Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 10
dengan main tinju atau menendang, mereka hanya main
menyamber, setiap orang yang kena disamber, lantas
dibanting, hingga orang roboh tanpa berkutik lagi. Di
677 dalam tempo yang pendek telah roboh kurban-kurban,
seperti tiga wisu dari Taylwee, keraton, empat pemimpin
Gilimkun, dan tujuh busu.
Chian Tiang Cun tidak dapat memegang kendali lagi,
lantaran orang pada kabur, ia juga turut membuka
langkah panjang. Tengah ia berlari itu, mendadak ia
merasakan angin menyamber di belakang batok
kepalanya. Ia kaget sekali. Ia tahu atas datangnya
serangan. Dengan terpaksa ia mengibas ke belakang,
untuk menangkis.
Hek Moko adalah orang yang menyerang itu. Dia ini
membiarkan tangan mereka bentrok. Sebagai akibat dari
itu, Tiang Cun mental tiga tombak, tubuhnya terhuyunghuyung,
hampir jatuh. "Bagus!" berseru Hek Moko, memuji. "Kau dapat
menangkis satu pukulanku, kau dapat dihitung sebagai
seorang hoohan! Nah, kau sambutlah satu kali lagi!"
Kata-kata ini dibarengi sama melesatnya tubuh sangat
pesat. Chian Tiang Cun baru menaruh kaki kanannya,
baru kaki kirinya mau menyusul, atau kupingnya segera
mendengar pula perkataan orang: "Dengan tanganku,
akan aku menepuk igamu yang kanan! Dengan jeriji
tanganku, akan aku menusuk dadamu berbareng dengan
kakiku akan menendang dengkulmu! Maka kau berhatihatilah
menjaga dirimu! Jikalau kau dapat membebaskan
diri, akan aku membebaskannya terus!"
Chian Tiang Cun tidak dapat membade orang omong
benar-benar atau melainkan menggertak, ia tidak mau
menduga-duga. ia mengambil jalan yang paling selamat,
ialah ia memutar kedua tangannya untuk membela diri
678 saja. Ia menggunakan tipu silat "Sepasang tangan
menolak." Hek Moko bukan menggertak, benar-benar ia
menyerang ke tempat-tempat yang ia sebutkan barusan,
ialah sebelah tangannya meluncur keigadan sebelah kaki
menendang ke dengkul!
Chian Tiang Cun kaget, ia putus asa. Tapi ia mesti
membela diri, maka ia membelanya dengan terpaksa.
Sudah terang ia bukanlah tandingan orang India itu. Ia
pikir, kalau ia bisa menolong dirinya, Hek Mrko pastilah
akan tidak menelan pula kata-katanya.
Sebagai tongnia, komandan, dari pasukan Gilimkun,
Tiang Cun bukanlah seorang lemah. Ia lantas bergerak
untuk melindungi diri. Ia mengelit tubuhnya, mengelit
juga kakinya. Ia dapat bergerak dengan sebat. Ia dapat
menghindarkan diri dari kedua serangan itu. Tinggal
totokan ke arah dadanya. Ia pikir, setelah menyerang ke
iga, sulit untuk Hek Moko menotok dadanya. Atau lawan
itu mesti menggunakan tangannya yang lainnya. Karena
ini, ia memusatkan perhatiannya kepada tangan kiri
musuhnya itu. Hebat Hek Moko. Ia berkelahi berbareng dengan
menggunakan ilmu yoga, tubuhnya jadi dapat bergerak
sangat cepat dan lincah. Ia pun dapat menduga Tiang
Cun bakal menjagai tangan kirinya setelah kegagalan
dengan tangan kanannya ke iga itu.
"Mengapa kau tidak percaya perkataanku?" kata orang
India ini sambil tertawa, tangan kanannya mendadak
meluncur ke dada.
679 Tiang Cun kaget bukan kepalang, ia menjadi gugup.
Tidak sempat ia berkelit atau menangkis, maka kenalah
ia tertotok dadanya, di mana ada jalan darah, yang
membuatnya roboh tanpa berdaya!
Semua orang Gilimkun dan busu kaget bukan main.
Pula, dengan tidak ada kepalanya, mereka menjadi
bingung. Tidak ayal lagi, mereka lari seraya memencar
diri. Mereka percaya Hek Pek Moko tidak bisa memecah
tubuh untuk mengejar mereka. Tinggallah nasib mereka,
siapa yang apes, dia pasti bakal kena dibekuk.
Hek Pek Moko bekerja terus. Mereka merobohkan
siapa yang mereka bisa candak. Kemudian barulah
mereka tidak mengejar terlebih jauh, sambil berdiri di
depan kuil, mereka tertawa berkakakan mengawasi
orang orang yang lari tunggang langgang itu.
Serombongan busu kabur ke arah timur. Baru mereka
tiba di mulut gunung, di mana mereka pikir akan dapat
memerdekakan diri mereka, tiba-tiba mereka mendengar
suara nyaring tetapi halus dari seorang wanita: "Maaf!
Aku minta sukalah kamu berdiam di sini untuk dua hari!"
Semua orang lantas mengangkat kepala mereka, maka
terlihatlah oleh mereka Ie Sin Cu berdiri menghadang di
mulucalan itu di mana dia muncul secara tiba-tiba
Lim Kim Goan, busu dari propinsi Hokkian. lantas
berkata: "Ie Lihiap, kau telah merampas bingkisan,
mengapa sekarang kau masih hendak membasmi kita
habis?" "Lim Locianpwee, kau salah mengerti!" menyahut
nyonya muda itu. "Aku justeru hendak menolongi kamu
680 semua! Di belakang hari maka kamu akan ketahui sendiri
tentang sepak terjang kami ini."
Tidak ada orang yang mau percaya perkataan itu.
Mereka pun takut sangat Hek Pek Moko nanti menyusul
mereka. Merasa pasti bahwa Sin Coc tidak bakal mengasi
mereka lewat, dengan serentak mereka berseru dan
maju. "Kamu tidak percaya aku, nah, maaf!" berkata Sin Cu.
"Aku terpaksa mesti menahan kamu dengan cara paksa!"
Kata-kata itu dibarengi sama terayunnya tangan, lalu
terlihat barang-barang berkilauan menyamber ke arah
pelbagai busu itu. itulah kimhoa, atau bunga-bunga
emas, yang sekali ayun dilepaskan dalam jumlah
belasan. Hebat kesudahannya serangan senjata rahasia itu.
Setiap busu yang kena tertimpuk tidak merasakan sakit,
hanya tubuh mereka bagaikan terputar, terus mereka
roboh tak sadarkan diri. Sebab Sin Cu tidak mau melukai
mereka, ia hanya menyerang apa yang dinamai jalan
darah pingsan. Sekalian busu yang tidak kena terserang menjadi j eri
sekali. Mereka memang ketahui sangat baik lihainya
wanita di depannya itu. Tidak ada jalan lain untuk
mereka daripada menyingkirkan diri, maka itu, semua
lantas memutar tubuh, untuk menyingkir dari lain
tempat. Selagi mereka yang di timur ini dirintangi Ie Sin Cu,
mereka yang kabur ke selatan juga dihalang-halangi
seorang wanita muda, ialah nona Liong Kiam Hong. Ia
pun muncul secara mendadak. Ia membuatnya orang
681 kaget dan jeri. Beberapa busu lantas mengenali ia. Sebab
ialah yang bersama-sama Thio Giok Houw yang pertama
kali mencegat dan merampas pelbagai bingkisan. Hanya
kali ini, mereka takut berbareng mendongkol dan gusar,
lantaran mereka sudah mogok!
Wi Kok Ceng, busu dari Kwisay, lantas maju di muka.
Ia mengandalkan pada ilmu panahnya yang lihai. Selagi
bertindak maju, ia sudah bersiap sedia. Tiba di jarak
tujuh atau delapan tombak, ia lantas menarik tali
panahnya, untuk menyerang terlebih dulu! Ia
menggunakan busur besi dan anak panahnya dapat
dilepaskan beruntun-runtun.
Liong Kiam Hong tertawa menyaksikan aksi orang itu.
"Dengan cara baik aku mau menahan sekalian tetamu,
kalian justeru menggunakan kekerasan!" katanya.
"Benarkah?"
Lantas nona ini maju. Dengan tangan kirinya ia
mengibas-ibaskan sehelai kain sutera merah, dengan
tangan kanannya ia memutar pedangnya.
Biasanya anak panah Wi Kok Ceng dapat
menembuskan lima lapis kulit akan tetapi kali ini,
disampok pergi pulang suteranya si nona, semua anak
panahnya runtuh, jatuh di tanah tanpa daya. Ia menjadi
kaget sekali, herannya bukan buatan. Ia baru
melepaskan anak panah yang ke delapan atau si nona
sudah datang dekat padanya, lantas lengannya kena
tersampok. Ia kaget dan merasa sakit maka tanpa
ampun lagi, busurnya terlepas jatuh. Belum ia sempat
bergerak lebih jauh, sutera si nona telah menarik
padanya, maka seketika juga ia roboh, atas mana Kiam
Hong maju mendupak dengkulnya, di mana ada jalan
682 darah yang membuatnya tenaganya habis, dari itu
selanjutnya ia rebah tak berkutik, cuma mulutnya bisa
dipentang untuk mencaci kalang-kabutan!
Semua busu lainnya kaget. Siapa yang jeri, mereka
berdaya untuk melarikan diri. siapa yang gusar dan
penasaran, lantas maju. untuk memaksa membuka jalan,
guna dapat meloloskan diri. Terhadap mereka yang nekat
ini, Kiam Hong lantas melakukan penyerangan, dengan
pedangnya, dengan suteranya juga. Dengan pedangnya
ia menangkis dan menikam ke arah jalan darah, dengan
suteranya ia menangkis dan menarik, guna merampas
senjata orang. Ia dapat bergerak dengan leluasa sekali,
karena di samping lihainya ilmu pedangnya, tubuhnya
juga sangat ringan, hingga ia bisa berlompatan dengan
gesit. Dalam tempo yang pendek, beberapa busu yang
nekat itu telah kena dirobohkan, hingga yang lainnya,
sambil menjerit, lantas melarikan diri!
Mereka yang kabur ke arah barat, jumlahnya ialah
yang terbanyak. Di antara mereka ada empat wisu dari
istana serta tiga pemimpin Gilimkun. Yang lainnya ialah
belasan busu. Mereka semua dipegat oleh Cit Seng Cu.
tianglo dari Butong Pay. Imam ini justeru sangat
membenci Chian Tiang Cun, yang sudah membekuk
keponakan muridnya, maka itu menghadapi rombongan
pelarian ini, ia berlaku bengis. Sambil berteriak keras, ia
berlompat maju, untuk memapaki semua wisu dan busu
itu. Hebat Cit Seng Cu menggeraki kebutannya yang lihai.
Belum apa-apa tangannya dua wisu sudah kena dikebut
hingga berdarah, sedang dua pemimpin Gilimkun, kena
dibikin patah tangannya disebabkan terkena hajaran tipu
silat Hunkin Coku Ciuhoat, ilmu memisah otot dan tulang.
683 Menampak demikian, yang lain-lain menjadi takut,
dengan lantas mereka memutar tubuh mereka, untuk lari
kabur! Di arah utara, orang yang memegat kawanan busu
yang merat itu ialah Thio Giok Houw. Ia berpikir untuk
menawan hidup-hidup, makajuga ia tidak mau
menggunakan senjata tajam. Ia bersilat dengan tangan
kosong, dengan ilmu silat Lohan Ngoheng Sinkun
ajarannya Hek Pek Moko serta ilmu jari tangan Itci
Siankang ajarannya Ouw Bong Hu. Gesit dia bergerak,
kepalannya seperti angin, jeriji tangannya bagaikan kilat.
Seorang pemimpin Gilimkun lantas saja patah sebuah
tulang rusuknya. Seorang wisu bisa menangkis hingga
tiga kali beruntun, tetapi pada ke empat kalinya, dia
tertotok roboh pingsan.
Habis itu Giok Houw berseru nyaring: "Aku bermaksud
baik menahan para tetamu, sama sekali aku tidak berniat
membikin kamu celaka, tetapi, jikalau kamu memaksa
mau pergi juga tidak bisa lain, kepalanku tidak dapat
berlaku sungkan lagi!"
Mendengar itu ada beberapa busu yang
mempercayainya, mereka lantas meletakkan senjata
mereka. Tapi ada juga yang bersangsi, mereka ini lantas
mencari jalan untuk kabur.
Mereka yang mencoba kabur mengalami kesulitan.
Mereka sudah terkurung di empat penjuru, sedang di
tengah-tengah ada Hek Pek Moko dua saudara. Dengan
bergeraknya Sin Cu berlima, kurungan menjadi semakin
rapat. 684 Hek Pek Moko bertindak terlebih jauh. Siapa yang
datang dekat, mereka merobohkannya dengan Kimna
ciu, Tangan Menangkap, dan siapa yang mencoba lari,
mereka timpuk dengan batu hingga orang roboh
terguling. Berdua mereka mencari musuh-musuh yang
paling tangguh.
Hebat dan kacau pertempuran kali ini. Dalam
takutnya, kawanan wisu, serdadu Gilimkun dan busu,
melawan dengan terpaksa, dengan pikiran tidak tenang.
Dengan begitu, walaupun mereka nekat, mereka tidak
dapat berkelahi dengan sempurna. Maka itu,
pertempuran pun tidak berjalan terlalu lama. Semua wisu
dan anggauta Gilimkun terbckuk Hek Pek Moko, banyak
busu yang roboh di tangannya Ie Sin Cu, Liong Kiam
Hong, Thio Giok Houw dan Cit Seng Cu. Sisa yang
lainnya, semua meletakkan senjata dan menyerah.
Dalam sepuluh bagian, mereka yang menyerah ada
dua atau liga bagian, yang lainnya semua kena dilukakan
dan dirobohkan.
Hu Kun Cip dan Chian Tiang Cun mengepalai orangorangnya
hampir seratus jiwa. tidak ada satu di
antaranya yang lolos.
"Tuan-tuan. jangan kamu takut," berkata Sin Cu
kemudian. "Jikalau kami menghendaki jiwa kamu,
pastilah kami sudah mengambilnya semenjak siangsiang.
Sayangnya ialah banyak di antara kamu yang tidak
suka mempercayai kami. Sekarang terpaksa kami
meminta kamu menanti selama dua atau tiga hari!"
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin Cu beramai jalan mengitari semua orang tawanan
itu berikut mereka yang menyerah dengan baik, siapa
yang masih penasaran dan terlihat mau berontak, lantas
685 ditotok. siapa yang berdiam saja, tidak diganggu. Di
akhirnya, mereka semua digiring masuk ke dalam kuil,
untuk dikurung di dalam kamar kosong. Mereka dipesan
untuk jangan coba minggat.
Hek Pek Moko tertawa. Mereka menarik tangannya
Thio Giok Houw.
"Siauw Houw Cu, mari kita lihat gurumu!" kata
mereka. Lantas mereka mengajak pergi kependopo
Lokun Tian di mana pertempuran masih berlangsung di
antara Thio Tan Hong dan Kiauw Pak Beng. Sinar pedang
terus berkilauan, angin dingin bersiur-siur.
Hati Pak Beng bercekat ketika ia melihat munculnya
rombongan Hek Pek Moko itu. Tahulah ia bahwa itu
artinya pihaknya sudah habis -- meski ia tidak tahu
bagaimana dan dengan cara bagaimana pihaknya itu
dikalahkan. Munculnya mereka itu, berarti bahwa
mereka sudah memperoleh kemenangan besar, jikalau
tidak, tidak nanti mereka datang berkumpul, sedang
roman mereka itu tenang tetapi riang. Karena ini,
permainan silat jago tua ini menjadi sedikit kalut.
Thio Tan Hong dapat menduga hati orang.
"Siluman tua she Kiauw, tidak usah kau berkuatir!" ia
berkata, tertawa. "Aku telah berjanji bahwa kali ini aku
tidak bakal menganggu anakmu yang menjadi
mustikamu! Kau keluarkanlah semua kepandaianmu!"
