Ceritasilat Novel Online

Rajawali Hitam 2

Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


bintang baja kedua. Lontarannya demikian kuatnya sehingga pemiliknya, si kecil kurus itu tidak sempat menghindarkan tabrakan kedua bintang baja itu.
"Wuuutttt.... darrrr ..... !!" Dua buah bintang baja itu bertumbukan di udara dan. pecah! Bukan itu saja, bahkan pecahan dua buah bintang baja itu menyambar dan
mengenai leher dan pundak pemiliknya. sehingga si kecil kurus berteriak kesakitan dan melompat keluar dari
kalangan pertandingan dengan leher dan pundak terluka!
Tinggal si raksasa yang menyerang dengan goloknya.
Ketika golok membacok ke arah Hui San, pemuda ini
mendahului, menggunakan sebuah jari tangan untuk
melakukan totokan It-yang-ci dan raksasa itu tiba-tiba saja berdiri dalam posisi menyerang dengan goloknya sama sekali tidak bergerak seperti telah berubah menjadi patung! Hui San lalu menendang dengan kaki kirinya dan si raksasa itu terlempar ke belakang, akan tetapi totokan tadi punah dan si raksasa merangkak bangun sambil menyeringai kesakitan karena tendangan tadi mengenai dadanya yang membuat
napasnya sesak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan main kagumnya Hwe Li dan Siong Ek. Mereka
tidak dapat menahan diri lagi dan bertepuk tangan untuk menyambut kemenangan Hui San tadi. Juga diam-diam
Souw Can kagum bukan main dan tahulah dia bahwa
pemuda itu adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bukan hanya dia, juga musuhnya, Ji Kui, merasa terkejut dan hatinya merasa jerih. Akan tetapi dia sudah terlanjur menantang, akan ditaruh ke mana kalau dia lalu mengundur kan diri"
"Baiklah, pihakku telah kalah dan aku tidak akan melanggar janji. Aku akan membubarkan Sin-Hong Piauw-kiok dan akan meninggalkan Pao-ting, akan tetapi hatiku masih belum puas kalau belum menguji kepandaianmu,
Souw Can. Marilah kita bertanding satu lawan satu!"
"Akan tetapi pihakmu telah kalah sehingga pertandingan ini tidak masuk hitungan lagi!" kata Souw Hwe Li.
"Andaikata engkau dapat menangkan ayahku sekalipun, tetap saja pihakmu
telah kalah dan engkau harus
membubarkan piauw-kiokmu dan minggat dari Pao-ting!"
Wajah yang sudah merah dan menjadi semakin merah
karena marah dan malu. Dia menghentikan gagang tombak nya di atas tanah dan berkata, "Aku tidak akan melanggar janji. Aku hanya ingin tahu sampai di mana tingkat
kepandaian Souw Can! Kecuali kalau dia tidak berani, akupun tidak ingin mengubah sifatnya yang pengecut !"
"Ji Kui, manusia sombong. Selama ini engkau yang mencari perkara dengan pihak kami. Sekarang engkau
menantangku, apa kaukira aku takut kepadamu" Majulah, aku
siap menghadapi tantanganmu!"
Setelah berkata demikian, Sou Can meloncat ke depan dan mencabut
pedangnya. Ji Kul juga tidak banyak cakap lagi, segera menyerang dengan tombaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Syuuutttt.........
tranggg......... I!" Terdengar .suara
lantang ketika tombak itu ditangkis pedang di tangan Souw Can. Mereka segera saling serang dengan seru dan hebatnya.
Ternyata permainan tombak Ji Kui lihai sekali, ketika tombak digetarkan ujung mata tombak seolah telah berubah menjadi banyak. Luncuran tusukan tombaknya kuat sekali, juga pukulannya dengan gagang tombak amat berbahaya.
Akan tetapi kini dia menghadapi Souw Can yang memainkai ilmu pedang Kun-lun-kiam-sut yang selain indah juga amat kokoh
kuat. Bukan hanya kuat dalam pertahanan, melainkan hebat dan dahsyat pula dalam serangannya.
Kedua orang piauw-su ini bertanding dengan seimbang.
Mereka memang seimbang, baik kecepatan maupun tenaganya. Melihat ini, Hwe Li dan Siong Ek menjadi tegang sekali, khawatir kalau ayah dan guru mereka kalah. Ceng Ceng yang juga menonton dengan penuh perhatian, dapat melihat kelemahan Ji Kui. Maka dengan suara lantang ia bertanya kenada Hwe Li:
"Hwe Li, ilmu tombak itu memang ampuh sekali. Akan tetapi tahukah engkau di mana kelemahannya?"
Hwe Li yang memang tidak mengerti, menjawab heran.
"Aku tidak tahu, Ceng Ceng."
"Tombak itu melayang-layang seperti seekor naga yang menyerang dengan moncongnya, akan tetapi kedudukan
kakinya lemah sekali sehingga kalau diserang ,dari bawah tentu akan sulit meng hadapi lawan!"
Tentu saja Souw Can mendengar ini. Maka iapun cepat
mengubah gerakan pedangnya dan kini dia mengirim
serangan dari bawah, ke arah kedua kaki lawan secara bertubi-tubi!
Ji Kui terkejut bukan main. Dia masih mencoba untuk
memutar tombaknya ke bawah untuk melindungi kedua
kakinya, namun pertahanannya lemah sekali dan pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu saat, pedang Souw Can telah menyambar dan melukai betisnya yang kiri dan tanpa dapat dihindarkan lagi Ji Kui jatuh berlutut dengan sebelah kakinya.
Souw Can menghentikan gerakannya dan bertanya,
"Bagaimana,
Ji Kui, apakah engkau masih ingin melanjutkan?"
Ji Kui bangkit berdiri, bertopang pada tombalcnya dan terpincang-pincang. "Aku mengaku kalah," katanya singkat dan dia lalu meninggalkan tempat itu, dibantu seorang pembantunya yang memapahnya.
Souw Can memandang sampai ke enam orang pergi jauh,
lalu dia membalikkan tubuh menghadapi Ceng Ceng dan
berkata, "Ceng Ceng, ternyata pandanganmu tajam sekali sehingga engkau sudah dapat menemukan kelemahannya.
Engkau tadi telah membantuku, Ceng Ceng."
"Aih, paman. Apa artinya itu" Sudah sepantasnya kalau saya membantu paman."
"Dan Engkau, orang muda. Tanpa adanya engkau di sini, belum tentu pihak kami akan mendapatkan kemenangan.
Banyak terima kasih atas bantuanmu itu."
"Harap jangan sungkan, paman. Paman adalah keluarga baik dan dekat dari Ceng- moi, maka bagi saya tidak ada soal bantu membantu melainkan sudah menjadi kewajiban saya."
"Mari kita semua pulang. Kemenangan ini harus
dirayakan, sekalian sebagai sambutan atas kedatangan Ceng Ceng dan Thio Hui San," kata Souw Can dengan girang.
Mereka semua menunggang kuda. Ceng Ceng berboncengan dengan Hwe Li. Setelah mereka tiba di Kimliong
Piauw-kiok, para anak buah perusahaan itu menyambut dengan gembira setelah mendengar akan
kemenangan ketua mereka. Tentu saja isteri Souw Can juga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa girang sekali, apa lagi melihat kedatangan Ceng Ceng. ,
Mereka lalu merayakan kemenangan itu, dihadiri oleh
para anggauta Kimliong Piauw-kiok. Souw Can dan sekeluarganya, termasuk Ceng Ceng dan Thio Hui San,
makan satu meja besar di bagian dalam. Dan mereka makan minum sambil bercakap-cakap, terutama sekali mereka
menghujani Ceng Ceng dengan pertanyaan sehingga gadis itu terpaksa menceritakan semua pengalamannya.
Kemudian Souw Can yang sudah berpengalaman dan
berpemandangan tajam itu melihat bahwa ada tali hubungan yang erat antara keponakannya dengan pemuda berpakaian biru itu, maka sambil tersenyum dia lalu mengangkat cawan arak mengajak semua orang minum sambil berkata, "Mari kita minum secawan arak untuk menghormati kedatangan Thio-thiante."
Semua orang minum arak dan Hui San cepat menghaturkan terima kasih atas penghormatan itu.
"Thio-thiante, kalau boleh kami mengetahui, tahun ini berapakah usia'nu?"
Hui San tersenyum dan mukanya agak kemerahan,
mungkin karena arak atau mungkin juga karena pertanyaan yang sangat pribadi itu. "Usia saya sudah duapuluh enam......... paman."
"Ah, kalau usiamu sudah sebanyak itu, tentu engkau sudah beristeri, bukan?"
Kini wajah pemuda itu benar-benar kemerahan, dan
Ceng Ceng juga menundukkan mukanya yang kemerahan
dan tidak berani menentang pandang mata orang lain. Ia sudah dapat menduga ke mana arah pertanyaan pamannya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya adalah seorang yatim piatu, tidak ada orang yang mengurus
tentang perjodohan saya sehingga sampai sekarang masih belum beristeri," kata Hui San lirih.
"Tapi tentu sudah mempunyai tunangan?"
"Juga belum," sahut Hui San sambil menundukkan mukanya.
"Wah, kebetulan sekali kalau begitu! Mari kita minum lagi secawan arak sebelum aku menyatakan usulku yang amat baik ini!" Semua orang minum lagi secawan arak.
"Thio-thiante, engkau seorang yang yatim piatu, dan kebetulan sekali keponakanku Liu Ceng ini juga yatim piatu!
Kalian berdua sama-sama memiliki ilmu kepandaian tinggi dan juga kalian sudah bersahabat baik, tentu sudah dapat mengetahui watak masing- masing. Oleh karena itu, aku mempunyai usul. Bagaimana kalau kalian berdua berjodoh"
Hio-thiante, bagaimana pendapatmu?"
Hui San tersenyum dan tersipu. "Ini......... ini......... saya merasa tidak berharga.........."
"Aku tidak bertanya berharga atau tidak, akan tetapi jawablah, mau atau tidak engkau kujodohkan dengan Ceng Ceng?"
Hui San menghela napas panjang.
Hatinya menjerit "mau!" akan tetapi bibirnya tidak mampu menjawab. Setelah didesak dia berkata, "Hal ini......... saya serahkan kepada Ceng-moi saja bagaimana pendapatnya.......... "
"Ha-ha-ha-ha!" Souw Can tersenyum, maklum akan isi hati pemuda itu. Dia lalu menoleh kepada Ceng Ceng yang sudah menundukkan mukanya yang kemerahan.
"Nah, Ceng Ceng, keponakanku yang manis. Engkau sudah mendengar sendiri jawaban Hui San. Bagaimana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau engkau kujodohkan dengan Hui San" Maukah engkau atau tidak?"
"A ihhh, paman. ...... " Ceng Ceng berkata lirih dan kepalanya semakin menunduk.
"Eh, bagaimana sih engkau ini, Ceng Ceng" Ayah
bertanya kok dijawab aih-aih begitu. Katakan saja engkau mau, begitu kata hatimu, bukan" Kalau begitu, kelak
pernikahan kalian dirayakan bersama pernikahanku dengan Lai-suheng. kata' Souw Hwe li yang ramah.
"Aihh, Hwe Li ...... !"
Akhirnya nyonya Souw Can yang berkata, "Begini saja, aku sekarang mengajak semua orang minum secawan arak untuk menjawab. Yang ikut minum berarti menyetujui
perjodohan itu. Yang tidak setuju boleh tidak usah minum!
Nyonya itu mengangkat cawan araknya dan mau tidak mau Hui San dan Cen Ceng, biarpun malu-malu, terpaksa minum araknya karena di dalam hati mereka memang sudah ada pertalian kasih yang belum mereka utarakan dalam kata-kata, namun sudah seringkali mereka saling lihat dalam suara dan pandang mata masing-masing.
"Bagus, pertunangan ini harus dirayakan pula! Tambah dagingnya
dan araknya!" kata Souw Can gembira. "Pertunangan disahkan sekarang juga dan kami semua yang menjadi saksinya! Soal pernikahan, dapat diatur kemudian."
"Maafkan kami, paman Souw," kata Hui San. -"Harap paman tidak tergesa gesa dengan pernikahan karena kami masih mempunyai tugas. Saya harus mengundang para
tokoh kang-ouw untuk menghadiri pertemuan di tempat
tinggal Souw-bengcu di Hong-san dan Ceng-moi juga akan bertemu dengan gurunya di sana."
"Benar, paman. Saya ingin bertemu dengan suhu dan minta restunya lebih dulu tentang......... ini......"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Kami akan menanti dengan sabar dan mempersiapkan segala peralatan pernikahan ganda ini."
Mereka berdua bermalam satu malam di rumah Souw
Can, dan pada keesokan harinya pagi-pagi sekali mereka berangkat meninggalkan Pao-ting. K et ika melakukan
perjalanan meninggalkan kota Pao-ting, Hui San dan Ceng Ceng sama-sama diam saja tidak banyak bicara. Akhirnya Hui San membuka percakapan.
"Ceng-moi,
kulihat engkau sejak tadi diam saja. Kenapakah"
Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"
Ceng Ceng berhenti melangkah dan memandang kepada
pemuda itu. "Aku teringat akan peristiwa di rumah paman Souw Can tadi. San-ko, tidak kelirukah jawabanmu atas pertanyaan Souw-ce (paman Souw) tadi" Tidak salahkah pilihanmu" Aku hanya seorang gadis yatim piatu yang tidak punya apa-apa sedangkan engkau. ......"
"Akupun seorang yatim piatu yan tidak punya apa-apa, Ceng-moi."
"Akan tetapi engkau seorang pendekar besar, seorang murid Siauw-lim-pai yang terkenal!"
"Aih, Ceng-moi, harap jangan berkata demikian. Perjodohan bukan melihat keadaan lahiriah seseorang, melainkan keadaan hatinya. Dan tentang hatiku, sudah sejak pertemuan kita pertama kali aku telah jatuh cinta kepadamu, Ceng moi."
"Benarkah katamu itu, San-ko?"
"Untuk apa aku berbohong, Ceng-moi" Dan engkau
sendiri, engkau tidak menolak usul perjodohan yang
diajukan Paman Souw! Kenapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah yang cantik itu berubah merah dan senyumnya
dikulum. "Ah, aku..........
aku hanya menyerahkan saja
kepada kebijaksanaan Paman Souw....."
"Kalau begitu, engkau hanya menurut pamanmu dan tidak cinta kepadaku?"
"Aih, San-ko ...... !" Ceng Ceng semakin tersipu.
Hui San melangkah maju dan memegang kedua tangan
gadis itu. Kedua tangan itu terasa hangat seperti dua ekor anak ayam.
"Jawablah,
Ceng-moi, adakah cinta di hatimu kepadaku?"
Ceng Ceng tidak menjawab, hanya mengangguk dan ia
menyandarkan mukanya di dada Hui San. Pemuda itu
merasa bahagia sekali, hatinya seperti, membesar dan dia mendekap
kepala itu, dibenamkan di dadanya.
Sampai beberapa lamanya mereka dalam
keadaan seperti itu, kemudian Hui San melepaskan dekapannya
dan mereka melanjutkan
perjalanan

Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil bergandeng tangan.
Tidak ada kesenangan
lebih besar dari pada
bertemunya dua hati dalam cinta asmara. Pada saat seperti itu,
keduanya sudah kehilangan ruang dan waktu, lupa segala. Dunia ini milik mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdua dan segala apa yang tampak di depan mata menjadi semakin indah, langit tampak semakin biru, sinar matahari semakin cerah, daun-daun semakin hijau. Segalanya serba indah dan semua suara seperti berubah menjadi nyanyian merdu yang merayakan dua hati mereka yang bersatu dalam cinta!
-oo(mch)oo- Kakek tinggi besar bermuka merah itu melangkah lebar.
Wajahnya yang gagah itu kelihatan berkerut, sinar matanya yang mencorong itu kehilangan. sinarnya. Dia melangkah sambil menyeret sebatang dayung baja dan mulutnya
berkemak-kemik bicara kepada diri sendiri. "Awas kau Song Thian Lee ..... , awas kau Song Thian Lee.........!"
Kakek itu adalah Siang Koan Bhok yang berjuluk Tunghai-ong (Raja Laut Timur) yang menjadi majikan dari Pulau Naga. Siang Koan Bhok adalah seorang di antara para datuk besar di dunia kang-ouw dan namanya sudah dikenal oleh semua orang kang-ouw dengan perasaan gentar. Baru saja dia mengalami hal yang membuat dia berduka dan marah.
Ketika mendengar tentang perang yang terjadi antara
pasukan pemberontak yang bermarkas di pantai timur dan pasukan pemerintah, dia menjadi khawatir. Dia sendiri tidak terlibat dalam perang, akan tetapi putera tunggalnya yang amat
dikasihinya, Siang Koan Tek, ikut membantu pemberontak dan ikut pula dalam perang. Dan seperti yang dikhawatirkannya, ketika dia mencari-cari di antara mayat yang berserakan, dia menemukan mayat Siang Koan Tek, puteranya! Dengan hati hancur dia mengangkat mayat
puteranya dan menguburkannya di bukit yang sunyi.
Kemudian, dengan hati penuh geram dia mendatangi tempat tinggal Song Thian Lee, panglima yang memimpin pasukan pemerintah
yang telah menghancurkan pasukan pemberontak. Siang Koan Bhok menantang Song Thian Lee Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan mereka bertanding satu lawan satu. Datam sebuah
pertandingan yang mati-matian dan seimbang itu akhirnya Siang Koan Bhok kalah dan terluka dalam. Usianya yang sudah limapuluh delapan membuat dia kalah tenaga. Maka dia meninggalkan musuh besarnya dengan hati penasaran dan mengandung dendam!
Setelah mengobati lukanya sampai sembuh, kini Siang
Koan Bhok menuju pulang ke Pulau Naga. Dia berniat untuk melatih
diri dengan tekun untuk kemudian dapat menantang Song Thian Lee lagi dan mengalahkannya,
membunuhnya! Dia melakukan perjalanan dalam keadaan
berduka dan marah, dan dalam beberapa waktu saja sejak dia menemukan mayat puteranya, Siang Koan Bhok tampak jauh lebih tua dari pada biasanya. Rambutnya yang tebal panjang itu kini telah berubah putih semua!
Pagi itu dia memasuki sebuah dusun. Kebetulan sekali di dusun itu kepala dusun sedang merayakan pernikahan
puterinya. Maka seluruh desa menjadi sibuk. Semua orang ikut merayakannya.
Ketika Siang Koan Bhok melihat keramaian ini, dia
menyeret dayungnya dan memasuki rumah yang sedang
merayakan pesta. Para petugas menerima tamu yang tidak mengenalnya mengira bahwa kakek ini datang hendak
mengemis, karena biarpun pakaian kakek itu mewah akan tetapi sudah kotor dan kusut sekali. Empat orang petugas itu lalu menyambutnya dan seorang di antara mereka
berkata. "Orang tua, kini bukan waktunya minta sedekah.
Pergilah dan lain kali saja kau datang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid III Mendengar ini, Siang Koan Bhok memandang empat
orang itu dengan mata mencorong. "Kalian mengira aku mengemis?"
"Habis apa lagi kalau bukan ..... " Belum habis orang itu berkata, dayung itu menyambar dan empat orang itu
berpelantingan dengan kepala remuk dan tewas seketika.
Belasan orang yang menganggap diri mereka kuat segera berdatangan dan melihat empat orang tewas oleh seorang kakek, mereka menjadi marah dan mencabut senjata
mereka. Akan tetapi Siang Koan Bhok yang sedang kesal hatinya itu kembali mengayunkan dayungnya beberapa kali dan belasan orang itupun berpelantingan dan tewas!
Melihat ini, kepala dusun yang menjadi tuan rumah
terkejut sekali dan cepat dia maju dan berlutut di depan Siang
Koan Bhok. "Lo-cian-pwe,
mohon lo-cian pwe mengampuni kami yang tidak bersalah dan sedang merayakan pernikahan anak perempuan kami."
"Hemm, tidak tahukah kalian bahwa tuan besarmu
datang karena merasa haus dan lapar" Hayo keluarkan
hidangan untukku, dan yang harus melayani aku adalah sepasang mempelai itu. Cepat kerjakan atau aku akan
membunuh semua orang yang berada di sini!"
"Baik, baik,......... lo-cian-pwe,......... silakan duduk di dalam......... !"
Siang Koan Bhok menyeret dayungnya dan dipersilakan
duduk di meja kehormatan. Sepasang mempelaipun di paksa ayah mereka untuk keluar, memberi hormat lalu melayani kakek itu makan minum!
Selagi Siang Koan Bhok makan minum, tiba-tiba
terdengar suara lantang dari luar. "Siang Koan Bhok, tuabangka iblis! Sampai sekarang engkau belum juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengubah watakmu yang kejam. Sekali ini aku tidak
mungkin tinggal diam saja!"
Di luar rumah itu telah berdiri seorang kakek yang
tubuhnya pendek gendut serba bulat, pakaiannya seperti jubah pertapa yang sederhana. Tangan kanannya memegang sebuah kebutan panjang berbulu putih. Melihat kakek yang usianya sekitar limapuluh tiga tahun ini, Siang Koan Bhok mengerutkan alisnya dan kemarahannya memuncak. Setelah menenggak lagi cawan araknya sampai habis, dia lalu
bangkit berdiri dan menyeret dayungnya keluar dari rumah itu sampai dia berhadapan dengan si kakek gendut.
"Hemm, Thian Tok. Berani engkau mengganggu aku"
Rupanya engkau sudah bosan hidup, ya?"
Kakek pendek gendut itu bernama Gu Kiat Seng dan
berjuluk Thian Tok (Racun Langit), seorang di antara para datuk dan terkenal sebagai Datuk Barat. Akan tetapi
berbeda dengan para datuk besar yang biasanya berwatak keras dan kejam, menghendaki agar segala kemauannya
ditaati siapa saja, tidak demikian dengan Thian Tok. Biarpun dia bukan golongan pendekar, akan tetapi dia tidak pernah melakukan kejahatan.
"Bagus, mari kita tentukan siapa yang lebih unggul di antara kita. Akan tetapi bukan di dusun ini. Mari kita mencari tempat sunyi di luar dusun!" Setelah berkata demikian, Thian Tok melompat dan cepat sekali pergi dari situ, dikejar oleh Siang Koan Bhok. Dalam keadaan sakit hati, duka dan marah seperti itu, semua orang dianggap musuh oleh Siang Koan Bhok, maka tantangan itu tentu saja diterimanya dengan marah.
Setelah kedua orang kakek yang berlari cepat seperti terbang itu tiba jauh dari dusun, di sebuah lapangan rumput yang sunyi dan di sana tidak tampak seorangpun, Thian Tok berhenti. Siang Koan Bhok segera menghadapinya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan dua orang kakek itu berdiri sating berhadapan seperti dua ekor ayam jantan hendak bertanding!
"Thian Tok, engkau lancang mencampuri urusanku, berarti engkau sudah bosan hidup!" kata Siang Koan Bhok sambil melintangkan dayung bajanya di depan dada.
"Hemm, justeru engkau yang bosan hidup. Engkau
membunuh belasan orang dusun yang tidak berdosa. Kalau aku tidak melihatnya masih tidak mengapa. Akan tetapi setelah aku melihatnya, terpaksa aku harus melenyapkan iblis keji seperti engkau dari permukaan bumi agar jangan membunuhi orang tidak berdosa lagi," kata Thian Tok yang sudah mempersiapkan senjatanya, yaitu kebutan berbulu merah.
"Thian Tok, jahanam sombong. Engkaulah yang akan mampus!" Siang Koan Bhok berteriak dan dayungnya menyambar dahsyat. Akan tetapi sekali ini yang diserangnya adalah Datuk Barat, maka dengan mudahnya Thian Tok
mengelak dan kebutannya menyambar ke depan. Hebatnya, begitu kebutan menyambar, bulu kebutan yang biasanya halus lemah itu tiba-tiba menjadi kaku dan kuat seperti kawat-kawat baja dijadikan satu. Kebutan itu menusuk ke arah perut Siang Koan Bhok. Akan tetapi majikan Pulau Naga inipun sudah mengenal kehebatan lawan, maka dia memutar dayungnya menangkis, lalu menyerang lagi dengan dahsyat. Demikianlah, terjadi perkelahian satu lawan satu yang seru dan hebat, dan tidak disaksikan oleh siapapun.
Begitu hebat tenaga mereka sehingga di sekitar mereka ada angin menyambar-nyambar dengan kuatnya.
Mereka tidak tahu bahwa di belakang sebatang pohon
yang tumbuh tidak jauh dari situ, terdapat seorang yang mengintai dan menonton pertandingan mereka. Orang ini masih muda, berpakaian serba putih, wajahnya tampan dan gerak geriknya lembut dan halus, akan tetapi lengan kirinya buntung sebatas siku sehingga lengan baju bagian kiri itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kosong dan tergantung lepas di sisi tubuhnya. Pemudi ini bukan lain adalah Ouw Kwan Lok! Pemuda yang pernah
menjadi murid mendiang Pak-thian-ong Datuk Utara dan juga Thian-te Mo-ong Datuk Besar Selatan itu menonton perkelahian dengan penuh perhatian. Seperti kita ketahui, belum lama ini Ouw Kwan Lok bertemu dengan Lee Cin,
seorang di antara tiga musuh-musuh gurunya yang harus dibunuhnya. Dua orang yang lain adalah Song Thian Lee dan
isterinya, Tang Cin Lan. Akan tetapi dalam perkelahiannya melawan Lee Cin, dia kehilangan lengan kirinya. Untung dia masih dapat melarikan diri sehingga tidak sampai terbunuh oleh gadis perkasa itu. Dia mengobati luka di lengan buntungnya dan pagi hari ini secara tidak disengaja dia menjadi saksi sebuah perkelahian yang seru dan hebat antara dua orang datuk besar itu!
Kwan Lok pernah bertanding melawan Thian Tok ketika
dia menculik Ceng Ceng dan terpaksa dia melarikan diri me ninggalkan Ceng Ceng yang kemudian menjadi murid datuk itu. Dan kini dia melihat datuk yang pernah mengalahkan dia itu bertanding dengan seorang kakek yang bersenjatakan sebatang dayung baja. Biarpun dia belum pernah berjumpa dengan Siang Koan Bhok, akan tetapi dia telah mendengar banyak tentang Para datuk dari gurunya, maka dia segera mengetahui siapa adanya kakek gagah perkasa itu. Diapun tahu bahwa Siang Koan Bhok adalah ayah dari Siang Koan Tek yang telah dikenalnya dan mengetahui pula bahwa Siang Koan Tek telah tewas dalam perang ketika pasukan
pemerintah kerajaan menyerbu pasukan pemberontak. Dia sendiri tidak ikut dalam perang karena sebelum itu
lengannya sudah buntung oleh Lee Gin.
Pertandingan antara kedua orang datuk itu semakin sera.
Mereka telah bertanding hampir duaratus jurus, akan tetapi masih belum ada yang tampak terdesak. Agaknya tingkat kepandaian mereka memang seimbang, dan demikian pula tenaga mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi kini perlahan-lahan Siang Koan Bhok mulai terdesak. Hal ini disebabkan karena dia baru saja sembuh dari luka dalam yang dideritanya ketika dia bertanding melawan Song Thian Lee. Kebutan bulu putih di tangan Thian Tok kini menyambar-nyambar dengan ganasnya dan Siang Koan Bhok hanya mampu mengelak dan menangkis
saja, tidak mendapat kesempatan sedikitpun untuk membalas, bahkan jelas nampa.k betapa napasnya mulai ngos-ngosan.
Ouw Kwan Lok berpikir cepat. Mudah saja baginya untuk memihak siapa. Dengan tangan kanannya dia mengambil
lima batang pisau terbangnya dan keluarlah dia dari balik pohon besar itu. Dengan hati-hati dia menimpukkan pisau-pisaunya beruntun ke arah Thian Tok yang tengah
bertanding dengan Siang Koan Bhok.
"Wirrr-wirr-wirr-wirr-wirr.........
Lima sinar menyambar ke arah tubuh Thian Tok. Kakek
ini terkejut bukan main akan tetapi dia dapat melompat ke belakang dan memutar kebutannya sehingga pisau-pisau terbang itu runtuh semua. Akan tetapi Kwan Lok sudah melompat dan menerjangnya dengan pedangnya. Biasanya dia mempergunakan sepasang pedang di kedua tangannya, akan tetapi karena tangan kirinya sudah buntung, dia hanya menggunakan
sebatang pedang saja. Akan tetapi serangannya masih berbahaya!
Thian Tok mengelak dan pada saat itu, Siang Koan Bhok yang merasa mendapat bantuan juga sudah mengayun
dayung bajanya sehingga Thian Tok dikeroyok dua. Karena ilmu silat Ouw Kwan Lok, biarpun sebelah tangannya
buntung, masih tangguh sekali, maka pengeroyokannya
membuat suasana pertandingan berubah. Kini Thian Tok terdesak hebat dan dia hanya main mundur! Masih untung baginya bahwa Siang Koan Bhok sudah hampir kehabisan tenaga maka dia masih mampu menghindarkan diri dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
desakan datuk itu. Melihat bahwa keadaannya berbahaya dan kalau dilanjutkan tentu dia akan kalah, Thian Tok lalu menggunakan gin-kangnya meloncat jauh keluar dari
kalangan pertandingan sambil berseru keras.
"Siang Koan Bhok manusia curang!' Dia lalu melarikan diri dengan amat cepatnya. Tubuhnya yang pendek gendut itu seperti bola menggelinding cepa.t sekali.
Siang Koan Bhok yang sudah kehabisan tenaga tidak
mungkin dapat mengejarnya dan Ouw Kwan Lok tidak akan berani mengganggunya kalau hanya seorang diri. Maka, Thian Tok dapat melarikan diri dengan aman.
Kini Siang Koan Bhok, dengan napas terengah-engah,
berdiri memandang kepada Kwan Lok, matanya memancarkan perasaan tidak senang. Dia adalah seorang datuk yang angkuh, maka biarpun sudah dibantu orang, hal ini malah membuat dia marah karena hal itu dianggap
merendahkan dirinya.
"Siapa engkau dan mengapa engkau membantuku?"
bentak kakek itu. Dari suara bentakannya, tahulah Kwan Lok bahwa kakek itu marah kepadanya. Dia cerdik sekali.
Tiba-tiba Kwan Lok menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itth
"Harap lo-cian-pwe memaafkan kelancangan saya. Saya bernama Ouw Kwan Lok dan saya adalah sahabat baik
putera lo-cian-pwe, mendiang Siang Koan Tek. Secara
kebetulan saja saya melihat lo-cian-pwe bertanding melawan Thian Tok. Saya sendiri pernah bentrok dengan Thian Tok, oleh karena itu biarpun saya tahu bahwa lo-cian-pwe sama sekali tidak akan kalah oleh Thian Tok, saya membantu untuk merobohkannya. Harap lo-cian-pwe suka memandang muka mendiang sahabat saya Siang Koan Tek untuk
memaafkan kelancangan saya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Senang hati Siang Koan Bhok mendengar kata-kata yang teratur baik dan sopan itu. "Hemm, permainan pedangmu seperti kukenal. Siapakah gurumu, Kwan Lok?"
Kwan Lok juga tahu bahwa kedua orang gurunya adalah
juga datuk-datuk besar, dapat dibilang rekan-rekan dari Siang Koan Bhok walaupun tingkat kepandaian Siang Koan Bhok menurut penuturan Thian-te Mo-ong lebih tinggi dari mereka. Maka diapun tidak perlu menyembunyikan diri dan dia menjawab dengan sikap hormat. "Guru saya yang pertama adalah mendiang Pak-thian-ong, adapun guru saya yang kedua adalah Thian-te Mo-ong. Kedua orang guru saya sudah bercerita banyak tentang kehebatan ilmu yang
dimiliki lo-cian-pwe. Maka, setelah kini bertemu di sini secara kebetulan sekali, saya merasa beruntung sekali dan mohon petunjuk dari lo-cian-pwe."
Siang Koan Bhok memandang wajah pemuda itu dengan
hati senang. Dia telah kehilangan putera dan tidak
mempunyai murid dan pemuda ini agaknya akan dapat
menjadi muridnya yang baik, yang dapat digemblengnya dan kelak pemuda ini sebagai muridnya dapat mewakilinya
untuk membalas dendam kepada Song Thian Lee!
"Ouw Kwan Lok, bagaimana lengan kirimu sampai
buntung" Apakah sejak kecil?"
Mendengar ini, Ouw Kwan Lok nenggigit bibirnya dan
matanya menjadi merah seolah dia menahan turunnya air mata karena duka. "Tidak sejak kecil, lo cian-pwe. Dan karena lengan saya buntung inilah maka saya tidak dapat ikut berperang bersama mendiang Siang Koan fek. Lengan saya ini buntung dalam usaha saya untuk membalaskan
dendam kenatian guru saya Pak-thian-ong dan kesengsaraan hidup guru saya Thian-te Mo ong."
"Siapa musuhmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Musuh saya ada tiga orang, lo-cian pwe. Pertama Song Thian Lee, kedua isterinya Tang Cin Lan dan ke tiga Souw Lee Cin."
"Dan siapa yang membuntungi lengan mu?"
"Ketika kebetulan saya bertemu dengan Souw Lee Cin kami bertanding dan karena kurang hati-hati lengan kiri saya menjadi buntung, lo-cian-pwe."
Siang Koan Bhok sudah senang sekali. Kiranya Song
Thian Lee merupakan seorang di antara musuh-musuh
pemuda ini. "Dengar baik-baik, Kwan Lok. Engkau sudah tahu bahwa puteraku Siang Koan Tek telah tewas dalam perang dan semua ini adalah karena perbuatan Song Thian Lee. Kalau aku mengambilmu sebagai murid dan anak angkat, maukah engkau kelak membalaskan kematian Siang Koan Tek
kepada Song Thian Lee?"
Bukan main girangnya rasa hati Kwan Lok. Dia memberi hormat sambil berlutut dan berkata. "Suhu yang mulia, tentu saja teecu akan merasa bahagia kalau dapat menjadi murid suhu, dan tentang membalas dendam kepada Song
Thian Lee, teecu bersumpah untuk mela kukannya, sekalian untuk membalaskan kedua orang suhu teecu."
"Bagus, kalau begitu mari kau ikut aku ke Pulau Naga."
"Baik, silhu!"
Pergilah kedua orang itu dan di sepanjang perjaalanan ke Pulau Naga, Kwan Lok bersikap baik sekali kepada gurunya.
Dia melayani suhunya dan menyediakan segala keperluan suhunya dan bersikap sangat hormat. Siang Koan Bhok
semakin girang dan bangga. Putera nya sendiri tidak pernah bersikap sedemikian baiknya seperti Kwan Lok. Maka dia mengambil keputusan untuk mewariskan seluruh ilmunya kepada murid ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-oo(mch)oo- Mati dan hidupnya setiap orang manusia berada di
tangan Tuhan. Hal ini tidak dapat dibantah oleh siapapun juga. Kalau Tuhan sudah menghendaki kematian seseorang, tidak ada dewa manapun akan mampu menyelamatkannya.
Biar dia bersembunyi di lubang semut, maut akan tetap saja menjemput. Sebaliknya kalau Tuhan tidak menghendaki
seseorang itu mati, dewa manapun tidak akan dapat
membunuhnya. Biar dihujani seribu batang anak panah, tidak satupun ada yang mematikannya.
Demikian pula dengan diri Cia Tin Han atau yang tadinya hanya dikenal se bagai Si Kedok Hitam oleh Souw Lee Cin.
Ketika untuk ke sekian kalinya Si Kedok Hitam menolong Lee Cin terbebas dari tangan keluarga Cia, dia menyuruh Lee Cin lari dan bersembunyi sedangkan dia sendiri menghadapi keluarga Cia yang amat lihai. Nenek Cia demikian marah kepada Si Kedok Hitam sehingga ia menyerangnya dengan tongkatnya dan berhasil merenggut kain penutup muka itu.
Alangkah kagetnya semua anggauta keluarga Cia itu ketika melihat bahwa wajah di balik kedok itu adalah wajah Cia Tin Han! Dan nenek Cia menjadi demikian marah melihat bahwa cucunya sendiri yang menentang mereka, lalu mengirim tendangan yang membuat tubuh Tin Han terlempar ke
dalam jurang di belakangnya. Jurang yang tak terukur dalamnya, bahkan dasarnya tidak tampak dari atas karena selalu berkabut.
Cia Tin Han adalah seorang pemuda berusia duapuluh
dua tahun, berwajah tampan dan sikapnya seperti seorang pemuda terpelajar yang tidak mengenal ilmu silat! Namun, dia pemberani luar biasa, selalu gembira dan jenaka.
Ketika Tin Han masih kecil, bersama kakaknya yang
bernama Cia Tin Siong dan yang lebih tua dua tahun
darinya, diapun dididik ilmu silat oleh keluarga Cia yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkenal memiliki ilmu silat yang tangguh. Akan tetapi Tin Han sejak kecil kurang berminat mempelajari ilmu silat dan lebih bersemangat mempelajari kesusasteraan.
Akan tetapi ketika Tin Han berusia sepuluh tahun, terjadi hal yang luar biasa. Pada suatu hari dia ber main seorang diri dan entah apa yang mendorongnya, dia mendaki bukit Lo-sian-san (Bukit Dewa Tua) yang berada dekat kota Hui-cu. Bahkan kota Hui-cu terletak di kaki bukit itu. Dia terus mendaki sampai ke puncak bukit itu dan setelah tiba di puncak dia menjadi bingung bagaimana harus turun ke
sana. Ketika mendaki puncak, dia melewati daerah berhutan yang merupakan daerah liar. Tidak ada jalan untuk turun karena naiknya tadipun dia tidak menurutkan jalan setapak, hanya berusaha mendaki saja. Kini dia menjadi bingung karena setelah dicobanya turun, selalu dia berhadapan dengan jurang yang dalam!
Tin Han adalah seorang anak yang berani dan tidak
pernah menangis. Walau pun dia bingung sekali,diapun tidak menangis dan tidak pernah berhenti berusaha mencari jalan turun. Akan tetapi, jalan yang di ambilnya bahkan membuat dia tersesat jauh dan hanya berputar-putar di sekeliling puncak itu.
Sampai hari menjadi sore dia masih berputar-putar di situ. Akhirrnya terpaksa dia berhenti karena selain kedua kakinya terasa lelah sekali, juga perutnya lapar, membuat dia kehabisan tenaga dan tubuhnya terasa lemas.
Selagi dia duduk di bawah pohon untuk mengaso, cuaca mulai menjadi remang- remang karena senja telah tiba. Dia merasa bingung, akan tetapi dia tidak takut. Tiba- tiba terdengar suara auman yang menggetarkan jantung dan Tin Han melompat berdiri. Tahu-tahu di depannya telah berdiri seekor harimau kumbang yang cukup besar, yang mendesis-desis dan memperlihatkan taringnya ketika binatang itu melihat Tin Han.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak lain tentu sudah menangis dan tubuhnya menjadi
lumpuh berhadapan dengan harimau itu. Akan tetapi Tin Han dengan tabah lalu menakut-nakuti harimau itu dengan menggereng pula dan tangannya mengambil sebongkah batu untuk disambitkan kepada harimau. Akan tetapi, harimau itu pandai mengelak lalu mengaum lagi, kini siap untuk meloncat dan menerkam bocah yang berani menye rangnya itu. Tin Han menyambar sepotong kayu dari bawah pohon dan siap- untuk melawan. Dia tidak akan menyerah begitu saja! Dengan penuh keberanian dia memegang tongkat kayu itu


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan siap memukul kalau harimau itu berani mendekatinya. Tiba-tiba harimau itu menggereng dan melompat, menerkam ke arah Tin Han. Akan tetapi berbareng dengan itu sebuah sinar hitam menyambar dan ternyata sinar itu adalah sepotong batu yang menyambar cepat dan mengenai hidung
harimau itu. Harimau itu terpelanting dan menggereng kesakitan, memandang Tin Han dengan bingung. Mendadak menyambar lagi sepotong batu yang
mengenai kepalanya. Batu itu menyambar demikian kuatnya sehingga
harimau itu menggereng kesakitan lalu membalikkan tubuhnya dan lari tunggang langgang meninggalkan Tin Han.
Tentu saja Tin Han merasa heran bukan main. Tiba-tiba terdengar seruan dari belakangnya. "Sian-cai......... !"
Dia cepat memutar tubuhnya dan melihat seorang kakek berpakaian kuning berdiri di situ. Kakek ini sudah tua, paling sedikit enampuluh lima tahun usianya dan berjenggot panjang putih, akan tetapi kepalanya botak dan dia
memakai sebuah topi kain.
Melihat kakek itu, Tin Han yang cerdik mengerti mengapa harimau itu tadi melarikan diri. Kiranya kakek ini yang telah menolongnya dan menyambitkan batu kepada harimau itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan sikap hormat dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu.
"Terima kasih atas pertolonganmu, kakek yang baik.
Kalau tidak ada kakek yang menolong, tentu sekarang saya sudah berada dalam perut harimau tadi!" katanya sambil memberi hormat.
Kakek itu mengelus jenggotnya yang panjang. "Anak yang baik, engkau tidak takut menghadapi harimau itti?"
"Saya tidak takut dan akan melawan mati-matian, kek."
"Siapakah namamu, anak yang baik?"
"Nama saya Cia Tin Han, kek."
Kakek itu melebarkan kedua matanya yang sipit. "Ah, kiranya engkau ini keturunan keluarga Cia yang berada di Hui on?"
"Benar sekali, kek."
"Engkau tentu pandai bersilat maka begitu berani."
"Tidak, kek. Aku tidak pandai silat, malah aku tidak senang mempelajari ilmu silat."
"Ehhh" Bukankah engkau ini keturunan keluarga Cia"
Siapakah ayahmu, anak Cia Hok atau Cia Bhok?"
"Paman Cia Hok dan paman Cia Bhok belum menikah, kek. Saya adalah anak ayah Cia Kun"
"Hemm, bagus. Cia Kun itu putera pertama dari nenek Cia, tentu ilmu silatnya lihai. Kenapa engkau tidak suka belajar silat?"
"Ilmu silat itu kasar dan hanya dipakai untuk berkelahi saja. Aku tidak suka berkelahi."
"Ha-ha, akan tetapi ada kalanya engkau dipaksa untuk berkelahi, sepert ketika engkau bertemu dengan harima tadi.
Kalau engkau pandai silat, tentu engkau akan mampu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalahkan harimau tadi. Begini saja, engkau mempelajari ilmu silat dari aku, bagaimana" Tidak perlu orang tuamu dan keluarga Cia tahu. Aku mengajarmu dengan diam-diam dan engkau boleh terus menyembunyikan kepandaianmu.
Sekali waktu kepandaianmu itu tentu akan ada gunanya."
"Aku tidak suka, kek."
Kakek itu mengerutkan alisnya. "Hemm, engkau anak yang keras hati. Baiklah, kalau begitu aku tidak akan menunjukkan jalan pulang padamu. Hendak kulihat sampai di mana kekerasan hatimu. Setelah berkata demikian, sekali berkelebat kakek itu sudah lenyap dari depan Tin Han.
Tin Han menjadi bingung. Hari sudah hampir malam dan dia masih belum dapat pulang. Karena mencari jalan pulang di waktu malam gelap lebih tidak mungkin lagi, maka dia lalu memanjat pohon itu dan bertekad melewatkan malam di atas pohon. Dengan demikian tidak akan ada harimau yang mengancamnya! Dia sudah melupakan lagi kakek tadi.
Semalam suntuk Tin Han tidak dapat memejamkan
matanya. Dia takut kalau sampai tertidur lalu terjatuh dari atas pohon. Malam itu dinginnya menembus tulang. Dia kedinginan dan kelaparan. Akan tetapi tetap saja dia tidak mengeluh apa lagi menangis.
Pada keesokan paginya, dia turun dari atas pohon dan kembali dia berusaha mencari jalan untuk menuruni
puncak. Dan seperti juga kemarin, usahanya tidak pernah berhasil dan dia hanya berputar-putar sekeliling puncak.
Perutnya semakin lapar dan tenaganya semakin habis.
Akhirnya dia tiba di bawah pohon yang kemarin di mana dia berhadapan dengan kakek itu. Dia benar-benar bingung.
Kedua kakinya seperti patah-patah rasanya dan seluruh tubuhnya lemas. Malam kembali tiba. Sehari tadi dia hanya dapat mengisi perutnya dengan air yang didapatnya dalam perjalanan mencari jalan turun itu. Kini perutnya terasa perih sekali dan sering berkeruyuk. Setelah malam tiba, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali dia memanjat pohon dan berdiam di atas pohon.
Akan tetapi rasa kantuk menyerangnya. Tak tertahankan rasanya. Matanya terpejam dan diapun jatuh tertidur. Akan tetapi tubuhnya terguling dari atas batang pohon dan tubuh itu tentu telah terbanting ke atas tanah sekiranya dia tidak cepat
mencengkeram ke kanan kiri dan berhasil mencengkeram ranting pohon. Dengan sisa tenaga yang
masih ada, dia mengangkat tubuhnya kembali sehingga
dapat duduk di atas ba tang pohon.
Tin Han sudah lemas sekali. Akan tetapi dia berkeras hati untuk bertahan dan menggosok-gosok kedua matanya
sampai pedih sehingga dia tidak sampai tertidur.
Pada keesokan paginya dia sudah tidak dapat turun dari pohon itu. Ketika dicobanya untuk turun, kaki tangannya gemetar dan tidak bertenaga sama sekali sehingga dia hanya mendekap batang pohon itu dan tidak dapat turun.
Tiba-tiba di bawah pohon telah berdiri kakek yang
kemarin dulu berada di situ. Kakek itu menengadah dan melihat Tin Han memeluk batang pohon, dia tertawa.
"Bagus! Kekerasan hatimu luar biasa dan daya tahanmu juga luar biasa. Engkau berbakat baik sekali. Cia Tin Han, aku mau menolongmu turun dan memberi makan, akan
tetapi berjanjilah dulu bahwa engkau suka menjadi muridku. Engkau akan kuantar pulang dan secara diamdiam aku akan mengajarkan silat kepadamu! Bagaimana"
Apakah engkau memilih mati kelaparan di atas pohon itu dari pada menjadi muridku" Apakah engkau sebodoh itu?"
Tin Han berpikir keras. Tentu saja bodoh sekali kalau dia memilih mati. Biarlah dia berjanji menjadi murid kakek itu.
Kelak kalau kakek itu melihat dia tidak berbakat, tentu akan berhenti sendiri mengajar.
"Baiklah, kakek. Saya mau menjadi muridmu," katanya dengan suara lemah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu tertawa bergelak, tubuhnya tiba-tiba melayang naik ke atas pohon. Dia memegang lengan Tin Han lalu melayang lagi ke bawah membawa Tin Han yang akhirnya dapat selamat tiba di atas tanah. Karena kedua kakinya lemas, Tin Han jatuh `berluttit dan diapun memenuhi
janjinya, menyebut, "Suhu. ..... !" dan memberi hormat.
"Ha-ha-ha, ketahuilah, Tin Han. Aku ini bukan orang lain karena aku adalah suheng dari nenekmu. Nenek Cia adalah adik
seperguruanku, akan tetapi sudah lama aku menghilang dari dunia ramai sehingga nenekmu sendiri tentu mengira bahwa aku sudah mati. Dahulu sekali, orang menyebutku dengan kata-kata pujian, akan tetapi aku
sudah melupakan itu dan sekarang, karena aku memang
tidak mempunyai nama, bagimu aku adalah Bu Beng Lo-jin (Orang Tua Tak Bernama). Mulai saat ini engkau menjadi muridku. Aku akan menentukan di mana engkau akan
belajar dariku. Sekarang, lebih dulu makan dan minumlah!"
Dari balik jubahnya kakek itu mengeluarkan sepotong besar roti kering dan daging kering, juga sebuah guci yang isinya air jernih.
Tanpa disuruh dua kali Tin Han lalu makan roti dan
daging kering. Dia minum air dari guci itu dan perutnya terasa kenyang, tenaganya pulih kembali.
"Sekarang mari ikuti aku pulang. Kalau ditanya keluargamu katakan saja bahwa engkau tersesat selama dua hari dua malam. Kemudian kau boleh pulang bersama
keluargamu. Akan tetapi setiap malam engkau harus pergi keluar dari kota Hui-cu, di luar pintu gerbang utara dan aku akan menantimu di sana."
Mereka lalu menuruni puncak. Karena
kalek itu mengenal jalan, maka sebentar saja mereka sudah tiba di lereng bukit Lo-sian. Tiba-tiba mereka mendengar suara memanggil-manggil namanya. "Tin Han......... Tin Han.........
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tin Han mengenal suara ayahnya. Bu Beng Lo-jin lalu
berkata, "Nah, engkau. temuilah mereka. Aku akan pergi dulu. Ingat, malam nanti di luar pintu gerbang utara."
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat kakek itu sudah menghilang.
"Tin Han......... !" Suara itu kembali terdengar.
"Ayah, aku berada di sini!" Tin Han berseru sambil berlari menghampiri ke arah suara. Tak lama kemudian dia melihat ayahnya, kedua orang pamannya dan juga neneknya berlari-lari menghampirinya.
"Tin Han.......... !" Cia Kun membungkuk lalu memondongnya. "Engkau membikin kami gelisah setengah mati! Ke mana saja engkau pergi?" tanya ayah yang merasa girang bukan main melihat anaknya yang kedua ini dalam keadaan selamat.
"Aku bermain-main di puncak, lalu tersesat dan tidak dapat turun sampai dua hari dua malam," kata Tin Han.
Nenek Cia menghampiri Tin Han dan memegang
lengannya untuk merasakan denyut nadinya. Nenek itu
mengerutkan alisnya dan memandang heran.
"Akan tetapi engkau tidak kelaparan! Apa saya, yang kaumakan?" tanyanya sambil memandang dengan tajam penuh elidik.
Tin Han maklum akan kelihaian nenek yang tentu tidak dapat dibohongi bahwa dia tidak makan apa-apa, maka
diapun lalu berkata, "Aku kelaparan dan aku memetik daun-daun muda untuk kumakan, nek. Dan minum air jernih.
Untung tadi aku menemukan jalah turun."
Nenek Cia percaya dan dengan gembira keluarga itu
membawa Tin Han pulang. Demikianlah, mulai malam itu, Tin Han diam-diam meninggalkan rumahnya, lalu pergi
keluar pintu gerbang utara, di mama Bu Beng Lo-jin sudah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunggu dan dia dibawa ke sebuah kuil tua yang sudah tidak dipakai lagi di luar hutan dan' mulai mengajarkan ilmu silat kepadanya.
Sungguh aneh. Setelah diberi petunjuk oleh kakek itu, timbul keinginan Tin Han untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Pengalamannya tersesat di puncak itu agaknya telah menyadarkannya bahwa ilmu silat amat berguna
untuk membela diri dari bahaya.
Untuk menghilangkan kecurigaan keluarganya, terutama nenek Cia, mulai hari itu Tin Han mau juga dilatih ilmu silat oleh ayahnya. Dia mulai mengenal ilnu silat keluarga Cia, akan tetapi dibandingkan dengan kakaknya, Cia Tin Siong, dia ketinggalan jauh dalam ilmu silat keluarga mereka itu.
Semua ilmu yang dipelajarinya dari Bu Berg Lo-jin
dirahasiakan dan tidak pernah diperlihatkan kepada siapapun juga. Setelah mempelajari ilmu silat selama sepuluh tahun, dalam usia duapuluh tahun, Tin Han ditinggalkan Bu Beng Lo jin. "Engkau sudah maju pesat sungguhpun belum mencapai kesempurnaan dalam ilmu silatmu. Dengan ilmu silatmu sekarang, agaknya sudah sukar dicari orang yang dapat mengalahkanmu. Sudah tiba waktunya kita berpisah, Tin Han. Ingat, Jangan sekali-kali menceritakan tentang diriku kepada siapapun juga."
Bu Beng Lo-jin meninggalkan Tin Han. Pemuda ini dalam pandangan keluarganya tetap sebagai seorang pemuda yang lebih pandai ilmu sastra ketimbang !mu silat. Mereka menganggap bahwa ilmu silat yang dikuasai Tin Han tidak terlalu tinggi, tidak seperti yang dikuasai Cia Tin Siong. Dan selalu Tin Han juga bersikap seperti seorang pemuda yang lemah lembut.
Akan tetapi pemuda ini mewaris watak patriot dari
keluarganya. Ia pun membenci pemerintah penjajah Manchu. Dia tidak dapat tinggal diam saja meliha betapa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjajah Mancu menguasai tanah airnya. Berbeda dengan keluarganya yang
menentang penjajah secara terangterangan, Tin Han menentang secara diam-diam Bahkan
setiap kali dia melakukan sesuatu untuk menentang para penjajah, dia selalu mengenakan pakaian hitam dan juga topeng hitam sehingga dia hanya dikenal sebagai Si Kedok Hitam.
Hanya ada perbedaan antara sikap Tin Han dan sikap
keluarga Cia. Keluarg. Cia membenci semua orang yang memegang
kedudukan sebagai pembesar Mancu dan memusuhi mereka. Bahkan keluarga Cia tidak segan-segan untuk bersekutu dengan orang-orang golongan hitam untuk memberontak. Akan tetapi Tin Han tidak demikian. Dia seorang patriot sejati yang tidak sudi bersekutu dengan perjahat, bahkan dia bersikap sebagai seorang pendekar yang menentang kejahatan walaupun hal inl dilakukan
dengan diam-diam pula.
Setelah ditinggalkan gurunya, banyak yang sudah
dikerjakan Tin Han secara diam-diam. Bahkan ketika dia mendengar betapa Beng-cu, yaitu pemimpin dunia kangouw,
direstui oleh pemerintah Mancu, dia menjadi penasaran dan menganggap Beng-cu itu sebagai antek
Mancu. Diam-diam dia lalu mendatangi Beng-cu Souw Tek Bun di Hong-san dan menantangnya. Dalam pertandingan yang seru, dia terluka sedikit lengannya oleh pedang yang lihai dan Souw Tek Bun, akan tetapi sebaliknya, dia berhasil memberi pukulan yang dahsyat kepada Beng-cu itu sehingga Souw Tek Bun menderita luka lalam yang cukup parah.
Perbuatan inilah yang membuat Souw Lee Cin mendendam kepada Si Kedok Hitam! Ia mendengar dari
ayahnya bahwa penyerangnya adalah seorang pemuda
berkedok hitam dan Lee Cin berangkat pergi untuk mencari Si Kedok Hitam untuk membalas dendam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam kisah Dewi Ular sudah diceritakan dengan jelas tentang pertemuan Lee Cin dengan Si Kedok Hitam. Aka tetapi berulang kali Si Kedok Hitam menyelamatkan Lee Cin sehingga membuat gadis ini menjadi bingung. Di satu pihak dia mendendam kepada Si Kedok Hitam, yang sudah
melukai ayahnya akan tetapi di lain pihak berulang kali dia diselamatkan oleh Si Kedok Hitam.
Paling akhir, kembali Lee Cin yang dikeroyok keluarga Cia diselamatka oleh Si Kedok Hitam. Gadis ini lari
bersembunyi dan mengintai bagaimana Si Kedok Hitam
dikeroyok oleh keluargga Cia. Ia melihat pula ketika Nenek Cia menggunakan tongkatnya untuk merenggut lepas topeng hitam sehingga ia melihat bahwa Si Kedok Hitam itu bukan lain adalah Cia Tin Han! Akan tetapi ketika itu, Nenek Cia yang marah sekali melihat bahwa orang yang selama ini menentangnya adalah cucunya sendiri, mengiri tendangan yang membuat Tin Han terlempar dan jatuh ke dalam jurang yang teramat dalam! Akan tetapi ketika gadis itu mencari jenazah pemuda yang terjatu dari tempat yang demikian tinggi, ia tidak dapat menemukan jenazah itu! Tin Han telah lenyap seperti ditelan bumi.
Apakah yang telah terjadi dengan Tin Han" Benarkah dia mati ketika terjatuh ke dalam jurang yang demikian
dalamnya" Tuhan Yang Maha Kuasa agaknya belum
menghendaki kematian pemuda ini!
Ketika dirinya tertendang dan terlempar jatuh ke dalam jurang, Tin Han masih sadar. Dia merasakan tubuhnya
melayang, makin lama semakin cepat dan dia tidak dapat berdaya. Kepalanya menjadi pening dan matanya menjadi gelap. Dia tidak dapat berdaya untuk menolong diri sendiri, maka diapun sudah pasrah saja, memejamkan matanya dan menghadapi kematian.
Namun tiba-tiba sekali sesosok bayangan hitam menyambar dari atas dan Tin Han merasa tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertahan dari kejatuhannya. Punggung bajunya terkait sesuatu, akan tetapi tubuhnya tidak berhenti melainkan melayang terus ke depan, tidak jatuh ke bawah! Diapun mendengar kelepak sayap burung. Ketika dia berdongak dan memandang ke atas, matanya terbelalak dan dia terkejut setengah mati karena mendapatkan dirinya dicengkeram oleh seekor burung rajawali hitam yang sangat besar!
Cengkeraman kaki burung itulah yang mengait punggung bajunya dan kini burung itu membawanya terbang ke arah depan, dengan kecepatan yang membuat dia pening!
Tin Han menggoyang kepalanya untuk mengusir kepeningannya dan mulai berpikir. Apa yang harus dilakukannya" Kalau dia meronta dan memegang kaki


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

burung lalu menghantamnya, tentu dia akan celaka. Kalau burung itu melepaskan cengkeram kakinya, tentu dia akan terjatuh ke bawah! Akan tetapi kalau membiarkan dirinya, dia hendak dibawa ke manakah" Mungkin ke sarang burung itu, di mana dia, akan dimangsa bersama anak-anaknya.
Akan tetapi kemungkinan kedua ini lebih baik. Kalau dia sudah dilepaskan oleh burung itu, dimana saja, baru dia akan melawan burung itu dan mengusirnya. Maka, diapun diam saja dan diam-diam mengumpulkan hawamurni untuk menghimpun kekuatan agar nanti dapat dipergunakan
untuk melawan burung rajawali hitam yang amat besar ini.
Dari atas dia melihat bahwa rajawali hitam itu membawanya terbang ke arah sebuah bukit, bukan lagi
bukit Lo-sian, melainkan sebuah bukit yang berdekatan dengan Lo-sian-san. Dia teringat bahwa bukit itu disebut Bukit Hitam karena dari jauh hutan-hutannya yang lebat membuat bukit itu tampak menghitam. Hutan-hutannya
amat besar dan liar, dan kabarnya tidak pernah ada orang berani memasuki hutan itu. Dan kini rajawali hitam itu membawanya ke bukit yang menakutkan itu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiba di atas bukit itu, rajawali mulai turun lalu terbang berputaran di atas puncak bukit. Tak lama lagi aku tentu akan diturunkan di sarangnya, pikir Tin Han dan dia sudah bersiap-siap untuk menyerang begitu diturunkan.
Kini rajawali hitam itu terbang berputaran di atas sebuah pondok yang terdapat di puncak itu! Sebuah pondok! Tempat tinggal manusia, bukan sarang burung. Beberapa kali
burung itu mengeluarkan teriakan yang melengking, memekakkan telinga Tin Han.
Dia melihat dua orang keluar dari pintu pondok itu dan mereka berdongak ke atas, lalu menuding-nuding ke arah burung. Seorang di antara mereka lalu berseru dengan suara nyaring, "Hek-tiauw ko (Rajawali Hitam), turunkan pemuda itu di sini perlahan-lahan!"
Burung itu seperti mengerti ucapan orang itu, lalu
menyambar turun dan setelah dekat dengan tanah, dia
melepaskan cengkeramannya. Tin Han melompat turun dan dapat hinggap di atas tanah dengan selamat. Burung itupun turun tak jauh dari situ, lalu membersihkan bulu-bulunya dengan paruhnya.
Tin Han merasa kecelik. Burung itu tidak hendak
menjadikan dia sebagai mangsanya, melainkan menyerahkan kepada majikannya. Dia cepat memutar tubuh menghadapi kedua orang itu dan dia terbelalak, lalu cepat menjatuhkan dirinya berlutut.
"Suhu.......... !!!" Dia berseru girang sekali. Kiranya seorang di antara kedua orang itu adalah Bu Beng Lo-jin, gurunya ang sudah hampir dua tahun meninggalkannya.
"Tin Han, tidak kami sangka engkau orangnya yang dibawa Hek-tiauw-ko ke sini. Bagaimana asal mulanya
engkau dapat dibawa burung itu ke sini?"
"Suhu, kalau tidak ada burung rajawali itu yang menolong teecu, sekarang teecu tentu sudah mati. Teecu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjatuh dari tebing gunung yang amat curam, lalu disambar oleh burung rajawali ini."
"Ha-ha-ha, sungguh kebetulan sekali. Memang burung itu dilatih untuk itu. Dan engkau harus menghaturkan terima kasihmu kepada sahabatku ini. Karena Thay Kek Cin-jin inilah yang menjadi majikan Hek-tiauw-ko!" Bu Beng Lojin -nenunjuk kepada seorang kakek lain yang sejak tadi berdiri di sebelahnya. Tin Han memandang kakek itu dan terkejut
melihat sinar mata kakek itu yang ketika memandangnya dia merasa seperti ada kilat menyambar.
Begitu penuh wibawa sinar mata itu.
Tin Han lalu berlutut di depan kakek itu dan berkata,
"Teecu Cia Ti Han menghaturkan terima kasih kepada locian-pwe."
Kakek itupun berjenggot panjang dan dia mengelus
jenggotnya sambil berseru, "Sungguh kalau sudah jodoh tak dapat
dihalangi lagi. Hek-tiauw-ko sudah menyelamatkanmu, itu berarti sudah jodoh. Dan pinto (saya) tidak dapat menentang takdir. Bu Beng Lo-jin, kebetula sekali yang berjodoh itu muridmu sendiri sehingga pinto tidak akan meragukan lagi wataknya!"
"Ha-ha-ha!
Tin Han, mengertikah engkau" Cepat haturkan terima kasih karena baru saja They Kek Cin-jin ini menerima
engkau menjadi muridnya! Peruntunganmu sungguh baik sekali. Terlepas dari cengkeraman maut
bahkan bertemu dengan seorang manusia dewa yang sukar dicari keduanya di dunia ini, ha-ha ha!"
Tin Han terkejut dan girang sekali. Kiranya kakek tadi bicara soal jodoh antara guru dan murid. Tentu saja dia girang dan cepat dia memberi hormat sambil berlutut, lalu menyebut, "Suhu, teecu siap melaksanakan semua petunjuk suhu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek yang disebut sebagai Thay sek Cin-jin itu
mengangguk-angguk dan berkata, "Tin Han, jangan lupa mengucapkan terima kasih kepada Hek-tiauw-ko atau dia akan menganggap engkau seorang manusia yang tidak
mengenal budi."
Tin Han lalu bangkit berdiri dan menghampiri burung
itu. Burung itu besar sekali, tingginya lebih dari Tin Han. Tin Han lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada burung itu dan berkata, "Hek-tiauw-ko, aku mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu yang sudah menyelamatkan nyawaku."
Burung itu mengangkat muka ke atas dan mengeluarkan
bunyi nyaring tiga kali, kemudian mengebut-ngebutkan sayapnya dan terbang melayang berputaran di atas pondok itu.
Dua orang kakek itu tertawa dan Thay Kek Cin-jin
berkata, "Hek-tiauw-ko tidak mengenal terima kasih dan sikap Tin Han hanya membuat dia malu."
Diam-diam Tin Han kagum bukar main kepada burung
itu. Bu Beng Lo-jin lalu menghampirinya dan berkata, "Nah, Tin Han. Engkau berdiamlah di sini dan jadilah murid yang baik dari Thay Kek Cin-jin."
"Ha-ha-ha, Bu Beng Lo-jin. Pinto tidak dapat lama-lama berdiam di sini. Paling lama pinto hanya dapat mengajarkan ilmu selama tiga bulan saja kepada Tin Han," kata Thay Kek Cin-jin.
Bu Beng Lo-jin lalu berkata lagi kepada Tin Han. "Tin Han, kalau dia mau mengajarmu selama tiga bulan, itu sama saja dengan kalau engkau belajar selam sepuluh tahun dariku. Cepat haturkan terima kasih!"
Tin Han terkejut dan girang, lalu menghaturkan terima kasih kepada gurunya yang baru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Thay Kek Cin-jin, sekarang terpaksa aku harus meninggalkan tempat ini. Sudah tiga hari tiga malam aku tinggal sini, sudah cukup lama. Selamat berpisah kawan, dan engkau rajin-rajinlah mempelajari ilmu di sini, Tin Han!"
"Sian-cai ...... engkau selalu melakukan perjalanan.
Kapankah perjalananmu itu akan berhenti, sobat?" kata Thay Kek Cin-jin.
"Bukankah hidup ini suatu perjalanan" Aku menurutkan hati dan kakiku, Cin-jin dan selama ini hati dan kakiku tak pernah mengecewakan aku. Nah, selamat tinggal!" Setelah berkata demikian, Bu Beng Lo-jin berkelebat dan lenyap dari situ.
"Nah, Tin Han. Pinto hanya dapat memberi bimbingan kepadamu selama tiga bulan saja. Karena itu pinto harus melihat dulu sampai di mana tingkat kepandaianmu. Hektiauw-ko yang akan menjadi teman berlatih untukmu."
Kakek itu lalu mengeluarkan suara melengking pendek dan burung rajawali hitam itu lalu menyambar turun dan
hinggap di atas tanah depan Thay Kek Cin-jin.
"Hek-tiauw-ko, engkau harus melayani Tin Han ini berlatih
setiap kali dikehendakinya.
Sekarang, ujilah kepandaiannya, akan tetapi jangan melukainya!"
Burung itu seperti mengerti ucapan orang dan dia lalu berloncatan menghadapi Tin Han, lain mengeluarkan suara pendek tiga kali seperti menantang bertanding!
"Bersiaplah, Tin Han. Jangan pandang ringan Hek-tiauwko atau engkau akan dirobohkan dalam beberapa gebrakan saja! Mulailah, engkau boleh menyerangnya lebih dulu!"
Tin Han menaati perintah ini. Dia lain menerjang ke
depan untuk menghantam ke arah dada burung rajawali itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wuuuutt ..... plakk!"
Tin Han terkejut sekali
ketika sayap burung itu
menangkis pukulannya dan hampir saja dia terpelanting. Demikian kuatnya sayap itu. Hal ini
membuatnya lebih berhati-hati dan dia lalu
menerjang lagi, menampar ke arah kepala burung sambil melompat
ke atas. Akan tetapi kembali sayap burung menangkis dan Tin Han
menarik kembali tamparannya lalu kakinya menendang ke arah perut
burung. Hek-tiauw-ko kembali dapat mengelak dan mereka lalu bertanding dengan serunya. Tin Han membatasi pukulannya karena dia tidak mau melukai burung yang telah menyelamatkan nyawanya.
Burung itupun menyerang dengan patukan paruhnya dan
sabetan sayapnya. Akan tetapi Tin Han yang maklum akan besarnya tenaga burung itu, mempergunakan kelincahannya untuk mengelak dan balas menyerang. Akan tetapi sampai limapuluh jurus, belum juga dia dapat mengalahkan Hektiauw-ko, bahkan ketika burung itu membuka kedua
sayapnya dan menyerang dengan kedua sayap bergantian, dia men jadi terdesak dan terhuyung.
"Cukup!" kata Thay Kek Cin-jin dan burung itupun menghentikan gerakannya dan melompat ke belakang. Juga Tin
Han menghentikan gerakannya, lalu menghadap gurunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, ternyata tidak sia-sia Bu Beng Lo-jin memimpinmu selama sepuluh tahun, Tin Han. Ilmu
kepandaianmu sudah cukup bagus dan kalau engkau tidak membatasi tenagamu, belum tentu Hek-tiauw-ko akan
mampu mempertahankan diri terhadap serangamu. Dalam
waktu tiga bulan ini, pinto akan mengajarkan cara
menghimpun sin-kang untuk memper kuat sin-kang dalam tubuhmu dan semacam ilmu silat tangan kosong yang pinto ambil dari gerakan-gerakan Hek-tiauw-ko. Ilmu silat ini boleh kau namakan Hektiauw-kun (Silat Rajawali Hati
Kosong). Disebut demikian karena untuk dapat menghimpunnya, engkau harus dapat mengosongkan semua hati akal pikiranmu, dan kalau engkau sudah dapat melatih sampai ke puncaknya, kiranya akan sukar ada orang dapat menandingi sin-kangmu itu. Nah, kini perhatikan Hek-tiauwkun yang harus kaupelajari baik-baik."
Kakek itu lalu bersilat dan banyak gerakannya mirip
dengan gerakan burung rajawali, kedua lengan menjadi seperti sayap dan kedua kaki menjadi cakar. Bahkan kepala dapat dipergunakan untuk menyerang seperti seekor burung rajawali menyerang dengan paruhnya.
Mulai hari itu, Tin Han belajar ilmu silat dengan tekun sekali. Selain mempelajari ilmu silat, diapun melayani suhunya dengan baik. Mencarikan sayur-sayuran yang
disukai gurunya, memasakkan masakan dan mencarikan air minum. Semua dilakukan dengan tekun dan penuh
perhatian sehingga hati Thay Kek Cin-jin menjadi semakin suka kepada pemuda itu. Baru sebulan belajar, Hektiauw-ko sudah tidak mampu melawannya. Dalam belasan jurus saja dia sudah mampu merobohkan burung itu sehingga
terpelanting dan akhirnya burung itu tidak mau lagi diajak berlatih!
Waktu berlalu dengan amat cepatnya dan tahu-tahu tiga bulan telah lewat! Akan tetapi, Tin Han sudah mampu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menguasai dua ilmu itu dalam waktu tiga bulan! Hal ini bukan karena ilmunya yang mudah dipelajari, akan tetapi karena dia telah memiliki dasar yang kuat yang diberikan oleh
Bu Beng Lo-jin dan terutama sekali karena ketekunannya. Setiap hari dia berlatih sampai jauh malam!
Setelah lewat tiga bulan, pada suatu hari Thay Kek Cin-jin memanggilnya. Tin Han yang telah tahu bahwa waktunya tiba, segera menghadap kakek itu dan dia berlutut di depan kakinya.
"Tin Han, engkau tentu telah mengetahui bahwa waktu tiga bulan yang kuberikan kepadamu telah tiba. Hari ini engkau harus berpisah dari pin-to. Pinto sendiri akan pergi meninggalkan tempat ini dan entah kapan akan kembali.
Pesan pin-to yang terakhir, jangan meniru perbuatan
keluarga Cia yang demi perjuangan tidak segan untuk
bersekutu dengan orang jahat dan orang Jepang seperti yang telah kauceritakan kepada pin-to. Pendapatmu sudah benar.
Perjuangan mengusir penjajah Mancu baru akan dapat
terlaksana kalau semua orang gagah semua penjuru bersatu menghimpun tenaga rakyat, karena hanya rakyat dengan pimpinan pendekar patriot sejati saja yang akan mampu mengusir penjajah Mancu yang saat ini sangat kuat.
Sebelum mendapat kesempatan ke arah itu, engkau
bertindaklah sebagai seorang pendekar yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, menolong yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang. Ingat, banyak pejabat Mancu yang terdiri dari orang-orang Han yang gagah perkasa dan mereka itu sedikit banyak mengurangi penindasan yang dilakukan pemerintah terhadap
rakyat. Kebiasaan yang dahulu dengan menyembunyikan diri di balik kedok adalah suatu hal yang baik dan menguntungkan. Membantu dan menolong orang
tidak perlu menonjolkan diri dan tidak perlu dikenal, selain itu engkau tidak mudah dicari oleh orang-orang Mancu yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin akan mengejar ngejarmu sebagai seorang penjahat yang menentang pemerintah. Mengertikah engkau, Tin Han?"
"Teecu mengerti, suhu. Ada satu hal yang. teecu mengharapkan akan mendapat persetujuan suhu."
"Hemm, katakanlah. Apa itu?"
"Kalau teecu menyembunyikan diri di balik kedok, teecu harus menyembunyikan juga nama aseli teecu. Karena itu, kalau suhu menyetujui, teecu akan memakai nama Hektiauw-ko sebagai nama samaran karena biasanya teecu
memang suka mempergunakan pakaian serba hitam."
"Ha-ha-ha, bagus sekali! Pin-to setuju! Engkau boleh memakai nama Hektiauw Eng-hiong (Pendekar Rajawali
Hitam), akan tetapi ingat, jangan mencemarkan nama baik Hek-tiauw-ko yang pernah menyelamatkan nyawamu."
"Teecu akan menaati semua pesan suhu."
"Nah, sekarang pin-to akan pergi!" Kakek itu lalu mengeluarkan pekik melengking pendek dan tak lama
kemudian Hek-tiauw-ko terbang menyambar ke bawah. Tin Han cepat menghampiri burung itu dan merangkul lehernya.
"Hektiauw-ko, kita akan berpisah. Yang baik-baik menjaga suhu dan dirimu sendiri." Hati Tin Han terharu juga karena burung raksasa itu telah menjadi sahabat baiknya, bahkan menjadi teman berlatihnya.
Thay Kek Cin-jin lalu melompat dan dengan ringan
tubuhnya melayang naik ke atas punggung burung itu. "Hek tiauw-ko mari kita pergi!" katanya dan sekali kakinya menendang, burung itu mengembangkan sayapnya dan
terbang ke atas dengan cepatnya. Tin Han mengikuti dengan pandang mata kagum. Dia sendiri selama beberapa bulan di situ, sudah pernah beberapa kali menunggang Hek-tiauw-ko dan dibawa terbang sampai ke awan di langit. Setelah berputar beberapa kali, burung itu mengeluarkan pekik Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nyaring beberapa kali seolah memberi salam kepada Tin Han, lalu dia melayang jauh.
Tin Han memandang sampai titik hitam itu lenyap dari pandang matanya. Kemudian diapun meninggalkan tempat itu sambil menikmati pemandangan alam yang tampak dari puncak itu. Jalan menuruni bukit penuh dengan hutan
belukar, akan tetapi dengan hati ringan dia memasuki hutan. Halangan jurang kalau tidak terlalu lebar dia lompati dengan mudah. Setelah dia melatih diri dengan Khong-sim Sin-kang, tubuhnya terasa ringan dan lompatannya juga amat jauh.
Dia merasa berkewajiban untuk mencari keluarganya,
setidaknya mencari ayah ibunya. Betapapun marahnya ayah ibunya, dia yakin kalau melihat dia yakin kalau melihat dia selamat mereka tentu akan merasa senang sekali. Kalau neneknya masih marah kepadanya, dia akan minta ampun kepada
neneknya yang amat galak itu. Dia lalu menggunakan ilmu berlari cepat menuruni lereng bukit itu.
-oo(mch)oo- Pegunungan Hong-san tampak indah berseri karena
musim bunga telah tiba. Di mana-mana pada permukaan
pegunungan itu tampak kehijauan dihias warna-warni


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bunga beraneka ragam. Indah sekali di pegunungan kalau musim semi atau musim bunga tiba. Dan suasana yang
indah itu menjadi meriah dan indah sekali dengan
beterbangannya ratusan ekor kupu-kupu yang juga berwarna-warni. Burung-burung berkicau di pohon-pohon dengan suara riang gembira.
Souw Lee Cin ikut merasakan suasana yang cerah dan
riang gembira itu. Hatinya juga gembira karena ia akan bertemu dengan ayahnya. Telah lama ia meninggalkan
ayahnya dan merasa rindu. Juga dengan penuh harapan ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendaki bukit Hong-san itu, harapan untuk melihat ibunya berada di puncak menemani ayahnya!
Setelah tiba di pondok yang berada di puncak gunung
Hong-san, harapan Lee Cin terpenuhi. Dengan girang sekali ia melihat ayahnya keluar dari pondok menyambutnya,
dengan Ang-tok Mo-li Bu Siang di sisinya! Dan ibunya juga tampak cantik dan bersih, sinar matanya cemerlang dan tidak ada lagi sinar kejam yang dahulu tampak dari pandang mata ibunya. Dari pandang mata dan senyum di bibir
ibunya, ia dapat mengetahui bahwa ibunya merasa berbahagia! "Ayah......... Ibu......... !" Lee Cin berlari menghampiri dan di lain saat ia telah berangkulan dengan ibunya. Dan Lee Cin tidak dapat menahan lagi air matanya! Air mata bahagia dan sekaligus air mata kedukaan! Melihat ibunya kini berbahagia dengan ayahnya tentu saja ia merasa senang, akan tetapi juga mengingatkan ia kepada Cia Tin Han yang membuatnya terharu dan bersedih.
"Eh" Kenapa engkau menangis, anakku?" Bu Siang bertanya heran sekali. Sepanjang pengetahuannya, ketika Lee Cin masih hidup bersamanya, gadis itu berhati keras dan pantang menangis. Kini, pertemuan begitu saja
membuatnya menangis! Hal ini jelas menunjukkan bahwa perangai anaknya itu telah menjadi halus.
"Aku menangis karena bahagia melihat engkau telah berada di samping ayah, ibu!" Kemudian iapun melepaskan rangkulannya dan memberi hormat kepada, ayahnya.
"Mari, mari kita masuk dan bicara di dalam, Lee Cin."
"Nah, sekarang ceritakan tentang hal yang paling penting.
Tentang ibumu tidak usah kauceritakan karena aku telah mendengar semuanya dari ibumu."
"Lalu apa yang harus kuceritakan lebih dulu, ayah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentang urusanku hendak mengundurkan diri dari jabatan Beng-cu. Apakah engkau sudah menyampaikan
kepada Hui Sian Hwe-sio atau Im Yang Sengcu tentang
keputusanku itu?"
" Aku sudah menghadap Hui Sian Hwe-sio dan suhu In Kong Thai-su dan menyampaikan keinginan ayah kepada
mereka. Dua orang tua itu lalu mengatakan bahwa
pengunduran diri ayah itu sebaiknya disampaikan dalam rapat pertemuan yang akan diadakan di sini dalam bulan ini juga. Dalam rapat itupun akan dibicarakan tentang orang-orang kang-ouw yang terbujuk oleh pa ra bajak laut Jepang untuk melakukan pemberontakan. Karena itu, kita harus bersiap menerima banyak orang kang-ouw yang akan
berdatangan ke sini atas undangan Hui Sian Hwe- sio dan suhu In Kong Thai-su."
Souw Tek Bun mengangguk-angguk. "Memang sebaiknya begitu. Akan lebih sah lagi kalau pengunduran diriku diputuskan dalam rapat pertemuan itu. Sekarang ceritakan bagaimana dengan hasil penyelidikanmu tentang Si Kedok Hitam."
Wajah Lee Cin berubah muram mendengar pertanyaan
ini karena ia segera teringat akan Cia Tin Han yang terjatuh ke dalam jurang yang teramat dalam itu.
Bu Siang adalah seorang wanita yang berpengalaman.
Melihat perubahan pada wajah anaknya, ia lalu bertanya,
"Eh, apa yang telah terjadi, Lee Cin" Pertanyaan ayahmu tentang Si Kedok Hitam agaknya mendatangkan duka di
hatimu. " Lee Cin terkejut. Ia tidak mengira bahwa ibunya telah dapat membaca isi hatinya. Maka iapun mengambil
keputusan untuk berterus terang.
"Ayah, aku sudah temukan Si Kedok Hitam. Akan tetapi ternyata dia bukan seorang jahat. Bahkan tiga empat kali dia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyelamatkan nyawaku dari ancaman bahaya yang mengancam diriku. Aku sudah bertanya kepadanya tentang penyerangannya kepada ayah dan dia menjawab sejujurnya bahwa memang benar dia yang melakukannya. Akan tetapi dia katakan bahwa hal itu dilakukan hanya untuk
memperingatkan ayah. Dia menganggap bahwa ayah adalah seorang beng-cu dukungan pemerintah Mancu. Dia seorang patriot sejati, ayah, maka dia tidak senang kalau ada orang Han membantu pemerintah penjajah Mancu. Diapun bilang bahwa dia juga terluka lengannya oleh pedang ayah.
Bagaimana aku dapat mendendam kepadanya, ayah" Dia
menyerang ayah dengan alasan kuat dan sebaliknya dia telah berulang kali menyelamatkan nyawaku. Pantaskah kalau aku memaksanya mengadu ilmu dan nyawa?"
Souw Tek Bun menghela napas.
"Sudah kuduga demikian. Dia memang tidak bermaksud membunuhku
karena kalau hal itu dilakukan, tentu sekarang aku sudah tidak berada di dunia ini. Dan alasannya memang kuat.
Sebetulnya itulah sebabnya mengapa aku hendak mengundurkan diri. Pengangkatanku sebagai beng-cu disaksikan dan direstui oleh orang-orang pemerintah Mancu.
Hal ini membuat aku merasa tidak enak, seolah-olah aku diangkat oleh pemerintah Mancu. Padahal, di sudut hatiku sendiri aku tidak suka kepada pemerintah Mancu yang
menjajah tanah air kita. Sudahlah, Lee Cin, urusanku dengan Si Kedok Hitam sudah kuanggap selesai dan tidak perlu lagi kita mencarinya, tidak perlu kami saling
mendendam. Mungkin dia yang berada di pihak yang benar."
Mendengar ini, wajah Lee Cin semakin muram. Apa
artinya menghabiskan permusuhan itu kalau Si Kedok
Hitam telah tewas"
"Kenapa engkau masih merasa berduka, Lee Cin?" tanya ibunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku teringat kepada Si Kedok Hitam, ibu. Sudah kukatakan
tadi betapa sudah beberapa kali dia menyelamatkan diriku dari ancaman bahaya. Dan yang
terakhir kalinya, ketika dia menolong dan membelaku, dia terkena tendangan yang membuat dia terlempar dan jatuh ke dalam jurang yang teramat dalam. Aku......... aku sudah mencari jenazahnya, akan tetapi tidak berhasil. Ia mati dalam keadaan mengerikan, bahkan jenazahnya tidak dapat kutemukan." Lee Cin tidak dapat menahan kesedihannya dan cepat menggunakan ujung lengan bajunya untuk
menyusut beberapa titik air mata yang membasahi pipinya.
Bu Siang dan Souw Tek Bun saling pandang. Mereka
sudah cukup tua untuk dapat menduga apa yang bergolak dalam Kati puteri mereka.
"Lee Cin, kau..... kau cinta padanya?" tanya Bu Siang.
Lee Cin memandang kepada ibunya, tidak dapat
menjawab dan tiba-tiba ia menubruk dan merangkul ibunya sambil menangis! Ulahnya ini sudah merupakan jawaban yang jelas sekali bagi suami isteri itu. Mereka juga ikut berduka bahwa puteri mereka jatuh cinta kepada seorang yang telah mati!
"Lee Cin, tenangkan hatimu," kata Souw Tek Bun dengan suara menghibur. "Kaukatakan sendiri bahwa engkau tidak berhasil menemukan jenazahnya! Hal itu berarti bahwa sangat boleh jadi dia belum mati."
Lee Cin melepaskan rangkulan pada ibunya, menyusut
air matanya dan memandang kepada ayahnya dengan mata basah.
"Bagaimana mungkin itu, ayah" Tinggi tebing dari mana dia terjatuh itu ribuan kaki. Ketika dari atas tebing aku menjenguk ke bawah, dasarnya tidak nampak, yang tampak hanya kabut. Tidak mungkin seseorang yang terjatuh ke Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam jurang yang demikian dalamnya masih dapat
selamat." "Akan tetapi buktinya, ketika engkau menuruni tebing itu, engkau tidak dapat menemukan jenazahnya, bukan"
Tidak mungkin jenazah hilang begitu saja. Banyak peristiwa aneh terjadi di dunia anakku. Siapa tahu Si Kedok Hitam itu dapat tertolong ketika dia melayang jatuh dari atas tebing itu."
Mendengar ucapan ayahnya, wajah yang muram itu
mendapatkan sinar kembali. Sinar harapan yang memenuhi hatinya dan terpancar keluar dari pandang matanya.
"Lee Cin," kata ibunya. "Engkau hanya menyebut dia Si Kedok Hitam. Sebetulnya siapakah dia" Siapa namanya"
"Namanya Cia Tin Han, ibu."
"Di mana dia tinggal?"
"Tadinya keluarganya tinggal di Hui-cu."
"Ahhh! Apakah dia mempunyai hubungan dengan
keluarga Cia, keluarga pendekar yang tinggal di Hui-cu itu?"
"Benar, ibu. Dia putera kedua."
"Lalu siapa yang menendangnya sampai dia terjatuh ke dalam jurang itu?"
Jilid IV "Yang menendangnya adalah Nenek Cia, neneknya
sendiri." "Ehhhh" Ini membingungkan!"
"Lee Cin, lebih baik engkau ceritakan semua dengan jelas tentang engkau dan Cia Tin Han itu, dan tentang Keluarga Cia di Hui-cu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena sudah menceritakan tentang perasaan hatinya
terhadap Cia Tin Han, mau tidak mau Lee Cin harus
menceritakan semuanya.
"Keluarga Cia di Hui-cu adalah keluarga pendekar patriot yang membenci pemerintah Mancu, bahkan membenci
semua orang Han yang bekerja kepada pemerintah penjajah.
Akan tetapi mereka telah bersekutu dengan Phoa-ciangkun yang memberontak, dan bersekutu pula dengan orang-orang Jepang."
"Aih, sungguh sayang. Banyak patriot yang berpemandangan sempit, mau saja diperalat oleh pengkhianat dan orang asing," kata Souw Tek Bun.
"Karena di Hui-cu muncul Si Kedok Hitam yang
mendatangi para pembesar Han, aku menjadi curiga kepada keluarga itu. Tadinya kusangka bahwa yang menjadi Si Kedok Hitam yang telah melukai ayah adalah Cia Tin Siong, cucu pertama Nenek Cia, sehingga aku ingin menantangnya.
Akan tetapi, setelah beberapa kali aku terancam bahaya maut dan Si Kedok Hitam muncul menolongku, aku menjadi sangsi. Cucu Nenek Cia yang kedua, adalah Cia Tin Han akan tetapi pemuda itu merupakan pemuda yang paling
lemah di antara keluarga Cia. Agaknya dia tidak mempelajari ilmu silat secara mendalam dan lebih suka mempelajari sastra. Dan diapun tidak setuju melihat keluarganya
bersekutu dengan orang-orang Jepang. Cia Tin Han seorang patriot sejati yang lebih mengandalkan kekuatan rakyat untuk mengusir penjajah. Karena sikap keluarganya itu, aku jadi bentrok dengan mereka. Apa lagi setelah aku bertemu dengan kakak Song Thian Lee yang sebagai panglima muda menyamar dan melakukan penyelidikan ke timur. Aku
bekerja sama dengan kakak Song akan tetapi kami tertawan oleh Keluarga Cia yang dipimpin oleh Nenek Cia, kami dikeroyok oleh para pemberontak dan orang-orang Jepang.
Dan ketika kami ditawan, kami dibebaskan oleh Si Kedok Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hitam. Kakak Song Thian Lee lalu memimpin pasukan
menyerbu Keluarga Cia yang melarikan diri. Ketika aku bertemu
mereka, kembali aku tertawan. Ketika aku terancam, muncul Si Kedok Hitam yang menolongku dan
menyuruh aku melarikan diri. Aku berlari dan mengintai ketika Si Kedok Hitam menahan serangan semua keluarga Cia. Aku melihat tongkat Nenek Cia merenggut kedok hitam dan tampaklah siapa Si Kedok Hitam! Ternyata orang yang lihai sekali ini bukan lain adalah Cia Tin Han yang dalam keadaan biasa tampak lemah. Dan Nenek Cia menjadi marah karena dikhianati cucunya, lalu dia menendang dan Cia Tin Han terlempar lalu jatuh ke dalam jurang yang teramat dalam itu."
Lee Cin berhenti bercerita dan mengerutkan alisnya.
Ibunya segera merangkulnya. "Sekarang aku mengerti mengapa engkau mencinta Si Kedok Hitam atau Cia Tin Han itu. Akan tetapi jangan putus asa, anakku. Apa yang
dikatakan ayahmu tadi benar. Belum tentu dia tewas. Boleh jadi sekali dia tertolong, entah oleh apa dan siapa."
"Benar sekali, Lee Cin. Nanti setelah selesai pertemuan rapat dan menyerahkan kembali kedudukan Beng-cu kepada mereka, ibumu dan aku ingin merantau dan biarlah kami berdua membantumu untuk mencarinya," kata Souw Tek Bun.
Lee Cin mengangguk. "Kuharap dia masih hidup seperti yang kaukatakan, ayah. Aku sendiri setelah pertemuan rapat nanti akan pergi juga untuk mencarinya. Selama hidup aku akan merasa penasaran kalau tidak mengetahui bagaimana nasibnya. Ayah dan......... aku....... aku cinta padanya dan sebagai Si Kedok Hitam diapun pernah menyatakan cinta kepadaku," kata Lee Cin sambil mengusap setetes air mata.
Bu Siang terharu, merangkul dan mencium puterinya.
"Jangan khawatir, anakku. Kami akan membantumu
menemukan dia kembali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin merasa terhibur dan berterima kasih sekali
kepada orang tuanya. Mereka lalu bersiap-siap untuk
menyambut orang-orang kang-ouw yang akan berdatangan ke Hong-san.
-oo(mch)oo- Tamu pertama yang datang ke Hong-san adalah Thio Hui San yang datang bersama Ceng Ceng. Begitu berhadapan dengan Lee Cin, Ceng Ceng memandang penuh perhatian
seperti teringat akan sesuatu. Akan tetapi Lee Cin sudah menghampirinya dan memegang lengan Ceng Ceng dan
berkata dengan gi rang.
"Enci, aku mengenalmu! Bukankah engkau gadis yang menggunakan kebutan dan pedang menyerang Siang Koan
Tek untuk menolongku" Bukankah engkau murid Thian
Tok?" Kini Ceng Ceng teringat. Gadis ini yang dulu ditolong oleh ia dan gurunya akan tetapi dibawa lari oleh seorang
berkedok hitam. "Aih, sekarang aku teringat. Engkau yang dulu dilarikan oleh orang berkedok hitam itu, bukan?"
Thio Hui San tersenyum dan memperkenalkan kedua
orang gadis itu. "Ceng moi, inilah nona Souw Lee Cin, puteri beng-cu Souw Tek Bun yang pernah kuceritakan kepadamu.
Cin-moi ini adalah nona Liu Ceng, seorang ...... sahabat baikku."
Dua orang gadis itu saling pegang tangan dan sebentar saja mereka menjadi akrab.
"Ayah, pemuda ini adalah Thio Hui San, murid dari suhu In Kong Thai-su, jadi masih terhitung suhengku sendiri." Lee Cin memperkenalkan Hui San kepada ayah ibunya. Diam-diam ia merasa girang melihat hubungan antara Hui San dan Ceng Ceng tampak mesra. Hal ini dapat ia ketahui dari Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sinar mata mereka ketika saling pandang. Ia merasa kasihan kepada Hui San yang pernah menyatakan cinta kepadanya namun ditolaknya. Dan agaknya kini Hui San telah
memperoleh gantinya dan Ceng Ceng juga seorang gadis yang baik dan perkasa.
"Paman Souw, sayalah yang diutus oleh susiok Hui San Hwe- sio untuk mengundang para tokoh kang-ouw agar
datang mengadakan rapat pertemuan di sini. Waktu yang ditentukan adalah nanti tanggal limabelas bulan ini, kurang lima hari lagi. Suhu pasti akan datang, demikian pula locian-pwe Im Yang Seng-cu ketua Kun-lun-pai juga akan datang. Mereka berdualah yang akan memimpin rapat
pertemuan karena mereka yang mengundang. Dan di dalam rapat
pertemuan itu, permintaan paman untuk mengundurkan diri akan dibicarakan."
"Ah, begitukah" Saya telah membuat kedua lo-cian-pwe banyak repot dan juga membuat engkau bersusah payah
mengundang orang-orang kang-ouw."
"Ayah, suheng Thio Hui San ini malah senang melakukan tugas itu karena memberi kesempatan kepadanya untuk
merantau. Apa lagi dalam perjalanan itu dia ditemani enci Ceng Ceng!" Lee Cin menggoda sambil memandang kepada dua orang itu. Wajah Ceng Ceng ber ubah kemerahan, akan tetapi sambil tersenyum ia berkata kepada Lee Cin.
"Ah, secara kebetulan saja kami saling berjumpa. Dan tahukah engkau,. adik Lee Cin" Perjumpaan kami adalah pada waktu aku dan suhu membantumu menghadapi
Siangkoan Tek dan ayahnya itulah! Setelah engkau dilarikan oleh orang berkedok hitam, aku kewalahan menghadapi
Siangkoan Tek. Akan tetapi untunglah, San-ko ini datang membantu sehingga kami dapat mengusir orang jahat dan ayahnya yang lihai itu."
"Dan sejak itu kalian melakukan perjalanan bersama, bukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali Ceng Ceng tersipu malu. "Benar, pertama aku ingin meluaskan pengalaman mengunjungi para tokoh
kangouw, dan kedua kalinya karena aku ingin bertemu
dengan suhu yang juga akan datang ke sini menghadiri rapat pertemuan."
Thio Hui San membantu kekasihnya yang menjadi
tersipu atas pertanyaan Lee Cin , lalu berkata kepada Lee Cin, "Cin-moi, terus terang saja, Ceng-moi dan aku telah bersepakat untuk hidup bersama."
Lee Cin sudah menduga bahwa antara kedua orang muda
itu tentu ada hubungan yang baik, maka mendengar ini ia segera memegang lengan Ceng Ceng dan berkata girang, "Ah, kalau begitu aku mengucapkan kionghi (selamat) kepada kalian! Jangan lupa mengirimkan kartu merahnya kalau saatnya tiba."
"Tentu saja!" kata Ceng Ceng yang merasa lega bahwa tunangannya telah berterus terang sehingga ia tidak perlu malu-malu lagi.
Lee Cin segera dapat akrab dengan Ceng Ceng dan
sepasang prang muda itu diberi kamar di dalam rumah
Souw Tek Bun, bukan dianggap sebagai tamu bahkan
sebagai keluarga sendiri.
Tanggal limabelas tiba dan sejak pagi-pagi sekali,
berbondong orang mendaki puncak Hong-san untuk menghadapi rapat pertemuan. Karena Souw Tek Bun
memang tidak mempunyat prabot seperti meja kursi untuk menyambut
para pendatang, dia menyambut dan mempersilakan mereka pergi ke lapangan rumput tak jauh dari pondoknya. Lapangan rumput itu luas sekali dan dapat menampung ratusan orang.
Bermunculan tokoh-tokoh dunia persilatan, terutama
sekali para wakil partai persilatan yang besar seperti Siauwlim-pai, Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Kong- thong-pai, bahkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari Gobi-pai yang jauh juga mengirim dua orang tokoh wanita untuk menghadiri rapat pertemuan itu. Akan tetapi sekali ini, Hui Sian Hwesio tidak mengundang wakil dari pemerintah untuk menghindarkan bentrokan dari mereka yang pro dan anti pemerintah. Para tokoh yang telah disebut datuk besar juga berdatangan.
Thiah-te Mo-ong Koan Ek, Raja iblis Selatan, juga hadir dan dia datang seorang diri saja. Kemudian Siangkoan Bhok datang
bersama muridnya yang telah mempelajari simpanannya, yaitu Ouw Kwan Lok yang lengan kirinya
buntung. Setelah itu muncul pula Thian-tok Gu Kiat Seng yang disambut dengan penuh kegembiraan oleh Ceng Ceng.
Lee Cin memandang dengan alis berkerut ketika ia
melihat Ouw Kwan Lok datang bersama Siang Koan Bhok.
Pemuda itu buntung lengan kirinya oleh pedangnya.
Kemudian Lee Cin terkejut juga ketika melihat Nenek Cia datang pula bersama Cian Kun dan Cia Tin Siong! Akan tetapi ia menyambut mereka semua dengan sikap tenang saja, karena mereka semua itu datang untuk membicarakan urusan dunia kang-ouw, terutama untuk membicarakan


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengunduran diri ayahnya. Namun diam-diam hatinya
berdebar tegang juga. Hadirnya orang-orang ini tentu akan menimbulkan guncangan.
Di antara banyak orang tokoh lain, tampak pula Pek I Lokai, yaitu guru dari Tang Cin Lan isteri panglima muda Song Thian Lee. Kini yang mewakili Siauw-lim-pai selain Hui Sian Hwesio, datang pula In Kong Thaisu yang menjadi ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu.
Setelah matahari naik tinggi, semua tamu sudah
berkumpul di lapangan rumput di tengah mana didirikan sebuah panggung terbuka, Souw Tek Bun sebagai tuan
rumah lalu naik ke atas panggung. Begitu dia naik ke atas panggung dan memberi hormat ke empat penjuru, keadaan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi hening dan orang-orang yang hadir menghentikan percakapan mereka yang membuat suasana menjadi gaduh.
"Cu-wi (Saudara sekalian) yang mulia. Sebagai tuan rumah di Hong-san ini, saya menghaturkan selamat datang kepada cu-wi dan terima kasih bahwa ini hari cu-wi
melelahkan diri mendatangi tempat ini, sesuai undangan yang diberikan oleh pihak Siauw-lim-pai. Oleh karena pengundangnya
adalah Siauw-lim-pai, maka saya menyerahkan agar pimpinan selanjutnya dipegang oleh wakil dari Siauwlim-pai demi kelancaran rapat pertemuan ini." Dia lalu memberi hormat sambil membungkuk ke arah Hui Sian Hwesio yang dalam pemilihan dahulu menjadi wakil ketua Bengcu bersama lm Yang Sengcu ketua Kunlunpai. "Silakan, lo-cian-pwe."
Hui Sian Hwesio tersenyum lebar dan diapun naik ke
atas panggung itu. Seperti yang dilakukan Souw Tek Bun yang kini sudah turun dari panggung, diapun memberi
hormat ke empat penjuru dan suaranya terdengar lembut namun lantang ketika dia bicara.
"Saudara sekalian yang terhormat, dari pihak kami terpaksa mengadakan rapat pertemuan ini karena terjadi hal-hal yang teramat penting yang patut untuk kita
perbincangkan bersama. Pertama-tama adalah keinginan Bengcu kami untuk mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai bengcu."
Segera terdengar seruan-seruan yang tidak setuju, riuh rendah mereka bicara untuk menyatakan ketidak-setujuan mereka sehingga suasana menjadi gaduh kembali.
Hui Sian Hwesio lalu mengangkat tangannya untuk
minta kepada semua yang hadir agar tenang. Setelah
suasana menjadi tenang kembali diapun berkata, "Cuwi, hendaknya mengetahui bahwa bengcu Souw Tek Bun
mengundurkan diri karena alasan pribadi dan tentu saja dia berhak menentukan hal itu. Agar lebih jelas, kami persilakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bengcu Souw Tek Bun untuk mengemukakan alasannya
mengapa dia mengundurkan diri dari jabatan bengcu. Kami persilakan!"
Souw Tek Bun kembali naik ke panggung dan berkatalah dia
dengan suara lantang. "Saudara sekalian, saya mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari
kedudukan bengcu karena dua hal. Pertama, karena saya merasa tidak tepat dan bahwa tingkat kepandaian saya belum cukup untuk saya menjadi bengcu. Masih banyak
saudara lain yang jauh lebih pandai dari pada saya untuk menjadi bengcu, lebih tepat dan lebih pantas. Kedua, karena saya ingin hidup tenang dengan keluarga saya, maka saya mengambil keputusan untuk berhenti menjadi bencu!"
Kembali orang-orang saling bicara sendiri sehingga
suasana menjadi gaduh. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring mengatasi semua suara itu dan ternyata yang bicara itu adalah nenek Cia. Ia menggerak-gerakkan tongkat naganya ke atas kepala dan berteriak,
"Dengarlah aku bicara!" Semua orang kini diam dan semua mata ditujukan kepadanya.
"Aku setuju sekali kalau Souw Tek Bun berhenti menjadi bengcu. Kami seluruh keluarga Cia memang tidak sertuju dia menjadi bengcu. Dia hanya bengcu yang di pilih oleh pemerintah Mancu dan siapa tahu kalau dia menjadi antek Mangcu!"
Mendengar ini, suasana menjadi gaduh dan Im Yang
Seng-cu segera naik ke atas panggung. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas minta kepada semua orang untuk diam, lalu dia berkata.
"Kalau Souw-enghiong hendak mengundurkan diri dari kedudukan bengcu, hal itu adalah haknya dan kita semua tidak mungkin bisa memaksa orang menjadi bengcu di luar kehendaknya. Akan tetapi pinto sungguh tidak senang
mendengar dia disangka menjadi antek Mancu. Pinto sendiri Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi wakil ketua dan tidak pernah melihat ketua kita menjadi antek Mancu. Ucapan keluarga Cia tadi hanya
fitnah belaka! Pinto dan sahabat Hui Sian Hwesio adalah wakil-wakil ketua bengcu dan kami berdua menyatakan
bahwa Souw-enghiong selama menjadi bengcu tidak pernah menjadi antek penjajah Mancu!"
Setelah lm Yang Seng-cu turun dari atas panggung, tiba-tiba seorang melompat naik ke atas panggung dan
gerakannya demikian ringan seolah dia terbang saja. Semua orang memandang dan sebagian besar dari mereka mengenal siapa adanya kakek itu. Kakek yang usianya mendekati enampuluh tahun ini bertubuh tinggi besar dan bermuka merah. Juga dia memegang sebatang dayung baja yang
besar. Dia adalah Siang Koan Bhok dan berjuluk Tung-hai-ong (Raja Laut Ti mur), seorang datuk yang nama besarnya sudah terkenal di dunia kang- ouw. Munculnya datuk ini tentu saja menarik perhatian orang dan semua orang
memperhatikan dan ingin mendengar apa yang dikatakannya. "Kami dari Pulau Naga setuju sepenuhnya dengan
ucapan Keluarga Cia tadi. Kita semua mengenal Keluarga Cia sebagai Keluarga patriot yang selalu berusaha untuk menentang pemerintah penjajah Mancu. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh Souw-bengcu selama dia menjadi bengcu" Dia tidak pernah menggerakkan kita untuk menentang pemerintah penjajah! Seorang beng-cu harus memimpin kita semua untuk menentang penjajah, menggulingkan penjajah dan melepaskan rakyat dari belenggu penjajahan!"
Tepuk sorak menyambut ucapan yang bernada gagah
dan patriotik ini. Akan tetapi Siang Koan Bhok kembali mengangkat kedua tangan ke atas untuk minta agar semua orang diam. Setelah suasananya menjadi hening, dia berkata lagi dengan suaranya yang dalam dan lantang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara sekalian! Selama ini, di Timur sudah banyak orang gagah yang bangkit untuk menentang pemerintah, namun sayang mereka diserbu oleh kekuatan pasukan
pemerintah yang besar sehingga gerakan mereka gagal.
Kalau saja Beng-cu dan para Wakilnya membantu gerakan itu dan mengerahkan seluruh kekuatan dunia kang-ouw, tentu usaha itu akan berhasil baik. Akan tetapi beng-cu dan para wakilnya diam saja, maka sudah tepatlah kalau Souw-beng cu mengundurkan diri. Sekarang kita perlu melakukan pemilihan Beng-cu baru yang pantas untuk memimpin kita berjuang melawan penjajah. Kami sudah bicara, kemudian terserah saudara sekalian" Siang Koan Bhok turun dari panggung disambut tepuk sorak ramai yang mendukungnya.
Kini Hui Sian Hwe-sio yang berada di panggung. Setelah semua orang diam, hwe-sio tokoh Siauw-lim-pai inipun berkata dengan suara lembut namun cukup lantang.
"Apa yang diucapkan oleh saudara Bhok itu tidak sepenuhnya benar. Biarpun kami tidak pernah melakukan perlawanan
yang sifatnya memberontak terhadap pemerintah, itu bukan berarti bahwa kami pro-pemerintah penjajah, apa lagi menjadi anteknya. Kami hanya melihat bahwa waktunya belum tiba dan kekuatan pasukan
pemerintah amat kuat. Kami orang-orang yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, diam-diam adalah berjiwa patriot
juga. Justeru gerakan-gerakan
yang sudah memberontak terhadap pemerintah itulah yang kita hendak bicarakan setelah urusan pengunduran diri Souw-bengcu selesai. Kami melihat banyak orang kang- ouw yang
bersekutu dengan orang-orang asing untuk melakukan
pemberontakan dan hal ini kami sama sekali tidak setuju.
Apa lagi kalau bersekutu dengan para gerombolan penjahat yang
menggunakan perjuangan sebagai kedok untuk menutupi kejahatan mereka mengacau rakyat jelata. Kami adalah patriot-patriot sejati yang tidak sudi bersekutu dengan mereka. Kami adalah pembela-pembela rakyat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan penindas rakyat. Hal ini tentu cu-wi telah mengetahuinya dengan baik untuk membedakan mana
pejuangan sejati dan mana yang palsu."
"Kami protes!" Tiba-tiba Nenek Cia melompat ke atas panggung. Melihat ini, terpaksa Hui Sian Hwe-sio turun untuk memberi kesempatan kepada nenek itu untuk bicara.
"Kami protes atas ucapan Siauw-li pai tadi!" Nenek Cia berkata lantang "Kami sendiri mengakui bahwa baru-baru ini kami berjuang melawan penjajah dan kami bekerja sama dengan pasukan pemberontak dan dengan orang-oran
Jepang! Walaupun kami telah gagal, akan tetapi kami
anggap apa yang kami lakukan itu sudah benar! Pada saat seperti sekarang ini, perjuangan menentang penjajahan harus dilakukan oleh semua pihak. Tidak perduli golongan putih atau Imam, harus bersatu padu untuk mengusir
penjajah. Tidak perduli kita bersekutu dengan orang asing, yang penting penjajah Mancu harus digulingkan. Kita perlu bertindak, sekarang juga, dengan mempersatukan segala pihak berjuang, bertindak sekarang juga, bukan hanya dengan omong kosong!" Setelah berkata demikian, Nenek Cia lalu melompat turun dari atas panggung dan kata-katanya yang bersemangat itu mendapat sambutan meriah. Suasana terasa panas menegangkan karena ada dua pihak yang
berbicara dan saling bertentangan.
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang nyaring mengatasi semua kegaduhanan sesosok tubuh yang pendek gendut
melayang naik ke atas panggung. Dia dalah seorang kakek berusia limapuluh empat tahun yang bertubuh pendek
gendut serba bulat, pakaian jubah pertapa dan tangannya memegang sebatang kebutan bulu putih. Dia adalah Thian Tok (Racun Langit) Gu Kiat Seng. Dia mengangkat tangan kiri dan kebutannya ke atas sehingga suasana menjadi tenang. Lalu terdengar suaranya yang melengking tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara sekalian! Saya melihat jalannya rapat tidak beres dan terjadi perbantahan. Kalau dilanjutkan begini bisa berakhir dengan perkelahian di antara kita sendiri. Sekarang harap diputuskan dulu acara pertama, yaitu tentang
pengunduran diri Souw- bengcu dari kedudukannya sebagai beng-cu. Apakah hal ini dapat disetujui" Jawablah yang keras!"
Semua orang memang tidak melihat perlunya kedudukan
beng-cu bagi Souw Tek Bun dipertahanankan karena
orangnya sudah memberi asalan pengunduran diri, maka serempak mereka menjawab, "Setujuuuu. ..... !!"
"Bagus, bagus!" Thian Tok berseru. "Berarti acara pertama sudah beres. Kini, sebelum kita meningkat ke acara kedua sebaiknya kalau diadakan pemilihan beng-cu baru lebih Kalau sudah begitu, maka beng-cu baru yang akan memimpin
rapat membicarakan tentang perjuangan. Bagaimana, saudara sekalian, apakah usul saya ini
disetujui?"
"Setujuuu.......... !" Kembali orang-orang berseru nyaring.
Hui Sian Hwe-sio naik ke panggung dan dia mengangguk-angguk lalu memberi hormat kepada Thian Tok. "Saudara Gu, terima kasih atas usul saudara yang tepat ini." Thian Tok tersenyum dan melompat turun kembali, meninggalkan Hui Sian Hwe-sio seorang diri.
"Cu-wi, apa yang diusulkan oleh saudara Thian-tok Gu Kiat Seng, tadi memang tepat sekali. Sekarang Souw-sicu sudah bukan beng-cu lagi dan kedudukan beng-cu menjadi kosong. Kami sebagai pengundang berkewajiban untuk
mengadakan pemilihan beng-cu baru. Nah, saudara-saudara boleh mengajukan wakil-wakil calon beng-cu."
Nenek Cia melompat ke atas panggung dan berkata,
"Kami harap saudara sekalian tidak salah pilih. Karena perlu orang yang bersamangat muda sebagai pemimpin, sebaiknya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau kita memilih calon-calon muda! Kami sendiri mengajukan cucu kami, Cia Tin Siong sebagai calon bengcu!" Setelah berkata demikian, Nenek Cia melompat turun lagi.
Hui Sian Hwe-sio berkata, "Siapa lagi yang akan rpengajukan calonnya, harap naik ke panggung!"
Siang Koan Bhok melompat ke atas panggung. "Saya setuju sekali dengan pendapat nyonya Cia. Sebaiknya kaum muda yang diserahi tugas memimpin orang-orang gagah
sedunia. Saya mengajukan calon yaitu muridku sendiri bernama Ouw Kwan Lok!"
Banyak orang gagah golongan bersih memilih In Kong
Thai-su ketua Siauw-lim-pai di Kwi-cu yang juga ha-dir.
Kakek ini lalu naik ke panggung dan sambil tersenyum berkata, "Pin-ceng sudah tua, maka pin-ceng wakilkan sebagai calon ketua kepada murid pin-ceng yang bernama Thio Hui San!"
Ada pula golongan yang memilih Im Yang Seng-cu ketua Kun-lun-pai, ada yang memilih Thian Tok Gu Kiat Seng.
Akan tetapi kakek gendut pendek ini berkata lantang. "Saya adalah seorang yang bebas, tidak bersedia menjadi calon beng-cu yang akan mengikat kaki tangan dan membuat aku tidak bebas lagi!"
Akhirnya diputuskan bahwa calon beng-cu adalah Cia
Tin Siong, Ouw Kwan Lok, Thio Hui San, dan Im Yang Sengcu. Tentu saja tiga orang muda itu didukung oleh guru masing-masing yang siap mempertahankan calonnya.
"Dipersilakan keempat calon naik ke panggung untuk diperkenalkan kepada hadirin!" kata pula Hui Sian Hwe-sio.
Berturut-turut Cia Tin Siong, Ouw Kwan Lok, dan Thio Hui Sari naik ke atas panggung disambut tepuk sorak dan segera orang-orang melakukan pemilihan masing-masing.
Dengan sendirinya, golongan yang condong kepada golongan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesat memilih Ouw Kwan Lok yang dijagokan oleh Siang Koan Bhok, golongan yang merasa dirinya pejuang dan
patriot memilih Cia Tin Siong yang dijagokan oleh Nenek Cia yang mereka kenal sebagai seorang patriot yang gigih. Dan golongan pendekar bersih tentu saja condong untuk memilih Thio Hui San yang dijagokan oleh Ketua Siauw-lim-pai.
Akhirnya Im Yang Seng-cu yang duduk di bawah
panggung, terpaksa naik juga karena diapun dijadikan calon. Sebagai wakil ketua beng-cu dia tentu saja dapat menolak dan setelah berada di atas panggung dia berkata,
"Sian-cai ! Tiga Calon beng-cu yang muda-muda dan gagah telah dipilih, mengapa masih juga mengajukan pin-to untuk menjadi calon" Pinto sudah tua dan mengurus Kun- lun- pai saja sudah merepotkan, mana mungkin pinto dapat menjadi bengcu?"
Akan tetapi orang-orang golongan bersih yang ma
Kisah Para Pendekar Pulau Es 9 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Pendekar Sadis 19

Cari Blog Ini