiong
"Tidak aku tidak peceaya bisa terjadi kebetulan seperti itu?"
"Memangnya kau suka ada orang muncul untuk merampas
kotak palsu ini?"
"Ah, jangan bercanda, masa aku suka terjadi begitu"'
"Jika tidak suka hendaknya engkau jangan sangsi dan curiga
macam-macam lagi."
Liong It-biong memandang sekitarnya, katanya kemudian.
"Tampaknya kita sudah hampir sampai di Jiciu bukan?"
"Ya kira kira tujuh atau delapan li lagi.' kita Bun-bong.
Apakah malam ini kita akan tinggal di Jiciu".."sampai di situ,
mendadak ucapannya terputus dan mendadak berhenti
melangkah. Bun-hiong juga ikut berhenti, ia pandang hutan di kedua
samping jalan, katanya dengan tertawa. "Sungguh
aneh.tempat ini bukan hutan lebat di tengah pegunungan,
darimana datangnya suara binatang buas?"
Kiranya serentak mereka mendangat suara auman serupa
suara harimau, sebab itulah mereka terkejut dan sama
berhenti "Mungkinkah suara guruh?" kata It-hiong sambil celingukan
kian kemari. Sekonyong-konyong terdengar lagi lebih jelas raungan
harimau berkumandang dan dalam hutan sana.
"Masa ini suara guntur''" ucap Bun-luoug dengan tertawa.
It-hiong memegang pedang yang buru dibelinya, katanyn
dengan prihatin, "Aku tidak percaya di sini ada harimau "
"Hauungg'' suara auman itu semakin dekat. "Ini bukan suara
harimau "Ucap Bun-hiong
dengan air muka berubah
"Habis apa kalau bukan harimau." tanya it-hiong kuatir
''Macan tutul!" kata Bun hiong
"Darimana kau tahu ?" tanya it-hiiong dengan terkesiap
"'Tahun yang lalu pernah akuu berburu bersama beberapa
kawan dan banyak melihat binatang buas sebangsa harimau
kumbang dan macan tutul maka dapat kubedakan suara
mereka" "Jika benar macan tutul tentu terlebih sulit dihadapi." kata lthiong
dengan kuatir. Tiba-tiba terdengar lagi suara raungan yang terlebih keras
suaranya sudah semakin dekat malahan sudah mulai
terdengar suara ''Srek-srek"' suara langkah harimau
Segera Bun-hiong melolos pedang, katanva. "Jika di tempat ini
ada macan tutul, mau-tak-mau kita harus memberantasnya
kalau tidak ..."
Ucapnya terputus mendadak, sebab dia sudah melihat
munculnya macan tutul. Seekor macan tutul yang
menakutkan. Binatang buas ini muncul dari hutan yang
berdekatan, kedua buah matanya yang hijau berkilat itu
menatap It-hiong berdua dengan buas.
Namun macan tutul ini tidak muncul dengan sendirinya
melainkan dituntun orang, yang menuntun macan tak-laintakbukan adalah Kim-ci-pa Song Goan-po
"Aha. kiranya engkau, Song-tangkeh!' teriak It-hiong
"Ya, kembali kita berjumpa pula," jawab Song Goan-po sambil
terkekeh Ia menuntun macan tutul ini dan berhenti di tengah jalan
dengan sikap mengadang.
It-hiong bekernyit kening, katanya, "Dari mana kau dapatkan
macan tutul ini ?"
"Ini macan piaraanku " tutur Song Goan po dengan tertawa.
Kupiara dia sejak kecil, maka dia sangat penurut pada
perintahku "'
"Kau gunakan dia untuk mencelakai orang?" tanya It-biong
"Tidak mesti," kata Song Goan-po. "Tanpa perintahkudia
takkan sambarangan mengganggu orang. Tapi sekali kuberi
perintah, hehe" "
It-hiong menuding Bun-hiong dan berkata pula, "Dia ini
sahabatku. Pendekar Harimau Pang Bun-hiong
"Haha, sayang dia bukan harimau tulen!" ejek Song Goan-po
dengan tertawa lebar.
Dia memang bukan harimau tulen, tapi dia mempunyai
kesaktian untuk menundukkan macan tutul tulen," kata Ithiong
dengan tertawa.
Berputar biji mata Song Goan-po, ia tatap Pang Bun-hiong,
katanya sambil menyeringai, "Apakah betul, anak muda?"
Bun-hiong melototi It-hiong sekejap, tegurnya "Hai, kenapa
kau timpakan kesulitan kepadaku ?"
It-hiong terbahak-bahak "Hahaha"engkau kan sudah,
berpengalaman memburu macan tutul, dan aku tidak."
"Hai Liong It-hiong, tentu kau tahu maksud kedatanganku,"
seru Song Goan-po. "Nah, lekas lemparkan bungkusan yang
kaubawa itu kepadaku '
It-hiong mengangkat pundak. jawabnya, "Sumber beritamu
ternyata makin lama makin cepat dan juga tajam ternyata
kamu sudah tahu aku bernama Liong it-hiong"
"Ketika di luar Liong-coan-ceng tempo hari bilamana kutahu
kamu ini Liong It-hiong, tentu sekali hantam sudah
kubinasakan dirimu," kata Song Goan-po
"Oya ?" It-hiong tertawa
"Sekarang tidak perlu banyak omong, kau mau beri kotak itu
atau tidak?" tanya Song Goan-po tak sabar
"Coba katakan dulu kepadaku cara bagaimana kau tahu kami
mendapatban kotak pusaka ini. Dari mana kau tahu kami
akan lalu di sini?" tanya lt-hiong
"Ada orang menyampaikan berita padaku," tutur Song Goanpo.
"Siapa?" tanya lt-hiong pula,
"Entah?"
"Kenapa tidak tahu"''
"Tidak ada alangannya kukatakan terus terang padamu," tutur
Song Goan-po. "Tempo hari setelah ku kabur dan Liong-coanceng,
langsung ku datang ke selatan. Beberapa hari yang
lalu ku lewat di suatu tempat dan bermalam di suatu hotel.
pada waktu tengah malam mendadak ada orang membisiki
aku dari atas rumah, katanya kamu sudah mendapatkan kotak
pusaka ini,aku disuruh mencegat dirimu di uni. Habis bicara
orang itu lantas menghilang waktu kususul ke atas rumah
sudah tidak terlihat lagi bayangan orang itu '
"Dan suaranya tidak dapat kau kenali dia?" tanya It-hiong
"Tidak," kata Song Goan-po.
"Mengapa kau percaya kepada kisikan seorang yang tidak
jelas asal-usulnya?" tanya It-hiong
Song Goan-po tertawa, "Lantaran aku sudah kehilangan
petunjuk jejak kotak pusaka, tiba-tiba datang orang memberi
kabar begitu, terpaksa harus kupercayai ucapannya. Tapi
sekarang sudah terbukti orang itu tidak dusta padaku."
''Jika orang itu dapat membisikimu dari jarak jauh, ini
menandakan kungfu orang itu pasti sangat tinggi, jika dia tahu
di mana beradanya kotak pusaka dan dia sendiri tidak
merampasnya melainkan cuma menyampaikan berita itu
padamu, apakah kau tahu sebab apa dia berbuat demikian"
"Tahu,' jawab Goan po
"Coba katakan, sebab apa?"
"Ia bilang setelah kudapatkan kotak pusaka harus memberi
tiga bagian rejeki padanya sebab itulah kupercaya dia pasti
seorang dari kalangan putih yang cukup ternama disampntg
ingin mendapat bagian, di lain pihak kuatir pula diketahui
orang akan maksudnya itu sehingga merusak nama baiknya,
sebab itulah dia berbuat begitu secara diam-diam "
"Apakah rekaanmu ini masuk di akal?" tanya It-hiong.
"Masuk di akal," jawab Song Goan-po tertawa.
"Jika begitu, biar kutanya lagi satu soal padamu," kata Ithiong.
"Apakah kau tahu apa isi kotak itu?"
"Kau sendiri tidak tahu'" jawab Song Goan-po dengan heran
"Kutahu, tapi rahasia yang menyangkut kotak itu terlalu
banyak cerita yang.tersebar, maka ingin kudengar juga
pendapatmu "
Song Goan-po tertawa cerdik, katanya, "Kiranya kamu belum
mengetahui apa isi kotak itu. tapi ingin memancing
pengakuanku "
"Setahuku, kolak itu berisi sehelai peta rahasia harta karun
tinggalan Oh Kiam-lam, betul tidak"
Air muka Song Goan-po berubah, "Jika kamu sudah tahu,
mengapa tanya lagi padaku ?"
"Jika yang kau ketahui juga cuma sekian saja. maka biarlah
kukatakan padamu bahwa mutlak kotak itu tidak berisi peta
rahasia segala, yang ada cuma intrik belaka "
"Intrikk?" Song Goan-po melengak "Intrik apa?"
"Begini, menurut kenyataan yang sudah terjadi, di katangan
liok-lim daerah utara akhir-akhir ini tampil seorang tokoh
misterius, ia telah menjagoi berpuluh sarang bandit di
beberapa propinsi utara, tapi dia masih bermaksud
menaklukkan ke 72 sarang bandit daerah selatan. Karena dia
tahu setelah Oh Kiam-lam mati, lalu kalian sedang sibuk
mencari harta peninggalan Oh Kiam-lam. Maka ia sengaja
membuat, sebuah kotak pusaka untuk mengadu domba agar
antara kalian Lok-lim-jit-coat saling membunuh, bilamana
kalian bertujuh sudah menggeletak semua, maha dapatlah ia
menarik keuntungan tanpa susah payah dan menundukkan ke
72 sarang bandit sebagai anak buahnya."
"Dari mana kau tahu hal ini?" tanya Song Goan-po dengan


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

prihatin. "Berdasarkan perkiraanku," jawab It-hioug
"Aku berani bertaruh denganmu, orang yang menyampaikan
bisikan padamu bahwa kotak pusaka berada di tanganku
bukan lain daripada gembong iblis Cap pek-pau-nia itu."
Song Goan-po termenung sejenak, katanya dengan tertawa,
"Perkiraanmu memang cukup beralasan, tapi aku baru mau
percaya bilamana kotak pusaka itu sudah kulihat sendiri,
"Kotak itu berada di sini." kata It-hiong sarnbil menuding
bungkusan di atas punggungnya
"Tapi apakah kamu mampu membukanya?"
"Serahkan padaku, dengan sendirinya ada akalku untuk
membukanya," kata Goan-po
"Kotak ini juga berisi obat peledak, bila tidak dibuka menurut
cara yang sudah diatur setiap saat kotak ini bisa meledak."
"Ada caraku dapat membuatnya tidak meledak," ujar si botak
alias Song Goan-po
"Bagaimana caranya?"
"Tak dapat kukatakan padamu"
''Ya sudah jika tidak mau kau katakan lekas menyingkir.'"
Song Goan-po menepuk punggung macan tutul di
sampingnya, katanya sambil menyeringai "Boleh kau tanya
kawanku ini apakah mau menyingkir atau tidak."
It-hiong berpaling dan berkata kepada Pang Bun-hiong
dengan tertawa. "Pang heng, engkau adalah ahli memburu
binatang buas. sekarang giliranmu u ntuk beraksi."
"Buiyet!" omel Bun-hiong dengan tertawa
"Orang sengaja datang demi dirimu, untuk itu dia sengaja
mengajak kawannya yang kereng itu mengapa.. ?"
Mendadak Soug Goan-po mendorong macan tutul itu sambil
membentak. "Gigit saja kepala bocah itu, kawan'"
Serentak macan tutul itu meraung sekali serupa anak panah
terlepas dari busurnya, langsung ia menerkam Pang Bun-hiong
Keruan Bun-hiong terkejit cepat ia mengeos dan melompat ke
samping. makinya, "Binatang, aku tidak punya kotak pusaka
untuk apa kau cari diriku"'
Gerak-gerik macan tutul terlebih gesit daripada harumau
umumnya, tubrukannya tadi sungguh secepat kilat, tapi di sini
pula letak kelemahannya, lantaran terlampau cepat, biIa
sekali terkam tidak kena sasarannya, seketika ia pun tak
dapat berhenti dan begitulah keadaannya sekarang, waktu
Pang Bun-biong melompat ke samping, dengan cepat macan
tutul itu melompat lewat di tempat berdiri Bun-hiong tadi dia
rnenyelonong ke depan dua tombak jauhnya.
Kesempatan itu digunakan Bun-hiong untuk memburu ke
sana, pedang terus menusuk pantat binatang itu.
Siapa tahu macan tutul ini bukanlah macan tutul biasa, jelas
dia pernah mengalami latihan
yang keras, ternyata dengan gesit ia dapat menghindari
serangan, sekali ekornya bergerak, seperti kitiran ia putar
balik sambil meraung, sebelah cakarnya terus mencengkeram.
Dalam keadaan demikian bila pedang Pang Bun-hiong tetap
menusuk, macan tutul itu tetap akan kena tertusuk, tapi ia
sendiri tentu juga akan tercakar mati, terpaksa ia menarik
kembali pedangnya sambil melompat mundur.
Dua kali menubruk mencakar tidak kena sasaran, macan tutul
itu tambah buas, kembali ia
mengeluarkan suara auman galak dan menubruk lagi.
Tetap Bun-hiong tidak berani memapak tubrukan yang
dahsyat itu, ia mendak ke bawah untuk menghindar, dengan
jurus "Kim-sian-toh-hong" atau katak emas menjulur lidah, ia
angkat pedang untuk menusukk perut binatang itu .
Begitulah terjadi pertarungan sengit antara manusia dan
macan tutul. Sama sekali macan tutul itu tidak dapat
menyentuh Pang Bun-hiong.sebaliknya Bim-hiong juga tidak
mampu membereskan dia dalam waktu singkat dan
pertarungan bertambah seru.
Melihat macan tutul itu cukup kuat menghadapi Pang Bun
hiong, Song Goan-po tertawa senang, ia tepuk tangannya
yang berbulu dan berteriak, "Nalh Liong It-hiong boleh juga
kita main-main beberapa jurus"
Segera ia menerjang maju. sebelah telapak tangan lantas
menabas It-hiong mengegos ke samping, pedang lantas dilolos, sekali
sabat ia tebas, pinggang lawan.
Mendadak Song Goan-po meloncat ke atas. selagi terapung
kedua kakinya menendang beruntun-runtun mengincar kedua
mata Liong It-hioiig.
Akan tetapi Liong It-hiong mendoyong ke belakang, pedang
berputar, dari menabas berubah menjadi mencungkil, perut
lawan yang diarah.
Song Coan-po tidak malu berjuluk "Kim-ci-pa" atau si macan
tutul, gerak-geriknya sama gesitnya serupa macan tutul tulen,
kedua kakinya memancalsehingga tubuh melejit ke samping,
berbareng itu sebelah tangannya menghantam dengan
dahsyat It-hiong merasakan tenaga pukulan jauh itu sangat kuat cepat
ia pun melompat mundur, tapi cepat ia menerjang maju dan
melancarkan serangan lagi, pedang berputar, sebentar
menusuk dan sebentar lagi menabas tanpa putus.
Ternyata pertarungan mereka berdua tidak kalah sengitnya
dibandingkan pertarungan Pang Bun hiong melawan macan
tutul. Meski Bun-hiong sudah pernah berburu macan tutul, tapi hal
itu dilakukan dengan memasang
perangkap, sesungguhnya ia tidak pernah bertarung melawan
harimau atau macan tutul. Sebab itulah semula ia rada jeri
dan tidak berani melancarkan serangan secara bebas sehingga
sampai sekian lamanya macan tutul itu tidak terkena satu
pukulanpun. Sebaliknya macan tutul itu seperti memiliki tenaga yang tidak
habis-habisnya, berturut ia menubruk belasan kali meski tetap
tidak dapat menerkam Pang Bun-hiorg namun, masih tetap
tidak berhenti menubruk dan mencakar dengan garangnya.
Sembari menghindar Pang Bun-hiong juga mencari peluang
untuk balas menyerang, namun beberapa kali pedang
menyerang tetap sukar mengenai bagian mematikan di tubuh
binatang buas itu, mau-tak-mau ia mulai gelisah
"Haungg'" sambil mengaum, mendadak serangan harimau
tutul itu berubah ia tidak menubruk dan mencakar lagi
melainkan mendesak maju dengan pelahan. sikapnya
kelihatan licik dan menakutkan
Bun-hiong merinding sambil menyurut mundur selangkah demi
selangkah, omelnya. "Binatang, memangnya kamu akan main
gila cara lain?"
"Haunggg!" macan tutul itu meraung pula terus menerjang
lurus ke depan Cepat Bun-hiong bergeser ke samping, berbareng pedang
menusuk ke perut binatang buas itu.
Sekali ini perut macan tutul itu tertusuk, ia menggerang keras
lantaran ia sedang menyeruduk dengan cepat mata ujung
pedang Bun-hiong juga sempat menyayat luka kecil kulitnya
malahan kaki belakang harimau itu sempat mendepak "plok".
batang pedang terpental lepas dari pegangan dan jatuh ke
dalam hutan. Karena kagetnya, Bun-hiong ikut terpelanting dan jatuh
terjengkang. Untung harimau tutul itu terus menerjang ke
depan dan tidak sempat putar balik untuk menerkamnya lagi.
Cepat Bun-hiong melompat bangun
Setelah menyelonong ke sana beberapa tombak jauhnya,
segera macan tutul itu putar balik dan main tubruk dan
mencakar lagi. Akhirnya Pang Bun-hiong juga kehabisan kesabaran,
mendadak ia membentak, sebelah kaki terus mendepak
"'Bluk', tepat pinggang harimau terdepak, kontan ia terguling.
Bun-hiong tida sia-siakan kesempatan itu, sembari membentak
secepat kilat ia melompat keatas punggung harimau, dengan
telapak tangan ia hantam batok kepala binatang itu
sekuatnya, sekaligus ia melancarkan tujuh-delapan kali
pukuIan. Akhirnya macan tutul itu tidak bergerak lagi sebab
batok kepalanya pecah. Bun-hiong menghela napas lega, ia
mengusap air keringat yang membasahi jidatnya, gumamnya
"Keparat, bilamana tahu pakai telapak tangan terlebih cepat
selesai daripada pedang tentu sejak tadi beres.
Melihat kawannya sudah membereskan macan tutul itu. Liong
It-hiong yang agak kerepotan melayani Song Goan-po lantas
berteriak. "Hei jangan diam saja di situ lekas bantu diriku'"
, "Kenapa terburu-buru" Kan perlu kuganti napas dulu!" ucap
Bun-hiong. Pelahan ia berjalan ia mengambil kambali pedang yang
terpental ke hutan tadi, dilihatnya serangan
Song Goan-po semakin ganas, sebaliknya Liong ithiong
mulai kelihatan kewalahan.
Segera ia berseru. "He, Song botak, jika kamu tidak lekas
enyah, sebentar boleh kau susul macan tutulmu pulang ke
rumah nenek moyangmu''
Melihat harimau kasayangan sendiri terpukul mati. tidak
kepalang rasa murka Song Goan-po. Sungguh kalau bisa ia
ingin segera menghantam mampus Liong lt-hiong lalu
membuat perhitungan dengan Pang Bun-hiong.
Akan tetapi disini mendengar ucapan Pang Bun-hiong.
dirasakan kata-kata orang masuk diakal juga. Terpikir olehnya
untuk mengalahkan Liong It-hiong saja tidak mudah, apalagi
kalau bertambah lagi seorang Pang Bun-hiong, jelas dirinya
pasti akan keok.
Meski watak Song Goan-po kasar dan pemarah, tapi ia pun
tahu perlu sayang akan jiwa
sendiri. Maka mendadak ia melompat mundur sambil
membentak. "Berhenti dulu!"
Segera Liong It-hiong berhenti menyerang, katanya dengan
tertawa, "Kau mau apa?"
Dengan muka cemberut Song Goan-po diam saja. tapi
mendekati bangkai macan tutulnya, ia berjongkok dan
meraba-rabanya sejenak dengan wajah sedih dan gemas, ia
pandang Pang Bun-hiong dangan gusar, katanya, "Keparat,
kau bunuh harimauku, utangmu ini hendaknya dicatat'
"Hah, tidak perlu basa-basi. lekas enyah saja" jawab Bunhiong
dengan tertawa Song Goan-po mendengus, dipanggulnya bangkai harimau,
lalu hendak melangkah pergi
"Nanti dulu, Losi!" mendadak bergema suara orang di dalam
hutan. Menyusul muncul seorang kakek berbaju hitam Usia
kakek ini kira-kira 60-an, mukanya lonjong serupa muka kuda,
matanya terbelalak bercahaya serupa mata ular, sikapnya
dingin dan seram
Melihat si kakek, Song Goan-po terkejut dan bergirang, ia
berhenti dan berseru, "Aha".Jiko kiranya engkau . . "
Si kakek baju hitam mendengus pelahan,
"Ehm, jangan pergi dulu. Jelek-jelek kita kan bersaudara,
marilah kita bersatu membereskan mereka "
"Kenapa tidak?" si kakek mengangguk.
"Bagus," seru Song Goan-po dengan girang.
"Tapi cara bagaimana kita bagi rejeki setelah mendapatkan
barang itu?"
"Satu dibagi dua." jawab si kakek.
"Baik, setuju!" seru Song Goan-pu sambil membuang bangkai
harimau, lalu ia berpaling kepada It-hiong dan Bun-hiong,
katanya dengan terkekeh, "Nah, kawan, sekali ini kita dua
lawan dua boleh coba lagi!"
It-hiong tersenyum, "Apabila tidak keliru dugaanku, yang ini
tentunya Cian-in-jiu Loh Bok-kong bukan'.'"
"Haha. tepat dugaanmu," seru Song Goan-po
It-hiong menjura terhadap Cian-in-jiu Loh Bok-kong, katanya,
"Sudah lama kudengar nama besar Juragan Loh, sungguh
beruntung dapat berjumpa di sini " v
Loh Bok-kong menjengek. "Hm. tidak perlu banyak omong.
Pendek kata, kalau ingin seIamat harus lekas serahkan kotak
pusaka itu. Mengingat tidak mudah kau hidup sampai sebesar
ini, biar kuampuni jiwamu!"
"Ah, jangan sungkan," kata It-hiong tertawa
"Ada kemampuan apa yang kau kuasai, silahkan coba ambil
saja jiwaku dan kotak pusaka ini."
"Kurang ajar, sungguh bocah yang tak tahu mati hidup,"
damperat Loh Bok-kong sambil terkekeh
"Baik. ingin kulihat kamu mempunyai berupa lembar nyawa
serep" Habis berucap, sekali berkelebat, tahu-tahu ia sudah
melompat ke depan Liong It-hiong.langsung kelima jarinya
yang terangkum serupa pisau terus menjojoh ke muka Liong
It-hiong. Gerak serangannya sungguh secepat kilat lagi lihai. lt-biong
menyurut mundur, pedang berputar cepat untuk menangkis
la tahu gerak serangan lawan yang pertama itu pasti cuma
pancingan belaka, tapi ia tidak
tahu serangan berikutnya akan mengincar bagian mana,
sebab itulah it-hiong putar kencang pedangnya untuk berjaga
Benar jaga, baru setengah jalan segera serangan Loh Bokkong
berubah telapak tangan kanan ikut menyerang juga,
tetap dengan juri terangkap untuk memotong pinggang Liong
It-hiong. Tapi karena It-hiong sudah tahu sebelumnya dengan putar
pedang untuk melindung seluruh tubuhnya tanpa memberi
peluang, maka kedua kali serangan Loh Bok-kong dapat
dipatahkan seluruhnya
Baru sekarang Loh Bok-kong tahu It-hiong bukan lawan
empuk.Namun dia terhitung tokoh kelas tinggi kalangan
bandit, selama hidupnya entah berapa kali pernah mengalami
pertempuran sengit. pengalamannya luas. Iwekangnya kuat,
Setelah dua kali serangan gagal, mendadak sebelah kaki
menendang. Tendangan ini telah mengacaukan pertahanan
Liong It-hiong terpaksa ia bergeser mundur, lalu pedang balas
menabas kaki lawan
Namun reaksi Loh Bok-kong cepat dan gesit sekali, baru saja
pedang It-hiong menabas, cepat ia menarik kembali
tendangannya, berbareng kedua telapak tangan menghantam
ke depan secara mengacip, gayanya seperti gunting atau kacip
mengarah leher Inilah kungfu andalan Loh Bok-kong sesuai julukannya Cianinjiu atau tangan kacip, jurus serangan itu di sebut "Tui-inkiu

Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cian" atau sembilan kali kacip pemburu awan.
Baru pertama kali ini Liong It-hiong kenal Loh Bok-kong, tapi
sebelumnya sudah diketahuinya tangan kacip orang yang
merupakan kungfu lihai di dunia persilatan, maka sebelumnya
ia sudah berjaga-jaga, dan begitu melihat orang menyerang
dengan mengacip, cepat melompat mundur sehingga
serangan orang terpatahkan.
Biasanya tangan kacip Loh Bok-kong itu jarang gagal, kini
Liong It-biong ternyata dapat
menghindar begitu saja, diam-diam ia mendongkol dan
merasa malu, tapi lantaran itu juga merangsang amarahnya,
dengan mata mendelik ia membentak, mendadak ia
melompat ke atas, dengan gaya "harimau Iapar menerkam
kambing" segera ia menubruk
Melihat tubrukan lawan yang lihai itu, mendadak It-hiong
mendak sedikit, ia pun mengertak sekerasnya, pedang
menegak menyambut tubrukan orang dengan suatu tusukan
Loh Bok-kong seperti sudah menduga akan jurus serangan
lawan ini.menadak telapak tangan kanan menyampok, "plak"
batang pedang It-hiong tertolak ke samping, menyusul telapak
tangan yang lain terus menghantam batok kepala anak muda
itu Cepat It-hiong mengegos, menyusul pedang balas menusuk
leher musuh. Pertarungan mereka berlangsung dengan sengit
serupa duel dua orang musuh bebuyutan, kedua pihak sama
mengeluarkan serangan maut. Makin lama makin dahsyat.
Melihat gelagatnya serangan Loh Bok-kong terlebih ganas,
tapi setiap kali menghadapi serangan berbahaya, pada detik
gawat selalu It-hiong dapat menyelamatkan diri
Nyata untuk dapat menentukan kalah dan menang, antara
mereka berdua masih diperlukan waktu pertarungan yang
lama. Setelah mengikuti beberapa jurus pertarungan mereda. Sung
Goan-po yakin kakek yang kedua itu pasti akan menang,
maka ia lantas mendekati Pang Bun-hiong. katanya sambil
menyeringai "'Nah. sekarang aku akan menuntut balas bagi
macan tutul kesayanganku, lekas serahkan nyawamu"
Bun-hiong tertawa, "Eh. Kau sendiri harus hati-hati, jangan
sampai kepalamu juga kuhantam remuk serupa macan
tutulmu," ejek Bun-hiong
Song Goan-po membentak murka, mendadak ia menubruk
maju kedua tangan menghantam sekaligus sehingga
menerbitkan angin pukulan dahsyat.
Bun-hiong tidak ingin keras lawan keras ia megeos ke
samping, dengan cekatan ia berputar ke samping kiri lawan
pedang terus menusuk pinggang si botak. Song Goan-po
mendengus sekali sambil berputar, tangan kiri menyarnpuk
tangkai pedang lawan menyusul kaki kanan terus menendang
"Aduhh." baru saja kedua orang mulai bergebrak, segera
terdengar suara jeritan. Song Goan-po mengira Loh Bok-kong
kecundang. ia terkejut dan cepat melompat mundur serta
menoleh ke sana.
Sebaliknya Bun-hiong dapat mengenali jeritan itu adalah
suara Liong It-hiong ia pun terkejut dan coba memandang ke
sana terlihat It-hiong sudah mengeletak di tanah agaknya
jatuh pingsan Tentu saja Bun-hiong terkesiap, sembari membentak segera ia
bermaksud menerjang ke sana untuk menolong
"Jangan bergerak"' mendadak Loh Bok-kong menggertaknya
dengan sebelah kaki menginjak batok kepala Liong It-hiong.
Seketika Bun-hiong tidak berkutik, sebab ia tahu jika dirinya
menerjang ke sana asalkan pihak lawan sedikit menggunakan
tenaga, seketika kepala It-hiong akan remuk.
Tentu saja ia cemas, cepat katanya "Juragan Loh, jika sampai
kau celakai jiwanya, tentu akan kulabrak dirimu mati-matian'"
"Hm, kamu setimpal melabrakku?" ejek Loh Bok-kong.
