Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 5
mengatur pernapasan sendiri sejenak kemudian kesehatanmu bakal pulih kembali seperti sedia kala."
Selesai mengucapkan kata-kata tersebut suasanapun jadi sunyi senyap, jelas orang yang mengirim suara tersebut telah pergi.
Demikianlah, dengan hati tenang ia mulai duduk bersilat dan perlahan-lahan menyalurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh.
Tapi sebentar kemudian kembali ia merasa sangat terkejut, terasalah hawa murni yang berada di dalam tubuhnya amat kuat dan dahsyat bagaikan gulungan ombak samudra dan seperti tak bakal habis-habisnya digunakan.
Tanpa pikir panjang lagi ia segera menyalurkan hawa lweekangnya mengelilingi seluruh badan satu kali. Sebentar kemudian kesegaran sudah pulih kembali seperti sedia kala.
badanpun jauh lebih enteng serasa hendak melayang ke tengah udara.
Dalam hati Tan Kia-beng mulai mengerti bila tenaga lweekangnya sudah memperoleh kemajuan yang jauh lebih pesat.
Pada mulanya karena sang badan terkena racun ganas, ia tak ada waktu untuk memikirkan persoalan lain. Kini secara mendadak kembali teringat olehnya ketika ia terkena racun tadi. Agaknya ada orang yang hendak menggunakan
kesempatan itu mencelakai dirinya, tetapi usaha ini berhasil dicegah oleh kedua orang lainnya.
Jika didengar dari suara yang serak serta panggilannya kepada seseorang dengan sebutan Si pencuri tua" bukankah jelas orang itu adalah si Rasul Selaksa Racun" mengapa sampai sekarang belum juga kelihatan mereka baik" apakah sudah bertemu dengan musuh tangguh"
Teringat akan urusan ini, badannya dengan cepat melayang keluar dan berkelebat ke atas atap.
Saat ini hawa murninya sudah memperoleh kemajuan
pesat, seluruh urat-urat pentingpun telah tertembus, gerakannya boleh dikata ringan bagaikan angin hanya di dalam sekejap saja ia sudah mengitari tembok kota satu kali
Sekonyong-konyong disebelah ujung Barat ia menemukan ada bayangan manusia bergerak mendekat, dengan cepat ia berkelebat datangnya bayangan tersebut.
Menanti hampir dekat mereka, Tan Kia-beng baru dapat melihat jelas bila orang itu bukan lain adalah "Pek-tok Cuncu"
atau si Rasul Selaksa Racun beserta "Sun Hay Sin Tou" si pencuri sakti
Mereka berdua pada saat ini sedang duduk bersilat di atas tanah dengan saling berhadap hadapan, sekali melihat pemandangan tersebut pemuda kita lantas dapat menduga bila kedua orang itu pasti telah mendapatkan kerugian ditangan orang lain.
Iapun tidak berani mengganggu ketenangan mereka,
perlahan-lahan badannya mulai bergeser ke arah depan semakin mendekat mereka berdua.
Tetapi, kedua orang itupun sejak semula sudah
menemukan kedatangan seseorang di sana. Mendadak Si Rasul Selaksa Racun membuka sepasang matanya.
"Siapa?" bentaknya keras.
Tetapi ketika menemukan kalau orang yang datang bukan lain adalah Tan Kia-beng dengan cepat mereka meloncat bangun
"Sssh....! Toako kau?"
Selesai berkata selintas perasaan terkejut berkelebat di atas wajahnya.
Sambil tersenyum perlahan-lahan Tan Kia-beng
mengangguk. "Baru saja kalian bergebrak dengan siapa?" tegurnya.
"Heeei.... kali ini kami dua orang situa bangka yang tidak mati mati boleh dikata sudah jatuh kecundang ditangan orang lain...." Mendadak si Rasul Selaksa Racun menghela napas panjang.
Ia lanatas memberitakan seluruh kejadian yang sebenarnya.
Ternyata mereka berdua yang mendengar orang berkata bahwa pertemuan puncak para jago digunung Ui-san jadi diadakan pada waktu seperti semula, dalam hati lantas menduga Tan Kia-beng pasti ikut menghadiri pertemuan tersebut.
Karenanya mereka ada maksud untuk memberi bantuan dan segera melakukan perjalanan.
Setibanya di kota Swan Jan, kebetulan sekali mereka menemukan Tan Kia-beng sedang jalan bersama-sama
dengan seorang sastrawan berpakaian perlente.
Dengan sepasang mata mereka yang lihay ditambah pula pengalaman yang luas, secara diam-diam terasalah oleh mereka berdua bahwa tindak tanduk dari sastrawan tersebut sangat mencurigakan sekali, karenanya secara diam-diam mereka lantas menguntit.
Karena tidak ingin bertemu muka dengan Tan Kia-beng sebelum urusan ini dibikin beres, mereka berdua lantas berdiam disebuah rumah penginapan dekat dengan
penginapan yang didiami Tan Kia-beng.
Malam ini, mereka berdua pada mulanya ada maksud
memeriksa keadaan di sekeliling sana, siapa sangka mendadak di atas wuwungan rumah mereka menemukan si sastrawan tersebut sedang bersembunyi dan mengintip diluar jendela Tan Kia-beng.
Si Rasul Selaksa Racun segera membentak keras
memecahkan tempat persembunyiannya.
Ternyata gerakan dari si sastrawan tersebut benar-benar sangat cepat, baru saja si Rasul Selaksa Racun selesai membentak ia sudah kena dihantam olehnya.
Dalam keadaan gusar si Rasul Selaksa Racun lantas menantang dirinya untuk bergebrak
Akhirnya mereka bertiga lantas bertempur di dalam sebuah hutan diluar kota.
Berbicara sampai disini kembali si rasul selaksa racun menghela napas panjang.
"Heeei.... bila dibicarakan sungguh memalukan sekali...."
katanya. "Aku bekerja sama dengan si pencuri tua untuk mengerubuti dirinya, siapa sangka dalam dua ratus jurus kami tak berhasil juga mendesak mundur pihak musuh. Menanti ia berubah dari kedudukan bertahan jadi kedudukan menyerang, kami berdua situa bangka dalam satu jurus saja sudah tak tahan. Heeei...."
"Aku si pencuri tua benar-benar tidak percaya kalau dikolong langit bisa ada orang yang memiliki tenaga lweekang sesempurna itu" mendadak si pencuri sakti menyambung dengan sepasang mata melotot lebar-lebar "Masih beruntung sewaktu aku dengan siular beracun siap-siap hendak menahan datangnya serangan dengan tenaga gabungan, mendadak dari balik hutan menyambar datang segulung hawa lunak yang menghadang angin pukulan orang itu. Kalau tidak.... mungkin sekali kami berdua pada saat ini sedang melakukan perjalanan menuju keakherat....!"
Sekali lagi Pek-tok Cuncu menghela nafas panjang.
"Kendati begitu isi perut kami berdua tetap tergetar juga sehingga terluka, mungkin beberapa hari lagi tenaga murni kami baru bisa pulih seperti sedia kala" katanya kembali.
Sinar mata Tan Kia-beng perlahan-lahan dialihkan ke arah hutan lalu ke tempat mereka berada, menurut perhitungan jarak dari sini kesana kurang lebih ada dua kaki lima enam depa jauhnya, dari tempat yang demikian jauhnya ternyata orang itu bisa menahan datangnya angin Sian Thian Cin Khie dari si sastrawan berpakaian perlente tersebut, jelas tenaga dalam orang itu benar-benar sangat luar biasa.
"Apakah orang itu adalah orang yang mengirim suara kepadaku....?" diam-diam pikirinya.
Ketika itulah, mengikuti arah tertiupnya angin mendadak Pek-tok Cuncu menarik napas panjang-panjang lalu berteriak tertahan.
"Iiih"!!!"
Tan Kia-beng tidak mengerti apa sebabnya ia menjerit, buru-buru badannya maju dua langkah ke depan.
"Jie-ko, kau sudah menemukan apa?" tanyanya cemas.
Sekali lagi Pek-tok Cuncu menciumi daerah sekitarnya sama dengan keras keras akhirnya dengan wajah penuh ketegangan serunya, "Toako, kau jangan bergerak sembarangan cepat angkat tanganmu tinggi tinggi cepat!"
Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini benar-benar dibuat kebingungan setengah mati, tetapi melihat sikap serta gerak-gerik si Rasul Selaksa Racun menunjukkan ketegangan terpaksa ia menurut dan angkat tangannya tinggi-tinggi.
Dengan wajah serius Pek-tok Cuncu memeriksa seluruh badan pemuda tersebut dari atas hingga ke bawah, mendadak
sinar matanya berhenti di atas gagang pedang Giok Hun Kiam tersebut.
Dengan gerakan yang cepat ia masukkan tangannya ke dalam saku merogoh keluar sepasang sarung tangan yang terbuat dari kulit menjangan, kemudian dicabutnya pedang tersebut.
"Sungguh berbahaya! sungguh berbahaya! teriaknya berulang kali. "Kurang sedikit saja kita kena terjebak di dalam siasat busuk orang lain...."
Tan Kia-beng menurunkan kembali tangannya ke bawah, lalu dengan kebingungan ia melototi si Rasul Selaksa Racun tersebut.
"Sungguh suatu peristiwa yang amat aneh pedang ini selalu berada dibadan toako dan tak pernah terpisah barang setengah cun pun, bagaimana mungkin bisa dipolesi orang dengan racun ganas?" seru si Rasull tersebut lagi sambil menuding pedang itu. "Masih untung pedang ini tidak sampai digunakan kalau tidak.... entah bagaimana jadinya!"
Melihat pedangnya dituding Tan Kia-beng lantas teringat dengan peristiwa sewaktu sastrawan berpakaian perlente itu meminjam pedangnya, ia lantas menceritakan seluruh kisahnya kepada kedua orang tua itu dengan jelas.
Menanti kisah selesai diceritakan, si Rasul Selaksa Racun segera berjalan mendekati tubuhnya dan sekali lagi memeriksa pemuda tersebut dengan sangat teliti.
Tampaklah wajah pemuda itu cerah bercahaya, sedikitpun tidak menunjukkan tanda-tanda keracunan, tak terasa lagi ia berseru keheranan.
Pada waktu itu si Su Hay Sin Tou pun telah berjalan kehadapannya.
"Eeeo siular beracun, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
tanyanya terhadap diri si Pek-tok Cuncu.
"Pedang ini sudah kena dipolesi racun ganas oleh orang lain, siapa saja yang pegang tentu akan menemui ajalnya"
kata si Rasul sambil menuding kembali pedang pusaka tersebut. "Coba kau lihat cahaya tajam dari pedang tersebut sudah lenyap sama sekali sekali pandang rasanya tentu kau dapat menduga seberapa dahsyatnya racun tersebut. Sedang Toako setelah terkena racun itu ternyata masih bisa bertahan hingga saat ini, bukankah hal ini merupakan suatu peristiwa yang maha aneh" apalagi racun ganas semacam ini bila tidak dimakani obat pemunahnya, sekalipun memiliki tenaga lweekang yang maha sempurna jangan harap bisa dipaksa racun tersebut terdesak keluar!"
Perlahan-lahan Su Hay Sin Tou menoleh kembali ke arah Tan Kia-beng lalu tanyanya, "Apakah tempo dulu toako perbah makan semacam barang mustika yang mendatangkan khasiat amat besar?"
"Apakah mungkin nyali ular raksasa seribu tahun yang pernah aku telah telah memperlihatkan khasiatnya?"
mendadak teringat akan sesuatu.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Toako! sungguh besar rejekimu...." teriak Pek-tok Cuncu sambil bertepuk tangan kegirangan. "Orang yang turun tangan meracuni dirimu bukan saja tidak berhasil mencelakai dirimu bahkan sudah membantu dirimu sangat besar, nyali ular raksasa tersebut merupakan tempat terkumpulnya seluruh hawa murni sang ular selama ini. Bila tak ada waktu selama enam puluh tahun tak akan leleh seluruhnya. Kini dengan adanya kejadian penyerangan
sebangsa racun ganas ke dalam badanmu, bukan saja nyalinya bakal leleh bahkan seluruh kekuatannya akan bercampur dengan hawa murni yang ada di dalam tubuhmu.
Lain kali jika kau bergebrak dengan orang lain maka kau akan tahu bila apa yang diucapkan si ular beracun bukan kata-kata kosong belaka.
Setelah mendengar perkataannya dan merasa pula kalau semangatnya berkobar kobar sama sekali berbeda dengan keadaan tempo dulu, pemuda itu lantas mengangguk.
"Ada kemungkinan memang benar," katanya. "Tempat ini bukan tempat yang baik untuk bercakap-cakap."
"Toako!" seru si Rasul Selaksa Racun setelah ragu-ragu sejenak. "Coba serahkan sekalian sarung pedang itu kepadaku, pedang inipun tak dapat digunakan kembali, biarlah aku si ular beracun menghilangkan dulu racun yang tertempel di atas pedang tersebut kemudian baru dikembalikan kepadamu."
Tan Kia-beng tidak banyak cakap lagi, ia lantas melepaskan sarung pedangnya dan diserahkan kepada Pek-tok Cuncu untuk disimpan. Setelah itu bersama-sama dengan mereka berdua balik ke dalam kamarnya.
Sekembalinya di dalam kamar rumah penginapan,
mendadak Tan Kia-beng menemukan wajah kedua orang tua itu memperlihatkan kelelahan yang kelewat batas, ia tahu luka dalam kedua orang tersebut belum sempat disembuhkan benar-benar. karenanya sambil tersenyum lantas ujarnya, "Jie-ko, Sam-ko, bagaimana dengan luka kalian" apakah perlu mendapatkan bantuanku?"
Si "Su Hay Sin Tou" yang tadi mendengar si "Pek-tok Cuncu" berkata bahwa pemuda tersebut telah berhasil
melelehkan seluruh hawa murni yang berasal dari nyali ular raksasa, dalam hati ada maksud untuk menguji sampai dimanakah kelihayan dari tenaga dalamnya.
"Kalau begitu aku harus mengucapkan terima kasih buat Toako...." katanya kegirangan.
Ia segera naik ke atas ranjang duduk bersila, pejam mata dan mulai pusatkan pikiran.
Tan Kia-beng pun segera memadamkan lampu lentera, kepada si Rasul Selaksa Racun diam-diam bisiknya lirih,
"Tolong Jie-ko suka melindungi diriku!"
Hawa murninya perlahan-lahan disalurkan kesepasang telapak tangan lalu ia angkat tangannya dan ditempelkan ke atas jalan darah "Ming Bun Hiat" di atas punggung Sun Hay Sin Tou.
Karena ia sendirinyapun tidak tahu tenaga lweekang sendiri telah mendapatkan kemajuan sampai dimana, maka begitu kerahkan tenaga ia sudah menggunakan seluruh tenaga yang dimilikinya.
Laksana menggulungnya ombak di tengah samudra, dengan tiada hentinya serentetan hawa murni masuk ke dalam tubuh Su Hay Sin Tou dan menembusi urat nadi menuju kejalan darah, lewat Khie Hay, naik keloteng tingkat duabelas dan mencapai pada titik urat yang paling puncak.
Selama hidup Su Hay Sin Tou paling kesemsem dengan ilmu silat, tenaga lweekangnya boleh dikata amat sempurna.
Hanya sayang urat yang terpenting dalam tubuhnya belum berhasil ditembusi.
Kini sewaktu dirasakan segulung aliran hawa panas yang dahsyat bagaikan meletusnya gunung berapi menerjang
masuk ke dalam tubuh, tak terasa lagi diam-diam merasa terperanjat atas kedahsyatan dari tenaga lweekang
"Toako"nya ini.
Buru-buru ia salurkan hawa murninya untuk mengiringi aliran tersebut mengelilingi ke seluruh badan.
Tidak sampai seperminum teh kemudian bukan saja seluruh luka dalamnya berhasil disembuhkan bahkan kunci terakhir yang selama puluhan tahun diimpikanpun telah tertembus pula....
Tan Kia-beng karena takut tenaga dalamnya sendiri tidak cukup berpengaruh maka dengan cepat ia kerahkan pula tenaga Jie Khek Sian Thian Khiekangnya untuk mengitari satu kali di dalam tubuhnya setelah itu baru menarik kembali sang telapak dari atas punggung si pencuri sakti.
Dengan cepat Su Hay Sin Tou meloncat bangun, dengan wajah penuh kegirangan buru-buru ia menjura.
"Toako terima kasih atas pemberianmu!" serunya.
Diam-diam Tan Kia-beng menyalurkan hawa murninya
mengelilingi satu kali seluruh tubuhnya, setelah dirasakan penat di badan hilang ia melanjutkan kembali pengobatannya terhadap Pek-tok Cuncu.
Menanti si Rasul Selaksa Racunpun telah sembuh, hari sudah terang tanah, karena itu mereka bertiga tidak jadi tidur sebaliknya mulai membicarakan soal pertemuan puncak para jago yang akan datang digunung Ui-san.
"Pada saat ini perhatian pihak Isana Kelabang Emas sedang dicurahkan kebadan Toako seorang." usul Pek-tok Cuncu.
"Lebih baik Toako berangkat naik gunung pada tanggal lima belas, bulan delapan itu juga. Sedangkan untuk mencegah
perbuatan perbuatan jahat mereka, aku percaya dengan adanya aku serta si pencuri tua, tentu berhasil mendapatkan sedikit keterangan!"
"Haaa haaa haaa.... perkataan dari si ular beracun sedikitpun tak salah." sambung si Su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak. "Bukannya aku si pencuri tua takebur, perduli siasat licik macam apapun jangan harap bisa mengelabuhi sepasang mata serta telingaku!"
Diam-diam Tan Kia-beng mulai memperhitungkan keadaan pada saat ini, setelah dirasakan inipun merupakan suatu cara yang amat bagus, apa lagi dengan pengalaman dari kedua orang itu yang jelas jauh lebih luas dari dirinya sendiri, ditambah pula dengan jalan ini dirinya bisa lolos dari perhatian orang-orang Isana Kelabang Emas kepalanya lantas
mengangguk. "Kalau begitu.... merepotkan jie ko serta Sam ko harus bekerja keras...." serunya perlahan. "Biarlah selama beberapa hari ini aku tetap tinggal disini sambil putar putar kota kemungkinan sekali di tempat ini aku bakal bertemu dengan beberapa orang teman."
"Haaa haaa haaa.... urusan ini sudah seharusnya kami yang kerjakan, kenapa toako harus bersikap demikian sungkan sungkan terhadap kami?" seru si Su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak.
Menanti kedua orang siluman tua itu sudah berlalu, Tan Kia-beng pun keluar dari kamar dan jalan di dalam kota.
Tindakannya ini disamping sengaja hendak memperlihatkan jejaknya sehingga memecahkan perhatian dari orang-orang pihak Isana Kelabang Emas, iapun ingin meminjam
kesempatan ini untuk menemui beberapa orang yang ia kenal.
Karena kepergiannya ke gurun pasir selama beberapa bulan, boleh dikata terhadap berita yang menyangkut soal Bulim di daerah Tionggoan sama sekali terputus, ia sama sekali tidak mengira kalau keadaan Bulim pada saat ini penuh diliputi oleh suasana tegang dan dimana-mana terancam bahaya maut.
Ketika ia sedang berjalan dengan langkah lebar di tengah jalan itulah, mendadak tampaklah seorang pengemis cilik berlari lewat dari sisi tubuhnya, bersamaan itu pula tangannya menyusupkan segumpal kertas ke dalam genggamannya.
Hatinya merasa rada bergerak, dengan cepat ia menoleh kerah belakang tetapi jejak si pengemis cilik tersebut sudah lenyap tak berbekas....
Antara Tan Kia-beng dengan pihak perkumpulan Kay-pang memang ada hubungan sejah dahulu, apalagi dengan Hong Jen Sam Yu boleh dikata sudah amat lama tak pernah bertemu muka.
Ia tahu pengemis cilik tersebut tentu utusan dari Hong Jen Sam Yu, hanya saja gerak gerik dari pengemis tersebut begitu terburu dan sangat mencurigakan"
Walaupun menemui soal aneh tetapi air mukanya sama sekali tidak berubah, diam-diam ia memasukkan gumpalan kertas tersebut ke dalam saku. Menanti setelah berada di dalam sebuah lorong yang kecil buru-buru dibukanya kertas tersebut lalu membaca isinya.
Sedikitpun tidak salah, surat tersebut memang ditulis oleh si pengemis aneh yang garis besarnya mengatakan bahwa pada nanti malam pihak perkumpulan Kay-pang hendak
mengadakan rapat rahasia yang amat penting di dalam kebun bekas bangunan Cau-si diluar kota, si pengemis aneh tersebut
mengharapkan ia bisa menghadiri pertemuan tersebut karena ada urusan penting yang hendak dirundingkan.
Selesai membaca surat tersebut, hawa murninya lantas disalurkan untuk menghancurkan kertas surat tersebut.
Kemudian ia putar jalan balik ke dalam rumah
penginapannya! setelah bersantap kenyang ia tertidur pulas.
Waktu menunjukkan hampir kentongan ketiga, Tan Kia-beng buru-buru meloncat bangun dari atas pembaringan, setelah membereskan pakaiannya ia lantas meloncat keluar melalui jendela berlari menuju kekebun bekas dalam bangunan Cau Si yang sudah lama tak terpakai itu.
Saat ini tenaga lweekangnya sudah memperoleh kemajuan pesat, gerakanpun ringan dan cepat bagaikan bayangan setan.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah tiba di tempat tujuan.
Tempat itu adalah sebuah kebun bunga yang amat luas dan besar sekali, di dalam kebun tersebut diloteng, pagoda, kolam teratai serta bunga bunga yang beraneka warna
Hanya saja benda tersebut kebanyakan sudah tidak terurus, banyak yang sudah hancur dan tertutup debu tebal.
Disebabkan malam ini pihak Kay-pang hendak
menggunakan tempat ini untuk mengadakan perundingan rahasia, maka di sekeliling tempat tersebut sudah dipenuhi dengan pos-pos penjagaan.
Baru saja Tan Kia-beng melewati tembok pekarangan, mendadak dari balik kegelapan sudah berkumandang keluar suara bentakan yang berat dari seseorang, "Kawan dari mana yang sudah datang" harap berhenti!"
"Cayhe Tan Kia-beng dari Teh-leng-bun!"
"Ooouw! kiranya Tan Sauw hiap sudah berkunjung datang, Pangcu kami sedang menunggu di dalam kebun!"
Selagi mereka berdua sedang bertanya jawab itulah, dari dalam kebun mendadak berkelebat dari tiga sosok bayangan manusia.
Dari tempat kejauhan mereka sudah tertawa terbahak-bahak....
"Hey! Loo te, kami sudah menduga seharusnya kau sudah tiba pada saat ini!"
Mendengar suara tersebut tak usah dilihat lagi Tan Kia-beng sudah mengerti kalau mereka pasti adalah Hong Jen Sam Yu.
Buru-buru ia merangkap tangannya menjura
"Kedatangannya siauw-te apakah sudah rada terlambat?"
katanya tersenyum.
"Tidak.... tidak terlambat! tepat pada waktunya, mari kita berbicara saja didalam!"
Mereka bertiga dengan mengiringi Tan Kia-beng segera melayang kembali ke dalam kebun.
Ketika itu disebuah tanah lapang yang rada luas duduklah beberapa gerombolan pengemis-pengemis, agaknya
pertemuan rahasia belum dimulai!
Si pengemis aneh langsung membawa pemuda tersebut menuju ke dalam sebuah gardu dimana sudah duduk dua orang.
Yang seorang adalah Pangcu dari perkumpulan Kay-pang saat ini. "Leng Lam Coa Sin" atau simalaikat ular dari daerah Leng Lam beserta "Gien Tiang Shu" atau si kakek tongkat perak Thio Liok.
Tidak menanti Tan Kia-beng berjalan menghampiri, mereka berdua sudah tertawa terbahak-bahak dan bersama-sama maju menyongsong.
Karena semua orang sudah kenal satu sama lainnya maka tidak perlu diperkenalkan lagi oleh si pengemis aneh tersebut, setelah saling mengucapkan beberapa patah kata merendah masing-masing lantas masuk ke dalam gardu tersebut.
Sifat si pengemis aneh langsung berangasan diantara beberapa orang itu, dengan cepat ia berseru, "Loo te!
kegembiraanmu benar-benar luar biasa, kenapa sampai waktu inipun masih ada waktu untuk jalan jalan di kota Swan Jan"
"Jarak diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui san hingga hari ini masih terpaut lima, enam hari lamanya.
kenapa aku buru-buru melakukan perjalanan."
"Haaayaaa....! apakah kau sama sekali tidak tahu dengan peristiwa yang baru saja terjadi dalam Bulim beberapa waktu ini"
"Siauwte baru saja kembali dari gurun pasir, mana mungkin bisa tahu seluruh persoalan ini?"
Perlahan-lahan si pengemis aneh menghela nafas panjang.
"Heeei.... kalau begitu tak bisa salahkan dirimu!"
Tan Kia-beng yang melihat keadaan ini dalam hati lantas merasa kalau di dalam dunia kangouw pada beberapa waktu ini pasti sudah terjadi sesuatu persoalan yang amat besar, tak terasa lagi ia agak cemas juga.
"Eeei.... pengemis, bagaimana kalau kau jangan jual mahal lagi...." serunya cepat. "Kalau ada urusan utarakanlah kepadaku dengan segera!"
Sekali lagi si pengemis aneh menghela nafas panjang.
"Perkumpulan kami sejak menderita puklan di dalam peristiwa kereta maut tempo dulu, dengan diturunkannya perintah dari pangcu maka seluruh anak murid Kay-pang dimanapun harus mengadakan penyelidikan yang ketat terhadap orang-orang yang dicurigai." ujarnya perlahan.
"Siapa sangka, bukan saja sedikit beritapun tidak diperoleh bahkan anak murid dari perkumpulan kami sering sekali menemui bencana pembunuhan selama beberapa bulan ini jumlah orang yang mati dan terluka kurang lebih ada seratus orang banyaknya, kini perkumpulan kami sedang menyelidiki asal mulanya peristiwa ini
"Disamping itu pada beberapa waktu ini di dalam dunia kangouw mendadak sudah muncul sebuah lencana perintah Kelabang Emas Kiem Wu Leng Pay" barang siapa saja yang mendapatkan Leng pay ini, perduli sebagaimana lihaynya kepandaian silat yang mereka miliki di dalam beberapa hari sudah tentu menemui ajal dengan keadaan sangat
mengerikan, tak seorangpun diantara mereka yang berhasil lolos dari kematian tersebut."
Mendengar kisah itu, Tan Kia-beng merasakan hatinya rada bergerak
"Tanda perintah Kiem Wu Leng Pay tersebut terbuat dari bahan apa"...." tiba-tiba selanya. "Siapa saja yang telah mendapatkan tanda perintah tersebut sehingga menemui ajalnya" Toako apakah kau memberi jawaban atas
pertanyaanku ini?"
Si pengemis aneh rada melengak sejenak akhirnya ia menghela napas panjang.
"Tanda perintah Leng Pay tersebut terbuat dari emas, dan orang yang sudah memperoleh Leng Pay tersebut kurang lebih
ada enam tujuh orang banyaknya terdiri dari jago-jago kenamaan dari seluruh partai"
Sembari berkata dari dalam sakunya iapun mengambil keluar sebuah medali yang terbuat dari emas lantas diangsurkan ke tangan Tan Kia-beng.
"Haaa.... haaa.... haaa.... mereka sudah memandang tinggi diriku si pengemis tua ternyata akupun sudah dihadiahi sebuah medali yang demikian bagus!" katanya sambil tertawa keras.
Dengan air muka serius Tan Kia-beng menerima angsuran medali emas itu lalu diperiksanya dengan teliti.
Ternyata ukir-ukiran, gaya tulisan serta bentuknya tiada berbeda dengan medali pualam yang didapatkan dari Thay Gak Cungcu.
Hatinya kontan jadi agak mengerti akan duduknya
persoalan, sehingga tak terasa lagi ia sudah mendengus dingin.
"Hmm! kiranya permainan setan dari pihak Isana Kelabang Emas...." serunya.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau perbuatan ini adalah hasil kerja dari pihak Isana Kelabang Emas?" tanya si pengemis aneh rada terperanjat.
Dari dalam sakunya Tan Kia-beng segera mengambil keluar daftar hitam tersebut yang kemudian diserahkan ketangan si pengemis aneh.
"Coba kau periksalah, apakah nama dari orang-orang yang menemui ajalnya juga tercantum di dalam daftar ini?"
Setelah menerima daftar hitam tersebut si pengemis aneh lantas berjalan keluar dari gardu, dengan meminjam cahaya rembulan diperiksanya sejenak isinya.
Sebentar kemudian ia sudah menjerit tertahan.
"Aaah! sedikitpun tidak salah. bahkan menurut deretannya!
Daftar ini kau dapatkan dari mana?"
"Daftar nama para jago-jago yang pernah melindungi dan membantu perjuangan Raja muda Mo Cun-ong!"
"Heeei....! tidak disangka kini sudah menjadi daftar kemarian dari Raja Akhirat"
Si Hweesio Berangasan yang ada di dalam gardu mendadak berteriak keras, "Aku tidak percaya akan segala permainan setan, cepat atau lambat aku tentu akan coba-coba untuk bergebrak dengan majikan Isana Kelabang Emas!"
"Loo lie! jangan menimbulkan urusan karena mengikuti nafsu" buru-buru Leng Lam Coa Sin membentak.
Ia lantas menoleh ke arah Tan Kia-beng kemudian sambil menjura katanya, "Tadi aku dengar Siauwhiap baru saja pulang dari gurun pasir, entah dari sana kau sudah peroleh berita apa saja?"
Tan Kia-beng lantas menyeritakan seluruh pengalamannya sewaktu berada di gurun pasir hingga balik lagi ke arah Tionggoan.
Sehabisnya mendengar kisah tersebut Leng Lam Coa Sin tampak termenung sejenak, akhirnya ia menghela napas panjang.
"Majikan Isana Kelabang Emas sudah bersembunyi selama puluhan tahun lamanya, jika mereka tidak punya pegangan tak mungkin dia melakukan suatu tindakan penyerbuan secara
besar besaran ke daerah Selatan. Hanya saja tidak tahu ada ikatan dendam apa diantara dia dengan orang-orang Bulim yang di daerah Tionggoan?"
"Menurut perkataan ayahku 'Cu Swie Tiang Cing' beserta Thiat Bok Tootiang sekalian, ada kemungkinan Majikan Isana Kelabang Emas ini berasal dari darah Biauw Ciang!"
"Kalau begitu, apa mungkin dia adalah keturunan dari Kiam Liong Longcu yang berkuasa di daerah suku Biauw tempo dulu?" mendadak si kakek tongkat perak Thio Cau menimbrung.
"Benar atau tidak pada saat ini lebih baik untuk sementara kita singkirkan dulu" kata Si pengemis aneh setelah memandang sekejap keadaan cuaca "Waktu sudah tidak banyak lagi, harap pangcu suka turunkan perintah!"
"Kalau begitu silahkan mereka masuk semua!" Leng Lam Coa Sin mengangguk.
Si pengemis aneh segera berjalan keluar dari gardu memberi tanda rahasia sebentar kemudian di dalam kebun tampak bayangan manusia berkelebat dan tidak membutuhkan waktu yang lama tanah lapang yang semula kosong kini sudah terkumpul banyak orang
Diam-diam Tan Kia-beng melirik sekejap keluar, tampaklah walaupun jumlah orang yang hadir sangat banyak tetapi suasana tetap sunyi senyap, dengan mengikuti aturan tingkatan mereka duduk mengelilingi gardu
Pada saat itulah Leng Lam Coa Sin sudah bangun berdiri, ia ulapkan tangannya mempersilahkan sang tamu untuk ikut keluar.
"Hari ini bisa mendapatkan kunjungan dari Siauw-hiap, hal ini merupakan suatu kejadian yang besar. Mari silahkan Siauwhiap ikut berjalan keluar untuk menemui semua orang!"
"Urusan ini termasuk urusan rumah tangga pihak Kay-pang"
kata Tan Kia-beng menolak. "Cayhe adalah orang luar bagaimana boleh ikut serta di dalam hal ini?"
"Kali ini pihak perkumpulan kami sangat membutuhkan tenagamu, harap kau jangan menolak lagi. Urusan yang lebih jelas akan aku terangkan nanti" bisik si pengemis aneh dengan cepat.
Kini si pengemis aneh sudah berkata demikian, sudah tentu Tan Kia-beng merasa tidak enak untuk menolak lagi. Iapun ikut berjalan keluar dari gardu menemui seluruh anggota Kay-pang yang berkumpul.
Setelah saling berhadap hadapan dengan pengemispengemis itu, Leng Lam Coa Sin lantas memperkenalkan Tan Kia-beng kepada anak buahnya.
"Saudara ini adalah Tan Sauw hiap yang dinamakan 'It Kiam Sauw Mo Cay' oleh orang-orang kangouw, dan dialah merupakan ahli waris dari 'Teh Leng Kauwcu' Han Tan Loo jien yang pernah menggetarkan dunia kangouw tempo dulu. Sejak ini hari kalian harus banyak minta petunjuk dari Tan Sauw hiap"
Suara tepukan tangan segera bergema memecahkan
kesunyian. Sambil tersenyum Tan Kia-beng menjura sebagai tanda ucapan terima kasihnya.
Selesai memperkenalkan diri pemuda tersebut, dengan wajah serius sambung Leng Lam Coa Sin lebih lanjut, "Pada beberapa waktu ini sering kali anak murid perkumpulan kita menemui ajalnya dibunuh orang, hingga ini hari pihak kita
belum juga berhasil menemukan sang pembunuhnya hal ini boleh dianggap merupakan suatu kejadian yang paling memalukan sejak berdirinya perkumpulan kita. Barang siapa yang termasuk anggota perkumpulan Kay-pang sejak ini hari haruslah berusaha keras untuk membalas dendam atas kematian dari saudara-saudara kita!"
Berbicara sampai disini, mendadak ia memperendah
suaranya. "Bulan delapan tanggal Lima Belas adalah saat dibukanya pertemuan puncak para jago di atas gunung Ui-San. jaraknya dengan malam ini tinggal lima hari lagi. Menurut peraturan dari nenek moyang kita semua anggota dilarang ikut dalam pertandingan-pertandingan semacam itu, oleh karenanya dari pihak kita tak akan mengirim orang untuk ikut serta dalam pertandingan tersebut.
Tetapi ada suatu tugas yang maha berat harus dipikul oleh kita semua, urusan ini menyangkut nama baik serta rencana pembalasan dendam perkumpulan kita harap kalian semua suka memperhatikan dengan serius.
"Sejak malam ini seluruh anggota perkumpulan harus melakukan suatu penjagaan yang ketat di daerah seluas seratus lie di sekeliling gunung Ui San. Setiap kali menemui jejak orang-orang yang dianggap mencurigakan harus segera kirim kabar dengan menggunakan tanda rahasia perkumpulan kita kepada Tiang-loo berempat atau Pangcu sendiri, tetapi dilarang bergerak sendiri, siapa yang berani melanggar perintah ini akan memperoleh hukuman yang berat".
Selesai memberikan instruksi ia lantas mengulapkan tangannya. Seketika itu juga bagaikan ratusan ekor burung yang terbang dilangit, seluruh anggota Kay-pang yang
sedemikian banyaknya hanya di dalam sekejap sudah pergi semua tak tersisa.
Menanti suasana sudah sunyi, Leng Lam Soa Sin baru putar badan dan berbisik kepada Tan Kia-beng.
"Sauw-hiap! tentunya kau merasa keheranan bukan dengan tindakan dari perkumpulan kami ini" terus terang saja aku beritahukan kepadamu. Pertemuan puncak para jago yang diadakan digunung Ui san kali ini sebenarnya adalah palsu!"
"Palsu"...." tak terasa lagi Tan Kia-beng menjerit keheranan. "Apa maksudmu?"
Perlahan-lahan Leng Lam Coa Sin menghela napas panjang.
"Sejak munculnya medali emas di dalam dunia kangouw, hati orang-orang Bulim dibuat kebat kebit setiap hari kiamat bakal tertimpa di atas badan mereka. Walaupun dari seluruh partai telah mengirimkan jago-jagoannya untuk melakukan penyelidikan tetapi seluruhnya balik dengan tanpa hasil.
Selanjutnya mendadak muncul dua orang berkerudung yang memasuki kuil Siauw-lim-sie dan menemui Ci Si Sangjien, itu ciangbunjin dari partai Siauw Lim. setelah menceritakan seluruh kisahnya mereka rela untuk berdiam di dalam kamar batu kuil Siauw Lim sebagai bakti bahwa apa yang mereka katakan sama sekali bukan kata-kata kosong belaka.
"Setelah diadakannya pertemuan kilat antara Ci Si Sangjien dengan beberapa orang hweesio lihay dari kuil Siauw lim mereka menganggap jika harus mengandalkan kekuatan sebuah partai saja belum tentu punya pegangan untuk berhasil, dan bilamana hendak menggunakan tenaga
gabungan dari partai-partai lainnya terasa waktu tidak akan mengijinkan, apalagi dengan tindakan ini berarti pula menggebuk rumput mengejutkan.
"Akhirnya diputuskan dengan dipimpin oleh Yen Yen Thaysu dan mengundang pula Thian Liong Tootiang dari Bu-tong pay serta Liok-lim Sin Ci bersama-sama menyebarkan undangan yang mengatakan diadakannya pertemuan puncak digunung Ui-san.
"Mereka ada maksud setelah para jago yang ada dikolong langit sudah berkumpul semua, kemudian bersama-sama turun tangan menumpas gerombolan Isana Kelabang Emas"
Mendengar penjelasan tersebut Tan Kia-beng merasa rada lega, ia menganggap setelah setiap partai mengadakan persiapan maka dirinyapun tak perlu terlalu mencemaskan nasib mereka lagi.
"Dengan demikian cayhepun bisa berlega hati" katanya mengangguk. "Kalau memang perkumpulan kalian memperoleh pertanyaan untuk mendapat tahu berita ini harap pangcu pun suka merepotkan sedikit tenaga untuk memberi tenaga kepada seluruh partai bahwa semua kekuatan yang ada pada Isana Kelabang Emas sudah dibawa masuk semua ke daerah Tionggoan, harap mereka suka bersiap sedia menghadapi tindakan curang mereka setiap waktu!"
Leng Lam Coa Sin mengangguk.
Loohu segera akan mengirim berita ini untuk mereka!"
Selesai berkata ia lantas menjura dan bersama-sama si kakek tongkat perak Thio Cau berlalu dari kebun tersebut.
Kini di dalam kebun tersebut tinggal Hong Jen Sam Yu beserta Tan Kia-beng empat orang.
Mendadak pemuda itu teringat kembali bahwa si pengemis aneh itupun sudah mendapat sebuah medali emas, tak terasa lagi sambil tersenyum ia sudah menoleh ke arahnya.
"Toako! medali emasmu sudah ada berapa hari?"
"Tujuh hari!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku si pengemis tua yang telah berkelana dalam Bulim sejak kecil, belum pernah pikirkan mati hidupku di dalam hati" seru sang pengemis aneh sambil tertawa tergelak. "Jikalau dikatakan dalam batas waktu yang terakhir mereka hendak mencabut nyawa tuaku, aku masih merasa rada kurang percaya!"
"Haaa....haaa.... kau tidak percaya bukan" aku pikir simalaikat pencabut nyawa sudah tiba disini!"
"Apakah kau sudah menemukan tanda bahaya?" teriak si pengemis aneh agak terperanjat.
Buru-buru Tan Kia-beng goyang tangan mencegah dia banyak bicara, kebalik tumbuhan bunga yang lebat.
Pada waktu itulah dari luar tembok pekarangan melayang datang dua orang manusia, setelah mengitari satu kali sekeliling tempat itu mendadak terdengarlah salah satu di antara mereka buka suara, "Terang terangan aku dengar orang berkata bahwa pada malam ini pihak Kay-pang hendak mengadakan pertemuan disini, kenapa sesosok bayanganpun tidak kelihatan?"
"Kemungkinan sekali beritamu kurang cocok!" sambung orang yang lain sambil tertawa dingin.
"Omong kosong, selamanya aku Leng-tiong It-koay belum pernah salah dengar!"
Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendadak.... dari balik tembok berkumandang suara tertawa cekikikan dari seseorang.
"Hiii.... hii.... hiii.... cuma sayang malam ini kau sudah menubruk angin!"
Terasalah angin dingin menyambar lewat bagaikan
sepasang kupu-kupu terlihatlah dua orang gadis berbaju merah tahu-tahu sudah melayang masuk ke dalam kebun tersebut.
Si pengemis aneh yang diam-diam mengintip dari balik pepohonan saat ini hatinya rasa sangat terperanjat.
Ia kenal dengan dua orang yang berjalan masuk terlebih dahulu mereka adalah si "Siauw Bian Tui Hun Giok Pang Kwan" atau sihakim pulam berwajah ketawa Cu Ti dan yang lain adalah "Leng-tiong It-koay" atau si manusia aneh dari daerah Leng Tiong yang terkenal akan sepasang cakar mautnya.
Sedang dua orang perempuan yang datang terakhir bukan lain adalah sepasang wanita cabul dari Biauw heng beradik keluarga Yen yang terkenal akan keganasannya.
Diantara mereka berempat boleh dikata tak seorangpun yang boleh dianggap enteng.
Agaknya Leng-tiong It-koay dibuat gusar juga oleh ejekan mereka ia mendengus dingin.
"Kalian jangan keburu merasa bangga dulu" teriaknya.
"Waktu masih ada tiga hari buat kelian, jika di dalam tiga hari kamu tak berhasil menemukan pengemis itu maka wajah kalian akan sama saja tak bercahaya lagi"
Mendengar ucapan itu sihakim pualam berwajah ketawa segera tertawa tergelak.
"Haa haa haa.... menurut orang-orang dunia kangouw katanya Hong Jen Sam Yu adalah manusia yang luar biasa.
Tetapi menurut penglihatan aku orang she Cu ia tak lebih hanyalah kura-kura yang takut mati!"
Baru saja suara tertawanya sirap, mendadak dari antara pepohonan muncul suara bentakan yang amat keras.
"Kentut anjingnya makmu!"
Sreet! muncullah seorang hweesio yang gemuk besar di depan orang-orang itu. Sambil menuding ke arah sang hakim pualam berwajah ketawa bentaknya keras.
"Hey orang she Cu, kau terhitung manusia macam apa"
berani betul memaki Hong Jen Sam Yu!"
Melihat munculnya sang hweesio berangasan dan
mendengar pula suara makiannya, ternyata sihakim pualam berwajah ketawa sama sekali tidak jadi gusar. Sebaliknya malah tertawa haha hihi.
"Gelar dari aku orang she Cu adalah si hakim pualam pencabut nyawa, aku pikir tentu kau tahu bukan apa maksud kedatanganku, malam ini terpaksa aku harus berbuat salah kepada kalian Hong Jen Sam Yu."
"Mengandalkan dirimu?" gembor si hweesio berangasan tak tahan lagi.
Tubuhnya segera menerjang ke depan sedang sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan untuk menyerang.
"Loo-jie tunggu sebentar!" cegah si pengemis aneh sambil meloncat keluar dari tempat persembunyiannya. "Biar aku tanyai dulu dirinya." Ia lantas putar kepalanya menghadap ke arah sihakim pualam berwajah ketawa ujarnya sambil menjura, "Sejak aku si pengemis tua terjun ke dalam dunia kangouw, percaya belum pernah melakukan kesalahan terhadap kawan-kawan Bulim. Entah apa maksud kedatangan saudara pada malam ini?"
Terang-terangan ia mengerti kalau orang-orang ini kebanyakan sudah dibeli oleh pihak Isana Kelabang Emas untuk bantu mereka, tapi justru ditanyakan di depan mereka.
Leng-tiong It-koay mendengus dingin.
"Apa gunanya membicarakan persoalan yang sama sekali tak berguna?" serunya dingin. "Malam ini kebun tak terpakai dari bangunan keluarga Cau ini akan merupakan tempat bersemayam kalian Hong Jen Sam Yu. Sedangkan mengenai apa sebabnya, lebih baik kalian cari berita saja setelah tiba di istana Raja Akhirat!"
"Haa.... haa.... haa.... tidak kusangka kawan-kawan Bulim dari sekitar daerah Thian Lam ternyata suka menjadi kaki tangan dan anjing peliharaan Isana Kelabang Emas" tiba-tiba si toosu dengkil menimbrung sambil tertawa tergelak. "Kalau memang kalian begitu bernafsu membinasakan kami Hong Jen Sam Yu, mari.... tiada halangan kita selesaikan soal ini dengan mengandalkan kepandaian sendiri sendiri!"
"Heee.... heee.... heee.... Saudara! sungguh tetap omonganmu...." seru sihakim pualam berwajah ketawa sambil tertawa dingin tiada hentinya. "Kita putuskan demikian saja.
Ayoh siapa orang pertama yang ingin cari mati?"
Mendadak si hweesio berangasan meloncat maju ke depan.
"Biar Hud ya mu coba-coba dulu kekuatanmu!" bentaknya keras.
Telapak tangannya dengan sejajar dada segera dibabat ke depan, angin pukulan menderu deru menggidikkan hati.
Si hweesio berangasan ini memang sangat terkenal akan kekuatan pukulannya, sudah tentu serangan yang dilancarkan olehnya bagaikan tiupan angin topan.
Melihat datangnya serangan tersebut senyuman yang semula menghiasi bibir sihakim pualam berwajah ketawa lenyap tak berbekas. telapak tangannya segera disilahkan di depan dada mengunci datangnya serangan.
Tak terhindar lagi dua gulung tenaga terbentur satu sama lainnya menimbulkan suara getaran yang amat keras.
Masing-masing pihak sama-sama mundur dua langkah ke belakang terkena daya pantulan bentrokan tersebut.
Si hweesio berangasan segera pentangkan perutnya yang besar, sambil gertak gigi kencang-kencang sekali lagi ia melancarkan serangan ke depan.
Sihakim pualam berwajah ketawa yang melihat datangnya serangan amat hebat bagaikan gulungan ombak di tengah amukan taupan, dengan bersikeras ia tak mau mundur.
Telapak tangannya dengan cepat dibentangkan lalu
mengirim pula satu pukulan menyambut datangnya serangan tersebut.
"Braaa....! Bluuum!" angin pukulan memecah keempat penjuru, sekali lagi masing-masing pihak tergetar mundur dua langkah ke belakang.
Cara bertempur semacam ini merupakan suatu
pertempuran yang paling banyak mengorbankan hawa murni, setelah bentrokan kedua terjadi, air muka si hakim pualam berwajah ketawa yang semula putih bersih seketika itu juga berubah menjadi coklat bagaikan kecap. Secara samar-samar kelihatan dadanya naik turun tak teratur.
Jelas darah panas sudah bergolak dengan amat keras di dalam rongga dadanya.
Sedangkan si hweesio berangasan sendiri pun melototkan sepasang matanya bulat, perutnya yang amat besarpun naik turun tiada teratur. Jelas iapun tidak mendapatkan keuntungan apapun dari bentrokan tersebut.
Sang pengemis aneh yang menonton jalannya pertempuran dari samping kalangan segera merasa bahwa cara bertempur semacam ini tidak bakal mendatangkan keuntungan.
Akhirnya masing-masing pihak sama-sama akan menderita luka dalam yang parah, untuk mencegah hal tersebut badannya segera bergerak maju siap-siap menghalangi perbuatan tersebut lebih lanjut.
Tapi belum sempat ia mengucapkan sesuatu, Leng-tiong It-koay sudah melayang ke depan menghalangi jalan perginya.
"Heee.... heee.... heee.... jika saudara menganggap seharusnya berjalan paling depan. biarlah loohu meluluskan permintaanmu itu" jengeknya sambil tertawa dingin.
"Hmmm! dengan mengandalkan permainanmu, aku rasa belum tentu niatmu bisa terlaksana!"
"Loohu pun sudah tahu bila kau tidak sampai disungai Huang Hoo tak akan matikah niatmu!"
Sembari berkata sepuluh jari tangannya yang kurus kurus bagaikan biting segera diangkat ke atas, sepasang matanya memancarkan cahaya kehijau-hijauan dan melototi diri si pengemis aneh tak berkedip, jelas ia sedang mengumpulkan hawa murninya.
Dari pihak si pengemis aneh sendiri pun mengerti bila dari antara keempat orang itu hanya siluman tua ini saja yang paling sukar dirubuhkan. Oleh karena itu secara diam-diam iapun mengumpulkan tenaga Kun Yen Tong Ci Kang yang
dilatihnya selama puluhan tahun ini siap-siap menghadapi sesuatu
Sewaktu masing-masing pihak sedang bersiap-siap hendak melangsungkan suatu pertempuran yang maha sengit itulah mendadak....
"Aku kira siapa yang berani datang kemari mempamerkan kekuatannya, tidak nyana cuma beberapa gelintir anjing peliharaan orang.... Serentetan suara yang amat dingin berkumandang keluar dari balik pepohonan "Toa-ko! lebih baik kau beristirahat saja d sisi kalangan, biarlah aku yang turun tangan menghadapi dirinya!"
Muncullah suara manusia secara mendadak ini benar-benar membuat Leng-tiong It-koay merasa terperanjat. Dengan cepat ia mendongakkan kepalanya ke atas.
Tampaklah seorang sastrawan berwajah putih mulus yang berusia kurang lebih dua puluh tahunan sudah berdiri dengan tenang disana.
Tak terasa lagi ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... inikah orang yang kau mintai bala bantuannya?"
"Hmmm! matamu benar-benar buta" diam-diam maki si pengemis aneh dalam hatinya. "Kau jangan terlalu pandang rendah si manusia cilik ini, nanti kau bakal peroleh suatu pemindangan yang indah"
Walaupun dalam hati berpikir tetapi air mukanya sama sekali tidak berubah.
"Boleh dikata demikian" sahutnya. "Cuma orang ini bukan orang luar, dia adalah saudara kecilmu dan bersama Tan Kia-beng!"
Selesai berkata badannya segera melayang mundur ke arah belakang, bukan si pengemis aneh saja yang mundur bahkan si hweesio berangasan pun mengundurkan dirinya ke belakang.
"Baiklah, biar bagianku inipun aku serahkan buatmu" teriak sang hweesio tersebut keras keras.
Tubuhnya berkelebat cepat tahu-tahu ia sudah mundur delapan depa ke arah belakang.
Dengan adanya kejadian ini, Leng-tiong It-koay serta si Hakim pualam berwajah ketawa jadi dibuat bingung dan melongo longo
Setelah tertegun beberapa saat lamanya mendadak si Hakim Pualam berwajah ketawa tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heeeheee.... pengemis aneh! Lebih baik kau jangan main setan dihadapan yayamu kau ingin menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri" Hmm! Aku rasa tidak ada urusan yang demikian gampangnya!"
Si sastrawan muda yang munculkan dirinya tadi bukan lain adalah Tan Kia-beng, saat ini terdengarlah dia tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeeheeeheee.... aku takut yang melarikan diri bukan Hong Jen Sam Yu melainkan kemungkinan sekali kalian yang bakal lari. Sekarang aku kasih waktu buat kalian untuk segera tinggalkan kebun bekas keluarga Cau ini. Jikalau sampai mengulur waktu lagi.... seorangpun diantara kalian jangan harap bisa lolos dari sini!"
Leng-tiong It-koay mendengar perkataan tersebut sangat gusar.
"Heee.... heee.... heee.... bangsat! sungguh sombong amat dirimu" teriaknya sambil tertawa dingin "Berani benar kau berbicara sembarangan dihadapan Loohu, apa kau sungguh sungguh sudah bosan hidup?"
Sepasang tangannya segera dipentangkan lebar-lebar lalu dibabat dari samping.
Ilmu cakar "To Kut Im Hong Cau" dari Leng-tiong It-koay memang sudah merajai dimana pun, jago-jago lihay baik dari kalangan Hek-to maupun dari kalangan Pek-to yang menemui ajalnya dibawah sepasang cengkeramannya itu entah sudah ada berapa banyaknya.
Apalagi serangan barusan ini dilancarkan dalam keadaan gusar, kehebatannya benar-benar sangat mengejutkan.
Begitu sepasang cengkeramannya dilancarkan ke depan, segulung angin pukulan yang amat dingin serasa menusuk tulang dengan diikuti lapisan hawa hitam bagaikan selembar sarang laba laba segera mengurung ke arah bawah.
Menanti angin pukulan yang berhawa dingin itu hampir menempel dengan badan pihak musuh, mendadak
pandangannya terasa kabur bayangan musuh lenyap tak berbekas diikuti suara gemerisik memenuhi angkasa.
Debu, pasir bercampur dengan rerumputan bermuncratan keempat penjuru terkena hantamannya yang maha dahsyat itu.
"Aduuh....! suatu ilmu mencengkeram To Kut Im Hong Cau yang sangat lihay...." ejek Tan Kia-beng sambil tertawa.
Leng-tiong It-koay kembali putar badan sepasang cakarnya dikebaskan ke depan siap-siap melancarkan serangan kembali.
Mendadak terasalah bayangan merah berkelebat lewat.
"Biauw-leng Siang-ciauw" atau sepasang wanita cantik dari Biauw-leng sudah bersama-sama meloncat ke depan.
"Eeei siluman tua! kau beristirahatlah" teriaknya hampir berbareng. "Biarlah encimu yang jumpai jagoan lihay ini."
Melihat munculnya kedua orang perempuan tersebut ke dalam kalangan, si pengemis aneh yang ada disisi kalangan segera berseru memberi peringatan.
"Mereka adalah Sepasang wanita cantik dari daerah Biauw, ilmu menubruk obat pemabok serta racun-racun dihitung nomor wahid dari seluruh kolong langit."
"Hi hi hi.... eei pengemis tua! lebih baik kau jangan banyak buang lidah" tegur Yen Giok Yauw, itu perempuan yang tertua dari "Biauw-leng Siang-ciauw" sambil tertawa cekikikan.
"Menghadapi saudara cilik ini, aku Yen Giok Kiauw tidak akan menggunakan cara semacam itu.
Tan Kia-beng segera tertawa panjang.
"Haa.... haa....haa.... jika kalian punya kepandaian, aku nasehati lebih baik dikeluarkan semua pada kesempatan ini, karena setelah kesempatan bagus hilang aku takut kalian tak bakal bisa mengeluarkan ilmu simpanan kalian lagi!"
"Eeei.... buat apa kau begitu congkak?" tegur Yen Giok Pang anggota yang termuda dari "Biauw-leng Siang-ciauw"
sambil cibirkan bibirnya.
"Waktu sudah tidak pagi lagi" perlahan-lahan Tan Kia-beng dongakkan wajahnya ke atas. "Lebih baik kalian berempat turun tangan berbareng daripada siauw-ya mu harus menggebah kalian satu persatu!"
Pada saat ini sihakim pualam berwajah ketawa Cu Ti pun telah menyalurkan hawa murninya keseluruh tubuh. Sewaktu dilihatnya keadaan di tengah kalangan dimana kekuatan masing-masing pihak adalah seimbang, dalam hati lantas punya dugaan bahwa untuk menangkap Hong Jen Sam Yu pada malam ini bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.
Mengingat tugas yang dibebankan ke atas pundaknya, hatinyapun jadi cemas, pikirnya.
"Bangsat cilik ini agaknya dia mirip sekali dengan sianakan iblis yang tersiar dalam dunia kangouw, jika dia memang benar adalah orang itu, aku rasa urusan malam ini rada sedikit repot."
Berpikir sampai disini tak terasa lagi ia sudah alihkan sinar matanya ke arah Leng-tiong It-koay karena dialah otak dan pemimpin dari pada misi kali ini, apalagi ilmu silatnyapun jauh lebih lihay dari lain-lainnya.
Siapa sangka, terhadap Tan Kia-beng agaknya si orang tua itu sama sekali tidak pikirkan dalam hati, sepasang matanya masih melototi diri si pengemis aneh tajam tajam, di dalam anggapannya sang hakim pualam mengira bahwa kawannya belum sampai berpikir apa yang dipikirkan saat ini.
---ooo0dw0ooo--JILID: 10 Tak terasa lagi kakinya mulai bergeser maju ke depan lambat-lambat.
Pada saat ini baik Biauw-leng Siang-ciauw maupun Tan Kia-beng agaknya masing-masing orang tiada bermaksud untuk turun tangan. Sebabnya karena Tan Kia-beng setelah bertemu
dengan Yen Giok Fang mendadak ia teringat kembali akan diri
"Pek Ih Loo Sat" Hu Siauw-cian.
Ia merasa kepergian gadis itu ke gurun pasir merupakan suatu perjalanan yang sangat membahayakan. ia berharap gadis tersebut bisa menemui ayahnya sehingga tidak sampai menimbulkan kesulitan.
Dari Hu Siauw-cian ia teringat pula akan Mo Tan-hong. Ia merasa setelah majikan Isana Kelabang Emas membawa anak buahnya memasuki daerah Tionggoan, kecuali mencari balas terhadap orang-orang yang namanya tercantum di dalam daftar hitam tersebut tujuan mereka yang paling utama adalah Mo Tan-hong satu-satunya keturunan dari Raja muda Mo Cun-ong. Entah pada saat ini masihkah gadis tersebut berada di dalam biara bersama-sama dengan Sam Kuang Sinnie"
Saking kesemsemnya melamun pemuda tersebut jadi lupa keadaan sendiri yang lagi menghadapi musuh.
Biauw-leng Siauw Cian sejak kecil dibesarkan di daerah suku Biauw, terhadap soal cinta kasih antara lelaki perempuan mereka jauh lebih mengerti dari pada orang-orang didaratan Tionggoan.
Sewaktu dilihatnya sikap Tan Kia-beng amat gagah dihati mereka sejak tadi sudah tertera rasa simpatik, apalagi melihat pemuda tersebut mendadak berdiri termangu-mangu sehingga lupa turun tangan. mereka menganggap pemuda itu sudah kesemsem dan jatuh hati oleh kecantikan wajah mereka.
Tak terasa lagi kakak beradik itu saling bertukar pandangan sekejap lalu tertawa.
Lebih-lebih Yen Giok Fang yang jauh lebih muda dari encinya, tindak tanduknya masih sangat polos dan lincah.
ternyata ia sudah meloncat ke depan sambil menarik ujung pakaian pemuda tersebut.
"Eeei.... kutu buku! apa yang sedang kau pikirkan?"
godanya sambil tertawa cekikikan
Karena dalam hati Tan Kia-beng sedang memikirkan Mo Tan-hong, setelah ditegur wajahnya kontan dibuat jadi merah padam.
"Haaakh.... tidak.... tidak.... aku tidak pikir apa-apa!"
Gerak geriknya yang gugup dan gelagapan ini membuat Yen Giok Fang semakin yakin lagi bila apa yang dipikirkan semula tidak salah, sekali lagi ia tertawa cekikikan.
"Eeei.... jika aku lihat luaranmu kelihatannya jujur dan pendiam, tidak disangka hatimu ternyata suka membohong...."
Dengan genit ia mengerling sekejap ke arahnya, lalu tambahnya, "Eeeie! siapa namamu?" agaknya aku pernah bertemu dengan dirimu disuatu tempat!"
Pada saat ini Tan Kia-beng sudah berhasil menenangkan hatinya, melihat ujung bajunya ditarik tarik oleh gadis tersebut, buru-buru ia mengebut dengan keras.
"Aku harap kau sedikit tahu kesopanan, antara kau dengan diriku tiada ikatan ataupun hubungan apapun, kenapa kau tarik tarik ujung pakaianku?" tegurnya.
Pada mulanya Yen Giok Fang dibuat melengak juga oleh pemuda itu, tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa merdu.
"Ooouw.... sekarang aku tahu sudah! dalam hatimu
tentunya kau sedang memikirkan sesuatu bukan?" tetapi disebabkan aku sudah bocorkan rahasiamu ini, dihadapan
banyak orang kawan kawanmu kau merasa sedikit tidak enak bukan?"
Tan Kia-beng kerutkan dahinya, selagi bermaksud hendak turun tangan, mendadak....
Segulung angin pukulan yang enah tapi hebat menyambar datang dari belakang tubuhnya langsung menggulung ke arah tubuh Yen Giok Fang.
Merasakan datangnya serangan, gadis itu jadi tertegun, kemudian teriaknya keras.
"Kau berani memukul aku?"
Ujung bajunya berkibar, mendadak ia meloncat mundur sejauh lima depa ke arah belakang.
Terasalah bayangan putih berkelebat lewat, tahu-tahu Hu Siauw-cian sudah munculkan dirinya dibelakang tubuh Tan Kia-beng.
"Hmmmm! belum pernah aku menemui seorang gadis yang tidak tahu malu semacam kau!" teriaknya dingin sambil menuding ke arah gadis tersebut. "Nonamu bukan saja ingin menghajar dirimu. bahkan aku hendak cabut sekalian nyawamu!"
Pada mulanya Yen Giok Fang mengira datangnya angin pukulan berhawa lunak tersebut berasal dari Tan Kia-beng, oleh karena itu dengan genit ia berteriak keras.
Kini secara mendadak melihat pula dari balik punggung pemuda itu muncul seorang dara cantik yang memakai baju putih, dengan perasaan semakin heran ia berdiri termangu-mangu.
Sebaliknya Tan Kia-beng yang melihat munculnya dara itu bukan adalah Hu Siauw-cian, ia jadi amat kegirangan.
"Siauw Cian! kau sudah kembali?" sapanya buru-buru.
"Jadi kau mengharap aku mati di gurun pasir?"
Dengan nada kurang senang dan sedikit pun tidak menoleh si "Pek Ih Loo Sat" memberikan jawabannya.
Ketika senang gadis ini mungkin sekali dikarenakan peristiwa Yan Giok Peng berusaha, tetapi hati Tan Kia-beng sedang kebingungan, mana mungkin dia bisa berpikir sampai disitu. di dalam anggapannya dara cantik ini masih menaruh rasa gusar terhadap dirinya.
Tak terasa lagi dengan nada menyesal ujarnya, "Siauw Cian sewaktu berada di gurun pasir aku pernah mencari berita tentang dirimu, akhirnya dari mulut si Si Dara Berbaju Hijau aku baru tahu kalau kau aman dan tak terjadi sesuatu urusan, karenanya dengan hati lega aku lantas kembali lagi ke daerah Tionggoan. bersamaan itu pula karena waktu diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui San sudah hampir tiba!"
Tiba-tiba Hu Siauw-cian tertawa terkekeh-kekeh.
Terima kasih atas perhatianmu" serunya "Hanya.... entah masih ingatkah dirimu dengan Cuncu tersebut?"
"Dia kenapa?" teriak Tan Kia-beng kaget.
"Diculik orang entah kemana, katanya Sam Kuang Sinnie sendiri pun juga menderita luka dalam yang parah!"
"Ada urusan begini?" mendadak Tan Kia-beng meloncat ke depan memegangi pundaknya mendesak lebih lanjut.
"Mau percaya atau tidak itu terserah dirimu sendiri, ayahku serta Ui Liong Tootiang secara berpencar sedang mengadakan
pengejaran, masih ada lagi seorang yang bernama.... si asap mega selaksa li juga ikut melakukan pengejaran.
Dengan tiada sedikit perubahanpun di atas wajahnya Hu Siauw-ciang memberikan jawaban!
Peristiwa yang tak terduga betul-betul sudah terjadi diam-diam Tan Kia-beng merasa gemas karena tak dapat segera mengadakan pencarian, tetapi ia memperoleh suatu berita yang tiada berujung pangkal, harus pergi kemanakah ia mencari"
Selagi ia bermaksud bertanya kepada Pek Ih Loo Sat lebih lanjut, situasi di tengah kalangan tidak mengijinkan ia banyak buang waktu lagi.
Biauw-leng Siang-ciauw bersama-sama sudah melancarkan serangan ke arah Hu Siauw-cian.
Sepasang kakak beradik ini sejak kecil sudah memperoleh didikan ilmu silat yang lihay dari seorang jagoan lihay yang telah mengasingkan diri, setelah dicuci pula tulang-tulang mereka dengan menggunakan berbagai alat mujarab yang dikumpulkan orang lihay itu hal ini membuat dasar badan mereka jadi sangat kuat.
Apalagi saat ini mereka turun tangan bersama-sama, kedahsyatannya tak bisa dibayangkan.
Pada waktu itu Hu Siauw-cian pun sedang gemas dan mendongkol, ia segera mengumbar hawa amarahnya ke atas badan kedua orang gadis tersebut.
Begitu turun tangan ia segera mengeluarkan ilmu "Swee Oh Peng Hun Sam Tiap Sie"nya yang lihay seketika itu juga hawa dingin berdesir memenuhi angkasa. bayangan telapak
menyambar lewat selapis demi selapis, hal ini membuat suasana amat tegang.
Dibawah sorotan sinar rembulan, dua buah cahaya merah saling berkelebat, saling menyambar dengan serentetan cahaya putih, hanya di dalam sekejap mata tiga gulung warna tersebut sudah bergumul menjadi satu.
Suatu pertempuran yang amat sengitpun segera
berlangsung di tengah kalangan.
Selamanya Tan Kia-beng paling tidak suka melihat kaum gadis berkelahi, setelah dilihatnya Hu Siauw-cian terjunkan diri ke dalam kalangan, iapun merasa wegah untuk ikut campur.
Badannya segera meleset ke samping Leng-tiong It-koay.
"Sebenarnya siauw-ya mu tidak ingin mencari onar dengan kalian semua...." katanya dingin. "Cuma kamu semua tidak tahu diri hal ini tak bisa salahkan aku harus mengusir kalian dengan kekerasan!"
Pada saat ini Leng-tiong It-koay pun sudah tahu siapakah pihak lawannya, tetapi dasar sifatnya yang ganas dan tidak mau mengalah kepada siapapun, mana mungkin dia suka perlihatkan kelemahannya dihadapan orang lain"
Terdengarlah si orang tua itu tertawa dingin tiada hentinya....
"Heee.... heee.... heee.... orang lain mungkin merasa jeri terhadap kepandaian silat aliran Teh-leng-bun, tetapi Loohu tak akan memandang sebelah mata pun terhadap dirimu ayoh serahkan nyawamu" teriaknya keras.
Tubuhnya mendadak menerjang ke depan telapak
tangannya laksana sambaran petir menyambar ke depan mencengkeram jalan darah "Ci Cian Hiat" pada tubuh semua
musuh, jari tangan belum sampai lima gulung hawa pukulan yang berhawa dingin sudah menerjang datang merembes masuk ke dalam tulang.
Tan Kia-beng tidak menduga bila pihak lawannya bisa melancarkan serangan secepat itu. badannya terasa agak bergidik juga oleh datangnya serangan tersebut.
Buru-buru ia menarik napas panjang-panjang, hawa
murninya segera disalurkan mengelilingi seluruh tubuh. Tanpa berkelit atau menghindari lagi telapak tangannya mendadak dibabat ke depan menyambut datangnya serangan lawan.
Ilmu cengkeram "To Kut Im Hong Cau" dari Leng-tiong It-koay ini dapat melukai orang dengan tanpa berwujud, sewaktu dilihatnya Tan Kia-beng sama sekali tidak menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut bahkan mengirim satu serangan balasan, diam-diam makinya dalam hati, "Anjing cilik! agaknya kau sudah bosan hidup di dalam dunia!"
Sang telapak tangan segera ditekuk ke bawah, sepuluh jari dipentangkan lebar-lebar kemudian dari luar menuju ke dalam mencengkeram ke arah kiri serta kanan lawan.
Serangannya ini benar-benar amat ganas.
Dalam hati Tan Kia-beng ada maksud hendak melakukan suatu pertarungan cepat, mendadak ia menarik nafas panjang-panjang hingga dadanya menekuk, tubuhnya sambil mundur ke belakang bentaknya keras
"Kau pergilah dari sini!"
Seketika itu juga ia melancarkan serangan dahsyat dengan menggunakan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian".
Angin pukulan serasa tiupan angin taupan dengan dahsyat menggulung ke arah depan menyambar apa saja yang
menghalang.... terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa. tubuh Leng-tiong It-koay tahu-tahu sudah terpukul mencelat sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.
Untung saja tenaga lweekangnya amat sempurna, setelah dirasakan datangnya serangan pihak musuh sukar ditahan, dengan cepat ia menarik kembali hawa murninya untuk melindungi isi perutnya.
Oleh sebab itu sewaktu melayang turun ke atas permukaan tanah, ia masih berhasil mempertahankan sikapnya dengan kaki ada di bawah.
Setelah berdiam sejenak, akhirnya dari mulutnya
muntahkan darah segar berulang kali matanya buru-buru dipejamkan mengatur pernapasan. Ia tidak berani banyak berkutik lagi.
Melihat kejadian itu dalam hati si pengemis aneh itu merasa sangat terperanjat, pikirnya dalam hati, "Ilmu silat dari bocah cilik ini benar-benar lihaynya luar biasa. tidak tidak bertemu selama beberapa bulan ternyata tenaga dalamnya sudah memperoleh kemajuan sampai taraf yang demikian
tingginya...."
Dalam keadaan girang ia tidak ingin menanamkan bibit permusuhan yang lebih banyak lagi bagi pemuda tersebut, badannya dengan cepat meloncat ke depan dan melayang kesisi tubuh Leng-tiong It-koay.
"Tiong-heng! bagaimana dengan lukamu?" tanyanya dengan penuh kekuatiran. "di dalam saku aku si pengemis tua ada obat mujarap. bagaimana kalau kau telah dua butir?"
"Hey pengemis busuk, lebih baik jangan bersikap kucing menangisi tikus luka yang kecil ini loohu percaya masih bisa
mempertahankan diri sendiri" seru Leng-tiong It-koay sambil pentang matanya lebar-lebar dan tertawa sedih.
Mendengar perkataan tersebut si pengemis aneh segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... selama hidup aku si pengemis tua masih bisa membedakan mana yang baik mana yang jahat, walaupun kau ada maksud tidak baik terhadap diriku, tetapi aku sama sekali tiada bermaksud jelek terhadap dirimu, aku cuma merasa sayang aku yang suka digunakan orang lain apakah merasa tidak menyesal karena nama baikmu selama ini bakal hancur dalam sekejap mata?"
Dengan perasaan sedih Leng-tiong It-koay menunduk.
"Apakah maksud tujuan dari Isana Kelabang Emas, untuk sementara waktu jangan kita bicarakan" sambung si pengemis aneh lebih lanjut.... "Cukup kita tinjau dari sikap serta gerak geriknya yang seperti orang edan, membunuh sana menjagal sini.... hal ini jelas memperlihatkan kalau dia bukan seorang yang mulia. Buat apa Tiong heng begitu ngotot dan suka mempercayai orang lain yang gemar bermusuhan dengan orang-orang Bulim yang ada didaratan Tionggoan" Tiong heng! aku harap kau suka berpikir tiga kali sebelum bertindak!"
Dengan sedih Leng-tiong It-koay menggeleng lalu
menghela napas panjang, mendadak ia mencelat ke tengah udara kemudian dengan gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat meloncat keluar melewati tembok pekarangan.
Tindakannya ini jelas membuktikan bila si iblis tua tersebut sudah menerima nasehat dari pengemis aneh dan menyesali perbuatannya, cuma saja ia tidak ingin memperlihatkan sikapnya itu secara terbuka.
Leng-tiong It-koay adalah pentolah pada rombongan beberapa orang itu, kini setelah dia berlalu hal ini memaksa si Hakim Pualam berwajah ketawa jadi serba salah....
Selembar mulut dari toosu dekil selamanya tidak pernah mengampuni siapapun, terdengar dia tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... Mau maju tak berhasil menyabut nyawa yang dikejar, mau mundurpun susah memberikan pertanggungan jawab dihadapan sang Majikan, jika aku adalah si Hakim pualam berwajah ketawa maka tanpa pikir panjang lagi lantas mencari tampat untuk bersembunyi sehingga tidak sampai nyawa sendiripun kena dikejar orang."
mendengar sindiran tersebut si Hakim pualam berwajah Ketawa benar-benar merasa malu bercampur gusar, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Toosu busuk!" teriaknya keras. "Kau tidak usah mengandalkan kekuatan orang lain datang mengejek diriku, pokoknya dilain waktu jika kita bertemu kembali asalkan aku orang she Cu masih bernapas tentu tak akan kuampuni dirimu"
Selesai berkata dengan wajah amat gusar ia meloncat keluar dari tembok pekarangan dan berlalu.
Si pengemis aneh mengerti bila orang-orang ini kebanyakan datang kemari karena sedang menjalankan perintah, oleh sebab itu ia tidak ingin menanam banyak permusuhan dengan orang lain. Melihat musuhnya berlalu ia sama sekali tidak turun tangan mencegah.
Tan Kia-beng sendiripun pada saat ini berdiri di tengah kalangan dengan amat tenang, sepasang matanya tiada hentinya memperhatikan pertempuran yang sedang
berlangsung di tengah kalangan antara Hu Siauw-ciang melawan Biauw-leng Siang-ciauw.
Ia merasa kepandaian silat yang dimiliki sepasang perempuan cantik ini sungguh-sungguh amat aneh dan agaknya mempunyai aliran manapun.
Sepasang kakak beradik ini bagaikan kupu-kupu yang terbang diantara bunga bunga saja, dengan ringan dan lincahnya berkelebat kesana kemari di sekeliling tubuh Pek Ih Loo Sat.
Sebaliknya Pek Ih Loo Sat lihay di dalam hal tenaga dalam serta luasnya pengalaman di dalam menghadapi pertempuran, walaupun berada dibawah kerubutan dua orang tetapi ia masih bisa mempertahankan diri tanpa perlihatkan tanda-tanda menderita kalah.
Saat ini mereka bertiga sudah bergebrak sebanyak dua ratus jurus lebih, tetapi masing-masing pihak tetap mempertahankan diri tak ada yang menang tak ada yang kalah.
Si pengemis aneh sesudah berhasil menasehati pergi Leng-tiong It-koay, perlahan-lahan ia berjalan menghampiri Tan Kia-beng, tetapi sewaktu dilihatnya pemuda tersebut berdiri termangu-mangu disana dan sama sekali tiada maksud untuk turun tangan melerai jalannya pertarungan antara ketiga orang gadis tersebut, dalam hati merasa sangat keheranan, pikirnya, "Pada saat ini keadaan sangat kritis, dan waktu berharga bagaikan emas, mengapa ia masih ada waktu untuk berpeluk tangan menonton mereka saling bertempur sendiri"
apakah ia sudah menaruh rasa suka terhadap kedua orang gadis Biauw tersebut?"
Tetapi ia mengerti suhu dari sepasang perempuan cantik ini paling sukar dihadapi, iapun tidak ingin menyeret saudara ciliknya sehingga mengikat permusuhan dengan diam-diam ia menjawil ujung baju pemuda itu.
"Eeei.... Beng-te! cepat kau maju dan nasehatilah mereka agar supaaya bergebrak! kita masih ada banyak urusan yang harus diselesaikan!"
Tan Kia-beng yang sedang menyelidiki gerakan dari ilmu silat sepasang gadis cantik itu, hampir saja lupa terhadap keadaan di sekelilingnya. Kini setelah disadarkan oleh si pengemis aneh dengan wajah yang berubah merah padam segera melompat ke dalam kalangan.
"Tahan!" bentaknya keras.
Suara bentakan ini tidak begitu keras tapi setiap patah kata diucapkan dengan tegas dan nyaring. Hal ini membuat hati mereka bertiga terasa agak bergetar.
Disamping itu secara diam-diam mereka merasakan adanya segulung tenaga yang tak bisa ditahan dengan paksa memisahkan mereka bertiga.
Dalam keadaan sangat terperanjat Biauw-leng Siang-ciauw pertama tama yang menarik dulu serangannya sambil mundur ke belakang.
Sedang Pek Ih Loo Sat yang sudah lama dikurung mereka berdua tanpa bisa berbuat apa apa, hatinya semakin gusar lagi dibuatnya. Kini melihat Tan Kia-beng munculkan dirinya bukan saja tidak membantu dia bahkan melerai pertarungan tersebut. Kegusarannya tak bisa ditahan lagi.
"Kau ingin berbuat apa" bentaknya nyaring.
Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya tapi tidak ambil gubris, perlahan-lahan badannya berputar menghadap ke arah sepasang gadis suku Biauw tersebut.
"Tujuan kedatangan kalian kebekas kebun keluarga Cau ini tentunya disebabkan sedang menjalankan perintah Leng-pay emas terhadap Hong Jen Sam Yu bukan" Kini Leng-tiong It-koay sudah tahu diri dan mengundurkan diri, aku harap kalian kakak beradikpun suka menarik diri dari kalangan."
Diam-diam Yen Giok Kiauw melirik sekejap ke tengah kalangan, sewaktu dilihatnya Leng-tiong It-koay benar-benar sudah tidak nampak batang hidungnya lagi mereka baru merasa jika mereka berdua telah kebentur batunya.
Untuk mengalahkan seorang gadis dengan jalan
mengerubutpun tidak sanggup apalagi ingin melukai Hong Jen Sam Yu, hal ini semakin tak mungkin lagi.
Akhirnya dengan alis yang dikerutkan ia tertawa merdu....
Perkataanmu sedikitpun tidak salah," katanya. "Kedatangan kami kakak beradik memang tidak lain sedang menjalankan perintah Leng-pay emas, tetapi setelah bertemu dengan kalian, sudahlah.... biar kami mengalah untuk kali ini!"
Tan Kia-beng yang mendengar ia suka mengalah walaupun dengan nada yang tidak mau merendahkan diri sendiri, tidak terasa lagi sudah tersenyum.
"Kalau begitu aku orang she Tan harus mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan kalian!"
"Kalau tidak mau mengalah mau apa?" tiba-tiba terdengar Pek Ih Loo Sat tertawa dingin sambil mencibirkan bibirnya.
"Sungguh tidak tahu malu!"
Yen Giok Fang kerutkan alisnya setelah mendengar ejekan tersebut, baru saja ia ada maksud membalas tetapi keburu dicegah oleh encinya Yen Giok Kiauw.
"Moay moay! Kau tidak usah banyak beribut dengan diri kami lagi," katanya sambil senyum. "Malam ini encipun tak bisa melayani dirimu lebih lanjut, tetapi setelah lewat hari ini, setiap saat aku Yen Giok Kiauw akan mengiringi
permainanmu."
"Hmm! buat apa harus diundur" kalau berani ayoh malam ini juga kita selesaikan" teriak Pek Ih Loo Sat semakin gusar lagi
Tetapi Yen Giok Kiauw tidak ambil gubris lagi terhadap dirinya, setelah menoleh dan lempar satu senyuman ke arah Tan Kia-beng sambil menarik tangan adiknya Yen Giok Pang dengan sekali mereka meloncat naik ke atas tembok pekarangan dan berlalu.
Bila ia tidak melemparkan satu senyuman ke arah Tan Kia-beng mungkin tak bakal ada urusan. Sewaktu Pek Ih Loo Sat melihat gadis itu tersenyum ke arah pemuda idamannya, rasa cemburu semakin berkobar dalam hatinya.
Setelah membentak keras, tubuhnya ikut meloncat ke atas siap melakukan pengejaran.
Tetapi maksudnya ini berhasil dicegah oleh si pengemis aneh.
"Ha ha ha ha.... nona manis! sudahlah" serunya sambil tertawa terbahak-bahak. "Biarkanlah mereka berlalu!"
"Hmmm! budak tidak malu, sungguh tebal muka mereka...."
teriak Pek Ih Loo Sat dengan gusar, ia masih belum dapat menghilangkan rasa mendongkol dihatinya.
Si toosu dengkil mengerti maksud dari si pengemis aneh tersebut, ketika itulah ia maju ke depan.
"Eee.... nona manis!" katanya. "Tiada berharganya buat kita untuk banyak cari urusan dengan budak budak liar semacam itu lebih baik kita runding dan urusan penting saja.
Setelah mendengar perkataan itu hawa gusar Hu Siauwcian baru bisa dibikin padam, dengan gemas ia mengerling sekejap ke arah Tan Kia-beng.
Menghadapi sang kawan perempuan yang merupakan
keponakan muridnya juga ini boleh dikata Tan Kia-beng dibikin Bu-hoat!
Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mana mungkin pemuda itu menaruh rasa cinta terhadap sepasang gadis suku Biauw tersebut, ia hanya merasa menghadapi orang-orang dibeli oleh pihak Isana Kelabang Emas lebih baik bersabar, karena kalau tidak hanya bakal mendatangkan kerepotan saja buat diri sendiri.
Kini, sewaktu dilihatnya Pek Ih Loo Sat melototi dirinya dengan penuh rasa mendongkol, perlahan-lahan ia berjalan menghampiri dirinya.
"Siauw Cian!" serunya. "Pada saat ini di samping kita orang harus mencari tahu jejak dari Mo Cuncu, waktu diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui San pun semakin dekat lagi, banyak urusan yang harus kita selesaikan cepat-cepat. Buat apa kau harus mencari ribut dengan orang-orang semacam itu?"
"Itukan urusanmu sendiri" apa sangkut pautnya dengan diriku?" jawab Hu Siauw-cian sambil tertawa dingin.
Apakah Mo Cuncu bukan kawanmu?"
"Apa" kawanku" haa.... haa.... haa.... sungguh lucu sekali!"
Berbicara sampai disitu masing-masing pihak bungkam diri dalam seribu bahasa.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, Hu Siauw-cian baru memecahkan kesunyian kembali.
"Urusan sudah berada di depan mata, apa gunanya ribut dan kebingungan?" katanya perlahan. "Diculiknya Mo Cuncu oleh orang-orang pihak Isana Kelabang Emas, aku rasa tentu ada gunanya. Kalau tidak mengapa mereka tidak turun tangan membinasakan dirinya" apalagi setelah pihak mereka ada persiapan-persiapan semacam ini, tindak tanduk merekapun tentu sangat dirahasiakan kau ingin pergi kemana mencari mereka di bawah kolong langit yang demikian luas ini?"
Tan Kia-beng pun sudah berpikir sampai disitu, hanya saja Mo Tan-hong adalah satu satunya keturunan dari Raja Muda Mo, apalagi gadis tersebut merupakan kekasihnya, setelah menerima berita tersebut sudah tentu hatinya merasa sangat cemas....
Walaupun ia tahu tidak mungkin baginya untuk menemukan gadis tersebut di dalam waktu yang singkat, tetapi diluaran ia tetap menggembor.
"Perduli dia ada diujung langitpun aku orang she Tan bersumpah hendak menolongnya kembali!"
"Akupun tiada maksud untuk mencegah dirimu pergi menolong kawanmu itu...."
Si pengemis aneh yang melihat mereka berdua jadi ribut karena persoalan tersebut, buru-buru maju ke depan melerai.
"Untuk menolong Mo Cuncu memang merupakan suatu tugas yang tak bisa ditinggalkan begitu saja" ujarnya. "Tetapi di dalam pertemuan puncak para jago di atas gunung Ui san,
terutama sekali di dalam pertempuran antara jago-jago daratan Tionggoan melawan orang-orang dari Isana Kelabang Emas, kau tak boleh ketinggalan dalam soal ini...."
Bicara sampai disitu, tanpa menanti jawaban dari Tan Kia-beng lagi segera menyambung lebih lanjut, "Di dalam urusan ini lebih baik kau ambil lagi keputusan setelah dipikir masak-masak, aku si pengemis tua segera akan berangkat menuju ke gunung Ui San. maaf aku tak bisa banyak cakap lagi dengan dirimu...."
Di tengah berkelebatnya pakaian butut, pertama-tama ia melewati dulu tombak pekarangan disusul si hweesio berangasan serta si toosu dengkil dari belakang.
Sedangkan Tan Kia-beng sendiri dengan termangu-mangu berdiri di tengah kebun tanpa bergerak sedikitpun.
Pek Ih Loo Sat yang melihat kejadian ini dalam hati merasa amat sedih, dengan wajah murung dan cemas ia segera maju ke depan menggoyang-goyangkan pundaknya.
"Engkoh Beng, bagaimana kalau kitapun berangkat?"
serunya. Dengan kaku Tan Kia-beng mengangguk. demikianlah
mereka berdua segera bersama-sama melayang melewati tembok pekarangan dan berlalu dari kebun bekas bangungan keluarga Cau tersebut.
Sepeninggalnya dari tempat itu, mereka berdua langsung berlari balik ke dalam rumah penginapan.
Pada saat ini langit sudah terang tanah sinar sang suryapun mulai menembusi kabut yang tebal para tetamu yang siap-siap melakukan perjalanan sudah pada bangun sehingga suasana dalam rumah penginapan agak gaduh.
Mereka langsung menuju ke dalam kamar dorong pintu dan berjalan masuk ke dalam....
Tetapi.... mendadak mereka dibuat terkejut oleh sesuatu. Di dalam kamar tersebut ternyata sudah duduk seseorang dengan sikap yang tenang.
"Siapa kau ?" bentak Hu Siauw-cian dengan perasaan sangat terperanjat.
Sebaliknya air muka Tan Kia-beng tetap tenang tak kelihatan sedikit perubahanpun.
"Gien To Mo Lei! jika aku lihat dari sikapmu yang tenaga dan gagah rasanya kedatanganmu tentu dikarenakan suatu urusan bukan?" katanya sambil tertawa. "Apa yang kau inginkan dari aku" ayoh cepat katakan, kalau tidak aku segera akan turun tangan berbuat kesalahan terhadap dirimu."
Orang yang ada di dalam kamar tersebut memang si "Gien To Mo Lei" Go Lun adanya, dengan sikap yang sombong ia duduk di atas kursi bahkan terhadap kedatangan kedua orang itupun sama sekali tidak menunjukkan rasa jeri.
"Dugaan saudara sedikitpun tidak salah" sahutnya sambil tertawa seram, "Aku orang she Go memang ada sedikit urusan kecil yang hendak dirundingkan denganmu."
"Ayoh bicara! aku orang she Tan tiada waktu lagi untuk banyak ribut dengan dirimu."
"Persoalan yang hendak aku orang she Go bicarakan adalah urusan yang menyangkut keselamatan Mo Cuncu!"
"Hmmm! ternyata benar-benar hasil permainan setan kalian"
Sembari berkata baik Tan Kia-beng maupun Hu Siauw-cian bersama-sama menerjang ke depan.
Tetapi, si Gien To Mo Lei jauh lebih licin bagaikan rase, sewaktu ucapannya selesai diutarakan tadi badannya sudah melesat keluar dari jendela.
Dengan demikian tubrukan mereka berdua pun jadi
meleset. Dari luar jendela Gien To Mo Lei segera tertawa tergelak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... lebih baik saudara sedikit bersabar, perkataan siauwte belum selesai diucapkan!"
serunya. "Kalian sudah membawa dirinya pergi kemana" ayoh cepat jawab...."
"Kedatangan siauwte kali ini dasarnya tidak lain sedang menjalankan perintah dari Majikan Isana Kelabang Emas dan untuk saling bertukar satu syarat dengan dirimu!"
"Kalian ingin menggunakan barang tawanan untuk memaksa diriku"...." teriak Tan Kia-beng gusar. "Maaf aku orang she Tan tidak suka makan permainan semacam ini"
"Lebih baik saudara jangan marah marah dulu" kata si Gien To Mo Lei sambil tertawa licik. Permintaan dari majikan Isana Kelabang Emas kami sangat sederhana sekali Asalkan kau sejak ini hari tidak suka mencampuri urusan Isana Kelabang Emas lagi maka ia tidak akan mengganggu dirinya lagi kalau lagi tidak.... maka sukar sekali diduga apa yang bakal terjadi"
Termasuk perebutan gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit"...."
Majikan Isana Kelabang Emas tiada bermaksud untuk merebut kedudukan sijagoan pedang nomor wahid dari kolong langit, asalkan kau tidak mengganggu urusannya cukuplah sudah!"
Tan Kia-beng yang beberapa kali kena didesak olehnya dalam hati merasa amat gusar, tetapi diluaran ia tetap bungkam dalam seribu bahasa.
Sebaliknya Pek Ih Loo Sat dengan pentangkan matanya lebar-lebar mendadak menimbrung
"Jikalau engkoh Beng kami menyanggupi untuk tukar syarat dengan kalian, apakah kalian segera akan melepaskan Mo Cuncu?"
"Sudah tentu! cuma saja harus menanti setelah selesai diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui san tanggal lima belas bulan delapan yang akan datang!"
"Baiklah! aku wakili dirinya menyanggupi persoalan ini."
"Haaa.... haaa.... haaa.... persoalan ini adalah urusannya, mana mungkin kau bisa ambil keputusan?" si Gien To Mo Lei tertawa terbahak-bahak. "Aku orang she Go hanya ingin menunggu jawaban sekecap dari Tan heng saja, setelah itu segera akan kembali untuk mempertanggung jawabkan urusan ini dihadapan Majikan Isana Kelabang Emas...."
Mendadak dari sepasang mata Tan Kia-beng memancar cahaya tajam melototi Gien To Mo Lei.
"Go Lun, kau ingat ingatlah!" teriaknya gusar. "Kali ini adalah untuk kedua kalinya aku orang she Tan memperoleh paksaan dari dirimu. Tetapi aku ingin terangkan dulu kepadamu, jikalau pada suatu hari aku memperoleh berita yang sungguh sungguh dari Mo Cuncu maka pada saat itu pula janji kita batal. Sampai waktu itu kaulah pertama tama yang akan kubunuh!"
Gien To Mo Lei pun tidak ingin memperlihatkan
kelemahannya di hadapan pemuda tersebut dengan wajah memberat ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Setiap saat aku orang she Go akan menantikan pembalasan dendammu." selesai berkata badannya dengan cepat berkelebat lewat dari tempat itu, saat inilah Tan Kia-beng bagaikan seekor kelinci yang terlepas dari perangkap dengan cepat meluncur keluar dari pintu kamar, dan di dalam sekejap mata sudah berada di atas wuwungan rumah.
Tetapi bagaimanapun juga ia tetap terlambat satu langkah, bayangan tubuh dari Gien To Mo Lei sudah lenyap tak berbekas.
Akhirnya dengan hati lesu ia balik kembali ke dalam kamar.
Tampaklah pada saat itu Pek Ih Loo Sat sedang berbaring di atas ranjang memandang ke arahnya sambil tertawa.
Tan Kia-beng jadi rada mendongkol.
"Eeei.... kenapa kau begitu seenaknya mewakili aku untuk menyanggupi syarat mereka?" tegurnya.
Pek Ih Loo Sat meloncat bangun sambil tertawa cekikikan.
"Di dalam pertempuran janganlah jemu jemu menggunakan siasat, apakah akupun tak bolhe menggunakan siasat licin untuk menghadapi mereka"
Perduli berita ini benar atau tidak, kita harus menggunakan dulu kesempatan kawanmu!"
Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa bisiknya lirih, "Bukankah kau pernah menjura sebagai seorang pengemis cilik" Nah sekarang kau boleh menjura sekali lagi"
"Apakah kau suruh aku mungkiri apa yang sudah aku ucapkan sendiri?"
"Bukankah kau belum pernah menyetujui secara resmi"
apalagi aku masih memiliki suatu akal untuk menutupi kekurangan kekurangan kita"
"Coba kau terangkan dulu bagaimanakah caramu itu?"
"Kau pergilah menjura sebagai seorang pengemis cilik untuk menyelesaikan urusanmu sendiri, dan pakaian yang kau kenakan boleh kau lepas untuk aku pakai. Menurut dugaanku, di sekeliling rumah penginapan ini tentu sudah disebari penuh dengan mata mata Isana Kelabang Emas, aku punya cara agar mereka tetap percaya bahwa kau sungguh sungguh menepati janji dengan tetap berdiam di dalam rumah penginapan ini"
Tan Kia-beng termenung sejenak, ia lantas merasa bahwa cara ini memang benar-benar sangat bagus, hanya saja ada satu persoalan yang membuat hatinya tidak lega.
Semisalnya menggunakan kesempatan tersebut pihak Isana Kelabang Emas melancarkan serangan bokongan ke arahnya, bukankah keadaan gadis tersebut bakal sangat berbahaya"
oleh karena itu diam-diam ia cuma berpikir tanpa berani mengambil keputusan.
Pek Ih Loo Sat yang melihat pemuda tersebut tidak juga membuka suara, dalam hati merasa rada keheranan.
"Eeei.... kenapa kau tidak berbicara" apakah caraku ini tidak bagus?"
"Bukannya tidak bagus, hanya saja aku takut keadaanmu jadi bahaya jika semisalnya mereka melancarkan serangan!"
Hu Siauw-cian yang mendengar kekuatiran dari pemuda tersebut tak kuasa lagi tertawa cekikikan.
"Dengan seorang diri aku sudah berkelana di dalam dunia kangouw selama bertahun tahun lamanya, selama ini belum pernah menemui bahaya apapun! jikalau aku tak berhasil kalahkan musuh, apa kau anggap aku tak bisa lari dari sini"
Tan Kia-beng segera merasa bahwa perkataannya ini sedikitpun tidak salah, dengan kepandaian yang dimiliki Hu Siauw-cian pada saat ini memang tidak mudah bagi orang lain untuk mencelakai dirinya.
Akhirnya dalam hati ia lantas mengambil keputusan untuk meninggalkan kota Swan Jan pada malam hari nanti dan segera berangkat kepinggiran gunung Ui-san untuk memeriksa keadaan disana.
Mereka berdua tak ada urusan maka mereka lantas
menceritakan keadaannya sewaktu berada di gurun pasir, mendadak Tan Kia-beng teringat kembali dengan serangkaian ilmu pedang yang diciptakan ayahnya bersama-sama dengan Leng Siauw Kiam Khek dan Thiat Bok Tootiang waktu berada dalam barisan Pek Kut Yu Hun Tin!
"Eei....!" serunya kemudian sambil tersenyum. "Bagaimana kalau aku ajari kau serangkaian ilmu pedang?"
"Sudah tentu bagus sekali! tetapi macam apakah ilmu pedang tersebut?"
"Serangkaian ilmu pedang Pek Kut Yu Hun Kiam Hoat!"
Julukan nama dari ilmu pedang ini terasa sangat sesuai dengan sifat Hu Siauw-cian kembali ia tertawa cekikikan.
"Akh....! sungguh bagus sekali nama ilmu pedang tersebut, aku sudah mempunyai julukan sebagai siiblis wanita berbaju putih, kini memperoleh pula serangkaian ilmu pedang seratus tulang penyabut nyawa, lain kali orang-orang yang mendengar
namaku tentu akan membayangkan bila aku adalah seorang yang berwajah seram dan sangat menakutkan....
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng tak bisa menahan gelak tawanya lagi mereka berdua sama-sama tertawa tergelak sehingga suasana jadi ramai.
Demikianlah dengan menggunakan tangan menggantikan pedang mereka mulai berlatih ilmu pedang tersebut, setelah itu Tan Kia-beng menjelaskan pula rahasia rahasia dari ilmu tersebut.
Sejak kecil Hu Siauw-cian sudah mengikuti orang tuanya belajar ilmu silat, apalagi dengan pengalamannya yang luas selama beberapa tahun ini, hanya di dalam waktu yang singkat ia sudah mengerti hampir sebagian besar rahasia ilmu itu dan mulai berlatih sendiri.
Tan Kia-beng yang disebabkan nanti malam harus
melakukan perjalanan maka mengambil kesempatan itu lantas duduk bersila di atas pembaringan untuk atur pernapasan dan hilangkan penat dibadan.
Sehari dengan cepatnya berlalu, malam hari kembali menjelang datang. Dari dalam buntalannya Tan Kia-beng segera mengambil keluar serangkaian pakaian pengemis hadiah dari si pengemis aneh, kemudian dengan separuh butir obat mengubah wajah menjadi seorang pengemis cilik yang berwajah sembab kuning.
Pada saat yang bersamaan pula Hu Siauw-cian pun sudah mengenakan pakaian yang dilepaskan oleh Tan Kia-beng.
Dasarnya ia memang ada pengalamannya di dalam menjura sebagai seorang lelaki, bila dipandang sepintas lagi wajahnya memang rada mirip dengan Tan Kia-beng.
Mereka berdua setelah selesai menjura tak terasa lagi saling berpandangan sambil tertawa.
Kembali Tan Kia-beng memberi pesan wanti-wanti kepada gadis tersebut lalu dengan kecepatan laksana petir meluncur keluar melalui jendela.
Sejak itu hari Hu Siauw-cian lantas memberitahukan kepada si pemilik rumah penginapan bahwa ia sedang menderita sakit.
Kalau pagi hari gadis tersebut mengurung dirinya dalam kamar dan tidak keluar, sedang pada malam hari setelah memulihkan dandanannya berlari kian kemari dijalanan.
---ooo0dw0ooo--Kita balik pada Tan Kia-beng setelah melayang keluar dari jendela kamar segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlari menuju ke gunung Ui-san.
Siapa sangka, sewaktu ia baru saja tiba diluar kota Swan Jan mendadak suara kejadian sudah berlangsung di depan matanya.
Dari tempat kejauhan berkumandang suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, jelas suara tersebut muncul dari balik sebuah bukit yang tinggi.
Dengan cepat ia kerahkan ilmu meringankan tubuhnya berkelebat ke arah mana berasalnya suara tersebut, setelah melewati sebuah bukit sampailah dia di tempat kejadian Tampaklah di atas jalan raya menggeletak empat sosok mayat dalam keadaan sangat mengerikan, pada dada setiap mayat jelas tertera beberapa buah lubang yang sangat besar, darah segar bercampur isi perut berceceran memenuhi seluruh permukaan tanah kejadian ini benar-benar mengejutkan hatinya.
Perlahan-lahan ia mulai meraba mayat tersebut, terasalah di atas badan mayat itu masih ada sedikit hawa hangat hal ini membuktikan kalau mereka mati belum lama berselang Dari pakaian yang dikenakan orang-orang itu kelihatanlah mereka adalah pengemis pengemis berpakaian butut yang usianya pertengahan, tak terasa lagi dengan hawa amarah yang bergolak di dalam dada, serunya penuh kebencian,
"Perbuatan ini tentu hasil karya dari orang-orang Isana Kelabang Emas, sungguh kejam benar tindakannya! pada suatu hari bila mereka terjatuh ketangan siauw ya mu tentu akan kubalas bersama-sama rentenya!"
Rasa gusarnya ini separoh dikarenakan terharu oleh kejadian tersebut, dan separohnya lagi karena ia punya hubungan yang erat dengan orang-orang Kay-pang.
Akhirnya ia menyeret mayat mayat tersebut kepinggiran hutan dan siap-siap dikuburnya dengan penuh cermat.
Mendadak.... "Hmm! setelah membunuh orang masih ingin melenyapkan bukti, tindakan saudara apakah tidak terlalu ganas?" bentak seseorang dari belakang punggungnya.
Mendengar suara bentakan tersebut dengan cepat ia putar badan. tampaklah seorang pengemis tua bersama-sama seorang pengemis muda sedang melototi dirinya dengan penuh kemarahan.
Sebaliknya Tan Kia-beng yang sudah memandang orang-orang Kay-pang seperti orang sendiri, maka dari itu sewaktu melihat munculnya sang pengemis tua dengan cepat ia menjura dan menyapa dirinya.
"Saudara jangan keburu salah paham" ujarnya dengan cepat. "Saudara-saudara ini bukan siauw-te yang bunuh. aku hanya bermaksud baik hendak menguburkan mayat mayat mereka!"
"Hmmm! siapa yang percaya degan perkataanmu itu"
cukup berdasarkan tindakanmu yang menyaru sebagai anak murid perkumpulan Kay-pang, sudah cukup memaksa orang untuk turun membinasakan dirimu, ayoh cepat sebutkan nama serta asal perguruanmu!"
Si pengemis tua ini adalah salah seorang Tiangloo perkumpulan Kay-pang yang bertugas di dalam bagian Hukum ia bernama "Thiat Bian Kay" atau si pengemis berwajah baja Cu Ing. Biasanya sering sekali melakukan pemeriksaan terhadap orang lain maka sekali buka suara nadapun tak bisa terlepas dari pekerjaan sehari hari.
Tan Kia-beng sebagai seorang pemuda yang tinggi hati, mana mungkin bisa tahan setelah mendengar perkataan tersebut, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... pakaian robek siapa pun boleh pakai, apakah pakaian tersebut hanya khusus diperuntukan bagi anggota Kay-pang" kau menggunakan nada ucapan terseut memaksa siauw ya mu, apa kau kira aku adalah tawananmu"
Hmmm!...."
Si "Thian Bian Kay" Cu Ing yang melihat anak muridnya kena dibunuh orang dengan sangat kejam, dalam hatinya sudah teramat gusar apalagi setelah mendengar pula nada ucapan dari Tan Kia-beng barusan ini kegusarannya tak terbendung lagi.
Tubuhnya dengan cepat bergerak maju ke depan, sepasang telapak tangannya dengan disertai hawa pukulan yang maha dahsyat dibabatkan ke atas batok kepala pemuda tersebut.
Di dalam pukulannya ini ia sudah menggunakan tenaga lweekang hasil latihan selama puluhan tahun ini, sudah tentu kedahsyatannya tak bisa dibayangkan lagi.
Tan Kia-beng yang melihat pengemis tua itu tanpa banyak cakap sudah melancarkan serangan ke arahnya, tak terasa lagi ia tertawa panjang.
"Jikalau anggota Kay-pang berangasan semua seperti kau, seharusnya dari dulu perkumpulan kalian bakal musnah"
serunya. Sang telapak dengan ringan dikebaskan ke depan, angin pukulan maha dahsyat yang sudah berada dihadapan
tubuhnya seketika itu juga dipunahkan tak berbekas.
Melihat kelihayan lawannya si pengemis berwajah baja jadi amat terperanjat, diam-diam ia menggertak giginya kencang kencang lalu berturut mengirim tujuh buah serangan berantai.
Setiap serangan yang menyambar lewat tentu disertai dengan hawa lweekang yang dahsyat.
Semakin diserang Tan Kia-beng semakin kheki, akhirnya dengan penuh kegusaran bentaknya keras, "Jika dilihat dari usiamu yang sudah lanjut, seharusnya bisa dibayangkan merupakan seorang yang pinter, tidak disangka kau benar-benar tolol dan sudah pikun!"
Kakinya sedikit bergerak tahu-tahu ia sudah melepaskan diri dari lingkaran angin pukulan.
Dalam keadaan situasi semacam itu pemuda tersebut tak dapat memberitahukan asal-usulnya, sedang si pengemis tua
itupun tanpa banyak cakap sudah mendesak dirinya terus menerus, sewaktu hatinya lagi cemas itulah mendadak suatu ingatan berkelebat di dalam benaknya.
Tiba-tiba ia teringat kembali dengan mata uang kuno pemberian si pengemis aneh, buru-buru diambil keluarnya benda tersebut dari sakunya lalu dilemparkan ke tengah udara.
"Bila ingin mengetahui asal usul siauw ya mu. lebih baik tanyakan saja kepada pemilik uang logam tersebut, aku lagi aras-arasan berbicara dengan kau!"
Selesai berkata telapak tangannya segera didorong perlahan-lahan ke arah depan, diiringi suara ledakan yang keras di atas permukaan tanah seketika itu juga terciptalah sebuah lubang amat besar.
Kini liangnya sudah tersedia, cepat kubur mereka ke dalam tanah. Siauw-ya masih ada urusan yang harus diselesaikan dan tak ada waktu lagi untuk banyak cekcok dengan kalian manusia-manusia buta!"
Perkataan baru saja selesai diucapkan orangnya sudah berada beberapa puluh kaki jauhnya.
Si pengemis berwajah baja yang berturut turut melancarkan serangan mendesak musuhnya tanpa berhasil mengenai pihak lawan, dalam hati sedang merasa gemas bercampur gusar.
Tetapi sewaktu melihat Tan Kia-beng mengambil keluar sebuah mata logam hatinya jadi amat terkejut.
Ia kenal dengan mata uang logam tersebut sebagai tanda kepercayaan yang paling tinggi dari perkumpulan Kay-pang, dan semuanya berjumlah tiga biji.
Yang satu ada di dalam pangcunya simalaikat ular dari Leng Lam, dan dua biji lainnya ada ditangan si pengemis aneh serta si kakek tongkat perak.
Ternyata si pengemis cilik ini memiliki benda tersebut hal ini memperlihatkan bila dia punya hubungan yang erat dengan salah satu diantara mereka bertiga.
Karena itu untuk beberapa saat lamanya ia berdiri tertegun disana tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun.
Saat ini melihat pula Tan Kia-beng mempamerkan
kepandaian silatnya, saking kaget dan terperanjatnya keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Cukup berdasarkan tenaga dalam yang dimiliki orang lain, jikalau ia sampai balas melancarkan serangan kepadanya mungkin sekali hanya di dalam satu jurus dirinya sudah tak sanggup untuk menerimanya.
Menanti ia ada maksud untuk ke depan meminta maaf, tahu-tahu Tan Kia-beng sudah lenyap dari pandangan.
Terpaksa ia menghela napas panjang dan mengubur keempat mayat tersebut ke dalam liang.
---ooo0dw0ooo--Kita balik pada Tan Kia-beng setelah meninggalkan pengemis tua itu dalam keadaan mendongkol, setelah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya tiba-tiba ia memperlambat langkahnya.
"Jika ditinjau dari keadaan saat ini, jelas pihak anak buah Isana Kelabang Emas sedang melangsungkan pertempuran gelap melawan anak muda murid perkumpulan Kay-pang."
pikirnya diam-diam. "Entah jago-jago lihay dari tujuh partai besar sudah pada berdatangan atau belum" bilamana hanya
mengandalkan kekuatan melawan Kay-pang saja ingin adu kekuatan melawan pihak Isana Kelabang Emas, aku rasa pengemis pengemis itu pasti akan menderita kerugian yang amat besar."
Perjalanan antara kota Swan Jan dengan Ui-san tidak lebih hanya terpaut seratus lie saja, dengan kecepatan kaki dari Tan Kia-beng tidak sampai satu kentongan ia sudah memasuki lingkungan daerah pengawasan dari orang-orang Kay-pang.
Tetapi pada waktu itu tak seorang pun anggota Kay-pang pun yang kelihatan berjaga jaga disana, hal ini membuat hatinya jadi keheranan.
Tetapi sebentar kemudian ia sudah merombak pikiran tersebut.
"Tidak! hal ini tidak mungkin, aku sama sekali tidak mengerti kode rahasia mereka?"
Selagi ia merasa ragu-ragu itulah, mendadak dari tempat kegelapan berkumandang suara bentakan seseorang,
"Berhenti! kau anak murid dari mana?"
"Bawahan Hong Jen Sam Yu"
"Siapa namamu?"
"Maaf tak bisa aku beritahukan!"
"Kalau begitu harap kau cepat-cepat tinggalkan tempat ini!"
"Kenapa" apakah jalanan ini sudah kalian beli?"
"Suruh kau pulang yaa pulang, buat apa mencari keonaran buat diri sendiri?"
Tan Kia-beng yang dua kali ditanggor batunya, dalam hati tak terasa agak gusar juga dibuatnya, ia dongakkan kepalanya tertawa tergelak.
"Aku mau bertanya kepada si malaikat ular dari Leng Lam!
menggunakan cara apakah dia sudah mendidik anggota Kay-pang, kenapa seluruh anggota bisa begitu tidak tahu diri?"
"Terhadap manusia yang tidak tahu diri semacam ini lebih baik dibunuh saja buat apa banyak cakap," mendadak serentetan suara yang amat dingin bergema keluar.
Diikuti suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa, sesosok mayat mendadak terlempar keluar dari tengah hutan menuju ke arahnya.
Dalam keadaan cemas Tan Kia-beng segera membentak keras, tubuhnya menubruk ke arah depan. Tapi sewaktu ia tiba di tengah hutan tak sesosok bayangan manusia pun yang terlihat.
Sewaktu ia menoleh lagi ke arah mayat tersebut, maka terlihatlah didada mayat itupun terdapat lima buah lobang hitam yang mengucurkan darah segar.
Di tengah malam buta apa lagi di tengah gunung yang sunyi, walaupun Tan Kia-beng memiliki kepandaian lihay tak urung bergidik juga setelah melihat kejadian ini.
Setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya, mendadak di dalam benaknya terlintas suatu pikiran bagus.
"Aaah! benar" pikirnya diam-diam. "Jelas sekali orang-orang pihak Isana Kelabang Emas ada maksud hendak mencari gara gara dengan orang-orang Kay-pang, karena itu mereka sengaja turun tangan jahat terhadap mereka-mereka yang sedang menjalankan tugas ronda, kenapa aku tidak pura-pura menyaru sebagai seorang penjaga dipos ini?"
Selagi ia berpikir keras itulah mendadak telinganya secara samar-samar dapat mendengar suara ujung pakaian
tersampok angin dengan cepat ia gerakkan badannya bersembunyi dibalik sebuah pohon besar.
Sedikit tidak salah, tampaklah sesosok bayangan manusia dengan gerakan yang cepat bagaikan sambaran petir berlari mendekat.
Dengan ketajaman matanya, sekali pandang saja ia sudah menemukan bila pihaknya adalah seorang kakek tua berjubah hitam yang memakai kerudung hitam di atas wajahnya.
Karena itu sengaja dia memperdengarkan sedikit suara....
Mendadak orang itu menghentikan gerakannya, kemudian tertawa dingin dengan suara yang amat menyeramkan.
"Orang yang bersembunyi disana apakah anak murid dari pihak Kay-pang?" tegurnya.
"Tidak salah! siauw-ya memang anak murid dari Kay-pang, siapa kau"...."
Dari balik pohon Tan Kia-beng segera melayang keluar dan berdiri di atas jalanan gunung.
"Yaya mu adalah si Raja Akhirat pencabut nyawa. dan sengaja datang hendak mencabut nyawa kecilmu!"
Sreeet! diiringi suara deruan angin berhawa ia tampaklah berpuluh-puluh bayangan jari bersama-sama mengurung datang.
Tan Kia-beng tertawa dingin.
"Oow.... kiranya kaulah yang berulang kali melakukan kejahatan!" pikirnya dalam hati.
Diam-diam hawa murninya segera disalurkan mengelilingi seluruh tubuh kemudian dibabatnya ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
Braaak! sewaktu tubuh orang itu masih berada di tengah udara, tenaga pukulan sudah terbentur satu sama lainnya sehingga menimbulkan suara bentrokan yang amat keras.
Beberapa kali ia bersalto di tengah udara, akhirnya dengan sempoyongan melayang turun ke atas tanah dan mundur kembali dua langkah ke arah belakang.
Tan Kia-beng yang ada maksud membereskan orang ini, melihat badannya baru saja melayang turun ke bawah, dengan gerakan yang ringan kembali menerjang maju ke depan, tangannya dibentangkan lebar-lebar siap
mencengkeram urat nadinya.
Si orang tua berkerudung hitam itupun bukan manusia biasa hanya saja dikarenakan ia tidak menduga dari pihak Kay-pang masih ada manusia selihay ini maka hampir-hampir saja dirinya menderita luka parah.
Kini ketika dilihatnya Tan Kia-beng melancarkan serangan aneh dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, ia tak berani menerima datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Sambil bersuit nyaring, badannya segera mencelat ke belakang kemudian berkelebat pergi. Hanya di dalam sekejap saja bayangannya lenyap tak berbekas.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga si kakek tua itu bisa demikian liciknya, menanti ia tersadar kembali waktu sudah tidak mengijinkan.
Tak terasa lagi pemuda kita mendengus berat
"Hmm! malam ini kubiarkan kau berlalu tetapi kelima lembar yawa orang-orang Kay-pang tak akan Siauw-ya mu diamkan begitu saja...."
Baru saja ia selesai bergumam, kembali sesosok bayangan manusia menyambar datang.
Begitu bertemu dengan Tan Kia-beng segera bentaknya dengan suara berat.
"Hey pengemis cilik, kau melihat tidak seorang kakek tua berjubah hitam dan berkerudung lewat dari sini?"
"Lihat sih lihat, cuma sayang orang itu berhasil melarikan diri dari cengkeramanku"
"Ooouw....bocah cilik! sungguh besar benar omonganmu nyawa mu tidak sampai tercabut sudah boleh dihitung sangat beruntung sekali"
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku rasa belum tentu!" seru Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-bahak. "Manusia macam kau si pencuri tua, sekalipun ada delapan atau sepuluh orangpun aku masih tidak pandang sebelah mata!"
Girang yang baru saja datang memang bukan lain adalah Su Hay Sin Tou si pencuri sakti, dia yang melihat seorang anggota Kay-pang ternyata berani menghina dirinya, hawa gusar di dalam dada tak bisa dibendung lagi.
"Manusia yang tidak tahu diri, berani benar kau memandang rendah aku si pencuri tua. baik, biar aku kasi sedikit hajaran dulu kepada dirimu kemudian baru bikin perhitungan dengan simalaikat ular dari Leng Lam!"
Lima jarinya segera dipentangkan lebar-lebar kemudian dengan dahsyat menyambar ke arah dada lawan.
---ooo0dw0ooo--JILID: 11 Sejak urat penting didalam badannya berhasil ditembusi berkat bantuan Tan Kia Beng, tenaga dalamnya pada saat ini sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Cengkeramannya barusan ini benar-benar sangat hebat dan cepat.
Tanah seluas satu kaki boleh dikata sulit untuk mencari jalan keluar.
Melihat datangnya serangan tersebut Tan Kia Beng segera tertawa terbahak-bahak, dengan sebat ia berhasil meloloskan diri dari kurungan.
"Sam-ko, kau sudah tidak kenal dengan Toa ko mu lagi?""
teriaknya dengan cepat.
Su Hay Sin Tou rada tertegun, akhirnya iapun ikut tertawa tergelak.
"Bagus... bagus sekali ! ternyata kau tidak tahu diri dan berani juga bergurau dengan diriku..."
Mendadak Tan Kia Beng menarik kembali senyumannya, sambil mendekati kesisi tubuhnya diam-diam ia berbisik lirih :
"Bagaimana dengan situasi pada beb
Jodoh Rajawali 30 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Pendekar Pulau Es 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama