Ceritasilat Novel Online

Kisah Pedang Di Sungai Es 8

Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 8


iam-diam mereka telah melindungi diriku.
Kiranya adalah pesan Kok-lihiap dan Ek-pangcu yang telah
dikirim kepada mereka."
"Tiong-sioksiok," tiba-tiba Hoa In-pik muncul dan
memanggil. "engkau tidak main catur dengan ayah" Aku
sudah sediakan satu teko In Bu Teh, engkau tentu akan puas
meminumnya, sebentar akan kubuatkan pula beberapa macam
daharan enak."
"Aku bukan tandingan ayahmu, maka aku tidak berani
menantang catur lagi padanya," sahut Tiong Tiang-thong.
"Tapi daharan masakan itulah yang benar-benar membikin aku
mengiler. Keponakan baik, setiap kali aku datang memang
mesti bikin repot padamu. Habis, pengemis seperti aku
pintarnya cuma minta-minta belaka. Terang tidak dapat
membalas kebaikanmu dengan oleh-oleh apa-apa. sungguh
aku merasa tidak enak."
"Apa engkau benar-benar hendak memberikan apa-apa
padaku. Tiong-siok-siok ?" tanya In-pik. "Jika benar, baiklah
tidak usah lain, ajarkan saja kepadaku engkau punya Kungoanit-ki-kang itu."
Pengemis itu tertawa, sahutnya: "Ilmu silat ayahmu sendiri
tiada bandingannya dijaman im, untuk apa engkau incar
sedikit permainan pengemis seperti aku ini " Ehm, aku
menjadi ingat, biarlah kuhadiahkan sesuatu yang jauh lebih
berharga daripada Kun-goan-jt-ki-kang."
Mendengar ucapan sipengemis yang sungguh-sungguh itu,
cepat In-pik menama: "Hadiah apakah itu, tentu semacam
ilmu silat yang hebat bukan."
"Bukan, tapi aku akan memilihkan seorang suami yang baik
untukmu, bukankah ini jauh lebih berharga daripada segala
macam ilmu silat?" sahut Tiang-thong.
In-pik menjadi merah jengah mukanya dan menjemprot:
"Ah, orang bicara benar-benar dengan engkau, tapi engkau
sengaja menggoda padaku. Sudahlah, aku takkan buatkan
daharan untukmu lagi"
Walaupun begitu katanya, namun teko teh wangi In-bu-teh
tadi ditaruh juga diatas meja.
Setelah menghirup seceguk air teh itu, segera sipengemis
me-muji: "Wah. sungguh teh pilihan. Dan apakah cuma satu
teko ini saja?"
"Habis, masakah satu teko masih kurang?" sahut In-pik
tertawa. "Teh enak harus dinikmati dengn pelahan-pelahan,
masakah satu teko diteguk begitu saja, itu kan namanya
minum secara kerbau".
"Bagus, jadi kau memaki aku sebagai kerbau ja?" ujar sipengemis.
"Tapi aku ingin berkata dengan sungguh-sungguh.
Semestinya engkau sediakan satu teko teh untuk tamu itu,
sekarang mungkin diapun sudah mendusin."
Wayah In-pik kembali merah, tapi ia tidak menjemprot lagi.
"Betul juga. In-ji, coba pergilah kau menengok Kang-siangkong,"
kata Hoa Thian-hong sesudah berdehem sekali.
In-pik menjadi kikuk, katanya: "Tunggulah sebentar lagi.
biarkan dia tidur lebih kenyang sedikit."
"Bagus, betapapun memang anak perempuan lebih cermat
merawat orang," ujar sipengemis dengan ketawa-ketawa.
"Baik juga. dan bolehlah kau menjeduh dua teko teh pula,"
kata Hoa Thian-hong.
In-pik menyangka sang ayah juga lagi bergurau padanya
seperti kelakuan sipengemis tadi. maka sambil melotot sekali,
ia moncong kan mulutnya yang mungil, tapi tidak bertindak
pergi. "Mungkin sebentar lagi akan datang tamu yang tak kita
undang." demikian Thian-hong menyambung
Dan baru sekarang In-pik tahu sang ayah bukan lagi
berkelakar, maka sahutnya: "Baiklah jika begitu, sebentar
tentu bisa menyaksikan ramai-ramai".
Setelah In-pik pergi, pengemis tadi merenung sejenak,
kemudian ia tanya: "Apa mereka tahu tempat tinggalmu Ini?"
"Mungkin masih belum tahu," sahut Thian-hong. "Tapi
kedua ekor Kim-mo-soan itu adalah binatang yang maha
cerdik, sesudah pergi, tentu akan mengundang majikan
mereka kesini. Nah, dengarlah, bukankah sudah ada orang
datang?" ,.Hm, cepat amat datangnya, ha?" jengek sipengemis.
Benar juga, ketika Kang Hay-thian ikut mendengarkan, dari
jauh memang benar ada suara tindakan orang, tapi hanya
dalam sekejap saja kedengaran sudah sampai didepan rumah
dan suara tindakan-tindakan itu lantas berhenti. Menjusul
terdengarlah suara gerangan tertahan dari kedua ekor Kimmosoan itu. Sejenak kemudian, terdengarlah suara sinenek she Im itu
sedang berkata: "Bocah bau tentu sembunji didalam rumah
ini." "Lalu tunggu apa lagi?" terdengar Le Hok-sing berseru
dengan suara kasar.
"Jika tempat sembunjinya sudah kita ketemukan, masakah
masih kuatir dia terbang kelangit?" sahut Im-lothaypo. "Biarlah
kita bicara dulu dimuka. sebentar engkau boleh bawa
orangnya. tapi pedang adalah bagianku dan Giok-kah adalah
bagiannya Auyang-jl nio".
Tengah Hay-thian heran siapakah gerangan "Auyang-jinio"
yang dimaksudkan itu, sementara itu terdengarlah suara
seorang wanita lain telah berkata: "Aku tidak pingin pada
benda mestika apa segala, tapi Wan-ji telah melanggar
peraturan perguruanmu, biarlah aku membantu cuma-cuma
pada kalian dan hitung-hitung sebagai tebus dosa bagi Wan-ji,
nah. bagaimana?"
Terdengar ucapan Anyang-jinio itu mengandung nada
menjindir. Diam-Diam Hay-thian memikir: "Ha, jadi mereka
berkomplot hendak mengerubut diriku."
Dalam pada itu Im-lothaypo telah menyawab: "Aku kuatir
Wan-ji masih terlalu muda dan tertipu orang, makanya
sengaja hendak menakuti dia, jangan kau ambil marah. Pula
atas bantuan mu nanti, tentu juga engkau akan mendapat
bagian yang pantas".
"Hm, caramu ini bukankah mengorbankan milik orang lain
untuk keuntunganmu?" jengek Le Hok-sing tiba-tiba.
"Habis, apakah engkau tidak suka?" ujar Im-lothaypo
dengan dingin. "Jika begitu, baiklah kami takkan ikut campur
dan coba lab cara bagaimana engkau "akan mempertanggungjawabkan
di-hadapan Kaucu kalian".
Agaknya ancaman ini kena dihati Le Hok-sing hingga dia
bungkam seketika.
Adalah Hay-thian yang diam-diam mendongkol,
damperatnya didalam hati: "Bagus, enak sekali cara kalian
menketik Suipoa (alat hitung Tionghoa) untuk membagi
barang-barangku." " Saking tak tahan, terus saja ia berlari
keluar sambil menjinjing pedang.
"He, apakah engkau sudah sembuh, Kang-siauhiap?" sapa
Hoa Thian-hong sambil memapak.
"Banyak terima kasih. Lobang (bapak), aku sudah pulih
kembali," sahut Hay-thian. "Kawanan perusuh ini sengaja
hendak mencari aku. Aku tidak ingin bikin susah kalian,
biarkanlah aku sendiri yang melabrak mereka".
"Bagaimana Kang-siauhiap boleh berkata demikian," ujar
Hoa Thian-hong dengan tertawa. "Engkau adalah tetamuku,
masakah tuan rumahnya boleh membiarkan tamunya pergi
mengadu jiwa dengan orang?"
Sipengemis segera mendekati Hay-thian dan menahannya
juga. katanya: "Kang-laute, marilah engkau menyaksikan
ramai-ramai saja. Pabila aku dan Hoa-lobang juga tak
ungkulan melawan mereka, barulah silakan engkau maju.
"Maafkan Wanpwe kurang pandai bicara, memangnya
dengan kedua Locianpwe, sudah tentu jauh daripada mudah
untuk membereskan beberapa cecunguk itu. Yang kupikir tadi
cuma tujuan mereka hendak mencari aku, maka biarlah aku
yang bertanggung jawab," demikian sahut Hay-thiau.
"Beberapa iblis ini adalah tokoh yang bukan sembarangan.
pabila tiada Tiong-pangcu ikut berada disini. sungguh aku
tidak berani yakin akan dapat melawan mereka", ujar Hoa
Thian-hong dengan tertawa.
Mendengar ucapan kakek she Hoa ini. Kang Hay-thian
menjadi tidak ragu-ragu lagi bahwa sipengemis itu memang
benar adalah Tiong Tiang-thong itu Pangcu dari Kay-pang
sekte utara. Belum lenyap ucapan Hoa Thian-hong. terdengarlah suara
"biang" sekali, pintu telah didobrak orang hingga terpentang,
berbareng terdengar teriakan Le Hok-sing: "Hai. didalam
rumah ada manusianya atau tidak" Kalau tidak lekas keluar,
biarlah kami yang terjang sendiri kedalam!"
Waktu Hay-thian memandang keluar, dilihatnya ada lima
orang berdiri diluar pintu. Kecuali Le Hok-sing, keempat orang
lainnya masing-masing adalah Im-lothaypo dan siwanita yang
dijumpainya di-tengah jalan kemarin, serta Auyang Wan taci
beradik. Dalam pada itu sirajawali yang menghinggap diatas pohon
tadi mendadak berkaok sambil terbang keluar.
Karena sudah pernah merasakan kelihayan burung raksasa
itu. kedua ekor Kim-mo-soan itu menjadi ketakutan dan
melarikan diri sambil mengempit buntut.
"Besar amat burung ini, biarlah aku menaklukannya!"
seru ibunya Auyang Wan dengan tertawa.
Saat itu rajawali itu sedang menubruk kebawah. mendadak
Auyang-jinio angkat tongkatnya menjodok keatas, tapi tepat
kena dicengkeram oleh cakar rajawali itu.
Tengah Kang Hay-thian berpikir Auyang-jinio pasti susah
melawan tenaga sirajawali yang maha kuat itu. tapi enah.
tahu-tahu kelihatan sajap burung ita cuma berkelepak
beberapa kati. tapi tidak mampu menyambar kebawah.
sebaliknya untuk terbang keatas juga bdak sanggup, jadi terkarung
di tengah-tengah udara seakan-akan melengket diatas
tongkat. Karena kedua sajap rajawali itu berkelepakan sekeraskerasnya hingga menerbitkan angin dan debu pasir
bertebaran, rambut Auyang-jinio juga sampai kusut. Tapi
wanita itu tetap tenang saja. bahkan setapakpun dia bdak
menggeser. Selang sejenak, sekalian ia terus berduduk bersila
di tanah sambil bersandarkan sebuah pohon besar. Tangannya
memegangi tongkatnya bagian tengah, sedang ujung tongkat
yang lain ditaruh diatas pundak.
"Hebat benar cara perempuan ini meminyam tenaga
putaran lawan!" puji Tiong Tiang-thong.
Belum lenyap suaranya. tertampaklah pohon besar itu telah
terguncang oleh semacam tenaga yang tak kelihatan hingga
bersuara keresekan dan daun rotok bertebaran, bahkan dahan
pohon ikut tergetar.
Kang Hay-thian juga terkejut. iapun menjadi paham
duduknya perkara. Kiranya wanita itu menaruh tongkat diatas
pundaknya dengan sebelah ujungnya dicengkeram oleh
rajawali raksasa itu. tapi ujung tongkat yang lain tertahan
diatas batang pohon, karena itu, tenaga besar sirajawali itu
telah dialihkan nya keatas pohon itu.
Kang Hay-thian sendiri pernah mempelajari ilmu seperti itu
dari gurunya, cuma apa yang dipelajarinya terlalu banyak.
maka kepandaian seperti wanita ini tidak diutamakan
tersendiri oleh-nya.
"Kalau bisa mencapai setingkatan ini juga sudah hebat",
ujar Hoa Thian-hong dengan tertawa seakan-akan kepandaian
wanita itu masih belua? sempurna betul-betul. "Dijaman ini
orang yang dapat menangkan dia dalam ilmu seperti ini
mungkin juga terbatas dua tiga orang saja."
Waktu Hay-thian memperhatikan pula. ia lihat ubun-ubun
kepala Auyang-jinio mula: menguap seperti asap kuali, la
menjadi teringat pada apa yang pernah diceritakan o!eh
gurunya bahwa orang yang mempelajari Lwekang dari
golongan Cing-Cong atau sekte asli, bila sudah mencapai
tingkatan tertinggi, untuk meminyam tenaga lawan serta
disalurkan kepada segala macam benda, maka dengan tanpa
susah-susah hal itu dapat dilakukan. Tapi kalau Lwekang yang
dipelajarinya adalah dari golongan Sia-pay atau kaum jabat.
biarpun ungkatannya sudah mencapai paling tinggi, di kala
menyalankan memutarkan tenaga lawan seperi/ itu juga akan
sangat merugikan tenaga murni awak sendiri, jaitu sebagaimana
kelihatan menguap diatas kepala orang yang
melakukan itu seperti Auyang-jinio sekarang.
"Walapun demikian, kalau membiarkan rajawali sakti itu
bertahan terus, mungkin burung itu sendiri akan payah
akhirnya, pakng tidak juga diperlukan jerih-payahmu untuk
mengembalikan tenaganya dalam waktu belasan hari lamanya.
Maka kulihat sudah waktunya kita tampil kemuka", demikian
kata Tiong Tiang-thong menanggapi ucapan kawannya tadi.
Belum selesai ucapannya. mendadak terdengarlah suara
gemuruh, bagian atas pohon itu tahu-tahu roboh, berbareng
dengan itu Auyangnjinio berikut tongkatnya ternyata kena
diangkat oleh rajawali itu hingga belasan senti dari atas
permukaan tanah.
Dalam kejutnya Auyang Wan sampai menjerit, sedangkan
Im-lothaypo lantas berkata dengan dingin: "Jinio tidak perlu
membuang tenaga lagi, biarlah aku yang membereskan
binatang ini saja!" " dan ketika tangannya bergerak, tiga
Bintik sinar ungu lantas menyambar kearah sirajawali.
Kiranya sejak tadi nenek she Im itu sudah siapkan tiga bilah
pisau terbang "Hoa-hiat-sin-to" atau pisau sakti peluluh darah.
Jaitu pisau yang direndam dengan obat racun yang maha
jahat, asal masuk darah, seketika putus nyawa sasarannya.
Tampaknya ketiga bilah pisau itu pasti akan membikin rajawali
itu terjungkal dari udara. Tapi aneh juga, sambaran pisaupisau
terbang itu makin jauh makin lambat se-akan
terbendung oleh sesuatu tenaga yang tak kelihatan hingga
hampir-hampir berhencl di tengah jalan. Sedetik kemudian,
mendadak pisau-pisau terbang itu seakan-akan terombangambing
diatas udara dan akhirnya menurun kebawah dengan
pelahan-lahan. Kini semua orang dapatlah melihat jelas bahwa
diatas tiap-tiap pisau itu terdapat sekuntum bunga merah.
Keruan Im-lothaypo dan Auyang-jinio terkejut sekali. Mereka
adalah tokoh-tokoh silat terkemuka, dengan sendirinya
mereka kenal ilmu sakti "Hui-hoa-ti-yap" atau menimpukan
bunga me-rontokan daun itu.
Pisau terbang yang disambitkan Im-lothaypo itu telah
memakan seluruh tenaga dalamnya. makanya waktu pisau itu


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dihinggapi bunga merah diatasnya, dalam sekejap itu pisau
terbang itu tertahan sejenak karena beradunya kedua arus
tenaga dalam. Tapi akhirnya pisau itu menurun kebawah. itu
menerangkan bahwa tenaga dalam slnenek Im masih kalah
kuat daripada orang yang menimpukan bunga merah itu,
apalagi kalau diingat bobot bunga itu jauh lebih enteng
daripada pisau, tapi toh pisau terbang itu dapat ditahan
kebawah. maka dapatlah dibayangkan sampai dimana lihaynya
Lwekang orang itu.
Diam-Diam Auyang-jinio membatin: "Pada jaman ini orang
yang mahir menggunakan ilmu Hui-hoa-ti-yap" seperti ini
adalah Pang Lin dari Thian-san-pay, sedangkan wanita itu
paling terkenal suka campur urusan orang lain. Jangan-Jangan
apakah beliau yang telah datang?"
Namun segera terdengar suara seorang tua telah berkata:
"Harap memandang muka Lohu (aku yang tua) sukalah
ampuni binatang ini!"
Waktu semua orang memandang kearah datangnya suara,
maka tertampaklah seorang tua yang berjenggot cabang tiga
muka merah bercahaja dan berperawakan tinggi besar tahutahu
sudah berada disitu sambil menyandar dibatang pohon.
Tak perlu ditanya lagi pasti adalah orang tua ini yang telah
mengalahkan pisau terbang Im-lothaypo tadi.
Hal ini benar-benar diluar dugaan Auyang-jinio, berbareng
ia merasa beruntung juga karena orang tua ini bukan Pang Lin
seperti sangkanya semula. Ia jerl kepada Pang Lin karena di
belakang Pang Lin berdiri Thian-san-pay yang berpengaruh,
sedangkan orang tua ini biarpun ilmu silatnya lebih tinggi dari
Pang Lin misalnya. namun hanya seorang diri tanpa dukungan
siapa-siapa, maka Auyang-jinio menaksir dengan tenaga gabungan
dirinya bersama Im-lothaypo dan Le Hok-sing. paling
tidak pasti akan dapat menempur siorang tua asing ini dengan
sama kuatnya. Namun demikian toh ia masih kebat-kebit kurang tenteram.
Dan karena sedikit lengah itulah kembali ia kena diseret
kedepan beberapa tindak oleh cengkeram sirajawali atas
tongkatnya itu.
Dan baru sekarang orang tua itu tampil kedepan dengan
pelahan-lahan. bentaknya dengan suara tertahan: "Binatang,
jangan kurangajar!" " berbareng lengan bajunya lantas
mengebas, walaupun jaraknya masih jauh. namun Auyangjinio
sudah merasakan suatu kekuatan yang tak kelihatan telah
menahan tongkatnya keatas. Karena dapat bantuan tenaga
memisah dari orang tua itu, segera rajawali itu dapat
melepaskan diri dan terbang keatas sambil berkaok-kaok.
Diam-Diam Auyang-jinio terkesiap dan merasa beruntung
pula, sebab kalau tidak dipisah oleh orang tua itu, mungkin
dirinya harus mengorbankan tenaganya lebih banyak hingga
akhirnya pasti akan sama-sama payah bersama rajawali itu.
Dalam pada itu karena pisau terbangnya dikalahkan orang
tua yang bukan lain dari pada Hoa Thion-hong itu, ImIothaypo
masih merasa penasaran, segera ia melangkah maju
dan menegur dengan garang: "Siapakah engkau" Apakah
binatang setan ini adalah piaraanmu?"
Sekonyong-konyong terdengar suara orang bergolak
ketawa, menjusul muncul seorang pengemis. Melihat
pengemis jtu, kening Im-Iothaypo terkerut rapat dan
mendengus dengan dingin: "O, kiranya Tiong-pangcu juga
berada disini!"
"Aha. kiranya kalian ini masih belum saling mengenal," ujar
Tiong-thong dengan tertawa, "marilah biar aku
memperkenalkan kalian. Yang mi adalah Hoa-san-ih-un (tabib
sakti dari Hoa-san) Hoa Thian-hong, Hoa-locianpwe. Beliau
adalah tuan rumah disini. Dan yang itu adalah Im Sengkoh.
Im-locianpwe dari Khit-im-kau. Yang itu adalah Auyang-jinio
dari Cong-lam-san. sedangkan yang ini adalah Le-hukancu dari
Thian-mo-kau."
Nama Hoa Thian-hong belum dikenal oleh Le Hok-sing. walaupun
ia cukup tahu ilmu silat kakek itu sangat tinggi, namun
dirinya belum jeri padanya. Sebaliknya Auyang-jinio yang
merasa terkejut didalam hati.
Kiranya dahulu pernah suami Auyang-jinio. jaitu Auyang
Tiong-ho. mencari ramuan obat di pegunungan Hoa-san,
tanpa sengaja telah memasuki kebun obat-obatan yang
ditanam Hoa Thian-hong serta melihat banyak bibit-bibit obatobatan
bernilai yang ditanam Hoa Thian-hong itu. Segera
timbul keinginannya hendak mencuri. tapi sial hagrnya.
perbuatannya kena dipergoki Hoa Thian-hong hingga
terjadilah pertempuran. Tapi tiada seratus jurus Auyang
Tiong-ho telah dikalahkan Hoa Thian-hong.
Keluarga Auyang adalah keluarga persilatan ternama
dipegu-nungan Cong-lam-san. Diantara tiga saudara, ilmu silat
Auyang Tiong-ho terhitung paling tinggi, sedangkan ilmu silat
Auyang-jinio sebagian besar diperoleh dari ajaran sang suami.
Maka demi mendengar sikakek itu adalah Hoa Thian-hong
yang pernah mengalahkan suaminya, diam-diam ia menjadi
ragu-ragu apakah mampu melawan kakek she Hoa itu.
sekalipun dibantu dengan Im-lothaypo dan Le Hok-sing berdua
Belum lagi terhitung Tiong Tiang-thong yang sudah terang
berdiri dipihak lawan. Karena itulah, diam-diam sudah timbul
niat mengundurkan diri dalam hatinya.
Dalam pada itu Hoa
Thian-hong sudah lantas
bicara: "Aha,, kiranya
tempatku yang sepi ini
telah kedatangan tiga
tokoh Kang ouw yang
kenamaan, memang aku
sudah lama kagum atas
nama kalian, maafkan
aku tidak mengadakan
penyambutan sebagaimana mestinya.
Terutama burung
piaraanku yang tidak
kenal aturan itu
haraplah dimaafkan. Dan numpang tanya, entah ada
keperluan apakah atas kunjungan kalian ini?"
Le Hok-sing paling tidak sabar, segera ia mendahului
menyawab. "Sungguh menyesal kami mesti mengganggu
ketenteraman Hoa-losiansing. Soalnya karena aku mendapat
perintah Kaucu kami untuk membawa pulang seorang pemuda
she Kang. Entah pemuda yang dimaksudkan ini adakah berada
dirumah Hoa-losiansing?"
"Dan kalian berdua ini, apakah juga datang dengan tujuan
yang sama?" tanya Hoa Thian-hong.
"Benar." sahut Im Seng-koh. "Bocah she Kang itu telah
bersalah kepada majikan Kim-eng-kiong. sebagai orang yang
mendapat ca-tu dari Kim-eng-kiong, terpaksa aku harus ikut
campur urusannya."
Segera Auyang-jinio juga berkata: "Dan Kang-siauhiap itu
juga ada sedikit urusan dengan aku. Jika dia berada disini.
sudilah suruh dia keluar untuk bertemu."
"Didalam rumahku memang benar ada seorang pemuda she
Kang", sahut Hoa Thian-hong dengan tenang dan tegas. "Tapi
orang yang tinggal dirumahku, betapapun adalah tetamuku.
Maka harap maafkan, terpaksa Lofau juga akan ikut-ikut
campur urusan ini."
"He, jadi engkau akan membelanya. ja?" seru Im Seng-koh
dengan dingin. Berbareng kesepuluh d jari nya mendadak
menjulur kedepan terus mencakar kearah Hoa Thian-hong.
"Eh, hati-hati. jalanan licin!" sekonyong-sekonyong Tiong
Tiang-thong ikut berseru sambil sedikit membungkuk.
Belum lenyap suaranya, mendadak kaki Im Seng-koh terasa
pegal hingga langkahnya hampa. hampir-hampir ia terpeleset
jatuh. Maka ter dengarlah "crat" sekali, kukunya yang panjang
itu menancap di-batang pohon, dengan demikian terhindarlah
dia dari sempojongan.
"Ja, ja. memang benar, aku sendiri yang sudah pikun
rupanya." seru Hoa Thian-hong kemudian. "Masakan pasang
omong dengan tetamu d.liiar rumah, sjukurlah ada Tiong-laute
yang telah memperingatkan aku." " dan setelah merandek
sejenak. lalu sam-bungnya pula dengan tertawa: "Atas
kunjungan tamu-tamu dari jauh ani, silakan duduklah didalam,
kalau ada urusan, dapatlah kita bicarakan lebih terang. Cara
bagaimana Kang-siauhiap telah bersalah pada kalian,
urusannya aku masih belum jelas. Pabila kalian dapat
mempercajai diriku, biarlah aku bersedia menjadi hakim bagi
kalian. Kalian adalah tamuku semua, aku pasti tak-kan
mengeloni salah satu pihak. Jika Kang-siauhiap benar-benar
bersalah, tidak nanti aku membelanya. Ai. dua hari ini hujan
rincik-rincik, jalanan penuh lumut pula, harap kalian berjalan
dengan hati-hati dan jangan terpeleset."
Begitulah dengan tanya-jawab mereka, serangan Im Sengkoh
kepada Hoa Thian-hong tadi dikatakan mereka sebagai
terpeleset. Bahkan Tiong Tiang-thong pakai berpura-berpura
membungkuk maju dan berkata: "Im-locianpwe. apakah
sekiranya perlu aku memayang engkau?"
Keruan Im Seng-koh serba konjol. sudah dibokong. masih
digoda dan diejek pula, tapi terpaksa ia telan mentah-mentah.
Sebab kalau dia menggembor, itu berarti dia mengakui telah
terjungkal dihada-pan orang banyak Diam-Diam ia pikir:
"Kudengar katanya pengemis ini telah berhasil meyakinkan
Kun-goan-it-ki-kang. untuk mana aku belum mau percaja.
siapa duga ia benar-benar sudah dapat mengerahkan tenaga
murninya untuk menutuk dari jarak jauh."
Ketika melihat Tiong Tiang-thong berlagak hendak
memayangnya, ia kuatir kena diselomoti pula, maka cepat ia
tutup antero Hiat-to diatas badannya, lalu menyahut dengan
dingin: ,Aku masih sanggup berjalan sendiri, tidak perlu kau
pura-pura rajin".
Lalu iapun cabut kukunya yang menancap dibatang pohon
itu. Hanya dalam sekejap saja ternyata daun bunga pohon itu
sudah sama laju dan rontok jatuh berhamburan.
Mau-tak-mau Tiong Tiang-thong terkesiap juga. pikimja:
"Khit-im-kau terkenal lihay menggunakan racun, dan niata memang
bukan omong kosong belaka. Pabila aku kena dicakar
sekali olehnya, andaikan tidak mati juga pasti akan sakit
keras". Sementara itu Hoa In-pik sudah selesai mengatur ruangan
dalam, diatas dua meja batu tersedia minuman dan panganan.
Kang Hay-thian juga membantu mengatur seperlunya.
Ketika sudah mengundang tetamunya masuk. Hoa Thianhong
lantas berkata: "Sudah sekian jauhnya kalian menempuh
perjalanan. tentu sudah sangat lelah. Silakan minum-minum
dulu. ini adalah In-bu-teh. oleh-oleh kawan yang
membawanya dari Lo-san. dan ini adalah sekadar panganan
buatan puteriku sendiri. Lohu tiada sediakan makanan enak,
harap jangan dibuat tertawa."
Sekonyong-konyong Le Hok-sing melesat maju, tahu-tahu
ia sudah berada dihadapan Kang Hay-thain dan seninya:
"Dengan maksud baik aku suruh Kim-mo-soan menghantar
pulang kau. mengapa ditengah jalan engkau malah melarikan
diri. bahkan melukai binatang piaraanku itu" Kaucu ingin
melihat kau. nah. sekarang juga marilah ikut pergi padaku!" "
berbareng tangannya mengulur, segera ia gunakan Kim-na-jiuhoat
untuk menangkap Kang Hay-thian.
"Plak . mendadak Hay-lbian memapak juga dengan
tangannya hingga kedua telapak tangan masing-masing lantas
melengket menjadi satu. Dengan muka merah padam dan otot
bijau menonjol, diam-diam Le Hok-sing membatin: "Wah, tidak
terduga Lwekang bocah ini ternyata begini tinggi. Sebenarnya
aku tidak ingin melukai dia, tapi kini terpaksa aku mesti
berbuat sebisanya untuk menawannya kem ban untuk
memenuhi tugas kewajibanku kepada Kaucu Boleh jadi
terpaksa aku harus menggunakan Siu-Io-im-sat-kang".
Maka mendadak Kang Hay-thian merasa satu arus hawa
dingin telah menyerang kedalam badannya melalui tangan
lawan, meski dia memiliki ilmu pelindung badan, tapi dalam
sekejap itu iapun merasa kedinginan sekali. Diam-Diam iapun
memikir: "Sebenarnya aku tiada bermaksud melukainya. tapi
dia telah keluarkan Siu-Io-im-sat-kang yang keji ini. terpaksa
aku harus balas menyerangnya dengan Siau-yang-hian-kang."
Siau-yang-hian-kang itu adalah ilmu warisan Lu Si-nio. Kisu
yang diciptakan Lu Si-nio ini dahulu sengaja diyakinkan untuk
melawan Siu-lo-im-sat-kang yang menjadi kemah-ran Beng
Sm-thong. Gurunya Hay-thian, jaitu Kim Si-ih telah
memperoleh juga kunci pelajaran Siau-yang-hian-kang itu dari
Kok Ci-hoa jaug merupakan murid tunggal Lu Si-nio. setelah
dikombinasikan pula dengan berbagai ilmu suat lain. Kim Si-ih
banyak mendapat manfaat dari ilmu Siau-yang-hian-kang itu
hingga lebih sempurna, bukan saja sudah cukup untuk
melawan Siu-Io-im-sat-kang. bahkan sudah dapat
menghancurkan ilmu lawan itu".
Karena itulah, segera Le Hok-sing merasakan suatu arus
hawa hangat mendesek keluar dari telapak tangan Kang Haythian.
ha-nya sekejap saja. rasanya nyaman memabukan
seperti dipagi hari dimusim semi. Keruan ia terkejut dan cepatcepat
mengerahkan tenaga murninya lebih hebat. Siu-lo-imsatkang yang dilatihnya itu sudah mencapai tingkatan
kedelapan dan hampir-hampir mencapai tingkat an kesembilan
yang merupakan tingkatan terakhir. maka dapatlah
dibayangkan betapa hebat tenaganya setelah dia kerahkan
dengan sepenuhnya.
Kang Hay-thian sendiri meski sudah mcmpelajari Siau-yanghiankang. namun kekuatannya masih kurang, kalau dipakai
untuk melawan Le Hok-sing. paling-paling cuma diatas angin
sedikit, maka hanya sebentar saja Kang Hay-thian sudah
mandi keringat dingin, sebaliknya Le Hok-sing basah kujup
dengan keringat gerah. Kedua orang sama-sama terkesiap dan
insaf bila saling bertahan lebih lama. tentu keduanya akan
sama-sama rugi.
Maka tertawalah Tiong Tiang-thong. katanya: "Rupanya
kalian berdua adalah sobat lama. pantasan sekali ketemu
lantas berjabatan tangan begini sampai tidak mau terlepas.
Eh. lebih baik duduklah untuk bicara lebih jauh!" " habis itu,
pelahan-lahan ia kebas lengan bajunya. dan aneh juga. lengan
bajunya yang pan-yang itu mirip sebilah pisau yang tajam dan
tepat memotong ditengah-tengah kedua orang itu. seketika
kedua tangan mereka itu terpisah dan sama-sama tergentak


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mundur. Kiranya Tiong Tiang-thong telah menggunakan Kun-goan-itkiitang. dengan tenaga murni yang tanpa wujut ia pisahkan
tenaga dalam kedua orang yang melengket itu. Dalam hal
demikian sebe-oarnya bukanlah Kun-goan-it-ki-kang ketua
Kay-pang itu lebih hebat daripada Siu-lo-im-sat-kang Le Hoksing
atau lebih kuat daripada Siau-yang-hian-kang Kang Haythian,
tapi disebabkan tenaga kedua orang tersebut
belakangan ini seimbang, ditambah pan-dainya Tiong Tiangthong
memisah makanya sekali kebas lantas jadi.
"Kang-siau-hiap," kata Hoa Thian-hong kemudian. "Lehukaucu bermaksud mengundang engkau pergi menemui
Kaucu mereka, apa kau mau?"
"Maksud kebaikan Le-hukaucu biarlah kuterima didalam hati
saja." sahut Hay-thian. "sementara ini aku masih akan mencari
dulu ayah dan guruku, bila kelak ada kesempatan, tentu aku
akan pergi menemui Kaucu kalian."
"Akan tetapi Kaucu telah pesan padaku, betapapun harus
mem bawa pulang engkau," ujar Le Hok-sing.
"Aneh juga, sebenarnya ada permusuhan apakah antara
Kang-siauhiap dengan Thian-mo-kau kalian?" tanya Hoa
Thian-hong. Le Hok-sing menjadi melengak. terpaksa ia nenyawab: "Tidak
ada!" "Jika begitu, apa Kaucu kalian sungguh-sungguh hendak
mengundang tamu?" Thian-hong menegas.
"Benar," sahut Hok-sing. "Diwaktu kecilnya. Kaucu kami
pernah "memeliharanya, walaupun waktunya tidak lama. tapi
Kaucu sesungguhnya sangat sayang padanya. Dan sesudah
sekian lamanya tidak berjumpa, agaknya beliau merasa
kangen juga".
"Kejadian itu adalah diwaktu aku berusia delapan tahun."
kata Hay-thianThan "Thian-mo-kaucu telah kirim bawahannya
memancing ilmu silat ayahku, karena kuatir ayah
membocorkan rahasia mereka, makanya aku diculik mereka
sebagai sandera. Tapi apapun juga Thian-mo,-kaucu memang
cukup baik terhadap diriku?""
"Jika engkau sendiri sudah mengaku demikian, sepantasnya
kau ikut padaku untuk menemuinya." sela Hok-sing dengan
girang. "Ja. sebab itulah maka akupun tidak dendam padanya",
demikian Hay-thian melanjutkan. "bahkan aku berterima
kasih kepada maksud baiknya. Cuma sayang aku sekarang ada
urusan penting yang takdapat ditunda. Maka biarlah kelak
kalau urusan ku sudah selesai, ayah dan Suhu sudah
kuketemukan. tatkala mana tanpa diundang juga aku akan
pergi menjenguk beliau bersama guruku. Setahuku, bukan
saja guruku ingin bertemu dengan Thian-mo-kaucu, bahkan
iapun sangat ingin menemui engkau, Le-hu-kaucu."
Mendengar Kang Hay-thian menjinggung gurunya, jaitu Kim
Si-ih. kembali Le Hok-sing melengak dan terkilas semacam
mimik wa jahnya yang aneh.
Maka berkatakan Hoa Thian-hong dengan tertawa: "Jikalau
bocah ini toh tiada permusuhan apa-apa dengan Kuikau
(agama tuan) dan Kaucu kalian juga mengundangnya dengan
maksud baik. urus an ini menjadi mudah dibicarakan.
Mengundang tamu harus ter-jadi atas suka-sama-suka, jika
yang diundang tidak mau. rasanya toh tidak mungkin
menjeretnya kesana secara paksa! Le-hukaucu. menurut
aturan pantas, betul tidak kataku ini?"
Le Hok-sing menjadi gelagapan dan susah mendebat lagi,
sahut-nya dengan tergagap-gagap: "Menurut aturan,
pantasnya memang begitu. Tapi?"?""
"Ha ha ha," Tiang-thong bergelak ketawa, "rupanya engkau
kuatir bertanggung jawab kepada Kaucumu bukan" Baiklah
begini saja, engkau boleh tumplek urusan ini atas diriku.
Pulanglah kau dan katakan bahwa Kang-siauhiap ini adalah
sobat baikku Tiong-Tiang-thong dari Kay-pang utara, kami
berada bersama, engkau tak dapat mengundangnya, jika
Kaucu kalian marah, suruh dia marah padaku saja."
Le Hok-sing sudah menyaksikan Kun-goan-it-ki-kang ketua
Kay-pang itu, ia pikir kalau mesti pakai kekerasan, memang
tidak salah kalau susah mengundangnya begini saja. Bahkan
tidak perlu penge mis ini ikut turun tangan, menempur
pemuda itu saja akupun tidak sanggup menangkapnya.
Karenanya ia menjadi bungkam takbisa bicara lagi.
"Le-hukautiu." tiba-tiba Im Seng-koh buka suara, "engkau
tidak jadi incar orangnya, tapi apakah barang" mestikanya
juga kau lepaskan" Bukankah kau bilang kedua benda mestika
itu sebenar nya adalah milik keluarga Le kalian?"
Hay-thian menjadi gusar, katanya dengan dingin: "Pedang
dan baju pusakaku ini adalah pemberian guruku, aku sendiri
tidak tahu benda-benda berasal milik siapa. Untuk diberikan
padamu tiada su-sahnya, tapi harus minta idin dulu kepada
guruku. Bila Suhu bilang boleh kasih, tak usah diminta, kelak
pasti akan kuhantar sendiri kerumahmu."
Berulang kali Kang Hay-thian menjebut gurunya, dan setiap
kali hati Le Hok-sing seakan-akan tertusuk jarum. Mendadak ia
me-lonyat bangun dan berseru: "Sudahlah, tidak perlu banyak
omong lagi. Terus terang kukatakan, yang mengincar
barangmu adalah mereka dan bukan aku. Nah, aku takkan ikut
campur lagi, terserah lah pada kalian!" " Habis bicara. terus
saja ia bertindak keluar dengan cepat, hanya sekejap saja
auman Kim-mo-soan sudah terdengar sangat jauh untuk
kemudian lantas lenyap.
"Nah, urusan pertama sudah selesai." ujar Hoa Thian-hong
dengan tertawa. "Dan kalian ini ada percecokan apa dengan
Kang-siauhiap" Coba katakanlah!"
"Aku ada urusan sedikit, biarlah aku bicara lebih dulu," seru
Auyang-jinio. Segera iapun berbangkit dan berkata dengan
ter-senyum: "Wan-ji, apakah kau bicara sendiri atau aku yang
menga takan?"
Wajab Auyang Wan tampak merah jengah dan menunduk.
Auyang-jinio tertawa, katanya: "Bocah ini menjadi malumalu
didepan orang asing, biarlah aku saja yang mewakili
bicara. Kang-siangkong. Wan-ji ikut datang kesini maksudnya
pertama jalah ingin minta maaf padamu: kedua kalinya jalah
hendak menghaturkan terima kasih padamu. Kemarin dulu ia
telah pasang perangkap hendak meracuni engkau,
tindakannya itu adalah atas perintah gurunya dan terpaksa
dilakukannya".
Ucapan Auyang-jinio ini benar-benar diluar dugaan orang
dan mengherankan. Semula orang menyangka datangnya itu
juga akan cari perkara, siapa tahu justeru datang untuk minta
maaf. Maka jawablah Hay-thian: "Memangnya aku juga tidak
menyalahkan dia."
Keruan yang paling konjol adalah Im Seng-koh, saking
gusarnya sampai wayahnya merah padam serta ketawaketawa
mengejek. Namun Auyang-jinio tidak menggubrisnya. ia menyambung
lagi: "Dan kemarin engkau seorang diri telah sudi pergi
menolong Wan-ji. Menurut aturan Bu-lim. ia telah melanggar
pantangan perguruan dan seharusnya mendapat hukuman,
tiada sangkut-paut dengan orang luar dan orang luarpun tidak
pantas ikut campur. Namun apapun juga tindakanmu itu
timbul dari maksud baikmu untuk menolongnya. maka kami
tetap ingin mengucapkan terima kasih padamu."
"Tidak perlu pakai terima kasih segala," sahut Hay-thian.
"Malahan aku yang harus minta maaf pada kalian karena aku
tidak paham peraturan kalian hingga hampir-hampir bikin
susah pada Auyang-kohnio. Karena yang kuketahui biasanya
jalah guruku sangat baik dan amat sayang padaku, maka
akupun mengira setiap guru didunia Ini juga pasti sayang
pada muridnya. Dari itu. waktu aku melihat Im-locianpwe
hendak menghukum muridnya dengan cara keji, tak tertahan
aku lantas tampil kemuka untuk membelanya."
Saking marahnya Im Seng-koh menengadah sambil
terbahak, se-runya kemudian: "Harta, sungguh saudaraku
yang sangat baik. tak tersangka bahwa harini engkau telah
putar haluan dan membantu orang luar malah. Hm, mungkin
dalam pandanganmu bocah itu sudah bukan orang luar lagi.
Hahaha. daripada cuma bicara saja, mengapa tidak kau
berikan sekalian Peh-ji (tanggal dan waktu lahir seseorang)
sinona?"?""
.am-toaci," sela Auyang-jinio tiba-tiba dengan tertawa
dingin, "ketentuan waktu tiga tahun hanya tinggal beberapa
hari lagi sudah akan habis, maka aku ingin mengambil kembali
Wan-ji terlebih dulu. Sebelum aku tinggalkan rumah,
puteramu cuma tinggal mempelajari Cay-meh-ciang-hoat"
(ilmu pukulan memotong urat nadi) lebih lengkap, untuk itu
aku sudah minta ayahnya Wan-ji suka mengajarkan padanya,
selesai itu. puteramu pun boleh lantas pulang, rasanya dalam
beberapa harini juga tentu iapun sudah sampai dirumah. Apa
yang kau suruh dia belajar sudah selesai di-perolehnya. kalau
kau tidak percaja. boleh coba kau mengujinya. Nah. sampai
disini. urusan kedua keluarga kita sudah kutunaikan
sebagaimana mestinya. Wan-ji. lekas kau menghaturkan
terima kasih kepada budi gurumu selama tiga tahun mengajar
padamu ini."
Kiranya diantara mereka ada pertukaran putera-puteri
untuk belajar silat pada keluarga masing-masing. Auyang-jinio
suruh puterinya mempelajari kepandaian menggunakan racun
dari Im Seng-koh. sebaliknya Im Seng-koh suruh puteranya
mempelajari ilmu-ilmu tunggal dari keluarga Auyang,
keduanya mupakat dengan batas waktu selama tiga tahun.
Kini mendadak Auyang-jinio menjebut puteranya. mau-takmau
Im Seng-koh menjadi kualir kalau-kalau Auyang-jinio
berbuat sesua tu yang tidak menguntungkan puteranya itu.
maka kata-kata ejekan yang sebenarnya hendak dilontarkan
pula itu tidak berani diucap-kan lagi. Tapi karena
mendongkolnya masih belum terlampias. maka ketika Auyang
Wan menjura padanya. ia sengaja tidak sudi menerima sambil
melengos, katanya dengan dingin: "Jikalau hubungan guru
dan murid sudah putus, kelak juga tidak perlu lagi menjebut
guru padaku, dan penghormatan sebesar ini aku tidak be rani
menerima."
"Baik juga," seru Anyang-jinio. "Jika begitu, anggaplah kita
telah mengadakan suatu jual-beli yang adil. masing-masing
tiada yang utang budi kepada siapapun. Engkau tak mengaku
murid lagi pada Wan-ji. maka akupun tidak berani mengaku
sebagai guru putera-mu. Baiklah, urusan selesai sampai disini
saja, marilah Wan-ji. luta pergi!"
,.Nah, kembali suatu urusan diselesaikan pula." ujar Hoa
Thian-hong dengan tertawa.
"Hakikatnya kami tiada permusuhan apa-apa dengan Kangsiangkong, maka takbisa dikatakan penjelesaian segala," kata
Auyang-jinio dengan tertawa.
"Baiklah, jika begitu, bila Jinio ada urusan, Lohu tidak menahan
lebih lama lagi," ujar Hoa Thian-hong. "Dan harap Jinio
suka sampaikan salamku kepada suamimu, katakanlah dahulu
Lohu tidak tahu. maka telah berlaku semberono
padanya?"?"."
"Hahaha," sela Auyang-jinio sebelum ucapan orang selesai,
"kejadian lama itu buat apa diungkat-ungkat lagi" Pabila Hoalocianpwe ada waktu luang, silakan jalan-jalan ke Cong-lamsan.
Diatas gunung sana kamipun ada menanam beberapa
jenis rumput obat. untuk mana masih diharapkan Hoalocinpwe
suka memberi penilaian seperlunya."
"Ah. Jinio suka merendah saja." sahut Thian-hong. "Lewat
tahun kalau sempat Lohu tentu akan bcrkunjung ketempatmu.
se karang maafkan Lohu tidak menghantar lebih jauh lagi."
Segera Auyang-jinio membawa kedua puterinya bertindak
keluar, sampai diambang pintu, mendadak ia merandek dan
berpaling, katanya pula dengan tertawa: "Dan bila Kangsiangkong
ada tempo, harap juga suka berkunjung ke Conglamsan kami."
Sekilas Kang Hay-thiau melihat sinar mata Auyang Wan
juga lagi mengerling kearahnya, wayah Hay-thian menjadi
merah dan lekas-lekas menunduk, sahutnya dengan samarsamar:
"Terima kasih, cuma?"?"?" cuma urusanku masih
banyak. entah?"?""entah kapan baru ada kesempatan."
Dalam pada itu Im Seng-koh mengikuti kejadian itu dengan
ketawa-tawa dingin. Keruan wayah Kang Hay-thian semakin
merah. Namun Auyang-jinio tidak ambil pusing kepada sikap
Im Seng-koh itu. ia ajak kedua puterinya dan berangkat pergi.
"Sekarang datanglah giliranmu, Im-locianpwe" kata Hoa
Thian-hong kemudian. "Engkau ada permusuhan apa dengan
Kang-siauhiap hingga berapa kali engkau akan mematikan
dia?" "Sekarang aku toh sudah tinggal sendirian, apa yang dapat
kukatakan lagi?" sahut Im Seng-koh dengan tertawa dingin.
Thian-hong menjadi kurang senang, katanya: "Tiongpangcu
dan aku yang tua bangka ini buknnlah manusia yang
suka menang dengan jumlah lebih banyak. Asal engkau dapat
bicara masuk diakal menurut aturan, segera aku akan suruh
Kang-siauhiap minta maaf padamu."
"Selamanya aku tidak pernah bicara tentang aturan dengan
orang." sahut Im Seng-koh dengan dingin. "Iebih-Iebih dalam
urusan ini. untuk bicara juga sulit Jika kalian hendak tanya
soal aturan, silakan tanya saja kepada pemilik Kim-eng-kiong".
Thian-hong melengak, segera ia tanya Hay-thian: "Kangsiauhiap.
apakah engkau juga ada perselisihan apa-apa
dengan tuan rumah Kim-eng-kiong?"
"Hakikatnya aku tidak kenal siapakah gerangan tuan rumah
Kim-eng-kiong." sahut Hay-thian. "Cuma aku memang pernah
mewakili Kok-ciangbun dari Bin-san-pay menerima kartu undangannya".
"Jika begitu, urusannya menjadi mudah." ujar Thian-hong.
"Aku juga telah menerima undangan Cujin (majikan) dari Kimengkiong itu. Hari Tiongkhiu tahun ini. aku dan Kang-siauhiappasti akan hadir dalam perjamuannya. Tatkala itu biarlah
kami akan tanya berhadapan padanya. Sekarang silahkanlah
Im-locianpwe!"
Tiba-Tiba Im Seng-koh mendelik, katanya dengan dingin:
"Hm. biar pun Lopocu (nenek rejot) tahu bukan tandingan
kalian, tapi sekali sudah datang kesini. betapapun tidak boleh
pulang begini saja. paling tidak juga aku ingin belajar kenal
sedikit kepandaian tuan rumahnya."
"Bagus!" seru Tiong Tiang-thong dengan gusar. "Marilah
aku saja yang belajar kenal dengan ilmu menggunakan racun


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari Khit-iin-kau kalian."
"Tiong-pangcu," sabut Im Seng-koh. "jika engkau
bermaksud memberi pelajaran. kita boleh berjanji pada lain
waktu, harini yang ingin kukenal adalah ilmu kepandaian yang
paling diagulkan Hoa-san-ih-un!"
"Jika begitu, engkau adalah tamu dan aku adalah tuan rumah,
silakan pihak tamu mengatakan cara-caranya." kata Hoa
Thian-hong. "Apakah engkau pasti akan turut cara apapun yang kuajukan?"
Im Seng-koh menegas dengan dingin.
"Sudah tentu, orang she Hoa bukan manusia yang suka
ingkar janji." sahut Thian-hong dengan tawar. "Nah. ilmu apa
yang engkau hendak uji. asal engkau katakan, pasti akan
kuterima dengan baik."
"Bukankah barusan sudah kukatakan akan menguji ilmu kepandaian
yang paling engkau agulkan." kata Im Seng-koh.
"Hoa Thian-hong. tentang ilmu silatmu yang tinggi itu,
memang harus diakui aku bukan tandinganmu. Tapi maafkan
ucapanku yang kurang pantas ini. bahwasanya apapun juga
ilmu silatmu juga belum terhitung nomor satu didunia ini.
Sebab itu. Lopocu bilang ingin belajar kenal dengan
kepandaian yang paling engkau agulkan, dengan sendirinya
bukan untuk belajar kenal dengan ilmu silatmu, tapi adalah
ingin menguji ilmu pertabibanmu .
"Ilmu pertabibanku juga tidak berani dikatakan nomor satu
di jagat ini," sahut Thian-hong dengan tersenyum. "tapi
sesungguh nya menguji ilmu pertabiban akan lebih halus
daripada bertanding ilmu silat. Nah. cara pertandingan
bagaimana yang engkau inginkan."
"Lopocu tidak mahir ilmu pertabiban. .tapi apa yang
kupelajari justeru berlawanan dengan kau." kata Im Seng-koh.
"Engkau me nolong orang dengan ilmu tabib, sedangkan aku
membunuh orang dengan Tacun. Makanya aku juga bukan
hendak bertanding ilmu tabib dengan kau. kata-kata
"bertanding" itu lebih baik dihilangkan, tapi lebih tepat
dikatakan aku ingin menguji ilmu tabibmu. Lebih tegas lagi
dapat kukatakan ingin menguji ilmu kepandaianmu dalam
memunahkan racun. cobalah apakah kepandaian
menggunakan racun diriku lebih Iihay ataukah kepandaianmu
memunahkan racun lebih tinggi?"
"Baiklah, jika begitu biarlah kuterima." sahut Thian-hong.
"Engkau boleh gunakan racunmu dan aku akan meminumnya
di-h ada panmu. Pabila kepandaianku memunahkan racun
kurang tinggi biarpun mati aku tidak menyesal. Nah, jadi tidak
cara demikian"
Namun Im Seng-koh menggeleng kepala, katanya: "Engkau
sendiri telah berkata aku yang mengemukakan caranya. Jika
menurut ucapanmu ini. bukankah aku yang menuruti cara
yang kau usulkan?"
"Aku pikir caraku ini adalah cara yang paling berbahaya.
makanya ingin kucoba dihadapanmu. tapi kalau engkau ada
cara lain. silakan bicara, tetap akan kuturut." sahut Hoa Thianhong
dengan menahan gusar.
"Baiklah, akan kukatakan sekarang caranya." ujar Im Sengkoh.
"Kedua tangan Lopocu ini pernah direndam dalam air
racun dari berbagai jenis racun ular yang paling jahat. dan
dapat digunakan sesuka hati. siapa yang terkena, kalau
enteng akan jatuh sakit payah. bila berat seketika hancur
lebur tubuhnya Nah. Hoa Thian-hong. bila Lopocu melukai
seseorang dengan tangan berbisa ini, dapatkah engkau
menjembuhkannya didalam waktu satu jam?"
Diwaktu bicara, sinar mata Im Seng-koh mengincar kearah
Kang Hay-thian dengan penuh kebencian. Tak usah diragukan
lagi, pasti dia bermaksud menggunakan pemuda itu sebagai
sasaran untuk menguji pukulannya yang beracun.
Tiong Tiang-thong menjadi gusar, segera ia bermaksud
men-damperat kekuranganyaran nenek keji itu. Tapi tiba-tiba
tampak Hoa Thian-hong telah bergelak ketawa. orang tua itu
lantas berbangku dan berkata: ,.lm Seng-koh. kira-kira sudah
ada satu diam belum kedatangan kalian disini?"
Im Seng-koh bingung oleh pertanyaan itu. ia coba
memandang ba jangan sinar matahari, lalu menyawab: "Ja.
belum ada satu jam kimanya tapi apa sangkut-pautnya
dengan urusan menguji kepandaianmu?"
"Sudah tentu besar sangkut-pautnya?" kata Thian-hong
dengan tertawa. "Sebab apa yang hendak kau uji. sejak tadi
sudah ku-kerjakan dengan baik. Nah. boleh coba kau ikut
padaku untuk memeriksanya!"
Ajakan Hoa Thian-hong ini bukan saja membikin bingung
Im Seng-kok. bahkan Tiong-Tiang-thong dan Kang Hay-thian
juga merasa tidak mengarti. Sejak datang tadi Im Seng-koh
toh tidak pernah melukai siapa-siapa, mengapa Hoa Thianhong
mengatakan sudah melakukan ujian itu.
Sembari berkata Hoa Thian-hong mendahului bertindak
keluar, dengan rasa sangsi terpaksa Im Seng-koh
mengikutnya keluar. Ia lihat Hoa Thian-hong menunjuk pada
pohon didepan rumah itu dan berkata: "Im Seng-koh. lihatlah,
bukankah ini adalah pohon yang engkau bikin mati tadi?" Tapi
aku yang tak becus ini sudah dapat menjehatkannya dan
hidup segar kembali."
Memang benar. Pohon itu tadi sudah kering dan laju. tapi
kini daun tampak segar bugar dan tetap hidup subur. Pabila
tiada bekas tusukan kuku Im Seng-koh tadi, sungguh tiada
seorangpun yang mau percaja bahwa pohon itu tadi sudah
pernah kering dan laju.
Keruan Im Seng-koh ternganga dan takbisa bicara lagi.
Sebaliknya Tiong Tiang-thong lantas terbahak-bahak, serunya:
"Bagus, bagus! Sungguh ilmu tabib yang sakti! Tadi aku cuma
melihat engkau mengusapi sebentar dibatang pohon itu, siapa
tahu diam-diam engkau telah gunakan ilmu andalanmu untuk
menjehatkan pohon itu. Nah. Im Seng-koh. apa yang dapat
kau katakan lagi" Menjembuh-kan pohon berpuluh kali lebih
sulit daripada menjembuhkan manusia. Sebagai sama-sama
kaum ahli. apakah masih perlu lagi dijelas-kan?"
Dalam keadaan demikian. Im Seng-koh benar-benar mati
kutu dan takbisa buka suara lagi. Pertama, soal ujian yang dia
usulkan cuma minta Hoa Thian-hong menjembuhkan dalam
waktu satu jam dari" apa-apa yang kena dilukai oleh
tangannya yang beracun itu, walaupun maksudnya tentu
manusia yang dilukai, tapi waktu bicara tadi tidak secara
tegas-tegas dinyatakan "manusia" yang dia maksudkan,
dengan sendu-jija Hoa Thian-hong sudah boleh di-kata telah
memenuhi sjaratnya walaupun pohon yang dapat disembuhkan
olehnya; Kedua, menjembuhkan pohon luka memang
benar jauh lebih sulit daripada menjembuhkan manusia,
sebab, daja hidup manusia lebih kuat daripada pohon. LebihLebih orang yang tinggi Lwekangnya akan lebih kuat melawan
keracunan. Misalnya Kang Hay-thian, Im Seng-koh sendiri
tidak jak n dapat membina sakan dengan pukulan berbiasa,
harapannya juga cuma membikin pemuda itu menderita saja,
paling banyak juga cuma menjadi cacat.
Dasarnya Im Seng-koh memang cuma andalkan kelihayan
ilmu racunnya, tapi kini pukulan berbisa yang diagulkannya itu
telah kena dipecahkan orang, itu berarti dihadapan Hoa Thianhong
tiada sesuatu kepandaiannya yang dapat dipakai lagi,
bila dia berani rewel terus, tentu akhirnya akan makan
getahnya sendiri. Berpikir demikian, hilanglah kegarangan
nenek itu, terpaksa katanya: "Ja, ilmu tabibmu memang
benar-benar sakti, sungguh aku sangat kagum. Nah. sampai
berjumpa dalam perjamuan di Kim-eng-kiong".
"Sampai berjumpa dan maafkan Lohu tidak menghantar
lebih jauh," sahut" Thing-hong dengan tertawa.
Sekembalinya kedalam rumah, dengan terbahak-bahak
Tiong Tiang-thong berkata: "Haha, minuman dan panganan
lezat ini tiada terganggu sedikitpun oleh mereka, ini benarbenar
rejekiku yang besar, biarlah aku mengganyangnya
habis-habisan".
"Tia (ayah). tadi aku benar-benar kuatir bagi kalian." kata
In-pik tiba-tiba. "kukatir engkau tak sanggup melawan nenek
galak itu. Pabila dia menggunakan Kang-siangkong untuk
menguji pukulannya yang berbisa, wah. benar-benar runyam!"
"Aba, Tith yang baik. orang baru kenal sudah kau kualirkan,
kenapa kau tidak kualir bagi pengemis yang sudah kau kenal
lama Ini, ha?" kata Tiang-thong dengan tertawa sambil
menjejalkan panganan kedalam mulutnya. "Malahan tadi aku
sudah ambil risiko keracunan untuk menerima serangan Siuloim-sat-kang dari Le-kukaucu itu, tapi kau toh tidak kuatir
bagi keselamatanku!"
"Semua orang tahu ilmu silatmu sangat tinggi, kenapa aku
mesti kuatir bagimu?" sahut In-pik.
"Oho, padahal orang Kang-siangkong adalah murid tunggal
Kim-tayhiap. kau berani mengatakan ilmu silatnya rendah"
Dan kau toh berkuatir baginya?" ujar Tiang-thong dengan
tertawa. Sebagai pemuda yang polos dan masih hijau. Hay-thian
tidak tahu kalau ucapan pengemis itu ada udang dibalikbatu,
ia lantas berkata: " Ah mana aku dapat dibandingkan dengan
Tiong-pangcu. Harini aku dapat terhindar dari kesulitan,
semuanya berkat bantuan Hoa-locianpwe dan Tiong-pangcu
berdua." Dengan ucapan Kang Hay-thian yang sungguh-sungguh ini.
Tiong Tiang-thong menjadi tidak enak untuk bergurau lagi.
Maka katanya: "Bicara sesungguhnya, tadi akupun rada kuatir.
Dengan sekaligus gembong" iblis itu telah datang serentak,
pikirku pasti akan terjadi pertempuran sengit, siapa duga satu
persatu iblis-iblis itu dapat dienyahkan dengan mudah. lebihlebih
caramu mengenyahkan Im-Iothaypo itu benar-benar
diluar dugaan siapapun juga dan sangat bagus!"
Tapi mendadak Hoa Thian-hong mengkerut kening,
katanya: "Tidak, lagak Lopocu itu cuma garang diluar saja.
tapi jeri didalam, sejak mula aku sudah menduga dia pasti
akan mundur teratur. Sebaliknya yang paling mengherankan
aku adalah sikap Auyang-jinio itu. Mereka suami-isteri adalah
orang-orang yang keji dan culas, bicara tentang kelihayan,
sesungguhnya dia masih diatas Im-lopocu itu, Tapi hari ini dia
mau bicara dengan begitu baik. benar" sangat diluar
dugaanku."
"Suaminya pernah dikalahkan olehmu, dengan sendirinya
dia cukup kenal gelagat." ujar Tiang-thong.
Namun Hoa Thian-hong cuma menggeleng tanpa Berkata
lagi. "Kulihat mereka ihu dan anak benar-benar sangat berterima
kasih kepada Kang-siangkong". sela Hoa In-pik tiba-tiba.
"Kang-siangkong. nona Auyang itu sesungguhnya sangat baik
padamu Tapi kenapa engkau begitu sungkan bicara tadi.
orang mengundang engkau ke-rumabnya. mengapa engkau
lantas menolaknya begitu saja?"
Sekali ini Kang Hay-thian yang merasa jengah, dan In-pik
tertawa. Dalam pada itu Hoa Thian-hong masih tetap diam saja seperti
lagi merenungkan sesuatu. Sejak mula ia sudah dapat
melihat sigadis Auyang Wan "lu jatuh hati kepada Kang Haythian.
tapi dari sesama orang Kangouw sudah lama
didengarnya tentang tindak-tanduk Auyang-jinio yang keji itu.
lahirnya saja ramah-tamah, tapi batinnya kejam. Sekalipun
demi puterinya ia tidak ingin mempersulit Kang Hay-thian. tapi
toh tidak seharusnya merendah diri sebegitu rupa. Lebih-Lebih
diriku pernah bercekcok dengan suaminya, terhadap diriku
tidak mungkin mereka lupakan kejadian itu seperti
dikatakannia tadi. sebab suami-isteri mereka itu sekali-sekali
bukanlah manusia yang berjiwa sebesar itu".
Karena pikiran itulah Hoa Thian-hong pikir untuk
selanjutnya harus lebih hati-hati menghadapi orang dari
keluarga Auyang itu.
Melihat Hoa Thian-hong termenung tanpa berkata. Tiong
Tiang-thong salah sangka kakek she Hoa itu lagi memikirkan
masa depan puterinya. Maka la coba membilukan pokok
petnbicaraan. katanya: "Kang-siauhiap, apakah engkau juga
akan pergi ke Kim-eng-kiong sana" Jika begitu, kebetulan
dapat berangkat bersama-sama Hoa-locianpwe. In pik, kau
juga dapat menggunakan kesempatan ini untuk ikut ayahmu
keluar untuk menambah pengalaman."
Ucapan Tiong Tiang-thong itu maksudnya tidak bergurau
lagi. tapi dengan sungguh-sungguh ia ingin menjodohkan
Kang Hay-thian dan Hoa-In-pik, dengan ikut sertanya gadis
itu, dengan sendirinya kesempatan mereka untuk berkenalan
lebih rapat menjadi lebih banyak.
Maka berkatalah Kang Hay-thian: "Aku justeru lagi ingin tanya
Hoa-locianpwe sebenarnya tokoh macam apakah Cukong
dari Kim-eng-kiong itu?"
"Untuk itu, harap engkau dengarkan suatu ceritaku dulu,"
kata Hoa Thian-hong." "Dibawah kaki gunung Altai terdapat
suatu negeri kecil yang bernama Masar. Raja daripada negeri
kefjil ini telah digulingkan oleh panglima-panglima
bawahannya pada 12 tahun yang lampau, raja dan permaisuri
terbinasa semua, tapi raja itu mem-punyai seorang putera dan
seorang puteri, dalam perebutan kekuasaan itu. kedua bocah
itu telah hilang tak ketahuan kemana perginya ?"?"?""
Mendengar sampai disini. tak tertahan lagi hati Hay-thian
tergetar. Ia sudah pernah mendengar cerita tentang negeri
Masar itu dari Kim Si-ih. bahkan pernah menyangsikan Kok
Tiong-lian adalah puteri raja Masar yang menghilang itu.
Sebab itulah, ia lebih cermat pula mengikuti penuturan Hoa
Thian-hong ini.
Maka terdengar Hoa Thian-hong sedang melanjutkan:
"Mendiang raja Masar itu sebenarnya adalah seseorang tokoh
pilihan, konon dalam hal ilmu silat juga mempunyai peyakinan
yang sangat tinggi dan sangat suka bergaul dengan orangorang
Bu-lim. bahkan beberapa tokoh persilatan dari
Tionggoan pernah menjadi tamu un-dangannya. Cuma
kemudian karena usianya agak lanjut dan penyagaan agak
lengah, maka raja itu kena dibunuh oleh seorang panglima
kepercajaannya sendiri serta dapat merebut tahtanya. Dan
kemana perginya kedua putera-puterinya itu tiada seorangpun
yang tahu. "Sesudah raja baru naik tahta, demi kepentingannya. ia
telah mengadakan pembersihan secara besar-besaran. banyak
orangnya disuruh pergi mencari jejak kedua bocah itu
Akhirnya dapat diperoleh kabar olehnya bahwa kedua anak
piatu itu berhasil dibawa lari oleh seorang tamu raja yang


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah terbunuh itu dan menuju ke Tionggoan.
"Raja baru yang merebut tahta itu ternyata seorang yang
angkara murka, begitu pegang kekuasaan, segera ia menrjari
jago-jago kepercajaan. ?lari negeri Thian-tiok telah dapat
diundang seorang paderi bernama Po-siang. konon Po-siang
Taysu ini adalah jago nomor satu di negeri Thian-tiok, katanya
adalah murid terpandai daripada mahaguru ilmu silat yang
terkenal di seluruh jagat Liong-su Siansu. Raja Masar yang
baru itu telah mengangkat Po-siang menjadi Kok-su (imam
negara) dengan gelar "Hoat-ong" (raja agama), bahkan kusus
dibangunkan sebuah istana untuk paderi itu, istana itu dibori
bernama Kim-eng-kiong. Dari itu, Po-siang Hoat-ong itulah
yang menjadi Cukong dari pada Kim-eng-kiong".
"Dan bagaimana pula seluk-beluknya perjamuan dalam
Kim-eng-kiong pada hari raja Tiongkhiu nanti?" tanya Haythian
pula. "Po-siang Hoat-ong itu toh tiada hubungan apa-apa
dengan Kok-Iihiap dari Bin-san-pay, mengapa beliau diundang
hadir juga dalam perjamuan itu?"
"Tentang sebab-musnbabnya aku sendiripun kurang jelas",
sahut Hoa Thian-hong. "Yang terang, setelah raja Masar itu
mendapat jago pilihan seperti imam negaranya itu, ia menjadi
seperti harimau tumbuh sajap. banyak kelompok suku bangsa
di sekitarnya telah kena dimakan olehnya. selama belasan
tahun ini. luas negerinya telah bertambah hampir sepuluh kali
besarnya. Wi-layah negeri Masar"berada di utara Sinkkiang,
jaitu suatu negeri kecil dikaki gunung Altai (Thay-san). tapi
kini wilayahnya sudah meluas sampai di utara propinsi
Kansiok. bahkan kekuasaan-nya juga sudah merembes masuk
kedalam sebagian propinsi Jinghay."
Mendengar sampai disini. kembali hati Hay-thian tergerak,
ia menjadi ingat pada cerita Pek Eng-kiat dan Thia Go bahwa
ketika Piausu dari Tin-wan Piaukiok di Pakkhia waktu mengawal
satu partai bahan obat-obatan kepada kepala suku di
wilayah Jinghay. ketika hampir sampai ditempat tujuannya,
tahu-tahu barang kawalan itu telah dirampok orang. Kemudian
kelompok suku diwilayah Jinghay itu berjangkit penyakit
menular yang jahat hingga hampir mati semua kelompok suku
itu, akhirnya daerahnya telah dimakan bersama oleh dua
kelompok tetangganya yang lebih kuat.
Ketika Hay-thian menanya Hoa Thian-hong. ternyata negeri
Masar itu adalah salah satu negeri tetangga yang ikut
membagi wilayah kepala suku di Jinghay itu.
Kemudian Thian-hong melandiutkan ceritanya. "Disamping
itu. Po-siang Hoat-ong telah baniak mengirim jago-jago
bawahannya ke-wilayah Tionggoan untuk menjelidiki jejak
kedua putera-puteri raja yang dahulu, dan kabarnya beberapa
tokoh Bu-lim yang dahulu pernah menjadi tetamu raja Masar
yang lama itu tahu-tahu telah dibunuh orang. Sedang
mengenai kedua anak yang dicari-nya itu apakah diketemukan
mereka atau tidak, bal itu tidak diketahui."
"Menurut dugaanku, kedua anak piatu itu mungkin belum
diketemukan mereka", ujar Tiang-thong. Ia merandek sejenak,
lalu menyambung lagi: "Setahuku, Po-siang Hoat-ong itu
adalah seorang yang suka bergerak, besar napsunya hendak
menyagoi dunia persilatan Tionggoan. Sebabnya dia
mengadakan perjamuan dalam Kim-eng-kiong nanti, menurut
pendapatku. dia mempu-nyai dua tujuan. Pertama, dihadapan
tokoh-tokoh silat yang hadir itu ia hendak pamerkan Jlmu
silatnya: Kedua.tsekalian ia ingin men-cari tahu dimana
beradanya kedua anak yang hilang itu. Dari orang-orang yang
diundang olehnya. sampai seorang pengemis seperti "ku juga
mendapat kartu undangannya. apalagi Kok-Iihiap sebagai
salah seorang ketua cabang persilatan yang terkenal, tentu
saja termasuk dalam daftar undangannya."
"Pandanganmu memang cukup masuk diakal." kata Hoa
Thian-hong. "Terus terang kukatakan, sebabnya aku bersedia
menghadiri pertemuan dalam Kim-eng-kiong itu. tujuanku juga
ingin melihat betapa hebat ilmu silat daripada aliran negeri
Thian-tiok seperti Po-siang Hoat-ong itu."
Dalam pada itu Kang Hay-thian sedang memikir sendiri:
"Jika demikian, jadi Kok Tiong-lian itu benar-benar adalah
puteri raja Masar. Maksud Po-siang Hoat-ong jtu mengundang
Kok-Lihiap suka hadir dalam perjamuannya itu mungkin tidak
melulu karena Kok-Lihiap adalah Ciangbunjin dari Bin-san-pay.
tapi disebabkan karena sudah mendapat tahu asal-usul murid
beliau ,itu."
"Sungguh sayang. karena aku harus pergi memenuhi janjinya
Ek-pangcu di Prk-kng-bio, maka tak dapat berangkat bersama
kalian." kata Tiang-thong kemudian.
"Dan aku sendiri sebelum pergi ke Kira-eng-kjong juga ingin
menuju kepegunungan Tangra.dulu untuk menyambangi sobat
haik guruku, jaitu Teng Keng-thian suami-isteri." kata Haythian.
Maklum. Kang Hay-thian meski cuma seorang pemuda
rema-ja yang baru berumur 17 tahun dan belum pernah
memahami apa artinya "cinta". Tapi karena Kok Tiong-lian
adalah kawan memainnya sedari kecil, maka kesannya kepada
gadis itu sangat mendalam, dalam benaknya bayangan Kok
Tiong-lian telah memperoleh suatu tempat yang penting, hal
ini mungkin Hay-thian sendiripun tidak sadar bahwa pada
dirinya sebenarnya sudah timbul semacam cinta yang samarsamar.
"Cinta pertama", perasaan ini pasti timbul dalam lubuk hati
setiap pemuda remaja bila pada suatu saat mendadak
bayangan si orang gadis bersarang dalam benaknya. Cuma
saja Kang Hay-thian sendiri tidak sadar akan perasaan
cintanya itu. tapi dalam tindak-tanduknya tanpa merasa,
sengaja atau tidak, ia ingin menghindari hubungan dengan
gadis kedua demi sigadis pertama Yang sudah mengisi hatinya
itu, kecuali kalau gadis kedua ini dapat memberi kesan yang
lebih mendalam atau sesuatu yang dapat mempengaruhi
pikirannya. barulah dapat mentawarkan cintanya yang belum
masak kepada gadis pertama itu.
Begitu pula halnya sekarang dengan Kang Hay-thian, dia
menyalakan hendak pergi mencari Teng Keng-thi"an.
sebenarnya cuma alasan yang timbul dari lubuk hatinya. jaitu
berusaha menghindari menempuh perjalanan dengan Hoa
Thian-hong serta menyauhi Hoa In-pik.
Tak tersangka Hoa Thian-hong lantas berkata dengan
tertawa malah: "Kiranya kau hendak pergi kepegunungan
Tengra dahulu, itulah lebih kebetulan lagi. Aku justeru sudah
lama ingin pergi ke sana untuk berkenalan dengan pemilik
"istana es" itu. Aku sudah pernah bertemu sekali dengan Tengtayhiap.
Teng Hiau-lan. tapi dengan putera dan menantunya
tidak pernah kenal. Kabamja di dalam istana es itu banyak
tertanam rumput dan bunga" yang bernilai, kebetulan aku
dapat ikut kau kesana untuk menikmatinya. toh waktunya
dengan pertemuan di Kim-eng-kiong masih cukup longgar
untuk kita pergi kesana".
Terhadap seorang Locianpwe atau angkatan tua. pula orang
yang telah menolong jiwanya, betapapun Hay-thian tidak enak
untuk menolak maksud orang. Terpaksa ia menyahut: "Jika
Wanpwe dapat menempuh perjalanan bersama Locianpwe, sudah
tentu akan lebih baik".
"Tiong-laute." kata Thian-hong, kemudian kepada ketua
Kay-pang itu. "maka akupun tidak menahan kau lebih lama
lagi di sini. harini juga kita masing-masing lantas berangkat".
"Ucapan ayah ini bukankah mirip lagi mengusir tamu?" ujar
In-pik dengan tertawa. "Baiknya Tiong-sioksiok mirip anggota
keluarga kita sendiri, beliau tentu takkan menyesali perkataan
ayah." "Wah. wah. sekarang keponakan baik ini ingin mengambil
hatiku malah", kata Tiong Tiang-thong dengan tertawa.
"Hahaha. kulihat engkau sendirilah yang benar-benar ingin
lekas-lekas berangkat, kalau ayahmu tidak buka suara,
mungkin kau sudah mengusir aku".
Sebagai gadis yang tidak pernah mengembara, memang Inpik
sangat ingin lekas-lekas berangkat pergi menambah
pengalaman, maka kata-kata Cong Tiang-thong itu tepat kena
dihatinya. Namun gadis itu cuma tersenyum saja tanpa
menyawab lagi, dengan berseri-seri terus saja ia pergi
bebenah seperlunya untuk berangkat.
Setelah Hoa Thian-hong periksa barang buntalan yang telah
disiapkan puterinya. dengan tertawa katanya: "Kau telah bawa
juga kitab-kitab pertabibanku ini."
"Kitab-Kitab ini adalah mestika kesajangan ayah. anak
kuatir kalau ditengah jalan mendadak ayah teringat pada
persoalan pertabiban dan perlu membuka kitab untuk
mempelajari, makanya kubawa sekalian kitab-kitab ini." sahut
In-pik. "Baiklah, memang tidak percuma mempunyai anak gadis
sebesar kau ini. sudah dapat kenal tabiat ayahmu sehari-hari.
kitab-kitab ini kalau dibawa serta juga akan lebih melegakan
hati daripada ditaruh dalam rumah." ujar Thian-hong tertawa.
Dan baru saja mereka berempat hendak berangkat,
kebetulan sirajawali raksasa yang habis mencari makan itu
telah terbang pulang.
"Tia. apakah kita akan membawa serta Eng-ji?" tanya Inpik.
"Tidak perlu." sahut Thian-hong. "Biarkan binatang ini
membantu kedua kacung kebun untuk menyaga tanaman obat
kalau-kalau ada penyahat hendak mencuri obat-obatan
kesini." Begitulah mereka lantas berangkat. Setiba dikaki gunung,
masing-masing lantas menuju kearahnya sendiri". Tiong
Tiang-thong pergi ke Pik-ling-bio untuk memenuhi janjinya
dengan Ek Tiong-bo, sedangkan Kang Hay-thian sejurusan
dengan Hoa Thian-hong dan puterinya.
Sebagai seorang yang banyak berpengalaman dan hias
penge-tahuannya. sepanjang jalan Hoa Thian-hong suka
raenceritakan kejadian" aneh dikangouw kepada Kang Haythian
hingga besar manfaarnya bagi pemuda itu.
Hanya dalam beberapa hari saja hubungan Hay-thian
dengan In-pik juga mulai rapat, kesempatan bicara mudamudi
itupun bertambah banyak. Tapi. sering pemuda itu
masjih teringat pada Kok Tiong-lian. Sudah delapan tahun
lamanya ia berpisah dengan Tiong-lian. tapi sifat lincah dan
nakal gadis cilik dalam benaknya itu dengan jelas masih selalu
terbayang. "Bila kepergok Tiong-lian dan dia melihat aku berada bersama
dengan In-pik. entah dia akan mentertawai aku atau
tidak?" bila terpikir demikian, tanpa merasa sikapnya menjadi
agak dingin terhadap Hoa In-pik.
Terkadang iapun suka ingat kepada Auyang Wan. teringat
olehnya ayah-ibu dan guru sigadis itu adalah tokoh-tokoh dari
kalangan Sia-pay. ia merasa gegetun, bahkan tanpa sebab
timbul semacam rasa hampa dalam hatinya.
Setelah belasan hari mereka menempuh perjalanan.
sementara itu mereka sudah memasuki pegunungan Ki-liansan
diperbatasan antara propinsi Jinghay dan Kamsiok. Hari itu
mereka sambil berjalan sembari bercakap. Tiba-Tiba Hoa
Thian-hong bersuara heran dan berhenti. Waktu Kang Haythian
memandang kearah yang diperhatikan orang tua itu, ia
lihat diatas sebuah batu padas terdapat satu bekas tapak
tangan. Tapak tangan ini jauh lebih besar daripada tangan
orang umumnya. Hay-thian menjadi heran dan menanya:
"Hoa-locianpwe. siapakah orang nya ini?"
Dengan wayah muram Thian-hong menyahut: "Marilah kita
cari suatu tempat mengaso dulu. nanti akan kuceritakan
dengan jelas."
"Hari masih sore. kenapa ayah tidak sembari berjalan
sambil bercerita saja," ujar In-pik. "Paling sedikit kita masih
dapat menempuh ratusan li hingga petang nanti."
"Tapak tangan ini adalah tanda pengenal daripada seorang
sobat-lamaku". kata Thian-hong. "Dia minta bertemu dengan
aku pada malam nanti, kalau aku tidak berhenti disini. tentu
dia akan mengira aku sengaja menghindarinya."
"Tia, aku toh tidak pernah mendengar engkau mempunyai
seorang kawan yang punya tangan sebesar itu?" tanya In-pik.
Thian-hong hanya tersenyum getir saja tanpa menyawab.
Ia lantas mencari tempat yang dapat dibuat bermalam.
Akhirnya dapatlah diketemukan sebuah gua yang cukup luas.
didalam gua kebetulan ada seloncjor batu yang melintang di
tengah hingga gua itu terbagi menjadi dua sisi hingga mirip
dua kamar buatan alam.
"Inilah kebetulan." ujar In-pik dengan tertawa. "Engkoh
Hay-thian. silahkan engkau tinggal disisi sana."
Dan menunggu sesudah gua itu dibersihkan seperlunya kemudian
Hoa Thian-hong suruh kedua muda-mudi itu
berduduk, lalu mulailah ia bercerita dengan sungguh-sungguh:
"Pik-ji. apakah kau tahu sebab apa makanya ayah belajar
menjadi tabib?"
"Ayah tidak pernah menyertakan, dengan sendirinya anak
tidak tahu." sahut sigadis.
"Kira-Kira delapanbelas tahun yang lalu. waktu itu ibumu
sedang mengandung dirimu kira-kira sudah dapat delapan
bulan.?" demikian Thian-hong memulai- "Suatu hari. ketika
kami dalam perjalanan telah kebentrok dengan seorang
gembong penyahat iblis itu adalah orang yang meninggalkan
bekas tapak tangan diatas batu ini. Dia bergelar Tok-jiu-thiancun
(sidewa bertangan ra-cun), nama aslinya jalah Po Lohou."
"Wah. besar amat suaranya. berani nienjuluki diri sendiri
sebagai Tok-jiu-thian-cun." ujar In-pik dengan tertawa. "Apa
barangkali tangannya yang berbisa itu lebih lihay daripada
ilmu Sin-coa-ciang yang beracun dari Im-Iopocu itu?"
"Ja. memang jauh lebih lihay." sahut Thian-hong sungguhsungguh.
"Kalau Sin-coa-ciang nenek she Im itu adalah
rendaman racun dari berbagai jenis ular berbisa, adalah
pukulan berbisa Po Lo-hu ini adalah gemblengan dari tujuh
macam racun yang paling jahat. jaitu masing-masing adalah:
Khong-jiok-tan (empedu merak). Ho-ting-ang (jengger
bangau). Kim-jan-diong (ulat sutera emas), Hok-coa-yan (iler
ular senduk). Toan-jong-hoa (bunga perantas usus). Hu-kutjau
(rumput pembusuk tulang) dan Hek-sim-lian (teratai
sumbu hitam). Tujuh macam racun maha jahat ini
dicairkannya didalam arak sublimat lalu dengan Lwekangnya
yang lain daripada yang lain itu ia masukan kedua telapak
tangannya untuk direndam selama 49 hari. akhirnya jadilah
tapak tangannya yang berbisa sangat lihay itu".
"Ai. begitu lihay. lantas bagaimana ketika ayah mempergoki
dia?" seru In-pik dengan kuatir.
"Memangnya sudah lama aku dan ibumu ingin membasmi
penyahat durjana seperti dia itu. maka begitu kepergok


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditengah jalan. terus saja terjadi pertarungan sengit", tutur
Thian-hong. "Aku telah berhasil menahas putus sebelah
lengannya dengan Liu-hun-kiam-hoat yang baru saja
kuyakinkan. tapi sedikit lengah ibumu telah lecet keserempet
oleh pukulannya. Dengan cepat Po Lo-hou lantas melarikan
diri. akupun tidak berani mengejar-nya ketika melihat ibumu
terluka juga."
"Kemudian bagaimana?" tanya In-pik tak sabar.
Thian-hong menghela napas dulu, kemudian melanjutkan:
"Lwekang ibumu sebenarnya sangat tinggi, bahkan lebih tinggi
dariku. Cuma dia sedang hamil hingga tidak dapat mengerahkan
sepenuh tenaga untuk melawan serangan musuh itu.
Akibat-nya belum cukup bulan kau sudah lahir dan ibumu
karena pendarahan, tiga hari kemudian setelah melahirkan
dirimu lantas meninggal."
Semula In-pik mendengar cerita ayahnya dengan berseriseri.
kini mau-tak-mau ia menjadi sedih, air matapun
berlinang-linang. katanya: "Jika demikan. jadi ibu telah tewas
oleh karena serangan iblis laknat ini" Mengapa tidak sejak
dulu-dulu engkau mengatakan padaku?"
"Oleh karena kau dilahirkan sebelum waktunya, maka sejak
kecil badanmu sangat lemah." tutur Thian-hong. "Demi untuk
membesarkan kau serta ingin membalas sakit hati ibumu,
makanya aku mengasingkan diri di Hoa-san untuk meyakinkan
ilmu pertabiban guna menghadapi pukulan berbisa Po Lo-hou
itu. Musuh itu sangat lihay. sebelum kepandaianku berhasil
kulatih, percuma-lah aku menuntut balas padanya."
"Dan kini ayah sudah yakin akan dapat mengalahkan
pukulan jahatnya itu bukan?" tanya In-pik dengan masih
berduka. "Paling tidak aku sudah punya pegangan yang meyakinkansahut
Thian-hong. "Dari itu kali ini aku berani membawa serta
kau ke Kim-eng-kiong. sebab kuduga akan bertemu dengan
dia disana, siapa tahu ditengah dialan dia sudah datang
menghadang sendiri. Tampaknya karena sebelah lengannya
tertabas oleh pedangku, maka dendamnya padaku juga tidak
pernah terlupa. Cuma entah darimana dia mendapat kabar
bahwa kita bakal melalui jalan ini hingga lebih dulu dia
meninggalkan tanda tapak tangannya diatas batu itu?"
"Peduli apa darimana dia mendapat tahu." ujar In-pik
dengan penuh dendam. "Tia. jika engkau sudah yakin pasti
menang, begi tu iblis laknat itu tiba, sekali tusuk bereskan saja
nyawanya."
Ia tidak tahu bahwa yang dikuatirkan ayahnya bukanlah
cuma Po Lo-hou melulu, tapi dalam perhitungan Thian-hong.
jikalau lebih dulu Po Lo-hou dapat mengetahui jejaknya serta
meninggalkan tanda peringatan sebagai tantangan
pertempuran yang menentukan, maka sudah tentu
sebelumnya iblis-iblis itu sudah mengada kan persiapan. Kalau
satu lawan satu Hoa Thian-hong cukup yakin akan dapat
menang, tapi bila musuh itu datang bersama satu-dua orang
kawannya yang berkepandaian setingkat, maka susahlah
Thian-hong menghadapinya
Namun kuatir kalau puterinya ikut gelisah, maka ia hanya
men-jawab: "Benar juga ucapanmu. Tapi Po Lo-hou itu
sesungguhnya teramat lihay dan ganas, sampai waktunia
nanti, sekali-sekali kau jangan ikut maju."
"Baiklah, aku akan berdiri disamp.ng menyaksikan ajab
mengha-jar iblis itu." ajar In-pik.
"Menonton juga tidak boleh." kata Thian-hong dengan
kereng. "Kau harus mendengarkan perintah ayah."
"Ja. baiklah, habis makan malam, aku lantas tidur saja."
sahut In-pik dengan kurang senang.
Kemudian Kang Hay-thian keluar dari gua itu untuk
berburu, ia membawa kembali dua ekor kelinci. Tapi karena
gelisah. In-pik tiada semangat untuk memasak hingga kelinci
yang dipang-gangnya itu sampai hangus. Maka makan malam
itu mereka selesaikan dengan seadanya." habis itu. benarbenar
juga In-pik lantas meng gelar tikar dan tidur. Kang Haythian
sendiri mengiringi Hoa Thian-hong menantikan
kedatangan Po Lo-hou dengan berdebar-debar.
Tunggu punya tunggu, sampai sang dewi malam sudah
berada ditengah-tengah cakrawala, hari sudah lewat tengah
malam, tapi musuh masih belum kelihatan. Diam-Diam Haythian
heran: "Aneh, mengapa malam sudah larut, bayangan
musuh masih belum nampak?"
"Kang-hiantit, pergilah kau tidur dulu," kata Thian-hong
kemudian. "Pabila aku perlu bantuanmu, tentu aku akan
bersuara memanggil kau.".
Bergaul selama belasan hari, hubungan mereka sudah mulai
rapat, semula ia memanggil pemuda itu sebagai "Kangsiauhiap".
tapi kini atas permintaan Hay-thian. ia telah
memanggilnya sebagai "Hian-tit" atau keponakan baik.
Dan demi nampak Hay-thian ragu-ragu, dengan tertawa
Thian-hong lantas berkata lagi: .Mungkin kau masih belum
paham pera turan dalam kalangan Hek-to. Sekali dia sudah
meninggalkan tanda tantangan, pasti dia takkan melakukan
serangan pembokongan. Bila dia datang, tentu dia akan
bersuara ditempat yang dia tinggalkan tanda peringatan itu
untuk mengundang aku. Maka engkau boleh tidur dengan
tenteram, aku sendiripun ingin bersemadi sebentar untuk
bersiap menghadapi musuh nanti".
"Jika demikian, maafkan Siautit tidak mengiringi Laupek lagi."
kata Hay-thian kemudian. "Bila nanti iblis itu sudah
datang, harap Laupek memanggil aku. Walaupun Siantit tak
dapat memberi bantuan yang berarti, tapi Siautitpun ingin
menambah pengala-laman." " Habis berkata, ia lantas
memutar kesisi gua yang lain untuk tidur.
Namun demikian, betapapun pemuda itu tak bisa pulas.
Kira-kira sejam kemudian, selagi Kang Hay-thian ragu-ragu
apakah musuh bakal datang malam ini, tiba-tiba didengarnya
suara teriakan yang ta-jam mengerikan dari jauh Namun aneh,
suara teriakan itu bukan suara kaum lelaki, tapi adalah suara
kaum wanita, yang lebih mengherankan ialah suara itu seperti
sudah dikenalnya.
Seketika Kang Hay-thian meloncat bangun, sebab suara itu
seperti dapat dikenalnya sebagai suaranya Auyang Wan.
Dari suara jeritan tajam dan mengerikan itu. agaknya gadis
ini seperti mendadak ketemukan sesuatu hal yang menakutkan
dan jiwanya terancam bahaya. Tanpa pikir lagi Hay-thian terus
berlari keluar gua dan menuju kearah datangnya suara itu.
Hoa Thian-hong waktu itu sedang bersemadi memusatkan
pikiran, ketika mendadak melihat Hay-thian. berlari pergi,
cepat ia menggembor "Kang-hiantit. apa?"?" apa yang kau
lakukan" Awas?"?""
-Namun gerakan Kang Hay-thian itu terlalu cepat. diantara
mereka teraling-aling pula sebuah balok batu, hendak
menahannya juga Thian-hong tidak keburu lagi.
Sudah tentu Hay-thian mendengar suara teriakan Hoa
Thian-hong. tapi dalam hatinya malah berpendapat: "Hoalocianpwe
se-sungguhnya juga terlalu berhati-hati. awas
tentang apakah" Auyang-kohnio sedang terancam bahaya,
masakan aku berpeluk tangan tidak menolongnya" Masakan
ini adalah tipu muslihatnya pula?"
Belum selesai ia berpikir. tiba-tiba dilhatnya dua sosok
bayangan orang berlari keluar dari rimba sana. dibawah sinar
bulan yang agak remang-remang. namun dari perawakan
yang langsing itu jelas kelihatan yang berlari didepan adalah
seorang gadis, dan orang yang mengejar dibagian belakang
adalah seorang laki-laki bertubuh aneh, tingginya tiada lima
kaki. tapi kepalanya sangat besar. lengan nya cuma satu. tapi
panjang lagi lebar tampaknya telapak tangan nya yang
terpentang dan hendak menijengkeram gadis didepannya itu.
Hati Hay-thian tergetar, ia pikir apakah orang ini yang
dikatakan sebagai Tok-jiu-thian-cun itu"
Oalam pada itu, dengan cepat luar biasa tertampak telapak
tangan yang lebar bagai daun pisang itu sedang diulur
kepunggung sigadis yang memang tidak salah adalah Auyang
Wan itu. Hay-thian tidak sempat lagi bertanya. segera ia
melompat maju sambil membentak: "Lepaskan tanganmu!
Menganiaja seorang gadis, terhitung orang gagah macam
apa?" " Berbareng itu. secepat anak panah ia terus
menerjang kedepan.
Tampaknya tinggal beberapa lompatan lagi pasti dia akan
dapat tiba sampai ditempat tujuan. tapi mendadak tanah yang
dipijak-nya tahu-tahu terasa mengapung, dan selagi Hay-thian
merasa tiunga, sekonyong-konyong tubuhnia sudah
dikerudung rapat oleh sebuah jaring besar. Kiranya jaring itu
digelar dipermukaan tanah, pula warna jaring itu hitam,
sekalipun Kang Hay-thian tidak lagi buru-buru hendak
menolong orang, namun dimalam hari begitu juga susah mengetahuinya.
Sekilas itu Kang Hav-thian terkejut dan mendiadi gusar
nula. Justeru karena dia sudah pernah sekali ditipu oleh
Auyang Wan. kemudian dengan tindakannya yang niata gadis
itu menistakan pe-njesalannya. maka sekali ini Hay-thian men
yangka gadis itu benar-benar lagi terancam bahaya dan bukan
tipu muslihat, siapa tahu kembali untuk sekali lagi ia masuk
perangkap. -Selagi Kang Hay-thian hendak berlari maju untuk memapak
Auyang Wan, tiba-tiba kakinya terasa menginjak ditempat
kosong, tahu-tahu rubuhnya terangkat keatas oleh sebuah
jaring.- Sementara itu jaring itu telah terangkat keatas. makin lama
makin kencang hingga Hay-thian terbungkus rapat seperti
"Bak-cang".
"Bagus kau. Auyang Wan. kau?" kau?"" ja. Anggaplah
aku telah salah kenal siapa kau!" saking gemasnya Hay-thian
berseru dengan tak lampias. Segera iapun meronta-ronta dan
membetot benang-benang jaring itu sekuatnya Tapi benang
jaring itu ternyata sangat ulet. makin dibetot, makin kencang.
Kiranya jaring itu ada lah buatan dari sutera keluaran Kun-lunsan
yang sangat kuat hingga untuk seketika Kang Hay-thian
menjadi tak berdaja.
Dan pada saat itu juga mendadak orang aneh itu telah
berhenti, katanya sambil terbahak-bahak: "Hahaha. Auyangjinio,
mengingat jasamu ini baiklah bocah ini takkan kucampur
urusannya."
Hampir berbareng dengan itu, tiba-tiba terdengar juga
suara seruan Auyang Wan yang tajam: "Wah, kiranya engkau ju?"?""
juga berada disini! Bagaimana uru?"" urusan ini?"
Waktu Hay-thian mendongak, benar juga dilihatnya diatas
dahan pohon situ lagi berduduk seorang wanita, siapa lagi dia
kalau bukan Auyang-jinio yang saat itu sedang menarik jaring
yang mengurung Hay-thian itu keatas pohon.
Dalam pada itu dengan cepat Auyang Wan sudah memburu
tiba sambil berseru: "Mak. siluman ini hendak menyerang aku
dan Kang-siangkong yang telah menolong aku. maka jangan
engkau membikin susah padanya!"
Segera Auyang-jinio menarik jaringnya lebih tinggi keatas,
lalu ujung jaring itu diikat-pati dan digantung didahan hingga
Kang Hay-thian terkatung-katung diudara. Lalu nyonya itu
melompat ke-bawah pohon, sekali cengkeram ia pegang
puterinya itu sambil membentak: "Kau tahu apa" Aku justeru
hendak menolong dia. siapa bilang aku membikin susah
padanya?" Karena merasa terjebak, rasa gemas Hay-thian tak
tertahan, segera ia mendamperat: "Auyang-kohnio. bagus
benar sandiwara kalian ibu-beranak ini. tapi aku orang she
Kang bukan lagi anak kecil umur tiga. tidak nanti aku dapat
kalian tipu lagi!"
Belum selesai ucapannya. sekonyong-konyong terdengar
suara "bret", kiranya Auyang Wan telah meronta sekuatnya
hingga lengan bajunya terobek oleh pegangan ibundanya. Dan
ketika mendadak di-dengarnya damperatan Kang Hay-thian
tadi. seketika Auyang Wan menjadi terpaku ditempatnya
sebagai patung.
Dan pada saat itu juga kembali tertampak sesosok
bayangan orang sedang mendatangi dengan kecepatan yang
susah dilukiskan. Maka tertawalah siorang aneh tadi sambil
menyapa: "Aha, Auyang-jiko, kebetulan sekali kedatanganmu
ini. puterimu ini. lho. ia hendak membebaskan orang!"
Hanya sekejap saja bayangan itu sudah sampai didepan Auyang
Wan. lalu mendamperat dengan bengis: "Budak tolol,
lekas enyah sana. bila berani main gila lagi. apa minta diberi
persen tamparan?"
Dibawah sinar bulan yang remang-remang itu Kang Haythian
coba memandang melalui selah-selah jaring. meski
mimik wajab Auyang Wan tidak jelas kelihatan, tapi dapat
dilihatnya tubuh sigadis rada gemetar hingga mirip tangkai
bunga tergetar tertimpa air hujan. terang gadis itu sangat
terperandiat hingga seketika terkesima ditempatnya. Sejenak
kemudian, mendadak ia putar tubuh terus lari pergi dengan
cepat. dan sesudah berlari puluhan langkah, barulah terdengar
jerit tangisnya dengan pilu dan mengharukan hingga perasaan
Kang Hay-thian ikut seakan-akan disajat-sajat. dibandingkan
suara jeritan sigadis waktu diudak siorang aneh tadi. jerit
tangis sekarang jauh lebih mengguncangkan perasaan orang
lain. Baiknya Auyang Wan berlari dengan cepat hingga tidak
antara lama. bayangannya dan suara tangisannya sudah
lenyap semua. Tiba-Tiba Hay-thian menyesal. pikirnya: "Jangan-Jangan
perbuatannya tadi itu dipaksa dan aku telah salah sangka jelek
padanya?" " Tapi segera terpikir pula olehnya: "Ah. tidak,
terang teriakannya tadi memang sengaja memancing aku
keluar, dia memang berkomplotan dengan orang aneh itu
untuk menjebak diriku. Ting-kah-lakunya dengan orang tuanya
itu hanya sandiwara belaka, masakan aku mesti percaja
padanya" Tetapi, suara tangisannya ternyata begitu sedih,
kedengarannya toh bukan pura-pura?"
Begitulah Kang Hay-thian berpikir dengan ragu-ragu dan
tetap diliputi tanda-tanda tanya yang tak terjawab.
Orang yang dipanggil sebagai "Auyang-jiko" oleh siorang
aneh tadi. sekilas telah melirik kearah Kang Hay-thian. habis
itu. tiba-tiba ia memaki sang isteri: "Kenapa kau begitu
semberono. apakah kau lupa dia adalah muridnya Kim Si-ih
dan senyata apa yang selalu dia bawa" Tapi kau cuma
mengurungnya didalam jaring dan digantung disitu saja?" "
sambil berkata, berbareng tangan nya lantas diangkat dua
jarinya menjentik sekali, maka terdengarlah suara mendesisdesis


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dua kali. tahu-tahu "Tan-tiong-biat" di dada Kang Haytljian
terasa linu pegal.
Kiranya "Auyang-jiko" itu telah menggunakan "Keh-khongtiamhiat" atau menutuk jalan darah dari jarak jauh dengan
Lwekangnya yang tinggi, maka Hiat-to didada Kang Hay-thian
telah kena ditutuk oleh tenaga murninya yang tak berwujut
itu. Agaknya Auyang-jinio jeri terhadap sang suami, dengan tertawa
ia menyahut: "Ya. memang aku rada lengah, tapi ada
Po-siansing disini. masakah bocah ini mampu melarikan diri?"
"Ah, Ji-nio terlalu memuji." sabut siorang aneh. "Malahan
malam ini aku masih harus minta bantuan Auyang jiko!".
Dari percakapan dan sebutan mereka itu. dapatlah Kang
Hay-thian mengetahui bahwa siorang aneh bertangan satu itu
memang benar adalah "Tok-jiu-thian-cun" Po Lo-hou. dan
siorang ber-baju hitam yang datang kemudian itu adalah
Auyang Tiong-ho. suaminya Auyang-jinio.
"Dan kini sudah tiba waktunya." kata Auyang Tiong-ho
kemudian. Tampak ia saling pandang dengan tertawa bersama Po Lohou.
lalu kedua orang sama-sama bersuit keras-keras. Suitan
Auyang Tiong-ho kedengaran keras dan nyaring mirip
gembreng. sebaliknya suara suitan Po Lo-hou kedengarannya
seperti orang menangis karena kematian anggota
keluarganya. rasanya menjebalkan bagi yang mendengarnya.
Untung Kang Hay-thian sangat kuat Lwekangnya. pabila
sedikit rendah kepandaiannya dan mendengar suara suitan
mereka yang aneh itu. mungkin seketika dia bisa dibikin kacau
pikiran dan menjadi gila. Diam-Diam iapun memikir: "Lwekang
jahat dari kedua orang ini benar-benar sudah mencapai
tingkatan yang tertinggi, cuma masih belum sempurna betulbetul,
sayang aku tidak dapat berkutik hingga tidak bisa
membantu pada Hoa-locianpwe".
Tengah Hay-thian berpikir disertai suara suitan kedua
musuh yang masih menggema di angkasa itu, tiba-tiba
tertampak Po Lo-hou melesat maju kesana, terdengar dia
berkata sambil soja: "Hoa-losiansing benar-benar seorang
yang pegang janji. aku orang she Po sudah menanti disini!"
Waktu Hay-thian mengincar keluar, kiranya memang benar
Hoa Thian-hong yang sudah datang. Maka terdengar orang
tua itu telah menyahut dengan dingin: "Eh. kiranya masih ada
pula Auyang-siansing!"
"Ja. dahulu aku pernah mendapat pengajaranrau. beberapa
hari yang lalu isteriku yang tak berjus itupun telah mendapat
pe-tuamu. dari itu kesempatan malam ini sengadia kugunakan
untuk menyambut kedatanganmu; pertama agar sekadar
dapat membalas kebaikan Hoa-losiansing. kedua, sekalian
ingin minta petunjuk pula sejurus-dua padamu."
Ia berhenti sejenak, kemudian sambungnya dengan
senyuman yang licik: "Dan baru tad aku dapat mengetahui
bahwa Po-siansing sudah ada janji lebih dulu dengan Hoalosiansing,
sungguh sangat tidak kebetulan bagiku. Tapi harap
Hoa-losiansing jangan kuatir, sekali-sekali aku pasti takkan
menyerang orang jajig sedang kesusahan, jikalau tenaga Hoalosiansing
pada malam ini kurang cukup, bolehlah lain hari
menjadi giliranku untuk minta petunjuk padamu. Cuma aku
kuatir pertarungan diantara dua harimau, akhirnya pasti ada
satu yang celaka, sekalipun aku ada niat minta petunjuk pada
Hoa-losiansing, agaknya susahlah berkabut harapanku ini."
Hoa Thian-hong menjadi sadar juga demi melihat Auyang
Tiong-ho suami-isteri berada bersama dengan Po Lo-hou.
Tentu Po Lo-hou diberitahu oleh Auyang-jinio, makanya dapat
menga-dang ditempat yang pasti akan dilaluinya sekarang ini.
Tapi iapun tidak mau bongkar komplotan mereka itu, dengan
suara tenang ia menyahut: "Jika kalian sudah sudi menanti
disini. masakan aku orang she Hoa mesti bikin kecewa kawan,
bolehlah silakan kalian memberi petunjuk semua. Tiuma
sobatku yang kecil ini tiada sangkutpaut dengan urusan kita
ini. diapun bukan bala bantuan yang kuajak kesini, maka
harap kalian mentaati peraturan Bu-lim dan membebaskan
dia." Tapi Auyang Tiong-bo hanya tertawa dingin saja tanpa
men-jawab. "Kenapa?" Thian-hong menegas. "Apakah ucapanku salah"
"Ucapanmu tidak salah." sahut Auyang Tiong-ho dengan dingin,
"botiah she Kang ini memang benar tiada sangkutpautnya
dengan urusan kalian, tapi ada sangkut-pautnya
dengan keluarga Auyang kami. Dia telah menggoda puteriku
dan merusak nama baik keluargaku, maka aku harus
menawannya untuk diberi hukuman yang setimpal."
Sungguh gusar Kang Hay-thian tak terkatakan oleh nista
yang tak beralasan itu. namun karena Hiat-to tertutuk, susah
baginya untuk buka suara.
"Tapi bukan begitulah menurut apa yang kudengar dari
njonya-mu." ujar Thian-hong. "Tempo hari nionyamu dan
puterimu pernah datang ketempatku. dengan telinga sendiri
aku mendengar dia menghaturkan terima kasih kepada Kangsiangkong,
katanya bila Kang-siangkong tidak menolong, tentu
puterimu telah dianiaja oleh gurunya yang kejam itu."
"Hoa-losiansing." sahut Tiong-ho dengan menjengek.
"engkau sudah berpengalaman, masakan urusan sekecil ini
juga tidak paham. Sekarang adalah urusan sekarang, tempo
hari urusan tempo hari. Waktu itu kau berada bersama
pengemis she Tiong itu. mereka merasa kewalahan kalau
melawan, terpaksa omong begitu."
"Baik. anggaplah kau beralasan, tapi aku juga tidak dapat
melulu mempercaiai keterangan kalian sepihak, kau harus
membebaskan dia aoar iapun dapat memberi keterangan."
ujar Thian-hong.
Tiba-Tiba Auyang Tiong-ho menarik muka. katanya: "Hoalosianslng sejak tadi kau bicara tentang peraturan Kangouw
segala, dan peraturan ini tentunya kau juga paham" Bahwa
urusan Kangouw ditentukan oleh pihak yang lebih kuat. Jika
kau mampu, kau sendiri boleh coba membebaskannya."
Sungguh gusar Hoa Thian-hong bukan kepalang, "sret",
segera pedang dilolosnya dan berseru: "Auyang Tiong-ho.
hajolah menyerang dulu!"
Sekonyong-konyong terdengar Po Lo-hou bergelak ketawa.
katanya: "Bagus! Memangnya sejak tadi sudah harus
bergebrak, kenapa mesti banyak cincong pula! Hoa Thianhong.
jika mampu hajolah tebas pula sebelah lenganku toi- "
Auyang-jiko. biarkan aku menun tut balas sakit hatiku dulu!"
Habis bicara. segera ia memburu maju terus menghantam.
Hoa Thian-hong terkesiap ketika mengendus sambaran angin
pukulan lawan itu berbau amis. Sebagai seorang yang
berpengalaman, biarpun sudah tahu pukulan berbisa musuh
itu jauh lebih lihay daripada dulu, namun iapun tidak jeri.
Segera ia menggeser, pedangnya bergerak, dengan tipu
"Heng-in-toan-hong" atau melayang diatas awan menabas
bukit, cepat ia mengisar kesamping Po Lo-hou terus menusuk
pergelangan tangan musuh itu.
Mendadak Auyang Tiong-ho mengertak sekali, dari samping
iapun lantas menghantam.
"Bagus, kalian boleh maju sekaligus saja!" seru Thian-hong
dengan tertawa dingin.
Sekali memukul, raenjusul tangan Tiong-ho yang lain ikut
men-jojoh dengan jarinya Waktu itu pedang Hoa Thian-hong
masih tetap mengancam kearah Po Lo-hou. maka lengan baju
kiri sege ia dipakai mengebas. begitu hebat kebasan itu hingga
mirip tabasan pedang yang memotong Auyang Tiong-ho.
Kenal kelihayan lawan, cepat Tiongho mengisar pergi, hantamannya
tadi urung dilontarkan, sebaliknya jarinya lantas
menu-tuk pula. Sebab itu kebasan lengan baju Hoa Thianhong
juga mengenai tempat kosong, malahan lantas terdengar
"bret" sekali, bajunya sobek oleh tutukan jari lawan, hal ini
sama sekali diluar perhitungan Hoa Thian-hong bahwa tenaga
jari Auyang Tiong-ho ternyata cukup lihay.
Ketiga orang itu sama-sama bergerak setiepat kilat, dengan
bantuan Auyang Tiong-ho. Po Lo-hou juga telah dapat
menghindarkan pedang Hoa Thian-hong tadi, bahkan
terdengar suara "cring" sekali, pedang itu kena diselentik oleh
Po Lo-hou. Namun segera Hoa Thian-hong melintangkan pedangnya
untuk menyaga diri dengan rapat, ujung pedangnya tergetar
cepat. tempat-tempat terpenting ditubuh Po Lo-hou kembali
terancam dibawah sinar pedang bila ia berani maju.
Dahulu Po Lo-hou sudah pernah menelan kekalahan dari
Hoa Thian-hong. Dari itu, betapapun ia masih jeri. maka ia
tidak berani sembarangan menerjang maju lagi.
Sebaliknya sehabis mundur segera Auyang Tiong-ho
merangsang maju pula sambil terbahak-bahak: "Jika Hoalocianpwe
ingin men-jajal diriku, sudah tentu aku menerima
dengan hormat." " Habis berkata, mendadak ia membentak
sekeras-kerasnya dan menyerang pula dengan telapak tangan
dan jari sekaligus.
Dan sekarang baru Hoa Thian-hong dapat melihat jelas
bahwa ujung jari lawan yang dipakai menutuk itu ternyata
merah membara Diam-Diam ia terperanjnt. kiranya lawan itu
sudah berbasil meyakinkan kedua macan ilmu sakti yang
disebut "Pik-lik-ciang" (pukulan geledek) dan Lui-sin-ci (jari
malaikat guntur). Kedua macam ilmu silat ini adalah ilmu
golongan Sia-pay yang sangat lihay.
Namun Hoa Thian-hong tetap melayani dengan tenang,
dimana sinar pedangnya berkelebat, cepat dan indah sekali
gaja permainan Liu-in-kiam-hoatnya. Berulang-ulang Po Lohou
dan Auyang Tiong-ho menerdajng mati-matian, tapi susah
lagi untuk menjenggol badan jago tua dari Hoa san itu.
Dengan penuh perhatian Kang Hay-thian mengikuti
pertarungan sengit itu. Tiba-Tiba dilihatnya sinar pedang Hoa
Thian-hong mulai guram, mestinya pedang jago tua itu
bersinar mengkilap, tapi lewat sejenak telah berubah sebagai
besi tua yang tak bercahaja lagi. Kiranya batang pedang itu
telah kena diselentik oleh jari berbisa Po Lo-hou hingga
wamanya berubah menghitam gelap. Bahkan sesudah
pedangnya berlepotan racun, hal mana setiap waktu racunnya
bisa menyalar keatas tangannya. maka Hoa Thian-hong harus
bertambah hati-hati.
Sedang Kang Hay-thian diam-diam berkuatir. tiba-tiba
terdengar pula suara "cring" sekali, sekali ini jari Po Lo-hou
bahkan telah kena menjentik digaran pedang, jaitu didekat
pegangan. Dalam pada itu Auyang-Tiong ho lantas mendekati Kang
Hay-thian. Katanya dengan tertawa-tawa: "Kang-siangkong.
sekarang engkau paham tidak maksud baikku" Jika aku tidak
menawan engkau di-dalam jaring, tentu kau akan membantu
Hoa-loji dan akibatnya jiwamu tentu sudah melayang!"
Hay-thian mendengus sekali. diam-diam ia mendongkol
orang telab memandang rendah kepandaian Hoa Thian-hong.
masakah begitu mudah diago tua itu lantas dapat dikalahkan"
Tapi ia diam saja oleh kegirangan musuh yang lupa daratan
itu. Kiranya dengan ilmu "Tian-to-hiat-to" ajaran Kiai Si-ih.
diam-diam Hay-thian telah mengerahkan tenaga dalamnya
untuk buka tutukan musuh tadi. Cuma untuk sementara jalan
darahnya belum lancar dengan baik. kaki-tangannya masih
rada kaku. Maka ia tidak ingin lantas menjebol jaring. tapi
masih pura-pura tak bisa berkutik dan takbisa bicara supaja
tidak diganggu Auyang-jinio.
Mendadak terdengar suara bentakan Hoa Thian-hong.
"sret". pedangnya membabat cepat. menjusul tertebar
secomot benda bagai rumput kering. Kiranya adalah rambut
Po-Lo-hou telah kena ter-papas oleh pedang Thian-hong
hingga hampir-hampir menjadi gundul.
Rupanya secara gegabah Po Lo-hou telah merangsang
maju, biar pun pedang Thian-hong kena did:entik oleh
diarinya, tapi jiwanya sendiri juga hampir-hampir melayang,
keruan ia kaget dan cepat -cepat mundur lagi. .
"Diangan kuatir, Po-heng. lihatlah punyaku ini!" seru
Auyang Tiong-ho Ia membentak sekali sambil gosok-gosok
kedua tangannya. mendadak dari tangannya itu meletikan
lelatu api. menjusul din-ana jarinya menutuk. disitu baju
Thian-hong lantas terbakar api.
"Kau ingin bajuku ini. baiklah aku lantas hadiahkan
padamu!" Bentak Thian-hong. Tahu-Tahu bajunya telah
dicopotnya. sekali putar dan meloncat. mendadak bajunya
yang sudah terbakar itu terus mengerudung keatas kepala
Auyang Tiong-ho.
Keruan Auyang Tiong-ho kaget walaupun tidak sampai kena
ditutup oleh baju lawan. Namun Hoa Thian-hong sudah lantas
menyerang pula dengan pedangnya. secara bertubi-tubi ia
cecar Tiong-. ho hingga menghindar dengan kerepotan.
"Hahahaha! Auyang-jiko. diangan kuatir. dia sudah seperti
pelita yang kehabisan minyak!" seru Po Lo-hou sambil
terbahak-bahak. Berbareng iapun merangsang maju untuk
mengeroiok lagi.
Dibawah sinar api Auyang Tiong ho dapat melihat wayah
Thian-hong sudah bersemu hitam buram, ia menjadi sadar
dan berseru dengan tertawa: "Po-heng. gelaranmu sebagai
Tok-jiu-thian-cun memang bukan omong kosong belaka!"
"Auyang-jiko. engkau diangan cuma memudii diriku saja."
ujar Po Lo-hou. "Hoa-losiansing sendiri berjuluk Hoa-san-ihun.
kepandaiannya sesungguhnya juga luar biasa. Cuma
sayang sekarang ia tak dapat memusatkan perhatiannya untuk
menjembuhkan penyakit sendiri. Lewat satu jam lagi mungkin
anggota badannya tidak mau tunduk pada perintahnya pula.
Hahaa! Hoa-losiansing, kau mahir ilmu pertabiban, mengapa
masih terus mengadu jiwa dengan kamu, Apakah kau tahu.
semakin kalap kau bertempur, menjalarnya racun ditubuhmu
juga semakin cepat?"
Begitulah dengan perkataan mereka itu. tujuannia ialah
ingin mematahkan semangat tempur Hoa Thian-hong. Siapa
duga jago tua itu bergelak ketawa malah, serunya: "Baiklah
jika aku masih ada waktu hidup satu jam lagi, maka ajal kalian
pastilah tinggal setengah jam saja!"
Diiringi suara ketawa itu. bayangan Hoa Thian-hong lantas
melesat. tahu-tahu ia sudah melompat sampai dibadapan Po
Lo-hou. maka terdengarlah suara "plak". kedua tangan
masing-masing tepat saling gebrak. begitu keras Thian-hong
mengerahkan tenaganya hingga Po-Lo-hou terpental beberapa
meter jauhnj?. Dan dengan cepat sekali, segera Thian-hong


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memutar balik pula untuk memapak Auyang Tiong-ho. dengan
gerakan "Sing-Ioh-kiu-thian" atau sembilan bintang menghiasi
langit, ujung pedangnya tergetar hingga mengeluarkan bintikbintik
sinar pedang dan sekaligus mengincar sembilan Hiat-to
ditubuh Tiong-ho.
Tapi Auyang Tiong-ho cukup lihay juga. dalam keadaan
bahaya mendadak ia keluarkan kepandaian "Tiat-pan-kiau"
(jembatan papan besi), kaki memaku kuat ditanah dan badan
menekuk kebelakang hingga mirip papan yang lapang. Maka
pedang Hoa Thian-hong hanya menyambar lewat diatas
badannya tanpa melukainya.
Sekonyong-konyong Auyang Tiong-ho menggertak sekali,
selagi pedang" Hoa Thian-hong belum ditarik kembali. tiba-tiba
ia putar tubuh dengan gerakan "Le-hi-tah-ting?" (ikan lele
melejit). berbareng kedua kakinya mendepak beruntun-runtun
dan kedua tanganuja menghantam. Kedua kaki mengarah
jalan darah dilutut lawan dan tangannya memukul muka serta
menutuk dada Dalam sekejap itu sekaligus empat serangan
dilontarkan, lihaynya tidak kepalang.
Siapa tahu kalau Hoa Thian-hong sudah menduga akan
kemungkinan serangan-serangannya itu. pedangnya berputar,
badan menguar, berba-lik kedua kaki lawan ditabasnya malah,
berbareng jarinya mendadak menutuk pula kedepan.
Tatkala itu Auyang Tiong-ho sedang menyerang. kakinya
belum lagi menginyak kembali ketanah. tapi keburu sudah
terancam ta-basan Hoa Thian-hong. terpaksa ia- membalik
tubuh diudara dan membuang dirinya kesamping Walaupun
dengan begitu dapatlah kedua kakinya terhindar dari tabasan.
tapi telapak tangannya juga sudah tertutuk oleh jari Thianhong.
betapapun tinggi Lwekang nia Tiong-ho juga tak
tertahan oleh tutukan Thian-hong yang lihay. untuk sesaat ia
kesakitan, tenaga murninya menjadi terganggu. Namun
begitu, mau tak mau Thian-hong ikut tergentak mundur
beberapa tindak.
Disebelah sana Po Lo-hou Yang tersodok dan terpental
hmgga-jauh itu ternyata lantas saja memuntahkan darah, tapi
dengan tangkasnya ia melompat bangun pula
bentaknya dengan murka:
"Bangsat tua she Hoa, biarlah aku mengadu jiwa padamu!"
"Hm, memang harini sudah waktunya jiwamu pasti
melayang!" jengek Hoa Thian-hong sambil memapak maju,
sedikitpun ia tidak gentar kepada Tok-ciang atau telapak
tangan berbisa musuh itu.
Kiranya Thian-hong sudah keracunan. maka tidak perlu jeri
lagi seperti semula. Menurut perhitungannya, pertarungan
malam ini hanya ada dua kemungkinan. Pertama, mati
dibawah tangan musuh, maka soal keracunan atau tidak,
sama saja: Kedua, musuh dapat dikalahkan, habis itu. biarpun
lebih berat keracunan juga masih dapat disembuhkan, cuma
waktu pengobatannya yang tambah lama.
Karena itulah Hoa Thian-hong tidak perlu jeri pula, sebaliknya
ia terang-terangan sambut setiap serangan Po Lo-hou
yang berbisa itu Maka pertarungan kini menjadi lebih sengit
dan menentukan mati atau hidup.
Hay-thian sampai ikut ber debar-debar menyaksikan
pertempuran seru itu. Hanya sebentar saja ia lihat Auyang
Tiong-ho telah kena tusukan pedang Hoa Thian-hong.
sebaliknjk Thian-hong juga kena dijojoh sekali oleh jarinya.
Darah mengucur dibaju Auyang Tiong-ho, badan Thian-hong
yang tertutuk itupun matang biru.
Melihat itu, hanya suatu pikiran yang timbul dalam benak
Kang Hay-thian. iaitu selekas mungkin melepaskan diri untuk
membantu Hoa Thian-hong.
Auyang-jinio juga mempuniai pikiran yang sama hendak
membantu sang suami, tapi ia cukup kenal lihaynya Hoa
Thian-hong. ia kuatir dirinya tidak mampu menjela kedalam
kalangan, maka menjadi ragu-ragu. Tiba-Tiba teringat sesuatu
olehnya: "Ha, ada pedang pusaka disini. kenapa aku tidak
memakainya?"
Tapi pada saat itu diuga sekonyong-konyong jaringnya
tertampak berguncang hebat. Kang Hay-thian sedang
terbahak-bahak ketawa dan berseru: "Terima kasih, Ji-nio
telah sudi memberi tempat mengaso kepadaku hingga aku
dapat tidur enak disini!"
Auyang-jinio terkejut, cepat ia hendak menarik jaringnya.
tapi dimana tertampak sinar pedang berkelebat. tahu-tahu
Kang Hay-thian sudah lolos keluar dengan membobol jaring.
Kiranya sesudah dapat membuka Hiat-to sendiri yang
tertutuk musuh, kemudian Kang Hay-thian menjadi ingat juga
kepada Pokiam yang masih dibawanya itu. Segera ia membuat
jaring yang mengurungnya itu kedekat pohon, kedua kakinya
menggantol hingga dapat menahan diatas batang pohon,
dengan tempat sandaran ini, tanpa susah-susah dapat ia
melolos pedang pusaka Cay-in pokiam yang maha tajam itu
maka sekali tebas dapatlah jaring yang terbuat dari sutera
pilihan itu dibobolnya.
Habis itu, sambil memutar pedangnya, segera ia menubruk
sambil menusuk Auyang-jinio dari atas Cepat njonya Auyang
itu menangkis dengan tongkatnya, krak tongkatnya terkutung
sebagian, namun dengan meminjam tenaga lawan, dengan
enteng dapat Auyang-jinio mematahkan serangan Kang Haythian
itu, sekalian ia terus menggeser kesamping. menyusul
tangan menjulur untuk merebut pedang.
Gerakan Auyang-jinio itu sangat cepat, tampaknya
usahanya itu sudah akan berhasil, tapi tahu-tahu tangannya
meraba tempat kosong. Ia menjadi kaget dan bermaksud
mengganti tempat untuk menyerang pula. Namun sudah
terdengar bentakan Kang Hay-thian disertai sinar pedangnya
yang kemilauan. dimana pedangnya menyambar. sepotong
lengan baju Auyang-jinio telah terpapas.
Kiranya dengan "Thian-lo-poh-hoat" yang aneh Kang Haythian
telah menyerang dari arah yang sama sekali tak diduga
Auyang-jinio. Sebenarnya serangannya ini dapat mematikan
nyonya itu, tapi dasar jiwanya memang bajik. pula mengingat
nyonya itu adalah ibunya Auyang Wan. maka ia tidak tega
membunuhnya. Tapi Auyang-jinio itu bukanlah sembarangan tokoh
persilatan, kalau bicara ilmu silat sesungguhnya tidak kalah
daripada Kang Hay-thian. Maka selagi pemuda itu hendak
membentaknya agar menungku memberi jalan padanya.
sekonyong-konyong njonya itu sudah memutar kembali, ia
gunakan pangkal tongkat yang melengkung untuk menggantol
pedang Kang Hay-thian.
Sekuatnya Hay-thian coba dorong pedangnya kedepan
dengan maksud memotong putus tongkat orang, tapi ternyata
tidak bergeming, kiranya pedangnya telah lengket kencang
dengan tongkat, didorong atau ditarik kembali juga tak dapat
lagi. Nyata Auyang-jinio telah menggunakan ilmu "pinjam tenaga
untuk melawan tenaga" yang hebat dari perguruannya.
ditambah lagi dengan kepandaian menggunakan daya lengket,
maka tongkat nya dapat menahan pedang lawan, maksudnya
hendak mengadu tenaga dalam dengan Kang Hay-thian Ia
pikir untuk bertempur tentu susah melawan Pokiam itu.
terpaksa mesti menguras dulu tenaga dalam pemuda itu.
kemudian baru merebut pedangnya
Dalam perhitungan njonya itu tentu usahanya akan
berhasil. Di-luar dugaan, dia justeru salah hitung. Lwekang
justeru adalah ilmu andalan Kang Hay-thian. Terbatas oleh
umurnya yang masih muda. dalam hal keuletan ilmu silat
mungkin masih kurang, tapi tentang Lwekang. justeru sejak
kecil Hay-thian sudah mem-punyai dasar yang kuat. Selama
delapan tahun dididik Kim Si-sh. ia sudah mendekati tingkatan
"Cing-sia-hap-it" atau gabungan Lwekang dari golongan Ciogpay
dan Sim-pay, biarpun cuma delapan tahun, tapi
kekuatannya .dapat rncmbandingi 20-30 tahun latihan tokoh
lain. Keruan Auyang-jinio menjadi kaget ketika merasa tenaga
dalam lawan berangsur-angsur mendesak kearahnya seakanakan
tiada habis-habis nya. Terpaksa ia bertahan sekuat
mungkin. Sebenarnya Hay-thian sendiri juga sangat gopoh. sebab
waktu itu dilihatnya pertarungan Hoa Thian-hong melawan
kedua gembong iblis itu sudah incncapai puncaknya
ketegangan, ia lihat ba-ju ketiga orang itu sudah sama
berlumuran darah, tapi Auyang Tiong-ho dan Po Lo hou masih
mem bentak-bentak dan bersuit iblis. sebaliknya gerak-gerik
Thian-hong sudah mulai kaku. permainan pedangnya juga
tidak selincah tadi.
Hay-thian menjadi menyesal tadi tidak melukai Auyang-jinio
hingga sekarang dirnya susah melepaskan diri seketika TibaTiba teringat petua gurunya yang terkenal dikalangan
Kangouw, jaitu ,.lh-ci-jin-ci-to. hoan-ki-jin-ci-sin". artinya:
"gunakanlah cara prilaku orang itu untuk menghukum orang
itu sendiri. Jikalau musuh adalah sebangsa manusia licik. maka
jangan kau sendiri berlagak kesatria. Bila musuh kejam, kau
harus lebih kejam. musuh ganas, balaslah lebih ganas!"
Karena itulah selagi Auyang-jinio mengerahkan tenaga
sekuatnya, tiba-tiba terasa tenaga dalam Hay-thian mulai
lemah, ia menjadi girang karena perhitungannya tidak meleset
Selang sejenak pula, napas pemuda itu tampak mulai
tersengal-sengal.
---oo0dw0ooo--Jilid 7 Meski nyonya itu rada heran juga mengapa pemuda itu
begitu cepat kalahnya. tapi dalam hal bertanding lwekang.
pada umum-nya tidak mungkin pura-pura kalah, sebab bila
lwekang sendiri pura-pura dibikin lemah, itu berarti
membunuh diri. Tidak lama kemudian. tiba-tiba Auyang-jinio berkata
dengan tertawa : "Nah, mengaso saja dulu. Kang-siangkong,
pedangmu boleh pinjamkan padaku!" berbareng tongkatnya
ia tahan kebawah lebih kencang dengan tenaga dalam
sepenuhnya. Maka terdengarlah suara gedebuk, tanpa ampun lagi Kang
Hay-thian terjungkal ditanah.
Tanpa ayal lagi Auyang-jinio memburu maju hendak
menangkap Kang Hay-thian. pikirnya: "Demi pertolongannya
kepada Wan-ji biarlah jiwanya tak kuganggu."
Diluar dugaan, begitu Hay-thian menggulingkan diri sampai
dibawah pohon, mendadak ia melompat bangun dan
menyambar jaring tadi sambil berkata dengan tertawa:
"Terima kasih atas kebaikanmu tadi. sekarang silahkan kaupun
masuk jaring saja" berbareng dengan kecepatan luar biasa ia
pentang jaringnya terus menutup keatas kepala Auyang-jinio.
Karena jarak kedua orang sudah sangat dekat, pula tidak
berjaga-jaga tanpa ampun lagi nyonya itu kena ditangkap
dengan jaring. Kiranya Kang Hay-thian yang memiliki Lwekang ajaran Kim
Si-ih yang lain daripada yang lain dalam mengadu Lwekang
tadi telah dapat mengingini Auyang-jinio Karena berkali-kali ia
tertipu, maka sekarang iapun balas mengakali nyonya itu.
Setelah dapat meringkus Auyang-jinio. sedianya Kang Haything
hendak memirinasakannya sekalian, tapi teringat
olehnya tadi orangpun tidak mengemplangnya dengan
tongkat, suatu tanda nyonya itupun tiada maksud jahat
padanya. Maka cepat ia terik kembali pedangnya. menyusul
dengan garan pedang ia tutuk Hiat-to Auyang-jinio sambil
berkata dengan tertawa: "Sementara ini boleh engkau
mengaso saja. tutukan ini akan terbuka sendiri sesudah sejam
nanti" Habis berkata, ia putar tubuh dan berlari maju kekalangan
pertempuran. "Awas, Kang-hiantit!" seru Hoa Thian-hong.
Dalam pada itu Po Lo-hou juga telah menampaknya sambil
berseru dengar tertawa: "Aha, bocah ingusan seperti kau ini
juga ingin cari mampus?"
Namun Hay-thian tidak banyak bicara lagi, pedang bekerja.
beruntun ia menusuk dua kali dengan tipu "Siang-liong-cuthay"
(sepasang naga keluar dari lautan), ia menusuk kekiri
dan ke-kanan bahu musuh dengan cepat luar biasa.
Po Lo-hou sudah kehilangan sebelah lengan kirinya, maka
tusu kan Kang Hay-thian yang pertama itu boleh dikata tiada
artinya. Memangnya Po Lo-hou sudah pandang enteng
lawannya. melihat serangan Hay-thian itu keliru pula, keruan
ia lebih-lebih sombong, sambil terbahak-bahak pukulannya
yang berbisa terus menabok keatas kepala Kang Hay-thian
dengan keyakinan pasti akan membinasakan "bocah ingusan"
itu. Tak tersangka, mendadak pedang Kang Hay-thian berganti
haluan, tahu-tahu menusuk kekanan, "krek", dua jari tangan
kanan Po Lo-hou telah terpapas sebagian. Masih untung dia
cukup Pendekar Sadis 22 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Rahasia 180 Patung Mas 13

Cari Blog Ini