Kiauw Pak Beng memang cuma memperhatikan
anaknya, tentang sekalian busu, ia tidak memperdulikan
orang hidup atau mati, maka itu mendengar
perkataannya Tan Hong itu, ia berpikir: "Mereka itu
kalah, apa sangkutannya mereka dengan aku" Asal aku
686 menang dari Thio Tan Hong, walaupun dalam satu atau
setengah jurus, aku akan menjagoi di kolong langit ini!
Thio Tan Hong menjadi guru besar dari suatu cabang
persilatan, tidak nanti dia dihantui Hek Pek Moko..."
Setelah berpikir begitu, ia lantas menenangkan diri.
Tidak perduli jumlah musuh besar, sekarang ia cuma
menganggap Tan Hong satu orang. Maka ia lantas mulai
menyerang pula. Kali ini ia manjat ke tingkat ke tujuh
dari Siulo Imsat Kang, tingkat penghabisan dari
peryakinannya dalam ilmu silat yang luar biasa itu.
Pertempuran berjalan hebat terus menerus. Tanpa
merasa, mereka sudah melewati lima ratus jurus. Di
atasan kepalanya Thio Tan Hong terlihat hawa putih
menghembus naik. Pada Kiauw Pak Beng sebaliknya
nampak wajahnya menjadi hitam, makin gelap, dan
peluhnya mengalir di dahinya, jatuh ketes demi ketes ke
lantai, hingga di lantai, yang berbatu hijau, terlihat nodanoda
hitam. Thio Giok Houw memasang mata tajam. Ia dapat
menduga yang Kiauw Pak Beng sudah mengeluarkan
semua kepandaiannya. Tanpa merasa, ia berkuatir juga
untuk gurunya. Ia tidak tahu bahwa ketika itu sang guru
lagi menggunakan tenaga dalamnya yang mahir untuk
membuyarkan hawa dinginnya Pak Beng, yang disalurkan
dengan perantaraan pedangnya.
Tidak lama. Giok Houw merasakan hawa dingin
menyamber kepadanya. Liong Kiam Hong demikian juga.
Inilah disebabkan tenaga dalam mereka yang belum
sempurna. Dengan sendirinya mereka menggigil.
Hek Pek Moko mendapat tahu muda-mudi itu tidak
sanggup bertahan untuk hawa dinginnya Kiauw Pak
687 Beng, mereka mencekal tangannya muda-mudi itu, untuk
menyalurkan tenaga dalam mereka, untuk membantu
memberi hawa hangat.
Giok Houw ketahui bantuannya dua orang kosen itu, ia
pun membantu menguatkan diri dengan menggunakan
ilmu yoga, sedang Kiam Hong melatih diri dengan ilmu
tenaga dalam dari Thiansan Pay, guna membikin hawa
panas mengalir diseluruh tubuhnya, untuk membikin
hangat tubuhnya. Dengan begitu dapatlah mereka
mempertahankan diri dari hawa dingin. Oleh karena ini
juga, mereka menginsafi lihainya hawa dingin dari Siulo
Imsat Kang dari si orang tua she Kiauw itu.
Di saat sangat tegang dari pertempuran itu. mendadak
saja terdengar Thio Tan Hong tertawa nyaring dan
panjang, terus tubuhnya mencelat tinggi, lalu selagi,
tubuhnya itu turun, tangannya menikam kebawah
kepada 1awannya.
Kiauw Pak Beng melihat tikaman itu. Sebelumnya, ia
telah mendengar tertawa musuhnya itu. Dengan cepat ia
mengangkat hiolouwnya, untuk menangkis.
Untuk kesekian kalinya, kedua senjata beradu,
suaranya terdengar nyaring. Kali ini suara itu
mendengung lama, tanda dari serangan dahsyat dan
tangkisan sama dahsyatnya. Tapi kali ini adalah
tangkisan yang terakhir. Di antara suara "trang" yang
nyaring itu, terdengar juga suara bergomprang pecah.
Sebab hiolouw itu, yang telah banyak lubangnya bekas
tusukan, atau goresan pedangnya Tan Hong, tidak dapat
bertahan terlebih jauh. Hiolouw itu pecah dan
pecahannya jatuh hancur ke lantai!
688 Tak dapat ditahan lagi, Thio Giok Houw bertepuk
tangan berulang-ulang.
"Bagus! Bagus!" dia berseru-seru. Maka tercenganglah
Kiauw Pak Beng.
Thio Tan Hong tertawa. Dia bukan mengejek, hanya
dia bergurau. "Bagaimana, siluman tua she Kiauw?" dia bertanya.
"Kau takluk atau tidak?"
Cuma sebentar jago tua itu melengak, lantas ia
mengasi lihat roman dinginnya.
"Kau tidak berani beradu tangan denganku, aku tidak
mau menyerah!" dia menyahut.
Pak Beng memang tidak puas. Dia mengandalkan
sangat Siulo Imsat Kang. Benar dia dapat menyalurkan
hawa dinginnya kepada Tan Hong dengan perantaraan
pedang si orang she Thio, tetapi menurut anggapannya
itu tidak sama dengan mereka tangan beradu tangan.
Penyaluran hawa dingin dengan perantaraan senjata
tidak sempurna.
Thio Tan Hong tertawa pula. Lantas ia melemparkan
pedangnya ke lantai.
"Kau majulah!" ia berkata, menerima tantangan.
Tanpa menjawab lagi. Kiauw Pak Beng menyambuti.
Dengan luar biasa sebat, kedua tangannya bergerak,
berbareng sama majunya tubuhnya, tangan kirinya
sudah lantas menyerang. Serangan ini diiringi dengan
angin menghembus.
Tan Hong berlaku berani. Ia menangkis.
689 Kiauw Pak Beng tidak mau mengasikan tangannya
kena ditangkis, sambil menarik pulang tangan kirinya itu,
ia menyerang pula dengan tinju kanannya. Kedua tinju
itu pergi dan pulang dengan cepat sekali.
"Bagus!" berseru Tan Hong, yang menangkis pula. Kali
ini ia berlaku luar biasa sebat.
Pak Beng tidak sempat menarik pulang tinjunya
seperti semula, sepasang tinjunya itu kena ditangkis.
Maka terdengarlah suara beradunya kedua tangan,
sedang hembusan anginnya ada sampai jauh
Thio Giok Houw dan Liong Kiam Hong membawa
dirinya menyender ke tembok. Mereka merasakan
tembok seperti bergoyang. Meskipun mereka mundur,
mereka toh melihat dua orang yang bertempur itu.
Keduanya sama-sama berlompat mundur, hanya
parasnya si orang she Kiauw pucat seperti abu, dia layu
seperti merungkutnya ayam jago yang kalah berkelahi.
"Kau menyerah atau tidak?" Tan Hong menanya,
suaranya dalam. Kiauw Pak Beng berpikir. "Aku belum
menyerah!" sahutnya sedetik kemudian. Alisnya pun
terbangun. "Tidak tahu malu!" Giok Houw mencaci dalam hatinya.
Ia mendongkol karena orang tidak berani mengaku
kalah. "Kenapa kau tidak menyerah?" tanya Tan Hong,
tertawa. "Sekarang ini aku mempelajari Siulo Imsat Kang baru
sampai di tingkat ke tujuh." Pak Beng menjawab, "kau
tunggu sampai aku sudah mencapai tingkat ke sembilan,
di waktu mana kita nanti bertempur pula, jikalau kau
690 berani menyambuti satu tinjuku, baru aku mau mengakui
kaulah jago nomor satu dikolong langit ini dan nama
Kiauw Pak Beng bolehlah dicoret hapus!"
"Untuk kau dapat mempelajari sampai tingkat ke
sembilan itu, berapa lama tempo diperlukan olehmu?"
Tan Hong menegaskan.
"Sedikitnya tiga tahun, atau lambatnya lima tahun!"
menjawab Pak Beng.
"Baiklah, nanti aku tunggu kau sampai tiga atau lima
tahun!" berkata Tan Hong. "Hanyalah aku kuatir sekali,
selagi kau sampai kepada tingkat ke sembilan itu, kau
sudah tersesat hingga kau terjerumus dalam bencana!"
Hatinya Pak Beng terkesiap.
Itulah kekuatiran yang beralasan. Tetapi ia
menebalkan kulit mukanya "Itulah urusanku sendiri!"
bilangnya. "Aku mempunyai kepandaian untuk aku
menjaga diriku, hingga tak usahlah kau
menguatirkannya!" Tan Hong tertawa. "Jikalau kau
berhasil mencapai tingkat ke sembilan itu, hingga yang
sesat dan yang lurus dapat dipersatukan," ia berkata,
"maka di dalam kalangan ilmu silat jadi tambah lagi
selembar riwayatnya! Bukankah itu bagus" Baiklah, aku
bersiap untuk menantikanmu! Tapi hendak aku
membilangi kau, kalau itu waktu kita bertempur pula,
aku tidak bakal berlaku sungkan seperti sekarang ini!
Nah, kau pergilah! Aku mengasi perkenan untuk kau
bawa juga anak mustikamu itu!"
Tanpa mengucap sepatah kata, Kiauw Pak Beng
mengeloyor pergi dengan tindakannya yang lebar dan
691 cepat sekali, hingga, menyaksikan ketangguhan orang
itu, Hek Pek Moko menjadi kagum.
Thio Giok Houw dan Ie Sin Cu pergi ke pintu di mana
mereka berdiri diam, mereka menyaksikan Kiauw Pak
Beng membawa pergi Siauw Siauw dan Le Kong Thian.
bukan main mereka merasa sayang. Akan tetapi karena
merasa pasti ada alasannya mengapa guru mereka
memerdekakan ketiga orang itu, mereka tidak berani
mencegah. Ketika mereka menoleh pada guru mereka,
mereka mendapatkan guru itu tertawa.
"Puas, aku puas!" berkataThioTan Hong. "Semenjak
pertempuranku samaCi Hee Tojin di Chongsan. sudah
sepuluh tahun belum pernah aku bertemu lawan
semacam ini!" Tapi begitu habis berkata, dia lantas
menjatuhkan diri berduduk di lantai.
Giok Houw terkejut, ia lari menghampirkan. untuk
mengawasi muka orang, la mendapatkan di antara alis
gurunya itu ada tanda hitam samar-samar, sedang di
atasan embun-embunnya ada berkumpul hawa putih.
Kira sepasangan sebatang hio, barulah hawa hitam di alis
itu lenyap, dengan perlahan-perlahan. Menyusul itu, Tan
Hong berlompat bangun. Ia tertawa dan kata: "Benarbenar
Siulo Imsat Kang lihai, melebihkan apa yang aku
duga!" "Bagaimana, suhu?" tanya Giok Houw, yang masih
berkuatir. "Tidak apa-apa." menyahut guru itu. "Aku melainkan
kehilangan tenagaku bahagian peryakinan satu tahun.
Tidak demikian dengan itu siluman tua she Kiauw.
Kecuali dia hilang tenaga peryakinannya satu tahun,
sepulangnya dia juga bakal mendapat sakit berat."
692 Giok Houw semua saling mengawasi, mereka heran
sekali. Bukankah hebat hanya disebabkan pertempuran
dua gebrak itu, Tan Hong mesti rugi demikian besar"
Bukankah itu menandakan lihainya Kiauw Pak Beng"
"Sebenarnya Siulo Imsat Kang berasal dari negaraku,"
berkata Hek Moko. "cuma di negaraku, ilmu itu sudah
lenyap lama. Siapa sangka sekarang ilmu itu muncul di
Tiongkok! Pelajaran ilmu itu sangat memakan tenaga
dalam dan pula ada larangannya, yaitu kecuali sampai di
saat sangat penting, orang dilarang menggunakannya.
Menurut aku, meskipun Siulo Imsat Kang sangat lihai,
lebih baik kita tidak mempelajarinya."
Mendengar ini barulah Giok Houw mengerti kenapa
ketika Kiauw Pak Beng dikurung di dalam selat, dia sudah
tidak mau menggunakan ilmu silatnya yang lihai itu.
"Siauw Houw Cu," berkata Tan Hong tertawa, "kali mi
perbuatan kau sangat luar biasa, maka tidaklah kecewa
yang aku dan kedua saudara Hek Pek telah mendidikmu
untuk beberapa tahun!" Lalu ia menambahkan kepada
Hek Pek Moko: "Kamu berdua juga telah mendapatkan
satu usaha dagang yang besar tak bandingan!"
Mendengar itu, Hek Pek Moko bersenyum.
Dua saudara ini telah pergi ke gunung Chongsan
menjenguk Thio Tan Hong, di sana mereka mendengar
tentang perampasan bingkisan pelbagai propinsi untuk
kota raja, ketika mereka mendapat tahu perampasan itu
di kepalai oleh Ciu San Bin serta Thio Giok Houw,
muridnya, mereka girang bukan kepalang. Usaha mereka
memang perdagangan barang-barang permata di antara
kaum Rimba Hijau, inilah kebetulan sekali. Dengan lantas
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka turut Thio Tan Hong pergi ke kota raja, untuk
693 berkumpul bersama Sin Cu semua. Sin Cu sendiri, dua
hari sebelumnya pertemuan di Kiapkok, sudah menerima
surat dari gurunya, surat mana dibawa dengan
perantaraan kaum Kaypang, maka ia telah memenuhkan
janji pertemuan itu. Bahkan ia berani memikul tugas
berdaya menolongi pelbagai busu. Ia datang bersamasama
Cit Seng Cu. Kemudian Thio Tan Hong menanya apa semua wisu.
orang Gilimkun dan busu, telah kena ditawan atau tidak.
Mendengar pertanyaan itu, Hek Pek Moko tertawa.
"Urusan demikian kecil, mustahil tidak dapat diurus
sempurna?" katanya. "Tidak ada seorang juga yang lolos!
Kau jangan kuatir!"
"Ada atau tidak yang terluka parah?" Tan Hong tanya
pula. "Cuma seorang wisu yang tangannya patah, yang
lainnya kena ditotok. Ada beberapa orang saja yang
terluka enteng," menyahut Hek Moko.
"Bagus! Sekarang tolong kau tolongi wisu yang
tangannya patah itu. untuk disambung pula. Kau, Siauw
Houw Cu. pergi kau obati mereka yang terluka enteng
itu, kemudian kau giring mereka semua ke dalam kuil
ini." Hek Pek Moko dan Siauw Houw Cu semua lantas
bekerja. Mereka menggunakan tempo sekira setengah
jam. lantas mereka kembali bersama semua orang
tawanan, berikut Chian Tiang Cun dan Hu Kun Cip.
Jumlah mereka telah dihitung, semuanya terdiri dari
delapan puluh tujuh orang.
694 Thio Tan Hong menghadapi semua orang tawanan itu,
ia bersikap ramah terhadap mereka. Ia tertawa dan
berkata: "Tuan-tuan, kamu adalah tetamu-tetamu yang
sebenarnya tidak dapat diundang datang walaupun kamu
diundang, maka kami bersyukur sekali yang hari ini kita
telah berkumpul di sini. Tuan-tuan. kami minta sukalah
kamu berdiam di sini untuk beberapa hari saja. Sama
sekali tidak usahlah tuan-tuan menguatirkan apa juga."
Orang semua mengawasi. Mereka bersangsi untuk
mempercayai yang mereka tidak bakal dibikin susah.
Bukankah mereka telah ditangkap dengan paksa" Cuma
sebab mereka telah menjadi orang-orang tawanan,
mereka tidak bisa membilang apa-apa mereka menyerah
untuk segala pengaturannya Thio Tan Hong itu.
Kuil Hianbiauw Koan besar dan luas, ada cukup kamar
untuk memernahkan mereka semua. Thio Giok Houw
adalah yang mengatur penempatan mereka. Taylwee
Congkoan Hu Kun Cip serta Gilimkun Tongnia Chian
Tiang Cun mendapat perlakuan istimewa, berdua mereka
diberikan sebuah kamar. Walaupun demikian, mereka
tetap ragu-ragu, hati mereka tidak tenteram. Biar
bagaimana, mereka tetap orang tawanan.
Kapan Thio Tan Hong sudah menerima laporan yang
semua orang tangkapan telah selesai di berikan tempat,
dengan mengajak dua muridnya, ia pergi ke kamarnya
Hu Kun Cip dan Chian Tiang Cun.
"Jiwi tayjin, aku mohon maaf, sukalah kamu menerima
apa adanya," ia berkata sambil tertawa.
"Thio Tayhiap." berkata Hu Kun Cip. "kau lihai sekali,
aku yang rendah kagum sekali terhadapmu. Hanya
sekarang ingin aku menanya: Kau telah menawan hampir
695 seratus orang, kau telah menahannya di sini, apakah
maksudmu?" Tan Hong tertawa. "Maaf, tayjin, inilah
rahasia alam yang tidak dapat dibocorkan!" ia menjawab
manis. "Aku harap tayjin suka bersabar, paling lama lima
hari, bakal ada penjelasannya yang tayjin akan
mengetahuinya sendiri Tayjin boleh percaya, akhirnya itu
akan ada kebaikannya untuk kamu semua!"
Hu Kun Cip berdiam. Ia mau percaya Tan Hong, sebab
tidak nanti tayhiap ini mendustainya. Karena ini, hatinya
mulai tenang. "Hu Congkoan." berkata Tan Hong kemudian, "kalau
sudi, aku ingin minta keteranganmu tentang satu orang.
Umpama kata dia dapat diundang datang kemari maka
aku tanggung tayjin semua bakal bebas siang-siang!"
"Siapakah dia itu?" tanya Hu Kun Cip, heran.
"Dialah Khoan Ki yang dulu hari pernah menjadi
Liangouw Yamoensu"
Mendengar nama itu, Kun Cip melengak.
"Untuk apa Thio Tayhiap menanyakan halnya dia itu?"
ia menanya. "Kita ada orang-orang terhormat maka di antara kita
tidak layak ada omongan dusta!" berkata Tan Hong.
Tetapi ia tertawa. "Kedua muridku ini telah datang ke
kota raja. Bukankah Khoan Ki itu yang melaporkannya?"
Terpaksa Hu Kun Cip mengangguk.
"Benar dia yang memberi kabar," sahutnya. "Dia
mengharap mendapat pulang pangkatnya maka itu
diadatang padaku."
696 "Baiklah. Sekarang aku minta kau menulis surat
padanya untuk memanggil dia datang."
Kun Cip suka meluluskan permintaan itu. Di antara dia
dan Khoan Ki tidak ada hubungan yang berarti, karena
sekarang ia berada di dalam genggaman orang, tidak
perlu ia memperhatikan pula bekas yamoensu itu. Ia
lantas menulis suratnya.
Tan Hong mengucap terima kasih, dengan membawa
suratnya, congkoan itu, ia berlalu bersama kedua
muridnya. "Siauw Houw Cu." kata Sin Cu sambil tertawa, "barubaru
ini kau menyesalkan aku telah berbicara sama
Khoan Ki, sekarang kau tentulah mengerti maksudnya
perbuatanku itu. Aku memang mau pinjam mulutnya
Khoan Ki itu untuk melaporkan tentang kita, supaya Hu
Kun Cip mengumpulkan orang-orangnya menyerbu kita,
supaya mereka masuk ke dalam jaring."
"Kau terlalu!" kata Giok Houw, menyesalkan kakak
seperguruan itu. "Sekian lama kau mendustai aku, kau
tidak mau mengasi tahu bahwa suhu telah datang ke
kota raja ini, hingga sekian lama aku berkuatir tidak
keruan..."
Sin Cu tertawa, juga yang lain-lain.
"Sekarang kau boleh pergi melihat Bhok Lin." berkata
Tan Hong pada muridnya itu. "Di sana pun ada seorang
lain yang kau ingin sekali menemuinya."
"Siapakah dia. suhu?" si murid tanya, heran.
Tan Hong tertawa.
697 "Untuk sekarang ini, aku juga tidak mau
memberitahukan." menyahut guru itu. "Kau terkalah
sendiri! Tidak sampai satu jam, kau bakal bertemu sama
dia itu, jadi umpama kata kau tidak dapat membade. kau
juga tak usahbergelisah!"
Siauw Houw Cu tidak menanya pula.
"Sekarang." berkata lagi Tan Hong. "saudara-saudara
Hek Pek dan Cit Seng Totiang, aku mohon sukalah kamu
bertiga berdiam di sini untuk menjaga."
"Baiklah." sahut Cit Seng Cu, cepat. "Siapa berani
kabur, akan aku bikin patah kedua kakinya! Thio
Tayhiap, tentang di sini, kau boleh tetapkan hatimu,
hanya perihal kedua keponakan muridku itu. tolong kau
memperhat i kanny a."
Thio Tan Hong mengangguk, lantas ia pergi. Ia
mengajak Sin Cu, Giok Houw dan Kiam Hong, untuk
pergi kepada Bhok Lin.
Hek Pek Moko bertiga terus berdiam di kuil, guna
menjagai orang-orang tawanan mereka.
Ketika itu Bhok Lin berada di gedungnya di mana ia
justeru lagi menantikan. Layonnya Tiat Keng Sim berada
di ruang depan. Rombongan hweeshio dan tosu baru
saja selesai dengan upacara sembahyang mereka dan
telah mengundurkan diri. Putera Bhok Kokkong itu duduk
seorang diri dengan pikirannya tidak tenteram, maka ia
bertindak keluar dengan tidak keruan rasa. Di kepala peti
ia melihat dua buah pelita yang apinya kelak-kelik.
Suasana sangat sunyi dan menyedihkan. Ia mengusapusap
peti seraya hatinya berkata-kata: "Benarkah di
dalam dunia ini ada obat yang demikian mujarab, yang
698 membuatnya orang sudah mati dapat hidup pula" Jikalau
obat itu gagal, tidaklah urusan menjadi cade..."
"Tengah pangeran muda ini kebat-kebit hatinya,
mendadak ia mendengar suara tertawa geli. yang
datangnya dari belakang peti mati, di mana ada alingan
sehelai cita yang lebar, lalu terlihat munculnya orangnya
yang terus berkata: "Siauwkongtia, apakah kau hendak
membuka tutup peti untuk melihatnya?"
Kaget Bhok Lin hingga dia lompat berjingkrak. Ia
segera mengawasi tajam.
"Eh, mengapa kau masih berdiam di sini?" ia tanya
akhirnya. "Apakah pel Pekleng Tan kepunyaan kau itu
benar-benar mujarab?"
Orang itu, seorang wanita, tertawa.
"Cihu-mu telah bernapas pula, kau tahu?" sahutnya,
"Aku telah mendengarnya! Ah, kau tidak percaya aku.
habis apa kau tidak percaya juga gurumu?"
Wanita itu ialah Nona Leng In Hong atau Nyonya Hok
Thian Touw. Setelah dia berpisah dari Hok Thian Touw,
suaminya, seorang diri dia menuju ke kota raja, Pakkhia.
Dari orang Kaypang dia mendapat tahu halnya Thio Tan
Hong telah mendapat ketahui urusan Bhok Lin dan Tiat
Keng Sim. Ketika itu hari
Bhok Lin pergi dari rumahnya dan sampai sekian lama
belum juga kembali, ia sebenarnya memenuhkan janji
pertemuan lama Tan Hong. Demikian sudah terjadi,
dengan menyamar sebagai pengikutnya Bhok Lin, dia
bersama Tan Hong telah pergi menghadiri pestanya
Chian Tiang Cun.
699 Thio Tan Hong sudah menduga pasti bahwa Chian
Tiang Cun bakal mempersulit Tiat Keng Sim, maka itu
siang-siang ia telah mengatur tipu dayanya. Ia menyuruh
Leng In Hong berpura-pura menghaturkan sepucuk surat
yang katanya surat dari seorang toaya dari Ciatkang
Hweekoan, berbareng dengan itu diserahkan juga dua
butir pel Pekleng Tan. Perbuatan itu dilakukan dengan
sebat hingga tak ada yang mendapat lihat Surat itu juga
cuma memuat anjuran untuk Keng Sim berpura-pura
mati, dan caranya dijelaskan dengan ringkas. Keng Sim
makan obat itu selagi ia membaca surat, yang ia bawa ke
mukanya, hingga mukanya itu kena teralingkan. Setelah
itu, dengan melukai nadinya, ia membunuh diri. Cara
membunuh diri itu tidak dicurigai siapajuga, sebab
nadinya putus dan ia mengeluarkan darah dari mulut,
hidung dan lainnya. Pel Pekleng Tan itu buatan Tan Hong
sendiri, antara campuran obatnya ada soatlian, teratai
salju, maka pel itu bisa melawan racun dan melindungi
jantung. Ketika Thio Tan Hong, yang menyamar sebagai
pengikut tua, memondong tubuh Keng Sim, untuk
dibawa pulang, berbareng ia menutup pelbagai jalan
darah Keng Sim, untuk melindungi jiwanya. Walaupun
demikian, Keng Sim mesti mati hingga tiga hari.
Lega hati Bhok Lin mendengar keterangannya In Hong
itu. Akal muslihat ini sangat berbahaya," katanya
kemudian, tertawa. "Inilah akal muslihat yang hebat
sekali! Dengan kesudahannya ini, kesatu cihu bisa
meloloskan diri dari segala sangkutan, kedua kita
bersama-sama dapat pulang ke Inlam."
Bhok Lin mengatakan demikian disebabkan raja ingin
Tiat Keng Sim memangku pangkat di kota raja serta ia
700 pun berdiam di kota raja juga. Keinginan raja itu ialah
pertama-tama dia menghargai kepandaiannya Keng Sim
dan kedua untuk membikin si pangeran muda dari Inlam
terikat di kota raja, guna mengikat Bhok Kokkong.
Dengan Bhok Lin dan Keng Sim berada di kota raja, Bhok
Kokkong tentulah akan tetap bersetia kepada raja. Bhok
Lin masih muda tetapi ia dapat menerka maksudnya raja
itu. "Masih ada lain kebaikannya yang besar sekali," In
Hong menambahkan sambil tertawa. "Dengan tindakan
ini, pertama kita dapat menolongi semua busu yang
tersangkut dalam angkutan bingkisan, dan kedua cihu
kau itu dapat dibikin mati cita-citanya untuk memperoleh
pangkat tinggi dan kemuliaan."
Bhok Lin heran.
"Aku dapat memahamkan yang kedua itu." katanya.
"Bagaimana dengan yang pertama" Bagaimana kawanan
busu dapat ditolongi?"
"Gurumu segera akan kembali, nanti kau ketahui
sendiri," sahutnya.
Selagi mereka bicara itu, dari arah luar terdengar
suara tindakan kaki. Mendadak Bhok Lin menjadi girang
sekali. "Suhu pulang!" ia berkata nyaring. Ia mau bertindak
keluar, untuk menyambut.
Leng In Hong sebaliknya mengasi dengar seruan
terkejut: "Bukan!" Lantas ia nelusup pula ke belakang
peti. untuk bersembunyi di tempat yang tadi.
701 Hampir berbareng dengan itu, satu orang terlihat
bertindak masuk. Dia bukannya Thio Tan Hong hanya
Yang Cong Hay! Bhok Lin tercengang. Inilah ia tidak sangka. Terhadap
Yang Cong Hay. ia memang tidak berkesan manis,
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahkan ia membencinya. Coba ia menuruti adatnya,
tentulah ia sudah lantas mengusir tetamu yang tidak
diundang ini. Disebabkan urusan cihu-nya. dapat ia
menyabarkan diri. Ia menjadi tidak enak hati, sebisanya
ia bersikap tenang. Dengan terpaksa, ia menyambut.
"Malam-malam Yang Toacongkoan datang kemari, ada
apakah pengajaranmu?" ia menanya. Biar bagaimana,
suaranya dingin.
"Aku mendengar kabar Tiat Tayjin menutup mata
secara mendadak," menyahut Cong Hay, suaranya
berduka "mulanya aku tidak percaya, sampai sekarang
aku menyaksikan sendiri. Aku sangat berduka dan
menyesal. Dengan Tiat Tayjin, persahabatanku ada
persahabatan belasan tahun. Aku sangat mengagumi
kecerdasan tayjin, aku tidak menyangka sekali ia
berumur pendek seperti Gan Hwee. Dengan begini aku si
orang she Yang kehilangan seorang sahabat kekal.. Ah,
bagaimana aku tidak berduka" Siauwkongtia tolong aku.
ingin aku membuat pertemuan yang penghabisan kali
dengan Tiat Tayjin..."
Mendengar itu. Bhok Lin mendongkol sekali, hingga ia
mendamprat di dalam hatinya: "Cihu paling
membencimu, kau justeru mengaku menjadi sahabat
karib!" Tapi, untuk namanya pri kehormatan, ia tidak
dapat menampik permintaan itu.
702 "Mari!" ia mengajak dengan terpaksa. Ia lantas
memimpin masuk.
Sebenarnya Yang Cong Hay tidak percaya Tiat Keng
Sim mati, maka itu ia telah datang berpura-pura
menjenguk, lapernah menjadi taylwee congkoan,
sekalian wisu di istana adalah bekas orang-orang
sebawahannya, maka itu, ia lantas mendengar kabar hal
kematian Keng Sim itu. Sebenarnya Chian Tiang Cun
mencoba merahasiakannya tetapi tidak dapat, bekas
congkoan ini lihai sekali. Ia menyangsikan Keng Sim
membunuh diri untuk lain orang, walaupun sahabat,
maka itu, ia datang guna mendapatkan bukti sendiri.
"Tutup peti telah dipaku, tidak dapat tayjin membuka
dan melihatnya," berkata Bhok Lin. "Aku minta tayjin
memasang hio saja."
Yang Cong Hay menurut. Ia memasang hio dan
menjura dengan sikapnya yang sangat menghormat,
perlahan gerak-geriknya. Tapi justeru dengan begini, ia
memasang mata dan kupingnya, memperhatikan peti
mati. Ia mendapatkan peti mati tercat mengkilap, suatu
tanda peti itu peti dari kayu nanmu yang mahal, tetapi
sebenarnya itulah peti yang tercat sempurna, untuk
mengabui matanya bukan ahli. Di kota raja ada banyak
bekas orang besar atau bekas hartawan, yang tidak mau
apes, maka itu kalau dia kematian sanaknya, dia
membeli kayu mahal yang palsu, yang dipulas sempurna.
Tetapi Yang Cong Hay lain. dia bermata lihai, dengan
lantas dia melihat peti palsu itu. Maka berpikirlah dia:
"Kalau Keng Sim benar mati. kenapa ia dibelikan peti
buruk ini?" Karena heran, diamenjadi bercuriga. maka
itu, dia menghampirkan peti mati sampai dekat sekali, di
depan peti ia mengulur tangannya, untuk mengusapTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
703 usap. kelakuannya menunjuki ia sangat berduka dan
menyesal, sebagai ia mau mengambil selamat berpisah
untuk penghabisan kali. Sebagai seorang yang
mempunyai latihan puluhan tahun, kupingnya segera
mendengar suara apa-apa, yang sangat perlahan. Itulah
suara napas Keng Sim di dalam peti. Ia jadi semakin
curiga. "Kecuali persahabatanku dengan Tiat Tayjin," ia
berkata, "kita pun telah mempunyai janji untuk bertemu
lagi dalam tiga hari, maka sungguh aku tidak
menyangka, manusia itu benar-benar seperti ujarnya
peribahasa: Langit mempunyai angin dan meganya yang
tidak dapat diduga-duga, manusia mempunyai saat
beruntung dan celaka satu siang dan satu malam!
Sayang tayjin berialu dengan cara begini... Kami
mempunyai persahabatan yang luar biasa, aku mesti
mendapat lihat lagi wajahnya, satu kali saja!..."
Sedih suaranya Cong Hay tetapi pun keras dan tetap.
Lantas setelah berkata begitu, ia maju untuk membuka
tutupnya peti. Bhok Lin kaget sekali, untuk mencegah, ia tak
berdaya. Tepat di saat sangat tegang itu, ada suara orang
membentak keras: "Siapa berani lancang mengganggu
peti matinya tayjin kami?" dan lantas orangnya muncul.
Ialah Leng In Hong, yang menyamar sebagai hamba
pengiring. Karena ia sangat membenci Yang Cong Hay, ia lantas
menyerang dengan babatan pedangnya.
Yang Cong Hay kaget tidak terkira.
704 "Hai!" teriaknya. "Kau satu budak, kau begini kurang
ajar?" Dia pun lantas berkelit.
In Hong tidak menyahuti, ia menyerang pula, terus
beberapa kali. Yang Cong Hay menjadi mendongkol, setelah main
berkelit saja, ia menghunus pedangnya, untuk
menangkis, guna membuat perlawanan. Hingga di situ
mereka jadi bertempur.
Bhok Lin lantas bersandiwara.
"Inilah Yang Tayjin!" ia berkata kepada "hambanya"
itu. "Siauwjiko, jangan kurang ajar! Lekas kau omong
baik-baik!" Kepada Yang Cong Hay, ia pun berkata:
"Yang Tayjin, kau sudah pasang hio, kau sudah
mengunjuk hormatmu, aku rasa itu sudah cukup, maka
itu, tak usahlah kau melihat lagi wajahnya cihu! Aku
percaya cihu di tempat baka pasti mengetahui
kedatanganmu ini!..."
Tentu sekali In Hong tidak meladeni perkataannya
Bhok Lin itu, sedang Cong Hay menjadi penasaran. Ia
heran untuk ilmu silat dari si hamba ini.
Masih Bhok Lin berpura-pura memisahkan, ketika
ternyata ia tidak memperoleh hasil, ia lantas
bersandiwara terlebih jauh. Kali ini ia berpura-pura gusar.
"Hai, kenapa kamu tidak mau mendengar
perkataanku?" ia berseru. "Aku tahu maksud kamu, ialah
yang satu setia kepada majikannya, yang lain menyintai
sahabatnya, tapi janganlah kamu bertempur terusterusan!
Mari bicara! Eh, eh, apakah kamu masih tidak
mau berhenti juga" Kalau begitu, masa bodoh, pergi
kamu bertempur terus, aku tidak perduli lagi!"
705 Kata-kata ini hebat untuk kupingnya Yang Cong Hay.
Ini bekas congkoan merasa bahwa dia diperlakukan sama
seperti si hamba itu. Sementara itu, dia menjadi
bertambah curiga, hingga akhirnya ia merasa pasti Keng
Sim benar-benar belum mati, bahwa matinya itu
hanyalah pura-pura belaka, pada itu mesti ada sebabnya.
Ia percaya betul hamba ini salah seorang Rimba
Persilatan yang kenamaan, karena kalau tidak, orang
tidak bisa demikian gagah. Ia cuma tidak dapat lantas
menduga atau mengenali Leng In Hong.
Dulu hari pernah In Hong menempurjago she Yang ini,
ia kalah satu tingkat, tetapi sekarang, setelah berselang
delapan tahun dan ia sudah meyakinkan ilmu pedangnya
secara sungguh-sungguh, walaupun Yang Cong Hay
berlatih juga, mereka menjadi berimbang.
Lekas sekali mereka sudah bertarung hampir tiga
puluh jurus. Cong Hay penasaran, mendadak ia
menggunakan akal. Ialah satu kali ia berlompat ke
samping, terus dia menikam kepada peti, hingga ia
mendapatkan bukti bahwa kayu peti itu benar-benar
bukan kayu nanmu. Hampir dia menikam tembus peti itu
ke tubuhnya Keng Sim, syukur In Hong lekas menikam
dia, hingga dia mesti berkelit.
"Kurang ajar!" membentak In Hong. "Kau berani
mengganggu jenazah Tiat Tayjin! Kau mesti dibunuh!"
Bentakan itu ditutup sama serangan jurus "Thiansan
soatpeng," atau "Gempurnya salju gunung Thiansan."
Pedang berkilau mengkeredep dan menyamber luar biasa
cepatnya. Sebab itulah salah satu jurus ilmu pedang
bersatu padu, yang ia telah pelajarkan bersama Hok
706 Thian Touw, yang biasanya digunakan bersama oleh ia
dan suaminya itu.
Yang Cong Hay terkejut, dia menangkis. Tapi
kedudukannya rada sulit, dia berayal sedikit, tenaganya
tidak terkerahkan sempurna, maka itu, pedangnya kena
dibikin mental, pedangnya si "hamba" meluncur terus,
walaupun ia mencoba berkelit, rambut kepalanya kena
terpapas segumpal an!
Bukan main kagetnya bekas congkoan dari istana ini
Baru sekarang ia ingat samar-samar bahwa ia pernah
bertempur sama orang ini. Karena ini juga, ingatannya
seperti mendadak menjadi tajam, hingga ia segera
mengenali Leng In Hong.
"Hebat, hebat!" pikirnya begitu lekas ia ingat In Hong.
"Tiat Keng Sim berkonco dengan Leng In Hong dan Ie
Sin Cu, sekarang sudah pasti Keng Sim belum mati,
jikalau dia muncul dan dia bergabung sama In Hong
mengepung aku, tak usah Sin Cu datang, pasti sukar
untuk aku menyingkir dari sini, mungkin aku tidak bisa
menolongjiwaku lagi!..."
Oleh karena ini, ia menjadi mendapat pikiran untuk
jangan membuka rahasianya In Hong. Sekarang ia jadi
memikir daya untuk mengangkat kaki.
Tepat di itu waktu, dengan kupingnya yang lihai, Cong
Hay mendengar tindakan kaki dari beberapa yahengjin,
ialah orang-orang yang biasa keluar malam, dan suara
tindakan mereka itu menandakan mereka bukan
sembarang orang. Ia kaget hingga keberaniannya
menjadi ciut. 707 "Mungkinkah mereka telah mengatur tipu daya untuk
menjebak aku?" pikirnya. Saking curiga, ia menjadi
menduga begitu rupa. Maka dari itu tanpa berayal lagi, ia
berkelit sambil berlompat, untuk berlompat lebih jauh ke
atas genting, guna melarikan diri. Syukur untuknya, baru
ia menghilang, Tan Hong muncul bersama tiga
kawannya, hingga tidak sampai kepergok.
Sin Cu melihat In Hong, ia girang bukan main, lantas
ia menubruk dan memeluk.
"Enci, kenapa kau ada di sini?" ia menanya.
"Rambutmu kusut sekali, sama siapa kau bertempur?"
Giok Houw pun girang sekali melihat Nyonya Hok itu.
Tahulah ia, si nyonya muda ialah orang yang gurunya
tadi sebut ia ingin menemuinya. Maka sebelum nyonya
itu menjawab Sin Cu, ia sudah berkata sambil tertawa:
"Ah, aku menyangka kau ditarik Hok Toako diajak pulang
ke Thiansan! Mungkinkah karena kau tidak mau
mewujudkan itu pepatah 'Suami bernyanyi, isteri
mengikuti,' maka kamu jadi berkelahi?"
"Cis" In Hong berludah. "Jangan kau ngaco, Siauw
Houw Cu!" Sin Cu tertawa. Ia berkata: "Siauw Houw Cu, kau
sungguh tidak mengerti urusan! Perselisihan di antara
suami dan isteri adalah soal lumrah, mustahil karena
berselisih lantas orang bertempur?"
In Hong pun tidak gusar. Bahkan ia segera
memberikan keterangannya.
"Yang barusan datang ialah bekas Tay hwee Congkoan
Yang Cong Hay, baru saja aku membikin dia kabur!"
demikian katanya.
708 "Ah, sayang, sayang!" kata Giok Houw. "Sayang kita
terlambat setengah tindak! Kalau tidak, sekalian saja kita
bekuk dia!"
In Hong lantas tuturkan halnya kedatangannya Yang
Cong Hay barusan, yang rupanya menyangsikan
kebinasaannya Tiat Keng Sim, maka dia hendak
membuka tutup peti, hingga ia mesti merintanginya
sebab Bhok Lin tidak sanggup mencegahnya Setelah itu,
ia diajak bicara pula oleh Sin Cu.
"Pantas itu hari kau tidak muncul, kiranya kau telah
memikir lain dan seorang diri datang ke Pakkhia ini,"
berkata Nyonya Yap. "Aku kuatir Hok Toako nanti
menyesalkan aku dan menduga, karena kau berat sama
saudara angkat, kau lantas tidak menghendaki suamimu
lagi..." Matanya In Hong dibuka lebar.
"Ah, kau pun masih mau main-main!" katanya
"Kenapa kau tidak mau bicarakan urusan yang benar?"
"Aku mau omong dari hal urusan yang benar,"
menyahut Sin Cu bersenyum. "Aku menghendaki kamu
suami isteri mencari jalan yang baik agar kamu menjadi
akur pula, supaya ada pemecahan di antara kamu
berdua." In Hong menghela napas.
"Terhadapnya aku hampir putus harapan," ia berkata.
"Baik urusan besar maupun urusan kecil, pandangannya
dan pandanganku sukar mendapat kecocokan, sedang
aku, aku tidak bersedia untuk menuruti saja
kehendaknya. Aku pikir dengan kita berpisah kita
menjadi kurangan pusingnya."
709 Sin Cu berdiam sebentar.
"Sebenarnya Hok Toako bukan seorang buruk,"
katanya sesaat kemudian. "Kalau dibanding sama Tiat
Keng Sim, dia jauh terlebih baik. Kau lihat Keng Sim, dia
bukannya seorang yang tidak ada obatnya untuk
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menolongnya, apapula Hok Toako..."
"Dia dan Keng Sim lain. Dengan Keng Sim kita
bersahabat, tetapi aku dengan Thian Touw suami isteri.
Mengenai sahabat, asal ada sedikit kebaikannya, dapat
kita mengingat, terhadap suami, permintaanku lain lagi,
aku meminta lebih banyak, walaupun tak usah sampai
sesempurna-sempurnanya, sedikitnya asal di antara kita
ada kecocokan hati..."
Kembali Sin Cu berdiam. Apa ia bisa bilang lagi"
In Hong pun berdiam. Sampai selang sekian lama.
baru ia menghela napas.
"Sudah, kita jangan menyebut-nyebut Thian Touw,"
katanya. "Mari kita bicara urusan Keng Sim. Tahukah kau
bahwa dia 'binasa' untukmu?"
In Hong lantas menuturkan jelas duduknya hal sampai
Keng Sim "membunuh diri" itu.
"Meskipun benar inilah mati pura-pura tetapi
perbuatannya itu mesti dilakukan dengan keberanian luar
biasa," kata pula In Hong. "Coba dia bernyali kecil,
meskipun ada obat mujarab, dia pasti gagal. Pula,
bagaimana kalau obat itu tidak menolong hingga dia mati
benar-benar" Keng Sim telah melakukan sesuatu yang
luar biasa. Sebenarnya aku tidak berkesan manis
terhadapnya tapi sekarang aku mesti menghormati dia"
710 Sin Cu lantas ingat lelakonnya sendiri dengan Keng
Sim dulu hari, ia menjadi terharu hatinya.
"Sifatnya Keng Sim itu campur baur," katanya.
"Semoga setelah kejadian ini dia nanti dapat mengubah
itu, kalau itu terjadi, kita yang menjadi sahabatnya harus
bergirang."
Selagi Sin Cu bicara sama In Hong, Giok Houw bicara
asyik sama Bhok Lin. Siauw Houw Cu, dengan disertai
gerakan kaki tangannya, menuturkan bagaimana
gurunya menempur Kiauw Pak Beng, bagaimana Hek Pek
Moko yang gagah membekuk orang-orang kosen dari
istana, bagaimana rombongannya Chian Tiang Cun dan
Hu Kun Cip kena ditawan semua.
Bukan main girangnya Bhok Lin, dia sangat
bergembira. Thio Tan Hong sendiri, selama itu. berduduk seorang
diri. Ia agaknya lagi berpikir keras, hingga ia tidak
memperdulikan aksinya itu rombongan orang muda.
Adalah kemudian, mendadak dia menanya Bhok Lin:
"Apakah suratmu untuk raja sudah di kirim?"
"Sudah sedari siang-siang," menjawab itu murid. "Kita
sekarang tinggal menunggu keluarnya firman Sri Baginda
Raja." "Untuk apakah surat itu?" tanya Giok Houw.
"Jikalau seorang menteri menutup mata, menurut
aturan, hal itu harus disampaikan kepada raja," Bhok Lin
memberi keterangan. "Demikian dengan cihu-ku meski
benar dia baru berpangkat tingkat ketiga. Dia menjadi
Hutongnia dari pasukan Gilimkun. dan padanya ada
tersangkut kedudukan dari ayahku. Suhu juga
711 menganjurkan aku mengirim surat. Sebagai alasan
dikemukakan bahwa cihu mati lantaran sakit. Sekalian
dengan itu aku mesti minta perkenan untuk membawa
pulang jenazah cihu untuk dikubur di kampung halaman
kami." "Ah, orang mati demikian sulit urusannya!" berkata
Siauw Houw Cu. "Dengan begitu apakah bukan berarti
kita masih harus berdiam di sini untuk beberapa hari
lagi?" "Memang kita harus berdiam di sini lagi beberapa
hari!" Sin Cu nimbrung sambil tertawa.
"Lain-lain kepusingan kita mesti mendayakan untuk
menjauhkannya tetapi kepusingan semacam ini, kita cari
pun sukar untuk didapatkannya!"
Giok Houw heran, otaknya lantas bekerja Sebagai
seorang cerdik, ia segera mendapat jawabannya. Maka ia
bersenyum. Dengan lantas ia dapat menerka siasatnya
gurunya ini. Sementara itu Cu Kian Cim. ialah Kaisar Hian Cong,
heran bukan main kapan ia telah menerima surat
pemberitahuan atau rekes dari Bhok Lin itu.
"Tiat Keng Sim itu segar bugar, dia juga bukan
miripnya orang berusia pendek, mengapa dia meninggal
secara begini tiba-tiba?" demikian pikirnya. Ketika ia
menerima surat, sudah magrib, itu waktu sudah selang
dua jam dari "matinya" Keng Sim. Ia lantas mengirim
orang, untuk mencari tahu. Tidak lama, orangnya itu
sudah kembali, menuturkan halnya Keng Sim mati
membunuh diri di rumahnya Chian Tiang Cun, bahwa
712 kematian itu disaksikan sendiri oleh sekalian wisu dan
busu, jadi itulah bukan kematian palsu.
"Heran!" pikir raja ini. "Aku tidak menyangka dia mati
secara demikian macam. Syukur Bhok Lin tidak berani
banyak bicara, dia cuma menyebutkan kematian lantaran
sakit, jikalau tidak, urusan bisa menjadi sulit. Dengan
memandang kepada Bhok Kokkong, baiklah, urusan ini
tidak usah ditarik panjang."
Maka raja lantas mengeluarkan putusannya menuruti
kebiasaan umum. Ia mengirim tanda turut berduka cita.
Keng Sim diberi pangkat mati, ialah Jipin Liongki
Touwoet. Di hari kedua. Bhok Lin diijinkan untuk datang
menghadap ke istana, untuk dihiburkan, guna diberi
perkenan membawa pulang layon iparnya itu.
Senang Bhok Lin atas putusan raja itu. Ia merasa
bagaimana raja memperlakukannya dengan baik.
Bukankah beberapa kali ia telah dipanggil menghadap
ke istana" Hanya kali ini ia datang untuk sekalian
berpamitan. Oleh raja, ia diterima menghadap di kamar
tulis dalam keraton. Ia pun dipandang seperti
keponakan, hingga ia tidak usah menjalankan banyak
adat peradatan.
Raja sendiri, selama dia menantikan datang
menghadapnya Bhok Lin, telah menerima suatu warta
lain. Itulah mengenai sepak terjangnya Chian Tiang Cun
dan Hu Kun Cip, congkoan dan tongnia-nya, yang
mengepalai beberapa puluh wisu pilihan, pemimpinpemimpin
dari Gilimkun serta beberapa puluh busu dari
pelbagai propinsi, untuk pergi menangkap orang-orang
yang dicurigai sebagai penjahat-penjahat perampas
pelbagai bingkisan. Bahwa sampai itu waktu, mereka itu
713 masih belum kembali, serta tidak ada kabar ceritanya
Walaupun kejadian itu aneh sekali, raja tidak lantas
menyangka jelek. Bukankah Hu Kun Cip membawa
jumlah yang besar dan semuanya orang-orang pilihan"
Bukankah mereka itu berada di kota raja" Di mana
kawanan penjahat telah ketahuan tempat mondoknya,
bukankah gampang untuk meringkus mereka semua"
Tidak ada alasan bahwa mereka bakal menampak
kegagalan. Mungkin ada sesuatu yang membikin mereka
terlambat, hingga mereka belum kembali... Begitulah,
meski aneh duduknya hal, raja tidak berkuatir.
Baru saja thaykam yang mengantar juru pelapor itu
mengundurkan diri, lantas tertampak munculnya Bhok
Lin, yang diiringi dua thaykam lainnya.
Kian Cim membiarkan Bhok Lin menjalankan
kehormatan di antara menteri dan junjungannya, habis
itu ia memberi ijin untuk orang berduduk, kemudian ia
pandang pangeran muda itu. Ia mendapatkan air muka
orang seperti biasa saja.
"Dasar bocah belum mengerti apa-apa" pikir raja ini.
"Cihu-mu telah menutup mata, kau pandang kejadian itu
seperti tidak terjadi sesuatu. Sebenarnya, taruh kata kau
tidak memikirkannya, dihadapan tim mestilah kau
mengunjuki roman berduka..."
Raja memikir demikian karena ia tidak tahu Keng Sim
mati palsu. Dan walaupun dia tahu orang mati
membunuh diri, iajuga berpura-pura.
"Cihu-mu itu mati lantaran sakit apa?" demikian ia
tanya "Kenapa dia meninggalnya demikian cepat?"
714 Bhok Lin mendusta ketika ia menjawab: "Dua hari
terlebih dulu daripada itu dia mendapat bisul kecil di
hidungnya, jintiong, bisul itu tidak sakit dan juga tidak
gatal, dia tidak perhatikan itu. Di luar dugaan, itulah bisul
yang beracun. Kemarin lohor, bisul itu bekerja dengan
mendadak, ketika tabib diundang dan datang, dia sudah
keburu menutup mata."
Raja mengangguk.
"Memang, bisul di jintiong biasa berbahaya," berkata
raja, yang turut main sandiwara. "Menurut ilmu tabib,
bisul itu dinamakan bisul mulut kuda Sebenarnya bisul
demikian tidak dapat dipandang enteng."
"Luas pengetahuan Sri Baginda," berkata Bhok Lin.
"Tabib pun membilang demikian. Sayang kami
mengetahuinya sesudah terlambat."
Cu Kian Cim menghela napas.
"Tiat Logisu seorang menteri yang setia," ia berkata
pula. "Perbuatannya mendakwa Ong Cin telah
menggemparkan negara. Ia cuma mempunyai seorang
putera, tidak disangka putera itu pendek umurnya.
Sungguh sayang! Apakah ada pesannya cihu-mu itu
ketika ia hendak melepaskan napasnya yang
penghabisan?"
Bhok Lin melanjuti sandiwaranya.
"Cihu membilang bahwa keluarganya dua turunan,
ayah dan anak, telah menerima budi besar dari negara,
ia menyesal tidak dapat membalasnya," ia menyahut,
"maka itu ia memesan untukku belajar surat dengan rajin
dan belajar silat dengan sungguh-sungguh, supaya
715 kemudian hambamu dapat melakukan sesuatu untuk Sri
Baginda." "Sungguh setia Keng Sim!" raja memuji. "Sampai di
saat kematiannya, dia masih tidak melupakan budi
Junjungannya! Sungguh sukar dicari menteri sebagai dia! Dia
memang gagah dan pandai bekerja. Lihat saja, dari
demikian banyak bingkisan yang diantar ke kota raja,
cuma bagianmu yang dia dan kau dapat melindunginya
dengan sempurna. Sebenarnya tim hendak memberikan
dia kedudukan lebih penting, sayang dia mati muda.
Dengan kematiannyatim kehilangan seorang menteri
gagah dan pandai, sungguh tim menyesal..."
"Dia meninggalkan pesan," berkata Bhok Lin,
menggunakan saatnya ini, "agar jenazahnya dikubur di
kaki gunung Sesan di kota Kunbeng, di tepinya
pengempang Tiantie. maka itu hamba pikir, lagi dua hari
akan berangkat membawa jenazahnya itu pulang, supaya
lekas-lekas dapat dikebumikan."
"Itulah sudah seharusnya. Hanyalah perjalanan ke
Inlam itu jauh laksaan li, kau seorang diri yang
mengantarkannya, hatiku tidak tenteram. Apakah kau
menghendaki ditambah pengantar wisu untuk menemani
kamu?" "Terima kasih, itulah tidak usah," berkata Bhok Lin,
menyahuti. "Sekarang ini Sri Baginda yang memerintah,
negara aman sentosa, umpama kata toh ada kawanan
kurcaci, hambamu mempunyai sejumlah pengiring yang
dapat melayani mereka. Maka itu hamba tidak berani
mengganggu kepada sekalian wisu dari istana."
716 Biar bagaimana, raja merasa tersinggung juga dengan
itu kata-kata "negara aman sentosa." Bukankah
bingkisan pelbagai propinsi telah kena dirampas penjahat
dan cuma bingkisan dari Inlam sendiri yang selamat"
Tapi, mendapatkan pangeran muda ini demikian pandai
bicara, ia tidak mau membilang apa-apa Ia bilang saja:
"Jikalau demikian, tim akan mengirim saja seorang wakil,
selagi layon hendak diberangkatkan, biarlah dia
mewakilkan tim turut bersembahyang. Di samping itu
nanti tim membekali sepucuk firman, supaya semua
pembesar negeri dipelbagai tempat dan kota yang
dilewati nanti membantu mengantarkan dan melindungi."
Kembali Bhok Lin menghaturkan terima kasihnya
Sampai di situ, raja memanggil seorang thaykam,
yang dititahkan menyuguhkan teh harum untuk pangeran
muda itu. "Tim mendengar kau suka sekali bergaul sama orangorang
gagah yang hidup merdeka di luaran," kata raja
kemudian, "sekarang ini ada satu di antaranya yang
berdiam di Inlam, tahukah kau tentang dia atau tidak?"
"Entah siapa itu yang Sri Baginda tanyakan?" tanya
Bhok Lin. "Dulu hari semasa peperangan di Touwbokpo,"
menyahut raja, "di sana ada seorang rakyat gagah
bernama Thio Tan Hong. Dialah juru pemikir dari Koklo
Ie Kiam. Ketika Sri Baginda almarhum menampak
kesusahan, dialah yang bersama-sama le Kiam
mendayakan dan menyambutnya pulang. Sayang Ie Kiam
telah mati penasaran, maka juga selekasnya tim naik
ditahta, tim sudah lantas membersihkan kehormatannya
Thio Tan Hong sendiri masih hidup, untuk jasanya dulu
717 hari itu, tim belum membalasnya, maka itu untuk banyak
tahun senantiasa tim memperhatikan dia. Sekarang ini,
menurut kabar yang dapat dipercaya, dia tinggal
menyendiri di gunung Thiam Chong di Inlam, maka itu,
entahlah kau pernah bertemu dengannya atau tidak."
Selagi berbicara itu, raja memperhatikan wajah si anak
muda. Ia tahu Thio Tan Hong gagah dan pintar, ia kuatir
orang nanti kena dipakai oleh Bhok Kokkong, hingga
kelak dikemudian hari, ia bisa mendapat susah dari orang
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cerdik pandai itu, maka sekarang ingin ia mendengar hal
dia itu dari pangeran ini.
Bhok Lin menunjuki sikapnya tenang. Ia meletakkan
cawan tehnya, dengan sikap sangat hormat, ia
memberikan jawabannya. Katanya: "Harap Sri Baginda
mengetahuinya, orang yang Sri Baginda sebutkan itu
kebetulan hamba mengenalnya. Jikalau Sri Baginda ingin
memanggil dia datang menghadap, nanti hamba pergi
mencari dia."
Raja terperanjat mendengar jawaban itu. Inilah di luar
dugaannya Karena ini hendak ia menanya pula atau
seorang thaykam datang menghampirkan untuk terus
berbisik di telinganya. Dengan lantas air mukanya
berubah menjadi pucat dan guram bergantian.
Kabar itu adalah kabar tentang Hu Kun Cip dan Chian
Tiang Cun. Congkoan dan tongnia itu, berserta
rombongannya, masih belum juga kembali serta tidak
ada kabar ceritanya. Katanya, kecuali itu, beberapa kali
telah di kirim orang, untuk pergi mencari tahu, tetapi
semua pesuruh itu pergi tanpa satu di antaranya pulang.
Hingga mereka mirip batu besar yang dilemparkan ke
dalam laut. Di samping itu, ada lagi lain kejadian. Inilah
718 yang membikin raja itu kaget, gusar, masgul dan
berkuatir, hingga air mukanya itu menjadi berubah.
Berita yang terakhir ini ialah:
Kantor dari sekalian wisu di tempatkan di pendopo
Engbu tian di luar keraton, ialah di dalam istana. Di sana
ada terjadi sesuatu. Wisu yang bertugas di sana merasa
heran atas "lenyapnya" rombongan Hu Kun Cip itu, maka
dia mengadakan rapat untuk membicarakannya. Tengah
rapat berjalan maka dapatlah diketahui sesuatu itu. Di
balok penglari tertampak sebuah pedang pendek, tak
tahu siapa yang menancapnya di situ. Pedang itu lantas
dicabut, dikasih turun. Segera orang mengenali, itulah
pedangnya Hu Kun Cip. Semua orang menjadi kaget dan
heran. Mereka memangnya bukan sembarang orang
Kangouw. Sekarang, tanpa mencari tahu lagi. tahulah
mereka bahwa Hu Kun Cip semua telah menjadi orangorang
tawanan lawan yang belum dikenal, hanyalah
entah di mana mereka tertawannya, dan setahulah di
mana sekarang mereka lagi disekap. Pedang ini pastilah
telah di kirim oleh musuh. Dan oleh musuh yang lihai
sekali sebab harus diketahui, Hu Kun Cip semua
berjumlah banyak dan semuanya juga lihai. Dan musuh
yang mengantar pedang ini tanpa ketahuan, mesti lihai
juga. Mendengar laporan ini, Cu Kian Cim tergetar hatinya.
Ia bukannya orang Kangouw tetapi ia menginsafi apa
artinya itu. Tapi ia justeru membicarakan halnya Thio
Tan Hong, yang diketahui Bhok Lin, ia mencoba
menenangkan diri. Ia menunda urusan Hu Kun Cip itu. Ia
pun lantas menyuruh mundur orang-orang kebirinya itu.
"Kau bilang bahwa Thio Tan Hong itu dapat dicari, di
mana adanya dia sekarang?" kemudian Kian Cim tanya
719 puteranya Bhok Kokkong. "Lagi dua hari kau bakal
berangkat pulang, apakah kau masih berkesempatan
mencari dia?"
Pangeran muda itu bersenyum.
"Tuan Thio itu sekarang berada di sini," ia menjawab.
Raja kaget hingga ia berjingkrak bangun.
"Dia di sini?" dia berseru. "Wisu, lekas!"
Selagi raja itu kelabakan, Bhok Lin berlaku tenang.
"Tidak salah, Tuan Thio berada di sini," sahutnya.
"Tuan Thio berada di luar, ia lagi menantikan titah
panggilan dari Sri Baginda..."
Raja tidak memperdulikannya. Ia segera berteriakteriak
memanggil para pahlawannya. Tapi ia tidak
memperoleh jawaban, tidak ada seorang wisu juga yang
muncul. Di lain pihak lantas terdengar satu suara tertawa
perlahan tetapi terang dan pintu kamar segera tertolak
terbuka, dari situ terlihat masuknya satu orang dengan
sikapnya yang tenang dan tindakannya ayal tetapi tetap.
Dia lantas menjura dalam dan berkata: "Thio Tan Hong
menerima panggilan dan sekarang ia datang menghadap
Sri Baginda!"
Memang benar, dialah Thio Tan Hong, yang lagi
disebut-sebut itu.
Raja mundur satu tindak, matanya terbuka lebar,
mengawasi orang she Thio itu. Ketika ia melihat roman
orang sabar, sama sekali tidak ada tanda-tandanya orang
berniatan busuk, hatinya menjadi sedikit lega. Ia lantas
berduduk pula. 720 "Thio Sianseng, cara bagaimana kau datangnya
kemari?" ia tanya. Ia heran dan rasa herannya tidak bisa
lantas lenyap. Tan Hong tertawa.
"Tentu saja dengan jalan bertindak," sahutnya tenang.
"Aku ingat hal pada sepuluh tahun yang lampau. Ketika
itu Sri Baginda masih menjadi putera mahkota. Ketika itu
aku pernah dipanggil menghadap. Itulah budi Sri
Baginda, yang hingga sekarang tidak dapat aku lupakan.
Sekarang Sri Baginda telah naik di atas tahta kerajaan,
sudah selayaknya saja aku datang untuk memberi
selamat!" Raja merasa tidak enak hatinya Ia tentu tidak ketahui
yang Thio Tan Hong datang dengan mengikut Bhok Lin,
mengikut tetap sebagai pengiring tetiron. Sebenarnya
Bhok Lin datang dengan beberapa pengiring, antaranya
Tan Hong. Mereka tidak diperkenankan turut masuk
menghadap raja, mereka dipernahkan di sebuah kamar
thaykam dengan diawaskan oleh beberapa wisu. Akan
tetapi, setelah Tan Hong menduga saatnya sudah tiba,
dengan kesehatannya, dengan kelihaiannya, ia totok
roboh semua wisu pengawas itu, lantas ia masuk ke
dalam. Di muka kamar tulis raja ada menjaga dua wisu
lain, yang terlebih lihai, juga mereka itu berdua dapat
dirobohkan dengan gampang. Maka juga, begitu
mendengar suaranya Bhok Lin yang terakhir, ia menolak
pintu dan bertindak masuk.
Dalam herannya Cu Kian Cim berpikir: "Dia dapat
memasuki istana yang pintunya berlapis-lapis, teranglah
dia telah merobohkan semua pahlawanku, kalau
sekarang aku memanggil-manggil lagi orang, niscaya
721 percuma saja. Siapa bisa datang dan melawannya"
Bahkan itu membikin dianya ketahui bahwa aku takut..."
Maka itu, justeru Tan Hong menyebut-nyebut peristiwa
dulu, hatinya menjadi jauh terlebih tenteram.
"Silahkan duduk, Thio Sianseng!" ia mengundang.
Tan Hong menerima undangan itu.
"Tim baru naik di atas tahta tim mencari orang pandai
bagaikan tim berdahaga," ia berkata kemudian,
"kebetulan Sianseng datang, inilah saatnya yang baik
untuk tim memohon pengajaran."
"Istana Sri Baginda penuh dengan menteri-menteri
bun dan bu, yang pintar dan gagah, sebenarnya tidak
ada perlunya Sri Baginda dengan orang hutan sebagai
aku." Tan Hong menjawab.
"Jangan kau merendahkan diri, Thio Sianseng,"
berkata raja "Tim ketahui baik sekali. Sianseng adalah
orang pintar dan gagah di jaman ini! Sebenarnya tim
sangat mengagumimu."
"Jikalau benar Sri Baginda tidak merasa malu untuk
bertanya terhadapku," kata Tan Hong kemudian, "maka
itu aku si orang she Thio yang cupat pandangannya suka
aku bicara. Aku minta sudilah Sri Baginda memaafkan
yang aku hendak bicara secara terus terang."
"Kalau ada sesuatu ajaranmu, Sianseng, suka tim
mendengarnya," kataCu Kian Cim. "Silahkan minum
tehnya dulu!"
Di saat seperti itu, untuk mendapat kesan baik dari
Thio Tan Hong, raja melupakan derajatnya sebagai
722 kaisar, ia sendiri yang menuangkan teh dan
menyuguhkannya.
Tan Hong tidak berlaku sungkan, ia menyambuti teh
dan meminumnya.
"Pada sepuluh tahun dulu itu," kemudian ia mulai
berkata, "aku dan Sri Baginda telah menyebut-nyebut
tiga soal, entah Sri Baginda masih ingat itu atau tidak..."
"Aku ingat itu," berkataraja. "Yang pertama ialah
supaya Ie Koklo dihilangkan penasarannya. Yang kedua
yaitu supaya Yap Seng Lim dibiarkan merdeka di
pulaunya serta diberi pangkat dengan perjanjian kedua
pihak tidak saling menyerang. Dan yang ketiga agar
Toan Teng Chong dibiarkan menjabat terus kedudukan
raja muda turun temurun serta semua suku dan
pembesar diwilayah Tali tetap berada di bawah
kekuasaannya, supaya kedua suku Han dan Pek hidup
damai untuk selama-lamanya. Ketika itu adalah
ayahandaku yang masih memerintah, aku tidak dapat
berbuat apa-apa, tetapi sekarang, setelah aku yang naik
di tahta, semua tiga soal itu telah aku mewujudkannya
Tentang Toan Teng
Chong menjadi raja muda Sri Baginda almarhum
sudah mengeluarkan firmannya, titah pun telah
diumumkan, dan ketika aku naik di singgasana, aku juga
sudah bertindak terlebih jauh, aku telah menambah
anugerah. Kabarnya sudah beberapa tahun Thio
Sianseng hidup menyendiri di gunung Chongsan, maka
tentulah Sianseng sudah mendapat tahu semua hal itu."
"Inilah bagian yang pertama, yang mengenai Keluarga
Toan itu," berkata Tan Hong. "Sekarang aku ingin
723 mendengar penjelasan hal yang dua lagi. Bagaimana
dengan yang kedua?"
"Begitu tim naik di atas tahta, lantas tim
memerintahkan mencuci penasarannya Ie Koklo itu."
menyahut raja "Tentang itu tim sudah menyiarkan
maklumat ke seluruh negeri agar semua rakyat
mengetahuinya, serta juga di Hangciu telah dibangun
rumah abu untuk memuliakan Ie Koklo yang setia itu.
Tentang ini tentulah Thio Sianseng telah mengetahuinya
juga." "Dan yang ketiga?" Tang Hong masih menegaskan.
"Yap Seng Lim mengambil kedudukan di pulau-pulau,
dia tidak menerima panggilan kami untuk datang
menakluk," menjawab raja. "Kalau dia diberi perkenan
mengangkat dirinyamenjadi raja, maka tindakan itu
tidaklah tepat, tidak cocok dengan aturan pemerintah,
meskipun demikian, tim tidak menitahkan untuk
menghukum dia. Thio Sianseng, apabila Sianseng dapat
membikin Seng Lim menakluk kepada pemerintah,
hingga dia suka tunduk di bawah perintah sunbu dari
Ciatkang, maka tim pastilah tidak berkeberatan akan
memberikan dia sesuatu pangkat."
"Aku bukannya hendak memohonkan pangkat untuk
Yap Seng Lim," berkata Thio Tan Hong, yang terus
menjelaskan: "Sebenarnya dia berjasa untuk negara
Sekarang ini dia lagi menugaskan diri mewakilkan negara
menjaga serbuan perompak-perompak bangsa kate.
Untuk itu dia tidak meminta rangsum atau biaya dari
negara. Sepak terjangnya itu, untuk negara, ada baiknya,
tidak ada jahatnya. Maka itu, seandai Sri Baginda tidak
dapat mengijinkan dia menjadi raja di pulau-pulau itu,
724 sedikitnya adalah selayaknya jikalau Sri Baginda
melarang tentera pemerintah menyerang pula padanya.
Tapi tentang ini baiklah ditunda dulu. Mengenai tiga hal
itu, yang katanya Sri Baginda telah melakukan
semuanya, menurut aku. sebenarnya Sri Baginda baru
melakukan satu di antaranya..."
"Bagaimanakah itu?" raja tanya.
"Yang telah dilakukan ialah baru urusan
menganugerahkan Toan Teng Chong di Tali," kata Tan
Hong. "Usaha mencuci bersih penasarannya Ie Koklo, itu
dilakukan karena terpaksa, hal itu tidak dapat tidak
dilakukan. Sri Baginda melakukannya bukan dengan
kesungguhan hati."
Parasnya raja berubah. Ia merasa sangat tersinggung.
"Thio Sianseng menegur tim, tidakkah itu
keterlaluan?" katanya. Di dalam keadaannya seperti itu,
tidak dapat ia menggunakan kekuasaannya sebagai
seorang raja. "Mengapa Sianseng membilangnya tim
tidak sungguh-sungguh?"
"Ie Koklo mempunyai hanya seorang anak perempuan,
namanya Sin Cu, dan suaminya ialah Yap Seng Lim
pemimpin dari tentera rakyat suka rela," Tan Hong
mengasi keterangan. "Jikalau Sri Baginda benar-benar
menghargakan jasa Ie Koklo, yang demikian menyinta
negara, mengapa menyuruh demikian banyak wisu istana
dan barisan Gilimkun pergi menawan dia dengan
tuduhan dialah seorang pemberontak?"
Mendengar itu. Cu Kian Cim kaget.
"Apa" Puterinya Ie Koklo itu ialah Ie Sin Cu?"
tanyanya. "Tim cuma menerima laporan Hu Congkoan
725 tentang halnya seorang penjahat wanita yang katanya
bersangkut paut sama perampasan bingkisan pelbagai
propinsi, tapi perihal dia pergi menangkapnya atau tidak,
Tim tidak tahu apa-apa. Memang hebat penjahat itu
yang berani mengganggu pelbagai bingkisan, mereka
kurang ajar sekali! Kenapa puterinya Ie Koklo berada di
antara orang-orang jahat itu" Inilah aneh! Harap saja itu
bukannya hal yang benar!"
Mendengar kata-kata raja itu, Thio Tan Hong bersikap
tawar.
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ie Sin Cu itu bukan saja benar telah merampas
pelbagai bingkisan," ia berkata, "bahkan dia bersama
seorang adik seperguruannya adalah orang yang
memimpin perampasan itu."
Inilah hal yang raja sudah ketahui, tetapi ia berpurapura.
Sengaja ia mengeprak meja dan berseru berulang
kali: "Seorang wanita cantik menjadi penjahat, inilah
sungguh di luar dugaan! Sungguh di luar dugaan!"
"Tahukah Sri Baginda kenapa mereka itu merampas
bingkisan itu?" Tan Hong tanya. Ia menanya tapi tidak
menanti jawaban, selagi raja mengawasi padanya, ia
menambahkan: "Itulah untuk dapat membelanjai tentera
rakyat. Ciu San Bin bekerja di utara mewakilkan Sri
Baginda menjaga serangan bangsa Ouw yang galak, dan
Yap Seng Lim, di selatan, membendung gangguan
perompak-perompak kate. Untuk usahanya itu, guna
memelihara tentera, mereka itu tidak mau melakukan
perampokan, mereka mengandal pada usaha sendiri
membuka tanah ladang dan menangkap ikan di laut.
Usaha itu tidak dapat mencukupi biaya mereka, maka itu
mereka terpaksa merampas pelbagai bingkisan untuk Sri
726 Baginda itu. Sri Baginda agung dan mulia sebagai raja,
kaya raya mempunyai empat penjuru lautan, dan di
dalam gudang istana bertumpuk barang-barang permata
bagaikan gunung, maka untuk Sri Baginda, pelbagai
bingkisan itu, banyak tidak terlalu banyak, sedikit tidak
berarti kesedikitan, daripada membiarkan itu tersimpan
di dalam gudang dengan tidak ada faedahnya, lebih baik
dibiarkan semua itu diambil mereka. Bahkan untuk Sri
Baginda itu menjadi ada kebaikannya yang besar!"
"Thio Sianseng, mengapa Sianseng mengetahui hal
begini jelas?" tanya raja.
Thio Tan Hong bersenyum.
"Baiklah Sri Baginda mendapat ketahui," sahutnya, "Ie
Sin Cu serta adik seperguruannya itu, Thio Giok Houw,
keduanya murid-muridku, dan usaha mereka itu
merampas pelbagai bingkisan disetujui pula olehku. Dulu
hari itu harta besar simpanan yang menjadi warisan
leluhurku telah dihadiahkan kepada Pemerintah Agung
dipakai biaya tentara menangkis penyerbuan bangsa
Watzu, dan sekarang murid-muridku mengambil pelbagai
bingkisan Sri Baginda diperuntukkan rangsum tentera
rakyat! Yang satu dipersembahkan, yang lain diambil,
tetapi dua-duanya itu sama saja artinya, semua untuk
keperluan negara, maka itu, jikalau Sri Baginda hendak
mempersalahkan mereka, silahkan persalahkan aku
saja!" "Mana dapat tim mempersalahkan Sianseng?" kata
Kian Cim cepat. Ia hening sejenak, lalu ia menambahkan:
"Jikalau demikian adanya, dengan memandang kepada
Ie Koklo, apabila Ie Sin Cu itu kena ditawan oleh
727 sebawahannya Hu Congkoan, nanti tim mengeluarkan
firman supaya dia dimerdekakan secara diam-diam..."
Thio Tan Hong tertawa.
"Ie Sin Cu itu tidak kena dibekuk Hu Congkoan,"
katanya, "sebaliknya dialah yang datang sendiri!"
Kian Cim heran hingga dia terkejut.
"Apa" Apakah Ie Sin Cu pun datang ke sini?"
Tan Hong mengangguk.
"Hari ini aku masuk ke istana," katanya, menerangkan,
"lalu kedua muridku itu ingin membikin luas pandangan
matanya, mereka meminta sangat untuk turut padaku,
lantaran aku tidak sampai hati untuk menolak, terpaksa
aku ajak mereka datang kemari!" Setelah berkata begitu,
dengan membikin keras suaranya, ia menoleh ke arah
luar dan menambahkan: "Sin Cu! Siauw Houw Cu! Mari
lekas menghadap Sri Baginda Raja!"
Belum lagi berhenti suaranya guru ini, pintu kamar
sudah lantas ditolak terpentang, dari situ muncul
sepasang pria dan wanita, ialah Sin Cu dan Thio Giok
Houw. Sin Cu lantas memberi hormat dengan liamjim,
dengan merangkap kedua tangannya, sedang Thio Giok
Houw cuma menjura saja. Kemudian tanpa menanti
perintah lagi, keduanya berdiri di kedua samping raja itu.
Kian Cim kaget berbareng mendongkol. Tapi ia tidak
berdaya, terpaksa ia menahan hawa amarahnya.
Sebaliknya, ia mengasi lihat sikap tenang dan sabar.
"Dulu hari itu ayahmu berjasa kepada negara, tetapi
dia meninggal secara penasaran, sebenarnya hati tim
tidak enak," ia berkata pada Sin Cu, halus, "maka itu
728 setelah naik di tahta, tim sudah lantas mencuci bersih
penasarannya itu. Sebetulnya tim lagi memikir untuk
mencari tahu Ie Koklo mempunyai putera dan puteri atau
tidak, maka dengan sekarang tim bertemu sama
puterinya, sungguh tim girang sekali. Sebab ternyata
maksud hati tim telah kesampaian..."
"Sinli tidak mengharap anugerah, sinli cuma
mengharap diberi maaf," berkata Sin Cu lekas. Ia
menyebutnya sinli, artinya, menteri wanita
"Tentang kamu merampas bingkisan, barusan Thio
Sianseng telah membicarakannya," berkata raja,
"mengenai itu, tim sudah lantas memberikan keampunan
kepada kamu. Syukur sekali orang-orang sebawahannya
Hu Congkoan belum sampai dapat menawan kamu..."
Mendengar kata-kata raja itu. Thio Giok Houw tertawa
bergelak. "Hus!" Thio Tan Hong menegur muridnya. "Di depan
Sri Baginda, jangan kurang ajar!"
"Suhu," berkata Siauw Houw Cu, yang nakal dan
Jenaka, "sesungguhnya aku tidak dapat menahan untuk
tidak tertawa!"
"Sri Baginda tinggal di dalam istana," kata Tan Hong,
"istana itu berlapis sembilan, terpisah dari dunia luaran,
jadinya tidak heran kalau Sri Baginda kurang
pendengaran, oleh karena itu tidak dapat kau
mentertawakannya."
Raja sangat mendongkol dan gusar melihat
kelakuannya Thio Giok Houw, yang dia anggap sangat
kurang ajar, sebenarnya dia hendak mengutarakan
kemurkaannya, tetapi Thio Tan Hong telah
729 mendahuluinya menegur murid itu. Karena itu, dia pun
lantas ingat suatu apa. Maka batal dia hendak menegur.
Toh dia tetap mendongkol dan lantas menanya Tan
Hong: "Di dalam hal apa tim kurang pendengaran hingga
tim mesti ditertawai murid Sianseng?"
Tan Hong tidak menjawab, karena ia pun sudah lantas
berkata kepada muridnya yang satunya lagi: "Sin Cu,
mengapa kau masih tidak mau lekas memohon maaf dari
Sri Baginda?"
Sin Cu menurut, ia bertindak ke depan raja
"Sinli mohon Sri Baginda memberi maaf, nanti barulah
sinli berani bicara," ia berkata
Raja tengah mendongkol, maka itu ketika ia menjawab
nona ini, ia kata: "Bukankah tadi tim telah membilang,
dengan memandang kepada ayahmu dan gurumu juga,
dalam hal perampasan bingkisan, tim sudah memberi
ampun padamu?"
"Tetapi ini bukanlah untuk urusan yang kecil itu,"
menerangkan Sin Cu. Ia sengaja menyebut perampasan
bingkisan itu urusan ketil.
Raja terkejut. "Apakah dia telah melakukan lagi sesuatu yang
terlebih hebat daripada perampasan bingkisan itu?"
katanya dalam hatinya, membade-bade. "Adakah urusan
yang lebih besar dan menggemparkan?" Tapi ia mesti
menjawab. Ia mesti menghargai keagungannya sebagai
seorang kaisar. Maka ia berkata "Kau tuturkan segala apa
biar terang, tim dapat menimbangnya dengan adil.
Singkatnya tim memberi kau kebebasan dari hukuman
mati." 730 Kembali Thio Giok Houw tertawa, dingin suaranya. Ia
pun kata: "Dari hukuman mati dapat dibebaskan, dari
hukuman hidup toh tidak dapat diampunkan, bukan?"
"Siauw Houw Cu, jangan banyak omong!" Tan Hong
menegur. "Pendeknya kau dengar saja putusan Sri
Baginda nanti!"
"Harap Sri Baginda mendapat ketahui," Sin Cu
berkata, menerangkan, "tadi malam sinli telah bertemu
sama Sri Baginda empunya Taylwee Congkoan serta
Gilimkun Tongnia, begitupun dengan delapan wisu istana
serta tujuh belas pemimpin Gilimkun yang di kepalai
mereka itu!"
Kembali raja terkejut di dalam hatinya.
Tanpa menanti Sin Cu berbicara terlebih jauh, dengan
tidak menunggu kalau-kalau raja mau meminta
keterangan, Thio Giok Houw lantas campur bicara.
"Bukan melainkan mereka itu semua!" katanya
pemuda ini. "Kita juga telah bertemu sama beberapa
puluh busu pelbagai propinsi, dan mereka ini turut
menderita bersama-sama mereka itu! Sri Baginda,
congkoan serta tongnia Baginda itu, karena urusan kami,
mereka sudah menggeraki sebuah angkatan perang, dan
sepak terjang mereka itu membuatnya kami merasa
sangat girang dan berbahagia!"
Raja masih bersangsi, ia bingung. Tapi ia berkata:
"Mereka itu tidak mengetahui bahwa kaulah puterinya Ie
Koklo, mereka menyangka kamulah penjahat-penjahat
tukang rampas yang biasa, maka itu mereka pergi untuk
melakukan penangkapan. Tetapi kamu telah dapat
731 meloloskan diri, ya, sudah saja! Bagaimana dengan
mereka itu?"
Raja menanya begitu sedang di dalam hatinya ia
mendamprat Hu Keen Cip dan Chian Tiang Cun karena
mereka tidak mempunyai guna, dengan mengepalai
puluhan pembantu, mereka tidak sanggup membekuk Sin
Cu dan kawannya.
Sekarang adalah Sin Cu yang memberikan
penyahutan. "Sri Baginda, mereka itu ditahan kami," katanya,
tenang. Raja heran bukan main.
"Apa?" tanyanya. "Kamu telah menahan mereka"
Apakah artinya perkataanmu ini?"
"Ah, apakah Sri Baginda masih belum mengerti?" Giok
Houw menyelak pula. "Mereka itu datang menyateroni
kami, untuk menangkap kami, akan tetapi sebaliknya,
mereka yang kena kami bekuk!"
Mukanya kaisar pucat. Itulah hebat!
Tan Hong lantas turut bicara. Ia kata dengan tawar:
"Itulah sudah terjadi karena menuruti pikiranku.
Merekalah orang-orang berpangkat, kami tidak tega hati
membunuh mereka, maka itu kami telah minta kepada
mereka untuk berdiam untuk beristirahat beberapa hari
di tempat kami. Berhubung dengan itu maka muridku ini
memohon maaf serta kebebasan dari dosanya sudah
menawan mereka itu. Aku sendiri, aku juga mau mohon
Sri Baginda memberi maaf sebab aku sudah lancang
berani menahannya."
732 Bukan main herannya raja ini. Puluhan wisu dan
pemimpin Gilimkun, yang semuanya pilihan, dan mereka
dibantu juga begitu banyak busu, hingga jumlah mereka
mendekati seratus jiwa, telah kena di tawan
rombongannya Tan Hong ini! Itulah tak dapat dipikirkan!
Tidak heran, pikirannya menjadi butek.
"Benarkah itu?" akhirnya dia menanya, suaranya
bergetar. "Mereka telah kena ditawan kamu?"
Thio Giok Houw tertawa
"Mereka kena dibekuk semua, seorang pun tidak ada
yang lolos!" ia menggantikan Sin Cu atau gurunya
menjawab. "Jikalau Sri Baginda tidak percaya, di sini ada
yauwpay mereka yang aku bawa!"
Dari dalam sakunya. Giok Houw mengeluarkan sebuah
bungkusan, ia lantas membuka itu dan melepaskannya
maka, dengan menerbitkan suara berisik, sekumpulan
yauwpay jatuh ke lantai dengan bunyinya yang nyaring.
"Yang delapan ada kimpay dari wisu dari keraton,"
berkata Giok Houw kemudian. "Yang tujuh belas ialah
ginpay dari pemimpin-pemimpin Gilimkun! Sri Baginda,
cobalah tolong hitung, mungkin ada yang kurang,
umpama kata sepotong..."
Untuk wisu dari keraton, Taylwee. guna memasuki
keraton, melakukan tugas penjagaan, mereka
memerlukan kimpay, pertanda yang terbuat dari emas,
yang diberikan oleh raja Untuk barisan Gilimkun, pay itu
terbuat dari perak. Thio Giok Houw menyebutkan jumlah
yang tepat, maka Kian Cim melongo. Tak perlu, tak ada
pikirannya, untuk menghitung semua yauwpay itu.
733 Selagi raja menjublak dengan mata dan mulut
dipentang lebar, Thio Tan Hong berkata: "Masih ada satu
barang kepunyaannya Taylwee Congkoan Hu Kun Cip.
Untuk dia, buat mundar-mandir di dalam keraton, dia
tidak membutuhkan kimpay, jadi semua kimpay itu tidak
termasuk kepunyaannya Dari dia itu, aku cuma
mengambil pedangnya, pedang mana aku sudah kirim ke
pendopo Engbu Tian, mungkin pedang itu sudah dapat
diketemukan oleh wisu yang bertugas di pendopo itu. Hal
ini sekalian saja aku memberitahukannya, supaya dengan
begitu tidak usahlah mereka mencapekan diri mencari
aku. Pula aku hendak memberitahukan, aku mempunyai
dua sahabat yang telah mewakilkan aku melayani semua
tetamu, maka itu umpama kata dari sini ada di kirim
orang untuk menjenguk mereka, pastilah pesuruh itu,
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pergi satu ditahan satu, pergi dua ditahan sepasang.
Piehee pastilah mempunyai lain-lain wisu lagi di keraton
ini, maka itu sengaja aku mengirimkan pedangnya Hu
Congkoan, sebagai nasihat untuk mereka agar mereka
tidak usah pergi menyusul pula!..."
Lagi-lagi hati raja bercekat. Yang di kirim itu, yang di
kepalai Hu Kun Cip dan Chian Tiang Cun, semualah yang
terpilih, maka itu, yang masih ada di istana bukanlah
tenaga yang lihai. Raja mengetahui ini, tidak heran kalau
hatinya gentar dan ciut. Maka masih sekian lama ia
duduk bengong saja. Baru kemudian ia paksakan untuk
bicara, hingga ia mesti bicara dengan menyeringai.
"Thio Sianseng," katanya, suaranya tidak tegas, "cara
bergurau kau ini rada-rada keterlaluan!..."
Tan Hong segera menjura.
734 "Hambamu bersalah, terserah kepada keputusan Sri
Baginda," ia kata. Ia menunjuki roman berkuatir.
Melihat kelakuan gurunya, Giok Houw tidak dapat
tidak tertawa Kian Cim menjadi likat sekali. Ia mengerti bahwa ia
tengah dipermainkan itu guru dan murid-muridnya.
"Thio Sianseng." ia berkata terpaksa, "tolong kau
membagi muka kepadaku, tolonglah kau merdekakan
mereka..."
"Sungguh mudah untuk berbicara!" berkata Giok Houw
selagi gurunya belum menyahuti. "Mereka dapat
dimerdekakan tetapi mereka tidak bakal melepaskan
kami!" "Segala yang telah lewat, tim bakal tidak menarik
panjang," berkata raja. "Tim cuma mohon mereka itu
dimerdekakan! Lain-lainnya hal mudah untuk
didamaikan."
"Kata-kata Sri Baginda ialah kata-kata emas," berkata
Tan Hong. "Bukankah Sri Baginda mengatakannya segala
kejadian yang telah lewat tidak ditarik panjang" Kenapa
kamu tidak mau lekas menghaturkan terima kasih?"
Kian Cim menjadi jengah sekali. Ia telah melepaskan
kata-katanya itu.
Sin Cu dan Giok Houw lantas memberi hormat mereka,
dan raja itu terpaksa menerimanya
"Thio Sianseng, dapatkah mereka segera
dimerdekakan?" ia bertanya.
"Di dalam hal ini masih ada sesuatu yang sulit," Tan
Hong berkata. 735 "Apakah itu?"
"Gampang untuk memerdekakan mereka," berkata
orang she Thio ini. "Apa yang dikuatirkan ialah wisu dan
pemimpin Gilimkun itu nanti tidak berani pulang. Mereka
itu telah menerima titah untuk melakukan penangkapan
kepada orang jahat! Bukankah si penjahat tidak dapat
dibekuk dan bingkisan yang hilang tidak dapat dirampas
pulang" Mereka itu takut dianggap bersalah, cara
bagaimana mereka berani kembali untuk menyerahkan
tugas?" "Tadinya tim tidak mengetahui duduknya hal, tim
menyangka perampasan terjadi oleh penjahat biasa
saja," berkata raja "Sekarang tim telah mendapat tahu
bingkisan itu sebenarnya dipakai oleh Sianseng dan
murid-muridmu bertiga, maka pasti sekali tim bakal
mengeluarkan putusan untuk menghapus perkara itu.
Leluhur Sianseng dulu hari pernah menghadiahkan
barang permata, maka sekarang pun anggap tim telah
mengembalikannya kepada Sianseng. Tidakkah urusan
menjadi beres karenanya?"
"Terima kasih banyak untuk kebaikan Sri Baginda ini,"
Tan Hong bilang. "Hanya aku masih mempunyai satu
urusan yang memusingkan kepada Sri Baginda..."
Benar-benar raja merasai kepalanya sakit.
"Silahkan menyebutkan itu, Sianseng," katanya,
terpaksa. "Mengenai perampasan bingkisan itu, Sri Baginda
telah berjanji akan tidak menarik panjang," berkata Tan
Hong. "Berhubung dengan itu, juga semua wisu dan
pemimpin Gilimkun telah memperoleh kebebasannya
736 Sekarang tinggal itu sekalian busu dari pelbagai propinsi,
mereka masih belum bebas, sedang juga sunbu dari
pelbagai propinsi itu masih belum mendapat tahu
tentang keputusan menyudahi perkara perampasan itu.
Oleh karena ini bisa terjadi sekalian sunbu itu nanti tetap
memaksa semua busu itu bertanggung jawab hingga
mereka tetap dimestikan mencari pulang semua
bingkisan yang telah dirampas itu."
"Tentang itu mudah," berkata raja "Tim nanti
menyiarkan pemberitahuan kepada semua propinsi untuk
menghabiskan urusan itu, supaya semua busu
memperoleh kebebasannya"
Kian Cim berbuat begini dengan terpaksa. Kalau ia
membebaskan semua wisu dan perwira Gilimkun, semua
sunbu pun harus membebaskan semua busu itu.
Thio Tan Hong senang mendengar kata-kata raja itu.
Ini memang maksudnya kenapa ia menawan dan
menahan rombongannya Hu Kun Cip itu.
"Thio Sianseng, semua permintaanmu telah diterima
baik," berkata raja kemudian, "maka itu sekarang tim
minta supaya Sianseng melepaskan semua wisu, perwira
Gilimkun dan busu itu. Kalau hal ini lambat diurusnya,
apabila urusan sampai tersiar dan diketahui oleh orang
banyak, itulah tidak bagus."
Tan Hong tertawa.
"Baiklah Sri Baginda tidak menguatirkan itu," ia
berkata "Pasti besok mereka akan dibebaskan. Hanya
sekarang aku masih mau minta Sri Baginda suka
membebaskan juga dua orang."
"Siapakah mereka itu?" tanya raja
737 "Merekalah dua orang murid dari Butong Pay,"
menyahut Tan Hong. "Yang satu Ko In Tojin, yang lain
Ku Kiu Gi. Mereka itu ialah yang mengantarkan bingkisan
dari propinsi Ouwpak. Chian Tiang Cun tidak menghargai
jasa mereka itu, bahkan karena salah mengerti, mereka
sudah ditangkap dan ditahan hingga sekarang ini."
"Inilah gampang," berkata raja. "Nanti tim mengirim
seorang siwi ke kantor wisu untuk menitahkan mereka
itu dimerdekakan!"
Raja bersikap begini gampang karena hatinya sudah
tawar. Ingin sekali ia agar Tan Hong bertiga lekas-lekas
meninggalkan keraton, supaya semua wisu dan anggauta
Gilimkun lantas pulang.
Baru raja mengatakan demikian, atau mendadak ia
menjadi melengak. Ia ingat bahwa tadi ia memanggil
wisu, tidak ada wisu yang muncul. Ia tidak mendapat
jawaban dari sekalian wisu-nya, entah ke mana perginya
mereka itu. Ia mau menduga bahwa sekalian wisu itu
juga tentulah sudah dipengaruhkan Thio Tan Hong.
Habis, wisu yang mana yang dapat dipanggil untuk
dititahkan"
Tan Hong mengawasi raja, ia bisa membade hati
orang. Ia bersenyum.
"Apakah Sri Baginda hendak mencari wisu?" ia tanya.
"Sudah ada beberapa orang yang pulang." Lantas ia
berteriak: "Hai, kenapa kamu masih tidak mau masuk
kemari"..."
Kata-kata itu belum habis diucapkan, atau mendadak
pintu ditabrak hingga menjeblak dan mengasi dengar
suara berisik, lantas beberapa orang nerobos masuk
738 seraya mereka memutar golok dan pedang, untuk
menerjang. Melihat datangnya orang-orang itu, Ie Sin Cu
menyambut dengan kimhoa. Hebat kesudahannya
serangan bunga emas itu. Beberapa orang itu, ialah wisu
semuanya, lantas pada berdiri diam dengan pelbagai
sikap mereka: ada yang kakinya lagi bertindak, ada yang
tangannya diulurkan, ada yang matanya dibuka lebar.
Mereka semua berdiam bagaikan patung.
Sebenarnya merekalah beberapa wisu, yang tadi
keluar dari kantornya untuk meronda. Mereka tidak
melihat datangnya Tan Hong bertiga. Ketika mereka tiba
di sebuah kamar thaykam di sisi Engbu Tian, mereka
melihat kawan-kawannya lagi berdiri menjublak di depan
pintu. Mereka menjadi heran dan curiga, lantas mereka
menduga jelek. Satu di antaranya lantas
menghampirkan, guna menolak tubuh rekan itu. Begitu
ditolak, beberapa wisu itu roboh tak berdaya Mereka
menjadi kaget, lantas mereka menduga duduknya hal.
Kurban-kurban itu tidak dapat bicara dan tidak bisa
berkutik juga Sebab tadi mereka sudah kena ditotok oleh
"pengiringnya" Bhok Lin, ialah Thio Tan Hong!
Dalam kagetnya, beberapa wisu itu menjadi
ketakutan. Itu artinya telah ada orang jahat memasuki
istana dan keraton. Itulah berbahaya. Mereka
menguatirkan keselamatannya raja. Ketika mereka tidak
berdaya menyadarkan rekan-rekan itu, mereka memburu
ke dalam, dengan niat melihat dan melindungi junjungan
mereka. Setibanya mereka di muka kamar tulis raja,
kembali mereka kaget. Mereka mendapatkan dua wisu,
yang menjadi kepala dan pembantunya juga berdiri diam
bagaikan patung-patung hidup. Mereka ini juga tak
739 berkutik matanya Teranglah mereka pun sudah kena
ditotok seperti yang lain-lain.
Ketika itu dari dalam kamar terdengar suara orang
bicara. Mereka mengenali suara raja, hati mereka mulai
lega. Lantas mereka memasang kuping. Mereka tidak
berani lancang masuk karena mereka tahu raja lagi
berbicara sama pangeran muda Bhok Lin. Hanya
suaranya si pangeran yang tidak terdengar sama sekali,
sebab selama itu Bhok Lin terpaksa berdiam saja.
Sementara itu, Tan Hong sudah mendengar suara
orang dan ia dapat menduga siapa mereka itu, maka itu,
setelah tiba saatnya, ia mengasi dengar panggilannya itu.
Tidak beruntung untuk semua wisu itu, begitu
menerobos, mereka disambut Sin Cu, hingga merekajuga
mesti berdiri diam sebagai patung-patung dengan
pelbagai sikapnya itu!
Tan Hong mengawasi mereka, ia tertawa dan berkata:
"Rupa-rupanya mereka ini menganggap kami sebagai
orang-orang jahat yang hendak membinasakan mereka!
Aku harap Sri Baginda suka mengasi keterangan pada
mereka tentang siapa adanya kami."
Biar bagaimana, Kian Cim kaget, hingga mukanya
pucat. Ia telah menyaksikan lihainya Sin Cu. Diam-diam
ia menyedot hawa dingin, katanya di dalam hati:
"Muridnya Thio Tan Hong begini lihai, pantas orangorang
kosen dari istana kena mereka tawan! Jikalau
mereka berniat jahat, mana bisa aku duduk diam dengan
selamat?" Selagi raja belum sadar, Tan Hong tertawa dan kata
pada muridnya: "Sin Cu, mereka tidak tahu duduknya
740 hal, mereka tidak dapat dipersalahkan. Kau bukalah jalan
darah mereka!"
Sin Cu menurut. Lebih dulu ia pergi memunguti semua
bunga emasnya, habis mana ia menepuk setiap wisu itu,
untuk membebaskan mereka dari totokan, hingga
sekejap kemudian, mereka itu mendapat pulang
kemerdekaan mereka Dengan malu dan tunduk, mereka
menyimpan senjatanya masing-masing, lantas mereka
pada berdiri dipinggir.
Lekas juga raja mendapat pulang ketabahannya.
"Thio Sianseng ini ialah sahabat karib tim," ia lantas
berkata, "jangan kamu berlaku kurang ajar
terhadapnya."
Kata-kata ini sudah tidak perlu lagi, bukan saja semua
wisu itu sudah mengerti duduknya hal, mereka pun baru
saja mendapat ajaran. Mereka terus berdiri diam dengan
likat. "Juga bebaskanlah kedua tuan wisu yang berada di
luar pintu," kata Tan Hong pada muridnya. "Mereka
sudah berdiri terlalu lama di sana."
Giok Houw yang menyahuti gurunya, ia lantas pergi
keluar, guna membawa masuk kedua wisu itu, lalu di
depannya raja, ia membebaskan mereka Bukan main
malunya mereka, dengan jengah mereka lantas berdiri di
pinggiran, mulut mereka bungkam.
"Sekarang ada orang yang dapat dititahkan," berkata
Tan Hong, untuk menyadarkan raja. "Silakan Sri Baginda
menitahkan untuk memerdekakan dan mengambil Ko In
Tojin dan Ku Kiu Gi."
741 Raja terpaksa menurut. Ia tanya dulu dengan jelas
tentang kedua orang Butong Pay itu, lantas ia menulis
firmannya, guna membebaskan mereka itu, kemudian ia
suruh seorang busu lekas pergi menjemput mereka
Thio Giok Houw lantas berkata: "Di Engbu Tian sana
ada beberapa wisu yang tertotok suhu, baiklah minta
beberapa tuan ini pergi membebaskan mereka, dengan
begitu tak usahlah kita berabe pergi kesana lagi."
"Kami tidak dapat membebaskan totokannya Thio
Sianseng," berkata beberapa wisu itu, tunduk.
"Itulah gampang," kata Tan Hong. "Siauw Houw Cu,
kau ajarilah mereka ini."
Giok Houw menurut. Ia mengajak beberapa wisu itu
ke samping, di situ ia memberi petunjuk kepada mereka.
Ia menggunakan tempo sekian lama, baru mereka itu
mengerti. Raja menyaksikan semua itu, ia merasa sangat tidak
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
enak. Pikirnya: "Semua hamba ini tim telah pilih dengan
susah payah, siapa tahu di tangannya Thio Tan Hong,
mereka hanyalah segala tahang nasi!" Tentu sekali,
sambil menantikan, ia tidak bisa membungkam saja, ia
pun jengah sendirinya, dari itu dengan memaksakan diri,
ia berbicara sama Tan Hong. Ia menanyakan urusan
ketentaraan dan pemerintahan, guna mengurus negara.
Tan Hong suka melayani raja bicara, ia mengasi
dengar perundingannya yang membikin kaisar itu kagum,
hingga dia mendengarinya dengan sungguh-sungguh
hati. 742 Selang satu jam. Ko In Tojin dan Ku Kiu Gi dibawa
masuk. Heran mereka melihat Tan Hong duduk bersama
raja. Tan Hong lantas tertawa terhadap mereka itu dan
berkata: "Paman guru kamu sekalian lagi menantikan
kamu, sekarang sudah bukan siang lagi, lekas kamu
menghaturkan terima kasih kepada Sri Baginda Raja,
lantas lekas-lekas kamu berangkat pergi!"
Walaupun merekatidak mengerti, dua murid Butong
Pay itu menurut kata-kata orang she Tan ini.
Raja pun mengangkat cawan araknya mengajak
tetamunya minum, sebagai tanda mengantarkan
tetamunya pergi.
"Terima kasih!" berkata Sin Cu pada raja. Ia
menghaturkan terima kasih bual pelbagai bingkisan yang
dirampas itu, yang perkaranya disudahi saja.
Bhok Lin. yang sekian lama terus berdiam saja, turut
mengucapkan terima kasih.
Tan Hong memberi hormat pada raja, untuk pamitan,
setelah itu, ia mengundurkan diri, diturut oleh muridmuridnya
itu terhitung Bhok Lin.
Raja mengawasi orang berlalu, hatinya tidak enak.
Mengenai Bhok Lin, ia pun bercuriga.
Orang berjalan keluar dengan melewati taman.
Sampai di situ barulah Ku Kiu Gi, yang tidak mengerti
duduknya perkara, minta keterangan dari Tan Hong.
Sesudah tayhiap itu memberi penjelasan, baru ia ketahui
duduknya hal. Di samping kagumnya bersama-sama Ko
743 In ia menghaturkan terima kasih pada Tan Hong dan Sin
Cu semua Thio Giok Houw tertawa Ia kata pada Ko In: "Ko In
Laoto, tanpa berkelahi kita tidak berkenalan, maka
sekarang tidak seharusnya kau membenci pula padaku!"
Imam itu jengah tetapi hatinya lega.
Tengah mereka berjalan dengan gembira, di depan
mereka terlihat mendatanginya serombongan wisu.
"Eh. apakah itu bukannya Yang Cong Hay?" Giok
Houw tanya selagi ia mengawasi.
Salah seorang benarlah Cong Hay, dia kaget melihat
rombongan Tan Hong, dengan cepat dia lari ke antara
pohon-pohon bunga.
Sin Cu sebal, ia menimpuk dengan sebiji kimhoa tetapi
ia gagal. Sudah jarak mereka masih terlalu jauh, Cong
Hay pun gesit sekali.
Sebenarnya Cong Hay itu, sehabisnya kabur dari
rumahnya Tiat Keng Sim karena diusir In Hong,
kecurigaannya bertambah keras. Ia menjadi sangat
penasaran. Karena ini ia pergi ke istana, ia ingin
mengajukan laporan rahasia kepada raja Ia sudah tidak
menjadi congkoan lagi, tapi sebab banyak kenalannya, ia
bisa masuk ke istana, ada wisu yang suka mengantarkan
dia Ia tidak sangka di situ-di dalam taman-ia bertemu
sama rombongannya Thio Tan Hong. Begitu ia melihat
mereka itu, lantas ia menyelundup pergi.
Sin Cu penasaran, ia menimpuk sampai tiga kali,
semuanya gagal.
Thio Tan Hong tertawa.
744 "Sudah, Sin Cu, tak usah kau kejar dia!' berkata guru
ini. "Jikalau kau kuatir dia nanti banyak bacot, nanti aku
yang membiarkan dia tidur sebentaran!"
Guru ini dengan sebat menjumput sepotong batu,
dengan dua jarinya ia segera menyentil ke arah tempat
ke mana Cong Hay menyingkir. Menyusul itu terdengar
suara tubuh roboh serta terlihat banyak bunga rontok
berhamburan. Sebab Cong Hay kena terhajar
punggungnya, terkena jalan darahnya, hingga dia roboh
tak sadarkan diri, robohnya merusak banyak pohon
bunga, hingga ada cabangnya yang lagi berkembang,
melesat dan mental.
Yang Cong Hay ialah bekas taylwee congkoan, pada
belasan tahun yang lalu ialah salah seorang dari ke
empat kiamkek, ahli pedang, yang kesohor, sekarang dia
kena dirobohkan secara demikian gampang oleh Tan
Hong, sedang dia sudah menyingkir dan
menyembunyikan diri di antara pepohonan, maka itu
beberapa wisu, yang berada bersamanya, menjadi
ketakutan sekali, mereka bersembunyi berpencaran,
tidak ada seorang juga yang berani bersuara.
"Dia terkena apa yang dinamakan jalan darah
tidurnya." berkata Tan Hong kepada sekalian wisu itu.
"dia bakal tidur satu hari dan satu malam, nanti dia
bebas sendirinya Jangan ada di antara kamu yang usil,
yang mencoba menolongi dia sebelum waktunya dengan
begitu, dia bisa menjadi celaka karenanya, untuk
selamanya dia tak akan sadar lagi!"
Di antara beberapa wisu ada yang mengenali Tan
Hong, apabila mereka mendapat kenyataan Tan Hong
tidak mengganggu mereka dia menyahuti bahwa dia
745 mengerti, lalu mereka mengangkat tubuh Cong Hay buat
dibawa pergi dari gombolan pohon bunga itu.
Tan Hong tertawa, lantas bersama murid-muridnya ia
berjalan terus meninggalkan taman. Sekalian wisu itu
cuma bisa mengawasi mereka. Sekeluarnya dari pintu
belakang, mereka berlalu dijalan besar.
"Yang Cong Hay jahat sekali, mengapa suhu
mengasihani dia?" tanya Bhok Lin.
"Di dalam dunia ini ada terlalu banyak manusia
semacam Yang Cong Hay," sahut sang guru bersenyum,
"mereka terlalu kemaruk sama uang dan pangkat, cukup
jikalau mereka diberi peringatan saja Yang penting
untukmu sekarang ialah lekas-lekas membawa cihu-mu
berlalu dari kota raja dikuatirkan, kalau Cong Hay
mendusin, dia nanti ngoceh tidak keruan di depan raja"
"Menurut keterangan enci In Hong tadi, mungkin Yang
Cong Hay sudah mengetahui Keng Sim mati berlagak,"
berkata Sin Cu, "maka itu apa tidak mungkin, selama
Cong Hay datang ke istana, dia sudah membocorkan
rahasia?" "Jikalau itu benar, itulah rahasia yang dia ketahui
sendiri." Tan Hong bilang, "dengan begitu, mestinya dia
sendiri juga yang akan membuka rahasia kepada kaisar,
hingga takkan mungkin dia sudah membocorkan rahasia
itu." Mereka bicara terus sambil bicara, tiba di rumah Keng
Sim, hari sudah magrib.
Kiam Hong keluar menyambut. Kapan Ko In Tojin dan
Ku Kiu Gi melihat nona itu, yang mereka kenali,
merekajengah. Mereka ingat bagaimana mereka pernah
746 dipermainkan nona yang lihai, cerdas dan Jenaka itu.
Tapi Kiam Hong berlaku manis.
"Sudah beberapa hari jiwi berdiam di kantor Gilimkun,
kamu membikin bergelisah paman guru kamu!" dia
berkata tertawa. "Dia sedang menantikan kamu!"
"Apakah dia bersendirian saja?" tanya Tan Hong.
"Ya, dia sendiri saja," jawab Kiam Hong.
"Sudah berapa lama dia datang?" "Belum lama..."
Tan Hong agaknya heran. Ia cepat bertindak masuk ke
dalam. Cit Seng Cu lantas dapat diketemui. Dia beroman
kucai. Ku Kiu Gi dan Ko In Tojin maju, untuk memberi
hormat, tetapi dia tidak nampak gembira. Dia cuma
berkata: "Syukur Thio Tayhiap mengatur tipu daya yang
bagus untuk menolong kamu! Kamu telah menderita,
pergilah kamu beristirahat."
Tan Hong sebaliknya mengawasi imam itu.
"Eh. kau bertempur sama siapa?" ia tanya. "Aku tahu
Khoan Ki tidak begitu lihai hingga dia dapat
melukakanmu."
Tan Hong telah minta Cit Seng Cu pergi menawan
Khoan Ki. Untuk itu. imam itu diminta membawa
suratnya Hu Kun Cip. Tan Hong ingin memberi ajaran
adat pada Khoan Ki lantaran dialah yang membuka
rahasia kedatangan Sin Cu ke kota raja. Karena ingin
memangku pangkat pula, Khoan Ki sudah melupakan
persahabatannya dan berbuat chianat itu. Benar ayah
Khoan Ki ialah salah satu dari tiga jago Pakkhia tetapi
Tan Hong tahu betul Khoan Ki sendiri tidak gagah, ia
747 anggap dapatlah Cit Seng Cu menawannya. Siapa tahu,
Khoan Ki itu licik dan dia membuatnya orang terluka
dengan dia sendiri bebas.
"Bagaimana duduknya, susiok?" tanya Kiu Gi heran.
Ko In pun kaget dan turut menanyakan paman guru
itu. Cit Seng Cu tertawa menyeringai, ia memberikan
keterangannya seperti berikut: "Ini dia yang dibilang,
perahu karam dikobakan! Khoan Ki sangat licin. Ketika
aku pergi padanya dengan membawa suratnya Hu Kun
Cip, aku berniat memancing dia keluar dari rumah, untuk
terus digiring kemari. Dia tinggal di rumah seorang bekas
rekannya, aku tidak ingin membekuk dia di sana, supaya
aku tidak usah membikin banyak berisik. Aku percaya,
asal dia keluar dari rumah rekannya itu, dapat aku
menguasai dia."
"Apa mungkin pada suratnya Hu Kun Cip itu ada
sesuatu tanda untuk mengisiki dia?" Giok Houw tanya.
"Aku pernah lihat surat itu, aku tidak dapatkan apaapa
yang mencurigai," kata Sin Cu.
"Justeru surat itu yang membuka rahasia. Kalau tahu
begitu, begitu bertemu muka, aku bekuk padanya!"
"Apakah itu yang membuka rahasia?" Sin Cu tanya.
"Sesudah Khoan Ki membaca suratnya Hu Kun Cip, dia
tidak mengasi kentara apa-apa. Dia bilang, karena dia
dipanggil oleh 'Hu Tayjin,' dia perlu salin pakaian. Dia
lantas masuk ke dalam dan aku duduk menanti di kamar
tetamu. Siapa tahu, begitu dia berada di belakang pintu,
dia segera menutup dan mengunci pintu itu. Kedua daun
748 pintu terbuat dari besi. Aku lantas mau mendobrak pintu,
guna meloloskan diri keluar dari situ. Justeru itu, aku
diserang dengan anak panah yang beracun. Di dalam
kamar itu, sulit untuk aku berkelit. Aku paksa
menggempur tembok. Tepat tembok gempur, sebatang
panah mengenai lenganku. Itu waktu aku mendengar
Khoan Ki tertawa dan berkata mengejek padaku: 'Kau
dapat mendustai lain orang, tidak aku! Jikalau aku tidak
menjelaskan, mati pun kau tidak puas! Di surat itu ada
tanda minyak! Di atas meja di dalam keraton, mana ada
minyak" Maka pastilah itu minyak dari meja di dalam
kuil!'" Inilah benar di luar dugaan. Sebenarnya Thio Tan
Hong sudah berlaku terliti, ia menggunakan kertas tulis
yang bersih, tetapi waktu ditulis, kertas diletaki di atas
meja abu kuil dan di sana ada sisa minyak. Maka ia
menghela napas.
"Inilah kekeliruanku," ia akui. "Khoan Ki cerdik sekali,
dia sebenarnya pandai, sayang dia sesat jalan."
"Aku telah terkena panah, Khoan Ki menyangka aku
bakal terbinasa," Cit Seng Cu melanjuti ceriteranya. "Tapi
aku bisa menyerbu tembok, aku dapat lolos, bahkan aku
berhasil melukakan beberapa busu di dalam rumah itu.
Dia ketakutan, dia lari. Jikalau aku tidak kuatirkan
racunnya anak panah nanti keburu bekerja, tentulah aku
sudah susul dan hajar dia hingga mampus. Demikian
terpaksa aku membiarkan dia kabur."
"Bagaimana sekarang dengan luka susiok?" tanya Kiu
Gi. "Khoan Ki bukan ahli panah, biar panahnya beracun,
dia tidak dapat membinasakan aku dengan racunnya itu.
749 Pula itulah bukan panah beracun yang dapat segera
membinasakan orang. Aku membikin darah kotor kumpul
di jari tengah, lalu jari itu aku belek, untuk mengeluarkan
semua racun, kemudian aku pakai obat. Di situ juga aku
bisa membikin bahaya itu hilang, tetapi selama itu,
Khoan Ki sudah lari pergi."
"Khoan Ki bukan si orang penting, aku pun cuma ingin
menghajar adat padanya, karena dia sudah pergi,
biarlah," kata Tan Hong. "Mari kita lihat Keng Sim."
Mereka masuk ke dalam. Segera tutup petinya Keng
Sim dibuka, maka di dalam situ kelihatan dia rebah,
mukanya bersemu kuning dan alisnya hitam, di ujung
hidungnya ada beberapa tetes keringat, sedang
napasnya terdengar menggeros.
Bhok Lin segera mengasi bangun, selama mana, dari
tenggorokannya terdengar suara gerijukan. Kedua
matanya terus tertutup rapat. Itu artinya dia sudah hidup
pula tetapi belum sadar.
Sin Cu terharu. Ia ingat orang membela padanya,
hingga orang tidak takut berkurban. Benar dulu hari itu,
perbuatan Keng Sim kurang tepat, tetapi itu dapat
dimaafkan. Karena ini ia mendekati, untuk memeriksa
jalan napas di hidung orang. Ia mendapatkan hembusan
napas dingin. Ia berkuatir juga.
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dia mengandali soatlian, jiwanya dapat dijamin,"
katanya pada gurunya. "Bagaimana dengan tenaga dan
ilmu silatnya" Bukankah ia membutuhkan tempo tiga
tahun untuk pulih kembali?"
"Tidak, itulah tiada halangannya sama sekali,"
menyahut Tan Hong. Ia merebahkan orang di dipan, ia
750 menambahkan: "Dia sebenarnya mesti mendusin selang
tiga hari, tetapi besok Bhok Lin mesti segera berangkat,
dia tidak dapat diantapkan saja."
Sin Cu tahu, inilah disebabkan Cong Hay. Kalau besok
bekas congkoan itu tersadar, dia bisa mengadu pada
raja, kalau raja ketahui Keng Sim mati palsu, itulah rewel
dan berbahaya, taruh kata raja mendiam
Dewi Ular 7 Anak Berandalan Karya Khu Lung Petualang Asmara 26
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama