Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 7
saudara Kiong, aku harap kau
sehat sehat selalu selama ini, kena pa kau bisa pindah ke
tempat semacam ini?"
Kemarahan Hui cha Cun cu makin membara setelah
bertemu dengan Siau yau kay Wi Kian, tanpa banyak cincong
dia lantas mendamprat: "Sudah pasti kau si pengemis busuk
yang membuat rencana busuk ini, ayo jawab, mau apa kau
malam-malam datang kemari?"
"Aduuh...kita kan orang sendiri, mengapa sih galak amat"
Saudara Kiong, usia kita sudah tua, kenapa sifat
berangasanmu belum juga berkurang?"
Sambil berkata Siau yau kay menunggu berita Suma Thian
yu dengan tenang, bagaimana pun juga Suma Thian yu sudah
masuk ke dalam hutan, tapi hingga kini belum nampak juga
munculkan diri, kejadian ini akhirnya membuat dia merasa
membuat dia merasa kuatir sekali.
Betul Kun liong sudah menahan lawan untuk sesaat
lamanya dan kini berganti Siau yau kay yang menghadang,
sekalipun cara bertarung semacam ini merupakan suatu
pertarungan dengan cara bergilir, namun bukan berarti tak
boleh. Akan tetapi, keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung
terlalu lama lagi, dan Suma Tnian yu belum juga berhasil,
pada akhirnya ke dua belah pihak pasti akan jatuh korban.
Sementara pembicaraan berlangsung, Hui cha Cun cu pun
mengawasi anak buahnya yang tergeletak ditanah, tatkala
dilihatnya Tiang pek siang tat dan Si Kok seng mendengkur
semua dengan begitu nyenyak, amarahnya langsung saja
berkobar lagi, segera bentaknya:
"Pengemis busuk, bagus sekali perbuatanmu, hari ini kalau
ada kau berarti tak ada aku, kita harus bertarung sampai salah
satu mampus" Seraya berkata, ia lantas melancarkan
serangan dengan jurus Huang hong cian bong (angin puyuh
menggulung puncak), dan diantara deruan angin pukulan
yang memekikkan telinga, segulung angin serangan dahsyat
langsung me nerjang ketubuh Siau yau kay.
Siau yau kay yang diancam segera tertawa terkekeh-kekeh,
tangan yang sebelah dilintang kan didepan dada sementara
telapak tangan yang lain siap melancarkan serangan, kepada
Gak Kun liong serunya:
"Liong-ji, tunggu aku diluar hutan sana!" Sementara
berbicara, angin pukulan lawan telah meluncur datang, Siau
yau kay segera mengegos kesamping lalu berkelit dengan
gerakkan amat cepat.
jilid : 13 Pengemis sakti yang pernah malang melintang dalam dunia
persilatan karena ilmu langkah Ciok tiong luan poh cap lak tui
nya ini benar-benar memiliki tenaga dalam yang amat lihay,
akan tetapi lawannya Hui cha Cun cu Kiong Lui sendiri pun
merupakan gembong iblis nomor satu dari golongan Liok lim,
apalagi suhunya si Manusia iblis penghisap darah, dia
merupakan raja iblis yang disebut Kay si siang mo (sepasang
iblis sakti dari jagad) bersama mayat hidup.
Begitu bertarung, kedua belah pihak sama sama
mengeluarkan ilmu pukulan berat, Hui cha Cun cu.
mengembangkan ilmu pukulan Pek lek si hun ciang nya yang
maha dahsyat dan satu jurus demi satu jurus meneter
musuhnya secara pasti.
Seketika itu jaga seluruh angkasa diliputi angin puyuh yang
menderu-deru, seperti ombak dahsyat yang menghantam
tepian, kelihayannya benar-benar mengerikan.
Tujuan yang terutama dari Siau yau kay Wi Kian tak lain
adalah memberi waktu yang cukup buat Suma Thian yu untuk
melaksanakan tugasnya, sebab itu dia selalu menghindari
yang berat menghadapi yang ringan, menghindari kenyataan
menyongsong yang kosong, dengan mengandalkan ilmu
gerakan tubuhnya yang sakti dia berusaha memunahkan
sebagian besar dari ancaman yang tiba.
Seperti seekor kupu-kupu yang terbang di antara aneka
bunga, sebentar ke atas sebentar ke kiri dan sebentar lagi ke
kanan, sambil berkelit dia selalu mengejek dan mencemooh
gu?na mengacaukaa pikiran musuh.
Tapi, Hui cha Cun cu pun seorang manusia yang amat
lihay, dalam sekilas pandangan saja ia sudah bisa menduga
maksud tujuan Siau yau kay, tanpa terasa pikirnya:
"Kedatangan kedua orang ini tidak seperti mencari balas,
diapun tidak berniat bertarung melawanku, mungkinkah
kedatangan mereka mempunyai suatu rencana tertentu"
Tidak, tak mungkin, aku tidak memiliki sesuatu yang bi?sa di
incar orang dengan siasat liciknya!"
Semakin dipikir dia merasa makin bingung dan tak habis
mengerti, sudah jelas tahu jika orang datang karena sesuatu
tujuan, tetapi tak bisa diduga apa tujuannya, hal mana kontan
saja membuat hatinya kesal bercampur men?dongkol.
Sementara pertarungan antara kedua orang itu masih
berlangsung, mendadak terdengar su?ara pekikan nyaring
bergerai memecahkan ke?heningan, meski suaranya tak keras
tapi me?ngalun tiada hentinya di tengah udara.
Mendengar suara pekikan tersebut, Siau yau kay
merasakan semangatnya berkobar kembali, diam-diam ia
girang karena Suma Thian yu telah berhasil hingga tidak siasia
kedatangan mereka kali ini, tanpa terasa diapun turut
berpekik nyaring.
Mendadak gerakkan tubuhnya berubah, sepasang
tangannya diayunkan berulang kali melepaskan tiga buah
pukulan berantai, sedemikian cepatnya serangan yang
dilancarkan memaksa Hui cha Cun cu terdesak mundur sejauh
beberapa langkah.
Siapa tahu Siau yau kau segera menarik kembali
serangannya begitu berhasil mendesak Kiong Lui, serunya
sambil tertawa keras
"Maaf aku si pengemis tua harus mohon diri lebih dulu!"
Begitu selesai berkata, tubuhnya sudah me?lompat keluar
dari hutan, dalam waktu sing?kat bayangan tubuhnya telah
lenyap dibalik keeelapan...
Hui cha Cun cu yang dikacau orang masih berdiri
termangu-mangu dengan perasaan tidak mengerti, dia tak
tahu apa gerangan yang se?dang dilakukan musuhnya itu,
karena ingin tahu, akhirnya dia menjejakkan kakinya ke
ta?nah dan ikut mengejar keluar hutan.
Begitu tiba di hutan, disitu tak nampak sesesok bayangan
manusiapun, suasana di keli?ling sana masih tetap sepi tidak
ada manusia siapapun, tanpa terasa serunya sambil
mendepakkan kakinya berulang kali:
"Pengemis busuk, kuperingatkan kepadamu, bila kita
bersua lagi dikemudian hari, saat itulah merupakan saat
ajalmu, coba akan kulihat kau bisa berbuat gila sampai
kapan!" Selesai berkata dia lantas kembali ketanah lapangan dan
menyadarkan rekan-rekannya, ternyata rekannya tiada yang
cedera, mereka banya ditotok saja jalan darahnya.
Dengan kejadian ini, Hui cha Cun cu semakin dibikin
kebingungan dan tidak habis mengerti.
Mendadak satu ingatan melintas dengan cepat dalam
benaknya, kemudian terdengar ia menjerit kaget:
"Aduuuh, jangan-jangan karena benda mestika itu!"
)-)-)-)-)-)-) sementara itu, Siau yau kay Wi Kian yang mendengar suara
pekikan nyaring dari Suma Tnian yu, segera meninggalkan Hui
cha Cun cu Kiong Lui dan melayang keluar dari hutan.
Diri kejauhan sana dia menyaksikan ada dua sosok
bayangan manusia yang kecil sedang menuju kedepan. Siau
yau kay tak berani berayal lagi, dia segera mengerahkan ilmu
meringankan tubuh Leng khong siu tok melakukan pengejaran
secepat kilat dari belakang.
Hanya didalam beberapa kali lompatan saja, ia berhasil
mendahului dua orang tersebut, begitu sampai dia lantas
menegur: "Bocah, kau telah berhasil?"
"Untung tidak gagal, cuma ada sebutir!" sahut Suma Thian
yu dengan wajah berseri,
"Setan cilik, tentu saja hanya sebutir, dari mana datangnya
dua butir?" seru Siau yau kay setengah girang setengah
mendamprat. Sambil berjalan Gak Kun liong pun mulai menggerutu.
"Engkoh Thian yu, cara kerjamu amat lamban, sama sekali
tak bisa cekatan, masa hanya mengambil sebutir mutiara saja
membutuhkan waktu sampai setengah hari" Hampir saja
selembar nyawaku melayang"
Sambil tertawa Suma Thian yu menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya:
"Tahukah kau, gembong iblis tersebut telah
menyembunyikan mutiara tersebut dengan amat rahasia
sekali, setelah memeras otak setengah harian lamanya, aku
baru berbasil mengorek-nya keluar dari atas dinding
ruangannya"
Mendengar perkataan itu, Siau yau kay segera berpikir
sejenak, lalu katanya:
"Aaah, tidak mungkin, masa sedemikian cepatnya dia
menyembunyikan benda itu" Kecuali kalau sebelumnya dia
sudah tahu kalau kami bakal datang ke sana"
Dengan wajah serius Suma Thian yu kem?bali berkata:
"Perduli amat, pokoknya tugas kita kali ini telah berhasil
dengan lancar, mari kita memberi laporan. Aah, betul, aku
belum sempat mengucapkan terima kasih kepada kalian
berdua!" Begitulah sambil berbicara sambil berjalan, tanpa terasa
ketiga orang iitu sudah tiba di?atas puncak bukit.
Gak Kun liong segera bersuit nyaring ketebing seberang
sana memberi tahu kepada si burung hong untuk menjemput
mereka. Tak lama kemudian dari bukit seberang terdengar suara
pekikan dari Ing ji.
Mendadak terdengar Siau yau kay Wi Kian berbisik lirih:
"Sett! tenang sedikit, aku seperti mendengar suara ujung
baju terhembus angin, jangan-jangan gembong iblis itu
merasa mutiaranya hilang dan menyusul kemari?"
Suma Thian yu dan Gak Kun liong segera memasang
telinga dan mendengar suara ujung baju terhembus angin
berkumandang datang.
Dengan wajah gelisah Gak Kun liong lantas berseru:
"Waah bagaimana baiknya" Ing ji masih belum juga datang
kemari...?"
"Apa yang kita takuti?" sahut Siau yau kay tenang, "paling
baik lagi kalau dia berani me?nyusul kemari, aku si pengemis
tua memang ingin memberi sedikit pelajaran kepadanya"
Sementara pembicaraan berlangsung, men?dadak
terdengar tiga kali pekikan aneh berkumandang datang dari
punggung bukit.
Gak Kun liong dengan perasaan makin geli?sah mengawasi
bukit seberang tanpa berkedip, dia berharap Ing ji bisa segera
sampai disana. Mendadak dari tengah udara berkumandang suara pekikan
burung hong, Gak Kun liong segera menari nari sambil
berteriak: "Nah sudah datang, Ing ji sudah datang"
Baru selesai dia berkata dari belakang punggung mereka
telah berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat
mengerikan. Dengan cepat Gak Kuu liong berpaling, tanpa terasa dia
menjerit kaget:
"Aaaah !"
Apa yang diduga Siau yau kay memang tepat sekali, Hui
cha Cun cu Kiong Lui dengan memimpin Kiu tau siu Li Gi dan
Liat bwe siu Li Hiong telah muncul dihadapan mereka.
Siau yau kay segera mendengokkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak:
"Haah...haaah...haaah...kalau sudah bermusuhan, dunia
kok rasanya amat sempit, dimana saja kita selalu bersua
kembali, hei orang she Kiong, kita memang sudah ditakdirkan
untuk berjumpa terus, bagus, sebelum mampus kita tak usah
buyar. Hui cha Cun cu melotot musuh-musuhnya dengan sorot
mata penuh kebencian, dia menggerakkan bahunya melayang
kehadapan ke tiga orang itu, kemudian bentaknya gusar:
"Bangsat sialan, pengemis busuk, siapa yang sudah
melarikan mutiaraku?"
Akhirnya sorot mata penuh kebencian itu berhenti diatas
wajah Suma Thian yu, kembali bentaknya:
"Pasti kau. Ayo jawab!"
Sekulum senyum hambar menghiasi raut wajah Suma Thian
yu, dia tak sudi menjawab pertanyaan itu.
Hui cha Cun cu yang berpengalaman tentu saja dapat
menyaksikan sikap lawannya, sinar kebuasan dan rasa benci
yang mencorong ke luar dari balik matanya makin menjadi,
tanpa berkedip barang sekejappun dia menatap wajah Suma
Thian yu lekat-lekat, kemudian selangkah demi selangkad
berjalan mendekati anak muda tersebut.
Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian tersebut
merasakan hatinya semakin gelisah, buru-buru dia lari kesisi
tubuh Suma Thian yu dan siap membantunya.
Tapi Liat hwe siu Li Hiong segera memburu kedepan dan
menyerobot didepan Gak Kun liong dengan menghalangi jalan
perginya. Makin lama Hui cha Cun cu semakin mendekati mereka,
mendadak ia berhenti lalu sambil mengulurkan tangannya dia
berseru: "Bawa kemari setan licik, ayo serahkan mutiara itu
padaku!" "Kalau ingin turun tangan, silahkan saja turun tangan
sendiri..." jengek Suma Thian yu sambil tertawa sinis.
Hui cha Cuncu menjadi amat gusar, teriaknya mendadak:
"Kau anggap lohu tak berani?"
Seraya mengancam sekali lagi dia mende?kati Suma Thian
yu sampai dua langkah.
Tanpa disadari Suma Thian yu mundur dua langkah
kebelakang, kini tubuhnya telah bera?da di tepi jurang, bila
dia mundur selangkah lagi, niscaya tubuhnya akan terjerumus
kedalam jurang, terkubur di dasar lembah.
Siau yau kay Wi Kian yang menyaksikan kejadian ini
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi amat kuatir, peluh dingin bercucuran membasahi
seluruh tubuhnya, bu?ru-buru dia memperingatkan:
"Yu ji, jangan mundur lagi!"
Mendengar peringatan tersebut, Suma Thian yu manggutmanggut,
dengan mempergunakan sisa sorot matanya dia
melirik kebelakang.
Wouw! Sungguh mengerikan, dibelakang tubuhnya telah
terbentang jurang yang tak nampak dasarnya. Suma Thian yu
segera merasakan peluh dingin bercucuran membasahi
seluruh tubuhnya, bulu kuduk pada bangun semua.
Hui cha Cun cu Kiong Lui memperdengarkan suara tertawa
liciknya yang mengerikan, lalu serunya:
"Keparat busuk, kenapa mutiara itu tidak segera kau
serahkan, apakah kau sudah bosan hidup?"
Suma Thian yu mendengus dingin.
"Hmm, jika kau berani maju selangkah lagi, sauya akan
gugur bersama mutiara ini"
Sebenarnya Suma Thian yu hendak menggunakan ancaman
tersebut sebagai gertak sambal, siapa tahu Hui cha Cun cu
tidak memakan gertakan tersebut, dia malah mendongakkan
kepalanya dan segera tertawa seram.
"Heeh...heehh...heehh.. bagus sekali, biar lohu
menyempurnakan keinginanmu itu!"
Seraya berkata, dia lantas mengayunkan telapak tangannya
dan membacok tubuh Suma Thian yu.
Waktu Itu Suma Thian yu sudah berdiri di tepi jurang,
jangankan melancarkan serangan, sekalipun menggerakan
tubuhpun bisa akan berakibat marabahaya yang mengancam.
Maka ketika menyaksikan datangnya ancaman dari Hui cha
Cun cu, dia lantas menghela napas panjang dan sambil
memejamkan matanya melompat turun kedalam jurang.
Siau yau kay dan Gak Kun liong yang me?nyaksikan itu
segera menjerit kaget.
"Ooooohh, Thian yu!"
Karena tak tega, mereka berdua pun segera memejamkan
matanya rapat-rapat.
Keadaan yang dihadapi Suma Thian yu waktu itu memang
saat kritis dan berbahaya sekali, kendatipun ada malaikat yang
berada di sana belum tentu bisa menyelamatkan jiwanya.
Bayangkan saja, si anak muda itu sudah di desak hingga
berada ditepi jurang, seandainya orang bermaksud untuk
memberi bantuan, bisa jadi pihak lawan akan melancarkan
sergapan dengan mempergunakan peluang tersebut,
aki?batnya belum lagi orang lain tertolong, dia sendiri akan
menjadi korban.
Oleh sebab itu, kendatipun Siau yau kay memiliki
kepandaian silat yang maha sakti, dia cuma dapat
membiarkan Suma Thian yu terkubur di bawak jurang.
Tapi, pada akhirnya pada suatu peristiwa di luar dugaan
telah terjadi. Hidup di dunia ini, kadangkala memang bisa terjadi suatu
peristiwa aneh yang sama sekali tak terduga.
Suma Thian yu meloncat mundur kebelakang, ia bertekad
untuk bunuh diri, sebab bagaimanapun jua mestika tersebut
tak dapat dibiarkan terjatuh ketangan musuh, daripada
berakibat seperti dalam peristiwa kitab tanpa kata dulu, Siapa
tahu baru saja tubuhnya meninggalkan tebing, mendadak dari
belakang tubuhnya ber kumandang suara pekikan burung
Hong yang keras sekali.
Menyusul kemudian terasa segulung angin kencang
berembus lewat, tubuh Suma Thianyu yang sedang meluncur
kebawah itu sudah disambar oleh suatu benda yang lunak,
kemudian pelan-pelan dibawa terbang membumbung ke
angkasa. Suma Thian yu menjadi gembira sekali sesudah
menyaksikan peristiwa tersebut, segera pekiknya:
"Aku tertolong, aku sudah tertolong! Oooh, terima kasih
langit, terima kasih bumi, terima kasih Ing ji!"
Ditengah jeritan kaget semua orang, Ing ji telah membawa
Suma Thian yu terbang jauh melampaui puncak tebing dan
berpekik gembira tiada hentinya.
Mendengar suara pekikan itu, Gak Kun liong
mendongakkan kepalanya, apa yang kemudian terlihat
membuatnya turut berpekik nyaring:
"Horeee.....engkoh Yu sudah tertolong!"
Dia segera menjejakan kakinya ketanah kemudian
melambung keudara dan melompat naik ke atas punggung
Ing ji. Tak terlukiskan rasa gusar dan mendongkol Hui cha Cun cu
setelah dilihatnya Suma Thian yu berhasil meloloskan diri dari
mara bahaya, bahkan tertolong, rambut dan jenggotnya pada
berdiri kaku saking marahnya, sambil berpekik nyaring telapak
tangannya segera diayunkan ke udara, melepaskan sebuah
pukulan dahsyat ke tubuh burung hong tersebut.
Ing ji adalah seekor burung hong yang berperasaan tajam,
dia memahami watak manusia, menyaksikan datangnya
serangan dari Hui cba Cun cu, dia lantas berpekik nyaring, lalu
sepasang sayapnya dikembangkan dan dikibaskan berulang
kali. Angin puyuh yang menderu-deru, pasir dan batuan
beterbangan memenuhi angkasa, daun dan ranting
beterbangan membuat pemandangan terasa kabur.....
Hui cha Cun cu maupun Tiang pek siang sat tak kuasa
menahan deruan angin pukulun yang amat kuat tadi, masingmasing
lantas menutup muka sambil menyembunyikan diri
kesisi po?hon, lalu memeluk batang pohon erat-erat, kuatir
kalau tubuh mereka terseret oleh angin puyuh sehingga
tercebur kedalam jurang.
Gak kun liang segera bertepuk tangan sam?bil bersorak
sorai, teriaknya kepada Siau yau-kay:
"Cianpwe cepat naik!"
Siau yau kay pun sadar, bila sekarang tidak pergi, sebentar
pasti akan menjumpai banyak kesulitan, maka dia lantas
menjejakkan kakinya ketanah dan melompat naik ke atas
pung?gung Ing ji.
Menanti ketiga penumpangnya sudah duduk baik-baik, Ing
ji menutup kembali sayapnya dan meluncur ketengah udara,
suara pekikan panjang menggema diudara menyayat suasana.
"Bocah keparat, Hui cha Cung cu Kiong Lui kontan saja
mencaci maki kalang kabut setelah menyaksikan ketiga orang
itu melarikan diri, "lohu akan menunggu terus disini, akan
kulihat sampai kapan kau baru muncul kembali disini."
Benar juga, ternyata Kui cha Cun cu Kiong Lui menunggu
terus disitu sampai kemunculan Suma Thian yu dikemudian
hari, hanya ini kejadian dikemudian hari, jadi tak perlu
dibicarakan sekarang.
Ketika Siau yau kay bertiga tiba kembali dalam gua, Hui im
Tangcu Gak Say hwe yang menyongsong paling dulu, dia
lantas menegur:
"Sebenarnya apa yang telah terjadi, mengapa Ing ji pergi
sekian lama baru kembali?"
Siau yau kay Wi Kian tertawa panjang.
"Kalau dibicarakan panjang sekali ceritanya, ambil sepoci
arak lebih dulu, setelah lolos dari kematian, aku si pengemis
tua harus minum sampai mabuk."
Sementara itu Ceng lion- Li siansu juga turut munculkan
diri, dibelakangnya mengikuti Sian gi siu dari Wu san, melihat
mereka bertiga pulang dengan selamat, segera tegurnya
sambil tertawa:
"Bagaimana dengan hasil perjalanan kalian" Tentunya
melalui suatu pertempuran yang amat sengit bukan!"
Gik Kun liong segera menarik ujung baju Cong liong lo
siansu sambil berseru manja:
"Sucou, orang she Kiong itu menganiaya Liong-ji, kau
orang tua harus membalaskan sakit hatiku ini!"
Cong liong Lo siansu hanya tersenyum bela?ka, lama
kemudian ia baru bertanya kepada Suma Thian yu atas hasil
perjalanannya. Secara ringkas Suma Thian yu lantas mengisahkan
pengalaman yang baru saja dialaminya, lalu dari sakunya
mengeluarkan sebuah bungkusan kain hitam dan
menyerahkan kepada lo siansu tersebut.
Cong liong Lo siansu menerima bungkusan kain hitam itu
dan membuka pembungkusnya, seketika itu jua seluruh
ruangan berubah menjadi terang benderang bermandikan
cahaya. "Haaah....Ya kong cu!" pekik Lo siansu kaget.
Semua orang menjadi gembira sesudah mendengar pekikan
itu dan sama-sama mengalihkan perhatiannya, betul juga,
ternyata mutiara tersebut adalah sebutir Ya kong cu yang
amat sukar ditemukan di dunia ini.
Setelah mengamati sejanak, Cong liong lo siansu berkata
sambil menggeleng.
"Thian yu, kau sudah salah ambil, benda ini bukan Han
kong cu anti racun yang dipero?leh dari benak ular beracun"
Seluruh tubuh Suma Thian yu mendingin setelah
mendengar ucapan ini, buru-buru bantanya:
"Thian yu telah menggeledah seluruh ruangan, disitu hanya
ada benda itu saja, tak kutemukan mestika lainnya"
"Waaah, aneh sekali" gumam Cong liong lo siansu, "masa
bukan dia yang mengambil mutiara anti racun dari ular
beracun tersebut" Atau mungkin disembunyikan ditempat
lain?" Gak Kun liong yang teliti lantas berpiki pula dengan
seksama, akhirnya dia berseru:
"Benar, Kiong Lui si setan tua ini memang tidak melarikan
mutiara anti racun tersebut!"
"Dari mana kau bisa tahu?" Cong liong lo-siansu seperti
sengaja hendak mencari tahu.
Secara ringkas Gak Kun liong lantas mengisahkan
pertarungannya melawan Hui cha Cun cu, dan akhirnya dia
pun mengisahkan pula ba gaimana Hui cha Cun cu menuntut
kembali mutiaranya.
Setelah dianalisa dan diselidiki kembali secara seksama,
akhirnya semua orang berkesimpulan bahwa Kiong Lui
memang tidak tahu menahu tentang mutiara anti racun itu.
Cong liong lo siansu segera bergumam:
"Lantas, siapa yang melakukan hal ini" Selain dia, orang
lain tak akan bermanfaat men?dapat mntiara anti racun itu,
mungkinkah su?dah dilarikan oleh si Mayat hidup?"
Diantara sekian jago yang hadir sekarang, kecuali Cong
liong Lo siansu beserta Suma Thian yu, Gak Kun liong, yang
lain tak sem?pat melihat bayangan pungung dari pencuri
mutiara tersebut, oleh sebab itu siapapun merasa kurang
leluasa untuk menimbrung.
Dengan demikian soal mutiara anti racun pun menjadi
sebuah teka teki bisu yang tak terjawab, siapapun tak tahu
mutiara mana telah terjatuh ke tangan siapa.
Cong liong Lo siansu segera menyerahkan kembali mutiara
Ya kong cu tersebut ke tangan Suma Thian yu kemudian
katanya: "Bagaimana kalau kita kembalikan saja mutiara ini
kepadanya?"
"Jangan!" Suma Thian yu berseru keras.
Mendengar ucapan ini, semua orang tertegun dan menatap
ke arth Suma Thian yu dengan keheranan.
"Kenapa?" tanya Siang gi siu dari Wu san ketus.
"Tentu saja jangan dikembalikan kepadanya" teriak Suma
Thian yu dengan perasaan mendongkol, "coba bayangkan
sendiri Ya beng cu ini di dapatkan dengan mengorbankan
seratus butir batok kepala manusia, apakah kita ha?rus
menyerahkan kembali dengan begitu saja kepadanya?"
Semua orang masih belum memahami ucapan Suma Thian
yu, Siau yau kay yang berangasan cepat menegur:
"Hei, bocah, kau berbicara jangan berbelit-belit, blak-blakan
saja, tak perlu di putar ba?likkan"
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu karena
jengah, secara ringkas diapun me?ngisahkan kembali kejadian
yang dialaminya dalam dusun yang dilaluinya tempo hari,
sebagai akhir kata dia menambahkan:
"Pada mulanya Thian yu mengira perbuatan tersebut
dilakukan oleh pencoleng berkerudung, atau pasti ada sangkut
pautnya dengan Bi kun lun Siau Wi goan maka sewaktu tiba di
keluarga Siau, secara diam-diam kuperhatikan hal ini, akhirnya
aku gagal menemukan sesuatu jawaban, sama sekali tak
kusangka kalau perbuatan ini ternyata hasil karya dari Kiong
Lui, bayangkan saja, apakah aku harus menyerah?kannya
dengan begitu saja?"
"Benar!" Gan Kun liong yang pertama-tama menyatakan
persetujuannya.
Kau yakin kalau mutiara ini adalah mutiara yang hilang dari
dusun tersebut?" tanya Tay gi siu Kiong Sian pula dengan
suara tegas. "Thian yu tidak berani memastikan tapi b lum pernah
kudengar dikolong langit terdapat dua macam Ya beng cu
yang sama bentuknya" Jawaban dari Suma Thian yu ini sangat
di?plomatis, membuat Tay gi siu jadi tergagap dan tak
mampu menjawab.
Gak Kun liong turut tertarik, dia segera me?nimbrung pula:
"Engkoh Yu, tahukah kau kalau Hui cha Cun cu itu sejalan
dengan Siau Wi goan?"
"Soal ini...aku kurang begitu tahu"
?"Benar! Perampok berkerudung itu sudah pasti bukan Hui
cha Cun cu" desak Gak Kun liong.
Didesak oleh beberapa patah kata tersebut Suma Thian yu
dibikin terdesak sehingga tak sanggup menjawab, padahal apa
yang dia katakan tadipun hanya merupakan suatu dugaan
belaka. Bantahan dan Gak Kun liong inipun tak lebih hanya suatu
perumpamaan yang mendua-duga juga.
Hui im Tongcu Gak Say bwe yang selama ini hanya
membungkam, segera turut menimbrung:
"Buat apa kita mesti memperdebatkan persoalan seperti
ini" Thian yu, simpanlah dulu, benda macam begini tak boleh
sampai terjatuh ke tangan orang jahat, sedang mengenai
Kiong Lui, aku paling jelas dengan tabiatnya, jadi tindakanmu
menyerobot mutiara nya bukanlah suatu perbuatan yang
salah. "Mengapa ibu?" tanya Gik Kun liong tidak habis mengerti.
"Cerewet!" tegur Hui im Tongcu Gak Say bwe cepat,
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian baru menerangkan, "antara Bi kun lun Siau Wi goan
dengan Kiong Lui sesungguhnya mempunyai hubungan
persaudaraan, nah, sekarang sudah jelas bukan?"
Hingga disitu, semua orang baru memahami duduk
persoalan yang sebenarnya, perdebatan nya dengan Suma
Thian yu pun dengan cepat diakhiri sampai disitu pula.
Siang gi siu dari Wu San lantas bangkit dan menghampiri
Hui im Tongcu, membisikkan sesuatu disisi telinganya, tampak
Gak Say bwe segera tersenyum sambil manggut-manggut.
Menyusul kemudian Tay gi siu menjura kepada semua
orang seraya berkata:
"Kami akan mohon diri lebih dulu, bila urusan telah selesai,
kita pasti akan bersua kembali"
Kemudian sambil berpaling kearah Suma Thian yu,
lanjutnya dengan wajah serius:
"Thian yu, kau harus baik-baik mengingat perkataanku,
setiap saat mencari tahu jejak kitab Cin keng tersebut".
Begitulah, mereka berdua lantas berlalu setelah
menyampaikan pesannya, seperti sepulung hembusan angin,
bayangan tubuh mereka lenyap diluar gua sana.
Siau yau kay Wi Kian segera memohon diri Pula ketika
dilihatnya dua orang tokoh aneh itu sudah pergi, tapi Hui im
Tongcu segera menahannya sambil berkata:
"Kau toh tiada urusan penting apa-apa, kenapa mesti
terburu- buru....
Siau yau kay menggelengkan kepalanya berulang kali,
ucapnya sambil tertawa lebar:
"Kehadiranku disini hanya merupakan suatu beban yang
berat, apalagi setelah berapa hari tidak mengemis, rasanya
kantongku sudah mulai kosong"
Kemudian setelah memberi hormat kepada Cong liong 1o
siancu, katanya kepada Suma Thian yu sambil tertawa
mesteris: "kesempatan baik sukar ditemukan, baik-baiklah
memanfaatkan nya..."
Selesai berkata, dia lantas beranjak meninggalkan gua
tersebut. Menyaksikan mereka semua berlalu dari situ, Suma Thian
yu segera merasakan satu hal dia merasa orang-orang itu
seperti menyim pan suatu rahasia yang besar.
Nyatanya mereka datang depan begitu saja, pergipun
dengan begitu saja hingga seakan mereka hanya kebetulan
lewat dan menyamangi tempat itu, padahal siapa yang
menduga kalau dibalik kesemuanya itu sebetulnya terjalin
suatu buhungan batin yang erat!
Waktu berlalu dengan cepatnya, dalam waktu singkat tiga
puluh hari sudah lewat.
Suatu hari, pagi-pagi sekali Cong liong lo siansu sudah
berada ditanah lapang dibelakang gua sana.
Seorang bocah berusia sebelas, dua belas tahun dan
seorang pemuda berusia delapan sembilan belas tahun sedang
melangsungkan suatu pertarungan yang amat seru, kedua
belah pihak sama-sama saling menyerang dan saling
menyergap dengan gencarnya.
Di tepi lapangan, berdiri pula seorang nyonya muda yang
berparas amat cantik.
Saat itulah, Cong liong lo siansu berjalan ke sisi nyonya
muda tersebut dengan langkah pelan, kemudian ujarnya
sambil tertawa:
"Selama satu bulan ini, kemajuan yang berhasil diraih
kedua orang ini sungguh mengagumkan, tidak sia-sia lolap
membuang banyak tenaga untuk mereka berdua"
Hui im tongcu hanya mengawasi terus Ke?dua orang yang
sedang bertarung itu, mende?ngar ucapan mana, ia tidak
berpaling, hanya sahutnya:
"Liong ji jauh lebih bodoh dan bebal, coba kau lihat,
bukankah Thian yu belum menggunakan segenap tenaga yang
dimilikinya?"
"Soal ini tak bisa disalahkan", hibur Cong liong lo siansu,
liong ji baru berumur berapa" Janganlah mengharapkan
terlalu tinggi, kalau tidak kecewamu akan makin besar. Anak
kecil sudah dapat mencapai tingkatan sehebat ini,
sesungguhnya hal ini sudah terhitung luar biasa"
"Berhenti!" tiba-tiba Hui Im Tongcu berte?riak keras.
Dua orang yang sedang bertarung segera melompat
mundur setelah mendengar teriakan tersebut, sambil
membawa pedang masing-masing mereka berjalan kehadapan
Cong liong lo siansu kemudian sapanya sambil memberi
hormat: "Selamat pagi!"
Cong liong lo siansu membelai rambum Gak kun liong dan
berkata sambil tertawa ramah:
"Liong ji, kau harus beristirahat dulu, biar engkoh yu mu
berlatih lebih dulu"
Kemudian perintahnya kepada Suma siauhiap:
"Thian yu, cepat kau latih kembali ilmu pukulan Sian po
hwe hong ciang tersebut!"
Suma Thian yu segera mengiakan, sambil membawa
pedangnya dia berjalan menuju ke tengah lapangan,
kemudian setelah memberi hormat kepada kakek itu, satu
jarus demi satu jurus dia mulai melatih ilmu silatnya dari awal
sampai akhir. Ilmu pukulan sian po hui hong ciang (pukulan angin
berpusing) merupakan ilmu andalan yang paling dibanggakan
Cong liong lo siansu sepanjang hidupnya, kali ini Suma Thian
yu dapat melatihnya dengan enteng, ringan, cepat luwes dan
bertenaga, jurus demi jurus di lepaskan seperti air sungai
huang ho yang mengalir tiada hentinya.
Betapa gembiranya Cong liong lo siansu menyaksikan
kelihayan bocah tersebut berlatih, dia tertawa terbahak-bahak
tiada hentinya, kemudian sambil berpaling kearab Gak Say
bwe, ujarnya: "Coba kau lihat, bagaimana hasil latihannya itu" Asal bocah
ini diberi waktu yang cukup untuk melatih diri, tak sulit untuk
menjadi seorang jagoan nomor wahid dikolong langit"
Hui im tongcu Gak Say bwee ikut merasa gembira sekali.
Selesai melatih ilmu pukulan Sian po hui hong ciang,
kembali Suma Thian yu melatih ilmu pedang Bu beng kiam
hoat yang sekali lagi mendapat sambutan hangat.
Ketika pemuda itu selesai berlatih, Cong liong Lo siansu
memanggilnya menghadap, lalu berkata dengan gembira:
"Tampaknya kau berlatih dengan tekun dan rajin sehingga
dapat mencapai kesuksesan se?perti hari ini, sebentar kau
boleh memberes kan buntalanmu untuk turun gunung, penuhi
janjimu di bukit Kun san, kemudian selesaikan sebuah tugas
yang akan kusampaikan padamu"
Sejak disuruh berdiam dalam gua Hui im tong, Suma Thian
yu belum pernah memahami maksud tujuan yang sebenarnya,
kini dia baru terceranjat sesudah mendengar perintah Cong
liong lo siansu, tanpa terasa wajahnya menunjukkan
kesangsiannya. Dalam sekilas pandangan saja, Cong liong lo siansu sudah
dapat menebak jalan pemiki?ran pemuda itu, sambil
tersenyum dia segera berkata:
"Dunia persilatan dewasa ini sudah berada diambang pintu
badai pembunuhan yang paling mengerikan sepanjang seratus
tahun belakang?an ini, tak sampai berapa tahun kemudian,
banjir darah sudah pasti akan melanda seluruh dunia
persilatan, tapi ini, sudah merupakan tak?dir, tiada orang
yang sanggup menyelamatkan badai pembunuhan berdarah
itu. "Aku masih ingat ketika berusia delapan tahun dulu, dunia
persilatan juga pernah dilandai badai pembunuhuhan
berdarah, banyak ja?go persilatan yang terlibat dalam
peristiwa tersebut dan tewas secara mengerikan, kini
seke?jap mata seratus tahun sudah lewat, dan seka?rang
badai pembunuhan itu kembali mengancam kita, kita" bahkan
badai kali tampaknya timbul akibat dari munculnya kitab tanpa
kata, berdasarkan tafsiran inilah maka lolap lantas mengambil
keputusan untuk mewariskan sege?nap kepandaian silat yang
kumiliki kepadamu agar kau bisa bertanggung jawab untuk
menolong sesama umat manusia dari kehancuran"
Berbicara sampai disitu, Cong liong lo siansu berhenti
sejenak, kemudian setelah memandang sekejap sekeliling
tempat itu, bisiknya lagi dengan suara rendah:
"Setelah menghadiri pertemuan dibukit Kun san, kau harus
seorang diri berangkat ke Lhasa ibu kota Tibet, disebelah
utara kota Lhasa terdapat sebuah kuil yang bernama Phutara
si, dari situlah kau dapat mulai menyelidiki sumber mula dari
kitab pusaka tersebut, seandainya kitab itu belum sampai
terbawa ke dara?tan Tionggoan, berarti badai pembunuhan
ini bisa ditolong, kalau tidak, yaa... umat persi?latan harus
menghadapi situasi tersebut dengan lebih perihatin."
Sampai disini, Suma Thian yu baru mengerti apa sebabnya
Hui Im Tongcu mengundangnya kesitu, tanpa terasa hatinya
bertambah murung dan berat....
Menyaksikan pembahan wajah anak mnda tersebut, Cong
liong lo siansu segera membentak gusar:
"Jadi kau segan ke situ?"
"Bukan, bukan begitu... " sahut Suma Thian yu tanpa
berpikir panjang lagi "sekali pun boanpwe harus terjun ke
lautan api pun, aku rela melaksanakannya, apalagi cuma
melaku?kan perjalanan jauh saja"
"Kau bohong, perubahan wajahmu telah mem beritahukan
segala sesuatunya itu kepadaku"
"Locianpwe, kau harus tahu, sejak kecil Thian yu sudah
kehilangan orang tuaku, den?dam kesumat keluargaku belum
terbalas, kemudian berkat kebaikan hati paman Wan, aku
dipeliharanya sampai menginjak dewasa, sebelum
meninggalkan paman Wan telah berpesan kepadaku untuk
membalaskan dendam baginya, kemudian Wu san siang gi
menyerahkan tugas kepadaku untuk melindungi kitab pusaka
tanpa kata, ditambah lagi teka teki soal mutiara anti racun
yang terjadi berapa waktu berselang, semua tugas tersebut
kini sudah menjadi beban ku, hanya sayang semua tugas
mana tak satupun yang bisa kulaksanakan dengan baik, tiap
kali teringat akan hal ini aku menjadi amat sedih sekali,
maka..." "Aku mengerti, sekilas pandangan persoalan didunia ini
beribu ribu macam corak, padahal keunggulannya hanya satu,
seperti apa yang kau ucapkan barusan, tampaknya
persoalanmu se-muanya merupakan persoalan yang pelik,
pa?dahal jika dianalisa kembali satu persatu, semuanya akan
berubah menjadi soal sepele yang bisa diselesaikan secara
gampang!" Mendengar ucapan tersebut, Suma Thian yu termenung
beberapa saat lamanya, ia segera menemukan kalau
perkataan itu memang benar, serta merta perasaannya pun
menjadi lebih terbuka.
Tengah hari itu, dengan perasaan berat hati Suma Thian yu
harus mohon diri kepada Cong liang lo siansu dan Hui im
Tongcu, ke mudian dihantar oleh Gak Kun liong dengan
menumpang Ing ji berangkatlah pemuda meninggalkan gua
Hui im tong. Selama hampir sebulan penuh, Gak Kun liong selalu bergaul
dengan Suma Thian yu, baik siang atau malam, hubungan
mereka boleh bilang sudah amat akrab, sebetulnya Suma
Thian yu melarang dia menghantarnya ke puncak seberang,
tapi bocah itu bersikeras hendak menghantarnya.
Ketika Ing ji terbang sampai ditengah jalan, mendadak
burung itu berpekik keras, kemudian hanya berputar-putar
saja disekitar tempat itu tanpa ada maksud melayang turun.
Gak Kun liong yang menyaksikan kejadian itu segera
berteriak: "Ing ji, apa yang terjadi" Apakah di depan sana ada
ancaman mara bahaya?"
Ing ji mengerti pertanyaan majikannya, dia manggut
berulang kali sambil berpekik nyaring.
Suma Thian yu segera memuji kecerdasan burung itu,
katanya: "Ing ji, banyak terima kasih atas pemberitahuanmu, tak
mengapa, terbang saja terus, kami masih sanggup untuk
menghadapi ancaman bahaya macam apapun"
Setelah mendengar ucapan Suma Thian yu itu, Ing ji baru
berpekik gembira, ia lantas mengembangkan sayapnya dan
menukik kebawah.
Dalam waktu singkat, Ing ji sudah hinggap dipuncak
seberang, sambil melompat turun ketanah, Suma Thian yu
menjura kepada Gak Kun liong sambil berkata:
"Adik Liong, pulanglah lebih dulu, bila urusanku telah
selesai pasti akan kembali lagi kemari untuk berkumpul lagi
denganmu" "Janji yaa, jangan bohong".
"Tentu saja, aku pasti akan memenuhi janji"
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar tiga kali
pekikan aneh berkumandang memecahkan keheningan,
menyusul kemudian tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, dalam waktu singkat dari belakang tubuh Suma Thian
yu sudah muncul tiga orang kakek.
Begitu ketiga orang itu munculkan diri, mereka segera
mengurung rapat-rapat Suma Thian dan Gak Kun liong.
Sekilas pandangan saja Suma Thian yu segera mengenali
mereka sebagai Hui cha Cun cu yang datang bersama Tiang
pek ji sat, buru buru ujarnya kepada Gak Kun liong:
"Adik Liong, cepat pergi, biar aku seorang diri yang
menghadapi mereka bertiga"
"Tidak, aku ingin mati hidup bersama kau, bila ada rejeki
kita nikmati bersama, kalau ada susah kita tanggulangi
bersama, kini kau menemui kesulitan, masa aku harus pergi
se?orang diri?" seru Gak kun liong cepat.
Menyaksikan Gak Kun liong begitu bersi?keras dengan
pendiriannya, Suma Thian yu ingin menghibur dirinya dengan
beberapa pa?tah kata, tapi musuh uangguh keburu sudah
dekat, apa lagi mereka semua memandang kearahnya dengan
penuh kegusaran.
Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk ti?dak banyak
berbicara lagi, bagamanapun juga kehadiran Gak Kun liong
memang banyak membantu baginya menghadapi lawan.
Maka sambil tersenyum dia mengangguk.
"Baiklah, untuk kali ini kukabulkan, tetapi jangan Untuk lain
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kali." Gak Kun liong bersorak kegirangan, dia segera melompat
turun dari punggung burungnya itu sambil menepuk kepala
Ing ji, ujarnya:
Ing ji untuk sementara waktu beristirahat lah dulu diatas
pohon, kau tidak boleh turut serta dalam keramaian ini lhoo..."
Hui cha Cun cu semakin naik darah lagi se?telah
menyaksikan sikap Suma Thian yu yang masih sempat tertawa
dan bergurau kendati pun mereka sudah dikepung rapat, sikap
semacam itu pada hakekatnya sama dengan tidak
memandang sebelah mata pun terhadap mereka.
Tanpa banyak berbicara ladia maju sambil melepaskan
sebuah pukulan, teriaknya de?ngan gusar:
"Bangsat... akan aku lihat kau bisa tertawa sampai kapan?"
Suma Thian yu berdiri membelakangi Hui cha Cun cu ketika
merasakan sambaran angin tajam dari balik punggung, buruburu
dia me?ngeluarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh in
hoat untuk mengegos ke samping, tidak nampak bahunya
bergerak, tahu-tahu orangnya sudah berpindah posisi.
"Setan tua" seru pemuda itu kemudian sambil tertawa,
"keadaanmu sekarang memang mirip sekali dengan anjing
penjaga pintu. aai... tak kusangka kau memiliki kesabaran
yang begitu besar, satu bulan penuh kau tetap mengeram
terus disini, semangatmu yang tinggi sungguh membuat
hatiku merasa amat kagum"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar lagi suara
bentakan keras menggelegar diangkasa:
"Boocah keparat. Raja akhirat sedang meng?gapai
tangannya kepadamu...
Suma Thian yu sudeh menduga kalau serangan yang
dilancarkan itu paling tidak mengandung tenaga pukulan
sebesar delapan bagian, lagipula kekejiannya mengerikan,
tanpa pikir panjang dia membalikkan badan menerjang ke
samping Hui cha Cun cu, kemudian serunya sambit tertawa
cekikikan: "Hai, anjing budukan penjaga pintuku, tampaknya kalian
belum akan puas sebelum sampai di sungai Huang ho, ingin
merebut kem-bali mutiara itu" heh...hee..lebih baik urungkan
saja niatmu itu"
Seraya berkata, tangan kanannya segera memainkan jurus
Hui so-sui hong (serat terbang terhembus angin) untuk
mencubit pelan di ba?wah ketiak Hui cha Cun cu.
Cubitan mana tentu saja membuat Kiong Lui kegelian, dia
sampai mencak-mencak kegusaran Sambil berkaok-kaok dia
melompat ke belakang sebatang pohon, ketika muncul
kembali, tangannya telah bertambah dengan sebatang senjata
toya berbentuk bulan sabit.
Dengan garangnya orang itu menerjang ke muka,
kemudian sambil memutar senjata Hou to pangnya dia
membacok batok kepala pemuda itu dengan jurus Sam yang
kay tay (Sam yang membuka air).
Toya Hou to pang tersebut paling tidak mencapai berat
enam lujuh puluh kati, ditambah kekuatan sewaktu membacok
hingga total jenderal kekuatannya mencapai lima ratus kati
lebih. Kendatipun Suma Thian yu memiliki tenaga yang amat
sempurna, toh ia tak berani menyambut datangnya ancaman
tersebut dengan keras lawan keras.
Buru-buru dia mengigos kesamping, kemudian balas
melancarkan sebuah sodokan untuk menotok jalan darah Hian
ki hiat lawan. Meskipun Hui cha cun cu tidak menyangka kalau dalam
waktu satu bulan yang singkat, Suma Thian yu telah
memperoleh kemajuan pesat dalam kepandaian silatnya,
melihat kelihayan permainan tangan kosongnya, dia benarbenar
merasa terperanjat sekali.
Hanya berpisah berapa hari, namun Suma Thian yu yang
sekarang bukan lagi Suma Thian yu yang dulu.
Kini, Suma Tnian yu sudah merupakan se?orang tokoh
persilatan muda yang berilmu sangat tinggi.
Menyaksikan datangnya sambaran tangan Suma Thian yu
yang begitu cepat bagaikan sambaran petir, sudah bareng
tentu Hui cha Cun cu tak berani berayal, cepat-cepat dia
menarik kembali senjatanya kemudian melompat mun?dur
sejauh setengah kaki lebih dari posisi se?mula.
Hei orang she Kiong seru Suma Thian yu dengan suara
lantang, "lebih baik dengarkan saja anjuranku, jangan
memikirkan soal mutiara ya kongcu lagi, sebab hanya dengan
cara itu saja selembar nyawamu baru dapat diselamatkan,
jikalau sauyamu sampai marah hmmm, kau bisa menyesal
sekali... Kalau tak mendengar ucapan itu masih mendingan, berigu
selesai mendengar ucapan mana kemarahan Hui cha Cun cu
benar-benar tidak dilukiskan dengan kata-kata.
Sambil membentak keras, senjata Hou to pangnya diputar
kencang menciptakan selapis bayangan tebal yang
menyelimuti seluruh tubuhnya, menyusul kemudian secepat
kilat menyodok tubuh Suma Thian yu, bentaknya keras:
"Ayo, maju semua!"
Tiang pek ji sat tak ambil diam, serentak mereka
mempersiapkan senjata masing-masing dan maju mengerubuti
Suma Thian yu. Gak Kun liong kecil orangnya, besar nyalinya menyaksikan
kedua orang malaikat bengis itu maju bersama, serentak
diapun meloloskan pedangnya, lalu dengan jurus Kay san to
hu (mebuka bukit mencari sumber air) tangan kananya
menyerang Li hiong, sementara tangan kirinya membabat si
mahkluk berkepala sembilan Li Gi, semuanya dilepaskan
dengan kecepatan yang mengagumkan.
Tiang pek ji sat bukan manusia sembarangan, mereka tak
sudi bertarung melawan Gak kun liong, kedua orang itu
segera berpisah kekiri dan kekanan menghindarkan diri dari
serangan Gak kun liong, kemudian maju lagi menyerang Suma
thian yu. Marah juga Suma thian yu menyaksikan serangan dari
kedua orang itu, dia jadi nekad, sambil mundur dua langkah,
pedang Kit hong kiamnya segera diloloskan dari sarungnya.
begitu senjatanya diloloskan, segera berkumandang
pekikan nyaring yang menggerincing.
Liat hwe siu Li hiong, orang ketiga dari Ting pek sam sat
hanya merasakan cahaya biru berkelebat lewat didepan
matanya, tahu-tahu dia merasakan dadanya menjadi dingin
sekali, diiringi dengan jeritan ngeri, tubuhnya segera roboh
terkapar ditanah bermandikan darah segar.
Semenjak mempelajari ilmu Bu beng kiam hoat, baru
pertama kali ini Suma Thian yu mempergunakannya untuk
menghadapi lawan.
Siapa tahu baru saja pedangnya diloloskan dan satu
ayunan ringan melintas, seorang jago lihay dari kalangan Liok
lim telah roboh binasa diatas tanah.
Kenyataan tersebut segera membuat Suma Thian yu berdiri
tertegun ditempat, dia menjadi lupa kalau disitu masih ada
dua orang musuh tangguh yang harus dihadapi.
Ketika Kiu tau siu Li Gi mendengar adik nya menjerit ngeri,
dengan cepat ia berpaling, tahu-tahu dijumpainya Li Gi sudah
terkapar tewas dengan tubuh bermandikan darah, peristiwa ini
segera membuat hatinya sakit.
Dengan mata merah membara, dia membentak keras,
kemudian goloknya segera diayunkan kedepan dan membacok
kearah samping dengan jurus Hong toan lo siong (angin
memotong pohon siong).
Sementara itu Suma Thian yu masih berdiri bodoh ditempat
tanpa berkutik, tampaknya ujung golok Li Gi segera akan
menembus pinggangnya. Dengan perasaan terkejut Gak Kunliong
menjerit: "Hati hati engkoh Yu!"
Mendadak Suma Thian yu tersadar kembali dari
lamunannya, serta merta dia memutar pedangnya untuk
menangkis, setelah itu perge langan tangannya membalik ke
bawah, cahaya biru kembali berkelebat lewat. Terdengar Kiu
tau siu Li Gi menjerit kesakitan kemudian tu buhnya roboh
terjengkang ke tanah.
Pada hakekatnya Suma Thian yu tidak sempat melihat jelas
apa yang terjadi, tapi secara beruntun dia telah membunuh
dua malaikat bengis, hal ini membuatnya tertegun.
Ketika berpaling kembali, tampaknya olehnya Kiu tau siu Li
Gi seperti babi yang baru disembelih, bergulingan diatas tanah
sambil merintih tiada hentinya.
Tak jauh dari sisi tubuhnya tertinggal sebuah lengan kanan
yang menggenggam golok.
Memandang semua pemandangan yang tertera didepan
mata, Suma Thian yu merasa seakan-akan berada dalam
impian saja, hanya dalam satu bulan ilmu pedangnya telah
menperoleh kemajuan yang pesat, dalam sekali gebrakan saja
secara beruntun dia berhasil meroboh kan dua orang jago
lihay dari kalangan Liok-lim.
Hal ini serasa dalam impian saja, sukar untuk dipercaya.
Bahkan Hui cha Cun cu pun merasa terkesiap setelah
menyaksikan peristiwa ini, segulung hawa dingin segera
menyusup lewat punggungnya membuat ia merasa bergidik,
sambil meng?genggam senjata toya Hou lo pangnya, dia
cuma berdiri kaku ditempat, lupa melepaskan serangan lagi.
Pulang saja kau!" kata Sama Thian yu kemudian hambar,
"suatu ketika, aku akan membalaskan dendam bagi seratus
jiwa yang melayang dalam dusun tersebut, ingat, hari ini ku
ampuni jiwamu karena aku telah mendapatkan mutiara
mustika itu dari tanganmu, maka aku tak tega untak
membunuhmu..."
Hui cha Cun cu adalah seorang manusia luar biasa kalau
dia disuruh untuk mengaku kalah sebelum bertempur, maka
lebih baik mampus saja dalam pertarungan.
Betul dia sudah tahu kalau ilmu pedang Suma Thian yu
sangat lihay, tanpa bertanding pun sudah diketahui siapa lebih
tangguh siapa lebih lemah, tapi kalau dia disuruh lari terbiritbirit
hanya berdasarkan sepatah katalawan, jangankan dia
terhitung gembong iblis termashur dalam kalangan liok lim,
sekalipun seorang keroco yang tak bernama pun tak akan sudi
melakukan perbuatan yang memalukan itu.
Hui cha Cun cu segera mementangkan sepasang matanya
yang tajam dan penuh pancaran sinar kebencian itu,
kemudian setelah melotot sekejap kearah Suma Thian yu,
katanya dingin:
"Bocah keparat, kau tak usah takabur lebih dulu, mari kita
tentukan kelibayan masing-masing dalam permainan tangan
kosong!" Begitu selesai berkata, dia segera membuang senjata
tongkat Hou tong pang nya ketanah.
Suma Thian yu segera menyarungkan kembali pedangnya
ke dalam sarung sambil bersiap menghadapi serangan lawan.
Hui cha Cun cu memang tak malu disebut seorang
gembong iblis yang licik dan berbahaya, dia ingin
mengandalkan kesempurnaan tenaga dalamnya yang
mencapai enam puluh tahun hasil latihan untuk mengejar
Suma Thiat yu yang masih ingusan.
Kedua belah pihak saling berhadapan tanpa bergerak,
selang beberapa saat kemudian Hui cha Cun cu baru
membentak keras, dengan jurus Sin jut kui meh (malaikat
muncul setan menghilang) yang disertai dengan tenaga
sebesar enam bagian, dia menghajar pemuda tersebut.
Suma Thian yu merentangkan sepasang tangannya
dipisahkan kesebelah samping, dengan jurus Po im kiam jit
(menyingkap awan melihat matahari) dia punahkan serangan
musuh, lalu membentak dengan marah:
"Kau benar-benar keras kepala dan tak tahu diri, baik,
mengingat dihari-hari biasa supaya tak punya dendam
maupun sakit hati dengan mu hari ini aku masih akan
memberi satu kesempatan kepadamu untuk hidup, tapi jika
kau belum juga mau mengerti, hmmm kalau begitu jangan
salahkan lagi sepasang telapak tangan ku tak kenal ampun
lagi...... Berbicara sampai disitu, telapak tangan kirinya segera
melakukan tangkisan keatas, sementara telapak tangan
kananya seperti anak panah yang terlepas dari busurnya
langsung menyodok jalan darah Hian ki hiat didada Hui cha
cun cu dengan kecepatan luar biasa.
00o00 00o00 Lagi-lagi Hui cha cun cu dibikin terperanjat oleh kelincahan
gerak tubuh Suma thian yu, terutama sekali kesanggupan
anak muda itu menutup diri dari sergapannya, kemudian
melancarkan serangan balasan. Secara beruntun dia mundur
tiga langkah, lalu dengan jurus Ban hong jut cau (selaksa
lebah keluar dari sarang), dia hantam tenggorokan pemuda
itu. Suma thian yu mendegus dingin, dia mengegos kesamping
dengan cepat, menyusul kemudian sebuah pukulan balasan
dihantamkan ke tubuh kiong lui keras-keras.
Serangan itu sekilas pandangan tampak lembuk lagi lunak,
namun cepatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Menyaksikan kejadian tersebut, Kiong Lui segera tertawa
terkekeh-kekeh dengan seramnya.
"Bocah keparat, tampaknya kau sudah terjepit
sekarang...hmm, lebih baik menyerah saja untuk menerima
kematian, daripada harus mampus dengan tubuh tercincang!"
Sambil mengerahkan tenaga dalamnya dia melakukan
tangkisan. Siapa tahu setelah terjadi penangkisan itu kiong Lui
merasakan tubuhnya bergetar keras, cepat-cepat dia mundur
kebelakang untuk menyelamatkan diri.
"Sungguh lihay!" pekiknya dalam hati.
Walaupun dia berhasil meloloskan diri dari ancaman lawan,
namun keadaannya benar-benar amat mengenaskan.
"Ayo, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!" seru Suma thian
yu sambil tertawa dingin.
Telapak tangan kanannya kembali diayunkan kemuka
menciptakan berlapis-lapis bayangan tangan yang segera
menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung tubuh lawan.
Berulang kali dipaksa dibawah angin, Hui cha cun cu sudah
dibikin gusar sekali, bulu dan rambutnya sampai berdiri semua
bagaikan kawat, apalagi menyaksikan keangkuhan pemuda
itu, kemarahannya menjadi-jadi.
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil membentak keras, tiba-tiba saja dia merubah
gerakan tubuhnya, kali ini dia gunakan dua jurus penolong
dari ilmu Po to pak an(ombak dahsyat memecah ditepian) dan
Hu kong keng im (cahaya kilat lintasan bayangan) untuk
melepaskan bacokan maut, bersamaan waktunya dia melejit
pula ke tengah udara.
Suma thian yu tak berani memandang enteng musuhnya
setelah pihak lawan mengeluarkan jurus mautnya, terutama
sekali sesudah pihak musuh melambung ke angkasa, biasanya
gerakan itu pasti akan dilanjutkan dengan serangan maut
lainnya. Cepat-cepat dia pusatkan seluruh perhatiannya kesatu titik,
hawa Kui goan sim hoat pun disalurkan ke seluruh bagian
badan, lalu dengan menghimpun tenaga pukulan Bu siang
sinkang dalam telapak tangan, dia bersiap siaga menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Baru selesai Suma Thian yu melakukan persiapan, di
tengah udara sudah berkumandang suara gemuruhnya guntur
memekikkan telinga.
Rupanya Hui cha Cun cu iah mengeluarkan ilmu pukulan
andalannya yakni Pek lei si hun ciang untuk menghadapi
lawan, berbareng dengan menggemanya geledek, terlihat dua
kilasan cahaya kilat yang disertai desingan angin tajam
menghantam kearah kepala lawan.
Suma Thian yu pernah merasakan kelihayan dari Pek lek si
hun ciang lawan, dia cukup mengetahui kelihayan musuhnya,
coba kalau tempo hari tidak ditolong Gak Kun liong, mungkin
ia sudah tewas sedari dulu.
Akan tetapi, semenjak dia mempelajari ilmu Sian po hui
hong ciang hoat ajaran Cong liong lo siansu, semangatnya
berkobar lagi, walaupun ia belum pernah mencoba sampai
dimana kekuatan pukulan tersebut, namun rasa percayanya
pada diri sendiri meningkat.
Sambil tertawa hambar, tenaga Bu siang sinkangnya
dilontarkan melalui telapak tangan dan menyongsong
datangnya ancaman lawan.
"Blaaamm...." ketika dua gulung angina pukulan yang
menderu-deru bagaikan angin pukulan yang berbenturan satu
sama lainnya, ledakan dahsyat menggelegar disusul
beterbangan-nya pasir dan debu.
Akibat dari benturan itu, tubuh Hui cha cun cu terpental
sejauh beberapa kaki dan terbanting keras-keras diatas tanah.
Suma Thian yu sendiri pun mundur beberapa langkah
dengan sempoyongan sebelum akhirnya dia berhasil berdiri
tegak. Paras muka Hui cha Cun cu pucat pias seperti mayat, rasa
kaget dan tercengang menghiasi wajahnya, untuk sesaat ia
jadi tertegun. Akhirnya sambil merangkak bangun dari atas tanah,
serunya dengan nada penuh kebencian"
"Bocah keparat, selama gunung nan hijau, air tetap
mengalir, hutang ini tak akan kulupakan untuk selamanya,
sampai jumpa lagi lain kesempatan!"
Tanpa berpaling lagi, dia lantas melarikan diri terbirit-birit
meninggalkan tempat itu.
Menyelamatkan diri dalam keadaan yang mengenaskan
boleh dibilang baru pertama kali dilakukan Kiong Liu selama
hidupnya, masih untung Suma Thian yu berbaik hati dengan
mengampuni jiwanya, coba kalau tidak, sudah pasti dia akan
mampus sedari tadi.
Tapi justeru karena kewelas kasihannya ini, dikemudian
hari gembong iblis tersebut justru mengakibatkan banyak
kematian yang mengenaskan bagi umat persilatan lainnya,
tentu saja hal ini sama sekali diluar dugaaan anak muda
tersebut. Melihat Kiong Liu sudah melarikan diri, Gak Kun liong
segera bersorak kegirangan, sambil lari ke sisi Suma Thian yu,
serunya dengan wajah berseri:
"Engkoh Thian yu, sungguh hebat pukulanmu tadi, apa sih
namanya?" Suma Thian yu sendiri pun tidak habis mengerti mengapa
dia berhasil mengalahkan gembong iblis tersebut dalam sekali
pukulan, mendapat pertanyaan tersebut segera sahutnya
sambil tertawa hambar:
"Bu siang sinkang!"
"Bu siang sinkang" Aaaah, betul, aku pernah mendengar
ibu bercerita, konon dalam dunia persilatan terdapat seorang
pendekar yang bernama Put Gho cu, diakah yang
mengajarkan ilmu tersebut kepadamu?"
"Yaa, betul, dia adalah guruku"
"Tak heran kalau begitu lihay, lain kali kau mesti
mengajarkan ilmu tersebut kepadaku, mau bukan?"
"Tentu, asal adik Liong senang, sekalipun hatiku yang kau
maui juga akan kuberikan"
"Ooeh engkoh Thian yu, kau memang sangat baik, selama
hidup Liong ji akan berterima kasih terus kepadamu"
Suma Thian yu mengalihkan pandangannya keatas langit,
setelah melihat waktu dia memandang pula dua sosok jenasah
yang tergeletak ditanah, katanya kemudian sambil menghela
napas: "Bu beng kiam hoat benar-benar memiliki kekuatan yang
luar biasa, aku menyesal serang anku tadi telah
mengakibatkan mereka berdua satu mati satu terluka parah"
"Aah, mereka kan orang jahat yang senang berbuat bejat,
matipun masih untung"
"Tapi mereka toh tak ada dendam kesumat apapun dengan
diriku?" "Aiai, sudahlah, tak usah dibicarakan lagi, engkoh Thian yu,
kau harus berangkat, semoga sepanjang jalan selamat dan
sukses selalu"
Gak kun liong segera memanggil Ing ji dan menunggang
burungnya dia balik kembali kepuncak seberang.
Memandang bayangan punggung nya hingga lenyap dari
pandangan, Suma thian yu baru berbisik pelan:
"Adik liong, kaupun harus baik-baik menjaga diri"
Ketika ucapan tersebut diutarakan, Gak kun liong mungkin
sudah sampai di gua Hui im tong.
Setelah berpisah dengan Gak kun liong, seorang diri Suma
thian yu berangkat meninggalkan bukit Han san menuju ke
kota tong sia. Perjalan yang ditempuh amat jauh, tempat yang dilalui
melulu tanah perbukitan yang tinggi, akhirnya Suma thian yu
membeli keledai untuk melanjutkan perjalanan.
Keledai tak bisa lari cepat, pemuda itupun tidak terburuburu
melanjutkan perjalanan, maka memanfaatkan
kesempatan itu, dia menikmati pemandangan alam yang indah
disepanjang jalan.
Dari situ menuju Tong ting ou paling tidak membutuhkan
waktu dua puluh hari jika perjalanan ditembuh dengan cara
begini, tapi justru dia akan sampai ketempat tujuan persis
sebelum waktu yang ditetapkan oleh dua bersaudara Thia.
Suatu pagi, dia meninggalkan Lu teng berangkat kekota
Tong sia, tiba-tiba awan gelap menyelimuti seluruh angkasa
membuat udara menjadi gelap gulita.
Melihat hujan deras segera turun, Suma thian yu menjadi
amat gelisah, dia segera larikan keledainya cepat-cepat untuk
menuju kesebuah hutan didekatnya.
Mendadak terdengar bunyi guntur menggelegar disusul
sambaran kilat yang tajam, lalu hujan pun turun amat deras.
Hujan turun begitu deras dan keras, agaknya membuat
keledai itu ketakutan sambil berpekik nyaring tahu-tahu
binatang itu lari kencang menuju keatas gunung.
Suma Thian ya ikut merasa terkejut, cepat-cepat dia
memeluk leher keledai kencang-kencang dan membiarkan
binatang tersebut berlarian tanpa tujuan. Hujan turuu semakin
deras... Kini Suma Thian yu telah basah kuyup oleh derasnya air
hujan. Suatu ketika, mendadak keledai itu berpekik nyaring sambil
menyambar kepuncak bukit, dengan perasaan terkejut Suma
Thian yu mendongakan, kepalanya, tiba-tiba dia melihat ada
sebuah rumah kayu muncul dibalik bukit sana.
Rupanya kesanalah keledai itu berlarian.
Suma Thian yu menjadi amat kegirangan.
Sambil menepuk kepala keledainya dia memuji berulang
kali. "Wahai keledai, kau memang pintar, mari kesana untuk
berteduh dari hujan keparat ini"
Keledai itu berpekik nyaring, secepat terbang dia lari kearah
rumah kayu tersebut.
Baru sampai didepan rumah kayu itu, mendadak dari balik
rumah terdengar suara bentakan nyaring menggelegar
memecahkan keheningan:
"Lihat serangan!"
Menyusul kemudian muncul tiga titik cahaya bintang yang
menembusi kabut hujan dan menyambar tiba.
Suma Thian yu sangat terkejut, cepat-cepat dia menarik tali
lesnya kuat-kuat.
Sambil meringkik panjang, keledai itu segera mengangkat
kakinya keatas dan bergeser setengah kaki dari posisi semula.
Tiga titik cahaya tajam itu dengan membawa desingan
angin tajam, menyambar lewat persis disisi telinga Suma
Thian yu dan melesat kedepan....
Suma Thian yu sendiri kena digoncang pula oleh lejitan
keledai tersebut hingga terjatuh ketanah. Bersamaan
waktunya, mendadak pintu rumah dibuka dan muncul kepala
seorang gadis muda.
Walaupun hujan masih turun dengan derasnya, namun
Suma Thian yu dapat mengenali perempuan itu sebagai Yan
tho hoa (bunga tho indah) Ho Hong yang pernah dijumpainya
di rumah Bi kun lun Siau Wi goan tempo hari.
Begitu mengetahui siapakah perempuan itu, Suma Thian yu
segera melompat naik lagi keatas punggung keledainya dan
siap berlalu dari tempat tersebut.
Jilid : 14 Mendadak dari arah belakangnya berkumandang suara
tertawa cekikikan yang amat genit, disusul perempuan itu
berseru: "Hei, saudara cilik, kau lagi marah rupanya" Kemarilah,
coba kau lihat hujan begitu deras, apakah kau tak ingin
berteduh sebentar sebelum pergi?"
Waktu itu Suma Thian yu sudah basah kuyup ketimpa air
hujan, apa lagi setelah mendengar kata-kata yang genit itu,
kontan saja ia menjadi merinding dan berdiri semua bulu
kuduknya. "Hujan ini pasti turun terus tiada hentinya" demikian dia
berpikir, "aah, perduli amat, lebih baik aku berteduh lebih dulu
disini, toh ia tak bakal bisa melahap diriku!"
Berpikir sampai disitu, dia lantas membalikkan keledainya
dan pelan pelan berjalan mendekati rumah kayu tersebut.
Sambil keledainya Suma Thian yu berteduh dibawah emper
rumah, di dalam ruangan keliahatan api membara dengan
hangatnya, Ho Hong sedang mengeringkan tubuhnya.
Waktu itu si Bunga tho indah Ho Hong hanya mengenakan
seperangkat baju yang amat tipis, selain itu didalamnya tidak
memakai apa-apa, dengan begitu terlihat amat jelas seluruh
anggota tubuhnya yang terlarang, terutama payudaranya yang
montok dengan putingnya yang memerah.
Terkesiap hati Suma Thian yu setelah menyaksikan
kejadian tersebut, dia merasa tubuhnya seperti tersambar
aliran listrik bertegangan tinggi saja, kontan membuat semua
anggota badannya kaku.
Buru-buru ia duduk bersila sambil memusatkan seluruh
perhatian nya kesatu titik, lalu mulai memejamkan mata dan
mengatur napas.
Kontan saja perbuatannya itu disambut gelak tertawa
cekikikan dari si Bunga tho indah Ho Hong, rupanya dia
kegelian. "Aduh ... kau memang perjaka yang masih suci, kenapa,
kenapa sih" Memangnya seluruh tubuhku tumbuh duri
beracunnya?"
Suma Thian yu tidak menghiraukan ucapan lawan, dia
hanya memusatkan terus perhatiannya ke satu titik dan
mengatur nafas.
Dalam waktu singkat hawa dingin yan semula mencekam
tubuhnya, kontan saja lenyap hingga tak berbekas.
Tiba-tiba Bunga tho indah Ho Hong berjalan mendekati
pemuda itu dengan langkah yang lemah gemulai, kemudian
sambil tertawa genit katanya:
"Lepaskan pakaianmu yang basah, biar ku keringkan
sebentar, setelah kering nanti baru kau kenakan lagi, kalau
tidak, kau bisa masuk angin"
"Tidak usah, terima kasih" tampik Suma Thian yu dengan
nada dingin dan kaku.
Jangankan beranjak, mata pun tak pernah memandang ke
arah perempuan tersebut.
Menyaksikan sikap dingin anak muda itu, Si Bunga tho
indah Ho Hong segera memutar otaknya, kemudian berseru
tertahan: "Aaah, benar, aku lupa kalau belum mengenakan pakaian,
tak heran kalau tak berani memandang kearahku, saudara
cilik, kau jangan mentertawakanku"
Selesai berkata ia lantas bersembunyi dibelakang pintu dan
mengenakan kembali pakaiannya yang telah kering, dalam
waktu singkat dia sudah muncul kembali dengan pakaian yang
rapi. Suma thian yu benar-benar merasa muak menyaksikan
tingkah lakunya yang tengik, genit dan menjemukan itu.
Bunga tho indah Ho Hong sudah amat mashur dalam dunia
persilatan sebagai seorang perempuan genit berwajah cantik,
boleh dibilang hampir sebagian besar umat persilatan
mengenalinya. Sangat banyak jago termashur yang terpikat
oleh kegenitannya itu sehingga tunduk seratus persen
dibawah telapak kakinya. Hal ini disebabkan pertama, Si
Bunga tho indah Ho Hong memang dilahirkan dengan
selembar mulut yang pandai merayu, kedua, ilmu silatnya
amat lihay dan sakti, itulah sebabnya banyak sekali pemudapemuda
yang terpikat olehnya.
Padahal watak Si Bung tho indah Ho Hong sendiri tidak
termasuk jahat, ia bisa mempunyai nama buruk semua hari
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini, semuanya tak lain adalah hasil didikan gurunya.
Bayangan saja, murid yang di didik Si Mayat Hidup Hoat Si
si, bagaimana mungkin bisa menjadi baik"
Si Mayat Hidup Ciu jit hwe merupakan pentolan iblis dalam
golongan iblis, ilmu silat yang dimilikinya boleh dibilang tiada
taranya didalam dunia persilatan.
Dibawah didikannya, dia mempunyai tiga murid, dua
diantaranya adalah Hek hong hou (harimau angin hitam) Lim
Kang dan Kim bin kui (setan muka hijau) Siang tham.
Kedua orang itu merupakan jago-jago lihay dulu dalam
kalangan Liok lim. mereka sudah banyak melakukan kejahatan
dan membunuh orang tak terhitung jumlahnya.
Si Bunga tho indah Ho Hong adalah seorang gadis yang
baik. hingga kini dia masih tetap suci bersih tanpa noda,
hanya sayang sekali sekuntum bunga teratai yang tumbuh
diatas lumpur, bagaimana bisa menjaga nama baiknya" Orang
tak ada yang percaya kalau gadis ini masih suci bersih....
Dikolong langit ini memang terdapat banyak kejadian yang
tragis, Si Bunga tho indah Ho Hong hanya satu diantara sekian
banyak kejadian lainnya.
Selama ini, dia selalu berusaha untuk maju selalu berusaha
untuk kembali kejalan yang bersih dan lurus, akan tetapi
ucapan manusia dan lingkungan hidup bagaikan benteng baja
yang kuat, selalu saja menghalangi jalan perginya.
Maka dia selalu putus asa, mulai kecewa, mulai berbuat
sewenang-wenang dan kian terjerumus........
Sampai pada akhirnya dia sendiripun menjadi buta, buta
untuk membedakan mana yang benar.
Ada kalanya dia berjalan kearah yang benar, tapi ada pula
saatnya dia berjalan kearah yang salah.
Bagi seorang perempuan, apa pula yang bisa dia perbuat"
Bertarung melawan lingkingan" Menghadapi ucapanucapan
cabul dengan kasar" Atau dia harus berjuang untuk
mencapai kedudukan tinggi...."
Tidak, tidak mungkin seorang perempuan bisa berbuat
demikian, perempuan hanya tahu bagaimana mencintai dan
dicintai, ia tak kan mengerti tentang bagaimana cara
melanjutkan hidup.
Ia seringkali bergumam begini:
"Burung gagak di dunia ini semuanya hitam, lelaki, mereka
hanya tahu memuaskan napsu, mereka tak tahu bagaimana
perasaan seorang wanita, hmmm bila aku Ho Hong
manfaatkan kelebihanku, apa sulitnya untuk menaklukkan
mereka dibawah telapak kakiku?"
Akhirnya ucapan tersebut menjadi prinsip hidupnya selama
ini, tak heran kalau dia pun mencoba merayu dan menggaet
hati Suma Thian yu, setelah dia bertemu dengannya.
Siapa tahu Suma Thian yu adalah lelaki sejati yang tahan
uji, hatinya setenang air, di tambah lagi ia tidak gemar
bermain perempuan.
Menyaksikan pemuda itu sama sekali tak terpikat oleh
bujuk rayunya, Bunga tho indah Ho Hong semakin penasaran,
diam-diam dia menyumpai pemuda itu sebagai lelaki palsu,
tapi iapun segera menyusun rencana untuk menyiapkan
sebuah perangkap.
"Kau benar-benar tak takut dingin?" Bunga tho indah Ho
Hong menegur sambil tertawa, "ooohh, mengerti aku
sekarang, lantaran aku ada disini maka kau enggan
melepaskan pakaianmu bukan?"
Sambil berkata ia melirik sekejap kewajah pemuda itu,
siapa tahu semakin dipandang makin tertarik, dia ingin sekali
menjatuhkan diri kedalam pelukannya dan merasakan
kehanggatan tubuhnya, walau hanya sebentar saja. Tapi dia
lantas berpikir kembali, tindakan yang terlampau tergesa-gesa
bisa mengakibatkan kegagalan total, maka kembali ujarnya
sambil tertawa:
"Duduklah dulu disini, aku akan mengambilkan kayu bakar
diluar sana"
Ia melompat keluar dan lenyap dibalik pintu itu.
Suma Thian yu masih tetap duduk kaku ditempat tanpa
berkutik, sepatah katapun tidak berbicara, kepergian Ho Hong
pada hakekatnya tidak memancing perhatiannya.
Siapa pula yang menduga jikalau saat itu Suma thian yu
sedang melakukan suatu percobaan, mengeringkan
pakaiannya dengan pancaran hawa murninya, disaat Ho Hong
sedang mengoceh tiada hentinya tadi, ia sudah memejamkan
mata sambil mengatur napas bahkan tak selang beberapa saat
kemudian dia sudah berada dalam semedinya.
Tak selang beberapa saat kemudian, tubuhnya makin lama
makin mengering, penemuan ini tentu saja amat
menggirangkan hati Suma thian yu.
Ketika Ho hong berlalu, pakaiannya telah mengering, tapi
dia hanya membuka matanya sambil memandang keluar
jendela saja, ia sedang berpikir sampai kapan hujan tersebut
baru akan berhenti.
Mendadak tampak bayangan manusia berkelebat lewat
diluar jendela, mula-mula Suma thian yu mengira si Bunga tho
indah Ho Hong telah kembali, maka dia segera memejamkan
matanya rapat-rapat.
Siapa tahu segera terdengar lagi suara panggilan yang lirih:
"Adik hong, adik Hong...."
Merasakan keadaan tak beres, buru-buru Sum thian yu
melompat bangun dan menyembunyikan diri dibalik tempat
kegelapan. Tak lama kemudian terlihat seseorang berjalan masuk
kedalam ruangan itu.
Dia bermuka hijau bertaring panjang, bajunya panjang
berkembang-kembang, dalam sekilas pandangan saja dapat
dikenalinya sebagai si setan muka hijau Siang Tham.
Ketika masuk kedalam ruangan, Siang Tham tidak melihat
Suma Thian yu, dia hanya berseru tertahan sambil berguman:
"Heran, Sumoay telah pergi kemana?"
Pada saat itulah Ho Hong masuk dari pintu depan, ketika
gadis itu menyaksikan ji-suhengnya berada disana, dengan
gusar segera menegur:
"Mau apa kau datang kemari" Siapa suruh kau kemari"
Mana dia?"
Rupanya dia tidak melihat Suma Thian yu berada disitu,
maka pertanyaan tersebut lantas ditujukan kepada kakak
seperguruannya.
Melihat Ho Hong munculkan diri, Setan muka hijau Siang
Tham segera tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya seram:
"Adik Hong, aku sudah mencarimu dengan susah payah...
" "Uuuh, siapa kesudian denganmu?" damprat Ho Hong
marah, "enyah kau, cepat enyah dari sini!"
Dampratan itu membuat si Setan muka hijau Siang Tham
tertegun, lalu sambil menarik muka ia berkata:
"Apa maksudmu" Kau telah berubah, berubah sekali,
apakah aku sebagai kakakmu tak boleh datang kemari
mencarimu" Apa lagi kita toh masih......"
"Plaaaak!" belum habis dia berkata, pipi kanannya sudah
ditampar Ho Hong keras-keras, kemudian terdengar gadis itu
berteriak: "Tutup mulutmu, tak ussh banyak ngebacot lagi disini"
Lima jari tangan yang merah membengkak segera tertera
diatas wajah Setan muka hijau Siang Tham, karena kesakitan
dia berkaok kaok keras:
"Perempuan rendah, kau berontak" Kau berani
melawanku?" teriaknya amat gusar.
"Mau apa kau datang kemari?" teriak Ho Hong sambil
menuding kearah hidungnya, "dahulu aku toh sudah
memberitahukan kepadamu, jika tak ada urusan kau dilarang
kemari, masih belum mengerti kau?"
"Perempuan rendah, kau tak usah takabur, seandainya aku
orang she Siang tidak teringat kalau kau adalah saudara
seperguruanku, sudah sejak tadi tubuhmu kuhancurkan
menjadi berkeping-keping!"
Hmm, orang lain mungkin takut kepadamu, tapi Ho Hong
tidak memandang sebelah mata pun kepadamu,
kuberitahukan kepadamu, mulai hari ini hubungan kita putus
sampai disini"
Perempuan rendah, akan kulihat kau bisa bertahan sampai
kapan...." seru setan muka hijau Siang Tham dengan seram,
tanpa banyak membuang waktu, dia berlalu dari situ.
Tapi belum lagi dua langkah, mendadak ia menyaksikan
bayangan manusia bergerak di sudut ruangan, dengan cepat
dia seperti menyadari akan sesuatu, sambil tertawa seram ia
membalikan tubuhnya lagi.
"Heeh...heeh... heeh...aku heran, apa sebabnya kau
berubah menjadi begitu dingin dan tak berperasaan kepadaku,
rupanya lagi menyembunyikan lelaki, hmm! Bagus, bagus
sekali, hari ini ada kau tiada diriku"
Dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan membalikkan
tubuh sambil mengayunkan tangan.
Dua titik cahaya tajam dengan kecepatan luar biasa
langsung meluncur ketubuh Suma thian yu yang berada di
sudut ruangan. Bunga tho indah Ho Hong menjerit kaget setelah
menyaksikan kejadian tersebut, dia mau menolong sayang keadaan
terlambat. Tampaknya dua batang senjata rahasia tersebut akan
menghajar tubuh Suma Thian yu, mendadak pemuda itu
mengebaskan ujung bajunya, kemudian sambil tertawa
tertawa terbahak-bahak munculkan diri dari tempat
persembunyian. Dua batang senjata rahasia yang dilepaskanSiang tham
tadi, kini lenyap tak berbekas bagaikan batu yang
tenggelam ditengah samudra.
Setelah mengetahui kalau pemuda yang menampakkan diri
adalah Suma Thian yu, mau tak mau si Setan muka hijau
Siang Tham merasa terkesiap, tapi ia segera tertawa licik:
"Oooh, rupanya kau si bocah keparat."
Kemudian sambil melotot ke arah Ho Hong dengan sorot
mata buas, dampratnya lagi amat kasar:
"Perempuan rendah, pagar makan tanaman, kau berani
menyeleweng dengan pria ini" Bagus, jika tidak kuberi
pelajaran hari ini, mulai sekarang aku tidak memakai nama
marga Siang lagi"
Selesai berkata, sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan
ketubuh Ho Hong.
Walaupun bunga tho indah Ho Hong menempati urutan
ketiga, ilmu silatnya justru hanya dibawah si harimau angin
hitam Lim kang, kendatipun begitu, diapun tak ingin
menyalahi Siang tham lagi, maka begitu melihat datangnya
serangan, buru-buru tubuhnya mengegos ke samping.
Si Setan muka hijau Siang Tham cukup mengetahui akan
tabiat dari sumoaya-nya ini, gagal dengan serangan pertama,
dia tak berani menyerang untuk kedua kalinya, semua
amarahnya kontan saja dilampiaskan ke tubuh Suma Thian yu.
Sambil maju kemuka, teriaknya penuh amarah:
"Bocah keparat, serahkan selembar nyawamu!"
Dengan jurus Kay san to liu (membuka bukit mencari air)
dia bacok tubuh Suma Thian yu.
Sejak dikerubuti Siang Tham tempo hari, Suma thian yu
sudah menaruh dendam kepadanya, dan dendam itu belum
pernah lampiaskan, maka setelah bersua kembali kini, tak
heran kalau matanya berubah menjadi merah membara.
Jika Suma Thian yu tak membuat perhitungan dengannya,
keadaan masih mendingan, sekarang justru dia yang datang
membuat gara-gara, boleh dibilang iblis ini sedang mencari
penyakit untuk dirinya sendiri.
Suma thian yu segera mengebaskan bajunya kedepan, Bu
siang sinkang dengan berubah menjadi hawa sakti tanpa
wujud langsung meluncur ke muka, sekilas pandangan
nampaknya enteng, padahal dibalik semuanya itu justru
tersembunyi suatu kekuatan yang luar biasa.
Kasihan setan muka hijau Siang Tham, begitu sempat
tenaganya menjawil ujung baju lawan, tubuhnya sudah
terpental ke belakang seperti layang-layang yang putus
talinya. "Blaaammm!" setelah membentur diatas dinding ruangan,
ia roboh terkapar di tanah.
Dalam suatu gerakan yang ringan, ternyata Suma Thian yu
berhasil merobohkan murid ke dua dari si Mayat hidup Ciu Jit
hwee, kejadian mana segera menimbulkan perasaan girang
dan murung baginya.
Ia girang karena ilmu silat yang dimiliki nya sekarang sudah
mencapai tingkat yang luar biasa, itu berarti harapannya untuk
membalas dendam menjadi besar, tapi diapun murung karena
musuhnya kian bertambah banyak, sudah pasti kejadian mana
akan menimbulkan bencana dikemudian hari.
Ketika Suma Thian yu menyaksikan disitu telah terjadi
keributan, sedang hujan diluar rumahpun telah berhenti, dia
merasa kalau tidak pergi sekarang, mau menunggu sampai
kapan lagi"
Dia segera menggerakkan tubuhnya dan bagaikan segulung
asap ringan, pemuda itu sudah menyelinap keluar lewat
jendela, kemudian melompat naik ke punggung keledainya
dan berlalu dari situ.
Menanti Bunga tho indah Ho Hong hendak
menghalanginya, Suma Thian yu sudah lenyap dibalik bukit
sana. Sambil menahan geramnya, gadis itu mendepak-depakkan
kakinya berulang kali keatas tanah, sumpahnya:
"Lelaki sialan, sok alim, hmm! Selama aku Ho Hong masih
hidup, tak akan pernah kulepaskan dirimu!"
Kemudian sambil berpaling kearah Setan muka hijau yang
tergeletak semaput ditanah, dia menyumpahinya pula dengan
geram: "Hmmm, semuanya ini gara-gara si setan mampus...."
Dengan geramnya dia menghampiri orang itu kemudian
ditendang keras-keras untuk melampiaskan rasa dongkolnya.
Setan muka hijau Siang Tham menjerit kesakitan dan
sambil melompat bangun, tapi ketika tak menjumpai Suma
thian yu berada disitu, buru-buru tanyanya:
"Kemana perginya anjing cilik itu?"
"Hmmm, manusia macam kau juga ingin di sebut seorang
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hohan, orang itu sudah kabur, mau apa kau?"
Mendengar pemuda itu melarikan diri, Setan muka hijau
Siang Tham segera meluncur keluar dari ruangan dengan
kecepatan tinggi, kemudian bersuit keras-keras.
Tak selang berapa saat kemudian, dari dalam hutan
bermunculan belasan orang perampok berkerudung.
"Sasaran kita telah kabur, mari kita kejar!" teriak Siang
Tham kemudian keras-keras.
Diiringi oleh gerombolan perampok berkerudungnya
serentak mereka menuruni bukit itu dan melakukan
pengejaran. Tak lama sepeninggal rombongan perampok itu, Bunga Tho
indah Ho Hong juga menutup rumahnya dan berlalu dari situ.
Setelah meninggalkan rumah kayu itu, Suma Thian yu
melarikan keledainya beberapa waktu sebelum memperlambat
perjalanannya. Pe ristiwa yang baru saja dialaminya
membuyarkan kegembiraan dalam hatinya, ia tak berniat lagi
untuk menikmati pemandangan alam disepanjang jalan.
Mendadak dari arah belakang berkumandang suara derap
kaki kuda yang ramai.
Keledainya segera mengikik panjang dan turut berlariang
kencang ke depan.
Tapi Suma thian yu cukup menyadari bahwa kuda-kuda
yang muncul dari belakang merupakan kuda jempolan yang
dapat berlari kencang, tak mungkin keledai miliknya sanggup
menggunguli mereka, satu ingatan segere melintas dalam
benaknya, cepat-cepat dia membelokkan arah lari keledainya
kesisi jalan dan menyembunyikan diri dibelakang sebatang
pohon besar! Tak selang berapa saat kemudian, di tengah muncul
sebelas ekor kuda jempolan yang dilarikan secepat angin.
Menati rombongan orang-orang itu sudah lewat, Sama
Thian yu baru menjalankan kembali keledai menyusul
dibelakang orang-orang tadi.
Kota Tong sia dibangun dikaki bukit Tay piat san, meskipun
agak terpencil namun kotanya sangat ramai, tempat itu
merupakan tempat pertemuan untuk jago-jago silat yang
bermukim disekitar sana.
Ketika matahari baru tenggelam dilangit barat,t ditengah
jalanan kota Tong sia muncul serombongan penunggang
kuda, penunggangnya adalah manusia-manusia berpakaian
ringkas warna hitam yang menggembol senjata berbentuk
aneh. Sebagai pemimpinnya adalah seorang lelaki bermuka hijau,
bertaring panjang dan mengenakan jubah panjang
berkembang-kembang, tampaknya dia merupakan pemimpin
rombongan tersebut, ketika tiba didepan rumah makan Kun
eng lo, ia memberi tanda agar berhenti.
Tak salah lagi, mereka adalah gerombolan perampok
bertopeng yang dipimpin setan muka hijau Siang Tham.
Setelah turun dari kudanya, setan muka hijau Siang Tham
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, seorang anak
buahnya segera datang berbisik:
"Bocah keparat itu tidak berada dalam kota".
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Sejak masuk kota hingga sekarang, belum pernah kami
jumpai orang yang dimaksudkan"
Setan muka hijau Siang tham berpikir sejenak, kemudian
katanya lagi: "Mungkinkah dia sudah berada jauh didepan?"
"Tidak mungkin, dua pukuh li didepan sana merupakan
bukit yang sunyi, disana tidak ada rumah penduduk"
"Bagus, bagus sekali. Setan muka hijau kembali tertawa,
"asal kau dapat mengerjakan dengan baik, toaya pasti
memberi hadiah untukmu, sekarang bawalah tiga orang
saudara dan lakukan pemeriksaan didepan sana, bila ada
kabar segera laporkan kepadaku"
Lelaki itu nampak ragu sejenak, tapi akhirnya dengan
perasaan apa boleh buat dia mengajak tiga orang rekannya
untuk berangkat melaksanakan tugas tersebut.
Sementara Setan muka hijau Siang Tham sendiri dengan
mengajak keenam sisa perampok memasuki loteng kun eng
lo. Tak lama setelah Siang Tham naik loteng, diujung jalan
sana muncul seekor keledai yang berjalan pelan-pelan menuju
kearah rumah makan Kun eng lo pula.
Diatas keledai duduk seorang pemuda, dia tak lain adalah
Suma thian yu, jago muda kit.
Ketika Suma Thian yu tiba didepan pintu ruakan Kun eng lo
dan melihat begitu banyak kuda jempolan di tambat disana,
hatinya merasa agak bergetar keras, tanpa terasa berhenti
sejenak dan mengintai ke dalam ruangan.
Ketika tidak di jumpai seraut wajahpun yang dikenal,
pemuda itu baru turun dari keledainya dan mendekati rumah
makan itu. Mendadak dari sisi tubuhnya terasa berhembus lewat angin
tajam, kemudian terlihat ada seseorang yang menumbuk
bahunya dengan sempoyongan, menanti Suma Thian yu
mundur dengan terkejut, sesosok bayangan manusia sudah
lenyap dibalik kegelapan sana.
Suma thian yu menggelengkan kepalanya sambil
mengrerutu, baru akan menambat tali les keledainya ditempat
parkir, tiba-tiba pemuda itu menemukan secarik kertas putih
dibawah kakinya, dengan perasaan terkejut diambilnya kertas
itu cepat-cepat.
Meminjam sinar lentera yang memancar dari balik rumah
makan, Suma thian yu membuka gulungan kertas itu dan
segera dibacanya. Ternyata diatas kertas itu hanya
dicantumkan beberapa huruf yang berbuntu demikian:
"Siang Tham ada didalam, hati-hatilah dengannya!"
Dibawahnya tidak nampak tanda tangan penulis surat itu,
tapi gaya tulisannya sangat kuat dan bertenaga.
Suma thian yu segera termenung beberapa saat lamanya,
ia tak habis mengerti siapa gerangan yang yang memberi
peringatan tersebut kepadanya...."
Terpaksa surat itu dimasukkan kedalam sakunya, kemudian
dengan membusungkan dada dia berjalan masuk ke dalam
rumah makan tersebut.
Seorang pelayan munculkan diri menyambut
kedatanggannya, kemudian sambil terbungkuk-bungkuk
katanya sambil tertawa:
"Tuan, maaf tuan, tempat kami sudah penuh, silahkan
mencari ditempat lain saja...
Suma Thian-yu memandang sekejap kesekeliling ruangan,
memang benar, disitu sudah tiada tempat kosong, mendadak
sorot matanya bertemu dengan Setan muka hijau Siang Tham
yang sedang duduk disudut sebelah kiri, seketika itu juga
niatnya bersantap menjadi hilang.
"Aaah tidak mengapa, biar aku mencari tempat dilain
tempat saja sahutnya cepat.
Mungkinkah Suma Thian yu merasa takut terhadap
gembong iblis itu sehingga dia memutuskan untuk
mengundurkan diri saja dari situ.
Keliru bila anda beranggapan demikian, Suma Thian yu
bukan seorang pengecut, dia tak akan berbuat demikian.
Berbicara soal silat atau soal sastra, Suma Thian yu tidak
akan memandang sebelah mata pun terhadap kawanan
perampok itu, tapi sejak terjun ke dalam dunia persilatan, dia
memang sudah berprinsip "Tiada urusan tak akan mencari
urusan, ada urusan tak akan takut menghadapi kematian",
karenanya bila keadaan tidak terlalu memaksa, dia segan
mencari urusan dengan orang lain.
Baru saja dia hendak membalikkan badan meninggalkan
tempat itu, mendadak terdengai Siang Tham berteriak keras:
"Hei, pelayan, cepat tahan orang itu!"
Cepat pelayan itu lari keluar dan menarik tangan Suma
Thian-yu, serunya:
?"Maaf tuan, hamba tak tahu kalau tuan adalah tamu
terhormat dari toaya tersebut, harap kau sudi memaafkan,
silahkan, silahkan duduk didalam, silahkan!"
"Aku tidak kenal dengan orang itu" tampik sang pemuda
sambil menggeleng, dia segera menurun keledainya dan
berlalu. Sementara itu, si setan muka hijau Siang tham sudah
muncul didepan pintu, sambil menggapai kearah Suma Thian
yu, katanya: "Lote, bagaimana sih kau ini, sudah kami siapkan sebuah
tempat untukmu, mengapa kau malah pergi dengan begitu
saja?" Kalau di dengar dari nada suaranya sudah jelas adalah
nada suara seorang teman yang akrab, ia tidak habis mengerti
permainan setan apakah yang sedang di persiapkan iblis itu.
Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk masuk dulu
melihat keadaan sebelum mengambil tindakan selanjutnya.
Maka sambil tertawa tawa katanya.
"Haah....haaah....haa....rupanya saudara Siang juga berada
disini, bagus sekali, jika begitu siaute akan meneguk secawan
arak dulu sebelum berangkat."
Setelah tiba ditempat duduk, Si setan muka ujau Siang
Tham baru berbisik lagi:
"Selesai bersantap, kita berjumpa jagi diluar kota, selama
disini lebih baik bersabar dulu, pemilik rumah makan ini bukan
manusia yang gampang dihadapi"
Suma thian yu tertawa hambar, pikirnya geli:
"Kalau memang begitu, hal ini akan lebih baik lagi, sauya
memang kuatir jika kau mencari gara-gara disini"
Ketika selesai menyelesaikan kata-kata tadi, sekulum
senyuman licik kembali menghiasi bibir si Setan muka hijau,
dia mengambil dua cawan arak dan menyodorkan secawan
untuk Suma Thian yu, kemudian katanya lagi sambil tertawa:
"Tak disangka kita bisa minum arak bersama pada hari ini,
mari, kita keringkan cawan arak!" katanya kemudian.
Suma Thian yu tidak sungkan-sungkan lagi, ia
menggangkat cawan araknya dan meneguknya.
Baru saja cawan itu akan menempel dibibirnya, terasa ada
cahaya tajam berkelebat lewat, kemudian
...."praaang"...cawan arak yang berada digenggamannya
sudah tersambar oleh senjata rahasia tersebut.
Sambil menjerit kaget Suma Thiin yu melompat mundur
beberapa langkah, tapi sebagian bajunya sudah keburu basah
oleh tumpahan arak.
Dengan perasaan kaget pemuda itu meraba bajunya yang
basah, tapi begitu menyentuh ke atas pakaiannya, kembali
wajahnya berubah hebat, ternyata pakaian tersebut telah
berubah menjadi hijau kebiru biruan, jelas didalam arak
tersebut ada racunnya.
Perlu diketahui, telapak tangan kiri Suma Thian yu pernah
mengisap sari daun anti racun Jiu sian kiam lan, bukan saja
dapat dipakai untuk memeriksa apakah sesuatu benda ada
racun nya atau tidak, lagi pula dapat dipakai untuk
menghadapi serangan racun.
Pada mulanya ia tidak menaruh curiga kalau setan muka
hijau Siang Tham bakal meracuninya, sebab itu meski
berhadapan sebagai musuh, dia tidak berusaha untuk
melakukan pencegahan.
Siapa tahu ketika Siang Tham keluar ruangan menyambut
kedatangan Suma Thian yu tadi, ia telah memerintahkan anak
buahnya mencampuri arak tersebut dengan racun.
Suma Thian yu sama sekali tidak menyangka kalau Si setan
muka hijau Siang Tham sebagai seorang jagoan lihay dalam
golongan Liok lim bisa berbuat curang dengan tindakan yang
begitu pengecut dan memalukan, hawa amarahnya kontan
berkobar, dengan mata melotot bentaknya keras-keras:
"Siang Tham, rupanya karena alasan inilah kau jadi
ternama dalam dunia persilatan" Hmm, benar-benar tidak
kusangka, anak murid didikan mayat hidup Ciu Jit-hwee
pandainya cuma mencampuri arak orang dengan racun!. Hari
ini aku Thian yu baru benar-benar mengenali manusia macam
kau. Bila kau memang orang gagah, ayoh kita bereskan
persoalan ini diluar kota saja!"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan berlalu dari
situ. Mendadak dari depan tubuhnya muncul seorang kakak
berbaju biru, belum lagi orangnya sampai, gelak tertawanya
sudah bergema diruangan.
"Haah...haah...haahh...engkoh cilik, bila dirumah makan
kami terjadi persoalan maka peristiwa itu menjadi tanggung
jawab kami. Baik, bila ada urusan, mari kita bicarakan lagi
dihalaman belakang sana"
Suma Thian yu agak tertegun, ia tidak habis mengerti
terhadap ucapan orang yang sama sekali tak dikenalnya itu,
tanpa pikir pan jang segera serunya sambil tertawa dingin:
"Heeehh...heeeh...heeeh...bagus, bagus sekali, jadi kelau
begitu kaulah yang meracuni arakku tadi" Tolong tanya siapa
namamu?" Ucapan ini sebaliknya malah membuat kakek berbaju biru
itu tertegun, dia berpaling dan menatap wajah Setan bermuka
hijau Siang Ttam lekat-lekat, kemudian dengan wajah serius
serunya: "Apakah kau yang meracuni saudara cilik ini?"
Sejak menyaksikan kemunculan kakek berbaju biru itu,
sikap setan muka hijau Siang Tham telah berubah menjadi
munduk-munduk, kini dia menjura dalam-dalam, lalu katanya
sambil tertawa:
"Locianpwe, heeh...heeeh...sudah banyak tahun kita tidak
berjumpa, apakah kau orang tua....
"Tak usah banyak biacar, kaukah yang telah meracuni arak
saudara cilik itu" kembali kakek berbaju biru itu membentak
dengan wajah marah.
Agaknya wajah setan muka hijau Siang Tham tahu kalau
dia tidak bisa menghindar kagi, sambil tertawa licik sahutnya:
"Aaahh, semua ini gara-gara perbuatan beberapa orang
saudaraku, ketika aku tak ada disitu, rupanya mereka telah
mencampuri arak dengan obat pemabuk, mungkin mereka
kelewat memandang tinggi Suma siauhiap sehingga timbul
niatnya untuk mengajak saudara ini bergurau"
Suma thian yu melotot gusar, baru saja dia hendak
mengucapkan sesuatu, sikakek berbaju biru itu sudah berkata
lagi sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Siang tayhiap, harap saudara yang meracuni saudara ini,
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau undang untuk menjumpai diriku"
Setan muka hijau Siang Tham segera mendehem beberapa
kali. "Buu...buat apa kau mesti bertindak serius" Chin locianpwe,
dengan Tangkeng kami toh sudah saling mengenal, apalagi
hubunganmu dengannya...."
"Tak usah banyak bicara, rumah makan Kun eng lo bukan
suatu tempat yang bisa dikacau ketenanggannya oleh
siapapun, seorang lelaki berani berbuat berani bertanggung
jawab, cepat kau tunjukkan orang itu untuk diberi hukuman
yang setimpal, kalau tidak, terpaksa lohu harus berbuat
kurang sopan terhadap Kiang tayhiap"
Baru saja kakek berbaju biru itu menyelesaikan
perkataannya, tampak suatu bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu seorang lelaki setengah umur berwajah
bengis telah melompat bangun.
Dengan senyuman angkuh menghiasi wajahnya, lelaki itu
menuding keujung hidung sendiri, lalu menjawab:
"Toayalah yang telah meracuni racun itu, mau apa kau"
memangnya kau bisa melahap toayamu bulat-bulat?"
"Kau tidak bohong" bentak kakek berbaju biru itu dengan
gusar, sinar matanya bersinar tajam, "jangan menanggung
dosa buat orang lain, yang lohu cari sekarang adalah
kenyataan, aku tak ingin sampai salah membunuh orang tak
salah!" "Omong kosong! Dengan andalkan sekerat tulangmu itu,
memangnya kau mampu untuk membunuh toaya mu?"
Baru saja lelaki buas tersebut berbicara demikian, segera
tampak olehnya bayangan manusia berkelebat lewat,
menyusul kemudian seluruh badan sakit sekali sehingga tak
kuasa lagi dia menjerit dengan suara menggidikan hati:
"Aduuuh....."
Menanti Suma Thian yu dan Si setan muka hijau Siang
Tham dapat melihat jelas apa yang terjadi, lelaki buas itu
sudah tewas dengan mata melotot keluar dan mulut
mengeluarkan busa.
Menyaksikan hal ini, diam-diam Suma Thian yu
menghembuskan napas dingin, pikirnya:
"Entah dengan cara apa kakek itu turun tangan" Ilmu silat
apa yang dia pergunakan" Mengapa lelaki buas ini bisa
mampus menyerupai orang yang terserang penyakit parah"
Dari atas sampai bawah tubuhnya sama sekali tidak ditemukan
cedera apapun?"
Sementara itu, Si setan muka hijau Siang Tham juga
merasa terperanjat sekali setelah menyaksikan anak buahnya
tewas dalam sekali ayunan tangan kakek berbaju biru itu.
Tapi untuk membela anak buahnya, terpaksa dia menegur
dengan suara dingin:
"Chin locianpwe, kau menghukum mati orang ini, apakah
tindakanmu tak terlampau kelewat batas?" Bila peristiwa hari
ini sampai terdengar Tongkeh kami, aku percaya kau tak akan
mampu untuk memikulnya"
Kakek berbaju biru itu swgera tertawa panjang:
"Orang she Siang, kau sudah tak punya kesempatan lagi
untuk pulang kerumah dan menyampaikan laporan,
tongkehmu juga tak akan bisa berbuat apa-apa kepada lohu...
Setan muka hijau Siang Tham menjadi gusar gekaii sampai
mencak mencak seperti monyet terbakar jenggotnya, dia
segera menghantam meja keras-keras.
"Blaamm...!" diiringi suara nyaring, meja itu kena terhajar
sampai pecah menjadi dua bagian, cawan dan mangkuk yang
berada diatasnya pun ikut hancur berantakan.
Kakek berbajubiru itu Cuma tertawa dingin tiada hentinya,
dia tak menjadi gusar, meskipun suara pembicaraannya juga
tidak terlalu besar, namun setiap patah kata dapat kedengaran
sekali, hingga menggema diseluruh ruangan dan mendengung
tiada hentinya...
selama ini, Suma Thian yu cuma menonton dari sisi arena,
pada mulanya dia mengira kakek itu satu komplotan dengan
setan muka hijau Siang Tham, tapi setelah menyaksikan lelaki
buas tersebut terbunuh, kemudian menyaksikan pula sikap
permusuhan kakek itu terhadap setan muka hijau, dengan
cepat dia dapat menyimpulkan kalau antara si kakek dengan
setan muka hijau sebetulnya merupakan musuh yang tak
mungkin bisa hidup damai.
Walaupun demikian, Suma Thian yu belum juga berhasil
menduga siapa gerangan kakek itu, tapi yang pasti bukan
manusia sembarangan dapat memiliki ilmu silat dengan
tenaga dalam yang demikian sempurna.
Sayang sekali, sekalipun Suma Thian yu sudah memeras
otaknya habis-habisan, dia toh belum berhasil juga untuk
menduga siapa gerangan kakek berbaju biru itu.
sementara dia masih berpikir dengan perasaan tak
mengerti, kakek berbaju biru itu telah berkata:
"Siang Tham, tempat ini untuk berdagang, tidak cocok
untuk bertarung, mari kita bertemu dihalaman belakang saja,
asal kau dapat memperlihatkan beberapa jurus kepandaian
yatg bisa membangkitkan rasa kagum lohu, persoalan hari ini
akan kubikin selesai sampai disini saja. Jika tidak, kau harus
membayar semua kerugian yang kuderita!"
Suara pembicaraan kakek berbaju biru itu masih tetap
diutarakan dengan suara rendah, namun setiap patah katanya
membawa kewibawaan yang mengerikan, seolah-olah sesuatu
kekuatan yang membuat setiap orang tak sanggup melawan.
Mendengar ucapan tersebut, Setan muka hijau Siang tham
segera tertwa tergelak:
"Haah...haah...haah...orang she Chin, toaya pun tak akan
bersikap demikian sungkan kepadamu apabila tidak
memandang diatas wajah putrimu, kau tak usah berlagak
besar dengan menggandalkan pengaruh putrimu untuk
menggertak aku, untuk menghadapi kau, toaya tak usah turun
tangan sendiri, ayoh berangkat, kau boleh memimpin jalan
buat kami....!"
Sehabis mendengar perkataan setan muka hijau Siang
tham yang sama sekali tidak memberi muka kepada orang itu,
kakek berbaju biru itu tertawa tergelak karena gusar, suara
tertawanya keras dan meyeramkan membikin orang lain
bergidik, tanpa banyak berbicara lagi dia segera membalikkan
badan dan berlalu sari situ.
Setan muka hijauSiang tham tak ketinggalan, dia ikut pula
dibelakangnya, sementara segenap anak buahnya turut
beranjak kebelakang setelah rombongan itu lewat semua,
pikirnya: "Siapakah putri si kakek ini" mengapa dia bisa ditakuti oleh
penjahat-penjahat keji macam Siang tham" kalau didengar
dari nada pembicaraan setan muka hijau, tampaknya putri
kakek inipun seorang pendekar perempuan, kalau tidak,
mengapa Siang tham bersikap begitu menghormat terhadap
kakek itu?"
Sambil berpikir Suma thian yu beranjak dan melangkah
kehalaman belakang rumah makan Kun eng lo tersebut.
Ternyata dihalaman belakang sana terdapat sebuah tanah
lapang untuk berlatih silat yang luasnya mencapai dua puluh
kaki. Empat penjuru tanah lapang tersedia sederat rak senjata
yang diatasnya terletak pelbagai macam senjata berbentuk
aneh, tapi jenisnya teratur rapi sekali.
Pada jenis yang terdepan terdapat tombak panjang,
tombak ular, tombak api, tombak lengkung.
Diatas rak nomor dua terletak jenis golok diantaranya
terdapat jenis golok bulat sabit, golok besar, golok bergerigi.
Pada rak nomor tiga tersedia jenis toya, kemudian jenis
panah, jenis pedang serta berbagai macam jenis senjata lain
yang aneh-aneh bentuknya.
Diam-diam Suma thian yu menghela naps panjang setelah
menyaksikan kesemuanya itu.
"Sudah pasti orang ini merupakan seorang yang gemar
berteman orang persilatan, kalau tidak, mustahil dengan
kemampuan seorang, dia bisa mengumpulkan senjata begini
banyak. Sebentar aku harus memperhatikan gerakan
tubuhnya agar kesempatan baik ini jangan sampai kulewatkan
dengan begitu saja"
Dalam pada itu, suasana dalam arena sudah menjadi
tegang, si Setan muka hijau dengan diiringi lima orang lelaki
kekar berdiri disisi kanan arena, sedangkan kakek berbaju
biru itu berdiri seorang diri dihadapannya.
Waktu itu, si kakek sedang berkata sambil tertawa:
"Siang Tham, diatas rak senjata sudah tersedia berbagai
macam senjata, terserah kau ingin memilih yang mana saja!"
"Toaya ingin mencoba kelihayanmu dalam permainan ilmu
telapak tangan..." sahut sisetan muka hijau dengan wajah
bengis. kakek berbaju biru itu segera tertawa nyaring:
"Hahahahahaha.....dapat merasakan sampai dimanakah
kelihayan Hu si im hong ciang yang pernah menggetarkan
dunia Liok lim, hal ini merupakan keinginan lohu dalam hidup
ku ini, Siang tayhiap, silahkan saja melancarkan serangan"
"Sekilas perasaan bangga sempat menghiasi wajah si setan
muka hijau siang tham, dia segera berseru:
"Toaya tak akan sungkan-sungkan lagi"
Selesai berkata, tidak tampak bagaimana dia turun tangan,
dengan jurus kim pa liok jiau (macan kumbang emas
mementang cakar), dia lepaskan sebuah cengkeraman maut
ketubuh kakek berbaju biru itu.
Mendapat ancaman semacam itu, kakek berbaju biru itu tak
berani berayal, buru-buru ia menangkis dengan tangan
kirinya, kemudian tubuhnya berputar setengah lingkaran,
sementara tangan kanannya langsung menghantam ke perut
lawan dengan jurus Sin liong ji hay atau Naga sakti masuk ke
laut. Dua gerakan tersebut dipergunakan hampir bersamaan
waktunya, hingga sekilas pandangan seakan-akan berasal dari
satu jurus saja, sedemikian cepatnya sehingga sukar
dibayangkan dengan kata-kata.
"Serangan bagus!" Setan muka hijau Siang Tham berseru
keras. Bagaikan sebatang pohon liu yang lemas, tubuhnya
bergoyang sedikit saja ke samping lalu melompat mundur dua
langkah, kemudian dengan jurus To thian hoan jit atau
mencuri langit berganti hari, secepat kilat dia membabat tubuh
kakek berbaju biru itu.
Ketika sampai di tengah jalan, dia agak berhenti sejenak,
lalu lengannya yang sudah terlanjur disodok keluar
menyelinap secepat kilat dengan suatu gerakan yang luar
biasa, diamenyerang kakek yang berbaju biru itu.
Serangan mana meski di lancarkan dengan dua kekuatan
yang berbeda dan waktu yang berbeda pula, namun bisa
sampai disasaran-nya pada waktu yang hampir bersamaan.
Ternyata kakek yang berbaju biru itu cukup tahu keadaan,
buru- buru dia membentak keras, segenap tenaganya disalur
ke tangan, gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah, dengan
mengembangkan ilmu pukulan yang maha dahsyat dia
melepaskan serangkaian pukulan secara gencar.
Suma Thian yu yang menonton jalannya pertarungan dari
sisi arena dan menyaksikan jalannya gerakan tubuh dan jurus
pukulan dari kakek berbaju biru itu, dia segera menjerit kaget.
"Aaah...."
Tetapi sampai ditengah jalan, seruan mana segera ditarik
kembali cepat-cepat, dengan hati berdebar keras, pikirnya
kemudian: "Kenapa dia mempergunakan ilmu pukulan Bu tong pau"
Mungkinkah kakek mempunyai hubungan yang erat dengan
pihak bu tong pay.....?"
Apa yang diduga Sama Thian yu memang benar, kakek
berbaju biru ini memang merupakan jagoan lihay dari Bu tong
pay, sejak empat puluh tahun berselang dia sudah termashur
dalam dunia persilatan sebagai Bu tong tay hiap Chin Lenghui.
Dulu, dengan mengandaikan serangkaian ilmu pedang Bu
tong kiam hoat dan dua belah bilah pisau terbang, dia pernah
menggetarkan sungai utara maupun selatan daratan
Tionggoan, banyak manusia yang menjadi keder dan
ketakutan hanya mendengar namanya saja.
Chin Leng hui hanya mempunyai seorang putri, istrinya
sendiri berpulang ke dalam baka setelah melahirkan putrinya.
Tampak kematian istrinya itu merupakan pukulan batin
yang sangat berat bagi pendekat tersebut, dalam kecewanya
dia lantas mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan
dan hidup mengasingkan diri dibukit Tay-hoa san, sehari-hari
kerjanya hanya mendidk dan memelihara putrinyasehingga
menanjak dewasa.
Itulah sebabnya orang lantas menyebutnya Tay hoa kitsu
(pertapa dari bukit Tay hoa san).
Dihari-hari biasa, dia membawa tugas rangkap, sebagai ibu
yang baik dan sebagai guru yang disiplin, dia hendak mendidik
putrinya Chin lan eng menjadi seorang pendekar perempuan
yang perkasa dan disegani banyak orang.
Siapa tahu, pada usia empat belas tahun putri
kesayangannya telah hilang lenyap tak berbekas, dalam
keadaan demikian terpaksa Chin Leng hui melepaskan niatnya
untuk mengasingkan diri, dia muncul kembali dalam dunia
persilatan untuk mencari putri kesayangannya, setelah
bersusah payah mencari kian kemari, akhirnya Chin leng hui
berhasil juga menemukan putrinya, tapi waktu itu purtinya
sudah bukan menjadi miliknya lagi, karena putrinya telah
menjadi istri Bi kun lun (Kun lun indah) Siau Wi goan.
Dalam sedihnya, Chin Leng hui lantas membuka rumah
makan Kun eng lo disitu, bila di kala senggang diapun melatih
ilmu tenaga dalam dan tenaga luarnya secara tekun, di
samping secara diam-diam menyelidiki tingkah laku puterinya
Chin Lan eng. Sungguh tidak beruntung, dari mulut banyak sahabat serta
jago jago persilatan yang sering kali melewati tempat itu, dia
mendapat tahu kalau putrinya adalah seorang perempuan
siluman yang selalu cabul, jalang, juga kejam.
Kenyataan itu hampir saja membuat Chin Leng bui mati
karena kegusaran, beberapa kali dia berniat membuyarkan
usahanya itu dan hidup mengasingkan diri di tempat terpencil
untuk menghindarkan diri dari segala kenyataan yang pahit
itu. Tapi, diapun berharap bisa bertemu lagi dengan putrinya,
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencaci makinya habis-habisan, memutuskan hubungan
kekeluargaan, kemudian ia baru dapat mengasingkan diri
dengan tenang. Namun sejak dia mendirikan rumah makan Kun eng lo
hingga kini, delapan tahun sudah lewat, tapi putrinya Chin Lan
eng tak pernah pulang kerumah walau hanya sekalipun,
padahal dia sangat berharap bisa bersua muka dengan
putrinya itu. Kadangkala dia berpesan kepada sobat lamanya, bila
bersua dengan putrinya, mereka diminta untuk menasehati
putrinya itu agar pulang kerumah.
Perasaan orang tua itu pada anaknya memang mulia,
bagaimanapun kesalahan yang dilakukan putrinya, dia pasti
akan memaafkannya bila mulai pada saat itu ia bisa bertobat
dan mau kembali kejalan yang benar.....
Dalam suasana yang serba salah dan serba bertentangan
batin inilah, Tay hoa kit cu Chin leng hui melanjutkan
hidupnya sampai delapan tahaun lebih.
Hari ini, secara tiba-tiba setan muka hijau Siang tham
muncul dirumah makannya, sebetulnya dia ingin menitip
pesan kepada Siang tham untuk putrinya, siapa sangka
sebelum niatnya terkabul, Siang tham sudah melakukan
perbuatan terkutuk dan memalukan lebih dulu dalam rumah
makannya. Sebagai pemilik rumah makan yang bijaksana, lagi sebagai
Bu tong tay hiap yang selalu menjunjung tinggi keadilan dan
kebenaran, tentu saja ia tak dapat berpeluk tangan belaka
menbiarkan kaum durjana berbuat sewenang-wenang dalam
rumah makanannya.
Maka dia segera menampilkan diri untuk menghadapi anak
murid gembong iblis nomor wahid dikolong langit itu, baginya
tindakan tersebut boleh di bilang merupakan suatu kerugian
yang besar sekali.
Sebab seandainya berita ini sampai terdengar oleh Hoat si
si (mayat hidup) Ciu Jit hwee, guru Siang Tham, sudah pasti
rumah makan Kun eng lo tak bakal akan melewati kehidupan
yang lebih tenang lagi.
Tapi, orang persilatan mengutamakan kebenaran dan
keadilan, sekalipun tindakan mana akan menimbulkan
bencana besar, hal tersebut tak pernah akan dipikirkan
olehnya. Tay hoa Kitsu Chin Leng hui merupakan adik perguruan
dari Hiang ciang totiang Bu tong pay saat ini, terhitung pula
sebagai keponakan murid Put Gho cu, dia merupakan seorang
jagoan pedang yang terhitung paling menonjol dalam
perguruannya. Itulah sebabnya Setan muka hijau Siang Tham tak berani
menantangnya untuk bertarung deagan ilmu pedang,
sebaliknya menantangnya beradu tanpan kosong, dengan
akalnya yang licik Siang Tham bermaksud hendak meraih
keuntungan dari tindakannya itu.
Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu tak selisih
banyak, tidak heran kalau pertarungan pun bisa berlangsung
dengan keadaan seimbang dan seru sekali.
Sekarang Setan muka hijau Siang Tham telah
mengeluarkan ilmu silat andalannya, ilmu Hu si im hiong ciang
untuk menghadapi ilmu pukulan Bu tong pay yang termashur
karena keganasan-nya.
Berbicara tentang setan muka hijau Siang Tham,
seharusnya setelah ilmu pukulan angin dingin bangkai
membusuknya digunakan, maka angin pukulan yang terpancar
keluar semestinya dingin menggidikkan hati, namun saat ini
dia tak sampai mengerahkan tenaga dalamnya, apalagi
menyalurkan bawa dinginnya ke ujung tangan.
Kalau tidak, asal tersentuh oleh angin dinginnya itu, meski
tubuh yang terdiri dari baja pun akan membusuk juga, apalagi
tubuh yang terdiri dan darah daging"
Tuy hoa Kitsu sendiri pun tidak menggunakan segenap
kekuatan yang dimilikinya, dia tetap menggunakan tenaga
sebesar berapa bagian saja untuk menghadapi musuhnya.
Suma Thian yu sebagai seorang jagoan lihay, tentu saja
dapat menyaksikan kejadian tersebut dengan jelas, sejak dia
mengetahui kalau ilmu silat yang digunakan kakek berbaju
biru adalah ilmu pukulan Bu tong pay, rasa kagum dan
hormatnya terhadap kakek ini makin bertambah.
Mendadak terdengar suara tertawa dari tengah arena.
"Haaah.....haahh....haah.... maaf Siang tayhiap, maaf"
Ketika Suma thian yu mengalihkan sorot matanya ketengah
arena, nampak kakek berbaju biru itu dengan wajah tidak
berubah dan napas tidak tersengal telah keluar arena dengan
senyum dikulum.
Sebaiknya paras muka setan muka hijau Siang tham
berubah pucat pias, dia berdiri kaku seperti orang bodoh.
Di atas pakaian yang dikenanakan kini sudah muncul dua
lobang sebesar jari tangan, tak bisa disangkal itulah pertanda
dari keberhasilan kakek berbaju biru itu menyarangkan
serangannya, coba kalau ia tak berbelas kasihan, mungkin
jiwanya sudah direnggut sedari tadi.
Siang tham menundukkan kepalanya memandang sekejap
keatas lubang diatas pakaiannya, lalu dengan sepasang mata
merah membara dan gigi saling gemerutukan, dia berseru
sambil tertawa seram:
"Orang she Chin, terima kasih atas pengampunanmu itu,
kebaikan budimu akan selalu ku ingat dalam hati, suatu ketika
aku orang she Siang pasti akan datang lagi untuk
menantangmu bertarung lima puluh gebrakan"
Tay hoa kitsu Chin Leng hui tersenyum ramah.
"Siang tayhiap buat apa pertarungan kita mesti diakhiri
dengan jatuhnya korban" Dilihat dari sikapmu yang tidak
mengeluarkan ilmu angin dingin bangkai busuk, hal tersebut
menunjukkan kalau hatimu tidak begitu jahat, lohu tahu bila
pertarungan ini dilangsungkan lebih jauh, lohu sudah pasti
menderita kalah"
Setan muka hijau Siang Tham kembali tertawa seram.
"Heeeh...heeeh...heeeh...toaya memang mempunyai watak
yang selalu sangat aneh, bila ada yang baik pasti akan
kukejar terus hingga dapat, misalkan saja aku sudah tahu
kalau ilmu Tay cing to liong ciang milik Chin tayhiap telah
menggetarkan seluruh kolong langit, tapi sebelum aku
merasakannya, terasa berat hatiku untuk berlalu dengan
begitu saja. Oleh sebab itu aku berharap Chin tayhiap sudi
memandang diatas wajah guruku untuk memenuhi keinginan
hati ku ini"
Dari ucapan lawan yang sama sekali tak mau menyudahi
persoalan tersebut sampai di situ saja, Tay hoa Kitsu Chin
Leng hui tahu kalau musuhnya berniat untuk mencari garagara
lebih jauh, dia segera tertawa terbahak bahak.
"Haaah....hhaaah.... jikalau kau memang menghendaki
demikian, tentu saja aku tidak bisa menampik keinginanmu
itu, terpaksa lohu akan mampertatuhkan selembar jiwaku
untuk memenuhi keinginan Siang tayhiap"
Selapis hawa licik dan keji segera menghiasi wajah setan
muka hijau Siang tham, serunya sambil tertawa dingin:
"Aku orang she Siang mengucapkan banyak terima kasih
kepadamu" Dia lantas menitahkan kepada anak buahnya agar
mengundurkan diri dari situ.
"Kalian segera mundur keluar arena, sebelum mendapat
perintahku, siapapun dilarang memasuki arena ini".
Sementrara itu Tay hoa Kitsu Chin Leng hui telah
melangkah masuk pula kedalam arena, sewaktu dilihatnya
Suma Thian yu masih berdiri didalam arena, sambil tersenyum
ujarnya: "Sobat cilik, hara
Cinta Bernoda Darah 12 Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Kesatria Berandalan 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama