Ceritasilat Novel Online

Kisah Pedang Bersatu Padu 6

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 6


itu punggung Siu Lan ada yangjambak, untuk
ditarik mundur.
Itulah Cit lm Kauwcu, yang kuatir gadisnya tcrluka,
yang sudah lantas menarik mundur anaknya itu.
Nona Liong memandang Giok Houw. ia tertawa.
"Siauw Houw Cu, kau masih berat untuk berlalu atau
tidak?" tanyanya.
Hati si pemuda berdebaran. Inilah yang pertamakah
nona itu memanggil ia dengan nama kecilnya itu,
aliasnya. Tentu sekali, ia suka lantas meninggalkan
tempat berbahaya itu. maka ia mengangguk. Hanyalah,
di saat ia memikir untuk menyingkir berbareng bersama
si nona, keduanya segera dikejutkan oleh satu suara
keras dan nyaring, yang berisik sekali.
Di samping mereka, tembok pekarangan gempur tidak
keruan-keruan, membuat sebuah liang yang besar sekali,
batu dan pasir kapurnya runtuh berhamburan, setelah
mana terdengar suara tertawa nyaring dari Le Kong
Thian, yang muncul dari antara liang tembok itu.
Teranglah, dengan Tokkak Tongjin, atau boneka
kuningan yang berkaki tunggal, yang menjadi
gegamannya, dia menggempur tembok itu hingga
berlubang, untuk dia segera dapat masuk ke pekarangan
dalam itu. Nona Liong tercengang melihat ketangguhan orang
itu. 380 Le Kong Thian maju untuk menghalang di jalanan
yang bakal diambil sepasang muda-mudi itu. di lain pihak
sambil menghadapi Cit Im Kauwcu ia tertawa dan
berkata kepada kauwcu itu: "Bukankah kamu ibu dan
anak telah bicara selesai" Bagaimana lamarannya
keluarga Kiauw itu, kamu dapat menerima atau tidak?"
Mukanya Siu Lan menjadi merah, ia gusar berbareng
malu sekali, bergantian ia memandang Giok Houw dan
comblang dari pihak keluarga Kiauw itu, atau mendadak
ia mengasi dengar tangisannya, air matanya terus
meleleh turun. Kong Thian heran.
"Nona Im, siapakah menghinamu?" ia tanya.
Matanya Cit Im Kauwcu mencilak dan berputar.
"Rumah kami kedatangan penjahat!" ia berkata,
suaranya sengit. "Ini penjahat perempuan telah
merampas ikat pinggang dari tangan anakku ini!" -dia
menuding kepada Nona Liong. "Aku belum mempunyai
kesempatan berbicara kepada anakku apa pula mengenai
urusan perjodohan itu..."
Kong Thian tertawa berkakak.
"Inilah urusan sangat kecil!" katanya. "Apakah ini ada
harganya untuk ditangiskan" Baiklah, nanti aku
menolongi kau merampasnya pulang!"
Hanya dengan satu gerakan "Taysan apteng," atau
"Gunung Taysan menindih batok kepala," dengan boneka
kuningannya, si orang kuat menghajar kepalanya Nona
Liong. Dengan sebat dan lincah, nona itu berkelit.
381 "Bagus!" Berseru si raksasa. Bagaikan angin cepatnya,
bonekanya itu sudah berbal ik menyapu ke arah
pinggang si nona.
Selagi Nona Liong berkelit pula. Giok Houw menyerang
dengan Bianto, goloknya yang lihai itu. Ia membabat.
Itulah tindakan guna menolong si nona.
Le Kong Thian menggeraki terus bonekanya, hingga
boneka dan golok bentrok keras, suaranya nyaring,
lelatunya meletik. Dan Giok Houw, dia terhuyung mundur
saking kerasnya benturan boneka kuningan itu.
Im Siu Lan kaget hingga ia berhenti menangis dengan
tiba-tiba. "Ikat pinggang kumala itu dirampas si bangsat
perempuan, kau tangkap si bangsat perempuan saja!"
teriaknya. Le Kong Thian tertawa.
"Aku mengerti!" jawabnya. Dia berlompat maju ke
arah Giok Houw, untuk sebelum si anak muda sempat
memperbaiki kedudukannya, menghajar pula dengan
dahsyat. Di saat sangat mengancam untuk si anak muda, satu
pedang bersinar berkeredepan. menyambar kepada si
orang kuat-menyambarnya dari atas ke bawah. Sebab
Nona Liong telah mengambil kesempatan untuk mencelat
tinggi, guna menyerang orang yang lagi mau
membinasakan Giok Houw. Itulah sabatan pedang "Houw
Tek siagoat" atau "Houw Tek memanah rembulan."
Ujung pedang, dengan melintasi pinggiran boneka,
meluncur ke tenggorokan.
382 Ketika itu, Le Kong Thian juga tengah berlompat,
maka terpaksa ia menarik pulang gegamannya, untuk
melindungi dirinya.
Nona Liong membatalkan serangannya, ia turun ke
tanah, disusul si orang kuat.
Giok Houw mendapat ketika, ia dapat memperbaiki
diri, tetapi ia tidak terus berdiri diam saja, hanya dengan
sebat ia maju menyerang dengan goloknya, membabat
lengan si orang kuat. Ia mengeluarkan jurusnya "Burung
bangau putih menyisih bulu."
Le Kong Thian heran untuk Nona Liong, serangannya
tadi sangat luar biasa dan berbahaya.
"Dia hebat, dia tak di bawahan Thio Giok Houw;"
pikirnya. "Hari ini aku dilibat dua bocah ini, mungkin aku
sulit melayani mereka..."
Maka itu. di satu pihak ia menangkis si anak muda, di
lain pihak ia memasang mata kepada si pemudi. Tepat
sekali dugaannya, sebab si nona kembali menyerang ia
secara mendadak tengah ia melayani Giok Houw.
Le Kong Thian sudah siap sedia, ia tidak takuti
bokongan si nona. hanya segera ia mendapatkan cara
serangan yang luar biasa.
Nona Liong menggunakan "Kim ciam touw bian," atau
Jarum emas menembusi benang, satu jurus dari ilmu
silat berantai Lianhoan Toatbeng Kiamhoat dari Butong
Pay. Ujung pedang seharusnya menyontek ke atas. guna
menikam kerongkongan, untuk disambungi dengan
"Giokli touwso" atau "Bidadari menenun," untuk diubah
lagi dengan "Kera putih meloncati cabang," demikian
seterusnya. Dengan begitu serangan barulah cocok
383 dengan namanya ilmu silat itu, Lianhoan Toatbeng
Kiamhoat, atau Merampas Jiwa Berantai. Akan tetapi
Nona Liong tidak melanjuti jurus itu menuruti
runtunannya, baru jurus yang pertama, ujung pedang
sudah mengubah sasaran, ialah dari tenggorokan ke arah
tulang selangka, untuk memutuskan tulang piepee yang
sangat berbahaya itu. Sebab siapa rusak tulang
selangkanya, habis juga semua ilmu kepandaiannya.
Le Kong Thian lihai sekali, walaupun ada itu
perubahan mendadak, ia masih dapat melindungi dirinya.
Nona Liong mengubah terus urutan serangannya. Ia
tidak menggunakan Giokli Touwso, ia rubah itu dengan
"Kimkong hokmo" atau "Arhat menakluki iblis." satu jurus
dari Tatmo Kiamhoat dari Siauwlim Pay. Kalau Giokli
Touwso itu lunak. Kimkong Hokmo adalah keras.
Kong Thian dapat menangkis, tetapi karena serangan
bukan lunak seperti dugaannya, ia tidak dapat menangkis
dengan tepat, ujung pedang saking kerasnya meluncur
terus, hingga tahu-tahu ia kaget karena pundaknya
dimampiri ujung pedang!
Nona Liong girang sekali dengan hasil
penyerangannya itu. Setelah itu. ia tinggal menyontek
saja. Kong Thian lihai, meski ia sudah terluka, selama ujung
pedang belum disontekan terlebih jauh, ia masih dapat
berdaya. Demikian ia terus mendak, hingga si nona tidak
dapat menyontek, bahkan pedangnya itu seperti kena
ditempel, sampai tidak dapat segera ditarik pulang.
Karena ini, ia lantas menggunakan gagang bonekanya,
guna menyodok si nona, untuk menotok jalan darahnya
384 di betulan dada. Di situ memang pernahnya joanmoa
hiat, otot "najong lunak."
Giok Houw tidak berdiam saja guna menolongi si nona
ia membacok, sedang si nona sendiri membarengi
menarik pedangnya sambil berkelit, seraya dengan
tangan yang lain ia mengibas ke arah mukanya lawan,
untuk membikin kabur mata orang. Giok Houw sendiri
melanjuti menotok ke pundak dengan totokan Tiatci
Sinkangatau Jeriji Besi.
Biarpun ia sangat lihai, Kong Thian toh terpaksa mesti
berkelit. Maka itu, bebaslah pedang si nona.
Cit Im Kauwcu menyaksikan pertempuran itu, melihat
orang menggunakan jurus-jurus yang lihai itu, ia heran
dan kaget. Ia telah memikir, ia mesti turun tangan, guna
membantui Le Kong Thian. akan tetapi waktu ia
memandang gadisnya, ia lantas mengubah pikirannya, ia
menjadi berdiam saja, ia hanya menonton terus. Itulah
sebab ia melihat tegas matanya Siu Lan diarahkan
berulang-ulang pada si anak muda. Terang anaknya,
yang sangat disayang itu, masih mengharapi Giok Houw.
Giok Houw sendiripun berkelahi dengan kaget dan
girang dengan berbareng. Kaget sebab ia mendapat
bukti nyata lihainya Kong Thian. Yang membikin ia girang
ialah ia dapat bertempur bersatu padu dengan si nona
meskipun inilah yang pertama kali mereka bergebrak
bersama melawan satu musuh yang tangguh, mereka
seperti juga sudah pernah berlatih bersama. Rupanya
disebabkan si nona mengerti ilmu silat dari banyak partai
persilatan lainnya maka dia jadi dapat mencocoki diri di
dalam waktu yang pendek sekali.
385 Le Kong Thian juga mendapat perasaan kaget dan
girang seperti Giok Houw itu. Ia kaget karena
kekuatirannya nanti tidak sanggup mengalahkan
sepasang muda-mudi itu. Kalau ia gagal, ia bakal
ditertawakan Cit Im Kauwcu. Bukankah kauwcu itu cuma
menonton" Ia girang sebab mendapat kenyataan Nona
Liong sangat cantik, melebihi Im Siu Lan, sedang ilmu
silatnya juga menang banyak dari puterinya Cit Im
Kauwcu itu. Hingga ia berpikir: "Kalau majikan muda
mendapat tahu ada nona begini cantik, aku tanggung dia
akan mensia-siakan semua nona-nona yang berada di
dampingnya!"
Jago ini berpikir demikian sebab ia tahu benar maksud
utama dari KeluargaKiauw melamar Im Siu Lan, ialah
agar setelah adanya hubungan pernikahan itu, mereka
dapat mempunyai "Pektok Pithong," yaitu kitab ilmu
obat-obatan yang beracun dari Cit Im Kauw. Mereka
sudah lihai dalam ilmu silat, dengan lihai
juga dalam ilmu obat-obatan-di dalam hal ini: segala
macam racun ?" maka pastilah mereka dapat menjagoi
seorang diri. Jadinya, buku obat yang perlu, bukan
dirinya Siu Lan...
Siu Lan tidak mendapat tahu maksudnya Kong Thian
itu. maka ia mengharap-harap sangat Kong Thian nanti
berhasil mencekuk si nona perampas ikat pinggang
kumalanya. la pikir, jikalau nona itu tidak dapat dibekuk
hidup-hidup, dihajar mampus pun boleh. Ia mengawasi
dengan perhatian.
Di dalam pertempuran itu, Le Kong Thian telah
memisah perhatiannya. Di dalam sepuluh bagian, yang
tujuh ia utamakan terhadap Thio Giok Houw, yang tiga
386 terhadap Nona Liong. Tentu sekali, menampak itu, hati
Siu Lan menjadi gegetun.
Di lain pihak, Nona Liong tidak sudi menerima baik itu
macam kebaikan hati dari orang tangguh ini, dari itu ia
menyerang dengan bengis sekali, cepat dan
membahayakan. Ia senantiasa mencari jalan darah.
Giok Houw telah lantas menggunakan ilmu golok "Pek
Hian Ki," karena ia menginsafi bahwa ia lagi melayani
seorang lawan kosen sekali. Dengan begitu, ia membuat
tubuhnya bagaikan dikurung berkilauan goloknya. Sia-sia
belaka Kong Thian mencoba merobohkan si anak muda,
bahkan karenanya beberapa kali hampir ia merasai ujung
pedang si pemudi.
Lewat lagi sekian lama, Le Kong Thian lantas
merasakan dirinya terdesak di bawah angin. Di samping
itu ia menyaksikan Cit Im Kauwcu bersama puterinya
menonton saja, maka ia mendongkol bukan main. saking
mendongkol, ia jadi berkelahi dengan keras, dengan
bonekanya saban-saban ia menyampok golok Bianto dari
si anak muda. sampai ia seperti tidak menghiraukan
lowongannya sendiri. Untuk bisa melumpuhkan
perlawanan Nona Liong, ia berani menggunakan
"Khongciu Jippek Jin." yaitu ilmu tangan melawan senjata
tajam, guna mencoba merampas pedang si nona. Atas
ini, nona itu melakukan perlawanan dengan menunjuki
kelincahan tubuhnya, berkelit sana dan berkelit sini
bagaikan ikan yang licin...
Giok Houw lihai matanya, ia mendapat lihat jalannya
pertempuran itu. iajuga segera menggunakan saatnya
dengan baik. Demikian satu kali ia merangsak ke tengah,
ujung goloknya menyontek ke dada lawannya.
387 Le Kong Thian tetap lihai iajuga melihat segala apa.
Justru ia diserang secara berbahaya itu, ia lantas
menekan pesawat rahasia dari bonekanya itu, maka
mulutnya boneka itu terpentang sendirinya, mulut itu
dipakai menyambut golok Bianto, untuk digigit atau
dijepit, berbareng dengan mana, ia berseru nyaring,


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bonekanya diteruskan, dipakai menghantam si anak
muda. Itulah apa yang dinamakan serangan dari tenaga
seribu kati... Kalau Giok Houw tidak melepaskan goloknya dan
lompat berkelit, celakalah ia...
Im Siu Lan kaget hingga tak dapat ia tak berseru
tajam, sebelah tangannya terayun, melepaskan lima biji
Tokci hoan ke arah Kong Thian!
Di dalam waktu yang sangat genting itu, tubuhnya
Nona Liong berkelebat dan Kong Thian
memperdengarkan jeritan luar biasa. Sebab sebat luar
biasa, ujung pedang nona itu telah membabat kutung
setabung rambutnya!
Giok Houw mundur dengan terhuyung menyusul
jeritan luar biasa itu.
Suara tingtong 1ima kali terdengar saling susul. Itulah
suaranya Tokci hoan yang nengenai boneka kuningan
dan mental balik sendirinya.
Di lain pihak Cit Im Kauwcu sudah merangkul tubuh
puterinya, untuk dibawa berlompat mundur setombak
lebih, ke tempat yang aman, sambil ia menegur: "Hai,
budak, kau benar-benar tidak tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi! Le Toaya lagi melayani dua bocah itu,
mana perlu dia mendapatkan bantuanmu?"
388 Dengan maksud sengaja Cit Im Kauwcu mengucap
demikian, itu melulu untuk melindungi puterinya, sebab
ia tahu betul, anaknya justru menyerang Kong Thian
guna menolongi Thio Giok Houw.
Le Kong Thian mengerti segala apa, ia tahu
bagaimana ia harus membawa sikapnya. Maka ia tidak
hendak membeber rahasia hatinya Nona Im. Ketika itu,
ia pun tengah diserang rapat pula oleh Giok Houw dan
Nona Liong, kedua muda-mudi yang nyata lihai. Ia
membiarkan Im Oen Giok dengan ocehannya itu.
"Jikalau aku tidak melukakan dia, ada kemungkinan
hari ini aku roboh di tangan mereka berdua," berpikir
Kong Thian kemudian. Dengan "dia," ia maksudkan Nona
Liong. Ia telah melihat bagaimana ia hendak didesak.
Barusan toh, selagi ia mau merobohkan si pemuda, si
pemudi telah menghalanginya, hingga pemuda itu lolos
dari tangannya. "Sudah, biarlah, nanti aku carikan lain
nona cantik untuk majikanku yang muda..."
Dengan keputusannya ini, ia lantas memutar
bonekanya, untuk mendesak kedua lawan itu. karena
mana, meskipun si nona lihai sekali ilmu pedangnya,
tidak dapat dia menoblos kurungan itu. Hanya, biarpun
demikian, Kong Thian tidak bisa merampas ketika,
hingga kesudahannya, mereka berimbang, sama
kuatnya. Sesudah bertarung lebih daripada seratus jurus. Nona
Liong telah bermandikan keringat, sedang Le Kong
Thian, napasnya bekerja lebih cepat daripada biasanya
dan hatinya berdebaran disebabkan penasaran dan
kekuatirannya, sebab ia ingin mempercepat ber hentinya
pertempuran itu tetapi ia tidak berhasil. Ia mengerti baik
389 sekali bahayanya untuk bertempur lama, bahkan ada
kemungkinan, mereka bercelaka bersama bertiga...
Hanya, setelah sampai sebegitu jauh, Le Kong Thian
melihat nyata, meskipun si nona lihai ilmu pedangnya,
kiamhoat, dia masih kurang latihannya dalam hal
kanglek. atau tenaga dalam, dia masih kalah dari Giok
Houw, maka ia lantas memikir akal, yang terus juga ia
mewujudkannya, ialah tengah mereka berkutat seru itu,
mendadak ia menggertak Giok Houw dengan satu
serangan, selagi si anak muda berkelit, ia terus
menghajar Nona Liong!
Beratnya tokkak tongjin dari Kong Thian ini ada
seratus dua puluh hati, maka bisalah dimengerti
hebatnya ketika ia menggunakan seluruh tenaganya
untuk menyerang. Itulah ada bagaikan gunung Taysan
roboh menguruk batuk kepala.
Giok Houw kaget bukan main. Mana bisa ia mencegah
lagi" Mana dapat hajaran itu ditangkis" Terpaksa ia
mengayun tangannya, dengan goloknya ia menimpuk
Kong Thian! Justru itu Nona Liong terdengar tertawa gembira, ia
bukannya remuk terhajar boneka kuningan itu, ia justru
berada di atasnya, tubuhnya terangkat dengan
meminjam tenaga pedangnya yang ujungnya
ditempelkan pada boneka itu. hingga tubuhnya itu
menjadi seperti berada di tengah udara.
Kong Thian tidak menyangka sama sekali. Itulah ilmu
ringan tubuh yang mahir luar biasa. Saking heran, ia
menjadi melengak. Justru ia melengak, justru goloknya
Giok Houw tiba. Biarnya ia lihai. tidak ada kesempatan
untuknya menarik pulang bonekanya, atau hanya
390 berkelit. Tepat golok mengenai pundaknya! Hanya luar
biasa, golok itu mental balik...
Giok Houw terkejut. Ia tidak menyangka lawan begini
lihai. sekalipun golok mustika tidak mempan
terhadapnya. Golok mengenai pundak dengan
menerbitkan suara, hanya bukan suara logam
membentur daging atau tulang tetapi toh logam itu
kalah. Ia pun melengak, hanya lekas juga ia sadar
sendirinya, hingga ia dapat memikir untuk mengadu
tenaga kosong...
Nona Liong tidak terus berdiam di udara bagaikan
anak dangsu, ia tidak membiarkan pedangnya duduk
tetap di atas boneka kuningan itu, dengan mengerahkan
sedikit tenaganya, ia bergerak, untukjumpalitan
mendekati musuh, guna menikam dengan pedangnya itu.
Pedangnya telah berkelebat seperti bianglala.
Kong Thian bukannya tidak terluka sama sekali.
Sebenarnya dua helai otot di pundaknya itu telah
tertusuk putus, hanya dua lembar otot saja tidak
membahayakan jiwanya, ia tidak terhalang untuk
berkelahi terus. Hanya lacur untuknya, ia tetap kalah
gesit menghadapi pemudi itu, meski ia mencoba berkelit,
dengan mengegos juga kepaianya. toh pundak kirinya
tertancap juga ujung pedang nancap dalam tiga dim. Jadi
luka ini lebih besar daripada luka pundaknya yang kanan.
Ia kaget dan berkuatir. ia menjerit keras sekali, dengan
sekuat tenaganya ia mengangkat bonekanya, untuk
dilemparkan, hingga senjata itu jatuh terbanting di
tanah, atas mana ia membuka tindakannya, untuk lari
kabur. Biarpun ia sangat murka, tidak berani ia berkelahi
terus. 391 Menyusul larinya si raksasa, Nona Liong pun
berlompat ke tembok, hanya ia mengambil lain jurusan
daripada arahnya Le Kong Thian.
Thio Giok Houw tahu apa yang ia harus lakukan,
dengan cepat ia memungut goloknya, ia menghadap Cit
lm Kauwcu untuk memberi hormat seraya berkata:
"Kata-katanya seorang kuncu sama dengan dicambuknya
sekor kuda yang larinya pesat, maka itu, dengan ikat
pinggang kumala telah diambil oleh pihakku, besok
orang-orangmu bakal dilepas pulang!"
Im Siu Lan telah menyaksikan semua itu. kupingnya
telah mendengar perkataan si anak muda, ia menjadi
melongo. Cit Im Kauwcu menghela napas, ia berkata dengan
perlahan: "Anak tolol, orang hendak berlalu, mana dapat
kita menahannya?"
Kata-katanya Oen Giok ini mengandung dua maksud.
Di samping itu berarti Giok Houw tidak dapat ditahan
pula, sebab orang pun bagaikan air mengalir yang tidak
menghiraukan bunga yang rontok" " tegasnya orang
tidak menyinta, juga terang sudah, tidak bisa mereka
menangkap anak muda itu selagi Le Kong Thian yang
demikian gagah kena dipecundangi mereka.
Giok Houw sudah lantas mengangkat kaki, ia hanya
tidak seperti berlalunya Nona Liong. Setibanya di luar,
Kong Thian tidak nampak sekalipun bayangannya,
sedang Nona Liong lagi berlari-lari. Melihat si nona ia
berpikir: "Di dalam ilmu enteng tubuh, nona ini jauh lebih
lihai daripada Le Kong Thian, sekarang ia masih nampak,
terang ia sengaja hendak menantikan aku." Maka ia pergi
menyusul nona itu.
392 Nona Liong benar-benar tidak dapat diterka hatinya.
Ketika ia mendengar tindakan kaki orang, yang ia tahu
pasti ada dari Giok Houw, ia lari dengan mempercepat
tindakannya. Keduanya lari turun gunung, jarak di antara
mereka kira-kira setengah li.
"Nona Liong!" memanggil si anak muda. Ia kuatir ia
nanti kehilangan nona itu. "Nona Liong, tunggu aku!"
Nona itu tertawa, larinya lantas dipertahankan.
Tidak lama. Giok Houw telah berada di belakang
orang. Si nona lantas berpaling, mukanya masih tersungging
senyuman. "Aku kira kau masih merasa berat untuk berlalu dari
sana?" katanya.
Mukanya si anak muda menjadi merah.
"Jangan bergurau!" katanya.
"Siapa bergurau?" kata si nona. "Bukankah mereka, itu
ibu dan anak, bicara dari hal yang benar" Jikalau kau
menganggap itulah guyon, kau mensia-siakan maksud
baik dari orang."
Giok Houw membesarkan nyalinya.
"Hati mereka itu kau kenal," katanya, "akan tetapi
hatiku, hatiku tidak ada yang mengetahui!"
Mendengar kata-kata itu, di antara sinar rembulan,
kelihatan muka si nona bersemu dadu.
Juga si anak muda merasa hatinya berdenyutan
sendirinya. 393 Nona Liong lantas menunduki kepala. Hanya sebentar,
ia sudah lantas mengangkat itu, ia bahkan tertawa.
"Tentang hatimu, tentu sekali aku mengetahui!"
katanya. Hati Giok Houw hampir berlompat keluar.
Si nona tertawa, iamenambahkan. "Kau terus-terusan
mengejar aku, bukankah itu karena ikat pinggang
kumala" Hm! Kaulah seorang yang berpikiran cupat!"
Giok Houw bingung. Di dalam urusan kangouw, telah
banyak pengalamannya, hanya di dalam urusan asmara,
ia masih asing, kulitnya tipis sekali. Tadi ia telah
memberanikan diri, mengutarakan rasa hatinya, siapa
tahu, si nona membuatnya guyon. Karena dilawan
tertawa, mulutnya menjadi bungkam, pikirannya seperti
butek. Si nona bersenyum melihat orang berdiam saja.
"Bukankah aku telah dapat menerka hatimu?" katanya
pula. "Sebenarnya ikat pinggang kumala itu kau dapat
merampasnya dari Cit Im Kauwcu..." berkata si anak
muda. terpaksa.
"Tetapi, kau pun turut berjasa!" si nona memotong.
"Benar bukan" Hanyalah sayang kalau ikat pinggang
kumala ini dikutungi dua, jadinya tidak berharga. Ikat
pinggang ini ditabur dengan tiga puluh enam mutiara
yabengcu dan setiap mutiaranya berharga sedikitnya
sepuluh laksa tail perak... Baiklah, mari kita omong terus
terang. Coba bilang, kau menghendaki berapa butir?"
394 "Aku bukannya memikir untuk membagi-bagi
barang..." kata si anak muda. "Aku... ah!... aku..."
"Ah. aku... aku apa sih" Kenapa ragu-ragu" Kau
bicaralah!"
Kulit mukanya Houw Cu merah.
"Sebenarnya aku tidak mengerti, apa maksudmu
merampas demikian banyak barang bingkisan?" akhirnya
ia berkata. "Bahkan untuk itu, kau menerjang ancaman
bahaya besar. Lihatlah kejadian barusan! Umpama kata
Cit Im Kauwcu turun tangan, aku kuatir kita sukar lolos
dari tangan mereka itu..."
Si nona tertawa.
"Baiklah, bicara pergi pulang, aku toh menerima
budimu!" katanya. "Biarlah aku memberikan kau lebih
banyak mutiara!"
"Tapi pihakku, pihak kami, aku maksudkan," kata Giok
Houw, "pihak kami ada perlunya dengan itu, untuk kami,
ada harganya untuk menempuh bahaya besar. Untuk
kau, untuk apakah sebenarnya?"
Baik suaranya, baik romannya, terang Giok Houw
menunjuki perhatiannya kepada si nona. Nona Liong
ketahui itu, di dalam hatinya ia bersyukur, tetapi ia masih
mengasi lihat roman sungguh-sungguh. Ia kata: "Aku
tidak tanya kau untuk apa kamu merampas bingkisan,
perlu apa kau mau tahu maksudku" Kecewa kau menjadi
tocu. aturan kaum kangouw kau tidak mengerti!" Ia tidak
menantikan jawaban, ia tertawa dan berkata pula: "Ikat
pinggang kumala ini kau tidak niat untuk kita membagibaginya,
dengan begitu, kali ini akulah yang menang
bertaruh! Sekarang kau harus berhati-hati, kalau kau
395 kalah pula, aku sendiri tidak dapat berlaku sungkan
terhadapmu! Semua bingkisan yang kau telah berhasil
merampasnya, semua itu harus diserahkan padaku!"
Giok Houw menyeringai.
"Tidak dapatkah kita bicara urusan bukannya urusan
perampasan bingkisan?" ia tanya.
"Tidak salah!" berkata si nona tertawa. "Kita telah
bekerja sama mengundurkan musuh, dengan begitu
bisalah dianggap di antara kita ada hubungan yang baik.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi janganlah kau lupa bahwa kita berdua tengah
bertaruh! Apa yang kau hendak tanyakan, pikirlah dulu
dan tanyakanlah, tetapi apa yang tidak harus, taruh kata
kau menanyakannya juga, tidak nanti aku jawab."
"Baiklah!" bilang si anak muda. "Sekarang aku mau
tanya she dan namamu. Toh boleh, bukan?"
Nona itu berpikir sejenak, lalu dia tertawa.
"Di dalam ini satu bulan kita telah bertemu hingga
beberapa kali," sahutnya, "sudah selayaknya namaku aku
beritahukan kepada kau. Aku Liong Kiam Hong. Lain kali.
kau panggil saja aku Kiam Hong. tidak usah main nonanona
tak hentinya, cuma-cuma membuatnya orang sakit
gigi'" "Nona Liong... eh. Liong Kiam Hong," kata si anak
muda. "Sekarang aku hendak tanya kau tentang satu
orang. Kenalkah kau Hok Thian Touw dari Thiansan?"
Kiam Hong tertawa.
"Apakah kau hendak menanyakan juga sekalian orang
yang aku kenal?" ia tanya. "Kenapa kau tidak
396 menanyakan juga siapa ayah dan ibuku serta siapa
guruku?" Kecuali tertawa, kepala si nona digoyang dan matanya
memain, maka tahulah Giok Houw bahwa orang tengah
bergurau, akan tetapi ia pun bersandiwara, ia berlagak
tidak mengerti.
"Aku justeru hendak menanyakannya tetapi aku tidak
berani lancang," sahutnya, romannya sungguh-sungguh.
"Sayang aku tidak mempunyai buku catatan
keluargaku," menjawab si nona, "kalau tidak, bolehlah
aku perlihatkan itu padamu, supaya dengan begitu
bisalah dihematkan waktu untukmu bertanya-tanya."
Di jaman itu, mengenai urusan perjodohan adalah
biasa pihak yang satu menanyakan hal keturunan pihak
yang lain, dan untuk mengetahui leluhur orang, buku
catatan kekeluargaan perlu diperiksa Demikian
jawabannya si nona, ia melainkan main-main tetapi Giok
Houw justeru mengandung maksud, maka itu, mendapat
jawaban itu. mukanya anak muda ini menjadi merah, ia
menjadi jengah.
"Jikalau kau suka memberi keterangan, berikanlah,"
katanya, "karena itu perlu apa kau mentertawai aku?"
"Kenalanku banyak sekali," berkata si nona, "kalau
setiap orang menanyakan seperti kau ini, sampai terang
tanah juga kita tidak akan bicara habis. Nah kau lihatlah,
sang fajar benar-benar hendak menyingsing! Apa lagi
yang kau hendak tanyakan?"
Giok Houw berdiam. Karena disenggapi demikian rupa,
apa lagi yang ia bisa tanya"
397 Liong Kiam Hong tertawa.
"Kau tidak mau menanya, aku justeru mempunyai
sesuatu yang hendak aku memberitahukannya kepada
kau!" katanya.
"Apakah itu?"
"Barang bingkisan dari pelbagai propinsi Barat daya
diberangkatkan bersama menuju ke kota raja, jumlah
keretanya beberapa puluh buah," berkata si nona.
"Mereka itu juga berangkat secara terang-terang. Jikalau
tidak salah, lagi setengah bulan, mereka itu bakal tiba di
luar kota Ganbunkwan. Aku mendengar kabar ada
serombongan orang yang hendak merampasnya.
Berhubung dengan itu, apabila kau tidak bekerja lekas,
kau akan menubruk tempat kosong!"
"Benarkah itu?"
"Aku ialah orang yang maha adil, maka itu. untuk
mengalahkan kau, aku mesti mengalahkannya hingga
kau puas. Jikalau kau tidak mau percaya aku, itulah
urusanmu sendiri, pasti kau bakal gagal. Sekarang aku
hendak pergi!"
Benar-benar, setelah berkata, si nona lantas lari pergi.
Giok Houw malu hati untuk mengejar. Ia lantas
berpikir: "Di luar Ganbunkwan nanti, aku toh bakal
bertemu pula sama dia. Sekarang aku mendapat tahu
juga namanya!" Toh mengenai keterangan si nona, ia
ragu-ragu, ia separuh percaya dan separuh tidak.
Beberapa propinsi Barat daya itu ialah propinsi-propinsi
paling jauh jaraknya dari kota raja, karenanya di tempat
mana juga dapat orang melakukan perampasan pada
barang-barang bingkisan itu. Beberapa bulan sebelum ia
398 berangkat ke Selatan, ia pun telah mendengar kabar
bahwa Leng In Hong sudah menerima undangan hingga
dia bersedia untuk memberikan bantuannya, kalau In
Hong turun tangan, biarpun perlindungan bingkisan itu
bekerja sama, bergabung, pihak pelindungnya tidak nanti
dapat menghalang-halangi Nyonya Hok Thian Touw itu.
Pula, perampasan barang-barang bingkisan itu terjatuh di
bawah tanggung jawab Kimto Cecu Ciu San Bin sendiri,
tidak ada alasan kenapa semua bingkisan itu tidak bakal
terampas. Oleh karena ini, hatinya menjadi lega.
Demikian, tepat di waktu fajar, ia telah kembali ke
tempat kaum Kaypang. di mana Pit Kheng Thian dan Ciu
Ci Hiap lagi menantikan padanya, bahkan Ci Hiap
agaknya mau segera berangkat. Di luar pintu sudah siap
dua ekor kuda tunggang.
"Ada urusan penting apa?" si anak muda mendahului
menanya. "Baru saja aku menerima warta lisan dari ayahku,"
menjawab Ci Hiap. "Apakah kau ada membawa ikat
pinggang kumala itu" Biarpun tidak, kita toh mesti lantas
berangkat juga."
Giok Houw memberi keterangan tentang peristiwa tadi
malam, ia hanya tidak menuturkan sekalian
perkataannya Liong Kiam Hong.
Pit Kheng Thian heran mendengar Le Kong Thian hadir
di rumahnyaCit Im Kauwcu itu, sedang Ci Hiap
menyayangi yang ikat pinggang kumala didapatkan Nona
Liong. "Lekas kau bersiap, mari kita berangkat!" kata Ci Hiap
kemudian. 399 "Tetapi kau baru sembuh, jiko," kata Giok Houw.
"Urusan apa demikian penting" Tidak dapatkah aku
sendiri yang mengurusnya" Kau baik beristirahat lagi
beberapa hari di sini..."
"Semua sisa bisa di tubuhku telah habis
disingk+Fkan," berkata Ci Hiap. "Pit Pangcu juga sudah
menyiapkan dua ekor kuda untuk kita Benar tenagaku
belum pulih semuanya tetapi kita menunggang kuda, aku
rasa tidak ada halangannya."
Giok Houw melihat Kheng Thian juga tidak mencegah,
ia mau percaya urusan ada sangat penting. Ci Hiap
segera berkata pula: "Urusan ini urusan apa. sebentar di
tengah jalan aku akan memberi penjelasan kepadamu.
Sekarang mari kita berangkat agar tidak mensia-siakan
tempo!" Karena ini, tidak ayal lagi, ia lompat naik atas
kudanya. "Mari!" ia kata.
Keduanya pamitan dari Kheng Thian, siapa mengantar
sampai di luar pintu pekarangan, sembari mengulapkan
tangannya, ketua Kaypang itu memesan:
"Saudarasaudara, baik-baiklah di jalan! Aku mendoa
untuk keselamatanmu! Kalau nanti kamu bertemu sama
Thio Tayhiap, tolong kamu menyampaikan hormatku.
Aku berjanji, apabila sudah beres aku mengatur kaumku
ini, aku nanti memberikan bantuanku kepada kamu!"
Giok Houw bersyukur kepada ketua Kaypang ini, yang
ia puji tinggi martabatnya. Sungguh jarang orang seperti
Pit Kheng Thian itu.
Berdua mereka lantas melarikan kuda mereka. Selang
sekian lama, baru Ciu Ci Hiap mulai bicara. Ia kata:
"Menurut orang yang membawa warta lisan dari ayah itu,
400 kita berdua diminta lekas ke luar Ganbunkwan untuk
membantu padanya"
"Bukankah ada disebutkan waktunya agar kita tiba di
sana dalam tempo setengah bulan?" Giok Houw tanya.
Ci Hiap heran. "Oh. kau pun sudah mendapat tahu urusan itu?" ia
balik menanya. "Ada seorang sahabat yang memberitahukannya,
hanya tidak jelas."
"Bingkisan dari pelbagai propinsi Barat daya itu diantar
tergabung," berkata Ci Hiap. "Kabarnya, di antara
pelindung-pelindungnya, ada dua orang yang lihai sekali,
selama di sepanjang jalan itu. telah belasan orang kita
yang terlukakan mereka itu termasuk Peklek Ciu Tong
Koan Ho si Tangan Gledek. Thian loei Kiam In Bwee Kok
si Pedang Kilat Guntur dan Hweetan Cu Cu Liok Hiong si
Peluru Api, itu beberapa jago tua. Diduga, selewatnya
setengah bulan, rombongan besar itu bakal tiba luar kota
Ganbunkwan. Karena ini ayahku mengirim kabar kilat ke
pelbagai arah untuk minta bantuan cepat, agar kita
semua bisa berkumpul menjadi satu di Ganbunkwan
untuk menghadapi musuh tangguh itu."
Keterangannya Ci Hiap ini sama dengan
keterangannya Liong Kiam Hong hanya ini ada terlebih
jelas. Tentu sekali Giok Houw heran mengingat kena
dirobohkannya beberapa jago tua itu. Jadi benar musuh
lihai sekali. Ci Hiap mencambuk kudanya. "Siapakah sahabatmu
itu yang mengasi kabar padamu?" ia tanya.
401 Giok Houw bersangsi sejenak, lalu ia memberitahukan
itulah Nona Liong.
"Mengapa dia ketahui itu?" Ci Hiap tanya heran.
Giok Houw pun heran. "Ya, mengapakah dia ketahui
itu?" sahutnya, seperti pada diri sendiri. Ia pun telah
memikir itu berulangkah, tidak juga ia mendapat
jawabannya. "Entahlah dia berpihak kepada siapa?" Ci Hiap tanya
pula. "Jangan-jangan dia tidak berpihak pada yang mana
juga. Sebenarnya dia tengah bertaruh sama aku untuk
siapa yang dapat merampas lebih banyak, dialah yang
menang..."
Ci Hiap mengerutkan keningnya.
"Dengan begitu kita jadi mesti menghadapi lagi satu
musuh yang tangguh..." katanya masgul. Hanya sedetik,
ia tertawa dan kata: "Aku lihat nona itu agaknya
bermaksud sesuatu terhadapmu, jikalau bisa terjadi, dari
musuh ia menjadi sahabat, sungguh dia akan merupakan
satu bantuan besar!"
Hati Giok Houw bercekat.
"Jiko bergurau!" katanya kemudian. "Bagaimana
dengan kabar lisan itu, apakah antaranya ada kabar apaapa
dari atau mengenai Leng In Hong?"
Ci Hiap tidak menyahut, seraya ia mencambuk pula
kudanya, untuk mendahului Giok Houw.
Pemuda ini bingung, maka ia ingin segera tiba di
Ganbunkwan, supaya segala apa segera menjadi terang.
Karena ia berpikir keras, pernah ia bermimpi dan
402 mendusin dengan tertawa seorang diri. Ia heran kenapa
ia demikian memikirkan Nona Liong sedang si nona baru
dikenal. Perjalanan dilakukan cepat sekali dan pula dengan
mengambil jalan motong. Tiga belas hari kemudian
tibalah mereka di sebuah dusun di luar kota Ganbunkwan
ialah dusun Hungoan, terpisahnya dari kota tinggal
seratus li. Mereka singgah di dusun itu. Sekarang mereka
tak usah terlalu tergesa-gesa lagi. Hanyalah, setibanya di
dalam dusun, mereka menampak suasana yang
mengherankan mereka.
Ketika itu magrib. Mereka mendapatkan dusun sunyi.
Dari sepuluh rumah umpamanya, yang sembilan sudah
menutup pintu. Orang yang berlalu lintas juga cuma
nampak dua tiga orang.
"Biar pasar sudah bubar, tidak selayaknya tempat
begini sepi." kata Giok Houw.
"Di sebelah depan tentulah sangat sedikit rumah,
terpaksa kita mesti bermalam di sini," bilang Ci Hiap. Ia
lantas jalan di depan, akan pergi ke rumah penginapan
yang ia kenal baik, sebab pemiliknya adalah sanak salah
satu tauwbak-nya. Begitu tiba, ia mengetuk pintu.
Jongos mengintai di sela pintu sebelumnya ia
membukai. "Maaf, penginapan kami telah diborong orang," kata
dia. Ci Hiap tidak mau banya omong. Ia mengasi lihat
tanda, ialah "Jitgoat Siangki" --- bendera "Matahari dan
Rembulan" --- sembari ia kata singkat: "Maukah kau
menolong mendapati sebuah kamar saja?"
403 Si jongos mengenali bendera itu.
"Baiklah," katanya, cepat. "Harap jiwi menanti
sebentar, aku hendak bicara dulu sama tuan pengurus."
Ia terus masuk ke dalam.
Tidak lama muncullah tuan rumah, yang mementang
pintu seraya berkata: "Syukur masih ada sebuah kamar
kosong. Silahkan masuk!" Ia berhenti sebentar, terus ia
menambahkan: "Selama ini keamanan terganggu, kalau
tuan-tuan mempunyai barang berharga, haraplah jaga
baik-baik sendiri, terutama j angan dikasih lihat orang."
Ci Hiap kurang pengalaman tetapi ia tahu tuan rumah
tentu maksudkan benderanya itu maka lekas-lekas ia
menyimpannya. Semasuknya ke dalam, tuan rumah melayani dengan
hormat, tetapi terang ia berlaku sangat hati-hati. Ci Hiap
juga tidak berani menjelaskan tentang dirinya. Adalah


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah berada di dalam kamarnya, Giok Houw tanya
jongos: "Ada terjadi apakah di sini maka dusun ini begini
sunyi?" "Ada sepasukan tentera negeri yang malam ini bakal
di tempatkan di sini," sahut si jongos, "ketika kepala
kampung menerima warta dan perintah, ia lantas
menitahkan penduduk mengalah. Penduduk semua takut
perkara, siapa masih berani berdiam di sini?"
Hungoan tin terpisah seratus li dari kota Ganbunkwan,
sering tentera negeri lewat di dusun ini untuk bekerja
sama dengan tentera yang bertugas untuk bersamasama
mengurung tenteranya Kimto Cecu Ciu San Bin. Ci
Hiap ketahui itu, ia menjadi tidak heran. Ia hanya ingin
berhati-hati. 404 Habis bersantap malam, selagi mereka pasang omong,
ada orang mengetuk pintu kamar mereka, perlahan
ketukannya. Giok Houw lantas membukai. Itulah seorang
yang bertubuh besar, yang tidak dikenal. Selagi ia
mengawasi, orang itu sudah lantas berkata dengan
perlahan: "Thio Tocu, terimalah hormat hambamu. Ah
siauwcecu pun ada di sini! Apakah cecu masih mengenali
aku?" Ci Hiap mengenali satu tauwbak kecil yang bernama
Touw Kan Louw, maka ia menitahkan orang masuk,
setelah pintu dikunci, tauwbak itu d ipersilahkan duduk.
"Cecu sudah mengundang banyak orang gagah untuk
bersama merampas bingkisan dari Barat daya, apakah
siauwcecu ketahui itu?" Touw Kan Louw tanya.
"Aku datang justeru karena urusan itu."
"Tentu bukan sedikit yang telah datang?" Giok Houw
tanya. Touw Kan Louw mengangguk.
"Akulah yang ditugaskan cecu untuk menyambut
pelbagai tetamu," ia menerangkan, "yang datang cukup
banyak hanyalah yang gagah sedikit sekali, karena mana
cecu menjadi berkuatir sekali, kuatir nanti roboh di
tangan musuh. Syukur tocu tiba malam ini, kita jadi
seperti dapat memakan obat untuk menenteramkan
hati." "Siapakah pihak sana itu yang demikian lihai?"
"Menurut keterangannya orang yang pernah
dirobohkan, yang muncul di sana ialah seorang muda,
405 yang usianya mungkin belum mencapai tiga puluh
tahun." Giok Houw menunjuki herannya.
"Bukankah kereta bingkisan mereka akan tiba nusa?"
"Menurut penyelidikan pihak kita, mungkin besok."
"Jadi itulah terlebih cepat satu hari daripada dugaan
kita." "Memang. Rupanya mereka juga sudah mendengar
selentingan dan karenanya lantas bersiap sedia. Malam
ini bakal ada pasukan negeri sampai di sini, rupanya
itulah persediaan untuk menyambut tibanya kereta
bingkisan itu besok. Malam ini kita harus berhati-hati."
"Di mana besok orang akan turun tangan?" Giok Houw
tanya lagi. "Telah dijanjikan di selat Cheeliong Kiap empat puluh li
dari sini dan waktunya ialah tengah hari," menjawab
Touw Kan Louw. "Kalau begitu, kita berangkat besok sehabisnya
bersantap," kata Ci Hiap. "Masih ada tempo untuk kita."
"Yang dikuatirkan ialah rombongan tentera akan jalan
bersama kita," kata Kan Louw. "Maka baiklah kita
berangkat mendahului mereka itu. Aku sudah pesan tuan
rumah untuk masak nasi jam empat, supaya kita bisa
berangkat jam lima."
"Bagus begitu!" kata Giok Houw. "Jiko, bagaimana kau
rasa tubuhmu?"
"Sudah pulih seluruhnya. Akibat belasan hari berada di
punggung kuda, tubuhku rasanya pada ngilu, maka kalau
406 besok kita bertempur, itu dapat membantu aku
melemaskan otot-ototku."
Giok Houw berdiam, pikirannya rada kusut, sebab ia
girang dan berkuatir berbareng. Girang karena mungkin
besok ia akan bertemu sama Nona Liong. Ia berkuatir
karena pihaknya kekurangan orang gagah kelas satu.
Bukankah musuh terbukti lihai sekali" Bukankah musuh
seorang muda" Maka mungkin, masih ada kawannya
yang berusia tinggi... Tong Koan Ho, In Bwee Kok dan
Cu Liok Hiong, semuanyajago tua, kena dipecundangi,
itulah hebat. Pasti pemuda itu tidak ada di bawahannya
sendiri. Kalau Le Kong Thian pun datang, itulah
berbahaya. Justeru mereka berdiam, di jendela terlihat
berkelebatnya bayangan orang. Ci Hiap melihat itu, ia
lompat bangun. Tepat bersama lompatnya itu, ada batu
yang menyambar ke dalam, yang memadamkan pelita.
Sia-sia percobaannya Ci Hiap, ia tidak berhasil
menyambuti batu itu. Segera pun terdengar suara yang
dalam di luar jendela itu: "Binatang kecil Thio Giok Houw,
kau menggelindinglah keluar!"
Giok Houw mengenali suara itu hanya lupa orangnya.
"Sahabat siapa yang main-main denganku?" katanya.
Ia berkata sambil menghunus goloknya, untuk memutar
itu di hadapannya, belum suaranya sirap, ia sudah
lompat ke luar jendela.
Hari itu Gouwgwee Capsha. yaitu tanggal tiga belas
bulan lima, rembulan hampir bundar, cahayanya terang,
sedang langit pun jernih, maka itu setibanya di latar,
Giok Houw bisa melihat tegas orang yang menantang
padanya itu, orang mana sudah lantas memapaki ia
407 dengan tikaman pedang. Dialah Ku Kiu Gi, orang paling
terkenal di dalam Butong Pay generasi kedua, hanya dia
itu pernah menjadi pecundangnya.
Serangannya Ku Kiu Gi berantai, sebab begitu ia
ditangkis, begitu ia menyerang pula. Sikap itu membikin
Giok Houw mendongkol.
"Mengapa kamu menggoda aku?" ia menegur. Baru ia
berkata begitu, dari sampingnya pun menyambar
sebatang pedang lain. Dan inilah Ko In Tojin, suheng
atau kakak seperguruannya Kiu Gi, meski benar dia kalah
dari sute-nya, tetapi dia menang tabiat aserannya. Maka
juga ketika dia menikam, dia menggunakan tenaga
besar. Dia juga lantas membentak: "Kau kembalikan ikat
pinggang kumala itu, urusan beres! Kalau tidak, kau tidak
bisa lolos dari keadilan!"
Giok Houw menangkis sambil menyampok, dengan
begitu selagi ia bebas dari serangan, si penyerang sendiri
terhuyung karena kuda-kudanya tergempur.
"Ikat pinggang itu tidak ada padaku, mana bisa aku
menyerahkan kepada kau?" berkata si anak muda
tertawa. "Laginya, taruh katakumala itu telah berada di
tanganku, tidak nanti aku sudi mengembalikannya!"
Imam itu gusar sekali, dalam penasarannya ia
menyerang pula. semakin sengit.
Touw Kan Louw turut keluar, ketika ia mengenali Ku
Kiu Gi dan Ko In Tojin, ia menjadi heran sekali. Dalam
bahasa rahasia kaum kangouw, ia tanya mereka itu:
"Jiwi, bukankah jiwi datang membantui Kimto Cecu" Jiwi,
kamu bertiga adalah orang-orang dari satu kalangan!"
Ko In mendelik kepada tauwbak itu.
408 "Jangan kau usil!" bentaknya. "Siapa bilang dialah
kawan kami?" Dan tiga kali pula ia menyerang terus
menerus kepada lawannya.
Kan Louw heran bukan main, ia masih berniat
memisahkan. "Jangan pedulikan dia," kataCi Hiap perlahan kepada
tauwbak itu. Ia sebal untuk kegalakannya si imam. "Biar
si hidung kerbau ini menderita!"
Ci Hiap ketahui baik, sekalipun dibantu Ku Kiu Gi.
imam itu tidak akan dapat berbuat banyak. Hanya,
setelah menyaksikan sekian lama, ia menjadi heran. Ia
mendapatkan Giok Houw terus membela diri. dia tidak
mau menyerang, maka dia kena dikurung dan lama-lama
nampaknya jatuh di bawah angin.
Baru-baru ini Siauw Houw Cu hendak merampas
bingkisan, ia telah keluarkan kepandaiannya,
selewatnya seratus jurus, ia baru memperoleh
kemenangan. Kali ini lain duduknya. Ia tidak membawa
ikat pinggang kumala. ia juga tidak mau melayani
mereka itu berdua, dari itu, ia berkelahi dengan setengah
hati. Di lain pihak, Ku Kiu Gi pun telah mengeluarkan
seseluruh kepandaian ilmu pedangnya. Lianhoan
Toatbeng Kiamhoat dari Butong Pay, dan dia dapat
bekerja sama dengan Ko In Tojin, hingga mereka
menjadi hebat. Begitulah, beberapa kali ia menghadapi
serangan-serangan yang membahayakan.
"Toako, jangan sungkan terhadap mereka!" akhirnya C
ie Hiap berkata.
Belum berhenti suaranya cecu muda itu atau Ko In
Tojin sudah menyerang dengan jurusnya "Naga naik ke
409 langit." dengan apa ia arah tenggorokannya si anak
muda. Menyaksikan itu, Giok Houw menjadi panas hatinya.
Tanpa menanti ujung pedang menumblas
tenggorokannya, ia menangkis dengan ilmu golok "Hoki
hoain" atau "Menutup hujan membalik awan," suatujurus
ajarannya ThioTan Hong, bahkan itulah suatu
keistimewaan dari ilmu silat gurunya itu.
Golok dan pedang lantas beradu, bukannya pedang
dibikin mental, hanya bagaikan dilibat. lalu diputar melilit,
atas mana Ko In, yang mempertahankan pedangnya,
lantas kena tertarik, hampir dia tidak dapat
mempertahankan diri, hampir pedangnya terlepas dari
cekalannya, syukur untuknya. Kiu Gi segera datang
menolongi. "Sayang!" mengeluh Ci Hiap ketika pedang si imam
lolos. Meski begitu, Ko In lantas berbalik kena didesak,
hingga dia mesti mundur beberapa tindak.
Giok Houw terus merangsak Ku Kiu Gi, demikian rupa,
sampai jago muda dari Butong Pay itu bernapas
mengorong, hingga ilmu pedangnya menjadi kacau,
hingga ia pun mesti main mundur seperti suheng-nya.
Melihat keadaan musuh ini, Giok Houw menjadi heran
sekali, hingga ia berpikir: "Turut pantas, melihat
kegagahannya Kiu Gi, taruh kata aku dapat mengalahkan
dia, itu mesti terjadi selewatnya lima sampai tujuh puluh
jurus, kenapa dia sekarang menjadi begini lemah
melebihkan Ko In Tojin" Mungkinkah dia lagi
menggunakan tipu daya?"
410 Tepat si anak muda beragu-ragu itu, kupingnya
mendengar suara yang nyaring dan bengis: "Kamu
berdua masih tidak mau mundur, apakah kamu hendak
menanti sampai kamu mendapat malu?" Itulah suaranya
seorang berusia lanjut.
Ku Kiu Gi menyahut, dengan lantas ia lompat keluar
dari kalangan. Ko In Tojin tidak dapat berkelahi seorang diri, ia turut
mundur. Kapan Giok Houw mengangkat kepalanya, ia melihat
seorang imam tua, yang mengenakan juba hitam, telah
berada di depannya secara tiba-tiba.
"Apakah kau muridnya Thio Tan Hong?" menanya
imam itu, suaranya dingin, tangannya menuding dengan
hudtim, ialah kebutannya. "Tidak salah! Tidak salah! Ilmu
silatmu benar-benar lihai! Hingga aku si imam tua, aku
kena dibikin tertarik hatiku olehmu, hingga aku terpaksa
mau mohon pelajaran beberapajurus dari kau!"
Dalam cuaca remang-remang malam itu, Giok Houw
melihat kedua matanya si imam bersinar sangat tajam,
sinar mata menyatakan mahirnya lweekang atau tenaga
dalam, dari imam itu. Ia lantas sadar bahwa Kiu Gi
sengaja main mundur, untuk memancing ia sampai
kepada imam ini. Ia terus melintangi goloknya, untuk
memberi hormat kepada si imam. Ia berkata: "Totiang
mengenal guruku, dengan begitu totiang adalah orang
terlebih tua daripada aku, maka itu terimalah hormatnya
boanpwee."
Boanpwee ialah orang yang terlebih muda, atau "aku
yang rendah."
411 "Hra!" imam tua itu mengasi dengar suaranya,
"apakah kelakuanmu menyatakan di matamu masih ada
orang yang terlebih tua?"
Mendengar lagu suara orang. Giok Houw dapat
menerka maksud imam ini. Ia masih berlaku sabar.
"Boanpwee minta sukalah totiang mendengar
keteranganku," katanya.
"Mana aku sempat mendengari perkataanmu?" kata si
imam. sikapnya tetap dingin. "Sebentar kita bicara
sesudah aku melihat kepandaianmu!"
Sampai di situ, habis kesabarannya Siauw Houw Cu.
"Jikalau totiang berkukuh hendak memberi pengajaran
padaku, terpaksa boanpwee nanti melayani," kata ia.
"Hanya terlebih dulu sukalah totiang memberitahukan
gelaran totiang yang suci."
"Kau menyambuti aku hingga beberapa jurus, nanti
kau mendapat tahu sendiri!" kata si imam, yang
membawa lagak aneh. "Jikalau kau tidak sanggup
melayani aku selama beberapa jurus itu, tidak usah kau
tanya lagi!"
Giok Houw tidak kenal imam itu tetapi ia menduga
kepada salah satu jago tua dari Butong pay. Sikap orang


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu membuatnya girang.
"Memang lebih baik lagi kau tidak memperkenalkan
dirimu," pikirnya. "Jikalau aku ketahui namamu, aku jadi
tidak leluasa untuk melayani." Maka ia lantas menyahuti:
"Jikalau demikian, aku minta totiang suka lantas memberi
pengajaran kepadaku, nanti aku memaksakan diri untuk
melayaninya."
412 Imam itu tertawa, lalu mendadak ia telah berada di
depan si anak muda sekali, kebutannya pun bekerja. Ia
maju hampir tak nampak gerakan tubuhnya. Sedang
kebutannya itu, yang terbuka buyar, kelihatan setiap
lembarnya menjadi kaku bagaikan jarum. Itulah hebat
kalau diingat bahwa kebutan biasanya lemas sekali.
Untuk berkelit, Giok Houw lantas mengeluarkan jurus
"Coanhoa jiauwsi," atau "Menembusi bunga, memutari
pohon." Ia berkelit seraya memutar tubuhnya pesat
sekali, sembari berputar, ia membalas menyerang
dengan tangan kosong dengan Kimkong Cianglek, atau
Tenaga Arhat. Dengan itu ia menolak kebutan itu.
Berbareng dengan itu, ia menyerang dengan benarbenar,
dengan bacokan goloknya, ialah bacokan
"Twichong bonggoat" = "Menolak jendela memandang
rembulan." Sasarannya ialah gagang hudtim atau
kebutan itu. "Bagus!" si imam berseru di dalam hatinya ketika ia
menyaksikan gerakan saling susul dari anak muda itu,
karena ia menjadi kagum sekali. "Pantaslah dia jadi
begini bertingkah, dia tidak memandang mata sama
sekali kepada murid-murid Butong Pay!"
Sementara itu, bacokannya Giok Houw mengenai
tepat gagang hudtim, hanya kesudahannya itu membikin
ia heran. Suara nyaring terdengar tetapi hudtim tidak
kutung. Entah gagang itu terbuat dari benda apa, dia
tidak mempan dibacok golok Bianto yang tajam sekali.
"Bagus!" berseru si imam menyusuli bentroknya dua
senjata mereka, kebutannya dibalik, atas mana goloknya
si anak muda seperti juga ketutupan kebutan itu.
413 Itulah akibatnya tenaga imjioe, atau "tenaga lunak,"
yang dahsyat. Giok Houw segera menarik goloknya, untuk
meloloskannya dari kebutan itu, akan tetapi ia tidak
segera memperoleh hasil, karena selagi ia menarik, ia
bagaikan diikuti kebutan imam itu.
"Hahaha!" si imam tertawa. "Lepas tanganmu!" Dan ia
menarik dengan keras.
"Tidak gampang-gampang aku melepaskan tanganku!"
menjawab Giok Houw, dengan dingin. Ia bukannya
melepaskan goloknya, ia justeru mengajukan tangan
kirinya dengan cara mendadak, menyerang dengan jeriji
tangannya. Ia telah menggunakan ilmu silat "Tiatci
Sinkang," atau "Jeriji Sakti," yang langka di dalam
kalangan persilatan, sedang sasarannya ialah nadi imam
itu. Bukan main kagetnya si imam, dengan segera ia
menarik pulang tangannya. Tentu sekali, karenanya,
pengerahan tenaganya atas kebutannya menjadi
terganggu. "Fuh!" Giok Houw meniup ke arah kebutan sambil ia
menarik pulang goloknya --- menarik ke samping --hingga ada beberapa lembar kebutan itu terpapas
kutung! Si imam tidak cuma menarik pulang kebutannya,
tangannya itu terus dipakai membalas menyerang juga.
Kalau tadi ia menggunakan tenaga lunak, sekarang ia
memakai yangkong, atau tenaga keras. Ia bergerak
sangat cepat. Tidak ampun lagi, pundak si anak muda
kena terkebut! 414 Giok Houw tidak roboh atau merasa sakit terkena
kebutan itu. Ia masih sempat menggunakan
kepandaiannya, yaitu ilmu yoga, hingga kebutan lewat
dengan licin di pundaknya itu. Berbareng dengan itu, ia
tidak cuma berkelit, ia juga menyerang. Maka kali ini
tangan mereka berdua bentrok keras, sampai terdengar
suara nyaring, atas mana, keduanya sama-sama mundur
tiga tindak. Mukanya si imam lantas saja menjadi merah dan
sebelah tangannya tahu-tahu sudah menghunus
sebatang pedang!
Melihat pedang itu hati Giok Houw berdebar.
"Aku tidak sangka dialah adik seperguruan dari
ciangbunjin Butong Pay," pikirnya. "Dengan dia telah
menghunus pedang, mungkin aku tidak sanggup
melayani terus padanya..."
Jago-jago nomor satu dan Butong Pay terdiri dari
tujuh saudara seperguruan, nama-nama mereka ?"
ialah nama-nama suci --menuruti urutan nomor tingkat.
Empat di antaranya telah meninggal dunia, sekarang
menjadi tinggal tiga. ialah Lee Khong Tojin yang ke
empat, Liok Ji Tojin yang ke enam, dan Cit Seng Cu yang
ke tujuh. Dan ini imam ialah Cit Seng Cu, yang termuda.
Ialah yang termuda, di dalam ilmu silat iajusteru lihai
sekali, ia cuma berada di bawahan Liok Ji Tojin, si
ciangbunjin, ahli waris Butong Pay yang menjadi kepala
atau ketua. Dengan kebutan dan pedangnya itu, ia
pernah mengangkat pamor Butong Pay. Kebutannya itu,
seperti sudah diketahui, dapat digunai secara lunak dan
keras bergantian. Karena menggunakan kebutan, jarang
ia menggunakan pedangnya dengan apa ia pandai ilmu
415 pedang Lianhoan Toatbeng Kiamhoat yang terdiri dari
tujuh puluh dua jurus.
Ko In Tojin dan Ku Kiu Gi telah melindungi bingkisan
propinsi Ouwpak, karena bingkisan itu kena dirampas
Thio Giok Houw, mereka menjadi gusar dan penasaran.
Mulanya mereka ingin minta bantuan Liok Ji Tojin,
supaya ketua itu berurusan langsung dengan Thio Tan
Hong, kemudian maksud ini dibatalkan sebab Thio Tan
Hong berada terlalu jauh di Chongsan, Tali, Inlam. Untuk
pergi dan pulang tempo yang diminta terlalu lama.
Mungkin Thio Tan Hong suka memberi muka, tapi
sementara itu, barang bingkisannya mungkin juga telah
habis dibagi-bagi. Pula mereka kuatir ditolak
Liok Ji. Bahkan ada kemungkinan mereka tidak
mendapat muka dari ketua itu. Sebab, kecuali Liok Ji
Tojin sangat halus budi pekertinya, juga aturan Butong
Pay melarang anggauta-anggautanya bekerja melindungi
piauw. Dengan diam-diam melindungi bingkisan, mereka
telah menjadi piauwsu, mereka sudah melanggar aturan
partai. Maka kejadianlah mereka mencari paman guru
mereka ini. yang mereka tahu biasa gemar mencari
urusan... Di masa mudanya, Cit Seng Cu bertabiat keras, sampai
usianya lanjut, tabiat itu hanya dapat diubah sedikit.
Maka itu, ketika kedua keponakan muridnya itu datang
mengadu sambil mohon pertolongan, ia lantas menjadi
tidak senang. Ia menganggap, adalah satu urusan lain
yang keponakan murid ini melanggar aturan partai, dan
adalah urusan lain lagi bahwa mereka diperhina orang
dan dikalahkan oleh satu anak muda. Ia kata Butong Pay
kehilangan muka dan itu harus dicuci. Demikian ia suka
membantu kedua keponakan muridnya itu. Kebetulan
416 ada undangan umum dari Ciu San Bin, yang mohon
bantuan dari sana sini, maka Cit Seng Cu mengajak Ko In
Tojin dan Ku Kiu Gi pergi ke luar kota Ganbunkwan. guna
menantikan Thio Giok Houw. Mereka menantikan tepat.
Giok Houw cerdik, maka ia lantas mengasi dengar
suaranya yang nyaring: "Sungguh beruntung sekali hari
ini aku dapat berkenalan sama ilmu kepandaian lunak
dan keras yang istimewa dari locianpwee, karena
locianpwee sangat memandang mata padaku yang
muda, aku harus menghaturkan terima kasihku!"
Cit Seng Cu terperanjat. Dengan ia dipanggil
locianpwee, artinya, orang dari tingkatan terlebih tua,
terang sudah bahwa anak muda itu telah mengenali
dirinya siapa. Tanpa merasa, kembali mukanya menjadi
merah. Tapi i a terpaksa, ia tidak dapat mundur. Dengan
suara bengis, ia kata: "Dengan memandang Thio Tan
Hong, aku tidak hendak menyusahi kau, asal kau dapat
melayani pedangku tujuh puluh dua jurus, akan aku
lepaskan padamu, kalau tidak, maka kau mesti
bertanggung jawab buat ikat pinggang kumala itu!"
Ancaman Cit Seng Cu ini hebat sekali. Tidak tanggungtanggung,
dia menyebutkan semua jurusnya dari ilmu
pedangnya Lianhoan Toatbeng Kiamhoat itu. Tapi Thio
Giok Houw tidak menjadi jeri, bahkan sambil tertawa ia
berkata: "Locianpwee, aku yang muda merasa beruntung
sekali bahwa locianpwee sudi memberi pengajaran
padaku dengan seluruh kepandaian locianpwee, dari itu
umpama kata aku yang muda kalah, itulah kekalahan
dengan kehormatan!"
Cit Seng Cu tertawa dingin.
417 "Hanya aku kuatir kau nanti tidak sanggup melayani
sepenuhnya!" katanya mengejek. Belum lagi berhenti
suaranya, serangannya sudah dimulai, dengan jurus
"Mega musim semi terbentang mendadak."
Thio Giok Houw telah berlaku waspada, maka
berbareng dengan datangnya serangan itu, tubuhnya
bergoyang bagaikan mau roboh. Sebab ia lantas
bergerak dengan sikapnya "Hongpiauw lokhoa" atau
"Angin meniup bunga rontok." Dengan begitu pedang si
imam lewat tanpa hasil di samping iganya, atas mana
dengan sebat ia membacok ke bawah!
"Bagus!" berseru Ci Hiap, yang memuji kawannya.
Sudah kelitan sang kawan manis sekali, bacokannya pun
hebat, sebab itulah salah satu jurus dari ilmu golok
Toanbun to. Mestinya tidak dapat tidak, lengannya si
imam mesti terbacok putus.
Cit Seng Cu lihai sekali. Meski ia sudah gagal
menikam, pedangnya tidak meluncur terus, masih ia
dapat menahannya, untuk dipakai menyontek, maka itu,
ia berhasil menangkis bacokan si anak muda. Kedua
senjata bentrok dan golok Bianto terpental. Menyusul itu,
ia kasih bekerja kebutannya dengan j urus "Hujan magrib
dan mega pagi." Kebutannya itu lantas terbuka, hingga
benar mirip dengan awan yang hitam, hingga kepala si
anak muda seperti tertungkrap.
"Bagus!" Ku Kiu Gi memuji paman gurunya.
Demikian, dimulai dengan serangan yang berbahaya
dan tangkisan yang manis, dua orang itu --- satu tua dan
satu muda --- mulai mengasi lihat ilmu silat mereka yang
lihai. Lihai sang kebutan, lihai juga sentilannya Siauw
Houw Cu, hingga ada terdengar suara trang-tring, hingga
418 Cit Seng Cu mesti berkelit. Ketika untuk kedua kalinya dia
menikam dengan jurus "Badai merusak bunga," kembali
Giok Houw menggagalkannya.
Ku Kiu Gi dan Ciu Cia Hiap kagum berbareng hati
mereka gentar. Kalau mereka yang menghadapi
serangan itu, sudah tentu mereka tidak berdaya. Dari
kaget, mereka jadi memuji.
Bicara di dalam hal kanglek, latihan Thio Giok Houw
kalah jauh dari Cit Seng Cu, tetapi dia menang dengan
aneka ragam ilmu silatnya, dengan kelincahannya. Maka
itu, tempo si imam baru menyerang dua kali, ia sudah
membalasnya tiga kali. Setiap kali diserang, ia segera
membalas. Di dalam tiga jurus itu, beruntun ia telah
mempergunakan ilmu "Coanhoa jiauwsi" --- Menembusi
bunga, mengitari pohon," juga Tiatci Sinkang atau
sentilan Jeriji Besi, dari Taylek Kimkong Ciang atau
Tangan Arhat, sedang dengan goloknya, ia
menggunakan Ngohouw Toanbun to, ilmu golok
keluarganya. Cit Seng Cu kagum melihat Tiatci Sinkang anak muda
ini, sebab kebutannya kena disentil mental. Bukankah
orang masih, muda sekali" Bagaimana dia telah
mempunyai tenaga dalam demikian tangguh, hingga dia
dapat bertahan terhadap jago tua kelas satu"
Justeru Giok Houw menggunakan pelbagai macam
ilmu silatnya itu, justeru ia membangkitkan penasarannya
Cit Seng Cu yang bertabiat aseran itu, yang biasa mau
menang sendiri, karena mana, imam ini jadi bersilat
makin keras, kalau mulanya dia masih ingat Thio Tan
Hong, selanjutnya, dia seperti melupakannya. Dia tentu
419 akan runtuh kalau di dalam tempo tujuh puluh dua jurus
dia gagal merobohkan anak muda di hadapannya ini.
Hebat mereka bertempur, meski Giok Houw terdesak,
ia tidak mau mengangkat kaki. Tanpa merasa, mereka
sudah melewati tiga puluh jurus.
Giok Houw telah keluarkan semua kepandaiannya, ia
tetap berada di bawah angin. Selewatnya itu, sulit untuk
ia membalas menyerang. Ia paling malui tenaga lunak
dan tenaga keras dari si imam, yang digunainya tanpa
ketentuan, yang saban-saban ditukar bergantian, hingga
sulit untuk menduganya. Biar bagaimana, ia masih kalah
latihan. Maka akhirnya ia pikir: "Imam tua ini betul-betul
lihai luar biasa, namanya bukan nama kosong belaka.
Dilihat begini, paling lama aku dapat bertahan lagi
sehirupan teh...
"Empat puluh sembilan! Lima puluh!" mendadak
terdengar seruan saling susul dari Ciu Ci Hiap.
Puteranya San Bin ini telah menghitung pelbagai jurus
yang dilewatkan. "Sudah cukup lima puluh jurus!"
demikian ia mengulangi.
Mendengar itu, semangat Giok Houw terbangun.


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukankah tinggal lagi dua puluh dua jurus" Ia lantas
mengumpul semangatnya, ia mengempos itu, untuk
dapat melayani terus.
Di pihak lain, Cit Seng Cu agaknya tergerak hatinya.
Seruannya Ci Hiap menyadarkan ia bahwa ia sudah
menggunakan dua per tiga dari semua jurusnya. Itulah
berbahaya. Itulah telah selewati dugaannya. Mendadak
ia berseru panjang, pedangnya lantas berkelebatan,
seumpama gelombang sungai Tiangkang!
420 Giok Houw terkejut. Ia memperhebat perlawanannya.
Karen ia menangkis berulang-ulang, berulang-ulang juga
terdengar suara tangtang-tingting, dari beradunya
pedang dan golok. Hanya menyusul itu, daya
pembelaannja menjadi terperciut, makin lama jadi makin
kecil. Sinar pedang terus berkelebatan, di samping itu,
ujung kebutan saban-saban menyambar ke depan muka
si anak muda... Siauw Houw Cu terdesak umpama kata
hingga ia sukar bernapas. Ia mesti mengandal betul atas
keawasan matanya, kesehatan kedua tangannya,
kelincahan tubuhnya. Ia mesti pandai menangkis dan
berkelit dan menghajar setiap serangan dengan maksud
menghalaunya. Kalau tidak, ia bisa celaka. Setiap pedang
dan golok bentrok, tangannya bergemetar dan
sesemutan dan hatinya terkesiap. Hanya syukur, ia
bernyali besar, ia terus berlaku tabah.
Di saat pertempuran berlangsung sangat dahsyat itu,
mendadak Cit Seng Cu menyerang dengan tikaman yang
dinamakan "Hengci thianlam," atau "Menuding melintang
ke selatan." Ketika Giok Houw menangkis dengan
bersuara nyaring goloknya kena" dibikin mental, tapi
karena ia segera mendak, ujung pedang lewat di atasan
pundaknya itu. cuma bajunya yang kena tersontek robek.
Cit Seng Cu juga bukannya tidak menampak kerugian.
Sedikit dari ujung pedangnya, yang disambar golok
Bianto, telah terpapas kutung. Ini pula sebabnya ujung
pedang, yang menjadi tumpul, tidak dapat melukai kulit
pundak. 421 Ci Hiap terbengong menyaksikan serangan berbahaya
itu, tetapi ia toh masih ingat untuk menghitung: "Enam
puluh dua!"
Justeru itu ada terdengar suara orang tertawa sambil
terus berkata-kata:
"Sayang, sayang sekali! Pedangnya si imam tua masih
belum mencapai puncaknya kemahiran dan si bocah cilik
telah melewatkan saatnya yang baik!"
Suara itu dikeluarkan j usteru Cit Seng Cu hendak
memulai dengan serangannya yang ke enam puluh tiga,
ia menjadi gusar dan membatalkan serangannya itu.
"Kau mahluk apa?" dia menegur sengit, matanya
mendelik. Imam ini menduga suara itu mestinya keluar dari
salah satu antara dua kawannya Thio Giok Houw, Touw
Kan Louw atau Ciu Ci Hiap. Tentu saja, ia tidak melihat
mata pada mereka berdua, yang ia pandang seperti
"bubeng siauwcut" --- perajurit-perajurit yang tidak
ternama. Adalah sesudah matanya bentrok sama si
"mahluk apa" itu, baru ia terkejut.
Di antara sinarnya rembulan, di undakan lorak tangga
terlihat berdiri dua orang, yang mengawasi ia dengan
wajah tersungging senyuman. Yang seorang adalah
seorang opsir dengan pinggang menyoreng pedang,
yang lainnya satu anak muda yang tampan, yang dandan
sebagai seorang pelajar, usianya belum tiga puluh tahun.
Yang bicara barusan itu adalah ini anak muda. Ia terkejut
karena lihai sebagai ia, ia tidak mendengar atau melihat
munculnya mereka itu. Tidakkah itu heran"
422 Si pelajar kembali tertawa, aneh suaranya. Habis itu,
ia menunjuk dengan kipasnya, ia kata dingin: "Tentang
aku ini mahluk apa, memang kau tentunya tidak
mengetahuinya! Tetapi perihal kau sendiri mahluk apa,
inilah aku tahu pasti!" Ia menoleh kepada si opsir, untuk
tertawa dan berkata: "Aku menyangka Ciu San Bin
mengundang orang-orang yang gagah luar biasa sekali,
tidak tahunya kecuali ini muridnya Thio Tan Hong juga ini
imam bau yang tak punya guna! Chian Tayjin, kau takut
atau tidak mendapat salah dari Butong Pay?"
Orang militer berpangkat itu tertawa.
"Aku telah makan nasiku ini, biarpun raja langit yang
menjadi musuhku, aku tidak takut!" katanya terkebur.
Pelajar muda itu bersenyum.
"Bagus!" dia berseru. "Karena kau tidak takut, baiklah,
akan aku bekuk semua kamu beberapa bangsat berbulu!"
Ketika Cit Seng Cu mulai datang di rumah penginapan,
Touw Kan Louw telah datangi dia. Dia memang memberi
keterangan bahwa dia datang untuk membantui Ciu San
Bin, tetapi tentu saja itulah kedustaan belaka, sebab dia
hendak menggunakan saatnya untuk mencari Thio Giok
Houw, akan tetapi sekarang, dia dicaci demikian rupa
oleh si pelajar, dia menjadi gusar sekali, sudah kepalang,
maulah dia menorek, mengaku benar sebagai orang
undangannya Ciu San Bin itu. Maka dia kata dengan
nyaring: "Bocah cilik yang bicara besar, toya kau berdiri
tegak di sini, kau majulah untuk membekuk dia!" Sengaja
dia menantang dengan menyebut dirinya toya atau si tua
imam yang suci...
423 Acuh tak acuh, si pelajar tertawa pula. Ia mengipasngipas,
lantas ia mengangkat kakinya, untuk turun
berlenggang dari undakan tangga, guna menghampirkan
senak hatinya. Di pihaknya Giok Houw, ia terkejut ketika ia
mendengar si pelajar memanggil si perwira dengan
"Chian Tayjin." Ia lantas ingat: "Orang berpangkat ini she
Chian, apakah dia bukannya Chian Tiang Cun, tongnia
atau komandan yang baru dari pasukan Gilimkun?"
Pemuda ini menduga tepat.
Asalnya Tiang Cun adalah congkoan atau kepala dari
sekalian busu, guru silat atau pahlawan, dari istana
thaycu, putera mahkota, dengan thaycu telah naik ke
tahta sebagai kaisar, dia dengan sendirinya turut naik
menjadi tongnia dari pasukan pengiring raja itu. Tentang
ilmu silatnya, tidak ada orang yang mengetahuinya,
hanya karena kedudukannya itu, dengan sendirinya
dialah orang nomor satu dalam kalangan busu di kota
raja. Hanyalah tentang si pelajar, Giok Houw tidak bisa
menerka. Ia cuma merasa heran untuk kedudukan si
pelajar ini. Si tongnia mestinya lebih berkuasa, akan
tetapi dari caranya bicara, dari sikapnya, nyata Chian
Tiang Cun lebih menghormati si pemuda daripada si
pemuda memandang kepadanya.
Cit Seng Cu memandang Giok Houw dan berkata:
"Masih ada sisa sepuluh jurus! Baiklah itu ditunda dulu,
lain kali saja aku nanti menempur pula padamu!" Setelah
itu, ia berpaling kepada si pelajar, yang sudah lantas tiba
di undakan tangga terakhir.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, atau terlihat Ko
In Tojin bersama Ku Kiu Gi, dengan masing-masing
424 pedangnya meluncur, maju menyerang pelajar itu.
Mereka rupanya sangat mendongkol untuk
kejumawaannya pelajar ini, yang terutama tidak
memandang mata kepada paman guru mereka.
Sebenarnya, di samping kemendongkolan itu, mereka
kuatir Giok Houw nanti mendahului pamannya turun
tangan. Selagi orang mendatangi ke arahnya, si pelajar tetap
membawa sikapnya acuh tak acuh itu, dia berlenggang
seraya mengibas-ngibas dengan kipasnya, tetap dia
bertindak ke arah Cit Seng Cu.
Di antara Ko In dan Kiu Gi, si imamlah yang sampai
paling dulu, dengan begitu dia jugalah yang menikam
terlebih dahulu.
"Celaka!" Cit Seng Cu berseru ketika ia menyaksikan
sepak terjang keponakan muridnya itu.
Juga Giok Houw turut terkejut.
Entah bagaimana gerakannya, ketika pedang Ko In
tiba kepada tubuh si pelajar, mendadak pedang itu telah
tercekal olehnya, untuk terus dipatahkan hingga berbunyi
meletek! Ku Kiu Gi tiba belakangan, ia pun menyerang terus. Ia
ada terlebih lihai daripada saudara seperguruannya itu, ia
menyerang dengan waspada, jurusnya pun diubah
seketika. Pelajar itu memandang orang tak mata secara
berlebihan, ia menduga Kiu Gi sepantar sama Ko In
dalam hal ilmu pedang, maka ia pun bersikap serupa,
untuk menangkap pedang penyerangnya, guna
dipatahkan pula. Kesudahannya barulah ia terkejut
425 sendirinya. Tahu-tahu ujung pedang meluncur terus,
merobek ujung bajunya!
"Sayang!" Kiu Gi menyesalkan dirinya, sedang
mulanya ia merasa pasti bahwa ia bakal dapat menikam
tepat kepada pelajar gede kepala itu.
"Lepas tanganmu!" si pelajar membentak di saat Kiu
Gi tersayang-sayang itu.
Sambil berteriak demikian, si pelajar menutup
kipasnya, dengan ujung kipas itu, ia menotok lengan
penyerangnya. Kelihatannya ia tidak bergerak sangat
cepat, akan tetapi Kiu Gi tidak dapat meloloskan diri,
tangannya kena tertotok hingga dia merasakan sangat
nyeri, terpaksa dia berlompat ke samping. Meski begitu,
dia tidak dapat melindungi pedangnya, yang dengan
cepat berpindah tangan kepada si pelajar, sedang Ko In
kena ditendang jumpalitan.
Kiu Gi masih sempat berkelit, kalau tidak, ia pun bakal
kena tendangan susulan dari pelajar itu, yang mendupak
secara beruntun.
Baru sekarang Cit Seng Cu kaget sekali. Adalah di luar
sangkaannya yang dalam gebrakan-gebrakan singkat itu,
kedua keponakan muridnya kena dirobohkan secara
demikian memalukan. Karena ini tidak menanti sampai si
pelajar menghampirkan padanya, ialah yang berlompat
maju sambil mendahulukan mengebut ke muka orang. Ia
menggunakan jurus "Rambut poni menutupi dahi."
Kebutan itu mestinya hebat, akan tetapi si pelajar
tidak takut. Ia tidak menangkis, ia tidak berkelit mundur,
bahkan ia dongak sambil tertawa terbahak, terus dengan
mendadak ia meniup. Maka berhamburanlah semua
426 lembaran bulu kebutan itu, tidak ada sehelai juga yang
mengenai sasarannya!
Cit Seng Cu berpengalaman dalam hal pertempuran,
meski kejadian itu sangat luar biasa, ia tidak menjadi
kaget dan tidak menjadi bingung karenanya. Setelah
gagalnya kebutan, segera ia menikam dengan
pedangnya. Dalam tergesa-gesa itu, ia sampai lupa
bahwa pedangnya sudah tumpul bekas ditabas Giok
Houw. Maka juga, ketika si pelajar muda menarik
perutnya, dia selamat dari tikaman. Kalau tidak, lagi
setengah dim, ujung pedang akan tiba pada sasarannya.
Pelajar itu tertawa.
"Imam tua, kau pun sambutlah tanganku!" kata dia
dingin. Dan dia membalas. Kipasnya diangkat, lalu
ditunda. Itulah gerakan untuk menotok atau menikam,
tinggal menanti turunnya saja tangan.
Sebagai seorang ahli silat, Cit Seng Cu mengerti
ancaman bahaya. Ia tidak mau sembarang bergerak, ia
ingin menanti serangan lawan itu. Maka ia memasang
matanya. Pelajar muda itu bagaikan menggertak. Inilah
siasatnya untuk menarik perhatian si imam, agar orang
mengawasinya. Hanya ia tidak berdiam lama. Dengan
mendadak ia berseru aneh, dengan tiba-tiba ia
menyerang dengan tangan kirinya, dari itu ujung pedang
meluncur melintasi kipasnya. Ia nyata telah menyerang
dengan tikaman "Hengci thianlam" seperti lawannya tadi.
Jago Butong Pay itu sudah siap sedia, matanya
dipasang tajam-tajam, tidak urung ia kalah sebat. Karena
terus-menerus mengawasi kipas, ia menjadi kalah sebat.
427 la terkejut ketika ia berkelit mendak, tusuk kondenya
yang terbuat dari perak kena terbabat sedikit!
Pelajar itu tertawa terbahak-bahak.
"Bagaimana?" tanyanya. "Sudah kubilang, ilmu
pedangmu belum mencapai puncaknya kemahiran! Tadi
kau tidak percaya, bukan" Sekarang kau tentu percaya
sudah! Kalau tadi kau bertindak seperti aku ini, mana
bisa bocah itu lolos?"
Cit Seng Cu menjadi murka tidak terkirakan, tanpa
membilang apa-apa, ia maju menyerang, ia
menggunakan dua-dua kebutan dan pedangnya. Sebagai
jago Butong, ia malu bukan main, hingga ia menjadi
seperti kalap. Si pelajar muda tidak mau melayani orang yang
bagaikan gila itu, ia main mundur, baru beberapa tindak,
mendadak ia melemparkan pedang di tangan kirinya itu
sambil ia berkata nyaring: "Kau tukarlah pedang di
tanganmu dengan ini pedang keponakan muridmu!
Pedangmu itu sudah tidak dapat digunai!"
Memang juga, pedang si pelajar muda ialah pedang
rampasannya tadi -pedangnya Kui Kiu Gi.
Dadanya Cit Seng Cu seperti mau meledak, meski
begitu, ia toh menyambuti. Hebat pedang yang
dilemparkan itu, untuk menyambutnya, ia menahan
dengan pedang buntungnya, kemudian dengan sebat ia


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melemparkan pedangnya sendiri, guna menyambar
gagang pedang keponakannya itu.
"Nah begitu, kau peganglah pedang itu!" kata si
pelajar tertawa. "Aku masih ingin belajar kenal dengan
428 tujuh puluh dua jurus Lianhoan Toatbeng Kiamhoat dari
ButongPay!"
Tanpa menyahuti lagi, Cit Seng Cu mulai pula dengan
penyerangannya, hanya kali ini ia tidak berlaku kalap
seperti tadi. Si anak muda tetap berlaku tenang. Di samping
kipasnya, ia sekarang juga menggunakan tangan kirinya
yang kosong itu. Inilah ilmu silat "Khongciu Jippek Jin," -tangan kosong melawan senjata tajam.
Setiap orang yang mengerti silat ada mempelajari silat
tangan kosong melawan senjata itu, hanya itu biasanya
dipakai jikalau sudah terpaksa, untuk membela diri, guna
merampas senjata musuh, tetapi anak muda ini berlaku
lain daripada yang lain. Dia justeru menggunakannya
tidak menanti saat terpaksa itu. Dia segera
menggunakannya di samping kipasnya. Mungkin ini
disebabkan musuh menggunakan kebutan dan pedang
berbareng, mungkin dia hendak memamerkan
kepandaiannya itu. Pula segera ternyata, dia tidak hanya
ingin merampas senjata musuh, hanya dia main totok
juga, seperti dengan kipasnya dia saban-saban mencari
jalan darah lawannya. Maka itu sekarang bisa dimengerti,
dia rupanya berbuat begitu untuk menghina jago Butong
Pay itu. Cit Seng Cu berkelahi dengan hati panas, pemusatan
perhatiannya menjadi terganggu, biarpun ia lihai.
penyerangannya menjadi kurang bahayanya. Setiap
tikaman atau babatan pedangnya dengan gampang saja
kena dihalau lawan yang muda itu, yang sikapnya sangat
tenang, bahkan sebaliknya, ia sendiri hampir-hampir
kena ditotok beberapa kali. Kebutannya juga tidak
429 berdaya menghadapi kipas lawan yang tidak dikenal itu,
saban-saban kebutan itu kena dikipas buyar. Kipas itu
seperti diperantikan guna memunahkan kebutan itu.
Seumurnya inilah yang pertama kali Cit Seng Cu
menghadapi lawan yang setangguh ini. Sesudah
berulang-ulang gagal, perlahan-lahan dapat ia
mengendalikan dirinya, hingga ia dapat berkelahi dengan
tenang juga. Perubahan ini ada baiknya untuknya, ia
menjadi bisa berkelahi dengan baik. Biarpun demikian,
sesudah berjalan kira-kira tiga puluh jurus, ia mendapat
kenyataan ialah yang kena didesak mundur.
Komandan Gilimkun yang menonton semenjak tadi
terdengar tertawa.
"Kiauw Siheng, sekarang bukannya siang lagi!" ia
berkata. "Ilmu silat Butong Pay juga cuma sebegini saja,
tidak ada bagiannya yang menarik hati untuk dipandang,
baiklah kau jangan membuang tempo lama-lama lagi!"
Kapan Thio Giok Houw mendengar suara itu, ia lantas
berpikir. "Apa bukannya dia inilah majikan muda dari Le Kong
Thian?" pikirnya.
Orang itu she Kiauw dan Kong Thian, dalam
pembicaraannya sama Cit Im Kauwcu, menyebut-nyebut
Keluarga Kiauw.
"Bret!" demikian terdengar selagi Giok Houw berpikir
itu. Itulah suaranya tangan si anak muda menjambret
robek ujung jubahnya si imam, menyusul mana kipasnya
430 menyambar ke arah batok kepala orang pertapaan itu.
nampaknya sangat mengancam.
Giok Houw menonton pertandingan itu dengan
perhatian penuh, ia melihat si imam terancam bahaya,
tanpa ayal lagi ia berlompat ke gelanggang, untuk
memberikan pertolongannya. Ia bukannya menangkis,
guna menalangi imam itu, hanya ia membacok dengan
jurusnya "Rantai menutup sungai," sedang tangan kirinya
menotok dengan jurus dari Tiatci Sinkang, mengarah
lengannya pelajar muda yang lihai itu.
Atas datangnya serangan yang tiba-tiba itu. si pelajar
membela dirinya. Dengan kipasnya ia menangkis
bacokan, dengan gampang bacokan itu kena dibikin
lenyap ancaman bahayanya. Dan totokan, bukannya ia
kelit, hanya ia sambut dengan kepalan kirinya.
Giok Houw terkejut ketika merasakan totokannya
mengenai sesuatu yang keras seperti batu atau besi,
maka ia mengeluarkan suara heran, begitu juga si pelajar
muda, maka itu, sama-sama mereka berlompat mundur
tiga tindak Tatkala si pelajar memeriksa kepalannya, ia
mendapati dua buah titik merah.
Cit Seng Cu mengetahui orang yang membantu adalah
si anak muda, ia mengasi dengar suara "Hm!" seraya
meneruskan: "Sisa sepuluh jurus lagi dari aku, dengan ini
aku membikin buras saja! Hanya ikat pinggang kumala
itu, aku tetap hendak mengambilnya pulang!"
Giok Houw tertawa dan menyahut: "Tunggulah sampai
habis pertempuran ini, masih belum terlalu lambat untuk
kita berdua membuat perhitungan pula!"
431 Si pelajar muda tidak gusar yang ia dirintangi Giok
Houw, ia turut tertawa dan berkata: "Kamu semua
adalah ikan-ikan di dasarnya kwali, buat apa kamu
berisik tidak keruan?" Ia baru berkata begitu, atau
tubuhnya mencelat maju dengan secara sangat pesat,
sedang kipasnya yang terbuka dilipatnya kuncup.
Dua-dua Giok Houw dan Cit Seng Cu merasakan
seperti juga mereka terancam pada tubuh mereka bagian
yang berbahaya. Si imam segera menangkis dengan
kebutannya sedang si anak muda berkelit dengan suatu
gerak dari "Coanhoa jiauwsi." Dengan begitu, dua-dua
mereka bebas dari bahaya.
Akan tetapi si pelajar muda tidak berhenti dengan itu
satu serangan, ia mendesak, ia mengulanginya, hingga
sebentar saja, ia sudah menyerang belasan kali, baik
dengan kipasnya maupun dengan jeriji tangan kirinya,
semuanya serangannya itu sangat berbahaya.
Bertiga mereka bergebrak seru. Dengan tenaga
dalamnya yang mahir, Cit Seng Cu mencoba bertahan,
sedang Giok Houw melawan dengan pelbagai macam
ilmu silatnya yang campur baur itu. dengan begitu
mereka dapat melayani pelajar yang kosen itu, hingga
dia ini kewalahan juga.
Sedang serunya mereka bertarung, tiba-tiba Giok
Houw berkata nyaring: "Bangsat kecil she Kiauw, nyalimu
sungguh besar sekali! Bagaimana kau berani
menyelundup masuk ke Tionggoan?"
Pelajar muda itu terkejut hingga ia melengak, sedang
dia percaya betul bahwa orang tak ada yang
mengenalnya. Justeru dia berdiam, justeru Giok Houw
menyerang denganjurus "Paysan oenciang" dari Taylek
432 Kimkong Ciang. hingga tangannya benar-benar seperti
ambruknya gunung (paysan). Dia kaget sekali, terpaksa
dia berkelit, tetapi selagi dia berkelit, kebutannya Cit
Seng Cu bekerja, menyambar ke mukanya. Sia-sia belaka
dia berkelit, beberapa lembar kebutan itu mengenai juga
mukanya itu hingga lecet, hingga lantas mengalirkan
darah! Gipk Houw melihat tegas, ia tertawa dan berkata:
"Wakilmu sedang merundingkan soal jodohmu, sekarang
mukamu terluka, sungguh, tak bagus untuk kau menjadi
baba pengantin!"
Bukan main gusarnya pelajar ini. Sebat luar biasa ia
menyambar dengan tangan kirinya, mencekal
kebutannya Cit Seng Cu yang belum sempat ditarik
pulang. Giok Houw menolongi, ia membacok, tetapi goloknya
tertangkis kipas.
Cit Seng Cu terperanjat, ia mengerahkan tenaga
dalamnya, yang ia telah latih selama beberapa puluh
tahun, ia pun memasang kuda-kudanya, hingga ia berdiri
tegak bagaikan tanggul besi, maka juga, biarpun si
pelajar sangat lihai, dia tidak dapat membetot imam itu.
Saking penasaran, sekonyong-konyong dia menghajar
lengan si imam. Inilah gerakan luar biasa cepat. Dia
melepaskan cekalannya, dia terus menyerang, kenanya
tepat. Si imam merasakan lengannya itu sakit sekali, panas
dan lantas memberi tanda merah seperti bekas kebakar,
tubuhnya juga terhuyung.
433 Menyusul itu, si pelajar menyerang Giok Houw. Ia
telah menurunkan beberapa pukulan jahat.
Giok Houw membela diri sambil mundur. Seorang diri,
ia keteter. Pelajar muda itu tertawa bergelak.
"Baiklah kamu ketahui!" katanya, nyaring dan jumawa.
"Aku memang hendak membereskan kamu rombongan
murid-murid yang menamakan dirinya dari kalangan
sejati! Aku memang ingin melihat di Tionggoan ada
orang macam bagaimana yang lihai!"
Giok Houw terkesiap juga hatinya.
"Ah, benar-benar dia si orang she Kiauw yang menjadi
majikan muda dari Le Kong Thian!" pikirnya. "Kalau dia
begini muda sudah begini lihai, bisa dimengerti lihainya si
bangsat she Kiauw yang tua itu! Kalau dilihat begini,
tidak bisa tidak, aku mesti mengundang guruku...
Sejenak itu, hampir pemuda ini kena terhajar kipas
lawan, yang terus mendesak padanya. Syukur untuknya,
selagi ia terancam bahaya, Cit Seng Cu merangsak dan
menyerang dengan tikaman-tikamannya yang berbahaya,
sebab biar bagaimana, dialah jago Butong yang tua.
Selagi serangannya pelajar she Kiauw ini dapat
dibataskan, tiba-tiba telingamerekamendengar suara
berisik dari tindakan banyak kaki kuda. Teranglah itu
satu pasukan tentara yang lagi mendatangi.
Giok Houw sudah lantas mengasi dengar seruannya:
"CiuJiko, lekas kau pulang dulu dan nantikan saja aku di
sana!" 434 Tapi si pelajar tertawa dan berkata: "Ah, kau masih
memikir untuk pergi?" Ia lantas mengibas kipasnya,
menangkis serangannya Cit Seng
Cu, sambil berbuat begitu, ia maju kepada si anak
muda seraya mengirim tangan kirinya, dengan serangan
Pekkhong ciang, "Memukul udara kosong."
Giok Houw melihat datangnya serangan. Tadi mereka
telah mengadu tenaga, ia percaya orang bertenaga tidak
terlalu hebat, maka hendak ia mencoba pula. Ia
menyambut keras dengan keras, ia mengerahkan tenaga
Taylek Kimkong Ciang.
Pelajar muda itu mempunyai tenaga dalam yang mahir
sekali, tenaganya itu dapat dibikin lunak dan keras
sesuka hatinya. Demikian kali ini, selagi orang berlaku
keras, ia menggunakan tenaga lembek.
Giok Houw terperanjat akan merasakan sasaran yang
lembek sekali, tanpa terasa, tubuhnya maju ke depan,
terjerunuk ke arah musuh, siapa sebaliknya seperti
menghilang, maka juga, meski ia berdaya untuk berkelit,
pundaknya masih tersambar lawannya, cuma pundaknya
panas dan sakit. Kalau tidak, hancurlah tulang
selangkanya, habislah ilmu silatnya.
Setelah itu, si pelajar muda mendesak Cit Seng Cu. Ia
agaknya hendak memegat jalan mundur dari kedua
lawannya itu. Ketika itu terdengar suara nyaring dari Chian Tiang
Cun si komandan Gilimkun: "Kiauw Siheng, kau layani lah
dua orang ini, yang lain-lainnya kau serahkan padaku!"
Ko In Tojin bersama Ku Kiu Gi lantas maju, untuk
membantu paman guru mereka, tetapi mereka segera
435 dirintangi tongnia itu, siapa justeru berteriak demikian
dan maju karena ia melihat gerak-gerik dua orang ini.
Maka terjadilah pertempuran dua rombongan.
Pedangnya Ko In telah dirampas si pelajar muda, ia
terpaksa berkelahi dengan tangan kosong. Chian Tiang
Cun pun hendak memamerkan kepandaiannya, ia tidak
menghunus pedangnya, ia melawan dengan tangan
kosongjuga. Dengan tangan kanan ia melindungi
dadanya, dengan tangan kiri, ia menyambut tinju si
imam. Ia tidak menangkis untuk hanya membikin lengan
lawan terpental, ia menangkis sambil memutar
tangannya, untuk membangkol, maka lekas juga
terdengar suara membeletuk, tahu-tahu sebelah
lengannya Ko In keseleo dan terus turun!
Ku Kiu Gi menjadi kaget sekali, maka ia berlompat
maju, guna menyerang, buat menolongi saudara
seperguruannya itu. la menggunakan dua-dua
tangannya, tangan kanan sebagai kepalan meninju ke
dada, tangan kiri dengan jeriji menotok ke dahi untuk
mencari jalan darah thayyang hiat.
"Bagus!" berseru Chian Tiang Cun seraya menyambut
serangan berbahaya itu. Ia tidak jeri sama sekali.
Dengan tangan kanannya ia tetap melindungi dadanya,
dengan tangan kirinya ia menangkap serangan ke
kepala. Begitu ia dapat mencekal, ia menarik untuk
diteruskan ditalakkan keras.
Tanpa ampun lagi, Ku Kiu Gi kena dibikin terpelanting
satu tombak lebih!
Ko in payah sekali. Dengan sebelah tangan tidak dapat
diangkat, tidak sanggup ia melayani komandan Gilimkun
436 itu. Baru dua jurus, punggungnya sudah kena dijambak


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga ia tidak dapat berkutik lagi.
Ciu Ci Hiap sementara itu telah menggunakan
goloknya untuk merusak jendela.
"Kena!" berseru Tiang Cun. yang menyerang kepada
pemuda she Ciu itu dengan dua biji senjata rahasianya
yang merupakan huicui, ialah penggerek terbang!
Touw Kan Louw melihat datangnya senjata rahasia itu,
ia lantas menyambar bangku, dengan memeluk itu, di
berlompat ke depan Ci Hiap, guna melindungi itu cecu
muda. Maka dengan dua kali suara berisik, penggerek itu
nancap di bangku, hanya apa celaka, yang satu tembus
ujungnya, mengenai kakinya!
Ci Hiap lompat keluar jendela, ia berseru: "Kalau ada
budi tidak dibalas, itu bukan namanya hormat!" Lantas ia
menimpuk dengan tiga batang huito, atau golok terbang,
sebatang kepada Tiang Cun, yang dua kepada si pelajar
muda. Berbareng dengan itu, Touw Kan Louw berseru:
"Siauwcecu, lekas menyingkir!"
Chian Tiang Cun benar-benar lihay, ia dapat
menangkap huito Ci Hiap dan menggunakan itu untuk
membalas menyerang, hingga kalau dia tidak sebat,
puteranya Kimto Cecu bisa tertumbas kepalanya.
Tidak ayal lagi, meskipun merasa berat untuk Kan
Louw, Ci Hiap kabur juga. Ia tahu, percuma ia melawan
musuh kosen itu.
Biar bagaimana, dua batang huito anak muda ini toh
berhasil menolong Giok Houw.
437 Si pelajar muda sudah berada di atas angin ketika
kupingnya mendengar angin menyambar dari arah
belakangnya, tanpa berpaling lagi, ia menangkis ke
belakang, dengan begitu ia membikin kedua huito mental
balik, terbang ke udara.
Justeru itu, Giok Houw, yang habis membacok dengan
bacokan "Tokpek Hoasan" -- "Menggempur gunung Hoasan."
sudah lantas lompat mundur dua tindak sambil berseru:
"Lari, jangan tunggu waktu lagi!" Ia menyerukan si
imam. Ia telah melihat suasana buruk.
Cit Seng Toje pun tahu keadaan. ia harus turut kabur.
Sekarang ini ia tidak ingat lagi akan keangkuhannya
sebagai jago Butong yang tua...
Ketika itu nyata sekali terdengar suara "Buk!" Itulah
Ku Kiu Gi yang merasakan tinjunya Chian Tiang Cun.
Guna membantu paman gurunya, ia melupakan segala
apa, ia maju maka ia menjadi bulan-bulannya komandan
Gilimkun itu. Cit Seng Cu menyaksikan kejadian itu, ia melihat
tubuh keponakan muridnya terhuyung, ia merasa
kasihan. Justeru ini, larinya terlambat, ia lantas tercandak
si pelajar muda, yang lantas menotok punggungnya di
mana ada jalan darah citonghiat.
Giok Houw melihat si imam terancam bahaya, ia
berlompat maju, guna membentur tubuhnya imam itu
hingga dia terhuyung dua tindak, di lain pihak dengan
tatokan Tiatci Sinkang, ia membikin si pelajar
membatalkan serangannya. Hanya celaka Ku Kiu Gi, dia
telah kena dicekuk Chian Tiang Cun.
438 Cit Seng Cu cuma bisa menghela napas, bersamasama
Giok Houw, yang kembali melepas langkah
panjang, ia lari dengan berlompat naik ke atas genteng.
Si pelajar tidak puas, ia masih mengejar terus.
"Sudahlah!" berkata Chian Tiang Cun, si komandan
Gilimkun. "Kita sudah menang besar, jangan kita kejar
musuh yang sudah mogok, biarkan mereka kabur!"
"Kecuali si hidung kerbau berlutut dan mengangguk
tiga kali kepadaku, dia tidak bisa dapat ampun!" kata
pelajar itu, sengit. Dia membenci Cit Seng Cu sebab tadi
mukanya telah kena dibikin baret, sedang juga dia
angkuh sekali, dia menganggap dia terlebih gagah
daripada komandan Gilimkun itu, selagi si komandan
berhasil membekuk tiga orang, ia sendiri satu pun tidak.
Cit Seng Cu mendengar suara terkebur dari pelajar itu,
berbangkitlah kemarahannya, maka ia batal lari terus,
bahkan dia berlompat turun ke tanah di mana ia
memasang kuda-kudanya.
"Sudah," kata Giok Houw, membujuk, "untuk seorang
kuncu, membalas sakit hati sepuluh tahun terbelakang
masih belum terlambat! Buat apa menuruti hawa
amarah?" Sekarang terlihat obornya lentera negeri, yang tadi
baru terdengar suaranya saja yang berisik. Obor mereka
itu berlerot bagaikan kunang-kunang, sedang suaranya
jadi semakin berisik. Dari suara kuda ternyata itulah
barisan berkuda.
Cit Seng Cu putus daya, terpaksa ia ikut lari.
439 Si pelajar benar-benar penasaran, ia mengejar terus.
Mereka bertiga ada orang-orang dengan kepandaian
enteng tubuh yang mahir, maka itu, selang setengah jam
berkejar-kejaran, mereka sudah meninggalkan dusun itu
belasan li. Si pelajar dapat menyusul semakin dekat, dia
lantas berulangkah' memperdengarkan ejekannya, baik
tertawa maupun kata-kata tajam, Giok Houw dapat
mengendalikan diri, ia berdiam saja, tidak demikian
dengan si imam aseran, hingga timbul pula niatnya
menempur pula lawan yang tangguh itu. Inilah apa yang
diharap si pelajar. Tepat si imam hendak membalik
tubuhnya, guna menghadapi musuh ini yang cerdik
menimpuk dia dengan sebutir batu, yang sudah
disiapkan semenjak tadi.
Cit Seng Cu tengah memutar tubuh, dia menjadi
kepalang tanggung, maka tepatlah punggungnya, yaitu
jalan darah intay hiat, kena ditimpuk. Tak sempat
menjerit lagi, dia roboh seketika.
Giok Houw kaget bukan main. Syukur ia berada dekat
imam itu. Ia lantas membungkuk menyambar tubuh
orang, buat dibawa kabur terus. Di dekat situ ada rimba,
ia lantas lari ke arah rimba itu.
Si pelajar melihat niat orang itu, dia tertawa terbahak
dan berkata dengan nyaring: "Jangan kata baru lari
masuk ke dalam rimba, ke ujung langit juga aku akan
mengejar terus! Tidak nanti kamu dapat lolos dari
telapakan tanganku!"
Di dalam kalangan kangouw ada peribahasa yang
membilang, "Kalau bertemu rimba, jangan masuk," tetapi
si pelajar kosen sekali, dia besar nyalinya, dia tidak
menghiraukan peribahasa itu. dia mengejar terus.
440 "Inilah berbahaya," Giok Houw mengeluh. Seorang diri
ia pasti dapat lolos, tetapi ia hendak menolong jiwanya si
hidung kerbau yang bandel itu. Mana dapat ia
meninggalkannya" Meskipun si imam tergendong, lamalama
ia pasti bakal kena dicandak musuh...
Tengah mereka saling kejar, sedang si pelajar puas
sekali dan Giok Houw sebaliknya semakin bingung,
mendadak di antara mereka terdengar satu bentakan
nyaring tetapi halus, disusul lama berkelebatnya suatu
cahaya berkilau kuning emas dari suatu benda mirip
bunga bwee, benda mana pun bersuara mengaung
perlahan. Si pelajar muda lihai, dengan kipasnya ia menyampok
benda itu, yang merupakan senjata rahasia. Tentu saja ia
menjadi terkejut, karena tidak keruan-keruan di situ ada
serangan gelap, sedang senjata rahasia itu hebat sekali.
Sebenarnya ia hendak menegur si penyerang atau
sebelum ia sempat membuka mulutnya, sudah
menyambar senjata yang kedua, disusul sama yang
ketiga. Terpaksa ia berkelit berlompatan. Tidak berani ia
sembarang menangkis, sebab yang pertama saja telah
menyebabkan muncratnya lelatu api.
Thio Giok Houw mendapat lihat kejadian itu, ia lantas
berhenti berlari-lari. Ia pun lantas bernapas lega.
"Kiranya kau, suci!" ia menyapa. Ia mengenali baik
senjata rahasia itu ialah bunga emas. Memang le Sin Cu
adalah orang yang menghalangi si pelajar muda. Dia
tergelar Sanhoa Lihiap, nona gagah penyebar bunga,
tetapi sekarang ini, di dalam ilmu menimpuk dengan
senjatanya itu, kimhoa atau "bunga emas," ia telah
441 melebihkan gurunya. Maka itu tidaklah heran kalau si
pelajar lantas menjadi kelabakan.
Sin Cu tidak lantas menyahuti si anak muda, ia hanya
terus menguji si pelajar. Setiap bunga emasnya tentu
mencari jalan darah. Pelajar itu repot menangkis, repot
berkelit, berlompat tinggi dan rendah bergantian, tetapi
dia maju terus. Di akhirnya dia menegur nyaring: "Orang
yang bersembunyi dalam rimba, yang main menggelap
dengan senjata rahasia, adakah kau seorang gagah"
Jikalau kau mempunyai nyali, mari menemui aku, mari
kita bertempur secara terang-terangan!"
Ia belum berhenti menantang itu ketika mendadak
sekuntum bunga emas menyamber kepalanya hingga ada
seutas rambutnya yang kena terpapas kutung!
Sambil tertawa panjang, Sin Cu lantas muncul.
"Kau mempunyai kepandaian apa maka kau berani
memandang enteng kepada kaum Rimba Persilatan dari
Tionggoan?", ia menanya.
Pelajar itu heran ketika menyaksikan orang yang
merintangi, ia ialah seorang nyonya muda yang cantik
manis. Ia melengak sejenak, lalu ia tertawa.
"Jadinya kaulah Sanhoa Lihiap yang kesohor dalam
dunia kangouw?" katanya, menegur. "Aku telah
menyaksikan kepandaianmu menyebar bunga emas.
Sekarang aku ingin melihat ilmu pedang Hian Ki
Kiamhoat!" Kata-katanya ini ditutup berbareng sama
mencelatnya tubuhnya sambil ia menyerang dengan
kipasnya. Kipas, yang dipentang itu, telah dirangkap, lalu
ujungnya menotok pelipis.
442 Sin Cu menyabet dengan pedangnya. Itulah
gerakannya yang sukar diduga. Itulah gerakan benarbenar
dan berpura-pura atau gertakan belaka. Maka
bersangsilah si anak muda. Kesangsian ini membuat
gerakannya ayal. Maka ketika ujung pedang menyabet
terus, putuslah selembar tulang kipasnya, putus
ujungnya. Karena kipas ada kipas besi, terdengarlah
suaranya yang keras. Si anak muda pun lihai. Diam-diam,
akan tetapi sebat luar biasa, tangan kirinya diajukan
dalam gerakan Kimnaciu.
Tidak perduli Sin Cu sangat gesit, ujung bajunya kena
juga disamber hingga robek dan kutung sepotong kecil!
Gebrakan pertama ini membikin keduanya sama-sama
terkejut. Si anak muda tidak menyangka pedang orang
pedang mustika. Si nyonya muda tidak menduga tangan
orang demikian sebat. Oleh karena ini, mereka jadi tidak
berani saling memandang enteng, keduanya sama-sama
berhati-hati. Pertempuran lantas dilanjutkan.
Pedang bagaikan berputaran, kipas seperti
berterbangan. Dengan cepat tiga puluh jurus telah
dilalui. Thio Giok Houw melepaskan Cit Seng Cu. Dia ini, yang
mahir tenaga dalamnya, dapat meluruskan
pernapasannya, dengan begitu dia berhasil
membebaskan diri dari totokan. Hanya untuk sesaat itu,
jalan darahnya tidak dapat berjalan lancar seperti biasa.
"Kau jangan takut," berkata Giok Houw. "Suci-ku telah
datang!" "Siapayang takut!" kata Cit Seng Cu dengan sengit.
"Aku hendak mengadu jiwa dengannya!" Ia lantas
443 berlompat bangun, atau ia lantas terhuyung-huyung,
tubuhnya tak dapat berdiri tegak. Itulah bukti bahwa
kesegarannya belum pulih.
Sambil tertawa Giok Houw memegangi tubuh orang.
"Jangan bergusar, Ioocianpwee," katanya, menghibur.
"Nanti aku yang muda mewakilkan kau maju."
Mukanya imam itu menjadi merah. Ia merasa likat
sekali. Tapi Thio Giok Houw telah menolong padanya,
tidak dapat ia menegur atau mendamprat anak muda itu.
Giok Houw segera maju beberapa tindak.
"Suci!" katanya, nyaring. "Di belakang kita ada
pasukan besar dari tentera negeri, perlu kita lekas-lekas
membereskan bangsat kecil ini!"
"Baiklah!" menjawab Sin Cu. "Mari kita lawan dia
dengan Hian Ki Kiamhoat! Di dalam tempo sepuluh jurus,
kita mesti membikin dia keok!"
Panas hatinya anak muda itu, ia gusar. Di dalam
hatinya, ia kata: "Jikalau aku tidak mampu melawan kau,
akan aku pulang ke Sehek..." Belum habis ia berpikir,
atau Giok Houw sudah tiba, goloknya lantas menyerang.
Ia tidak takut. Ia menganggap, meski ilmu pedang Sin Cu
lihai, tenaga dalamnya belum tentu mahir betul, wanita
itu cuma menang sedikit daripada Cit Seng Cu. Yang
dimalui adalah pedang mustika. Ia percaya, tanpa
pedang mustikanya itu, musuh bakal kena dikalahkan
dalam tempo tiga puluh jurus. Tadi ia dikepung Cit Seng
Cu dan Giok Houw, ia menang di atas angin. Sekarang
Giok Houw dibantu Sin Cu, ia percaya ia akan dapat
melayani dengan sama imbangannya. Ia barulah kaget
444 ketika datang bacokan Giok Houw itu. Itulah bacokan
luar biasa. Dengan goloknya, golok Bianto yang tajam luar biasa,
Giok Houw bukan menyerang dengan ilmu golok hanya
dengan ilmu pedang, sebab ia mesti mengimbangi Sin
Cu, guna mereka menggunakan ilmu pedang Hian Ki
Kiamhoat.

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anak muda itu berkelit. Ia lantas tidak diberi
kesempatan. Giok Houw mengulangi serangannya, Sin
Cu turut menyerang. Maka musuh itu seperti juga
dikurung, dia bagaikan dipegat di depan dan di belakang.
Golok membulang baling, pedang berkelebatan. Akur
sekali gerakan golok dan pedang itu.
Dalam kagetnya, si anak muda membela diri. Dengan
kipasnya, ia bersilat dengan tipu silat "Patsian kweehay,"
yaitu "Delapan dewa menyeberangi laut." Ia membuka
dan menutup kipasnya bergantian, untuk menangkis
berbareng menyerang. Tapi ia terdesak. Tiga kali
kipasnya kena dicoblos ujung pedang Sin Cu.
Bertempur terlebih jauh, kedua pihak telah
memperlihatkan kepandaian masing-masing. Sabansaban
penyerangan tergabung Sin Cu dan Giok Houw
dapat ditolak atau dipecahkan, saban-saban pedang dan
golok datang pula dengan berbareng, ancamannya tetap
sama lihaynya. Golok disampok, pedang ditangkis, tetapi
senantiasa kedua senjata bergabung pula, bersatu padu.
Untuk melawannya, si anak muda menggunakan
kipasnya yang lihai dibantu tangan kirinya yang
memainkan ilmu silat Kimna ciu yang tidak kurang
lihainya. Tidak urung akhirnya, ujung bajunya pun telah
kena ditoblos bolong seperti tadi kipasnya.
445 Segera juga terdengar suara terompet tentara yang
mendatangi. "Kali ini aku memberi ampun kepada kamu!" tiba-tiba
si anak muda berseru. "Jikalau kamu mempunyai nyali,
sebentar kita bertemu pula di medan perang!"
Sin Cu tidak menggubris suara orang itu, justeru orang
membuka mulut, ia menyerang, pedangnya meluncur ke
tenggorokan. Ia menggunakan tipu silat "Pekhong
koanjit" atau "Bianglala putih menutup matahari."
Sementara Thio Giok Houw, dengan goloknya, dia
menggores pundak lawan!
Pemuda itu benar-benar lihai. la mencoba berkelit
dengan mengasi tubuhnya mendak, lalu sambil berseru
ia meneruskan membalas menyerang Giok Houw pada
bagian bawah! Giok Houw terkejut. Ia tidak menyangka musuh
demikian sebat. Terpaksa ia berkelit sambil berlompat.
Si anak muda tidak menyusul, bahkan sebaliknya, ia
berlompat mundur. Ia berniat menyingkir dari kepungan.
Karena ia menyerang Giok Houw, untuk berlompat
mundur itu, ia mensia-siakan tempo, tepat ia berlompat,
tepat pedangnya Sin Cu tiba. Terpaksa ia menangkis.
Akibatnya ialah satu tulang kipasnya kembali kena
terbabat putus!
Selama itu tujuh jurus telah berjalan. Jadi tepat
perkataannya Sin Cu, di dalam sepuluh jurus hendak ia
mengalahkan lawan yang tangguh itu. Si anak muda
mesti menyingkir dengan pundaknya tergores goloknya
Giok Houw dan dua batang tulang kipasnya terbabat
pedangnya Sin Cu.
446 Sin Cu dan Giok Houw tidak mau mengejar. Mereka
kuatir pasukan tentera nanti keburu tiba.
"Sayang!" Giok Houw mengeluh menyesal.
Sin Cu tertawa.
"Dia dapat benahan sampai tujuh jurus, itulah bukti
dia sebenarnya berada di atasan kita!" katanya. Sebagai
seorang jujur, ia mengakui musuh lebih lihai. Kalau
mereka satu lawan satu, entahlah.
Ketika itu Cit Seng Cu, dengan tindakan perlahan.
datang menghampirkan mereka.
"Eh, ini toh C it Seng T j oe Totiang dari Butong San?"
berkata Sin Cu, agaknya heran. "Pada sepuluh tahun
dulu, ketika aku turut guruku mengunjungi gunungmu,
aku beruntung dapat bertemu sama totiang, totiang, aku
tidak menyangka bahwa kita dapat bertemu di sini.
Apakah totiang datang untuk membantu kami?"
Mukanya imam itu bersemu merah.
"Benar dan bukan," sahutnya.
Sin Cu heran. "Bagaimana itu?" tanyanya.
Thio Giok Houw tertawa.
"Sebenarnya Cit Seng Cu Totiang datang mencari aku
untuk membuat perhitungan!" katanya.
Sin Cu mengasi lihat roman heran, lalu ia bersikap
sungguh-sungguh.
447 "Siauw Houw Cu, di dalam urusan apa kau mendapat
salah dari totiang?" ia menanya. "Mengapa kau masih
tidak mau menghaturkan maaf?"
Mendengar perkataan si nyonya muda, Cit Seng Cu
berkata di dalam hatinya: "Kalau bukan mereka suci dan
sute datang membantu aku, mungkin sekarang aku telah
terjatuh ke dalam tangannya si orang she Kiauw itu,
tetapi jikalau aku tidak berhasil mendapatkan pulang ikat
pinggang kumala itu, ke mana aku mesti taruh mukanya
partaiku, Butong Pay?" Karena ini, dengan menebalkan
muka. ia lantas berkata: "Sebenarnya di antara kita tidak
ada urusan yang besar sekali. Aku ada mempunyai dua
orang keponakan, sikap mereka itu tidak benar, mereka
sudah menerima undangan sunbu dari propinsi Ouwpak,
dengan begitu mereka menjadi bertanggung jawab untuk
keselamatannya barang hadiah untuk raja..."
Sin Cu lantas mengerti, ia tertawa.
"Lalu di tengah jalan, barang angkutan itu kena
dirampas sute-ku ini?" ia tanya.
"Benar. Barang itu telah kena dirampas ini saudara
seperguruanmu. Kedua keponakanku itu memang tidak
pantas perbuatannya, akan tetapi... kami pihak Butong
Pay, sudah seratus tahun lebih, belum pernah kami
mendapatkan pengalaman semacam ini... Maka itu asal
sute-mu ini suka memberi muka, nanti aku menitahkan
kedua keponakanku itu datang kepada kamu untuk
menghaturkan maafnya."
Sin Cu mengerti, untuk menjaga nama baik Butong
Pay. Cit Seng Cu mau minta Siauw Houw Cu membayar
pulang hadiah untuk kaisar itu. Ia jadi berpikir. Butong
Pay bersahabat sama gurunya, tidak ada halangannya
448 untuk mengasi pulang hadiah dari satu propinsi. Hanya di
samping itu, ada keberatannya, yang dapat jadi berlarutlarut.
Hadiah datang dari pelbagai propinsi, di antara
pelindung-pelindungnya, mungkin ada salah satu kenalan
lain. Bagaimana kalau mereka itu pun datang minta
tolong" Jikalau pihak Butong Pay diterima, dapatkah
mereka ditolak" Bukankah itu berarti sikap tidak adil, ya
berat sebelah"
"Mana dia itu dua keponakan dari totiang?" Sin Cu
tanya. Ia tidak lantas memberikan jawabannya.
"Sebenarnya mereka datang bersama pinto tetapi
sekarang, mereka..."
"Tadi dalam pertempuran di rumah penginapan,
mereka kena ditawan musuh!" berkata Giok Houw, yang
meneruskan. Ia melihat imam itu likat dan bicaranya
ayal-ayalan. Sin Cu pun berkata: "Tadi ketika lewat di dusun depan
aku melihat tentera negeri menggiring seorang imam
serta seorang pelajar usia pertengahan, mungkinkah
mereka keponakan totiang itu?"
Mukanya Cit Seng Cu menjadi merah pula.
"Pinto malu sekali, karena tidak punya kemampuan,
pinto tidak dapat melindungi kedua keponakanku itu," Cit
Seng Cu mengaku. "Mereka itu adalah murid-murid
ciangbunjin kami. Yang menjadi imam itu ialah Ko In dan
yang satunya Ku Kiu Gi."
Mendengar begitu, tahulah Sin Cu bahwa dua
keponakannya Cit Seng Cu itu ialah orang-orang
kenamaan tingkat kedua dari Butong Pay, pantas Cit
Seng Cu, si paman guru, sampai turun tangan.
449 Thio Giok Houw berpura-pura berduka, ia menghela
napas. "Dua murid lihai dari partai totiang telah kena ditawan,
itu lebih-lebih merusak nama partai totiang" katanya.
Cit Seng Cu mendongkol sekali. Ia merasa
tersinggung. "Kalau nanti pinto sudah pulang ke gunung!" ia
berkata nyaring, "pinto akan melaporkan kejadian ini
kepada ciangbunjin kami, lantas kami akan
mengumpulkan semua anggauta partai untuk membikin
perhitungan dengan musuh!"
Giok Houw tidak mengambil mumat orang panas hati.
Ia tersenyum. "Si pelajar she Kiauw itu tidak diketahui asal-usulnya,"
berkata ia, "tetapi itu perwira she Chian, dialah
taytongnia dari Gilimkun!"
Cit Seng Cu tercengang. Adalah salah satu aturan dari
Butong Pay, kecuali urusan sangat besar, partai itu
dilarang bentrok sama pemerintah. Di jaman Goan,
pernah Butong Pay membantu secara diam-diam pada
tentera rakyat melawan pemerintah, tetapi itulah
disebabkan bangsa asing yang memerintah Tiongkok.
Tindakan mereka itu, setelah dirundingkan di dalam
rapat, dianggap tepat. Kali ini, duduknya hal lain, maka
itu mana dapat Butong Pay menggunakan kekerasan
merampas pulang Ko In Todlin dan Ku Kiu Gi" Cit Seng
Cu mengerti hal ini, maka itu, kaget ia mendengar Giok
Houw menyebut lawan adalah taytongnia, atau
komandan besar, dari Gilimkun, yaitu pasukan kaisar.
Tapi ia mendongkol, ia tidak dapat mengendalikan diri.
450 "Inilah urusan partai kami, tidak dapat orang luar
mencampur tahu!" katanya sengit. "Aku akan mengadu
jiwa tuaku ini! Biarpun ciangbunjin kami akan menegur
dan menghukum aku, mau aku mencari orang she Chian
itu untuk berhitungan dengannya!"
Giok Houw bersenyum pula, hanya kali ini ia
membungkam. Di dalam hatinya, ia kata: "Menghadapi si
orang she Chian, mungkin kau dapat bertempur seri,
tetapi kalau dia dibantu si orang she Kiauw, meskipun
kau mengadu jiwa tuamu, itu masih tidak ada
faedahnya!..."
"Totiang, sabar," berkata Sin Cu. "Aku pikir, bunga
merah itu serta daun yang hijau, asalnya ialah satu
cabang. Demikian juga dengan pelbagai partai persilatan,
maka itu, pantaslah kaum Rimba Persilatan saling
membantu. Totiang, dengan melupakan diri sendiri, suka
aku bekerja untuk partai kamu itu. Aku mengharap,
umpama kata aku beruntung menolongi kedua
keponakanmu itu, sukalah kau memberi maaf pada suteku
ini..." "Ini... ini..." kata si imam, tidak lancar "Sebenarnya
aku tidak bermusuhan dengan sute-mu ini, dari itu
jikalau kau suka membantu, aku bersyukur sekali.
Hanyalah itu barang bingkisan, itu barang bingkisan..."
Sin Cu tertawa.
"Bukankah urusan barang bingkisan itu mengenai
muka partaimu?" katanya. "Baiklah, mengenai itu suka
aku bertanggung jawab, nanti aku mendayakan agar
muka partai dapat dilindungi serta kedua keponakanmu
itu bisa dimerdekakan!"
451 "Kalau itu dapat terjadi, itulah paling bagus!" Cit Seng
Cu bilang. "Akupun tidak sudi menjadi kaki tangannya
sunbu dari Ouwpak! Sebenarnya, barang bingkisan itu
diserahkan kepada kamu ada terlebih baik daripada
dihaturkan kepada raja."
"Baiklah, begini perjanjian kita!" kata Sin Cu pula.
"Sekarang, totiang, ingin aku menanya kau, apakah
sebentar kau membantu kami atau tidak?"
"Lihiap suka membantu aku, aku, biarpun tubuhku
hancur lebur, aku pasti tidak akan menampik," menyahut
Cit Seng Cu. "Lihiap, lebih dulu aku menghaturkan
diperbanyak terima kasih kepadamu!"
Thio Giok Houw heran mendengar kata-kata kakak
seperguruan itu. Apakah yang Sin Cu niat lakukan"
Kenapa kakak itu menjanjikan dua urusan itu" Menolongi
Ko In dan Kiu Gi ada satu soal. Tanpa mengembalikan
ikat pinggang kumala, muka terang Butong Pay juga
hendak dilindungi. Bagaimana itu"
"Siauw Houw Cu" berkata Sin Tioe. "di waktu tengah
hari kita mesti berada di Cheeliongkiap, tahukah kau?"
"Aku tahu. Kita boleh pergi bersama."
"Baiklah kau ketahui, begitu menerima lioklimcian
Kimto Cecu, aku lantas datang bersama kawan-kawan
dari sepanjang pesisir." Sin Cu menerangkan, "adalah
karena melihat kau dikejar musuh, aku lantas
menggunakan ketika datang ke mari untuk menolongi
kau. Karena itu, sekarang mereka semua masih
menantikan aku. Perlu aku pergi kepada mereka, untuk
tetap berjalan bersama. Lantaran ini, aku akan terlambat
sedikit. Sekarang baiklah kamu berangkat lebih dulu."
452 Giok Houw menurut, bahkan ia lantas berpisah dari
suci itu. Ia berangkat bersama Cit Seng Cu.
Ganjalan di antara mereka sudah lenyap. Keduanya
berlari-lari dengan ilmunya enteng tubuh. Tepat di waktu
tengahhari, mereka sudah sampai di selat Cheeliongkiap.
Keduanya lantas mendaki gunung. Di sana terlihat Ciu
San Bin dan rombongannya sudah memernahkan diri
mereka masing-masing. San Bin memberi tanda. Sebab
sudah tidak ada tempo lagi, bersama Cit Seng Cu, Giok
Houw pun memilih tempat sembunyi dari mana mereka
bisa memandang ke jalan umum yang bakal diambil
rombongan pengantar bingkisan pelbagai propinsi barat


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daya. Orang tidak usah menanti lama akan mendengar
suaranya kuda serta roda-roda kereta yang lagi
mendatangi. Itulah barisan pengantar serta barangbarang
bingkisannya. Jumlah kereta ada beberapa puluh
buah, jalannya berlerot-lerot. memasuki selat yang
panjang itu. Di paling depan terlihat dua opsir tentera
bersama beberapa piauwsu menjadi pembukajalan.
Begitu lekas semua kereta sudah masuk ke dalam
selat, Ciu San Bin lantas memberikan pertandaannya
untuk semua kawannya. Rombongan pertama meluruk
turun terlebih dulu. Rombongan ini di kepalai Beng Ki,
hucecu, pemimpin kedua, yang terkenal lihai panahnya.
Demikian terlihat, begitu ia bekerja, seorang opsir lantas
terjungkal roboh.
Rombongan kereta itu berhenti berjalan segera
setelah robohnya opsir mereka. Tentera pengantar sudah
lantas menempatkan diri, untuk mengurung, guna
m Pendekar Kembar 15 Pendekar Riang Karya Khu Lung Golok Halilintar 6

Cari Blog Ini