Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 17
"Baiklah, jika begitu, biar kuselesaikan urusan ini dahulu." lalu ia
berpaling kepada kedelapan Bu-su tadi dan berkata pula:
"Nah. katanya kalian hendaK menangkap aku. kenapa tidak
lekas maju saja!"
Melihat sikap Kok Ci-hoa yang keliwat garang itu, diamdiam
kedelapan Bu-su itu menjadi keder. Tapi demi melihat
pihak lawan hanya seorang diri, sedangkan mereka
berdelapan, dahulu mereka bersepuluh juga berhasil
mengeroyok dan menculik Kok Tiong-lian, kenapa sekarang
mereka mesti jeri"
Karena pikiran begitu, kedelapan Bu-su itu menjadi tabah,
segera mereka pasang barisan hingga Kok Ci-hoa terkepung
dite-ngah .Mereka tidak tahu bahwa sejak Kok Ci-hoa
diselomoti mereka dahulu, tidak lama kemudian lantas
bertemu dengan Kim Si-ih dsn kini sudah berhasil meyakinkan
sejurus ilmu pedang yang jauh lebih cukup untuk
mengalahkan mereka.
Dan selagi kedua pihak akan mulai bertempur, tiba-tiba
terdengar seruan yang nyaring: "Nanti dulu. Suhu!
menyembelih ayam tidak perlu pakai golok, biar Tecu
mewakilkan kau saja!"
Waktu semua orang mendongak, tertampaklah seorang
gadis berbaju putih sedang melayang masuk melalui pagar
tembok sana, dengan sekali jumpahtan, dengan gaya yang
manis sambil memukul kebelakang sekali, gadis itu lalu
menurun kebawah. Kiranya dia bukan lain adalah Kok Tionglian.
Menyusul terdengarlah suara gedebukan jatuhnya benda
berat disertai jeritan orang kesakitan. Kiranya diluar pagar
tembok itu ada penjaganya dan bermaksud menangkap Kok
Tiong-lian ketika melihat gadis itu hendak melompati pagar
tembok, tapi dua diantaranya baru meloncat keatas atau lebih
dulu sudah dihantam dari jauh oleh pukulan Kok Tiong-lian
tadi hingga jatuh terjungkal.
Kedatangan Kok Tiong-lian secara mendadak itu telah
menggegerkan suasana, sebab tentang peristiwa Kok Tionglian
bersama Kang Hay-thian dan kakaknya mengobrak-abrik
keraton semalam, berita ini sudah disampaikan ke Kim-engkiong.
tiada seorangpun yang menduga gadis itu sedemikian
berani mendatangi Kim-eng-kiong sesudah mengacau
dikeraton. Kedelapan Bu-su itu semalam tidak dinas didalam keraton,
maka mereka tidak tahu Kok Tiong-l:an sekarang sudah bukan
Kok Tiong-lian beberapa bulan yang lalu. Mereka anggap
kebetulan malah dengan datangnya Kok Tiong-lian, sebab
gadis ini adalah buronan yang diinginkan baginda raja, jauh
lebih penting daripada Kok Ci-hoa. Maka tanpa bicara lagi
segera garis kepungan mereka berganti diarahkan kepada Kok
Tiong-lian. Kejut dan girang pula Kok Ci-hoa demi nampak sinar mata
muridnya itu tajam bercahaya Sebagai seorang ahli silat
segera ia tahu Lwekang Kok Tiong-lian sudah mencapai
tingkatan tertinggi dan segera pula dapat menduga bocah ini
tentu sudah ketemu dengan kakaknya dan minum Thian-simciok
bersama-sama. Maka dengan rasa lega ia berkata dengan
tersenyum: "Baik juga, boleh kau maju untuk mencari
pengalaman!"
Lalu mereka berganti tempat. Kok Tiong-lian berdiri
ditempai gurunya dan Kok Ci-hoa mengundurkan diri keluar
kalangan. Melihat itu, kedelapan Bu-su tadi menjadi lebih berani lagi,
sekali pemimpin mereka yang bernama Mufli memberi
komando, serentak mereka menyerang dari delapan jurusan.
Siang-hoa-kiam milik Kok Tiong-lian yang dirampas musuh
itu kini justeru dipakai oleh Mufli. Tapi kini Tiong-lian telah
punya pedang pinjaman yang lihay, yaitu Cay-in-pokiam milik
Kang Hay-thian, sudah tentu pedang pusaka ini jauh lebih
bagus daripada Siang-hoa-kiam.
"Haha, pedangku itu sudah waktunya mesti kau kembalikan
padaku!" kata Tiong-lian dengan tertawa. Ia kuatir merusak
pedangnya sendiri, maka tidak berani memakai Cay-in-pokiam
untuk memotong Siang-hoa-kiam yang digunakan Mufli untuk
menyerang dirinya itu. Tapi dengan lengan bajunya ia
membelit pedang itu .
Mufli terhitung jago kelas satu didalam keraton. Tapi ia
terkejut ketika Siang-hoa-kiam hampir-hampir terlepas dari
cekalannya. Cepat ia kerahkan tenaga untuk membikin antap tubuhnya
hingga libatan lengan baju Kok Tiong-lian itu gagal merampas
kembali senjatanya. Dalam pada itu serangan-serangan lain
juga sudar tiba, terpaksa Tiong-lian putar Cay-in-pokiam
dengan kencang.
"Krak, pletak!" tiba-tiba terdengar suara beradunya benda
keras. tahu-tahu dua batang tumbak musuh yang mengenai
punggung Kok Tiong-lian telah patah. Para jago silat dari
Tionggoan menjadi terkajut, bahkan Kang Lam sampai
menjerit tertahan demi nampak Tiong-lian kena serangan
musuh. Namun kedua Bu-su yang tumbaknya patah itu mendadak
kelihatan tergentak jatuh hingga hampir-hampir kelengar.
Sedangkan Kok Tiong-lian masih tetap tenang-tenang saja
tanpa kurang apa-apa.
Kiranya Tiong-lian telah memakai baju kutang pinjaman dari
Kang Hay-thian yang tidak mempan ditembus senjata tajam
itu. Apalagi ia habis minum Thian-sim-ciok, Hou-te-sin-kang
telah berhasil diyakinkan dengan baik, dengan sendirinya
tombak kedua Bu-su itu takdapat melukainya, sebaliknya
kedua Bu-su itu tergetar hingga terbanting setengah mati.
Keruan orang-orang d pihak Po-siang menjadi terkejut.
Mereka tidak tahu Toing-lian memakai baju wasiat, mereka
mengira sigadis sudah berhasil melatih diri sedemikian rupa
hingga sudah kebal dari serangan senjata tajam.
Dan pada saat itulah, tiba-tiba terdengar jeritan ngeri Mufli,
mata-hidung-telinganya kelihatan mengeluarkan darah,
tubuhnya yang besar sebagai kerbau itu mendadak lemas
meringkuk dilantai dan dengan sendirinya Siang-hoa-kiam
yang dipakainya itu dapat direbut kembali Kok Tiong-lian.
Kiranya kebentur oleh Lwekang sigadis yang hebat tadi,
sekuat mungkin Mufli bertahan, tapi tidak mungkin ia dapat
melawan tenaga dalam sigadis yang terus-menerus
menggempur itu, maka akhirnya isi perutnya tergetar hancur,
pembuluh darahnya pecah, jiwanya melayang.
Dengan tambahan Siang-hoa-kian, Kok Tiong-lian menjadi
seperti harimau tumbuh sayap, dalam waktu singkat saja,
dimana Sinar pedangnya berkisar, dengan mudah keenam
pedang musuh telah kena ditabas kutung semua. Untung bagi
sisa keenam Bu-su itu karena Tiong-lian tidak ingin banyak
membunuh orang, maka sesudah mengutungi senjata mereka,
lalu iapun berhenti.
Jago-Jago silat yang diundang raja Masar dan banyak sekali
yang hadir sekarang, diantaranya ada juga yang bermaksud
maju menangkap Kok Tiong-lian, tapi sekarang mereka
menjadi ketakutan.
Diam-Diam Po-siang membisiki murid tertua yang berdiri
disamping-nya: "Anak dara ini memang hebat, tapi juga tidak
susah untuk menangkapnya. Cuma jago lihay dipihak sana
juga sangat banyak serta belum ada yang maju, sebentar jika
beberapa jago pihak sana telah dirobohkan, tidak mungkin
anak dara itu mampu kabur kelangit."
Segera muridnya meneruskan gagasan Po-siang itu kepada
para Bu-su hingga mereka dapat ditenangkan sementara.
Waktu Kok Tiong-lian kembali kesamping gurunya, ia agak
kecewa ketika tidak melihat Kang Hay-thian.
"Bagaimana Kokomu" Kalian belum bertemu?" dengan
suara pelahan Ci-hoa bertanya. Yang dia maksudnya adalah
Danu Cu-mu yang menjadi muridnya Kim Si-ih.
"Kedua Kokoku sudah kuketemukan semua," sahut Tionglian.
"Cuma mereka masing-masing ada urusan penting,
sementara ini belum dapat hadir kesini."
"Kau masih ada seorang Koko lagi?" Ci-hoa menegas
dengan heran. "Ya, sungguh akupun tidak menduga," kata Tiong-lian. Lalu
iapun bisik-bisik secara ringkas ditepi telinga sang guru dan Cihoa
tampak sangat girang.
Kiranya mendadak Danu Cu-mu telah mengganti
rencananya, pada saat jago-jago pilihan berkumpul di Kimengkiong, ia lantas pergi menghubungi para pembesar yang
setia kepada ayah baginda-nya dahulu untuk mempersiapkan
serangan kepada Kan-ong.
Tengah Tiong-lian bisik-bisik dengan sang guru, disebelah
sana Im Seng-koh sudah tidak tahan lagi, terus saja ia
melompat maju dan menantang Tiong Tiang-thong.
"E-eh, kau benar-benar seorang budiman, memangnya
pengemis tua juga sudah menantikan sedekahmu, apa yang
kau miliki, silakan keluarkan semua!" demikian Tiang-thong
mengolok-olok sambil ber-jalan ketengah kalangan.
"Pengemis busuk, tidak perlu membual, ini, sambutlah!"
jengek Im Seng-koh.
Dan sekali tangannya bergerak, sepuluh buah cincin yang
dipa kainya terus menyambar kedepan dengan membawa
suara mendesing, ada yang menyambar lurus, ada yang
memutar dari samping, ada yang melayang lewat diatas
kepala, tapi mendadak membiluk kembali dan menghantam
dari belakang. Jadi hanya sekali bergerak saja telah digunakan
macam-macam cara menyambitkan senjata rahasia yang aneh
dan lihay, apalagi kesepuluh buah cin-cin itu berbisa pula.
Tapi Tiang-thong hanya bergelak tertawa saja, serunya:
"Ha-haha, kukira barang apa, hanya beberapa cincin tembaga
begini apa gunanya, ditukarkan dua kati beras juga tidak
cukup, ai, ai, kau terlalu pelit, pengemis tua tidak sudi terima!"
maka terdengarlah suara "crang-cring" yang ramai, berulangulang
ia menyelentik, kesepuluh cincin berbisa itu telah kena
dijentik jatuh semua.
Tiba-Tiba Tiang-thong mengendus bau amis yang
memuakan, tahu-tahu kedua tangan Im Seng-koh sudah
menyerang, rupanya timpukan cincin-cincin tadi hanya sebagai
tipu saja, tapi menyusul lantas menyerang dengan Sin-coaciang
yang lihay. Tapi Tiang-thong cukup kenal kepandaian
nenek itu, mendadak ia meniup hawa kedepan hingga dada In
Seng-kok tiba-tiba merasa seperti kena dipukul sekali dan
tergentak mundur setindak.
Sungguh kejut Im Seng-koh tak terkira, pikirnya: "Kiranya
Kun-goan-khi-kang pengemis ini sudah terlatih sampai
sedemikian hebat hingga tiupan hawanya saja selihay ini,
tampaknya harini kedua pihak pasti akan sama-sama terluka
parah." Dalam pada itu Tiang-thong sudah lantas menghantam pula
lebih hebat daripada tenaga tiupannya tadi, Im Seng-koh tidak
berani menghadapinya dari depan, terpaksa ia mengegos.
Menyusul Tiang-thong menghantam pula kekanan-kiri dan
muka-belakang, beruntun-runtun empat kali serangan
bagaikan gugur gunung dahsyat-nya hingga Im Seng-koh
tidak berani sembarangan mendekat.
"Hm, dengan Lwekangmu yang tinggi itu apa kau kira aku
tak-dapat mengapa-apakan kau?" jengek Im Seng-koh. Habis
berkata, sekonyong-konyong dari lengan bajunya melejit
keluar seekor ular hijau, tenaga pukulan Tiong Tiang-thong
ternyata tidak dapat menahan meluncurnya ular itu, kiranya
ular itu sangat licin lagi cer-dik, besaraya kira-kira sebulatan
rotan kecil, tapi tenaganya ternyata sangat kuat, dengan
badannya yang panjang itu biar singa atau harimau jika terlilit
juga susah untuk melepaskan diri. Lebih hebat lagi ular hijau
ini selalu menyusup kemana saja asal ketemukan lubang
hingga mirip semacam senjata rahasia hidup yang lihay.
Karena ular hijau itu masih terus menyambar kemukanya,
terpaksa Tiang-thong menjulurkan jarinya kedepan sambi
berkata: "Selama hidup pengemis kerjanya menangkap ular,
tapi untuk pertama kalinya sekarang aku telah digigit ular!"
Benar juga terlihat ular Hijau itu telah menggigit jari Tiangthong
yang dijulurkan itu, tapi mendadak ular itu jatuh
ketanah dan takbisa berkutik lagi, sekali Tiang-thong
menggecek dengan kakinya, maka hancurlah badan ular itu.
Kiranya Tiang-thong kenal betapa lihaynya ular itu. Kalau
leher kena dipagut atau lubang hidung diselusupi oleh ular itu.
maka sudah pasti akan binasa betapapun Lwekang sasarannya
itu. Tapi jari Tiang-thong tadi sengaja dijulurkan agar digigit,
sekali ia kerahkan tenaga saktinya, jari itu menjadi keras
sebagai besi hingga ular itu tidak mempan menggigitnya,
bahkan kepalanya lantas tembus ditusuk oleh jari itu serta
jatuh kelan-tai dan takbisa berkutik lag
Waktu Tiang-thong periksa jari sendiri, ia lihat jarlnya meski
tidak terluka, tapi juga terdapat sejalur bekas gigitan, untung
tidak melecet. Namun karena sedikit ayal disaat melayani
pagutan ular itu, tenaga pukulan Tiong Tiang-thong menjadi
terbagi, kesempatan itu telah d!gunakan Im Seng-koh untuk
menye-rang sekuat tenaga hingga lingkaran tenaga pukulan
Tiang-thong bobol. Mendadak Im Seng-koh membentak:
"Kena!" dan kesepuluh kuku jarinya sekonyong-konyong bisa
mulur beberapa senti pan-jangnya hingga mirip sepuluh belati
tajam. Saat itu mestinya Tiang-thong hendak menggeser untuk
kemudian balas menyerang pula. Siapa duga kuku jari musuh
bisa mulur mendadak hingga tanpa terduga lengannya telah
kena digaruk lecet oleh kuku musuh itu.
Tenaga dalam Im Seng-koh telah dikerahkan keujung kuku
hingga jauh lebih lihay daripada pagutan gigi berbisa dari ular
hijau tadi, sekali lengan Tiong Tiang-thong tercakar luka, aneh
juga, bukannya terasa sakit, bahkan terasa lega seperti
tempat gatal yang habis dikukur-kukur.
Sebagai seorang ahli, segera Tiang-thong tahu semakin
jahat bisa yang digunakan semakin enak rasanya bag"
sipenderita. Ia menjadi gusar, pikirnya: "Kejam amat
perempuan siluman ini. aku dipaksa harus mencabut
nyawanya sekarang!" dan dimana rangannya bergerak, kelima
jarinya sekeras kaitan kontan dapat mencengkeram tangan
kanan berbisa Im Seng-koh.
Bahkan Tiang-thong lantas kerahkan tenaganya ketangan,
ia tolak keluar bisa yang meresap kebadannya tadi dan
dicurahkan ke-da!am tubuh Im Seng-koh sendiri Dibawah
tekanan Lwekangnya yang lihay itu, tertampaklah sejalur
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hitam mulai merembes naik keatas lengan diawali dari jari
tengah Im Seng-koh.
Keruan kejut Im Seng-koh tidak kepalang. Meski dia sudah
berhasil meyakinkan sepasang cakar berbisa, tapi badannya
bersih seperti orang biasa dan tidak boleh keracunan. Pabila
sekarang hawa berbisa itu merembes hingga mencapai
jantungnya, maka ia sendiri yang akan menjadi korban
racunnya sendiri itu.
Padahal saat itu hawa berbisa itu tampak masih terus
merembes naik kelengan kanan, untuk melepaskan dir: dari
cengkeram Tiang-thong terang tidak mungkin, maka terpaksa
ia bertahan sekuatnya. Namun Khun-goan-khi-kang sudah
dilatih sempurna oleh Tiong Tiang-thong, jangankan cuma
seorang Im Seng-koh, sekalipun dua-tiga orang Im Seng-koh
juga tidak mampu melawan. Maka hanya sekejap saja jalur
hawa hitam itu sudah mendekati ketiak.
Mata Im Seng-koh melotot seakan-akan mencotot keluar
dan merah membara. Tiba-Tiba ia mengertak gigi, ia angkat
tangan kiri dan mendadak menabas kelengan kanan sendiri
"Cret", tabasan itu ternyata sama tajamnya seperti ditabas
dengan golok hingga sebelah lengan itu terpotong mentahmentah,
seketika darah menyembur keluar dari luka itu
bagaikan air mancur hingga antero muka dan kepala Tiong
Tiang-thong basah kuyup terciprat darah.
Cepat Tiang-thong pejamkan mata, tapi tidak urung lubang
hidung dan luka dilengan tersemprot juga oleh darah berbisa
Seng-koh itu. Seketika Tiang-thong merasa muak, kepala
pening dan mata pedas.
Kiranya serangan darah itu termasuk salah satu kepandaian
Im Seng-koh yang lihay dan disebut sebagai "Tok-hiat-cian"
(panah darah berbisa), setelah membikin cacat badan sendiri,
darah berbisa itu dapat disemprotkan untuk mencelakai
musuh. Saat itu Tiang-thong masih menutup matanya, segera ia
menghantam sekali kedepan, maka terdengarlah suara
gedebukan, Im Seng-koh roboh ketanah. Tiang-thong sendiri
masih dapat bertahan untuk mundur kepinggir kalangan, tapi
keadaannya juga sudah payah, langkahnya sempoyongan dan
hampir-hampir jatuh terjung-kal.
"Wah, sayang! Mestinya aku ingin menjajal Khun-goan-itkhikang sipengemis tua itu tapi lebih dulu ia sudah dilukai
oleh panah darah berbisa Im Seng-koh," demikian tlba-tlba
terdengar orang mengomel.
"Ha, tidak perlu kau mengoceh seenaknya sendiri, lekasan
kau membantu menolongi Koh-po saja," kata seorang wanita.
Kiranya kedua pembicara itu adalah Bun Ting-bik dan
Thian-mo-kaucu. Disamping mereka terdapat pula Le Hoksing.
Mereka datang diwaktu pertarungan sengit sedang
berlangsung, maka tiada menarik perhatian orang lain.
Bun Ting-bik rada heran oleh ucapan Thian-mo-kaucu tadi,
pikirnya: "Kalau nenek celaka ini mampus, bukankah
kebetulan bagimu, mengapa malah mau menolong dia?"
Hendaklah diketahui bahwa didunia ini terdapat dua ahli
pemakai racun, yaitu Thian-mo-kaucu dan Im Seng-koh.
Mengingat hubungan leluhur, maka Thian-mo-kautiu
memanggil Im Seng-koh sebagai "Koh-po" (bibi tua), padahal
tiada hubungan darah diantara mereka, bahkan masingmasing
saling iri dan sirik. Sebab itulah maka Bun Ting-bik
merasa heran. Tapi karena perintah Thian-mo-kaucu, terpaksa
ia harus menurut
Sesudah Thian-mo-kaucu memayang bangun Im Seng-koh,
segera Bun Ting-bik menggunakan tenaga sakti "Sam-syangkuigoan" yang hebat untuk menutup urat nadi bagian lengan,
tapi karena lukanya terlalu besar, mengalimya darah susah
dibikin mampet, namun kini tidak menyembur lagi seperti tadi,
hanya menetes-netes saja.
Cepat Thian-mo-kaucu membubuhi obat luka pula dan
merobek kain baju Im Seng-koh untuk membalut lukanya.
Disebelah sana diam-diam Kok Tiong-lian sedang
membatin: "Kedua iblis itu semalam juga terluka, tapi kini
mereka sudah segar-bugar kembali, betapa hebat Lwekang
mereka sungguh tidak boleh dipandang enteng."
Obat luka yang dipakai Thian-mo-kaucu itu adalah khusus
untuk menolong orang yang mahir menggunakan racun, maka
dalam waktu singkat saja sudah kelihatan manfaatnya,
Pelahan-lahan Im Seng-koh membuka matanya, ia tersenyum
sedih dan berkata: "Cu-mah, boleh juga kau. Koh-po sudah
tidak berguna lagi, selanjut-nya takkan dapat menentang kau
lagi. Itu Pek-tok-cin-keng boleh kau ambil kembali saja, anak
murid Cit-im-kau selanjutnya juga tunduk pada perintahmu.
Nah, Cu-mah, apa yang kumilikl telah kuserahkan padamu,
hendaklah kau melaksanakannya dengan baik"
Hendaklah maklum bahwa sekalipun jiwa Im Seng-koh
dapat diselamatkan, tapi kepandaiannya sudah terang tidak
dapat pulih, selanjutnya terpaksa ia harus minta perlindungan
Thian-mo-kaucu, karena terpaksa, mau-tidak-mau ia harus
menyerahkan segala "milik"nya itu dan sebabnya Thian-mokaucu
mau menolongnya juga memang begitulah tujuannya.
Dilain pihak anak murid Kay-pang juga sedang menolong
Tiong Tiang-thong, mereka membersihkan darah yang
menyiram diatas badan ketua Kay-pang itu. Tapi darah yang
menyusup masuk melalui luka dilengan dan lubang hidung
tidak mungkin dikeluarkan lagi, sementara itu darah berbisa
itu sudah terbaur dengan darah Tiong Tiang-thong sendiri
meski ia coba kerahkan Lwekangnya untuk melawan serangan
racun, tap: tetap tidak tahan, ia menggigil dan air mukanya
makin lama makin gelap.
Tay-pi Siansu, Siau Jing-hong, Lui Cin-cu dan lain-lain
adalah sahabat baiknya Tiong Tiang-thong, ada maksud
mereka hendak menolong, tapi Lwekang mereka hanya
setingkat dengan yang terluka, terpaksa mereka takbisa
berbuat apa"
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar suara angin menderuderu,
dlangkasa ada suara burung yang aneh. Lalu para
penjaga diluar istana sama berteriak: "He, burung aneh!
Burung aneh!"
Maka tertampaklah seekor elang raksasa sedang mengitar
dan menurun dari udara. Diatas punggung elang terdapat
sepasang muda-mudi. Karena tidak kenal asal-usul kedua
orang yang. menunggang burung aneh ini, maka para Bu-su
penjaga Kim-eng-kiong menjadi ketakutan. Segera seorang
diantara para Bu-su yang terkenal sebagai jago panah
membidikan sebatang panah, tapi sekali sayap elang itu
menyampuk, kontan panah itu terpental balik dan menancap
ditanah hingga hampir ambles semua kebawah tanah.
Kiranya kedua muda-mudi diatas punggung elang raksasa
itu adalah Hay-thian dan Hoa In-pik. Setelah elang itu terbang
agak rendah, segera mereka melompat turun. Tapi terus saja
mereka dipapak oleh kawanan Bu-su dengan berbagai
serangan senjata tajam.
Cepat Hay-thian mengadang didepan Hoa In-pik, sekali
kedua tangannya terpentang sambil tubuh berputar, kontan
terdengar suara mendering yang nyaring, senjata-senjata
kawanan Bu-su itu saling bentur sendiri dan mencelat keatas
angkasa. Seketika suasana menjadi katiau balau, kawanan Busu
itu lar tunggang langgang, takut kalau ketiban senjatasenjata
yang jatuh dari atas itu.
"Siluman dari mana. berani main gila disini!" segera Houhoattecu pertama dari Klm-eng-kiong membentak.
"Kedatangan kami diundang secara resmi, mengapa kalian
malah menyambut kami dengan kasar?" sahut Hay-thian
dengan tertawa.
Segera merekacun mengunjukan kartu undangan yang
dibawa, yaitu kartu undangan yang Kang Hay-thian terima
sebagai wakil Kok Ci-hoa dan Hoa In-pik sebagai wakil
ayahnya. Hou-hoat-tecu itu kenal tulisan tangan Po-siang Hoatsu, ia
menjadi kaget dan lekas-lekas ganti sikapnya, katanya sambil
memberi hormat: "Maafkan kecerobohan kami! Silakan
masuk!" "Rajawali yang baik, jangan kuatlr, boleh kau mengaso saja
diatas sana," kata In-pik kepada binatang piaraannya itu.
Rajawali itu seperti paham maksudnya, segera ia terbang
keatas dan hinggap dipuncak pagoda istana.
Sementara itu suasana sidang menjadi gempar, semua
orang ingin tahu siapakah gerangan sepasang muda-mudi
yang datang dengan menunggang burung itu. Sudah tentu
yang paling girang adalah Kang Lam, terus saja ia berteriakteriak:
"Hay-ji! Hay-ji!"
Hay-thian mengiakan sekaii. Waktu ia pandang sebelah
ayahnya, ia lihat Ki Hiau-bong, Teng Keng-thiari dan lain-lain
juga berada disitu, akhimya dapat dilihat juga Kok Tiong-lian.
Ia menjadi girang dan berpikir: "Tapi mengapa Suhu dan Danu
Cu-mu tidak kelihatan, adakah terjadi sesuatu atas diri
mereka?" Sebaliknya Tiong-lian juga girang dan heran pula, pikirnya:
"Darimanakah datangnya nona itu, mengapa dia datang
bersama Sementara itu Bun Ting-bik dan Thian-mo-kaucu
yang kenal asal-usul Kang Hay-thian, mereka sudah
memberitahukan kepada Po-siang Hoatsu hingga mau-takmau
raja agama itu terkesiap. Pikirnya: "Cara bocah ini
membikin terpental hamburan senjata para Bu-su tadi benarbenar
luar biasa, tampaknya yang hadir disini kecuali aku
sendiri dan Pantung, terang tiada seorangpun yang mampu
melawannya. Murid Kim Si-ih saja sehebat ini, dan kalau Kim
Si-ih muncul sendiri, terang lebih susah lagi dilawan."
Maka a sendiri lantas membuka suara: "Kiranya Kangsiauhiap
adanya, dan dimanakah gurumu, Kim-tayhiap?"
"Guruku apakah akan hadir atau tidak, beliau tidak memberi
pesan apa-apa padaku dan akupun tidak tahu bagaimana
keputusan-nya," sahut Hay-thian. "Cuma kalau tuan rumah
ada petunjuk apa-apa. maka dapatlah Wan-pwe mewakilkan
guruku untuk meneri-manya."
Dengan ucapannya itu Hay-thian maksudkan kalau Po-siang
Hoatsu ingin bertanding dengan gurunya, maka ia siap sedia
untuk mewakilkan gurunya. Meski Po-siang sudah dapat
menilai ilmu silat Kang Hay-thian memang sangat tinggi, tapi
iapun tidak sudi merosotkan pamornya sendiri untuk
bertanding dengan seorang anak muda. Pikirnya: "Aku hanya
sesuai bertanding melawan Teng Hiau-lan dan Kim Si-ih,
terhadap anak muda seperti ini aku tidak pantas melawannya,
andaikan menang juga kurang gemilang".
Maka ia lantas mengerut kening pura-pura tidak paham,
katanya: "Pinceng sangat kagum kepada ilmu silat gurumu
dan ingin sekali belajar kenal, maksud lain tidak ada. Kini
Kang-siauhiap datang dari tempat jauh. silakan mengaso
sementara dulu, sebentar lagi tentu akan dapat belajar kenal
dengan para jago yang hadir disini."
Dibalik ucapannya itu ia maksudkan dirinya akan
mengajukan jago lain untuk bertanding dengan Kang Haythian.
Sudah tentu Hay-thian menjadi kurang senang, tapi
iapun tidak dapat menantang Po-siang secara terangterangan.
Dalam pada itu Hoa In-pik telah mendekati Tiong Tiangthong,
tokoh Kay-pang itu sedang kerahkan Lwekangnla untuk
menolak serangan racun, tapi badannya toh masih menggigil
terus. Sedangkan Tay-pi Siansu, Lui-cin-cu, Siau Jing-hong
dan lain-lain berdiri disampingnya tanpa berdaya.
"Tiong-sioksiok, mengapakah kau?" tanya In-pik segera.
"Eh, mana ayahmu?" sahut Tiang-thong dengan tersenyum
getir. "O. ayahmu tidak ikut datang, jika begitu untuk selanjutnya
Lo-kiauho (pengemis tua) mungkin takkan dapat menikmati
daharan lezat masakanmu."
"Tiong-sioksiok, kau suka mengajarkan Khun-goan-it-khikang
padaku atau tidak?" tiba-tiba In-pik bertanya dengan
tertawa. "Kalau kau suka mengajarkan padaku, maka untuk
waktu yang cukup lama selanjutnya kau tentu akan kenyang
merasakan daharan paing lezat didunia ini."
"Ha, bukankah kau ini memeras namanya?" seru Tiangthong
dengan semangat terbangkit, ia tahu apa artinya
ucapan sigadis tadi. "Ia, sudah, hitung-hitung pengemis tua
masih pingin hidup lebih lama lagi, cukup asal dapat berjumpa
lagi dengan ayahmu."
Segera In-pik mengeluarkan tiga batang jarum perak, terus
saja ditusuk "Tay-cui-hiat". "Thian-ki-hiat". Ketiga tempat itu
adalah Hiat-to mematikan ditubuh manusia, keruan para
penonton menjadi kaget.
Tapi aneh bin ajaib, begitu tempat-tempat itu ditusuk
jarum, seketika rasa Tiang-thong bertambah segar dan tidak
menggigil lagi. Selang tak lama, ketika In-pik mencabut jarumjarum
itu, tabung jarum yang mestinya kosong itu telah penuh
terisi darah berbisa warna hitam.
Lalu In-pik mengeluarkan dua bungkus obat bubuk, yang
sebungkus diminum dan bungkus lain dibubuhkan diluar.
Selesai makan obat, air muka Tiang-thong yang tadinya gelap
itu kini telah berubah terang.
"Kiranya kepandaian ayahmu sudah diwariskan semua
padamul Wah, Kionghi, Kionghi! Didunia ini sekarang telah
bertambah lagi seorang tabib sakti wanita." demkian kata
Tiang-thong dengan tertawa.
"Padahal sebagian besar dari kesembuhanmu ini adalah
berkat Lwekangmu sendiri yang hebat," ujar In-pik.
Melihat obat sinona yang "ces-pleng" itu, semua orang
merasa kagum sekali dan tidak habis memuji. Dan demi
mendengar ucapan Tiong Tiang-thong tadi. barulah mereka
tahu nona itu adalah puterinya Hoa-san-ih-un Hoa Thian-hong.
Kemudian Kang Hay-thian memperkenalkan In-pik kepada
ayah-nya serta duduk disebelah sang ayah. Kang Lam sudah
mengetahui dahulu In-pik pernah menolong puteranya itu, ia
menjadi girang serta menghaturkan terima kasih kepada Inpik
dengan pujian-pujian yang tinggi.
Kok Tiong-lian juga sangat suka kepada Hoa In-pik, kedua
orang dapat bicara dengan cocok satu-sama lain hingga Kang
Hay-thian dilupakan mereka malah.
Hay-thian sendiri juga sangat girang, tapi ditengah rasa
girang itu lapat-lapat merasa tidak enak pula, lubuk hatinya
seperti ter-selimut oleh selapis bayangan gelap.
Dalam pada itu seorang jago Arab yang berhidung mancung
dan berambut kriting telah tampil kemuka sambil berkata
beberapa kalimat yang tak diketahui apa maksudnya. Maka
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Po-siang lantas berdiri dan berseru: "Ini adalah jago nomor
satu dari negeri Arab, tuan Pantung namanya. Dia
mengatakan kagum sekali kepada Teng Hiau-lan dan Kim Si-ih
yang merupakan dua sarja-na ilmu silat dari Tiongkok, maka
maksudnya ingin belajar kenal dengan mereka berdua. Cuma
sangat disayangkan bahwa kedua tokoh besar itu tidak hadir
disini." Kiranya Pantung adalah Sutenya Timotato, itu ahli silat dari
negeri Arab yang pernah dikalahkan Teng Hiau-lan dan Kim Siih
dahulu, kemudian mereka telah berlomba mendaki puncak
Cumu-langma dipegunungan Himalaya yang paling tinggi
didunia itu, di-sanalah Timotato telah menemui ajalnya karena
tertimpa badai salju yang lebat. Tapi anak muridnya menjadi
dendam kepada Teng Hiau-lan dan Kim Si-ih. mereka pulang
kenegeri Arab dan sengaja mengadu-biru kepada Susiok
mereka bahwa Timotato telah di tewaskan jago silat Tiongkok.
Sebab itulah, maka begitu maju Pantung lantas menunjuk
Teng Hiau-lan dan Kim Si-ih, maksud tujuannya alah ingin
membalas sakit hati sang Suheng.
Karena tadi Kang Hay-thian sudah menyalakan siap
mewakilkan gurunya menerima setiap tantangan, maka segera
ia tampil kemuka. Dan baru ia hendak membuka suara, tibatiba
Teng Keng-thian juga sudah maju ketengah dan berkata:
"Ayahku sudah lama mengasingkan diri, beliau sudah bertekad
takkan menjelajah Kangouw lagi, lebih-lebih tidak nanti
bertarung dengan siapapun. Kalau tuan Pantung suka
memberi petunjuk, biarlah Wanpwe yang mewakilkan ayahku
untuk menerimanya."
"Teng-sioksok, biar Siautit saja yang maju lebih dulu", ujar
Hay-thian. "Kang-hiantit, apakah kau kuatir tiada kesempatan buat
maju lagi" Boleh kau mengaso saja dahulu," sahut Keng-thian
dengan tertawa. Rupanya ia kenal asal-usul Pantung, ia
kurang mantap kalau Kang Hay-thian yang maju menghadap
nya. Padahal Kang Hay-thian sekarang sudah bukan Kang
Hay-thian yang dulu lagi.
Lalu Po-siang Hoatsu telah terjemahan pembicaraan Teng
Keng-thian berdua kedalam bahasa Arab, berbareng ia.
terangkan pula kedudukan Teng Keng-thian didalam dunia
persilatan Tiongkok kepada Pantung.
Maka kata Pantung: "Jika begitu .biarlah aku belajar kenal
dulu dengan Teng-siauciangbun dari Thian-san-pay yang
hebat, bila beruntung aku tidak kalah, nanti aku akan minta
petunjuk lagi kepada Kang-siauhiap."
Kalau bicara tentang kedudukan, sudah tentu Teng Kengthian
lebih tinggi daripada Kang Hay-thian, maka Pantung
anggap lebih gemilang jika dapat mengalahkan Teng Kengthian
lebih dulu. Sebaliknya Po-siang agak kecewa, maksudnya sebenarnya
ingin me-minjam tangan Pantung untuk mengalahkan Kang
Hay-thian, tapi kini Pantung ingin menempur Teng Keng-thian
lebih dulu, andai kan bisa menang juga pasti akan banyak
membuang tenaga, hal mana berarti kurang menguntungkan
bila mesti menempur Kang Hay-thian lagi. Tapi teringat Teng
Keng-thian juga seorang lawan tangguh, jika Pantung dapat
merobohkannya, kemudian mengurangi pula sedikit tenaga
Kang Hay-thian, hal inipun akan berguna baginya. Dari itu,
iapun tidak enak untuk bicara lagi.
Segera Keng-thian melolos Yu-liong-pokiam, sebagai
angkatan iebih muda, ia memberi hormat lebih dulu, lalu
mendahului menyerang.
Senjata yang dipakai Pantung agak aneh bentuknya,
tampaknya mirip toya, tapi warnanya hitam mulus, bukan
emas bukan besi entah terbuat dari benda apa. Segera ia
mencukit toyanya ke-atas, "trang", seketika lelatu meletik.
Teng Keng-thian melompat selangkah kesamping, sebaliknya
Pantung juga tergentak mundur. Lwekang kedua orang kirakira
sama kuat, senjata kedua pihak juga sama-sama tiada
terusak. Kiranya "toya aneh" yang dipakai Pantung itu memang
bukan emas dan besi, tapi terbuat dari sejenis batu besi yang
lebih keras dari segala jenis logam, sebab itulah Yu-liongpokiam
yang tajam itu sama sekali tidak dapat merusaknya.
Tapi diam-diam Pantung juga terkesiap, pikirnya: "Pantas
dahulu Suhengku dikalahkan Teng Hiau-lan, ternyata anaknya
saja sedemikian lihay. Ilmu silat orang Tionghoa benar-benar
tidak boleh dipandang ringan." Namun ia tidak gentar juga,
segera ia menyerang pula hingga dalam sekejap saja mereka
sudah saling gebrak lebih 30 kali.
Kini Keng-thinn telah menggunakan "ilmu pedang pemburu
angin", maka cepatnya luar biasa, belum lagi serangan
pertama lenyap atau serangan lain sudah menyusul.
Rupanya Teng Keng-thian sudah dapat menjajal bahwa
toya lawan yang aneh itu adalah benda mestika, ia tidak ingin
pedang sendiri sampai terusak, maka kini telah digunakan Tuihongkiam-hoat yang serba cepat, andaikan kedua senjata
saling bentur juga cuma menyerempet saja dan takkan
merusak. Apalagi kekuatan kedua orang seimbang, maka
pertarungan mereka susah ditentukan menang atau kalah
dalam waktu singkat.
Sekonyong-konyong terdengar "trang" sekali disertai
meletiknya lelatu api. Teng Keng-thian tergeliat kesamping
dan Pantung tergentak mundur, mendadak orangnya jatuh
tersungkur, segera para jago dari Tionggoan bersorak.
Sebaliknya Teng Keng-thian sendiri melengak malah. Sebab ia
tahu bahwa tusukannya itu toh tidak mengenai Pantung,
mengapa orangnya lantas roboh"
Benar juga. tiba-tiba tertampak Pantung menahan tubuhnya
dengan sebelah tangan, lalu tubuhnya memutar secepat
kitiran, sedang toya aneh yang dipegangnya itu seketika
berubah seperti berpuluh banyaknya, dimana-mana penuh
bayangan toya dan seakan-akan menghambur kearah Teng
Keng-thian. Keng-thian tidak pernah menyaksikan cara berkelahi seaneh
itu. Tapi ia sudah mengambil keputusan untuk menghadapi
dengan tenang, tidak buru-buru dan tidak tergesa-gesa, hanya
bertahan dengan rapat dengan "Si-mi-kiam-hoat" yang hebat.
Cara berkelahi Pantung makin lama makin aneh, tiba-tiba
orangnya berjumpalitan, lain saat duduk ditanah sambil
memutar, terkadang bahkan merebah ditanah. Tapi baik
berdiri, berduduk atau tiduran, selalu senjatanya yang aneh itu
dapat mengikuti gerak tubuhnya yang aneh itu. bahkan
didalam permainan toya itu diseling pula dengan pukulan,
tendangan dan macam-macam tipu gerakan yang aneh,
tampaknya kacau tak teratur, tapi sebenarnya sangat lihay.
Syukurlah Teng Keng-thian juga bukan anak kemarin, ia
mainkan Si-mi-kiam-hoat yang paling tepat untuk bertahan itu
dan tidak balas menyerang, sekeliling tubuhnya seperti
tertutup selapis dinding baja, betapapun Pantung menyerang
dengan cara-cara aneh, tetap tak dapat menembus
pertahanannya. Namun Si-mi-kiam-hoat itu sangat memakan tenaga, tidak
lama kemudian para penonton yang duduk ditepi kalangan itu
sudah mendengar suara napas Teng Keng-thian yang
terengah-engah hingga mereka ikut berkuatir bagi ahliwaris
Thian-san-pay itu.
Mendadak Pantung membentak sekali sambil melompat
bangun, tahu kedua orang berdiri berhadapan dengan diam
hingga mirip patung.
Semua orang merasa heran, waktu mereka perhatikan,
kiranya ujung Yu-liong-pokiam yang dipegang Teng Kengthian
itu tepat menahan diujung tongkat Pantung yang aneh
itu, kedua orang sama-sama gayanya dan tampaknya juga
sama kuatnya hingga masing-masing tidak dapat mendesak
maju. Kiranya Pantung insaf susah untuk menangkan lawannya
melulu dengan tipu gerakannya yang aneh itu, maka sengaja
digunakan cara yang aneh itu untuk menguras dulu tenaga
Teng Keng-thian. dan sesudah napas lawan itu terdengar
memburu, ia menyangka waktunya sudah tiba untuk merebut
kemenangan, maka segera ia ganti siasat dengan memaksa
Teng Keng-thian untuk mengadu Lwekang.
Toya aneh yang dipakai Pantung itu mengandung daya
sembera-ni yang ringan, maka sekali ujung pedang Teng
Keng-thian terlengket oleh toyanya, seketika susahlah
dilepaskan lagi.
Pantung mengira dirinya sudah pasti akan menang. Tak
terduga meski tenaga dalamnya sudah tambah kuat, bahkan
sudah dikeluarkan sepenuhnya, beberapa kali ia menggempur
dengan kuat, tapi toh Teng Keng-thian tak tergentak
selangkahpun, keruan kejut Pantung tak terkatakan.
Rupanya napas Teng Keng-thian yang tersengal-sengal tadi
hanya tipu pancingan belaka. Memang ia sudah
memperhitungkan kemungkinan kehabisan tenaga dalam dan
hal ini tentu akan menguntungkan pihak musuh. Maka dikala
tenaga dalamnya belum terbuang seberapa banyak, ia ingin
menentukan kalah menang secepatnya dengan musuh.
Kebetulan Pantung juga kuatir kalau tipu serangannya yang
aneh itu dapat dijajaki lawan dan buru-buru ganti siasat, maka
akhirnya terjadilah adegan menguatir-kan seperti sekarang ini.
Teng Keng-thian merasa tenaga dalam orang bagaikan
gugur gunung dahsyatnya dan terus-menerus membanjir tiba,
biarpun ia masih mampu bertahan, tapi mau-tidak-mau
merasa kuatir juga. Sebaliknya sesudah gempuran-gempuran
tenaga dalamnya takdapat mendesak pihak lawan, bahkan
tenaga lawan masih luar biasa kuatnya, baru sekarang
Pantung merasa kecelik dan diam-diam mengeluh. Keadaan
begitu kalau diteruskan, bukan mustahil kedua senjata mestika
masing-masing dan kedua tokoh terkemuka itu akan gugur
bersama. Tiba-Tiba sesosok bayangan orang secepat terbang
melayang ketengah kalangan. Beberapa muridnya Pantung
menjadi terkejut dan beramai-ramai membentak. Dan
ditengah suara bentakan mereka itulah tertampak sinar putih
berkelebat sekali, tahu-tahu Teng Keng-thian dan Pantung
sudah terpisah mundur.
"Terima kasih, Kang-hiantit," kata Teng Keng-thian sambil
menyimpan kembali pedangnya.
Begitu pula Pantung lantas menarik kembali toyanya serta
mengucapkan terima kasih kepada orang itu dalam bahasa
Arab. Lalu ia lantas membentak murid-muridnya tadi agar
tutup mulut. Kiranya orang yang memisah itu bukan lain adalah Kang
Hay-thian. Dia telah mencukit sekali diujung senjata kedua
orang yang sedang mengadu tenaga itu. Oleh karena
Lwekangnya memang lebih kuat setingkat daripada Teng
Keng-thian maupun Pantung, cara memisahnya juga sangat
pintar, maka dengan mudah saja ia telah dapat memotong
tenaga dalam kedua belah pihak. Ia memisah dengan adil
tanpa membantu salah satu pihak sebab itulah Keng-thian dan
Pantung telah mengucapkan terima kasih padanya.
"Kagum!" kata Keng-thian kemudian sambil kiongchiu
kepada Pantung, lalu kembali ketempat duduknya tadi.
Padahal semua orang dapat mengetahui bahwa
pertandingan mereka berakhir dengan sama kuat, maka
ucapan Keng-thian itu hanya menunjukan kerendahan hatinya
saja. Teng Kengthian sudah kembali ketempat duduknya, tapi
Pantung tidak dapat, mengingat janjinya tadi, maka ia menjadi
serba berabe berdiri ditengah kalangan menghadapi Kang
Hay-thian. Padahal dengan cara memisahnya Hay-thian
barusan, diam-diam Pantung telah dapat menilai bahwa
kekuatan pemuda ini pasti diatasnya Teng Keng-thian.
Namun sebagai seorang tokoh, ia harus menjaga nama dan
tidak nanti menjilat kembali ludah sendiri, terpaksa ia berkata:
"Sudah lama aku kagum kepada ilmu silat Kim-tayhiap yang
maha hebat, dibawah guru pandai tiada murid yang bodoh,
harini beruntung dapat berhadapan dengan Kang-siauhiap,
harap sudi memberi petunjuk." ia sengaja mengangkat tinggi
derajat Kim Si-ih dengan maksud menutupi rasa malu sendiri
jika sebentar ia dikalahkan Kang Hay-thian.
Juru bahasa lantas menyalin ucapan Pantung itu kepada
Kang Hay-thian. Pemuda itu hanya tersenyum saja, katanya:
"Boleh kau katakan padanya bahwa aku tidak mau menarik
keuntungan dari dia, barusan dia sudah bertempur, boleh
suruh dia mengaso dulu, sebentar jika akupun sudah
bertempur satu babak, nanti aku akan belajar kenal lagi
dengan dia."
Setelah mengetahui jawaban Kang Hay-thian itu, Pantung
tertegun, katanya kemudian: "Bagus, Kang-siauhiap benarbenar
seorang kesatria sejati, kagum, benar-benar aku sargat
kagum! Dan jika memang begitulah kehendak Kang-siauhiap,
terpaksa aku menurut saja.". Lalu iapun kembali ketempat
duduknya semula.
Segera Hay-thian menatap Po-siang Hoatsu, katanya:
"Wanpwe bernama Kang Hay-thian, dengan tulus ingin mohon
petunyuk kepada para Cianpwe, silakan siapa saja yang sudi
maju ke sini!"
Sudah tentu Po-siang ingin menjaga harga diri dan tidak
sudi bergebrak dengan seorang anak muda, tapi iapun raguragu
dan mengerut kening karena tiada pantas diajukan untuk
melawan Kang Hay-thian.
Untung lantas terdengar seorang membuka suara dengan
dingin: "Biarlah aku belajar kenal sekali lagi dengan murid
pilihan Kim Si-ih yang lihay, sekali ini kita tentu dapat
menentukan kalah dan menang."
Maka tertampaklah seorang Lama yang bertubuh tinggi
besar, berwajah merah bercahaya, maju ketengah kalangan.
Po-siang sangat girang, katanya didalam hati: "Ya,
mengapa barusan aku telah melupakan dia?"
Kiranya Lama itu tak-lain-tak-bukan adalah Sutenya Pekkauhoat-ong, raja agama Lama putih dari istana Orsim di
Jinghay, Khong-jiok Beng-lun-ong, siraja merak.
Dahulu Pek-kau-hoat-ong pernah bertempur sama kuatnya
melawan Kim Si-ih. hal ini cukup diketahui Po-siang Hoatsu.
Maka ia menaksir biarpun Khong-jiok Beng-lun-ong ini tidak
selihay sang Suheng, rasanya juga selisih tidak banyak dan
terang iebih kuat daripada Pantung, untuk mengalahkan
muridnya Kim-Si-ih tentu tidaklah susah.
Ia tidak tahu bahwa ilmu silat Kim Si-ih sekarang kalau
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibanding dahulu waktu melawan Pek-kau-hoat-ong entah
sudah bertambah betapa banyak lebih tinggi, sedangkan ilmu
silat Kang Hay-thian sekarang juga hampir mencapai tingkatan
sang guru itu. Dua bulan yang lalu Khong-jiok Beng-lun-ong pernah
bergebrak beberapa jurus dengan Kang Hay-thian didalam
istana Orsim, tapi lantas keburu didatang Teng Keng-thian
suami-isteri hingga pertarungan mereka terhenti tanpa
berakhir. Tapi dalam beberapa kali gebrak itu Khong-jiok
Beng-lun-ong agak diatas angin atau lebih kuat, maka ia pikir
selama dua bulan ini betapapun pesat kemajuan Lwekangnya
Kang Hay-thian tidak mungkin dapat melebihi dia sendiri.
Sebab itulah ia tidak pandang sebelah mata kepada pemuda
itu. Saat itu Hay-thian berdiri disebelah samping, kedua
tangannya lurus kebawah, gayanya merendah diri sebagai
kaum muda yang minta petunjuk kepada orang tua.
"Tidak perlu sungkan-sungkan, silakan lolos pedangmu,"
kata Beng-lun-ong dengan nada dingin.
"Tidak, Cianpwe sendiri tidak bersenjata, mana Wanpwe
berani memakai senjata?" sahut Hay-thain.
Siapa yang kenal asal-usul Khong-jiok Beng-lun-ong itu
menjadi terkejut demi mendengar jawaban Kang Hay-thian
itu. Dalam pandangan mereka Kang Hay-thian hanya seorang
bocah ingusan, meski dikatakan muridnya Kim Si-ih, tapi
berapa ulet kekuatannya tetap mereka sangsikan, apalagi
kalau dibandingkan Khong-jiok Beng-lun-ong. Sebab itulah
semua orang berpendapat bila Kang Hay-thian menempur
Beng-lun-ong dengan pedang pusakanya, boleh jadi pemuda
itu masih mampu menjaga keselamatannya sendiri dan tidak
dikalahkan secara mengenaskan. Tapi kini pemuda itu akan
melawan Beng-lun-ong dengan bertangan kosong, apakah
jiwanya takkan melayang percuma.
Namun senjata Beng-lun-ong, yaitu tongkat raja agama,
tempo hari telah dirampas kembali oleh Suhengnya, sesudah
dia meninggalkan istana Orsim, dalam gusarnya sampai
tongkat bergelang sembilan yang biasa dipakainya itu juga di
buangnya, ia bertekad sesudah pulang ke Nepal, setelah
mendirikan sekte agama sendiri, lalu akan digemblengnya
sebatang tongkat raja agama yang cocok baginya.
Dan karena Kang Hay-thian menyebut tentang senjata, hal
ini telah menyinggung perasaannya lagi hingga menambah
rasa dongkolnya, segera ia mendengus dan katanya didalam
hati: "Bocah ingusan saja secongkak ini, kalau aku tidak
membikin malu kau dihadapan orang banyak. tentu kau belum
kenal betapa lihaynya diriku."
Maka tanpa bicara lagi, dengan muka merengut ia lantas
angkat jari telunjuknya dan menuding sekali kearah Kang Haythian
dari jauh. Jarak mereka waktu itu ada lebih dua meter jauhnya, sekali
jari Beng-lun-ong menunjuk, seketika terdengar suara
mendesis bagaikan anak panah menyambar kerasnya,
scrangkum angin tajam terus menusuk "Soan-ki-hiat" didada
Kang Hay-thian.
Khong-jiok Beng-lun-ong sudah berhasil meyakinkan "Buhengcing-gi" (hawa murni tak berwujut) yang lihay dan dapat
membunuh orang dari jarak jauh, kalau dipakai menutuk Hiatto
menjadi sebacam ilmu tutukan dari jarak jauh yang sangat
lihay. Tapi Kang Hay-thian temyata tenang-tenang saja. diamdiam
ia merasa geli malah, tapi lahirnya ia pura-pura tidak
tahu apa-apa, dengan penuh hormat ia masih berkata:
"Wanpwe tidak berani lancang. harap Canpwe suka mulai lebih
dulu!" Melihat pemuda itu tidak tergoyah sedikitpun, keruan kejut
Beng-lun-ong tak terkatakan. Berulang-ulang ia menutuk lagi
hingga belasan kali, boleh dikata seluruh Hiat-to yang penting
ditubuh Kang Hay-thian telah diincarnya semua, namun
hasilnya tetap nihil.
Kiranya diam-diam Kang Hay-thian sudah mengerahkan
Lwekangnya yang maha hebat itu hingga tenaga tutukan
lawan itu tidak mempan menyusup kedalam tubuhnya
Menyaksikan itu, semua orang menjadi heran dan terkejut.
Bahkan Kang Lam lantas tertawa gembira, katanya: "Hai,
bukankah puteraku telah minta petunjuk padamu, mengapa
kau begitu sungkan-sungkan dan benar-benar hanya main
tunjuk dan tuding belaka?"
"Ya kukira engkau tidak perlu banyak aksi segala, lebih baik
minta petunjuk saja dari keponakanku yang baik itu," demikian
Ki Hiau-hong ikut mengolok-olok.
Tentu saja Beng-lun-ong merasa malu, ia menjadi murka
pula, mendadak ia menggerung sekali sambil melompat maju
terus memotong dengan telapak tangannya. Ketika Hay-thian
memapak-nya dengan telapak tangan pula, "plak", ia merasa
tangan sendiri agak panas pedas sedikit.
Dengan menghimpun tenaga murni ditelapak tangannya,
sebenar-nya daya serangan Beng-lun-ong itu jauh lebih hebat
dari pada Pi-lik-ciang dan Lui-sin-ci milik Auyang Tiong-ho.
Dahulu Kang Hay-tban sudah pernah mengadu tangan dengan
Beng-lun-ong, tatkala itu Hay-thian merasa tangannya seperti
menempel besi yang habis dibakar, tapi kini hanya terasa
panas sedikit saja, hal ini disebabkan kasiat Thian-sim-ciok
yang telah diminumnya itu.
Sebaliknya Khong-jiok Beng-lun-ong merasa tenaga dalam
lawan bagaikan damparan ombak dahsyatnya hingga tenaga
murni-nya yang terhimpun ditelapak tangan itu kini diterjang
balik kembali, keruan saja kejutnya tak terhingga.
Dapatkah Kang Hay-thian merobohkan Khong-jiok Benglunong" Apakah Hay-thian akan menantang Po-siang Hoat-su pula
dan siapa yang lebih unggul"
Apa yang diperbuat Danu Cu-mu dan Yap Tiong-siau
sementara itu dan dimanakah beradanya Kim Si-ih"
---ooo0dw0ooo--Jilid 14 Padahal Bu-heng-cing itu baru jadi diyakinkan sesudah
Khong-jiok Beng-lun-ong tekun melatihnya selama sepuluh
tahun. Biasanya ia suka menyesal karena ilmu itu kurang
sempurna dilatihnya, tapi sekarang ia berbalik pikiran, kuatur
kalau membikin celaka diri sendiri, maka ia berharap tenaga
Bu-heng-cing-gi sendiri itu ada lebih baik lemah saja.
Tapi dibawah desakan tenaga dalam Kang Hay-thian, hawa
murni Beng-lun-ong itu menjadi mirip pasang surut cepatnya.
se-dikitpun ia tidak berkuasa lagi. Maka hanya sekejap saja
Beng-lun-ong merasakan dadanya sesak. seakan-akan setiap
saat bisa meledak.
Dengan muka merah padam dan mata merah membara,
Khong-jiok Beng-lun-ong masih terus bertahan sebisanya
dengan me-ngertak gigi hingga berbunyi berkeriutan.
Sekonyong-konyong ia berteriak satu kali. ia menggigit
sekerasnya hingga ujung lidah sendiri tergigit putus, menyusul
ia terus menyemburkan sekumur darah segar.
Kiranya Khong-jiok Beng-lun-ong masih sayang kepada
jiwa-nya sendiri, demi hidupnya, terpaksa ia harus
memunahkan tenaga dalam sendiri. Sekali dia menggigit ujung
lidah sendiri hingga hawa muminya buyar seluruhnya, maka
peyakinannya selama berpuluh tahun menjadi hancur. Namun
demikian, dapatlah ia menyelamatkan isi perutnya dari
kehancuran serangan hawa murni sendiri yang ditolak kembali
itu. Dipihak lain Kang Hay-thian lantas menghindar kesamping,
menyusul terus melompat maju, ia pegang Khong-jiok Benglunong yang tampak sempoyongan itu. Ia keluarkan sebutir
pil dan dijejelkan kemulut Beng-lun-ong, sedangkan telapak
tangan kiri mendempel didadanya, maka suatu arus hawa
murni terus merembes masuk melalui "soanki-hiat" untuk
membuyarkan darah mati didalam tubuh Beng-lun-ong,
berbareng untuk menahan muntah darah lebih lanjut.
Kiranya tiada maksud Hay-thian buat membunuh Beng-lunong,
ia hanya benci kepada lagak perbuatannya, maka
sengaja memecahkan hawa murni orang dan memaksa Benglunong memunahkan Lwekang sendiri. Obat pil itu adalah Piklingtan sisa pemberian Kim Si-ih dahulu dan kini telah
diberikannya kepada Beng-lun-ong agar lukanya tidak terlalu
parah. Setelah Beng-lun-ong gagal mengadu jiwa dengan Kang
Hay-thian. ia insaf dirinya pasti celaka, tak terduga pemuda itu
bukan saja tidak membinasakan dia, sebaliknya malah
menolongnya. Terhadap pemuda itu Beng-lun-ong merasa
dendam, jeri dan kini berterima kasih pula, terpaksa ia tidak
bisa buka suara lagi dan mengundurkan diri dengan muka
pucet dan jalan sempoyongan.
Dengan mudah saja Kang Hay-thian telah mengalahkan
Khong-jiok Beng-lun-ong. keruan hal ini mengguncangkan
setiap tokoh persilatan yang hadir disitu, begitu pula Po-siang
mau-tidak-mau menjadi terperanjat.
Segera Pantung maju ketengah gelanggang, ia
membungkuk tubuh memberi hormat kepada Kang Hay-thian
dari jauh, kata-nya: "Ilmu sakti Kang-siauhiap benar-benar
tiada bandingannya, sungguh kagum, kagum sekali!"
Hay-thian juga balas menghormat sambil menyahut: "Ah,
hanya sedikit kepandaian tak berarti, harap Pantung-taysu
banyak memberi petunjuk lagi."
Sesudah kedua orang ialing memberi hormat, mendadak
baju Hay-thian berkebas-kebas dan rambutnya kusut masai,
tapi berdirinya tegak, sedikitpun tidak berderak. Sebaliknya
Pantung seperti mendadak mengkeret lebih pendek belasan
senti. Kiranya barusan Pantung telah mengadu Lwekang dengan
Kang Hay-thian, ketika tenaga dalam kedua orang saling
bentur. Pantung sendiri tidak tahan dan terpaksa
menggunakan ilmu sebangsa "Jian-kin-tui". Ilmu silat
membikin badan menjadi antap, se-kuatnya ia berdiri
ditempatnya sehingga lantai yang diinjaknya itu ambles
belasan senti kebawah. Karena itu tampaknia menjadi seperti
tubuh Pantang mendadak berubah lebih pendek.
Lwekang Pantung sebenarnya sangat hebat dan jarang
terdapat didunia ini, tapi kalau dibandingkan Kang Hay-thian
terang masih kalah.
Dengan menghela nanas panjang lalu Pantung berkata
dengan muram: "Baru sekarang aku tahu diluar langit masih
ada langit. Murid saja sehebat ini, apalagi gurunya. Sedikit
kepandaianku ini bermimpi hendak bertanding dengan Kimtayhiap,
ini sama seperti laron menubruk api saja". Sekali ini
ia berkata dengan takluk benar-benar, lahir dan batin. Lalu
iapun mengundurkan diri dari gelanggang.
Berturut-turut Kang Hay-thian mengalahkan dua lawan
tangguh, keruan hal ini sangat mengejutkan jago-jago silat
yang diundang Po-siang. Meski Kang Hay-thian sudah
mengundurkan diri ketempat duduknya, tetapi mereka tidak
berani tampil kemu-ka untuk menantang jago silat Tionggoan,
seorang pemuda saja sudah sedemikian lihaynya maka betapa
hebat ilmu silat di Tiongkok benar-benar susah dijajaki dan
susah dilawan. Disudut sana tampak jago-jago Nepal sama berkumpul dan
sedang berunding, sejenak kemudian, majulah dua orang d
antara mereka. Yang satu adalah paderi dan yang lain orang
preman. Paderi berkasa putih mulus dan berbadan tinggi kurus itu
adalah jago undangan raja Nepal dari Persi, bergelar Kenggoat
Siangjin. Dan jago orang preman itu adalah tokoh nomor
satu dinegeri Nepal, namanya Minhaji.
Setiba ditengah kalangan, kedua orang tu memberi hormat
kearah Peng-choan Thian-li dan berkata: "Harap Kongcu
tampil kegelanggang, kami ingin memberi lapor sesuatu."
Segera Peng-choan Thian-li berbangkit dari tempat
duduknya, sahutnya dengan dingin: "Harini kita berada
didalam gelanggang pertandingan, apakah kalian ingin
bertanding dengan aku" Katakan saja terus terang dan tidak
perlu banyak adat!"
"Mana kami berani," sahut Minhaji. "Tapi kami mendapat
perintah dari baginda raja agar mengundang Kongcu pulang
ketanah air."
Peng-choan Thian-li berjalan ketengah kalangan, ia melirik
sekejap kepada mereka Lalu berkata dengan tak acuh: "Ha,
jadi kalian adalah utusan raja, Tapi raja yang mana?"
"Dilangit tiada dua matahari, rakyat kita juga tiada dua
junjungan, negeri kita cuma ada seorang raja, ialah Sri
baginda yang sekarang," sahut Minhaji
"Siapa sebenarnya, mengapa kau tidak menjelaskan
pertanyaan ku?" Thian-li menegas.
"Siapa lagi, bukankah beliau adalah kakak misan Kongcu
sendiri, sudah tahu mengapa Kongcu sengaja tanya?" sahut
Mu-baji terpaksa.
"Ha, kukira ini tidak betul," kata Thian-li dengan tertawa
dingin. "Biar aku jauh berada dinegeri lain, tapi apa yang
terjadi ditanah air tetap aku mengetahui. Sri baginda yang kau
katakan itu sudah digulingkan dan raja baru sudah naik tahta,
masakah kalian masih menyebut raja lama sebagai Sri.
baginda yang sekarang?"
"Salah pendapat Kongcu itu," ujar Minhaji. "Meski didalam
negeri terjadi pemberontakan, tapi Sri Baginda masih berkuasa
mana boleh pemimpin pemberontak menyebut dirinya sebagai
raja baru" Untuk bicara terus terang, justeru karena urusan
inilah maka kami diperintahkan Kok-ong (Sri baginda raja)
untuk mengundang Kongcu supaya suka pulang dan
membantu mengamankan kekacauan itu."
"Aku sudah lama tidak ikut campur urusan politik, Sri
Baginda harus mendapat dokungan rakyat, maka siapa yang
didukung rakyat biarlah dia yang menjadi raja," sahut Thian-li.
Tapi Minhaji masih terus menyanggah dan berdebat. Akhirnya
Peng-choan Thian-li berkata: "Baiklah, sementara aku
tidak perlu berdebat dengan kau. Coba katakan dulu, cara
bagaimana rajamu hendak suruh aku membantu
mengamankan kekacauan didalam negeri?"
"Tadi Kongcu mengatakan tidak ikut campur politik lagi, tapi
numpang tanya. Ka-gwan Moncu itu kelahiran Kongcu atau
bukan?" tanya Minhaji.
"Benar, Teng Ka-gwan adalah puteraku, dia telah diculik
oleh raja kalian, untuk ini aku belum lagi membikin
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perhitungan dengan dia," kata Thian-li.
"Rupanya Kongcu telah salah paham," ujar Minhaji. "Kagwan
Moncu hanya diundang pulang ketanah air oleh Sri
baginda, selama ini dalam pelayanan yang baik, siapa duga
dia telah membantu kaum pemberontak, merebut keraton dan
kekuasaan. Dari itu Sri baginda minta Kongcu suka pulang
untuk memberi ajaran-ajaran seperlunya kepada Ka-gwan
Moncu." "O, kiranya begitu," kata Thian-li. "Dan sekarang kalian
datang berapa orang" Coba keluarlah semua."
"Apakah maksud Kongcu?"?"
"Pendek kata keluarlah kesini, aku ingin bicara dengan
kalian," seia Thian-li.
"Jika demikian perintah Kongcu, maka bolehlah kalian maju
kesini", seru Minhaji ketempat duduk para Bu-su Nepal tadi.
Maka berturut-turut majulah jago-jago Nepal itu dan
seluruhnya ada 36 orang, mereka berbaris menjadi dua
barisan. "Jika memang raja kalian hendak mengundang aku pulang,
cukup mengirim Minhaji saja kesini, tapi sekarang
mengirimkan jumlah sebanyak ini. sebenarnya apa
maksudnya?" tanya Thian-li dengan dingin. "O. apa barangkali
maksudnya jika aku membangkang, lalu aku akan dibekuk
secara paksa?"
Wajah Minhaji menjadi merah dan tidak bisa menjawab.
Keng-goat Siangjin anggap dirinya bukan orang Nepal dan
tidak terikat oleh peraturan mereka, ia tidak perlu sungkansungkan
kepada Peng-choan Thian-li, maka segera ia berkata:
"Harap Kongcu berpikir secara bijaksana, kukira paling baik
terimalah undangan Sri baginda dan segera ikut kami pulang
kesana." Ucapannya ini secara tidak langsung menegaskan bahwa
kalau Peng-choan Thian-li membangkang peritah raja, maka
segera mereka hendak main tangkap.
Tapi dengan tenang Thian-li menjawab: "Baiklah, maka
aku-pun hendak mengemukakan keputusanku kepada kalian.
Raja kalian tidak disukai rakyat. maka raja baru sudah
menggantikan tahtanya. Sekarang aku cuma mengakui raja
baru dan pandang raja kalian sebagai pihak pemberontak.
Adapun tindakan puteraku itu sangat tepat, kukira yang harus
diberi ajaran bukanlah dia."
Seketika berubahlah air muka Keng-goat Siangjin dan
Minhaji, mereka bertanya: "Jadi Kongcu tegas-tegas menolak
untuk pulang?"
"Kukatakan lekas kalian enyah dan jangan mengacau
disini," sahut Peng-choan Thian-li sambil menuding para Bu-su
Nepal itu. "Jika begitu, terpaksa kami mesti bertindak, harap Kongcu
maafkan kami," kata Minhaji.
Dan tidak menunggu perintah lagi, segera ke-36 Bu-su tadi
sudah terus mengitari Peng-choan Thian-li ditengah-tengah.
Minhaji juga tidak lantas turun tangan, lebih dulu ia berkata
kepada Po-siang: "Ini adalah urusan negeri kami dan tiada
sama dengan pertandingan silat secara umum, maka harap
Kok-su memaafkan kami mengganggu gelanggang
pertandingan ini."
Menurut peraturan umum, pertandingan harus dilakukan
dengan satu lawan satu, maka sebelumnya Minhaji sengaja
mengemukakan alasannya.
Segera Peng-choan Thian-li menjawab: "Bagus, urusan ini
memang tiada sangkut-paut dengan para hadirin, harap para
hadirin suka menyaksikan saja."
"Hahaha!" Po-siang tertawa. "Sudah lama kudengar Pengtan
(peluru es) dan Giok-kiam (pedang pualam) Peng-choan
Thian-li tiada bandingannya didunia ini. Walaupun
pertandingan ini tidak resmi, tapi sudah cukup menambah
pengalaman kami yang berharga."
"Nah, jika memang kalian diperintahkan untuk mengundang
aku. maka silakan majulah", segera Thian-li berkata lagi.
Minhaji dan Keng-goat Siangjin memberi hormat lebih dulu,
lalu berkata berbareng: "Biarlah kami berdua yang madiu dulu,
bila kami tidak sanggup, barulah nanti mereka (maksudnya
para Bu-su Nepal) bergilir meminta petunjuk pada Kongcu."
Dan baru selesai berkata, terus saja tangan Keng-goat
Siangjin yang lebar itu mencengkeram kearah Peng-choan
Thian-li. ?"Keledai gundul kurangajar!" damperat Thian-li sambil
berkelit sehingga Keng-goat Siangjin menubruk tempat
kosong. Dalam pada itu dengan cepat luar biasa dua butir Peng-poksintan sudah ditimpukan Peng-choan Thian-li kedua arah,
yaitu mengincar kedua lawannya.
Tapi sekali tangkap, Keng-goat Siangjin terus remas sebutir
peluru es itu hingga berubah menjadi air es. Ternyata ia tahan
hawa dingin senjata rahasia itu, bahkan menggigil sedikit saja
tidak. Lalu ia terbahak-bahak dan mengejek: "Hahaha, PengpokSin-tan kiranya cuma begini saja!"
Dan sebutir peluru es yang menyambar kearah Minhaji itu
juga telah kena disampuk senjata jago Nepal yang benujut
toya itu, "blung", mendadak ujung toya itu menyemburkan api
hingga peluru es itu menguap menjadi hawa. Sesudah api
padam, Minihaji merasa badannya agak segar, tapi juga tidak
terpengaruh oleh hawa dingin.
Rupanya mereka sudah kenal betapa lihaynya Peng-poksintan yang biasa digunakan Peng-choan Thian-H, maka
sebelumnya mereka sudah siap sedia. Keng-goat Siangjin
telah meyakinkan "Hwe-liong-kang" (ilmu naga api), dengan
tenaga Yang ia pusatkan ditelapak tangan hingga tidak takut
dinginnya peluru es itu dan berani meremasnya.
Sebaliknya tenaga dalam Minhaji lebih rendah, ia harus
menggunakan toyanya yang dibuat secara istimewa, toyanya
berwujut pipa, tengabnya kosong dan disimpan obat pasang
yang mudah terbakar, begitu tergesek dengan keras, maka
lantas menyemburkan api. Maka peluru es tadi lantas
menguap dan dia tidak kedinginan.
Begitulah, ditengah gelak tertawa Keng-goan Siangjin tadi,
terus saja Peny-choan Thian-li memutar pedangnya, dengan
gerak tipu "Peng-ho-kay-teng" atau sungai es mencair, segera
sinar gemerdep memburu hingga 13 Hiat-to ditubuh Kenggoat
Siangjin terancam.
Pedang yang digunakan Peng-choan Thian-li itu adalah
buatan dari Han-giok (pualam dingin) berumur ribuan yang
terdapat di-gunung es. Sedikit diputar saja lantas hawa dingin
memancar kesekelilingnya untuk menyerang Hiat-to musuh,
lihaynya melebihi Peng-pok-sin-tan.
Tapi Keng-goat Siangjin telah menutup seluruh Hiat-to
sambil mengebas kedua lengan bajunya yang lebar itu hingga
ber-jangkit angin keras untuk menyampuk sambaran pedang
Peng-choan Thian-li.
Tak tersangka ilmu pedang Thian-li itu teramat hebat,
dengan mengikuti arah kebasan Keng-goat Siangjin, tubuhnya
juga ikut terputar, "siut", tahu-tahu pedangnya menyusup
lewat dibawah lengan baju lawan. Untung pedang es yang
dipakai Peng-choan Thian-li itu tidak mengutamakan
ketajaman, maka meski badan Keng-goat Siangjin kena
tersentuh, berkat Lwekangnya yang tinggi tidaklah sampai
terluka, dan hawa dingin yang sedikit memantul dari ujung
pedang itu juga buyar terkena "Hwe-liong-kang" didalam
tubuhnya. Melihat Keng-goat Siang-jin kuat menahan pedang es Pengchoan
Thian-li itu, Minhaji menjadi tabah juga.
Ia pikir: "Meski tenaga dalamku lebih lemah daripada Kenggoat
Siangjin, tapi aku lebih gesit, gerak perubahanku juga
lebih cepat dari dia. Asal aku tidak sampai tertusuk pedang
lawan tentu takkan berhalangan. Apalagi orang yang akan
ditangkap ini adalah puteri negeriku, kalau Keng-goat Siangjin
yang lebih dulu menangkapnya, tentu aku yang akan
kehilangan pamor."
Begitulah karena pikirannia yang ingin merebut jasa, segera
Minhaji menubruk maju hendak menawan Peng-choan Thianli.
Tapi mengingat Thian-li adalah tuan puterinya, iapun tidak
berani terlalu kurangajar, maka lebih dulu ia berkata pula:
"Kongcu, harap kau menurut kepada perintah Sri baginda saja
agar tidak mempersulit tugasku."
"Hm, apa kepandaianmu. boleh lekas kau keluarkan saja,"
sahut Peng-choan Thian-li. Berbareng pedangnya terus
menusuk. Sama sekali Minhaji tidak menduga akan serangan kilat itu,
dengan tergopoh-gopoh ia berkelit dan hampir-hampir
terbanting jatuh. Untung Keng-goat Siangjin lantas
mengebaskan lengan baju-nya hingga serangan Peng-choan
Thian-li itu dapat ditahannya.
"Jika Kongcu tidak mau menurut perintah, terpaksa aku
harus bertindaklah." kata Minhaji. Dan segera ia mengitar
kebelakang Peng-choan Thian-li, sekali ia tekan toyanya, tibatiba
sejalur api menyambar keluar.
Tapi mendadak Peng-choan Thian-li mengayunkan
tangannya kebelakang, dua butir peluru es ditimpukan dan
kontan api itu dipadamkan. Bahkan dalam lingkaran seluas
empat-lima meter lantas berkabutkan hawa dingin hingga
mirip kabut dipagi hari. "Nah, biar kalian kenal lihaynya!" seru
Thian-li sambil tertawa.
Mendadak terdengar suara berkertukan gigi Keng-goat
Siangjin, bahkan Minhaji, lebih celaka lagi, ia menggigil hebat
hingga mirip orang sakit demam.
Kiranya berkat kabut itu, dengan cara yang istimewa Pengchoan
Thian-li berhasil menimpukan peluru es kelubang
hidung Keng-goat Siangjin dan peluru es lain masuk dilubang
telinga Minhaji, peluru es itu mencair dan hawa dingin segera
menyerang kedalam badan sasarannya.
Keng-goat Siangjin melatih "Hwe-liong-kang", maka
keadaan-nya masih mendingan, ia hanya kedinginan sedikit,
namun hawa dingin yang menyusup kedalam tubuh itu juga
susah dilenyapkan dalam waktu singkat. Scbaliknya Lwekang
Minhaji lebih lemah daripada kawar-nya, maka keadaannya
menjadi lebih runyam, ia merasa darahnya seakan-akan
membeku, ia menggigil tiada berhenti-henti.
Melihat itu. Kang Lam yang ceriwis itu terus berseru dengan
tertawa: "Hihi, katanya kalian anggap Peng-pok-sin-tan tidak
lebih hanya begini saja, dan sekarang kalian sudah tahu
rasanya, mengapa malah diam-diam saja?"
Karena giginya masih berkertukan, Keng-goat Siangjin
menjadi susah untuk balas memaki. Ia kuatir peluru es lawan
akan ditimpukan kemukanya lagi, maka cepat ia mengayun
lengan bajunya dengan kencang hngga kabut tebal
didepannya tersapu buyar.
Tapi Thian-li tidak memberi kesempatan bernapas pada
lawan, segera pedangnya menyerang pula. Karena disamping
mengerahkan tenaga dalam untuk melawan hawa dingin, pula
harus menangkis serangan pedang Thian-li. maka keadaan
Keng-goat menjadi agak repot, hanya beberapa jurus saja ia
sudah terdesak dan terancam bahaya.
Lekas-Lekas Minhaji memberi isyarat, serentak ke-36 Bu-su
tadi merubung maju dan melancarkan serangan kepada Pengchoan
Thian-li. Karena tiada sempat menimpukan peluru es
lagi, terpaksa ia mesti melawan dengan pedang melulu.
Namun hawa yang dipancarkan dari ujung pedangnya itu juga
tidak kurang lihay nya. Tapi para Bu-sa dari Nepal itu memakai
baju buatan dari asbes hingga tahan hawa dingin, meski Pengchoan
Thian-li sudah terjang kesana dan kesini, lambat-laun ia
menjadi kewalahan juga.
Tiba-Tiba terdengar Teng Keng-thian bersuit panjang,
bagaikan burung raksasa ia terus melayang ketengah
kalangan pertempuran. Serunya keras-keras: "Teng Ka-gwan
adalah puteraku, dengan sendirinya urusan ini menyangkut
juga diriku. Sedangkan radia kalian hendak menangkap
komplotan pemberontak dan sanak keluarganya, sekarang
biarlah aku sengaja melaporkan diri saja."
Sementara itu Keng-goat Siangjin sudah hampir dapat
memulihkan seluruh tenaganya karena rangsangan hawa
dingin tadi. segera ia papak Teng Keng-thian sambil
membentak: "Bagus, kau suka melaporkan diri, maka akupun
tidak perlu sungkan-sungkan lagi padamu." berbareng kedua
lengan bajunya mengebas, bagaikan dua ekor ular terus
memagut kearah Teng Keng-thian.
"Emangnya siapa ingin main sungkan-sungkan dengan
kau?" ujar Keng-thian dengan tertawa.
Maka terdengarlah suara "brek" sekali, lengan baju Kenggoat
yang lebar itu telah berhasil membelit sasarannya. Tapi
bukannya Teng Keng-thian, melainkan seorang Bu-su Nepal
yang kena didorong Keng-thian kearah Keng-goat Siangjin
dengan cepat luar biasa. Bahkan dikala mendorongkan Bu-su
itu, Keng-thian gunakan ilmu "Keh-san-pak-gu" (memukul
kerbau dan balik gunung) yang lihay hingga Keng-goat
Siangjin tergentak oleh tenaga dalam Teng Keng-thian secara
tidak langsung itu, dadanya serasa digodam sekali, ia tergetar
mundur beberapa tindak sambil melepaskan Bu-su dalam
lilitan lengan bajunya itu.
Bahkan beberapa Bu-su disampingnya kena ditabrak hingga
terjungkal pula. Dengan demikian, maka barisan kepungan
yang tadi nya sangat rapat itu sekarang menjadi bobol,
keadaannya lantas kacau.
Melihat gelagat jelek, cepat Minhaji memimpin empat Bu-su
lain untuk menutup tempat yang bobol itu. Keempat Bu-su ini
adalah muridnya, setaip orang juga membawa toya yang sama
dan sekaligus lima toya itu lantas menyemburkan lima jalur api
kearah Teng Keng-thian.
"Bagus!" teriak Keng-thian, berbareng kedua telapak
tangan-nya terus mendorong kedepan. dengan tenaga
pukulan dahsyat "Pik-khong-c"ang" (pukulan dari jauh). kontan
saja terdengar Minhaji menjerit sekali terus muntahkan darah
segar. Keempat muridnya lebih celaka lagi, semuanya roboh
takbisa berkutik. Bahkan kelima jalur api tadi juga kena ditolak
kembali oleh tenaga pukulan Teng Keng-thian itu. Walaupun
para Bu-su itu memakai baju buatan dari asbes yang tahan
api, tapi muka mereka sudah tentu tidak terlindung, maka
demi disambar api, mereka menjadi kelabakan dan lari
serabutan sambil menutupi muka masing-masing dengar
lengan baju.
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan gusar Keng-goat Siangjin terus menghantam, dan
telah disambut Keng-thian dengan pukulan yang sama. Tapi
mendadak Keng-goat ketawa terbahak-bahak.
Keruan semua penonton terheran-heran. Mereka
menyaksikan sesudah adu pukulan itu. Keng-goat kelihatan
terhuyung-huyung hendak roboh, mengapa malah bisa ketawa
terbahak-bahak"
Tapi segera terdengar suara tertawa Keng-goan Siang-jin
agak tidak beres, suara tawanya bagaikan orang menangs
tanpa air mata, badannya kaku, balikan biji matanya juga
kelihatan tak bergerak.
Kiranya dikala mengadu pukulan tadi Teng Keng-thian telah
menggunakan "Si-mi-ciang" disertai tenaga tutukan "Kimkongci" yang hebat untuk memecahkan tenaga pelindung
tubuh Keng-goat yang lihay itu, menyusu! terus menuruk pula
"Siau-yau-hiat" dipinggangnya, sebab itulah Keng-goat bisa
tertawa tapi tak bisa berkutik lagi.
Melihat sang suami sudah berhasil, segera Peng-choan
Thian-li juga masukan pedang kesarungnya, menyusul dengan
sistim kilat ia hamburkan peluru-peluru es. Memangnya
kepandaian para Bu-su itu jauh lebih rendah daripada Kenggoat
Siangjin, sedangkan peluru es Thian-li itu selalu
mengintiar Hiat-to dan lubang-lubang bagian muka, maka
dalam waktu sekejap saja sisa kawanan Bu-su itu juga sudah
dirobohkan semua dengan kedinginan.
"Yu Peng," segera Thian-li berseru kepada dayangnya,
"bantulah aku meringkus mereka dan giring pulang ke Nepal."
"Nanti dulu!" tiba-tiba Po-siang membuka suara. "Aku ingin
bicara sedikit!"
Lalu ia mendekati Keng-goat Siangjin, pelahan-lahan ia
tepuk punggung paderi itu, seketika suara tertawa Keng-goat
terhenti, air mu-kanya juga kembali merah lagi. Menyusul Posiang
menghampiri pula para Bu-su itu dan satu persatu
ditepuk sekali dengan pelahan. Dimana dia sampai lantas
buyarlah kabut dingin tadi, dan setiap Bu-su yang kena
disentuhnya segera dapat bergerak lagi.
Kepandaian Po-siang ini membuat semua oraag terkesiap
juga. Begitu pula Keng-thian suami-isteri juga tergetar.
Harus diketahui bahwa pada umumnya untuk menahan
serangan hawa dingin peluru es Itu saja sangat sulit, apalagi
sekarang Po-siang dalam waktu sekejap telah menggunakan
tenaga dalam sendiri untuk menghapus hawa dingin yang
bersarang didalam tubuh kawanan Bu-su itu, bahkan telah
membuka Hiat-to serta membantu memulihkan tenaga murni
Keng-goat Siang-jin, sudah tentu kepandaian yang luar biasa
ini sangat mengejutkan.
Maka diam-diam Teng Keng-thian membatin: "Kepandaian
setingkat ini dapat pula dikerjakan oleh ayahku, tapi juga
belum tentu semudah dan. secepat dia."
Begitulah, lalu Peng-choan Thian-li menjawab utiapan Posiang
tadi: "Ada apa, silakan bicara?"
"Begini, selaku tuan rumah pertemuan ini, Pinceng ingin
minta kemurahan, hati pada Kongcu." kata Po-sang.
"Tentang apa?" tanya Thian-li.
"Para hadirin sekarang ini adalah tamu undangan Pinceng
semua, kini Kongcu hendak membawa pergi mereka,
bukankah hai ini akan membikin Pinceng menjadi serba sulit?"
kata Po-siang. "Bukankah tadi Minhaji sudah menyatakan kepada Hoatsu
bahwa urusan ini adalah persoalan negeri kami sendiri dan
bukan pertandingan silat biasa?" sahut Thian-li. "Tadi Hoatsu
juga menyatakan akan menonton saja dan tidak ikut campur,
mengapa sekarang berpendapat lain lagi?"
Pertarungan kalian tadi memang Pinceng tidak mau ikut
campur," kata Po-siang. "Tapi sekarang Kongcu hendak
membawa pergi mereka, hal ini akan membikin Pinceng
merasa tidak enak terhadap sobat. Maka aku minta sudilah
Kongcu memberi muka padaku, nanti kalau pertemuan ini
sudah bubar, maka terserahlah kepada apa yang akan kalian
lakukan." "Aku ingin tanya dulu, entah tetamu Hoatsu ini terbagi
dalam berapa kelas?" demkian jawab Thian-li dengan dingin.
"Apakah mereka dibedakan berdasarkan hubungan baik
masing-masing dengan Hoatsu?"
Air muka Po-siang agak berubah, sahutuya: "Semua hadirin
harini adalah sobat baik Pinceng, maka kupandang sama tinggi
dan sama derajat. Entah apakah maksud Kongcu dengan pertanyaanmu
ini?" "Habis, tadi mereka yang berjumlah tidak sedikit ini hendak
"mengundang" aku pulang kenegeri kami, apa maksudnya
kata-kata "mengundang" itu tentu Hoatsu cukup tahu,"
demikian sahut Thian-li. "Dan sekarang mereka sudah
kukalahkan habis-habisan dan menjadi giliranku untuk
"mengundang" mereka pulang negeri asal, tiba-tiba Hoatsu
tampil kemuka untuk merintangi aku. Sebab apakah Hoatsu
mengadakan perbedaan" Hanya sebentar saja sudah berubah
pendirianmu" Karena itulah, maaf, terpaksa aku mesti minta
penjelasan kepada Hoatsu!"
Keruan Po-siang serba salah, terpaksa ia menjawab dengan
tertawa: "Wah, rupanya ada salah paham Kongcu, justeru tadi
aku tidak merintangi perbuatan mereka adalah karena timbul
dari rasa hormatku kepada Kongcu sendiri. Coba pikir, dengan
Giok-kiam dan Peng-tan yang menjagoi Bu-lim itu, masakah
mereka sanggup melawan Kongcu" Dan aku tidak melarang
mereka justeru biar Kongcu dapat memberi hajaran setimpal
kepada mereka, berbareng kamipun akan menambah
pengalaman tentang kelihayan Kongcu."
Alasan Po-siang ini sangat kaku, maka dengan tertawa
dingin Thian-li berkata: "Dan mengapa sekarang kau melarang
aku memberi hajaran kepada mereka?"
"Sekarang kalah atau menang sudah nyata, keadaan tidak
sama lagi," sahut Po-siang. "Dan sebelum pertemuan ini
bubar, dengan sendirinya aku berkewajiban melindungi tamu
undanganku."
Kiranya orang-orang yang dikirim raja Nepal yang telah
digulingkan itu kenegeri Masar ini mempunyai dua tujuan,
pertama untuk menangkap Peng-choan Thian-li dan kedua
hendak minta bantuan kepada kerajaan Masar untuk melawan
pemberontakan didalam negerinya. Po-siang adalah
segolongan dengan raja Masar, dengan sendirinya tidak
membiarkan orang-orang Nepal itu menjadi tawanan Pengchoan
Thian-li malah.
Begitulah tampaknya keadaan sudah mulai tegang dan
kedua pihak bisa saling labrak, tiba-tiba dari jauh terdengar
suara genta bertalu-talu. Disaat suara genta agak reda dan
Po-siang coba mendengarkan dengan cermat, sayup-sayup
didengarnya ada suara genderang peperangan pula. Keruan
kejut Po-siang tak terkatakan, dan baru dia hendak mengirim
anak muridnya untuk menyelidiki apa yang sudah terjadi,
mendadak genta besar dipuncak menara Kim-eng-kiong inipun
berbunyi. Dari suara genta ini dapat di-ketahuinya bahwa telah
terjadi sesuatu yang genting.
Lalu tertampaklah seorang Lama telah berlari masuk
keruangan pertemuan, itulah Lama penjaga menara genta,
dengan tergopoh-gopoh Lama ini terus memberi lapor kepada
Po-siang: "Istana kebakaran, genta peringatan sudah ditabuh
sambung-menyambung, meiihat gelaratnya seperti istana raja
telah diserbu oleh pasukan pemberontak!"
Jarak antara istana raja dengan Kim-eng-kiong kira-kira ada
30 li, ditengah jarak itu terdapat tiga buah menara lonceng
ala-rerri, bila ada terjadi sesuatu peristiwa genting, maka
suara genta lantas dibunyikan untuk memberi tanda dan minta
bantuan kepada Kim-eng-kiong.
Mendengar laporan itu, murid-murid Kim-eng-kong menjadi
panik, tapi Po-siang coba berlaku tenang saja, bentaknya:
"Jangan ribut masakah mungkin terjadi urusan besar" Coba,
Yasaro dan Fayanga, kalian pimpin paderi bawahanmu segera
pergi kekeraton. Pertemuan disini akan berlangsung terus
menurut acara."
Kedua orang yang ditunjuk itu adalah dua murid kepercayaannya.
Apalagi Kim-Eng-kong memiliki kekuatan lebih seribu
orang paderi, dan semuanya terlatih dengan ilmu silat yang
cu-kup baik. Po-siang menaksir paling tidak pasukan paderi
yang dikirim itu akan dapat bertahan, pula dikeraton terdapat
pasukan pengawal raja yang kuat dan setia kepada raja. Bala
Bantuan datang, tentu keamanan keraton bisa dipulihkan.
Malahan yang dikuatirkan Po-siang adalah keadaan pertemuan
yang dihadapinya sekarang ini.
Dalam pada itu suara tambur peperangan terdengar
semakin dekat, suasana didalam ruangan sidang menjadi
panik. Ba-nyak diantara tetamu yang tidak paham bahasa
daerah Masar sama menanya pula apakah yang sudah terjadi.
Segera Po-siang berkata: "Harap para hadirin jangan kaget,
rupanya dikeraton ada terjadi sedikit kerusuhan dan kini sudah
dapat diamankan kembali."
Belum lenyap suaranya, sekonyong-konyong terdengar
suara riuh ramai diluar sana, suara orang bercampurkan suara
benturan senjata serta derapan kuda lari bagaikan hujan badai
gemuruhnya. Baru sekarang air muka Po-siang berubah, bentaknya:
"Kurangajar! Sudah mengacau dikeraton, masih berani juga
kawanan pemberontak itu mendatangi Kim-eng-kiong sini?"
"Biar Tecu keluar menyelidiki, diluar penjagaan cukup kuat,
rasanya tak berhalangan," kata Hou-hont-tocu pertama, lalu ia
bertindak keluar.
Tapi baru saja sampai didekat pintu. sekonyong-konyong
daun pintu didepak orang hingga menerbitkan suara keras,
para penjaga diluar membanjir masuk sambil berteriak-teriak:
"Wah, celaka, pasukan pemberontak sudah menyerbu kemari?"
Waktu Hou-hoat-tecu tadi memandang keluar, ia tidak
melihat pasukan pemberontak segala, yang ada cuma seorang
perwira muda sedang mendatangi dengan langkah lebar,
kedua tangan-nya masing-masing mengempit satu orang.
Walaupun yang datang cuma seorang perwira muda saja.
namun hal ini sudah membuat suasana sidang menjadi
gempar, bahkan orang-orang Kim-eng-kiong sama berseru
kaget. Kiranya perwira muda itu bukan lain adalah Danu Cu-mu,
dan kedua orang yang dikempitnya itu tak-lain-tak-bukan
adalah kedua mirid kepercayaan Po-siang Hoatsu tadi, yaitu
Yasaro dan fuyanga. Serentak Kang Hay-thian dan Kok Tionglian
bercorak gembira, sebaliknya anak murid Kim-eng-kiong
berteriak kuatir.
Hou-hoat-tecu pertama tadi menjadi kejut dan gusar,
segera ia membentak: "Lepaskan kedua Suteku itu?"
berbareng ia ayun tongkatnya terus menutuk ke "Hoan-kuhiat"
dilutut Danu Cu-mu.
Tapi sekali Cu-mu angkat sebelah kakinya dan menginjak
kedepan, tepat sekali ujung tongkat Hou-hoat-tecu itu kena
diinjak ditanah, meski ia membetot sekuatnya tetap tak
terlepas. "Kedua orang ini berani melanggar peraturan dan
sembarangan bergerak, makanya aku telah seret mereka dari
atas kuda dan menawan mereka kesini," kata Cu-mu dengan
dingin. "Dan kalau mereka adalah Sutemu, nah, boleh terima
kembali dan berilah hajaran supaya kenal aturan." lalu ia
lemparkan kedua tawanannya dan segera mengangkat kakinya
pula. Tenaga injakan yang digunakan Danu Cu-mu itu agak
istimewa, kalau Yasaro dan Fuyanga yang dilemparkan itu
terus berjumpalitan dan dapat jatuh ketanah tanpa terluka,
adalah Hou-hoat-tecu yang tongkatnya terinjak itu lagi
membetot dengan sepenuh tenaga, ketika mendadak Cu-mu
angkat kakinya, keruan dia kelabakan, ia kehilangan imbangan
badan, maka ia terbanting jatuh dengan keras.
Segera anak murid Kim-eng-kiong mengepung rapat Danu
Cu-mu ditengah-tengah. Po-siang sendiri sudah dapat melihat
bahwa ilmu silat Danu Cu-mu sangat hebat, ia tahu muridmuridnya
pasti bukan tandingan pemuda itu. Segera ia
membentak: "Kalian mundur semua, biar kutanya dia!" lalu ia
berkata kepada Cu-mu: "Apakah kau ini pemimpin pasukan
pemberontak" Apa tujuan-mu sembarangan menerjang ke
Kim-eng-kiong sini?"
"Apakah kau ini Po-siang Hoatsu?" tanya Cu-mu.
"Ya, aku juga Kok-su dari negeri Masar kalian," sahut Posiang
dengan angkuh. Dibalik kata-katanya ini agaknya ia
merasa kurang senang kepada Danu Cu-mu yang tidak
memberi hormat padanya.
"Bagus, aku justeru ingin bicara dengan kau." demikian kata
Cu-mu. "Pertama aku hendak memberitahukan padamu bahwa
mulai saat ini kau bukan lagi Kok-su dari negeri Masar!"
"Hahaha!" Po-siang bergelak tertawa. "Kau anggap dirimu
ini apa hingga memiliki kekuasaan sebesar Itu" Apakah kau
adalah raja baru negeri Masar ini?"
"Apa yang mengherankan kedudukan raja saja?" sahut Cumu.
"Keluarga kami turun temurun justeru memang raja
negeri Masar ini. Sekarang aku minta orang yang mengangkat
kau sebagai Kok-su, yaitu Kayun, dia adalah seorang
penghianat bawahan ayah bagindaku, dia berani mendurhakai
junjungannya sendiri dan mengangkat dirinya sendiri sebagai
raja, dosanya itu tiada berampun. Kedatanganku ini bukan
bermaksud menjadi raja, tapi aku harus membasminya dari
negeri kami ini. Kau adalah Kok-su yang dia undang, aku
takkan menyalahkan kesalahanmu yang telah membantu
kejahatannya, hal ini aku sudah memberi kelonggaran
padamu, apa barangkali kau masih mengharap kami akan
menjunjung kau setinggi langit dan memberi sembah
padamu?" Mendengar pengakuan Danu Cu-mu tentang asal-usulnya
itu, seketika orang-orang Kim-eng-kiong itu sangat terkejut.
Segera para Bu-su kepercayaan Kayun sama bentak: "Kok-su
jangan percaya kepada ocehannya. Sudah terang dia
memalsukan putera raja yang dulu untuk mengelabui
pendapat umum. Lekas kita tangkap dia dan menjatuhkan
hukuman setimpal padanya."
Tapi Po-siang telah memberi tanda agar semua orang
tenang, dengan menahan gusar ia bergelak tertawa pula, lalu
berkata: "Sementara ini aku tidak urus siapakah kau
sebenarnya. Kau sudah mengatakan soal pertama, dan
bagaimana soal yang kedua?"
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kedua, kau harus menyerahkan Kayun padaku!" kata
Cumu. Po-siang melengak sejenak, tapi ia lantas bergirang,
sahutnya: "Haha, begini hebat lagakmu, semula kukira
pemberontakanmu sudah berhasil, kiranya Sri baginda belum
jatuh dibawah ceng-keramanmu. Jika begitu untuk apa kau
datang kesini" Lekas kau pergi mencarinya kelain tempat!"
"Ha, Kau justeru berada didalam Kim-eng-kiong kalau ini,
kau ingin menyangkal?" kata Cu-mu dengan tertawa dingin.
"Hm, bocah kurangajar," jengek Po-siang. "Baiklah, jika kau
berkeras mengatakan raja berada ditempatku ini, nah,
anggaplah memang betul, habis kau mau apa?"
"Serahkan dia dan aku akan mengizinkan kau pulang ke
negerimu dengan membawa anak muridmu," sahut Cu-mu.
"Pabila aku tidak terima, lalu bagaimana?" tanya Po-siang
dengan tertawa dingin.
"Jika kau membantu kejahatan mereka, maka terpaksa akupun
tidak sungkan-sungkan lagi padamu," sahut Cu-mu
dengan tegas. Sementara itu pintu gerbang Kim-eng-kiong sudah
terpentang lebar-lebar, memandang keluar, jelas terlihat panji
berkibar-kibar dan dimana-mana penuh perajurit belaka.
Kiranya perajurit-perajurit ada sebagian besar adalah
pengikut-pengikut pembesar setia dari ayah baginda-nya
dahulu yang telah dihubungi dengan baik sebelumnya, dan
ada sebagian adalah pasukan pengawal Kayun. Sesudah Danu
Cu-mu menyerbu kedalam keraton dsn pasukan Kayun itu
mengetahui siapa dirinya Cu-mu yang sebenarnya, pula
keadaan Kayun sudah kalah kuat, maka ada sebagian besar
pasukan Kayun itu yang berontak menggabungkan diri dengan
pasukan Cu-mu. Pasukan paderi yang dipimpin Yasaro dan
Fuyanga belum lagi jauh meninggalkan Kim-eng-kiong atau
mereka sudah kebentrok dengan pasukan yang dipimpin Danu
Cu-mu ini hingga diterjang kacau-balau dan kedua paderi
itupun tertawan.
Maka diam-diam Po-siang agak gugup juga melihat
kekuatan Cu-mu yang hebat itu, pikirnya: "Jika aku mengaku
kalah begini saja, kelak pasti tiada harapan buat datang
kembali. Meski mereka berjumlah tidak sedikit, tapi jago-jago
dipihak kamipun cukup banyak, kenapa aku mesti takut?"
Maka dengan menyengir iblis iapun berkata: "Bocah hebat,
andaikan kau sudah menjadi raja. tapi kau berani
sembarangan terobosan didalam Kim-eng-kiongku ini aku ada
hak untuk minta pertanggung-jawabanmu!" dan begitu selesai
berkata, terus saja sebelah tangannya mencengkeram kearah
Danu Cu-mu. Jarak Po-siang dengan Cu-mu sebenarnya masih lebih dua
meter jauhnya, tapi sekali tangannya bergerak, seketika
terdengarlah suara bersiut yang keras. Meski cuma suara
gerakan tangannya yang timbul dari Lwekangnya. tapi begitu
menyentuh badan Cu-mu, mau-tak-mau pemuda itu juga
merasakan suatu tolakan tenaga maha hebat hingga dia
terhuyung sekali dan hampir-hampir terpental.
Diam-Diam Cu-mu terkesiap, pikirnya: "Untung aku sudah
minum Thian-sim-ciok, kalau tidak, mungkin cuma sekali
gebrakan ini saja aku sudah terjungkal dibawah tangannya."
syukurlah ia hanya terhuyung sedikit lalu dapat berdiri tegak
kuat. Po-siang Hoatsu adalah murid pertama dari paderi agung
negeri Thian-tiok, Liong-yap Siangdiyn. Paderi agung itu
memiliki tiga macam ilmu sakti yang disebut "Hud-bun-tin-mosamcoat-ki" (tiga jenis ilmu budha pembasmi iblis). Dan apa
yang digunakan Po-siang sekarang adalah salah satu
oicniarany-a yang disebut "Na-in-jiu" (tangan penggaet mega).
Siapa duga cengkeramannya tadi ternyata tidak dapat
mengenai Danu Cu-mu, keruan iapun terkesiap sendiri.
Dalam pada itu, dengan cepat sekali Danu Cu-mu sudah
balas menyerang, ia kuatir kalau Po-siang mencengkeram lagi
hingga susah ditahan, maka segera ia mendahului
menghantam. Rupanya Po-siang sengaja hendak mengukur tenaga Cumu,
maka segera iapun memapak dengan tangan mengadu
tangan. Dan sekali kedua telapak tangan membentur, sekali ini
Cu-mu ter-gentak mundur hingga tiga tindak. Sebaliknya Posiang
juga bersuara heran sekali.
Kiranya kedua orang tanpa berjanji telah bersama-sama
menggunakan ilmu Tay-seng-pan-yak-kang.
Selain "Na-in-jiu" yang tersebut tadi. kedua jenis ilmu sakti
Liong-yap Siangyin yang lain adalah "Liong-siang-kang" (ilmu
naga dan gajah) dan Tay-seng-pan-yak-kang itu.
Sejak Po-siang datang dinegeri Masar. banyak sekali murid
yang telah diterimanya. Tapi diantaranya cuma Yap Tiong-siau
saja yang mendapat pelajaran Tay-seng-pan-yak-kang dari
dia. Po-siang mengira orang Tionghoa tiada yang kenal ketiga
jenis ilmu saktinya. itu. siapa kira sekarang Danu Cu-mu
justeru mahir menggunakan "Tay-seng-pan-yak-kang", bahkan
lihaynya tidak kalah daripada ajaran asli dari Liong-yap
Siangjin, malahan jauh lebih lihay daripada muridnya, yaitu
Yap Tiong-siau.
Keruan Po-slang menjadi sangsi. Pukulannya yang lain
menjadi tertunda, la membentak: "Darimana kau
mendapatkan ajaran Tay-seng-pan-yak-kang?"
"Apanya yang mengherankan Tay-seng-pan-yak-kang ini?"
sahut Cu-mu dengan tertawa dingin. "Guruku serba mahir,
segala ilmu silat dikenalnya, beliau mengatakan bakatku
terlalu bodoh, tidak cocok untuk mempelajari ilmu silat lain
yang bagus, maka hanya diberi sedikit kepandaian penjaga diri
saja, yakni Tay-seng-pan-yak-kang yang diajarkan padaku ini."
Po-siang sangat terkejut, pikirnya: "Ilmu sakti perguruan
kami ini dianggap sebagai kepandaian sepele oleh gurunya,
kalau bukan omong kosong belaka, maka gurunya bukankah
seorang tokoh yang tiada tandingannya didunia ini?" maka ia
lantas menanya: "Siapakah gurumu?"
"Kalau kukatakan tentu kau akan kaget." sahut Cu-mu.
"Guruku tak-lain tak bukan adalah Kim?"?""
"Kim Si-ih?" teriak Po-siang.
"Benar, memang beliau adanya," kata Cu-mu. "Haha, lucu,
sungguh lucu!"
"Lucu apa?" tanya Po-siang dengan mendongkol.
"Habis, kabamya selama belasan tahun ini kau sangat ingin
bertemu dengan guruku," kata Ciu-mu. "Semula kukira kau
memiliki ilmu silat setinggi langit, eh, tak tahunya cuma sekian
saja! Sedangkan aku saja belum tentu kau mampu menang,
sebaliknya kau ingin melawan guruku, bukankah ha] ini terlalu
lucu, terlalu menggelikan?"
"Hm," jengek Po-siang, "lebih baik kau suruh gurumu lekas
kemari saja, kau tidak mampu menahan tiga kali Beranganku.
Kalau tidak percaya boleh segera kau coba?"
Tay-seng-pan-yak-kang yang dipelajari Danu Cu-mu dari
Kim Si-ih itu bersumbar dari Bu-kang-pit-kip (kitab rahasia
ilmu silat) kumpulan Kiau Pak-beng. Dalam hal ilmu silat boleh
dikata Kiau Pak-beng serba tahu, serba pintar. Dahulu ia telah
menggunakan Siu-lo-im-sat-kang untuk melawan Tay-sengpanyak-kang" yang digunakan oleh kedua jago silat Thiantiok,
yaitu dua saudara kembar Oh-pek Moko, si Moko hitam
dan Moko putih, dan per-tandingan itu berkesudahan seri alias
sama kuat. Sesudah mengalami pertarungan itu, tanpa guru
ternyata Kiau Pok-Beng telah dapat memecahkan dimana letak
intisari "Tay-seng-pan-yak-kang" itu. Cuma Lwekang Kiau Pakbeng
itu lebih cunderung kearah golongan Sia-pay, maka
sesudah Tay-seng-pan-yak-kang dapat diyakinkan,
keadaannya menjadi agak berbeda juga daripada Tay-sengpanyak-kang asli dari kalangan budha di Thian-tiok. Jika
dipakai menyerang, tenaga pukulan Kiau Pak-beng itu selalu
merusak urat nadi musuh dan memang sangat lihay, tapi
bicara tentang kemurnian tenaga, terang kalah bagus daripada
ilmu pukulan asli dari Thian-tiok itu.
Ajaran Kiau Pak-beng itu setibanya ditangan Kim Si-ih, keadaannya
kembali berubah lagi. Kira Si-ih mempunyai alas
dasar Lwekang dari golongan Cing-pay yang kuat, maka
terhadap setiap ilmu silat dalam kitab kumpulan Kiau Pak-beng
itu banyak memberi perbaikan. Namun begitu Tay-seng-panyakkang ini adalah semacam ilmu silat teramat hebat, meski
ada perbaikan toh belum bisa seluruhnya meninggalkan gaya
Kiau Pak-beng itu sehingga tetap ada perbedaan dengan Panyakkang dari Thian-tiok asli itu. Tapi juga dapat dikatakan
masing-masing mempunyai keunggulan nya sendiri-sendiri dan
susah dikatakan mana yang lebih unggul.
Jikalau Kim Si-ih sendiri yang mengadu tangan dengan Posiang
sekarang, tentu Po-siang bukan tandingannya. Tapi
Lwekang Danu Cu-mu sendiri terbatas, kalau berturut-turut
mesti mengadu tangan sampai beberapa kali, tentu akhirnya
akan kelihatan kelemahannya. Dan rupanya Po-siang justeru
mengetahui kelemahan lawan ini, maka ia berani omong besar
akan mengalahkan Cu-mu dalam tiga kali pukulan saja.
Benar juga, habis omong, segera pukulan Po-siang
dilontarkan lagi sebagai gugur gunung dahsyatnya.
Cepat Cu-mu juga menghimpun tenaga murni ditelapak
tangan dan kembali mengadu tangan sekali lagi.
Sekah. ini meski Danu Cu-mu tetap tergentak hingga
terhuyung-huyung. tapi Po-siang juga tampak berkeringat.
Diam-Diam Cu-mu memikir: "Hanya tinggal sekali lagi,
masakah aku dapat kau kalahkan?"
Dan baru ia berpikir, dalam pada itu pukulan Po-siang yang
ketiga kalinya sudah dilontarkan lagi. Segera Cu-mu
menangkis lagi, maka terdengarlah suara "blung" sekali,
tenaga pukulan Cu-mu telah ditolak kembali oleh tenaga
pukulan lawan, seketika ia merasa dadanya sesak, darah
bergolak didalam rongga dada, berulang-ulang ia tergentak
mundur beberapa tindak lag:.
Sudah tentu Cu-mu sangat terkejut. Tapi Po-siang juga
tidak kurang heran dan kagetnya.
Harus diketahui bahwa Tay-seng-pan-yak-kang itu khusus
merusak urat nadi sasarannya Sekarang Po-s:png telah
menolak kembali tenaga pukulan Danu Cu-mu itu, menurut
logika, seharusnya Cu-mu akan terluka parah andaikan tidak
terbinasa. Tapi sekacang meski Cu-mu tidak kuat bertahan,
namun toh tidak roboh, ampuhlah malah sanggup
melawannya lagi, keruan hal ini benar-benar dliluar dugaan
Po-siang. Sudah tentu Po-siang tidak tahu bahwa Kim Si-ih sudah
banyak memperbaiki cara mengerahkan tenaga pukulan Taysengpan-yak-kang itu dengan memberi tambahan Lwekang
dari aliran Cing-pay, maka begitu Danu Cu-mu merasa gelagat
jelek, segera ia menyalurkan tenaga sendiri yang ditolak
kembali itu kepusatnya. Ia sudah makan Thian-cim-ciok. dan
Lwekangnya sudah banyak bertambah, sebab itulah urat
nadinya tidak mengalami cidera apa-apa, melainkan cuma
terganggu sedikit hawa murninya saja.
Dalam kejutnya seketika timbul napsu jahat Po-siang. Selagi
Danu Cu-mu belum berdiri tegak benar-benar, kembali
pukulan keempat maha dahsyat telah dilontarkan pula secepat
kilat. "He. ini sudah pukulan keempat, apa yang kau katakan tadi
dapat dipercaya tidak" Atau mulutmu memang suka menclamencle?"
teriak Kang Hay-thian mendadak, segera iapun
melompat maju dan mewakilkan Danu Cu-mu memapak
pukulan Po-siang itu.
Kang Hay-thian tidak pernah belajar Tay-seng-pan-yakkang,
tapi ia mahir Siau-yang-sin-kang yang dapat mengatasi
Tay-seng-pan-yak-kang itu. Maka begitu kedua tangan
beradu, seketika Po-siang merasa tenaga lawan teramat lunak,
namun sangat kuat, jadi mirip samudera raya yang tenang,
tapi biarpun diuruk dengan berapa banyak batu juga akan
tenggelam kedasar lautan, paling-paling hanya menimbulkan
sedikit buih dan cipratan air saja. Begitu pula dengan Posiang,
begitu merasa tenaga lawan yang lunak dan hangat itu,
seketika tenaga pukulannya yang maha dahsyat itu hilang
sirna seperti ditelan air laut tanpa bekas.
Sama sekali Po-siang tidak menduga bahwa Lwekang yang
dilatih Kang Hay-thian sudah mencapai setinggi ini, keruan ia
terkejut. Lekas-Lekas tangan kirinya ikut menolak keluar,
dengan tenaga tolakan dan tarikan kedua tangannya itulah,
segera ia meronta sekuatnya hingga menjangkitkan sambaran
angin dan golakan tenaga yang tak kelihatan.
Betapapun Kang Hay-thtan belum seberapa lama habis
minum Thian-sim-ciok Siau-yang-sin-kang belum dapat
dikerahkan dgn leluasa dan sehebat-hebatnya, maka ketika
terpuntir oleh dua arus tenaga lawan yang berlawanan itu,
seketika iapun takbisa menahan-nya dengan baik hingga Posiang
sempat menarik kembali tenaga pukulannya.
Diantara para hadirin itu tidak sedikit jago-jago terkenal,
mereka dapat melihat meski Po-siang dapat mematahkan
gebrakan tadi, tapi terang sudah kecundang lebih dulu. Keruan
semuanya terperanjat.
Sebaliknya Danu Cu-mu lantas terbahak-bahak, katanya
mengejeknya "Hahahahal Lagakmu ingin melawan guruku,
sedangkan Suhengku saja kau belum tentu bisa menang, apa
kau masih berani omong besar lagi?"
Dari malu Po-siang menjadi gusar, pikirnya: "Urusan sudah
kadung begini, terpaksa pertarungan serentak harus
dilakukan!" maka segera ia membentak: "Bocah ini berani
memberontak kepada kerajaan, tidak perlu lagi bicara tentang
peraturan pertandingan lagi dengan dia, lekas maju dan
tangkap dia!"
Segera empat anak muridnya meng akan dan berbareng
menerjang maju hingga Danu Cu-mu terkepung ditengahtengah.
Cu-mu sendiri sudah banyak membuang tenaga ketika
menangkis tiga kali pukulan Po-siang yang dahsyat tadi,
memang sulit keempat Hou-hoat-tecu itu hendak
menangkapnya, sebaliknya ia hendak mengalahkan mereka
seketika menjadi susah juga.
"Kalau diberi tanpa bayar kembali adalah kurang sopan! Ini.
kau pun terima sekali pukulanku!" demikian seru Hay-thian
sembari menghantam.
Mendadak Po-siang menggerung sekali, kedua tangannya
memapak kedepan berbareng, sehingga Kang Hay-thlian tidak
kuat menahannya, keruan pemuda itu terkejut, katanya
didalam hati: "Aneh, mengapa mendadak tenaganya seperti
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertambah lebh kuat satu kali lipat?"
Kiranya apa yang digunakan Po-siang sekali ini adalah
"Liong-siang-kang" yang paling lihay dikalangan budha
dinegeri Thian-tiok, ia gunakan ilmu pukulan naga dan gajah
yang hebat itu sekaligus dengan kedua tangan, ditambah pula
suara gerungannya yang disebut Say-cu-ho atau gerungan
singa yang perkasa itu. dengan sendirinya tenaga pukulannya
bukan olah-olah hebatnya. Cuma "Liong-siang-kang" itu juga
sangat merusak tenaga murninya, sebab itulah ia tidak mau
sembarangan menggunakannya jika tidak kepepet.
Maka terdengarlah suara gedebak-gedebuk beberapa kali,
beberapa orang yang lebih lemah Lwekangnya telah
terguncang jatuh dari tempat duduk mereka oleh karena suara
gerungan Po-siang yang gemuruh itu. Ada lagi yang merasa
tidak tahan oleh suara keras itu, beramai-ramai sama merobek
kain baju send"ri untuk menyumbat telinga masing-masing.
Karena itu, suasana disitu menjadi tambah kacau.
Po-siang sudah mengeluarkan ilmu "Liong-siang-kang" dan
Kang Hay-thian masih belum dapat dirobohkan, terpaksa ia
mesti lebih banyak mengorbankan tenaga murninya untuk
memukul sekali lagi.
Tapi dengan menggunakan "Thian-lo-poh-hoat" yang lincah
dan gesit, cepat Hay-thian menghindarkan diri dan tahu-tahu
sudah memutar kebelakang Po-siang, sekali tutuk, tepat "Tayconghiat" dipunggung Po-siang kena tertutuk.
Tak tersangka bahwa dikala "Liong-siang-kang" sedang
dikerahkan, maka dalam jarak lingkar seluas beberapa meter
telah penuh terkurung oleh tenaga pukulan Po-siang itu,
bahkan cepat sekali reaksinya, begitu tutukan Hay-thian itu
mengenai punggung-nya, seketika tenaga pukulannya itu juga
terus menggencet dari delapan penjuru kearah berdirinya
Kang Hay-thian.
Dalam sekejap itu Hay-thian merasa seperti terombangambing
ditengah gelombang badai yang bergolak hebat,
biarpun ia memiliki Lwekang yang kuat terpaksa juga tdak
dapat berdiri tegak lagi, maka terdengarlah suara sambaran
angin yang dahsyat, tahu-tahu tubuhnya membal keatas
seperti bola saja.
Keruan Kok Tiong-lian dan Hoa In-pik sama-sama terkejut,
berbareng mereka terlari semua kearah Kang Hay-thian.
Tapi meski pukulan Po-siang sudah dihentikan, namun
tenaga yang dijangkitkan oleh "Liong-siang-kang" itu masih
sangat kuat didalam jarak beberapa meter. Untuk mana Kok
Tiong-lian tidak menjadi soal, tapi Hoa In-pik yang tidak
tahan, begitu mencapai jarak golakan tenaga Liong-siang-kang
itu, kontan ia tertolak mundur kembali.
Kok Tiong-lian juga terhuyung-huyung karena pergolakan
angin dan tenaga pukulan lawan itu. Saat itu Kang Hay-thian
telah berjumpalitan satu kali di udara, waktu turun kembali,
tepat ia tancap-kan kakinya disamping Tiong-Lian dan
berkata: "Jangan kuatir, Lianmoay, meski aku tidak gampang
menangkan dia, tapi juga tidak nanti dikalahkan dengan begini
saja. Boleh kau pergi membantu kakakmu saja."
Kiranya dengan kekuatan Kang Hay-thian sekarang
sebenarnya sudah setaraf dengan Po-siang Hoatsu. Cuma saja
Po-siang tidak sayang mengorbankan tenaga murni sendiri
untuk mengeluarkan "Liong-siang-kang" yang lihay, dengan
demkian barulah ia lebih kuat setingkat daripada Hay-thian.
Walaupun begitu toh tetap pemuda itu takbisa dirobohkan.
Sebabnya Kang Hay-thian tadi sampai mencelat adalah
disebabkan tenaga Liong-siang-kang itu memang sangat
hebat, sebab lain adalah karena Kang Hay-thian terlalu dekat
dengan musuh dan jarinya sedang menutuk Hiat-to lawan itu.
Meski Hay-thian juga telah menggunakan Lwekang yang
tinggi, tapi tenaga tutukan itu sudah tentu tidak sanggup
menahan kekuatan yang dipantulkan oleh Liong-siang-kang
yang dahsyat itu.
Jadi mencelatnya Kang Hay-thian itu sebenarnya juga
disebabkan dia ingin menghindar gencetan tenaga pukulan
lawan, maka nya sengaja meloncat sekalian, jadi bukan
karena sama sekali tidak sanggup bertahan akan Liong-siangkang
musuh. Dan sekarang Kok Tiong-lian juga mengetahui bahwa Kang
Hay-thian tidak terhalang apa-apa, ia menjadi lega, tapi tidak
lantas menylngkir, melainkan terus mengangsurkan Cay-inpokiam
kepada Hay-thian dan berkata: "Pedangmu ini
kukembalikan saja, di sini cuma keledai gundul ini yang paling
lihay, aku sendiri sudah memakai Pek-giok-kiam, musuh lain
rasanya tidak nanti mampu melukai aku."
Hay-thian insaf lawannya teramat tangguh. Tadi. dia
berjumpalitan diudara dua kali. Po-siang juga berputar
beberapa kali ditanah, hal ini disebabkan Po-siang terkena
tutukan Hay-thian, yaitu ilmu Tiam-hiat tunggal ajaran Tokliong
Cun-cia, itu gurunya Kim Si-ih yang sakti ilmu Tiam-hiat
itu boleh dikata tiada tandingannya didunia ini, ditambah lagi
tenaga sakti yang kini telah dimiliki Kang Hay-thian dan sudah
tentu tutukan itu bukan main lihaynya, meski Po-siang tidak
sampai terluka, tapi juga terganggu sedikit tenaga murninya.
Dan disaat Tiong-lian menyerahkan Pokiam kepada Kang
Hay-thian iitulah, semangat Po-siang sudah pulih, segera ia
menggerung pula terus merangsang maju, kembali pukulannia
tertuju lagi kepada Kang Hay-thian.
Karena t:dak sempat bicara lagi, terpaksa Hay-thian terima
pedang mestika itu sambil mendorong mundur Kok Tiong-lian,
dengan tenaga dorongan itu Kok Tiong-lian terus
berjumpalitan dengan gaya Yau-cu-hoan-sin atau burung
merpati membaik tubuh, dengan enteng gadis itu dapat
menyingkir keluar dari lingkaran tenaga pukulan Po-siang yang
dahsyat itu. Betapapun Kang Hay-thian tetap kuatir kalau Tiong-lian ikut
terembet oleh pukulan Po-siang itu, maka dalam seribu
kerepotan-nia menghadapi pukulan lawan itu ia masih
perlukan melirik kearah sigadis, dan demi melihat Tiong-lian
sudah melayang keluar dari kalangan pertempuran mereka
dengan selamat, barulah ia merasa lega.
Nyata, betapa kasih sayangnya Kang Hay-thian terhadap
Kok Tiong-lian telah kentara sekali tercurah pada sekali
lirikannya itu.
Saat itu Hoa In-pik masih berdiri disamping sita, sudah
tentu setiap gerak-gerik Kang Hay-thian dan Kok Tfong-Iian
telah dilihatnya dengan jelas. Seketika perasaannya
terguncang dan cemas, pikirnya: "Selamanya?"" selamanya
ia tidak pernah memandang aku dengan sorot mata seperti
ini!" Seketika itu iapun pahamlah semuanya. Sebabnya Kang
Hay-thian melalaikan pesan In Khing agar menyampaikan
salam mesra-nya kepada Kok Tiong-lian. Sebabnya Hay-thian
menghindarkan pandangannya yang penuh arti yang
menunjukkan rasa girang dan bahagia ketika tadi mereka
bertemu diluar dugaan. Semuanya .tu sekarang lelah
diketemukan jawabannya, yaitu: Karena gadis yang
bersemayam didalam lubuk hati Kang Hay-thian bukanlah dia
(In-pik), tapi adalah Kok Tiong-lian!
In-pik pernah sirik dan cemburu kepada Auyang Wan, selalu
ia berusaha mencegah nona Auyang itu mendekati Kang Haythian.
Dan baru sekarang ia tahu bahwa musuh asmara yang
sebenarnya bukanlah Auyang Wan, tapi adalah Kok Tiong-lian.
Auyang Wan tergolong nona dari golongan Sia-pay, In-pik
boleh benci padanya, boleh anggap dia sebagai musuh, tapi
keadaan Kok Tiong-lian tidak dapat dipandang sama seperti
Auyang Wan. Tiong-lian adalah kawan mema n Kang Haythian
sejak kecil, diantara perguruan merekapun ada
hubungan yang sangat rapat, Tiong-lian adalah ahliwaris Binsanpay dan adalah puteri kerajaan Masar pula, ya, pendek
kata In-pik tidak dapat memandang Tiong-lian sebagai musuh,
juga tiada hak untuk iri dan cemburu kepada percintaan
mereka. Tapi justeru karena itu pula, "ancaman" Kok Tionglian
terhadap kepentingannya menjadi jauh lebih hebat
dibandingkan Auyang Wan.
Begitulah, ditengah pertarungan sengit dgn suara gemuruh
ramai itu, tapi didalam pandangan Hoa In-pik hanya
tertampak Kang Hay-thian dan Kok Tiong-lian saja, bahkan
lambat laun bayangan kedua muda-mudi itupun tidak
kelihatan lagi, ia merasa benaknya kosong, pandangannya
kabur hingga termangu-mangu.
"Awas, Hoa-cici!" mendadak terdengar Tiong-lian menjerit.
Kiranya saat itu ada beberapa oraag Chit-im-kau sedang
menyerang padanya, senjata mereka sudah menyambar dari
belakang, tapi In-pik masih tidak berasa. Dan karena teriakan
Kok Tiong lian itu, barulah In-pik tersadar dari lamunannya,
cepat ia melangkah kedepan setindak. dan untunglah
tindakannya itu tepat pada waktunya, sebab saat itu-juga ia
merasa punggungnya terasa dinginnya senjata. coba
terlambat sedikit saja tentu tidak cuma bajunya saja yang
tersobek oleh senjata musuh, bahkan mungkin badannya
sudah tertembus.
"Tring", disebelah sana segera Kok Tiong-lian cabut sebuah
tusuk kundainya terus ditimpukan hingga senjata lawan yang
mengancam punggung In-pik itu dihantam jatuh, menyusul ia
terus meragsang maju, kedua langannia bekerja cepat, dalam
waktu sekejap dua orang Chiam-kau telah dibikin terjungkal.
Dengan berkeringat dingin karena terkejut, barulah
sekarang In-pik benar-benar sadar kembali, katanya dengan
jengah: "Terima kasih, Kok-cici!" " dan segera iapun melolos
pedang menempur musuh bersama Kok Tiong-lian.
Sudah tentu sama sekali Kang Hay-thian tidak tahu bahwa
Hoa In-pik sedang masgul dan berduka gara-garanya, bahkan
bagaimana dengan Kok Tiong-lian juga tidak sempat dipikirkan
lagi, tapi saat itu ia sedang menempur Po-siang dengan matimatian,
pertarungan yang paling sengit.
Hay-thian sekarang sudah memegang pedang mestika
sudah tentu kekuatannya banyak bertambah. Tapi "Liongsiangkang" yang dikerahkan Po-siang Hoatsu juga tidak
kurang hebatnya, tenaga pukulan sakti itu masih tetap
bergelombang-gelombang datangnya dengan lebih kuat dan
membawa sambaran angin keras sebagai angin pu-yuh.
Untunglah lawannya adalah Kang Hay-thian, kalau orang
lain, jangankan hendak menahan tenaga pukulannya, asal
terkurung di-tengah sambaran angin keras itu saja pasti akan
remuk isi perut-nya.
Kini Kang Hay-thian memiliki Cay-in-pokiam, ia telah
keluarkan "Tui-hong-kiam-hoat" yang cepat, ditambah tenaga
dalamnya yang kuat, dimana pedangnya menuju, selalu
terdengar suara mencicit. Dengan demikian, Liong-siang-kang
yang hebat itu juga cu-ma dapat mengguncang menceng
pedang Hay-thian itu dan tak-dapat menahannya, hal itu
membuat Po-siang mau-tidak-mau harus berhati-hati. Jadi
yang satu lebih kuat dalam hal tenaga dan yang lain
memperoleh keuntungan dalam hal senjata, untuk sementara
kekuatan kedua pihak menjadi seimbang.
Sebaliknya beberapa orang murid Chit-im-kau itu bukanlah
tandingan Kok Tiong-lian dan Hoa. In-pik, mereka telah
dihajar hingga pontang-panting, ada yang terluka oleh
pedangnya In-pik, ada yang terjungkal dihantam pukulan Kok
Tiong-lian, sisanya yang beruntung tidak terluka menjadi jeri,
lekasan saja mereka melarikan diri.
Dan selagi Tiong-lian hendak pindah tempat untuk
membantu Danu Cu-mu, tiba-tiba terdengar suara seruan
seorang yang tajam melengking: "He, boleh juga ilmu silat
kedua anak dara ini, muka-nya cantik-cantik lagi, haha, lebih
baik kalian ikut aku pulang saja!"
Maka tertampaklah seorang laki-laki berewok dengan muka
yang aneh telah tampil kemuka. Perawakan laki-laki itu
tergolong pendek, tapi kedua lengannya jauh lebih panjang
daripada orang biasa. Dan begitu maju, terus saja sebelah
tanganna menncengkeram keatas kepala Kok Tiong-lian.
Tiong-lian menjadi gusar tangannya memapak dengan
hampir seluruh tenaganya. Maka terdengarlah suatu "blang"
sekali, orang aneh itu sedikitpun tidak bergeming, sebaliknya
Kok Tiong-lian yang tergentak sempoyongan.
Kiranya orang aneh ini adalah Tocu (pemilik pulau) dari Toliongto (pulau jagal naga) dilautan timur, namanya Hu Liciam.
Dia adalah sobat baik Beng Sin-thong, bahkan dahulu
pernah membantu Beng Sin-thong waktu mengadakan
pertandingan secara terbuka dengan para tokoh Bu-lim di
Tionggoan dan sejak itu tidak pulang lagi ke To-liong-to.
Bun Ting-bik kenal baik pada Hu Li-ciam, sebab itulah kali
ini ia telah mewakilkan Po-siang mengundangnya hadir dalam
pertemuan di Kim-eng-kiong.
Hu Li-ciam mempunyai kesukaan pada konde licin atau
paras cantik. Meski tadi Kok Tiong-lian sudah mengalahkan
orang-orang Chit-im-kau, tapi Hu Li-ciam tetap pandang
enteng kepada kepandaian gadis itu, bahkan karena paras
Tiong-lian lebih cantik daripada Hoa In-pik, maka sekali maju
segera Tiong-lian yang dicengkeram lebih dulu. Tak terduga
ketika kedua tangan beradu, kontan ia sendiri tergentak
mundur, untung ia sempat menguasai tubuhnya, namun
begitu juga darah terasa bergolak didalam rongga dada, napas
terasa sesak. Dan baru sekarang ia kenal luhaynya Kok Tionglian
yang sebenarnya.
Tapi sudah tentu Hu Li-ciam tida
Pukulan Si Kuda Binal 4 Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Dendam Iblis Seribu Wajah 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama