Ceritasilat Novel Online

Kisah Pedang Bersatu Padu 17

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 17


ngan menggunakan tangan, tak bisa
kita tidak menggunakan tenaga dalam," kata Pak Beng,
"dengan begitu. Hok Laotee, aku jadi berlaku tidak adil
terhadapmu. Lagi pula, meski kita belum mencapai
puncak kemahiran, buat apa kita mencari keputusan
dengan mengadu tenaga" Bukankah terlebih baik kita
berunding saja secara mendalam" Jikalau aku kalah, aku
akan mengakuinya, aku akan menyerah ?" tegasnya,
aku bersedia untuk menuruti segala titahmu!"
Thian Touw sangat kegilaan ilmu silat, sekarang Kiauw
Pak Beng mengajak berunding, ia ketarik hati, ia seperti
kegatalan. Ia kata di dalam hatinya: "Aku mengerti ilmu
dalam pelbagai partai, begitupun ilmu luar, aku tidak
1197 percaya kau dapat mengalahkan aku!" Maka tanpa
berpikir, ia menjawab: "Aku telah mendengar tentang
pengetahuan yang luas dari locianpwee, sekarang kau
sudi memberikan pelajaran padaku, inilah hal yang aku
minta pun tidak berani. Baiklah asal locianpwee jangan
nanti mentertawakan aku!"
Kiauw Pak Beng tertawa riang.
"Hok Laotee, usiamu muda kau pun telah berhasil
membangun suatu partai baru," ia kata, "jikalau kau
terus main merendahkan diri, itu artinya kau tidak
memandang mata kepada aku si orang she Kiauw!"
In Hong diam-diam menggenggam tangan suaminya
atas mana Thian Touw pun diam-diam menggerak-geraki
telunjuknya, untuk menulis: "Aku mengerti, kau jangan
kuatir." Dalam gembiranya suami ini tidak mengambil
mumat pemberian ingat isterinya itu. Bahkan segera ia
ikut Pak Beng masuk ke dalam kamar, ia membiarkan
isterinya menanti di luar, hingga hati In Hong jadi tidak
tenang. Di dalam kamarnya, Pak Beng mengajak Thian Touw
duduk berhadapan, di depan mereka ada sebuah meja
persegi yang penuh debu.
"Hok Laotee, silakan kau mulai!" berkata tuan rumah,
manis budi. Thian Touw mengangkat tangannya mengebut
membikin debu terkibas bersih, terus ia memberi hormat
seraya berkata: "Aku tidak berani melewatkan
locianpwee."
Kiauw Pak Beng tertawa dengan mendadak,
tangannya dengan tiba-tiba menghajar meja di
1198 depannya, hingga meja itu ringsak. Setelah itu, ia
menitahkan orangnya lekas menukarnya dengan meja
yang baru. Ia membalas hormat, ia berkata: "Nampaknya
pengertian kita tentang ilmu silat beda sekali!"
Gerak-gerik mereka berdua barusan menunjuki sifat
mereka masing-masing. Thian Touw dengan mengebut
bersih debu di meja berarti, buat belajar silat, orang
mesti mulai dari dasarnya membuang yang lama
mengatur yang baru. Kiauw Pak Beng dengan merusak
meja bermaksud, dasarnya mesti di mulai dari baru.
Kata Thian Touw: "Aku mengebut debunya, mejanya
tetap mejanya."
Kiauw Pak Beng berkata: "Jikalau yang tua tidak
dirusaki, mana dapat ada yang baru" Meja yang baru
jauh lebih baik daripada meja yang tua!"
"Agaknya tak dapat dipadu manusia dengan meja!"
kata pula Thian Touw.
"Hal itu mesti dilihat dari sifatnya. Aku lihat dalam
tempo tak sampai sepuluh tahun, pasti akan ada
perubahannya!" kata lagi Pak Beng.
Kata-kata mereka itu berarti Pak Beng hendak
menggunakan cara-cara sesat yang keras, bagaikan jago
memaksakan sesuatu. Dengan cara keras dia hendak
mendapatkan kesempurnaan tenaga dalam. Thian Touw
sebaliknya, karenanya ia terdesak. Tapi seperti telah
diketahui, ia kegilaan ilmu silat, maka itu, makin
terdesak, ia menjadi makin bernapsu, semangatnya
makin terbangun. Maka ia melayani terus Pak Beng
mengadu bicara atau berunding itu, hingga tanpa
merasa, dari pagi, sang waktu merayap terus, tahu-tahu
1199 sudah magrib. Justeru itu Pak Beng mengajukan soal
yang sulit, hingga sukar ia lantas menjawabnya hingga ia
pikir: "In Hong pernah membaca kitab Hiankong
Yauwkoat entah soal ini ada disebut atau tidak dalam
kitab itu. Itulah kitab yang istimewa." Justeru ia ingat
isterinya, baru ia melihat cuaca mulai gelap, maka ia kata
dalam hatinya: "Pasti In Hong sudah tak sabaran,
mungkin ia pun berkuatir. Ah, mesti aku lihat dia!" Dari
itu, ia lantas berkata: "Locianpwee, lagi sekali
pengetahuanmu, tak dapat aku melawannya oleh karena
itu biarlah malam ini aku memikirkannya, besok aku nanti
menerima pula pelajaran dari kau. Bagaimana?"
Kiauw Pak Bang tertawa lebar. Tetapi ia berlaku
ramah-tamah. "Orang di jaman dahulu ada yang karena belajar
sampai lupa dahar dan tidur, hari ini kita berunding,
hampir saja aku lupa akan sang waktu! Sekarang sudah
gelap, memang sekarang telah tiba waktunya untuk
beristirahat! Hok Laotee, persilakan!"
Segera juga In Hong mendengar tindakan kaki, ia
lantas menyambut suaminya.
"Ah, bagus kau ingat pulang!" katanya, mendeluh.
"Aku kira kau kena disesatkan si hantu tua!"
Thian Touw tertawa.
"Benar-benar aku hampir disesatkan!" sahutnya. "Aku
tidak sangka pengetahuan Kiauw Pak Beng dalam sekali,
hampir tak dapat aku menjawab dia! Dengan berbicara
lama dengannya, aku memperoleh kefaedahan bukan
sedikit." 1200 "Aku kuatir dia mendapatkan lebih banyak pula!" kata
si isteri, yang tidak puas.
In Hong senantiasa bercuriga.
Thian Touw melengak sejenak, lantas ia tertawa pula
dan berkata: "Pengetahuan Kiauw Pak Beng berada di
atasan kita, apa mungkin dia hendak mencuri dari kita?"
"Coba pikir, habis apa perlunya dia mengajak kau
berunding?" In Hong tanya.
Thian Touw pun berpikir.
"Memang ada bagian-bagian di mana aku dapat
mengalahkan dia." katanya, "cuma hari ini kita
membicarakan saja sifat yang berlainan dari pandangan
kita berdua pihak, kita belum bicara hal ilmu pedang dan
tidakjuga hal ilmu dalam. Ada apakah halangannya?"
"Apa saj a yang ia tanyakan kau?" In Hong tanya.
"Aku justeru hendak menanyakan kau," sahut Thian
Touw. Dan ia mengulangi pertanyaannya Kiauw Pak
Beng, yang tak dapat ia jawab lantas itu. "Mungkin itu
ada disebut dalam Hiankong Yauwkoat..."
In Hong terkejut.
"Kenapa kau bicara dengannya dari hal itu?" dia tanya.
"Itu justeru ada hubungannya dengan lweekang
simhoat!" Thian Touw tertawa pula.
"Ah, kau gampang kaget!" katanya. "Kita cuma saling
bertanya, sepantasnya saja kalau ada bagian-bagian
yang sulit. Sama sekali aku tidak mengajari dia lweekang
simhoat. Pula dia dan kita berlainan sifat dan caranya,
1201 dia telah mendahului kita, aku pikir, tidak nanti dia
membuang apa yang dia telah punyai, untuk ditukar
dengan kepunyaan kita."
Thian Touw tidak menginsafi, inilah justeru pokok
dasar yang dicari Pak Beng, supaya pelajaran sesat dapat
disatu padukan dengan pelajaran lurus, atau kalau perlu,
yang sesat itu dibuang seluruhnya, guna ditukar dengan
yang lurus, supaya dia berhasil dengan peryakinannya
Siulo Imsat Kang!
Leng In Hong juga tidak tahu bahwa Siulo Imsat Kang,
apabila telah diyakinkan sampai tingkat ke delapan, ada
bahayanya untuk orang menjadi tersesat, ia cuma
merasa bahwa suasana buruk sekali. Maka ia kata pada
suaminya: "Jangan kita omong banyak lagi, inilah
berbahaya. Pihak sana tetap musuh kau. Lebih baik kita
berlalu siang-siang dari sini, kita pergi mengundang
Cianpwee Ouw Bong Hu, setelah mana baru kita datang
pula." "Jikalau bukan sudah tiba pada saat terpaksa, tidak
sudi aku memohon bantuan lain orang," menjawab suami
yang keras kepala itu. "Bukankah Kiauw Pak Beng telah
berjanji, apabila aku dapat merobohkan dia, dia akan
suka menyerahkan Nona Im kepada kita?"
In Hong tertawa dingin.
"Jadi kau menaruh kepercayaan kepadanya?"
tanyanya. "Dengan kedudukannya itu, tidak nanti Kiauw Pak
Beng mempedayakan aku," kata Thian Touw, yang
berkukuh kepada kepercayaannya. "Hanya sayang,
1202 dalam perundingan dengannya, aku tidak mempunyai
pegangan untuk memperoleh kemenangan..."
"Kau percaya dia, aku tidak!" kata sang isteri. "Jikalau
besok kau tidak pergi, aku akan pergi sendiri!"
In Hong habis sabar pula.
"Biar bagaimana, aku mesti dapat menjawab
pertanyaannya itu," Thian Touw bilang. "Jikalau tidak,
mana aku mempunyai muka" In Hong, kau telah
membaca Hiankong Yauwkoat, jikalau ada bagiannya
yang kau ketahui, dapatkah kau membilangi aku?"
Isteri ini menjadi kewalahan.
"Baiklah!" sahutnya setelah ia berpikir. "Besok kita
berdua menghadapi Kiauw Pak Beng, kapan kejadian kau
tidak dapat menjawab, akulah yang akan menggantikan
kau!" Thian Touw kurang setuju, sebab itu berarti satu
lawan dua. tetapi isterinya telah menerima baik
permintaannya hatinya lega juga. Maka dengan girang ia
berkata: "Begini pun baik. Di waktu kita bertempur,
memang telah dijanjikan kita berdua melawan dia
sendiri!" Demikian besoknya Thian Touw mengajak isterinya
pergi ke kamar istirahatnya Kiauw Pak Beng. Jago itu
terperanjat mendapatkan orang muncul berdua, hingga
ia tercengang sejenak. Ia tahu baik, In Hong jauh lebih
cerdas daripada suaminya, maka itu ia berkuatir si
nyonya nanti dapat membade maksud hatinya. Tak dapat
ia tampik nyonya itu. Terpaksa ia menyambut sambil
tertawa. 1203 "Bagus kamu datang berdua!" katanya, manis. "Inilah
hal yang minta pun aku tidak berani. Hari ini aku si orang
tua jadi dapat meminta lebih banyak pelajaran."
"Sebenarnya apakah itu yang Kiauw Sianseng
kehendaki?" In Hong mewakilkan suaminya bertanya.
"Pokoknya ialah mencuci bulu dan membersihkan
sungsum," sahut Pak Beng.
"Jikalau begitu," In Hong menjawab, "aku minta agar
kau suka mengubah muka dan mencuci hati!"
Parasnya Pak Beng berubah. Hebat jawaban itu. Cuma
sejenak, dia lantas tertawa bergelak.
"Bagus! Bagus!" katanya. "Lihiap, bagus kata-katamu
ini! Meskipun jawabanmu bertentangan dengan
pemikiranku, aku toh mengagumi kau, aku mesti puji
padamu. Sekarang, dengan dasar kedua paham yang
berlainan itu, aku minta kau suka memberi penegasan."
In Hong berbangkit.
"Aku cuma minta kau mencuci muka dan
membersihkan hati!" jawabnya dingin. "Segala hal
lainnya tak usahlah kau tanya banyak-banyak lagi!"
Nyonya ini mengibaskan tangannya, untuk terus
menepuk Thian Touw, untuk lantas bertindak pergi dari
kamarnya Pak Beng itu!
Kiauw Pak Beng membuat satu gerakan luar biasa.
Kedua tangannya menekan pinggiran kursinya dan kedua
kakinya menjejak lantai, atas manatubuhnya mencelat
tinggi, hingga di lain saat ia sudah berada di depan pintu,
hingga ia dapat menghadang. Ia lantas berkata: "Leng
1204 Lihiap, apakah kau datang kemari sengaja untuk
mempermainkan aku si orang tua?"
"Kau menanya aku pokoknya peryakinan ilmu silat dan
aku telah memberikan jawabanku!" sahut In Hong. "Itulah:
muka harus dirubah, hati harus dicuci! Apakah ini berarti
mempermainkan" Coba kau pikir masak-masak. Mungkin
itu besar faedahnya untukmu!"
"Benar begitu!" Thian Touw campur bicara. "Di antara
kita memangnya ada pokok dasarnya yang berlainan,
karena itu, buat apa locianpwee menjadi kurang senang"
Jikalau losianseng berkukuh. berbicara lebih jauh pun
tidak bakal ada hasilnya, maka itu aku yang rendah
meminta diri saja!"
Thian Touw mengerti maksud isterinya itu, yang
menyindir Pak Beng. Benar ia tidak dapat menyetujui
sikap getas dari sang isteri, akan tetapi di dalam keadaan
seperti itu, ia terpaksa mesti berdiri di pihak isterinya.
"Hok Thian Touw!" berkata Pak Beng murka. "Kau
telah datang ke tempatku ini. aku layani kau dengan
hormat, kenapa sekarang kamu sedikitpun tidak
memandang mata kepada aku" Dapatkah kamu berlalu
dengan cara begini saja?"
Thian Touw yang sabar pun berubah air mukanya.
"Kau berusia lebih lanjut, aku menghormatimu dengan
memanggil kau cianpwee." ia menjawab. "Itu sudah


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cukup! Apakah kau menghendaki aku berlutut dan
mengangguk-angguk terhadapmu" Habis, mau apakah
kau?" 1205 Pak Beng dapat menjadi sabar pula, ia menyahut
dingin: "Aku mau lihat kamu mempunyai kepandaian apa
untuk keluar dari kamarku ini!"
In Hong tidak melayani bicara pula.
"Thian Touw!" katanya, "sekarang tak perlu bicara
lagi! Mari kita pergi!"
Dengan lantas sepasang suami isteri itu menghunus
pedang mereka, yang bercahaya berkilauan, dan dengan
lantas juga mereka menyerang, untuk membuka jalan.
"Bagus!" berseru Kiauw Pak Beng. "Ilmu pedang yang
bagus!" Ia lantas mengibas dengan tangan bajunya,
untuk menyentil dengan jari tangannya.
Pedang In Hong kena disampok miring, terus disentil,
hingga terdengar suaranya yang nyaring beruntun,
sedang pedang Thian Touw tersampok sampai orang she
Hok ini merasa telapakan tangannya kesemutan!
"Hebat jago tua ini!" pikir Thian Touw, yang merasa
heran. "Cara bagaimana dia melatihnya" Kenapa dia
maju begini pesat hanya dalam tempo satu hari?" Ia
tidak menyangka bahwa justeru ialah yang mengajarinya
tanpa ia mendusin!
Syukur Kiauw Pak Beng tidak memegang senjata, dia
masib ragu-ragu, jikalau tidak, entah bagaimana
kehebatannya lebih jauh.
Bentrokan pertama itu membuat In Hong dan
suaminya mundur tiga tindak, setelah itu barulah mereka
maju pula Kali ini mereka bisa mendesak sampai
lawannya mundur dua tindak.
1206 Tepat pertandingan hendak memasuki babak yang
dahsyat, di luar kamar terdengar suara pertempuran
yang berisik disusul dengan teriakannya Le Kong Thian
berulang-ulang: "Suhu! Suhu!"
Dengan satu jejakan, Kiauw Pak Beng membikin pintu
terbuka terpentang.
"Bocah yang baik!" dia berseru. "Aku tidak sangka
sama sekali kamu datang dengan kawan-kawanmu!
Baiklah, sebentar aku akan membuat perhitungan
denganmu!"
Jago tua ini menyangka, pertempuran di luar itu
dilakukan oleh kawan-kawannya Hok Thian Touw.
Sebaliknya, Thian Touw dan In Hong juga heran sekali.
Bahkan Thian Touw kata dalam hatinya: "Kecuali aku
berdua, siapakah sudah berani datang kemari untuk
menarik-narik kumis harimau dari Kiauw Pak Beng?"
Lantas suami isteri ini menyusul keluar, akan
mengikuti Pak Beng. Tatkala mereka tiba di ruangan
latihan, di sana tampak pertempuran kacau, karena
orang-orangnya Pak Beng tengah mengepung tiga orang.
Le Kong Thian yang mengepalai pihak tuan rumah.
Tiga orang itu ialah yang satu seorang tua dengan
muka berewokan, yang kedua seorang pengemis yang
pakaiannya banyak tambalannya, dan
gagah yang pakaiannya rapi. Melihat mereka itu, In
Hong girang bukan kepalang.
Si orang tua bukan lain daripada Ouw Bong Hu. yang
nomor dua di antara Empat Jago Pedang, sedang si
pengemis ialah Tie Goan, Hupangcu atau ketua muda
dari Kaypang, Partai Pengemis. Si anak muda bukan lain
1207 daripada Ciu Ci Hiap, puteranya Kimto Cefjoe Ciu San
Bin. Tidak dapat Thian Touw dan In Hong lantas menduga
duduknya hal, sedang sebenarnya Ouw Bong Hu datang
atas permintaannya Ci Hiap. Bong Hu datang walaupun
ia tidak merasa pasti akan dapat mengalahkan Kiauw Pak
Beng. Ia datang karena urusan ialah urusan yang
menyangkut San Bin dan yang mengundangnya ialah
muridnya sendiri.
Pada mulanya Ouw Bong Hu memikir untuk berbicara
dulu dengan baik. apabila terpaksa barulah ia hendak
menggunakan kekerasan, akan tetapi mereka ditolak
dengan getas oleh pengawal pintu, siapa taat kepada
pesan Pak Beng bahwa dalam beberapa hari ini tuan
rumah menampik tetamu siapa juga. Belum Bong Hu
menyebutkan namanya, ia sudah lantas diusir. Ci Hiap
tidak tahan sabar, dia lantas menyerang.
Kemudian muncullah Le Kong Thian bersama Law
Tong Sun. Kong Thian mengenali jago she Ouw itu, dia
terperanjat. Dia menyangka Bong Hu datang bukan
dengan maksud baik, bahwa mungkin orang ada
kambratnya In Hong dan Thian Touw.
"Serang saja!" Tong Sun menganjurkan koankee dari
tuan rumah. Dia membenci Ouw Bong Hu, yang pernah
menghajar padanya.
Kong Thian kena dibujuk, ia maju.
Mulanya Ouw Bong Hu tidak mau turun tangan, ia
percaya cukup Ci Hiap berdua Tie Goan, setelah melihat
Kong Thian, terpaksa ia menempur koankee itu.
1208 Kong Thian boleh gagah akan tetapi menghadapi Ouw
Bong Hu, baru sepuluh jurus ia sudah terdesak mundur,
oleh karena itu terpaksa ia main mundur ke dalam, untuk
meneriaki gurunya, buat memberi isyarat. Demikian
datanglah Kiauw
Pak Beng. Melihat gurunya Kong Thian jadi mantap
hatinya, segera ia melakukan perlawanan sengit, ia
mencoba menyerang membalas, untuk mendesak musuh
yang tangguh itu.
Law Tong Sun di lain pihak menghampirkan Ciu Ci
Hiap, dengan jurus-jurus Hunkin Coku Ciu, ia mencoba
menangkap, untuk dibikin patah atau salah laku,
tangannya jago muda dari Kimto Ce.
Ouw Bong Hu gusar atas sikapnya Le Kong Thian. Atas
datangnya boneka yang besar dan berat itu, ia
menyambut dengan Itci Siankang. Ia menyentil nadinya
manusia raksasa itu. Tidak dapat Kong Thian mengelit
tangannya. Begitu tersentil, begitu cekalannya terlepas,
lantas bonekanya jatuh.
Malang dua pegawainya Kiauw Pak Beng, selagi
mereka mengepung Ci Hiap, mereka ketimpa boneka itu,
terus mereka roboh.
Setelah itu Ouw Bong Hu memutar tubuh, buat
menghampirkan Tong Sun, tetapi orang she Law ini licik
dan matanya tajam, siang-siang dia mendahului
menyingkir sebab hatinya mencelos menyaksikan Kong
Thian terpecundangkan dalam satu gebrakan.
Adalah di saat itu, Kiauw Pak Beng muncul. Dia gusar
melihat muridnya terlukakan. Segera dia menyerukan
orang-orangnya mundur, dia sendiri terus maju
1209 menghadapi Ouw Bong Hu, siapa belum pernah melihat
tuan rumah, hanya dari roman dan sikapnya saja ia
dapat menduga dari itu ia lantas berhenti menyerang.
Ouw Bong Hu menjadi orang berkenamaan, walaupun
ia sedang murka, Kiauw Pak Beng tidak berani berlaku
kasar, dengan paksakan diri, setelah mengawasi orang,
ia bersenyum dan berkata: "Aku kira siapa, tak tahunya
Ouw Losianseng! Sebenarnya aku si orang she Kiauw
berdahaga untuk menemui, sudah beberapa kali aku
mengirim undangan untuk mengundang tetapi
Losianseng malas untuk membuat kunjungan! Maka itu
kenapakah hari ini, tanpa diundang Losianseng datang
sendiri?" Ouw Bong Hu bangsa jujur, ia menyahut dengan terus
terang: "Apabila tidak ada urusan, tidak nanti aku datang
berkunjung. Aku telah diminta tolong oleh Kimto Cecu,
untuk memohon satu orang dari kau, Kiauw Sianseng.
Sayang murid-muridmu tidak mau membukai pintu,
lantaran itu terpaksa aku melayani mereka hingga tanpa
disengaja aku melukai muridmu. Sekarang aku minta kau
suka menyerahkan puterinya Cit Im Kauwcu, untuk kami
mengajak pulang, setelah itu aku nanti menghaturkan
maaf kepada kamu guru dan murid."
"Menghaturkan maaf?" kata Kiauw Pak Beng dingin.
"Itulah aku tidak berani terima! Muridku yang buruk tidak
mengenali gunung Thaysan, aku mengucap terima kasih
yang kau telah memberi pelajaran padanya! Jadi kau
datang untuk meminta orang" Inilah mudah! Tapi,
Losianseng telah datang kemari, inilah yang aku
mintanya pun sukar, dari itu aku ingin menggunakan
ketika ini untuk memohon pengajaran dari kau --pelajaran Itci Siankang yang Iiehay! Losianseng tidak
1210 sungkan memberi pengajaran pada muridku, maka juga
pastilah Losianseng akan meluluskan permintaanku ini!"
Mendengar suaranya tuan rumah, Ouw Bong Hu
merasa tidak enak di hati. Memang ia merasa tidak
pantas ia melukai orang dari tingkat lebih muda.
walaupun itu sangat terpaksa.
"Kepandaianku kepandaian tidak berarti," ia menyahut
merendah, "aku malu akan mendapat disebutnya itu
sebagai kepandaian yang Iiehay. Yang tepat ialah Siulo
Imsat Kang dari kau sendiri, Kiauw Sianseng! Aku telah
kesalahan melukai murid sianseng, baik nanti belakangan
saja aku menghaturkan maafku, sekarang aku minta
sianseng tidak buat kecil hati..."
Kiauw Pak Beng mengebut tangannya, untuk
mencegah tetamunya bicara lebih jauh. Ia tertawa dan
berkata: "Sianseng, kata-katamu ini membuat aku putus
asa. Bukankah mencoba kepandaian ada hal yang
umum" Apakah sianseng menganggap aku tidak pantas
memohon pengajaran dari kau" Atau memangnya Itci
Siankang dipakai istimewa untuk anak-anak muda?"
Hebat kata-kata itu untuk Ouw Bong Hu. Jikalau
iamenolak. ia bakal terhina. Ia menjadi dapat
menyabarkan diri lagi. Ia pun, seumurnya, belum pernah
tunduk kepada lain orang kecuali gurunya dan Thio Tan
Hong. Maka ia menjawab: "Jikalau begitu. Kiauw
Sianseng, baiklah, akan aku gunai ketika ini untuk belajar
kenal dengan Siulo Imsat Kang yang luar biasa dahsyat
itu! Oleh karena tetamu tidak dapat mendahului tuan
rumah, silakan sianseng yang mulai memberikan
pelajaranmu!"
1211 Kiauw Pak Beng tidak menyahut lagi, ia pun tidak
mengangguk, hanya segera sebelah tangannya digeraki,
untuk dipakai menepuk.
Ouw Bong Hu heran. Ia tidak merasakan sambaran
angin dingin. Hanya sedetik, lantas ia mengerti
maksudnya Kiauw Pak Beng. Nyata tuan rumah tidak
mau menggunakan saatnya untuk menyerang terlebih
dulu. Lantaran orang berlaku sungkan, ia lantas
bergerak. Lebih dulu tangan kirinya dibawa ke dada,
untuk menjaga diri. menyusul itu tangan kanannya --dengan jari tengah "-" menotok ke atas.
Kiauw Pak Beng tertawa.
"Ouw Sianseng, kau nyata tak mau ketinggalan!"
katanya. Kali ini ia terus menyerang dengan sungguhsungguh,
maka juga, di situ lantas terdengar suara angin
tinjunya yang hebat.
Thian Touw kaget. Ia tidak pernah menyangka Pak
Beng demikian telengas. Ia pun tidak menduga Pak Beng
lihai sekali dengan ilmunya yang istimewa itu, yang
paling meminta tenaga dalam, tetapi sekarang dia dapat
menggunakannya sembarang waktu.
Selagi jago Thiansan ini terkejut, air mukanya Ouw
Bong Hu pun berubah sedikit. Akan tetapi ia mengangkat
tangannya, ia menyentil dengan jari tengahnya untuk
melawan serangan Pak Beng itu. Tepat ia mengenai
tengah-tengahnya telapakan tangan jago she Kiauw itu,
hingga terdengar suaranya.
Hampir berbareng kedua jago memisahkan diri
masing-masing. Ouw Bong Hu mundur hingga tiga
tindak, tubuhnya menggigil. Kiauw Pak Beng terhuyung
1212 dua kali, dari mulutnya terdengar suara perlahan:
"Aaah!..."
Hawa dingin dari Pak Beng tersalurkan ke dalam tubuh
Ouw Bong Hu dengan jalan jerijinya itu, menyerang
uluhatinya, tetapi dengan tenaga dalamnya yang mahir,
ia dapat mengusir pergi. Setelah itu, ia menjadi heran.
Pernah ia mendengar dari Ci Hiap halnya Pak Beng
dikalahkan Tan Hong. ia menduga Pak Beng baru sampai
di tingkat ke tujuh, jadi ia percaya, dengan sentilannya,
ia pun bakal dapat kemenangan, atau sedikitnya ia tidak
akan terkalahkan, tidak disangka-sangka, sekarang Pak
Beng beda daripada sangkaan, bahkan tenaga dalamnya
itu berdasarkan tenaga dalam yang lurus, beda daripada
tenaga dalam kaum sesat. Mungkin inilah gabungan lurus
dan sesat yang bakal menjadi sempurna.
Lantas terdengar Kiauw Pak Beng tertawa.
"Benar-benar Itci Siankang sangat lihai!" katanya.
"Sekarang mari, aku si orang she Kiauw ingin minta
pengajaran pula!"
Kata-kata itu di akhiri dengan serangan, yang
bertambah dahsyat.
Ouw Bong Hu ketahui baik sekali Kiauw Pak Beng
hendak merobohkan dia atau kalau bisa, dia hendak
dibikin binasa maka itu. ia bertekad untuk melawan, dan
tetap dengan Itci Siankang. Lainnya kepandaian tidak
dapat digunakan! Cuma ia memasang kuda-kudanya
dengan "Cian Kin Twi" atau "Jatuh seribu kati."
Kembali terdengar suara nyaring begitu lekas kedua
pihak saling bentrok. Ouw Bong Hu tidak kena terpukul
mundur seperti semula, melainkan tubuhnya bergoyang


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1213 beberapa kali, bajunya turut bergoyang-goyang seperti
tertiup angin keras.
Di lain pihak, Kiauw Pak Beng tidak dapat lantas
merangsak pula.
Setelah bentrokan itu, yang hebat luar biasa, mukanya
Ouw Bong Hu nampak sedikit pucat, sebaliknya muka
Kiauw Pak Beng seperti keturunan warna ungu muda dan
peluhnya turun menetes dari dahinya!
Thian Touw menyaksikan dengan hati mereka
berdenyutan, begitupun Le Kong Thian. Mereka samasama
merasakan hebatnya pertempuran itu --pertempuran mati atau hidup.
Sulit untuk mereka memisahkannya, andaikata mereka
memikir demikian. Dari keduajago itu, salah satu mesti
dihajar, baru mereka dapat sudah. Kong Thian pernah
memikir demikian, tetapi di situ ada Thian Touw, diajeri.
Bahkan dia sekarang berkuatir Thian Touw yang nanti
turun tangan menghajar guru atau majikannya itu...
Memang, asal Thian Touw turun tangan, maka Kiauw
Pak Beng bakal kena ditabas batang lehernya tanpa dia
berdaya. Sebenarnya pernah berkelebat dalam otaknya
jago Thiansan itu, untuk menyerang Pak Beng, guna
segera mengakhiri pertandingan, tetapi di lain saat, ia
berpikir pula: "Aku orang macam apa" Mana dapat aku
berlaku demikian rendah membokong seorang yang lagi
tidak berdaya?"
Lewat sekian lama maka terlihatlah pada jidatnya Ouw
Bong Hu tanda dari bangunnya otot-ototnya, yaitu warna
biru gelap, sedang kedua tangannya ditekuk ke belakang.
Itulah mirip tanda tak bertahan.
1214 "Apakah aku mesti menonton saja Ouw Locianpwee
terbinasa ditangannyaKiauw Pak Beng?" Thian Touw kata
dalam hati kecilnya. Ia bersangsi, hingga merandak
ketika ia sudah maju dua tindak dan tangannya telah
meraba gagang pedangnya. Ketika itu Ouw Bong Hu,
dengan sinar mata tajam, pun mengawasi padanya,
itulah tandajago tua itu tidak menghendaki bantuan
untuknya. Ia berpikir keras sekali, sampai tiba-tiba ia
sadar: "Benar! Ouw Losianseng tidak ingin aku merusak
nama baiknya!" Maka ia lantas berdiam terus.
Thian Touw tidak usah menanti lama akan
menyaksikan perubahan yang menyusulnya.
Kiauw Pak Beng mengasi dengar siulan yang aneh
sedang Ouw Bong Hu bersuara "Hm!" menyusul mana
tubuh mereka berdua bersama-sama mencelat tinggi!
Dua-dua Thian Touw dan Kong Thian terkejut, duaduanya
lantas lompat menyusul. Ketika Kong Thian
sampai kepada gurunya, tubuh guru itu sudah turun ke
tanah. Ia berniat memegangnya, untuk mempepayang.
Tapi tubuh sang guru berputaran, ketika bajunya kena
terpegang, baju itu berkibar keras, tak kuat murid ini
mempertahankan diri, dia tertolak mundur hingga roboh!
"Lekas panggil adikmu!" terdengar suara keras dari
Pak Beng. Kong Thian bangun dengan muka bengap, tetapi ia
girang, sebab pikirnya: "Rupanya luka suhu tidak
parah..." Maka ia lantas menurut perintah.
Ketika Thian Touw sampai kepada Ouw Bong Hu, jago
itu sudah berdiri dengan tegak, bahkan segera terdengar
1215 suaranya yang nyaring: "Kiauw Pak Beng, kita sudah
saling belajar kenal! Apakah katamu?"
Mendengar suara itu, tenanglah hati Thian Touw.
Kiauw Pak Beng menutup kedua matanya ketika ia
memerintahkan Kong Thian, mendengar pertanyaan
Bong Hu, ia membuka matanya, terus ia mengawasi
lawannya itu. Ia ingin melihat atau mencari sesuatu pada
tubuh lawan, karenanya ia tidak segera memberikan
jawabannya. Thian Touw sendiri lantas menjadi terperanjat. Ketika
ia berpaling ke sisinya, ia tidak mendapatkan isterinya
serta Kiam Hong, si nona yang semenjak tadi terlihat
berdiri diam saja menonton pertempuran yang dahsyat
itu. Tengah ia heran itu, mendadak ia mendengar
teriakannya Kiauw Siauw Siauw: "Ayah! Ayah!"
Itulah teriakan dari ketakutan, yang disusul dengan
munculnya si anak muda.
Untuk heran dan kagetnya semua orang, Kiauw Siauw
Siauw muncul sambil berlari-lari dengan pakaiannya
berlumuran darah, dan di belakang ia tampak Leng In
Hong bersama Liong Kiam Hong lari mengejarnya!
Sebenarnya Siauw Siauw telah dapat beristirahat. Ia
telah mendengar hal ayahnya bersama Hok Thian Touw
merundingkan tentang ilmu silat, ia hanya tidak ketahui
maksud yang dikandung ayahnya itu. Karena ini, ia
memikir untuk menganjurkan ayahnya membinasakan
saja In Hong semua. Untuk ini, ia pergi keluar. Ia baru
sampai di luar pintu tatkala ia melihat ayahnya dan Ouw
Bong Hu lagi bertarung, sedang Thian Touw dan
1216 isterinya berdiri menonton. Ia menjadi jeri, lekas-lekas ia
menyingkir dari depan pintu.
Kiauw Pak Beng dan Hok Thian Touw lagi bertarung,
mereka berdua sama-sama tidak melihat Siauw Siauw
mengintai, dan tidak mengetahui juga berlalunya In
Hong dan Kiam Hong.
Nyonya Thian Touw sangat cerdik, di sampingnya
menonton dan memperhatikan suaminya, matanya juga
dipakai melirik kelilingan dan telinganya dipasang terangterang.
Begitu Siauw Siauw muncul, begitu ia mendapat
lihat, dan ketika tuan rumah yang muda itu ngelepot
seperti kepala kura-kura, ia menarik tangannya Kiam
Hong, untuk diajak pergi. Ia telah memikir, cukup Thian
Touw seorang menjagai Ouw Bong Hu. Bahkan ia
tertawa dalam hati melihat suaminya seperti terpesona
menonton pertarungan seru tetapi luar biasa itu.
Kong Thian semua juga memusatkan perhatiannya
seperti Thian Touw, dari itu mereka tidak melihat ketika
In Hong dan Kiam
Hong berlalu dengan diam-diam.
In Hong dan Kiam Hong menyusul Siauw Siauw.
Pemuda itu kena dicandak, maka tanpa banyak omong
lagi, mereka jadi bertempur. In Hong membiarkan ia
dihantui Kiam Hong, sebab ia tidak mau mencontoh
Thian Touw yang terlalu menghormati undang-undang
kaum Kangouw. Menghadapi orang muda yang telengas
itu. ia tidak sudi mengasi hati lagi.
Sekarang ini, setelah ia mencapai perpaduan ilmu
pedangnya. In Hong menang jauh daripada Siauw Siauw,
maka itu dibantui Kiam Hong, baru sepuluh jurus lebih, si
1217 pemuda sudah terlukakan beberapa tikaman. Untungnya
bagi Siauw Siauw. nyonya dan nona itu telah termufakat
untuk membekuk dia hidup-hidup, untuk dipakai sebagai
alat penukaran guna mendapatkan Im Siu Lan.
Kiauw Siauw Siauw cerdik, dia bisa menangkap
maksudnya kedua lawan ini. Sebenarnya diajeri terhadap
Ouw Bong Hu dan Hok Thian Touw, tetapi saking
terpaksa, dia lari juga keluar sambil berteriak-teriak,
untuk minta tolong dari ayahnya.
Kong Thian kaget, dia lantas maju untuk menolongi
majikan muda itu. Tepat ia datang dekat, tepat In Hong
menikam majikannya. Ia lantas menggunakan bonekanya
guna menalangi menangkis.
In Hong lihai sekali. Ketika pedangnya bentrok dengan
boneka sebab ia ditangkis itu, ia lantas menggunakan
ketika itu, ialah dengan pedang ia menekan boneka,
terus tubuhnya berlompat tinggi melewati senjatanya si
manusia raksasa. Hingga ia dapat menyusul pula si anak
muda. Ia mau menikam jalan darah lengtay di punggung
anak muda itu, untuk tetap dapat menawan hidup-hidup.
Kiauw Siauw Siauw mendapat ketika yang baik karena
bantuannya Le Kong Thian itu. Ia pun tidak mau mandah
kena dibinasakan musuhnya, ia hendak mencari balas. Ia
lantas bersiap dengan kipasnya yang lihai itu, ia ingin
menyerang dengan senjata rahasianya. Akan tetapi ia
terlambat. Baru ia mengangkat tangannya setelah ia
berkelit dari tikaman, belum lagi jeriji tangannya
memencet alat rahasia pada kipasnya itu, lengannya
sudah terbabat pedang In Hong. Sambil membabat itu, si
nyonya berkelit. Maka juga senjata rahasia Siauw Siauw,
1218 yang toh terpencet juga, menyambar ke arah bonekanya
Kong Thian. Sebagai kesudahan dari tabasan In Hong itu, anaknya
Kiauw Pak Beng menjerit keras sekali, tubuhnya
terhuyung ke depan ayahnya itu dan roboh terbanting,
akan tetapi ia masih sempat merangkul kaki orang
tuanya itu, untuk mengasi dengar suaranya yang
mempilukan: "Ayah, balaskanlah sakit hati anakmu!..."
Tatkala itu Tek Seng Siangjin bersama-sama Law Tong
Sun dan Tonghong Hek beramai telah hadir di gelanggang
pertempuran itu. Mereka telah mendengar hal
pertandingan di antara Kiauw Pak Beng dan Ouw Bong
Hu, mereka ingin menonton. Justeru kebetulan sekali,
mereka menyaksikan peristiwa tersebut.
Thian Touw terkejut, dalam hatinya ia kata: "Cade!
Cade! Pedangnya In Hong membuat Kiauw Siauw Siauw
menjadi bercacad! Mana Kiauw Pak Beng mau mengerti"
Di sini mesti akan terjadi pertempuran mati dan hidup!..."
Di luar dugaan, setelah Pak Beng memandang
anaknya, dia berlaku tenang.
"Kong Thian," kata dia pada muridnya, "kau dukung
sute-mu ini ke ruang belakang dan kau obati dan balut
lukanya." Dia terus menoleh kepada seorang pegawainya
untuk memberikan titahnya terlebih jauh: "Kau pergi ke
dalam dan undang Nona Im keluar!"
Bukan melainkan Thian Touw yang heran tetapi juga
Kong Thian. Sungguh itulah di luar dugaan! Maka murid
merangkap koankee ini kata dalam hati-kecilnya: "Suhu
sudah berhasil mempelajari Siulo Imsat Kang sampai di
1219 tingkat ke delapan, meskipun benar Ouw Bong Hu lihai
ilmunya Itci Siankang, agaknya dia bukanlah tandingan
suhu, kenapa sekarang tampaknya suhu jeri terhadap
mereka itu?"
Kiauw Pak Beng mempunyai Siauw Siauw sebagai
anak satu-satunya, bahkan anak laki-laki, yang akan
menyambung turunannya, sedang anak itu adalah anak
mustika, yang disayang sama seperti jiwanya sendiri,
sekarang Siauw Siauw ditabas kutung sebelah tangannya
oleh Leng In Hong, kenapa dia tidak menjadi gusar"
Maka juga pantaslah Thian Touw dan Kong Thian heran
sekali. Lantas terdengar Pak Beng berkata: "Di dalam satu
pertempuran sukar dicegah seorang luput dari bahaya
terlukakan, maka itu anakku, yang ilmu silatnya tidak
mahir, terlukanya itu wajar dan karena itu, siapajuga
tidak dapat dipersalahkan. Aku si orang tua telah berharihari
dapat berunding ilmu dengan saudara Hok dan hari
ini aku belajar kenal juga dengan Itci Siankang dari Tuan
Ouw, kejadian ini ialah soal yang paling menggirangkan
seumur hidupku, maka itu, dengan memandang kepada
saudara Hok dan Tuan Ouw, sukalah aku membikin habis
segala urusan yang sudah-sudah, dan Nona Im, silakan
saudara Hok membawanya pulang. Jikalau kau bertemu
Kimto Cecu, saudara Hok, tolong kau mewakilkan aku
menyampaikan hormatku kepadanya."
Mendengar itu, Thian Touw girang bukan kepalang. Ia
lantas memberi hormat.
"Nyata locianpwee mengerti segala apa!" katanya.
"Terima kasih!" Tetapi In Hong kata dalam
1220 hatinya: "Siapa bilang tua bangka ini mengerti segala
apa" Terang-terang tua bangka ini memandang enteng
kepada yang lemah dan sebaliknya takut pada yang
kuat!" Sementara itu si pegawai yang dititahkan Pak Beng
tadi sudah muncul bersama-sama Im Siu Lan, yang telah
sangat tersiksa oleh Siauw Siauw, hingga dia tampak
lemah sekali. Kiam Hong lantas menghampirkan, untuk
mempepayang. Siu Lan membuka kedua matanya. Ia sangat lemah
tetapi matanya itu bersinar tajam. Dengan cahaya sangat
bermusuh, ia mengawasi Kiauw Pak Beng.
Pak Beng tertawa, ia kata sabar: "Nona Im, Siauw
Siauw memperlakukan tidak baik terhadapmu, aku
sangat menyesal. Bukankah kau sangat membenci dia"
Bukankah barusan sambil lewat kau telah melihat anakku
itu" Dia telah menerima ajaran dari Leng Lihiap, sebelah
tangannya sudah ditabas kutung! Bukankah karenanya,
penasaranmu telah dapat dilampiaskan?"
Biarnya jago ini bicara dengan tenang akan tetapi
kata-katanya yang terakhir itu bernadakan kemurkaan
yang tertahan. Biar bagaimana, senang Thian Touw dengan
kesudahan itu. Itulah hal yang ia minta pun tidak dapat.
Karenanya iaberkuatir sekali, "kalau sang malam
panjang, sang impian menjadi banyak." Maka lantas ia
berkata: "Kami semua datang kemari untuk Nona lm,
sekarang urusan sudah beres, aku yang muda memohon
diri!" Kiauw Pak Beng tertawa terbahak.
1221 "Dengan kedatangan kau ini, saudara Hok, bukan
sedikit kefaedahan yang diperolehku!" katanya. "Sampai
kita bertemu pula!" Matanya lantas menyapu. Melihat


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ouw Bong Hu, yang ia awasi tajam, ia menambahkan:
"Tuan Ouw, baik-baiklah kau merawat dirimu! Di jaman
ini, orang-orang tua yang menjadi ahli silat sudah tinggal
tak seberapa orang lagi! Bukankah itu harus disayangi?"
Mendengar perkataan jago itu, Thian Touw terkejut,
lekas-lekas ia mengawasi Ouw Bong Hu. Ia mendapat
kenyataan Bong Hu bersikap sebagaimana biasa, kecuali
air mukanya mirip orang yang telah menenggak
beberapa cawan air kata-kata, ialah bersemu dadu. Ia
menganggap biasa siapa habis "bertempur hebat, hingga
orang menjadi telah mengeluarkan banyak tenaga,
kesegarannya tak segera pulih kembali. Tapi ia tetap
heran. Kenapa Pak Beng mengatakan demikian" Pikirnya:
"Kenapa terhadapku Pak Beng membilang sampai
bertemu pula sebaliknya terhadap Ouw Bong Hu, nada
suaranya tak sedap" Itulah kata-kata yang beralamat
jelek" Kenapakah?"
Ouw Bong Hu dingin nadanya ketika ia menyahuti:
"Kiauw Pak Beng. apakah kau merasakan apa-apa yang
luar biasa pada nadimu" Kau juga harus baik-baik
merawat dirimu!" Setelah itu ia memutar tubuhnya,
untuk bertindak pergi.
Kembali Thian Touw menjadi heran, maka ia melirik
Pak Beng. muka siapa ia dapatkan telah berubah sedikit.
Meski demikian, tuan rumah yang kosen itu tertawa --dengan suara tertawanya yang aneh --- dan berkata
pula: "Ouw Bong Hu. kau baik-baiklah jalan! Maafkan
aku, tidak dapat aku mengantarkan kau!" Lantas ia
1222 mengibaskan tangannya dan memutar tubuhnya, untuk
masuk ke dalam.
Thian Touw dan isterinya serta Tie Goan berdua lantas
mengikuti Ouw Bong Hu berlalu. Kiam Hong ada bersama
Siu Lan. Thian Touw terus memperhatikan jago tua itu.
Setelah meninggalkan pintu rumah Pak Beng, mukanya
Bong Hu berubah menjadi suram, dengan membungkam,
ia berjalan terus. Ia tetap heran, ia tidak mengerti.
In Hong lantas mendapat firasat buruk.
Kiam Hong dan Siu Lan turut mendapat lihat roman
luar biasa dari Bong Hu, karena itu, meski mereka ingin
omong banyak, mereka turut bungkam.
Sampai di kaki gunung, romannya Ouw Bong Hu
makin berubah. "Mari kita beristirahat," kata In Hong. "Ouw
Locianpwee. barusan kita mengandal locianpwee
mengalahkan Kiauw Pak Beng, maka aku percaya, tidak
nanti dia berani menyusul kita karena mana kitapun tak
usahlah berjalan dengan tergesa-gesa..."
Nyonya Hok ini menyangka, sebab bertempur sangat
hebat dan mengeluarkan tenaga terlalu banyak, Bong Hu
menjadi sangat letih dan ia perlu beristirahat. Tapi
keadaan orang she Ouw itu beda daripada terkaan itu.
Ouw Bong Hu mengangkat kepalanya, memandang ke
atas gunung, habis itu dengan perlahan ia menyahuti:
"Benar, aku benar harus beristirahat!" Lagu suaranya itu
tawar sekali! Hati In Hong terkesiap, ia kaget.
1223 "In Hong, apakah kau mengira aku telah dapat
mengalahkan Kiauw Pak Beng?" Ouw Bong Hu tanya,
perlahan. "Aku menduga dia telah terhajar Itci Siankang dari
locianpwee," si nyonya menjawab. "Jikalau tidak, kenapa
dia tidak menjadi gusar meskipun aku telah membabat
sebelah lengan anaknya" Benarkah dia dapat sudah
saja?" "Tidak salah," kata Bong Hu, "tidak salah tadi dia telah
terlukakan olehku, tetapi sebabnya kenapa ia suka
berhenti sampai di sini itulah lantaran diajeri terhadap
kamu suami isteri..."
In Hong melengak, begitupun Thian Touw.
"Locianpwee." kata si orang she Hok, "mana dapat
kami menerima pujian locianpwee ini" Kami menempur
dia sudah lima hari, buat omong terus terang, kami
berdua benar-benar bukanlah tandingan dia!"
"Dia telah terluka, yang paling penting untuknya ialah
mendapatkan tempo untuk menyalurkan napasnya,
untuk mengobati diri sendiri," berkata Ouw Bong Hu,
"oleh karena itu, mana dia berani menempur pula kamu
berdua" Siulo Imsat Kang dari Kiauw Pak Beng demikian
lihai, sungguh itulah di luarsangkaanku..."
Mendadak dia menjatuhkan diri berduduk di tanah,
napasnya pun mulai sesak.
Orang semua terperanjat. Dalam ilmu dalam, di jaman
itu, kecuali Thio Tan Hong. tidak ada lain orang lagi yang
sanggup melawan jago she Ouw ini. Maka heran yang
dia dapat tergempur Kiauw Pak Beng.
1224 "Locianpwee," kata Thian Touw, yang hatinya menjadi
kecil, "aku mempunyai teratai salju dari Thiansan..."
"Teratai itu simpanlah untuk kamu pakai sendiri," Ouw
Bong Hu memotong. "Aku tidak membutuhkan itu..."
Jago tua itu tertawa tetapi sedih tertawanya.
Thian Touw dan In Hong menduga orang telah terluka
parah di bagian dalam, mereka hanya tidak menyangka
luka itu demikian hebat hingga Ouw Bong Hu mirip pelita
yang telah kekeringan minyak, bahwa jiwanya segera
bakal tak tertolong pula.
Ouw Bong Hu menentang hebat Siulo Imsat Kang dari
Kiauw Pak Beng, selama itu hawa dingin telah
menyerang masuk ke dalam tubuhnya, syukur untuknya,
saking mahirnya tenaga dalamnya, dia masih dapat
bertahan demikian lama. Ini sebabnya kenapa sampai
sekian lama suami isteri itu tidak dapat melihatnya.
Bahkan Kiauw Pak Beng sendiri tidak dapat membade
lawannya itu terluka sampai di batas mana, karena
mana, di samping jeri terhadap pada Thian Touw dan In
Hong, dia jadi tidak berani menuntut balas untuk
anaknya. Pak Beng terluka pada nadinya yang
dinamakan Samim meh, luka itu jauh lebih enteng
daripada luka lawannya, andaikata dia mesti menempur
pula Thian Touw dan In Hong, ada kemungkinan dia
dapat bertahan atau sedikitnya kedua pihak bakal terluka
parah bersama. Di mana di sana ada rombongannya Tek
Seng Siangjin, apabila benar terjadi pertarungan mati
hidup, mungkin sekali rombongan In Hong tak akan ada
yang pulang hidup...
Hati In Hong menjadi kecil mendengar suaranya Ouw
Bong Hu, tetapi ia tidak lantas menjadi putus asa, ia
1225 malah berpikir keras, untuk mencari jalan guna
menolongnya. Penolakannya Ouw Bong Hu memakan
soatlian atau teratai salju membuatnya menyangka Bong
Hu ingin bertahan dengan tenaga dalamnya. Ia mau
membujuki ketika jago itu berkata pula dengan lemah:
"Sang tempo sudah tidak banyak lagi, aku ada beberapa
pesan untuk kamu, harap kamu suka lekas mengerj
akannya." "Silakan, locianpwee," kata Thian Touw dan In Hong
bareng. "Yang pertama yaitu kamu mesti lekas berangkat ke
Tali untuk mengundang Thio Tan Hong," berkata Bong
Hu. "Sekarang ini tenaga dalam dari Kiauw Pak Beng
sudah teryakinkan hingga dia berada di antara kelurusan
dan kesesatan, jikalau dia diberi kesempatan
menyampaikan tingkat ke sembilan, sekalipun Thio Tan
Hoag belum tentu dapat menundukkan dia. Sekarang dia
tengah memerlukan tempo untuk dapat menggabung
sempurna kedua pelajaran lurus dan sesat itu, di dalam
tempo satu tahun, Tan Hong dapat menang unggul
daripadanya. Selewatnya satu tahun, sukarlah untuk
dibilang..."
Thian Touw terkejut. Di dalam hatinya segera timbul
pertanyaan: "Dari mana Kiauw Pak Beng mendapatkan
pelajaran lurus itu?" Tengah ia terbengong, In Hong
mengawasi ia dengan tajam. Hanya isteri ini pun
tercengang seperti ianya.
Melainkan sinar mata sang isteri bagaikan menegur
atau menyesali ia. Ia menjadi berkuatir, ia menjadi
berduka. Ia menjadi bergelisah ketika ia lantas ingat:
1226 "Pastilah Kiauw Pak Beng memperoleh pelajaran lurus
dari selama diajak berunding dengannya!..."
Matanya Ouw Bong Hu digeser kepada Hok Thian
Touw. Ia tidak mendapat tahu halnyajago Thiansan ini
sudah ditantang berunding oleh Kiauw Pak Beng yang
licin itu, maka itu, beda daripada In Hong, dia tidak
menegur atau menyesalkan. Tapi Thian Touw sendiri
bersengsara hati tidak kepalang, sinar matanya Bong Hu
tajam sebagai anak panah menusuk hatinya!
Ouw Bong Hu tahu orang she Hok itu menyesal dan
berduka, ia menduga orang menyesal dan berduka
untuknya, maka dengan tawar ia kata: "Di kolong langit
ini tidak ada perjamuan yang tidak bubar dan sekarang
bukan saatnya untuk bersusah hati. Apakah yang hendak
ditangisi. Sekarang soal yang kedua. Inilah mengenai diri
kamu berdua suami isteri. Mari kamu dengari
perkataanku!"
Hati Thian Touw bercekat. Hal yang mengenai diri
mereka suami isteri" Maka dengan penuh perhatian ia
memasang telinganya. Demikianpun In Hong.
Ouw Bong Hu melanjuti berkata: "Kamu berdua
jangan berdiam terus di gunung Thiansan! Kiauw Pak
Beng telah terluka tetapi mengandal pada tenaga
dalamnya paling lama dalam tempo satu bulan, dia akan
sudah sembuh dan pulih kesehatannya seperti sediakala.
Menurut nada suaranya tadi. dia pastilah tidak sudi
melepaskan kamu berdua, sesudah sembuh, tentu dia
akan pergi mencari kamu! Maka itu paling benar kamu
segera pergi ke Tali, untuk mengundang Thio Tan Hong,
atau kamu menyingkir ke lain tempat!"
1227 Thian Touw mengasi dengar ejekan: "Hm!" Ia
mendongkol sekali yang ia sudah terpedayakan Pak
Beng, hingga selagi berunding, ilmu tenaga dalamnya
sudah tercuri oleh jago Siulo Imsat Kang yang licik itu.
"Dia tidak mau melepaskan aku, aku juga tidak mau
melepaskan dia!" ia kata sengit.
"Bagus, kau bersemangat!" Ouw Bong Hu memuji. "Di
kalangan muda, kaulah orang satu-satunya yang nomor
satu! Aku percaya di belakang hari, ilmu silatmu bakal
berada di atasan Kiauw Pak Beng, cuma sekarang belum
tiba saatnya untuk kau menempur dia! Kau harus
menyayangi diri, kamu harus tetap hidup untuk nanti
kamu membalaskan sakit hatiku ini!"
Thian Touw kaget dan bingung.
"Locianpwee, kau kenapa?" ia bertanya.
Bong Hu menyahuti perlahan: "Sebenarnya aku
memikir untuk pulang ke rumah untuk berbicara dengan
isteriku. untuk berpisahan. tetapi sekarang aku anggap
tak usahlah aku memikir banyak-banyak, supaya kedua
pihak tak usah bersusah hati lagi. Ada kamu yang bakal
mewakilkan aku menyampaikan kabar, itu pun sama
saja. Aku asal bangsa Kazakh. maka menurut aturan
bangsaku, setelah seorang menutup mata, mayatnya
lantas dibakar menjadi abu, untuk mana tak usah orang
menyiapkan ini dan itu. Upacara kematian bangsaku jauh
lebih hemat daripada upacara kamu bangsa Han. Setelah
kamu membakar mayatku, lantas abunya tolong kamu
bawa pulang buat diserahkan pada isteriku, sedang
kepada isteriku itu kamu membilangi supaya dia lekas
pergi ke tempat yang kedua. Kiauw Pak Beng keras hati
dan telengas, aku kuatir apabila dia menerima kabar dari
1228 kematianku, dia nanti timbul ingatannya untuk
membakar rumput sekalian membongkar akarnya!
Artinya, mungkin dia bakal menurunkan tangan jahat
atas diri isteriku! Kamu mengirim seorang yang pandai
bicara untuk membujukinya, dan kamu membujuki
sesudah datangnya Thio Tan Hong baru ia mewujudkan
pembalasannya!"
Orang semua merasakan firasat tidak enak. Siapa tahu
Ouw Bong Hu lantas dengan getas membicarakan soal
kematiannya. Inilah hebat, hati mereka menjadi
mencelos. ln Hong maju mendekati, untuk mengangkat bangun
jago tua itu. Ouw Bong Hu berdiam saja ia bersenyum sedih, lantas
kedua matanya dirapatkan. Sebab seketika itu juga
berhentilah napasnya.
Sebenarnya Ouw Bong Hu masih dapat bertahan
beberapa hari, tetapi itu berarti penderitaannya
bertambah tiap hari, maka juga ia mengambil putusan
baiklah ia mati lantas, maka itu diam-diam, dengan sisa
tenaga yang masih berada di dalam dirinya, ia
memutuskan nadinya sendiri. Inilah sebabnya, di saat
terakhir itu ia masih bisa berlaku tenang, tak miripnya
orang yang mau putus jiwa...
Thian Touw tidak percaya orang sudah berhenti
bernapas, ia memegang tangannya, hingga ia merasa
nadi sudah tidak bekerja pula dan tangan itu terasa mulai
dingin. Ia jadi demikian berduka hingga ia berdiri
menjublak saja kedua tangannya memondong tubuh jago
tua itu. Matanya menjadi merah tetapi air matanya tidak
mengucur keluar!
1229 In Hong mengalirkan air mata deras.
"Sekarang ini menyesal pun sudah kasip..." katanya
perlahan. "Aku harap kau janganlah mensia-siakan pesan
Ouw Locianpwee ini."


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thian Touw mencabut pedangnya, dengan itu ia
menabas sebuah pohon ditepi jalan, terus ia kata dengan
suara dalam: "Ouw Locianpwee, kau berangkatlah
dengan tenang! Kami pasti akan menuntut balas
untukmu!" Baru sekarang, habis mengucapkan sumpahnya itu,
dia dapat menangis menggerung-gerung!
Lega hati In Hong mendapatkan suaminya bisa
menangis. Ia kata dalam hatinya: "Syukur dia dapat
menangis... Setelah memperoleh pelajaran ini, mungkin
dia bakal merubah tabiatnya... Hanya jangan-jangan
harga yang dia bakal minta akan jadi terlalu besar!..."
In Hong berduka berbareng merasa lega. Tanpa
merasa ia mencekal tangan suaminya, yang sebaliknya
pun mencekal ianya. Sejak keretakan di antara mereka
baru sekarang ia merasa bahwa ia berada dekat sekali
dengan suaminya ini...
"Benar, sekarang bukan lagi waktunya berduka,"
berkata Tie Goan akhirnya. "Mari lekas kita bekerja
menurut pesan Ouw Locianpwee, untuk mengurus
jenazahnya."
Orang suka mendengar kata-kata itu. maka itu.
sembari menangis mereka mengumpulkan kayu, untuk
terus membakar tubuh Ouw Bong Hu, untuk kemudian,
sesudah selesai, abunya dibungkus dengan rapi.
1230 "Biarlah tugas ini diserahkan padaku." berkata Tie
Goan kemudian. Sebagai ketua muda dari Partai Pengemis, Tie Goan
seimbang umur dan derajatnya dengan Ouw Bong Hu
suami dan isteri, iapun sahabat dari suami isteri itu.
maka itu dialah orang yang paling tepat untuk
mengantarkan abu Bong Hu kepada Nyonya Ouw yaitu
Kimkauw Siancu Lim Sian In.
"Thian Touw," In Hong berkata pada suaminya, "mari
kita berdua pergi ke Tali untuk mengundang Thio
Tayhiap." Thian Touw paling sungkan terlibat urusan dunia
Kangouw akan tetapi sekarang ia telah terlibat juga,
maka sekalipun ia ingin menyingkir, tak dapat ia
menyingkirkan diri, dari itu tanpa menjawab isterinya, ia
mengangguk. Cuma di dalam hatinya ia kata: "Aku telah
terjebak Kiauw Pak Beng, maka tak dapat aku
menghindarkan diri dari tugas menuntut balas untuk
Ouw Locianpwee! Hanya, setelah terlibat ini, sampai
kapan aku dapat memperoleh pula ketenanganku untuk
aku melanjuti cita-citaku memahamkan ilmu
pedangku"..."
Oleh karena memikir demikian, jago Thiansan ini
menyesal juga yang ia telah mengikuti isterinya mendaki
Kunlun San hingga mereka jadi bermusuh dengan Kiauw
Pak Beng. Ketika itu, Ciu Ci Hiap berkata pada Im Siu Lan: "Nona
Im, sangat besar budimu terhadap kami, budi itu belum
dapat kami balas, karenanya hati ayahku menjadi tidak
tenteram. Maka itu aku minta dengan sangat sukalah kau
datang pula ke gunung kami."
1231 Selagi bicara itu, Ci Hiap rada likat, sebab ia tahu.
dengan meminta Siu Lan datang ke gunungnya,
sebenarnya ayah dan ibunya ingin sangat merangkapkan
jodoh si nona dengan jodohnya sendiri.
Siu Lan seorang yang cerdik, melihat sikap si pemuda,
ia dapat menduga beberapa bagian. Maka berpikirlah ia:
"Kimto Cecu berlaku sangat baik padaku, kebaikannya itu
membuatnya aku bersyukur, dan sekarang untuk
menolongj aku, dia telah bekerja keras, maka itu, dapat
atau tidak aku menerima baik cita-citanya itu, yang
penting ialah aku mesti pergi menemui mereka, untuk
menghaturkan terima kasihku. Hanya, kalau aku tiba di
gunung dan aku bertemu Giok Houw, bagaimanakah?"
Selagi memikir demikian, si nona kembali mendengar
perkataannya C ie Hiap: "Setelah nona meninggalkan
gunung kami, semua orang sangat memikirkan kau.
Saudara Ban Thian Peng bersama aku sudah lantas turun
gunung, kita pergi ke Selatan, untuk mencari. Juga
saudara Thio, sesudah sakitnya sembuh, ia bakal
berangkat mencari kau, maka itu, mungkin ia sekarang
sudah tidak berada di gunung."
Mendengar itu, tertarik hatinya Siu Lan. Maka ia lantas
mengambil keputusannya.
Ci Hiap belum pernah bergaul erat dengan bangsa
nona-nona dari itu berdiri di depan Siu Lan, hatinya tidak
tenteram, ia likat sendirinya.
Nona Im melihat muka orang, ia dapat menduga lebih
jauh. "Ciu Cecu baik sekali terhadap aku. aku sangat
bersyukur," ia kata sedikitpun tidak likat, "maka itu, aku
1232 sebenarnya ingin sekali tidak mendatangkan kesulitan
apa-apa kepada pihakmu."
Kata-kata si nona membuatnya si pemuda bingung.
"Nona... Nona Im..." katanya, tak lancar, "nona
membilang apa" Justeru nona yang telah melepas budi
besar terhadap kami hingga kami tidak ketahui
bagaimana harus membalasnya. Dengan mengatakan
demikian, apakah nona bukannya memandang asing
kepada kami?"
"Jangan gelisah!" Kiam Hong campur bicara, sembari
tertawa ia pandang si anak muda. "Kau dengari, Nona Im
masih ada kata-katanya terlebih jauh!"
Ci Hiap melirik Nona Im, benarlah ia mendapatkan
bibir orang bergerak. Jadi nona itu berhenti bicara karena
ia memotong barusan. Sendirinya mukanya menjadi
bersemu dadu. "Aku telah terjatuh ke dalam sarang hantu tetapi aku
telah ditolongi kamu," benar-benar Siu Lan melanjuti
omongannya, "maka itu budi kamu yang besar itu, entah
sampai kapan aku dapat membalasnya. Aku bersyukur
kepada Ciu Cecu yang dalam kerepotannya masih dapat
memikirkan aku, karenanya aku harus pergi ke gunung
untuk menghaturkan terima kasih."
Mendengar suara yang terakhir ini, lega hati Ci Hiap.
"Sebenarnya terhadap kongcu, aku juga belum
menghaturkan terima kasihku," Siu Lan berkata pula.
"Ketika itu..."
Ci Hiap memotong: "Urusan yang sudah lewat buat
apa disebut-sebut pula?"
1233 Siu Lan bersenyum.
"Jadi benar-benar kamu tidak menyesalkan aku?"
tanyanya. "Kau dan ibumu telah membantu banyak pada kami,
kamu telah menolongi jiwa ayahku," kata Ci Hiap, "untuk
itu kami bersyukur tidak habisnya!"
Kembali Siu Lan bersenyum.
Demikian mereka berbicara. Karena sikap Siu Lan yang
polos, lama-lama Ci Hiap menjadi hilang likatnya. Kiam
Hong, dapat melihat itu, ia girang. Tapi masih ada sedikit
kesangsiannya terhadap Siu Lan, maka ia pikir: "Apakah
benar-benar dia dapat begini cepat melupai Giok Houw?"
Mereka berjalan terus. Cepat mereka berjalan, sebab
di antara mereka tidak terjadi sesuatu yang menghalanghalanginya.
Lewat setengah bulan, tiba sudah mereka di
gunung, dalam benteng Kimto Ce.
San Bin dan isterinya mendapat kabar pulangnya
rombongan itu, mereka girang sekali, dengan lantas
mereka pergi keluar untuk menyambut. Cui Hong yang
polos, begitu dia melihat Siu Lan. tak dapat dia
menyembunyikan kegirangannya. Dia lantas cekal keras
tangan Nona Im seraya berkata: "Oh, anakku yang baik,
akhir-akhirnya kau kembali! Kali ini aku larang kau pergi
pula! Jikalau kau tidak buat celaan, kau anggaplah
rumahku ini sebagai rumahmu sendiri! Ci Hiap, kau mesti
mewakilkan ibumu melayani baik-baik pada Nona Im!"
"Terima kasih, peebo," berkata Siu Lan. "Sebenarnya,
selang dua hari, aku ingin turun gunung dulu..."
Cui Hong heran hingga ia mementang lebar matanya.
1234 "Apa" Kembali kau hendak pergi?" tanyanya. "Ci Hiap,
apakah kau berbuat salah terhadap Nona Im?"
Siu Lan tertawa, ia mendahului si anak muda
menyahut. "Selama di sepanjang jalan Ciu Toako perlakukan aku
baik sekali," bilangnya, "bahkan toako membilangi aku
bahwa di sini hendak dibangun pasukan wanita, hingga
aku ingat warisan agama Cit Im Kauw dari marhum
ibuku. Pasukan wanita yang menjadi murid-murid atau
pengikutnya ibuku itu, sampai sekarang ini masih
berkumpul di rumah Keluarga Tang di Himji San dan
mereka itu masih belum ketahui yang Kauwcu mereka
sudah meninggal dunia. Ibuku memang telah memesan
aku agar aku terus melanjuti usahanya memupuk Cit Im
Kauw." Mendengar demikian, Cui Hong berpikir.
"Jadi kau berniat menggantikan menjadi Kauwcu?" ia
tanya. "Tidak, aku tidak memikir untuk menjadi Kauwcu," Siu
Lan menerangkan, "hanya mereka itu harus diurus dan
dipernahkan, supaya mereka jangan bubar dan nanti
membahayakan chalayak ramai. Kebanyakan dari mereka
ialah anak-anak perempuan yang sudah tidak punya
rumah tangga lagi. Ingin aku bicara dengan mereka itu.
Siapa yang masih mempunyai rumah atau sanak yang
dapat ditumpangi, atau siapa yang berniat berusaha
sendiri, akan aku berikan kemerdekaan kepada mereka.
Siapa tidak punya sanak atau andalan, yang suka turut
aku, ingin aku ajak datang kemari, hanya untuk itu lebih
dulu aku harus mendapat persetujuan peehu dan peebo."
1235 "Oh, begitu" Aku tadinya . menyangka kau hendak
meninggalkan kami. Kami memang membutuhkan
pasukan wanita, maksudmu baik sekali. Sekarang kau
beristirahat dulu sedikitnya dua hari, nanti aku menyuruh
Ci Hiap, dan dua tauwbak menemani kau pergi mengurus
tenteramu itu."
Malam itu diadakan perjamuan, walaupun orang
berduka untuk kematiannya Ouw Bong Hu. Habis
berjamu, Cui Hong ajak Siu Lan memasang omong di
dalam kamar. Kiam Hong serta In Hong dan Thian Touw
pun diantar ke masing-masing kamarnya.
Otak Kiam Hong penuh dengan pelbagai pikiran selagi
ia melewati kamar di mana Giok Houw pernah dirawat. Ia
berpikir: "Untuk Siu Lan sudah ada kepastiannya.
Semoga dia dapat hidup berbahagia dengan Ci Hiap.
Hanyalah engko Giok, entah dia pergi dan berada di
mana sekarang..."
Selagi Nona Liong berpikir itu, mendadak ia
mendengar suaranya Siu Lan: "Enci Liong!" Dan lantas
Nona Im menghampirkannya. Ia heran, tetapi ia tertawa
dan tanya: "Aku lihat Ciu peebo seperti hendak bicara
banyak dengan kau, kenapa begini lekas kau sudah
keluar lagi?"
Siu Lan bersenyum. Ia kata: "Orang memikirkan kau,
kau justeru menggodai orang! Eh, enci Liong, habis ini
kau berniat pergi ke mana?"
"Aku belum mengambil keputusan," Kiam Hong
menjawab. "Mungkin aku akan turut Enci In Hong dan
Hok Toako pergi ke Tali atau Tanghay mencari enci Sin
Cu." 1236 "Aku pikir lebih baik enci pergi pada enci Sin Cu," Siu
Lan mengasi pikiran. "Aku dengar dari Ciu Peebu, begitu
dia sembuh, Thio Giok Houw lantas turun gunung,
maksudnya mencari kau, atau mungkin sekali dia pergi
kepada kakak seperguruannya itu." Ia berhenti sejenak,
baru ia menambahkan: "Enci Liong, kau kejam! Itu hari
sebelum Giok Houw sembuh, tanpa bicara apa-apa
dengannya, kau lantas turun gunung dengan diam-diam!
1 ahukah kau bagaimana dia menjadi bergelisah
karenanya?"
Mukanya Kiam Hong menjadi merah.
"Baru saja kau mengatakan aku menggodamu,
sekarang kaulah yang menggodai aku!" katanya.
"Sedikitpun aku tidak menggodai kau, enci!" berkata
Siu Lan sungguh-sungguh. "Dua hari lamanya aku
merawati Giok Houw sakit, selagi dia tidur aku
mendengar dengan telingaku sendiri dia saban-saban
menyebut-nyebut enci, sedikitnya beberapa puluh kali!"
Mendengar itu, hati Kiam Hong tergerak. Ia berdiam.
"Dia sangat menyintai kau, enci, untuk itu tidak ada
lain orang yang dapat menggantikanmu." kata pula Siu
Lan, "maka itu baiklah kau lekas-lekas menemui
padanya. Ci Hiap pun mengharap-harap agar kamu
berdua lekas kembali untuk bertemu pula dengan kami di
sini! Ya, lebih lekas lebih baik!"
Sengaja Siu Lan menyebut-nyebut Ci Hiap dan "kami"
itu. Hati Kiam Hong lantas saja terbuka. Setelah beberapa
bulan awan bergumpal, maka di detik ini, langit menjadi
1237 cerah. Katanya dalam hati: "Benar-benar Siu Lan
menyukai Ci Hiap!" Karena ini, selagi mulanya ia berniat menggodai
nona itu, ia lantas membatalkannya. Sebaliknya, ia ingat
Giok Houw. "Malam ini baiklah enci beristirahat siang-siang," Siu
Lan berkata pula, "supaya besok enci dapat berangkat
pagi-pagi!"
Kiam Hong tertawa.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau seperti juga sudah mewakilkan Ciu Peebu
menjadi nyonya rumah!" katanya. "Jadi sekarang kau
hendak mengusir aku?"
Nona Im pun tertawa.
"Bukannya aku mengusir kau, enci!" sahutnya. "Adalah
Thio Giok Houw yang memaksa kau lekas pergi!" Dan
lantas dia berangkat.
Senang Kiam Hong dapat mengantarkan si nona pergi.
Di dalam hatinya, ia kata: "Kesudahan ini baik sekali! Dia
menjadi ada ketentuannya dan aku pun boleh tak usah
berpisah lagi dari engko Houw!..."
Akan tetapi Nona Liong ini tidak ketahui, setelah
melengos, air mata Siu Lan lantas mengembeng dan tak
dapat terbendung mengalir keluarnya. Sebab dia berbuat
demikian tadi dengan sengaja, buat guna ianya, dengan
paksakan diri mau dia bersikap manis terhadap Ci Hiap...
Besoknya pagi, Hok Thian Touw dan Leng In Hong
meminta diri dari San Bin sekalian, untuk mereka
berangkat, sedang Kiam Hong mengutarakan niatnya
1238 pergi ke Tanghay, laut Timur, untuk mengunjungi Ie Sin
Cu. Cio Cui Hong tertawa dan berkata: "Sebenarnya aku
ingin menahan kau untuk beberapa hari lagi, akan tetapi
aku lebih mengharap kau dan Thio Giok Houw kembali
siang-siang, untuk menjenguk kami! Maka baiklah, kau
boleh pergi!"
Kiam Hong likat tetapi hatinya girang. Ia pula
berangkat bukan seorang diri, ia berkawan dengan Liu
Tek Chong dan Chio Peng Kin, kerua dan ketua muda
dari benteng Thayouw Ce.
Waktu jago tua ini datang membantui San Bin ketika
dilakukan perampasan pelbagai bingkisan untuk kota
raja, lantaran San Bin terluka, mereka terus berdiam di
atas gunung, sekarang setelah San Bin sembuh dan
gunung aman, mereka mau berangkat pulang. Maka itu,
San Bin menganjurkan Nona Liong berangkat bersama
mereka Mulai dari Thiancin, mereka akan naik perahu
untuk berlayar di laut.
Kiam Hong membawa dua budaknya, Cun Tho dan
Hee Hoo. Mereka itu untuk sekian lama dititipkan di atas
gunung. Dua yang lain, yaitu Ciu Kiok dan Tong Bwee,
diserahkan kepada Siu Lan.
Thian Touw dan nyonya mau pergi ke Tali. Ada dua
jalan yang mereka dapat ambil. Yang pertama ialah dari
Barat daya lewat Siamsay memasuki Sucoan terus ke
Inlam, dan yang lainnya dari Tenggara mengikuti pesisir
melewati Hokkian mutar ke Kwitang dan Kwisay, baru
dari Kuiciu tiba di Inlam. Kedua jalan itu membutuhkan
tempo yang tak beda jauh selisihnya. Tapi In Hong tak
dapat segera berpisah dari Kiam Hong, dari itu ia suka
1239 menemani si nona. untuk setibanya di Thiancin barulah
mereka berpisahan. Di sana Kiam Hong naik perahu
besar dari Liu Tek Chong memasuki lautan, sedang In
Hong dan suaminya menyewa perahu lain menuju ke
selat Hangciu. In Hong dengan Sin Cu sangat erat perhubungannya,
sebenarnya In Hong ingin turut Kiam Hong pergi
menemui sabahat karib itu, apamau ia terhalang oleh
suaminya. Thian Touw tidak setuju. Sebabnya ialah
suami ini ingin lekas-lekas membereskan tugas menuntut
balas untuk Ouw Bong Hu, supaya mereka bisa lekas
pulang, guna memulai lagi peryakinan ilmu pedang
mereka yang belum sempurna itu. Jadi Thian Touw tidak
ingin berayal-ayalan di tengah jalan.
Pada suatu hari tibalah suami isteri itu di kota
Hangciu. In Hong lantas ingat Sin Cu. Di sini dahulu hari
mereka berdiam bersama sekian lama. Ia bicarakan
halnya itu dengan suaminya.
"Kau selalu ingat lelakonmu selama perantauan dulu
hari itu," kata Thian Touw bersenyum duka "Kalau begini
maka ada kemungkinan setelah selesai pembalasan sakit
hati Locianpwee Ouw Bong Hu, kau nanti tak dapat
berdiam tenang di atas gunung meyakinkan ilmu pedang
kita..." In Hong mengerutkan alis. Itulah perbedaan faham di
antara mereka. Itulah bibit yang dapat menyebabkan
bentrokan mereka. Tapi ia ingat bahwa baru saja ia akur
pula dengan suaminya itu --- baru selang beberapa hari.
Maka ia ingin agar tidak terjadi bentrokan pula. Terpaksa
ia mengiringi kehendak suaminya.
1240 Lantas suami isteri ini pergi ke restoran Lauwgwa
Lauw di tepinya telaga Seouw. Mereka berdahagadan
lapar. Begitu mereka naik di loteng, mereka menjadi
heran. Ini yang yang dibilang: "Pohon itu hendak berdiam
tenang tetapi sang angin tak berhenti meniupnya."
Rumah makan yang besar itu kosong dari tetamu!
Sedang rumah makan itu sangat kesohor untuk kota
Hangciu, pernahnya di tepi telaga, di kaki gunung Kosan
--- ialah di tempat dengan pemandangan alam yang
indah. Biasanya restoran itu penuh dengan tetamu,
hingga sukar untuk memilih tempat yang mencocoki hati.
Siapa sangka hari ini, sunyi senyap keadaannya. Baru
sekarang mereka pun sadar bahwa tadi, selama di tepi
telaga dan di luar restoran, suasana pun sepi, orangorang
yang berlalu lintas hanya beberapa gelintir.
Selagi suami isteri ini keheranan dan memandang
sekitarnya, maka mereka bentrok dengan sesuatu pada
tembok. Kebetulan mereka mengangkat kepala mereka,
lantas pada tembok itu nampak nancap berbaris banyak
senjata rahasia yang dinamakan biji teratai besi, yaitu
thielian ci. Pastilah itu buah pekerjaan seorang ahli silat.
Seorang pelayan yang menampak tetamu-tetamunya
merasa aneh, lantas menghampirkan.
"Apakah jiwi asal orang lain kota?" ia bertanya. "Jiwi
menghendaki barang santapan apa?"
In Hong memesan ikan gabus dan ayam tim serta
beberapa masakan lainnya, yang tersohor untuk kota
Hangciu, kemudian sembari tertawa ia tanya pelayan itu:
"Apakah hari ini ada suatu hari pantangan" Kenapa aku
1241 tidak melihat lain-lainnya tetamu yang pesiar kemari"
Kenapa rumah makanmu begini sepi?"
"Bukan, bukan hari pantangan, nyonya!" sahutnya
lekas, bibirnya dijebikan. "Tetamu sendiri yang tidak mau
datang kemari, apakah kami dapat bikin?"
"Itu tembok yang putih bersih, kenapa itu dibikin jadi
tidak keruan?" In Hong tanya pula. "Barang apakah itu
yang bergerumutan seperti sarang lebah" Apakah itu
semacam barang periasan rumah yang istimewa untuk
Hangciu ini?"
Sengaja ia berpura-pura tak kenal thielian ci, untuk
memancing si pelayan suka membuka mulut.
Agaknya pelayan itu mendeluh, ketika ia menyahuti,
suaranya keras.
"Siapa kesudian barang perhiasan semacam itu?"
demikian jawabnya. "Hm! Hm! Sungguh sial! Tembok
kami ini baru saja tiga hari yang berselang disapu kapur!"
"Sebenarnya apakah telah terjadi?" In Hong menegasi.
Pelayan itu melihat kelilingan, lantas ia menggeleng
kepala. "Ah, kejadian ini..." katanya, menghela napas.
"Nyonya, lebih baik kau tidak usah menanyakannya..."
In Hong cerdik, ia lantas mengeluarkan sepotong
perak seharga sepuluh tahil.
"Beginilah tabiatku," katanya. "Jikalau ada suatu
kejadian, yang aku tidak ketahui jelas, sebelum mengerti
jelas, tak puas hatiku. Kau ambil uang ini, untuk segala
pembayaranku, kelebihannya kau boleh ambil semua
untuk kau sendiri!"
1242 Mulanya si pelayan heran, lantas "dia menjadi girang.
Untuknya, uang sepuluh tahil perak cukup buat biaya
serumah-tangganya selama sebulan. Keluarganya cuma
terdiri dari tiga jiwa. Sembari menyimpan uang itu, ia
melihat lagi ke sekitarnya.
"Di sini tidak ada lain orang, baiklah, aku nanti
memberikan keteranganku," kemudian katanya perlahan.
"Ah, tahun ini benar tahun tak bagus untuk kami.
Kemarin dulu, kita kedatangan banyak tetamu, suasana
ramai sekali. Di jendela timur sana berduduk seorang
muda, dia kuat makannya, dia sampai minta tambah lagi
ayam tim dan arak. Tengah dia bersantap seorang diri,
tiba-tiba datang serombongan orang polisi, terus dia
dituding, dituduh menjadi perampok besar, lantas dia
diserang kalang kabutan dengan piauw dan panah
tangan. Seorang polisi, yang lihai, telah menyerang dia
dengan seraup entah benda apa. Jarak di antara mereka
berdua terhalang beberapa buah meja. Itulah barangbarang
sebesar kacang kedele, yang nancap di tembok.
Itulah barangnya!"
Dia menunjuk kepada "perhiasan" di tembok itu.
In Hong menunjuki roman kaget, ia berseru.
"Apakah anak muda itu kena terserang?" ia tanya,
gelisah. "Anak muda itu sendiri tidak, adalah beberapa tetamu
kami yang kesalahan terhajar luka."
"Kalau begitu, benarlah kata-kata, kalau pintu kota
kebakaran, pengempang ikan turut nampak bencana,"
kata In Hong pula. "Eh, mari, mari duduk. Coba kau
omong lebih jauh, kemudian bagaimana?"
1243 Pelayan itu gembira berceritera, tanpa sungkan lagi. ia
duduk di kursi, bahkan ia menghirup air teh guna
membasahkan kerongkongannya.
"Memang!" katanya. "Setelah polisi mengacau,
perusahaan kami ini mandek. Kerusakan tembok itu
urusan kecil, tidak demikian dengan dua tetamu, yang
terluka parah, ialah yang satu buntung sebelah
tangannya, yang satu lagi melowak dadanya hingga
katanya malam itu juga, sebelum tiba di rumahnya, dia
telah putus jiwanya! Seorang tetamu lagi lebih
menyedihkan, ialah kedua matanya terhajar itu biji-biji
seperti kacang kedele hingga menjadi buta! Setelah
kerusuhan itu, yang meminta kurban-kurban jiwa dan
luka hebat itu, mana ada lagi tetamu yang kesudian
pesiar kemari" Sudah begitu, pembesar negeri pun
melarang kita berhenti berusaha! Coba pikir, celaka atau
tidak?" In Hong tertawa melihat caranya orang bicara.
"Kau masih belum omong hal pokoknya kejadian!" ia
kata. "Anak muda itu tidak terluka, rupanya dia dapat
menyingkirkan diri. bukan?"
"Anak muda itu lihai!" menjawab si pelayan. "Dengan
bacokan-bacokan goloknya, bergantian ia melukakan dua
orang polisi! Ah, lupa aku memberitahukan kau! Anak
muda itu rada sesat! Ketika ia baru datang, lantaran
makannya kuat itu, aku menjadi menaruh perhatian
terhadapnya, aku tidak melihat dia membawa senjata
tajam, akan tetapi semunculnya orang-orang polisi,
lantas tangannya mencekal golok! Itu mirip sulapan! Dan
goloknya, mungkin mustika! Dengan dua kali bacokan ia
melukakan dua orang polisi, ia sekalian membacok
1244 kutung thiecio dari kedua orang polisi itu! Lalu datanglah
seorang polisi tua, yang menimpuk padanya! la lantas
berlompat berkelit, cepatnya melebihkan peluru, ketika
goloknya berkelebat, putuslah jeruji jendela berukiran!
Lihat, sampai sekarang jendela itu belum dibikin betul!
Dari jendela itu ia menyingkirkan diri, bagaikan panah ia
melesat ke telaga! Orang polisi tua itu juga bukan
sembarang orang, ketika tangannya menyamber, dia
berhasil menyamber sebelah sepatunya si anak muda!"
Dalam hatinya In Hong segera berkelebat pikiran:
"Bukankah dia Thio Giok Houw" Goloknya Giok Houw,
golok Bianto, memang dapat diiibat di pinggang seperti
sabuk, pantas pelayan ini tidak melihatnya." Makin
memikir, ia makin menduga pasti, maka ia tanya:
"Berapa kira usianya anak muda itu" Tahukah kau
bagaimana romannya dia?"
"Paling banyak dia baru berusia dua puluh tahun,"
sahut pelayan itu. "Dia tampan sekali, tidak miripmiripnya
dia dengan orang jahat. Sesudah kejadian itu
aku mendengar orang polisi mengatakan, dia... dia..."
Mendadak ia pertahankan suaranya: "Suka aku
memberitahukan, asal kamu jangan membocorkan...
Orang polisi itu bersanak dengan majikanku, menurut
dia, anak muda itu sebawahannya Yap Cecu. Tahukah
kau Yap Cecu dari Tanghay Capsha To?"
Yap Seng Lim berkedudukan di tiga belas kepulauan
laut Tanghay di mana ia menentang kawanan perompak,
penduduk wanita dan anak-anak semua mengenalnya,
maka itu tak usah In Hong berpura-pura tak tahu. Maka
ia mengangguk. 1245 "Katanya ada seorang tauwbak dari Yap Cecu ditahan
di kantor polisi." si pelayan melanjuti keterangannya,
"dan pemuda itu, katanya, datang untuk menolongi
tauwbak itu, hanyalah di luar dugaan dia, begitu dia
memasuki kota, dia lantas dikenali dan dikuntit. Dasar
kami yang sial dia bukannya pergi ke lain restoran,
diajusteru minum makan di sini. Tentang namanya
pemuda itu, orang polisi tersebut tidak mau
menyebutkannya, hanya dia bilang, kedudukannya dia itu
tak kalah dengan kedudukannya Yap Cecu sendiri!"
"Pastilah dia Thio Giok Houw!" kata In Hong dalam
hatinya. "Dia mempunyai golok wasiat, dia pun pandai


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berenang, tepatlah keterangannya pelayan ini. Hanyalah
entah siapa tauwbak yang tertawan itu, yang hendak
ditolongi. Kota Hangciu mempunyai orang polisi demikian
lihai, kota ini tidak dapat dipandang enteng!"
Habis menutur itu, si pelayan berkata pula, perlahan:
"Tuan dan nyonya membawa-bawa pedang, mungkin
kamu juga orang Kangouw, maka itu, justeru selama
beberapa hari ini keadaan genting, andaikata kamu
bertemu orang polisi, kamu dapat dicurigai..."
"Kami tidak takut!" berkata Thian Touw. "Kami ini
tidak berbuat jahat, pedang kami cuma untuk membela
diri!" Pelayan itu tertawa.
"Meski begitu, tuan", katanya, "orang polisi tidak nanti
mau mengadu bicara denganmu. Ya, barang santapan
tuan dan nyonya sudah matang, nanti aku
menyajikannya! Sebentar, setelah dahar cukup, aku pikir
baiklah kamu lekas berlalu dari kota ini..."
1246 Setelah mendapat upah sepuluh tail perak itu, pelayan
ini jadi suka berbuat baik terhadap kedua tetamunya.
"Terima kasih!" In Hong mengucap. Kemudian, setelah
orang pergi, ia tertawa dan berkata pada suaminya: "Kita
datang untuk pesiar, siapa sangka kita menghadapi
urusan yang mengecewakan ini. Toako, mari kita
memandang telaga saja, telaga pun cukup indah!"
Thian Touw tertawa.
"Hari ini kau gembira sekali!" katanya.
"Toako, tak dapat kita tidak mengurus perkara ini,"
kata In Hong perlahan pada suaminya sebelum pelayan
kembali. Thian Touw melengak sejenak. Tahulah ia sekarang,
isterinya menggunakan alasan keindahannya telaga
Seouw untuk dapat berbicara tanpa mencurigai pelayan
itu. Keduanya menyender pada loneng, mata mereka
ditujukan ke telaga.
"Kenapa kau selalu gemar usilan?" kata suami itu.
"Kalau semua-semua kau hendak mencampuri tahu,
mana ada habisnya?"
"Apakah kau tidak mau berpikir, siapa anak muda itu
jikalau bukannya Thio Giok Houw?" sang isteri
membaliki. Thian Touw berpikir, lantas ia tertawa.
"Kau benar, memang mirip!" bilangnya. "Kita
mempunyai urusan, kita hendak minta bantuan gurunya,
dari itu pantaslah kalau Thio Giok Houw terancam
1247 bahaya dan kita menolongnya. Tapi, bukankah dia telah
dapat menyingkirkan diri?"
"Tetapi masih ada si tauwbak yang ditahan polisi!" In
Hong kata. "Yap Seng Lim mempunyai banyak orang kosen,
baiklah urusan itu diserahkan kepadanya. Kita dapat
menghemat perhatian kita..."
In Hong tidak setuju, tetapi ketika ia hendak berbicara
pula, ia batal. Tiba-tiba perhatiannya tertarik sebuah
perahu di tengah telaga. Itulah sebuah perahu nelayan,
yang menggayuh seorang laki-laki yang hitam dan dalam
perahu ada seorang wanita muda, yang mukanya terlihat
cuma separuh tetapi rasanya dikenal, entah di mana
pernah diketemukannya, sulit ia segera mengingatnya.
Selagi nyonya ini memandang sambil berpikir,
perhatiannya tertarik pula dengan suara tindakan kaki
ditangga, apabila ia berpaling, ia melihat datangnya dua
anak muda, pria dan wanita, yang usianya masingmasing
baru delapan atau sembilan belas tahun -- si
pemuda menggantung pedang di pinggangnya, dan si
pemudi selain pedang pun ada menggendol gaetan emas
di punggungnya.
Agaknya sepasang muda-mudi ini sedikit heran
melihat Thian Touw suami isteri. Usia mereka muda
tetapi mata mereka tajam, makajuga, lantas mereka
menduga Thian Touw berdua bukan sembarang orang,
lantas timbul keinginan mereka untuk belajar kenal,
hanya mereka batal sebab menyaksikan suami isteri itu
tengah terpesona kepermaian telaga. Di akhirnya mereka
memilih meja yang berdekatan suami isteri itu.
1248 Muda-mudi itu ialah Tiangsun Giok bersama Bouwyong
Hoa. Bouwyong Hoa ialah muridnya Ouw Bong Hu, dan
Tiangsun Giok muridnya Lim Sian In atau Nyonya Ouw
Bong Hu. Lim Sian In biasa menggunakan gaetan emas,
maka dia memperoleh julukannya -- Kimkauw Siancu, si
Dewi Gaetan Emas. Gaetan di punggung Tiangsun Giok
itu ialah gaetan emas si nyonya dengan apa dulu hari dia
mengangkat namanya.
Setelah berpisah dari Ciu Cic Hiap di padang rumput
muda-mudi ini mentaati pesan guru mereka menjenguk
Kimto Cecu, baru mereka menuju ke Selatan. Mereka
telah merencanakan, habis mengunjungi Yap Seng Lim
dan Ie Sin Cu suami isteri itu, mereka mau pergi ke Tali
guna menghunjuk hormat mereka kepada Thio Tan
Hong. Sebenarnya mereka membawa sepucuk surat
perkenalan dari Kimto Cecu, setibanya di kota Hangciu,
mereka mau mencari seorang tauwbak yang bertugas di
kota itu, untuk mencari perahu untuk mulai berlayar.
Sayang suasana sedang genting dan tauwbak-nya Seng
Lim itu lagi menyembunyikan diri hingga dia tak dapat
dicari. Karena ini, saking menganggur, mereka pergi ke
rumah makan kesohor itu di tepi telaga, untuk mencari
hiburan. In Hong pernah mendengar halnya muda-mudi itu dari
Ci Hiap, bahwa murid-muridnya Ouw Bong Hu dan Lim
Sian In itu pernah mengunjungi San Bin, tetapi karena
orang yang bergegaman gaetan bukan sedikit, ia tidak
mau berlaku sembrono, sedang restoran itu bukanlah
tempat di mana mereka dapat berbicara dengan
merdeka. Ia jadi hendak melihat keadaan dulu.
Sebagai anak-anak muda yang baru mulai merantau,
dua-dua Tiangsun Giok dan Bouwyong Hoa tertarik
1249 dengan segala apa yang baru untuk mereka. Mereka
memang ingin sangat menemui sesuatu yang luar biasa.
Maka juga begitu melihat teratai besi nancap di tembok,
Nona Tiangsun lantas berseru: "Lihat, engko Hoa! Hebat
kepandaiannya orang itu! Semua teratai besi itu nancap
dalam! "Ah, dia pun pandai ilmu totok dengan perantaraannya
senjata rahasia! Lihat saja berjejernya semua teratai besi
itu! Bukankah itu mirip pada kedudukan dari ketiga puluh
enam jalan darah di tubuh manusia" Hanya entahlah, dia
menyerang berbareng atau saling susul...!"
Bouwyong Hoa mengawasi sebentar.
"Orang itu mengunai jurus yang dinamakan Lauw Hay
Say Kim Chie," kata dia. "Pasti sekali ini dilakukan hanya
satu kali timpuk saja."
"Jikalau begitu, dia terlebih lihai daripada kita," kata si
nona, yang agaknya polos. "Engko Hoa, coba kau tolong
mencabut barang dua barang, ingin aku melihat itu
benar teratai besi atau bukan..."
Bouwyong Hoa tidak lantas bekerja, sebaliknya dia
melirik dulu kepada Thian Touw dan In Hong. Ia lantas
mendapat kenyataan, si nyonya tengah melirik kepada
mereka. Maka berpikirlah ia: "Mungkinkah teratai besi itu
ditimpuki mereka ini?" Mendadak timbul niatnya
mempertontonkan kepandaiannya. Maka sambil tertawa
iamenjawab si nona: "Teratai besi itu nancap dalam,
entah aku bisa atau tidak mencabutnya..."
Ia berkata belum habis, jarinya yang tengah sudah
bekerja, menotok masuk ke dalam tembok, mencongkel
gempur tembok itu, maka sesaat itu juga, sebuah teratai
1250 besi telah pindah ke tangannya. Ia merasa puas, lantas
ia ingin memandangi suami isteri itu, untuk melihat sikap
mereka. Atau tiba-tiba terdengarlah suara nyaring di
belakangnya: "Itci Siankangyang hebat!"
Itulah pujian untuk kekuatan jeriji tangan, yang
mengerahkan ilmu silat Itci Siankang, atau Ilmu Sebuah
Jeriji. Dengan cepat Bouwyong Hoa menoleh. Untuk
herannya ia mendapatkan orang yang memujinya itu
ialah seorang tua yang romannya sangat jelek, yang
tangannya pun tinggal sebelah!
"Orang tua ini mengetahui Itci Siankang, hebat!"
pikirnya. Orang tua bertangan satu itu memandang tajam
kepada si pemuda, matanya yang bundar berputar,
setelah itu dua kali dia tertawa terkekeh, untuk habis itu
lantas menanya: "Apakah panggilanmu terhadap suami
isteri Ouw Bong Hu?"
Bouwyong Hoa menjadi tidak puas. Roman orang saja
sudah menjemukan, itu ditambah lagak jumawanya dan
kelancangan menyebut nama Ouw Bong Hu tanpa
bahasa. "Kau kata apa" Aku tidak mengerti!" sahutnya tawar.
Air mukanya si orang tua berubah, agaknya dia murka,
tetapi justeru itu dari arah telaga terdengar suara berisik
yang terbawa angin, maka sambil menperdengarkan
suara "Hm!" tiga kali, dia bertindak maju, dia lewat di sisi
si anak muda, terus dia memandang keluar jendela, ke
arah telaga. 1251 Bouwyong Hoa pun ingin ketahui ada terjadi apa,
bersama Tiangsun Giok ia pergi ke loneng, untuk
melihat. Maka ia lantas menampak itu sebuah perahu
nelayan dengan orang-orang yang menumpangi si pria
hitam dan si nyonya muda, meskipun dia seorang tukang
tangkap ikan, dia cantik sekali.
Perahu nelayan itu telah bentrok dengan sebuah
perahu besar. Di atas perahu besar itu berdiri berbaris
serdadu-serdadu yang romannya garang. Di tengahtengah
mereka tampak seorang opsir. Dia terdengar
berteriak: "Kamu bikin apa"Berhenti!
"Lekas geledah!" Tangannya pun diulapkan.
Dari dalam perahu lantas dilemparkan beberapa buah
gaetan, maka juga perahu kecil itu lantas kena tergaet.
Teranglah sudah, perahu besar itu perahu pasukan air
pemerintah. Orang hitam di atas perahu kecil itu berkata: "Kami
tukang tangkap ikan! Kami mohon pertolongan tayjin
supaya perahu kami ini tidak dibikin rusak!"
"Ngaco!" bentak opsir itu. "Telaga ini telaga indah,
kecuali perahu-perahu pesiar, cuma perahu pembesar
negeri yang berada di sini! Mana ada nelayan yang
menangkap ikan kemari?"
"Beberapa hari ini angin dan gelombang keras,"
berkata pula si nelayan. "Pula pihak pembesar negeri
tidak ada mengeluarkan pengumuman yang melarang
orang menangkap ikan di sini..."
"Hai, kau masih banyak bacot!" bentak opsir itu,
gusar. "Lihatlah si wanita yang kulitnya demikian kelimis,
1252 tak mirip-miripnya dia dengan nelayan! -- -Mana orang"
Bawa perempuan itu kemari untuk aku yang
menggeledah sendiri padanya!"
Mendengar itu, Tiangsun Giok menjadi panas hati.
"Opsir itu bangsa hina dina!" serunya. "Terang dia
menghina wanita!"
Si nyonya nelayan tapinya tertawa.
"Jangan gusar, tayjin!" dia berkata nyaring. "Buat apa
main bawa-bawa" Nanti aku datang sendiri padamu!"
Kata-kata itu dibarengi dengan lompatan pesat dan
tinggi, maka sebentar saja ia telah sampai di atas perahu
besar, bahkan tangannya terus menyamber si opsir.
Lompatannya itu ialah lompatan "Burung jenjang
menyerbu langit."
Begitu melihat gerakan nyonya nelayan itu. In Hong
lantas ingat. "Dia toh Cio Bun Wan puterinya Cio Keng To dan adik
seperguruannya Tiat Keng Sim?" demikian ia menduga.
Berbareng dengan samberan si nyonya muda,
terdengar juga samberan angin yang keras, dari atas
loteng rumah makan terbang keluar sebuah peluru
dengan tengah telaga menjadi sasarannya!
Tepat tangan si nyonya muda mengenai baju si opsir,
dia berteriak dengan tiba-tiba: "Angin keras! Berhenti!"
Teriakannya itu disusul dengan gerakan tubuhnya, yang
jumpalitan balik, nyebur ke telaga, menyusul mana. si
pria hitam juga turut terjun ke dalam air!
1253 "Ah!" seru Tiangsun Giok perlahan, lalu dia tertawa
dan berkata perlahan juga: "Aku tidak sangka kau
mempunyai kepandaian ini, yang kau sembunyikan
terhadap aku!..."
Bouwyong Hoa melengak, ia memandang sumoay-nya
itu dan berkata seperti pada dirinya sendiri: "Eh, urusan
ini aneh!..."
Belum berhenti suara pemuda ini, si orang tua yang
tangannya sebelah itu mengasi dengar tertawa ejekan
yang menyeramkan. Dia berkata: "Bocah yang baik!
Sungguh berani di depan aku si orang tua kau
mempertontonkan kepandaianmu! Kau pernah apa
dengan Ouw Bong Hu?"
Bouwyong Hoa berbalik dengan cepat. Ia melihat si
orang tua sudah berdiri di depannya, gerakan dia itu
cepat seperti berkelebatnya hantu, tak ada suaranya
sama sekali! Bouwyong Hoa menjadi gusar.
"Mana dapat kau menyebut lancang nama guruku!" ia


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membentak. Orang tua itu tertawa bergelak.
"Suka aku memandang kepada Ouw Bong Hu!" ia
berkata. "Lekas kau berlutut dan mengangguk tiga kali
padaku hingga kepalamu membentur batu, nanti aku
kasih ampun pada jiwamu!"
"Bangsat tua, kau, kau..." teriak Bouwyong Hoa gusar.
Tetapi baru sebegitu ia berkata, tangannya si orang tua
sudah menyamber kepadanya.
1254 "Ha, mutiara sebesar beras pun bercahaya!" katanya,
mengejek. "Baiklah kau ketahui lihaiku si orang tua!"
Bouwyong Hoa telah menduga orang mestinya Iiehay,
maka itu waktu ia disamber, dengan lantas ia menyentil.
Ia menggunakan ilmu Itci Siankang, mementil telapakan
tangan orang tua itu. Untuk kagetnya, ia merasa ia
seperti mementil kapas, terus jari tangannya itu seperti
nempel di telapakan tangan yang disentil itu. Jadi Itci
Siankang yang Iiehay tidak berdaya. Bahkan menyusul
itu, segera ia merasakan juga telapakan tangan orang
tua itu ada tenaga menyedotnya dan menjadi panas,
hingga jerijinya seperti dimasuki ke dalam bara!
Tiangsun Giok kaget sekali, dengan cepat ia
mengeluarkan gaetannya, hingga ia memegang gaetan di
tangan kiri dan pedang di tangan kanan. Gaetan itu terus
diputar dan pedang ditikamkan ke samping, dengan
gaetannya dua kali ia menyerang secara berantai.
Inilah kepandaian yang si nona dapatkan dari
Kimkauw Siancu Lim Sian In. gurunya. Ia telah dididik
menggunakan dua rupa senjata dengan berbareng dan ia
berhasil dapat menguasainya.
Jikalau kedua senjata itu digunai Lim Sian In sendiri,
mungkin si orang tua gentar hatinya. Sekarang tidak.
Tenaga dalam dari Tiangsun Giok masih kacek terlalu
jauh. Tangan kiri orang tua itu buntung, tangan bajunya
meroyot turun. Mendadak tangan bajunya itu bergerak,
dengan lantas gaetan si nona terlibat. Gaetan itu ada
bangkolannya, ujungnya itu lantas bentrok dengan
pedangnya, hingga kedua senjata berbunyi nyaring,
keduanya jatuh di tanah, tubuhnya pun mental mundur
beberapa tindak, hampir dia terlempar keluar loteng!
1255 Si orang tua benar-benar Iiehay, begitu lekas dia
melayani si nona, begitu lekas juga dia melayani lagi
Bouwyong Boa. Ia membalik tangannya dan lantas
dengan tiga buah jeriji tangannya memegang nadi si
pemuda. Sekejap saja, Bouwyong Hoa tak dapat berkutik lagi,
seluruh tubuhnya dirasai kaku.
Orang tua itu tertawa dingin.
"Baru sekarang kau ketahui lihainya aku si orang tua?"
kata dia. "Orang begini tidak mempunyai guna berani
melawan aku!..." Baru ia berkata demikian, lantas dia
berdiam. Dia heran. Dia ingat, kalau benar si anak muda
demikian tak berguna, kenapa tadi senjata rahasianya
dapat digagalkan pemuda itu" Maka ia lantas mau
menerka lain orang. Hanya siapakah orang itu" Ia
melihat, si pemudalah yang tadi menyerang dengan biji
terate besi..."
Selagi orang tua itu heran, Hok Thian Touw bersama
In Hong bertindak naik mendekati dia. Thian Touw
merangkap kedua tangannya, sembari menjura ia
memberi hormat.
"Locianpwee, kau keliru menyangka dia!" ia berkata.
Orang tua tangan sebelah itu menjadi mendongkol, ia
lantas mendelik.
"Jadi kaulah yang mempermainkan aku?" dia tanya
bengis. "Sebenarnya boanpwee tidak berani menentang
Locianpwee," berkata Thian Touw sabar dan hormat.
Iamemangil locianpwee " " orang tua tingkat atas, dan
1256 menyebut diri boanpwee, orang tingkat muda.
"Perbuatanku barusan disebabkan perasaan kasihanku
yang dipunyai oleh setiap orang. Nelayan wanita itu telah
diperhina orang, sudah begitu mana sanggup dia
menerima peluru Locianpwee" Maka dengan terpaksa
aku telah menolongi dia."
Leng In Hong mengenali si wanita Cio Bun Wan
adanya, ia lantas minta suaminya menolongi. Thian Touw
tidak mau usilan, tetapi karena diminta isterinya dan ia
pun tetap memiliki perasaan mulianya --- terutama
karena ia tahu siapa si orang tua --- ia mencampur
tangan. Tatkala Cio Bun Wan menggunakan ilmu ringan tubuh
yang enteng berlompat dari perahu pembesar negeri itu,
si orang tua tangan buntung sebelah menyerang dia
dengan biji teratai besi, yaitu thielian ci. Thian Touw
berkasihan kepada si nona, ia lantas meniup biji teratai
besi itu hingga senjata itu nyimpang dari sasarannya,
lewat di depan jidat si nona. Bun Wan lantas menginsafi
musuh lihai, maka itu ia terus terjun ke air. Tanpa
pertolongan Thian Touw, pastilah jalan darah di dadanya,
soanki hiat, bakal terhajar teratai besi itu.
Teratai besi yang kedua dilepaskan oleh Bouwyong
Hoa. Dia hendak menghajar jatuh teratai besinya si
orang tua. Tetapi dia kalah lihai, pula tak tepat
waktunya, senjata rahasianya itu jatuh terlebih dulu
sebelum bentrok. Si orang tua cuma melihat dia
menyerang, ia tidak melihat Thian Touw meniup, dari itu
ia menyangka dianya. Sekarang baru ia ketahui
penglihatannya keliru, jadi ia salah menerka.
1257 Hok Thian Touw jujur, pengakuannya itu membuat si
orang tua mendongkol sekali. Dia melepaskan
cekalannya terhadap Bouwyong Hoa dengan mendorong
keras, terus dia menghadapi orang dengan garang.
"Kau murid siapa?" dia tanya dingin. "Tahukah kau
siapa aku si orang tua?"
Dengan tenang Thian Touw memberikanjawabannya:
"Bukankah locianpwee ialah Tokpie Kengthian Koan Sin
Liong dari Aylao San" Boanpwee ialah Hok Thian Touw
dari Thiansan. Belum berselang lama, selagi boanpwee
bertempur dengan Kiauw Pak Beng, boanpwee
mendengar Kiauw Pak Beng itu berserikat dengan
locianpwee dan itu waktu boanpwee telah bertemu juga
dengan Tonghong Hek, murid locianpwee itu."
Orang tua itu, ialah Koan Sin Liong, terkejut.
"Jadi kaulah Hok Thian Touw dari Thiansan?" dia
menegaskan. "Setelah kau menempur Kiauw Pak Beng,
kau masih dapat pulang dengan masih hidup" Hm!"
Masih Thian Touw berlaku tenang. Ia kata: "Kami
suami isteri menempur Kiauw Pak Beng selama lima hari,
syukurlah kami tidak sampai terlukakan..."
Koan Sin Liong masih tidak percaya dia tertawa dingin.
"Benar-benarkah begitu?" dia tanya. "Baiklah, aku si
orang tuajuga ingin belajar kenal dengan ilmu pedang
Thiansan Kiamhoat dari kamu!"
"Itulah boanpwee tidak berani," Thian Touw
merendah. 1258 "Kau telah membikin terlepas perompak besar, biarnya
kau tidak berani, kau mesti menempur juga aku!" kata
Koan Sin Liong dingin.
Leng In Hong menjadi gusar. Semenjak tadi ia
memang sudah mendeluh melihat lagaknya orang tua
itu. "Kecewa kau disebut seorang guru besar!" ia
menyelak dengan menghina. "Kau telah membokong
seorang wanita! Tapi baiklah, kami berdua justeru ingin
belajar kenal dengan kepandaianmu yang diperantikan
menghina si lemah!"
"Sret!" demikian satu suara nyaring dan si nyonya
muda telah menghunus pedangnya.
"In Hong, sabar," berkata Thian Touw pada isterinya.
"Dialah locianpwee. maka itu kami berdua harus
mengalah selama tiga jurus!" Lantas ia memandang si
orang tua dan berkata dengan hormat: "Koan
Locianpwee, kau juga silahkan menghunus pedangmu!"
"Hm!" Tokpie Kengthian mengasi dengar suara
dinginnya. "Bocah yang terkebur! Untuk menghadapi
kau, buat apa... buat apa..." Dia sebenarnya hendak
mengatakan, "Buat apa aku menggunakan pedang,"
tetapi mendadak ia ingat: "Dia kata barusan dia
bertempur seri dengan Kiauw Pak Beng, entahlah itu
benar atau dusta, tetapi pada sepuluh tahun yang
lampau, dia benar pernah mempecundangi Yang Cong
Hay..." Maka itu, ia lantas mengubah kata-katanya. Ia
kata: "Buat apa aku dengan pengalahanmu?" Juga
suaranya rada lunak.
1259 "Sebenarnya boanpwee tidak mempunyai pikiran
memandang enteng kepada locianpwee," berkata pula
Hok Thian Touw, "hanya adalah kebiasaan dari kami
suami isteri buat kami senantiasa menyambut musuh
dengan bekerja sama. Itu sebabnya, meski di
dalamjumlah kamilah yang menang, tetapi di waktu
mulai bertempur, suka kami mengalah dari locianpwee
buat tiga jurus..."
Koan Sin Liong tertawa berkakak.
"Di kolong langit ini," dia kata, nyaring, "kecuali Kiauw
Pak Beng, Thio Tan Hong dan Ouw Bong Hu suami isteri,
siapakah yang setimpal untuk melawan aku satu demi
satu" Nampaknya saja kau sangat merendah, kau
sebenarnya manusia terkebur!"
In Hong tertawa mengejek. Ia kata: "Sebenarnya
siapa yang terkebur. sebentar sehabisnya bertempur,
baru ketahuan! Maka sekarang tak usahlah kita
mengeluarkan kata-kata tak perlunya! Hunus
pedangmu!"
Koan Sin Liong gusar hingga dia membentak: "Baiklah!
Kau boleh terima dulu satu tanganku!"
Untuk membela nama baiknya, jago tua ini tetap
menggunakan tangan kosong. Dengan kata-katanya itu.
diapun mulai menyerang.
Walaupun dia sangat jumawa, terhadap Hok Thian
Touw, Koan Sin Liong masih jeri juga, maka itu dia lebih
dulu menyerang Leng In Hong, bahkan penyerangannya
dengan pengerahan tenaga delapan bagian.
In Hong terperanjat juga ketika ia melihat serangan
datang, serangan mana diiring dengan suara angin yang
1260 keras. Pikirnya: "Pantas orang menyebut Koan di Selatan
dan Kiauw di Utara, dia benar-benar rada sesat!" Syukur
ia pernah menyangkok ilmu silat "Coanhoa Jiauwsu" dari
Ie Sin Cu. maka ia lantas berkelit dengan itu ilmu
kelincahan "menembusi bunga mengitari pohon."
Tangannya Koan Sin Liong hampir mengenai pinggang
sasarannya, anginnya itu membikin baju si nona tertiup
keras, tetapi tubuh si nona. bahkan ujung bajunya,
tertowel pun tidak!
Justeru itu, Hok Thian Touw pun maju.
Koan Sin Liong menyambut dengan satu serangannya.
Thian Touw menggeser pedangnya ke lain tangan,
dengan tangan kosong ia menyambut serangan itu.
Dengan begitu kedua tangan beradu satu pada lain,
terdengar suaranya yang tidak nyaring, lantas terlihat
menghembusnya uap putih, uap dari hawa panas.
Itulah pukulan "Citsat Ciang" dari Koan Sin Liong,
karena itu kalau tangannya bentrok dengan lawan atau
benda lainnya, keluarlah hawa panasnya. Syukur Thian
Touw jago kelas satu, waktu ia merasa hawa hangat,
lekas-lekas ia menggunakan tipu huruf "Melepaskan."
untuk melejit dari serangan luar biasa itu, hingga taklah
kejadian tangannya kena terbakar.
"Hm!" Koan Sin Liong mengasi dengar pula suara di
hidung, sambil ia mengulangi serangannya. Inilah
serangannya yang ketiga, yang luar biasa, sebab di
waktu baru dikeluarkan, tak tegas arah jurusnya, kepada
In Hong atau kepada Thian Touw.
Suami isteri itu sudah terlatih baik, keduanya berdiri
berendeng, tidak ada yang mengegos tubuh atau
1261 berkelit, maka tempo serangan tiba, mereka cuma
mundur tiga tindak. Dengan begitu, serangan menjadi
meluncur terlalu jauh dan jadi tak sampai kepada
sasarannya. Mukanya, jago tua bertangan satu itu menjadi merah.
Tiga kali ia sudah menyerang, tiga-tiga kalinya tanpa
hasil. Ia menjadi malu berbareng mendongkol sekali.
Tentu sekali ia malu untuk menyerang pula untuk ke
empat kalinya. Sementara itu diam-diam Thian Touw terkejut. Tadi
tangannya bentrok, ia tidak merasakan apa-apa kecuali
hawa hangat, tetapi sekarang ia merasa panas dan sakit,
ketika ia mencuri lihat, tangannya melepuh melentung
beberapa biji. Dengan lantas ia berkata: "Kami berterima
kasih yang locianpwee sudah sudi mengalah tiga jurus
kepada kami, maka itu sekarang harap maafkanlah kami
untuk kelancangan kami!"
Kata-kata ini ditutup dengan gerakan pedang, bahkan
dua pedang berbareng, maka meluncurlah dua sinar
perak berkilauan.
Koan Sin Liong memperhatikan terutama Hok Thian
Touw, begitu ia melihat sinar pedang berkelebat, begitu
ia bergerak dengan jurusnya "Angin merontokan bunga."
Cepat sekali ia berkelit.
In Hong kalah tenaga dalam dari suaminya, tetapi ilmu
pedangnya lebih luar biasa daripada suaminya itu, maka
itu justeru ia kurang diperhatikan, pedangnya dapat


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bekerja dengan baik. Ia pun menyerang ke arah yang tak
dapat diduga, dan serangannya hampir berbareng
dengan serangan lawan. Tatkala Koan Sin Liong
mendengar samberan angin, pedang si nyonya sudah
1262 menyamber ke arah batok kepalanya. Dia kaget, sekali.
Itulah bahaya. Maka lupalah dia pada derajat atau kehormatannya si
jago tua, dia menolong diri dengan "Yan Ceng Sippat
Hoan" atau "Yan Ceng berguling delapan belas kali,"
maka juga ia membuang dirinya untuk terus bergulingan
di lantai. Selagi ia berlompat bangun pula. ia merasa
sedikit hawa dingin di batok kepalanya.
Tiangsun Giok, yang menyaksikan pertempuran
dengan berdiri di pinggiran, lantas tertawa lebar sambil
menepuk-nepuk tangan.
"Hahaha, engko Hoa!" dia berkata kepada kawannya,
"apakah engko pernah melihat hweeshio separuh?"
Bouwyong Hoa sebaliknya berulang-ulang berseru
menyesal: "Sayang! Sayang!"
Itulah sebab pedangnya In Hong menyamber cuma
rambut orang, yang tertabas kutung, maka juga
Tiangsun Giok mengatakan separuh hweeshio -- separuh
pendeta! Koan Sin Liong menjadi kaget berbareng gusar sekali.
Justeru itu In Hong dan Thian Touw sudah maju pula.
Dalam murkanya, dia berseru: "Orang rendah, lihat
pedang!" Tubuhnya lantas berlompat, tahu-tahu
tangannya sudah mencekal pedang, dengan apa ia
menangkis, hingga pedang mereka beradu keras sekali.
Benar-benar hebat jago tua ini. Tangkisannya itu
membikin pedang In Hong terpental dan pedangnya
Thian Touw tertindih.
1263 Jago Thiansan itu kaget, tetapi ia tabah, maka itu
selagi pedangnya dipaksa turun, ia lantas meneruskan
meluncurkannya. Ia menggunakan tipu silat "Yaco
tamhay," atau "Hantu utusan neraka menjelajah laut."
Dengan begitu dengan lantas ia dapat meloloskan
pedangnya. In Hong sebaliknya bekerja terus. Pedangnya yang
terpental itu diteruskan, ditarik pulang, untuk segera
dipakai menyerang pula, bahkan ia mengulanginya,
dengan yang kedua dan ketiga kali, hingga mau atau
tidak, Koan Sin Liong mesti bersungguh-sungguh
melawannya, karena mana, Thian Touw menjadi
merdeka benar-benar.
Pedangnya jago tua bertangan satu dari gunung Aylao
San itu ada pedang buatannya sendiri dengan besinya ia
ambil dari pegunungan tanah Biauw, besi itu berat luar
biasa, maka itu, ditambah dengan tenaga dalamnya yang
telah mencapai puncak kemahirannya, ia menjadi hebat
sekali. Sudah begitu, dalam panasnya hari, ia juga
berkelahi dengan sungguh-sungguh. Maka saban-saban
terdengar kerasnya hembusan angin pedangnya itu.
Diam-diam Thian Touw menyedot hawa dingin.
Katanya dalam hatinya: "Kalau mulai tadi dia
menggunakan pedangnya, pastilah aku tidak mengalah
tiga jurus... Nyata sekali dalam tenaga dalamnya
berimbang dengan Kiauw Pak Beng."
Juga Koan Sin Liong heran dan kagum. Sekarang ia
telah mendapatkan bukti dari lihainya suami isteri itu,
yang perpaduan pedangnya manis dan dahsyat sekali. Ia
mesti waspada, ia mesti mengeluarkan semua
kepandaiannya, buktinya mereka sama tangguhnya. Baru
1264 sekarang ia mau percaya Thian Touw berdua dapat
melawan Kiauw Pak Beng tanpa terkalahkan.
Di dalam pertarungan ini, Thian Touw dan In Hong
menang lihainya ilmu pedang mereka dan Koan Sin Liong
menang mahirnya tenaga dalamnya. Pertempuran itu
membikin Bouwyong Hoa dan Tiangsun Giok menjadi
berdiri menjublak dengan hati mereka berdebaran.
"Engko Hoa, mari kita maju bersama!" kata si nona
kemudian, tangannya mencekal keras gagang
pedangnya. Ia merasa bahwa ia tidak dapat membiarkan
kedua penolongnya itu berkelahi terus berdua saja.
Bouwyong Hoa tertawa.
"Kita masih jauh ketinggalannya!" ia menjawab.
"Pertempuran jago-jago sebagai mereka ini, dalam
seumur kita, sukar untuk kita menemukannya pula, maka
baiklah kau tenang-tenang saja menonton terus!"
Mukanya si nona menjadi merah, ia jengah.
Tiba-tiba mereka dibikin kaget oleh suara
bergomprangan, ketika mereka melihat, mereka melihat
seorang pelayan membuat terbalik menampan yang
terisikan barang-barang makanan. Dia baru naik, waktu
melihat pertempuran itu, dia kaget, menampannya
terlepas tanpa dia merasa, maka hancurlah piring
mangkoknya... Dalam bertempur itu, In Hong mendapat satu
lowongan dan ia menggunakan saatnya itu. Ia membawa
pedangnya dari kanan ke kiri, lalu selagi lawan bingung,
ia menikam dengan tipu silat "Menggaris pecah Sungai
Langit." Ia merasa bahwa ia bakal berhasil, ketika
1265 mendadak Koan Sin Liong berseru keras dan pedangnya
yang berat meluncur ke arah pundak si nyonya!
Tapi Hok Thian Touw datang menolong isterinya dari
bahaya, ia menangkis serangan si jago tua, akan tetapi ia
kalah tenaga dalam, ia tertolak hingga ia terhuyung tiga
tindak! In Hong memang berhasil, ia hanya melupakan
lawannya bertangan cuma satu. serangannya itu
mengenakan tangan kiri yang buntung, menjadi yang
tertabas ialah tangan baju belaka!
Bouwyong Hoa kaget sekali.
Adalah habis itu, di antara mereka terdengar tertawa
yang nyaring serta kata-kata ini: "Koan Suheng, bagus
sekali ilmu pedangmu! Dulu hari pedangku telah kena
dibikin kutung, maka untuk membalas sakit hati itu, hari
ini aku mengandal pada kau suheng!"
Orang yang bersuara itu berdandan sebagai seorang
perwira dan dialah Yang Cong Hay. Gurunya Koan Sin
Liong menjadi supee, paman guru, dari Cong Hay, maka
itu Cong Hay memanggil dia suheng, kakak seperguruan.
Mereka menjadi sama tingkat, sedang kenyataannya
ialah Koan Sin Liong lebih tua dua puluh tahun dan
kepandaian Sin Liong sudah seimbang dengan
kepandaian gurunya Cong Hay ialah Ci Hee Tojin. Bahkan
beberapa kali, Cong Hay pernah mendapat petunjuk
suheng-nya ini. Cong Hay tahu diri, ia berlaku hormat
kepada suheng-nya itu. Bahwa sekarang Sin Liong
berada di Hangciu ini pun karena undangannya.
Ketika Cong Hay baru tiba itu, ia justeru menyaksikan
Sin Liong menunjuk kelihaiannya, maka ia girang sekali
1266 dan mengasi dengar tertawa dan seruannya itu. Tapi,
baru sejenak ia kegirangan, atau ia sudah menjadi kaget
pula. In Hong dan Thian Touw sudah lantas melakukan
penyerangan pula, serempak dan serentak. Suami isteri
ini penasaran. Bersatu padulah mereka. Koan Sin Liong
menangkis. Hebat serangan jago-jago Thiansan itu, jago
dari Aylao San telah kena dipaksa mundur sampai tiga
tindak! Menyaksikan itu, Cong Hay kaget. Dia bahkan menjadi
berkuatir. Memang, seumurnya, kecuali Thio Tan Hong
dia, paling jeri terhadap Hok Thian Touw. Tentu sekali,
tidak berani dia turun tangan untuk membantui suhengnya,
yang dia buat andalan.
Biar bagaimana, kedua pihak yang bertarung itu tetap
seimbang ketangguhannya. Tapi Koan Sin Liong
mempunyai pikirannya sendiri, maka juga lantas ia
berkata kepada sute-nya: "Kau bekuk itu dua bangsat
kecil!" Dengan kedua "bangsat" dia maksudkan Bouwyong
Hoa dan Tiangsun Giok.
Tiangsun Giok mengerti, ia menjadi gusar, dari itu ia
mendahului maju menyambut Yang Cong Hay, yang
mentaati perintah suheng-nya itu.
Dengan jurus "Mengangkat obor menyuluhi langit,"
Cong Hay tangkis pedang si nona, untuk membikin
terpental pedang itu. akan tetapi nona itu mempunyai
gaetan yang lihai, maka itu, gaetannya itu menyerang.
Sang gaetan seperti hendak membalaskan sakit hatinya
sang pedang! 1267 Maka berkelebatlah sinar gaetan ke arah mukanya
musuh. Bouwyong Hoa kuatir adik seperguruan itu
menghadapi bahaya, ia lantas maju, ia menyerang dari
samping, maka Cong Hay lantas
dikepung tiga batang senjata-dua
pedang satu gaetan! Maka juga mereka bertiga pun
merupakan satu rombongan pertempuran lainnya.
Kedua suheng dan sumoay itu --- saudara-saudara
seperguruan pria dan wanita --- telah mewariskan
kepandaiannya Ouw Bong Hu suami isteri, apa yang
kurang dari mereka ialah latihannya. Mereka pun masih
berusia muda. Menghadapi Koan Sin Liong mereka tidak
berdaya, sekarang melawan Yang Cong Hay, mereka
dapat bertahan. Yang Cong Hay lihai dia kewalahan,
tidak dapat dia segera membekuk kedua "bangsat kecil"
itu. Adalah Hok Thian Touw yang sabar, yang tidak
mempunyai keinginan buat berkelahi lama-lama. Ia
lantas melirik kepada isterinya, ia mengedipi mata.
Sesudah itu. ia menyerang dengan terlebih hebat.
In Hong dapat mengerti isyarat suaminya, ia juga
bekerja keras. Segera Koan Sin Liong dipaksa mundur
lagi dua tindak. Justeru itu Thian Touw berseru keras;
tubuhnya lompat meleset ke arah Yang Cong Hay.
Orang she Yang itu kaget bukan main, ia lantas
lompat, untuk menyingkir ke belakang meja kuasa hotel.
Atas itu, Thian Touw berseru: "Mari kita pergi!" Lalu
dia mendahului mengangkat kaki.
1268 Koan Sin Liong berniat mengejar, akan tetapi ia
bersangsi. Ia berkuatir Yang Cong Hay kena dilukakan.
Justeru ia bersangsi itu, Bouwyong Hoa bersama
Tiangsun Giok telah turut mengangkat kaki juga.
In Hong tertawa, ia kata: "Bangsat tua. jangan terburu
napsu! Jikalau kau benar berniat melanjuti pertempuran
kita ini, baiklah, kami menantikan kau di tempatnya Yap
Cecu!" Dua-dua pihak jeri sendirinya. Thian Touw berkuatir
Yang Cong Hay datang dengan bala bantuan, maka itu,
tidak ada napsunya berkelahi lama-lama Koan Sin Liong
sebaliknya berkuatir ada sambutan untuk pihak lawan,
maka ia batalkan niatnya mengejar.
In Hong mengangkat kaki paling belakang, bersama
suaminya ia menyusul Bouwyong Hoa dan Tiangsun
Giok. Ketika itu serdadu-serdadu di dalam perahu sudah
mendarat, mereka tidak kenal bahaya, mereka memegat,
niatnya untuk membekuk musuh. In Hong mendongkol,
ia meraup batu, ia menimpuk ke arah mereka itu.
Belasan serdadu lantas saja terhajar, mereka roboh
seketika. Beberapa yang lainnya, yang bisa berkelit, telah
membuang dirinya ke telaga di mana mereka tercebur!
Dengan begitu leluasalah Thian Touw berempat berlalu
dari tempat yang berbahaya itu.
In Hong pernah datang ke Hangciu, ia mengenal baik
jalanan, maka ialah yang berjalan di muka. Ia menyingkir
dari belakang kuburannya Gak Hui. Dari sini ia menoleh
ke belakang, ia tidak melihat pengejar. Maka ia tertawa.
1269 "Hari ini kita tidak bisa bikin mampus si bangsat tua
bertangan satu tetapi aku merasa puas juga!" ia kata.
"Toako," ia menambahkan kepada suaminya, "mari kita
minta bantuannyaenci Sin Cu dan saudara Giok Houw
buat menyingkirkan bangsat tua itu, supaya dia dapat
dicegah bergabung dengan Kiauw Pak Beng si siluman
tua! Mereka jahat, mereka bisa menjadi harimau tumbuh
sayap!" "Itu berarti kau mau pergi ke tempatnya Yap Seng
Lim," menjawab sang suami. "Itu artinya memperlambat
waktu..." "Enci JSin Cu mempunyai urusan, mana dapat kita
berdiam saja?" kata isteri itu. "Kiauw PakBeng mau
berserikat dengan Koan Sin Liong, maksud tujuan
mereka menj adi serupa..."
Ketika itu Tiangsun Giok dan Bouwyong Hoa
ketinggalan oleh suami isteri ini, waktu mereka
menyandak, justeru mereka mendengar kata-kata In
Hong yang terakhir. Tiangsun Giok menjadi girang, ia
lantas berkata: "Apakah jiwi hendak mencari Ie Lihiap"
Kebetulan! Aku Tiangsun Giok, dan ini suheng-ku,
Bouwyong Hoa. Memang sudah lama aku mendengar
nama besar dari jiwi berdua!"
"Aku pun pernah mendengar Ciu Ci Hiap menyebut
nama kamu," kata ln Hong. "Pula belum selang lama,
guru kamu ada bersama kami. Kami justeru hendak
menyampaikan kabar kepada kamu."
Bouwyong Hoa melengak. "Di mana jiwi menemui
guru kami itu?" ia tanya. "Dua bulan yang sudah kami
bertemu dengan Ciu Cecu yang muda yang mau mencari
Kiauw Pak Beng, katanya dia mencari guru kami untuk
1270

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diajak pergi bersama. Apakah dia telah bertemu dengan
guru kami itu" Apakah pesaa guru kami?"
In Hong ingat kebinasaannya Ouw Bong Hu, ia sangat
berduka. "Panjang untuk aku menutur," ia menyahut. "Sekarang
mari kita mencari dulu tempat di mana kita dapat
beristirahat, di sana nanti aku omong dengan jelas.
Sudah berapa hari kamu berada di kota Hangciu" Apakah
kamu sudah bertemu dengan Yap Cecu?"
"Belum," menjawab Bouwyong Hoa. "Selama beberapa
hari ini keadaan genting. Ciu Cecu telah membekali kami
surat perkenalan dan kami dipesan untuk mencari satu
orang perantara, ketika kami cari orang itu, dia sudah
pindah. Karena itu belum sempat kami pergi
berkunjung."
"Tidak apa kalau begitu. Aku kenal s
Dewi Ular 3 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Pukulan Si Kuda Binal 4

Cari Blog Ini