' "Sedikitnya engkau kan sudah tua dan aku masih muda kuat,
biarpun sekarang belum dapat menandingimu pada suatu hari
kelak pasti setimpa! kulabrakmu "
"Hahahaha. betul juga ucapanmu ini?"tiba-tiba Loh Bok-kong
tergelak "Maka boleh kau ambil saja barangnya dan lekas pergi.'' kata
Bun-hiong Benar juga, segera Loh Bok kong berjongkok dan melepaskan
bungkusan yang tersandang dipunggung Liong lt-hiong. habis
itu mendadak ia putar tubuh terus lan pergi secepat terbang.
Keruan Sung Goan-po melenggong cepat ia mengejar sambil
berteriak, "Tunggu dulu, Jiko!"
Dengan cepat sekali bayangan kedua orang itu lantas
menghilang di kejauhan.
Bun-hioag lantas mendekati lt-hiong. ia berjongkok dan coba
membalik tubuh kawannya itu, terlihat kedua mata It-hiong
terpentang lebar, pikirannya sega.r Keruan ia melenggong
bingung "Hei. engkau tidak apa apa?"
"Coba periksa hiat-to kelumpuhanku,'' kata It-hiong.
Pandangan Bun-hiong beralih ke hiat-to kelumpuhanan,
ditemukan pada hiat-toto yang dimaksud tertancap sebatang
jarum kecil warna perak, segera ia cabut jarum itu dan
diperiksa katanya kemudian "Tampahnya tidak beracun"
"Kalau beracun, sejak tadi jiwaku sudah amblas " ujar It-hiong
sambil menyengir.
Bun-hiong lempar jarum itu dan memijat Hiat-to sembari
tanya, 'Tua bangka itu yang menimpuk dengan jarum itu?"
"ya siapa lagi." sahut It-hiong "Sungguh rendah caranya, di
luar tahuku senjata rahasianya menyambar keluar dari dalam
lengan baju"'
Ebook oleh : Dewi KZ
Scan book oleh : BBSC
Jilid 18 "Itu namanya jarum di dalam lengan baju yang paling sukar
dilayani." ujar Bun-hiong dengan tertawa.
"Padahal tanpa menggunakan senjata rahasia, lambat-laun
aku pun akan kalah Loh Bok-kong itu jauh lebih tangguh
daripada Song Goan-po. aku memang bukan tandingannya
"Mendingan dia punya perasaan, tidak menyambar sekalian
nyawamu," kata Bun-hiong
It-hiong merasa sudah dapat bergerak, segera ia berdiri,
katanya," Ayo berangkat, kita tidak boleh kehilangan kotak itu.
Lekas kita cari mereka"
"Saat ini mungkin mereka sudah beberapa li jauhnya,
dapatkah kau menyusulnya" '
"Tidak dapat menyusul juga harus kita kejar. memangnya
kotak itu dibiarkan dibawa lari begitu
saja?" Bun-hiong mengangkat pundak, "Mau kejar silahkan kau kejar
sendiri, aku tidak mau.''
"Oo, kau takuT?" tanya It-hiong.
"Tidak," Bun-hiong menggeleng. "Aku tidak ingin buang-buang
tenaga pereuma "
"Mengapa kau anggap buang tenaga pereuma''
"Coba jawab jika sudah dapat kita susul mereka, lalu mau
apa?" "Labrak mereka, apalagi ?"
"Tadi kan sudah kau labrak ?"
It-hiong garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ucapnya
sambil menyengir, "Habis bagaimana kalau menurut
pendapatmu?"
"Yang hilang itu tidak lebih hanya sebuah kotak palsu, maka
tidak perlu disayangkan, marilah kita langsung menuju ke
Cap-pek-pan-nia saja."
"Tanpa membawa, kotak pusaka, cara bagaimana kita ke
sana?" "Kenapa tidak". Ke sana dengan membawa sebuah kotak
palsu dan pergi dengan bertangan kosong kan tidak banyak
bedanya." It-hiong berpikir sejenak, katanya kemudian sambil
mengangguk, "Baiklah, biar kita berkunjung
ke sana dengan bertangan kosong tapi hendaknya kau tunggu
sebentar" Ia lantai mendekati bangkai macan tutul, dipegang ekornya
dan diseret ke dalam hutan.
Bun-hiong heran melihat kawannya menyeret bangkai macan
tutul itu ke dalam hutan, tanyanya,
"Hei, kau mau apa?"
"Kata pepatah, manusia mati meninggalkan nama, harimau
mati meninggalkan kulit," jawab lt-hiong dengan tertawa.
"Maka kulit macan tutul ini kan harus kita manfaatkan "
"Untuk apa?" tanya Bun-hiong pula
it-hiong melolos belati yang tipis tajam, ia berjongkok, belati
lantas menubles tenggorokan bangkai macan, lalu belati
bekerja cepat menyayat bagian perut, sembari bekerja ia
berkata dengan tertawa, "Kamu ini putra keluarga berada,
tentu tidak tahu berharganya kulit macan tutul, sehelai kulit
macan tutul ini laku beberapa tahil perak "
"Ah"kampungan!" omel Bun-hiong tertawa
Setelah kulit macan ini kujual nanti kita makan minum
sepuasnya," kata It-hiong
Sehabis menyayat perut harimau, lalu mulai dikuliti, gerak
tangannya sangat trampil serupa seorang alih
"Tampaknya kamu ini berasal dari keluarga pemburu?" tanya
Bun-hiong heran.
"Memang betul," jawab It-hiong. "Aku pernah menguliti lima
ekor harimau, tiga ekor macan tutul
dan dua ekor singa . . . "
"Bussyet!" omel Bun-hiong, "jadi kamu ini mahir menguliti
macan tutul, tapi mengaku tidak pandai berburu, sungguh
brengsek'"
"Jangan marah, kawan, sebentar kutraktir kamu makan
sepuasnya." ucap it-hiong dengan cengarcengir
Tidak lama.sehelaikulit macan tutul sudah berhasil dibencinya
dengan utuh, dicucinya hingga bersih pada air sungai kecil,
lalu digulung serta dipanggul bernama dengan rangselnya, lalu
meneruskan perjalanan bersama Bun-hiang
Sampailah mereka di kota Jiciu tidak lama kemudian, It-hiong
mendapatkan sebuah toko kulit, kulit macan tutul itu dijualnya
dengan harga 30 tahil perak. Segera ia mengajak Bun-hiong
ke sebuah restoran, mereka berpesta pora di situ
Takaran minum kedua orang sama kuatnya tapi setelah
minum beberapa mangkuk, sedikit banyak mereka sudah
mulai terpengaruh arak, sebelah tangan It-hiong merangkul
pundak Bun-hiong. katanya dengan tertawa. "Eh malam ini
kita tinggal saja di kota, bagaimana pendapatmu?"
"Baik." jawab Bun-hiong
"Apakah kau tahu tempat pesiar yang bagus"' tanya it-hiong.
"Jangan kuatir, serahkan saja kepadaku," jawab Bun-hiong
sambil menepuk dada "Sebentar akan kubawamu ke tempat
yang kau inginkan"
"Tapi harus yang kelas tinggi, barang kualitas rendah aku
tidak mau1" kata It-hiong
"Oo, tanggung!" ucap Bun-hiong.
"Bagaimana, sudah kenyang belum?"
"Sudah cukup!"
Segera It-hiong berseru memanggil pelayan "Hai, hitung"
Seorang pelayan mengiakan dan datang menghitung harga
santapan mereka, dengan hormat ia berkata, seluruhnya tiga
tahil lebih lima duit"
"Coba libat, sehelai kulit macan cukup untuk kita makan
minum sepuluh kali," kata It-hiong dengan tertawa. Lalu ia
mengeluarkan empat tahil perak dan berkata kepada pelayan,
"Ambil saja kelebihannya! '
Tentu saja pelayan kegirangan, berulang ia mengucap terima
kasih. Mendadak It-hiong menarik pelayan itu sebelum pergi,
tanyanya, "Eh, apakah kau tahu tempat pesiar yang paling
bagus di kota ini?"
"Dalam hal apa yang tuan tanya?" si pelayan tampak ragu
"Apalagi, tentu saja perempuan " kata lt-hiong
Pelayan itu tertawa, "Yang paling top di kota.ini adalah Cionghiangkok (negeri serba harum)
nona penghuni tempat itu semuanya cantik molek dan lemah
lembut." "Di mana letak Ciong-hiang-kok"' tanya It-hiong pula
"Kutahu, sebentar ku bawamu ke sana," tukas Bun-hiong.
lt-hiong lantas berdiri, ucapnya dengan bau arak, "Baik, boleh
kita mencari kesenangan ke
Ciong-hiang-kok "
Tiba-tiba pelayan tadi menambahkan dengan tertawa, "Masih
ada suatu tempat yang terlebih
bagus daripada Ciong-hiang-kok, cuma sayang tempat pesiar
itu hanya bisa bertemu secara ke
betulan dan tidak dapat dicari"
"Oo, tempat macam apakah itu?" tanya It-hiong dengan
terbelalak "Kedua tuan tamu bukan penduduk sini?" tanya pelayan
"Omong kosong!" kata It-hiong."Jika penduduk sini, buat npa
kuminta keterangan padamu "
Dengan tertawa si pelayan lantas bertutur
"Akhir-akhir ini di kota tersiar cerita aneh yang mengasyikkan,
konon ada seorang janda kembang.
Muda lagi molek, sering keluar dengan menumpang kereta
untuk memikat pemuda cakep.Pemuda yang dipenujui oleh dia
lantas dipancingnya naik keretanya lalu matanya ditutup,
kemudian membawanya pulang. Dengaa bajuk rayu maut
janda molek itu menggunakan segala tingkah kecabulannya
untuk mengeram mangsanya sampai sekian malam, bila dapat
memuaskan, dia, konon waktu berpisah akan banyak diberi
persen benda mestika pula "
"Hah, masa bisa terjadi begitu?" seru It-hiong melenggong.
"Memang betul," kata si pelayan.
"Di mana tempat tinggal janda molek itu?" tanya It-hiong.
"Entah, konon sehabis dia puas main dengan mangsanya lalu
pemuda cakap itu ditutup lagi matanya untuk diantar pulang
sehingga sejauh ini tidak ada seorang pun yang tahu dimana
tempat tinggalnya, hanya diketahui rumah kediamannya
sangat megah dan mewah, ada orang
menduga janda kembang itu pasti anak putri bangsawan.
lantaran kematian suami, saking kesepian, maka cari makan di
luar" "Haha, sungguh menarik,'' seru It-hiong tertawa. "Cuma


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sayang, tempat tinggalnya tidak diketahui, kalau tahu,
sungguh aku ingin mencalonkan diri "
"Kabarnya sudah ada belasan pemuda tampan yang pernah
menemukan pengalaman menarik itu.
tapi dua di antaranya tidak pernah lagi pulang bisa jadi telah
dibunuh oleh janda molek itu,' tutur si pelayan
"Oo" dia juga bisa membunuhorang'" It-hiong melonjak
kaget. Ada dugaan kedua pemuda cakap itu mungkin dapat meraba
asal-usul janda cantik itu. sebab
itulah mereka dibunuh untuk menghilangkan saksi atau
mungkin kepandaian mereka kurang tinggi dan tidak mampu
membuat puas si janda, karena marah si janda bunuh kedua
mangsanya itu."
"Dan bagaimana dengan pemuda lain yang dapat pulang
dengan selamat itu, apakah mereka
pernah bereerita berapa lama mereka menumpang kereta
untuk bisa sampai di tempat tinggal janda kembang itu?"
tanya It-hiong "Kabarnya makan waktu kurang lebih satu jam," tutur si
pelayan "Oo, jika begitu, tempat tnggalnya mungkin di luar kota ' ujar
Bun-hiong "Ya," kata si pelayan
"Wali, boleh juga jika dapat menjadi tamu kesayangan
singkatnya.'' ujar Bun-hiong dengan tertawa. 'Cuma sayang
serupa apa yang kaukatakan, hal itu hanya dapat bertemu
secara kebetulan dan tidak bisa dicari "
Ia mendorong It-hiong dan berkata pula. "Ayolah berangkat,
mendingan kita pergi ke Ciong-hiang-kok saja lebih sip''
Begitulah keduanya meninggalkan restoran itu, sepanjarg
jalan mereka bersenda gurau
"Cerita pelayan tadi membuat hatiku tergelitik," kata It-hiong
dengan tertawa "Apabila kita dapat bertemu dangan dia wah,
entah betapa senangnya''
"Kamu, tidak takut mati ?" tanya Bun-hiong
"Tidak ku yakin mampu membuatnya senang dan puas,"
kata It-hiong. "Ai. perempuan yang ditinggal mati suami memang pantas
dikasihani," ucap Bun-hiong dengan gegetun. "Aneh juga
mengapa dia tidak kawin lagi?"
"Jika dia putri bangsawan, kalau kawin lagi akan
mencemarkan nama baik keluarga, terpaksa ia main curi
makan keluar," tutur It-hiong
"Setelah berjalan lagi sekian jauhnya, tiba-tiba Hun-hiong
berhenti dan berkata "Eh. tunggu sebentar, aku mau kencing"
"Baiklah, cepat'" sahut It-hiong
Bun-hiong masuk ke sebuah gang kecil dan gelap untuk buang
air. It-hiong berdiri di jalan raya memandangi suasana malam,
selagi pikirannya melayang-layang. tiba-tiba pundaknya
ditepuk orang sekali, berbareng itu seorang memanggilnya,
"Liong It-hiong!"
Semula It-hiong mengira Bun-hiong sudah kembali, tapi
suaranya ternyata lain. Sembari mengiakan ia putar tubuh dan
bertanya, "Ada apa?"
Ternyata yang muncul di belakangnya memang bu tui bukan
Pang Bun-hiong melainkan seorang
nenek yang sudah tua renta, kulit mukanya penuh keriput.
"Kau suka orang perempuan tidak?" tanya nenek itu dengan
tertawa "Suka sekali," jawab lt-hiong tanpa pikir
"Bagaimana kalau kubawa kau mencari orang perempuan?"
kata si nenek. "Bagus!' jawab It-hiong
"Jika begitu, mari ikut padaku." kata si nenek sambil menarik
tangan anak muda itu.
Dengan cepat si nenek menyeretnya masuk ke sebuah jalan
simpang, lalu membelok lagi ke sebuah gang sunyi, tertampak
di ujung gang sana berhenti sebuah kereta kuda.
Si nenek langsung membawa It-hiong ke kereta itu ia
membuka pintu kereta dan berkata,
"Lekas naik ! "
Tanpa banyak cingeong It-hiong naik ke atas kereta. Menyusul
nenek itu pun masuk ke dalam kereta dan menutup
pintunya. Kusir kereta adalah seorang lelaki kekar,melihat
pintu sudah ditutup si nenek, segera ia menarik tali kendali,
kereta terus berangkat melintas jalan simpang
Di tengah perjalanan si nenek mengeluarkan sepotong kain
hitam, katanya dengan tertawa,
"Liong It-hiong, terpaksa harus kututup matamu!"
"Oo?" It-hiong bersuara bingung dan masa bodoh
"Kamu tidak keberatan bukan" " tanya pula si nenek
"Tentu saja tidak," jawab It-hiong tak acuh
Maka si nenek lantas mengikat muka It-hiog dengan kain
hitam, ucapnya dengan tertawa
"Hendaknya kau tunggu dengan sabar, tidak lama lagi akan
kau lihat seorang perempuan secantik
bidadari!"
"Oo.." It-hioag bersuara singkat. Si nenek pun tidak bicara
lagi. Kereta berjalan pula, hanya sering membelok ke kanan dan
mendadak ke kiri, seperti berputar
kian kemari di tengah kota.
Namun It-hiong sama sekali tidak memperlihatkan rasa gelisah
ia tetap duduk tenang saja seperti pasrah nasib. Setelah
berputar kayun hampir satu jam, akhirya sampai tempat
tujuan, mendadak kereta itu berhenti.
Si nenek membuka pintu kereta dan melompat turun lebih
dulu, lalu berkata, "Liong It-hiong. silahkan turun!"
It-hiong mengiakan dengan bingung, sambil meraba-raba ia
merosot turun, lalu bertanya "Sudah sampai?"
Kembali si nenek menarik tangannya dan berkata "Hampir
sampai, jalan saja mengikuti aku "
Beratus-ratus langkah pula lt-hiong dibawa berjalan belok
sana dan putar sini, ia merasa melintasi beberapa pintu, habis
itu barulah si nenek membuka kain kedoknya dan berkata.
"Sudah sampai "
Seketika mata It-hiong menjadi silau oleh cahaya lampu
sehingga hampir sukar terbentang, dengan sebelah tangan ia
mengalingi cahaya lampu dan bertanya tempat apakah di
sini''" "Jangan tanya, lihat saja." kata si nenek
Waktu It-hiong mengawasi, ternyata dirinja sudah berada di
tengah sebuah kamar yang terpajang sangat indah dan
mewah serupa dalam istana. Namun ia tetap tidak memperlihatkan
rasa kejut dan heran, dengan ketolol-tololan ia tanya.
"Hei, tempat apakah di sini?"
"Ini surga," kata si nenek dengan tersenyum
"Untuk apa kau bawa diriku ke sini?" tanya lt-hiong dengan
lagak bingung. "Thaykun kami ingin bertemu denganmu:." kata nenek itu
"Thaykun itu siapa" '
"Kah-thaykun."
"Kah-thaykun ..rasanya seperti penah kudengar nama ini.
Si nenek tersenyum, ia tepuk tangan tiga kali Ialu terlihat
seorang genduk dengan muka manis
masuk dan memberi hormat kepada si nenek sambil menyapa,
"Lolo (nenek) sudah pulang."
"Keng-hoa," kata si nenek, "layani Liong-hiap ini mandi dan
ganti pakaian baru. habis itu baru
membawanya menghadap Thaykun "
"Baik. Lolo." sahut si genduk yang bernama Keng-hoa itu.
Dengan tersenyum si nenek lantas tinggal pergi. Keng-hoa
lantas membuka almari pakaian dan
dan mengeluarkan seperangkat baju mewah, ditaruhnya di
atas meja rias, dengan tersenyum ia mendekati Liong It
hiong dan berkata. "Liong-hiap, engkau harus mandi dulu dan
ganti baju habis itu baru boleh menemui Thaykun kami".
Sembari bicara ia terus menanggalkan baju Liong It-hiong.
Soal buka baju di depan orang perempuan bukan sesuatu
yang asing bagi It-hiong, maka ia
membiarkan dirinya dibelejeti oleh Keng-hoa
Hanya sebentar saja It-hiong sudah dalam keadaan bugil.
Segera tubuh It-hlong dibungkus sehelai kimono, lalu
dibawanya ke depan sebuah pintu lain dan masuk ke sana
Di balik pintu adalah tabir kain merah, setelah tabir disingkap,
tertampak di situ ada sebuah kolam mandi dinding
sekelilingnya adalah ubin marmer putih dan dihiasi cermin
besar di kedua sisi dinding. Sungguh sebuah kolam mandi
yang sangat indah.
Air dalam kolam menjebarkan bau harum memabukkan
"Hei. tempat apakah ini " tanya It-hiong dengan bingung
'Ini namanya Wan-yang-ti (kolam merpati) dengan tersenyum
Keng-hoa menjelaskan
"Ehm, nama yang bagus," kata It-hiong.
"Orang yang dapat mandi dikolam ini boleh diikatakan besar
sekali rejekinya." tutur Keng-hoa
"Oo, . " It-hiong bersuara linglung
'Nah, lekas terjun " kata Keng-hoa pula.
"Hahh, apa ?"
'Maksudku terjunlah ke dalam kolam untuk mandi! ' kata
Keng-hoa sambil menanggalkan kimono anak muda itu. Ithiong
melangkah ke dalam kolam dan duduk
Segera Keng-hoa menyingsing lengan baju, ia ambl sepotong
handuk dan duduk di tepi kolam pelahan ia mencuci dan
menggosok tubuh It-hiong. Anak muda itu membiarkan dirinya
diperlakukan bagaimana pun, ia duduk kaku tanpa ambil
pusing serupa dalam mimpi saja.
Tidak lama kemudian Keng-hoa sudah membersihkan sekujur
badan It-hiong, lalu minta anak muda itu keluar dan kolam,
kimono disemampirkan lagi pada tubuhnya dan dibawanya
pulang ke kamar. It-hiong disuruhnya duduk menghadapi
meja rias, perlahan Keng-hoa menyisir rambutnya dan di beri
minyak wangi segala
It-hiong memang pemuda ganteng, setelah di dandani lagi
oleh Keng-hoa, seketika tambah cakep
Selesai Keng-hoa mendandani It-hiong, segera menuju ke
pintu kamar dan berseru. "Pelayan lentera!
Terdengar seorang pelayan mengiakan dan datang dengan
membawa sebuah tenglong atau lentera berkerudung
dengan lukisan bunga indah, pelayan cilik ini pun tampak
manis "Bawa dia ke sana'" kata Keng-hoa tertawa. Pelayan lentera
itu melirik It-hiong sekejap tanpa tertahan ia memuji "Wah,
yang ini sungguh cakap"
"Hei, kau pun tergelitik ya?" omel Keng-hoa dengan tertawa
Pelayan cilik itu menjulur lidah, "Ah, mana kuberani!"
"Memangnya kau berani" ' kata Keng-hoa "Jika diketahui
thaykun, mustahil kulitmu takkan di
besetnya. Ayo lekas membawa dia ke sana."
Pelayan lentera itu mengiakan dan menggapai Liong It-hiong.
katanya, "Mari ikut padaku, Liong-hiap'"
Segera ia mendahului keluar. Tanpa terasa It-hiong
mengikutinya. Dengan pelayan lentera ilu sebagai penunjuk
jalan, mereka melintasi serambi yang resik dan indah serta
masuk ke sebuah ruangan yang sangat megah, setiba di
depan dinding batu, entah cara bagaimana pelayan itu
membuka pesawatnya, mendadak dinding batu itu terbuka
dan tertampaklah sebuah jalan menuju ke bawah tanah
dengan undak-undakan batu.
Kembali pelayan itu menggapai It-hiong dan mengajaknya
masuk ke lorong bawah tanah itu. It-hiong menurut saja
serupa kerbau yang dicocok Indungnya, tanpa sangsi ia ikut
masuk. Setelah menuruni belasan anak tangga, jalan lorong itu
berubah datar, setelah menembus sebuah pintu, mendadak
pandangan terbeliak, mereka berada di sebuah kamar yang
sangat luas. Kamar ini terlebih mewah dan megah, sekeliling tergantung
kain kelambu bersulam, langit-langit kamar tergantung
berbagai lampu istana yang berwarna-warni, di tengah kamar
terbentang sebuah tempat tidur yang besar, segala
perabotannya boleh dikatakan terlampau mewah dan
mempesona Pada saat itulah di atas tempat tidur berbaring miring seorang
perempuan cantik dengan alis lentik dan mata besar, sanggul
tinggi menghias kepalanya, melihat usianya mungkin sudah
lebih 30 namun garis tubuhnya masih ramping menggiurkan.
Apalagi pada tubuhnya cuma melekat sehelai baju sutera tipis
tembus pandang sehingga kulit badannya yang putih laksana
salju samar terlihat dan membuat jantung orang berdebar
serta menggetar sukma.
Tidak perlu dijelaskan lagi, perempuan cantik ini pastilah "Kahthaykun"
yang disebut-sebut si
nenek tadi. Pelayan lentera itu membawa Liong It-hiong
masuk ke kamar, lalu berdiri di sisi pintu serta memberi
hormat dari jauh, katanya, "Lapor Thay-kun, Liong It-hiong
sudah berada di sini."
Perempuan cantik itu menggeliat sehingga pinggulnya yang
padat itu terangkat, katanya dengan suara merdu, "Baiklah,
boleh kau pergi!" Pelayan mengiakan sambil memberi hormat
lalu mengundurkan diri
Dengan tersenyum perempuan cantik itu memandang It-hiong
sekejap, katanya kemudian "Coba kemari, Liong It-hiong'.
Tanpa bersuara lt-hiong mendekat ke sana.
"Duduklah di sini'" dengan senyuman menggiurkan perempuan
cantik itu menepuk tepi tempat tidurnya. It-hiong duduk di
situ "Kau tahu siapa aku?" tanya si perempuan cantik dengan
tesenyum "Tidak, memangnya siapa engkau?" jawab lt-hiong
"Aku Kah-thaykun!"
"Oo," li-hiong manggut-manggut
"Tentu pernah kau dengar istilah It-kun, Ji-ni, sam lolo (satu
nyonya besar, dua Nikoh, tiga nenek), nah, aku inilah It-kun
yang dimaksud," tutur Kah-thaykun.
Kembali It-hiong hanya bersuara, "Oo?"
"Kau suka padaku tidak?" tanya Kah-thaykun dengan
tersenyum.

Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suka," It-hiong mengangguk
"Nenek yang membawamu ke sini itu berjuluk Lo-ang-nio (si
comblang tua), mungkin kaupun kenal namanya ?"
Lagi-lagi It-hiong hanya bersuara, "Ooo . .."
Lo-ang-nio mahir macam-macam ilmu gaib, dia biasa
membawakan lelaki yang kugemari untukku"
"Oo . .." lt-hiong tidak memberi komentar
Kah-thaykun meraba pipi anak muda itu katanya dangan
tertawa genit, 'Kamu sangat ganteng dan cakep, tubuhmu
juga kekar dan kuat "
"Ooo ?"
"Biasanya bila Lo-ang-nio membawakan lelaki yang
kukehendaki ke sini, selalu kubikin sadar pikiran mereka,
namun keadaanmu lain dari pada yang lain, sungguh
menyesal tak dapat segera kubikin sadar padamu."
"Oo.."
"Untuk mempertahankan kondisi badanku dan agar selalu
awet muda, setiap hari aku memerlukan orang lelaki untuk
kuisap sari mereka."
"Oo.."
Tangan Kah-thaykun bergeser dan muka It-hiong turun ke
dadanya, katanya dengan terkekeh. "Sekarang kesadaranmu
masih berada di bawah pengaruh ilmu gaib Lo-ang-nio, sebab
itulah dapat kukatakan terus terang padamu usiaku kini sudah
68 tahun "
"Ooo.."
"Kau suka kepada seoiang nenek berumur 69 atau tidak?"
tanya Kah-thaykun dengan tertawa
"Suka," It-hiong mengangguk
"Bagus jika benar kausuka padaku, maka pasti juga takkan
kubikin kecewa dirimu. Cuma ingin kutanya dulu suatu urusan
padamu, dan kamu harus memberi jawaban sejujurnya jadi"'
"Baik," kembali It-hiong mengangguk
"Kabarnya kamu dan Hou-hiap Pang Bun-hiong hendak
menuju ke Cap-pek-pan-nia dengan membawa sebuah kotak
pusaka, betul tidak?"
"Betul "
"Di manakah kotak pusaka itu ?"
"Kotak . . . kotak itu.."
"Di mana?" desak Kah-thaykun
"Yang satu berada di tangan Tui-beng-poan koan Toh Po-sit,
satu lagi dibawa Cian Ciau-in-jiu Loh Bok-kong."
"Oo, kotak pusaka itu ada dua?" Kah-thaykun menegas
dengan melenggong
"Mengapa bisa timbul dua buah kotak?" desak Kah-thaykun
pula "Yang satu tulen, yang lain palsu "
"O..kiranya begitu. Jika begitu, kotak yang tulen berada di
tangan siapa?"
"Yang asli berada di tangan Tui-beng-poan koan Toh Po-sit "
"Toh Po-sit tinggal di mana?"
"Di Ma-cik-san.''
"Ma-cik-san yang terletak di tengah danau Thay-oh itu?"
"Betul."
"Jika kotak pusaka yang asli telah dirampas oleh Toh Po-sit,
mengapa kalian tidak berusaha merebutnya kembali,
sebaliknya malah membawa sebuah kotak palsu ke Cap-pekpannia, memangnya untuk apa?"
"Ini" ini"
"Ini bagaimana?" desak Kah-thaykun
"Toh Po-sit yang menyuruh kami bertindak demikian"
"Oo, ada hubungan apa antara Toh Po-sit dengan dirimu?"
"Aku sedang membantu dia membongkar suatu perkara."
"Membongkar suatu perkara apa''"
"Menangkap satu orang."
"Menangkap siapa"''
"Entah, aku tidak tahu"
"Tidak tahu orangnya, cara bagaimana dapat kau tangkap
dia?" "Tapi orang itu akan datang ke Ma-cik-san"
"Maksudmu, Toh Po sit menggunakan kotak pusaka itu
sebagai umpan untuk memancing orang
itu pergi ke Ma-cik-san?"
"Bukan"
"Habis, cara bagaimana orang akan pergi Ke Ma-cik-san?"
"Dia sangat mungkin akan ke sana untuk mencari Oh Beng-ai"
"Siapa itu Oh Beng-ai?" tanya Koh-thaykun
"Adik perempuan Oh Kiam-lam.''
"Ah, kiranya demikian," Baru sekarang Kah-thaykun tahu
duduknya perkara, "Tapi Oh Kiam-lam kan sudah mati.
memangnya siapa yang hendak ditangkap Toh Po-sit?"
"Entah, aku tidak tahu "
"Toh Po-sit tidak memberitahukan padamu?" tanya Kahthaykun
pula. "Ya, tidak "
"Hm, Toh Po-sit sungguh seekor rase tua yang licin," jengek
Kang-thaykun. It-hiong diam saja
Sejenak kemudian, wajah Kah-thaykun berhias senyum
menggiurkan lagi. katanya, "Sudahlah, sementara ini jangan
kita bicara tentang kotak pusaka segala. Boleh kau"kau rebah
saja" It-hiong menurut, ia rebah di samping Kah-thaykun
"Sst, kabarnya kamu sudah berpengalaman bukan?" desis
Kah-thaykun dengan terkikik
"Ya, begitulah!"
"Jika begitu, mengapa di depanku sekarang tampaknya kamu
serupa anak kemarin saja yang masih hijau?"
"Apa itu," jawab It-hiong bingung
"Ah, benar, pikiranmu belum jernih, pantas perasaanmu tidak
terangsang." kata Kah-thaykun dengan tertawa. "Cuma,
sungguh menyesal, demi keamanan, tidak dapat kubuat sadar
dirimu" Sembari bicara ia mulai mencumbui it-hiong dengan belaian
"Au.. jangan, geli!" seru It-hiong dengan tertawa.
Mendadak Kah-thayknn merangkulnya erat-erat, bibirnya
menempel telinganya dan mendesis lirih, "Jantung hatiku,
baru saja kau bilang padaku, mengapa tidak lekas mulai."
"Mulai apa'" tanya It-hiong.
"Bukalah bajuku." kata Kah-thaykun
It-hiong mengiakan dan segera membuka baju tipis yang
dipakai Kah-thaykun, dalam sekejap saja keadaan Kahthaykun
pun sudah telanjang bulat.
Biarpun seorang idiot, berhadapan dengari perempuan cantik,
apalagi dalam keadaan telanjang bulat, betapapun hatinya
pasti juga akan tergelitik, apalagi Kah-thaykuo tidak berhenti
membelai dengan berbagai macam gerak rangsangan keruan
seketika nafsu It-hiong berkobar.
Dengan pandangan beringas lt-hiong menatap sejenak KahThaykun, mendadak dengan gerakan "harimau menerkam
domba" serentak ia terkam mangsanya.
Tapi pada saat dia sudah di atas tubuh Kah-thaykun,
sekonyong-konyong ia merasa seperti keselomot api. ia
menjerit kaget terus jatuh terpental ke lantai.
Tentu saja Kah-thaykun melengak, tanyanya, "Hei ada apa?"
Wajah It-hiong menampilkan perasaan serupa orang yang
baru tersadar dan mimpi, serunya dengan tereengang, "Hai.
siapa engkau"''
Kah-thaykun tahu pikiran orang telah sadar kembali, dengan
kening bekernyit ia mengomel. "Lo-ang-nio. Kau main gila
apa?" la tahu sebabnya pikiran Liong It-hiong bisa pulih kembali
karena ilmu gaib Lo-ang-nio diakhiri sebab itulah ia bersuara
menegur. Bayangan orang segera berkelebat di pintu kamar, dengan
pelahan masuklah seorang pemuda. katanya dengan tertawa,
"Maaf. Lo-ang-nio sudah mati'"
Pemuda ini tak-lain-tak-bukan ialah Hou-hiap Pang Bun-hiong.
Keruan Kah-thaykun terperanjat, cepat ia meraih baju untuk
menutupi tubuhnya, tegurnya dengan bengis, "Siapa kau "'"
Dengan sopan Pang Bun-hiong memberi hormat dan
menjawab. "Harap Thaykun maklum hamba ini Bun-hiong
adanya!' "Cara bagaimana, dapat kau masuk ke sini ?" tanya Kahthaykun
dengan terbelalak
"Mudah saja, kuikuti kereta kuda itu dan akhirnya sampai di
sini," jawab Bun-hiong.
It-hiong merasa bingung, tanyanya " He..sesungguhnya apa
yang terjadi ?"
Bun-hiong tertawa, "Masih ingat tidak kepada cerita pelayan
restoran itu" Wah, kawanku, besar amat rejekimu dan benarbenar
dapat bertemu dengan dia?"
"Tetapi cara . . . cara bagaimana aku bisa berada di sini''"
kata It-hiong bingung.
"Kamu terkena sihir Lo-ang-mo itu. dan dia membawamu ke
sini " tutur Bun-hiong
It-hiong tambah bingung, ia garuk-garuk kepala yang tidak
gatal, ucapnya. "Namun kuingat setelah kita meninggalkan
restoran, kita terus jalan.
Betul, dalam perjalanan kulihat ada seorang nenek diam-diam
membuntuti kita," tutur Bun-hiong "Maka tergerak pikiranku,
segera aku pura-pura mau kencing, ku belok ke sebuah gang
kecil dan diam-diam kuawasi gerak-gerik nenek itu."
"Ah"betul sekarang aku pun ingat kejadian itu,' seru It-hioug
tertawa "Waktu itu ada seorang menepuk pundakku dari
belakang, lalu apa yang terjadi tidak kuketahui lagi."
"Yang menepuk bahumu itulah Lo-ang nio" kata Bun-hiong
dengan tertawa "Dan sekarang dia sudah kubunuh.
It-hiong memandang Kah-thaykun sekejap jelas kelihatan
kecantikannya yang menggiurkan tanpa terasa hati
terguncang, katanya, "Sialan'. "Masa kamu lupa kepada
pepatah yang mengatakan 'lebih baik membongkar sepuluh
kelenteng daripada merusak perjodohan satu orang'.
Kebetulan aku mendapat kesempatan bagus, mengapa kamu
mengacaukan urusanku ?"
Bun-hiong angkat pundak, katanya, "Sebenarnya aku tidak
ingin merusak urusanmu yang menyenangkan, tapi
mengingat kamu pasti tidak suka kepada seorang nenek reyot
berumur 68. maka segera kubunuh saja Lo-ang-nio itu "
"Yang mengincar diriku bukan Lo-ang-nio itu, peduli dia 68
atau 78.'' ucap It-hiong dengan serius
"Yang ku maksudkan bukan Lo-ang-nio" kata Bun-hiong.
Baru sekarang It-hiong melengak, cepat ia berpaling ke arah
Kah-thaykun dan berseru, "Hah. jadi engkau yang sudah
berusia 68 tahun?"
Muka Kah-thaykun tampak kecut dan tidak menjawab.
"Dia lnilahh It-kun dari kawanan It-kun, Ji-ni dan Sam-lolo.
yakni Kah-thaykun adanya" tutur Bun-hiong.
Seketika It-hiong merasa mual, teriaknya. "Busyet' nenek
berusia 68 masih segenit dan menggiurkan seperti ini,
sungguh nenek yang awet muda"
Apalagi kalau bukan keahliannya mengisap Yang untuk
menopang lm," tukas Bun-hiong.
Dengan sendirinya it-hiong tahu ada semacam ilmu orang
perempuan yang suka mengisap sari orang lelaki untuk
membuat si perempuan awet muda, akibatnya lelaki
korbannya akan menjadi loyo dan kering
Ia menjadi gusar, makinya sambil menuding Kah-thaykun,
"Tua bangka cabul, hampir saja aku menjadi korban
kecabulanmu. hari ini harus kubereskan dirimu1"
Sembari memaki ia terus menghantam. Mendadak Kabthaykun
berguling ke sebelah tempat tidur sana, dengan
pantat telanjang ia lari ke pojok ruangan dan berdiri
menempel dinding, teriaknya dengan bengis "Kalian mau
enyah atau tidak?"
"Tidak,'' jawab It-hiong. Berbareng ia melompati tempat tidur
dan menubruk lawan.
"Kau cari mampus'" bentak Kah-thaykun bengis. Belum lenyap
suaranya, serentak lampu dalam kamar padam semua,
seketika suasana berubah gelap gulita disertai gemerincing
suara sambaran senjata rahasia.
Bun-hiong terkejut, serunya cepat. "Lekas rebah " Reaksi Ithiong
juga sangat cepat, begitu melompat lewat kesana,
seketika juga ia jatuhkan diri dan berguling ke samping,
walaupun gesit sekali gerakannya, tapi lantaran dalam
kegelapan entah dari arah mana datangnya, pada saat dia
berguling ke samping itulah tiba-tiba paha kanan terasa sakit,
ia tahu paha terkena senjata rahasia tanpa terasa ia menjerit
Hampir pada saat yang sama terdengar juga jeritan Pang Bunhiong
jelas kawan itu pun terluka.
"Hahaha!" terdengar gelak tertawa Kah-thaykun dalam
kegelapan. "Sekarang baru kalian berdua setan cilik ini tahu
akan kelihaianku'"
It-hiong coba meraba senjata rahasia yang menancap di
pahanya, dari bentuknya diketahui sebatang panah kecil, ia
tahu panah begitu terbidik dari alat rahasia, diam-diam ia
merangkak masuk ke kolong ranjang dan diam saja tanpa
bergerak serta siap mencari kesempatan untuk bilas
menyerang Siapa tahu baru saja ia menyusup ke kolong ranjang,
mendadak berbagai lampu gantung di langit-langit itu menyala
pula dengan terang benderang. Terlihat Kah-thaykun masih
berdiri di kaki dinding sana dan sedang mengejek, "Hm..
panjang juga umur kalian, ternyata tidak mampus terpanah'"
Waktu It-hiong memandang sekitarnya, terlihat lantai penuh
berserakan anak panah yang tadi berhamburan dari atas.
Ketika ia pandang Pang Bun-hiong, kawan itu rebah di tepi
dinding sana. Pundak kirinya juga terkena sebatang panah
"Hei, bagaimana keadaanmu?" segera It-hiong bertanya.
"Wah, aku bisa mati." rintih Bun-hiong
"Dasar, hanya kena panah, saja mau mati" omel It-hiong.
"Oo. alangkah sakitnya "keluh Bun-hiong pula
It-hiong merangkak keluar kolong ranjang dan berusaha
bangun sekuatnya, katanya kepada Kah-thaykun. "Tua bangka
hari ini kami baru tahu siapa dirimu. Selama gunung tetap
menghijau dan sungai tetap mengalir kami?"
"Huh, jangan mimpi," potong Kah-thaykun
"Biarpun kalian sekarang mau pergi pun tidak bisa lagi "
"Memangnya apa kehendakmu?" tanya It-hiong
"Aku justru hendak menahan kalian di sini " jengek Kahthaykun.
"Untuk apa?" tanya It-hiong dengan gegetun."Jelas kami


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah tidak berguna lagi bagimu, memangnya menahan kami
di sini untuk makan melulu?"
"Hendak kutahan kalian di sini untuk menghadapi si rase tua
Toh Po-sit," kata Kah-thaykun
It-hiong duduk di tempat tidur sambil memegang paha kanan
yang terkena panah, tanyanya "Apa yang kau harapkan dari
Toh Po-sit"
"Ingin kudapatkan dia,'' kata Kah-thaykun
"Dia sudah tua renta, masa cocok bagi seleramu.. . ?" berkata
sampai di sini, mendadak It-hiong mengertak gigi, panah yang
masih menancap di paha itu dicabutnya
Seketika darah segar mengucur bagai mata air. la merobek
ujung seprei untuk mebalut lukanya, lalu berdiri, katanya
dengan tertawa "Sampai bertemu lagi, 50 tahun kemudian
bila mana engkau masih tetap semuda dan secantik ini
mungkin aku . . . ."
Mendadak Kah-thaykun menudingnya sambil membentak
dengan bengis. "Jangan bergerak, jika berani bergerak lagi
sedikit saja segera kubikin kau mati di bawah hujan panah"
It-hiong mendongak memandang langit-langit kamar dan
menarik napas dingin, katanya, "Jadi benar engkau ingin
menahan kami di sini ?"
"Betul," ucap Kah-thaykun ketus.
"Tapi kukira ada satu orang tidak mengizinkan "
"Hm, siapa?" jengek Kah-thaykun
"Orang di atas kepalamu itu'" kata It-hiong. Kah-thaykun
terkejut, tanpa terasa ia mendongak ke atas. Kesempatan itu
tidak disia-siakan oleh Liong It-hiong, panah yang masih
dipegangnya itu terus disambitkan.
Sama sekali Kah-thaykun tidak menyangka akan tindakan
Liong It-hiong ini, ketika dia menyadari dirinya dikibuli karena
di atas tidak ada bayangan seorang pun tahu-tahu
tenggorokannya sudah tertancap oleh panah.
Ia menjerit aneh, tubuhnya melonjak ke atas tapi segera
terbanting ke lantai, ia meronta dan berkelejatan beberapa
kali lalu tidak bergerak lagi. It-hiong merobek lagi kain seperti
tadi dan mendekati Pang Bun-hiong, tanyanya dengan
tertawa, "Bagaimana, kamu belum mati bukan?"
"Selama hidupku tidak pernah mengalami cidera apa pun,
baru sekarang kurasakan terluka memang tidak enak?" keluh
Bun-hiong "Dasar Kongeuya yang hidupnya selalu diladeni, baru
menderita sedikit saja sudah bertobat "ucap It-hiong dengan
tertawa Bun-hiong melototinya sekejap, katanya 'Hm, jika bukan
lantaran hendak menolongmu tentu aku
takkan terluka sekarang kamu malah menyindir diriku?"
"Biar kucabut panahmu," kata It-hiong, segera ia pegang
panah yang menancap di pundak kawannya itu.
Tapi Bun-hiong lantas berteriak, "Wah, jangan, bisa mati
kesakitan aku"
"Tahanlah sebentar saja, kalau tidak dicabut bisa tambah
parah." kata lt-hiong."Coba kau lihat bukankah aku sendiri
mencabut panahku ini."
"Apakah tidak ada cara lain yang lebih baik. Maksudku cara
yang tidak menimbulkan sabit ?" tanya Bun-hiong
"Hanya ada satu cara saja,' kata It hiong
"Cara apa?" tanya Bun-hiong pula.
"Daripada sakit lama lebih baik sakit sebentar," sembari bicara
mendadak It-hiong menarik sekuatnya panah yang menancap
di pundak orang.
Keruan Bun-hiong menjerit, segera ia mencacimaki,
"Brengsek, kenapa tidak permisi dulu " Sengaja hendak kau
bikin aku mati kesakitan bukan"''
It-hiong membuang panah kecil itu dan membiarkan darah
mengucur sedikit, lalu luka Bun-hiong dibalutnya dengan kain
seprei. "Huh, tampaknya kamu ini sama sekali tidak memenuhi syarat
untuk ikut menerjang Cap-pek-pan-nia bersamaku" sembari
membalut It-hiong berolok "Kukira lebih baik kau pulang saja
untuk menjadi tuan muda di rumah,"
"Kentut." omel Bun-hiong "Tempat yang dapat kau datangi,
pasti juga aku sanggup pergi kesana."
Selesai membalut luka orang, It-hiong berdiri katanya,
"Baiklah ayo bangun!" Bun-hiong berdiri, dipandangnya mayat
Kah-thaykun yang telanjang itu tanyanya, "Dia sudah mati?"
"Ya. sebenarnya dia boleh tidak mati, tapi dia sendiri yang
mencari mati. apa boleh buat!" kata It-hiong sambil angkat
pundak "Jika dia seorang nona jelita tentu kamu tidak tega
membunuhnya," kata Bun-hiong.
"Tentu saja," ucap It-hiong
"Di atas sana masih ada beberapa penjaga entah mereka
masih berada di situ atau sudah lari"
"Apakah betul Lo-ang-nio sudah kau bunuh ?" tanya It-hiong
"Betul, dia mahir menggunakan ilmu sihir, kalau tidak kubunuh
dia, selanjutnya tentu akan banyak jatuh korban lagi."
"Sesungguhnya di manakah letak tempat ini ?" tanya It-hiong.
"Coba kau terka,' kata Bun-hiong dengan tertawa.
"Dalam keadaan samar-samar aku dibawa kesini, sama sekali
aku tidak tahu dibawa ke mana dan berselang berapa
lamanya, cara bagaimana aku dapat terka?"
"Hampir satu jam kamu menumpang kereta itu dan akhirnya
sampai di sini"
"Jika begitu jarak tempat ini dengan Jiciu sedikitnya kan 30 li
lebih?" Bun-hiong tersenyum, "Tidak, tempat ini justru terletak di
pusat kota, hanya berjarak beberapa ratus kaki saja dengan
kantor kabupaten Jiciu".
"Hah, jadi tempat kediaman Kah-thaykun yang megah ini
terletak di tengah kota" seru It-hiong dengan melenggong.
"Betul, supaya tempat kediamannya tidak diketahui orang,
untuk mengelabui mata orang maka
Lo-ang-nio itu sengaja membawa mangsanya dalam kereta
dan berputar kayun di tengah kota, akhirnya baru diantar ke
sini." It-hiong memandang perabotan yang menghias ruangan ini
katanya, "Rumah ini sangat mewah. serupa, istana raja saja "
"Ruangan ini adalah kamar di bawah tanah," tutur Bun-hiong.
"Biar kita bakar saja,"
Ruangan semewah ini, jika kita bakar rasanya kan sayang,"
kata lt-hiong. "Sudahlah, kalau mau bakar harus lekas bakar, buat apa
banjak pertimbangan"
It-hiong meraba dagu dia termenung sejenak.katanya
kemudian"Di tempat ini tentu banyak tersimpan harta benda
jika hendak kita bakar, paling tidak harus kita keluaikao dulu
harta benda. yang berharga, kalau tidak kan sayang terbuang
pereuma begini saja'"
"Haha, betul juga," seru Bun-hiong tertawa. "Ayo kita coba
menggeledahnya," ajak It-hiong.
Kedua orang lantas membongkar seluruh isi ruangan itu,
benar juga diketemukan sejumlah harta benda bernilai
beberapa laksa tahil perak, dengan sepotong kain Liong Ithiong
membungkus harta benda itu dan dipanggulnya. Habis
itu ia angkat mayat Kah-thaykun ke atas tempat tidur dan api
lantas dinyalakan
"Mari pergi!"' seru it-hiong kepada Bun-hjong
"Masa dengan begini saja kau pergi " ujar Bun-hiong dengan
tertawa. "Memangnya apa yang tidak betul?" It-hiong melengak.
"Hendak kau berangkat dengan pamer pantat?" tanya Bunhiong.
Baru sekarang It-bioug menyadari tubuh sendiri hanya
semampir sepotong kimono saja, apa jadinya nanti jika
berangkat dalam keadaan demikian, keruan ia kelabakan dan
berseru "Aha, betul, aku lupa berpakaian.Tapi, wah, di
manakah bajuku ?"
"Ikut saja padaku," kata Bun-hiong dengan tertawa
Habis berkata ia lantas mendahului meninggalkan ruangan itu.
Meski pundaknya terluka, tapi tidak beralangan untuk
berjalan. Sebaliknya It-hiong terluka pada pahanya sehingga
jalannya kurang leluasa. Ia ikut di belakang Ban-hiong dengan
langkah pincang. katanya, "Hei, kan seharusnya kau papah
diriku'' Namun Buo-hiong tidak menggubrisnya sebaliknya mengejek.
"Hm, kamu ini memang sudah
terbiasa dilayani di rumah baru sakit sedikit saja lantas
berkeluh-kesah, tampaknya kamu tidak memenuhi syarat
untuk menerjang Cap-pek-pau-nia bersamaku, kukira lebih
baik kamu pulang saja ke rumah untuk menjadi tuan muda'"
"Kurang ajar" omel It-hiong "Awas, lain kali bila kamu terluka
lagi lihat saja apakah akan ku pedulikan dirimu"
Bun-hiong tidak menanggapinya, ia terus mendaki undakundakan
ujung lorong dan membuka
pintu rahisianya sehingga sampailah mereka diruang yang
berdinding marmer itu.
Kagum dan gegetun sekali It-hiong, ucapnya,"Ai, Kab-thaykun
sungguh pandai menikmati hidupnya, begitu bagus dan
megah rumah kediamannya ini "
Bun-hiong memandang kian kemari, ucapnya. "Beberapa
pelayan itu mungkin sama kabur, sungguh sayang ... "
"Sayang apa"*" tauya It-hiong
"Kan salah seorang pelavan yang bernama Keng-hoa itu
berwajah lumayan, ia pernah melayanimu mandi, sepantasnya
kau temui dia dulu."
"Busyet, memang samar-samar kurasakan dilayani mandi
seorang nona, kusangka dalam mimpi, rupanya memang
terjadi sungguh sungguh?" ucap It-hiong dengan kikuk.
Sampai di ujung serambi, Bun-hiong mendorong pintu sebuah
kamar dan berkata "Bajumu berada di dalam, lekas pakai!".
It-hiong masuk ke kamar itu, dilihatnya Loh-ang-nio
menggeletak di lantai bermandi darah, diatas sebuah meja rias
tertaruh pakaiannya sendiri. cepat ia melepaskan bungkusan
yang dipanggulnya dan menanggalkan kimono, baju sendiri
dipakai lalu bungkusan diangkatnya lagi dan keluar kamar.
"Apakah bagian atas sini perlu dibakar juga," tanya Bun-hiong.
"Kukira tidak perlu lagi,' ucap it-hioag. "Jika rumah ini terletak
di tengah kota, bila kebakaran tentu akan merembet ke rumah
tetangga dan membikin susah orang lain yang tidak bersalah."
"Apakah perlu kita geledah lagi isi rumah ini ?" tanya Bunhiong
pula "Tidak perlu lagi, sudah cukup, biarlah sisanya diambil orang
lain saja." kata It-hlong sambil menggeleng
"Jika begitu ayolah kita keluar," kata Bun-hiong sambil
mendahului menuju ke halaman depan, setelah pintu gerbang
dibuka, benar juga di luar adalah jalan raya.
"Coba kau lihat," kata Bun-hiong dengan te tawa, "itulah jalan
raya utara, ke sana lagi beberapa ratus kaki adalah kantor
kabupaten"
"Marilah kita mencari sebuah hotel," ajak It-hiong.
"Apakah Iuka kakimu tidak beralangan?" tanya Bun-hiong
"Silahkan," omel It-hiong. "justru lantaran tidak tahan sakit
karena luka ini, maka ingin kucari hotel untuk istirahat."
"Jika begitu, marilah kita mencari toko obat dulu untuk
membeli obat luka habis itu baru mencari hotel," kata Bunhiong
Meski sudah larut malam, namun jalan raya ini masih cukup
ramai, mereka mendapatkan sebuah toko obat, mereka
membeli obat luka luar dan dibubuhkan pada luka masingmasing
serta dibalut kembali, habis itu baru mencari hotel.
Lalu mereka merawat luka di hotel sehingga hampir sembuh
seluruhnya, lalu mereka melanjutkan perjalanan. Sepanjang
jalan bila bertemu dengan orang miskin, diam-diam It-hiong
lantas meninggalkan satu-dua putong uang perak ke rumah
miskin itu sebab itulah, beberapa hari kemudian, harta benda
yang mereka kuras dari rumah Kah-thaykun itu sudah
sebagian besar dibagi-bagikan
Suatu hari mereka sampai di tapal batas provinsi Soatang
terlihat banyak orang berkerumun di tepi jalan dan ramai
membicarakan sesuatu. Melihat gelagatnya agaknya telah
terjadi sesuatu peristiwa. Mereka coba mendekat dan ikut
mendengarkan cerita orang ramai, terdengar seorang petani
tua sedang bicara. "Perkara ini menyangkut jiwa manusia,
kukira harus kulaporkan kepada yang berwajib di kota".
"Ya betul, harus dilaporkan agar mayat ini diperiksa," tukas
seorang lagi. Orang ketiga menambahkan, "Mayat ini sudah
membusuk, tampaknya orang ini sudah mati beberapa hari
yang lalu mengapa tidak diketahui orang "
"Di sana adalah hutan lebat, kalau tidak berkepentingan
jarang ada orang datang ke sana, sebabnya kuperiksa tempat
itu juga Iantaran mengendus bau buruk," kata si petani tua.
Mendengar ada orang menemukan mayat Bun-hiong coba
bertanya, "Sapakah yang mati dan apa sebab kematiannya ?"
"Ada dua orang mati tampaknya orang kangouw, yang
seorang terbacok senjata tajam dan yang lain kepalanya
pecah." tutur si petani tua
"Di mana?" tanya Bun-hiong pula.
"Itu, di sana," jawab si petani sambil menuding hutan di tepi
jalan sana. Bun-hiong berpaling dan berkata kepada It-hiong,
"Bagaimana kita coba melihatnya ke sana?"
"Ah orang mati apanya yang dilihat"'' ujar It-hiong dengan tak
acuh "Jika yang mati katanya orang kangauw, kukira perlu kita
lihat, bisa jadi orang kenalan kita" kata Bun-hiong
"Baiklah, lihat sekejap saja segera angkat kaki aku tidak tahan
bau mayat yang sudah busuk " kata It-hiong
Bun-hiong terus menarik It-hiong ke dalam hutan, belum
sampai di tempat tujuan sudah tereium bau busuk. Belasan
langkah lagi segera terlihat dua sosok mayat menggeletak di
bawah pohon yang rindang. Mayat sudah mulai mengeluarkan
cairan rambut pun sudah mulai rontok, yang seorang jelas
kelihatan hulu hatinya tertancap sebilah pisau, seorang lagi
jidatnya ambles seperti pecah kena pukulan keras.
Selain itu masih ada lagi yang menarik, yaitu di tengah kedua
sosok mayat itu tertaruh sebuah kotak hitam yang diikat
dengan rantai besi. Padahal tanpa melihat kotak hitam
itu.sekali pandang saja Bun-hiong dan It-hiong sudah dapat
mengenali kedua orang mati itu
Bun-hiong mengeluarkan saputangan untuk mendekap
hidungnya, katanya dengan tertawa, "Coba lihat ternyata
benar dua orang kenalan kita ". Rupanya kedua orang yang


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati nii bukan kain daripada Cian-in-jiu Loh Bok-kong dan
Kim-ci-pa Song Goan-po. Yang pertama tertusuk pisau dan
yang lain pecah kepalanya.
lt-hiong terkejut, katanya, "Sungguh aneh. mengapa mereka
bisa mati di sini?"
"Masa tidak dapat kau lihat," ujar Bun-hiong
"Ya, tidak perlu disangsikan lagi, jelas pada waktu mereka
sedang istirahat di hutan sini mendadak muncul tokoh
persilatan kelas tinggi dan melakukan penyergapan terhadap
mereka dan akhirnya mereka terbunuh"
"Tidak, bukan begitu." kata Bun-hiong
"Tidak betul katamu"'' It-hiong menegas
"Mengapa tokoh persilatan itu perlu membunuh mereka?"
tanya Bun-hiong
"Dengan sendirinya lantaran ?". Mestinya It-hiong hendak
bilang lantaran kotak pusaka itu, tapi demi melihat kotak
pusaka yang dimaksudkan masih berada di tanah, segera ia
tahu dirinya salah sangka, maka ia hanya angkat pundak dan
coba menjawab sendiri, "Dahulu Toh Po-sit ada maksud
mencalonkan diriku untuk bekerja sebagai pembantunya,
untung tidak kuterima permintaannya"
"Boleh kau pikirkan lagi. tentu tidak sulit bagimu untuk
mengetahui cara bagaimana mereka terbunuh" kata Bunhiong
pula dengan tersenyum. It-hiong coba memandang
mayat Loh Bok-kong dan Song Goan-po, dilihatnya yang
seorang tergeletak telentang dan yang lain tiarap, jarak
kedua orang sangat dekat, segera ia paham duduknya
perkara, tanpa terasa ia menggeleng kepala dan berkata, "Ya,
tentu lantaran sebuah kotak itulah mereka saling membunuh,
akhirnya keduanya gugur bersama, sungguh terlalu"
Bun-hiong tertawa, katanya, "Demi sebuah kotak pusaka
mereka Lok-lim-jit-coat sudah mati enam orang, sekarang
tersisa seorang Ang-hu-soh Ban Sam-hian saja, bilamana
diketahui si perencana intrik itu, tentu dia akan sangat
senang" lt-hiong menjemput kotak pusaka palsu itu. katanya dengan
tertawa. '"Betapa besar rejeki seseorang biasanya sudah
ditakdirkan, kasihan mereka sampai sebuah kotak palsu begini
saja tidak sanggup mempertahankannya, akhirnya tetap juga
kembali kepada tangan kita."
Bun-hiiong cehngukan beberapa kali, lalu mendesis "jjka ingin
membawa lari kotak pusaka ini sabaiknya sekarang juga
beraangkat, jangan sampai dilihat orang lain"
"Baik,' It-hiong mengangguk. "Biarlah kita mengeluyur keluar
melalui sebelah sini "
Begitulah mereka meneruskan perjalanan ke dalam hutan,
setelah menembus hutan lebat, lalu mereka membelok ke
utara dan putar balik ke jalan raya.
"Kedua keparat Loh Bok-kong dan Song Goan-po itu
membawa lari kotak pusaka palsu itu, dari daerah selatan
mereka lari ke wilayah Soatang. menurut pendapatmu,
kemana tempat tujuan mereka?"
"Siapa tahu?" Bun-hiorg angkat pundak
"Mungkin mereka hendak pergi ke Cap-pek-pan-nia?" tanya lthiong
"Untuk apa mereka pergi ke sana?" kata Bun-hiong.
"Mana kutahu, aku juga cuma menduga-duga saja," jawab Ithiong
"Menurut pendapatku, mereka pasti tidak berani pergi ke Cappekpari-nia. mereka juga tidak ada alasan untuk pergi
kesana'" "Tapi jarak dari tempat ini ke Cap-pek-pan-nia sudah tidak
jauh lagi "
"Oo, kira-kira perjalanan berapa hari lagi"
"Paling-paling tiga hari lagi"
"Jika begitu jelas tempat ini sudah berada di dalam wilayah
pengaruh Cap-pek-pan-nia, betapa mereka berani menginjak
daerah kekuasaan orang lain, sungguh mereka pun terlampau
berani" "Dan setelah mereka sampai di tempat ini mereka justru saling
membunuh sendiri, sungguh aneh juga.'' kata It-hiong.
"Memangnya cuma kemaruk ingin mengangkangi kotak
pusaka saja?"
"Ya akupun tidak mengerti bahwakotak ini ternyata memiliki
daya tarik sebesar ini sehingga mereka saling membunuh."
ucap It-hiong dengan tertawa.
"Manusia di dunia ini kebanyakan tamak harta, maka kuharap
setelah kotak pusaka ini kita bawa ke Cap-pek-pan-nia
sedikitnya akan dapat membuat Cap-pek-pan-nia juga terjadi
kacau balau"
It-hiong terbahak. "Haha, semoga demikian halnya"
Lok-lim-jit-coat yang terkenal di daerah selatan sudah hancur
tanpa ditumpas, di antara tujuh orang sudah mati enam, bila
kawanan bandit utara yang bereokol di Cap-pek-pan-nia itu
juga terjadi pertarungan sendiri maka dunia ini dapat
diharapkan akan aman sentosa
Jika demikian halnya, mula mula orang yang membuat kotak
pusaka ini boleh dikatakan mempunyai tujuan yang luhur"
"Tapi aku justru berharap dapat menangkap dia." kata Bunhiong
"Aku juga " tukas It-hiong
"Bisa jadi orang yang membuat kotak ini justru adalah orang
yang hendak ditangkap Toh Po-sit itu," kata Bun-hiong
"Dan orang ini sangat mungkin juga si gembong iblis misterius
yang bereokol di Cap-pek-pan-nia itu.' ujar It hiong.
Sungguh sekarang kuharap bisa segera terbang ke Cap-pekpannia." "Jika ingin lekas sampai di sini kukira Cuma ada satu cara."
ujar It-hiong "Cara bagaimana" tanya Bun-hiong
"Berjalan lebih cepat" kata It-hiong. Habis berkata segera ia
mendahului mempereepat langkahnya.
OooooO Tiga hari kemudian sampailah mereka di kabupaten Tongkoan
daerah barat Soasai letak Cap-pek-pan-nia sudah di
depan mata. Kedua orang istirahat dulu satu hari di dalam
kota, setelah cukup mengumpulkan tenaga, esok paginya
barulah mereka berangkat keluar kota menuju ke Cap-pekpannia. Kira-kira 60 li ke barat lagi menjelang lohor sampailah mereka
di kaki bukit Cap-pek pan-nia
Di bawah gunung suasana sunyi senyap, sejauh mata
memandang tidak terlihat bayangan orang maupun rumah
penduduk. Pegunungan ini cukup tinggi puncaknya tertutup
awan, hutan lebat meliputi lereng gunung, hanya terlihat ada
sebuah jalan setapak yang melingkar-liku naik-turun
Inilah Cap-pek-pan-nia atau 18 bukit lingkar,di sinilah markas
besar pemimpin besar yang menguasai 36 sarang bandit yang
terbesar di daerah utara. Kedua orang berhenti dan
memandang ke atas, kata It-hiong dengan tertawa.
"Tampaknya pegunungan ini juga tidak ada sesuatu yang luar
biasa " "Maksudmu Cap-pek-pan-nia ini ?"
"Ya, apalagi?"
Dipandang dari keadaan, Cap-pek-pan-nia ini dengan
sendirinya belum terhitung berbahaya cuma jangan lupa,
gunung tidak terletak pada tingginya, ada pertapanya akan
menjadi angker, itulah pepatah yang berlaku di kalangan
bandit "Sarang pimpinan Cap-pek-pan-nia ini tentu terletak di puncak
yang tertinggi, kita harus naik ke sana secara terang-terangan
atau diam-diam menyusup ke atas ?"
"Kukira lebih baik mengirim kartu nama dan minta berkunjung
merupakan cara lebih terpandang," kata Bun-hiong
It-hiong mengangguk, 'Baik.marilah kita naik ke atas
mengikuti jalan setapak itu."
Jalan itu terus melingkari pinggang gunung pepohonan
rindang hampir mengalingi langit pemandangan terasa indah
permai dan sunyi. Baru saja mereka melintasi lingkaran
pertama sekonyong-konyong terdengar suara mendenging.
sebatang panah menyambar tiba dan menancap didepan
mereka. Itulah tanda peringatan agar pendatang berhenti di tempat.
It-hiong tersenyum. segera ia berteriak lantang.
"Sahabat di atas, silahkan memperlihatkan diri untuk bicara "
"Katakan dulu namamu'" seru orang di atas suaranya
berkumandang dari balik pepohonan yang terletak tidak jauh
"Kami Liong It-hiong dan Pang Bun-hiong " seru It-hiong
lantang "Kami berdua mendapat pesan oleh sahabat kalian, Si
Him, kami membawakan sebuah kotak pusaka dan harus
dipersembahkan langsung kepada pemimpin besar kalian
harap sudi dilaporkan"
"Baik, silahkan tunggu sebentar"seru orang di atas
It-hiong berpaling, katanya kepada Bun-hiong dengan
tertawa, "Menurut perkiraanmu apakah pemimpin besar Cappekpan-nia sendiri akan menyambut kadatangan kita?"
"Jika kamu terhormat selaku seorang ketua perguruan, bisa
jadi akan disambut kedatanganmu, cuma sayang, kamu bukan
seorang ketua perguruan segala "
It-hiong angkat pundak, "Tapi kita kan membawakan sebuah
kotak pusaka baginya, sepantasnya dia melayani kita dengan
terhormat.'' Bun-hiong tidak menanggapi lagi, ia memandang ke atas,
ucapnya tersenyum, "Tempat ini adalah lingkaran pertama,
di atas sana masih ada 17 lingkar, entah harus menunggu
berapa lama baru akan mendapat izin naik ke atas."
"Kuyakin mereka mempunyai cara berkomunikasi yang cepat,
misalnya dengan pos merpati dan sebagainya, kukira kita
takkan menunggu terlampau lama," kata It-hiong
Begitulah mereka bicara dengan suara perlahan mereka
menunggu hampir setengah jam barulah terdengar dan hutan
sana berkumandang suara lantang."Silahkan kalian naik ke
atas" lt-hiong menggeleng kepala, gerundelnya dengan tertawa.
"Ternyata benar tidak ada penyambutan, tampaknya nama
Liong-hiap dan Hou-hiap kita belum cukup berbobot. Ayolah
berangkat'"
Mereka terus mendaki gunung mengikuti ja lan setapak itu.
Kira-kira beberapa puluh langkah tiba-tiba terlihat sebuah
benteng pagar kayu di luar benteng berdiri dua barisan liaulo
(anak buah) bergolok, di tengah berdiri seorang lelaki kekar
dengan wajah kereng
Melihat kedatangan It-hiong berdua, lelaki kekar itu memberi
hormat dan berkata, "Maaf.karena tidak tahu akan kunjungan
anda berdua sehingga tidak diadakan penyambutan yang
layak " Karena orang bersikap ramah, lt-hiong juga ikut sungkan,
katanya, "Terima kasih, kunjungan
kami yang mendadak ini hendaknya tidak menimbulkan salah
sangka" Segera lelaki kekar itu menyingkir ke samping. ia menuding ke
dalam benteng dan berkata, "Silahkan masuk langsung melalui
sini, selewatnya pintu belakang benteng, hendaknya naik lagi
ke atas mengikuti jalan yang ada "'
"Terima kasih atas petunjukmu, numpang tanya, sahabat ini "
"Caihe Cu Ing," sahut lelaki kekar itu. "bertugas menjaga pos
pertama ini."
"Dari sini sampai di atas masih harus melalui berapa pos
penjagaan lagi ?" tanya It-hiong'
"Masih ada 16 pos jaga, markas besar terletak pada bagian
terakhir," tutur Cu lng yang berjuluk "Ji-po-tau" atau si kapak.
"Numpang tanya lagi satu hal," kata It-hiong. "Bolehkah
kutahu apa sebutan nama terhormat pemimpin besar kalian ?"
Cu Ing tersenyum, jawabnya, "Bila kalian telah sampai
ditempatnya, tentu kalian akan tahu sendiri siapa beliau "
It-hiong mengangguk, ia menoleh dan memberi tanda kepada
Bun-hiong, katanya. "Ayo berangkat. masih belasan pos
rintangan yang harus kita lalui kita harus berjalan lebih cepat."
Mereka masuk ke dalam tenteng, terlihat di dalam benteng
yang dilingkari pagar kayu itu terdapat belasan rumah, tapi
tidak kelihatan seorangpun. Ia menduga segenap anggota
sarang bandit ini tentu sudah disembunyikan.
Karena tidak bermaksud mencari perkara disini, It-hiong dan
Bun-hiong tidak menghiraukan keadaan luar biasa itu, dengan
tenang mereka terus menuju ke jalan yang langsung
menembus ke atas gunung itu.
Sampai di belakang benteng dan keluar pintu belakang benar
juga terlihat sebuah jalan setapak terbentang ke atas puncak
gunung, mereka melanjutkan perjalanan mengikuti jalan
setapak itu. "Wah, melihat gelagatnya.kalau ingin menyusup ke atas
gunung jelas tidak mungkin." Kata Bun-hiong dengan tertawa.
"Ya, memang," sahut It-hiong.
"Untuk menghancurkan sarang bandit ini juga tidak sederhana,"
ujar Bui-hiong "Lebih dulu harus membobolkan pos
rintangan, habis itu baru dapat menyerbu ke pusat
sarangnya,"
"Untung kita tidak mempunyai rencana serbuan demikian,"
kata It-hiong "Hm, apakah maksudmu karena kita tidak bermaksud
menyerang Cap-pek-pan-nia, lalu kita dapat datang dan pergi
lagi dengan bebas, begitu'' jengek Bun-hiong
"Dengan sendirinya bukan begitu maksudku," kata It-hiong.
"Kedatangan kita ini jelas penuh risiko, datang terlebih mudah
daripada pergi,"
"Asal kau tahu saja." kata Bun-hiong "Kukira pada saat
gembong iblis itu mengetahui kotak yang kita bawa itu palsu,
pada saat itu juga mungkin harus main senjata."
"Dan kita berdua harus menghadapi lawan sebanyak itu, jelas
pasti akan kalah," ujar It-hiong
"Memangnya kau harapkan menang?" jengek Bun-hiong
"Kamu takut tidak ?" tanya It hiong
"Takut apa" Kalau aku mati toh kamu juga takkan hidup. Mati
ditemanimu, menjadi setan juga tidak bakal kesepian "
"Hahaha, aku justru tidak ingin mati," seru It-hiong dengan
tergelak."Giok nio sedang menunggu kedatanganku, mana
boleh kumati begitu saja"!"
Tengah bicara kembali mereka sudah berputar satu lingkaran,
di depan muncul lagi sebuah benteng kayu. Seperti tadi, di
luar benteng juga berdiri seorang komandan jaga dengan dua
barisan anak buah bergolok, keadaan serupa dengan pos jaga
pertama. Bun-hiong dan It-hiong sudah, tahu untuk menuju
ke markas pusat harus menembus 17 pos jaga, maka mereka


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak bicara lagi dengan komandan ini, mereka hanya
mengangguk saja dengan tersenyum, lalu masuk ke dalam
benteng sana . .
Dan begitulah seterusnya, setiap kali mendaki sebuah lingkar
bukit lantas muncul sebuah benteng kayu keadaannya juga
hampir sama. Lebih setengah harian baru akhirnya ke-17 pos
jaga itu dilalui, sampailah mereka di puncak teratas Cap-pekpannia, sampai ddi depan benteng ke-18.
Maskas pusat pimpinan Cap-pek-pan-nia memang lain
daripada yang lain, tertampak pintu gerbang benteng
dibangun serupa gapura benteng berloteng, kedua sisi
berdinding batu setinggi tiga tombak lebih, bangunan megah
dan kuat tak terbobolkan.
Pada saat itu, di depan pintu gerbang juga berdiri seorang
komandan jaga berpuluh liaulo yang berbaris di kedua sisi
lengkap bersenjata golok dan tombak, semuanya gagah dan
kereng, jauh lebih seram daripada ke-17 pos jaga sebelumnya.
Kuancu atau komandan jaga itu berusia 60-an, kepalanya
sudah rada botak, perawakannya tegap meski senyuman
menghiasi wajahnya, namun tidak terasa simpati sedikit pun
It-hiong dan Bun-hiong mengira orang inilah si pemimpin
besar Cap-pek-pan-nia yang misterius itu, selagi mereka
hendak mendekat untuk memberi hormat, mendadak orang
tua itu memberi salam lebih dulu dan menyapa, "Caihe Liok
Wi-yang, atas perintah Congcecu (pemimpin besar) kami siap
menyambut kedatangan kalian di sini"
"Oo, kiranya Liok-kuancu," ucap It-hiong sambil membalas
hormat "Terima kasih dan selamat bertemu "
Orang tua yang bernama Liok Wi-yang itu berkata dengan
senyum tak senyum, "Congcecu kami sudah menanti di Cio-gi
tia (ruang pendopo), silahkan kalian ikut padaku." Habis bicara
ia lantas membalik dan menuju ke tengah benteng. lt-hiong
dan Bun-hiong saling mengedip mata lalu ikut masuk ke sana.
Bangunan di dalam benteng sangat megah, perumahan
berloteng yang terlihat berjumlah ratusan, di tengah tengah
adalah sebuah lapangan luas, di depan sebuah bangunan
yang berbentuk serupa istana terdapat sebuah panggung
besar, di atas panggung terpancang sehelai bendera segi tiga
di atas tiang bendera yang tinggi, bendera warna merah
berkibar tertiup angin, pada bendera itu tertulis empat huruf
yang berarti "melaksanakan keadilan bagi Thian"
lt-hiong tertawa, katanya "Kebanyakan bandit sama suka
menggunakan istilah ini, seperti perbuatan mereka yang suka
membunuh dan bakar juga atas perintah Thian,"
Pelahan Bun-hiong menyentuh lengan sang kawan,
maksudnya supaya jangan sembarang omong
Namun lt-hiong seperti tidak menghiraukannya, katanya pula
dengan tertawa, "Memangnya kenapa. Apakah salah
ucapanku?"
Mendadak Liok Wi-yang berpaling dan berkata dengan
terkekeh, "Hehe, ucapan Liong-hiap sangat tepat, tempat kami
ini memang menggantung kepala domba dan menjual daging
anjing'" "Haha, dengar tidak, mereka sendiri sudah mengakui
kebenaran ucapanku," seru It-hiong dengan terbahak sambil
menepuk bahu Bun-hiong. Bun-hiong cuma menyengir saja
tanpa bersuara Liok Wi-yang membawa mereka menuju ruang pendopo,
katanya pula dengan terkekeh "Hehe, barangkali tempat ini
tidak cocok bagi pandangan Liong-hiap bukan ?"
"Ah. masa " ucap It-hiong dengan tertawa
"Aku cuma sedang pikir bilamana aku menjadi bandit, rasanya
pasti takkan kugunakan poster begitu, sebab keempat huruf
itu tidak lebih hanya omong kosong belaka!"
Liong Wi-yang tertawa, katanya. "Sebentar setelah bertemu
dengan Congcecu kami silahkan Liong-hiap mengemukakan
lagi urusan ini, Congcecu biasanya suka menerima gagasan
yang baik bilamana maksudmu memang bagus, tentu beliau
akan menanggalkan panji merah itu "
"Ah, itu mah tidak perlu, biarkan dia runtuh sendiri kan lebih
baik," ujar It-hiong
"Tidak, dia takkan runtuh." jengek Liong Wi-yang.
It-hiong tidak bicara lagi, sebab sekarang mereka sudah
berada di depan undakan batu di depan ruang pendopo. Liok
Wi-yang berhenti dan berpaling, katanya, "Silahkan kalian
menunggu sementara di sini biar kulaporkan dulu." Habis
berkata ia lantas menaiki anak tangga dan masuk ke ruang
pendopo. It-hiong mengangkat pundak dengan tertawa "Tampaknya kita
ini tetamu yang tidak disukai."
"Tidak pantas kau sindir mereka," ujar Bun-hiong
"Masa ucapanku terhitung sindiran?" kata It-hiong tertawa.
Tengah bicara, terlihat Liok Wi-yang telah muncul kembali,
sambil menuruni anak tangga batu ia berkata, "Congcecu
sudah menunggu di dalam ruangan, silahkan kalian masuk ke
sana." It-hiong dan Bun-hiong saling pandang sekejap dan tertawa,
Ialu menaiki undakan bersama dan masuk ke ruang pendopo.
Ruangan itu memang sangat luas dan megah, resik tanpa
kotoran setitik pun, hampir sama indahnya dengan istana raja.
Di dalam ruangan sekarang hanya duduk tiga orang, yang di
tengah jelas Congcecu Cap-pek-pan-nia cuma mukanya pakai
kerudung, ia duduk di sebuah kursi besar berlapis kulit
harimau, karena tidak terlihat wajahnya, maka menimbulkan
kesan misterius.
Yang duduk di kanan-kirinya adalah dua orang yang
berpotongan tubuh berbeda, yang satu gemuk, sebaliknya
yang lain kurus, keduanya sama berambut panjang semampir
di pundak, dua orang yang aneh, tampaknya dia pengawal
pribadi sang Congcecu.
It-hiong berdua melangkah lebih dekat dan berdiri di depan
mereka, melihat orang tidak berdiri menjambutnya, It-hiong
pun bersikap angkuh tanpa memberi hormat, ia cuma
menyapa dengan tersenyum, "Apakah anda ini Congcecu?"
Orang berkedok itu mengangguk tanpa bersuara
"Kami tidak disilahkan duduk ?" tanya It-hiong pula dengan
tertawa. Kedua mata orang berkedok itu memancarkan cahaya yang
menggetar sukma, ia pandang It-hiong berdua sampai sekian
lama tanpa bicara.
Ebook oleh : Dewi KZ
Scan book oleh : BBSC
Jilid 19 Sampai sekian lama orang berkedok itu menatap mereka, lalu
berucap dengan suara berat, "Silahkan duduk'"
"Nah, beginilah baru mirip gaya seorang pemimpin besar
kaum lok-lim," kata It-hiong dengan tertawa sambil menyurut
mundur dan duduk di kursi barisan kanan. Bun-hiong juga
mundur dan duduk di kursi barisan kiri, keduanya bersikap
wajar dan tenang, sedikit pun tidak terpangaruh oleh perbawa
lawan. Pelahan orang berkedok itu bicara pula, "Ada keperluan apa
kalian datang kemari menemuiku?"
"Kalau tidak keberatan, numpang tanya dulu siapa nama dan
she Congtocu yang terhormat'' tanya It-hiong
Dengan kurang senang orang itu menjawab, "Apakah maksud
kedatangan kalian hanya ingin tahu siapa diriku ini?"
"O, tidak," jawab It-hiong dengan tertawa
"Soalnya ada semacam barang hendak kami persembahkan
kepada Congtocu, namun kita baru pertama kali ini bertemu,
sepantasnya mesti saling memperkenalkan nama masingmasing,
inilah sopan santun pergaulan "
"Tapi aku tidak suka bicara tentang sopan santun segala,"
kata orang itu "Ada barang apa yang hendak kau berikan
padaku, boleh keluarkan saja."
It-hiong lantas menanggalkan bungkusan yang dibawanya
sambil bertanya, "Apakah ada seorang anak buah Congtocu
yang bernama Si Him ?"
"Ada," jawab orang berkedok itu
It-hiong membuka bungkusan dan mengeluarkan kotak palsu,
katanya. "Di suatu tempat ia di
serang dan terluka parah oleh dua kawan bu-lim yang tidak
diketahui asal usulnya, sebelum menghembuskan napas
terakhir ia ininta kubawa kotak ini untuk diserahkan padamu "
"Oo," orang berkedok itu bersuara tak acuh
"Demi memenuhi pesannya akibatnya banyak pahit getir yang
ku alami?"
"Oo," kembali orang itu bersuara singkat.
It-hiong meraba kotak palsu itu, katanya pula dengan
tersenyum, "Apakah kau tahu benda mestika apa isi peti ini?"
"Tahu." jawab orang berkedok
"Oo.. dapatkah kami diberitahu?" pinta It-hiong
"Boleh," jawab orang itu "Peti ini berisi sehelai peta pusaka
harta karun, asal peti ini dapat dibuka dan mendapatkan peta,
tentu akan dapat menemukan harta karun tinggalan Eng-jiauong
Oh Kiam-lam sesuai petunjuk dalam peta. Nilai harta
karun itu berjumlah beberapa juta tahil perak "
"Apa betul?" It-hiong menegas dengan tertawa.
"Tentu saja betul, aku tidak menghendakinya, sudah
kuputuskan akan kuberikannya untukmu," kata orang itu
"Hahaha.. sebab apa ?" tanya It-hiong dengan terbahak
"Sebab peti yang kau pegang itu palsu, tiada berisi apa pun
dalam peti," kata orang berkedok
Mau-tak-mau It-hiong melengak. tanyanya. "Dan mana kau
tahu peti ini palsu?"
"Sebab peti yang asli sudah kudapatkan " ujar orang itu
dengan tertawa "Oo, di mana ?" tanya It-hiong.
Orang berkedok membalik ke sana dan mengeluarkan sebuah
peti besar dari bawah meja, peti besar itu dibuka dan
dikeluarkan sebuah kotak hitam dan dilemparkan kepada Ithiong,
katanya dengan tertawa, "Coba kau lihat, petiku inilah
yang tulen "
Setelah menerima kotak hitam itu dan diperiksa. It-hiong
tambah terkesiap, serunya, "Hah aneh. dari mana kau
dapatkan kotak pusaka ini?"
"Kudapatkan dan tangan Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit,"
tutur orang berkedok itu dengan tertawa
Seketika it-hiong melonjak kaget, serunya. "Apa katamu" Jadi
engkau sudah mendatangi Ma-cik-san?"
Orang berkedok itu mengangguk pelahan jawabnya, "Betul,
baru kemarin kupulang kemari. Tentu kalian mengalaini
sesuatu dalam perjalanan sehingga terlambat dan baru
sekarang sampai disini"
Berdesak jantung it-hiong, tanyanya pula dengan terkesiap,
"Masa Toh Po-sit mau memberikan kotak pusaka ini
kepadamu?"
Orang itu tertawa, "Silahkan duduk dulu, biar kuceritakan
duduknya perkara "
Sedapatnya It-hiong menahan perasaannya yang bergolak, ia
duduk lagi dan bertanya, "Apakah engkau telah membunuh
Toh Po-sit?"
Orang berkedok itu sengaja mengelak tanpa menjawab,
dengan senyum ejek ia berkata, "Urusan ini harus kuceritakan
mulai dan awal. Apakah kau tahu apa maksud tujuan Toh Posit
menyuruhmu menangkap Oh Beng-ai " '
"Nona Oh hendak digunakannya sebagal umpan untuk
memancing dan menangkap seorang." tutur It-hiong
"Betul," kata orang itu. "Tapi apakah kau tahu siapa yang
hendak dipancingnya?"
"Wah, hal itu aku tidak tahu," jawab It-hiong sambil
menggeleng "Biar kuberitahukan padamu," ucap si orang berkedok. "Orang
yang hendak dipancingnya adalah kakak nona Oh sendin,
yaitu Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam "
It-hiong melenggong.tanyanya, "Hah, masa begitu" Bukankah
Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam sudah mati?"
"Tidak, meski dia memperalat sesosok mayat untuk
memalsukan dia sendiri, namun tetap tidak dapat mengelabui
mata Toh Po-sit," tutur si orang berkedok.
"Sebab apa Oh Kiam-Iam sengaja pura-pura mati?" tanya Ithiong
tidak mengerti.
"Sebab banyak orang mengincar harta bendanya," kata orang
itu. "Terutama ketujuh saudara angkatnya, yaitu Lok-lim-jitcoat,
setiap saat mereka senantiasa mengincarnya dan
berdaya akan mencelakai nyawanya serta merampas harta
kekayaannya, sebab itulah Oh Kiam-lam mengguna-kan akal,
ia memperalat sesosok mayat untuk menyamar sebagai
jenazahnya agar Lok-lim-jit-coat mengira Oh Kiam-lam benar
sudah mati terbunuh musuh, lalu ia membuat lagi sebuah
kotak pusaka serta menyiarkan berita bohong bahwa di dalam
kotak pusaka berisi sebuah peta harta karunnya, tujuannya
supaya Lok-lim-jit-coat berusaha merampas kotak itu hingga
saling membunuh, dengan begitu akan tercapai maksud
tujuannya menumpas Lok-lim-jit coat. Sekarang tujuannya
sudan tercapai Lok lim-jit-coat memaug sudah mati
seluruhnya."
"Tidak, tidak betul,' tukas It-hiong. "Di antara Lok-lim-jit-coat
masih ada seorang yang belum mati, yaitu Ang-siu-soh Ban
Sam-hian "Tidak betul, Ban Sam-hian juga sudah mati," kita orang itu
dengan tertawa "Ah, dan cara bicaramu ini, pahamlah aku sekarang," seru
Bun-hiong mendadak. "Jelas engkau sendiri inilah Eng-jiauong
Oh Kiam-Iam, betul tidak ?"
Orang itu menanggalkan kedoknya sehingga terlihat wajah
aslinya yang kereng, mata besar, alis tebal, ia menyeringai
dan berkata, "Betul, aku inilah Oh Kiam-lam "
It-hiong membuang kotak palsu tadi, ia melolos pedang sambil
melonjak bangun, teriaknya, "Jika demikian, jadi Toh Po-sit
sudah kau bunuh bukan?"
Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam duduk tenang tanpa bergerak,
mendadak ia tertawa keras, katanya,
"Hahuha, janganlah tegang, anak muda. Ingin kutanya dulu
padamu, bukankah sejauh ini Toh Po-sit tidak mau
memberitahukan padamu siapa gerangan yang ingin
ditangkapnya, bukan?"
"Memangnya kenapa kalau betul" "jawab It-hiong dengan
mendelik gusar.
"ltu menandakan dia mempunyai pikiran busuk," kata Oh


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiam-larn dengan tertawa "Ia ingin memperalat adik
perempuanku untuk memaksa aku masuk perangkapnya dan
mengincar seluruh harta kekayaanku "
"Omong kosong" teriak It-hiong bengis
"Sama sekali bukan omong kosong." Ujar Eng-jiau-ong Oh
Kiam-lam dengan tertawa. "Tempo hari waktu kupergi ke Maciksan. jelas-jelas dia sudah bilang padaku bahwa selama
hidupnya dia mengabdi untuk kepentingan umum, sampai
tua tetap tidak mendapat sesuatu keuntungan apa pun, maka
sekarang dia ingin meraih sejumlah harta untuk kelangsungan
hari tua, ucapan itu juga didengar oleh adik perempuanku,
kalau tidak percaya boleh kau tanya padanya"
"Tidak aku tidak percaya" seru It-hiong sambil mengentak kaki
"Dia pasti bukan orang macam begitu jika dia ingin
menangkapmu, hal itu juga deini kepentingan umum"
"Haha.. percaya atau tidak terserah padamu." Seru Oh Kiamlam
dengan tergelak. "Cuma
Hati Budha Tangan Berbisa 1 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 1

Cari Blog Ini