Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Bagian 10
aja timbul pertanyaan di dalam hatinya
masing-masing, "Apakah ada mata-mata musuh yang
mengeram di dalam Liong Bin Kok?"
Kui Ciang cuma berhenti sebentar, ia melanjuti pula, kala
kalanya tetap nyaring, "Ayahnya Nona Hee itu menajdi saudara
angkatku! Si nona juga menjadi tunangan sahabat karibku Lam
Ce In! Maka itu urusannya si nona tidak dapat aku tidak
campur tahu!"
Ong Pek Thong masih mau menyangkal, masih dia hendak
memohon bukti, akan tetapi Ong Liong Kek yang berani telah
habis sabar. "Toan Kui Ciang kau ngaco belo!" dia berseru. "Nona Hee itu
ialah tunanganku! Ada sangkutan apakah aku dengan si orang
she Lam" Tidak salah! Memang sekarang si nona berada di
dalam lembah kami ini, malah segera kami bakal merayakan
pernikahan kami! Kau baiklah berlaku sedikit sungkan, mungkin
aku nanti mengundang kau minum arak kegirangan! Jikalau
kau masih tetap ngoceh tidak keruan, awas, nanti aku
lemparkan kau pergi!"
"Bagus betul!" kata Kui Ciang dingin. "Menurut kata kau ini,
jadinya Nona Hee sendiri yang sudi menikah denganmu,
bukan?" "Pasti!" sahut Liong Kek dengan temberang. Sudah terlanjur,
dia membelar. "Dia toh bukan gadismu" Kalau dia suka
menikah denganku, hak apa kau punya untuk mencegahnya?"
Touw Sian Nio yang semenjak tadi diam saja menjadi gusar
sekali. "Angin busuk!" bentaknya. "Mana mungkin Nona Hee sudi
menikahi kau bangsat cilik tidak keruan?"
"Jangan kau menyangkal!" Kui Ciang pun membentak. "Nona
Hee berada di sini, lekas undang dia keluar, kita nanti tanya
dia, segala apa lantas menjadi terang!"
"Kurang ajar!" Liong Kek membentak. "Mana dapat
tunanganku sembarang menemui kamu?"
Sian Nio habis sabar.
"Engko!" kata ia pada suaminya, "Nona Hee benar berada di
sini, bukti sudah ada, buat apa melayani dia mengoceh" Buat
apa kita mengadu bicara dengan segala bangsat" Dia tidak mau
mengasih ijin Nona Hee menemui kita, mustahil kita tidak dapat
masuk ke dalam untuk menggeledah?"
Ong Pek Thong melihat suasana buruk itu.
"Akulah ketua Ikatan Rimba Persilatan, aku minta kamu
memberi muka padaku!" kata dia nyaring.
Dia habis daya, sengaja dia menyebut-nyebut diri sebagai
ketua Ikatan Rimba Persilatan - Lok Lim Beng-cu. Tapi justeru
dia menyebut itu, justeru dia menyebabkan Nyonya Kui Ciang
naik darah. Nyonya ini menjadi ingat sakit hati kelima
saudaranya yang terbinasa di tangan Keluarga Ong ini. Maka ia
bagaikan api ditambah minyak.
"Peduli apa kau ketua ikatan atau bukan?" ia berseru. "Kau
main gila, hendak aku membuat perhitungan denganmu!"
Ong Pek Thong mengulapkan tangannya. "Baiklah!" dia
berseru. "Baik, lawan padanya! Terang-terang mereka ini
menimbulkan urusan yang tidak-tidak! Terang mereka datang
untuk pembala'.,in keluarga Touw!"
"Ser!" demikian suara angin menyamber. I'iba-tiba sebuah
senjata rahasia yang merupakan buah berduri menyamber ke
arah Sian Nio. Itulah serangannya seorang sebawahannya Ong Pek Thong.
Dia memang pandai menggunai senjata rahasia yang
dipakaikan racun. Dia tahu Nyonya Toan pandai menggunakan
kim-tan, peluru emas, maka dia mendahului turun tangan.
Sian Nio dengar suaranya senjata rahasia itu,ia tertawa
dingin. "Makhluk apa berani main gila di depanku?" katanya.
"Baiklah aku lebih dulu bikin buta matamu!"
Kata-kata itu telah segera dibuktikan. Panah bekerja dan
bersuara, peluru melesat! Lantas di sana terdengar jeritan
hebat, muka si pembokong lantas saja mandi darah. Sebab
dua-dua matanya telah kena dihajar.
Di lain pihak terdengar pula jeritan dari seorang tauwbak
yang roboh terguling! Hanya dia roboh terhajar senjata rahasia
kawannya, sebab senjata rahasia itu kena disampok si nyonya
dan nyasar kepadanya.
Celaka tauwbak itu. Dia menjadi kurbannya racun. Selain dia
terluka dan binasa, di dalam tempo yang cepat, darah keluar
dari mulut, hidung, mata dan telinganya.
Touw Sian Nio tidak berhenti sampai disitu. Lagi tiga kali ia
menarik panahnya yang seperti jepretan itu. Kali ini ia
menyerang Ong Pek Thong pada tiga arah - atas, tengah dan
bawah. Ong Pek Thong berkelit ke samping, sedang Ong Liong Kek,
puteranya, menolongi menangkis dengan kipasnya.
Beng-cu itu - ketua Ikatan Rimba Hijau - berkelit terlalu
cepat. Peluru yang ketiga menyusul ke kepalanya, justeru di
saat ia mengangkat kepala habis berkelit itu. Tepat, jidatnya
kena terhajar, hingga jidatnya itu mengucurkan darah.
"Kurang ajar!" dia mendamprat saking gusar. "Aku telah
memberi muka kepada kamu, kamu justeru main gila! Kalau
hari ini aku membuat kamu dapat keluar dari pintuku, Ong Pek
Thong tidak ada punya muka untuk hidup lebih lama pula
dalam Rimba Hijau!"
"Beng-cu, jangan gusar!" berkata seorang pendeta gemuk''
di belakang ketua itu. "Nanti aku bereskan ini perempuan
galak!" Berkata begitu, si pendeta berlompat maju sambil memutar
Sian-thung, tongkatnya, yang panjang seperti toya. Begitu ia
datang dekat Nyonya Toan, lantas ia menghajar. Hebat sekali
tongkat itu turun dari atas ke bawah.
Sian Nio juga gusar, tapi dia berkelit sambil lompat mundur.
"Baiklah, biarlah kepala gundulmu juga merasai
peluru!" bentaknya. Dan ia mengguna pula panahnya. Si
pendeta tertawa berkakak.
"Segala mutiara sebesar beras pun mau bercahaya terang!"
ejeknya. "Pelurumu mana dapat mengenai aku si orang suci!"
Benar perkataan pendeta itu. Berulang-ulang terdengar
suara beradu atau benturan, dari peluru-peluru melawan
tongkat. Semua peluru itu jatuh hancur. Tongkat diputar begitu
rupa hingga tubuh si pendeta terlindung rapat sekali.
Toan Kui Ciang menyaksikan itu, ia mengerti si pendeta
sangat tangguh, tak dapat dia dilawan keras. Tentu sekali tak
suka ia melihat isterinya terancam bahaya. Maka sambil
berlompat maju, ia berseru, "Lepas tanganmu!"
Pendeta itu bernama A Seng Lu. Dialah orang sesuku bangsa
dengan An Lok San - orang suku Ouw. Oleh An Lok San, dia
diundang bekerja sama, dia diberi kedudukan sebagai "Tay
Hoatsu," atau guru besar. Dia mendapat kepercayaan. Maka
itu, setelah An Lok San berserikat dengan Ong Pek Thong, dia
dikirim kepada ketua Ikatan Rimba Hijau itu, namanya sebagai
pembantu, sebenarnya menjadi pengawas diam-diam. Biar
bagaimana juga, An Lok San tidak dapat mempercayai habis
pada Pek Thong, ingin ia mengawasinya.
Ong Pek Thong bangsa licik, ia tahu hatinya An Lok San itu,
ia sengaja berlagak pilon, bahkan sebaliknya, ia perlakukan- si
guru besar dengan baik sekali, guna mengambil hati orang.
A Seng Lu melihat Pek Thong seperti jeri terhadap Kui Ciang,
dia menjadi tidak senang, karenanya dia lantas maju, guna
memberikan bantuannya. Dia juga tidak melihat mata pada
Sian Nio dan Kui Ciang, hingga dia percaya tongkatnya bakal
menghajar roboh suami isteri itu.
Siapa tahu, begitu dia melayani si orang she Toan, hatinya
menjadi bercekat. Nyatanya lawan ini tangguh sekali.
Toan Kui Ciang tidak mau pedang melawan tongkat, ia
berkelahi dengan menggunai tipu silat huruf "Gie" atau
"Terlepas". Maka pedangnya senantiasa berkelebatan gesit,
menyingkir dari setiap gempuran toya. Maka sia-sia saja segala
percobaan keras dari si pendeta, yang sendirinya menjadi
seperti terkurung pedang.
Kui Ciang melayani sampai sekian lama, lalu mendadak dia
berseru, "Lepas tangan!"
Dengan pedangnya ia memapas di sepanjang tongkat, yang
dipakai menyodok kepadanya, sedang rubuhnya berkelit ke
samping. Bukan main kagetnya si orang Ouw. Tak sempat dia berkelit,
kalau dia tidak melepaskan cekatannya pada toyanya. Mesti
habis terpapa s janji jeriji tangannya yang di sebelah depan itu.
Tapi dia cerdik, di saat sangat terancam itu, dia melepaskan
senjatanya setelah dia menyodorkan itu ke depan, tubuhnya
sendiri dibuang ke samping, untuk bergulingan di lantai Maka
itu, bebaslah dia dari bahaya.
Sekarang ini Liong Kek telah memperoleh kemajuan,
dibanding dengan Kui Ciang atau Ce In, ia melainkan kalah
seurat, dengan begitu tak usahlah ia mesti kalah begitu cepat
seperti si pendeta yang terkubur itu
A Seng Lu merayap bangun dan basah dengan keringat
dingin Dia kaget sekali. Tapi dia lantas maju pula. Dia
penasaran sekali. Hanya kali ini dia tidak berani lagi terlalu
sembrono. Dengan senjatanya yang panjang dapat dia
berkelahi dengan memisahkan diri jauh dari Kui Ciang.
Kali ini sulit juga buat si tetamu. Tak lagi ia dapat menggunai
tipu silat seperti tadi. Ia sekarang kena dikepung berdua.
Dua pembantu lainnya dari Pek Thong lompat maju Mcicka
meluruk terhadap Sian Nio. Mereka bukan sembarang orang,
sebab semuanya orang-orang kenamaan dari Rimba Hijau.
Yang satu bernama Touw Liong, yang lain Touw Swie. Yang
belakangan pandai silat "Siauw-kim-na," ilmu menangkap
tangan lawan untuk dipatahkan atau sedikitnya salah urat.
Touw Liong bersenjatakan pl goat siang-lun, sepasang roda
matahari rembulan.
Touw Sian Nio melawan kedua musuhnya itu. la dapat
mengimbanginya.
Isterinya Toan Kui Ciang ini, seperti sudah diketahui,
mempunyai tiga macam kepandaian. Pertama-tama ialah
pelurunya itu, atau sin-tan. Yang kedua "Kim Kiong Sip-pat Ta,"
ialah busurnya sendiri, yang dapat digunai sebagai senjata. Dan
yang ketiga, "Yu-sin Pat-kwa-to," yaitu ilmu golok Pat-kwa-to
Ong Pek Thong menyaksikan pertempuran ganjil itu, ia
masih belum puas, bahkan ia menjadi bertambah penasaran
karena pihaknya tak juga memperoleh kemenangan.
Dengan satu seruan, ia menitahkan empat tauwbak besar
maju untuk membantu, guna mengepung kepada dua musuh
itu. Diantaranya ialah dia menyuruh pula orang lekas-lekas
memanggil datang anak perempuannya.
Ong Yan Ie terus mengintai. Sampai itu waktu, tak dapat ia
berdiam terus di belakang pintu angin itu. Sulit atau tidak, ia
mesti maju. Jelek kalau perbuatannya itu diketahui ayahnya.
Begitu ia muncul, ayahnya lantas berkata nyaring, "Anak
Yan, kenapa baru sekarang kau datang" Kau lihat, kita kaum
Keluarga Ong telah diperhina orang!"
"Jangan bergelisah, ayah!" berkata si puteri, yang tak
menghiraukan teguran. "Dua orang ini tentu tidak akan dapat
lolos dari sini! Cukup dengan mengasih datang barisan gaetan,
mereka pasti bakal kena diringkus!"
Memang Nona Ong ini mempunyai satu pasukan wanita yang
diajari ilmu menggunai gaetan. Itulah barisan yang dulu hari
membuat Mo Lek mudah tertangkap. Hanya, dengan berkata
begitu, sekarang ini si nona menggunai akal memperlambat
waktu. Sebabnya ialah ia tak sudi menempur Kui Ciang depan
berdepan. Ong Pek Thong mengangguk.
"Baik," katanya. "Tak usah pergi sendiri memanggil
barisanmu itu, nanti aku perintah orang!"
Yan Ie tidak berani memaksa. Terpaksa ia menghampirkan
ayahnya, guna berdiri di sisinya, untuk menonton pertempuran
dahsyat itu. Lama-lama Kui Ciang menjadi sengit. Mendadak dia berseru
keras sekali. Tubuhnya bergerak disusul pedangnya, yang
memperlihatkan sinar berkilau, menerjang kepada Ong Liong
Kek. Si anak muda tidak berani menangkis, ia berkelit dengan
gesit. Si pendeta jeri. Dia tidak - berani maju hanya memutar
tongkatnya guna menjaga diri.
Dua tauwbak yang membantu Liong Kek tidak waspada dan
gesit seperti cecu yang muda itu, mereka menjadi korbankorban
serangannya Kui Ciang itu. Yang satu kena ditusuk
patah tulang iganya, yang lain terbabat kutung dua jeriji
tangannya. Kui Ciang menerobos keluar dari kepungan, hingga dapat ia
menghampirkan isterinya.
Sian Nio terdesak dikepung dua saudara Touw serta dua
tauwbak pembantu mereka itu, dengan datang suaminya,
kedudukan menjadi baik kembali.
Ong Pek Thong habis sabar, ia pun bergelisah. "Tak dapat
kita menantikan barisan penggaet!" ia berseru. "Anak Yan,
pergi kau bantu kakakmu!"
Kembali Yan Ie menjadi terpaksa. Mau atau tidak, ia maju
sambil memutar pedangnya.
Justeru itu terdengar satu seruan, "Nona Hee, lihat!
Bukankah itu Toan Tayhiap" Bukankah aku si pengemis tua
bangka tidak memperdaya kau?"
Ong Liong Kek adalah orang yang paling dulu terkejut, la
kaget berbareng heran. Segera juga ia melihat yang berseru itu
We Wat si pengemis dan Hee Leng Song, nona yang ia sangka
tengah rebah lak berdaya di dalam kamar!
Bukanlah secara kebetulan datangnya pengemis itu. Ketika
itu han dia berpisah dari Lam Ce In, dia lantas pulang untuk
menanya muridnya yang menjadi pembawa suratnya.
Si murid memberi kepastian kepadanya bahwa surat itu
diberikan kepada Hong-hu Siong sendiri serta ketika itu di
antara mereka tidak ada orang yang ketiga. Jadi di sana tidak
ada Khong Khong Jie.
Ia menjadi tidak mengerti sekali, sia-sia saja ia menerkanerka
Maka akhirnya ia berangkat ke Kiu-goan, untuk
memenuhkan janjinya dengan Ce In. Hanya sebelum ia tiba di
Kiu-goan, Ce In sudah berangkat terlebih dahulu.
Orang she Lam itu berangkat dengan suatu tugas rahasia. Di
dalam kantor Thaysiu, kecuali Kwe Cu Gie, tidak ada lain orang
yang mengetahui tugas itu tugas apa.
We Wat berpikir keras karena ia tak tahu kemana perginya si
sahabat. Ia lantas menduga, mestinya lenyapnya Leng Song
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disebabkan si nona diculik Keluarga Ong, karenanya tentunya
Ce In berangkat ke Liong Bin Kok, yang menjadi sarangnya
Keluarga Ong itu. Ia mau membantu Ce In, ia mesti
memberikan bantuannya tak kepalang tanggung. Maka itu ia
mengambil keputusan, "Baiklah, aku pergi ke lembah itu.'"
Pengemis itu tidak dapat menerka semua tetapi ia tak gagal
seluruhnya. Diluar dugaan, selagi We Wat tidak bertemu dengan Lam Ce
In, ia sebaliknya bertemu dengan Toan Kui Ciang dan Touw
Sian Nio, sepasang suami isteri jago itu.
Kui Ciang berdua isterinya mencari Ce In karena sudah lama
mereka bertiga tak pernah bertemu - sudah tahunan. Justeru
itu negara lagi tidak aman, maka mereka lantas berangkat ke
Kiu-goan. Mereka berniat memberikan bantuan mereka. Tidak
mereka sangka, mereka menubruk tempat kosong. Maka
kebetulan sekali, mereka bertemu dengan We Wat.
Kui Ciang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
Leng Soat Bwe dan Hee Leng Song, pasti sekali ia menjadi
kaget dan bingung mendengar kabar lenyapnya itu ibu dan
anak diculik orang, oleh karena itu tanpa ayal lagi ia berangkat
bersama We Wat ke Liong Bin Kok, guna mencari nyonya dan
nona itu. We Wat menjadi tianglo ketua dari Kay Pang, Partai
Pengemis dan pengemis terdapat dimana-mana, karena itu,
mudah untuknya mencari keterangan. Bahkan di dalam Liong
Bin Kok juga ada anggautanya. Maka itu, begitu ia sampai di
lembah itu, ia lantas mendapat keterangan jelas perihal sepak
terjangnya Keluarga Ong, hingga diketahui pasti adanya Leng
Song di dalam lembah itu.
Untuk bertindak, We Wat berdamai dengan Kui Ciang suami
isteri. Kesudahan mereka menggunai akal. Ialah Kui Ciang dan
Sian Nio berkunjung secara terang-terangan, sedang We Wat
masuk dari belakang secara diam-diam untuk mencari tahu di
mana Nona Hee dikurung.
Kebetulan sekali bagi We Wat, Leng Song sudah makan obat
dari Yan le dan dengan lekas dia pulih kesehatannya, ia
menemui si nona tengah si nona keluar dari kamar dengan niat
mencari Liong Kek.
Leng Song tidak takut, bukannya dia lari menyingkir, justeru
dia mau membuat perhitungannya dengan pemuda yang licik
itu. Maka bersama-sama mereka pergi keluar, di saat Kui Ciang
dan Sian Nio menempur musuh-musuh yang mengurungnya.
"Nona Hee - kau!" seru Liong Kek, heran bukan kepalang.
"Aku kenapa?" balik tanya si nona. "Bukankah aku telah tidak
diracuni hingga mati olehmu?"
"Bret!" begitu terdengar dan ujung bajunya Liong Kek kena
dirobek ujung pedangnya si nona, yang menyahutinya sambil
menerjang. Dalam kaget dan juga mendongkol. Liong Kek membuat
perlawanan dengan kipasnya. Ini membuat si nona bertambah
sengit, hingga ia menyerang bertubi-tubi tanpa menghiraukan
di dalam ilmu silat ia sebenarnya menang unggul sedikit sekali.
Liong Kek terdesak. Kembali bajunya kena dirobek, bahkan
ujung pedang mampir di dadanya. Syukur ia masih sempat
melenggakkan diri dengan tipu silat "Tiat-poan-kio," atau
"Jembatan besi", hingga dadanya dapat dibikin lempang ke
belakang. Lantas darahnya muncrat keluar membasahkan
dadanya itu. Leng Song penasaran, dengan alis berdiri, dia berkata
nyaring, "Bangsat rendah tidak tahu malu! Hari ini ialah hari
lubernya takaran kejahatanmu! Apakah kau masih memikir
untuk kabur" Hm!"
Kata-kata itu disusuli dengan tikaman "Pek-hong Koan-jit,"
atau "Bianglala putih menghalangi matahari". Ujung pedang
meluncur ke arah kerongkongan.
Di saat Liong Kek bakal menerima kematiannya, tiba-tiba
pedang Leng Song ada yang tangkis, waktu Nona Hee
mengawasi, ia melihat Yan Ie yang menjadi pembela cecu
muda itu. Ia pun melihat alisnya si nona turun dan matanya
mengembeng air. Itulah bukti si nona sangat berduka dan
menyesal, dia seperti memohon maaf.
Ketika itu digunai Liong Kek buat segera menyingkirkan diri,
dalam hal mana ia berhasil karena Nona Hee tidak
mengejarnya. Ong Pek Thong mengenali We Wat, lantas dia berseru, "We
Lotiang! Kita ada bagaikan air sungai dan air kali yang tidak
saling mengganggu, kenapa sekarang kau memusuhkan aku?"
Si pengemis menjawab dengan tertawanya yang nyaring.
"Ong Pek Thong!" katanya, "Baru sekarang kau tahu takut,
ya" Tapi kau benar! Sudah banyak tahun kau menjadi Lok Lim
Beng-cu, aku si pengemis tua belum pernah mencari kau untuk
mengangguk-angguk kepala di hadapanmu!"
Kata-kata "mengangguk-angguk kepala" itu ialah istilah
dalam dunia Rimba Hijau atau kaum Sungai Telaga, artinya
"mencari gara-gara".
Ong Pek Thong melengak, atas mana si pengemis melanjuti
kata-katanya, "Kau tahu, sekarang kau lain daripada dulu!
Sekarang kau membantu An Lok San yang melakukan
pemberontakan, yang membuat rakyat jelata menjadi
bersengsara! Maka sekarang aku tak mau memandang mata
lagi kepadamu! Tapi baiklah kau mengerti, musuh ialah musuh,
dari itu aku si pengemis tua, tak sudi aku membunuh kau, jadi
kau jangan kuatirkan aku! Untuk membunuhmu, ada orang
lainnya!" Mulut We Wat bekerja, tangannya bekerja juga. Dua orang
tauwbak menghadang di depannya ia samber mereka itu,
sembari mencekuk, ia tertawa dan kata, "Aku tidak membunuh
si bangsat tua, tetapi ada gantinya dua bangsat muda ini untuk
aku melampiaskan hatiku!"
Kedua tauwbak itu tercengkeram tulang-tulang
sepundaknya, mereka merasakan sakit bukan main, mereka
berkaok-kaok bagaikan babi disembelih, memohon ampun,
tetapi si pengemis mengangkat rubuhnya, untuk diputar di
atasan kepala. Mendadak pengemis itu tertawa nyaring dan kata, "Baiklah,
mengingat kamu cuma menganut biang, suka aku memberi
ampun kepadamu!"
Lantas mereka dilemparkan keluar pintu, hingga mereka
roboh menggabruk. Mereka dapat tak mati tetapi semenjak itu,
habis sudah tenaga mereka, tak dapat mereka bersilat pula
disebabkan remuknya tulang-tulang pundaknya itu.
Dengan tibanya We Wat dan Leng Song, pihak Liong Bin Kok
menjadi kacau. Sian Nio mendapat hati, sambil berseru nyaring ia
menyerang Touw Liong dengan goloknya, golok bian-to yang
tajam, sedang dengan busur Kim Kiong di tangan kiri, ia
menyampok Touw Swie.
Ketika itu Touw Swie justeru menyerang dengan tipu silat
"Hoat-in Kian-jit" atau "Membalik mega, melihat matahari". Ia
hendak menghajar lengan si nyonya. Si nyonya juga lagi
menggunai tipu, sebab penyerangannya kepada Touw Liong itu
gertakan belaka.
Tak ampun lagi, jari-jari tangannya Touw Swie kena terhajar
busur si nyonya, kontan dia menjerit kesakitan. Dia merasa
sakit sampai di ulu hatinya.
Sian Nio tidalc melihat Liong Kek, sebaliknya, ia
mendapatkan Yan Ie, hatinya menjadi sangat panas. Ia ingat
kebinasaannya sekalian kakaknya. Maka ia lompat kepada nona
itu. Justeru itu, Leng Song menteriaki Nyonya Toan ini, "Bibi,
serahkan bangsat wanita kecil itu padaku!" Dan dia lompat
mendahului, guna menghampirkan Nona Ong.
Ong Pek Thong gusar, sambil mencaci, ia tanya siapa di
antara orang-orangnya yang mau membekuk Sian Nio. Dia
menyebut-nyebut "si nyonya jahat". Ia menjanjikan upah besar
kepada orangnya yang berhasil membekuk nyonya jahat itu.
Sian Nio murka sekali.
"Kau tidak mencari, akulah yang mencari kau!" bentaknya.
"Hendak aku membuat perhitungan denganmu!"
Nyonya Kui Ciang membentak demikian karena ia ingat,
"Yang membunuh kakak-kakakku ialah si bangsat wanita cilik
tetapi biang kejahatannya ialah ini tua bangka jahat!"
Justeru Leng Song lari pada Yan Ie, ia lantas lari pada Lok
Lim Beng-cu itu.
Leng Song berkata demikian dan memburu kepada Yan Ie
dengan ada maksudnya. Ia ingat budi si nona sudah
memberikan obat padanya, biar ia membenci Liong Kek, ia
hendak membalas budi nona itu. Maka ia mencegah Sian Nio
menyerang si nona.
Begitu ia menghampirkan Nona Ong, ia kata perlahan, "Nona
Ong, lekas kau lari menyingkir!"
Di pihak lain, beberapa orangnya Ong Pek Thong maju ke
depan guna menghadang Sian Nio. Yan Ie pun melihat majunya
Nyonya Kui Ciang itu. Mendadak ia berlompat.
Leng Song menyangka nona itu mau menyingkir, tak
tahunya dia justeru lompat lari guna menghampirkan Sian Nio.
Dia rupanya tidak dapat membiarkan ayahnya diserang musuh.
Menampak demikian, Leng Song mengerutkan alisnya. Tapi
ia kata di dalam hati, "Tak dapat karena urusan kau seorang
aku membiarkan terlolosnya si bangsat tua!"
Maka ia lompat memburu, bahkan ia berhasil melombai Yan
Ie, hingga ia dapat memutar tubuh guna menghalang!
"Nona Hee, kau memaksa aku!" katanya, menyesal.
Lantas ia menyerang dengan pedangnya. Hebat serangannya
itu. Walaupun demikian, adalah maksudnya guna mencegah
Nona Hee merintangi terus padanya, maka itu sekalipun hebat,
setiap serangannya gertakan belaka.
Leng Song melawan dengan keras tetapi dengan serupa
maksud. Di dalam tempo yang pendek, kedua pihak sudah saling
menyerang dengan hebat, sampai pedang mereka beradu
berulang-ulang. Untungnya untuk Leng Song, ia menang
tenaga dalam hingga ia dapat terus menghalang-halangi Nona
Ong itu. Di sana masih terdengar tertawanya We Wat, yang agaknya
sangat gembira.
"Biar aku melemparkan lagi beberapa bangsat cilik!"
demikian suaranya. "Ha, ha! Sungguh menggembirakan!"
Maka suruplah gelarannya ketua pengemis ini, "Hong Kay,"
si Pengemis Edan. Ia lantas menyerbu, ia menangkap setiap
tauwbak di dekatnya, untuk ditampar atau digaplok, atau
ditarik rambutnya, setelah puas, ia melemparkannya keluar!
Si pendeta asing panas hati melihat lagaknya We Wat. Ia
pikir, main lempar orang itu tentulah sebab orang bertenaga
besar luar biasa. Ia menyangsikan kepandaian silat si
pengemis, maka ingin ia " maju. Ia mengharap dengan
demikian ia bisa merebut muka terangnya, yang tadi dibikin
guram oleh Kui Ciang.
We Wat baru habis melemparkan korbannya yang ketujuh
ketika mendadak ia mendengar samberan angin keras ke
arahnya, lantas ia melihat d liangnya tongkat panjang.
Ia tertawa berkakak dan berkata, "Inilah seekor kerbau
dungkul!" Ia bukan berkelit atau menangkis, ia justeru mengulur kedua
tangannya memapaki tongkat!
Si pendeta kaget sekali. Tongkatnya kena ditangkap tanpa ia
berdaya menariknya pulang untuk dibikin terlepas! Ia menjadi
tercengang. "Bagus!" kata We Wat tertawa. "Kiranya kau bertenaga besar
juga! Hayo, lepas tanganmu!"
Lantas ia menggunai tenaganya yang dinamakan "Kek-but
Toan-kang," atau "Mengalihkan tenaga dengan meminjam
benda perantaraan" Tegasnya ia menggunai tenaga dengan
meminjam tongkat lawan.
Si pendeta menjadi sangat kaget. Mendadak ia merasakan
tenaga menolak yang keras sekali. Tak sanggup ia
mempertahankan diri, terpaksa ia mesti mundur dengan
melepaskan tongkatnya.
Sambil memegangi tongkat orang, We Wat berkata pula
sambil tetap tertawa, "Ha, tongkat ini tidak enteng! Hanya
sayang, tongkat bagus dilihat tetapi tidak ada faedahnya! Kalau
ini dipakai untuk mengemplang anjing, sebaliknya terlalu
berat!" Mendadak ia membantingnya lempang ke tanah, hingga toya
itu nancap melesak ke dalam tanah hampir terpendam
seluruhnya. Si pendeta asing mundur terhuyung. Syukur ia tidak sampai
jatuh terguling. Melihat ketangguhan musuh, ia kata di dalam
hati, "Sekarang aku mendapatkan bukti dari liehaynya ilmu silat
Tionggoan! Pengemis ini jauh terlebih liehay daripada lawanku
tadi! Ah, sudahlah, sudahlah! Buat apa aku berdiam lebih lama
pula di sini?"
Maka ia membuka jalan untuk kabur keluar, buat terus lari
pulang ke Hoan-yang.
Sian Nio mau menghampirkan terus pada Ong Pek Thong, ia
menyingkirkan setiap orang yang menghadangnya. Justeru itu
ia mendengar bunyinya terompet nyaring, disusul dengan
seruan-seruan berisik. Ia lantas saja memasang mata.
Ong Pek Thong ingin merayakan pesta pernikahan
puteranya, ia mengundang banyak tetamu. Telah tiba tidak
sedikit tetamu orang-orang Rimba Hijau.
Siapa tahu, mendadak Kui Ciang dan nyonya datang
berkunjung hingga terjadilah pertempuran hebat itu. Liong Kek
kabur keluar, ia perintah orang-orangnya membunyikan alaman
ada bahaya. Dengan itu ia mau mengumpulkan orang, guna
mendapat bala bantuan.
Berbafeng dengan itu tiba juga barisan wanita dari Yan Ie,
yaitu barisan yang terlatih dengan gaetan. Maka dilain saat,
Sian Nio sudah kena dirintangi bala bantuan itu.
Berbahaya adalah barisan penggaet itu. Dengan gaetan
mereka bisa menyerang dari jauh-jauh. Dengan jumlah mereka
yang banyak, gaetan mereka menjadi serabutan. Mereka
memang telah berlatih, mereka senantiasa mengancam kaki
lawan. We Wat jadi mengerutkan alis.
"Aku justeru paling tak sudi melayani wanita!" katanya di
dalam hati. Maka lekas-lekas ia mencekuk dua orang tauwbak, untuk
memakai tubuh mereka sebagai senjata setiap kali gaetan
menyamber, ia menangkis, ia membela diri dengan senjata
manusia itu, hingga tukang-tukang gaet batal menggaetnya.
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kui Ciang dan isterinya kembali kena terkurung. Mereka itu
jadi mendongkol. Tiba-tiba Kui Ciang berseru keras
membarengi satu serangan. Ia justeru menghadapi Touw Liong
yang senjatanya jit goat siang-lun, menjadi senjata istimewa
untuk mengekang pedang, hanyalah orang she Touw itu kalah
liehay. Ketika Touw Liong menangkis, roda-rodanya kena dibikin
putus! Dia menjadi sangat kaget, hatinya menjadi dingin.
Dengan ketakutan dia melemparkan senjatanya dan lari kabur.
Sampai disitu, Kui Ciang membulang-balingkan pedangnya,
guna melawan pelbagai gaetan. Beruntung untuknya, ia
memegang pedang mustika, maka setiap gaetan yang
membenturnya lantas terbabat kutung.
Kemudian ia berseru dengan bengis, "Kamu semua lekas
mundur! Aku tidak sudi membinasakan orang perempuan!
Kamu juga janganlah membantu orang jahat!"
Sian Nio turut menyerang hebat mengikuti suaminya itu.
Barisan gaetan itu lantas juga kena didobolkan.
Ong Pek Thong menjadi bergelisah. Ia serba salah. Mengikuti
rasa jeri, ingin ia lantas mengangkat kaki. Tapi ialah kepala
Ikatan Rimba Hijau, kalau ia kabur, ia pasti akan mendapat
malu. Kalau ia tidak menyingkir, bahaya maut nampak lagi
mendekatinya...
Sekonyong-konyong, terdengarlah riuhnya genta alamat
bahaya, datangnya dari empat penjuru, suaranya menulikan
telinga. Liong Bin Kok berkedudukan bagus dan kuat, karenanya di
sana tidak ada dibangun panggung-panggung atau menara
pengawas untuk orang dapat melihat jauh arah luar, sebagai
gantinya, diadakan persiapan genta itu, untuk memberi tanda
apabila ada ancaman bahaya.
Sekarang datang suara genta ramai itu, itulah tanda dari
datangnya bahaya hebat. Maka kagetnya Pek Thong tidak
terkirakan. Selagi mengawasi keempat penjuru, lantas ia
melihat lari datangnya seorang tauwbak yang tangannya
membawa sehelai bendera merah.
"Cecu, ada bahaya besar!" tauwbak itu berseru dengan
pemberitahuannya. "Musuh sudah melewati tanjakan Liong Bin
Kang!" Liong Bin Kang atau Tanggul Naga Tidur, menjadi pusatnya
lembah Liong Bin Kok. Sarang itu terpisah hanya beberapa lie
dari tempat di mana sekarang Pek Thong berada. Tentu sekali
Pek Thong menjadi kaget sekali. Hanya dengan memaksakan
diri, dapat ia bersikap tenang.
"Musuh dari mana itu?" ia tanya. "Berapa besar jumlahnya
mereka?" "Entahlah," menjawab si tauwbak. "Diwaktu gelap seperti ini,
sukar kami mengenali. Mereka datang secara tiba-tiba dari
empat penjuru, setahu berapa banyak jumlahnya!"
"Celaka betul!" Beng-cu berseru. "Liong Bin Kok dikurung
dengan delapan belas lapis penjagaan, kenapa musuh bisa
dengan tiba-tiba saja sampai di Liong Bin Kong" Mungkinkah
musuh mengirim jumlah yang kecil dahulu untuk mengacau"
Kalau begitu, tentu jumlah itu tidak berarti! Kenapa kau
sekarang membawa ini kabar celaka untuk mengacau?"
Kata-kata Beng-cu ini diakhirkan dengan tabasan pedangnya
kepada tauwbak itu, yang lantas menjadi mati konyol, karena
dia tak menyangka bakal disambut secara bengis demikian
macam, sedang dia membawa berita yang benar.
Dia tidak tahu ketua itu berlaku kejam demikian untuk monugali
kekacauan, supaya orang-orangnya yang lagi bertempur itu
tidak menjadi kalut.
"Jangan takut"! Pek Thong berseru. "Berkelahilah sambil
mundur! Mari kita pergi keluar! Kita menggabung diri dengan
rombongan besar, guna nanti membasmi semua musuh ini!"
Pek Thong tidak cuma menyerukan, ia memberi bukti juga.
Ia pegang pimpinan buat mulai mundur. Maka itu, semua
orangnya lantas menurut, semua mundur sambil membela diri.
Kui Ciang dan Sian Nio mendesak Pek Thong, mereka terus
dirintangi barisan pengiring dari ketua ikatan itu. Leng Song
dilain pihak mendesak Yan Ie. Ia berbuat begitu guna
mencegah Sian Nio nanti datang membantu padanya.
Selagi pertarungan berjalan terus itu, mendadak dua orang
terlihat lari masuk. Satu diantaranya lantas saja berseru-seru,
"Leng Song, Leng Song! Kaukah di sana" Ce In di sini!"
Bukan main girangnya Nona Hee. Itulah suaranya Lam Ce In.
Sedang orang yang lainnya lagi ialah Tiat Mo Lek.
Han Tam kenal baik Liong Bin Kok, ia mengambil jalan kecil
yang terahasia untuk Ce In dan Mo Lek dapat nyelundup masuk
dan tibanya mereka ini di saat yang tepat itu.
Mulanya Han Tam mengatur serangan dari dua jurusan, dari
depan dan dari jalanan rahasia itu, setelah itu kedua
rombongan itu memisah diri lagi dalam beberapa rombongan
kecil, guna menyerang dari empat penjuru hingga musuh
menjadi kaget dan repot.
Rombongannya Ce In justeru terdiri dari orang-orang yang
bertubuh ringan, ialah tauwbak-tauwbak pilihan dari Kim Kee
Nia, Bukit Ayam Emas. Hanya tiba di dalam, Ce In mengajak
Mo Lek meninggalkan rombongannya itu untuk mendahului
menyerbu. "Oh, kau datang!" seru Leng Song girang tak kepalang,
sampai ia melupakan kepada Nona Ong.
"Aku tak datang semdirian saja!" Ce In memberitahukan.
"Semua orang dari Kim Kee Nia turut datang ke mari!"
Segera mereka datang dekat satu dengan lain, segera
mereka saling menjabat tangan dengan keras sekali. Tak dapat
dipertahankan, air matanya Leng Song meleleh turun mengalir
di kedua belah pipinya yang halus. Ketika itu digunai Yan Ie
untuk mengangkat kaki. Lekas juga Leng Song sadar.
"Ce In, Toan Tayhiap suami isteri berada di sana!" katanya.
"Lekas kau bantui mereka!"
Ketika itu Kui Ciang lagi menyerang hebat sekali, dia berseru
kepada isterinya, "Sian Nio, jangan biarkan si bangsat tua
lolos!" Karena serbuan suaminya itu, Sian Nio menjadi bebas, maka
menyambut seruan itu, ia lompat ke arah Pek Tong, guna
menyerang musuh besar itu. Ia melihat musuh lari, ia
menggunai panahnya untuk menyerang dengan pelurunya.
Dengan peluru ia bisa menyerang dari jarak jauh.
Suara tingting-tongtong segera terdengar berulang-ulang.
Untuk herannya Sian Nio, ia mendapatkan pelbagai pelurunya
kena orang runtuhkan. Ia pun terkejut. Menurut
pendengarannya, semua pelurunya diruntuhkan dengan jarum
bwe-hoa-ciam atau paku Touw Kut Teng, untuk mana musuh
mesti pandai ilmu menimpuk "Thian-lie San Hoa," atau "Puteri
khayangan menyebar bunga". Maka itu, siapakah perintang itu"
Di dalam gelap, sulit untuk melihat tegas. Maka sia-sia si
nyonya menerka-nerka.
Ong Pek Thong juga berlaku cerdik, sambil lari terus, ia
memecah dua barisan pengiringnya, yang satu tetap mengiring
ia, yang lain terus merintangi lawan.
"Mo Lek, lekas!" berseru Sian Nio akhirnya. Ia telah dapat
lihat Ce In dan pemuda she Tiat itu. "Si bangsat tua ada di
sana!" Mo Lek mendengar suara si nyonya. Ia memang berniat
mencari musuh besarnya. Tanpa bersangsi lagi, ia lari ke arah
Pek Thong. Ia lantas menerjang hebat barisan pengiring Bengcu
itu, yang ia dapat candak. "Bayar pulang jiwa ayahku!" Mo
Lek berseru nyaring. Lantas ia menyerang musuh besar itu
dengan tipu silat "Lie Kong Shia Cio," atau "Lie Kong memanah
batu," ujung pedangnya meluncur ke tenggorokan orang.
Ong Pek Thong tidak takuti pemuda itu. Dia pun gusar
sekali. "Bangsat kecil, jangan temberang!" bentaknya. Ia
menangkis dengan goloknya, hingga kedua senjata beradu,
suaranya membuat telinga seperti pekak.
Mo Lek gusar, ia maju terus, ia menyerang pula. Ia
menggunai semua tenaganya.
Pek Thong tahu diri, ia menangkis pula, terus ia mundur.
Gagal Mo Lek dengan serangan yang kedua itu, maka ia
berlompat guna menyerang buat ketiga kalinya. Inilah tikaman
"Go Eng Pok Touw," atau "Garuda lapar menerkam kelinci".
Karena ia berlompat, pedangnya turun dari atas ke bawah,
mengarah batok kepala musuh.
Ong Pek Thong menjadi jago Rimba Hijau, sayang tenaganya
sudah berkurang. Tak dapat ia melayani Mo Lek yang muda
belia itu. Dua kali ia menangkis, ia merasai lengannya
bergemetar dan sesemutan, maka itu, sulit untuk menangkis
serangan yang ketiga itu, hingga ia mengeluh di dalam hati,
"Aku menyesal sudah mendengar perkataan Khong Khong Jie
hingga aku sudah membiarkan bangsat kecil ini hidup sampai
sekarang ini..."
Disaat bahaya maut mengancam Beng-cu itu, datanglah
seruan, "Jangan celakai ayahku!"
Seruan itu datang berbareng dengan orangnya bersama
pedangnya juga. Dialah Ong Yan le, puterinya Pek Thong.
Serangannya Mo Lek kena tertangkis. Kedua senjata bentrok.
Mo Lek tertahan lajunya, dan si nona terpental. Ketika yang
baik itu digunai Pek Thong untuk lompat lari.
Yan Ie terguling tetapi dia dapat berlompat bangun dengan
cepat dengan gerakan "Lee Hie Ta Teng," atau "Tambra emas
meletik". Ia lantas menghadang di depan si anak muda, di saat
anak muda itu menikam pula Pek Thong. Ia bukan cuma
menghadang, ia bahkan memasang dadanya untuk ditikam,
sama sekali ia tidak menggunai pedangnya guna menangkis
atau melindungi diri.
Sembari memasang diri itu, ia berseru, "Orang kejam, kau
ambillah jiwaku!"
Mo Lek terkejut. Inilah diluar sangkaannya. Syukur ia mahir
sekali memainkan pedangnya. Di dalam keadaan seperti itu, ia
masih sempat menahan lajunya pedangnya itu. Hampir-hampir
ia mencoblos dada si nona!
"Nona Ong ini dia satu jiwa ditukar dengan satu jiwa!" ia
berkata, suaranya dalam. "Dengan ini aku telah membayar
hutang jiwaku kepadamu! Tinggal hutang jiwa ayahmu
terhadapku! Hutang itu tidak ada sangkutannya dengan kau!
Silahkan kau menyingkir, jangan kau merindangi aku, atau kau
jangan nanti mengatakan aku tidak mengenal budi!"
Di dalam keadaan seperti itu, Tiat Mo Lek masih sempat
berbicara secara kaum Kang Ouw atau Jalan Hitam. Ia tidak
mau melupai aturan kaum itu. Yan Ie pernah menolong
jiwanya, sekarang ia membayar hutang. Karena ia sudah tidak
punya hutang lagi, ia bebas. Maka ia kata, nona itu lain
daripada Pek Thong, ayah si nona.
Akan tetapi Yan Ie berpikir lain. Pek Thong itu ayahnya. Ia
menyayangi ayah itu, hendak ia membelanya. Mana dapat ia
membiarkan ayahnya dibunuh anak muda ini" Maka itu, katakata
tandas dari Mo Lek membuatnya sangat berduka.
Dilain pihak, ia mendongkol juga. Ia mau menganggap
pemuda itu keterlaluan...
Tengah Mo Lek mau lompat lewat di sisinya, Yan Ie memutar
balik pedangnya guna menyerang sambil dia berkata, "Hutang
itu mesti dibayar oleh si piutang, maka itu, kalau kau hendak
mencari balas, kau bunuhlah aku terlebih dahulu!"
Mo Lek menangkis, bahkan ia terus mesti berkelahi sungguhsungguh.
Kepandaian si nona berimbang dengan
kepandaiannya dan sekarang si nona menyerang dengan hebat
sekali. Ia pernah mengertak gigi tetapi saban-saban ia batal
hendak membinasakan atau merobohkan saja nona itu. Karena
ini kemudian ia jadi kena terdesak.
Yan Ie berkelahi sampai dua puluh jurus lebih, setelah itu ia
mengerti kenapa si pemuda suka mengalah terhadapnya. Biar
bagaimana, ia merasa hatinya sedikit lega, ia merasa manis...
Lam Ce In melihat muda-mudi itu bertempur, ia heran Mo
Lek terdesak, bahkan beberapa kali kawannya itu terancam
bahaya. Tidak dapat ia mengawasi saja, sambil berseru ia
berlompat menghampirkan. Tapi ia malu main keroyok, apa
pula lawan itu seorang wanita.
"Sutee, pergi kau susul bangsat tua itu untuk membalaskan
sakit hatimu!" kata ia pada si adik seperguruan. "Bangsat
wanita ini kau serahkan padaku!"
Hati Mo Lek gelisah sendirinya. Ia bersangsi. Apa ia harus
meninggalkan si nona" Apa pantas kalau ia tidak segera pergi
menyusul Ong Pek Thong si musuh besar" Belum sempat ia
mengambil putusan, Ce In sudah menolak tubuh orang untuk
dilain saat terus dia menyerang si pemudi.
Yan Ie menangkis saking terpaksa. Hebat kesudahannya itu.
Dari Mo Lek ia sudah kalah unggul, apa pula menghadapi Ce In.
Ia bisa menangkis tetapi tangannya menggetar keras,
telapakannya lantas pecah dan mengucurkan darah, hampir
pedangnya terlepas dari cekalannya.
Bentrokan itu menambah herannya Ce In.
"Pemudi ini gagah tetapi sutee Mo Lek tak usah kalah
dengannya! Kenapa sebaliknya sutee terdesak?" ia tanya di
dalam hati. Ia berpikir tetapi tangannya tidak berhenti, habis
serangannya yang -pertama itu, ia mendesak berulang-ulang.
Yan Ie tidak berani lagi menangkis, ia senantiasa berkelit.
Tiga kali ia lolos, lalu ia mesti menangkis bacokan yang
keempat. Kesudahannya ini membuat ia menjerit di dalam hati.
Ia terhuyung mundur sampai tujuh atau delapan kaki dan ujung
pedangnya rusak melawan goloknya Ce In!
"Bangsat perempuan, kau hendak lari ke mana?" Ce In
mendamprat, sambil ia lompat maju, guna membarengi
menyerang pula sebelum si nona sempat memperbaiki kudakudanya.
"Suheng! Suheng!" tiba-tiba terdengar jeritannya Mo Lek.
Ce In heran, ia menoleh. Ia mendapatkan sang sutee berdiri
diam saja, parasnya gelisah. Saking heran, ia batal maju, ia
menjadi melengak. Tak mengerti ia akan sikap adik
seperguruan itu.
Ketika itu Leng Song sudah maju mendekati mereka, dia
rupanya melihat keadaan, dia lantas berteriak-teriak, "Engko,
engko, jangan! Jangan kau lukai nona itu!"
Nona ini agaknya gelisah, dia lari menghampirkan cepat
sekali. Ce In sedang maju membacok pula ketika ia mendengar
suaranya Leng Song itu.
Yan Ie masih dapat berkelit, sambil membuang diri itu, ia
berkata perlahan, "Terima kasih, Lam Tayhiap! Kalau tayhiap
hendak mencari orang, silahkan coba pergi ke lembah Toan
Hun Giam di kaki puncak Lian Hoa Hong!"
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ce In heran. Ia mengerti orang mengucap terima kasih
padanya sebab bacokannya barusan bacokan yang ditahan
olehnya. Ia hanya heran atas petunjuk si nona.
Habis berkata itu, Yan Ie lari pergi, sedang Leng Song tiba di
depan tunangannya.
"Adik Song, kenapa kau mencegah aku merobohkan wanita
itu?" ia tanya heran.
"Sebab dialah yang menolong memberi obat padaku," Nona
Hee menjawab. "Tentang ini nanti aku jelaskan lebih jauh pada
kau, engko."
Ce In mengangguk, tetapi ia tetap heran. Ketika ia menoleh
kepada Mo Lek, sutee itu masih berdiam, berdiri dengan
mukanya merah. Hanya itu waktu, adik seperguruan itu lantas
menghampirkan juga padanya.
"Kenapa anaknya Ong Pek Thong fhenolongi Leng Song?" Ce
In tanya di dalam hati. "Kenapa Mo Lek ketahui hal Leng Song
ditolongi nona itu?"
Ia menyangka Mo Lek tidak mau membunuh Yan Ie
disebabkan Leng Song pernah ditolong nona itu.
Pertempuran sementara itu berlangsung terus, sebaliknya
Pek Thong dan anak perempuannya sudah tak nampak
bayangannya sekalipun.
Ce In tidak sempat banyak bicara lagi, mengajak dua
kawannya menerjang guna menyambut pihaknya yang
menyerang dari luar itu.
Sebenarnya Yan Ie sudah lari jauh untuk menyandak
ayahnya, tiba-tiba ia mendengar seruan yang nyaring, tetapi
merdu, "Sungguh, inilah yang dibilang dicari sampai sepatu besi
pecah tak kedapatan, sekalinya bertemu mudah sekali! Tidak
disangka sekali kita berhadapan di sini. Bagus, mari kita
bertarung pula! Kali ini mesti sampai ada yang kalah atau
menang!" Itulah suaranya seorang nona, yang mengepalai
serombongan pasukan dari Kim Kee Nia. Nona itu, ialah Han
Cie Hun, ada bersama Sin Thian Hiong, cecu dari Bukit Ayam
Emas itu. Thian Hiong dengan kapaknya sudah lantas menerjang ke
arah Ong Pek Thong, sedang Cie Hun memegat Yan Ie yang ia
tegur itu. Nona Han bersikap keras, datang-datang ia
menerjang dengan hebat.
Kepandaian Yan Ie dan Cie Hun berimbang, hanya kali ini ia
kalah hati. Kesatu, sudah sekian lama ia bertempur, kedua, ia
sangat menguatirkan keselamatan ayahnya. Ia mesti
melindungi ayah itu.
"Eh, encie Ong, mengapa kau nampaknya jeri?" tanya Cie
Hun, menggoda, tetapi sambil berkata begitu, ia menyerang
dada orang mencari jalan darah hun-bun.
Yan Ie sudah kewalahan sekali. Ia telah terdesak. Ia tentu
telah menjadi korban pedang kalau tidak mendadak sekali ada
seorang yang menalangi ia menangkis tikaman Nona Han.
Penolong itu memakai topeng, dia bergerak sangat gesit. Dia
pun tiba seperti tak diketahui orang. Dengan tangkisan itu dia
membuat pedang Cie Hun mental, membarengi mana dia
menarik tangannya Yan Ie buat diajak lari.
"Kau siapa?" tanya Nona Ong heran.
-ooo0dw0ooo- Jilid 18 Orang bertopeng itu tidak menyahuti, dia mengajak lari
terus. Yan Ie mengikuti karena ia melihat orang lari ke arah
ayahnya. Ong Pek Thong mesti berkelahi mati-matian melayani Sin
Thian Hiong, kalau tidak, ia bisa terluka atau terbekuk jago dari
Kim Kee Nia itu, sebab ia lagi terdesak sangat.
Justeru itu tibalah si orang bertopeng. Dia ini segera
menangkis serangan kapak dari Thian Hiong. Begitu keras ia
menggunai tenaganya hingga kapak kena tertahan.
Mendadak si orang bertopeng tertawa, dia mendesak Thian
Hiong dengan mengebut-ngebutkan tangannya. Dia liehay
sekali, orang she Sin itu sampai terhuyung, setelah mana dia
lantas mengajak Pek Thong dan gadisnya kabur.
Ketika Thian Hiong dapat berdiri tetap, tiga orang itu sudah
lari menghilang.
Tatkala itu dari pelbagai penjuru, tentara Kim Kee Nia sudah
merangsak semua. Mereka mendapat perlawanan berat.
Tentaranya Ong Pek Thong itu, selain berjumlah lebih besar,
juga terlatih baik dan sudah berpengalaman dalam peperangan,
walau pun mereka dibokong, mereka dapat bertahan. Bahkan
di beberapa tempat, ada pasukan Kim Kee Nia yang kena
terkurung. Tiat Mo Lek berhasil merampas seekor kuda, ia lantas
berlari-lari ke segala arah sambil mengangkat tinggi-tinggi
sebatang obor yang apinya menyala-nyala.
Ia pun berseru-seru, "Keluarga Ong sudah berkongkol
dengan bangsa Ouw! Mereka main melakukan kejahatan, dosa
mereka besar sekali! Mana dapat orang semacam Ong Pek
Thong menjadi ketua Ikatan Rimba Hijau" Bukankah kamu
semua bangsa laki-laki" Apakah benar kamu sudi menghamba
kepada segala berandal dan pemberontak" Relakah kamu
diperbudak hingga bisa kejadian kamu nanti hilang jiwa dengan
nama busuk?"
Terang suara itu terdengar oleh orang-orangnya Ong Pek
Thong. "Oh, Tiat Siauw-cecu sudah pulang?" demikian ada
yang berseru. Itulah bekas orangnya Keluarga Touw.
"Ya, Tiat Siauw-cecu benar!" berseru yang lain. "Buat apa
kita menjual jiwa untuk Keluarga Ong" Adakah itu perbuatan
orang- Rimba Hijau sejati" Kalau mesti mati, kita mesti mati
dengan nama harum!"
"Ya, ya!" seru yang lain-lain lagi. "Tiat Siauw-cecu di sana!
Mari kita berontak terhadap Keluarga Ong!"
Maka ramailah suara tentara itu. Ada yang lantas meletaki
senjata, ada juga yang menghajar kawan sendiri - kawan yang
terus mau melawan.
Nyata jumlah yang mau turut Mo Lek lebih besar banyak,
maka itu, pihak yang setia kepada Ong Pek Thong menjadi
tinggal sedikit, mereka terus dirabuh.
Sin Thian Hiong menghampirkan Tiat Mo Lek.
"Saudara Tiat, hari ini kita menyerbu Liong Bin Kok,
jasamulali yang paling besar!" kata dia. "Cuma sayang bangsat
she Ong itu dapat lolos! Sebenarnya tadi aku akan berhasil
mengapak kura-kura tua itu, entah dan mana datangnya
seorang mendadak menolong dia!"
Mo Lek merendah.
"Bagaimana sebenarnya?"
Thian Hiong tuturkan halnya si orang bertopeng yang gagah
itu. "Kalau begitu, dia pasti lebih liehay daripada Khong Khong I
)jiel" kata Mo Lek heran. "Sungguh tidak disangka Ong Pek
Thong mempunyai sebawahan yang demikian liehay! Cuma dia
aneh sekali, dia cuma menolong orang, dia tidak mau melayani
berkelahi..."
"Ya, entah apalah maksudnya," kata Thian Hiong. "Karena
dia menolong Ong Pek Thong, sudah terang dia bukan manusia
baik!" "Bangsat she Ong itu lolos karena dia ditolongi orang liehay,"
kata Cie Hun. "Aneh pula anak perempuannya, dia dapat lolos
juga..." "Oh, dia pun dapat lolos?" kata Thian Hiong. "Bagaimana dia
lolosnya?"
"Di waktu gelap begini, tidak dapat aku melihat tegas," kala
nona itu. "Coba kau tanya Mo Lek saja."
"Bangsat wanita itu liehay," Kat Mo Lek dengan muka
bersemu dadu. "Dasar aku yang tidak punya guna, aku
membuatnya dapal lan menyingkir."
Thian Hiong percaya keterangan itu. la memang tahu Yan Ie
liehay "Tapi kau telah bekerja keras, saudara Tiat," ia kata.
"Aku lihai kegagalan kita ini disebabkan jumlah orang kita
kurang banyak. Bukankah kita berhasil menumpas kekuatan
Liong Bin Kok" Aku percaya, meski mereka dapat kabur, Ong
Pek Thong dan anak-anaknya pasti tak dapat berbuat apa-apa
lagi." Karena musuh telah kabur semua, Sin Thian Hiong lantas
mengumpulkan barisannya, lalu ia mengajak semua orang
berkumpul di Yan Bu Thia, ruang latihan dari Liong Bin Kok,
yang baru saja habis dikuasai Ong Pek Thong.
Toan Kui Ciang lantas memberi selamat kepada Ce In dan
Leng Song. Habis itu Nona Hee menuturkan pengalamannya,
mulai ia dan ibunya diculik, sampai ia dibawa ke Liong Bin Kok,
hingga Yan Ie menolong memberikan obat.
Ce In semua masgul mendapat tahu ibu Leng Song masih di
dalam bahaya. Tapi segera ia ingat kisikannya Yan Ie tadi.
"Menurut kau, anak perempuan Ong Pek Thong itu tidak
jahat," kata ia. "Dia juga telah membilangi aku untuk aku
mencari orang di lembah Toan Hun Giam di kaki puncak Lian
Hoa Hong. Bukankah orang yang dia sebutkan itu dimaksudkan
ibumu?" "Oh, benarkan dia membilangi demikian?" tanya Leng Song,
girang. "Tidak salah lagi, terang dia sengaja membuka rahasia
kepada kau, engko, untuk mengasih tahu di mana ibu
dikurung."
"Dapatkah kita percaya habis keterangannya anaknya Ong
Pek Thong itu?" tanya Touw Sian Nio.
Nyonya ini masih dipengaruh kebenciannya kepada Keluarga
Ong. "Kita harus menjaga supaya kita jangan sampai kena
dipedayakan dan dijebak..."
"Bibi, jangan kuatir," kata Leng Song. "Kalau dia mau
mencelakai aku, tak usah dia turun tangan, cukup dengan dia
tak memberikan obat padaku. Maka itu aku percaya kisikannya
itu." ' Nona ini menjelaskan sikapnya Yan Ie ketika nona itu
menolong ia dengan memberikan obat padanya.
Sian Nio dan Kui Ciang menjadi heran sekali. Sikap Yan Ie
tidak dapat dimengerti.
"Saudara Lam, apakah kau kenal nona itu?" Sian Nio tanya
Ce In. "Kenapa dia bolehnya membuka rahasia terhadapmu?"
"Engko Ce In pernah bertemu dengannya di gunung Hui
Houw San," Leng Song mewakilkan tunangannya memberi
jawaban. "Syukur aku ketahui baik segala perbuatannya Engko
In, kalau tidak bisa kejadian aku mencurigai dia..."
Ce In pun lantas ingat kelakuannya Mo Lek tadi terhadap
Yan Ie. Lantas ia menduga sesuatu. Akan tetapi ia bekep saja
dugaan itu, tak mau ia sembarang mengutarakannya pada
orang banyak. "Manusia itu ada waktunya dapat memikir berbuat benar,"
kata Kui Ciang kemudian. "Orang yang sadar demikian itu kita
harus beri maaf, kita mesti bantu, maka itu sekarang, setelah
nona itu berbuat baik, tak usah kita main duga-duga lagi.
Sekarang yang penting ialah kita harus mengambil keputusan
kita mau percaya atau tidak pembilangannya itu. Nama puncak
Lian Hoa Hong itu terdapat di beberapa gunung. Dia
maksudkan Lian Hoa Hong yang manakah?"
"Aku si pengemis tua paling banyak bepergian," kata We
Wat, "Maka itu aku percaya Lian Hoa Hong itu ialah puncak
Lian Hoa Hong di gunung Hoa San. Di sana memang ada
jurang yang bernama Toan Hun Giam."
Mendengar itu, hati Kui Ciang tergerak.
"Hoa San ialah See Gak Hoa San!" katanya. "Bukankah itu
gunung tempat kediamannya See-gak Sin-liong Hong-hu
Siong?" "Hoa San besai dan dari puncak-puncaknya yang banyak,
ada lima yang terkenal," kata pula We Wat. "Turut apa yang
aku ketahui, Hong-hu Siong tidak tinggal di puncak Lian Hoa
Hong." Kui Ciang berpikir.
"Ketika ibu Nona Hee diculik, orang yang memegang
peranan utama ialah Hong-hu Siong," ia kata, "Maka itu aku
percaya, sembilan dalam sepuluh, di sini ada tersangkut Honghu
Siong itu. "Sangkaan kau beralasan," berkata We Wat. "Baiklah, tak
perduli perbuatan itu perbuatan Hong-hu Siong atau bukan,
aku si pengemis tua hendak menyelidikinya sampai kita
memperoleh kepastian! Mari kita bereskan segala apa di sini,
nanti aku temani kamu berangkat ke Hoa San!"
Hal ini menyulitkan Lam Ce In. Ia tengah menjalankan tugas
yang dipercayakan kepadanya oleh Kwe Cu Gie. Ia mesti
membangun pasukan sukarela guna dapat mengekang An Lok
San. Dapatkah ia meninggalkan tugasnya itu"
Gunung Hoa San berada di dalam wilayah propinsi Siam-say,
di barat kota Tong-kwan atau di selatannya kecamatan Hoa-im,
terpisahnya dari kota Tiang-an beberapa ratus lie. Dapatkah ia
membagi temponya"
Selagi orang berpikir itu, Sin Thian Hiong kata, "Kita sudah
berkelahi semalaman suntuk, kita semua letih dan mengantuk,
maka itu baiklah kita semua beristirahat. Segala apa kita tunda
sampai besok, besok baru kita berpikir pula!"
Ini benar, maka semua orang setuju. Lantas orang mengatur
tentara pengawas, untuk mereka bergilir jaga sampai siang.
Kemudian mereka pun berpisah, untuk beristirahat.
-oo0dw0oo- Jilid 18 Orang bertopeng itu tidak menyahuti, dia mengajak lari terus
Yan Ie mengikuti karena la melihat orang lari ke arah ayahnya.
Ong Pek Thong mesti berkelahi mati- matian melayani Sin
Thian Hiong kalau tidak ia bisa terluka atau terbekuk jago dari
Kim Kee Nia itu sebab ia lagi terdesak sangat Justeru itu tibalah
si orang bertopeng. Dia ini segera menangkis serangan kapak
dari Thian Hiong. Begitu keras ia menggunai tenaganya, hingga
kapak kena tertahan.
Mendadak si orang bertopeng tertawa, dia mendesak Thian
Hiong dengan mengebut ngebutkan tangannya. Dia liehay
sekali, orang she Sin itu sampai terhuyung setelah mana dia
lantas mengajak Pek Thang dan gadisnya kabur ! Ketika Thian
Hiong dapat berdiri tetap, tiga orang itu sudah lari menghilang !
Tatkala itu dari pelbagai penjuru tentara Kim Kee Nia sudah
merangsak semua. Mereka mendapat perlawan anberat.
Tentara- nya Ong Pek Thong itu, telain berjumlah lebih besar,
juga terlatih baik dan sudah berpengalaman da lam
peperangan, walaupun mereka dibokong, mereka dapat
bertahan. Bahkan di beberapa tempat, ada pasukan Kim Cee
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nia yang kena terkurung.
Tiat Mo Lek berhasil merampas seekor kuda ia lantas berlarilari
ke segala arah sambil mengangkat tinggi-tinggi sebatang
obor yang apinya sedang menyala-nyala. Ia pun beraeru-seru :
"Keluarga Ong sudah bersekongkol dengan bangsa Ouw !
Mereka main melakukan kejahatan, dosa mereka langat besar !
Mana dapat orang semacam Ong Pek Thong menjadi ketua
Ikatan Rimba Hijau " Bukankah kamu semua bangsa laki-laki "
Apakah benar kamu sudi menghamba kepada segala berandal
dan pemberontak " Relakah kamu diperbudak hingga bisa
kejadian kamu nanti kehilangan jiwa dengan nama busuk ?"
,,Oh, Tiat Siauwceecu sudah pulaig ?" demikian, ada yang
berseru. Itulah bekas orangnya keiuarga Touw.
,,Ya Tiat Siauwceecu benar !" berseru yang lain. , Buat apa
kita menjual jiwa untuk kepentingan Keiuarga Ong " Adakah itu
perbuataa orang Rimba Hijau sejati " Kalau mesti mati, kita
mesti mati dengan nama harum.
,,Ya, ya !" seru yang lain lain lagi.
Tiat Siauwceecu di saaa ! Mari kita berontak terhadap
Keluarga Ong !"
Maka ramailah suara tentara itu. Ada yang lantas meletakkan
senjatanya dan ada juga yang menghajar kawannya sendiri,
kawan yang terus mau melawan.
Ternyata jumlah yang mau turut Mo Lek lebih banyak, maka
itu, pihak yang setia kepada Ong Pek Thoug menjadi tinggal
sedikit, mereka terus dirabuh.
Sin Thian Hiong menghampiri Tiat Mo Lek.
,,Saudara Tiat, hari ini kita menyerbu Liong Bia Kok, jasamu
lah yang paling besar !" kata dia. .,Cuma sayang bangsat she
Ong itu dapat meloloskan diri ! Sebenarnya tadi aku akan
berhasil menangkap kura kura itu, entah dari mana datangnya
seseorang mendadak menolong dia !"
Mo Lek merendah
"Bagaimaaa kejadian yang sebenarnya?" ia tanya.
Than Hong tuturkan halaya si orang bertopeng yang gagah
itu. ..Kalau begitu, dia pasti lebih liehay daripada Khong Khong
Jie !" kata Mo Lek heran. "Sungguh tidak disangka Ong Pek
Thong mempunyai sebawahan yang demikian liehay ! Cuma dia
aneh sekali, dia cuma menolong orang, dia tidak mau melayani
berkelahi ?"
"Ya, entah apalah maksudnya," kata Thian Hiong. ,,Karena
dia menolongi Ong Pek Thong sudah terang dia bukan manusia
baik !" ,,Bangsat she Ong itu lolos karena dia ditolongi orang
liehay." kata Cie Hun. "Aneh pula anak perempuannya dia
dapat loloa juga ?"
"Oh, diapua dapat lolos ?" kata Thian Hiong. "Bagaimana dia
lolosnya " "
"Di waktu gelap begini, tidak dapat aku melihat tegas." kata
nona itu ,,Coba kau tanya Mo Lek saja."
"Bangsat wanita itu liehay" kata Mo Lek dengan muka
bersemu dadu ,,Dasar aku yang tidak punya guna, aku
membuatnya dapat lari menyingkir "
Thian Hiong percaya keterangan itu, la memang tahu Yan Ie
liehay. ,Tapi kau telah keras, saudara Tiat," ia kata. ,,Aku lihat,
kegagalan kita ini disebabkan jumlah orang kita kurang banyak
Bukankah kita berhasil menumpat kekuatan Liong Bin Kok "
Aku percaya, meski mereka dapat kabur, Ong Pek Thong dan
anak anaknya pasti akan tak dapat berbuat apa apa lagi."
Karena musuh telah kabur semua, Sin Thian Hiong lantas
mengumpulkan barisannya, lalu ia mengajak semua orang
berkumpul di Yan Bu Thia, ruang latihan dari Liong Bin Kok,
yang baru saja habis dikuasai Ong Pek Thong
Toan Kul Ciang lantas memberi selamat kerada Cee In dan
Leng Song. Habis itu, nona nee menuturkan pengalamannya,
mulai ia dan ibunya diculik. sampai ia di- bawa ke Liong Bin
Cok, hingga Yan Ie menolong irtemberiKan o"oat.
Cee In semua masgul niendapat tahu ibu Leng Song masih
didalam bahaya Tapi segera ia ingat bisikannya Yan Ia tadi.
Menurut kau, anak perempuan Ong Pek Thong itu tidak
jahat, kata ia Dia juga telan membilangi aku untuk mencari
orang di lembah Toan Hun Giam dikaki puncak Lian Hoa Hong.
Bukankah orang yang dia scbutkan itu dimaksudkan lbumu?"
Oh, benarkah dia membilangi de- mikian" " tanya Leng Song
girang. Tidak salah lagi, terang dia sengaja membuka rahasia
kepada kau, engko, untuk mengasi tahu dimana ibu di kurung."
Dapatkah kita percaya habis keterangannya anaknya Ong
Pek Thong itu?" tanya Touw Sian Nio Nyonya ini ma sih
dipengaruhi kebenciannya kepada ke luarga Ong. Kita harus
menjaga supaya kita jangan sampat kena di pedayakan dan
dijebak". "Bibi, jangan kuatir, kata Leng Song kalau dia mau
mencelakai aku, tak usah dia turun tangan, cukup dengan dia
tak memberikan obat padaku. Maka itu aku percaya kekasihnya
itu Nona ini menjelaskan sikapnya Yan Ie ketika nona itu
menolong ia dengan memberikan obat padanya.
Sian Nio dan Kui Ciang men jadi heran sekali. Sikap Yan Ie
tidak dapat dimengerti.
Saudara Lam apakah kau kenal nona itu" Sian Nio tanya Ce
In. kenapa dia tolehnya membuka rahasia terhadapmu"
Engkoh Cee In pernah bertemu dengannya di gunung Hui
Houw San, Leng Song mevvakilkannya inemberi jawaban.
Syukur aku ketahui baik segala perbuatannya engko In, kalau
tidak bisa ke- jadian aku mencurigai dia, Cee In pun lantas
ingat kelakuannya Mo Lek tadi terhadap Yan Ie, lantas ia
menduga sesuatu. Akan tetapi ia bekep saja dugaan itu, tak
mau ia sembarang mengutarakan pada orang banyak.
Manusia itu ada waktunya dapat memikir beibuat benar, kata
Kui Ciang kemudian Orang yang sadar demikian itu kita harus
beri maaf, kita mesti bantu, maka itu sekarang, setelah nona itu
berbuat baik, tak usah kita main duga duga lagi. Sekarang yang
penting yalah kita harus mengambil keputusan kita mau
percaya atan tidak pembilangannya itu. Nama puncak Lian Hoa
Hong itu terdapat di beberupa gunung. Dia maksudkan Lian
Hoa Hong yang mana- kah " "
"Aku si pengemis tua paling banyak berpergian, kata Wee
Wat, "maka itu aku percaya, Lian Hoa Hong itu yalah puncak
Lian Hoa Hong di gunung Hoa San, Disana memang ada jurang
yang bernama (Toan Hun Giam)."
"Mendengar itu, hati Kui Ciang tergerak.
"Hoa San yalah See Gak Hoa San!" katanya. Bukankah itu
gunung tempat kediamannya See Gak Liong-hu Siong?"
Hoa San besar dan dari puncak-puncaknya yang banyak ada
lima yang terkenal, " kata pula wee-wat. Turut apa yang aku
ketahui Hong-hu Siong tidak tinggal dipuncak Lian Hoa Hong."
Kui Ciang berpikir.
Ketika ibu Nona Hee diculik, orang yang memegang bernama
utama yalah Hong-Hu Siong; ia kata. "Maka itu aku percaya
sembilan dalam sepuluh, di sini ada tersangkut Hong-hu Siong
itu, Sangkaan kau beralasan, berkata Wee Wat, Baiklah, tak
perduli perbuatan itu perbuatan Hong-hu Siong atau bukan,
aku sipengemis tua hendak menyelidiknya sampai kita
memperoleh kepastian ! Mari kita bereskan segala apa disini,
nanti aku temani kamu berangkat ke Hoa San!"
Hal ini menyulitkan Lam Cu In. Ia tengah menjalankan tugas
yang dipercayakan kepadanya oleh Kee Cu Gie. Ia mesti
membangun pasukan sukarela guna dapat mengekang An Lok
San. Dapat- kah ia meninggalkan tugasnya itu " Gunung Hoa
San berada di dalam wila- yah propinsi Siamsay, dibarat kota
Tong- ivwan atru di selatannya kecamatan Hoa- im, terpisahnya
dari kota Tiang-an beberapa ratus Lie Dapatkah ia membagi
temponya "
Selagi orang berpikir itu, Sin Thian Hong kata: Kita sudah
berkelahi semalam an suntuk, kita semua letih dan mengantuk,
maka itu, baiklah kita semua beristirahat. Segala apa kita tunda
sampai besok, besok baru kita berpikir pula!"
Ini benar maka semua orang setuju. JLantas orang orang
mengatur tentara pengawas untuk mereka bergilir jaga sampai
siang. Kemudian merekapun berpisah, untuk beristirahat.
Besoknya siang ada dibikin pesta, Sin Thian Hiong semua
menghadirinya. Semua orang bergirang, kecuali Lam Cee In
dan Tian Mo Lek. Mereka berdua ada masing- masing
pikirannya. Tengah pSsta berlanjut, seorang serda- du datang dengan
wartanya prihal tibanya seorang dan Kim-kee Nia bersama
seorang militer pejabat dari pemerintah, yang kata nya datang
secara kilat untuk bertemu dengan Sin Ceecu.
Thian Hiong sudah menerima pengampunan untuk bekerja
pada negara dan telah diberi pangkat Ciauw-touw-su meski
begitu semua orang sebawahanrya tetap membahasakan dia
Ceecuu. Ia heran menerima warta itu, sampai ia melengak.
"Siapakah itu yang datang" ia tanya.
" Itulah Touw Sianseng."
"Lekas undang ! Lekas untung masuk katanya, cepat.
Touw Sianseng itu Touw Pek Eng. Dia mia menjaga Kim Kee
Nia dalam keduduk- annya sebagai tetamu yang dihormati.
Sekarang dia datang dengan siopsir, mesti itu berkedudukan
tinggi. Atau digunungnya itu telah terjadi sesuatu.
Segera juga Pek Eng terlihat muncul. Dia seperti mandi
debu. Dia diikuti oleh seorang pengawal yang romannya keren.
"Apakah ada terjadi sesuatu dibenteng kita" tanya Thian
Hong belum lagi ia sempat melayani tetamunva itu.
Justeru itu. Lam Cee In dan Toan Kui Ciang berbareng
berseru: Lui Sutee! Lui Hiantee!" Yang satu memanggil sutee
adik seperguruan yang lain hiantee adik angkat.
Sedang Tiat Mo Lek, yang berpangkat dengan tersipu,
berseru Lui su-heng.
Tidak ada urusan apa-apa dibenteng kita Pek Eng menjawab
lekas. Ada juga ini Lui Tayhiap yang datang untuk suatu urusan
penting untuk mana ia ingin lekas menemui kakak
seperguruannya.
Opsir itu memang Lui Ban Cun, muridnya Mo Keng lojin. Dia
bekerja di Sui- yang di bawahan Thaysu Thio Sun. Mo Lek
belum pernuh bertemu dengannya, maka itu ia segera
menghampirkan buat memberi hormatnya sebugai adik
seperguruan. Kamu semua berada disini, bagus!" kata Ban Cun habis
mereka bertemu satu dengan yang lain. "Lam Suheng, Tiat
Sutee, aku justeru ingin bicara dengan kamu berdua !
Toan tui Ciang sudah berpengalaman ia tahu apa artmya
kata-kata orang she Lui itu, karsua kuatir orang tidak dapat
bicara dengan merdeka, ia lantas berkata: " Kamu baru
bertemu, silahkan kamu pergi duduk dan berbicara diruang
belakang! Sebentar, sesudah Lui Tayhiap beristirahat, kita nanti
berkumpul pula disini untuk memasang omong. "
Ban Cun tidak berlaku sungkan, ia memberi hormat pada
orang banyak. Maaf!" katanya, air mukanya rada kucal.
Touw Pek Eng mengedipi mata pada Sin Thian Hiong kepada
siapa ia kata: Sin Toako, tak usah sungkan-sungkan ! Bukankah
kita sahabat sahabat kekal " Untuk minum sendiri, tak usah kau
yang melayani! "
Thian Hong dapat menangkap isyarat itu. Ia menduga
kepada utusan penting. Pek Eng minta ia menemani sendiri
pada Ban Cun. Maka ia lantas tertawa dan berkata : "Baiklah,
Sin Toako, Lui Jieko baru sampai, sebagai tuan rumah, aku
tidak boleh berlaku sembarangan ! Lui" Jieko, silahkan !"
Berkata begitu, Thian Hiong lantas mengajak tetamunya
masuk ke dalam, terus ke kamar rahasia.
Sutee, " Cee In segera menanya, " benarkah telah terjadi
sesuatu perebahan"
Ban Cun mengasi lihat roman sungguh-sungguh.
" Kota Tongkwan sudah jatuh," sahut- nya, "Ko See Han
sudah menakluk pada pemberontan. Sekarang ini teatera
pemberontak lagi menuju ke Tiang-an!"
Itulah hebat, sampai Cee In bangun berdiri.
Ko Sie Han menjadi jenderal yang dipercaya oleh pemerintah
agung, dia telah menerima budi negara. Cara bagaimana dia
dapat menyerah kepada musuh?" tanyanya.
"Didalam hal ini Yo Kok Tiong memegang peranan penting,
Ban Cun menerangkan. " Dia memang tiiak aku dengan Ko Sie
Han. Kalau Ko Sie Han berdiam tetap di kota Tongkwan, tanpa
ia ber- pentang, An Lok San pasti tidak akan dapat berbuat
apa-apa, tak dapat dia menyerang pecah kota itu. Yo Kok Tiong
kuatir pengaruhnya Ko Sie Han menjadi besar, hingga itu dapat
membaha- yakan kedudukannya, lantas dia menggu- nai akalmusJihat,
yaitu dia mengajukan usul kepada Seri Baginda Raja
supaya Ko Sie Han diperintahkan maju menyerang guna
merampas pulang daerak-daerah di Siamsee dan Hoolok. Atas
itu Ko Sie Han memberi laporannya kepada Raja,
memberitahuan bahwa dalam ke- adaan seperti sekarang ini;
kita baik berdiam saja melakukan penjagaan. Ia berkata
pemberontak kejam, pemberontak tak dapat kesan baik dari
rakyat, tak lama lagi mesti terjadi perlawanan didalamnya,
la berkata, sampai itu waktu, barulah kita bergerak
menghajarnya, supaya kita berhasil tanpa melakukan
peperangan besar la-pun berkata, tak usah kita kesusu, kita
bakal memperoleh hasil be" sar. Disamping itu K.o Sie Han
menun- juki belum selesamya pengumpulan tentara baru.
Lemudian Ko Sie Han menun- juk kepada siasat yang hendak
diambil Kwee Leng-kong, yaitu kalau menyerang kita harus
menyerang ke Utara, ke Ho- an-yang, saranj; pemberontan,
bah va Tong- kwan harus berjaga-jaga saja. Raja tidak turut
pikiran Ko Sie Han itu, Raja telah terpengaruhkan sangat Yo
Kok Tiong. Demikian Raja memerintahkan supaya Ko Sie Han turut
perintahnya itu, hingga kejadian dia mesti berbareng juga, Tapi
pemberontak sudah mengatur tentara sembunyi. Dia berpurapura
kalah dan lari, waktu tentara Ko Sie Han taengejar dia
berbalik melawan pnla dan tentara sembunyinya lantas bekerja.
Jalanan ditup dengan kereta-kereta yang berisikan rumput yang
tetus dibakar, gedang tentafa pemberontak lainnya menyerbu
ke tangsi besar. Kesudahannya runtuhlah duapuluh laksa
serdadu Co Sie Han. Ketika ia dapat lari pulang, sisa tentaranya
tinggal delapan ribu jiwa? Habislah dayanya saking
mendongkol, ia taenyerah pada An Lok San. Ia berkata bahwa
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia mau minjam tenaga An Lok San. guna nanti membunuh Yo
Kok Tiong."
Lam Cee In menghela napas panjang.
"vKo Sie Han meriiang bukan panglima pandai, meski begitu
sayang dia telah menjadi korbannya Yo Kok Tiong." kata ia.
Semua-mua kelirunya Pemerintah sendiri yang alpa dalam
urusan ke tentaraan. Inilah berbahaya.
Sekarang ini Sri Baginda Raja memikir untuk menyingkir ke
See Siok, Ban Cun berkata pula. Raja merenca-nakan
mengangkat putera mahkota menjadi Jenderal besar Panglima
Thaygoan- swee dengan Kwee Leng-kong sebagai
pembantunya. Cuma hal itu masih belum diumumkan. Sekarang aku datang
ke mari dengan mengaburkan kudaku seperti terbang, aku lagi
menjalankan titahnya Thio Thaysiu dan Kwee Leng kong untuk
mendama-ikan urusan dengan kamu, suheng dan sutee
Urusan apakah itu sutee " Cee In tanya.
Inilah urusan yang ada sangkutpaut- nya dengan niat
mengungsi dan Seri Baginda Raja, menjawab Ban Cun.
Mo Lek heran. Raja mau mengungsi ada hubungannya
apakah dia dengan kami " tanyanya.
Ban Cull tertawa "Hendak aku tanya " katanya, ,,diantara
kamu berdua, suheng dan sutee siapakah yang sudi menjadi
pahlawan pehndung Raja menyingkir ke See Siok! Inilah
suratnya Kwee Leng kong silahkan kamu lihat!"
Saudara sepcrguruan itu memperlihatkan suratnya Kwee Cu
Gie. Cee In membaca bersama Mo Lek. Dari surat itu mengartilah
mereka pentingnya urusan, sampai Lui Ban Cun mesti melakukan
perjalanan kilat itu.
Berhubung dengan pemberontakan An Lok San itu Thio Sun
sebagai thaysiu dari Sui yang telah diangkat menjadi Hong-gieSu, pembesar yang membelai kota Yong-kiu Selagi tugaSnya itu
berat sekali tenteranya berjumlah sedikit, sedang rangsumnya
pasti kurang. Maka itu Lui Ban Cun diutus ke Tiang-an, kepada
Pemerintih Agnng untuk meminta bantuan tentera dan rangsum
itu. Justeru Ban Cun sampai di Tiang-an, juteru kota Tong-wan
terjatuh kedalam tangan pemberontak. Hati orang menjadi
kacau, tak terkecuali kalangan pemerintahan. Rajater- lalu
repot dengan urusan keielamatan diri- nya sendin, tak ada
kesempatannya mengu- ruisoal pembelaan diri atau
perlawanan. Syukurnya ialah Raja dapat menghargai Kwee Cu
Gie dan Thian Bun, yang mempunyai kepandaian untuk menjadi
kepala perang, maka itu Ban Cun diterima menghadap.
Itu waktu hadir juga Cin Siang dan Ut- tie Pak, bingga
mereka turut mendengari pembicaraan, Raja membeber
kesulitannya hingga ia mengambil putusan mengungsi ke See
Siok. Kemudian ia menjadikan bantuan nya, artinya ia
meluluskan permintaan ban tuan dari Thio Sun. Disampmg ia
minta bantuan Kwee Cu Gie dan Thio Sun, untuk mencarikan
orang gagah dan setia, yang dapat dijadikan pehndung
pnbadmya. Dalam saat kesusu itu, ia tidak ingat siapa juga
kecuali halnya Hwee Cu Gie dan Thio Sun mempunyai
sebawahan yang dapat diandalkan.
Selama pembicaraan itu, Cin Siang dan Oet-tie Pak tak turut
mengutarakan pikir- annya kepada Kaisar Hian Coag tentang
usaha melawan pemberontak, yang mesti di tindas.
Sebenarnya Raja mau menahan Ban Cun tidak dapat
meninggalkan kota Sui-yang. Maka itu diambil putusan Raja
menulia firman untuk Kwee Cu Gie dan Thio Sun minta
dicarikan pahlawan yang dimaksud
Firman itu bukan Can yang bawa. Telah dijelaskan kalau
sudah sangat terpaksa Ban Cun mesti kembali, untuk menjadi
pahlawan itu, untuk menjadi pahlawan pribadi itu. ,Gie Can Siewie.
Tatkala itu kota Sui yang seperti dikurung musuh di empat
penjuru, keadaannya terancam bahaya. Ban Cu dapat pulang
ke Sui-yang guna menyampaikan keputusan Raja.
Thio Sun tidak nencarikan pahlawan. maka, ia kirim Ban Cu
ke Kin goan kesatu buat minta bantuan Kwe Cu Gie ke dua
supaya Kwe Cu Gie yang melaksanakan firman Raja itu
Kwe Cu Gie menghadapi kesulitan dalam hal mengambil
keputusan la memang mempunyai pasukan yang lebih kuat dari
pada Thio Sun akan tetapi pasukan itu sangat di- dibutuhkan
eleh ia sendiri, Sebabnya ialah tugasnya jauh lebih berat karana
luasnya daerah yarg ia mesti lindungi: hingga tak dapat ia
memecahkan tentaranya. Ia sendiri, babkan lagi mengumpul
terus tentara sukarela di sekitarnya. Di akhirnya ia mengambil
keputusan, Lam Cee In haras bekerja mengumpul tentara itu
dan Tiat Mo Lek yang pergi ke Tiang an guna melindungi Kaisar
Hian- Cong. Demikianlah kedatangan Lui Ban Cun itu.
Kata Mo Lek keras, Raja mau mengungsi, ada sangkutanya
apa dia dengan aku " Apakah cuma jiwa dia yang berharga "
Ha! Hm ! Aku tidak suka pergi !"
Kata Cee In: ..Kalau begitu, bagaimana, andaikata kan yang
pergi ke Tong-kwan ?"
,,Tidak, itu pun aku tidak snka," kata Mo Lek. Aku tidak
mempunyai kepandaian" antuk jadi jenderal dan juga aku tak
suka bergaul dengan segala pembesar tentara."
,,KLe Tiang an kan tidak suka pergi ka- Tong-kwan kau tidak
sanggnp," kata Ban Cun tidaklah dengan demikian kau menjadi
mempersulit Kwe Lang kong dan Thio Taysu.
Mo Lek jadi berpikir
"Kalau dibuat perbandingan tugas lebih ringan ialah menjadi
pahlawan" kata ia kemudian, "sulitnya ialah aku tak setuju
menjadi pelindung Raja,"
Cu In tidak mendongkol, sebaliknya, ia tertawa.
"Ya memang terhadap Raja kita tidak berkasan baik." kata
dia. "sekarang mari aku tanya kau. kau lebih membenci Raja
atau An Lok San ?"
"Mana dapat kedua itu dipadu ?" kite Mo Lek. "Ai Lok San
mengepalai tentara Ouw datang menyerbu. dia berontak. dia
main rampas dan perkosa, perbuatannya sangat menyiksa
rakyat. Dia juga memandang kita, mirip ayam dan anjing, Raja
tidak punya guna tetapi dia tetap orang Han dan dia juga tidak
melukai rakyat seperti An Lok San itu.
"Bagus kau dapat membedakan itu " kata Cee In, "Maka itu.
kalau sekarang kau pergi. Kalau. An Lok San dapat dilawan dan
ditumpas, itu artinya rakyat bebas. Sekarang kau pikir pula !
Andaikata Raja kena terbunuh nanti, bagaimana " tidakkah
urusan jadi tambah sulit, dan mencelakai" Bukanlah rakyat
menjadi semakin menderita " Oleh karena itu. kau harus
melihat dari sudut yang luas kau harus mengutamakan
kepentingan umum !
Mo Lak berpikir.
,Suheng kau benar" katanya, akhirnya. ,,Baik, aku turut kau
!" Meski ia mengatakan demikian didalam hatinya. Mo Lek
masih tidak puas. Habis bersantap ia pergi mencari Han Cia
Hun. Untuk berdua mereka pergi kehntan bunga bwee.
"Kau nampak tidak gembira." kata Cie Hun tertawa. ,.Apakah
kan tak senang terhadap aku ?"
"Buat apa akn merasa tidak senang terhadapmu?" kata
sipemuda masih mendongkol "Aku hanya mendongkol seorang
diri" Mo Lek lantas mennturkan tugasnya mesti pergi ke kotaraja.
Mendengar itu Cia Hun masgul berbareng girang. Masgul
karena ia mesti berpisah, pula dari pemuda itu hingga, entah
sampai ka pan meraka bakal bertemu pula, Girang karena
pemuda itu mengutarakan kemendongkolannya didepannya, Itu
lah bukti sipemuda memandangnya sebagai sahabat karib.
Tanpa merasa keduanya saling menjabat tangan dengan
erat. "Sudah kau jangan bersusah hatii" berkata sipemudi
menghibur."Kau menjadi Gie-Cian Sie wie tidak dapat aku turut
kau akan tetapi dapat aku menantikan kembalimu. Kita menanti
hingga pemberontak dapat ditindas dan negara aman
sejahtera, Aku percaya kan tidak bakal menjadi pelindung Raja
untuk selama-lamanya-"
Pasti sekali Mo Lek mengerti maksudnya kata kata
"menantikan" dari sipemudi maka itu batinnya sangat
berbunga. ,.Adik kau baik sekali suka rnenantikan aku!" katanya
memegang tangan orang.
Tiba tiba Nona Han mengawasi tajam pemuda didepannya
itu, "Masih ada orang yang terlebih baik yang rnenantikan kau."
katanya. ,,Aku kuatir kapan kau melihat dia kan nanti
melupakan aku"
Mo Lek balik mengawasi pemudi itu.
"Ah mengapa hatimu tidak tetap ?" tanya dia.
Nona Han menarik tangannya, mukanya bersemu dadu.
Ah, Kalau kau bakaanya sangat bersyukur, terhadap dia.
kenapa kau telah melepaskannya ?"
.Jikalau kau tetap membilang begini, benar benar aku akan
menjadi gusar." kata Mo Lek. "Aku cuma melaksanakan aturan
kaum Kang Ouw, aku cuma membayar hutang lain tidak!
Pernah ada waktnnya yang dia-dapat membunuh aku tetapi dia
sudah tidak membunuhnya, maka itu kali ini aku memberi
ampun padanya Jikalau lain kali kita ber temu pula, kita bakal
jadi musuh benar-benar! Tantang ini sudah beberapa kali aka
ucapkan pada kau kenapa kau masih tidak percaya aku ?"
Hati sinona terasa, tidak enak, akan tetapi mendapatkan
sipemuda gusar, hatinya menjadi lemah.
"Aku cuma bergurau denganmu !" katanya tertawa. "Kenapa
kau jadi bersungguh-sungguh " Baiklah aku tabu kau pemuda
gagah. tak nanti kau tarpengarnhkan gadisnya musuh, kau
puas bukan ?"
Meski demikian kata katanya sinona menjadi suatu desakan
untuk Mo Lek pada itu tetap masih ada perasaan kurang
tenang. Sianak muda mengerti itu, ia menghela sepas
Kau lihat, bagaimana besar kepercayaannya si Nona Hee
terhadap Suhangku " kata ia. Alangkah baiknya jikalau kau pun
mempercayai aku sedemikian rupa."
Mukanyi Cie Hun menjadi merah. . Kau benar benar ngaco!"
katanya. ,.Cara bagaimana kau dapat membandingkan mereka
dengan kita" . . .
Belum berhanti suaranya Nona Han itu, itu dipecahkan satu
suara teriawa geli, yang datangnya dari rumpun ponon bungabwee
rumpun mana tersingkap dan Lenj-Song muncul
diantaranya ! , He, bocah bocah, kenapa kau memperbincangkan aku
dibelakangku" tegurnya tertawa. "Apa itu mereka dan kita " Ah,
sungguh erat sekali pembicaraan kamo ! Kalau begitu tak
usahlah aku menjadi lagi orang perantara.
Mukanya Cie Hun merah. Mulanya ia terkejut, lalu hatinya
menjadi lega: "Encie Hee apalah kau juga hendak mempermainkan aku ?"
tanya dia. Leng Song mencekal tangan Orang, untuk ditarik.
"Aku mau jadi orang perantara dari kamu. cara bagaimana
aku jadi mempermainkan kau " tanyanya tertawa ,.Aku bilang
terus terang, kalau kamu berdua benar benar telah saling
menyinta baik lekas lekas merayakan pennikahanmu !
Bagaimana kalau itu dilakukan berbareng dengan hari pilihan
kami ?" Nona Hee bicara tanpa likat lagi.
Mo Lek malu berbareng girang,
"Apakah pernikahanmu dengan Lem Suheng sudah
ditetapkan harinya" ia tanya.
"Kenapa kamu tidak memberitahukan aku dari siang-siang"
"Apakah seseorang bukan aku telah memberikannya, Leng
Song membaliki. Sekarang aku ingin tahu kepastian kamu !"
..Enso kau berkelakar." kata Mo Lek tersenyum Ia lantas
menukar panggilan. , Mana dapat kami berbuat seperti kamu "
Lam Suheng sangat merdeka, kalau dia bilang nikah dia boleh
lantas nikah?"
Noaa Hee tetawa lebar.
,.Baik, baik aku mengerti kamu" katanya,
..Tapi kamu bukankah telah mendapat kecocokan" bukankah
kamu tinggal menanti soal tanggal bulannya saja ?"
Mo Lek bungkam nyata ia telah omong kelepasan.
Cia Hun mengisi lihat roman mendongkol mulutnya sudah
bergerak, tetapi dia batal berbicara
Si pemuda melihat itu ia malu. hingga mau segera
menyingkir diri situ.
Selsgi suasana tegang itu tiba tiba terdengar suara orang
berdehem, lalu muncal seorang lain.
Mo Lek sudah lantas menoleh. Maka ia melihat Toan Kui
Ciang Mo Lek" kata erang she Toan ito, ..pria kawin wanita
menikan ituUh keharusan manusia hidup didalam dnnia dari itu
jantan kau mMu malu. Benar apa yan* dibilang No na Hee. Kita
sekarang lagi bicara benar-benar. bukan lagi berguran."
Mo Lek tunduk, Terhadap orang yang terlebih tua itu yang ia
hormati tak dapat la bicara seperti terhadap Lang Song.
"Kothio apakah katamu ?" kata dia tunduk,"
Kui Ciang tidak lantas memberikan penyahutannya ia hanya
menanya Leng Song; "Nona sudahkah kaa menanya mereka "
Nona Hee tertawa
"Apa yang mereka bicarakan, semua telah aku dengar "
sahutnya mereka sudah cocok satu dengan lain maka itu tak
usahlab aku menanyakan lagi.
Kui Ciang bersenyum.
.,Mo Lek berkata. Lam Suhengmu dan No ioa Hee isi sudab
mengambil ketetapan akan menikah besok, berhubung dengan
itu, kami semua memikir, setelah kamu berdua sudah
mendapat kecocokan baik kamu pun menikah berbareng Mo
Lek tunduk pula,
Ini ?"ini katanya sukar ia lantas melirik kepada Ci Hun.
Muka Nona Han merah sampai ketelinga nya.
,,Di dalam hal ini aku tidak berkuasa sendiri?"?"katanya
perlahan" Ksi Ciang tertawa terbahak.
"Kami justeru telah menerima pesan ayahmu, untuk menjadi
orang perantara!" katanya Nona Hee menjadi perantara pihak
wanita dan aku dari pihak pria. Kami merangkap menjadi suhu,
Han Tam sudah ketahui hati puterinya. maka itu ia ingin
sekali sebelum Mo Lek-pergi kekota raja, joioh anaknya ditetap
kan terlebih dahulu.
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cie Hun tunduk, ia diam saja.
Tapi Mo Lek berkata: "Aku berterima kasih untuk kebaikan
hati Han Loopee aku pun berterima kasih kepada kau, kothio,
cu ma . . . cuma . . .
Leng Song tertawa.
Cuma apa" katanya. ,,Mustahilkah kau tidak setuju"
Mo Lek jujur ia lantas kata; "Aku cuma kuatir bahwa aku
tidak setimpal untuk Nona Han. Pada pihaknya tidak ada soal
tidak setuju! Cuma aku bakal pergi menjadi Gin Cian Sie-wie,
tak tahu aku kapan aku nanti pulang. Maka kalau besok kami
menikah, itu rasanya kurang cepat."
Kui Ciang tertawa pula.
Tentang itu kami telah memikirnya!" kata ia , Habis menikah,
lantas suami isteri berpisahan, itu memang kurang tepat. Tapi
kami mempunjai jalan lain. Kami pikir, dapat kamu bertunangan
terlebih dahulu, sesudah nanti negara aman, baru mau pulang
untuk merayakan pernika han kamu. Tidakkah ini baik"*
Mo Lek mengangguk.
Cie Hun berdiam saja.
Maka demikian keputusan di ambil.
Semua orang menjadi girang, terutama sesudah Liong Bin
Kok kena dirampas. Semua lantas mengatur dan bekerja. Di
sana ada banyak tangan, segala apa pun disiapkan secara
sederhana. Maka segala-gala sudah lantas teratur rapih. Malam
itu orang bersiap selesai maka besoknya, upacara nikah dan
pertunangan dapat dilangsungkan.
Cee In dan Leng Song merasa sangat senang. Mereka
menikah sesudah sama-sama sangat menderita. Cuma satu hal
tak memuaskan Leng Song. Itulah tak hadir ibunya. Bahkan ibu
itu belum ketahuan berada di-mana, dan bagaimana dengan
nasibnya. Dengan tidak hadir, Leng Soat Bwee jadi tak dapat
memimpin upacara nikah puterinya. Sebenfarnya Leng Song
ingin me nikah sehabisnya perang, tetapi ia pun kua-tir nanti
terbit perubahan lagi, maka di akhirnya ia menyetujui saran
Toan Kui Ci-ang itu.
Pernikahan itu juga kebetulan sekali. Lam Cee In telah
mendapat tugas pergi ke Tong-kwan guna mengumpul tentera
sukarela. Maka ketikanya itu dapat sekalian di gunai pergi ke
gunung Hoa Sang guna mencari ibunya Leng Song. Dan hal itu,
Kui Ciang dan isterinya bersama yang lain nya suka pergi
sekalian. Ciat Mo Lek juga gembirra. Hanya tepat selagi upacara
dilangsungkan mendadak didepan matanya berkelebat
bayangannya. Ong Yan Ie, otaknya memikir Nona she Ong itu.
Ia heran sekali. Telah bulat minatnya menikah Cie Hun. Aneh
kenapa Ong Yan Ie berpeta" Ia lantas mencoba melupai nona
she Ong itu. ia pikir mungkin ingatan itu di sebabkan sinonalah
musuh yang membunuh ayah angkatnya serta pamanpamannya
pula sinona pernah menolongnya.
Lam Cee In masih mempunyai tugas Buat beberapa hari ia
perlu berdiam di Liang Bin ok. Tidak demikian dengan Mo Lek.
Dihari kedua, dia sudah mesti berangkat ke Tian-an. Maka itu,
pesta berjalan ramai hanya selewatan saja.
Sin Tnian Hiong semua ngantar sampai di mu lu t bembah.
Han Cie Hun menuntun Kudanya Cin Siang, supaya kuda Oeypiauwma itu sekalian di kembalikan pada pemi liknya. Kata
sinona: "Kau pakai kuda ini, supaya kau dapat tiba lebih cepat.
Dikota-raja kau sekalian membayarnya pulang pada Cin Siang
." Cie In dan Kui Ciang kenal baik orang she Cin itu, mereka
mengirim tabe untuk di sampaikan kepada sahabat itu. Cee In
menasehati supaya didepan Raja, Mo Lek berlaku tahu diri dan
dimana perlu; dapat dia meminta petunjuknya Cin Sian dan Uttie
Pak. Dilain pihak menghadapi U bun Thong, dia harus
waspada, mesti dia bisa menjaga diri.
Cie Hun menghampirkan tunangan itu. Melihat demikian,
semua orang tahu diri, semua lantas mundur. Dengan begitu si
nona sendirian dapat mengantar lebih jauh.
Bisa di mengarti kemasgulan sepasang tunangan baru itu.
Banyak yang mereka hendak katakan, akan tetapi aneh, sekian
lama mereka" sama sama bungkam.
" Adik Hun ada pesan apa lagi dari kau?" tanya Mo Lek
setibanya di mulut jalanan.
Cie Hun mengawasi, sinarmatanya sayu. "Mo Lek katanya."
perlahan segera kau bakai sendirian saja, karena itu haruslah
kau menjaga diri, selamanya harus berhati-hati . . .
Pemula itu tertawa.
"Aku bukan lagi bocah cilik!" katanya Tentu saja dapat aku
menjaga diriku! Tak usah kau kuatkan apa-apa
"Biakan melainkan mengenai dirimu sendiri, buat segala
urusan lainnya pun kau harus berhati-hati, pesan oula si
kekasib. "Tidak dapat aku omong banyak, kau sendiri seorang
cerdas, oegitu sudah cukup asal setiap saat kau ingat bahwa
disini masih ada aku . . .
Hati Mo Lek bercekat. Ia tahu artinya pesan itu. Nyata hati
Cie Hun masih tak senang.
Kau jangan kuatir, "kata ia sambil memegang keras tangan
sinona. Di dalam batiku cuma ada kau satu orang.
,Dalam hal yang lainnya, cuma satu yang aku pikirkan ?"
Nona Han menatap
,,Apakah itu " " tanyanya.
,,Itulah tugas mencari balas untuk ayah angkatku !
Cie Hun menghela napas lega.
"Baik, kau berangkatlah!" katanya. "Tak peduli berapa lama
perang berlanjut, aku pasri menantikan kembalimu !"
Mo Lek lompat naik atas kudanya.
,,Kau jaga dirimu baik-baik!" kata ia yang terus mengulapkan
cambuknya membuat kudanya membuka tindakan lebar, ke aka
ia menoleh, tubuhnya Cie Hun nampak samar-samar, lalu
lenyap, akan tetapi dilain pihak kembali ia membayangi wajah
Ong Yan Ie . . . .
Di sepanjang jalan ini Mo Lek senanti asa menyingkirkan dari
tempat-tempat di mana ada tentara pemberontak. Berkat keras
nya kuda uy piauw ma lari. didalam tempo beberapa hari ia
sudah mendekati kota Tong kwan. Dengan begitu ia tiba lebih
cepat dari pada rencananya, setibanya dikota ini, ia lantas
menghadapi soal sulit. Itulah sebab Tongkwan sudah terjatuh
dalam tangan An Lok San. Ia berada di pesisir sungai Hong
Hoo, ia hendak pergi ke Tiang-an, kota Tongkwan mesti
dilewati. Atau ia mes ti membuang tempo pergi ke lain tempat
penyeberangan. Disaat kacau saperti itu, orang pun sulit mendapatkan
perahu eretan. Tukang-tukang perahu dipenyeberangan Hong
Hoo itu SMdah mengungsi ke lain tempkt. Maka di tepian,
ditengah sungai tak nampak sebuah perahu juga
Dengan terpaksa Mo Lek menjalankan kudanya disepanjang
tepian. [a mengharap-harap mendapatkan sebuah perahu,
sesudah setengah jam lebih, tiba-tiba hatinya menjadi lega, di
tepian di bawah pohon yangliu ia melihat sebuah perahu kecil.
Ia segera menghampirkan.
Dari dalam kendaraan air itu muncul seorang laki-laki, tak
menanti Mo Lek berkata padanya, ia sudah mendahului, lebih
dahulu ia menggoyangi tangan berulang-ulang Ia kata : , Tak
mau aku hidup di ujung golok ! Tak mau aku mengerjakan pula
pekerjaanku ini. Tuan, silahkan kau mencari lain perahu !"
Mo Lek mengeluarkan sepotong emag.
"Sekarang ini ke mana kau mau suruh aku mencari perahu '
kata ia. ,,Kau bawa aku menyeberang, uang emas ini untukmu
!" Matanya tukang perahu itu bersinar, ia berdiam,
kelihatannya ia berpikir.
.Baiklah." sahutnya kemudian. "Burung mati karena
makanan, manusia mati karena uang, dengan memandang,
uang emasmu ini suka aku pertaruhkan jiwaku, untuk
menyeberangkan kau ! Apakah kau hendak- membawa sekalian
kudamu ' "Kuda ini pengganti kakiku, pasti aku mesti bawa nyeberang
" sahut Mo Lek yang terus menuntun kudanya, untuk dibawa
na ik ke perahu. Syukur masih ada tempat buat binatang itu.
Si tukang perahu menepuk-nepuk punggung kuda itu, kuda
uy-piauw-ma meringkik, terus kaki belakangnya berjingkrak,
untuk menendang. Syukur Mo Leksebatdan mencegah dengan
cepat. "Kuda ini keras hatinya," kata si tukang perahu. "Dialah
seekor kuda jempolan !"
"Apakah kau pandai melihat kuda ' Mo Lek tanya.
"Sudah banyak kuda ysng diseberangkan disini, belum
pernah aku melihat yang sebagus ini, ' kata tukang perahu itu,
yang lementara itu sudah melepaskan tambatan dadungnya,
maka dilain saat, kendaraan air itu sudah mulai dikayuh.
Inilah yang pertama kali Mo Lek berlayar disungii Hong Hoo
Ia melihat bagai mana air keruh bergelombang, dikejauhan air
seperti menempel dengan langie. Ia men jadi kagum hingga
tanpa merasa ia bersiul nyaring.
,,Tuan." tanya si tukang eretan, , sekarang ini lagi terbit
bahaya perang, mengapa tuan membuat perjalanan " bahkan
tuan berjalan seorang diri " kenapa tuan membahayakan diri
dengan menyeberangi sungai Hong Hoo ini?"
Mo Lek mengawasi. Ia me ihat orang sangat memperhatikan
kudanya. Ia kata di dalam hati : "Jikalau kau main gila, kau
harus tahu rasa ! ' Ia menjawab, secara te-rus-terang : "Akulah
seorang prajurit dari pasukan tentara negeri, tetapi aku
terpisah dari induk pasukanku, sekarang aku lagi berjalan
pulang, kenapa apakah kau takut"'
"Oh, begitu !' kata tukang perahu itu
"Sungguh tayjin setia kepada negara ! Tay jin harus dipuji
Sekarang aku ketahui tay jin siapa, jangan kata yang aku sudah
di berikan uang emas, walaupun tidak pasti akan atu tolong
seberangi tayjin. '
Mo Lek bercuriga. Ia melihat orang wajar sekali. Pikirnya :
"Ditepian ini cuma ada dia seorang diri bersama kendaraannya
ini. Tadi pun dia agak jeri menyeberangi atu. Setelah mendapat
uang, ia menjadi ta bah, sekarang ia jadi begini berani, satu
didalam dua, dia kemaruk, uang atau dia mengandung suatu
maksud . Diam-diam pemuda ini merogo sepotong uang tembaga,
untuk digenggam. Sedikit saja orang bergerak, hendak ia
menghajarnya dengan uang itu.
Tukang perahu itu pandai mengayuh. Perahunya itu dapat
laju dengan pesat sekali, diwaktu magrib, tibalah mereka
diseberang. "Silahkan mendarat, tay-jin. berkata dia. ,,Tayjin sudah
memberi lebih, tak usahlah tayjin menambahkan "
Kata kata itu dapat diartikan bahwa dia telah ketahui
ditangan sipemuda ada tergenggam uang.
Muka Mo Lek merah sendirinva. Ia pikir: "Mungkinkab dia
orang Kang Ouw juga" Kalau benar, aku salah maka aku
bercuriga berlebihan...
Didalam hari-hari biasa, pasti Mo Lek suka mengajak orang
bicara terlebih jauh. Sekarang ini ia mementingkan
perjalanannya. Maka itu habis mengucap terima kasih ia lantas
berangkat. Ia maiih mendengar tukang perahu itu memuji
kagum: ,.Sungguh seekor kuda jempolan!"
Manggunai saat gelap dari sang sore. Mo Lek berjalan mutar.
mengitari kota Tong kwan, untuk melintasinya. Dengan begitu
tibalah ia dalam oaerah yang di keasai tentera negeri. Disini ia
berhenti juna melewati sarg roaUtn Brosnya pagi-pagi ia sod ah
berjilan pula. Ketika sore
mendatangi, ia tiba di Hoa im.
Gunung Hoa Sio terletak diselatan kota Hoa im setibanya
dikecamatan itu Mo Lek ingat akan reticanaaya Lnra Cee lu
yang mau pergi kegurung itu guna mencari dan menolongi
orang jalah ibunya Leng Soog. Ingat hal itu ia ingat juga halnya
sendiri Ia tiba dua hari leoih cepat dari selayaknya. Jarak
diantara Hoa-Im dan Tiang an duaratus lie lebih, dengan
rnenuaggang kudanya yang jempolan ini kalau besok pagi ia
berangkat ia bisa mencapai dikotaraja dalam tempo setengah
harian yaitu lewat tengah hari. Karena mempunyai kelebihan
tempo ini ia memikir untuk pergi ke Hoa San guna melakukan
penyelidikan: Lalu ia bersangsi. maka ia pikirkan pula niatnya
itu. Sesudah memikir masak masak, ia membatalkannya Ia
memikir sebaliknya, Yalah ia bersendirian saja apabila ia gagal
bukankah ia menggagalkan juga urusan besar" Ia mesti pergi
kepada Raja yang harus di lindunginya
Malam itu Mo Lek sinigah dalam sebuah hotel didalam kota.
Mendekati fajar mendadak ia mendengar ringkik kuda. Ia kanali
suara uy-piauw-ma yang nyaring sekali. Ia kaget, maka ia lari
keluar dari kamarnya terus pergi ke istal Ia menyalakan api. Ia
melihat kudanya tidak kurang suatu apa Ia berlaku teliti. Ia
memeriksa tanah disitu dan sekitarnya. Ia tidak melihat tapak
kaki. Ia menjadi heran.
..Nampaknya tidak ada pencuri kuda tetapi Kenapa binatang
ini meringkik keras" ]a berpikir.
Disebelab timur sudah mulai berbayang cahaya patih.
Melibat itu hati Mo Lek menjadi lega. Ia tidak memikir buat
membuat penyelidikannya lebih jauh Kudanya ada dan
selamat. Maka ia lantas berkemas dan menaiki kudanya itu
guna melanjuti per jalanannya.
Baru jalan seuntaian. tiba tiba Mo Lek menjadi heran
Kudanya memperlihatkan tanda tanda luar biasa. Kuda ita
mengorong kecapaian, jalannya makin lama makin perlahan Ia
menghentikannya ia lompit turun guna memeriksa. Kedua
matanya kuda ita juga tak bersinar lagi mulutnya mengeluarkan
ilar putih, berbuih. Lalu kuda itu menggoyang goyang
kepalanya dan meringkik perlahan saaranya menyedihkan.
Heran! Kuda ini gagah, tadi malam dia makan banyak
kenapa sekarang baru jalan sepuluh lie lebih dia jadi begini"
Kenapa dia jadi kecapaian dan tidak kuat jalan" Mungkinkah dia
sakit mendadak"
Selagi bingung itu anak muda ini melihat seorang jalan
mendataagi dari arah dapan. Tiba didepan ia orang itu
meaghentikan tindakannya.
"Sayang! Sayang!" kata dia seorang diri setelah dia
mengawasi kuda uy piauw-ma.
Mo Lek lihat orang muda bertubuh jangkung romannya
bukan seperti orang ke banyakan. Anehnya, ia seperti pernah
melihat orang ini, hanya ia lupa di mana mereka parnah
bertemu. ,.Maaf. tuan"* ia menyapa sambil mem beri hormat.
,.Dapatkah aku mengetahui she dan nama tuan mengatakan
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sayang7" "Aku Tian Goan Siu menyahut pemuda itu. "Aku menyayangi
kuda kau tuan!"
"Kenapakah?" Mo Lek tanya.
, Kuda tuan ini mestinya kuda jempolan sayang dia dapat
sakit. Aku kuatir kuda ini tak dapat hidup melewati hari ini"
sahut orang itu.
Mo Lek heran. ,.Tuan, katanya, kalau taan bisa lihat kuda ini sakit, tentu
tuan mengetahui juga cara pengobatannya. Apakah tuan dapat
menolong aku" Kalau tuan dapat menolong, tidak nanti aku
lupakan kebaikan kau ini" Mata orang ganda itu terbalik. Dia
agak kurang tenang.
"Tuan kau memandang terlalu rendah padaku!" katanya.
,,Kalau tuan bicara pula dari hal kebaikan akan aku segera
mengangkat kaki dari sini"
Paras Mo Lek merah. , Maaf, tuan, kata ia seraya memberi
kormat. ,,Aka tidak sangka tuan seorang cagah. Baiklah!
Sekarang dengan melihat kuda ini kuda jemholan, aku minta
tuan suka tolong mengobatinya." Tian Goan Su tertawa.
..Nah, begitu baru benar!*" katanya. Akn tidak kenal apa
yang dinamakan orang gagah, Ak u hanya sangat menggemari
kuda jempolan. Sebenarnya, tak suka aku melibat kuda ini mati
" Habis berkata begitu, ia mendekati kuda, ia merabah
tubuhnya dan memasang telinga diperutnya, guna mendengari.
Dua kali kuda itu meringkik keras, meski dia lemas, dia
mengangkat kakinya, menjentil orang tidak dikenal ini.
,Hus, jangan!" kata Mo Lek pada kudanya tu. "Orang lagi
memeriksa untuk mengobati kau, kenapa kau galak tidak
keruan?" Kuda itu, entah karena mendengar kata, atau karena
tenaganya sudah habis, lantas berdiam, dia tidak menendang
pula. Dia lantas mendekam, membiarkan orang memeriksanya.
,,Berat sekali sabitnya kuda ini, kata Goan Siu kemudian,
alisnya berkerut. ,,Akn sangsi dapat mengobati atau tidak,
tetapi nanti aku coba." Ia lantas mengeluarkan sebatang jarum
dalam mana ada barang cairnya warna hijau. Ia lantas
menyuntik perut kuda itu. Ia menahan jarum itu beberapa
detik, ketika ia mencabutnya, ia membarengi menepuk kuda
seraya berseru: "Kau bangunlah?"
Aneh! Obat itu sangat manjur! Kuda itu meringkik, terus dia
berjingkrak bangun. Tapi terhadap Tian Goan Siu, dan nampak
jeri berbareng gusar. Dia mundur, keempat kakinya lantas
menoker-noker, hingga pasir dan debu perhamburan.
,,Saudara, kau pandai sekali" ia memuji. "Tidak dapat aku
membalas budi, maka itu aku cuma dapat mengucap terima
kasih! Terima kasih saudara?"
"Masih terlalu siang kalau sekarang kau menghaturkan
terima kasihmu," kata orang she Tian itu. "Kalau tetap kau
menunggang kuda ini, kalau setelah berjalan sepuluh lie lebih
kuda ini tidak kumat penyakitnya, itu tandanya dia sudah
sembuh benar, tapi andaikata dia sakit lagi, lekaslah kau kembali,
akan aku nantikan kau disini, aaati aku dayakan
menolongnya pula."
Mo Lek melihat kudanya sudah segar sekali.
"Dia sudah sembuh seperti biasai" katanya. "Aku rasa
sakitnya tak bakal kambuh!" Ia memberi hormat, ia mengucap
terima kasih, lantas ia lompat naik atas kudanya ito, yang terus
ia kasi laii. Ketika ia menoleh, ia melihat orang lagi berdiri
mengawasi padanya.
Baru lari sepuluh lie lebih, mendadak Mo Lek menjadi kaget
lagi. Untuk herannya, ia mendapatkan oey-piauw-ma berjalan
lambat, napasnya mengorong, mulutnya me ngeluarkan liar
berbusah seperti tadi. Ia menjadi bingung. Karena ia percaya
sianak muda, dengan terpaksa ia turun dari kudanya, ia tuntun
binatang itu berjalan balik.
Belum sampai ditempat tadi, Goan Sitf sudah terlihat berlarilari
mendatangi. "Benar-benar kuda itu kambuh?" kata-nya. "Syukur aku
belum pergi!"
Mo Lek menyahuti akan tetapi ia menjadi heran.
, Kalau dia tahu kekuatan kuda cuma buat belasan lie,
mengapa dia suruh aku mencoba juga menunggangnya ?"
demikian pikirnya. "Mungkinkah karena dia kuaur aku
menyangsikannya, dia sengaja menguji aku untuk menguji aku,
untuk membikin aku tunduk akan kepandaiannya" "
Memikir demikian, anak muda ini menjadi curiga. Tapi ialah
seorang Kang Ouw yang berpengalaman, meski ia masih muda
ia dapat mengunai otak. Tak mau ia memberi kenyataan apaapa.
Dilain pihak, tak mau ia meninggalkan kudanya itu.
"Tak perduli apa juga, biarlah aku menaruh kepercayaan
padanya," pikir pula. Maka ia bawa kudanya kedepan pemuda
tidak dikenal itu. Ia berkata: "Saudara benar katamu tadi, kuda
initak sanggup jalan lebih auh dari pada sepuluh lie lebih. Aku
minta sukalah saudara menolong jiwanya.
"Sekarang ini sakitnya kuda ini bukan lagi aku yang dapat
mensobatinya," berkata Tian Goan Siu. "Tapi aku mempunyai
guru, yang kepandaiannya sepuluh lipat le* bih liehay
daripadaku"Ah, aku masih belum menanya she dan nama
mulia dari kau, saudara!"
"Tiat Mo Lek memberitahukan namanya nama yarg palsu.
..Saudara Tiat." berkata Goan Siu kemu dian, "jikalau kau
tidak mempunyai urusan yang terlalu penting, silahkan kau
tuntun kudamu ini turut aku menemui guruku. Mau kah kau?"
Mo Lek perlu lekas pergi ke Tiang-an, dilain pihak ia
menyayangi kudanya itu.
"Aku telah mempunyai kelebihan tempo dua hari, mungkin
tak apa apabila aku terlambat satu atau dua hari ?" pikirnya.
"Tanpa kuda, bagaimana sesampainya di Tiang an aku mesti
bicara dengan Cin Siang?"
Masih ia bersangsi. Ia berpikir pula : Orang ini mencurigai.
Kita tidak kenal satu dengan lain, mustahilkah dia mau men
celakai aku" Taruh kata benar dia berniat jahat, apakah aku
mesti takut terhadapnya" Kalau aku tidak turut mesti kuda ini
mati, dari itu baiklah aku ikut dia untuk sekalian menguji hati?"
Lantas ia mengambil kepastian. Ia berkata: "Syukur jikalau
gurumu dapat menolong kudaku ini. Nah baiklah mari aku turut
kau!" Goan Siu memberikan pula satu kali inyeksi, yang membikin
kuda itu menjadi sedikit lebih segar. Hanya aneh kuda itu,
teperti jeri terhadap tabib kuda itu, dia saban-saban meringkik
tak seperti biasanya.
Mereka lantas berangkat. Selang sekian lama, Mo Lek
merasa heran. ,,Tuan apakah gurumu tinggal didalam gunung Hoa San?" ja
tanya, "Benar," Goan Siu menyahut. "Guruku jemu dengan umum,
ia tinggal menyendiri didalam gunung mi sudah sepuluh tahun
lebih." Mengawasi gunung Hoa San, Mo Lek lantas ingat See Gak
Sin Liong Hong-hu Siong. si Naga. Sakit dari Hoa San, lantas
dia ingat bisiknya Ong Yan Ie kepada Lam Cee In. Mungkinkah
benar ibunya Leng Song berada didalam gunung itu"
Karenanya ia rada bersangsi, hingga ia merandak.
"Guruku itu membangun gubuk didalam lembah." Goan Siau
kata, "karena itu tak usah kita mendaki gunung."
Mo Lek berpikir pula: "Keterangan dia ini cocok dengan
keterangannya Yan Ie. No na itu menyebut jurang Toan Hun
Giam dikaki puncak Lian Hoa Hang. Bukankah jurang itu
lembah juga?"
Sambil terus menuntun kudanya, pemuda ini berjalan
mengikuti orang she Tian itu.
Mereka mulai memasuki lembah, yang terapit dua buah
puncak hingga meskipun di-sianghari dan matahari bersinar
merah, didalam lembah tidak ada sinar terang dan hawanya
pun lembab Tak lama Mo Lek sudah mendapat lihat sebuah rumah berdiri
ditepian tanjakan, temboknya merah gentingnya hijau, dibagian
depannya ada kebun bunga, disitu seorang nona mirip budak
tengah mengurus cabang-cabang bunga. Ketika nona itu
melesat tetamu dia lari untuk menyambut sambil dia menanya .
,,Oh, siauwya sudah pulang: "Adakah ini tabib yang diundang !
,,Ah sungguh tidak tahu aturan!" kata Goan Siu Didepan
tetamu yang terhormat kau membuat berisik tidak keruan! Buat
apa kau usilan" Lekas tuntun kuda ini ke-kandang dan kasi
makan baik-baik! Kau mengarti tidak?"
Melihat dan mendengar semua itu, kecurigaannya Mo Lek
menjadi bertambah.
Katanya didalam hati: "Menurut budak ini, Tian Goan Siu ini
tuan muda dari rumah ini, maka itu orang didalam rumah itu
mesti ayahnya. Kenapa tadi dia menyebut-nyebut gurunya"
Mungkinkah gurunya ialah ayahnya?"
Sudah umum bahwa ayah mewariskan kepandaiannya kepala
sang anak, tetapi tak umum akan menyebut ayah sebagai guru.
Pula aneh: "Goan Siu mau mengundang tabib, karena ia justeru
diajak untuk mengobati kudanya"
-oo0dw0oo- Jilid 19 Goan Siu seperti dapat menerka kecurigaan orang ia tertawa
dan kata : "Guruku tinggal beriama-sama aku Sekarang ini
dirumahku kebetulan ada orang yang lagi mendapat sakit,
karena mana guruku menyuruh aku pergi ke kota mengundang
tabib . . . Keterangan itu menambah kecurigaan si tetamu.
,,Kalau begitu, saudara Tian, tidakkah karena urusanku kau
menjadi terlambat mengundang tabib " katanya.
"Guruku sudah lama tinggal di dalam gunung, dia tidak tahu
urusan diluar, " Goan Siu menerangkan pula. "Coba pikir disaat
kacau seperti ini, mana didalam kota dimana ada tabib"
Saudara Tiat, aku minta kau tak menjadi kecil hati. Mari masuk
aku juga kebetulan hendak bicara denganmu."
"Aku sudah datang, baik aku turut pada nya, " pikir Mo Lek.
,,Coba aku lihat dia mau memberikan pertunjukan macam
apa?" Goan Siu memimpin tetamunya masuk, liba didalam, ia
lantas mengundang duduk.
Mo Lek lantas minta ketemu dengan gurunya tuan rumah itu.
,Untuk menemui,guruku, sebentar pan boleh," berkata Goan
Siu. "Tentang sakit kudamu, aku taggung guruku dapat
mengobatinya. Saudara aku mempunyai satu urusan buat mana
aku hendak memohon bantuanmu.
"Saling membantu itu yalah soal yang layak," kata Mo Lek.
"Saudara Tian silah-kan kau menerangkan urusan itu, sebisabisanya
akan aku bantu kau.
Goan Siu mengangguk.
"Barusan budakku bicara dari hal orang sakit," kata. ia. ,,Itu
benar Tapi disini kuda terselip salah faham. Memanglah niatku
mengundang tabib, saudara Tiat Duduknya hal yaitu, aku mau
minta saudara mengobati penyakitnya adik seperguruanku."
Mo Lek tercengang. Dengan ,.adik seperguruan" itu, Goan
Siu menyebut "sumoay" yalah adik seperguruan wanita. la mau
menyangka su heng atau su-tee, kakak atau adik seperguan
pria "Bagaimana saudara?" katanya. "Aku tidak kenal ilmu tabib .
. ." "Penyakit lainnya mungkin saudara tak dapat, tetapi sakitnya
saudara seperguruanku ini mesti dapat," kata. Goan siu. .Kalau
tidak, tak nanti aku mengundang saudara. "
Dalam herannya, Mo Lek menduga bahwa si sakit itu kena
terlukakan musuh. Maka ia kata didalam hati : "Kalau ia ter luka
aku ada membekal obatnya ?""Saudara Tiat," berkata Goan Siu
pula "untuk dapat memastikan kau dapat mengobati atau tidak,
baiklah kau tengok dulu adik seperguruanku itu "
Mo Lek berpikir sejenak.
"Baiklah !" ia menjawab , Hanya kalau itu luka didalam benar
benar aku tidak sanggup menolong."
Goan Siu berjalan didepan, untuk me-mimpia tetamunya. Mo
Lek mengikuti, hingga ia ja"an dilorong yang banyak
tikungannya. Tak lama tibalah mereka didepan kamar. Goan Siu
menolak daun pintu dengan perlahan.
"Saudara Tiat, silahkan kau masuk perlahan lahan," kata dia.
Mo Lek melongok dulu dari daun pintu yang baru dibuka
"separuh, begitu ia melihat, ia menjadi kaget saking herannya.
Ia melihat seorang nona rebah diatas pembaringan yang
berukiran, nona itu madap keluar hingga terlihat mukanya. Dia
memejamkan mata, dia nampak benar lagi sakit. Nona itu yalah
. . . Ong Yan Ie adanya !"
Dalam kagetnya, pemuda ini lantas memutar tubuhnya,
niatnya mengangkat kaki, tapi segeraia merasa pundaknya
ditekan orang serta telinganya lantas mendengar suaranya
Goan Siu : "Saudara Tiat, tak dapat kau pergi !"
Mo Lek berkelit dengan tipu silat me-rengkatkan tubuh, yaitu
,,Pa Ong Gie Kah" atau "Couw Pa Ong meloloskan jubah
perang," lantas dia kata keras : "Cau memancing aku kemari,
mau apakah kau ?"
Tian Goan Siu lompat mengejar Ia kenal baik rumah itu,
dapat ia mendahului tiba dipintu tengah dimana ia berdiri
menghadang. "Benar, aku memancing kau datang kemari !" katanya terus
terang. "Tetapi, saudara Tiat, tidak ada maksud jahat dari aku,
dengan setulusnya mengundang kau untuk Mengobati adik
seperguruanku itu !"
Mo Lek menyampok dengan sebelah tangannya.
"Kau ngaco," bentaknya. "Teranglah kau kawannya Ong Pek
Thong ! Terang kau hendak mencelakai aku ! Hm ! Walaupun
aku telah terperangkap, untuk kau mem bekuk aku, tak
mudah.! " Tian Goin Siu menangkis dengan tipu-silat ,,Sian Ciang* atau
Tangau Lunak," begitu seterusnya sampai tiga kali ketika Mo
Lek menyerang dia saling susul kemudian dia lompat mundur
sambil berkata : ..Saudara, bukankah kau telah melihat adik
seperguruanku itu " Apakah kau tidak melihat bahwa dia benarbenar
lagi sakit " Kenapa kau tidak percaya aku ?"
Sementara "itu, sebagai kemudahannya bentrokan beberapa
jurus itu, Mo Lek ingat sesuatu.
,,Tunggu dulu ! " kata ia. "Bukankah kau si orang bertopeng
yang kemarin ini didalam lembah Liong Bin Kok sudah
menolongi meloloskan sibangsat tua she Ong?"
Mo Lek ingat baik sekali ilmu silat lihay dari si orang
Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertopeng itu. "Bagus !" berkata Tian Goan Siu. , Karena kau telah
mengenali aku, sekarang kau harus percaya aku ! Aku bukan
kawan mereka !"
,,Kau aneh ! " kata Mo Lek. ,,Kau bicara putarbalik! Itu hari
kau berlaku mati-matian menolongi Ong Pek Thong, kenapa
sekarang menyangkal menjadi kawannya " "
,,Baiklah aku omong terus terang!" kata Goan Siu. ,.Nona
Ong itu menjadi adik seperguruanku. Aku tidak suka dia
campur legala berandil, maka itu aku tarik dia dari sa
Seruling Samber Nyawa 9 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Bukit Pemakan Manusia 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama