Ceritasilat Novel Online

Kisah Pedang Bersatu Padu 16

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 16


n. Baru beberapa jurus, jidatnya sudah kena tergores kuku lawan
hingga keluar darah.
Kiauw Siauw Siauw menonton pertempuran itu, dia
tertawa. Terus dia berseru: "Lao Law, kau boleh
binasakan anak muda itu tetapi si pemudi kau tangkaplah
untukku!" Mendengar itu, muda-mudi itu terkejut. Baru sekarang
mereka mendapat tahu orang ialah satu komplotan.
Tiangsun Giok repot melayani Tonghong Hek. yang
bersenjatakan pedang besi yang besar dan berat,
meskipun gaetannya ada untuk melawan pelbagai
senjata, iajeri juga untuk tenaga besar dari sang lawan.
Syukur untuknya, ia menang ringan tubuh dan lincah,
jadi ia dapat melayani kekerasan dengan kelunakan.
Dengan begitu, ia dapat bertahan hingga keadaan
mereka berdua berimbang. Tapi ia dapat melihat suhengnya
terdesak Law Tong Sun, terpaksa ia meninggalkan
musuh ini, ia lompat kepada musuh yang satu itu, untuk
menerjang. Tonghong Hek tidak mau ditinggal pergi, ia menyusul.
Law Tong Sun mendengar angin menyambar, ia tahu
mesti ada barang bokongan, maka ia menyambar ke
belakang seraya ia memutar tubuhnya.
1121 Si nona menyerang tetapi ialah yang menjadi kaget.
Sambaran Tong Sun hebat sekali. Terpaksa ia berkelit.
Tangan Tong Sun sangat lihai, dia berhasil
menjambret ujung baju si nona, hingga ujung baju itu
robek! Menampak keadaan demikian rupa, Bouwyong Hoa
berseru kepada Siu Lan, yang ia belum kenal: "Nona,
menyesal, tidak dapat kami menolong kau! Siapakah
sanakmu yang terdekat?"
Tiangsun Giok dapat menduga hati suheng-nya,
setelah berhenti suara suheng itu, ia lantas membela diri.
Bouwyong Hoa lagi diserang Law Tong Sun, ia
menangkis dengan sentilannya, setelah itu, berbareng
berdua mereka lompat mundur.
Justeru itu dari dalam kereta terdengar jawaban:
"Akulm Siu..." Tapi belum habis kata-kata itu mendadak
telah berhenti.
Kiauw Siauw Siauw sudah kembali ke keretanya, tepat
ia menotok Siu Lan sebelum orang menutup mulut,
hingga puterinya Cit Im Kauwcu menjadi tak dapat bicara
terus. Dia tertotok urat gagunya.
Bouwyong Hoa dan Tiangsun Giok lompat naik atas
punggung kuda Tonghong Hek lantas menyusul. Dengan
lekas mereka telah kecandak. Sebenarnya mereka
menunggang kuda Mongolia, yang larinya keras, tetapi
sekarang kuda itu tidak dapat berlari cepat, nampaknya
seperti ada muatannya yang berat, luar biasa.
Melihat musuhnya menyusul, si anak muda menjadi
gusar. Ia menahan kudanya, untuk diputar balik, terus ia
1122 menyerang dengan pedangnya. Ialah seorang
penunggang kuda yang pandai, sebab selama belajar
silat, ia biasa main panah sambil menunggang kuda di
tanah datar di kaki gunung.
Tonghong Hek kaget. Penyerangan itu di luar
dugaannya. Untuk menolong diri, terpaksa ia
menjatuhkan dirinya dari atas kuda, karena mana,
kudanya lantas kabur pergi.
"Law Toako, mari kita bekuk dua bocah ini!" Tonghong
Hek memanggil. "Kau kembali, hiantee!" Tong Sun menjawab. "Kita
perlu melanjuti perjalanan kita!"
Tonghong Hek berpaling, ia melihat Tong Sun tengah
membalut lukanya Siauw Siauw. Segera ia mengerti,
maka ia kata dalam hatinya: "Kiranya dia lagi membaiki
Kiauw Siauw Siauw! Aku tungkulan mengejar musuh, aku
jadi kalah satu tindak..."
Tong Sun itu ahli Hunkin Coku Ciu, tangan atau kaki
orang yang baik dapat ia membuatnya patah atau salah
laku. dari itu, gampang saja ia menolong lengannya
Kiauw Siauw Siauw, setelah mana ia memakaikan obat
dan membalutnya. Di dalam tempo yang pendek,
penderitaannya anak Kiauw Pak Beng itu menjadi
berkurang banyak. Berulang-ulang Siauw Siauw
menghaturkan terima kasih.
Ketika ia telah kembali, dengan rada jengah,
Tonghong Hek kata pada si anak muda: "Apakah kongcu
terluka" Maaf kami datang terlambat..."
Siauw Siauw senang mendengar kata-kata yang
merendah, yang sebaliknya berarti mengangkat ia. Ia
1123 memang gemar dipuji-puji dan dihormati. Tapi atas
perkataan orang she Tonghong itu, ia berkata dingin:
"Lukaku ini aku dapatkan sebelumnya ini! Dua bocah itu
mana dapat menyusahi aku!..."
Tonghong Hek terkejut. Ia lantas mengerti, orang
merasa kurang puas. Ia menyesal yang ia tidak berpikir
dulu sebelum ia berkata. Tapi ia lantas mengubah
sikapnya. Katanya hormat: "Memang ilmu totok Keluarga
Kiauw istimewa sekali, kami sangat mengaguminya. Tadi
malam aku tidak tahu tentang kau, kongcu, harap kau
suka maafkan kami."
Siauw Siauw tertawa.
"Siapa tidak tahu. dia tidak bersalah!" katanya.
Sekarang baru ia puas. "Kita sekarang telah menjadi
sahabat, urusan kecil tidak ada artinya. Sudah, jangan
timbulkan soal itu. Kau sebenarnya murid siapa?"
"Guruku ialah Koan Sin Liong dari Aylauw San," sahut
Tonghong Hek. "Oh kiranya kau muridnya Tokpie Kengthian Koan Sin
Liong!" kata anaknya Kiauw Pak Beng. "Telah aku
mendengar lama nama besar gurumu itu!"
Kiauw Siauw Siauw berkesan tak manis terhadap
Tonghong Hek. akan tetapi sekarang ia berpikir: "Orang
ini bangsa kasar tetapi sikapnya menyenangkan juga."
Pula, karena orang ialah muridnya Koan Sin Liong, ia
tidak bersikap dingin lebih lama pula.
Tong Sun senang menyaksikan sikap anak muda ini.
"Koan Locianpwee telah lama mengagumi ayahmu
yang berkenamaan," berkata ia. "Kali ini Tonghong
1124 Toako justeru mau pergi ke gunung Kunlun San untuk
menjenguk ayahmu itu, kongcu. Aku girang luar biasa
untuk mendapatkan kedua guru besar dari Selatan dan
Utara dapat bersatu padu, maka itu. tak malu aku untuk
menganjurkan diri, untuk mengajak Tonghong Toako
membuat kunjungan ini. Sekarang kita bertemu kongcu
di sini, sungguh kita girang!"
"Oh, kiranya begitu!" kata Siauw Siauw tertawa.
"Pastilah ayahku bakal menerima baik!"
"Walaupun demikian, kita masih mengharap kongcu
suka membantu kata-kata di depan ayahmu itu," kata
pula Tong Sun. "Baiklah," Siauw Siauw memberikanjanjinya.
Sampai di situ, Tonghong Hek berkata pu1a. Kata-kata
ini ia tunda semenjak tadi.
"Turut penglihatanku di punggung kudanya dua bocah
itu mesti ada uang dan lain barang berharga," demikian
katanya. "Aku percaya kuda mereka itu tidak dapat lari
keras. Law Toako, kenapa kita tidak mau merampas
mereka supaya sekalian saja kita menghaturkan oleholeh
untuk Kiauw Locianpwee?"
Mendengar itu, Law Tong Sun tertawa.
"Kiauw Locianpwee ada orang berilmu beda dari
manusia kebanyakan dia mana membutuhkan hadiah
pertemuan semacam itu dari kau?" katanya. "Lebih baik
kita menemani Kiauw Kongcu pulang! Hitung-hitung
kedua bocah itu untungnya bagus!"
Kiauw Siauw Siauw puas mendengar suaranya Tong
Sun itu. 1125 "Tonghong Toako, kau baik sekali," ia berkata. "Law
Toako sebaliknya mengenal sifat manusia. Saudarasaudara,
aku menerima kebaikan kamu berdua!"
Sebenarnya Siauw Siauw juga tak tabu untuk harta
besar atau barang permata mulia, kalau sekarang ia tidak
menghendaki itu, itulah disebabkan ia ingin lekas-lekas
tiba di rumahnya sekalian untuk mengobati luka-lukanya.
Law Tong Sun sebaliknya jeri kepada pihak Bouwyong
Hoa karena. melihat kepandaian anak muda itu, ia menduga
kepada Ouw Bong Hu suami isteri. Tentu saja ia tidak
suka menambah musuh dalam dirinya itu suami isteri
jago. Inilah bukti dari kecerdikan dan kelincahannya.
Bouwyong Hoa dan Tiangsun Giok telah mengasi kuda
mereka lari terus, selama sepuluh li, mereka tidak bicara
satu dari lain. Setelah itu, baru mereka memperlahankan
binatang tunggangan mereka.
"Sumoay, apakah kau berduka?" tanya sang suheng
tertawa. "Jangan kau pikirkan itu. Di dalam pertempuran,
menang atau kalah adalah hal biasa"
"Inilah yang kedua kali kita bertempur semenjak kita
turun gunung," sahut adik seperguruan itu, "dan kali ini
kita kena dikalahkan. Tidakkah itu membikin kecewa
pengharapan suhu" Sudah begitu, kasihan itu nona, kita
tidak dapat menolongi dia. Apakah kau tidak berduka
karenanya?"
Bouwyong Hoa mengangguk.
"Mengenai nona itu. aku menyesal," ia berkata. "Turut
penglihatanku, si tua yang pandai ilmu Hunkin Coku Ciu,
1126 mungkin dialah orang yang suhu pernah membilangi kita.
yaitu Law Tong Sun komandan dari pasukan Gilimkun.
Jikalau benar dugaanku, tidak malu kita tidak dapat
mengalahkan dia. Hanya kasihan nona itu..." Ia berdiam
sebentar, seperti yang lagi berpikir, kemudian ia
menambahkan: "Kita sekarang mau pergi kepada Kimto
Cecu. Dia luas pergaulannya, baik kita beritahukan dia
tentang urusan ini, mungkin dia kenal si nona. Dengan
begitu, nanti dapat didayakan untuk menolong padanya."
Si nona mengangguk.
Dua saudara seperguruan itu turun gunung menuruti
keinginan guru mereka, untuk menemui orang-orang dari
kaum tertua, supaya kalau nanti mereka merantau,
mereka jadi telah mempunyai banyak kenalan orangorang
kenamaan. Kimto Cecu ialah salah seorang yang
harus dikunjungi. Mereka tahu sepak terjang dari
rombongan Kimto Cecu, yang telah merampas bingkisan
pelbagai propinsi untuk raja, mereka menyesal tidak
dapat turut mengambil bagian, maka itu mereka telah
merampas harta bendanya Kiok Ya Ciauw, untuk
dipersembahkan kepada Kimto Cecu. Kebetulan sekali, di
tengah jalan mereka bertemu dengan Kiauw Siauw Siauw
dan Im Siu Lan, lalu juga dengan Law Tong Sun dan
Tonghong Hek. Tengah berjalan terus, muda-mudi ini melihat dua
orang lagi mendatangi di sebelah depan mereka. Mereka
melihat orang melarikan kudanya masing-masing dengan
cepat, dengan sendirinya mereka jadi ketarik hati,
mereka lantas mengawasi.
Dua penunggang kuda itu beda sekali satu dari lain.
Yang satu ialah seorang muda umur lebih kurang dua
1127 puluh tahun, romannya tampan dan gagah, tubuhnya
pun dikerebongi mantel kulit rase, sedang di
pinggangnya tergantung golok yang bertaburkan batu
permata. Dia mestinya dari keluarga atasan. Sebaliknya,
kawannya, yang telah berusia lima puluh lebih, yang
mukanya berewokan, berpakaian tambalan di sana-sini,
sementara tangannya mencekal sebatang tongkat peranti
mengemplang anjing. Begitu berlainan mereka berdua,
tetapi mereka melarikan kuda mereka berendeng.
"Entah mereka dari kalangan apa," Bouwyong Hoa
kata perlahan pada kawannya. "Kita baik menyingkir dari
mereka..."
Tiangsun Giok sebaliknyaSangat tertarik perhatiannya,
ia justeru melirik si orang tua mirip pengemis itu.
Orang tua itu melihat gerak-gerik muda-mudi itu,
mendadak dia tertawa.
"Eh, anak-anak, kamu takut apa?" katanya, riang
gembira. "Apakah kamu takut aku si pengemis tua nanti
minta uang dari kamu?"
Bouwyong Hoa tidak mau melayani bicara, ia menarik
les kudanya, untuk menyingkir dari orang tua itu, tetapi
si orang tua telah melarikan kudanya, untuk terus
melintangi tongkatnya di depan orang!
"Ah. dia mau apakah?" pikir si anak muda heran.
"Mungkinkah dia telah melihat oleh-olehku ini?"
Maka ia lantas meraba gagang pedangnya.
"Jangan sibuk!" berkata orang tua itu, kembali
tertawa. "Meskipun aku si pengemis tua tidak
1128 mempunyai sekalipun debu, aku masih tidak silau dengan
hartamu itu!"
"Sungguh jumawa pengemis bangkotan ini." pikir
Bouwyong Hoa. "Hartanya Kiok Ya Ciauw ini sedikitnya
berharga beberapa puluh laksa tahil perak tetapi toh
katanya dia tidak lihat mata!" Karena ia belum mendapat
tahu maksud orang, ia berlaku sabar. Ia berkata: "Aku
tidak kenal kau lotiang, entah ada pengajaran apa dari
lotiang untukku?"
Tiangsun Giok tidak ada sesabar suheng-nya itu.
Iamenghampirkan.
"Kau siapa?" ia menegur. "Kenapa kau memegat
kami" Kami hendak lekas-lekas melanjutkan perjalanan


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami!" "He, nona, kau galak sekali!" kata pengemis itu.
"Mungkinkah tadi kau kena dikalahkan orang maka kau
sekarang menjadi mendongkol dan mendeluh?"
Nona Tiangsun heran.
"Eh, mengapa kau ketahui itu?" tanya dia, yang
mukanya lantas menjadi merah sendirinya. Dia telah
berlaku terburu napsu. Dengan menanya demikian, dia
menjadi telah membuka rahasia sendiri. Dia menyesal
sudah membuka mulut tanpa dipikir lagi.
Si orang tua bersenyum.
"Dengan siapa kamu telah bentrok?" tanyanya. "Coba
kau tuturkan padaku, barang kali aku si orang tua dapat
membantu kamu."
Bouwyong Hoa beda dari si sumoay yang tabiatnya
sedikit keras, ia mau lantas menduga pengemis ini bukan
1129 sembarang orang, bahkan dia tentunya tidak bermaksud
jahat, maka ia lantas mendahului sumoay itu menjawab.
"Lotiang, baiklah kau tak usah campur segala urusan
luar," ia berkata. "Percuma untuk kami menuturkannya.
Orang dengan siapa kami bentrok tadi, dia tidak dapat
dibuat permainan kecuali dia dihadapkan dengan dua
orang tertentu!"
Pengemis itu mengulur lidahnya.
"Demikian lihai orang itu?" katanya, matanya pun
dibuka lebar-lebar. "Habis siapakah itu dua orang yang
berani mempermainkan dia?"
"Yang satu yaitu Kimto Cecu Ciu San Bin, yang lainnya
Tayhiap Thio Tan Hong," Bouwyong Hoa memberitahu.
Ia sengaja menyebut nama dua orang itu untuk melihat
bagaimana lagaknya pengemis ini.
"Oh!" si pengemis berseru, lantas dia tertawa.
"Kiranya semua kenalanku!"
Anak muda itu heran.
"Locianpwee. kau siapakah?" ia tanya lekas.
"Nanti, aku tanya kau lebih dulu!" berkata orang tua
itu. "Bukankah sekarang ini kamu lagi hendak memohon
bantuannya Kimto Cecu atau Thio Tayhiap?"
"Memang benar, locianpwee, kami hendak
mengunjungi Kimto Cecu," sahut si anak muda.
Pengemis tua itu tertawa terbahak.
"Jikalau begitu, marilah kamu berkenalan dengan
siauwcecu ini!" ia kata. "Ci Hiap, mari!" ia menambahkan,
kepada anak muda yang menjadi kawannya itu.
1130 Dua orang ini bukan lain daripada Hupangcu Tie Goan
dari Kaypang, partai Pengemis, dan Siauwcecu Ciu Ci
Hiap, Ketua muda, dari Kimto Ce, markas Kimto Cecu.
Mereka tengah berjalan mencari Im Siu Lan. Tie Goan
melihat pakaian muda-mudi itu robek, lantas ia menduga
orang habis berkelahi.
Kedua pihak lantas saling menghunjuk hormat, buat
berkenalan. "Ayahku pun sering menyebut nama besar guru
saudara-saudara," berkata Ci Hiap, "dan aku telah
dipesan, apabila kami melewati gunung Tangkula, aku
mesti mampir untuk membuat kunjungan. Sungguh tidak
disangka-sangka, kita bertemu ditengahjalanini!"
"Kami pun telah mendengar hal kamu sudah
merampas bingkisan raja." berkata Bouwyong Hoa.
"Peristiwa itu sangat menggemparkan, kami sangat
mengaguminya. Kami menyesal sekali yang kami tidak
dapat turut mengambil bagian. Sekarang ini kami baru
saja mendapatkan sedikit harta karun, niat kami ialah
membawa ke gunung untuk dipersembahkan kepada
pihakmu, saudara Ciu..."
Habis mengucap begitu, muka Bouwyong Hoa
bersemu dadu. la ingat bahua barusan ia telah
menyangka jelek pada Tie Goan.
Hupangcu itu tertawa tergelak.
"Aku si pengemis tua, aku tidak membutuhkan uang,
untukku, uang itu apa perlunya?" katanya. "Tapi
mengenai saudara-saudara di atas gunung, mereka
benar-benar membutuhkan uang dan rangsum, maka
1131 uangmu ini beberapa puluh ribu tahil perak berharga
sekali untuk mereka!"
"Saudara, dengan siapa tadi kamu bertempur?" Ci
Hiap tanya. "Dengan anaknya si siluman tua Kiauw Pak Beng,"
Bouwyong Hoa memberitahu.
Ci Hiap terkejut.
"Oh, Kiauw Siauw Siauw!" serunya. "Untuk urusan
apakah?" "Dia telah menculik seorang nona muda, di sepanjang
jalan dia telah menganiayanya." Tiangsun Giok
menggantikan suheng-nya menjawab. "Kami tidak dapat
mengawasi saja perbuatannya yang jahat dan kejam itu!"
Kembali Ci Hiap terkejut.
"Bukankah nong itu Nona Im Siu Lan?" dia tanya.
"Memang, nona itu she Im," sahut Tiangsun Giok.
"Kau kenal dia?"
"Dia justeru orang yang melepas budi besar kepada
kami," kata Ci Hiap, "dan sekarang kami lagi mencari dia.
Siapakah itu yang ada bersama Kiauw Siauw Siauw?"
Bouwyong Hoa tidak kenal Law Tong Sun dan
Tonghong Hek, ia cuma menduga-duga komandan
Gilimkun itu, maka ia menjelaskan potongan tubuh dan
roman serta usia mereka juga.
Tie Goan tertawa.
"Benar-benar mereka itu tidak dapat dibuat
permainan!" katanya. "Si hidung bengkung itu pasti Law
Tong Sun!"
1132 "Biarnya begitu, kita toh mesti seteroni dia!" kata Ci
Hiap. Ia lantas mengangkat cambuknya untuk mengasi
kudanya lari. "Tahan!" Tie Goan berseru.
"Kenapa?"
"Sabar. Kita bekerja mesti jangan menuruti darah
panas saja. Mereka itu sudah pergi sekian lama, taruh
kata kita menyusul mereka, belum tentu dapat kita
menyandak. Lain dari itu, umpama kata kita berhasil
menyusul mereka, jikalau mesti bertempur, kita juga
bukan tandingan mereka itu. Turut penglihatanku, Kiauw
Siauw Siauw pasti mau pulang ke Kunlun San."
"Jikalau dia dibiarkan membawa Siu Lan sampai ke
gunungnya, bukankah itu berarti lebih sukar untuk
menolongnya?" tanya Ci Hiap, yang masih penasaran.
"Itulah benar. Tapi menurut aku, baiklah kita
mengatur begini: Kita minta saudara Bouwyong berdua
melanjuti terus perjalanan mereka ke gunung, di sana
mereka boleh sekalian memberitahukan halnya kita
sudah mendapat endusan tentang Nona Siu Lan. Kita
berdua, kita menguntit terus. Kita dapat memeriksa
tapak kereta di sepanjang jalan. Di mana perlu, kita pun
dapat minta bantuannya sahabat-sahabat setempat."
Ci Hiap dapat dikasih mengerti, maka ia dapat
menyabarkan diri. Sekarang ia insaf, memang satu Law
Tong Sun saja sudah sukar untuk ditempur. Ia pula
menduga, bahaya jiwa langsung bagi Im Siu Lan
mungkin belum ada, kalau tidak, tidak nanti nona itu
dibawa lari terus menerus.
"Baiklah," katanya akhirnya.
1133 Tie Goan lantas minta Bouwyong Hoa dan Tiangsun
Giok pergi terus ke gunung, buat menyerahkan hartanya
sekalian memberitahukan halnya mereka menyusul
Kiauw Siauw Siauw dan Im Siu Lan.
Bouwyong Hoa berdua setuju.
"Jikalau di tengah jalan tidak didapatkan kawan untuk
membantu," berkata Nona Tiangsun, "karena untuk pergi
ke Kunlun San gunung Tangkula harus dilewati, baiklah
kamu mampir kepada suhu dan sunio kami. Bilang bahwa
kami telah diperhinaKiauw Siauw Siauw. Sunio paling
menyintai aku, ia tentu bakal membalaskan sakit hati.
untuk melampiaskan kemendongkolanku!"
Tie Goan tertawa.
"Benar!" katanya, memuji. "Guru kamu itu ialah orang
yang ketiga yang berani mempermainkan Kiauw Pak
Beng!" Sampai di situ, mereka lantas berpisahan.
Kiauw Siauw Siauw bertiga Law Tong Sun dan
Tonghong Hek, dengan membawa Im Siu Lan, tiba di
rumau dengan tidak kurang suatu apa. Siauw Siauw
mendapatkan, orang yang menyambut ia di rumahnya itu
ialah orang yang ia tidak sangka-sangka. Dialah Le Kong
Thian, yang ada bersama-sama Tek Seng Siangjin dan
Kiok Ya Ciauw. Tek Seng dan Ya Ciauw turut menyambut, tidak
perduli tingkat derajat mereka lebih tinggi daripada
Siauw Siauw. Inilah disebabkan mereka hendak
mengambil hati, supaya mereka berhasil mengikat
persahabatan dengan Kiauw Pak Beng.
1134 "Eh, Kong Thian, kenapa kau sudah pulang?" Siauw
Siauw tanya pengurus rumah tangganya itu.
"Buat apa aku tidak pulang?" Kong Thian membaliki.
"Pektok Cinkun bersama Cit Im Kauwcu sudah mati, kitab
Pektok Cinkeng telah dimiliki Im Siu Lan. Im Siu Lan
sendiri bernaung di dalam Kimto Ce, aku tidak sanggup
menawan dia, terpaksa aku pulang."
Siauw Siauw tertawa.
"Coba kau lihat di dalam kereta sana. siapakah orang
itu?" ia kata sambil menunjuk ke keretanya. "Pergilah
kau bawa dia masuk!"
Le Kong Thian terperanjat bahna herannya.
"Im Siu Lan?" tanyanya. "Kau berhasil menawan dia?"
"Benar!" sahut Siauw Siauw bersenyum. "Pektok
Cinkeng juga berada ditanganku! Nah, lekas kau
mengabarkan pada ayahku!"
"Suhu lagi berlatih dengan menutup diri," Kong Thian
memberitahu. "Besok tengah hari baru ia akan membuka
pintu kamarnya. Tek Seng Siangjin ini berdua telah
datang semenjak dua hari, mereka pun belum dapat
menemukannya."
"Kita jangan tergesa-gesa," berkata Law Tong Sun.
"Tidak apa kita menanti satu atau dua hari."
Tong Sun ini berpandangan jauh. la telah mengatur
rencana, kecuali Kiauw Pak Beng, ia ingin menempel lainlain
orang lihai dan Tek Seng Siangj in ini salah seorang
yang telah tercatat dalam daftarnya. Maka sekarang
dapatlah ia duduk beromong-omong dengan Tek Seng
dan Kiok Ya Ciauw, hingga ia mengetahui juga, mereka
1135 ini mau minta bantuannya Kiauw Pak Beng disebabkan
kekalahan mereka di Thiansan. Tentu sekali, mereka
lantas dapat bicara dengan asyik dan ia lantas
mendapatkan persetujuannya Tek Seng Siangjin.
Besoknya benar saja Kiauw Pak Beng muncul dari
kamar latihannya, la menemui sekalian tetamunya.
Ketika ia mendengar laporannya Le Kong Thian, ia
menitahkan anaknya untuk Siu Lan segera dibawa
menghadap padanya.
"Duduk," ia berkata pada si nona, begitu lekas Nona
Im telah dibawa datang. "Katanya ibu dan ayahmu telah
menutup mata, kau sekarang tidak punya andalan lagi,
baiklah kau tinggal di sini bersama aku. Nanti aku
pilihkan kau hari yang baik untuk kamu menikah." Siu
Lan gusar. "Kau telah mengangkat dirimu sebagai jago Rimba
Persilatan!" katanya keras, "kenapa kau menghina
seorang perempuan muda yatim piatu" Biarnya aku mesti
mati. tidak nanti aku menikah dengan anak mustikamu!"
Ketika ia dibawa masuk, Siu Lan telah ditotok bebas
oleh Kiauw Siauw Siauw, maka itu, habis berkata keras
itu, terus ia berlompat bangun, untuk membenturkan
kepalanya pada tembok.
Kiauw Pak Beng mengulur tangannya untuk
mencegah. "Mari kita bicara secara baik-baik," katanya tertawa.
"Buat apa bunuh diri?" Siu Lan merasakan dorongan
tenaga yang kuat bingga ia terpaksa kembali duduk di
kursinya, tenaganya lantas lenyap semua. Ia mengeluh di
dalam hati, sebab sekarang, mau mati pun tidak bisa.
1136 Kiauw Pak Beng memandang puteranya, lalu ia
mengawasi si nona.
"Suami isteri muda berselisih adalah hal lumrah
sekali," ia bilang, sabar. "Tapi, kenapa kau menggunakan
racun mencelakai anakku?"
"Dia telah merampas barangku, dia juga menghina
aku!" sahut Siu Lan. "Aku tahu aku tak bakal lolos lagi
dari genggamanmu, tetapi aku juga mau membikin
anakmu tak dapat hidup lebih lama pula!"
"Oh, kiranya begitu!" kata Pak Beng. "Siauw Siauw,
mari kitab Pektok Cinkeng itu, kasih aku lihat!"
Siauw Siauw menyerahkann kitab rampasannya
kepada ayahnya itu.
Pak Beng membeber kitab itu, ia memeriksa sekian
lama. Siauw Siauw bergelisah, ia mengawasi ayahnya. Ia
tidak berani mengganggu ayah itu.
Setelah berselang sekian lama, baru mata Pak Beng
dialihkan dari kitab tentang pelbagai racun itu.
"Tidak kecewa kau menjadi puterinya Cit Im Kauwcu!"
ia kata pada Nona Im. "Benar hebat kepandaianmu
menggunakan racun!"
Mukanya Siauw Siauw menjadi pucat.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayah, bagaimana?" ia tanya ayahnya. Ia takut bukan
main. "Apakah kau tidak dapatkan obat pemunahnya?" si
ayah balik menanya.
1137 Hati Siauw Siauw bercekat. Tahulah ia sekarang, racun
dalam tubuhnya itu tak dapat diobati kecuali oleh Siu Lan
sendiri. Terang ayah itu buntu jalan.
"Semua obatnya telah dapat dirampas," ia menyahut.
"Obat itu ada beberapa puluh macam, tidak ketahuan
yang mana satu obat pemunahnya..."
Habis berkata, ia pun menyerahkan semua obat
rampasannya. Kiauw Pak Beng lantas memakai sarung tangan kulit.
Ia keluarkan semua obat dari dalam kantungnya, ia
pisah-pisahkan itu.
Melihat caranya orang memisahkan obat, Siu Lan
kaget. Ia kata dalam hatinya: "Cuma sebentar saja dia
membaca Pektok Cinkeng, lantas dia dapat memisahkan
obat-obatku begini rupa. Nyata dia jauh terlebih lihai
daripada anaknya!"
"Kau tunjuk mana obat pemunah untuk luka anakku!"
kemudian Pak Beng berkata pada Siu Lan.
Nona lm tertawa dingin.
"Kau boleh bunuh aku!" katanya nyaring. "Untuk
menunjuki obat, tidak nanti!"
"Oh, kiranya begini rupa kau membenci anakku!" kata
Pak Beng. "Baiklah! Kau tidak suka menikah dengannya,
kau tunjuk obat pemunahnya, nanti aku merdekakan
kau!" Hati Siu Lan tergerak juga. Akan tetapi kapan ia ingat
bagaimana di sepanjang jalan ia disiksa Siauw Siauw.
hatinya menjadi mantap pula. Ia menutup mulutnya.
Pak Beng mengawasi tajam.
1138 "Hm!" terdengar suaranya. "Kau kira dengan kau tidak
menunjuki obat pemunahnya lantas aku tidak berdaya
lagi?" Ia lantas mengangkat pitnya, ia menulis dua helai
surat obat, kemudian ia panggil satu orangnya seraya
terus berkata padanya: "Setiap obat dari surat obat ini
kau masak dengan airnya lima belas mangkok. setelah
matang, kau bawa mari!"
Siu Lan dengar itu. ia kata dalam hati kecilnya: "Taruh
kata kau ketahui caranya membuat obat pemunah,
dalam satu tahun atau sedikitnya setengah tahun, tidak
nanti kau dapat mengumpul semua obat yang
dibutuhkan! Aku tidak percaya di dalam rumahmu ini kau
dapat menyimpan obat-obatan demikian lengkap! Pula di
dalam Pektok Cinkeng tidak ada dimuat resep keracunan
tertentu, untuk membuat semacam obat pemunah, lebih
dulu orang mesti mengerti perihal pelbagai macam racun
serta sifatnya setiap obat, baru macam-macam obat itu
dicampur menjadi satu!"
Nona ini bersenyum mengejek. Ia menyangka Pak
Beng mengumpul pelbagai racikan, buat membikin obat
pemunah untuk anaknya itu.
Kiauw Pak Beng tidak menggubris nona itu, ia hanya
menyuruh Siauw Siauw mengundang Tek Seng Siangjin
dan Kiok YaCiauw datang masuk, untuk ia minta
penjelasan perihal pertempuran di gunung Thiansan itu
ketika mereka dikalahkan Hok Thian Touw suami isteri.
"Baik, akan aku membalaskan sakit hati kamu!"
katanya kemudian. "Tapi, Tek Seng Siangjin, kau mesti
melakukan sesuatu untukku!"
"Asal yang aku sanggup, pasti aku akan lakukan," Tek
Seng Siangjin memberikan janj inya.
1139 "Itulah gampang sekali. Kau bawakan aku beberapa
biji batu Keehiatcio dari Sengsiu Hay."
Seperti diketahui, Sengsiu Hay ialah tempat mana Tek
Seng Siangjin tinggal. Batu itu keehiatcio ialah "batu
darah ayam."
Mendengar itu, Tek Seng Siangjin tertawa. Perjalanan
ke rumahnya dapat dilakukan pulang pergi dalam tiga
hari. Ia kata: "Aku kira kau menghendaki barang apa,
kiranya benda itu! Kau tunggu, aku nanti pergi, lusa
malam aku akan sudah kembali kesini!"
Im Siu Lan ketahui, keehiat cio itu ialah semacam
bahan obat yang sifatnya panas dan keras. Maka ia kata
pula dalam hatinya: "Jikalau kau pakai batu itu untuk
racikan obat, aku tanggung anakmu bakal mampus
dalam waktu terlebih lekas lagi!"
Semundunya Tek Seng Siangjin dan Kiok Ya Ciauw,
maka pegawainya Pak Beng telah selesai memasak
matang obat yang dia minta tadi, semuanya dimuatkan
dalam dua teeko tembaga yang besar.
"Sekarang pergi kau cari lima belas ekor anjing yang
galak!" dia menitah pula.
Siu Lan heran, hingga ia menjadi ingin ketahui apa
akan diperbuat siluman tua she Kiauw ini.
Kiauw Pak Beng menuang sedikit isinya kedua teeko
itu ke dalam masing-masing mangkok, lantas ia
membuka sebungkus obat, sedikit obat itu disentilkan
masuk ke dalam dua mangkok itu.
"Kau ambil kedua mangkok ini!" kata ia pada anaknya.
1140 Siauw Siauw heran. "Adakah ini obat pemunah?"
pikirnya. Tapi segera ia mendengar ayahnya
menambahkan: "Kau cekoki ini kepada anjing!"
Baru sekarang Siauw Siauw tahu itulah bukan obat
untuknya. Pegawai tadi memegangi dua ekor anjing, dengan
memegang lehernya, Siauw Siauw menuang obat ke
dalam mulutnya masing-masing anjing itu.
Cuma sebentar, mendadak anjing yang sekor
menggonggong keras, lantas dia lompat menubruk. Tapi
Siauw Siauw lihai, dengan satu sampokan, ia membikin
anjing itu roboh, lantas ngoser di lantai, lantas darah
keluar dari mulut, hidung, mata dan kupingnya, lalu
sejenak kemudian, dia berdiam dan mati.
Anjing yang lainnya sebaliknya. Dia perangkatkan diri,
dia berkuwing, badannya bergemetar seperti kedinginan,
tidak lama, dia berdiam dan mati juga...
Hati Siauw Siauw terkesiap, ia heran.
Kiauw Pak Beng menggeser ke samping dua bungkus
obat tadi itu, lantas ia mengambil yang lain, yang ia
campurkan ke air obat masakan, yang ia telah tuang ke
dalam dua mangkok, setelah mana, ia menyuruh
anaknya mencekoki lagi dua ekor anjing yang
membandal dicekok dengan paksa.
Sebentar kemudian, dua ekor anjing pun mati.
Kiauw Pak Beng mengulangi perbuatannya, hingga
dua belas ekor anjing pada mati, tinggal yang tiga.
Semua kematian itu berlainan satu dengan lainnya, tetapi
dapat digariskan kepada dua golongan: yang satu
1141 menjadi galak dan merangsang, yang lain menjadi lemah
tak bertenaga Yang tiga itu, yang diberi obat juga, terus
rebah diam, keadaannya seperti orang menderita sakit
berat. "Sekarang singkirkan semua anjing itu!" kata Pak
Beng. Terus dia tertawa dan menambahkan: "Meski aku
telah kurbankan lima belas anjing pemburuku, setelah
pelbagai obat dapat diperiksa sifatnya, itu berharga
juga!" Siu Lan masih berdiam saja ia tak mengerti
maksudnya jago tua itu.
Pak Beng lantas menggeser tiga bungkusan obat ke
depan si nona. "Tunjukilah yang mana satu obat pemunahnya!"
katanya bengis.
Nona Im kaget. Memang, obat pemunah itu ialah satu
di antara tiga bungkus itu. Ia juga kagum untuk caranya
Pak Beng memeriksa semua obatnya itu.
Dua rupa obat yang dimasak Kiauw Pak Beng itu
terbagi dalam dua rupa sifat, panas dan dingin. Ia belum
tahu cara mengobati keracunan anaknya tetapi dengan
memeriksa nadi si anak, ia tahu juga anaknya itu
terserang racun yang sifatnya panas tercampur dingin,
yang bekerjanya lambai, bahwa racunnya lebih banyak
bersifat panas, lebih sedikit bersifat dingin. Dengan
meracuni ke lima belas ekor anjing, tahulah ia
perbedaannya pelbagai kurban anjing itu. Anjing yang
kalap ialah yang minum obat panas, dan yang menjadi
lemas terkena obat sifat dingin. Tiga anjing yang
1142 terakhir, mati tidak, hidup tidak, dan itu anjing ketiga
ekor itu kena minum obat yang racunnya bekerja lambat.
Sebagai seorang lihai, Pak Beng juga tidak cuma
memeriksa obat-obatan itu dan mengujinya terhadap
anjing, diam-diam dia memperhatikan air mukanya Siu
Lan, untuk membade hati si nona.
Maka akhirnya dia tertawa lebar dan kata: "Sekarang
tinggal ini tiga macam obat, tinggal dipilih saja! Apakah
kau masih hendak memaksa aku memikirkan dan
mencobanya lagi?"
Di dalam hati kecilnya, Siu Lan kata: "Tiga macam
obat ini semua bersifat hampir bersamaan, biarnya kau
pintar luar biasa, tidak nanti kau dapat memilihnya!"
Cit Im Kauwcu cerdik luar biasa, kepandaiannya
mengenai racun sukar tandingannya, sedang Siu Lan
telah mewariskan kepandaian ibunya itu" " kepandaian
menggunakan jarum beracun, yang ia telah pakai
menyerang Kiauw Siauw Siauw. Obat pemunah untuk
keracunan itu melainkan satu rupa. sekarang obat ada
tiga macam, asal salah pilih, jikalau Siauw Siauw salah
makan, segera dia bakal mati!
Kiauw Pak Beng tertawa dingin melihat orang
membungkam saja.
"Baiklah!" katanya, bengis. "Kau tidak suka bicara
tetapi aku menghendaki kau sendirilah yang
memberitahukan aku!"
Tiba-tiba saja jago tua ini menyambar tangan si nona,
untuk dengan jerijinya menekan nadi. Dengan lain
tangannya ia menjemput sebungkus obat, yang ia terus
ulapkan di muka nona itu.
1143 "Ini bukan?" dia tanya, keras.
Siu Lan merapatkan giginya, ia menutup mulutnya.
"Biarnya aku mati, tidak nanti aku memberitahukan!"
pikirnya, nekad.
Siauw Siauw heran atas sikap ayahnya. Ia berpikir:
"Kalau dia suka bicara, tentu dia sudah bicara siangsiang.
Perlu apa untuk menanya begini padanya?"
Kiauw Pak Beng tidak memperoleh jawaban, dia
mengangkat bungkusan obat yang kedua.
"Pasti ini?" tanyanya pula. Siu Lan tetap
membungkam. Maka jago tua itu mengangkat bungkusan
yang ketiga, yang terakhir.
"Aku tahu!" dia berseru. "Tentu ini!"
Siu Lan menguatkan hati, dia tidak mengasi kentara
sikap apa juga.
Kiauw Pak Beng tidak menjadi gusar yang ia dilawan
bungkam, sebaliknya, ia tertawa terbahak. Dari antara
tiga bungkus obat itu, ia ambil satu, terus ia lemparkan
itu pada anaknya.
"Dia telah memberitahukan aku!" katanya. "Ini dia!"
Kiauw Siauw Siauw menyambuti obat itu, akan tetapi
ia ragu-ragu. "Lekas kau minum!" kata sang ayah. "Tidak salah!"
Anak itu menganggap nanti ayahnya mempermainkan
jiwanya, maka itu ia lantas makan obat itu.
1144 Memang itulah obat pemunah, maka juga, Siu Lan
menjadi heran sekali. Bukankah ia telah terus menutup
mulut" Saking berduka, ia jadi mengeluh di dalam hati.
Kiauw Pak Beng benar-benar lihai. Walaupun si nona
membungkam, ia memasang mata tajam. Di lain pihak,
iatelah memegang nadi nona itu. Hati Siu Lan tegang
sendirinya ketika ia memilih tiga bungkusan itu. dari
denyutan nadi dapat ia menerka. Nyata ia menerka
tepat. Setelah anaknya makan obat, Pak Beng tertawa dan
berkata: "Pektok Cinkeng telah berada di dalam
tanganku! Obat pemunah juga telah aku kenali!
Bagaimana, apakah sekarang kau masih berani
membelar terhadapku?"
Nona Im percaya bahwa ia adalah bagian mati, maka
ia jawab: "Kau namakan dirimu satu guru besar tetapi
kau menghina satu anak muda! Kau tidak tepat, namamu
itu tidak sesuai!"
Kiauw Pak Beng panas hatinya tetapi ia dapat
menguasai dirinya.
"Baik, akan aku pertunjuki lagi satu kepandaianku
untuk kau lihat!" katanya. "Hendak aku membikin kau
puas dan tunduk!" Ia lantas menjemput sebungkus obat
racun. Ia tanya: "Bukankah ini racun yang paling hebat?"
"Kenapa?" tanya si nona.
"Kau lihat!" kata Pak Beng, yang terus menitahkan
orangnya mengambil semangkok air jernih, lalu racun itu
dituang ke dalam air itu, hingga air itu lantas bergolakgolak.
Itulah bukti hebatnya racun, yang sifatnya panas.
1145 Setelah itu. dengan mementang mulutnya, Kiauw Pak
Beng cegluk habis racun itu.
"Jangan kata baru kau!" katanya tertawa, "biarnya
kakek gurumu, si Raja Racun, dia tidak nanti dapat
berbuat apa-apa atas diriku!" Siu Lan melengak, dia
berdiam. Sementara itu Siauw Siauw, setelah makan
obatnya, tidak merasakan sesuatu, maka itu, lega


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya. Ketika ia melihat ayahnya minum racun tanpa
akibat apa-apa, ia berjingkrak.
"Baiklah manusia hina dina ini dimampuskan saja!"
katanya sengit. "Untuk apa dia dikasih tinggal hidup
terus?" "Dialah bakal nona mantuku!" kata Pak Beng,
menjawab anaknya. "Biarnya dia tidak
berkeperimanusiaan kau sendiri tidak dapat tidak
berlaku bijaksana! Maka itu, asal dia suka menyerah
dengan sesungguhnya hati, dapat dia diberi maaf!"
Siu Lan telah menjadi nekad, ia menjadi gusar.
"Siapakah pernah menerima lamaranmu?" dia berseru.
"Ha, kepala hantu, kau pun berani omong tentang
perikemanusiaan dan kebijaksanaan! Tidak, walaupun
aku mati, tidak nanti aku menyerah!"
"Aku justeru tidak menghendaki kematianmu!" kata
Pak Beng tenang. "Siauw Siauw pergi kau tutup dia!
Tunggu sampai dia sudah menyerah benar-benar, baru
kau merdekakan!"
Anak itu tidak berani membantah ayahnya. Pula ia
tetap ketarik kecantikannya nona Im. Pikirnya: "Baiklah,
1146 perlahan-perlahan saja aku siksa dia hingga dia
menyerah..."
Lantas ia bawa Siu Lan ke dalam, untuk diserahkan
kepada dua gundiknya. Ia pesan agar si nona dijaga
keras. Segera setelah anaknya keluar pula. Pak Beng periksa
nadinya anak itu.
"Kau terlambat makan obat, karenanya kau harus
merawat diri baik-baik," dia berkata. "Dalam waktu satu
bulan, kau tidak dapat mendekati orang perempuan!"
Ketika itu obat pemunah mulai bekerja dalam tubuh
Siauw Siauw, obat dan racun bentrok satu dengan lain,
lantaran itu Siauw Siauw lantas merasai kepalanya
pusing dan matanya kabur, setelah itu, ia merasai
perutnya sakit bagaikan ditusuk-tusuk. Ia tahu, itulah
akibatnya bentrokan obat dan racun, ia tidak takut, akan
tetapi ia mesti menahan sakit, ia mengeluh juga, ia
merintih. Karena ini, kapan ia ingat Siu Lan,
kebenciannya memuncak. Dengan terpaksa ia masuk ke
kamarnya, untuk bersemedhi.
Setelah mengurus halnya Siu Lan, baru Pak Beng
menitahkan orang memanggil Law Tong Sun dan
Tonghong Hek. Ia telah mendapat tahu maksud
kedatangannya dua tetamu itu, dengan lantas ia
memberikan persetujuannya, menyatakan kesediaannya
akan bekerja sama Koan Sin Liong. Dengan lantas
ditetapkan janji pertemuan di malam Tiong Ciu lain
tahun, dan tempat pertemuannya ialah kuil Siangfjeng
Kiong di atas gunung Laosan. Kepala kuil itu, Hay Jiak
Tojin, berasal kepala perompak di Tanghay, laut Timur,
oleh karena Yap Seng Lim menduduki tiga belas pulau di
1147 laut Timur itu, dia kehilangan sarangnya, terpaksa dia
menyingkir dan hidup sebagai tosu atau imam. Dia
bersahabat dengan Law Tong Sun, maka itu Tong Sun
mengusulkan kuilnya ini sebagai tempat pertemuan di
antara dua hantu dari Selatan dan Utara itu. Dengan
begini, Tong Sun pun mengandung maksud, ialah dia
ingin memancing Yap Seng Lim suami isteri, untuk
mereka ini dibekuk, untuk diserahkan kepada
pemerintah, sedang di lain pihak, penangkapan Yap Seng
Lim suami isteri itu akan memperhebat permusuhan di
antara kedua hantu itu dan Thio Tan Hong.
Kiauw Pak Beng menerima baik rencana Tong Sun itu,
kemudian ia berbicara dengan Tonghong Hek. Orang she
Tonghong ini lantas diminta bantuannya, ialah kalau
nanti dia pergi ke Siangceng Kiong, untuk berkumpul,
supaya dia membawa sekalian beberapa rumput daun
obat-obatan asal tanah Biauw. Bukan main girangnya
TonghongHek. itu artinya Pak Beng senang padanya. Ia
lantas memberikan janj inya.
Ketika itu dua-dua Tong Sun dan Tonghong Hek
heran. Selagi berbicara dengan Pek Beng, mereka
mendapatkan kulit mukanyajago itu berubah-ubah,
sebentar menjadi biru gelap, sebentar hitam. Walaupun
demikian, mereka tidak berani menanyakan sebabnya.
Semundurnya kedua tetamunya itu, Kiauw Pak Beng
kata pada Le Kong Thian: "Sekarang aku hendak
menutup diri lagi. Kali ini waktunya pendek. Yaitu setelah
tiga hari, baru pintu kamarku dapat dibuka. Selama tiga
hari itu, tidak perduli terjadi perkara bagaimana besar,
tak dapat aku diganggu. Muridnya Koan Sin Liong dan
tetamu she Law itu, kau layanilah mereka selama
1148 beberapa hari ini, nanti setelah aku membuka pintu, baru
mereka diantarkan pergi."
Biasanya, kalau Kiauw Pak Beng menutup diri,
waktunya setengah bulan atau sedikitnya sepuluh hari,
maka itu, kali ini waktu itu luar biasa. Pula luar biasa dia
masih menahan tetamunya, untuk menanti ia beberapa
hari. Sama juga si tetamu ditahan untuk membantu
melindungi padanya.
Kong Thian heran tetapi ia menerima baik pesan itu.
Begitu lekas ia sudah memesan orang kepercayaannya
itu, Kiauw Pak Beng lantas masuk ke dalam kamarnya. Ia
membawa kitab Pektok Cinkeng, maka kitab itu lantas
diperiksa. Habis membaca, ia tertawa dan berkata
seorang diri: "Semenjak dulu hingga sekarang, belum
pernah terdengar ada orang yang dapat meyakinkan
Siulo Imsat Kang sampai di tingkat ke sembilan!
Sekarang adalah aku, Kiauw Pak Beng, yang menjadi
orang pertama!"
Sejak dia dipecundangi Thio Tan Hong, Kiauw Pak
Beng pulang ke gunungnya di mana terus ia meyakinkan
sungguh-sungguh Siulo Imsat Kang, ilmu kepandaiannya
yang istimewa itu. Ia sudah mencapai tingkat ke tujuh, ia
mulai memasuki tingkat ke delapan. Tingkat delapan ini
tingkat yang paling berbahaya, inilah ketika paling
gampang untuk orang tersesat dan bercelaka. Pak Beng
mengandalkan tenaga dalamnya yang mahir, ia mau
mencoba. Setiap tingkat dari Siulo Imsat Kang berarti kemajuan,
karena sifatnya dingin, hawa dingin itu mesti dilawan.
Benar tenaga dalam Pak Beng sudah mahir tetapi sifat
dingin hebat sekali, dari itu tenaga dalamnya dapat
1149 dilampaui. Inilah yang berbahaya. Ancaman ini ia telah
pikirkan dayanya untuk menghindarkannya. Ia melihat
dua jalan, yang dapat membantu padanya. Yang pertama
yaitu peryakinan ilmu lurus, guna melawan kesesatan,
supaya lurus dan sesat tergabung menjadi satu. Kalau ia
berhasil, maka ia tidak bakal diganggu pula bahaya
kesesatan. Cara yang lainnya ialah sesat lawan sesat,
atau benarnya, racun lawan racun, yaitu ia mesti makan
racun yang hebat dicampur dengan beberapa macam
obat lain yang sifatnya keras juga. Lainnya obat ini akan
dipakai melawan sifat dingin. Tegasnya, panas lawan
dingin, dingin dicocokkan dengan panas.
Kiauw Pak Beng tidak berhasil mendapatkan pelajaran
lurus, ia memilih jalan yang kedua, yaitu menggunakan
racun. Maka itu, ia berdaya memahamkan racun.
Demikian, ia ingat kitab Pektok Cinkeng dari Cit Im
Kauwcu. Segala daya telah diambil, guna mendapatkan
kitab itu. ia tidak berhasil, sampai kali ini anaknya
beruntung mendapatkan itu. Jadi, ketika ia makan racun
di depan Siu Lan, ia bukan cuma menunjuki
kegagahannya, ia sebenarnya lagi mencoba cara yang
kedua itu. Racun telah tersedia, kitab sudah ada, tak
susah-susah lagi ia mencari lain racun. Siu Lan tidak tahu
maksud orang, tidak heran ia menjadi heran sekali.
Begitulah, habis makan racun, Kiauw Pak Beng
menutup diri. Ia bersamedhi dengan menderita. Di dalam
perutnya, hawa panas dari racun bentrok dengan hawa
dinginnya. Sebentar ia kepanasan, sebentar ia
kedinginan. Selama itu, darahnya mengalir diseluruh
tubuhnya, membikin ia mendapatkan suatu perasaan
yang ia tidak dapat menyebutnya. Ia tidak takut, ia
bahkan merasa girang. Ia mengerti, penderitaannya ini
1150 ialah ujian untuk lulus mencapai tingkat ke delapan, tiba
kepada tingkat terakhir.
Baru di malam kedua Pak Beng menyekap diri, Hok
Thian Touw bersama Leng In Hong dan Liong Kiam Hong
telah tiba di Kunlun San. Mereka terus mendaki. Di waktu
malam seperti itu, bisa di mengerti rumahnya jago itu
sunyi sekali. "Heran, istananya si hantu seperti tak terjaga," kata
Thian Touw. Ia tidak tahu, kesunyian itu terutama
disebabkan tuan rumah lagi menutup diri, Le Kong Thian
menjaga di luar kamar dan Siauw Siauw lagi berobat
dalam kamarnya sendiri. Di lain pihak, lain-lain orang di
rumah itu tak ada yang demikian lihai yang bisa
menandingi ilmu ringan tubuh mereka bertiga.
"Tidak ada penjaga, itulah lebih baik lagi," kata In
Hong. "Kita boleh nerobos masuk langsung menolongi
orang!" "Jangan, kita jangan bertindak demikian," Thian Touw
mencegah. "Baik dan buruk, Kiauw Pak Beng satu guru
besar, maka itu pantas jikalau kita menemui dia dengan
memakai aturan kaum Kangouw, ialah kita bicara dulu.
menjelaskan maksud kedatangan kita."
In Hong suka mendengar perkataan suaminya ini.
Memang, kalau mereka menyerbu, tidak nanti Pak Beng
gampang saja mau membiarkan maksud mereka
berhasil. sedikitnya mesti terjadi pertarungan seru.
"Baiklah," katanya. "Mari kita menantang secara
berterang!"
Suami itu lantas mengerahkan tenaga dalamnya, terus
ia mengasi dengar siulan nyaring dan lama, menyusul
1151 mana, menghadapi rumahnya Kiauw Pak Beng. yang
dipanggil "istana hantu," ia berkata keras: "Hok Thian
Touw dari Thiansan mempunyai urusan yang hendak
dibicarakan, maka itu Kiauw Locianpwee, silahkan kau
keluar untuk menemuinya!"
Inilah ilmu tenaga dalam yang dinamakan "Coanim
jipbie" atau "penyaluran suara," saking hebatnya daundaun
pohon dapat rontok karenanya dan burung-burung
pada kaget dan berterbangan, maka itu, meskipun Kiauw
Pak Beng berada di dalam, mesti ia dapat
mendengarnya. Akan tetapi, sebaliknya dari dugaan. Pak
Beng tidak menyahuti sama sekali.
"Heran," pikir Thian Touw setelah menanti sekian
lama. Sebaliknya daripada Kiauw Pak Beng, atau
jawabannya lantas juga terlihat munculnya beberapa
orang yang datang dari pelbagai penjuru. Setelah
sampai, mereka itu mengasi dengar cacian mereka:
"Mahluk apa berani berteriak-teriak tidak keruan di sini"
Apakah kamu kira kakek guru kami dapat dipanggil
dengan cara ini?"
Mereka itu orang-orangnya Kiauw Pak Beng. mereka
tidak kenal Thian Touw. dan karena Thian Touw belum
berusia lanjut, mereka memandang tidak mata.
"Sebenarnya kakek guru kamu ada di rumah atau
tidak?" tanya Thian Touw. "Jikalau dia tidak ada di
rumah, nah, kamu suruh saja tuan muda kamu keluar
untuk bicara dengan kami!"
Thian Touw menanya demikian karena ia pikir:
"Jikalau Kiauw Pak Beng ada di rumah, dengan
1152 mendengar namaku, walaupun dia tidak keluar sendiri
menyambut, mestinya dia memberikan jawabannya.
Kenapa dia menyuruh keluar ini segala orang
sebawahannya yang hanya membuat berisik?"
Salah seorang, yang rupanya menjadi kepala telah tiba
di depan pintu. Dia mengawasi Thian Touw beramai
dengan sikapnya yang jumawa. Lantas dia kata:
"Sungguh terkebur! Bagaimana kau berani menghendaki
tuan muda kami keluar berbicara dengan kamu! Hm!
Kamu tahu aturan atau tidak" Seharusnya kamu
memasuki dulu kartu namamu, lantas besok kamu
datang kemari! Juga, pedang kamu harus ditinggalkan di
sini! Kecuali sanak atau sahabat kekal, atau mereka yang
diberikan ijin istimewa, dilarang membawa senjata
datang kemari!"
Lalu seorang lagi, yang terlebih galak sikapnya,
berkata nyaring: "Di mana ada aturan orang datang
meminta bertemu di waktu malam gelap buta rata
seperti ini" --- Suheng, apaperlunya kau melayani
mereka bicara" Orang-orang semacam mereka ini, mana
majikan kita sudi menemuinya" Menurut aku paling
benar kita usir mereka turun gunung!"
Thian Touw tidak sudi melayani dia. "Maaf!" katanya
"Karena majikan kamu tidak keluar, kami terpaksa mau
lancang masuk!"
Orang yang menjadi kepala itu heran dan kaget,
lantas dia menjadi gusar.
"Sungguh besar nyalimu!" katanya "Kamu mau
lancang masuk"
1153 "Baiklah, sute, aku bersedia menuruti pikiran kau, mari
kita usir mereka turun gunung!"
Belum berhenti suara orang itu, dua orang sudah
berlompat maju, akan tetapi belum sempat mereka
menyerang, tubuh mereka sudah dibikin terpental oleh
Thian Touw hingga mereka roboh terpelanting!
"Kiauw Pak Beng!" In Hong mengasi dengar suaranya,


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kami sudah menggunakan aturan, apakah kau tetap
tidak mau keluar" Apakah kau hendak membikin
kawanan budak ini mendatangkan malu" Baiklah!"
Selagi Thian Touw bicara isteri ini sudah menyiapkan
sepotong batu di dalam genggamannya, setelah ia
mengerahkan tenaga dalamnya, batu itu ia membuatnya
hancur remuk, maka ketika ia mengayun tangannya
dalam gerakan "Boanthian hoaie" atau "Hujan bunga di
seluruh langit," batu itu menyambar kepada kawanan
orangnya Pak Beng itu. Dalam sekejap, tangan mereka
telak terhajar, senjata mereka pada terlepas jatuh ke
tanah! Justeru itu pintu besar terpentang, di ambang pintu
muncul Le Kong Thian, si manusia raksasa. Dengan
tangan mencekal tokkak tongjin, gembolannya yang
berupa boneka kuningan, ia kelihatan keren sekali. Baru
orang yang menjadi kepala itu mau bicara, untuk
memberi laporan atau mengadu, dia sudah dibentak
pengurus rumah ini: "Kawanan budak tidak punya guna,
lekas kamu pergi!"
Thian Touw tertawa.
"Le Koankee, kau tentu mengenali aku?" ia berkata,
menanya. 1154 Kong Thian tidak mengiakan, ia hanya kata: "Urusan
merampas bingkisan sudah habis, guruku sudah bicara
jelas dengan kau, kedua pihak akan melepaskan tangan,
untuk tidak mencampur tahu lagi, maka itu, apa perlunya
kau masih datang kemari?"
"Kali ini kami datang bukan untuk urusan bingkisan,"
Thian Touw menjawab. "Kami juga tidak bermaksud
buruk. Aku hendak minta satu orang kepada majikanmu.
Asal kamu menyerahkan orang itu, kami pun akan segera
berlalu dari sini!"
"Siapakah orang itu?" tanya Kong Thian. Ia berlagak
pilon meskipun ia sudah dapat menduga.
"Anak perempuan dari Cit Im Kauwcu!" jawab In Hong
bengis. "Aku melihat tegas dia diculik Kiauw Siauw
Siauw! Apakah kau masih hendak melindungi majikan
mudamu itu?"
Kong Thian bingung.
"Justeru suhu lagi menutup diri," pikirnya.
"Bagaimana?" Tapi ia mesti lekas menjawab.
"Urusan majikanku aku tak tahu menahu," sahutnya.
"Jikalau kau tidak dapat mengambil keputusan sendiri,
kau harus minta majikanmu keluar!" kata Thian Touw.
"Sekarang ini tengah malam gelap buta, mana dapat
aku mengganggu majikanku?" kata Kong Thian.
"Sekarang baiklah kamu pulang, jikalau ada urusan,
besok kamu datang pula!"
Manusia raksasa ini pikir, besok gurunya akan keluar
dari kamar, dengan begitu besok gurunya pasti dapat
bertindak. 1155 "Sungguh Kiauw Pak Beng banyak lagaknya!" kata In
Hong tertawa dingin. "Dia besar kepala dia tidak mau
menemui kami, nanti kami masuk sendiri!"
"Kenapa kamu tergesa-gesa sekali?" kata Kong Thian,
bingung. "Bukankah waktunya tinggal setengah malaman
lagi?" "Tapi adik Im berada di dalam sarang hantumu!" kata
In Hong. "Kami telah datang di sini, kami menghendaki
dia lantas dimerdekakan! Tak dapat kau
melambatkannya!"
Thian Touw pun kata: "Jikalau gurumu berada di
rumah, seharusnya dia sudah mendusin lantaran kaget!
Bukankah baik urusan dapat dibereskan siang-siang"
Maka itu aku minta sukalah dia keluar menemui kami?"
Kong Thian mengerutkan alis, ia mengasi lihat roman
sukar. "Majikanku telah memesan bahwa di waktu malam
tidak dapat ia menemui orang," ia kata. "Tuan Hok,
kaulah seorang pintar, maka itu mustahilkah kau tidak
tahu aturannya untuk menemui orang dari tingkat
terlebih tua" Baiklah kamu pulang dulu, untuk menulis
karcis namamu, lalu besok kamu kembali."
"Jikalau begitu, memang sengaja Kiauw Pak Beng
membawa lagaknya ini..." pikir Thian Touw. Ia tahu,
perbuatannya ini di luar kebiasaan tetapi urusannya
sangat penting. Ia pun mendongkol orang demikian
bertingkah. Maka ia kata dingin: "Sebenarnya aku tidak
mempunyai sangkutan apa-apa dengan gurumu, dari itu
tak usah kita bicara dari hal tingkat tua atau muda!
Sekarang pun aku datang bukan sebagai orang tingkat
1156 lebih muda! Jikalau dia merdekakan orang yang kami
minta, kami lantas berlalu,jikalau tidak, terpaksa kami
mesti masuk untuk lantas memintanya!"
Kong Thian menjadi terdesak.
"Tuan Hok," katanya, "kau kira tempat ini tempat apa"
Kau kira kau dapat main gila di sini?"
Thian Touw tidak menggubris lagi, sambil mengasi
dengar ejekan "Hm!" ia bertindak maju, untuk
menerobos masuk.
Kong Thian melintang di ambang pintu, bonekanya
digeraki. Atas itu, segera terdengar suara nyaring
beberapa kali, bagaikan genta dipalu. Sebab Thian Touw
telah menggunakan pedangnya, menikam beberapa kali.
Kong Thian terdesak, ia main mundur.
Selagi suaminya maju, In Hong turut masuk. Ia diikuti
Kiam Hong. Sesampainya mereka di dalam, di sana terlihat Law
Tong Sun dan Tonghong Hek, yang baru datang. Lantas
si orang she Tonghong berseru: "Di dalam dunia di mana
ada tetamu begini jahat! Kita yang menjadi tetamu pun
tidak senang melihatnya!" Lantas dia menghunus
pedangnya, untuk menyerang.
Thian Touw menekan boneka Kong Thian dengan
sebelah tangan, dengan tangan kanannya ia memutar
pedangnya, yang menjadi berkelebatan.
Tonghong Hek heran. Belum pernah ia melihat
gerakan pedang semacam itu. Percuma ia menangkis
berkelit, lantas ia kena ditikam enam atau tujuh kali.
Syukur untuknya, tikaman itu tidak melukakan parah,
1157 sebab tenaganya jago Thiansan itu dipakai juga
mempengaruhi si manusia raksasa. Dia jadi terluka lecet
saja. Hok Thian Touw bersilat dengan ilmu pedangnya yang
baru berhasil diciptakan olehnya, sekali digeraki, gerakan
itu terus berantai. Maka itu meskipun tangan kirinya
menjagai boneka, tangan kanannya bergerak dengan
merdeka. Tapi ia tidak cuma menyerang Tonghong Hek,
ia juga terus menyerang Kong Thian.
Manusia raksasa itu tidak sudi membiarkan bonekanya
ditekan, dia meronta, dia melawan, tetapi justeru itu,
Thian Touw menyerang dia, hingga lantas jugajalan
darahnya, jalan darah soanki, kena ditusuk, sedang
Tonghong Hek, kena tertikam jalan darahnya, jalan
darah yang leng.
Kong Thian menangkis dengan bonekanya. Ia berhasil.
Dengan satu bentrokan, pedang Thian Touw dibikin
mental. Tapi inilah yang ditunggu jago Thiansan itu.
Menggunakan saat pedangnya mental, Thian Touw terus
menikam Tonghong Hek!
Di saat si orang she Tonghong terancam bahaya,
angin menyambar hebat ke arah Thian Touw. Itulah
serangan gelap. Untuk membela diri, ia lantas
menyampok ke belakang, kakinya ikut bergerak dalam
gerakan "Naga mendekam mengisar." Maka bebaslah ia
dari sambaran, sebagaimana Tonghong Hek terhindar
dari serangannya.
Ternyata penolongnya Tonghong Hek ialah Law Tong
Sun. 1158 "Baru sepuluh tahun kita berpisah, nyata ilmu
pedangmu jadi lihai sekali, tuan!" kata Tong Sun tertawa.
"Kau membuatnya orang sangat kagum!"
"Kepandaianmu Hun Kin Co Ku Ciu juga maju pesat
sekali!" jawab Thian Touw dingin. "Apa" Apakah benar
kau hendak main-main dengan aku?"
"Tidak, aku tidak berani!" sahut Tong Sun, tertawa
juga. "Tapi aku menjadi tetamu di sini, tidak dapat aku
membiarkan tuan rumahku terganggu pengacau!
Saudara Hok, kaulah seorang terpelajar, kau mesti
mengerti keadaan. Aku harap, kau datang lagi besok,
nanti aku mewakilkan tuan rumah melayani kau secara
pantas!" "Menurut kata-katamu, jadinya malam ini kau hendak
merintangi aku?" Thian Touw tegaskan.
Leng In Hong menjadi sangat gusar.
"Kau berkomplot dengan Kiauw Siauw Siauw!" ia
membentak. "Di dalam halnya Im Siu Lan diculik, kau
ada bagianmu! Belum lagi aku mencari kau untuk
membual perhitungan, sekarang kau berani menghalanghalangi
kami!" Lantas ia menggeraki pedangnya, maju berbareng
bersama suaminya, untuk membukajalan.
Sebenarnya Tong Sun jeri terhadap Thian Touw, tetapi
sekarang ia lagi mengambil hatinya Kiauw Pak Beng,
maka dalam keadaan seperti sekarang, ingin ia
membantu Pak Beng. Ia juga merasa, di rumah Pak Beng
ada kawan-kawannya yang lihai, sekalipun Pak Beng
sendiri tidak keluar, tidak nanti pihaknya dapat
dikalahkan suami isteri itu, maka ia membandel.
1159 "Oleh karena kau tidak dapat memaafkan, Leng Lihiap,
terpaksa aku si orang she Law berlaku kurang ajar
terhadapmu!" katanya. Lalu ia pun menggeraki dua
tangannya. Belum berhenti suaranya Tong Sun, pedangnya In
Hong sudah meluncur ke dadanya. Ia terkejut melihat
berkilaunya sinar pedang itu. Tapi ia tabah, lantas ia
mengibas. Ia berhasil membikin pedang nyasar ke
samping, akan tetapi ujung bajunya kena terobek!
Selama di kuil tua, Tong Sun dapat melayani In Hong
sama tangguhnya, dengan di sana ada Le Kong Thian
dan Tonghong Hek. ia percaya dapat Thian Touw
dihalangi dua kawan itu, supaya ia bisa menempur si
nyonya dengan satu lawan satu. Akan tetapi ia telah
tidak memperhitungkan ilmu pedang bersatu padu dari
suami isteri Hok
Thian Touw-Leng In Hong itu.
Setelah bertempur berendeng, dengan sendirinya
ketangguhan In Hong naik empat lipat dan ketangguhan
Thian Touw tiga lipat.
"Kena!" berseru Thian Touw selagi mereka bertempur
seru, tengah sinar pedang berkelebatan.
Le Kong Thian menangkis dengan bonekanya, yang
dibawa ke depan dadanya. Ia bersiaga untuk pedang si
pria. Tapi di luar dugaannya, pedang si wanita yang
meluncur ke arahnya, kesasaran yang ia tidak sangka
sama sekali. Ia baru kaget ketika ujung pedang si nyonya
mampir di dengkulnya, hingga dengkul itu terluka, rasa
sakitnya nelusup ke uluhatinya!
1160 Demikian Iiehaynya ilmu pedang Thian Touw.
Seruannya itu ialah seruan untuk isterinya, bukan
untuknya sendiri.
Law Tong Sun si licin segera dapat melihat ancaman
bahaya. Ia jeri untuk Iiehaynya musuh suami isteri itu,
hingga segera ia mengambil keputusan tidak mengharapi
jasa lagi, cukup asal dapat lolos dari bahaya. Ia
menggunakan kelincahannya, ia bergerak dengan cepat,
hingga Thian Touw berdua tidak mau, atau tidak berniat,
terlalu mendesaknya, karenanya dia tidak segera
dirangsak. Le Kong Thian payah benar karena terlukanya
dengkulnya itu, dengan sendirinya tenaganya menjadi
berkurang, saking terpaksa ia bertahan terus.
"Kena!" berseru In Hong setelah lewat lagi beberapa
jurus. Ia mengancam, tetapi bukan pedangnya yang
terus bekerja hanya pedang Thian Touw dan ujung
pedang ia ini menyambar kutung dua jeriji tangannya
Tonghong Hek, yang tidak cukup sebat untuk serangan
jago Thiansan itu. In Hong sebaliknya, pedangnya
mampir di pundak Kong Thian, hingga sekarang terpaksa
si manusia raksasa berlompat mundur, untuk lari ke
dalam. Melihat koankee, kuasa rumah, dari Kiauw Pak Beng
lari ke dalam, Tong Sun menurut buat tanpa bersangsi
lagi, tanpa ayal pula.
"Bangsat tua, kali ini bagian kau!" (n Hong
membentak. Tong Sun kaget. Ia merasakan hawa dingin
menyambar punggungnya. Dengan lantas ia berkelit
1161 sambil menjatuhkan diri, untuk terus bergulingan. Ia
menggunakan tipu silat "Yan Ceng Sippat Koan," atau
"Yan Ceng bergulingan delapan belas kali," hingga
sekejap saja ia telah dapat menyingkir tiga tombak lebih.
Meski begitu, ia tidak dapat melindungi rambutnya, yang
kena terbabat kutung selagi ia berkelit menjatuhkan diri.
Hok Thian Touw mengejar.
"Kiauw Losianseng!" ia memanggil. "Kau masih tidak
mau keluar, apakah benar kau menghendaki kami
menyerbu masuk?"
Le Kong Thian tidak sempat menutup pintu, terpaksa
ia lari ke taman belakang di mana, di tengah-tengah, ada
sebuah rumah besar di dalam mana, dari jendela, di


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

antara sinar rembulan, terlihat samar-samar
bayangannya Kiauw Pak Beng yang lagi duduk bersila.
Melihat demikian, kembali Thian Touw mengasi dengar
suaranya: "Kiauw Losianseng, silakan keluar!"
Mendadak dari dalam rumah itu berlompat keluar dua
orang. Mereka itu gusar, mereka berseru: "Hok Thian
Touw, nyalimu besar! Bagaimana berani kau telah datang
kemari" Tapi ini ada baiknya! Lolapjadi tak usah
membuang waktu lagi akan pergi ke gunungmu!"
Thian Touw lantas mengenali, dua orang itu ialah Tek
Seng Siangjin serta Kiok Ya Ciauw.
Tek Seng Siangjin mentaati perintahnya Kiauw Pak
Beng pergi mengambil batu keehiatcio di Sengsiu Hay,
waktu perjalanan tiga hari dia persingkat menjadi dua
hari, maka juga di malam kedua dari Pak
Bengbersemedhi, dia sudah kembali. Karena dia pergi
bersama Kiok Ya Ciauw, mereka pulang bersama. Saking
1162 letih mereka lantas masuk tidur, sampai suara berisik di
luar membuat mereka mendusin. Mereka juga telah
dikasih bangun pelayan mereka. Demikian mereka lantas
keluar, sampai mereka menghadapi musuh lama.
Liong Kiam Hong juga turut bertempur. Ia menghajar
beberapa pelayan, yang hendak mengepung.
Ada beberapa pelayan, yang melihat musuh-musuh
demikian tangguh, mereka bersangsi untuk mengeroyok,
mereka cuma mengawasi saja.
Tek Seng Siangjin boleh lihai akan tetapi dia bukan
tandingan dari Hok Thian Touw dan In Hong, ditambah
sekarang dia tengah letih, baru belasan jurus dia sudah
terdesak. Dia tadinya mengharap, dengan mengandal
pada jumlah yang banyak, dia dapat bertahan lama.
Tidak tahunya, dugaannya itu meleset. Le Kong Thian
terluka, ia tidak dapat berkelahi terlebih jauh. Tonghong
Hek sudah "pecah" nyalinya, berkelahinya aksi saja.
Tinggal Kiok Ya Ciauw dan Law Tong Sun. Tapi Tong Sun
tetap dengan kelicikannya, dia lebih banyak membela diri
daripada merangsak. Kiok Ya Ciauw pun payah. Dia telah
kehilangan gembolannya, dia berkelahi dengan sebatang
toya kuningan, senjata yang tak cocok untuknya.
Selagi bertempur itu, Thian Touw dapat mendekati
Tek Seng Siangjin, yang ia terus serang. Tek Seng
membela diri, dia menangkis. Justeru dia menangkis, dia
pun diserang In Hong. Dia terancam bahaya, karena
mana dia menjadi nekad. Dengan tangan kirinya, dia
menyerang Nyonya Thian Touw. Dia ingin mati bersama!
Di dalam halnya tenaga dalam, dia memang menang dari
nyonya itu. Maka kalau In Hong kena terserang,
1163 celakalah ia. Tapi In Hong lihai, ia menunjuki
kegesitannya. Tek Seng melihat si nyonya menyerang ke kirinya, ke
kiri dia mengirim hajarannya. Di luar dugaannya, In Hong
mengubah tujuan. Dengan kepandaian yang
mengagumkan, ia menahan serangannya itu, sebaliknya,
di saat tangan orang tiba, ia meneruskan menyerang!
Bukan main kagetnya Tek Seng Siangjin, sia-sia belaka
percobaannya menyelamatkan diri, jeriji tangannya kena
juga tersambar buntung!
Menyusul jago dari Sengsiu Hay ini, Kiok Ya Ciauw pun
menjerit keras dan toya kuningannya jatuh ke tanah.
Sebab ketika Hok Thian Touw gagal menyerang Tek
Seng, pedangnya ditarik pulang sekalian diteruskan
kepada orang she Kiok itu, maka lengan dia ditanya
pedang, hingga dia kesakitan, dia menjerit, toyanya
dilepas dengan terpaksa!
Law Tong Sun sudah mundur ke dalam pintu, Tek
Seng Siangjin dan Kiok Ya Ciauw lari menyusul, untuk
masuk juga. Sekarang ini terpaksa mereka mundur,
sebab ternyata, lawan mereka tangguh sekali.
Le Kong Thian berlaku cerdik, dengan tenaganya yang
kuat, ia melemparkan dua buah meja saling susul, guna
merintangi Thian Touw dan In Hong, menyusul mana dia
lompat ke pintu, untuk digabruki, buat ditutup.
Thian Touw menjadi besar hatinya melihat ia dapat
bekerja erat dengan isterinya, hingga musuh-musuh
tangguh itu dapat dilukai dan dipukul mundur, dengan
begitu ia dapat perasaan tak usahlah ia kuatirkan pula
1164 Kiauw Pak Beng yang lihai. Begitulah, melihat pintu
ditutup, dia menembrak dengan kedua tangannya.
Pintu terbuat dari kayu merah, tebalnya enam atau
tujuh dim, tidak dapat itu digempur roboh.
"Baiklah kita cari alat yang tepat untuk
menggempurnya," In Hong mengasi pikiran.
Thian Touw setuju. "Mari kita gunai pohon itu saja,"
katanya. Maka ia menghampirkan pohon yang ia tunjuk,
yang berada di depan pintu.
In Hong setuju. Lantas mereka bekerja sama,
mencabut pohon itu. Maka di lain detik, mereka sudah
mulai menggempur daun pintu.
Disebelah dalam, Tek Seng Siangjin bertahan
bersama-sama Law Tong Sun sekalian. Mereka itu
mengerahkan semua tenaga mereka. Dalam
pertempuran mereka kalah dari Thian Touw dan In
Hong, akan tetapi sebenarnya, dalam hal tenaga dalam,
Tek Seng menang daripada jago Thiansan itu, dan Law
Sun dan Le Kong Thian menang daripadaNyonya Hok.
Dengan demikian, mereka dapat bertahan dengan baik.
Thian Touw dan In Hong merasakan tangan mereka
nyer-nyeran, tak ada hasil gempuran mereka itu, dengan
terpaksa mereka berhenti sendirinya.
"Siluman tua she Kiauw, kau sungguh tidak tahu
malu!" In Hong mendamprat saking mendongkol.
"Kenapa kau menjadi kura-kura yang menyimpan
kepalanya" --- Mari kita menunggu, mustahil dia tidak
keluar seumur hidupnya!"
1165 Thian Touw heran akan sikapnya Pak Beng itu.
Mestinya orang dengan derajat sebagai jago tua itu tidak
akan mengijinkan kehormatannya dinodai secara
demikian. Terang terlihat dia berada di dalam kamar,
kenapa dia tetap tidak mau muncul" Ia menduga
mungkin Pak Beng lagi melatih diri, ia hanya tidak
menyangka latihan itu ialah latihan istimewa.
Melatih diri dengan bersemedhi seperti Pak Beng itu,
ada bedanya di antara kaum lurus dan kaum sesat.
Latihan menutup diri kaum lurus dapat ditunda, biarpun
di saat gentingnya, saat itu tak lebih lama daripada satu
jam atau lebih sedikit. Pada pihak sesat, batas itu lebih
lama dan mesti tepat juga, tidak dapat diganggu meski
umpama kata satu detik. Dalam kalangan kaum sesat
itulah yang dibilang saat "bertemunya naga dengan
harimau" atau "jungkir baliknya im dan yang." Itu
artinya, jalannya nadi bertentangan. Di saat bersemedhi
begitu, "orang melihat tak dapat melihat, dan mendengar
tak dapat mendengar." Maka juga, walaupun Hok
Thian Touw mengamuk bagaikan "langit ambruk dan
bumi gempa," sedikitpun Pak Beng tak mengetahuinya.
"Si siluman tua tidak mau ke luar menyambut
tantangan kita, apakah kita habis daya karenanya?" In
Hong tanya. "Kita tidak dapat menggempur pintunya yang tangguh
ini, bagaimana?" Thian Touw balik menanya. "Memang
aneh sekali! Kenapakah Kiauw Pak Beng tidak sudi
melayani kita bertempur?"
"Karena ini, baiklah kita jangan perdulikan dia," In
Hong mengasi pikiran. "Sekarang baik kita cari dulu Im
Siu Lan guna menolongi dia."
1166 "Tidak nanti Siu Lan berada bersama Pak Beng dalam
kamarnya itu, baiklah kita mencari di lain kamar," Kiam
Hong menyarankan.
"Kurang tepat tindakan itu," Thian Touw bilang.
"Lawan kita Kiauw Pak Beng, kenapa kita mesti
mengganggu anggauta-anggauta keluarganya?"
Jago Thiansan ini tetap masih mengukuhi sifatnya,
untuk menghormati aturan Rimba Persilatan, supaya
tetap ia berurusan dengan Kiauw Pak Beng seorang.
"Entah sampai kapan siluman tua she Kiauw itu
muncul." berkata In Hong. "Menurut aku baiklah kita
mencari di lain-lain bagian rumah ini. Bicara tentang peri
kepantasan, Kiauw Siauw Siauw sendiri yang mulai
menculik orang, yang dia bawa lari ke atas gunungnya,
maka itu dialah yang lebih dulu bersalah. Kiauw Laokoay
tidak mau keluar, dari itu menghadapi Kiauw Siauw
Siauw yang jahat itu, perlu apa kita pakai aturan lagi?"
Thian Touw ketahui, tanpa berhasil menolongi Im Siu
Lan, isterinya itu tidak nanti mau pulang, maka terpaksa
ia menuruti kehendak isteri itu. Tapi tetapi ia memakai
aturan, maka ia berkata dengan nyaring: "Kiauw
Locianpwee, jikalau tetap kau tidak mau keluar, terpaksa
kami hendak menggeledah rumahmu ini!"
Berisik suara itu tetapi dari dalam tidak ada
jawabannya. Melihat kelakuan suaminya itu, In Hong mendongkol
berbareng merasa lucu.
"Dengan kau membikin banyak berisik ini." katanya
tertawa, "pastilah adik Im itu lantas mereka
sembunyikan, hingga dia jadi semakin sukar dicari!"
1167 Tapi mereka berjalan terus. Baru beberapa tindak,
mendadak Thian Touw berhenti.
"Lebih baik aku jangan mencari..." katanya.
"Eh, kenapakah?" tanya In Hong heran.
"Kamu yang masuk sendiri, menggeledah." sahut
suami itu. "Jikalau kamu menghadapi musuh tangguh,
baru kamu berteriak memanggil aku. Aku akan berdiam
di sini menantikan Kiauw Pak Beng."
Thian Touw tetap seorang terhormat, walaupun di
rumah musuh, tidak mau ia mengacau aturan sopan
santun. Tidak berani ia lancang masuk ke dalam rumah
orang. In Hong tertawa.
"Kau banyak sekali pantangannya!" katanya tertawa.
"Baiklah, kau berdiam di sini menantikan Kiauw Pak
Beng. Jikalau ada terjadi sesuatu di luar dugaan, kita
saling bersiul sebagai pertanda!"
Lantas In Hong mengajak Kiam Hong. Mereka berdua
pun masih berpisahan. Ia sendiri pergi ke sebelah
selatan, dan Kiam Hong sebelah barat.
Begitu memasuki sebuah lorong dan mengkol, Kiam
Hong membekuk seorang bujang perempuan, yang lagi
lari dengan ketakutan.
"Di mana disembunyikannya si nona she Im?" ia
menegur. "Lekas bicara!"
Dalam takutnya, bujang itu menggoyangi kepala.
"Aku tidak tahu," sahutnya.
1168 "Kiauw Siauw Siauw ada di kamar mana?" Kiam Hong
tanya pula. "Aku budak yang melayani Jinio," berkata bujang itu.
"Semenjak tuan muda pulang, belum pernah dia datang
ke kamar nyonyaku."
"Baik. sekarang kau bawa ke kamar nyonyamu itu!"
perintahnya. Bujang itu tidak berani berbantah, ia lantas
mengantari. Tiba di depan sebuah kamar, ia memanggil
dengan suaranya bergemetar: "Jinio!"
Dengan lantas pintu dibuka. Begitu lekas juga Kiam
Hong nerobos masuk dengan pedang terhunus.
Di dalam situ ada seorang wanita muda dengan
dandanan perlente sekali, dia kaget hingga dia berseru
tertahan, setelah mana, dia maju, untuk merampas
pedang Nona Liong. Dia mengerti silat tetapi
diakalahjauh dari nona ini, justeru tangannya
menyambar, tangan itu disambar pula. Maka lantas saja
dia kena dicekal Kiam Hong, terus dadanya diancam
ujung pedang. "Mana Siauw Siauw?" Kiam Hong tanya, bengis.
"Lekas bilang!"
Nyonya itu kaget dan ketakutan. Ujung pedang telah
membikin pecah dan melowek baju di dadanya, hampir
kulitnya kena disentuh.
"Di... dia tidak ada padaku di sini," sahutnya gemetar.
"Kalau... kalau kau mau tanya... pergilah kau tanya si
siluman rase!..."
"Siluman rase apa?" tanya Kiam Hong.
1169 "Dia maksudkan Samnio," kata si budak.
Kiam Hong segera mengerti, kedua gundiknya Siauw
Siauw pastilah bersaing satu dengan lain, dan yang
berhasil merampas hatinya Siauw Siauw ialah si "siluman
rase" itu, gundik yang nomor tiga. yang dipanggil Samnio
itu. "Bawalah aku kepada siluman rase itu!" katanya
seraya ia telikung Jinio, si gundik yang kedua.
Gundik itu takut, ia menurut.
Kiauw Siauw Siauw memang berada di dalam
kamarnya Samnio di mana dia mengurung Siu Lan. Dia
tahu perihal datangnya Hok Thian Touw dan Leng In
Hong, dia lantas mengurung diri, kamarnya dikunci eraterat.
Sementara itu, hatinya makin panas terhadap Nona
Im, maka itu dia totok urat gagunya Siu Lan, dia
menyiksanya. Siu Lan sangat menderita tetapi terus membungkam.
Tiba-tiba terdengar Jinio mengetuk pintu dan
memanggil: "Adik. buka pintu!" Ia memanggil adik
kepada madunya itu.
Kiauw Siauw Siauw gusar sekali. Ia mengenali suara


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gundiknya itu. "Di waktu begini kau masih menggerecoki aku!"
bentaknya. "Baik! Bukakan dia pintu! Hajar dia!" Dia
menyangka sang gundik datang untuk berebut suami.
Pintu segera dibuka oleh Samnio. Kiam Hong menolak
tubuhnya Jinio, maka gundik ini terjerunuk ke dalam,
membentur madunya, hingga mata Samnio berkunangkunang.
Saking gusar, dia menampar seraya dia
1170 mencaci: "Budak tidak tahu malu! Berani kau datang
kemari memperebuti suami"..." Lalu mendadak dia
berhenti dengan tercengang. Menyusul Jinio terlihat Kiam
Hong dengan pedang terhunus di tangan. Dia tidak kenal
nona itu, tapi dia kaget dan tercengang karenanya.
Kiam Hong tidak mensia-siakan waktu. Ia lompat
masuk sambil terus menikam Siauw Siauw.
Anaknya Kiauw Pak Beng pun kaget, tetapi dia tabah,
dengan sebelah tangan mengempit tubuh Siu Lan,
tangan kanannya menyambar ciaktay, tempat menancap
lilin, untuk menangkis.
Kiam Hong menyontek, membikin ciaktay mental ke
samping, lalu terus ia menikam pula. Ia mengincar
tenggorokannya si anak muda.
Siauw Siauw cerdik dan telengas sekali. Dia bukan
berkelit, hanya dia menangkis. Dia bukan menggunakan
ciaktay ditangan kanan, dia justeru mengajukan
tubuhnya Siu Lan, untuk dijadikan semacam tameng.
"Baik, kau tikamlah!" dia mengejek, tertawa dingin.
"Kau tikamlah!"
Syukur Kiam Hong gesit. Ia batal menyerang. Sambil
dengan pedangnya ia mengancam, dengan tangan
kirinya ia menyambar tubuh Siu Lan.
Siauw Siauw cerdik, dia menarik pulang. Hanya ketika
dia didesak, kupingnya kena digaplok dua kali!
Samnio berada di belakang Nona Liong, mendadak ia
menyerang dengan pisau belati di tangan. Ia juga
mengerti sedikit ilmu silat seperti Jinio, bahkan ia terlebih
lihai. 1171 Kiam Hong ketahui ada bokongan, ia menyabet ke
belakang dengan pedangnya.
Samnio berkelit seraya membungkuk, lalu ia
meneruskan menikam ke kaki nona kita.
Nona Liong menjadi mendongkol. Ia mengelit kakinya
seraya lantas diteruskan, untuk mendupak tangan si
gundik, hingga pisaunya terlepas dan jatuh. Sebaliknya,
ujung sepatu bergerak, mampir di jidat, hingga jidat itu
borboran darah. Baru setelah itu, kaget dan sakit,
Samnio berlompat minggir.
Ketika itu Siauw Siauw sudah lompat mundur ke
belakang, tubuhnya nempel pada tembok.
"Budak hina, akan aku ingat baik-baik dua
gaplokanmu ini!" dia kata sengit. "Nanti setelah lukaku
sembuh, akan aku membikin perhitungan denganmu!"
Lantas tangannya meraba ke tembok di belakangnya itu,
atas mana maka terpentanglah sebuah pintu rahasia ke
dalam mana ia nyeplos masuk sambil membawa Siu Lan.
Cuma sedikit, pintu lantas tertutup rapat pula!
Kiam Hong tercengang, lalu ia menjadi gusar. Ia maju,
ia menolak pintu itu. Tidak ada hasilnya! Pintu keras, tak
dapat dibuka dengan melainkan ditolak. Bukan main
menyesalnya ia. Maka ketika ia membalik tubuh, ia
menuding Samnio.
"Lekas buka pintu ini!" ia membentak. "Jikalau Siauw
Siauw tidak dapat dibekuk, aku nanti rampas jiwamu!"
"Pintu rahasia ini tidak dapat dibuka lagi," sahut
Samnio. "Dia telah menutupnya dari sebelah dalam di
mana ada jalannya dalam tanah! Kau bunuh saja aku..."
1172 "Jikalau ada jalanan dalam tanah tentu ada jalanan
keluarnya!" kata Nona Liong. "Lekas bawa aku ke itu
jalanan keluar!"
"Jalanan keluar di dalam tanah cuma diketahui dia dan
ayahnya bersama Le Kong Thian," Samnio mengasi
keterangan. "Biarnya aku dibunuh, tidak ada gunanya!"
Kiam Hong sudah mengangkat pedangnya, akhirnya
tak tega ia membunuh gundik orang itu, maka untuk
melampiaskan kemendongkolannya, ia menggaplok beberapa kali.
Sampai di situ, ia kembali keluar. Ia menemui In Hong
berada bersama bujang-bujang.
Nyonya Thian Touw juga mencari dengan sia-sia
dalam kamar-kamar di sebelah barat itu, di sana adalah
kamar-kamar bujang-bujang, maka ia menggiring mereka
itu keluar, untuk memeriksa mereka satu demi satu,
guna mendapat tahu di mana Siu Lan disembunyikannya.
"Sudahlah, tak usah memeriksa mereka lagi," berkata
Kiam Hong. "Adik Siu Lan sudah dibawa pergi oleh Siauw
Siauw, yang dari pintu rahasia masuk ke dalam jalan
dalam tanah di dalam rumahnya ini!" Dan ia menuturkan
pengalamannya barusan. Mulanya In Hong melengak,
lantas ia tertawa. Matanya pun memain.
"Dia membawa Siu Lan lari ke dalam jalan rahasia"
katanya "kita dapat pakai jalan rahasia itu untuk terus
menghajar Kiauw Pak Beng!"
"Mereka tidak tahujalanan rahasia itu," Kiam Hong
bilang. 1173 "Tidak apa. Kita suruh mereka ini menggali sampai ke
jalan dalam tanah itu!"
Ketika itu cuaca sudah terang.
"Kiauw Locianpwee!" berkata Thian Touw nyaring. Ia
seperti tidak memperdulikan kata-katanya isterinya itu.
"Bukankah sekarang dapat kau menemui tetamutetamumu?"
Dari dalam tetap tidak ada suara jawaban.
"Tentang maksud kedatangan kami, locianpwee sudah
mendapat tahu," berkata pula Thian Touw, "maka itu
andaikata tetap kau tidak mau menemukan kami, aku
minta supaya Nona Im Siu Lan diserahkan pada kami!"
Tetap tidak ada suara dari dalam rumah itu.
Baru sekarang jago Thiansan itu menjadi gusar.
"Kau tidak sudi menemui kami, kau juga tidak suka
menyerahkan Nona Im!" katanya sengit. "Maka
janganlah kau mengatakan kami tidak tahu aturan! Kami
hendak membongkar rumahmu ini!"
Dalam murkanya itu, Thian Touw memutar tubuh
kepada isterinya.
"Tidak ada jalan damai lagi!" ia berseru. Terus ia
memerintahkan: "Kamu galilah!"
In Hong dan Kiam Hong juga memberikan
perintahnya, maka itu, kawanan bujang itu lantas
bekerja. Mereka menggunakan golok dan pedang untuk
membongkar lantai, buat menggali tanah.
Kiam Hong geli sendiriannya, sembari tertawa ia kata:
"Aku sungguh tidak menyangka si siluman tua she Kiauw
1174 tidak berani muncul! Sekarang kita jadi dapat ketika
untuk beristirahat. Mari kita mencari barang makanan!"
Usul ini diterima baik, lantas mereka bergiliran
menjaga dan mengepalai kawanan bujang itu, untuk
mereka bergantian masuk ke dalam, untuk berdahar.
Ketika Kiam Hong muncul, dia membawa beberapa buah
pacul untuk dipakai oleh kuli-kuli sembatan itu, hingga
pekerjaan mereka menjadi terlebih cepat.
Mendekati tengah hari, orang telah menggali liang
dalamnya tiga tombak. Mendadak kawanan bujang itu
berhenti bekerja, terus mereka mengangkat seorang
wakil, untuk memberitahukan: "Masih ada tanah sekira
satu kaki, setelah itu digali maka akan terdapat jalan
dalam tanah itu. Kami minta kamulah yang menggali
meneruskan."
"Kenapa begitu?" tanya In Hong gusar.
"Mungkin mereka takut pada majikan mereka" kata
Thian Touw yang sabar. "Mereka sudah bekerja berat,
tidak apa mereka boleh dikasih ampun." Ia benar-benar
membubarkan mereka, setelah mana iamenyambuti
pacul, untuk masuk ke dalam lubang galian itu. Ia
memacul tak lama lantas di atasan mereka terlihat
sebuah lowongan mirip guha.
"Hati-hati!" ia berseru selagi In Hong dan Kiam Hong
mau lompat memasuki lubang itu. Tapi belum berhenti
suaranya itu, dari atas telah jatuh dua biji bola besi.
Syukur ia celi matanya dan sebat, ia menyambuti setiap
bola itu, untuk segera ditimpukkan ke atas, sesudah
mana ia menghunus pedangnya, berbarengan bersama
In Hong, ia berlompat naik, gerakan mereka itu ialah
1175 yang dinamakan "Yancu coanlian," atau "Burung walet
terbang menembusi kere."
Begitu lekas mereka berada di atas, mereka disambut
pelbagai macam senjata rahasia maka mereka terus
memutar pedang mereka, untuk menyapu semua itu.
Paling belakang mereka menangkis golok dan
gembolannya Tek Seng Siangjin dan Kiok YaCiauw!
Segera setelah sampai di atas, suami isteri ini
mendapatkan sebuah ruangan yang besar di mana
terlihat Tek Seng Siangjin dan Kiok Ya Ciauw berkumpul
bersama-sama Le Kong Thian dan Law Tong Sun. Mereka
itu mengambil sikap mengurung.
Kawanan bujang tadi cerdik. Mereka bukan menggali
tanah ke arah kamar di mana Kiauw Pak Beng lagi
bersamedhi meyakini ilmu kepandaiannya, mereka
sengaja ambil arah ruangan tengah yang besar itu. Inilah
bagus buat Kiauw Pak Beng, kalau tidak, mungkin dia
bercelaka. Sebelum sampai batas waktu samedhinya, dia
tetap tidak dapat bergerak, dia tak dapat membuat
perlawanan. "Kiauw Pak Beng!" Thian Touw berkata "apakah
sampai ini waktu kau tetap tidak mau keluar?"
"Hok Thian Touw, kau kurarg ajar," Le Kong Thian
menegur. "Sebentar kau nanti tahu rasa."
Untuk membelai majikannya, koankee ini menjadi
nekad, dengan bonekanya ia lantas menyerang jago
Thiansan itu. Thian Touw heran bukan main. Entah kenapa Kiauw
Pak Beng dengan sikapnya yang aneh itu. Ia berpikir: "Le
1176 Kong Thian ini muridnya yang dia paling sayang, Le Kong
Thian sudah terluka parah, mengapa dia membiarkannya
saja dia tetap tidak mau keluar menyambut! tantangan"
Mungkinkah dia tega mengantapkan muridnya ini
terbinasa?"
Tengah ia berpikir itu, serangan datang, tetapi In
Hong yang mewakilkan menangkis, setelah mana, si
nyonya terus membalas menyerang.
Sekonyong-konyong Thian Touw menahan serangan
isterinya. In Hong heran. Justru itu, Tek Seng Siangjin maju menyerang. Thian
Touw menangkis dengan pedangnya membikin golok
penyerangnya itu mental, la lantas kata: "Kitatunggu lagi
setengahjam, jikalau tetap Kiauw Pak Beng tidak muncul,
itu waktu baru kita membuka pantangan membunuh!"
Mendengar demikian, Le Kong Thian mengangkat
boneka kuningannya dan berkata dingin: "Lagi
setengahjam" Apakah kamu kira itu waktu kamu masih
memiliki jiwamu" Lebih baik siangrsiang saja kau
menyingkirkan diri!"
Sebenarnya itu tengah hari adalah batas waktu
penghabisan dari selesainya peryakinan ilmu atau
penutupan diri Kiauw Pak Beng, sengaja Le Kong Thian
mengatakan demikian sebab --- biar bagaimana --- ia
bersyukur yang Thian Touw sudah tidak membinasakan
padanya. Dengan itu ia jadinya hendak memberi kisikan.
Hati Thian Touw bercekat, hanya sebentar, lantas dia
tertawa lebar dan kata nyaring: "Kami datang dari
tempat yang jauh! Tanpa kami menemui majikanmu,
1177 mana dapat kami lantas kembali pulang" Maka janganlah
kau berkuatir untuk kami, jikalau kamu mempunyai
kepandaian, kamu keluarkanlah semuanya!"
In Hong dapat melihat kamar bersamedhi Kiauw Pak
Beng. "Untuk sementara waktu dapat kita menunda
pantangan membunuh," ia kata pada suaminya, "tetapi
perlu apa kita menanti sampai setengah jam" Sekarang
juga kita boleh gusur keluar siluman tua she Kiauw itu!"
Thian Touw kena terdesak isterinya, maka bersama
sang isteri, ia lantas maju ke arah kamarnya si jago tua.
Le Kong Thian menjadi mata merah, dengan
bonekanya ia mencegah.
Tek Seng Siangjin, Law Tong Sun dan Kiok Ya Ciauw
pun menjadi bergelisah, terpaksa mereka maju
mengepung guna merintangi sepak terjangnya sepasang
suami isteri itu. Karena ini, mereka jadi bentrok, dua
melawan empat. Biar bagaimana, ke empat orang itu ialah orang-orang
yang lihai, maka rangsakannya In Hong dan Thian Touw
kena juga terhalang.
Kiam Hong muncul paling belakang dari lubang
bongkaran, ia lantas menceburkan diri dalam
pertempuran kacau itu. Ia memilih Kiok Ya Ciauw yang
paling lemah di antara ke empat musuh.
Sekarang ini Kiok Ya Ciauw menggunakan sepasang
gembolan besi, meskipun itu tak sama dengan gembolan
emasnya, toh masih lumayan dibanding dengan toya.
1178 Maka itu dapat ia melayani si nona dengan sama
tangguhnya. Tek Seng bertiga Kong Thian dan Tong Sun


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengepung suami isteri itu. Kong Thian telah terluka
parah. Tek Seng sendiri sudah sapat dua jeriji
tangannya. Cuma Tong Sun, yang tidak terluka. Tetapi,
dengan mengambil waktu, mereka bertiga kena j uga
terdesak. In Hong sangat jemu terhadap si orang she Law, ia
mendesak luar biasa hebat.
Tengah bertarung seru itu, mendadak Hok Thian Touw
berseru: "Kena!" Itulah isyaratnya. Ia menyerang si
orang she Law. Isterinya segera menyambut pertanda
itu. Dalam sekejap saja, Tong Sun sudah tertikam tujuh
atau delapan kali, sia-sia belaka ia membela diri.
Untungnya ia dapat membuang diri dengan bergulingan
ke pojok ruangan di mana ia lantas menyenderkan diri.
napasnya mengorong. Ia telah berubah menjadi seorang
orang darah! Setelah mereka tinggal berdua, juga Le Kong Thian
dan Tek Seng Siangjin telah mesti merasai ujung
pedangnya suami isteri itu, rangsakan siapa mereka tak
dapat cegah, hingga hebatlah keadaan mereka.
Kong Thian terluka hebat, di dada, di punggung, di
tangan dan dikaki. Lukanya itu berlubang atau melintang.
Dia menjadi tak gesit lagi gerak-gerakannya, sukar untuk
berlompatan secara lincah. Tapi meski dia telah mandi
darah, dia tidak mau mundur!
1179 In Hong berpikir: "Le Kong Thian jahat tetapi dia
sangat setia kepada gurunya, jaranglah orang sebagai
dia!" Karena ini, ia tidak mendesak hebat seperti semula.
Hanya untuk melukai lebih jauh, itulah sukar. Sebab si
manusia raksasa masih selalu bisa membela dirinya
dengan bonekanya.
Tepat tengah mereka bertarung seru dari dalam
kamarnya Kiauw Pak Beng terdengar seruannya orang
she Kiauw itu. Seruan itu keras, mirip dengan "naga
mengalun di laut besar atau harimau menderum di
lembah kosong." Tanpa disengaja, Thian Touw dan In
Hong menghentikan penyerangannya.
Lantas suara itu disusul dengan suara gempuran pintu.
Le Kong Thian terkejut berbareng girang, tetapi toh
dia berkata pada jago dari Thiansan: "Hok Thian Touw,
apakah kau masih tidak mau pergi menyingkirkan
dirimu?" Perlahan suaranya, seperti suatu pemberian
ingat. Thian Tonw seorang ahli, mendengar suara itu, --suaranya Kiauw Pak Beng, --- mengertilah ia bahwa Pak
Beng telah menyelesaikan peryakinannya atas suatu ilmu
tenaga dalam. Ia berpikir: "Dia telah berseru, lantas dia
berdiam, sekarang tentulah telah tiba saatnya dia
menemui orang."
Benarlah dugaan itu, dengan tergempurnya pintu,
Kiauw Pak Beng sudah lantas lompat keluar dari kamarnya.
Dengan selesainya samedhinya, dia sadar, maka dia
dapat melihat dan mendengar, hingga dia dapat
1180 menduga apa yang telah terjadi. Dia menjadi gusar
sekali. Wajah jago Siulo Imsat Kang ini bercahaya dan
bengis, sepasang matanya tajam berpengaruh. Dari
Thian Touw dan In Hong, dengan matanya itu ia
menyapu kepada Le Kong Thian. Kemudian ia ambil
bonekanya itu pengurus rumah tangga atau muridnya
untuk mengulapkan tangan dan berkata: "Di sini tidak
ada urusan kamu lagi! Kamu semua mundurlah!"
Kong Thian dapat membade maksud gurunya itu. Dia
terluka, gurunya murka, lantas guru itu hendak menuntut
balas untuknya untuk itu si guru hendak menggunakan
senjatanya Tapi dia ingat budinya Thian Touw, dia
berkuatir untuk jago Thiansan itu. Biar bagaimana dia
tidak dapat minta keampunan dari gurunya untuk Thian
Touw, terpaksa dia mengundurkan diri juga.
Tek Seng Siangjin bertiga Law Tong Sun dan Kiok Ya
Ciauw, turut mundur juga. Mereka jalan dengan pincang
dan terhuyung, untuk pergi ke belakang, buat mengobati
diri. Kiauw Pak Beng lantas melirik.
"Sungguh gagah!" katanya kemudian, perlahan. "Hok
Thian Touw, kau rupanya telah selesai dengan
penciptaan ilmu pedangmu?"
"Aku bukanlah itu orang yang berani banyak tingkah
mempertontonkan kejelekan diri," menyahut jago
Thiansan, tenang. "Sebenarnya kami datang kemari
untuk minta bertemu dengan kau, apamau muridmu dan
sahabat-sahabatmu telah merintangi kami maka terpaksa
kami menerobos masuk kemari."
1181 "Hra!" mengejek Pak Beng, suaranya dingin. "Kamu
suami isteri sudah melukai orang, apakah di mata kamu
masih ada Kiauw Pak Beng lagi" Aku mau lihat apakah
benar dengan mengandalkan pedang kamu, dapat kamu
malang melintang di kolong langit ini!"
In Hong sengit maka ia berseru: "Kamu berdua ayah
dan anak, kamu sudah menculik Im Siu Lan, yang kamu
bawa lari ke atas gunung kamu ini, kamu pun menyiksa
dia, maka cara bagaimana kau berani berbalik
mengatakan kami?"
Thian Touw pun kata, sabar: "Kiauw Losianseng, kau
serahkanlah Nona Im Siu Lan kepada kami, untuk kami
mengajaknya pulang, nanti aku si orang she Hok
memberi hormat kepadamu dan menghaturkan maaf."
"Mantu ialah mantuku sendiri, apakah dapat kamu
mengurus dia?" Kiauw Pak Beng tanya.
"Muka tebal!" In Hong membentak. "Kau bawa Im Siu
Lan kemari, kau tanya dia di depan kita, dia kesudian
atau tidak menjadi nona mantumu?"
"Kiauw Losianseng," Thian Touw pun berkata pula
"apakah kau berkukuh tidak sudi menyerahkan nona itu
kepada kami?"
Kiauw Pak Beng mengangkat boneka kuningannya.
"Jangan banyak omong!" katanya seram. "Majulah!"
In Hong habis sabar, maka ia lantas maju dengan
tikamannya. Kiauw Pak Beng menggeraki bonekanya, melihat mana
Thian Touw kaget, maka ia pun lantas maj u. Dari itu
segera terdengar dua kali suara bentrokan keras dua
1182 batang pedang mengenai anak-anakan yang terbuat dari
kuningan itu. Sebagai akibatnya itu, ketiganya kaget
masing-masing, mereka pada berpisah. In Hong
merasakan tangannya sakit dan nyer-nyaran, dan Kiauw
Pak Beng terpaksa mundur beberapa tindak.
"Bagus," berseru Pak Beng seraya dia maju pula,
menyapu dengan bonekanya.
In Hong dan Thian Touw berlompat berkelit, terus
mereka maju merangsak, untuk menyerang, karena
senjata mereka bentrok pula hingga berulang-ulang.
Thian Touw hebat, selagi orang mundur, ia mendesak,
pedangnya bekerja ke bawah, sedang In Hong
menyerang ke atas, ke mata!
Hebat serangan sepasang suami isteri ini, yang
pedangnya telah bersatu padu.
Kiam Hong menonton, sendirinya hatinya berdebaran.
Ia percaya pedangnya Thian Touw itu bakal berhasil,
tetapi siapa tahu Pak Beng dapat memukulnya hingga
mental! "Sayang!" katanya dalam hati.
Thian Touw kagum. Tidak ia sangka, dalam waktu
demikian pendek, cuma satu tahun Kiauw Pak Beng telah
memperoleh kemajuan begitu pesat.
Di pihak lain, Pak Beng tidak kurang kagumnya. Ia
merasakan hebatnya ilmu pedang sepasang suami isteri
itu. Oleh karena ini, kedua pihak tidak berani berlaku
sembrono, lantas mereka bertarung pula dengan
waspada, masing-masing
1183 mengeluarkan tipu-tipu silat mereka yang istimewa.
Maka beterbanganlah boneka dan berkilauanlah
sepasang pedang...
Tengah bertarung lebih jauh, tiba-tiba Hok Thian
Touw merasakan hawa dingin sekali, yang tersalurkan
dari pedangnya sampai kepada telapakan tangannya,
hingga tanpa merasa ia menggigil. Ia lantas ingat kepada
Siulo Imsat Kang dari lawannya itu. Memang, di waktu
mau mendaki gunung, bersama isterinya ia sudah makan
Pekleng Tan, pel yang terbuat dari soatlian, teratai salju.
Obat itu bukan obat yang tepat tetapi chasiatnya soatlian
yaitu melawan pelbagai macam racun, karenanya diharap
sedikitnya dapatlah rasa dingin Siulo Imsat Kang dilawan,
agar tenaga dalam mereka tak sembarangan tergempur.
Siapa tahu, hebat ilmunya Kiauw Pak Beng, yang sudah
mencapai tingkat ke delapan.
Syukur untuk suami isteri ini, ilmu pedang mereka
sudah mencapai puncaknya kemahiran, dibantu
perlawanan soatlian, mereka dapat bertahan hingga Siulo
Imsat Kang tak dapat digunai sepenuhnya, sebab Kiauw
Pak Beng pun mesti waspada luar biasa.
Cara menyerangnya jago tua she Kiauw itu ialah
"Kekbut toankong" --- menyerang memakai benda
sebagai saluran atau perantaraan ?" maka itu juga,
hawa dinginnya tersalurkan pedangnya Thian Touw,
tetapi lantaran kokohnya tenaga dalam Thian Touw, dia
tidak lantas dapat berbuat banyak.
In Hong kalah mahir tenaga dalamnya dibanding
dengan suaminya, akan tetapi di samping kekurangan
itu, ia pernah memperoleh petunjuk dari Thio Tan Hong
dan juga pernah membaca kitab "Hiankong Yauwkoat"
1184 pemberian jago she Thio itu, karena itu, ia pun telah
mendapat kemajuan yang berarti, hingga meskipun ia
merasa dingin seperti dirasakan suaminya ia turut dapat
bertahan. Di dalam hatinya Kiauw Pak Beng heran dan kagum
terutama terhadap In Hong. Ia tidak pernah menduga
bahwa juga nyonya ini telah maju bagus sekali. Oleh
karena ini, ia lantas menggunakan siasat: Satu waktu ia
perkeras desakannya, di lain ketika ia memperlunaknya,
ia membikin kendor. Dengan ini ia memancing sambutan
dari suami isteri itu.
Siulo Imsat Kang berarti tenaga disusun, setingkat
demi setingkat, tenaganya semakin besar, oleh karena
itu, tidak perduli lihai ilmu pedang suami isteri dari
Thiansan itu, setelah bertempur sekian lama, lama-lama
mereka kalah angin juga. Hanya luar biasa tampaknya:
Di luar, Kiauw Pak Beng seperti terdesak. Di dalam, Thian
Touw dan In Hong yang terdesak.
Le Kong Thian datang menonton pertempuran
sesudah ia membalut lukanya ia muncul dengan
membawa sebatang tongkat. Ia kaget ketika mula-mula
ia menyaksikan rangsakan pedang Thian Touw dan In
Hong, tetapi selang sekian lama, ia lantas dapat melihat
tegas adalah sepasang suami isteri itu yang mulai letih.
Ia bahkan mau menduga, selang lagi setengah jam,
gurunya bakal mendapatkan kemenangan sepenuhnya...
"Jikalau mereka tidak mati lantas, mereka tentulah
akan sakit merojan," pikir Le Kong Thian. Dia pernah
mempelajari pokoknya Siulo Imsat Kang, dia ketahui
lihainyailmu silat Pak Beng itu. Dia menghela napas
berduka, katanya pula dalam hatinya: "Hok Thian Touw,
1185 Hok Thian Touw, siapa suruh kau tidak sudi dengar
nasihatku" Sekarang ini tidak ada lain jalan bagiku
daripada bersedia untuk nanti mengubur jenazah kau
sepasang suami isteri. untuk membalas budi kamu telah
tidak membinasakan aku...
Selagi Kong Thian masgul itu, medadak ia mendengar
gurunya tertawa terbahak dan berkata nyaring: "Tahan!"
Guru itu terus lompat keluar kalangan, untuk
menghentikan pertempuran. Ia menjadi heran, ia lantas
mengawasi, untuk mengetahui apa maksudnya guru itu,
atau apa yang menyebabkan sikap aneh itu.
Hok Thian Touw dan In Hong yang tengah terdesak
itu, turut menjadi heran. Mereka pun mengawasi.
Kiauw Pak Beng tertawa pula kali ini untuk berkata:
"Benarlah peribahasa, gelombang sunga Tiangkang yang
di belakang mendorong yang di depan, dan orang baru
menggantikan orang lama. Tidak disangka olehku si
orang tua, di sampingnya Thio Tan Hong sekarang aku
menemui lawan-lawan tangguh! Hok Laotee, kau sudah
berhasil menciptakan Thiansan Kiamhoat, sungguh luar
biasa! Hok Laotee. kau harus di puji dan diberi selamat!"
Biar bagaimana, Kiauw Pak Beng ialah seorang ahli
silat terbesar, maka itu, dipuji oleh jago tua itu, hati
Thian Touw puas karenanya ia menjadi terlebih sungkan
lagi terhadap lawannya ini.
"Kiauw Losianseng, kepandaianmu pun luar biasa, aku
yang muda kagum terhadapmu!" ia membalas memuji.
Leng In Hong sebaliknya mengerutkan alisnya.
1186 "Kiauw Pak Beng!" ia tanya, "kau hendak melanjuti
pertempuran ini atau kau suka menyerahkan Im Siu
Lan?" "Ya, benar," berkata Thian Touw, seperti disadarkan.
"Sekarang lebih dulu kita bereskan urusan kita setelah itu
baru kita omong tentang ilmu silat."
Kiauw Pak Beng menggeleng kepala.
"Menurut pikiranku, lebih baik kita bicara dulu tentang
ilmu silat!" katanya. "Habis kita bertanding baru kita


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bicarakan urusan kita!"
Jawaban itu membuat Thian Touw mengerutkan
alisnya Segera ia berdiri berendeng dengan isterinya.
Pedang mereka pun lantas disiapkan.
"Kalau begitu, baik kita menggunakan aturan
Kangouw!" jago Thiansan ini berkata. "Losianseng,
silakan kau memberi petunjuk kepada kami!"
Kiauw Pak Beng tertawa, ia menggoyang-goyang
tangannya. "Sabar, jangan tergesa-gesa," katanya. "Hari ini kita
sudah bertempur lama kita sudah letih. Bagaimana
jikalau dilanjuti besok?" Kamu pun sudah melakukan satu
pertempuran hebat sekali, dari itu, tidak sudi aku
mengambil keuntungan dari keletihan kamu itu." Ia
sengaja mengeluarkan napas capai, ia kata pula: "Bicara
terus-terang. aku pun sudah merasa letih sedikit,
tenagaku tidak dapat menuruti hatiku! Baiklah kita samasama
beristirahat, setelah segar dan bersemangat, baru
kita dapat mengeluarkan kepandaian kita! Setujukah
kamu?" 1187 In Hong menjadi heran sekali.
"Losianseng benar." kata Thian Touw seraya
menyimpan pedangnya. "Karena losianseng suka
memakai aturan Kangouw, baiklah, aku menerima
dengan senang."
Pak Beng bersenyum.
"Kong Thian!" ia memerintahkan murid atau penguasa
rumahnya, "pergi kau menyediakan dua buah kamar
yang bersih untuk tetamu-tetamu kita ini, lantas kau
melayaninya baik-baik."
Kong Thian terima tugasnya itu. Diam-diam ia
bersyukur untuk Thian Touw. Ia lantas pergi bekerja,
setelah mana ia mengajak ketiga tetamunya masuk ke
dalam kedua kamar yang disediakan itu. Kiam Hong
dapat kamar sendirian, yang bertetangga dengan kamar
Thian Touw dan In Hong.
Thian Touw tertawa, ia berkata: "Kiauw Pak Beng
melayani kita baik sekali."
In Hong tapinya tetap heran. "Sebenarnya apakah
yang dipikir Pak Beng?" ia tanya. Iabercuriga. "Aneh,"
Kiam Hong pun berkata: "nampaknya tadi kamu bakal
menang, kenapa kamu kesudian mendengar katakatanya
itu?" "Kau keliru melihat!" kata Thian Touw, menyeringai,
"yang bakal menang itu ialah dia!"
Kiam Hong melengak.
"Hok Toako tidak salah ?"mengatakan," berkata In
Hong. "Dia benar!"
Nona Liong heran, tetapi sekarang ia percaya.
1188 "Perduli apa Kiauw Pak Beng hendak melakukan apa
juga!" berkata In Hong kemudian. "Beristirahat bagi kita
ada baiknya. Sekarang kita berpikir, besok kita melayani
pula padanya!"
Sore itu, di waktunya bersantap, Le Kong Thian telah
mengirim orang menyuguhkan barang hidangan terpilih.
"Awas, nanti ada racunnya," Kiam Hong memberi
ingat. "Jikalau Kiauw Pak Beng hendak mengambil jiwa kita,
tadi ada saatnya yang baik." bilang Thian Touw. "Buat
apakah dia menunggu sampai sekarang dan dengan
menggunakan racun?" Ia lantas mendahului mencobai
barang hidangan itu, sembari tertawa ia berkata pula:
"Jangan takut, daharlah!"
In Hong percaya suaminya itu. Mereka pun
mempunyai pel Peking Tan, tak usah mereka takut.
Meski begitu, mengetahui barang makanan itu tidak ada
racunnya, ia menjadi semakin heran.
Thian Touw pun tidak dapat menerka maksudnya Pak
Beng. yang tidak hendak menurunkan tangan jahat itu.
Pak Beng sebenarnya memikir sesuatu yang di luar
sangkaan mereka. Pak Beng mencapai tingkat ke delapan
dari Sulo Imsat Kang karena ia mengandal bantuannya
obat. Ia sekarang ingin mencapai tingkat ke
sembilan-tingkat terakhir. Kali
ini ia tidak dapat mengandalkan obat pula. Itulah
berbahaya. Ia terancam kesesatan. Yang ia butuhkan
ialah pelajaran yang lurus. Untuk ini ia tidak dapat
berguru kepada lain orang, ia mesti mencari sendiri.
Kebetulan ia dapat bertempur dengan Thian Touw dan In
1189 Hong. Ia lantas memikir untuk meminjam kepandaiannya
sepasang suami isteri itu --- meminjam dengan
memperhatikan dan menelad mereka itu. Begitulah tadi,
ia melayani musuh dengan keras dan perlahan
bergantian. Dengan itu jalan ia menguji mereka, ia
mencoba-coba. Dari perlawanan mereka itu, ia akan
dapat melihat dan menyangkok. Untuknya sedikit
kesadaran ada banyak artinya. Tapi itu tidak cukup
hanya dengan satu pertempuran, maka dengan
menggunakan kelincahannya, ia menundanya, ia ingin
bertempur hingga beberapa kali. Ia membutuhkan
pertempuran selama bisa.
Demikian besoknya pagi, orang berkumpul di lianbu
thia, ruangan peranti berlatih silat. Sekarang In Hong
menyaksikan hadirnya Tek Seng Siangjin, Law Tong Sun.
Kiok Ya Ciauw dan Tonghong Hek serta lainnya. Mereka
itu. setelah lewat satu malam, dapat berobat dan
beristirahat, meskipun belum sembuh seluruhnya,
mereka sudah dapat bergerak.
"Jikalau mereka membantu Pak Beng dan meluruk,
pastilah seorang diri adik Kiam Hong tidak dapat
melawan mereka," kata In Hong dalam hati. Mau atau
tidak, ia bercuriga, ia berkuatir. Ia menduga, setelah
kemarin kena dilabrak --- dengan adanya Kiauw Pak
Beng ?" pastilah mereka itu berkeinginan keras untuk
menuntut balas. Mereka tinggal menanti waktunya saja
buat turun tangan...
Sebelum pertandingan dimulai, mendadak Kiauw Pak
Beng berkata, nyaring: "Hari ini aku berurusan dengan
suami isteri Hok Thian Touw sendiri dan kita
menggunakan aturan Kangouw, maka itu, aku melarang
siapajuga mencampuri tangan! Nona Liong telah tiba di
1190 rumahku ini, ia pun tetamuku yang terhormat! Kong
Thian, baik-baiklah kau mewakilkan aku melayani
tetamuku!"
Mendengar itu. Tek Seng Siangjin heran bukan
buatan. Ia berpikir: "Kiauw Pak Beng bicara hal aturan
Kangouw, sungguh aneh!"
Perasaan aneh itu pun didapat Tong Sun semua,
tetapi karena tuan rumah telah mengatakan demikian,
mereka cuma bisa heran saja terpaksa mereka berdiam
saja untuk menonton.
Setelah itu. Pak Beng mengundang kedua lawannya
untuk mulai hertempur pula. la tetap menggunakan
bonekanya Kong Thian.
Thian Touw dan In Hong berlaku waspada. Setelah
beristirahat, mereka telah dapat pulang kesegaran
mereka. Maka itu, mereka dapat bertahan untuk
serangan hawa dingin dari Siulo ImsatKang.
Selagi bertarung, diam-diam Kiauw Pak Beng
bergirang. Ia kata dalam hatinya: "Ilmu dalam yang lurus
dari mereka ini benar-benar hebat. Sebenarnya mereka
masih kalah dari aku tetapi sebagai pihak yang lemah
mereka masih dapat melawan yang kuat. Rupanya
tenaga mereka dapat digunai setiap waktu dan sesuka
hati mereka untuk bertahan. Asal aku dapat menyangkok
mereka ini maka tak usahlah aku takut lagi bahwa aku
akan tersesat..."
Hari itu. pertarungan dahsyat itu mendatangkan
kemajuan terhadap Thian Touw dan In Hong. Persatu
paduan mereka jadi semakin erat, hingga lancarlah
segala gerak-gerik mereka. Di lain pihak, Kiauw Pak Beng
1191 pun memperoleh keuntungan. Sesudah dua kali
pertempuran itu, perlahan-perlahan ia mendapatkan
keinsafan. Mendekati magrib, barulah Pak Beng
mendesak seperti kemarinnya, dia membikin kedua
lawannya kewalahan, tetapi justeru mereka itu repot,
mendadak ia menunda pertempuran itu.
"Marilah kita beristirahat dulu," katanya. "Besok kita
nanti main-main pula. Hari ini kita tetap seri."
Thian Touw dan In Hong menerima baik. Itulah ada
faedahnya untuk mereka, hingga mereka tak usah
dirobohkan. Tapi tetap mereka merasa heran, masih
belum bisa mereka menerka apa yang dipikir j ago tua
itu. Lalu di hari ketiga dan ke empat, pertarungan dilanjuti
seperti hari pertama dan hari kedua itu, ialah di saat
genting. Pak Beng kembali menunda-nunda. Thian Touw
dan In Hong tetap memperoleh kemajuan, tetapi pun
Pak Beng, keinsyafannya makin bertambah, ia mulai
menyadari jalannya ilmu tenaga dalam dari kedua
lawannya. Itulah pelajaran tenaga dalam yang lurus yang
ia butuhkan. Sampai di hari ke lima, sore, In Hong seperti kelelap
dengan keheranannya.
"Dibanding dengan tahun dulu, Siulo Imsat Kang
Kiauw Pak Beng maju berlipat ganda" ia kata pada
suaminya. "Dapatkah kau merasakan itu?"
"Benar!" sahut Thian Touw. "Bahkan selama beberapa
hari, dia pun maju terus!"
"Mulanya aku sangka, dengan berhasilnya ilmu pedang
ciptaan kita kita dapat mengalahkan Kiauw Pak
1192 Beng, " In Hong berkata pula. "tidak dinyana sekali,
dia telah mendapatkan kemajuan pesat begini rupa. Aku
lihat, kalau pertempuran berlanjut terus, sampai sepuluh
hari atau setengah bulan, mungkin kita tetap berada di
bawah angin."
"Kau benar," sang suami bilang. "Pertempuran ini
membuatnya aku heran. Kenapa Pak Beng melibat kita"
Kenapa dia seperti ini memperpanjang pertempuran ini?"
"Biar bagaimana, tidak nanti dia mengandung maksud
baik!" menyatakan sang isteri. "Kegagahan saja tak
berarti, itu perlu didampingi kecerdikan. Maka itu, aku
rasa, perlu kita menggunakan pikiran kita. Setelah
ternyata kita tidak dapat merobohkan dia, apa perlunya
untuk melanjuti pertarungan ini" Baiklah kita lekas turun
gunung. Kita berlalu saja secara diam-diam. Kita mesti
minta bantuannya Locianpwee Ouw Bong Hu."
Thian Touw berpikir.
"Pertarungan ini dilakukan dengan perjanjian kaum
Kangouw," katanya selang sesaat, "kita datang secara
berterang, perginya mesti berterang juga. Tak bagus
untuk berlalu secara diam-diam. Aku pikir begini saja.
Besok kita melayani pula dia satu hari. apabila tetap
keadaan seri. lantas kita menjanjikan suatu waktu yang
lain. Setelah berjanji begitu, baru kita pergi. Dengan
demikian, orang tidak dapat mencela kita."
"Terhadap satu hantu yang tak ada kejahatan yang
tak dilakukan, buat apa kita pakai segala aturan bau itu?"
kata In Hong. Isteri ini mulai sengit.
1193 "Bukan begitu," sahut sang suami, sabar. "Memang
baik dia tidak memakai aturan. Tapi sekarang dia
memakainya, mana dapat kita tidak mentaati?"
In Hong tidak dapat membantah suaminya itu,
terpaksa ia menurut. Tapi ia memberi pikiran, besok
jangan ditunggu sampai mereka sudah letih baru mereka
bicara, untuk menunda pertempuran sampai lain waktu.
Mereka perlu menjaga tenaga mereka supaya, andaikata
Pak Beng menghalangi, mereka bisa memaksa
menyingkir dari gunung itu.
Setelah ada kecocokan, maka di hari kedua, Thian
Touw bersama In Hong menempur pula Kiauw Pak Beng.
Sesudah bertarung seru beberapa hari. Pak Beng berhasil
mencuri cara-cara pelajaran tenaga dalam kaum lurus.
Karena kecerdasannya, dapat ia menyangkok dari suami
isteri itu. Thian Touw pun memperoleh kemajuan tak
sedikit untuk ilmu pedang baru yang ia ciptakan, bahkan
ia dapat menciptakan lagi beberapa jurus terbaharu.
Maka itu ia merasa sayang yang ia berniat menunda
pertempuran selanjutnya sampai salah satu pihak kena
dikalahkan. "Lawan seperti Kiauw Pak Beng ini," pikirnya, "dalam
seumur hidupku sukar dicari tandingannya. Coba aku
tidak mesti berjaga-jaga terhadap akal muslihatnya, ingin
sekali aku melayani dia untuk lagi sepuluh hari!"
Selagi mereka bertempur seru itu, In Hong mengedipi
mata pada suaminya.
Thian Touw agaknya berat untuk turun tangan. Ia
ingin masih mencoba jurusnya yang terbaru, supaya itu
jadi bersatu padu dengan isterinya. Tapi ia tidak dapat
bersangsi terus. Maka ia paksa mencoba juga. Kebetulan
1194 terasakan tekanannya Pak Beng sedikit kendor,
mendadak ia bersiul panjang, terus ia menggeraki
pedangnya berputar arahnya, ujung pedang menuju
kepada dadanya sendiri.
Kiauw Pak Beng menyaksikan gerakan lawan itu, ia
heran, justeru ia merasa heran, pedang Thian Touw
meluncur ke arahnya, dengan caranya yang ia tidak
sangka sekali. Tahu-tahu ia telah menjadi kaget. Pedang
lawan itu sudah menegur pundaknya! Tapi ia pun tidak
berdiam saja. Mendadak tubuh Thian Touw terpental roboh. Inilah
sebab, meski ia dapat menikam dengan baik,


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hubungannya dengan In Hong tidak ada, maka itu.
sebelum In Hong menyerang, Pak Beng sudah
mendahulukan membalasnya.
In Hong kaget bukan kepalang.
Tapi Thian Touw, begitu tubuhnya jatuh, begitu ia
mencelat bangun, terus dengan air muka guram ia
memberi hormat pada Pak Beng seraya berkata:
"Locianpwee, kau lihai sekali, sekarang aku tunduk!
Biarlah lagi tiga bulan aku datang pula untuk menerima
pula pengajaranmu!"
In Hong mendengar suara suaminya hatinya menjadi
lega. Dari suara itu ia mendapat tahu, suami itu
mendapat luka sedikit pada tenaga dalamnya luka itu
tidak berbahaya.
Kiauw Pak Beng tertawa lebar.
"Kau terlalu merendahkan diri laotee!" katanya.
"Pertempuran ini pun pertempuran seri, kenapa kau
lantas mengaku kalah?"
1195 "Locianpwee cuma terluka bajumu, aku sendiri, aku
dibikin terpental roboh," berkata Thian Touw. "Mana
berani aku bertempur lebih jauh" Maka itu baiklah kita
menanti lagi tiga bulan baru kita main-main pula!"
Pak Beng bergerak sangat gesit, untuk menghalang di
depan orang. Ia tertawa manis.
"Kau keliru, kau keliru!" katanya.
"Bagaimana?" In Hong tanya. "Apakah kau tidak
mengijinkan kami pergi?"
"Bukan begitu maksudku," sahut Pak Beng. "Hok
Laotee, kalau tetap kau mengaku kalah secara begitu,
tidak dapat aku menghargai kau. Aku minta kau suka
dengar lebih jauh perkataanku."
Biar bagaimana senang Thian Touw mendengar suara
orang itu. "Locianpwee," katanya, "kau berkepandaian sangat
tinggi, andaikata locianpwee melihat sesuatu yang tak
tepat padaku, tolong kau beri petunjukmu."
"Dibanding dengan kau, laotee, usiaku lebih tua tiga
puluh tahun," berkata Pak Beng, sabar, "oleh karena itu
sudah sepantasnya saja tenaga dalamku ada lebih
menang daripada kau, hingga pula sudah wajar apabila
kau kena kubikin terpental. Mana bisa itu dianggap
sebagai suatu kekalahan?"
"Dengan ilmu pedangku tidak dapat aku melukai kau,
locianpwee," berkata Thian Touw, "oleh karena itu, kalau
kita bertempur terus, tetap aku bakal kalah."
1196 "Jikalau begitu, bagaimanajikalau kita menukar
caranya bertanding?" Pak Beng mengajukan saran. "Kita
menggunakan cara yang sama rata?"
"Bagaimanakah itu?"
"Aku mau mengundang kau duduk memasang omong,
bagaimana?" Pak Beng tanya.
"Pembicaraan apakah itu?" In Hong menyelak.
Kiauw Pak Beng tertawa.
"Untuk membicarakan cara yang sama rata itu!"
sahutnya. Thian Touw kena dibikin malu hati oleh sikap ramah
tamannya Pak Beng ini. Mana bisa ia menggunakan
kekerasan" Ia pun jadi ketarik hati, ia ingin mengetahui
cara yang dikatakan "sama rata" itu.
"Bagaimana cara itu, tolong locianpwee jelaskan," ia
minta. "Bertanding de
Puteri Es 3 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 25

Cari Blog Ini