Ceritasilat Novel Online

Kisah Pedang Bersatu Padu 14

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 14


ng, hingga ia berhasil mendesak Kong Thian, lantas
ia berteriak: "Mari kita bekuk dulu itu budak! Sebentar
kita bertempur pula, masih belum kasip! Berapa hari juga
kau ingin bertarung. Le Toaya. aku si orang she Yang
akan melayanimu!"
Kong Thian beradat keras tetapi ia masih dapat
berpikir. "Ya, untuk mendapat kesudahan, kita harus bertempur
sedikitnya seribu jurus," pikirnya. Maka ia memberikan
jawabannya: "Baiklah! Mari bekuk dulu itu rase kecil,
sebentar sepulangnya, baru aku berhitungan sama kau,
rase tua!"
Kudanya Cong Hay dan kuda si nyonya telah dibawa
kabur, maka itu terpaksa mereka mengejar sambil
berlari-lari. Keduanya menggunakan kepandaian mereka
meringankan tubuh. Dalam beberapa li yang pertama,
mereka dapat mendekati kedua penunggang kuda yang
lagi kabur itu.
971 Sembari kabur, Lauw Wan Tat memutar tubuhnya ke
belakang, sembari mutar ia menimpuk dengan dua butir
batu huihong sek. Ia bertenaga besar, ia dapat
menimpuk jauh belasan tombak. Tapi Cong Hay lihai,
meski datangnya batu hebat, dia dapat menanggapi
dengan mengulur tangannya, sembari tertawa mengejek,
dia membalas menimpuk. Hanyalah dia kalah pandai dan
kalah tenaga, batu itu jatuh di belakang Wan Tat tanpa
mengenai sasarannya.
"Lihat aku!" berseru Kong Thian sambil tertawa. Ia
lantas mengayun tangannya. Ia bukan menimpuk dengan
batu hanya dua batang anak panah pendek.
Anak panah jauh terlebih enteng daripada batu tetapi
Kong Thian bertenaga besar dari bakatnya, dia menang
berlipat kali daripada Lauw Wan Tat, meskipun dia
menyerang dengan senjata yang enteng itu,
meluncurnya anak panah toh sangat pesat, hingga
mengeluarkan suara angin menderu. Kedua anak panah
itu bahkan lewat di atasan kepalanya hucecu itu, terus
menjurus ke arah Nona Liong.
Kiam Hong mendengar suara dan melihat datangnya
anak-anak panah itu.
"Bagus!" katanya sambil tertawa, sembari ia
menunjuki kepandaiannya Ialah dengan lincah ia berkelit,
selagi anak panah lewat, ia menyambar dengan kedua
tangannya, menangkap itu. Begitu lekas ia sudah duduk
tegak pula di punggung kuda, ujung anak panah
ditusukkan ke kempungan kudanya, hingga binatang itu
menjadi kaget dan, kesakitan, terus berjingkrak, untuk
berlompat lari larat!
972 Lauw Wan Tat dapat melihat si nona, ia segera
mencontoh, hanya ia bukan mcnggunai panah tetapi
menusuk kudanya dengan golok, hingga kuda itu kabur
keras sekali. Biar bagaimana, tenaga manusia tidak dapat melawan
tenaga kuda "Dasar kau!" berkata Cong Hay, mendongkol, kepada
si manusia raksasa. Dia kewalahan menguber terus.
"Kenapa kau percaya ocehannya bocah licik itu" Lihat
sekarang, bebek yang sudah matang dapat pergi
terbang! Bingkisan tidak bakal didapat, kitabmu pun
lenyap!" "Mana aku tahu dia mendusta?" kata Kong Thian,
melawan. "Eh, bukankah obat dan kitab padamu?"
"Celaka!" Cong Hay berseru. "Apakah kau tetap masih
tidak percaya aku" Jikalau bukannya dia mendusta perlu
apa dia merat?"
"Tapi mana dapat Cit Im Kauwcu memberikan obat
kepadanya?" balik menanya si manusia raksasa. "Kau
tidak percaya!"
Mereka bertengkar pula hampir senjata mereka
bentrok lagi. Cong Hay menahan kemendongkolannya.
Dia kata: "Jikalau kau tetap tidak percaya, mari kita pergi
ke gunungnya CiuSanBin!"
Kong Thian bersangsi.
"Jangan takut!" kata Cong Hay, separuh mengejek.
"Thio Tan Hong, le Sin Cu dan Hok Thian Touw, mereka
semua tidak ada di gunung!"
973 "Kenapa aku mesti takut?" berteriak Kong Thian gusar.
"Kau berani, aku juga!"
Meski apa pun jua, mereka ini berdua memerlukan
satu dengan lain, maka itu, mereka menghentikan
perselisihan mereka
Ketika itu Kiam Hong dan Wan Tat di lain pihak sudah
kabur terus. Sangat lega hati mereka, hingga mereka
tertawa geli. "Aku tidak mengerti, nona, sebenarnya di mana kau
simpan obat itu?" Wan Tat tanya kawannya
"Aku sembunyikan di tempat yang kau tidak nanti
dapat pikir," menyahut si nona "Sudah, kita jangan
omong saja, mari lekas turut aku mengambil pulang obat
itu!" Dan si nona mengaburkan kudanya.
Wan Tat heran tetapi ia menurut. Ia mendongkol
karena perlakuannya Yang Cong Hay. Pula ia berkuatir
sebab peristiwa itu meminta waktu mereka. Ia takut
nanti batas tempo sepuluh hari keburu lewat. Maka
dengan menutup mulut, ia melarikan kudanya mengikuti
si nona. Di tengah jalan itu, dua kali mereka menukar
kuda mereka. Di hari kedua, tengah hari, tibalah mereka
kembali di Hulicip.
Kiam Hong menghentikan kudanya, untuk diputar,
guna meninggalkan jalan besar, buat mengambil jalan
kecil. Itulah jalan untuk memasuki dusun.
Wan Tat heran. Ia lantas berkata: "Nona Liong, aku
masih mempunyai bekalan rangsum kering, maka tak
usahlah kita bertambat di dalam dusun." Ia menyangka
nona mau mencari makanan untuk bersantap tengah
hari. 974 Kiam Hong tertawa.
"Lauw Cecu, apakah kau lupa pada Ciu Ciangkui?" ia
tanya. "Oh. tidak, nona!" menyahut cecu itu. "Tapi marilah
kita pulang dulu untuk menolongi orang! Sakit hati itu
kita boleh tunda sampai lain hari, tidak nanti menjadi
kasip." "Tidak!" kata si nona. "Tidak dapat aku tidak
menghajar dia! Aku mesti melampiaskan
kemendongkolanku!" Dan ia melarikan kudanya.
Wan Tat tidak setuju, tetapi si nona sudah pergi,
terpaksa ia mengikuti.
Pondokannya Ciu Ciangkui sekalian juga menjadi
rumah makan. Di waktu tengah hari itu, tamu yang
makan sedang ramainya. Ketika Wan Tat bertindak
masuk, Ciu Ciangkui lagi repot dengan papan hitungnya.
Ia kaget hingga mukanya pucat tempo ia mengangkat
kepala dan mendapat lihat raja gunung itu kembali
bersama si nona. Tanpa merasa ia mengeluarkan jeritan,
lantas ia mendak, untuk nelusup ke kolong meja.
Kiam Hong menghampirkan sambil tertawa.
"Ciu Ciangkui, justeru kau mesti menghitung
perhitungan kita, kenapa kau bersembunyi?" katanya.
Lauw Wan Tat menghampirkan, dia bukannya
menanya, hanya dia membentak bengis, tangannya
diulur ke kolong meja, maka bagaikan tikus diterkam
kucing, tubuhnya Ciu Ciangkui ditarik keluar.
"Cecu, ampun!" berkata pemilik pondokan itu,
suaranya parau, tubuhnya menggigil ketakutan sangat.
975 "Bangsat kau!" mendamprat Wan Tat. "Aku percaya
kau, aku pandang sebagai orang sendiri, tetapi kau
justeru mencelakai aku!"
Kata-kata itu ditutup sama melayangnya bogem
mentah ke arah hidung, maka Ciu Ciangkui lantas
mengeluarkan jeritan tertahan. Hidungnya itu melesak,
mengeluarkan darah, bahkan matanya mengalirkan
darah juga. Atas kejadian itu, semua tetamu lainnya, yang kaget
dan takut, lantas pada mengangkat kaki. Mereka
mengenali cecu itu, tidak ada yang berani campur tahu.
"Bagus!" berseru Kiam Hong memuji. "Ketika di jaman
dulu Lou Tie Cim menghajar Tin Kwanse pun tidak
sebagai ini! Hanyajangan-jangan jahanam ini tidak kuat
bertahan untuk dua tiga kali tinju!"
Wan Tat belum puas, ia menghajar pula. Kali ini ia
mengarah punggung. Lagi sekali Ciu Ciangkui menjerit,
tubuhnya lantas roboh terkapar, dari mulutnya
menyembur darah hidup.
"Ampun... ampun..." ia memohon berulang-ulang,
seraya kedua tangannya dipakai menutupi kepalanya.
Kali ini ia tidak dihajar keras, kalau tidak, tentulah
tubuhnya itu sudah ringsak dan jiwanya mungkin terbang
melayang... "Dengan memandang Nona Liong, aku menunda
tinjuku yang ketiga!" berkata Wan Tat. "Jikalau kau
kembali berani main gila, hingga kau merugikan pihakku,
akan aku ambil jiwa anjingmu!"
Ciu Ciangkui mengangguk-angguk menyatakan tidak
berani lagi. 976 "Nona Liong, puaskah kau?" Wan Tat tanya si nona.
"Nah, mari kita pergi!"
"Masih ada lagi!" berkata Kiam Hong, tertawa.
Hucecu itu heran hingga ia melongo.
"Ada lagi?" tanyanya. "Apakah kau hendak
mengubrak-abrik pondokannya ini?"
"Itulah tidak usah!" berkata si nona. "Aku minta kau
menghajar dan membelah saja mejanya ini!"
"Buat apakah merusak meja ini?" tanya Wan Tat,
tetap heran. "Aku melihatnya tidak puas. Kau hajarlah!"
Wan Tat tetap heran, tetapi karena si nona
menginginkannya, ia menurut. Ia menghunus goloknya,
dengan itu ia membacok meja itu, dan ia mengulangi
beberapa kali. hinggameja itu terbelah-belah. Ia heran
ketika ia melihat ada barangjatuh dari meja itu, dan
barang itu bercahaya.
Kiam Hong segera menjumput barang itu, ialah kotak
kemala yang indah.
"Kau toh tidak menyangka obat pemunah itu disimpan
di bawah hidungnya Ciu Ciangkui?" katanya tertawa.
Wan Tat tercengang. Benar-benar ia tidak menyangka.
Maka ia menjadi kagum bukan main, hatinya girang
sekali. Itulah hasil kecerdasan dan kecerdikannya Kiam Hong.
Begitu si nona melihat munculnya Yang Cong Hay, ia
menginsafi ancaman bahaya.
977 Selagi Wan Tat berbicara sama bekas congkoan itu,
dengan diam-diam, tetapi dengan sebat, ia
mengeluarkan kotak kemala itu, untuk disesapkan di
bawah meja di mana ada bertumpuk banyak buku lama
yang telah penuh debu. Cong Hay boleh sangat licin
tetapi ia tidak pernah menduga akan kepintaran si nona.
Melihat kotak kemala itu, Ciu Ciangkui menjadi sangat
menyesal, hingga ia kata di dalam hatinya: "Sudah
sekian lama aku hendak menyingkirkan semua buku tua
itu, siapa tahu selama ini dua hari aku repot terus,
hingga sekarang..."
Selagi si pemilik pondokan menyesal dan berduka.
Wan Tat girang bukan main. Dia menunjuki jempolnya,
dia tertawa lebar.
"Nona Liong, hebat kau!" dia memuji. "Akulah seorang
Kangouw ulung tetapi aku mesti menyerah kalah!"
Di samping mereka ada sebuah meja, yang telah
tersajikan barang makanan, di atas sebuah piring ada
dua ekor ayam panggang, Wan Tat menyambar itu
seraya berkata: "Barang santapan sudah sedia! Mari, kita
dahar sembari jalan!"
Kiam Hong menurut. Maka keduanya pergi keluar,
untuk naik pula kuda mereka, buat dikasih lari keras.
Di tengah jalan, Wan Tat memuji pula si nona. Tapi, di
lain pihak, hatinya bergelisah, maka ia tidak bisa tertawa
seperti tadi-tadinya. Ia berkuatir karena hari ke sepuluh
sudah tiba! Perjalanan dilakukan terus menerus. Dua kali mereka
menukar kuda di perhentian. Malam pun mereka tidak
singgah lagi. Dengan begitu besoknya, lewat tengah hari,
978 tibalah mereka di gunung. Ketika itu sudah hari yang
kesebelas! Di depan benteng ada paseban peranti menyambut
tetamu yang menj aga di situ Pek Hong Hoan, ketika dia
melihat tibanya dua orang itu, girangnya bukan buatan.
Dia lari menyambut, katanya: "Baru tadi pagi dua
tauwbak Thio dan Li pulang dengan warta bahwa jiwi
telah kena orang akali di Hulicip, maka sekarang kami
lagi mendamaikan soal membawa pasukan untuk
menyerbu Bang keepo, tidak disangka jiwi telah kembali
dengan lekas!"
Kiam Hong tidak sempat berbicara.
"Bagaimana dengan Ciu Cecu?" begitu ia tanya.
Mukanya orang she Pek itu menjadi guram dengan
tiba-tiba. "Sampai kemarin mereka bertiga masih dapat beromong,"
sahutnya, "tetapi hari ini, beberapa kali mereka
tak sadarkan diri, tubuh mereka sebentar dingin dan
sebentar panas, hingga bubur pun mereka tidak dapat
dahar, mereka cuma bisa menghirup sedikit susu..."


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar itu, hati Kiam Hong lega.
"Oh, Thian, terima kasih!" pujinya. "Syukur belum
kasip!..."
Lantas nona ini berlari-lari memasuki benteng.
Di Cigi thia, sudah berkumpul semua tauwbak.
"Jangan kuatir! Jangan kuatir!" Wan Tat berkata
berulang-ulang begitu ia bertindak memasuki ruang rapat
itu. "Nona Liong sudah mendapatkan obat!..."
979 Baru ia berseru itu, atau mendadak ia roboh
sendirinya, hingga semua orang kaget, tetapi ketika
orang memburu, mendekati ia nyata ia rebah sambil
menggeros! Bukan buatan letihnya Wan Tat dan KiamHong,
mereka pun ngantuk, sebab sudah dua hari dan dua
malam mereka tidak tidur barang sedikit, setelah hatinya
lega hucecu itu tidak dapat bertahan lagi, ia roboh untuk
terus tidur. Tidak demikianlah si nona, yang hatinya
keras memikirkan Giok Houw.
Di dalam, Kiam Hong disambut Cui Hong, yang
merangkul padanya.
"Oh, adikku, kau capai sekali!" berkata nyonya itu
sambil air matanya keluar bercucuran.
"Sebentar kita bicara!" berkata Kiam Hong. "Mari kita
lihat dulu pada CiuPeehu!"
"Baiklah kau lihat Giok Houw dulu!" berkata Nyonya
Ciu. "Tidak! Ciu Peehu kepala gunung, dia mesti ditolong
paling dulu!"
Mendengar begitu, Cui Hong lega hatinya dan kagum
juga. "Baiklah kalau begitu," katanya "Mari lihat peehu-mu
dulu!" Semua orang di gunung telah melihat perhubungan
erat di antara Kiam Hong dan Giok Houw. Cui Hong tidak
menjadi kecuali, itu sebabnya Nyonya Ciu mengajak si
nona menolong dulu si anak muda. Tidak tahunya Kiam
Hong mengenal keadaan, dia dapat menguasai dirinya
980 San Bin mendapat kamar sendiri, tak leluasa untuk
orang banyak masuk ke dalam kamarnya itu, maka itu,
yang masuk terus cuma Cui Hong bersama Kiam Hong
serta Kok Tiok Kin yang mengerti ilmu ketabiban.
Ketika Kiam Hong tiba di depan pembaringan, ia lantas
melihat muka San Bin bersemu hitam gelap, di alisnya
ada titik-titik, hawanya pun bau seperti bau hangus.
Ketika itu, panas tubuhnya sedang menaik. Maka
kagetlah ia. "Syukur mereka bertiga, ketika itu hari mereka
bertempur, sebelumnya mereka sudah makan pel
PeklengTan yang terbuat dari teratai salju," berkata Tiok
Kin. "Jikalau tidak, tidak nanti mereka sanggup bertahan
sampai hari ini..."
Kiam Hong tidak bilang apa-apa, hanya ia
mengeluarkan kotak kemalanya untuk segera membuka
tutupnya. Begitu tutup itu terbuka, rupanya ia menjadi
kaget sekali. Cui Hong pun kaget, saking herannya.
"Apakah isinya ini obat pemunah racun?" ia menanya
perlahan, matanya mengawasi si nona dan obat
bergantian. "Apakah tak salah?"
Isi kotak itu cuma tiga butir pel warna hijau, yang dua
masih utuh, yang ketiga tinggal separuh. Inilah yang
membuatnya Kiam Hong kaget. Ia ingat sekarang, yang
separuh itu ada sisa yang telah dimakan Cit lm Kauwcu,
yang melepehkan itu dengan tiba-tiba selagi dia
memakannya. Ia tidak menyahuti Nyonya Ciu, hanya ia
berkata dalam hatinya: "Kemarin ini Cit Im Kauwcu
membutuhkan obat ini guna menolong jiwanya tetapi
981 dia... dia.. dia hendak menolongi orang yang dicintai
puterinya, serta sahabat-sahabatnya orang itu, maka dia
meninggalkan separuh pel ini... Ah, ketika itu aku tidak
sadar bahwa obat yang dibutuhkan kedua pihak adalah
obat yang serupa, ialah obat ini..."
Nona ini ingat benar, ketika itu ia lagi menjelaskan hal
terlukanyaThio Giok Houw oleh pukulan beracun Kiuyang
TokCiarig, mendadak Cit Im Kauwcu melepehkan sisa
obat itu, nyonya itu telah mendustakan anaknya, hingga
ia sendiri turut terpedayakan. Sekarang ia ingat, pantas
Cit Im Kauwcu memesan, obat itu mesti diberikan satu
butir pada satu orang. Habis, bagaimana dengan orang
yang ketiga" Cukupkah kekuatannya itu separuh butir,
untuk menyembuhkan orang yang ketiga itu" Pula,
siapakah yang harus dipertaruhkan jiwanya dengan
diberikan obat yang sepanahnya itu"
Pertanyaannya Nyonya Ciu itu bernada gelisah, Kiam
Hong kena dibikin sadar dari kaget dan ngelamunnya itu.
"Memang, inilah obat pemunah," ia menjawab.
Meski ia telah memperoleh jawaban, Cui Hong tetap
heran. "Eh, mengapa air matanya mengalir?" tanyanya di
dalam hati. "Kelihatannya itu bukannya air mata
kegirangan..."
Memang juga Kiam Hong tidak dapat mencegah air
matanya mengembeng dan mengalir. Ia rupanya dapat
melihat keheranan nyonya itu, lekas-lekas ia menepas air
matanya 982 "Inilah obat yang ditukar Cit Im Kauwcu dengan
jiwanya sendiri," ia menjelaskan. "Sebentar sesudahnya
menolongi peehu, nanti aku omong terlebihjauh..."
Cuma sebegitu yang nona ini dapat terangkan, tidak
mau ia menjelaskan bahwa obat itu tinggal dua butir
setengah... Kulit dan daging di mukanya San Bin sudah mulai
keras, maka untuk mengasi dia makan obat, dia mesti
dicekoki. Cui Hong memaksa membuka mulutnya
suaminya itu. Obat dikasih masuk setelah diaduk dengan
air hangat. Habis itu, semua orang berdiam, untuk
menantikan bekerjanya obat.
Orang tidak usah menanti lama akan menyaksikan
mukanya ketua gunung itu berubah dari bersemu gelap
menjadi sedikit terang, tandanya mulai lenyaplah hawa
yang hitam itu, sedang napasnya tidak selemah tadi.
Bahkan lagi sesaat, dia dapat membuka matanya yang
tadinya terus dimeramkan.
Kok Tiok Kin lantas meraba nadi cecu itu, lalu terlihat
dia bersenyum. "Sungguh mustajab obat pemunah ini!" katanya,
memuji. "Nadinya cecu sudah berjalan pula seperti biasa
lagi. Aku rasa, lewat dua hari, dia akan sudah dapat
turun dari pembaringan..."
San Bin mengawasi semua orang. Ia melihat Nona
Liong. Tahulah ia bahwa si nona yang sudah menolong
padanya. Dengan sinar matanya, ia mengutarakan rasa
terima kasihnya pada nona itu. Lalu ia mengangkat
tangannya, menggapai perlahan kepada isterinya.
983 Cui Hong menghampirkan. Ia pun memasang
kupingnya, karena suami itu ingin bicara berbisik. Habis
itu ia mengangguk, terus ia menarik tangannya Nona
Liong, katanya: "Peehu-mu memikirkan Giok Houw, ia
minta kau pergi lekas melihatnya."
San Bin belum dapat bicara keras, maka itu ia berbisik
pada isterinya itu.
Kiam Hong bersyukur berbareng berduka sekali.
"Suami isteri ini mengetahui aku, mereka sangat
memperhatikannya, tetapi, mereka mana tahu hatiku?"
katanya dalam hatinya. Ia sangat bingung. "Obattinggal
satu setengah... Siapa aku mesti tolong lebih dulu" Enci
In Hong atau Giok Houw?"
Cui Hong masih memegangi tangan si nona, yang ia
tuntun, untuk diajak pergi kepada Giok Houw. Mendadak
Kiam Hong berkata: "Peebo marilah kita lihat enci In
Hong dulu!..."
Untuk sejenak, Cui Hong tercengang, tetapi lantas
juga ia tertawa.
"Kau tidak usah malu, tidak nanti ada orang
mentertawaimu," katanya. "Baiklah kau tengok dulu
engko Giok Houw kau itu. Sudah beberapa hari kamu
berdua tidak bertemu, aku tahu kau tentulah memikirkan
sangat kepadanya."
"Benar, aku memang memikirkan dia," menyahut si
nona. "Tapi sekarang, aku mesti lihat enci In Hong dulu!"
Cui Hong heran, tetapi ia turut si nona.
In Hong masih tak sadarkan diri, ketika Cui Hong dan
Kiam Hong bertindak masuk ke dalam kamarnya, justeru
984 ia lagi berkata-kata ngelindur, suaranya perlahan: "Thian
Touw... Thian Touw... kau datang"... Apakah kau masih
menyesalkan aku"..."
Mendengar itu, pedih hati Nona Liong.
"Pada sepuluh tahun yang lalu, usiaku belum cukup
sepuluh tahun," katanya dalam hatinya. "Ketika ibu
membawa aku lari, hampir aku mati kelaparan di dalam
kobakan, maka syukurlah enci In Hong telah menolongi
kami ibu dan anak, sampai ibuku menjadi tauwbak di
dalam bentengnya. Ketika rombongannya dibubarkan,
enci In Hong mengajak kami ke gunung Thiansan.
Selama sepuluh tahun bukan saja ia mengajarkan aku
ilmu silat, ia pun menganggap aku seperti adik
kandungnya, ia menyuruh aku memanggil enci padanya,
ia larang aku memanggil suhu. Dan budinya yang sangat
besar itu, belum dapat aku membalasnya... Enci In Hong
berselisih dengan Hok Toako, sekian lama mereka belum
pernah bertemu lagi satu dengan lain, kalau sampai
terjadi sesuatu atas dirinya, pasti enci mati tak meram
dan Hok Toako juga akan menyesal seumur hidupnya..."
Memikir sampai di situ, tetaplah pikiran nona ini. Maka
ia membuka kotak kemalanya, ia mengeluarkan sebutir
obat pemunahnya, setelah mengaduki obat itu, ia
mencekokinya dimulut itu enci angkat yang berbudi.
Begitu lekas juga ia memutar tubuhnya dan kata sambil
terisak-isak pada Cui Hong: "Peebo, tolong kau jagai enci
In Hong, sekarang aku mau lihat engko Houw!..."
Nyonya Ciu melihat air mata orang mengembeng, ia
heran bukan main.
985 "Ah, kenapakah dia?" pikirnya. "Dia telah
mendapatkan obat, kenapa tingkah lakunya jadi berubah
begini?" Nyonya San Bin ini tidak mengetahui sakitnya hati
Nona Liong itu.
Kiam Hong berjalan cepat sekali ke kamarnya Giok
Houw di dalam hatinya cuma ada ini pujiannya: "Semoga
ini setengah butir obat dapat menolong jiwanya... Jikalau
tidak, bukan saja aku mesti merasa menyesal
terhadapnya sendiri, aku mesti menyesal juga terhadap
Cit Im Kauwcu!..."
Ketika ia tiba di dalam kamar dan melihat mukanya
Giok Houw, kagetnya Kiam Hong tidak terkira-kirakan.
Pemuda itu hitam seluruh mukanya, muka itu perok
sekali, kedua matanya celong. Ketika ia menghampirkan,
ia merasakan serangan hawa panas dari tubuh si anak
muda. Teranglah, di antara tiga, dialah yang sakitnya
paling parah. Kiam Hong duduk di tepi pembaringan, di sisi si anak
muda, air matanya mengetes jatuh ke muka pemuda itu,
akan tetapi Giok Houw tidak merasakan itu, dia diam
saja. Hati si nona memukul keras. Dengan hati-hati ia
membuka mulut anak muda itu, lalu iamenuang adukan
obat. Habis itu, ia berdiam mengawasi, menantikan.
Kira lamanya sebakaran sebatang hio, terlihat tubuh
Giok Houw berkutik menggigil, lalu mendadak dia
bergerak, dari mulutnya keluar teriakan: "Aduh, sakit!..."
Nona Liong kaget berbareng girang.
986 "Dia merasa sakit, bagus..." katanya dalam hati.
Setelah itu, tubuh Giok Houw tidak mau berdiam. Dia
bergulak-gulik terus di atas pembaringannya, tubuhnya
itu mengeluarkan banyak keringat. Hanya aneh, keringat
itu berwarna merah. Sebab itulah darah segar. Pula,
hawa panas tubuh itu meningkat.
Kiam Hong bingung bukan main. Tak tahu ia caranya
untuk melenyapkan, atau sedikitnya, mengurangi rasa
sakit pemuda itu. Ia berkuatir, ia menyesal, ia merasa
hatinya sendiri seperti disayat-sayat...
Lagi lewat sekian detik, tiba-tiba Giok Houw membuka
matanya. Ia mengawasi Kiam Hong, tangan siapa ia
sambar. "Kau, enci Liong?" tanyanya, agaknya ia heran.
"Apakah aku bukannya lagi bermimpi?"
"Benar, engko Houw, inilah aku!" menyahut si nona,
cepat. "Aku baru pulang! Bagaimana kau rasai dirimu?"
Nampaknya semangat si anak muda terbangun.
Sebenarnya ia merasa sakit tetapi ia tidak merintih atau
mengeluh. "Katanya kau pergi kepada Cit Im Kauwcu untuk
meminta obat, apakah kau telah berhasil mendapatkan
obat itu?" ia tanya. "Apakah Ciu Cecu dan enci Leng
sudah sembuh?"
"Aku telah mendapatkan obat pemunah itu dan telah
dikasihkan makan pada Ciu Cecu dan enci Leng," Kiam
Hong mengasi keterangan. "Mungkin lagi dua hari
mereka akan sudah sembuh. Hanya... hanya..."
987 "Bagus!" berkata si pemuda. "Apa lagi yang kau buat
kuatir" Hanya... hanya apakah itu?"


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekarang ini aku menguatirkan kau," sahut si pemudi
di dalam hatinya. Tapi ia tidak berani mengutarakan itu.
Giok Houw memandang tajam pada nona di depannya
itu. "Mestinya ada apa-apa yang kau pikirkan?" katanya.
"Ah, kenapa kau hendak sembunyikan itu dari aku"..."
Tanpa dapat ditahan lagi, Kiam Hong menangis.
"Engko Houw, aku menyesal..." katanya. "Aku
menyesal terhadap kau..."
"Kau bilanglah! Apa juga, aku tidak nanti sesalkan
kau..." "Cit Im Kauwcu telah memberikan obatnya, itu
sebenarnya untuk menolongi kau," Kiam Hong bilang
dengan terus terang. "Tapi obatnya itu tinggal dua butir
setengah... Aku telah memberikan satu butir kepada Ciu
Cecu dan sebutir pula kepada enci In Hong, tinggal yang
setengahnya, aku berikan itu kepada kau... maka aku
membikin kau menderita..."
"Tepat perbuatan kau itu, enci Liong!" berkata si anak
muda. Sebaliknya dari kaget dan menyesalkan, ia justeru
memuji. "Jikalau kau tidak berbuat demikian, seumurku,
tidak nanti aku memberi maaf kepadamu!"
Kiam Hong mencekal tangan orang, ia memegang
erat-erat. "Ah, engko Houw, kau baik sekali!..." katanya terisak.
988 "Apakah hal ini kau ada omongkan dengan lain
orang?" tanya Giok Houw.
"Tidak."
"Kalau begitu, jangan kau omong sama lain orang,
terutama, jangan sampai mereka mendapat tahu."
Kiam Hong tahu maksudnya pemuda ini, ialah agar
San Bin dan In Hong tidak mengetahui itu, kalau tidak,
tentulah mereka itu menjadi tidak enak hati. Karena ini,
ia menjadi bertambah menyintai ini pemuda gagah, yang
rela berkurban untuk kawan-kawan.
Selama itu. tidak ada orang yang datang pada ini
sepasang muda-mudi. Cui Hong mendapat pikiran untuk
melongok, tetapi ia menunda niatnya itu. Ia hendak
mengasi ketika agar mereka itu dapat bertemu lama dan
bicara banyak. Baru belakangan, setelah ingat si nona
sangat letih dan ngantuk, iamintajugaTiokKin pergi
melihat, untuk orang she Kok ini menggantikan
menemani si anak muda.
Akan tetapi Kiam Hong tidak suka beristirahat. Ia
justeru menanyakan Tiok Kin tentang keadaannya San
Bin dan In Hong. Lega hatinya kapan ia memperoleh
jawaban bahwa Ciu Cecu mendapat kemajuan baik.
Bahkan ia lantas pergi melihat cecu itu, sekalian ia
menuturkan perbuatannya dan segala kejadian yang
berhubung dengan usahanya mendapatkan obat
pemunah racun itu.
Orang pada menepas air mata kapan mereka sudah
mendengar nasibnya Cit Im Kauwcu.
"Siapa sangka Cit Im Kauwcu ialah orang yang hatinya
demikian mulia," kata San Bin menghela napas. "Ketika
989 baru ini puterinya melukai Ci Hiap, hatiku sakit dan aku
benci dia sebagai seorang hantu wanita jahat tak
berampun. Buat omong dengan terus terang, syukur aku
tidak tahu yang kau, Nona Liong, telah pergi kepadanya
untuk minta obat, jikalau tidak, biarnya aku mati, tidak
nanti aku mengijinkan kau pergi! Ah, sungguh di luar
dugaan, ia yang nampaknya demikian sesat, ia justeru
berani mengurbankan jiwa sendiri untuk menolongi jiwa
lain orang, dan jiwaku justeru ditolong oleh orang yang
aku tidak pandang mata itu! Sekarang ini aku harus
merasa malu, aku sangat bersyukur terhadapnya..."
"Yang sudah menutup mata tinggal menutup mata,"
berkata Cui Hong, "sekarang kita harus membalas
budinya Cit Im Kauwcu, ialah kita harus dapat membantu
puterinya yang yatim piatu itu... Oh, ya, masih ada itu
anak laki-laki putera sahabatnya."
"Benar," Kiam Hong setuju. "Puterinya itu, Siu Lan,
sungguh harus dikasihani. Mereka berdua, ibu dan anak,
hidup saling mengandal, tetapi sekarang, Siu Lan tinggal
sebatangkara, bahkan dia harus senantiasa berada di
dalam kekuatiran, oleh karena ia harus melindungi kitab
Pektok Cinkeng yang diarah dan hendak dipunyai oleh
Kiauw Pak Beng. Memang benar. Ban Thian Peng pun
harus dikasihani, sebab dia telah menjadi yatim piatu dan
sakit hati orang tuanya belum dapat terbalas. Ketika Cit
Im Kauwcu hendak menghembuskan napasnya yang
terakhir, dia menerima anak itu sebagai anaknya sendiri,
maka itu, kita pun harus pandang ia sebagai putera
tunggalnya."
San Bin berbangkit untuk berduduk. Ia membuka lebar
kedua matanya. 990 "Aku akan bertanggung jawab untuk itu kedua anakanak,"
ia berkata, sungguh-sungguh. "Ci Hiap, pergi kau
memapak dan menyambut mereka datang ke gunung
kita ini. Paling dulu pernahkan dirinya
Nona Im itu, setelah itu kau mencoba menyelidiki
siapa orang yang membunuh ayahnya Thian Peng itu,
supaya kita bisa berdaya untuk menolong membalaskan
sakit hatinya."
Ci Hiap baru saja pulang habis bertugas menjaga dan
meronda di gunung belakang, dia berada di dalam kamar
ayahnya untuk sekalian menemani ayahnya itu, ketika ia
mendengar titah ayahnya, ia nampaknya likat. Ia ingat
lelakonnya dengan Siu Lan.
"Apa?" tanya sang ayah, yang melihat tingkah lakunya
itu. "Apakah kau masih memandang dia sebagai musuh?"
"Tidak, ayah," menyahut sang anak. "Aku akan
melakukan titah ayah."
"Nah, begitu baru betul! Kita bangsa ksatrya, kita
harus berbuat baik terhadap siapa juga, jangan kita
mengingat terus kejahatan lain orang! Pula mereka itu,
mereka ibu dan anak, telah melepas budi besar terhadap
kita." "Kemarin ini aku berangkat tergesa-gesa," berkata
Kiam Hong, "sayang aku tidak menanya Siu Lan hendak
pergi ke mana. Pernah aku undang ia untuk datang
kesini, kelihatannya ia kurang setuju. Aku kuatir, setelah
mengubur jenazah ibunya, ia bakal merantau entah ke
mana..." "Tentang itu tak usah kita terlalu buat kuatir," Cui
Hong bilang. "Kita mempunyai banyak orang. Tunggulah
991 lagi dua hari, jikalau ayahnya Ci Hiap sudah sembuh, kita
nanti mengirim orang, kita minta Tie Hiocu dari Kaypang
bersama Ci Hiap membantu mencarinya. Aku percaya
nona itu bakal dapat diketemukan." Ia hening sejenak,
akan menoleh kepada Kiam Hong dan tertawa. Terus ia
menambahkan: "Mari aku temani kau melihat pula Giok
Houw, jikalau tidak, aku kuatir malam ini kau kembali
bakal tidak tidur! Kau tahu, kau telah bekerja keras
sekali, sudah seharusnya kau beristirahat."
Biar bagaimana, Kiam Hong toh merasa likat, tetapi ia
turut nyonya itu, untuk kembali ke kamarnya Giok Houw.
Masih saja wajahnya pemuda she Thio itu hitam gelap,
hanya sekarang dia dapat tidur. Kiam Hong meraba
tangannya, ia terkejut. Tangan pemuda itu sangat dingin.
Ia berkuatir sekali.
Cui Hong sangat heran.
"Bagaimana," katanya, "dia makan obat serupa yang
dimakan ayahnya Ci Hiap dan In Hong, kenapa dia tidak
lekas sembuh?"
Kok Tiok Kin pun heran.
"Apakah kau berikan obat pemunah yang sama?" ia
tanya Kiam Hong, perlahan.
"Ya," sahut si nona singkat, suaranya pun sangat
perlahan. "Apakah kau masih mempunyai obat itu?" Tiok Kin
tanya pula. "Semuanya cuma tiga butir itu, didapatnya dari tubuh
Pektok Sinkun yang digeledah," sahut pula si nona. "Kok
992 Sinshe, bagaimana kau rasa penyakitnya ini" Aku minta
kau omong terus terang."
Tiok Kin mengasi lihat roman berduka.
"Mungkin dia terluka hebat luar biasa," sahutnya
setelah bersangsi sejenak.
Lukanya Giok Houw memang lebih hebat tetapi
bukanlah luar biasa, Tiok Kin tidak ketahui duduknya hal,
pasti ia heran. Kiam Hong sebaliknya, pedih hatinya.
"Jikalau tenaganya obat kurang, apakah itu dapat
membahayakan?" nona ini tanya. Hatinya telah menjadi
kecil. "Sukar untuk dibilang," menyahut orang yang ditanya.
"Dia terkena tangan Kiuyang TokCiang, racunnya itu
hebat sekali, mungkin obatnya yang bersifat sangat
dingin dicampur sama obat lain yang dapat
membuyarkan hawa panas, hanya disebabkan kekuatan
obat kurang, hawa panasnya tidak dapat diusir, lalu
sebaliknya, dingin dan panas bentrok, maka telah terjadi
si sakit, sebentar dia kedinginan, sebentar dia
kepanasan, hingga dia mesti menderita lebih banyak.
Barusan aku telah berikan dia obat tidur, supaya dia
dapat beristirahat, yang mana pun dapat mengurangkan
sedikit penderitaannya itu. Tentang kemudiannya, aku
tidak bisa bilang apa-apa."
Kiam Hong berkuatir bukan main. Maka malam itu,
selagi tidur, ia bermimpi hebat. Ia mimpi Cit Im Kauwcu
datang padanya, menegur ia sebab ia memberikan Giok
Houw obat yang separuh. Lalu ia melihat Giok Houw
bersama Siu Lan, ketika mereka itu melihat ia, mereka
menjauhkan diri. Di lain pihak ia bertemu dengan Leng In
993 Hong bersama Hok Thian Touw, suami isteri itu
menghaturkan terima kasih kepadanya, hanya di lain
saat, suami isteri itu tiba-tiba menghunus pedang mereka
dan bertempur satu dengan lain!
Besoknya, keadaannya Giok Houw tetap belum
berubah menjadi baikan, ia masih diserang panas dan
dingin, ia masih tak sadarkan diri. In Hong dan San Bin
sebaliknya sembuh tujuh atau delapan bagian, mereka
sudah dapat turun dari pembaringan, untuk perlahanlahan
mulai berlatih silat pula. Maka itu, di atas gunung
itu, orang bergirang berbareng berduka. Tidak ada orang
yang tidak berduka untuk Giok Houw.
San Bin dan In Hong turut menjadi heran, dengan hati
tidak tenang mereka memikirkan mengapa obat
pemunah itu bekerja dalam dua rupa akibat, hingga
mereka mau menyangka, kecuali terkena Kiuyang
TokCiang, mungkin pemuda itu mendapat lain macam
pukulan atau terkena lain racun...
Beberapa kali Giok Houw mendusin, saban kali sadar
ia mengawasi Kiam Hong dengan sorot mata sangat
bersyukur. Di waktu begitu, ia agaknya menguatkan diri
untuk bertahan dari serangannya hawa dingin dan panas
di dalam tubuhnya, sedikitpun ia tidak mengeluh atau
merintih. Tapi justeru ia berbuat demikian, ia
membuatnya si nona semakin sakit hatinya dan semakin
berkuatir. Kiam Hong menjadi ingat akan kebaikannya Cit
Im Kauwcu yang memberikan obat itu, bahwa meskipun
kauwcu itu sangat Iiehay, dia masih tak tertolong oleh
obat separuh butir ...
Dapatkah Giok Houw bertahan kalau diingat, ia kalah
dalam hal tenaga dalam dari Cit Im Kauwcu"
994 Inilah yang memedihkan hati si nona. Ia tidak tahu
bahwa Cit Im Kauwcu sengaja sudah berkurban. Kauwcu
itu terhajar tangan dari Pektok Sinkun dan keracunan
juga bubuk Ngotok San, dia mengerti, kalau dia makan
obat itu, dia cuma dapat menolong jiwanya, tidak bebas
dia dari cacad seumur hidup, maka itu, dia menganggap
lebih penting ialah jodoh puterinya. Dia meninggalkan
separuh dari obat pemunah sebab dia percaya, cuma
terkena Kiuyang TokCiang, Giok Houw bakal ketolongan
separuh obat itu, hanya di luar tahunya, meski si pemuda
ketolongan jiwanya, penderitaannya itu hebat sekali,
panas dinginnya sangat menyiksanya.
Kiam Hong tidak dapat tidur pulas. Ia pun malu
malam-malam melihat Giok Houw, yang ditemani Tiok
Kin. Seorang diri ia pergi keluar, terus ke gunung
belakang di mana ada pepohonan bwee. Ia berjalan
mundar-mandir, untuk menanti datangnya sang siang,
untuk ia dapat segera pergi menjenguk pula.
Malam itu rembulan indah. Bunga bwee dan pohonpohonnya
berbayang-bayang. Pemandangan malam
menarik hati. Tapi si nona tidak mempunyai kegembiraan
untuk menikmati itu.
"Jikalau jiwanya engko Giok Houw tidak dapat
ditolong," nona ini ngelamun, "bukan saja aku harus
menyesal terhadapnya terutama terhadap Cit Im Kauwcu
ibu dan anak!"
Kiam Hong "lelah mengambil putusan mengurbankan
kepentingan dirinya, ia rela melepaskan Giok Houw untuk
Siu Lan asal pemuda itu, begitupun San Bin dan In Hong,
dapat ditolong. San Bin telah bersedia menerima
995 kedatangannya Siu Lan. Maka itu, kalau Giok Houw tak
tertolong, tidakkah pengurbanannya sia-sia belaka"
Malam indah tetapi sunyi. Justeru itu telinga si nona
menangkap suatu suara perlahan. Ialah suara datang
yahengjin, orang yang biasa keluar malam. Ia menjadi
heran. "Bukankah gunung ini terjaga kuat?" pikirnya.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapakah yahengjin itu?"
Dengan lantas ia menyembunyikan diri antara pohonpohon
bwee, matanya mengawasi ke arah dari mana
suara tindakan datang. Ialah arah timur. Ia tidak usah
menanti lama akan melihat dua tubuh, yang gelap
bagaikan bayangan. Tapi orang mendatangi terus. Ia
menjadi kaget berbareng girang, hatinya melonjak.
Itulah Siu Lan diikuti Thian Peng!
Mau Kiam Hong menyambut mereka itu, atau di detik
itu juga telinganya kembali mendengar bentakan
dibarengi nyaringnya suara anak panah melesat, lantas di
udara tertampak api menyala. Sebab anak panah itu
ialah Coayam cian, panah pertandaan yang
mengeluarkan api mirip yanhwee. Terang sudah,
tauwbak yang melakukan penjagaan melihat ada orang
asing datang dan lantas memberikan isyaratnya itu.
Siu Lan berdua menghentikan tindakan mereka. Tepat
itu waktu, di situ muncul lagi dua orang lain, yang
berlari-lari ke arah muda-mudi itu, bahkan yang satunya
lantas membentak: "Dua bocah, perlu apa kamu datang
kemari?" Kiam Hong dapat melihat mereka itu. ia kaget tidak
terkira-kirakan. Ia mengenali baik sekali Yang Cong Hay
996 dan Le Kong Thian! Tadinya ia menyangka kepada si
tauwbak yang memergoki Siu Lan berdua itu. Ia
mencoba menenangkan dirinya dengan berdiam terus di
tempat sembunyinya itu, untuk melihat sepak terjangnya
Cong Hay dan si manusia raksasa itu.
Siu Lan dan Thian Peng tidak melarikan diri, maka itu,
Cong Hay lantas dapat berlompat melewati mereka,
untuk segera memutar tubuh, guna memegat. Kong
Thian sendiri, dengan melintangi tokkak tongjin,
bonekanya, mendekati untuk mengurung.
Cong Hay sudah lantas tertawa gembira.
"Aku kira siapa, tidak tahunya keponakan Siu Lan!"
katanya. "Mana ibumu" Dan ini bocah, siapakah dia?" ia
menunjuk Thian Peng. "Ya, perlu apa kamu datang
kemari?" Siu Lan mengasi lihat roman sungguh-sungguh.
"Kau tidak dapat mencampur tahu urusanku!"
sahutnya kaku. Cong Hay tertawa berkakak dengan tertawa
kelicikannya.- "Aku yang menjadi pamanmu, mana bisa aku tidak
mencampur tahu urusanmu?" katanya. Ia membawa
tingkah si tertua. "Kau minggat di luar tahu ibumu, kau
kepergok aku, maka mesti aku mewakilkan ayah dan
ibumu mengurus kau!"
Siu Lan mendadak menjadi gusar, dengan tiba-tiba ia
menyerang dengan pakunya yang beracun-Samleng
Touwku teng. Sembari menyerang, ia berkata nyaring:
"Siapa mempunyai paman sebagai kau ini" Kau... kau...
997 kaulah yang memancing datang orang-orang jahat, yang
mencelakai ibuku hingga ibuku mati!"
Atas serangan itu, Cong Hay menyampok dengan
pedangnya. Itulah tipu silat "Pengtee hongloei" atau
"Angin dan guntur di tanah datar." Maka bebaslah ia dari
serangan paku beracun itu. Kedua senjata bentrok
dengan suara tingtong tak hentinya. Sebab si nona
menyerang dengan paku satu genggaman.
Meski ia menangkis, Cong Hay kaget sekali.
"Apa" Ibumu telah meninggal dunia?" tanyanya.
"Kaulah yang membikin ibuku mati!" Thian Peng
membentak. "Kau tahu itu tetapi kau berlagak pilon, kau
masih menanyakannya!"
Pemuda ini sudah mengeluarkan sepasang poankoan
pit, senjatanya yang mirip pena Tionghoa, yang
diperantikan menotok jalan darah, dengan itu ia lantas
menyerang ke kiri dan kanan Cong Hay, mengarah kedua
jalan darah kinceng hiat.
Cong Hay pernah menempur pemuda itu, ia tahu
orang belum mahir tenaga dalamnya tetapi sudah
sempurna totokannya, maka itu ia tidak berani
memandang enteng. Dengan memindahkan pedangnya
ke tangan kiri, ia menangkis memunahkan totokan itu
dengan jurusnya "Sengliong inhong" atau "Menunggang
naga, memancing burung hong." Di lain pihak, dengan
tangan kanannya, dengan tipu silat menangkap tangan
"Taykimnaciu," ia mencoba menangkap tangan si nona.
Puterinya Cit Im Kauwcu mengibas dengan goloknya,
golok Liuyap to. Golok itu berkilau, bersinarkan warna
biru marong yang menyilaukan mata.
998 Yang Cong Hay kaget. Dialah seorang ahli. Dia ketahui
baik, golok itu beracun. Dengan sebat dia menarik
pulang tangannya, supaya tidak usah sampai ditegur
golok dahsyat itu. Berbareng dengan itu, dia merasai
angin menyamber cepat di belakang kepalanya Ketika dia
terus berkelit, dia memutar tubuh ke belakang si nona.
Sebagai orang lihai, dia pun dapat bergerak sangat gesit.
Dari sini, dengan goloknya ia mencoba menotok
punggung si nona.
"Jangan celakai adikku!" Ban Thian Peng berseru
seraya dia berlompat maju, menangkis pedangnya bekas
congkoan dari istana itu.
Cong Hay membiarkan pedangnya ditangkis, tapi ia
mengerahkan tenaganya, maka meskipun senjatanya
yang ditangkis, senjatanya itu berbareng bisa membikin
sepasang poankoan pit mental balik.
"Heran, dari mana suci-ku mendapatkan anak lakilaki?"
katanya. Lalu dia meneruskan kepada anak muda
itu: "Kau tidak ada yang merawati, baiklah kau akui aku
sebagai ayahmu!"
Thian Peng murka sekali, kembali ia menyerang. Kali
ini serangannyu jauh terlebih hebat. Ia pun terus
merangsak. Cong Hay membela dirinya. Ia melihat sembilan jalan
darahnya diarah pemuda itu, yang tidak dapat dipandang
enteng, bahkan semua serangannya sangat berbahaya
dan luar biasa. Dialah satu ahli lihai kecuali masih kurang
tenaga dalamnya, disebabkan usianya yang masih terlalu
muda. 999 Itulah tidak heran oleh karena Ban Kee Su, sang ayah,
sudah mewariskan ilmu totoknya yang diciptakan sendiri
olehnya. Ilmu itu diberi nama "Kimpeng Sippat Pian" atau
"Garuda Emas Mencipta Diri Delapan Belas Kali."
Dengan mainkan pedangnya, Cong Hay menangkis
sembilan serangan berbahaya itu, setiap kalinya, senjata
mereka beradu nyaring, maka itu, di akhirnya, tubuh
Thian Peng terhuyung. Tak sanggup ia menahan tolakan
tenaga dalam lawan itu, tenaga yang disalurkan dengan
perantaraan pedang.
Ketika itu, dari pelbagai penjuru, terlihat datangnya
kawanan tauwbak. Tanda panah coayam cian tadi
terlihat oleh kawan-kawan, semua mereka lantas
memburu. Yang CongHay sendiri menuding si nona. Katanya:
"Siu Lan. apakah kau datang kemari dengan berniat
menghamba kepada musuh" Ibumu sudah mati, maka
akulah orang yang menjadi sanakmu yang terdekat!
Jangan kau berubah hati, memihak kepada orang luar!
Bukankah kitab PektokCinkeng ada padamu" Lekas
bilang! Lekas!"
Kata-kata ini dibarengi dengan serangan.
Tiba-tiba Le Kong Thian berlompat maju, ia
menghalangi Siu Lan menangkis pedang kawannya itu,
sembari menangkis ia berkata: "Lao Yang, jangan paksa
dia! Dialah nyonya majikanku yang muda! Dia telah
kematian ibunya, dia harus pulang ke rumah suaminya! Nona Im," ia meneruskan kepada si nona, "orangorang
gunung ini telah datang kemari, kau jangan takut!
Mari aku antar kau ke rumah majikanku!"
1000 Siu Lan gusar, tanpa menyahut, ia menyerang
manusia raksasa itu. Kong Thian menangkis. Maka golok
Liuyap to saban-saban mengenai boneka kuningan,
hingga ia merasakan nyeri sendirinya pada telapakan
tangannya. Yang Cong Hay gusar atas sikap kawan itu.
"Apakah sampai sekarang ini kau masih mencurigai
aku?" dia membentak. "Mari kita ringkus dulu padanya!
Jikalau kitab Pektok Cinkeng itu ada padanya, itu akan
didapatkan olehmu!"
"Baiklah!" seru Kong Thian memberikan kata-katanya.
"Inilah pembilanganmu sendiri!" Ia lantas menyerang Siu
Lan, hingga golok si nona mental, setelah mana, ia
mengulur sebelah tangannya guna mencekuk nona itu!
Ban Thian Peng terkejut, dia lompat menerjang, ke
arah lengan manusia raksasa itu.
Kong Thian murka sekali.
"Ah, bocah cilik, kau pun mencari mampusmu?"
katanya. Akan tetapi lihai ilmu totok si anak muda, akhirnya
Kong Thian melepaskan Siu Lan, untuk menghadapi dia
secara sungguh-sungguh. Untuk itu, ia mesti mundur
dulu. Tepat ketika ia mengangkat bonekanya, untuk
menerjang, ada angin menyambar ke belakang
kepalanya. Ia terkejut, lantas ia mendengar seruan: "Le
Kong Thian, kau jangan kasih dirimu diakali Yang Cong
Hay! Kitab Pektok Cinkeng ada di tangan dia! Bukannya
kau tanyakan dia, kau justeru tanyakan lain orang! Hm!"
1001 Cong Hay mendengar itu, murkanya bukan kepalang.
Itulah suaranya Liong Kiam Hong, yang muncul secara
tiba-tiba. Dengan lantas dia menikam kepada nona itu
seraya dia membentak: "Semua inilah bisamu, siluman
rase cilik! Kaulah yang mengadu biru! Tidak dapat tidak,
kau mesti dibikin mampus!"
Akan tetapi ilmu pedang Kiam Hong menang unggul,
meski benar dia lebih menang tenaga dalamnya, tidak
bisa dia dengan sekali hajar merobohkan nona itu. Maka
dia kecele, menyesal dan penasaran!
Siu Lan menggunakan saatnya itu untuk membantu
Ban Thian Peng melawan Le Kong Thian. Ia telah
membacok dan menikam dengan goloknya, golok Liuyap
to yang beracun. Dengan begitu, di situ terlihatlah
berkilauannya pelbagai macam senjata tajam.
Dari empat penjuru tertampak juga mendatanginya
kawanan liauwlo yang bertugas malam.
Le Kong Thian menyaksikan bahaya yang mengancam
itu, kalau ia menempur Siu Lan lama-lama. Demikian
selang beberapa jurus, mengambil saat habis mendesak
Siu Lan, mendadak manusia raksasa itu mengirim
kemplangan mautnya. Tokkak tongjin, bonekanya yang
besar dan berat itu, turun bagaikan ambruknya gunung
Taysan, mengarah kepalanya putera dari Ban Kee Su.
Thian Peng kaget hingga dia menjerit. Dia tidak dapat
berkelit lagi, dengan terpaksa dia mengerahkan semua
tenaganya, untuk menangkis dengan tipu silatnya
"Melintangkan penglari emas," sepasang poankoanpitnya,
diangkat tinggi, dilintangi di atasan kepalanya.
Hebat sekali turunnya bonekanya si manusia raksasa.
1002 Belum lagi boneka itu menghajar, anginnya sudah
mendahului menyambar.
Di saat jiwanya Thian Peng terancam bahaya kematian
itu, maka terdengarlah jeritan tajam dari Im Siu Lan.
Nona itu menjerit sambil tubuhnya bergerak seperti sekor
burung terbang melayang, melayang ke arah boneka.
Le Kong Thian mendengar jeritan itu dan melihat si
nona berlompat ke arahnya, dia terkejut. Tidak dapat dia
membatalkan serangannya yang maha dahsyat itu.
Celaka kalau bonekanya mengenai sasarannya. Sasaran
itu ialah si Nona Im, yang seperti menalangi Thian Peng.
Dalam kagetnya itu, dia masih mencoba. Dia bukan
menghajar terus turun ke bawah, hanya meneruskan ke
samping. Tidak dapat dia membinasakan si nona, yang
mesti menjadi tunangan dari majikannya yang muda.
Apa kata Kiauw Pak Beng atau Kiauw Siauw Siauwjikalau
nona itu terbinasa remuk di bawah bonekanya"
Tepat ketika boneka mengenai sasaran, maka sebagai
akibat dari itu terdengar suara menggabruk yang sangat
keras diikuti jeritan hebat yang menyayatkan hati.
Berhasillah si manusia raksasa menggeser senjatanya,
hingga senjata itu menghajar sebuah pohon besar di
samping mereka, hingga pohon itu roboh, roboh
menimpa dua tauwbak yang justeru sampai di bawah
pohon, hingga tulang iga mereka itu pada patah!
Beberapa tauwbak lain, yang datang berbareng, kaget
menyaksikan kejadian hebat itu tanpa merasa, mereka
berhenti berlari maju.
Ban Thian Peng kaget hingga ia menggigil.
1003 "Syukur enci Lan datang, kalau tidak, celakalah aku..."
pikirnya. "Mana senjataku dapat menangkis boneka itu"
Jikalau tidak lantas mati, sedikitnya aku bakal terluka
parah..." Beberapa tauwbak itu tidak berdiam saja. Tidak dapat
maju sendiri, mereka ingat untuk mengguna! senjata
rahasia. Demikian dengan satu isyarat, mereka lantas
menyerang dengan senjata rahasia mereka masingmasing,
seperti panah tangan, batu huihong sek, biji
teratai besi dan jarum.
Le Kong Thian melihat datangnya serangan berbahaya
itu, ia memutar bonekanya dengan cepat, ia membikin
setiap senjata^rahasia terpukul balik, hingga ia dapat
menyelamatkan dirinya.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ban Thian Peng tidak mau mundur meskipun ia tahu
musuh lihai, ia maju pula. Ia dibantu Siu Lan.
Kong Thian menjadi mendongkol dan bergelisah
sendirinya. Tidak bisa ia melukai Nona Im, sedang untuk
menangkap hidup nona itu, ia merasakan kesulitan.
Dengan si nona senantiasa melindungi Thian Peng, ia
pun sukar merobohkan anak muda itu. Di samping itu, ia
mesti berjaga-jaga untuk golok beracun si nona serta
senjata peranti menotok yang lihai dari si anak muda.
Dengan begitu, pertempuran menjadi berlarut-larut.
Di lain pihak, Liong Kiam Hong terdesak hebat oleh
Yang Cong Hay. Menang ilmu silat saja tidak berarti
kalau ia sebaliknya kalah latihan, kalah tenaga dalam.
Selang dua puluh jurus lebih, ia terdesak Cong Hay.
Bekas congkoan ini justeru benci sekali ianya, ia ingin
bisa ditikam dengan sekali tusuk saja. Tapi ia lihai, tidak
dapat menyerang, ia masih dapat membela diri.
1004 Selagi orang bertempur dalam dua kalangan itu,
mendadak terdengar seruan yang nyaring: "Dua bocah
dari mana berani datang kemari mengacau bentengku"
Apakah kamu kira bentengku sudah tidak ada orangnya?"
Kiam Hong lantas melirik, segera hatinya menjadi
lega. Itulah Kimto Cecu Ciu San Bin, yang muncul dengan
membawa goloknya yang tersohor, golok Kimpwee to
yang tebal dan berat. Di belakang ketua gunung itu turut
Lauw Wan Tat, Louw To In dan Kok Tiok Kin, yang diikut
pula banyak tauwbak lainnya, juga sejumlah orang
gagah. Dua hari sudah San Bin berobat atau beristirahat,
tenaganya telah pulih seseluruhnya, maka itu, ketika ia
mendengar gunungnya didatangi penyerbu, ia lantas
keluar untuk menyaksikan. Demikian ia muncul tepat di
saat bahaya mengancam Kiam Hong, Siu Lan dan Thian
Peng. Yang Cong Hay terkejut.
"He, tua bangka, kiranya kau belum mampus?" ia
berseru. Terus ia berpaling kepada Le Kong Thian, untuk
menegur: "Kau lihat! Sekarang barulah kau percaya aku,
bukan" Tua bangka itu ialah Kimto Cecu! Kau lihat, mana
dia mirip dengan orang yang lagi sakit" Pasti dia telah
mendapat obat pemunah!"
Le Kong Thian juga lantas mendusin bahwa dia sudah
kena ditipu Kiam Hong, maka itu, disesalkan Cong Hay,
dia menjadi malu dan gusar. Dia lantas meninggalkan Siu
Lan dan Thian Peng, untuk menerjang Nona Liong, yang
dia niat mengemplangnya hingga ringsak!
San Bin gusar melihat orang demikian telengas.
1005 "Bagus ya!" serunya. "Kamu hendak membikin aku
mati, aku justeru masih hidup! Sekarang aku hendak
membereskan kamu."
Dengan sebat ketua ini maju sambil menggeraki
goloknya yang besar itu. Ia menangkis bonekanya Kong
Thian, guna melindungi Kiam Hong. Maka bentroklah
senjata mereka berdua, suara beradunya sangat nyaring.
Lelatu api pun pada meletik karenanya.
San Bin kaget. Ia merasakan .tangannya sakit dan
telapakan tangannya mengucurkan darah.
Kong Thian juga mundur tiga tindak. Ternyata dia
masih lebih unggul sedikit. Tapi dia pun terkejut, hingga
dia berpikir: "Benar-benar Kimto Cecu lihai! Dia baru
sembuh dari sakit berat, dan masih dapat melayani aku!
Dilihat begini, malam ini sukarlah aku memperoleh
hasil..." San Bin menahan rasa sakitnya. Ia penasaran. Tanpa
ayal, ia membacok, la menggunakan jurus "Gelombang
menggempur gili-gili." Itulah salah satu jurus utama dari
ilmu golok warisan keluarganya. Hanya kali ini ia
menyerang Cong Hay yang berada di dekatnya.
Bekas congkoan itu tidak mau menangkis, ia berkelit
dengan berlompat. Ia tahu bahwa ia tidak dapat
mengadu tenaga seperti Kong Thian.
Kiam Hong sudah lantas maju pula. Dengan
datangnya San Bin beramai, hatinya menjadi mantap.
Dengan pelbagai jurus dari ilmu pedang "Mengejar
Angin," ia mencoba mendesak musuhnya.
Cong Hay menjadi repot, karena ia mesti berjaga-jaga
untuk San Bin. Ia berkelahi dengan waspada. Ia pun
1006 mencari saatnya. Demikian selang sesaat, mendadak ia
menyerang Cecu itu.
Kimto Cecu dapat melihat datangnya senjata musuh,
dengan sebat ia menangkis. Senjata mereka bentrok,
pedang kena dibikin terpental.
Justeru itu, Kiam Hong menyerang.
Cong Hay terkejut, dia berkelit. Masih dia kurang
sebat. ujung pedang mengenai juga pundaknya hingga
pundak itu tergores berdarah!
Ketika itu LouwTo In, KokTiok Kin dan Lauw Wan Tat
sudah menyerbu. Karena kedua musuh tangguh, mereka
tidak mau membuang-buang waktu lagi.
Tiok Kin bersilat dengan pedang, dengan ilmu silat
Thaykek Kiamhoat, dan To In dengan semacam tongkat
yang dinamakan "Galah bambu hijau." Itulah senjata
peranti menotok jalan darah. Maka itu, dengan ilmu silat
lunak, mereka melawan ilmu silat keras. Sebaliknya Lauw
Wan Tat adalah jago silat Gwakee, ahli luar, bahkan dia
hampir mencapai puncaknya kemahiran. Tidak heran
kalau dia diangkat menjadi cecu yang nomor dua, atau
ketua muda. Bertiga mereka mengepung Le Kong Thian.
Pengurus rumah tangga dari Kiauw Pak Beng boleh
lihai sekali tetapi dikeroyok bertiga, dia terdesak,
terpaksa dia main mundur.
Yang Cong Hay melihat suasana buruk itu untuk
pihaknya Ia lantas menyerukan kawannya: "Saudara Le,
kau telah menyaksikan hal yang sebenarnya, maka itu
pergilah kau pulang, untuk memberi kabar kepada
majikanmu! Perlu apa kau masih mengotot berkelahi?"
1007 "Benar!" menjawab Kong Thian dengan seruannya.
"Mari kita pergi!"
Manusia raksasa itu mewujudkan perkataannya,
kebetulan Wan Tat lagi menyerang padanya, ia
menangkis dengan keras goloknya cecu nomor dua itu,
hingga kedua senjata beradu dan golok mental.
Wan Tat terkejut. Ia biasa puas dengan tenaganya
yang besar, siapa tahu sekarang ia menghadapi lawan
yang luar biasa tangguh itu. Ia lompat mundur,
tangannya dirasakan sakit. Seperti San Bin tadi,
telapakan tangannya sak-it-dan mengeluarkan darah,
hingga untuk sekian lama, tangan itu pun sesemutan.
Kong Thian tertawa terbahak, ia memutar bonekanya,
buat membuka jalan, untuk ia turun dari gunung, diturut
oleh Yang Cong Hay, yang pun dapat meninggalkan
lawannya. Hingga di lain saat, loloslah mereka berdua
San Bin mendongkol sekali, ia hendak mengejar.
"Jangan, peehu!" Kiam Hong mencegah. Nona ini tahu
orang baru sembuh, ia kuatir kesehatannya belum pulih
seseluruhnya. "Nona Im telah datang, baiklah kita
menyambut tetamu kita!"
San Bin suka menurut.
"Aku mendongkol sekali terhadap mereka!" katanya
sambil tertawa, seraya mengurut kumis jenggotnya
"sampai aku alpa menyambut tetamu kita! Nona Im,
maaf! Silakan duduk di dalam!"
Ketika itu Cio Cui Hong, atau Nyonya Ciu San Bin,
muncul bersama Ci Hiap, puteranya, ketika ia melihat Siu
Lan, ia lantas merangkul nona itu.
1008 "Kami terancam bahaya, syukur ada pertolongan
ibumu, nona!" katanya. "Sayang kami tidak dapat
menghaturkan terima kasih kepada ibumu itu. Kami
girang sekali atas kedatanganmu ini! Sebenarnya kami
hendak menyambut, tapi kau telah mendahului datang!
Jikalau kau tidak buat celaan, aku minta sukalah kau
memandang gunung kami sebagai rumahmu sendiri."
Siu Lan menangis dengan mengucurkan air mata. Ia
memberi hormat kepada nyonya yang manis budi itu.
"Aku mengucap terima kasih kepada cecu berdua,"
katanya. "Sudah, kita jangan bicarakan soal yang melukai hati,"
Kiam Hong menyelak. "Enci Lan, kau telah datang, inilah
bagus sekali! Kami semua memang sangat mengharapi
kedatanganmu!"
Cui Hong memegangi tangan si nona.
"Anak yang baik, aku minta janganlah kau pandang
kami sebagai orang luar," ia berkata pula. "Aku minta
sukalah kami dipandang sebagai sanakmu."
Siu Lan menepas air matanya.
"Peebo!" katanya, memanggil bibi pada nyonya itu.
"Ci Hiap!" memanggil Cui Hong kepada puteranya.
"Mari menemui adikmu! Kau menghaturkan terima kasih
yang ayahmu telah ditolongi."
Ci Hiap menghampirkan, meskipun likat, ia
memanggil: "adik!"
Siu Lan membalas hormat. Ia pun jengah.
1009 "Siauwcecu, maaf untuk perbuatanku baru-baru ini,"
katanya. Ciu San Bin tertawa terbahak.
"Tentang peristiwa yang sudah-sudah, buat apakah
ditimbulkan lagi?" katanya. Kemudian ia berpaling
kepada Ban Thian Peng, untuk berkata: "Aku mendengar
dari Nona Liong tentang kau, maka kau tinggallah di sini
bersama kami. Kau jangan sungkan-sungkan. Perihal
sakit hatimu itu, nanti kita mendamaikan bersama."
Thian Peng menghaturkan terima kasih.
Siu Lan menepas air matanya, terus ia memandang
Kiam Hong. "Apakah obat pemunah itu memberikan hasil?" ia
menanya perlahan.
Hati Kiam Hong terkesiap, tapi lekas ia menyahut:
"Aku justeru hendak meminta pertolongan kau, enci. Ciu
Cecu dan Leng Cecu sudah sembuh, melainkan Thio Giok
Houw yang masih sakit, entah apa sebabnya."
"Kalau begitu, aku minta enci mengantar aku
kepadanya," Siu Lan minta.
Nona ini bicara perlahan tetapi Kiam Hong dapat
membade dari suaranya bahwa orang ingin sangat
segera menjenguk Giok Houw.
"Baik sekali enci mau melihat dia," ia kata.
"Baiklah, pergi kamu masuk ke dalam!" Cui Hong turut
berkata. "Sebentar kita bicara pula."
Kiam Hong lantas memimpin Nona Im ke dalam,
langsung ke kamarnya Giok Houw.
1010 Pemuda she Thio itu rebah tanpa sadar seluruhnya,
mukanya tidak bersemu hitam lagi, cuma di alisnya
masih ada sedikit. Ketika itu, tangan dan kakinya panas
luar biasa. Siu Lan mengawasi sekian lama.
"Mungkin belum putus harapan," katanya sesaat
kemudian, perlahan suaranya. "Nanti aku coba..."
Kiam Hong girang mendengar perkataan itu.
"Enci membutuhkan obat apa?" ia tanya, cepat.
"Tak usah obat," sahut Siu Lan, mukanya lantas
menjadi merah. "Cukup dengan ini kamar yang sunyi."
"Baiklah," Nona Liong kata. "Maafkan aku, aku tidak
mau mengganggu pula pada enci."
Siu Lan mengangguk.
Kiam Hong lantas mengundurkan diri. Pintu kamar ia
tutup rapat. Ia berlega hati berbareng berduka, pedih
hatinya. Ia berlega hati karena ia percaya jiwa Giok
Houw bakal ketolongan, akan tetapi, urusannya sendiri"
Siu Lan berdiri di depan pembaringan, pikirannya
bekerja keras. Pikirannya itu ruwet sekali, la ingat
bagaimana Thio Giok Houw telah menampik lamarannya.
Ia ingat pesan ibunya. Ia pun ingat kata-katanya Kiam
Hong bahwa Giok Houw menyesal dan ingin bertemu
dengannya. Sebaliknya ia menyangsikan kata-katanya
Kiam Hong yang ingin turut In Hong ke Thiansan, untuk
tinggal bersembunyi sambil meyakinkan ilmu silat
pedang. Sebagai orang cerdas, ia dapat membade
hatinya Nona Liong itu. Teranglah nona itu sengaja
hendak merangkap jodoh ia dengan jodohnya Giok
1011 Houw. Dan sekarang seorang diri ia menemui Giok Houw
yang lagi sakit berat itu. Ia menyinta, ia membenci, ia
panas hati, ia penasaran, ia pun berkasihan...
Akhirnya ia mengertak gigi dan kata: "Musuhku, apa
juga sikapmu terhadap aku, sekarang aku hendak
menolongi dulu jiwamu!" Ia menyebut musuh sebab ia
mau menganggap pemuda itu seperti musuh...
Tanpa ayal lagi, Siu Lan duduk di sisi pembaringan.
Dengan hati-hati ia membalik tubuh Giok Houw, untuk
membukai pakaiannya. Selagi bekerja ini, kembali
pikirannya bekerja. Ia ingat bahwa mulanya ia sungkan
datang ke gunung ini, ia mengubah pikiran sesudah
penguburan jenazah ibunya dan otaknya menjadi sedikit
jernih. Ia lantas ingat kata-kata ibunya ketika si ibu
menyerahkan obat pemunah racun kepadanya: "Kau
berikan mereka seorang sebutir obat, tentang orang
yang ketiga terserah kepada Thian..." Mulanya ia tidak
mengerti, kemudian baru ia ingat yang isinya kotak
tinggal dua setengah butir. Obat yang setengah itu ialah
sisa obat yang dimakan ibunya. Sekarang ia mengerti
maksud ibunya itu. Kemudian, obat itu diserahkan
kepada Liong Kiam Hong, buat dibawa ke gunung.
Apakah yang terjadi di atas gunung" Bukankah Kiam


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong memberikan Giok Houw obat yang setengah butir
itu" Maka --- ketika itu --- hatinya menjadi tidak tenang.
Lalu ia ingat Ban Thian Peng, yang cukup gagah akan
tetapi pengalamannya kurang hingga sulit untuk dia
menuntut balas. Ia percaya, untuk semua itu, mungkin
ibunya mati tanpa mata meram. Jadi, pesan ibunya mesti
diwujudkan. Maka akhir-akhirnya, untuk Giok Houw,
untuk Thian Peng, ia berangkat juga ke gunung. Ia tidak
menyangka, Yang Cong Hay dan Le Kong Thian datang
1012 menyerbu, hingga ia terhalang dan terancam bahaya.
Syukur, dengan .munculnya San Bin beramai, musuh
dapat diusir pergi. Dan sekarang, selagi iamendukakan
ibunya, ia mesti menghadapi Giok Houw yang rebah tak
berdaya ini. Hati si nona terkesiap ketika tangannya kena meraba
tubuh si pemuda. Tubuh itu panas luar biasa. Segera ia
bekerja. Ia menaruh kedua belah tangannya di dada
pemuda itu, untuk mulai mengurut dengan perlahanperlahan.
Siu Lan pernah mempelajari Cit Im Tokciang, cuma ia
baru mendapatkan tiga bagian saja. Cit Im Tokciang itu
beda dari Kiuyang Tokciang yang sifatnya panas. Cit Im
bersifat dingin. Keduanya, sebenarnya saling
mempengaruhi, tinggal bergantung kepada latihan
masing-masing. Ketika itu hari Cit Im Kauwcu terhajar
Kiuyang Tokciang oleh Pektok Sinkun, sebenarnya ia
dapat menolong diri dengan jalan menggunakan hawa
dingin di tubuhnya mengusir hawa panas, apamau di
samping terkena pukulan Kiuyang Tokciang itu, ia pun
ditambah keracunan bubuk Siauwhun Hongku San,
karenanya, ia tidak sanggup mengobati dirinya lagi,
sedang obat pemunah yang ia makan cuma separuh,
obat itu tidak cukup kuat untuk menyembuhkannya.
Tenaga dalam Siu Lan masih belum berarti, maka itu
setelah menguruti Giok Houw sekian lama, ia merasakan
tubuhnya panas. Itulah sebab hawa panas dari si
pemuda tersalur pindah ke tubuhnya sendiri, hawa panas
itu telah tersedot hawa dinginnya yang masih lemah.
Tidak demikian, pasti hawa panas itu sudah terusir pergi.
Hampir ia tidak dapat bertahan. Syukur sekali, Giok
Houw sudah makan obat Pekleng Tan dari Thiansan dan
1013 separuh obat pemunah itu, maka juga, hawa panasnya
sudah berkurang banyak. Kalau tidak, pasti si pemudi
tidak dapat bertahan sama sekali.
Selagi tak sadarkan diri itu, Giok Houw merasakan
tubuhnya adem, dengan begitu, ia lantas mendusin. Ia
mengulur tangannya, untuk memegang lengannya si
nona. "Adik Hong!" ia memanggil, lemah. "Adik Hong!"
Mukanya Siu Lan menjadi merah sendirinya, hatinya
pun pedih. Dengan lantas ia menarik tangannya itu.
Giok Houw membuka matanya, lantas ia menjadi
kaget. "Ah, Siu Lan, kaukah?" katanya.
Segera setelah itu, ia mendapat tahu bahwa ia tak
berpakaian sama sekali.
Tangan yang lain dari Siu Lan masih menekan betulan
hati si pemuda.
Dalam herannya itu, Giok Houw bingung bukan main.
Di saat ia hendak membuka mulutnya, untuk menanya, si
nona sudah mengerebongi tubuhnya.
"Apakah sekarang kau merasa enakan?" tanya si
pemudi perlahan.
Giok Houw mengawasi. Sekarang ia sadar benarbenar.
Ia melihat Siu Lan bermandikan peluh, sedang
lengannya berwarna merah bercampurkan sinar hitam. Di
saat itu ia mengerti bahwa sebenarnya si nonalah yang
sudah menolong padanya, la terperanjat.
Pemuda ini pernah mendengar dari
1014 Kiam Hong tentang Cit Im Kauwcu dan gadisnya ini,
ketika itu lenyap kesan buruknya terhadap si nona, maka
sekarang, melihat perbuatan nona itu, sikapnya menjadi
lain sekali. "Nona Im, aku menghaturkan banyak-banyak terima
kasih kepada kau," katanya perlahan. "Sekarang ini aku
merasa enak banyak. Silahkan kau beristirahat!"
Siu Lan girang berbareng pedih hatinya. Tanpa
membuka suara, ia mengawasi Giok Houw, kemudian ia
mengeluarkan jarum emasnya, dengan sebat ia menusuk
beberapa kali telapakan tangannya sendiri hingga darah
hitam mengalir keluar dari telapakan tangan itu.
Giok Houw menyaksikan itu, dia terkejut.
"Eh, kau kenapakah?" tanyanya. "Mungkinkah kau
keracunan disebabkan kau menolongi aku?"
"Tidak apa-apa," menyahut si nona. "Kau jangan
kuatir." Di mulut Siu Lan mengatakan demikian, sebenarnya
pertolongannya itu membawa akibat rugi besar
baginya. Memang, keracunannya barusan tidak ada
artinya, dengan darahnya dikeluarkan, ia sudah selamat.
Kerugiannya itu yaitu ia meyakinkan Cit Im Tokciang dari
ibunya baru tiga bagian, dengan menolongi Giok Houw
itu, habis kepandaiannya yang belum mahir itu. Ia telah
berkurban untuk menolongi jiwa si anak muda. Tanpa ia
memberi penjelasan, melainkan ia sendirilah yang
mengetahui kerugiannya itu.
Giok Houw mengerebongi diri dengan bajunya, ia
duduk dengan menyundang.
1015 "Benar-benar aku merasa baikan." ia berkata pula.
Siu Lan tertawa.
"Itulah bagus!" katanya. "Nanti aku panggil enci Hong
datang kemari. Di dalam mimpimu kau memanggilmanggil
dia!" Giok Houw melihat bahwa orang tertawa bagaikan
dipaksakan, karenanya, hatinya bercekat. Siu Lan sendiri
sudah lantas berlari pergi.
Akan tetapi Nona Im tidak dapat mencari Kiam Hong.
Nona itu sengaja sudah menyingkir dari ianya.
Nona itu justeru tengah berada di gunung belakang,
lagi berjalan mundar-mandir dalam rimba bunga bwee.
Di dalam hatinya nona itu, atau lebih benar di depan
matanya, lagi berkelebat bayangannya Giok Houw dan
Siu Lan bergantian, lalu paling belakang tertampak
bayangannya Cit Im Kauwcu. Hingga bayangannya si
pemuda kena teralingkan.
"Ah!..." akhirnya ia menghela napas. "Biar bagaimana.
Siu Lan lebih harus dikasihankan, aku harus membikin
dia dapat mewujudkan angan-angannya!"
Nona ini telah mengambil keputusannya. Ia memoles
secabang bunga bwee. Tapi ia masih berdiri diam,
pikirannya masih bekerja. Tibatiba ia mendengar suara
tertawa, yang disusul dengan pertanyaan: "Adik Hong!
Bukannya kau pergi melongok Siauw Houw Cu, kau
justeru berada di sini! Kau lagi memikirkan apa?" Kiam
Hong terperanjat. Itulah suaranya In Hong. "Enci Hong!"
ia lantas berkata, "hari sudah begini malam, kenapa kau
masih keluar juga" Apakah kau sudah sembuh
seluruhnya?"
1016 "Sudah!" menjawab In Hong, tertawa pula. "Aku
menghaturkan banyak terima kasih kepada kau, yang
telah pergi mengambilkan obat untukku!"
"Enci harus mengucapkan terima kasih kepada Cit Im
Kauwcu. Dialah yang telah mengurbankan jiwanya untuk
kita." Nyonya Thian Touw menghela napas.
"Mereka ibu dan anak harus dikasihankan," ia kata.
"Baru saja aku melihat Siauw Houw Cu, di sana aku
bertemu dengan puterinya Cit Im Kauwcu itu. Dia
nampak sangat berduka."
Diam-diam Kiam Hong menghela napas, ia
membungkam. "Apakah Giok Houw maju baik?" ia tanya.
"Maju baik," sahut In Hong. "Eh. tahukah kau. Nona
Im itu tengah mencari kau" Aku menduga kau berada di
hutan ini, benarlah dugaanku. Mari kita sama-sama
melihat pula Siauw Houw Cu."
Kiam Hong menolak. "Tidak, aku belum ingin kembali,"
katanya. In Hong mencekal tangan orang. "Adik Hong, kau
memikirkan apa?" ia tanya, lembut.
"Tidak apa-apa. Enci, kapan kau hendak pulang?"
"Aku telah bicara dengan Ciu Ccecu suami isteri, aku
berniat pulang besok."
"Aku akan pulang bersama, enci."
In Hong heran. "Kenapa?" dia tanya. Nona itu tertawa.
"Aku berat berpisah dengan kau!" sahutnya. "Kita datang
1017 sama-sama, kita pulang bersama-sama juga." In Hong
tertawa. "Kau tidak tega meninggalkan aku, apakah kau
tega meninggalkan Siauw Houw Cu" Kau sekarang telah
berusia dewasa, aku tidak berani menginginkan kau lebih
lama lagi..."
Matanya Kiam Hong menjadi merah.
"Di kolong langit ini tidak ada pesta yang tidak bubar,"
bilangnya. "Jikalau aku tidak pulang, apakah aku mesti
berdiam terus di sini untuk selamanya?"
"Ah!" In Hong bersuara tertahan. "Tidak, kau tentunya
ada memikir sesuatu! Lain orang dapat kau pedayakan,
apakah aku juga kau hendak mendustainya?"
"Enci, aku hendak meminta sesuatu dari kau." kata
Kiam Hong, yang mengegosi kata-kata orang. "Apakah
itu. adik Hong?" "Akulah orang yang dirawat dan dididik
kau, maka selanjutnya aku ingin menemani kau. enci.
Enci hendak membangun satu partai persilatan ilmu
pedang, meski aku tidak mempunyai guna, dapat juga
aku mengerjakan segala catatan. Inilah permintaanku.
Maukah enci meluluskannya?" In Hong tertawa. "Di
belakang hari pastilah ilmu pedangku aku turunkan
kepada kau," ia berkata. "Ah, kau pasti bukan memikir
soal demikian."
Hati Kiam Hong menjadi pedih. "Enci..." katanya
perlahan. Cuma sebegitu kata-katanya, atau air matanya
lantas meleleh turun.
In Hong mengawasi, lalu ia mengangkat kepalanya. Ia
berpikir. Tiba-tiba ia ingat.
"Cit Im Kauwcu telah memberikan obatnya, tidakkah
itu hanya untuk Siauw Houw Cu?" ia tanya.
1018 "Benar. Itu pun dapat dikatakan untuk kebaikan
puterinya."
"Oh, mengertilah aku sekarang!"
Cuma sebegitu Nona Leng dapat berkata, lantas ia
berdiam. "Nona Im harus lebih dikasihankan daripada aku,"
berkata Kiam Hong. "Dia juga seorang anak yang baik,
engko Houw dapat menyukai dia..."
Ketika tadi In Hong menjenguk Giok Houw, mulai dari
luar ia sudah mendengar suara orang bicara di dalam
kamar dan ia mengenali, itulah bukan suaranya Kiam
Hong. karenanya, ia mengintai dari jendela. Ia tidak tahu
bagaimana caranya Giok Houw harus diobati, ia melihat
bagaimana erat pergaulannya Giok Houw dengan Siu
Lan. Ia batal masuk ke dalam kamar, bahkan ia
menyingkir, setelah Nona Im keluar, untuk mencari Kiam
Hong, baru ia muncul, akan menemui puterinya Cit Im
Kauwcu itu. Ketika itu ia heran dan bercuriga. Sekarang
ia melihat sikapnya Kiam Hong dan mendengar kata-kata
nona ini, ia menjadi ingat halnya Giok Houw dan Siu Lan
itu. Ia berpikir: "Giok Houw mendapat pertolongan besar
dari Siu Lan, karena pertolongan itu, suatu budi besar,
mungkin dia jadi menyukai nona itu. Ini pun beralasan."
Karena ia ingat nasib buruk Nona Im, ia menjadi tidak
memikir untuk menegur nona itu sudah merampas
kekasih orang, la bahkan lantas ingat, soal pemuda dan
pemudi sungguh sulit.
Malam itu indah, suasana tenang sekali, hawa udara
pun bagus, akan tetapi mendadak In Hong merasakan
hatinya dingin.
1019 "Aku menyangka jodoh mereka ialah jodoh yang
cocok, tidak tahunya muncul perubahan ini." pikirnya
pula. Ia lantas mengawasi Kiam Hong, roman siapa
sangat berduka, sinar matanya layu, tanpa merasa ia
menghela napas.
"Kau suka menemani aku, inilah yang aku minta pun
tidak dapat," ia bilang sesaat kemudian, "akan tetapi di
samping itu aku harus menyayangi kau..."
"Apakah itu. enci?" Kiam Hong memotong. "Aku minta
apa yang aku rasa cocok dengan hatiku, jikalau tidak,
walaupun aku memperoleh seorang yang aku sukai,
belum tentu itu akan merupakan kebahagiaan. Laginya.
di dalam dunia ini. ada berapakah pasangan yang
demikian sempurna seperti pasangan enci Sin Cu dengan
Yap Toako"..."
Tidak niatnya Kiam Hong untuk menyinggung In
Hong, sesudah ia mengucapkan kata-katanya itu, baru ia
merasa, maka ia merasakan hatinya tidak tenteram
sendirinya. Ia melihat muka In Hong menjadi pucat dan
tubuhnya bergetar.
"Kata-katamu ada alasannya," kata Nona Leng.
"Memang jodoh yang tepat sangat sedikit. Dengan tidak
menikah seumur hidupnya, orang dapat mengurangi
banyak keruwetan..."
In Hong ingat perjodohannya dengan Thian Touw.
Mereka bersaudara misan, sejak masih kecil, mereka
sudah suka satu pada lain. lantas mereka mengikat janji.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekian lama pernikahan mereka terhalang, selama itu
keras mereka memikirkan satu kepada lain. Sebaliknya,
Giok Houw dan Kiam Hong hanya bertemu seperti baru
sekelebatan, hubungannya belum lama dan tak serat
1020 hubungan mereka berdua. Tapi, sesudah mereka
menikah, apa jadinya" Setelah hidup bersama, ada
pertentangan di antara mereka. Mereka membawa
pikirannya masing-masing. Demikian mereka berpisah...
"Enci, Hok Toako sangat mengharapi pulangmu," kata
Kiam Hong kemudian. "Jikalau enci pulang, meskipun
ada kerenggangan itu, enci dapat menambalnya. Enci,
baiklah kau jangan bersusah hati."
"Ah, adik Hong, kau tidak mengerti," In Hong
menjawab. "Keadaan kami sulit sekali... Kecuali aku
dapat merubah pikiranku, atau dia yang dapat mengubah
pikirannya, maka pertentangan persesuaian di antara
kami sangat sukar untuk diperpadukannya..."
Kiam Hong mengawasi terus, ia sangat berduka.
"Kali ini aku pulang," berkata pula In Hong, "aku tidak
bermaksud seperti dia itu, untuk mengurus diri sendiri
saja, untuk berdiam untuk selamanya di atas gunung
Thiansan. Kau telah tinggal sekian lama di sini, kau
tentunya telah dapat melihat. Semua saudara di sini,
makannya tidak kenyang, pakaiannya tidak hangat,
sudah mereka digencet tentera negeri dan bangsa asing,
mereka juga mesti melindungi rakyat jelata! Karena itu
dapatkah kita mengeram diri di atas gunung untuk tidak
mendengar dan memperhatikan penderitaan mereka
itu?" "Hok Toako sangat berkukuh kepada peryakinan ilmu
pedang," kata Kiam Hong, "dari itu bukan pada dasarnya
yang sifatnya demikian rupa. Aku percaya mungkin sekali
kemudian cita-cita enci dan Hok Toako yang
bertentangan itu akan saling bertemu juga."
1021 "Sebenarnya aku pun mengharap demikian," In Hong
bilang. "Sudahlah, sekarang sudah tidak siang lagi, mari
kita masuk untuk beristirahat. Besok kita bakal
berangkat."
Malam itu Kiam Hong tidur gulak-gulik, terus sampai
sang pagi muncul, ia tidak dapat tidur barang sekejap.
Kata-katanya In Hong membikin ia berpikir banyak.
Keadaan ia dengan keadaannya Nona Leng itu berlainan.
Mengenai Giok Houw, ia kenal baik sifatnya pemuda itu.
Di mulut Kiam Hong mengatakan Giok Houw kalah
gagah daripada Thian Touw, tetapi sifat mereka lain.
Giok Houw itu, kalau mengerjakan sesuatu, tidak pernah
ingat paling dulu kepada kepentingan pribadi. Ia cocok
dengan sifatnya pemuda itu, karenanya, ia merasa
bangga. Tapi sekarang ada sesuatu yang menyelak di
antara mereka, maka ia menjadi sangat berduka. Ia
berkasihan untuk nasib buruk dari Im Siu Lan. Maka itu,
di dalam hatinya, ia mengharap-harap Giok Houw dapat
melupakan padanya...
Bersama-sama Kiam Hong. pagi itu In Hong menemui
Ciu San Bin suami isteri, untuk berpamitan. Cui Hong
heran mendapatkan Nona Liong hendak pergi bersama,
la hendak menahan nona itu ketika Kiam Hong
mendahului ia berkata: "Aku mempunyai satu urusan
untuk mana aku mesti turut enci In Hong. Lain kali aku
akan kembali ke sini. Aku telah bicarakan hal ini dengan
Thio Giok Houw. Sekarang dia lagi sakit, aku tidak
pamitan lagi dengannya, tetapi di sini ada sepucuk surat,
aku minta tolong disampaikan kepadanya. Segala apa
yang aku belum bicarakan, aku telah tulis di dalam surat
ini." 1022 Nona itu benar-benar menyerahkan suratnya kepada
Nyonya San Bin.
Keberangkatan nona itu, Cui Hong merasa, ada apaapanya
yang luar biasa, ia hanya tidak menyangka orang
sebenarnya mau menyingkir dari Giok Houw. Sebagai
orang " Kangouw sejati, tidak dapat ia menanyakan
sesuatu kepada si nona, sebab sudah terang nona itu
tidak mau bicara. Kalau sebaliknya, mesti si nona
memberi keterangan tanpa diminta lagi. Setiap orang
Kangouw tak seharusnya mencari tahu urusan pribadi
lain orang. "Nona Liong, inilah kata-katamu," ia kata, tertawa.
"Kau bakal kembali!"
Demikian nyonya ini mengantarkan nyonya dan nona
itu pergi. Kemudian, selagi ia mau pergi kepada Giok
Houw, untuk menyampaikan suratnya Kiam Hong. Siu
Lan muncul mencari nona itu
"Nona Liong baru saja berangkat. Apakah kau tidak
tahu?" ia tanya Nona Im.
Siu Lan terkejut.
"Nona Liong pergi?" dia tanya, mendelong.
"Kenapakah?" balik tanya Cui Hong, heran. "Ada
urusan apakah maka kau mencari dia?"
Siu Lan membikin tenteram hatinya.
"Giok Houw ingin bicara dengannya," ia menjawab.
Nyonya San Bin menjadi bertambah heran.
"Dia membilangi aku bahwa dia telah bertemu dan
berbicara dengan Giok Houw," katanya. "Pula ini ada
1023 suratnya yang harus disampaikan kepada pemuda itu.
Apakah barusan kau bertemu sama Giok Houw?"
"Sebentar barulah aku hendak melihat pula
penyakitnya." Siu Lan menyahut. "Kemarin sore, ketika ia
mendusin, ia lantas saja minta bertemu dengan Nona
Liong. Kenapa dia pergi?"
Cui Hong heran sekali. Ia menunjuki suratnya si anak
muda. "Mungkinkah kedua bocah itu bentrok?" ia kata,
tertawa. "Karena kau hendak melihat penyakitnya anak
ini, nah. kau saja yang tolong menyampaikan surat ini
padanya." Cui Hong ketahui baik eratnya pergaulan Giok Houw
dengan Kiam Hong. ia tidak percaya mereka itu
berselisih, maka itu, ia tertawa, akan tetapi, melihat
romannya Siu Lan. yang seperti hilang semangatnya, ia
heran. Pikirnya: "Mereka ini, setelah merasakan
kesukaran bersama, sekarang mirip enci dan adik..."
Nyonya ini menyangka Siu Lan memberati kepergian
Kiam Hong, tidak tahunya. Nona Im menderita berlipat
ganda. Dengan membawa surat Kiam Hong, dengan hati
tertindih, dengan tindakan berat, ia masuk ke dalam. Ia
tahu baik kenapa Nona Liong pergi. Maka ia kata di
dalam hatinya: "Untukku, dia suka meninggalkan orang
yang dia sayangi, maka itu, andaikata aku beruntung
menikah Giok Houw, bukankah keberuntungan itu
keberuntungan yang ditukar dengan penderitaannya dia
itu?" Malam itu, setelah memperoleh cara pengobatannya
Siu Lan, Giok Houw dapat tidur nyenyak. Ketika Siu Lan
1024 masuk ke dalam kamarnya, baru saja ia mendusin.
Segera ia mendapat lihat muka si nona lesu dan kucai,
seperti ada yang dipikirkan.
"Nona Im. karena kau mengobati aku, kau banyak
capai," ia berkata. Agaknya ia menyesal. "Hari ini aku
merasa enakan, maka itu, pergilah kau beristirahat. Nusa
baru kau datang pula untuk mengobati lebih jauh
padaku." Pemuda ini tidak ketahui ilmu pengobatan, akan tetapi
sebagai orang yang mengerti ilmu silat, ia tahu baik apa
akibatnya Im Siu Lan sudah mengobati ia dengan
menggunakan kepandaian Cit Im Tokciang -" dengan
hawa dingin melawan hawa panas. Tentulah kesehatan si
nona terganggu. Maka ia ingin si nona beristirahat
selama dua hari.
Mengetahui bahwa orang sangat memperhatikan ia,
Siu Lan girang berbareng pedih. Tapi ia memaksakan diri
untuk tertawa. "Aku tidak letih," katanya. "Sakitmu sudah sembuh
enam atau tujuh bagian, maka kalau kau diobati satu kali
lagi, kau akan sembuh seseluruhnya. Bukankah memukul
besi harus selagi masih panas?"
Giok Houw tidak berani menampik.
"Nona Im," katanya, "aku tidak tahu bagaimana harus
membalas budimu yang besar ini." Tapi, baru dia berkata
begitu, lantas dia menanya: "Mana Kiam Hong" Kenapa
dia tidak datang melihat aku?"
Siu Lan terdiam. Tapi ia tahu. tidak dapat ia tidak
berbicara. 1025 "Nona Liong... dia... dia sudah pergi." sahutnya. "Ini
suratnya untukmu."
Giok Houw terkejut hingga dia berseru: "Apa" Dia
telah pergi?" Dia lantas menyambuti surat, untuk segera
dibuka. Hati Siu Lan berdebaran, ia mengawasi pemuda di
depannya itu. yang ia cintai hingga ia tergila-gila Ia
mendapatkan, sembari membaca, tubuh si pemuda
menggigil, mukanya menjadi pucat, kemudian Giok Houw
berseru-seru: "Tidak! Tidak! Inilah tidak bisajadi! Inilah
tidak bisajadi!"
"Thio Tocu," kata Siu Lan. "Kau... kau... kau mau
apa?" Giok Houw berlompat bangun.
"Aku mau pergi kepada adik Hong!" dia menyahut.
"Aku hendak tanyakan sendiri, depan berdepan!"
Siu Lan menghalang di depan pintu.
"Jangan!" ia berkata. "Kau belum sembuh betul!
Laginya Nona Liong sudah pergi jauh..."
Muka Giok Houw menjadi merah, lalu merah padam,
sebab otot-otot di mukanya pada timbul, nampaknya
gelap. Bagaikan orang yang hilang semangatnya dia
menolak dengan kedua tangannya.
"Jangan rintangi aku!" dia berteriak.
Pedih hati Siu Lan, ia pun berkuatir. Saking terpaksa,
iamenotok. Giok Houw boleh gagah dan menang dari si nona,
akan tetapi dalam keadaan seperti kalap itu, ia tidak
1026 bersiaga. Ia pun baru saja mulai sembuh. Maka tanpa
dapat berkelit lagi. ia roboh pingsan.
Siu Lan menghela napas lega. Ia pondong tubuh
pemuda itu, untuk dengan hati-hati direbahkan di atas
pembaringannya. Dengan lantas ia menggunakan jarum,
menusuk jari tengah orang, untuk mengeluarkan
darahnya. Barusan ia menotok karena tidak ada jalan lain
lagi. Sisa racun dalam tubuh Giok Houw belum terbasmi
semua, karena hatinya goncang dan dia menggunakan
tenaga terlalu besar, Giok Houw dapat merusak
kesehatannya yang belum pulih itu, jikalau racun masuk
ke jantungnya, maka sulitlah untuk mengobatinya.
Sinar matahari masuk dari antara jendela, mensoroti
muka Siauw Houw Cu. Muka itu pucat. Warna guramnya
tadi telah lenyap tujuh atau delapan bagian. Perlahanlahan,
terlihat sedikit warna dadu. Walaupun wajah itu
perok. di sana masih bersisa roman tampannya.
Berdiri di depan pembaringan, Siu Lan mengawasi
terus. Inilah orang yang ia gilai, tetapi hati orang tidak
ada padanya... Maka ia bersedih bukan main. Ia
bersusah hati tak kalah dengan susah hatinya si pemuda
sebab kepergiannya Kiam Hong itu. Tadinya ia masih
mempunyai sedikit pengharapan, ia mengharap setelah
perginya Kiam Hong, hati Giok Houw dapat berubah
perlahan-lahan. Sekarang, sikapnya si pemuda membikin
ludaslah sedikit pengharapannya itu...
Dengan terus mengawasi, Siu Lan dapat melihat
suratnya Kiam Hong yang tertindih tubuh Giok Houw.
Dengan perlahan ia mengambil itu.
1027 Tidak ada sama sekali niatnya mencuri lihat surat lain
orang, akan tetapi ia terpengaruh rasa herannya, rasa
ingin tahunya, ia toh membaca juga
Nona Liong menulis begini:
"Engko Houw yang baik!
Engko, aku ketahui kau bakal lekas sembuh
seluruhnya aku girang sekali. Tapi, engko, pagi ini ada
satu hal yang memaksa aku mesti lantas berangkat,
saking tergesa-gesa tidak dapat aku pamitan dari kau.
Engko lagi sakit dan aku pergi jauh, aku menyesal sekali,
jikalau kau menggusari aku, aku tidak dapat membilang
suatu apa Engko, aku mempunyai kesulitanku sendiri.
Aku ingat bagaimana pada hari-hari yang lalu kita
bersama melakoni perjalanan laksaan li, bagaimana kita
berpisah tetapi toh berkumpul kembali, bagaimana
mempercayai aku, sedang dalam setiap kesulitan, kita
saling membantu. Dalam hidupnya seorang manusia,
kalau dia mendapatkan orang yang mengenal hatinya,
apa lagi yang dia harapi" Tetapi, engko, ada satu hal
yang engko belum ketahui dan hari ini tidak dapat aku
tidak memberitahukannya.
Ketika adikmu ini masih kecil sekali, oleh ibuku aku
telah dijodohkan kepada satu anak dari tetangga kami,
kemudian karena pelbagai kekacauan dan kita berpisah,
sampai sebegitu jauh di antara kita tidak ada kabar
ceriteranya satu dengan lain, hingga pihak sana itu tidak
diketahui dia masih hidup atau sudah mati, dan pihakku
pun tidak memikirkannya lagi. Akan tetapi di luar dugaan
kami kemarin ini enci Hong memberitahukan aku bahwa
dia itu berada di Kanglam dan ibuku pun telah mendapat
kabar perihalnya. Tentu sekali, ibu tidak dapat
1028 menyangkal janjinya, tidak perduli orang itu melarat atau


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana. Maka sekarang aku mesti berangkat ke
Kanglam, aku mesti menurut akan kata ibu, kemudian
aku akan ikut ibu pergi ke Kanglam.
Engko. adikmu harap selanjutnya janganlah engko
pikirkan pula adikmu ini. Adikmu harap engko merawat
diri baik-baik."
Siu Lan menghela napas.
"Ah, pantaslah Giok Houw menjadi seperti kalap..."
pikirnya. "Tapi, benarkah kata-katanya Kiam Hong ini"..."
Tidak lama nona ini bersangsi, lantas ia mengerti,
dapat ia membade maksudnya Nona Liong itu.
"Teranglah dengan ini ia hendak membikin putus
pengharapannya Giok Houw," pikirnya. "Sengaja ia
menulis bahwa ia telah ditunangkan itu! Oh, enci Liong,
untukku ini, kau membuatnya dirimu bersengsara..."
Tanpa merasa mengucurlah air matanya mengenai
surat itu. Nona Im berjalan mundar-mandir, pikirannya kusut- Ia
ingat maksudnya ibunya memberikan obat pemudah
racun kepada Kiam Hong, ya ingat juga penderitaan
ibunya yang mati bersengsara itu.
"Ibu bernasib buruk, dia menderita, dia tidak dapat
menikah dengan orang yang dia cintai. Seumurnya, ibu
senantiasa memikirkan kekasihnya itu, sampai kakek
memaksa dia menikah, hingga terlahirlah aku. Sampai
ajalnya tiba, ibu menyesal dan tersiksa..."
Lantas Siu Lan ingat peristiwa sedih dan dahsyat di
dalam kuil di mana ibunya terbinasa. Ia bergidik.
1029 Ibunya itu ialah suatu contoh.
"Jikalau dua hati tidak saling menyinta, tak luput
orang dari akhir yang menyedihkan. Thio Giok Houw
menyintai Liong Kiam Hong, umpama kata toh terjadi
juga aku menikah dengannya, kalau kemudian dia
mendapat tahu duduknya hal yang benar, mungkin dia
menjadi seperti ibuku, yang seumurnya terus menyintai
kekasihnya, hingga terhadap aku, mungkin dia
mendendam kebencian..."
Mengingat ini, bagaikan orang baru mendusin dari
tidurnya, Siu Lan sadar, maka itu, meski hatinya sakit,
pikirannya toh terbuka, ia merasa lega. Perlahan-lahan ia
membuka jendela, membiarkan sinar terang masuk ke
dalam, untuk menyingkirkan keguraman seperti
keguraman hatinya itu. Hawa segar pun masuklah.
Nona ini melipat pula suratnya Kiam Hong itu, ia
masuki ke dalam sakunya si anak muda, kemudian ia
meraba nadi orang, yang telah pulih seperti biasa. Maka
lantas ia menotok, untuk membebaskannya, untuk
membikin orang sadar.
Giok Houw membuka kedua matanya, terus ia bangun
untuk berduduk.
"Ah, mengapa kau mencegah aku?" ia tanya,
perlahan, menghela napas.
Siu Lan memaksakan bersenyum.
"Kesehatanmu belum pulih, umpama kata aku
membiarkan kau menyusul, kau pun tidak bakal dapat
menyandak." ia kata, sabar.
1030 Giok Houw dapat memikir, ia merasa kata-kata si nona
benar. Maka ia berdiam. Siu Lan bersenyum ketika ia
berkata pula: "Nona Liong membilang dia mau turut Leng
Lihiap pulang ke Thiansan untuk meyakinkan ilmu silat
pedang, bukankah maksudnya itu baik sekali " Kau
agaknya sangat berduka, kenapakah?"
"Apa benar dia membilang demikian kepada kau?"
Giok Houw menegasi.
"Perlu apa aku mendustai kau?"
"Ah, kau tidak tahu, kau tidak tahu..." kata si anak
muda. Di dalam saat sangat berduka seperti itu, ingin ia
memperoleh satu kawan sehati kepada siapa ia bisa
beber kedukaannya, untuk mengutarakan berapa besar
cintanya terhadap Kiam Hong. Tapi kapan ia ingat ia
berhadapan dengan Siu Lan, ia bersangsi. Demikian
iamerandak. Siu Lan sebaliknya tertawa.
"Aku tahu kau menyintai Nona Liong" katanya, terus
terang. "Sebaliknya kau tidak mengetahui, dia
sebenarnya menyintai kau sepuluh lipat lebih besar!"
Giok Houw melengak.
"Bagaimana kau ketahui itu?" ia tanya. "Apakah ia
bicara sendiri dengan kau?"
Siu Lan tidak menjawab pertanyaan itu. Sebaliknya, ia
menanya: "Tahukah kau bagaimana caranya Nona Liong
ketika ia minta obat untukmu" Tentang itu aku melihat
dengan mata dan mendengar dengan telingaku sendiri,
maka perihal hatinya itu, aku tahu baik sekali."
1031 Meski ia menanya, nona ini toh lantas menjelaskan
segala perbuatan Kiam Hong ketika nona itu datang
kepada ibunya, untuk meminta obat. Ia menuturkan juga
bahaya yang ditempuh si nona, demikian segala hal yang
dialami ia dan ibunya sampai ibunya menutup mata.
Semua hal itu, belum pernah Kiam Hong
memberitahukan si anak muda. Giok Houw mendengari
dengan perhatian, ia heran dan kagum. Sungguh besar
bahaya yang dihadapi Kiam Hong dan Cit Im Kauwcu
semua. "Kalau begitu, benar-benar ia menyintai aku lebih
daripada ia menyintai dirinya sendiri," pikirnya.
"Dialah seorang nona gagah dan mulia, maka itu,
taruh kata benar keterangannya, ia mempunyai jodoh
dengan lain orang, tak usahlah ia tunduk kepada aturan
kuno itu..."
Baru saja memikir demikian, atau Giok Houw sudah
memikir lainnya.
"Kita telah berkenalan lama, tidak ada apa-apa yang ia
tidak bicarakan padaku," demikian pikirnya pula, "kenapa
ia tidak pernah omong jodohnya itu" Dan enci In Hong
tidak pernah mengatakannya juga" Kenapa sekarang Siu
Lan bicara begini rupa?"
Pemuda ini tidak tahu, alasannya Kiam Hong itu pun
alasan yang baru didapat karena kepergiannya yang
mendadak. Setelah pikirannya makin sadar, Giok Houw merasakan
sikapnya Kiam Hong itu aneh, hanya masih ia belum
dapat menduga dengan tepat sebabnya itu.
1032 Siu Lan mengawasi anak muda itu, yang mulai tenang
hatinya, maka ia pun merasa lega.
"Mari aku mengobati kau lagi satu kali," katanya
bersenyum manis. "Setelah ini, sesudah sehat betul, kau
boleh pergi susul adik Liong-mu itu."
Giok Houw menurut, ia merebahkan dirinya. Selagi si
nona membukai bajunya, ia kata: "Nona lm, benar-benar
aku tidak tahu bagaimana aku harus menghaturkan
terima kasihku terhadapmu..."
Ia berterima kasih bukan untuk pertolongan
pengobatan saja, juga untuk hiburannya yang
membuatnya hatinya tenang. Dari nona ini pun ia
mendapat tahu bagaimana besar Kiam Hong menyintai
ia. Di samping itu, terhadap si nona, ia menjadi ingin
bersahahat dengan sejujurnya. Tentu sekali, ia tidak
ketahui, walaupun mulut si nona manis, senyumannya
murah, hatinya sebenarnya sakit dan pedih. Ia, yang
dicintai, tidak ada hatinya terhadapnya..."
Siu Lan sudah lantas memberikan pertolongannya, la
menggunakan waktu setengah jam. Dengan begitu ia
bisa menyingkirkan sisa racun yang terakhir. Dengan
begitu, sakitnya Thio Giok Houw telah disembuhkan.
Tapi, dengan begitu juga, habislah semua kepandaiannya
ilmu Cit Im Tokciang yang ia baru dapatkan tiga bagian
itu. Hari itu Ciu San Bin serta isteri, begitu juga pemimpinpemimpin
lainnya, datang menjenguk si anak muda.
Semua merasa girang akan mendapatkan orang telah
pulih kesehatannya, hingga tinggal kesegaran saja yang
harus dikembalikan. Maka itu, San Bin melarang orang
turun gunung dulu.
1033 Sementara itu, di luar dugaan. Siu Lan turun gunung
dengan diam-diam, tanpa pamit lagi.
Malam itu Nona Im berpikir keras. Setelah berkutat
sekian lama, ia mengambil putusannya. Untuk Giok
Houw, hendak ia pergi menyusul Kiam Hong. Hendak ia
menjelaskan kepada Kiam Hong tentang rahasia hatinya.
Untuk San Bin, ia meninggalkan sepucuk surat. Di tengah
malam, diam-diam ia menghampirkan kamarnya Giok
Houw. Ia tidak masuk ke dalam kamar hanya mengawasi
dari luar jendela. Di situ ia mengeraskan hatinya, ia
menahan pedih hatinya. Ia memutar tubuhnya, untuk
terus turun gunung.
Di hari kedua Giok Houw bangun pagi-pagi. Ia merasa
tubuhnya segar, ia lantas duduk bersamedhi. untuk
menyalurkan pernapasannya. Latihan ilmu dalam itu
membuatnya segar sekali. Ia menduga, lagi lima hari, ia
tentu akan sudah dapat turun gunung. Ia merapikan
pakaiannya, untuk keluar dari kamar. Inilah yang
pertama kali ia mendapat hawa luar semenjak sakitnya,
ia mendapatkan sinar matahari yang nyaman. Dalam
gembiranya itu, ia pergi mengunjungi San Bin, untuk
membikin girang cecu itu.
San Bin dan isteri mendapatkan Giok Houw dapat
turun dari pembaringannya, senang hati mereka. Akan
tetapi matanya si anak muda tajam sekali. Pada wajah
girang suami isteri itu ada tersembunyi sesuatu. Maka
diam-diam ia berpikir dan matanya mencari-cari. Lantas
ia lihat sepucuk surat di atas meja. Ketika barusan ia
datang ketempatnya suami isteri itu. Cui Hong
meletakkan surat di atas meja.
1034 "Apakah ada terjadi sesuatu?" ia tanya. Ia melengak.
"Surat siapakah itu?"
Cui Hong menghela napas. Ia tidak dapat mendusta.
"Nona Im sudah pergi," katanya, perlahan. "Inilah
suratnya."
Giok Houw terperanjat. Benar-benar, itulah di luar
dugaanya. "Dia pergi"..." katanya. Cuma sebegitu ia dapat
menanya. "Benar. Kami ingin menahan dia. tidak tahunya dia
pergi dengan diam-diam."
Nyonya San Bin menyerahkan suratnya Siu Lan itu.
Giok Houw membaca. Singkat suratnya Nona Im.
Mulanya ia menghaturkan terima kasih kepada San Bin
suami isteri, akhirnya ia minta tolong agar Ban Thian
Peng suka dibantu di mana bisa. Tentang kepergiannya,
ia tidak bilang apa-apa.
"Mungkinkah dia mencela perlayanan kami?" kata Cui
Hong. "Inilah aku sangsi. Lebih mungkin ialah ia
mempunyai suatu urusan penting tentang mana ia tidak
suka memberitahukan kita..."
"Apa mungkin dia hendak mengurus partainya?" kata
San Bin. "Ibunya ialah kauwcu dari Cit Im Kauw. Kalau
begitu, kenapa dia pergi tanpa pamit lagi?"
Giok Houw membiarkan suami isteri itu saling
menduga, la sendiri, mengertilah ia sebab kepergiannya
si nona. Ia telah melihatnya dari arah dekat selama dua
hari ini. 1035 "Giok Houw, bagaimana kau pikir?" kemudian Nyonya
San Bin menanya si anak muda.
"Ah, aku... aku..." sahut anak muda itu, masgul. "Aku
merasa dia harus dikasihani..."
"Ya, dia memang harus dikasihani," berkata si
nyon>a. "Aku justeru memikir bagaimana harus
mempernahkan dia, tetapi dua hari ini aku terlalu repot.
Dia baru datang, aku tidak menduga dia bakal berlalu
dengan begini cepat, hingga belum sempat aku berbicara
dengannya."
"Coba panggil Ci Hiap" tiba-tiba San Bin berkata.
"Orang sudah pergi, untuk apa memanggil Ci Hiap?"
sang isteri kata.
San Bin tidak menyahuti, ia melainkan bersenyum.
Melihat sikap suaminya itu. Cui Hong ingat apa-apa,
lantas ia mengerti.
"Benar!" katanya. "Biar Ci Hiap diperintah menyusul
dia!" Malamnya yang Siu Lan tiba di gunung, San Bin dan
isterinya sudah berdamai. Mereka pikirkan daya untuk
membalas kebaikannya Cit Im Kauwcu serta gadisnya.
Kesudahannya mereka setuju untuk mengambil Siu Lan
sebagai nona mantu mereka.
Tak lama. Ci Hiap muncul. Ia menanya ada urusan
apa. "Nona Im pergi, tahukah kau?" sang ayah tanya.
Ci Hiap heran. "Kapan perginya?" ia tanya.
1036 "Tadi malam." sahut Cui Hong. "Mungkin dia belum
pergi jauh."
San Bin, dengan roman sungguh-sungguh, berkata:
"Nona itu benar berasal dari kalangan sesat tetapi dia
dan ibunya melempar budi kepada kita. karena itu sudah
sepantasnya jikalau kita tidak membiarkan dia
terumbang-ambing dalam perantauan."
"Lagi pula ia pun sudah menolong saudaramu, Giok
Houw," Cui Hong menyambungi. "Turut penglihatanku,
meski ia asal kaum sesat, ia sendiri berhati lurus?"
"Maka itu," San Bin menambahkan, "aku hendak minta
Tie Pangcu bersama kau pergi turun gunung, untuk


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyusul nona itu, setelah dapat diketemukan. kau
minta ia suka kembali kemari. Umpama kata ia hendak
mengurus dulu urusan partainya, itulah urusannya
sendiri, kamujangan campur. Biar bagaimana, ialah
seorang nona dan ia bersendirian saja hidup dalam
perantauan, aku kuatir ia menghadapi bahaya Setelah
bertemu si nona, kau cari tahu dulu sikapnya Apabila
karena mengurus partainya ia tidak dapat segera
kembali, kamu bantulah secara diam-diam, untuk
melindungi. Di sini ada Lioklimcian, kau boleh bawa,
andaikata ada perlunya, dengan ini kau boleh minta
bantuannya sekalian paman kaum Rimba Persilatan."
Ciu San Bin menjadi bengcu.
kepala perserikatan, kaum Lioklim atau Rimba
Persilatan di wilayah Utara, ia juga berusia tinggi dan
dimalui umum, meski wilayah Selatan bukan masuk
lingkungan pengaruhnya kaum Rimba Persilatan di
Selatan itu menghormati ianya dengan adanya
1037 Lioklimcian. Panah Rimba Persilatan, menjadi pertanda,
di mana ia sampai. Ci Hiap bisa minta bantuan setempat.
Ketika Giok Houw mendengar tindakannya San Bin itu.
diam-diam ia berlega hati untuk Siu Lan, sedang hatinya
sendiri turut lega sedikit.
Justeru itu seorang laskar datang memberitahukan:
"Ban Kongcu datang minta menghadap Cecu."
"Bagus! Silakan ia masuk!" kata San Bin.
Ban Thian Peng datang dengan roman duka, lantas ia
menanya, perlahan: "Katanya enci-ku pergi, benarkah?"
"Benar," jawab San Bin. "Ia meninggalkan surat
menghendaki kami minta kau suka terus berdiam sama
kami di sini. Tidak lamajuga ia bakal kembali."
"Tidak, aku ingin pergi menyusul dia," kata Thian
Peng. "Kami sudah menyuruh orang pergi menyusul," San
Bin kasi tahu. "Ibunya memandang aku sebagai anaknya maka itu,
ialah enci-ku." kata Thian Peng pula. "Sekarang ia
merantau seorang diri. hatiku tidak tenteram. Di sebelah
itu, aku mempunyai musuh, maka aku pikir, baiklah aku
pergi sekalian mencari musuh kami itu."
San Bin terdesak, habis berpikir sebentar, ia kata:
"Soal sakit hatimu itu ada satu soal lain. Nah, baiklah,
kau boleh pergi turun gunung! Nanti aku minta Kok
Lunghiong menemani kau, kepadanya aku akan
memberikan sebatang Lioklimcian. Ci Hiap yang bakal
pergi menyusul Nona Im. maka itu, kamu boleh ambil
jalan berpisahan: dia ke Utara, kau ke Selatan. Mengenai
1038 musuhmu, kau juga boleh minta bantuannya Kok
Lunghiong."
Lantas cecu ini menitahkan orang mengundang Tie Pa
serta Kok Tiok Kin.
Tie Goan itu hupangcu, ketua muda, dari Kaypang,
Partai Pengemis, di Utara, maka itu di mana-mana ia
mempunyai banyak "kuping dan mata," hingga leluasalah
ia untuk mendengar-dengar kabar atau mencari
keterangan, sedang Kok Tiok Kin seorang kenamaan
kaum Jalan Putih di Selatan berbareng menjadi tabib,
dari itu pemilihan atas diri mereka sebagai kawan
seperjalanan Ciu Ci Hiap dan Ban Thian Peng tepat
sekali. Sementara itu marilah kita melihat Im Siu Lan.
Setibanya si nona di kaki gunung maka pada tauwbak
pemimpin pos penjagaan di situ ia minta sekor kuda yang
dapat lari cepat. Ia dikenal sebagai tetamu, tanpa curiga,
malah tanpa menanya apa-apa. tauwbak itu memilihkan
dia kuda yang diminta, maka sebentar saja, ia sudah
mulai dengan perjalanannya. Ia menduga Kiam Hong ikut
In Hong pergi ke Thiansan, dan itu ia pun menuju ke
Utara. Di hari kedua hampir magrib, tibalah ia di Hulicip.
Masuk kebagian tempat yang ramai, Nona Im mencari
rumah penginapan. Ia lantas mendapatkan satu yang
papan mereknya sudah pecah dan berserakan di tepi
jalanan, hotelnya sudah rusak, bahkan temboknya ada
yang gempur, seperti juga belum terlalu lama, hotel ini
telah jadi kurban perang. Inilah tidak heran. Itulah
hotelnya si orang she Ciu. yang dilabrak Lauw Wan Tat
dan Liong Kiam Hong.
1039 Orang hotel terkejut melihat datangnya nona ini.
Mereka tahu, di antara orang-orang yang menyerbu
hotel, ada seorang nona gagah dari atas gunung, meski
ini tetamu bukannya Kiam Hong, mereka toh heran.
Kuasa hotel, yang menyambut, sudah lantas
mengedipi mata seraya berkata: "Nona silakan nona
pergi mencari lain rumah penginapan, hotelku ini sudah
penuh." Siu Lan tidak mengerti isyarat kedipan mata itu. Biar
bagaimana, ialah bukan orang Kangouw yang
berpengalaman. Maka ia menjadi tidak senang dan
berkata: "Apakah kau berani memandang tidak mata
kepada wanita yang berjalan seorang diri"
Apakah kau takut aku nanti tidak membayar uang
sewa hotelmu?"
Cepat-cepat kuasa hotel itu menggoyangi tangan,
terus ia kata dengan perlahan: "Harap jangan gusar,
nona. Bukankah nona datang dari gunung?"
Siu Lan heran, ia mengawasi.
"Kalau benar, bagaimana?" ia tanya.
"Di sini ada cucu kuku garuda!" sahut si kuasa hotel.
Hulicip termasuk daerah pengaruhnya Ciu San Bin,
maka itu, penduduk situ berkesan baik terhadap
rombongan tentara suka rela, mereka lebih suka
membantu San Bin daripada pembesar negeri.
Siu Lan tidak lantas mengangkat kaki, sebaliknya, dia
memandang ke sekitarnya.
Melihat sikap nona ini, kuasa hotel itu berkuatir bukan
main, hingga tanpa merasa ia mengeluarkan peluh. Ia
1040 menduga-duga mungkin nona ini orang Kangouw yang
masih hijau. Sesudah melihat romannya si kuasa hotel, Siu Lan
percaya bahwa ia bukan lagi didustakan, maka ia
menurut, hanya selagi ia mau berlalu, mendadak ia
mendengar bentakan nyaring: "Berhenti!" Ia lantas
berpaling. Dari dalam hotel itu muncul dua opsir, yang satu
jangkung, yang lain kate. Yang jangkung itu mendahului
menghampirkan, untuk menghadang di pintu.
"Siapa kau?" dia tanya, keras. Siu Lan tidak senang, ia
tertawa dingin.
"Aku tidak melanggar undang-undang negara, mau
apa kau usil aku orang apa?" iamembaliki.
"Hm!" si opsir mengejek. "Kaulah seorang wanita, kau
berada seorang diri, kau juga menyoreng golok, kau
pasti bukan wanita baik-baik!" katanya menghina.
Si kate pun maju dan turut berkata dengan bengis:
"Kebanyakan dialah bangsat wanita dari Kimto Ce!
Bukankah kau yang telah menganiaya kuasa she Ciu dari
hotel ini?"
Siu Lan lantas menjadi gusar sekali. Memangnya ia
lagi pepat pikirannya. Sikapnya si jangkung saja sudah
membikin ia sangat mendongkol. Maka tidak dapat ia
mengendalikan diri.
"Bikinlah mulutmu sedikit bersih!" ia menegur.
Si jangkung tidak memperdulikan, dia bahkan tertawa.
1041 "Aku tahu asal-usulmu pasti bukan asal-usul yang
benar!" dia kata. "Oleh karena aku melihat roman kau
yang manis, sebenarnya aku sudah berlaku baik hati."
Tanpa menanti orang menutup mulut, Siu Lan sudah
lantas mengayun sebelah tangannya, maka di situ segera
terlihat menghembusnya segumpal asap bagaikan kabut.
"Celaka!" berteriak si kate. "Bangsat perempuan ini
menggunakan asap hio pulas!"
Si jangkung tidak sempat menyahuti, dia bahkan kaget
dan kesakitan. Tanpa merasa, sebelah mukanya digaplok
Siu Lan hingga terdengar suara nyaring dari tangan
mampir di pipi. Tapi dia lihai, dengan sebat dia
meluncurkan tangannya, untuk menangkis sambil
menangkap. Siu Lan dapat meloloskan tangannya, tetapi ia
tersampok hingga ia terhuyung, hampir ia roboh. Pula
syukur, karena gumpalan asap itu, si jangkung tidak
dapat melihat ia hingga ia tidak dapat disergap.
Si kate sudah lantas menyerang dengan Pekkhong
Ciang, pukulan Udara Kosong. Sambaran angin dari
pukulan ini membuat gumpalan asap buyar.
Siu Lan terperanjat.
"Lihai kedua opsir ini, mereka tidak dapat dipandang
enteng!" pikirnya. Maka ia lantas menghunus sepasang
goloknya. Si jangkung memainkan napasnya, lantas ia merasa
lega. Ia tidak merasakan kepalanya pusing atau mata
berkunang-kunang. Itulah tanda bahwa asap itu bukan
asap obat pulas. Ia segera meloloskan joanpian dari
1042 pinggangnya, untuk dengan cambuk istimewa itu
menyerang si nona. Ia menggunakan tipu silat "Angin
puyuh menyapu pohon yangliu." bengis serangannya
karena ia mendongkol sekali.
Siu Lan puteri Cit Im Kauwcu, ia telah mewariskan tiga
bagian kepandaian ibunya, dari itu ia sudah mengerti
juga menggunakan pelbagai macam obat atau senjata
rahasia beracun, meski demikian, tak sudi ia
menggunakan asap pulas yang biasa dipakai oleh
manusia rendah. Mulanya ia tidak menyangka kedua
opsir itu lihai, ia berniat hanya mengajar adat dengan
gaplokan, dari itu ia sudah melepaskan asapnya itu.
Nyatanya ia keliru menduga. Celaka untuknya, ia segera
didesak si jangkung dan si kate itu, hingga ia tidak
sempat lagi menggunakan senjata rahasianya. Dengan
lekas ia terkepung rapat.
Opsir kate itu menggunakan gaetan Goatgee kauw. Ia
pula nyata terlebih lihai daripada kawannya. Maka
berbahayalah desakannya itu. Gaetan ialah semacam
senjata penakluk untuk pelbagai gegaman lainnya. Maka
itu, selang belasanjurus, sebelah golok si nona sudah
kena dipengaruhkan.
Si jangkung hendak melampiaskan
kemendongkolannya, mengimbangi kawannya, dia
menyerang hebat dibagian bawah. Maka, asal sedikit saja
si nona alpa atau kurang gesit, kakinya bakal kena disapu
hingga tentulah tubuhnya nanti terguling.
Dalam keadaan terdesak itu, Siu Lan menyerang
dengan tipu silat "Pekcoa cuttong." atau "Ular putih
keluar dari liangnya." Golok kirinya memapas gaetan
yang sangat mengganggu padanya.
1043 Si kate tertawa berkakak.
"Bangsat wanita ini nekad!" katanya. Dan justeru
golok tiba, ia menyambuti dengan gaetannya. hingga
golok si nona menjadi tercantel.
Justeru itu si jangkung menyambar dengan
cambuknya. Dia cerdik, biasanya dia menyerang di
bawah, sekarang dari bawah, dia memutar haluan,
menyerang terus ke atas. Maka berhasillah ia.
Lengan Siu Lan kena terhajar, dengan lantas cekalan
pada goloknya yang tergaet si kate terlepas, hingga
goloknya itu terlepas juga dari tangannya. Dalam
kagetnya ia berlompat sambil berseru: "Ambillah juga ini
satu golokku !" Dan ia menimpuk dengan sebelah
goloknya itu. Si jangkung berani, dia tertawa dingin, sembari
tertawa, dia mengulur tangan kirinya, untuk memapaki
golok itu, di lain pihak, dengan tangan kanannya, ia
membarengi menyerang.
Tepat ketika Siu Lan menaruh kaki di tanah, cambuk
masih menyambar kakinya itu. Tidak ampun lagi ia lantas
terlibat dan tertarik, hingga tubuhnya roboh terguling.
Si jangkung puas sekali, ia tertawa bergelak-gelak,
sambil tertawa dia bertindak maju, tangannya diulur
untuk mencekek si nona.
Mendadak saja terdengar satu suara nyaring, lantas
terlihat menyambarnya serupa benda hitam seperti bola.
Karena selagi mau dicekek itu, Siu Lan menggeraki
sebelah tangannya, menimpuk.
1044 Si jangkung itu tidak menyangka jelek, jarak di antara
mereka dekat sekali, ketika benda hitam itu tiba. ia tidak
sempat berkelit lagi, tetapi ia dapat menggunakan
tangannya untuk menangkis dengan menyampok. Ia
menduga kepada peluru besi, maka ingin ia membikin
peluru itu mental balik, supaya sebaliknya
penyerangnyalah yang terluka!
Nyatalah senjata rahasia istimewa dari Siu Lan ini ada
sangat beracun. Tidak apa jikalau ia tidak
mengerjakannya, begitu ia mengasi kerja, maka
terdengarlah suara bekerjanya, segera terlihat melesat
menyambarnya bukan main banyaknya peluru-peluru
kecil sebesar kacang kedele.
Namanya senjata rahasia itu ialah Lianhoan Cubo tan,
atau Peluru Berantai. Senjata ini tidak dapat dilawan
keras dengan keras, umpamanya ditangkis. Sebab
sesuatu pelurunya telah direndami racun.
Demikian si opsir yang jangkung, matanya kena
disambar peluru, dengan lantas sang racun bekerja,
maka dengan lantas matanya buta.
Opsir yang kate terpisah sedikit jauh, dia juga berasal


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang begal tunggal dari kalangan Jalan Hitam, dia
banyak pengalamannya, setelah mendengar suara
senjata rahasia, dia dapat menduga senjata rahasia itu
mesti berbahaya, dengan lantas dia menjembat sebuah
meja. untuk dijadikan tameng. Dengan demikian,
beruntun-runtun meja itu kena terhajar, semua senjata
rahasia itu nancap karenanya.
"Bangsat wanita yang telengas!" dia lantas
mendamprat, menyusul mana dengan mejanya ia
1045 menyerang. Meja itu dilemparkan hingga melesat ke arah
Siu Lan, bagaikan gunung Taysan menungkrap kepala...
Dengkul Siu Lan kena dihajar si opsir jangkung yang
bersenjatakan joanpian itu, tidak sempat dia merayap
bangun, untuk menyingkir dari meja terbang itu. Di saat
ia bakal kena tertimpa, mendadak satu orang melesat
dari samping, dengan sebat dan tepat orang itu
menyambuti meja, untuk dipegang, sembari dia berseru:
"Lao To, tahan!"
Opsir itu heran hingga dia melengak. Justeru itu Siu
Lan menyerang, dengan pisau belati yang dipakai
sebagai senjata rahasia, maka pisau itu menancap di
tenggorokannya dan dia roboh tanpa dia sempat berkelit,
menangkis ataupun berteriak.
Baru sekarang si nona dapat berlompat bangun, untuk
mengawasi orang yang menalangi ia menyambuti meja.
Ia mulanya menyangka pada salah seorang dari pihak
gunung, nyatanya ia keliru. Di depan ia berdiri seorang
muda yang tampan, yang dandan sebagai seorang
pelajar, yang pakaiannya indah, tangannya mencekal
sebatang kipas. Ia menjadi kaget sekali, hingga ia
mengeluh di dalam hatinya...
Pemuda itu, yang mengawasi ia sambil bersenyum,
adalah Kiauw Siauw Siauw!
Anaknya Kiauw Pak Beng itu datang ke Bang keepo
karena sia-sia dia menantikan kembalinya Le Kong Thian,
yang telah pergi selama beberapa hari tanpa kabarceritanya.
Sedang kedua opsir itu-dua orang lihai dari dalam
pasukan Gilimkun mereka termasuk bekas sebawahan
1046 Yang Cong Hay. Mereka datang ke Bang keepo ini untuk
mencari bekas pemimpinnya itu, untuk sekalian
mewakilkan pemimpin mereka yang sekarang, Tongnia
Chian Tiang Cun, guna mengajak Cong Hay bekerja
sama. Hanyalah, ketika mereka dan Kiauw Siauw Siauw
tiba di Bang keepo, Yang Cong Hay bersama Le Kong
Thian sudah pergi menyusul Liong Kiam Hong. hingga
kedua pihak tidak dapat bertemu satu dengan lain.
Dengan begitu juga. Kiauw Siauw Siauw pun tidak
ketahui Siu Lan datangnya dari tempatnya Kimto Cecu.
Menemukan Siu Lan itu, Siauw Siauw melirik, ia
tertawa haha-hihi. Ia
Kisah Sepasang Rajawali 10 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Kisah Pendekar Bongkok 12

Cari Blog Ini