Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 10
kabut hitam bagaikan gulungan ombak disamudra
menghajar ke depan.
Ui Liong Tootiang bergidik ia membentak keras, hawa murninya buru-buru disalurkan mengelilingi seluruh tubuh kemudian didorong ke depan.
Segulugn hawa Khie-kang yang dahsyat mengalir keluar menyambut datangnya hawa pukulan berkabut hijau itu.
Siapa nyana, ketika hawa pukulan Khie-kang itu menerjang masuk ke dalam kabut hijau ternyata kekuatannya sudah punah sama sekali, Hay Thian sin Shu sebagai seorang yang berpengalaman begitu merasakan keadaan kurang beres hawa sakti Lie Hwee Sin Kang nya segera dikumpulkan dan membabat dari samping badan.
Walaupun kedua orang itu turun tangan berbeda waktu, tapi kekuatannya sama-sama dahsyat.
Kendati begitu, Ui Liong Tootiang masih terpukul juga oleh segulung hawa tekanan yang tak berwujud sehingga darah di rongga dadanya bergolak keras, tak kuasa lagi badannya mundur lima langkah ke arah belakang.
Hay Thian Sin Shu yang melancarkan serangan dari
samping, keadaannya jauh lebih menguntungkan dan tidak sampai tergetar oleh hawa pukulan pihak lawan, walaupun begitu hatinya merasa terkejut juga sukar dilukiskan, ia melirik sekejap ke arah Hu Sang Popo yang saat ini masih berdiri tak bergoyang di tempat semula, sinar matanya dengan
pandangan menghina sedang memandang ke arahnya, hal ini semakin mengejutkan hatinya.
Mendadak nenek tua itu meloncat kembali ke tengah udara dan langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng yang sedang menyembuhkan lukanya di atas tanah.
Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu yang sedang
melindungi keselamatan pemuda tersebut, ketika melihat Hu
Sang Popo menubruk datang kembali kedua orang itu sama-sama mengirim satu pukulan ke depan diiringi suara bentakan keras.
"Kau berani!"
Sreet! dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat menghajar ke arah luar.
Tenaga dalam kedua orang siluman tua ini amat sempurna, bersamaan itu pula kunci dalam badannya sudah tertembus, tenaga dalam mereka sudah berada diantara tenaga dalam Ui Liong Tootiang.
Saat ini dikarenakan hendak menolong Tan Kia-beng, mereka berdua sudah kerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Tampaklah dua gulung angin pukulan yang satu keras dan yang lain lunak bagaikan gulungan ombak menerjang ketubuh Hu Sang Popo.
Hu Sang Popo yang masih berada di tengah udara, kendati tenaga lweekangnya amat lihay pun belum tentu bisa menerima serangan gabungan dari kedua orang itu, ujung bajunya segera digetarkan dan tubuhnya kembali melayang turun kesebelah kiri.
Baru saja ujung kakinya menempel tanah Su Hay Sin Tou sudah membentak keras, tubuhnya menubruk ke depan seraya teriaknya, "Eeei.... si Ular racun! Apakah saat ini kau masih membicarkaan soal nama besar?"
Tangannya secepat kilat melancarkan delapan buah
serangan berantai, padahal tak usah ia berteriak Pek-tok Cuncu pun sudah ikut turun tangan hampir bersamaan waktunya, Jari telapak sama-sama melayang, berturu turut ia mengirim tujuh buah hajaran yang kesemuanya mengancam tempat-tempat bahaya dari tubuh lawan.
Hu Sang Popo yang dua kali kena terhadang, watak
buasnya kembali muncul memenuhi benak. Kini melihat Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu turun tangan bersama-sama kegusarannya semakin memuncak ia bersuit nyaring.
"Kalian cari mati?" teriaknya.
Sang tubuh yang berada di dalam kepungan bayangan telapak mendadak berputar kencang, sepasang cakar setannya digerakkan berulang kali menyerang kiri menghajar kanan.
Tidak sampai dua jurus ia sudah paksa mundur kedua siluman tua itu, kemudian dengan sebat menerjang ke arah Tan Kia-beng.
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang sudah bentrok satu kali dengan si nenek tua itu, mereka merasakan kepandaian silat pihak lawan benar-benar luar biasa, walaupun melihat kedua orang siluman tua tersebut sudah turun tangan mereka tetap meloncat ke sisi Tan Kia-beng untuk menjaga segala kemungkinan
Sekarang melihat ia menerjang ke arah mereka, empat pasang telapak bersama-sama didorongkan kemuka.
Kedua orang siluman tua yang ada dibelakangpun pada saat yang bersamaan ikut menubruk datang, Hu Sang Popo dibawah kerubutan empat orang jagoan lihay ternyata sama sekali tidak kelihatan jeri.
Tubuhnya bagaikan segulung angin taupan mengalir dan meluncur tiada hentinya kesana kemari, bersamaan itu pula terasa ada segulung hawa tekanan yang sukar ditahan membentang keempat penjuru.
Dimana cakar setannya melayang, Su Hay Sin Tou
mendengus berat dan mundur dengan sempoyongan.
Diikuti suara ledakan keras bergema memenuhi angkasa, Hay Thian Sin Shu dengan wajah merah padam terpental mundur sejauh delapan depa.
Malihat kawan kawannya terluka, Pek-tok Cuncu bersuit gusar.
"Aku si ular beracun akan adu jiwa dengan dirimu."
teriaknya. Sepasang telapak mendadak dibalik, segulung angin pukulan berhawa Im yang sangat hebat menghajar iga kanan si nenek tua itu.
Jurus serangan ini sudah mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya, kelihayannya bukan alang kepalang.
Tadi sewaktu Hu Sang Popo mendesak mundur Hay Thian Sin Shu, disebabkan tindakannya rada gegabah ia terluka oleh hantaman hawa pukulan Lei Hwee Sin Kang pihak lawan, saat ini kegusarannya sudah lebih mendekati kekalapan.
Melihat sepasang telapak Pek-tok Cuncu dengan diiringi hawa pukulan dahsyat menghajar datang, tubuhnya
mendadak berputar kencang sepasang ujung bajunya dikebut ke depan, segulung kabut hijau yang tebal dengan cepat mengalir keluar.
Terdengar suara raungan keras, tubuh Pek-tok Cuncu terpental satu kati tingginya ke tengah udara dan terbanting ke tengah rerumputan.
Masih beruntung tenaga lwekangnya amat sempurna, di tengah udara ia menarik napas panjang lalu dengan paksa kerahkan hawa murninya sehingga waktu tubuhnya melayang turun ke bawah kakinya menginjak tanah terlebih dahulu.
Empat orang jagoan lihay sama-sama mengerubuti seorang nenek tua dan hasilnya tiga orang terluka parah. walaupun beruntung Ui Liong Tootiang berhasil lolos, tapi luka getaran yang barusan ia derita belum sembuh benar-benar.
Oleh karena itu walaupun dalam hati merasa terkejut bercampur gusar, hawa murninya diam-diam disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, ia bersiap sedia mengirim satu pukulan yang maha dahsyat Apabila Hu Sang Popo menerjang lagi kemuka.
Setelah berturut-turut melukai empat orang jagoan lihay, Hu Sang Popo pun mulai merasakan hawa murninya tersendat sendat tetapi watak buasnya menekan kesemuanya itu.
Setelah menarik napas panjang panjang ia tertawa seram
"Heee.... hee.... hee.... siapa lagi yang tidak takut mati boleh maju ke depan" tantangnya.
Kakinya selangkah demi selangkah bergerak maju ke depan, ia tetap meneruskan niatnya untuk membinasakan Tan Kia-beng dibawah serangannya.
Leng Poo Sianci yang mencekal pedang dan berjaga jaga disisi Tan Kia-beng begitu melihat ayanya beserta Ui Liong Tootiang tiga orang cianpwee sudah terluka semua, sedang Hu Sang Popo bagaikan iblis mengeluarkan cakar setannya selangkah demi selangkah bergerak mendekat, dalam hati merasa amat cemas.
Akhirnya ia membentak keras, pedang pendeknya dengan disertai serentetan cahaya tajam dibabat ke atas tubuh si nenek tua itu.
Ia sudah lama bersiap sedia, tentu serangan pedangnya kali ini sangat luar biasa dan tak boleh dipandang rendah.
Hu Sang Popo yang melihat datangnya serangan pedang diiringi desiran tajam, ia segera tertawa dingin tiada hentinya.
Ujung baju diangkat lantas dikebut kemuka, terdengar Leng Poo Sianci menjerit kaget, pedang pendek ditangannya kena tergulung ke tengah udara diikuti ujung baju pihak lawan laksana kilat menyambar jalan darah Sian Khie Hiat di atas badannya.
Serangan itu dilancarkan cepat bagaikan taupan, dalam keadaan terperanjat Leng Poo Sianci tak sempat lagi menghindarkan diri dari datangnya serangan mematikan itu.
Dalam keadaan yang amat kritis itulah, mendadak
bayangan manusia berkelebat lewat, segulung angin lunak meluncur datang dari tengah udara diikuti teriakan ngeri dari si nenek tua tersebut.
Dengan wajah beringas menahan rasa sakit Hu Sang Popo melayang mundur sejauh delapan depa ke belakang.
Ketika itulah dari tengah udara melayang turun empat orang wanita tua yang memakai pakaian warna warni, dan pada saat yang bersamaan pula disisi tubuh Tan Kia-beng sudah bertambah lagi dengan dua orang gadis cantik, satu berwarna putih yang lain berwarna merah.
Kiranya orang yang menolong Leng Poo Sianci dan
menghajar mundur Hu Sang Popo bukan lain adalah Teh Leng Su Ci atau empat orang wanita cantik dari Teh Leng Kauw, sedangkan kedua orang dara yang berdiri disamping Tan Kia-beng bukan lain adalah Pek Ih Loo Sat serta Mo Tan-hong Setelah rasa terkejut hilang lewat, Leng Poo Sianci baru putar badan, ia melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng kemudian berlari kesisi tubuh ayanya Hay Thian Sin Shu.
Setelah mengatur pernapasan beberapa saat, air muka Hay Thian Sin Shu pun telah rada pulih kembali, sambil membuka matanya ia tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... luka macam begini masih belum dapat mencabut nyawa ayahmu" serunya.
Pada waktu itu Pek-tok Cuncu, Su Hay Sin Tou serta Ui Liong TOotiang sekalian dengan menahan rasa sakit sudah tiba disisi tubuh Tan Kia-beng, setelah ditelitinya dan melihat air muka pemuda itu kecuali masih kelihatan pucat pasi agaknya sudah sembuh seperti sedia kala, dalam hati merasa heran bercampur kagum atas kesempurnaan tenaga
lweekangnya. Sebaliknya Tan Kia-beng yang melihat wajah beberapa orang loocianpwee Cu yang jauh labih parah, dalam hati merasa amat menyesal.
"Karena urusan boanpwee, akhirnya menyeret pula beberapa orang cianpwee terpaksa harus ikut terjunkan diri pula dalam kancah kekacauan ini, dalam hati aku merasa sangat tidak enak" katanya lambat.
Su Hay Sin Tou tertawa tergelak.
"Saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengucapkan kata-kata merendah, coba kau lihat siapakah keempat orang itu, aku si pencuri tua tidak kenal dengan mereka, cepat pergi sapa orang-orang itu!"
Setelah diperingatkan, Tan Kia-beng baru tersadar kembali jika ia belum menyapa Teh Leng Su Ci, terburu-buru badannya meloncat bangun dan menghampiri keempat wanita tua itu.
Tetapi karena waktu itu Teh Leng Su Ci sedang bercakap-cakap dengan Hu Sang Popo maka pemuda ini merasa tidak enak untuk buka suara.
Kiranya sewaktu Hu Sang Popo hendak turun tangan
melukai Leng Poo Sianci, mendadak merasakan adanya segulung angin lunak menerjang datang, ia merasa dibalik kelunakan angin pukulan tersebut secara samar-samar membawa kekuatan yang luar biasa.
Dalam keadaan gugup ia tak sempat menangkis lagi, sambil menarik kembali serangannya nenek tua itu mundur delapan depa ke belakang.
Katika itulah ia baru menemukan bila orang yang baru saja melancarkan serangan ke arahnya bukan lain adalah empat orang wanita berusia setengah baya,
Walaupun wataknya ganas dan buas, tetapi dikarenakan baru saja melukai Hay Thian Sin Shu empat orang jagoan lihay, tenaga murninya pada saat ini sudah mengalami kerugian yang amat besar, sudah tentu sikapnya tidak seberangasan tadi.
Sambil memperdengarkan suara tertawa aneh yang mirip jeritan kuntilanak, serunya, "Siapakah kalian berempat" berani benar melancarkan serangan bokongan kepadaku"
Toa ci dari keempat wanita cantik itu Han Bwee tersenyum ramah.
"Kami berempat adalah Teh Leng Su Ci. karena melihat tindakanmu yang ingin turun tangan jahat terhadap seorang boanpwee maka sengaja kami turun tangan mencegah, bagaimana kau bisa menuduh kami sengaja membokong...."
Pada waktu itu Majikan Isana Kelabang Emas pun sudah meloncat bangun, ketika melihat situasi yang dihadapinya dalam hati lantas timbul maksud untuk mengundurkan diri. Ia sudah salah menganggap Teh Leng Su Ci adalah guru dari Tan Kia-beng.
"Kepandaian silat yang dimiliki pemuda she Tan itu saja sudah sedemikian lihaynya apalagi kepandaian yang dimiliki gurunya, sekalipun ia tahu kepandaian yang dimiliki suhunya Hu Sang Popo sukar diukur tapi sepasang kepalan sukar mengalahkan empat tangan, apalagi pihak lawan masih ada Su Hay Sin Tou, Pek-tok Cuncu, Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang berapa orang.
Oleh karena itu, ia lantas menimbrung dari samping,
"Selama ini antara Isana Kelabang Emas dengan Teh-leng-bun tiada ikatan dendam apapun, mengapa perkumpulan kalian begitu ngotot hendak terjunkan diri ke dalam kancah kekacauan ini" hal ini benar-benar membuat aku Liuw Lok Yen merasa tidak paham."
"Hmm! kau andalkan kepandaian silat hendak membasmi seluruh orang Bulim yang ada didaratan Tionggoan, kami Teh-leng-bun sebagai salah satu bagian dari orang-orang Bulim apakah tidak seharusnya ikut campur dalam peristiwa ini?"
sambung Tan Kia-beng sambil tertawa dingin. "Apalagi ayahku
'Cu Swie Tiang Cing' Tan Cu Liang tiada ikatan dendam atau sakit hati dengan dirimu, mengapa kau pancing mereka sehingga terkurung dalam gua Pek Kui Yu Hun Tong selama sepuluh tahun" apakah dendam sakit hati ini aku tak boleh aku orang she Tan tuntut kembali?"
"Heee.... heee.... heee.... urusan sudah jadi begini.
diributkanpun tiada berguna" kata Hu Sang Popo sambil tertawa aneh. "Lebih baik kita selesaikan saja persoalan ini
dengan mengandalkan kepandaian silat masing-masing, Jikalau kalian Teh Leng Su Ci berhasil mengalahkan diriku barang satu jurus saja, aku segera akan perintahkan orang-orang Isana Kelabang Emas untuk mengundurkan diri dari daratan Tionggoan....
"Perkataan saudara amat tepat, kita tetapkan demikian saja" sambung Han Bwee menyetujui.
Habis berkata secara diam-diam ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh, sedang bibirnya masih tersungging satu senyuman.
Hu Sang Popo yang menghadapi musuh tangguh di depan mata, saat ini tidak berani berlaku gegabah lagi. Sepasang lengannya segera disaluri hawa murni sehingga menimbulkan suara gemerutukan yang amat keras.
Badanpun secara mendadak mulur lebih tinggi setengah depa dari keadaan semula, rambut putih di atas kepalanya pada bangun berdiri, selembar wajahnya yang banyak kerutan secara mendadak berubah jadi ungu. sepasang mata
memancarkan cahaya hijau dan selangkah demi selangkah maju ke depan
Tan Kia-beng yang menonton keadaan tersebut dari
samping kalangan, dengan ketajaman matanya sekali pandang lantas menemukan jika diantara alisnya secara samar-samar kelihatan mengepulnya kabut warna hijau, jelas ia sudah mengerahkan ilmu sakti Hong Mong Cie Khie nya mencapai sepuluh bagian tak terasa hatinya merasa amat kuatir buat keselamatan Teh Leng Su Ci sehingga keringat dingin mengucur keluar dengan amat derasnya.
Setengah detik sebelum pertempuran itu berlangsung, tiba-tiba.... bayangan abu abu berkelebat lewat, seorang hweesio
tua beralis putih tahu-tahu sudah melayang turun ke tengah kalangan diiringi suara pujian keagungan sang Buddha.
"Omintohud! Sicu harap tunggu sebentar. Pinceng ada perkataan hendak disampaikan pada kalian."
Hu Sang Popo yang melihat munculnya si hweesio tua itu, ubuhnya segera tergetar amat keras. badannya mendadak meloncat mundur ke belakang.
Sedangkan Teh Leng Su Ci pun dengan termangu-mangu memandang ke arah hweesio tua tersebut.
"Loo siansu, entah ada urusan apa yang hendak kau sampaikan?" seru Tan Kia-beng seraya maju ke depan memberi hormat.
Si hweesio tua beralis putih ini bukan lain adalah Hwee Huan, terdengar ia memuji keagungan Buddha lalu menyapu sekejap ke seluruh kalangan, katanya lambat-lambat, "Tujuan kedatangan dari pihak Isana Kelabang Emas kali ini ke gunung Ui San, maksudnya hendak menyapu habis semua jago yang ada di dalam Bulim, tapi nyatanya sekarang sudah terbukti bila maksud itu tidak mungkin terjadi. di dalam pertarungan seru tadi aku rasa kalian semua sudah mengerti keadaan masing-masing bukan" karena itu pinceng tidak usah banyak menjelaskan lagi. Dan kini Hu Siang sicu hendak
mengandalkan kekuatan seorang diri melawan keempat cianpwee dari Teh Leng Kauw, walaupun belum bisa diketahui siapakah yang memperoleh kemenangan, rasanya suatu pertarungan yang maha sengit tak akan terhindar lagi."
Ia merandek sejenak untuk napas, kemudian sambungnya lebih lanjut, "Di dalam pertarungan gunung Ui san kali ini, semua tempat sudah dinodai dengan darah manusia.
seharusnya mulai saat ini pertarungan dibikin selesai. apakah
kalian sungguh sungguh ada maksud hendak beradu sehingga manusia yang terakhir?"
Agaknya orang-orang Isana Kelabang Emas merasa amat jeri terhadap sang pendeta yang bernama Hwee Huan ini, dan semakin jelas lagi keadaan yang sebenarnya pada saat ini, mereka merasa kesempatan inilah yang paling bagus digunakan untuk menarik diri. oleh karena itu tak seorangpun yang buka suara, mereka menantikan reaksi dari pihak lawan.
Tan Kia-beng sendiri, menggunakan kesempatan ketika Hwee Huan berbicara tadi memeriksa sejenak keadaan diseluruh kalangan, ia merasa dari pihak tujuh partai partai besar dimana ada Yen Yen Thaysu, Thian Liong Tootiang beberapa orang ciangpwee serta Sak Ih serta Si Huan yang baru saja datang walaupun bisa menahan serangan dari orang-orang Isana Kelabang Emas tapi belum tentu bisa menangkan keadaan.
Yang paling sengsara lagi adalah anak murid Kay-pang, sejak terkurung dalam barisan Pek Kui Yu Hun Tin dari Im Liem Kui Bo, hingga saat ini tidak kelihatan seorangpun yang berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Sebaliknya pertarungan antara Teh Leng Su Ci dengan Hu Sang Popo, walaupun secara samar-samar diluaran kelihatan bahwa keempat orang wanita cantik itulah yang bakal menang, tapi dengan pemuda she Tan ini mengerti bila kepandaian silat yang termuat dalam kitab pusaka Teh Leng Cin Keng bukan termasuk kepandaian sebangsa Bu Sian Thian Cin Khie. Walaupun tenaga dalam Teh Leng Su Ci amat liehay, belum tentu mereka bisa melawan ilmu sakti Hong Mong Cie Khie pihak lawan.
Oleh sebab itu ia merasa saat inilah saat yang paling baik untuk menarik diri.
"Hati Sian-su penuh welas asih, boanpwee merasa sangat kagum" sahutnya keras. "Jikalau pihak Isana Kelabang Emas suka menyudahi peristiwa yang terjadi pada malam ini sampai disini saja, boanpwee pun dapat menasehati beberapa orang cianpwee untuk lepas tangan, tapi aku utarakan dahulu kecuali pada malam ini, jika dikemudian hari aku berjumpa lagi dengan Majikan Isana Kelabang Emas maka saat itu aku akan mengadakan janji pribadi dengan dirinya".
"Heee.... heee.... heee.... sekalipun kau tidak datang mencari diriku, aku Liuw Lok Yen pun tidak lama kemudian akan datang menyambangi Tan heng" seru Liuw Lok Yen sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Selesai berbicara ia merangkap tangannya menjura lalu kepada Hu Sang Popo katanya, "Suhu, mari kita pergi!"
Bayangan manusia berkelebat lewat, guru dan murid dua orang bersama-sama melayang ke arah depan diikuti suara seruling mendadak bergema memenuhi angkasa, di dalam sekejap mata suara itu sudah merata disetiap penjuru.
Para jago-jago Kelabang Emas yang sedang bertarung, buru-buru menarik diri dan mundur ke belakang, di dalam sekejap mata tak ketinggalan seorangpun di tengah kalangan, kepergian mereka dilakukan cepat laksana sambaran kilat.
Hwee Huan setelah melihat orang-orang Isana Kelabang Emas pada bubar, kembali ia memuji keagungan Buddha, sekali berkelebat hweesio tua itupun lenyap tak berbekas Setelah Hwee Huan berlalu, Teh Leng Su Ci bersama-sama tertawa dan geleng kepala
"Keadaan ini hari benar-benar berbahaya, jika hweesio tua itu tidak kebetulan datang kemungkinan sekali kami berempat tidak berhasil menahan pukulan Hong Mong Cie Khie nya itu."
Ketika itu Ui Liong Tootiang beberapa sudah berjalan mendekat, Tan Kia-beng pun segera memperkenalkan
keempat orang wanita cantik itu kepada semua orang, tapi ketika tidak dijumpainya si Penjagal Selaksa Li diantara mereka, dengan penuh keheranan ia menoleh ke arah Pek Ih Loo Sat.
"Dimana ayahmu?"
Dengan mata terbelalak Hu Siauw-cian menggeleng.
"Ooouw.... kami kakak beradik sudah kirim dia untuk melakukan suatu pekerjaan" kata Han Bwee sambil tersenyum. "Harap Kauwcu suka mendatangi dusun Tan Siang Cung digunung Loo san pada tanggal satu bulan sepuluh, ada persoalan penting hendak dirundingkan dengan Kauwcu."
Sewaktu Tan Kia-beng ada maksud bertanya lebih jelas, Teh Leng Su Ci bersama-sama sudah berkelebat dari tempat itu. hanya dalam sekejap mata mereka sudah berada puluhan kaki jauhnya.
Ui Liong Tootiang sambil menarik tangan Mo Tan-hong pun mohon diri.
"Pinto terburu-buru harus membawa Hong jie untuk menengok luka dari Sam Kuang Sin nie, jika kau punya waktu dalam waktu dekat boleh berangkat kesana: katanya.
Mo Tan-hong melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng dengan pandangan penuh rasa cinta akhirnya ia menunduk dan bersama-sama Ui Liong Tootiang berlalu dari sana.
DIikuti Hay Thian Sin Shu pun mohon diri, ia adalah seorang jagoan yang sombong dan berangasan, siapa sangka ini hari ternyata sudah menemui kekalahan ditangan Hu Sang Popo, oleh karena itu ia merasa wajahnya sudah tak bersinar.
Leng Poo Sianci yang melihat ayahnya mohon diri, dengan hati berat ia melirik sekejap ke arah pemuda tersebut.
Melihat putrinya tidak ingin berlalu, Hay Thian Sin Shu jadi amat gusar, dengan mata melotot ia berteriak keras, "Jika kau tidak ingin pergi, lain kali aku larang dirimu berkelana kembali dalam dunia kangouw."
Leng Poo Sianci yang mendengar perkataan tersebut, bibirnya segera dicibirkan dengan perasaan apa boleh buat ia menggeleng lalu putar badan dan berlalu.
Pemandangan tersebut dalam pandangan Tan Kia-beng amat jelas sekali maksudnya tapi ketika itu ia tiada maksud dan perhatian untuk berpikir sampai kesitu, sinar matanya dialihkan ke arah Pek-tok Cuncu
"Jie ko, bagaimana dengan lukamu?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... sedikit luka dalam tidak akan mematikan diriku, setelah beristirahat tiga, lima hari luka itu akan sembuh dengan sendirinya." kata sang rasul selaksa racun sambil tertawa tergelak
Kepada Su Hay Sin Tou lantas serunya sambil tertawa,
"Ayoh pergi! kita berdua sudah repot-repot bekerja bukannnya membantu sebaliknya malah merepotkan saja, kita tidak punya muka untuk berdiam lebih lama lagi disini"
Habis berkata kedua orang siluman tua itupun bersama-sama meloncat pergi, dalam waktu singkat mereka sudah lenyap tak berbekas.
Saat ini di dalam kalangan tinggal Pek Ih Loo Sat serta Tan Kia-beng berdua, melihat keadaan di sekeliling tempat itu penuh dengan belepotan darah, hati mereka berdua merasa tidak tega, tampaklah potongan lengan, kutungan kaki
ceceran darah segar serta tumpukan mayat berserakan memenuhi empat penjuru, sungguh suatu pemandangan yang mendirikan bulu roma.
Di tempat kejauhan dua rombongan manusia sedang repot membalut luka yang diderita, mereka adalah golongan Kay-pang serta tujuh partai besar. Tan Kia-beng tidak ingin mengganggu orang-orang itu lagi, kepada Siauw Cian dengan suara setengah berbisik serunya, "Siauw Cian mari kita pergi!"
Gadis itu mengangguk dan tidak banyak berbicara lagi kedua orang itu segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlari turun dari atas gunung Ui san.
Waktu itu hari sudah terang tanah, sang surya
memancarkan cahayanya ke keseluruhan permukaan tanah.
Mendadak terlihatlah dua sosok bayangan manusia bagaikan kilat melayang datang dari mulut gunung dari tempat kejauhan mereka sudah membentak keras, "Hey anak iblis!
akhirnya siauw-ya mu berhasil juga menemui dirimu!"
Tan Kia-beng jadi tertegun....
Hanya di dalam sekejap mata orang itu sudah berada dihadapan mereka, yang ternyata bukan lain adalah "Pek Lok Suseng" Sie Cu-peng beserta seorang pemuda tampan yang menggembol pedang.
Tan Kia-beng justru paling benci jika orang lain memanggil dirinya dengan sebutan anakan iblis, alisnya kontan dikerutkan.
"Apa maksudmu datang mencari diriku?" tegurnya.
"Masih ingatkah kau dengan Siong Hok susiokku yang sudah jatuh kecundang ditanganmu sewaktu ada digunung
Thay-san" apa yang sudah aku katakan?" jengek Pek Lok Suseng sambil goyang goyang kipas dan tertawa dingin.
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang masing teringat dengan tetek bengek tempo dulu"
"Haaa.... haaa.... haaa.... saudara benar-benar merupakan orang budiman banyak melupakan urusan" bukankah ia pernah berkata bahwa tiga tahun kemudian dari pihak Heng-san pay akan mengirim orang datang mencari dirimu" ini hari suteku sengaja datang untuk membereskan hutang piutang kita tempo dulu."
Setelah mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng baru jadi tersadar kembali, ia menoleh dan melirik sekejap ke arah pemuda itu.
"Ia she Suto bernama Lim, dan merupakan anak murid Siong Hok susiok ku pada beberapa waktu ini" Pek Lok Suseng segera memperkenalkan pemuda itu kepada Tan Kia-beng.
Kemudian kepada sang pemuda itu iapun berkata kembali,
"Dia adalah Tan Kia-beng dari Teh Leng Kauw yang sedang kau cari selama ini"
Dengan sikap sombong pemuda itu menjura tapi tidak mengucapkan sepatah katapun.
Dengan teliti Tan Kia-beng memperhatikan pemuda
tersebut yang usianya paling banyak baru tujuh, delapan belas tahunan, walaupun wajahnya tampan gagah tapi tidak kelihatan hal-hal yang teristimewa dari padanya.
Tak terasa dalam hati pemuda she Tan ini merasa sangat keheranan, pikirnya, "Siong HOk Tootiang sendiripun masih bukan tandinganku, apalagi muridnya yang baru saja diterima...."
Walaupun ia berpikir demikian tapi tidak sampai diutarakan keluar, ia tertawa tawar.
"Peristiwa yang terjadi tempo dulu adalah disebabkan oleh karena maksud rakus dari gurumu Heng-san It-hok,
sedangkan mengenai kekalahan susiokmu digunung Thay-san jikalau ia masih juga tidak melupakan dan jauh-jauh dari ribuan li mengirim Suto heng datang kemari untuk mencari penyelesaian, sudah tentu aku orang she Tan akan
mengiringinya."
Suto Lim kerutkan alisnya, pedang panjang dengan cepat dicabut keluar dari sarung lalu bentaknya lantang, "Suhuku menemui kekalahan di atas permainan ilmu pedang, ini hari siauw-yamu pun ingin menggunakan ilmu pedang untuk menebus kekalahan tersebut, cepat kau cabut keluar pedangmu. Siauw-ya tidak punya banyak waktu lagi untuk banyak berbicara dengan dirimu."
Pek Ih Loo Sat yang mendengar perkataannya kasar dan mau cari menang sendiri, hatinya jadi gusar.
"Hmmm! dengan mengandalkan kau si bangsat liar juga berani bergebrak melawan Engkoh Beng, biarlah nonamu yang kirim kau pulang kesorga." bentaknya keras.
Sreeet! golok lengkung warna peraknya segera dicabut keluar dan siap-siap turun tangan membasmi pemuda itu Tan Kia-beng mengerti jika watak Hu Siauw-cian amat ganas, karena takut pihak lawan kena dilukai sehingga dendam ini makin terikat semakin mendalam, buru-buru ia turun tangan mencegat.
"Kau jangan ribut dulu, lebih baik biar aku saja yang turun tangan!"
Suto Lim yang melihat kedua orang itu saling berebut untuk turun tangan, tak terasa ia tertawa panjang.
"Kalian berdua tidak usah saling berebutan, jauh lebih baik turun tangan bersama-sama saja, dengan demikian
siauwyapun tidak usah repot-repot buang tenaga lebih banyak."
Mendengar perkataannya makin lama semakin sombong, dalam hati Tan Kia-beng mulai merasa gusar, dari samping jalan dipatahkannya sebatang ranting kecil tiga depa panjangnya lalu seraya digetarkan katanya.
"Pedang kumala cayhe terlalu tajam, kemungkinan sekali pedangmu akan patah jadi dua bagian bila saling berbenturan, baiknya kugunakan saja bambu ramping ini untuk minta beberapa petunjuk ilmu silat Heng-san-pay".
Suto Lim salah sangka Tan Kia-beng memang ada maksud memandang rendah dirinya, hatinya jadi gusar, mendadak pergelangan tangannya digetarkan pedang panjang dengan memancarkan cahaya tajam membabat ke arah dada.
Serangan ini dilancarkan dengan kedahsyatan yang sangat luar biasa, hampir-hampir saja seluruh jalan darah penting di atas badan lawannya sudah kena terkurung di dalam desiran pedang tersebut.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka kalau pihak Heng-san Pay memiliki rangkaian ilmu pedang sedemikian hebatnya, bambu ramping ditangannya segera digetarkan keras lalu membabat keluar, serentetan cahaya hijau dengan sebat menangkis datangnya serangan pedang lawan.
Suto Lim tertawa panjang, pedangnya disabet ke atas mengiringi majunya sang badan di dalam sekejap mata hanya pedang berpencar keempat penjuru.
Berlapis lapis cahaya tajam yang menyilaukan mata bersama-sama menekan ke atas kepala, hal ini membuat Tan Kia-beng merasa hatinya berdesir.
Bambu hijau kontan diputar bagaikan roda, ilmu pedang Pek Kut Yu Hun Kiam pun segera dilancarkan untuk
membendung seluruh serangan dahsyat dari pihak lawan.
Rangkaian ilmu pedang ini adalah hasil dari Cu Swie Tiong Cing, Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek tiga orang dengan mengorbankan sepuluh tahun jerih payah, digunakan untuk mempertahankan benar-benar terbukti sangat rapat tiada berlubang kelemahan.
Kendati ilmu pedang yang digunakan Suto Lim amat ganas dan dahsyat, tak berhasil juga ia menggerakkan pemuda she Tan itu untuk mundur barang setengah langkahpun.
Tan Kia-beng yang sejak turun tangan tuntas memilih posisi bertahan, sudah tentu dalam hatinya punya alasan-alasan tersendiri. Ia mengerti daya kekuatan dari tujuh partai besar, setelah angkatan tua menemui ajalnya bakat bakat yang baikpun tinggal sedikit sedangkan dari angkatan muda ia cuma melihat Sak Ih serta Si Huan dua orang saja memiliki kepandaian tinggi.
Pihak Heng-san-pay sejak kematian Heng-san It-hok selama ini tidak berkembang, dan sekarang secara tiba-tiba muncul seorang yang bernama Suto Lim sudah tentu dalam hatinya merasa terperanjat, dalam hatipun lantas ada maksud untuk bikin jelas urusan ini.
Oleh sebab itu selama ini ia hanya bertahan tanpa melancarkan serangan serangan balasan.
Benarkah Suto Lim hasil didikan dari Siong Hong Tootiang"
Keadaan yang benar bukan begitu.
Kiranya tempo dulu setelah Pek Lok Suseng dengan
mengajak dua orang loocianpwee Heng-san-pay mencari Tan Kia-beng untuk menuntut balas, siapa nyana bukannya berhasil menuntut balas bahkan salah seorang dari kedua tootiang itu menemui ajalnya, dalam hati ia merasa sedih bercampur gusar. seorang diri lelaki she Sie ini berlari di atas puncak yang tertutup salju.
Pikirnya dalam hati, "Sejak Heng-san-pay didirikan oleh Couw su hingga ratusan tahun ini apakah benar-benar tidak ada seorang manusia berbakat pun?"
Tujuannya berlari kesana kemari pertama ingin mencari tahu tempat persembunyian dari dalam gua atau dibalik air terjun berhasil memperoleh obat mujarab yang dapat menambah kekuatan tenaga lweekangnya.
Tindakan tersebut boleh dikata merupakan khayalan setinggi langit, dikolong langit mana mungkin ada kejadian sedemikian kebetulan.
Hari itu sewaktu ia berlari lari di atas sebuah lembah gunung mendadak matanya terasa silau dan tahu-tahu dirinya sudah terjebak di dalam sebuah hutan buah Tous.
Walaupun ia sudah berusaha keras untuk mencari jalan keluar tapi tidak berhasi ljuga menemukan, ia merasa hutan buah Tous itu benar-benar amat dahsyat sekali sehingga akhirnya Pek Lok Suseng jadi putus asa dan menghela napas panjang.
"Heeei.... tidak kusangka aku Sie Cu-peng bukannya menemui ajal ditangan musuh, sebalinya mati di tempat ini."
Ketika itulah mendadak....
Dari samping telinganya terdengar suara berat dari seseorang sedang menegur, "Siapa kau" Hmmm.... kamu orang sudah terjebak di dalam barisan Tau Hu Tin yang disengaja pinto atur. Jika kau suka menyebutkan asal usul perguruan serta tujuanmu secara jujur, maka pinto akan tolong kau keluar dari dalam barisan. Tetapi, jikalau kau berani berbohong, pinto pun tidak akan buang banyak tenaga untuk menggubris dirimu lagi."
Mendengar teguran tersebut Pek Lok Suseng baru tersadar jika ia sudah terjebak dalam sebuah barisan aneh yang sengaja diatur orang lain, dengan cepat ia menyahut lantang,
"Tecu adalah Pek Lok Suseng dari Heng-san-pay, kedatanganku kemari adalah ingin menyambangi beberapa orang cianpwee dari perguruan kami yang sedang
mengasingkan diri."
"Bagaimana sebutanmu dengan Siok Hok Tootiang?"
"Tempo dulu adalah susiok dari ciangbunjin kami."
"Haaa.... haaa.... haaa.... urusan ternyata ada demikian kebetulan?"
Tiba-tiba terasalah angin dingin menyambar lewat tahu-tahu dihadapan matanya sudah bertambah dengan seorang Tootiang yang amat tua dengan rambut serta jenggot yang memutih semua, walaupun rambutnya sudah memutih tapi air mukanya merah cerah, jubahnya berkibar kibar bagaikan dewa.
Dia adalah anak murid dari aliran Sian Bun, begitu melihat munculnya sang Toosu tua, dengan rasa penuh hormat tanpa terasa sudah bongkokkan badannya menjura.
Tootiang itu menggerakkan Hut timnya seraya tertawa terbahak-bahak.
"Haah.... haah.... haa.... cepat bangun, tak usah pakai banyak adat."
Mengikuti kebutan Hut-timnya itu, segulung tenaga lunak yang amat hebat segera menahan badannya yang sedang membongkok.
"Entah siapakah gelar cianpwee" bolehkan boanpwee mengetahuinya?" kembali tanyanya dengan sikap hormat.
"Haa.... haa.... haa.... haa.... tempat ini bukan tempat yang sesuai untuk berbicara. mari aku pimpin kau untuk keluar dulu dari barisan ini".
Dengan memimpin Pek Lok Suseng ia berjalan putar belok dalam hutan Taouw tersebut dan akhirnya berhasil keluar dari barisan menuju kesebuah lembah gunung yang suci.
Kembali mereka melewati sebuah jalan kecil yang dikanan kirinya tumbuh berbagai bunga menyiarkan bau semerbak, akhirnya sampailah kedua orang itu di depan sebuah loteng bambu yang dibangun sangat rapi.
Dapat diduga loteng bambu ini tentunya tempat tinggal dari tootiang itu, ketika sang toosu tua mengajak ia memasuki loteng bambu itu sekali lagi Pek Lok Suseng merasa terperanjat.
Kiranya ia sudah menemukan sang Ciang bun Susioknya, Siong Hok Tootiang yang sudah lenyap tiga tahun lamanya saat ini sedang berdiri di atas peraturan menyambut kedatangan toosu tua itu.
Ia sama sekali tidak pernah menduga bisa menemui
susioknya di tempat ini, buru-buru badannya bergerak maju untuk memberi hormat.
"Susiok, secara bagaimana kau bisa sampai disini?"
"Kisah ini sukar dilukiskan dalam sepatah dua patah kata, kau kasih hormat dulu kepada susiok couw mu!" sahut Siong Hok Tootiang sambil menggeleng dan menghela napas panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... tidak perlu, tidak perlu, cepat duduk! eeei.... dimana Lim-jie?"
"Sedang berlatih pedang dibelakang gunung!" sahut Siong Hok Tootiang sangat hormat.
Toosu tua itu mengangguk lalu putar badan dan berjalan masuk keruang sebelah.
Menanti si toosu tua itu sudah berlalu, Siong Hok Tootiang baru menerangkan siapakah orang tua itu.
Kiranya toosu tua itu adalah seorang cianpwee dari perguruan Hong San Pay yang bergelar Wu Sian, karena bakatnya baik saja ingat bagus, sampai ini hari masih menyimpan beberapa macam kepandaian silat perguruan yang sudah lenyap dari peredaran, tidak nyana dia sewaktu berkelana kesana kemari akhirnya menemui tempat itu.
"Loocianpwee dari perguruan kita banyak jumlahnya, kenapa susiok katakan susiok couw adalah satu satunya angkatan tua yang masih ada?" kata Pek Lok Suseng dengan suara rendah, alisnya berkerut.
Iapun lantas menceritakan secara bagaimana ia
menemukan Ci Siong Cu serta Lu Siong Cu lalu bagaimana mereka datang mencari Tan Kia-beng untuk menuntut balas dan akhirnya secara bagaimana menderita kekalahan. Siong Hok Tootiang mengangguk.
"Urusan ini tak bisa disalahkan agak sembrono, tahu kau kecuali kuil pusat di atas gunung heng-san, masih ada berapa
banyak kuil cabang yang tersebar dimana mana" pendiri pendiri dari kuil kuil itu kebanyakan dikirim oleh pihak Sam Yen Koan yang turun temurun menguasahi kuil tersebut walaupun dengan partai kita tiada hubungan lagi tapi urusan tingkatan masih mengikuti urutan dari partai kita, Ci Siong Cu yang kau temui kemungkinan sekali sang pemimpin dari kuil cabang tersebut"
Setelah diberi penjelasan Pek Lok Suseng baru baru jadi paham, demikianlah mereka berdua pun bercakap-cakap beberapa saat lamanya.
Tiba-tiba terasa angin tajam menyambar lewat, dari tempat luaran meloncat masuk seorang pemuda tampan yang
langsung menyapa Siong Hok tootiang dengan sebutan Susiok kemudian dengan pentangkan biji matanya ia Pek Lok Suseng tajam-tajam.
"Dia adalah suhengmu Sie Cu-peng" kata Siong Hok Tootiang sambil menuding ke arah Pek Lok Suseng. "Dengan gelar Pek Lok Suseng, lain waktu kalian berdua baik-baiklah bergaul."
Kemudian kepada Pek Lok Suseng ujarnya pula.
"Ia bernama Suto Lim, kepandaian silatnya memperoleh pelajaran langsung dari susiok kecemerlangan perguruan kita akhirnya harus tergantung pada dirinya."
Pek Lok Suseng kasarnya memang seorang yang berwatak sombong, pada hari hari biasa ia terlalu menganggap tinggi diri sendiri walaupun diluaran ia tidak mengucapkan sepatah katapun tapi dalam hati seratus dua puluh persen merasa tidak percaya, pikirnya, "Mungkin perkataan ini sengaja diucapkan susiok untuk menghormati diri susiok-couw?"
Waktu itu Suto Lim sudah berjalan kehadapannya,
bongkokkan diri menjura dan berkata lantang, "Siauw-te Suto Lim menghunjuk hormat buat suheng"
Pek Lok Suseng tersadar kembali dari lamunannya. buru-buru ia bangun berdiri balas memberi hormat.
"Sute, tidak usah banyak adat"
---ooo0dw0ooo--Jilid: 20 Sejak itu hari, Pek Lok Suseng pun mulai berdiam selama satu bulan di dalam loteng bambu itu, ia banyak memperoleh petunjuk petunjuk berharga dari Wu Sian Ci dan mulai menemukan jika sutenya Suto Lim benar-benar memiliki bakat alam, bukan saja ilmu pedangnya lihay bahkan lweekang yang dimilikipun sangat mengejutkan.
Walaupun Siong Hok Tootiang sebagai seorang ciangbunjin dari Heng-san-pay, tapi dalam hal tenaga dalam masih kalah satu tingkat dengan pemuda tersebut.
Hari itu mendadak Siong Hok Tootiang membicarakan kembali janjinya dengan Tan Kia-beng untuk bertemu kembali tiga tahun mendatang dan kini waktunya sudah hampir tiba.
Walaupun selama tiga tahun ini ia banyak mendapatkan petunjuk dari Wu Sian Ci, tapi dasar bakatnya kurang bagus, ia masih tidak punya pegangan untuk memenangkan
pertarungan tersebut.
Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akhirnya dengan persetujuan Wu Sian CI janji ini akan dipenuhi oleh Suto Lim atas nama murid Siong Hok Tootiang.
Pak Lok Suseng yang mendengar keputusan itu jadi
kegirangan setengah mati, ujarnya, "Kemungkinan sekali sianak iblis itu sedang berada di atas gunung Ui san, jikalau waktu masih kecandak, sutepun boleh mencari penyelesaian dengan dirinya dalam pertemuan tersebut dihadapan para jago dari seantero kolong langit."
Sejak kecil Suto Lim dibawa Wu Sian Ci memasuki lembah Touw Hoa Kok, untuk kejayaan partai Heng-san-pay
dikemudian hari ia sudah membuang banyak pikiran dan tenaga untuk mengumpulkan obat obatan yang paling mujarab guna cuci otot serta tulangnya dan menambah kesempurnaan lweekang dari pemuda tersebut.
Hingga saat ini boleh dikata pemuda itu belum pernah terjunkan dirinya sekalipun dalam dunia kangouw, saat ini mendengar susioknya hendak mengirim dia untuk mewakili dirinya memenuhi janji dengan jago lihay, dalam hati merasa sangat kegirangan, kepingin sekali waktu itu juga meninggalkan gunung.
Tapi untuk melihat kesempurnaan ilmu silatnya ia
perintahkan Siong Hok Tootiang untuk bergebrak dulu dengan dirinya dengan syarat masing-masing pihak tidak
diperkenankan menyimpan suatu maksud tertentu mereka harus bergebrak hingga salah seorang menderita kalah.
Sedikitpun tidak salah, setelah bergebrak sebanyak tiga ratus jurus, akhirnya Suto Lim berhasil menang satu jurus dari lawannya dengan begitu Wu Sian Ci pun dengan hati lega melepaskan dia turun gunung.
Alasannya pada saat ini kepandaian silat dari Siong Hok Tootiang sudah jauh berbeda dengan Siong Hok Toootiang pada tiga tahun yang lalu, perduli dalam ilmu pedang maupun lweekang ia sudah memperoleh kemajuan yang pesat.
Dan apabila pemuda tersebut bisa menangkan kepandaian Siong Hok berarti pula untuk mengalahkan Tan Kia-beng bukan suatu persoalan yang rumit.
Terburu-buru Pek Lok Suseng dengan membawa Suto
melakukan perjalanan menuju gunung Ui-san, tidak salah lagi, hari itu mereka berhasil menemukan Tan Kia-beng dimulut gunung.
Suto Lim yang menemukan pihak lawan pun sama halnya dengan dia masih sangat muda, dalam hati merasa semakin mantap lagi, ia yakin kemenangan tentu berada ditangannya.
Tidak nyana setelah bergebrak beberapa jurus, semua serangannya berhasil ditahan oleh ilmu pedang Pek Kut Yu Huan Kiam Hoat dari Tan Kia-beng, walaupun berulang kali ia sudah ganti tiga, empat rangkaian ilmu pedang dan melancarkan seratus lima puluh jurus serangan belum berhasil juga menggerakkan musuhnya, bahkan Tan Kia-beng
sendiripun tidak mengirim sebuah serangan balasan.
Dengan kejadian ini ia merasa amat mendongkol. alisnya melenting sepasang matanya memancarkan sinar buas, bentaknya keras, "Apakah ilmu silat yang kau pelajari hanya jurus bertahan belaka" jika punya nyali, ayoh secara blak-blakan kirimlah beberapa jurus serangan kepada siauw yamu."
Waktu itu Tan Kia-beng sudah berhasil meraba sedikit banyaknya permainan ilmu pedang pihak lawan, setelah mendengar perkataan tersebut ia tertawa panjang.
"Jikalau kau memang menginginkan akumelancarkan serangan, baiklah! nih, terimalah seranganku."
Mendadak jurus serangannya berubah, dengan
menggunakan bambu ia menggantikan seruling dan dengan dahsyat mengeluarkan ilmu seruling Teh Leng Kiow Tah Tie.
Tampaklah serentetan cahaya hijau menerjang keangkasa, di dalam sekejap mata seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan desiran angin tajam yang mengurung empat penjuru bagaikan sebuah bukit bambu, lemah lembek tiada terputus.
Dasar tenaga lweekangnya memang sangat luar biasa, walaupun hanya sebatang bambu ditangan tapi angin desiran yang dilancarkan memenuhi empat penjuru dahsyat bagaikan gelangan ombak.
Suto Lim yang menemui musuh tangguh untuk pertama kalinya, dalam hati kontan merasa bergidik, sedikit pikiran bercabang ia kena terdesak mundur oleh Tan Kia-beng sejauh tujuh, delapan langkah.
Melihat kejadian itu dengan hati gelisah Pek Lok Suseng segera berteriak keras.
"Cepat pusatkan pikiran, lancarkan serangan gencar."
Bagaimanapun Suto Lim adalah seorang jagoan muda yang berbakat, hanya pengalamannya di dalam menghadapi musuh sama sekali tidak ada maka menemui serangan gencar dari pihak lawan hatinya jadi rada gugup.
Kini setelah diperingatkan oleh Pek Lok Suseng, hatipun jadi lebih waspada, gerakan pedangnya diperkencang, dengan sekuat tenaga berturut-turut ia mengirim beberapa buah serangan berantai memaksa Tan Kia-beng harus
memperlambat gerakannya.
Dengan demikian pemuda itupun kembali berhasil merebut posisi yang lebih baik
Tan Kia-beng yang merasa amat sayang terhadap
kepandaian silat pihak lawan, ditambah pula dengan dirinya
tiada ikatan dendam, maka selama ini hatinya tiada bermaksud untuk turun tangan jahat.
Kini melihat pihak lawan ternyata berhasil merebut kembali posisinya yang sudah terdesak, dalam hati semakin kagum dan tidak ingin turun tangan kejam lagi.
Waktu itu masing-masing pihak sudah bergebrak mendekati dua ratus jurus, Pek Ih Loosat yang melihat Tan Kia-beng selalu tidak turun tangan dengan sekuta tenaga dalam hati menganggap luka dalam yang diderita sewaktu bergebrak dengan Majikan Kelabang Emas belum sembuh benar-benar, hatinya jadi amat gelisah.
Golong lengkung warna peraknya segera digetarkan siap maju ke depan membantu pemuda she Tan itu.
Pek Lok Suseng yang melihat kejadian itu dari samping segera pentangkan kipasnya dan tertawa dingin tiada henti.
"Heee hee hee kau bermaksud hendak dua lawan satu"
Haruslah diketahui Toa ya masih berada disini."
Pek Ih Loo sat amat gusar, ia membentak keras golok lengkungnya laksana serentetan cahaya kilat menggulung keluar, suatu serangan yang tak ada ujung pangkalnya.
Pada saat yang bersamaan sewaktu Pek Ih Loo sat
menyerang Pek Lok Suseng, kembali terdengar suara bentakan bergema datang, dari balik hutan mendadak berkelebat datang serentetan cahaya perak serasa kilat menyambar langsung menggulung ke arah Suto Lim, hawa pedang berdesir dan dalam waktu singkat mengirim delapan buah serangan gencar.
Tan Kia-beng tidak tahu siapakah yang datang, terpaksa bambunya ditarik dan mundur kesamping.
Ketika itulah ia menemukan jika orang tersebut bukan lain adalah Leng Poo Sianci tak terasa lagi alisnya dikerutkan.
Begitu Leng Poo Sianci bergebrak dengan Suto Lim maka keadaannya jauh berbeda dengan situasi tadi, tampaklah cahaya hijau dan putih saling sambar menyambar memenuhi angkasa, masing-masing pihak mengeluarkan sepuluh jurus lihaynya untuk berusaha merebut posisi, untuk beberapa waktu sulit untuk ditentukan siapa menang siapa kalah.
Keadaan dari Pek Lok Suseng jauh lebih parah, selama hidup ia belum pernah menemui musuh semacam Hu Siauw-cian ini, hanya di dalam sepuluh juurs ia sudah terdesak dalam keadaan bahaya.
Hal ini disebabkan karena Pek Ih Loo sat selama bergebrak selalu mengutamakan serangan mati matian. Oleh karena itu terpeliharalah suatu kebiasaan tidak pernah mengampuni pihak lawan.
Sekali bergebrak maka pedomannya adalah bukan ia yang terluka, maka pihak musuh tentu yang mati, justru karena sebab-sebab inilah nama siiblis wanita berbaju putih jadi sangat terkenal.
Dengan tenang Tan Kia-beng menanti di samping kalangan sambil menonton jalannya pertempuran antara dua
rombongan itu, diam-diam ia kerutkan alisnya berulang kali, ia takut Pek Ih Loo-sat melukai Pek Lok Suseng sehingga dendamnya dengan pihak Heng-san-pay makin lama semakin dalam dan akhirnya susah untuk diselesaikan.
Maka dari itu kakinya tanpa terasa ikut bergerak maju, ia bersiap sedia untuk memberikan pertolongan dimana perlu.
Pada waktu itu terdengar suara langkah kakinya yang ribut bergerak menatangi seorang hweesio tinggi besar dengan
badan sempoyongan berlari mendekat dan akhirnya roboh ke atas tanah kurang lebih tiga kaki jauhnya dari tempat Tan Kia-beng berdiri.
Sejak permulaan Tan Kia-beng sudah berhasil menangkap suara langkah kaki tersebut, hanya saja dikarenakan ia mendengar langkah tersebut tidak mirip langkah seorang jagoan Bulim maka tidak sampai ambil perhitungan.
Tetapi setelah mendengar suara robohnya orang itu ke atas tanah, ia baru putar badan dan berlari mendekat, karena ia merasa tentu ada sebab-sebabnya sehingga orang itu roboh.
Tampaklah seluruh tubuh hweesio itu dibasahi dengan darah segar, napas tersengal-sengal dan wajah pucat pasi bagaikan mayat.
Buru-buru ia uruti beberapa urat nadinya sambil berteriak berulang kali.
"Toa suhu, Toa shu...."
Lama sekali, hweesio itu baru membuka matanya, dengan sinar mata tak bersinar ia memandang sekejap ke arah Tan Kia-beng lalu dengan suara yang amat lemah, serunya, "Pihak Isana Kelabang Emas.... meee.... menye.... menyerang kembali...."
Habis berkata matanya dipejamkan dan menemui ajalnya seketika itu juga.
Jika dilihat dari pakaian yang dikenakan orang itu, jelas dia adalah seorang hweesio dari pihak Siauw-lim pay, mendengar pula kata-kata terakhir yang diucapkan olehnya, pemuda she Tan ini semakin dapat menyimpulkan bila majikan Isana Kelabang Emas telah melancarkan serangan kembali terhadap
orang-orang tujuh partai besar serta pihak Kay-pang sepeninggalnya dia dari puncak Si Sim Hong.
Tidak sempat mengubur mayat hweesio itu lagi, ia putar badan dan membentak keras.
"Tahan!"
Leng Poo Sianci serta Hu Siauw-cian sama-sama tidak tahu urusan apa yang telah terjadi, dengan cepat mereka menarik kembali serangannya dan meloncat mundur ke belakang kemudian sinar matanya bersama-sama dialihkan ke arahnya.
Pada saat ini Tan Kia-beng tidak punya banyak waktu untuk mencari penjelasan, sambil putar badan teriaknya keras.
"Cepat ikut aku menuju puncak Si Sim Hong, kalau tidak maka kita bakal datang terlambat!"
Tubuhnya dengan cepat melesat ke arah depan dengan sikap yang terburu-buru sekali.
Suto Lim tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi sehingga pemuda itu berlalu dengan demikian terburu-buru, badannya segera mencelat ke depan menghadang jalan perginya seraya tertawa tergelak.
"Bangsat cilik kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri" heee.... heee.... tak ada urusan sedemikian mudahnya.
Tan Kia-beng teramat gusar, telapak tangannya dengan cepat dibabat ke arah muka diikuti suara bentakan keras bergema memenuhi angkasa.
"Orang-orang tujuh partai sudah hampir dibunuh habis oleh orang lain, kau masih punya kesenangan untuk bergurau dengan diriku."
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan terkejut Suto Lim buru-buru meloncat mundur delapan depa ke belakang.
Dan menggunakan kesempatan itulah Tan Kia-beng sudah melesat ke arah depan dengan gerakan yang amat cepat.
Sesosok bayangan putih serta sesosok bayangan merah bersama waktunya pula bergerak dari belakang, mereka mengambil jalan yang sama dari berasalnya dari hweesio tersebut.
Suto Lim yang masih kaget tak dapat mengucapkan
sepatah katapun, sebaliknya Pek Lok SUseng seperti telah menyadari akan sesuatu, teriak mendadak, "Aduuuh celaka!
jika didengar nada ucapannya, orang-orang tujuh partai besar agaknya sudah mengalami penyerangan dari orang-orang Isana Kelabang Emas, mari kita kejar mereka ke atas!"
Demikianlah, mereka berduapun membuntuti dari belakang Tan Kia-beng bergerak menuju kepuncak Si Sim Hong.
Ketika itu gunung Ui san penuh diliputi oleh kabut tebal, sepuluh langkah susah mendadak bayangan manusia, Tan Kia-beng dengan mengambil tajam semua berlari balik ke atas puncak Si Sim Hong.
Ketika tiba dibawah puncak, secara samar-samar dari balik kabut terdengar suara pekikan kesakitan yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa, jelas jelas di atas puncak sedang terjadi suatu pertempuran yang amat sengit.
Tan Kia-beng membenci pihak Isana Kelabang Emas tidak bisa dipercaya, ia mendengus dingin dan katanya dengan penuh kegemasan, "Jikalau pihak Isana Kelabang Emas tidak bisa pegang janji, jangan salahkan aku orang she Tan akan turun tangan kejam".
"Heee.... heee.... heee.... siapa yang suka bersikap walas kasih seperti dirimu" haruslah diketahui melepaskan seorang bajingan maka seribu orang penduduk mulianya akan mendapat celaka". seru Pek Ih Loo-sat tertawa dingin.
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan itu, dalam hati merasa amat menyesal, tak terasa ia menghela nafas panjang.
Ketika itu jarak mereka dengan puncak Si Sim Hong sudah semakin dekat, mendadak....
Dari balik kabut terdengar suara bentakan keras diikuti munculnya serentetan cahaya keemas emasan bagaikan hujan badai mengurung seluruh tubuh Tan Kia-beng bertiga hal ini membuat pemuda itu gusar dan mengirim satu pukulan yang maha dahsyat menggulung cahaya emas tersebut.
Karena ia membendi terhadap jagoan Isana Kelabang Emas yang melancarkan serangan bokongan, maka serangan balasan ini dilancarkan dengan sepenuh tenaga.
Terdengar suara jeritan ngeri bergema memecahkan
kesunyian, agaknya orang yang melancarkan serangan bokongan itu dalam keadaan tidak bersiap sudah kena dilukai oleh jarum Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Ciam yang terpukul balik.
Pada saat Tan Kia-beng melancarkan pukulan tadi, dua rentetan cahaya keperak-perakan menyusul ke arah depan, kiranya Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci sama-sama sudah menubruk ke arah mana berasalnya suara tadi.
Tapi tubrukan mereka sudah mencapai sasaran kosong.
kalangan sunyi senyap tak kedapatan seorang manusiapun.
Melihat hal itu Tan Kia-beng lantas berteriak keras,
"Bajingan bajingan cilik itu tidak berharga untuk kita gubris, mari cepat-cepat menuju ke arah panggung."
Selesai berbicara pertama tama ia meloncat dulu ke depan diikuti dua orang gadis yang lain.
Di dalam sekejap mata mereka sudah berada beberapa puluh kaki jauhnya, dari antara balik kabut yang tebal tampaklah bayangan manusia saling menyambar diiringi teriakan teriakan gusar yang gegap gempita.
Dengan ketajaman mata Tan Kia-beng, sekali pandang ia sudah menemukan di atas tanah rumput yang kering
berceceran darah segar, mayat bergelimpangan memenuhi permukaan tanah, hal ini membuat darah panas bergolak dalam dadanya. Sepasang mata merah membara dan tidak ragu ragu lagi pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya dicabut keluar.
Dimana tangannya bergerak, cahaya biru memancarkan keempat penjuru dan mencapai tiga depa jauhnya, diiringi tertawa seram teriaknya, "Liu Lok Yen, kau tidak suka pegang janji, aku orang she Tan pun tanpa sungkan sungkan akan buka pantangan membunuh"
Suara gelak tertawa ini sudah dikerahkan dengan tenaga lweekang yang tinggi, suara tersebut bergetar memenuhi empat penjuru bahkan Hu Siauw-cian serta Leng Poo Sianci pun dibuat tergetar sehingga jantungnya berdebar ditelinga terasa berdengung.
Baru saja suara tertawa sirap, dari balik kabut muncul suara tertawa dingin diikuti meloncat keluarnya sosokan bayangan manusia.
"Hmmm! toa-ya mu memang sedang murung karena tidak temukan dirimu tidak disangka kau suka hantar nyawa sendiri"
bentak orang itu seram.
Perkataan selesai diucapkan, muncullah "Gien To Mo Lei"
Go Lun dengan wajah penuh napsu membunuh.
Leng Poo Sianci yang melihat munculnya orang itu segera mengenalinya kembali kalau pemuda tersebut bukan lain adalah sang muda yang pernah memaksa Tan Kia-beng sewaktu ada dikuil Puh Lan Si dengan tanggungan nyawa Siasap dan mega selaksa li, Lok Tong.
Ia segera membentak keras, pedang pendeknya dengan disertai cahaya keperak perakan meluncur keluar dan membabat ke arah pinggangnya, hawa pedang berdesir, angin serangan menderu deru dengan sangat hebatnya.
Gien To Mo Lei mendadak berkelebat maju ke depan, kemudian tertawa keras dengan suara yang sangat
menyeramkan. "Haaa.... haaa.... haaa.... Barang siapa yang hadir di atas puncak Si Sim Hong pada hari ini semuanya bakal mati, jika kaupun ingin mati, mari.... akan kuhantarkan terlebih dahulu"
Leng Poo Sianci amat mendongkol, tubuhnya berkelebat bagaikan kilat, dalam waktu yang amat singkat berturut ia sudah mengirim delapan buah serangan sekaligus.
Sejak kecil ia sudah memperoleh didikan ilmu silat dari ayahnya Hay Thian Sin Shu, sudah tentu kedelapan buah serangan yang baru saja ia lancarkan benar-benar merupakan suatu serangan yang maha dahsyat bagaikan delapan orang turun tangan bersama-sama.
Pada saat itu Gien To Mo Lei pun tidak berani bersuara lagi, golok peraknya ditarik kan gencar menutup seluruh keliling tubuh. Setelah mengeluarkan dua belas jurus berantai akhirnya dengan susah payah ia baru berhasil menghindarkan diri dari desakan kedelapan buah serangan tersebut. Sekalipun
begitu badannya pun kena terdesak sehingga mundur tujuh, delapan depa ke belakang.
Bersamaan waktunya Leng Poo Sianci melancarkan
serangan ke arah Gien To Mo Lei, dari empat penjuru tiba-tiba berkumandang keluar suara tertawa aneh yang amat
menyeramkan kemudian disusul munculnya segerombolan bayangan manusia dari balik kabut perlahan-lahan mendekati Tan Kia-beng.
Sekali pandang pemuda she Tan ini dapat mengenali kembali bila diantara gerombolan jagoan itu selain terdapat Sam Biauw Ci Sin, Kui So Sian Ong, Si Bangau Mata Satu Kwie Hwie, serta Im Leng Kui Bo yang pernah bergebrak dengan dirinya masih ada beberapa orang jagoan yang belum pernah ditemuinya selama ini.
Diam-diam hatinya jadi amat terperanjat, pikirnya, "Jagojago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas sudah hadis semua disini, apakah orang-orang tujuh partai serta Kay-pang sudah menemui bencana semua?"
Selagi ia sedang berpikir, Kui So Sian Ong sudah tiba dihadapannya, lalu dengan nada aneh tudingnya ke arah pemuda tersebut.
"Eeei bangsat cilik! kau jangan anggap hanya andalkan sedikit permainan setan hasil peninggalan Han Tan si setan tua itu. Lalu kepandaianmu bisa disebut benar-benar lihay ini hari puncak Si Sim Hong akan berubah jadi tempat
kuburanmu, jika ada pesan pesan terakhir sampaikan dulu menggunakan kesempatan ini. Jika tunggu sampai nanti aku takut bakal terlambat!"
Pek Ih Loo-sat yang mendengar perkataannya
menyinggung Han Tan Loojien, alisnya kontan melentik,
pundaknya bergerak siap-siap melancarkan tubrukan ke depan.
Tetapi gerakannya ini dapat ditahan oleh Tan Kia-beng.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalian gerombolan bayangan setan masih belum berhak untuk mendengarkan pesan terakhir dari Siauw ya mu" seru pemuda itu sambil tertawa panjang. "Mana Liu Lok Yen" cepat suruh ia keluar menemui diriku"
Bicara sampai disitu suaranya semakin menyeramkan dan sangat mendebarkan jantung. tapi Kui So Sian Ong yang mengandalkan jumlah banyak sudah tentu tak akan jeri terhadapnya bahkan bersama-sama mendengarkan suara tawa hinaan yang menusuk telinga.
Tan Kia-beng gusar, mendadak tubuhnya bergetar maju ke depan, ujung pedangnya dituding dada Kui So Sian Ong.
"Jika kau tidak suka bicara terus terang, siauw ya segera akan gorok dulu" ancamannya di ringi suara bentak keras.
"Haaa.... haaa.... haaa.... cukupkah kepandaianmu untuk menggorok aku?"
Tangan setannya mendadak dipentangkan mencengkeram pergelangan pemuda tersebut.
Melihat datangnya serangan pemuda she Tan ini tertawa dingin.
"Heee.... heee.... heee.... kau cari mati!"
Telapak tangannya segera disalurkan tenaga dalam
kemudian dikerahkan ke dalam pedang. Ujung pedang bagaikan seekor ular mendadak memancarkan cahaya
mencapai tiga depa ke depan, Kui So Sian Ong sama sekali tidak menyangka akan kehebatan ini.
Belum sempat tubuhnya bergerak mendekat, cahaya
kebiru-biruan tersebut dengan dahsyat sudah menembusi dadanya, sekalipun ia memiliki kepandaian amat sempurna saat tanpa mengeluarkan suara dengusanpun roboh binasa ke atas tanah.
Tan Kia-beng yang melihat serangan anehnya berhasil mengenai sasaran, tidak menunggu mereka turun tangan lagi tubuhnya segera berputar dan dalam satu kali kebasan pedangnya membuat ke arah luar.
Sam Biauw Ci Sin sekalian sama sekali tidak menyangka kalau pedang kumala itu bisa memiliki kedahsyatan yang luar biasa, tidak menanti cahaya pedang itu berkelebat lewat dihadapannya, terburu-buru beberapa orang jagoan itu mengundurkan diri ke belakang.
Tan Kia-beng tertawa dingin, pedangnya dikebaskan dan sekali lagi maju mendekat.
Terlihatlah cayaha biru laksana sambaran kilat berkelebat memenuhi angkasa, di dalam sekejap mata berturut turut ia sudah mengirim empat belas buah jurus serangan gencar.
Bagaimanapun Sam Biauw Ci Sin beberapa orang jago-jago kenamaan dalam dunia kangouw, hanya di dalam sekejap mata mereka pun sudha meloloskan senjata dan menerjang berbareng.
Seketika itu juga seluruh kalangan dipenuhi dengan cahaya golok bayangan pedang yang mengurung tubuh Tan Kia-beng dari empat penjuru.
Pek Ih Loo sat sambil menentang golok peraknya tertawa terkekeh-kekeh melihat kejadian itu.
"Bagus! bagus sekali! jika ingin bergebrak memang seharusnya kita bergebrak sampai puas"
Tubuhnya meloncat ke tengah udara lalu menerjang masuk ke dalam kurungan cahaya tajam.
Dengan ikut sertanya gadis ini ke dalam arena pertarungan maka ia baru mulai merasa bila orang-orang itu tidak lemas. Ia merasa tekanan yang ditimbulkan dari empat penjuru sangat berat bagaikan tindihan gunung Thay-san, bahkan untuk melancarkan jurus-jurus seranganpun rasanya teramat susah.
Masih beruntung tenaga dalam yang dimiliki Tan Kia-beng amat sempurna, pedang kumala yang tergenggam dalam tanganpun merupakan pedang pusaka.
Setelah ia bergerak maka para jago buru-buru
mengundurkan diri dan berhasi lmembebaskan Hu Siauw-cian dari berbagai tekanan.
Tapi kedatangan beberapa orang jagoan ini adalah
bertujuan untuk menghadapi Tan Kia-beng. Oleh karena itu tanpa mengingat kedudukannya lagi begitu turun tangan lantas melancarkan penyerbuan berbareng.
Tongkat kepala ular dari Im Leng Kui Bo, Cangklong penotok jalan darah dari si Bangau Mata Satu serta golok lengkung beracun dari Sam Biauw Ci Sin rata rata merupakan senjata andalan yang sangat mengerikan. Jurus jurus serangan yang mereka pergunakan benar-benar ganas dan telengas, ditambah lagi beberapa buah senjata aneh dari jagojago yang tidak diketahui namanya, benar-benar membuat Tan Kia-beng jadi kerepotan.
Ketika itu kabut yang menutupi empat penjuru sudah mulai berkurang, cahaya sang suryapun memancarkan sinar keemas emasnya menyoroti padang rumput penuh berlepotan darah
sehingga memancarkan bau amis yang menusuk hidung dan bikin perut terasa mual.
Tan Kia-beng yang terus menerus memikirkan keselamatan dari anak murid Kay-pang serta Ciangbunjin dari tujuh partai dan berkeinginan cepat-cepat tiba di atas panggung tapi kena terkurung oleh gerombolan iblis-iblis ini sehingga sukar meloloskan diri lama kelamaan jadi gusar juga.
Mendadak ia bersuit nyaring, permainan pedang kumala ditangannya segera berubah ternyata ia sudah mengeluarkan ilmu pedang yang paling ampuh "Sian Yan Chiet Can" sedang tangan kirinya berulang kali didorong kemuka mengirim tujuh buah serangan dahsyat.
Dalam sekejap mata, cahaya kebiru biruan memancar semakin luas, angin pukulan menderu-deru bagaikan taupan, di tengah suara jeritan yang amat ngeri ada dua orang rubuh mati seketika itu juga.
Pek Ih Loo sat yang sedang merasa kepayahan, mendadak melihat Tan Kia-beng berhasil merobohkan pihak musuh, semangan pun ikut berkobar.
"Naaah! begitulah baru bagus, seharusnya sejak tadi kau bertindak begini!" teriaknya melengking.
Golok perak laksana kilat mengirim sebelas buah babatan gencar memaksa jago-jago lihat dari Isana Kelabang Emas dengan perasaan terkejut dan gelagapan mengundurkan diri ke belakang.
Dengan begitu tekanan yang dipancarkan dari empat penjuru pun jauh berkurang.
Bersamaan waktunya ketika Tan Kia-beng mengeluarkan ilmu pedangnya yang ampuh "Sian Yan Chiet Can" tiba-tiba
terdengar Gien To Mo Lei berteriak gusar, "Lonte busuk! Ini hari jika bukan sang ikan yang mati adalah jaring yang berlubang serahkan nyawamu!"
"Hmm.... bicara besar apa gunanya, jika punya kepandaian ayoh keluarkan semua kepandaianmu. Nona akan sambut seluruh permainanmu!" jerit pula Leng Poo Sianci diiringi suara tawa yang menyeramkan.
Mendengar bentakan bentakan itu hati Tan Kia-beng tiba-tiba rada bergerak, kepada Pek Ih Loo sat segera serunya,
"Siauw Cian, di tempat ini cukup aku seorang sudah mampu untuk menghadapi mereka, kau pergilah kesana untuk membantu nona Cha!"
Walaupun dalam hati Pek Ih Loo sat tidak senang, tapi ia tetap menggetarkan golok peraknya sehingga memancarkan cahaya keperak perakan kemudian langsung menerjang keluar dari lingkaran kepungan.
"Hey budak busuk, kau kepingin melarikan diri?" seru Im Liem Kui Bo sambil tertawa aneh. "Aku kira tidak segampang itu!"
Tongkat kepala ularnya dikebaskan menotok dada lawan, melihat hal itu Tan Kia-beng membentak keras, dari samping tubuh ia mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Segulung tenaga pukulan bertenaga Yang kontan
menggetarkan tongkat kepala ular dari Im Liem Kui Bo sehingga menimbulkan suara dengungan keras, sedang badannya sendiri terdesak mundur tiga depa ke belakang.
Mengambil kesempatan itulah Pek Ih Loo sat enjotkan badannya melayang lewat dari atas kepala Im Liem Kui Bo tersebut.
Pek Ih Loo sat yang sudah terkenal karena keganasannya menghadapi mangsa mangsanya begitu keluar dari kepungan, golok peraknya laksana serentetan cahay apelangi
menggulung seluruh tubuh Gien To Mo Lei dan di dalam sekejap mata berturut turut ia sudah mengirim tiga belas buah babatan dahsyat.
Kepandaian yang dimiliki Gien To Mo Lei dengan Leng Poo Sianci kira-kira seimbang satu sama lainnya. oleh karena itu kendati sudah bergebrak sangat lama sukar juga untuk menentukan siapa yang menang siapa yang kalah.
Tapi dengan ikut sertanya Hu Siauw-cian terjunkan diri ke dalam kalangan maka keadaanpun segera berubah. itu tiada kekuatan untuk melancarkan serangan balasan lagi.
Sam Biauw Ci Sin yang melihat Gien To Mo Lei kena dikurung oleh kedua gadis itu sehingga kepayahan, badannya segera berputar bermaksud untuk memberi bantuan siapa nyana ketika itulah Tan Kia-beng sudah menggetarkan pedangnya sambil tertawa seram.
"Pertempuran mati hidup kita kali ini tak akan selesai sebelum salah satu binasa kita kan belum berhasil tentukan siapa menang siapa kalah, kenapa kau ingin melarikan diri...."
Terasa cahaya kebiru-biruan menyusut dan memancar, laksana aliran listrik dalam sekejap mata ia sudah mengirim tujuh buah serangan yang secara terpisah menghajar tujuh orang sekaligus.
Ganas, gencar dan dahsyat memaksa Sam Biauw Ci Sin sekalian harus menggerakkan senjatanya untuk melindungi badan.
Tan Kia-beng yang saat ini sudah tidak memikul beban lagi, serangan yang ditemukan semakin meluas, ilmu "Sian Yan
Chiet Can"nya dilancarkan dengan kedahsyatan yang luar biasa.
Dibawah sorotan sinar sang surya tampaklah serentetan cahaya biru laksana naga sakti menggulung, menyabet tiada hentinya di tengah udara, hawa pedang yang menggidikkan badan menyelimuti lima kaki di sekeliling tempat itu.
Sam Biauw Ci Sin beserta si Bangau Mata Satu sekalian walaupun merupakan jago-jago kelas wahid dari dunia kangouw, saat ini setelah menghadapi jurus jurus pedang yang luar biasa dahsyatnya mulai merasa bergidik juga sehingga mengundurkan diri berulang kali.
Im Liem Kui Bo yang melihat tujuh orang jagoan lihay ternyata tidak berhasil menangkan seorang bocah yang masih ingusan, napsu buasnya segera muncul.
Sambil menggerakkan toyanya ia menerjang maju ke
depan, bersama itu pula sambil menjerit seram teriaknya,
"Jika ini hari aku tidak berhasil membereskan bangsat cilik ini, dikemudian hari aku tak akan munculkan diri lagi di dalam dunia kangouw untuk mencari nama"
Beberapa patah kata yang mengandung sindiran dan
hasutan ini seketika itu juga membangkitkan semangat banyak jago.
Terdengar si Bangau Mata Satu bersuit nyaring, senjata cangklongnya dengan memancarkan cahaya hitam menerobos masuk ke dalam kurungan bayangan pedang yang sangat rapat itu.
Diikuti Sam Biauw Ci Sin sekalian menerjang ke depan dengan sepenuh tenaga, dengan demikian suatu pertarungan yang maha dahsyatpun segera berlangsung di tengah padang rumput yang sunyi.
Perduli ilmu pedang ilmu "Sian yan Chiet Can" dari Tan Kia-beng menimbulkan tenaga tekanan yang maha dahsyat, dan pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya tajam luar biasa, tapi dibawah desakan dari para jago yang hampir tidak perduli keselamatan sendiri tak urung makin bergebrak merasa semakin kepayahan.
Tapi bagi Im Liem Kui Bo sekalian untuk merebut
kemenanganpun bukan suatu pekerjaan yang gampang, masing-masing pihak sudah mengeluarkan seluruh jurus serangan yang dimilikinya untuk saling mengalahkan pihak lawan.
Tujuh delapan rentetan cahaya yang berbeda dengan rapatnya mengurung tanah lapangan seluas lima kaki angin menderu deru, suara suitan aneh melengking, seketika bayangan manusia bergema jadi satu susah dibedakan mana kawan mana lawan.
Seluruh jago dari Isana Kelabang Emas sudah pada
melancarkan serangan terhadap Tan Kia-beng, dengan demikian Gien To Mo Lei harus menghadapi ketanan tekanan kedua orang gadis itu dengan kepayahan.
Tiba-tiba terdengar Pek Ih Loo sat membentak keras.
"Bangsat iblis! coba kau rasakan ilmu pukulan Tok Yen Sin Ciang dari nonamu!"
Diikuti suara dengusan berat, tubuh Gien To Mo Lei dengan sempoyongan mundur lima langkah ke belakang.
Belum sempat kakinya berdiri tegak, serentetan cahaya keperak perakan kembali menyambar lewat.
Ketika itu, walaupun ia memiliki kepandaian silat yang amat lihay tapi sulit baginya untuk meloloskan diri dari serangan kilat yang dilancarkan oleh Leng Poo Sianci.
Suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa Gien To Mo Lei rubuh binasa dengan pinggang terputus jadi dua bagian.
Pek Ih Loo sat sekalian tanpa melirik lagi ke arahnya bersama-sama meloncat ke depan dan langsung menubruk ke arah Sam Biauw Ci Sin sekalian.
Tenaga dalam maupun kepandaian silat yang dimilikinya kedua orang gadis ini boleh dikata hampir seimbang dengan kepandaian yang dimiliki Sam Biauw Ci Sin sekalian, dengan masuknya kedua orang ini ke dalam kalangan maka situasi pun segera berubah.
Jagoan lihay bergebrak rata rata mengutamakan kecepatan serta ketepatan gerak, dengan adanya kedua orang gadis itu ikut serta terjunkan diri ke dalam kalangan berarti pula mereka telah mendapat tambahan dua orang musuh yang harus mereka hadapi.
Dengan demikian tekanan yang mengurung Tan Kia-beng pun jadi semakin berkurang, mendadak ia membentak keras, dengan jurus "Tiang Kiauw Wuo Hong" atau Jembatan panjang menghadang Pelangi, tiba-tiba pedang kumala ditangannya terbang lewat.
Dengan membentuk cahaya biru tahu-tahu dua orang
jagoan lihay dari pihak Isana Kelabang Emas rubuh binasa kena sambaran tersebut.
Melihat kejadian itu si Bangau Mata Satu jadi terperanjat, selama hidup ia kesemsem dengan ilmu silat tapi yang didengarpun hanya berita yang mengatakan di Bulim ada
semacam ilmu pedang terbang, siapa nyana ilmu dahsyat tersebut ternyata pada hari ini bisa muncul ditangan seorang pemuda berusia dua puluh tahunan.
Tak terasa lagi semakin gebrak ia semakin merasa hatinya berdesir. Mendadak badannya mengundurkan diri ke belakang kemudian melayang ke arah muka dengan kecepatan luar biasa.
Hanya di dalam beberapa saat saja bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Sepeninggalnya si Bangau Mata Satu, Sam Biauw Ci Sin sekalian mulai merasa keadaan mereka semakin terkatung katung, masing-masing mulai timbul maksud untuk
mengundurkan diri.
Tapi Tan Kia-beng yang sudah terlanjur membenci orang-orang Isana Kelabang Emas mana suka melepas mereka begitu saja" pedang kumala ditangan kanannya melancarkan serangan berulang kali mengurung seluruh tubuh keempat orang jagoan itu ke dalam kepungannya. sedang telapak kiri diam-diam mulai disaluri dengan tenaga khie kang Jie Khek Kun Yen Kan Kun So.
Walaupun Sam Biauw Ci Sin ada maksud melarikan diri, tapi kena didesak terus oleh serangan serangan pedang yang amat gencar memaksa ia sulit untuk meloloskan diri.
Apalagi diluar kalangan masih ada Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci yang selalu mengirim serangan serangan ganas.
oleh karena itu kendati hatinya amat gelisah tapi tak bisa berbuat apa apa, terpaksa dengan sepenuh tenaga melayani seluruh serangan dari sang pemuda dan menyingkitkan dahulu maksudnya untuk mundur.
Tan Kia-beng yang melihat saatnya sudah tiba tidak buang waktu lagi, telapak kirinya membentuk gerakan setengah busur di tengah udara kemudian perlahan-lahan ditekan kemuka.
Ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So yang amat dahsyat ini sekalipun Majikan Isana Kelabang Emas sendiri tidak tahan apalagi Sam Biauw Ci Sin"
Terdengar suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, tubuhnya terpental setinggi dua kaki ke tengah udara kemudian diiringi ceceran darah segar bagaikan sumber air terbanting jatuh ke atas rerumputan.
Im Liem Kui Bo melihat peristiwa itu jadi sangat terperanjat, tongkat kepala ularnya digetarkan berulang kali mengirim dua buah serangan kosong, setelah itu secara mendadak meloncat mundur ke belakang siap-siap melarikan diri.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Loo Kui bo! kau masih kepingin melarikan diri?" jengek Tan Kia-beng sambil tertawa panjang.
Pergelangan tangan semakin mengencang cahaya kebiru biruan memancar keempat penjuru kemudian laksana aliran kilat menggulung ke arah depan.
Di tengah muncratan darah segar yang memenuhi angkasa, tangan kanan Im Liem Kui Bo beserta tongkat ularnya bersama-sama kena terbabat putus jadi dua bagian.
Suara jeritan ngeri bergema memecahkan kesunyian, badannya berguling guling lalu meloncat bangun dan enjotkan badan lari terbirit birit dari sana.
Di dalam sekejap mata Tan Kia-beng berhasil melukai dua orang Pelindung hukum dari golongan Isana Kelabang Emas kejadian ini kontan membuat dua orang jagoan lihay lainnya
merasa jeri dan lupa bahwa masih ada dua orang iblis wanita yang sedang menunggu dibelakang.
Selagi mereka berdiri tertegun, terlihatlah cahaya keperak-perakan berkelebat lewat diikuti bergemanya dua rentetan jeritan ngeri
Ternyata pinggang mereka berhasil dibabat putus jadi dua bagian oleh serangan Pek Ih Loosat serta Leng Poo Sianci.
Pada saat ini di atas tanah kecuali terdapat beberapa sosok mayat jagoan Isana Kelabang Emas dalam keadaan
mengerikan. lainnya sudah berhenti melakukan perlawanan.
Tan Kia-beng menghembuskan napas ringan, ia dongakkan kepalanya memeriksa keadaan lalu secara mendadak
teriaknya, "Aduuuh celaka! sampai waktu ini mengapa tidak kelihatan juga seorang anggota Kay-pang pun" apakah mereka sudah menemui ajalnya semua ditangan orang-orang Isana Kelabang Emas?"
"Tujuh partai besar berjumlah sangat banyak, jika menurut keadaan seharusnya tidak secepat ini menderita kekalahan"
kata Leng Poo Sianci sambil menyimpan kembali pedangnya ke dalam sarung. "Mari cepat-cepat kita berangkat menuju kepanggung pertemuan"
Pertama tama ia enjotkan badan dulu bergerak menuju ke depan.
Dengan pandangan dingin Pek Ih Loo sat melirik sekejap ke arahnya, ia tetap berdiri tidak bergerak dari tempat semula.
"Urusan sangat kritis seperti berada di ujung tanduk, mari kita cepat pergi!" buru-buru Tan Kia-beng sambil menarik tangannya.
Hu Siauw-cian tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee heee heee.... sekalipun mereka habis dibunuh semua, apa sangkut pautnya dengan diriku?"
Walaupun diluaran ia bicara begitu, tapi kakinya dikerahkan ilmu meringankan tubuh Moo Hoo Sin Lie untuk berlari.
Tiga sosok bayangan manusia bagaikan tiupan segulung angin ringan dalam sekejap mata sudah tiba di depan panggung pertemuan.
Terlihatlah seluruh permukaan tanah dibasahi dengan noda darah yang memancarkan bau amis, dimana mana berserakan kutungan lengan, potongan kaki serta mayat mayat dalam keadaan tidak utuh.
Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diantara mayat mayat tersebut ada hweesio berkepala gundul, ada toosu berjenggot ada pula pengemis dengan pakaian yang dekil, bahkan tak kurang orang Isana Kelabang Emas dengan pakaian pakaian yang aneh.
Jika seluruhnya ditotal kemungkinan sekali ada seratus sosok mayat banyaknya keadaan sungguh mengerikan.
Jelas tidak lama berselang di tempat itu sudah terjadi suatu penjagalan manusia secara besar besaran.
Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat walaupun merupakan iblis iblis wanita yang membunuh orang tak berkedip, tak urung dibuat pucat pasi juga setelah melihat kejadian yang sangat mengerikan ini.
"Huuu....! sungguh tidak kusangka akhirnya kedatanganku kemari masih terlambat satu tindak" teriak Tan Kia-beng dengan gemas, ia depakkan kakinya berulang kali. "tidak nyana orang-orang Bulim dari Daratan Tionggoan harus menemui bencana pembantaian secara demikian mengerikan"
"Hee.... hee.... hee.... kejadian ini hanya bisa salahkan kepandaian silat mereka kurang sempurna, lalu siapa yang patut disalahkan?" jengek Pek Ih Loo sat segera tertawa dingin.
Perlahan-lahan Tan Kia-beng menghela napas panjang.
"Heeei.... walaupun perkataanmu benar, tapi tindakan orang-orang Isana Kelabang Emas pun rada sedikit
keterlaluan!"
"Tan Siauwhiap, apakah kau tidak merasa kalau perkataanmu itu keterlaluan?" mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara seseorang
menimbrung. Diikuti suara sambaran angin perlahan, Sak Cing Hujien dengan ujung baju berkibar tertiup angin tahu-tahu sudah munculkan diri di tengah kalangan.
Dibelakangnya berdiri Sang Si Ong beserta silelaki kekar berbadan suku Biauw yang kosen dan buas itu.
Leng Poo Sianci serta Pek Loo sat yang melihat munculnya musuh, terburu-buru mencabut keluar senjatanya.
Tapi Tan Kia-beng tetap tenang-tenang saja tak bergerak, alisnya melentik.
"Dengan andaikata apa saudara bisa menegur Cayhe bicara sedikit keterlaluan".... " serunya.
"Maksud tujuan partai besar Bulim didaratan Tionggoan sukar diduga, mereka pura pura mengadakan pertemuan pedang di atas gunung Ui san dengan maksud hendak membasmi kami orang-orang Isana Kelabang Emas. Empat penjuru gunung Ui san sudah dipasangi jebakan bagaikan dinding baja. Bilamana bukannya orang-orang Isana Kelabang
Emas sedikit memiliki kepandaian silat yang bisa diandalkan, kemungkinan besar saat ini kami sudah terkubur di atas gunung Ui san yang permai ini."
"Tujuh partai besar Bulim berbuat demikian tidak lain untuk menghadapi siasat busuk yang hendak kalian orang-orang Isana Kelabang Emas lakukan.
Jika dikatakan yang sebenarnya saja mereka sama sekali tidak bersalah.
Sekarang Cayhe ingin minta beberapa petunjuk kepada dirimu. Bukankah tadi masing-masing pihak sudah berjanji hendak lepas tangan dan tidak akan bertempur lagi" mengapa Majikan Isana Kelabang Emas mungkiri janji dan turun tangan telengas kepada mereka"
Mendengar teguran itu Sak Cing Hujien tertawa dingin.
"Enci Liuw sebagai Majikan Isana Kelabang Emas kapan pernah mungkiri janji sendiri" anak murid tujuh partai besar mengatur jebakan diperbagai mulut gunung dan membunuhi orang-orang Isana Kelabang Emas yang lewati sana, demi menjaga keselamatan sendiri terpaksa kami orang-orang Isana Kelabang Emas harus turun tangan."
"Dan kalian lantas balik lalu turun tangan terhadap ketujuh orang Ciang Bunjien dari tujuh partai besar"
"Sedikitpun tidak salah, tapi tindakan ini hanya demi melayani tantangan dari pihak lawan."
"Heee.... heee.... heee.... agaknya alasan kalian amat kuat sekali" jengek sang pemuda she Tan serta tertawa dingin,
"Sekarang dimanakah keturuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar beserta anak murid perkumpulan Kay-pang?"
Sang Si Ong yang ada disamping kalangan mendadak
tertawa seram. "Mereka sedang menanti dirimu di tengah perjalanan menuju Akherat...." serunya.
Mendengar ejekan itu Leng Poo Sianci merasa teramat gusar, pedang pendeknya dengan menimbulkan cahaya keperak perakan laksana sambaran kilat menubruk ke arah depan.
Sak Cing Hujien dengan sebat kebutkan ujung jubahnya ke depan, segulung asap kabut warna hijau dengan kencang menggulung keluar dan dengan paksa menahan tubrukan Leng Poo Sianci tersebut.
"Nona untuk sementara jangan turun tangan dulu" katanya sambil tersenyum. "Biarlah aku selesaikan dulu perkataanku"
Lalu dengan wajah penuh senyum ia berpaling ke arah Tan Kia-beng, lanjutnya, "Keberanian, serta semangat Siauw-hiap untuk melindungi yang lemah dan berusaha menegakkan keadilan dalam Bulim membuat aku merasa sangat kagum.
Tapi saat ini urusan sudah berlalu dan agaknya tiada berguna kita lanjutkan kembali. menurut pendapatku saat inilah merupakan suatu kesempatan yang paling baik bagi Siauwhiap untuk menyusun dan mendirikan kembali Perkumpulan Teh Leng Kauw lalu bekerja sama dengan Isana Kelabang Emas malang melintang di daerah Utara maupun Selatan dan sama-sama merajai Bulim"
"Haaa.... haaa.... haaa.... bila Isana Kelabang Emas ada maksud untuk melindungi keadilan dalam Bulim, seharusnya tidak bakal menciptakan suatu pembunuhan berdarah semacam ini" teriak Tan Kia-beng tertawa terbahak-bahak.
"Apa lagi orang she Tan punya ikatan dendam sedalam lautan
dengan pihak Isana Kelabang Emas, apa katamu sebagai kerja sama aku rasa hanya merupakan omongan kosong belaka, cuma saja aku orang she Tan mengeri hutang ada pemiliknya, dendam ada musuhnya, kau tiada ikatan dendam dengan diriku maka dari itu cayhe tidak ingin menyusahkan dirimu.
Sekarang Liuw Lok Yen ada dimana, aku mau cari dirinya untuk bikin perhitungan atau dendam berdarah ini."
Air muka Sak Cing Hujien berubah tiada hentinya, ia termenung sebentar akhirnya menghela napas ringan.
"Jika itulah maksud saudara, akupun tak ada cara untuk menentangnya, hanya saja kau berbuat demikian cukup membuat aku jadi kecewa bersamaan itu pula telah melukai hati seseorang!"
Habis berkata ujung baju dikebutkan lalu bersama-sama dengan silelaki kekar itu berlalu dari sana. Tak terasa lagi Tan Kia-beng berdiri termangu-mangu disana, lama sekali tak mengucapkan sepatah katapun.
Disamping ia merasa menyesal dan sedih karena salahnya perhitungan mengakibatkan tujuh partai besar Bulim serta Kay-pang menderita kerugian amat besar. Bahkan ia pun mulai paham siapakah orang yang dimaksudkan oleh Sak Cing Hujien tersebut.
Pak Ih Loo sat yang melihat pemuda itu berdiri tertegun di tempat semula. tidak terasa lagi sudah mendorong badannya.
"Eee.... urusan apa yang membuat kau seperti kehilangan semangat" apakah kau teringat kembali dengan kekasihmu si Si Dara Berbaju Hijau yang tertinggal di gurun pasir?"
Mendengar terguran tersebut Tan Kia-beng tersadar kembali dari lamunannya tak terasa lagi ia melototi sekejap dara tersebut.
"Eee.... apa yang kau ributkan" siapa punya kekasih"...."
tegurnya keras.
Leng Poo Sianci yang ada disamping kalangan segera tertawa cekikikan.
"Buat apa kau ingin cuci tangan dari kenyataan" godanya.
"Si perempuan cantik dari balik kabut pernah memberi tahu kepada aku tentang apa itu Kongcu serta Loo sat segara macam urusan...."
Mendengar secara tiba-tiba gadis itu menjatuhkan urusan tersebut kepadanya, air muka Pek Ih Loo Sat tak terasa rada berubah, melirik sekejap ke arahnya dengan pandangan dingin tapi mulutnya tetap bungkam dalam seribu bahasa.
Tan Kia-beng takut semakin berbicara jauh sehingga mengakibatkan hal hal yang tidak enak untuk kedua belah bagian, buru-buru ia ubah bahan pembicaraan, "Walaupun urusan di tempat ini untuk sementara sudah dianggap beres, kitapun ada seharusnya pergi menengok mulut gunung.
orang-orang Isana Kelabang Emas tak akan mengundurkan diri sedemikian cepatnya."
Tidak menanti pendapat dari kedua orang itu lagi diputar badan lantas bergerak ke arah depan.
Siapa sangka sewaktu badannya sedang meloncat ke
tengah udara itulah, mendadak....
Serentetan suara suitan aneh yang tinggi melengking menyeramkan berkumandang memecahkan kesunyian, suara suitan pertama muncul kurang lebih masih berada dua, tiga li jauhnya, tapi suara suitan kedua dalam waktu amat singkat sudah berada dihadapan mereka.
Tan Kia-beng yang mendengar suara suitan tersebut air mukanya kontan berubah hebat. mendadak tubuhnya
merandek lalu melayang turun kembali ke atas permukaan tanah.
Pek Ih Loo-sat selama ini belum pernah melihat pemuda she Tan ini menunjukkan sikap tegang semacam ini, ia tahu di tempat itu tentu sudah kedatangan seorang musuh tangguh, oleh karena itu iapun lantas mengambil persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan.
Pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia
bagaikan seekor burung elang dengan dahsyatnya meluncur masuk ke dalam kalangan begitu melayang turun ke atas permukaan tanah ia tertawa seram tiada hentinya.
Suara tawaan tersebut penuh mengandung hawa lweekang yang maha dahsyat disertai pula gema pantulan yang dahsyat menggetarkan seluruh lembah gunung, daun daun, ranting ranting dari pepohonan diempat penjuru berguguran debu mengepul memenuhi angkasa. jelas orang ini mempunyai kepandaian yang sangat mengerikan.
Tan Kia-beng yang memiliki tenaga lweekang sangat luar biasa jelas tak terganggu oleh suara tertawa itu, sedang Pek Ih Loo Sat yang sejak semula sudah salurkan hawa murninya untuk berjaga jagapun tidak mengalami cedera.
Hanya Leng Poo Sianci seorang saja karena tidak terlalu memperhatikan urusan itu hatinya kena tergetar sehingga berdebar debar keras, air mukanya berubah hebat.
Pada saat inilah Tan Kia-beng sdah mengenali kalau orang itu bukan lain adalah Hu Sang Popo itu suhu dari Majikan Isana Kelabang Emas, tak kuasa hatinya merasa sangat terkejut.
Tapi ketika itu masing-masing pihak sudah saling berjumpa, iapun terpaksa harus kerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk mengadu jiwa.
Diam-diam hawa murninya ditarik dari pusar mengelilingi seluruh tubuh, kemudian tertawa panjang.
"Jikalau kedatangan saudara adalah bertujuan mencari gara-gara dengan aku orang she Tan, aku rasa lebih baik tidak usah berjual lagak lagi dihadapanku. Jika punya kepandaian ayoh keluarkan semua, aku orang she Tan akan mengiringi kemauanmu."
Nada suaranya tidak begitu tinggi tapi setiap patah kata bergema amat nyaring dan penuh tenaga, seketika itu juga suara tertawa aneh yang amat menyeramkan itu kena tertindih dan sirap. Dengan begitu suasana pun jadi sunyi kembali.
Agaknya Hu Sang Popo sama sekali tidak menduga kalau tenaga lweekang yang dimiliki Tan Kia-beng sudah mencapai sedemikian sempurna. Wajah tuanya yang banyak berkeriput terlintas suatu perasaan kaget, tapi sebentar saja sudah sembuh seperti sedia kala.
Terdengar ia menyengir tertawa seram.
---ooo0dw0ooo--Jilid: 21 "Selama hidup aku belum pernah bergebrak sekalipun dengan seorang boanpwee, terhadap dirimupun tidak terkecuali, tapi jikalau kau keras kepala dan ingin cari gara-gara terus dengan Isana Kelabang Emas kami maka terpaksa aku harus melanggar kebiasaan tersebut untuk hadapi dirimu.
Apakah kau percaya dirimu bisa menahan sepuluh jurus seranganku?"
"Heee.... heee....heee.... dapat atau tidak aku menahan kesepuluh jurus seranganmu rasanya merupakan suatu persoalan yang lain. Jika kau inginkan aku orang she Tan tidak ikut campur dengan urusan pihak Isana Kelabang Emas sebenarnya bukan suatu persoalan yang sulit."
"Hmmmm! apakau kau hendak mengajukan beberapa
syarat?" Sedikitpun tidak salah, asalkan Majikan Isana Kelabang Emas bisa hidupkan kembali orang-orang yang telah ia bunuh, cayhe segera akan berpeluk tangan tidak ikut campur lagi di dalam urusan ini."
"Manusia busuk! besar benar nyalimu, kau berani mempermainkan diriku"...."
Mendadak sepasang mata Hu Sang Popo memancarkan
cahaya kehijau-hijauan, kelima jari kukunya yang hitam bagaikan arang kontan menyentilkan ilmu gulung serangan dahsyat yang membawa desiran tajam langsung mengancam jalan darah "Sian Khie" "Khie Bun" "Siang Thay" lima buah jalan darah penting.
Menghadapi musuh tangguh di depan mata sejak tadi Tan Kia-beng sudah bikin persiapan, karena itu sewaktu serangan jari Hu Sang Popo menyambar datang ia sudah geserkan badannya menyingkir sejauh lima depa kesamping.
Siapa nyana belum sampai kakinya berdiri tegak, segulung hawa pukulan yang maha dahsyat dengan membawa hawa tekanan yang menyesakkan nafas sudah menekan kembali seluruh badannya.
Kecepatan serangan serta keanehan jurus pukulan ini benar-benar sangat luar biasa perduli hendak menggunakan gerakan apapun susah untuk menghindarkan diri dari kurungan angin pukulan tersebut.
Kejadian ini memaksa pemuda she Tan diam-diam harus bergertak giginya kencang kencang, sang tubuh mendadak berputar setengah lingkaran telapak tangan sebelah dengan jurus "Thiat Bee Kiem Ko" atau Kuda Baja Trisula emas menerima datangnya serangan dengan keras lawan keras.
"Braak! dengan menimbulkan suara bentrokan keras masing-masing telapak saling berbentrokan satu kali.
Kuda-kuda Tan Kia-beng kena tergempur berturut turut ia mundur sejauh tujuh delapan langkah ke belakang. ia merasakan isi perutnya goncang keras darah bergolak dalam rongga dadanya.
Hu Sang Popo sendiripun tidak menyangka bila Tan Kia-beng bisa menerima datangnya serangan yang ia lancarkan dalam keadaan tidak menguntungkan itu, ia sendiripun kena tergetar mundur tiga langkah lebar ke belakang.
Setelah terjadinya bentrokan ini dalam hati mereka masing-masing sudah mempunyai perhitungan sendiri-sendiri.
Walaupun tenaga dalam pemuda she Tan kalah setengah tingkat jika dibandingkan dengan tenaga lweekang dari Hu Sang Popo tapi untuk mengalahkan dirinya dalam waktu singkat rasanya bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Sedang Tan Kia-beng sendiri, walaupun ia menderita sedikit rugi di dalam bentrokan tadi, tapi pandangannya terhadap keadaan situasipun jauh lebih lunak, lebih tenang dari keadaan semula.
Dalam hati ia merasa sangat gusar dan mangkel atas sikap Hu Sang Popo yang keras dan mengatakan turun tangan kontan melancarkan serangan, hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh badan dan berusaha keras untuk menahan golakan darah di dalam dadanya, kemudian tertawa dingin.
"Watak semacam ini apakah seharusnya dimiliki oleh seorang jagoan kenamaan semacam kau?" ejeknya sinis.
Pada wakut itu sifat buas dari Hu Sang Popo sudah kumat, secara samar sama hawa nafsu membunuh melintas wajahnya Terhadap perkataan yang diucapkan Tan Kia-beng ia tidak ambil gubris.
Mendadak tubuhnya menubruk ke depan cakar setannya dalam waktu singkat mengirim lima belas buah serangan gencar.
Seketika itu juga hawa khie kang melanda bagaikan ombak samudra, desiran angin tajam berkelebat simpang siur. kontan tubuh Tan Kia-beng kena terkurung ke dalam bayangan telapak.
Menghadapi kejadian macam begitu sejak semula Tan Kia-beng sudah bikin persiapan ia membentak keras telapak tangannya digerakkan mengiringi gerakan badannya
menyongsong ke depan, begitu turun tangan ia pun
mengeluarkan ilmu telapak Siauw Siang cheit ciang untuk balas melancarkan serangan
Dalam waktu singkat ia sudah mengirim dua belas buah pukulan.
Dengan munculnya ilmu kuno yang sangat lihay ini, sekalipun Hu Sang Popo memiliki tenaga lweekang yang sukar
diukur kesempurnaannya pun untuk sementara tak bisa berkutik terhadap dirinya.
Kedua orang itu dengan gerakan cepat berusaha
mengalahkan pihak yang lain, bagaikan kilat menyambar kembali dua puluh jurus berlalu dengan sia-sia, sampai saat ini masih belum berhasil juga menemtukan siapa menang siapa kalah.
Tan Kia-beng pun mengerti kalau tenaga lweekang pihak lawan jauh lebih tinggi satu tingkat jika dibandingkan tenaga lweekang nya, waktu semakin lama ia pasti bukan
tandingannya. Sampai waktunya ada kemungkinan besar terpaksa ia mengandalkan ilmu pedangnya untuk menghadapi serangan lawan, oleh sebab itu dengan sangat berhati-hati sekali pemuda itu melayani musuhnya.
Selama hidup Hu Sang Popo belum pernah menemui musuh tangguh, karena kejadian ini terpeliharalah suatu watak sombong dan dingin yang bukan buatan, saat ini melihat serangannya hanya berhasil mencapai kedudukan seimbang dalam pertempurannya melawan seorang bocah, dalam hati merasa semakin gusar lagi.
Mendadak ia bersuit nyaring, tubuhnya mencelat setengah depa ke tengah udara rambut putih di atas kepalanyapun secara mendadak pada bangun berdiri.
Tubuhnya bergetar satu lingkaran penuh sepasang telapak saling bersilang menciptakan beribu-ribu buah bayangan telapak.
Seketika itu juga empat penuru dipenuhi oleh hawa tekanan yang sangat dahsyat menggulung tubuh pemuda she Tan.
Ketika itu Tan Kia-beng sedang salurkan kekuatannya mempertahankan diri dari tekanan lawan, secara tiba-tiba ia merasakan adanya segulung hawa angin pukulan tidak berwujud tapi dahsyat bagaikan ambruknya gunung thay-san menekan ke arahnya bahkan memunahkan seluruh daya kekuatan yang ia salurkan keluar, hatinya merasa sangat terperanjat.
Tenaga pukulan sedemikian anehnya baru pertama kali ini ditemuinya selama hidup.
Kelihatan lingkungan kepungan makin lama semakin kecil, daya tekanan pun makin lama semakin besar, ia tahu jika saat ini tidak ambil suatu tindakan maka dirinya pasti akan menderita luka dibawah serangan tenaga lweekangnya yang amat sempurna itu.
Buru-buru ia tarik napas panjang, hawa khei-kang Jie Khek Kun Yen Cin Khie nya disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya, sepasang telapak dengan satu hawa Im yang lain hawa Yang segera membentuk gerakan Thay-kek di tengah udara membabat keluar.
Pada waktu itu ia sudah dapat mengerahkan hawa
murninya sesuai dengan kemauan hati, serangan yang baru saja ia lancarkan membawa segulung angin taupan yang hebat tiada tara.
"Sreett! Sreeet! dengan menimbulkan suara yang amat aneh di tengah udara, bergemalah suara ledakan keras memecahkan kesunyian.
Desiran angin putaran memencar keempat penjuru, seluruh rambut Hu Sang Popo pada bangun berdiri, tubuhnya kena terpental sejauh delapan depa dari tempat semula.
Sedangkan Tan Kia-beng sendiri berturut turut mundur tiga langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Terdengar Hu Sang Popo menjerit aneh
"Hmmm.... tidak kusangka ternyata kaupun berhasil mempelajari ilmu Jie Khek Kun Yen Cin Khie, jangan salahkan aku akan turun tangan telengas terhadap dirimu!"
Begitu perkataan selesai diucap, segulung kabut warna hijau yang amat tebal bagaikan angin taupan menggulung datang.
Kabut tersebut belum menyambar tiba, empat penjuru sudah dipenuhi dengan hawa tekanan yang menyesakkan pernapasan, hal ini membuat tubuh pemuda tersebut susah untuk bergerak.
Tan Kia-beng sudah beberapa kali menemui ilmu pukulan Hong Mong Ci Khie tapi belum pernah merasakan daya tekanan sedahsyat kali ini, diam-diam ia merasa bergidik juga sehingga bulu kuduk pada bangun berdiri.
Mendadak ia membentak keras, sepasang telapak
tangannya dengan sepenuh tenaga didorong ke depan, dalam keadaan kritis untuk kedua kalinya dia mengeluarkan ilmu Jie Khek Kun Yen Cin Khie nya dengan sepenuh tenaga.
"Bluuummm!!!" sekali lagi tengah kalangan digetarkan oleh suara ledakan yang menggoncangkan seluruh permukaan tanah, pasir debu beterbangan memenuhi angkasa.
Seluruh tubuh Tan Kia-beng kena terpukul getar sehingga mencelat ke tengah udara dan berjumpalitan beberapa kali lalu jatuh terbanting ketas tanah.
Sebalinya Hu Sang Popo sendiripun dalam bentrokan kekerasan kali ini kena terpukul mundur lima, enam langkah jauhnya.
Tapi dengan wataknya yang buas, ganas dan kejam
sewaktu merasakan dirinya terdesak mundur hawa murni segera disalurkan untuk menahan golakan darah dalam dada.
Tiba-tiba ia bersuit aneh, tubuhnya mencelat ke tengah udara, dengan kepala di bawah, kaki di atas laksana anak panah yang terlepas dari busur meluncur ke arah Tan Kia-beng yang menggeletak di atas tanah.
Bersamaan dengan berkelebatnya bayangan tubuh Hu sang Popo ke tengah udara di tengah kalanganpun digetarkan oleh dua bentakan nyaring disusul oleh munculnya dua rentetan cahaya keperak perakan satu dari kiri yang lain dari kanan mengulang datang.
Tapi Hu Sang Popo sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap datangnya serangan pedang dari Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo Sat yang dari kiri serta kanan.
Ujung bajunya ke belakang, seketika terasalah segulung hawa tekanan yang amat keras mendesak mundur tubrukan kedua orang itu, sedang ia sendiri melanjutkan tubrukannya ke arah Tan Kia-beng.
Kelihatan jelas sebentak lagi pemuda she Tan itu akan menemui ajalnya ditangan sang nenek tua.
Sekonyong konyong....
Serentetan cahaya biru yang menyilaukan mata melayang naik ke tengah angkasa menyambut datangnya tubuh Hu Sang Popo yang sedang menubruk datang. Si nenek tua itu sama sekali tidak menyangka dalam keadaan luka parah Tan Kiabeng masih bisa melancarkan serangan dengan menggunakan pedangnya, dalam keadaan terburu-buru hampir hampir saja dadanya tertembus oleh cahaya pedang tersebut.
Masih beruntung tenaga dalamnya amat sempurna dan sudah mencapai taraf kesempurnaan dan dapat diatur sekehendak hati.
Ketika dilihatnya hawa pedang itu hampir menyambut kedatangan badannya, ujung baju tiba-tiba digetarkan ke depan, tubuh pun mencelat delapan depa semakin ke atas lalu sesudah berjumpalitan beberapa kali tubuhnya melayang satu kaki kesebelah kanan.
Kendati perubahan geraknya dilakukan secepat kilat, tak urung jubat bagian bawahnya kea terbabat juga oleh cahaya pedang itu sehingga gumpil sepanjang satu depa.
Selama hidup belum pernah dia menerima kerugian seperti kali ini, melihat pakaiannya kena terbabat robek, hatinya semakin gusar lagi.
Ujung kaki menutul permukaan tanah, tubuhnya kembali mencelat ke tengah udara dan untuk ketiga kalinya menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Mengambil kesempatan sewaktu tubuh si nenek tua itu kena terdesak mundur oleh serangan pedangnya. Tan Kia-beng meloncat bangun, pedang kumala digetarkan
memancarkan cahaya kebiruan. Bersama-sama dengan badan ia menubruk ke arah Hu Sang Popo.
Gerakan tubuh dari kedua orang itu sama-sama
dahsyatnya, terlihat bayangan tubuh saling berkelebat, cahaya pedang kacau balau sukar dibedakan, ketika masing-masing pihak saling berpisah tubuh kedua orang itu pun mundur lima depa ke belakang.
Kelihatan jelas langkah Tan Kia-beng sudah kacau balau, setelah mundur sempoyongan beberapa jauh ia baru berhasil berdiri tegak.
Sedangkan Hu Sang Popo dengan mata melotot buas,
sepuluh jarinya dipentangkan lebar-lebar, rambut putih pada bangun berdiri dan keadaannya mirip kuntilanak, sangat menakutkan sekali.
Ketika itu Pek Ih Loo-sat serta Leng Poo Sianci yang kena digetar mundur oleh Hu Sang Popo sudah meloncat datang dan berdiri disamping kiri kanan Tan Kia-beng untuk melindunginya.
Tan Kia-beng dengan padang dilintangkan di depan dada, sepasang mata memancarkan cahaya tajam yang menakutkan melototi Hu Sang Popo.
Darah kental mengucur keluar membasahi ujung bibirnya, masing-masing saling berhadap hadapan bagaikan jago tarung, siapapun tidak berani turun tangan terlebih dahulu.
Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat adalah jago-jago wanita yang belajar ilmu silat sejak kecil, pengetahuan mereka amat luas.
Walaupun melihat keadaan dari Tan Kia-beng sangat mengenaskan dan hati mereka terasa seperti diiris iris, tapi siapapun tak berani mengucapkan sepatah katapun.
Tenaga lweekang Hu Sang Popo amat sempurna, setelah mengatur pernapasan sebentar kesegaranpun sudah pulih kembali seperti sedia kala.
Tiba-tiba ia membentak keras, sepasang ujung bajunya diayun keluar. Segulung kabut hijau yang maha dahsyat bagaikan angin taupan menghajar datang.
Sebat, cepat dan dahsyat jauh berbeda dengan keadaan biasa. Secepat kilat Tan Kia-beng pun getarkan pergelangan tangannya, desiran angin pedang menderu-deru, beruntun ia mengirim tujuh buah serangan sekaligus.
"Kalian cepat mundur!" bentaknya keras.
Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci mengerti jika hawa pukulan Hong Mong Ci Khie ini luar biasa dahsyatnya, dengan sebat mereka melayang mundur sejauh satu kaki dua depa ke belakang.
Ketika mereka lagi ke tengah kalangan, maka tampaklah cahaya pedang tersebut sudah saling berbentur dengan gulungan kabut hijau itu, suara ledakan yang keras bagaikan ambruknya gunung berapi berkumandang tiada hentinya menembusi awan.
Mendadak Tan Kia-beng memperkencang permainan
pedangnya, diikuti telapak kirinya didorong ke depan sekali lagi melancarkan satu pukulan dengan menggunakan ilmu Jie Khek Kun Yen Kan Kun So, dengan demikian hawa pukulan yang maha dahsyat itu pun berhasil ditahan olehnya.
Kendati begitu tak urung dadanya tergetar juga jauh sejauh lima, enam langkah ke belakang.
Hu Sang Popo sendiripun kena terdesak mundur sejauh delapan depa oleh kelihatayan ilmu pedang "Sian Yin Ciet Can"
tersebut. Tapi sebentar kemudian ia sudah meraung keras, tubuhnya kembali menubruk ke depan mengiringi sepasang telapak tangannya yang bersama-sama didorong kemuka.
Dalam sekejap mata ia sudah kirim delapan babatan dahsyat mengurung tubuh lawannya, ia ada maksud di dalam
serangannya kali ini membereskan sang pemuda yang ada dihadapannya, sehingga tiada sayang sayang tenaga pukulanpun mencapai sepuluh bagian.
Angin pukulan yang maha dahsyat laksana tiupan angin taupan segelombang demi segelombang menerjang dari empat penjuru, angkasa terasa sumpek dan napas terasa sesak, pasir, debu, debaran, ranting serta batu-batu kerikil beterbangan memenuhi angkasa membuat suasana semakin menyeramkan.
Tan Kia-beng serta Hu Sang Popo yang berulang kali saling mengadu jiwa dengan masing-masing andalan kekuatan Ji Khek Kun Yen Kan Kun So serta Hong Mong Cie Khienya, saat ini isi perutnya sudah terluka parah, dan selama ini hanya bertahan dengan andalkan tenaga murninya.
Melihat Hu Sang Popo melancarkan serangan kembali dengan sepenuh tenaga terpaksa pemuda itu gertak gigi dan dengan paksa tarik napas panjang panjang ilmu pedang Sian Yen Chiet Can nya sekali lagi dilancarka
Istana Pulau Es 10 Puteri Es Seri 5 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Dendam Iblis Seribu Wajah 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama