Ceritasilat Novel Online

Lencana Pembunuh Naga 2

Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Bagian 2


rencana busuk organisasi
perguruan itu masih mengetahuinya juga. Mereka adalah suatu organisasi perkumpulan
yang khusus menggunakan perempuan-perempuan cantik sebagai umpannya untuk
membohongi kawanan jago di dunia ini agar bersedia menjual tenaganya bagi mereka
serta bantuan mereka untuk mencapai suatu ambisi yang jahat terhadap umat persilatan!"
"Oya, lalu rencana ambisi apakah mereka tuju?"
Si Tiong-pek merenung sebentar sebelum akhirnya menjawab, "Ambisi itu adalah suatu
rencana yang busuk begitu kejam begitu, buas dan begitu jahatnya untuk menumpas
seluruh umat persilatan di dunia ini. Kalau dibicarakan pada hakekatnya betul-betul
membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri"
Diam-diam Gak Lam-kun tertawa dingin dalam hal kecilnya, ia membatin, "Huuh?"
aku rasa engkau sendiri tak tahu keadaan mereka yang sebenarnya, maka sengaja
menjual kecap dan mengaco belo tak karaun". sialan!"
Tapi diluaran dia pura-pura bertanya lagi, "Apakah saudara Si tahu, siapakah ketua
pergurua panah bercinta itu?".?"
Dengan cepat Si Tiong-pek menggeleng. "Tentang soal ini aku rasa kecuali beberapa
orang pentolan dalam perguruan Cing-cian-bun, tak seorangpun yarg akan tahu. Sebab
orang luaran tak seorangpun yang tahu siapa gerangan ciangbunjin mereka, maaf,
tentang soal ini siaute sendiripun kurang begitu jelas,"
Satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benak Gak Lam-kun, dia kembali berpikir, "Yaa
benar, ketika kuajukan pertanyaan kepada Telapak tangan tunggal penenang jagat
Siangkoan It, jago tersebut segera menunjukkan perasaan keberatan dan mengemukakan
alasannya waktu itu bahwa dia mendapat perintah untuk merahasiakan hal itu. Atau
mungkin Siangkoan It sendiripun tak tahu siapa nama majikannya" Wah, kalau begitu
perguruan panah bercinta memang terhitung sebuah perguruan yang amat misterius"
Perahu melaju dengan lancarnya, waktu itu kentongan kelima sudah menjelang tiba, itu
berarti fajar hampir menyingsing dari ufuk sebelah timur
Tiba-tiba seorang laki-laki berbaju ringkas warna biru masuk kedalam seraya lapor,
"Komandan Si kota Gak-ciu sudah tiba!"
Si Tiong-pek mengangguk seraya mengulapkan tangannya mengundurkan orang itu.
Gak Lam-kun segera berkata sambil tertawa, "Waktu berlalu dengan cepat, berbicara
setengah malaman tanpa terasa kota Gak-ciu sudah di depan mata, sayang siaute masih
ada urusan yang harus diselesaikan, terpaksa aku harus minta diri dulu ke pada saudara
Ou thamcu"
"Haaahhh".. haaahhh". haaahhh"." Si Tiong-pek tertawa tergalak, Mumpung perahu
belum merapat, siaute ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan sesuatu
kepada saudara Gak cuma sukur rasanya untuk membuka suara".
Gak Lam-kun sudah dapat menebak persoalan apakah yang hendak disampaikan, maka
berkata, "Tak apa saudara Si, katakanlah!"
Dengan raut wajah yang bersungguh-sungguh Si Tiong pek berkata, "Aku lihat saudara
Gak gagah perkasa dan jiwa besar, sekalipun baru bertemu untuk pertama kalinya dengan
saudara Gak, namun aku merasa engkaulah sahabatku yang paling berkenan dihati?"."
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya, "Dan engkaulah yang paling mencocoki watak ku
maka setelah kuketahui bahwa saudara Gak mengembara tak menentu tanpa tempat
tinggal yang tetap, dengan memberanikan diri siaute ingin menawarkan diri untuk
mengajak saudara bergabung dengan perkumpulan kami. Ilmu silat yang dimiliki saudara
Gak amat lihay. Ditambah pula masih muda usia, asal kau setuju untuk menggabungkan
diri dengan Tiat-eng-pang, Oh pangcu kami pasti akan menyelenggarakan suatu upacara
besar dengan memimpin keempat thamcu kami untuk menyambut kedatanganmu".
Apalagi Saudara Gak juga tahu, dewasa ini dunia persilatan sedang mengalami goncangan
besar dengan ancaman badai berdarah yang setiap saat bisa melanda seluruh jagad,
padahal mereka yang menganggap dirinya sebagai sembilan partai besar dalam dunia
persilatan tak pernah memandang sebelah matapun kepada kita, bila kita manusiamanusia
persilatan tidak bersatu padu dalam wadah yang sama, niscaya kita-kita juga
yang bakal menjadi sasaran pembunuhan bagi mereka yang kuat. Karena itu, bersediakah
saudara Gak untuk bergabung dengan kami serta bersama sama angkat senjata melawan
penindasan dari perguruan perguruan besar lainnya?"
Meskipun hanya suatu ajakan, namun tanpa di sadari pemuda itu sudah menerangkan
pula tujuan dari perkumpulan Tiat-eng-pang ini membuat Gak Lam-kun diam-diam merasa
terkejut. Sekarang dia baru tahu kalau beginilah keadaan yang sebenarnya dari dunia persilatan
tapi dari situ pula dia menjadi tahu bahwa ketua Tiat-eng-pang, Tiat eng-sin-siu (kakek
sakti elang baja) Oh Bu-bong sebenarnya adalah seorang pemimpin dunia persilatan yang
tak boleh dianggap remeh.
Tang-hay-coa-siu Ou Yong-hu ikut pula berkata "Saudara Gak, apa yang dia ucapkan
memang benar, sekarang pertikaian dalam dunia persilatan telah dimulai, sekalipun kau
memiliki ilmu silat yang tinggi, jangan harap kau bisa melawan anggota persilatan yang
begitu banyak jumlahnya. Memang perkumpulan Tiat-eng-pang yang sekarang bukan
suatu perkumpulan orang-orang pandai belaka, tapi pada hakekatnya hampir semua
orang pandai dari sembilan partai besar telah bergabung dalam perkumpulan Tia-tengpang
kami bukan saja ilmu silat pangcu kami sangat lihay, lagi pula dia berjiwa besar
dan penuh kebijaksanaan?"."
Gak Lam-kun cuma tertawa ewa belaka, sementara dalam hati dia berpikir iapun
berkata pula. "Tiat-eng-sin-siu Oh Bu-hong ternyata memang seorang manusia luar biasa,
buktinya orang yang bisa mengalahkan Teng-hay-coa-siu Oh Yong-hu tunduk seratus
persen hanya dia seorang saja. "Saudara Si, Ou-thamcu, maksud baik kalian biarlah
kusimpan saja didalam hati. Sementara ini masih banyak urusan yang harus kuselesaikan,
maka maaf kanlah daku jika tak bisa cepat-cepat mengambil keputusan"
"Haaahhh". Haaahhh". haaahhh". apakah saudara Gak bersedia menggabungkan diri
dengan Tian-eng-pang kami atau tidak, tentu saja kami tidak akan memaksa" kata Si
Tiong-pek sambil tergelak, "kalau toh begitu, harap saudara Gak bersedia
mempertimbangkan kembali persoalan ini sebaik-baiknya. Yang pasti pintu Tiat-eng-pang
selalu terbuka lebar lebar untuk menyambut kedatangan para jago dari seluruh kolong
langit yang ingin menggabungkan diri. Nah, mari kita keringkan cawan yang terakhir demi
kesejahteraan kita semua"
"Terima kasih atas kebaikan saudara Si!" sambil tersenyum Gak Lam-kun menjura,
kemudian ia sambar cawan arak dimeja dan sekali teguk menghabiskan isinya.
Perahu elang raksasa sudah menepi ke pantai, di antar sendiri oleh Si Tiong-pek dan
Ou Yong-hu, Gak Lam-kun. serta Ji Kiu-liong segera berpamitan sambil melompat ke
daratan. "Semoga menjaga diri baik-baik!" masing-masing saling memberi hormat sebagai tanda
perpisahan. Maka perahu besar itupun meneruskan kembali pelayarannya menuju ketengah telaga,
sekejap kemudian bayangan mereka sudah lenyap dibalik kegelapan.
Waktu itu fajar belum menyingsing, orang yang berlalu lalang ditengah jalan masih
amat sedikit, Gak Lam kuu serta Ji Kiu liong segera mencari sebuah penginapan didekat
dermaga untuk beristirahat, setengah harian lewat tanpa kejadian apa apa.
Kota Gak-ciu betul-betul merupakan sebuah kota yang amat besar diselatan sungai
Tiang-kang dan diutara telaga Tong-ting-ou, bukan saja letak kota itu ditepi telagapun
berdempetan dengan bukit yang permai, ini menyebabkan pemandangan disekitarnya
tampak sangat indah menawan hati.
Tengah harinya, Gak Lam-kun serta Ji Kiu-liong kembali menyewa sebuah sampan
untuk berpesiar di telaga.
Sampai itu hilir mudik kurang lebih tujuh li di luar dermaga, Gak Lam-kun duduk ditepi
jendela sambil menikmati keindahan alam di sekeliling telaga, dalam keadaan seperti ini
mukanya tetap dingin dan penuh diliputi kemurungan, sebaliknya Ji Kiu-liong masih
kekanak-kanakan berdiri di ujung geladak sambil celingukan kesana kemari.
Tiba-tiba". dari arah sebelah barat sana muncul sebuah sampan berwarna merah yang
meluncur datang deagan kecepatan tinggi.
Ketika Ji Kiu-liong menyaksikan sampan berwarna merah itu indah menawan hati, dia
lantas memerintahkan tukang perahu untuk menjalankan sampannya menyongsong
kedatangan sampan merah itu.
Yang satu meluncur datang yang lain menyongsong pergi, ibaratnya dua buah anak
panah yang terlepas dari busurnya, sekejap kemudian selisih jarak kedua buah perahu itu
tinggal dua kaki saja.
Betapa terperanjatnya kedua orang tukang perahu itu setelah melihat sampan merah
tersebut langsung menerjang keperahu mereka, cepat-cepat mereka mendayung dengan
sekuat tenaga untuk memutar haluan perahu dengan menyingkir ke sebelah kiri.
Tapi rupanya sampan merah itu memang bermaksud mencari gara-gara, mendadak
mereka putar haluan kembali dan meluncur pula ke muka untuk meneruskan terjangannya
ke atas perahu yang ditumpangi Gak Lam-kun.
Merasakan gelagat tidak baik, terutama setelah dilihatnya orang hendak merusak
mangkuk nasi mereka, serentak dua orang tukang perahu itu melompat bangun lalu
dengan menggunakan dayung ditangan, mereka siap membela diri.
Ji Kiu liong tidak berpeluk tangan belaka, dia melompat keluar lalu merampas sebuah
dayung dari tangan tukang perahu itu dan bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Ketika selisih jarak antara kedua buah perahu itu tinggal dua tiga depa belaka, serentak
Ji Kiu-liong menggerakkan lengan kanannya dan menutul ujung perahu merah itu dengan
dayung. Pada saat itulah, tiba-tiba cahaya putih berkelebat keluar menyilaukan mata, tahutahu
muncul sebilah pedang yang langsung menebas ke arah dayung Ji Kiu-liong diiringi
gelak tertawa yang merdu. "Hei, hati-hati dengan dayungmu, awas kalau kena di papas
kutung".."
"Aaaah"..belum tentu!"
Cepat si anak muda itu putar pergelangan tangannya memutar dayung itu ke samping,
kaki kirinya menginjak dipinggir perahu sementara kaki kananya menyongsong datangnya
terjangan perahu itu sambil putar dayung dengan jurus Hong-im-pit-gwat (menyegel awan
menutup rembulan).
Serangan itu ditujukan untuk memaksa lawan menarik kembali senjatanya. Setelah itu
sepasang kakinya direntangkan dan diapun melompat ke atas perahu lawan.
Bentakan nyaring segera menggelegar memecahkan keheningan jendela segera
terpental lebar dan sesosok bayangan manusia berikut pedangnya menerobos keluar
dengan kecepatan yang luar biasa.
Dengan lompatnya itu, orang tak justru sudah mendahului pemuda kita untuk berdiri
lebih dulu diatas perahu yang ditumpangi Gak Lam-kun.
Ketika itu Ji Kiu-liong baru saja berdiri tegak ketika pedang lawan sudah menerobos
tiba dengan membawa kilatan cahaya yang menyilaukan mata.
Buru buru Ji Kiu-liong menarik tubuhnya sambil melompat mundur ke belakang,
dayungnya menyapu kedepan untuk menghalau serangan tersebut, tapi pergelangan
tangan lawan sudah keburu berputar, ujung pedangnya dengan membawa getaran cahaya
keperak perakan yang menyilaukan mata tahu-tahu mengancam urat nadi penting diatas
pergelangan tangan kanan Ji Kiu-liong.
Sungguh cepat serangan pedang itu. Rasanya jarang ditemui dikolong langit dewasa
ini. Ji Kiu-liong sangat terperanjat, ia merasa dua buah serangan pedang yang dilancarkan
orang itu sedemikian cepatnya, sampai-sampai dia tak empat menyaksikan raut wajah
lawannya yang sebenarnya.
Ketika pikirannya bercabang, sekali lagi dia kena didesak sehingga mundur selangkah
ke belakang. Lebar sampan kecil itu cuma beberapa kaki saja setelah didesak berulang kali
oleh si baju merah, ia sudah mundur sampai ditepi perahu, tapi saat itu juga pemuda
tersebut dapat melihat juga kalau musuhnya tak lebih hanya seorang nona cilik berusia
empat lima belas tahunan yang mengenakan baju warna merah dengan muka seperti
bunga Tho, rambut tergulung menjadi satu, mata yang jeli bibir yang mungil serta
senyuman yang polos.
Setelah berhasil dengan serangan-serangannya nona kecil berbaju merah itu semakin
tak mau mengalah, sambil tertawa cekikikan, pedangnya sekali lagi menggulung kedepan
membacok tubuh bagian tengah dari anak muda itu.
Padahal Ji Kiu-liong sudah berdiri ditepi perahunya, bila ia sampai terdesak mundur
selangkah saja, niscaya tubuhnya akan tercebur ke dalam te laga padahal pemuda itu
masih bingung dan tak tahu bagaimana caranya untuk memecahkan jurus serangan
lawan. Gak Lam-kun yang berada dalam ruangan dengan wajah murung, kali ini tampil dengan
sikap keheranan dia tahu ilmu silat yang dimiliki Ji-Kiu-liong cukup tangguh sebab
sendirilah yang mendidik anak muda itu sejak kecil, tapi nyatanya untuk menghadapi
seorang bocah perempuan dengan usia sebaya saja ia tak sanggup mempertahankan diri,
malahan secara berulang-ulang kena didesak sampai tak bertenaga untuk melancarkan
serangan balasan, siapa tak jadi kaget karenanya"
Dengan dahi berkerut Gak Lam-kun segera memberi petunjuk, "Lam-hay-poh-liang
(menangkap naga dilaut selatan)!".
Waktu itu Ji Kiu-liong sedang gugup dan gelagapan setengah mati, maka demikian
mendapat petunjuk dari Gak Lam-kun, seperti baru sadar dari impian, secepat sambaran
petir tubuhnya melejit ke udara, lalu berputar keselatan mengikuti gerakan pedang, begitu
berhasil merebut posisi ti-ong kiong, tangan kirinya segera menyambar kemuka balas
mencengkeram pergelangan tangan kanan si nona baju merah yang memegang pedang.
Jurus serangan tersebut memang tangguh dan luar biasa, si nona berbaju merah itu
benar-benar tak mampu menghindarkan diri.
Hampir saja telapak tangan kanan Ji Kiu-liong mencengkeram diatas pergelangan
tangan nona itu ketika satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya, cepat dia tarik
kembali tangannya, lalu menggunakan kesempatan tersebut badannya berputar satu
lingkaran dan menyelinap ke belakang punggung si nona.
Merah padam selembar wajah si nona berbaju merah itu lantaran jengah, ia segera
membentak gusar, "Kau tak usah berlagak sok gagah, huuh! Tak tahu malu!"
Ditengah bentakan nyaring, pedangnya melancarkan serangan semakin gencar, maka
tampaklah cahaya bayangan setinggi bukit dan menekan tiba tiada hentinya, semua
serangan tertuju pada jalan darah penting di sekujur badan Ji Kiu-liong.
Ji Kiu-liong mendengus dingin. "Hmm".. budak sialan, siapa yang kau maki?"
tegurnya. Serangannya dipergencar, dalam waktu singkat tiga buah pukulan berantai sudah
dilepaskan secara beruntun, ini membuat gadis tersebut terdesak hebat sehingga harus
mundur dua langkah untuk menyelamatkan diri?".
Saking marahnya sepasang alis mata sinona kecil berbaju merah itu sampai melentik,
dengan mata melotot karena gusar bentaknya, "Kunyuk kecil, siapa yang kau maki"
Memangnya kalian sudah bosan hidup semua?"
Permainan pedangnya segera berubah, kali ini dia menyerang dengan jurus serangan
yang jauh lebih dahsyat, sekejap kemudian ilmu jurus sudah lewat tanpa terasa.
Dasar masih muda dia berjiwa panas, sementara pembicaraan baru saja berlangsung,
kedua orang itu sudah saling bertempur belasan gebrakan banyaknya, yang dipakaipun
rata-rata merupakan jurus serangan terkeji dan arah yang dituju juga jalan darah
kematian di tubuh manusia.
Gak Lam-kun yang menyaksikan jalannya pertarungan itu, mengerutkan dahinya
semakin rapat, namun sepasang matanya masih tetap mengawasi jalannya pertarungan
tanpa berkedip.
Ji Kiu liong diam-diam mengakui juga akan kelihayan ilmu pedang lawannya, waktu dia
rada lega karena mendapat petunjuk dari Gak Lam-kun hingga bisa lolos dari jebakan
lawan, tahu-tahu si nona berbaju merah itu sudah menyerang lagi dengan jurus Pek-imjutsiu (awan putih muncul dari lembah).
Dengan cepat Ji Kiu-liong berkelit ke samping sambil melancarkan serangan balasan,
telapak tangan kirinya menggunakan jurus Tui-bung-kian-san (mendorong pintu melihat
bukit), sedang tangan kanannya menggunakan jurus Sam-seng-cut-gwat (tiga bintang
mengejar rembulan), yang atas menyerang jalan darah Thian-leng-hiat, yang bawah
mengikut Ci-jit-hiat di lengan.
Si nona berbaju merah itu segera membuyarkan pedang sambil berkelit kesamping Ji
Kiu-liong menerobos maju makin kedepan, begitu tiba di samping si nona, telapak tangan
kanannya secepat kilat membacok kebawah dengan jurus Pang-hoa hud-liu(disini bunga
pohon liu melambai)?"..
Jurus serangan itu adalah salah satu diantara tiga jurus yang ampuh diajarkan Gak
Lam-kun kepada anak muda tersebut, jurus itu paling tetap di gunakan untuk suatu
pertarungan jarak dekat.
Serentak si nona berbaju merah itu merasakan pergelangan tangan kanannya yang
memegang pedang jadi kaku, dan tahu-tahu dia sudah termakan sebuah sapuan ujung jari
pemuda itu. Gak Lam-kun kuatir kalau Ji Kiu-liong melancarkan serangan mematikan tiba-tiba ia
berseru, "Adik liong, cepat tahan!"
Mendengar seruan itu, Ji Kiu-liong benar-benar tak berani turun tangan keji, ia tarik
kembali serangan sambil melompat mundur ke belakang sementara cekalan si nona baju
merah atas senjatanya mengendor, pedangnya itu lantas terjatuh ke atas geladak.
Tapi menggunakan kesempatan itulah mendadak nona itu melompat kedepan, secepat
kilat telapak tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan ke depan.
Mimpipun Ji Kiu-liong tidak menyangka kalau nona itu tak mau menghentikan
pertarungan sampai disini saja. untuk sesaat sulitlah baginya untuk menghindarkan
diri?". Tak ampun sebuah pukulan keras dengan telak bersarang diatas dadanya?"..
Ji Kiu-liong menjerit tertahan lalu muntah darah segar, seluruh tubuhnya mencelat ke
belakang dan tercebur kedalam telaga.
Betapa terkejutnya Gak Lam-kun ketika dilihatnya Ji Kiu-liong tercebur kedalam telaga
dengan tubuh menderita luka parah, lalu tangannya berkelebat dan menyambar tubuh Ji
Kiu-liong yang baru tercebur kedalam telaga itu.
Begitu korbannya berhasil disambar, telapak tangan kirinya kembali menepuk
permukaan air telaga, menggunakan tenaga pantulan tersebut sambil memandang tubuh
Ji Kiu-liong, tubuhnya melambung lima depa ke udara, kemudian berjumpalitan dan


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melayang turun dengan tenangnya diatas geladak.
Ketika itu si nona kecil berbaju merah berdiri termangu-mangu disana dengan wajah
tercekat rupanya dia tak mengira kalau serangannya berhasil melukai lawannya, maka
waktu Gak Lam-kun menyalamatkan dirinya saudaranya dari air telaga dia malah berdiri
mematung. Setelah diatas geladak, Ji Kiu-liong yang berada dalam bopongan Gak Lam-kun tiba-tiba
melejit bangun, lalu sambil membentak marah dia menerjang ke arah si nona berbaju
merah itu?".
"Duuub?".!" sebuah pukulan dahsyat bersarang pula diatas dada si nona cilik berbaju
merah sambil mendengus tertahan, nona itu mundur tiga langkah dengan sempoyongan,
kemudian roboh kejengkang ke atas geladak dengar wajah pucat pias bagaikan mayat.
Ji Kiu-liong sendiri, begitu berhasil menyerangkan pukulan di tubuh lawan dia mundur
dengan sempoyongan, setelah muntah darah segera pelan-pelan tubuhnya roboh
terjengkang pula ke atas geladak
Yaa, pada hakekatnya kedua orang muda-muda itu sama-sama tak ada yang mau
mengalah, akibatnya kedua belah pihak sama-sama berluka parah.
Sambil gelengkan kepalanya Gak Lam-kun menghela napas panjang, dia maju dan
membopong tubuh Ji Kiu-liong.
Belum habis helaan napas panjangnya, tiba-tiba terdengar suara helaan napas lain
berkumandang pula dari belakang.
Dengan cepat Gak Lam-kun berpaling, ia lihat seorang pemuda berbaju putih berada
diatas sebuah sampan kecil kurang lebih lima kaki disisi sara pan merah tersebut, waktu
itu dengan melangkah diatas ombak orang itu sedang bergerak mendekat
Sepintas lalu, orang itu tampak berjalan sangat lambat, padahal cepatnya bukan
kepalang, dalam waktu singkat dia membopong tubuh si nona berbaju putih itu dan
melayang kembali ke atas sampan merah tersebut
Lalu beberapa dayungan saja, sampan itu berlalu pula dari sana dan lenyap ditengah
gulungan ombak.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu merasa amat terkejut padahal ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya memang, sempurna dan tak sulit baginya untuk
berjalan pula diatas ombak seperti apa yang dilakukan orang itu.
Tapi cara pemuda berbaju putih itu berjalan diantara gulungan ombak mempunyai
kelainan dibandingkan dengan cara pada umumnya, yang lebih sulit lagi ternyata
langkahnya begitu santai dan lembut hingga sepintas lalu orang akan menganggap dia
berjalan dengan sangat lambat, padahal kecepatannya tak terkirakan.
Sejak orang itu menghela napas sampai dia pergi sambil memandang nona berbaju
merah itu, boleh dibilang waktu yang dipakai teramat singkat, jelek-jelek begini Gak Lamkun
termasuk juga seorang jago persilatan yang amat lihay, tapi kenyataannya dia tidak
berhasil menyaksikan raut wajahnya.
Rasa kejut dan heran menyelimuti seluruh benak Gak Lam-kun, pikirnya, "Ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki orang ini sungguh amat lihay dan jelas setingkat diatas
kepandaianku, siapakah dia" Kenapa belum pernah kudengar kalau dalam dunia persilatan
terdapat seorang jagoan muda selihay itu?"
Tanpa sadar Gak Lam-kun mengawasi berlalunya orang itu dengan terpesona, hampir
saja dia lupa untuk memeriksa luka yang diderita Ji Kiu-liong.
Dua orang tukang perahunya waktu itu sedang berlutut sambil menyembah ke arah
dimana orang tadi lenyap, mulut mereka berkemak-kemik seperti sedang berdoa rupanya
mereka sudah menganggap pemuda berbaju putih tadi sebagai malaikat yang baru turun
dari kahyangan. Tiba-tiba Ji Kiu-liong merintih, "Toako" aku". aku kedinginan".."
Seperti baru sadar impian, Gak Lam-kun segera memeriksa keadaan tubuh saudaranya
itu, ia merasa jidatnya dingin bagaikan salju kenyataan ini membuat jago muda kita
merasa amat terperanjat, ia tak tahu ilmu pukulan apakah yang telah dipergunakan lawan
untuk melukai Ji Kiu-liong itu"
Jilid 3 KETIKA dia masih melamun, Ji Kiu-liong sudah merintih lagi dengan penuh penderitaan,
"Toako"Oh toako" sekujur urat nadiku terasa sakit, darah yang mengalir seperti mendidih
tapi badanku kedinginan sekali, seperti terjatuh kedalam liang bawah tanah yang dingin
dan membeku. Mendengar ucapan tersebut Gak Lam-kun menjerit kaget, secepat kilat tangan kirinya
menotok delapan buah urat penting disekujur badan Ji Kiu-liong kemudian terakhir
sepasang tangannya menempel diatas pusar anak muda itu"
Bagaimana hasilnya" Rasa kedinginan yang dialami Ji Kiu-liong sama sekali tidak
berkurang, dia malah merintih kesakitan, sekujur badannya makin lama makin membeku
membuat Gak Lam-kun makin gelisah dibuatnya.
Secara beruntun dia telah mencoba dengan berbagai cara pengobatan untuk
mengurangi penderitaan dari saudaranya, namun hasilnya tetap nihil, pengobatannya tidak
berhasil juga untuk mengurangi penderitaan yang dialami Ji Kiu-liong. bocah muda itu
tetap kesakitan dan kedinginan bahkan selang sesaat kemudian ia malah jatuh tak
sadarkan diri. Gak Lam-kun yang memondong tubuhnya seakan-akan memondong sebuah batu
pualam yang amat dingin.
Percuma Gak Lam-kun memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, nyatanya ia tak
berhasil mengetahui luka apakah yang diderita Ji Kiu-liong mendadak satu ingatan
melintas dalam benaknya sambil memondong tubuh Ji Kiu-liong yang dingin kaku dia
melompat ke arah sampan kecil yang masih terombang-ambing dipermainkan ombak itu.
Rupanya dia bermaksud membawa Ji Kiu-liong yang tak sadarkan diri untuk menyusul
si anak muda berbaju putih itu..
Tapi belum jauh ia berjalan tiba-tiba diantara gulungan ombak nan hijau, dari puluhan
ombak sebelah depan situ meluncur datang sebuah sampan berwarna merah, sampan itu
meluncur datang ibaratnya anak panah yang terlepas dari busurnya dan sastrawan
berbaju putih itu berdiri diujung geladak.
Tak selang sesaat kemudian, sampan itu sudah mendekati perahu yang ditumpangi Gak
Lam-kun. Ketika mencapai jarak empat kaki dari sampan itu, mendadak sampan merah itu putar
haluan dan berhenti, sementara sastrawan berbaju putih yang berdiri diujurg perahu
dengan setengah melirik Gak Lam-kun tiba-tiba tersenyum.
"Aliran hawa murni mengalir terbalik dalam delapan nadi penting, bila ditembuskan
sampai Hian kwan, hawa itu akan balik kembali ke pusar!" ujarnya dari kejauhan dengan
suara lembut. Dibalik senyuman manisnya tersimpan beberapa bagian keanehan yang misterius, ia
tampak demikian tampannya dibawah sorot cahaya matahari, membuat Gak Lam-kun
sedikit tergetar juga hatinya setelah menyaksikan hal itu.
"Oooh"belum pernah kujumpai pemuda setampan dia didunia dewasa ini!"
Dalam pada itu, sastrawan berbaju putih itu sudah memutar kembali sampan merahnya
sambil menjauh dari sana, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap ditempat
kejauhan sana. Menunggu bayangan orang sudah tak kelihatan lagi, Gak Lam-kun baru menghela
napas ringan, dengan mengikuti cara pengobatan yang diterangkan pemuda berbaju putih
tadi dia menyalurkan tenaga dalamnya kedalam kedelapan buah nadi penting ditubuh Ji
Kiu-liong, kemudian sesudah berputar satu lingkaran hawa murni itu ditembuskan
langsung ke Hian kwan kemudian digiring lagi masuk kedalam tiam-tam yang terletak
dipusar. Betul juga, setelah hawa panas mulai mengalir didalam pusar Ji Kiu-liong, hawa hangat
itu segera membumbung ke atas dan menyusup kedalam keempat anggota badannya,
dimana hawa dingin yang membekukan badan lambat laun terdesak keluar, paras muka
yang pucat piaspun berubah jadi merah kembali, hanya saja ia belum sadarkan diri.
Untunglah tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun cukup sempurna, kendatipun cara
pengobatan semacam itu paling banyak membutuhkan tenaga, tapi dengan tenaga
murninya yang amat sempurna pemuda itu tidak nampak kecapaian kecuali diatas paras
mukanya yang tampan semakin diliputi oleh kemurungan yang makin menebal.
Sebagaimana diketahui, kedatangan Gak Lam-kun kebukit Kun-san kali ini adalah demi
mengemban tugas penting dari gurunya untuk menerima Lencana Pembunuh Naga yang
dibawa oleh Soat-san Thian-li (perempuan langit dari bukit salju).
Pada mulanya, dia merasa tugas itu tidak akan terlalu banyak menemui kesulitan, tapi
belakangan ini, orang-orang persilatan pada hakekatnya sudah dibuat mata gelap oleh
kemustikaan Lencana Pembunuh Naga itu, malah jagoan yang berkumpul disekitar bukit
Kun-san tak terhitung jumlahnya, hal ini mengakibatkan perasaannya menjadi bertambah
berat. Kendati demikian, dasar sebagai pemuda yang angkuh, ditambah lagi ia merasa bahwa
ilmu silatnya tiada tandingan dikolong langit, sekalipun harus berhadapan dengan sekian
banyak jago silat yang mengincar mustika itu, ia tak pandang sebelah matapun kepada
mereka. Tapi sekarang, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan betapa lihaynya sastrawan
berbaju putih itu, meskipun ia belum menyaksikan kepandaian silatnya, tapi demontrasi
berjalan diatas ombak yang dilakukan orang itu sudah cukup membuktikan bahwa ilmu
meringankan tubuhnya sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Dan sekarang, sastrawan tersebut memberitahukan pula bagaimana caranya mengobati
luka kedinginan yang diderita saudaranya, dari kesemuanya itu semakin terbuktilah sudah
bahwa ilmu silat yang dimiliki orang itu benar-benar luar biasa.
Demikianlah, kurang lebih seperminuman teh kemudian, Ji Kiu-liong telah sadar kembali
dari pingsannya.
Dengan kepala tertunduk Gak Lam-kun memeriksa sebentar keadaan lukanya, lalu
bertanya, "Adik Liong, apakah kau merasa ada sesuatu bagian tubuhmu yang kurang
enak?" Sambil menggigit bibir menahan gemasnya, Ji Kiu-liong segera berseru, "Toako, bila
aku sampai berjumpa lagi dengan dayang itu, pasti akan kusuruh dia rasakan penderitaan
yang jauh lebih hebat!"
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari arah belakang berkumandang
suara bisikan lembut, "Saudara cilik, pukulan yang kau lancarkan tadi sudah cukup
membuat dia menderita!"
Dengan terperanjat Gak Lam-kun berpaling ia lihat sampan merah yang, sudah berlalu
itu entah sejak kapan sudah balik lagi, bahkan berlalu kurang lebih sepuluh kaki
dibelakang sampannya.
Sekalipun selisih jarak antara kedua buah perahu itu masih jauh akan tetapi suara
pembicaraan dari sastrawan si baju putih itu seakan-akan berkumandang disisi telinganya,
dari sini semakin terbukti bahwa tenaga dalam yang dimiliki lawan memang benar-benar
amat sempurna. Agak tertegun Gak Lam-kun menyaksikan kesemuanya itu, sepasang matanya
berkerenyit. Sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu Ji Kiu-liong sudah membentak lebih dulu,
"Siapa kau" Darimana bisa tahu kalau pukulan yang kulancarkan itu sudah cukup
membuat dayang tersebut menderita?"
Mendengar pertanyaan itu, si sastrawan berbaju putih itu tertawa berderai-derai.
"Haaahhh". haaahhh". haaahhh"ilmu Sau-yang-tong-im sin-kang (ilmu jejaka hawa
panas)yang saudara cilik miliki memang luar biasa lihaynya, andaikata dia tidak melatih
ilmu Soh-li ciat-im sin-kang (hawa dingin gadis perawan), niscaya jiwanya sudah kabur ke
alam baka sejak tadi"
Sekali lagi Gak Lam-kun merasa terkejut sesudah mendengar nama Soh-li-ciat-imsinkang
tersebut, sebab dia tahu bahwa ilmu sakti itu merupakan kepandaian ampuh
aliran Lam-hay, bukankah itu berarti pula bahwa kedua orang itu masih mempunyai
hubungan dengan Lam-hay sinni"
Tertebak jitu ilmu kepandaian andalannya, untuk sesaat Ji Kiu-liong berdiri terbelalak
dengan mulut melongo, dia tak mampu berkata-kata yang bisa dilakukan tak lebih hanya
memandang ke arah Gak Lam-kun dengan sinar mata bodoh.
Gak Lam-kun sendiri setelah tertegun sesaat dia seperti hendak mengucapkan sesuatu,
tapi sebelum kata-katanya meluncur keluar dengan suara yang nyaring sastrawan berbaju
putih itu sudah berkata lebih jauh, "Duduk diatas sampan yang sempit hanya akan
membiarkan tubuh basah oleh percikan ombak yang berhamburan, sungguh merusak
suasana. Jika tidak keberatan, bagaimana kalau naik ke atas perahu kami?"
Terhadap kemunculannya yang secara tiba-tiba itu, Gak Lam-kun memang berhasrat
untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, maka mendengar tawaran tersebut tanpa
berpikir panjang lagi dia berpaling ke arah tukang perahu itu sambil ulapkan tangannya.
"Hei tukang perahu!" serunya, "lebih baik kalian kembali dulu?"
Habis berkata, tiba-tiba Gak Lam-kun melompat kedepan dan melayang diatas
permukaan telaga dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna,
dalam beberapa tindakan saja tahu-tahu ia sudah mencapai diatas sampan merah.
Ji Kiu-liong terpaksa harus cepat-cepat mendayung sampan kecilnya untuk menyusul
kedepan. Tampaknya demontrasi ilmu meringankan tubuh yang dilakukan Gak Lam-kun itu
mendatangkan rasa terkejut pula dihati sastrawan berbaju putih itu, sebab pada
hakekatnya gerakan yang dilakukan pemuda itu jauh berbeda dengan ilmu meringankan
tubuh pada umumnya, dan kepandaian tersebut sedikitpun tidak berada dibawah
kepandaian berjalan diair dari sastrawan berbaju putih tadi.
Padahal untuk menyeberangi permukaan telaga seluas beberapa kaki itu, orang harus
memiliki hawa murni yang betul-betul sempurna, dan berarti pula bahwa tenaga dalam
yang dimiliki Gak Lam-kun betul-betul sudah amat sempurna.
Ji Kiu-liong melompat naik ke atas sampan disusul kemudian oleh Gak Lam-kun, begitu
sepasang kakinya menginjak diatas geladak, bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya, sampan itu bergerak kedepan membelah ombak.
"Hebat benar ilmu silat yang kau miliki" kata sastrawan berbaju putih itu sambil
tertawa, "hari ini aku merasa beruntung sekali dapat naik sampan bersama-samamu"
Gak Lam-kun tersenyum.
"Tidak berani, tidak berani, justru akulah yang merasa beruntung dapat berkenalan
dengan jago tangguh selincah harimau segesit naga macam dirimu!"
Menggunakan kesempatan dikala pembicaraan masih berlangsung, Gak Lam-kun
mengamati sastrawan berbaju putih yang berada dihadapannya itu.
Pemuda itu memang menarik hati, alis matanya ibarat semut beriring, mukanya seperti
buah Tho yang masak, kulitnya halus dan putih seperti sakura ditengah salju, demikian
menawannya hingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Ada sesuatu yang istimewa diantara keagungannya itu, yakni dia mempunyai sepasang
mata setajam sembilu, membuat siapapun tak berani menengoknya lebih jauh.
Sastrawan berbaju putih itu supel sekali, dia tertawa tergelak dan berkata, "Saudara,
pertemuan ditelaga Gak-ciu terhitung juga suatu jodoh yang tak bisa dibantah, untuk
mempererat hubungan, bolehkah tahu siapa namamu?"
"Aku bernama Gak Lam-kun, dan saudara?"
Sastrawan berbaju putih itu tersenyum, biji matanya berputar sebentar kemudian baru
menjawab, "Aku bernama Bwe Li-pek!"
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, tapi dengan cepat dia tertawa lagi.
"Saudara Bwe, namamu memang bagus sebagus orangnya, suatu perpaduan yang
serasi" Sastrawan berbaju putih itu tertawa ewa, dia tidak menjawab malah mengalihkan sorot
matanya ketempat kejauhan, memandang ombak telaga yang saling berkejaran, lambatlaun
timbul suatu kemasgulan diantara kerutan alis matanya.
Gak Lam-kun tertegun, sekalipun dia cerdik toh dibuat kebingungan juga oleh sikap
rekan barunya jtu.
Akhirnya setelah berpikir sebentar, dengan nada menyelidik dia bertanya kembali,
"Bwe-heng, bolehkah kutahu, jauh-jauh dari Lam hay kau datang kedaratan Tionggoan,
sebenarnya ada urusan apa?"
Bwe Li-pek berpaling, ditatapnya wajah Gak Lam-kun dengan sepasang biji matanya
yang bening seperti kaca lalu lambat-lambat jawabnya lirih, "Darimana kau bisa tahu kalau
aku datang dari Lam-hay" Aaai" aku datang kemari untuk mencari seseorang!
Berdebar jantung Gak Lam-kun ketika sorot matanya saling membentur dengan sinar
mata orang, dia merasa betapa menawannya sorot mata orang itu, demikian keren dan
berwibawanya sehingga mirip sekali dengan sepasang biji mata Ji Cin-peng, kekasihnya
yang telah tiada.
Terbayang kembali akan kekasihnya yang telah tiada, kesedihan, kemurungan dan
kepedihan tiba-tiba saja menyelimuti seluruh perasaannya, ia menjadi murung dan
masgul, ditatapnya permukaan telaga dengan termangu dan terpesona"
"Yaa, betapa sedih dan murungnya pemuda itu!
Helaan napas panjang dari Bwe Li-pek menyayat keheningan disekeliling tempat itu,
ketika Gak Lam-kun berpaling kembali sastrawan itu sudah beranjak, pelan-pelan
dia berjalan menuju keujung perahu, berdiri membelakanginya dan memandang nun
jauh disana dengan termangu. Tiada suara yang terdengar, kecuali kibaran ujung bajunya
yang terhembus angin.
Tiba-tiba satu ingatan kembali melintas dalam benak Gak Lam-kun, dia merasa
potongan badan sastrawan berbaju putih itu terlalu mirip dengan punggung Ji Cin peng.
Sang surya sudah condong diujung langit sebelah barat, tak lama kemudian senja pun
menjelang tiba.
Sampan itu bergerak makin lama semakin lambat, ternyata setelah melaju satu
putaran, kini mereka sudah berada didermaga sebelah timur kota Gak-ciu.
Bwe-Li-pek berpaling, kemudian katanya sambil tertawa, "Sisa sinar senja yang terbias
dari sang surya sungguh tampak indah menawan, sayang malam yang gelap sebentar lagi
akan menjelang tiba. Saudara Gak terpaksa siaute harus berpisah denganmu"
Waktu itu Gak Lam-kun sudah tahu kalau sastrawan yang tampaknya lemah gemulai itu
pada hakekatnya adalah seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi.
Padahal Gak Lam-kun juga orangnya angkuh, buktinya terhadap Han Nio nio yang
cantik jelita dan mempesona hati, serta Si-Tiong-pek dari Tiat eng-pang yang hangat
dalam pergaulan, dia tidak menaruh kesan apa-apa.
Entah mengapa, sikapnya terhadap Bwe Li pek ternyata lain daripada yang lain, ia
merasa kagum dan berkesan sekali, karena itu ketika sastrawan tersebut hendak mohon


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri, dia jadi tertegun.
"Saudara Bwe, apakah kita harus berpisah dengan begini saja?" serunya setengah
berbisik. Bwe-Li-pek tertawa.
"Orang yang terlampau berkesan akhirnya cuma mendapatkan kekecewaan, apakah
tidak seharusnya aku berpisah dengan dirimu?"
Gak Lam-kun tertegun, ia tak dapat menangkap arti lain dari perkataan itu.
"Meskipun kita baru berjumpa muka" demikian katanya kemudian "tapi aku sudah
merasa cocok dengan dirimu, saudara Bwe, apa salahnya kalau kita mengangkat cawan
untuk menggalang persahabatan yang jauh lebih akrab lagi?"
Bwe Li-pek tidak menjawab, sebaliknya malah bergumam seorang diri, "Arak yang
mengalir dalam usus kemurungan, paling gampang menimbulkan air mata kenangan
daripada bertemu lebih baik tak bertemu, hubungan yang akrab hanya menimbulkan
kesan mendalam, aai..! Kalau sudah tahu bakal berpisah kenapa harus diadakan suatu
pertemuan?"
Ucapan itu amat lirih, lembut bahkan hampir tak kedengaran, bukan ditujukan untuk
diri sendiri, seakan-akan dia memang sengaja mengucapkan kata-kata tersebut khusus
ditujukan buat permukaan telaga"
Gak Lam-kun segera menghela napas panjang.
"Aaa! Saudara Bwe siaute tahu bahwa aku ini orang yang tak becus, aku memang tidak
pantas menggalang persahabatan dengan orang pandai seperti saudara Bwe ini. Yaa kalau
memang begitu terpaksa siaute harus?"
Tiba-tiba Bwe Li-pek berpaling helaan napasnya yang pedih memotong perkataan Gak
Lam-kun lebih jauh. Dari balik matanya memancar keluar sinar kelembutan yang penuh
kemesraan, bukan sinar mata setajam sembilu yang menggidikkan hati melainkan sorot
mata yang murung, sorot mata yang sedih, kehangatan yang tak terkirakan bagaikan
dalamnya samudra bagaikan bersihnya sinar rembulan.
Tertegun Gak Lam-kun ketika sinar matanya bertemu dengan sorot mata Bwe Li-pek
dia berdiri termangu lupa untuk kata-kata selanjutnya yang akan diutarakan"
Bwe Li-pek tersenyum kembali dia berkata, "Bila engkau bersedia menerima
kemurungan lebih mendalam pada perpisahan nanti, baiklah malam ini mari kita minum
arak ditengah telaga sambil menikmati indahnya bulan purnama"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari balik ruang perahu berkumandang suara sapaan
yang merdu "Bwe siocia?"
Seorang nona kecil berbaju merah melompat keluar dari dalam ruangan ketika melihat
kehadiran Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong dalam perahu tersebut, tiba-tiba ia tahan kembali
kata-katanya. Dengan sepasang matanya yang jeli dia melotot sekejap ke arah Ji Kiu-liong, kemudian
mendengus dingin.
"Hmm"! Bocah keparat, setelah puas mempermainkan aku, berani betul kau datangi
perahu kami ini?"
Ji Kiu-liong tertawa dingin.
"Budak ingusan, kau belum puas, bagaimana kalau kita lanjutkan pertarungan lagi?"
"Adik Liong, jangan kurangajar!" hardik Gak Lam-kun.
Sementara itu dipihak lain Bwe Li pek juga menegur nona kecil berbaju merah itu.
Karena ditegur, si nona baju merah itu menjulurkan lidahnya sambil membuat muka
setan. "Waduh rupanya Bwe"Bwe toako sudah saling berkenalan?" godanya.
Tiba-tiba Ji Kiu-liong berkata sambil tertawa ringan, "Nona, itu namanya kalau tidak
berkelahi kita tak akan berkenalan, bila kau bersedia melupakan sakit hati, aku Ji Kiu-liong
juga bersedia untuk mengikat tali persahabatan denganmu"
Nona kecil berbaju merah itu mendesis lirih.
"Huuuh"! Masa kau tidak tahu kalau antara lelaki dan perempuan itu ada batasbatasnya"
Tak sudi aku Pek Siau-soh berkenalan dengan monyet kecil seperti kau"
Kena diserobot dengan kata-kata yang pedas dari nona tersebut, kontan saja air muka
Ji Kiu-liong berubah menjadi merah padam, dengan tersipu-sipu dia tundukkan kepalanya
rendah-rendah. Untung Bwe Li-pek menengahi, sambil tertawa ringan dia berkata, "Saudara cilik,
saudara Gak! Harap kalian jangan marah, adikku ini memang nakal, sifat kekanakkanakannya
belum hilang, jadi kalau kurang sopan yaa tolong dimaafkan!"
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya sambil menghela napas.
"Dua orang bocah itu sama-sama lincahnya, sama-sama polosnya, aaai"..!Jarang
dijumpai manusia-manusia seperti mereka"
Suara air telaga yang membelah kesamping mendadak terdengar dari belakang,
ternyata sampan tersebut pelan-pelan kembali bergerak menuju ketengah telaga.
Sekarang Gak Lam-kun baru menaruh perhatian, rupanya kecuali Bwe Li-pek dan Pek
Siau-soh, diatas sampan tersebut masih ada seorang lagi yakni si tukang perahu, rasa
kejutnya bukan alang kepalang.
Apa yang dia kejutkan" Ternyata sampan itu dapat bergerak cepat menerjang ombak
dan meluncur bagaikan sambaran kilat tak lain tak bukan kesemuanya adalah berkat
dayungan dari si tukang perahu atau perkataan lain, tenaga dalam yang dimiliki orang itu
betul-betul mengerikan.
Dengan perasaan terkejut Gak Lam-kun memperhatikan tukang perahu itu sayang dia
duduk membelakanginya kecuali bajunya yang berwarna abu-abu, ia tak dapat
menyaksikan bagaimanakah raut wajahnya.
Orang itu duduk dengan wajah menghadap kebelakang sekalipun sedang mendayung
dengan tangan sebelah, tampaknya tidak terlampau kepayahan, sudah jelas kalau orang
itu tidak mempunyai ilmu silat yang lihay, tak mungkin hal itu bisa dilakukan.
"Saudara Gak! kata Bwe Li pek kemudian sambil tersenyum, maaf kalau kami tidak
mempunyai persiapan yang cukup untuk menyambut kedatanganmu silahkan, silahkan,
mari duduk lebih dulu diatas geladak"!"
Dia masuk kedalam ruang perahu dan mengambil sebuah permadani putih yang tebal,
permadani itu diletakkan diatas geladak lalu Pek Siau-soh muncul dengan membawa
sebuah keranjang bambu, dari dalam keranjang dia mengeluarkan delapan macam sayur,
satu poci arak dan satu baskom penuh bakpao dingin.
"Saudara Gak" ujar Bwe Li-pek kemudian sambil tertawa, "diatas perahu tidak tersedia
api, karena itu harap kau jangan mentertawakan jika kami hanya bisa menghidangkan
sayur dingin dan arak dingin saja?"
Diangkatnya poci arak itu dan memenuhi cawan Gak Lam-kun serta Ji Kiu-liong, setelah
itu dia penuhi pula cawan arak sendiri.
Perasaan Gak Lam-kun agak tergerak terutama ketika menyaksikan jari-jari tangan Bwe
Li pek yang runcing, kulit badannya yang halus serta bau harum yang tersiar keluar dari
tubuh sastrawan tersebut.
Tapi perasaan itu hanya melintas sebentar saja, karena waktu itu tiada kesempatan
baginya untuk berpikir lebih jauh.
Bwe Li-pek mengangkat cawannya dan memberi hormat kepada rekannya, kemudian
bersama Gak Lam-kun mereka teguk habis beberapa cawan arak.
Sambil memenuhi kembali cawan masing-masing, Bwe Li-pek berkata lagi sambil
tertawa, "Selama hidup jarang kita bisa mabok beberapa kali saudara Gak! Apa salahnya
kalau kita manfaatkan kesempatan ini untuk minum arak sampai sepuasnya?"
Demikianlah, dengan diliputi perasaan yang gembira dan penuh gelak tawa dalam
waktu singkat mereka sudah menghabiskan puluhan cawan arak.
Bulan yang bulat dan memancarkan sinarnya yang bening benar-benar muncul dari
permukaan telaga sebelah timur, sinar yang lembut memancar keempat penjuru dan
mendatangkan suasana yang romantis.
Bwe Li-pek berhenti minum arak, ujarnya sambil tertawa, "Ditengah malam yang kelam,
ditengah telaga yang sunyi suasana begitu paling romantis dalam kehidupan seorang
manusia. Saudara Gak! Bagaimana kalau kau nikmati sebuah permainan serulingku
sebagai pelipur hati yang lara?"
Sambil tertawa Gak Lam-kun manggut-manggut.
Maka Bwe Li-pek masuk kedalam ruang perahu dan mengambil sebuah seruling kemala
yang halus tapi panjang.
Seruling kemala itu putih bersih dan tiada cacad, ukiran naga dan burung hong yang
menghiasi disekelilingnya tampak hidup dan indah, dalam sekilas pandangan saja Gak
Lam-kun sudah tahu kalau seruling itu adalah sebuah seruling kemala yang tak ternilai
harganya, kenyataan tersebut diam-diam mengejutkan hatinya.
Bwe-Li-pek dapat menyaksikan ketertegunan orang, dia tertawa ewa.
"Saudara Gak!" demikian ujarnya, "kendatipun seruling kemala ini mahal harganya,
sayang selama ini sukar kujumpai orang yang benar-benar memahami irama seruling,
sehingga tersia-sialah nilai tinggi seruling itu"
"Seruling mustika dapat bertemu dengan Bwe-heng, pada hakekatnya hal ini
merupakan suatu perpaduan yang amat serasi," kata Gak Lam-kun sambil tertawa "jadi
aku rasa, seandainya seruling itu bisa merasakan dia pasti akan bersyukur atas pertemuan
ini" Bwe-Li-pek tertawa, dia tempelkan seruling itu disisi bibir dan berkata, "Bila kau dapat
memahami irama serulingku itu baru benar-benar tidak menyia-nyiakan seruling ini"
Begitulah dia lantas meniup seruling kemala itu dan muncullah serentetan irama yang
merdu merayu. Pada mulanya irama seruling itu lembut dan datar, tapi lama-kelamaan irama tersebut
kian bertambah tinggi, akhirnya irama lagunya begitu menyedihkan hati, membuat orang
jadi sedih dan sangat menderita.
Sejak pertama kali mendengar permainan seruling itu, Gak Lam-kun sudah merasa
hatinya pedih, apalagi setelah permainan seruling tersebut mencapai puncak kepedihan,
pemuda itu merasa tenggorokannya menjadi tersumbat, hidungnya keluar ingusnya dan
hampir saja airmatanya meleleh keluar.
Akhirnya kesadaran Gak Lam-kun hampir boleh dibilang sudah hilang sama sekali,
seluruh pikiran maupun perasaannya telah terpengaruh oleh permainan seruling itu.
Mendadak"irama seruling berhenti dan permainan yang memedihkan hatipun ikut
membuyar ditengah keheningan malam.
Gak Lam-kun menghela napas panjang katanya, "Irama lagu ini hebat sekali, aaai"!
Rasanya hanya dilangit saja dapat menjumpai permainan semacam ini, beruntunglah hari
ini aku sempat menikmatinya"
Bwe Li-pek tertawa.
"Saudara Gak toh mengerti soal irama seruling bukan" Bagaimana kalau memberi
sedikit komentar atas permainanku tadi?" pintanya.
"Iramanya sangat membetot sukma, bagaikan hujan rintik ditengah malam yang sunyi,
aaai"! Membuat orang beriba saja. Bagusnya memang bagus, cuma sayang lagunya
bernadakan kesedihan, membuat orang menjadi terkenang kembali masa sedih dimasa
lalu" Bwe-Li-pek tertawa lagi.
"Permainan serulingku bisa mendapatkan sahabat sehati, tidak sia-sia jerih payah siaute
pada malam ini"
Baru saja dia menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari balik ketenangan yang
mencekam telaga itu, berkumandang suara dentingan musik yang merdu dan nyaring,
dentingan tersebut entah berasal dari alat musik apa, tapi setelah mendengar suara
tersebut, tiba-tiba saja paras muka Bwe-Li pek berubah hebat.
Gak Lam-kun merasakan juga sesuatu yang aneh dia segera alihkan perhatiannya ke
arah mana berasalnya suara itu.
Sebuah perahu naga yang berbentuk sangat aneh muncul dari permukaan telaga
sebelah barat laut perahu itu, muncul tanpa menimbulkan sedikit suarapun, lalu dengan
kecepatan yang sangat tinggi melesat lewat dalam jarak belasan tombak dari sampan
cepat berwarna merah itu.
Ternyata suara dentingan musik yang nyaring itu berasal dari balik perahu aneh
tersebut. Dengan alis mata berkenyit Bwe Li-pek berbisik kepada Gak Lam-kun, "Saudara Gak,
sebenarnya siaute merasa gembira sekali karena dapat menemani engkau bergadang
sampai pagi, sayang aku telah menjumpai suatu peristiwa yang sama sekali diluar
dugaanku, terpaksa aku harus mohon maaf dan minta diri lebih dulu. Nah, saudara Gak!
Kuhadiahkan sebuah sampan kecil untukmu, silahkan engkau kembali sendiri kedermaga!"
Gak Lam-kun sendiri juga merasa keheranan atas terjadinya peristiwa itu, setelah
tertegun sejenak, sambil merangkap tangannya memberi hormat dia berkata, "Kalau
begitu, terima kasih banyak atas layanan saudara Bwe selama setengah malam ini,
bolehkah aku tahu Bwe-heng berdiam dirumah penginapan yang mana dalam kota Gakciu"
Bila ada waktu, aku pasti akan datang untuk menyambangi dirimu"
"Aku ibaratnya burung manyar yang terbang sendirian, tempat tinggalku tak tetap,
ujung langit empat samudra adalah tempat kediamanku, apabila saudara Gak memang
berniat sungguh-sungguh untuk menganggap siaute sebagai sahabatmu, maka tidak
sepantasnya kalau engkau berterimakasih kepadaku"
"Semoga Thian yang maha adil bersedia memberi kesempatan, agar siaute dapat
bersua kembali dengan dirimu" kata Gak Lam-kun seraya menjura.
Selesai memberi hormat. Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong bersama-sama melompat naik
ke atas sampan kecil itu.
Baru saja mereka berdiri tegak diatas sampan itu, dengan kecepatan luar biasa sampan
merah yang ditumpangi Bwe-Li-pek itu sudah membelah ombak dan meluncur kedepan
mengejar ke arah mana perginya perahu aneh berbentuk naga itu.
Dengan termangu-mangu Gak Lam-kun mengawasi sampan merah itu hingga lenyap
dari pandangan, lama"lama sekali dia baru menghela napas panjang.
Tiba-tiba Ji Kiu-liong berbisik lirih, "Hei toako cepat lihat! Begitu banyak perahu yang
bergerak menuju ke arah barat laut!"
Gak Lam-kun segera menengadah betul juga dari antara dua puluh tombak disamping
mereka, berkumandang suara ombak yang memecah kesamping, disusul kemudian
muncul sebuah perahu berbentuk elang raksasa bergerak menuju kebarat laut. Perahu itu
tak lain adalah perahu yang ditumpangi Si Tiong pek bersama pasukan elang raksasanya,
mengikuti pula enam-tujuh buah titik cahaya lampu, jelas ada tujuh buah perahu layar
yang mengikuti jejak perahu pertama tadi, bergerak menuju kebarat-laut.
Kesemuanya itu segera menimbulkan kesan dalam benak Gak Lam-kun, dia merasa
tentu ada hal-hal yang luar biasa sedang terjadi dibarat laut, satu ingatan dengan cepat
melintas dalam benaknya.
"Adik Liong duduk yang baik" bisiknya kemudian, "kita akan menyusul dibelakang
mereka mari kita tengok apa gerangan yang telah tejadi disana"
Setelah Ji Kiu-liong duduk, Gak Lam-kun mengambil dan mendayung sendiri sampan
itu. Dengan cepat dan mantap sampan itu bergerak mengikuti dibelakang perahu yang
didepannya itu.
"Toako" kata Ji Kiu-liong ditehgah jalan, "aku rasa Bwe Li-pek pasti adalah seorang
tokoh persilatan yang berilmu tinggi, terutama laki-laki berbaju abu-abu yang mendayung
perahu dengan tangan tunggal itu, kekuatan tangannya sungguh mengerikan sekali. Aku
rasa seandainya dia tidak memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, tak mungkin ia
dapat mendayung perahu tersebut dengan cara yang istimewa begitu"
Gak Lam-kun mengangguk.
"Apa yang adik Liong terangkan memang tepat sekali, jika kita tinjau dari kemampuan
si orang berbaju abu-abu itu mendayung perahunya, aku rasa tenaga dalam yang dimiliki
orang itu tidak berada dibawah Bwe-Li-pek maupun aku. Cuma anehnya, kalau toh dia
seorang jago persilatan yang berilmu tinggi, kenapa dia rela dirinya diperintah Oleh BweLi-pek" Tidakkah kau rasakan bahwa kejadian ini aneh sekali?"
"Toako, padahal tujuanmu kebukit Kun-san adalah untuk menerima Lencana pembunuh
naga, jikalau Bwe-Li-pek sendiri juga berniat dengan benda itu, waaah! Kita benar-benar
mendapat seorang musuh yang amat tangguh sekali."
Gak Lam-kun mendengus dingin.
"Sebetulnya ilmu silat yang kumiliki sekarang sudah tiada tandingannya lagi dalam
dunia persilatan tapi setelah kejadian demi kejadian menimpa diriku aku baru tahu kalau
diluar langit masih ada langit didalam dunia persilatan yang begitu luas, banyak jago-jago
silat yang tak terhitung banyaknya. Yaa walaupun aku merasa bukan tandingan dari jago
tangguh yang ada dalam dunia persilatan, akan tetapi akupun tidak akan membiarkan
orang lain menghalang-halangi atau merusak perintah yang dibebankan suhu kepadaku.
Aku tahu asal usul diri Bwe Li-pek memang mencurigakan, tetapi sebelum aku yakin kalau
kedatangannya adalah untuk memusuhi kita, aku tak ingin menimbulkan pelbagai
bentrokan atau perselisihan dengannya"
"Toako!" tiba tiba Ji Kiu-liong bertanya, menurut pendapatmu, mungkinkah Soat-santhianli(perempuan langit dari bukit salju) mengingkari janjinya dan tidak menghantarkan
Lencana pembunuh naga itu ke bukit Ku-san?"
Gak Lam-kun menghela napas sedih.
"Aaa"! sebelum menghembuskan napasnya yang penghabisan, suhu pernah
membicarakan soal janjinya dengan Soat-san-thiat li, meskipun penjelasannya ketika itu
tidak terperinci, tapi menurut pendapatku antara suhu dengan Soat-san-thian-li tentu
mempunyai suatu hubungan yang luar biasa, karena itu aku yakin kalau dia pasti datang
memenuhi janji. Hari ini baru tanggal sembilan, berarti tinggal enam hari menjelang bulan
Tiong-ciu tanggal lima belas. Menggunakan sedikit sisa waktu yang masih ada ini, kita
harus selidiki baik-baik jago persilatan dari mana saja yang telah berdatangan dibukit Kunsan
ini, dengan demikian kita bisa hindari segala hal yang tidak diinginkan"
"Hingga kini Soat-san-thian-li masih belum tahu kalau toakolah yang akan datang untuk
menerima Lencana Pembunuh Naga itu, bagaimana caranya untuk menemukan toako?"
kembali Ji Kiu-liong bertanya.
Gak Lam-kun tersenyum.
"Kau tak perlu kuatir adikku, irama Mi-tin-loan-hun-ci (Irama Sakti Pembingung Sukma)
dari Thian-san-soat-li tiada keduanya didunia ini, dan didunia ini kecuali mendiang guruku,
hanya aku seorang yang memahami inti sari dari irama sakti itu. Maka apabila dia mainkan
irama tadi, maka dengan mudahnya aku akan menemukan sumber dari suara
permainannya itu"
Sementara mereka masih bercakap-cakap! beberapa buah perahu besar yang bergerak
dimuka sudah lenyap dibalik kegelapan.


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan sorot mata yang tajam, Gak Lam-kun mencoba untuk memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu, namun kecuali ombak yang berwarna keperak-perakan, tiada
suatupun yang kelihatan, termasuk jejak dari rombongan perahu besar tadi.
Gak Lam-kun keheranan dengan perasaan tercengang dia mengernyitkan sepasang alis
matanya. "Aneh betul!" demikian dia berpikir "kemana larinya perahu-perahu itu" Masa mereka
dapat melenyapkan diri dengan begitu saja" Kecuali lampu-lampu mereka dipadamkan
semua, tak mungkin jejak perahu yang berada sekitar satu li disekeliling tempat ini tak
dapat diketemukan dengan jelas"
Dengan tertinggalnya anak muda itu ditengah telaga tanpa petunjuk sesuatu apapun,
terpaksa Gak Lam-kun melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke arah barat laut.
Kurang lebih setengah jam kemudian, dibawah cahaya rembulan yang berwarna
keperak-perakan, tampaklah munculnya setitik cahaya lampu ditengah permukaan telaga
yang tak bertepian, Gak Lam-kun segera memutar kemudinya dan menjalankan perahunya
menuju ke arah mana sumber dari cahaya tersebut.
Kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun tak perlu disangsikan lagi,
meskipun harus mendayung sekian lama, dia tidak nampak lelah atau kehabisan tenaga.
Sampan itu masih meluncur kedepan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, jaraknya dengan sumber cahaya itu tinggal
tiga empat puluh tombak saja.
Sekarang, Gak Lam-kun sudah dapat melihat jelas sumber dari cahaya itu, ternyata
tempat itu tak lebih adalah sebuah perahu yang sedang membuang sauh ditepi pantai.
Perahu itu besar sekali, dan yang paling penting perahu itu bukan lain adalah perahu
aneh berbentuk naga yang bergerak tanpa menimbulkan suara itu.
Gak Lam-kun terkesiap. Segera pikirnya"
"Tak heran kalau aku kehilangan jejak, rupanya perahu-perahu itu sudah kehilangan
jejak dari perahu aneh ini. Yaa, siapa yang menduga kalau perahu naga ini sudah berlabuh
ditempat ini?"
00000O00000 Dengan perhatian yang seksama Gak Lam-kun memeriksa keadaan disekeliling tempat
itu, rupanya didepan itu merupakan sebuah pulau kecil yang luasnya mencapai puluhan
hektar lebih, kedua belah sisinya merupakan tebing karang yang saling berhadapan,
sekitar pulau juga merupakan tebing-tebing karang yang terjal dan licin hanya ditengah
pulau terdapat sebuah tanah datar yang sempit dan menjorok jauh kedalam pulau.
Semak belukar yang rindang dengan bukit yang sambung menyambung dan
menciptakan suatu pemandangan alam yang sangat indah, tempat itu tepat sekali kalau
digunakan sebagai tempat mengasingkan diri.
Gak Lam-kun mendayung perahunya dengan sangat berhati-hati, dia berputar menuju
ke arah kanan, dari sisi tebing tersebut pelan-pelan ia menepi kepantai.
Tiba-tiba"dari balik ruang perahu naga yang berlabuh nun jauh disana berkumandang
suara bentakan yang rendah tapi bernada berat, "Tangkap dua orang penyusup itu gusur
kemari!" Berbareng dengan bentakan itu, empat orang bocah laki-laki berbaju hitam berkelebat
keluar dari balik perahu naga, lalu dengan kecepatan tinggi menerjang ke arah Gak Lamkun
serta Ji Kiu-liong.
Gak Lam-kun tidak panik menghadapi serbuan itu pelan-pelan dia mengalihkan sinar
matanya dan memandang sekejap ke arah empat orang bocah baju hitam itu.
Mereka semua baru berusia empat sampai lima belas tahunan, mukanya bersih dan
termasuk kategori tampan.
Begitu mencapai perahu musuh serentak mereka berempat meloloskan pedangnya.
Sreeet"! Senjata-senjata itu disilangkan didepan dada dengan sikap yang keren, tangan
kiri ditekuk sejajar dada dan pedang mereka ditumpangkan diatas lengan kiri yang
menyilang, begitu gagah dan berwibawanya mereka sehingga menimbulkan hawa napsu
membunuh yang mengerikan.
"Hayo ikut kami!" bentak bocah berbaju hitam yang berada diujung kanan dengan
suara keras. Gak Lam-kun hanya tertawa dingin tiada hentinya, ia sama sekali tidak menghiraukan
teguran orang. Lain halnya dengan Ji Kiu-liong, dia tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan,
kemudian dengan gerakan cepat dia meloloskan pedang dan membabat ketubuh lawan.
"Kurangajar, kau berani melawan" Hmm, rupanya sudah bosan hidup?"" bentak bocah
berbaju hitam diujung kanan itu semakin naik darah.
Ditengah bentakan nyaring pedang yang dipalangkan diatas lengan kirinya itu meluncur
kedepan, dengan gaya Tay-tiauw-tian-gi (rajawali raksasa mementangkan sayap) dia kunci
ancaman tersebut dengan cara keras lawan keras.
Dalam pikiran bocah berbaju hitam itu, serangan tersebut kendatipun tidak memukul
rontok senjata yang dipegang Ji Kiu-liong, paling sedikit senjata yang berada dalam
genggamannya itu akan berhasil dipukul sampai miring dari posisi semula.
Padahal Ji Kiu-liong bukan anak kemarin sore yang tak punya kepandaian apa-apa,
melihat cara orang menahan serangannya dia tertawa dingin, gerak pedang yang semula
main membabat tiba-tiba dimiringkan sedikit kesamping, lalu menggeliat sambil menusuk
kedalam. Mengikuti gerakan pedangnya dia ikut menerobos kedepan, pedang digunakan untuk
melindungi badan dan" "Traaang!" dalam suatu benturan nyaring yang memekakkan
telinga, pedang si bocah berbaju hitam kena dikunci tergetar kesamping.
Bocah berbaju hitam kaget dia tak menyangka kalau musuhnya tangguh sekali dan
diluar dugaannya, tak sempat lagi untuk menghindarkan diri, pedangnya kena dikunci
diluar lingkaran serangan.
Dalam keadaan begini buru-buru dia melompat mundur sejauh tiga langkah untuk
menyelamatkan diri.
Ji Kiu-liong merendahkan tubuhnya lalu menerobos maju lebih kedepan, dengan jurus
Po-kong-liu-im (cahaya ombak bayangan mengalir) pedangnya digetarkan keras-keras
menciptakan selapis cahaya pedang yang menyilaukan mata.
Tak sampai si bocah berganti gerakan tubuhnya ia sudah meryerang lebih jauh, kali ini
pedangnya disertai kilatan cahaya tajam menusuk kedepan dengan jurus Giok-li-to-sou
(gadis perawan memegang jarum).
"Aduuh"!" jerit kesakitan yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan
kesunyian, si bocah berbaju hitam yang berada dihadapannya tak sempat menyelamatkan
diri dadanya kena ditusuk hingga tembus kepunggungnya, darah kental seperti pancuran
menyembur keluar dan berceceran disepanjang sampan. Tewaslah orang itu dalam
keadaan yang mengerikan.
Peristiwa berdarah ini menimbulkan kemarahan yang luar biasa bagi rekan-rekannya,
dua bentakan nyaring memecahkan kesunyian, dua orang bocah berbaju hitam lainnya
serentak menerjang maju dua bilah senjata dengan membawa desingan angin yang
memekakkan telinga serentak menyerang tubuh Ji Kiu-liong.
Menghadapi serangan dahyat Ji Kiu-liong tertawa terbahak-bahak, pedangnya
membalik seraya menebas, tubuhnya ikut maju bersamaan dengan menyambarnya
senjata tersebut, begitu terhindar dari bacokan senjata lawan, pedangnya kembali
berputar, sambil membiaskan selapis bunga bunga pedang yang menyilaukan mata secara
beruntun dia balas melancarkan serangan dengan jurus Im-liong san-sian (Naga berwarna
muncul tiga kali).
Bocah berbaju hitam yang ketiga ikut bertindak sambil memutar senjatanya tiba-tiba ia
menusuk kebahu kiri Ji Kiu-liong.
"Heeehhh"heeehhh"heeehhh"bagus sekali!" ejek Ji Kiu-liong sambil tertawa dingin
"kau akan menjadi setan kedua yang mampus diujung pedangku!"
Kaki kirinya maju selangkah kemuka, pedangnya yang berada ditangan kanan balik
menebas dengan jurus Liu-im-si gwat (aliran mega menutupi rembulan), pedangnya
menciptakan selapis hawa pedang yang menggidikkan tubuh.
Selapis cahaya putih dengan cepatnya menyergap kemuka, sementara telapak tangan
kirinya yang bersembunyi dibalik cahaya pedang diam-diam disentil kemuka melancarkan
sebuah sentilan maut yang mengejar jalan darah sim-kan-hiat ditubuh musuh.
Bocah berbaju hitam itu mendengus tertahan, lalu roboh terjungkal ketanah dan tewas
seketika itu juga.
Berhasil dengan serangannya, Ji Kiu-liong semakin bersemangat, pedangnya berputar
bagaikan naga sakti yang bermain diawan, pergelangan tangannya berputar kencang, lalu
dengan jurus It-huan-bu-tok (menyeberang dengan perahu layar) dia tangkis tibanya dua
ancaman yang membacok dari sebelah kiri.
Tidak sampai disitu saja, berbareng itu juga badannya menerobos maju kedepan, ujung
pedangnya menyusup masuk dari celah-celah kelemahan lawan kemudian melepaskan
sebuah bacokan.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati kembali berkumandang memecahkan kesunyian,
bocah berbaju hitam yang ada disebelah kanan kembali terbacok bahunya sehingga putus
menjadi dua bagian.
Sekarang tinggal seorang bocah barbaju hitam yang masih hidup, saking terkejutnya
karena menyaksikan ketiga orang rekannya mampus secara mengerikan diujung pedang Ji
Kiu-liong, dia hanya berdiri melongo seperti orang kehilangan ingatan, untuk sesaat dia
lupa untuk melancarkan serangan, dia lupa untuk bertindak lebih jauh, bahkan untuk
kaburpun lupa"
Setelah membinasakan korbannya yang ketiga Ji Kiu-liong memutar senjatanya siap
melancarkan bacokan lagi, tapi setelah menyaksikan ketertegunan lawan apalagi
musuhnya masih muda belia, dia menjadi tak tega serangannya lantas ditarik kembali
menyusul kemudian tubuhnya ikut melompat mundur.
"Pergilah!" dia berkata dengan dingin "aku tak akan mencabut selembar jiwamu!"
Saat itulah dari atas perahu naga tiba-tiba berkumandang suara tertawa dingin yang
menggidikkan bati.
"Heeehhh"heeehhh"heeehhh" bocah kunyuk kau cukup keji! Hmm, rupanya kau
harus diberi tandingan yang setimpal. Ciu Hong! Beng Gwat! Kalian maju bersama dan
bunuh bajingan yang takut mati itu, kemudian tangkap bangsat sombong tersebut dan
gusur ke atas perahu akan kuberi siksaan yang berpuluh-puluh kali lipat lebih keji
untuknya.?"
Baru selesai seruan itu, dua sosok bayangan manusia muncul dari balik perahu naga,
satu warna merah yang lain berwarna putih, dengan kecepatan luar biasa menerjang
kehadapan Ji Kiu-liong.
Dua orang itu adalah bocah-bocah lelaki berusia dua tiga belas tahunan, mereka berdiri
berjejer, mukanya bersih, putih dan masih kebocah-bocahan, wajah mereka cukup tampan
terutama matanya yang jeli. Seorang memakai baju berwarna merah dan seorang lagi
memakai baju berwarna putih.
Berkrenyit sepasang alis mata Ji Kiu-liong menghadapi dua orang musuh yang usianya
jauh lebih muda daripada dirinya itu, dia tak menyangka kalau bocah-bocah itu berwajah
tampan dan menarik hati, timbul perasaan sayang dihati kecilnya.
Gak Lam-kun juga kaget sesudah menyaksikan kegesitan dua orang bocah itu, segera
pikirnya. "Hebat betul ilmu silat mereka, kalau ditinjau dari gerak-geriknya jelas kedua orang
bocah cilik ini memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna!"
Dalam pada itu dengan sepasang matanya yang jeli tapi mtmancarkan sinar
menggidikkan, bocah berbaju putih itu sedang melototi rekannya yang berbaju hitam
dengan wajah mengerikan, kemudian selangkah demi selangkah dia maju
menghampirinya.
Air muka si bocah berbaju hitam yang pada dasarnya sudah memucat, kian bertambah
pucat lagi setelah menyaksikan rekannya makin mendekati tubuhnya mungkin saking
takutnya, sekujur tubuhnya yang kecil tampak gemetar keras, bibirnya membiru dan
matanya menjadi sayu, menggenaskan sekali keadaannya.
Sekilas pandangan menghina menghiasi raut wajah si bocah berbaju putih yang dingin,
tiba-tiba ujarnya dengan nada mengerikan, "Hmm"kenapa belum juga bunuh diri" Apalagi
yang kau nantikan?""
"Oooh"Beng Gwat! Aku"aku"toh aku bukannya tidak berani, kau bisa melihat sendiri
bahwa kepandaian silatku memang bukan tandingan lawan, masakah hanya kesalahan ini
kau" kau?"
"Aaah! Kau tak usah banyak bacot lagi" tukas Beng Gwat atau bocah berbaju putih itu
sambil membentak, "kau berani membangkang perintahku?""
Diiringi bentakan nyaring, tubuhnya yang kecil meluncur kedepan dan langsung
menerjang kehadapan bocah berbaju putih itu.
"Tahan!" bentak Ji Kiu-liong sangat marah, "kalau merasa punya kepandaian, hayo!
sambut dulu beberapa buah bacokan pedangku ini!"
"Sreeet..!" sambil maju dia melepaskan sebuah tusukan kilat kedada lawan dengan
jurus Thian-li-hui-ko (perempuan langit menangkis tombak), satu serangan yang cukup
ampuh. Beng Gwat si bocah berbaju putih itu tidak berkutik dari posisinya semula, meskipun
ujung pedang sudah hampir mengancam dadanya, ia tidak melawan ataupun menghindar,
sinar pedang tersebut malah diamatinya tanpa berkedip.
Terkejut Ji-Kiu-!iong menjumpai ketenangan musuhnya, tanpa sadar pergelangan
tangannya disentak dan menarik kembali serangannya.
"Hei bocah keji, mengapa tidak kau cabut keluar senjatamu?" bentaknya dengan
marah. Beng-Gwat si bocah berbaju putih tidak menjawab mendadak telapak tangan kirinya
diayunkan ketubuh bocah berbaju hitam, sementara telapak tangan kanannya menyerang
Ji Kiu-liong. Cara penyerangan ini memang tepat sekali, bukan saja diluar dugaan bahkan sekaligus
mematahkan juga pertahanan orang terhadap niat jahatnya.
Sebetulnya Ji Kiu-liong hendak melepaskan serangan untuk melindungi keselamatan
bocah berbaju hitam, tapi lantaran desingan angin tajam yang dilancarkan Beng Gwat
sudah menyambar datang, mau tak mau dia harus mengutamakan keselamatan sendiri
lebih dahulu. Dalam terkejutnya, dia tekuk pinggangnya sambil bergeser empat depa kebelakang
baru saja serangan tersebut dapat dihindari dari pihak lain jerit kesakitan sudah
berkumandang memecahkan kesunyian.
Ternyata bocah berbaju hitam itu terhajar telak oleh serangan rekannya, darah kental
bercucuran dari ketujuh lubang indranya, tanpa banyak berkutik nyawanya sudah
melayang pergi meninggalkan badannya.
Sesudah membinasakan rekannya sendiri Beng Gwat si bocah berbaju putih itu baru
berpaling katanya dengan ketus, "Dengan mengandalkan beberapa jurus ilmu pedangmu
itu, masih belum pantas untuk memaksa kami menggunakan senjata!"
Sejak terjun kedalam dunia persilatan belum pernah Ji Kiu-liong dibina orang secara
begini, sekalipun dia merasakan juga keanehan serta kesaktian ilmu silat yang dimiliki
musuhnya namun cemoohan semacam itu menggelitik hatinya sebelum dilampiaskan
keluar, maka diapun tertawa dingin.
"Bocah ingusan yang masih berbau tetek teriaknya jangan takabur dulu! Sebelum
sesumbar, buktikan dulu sampai taraf yang bagaimanakah ilmu silatyang kau miliki itu"
Pedangnya dimasukkan kembali kedalam sarungnya, lalu dengan tangan kosong
telapak tangan kanannya didorong kemuka melepaskan sebuah pukulan, berbareng itu
juga dengan jari tengah dan jari telunjuk tangan kirinya dia menyodok jalan darah Miabunhiat ditubuh lawan dengan jurus Hua liong-tiam-cing (melukis naga menulis mata).
Selincah ular kecil Beng Gwat si bocah berbaju putih berkelit kesamping. sepasang
telapak tangannya bergantian melancarkan serangan, dalam sekejap mata dia sudah
melancarkan empat buah serangan berantai, bahkan jurus serangan yang satu lebih hebat
dari yang lain.
Seketika itu juga Ji Kiu-liong terdesak mundur tiga langkah.
Gak Lam-kun yang mengikuti jalannya pertarungan dari tepi gelanggang merasa
terkesiap, mimpipun dia tak menyangka kalau seorang bocah semuda itu ternyata memiliki
jurus serangan yang begitu ganas dan hebatnya sehingga adiknyapun kena didesak.
Sementara itu Ji Kiu-liong menggunakan kesempatan itu untuk mengatur pernapasan,
lalu sekali lagi menerjang kedepan, kali ini diapun melancarkan serangan berantai, deruan
angin pukulan yang dahsyat menyapu seluruh angkasa.
Beng-Gwat si bocah berbaju putih tidak jeri, dia membentak nyaring, sebuah pukulan
telapak tangan kirinya yang membawa deruan angin tajam segera membendung ancaman
dari Ji Kiu-liong, sementara telapak tangan kanannya dengan jurus Cuan-im-teh gwat
(menembusi awan memetik rembulan) melepaskan sergapan kilat.
Ji Kiu-liong meraung keras, hawa sakti Sau-yang-tongcu-kang andalannya disalurkan
kedalam telapak tangan kanan, kemudian dengan gerakan Lek sau ngo gak (menyapu
rontok lima bukit) dia membacok kemuka menyambut datangnya ancaman itu.
"Braaak"!" benturan keras tak dapat dihindari lagi, tiba-tiba dua sosok bayangan
manusia saling berpisah.
Dengan telapak tangan disilangkan didepan dada Ji Kiu-liong berdiri dengan wajah
serius, sebaliknya sepasang bahu Beng Gwat si bocah berbaju putih bergetar keras, tak
tertahan lagi badannya mundur sejauh lima langkah dengan sempoyongan telapak tangan
kirinya memegang dada kanannya.
Wajah yang memerah kini berubah jadi pucat pias meski demikian dari balik sorot
matanya yang pudar terpancar sinar kegusaran yang menyala-nyala, dia sedang
mengawasi musuhnya tanpa berkedip.
Ciu Hong si bocah berbaju merah selama ini cuma berdiam diri mendadak tanpa
menimbulkan sedikit suarapun maju sambil menyerang.
Setelah terjadi bentrokan kekerasan dengan Beng Gwat si bocah berbaju putih, Ji Kiuliong
merasakan darah panas dalam rongga dadanya bergolak keras, dalam keadaan
demikian ia tak berani gegabah.
Maka ketika menghadapi serangan yang muncul secara tiba-tiba, serentak dia
mencabut keluar pedangnya, lalu dengan jurus Long kian-liu-san (gulungan ombak
membawa pasir mengalir) dia lancarkan sebuah bacokan kilat.
Siapa tahu sebelum tusukan pedangnya sempat dilancarkan, tiba-tiba serentetan
cahaya emas berkelebat lewat didepan matanya, menyusul kemudian bau amis menerpa
hidungnya.

Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam gugupnya dia tak sempat memperhatikan benda apakah itu, kepalanya segera
dimiringkan kesamping, lalu dengan pedangnya dia mencoba melindungi diri.
Mendadak pergelangan tangan kanannya terasa sakit, ketika diperiksa, pemuda itu
menjerit keras karena kaget tanpa disadari pedangnya ikut terlepas dari genggaman.
Terlihatlah seekor ular kecil berwarna emas yang panjangnya empat lima inci, dengan
empat buah taring berbisanya menggigit pergelangan tangannya kencang-kencang. Tubuh
ular tersebut masih melingkar diatas lengannya dan sama sekali tak berkutik.
Ji Kiu-liong merasa mulut luka bekas gigitan ular gatalnya bukan kepalang, selain itu
terlihat juga beberapa jalur hitam pelan-pelan sedang merambat naik ke atas lengannya,
ia semakin terkesiap, seluruh tenaganya tiba-tiba menjadi buyar, secara beruntun dia
mundur beberapa langkah kebelakang hampir saja tubuhnya roboh terjengkang.
Gak Lam-kun juga tak kalah terkejutnya setelah menyaksikan ular emas kecil yang
melilit pergelangan tangan Ji Kiu-liong saking sedihnya hampir saja dia melelehkan
airmata. Secepat sambaran kilat tubuhnya melompat kedepan, lalu dengan jari tengah dan jari
telunjuknya dia totok beberapa jalan darah penting ditubuh saudaranya itu.
"Saudara Gak! harap tahan!" mendadak dari tempat kejauhan berkumandang suara
bentakan keras. "jangan kau sentuh binatang itu, awas ular beracun benang emas!"
Dari belakang tebing karang yang gelap gulita melayang turun dua sosok bayangan
manusia, yang satu berperawakan tinggi sedang yang lain berperawakan pendek.
Kedua orang itu ternyata bukan lain adalah Tang-hay-coa-siu (kakek ular dari lautan
timur) Ou Yong-hu serta Si Tiong-pek, komandan pasukan elang baja dari perkumpulan
Thiat-eng-pang.
Terdengar kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu berkata lebih lanjut, "Bila engkau
membinasakan ular yang menggigit diatas pergelangan tangannya, dalam keadaan terluka
ular beracun itu pasti akan menyemprotkan seluruh cairan beracun yang berada dalam
tubuhnya ke atas mulut luka itu, tak sampai satu jam maka saudaramu tentu akan mati
secara mengerikan"
Ciu Hong, si bocah berbaju merah yang mendengar perkataan itu segera mendengus
dingin. "Hmmm! Sungguh tak kusangka kalau disini masih terdapat seorang ahli ular,
heeehhh". heehh". heehhh". menggelikan sekali, jadi kalian masih mengira bendaku ini
adalah seekor ular beracun benang emas sungguhan?"
Dengan sepasang matanya yang tajam Tang-hay coa-siu Ou Yong hu kembali
memperhatikan sang ular yang membelenggu diatas pergelangan tangan Ji Kiu-liong itu,
sekarang dia baru kaget, ternyata benda itu memang bukan ular sungguhan tetapi sebuah
senjata rahasia yang bentuknya persis seperti ular.
Dalam pada itu Ciu-Hong si bocah berbaju merah telah berkata kembali, "Dia sudah
terkena senjata rahasia ular berbisa benang emasku, racun yang terkandung dalam benda
ini sepuluh kali lipat lebih ganas dari bisa ular hidup, barangsiapa yang terkena maka tujuh
hari kemudian akan mampus dengan seluruh tubuhnya membusuk. Bukan begitu saja,
selama saat-saat menjelang kematiannya dia harus merasakan siksaan dan penderitaan
yang paling hebat, heehh"heeehhh"heeehh"nah, selamat menikmati hadiahku ini"
Tersirap darah panas Gak Lam-kun setelah mendengar keterangan itu hawa napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, mendadak dia himpun segenap kekuatan yang
dimilikinya, lalu telapak tangan kirinya diayun kedepan"
Gulungan angin pukulan yang maha dahsyat ibaratnya gulungan ombak besar ditengah
samudra dengan mengerikan sekali menyapu ketubuh Ciu Hong si bocah berbaju merah.
Ciu Hong cukup mengetahui akan kelihayan musuhnya. cepat-cepat dia berjumpalitan
diudara dan berusaha menghindarkan diri.
Tentu saja Gak Lam-kun tidak sudi memberi kesempatan hidup bagi lawannya, begitu
bocah itu mencoba untuk berkelit, pukulan yang sudah disiapkan ditangan kanannya sejak
tadi segera dilontarkan kedepan.
Disaat yang kritis inilah pekikan nyaring mendadak berkumandang mencabik-cabik
kesunyian, sesosok bayangan putih melayang datang dari udara, menyusul kemudian
munculnya segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat menyongsong datangnya
ancaman dari Gak Lam-kun.
Padahal Ciu Hong si bocah berbaju merah sudah berjumpalitan untuk mengundurkan
diri, sayang nasibnya memang lagi busuk, bukannya mundur untuk menyelamatkan diri,
secara kebetulan tubuhnya justru terjatuh diantara gencetan tenaga pukulan dari Gak
Lam-kun maupun pendatang itu"bayangkan saja apa yang bakal terjadi"
Jerit lengking menggelegar diudara, termakan oleh dua gulung angin pukulan yang
maha dahsyat, tubuh Ciu-hong mencelat keudara dan terlempar sejauh puluhan kaki dari
tempat semula. Jangankan pukulan dari Gak Lam-kun memang sanggup menghancurkan batu karang
merjadi bubuk, cukup termakan hembusan angin dingin yang dilancarkan si pendatang
saja sudah cukup untuk menghantar nyawanya keneraka, apalagi pukulan itu beracun dan
sekaligus terkena dua pukulan lagi.
Setinggi-tingginya tenaga dalam yang dimiliki Ciu-Hong si bocah berbaju merah,
bagaimana mungkin dia bisa menahan gencetan dari dua buah kekuatan besar" Isi
perutnya kontan terhajar sampai hancur, ketika tubuhnya melayang kembali ketanah,
jiwanya sejak tadi sudah kabur kealam baka.
Peristiwa ini semakin menggusarkan pendatang itu, sambil membentak keras dia
lancarkan sebuah pukulan yang memaksa Gak Lam-kun tergetar mundur sejauh tiga depa
lagi kemuka, tangan kanannya diputar lalu menjojoh jalan darah Yu-bun-hiat ditubuh
orang itu, tapi kemudian ia menyadari kalau musuhnya terlampau tangguh, maka
menyusul serangan tadi, dia lancarkan kembali sebuah bacokan dengan telapak tangan
kirinya. Semua perubahan terjadi diluar dugaan, siapapun tidak mengira kalau kejadian
tersebut bakal berkembang menjadi begini.
Ilmu silat yang dimiliki orang itu terlampau tinggi, ketika merasa terancam oleh
serangan musuh dia menangkis ancaman dari Gak Lam-kun dengan tangan kanannya
yang memainkan jurus Hui-tim-ciang-tham (membersihkan debu berbicara santai)
sementara telapak tangan kirinya dengan jurus Sin-liong-sian-jiau (naga sakti unjukkan
cakar) dengan membawa sapuan angin yang tajam berusaha mencengkeram tubuh lawan.
Gak Lam-kun menggerakkan sepasang bahunya miring kesamping dan terhindar dari
cengkeraman lawan sementara kaki kanannya melepaskan sebuah tendangan kilat.
Berada dalam gencetan tendangan-tendangan maut membetot sukma ini mau tak mau
orang itu harus melompat kebelakang untuk menyelamatkan diri"
Waktu itu Gak Lam-kun terlampau menguatirkan keselamatan Ji Kiu-liong, maka setelah
musuhnya terdesak mundur, dia tidak mengejar lebih lanjut sebaliknya melayang kembali
kesamping saudaranya.
Keadaan Ji Kiu-liong cukup parah, warna hitam lamat-lamat menghiasi kerutan alisnya,
sekalipun senjata rahasia ular benang emas yang melilit pada pergelangan tangannya
sudah dilepaskan oleh Tang-hay-coa-siu Ou Yong-hu, tapi mulut luka pada pergelangan
tangan kanannya itu telah berubah menjadi semu biru.
Betapa sedihnya Gak Lam-kun, sambil menghela napas bisiknya, "Adik Liong cepat
duduk bersila sambil mengatur pernapasan, tutup dahulu jalan darah Ci-ti-hiat pada sikut
kananmu jangan membiarkan racun itu menjalar sampai kejantung!"
Ji Kiu-liong tertawa ewa, pelan-pelan dia duduk bersila pejamkan mata dan mengatur
napas. Kakek ular dari lautan timur Ou Yonghu yang ada disampingnya sedang mengawasi
senjata rahasia ular benang emas dengan seksama, setelah termenung lama sekali, dia
baru menghela napas.
"Aaai"! Tampaknya racun yang terkandung diujung senjata rahasia ini merupakan
campuran antara racun ular benang emas ditambah beberapa macam rumput beracun
lainnya, yaa, racun semacam ini memang mengerikan sekali"
"Ou-Thamcu, dapatkah kau punahkan pengaruh racun itu?" tanya Si Tiong pek.
"Masih merupakan sebuah tanda tanya besar" jawab Kakek ular dari lautan timur OuYong-hu sambil gelengkan kepalanya berulangkali. "cuma, kalau sudah kita ketahui racun
apa yang bersarang ditubuhnya, mungkin bisa kita coba-coba"
Sebagaimana diketahui. Kakek ular dari lautan timur adalah seorang ahli dalam soal
racun, terutama dalam masalah bisa racun, dia mempunyai kepandaian yang luar biasa.
Tapi seorang ahli racun ularpun sudah berkata demikian, dari sini dapatlah diketahui
bahwa racun yang terkandung dalam tubuh Ji Kiu-liong bukan racun sembarangan.
Diam-diam Gak Lam-kun berpikir dihati, "Ou-Yong-hu wahai Ou-Yong-hu. jika kau
sanggup menolong nyawa adik liong, aku Gak Lam-kun juga akan mengampuni selembar
nyawamu!" Dalam pada itu kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu telah mengeluarkan sebuah
botol kemala putih dari sakunya, dari dalam botol itu dia mengeluarkan dua butir pil
penawar racun lalu katanya, "Pil Keng-giok-ciat-tok-wan milikku ini khusus untuk
menawarkan bisa dari berbagai racun ular, bila terpagut ular beracun macam apapun, asal
minum sebutir pil ini niscaya racunnya akan tawar. Sekarang akan kugunakan daya kerja
dari sebotol obat Keng-giok-ciat-tok-wan ini untuk melindungi jalan darah penting dalam
isi perutnya, daya kerja obat ini cuma untuk mencegah agar racun ular tak sampai
menyerang kejantung, dalam keadaan demikian mungkin nyawanya masih bisa
dipertahankan selama beberapa hari lagi"
Sambil berkata dia mengeluarkan dua butir pil Keng-giok ciat tok wan dan dijejalkan
kemulut Ji Kiu-liong.
Tiba-tiba manusia berbaju putih itu tertawa dingin.
"Heeehhh"heeehhh"heeehhh" Kalau kau ingin mencegah sari racun ular berbisa itu
menyerang isi perut orang itu, sampai habis sepuluh botol pil Keng giok ciat tok wan juga
percuma, menggelikan betul! Jangan kau anggap kepandaianmu itu sudah cukup untuk
memunahkan pengaruh racun dari perguruanku"
Karena gelak tertawa dinginnya kedengaran mengerikan dan tak sedap, dengan
sepasang matanya yang sipit Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu mengawasi
lawannya. Orang itu sudah tua usianya antara enam puluh tahunan badannya jangkung tapi kurus
hingga tinggal kulit pembungkus tulang, jubah yang dikenakan panjang dan berwarna
putih keabu-abuan.
Si Tiong-pek segera tertawa ringan.
"Luas amat pengetahan saudara katanya, kalau dugaanku tak keliru, rupanya kau
adalah seorang tokoh persilatan yang punya nama?"
Dengan sepasang mata yang melotot, tiba-tiba kakek berjubah putih melotot sekejap
ke arah Si-Tiong-pek, kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Se-ih-Sam-seng (Tiga malaikat dari wilayah Se-ih), masa kau tak pernah
mendengarnya?" dia berseru.
Baik Si Tiong-pek maupun Ou Yong hu yang mendengar nama itu segera berseru
tertahan. Se-ih-Sam-seng atau tiga malaikat dari wilayah Se-ih adalah jago-jago lihay diluar
perbatasan, mereka bertiga memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, perguruan yang mereka
bentuk kemudian dinamakan Se-thian-san.
Ketiga malaikat itu terdiri dari: Tok-seng (malaikat racun). Ciang-seng (malaikat
pukulan) dan Kian-seng (malaikat pedang).
Setelah termenung sebentar, sambil tersenyum Si Tiong-pek lantas berkata, "Oooh"!
Rupanya kau toh yang bernama Tok seng (malaikat racun) Lo Kay-seng?"
Kakek berbaju putih itu tertawa dingin.
"Jika aku adalah malaikat racun, masa kalian masih bisa hidup hingga sekarang?"
Ternyata kakek berbaju putih ini adalah malaikat pukulan Nian Eng-hau, salah seorang
anggota Se-ih-sam-seng.
Diantara tiga bersaudara, konon ilmu silat malaikat pedang Siang Ban-im paling tinggi,
dan malaikat racun Lo Kay-seng menduduki urutan kedua, jadi dengan begitu kakek
berjubah putih tersebut pada hakekatnya adalah anggota yang terbuncit.
"Haaahhh"haaahhh"haaahh" belum tentu begitu" kedengaran Si Tiong-pek tertawa
ringan, "segarang-garangnya Malaikat racun Lo Kay-seng, masa dia bisa menandingi
keganasan dari Jit-poh tui-hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To yang namanya
sudah amat termashur didaratan Tionggoan?"
Malaikat pukulan Kian Eng-hau tertawa dingin.
"Tak usah ngebacot yang bukan-bukan lagi" tukasnya "kalian tahu, barangsiapa yang
berani mengikuti jejakku sampai disini, jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam
keadaan selamat"
Tiba-tiba ujung bajunya dikebut kemuka, tidak tampak bagaimana caranya dia
menggerakkan badan, tahu-tahu tubuhnya sudah berada dihadapan Si Tiong-pek.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu tidak banyak bicara lagi, begitu dilihatnya Nian
Eng bau mengejar kedepan, telapak tangannya segera diayun pula kedepan melepaskan
sebuah pukulan.
Malaikat pukulan Nian Eng-hau bukan bocah dungu, sudah tentu sergapan Ou Yong-hu
tak ada gunanya, baru saja si kakek ular dari lautan timur menggerakkan telapak tangan
kirinya, berbareng juga dia melancarkan serangan balasan, telapak tangan kanannya
menghadang ancaman lawan, sementara tangan kirinya bersiap-siap menghadapi sapuan
dari tongkat kepala ular yang ada ditangan kanan lawan.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu terperanjat, buru-buru dia menekuk pinggang
sambil menarik Kembali serangannya, lalu melompat mundur sejauh tiga depa. Mimpipun
dia tak menyangka kalau serangan balasan musuh bisa datang secepat itu, hampir saja
tubuhnya termakan oleh sapuan tersebut.
Tiba-tiba Se-ih Ciang seng (malaikat pukulan dari Se-ih) merentangkan sepasang
tangannya kekiri dan kekanan, yang satu menyerang Si Tiong-pek sedang yang lain
menghantam Ou Yong hu, bukan saja cepat dalam serangan, tepat pula pada ancaman.
Buru-buru kakek ular dari lautan timur Ou-Yong hu memutar tongkat kepala ularnya,
senjata itu sebentar disapu kekiri sebentar lagi disodok kekanan, secara beruntun dia
lancarkan beberapa buah serangan.
Berbeda dengan Si Tiong pek, menghadapi ancaman itu dia tertawa tergelak, tubuhnya
menyurut mundur sejauh tujuh depa, begitu lolos dari ancaman dengan gerakan cepat dia
meraih kebelakang bahunya dan meloloskan pedang elang bajanya.
Setelah bersenjata dia menerjang maju pula kedepan, secara beruntun ia lancarkan
beberapa buah serangan mematikan untuk mengimbangi permainan tongkat dari Ou
Yong-hu. Sebagaimana diketahui dari julukannya yakni malaikat pukulan, permainan sepasang
tangan Nian Eng-hau betul-betul sudah mencapai taraf yang luar biasa, mengikuti gerakan
pedang dan sambaran tongkat musuh, sepasang tangannya melepaskan serangkaian
pukulan yang gencar, ditambah lagi posisinya memang lebih menguntungkan, praktis
seluruh gelanggang berhasil dia kuasai.
Sia-sia saja Si Tiong pek dan Ou Yong hu menggunakan senjata masing-masing, sebab
bagaimanapun mereka berusaha untuk memecahkan pertahanan musuh, toh akhirnya
kena didesak mundur juga ketempat semula.
Jilid 4 Begitulah dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan
yang amat seru.
Untuk menghadapi kerubutan dua orang musuhnya ini, Malaikat pukulan Nian Eng-hau
khusus menggunakan ilmu Liu si ciang (pukulan serat mengalir) suatu kepandaian sakti
aliran See thian san tapi puluhan jurus kemudian ternyata tidak juga mendatangkan hasil,
hal ini menimbulkan rasa heran dihati kecilnya.
Liu si ciang atau yang lebih dikenal sebagai pukulan serat mengalir adalah sejenis ilmu
silat yang sangat aneh, kepandaian itu berintikan tenaga im atau dingin yang lembut,
kepandaian khusus yang paling diandalkan adalah "menempel" serta "menghisap" senjata
musuh. Biasanya dia menggunakan kekuatan yang terpancar dari tubuh musuh untuk
memunahkan serangan musuh, bila salah satu unsur kekuatannya sudah berhasil
menguasai serangan lawan, maka jangan harap musuh bisa mendahuluinya, karena
serangannya selalu mendahului, jadi setiap kali pihak musuh belum bertindak ia sudah
dapat merasakan lebih dahulu kemudian mendahuluinya.
Berbicara sesungguhnya, ilmu silat yang dimiliki Si Tiong-pek maupun Ou Yong-hu tidak
kalah jika dibandingkan dengan kepandaian musuh, tapi lantaran kepandaian mereka
sudah didahului terlebih dulu oleh pukulan serat mengalir dari Nian Eng-hau, serta merta
setiap serangan yang mereka lancarkan selalu berhasil dipatahkan oleh Nian-Eng-hau.
Percuma saja mereka mempunyai ilmu silat yang tinggi, karena kepandaian itu tak bisa
dikembangkan sebaik-baiknya, sebagai gantinya mereka malah tak punya kekuatan untuk
melancarkan serangan balasan, mereka cuma terdesak mundur terus.
Andaikata didalam keadaan begini Si Tiong-pek atau Ou Yong-hu mengundurkan
diridan membiarkan rekannya bertarung seorang diri, mungkin situasinya tak akan
serunyam ini, karena ilmu Liu si ciang akan semakin tampak daya kehebatannya bila
menghadapi musuh dalam jumlah yang lebih besar"
Si Tiong-pek tertawa dingin, pedang ditangan kanan telapak tangan ditangan kiri tibatiba
melancarkan belasan jurus serangan berantai.
Ou Yong hu juga tak mau kalah, dia ikut membentak keras, tongkat berkepala ularnya
menyerang secara gencar, dalam waktu singkat bayangan pedang bersimpang siur kesana
kemari, deruan angin tongkat memekikkan telinga, keadaan mengerikan sekali.
Berada dibawah desakan kedua orang musuhnya itu, Nian eng hau jadi kewalahan
sendiri, dia tak mampu mendesak mundur musuhnya lagi, walau hanya satu langkah.
Pertarungan berlangsung lagi tapi keadaan tetap seimbang, lama kelamaan habislah
kesabaran Malaikat pukulan Nian eng hau setelah melancarkan dua buah pukulan untuk
mendesak mundur musuhnya mendadak dia mundur lima depa kemudian berdiri tegak
disitu sambil menghimpun segenap kekuatan yang dimiliki.
Dari cara orang bersikap, Si Tiong-pek dan Ou Yong-hu tahu kalau musuhnya sedang
menyiapkan suatu serangan yang maha dahsyat, mereka tak berani gegabah, segenap
hawa murni yang dimilikipun dihimpun menjadi satu, lalu bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan.
Pada saat itulah, pelan-pelan Gak Lam-kun maju kedepan, lalu dengan wajah sedingin
es dia berkata, "Saudara, tolong tanya apakah See-ih Tok-seng (malaikat racun dari Seeih)
Lo Kay seng berada diatas perahu?"


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Malaikat pukulan Nian Eng-hau amat mendendam terhadap Gak Lam-kun karena dia
telah membinasakan Ciu Hong murid kesayangannya, maka ketika dia maju kedepan,
hawa napsu membunuhnya segera berkobar, tiba-tiba sambil meraung keras, telapak
tangan kanannya langsung dibacokkan ke tubuh si pemuda.
Kiranya pada waktu itu Gak Lam-kun sedang berpikir, "Racun jahat yang terdapat pada
senjata rahasia ular benang emas pasti hasil bikinan dari malaikat racun Lo Kay seng, itu
berarti diapun membawa obat penawarnya, kenapa aku tidak berusaha minta darinya?"
Karena berpikir demikian, timbullah niatnya untuk naik keperahu dan menjumpai sendiri
orang yang bernama malaikat racun itu, asal bisa bertemu, menurut anggapannya tak sulit
untuk mendapatkan obat penawar racun itu.
Maka ketika dia diserang secara tiba-tiba dengan cekatan Gak Lam-kun berkelit
kesamping lalu membentak, "Hei, jawab dulu pertanyaanku, sebenarnya Lo Kay seng
berada diatas perahu naga atau tidak?"
"Ada atau tidak bukan urusanmu" jawab malaikat pukulan Nian eng hau setengah
membentak, "yang pasti, jangan harap kalian bisa tinggalkan pulau ini dalam keadaan
selamat!" Begitu selesai bicara, secepat sambaran kilat kembali dia menerjang kedepan. Telapak
tangan kanannya tiba-tiba membengkak satu kali lipat lebih besar dari keadaan
normalnya, kemudian dengan suatu gerakan yang aneh sekali dia menyambar tubuh Gak
Lam-kun. Cahaya setajam sembilu memancar keluar dari balik mata Gak Lam-kun, ketika
serangan aneh itu hampir kena ditubuhnya, dengan tak kalah cepatnya dia menggerakkan
pula tangan kirinya untuk menyongsong datangnya ancaman dari Nian eng hau tersebut.
Sejak mendendam terhadap Gak Lam-kun, sudah timbul niat jahat dihati malaikat
pukulan Nian eng hau untuk membinasakan Gak Lam-kun dalam sekali gebrakan, karena
itu dalam serangan yang dilancarkan kali ini secara diam-diam ia telah menghimpun
segenap kekuatan beracun yang dimilikinya.
Untunglah Gak Lam-kun bukan orang bodoh sedikit banyak dia adalah seorang jago
persilatan yang mempunyai tenaga dalam amat sempurna.
Ketika tangannya menyentuh angin serangan dari Nian eng hau, dia segera merasakan
sesuatu yang aneh, sadarlah pemuda kita bahwa disamping tenaga dalam yang sempurna,
rupanya pihak musuh telah menyertakan pula ilmu pukulan beracunnya yang ganas.
Dengan cepat pemuda itu membentak nyaring, dia himpun hawa sakti Tok liong ci jiau
(cakar jari naga beracun) yang paling diandalkan dalam kelima jari tangan kanannya,
kemudian disambutnya ancaman pukulan beracun dari Nian eng hau itu.
Pukulan Cian tok ciang (pukulan racun seribu) dari aliran See thian san merupakan
sejenis ilmu pukulan yang amat berbisa, bila seseorang melancarkan serangan dengan
menggunakan ilmu tadi, maka dibalik angin serangan biasa akan terkandung hawa
beracun yang amat jahat.
Sekalipun seseorang bertenaga dalam sempurna, bila pukulan itu disambut dengan
tangan telanjang maka akibatnya kendatipun serangan itu sendiri bisa dibendung, tapi
justru dengan menggunakan kesempatan itu menyusuplah racun seribu yang amat jahat
itu ketubuh korbannya.
Betapa girangnya malaikat pukulan Nian Eng hau ketika menyaksikan Gak Lam-kun
sama sekali tidak menghindari ancamannya malahan menyambut pukulan itu dengan
keras lawan keras.
"Bajingan keparat" demikian dia membatin "tampaknya kau memang sudah bosan
hidup" Baru saja ingatan tersebut melintas dalam benaknya, tiba-tiba terdengar suara
bentakan keras menggelegar diangkasa, himpunan hawa sakti Tok Liong ci jiau yang
disiapkan Gak Lam-kun telah dilancarkan kedepan"
"Haaaaaah" Tok liong ngo ci?" pekik Nian Eng-hau dengan takutnya, tapi sebelum dia
sempat berbuat sesuatu telapak tangannya sudah tertempel dengan telak.
Seketika itu juga Nian Eng-hau merasakan munculnya lima jalur aliran panas yang
menyusup kedalam lengannya, hawa panas itu menembusi urat nadinya langsung
menerjang kedada, bukan saja seluruh kekuatannya menjadi buyar, bahkan jalan darah
Pit-ji-hiat yang sengaja dibuntu untuk mencegah berbaliknya hawa racun menyerang ke
jantungpun ikut tergetar lepas.
Dengan keadaan seperti ini maka terjadilah peristiwa "senjata makan tuan" hawa
beracun yang telah terhimpun itu bukannya memancar keluar, sebaliknya malah mengalir
balik dan menerjang isi perutnya sendiri.
Sekarang Nian Eng-hau baru merasa ketakutan setengah mati, nyalinya seperti menjadi
pecah, secara beruntun tangan kirinya menotok jalan darah Ki-siau dan Thian-cu-hiat
ditubuh sendiri, setelah itu dia mundur lima enam langkah kebelakang.
"Kau"kau adalah Tok-liong?"
"Kenapa tidak cepat-cepat kau serahkan obat penawar ular benang emas itu
kepadaku?" tukas Gak Lam-kun sambil membentak marah.
Perlu diterangkan disini, Cian tok ciang dari aliran See thian san adalah sejenis pukulan
yang sangat ampuh dalam dunia persilatan, kecuali ilmu Tok liong ci jiau dari Tok liong
Cuncu, boleh dibilang dalam dunia persilatan dewasa ini tiada ilmu silat kedua yang dapat
mematahkannya. Kalau Nian Eng hau dengan Cian tok ciangnya mengandung unsur dingin atau Im,
maka pukulan dari Gak Lam-kun berunsur panas atau yang, tentu saja sebagai seorang
jago yang berpengalaman, Nian Eng hau segera mengenali ilmu yang dipakai anak muda
itu, begitu dia mengeluarkan ilmu Tok liong ci jiau tersebut.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu termasuk salah seorang pembunuh yang ikut
mengambil bagian dalam pengerubutan atas Tok liong Cuncu ditebing Yan po gan bukit
Hoa san. Tentu saja nama Tok liong Cuncu sudah terukir dalam benaknya
Dulu ia pernah menyaksikan sendiri kehebatan dari Tok liong ci jiau tersebut, karena
itu setelah dilihatnya Gak Lam-kun dapat menggunakan pula kepandaian tersebut,
paras mukanya berubah hebat.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan cepat dia melompat
kesamping Ji-Kiu liong.
Gak-Lam-kun yang menyaksikan peristiwa itu hatinya menjadi berdebar, ilmu Tok liong
ci jiau dihimpun hingga mencapai pada puncaknya, setiap saat suatu serangan yang
mengerikan siap dilancarkan.
Akan tetapi ketika pelan-pelan dia memutar badannya, paras muka pemuda itu tampak
begitu tenang, begitu kalem, sedikitpun tidak terlihat tanda-tanda panik atau gelisah.
"Ou cianpwe" katanya kemudian, "apakah racun jahat yang mengeram dalam tubuhnya
telah mengalami perubahan?"
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu tertegun, dengan cepat dia berpikir,
"Mungkinkah dia bukan ahli waris dari Tok liong Cuncu" Atau mungkin dia memang
sengaja sedang berlagak pilon?"
Berpikir demikian dalam hatinya, dia lantas berkata, "Yaa, keadaannya memang
terdapat sedikit perubahan, kemungkinan besar hawa racunnya sudah menyusup kedalam
aliran darah"
Menggunakan kesempatan baik dikala Gak Lam-kun sedang bercakap-cakap dengan Ou
Yong hu, secara diam-diam Malaikat pukulan Nian Eng hau dengan membawa serta Beng
Gwat si bocah berbaju putih itu ngeloyor pergi dari situ, kemudian kabur kedalam pulau.
"Berhenti!" bentak Gak Lam-kun.
Tapi malaikat pukulan Nian Eng hau sama sekali tidak menggubris bentakan itu, dalam
waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan.
Gak Lam-kun segera menutulkan kakinya ketanah, segesit burung elang dia melayang
naik keatas perahu naga itu dan memeriksa sekejap sekeliling tempat itu.
Tiada seorang manusiapun ditemukan diatas perahu naga termasuk juga tukang-tukang
perahunya, yang tertinggal sekarang hanya sebuah perahu yang kosong tanpa penghuni.
Ou Yong hu sambil membopong Ji Kiu liong, beserta Si Tiong-pek ikut melompat naik
pula keatas perahu.
Melihat saudaranya berada dalam gendongan kakek ular dari lautan timur, tiba-tiba dari
sepasang mata Gak Lam-kun memancar keluar sinar mata yang amat lembut.
"Ou cianpwe" demikian dia berkata, "dapatkah kau sembuhkan luka beracun yang
dideritanya itu"
Diam-diam kakek ular dari lautan timur menempelkan telapak tangan kirinya diatas
jalan darah Mia-bun-biat dari Ji Kiu-liong, diluarnya dia berusaha bersikap sewajar
mungkin. "Bisa atau tidak tak berani kupastikan, tapi aku Ou Yong-hu bersedia untuk berusaha
dengan segala kemampuan!"
Gak Lam-kun kembali mengalihkah pandangan matanya keudara, memandang bintang
yang bertebaran nun jauh disana, lalu ujarnya perlahan, "Dia adalah satu-satunya sanak
keluargaku yang masih hidup, bila dia sampai mati aku Gak Lam-kun bersumpah tak akan
melepaskan seorang bajingan yang manapun jua, sebab aku orang she Gak cukup jelas
membedakan manakah budi dan manakah dendam, jika ada orang yang pernah
melepaskan budi kepadaku, tak nanti aku bayar air susu dengan air tuba!"
Tentu saja perkataannya itu sengaja diucapkan khusus ditujukan untuk Ou Yong-hu.
Kakek ular dari lautan timur bukan orang bodoh, arti yang sebenarnya dari perkataan
itu sudah tentu dipahaminya juga.
Padahal Si Tiong-pek itu sebenarnya juga termasuk manusia cerdik, tapi dia tak
menyangka kalau waktu itu sedang berlangsung pertandingan adu kecerdikan antara dua
orang dihadapannya. Sudah barang tentu sebagian besar alasannya adalah karena dia tak
pernah menyangka kalau Gak Lam-kun adalah ahli waris dari Tok-liong Cuncu.
Tiba tiba Gak Lam-kun berpaling kearah Si Tiong-pek, lalu bertanya, "Saudara Si,
apakah perahumu sudah membuang sauh dipantai pulau ini" Siaute ingin meminjam
sebentar perahumu itu untuk beristirahat, boleh bukan?"
"Silahkan!" kata Si Tiong-pek sambil tersenyum, "perahu siaute berlabuh dipantai
sebelah tenggara!"
Tiba-tiba Tang-hay-coa-siu si kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu menimbrung,
"Gak lote, jika kau bersedia mempercayai lohu, biar akulah yang menghantar adikmu ini
naik keperahu"
"Bagus sekali?" perkataan Gak Lam-kun agak hambar, "aku orang she Gak merasa lega
hati setelah Ou cianpwe menyatakan kesediaannya untuk merawat adikku. Sekarang aku
musti cepat-cepat mengejar See-ih Ciang seng (malaikat pukulan dari See-ih) Nian Eng
hau, karena itu terpaksa musti mohon diri lebih dulu"
"Tunggu sebentar saudara Gak!" teriak Si Tiong-pek, "biar siaute jalan bersamamu
siapa tahu kalau aku dapat membantu dirimu dalam hal-hal yang mendesak?"
Dengan kecepatan bagaikan kilat, dua orang itu bergerak meninggalkan pantai, setelah
menembusi beberapa tempat hutan lebat, akhirnya ditengah kegelapan yang mencekam
seluruh jagad, tampaklah berderet-deret bangunan rumah yang kokoh dan megah muncul
didepannya. Gak Lam-kun tertegun, cepat dia menghentikan gerakan tubuhnya.
Si Tiong-pek ikut berhenti, lalu menghela napas ringan.
"Aaaai"ternyata dugaanku memang tepat"
gumamnya, "diatas pulau terpencil ini memang terdapat sebuah perkampungan yang
kokoh dan megah?"
"Si-heng, masa didalam perkampungan itu ada penghuninya?" bisik Gak Lam-kun.
"Sebenarnya pulau kecil ini adalah sebuah pulau yang tak berpenghuni, sudah barang
tentu bangunan itu hanya sebuah bangunan rumah kosong yang tak ada manusianya"
jawab Si Tiong-pek dengan suara lirih pula, "tapi aku lihat hari ini keadaannya luar biasa,
jika dugaanku tidak keliru, sekarang tempat tersebut sudah menjadi sarang naga gua
harimau yang berbahaya buat kita semua!"
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya.
"Saudara Si, perkataanmu cuma membuat orang menjadi bingung saja, tolong tanya
apakah diatas pulau ini sudah terjadi suatu peristiwa yang maha besar?"
Dengan sepasang mata yang tajam bagaikan sembilu Si Tiong-pek mengawasi wajah
lawannya tanpa berkedip, kemudian ia tersenyum.
"Gak heng, ilmu silatmu tinggi dan keberanianmu luar biasa, lagipula kau tiba disini
selangkah lebih awal dariku, masa kedatanganmu disinipun lantaran tak terduga?"
Gak Lam-kun tahu, lawannya sudah menaruh curiga, dianggapnya dia sudah tahu tapi
pura-pura bertanya lagi, maka sambil tertawa ia menerangkan, "Aaaai"kalau dibicarakan
kembali, sesungguhnya memalukan sekali, sebetulnya siaute sedang bersampan sambil
menikmati keindahan rembulan, tiba-tiba kutemui bergeraknya perahu aneh berbentuk
naga dengan kecepatan tinggi, kemudian kujumpai pula perahu Si heng beserta beberapa
buah perahu lain mengikuti dibelakangnya aku menjadi keheranan dan ingin tahu, maka
cepat-cepat akupun menyusul kemari. Terus terang saja, sungguh mati siaute tak tahu
rahasia dibalik kesemuanya ini, itulah sebabnya kumohon kepada saudara Si agar sudi
memberi penjelasan kepada siaute?"
Kembali Si Tiong-pek tersenyum.
"Kagum! Kagum! Sungguh mengagumkan! Dengan sebuah sampan kecil saudara Gak
bisa demikian cepatnya tiba ditempat ini, kecepatan gerakmu memang luar biasa"
"Ooooh, rupanya saudara Si curiga kepadaku?"
000000O00000 "Ooooh"tidak, tidak, masa aku berani mencurigai saudara Gak?" kata Si Tiong-pek
sambil tertawa ringan, "aku hanya kagum, yaa hanya kagum saja atas kehebatan ilmu silat
yang saudara miliki"
"Hmmm"! Toh ilmu silat dari saudara Si juga tak ketinggalan jaman?""
Si Tiong-pek kembali tertawa.
"Saudara Gak memang gemar berseloroh, masa cahaya kunang-kunang kau
bandingkan dengan cahaya rembulan" Wah, tentu saja aku ketinggalan jauh. Pada
hakekatnya memang banyak jago persilatan yang berdatangan kesini pada malam ini, tapi
kalau mau membandingkan mereka dengan kepandaian saudara Gak" Oh, mungkin cuma
satu dua yang bisa memadahinya?"
"Saudara Si terlampau sungkan!"
"Saudara Gak, memangnya kau anggap aku lagi berseloroh?" tiba-tiba Si Tiong-pek
menghela napas panjang, "aaai"Terus terang saja kuberitahukan kepadamu, konon
menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, Soat-san Thian-li sudah sampai dik
Dendam Iblis Seribu Wajah 9 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Jodoh Si Mata Keranjang 2

Cari Blog Ini