Ceritasilat Novel Online

Pendekar Kidal 10

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 10


mancarkan cahaya aneh, katanya sambil
tertawa: "Kau pandai berbicara."
Kun-gi hanya tersenyum, katanya pula: "Ilmu pedang yang tadi
digunakan Bwe-hoa dan Lan-hoa untuk melukai kedua orang itu
agaknya merupakan jurus aneh yang berlainan, kurasa bukan jurus
serangan yang ada di dala m Pek- hoa-kia m-hoat itu?"
"Em," Giok-lan me muji, "pandangan Kongcu me mang tajam,
jurus ini me mang bukan terdiri dari rangkaian Pek-hoa-kia m-hoat "
"Lalu jurus ilmu pedang apa" begitu lincah, sakti la ksana naga
me mperlihatkan diri di atas mega, sehingga orang sukar meraba
ekornya." Tiba2 Giok-lan me mba lik, tanyanya sambil menatap tajam: "Lingkongcu kenal jurus ilmu pedang itu?"
Kun-gi menggeleng, katanya: "Kalau cayhe kenal ilmu pedang ini,
buat apa harus tanya kepada nona?"
Giok-lan menghe la napas panjang, katanya: "Me mang Kongcu
tidak malu sebagai seorang ahli pedang, jurus ilmu pedang itu
me mang tepat seperti apa yang kau katakan-"
Kun-gi pura2 bingung, tanyanya: "Kata2 apa yang tepat
kukatakan?"
"jurus itu me mang berna ma Sin-liong-jut hun (naga muncul dari
mega)." Kini terbukti bahwa ilmu pedang yang mereka mainkan betul
adalah Sin-liong-jut- hun seperti dugaan Ling Kun-gi, tapi dia hanya
tersenyum saja, katanya: "cayhe hanya melihat Cara nona tadi
waktu me mainkan ilmu pedang itu selincah naga di atas mega, tak
kira bahwa jurus pedang itu me mang bernama Sin liong-jut-hun,
tentunya ilmu pedang ini juga ciptaan Pang kalian?"
Giok-lan seperti tersentak sadar, katanya: "Itulah ilmu pedang
pelindung Pang ka mi, untuk apa Kongcu tanya hal ini?"
"Sepuluh tahun cayhe berlatih pedang, sela manya belum pernah
me lihat ilmu pedang seaneh dan begitu digdaya, karena ketarik
adalah ja mak kalau ingin tahu lebih jelas."
Seperti tertawa tapi tidak tertawa Giok-lan me ma ndangnya,
katanya sambil mencibir: "Ketarik apa segala, yang jelas kau ingin
tahu asal-usul ilmu pedang ini bukan" Bagi orang lain, hal ini hanya
merupakan impian belaka, tapi bila Ling-kongcu ada maksud, kukira
tidak sukar . . . "
Mendadak dia berhenti bicara sa mpai di sini.
Sudah tentu Kun-gi ingin tahu asal-usul ke-3 jurus ilmu pedang
itu, tanyanya: "Tidak sukar bagaimana?"
Giok-lan tertawa penuh arti, katanya: "Asal Ling-kongcu sudi jadi
anggota Pang kami dan menjadi Huma (sua mi Pangcu) dan
bertanggungjawab menjaga kesela matan Pangcu, kau a kan
me mperoleh hak untuk me mpe lajari ketiga jurus ilmu pedang
pelindung Pang itu."
Tanpa terasa mereka sudah berada dipe karangan tengah terus
menuju ke deretan rumah di sebelah kiri. Sin-ih yang bertugas di
bilangan ini segera keluar menya mbut. Kata Giok-lan- "Ling kongcu adalah tamu agung Pang kita, berilah hormat kepadanya."
Sambil tertawa Kun-gi mendahului buka suara "Nona Sin-ih tidak
usah banyak adat, masa kau tidak mengena lku?" - Suaranya dibikin
serak hingga mirip logat cia m-liong Cu Bun-hoa.
Terbeliak mata Sin-ih, serunya: "Kau adalah Cu-cengcu?"
Giok-lan iringi Kun-gi masuk ke ka mar ta mu, la lu menuding
kamar sebelah kiri, katanya: "Itulah kamar buku yang disedia kan
untuk Ling- kongcu,"
Lekas Sin-ih lari ke depan me mbuka daun pintu yang bercat
merah. "sila kan," kata Giok-lan, Kun-gi tida k sungkan lagi, segera ia beranjak masuk.
Kamar buku ini a mat besar dan panjang, tepat di tengah terdapat
sebuah pintu bulan sabit, sehingga ka mar panjang ini dipetak jadi
dua. Kamar depan bagian selatan sana ada jende la berkaca yang
bertutup kain sari bersula m indah, di luar jendela adalah ta man
bunga, di bawah jendela terdapat meja buku, di kanan-kirinya
terdapat rak buku, setiap petak penuh berisi buku2, semua diatur
begitu rapi, dise kitar meja terdapat e mpat buah kursi.
Kamar be lakang mepet dinding utara terdapat sebuah almari
bersusun, sekali pandang lantas ketahuan almari ini sengaja dibuat
khusus untuk menyelidiki getah beracun itu, di atas almari banyak
terdapat laci, pada setiap laci dite mpel kertas merah yang
bertuliskan na ma obat yang disimpan di da la m laci itu.
Dipinggir kiri almari ada sebuah pintu kecil, hanya di belakang
masih ada sebuah ruangan la inMenuding almari itu Giok-lan menerangkan:
"obat2 dala m laci itu berjumlah 72 maca m, se mua adalah
obat2an yang pernah Kongcu guna kan wak-tu me nawarkan getah
beracun di coat-sin-san Ceng, keCuali itu bila Kongcu masih
me merlukan obat lainnya boleh me mberi pesan kepada Sin-ih,
segera akan didapatkan." - Lalu dia menuding pintu kecil itu: "Di
kamar itulah untuk menggodok obat, Kongcu boleh menyuruh Sin-ih
atau bila perlu juga boleh menggodok sendiri."
Kun-gi ikut me langkah masuk. ka mar kecil ini berbentuk lonjong,
semua peralatan untuk meracik dan menggodok obat sudah lengkap
tersedia di sini, Setelah mengadakan pemeriksaan ala kadarnya,
Giok" lan berkata pula: "Ada kekurangan apa di sini, atau
me merlukan apa saja, Kongcu boleh minta kepada Sin-ih."
Kun-gi manggut2, katanya: "Begini rapi persiapan nona, kukira
sudah cukup," Sampa i di sini mendadak ia mena mbahkan "Tapi
masih harus disediakan air."
Giok-lan tersenyum, dia menuju ke ujung sana, me mbuka sebuah
pintu, di luar ternyata adalah serambi yang menuju kepekarangan
belakang. Diserambi, berjajar tiga gentong air, semuanya bertutup
papan kayu bundar.
Menuding ketiga gentong air Giok-lan menerangkan pula: "Inilah
tiga gentong air, gentong pertama berisi air gunung, gentong kedua
berisi air sumber, gentong ketiga beriai air sungai, sudah ku-pesan
setiap hari mereka harus mengganti air se kali."
"Nona me mang pandai bekerja, begini rapi persiapannya,"puji
Kun-gi. Mereka keluar dari ka mar kecil itu ke mbali ke ka mar buku. Gioklan me mbungkuk me mbuka pintu almari bagian bawah, dengan
kedua tangan dia mengeluarkan sebuah buli2 terbuat dari porselen,
katanya dengan sikap serius: "Inilah getah beracun yang kita
peroleh dari Hek-liong-hwe, harap Ling-kongcu berhasil me mperoleh
obat penawarnya bagi Pang kita, kami se mua akan bersyukur dan
berterima kasih."
"Silakan nona menge mbalikannya kedala m almari, bila diperlukan
cayhe akan menga mbilnya, cayhe sudah janji kepada Pangcu, tentu
akan bekerja sekuat tenaga."
Setelah menyimpan buli2 itu, Giok-lan berdiri sambil
me mbetulkan ra mbut yang terurai, katanya tertawa: "Semoga
Kongcu berhasil secepatnya." lalu dia me mberi hormat dan
mena mbahkan: "Ling- kongcu, aku masih ada urusan, mohon
pamit." "Sebentar nona," kata Kun-gi, "ada sebuah hal mohon nona suka me mberi petunjuk."
"Masa me mberi petunjuk segala, Ling-kongcu ada urusan apa?"
"cayhe tinggal di sini, apakah diperbolehkan ja lan keluar?"
Ber-kedip2 mata Giok-lan, sesaat dia memandang Kun-gi, hatinya
tampak ragu2, tapi segera dia berkata sambil tertawa: "Ling-kongcu
adalah tamu agung, seharusnya boleh bebas mau pergi kemana,
cuma Kongcu baru datang, belum tahu seluk-beluk disini, anggota
Pang kita semua perempuan, hanya pekarangan tengah ini saja
tempat istirahat Kongcu, jadi hanya Kongcu saja seorang laki2 yang
berada di sini, kalau tiada orang yang menunjukan jalan kukira
kurang leluasa."
Me mang hal ini beralasan, sesuai dengan na ma perkumpulan,
sudah tentu seluruh anggota Pek-hoa-pang adalah pere mpuan atau
gadis2, seorang laki2 asing jika tanpa pengiring me mang kurang
leluasa bergerak di tempat ini. Tapi secara tidak langsung hal ini
berarti dirinya ditahan atau disekap dala m pe karangan luas ini"
"Kalau tidak le luasa ya sudah, cayhe hanya bertanya sambil lalu,"
ujar Kun-gi. Giok-lan menepekur sebentar, katanya kemudian- "begini saja,
biarlah hal ini kubicarakan dulu dengan Pangcu, di bela kang sana
kita masih ada sebuah ta man, ka lau Kongcu habis be kerja, boleh
jalan2 di ta man itu, cuma hal ini harus mendapat persetujuan
Pangcu." "Kukira tida k usahlah, bikin repot kau saja."
"Tida k, hal ini me mang belum terpikir sebelumnya olehku,
anggaplah kecerobohanku, kini Kongcu telah mengusulkan, tentu
akan kulaporkan kepada Pangcu, sebagai tamu agung yang bekerja
bagi kepentingan kita se mua, mana boleh setiap hari menyekap diri
di ka mar kerja me lulu," habis bicara lekas2 dia beranjak keluar.
Setelah orang pergi Ling Kun-gi mondar-mandir dalam ka mar
sambil menggendong tangan melihat buku2 di atas rak, akhirnya dia
duduk di kursi malas di bawah jendela sana.
Sin-ih cepat menga mbil teh serta diantar ke depan Kun-gi: "Lingkongcu sila kan minum."
"Ah, cayhe sampai lupa kalau nona masih berada di sini," seru
Kun-gi. "Tiada yang perlu kau kerjakan lagi di sini. boleh nona
keluar saja."
"congkoan ada pesan, Kongcu perlu bekerja seorang diri, hamba
dilarang mengganggu, tapi ha mba ditugaskan di sini meladeni
keperluan Kongcu, apapun keinginan Kongcu harus kusediakan.
Baiklah ha mba akan tunggu di luar saja, sekali panggil ha mba pasti
mendengar," lalu Sin-ih me ngundurkan diri.
Ling Kun-gi angkat cangkir dan menghirup,nya seteguk. sambit
me megangi cangkir dia menengadah mengawasi langit2, pikirannya
risau, ia rada bingung juga, tak tahu langkah apa yang harus dia
lakukan selanjutnya.
Waktu dirinya diselundup keluar oleh Giok-je, Ia mandah saja,
hanya satu tujuan ingin mencari jejak ibunya. karena waktu itu
diketahuinya selain Coat Sin-san-ceng ternyata ada pula suatu
serikat rahasia lain yang menghendaki dirinya. Di Coat Sin-san-ceng
dia gagal mendapatkan ibunya, sudah tentu dia ingin melihat2
serikat rahasia apakah yang hendak me mperalat dirinya. Maka Kungi akhirnya berada di Pek-hoa-pang ini.
Pek-hoa-pang me mang suatu kumpulan gadis yang serba
rahasia, tapi dia yakin bahwa ibunya yang bilang pasti tiada
sangkut-pautnya dengan Pek-hoa-pang. Malah Pek-hoa-pangcu
berjanji akan bantu dirinya mencari jejak be liaU. Kini setelah
diketahui bahwa ibunya tak berada di sini, sepantasnya dia harus
segera berlalu, tapi dua persoalan justru terpampang dihadapannya,
tak mungkin untuk di-tinggal pergi begini saja.
Soal pertama sudah tentu menyangkut getah beracun. Semua dia
hanya tahu bahwa Coat Sin-san-ceng amat getol menginginkan obat
penawar getah beracun, kini sudah jelas bahwa Coat Sin-san-ceng
hanyalah merupakan salah satu Cabang kerja dari Hek-liong-hwe,
sedang getah beracun sebetulnya milik Hek-liong-hwe. Dan He kliong hwe be lum me mpunyai obat penawarnya .
Dari pe mbicaraan Jik Hwi bing dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pek-hoa-pang dan Hek-liong-hwe belum pernah bentrok atau
berselisih, la lu kenapa pihak Pe k-hoa-pang juga ingin selekasnya
me mperoleh obat penawar getah beracun" Sebetulnya barang
apakah getah beracun itu" Apa pula tujuan dan muslihat yang
tersembunyi di ba lik semua ini sa mpa i Pek hoa-pang dan Hek-lionghwe seakan2 berlomba untuk mendapatkan obat penawar itu"
Soal kedua adalah mengenai ketiga jurus ilmu pedang, yaitu Hwi
liong-sa m-kia m. Terang gamblang ibunya pernah menjelaskan
bahwa Hwi-liong sa m-kia m adalah warisan keluarganya. Kalau
warisan keluarga sudah tentu merupakan ilmu rahasia pula.
Kenapa Pek- hoa-pang juga me miliki ketiga jurus ilmu pedang
ini" Malah dijadikan ilmu pe lindung Pang mereka" Maka timbul ah
dua pertanyaan, Pek-hoa-pangkah yang mencuri be lajar dari
keluarganya" Atau keluarganya yang mendapat ajaran ketiga jurus
ilmu pedang itu dari Pek hoa-pang"
Dari ketiga jurus ilmu pedang ini Kun-gi dapat menarik
kesimpulan, mungkinkah ibunya punya hubungan dengan Pek-hoapang" Dari sang ibu dia lantas teringat kepada sang ayah, sebesar
ini dirinya belum pernah me lihat wajah ayahnya sendiri, ma lah
ibunya tidak pernah bicara soal ayah dengan dirinya. Kalau betul
ilmu pedang itu warisan keluarga, tentu warisan dari ayahnya,jadi
ayahnya yang ada sangkut paut dengan Pek-hoa-pang"
Pikirannya timbul tenggela m, ka lut dan se ma kin ruwet, cangkir
diangkat dan ke mbali dia menghirup seteguk. Ternyata teh dalam
cangkir sudah dingin- Teh dingin ini me mbuat pikirannya yang
gundah pelan2 mula i tenang ke mbali.
Suhu pernah berpesan, menghadapi urusan harus berpikir
dengan kepala dingin- Maka dia lantas berpikir pula mengenai soal
pertama getah beracun, seharusnya Pek-hoa pangcu tahu, tapi
agaknya nona itu tidak suka banyak bicara. Soal kedua Hwe liongsam-kia m, kalau ilmu pedang ini di anggap pelindung Pek-hoa-pang,
tentu nona itu juga tahu asal usulnya, Hanya kedua persoalan ini
saja yang ingin diketahuinya dan kunci kedua persoalan ini terletak
pada diri Pek-hoa-pangcu.
Cuaca sudah mulai gelap. Kun-gi masih duduk termenung.
Karena mendapat pesan congkoan di-larang mengganggu Lingkongcu, ma ka secara diam2 Sin-ih menyalakan pelita di ruang kecil.
Hidangan sudah diantar, maka Sin- ih lantas menyiapkan meja
makan di ka mar sebelah pula, tapi ditunggu sekian la manya ling
Kun-gi masih tenggela m dala m pikirannya, padahal hidangan sudah
dingin, ma ka secara dia m2 pula Sin-ih beranjak kepintu mengawasi
Ling Kun-gi serta me manggil dengan suara lirih: "Ling-kongcu,
sudah saatnya makan ma la m."
"o," Kun-gi tersentak sadar, lekas dia berdiri, katanya tertawa
geli: "begini cepat, tahu2 hari sudah petang."- ia lantas ikut ke
kamar makan- Sin-ih tarik kursi me mpersilakan Kun-gi duduk. menga mbil poci
serta mengisi cangkir dengan arak. Lalu menyiduk se mangkok nasi
bagi Kun-gi. Kun-gi dia m saja me mbiarkan orang meladeni, katanya kemudian
dengan tersenyum: "Nona agaknya serba pandai."
Usia Sin-ih baru belasan tahun, gadis yang sedang mekar, keruan
mukanya menjadi merah di-awasi sede mikian rupa, wajah terasa
panas, kepalanya tertunduk dan tak berani bersuara.
Kun-gi menjadi geli, tapi dia tidak hiraukan orang lagi, segera dia
sikat seluruh hidangan yang diperuntukkan dirinya. Setelah
me mbereskan mangkuk piring Sin-ih menyuguh secangkir teh pula
ke dala m ka mar, Ling Kun-gi lantas berkata: "Nona boleh istirahat
saja." Mala m ini Sin-ih tidak berani lagi bantu Kun-gi me nanggalkan
jubah dan ganti pakaian sega la, demi mendengar perkataan Kun-gi
itu tersipu2 dia mengundurkan diri.
Kira2 kentongan pertama, ka mar Kun-gi sudah ge lap. tapi dia
tidak lantas naik ranjang, ia atur bantal guling yang ditutup selimut
hingga menyerupai bentuk tubuh wanusia. Lalu secara diam2 dia
buka jendela serta melompat keluar, dari luar dia tutup pula jendela
pelan2, sesosok bayangan lantas melambung tinggi ke udara, begitu
cepat laksana segulung asap yang tertiup angin lalu, melayang ke
belakang.

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Inilah hasil pe mikiran Kun-gi sebelum makan tadi, rahasia getah
beracun dan Hwi liong-sa m-kia m tentu diketahui oleh Pe k-hoapangcu, tapi orang agaknya tidak mau banyak bicara, terpaksa
dirinya harus menyelidiki secara dia m2, oleh karena itulah tadi dia
berkeputusan mala m ini juga a kan beraksi.
Menyelidiki rahasia orang lain sebetulnya merupakan pantangan
bagi kaum persilatan, tapi lantaran berkepandaian tinggi dan
nyalipun besar, dia beranggapan asal dirinya berlaku hati2, tentu
jejaknya tidak akan konangan oleh orang2 Pek- hoa-pang.
Taman keluarga Hoa yang besar dan luas ini merupakan markas
pusat yang amat penting artinya bagi Pek-hoa-pang. Karena huruhara tadi siang, maka penjagaan mala m ini jauh lebih keras, pada
setiap tempat gelap di sudut2 taman pasti ada pos penjagaan yang
diatur sedemikian rupa, sampa ipun pada setiap wuwungan, setiap
jendela pada setiap loteng juga ada orang berjaga dan mengawasi.
Sudah tentu semua petugasnya adalah gadis re maja.
Sebetulnya tidak sedikit pula jumlah Hou-hoat-su-cia di dala m
Pek-hoa-pang, umpa ma Liok Kian-la m dan lain2, semuanya adalah
kaum pria, maka mereka tida k berada dalam lingkungan taman luas
ini. Jika benar taman keluarga Hoa ini berada di tengah Phoa-yangouw, maka tugas Hou-hoat-su-cia itu pasti berada di luar,
umpa manya meronda di perairan atau dipesisir.
Karena siang tadi Kun-gi pernah ke mari, jalan sudah apal,
dengan menge mbangkan Thian-liong-s iap-Kong-s in-hoat, umpa ma
dia berkelebat di depan para petugas yang cantik jelita itu, mungkin
mereka pun mengira pandangan mereka sendiri yang kabur.
Di atas loteng Sian-jun-koan, sinar pelita tampak masih menyorot
keluar. Tanpa banyak pikir Kun-gi me luncur ke sana, pertama dia
mencari batu loncatan pada sepucuk pohon besar, meminja m aling2
bayangan pohon yang berdaun lebat, dia mendeka m serta pasang
mata me mperhatikan ke atas loteng.
Sinar la mpu menyorot dika mar pertama disebelah kiri, tempat di
mana Kun-gi se mbunyi kebetulan berjarak kira2 tujuh tombak dari
loteng melihat pajangan yang ada di ka mar itu, dia yakin pastilah
kamar tidur yang didia mi Pek-hoa-pangcu.
Jendela di sebelah selatan tampak masih terbuka, sinar lampu
justru menyorot keluar dari sini, cuma teraling oleh kain gordyn
yang terbuat dari kain sari kuning sehingga seperti berkabut selapis
asap kuning. Pek-hoa-pangcu dan Giok-lan tampak duduk berhadapan di
sebuah meja bulat kecil, gerak-gerik mereka menunjukkan sedang
me mbicarakan sesuatu persoalan,jarak cukup jauh, maka tida k
terdengar suara percakapan mereka.
Pek-hoa-pangcu kini mengena kan gaun merah baju kuning,
rambut panjang terurai di kat benang merah, gerak-geriknya halus,
sikapnya anggun berwibawa, potongan tubuhnya begitu indah
me mpesona, tapi mukanya tetap mengenakan kedok.
Sebetulnya wajah berkedok itupun cantik jelita, cuma usianya
kelihatan lebih tua dari umur sesungguhnya sehingga t idak seayu
wajah aslinya. Giok-lan tetap mema kai pakaian serba putih, pandangan pertama
akan menimbulkan kesan keagungan dan kesucian dirinya, sudah
tentu tak lepas dari rasa sederhana.
Teraling ka in sari mengawasi sang jelita tak ubahnya seperti
berada di dala m kabut mengawasi bunga, tapi tujuan Ling Kun gi
ke mari bukan untuk mengintip gerak-gerik nona cantik. Tujuannya
adalah menyelidiki rahasia getah beracun dan asal usul Hwi liongsam-kia m, maka dia merasa perlu mencuri dangar percakapan Pe khoa-pangcu dan Giok-lan.
Taraf ilmu silatnya me mang tinggi sehingga keberaniannyapun
luar biasa, dengan tajam diperiksa sekelilingnya, tiba2 ia meloncat
mumbul meningga lkan pucuk pohon dan menubruk kearah loteng.
Betapa cepat gerakan tubuhnya, dengan lincah dan enteng dia
me lompat kewuwungan rumah, seka li tutul lagi, dengan jumpalitan
tubuhnya lantas hinggap di sera mbi sebelah t imur. Te mpat itu
kebetulan adalah pengkolan jalan, sinar lampu tidak menyorot ke
sini, maka tempatnya jauh lebih gelap.
Ringan dan sebat sekali tubuh Kun-gi berputar terus merunduk
ke jendela sebelah timur, didapatinya jendela tidak tertutup letak
kamar di ujung sebelah timur, jadi hanya terpaut satu kamar
dengan ka mar tidur Pek-hoa-pangcu yang sedang bicara dengan
Giok-lan. Dari pucuk pohon tadi Kun-gi sudah me meriksa dengan teliti,
dengan enteng ia menerobos masuk dan hinggap di dala m ka mar
tanpa bersuara. Pada saat dia mendorong jendela dan berkelebat
masuk itu hidungnya berbareng dirangsang bau harum, sekali
mencium bau harum ini Kun-gi lantas tahu bau harum ini mirip
dengan wewangian yang pernah terendus dari badan Pek-hoapangcu. Dengan rasa kaget sigap sekali Kun-gi berkisar ke samping
sambil bersiaga, dia kira Pek-hoa-pangcu sudah siap menunggu
kedatangannya, tapi setelah berdiri tegak dan menga mati
sekelilingnya, baru dia sadar bahwa dirinya terlalu takut akan
bayangan sendiri.
"Agaknya kamar inilah ka mar tidur Pek-hoa-pangcu," de mikian
batin Kun-gi. Sejenak dia me meriksa keadaan ka mar ini, lalu
merunduk ke dinding barat dan bergerak kearah pintu. Itulah pintu
berbentuk bulan, sisi kanan kiri terdapat kerai yang tersingkap dan
tergantol besi mengkilap, sebelah luarnya tertutup jalur2 manik
yang direnteng benang besar. Dari tempat gelap ini dengan jelas dia
dapat mengawasi keadaan di luar, ma lah dia bisa sembunyi di
belakang kerai yang tersingkap itu.
Maka didengarnya suara Pek-hoa-pangcu sedang berkata:
"Kukira apa yang dikatakannya tidak bohong."
Tergerak hati Kun-gi, batinnya: "Agaknya diriku yang menjadi
topik pe mbicaraan mereka."
Terdengar Giok-lan berkata: "Jadi maksud Pangcu kita harus
me mberi perintah kepada para saudara yang tersebar luas itu untuk
bantu mencari jejak ibunya yang hilang?"
"Tujuannya me mang hanya mencari ibundanya, dia berjanji akan
me mbantu kita mene mukan obat penawar getah beracun, betapa
besar arti dan pentingnya bantuan ini, kalau kita bantu dia
mene mukan ibunya juga setimpa l."
"Pangcu percaya kalau dia betul2 dapat mene mukan obat
penawar getah beracun?"
"Seharusnya tidak pantas kita curiga dala m hal ini, laporan Giokje sudah jelas, bukankah dia sudah mene mukan penawar getah di
Coat Sin-san-ceng?"
"Betul, cuma ha mba merasa dia terlalu muda, coba pikir, betapa
luas pengalaman Tong Thian-jong, Un-it-kiau dan Lok san Taysu,
mereka toh sia2 setelah bekerja tiga bulan, padahal usia Lingkongcu kukira baru likuran tahun . . . . "
"Jangan kau menilai de mikian, bahwa getah semangkuk telah dia
bikin jadi air jernih kan sudah terbukti?"
"Tapi ha mba kira bukan dia yang berhasil me nawarkan getah
beracun itu."
"Bukan dia yang menawarkan getah beracun?" seru Pek-hoapangcu kaget dan heran, "maksud Sa m-moay . . . . "
"Ha mba kira dia me mbawa sesuatu obat yang khusus dapat
menawarkan segala maca m racun, adalah ja mak bagi setiap insan
persilatan selalu me mbekal obat2an maca m ini, mungkin secara
kebetulan obat yang dibawanya itu bisa menawarkan getah
beracun." Me mang tidak malu Giok-lan diangkat menjadi congkoan Pekhoa-pang, pandangan dan pendapatnya me mang Cermat dan lebih
mengena sasaran daripada orang la inPek-hoa-pangcu manggut, ujarnya: "Betul, kulihat sorot matanya
amat tajam, hakikatnya tidak mirip seorang yang terkena racun
pembuyar Lwekang, kalau dia selalu bawa obat penawar racun,
maka racun pe mbuyar Lwekang itupun tentu sudah punah dari
tubuhnya." Sampai di sini tiba2 dia menepuk meja sambil tertawa,
katanya: "Ya, pasti begitu, waktu Giok-je dicegat orang2 Hek-lionghwe di tengah sungai, katanya ditolong seorang berkedok yang
menga lahkan Dian Tiong-pit dan begundalnya, hari ini setelah
me lihat dia lantas timbul rekaan dala m benakku bahwa orang
berkedok itu pasti dia"
Pada saat itulah, di luar sana seorang pelayan bersuara lantang:
"Ha mba menya mbut kedatangan Hu pangcu."
Mendengar yang datang adalah Hu-pangcu atau wakil Pangcu
Pek-hoa-pang, cepat Kun gi sedikit menyingkap kerai dan mengintip
keluar. Segera Pek-hoa-pangcu angkat kepala dan berseru: "Apakah Jimoay yang datang?"
Tampak kerai tersingkap. muncul ah seorang gadis remaja
berbaju kuning ketat, langsung ia menjura kepada Pek-hoa-pangcu,
katanya: "Siaumoay me mberi hormat kepada Toaci." Lalu ia
tanggalkan mantel serta mencopot cadar kuning yang menutup
mukanya. Kini Kun-gi dapat melihat jelas. Usia gadis ini sebaya dengan Pekhoa-pangcu, wajahnya berbentuk kwaci, alisnya me lengkung
laksana bulan sabit, dagunya laksana lebah bergantung, matanya
jeli seperti bintang kejora, pinggangnya ra mping di kat sabuk kain
merah, di mana terselip sebatang pedang bersarung kulit ikan
cucut, sepatunya kulit hita m tinggi, kelihatannya gagah dan angker,
itulah seorang gadis yang sudah terlatih dan ge mblengan. Ternyata
dia tidak mengenakan kedok.
"Silakan duduk Ji-moay," kata Pek-hoa-pangcu.
Sementara itu Giok-lan berdiri menya mbut, katanya sambil
menjura kepada gadis baju kuning, "Ha mba me mberi hormat
kepada Hu-pangcu."
Gadis baju kuning mengangguk, katanya tersenyum: "Sa m-moay
juga ada di sini, sesama saudara sendiri buat apa sungkan?"
Wajahnya kelihatan berseri tawa, tapi sedikitpun tida k kentara rasa
simpatik pada nada bicaranya. Dia duduk pada kursi sebelah kiri
Pek-hoa-pangcu, lalu berkada pula: "Sam-moay betul2 cerdik pandai
me lebihi orang lain, Thay-siang (junjungan maha tinggi)
menyerahkan jabatan congkoan pada mu me ma ng sangat tepat."
Tiba2 tergerak pikiran Kun-gi: "Jadi jabatan congkoan ini
diperoleh dari Thay-siang, bukan di angkat langsung oleh Pek-hoapangcu, jadi masih ada lagi Thay-siang-pangcu. Me mangnya gadis2
remaja yang cantik molek. bukan saja berkepandaian tinggi, malah
berani me mbentuk serikat segala, sudah tentu semuanya hasil
didlkan seseorang dan orang itu pasti adalah Thay-siang-pangcu
yang dimaksudkan itu."
Setelah gadis baju kuning duduk barulah Giok-lan ikut duduk.
katanya: "Justeru karena Thay-siang yang menyerahkan jabatan ini
padaku, maka sedikitpun aku tidak berani lena dala m menjalankan
tugas." Pek-hoa-pangcu menyela: "Tengah mala m begini Ji-moay ke mari,
entah ada petunjuk apa dari Thay-siang?"
"Thay-siang mendapat kabar bahwa orang2 Hek-Liong-hwe telah
menimbulkan onar di sini, beliau a mat marah, bahwa markas pusat
Pek-hoa-pang sampai dikunjungi orang luar, menimbulkan huruhara lagi, jelas ini merupakan kecerobohan kita, lebih celaka, musuh
masih me loloskan diri lagi . . ."
"Me mang ha mba yang tidak becus," kata Giok"lan.
"Ka mi terima kenyataan ini, soalnya penyatron berkepandaian
tinggi, beruntung dua diantara tiga musuh dapat kita bunuh," kata
Pek-hoa-pangcu.
Dengan kedua tangan me mbetulkan letak ra mbutnya, gadis baju
kuning berkata sambil miringkan kepala ke arah Pek-hoa-pangcu:
"Letak tempat kita dikelilingi air, orang2 kita juga meronda di atas
air, umpa ma tumbuh sayap juga musuh takkan mungkin lolos,
me mangnya setelah mene mukan jeja k musuh lalu kita t idak suruhan
orang menggeledah perairan?"
"Begitu tahu ada orang luar menyelundup ke-mari lantas
kuperintahkan orang mengadakan razia, ternyata Ui-Liong-tongcu
dari Hek-Liong hwe yang bernama Jik Hwi-bing cukup cerdik, dia
tinggalkan dua pembantu di atas perahu, kedua orang itu adalah
Dian Tiong-pit dan Hou Thi-jiu, Liok dan Li berdua Sucia yang
bertugas disana tertutuk oleh mere ka malah."
"Thay-siang suruh Siau-moay kemari untuk me meriksa peristiwa
ini, Liok dan Li berdua Sucia tida k menunaikan tugas dengan
semestinya, cukup setimpal dicurigai ada berkomplot dengan
musuh, me mangnya Pek-hoa pang kita boleh me mbiarkan orang
luar ke luar masuk dimarkas besar ini dengan sesukanya?"
Pek-hoa-pangcu menghela napas, katanya kemudian: "Bicara
soal ilmu silat me mang sulit dibedakan, terang kepandaian Liok dan
Li berdua sucia me mang terpaut jauh dengan musuh sehingga
dengan mudah kena dibekuk musuh, semua kesalahan tak boleh
dijatuhkan kepundak mereka."
Gadis baju kuning ce kikikan, katanya: "Biasanya Toaci me mang
bijaksana, masa engkau tidak pernah menduga, bukan mustahil
mereka berdua yang sengaja menolong orang she Jik itu meloloskan
diri?" "Itu tak mungkin, Liok dan Li a mat setia mungkin me mbiarkan
musuh lolos," kata Pek-ho-pangcu tegas.
Kembali baju kuning ce kikikan, katanya: "Umpa ma betul mere ka
biasanya setia dan kerja keras, kenyataan bahwa orang she Jik
dibiarkan lolos, kalau yang satu ini tidak dihukum untuk peringatan
kepada yang lain, selanjutnya siapa saja boleh menggunakan alasan
yang sama untuk me mbebaskan musuh, demi menegakkan
undang2 Pang kita, maka pantas kalau kedua orang ini dihukum
mati ." Waktu mengucapkan kata2 "Mati" wajahnya tampak diliput i hawa nafsu me mbunuh.
Pek-hoa-pangcu tertawa tawa, katanya. "Seolah2 Ji-moay
me mbe la undang2 setegak gunung, sedikit2 lantas main bunuh,
umpa ma betul Liok dan Li tidak menunaikan tugas se mestinya,
dosa-nya belum setimpal dihukum mati."
"Inilah yang dina makan bunuh yang dua ini untuk peringatan
bagi yang lain, Siau-moay sudah hukum mati mere ka," kata gadis
baju kuning. "Ji-moay telah bunuh mereka?" seru Pek- hoa-pangcu kaget.
Gadis baju kuning tertawa lebar, katanya: "Itulah maksud Thaysiang, para Hou-hoat-sucia ini sudah biasa ma kan kenyang kerja
ma las2an, sudah biasa hidup senang, maka perlu diberi peringatan
supaya selalu waapada dan hati2 setiap menjalankan tugas."
Peh-hoa-pangcu tampak serba kikuk. katanya kemudian sambil
manggut: "Thay-siang me mang bijaksana, tindakan demikian
me mang tepat"
"Thay-siang juga bilang, Toaci me mang cocok menjadi Pangcu
pada waktu da mai, kalau ja man ka lut dan perlu mengguna kan
tindakan keras, maka harus paka i cara keja m, oleh karena itu Toaci
selalu menjadi orang baik, dan biarlah Siaumoay jadi orang jahat."
Sampa i di sini tiba2 dia angkat kepala dan bertanya: "o,ya, orang
yang menyaru Cu Bun-hoa itu sudah berada dite mpat kita, Thaysiang amat perhatikan obat penawar getah beracun itu, apalagi
setelah orang Hek-liong-hwe mencari setori ke mari maka obat
penawar harus diusahakan secepatnya, sebetulnya dia yakin tida k
akan mene mukan obat itu . . .?"
"Ka mi sudah bekerja sesuai petunjuk Thay-siang, semuanya


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah dipersiapkan dengan baik, nama asli orang ini adalah Ling
Kun-gi, menurut laporan Giok-Je, dia sudah berhasil mengubah
getah beracun jadi air bening, pagi tadi akupun sudah bicara sa ma
dia supaya secepatnya bekerja, maka boleh Ji-moay sa mpaikan
semua ini kepada thay-siang supaya beliau berlega hati."
Agaknya dia tidak berani berterus terang kepada Thay-siang,
maka se mua persoalan yang menyangkut diri Ling Kun-gi tida k dia
jelaskan seluruhnya. . .
"Thay-siang suruh Siau-moay menya mpaikan perintahnya kepada
Toaci, dalam jangka tiga hari, dia harus sudah berhasil
menyelesaikan tugasnya" de mikian kata si gadis baju kuning.
"Apa?" seru Pek-hoa-pangcu bergidik: "Da la m tiga hari harus menuna ikan tugas?"
"Bagaimana"." Gadis baju kuning cekikkan. "Tiga hari masih
belum cukup", Di Coat Sin-san-ceng, dia sudah berhasil di situ,
cukup dia meracik obat2nya sekali lagi, kukira sehari juga sudah
bisa selesai."
"Tiga hari mungkin tida k bisa, Ling Kun-gi bilang, secara tidak
sengaja dia berhasil punahkan getah beracun jadi a ir bening, untuk
benar2 mene mukan racikan obatnya yang tulen, mungkin
me merlukan tenaga dan pikirannya pula, jadi harus diusahakan
ke mbali dari permulaan, hal ini tidak boleh didesak, apa lagi harus
buru2, nanti, kalau Ji-moay pulang bolehlah kau mohon kepada
Thay-siang agar suka undurkan lagi batas waktunya beberapa hari?"
Giok-lan menimbrung: "De mikianlah, Ling Kun-gi juga berjanji
akan bekerja sekuat tenaga untuk mene mukan obat itu, hasil
permulaan sudah dicapai, asal Thay-siang sudi me mberi
kelonggaran beberapa hari, pasti hasilnya akan jauh lebih
me muaskan."
"Wah, cara kalian bicara, Toa-ci dan Sa m-moay, se-olah2 akulah
yang me mutuskan waktu tiga hari ini, kalian kan tahu juga , setiap
perintah Thay-siang harus segera dilaksanakan, me mangnya siapa
yangberanime mbantah"Toa-ci,suruhlahSa m-moay
menya mpaikan ha l ini kepada orang she Ling supaya dia selekasnya
menyelesaikan tugasnya, sebaiknya jangan lewat batas waktu yang
ditentukan," walau dia tertawa, namun wajahnya tidak kelihatan
berseri, nada suaranyapun dingin, kalau tak berhadapan tentu orang
tidak mau percaya bahwa dia bicara sa mbil tertawa.
Sambil me ngawasi Giok-lan, akhirnya Pek- hoa-pangcu
manggut2, katanya: "Sam-moay, besok kau beritahukan padanya,
coba saja apakah dala m jangka t iga hari dia bisa menyelesaikan" "
Giok-lan manggut sa mbil mengiakan.
Mendadak gadis baju kuning berseri tawa, matanya yang indah
mengawasi Pek-hoa-pangcu tanyanya: "Kudengar orang she Ling itu
muda, malah sangat cakap. apa benar" Sayang waktu sudah larut
ma la m, kalau tidak ingin siau-moay mene muinya," lalu dia berdiri
sambungnya pula: "Toaci, perintah sudah kusa mpa ikan, aku harus
lekas ke mbali me mberi laporan kepada Tha i-siang" cadar dia
kenakan pula, lalu mengenakan mantel lagi, setelah menjura dia
lantas me langkah pergi.
Setelah gadis baju kuning berlalu, tiba2 tergerak hati Ling Kun-gi,
batinnya: "Agaknya dia akan pulang memberi laporan kepada sang
Thay-siang".
Thay-siang mendidik sedemikian banyak gadis2 remaja dan
mendirikan Pek-hoa-pang, tentu punya suatu rencana dan tujuan
tertentu. Apa lagi dia ingin selekasnya mengguna kan obat penawar
getah beracun, naga2nya bukan hanya untuk menghadapi senjata
orang2 Hel-Liong-hwe yang dilumuri getah beracun tentu masih ada
maksud lainnya lagi" "
Pek hoa-pangcu dan lain2 mahir menggunakan Hwi Liong-sa mkia m, sudah tentu ilmu pedang ini hasil didikannya pula Tapi dirinya
ke mari me mang hendak me nyelidiki kedua ha l ini, kini setelah tahu
di atas Pek-hoa-pangcu masih bercokol lagi seorang Thay-siangpangcu, ma ka sasaran yang di ncarnya ikut beralih pula.
Sekilas berpikir cepat dia bertindak. kese mpatan baik ini tak
boleh di-sia2kan, sekali berkelebat sebat sekali dia me luncur ke luar
jendela, di atas wuwungan paling tinggi matanya menjelajah ke
tempat jauh, dilihatnya bayangan ramping gadis baju kuning yang
bermantel mela mbai2 tengah meluncur cepat di kejauhan sana.
Segera Kun-gi melayang turun, dengan a lingan bayangan semak2
bunga, dia menguntit dari kejauhanSudah tentu gadis baju kuning tidak pernah berpikir di
belakangnya dikuntit orang, apa lagi Kun-gi selalu menguntit dala m
jarak tertentu sehingga lebih sulit diketahui.
Bagai dua titik bintang meluncur keduanya terus menyusuri
tanaman bunga, yang terbentang luas, akhirnya tiba di ujung
taman. Tanpa berhenti gadis baju kuning melejit ke atas melompati
pagar tembok dengan gaya yang indah ge mula i.
Waktu Kun-gi melejit ke atas tembok dilihatnya bayangan gadis
baju kuning sudah puluhan tombak jauhnya, gerak-geriknya cepat
bagai terbang, tujuannya ke arah danau.
Tempat itu berada sebuah semenanjung tepi Phoa-yang-ouw,
taman bunga keluarga Hoa letaknya di bawah sebuah bukit kecil,
luasnya ada dua tiga li persegi.
Seringan mega menga mbang Kun-gi terus me-ngunt it, Kira2
setengah li ke mudian, gadis baju kuning tiba dipinggir danau disana
terdapat sebuah batu cadas, dengan enteng dia melompat ke atas
batu lalu ke bawah, dibalik sana sebuah perahu sudah me nunggu, di
situ, seorang laki2 baju hijau di atas perahu segera kerjakan
penggayuhnya, perahupun laju ke tengah danau.
Kun-gi jadi berpikir: "Agaknya Thay-siang-pangcu tidak tingga l di
sini," dengan rasa kecewa terpaksa dia putar ba lik langsung masuk
kamar terus tidur.
Esoknya baru saja Kun-gi selesai berdandan didangarnya suara
Sin-ih berkata di luar pintu: "Ling-kongcu congkoan datang."
Ling Kun-gi tahu maksud kedatangan orang, maka dia me ngiakan
dan menyambut keluar. pakaian Giok-lan tetap serba putih laksana
salju, dia sudah me nunggu di ruang ta mu, melihat Kun-gi keluar,
segera dia berdiri, katanya dengan tersenyum manis: "Se la mat pagi
Ling kongcu, hamba mengganggu."
Lekas Kun-gi menjura, katanya: "Selamat pagi nona, silahkan
duduk" Setelah sama duduk. Sin-ih menyuguh teh, lalu menyiapkan
sarapan pagi, katanya: "Ling-kongcu sila kan sarapan."
"o, Ling-kongcu belum sarapan,
silakan saja, tidak usah
sungkan," kata Giok-lan.
Kun-gi tertawa tawar, katanya: "Tidak apa, nona datang begini
pagi, entah ada pesan apa, silahkah bicara saja"
Mata Giok-lan yang hitam bening mengerling kearah Kun-gi,
katanya tertawa: "Ling-kongcu sepandai dewa mera mal, me mang
ada dua persoalan yang akan ha mba bicarakan"
Heran dan ketarik Kun-gi, katanya dengan tersenyum: "ada
urusan apa silahkan nona katakan saja."
Ragu2 sesaat dia awasi orang lalu berkata: "Bentrokan Pang kita
dengan Hek-Liong-hwe sudah terjadi, yang harus kita kuatirkan
adalah senjata mereka yang beracun, setiap korban takkan
tertolong jiwanya, petaka mungkin bisa menimpa Pang kita, ma ka
hamba perlu ke mari pagi2 untuk merundangkan soa l ini dengan
Kongcu, mungkinkah obat penawar itu dapat dihasilkan lebih
cepat?" Hambar senyum Kun-gi, tanyanya: "Lalu ma ksud Pangcu dan
congkoan, berapa hari kiranya cayhe harus menyelesaikan tugas
ini?" Agaknya pertanyaan ini diluar dugaan Giok-lan,
katanya ke mudian: "Kau minta aku sebutkan jangka waktunya?"
"Pengarang kalau tidak didesak takkan rampung hasil karyanya,
apalagi cayhe sudah biasa bermalas2an, kalau nona tentukan
waktunya, cayhe akan bekerja giat dan rajin, tentu hasilnyapun
akan lebih cepat."
Giok-lan tersenyum, katanya: "Bagaimana ka lau tiga hari?"
Dia m2 Kun-gi geli, tapi dia pura2 mengerut kening, katanya:"
Waktu tiga hari sebetulnya terlalu buru2, tapi baiklah, tiga hari juga
boleh.". Giok-lan ragu2 malah, katanya sambil menatap tajam: "Lingkongcu t idak bergurau bukan?"
"Me mangnya nona minta aku menulis surat perjanjian?"
"Tida k, aku percaya padamu," katanya sambil me ngerling penuh
arti. "Kuyakin Kongcu pasti berhasil, akupun tak perlu kuatir lagi."
"Tadi nona bilang ada dua persoalan, lalu ada soal apa lagi?"
tanya Kun-gi. "Mohon keterangan Kongcu, kedatanganmu ke mari apakah
sepanjang jalan ada te man yang mengunt it?"
Kun-gi melenggong, katanya: "cayhe kan di-se lundup keluar dan
diblus nona Giok-je serta di-bawa kemari, mana mungkin ada teman
yang mengunt it ke mari" Me mangya Ada..."
"Baiklah, ingin ha mba tahu apakah Kongcu punya saudara?"
Semakin heran tapi juga ketarik hati Kun-gi, jawabnya: "Aku
sebatang kara."
"Jadi beberapa orang itu tidak kau kenal?"
"Siapa mereka, coba nona sebutkan na manya."
"Mereka berlima, masing2 bernama Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa,
Cu Jing, Tong Bun-khing dan Ling Kun-ping..
Ketiga na ma yang pertama t idak dikena l oleh Kun-gi, tapi waktu
mendangar na ma Tong Bun-khing, tergerak hatinya setelah Giok-lan
menyebut na ma Ling kun-ping, ia melonjak kaget, pikirnya:
"Tong Bun-khing tentu nona dari keluarga Tong itu, sedangkan
Ling Kun-ping adalah sa maran Pui Ji-ping, mungkinkah mere ka
sedang mencariku?" Dengan ge lisah segera dia bertanya: "Mereka
ditawan oleh Pang ka lian?"
Giok-lan menggeleng, katanya: "Bukan, mereka ditawan orang2
Hek-liong-hwe."
Kun-gi betul2 kaget, serunya: "Ditawan pihak Hek-liong-hwe"
Darimana nona tahu?"
"Kau kenal mere ka?"
"Ling Kun-ping adalah adik angkatku, Tong Bun-khing adalah
sahabat karibku, bagaimana merce ka bisa jatuh ke tangan He kliong-hwe" Sudikah nona menje laskan?"
Dari lengan bajunya Giok-lan ke luarkan sepucuk surat, katanya
sambil diangsurkan:."inilah surat dari Hek-liong-hwe kepada Pang
kita, mereka kira kelima orang itu adalah Hou-hoat su-cia kita, maka
syaratnya adalah menukar Ling-kongcu dengan jiwa mereka."
Setelah me mbaca surat itu, berkeringat telapak tangan Kun-gi,
Pui Ji-ping dan Tong Bun-khing ada lah pere mpuan, kalau dia
tertawan kawanan jahat itu bagaimana baiknya. Karena gelisah dia
gosok2 telapak tangan, katanya: "Bagaimana baiknya sekarang?"
Giok-lan tertawa, katanya: "Buat apa gugup, Hek-liong-hwe
minta mere ka di tukar Cu Bun-hoa, dalam waktu dekat terang tak
perlu dikuatirkan, jadi tit ik tola k persoalannya terletak pada usaha
Ling-kongcu sendiri dala m mengerjakan obat penawar getah
beracun, kalau secara mendadak kita sergap mereka tentu dengan
mudah dapat menolong mereka."
Cara ini me mang tidak jelek. yang jelas Ling Kun-gi hanya
me miliki Pi tok-cu, me mangnya dia punya cara meracik obat
pemunah" Jadi Pek-hoa pang sudi me mbantu dengan syarat Ling Kun-gi
harus cepat menyelesaikan pe mbuatan obat pe munah getah
beracun, Sebenarnya soal menolong orang tida k jadi soal bagi Ling
Kun-gi, cuma di mana letak sarang Hek-liong-hwe, untuk ini dia
perlu bantuan Pek-hoa-pang.
Maka persoalan hanya bergantung dari obat penawar itu,
sebelum obat penawar diserahkan pada Pek-hoa-pang, mereka
takkan me mberi tahu dimana letak sarang He k-liong-hwe. Untuk ini
cukup la ma Kun-gi me meras otak. sambil merentang tangan dia
mondar-mandir di da la m kumar, akhirnya dia duduk me nepekur.
Mendadak timbul suatu ilha m aneh dala m benaknya. cepat2 ia
berdiri menuju ke almari di sebelah utara, membuka almari bawah
serta mengeluarkan buli2 berisi getah beracun, diambilnya sebuah
mangkuk porse len, dengan hati2 dia tuang getah beracun ke dala m
mangkuk kecil ini, lalu dia pergi ke belakang menga mbil segayung
air jernih, semua dia taruh di atas meja. Lalu dia buka beberapa laci
mencomot berbagai maca m obat, dan dimasukkan ke dala m
lumpang besi dan menumbuk obat2 itu menjadi bubuk. dituangnya
ke dala m sebuah guci kecil. Se mua kerja ini sudah tentu me mang
sengaja dia la kukan karena wa ktu berjongkok me nga mbil buli2
berisi getah beracun tadi, dia dapati seorang berse mbunyi di
belakang almari mengintip gerak-geriknya. Terang Pek-hoa-pang
suruhan orang mengawasi dirinya secara dia m2.
Siang hari belong me ngintip gerak-geriknya terang hanya ada
satu tujuan, yaitu memperhatikan dan mencatat semua obat2an
yang dia mbilnya, cara bagaimana meraciknya hingga bisa
menawarkan getah beracun.
Maka Kun-gi pura2 tidak tahu, dia tetap bekerja, di waktu
me mba lik badan, Pik-tok cu sudah dia keluarkan dan dimasukkan ke
dalam air jernih yang diambilnya, ia berpindah ke sebelah, dengan
sendok perak dia mengaduk bubuk obat tadi di dalam guci hingga
kira2 sepe mpat ja m ke mudian baru berhenti.
Dia ke luar ke mba li ke ka mar buku, duduk dikursi serta menuang
secangkir teh la lu di minumnya pelan2. Kira2 setengah ja m
ke mudian dia ke mbali dengan gayung berisi air jernih, waktu
me mutar tubuh secepat kilat Pi-tok-cu di dalam gayung dia jemput
dan disimpan ke dala m lengan baju.
Waktu di Coat Sin-san-ceng dia pernah mencoba mutiara mestika
itu, ternyata berhasil mengubah getah hitam kental itu menjadi air
jernih. Maka timbul ilha mnya yang aneh yaitu coba2 merenda m
mut iara ini di dala m air, dengan air rendaman mutiara ini mungkin
berkasiat untuk menawarkan getah beracun. Kalau berhasil berarti
obat penawar getah beracun yang dituntut Pek-hoa-pang tidak akan
jadi persoalan lagi, Sela ma urusan jadi beres.
Dengan menjinjing gayung berisi air jernih pelan2 dia tuang ke
dalam guci berisi bubuk obat serta diaduk beberapa kali, ke mudian
air obat ini ia saring sedikit la lu dituang kedala m mangkok berisi
getah beracun.. Kali ini t idak terjadi perubahan drastis seperti tempo
hari waktu dia masukkan mut iara kedala m getah yakni
menge luarkan suara serta mengeluarkan asap kuning. tapi setelah
dituangi air obat, getah kental hitam sekarang pelan2 mulai cair dan
berubah warnanya, berubah bening seperti air jernih.
Dengan tajam Kun-gi ikuti perubahan ini, tanpa terasa sorot
matanya me mancarkan cahaya terang, Wajahnya nan cakap
mengulum senyum puas kemenangan. Dia berhasil. Sebetulnya dia
tidak yakin akan ilha mnya yang aneh dan hanya ingin coba2, tapi
ternyata berhasil dengan baik, keruan bukan kepalang senang
hatinya. Tapi dia tahu, ada orang mengawasi gerak geriknya dari pintu
rahasia. Maka dengan wajar dia la lu pindah mangkok berisi getah
beracun tadi kete mpat yang agak jauh, ke mbali dia a mbil cangkir
teh serta menghirupnya seteguk. lalu menengadah seperti
me mikirkan sesuatu. Tiba2 dia letakan cangkir dengan cara
terburu2, dengan langkah lebar menuju ke almari obatan, dari sini
,sekenanya pula dia mencomot dua tiga puluh maca m obat2an, kali


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini dia tidak me numbuknya dengan lumpang besi, tapi diusap di
telapak tangannya, obat2an itu segera diusapnya jadi bubuk yang
le mbut. Tiba2 di luar ada orang mengetuk pintu, lalu terdengar Sin-ih
berteriak: "Ling-kongcu"
Tanpa berpaling Kun-gi menjawab: "Masuklah"
Pelan2 daun pintu terbuak. Sin-ih me langkah masuk, biji matanya
yang jeli mengawasi Kun-gi, katanya heran: "Ling-Kongcu apa yang
sedang kau lakukan"
Kun-gi sebarkan bubuk obatnya ke atas meja sambil menjawab
tertawa: "Malas aku menumbuknya, maka ku-usap2 saja."
"Kenapa tidak serahkan pada ha mba untuk menumbuknya?"
"Pekerjaan ringan saja kenapa harus menyusahkan orang lainBaiklah nona bantu aku ambil segayung air hujan saja, lalu
masukkan se mua bubuk obat yang dime ja ini."
"Ha mba tahu, hidangan makan siang sudah tersedia, hamba
ke mari me manggil kongcu untuk ma kan," lalu dia kumpulkan bubuk
obat yang terserak di atas meja dan dibungkusnya kertas terus di
bawa ke bela kang.
Lekas Kun-gi ambil mangkok berisi getah beracun yang sudah
menjadi air jernih itu dan dibuang keluar taman, lalu ia ke mbali ke
kamar buku. Hidangan me mang sudah tersedia. Setelah berhasil me mbuktikan
air bekas rendaman Pi tok-cu juga berkhasiat menawarkan getah
beracun, legalah perasaan Kun-gi, maka makannya jadi ta mbah
lahap. Sin-ih keluar dari ka mar buku, katanya: "Hamba sudah renda m
racikan obat di dala m air."
Kun-gi mengangguk, Sin-ih lalu meladeni dia ma kan- Selesai
makan Sin-ih angsurkan handuk pada Kun-gi untuk cuci muka.
Setelah me mbersihkan muka dan cuci tangan Kun-gi berkata: "Aku
perlu ist irahat, nona tidak usah me ladeni lagi."
"Ha mba ditugaskan me mbantu Ling Kongcu, kalau nanti di tanya
congkoan, bagaimana ha mba harus menjawab?"
"Baiklah, setelah kau makan, ada satu hal boleh kau kerjakan."
"Tugas apa yang Kongcu serahkan pada ha mba?"
"Dua maca m racikan obat yang direnda m air harus diaduk
dengan sendok perak. tugas ini kuserahkan padamu," habis bicara
dia melangkah ke ka mar buku.
"Ha mba terima tugas," seru Sin-ih berseri sengan.
Belum la ma Kun-gi duduk di kursi ma las, Sin-ih sudah datang
menyuguhkan teh,
"Letakkan saja di me ja, kau boleh pergi makan," katanya.
Manis tawa Sin-ih, katanya: "Ha mba sudah makan, sekarang juga
mulai be kerja," setelah me letakkan cangkir dan poci teh lantas
berlari keluar.
Pelan2 Kun-gi peja mkan mata, ia istirahat di kursi ma las sambil
menenangkan pikiran, di dengarnya suara lirih di belakang a lmari,
kiranya orang yang sembunyi dan mengawasi dirinya sedang
mengundurkan diri.
Kun-gi tersenyum, lekas dia berdiri, lalu menuang setengah
mangkuk getah beracun pula ditaruh di meja. Lalu cepat2 dia tarik
setiap laci, 72 maca m obat2an yang ada tanpa ukuran asal comot
terus di-gosok2 di telapak tangan sehingga jenis obatnya sukar
dibedakan lagi, se muanya dia bagi menjadi tujuh tumpuk, lalu
disingkirkan satu persatu, setelah itu di ke mbali ber-malas2an di
kursi ma las. Tak la ma ke mudian di dengarnya langkah pelahan masuk. terang
Sin-ih yang masuk. Kun-gi bertanya: "Apakah Sin-ih?"
"Ya, inilah ha mba," sahut Sin-ih, sekilas dia me lirik, ma ka
dilihatnya tujuh kelompok obat2 di atas meja, dengan suara heran
dia bertanya: "Ling-kongcu mau diapakan ketujuh tumpuk obat
bubuk ini?"
Kun-gi menggeliat la lu berbangkit, katanya:
"Boleh nona merendam ketujuh, kelompok obat bubuk itu
dengan air hujan, di dalam tujuh guci yang berbeda," Lalu dia
berbangkit dan katanya pula:
"Setelah obat2 ini direnda m nona harus mengaduknya dengan
sendok perak. aku terlalu penat, ingin ke mba li keka mar, kalau tiada
urusan, jangan ganggu aku" lalu dia ke mbali ke ka mar tidurnya..
Sin-ih mengia kan. Sesuai pesan Kun-gi, dia masukkan tumbukan
obat bubuk itu ke dala m tujuh guci, kecil, lalu direnda m dengan a ir
hujan dan pada setiap guci dia mengaduk sekian la manya secara
bergiliran. .. Pada saat dia sibuk mengaduk. terdengar suara Giok-lan sang
congkoan me manggil: "Sin-ih"
Lekas Sin-ih letakkan sendok. serta menyahut:
"Ha mba ada di sini." Buru2 dia berlari keluar, dilihatnya sang
congkoan Giok-lan mengiringi Hu-pangcu So-yok (bunga melur)
sudah masuk ka mar buku. Ter-sipu2 dia menekuk lutut me mberi
hormat seraya berkata: "Hamba menya mbut kedatangan Hu-pangcu
dan congkoan."
"Berdirilah." kata Giok-lan "sedang apa kau barusan?"
Sin-ih berdiri lurus, sahutnya: "Atas pesan Ling kongcu hamba
sedang mengaduk obat"
"Mana Ling Kun-gi?" tanya So-yok. sang Hu-pangcu.
"Ling-kongcu ke mba li ke ka marnya, katanya mau tidur" sahut
Sin-ih. So-yok berdehem keras2, jengeknya "Memangnya dia ke mari
untuk tetirah?" merandek sebentar, dia berpesan: "Pergi kau
panggik dia, katakan aku sengaja ke mari menengoknya."
Sin-ih mengiakan, lalu me mbungkuk badan dan berkata dengan
serba susah: "Lapor Hu-pangcu, Ling-kongcu sudah tidur, tadi dia
berpesan, kalau tiada urusan penting dilarang mengganggu dia."
"Huh, bertingkah, besar kepala," jengek So-yok uring2an
"Dia tidak tahu ka lau Hu-pangcu akan datang, ia pesan Sin-ih
supaya tidak mengganggu, betapapun dia adalah ta mu kita,
silahkan Hu-pangcu duduk di ka mar buku untuk menunggu
sebentar," lalu Giok-lan berpaling me mberi kedipan mata pada Sinih, katanya: "Lekas seduhkan secangkir teh untuk Hu-pangcu."
Sin-ih mengiakan dan buru2 mengundurkan diri. So-yok
tersenyum, katanya: "Sam-moay me mang pintar jadi tuan rumah,
teramat sayang pula kepada ta mu," kata2nya bernada menyindir.
Merah muka Giok-lan, katanya serba salah: "Kita mengundang
Ling-kongcu untuk me mbuat obat penawar getah beracun, urusan
menyangkut kepentingan Pang kita, adalah jama k ka lau kita
me layaninya sebagai tamu terhormat."
So-yok mendekati rak obat, dia melihat getah beracun yang ada
di dla m mangkuk, katanya: "Thay-siang minta dia di dala m tiga hari
menyelesaikan obat penawarnya, kalau setiap siang dia harus tidur,
kapan dia bisa menunaikan tugas?"
"Ha mba sudah sampaikan perintah ini kepada Ling-kongcu, dia
berjanji akan menyelesaikan tugasnya dala m t iga hari."
"Sa m-moay juga katakan
kalau gagal Thay-siang akan me mengga l kepalanya?"
"Ha mba pikir dia berjanji menyelesaikan tugas da la m tiga hari,
jadi tidak kukatakan perintah ini."
"Me mangnya kuduga Sa m-moay tenntu rikuh mengatakan hal ini
kepadanya, maka sengaja aku ke mari untuk me mbereskan soa l ini."
Waktu mereka bicara Sin-ih sudah datang me mbawa dua cangkir
teh yang masih mengepul, katanya: "Hu-pangcu, congkoan,
silahkan minum."
"Sin-ih.." tanya So-yok, "Ling Kun-gi menyuruhmu mengaduk
kedua guci air obat ini?"
"Ya, semuanya ada se mbilan guci."
"Apa sembilan guci?" seru So-yok heran, "Giok-je bilang perta ma kali dia me nga mbil ena m belas maca m obat lalu a mbil dua puluh
tiga maca m, semua hanya direnda m jadi dua guci, bagaimana bisa
jadi se mbilan?"
Kiranya yang sembunyi di be lakang almari mengintip gerak-gerik
Ling Kun-gi ada lah Giok-je,
"Se mula me mang merenda m dua guci, akhirnya ditambah lagi
sembilan guci, ini dilaksakan setelah ma kan Siang, Sin-ih
menerangkan"
So-yok melengak, tanyanya: "obat apa saja yang dia ambil, apa
kau masih ingat?"
"Ling-kongcu sendiri yang menga mbilnya, dari laci, waktu hamba
masuk. semua sudah dibagi menjadi tujuh ke lompok. semuanya
sudah jadi bubuk. jadi sukar diketahui obat apa yang telah dia
ambil" "Me mangnya perma inan apa yang sedang dia lakukan?" kata Soyok bingung. "Hakikatnya Ling-kongcu tanpa menggunakan lumpang besi, dia
hanya menggosok2an obat ditelapak tangannya, semua lantas
hancur jadi bubuk"
Berubah air muka So-yok, katanya sambil berpaling pada Gioklan- "orang ini ma mpu menggosok obat menjadi bubuk,
Lwekangnya tentu tidak le mah. "
"Menggosok batu jadi bubuk. sudah teramat sukar dilakukan
kaum persilatan umumnya, tapi di hadapan Hu-pangcu kepandaian
sepele ini tentu tidak jadi soal" de mikian Giok-lan mengumpa k.
"Kepandaian setaraf itu, Sam-moay sendiri kan juga sanggup"
kata So-yok. Terdengar pintu di seberang sana berkeriut di buka orang lalu
terdengar suara berkumandang : "Sin-ih, siapa yang datang?"
"Ling-kongcu," seru Sin-ih berjingkrak girang, "Inilah Hu-pangcu dan congkoan yang ke mari menengokmu."
Terdengar langkah cepat mendatang, tampak pe muda cakap
gagah melangkah masuk.
Seketika terbeliak mata So-yok. dengan tajam dia tatap wajah
Kun-gi, la lu berkata dengan tertawa lebar: "Sa m-moay, inikah Lingkongcu?" "Ling-kongcu" sa mbut Giok lan: "Inilah Hu-pangcu, ka mi sengaja datang mene mui kongcu."
Kun-gi tertawa ramah, dia menjura kepada So-yok, katanya: "Hupangcu sudi berkunjung, cayhe terlambat menyambut, sungguh
kurang hormat, harap di maafkan- . . . ."
Gemerlap biji mata So-yok, katanya sambi menba las hormat:
"Ling kongcu cakap ganteng dan gagah perwira, beruntung aku
dapat bertemu"
"Hu-pangcu terlalu me muji," ujar Kun-gi.
"Kabarnya Kongcu berhasil menyelesaikan tugas dalam tiga hari
di Coat Sin-san-ceng, tentunya mahir dan ahli dala m ilmu obat2an,
entah siapakah guru besarmu?" biasanya sikapnya dingin dan
angkuh terhadap siapapun, tapi setelah berhadapan dengan Ling
Kun-gi, entah kenapa sikap dinginnya lantas berubah, wajahnya
dihiasi senyuman ge mbira.
"Guruku, seorang pelancongan yang suka mengembara di
Kangouw, beliau tida k suka diketahui na manya harap Hu-pangcu
maaf." "Tida k apa2," "ujar So-yok. "gurumu seorang kosen, kalau tidak boleh diketahui na manya, kongcu tidak usah merasa rikuh."
Dia m2 Giok-lan me mbatin: "Entah kenapa hari ini J i ci berubah
sikap?" Tiba2 So-yok. menegurnya "Sa m-moay, kenapa kau dia m saja
dan me mbiarkan aku ngoceh?"
Lalu dengan tertawa dia mena mbahkan: "silakan duduk Lingkongcu." setelah berduduk: So-yok mengawasi Kun-gi dan berkata:
"Kudengar dari Sa m-moay bahwa Kongcu berjanji dala m tiga hari
akan me mbuatkan obat penawarnya, entah bagaimana hasil
usahamu?" Kun-gi tertawa, katanya: "cayhe sudah meracik tujuh maca m
obat, terbagi menjadi tujuh guci dan direndam air, apakah bisa
untuk menawarkan getah beracun, besok baru dapat diketahui
setelah dicoba"
Mata So-yok mengerling, katanya: "Agaknya Ling-kongcu sudah
punya persiapan dan yakin akan berhasil."
Kun-gi tertawa dan katanya. "Kalau cayhe tidak yakin ma na
berani berjanji tiga hari menuna ikan tugas?"
"Syukurlah kalau begitu," ujar So-yok, "ka lau Ling-kongcu betul2
dapat membuat obat penawar dalam tiga hari, betapa senang hati
suhu." Tergerak hati Kun-gi, tanyanya: "Entah cianpwe siapa kah guru
Hu-pangcu?"
So-yok tertawa, katanya: "Suhu adalah Thay-siang-pangcu dari
Pang kita, setelah kau berhasil me mbuat obat penawar, akan
kubawa kau menghadap be liau."
"Setelah cayhe menyelesaikan tugas hanya satu keinginanku,"
ujar Kun-gi.. .. .
"coba katakan keinginanmu," tanya So-yok berseri.
"cayhe harap Pang kalian suka me mberitahu di mana sarang
Hek-Liong-hwe sebenarnya."
"Apa?" seru So-yok terbeliak heran, "Kau ingin pergi ke sarang Hek-Liong-hwe.?"
Giok-lan segera menimbrung "Dua teman Ling-kongcu ditawan
orang2 Hek-Liong-hwe."
Sesaat So-yok menepekur, lalu bersuara lagi:
"Jejak orang2 Hek-Liong-hwe a mat rahasia dan terse mbunyi,
sudah tentu sarang merekapun sukar diketahui, jangan kata Pang
kita, orang" Hek-Liong-hwe sendiripun hanya beberapa gelint ir saja
yang tahu, dipihak kita kecuali Thay-siang mungkin tiada orang
kedua yang tahu." Lalu dengan cekikikan dia mena mbahkan:
"Jangan kuatir, setelah kutanya kepada Thay-siang, nanti
kuberitahukan padamu."
"Terima kasih atas bantuan Hu-pangcu, soal ini tidak perlu terburu2, Bila cayhe berhadapan dengan Thay-siang belum terla mbat
kuajukan pertanyaan ini."
"Begitupun baik, akan kunanti kau bicara, asal Suhu
mengangguk, seluruh Pek-hoa-pang akan bantu kau meluruk ke
Hek-liong-hwe dan menolong kawanmu."
"cayhe hanya ingin tanya alamat mereka saja, soal menolong
orang tak berani a ku bikin repot Pang ka lian-"
"Kalau begitu Ling-kongcu kurang simpatik," ujar So-yok. "kau telah bantu kesulitan ka mi, kan ja mak kalau ka mi Bantu kau
menolong te manmu?" Tanpa menunggu Kun-gi bersuara segera dia
mena mbahkan, "Baiklah, hal ini diputuskan begini saja, besok aku
datang untuk me lihat Ling-kongcu mela kukan percobaan, entah
kehadiranku diperbolehkan t idak?"
"Berat ucapan Hu-pangcu," jawab Kun-gi. "Mencoba obat bukan
soal rahasia, Hu-pangcu dan congkoan kalau berminat boleh saja
datang dan akan kusa mbut dengan senang hati"
"Baik besok aku pasti datang" kata So-yok dengan tertawa, lalu
ia berbangkit, serunya: Sam-moay hayolah kita pergi." Giok-lan
lantas iringi So-yok ke luar.
Kun-gi mengantar sampai depan pintu, katanya: "Maaf cayhe
tidak mengantar lebih jauh."
Setelah kedua orang itu pergi, Sin-ih unjuk tawa lucu penuh arti,
katanya: "Ling-kongcu baru pertama kali ha mba melihat Hu-pangcu
bersikap begini ra mah terhadap tamu."
Kun-gi tertawa, katanya: "Apakah biasanya Hu-pangcu galak?".
"Dala m Pang kita hanya Hu-pangcu saja yang sukar diajak bicara,
semua orang tak berani banyak bicara sama dia, kuatir kalau


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelepasan omong."
Mendadak dia merendahkan suara, katanya: "Kabarnya semalam
Hu-pangcu menjatuhkan hukuman mati kepada dua Hou-hoat-sucia
lantaran seorang Hek-Liong-hwe, berhasil lolos, tapi sikapnya tadi
ramah dan gembira terhadap Kongcu, baru hari ini dia betul2
tertawa." "Me mangnya tertawa saja ada betul dan salah?" goda Kun-gi. .
"Me mang ada, biasanya kalau Hu-pangcu tertawa suaranya
terasa dingin kaku, tidak seperti tadi"
XXdewiXX Kentongan pertama baru saja lewat, Kun-gi bersimpuh di atas
ranjang mulai berse medi, mendada k indranya merasakan sesuatu di
luar. Setiap insan persilatan dikala berse madi mengerahkan
kekuatan batinnya, dalam jarak dua puluhan tombak umpa ma ada
jarum jatuh di atas tanah juga dapat didengarnya dengan jelas.
Maka dalam perasaannya sayup2 ada sesosok bayangan orang
me lompat masuk ke dala m pekarangan. Tergerak pikirannya, segera
dia pasang kuping mendengarkan lebih cermat, terasa gerak- gerik
orang ini a mat hati2 dan waspada.
Malah me-runduk2 maju mepet dinding, kalau dirinya tidak selalu
waspada tentu takkan mendengar apa2, setelah berada di
pekarangan orang itu lewat ka mar tengah dan cepat menuju ke
rumah kecil di belakangh taman
Kun-gi me mbatin: "Rumah kecil di belakang itu adalah tempat
tinggal nenek tua yang bekerja di dapur bersama Sin-ih, orang ini
dia m2 masuk kesana untuk apa?" Se mbari berpikir se kenanya dia
raih jubah luarnya, baru saja hendak buka pintu untuk periksa
keluar, tiba2 didengarnya pula suara lambaian pakaian orang tertiup
angin, orang itu sudah bergerak keluar pintu pula dari belakang, kali
ini gerak-geriknya lebih berani, agaknya tidak main se mbunyi lagi,
arahnya ke ka marnya.
Sudah tentu Kun-gi tida k tahu orang itu kawan atau lawan" Tapi
dia berani pastikan bahwa orang diluar adalah seorang gadis. ini
dapat dibedakan dari langkahnya yang lembut dan ringan, malah
ginkang orang ini a mat tinggi, rasanya lebih unggul daripada Giokje, Tangan Kun-gi yang terulur hendak me mbuka pintu tak bergerak.
soalnya dia hendak melihat gerak-gerik orang selanjutnya, maka dia
berdiri dia m menunggu. Setelah sa mpai di depan pintu, orang itu
juga menghentikan langkah dan lantas mengetuk pintu dua ka li,
ketukan yang a mat pelahan serta me manggil lirih: "Ling-s iangkong."
Melenggong Kun-gi mndengar panggilan ini, batinnya: "Siapa
dia" Kukenal suaranya." Segera iapun me mbuka pintu.
Tampak seorang gadis berperawakan ramping sema mpa i, padat
dan menggiurkan berdiri anggun di depan pintu, kedua bola
matanya tampak bersinar bak bintang kejora di mala m gelap. Begitu
ma la saling pandang, timbul suatu perasaan aneh dalam benak Kungi, terasa olehnya sorot mata inipun sudah a mat dikenalnya, sekilas
dia melenggong, tapi segera ia bertanya: "Nona. ..."
Tanpa bersuara gadis itu menyelinap masuk ka mar.
Cepat Kun-gi putar badan seraya membentak dengan suara
tertahan, "Siapa kau?".
Mungkin teramat gelap. kalau Kun-gi dapat melihat jelas orang,
tapi nona itu tidak jelas me lihat keadaan ka mar.
Terdengar nona itu telah menyalakan sebatang obor kecil,
katanya dengan suara lembut: "Kalau mau bicara, tunggulah setelah
aku menyulut api." Dia mendekati meja menyulut lentera, lalu
me mba lik, suaranya tetap lembut: "Aku berna ma Bi-kui (bunga
mawar)." Sudah tentu Kun-gi tidak kena l siapa Bunga mawar, jelas iapun
orang Pek-hoa-pang, namun sorot matanya yang me mancarkan
kasih mesra ini se makin dipandang se makin mengetuk hatinya,
katanya kemudian: "Ma la m2 nona datang ke mari, entah ada
keperluan apa?"
Tiba2 gadis itu tertawa, katanyanya: "Lantaran kau maka aku
ke mari, me mangnya Ling-siangkong t idak ingat padaku lagi?"
Kikuk juga Kun-gi, katanya: "cayhe memang seperti kenal sorot
mata nona, tapi nona pakai topeng, bagaimana aku bisa tahu"
Silahkan duduk nona."
"Aku tida k mau duduk." sahut gadis baju hitam.
"Kurasa kedatangan nona tentu ada urusan, betul tidak?"
"Kalau tidak ada urusan, untuk apa aku ke mari?" kata gadis tiu
cekikikan- Kali ini Kun-gi merasa kenal suaranya, sekilas ia tertegun, dengan
tajam dia tatap orang, katanya: "Kau . . . ."
Gadis baju hita m sudah angkat sebelah tangan me mbuka
topengnya, katanya tertawa manis: "Sekarang tentu Ling-s iangkong
dapat mengenalku?"
"Ternyata betul kau" seru Kun-gi kaget dan heran. Gadis baju
hitam ini ternyata Un Hoan-kun adanya, lekas dia menutup pintu.
"Siangkong tak usah kuatir," kata Un Hoan-kun, "Sin-ih berdua takkan siuman sebelum terang tanah."
Kun-gi me ndekati nona itu, tanyanya pelahan: "pulau ini
dikelilingi air dan penjagaan a mat ketat, bagaimana kau bisa
menyelundup ke mari?"
Dengan kedua tangan Un Hoan-kun me mbetulkan rambut
dipelipisnya, katanya tertawa dengan kepala mendongak: "Aku
punya lencana dan paham sandi rahasia mereka, sudah tentu dapat
keluar masuk dengan leluasa."
"Apa tujuanmu menyelunduk ke Pek-hoa-pang" tanya Kun-gi.
Merah muka Un Hoan-kun, katanya sambil mengerling: "Apa
tujuanku" Soalnya kau disekap dala m karung dan dibawa masuk ke
Pek-hoa-pang ini, aku. . . kuatir, maka kuikut ke mari."
Terharu hati Kun-gi, kedua tangan terulur me megang pundak
orang, katanya halus: "Me mang cayhe sengaja me mbiarkan mereka
mengangkut ke mari. Terus terang hanya karung saja takkan mampu
mengurungku, kenapa nona harus me ne mpuh bahaya begini besar."
Un Hoan-kun biarkan saja orang pedang punda knya, katanya:
"Aku tahu Pek-hoa-pang takkan kuasa menahanmu, tapi aku tetap
kuatir, maka kuikuti kau ke mari dengan adanya aku di antara
mereka, sedikit banyak bisa me mbantumu juga ."
Kini Kun-gi gant i pedang kedua tangan orang, katanya le mbut:
"Betapa haru dan terima kasihku akan kebaikan nona, tapi kau lihat
aku tidak kurang suatu apapun, kalau nona berada di antara
mereka, rasanya juga berbahaya, bila jejakmu konangan pasti
menggagalkan urusan, lebih baik nona cepat meninggalkan tempat
ini." Pelas2 Un Hoan-kun tarik tangannya, katanya: "Mereka
me ladenimu sebagai ta mu terhormat lantas tidak berbahaya
bagimu?" "Paling tidak. dala m wa ktu dekat ini aku tidak akan menga la mi
bahaya." "Kalau tidak ada bahaya, memangnya untuk apa mala m2 begini
aku mengunjungimu?"
Ling Kun-gi me lengak. tanyanya: "Nona mendengar khabar apa?"
"Tujuan mereka menculikmu ke mari supaya kau me mbuatkan
obat penawar getah beracun bukan", Thay-siang suruh kau
menyelesaikan tugas dala m tiga hari, betul tidak?"
"Betul, kenapa?"
"Ketahuilah, Thay-siang sudah me mberi perintah kepada Hupangcu, kalau dala m tiga hari kau tida k bisa menyelesaikan
tugasmu, dia harus me mbawa kepala mu menghadap beliau?"
"Hal ini a ku me mang tida k tahu," kata Kun-gi, "tapi tidak perlu tiga hari, besok juga aku sudah berhasil menyelesaikan tugas."
Kini ganti Un Hoan-kun yang tertegun, katanya dengan suara
ragu2: "Kau sudah berhasil me mbuat obat itu?"
"Belum," sahut Kun-gi meng-geleng2, "tapi a ku sudah ada aka l,"
Lalu dia jelaskan cara bagaimana dia merendam mutiara ke dala m
air dan ternyata bisa menawarkan getah beracun itu..
"Kau pernah bilang mau mencari jejak bibi yang hilang, kini
kenyataan bahwa bibi t idak berada di Pe k-hoa-pang ini, buat apa
kau harus me mbuat obat itu pula?"
"Nona hanya tahu yang satu dan tak tahu yang lain, bahwa aku
rela disini se mentara, maksudku hendak mencari tahu asal usul
getah beracun dan Hwi-Liong sa m-kia m."
"Hwi-Liong sa m-kia m?" Hoan-kun menegas.
"Hwi-liong-sa m-kia m sebetulnya ilmu pedang warisan ke luargaku,
tapi Tin-pang-sa m-kia m (tiga jurus pelindung Pang) dari Pek-hoapang ternyata Hwi-liong-sam-kia m ke luargaku."
"Bisa de mikian?" seru Un Hoan-kun heran, "Ehm, sudah kau
selidiki?"
"Belum se mpat, tapi sekarang ketambahan lagi suatu kejadian."
"Kejadian apa?" tanya Hoan-kun.
"Beberapa temanku khabarnya ditawan orang2 Hek-Liong-hwe,
disangka bahwa mereka dijadikan sandera disangka bahwa mere ka
adalah Hou-hoat-su-cia dari Pek-hoa-pang, maka mereka dijadikan
sandera supaya Pek-hoa-pang menyerahkan diriku sebagai
imbalannya."
Bertaut alis Un Hoan-kun, tanyanya: "Lalu apa tinda kanmu"
"Kecuali Thay-siang, tiada orang kedua yang tahu letak sarang
Hek-Liong-hwe, terpaksa aku harus tanya kepada Thay-siang."
Un Hoan-kun kaget, serunya: "Kau mau mene mui Thay-siang?"
"Hu-pangcu sudah berjanji, bila a ku selesai me mbuat obat, dia
akan me mbawaku mene mui Thay-siang."
"Kudengar Hu-pangcu So-yok, pere mpuan yang berdarah dingin,
cantik rupanya, keja m hatinya, banyak curiga dan ga mpang berubah
pendirian, kau harus hati2"
"Aku dapat melayaninya."
Un Hoan-kun melirik. mencibirnya serta berkata dengan tertawa:
"Kelihatannya kau banyak akal, kudengar Pe k-hoa-pangcu Bok-tan
amat ra mah terhadapmu, mungkin So-yok juga."
"Kiranya Pek-hoa-pangcu berna ma Bok-tan."
Merah muka Kun-gi, katanya lirih: "Nona jangan kuatir, aku
bukan laki2 bergajul."
Pipi Hoan-kun jadi merah, tapi hatinya merasa bahagia, kepala
terunduk mulutpun menggerutu: "Me mangnya aku peduli pada mu."
Lalu ia mena mbahkan: "Wa ktu sudah larut, aku harus lekas pergi."
"Kuharap nona selekasnya meninggalkan tempat ini saja," bujuk
Kun-gi. Hoan-kun sudah melangkah beberapa tindak. tiba2 berpaling:
"Setelah kau menanyakan sarang Hek-Liong-hwe, aku akan pergi
bersama mu." Begitu pintu terbuka, cepat ia berkelebat ke luar.
Setelah Un Hoan-kun pergi, sementara sudah mendekati
kentongan kedua, Kun-gi dorong pintu ka mar buku langsung
menuju ka mar masak obat, ia mengeluarkan Pi-tok-cu terus
dimasukkan ke dalam guci yang merendam obat bubuk. lalu ke mbali
menutup pintu dan masuk ke ka mar t idur.
Ooo d-w ooO Matahari sudah tinggi, Kun-gi masih tidur nyenyak.
Pagi2 Hu-pangcu So-yok bersama congkoan Giok-lian sudah
datang, mereka duduk menunggu di ka mar buku.
Giok-lan mondar-mandir tidak sabar, katanya kepada Sin-ih:
"coba dilihat apakah Ling-kongcu sudah bangun?"
So-yok menggoyang tangan, katanya tertawa: "Sam-moay,
kenapa tabiatmu sekarang lebih gopoh daripada ku, kita sudah
menunggu, lebih la ma sedikit tidak jadi soal Sin-ih, biarkan Lingkongcu t idur lebih la ma, jangan ganggu dia."
Sin-ih mengiakan lalu berdiri meluruskan tangan
Sudah tentu Giok-lan tahu Hu-pangcu yang biasanya bertabiat
kasar, angkuh dan tinggi hati serta suka aleman ini, ternyata
sekarang begini sabar, rupanya dia telah jatuh hati pada Ling
Kongcu Dia cukup kenal Thay-siang, kalau Ling Kun-gi tida k berhasil
me mbuat obat, jiwanya tentu amblas. Umpa ma betul dia berhasil
me mbuat obat, Thay-siang juga takkan gampang me mberi
kebebasan padanya untyuk meninggalkan Pek-hoa-pang. Maka
sejak mula dia sudah berpikir, pemuda seperti Kun-gi, jalan paling
baik adalah mela marnya menjadi Huma, ka lau tida k nasibnya tentu
akan menyedihkan.
Tentunya hal ini juga sudah terpikir oleh Toaci (Pe kshoa-pangcu),
ini dapat dilihat sikapnya waktu dia menya mbut dan me nja mu Ling
Kun-gi. Pada hal dia baru merancang cara bagaimana untuk
merangkap perjodohan ini, tahu2 sekarang dilihatnya Ji-ci (So-yok)
juga kepincut pada Kun-gi, sudah tentu urusan bisa runyam. Dika la
hatinya gundah itulah, didengarnya pintu ka mar Kun-gi berkeriut
dan pelan2 terbuka.
Cepat Sin-ih berlari kesana, serunya: "Ling-s iangkong sudah
bangun, sebentar hamba a mbilkan air buat Cuci muka "
Kun-gi mengge liat, katanya tertawa: "Hampir tengah hari, hari ini
tiada kerja apa2, lebih baik tidur lebih la ma " Habis berkata dia putar ke mbali ke ka marnya.
Sin-ih sudah dipesan oleh Hu-pangcu agar jangan bilang mere ka
berdua sudah menunggu di ka mar buku, ma ka dia tidak berani
banyak mulut, dia me mbawa sebaskom a ir dan melayani Kun-gi
me mbersihkan badan- La lu dia menyuguhkan sarapan pagi.
Setelah ma kan Kun-gi mendongak me lihat cuaca, katanya:
"Waktu hampir tiba, nona Sin-ih, siang nanti mula i meracik obat,
pergilah kau panggil Hu-pangcu dan congkoan ke mari."
Sin-ih tertawa, katanya: "Hu-pangcu dan congkoan sudah sejak
tadi menunggu di ka mar buku."
"Apa?" Kun-gi pura2 berjingkrak bangun dengan kaget, "Hupangcu dan congkoan sudah datang, kenapa kau tidak bilang?"
Bergegas dia me langkah ke ka mar buku.
Terdengar tawa So-yok semerdu kelinting dan berkata: "Jangan
Ling-kongcu sa lahkan Sin-ih, akulah yang suruh dia jangan
mengganggu tidurmu."
Bayangan merah menyala tahu2 berdiri se ma mpai di depan
pintu, bau harum seketika merangsang hidung pula, Hari ini So-yok
mengenakan gaun panjang berke mbang sakura berwarna dasar
merah mulus, buatannya sopan, tepat didepan dadanya bersulam
sekuntum bunga me lur yang indah hingga mena mbah asri
dandanannya, wajahnya nan ayu dihiasi senyum manis, ternyata
hari ini dia bersole k lebih daripada biasanya.
Ber-ulang2 Kun-gi menjura, katanya: "Maaf Hu-pangcu, soalnya
obat yang direndam barus menunggu wa ktu baru bisa dica mpur,
karena kerja sampa i jauh ma la m dan mengingat pagi ini tiada
pekerjaan, maka t idurku sa mpai kesiangan-"
Dengan berani So-yok mengawasi Ling Kun-gi muda belia, gagah
dan tampan, "kulihat kau terlalu hati2 dan me mbatasi diri,
selanjutnya tidak perlu kau bicara begini sungkan kepadaku."
Giok-lan berdiri di bela kang, segera dia menimbrung: "Hu-pangcu
seorang yang terbuka dan suka bla k2an, harap Ling kongcu tida k
usah sungkan-"
Setelah berada di kamar buku, masing2 mene mpati te mpat
duduknya, So-yok lantas buka suara lebih dulu: "Mendapat
laporanku, Thay-siang sangat senang, beliau bilang kalau percobaan
berhasil aku disuruh segera me mbawa mu me me mui be liau."
"Hari ini baru akan diadakan percobaan pertama, bagaimana
hasilnya belum diketahui, kenapa buru2 dilaporkan, kalau gagal,
bagaimana cayhe harus bertanggung jawab?"
"Kau pernah berhasil sekali, aku yakin Kongcu pasti akan berhasil
pula, kalau pertama gaga l boleh diulangi sa mpa i berhasil, kepada
Thay-siang akan kubantu me mberi penje lasan."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terima kasih Hu-pangcu" Kun-gi menjura pula.
"Kapan Ling-kongcu akan mulai?" tanya Giok-lan, "apa yang
harus dipersiapkan?"
"Tiada yang perlu dipersiapkan, waktunya sudah tiba, cukup asal
menuang getah beracun didala m ma ngkuk saja."
"Biar ha mba yang menuangnya," kata Sin-ih.
"Jangan nona, getah itu amat beracun, biar aku sendiri yang
turun tangan-" Kata Kun-gi, "sekarang kau kumpulkan seluruh
wadah yang tersedia disini dan dijajar di atas meja."
"He, di almari ada seratus wadah porselen, apa semua harus
dikeluarkan?" tanya Sin-ih.
"Se mbilan guci, kalau satu sa ma lain se muanya begiliran harus
dica mpur, seluruhnya berjumlah 9x9 - 81, cukup kau keluarkan 81
saja." Sin-ih mengia kan, segera dia bekerja. Sementara Kun-gi
keluarkan buli2 berisi getah beracun, So-yok dan Giok-lan tida k
bersuara, mereka ikut mondar-mandir mengikuti Kun-gi. Sementara
itu, sesuai pesan Kun-gi, Sin-ih sudah keluarkan wadah dan dibaris
di atas meja. Kun-gi me mbuka tutup buli2, dengan hati2 ia pegang buli2 serta
menuang ke dala m se mbilan wadah, masing2 di si setngah getah
beracun, lalu dia taruh buli2, menga mbil sendok perak mengaduk
guci obat yang pertama, lalu mengedus baunya, mulutnya
berguma m: "Ya,sudah boleh" Dia taruh sendok ganti menya mbar
cangkir kecil, dari dala m guci dia menyendok sedikit air obat terus
dicicipi dengan mulut seperti me mbedakan kadar obatnya. So-yok,
Giok-lan dan Sin-ih me nyaksikan dengan dia m saja dan terbeliak.
Lalu Kun-gi berpaling, katanya "Sembilan guci obat ini adalah
hasil yang kucapai waktu berada di coat- sin-san-ceng untuk
me munahkan getah beracun, cuma waktu itu aku belum punya
keyakinan,jadi sudah lupa obat2 apa saja yang kuracik dan akhirnya
berhasil menawarkan getah beracun" Kalau mala m itu nona Giok-je
tidak menyelundupkan diriku keluar, satu dua kali percobaan lagi
mungkin obat penawarnya sudah kuperoleh. Jadi tida k perlu
mengulang lagi seperti sekarang."
So-yok manggut2, ujarnya: "Memang, kenapa Giok-je terburu
nafsu waktu itu."
"Ini tak bisa salahkan Giok-je," sela Giok-lan, "mala m itu juga coat-sin-san-ceng dige mpur bobol oleh gabungan kekuatan para
Hwesio dan orang2 keluarga Tong, kalau tidak, mana kita bisa
mengundang Ling kongcu ke mari?"
Sementara Ling Kun-gi sedang menggunakan sendok yang
terbuat dari Giok untuk menga mbil air obat, lalu pelan2 dituang ke
dalam wadah yang berisi getah beracun. Getah beracun itu kental
gelap. setelah dituangi sesendok air obat, sedikitpun tida k
me mperlihatkan sesuatu perubahan.
Serta merta So-yok dan Giok-lan angkat kepala, me mandang Ling
Kun-gi. Tapi yang dipandang tetap tak acuh, seperti apa yang
dikatakannya, untuk mene mukan obat penawar getah yang tulen
paling tidak dia harus mengadakan delapan puluh satu kali
percobaan. Kini baru yang pertama, sudah tentu belum berarti
gagal. Dengan sendok perak yang lain Kun-gi ke mbali mengaduk guci
obat kedua seperti cara se mual, percobaan kedua inipun tida k
berhasil. Sudah tentu semua ini me mang disengaja diatur oleh Kungi. Sebetulnya dalam hati dia sudah punya perhitungan matang,
cuma sengaja dia hendak menggunakan beberapa guci obat itu
untuk mencoba supaya permainan sandiwaranya kelihatan sungguh2. Getah beracun dalam buli2 berturut telah dia tuang kedalam
beberapa wadah pula, semua dia masih guna kan cangkir kecil untuk
menciduk air obat, belakangan karena tak sabar dia angkat gucinya
terus dituang kesana ke mari, beruntun puluhan kali telah dia
lakukan, betapapun cerdik otak So-yok dan Giok-lan juga sukar pula
untuk mengingatnya campuran obat2 dari guci yang mana"
Me mangnya inilah tujuan Kun-gi supaya mereka kebingungan
sendiri. Setengah jam telah berselang, getah beracun yang digunakan
percobaan sudah 36 wadah, kini Kun-gi ke mbali me megangi buli2,
sedang mengadakan percobaan ulang yang kelima kalinya, dia isi
sembilan wadah dengan getah kental hitam itu. Lalu dengan cangkir
kecil dia menciduk sedikit air obat, setelah diaduk dengan sendok
lalu pelan2 dituang ke dala m getah beracun pada wadah ke 37. Kali
ini dia sudah perhitungkan air obat pada guci inilah yang pernah dia
rendam mutiara.
Jika khasiat mutiara untuk menawarkan getah beracun masih
bekerja, maka percobaan ka li ini pasti berhasil. cuma satu hal yang
me mbuatnya kuatir, yakni apakah air be kas renda man mut iara ini
setelah bercampur dengan racikan obat2an itu masih berkhasiat
seperti semula.
Dengan tegang dan seksama So-yok, Giok-lan dan Sin-ih
mengawasi setiap tetes aitr obat itu masuk kedalam wadah, napas
tertahan jantungpun ikut berdebar keras. Tetes pertama air obat
tetap tidak membawa perubahan- Kini tetes kedua telah jatuh. Jidat
Kun-gi sendiri juga telah dibasahi keringat. Ketika tetes ketiga jatuh,
terlihat seperti setetes air kece mplung dipermukaan cat berminyak.
tetes air obat ketiga seketika menjadi bening dan bergerak2 kian
ke mari dipermukaan getah kental itu.
"Nah, kali ini takkan salah lagi," seru So-yok terbelalak tegang.
"Se moga de mikian," ujar Kun-gi, tetes ke empat dia jatuhkan
pula kedala m wadah, perubahan kini semakin nyata dan kerja
perpaduan obat dengan getahpun cepat sekali, getah kental hitam
itu kini sudah mulai cair dan berubah warnanya, dengan cepat
berubah menjadi a ir bening.
So-yok bersorak girang sa mbil berkeplok: "Ling-kongcu, kau
berhasil."
Kun-gi menengadah sa mbil tertawa, katanya: "Akhirnya cayhe
mene mukan obat penawarnya".
Sepasang mata Giok-lan me mancarkan cahaya terang, bukan
kepalang senang hatinya, serunya: "Ling-kongcu, kuaturkan selamat
padamu" Sin-ih juga terbelalak. serunya: "Ling-kongcu hanya pakai e mpat
tetes obat dan getah setengah wadah ini telah tawar sama sekali,
air obat ini tentu a mat lihay."
Tiba2 So-yok bertanya: "dari guci yang mana kau tadi mengambil
air obat itu, apa kau masih ingat?"
Sengaja Kun-gi mengingat2, lalu mengasi guci2 obat, katanya
sambil menghitung: "Ka li ini aku me nga mbil dari guci ke 3, 5, 6, 8,
dan 9 lima guci. Lalu dia berpesan kepada Sin-ih: "Sisa yang lain
boleh kau buang ke belakang." cepat Sin-ih bersihkan sisa obat lain
yang tidak terpakai lagi.
Kun-gi a mbil dua te mpayan kosong, lalu dia ukur a ir obat guci
ketiga dan kelima, masing2 di a mbil 20 mangkuk, de mikian pula
pada guci keena m dan kese mbilan masing2 dia a mbil 30 mangkuk,
lalu guci kedelapan dia angkat, setelah sari obatnya dia bersihkan,
seluruh air obatnya dia tuang kedalam te mpayan serta diaduk lagi
dan kebetulan penuh kedua tempayan itu.
Menunjuk kedua tempayan obat itu, Kun-gi berkata kepada Gioklan- "congkoan me mbatasi cayhae tiga hari untuk menyelesaikan
tugas, hari ini telah kubuat dua tempayan air obat penawar getah
beracun, harap congkoan suka menerimanya."
Lekas Giok-lan ba las hormat, katanya: "Ling-kongcu me mang
dapat dipercaya, hamba mengaturkan terima kasih."
Kata Kun-gi kepada So-yok: "Tadi aku sendiri yang mencoba dan
berhasil, kini silahkan Hu-pangcu mencobanya sekali lagi." Lalu dia
ambil sendok dan diangsurkan kepada So-yok.
So-yok tertawa manis, katanya: "Aku belum pernah mencoba,
me mang ingin aku mencobanya."
Dengan sendok itu dia menyiduk air obat terus dituang pelan2 ke
dalam wadah la in yang berisi getah beracun. Perubahan pada getah
beracun dalam wadah kali ini lebih cepat, dari kental segera menjadi
cair dan bening. Seru So-yok girang: "obat penawar ini me mang
betul2 mujarab."
"Setengah sendok air obat yang dia mbil Hu-pangcu tadi
sedikitnya bisa menawarkan satu baskom getah beracun."
"Jadi, berapa banyak getah beracun dapat di-tawarkan oleh air
obat kedua tempayan ini?".
Kun-gi tertawa, katanya: "Thay-ouw seluas tiga puluh ena m ribu
hektar, kalau air danau se muanya getah beracun, kiranya cukup
ditawarkan dengan air obat kedua tempayan ini"
Giok lan segera berpesan kepada Sin-ih: "Laporkan kabar
gembira ini kepada Pangcu, katakan bahwa Ling-kongcu telah
berhasil me mbuat obat penawarnya,"
Sin-ih mengiakan dan buru2 lari keluar.
"obat penawar sudah kubuat, air obat kedua te mpayan ini boleh
silakan congkoan menerimanya "
Giok-lan manggut2, katanya: "Nanti kusuruh agar orang
menggotongnya ke luar," lalu dia tatap Kun-gi, "Cuma sudikah Lingkongcu serahkan pula resep obatnya?".
Kun-gi, sudah menduga akan ha l ini, katanya tersenyum: "obat
penawar yang kubuat sudah ku-serahkan dan Pang kalian boleh
me ma kainya, tentang resep obat......."
So-yok mengedip mata, katanya riang: "Mungkin resep itu
warisan keluarga Ling-kongcu, jadi harus dirahasia kan?" .
"Bukan begitu," ujar , Kun-gi tertawa: "Jiwa raga cayhe ada di dalam Pang kalian, kesela matan jiwapun sukar dira malkan, kalau
dalam jangka t iga hari cayhe tidak berhasil, batok kepala cayhe
tentu sukar dipertahankan, tapi setelah berhasil mungkin tetap
menghadapi kesulitan, salah2 bisa dibunuh untuk me nutup mulut. .
. . ." Berubah air muka Giok-lan, katanya: "Ling-kongcu berjerih payah
me mbuat obat untuk Pang kami, Pang kami berkecimpung dala m
kangouw dan selalu menguta makan keadilan dan kepercayaan,
mana mungkin me mbalas a ir susu dengan air tuba?"
"Dari siapa Ling-kongcu dengar orang bilang de mikian?" sela Soyok. "terang sengaja hendak me mecah be lah bela ka."
"Maaf, mungkin cayhe mengukur seorang Kuncu dengan hati
seorang Siaujin, cuma dala m percaturan kangouw, tiada jeleknya
berlaku hati2 terhadap sesama insan persilatan, air obat dalam
kedua tempayan itu bertahan tiba bulan, selama itu bertahan pula
jiwa raga cayhe, harap kalian tidak salah paha m."
"Ucapan Kongcu me mang masuk akal," Ujar Giok-lan, "liku2
kehidupan kangouw me mang serba buruk dan bahaya, adalah
pantas kalau berlaku hati2. cuma Pek-hoa-pang kami takkan berlaku
curang dan lupa budi terhadap Kongcu."
Kata So-yok manis mesra: "Kalau Ling-kongcu tidak mau
serahkan resep obatnya juga tidak soal, kau boleh tinggal saja
disini, me mangnya kau akan me mbocorkan hal ini kepada HekLiong-hwe?"
Sementara itu Sin-ih sudah balik bersa ma seorang pelayan baju
hijau, "Lapor congkoan," kata Sin-ih, "Pangcu sudah siapkan
perjamuan di Ing-jun-koan, Bak-ni (me lati) disuruh mengundang
Ling-kongcu, Hu-pangcu dan congkoan kesana."
Si me lati adalah salah satu pelayan pribadi Pek-hoa-pangcu, le kas
dia tampil me mberi hormat, katanya: "Mendengar Ling-kongcu
berhasil me mbuat obat penawar, Pangcu sengaja mengada kan
perjamuan di Ingjun-koan untuk merayakan keberhasilan Ling
kongcu ini, silahkan pula Hu-pangcu dan congkoan mengirinya."
So-yok tertawa riang, katanya: "Toaci mengadakan perja muan di
Ingrjun-koan, ini jarang terjadi, silakan Ling-kongcu"
Ing-jun-koan adalah tempat tinggal Pek-Hoa-pangcu, "ucapannya
kedengaran simpatik, tapi mengandung nada sindiran," Lalu ia
berpaling kepada si melati, katanya: "Hayo tunjukkan ja lan. "
Bak-ni atau ke mbang melati mengiakan, dia berjalan di depan
So-yok dan Giok-lan mengiringi Ling Kun-gi langsung menuju ke Ing
Jun-koan- Setelah dekat si melati mendahului beberapa langkah serta
me mbungkuk sa mbil berseru: "Lapor Pangcu, Ling-kongcu telah
tiba" Lenyap suaranya tertampak Pek hoa-pangcu sudah beranjak
keluar menyongsong di a mbang pintu. Hari ini dia mengguna kan
baju merah ge merlap dengan gaun panjang kain sutera bersula m
mengikat pinggang, pada dua ujungnya dihiasi ronce beludru dan
di kat menyerupai telur angsa, langkahnya ringan le mbut tak
ubahnya bidadari, kelihatan suci dan anggun. Me mang setimpa l
sebagai bunga peoni (Bok-tan) yang menjadi raja dari segala bunga.
Pek-Hoa-pangcu tetap mengenakan kedok, tapi sepasang
matanya nan jeli dan bening tampa k bercahaya penuh kasih mesra,
katanya merdu: "Sudah kutunggu cukup la ma, silakan Ling-kongcu
masuk dan duduk."
Begitu beradu pandang, jantung Kun-gi lantas berdebar keras,
tanpa terasa timbul semaca m perasaan aneh dalam benaknya,
sesaat dia melongo mengawasi orang. Ha l ini tak perlu dibuat
heran, pemuda mana yang tidak terpesona berhadapan dengan
sang jelita, apalagi pandangan Pek-Hoa-pangcu sedemikian mesra.
Tapi cepat Kun-gi sadar, dengan muka merah ia menjura, katanya:
"Pangcu mengundang dan menja mu secara besar2an, sungguh
cayhe amat bangga dan terima kasih."
Pek-hoa-pangcu mengiringinya masuk ke ka mar makan, mereka
jalan berjajar, katanya tersenyum manis: "Kongcu berhasil me mbuat
obat, besar artinya bagi kepentingan Pang ka mi, aku hanya suruh
mereka sekedar menyiapkan perjamuan untuk me mbalas budi
kebaikan ini, rasanya masih jauh untuk mengimbali jerih payah
Kongsu, ha rap tida k usah sungkan-"
"Bantuan yang tak berarti kenapa harus dipikirkan, Pangcu
menya mbut begini rupa sungguh tidak tenteram perasaan cayhe."
Sebuah meja besar segi delapan berada di tengah ruangan
sebelah timur yang bertutup kain gordyn, Pek-hoa-pangcu
persilakan tamunya duduk di sebelahnya, sementara So-yok di
sebelah kiri dan Giok-lan di depannya. Tanpa diperintah delapan
pelayan bergiliran menyuguhkan hidangan dan arak.
Pek Hoa pangcu angkat cawan araknya, katanya: "Ling-kongcu
sudah me mbuatkan obat mujarab bagi Pang ka mi, seluruh anggota
Pek-Hoa-pang merasa bersyukur dan berterima kasih, secawan arak
ini kusa mpaikan sela mat dan terima kasih, haraf kongcu sudi
menerima nya . "
Kun-gi angkat cangkir araknya dan me njawab: "Seharusnya
cayhe yang menyampaikan selamat pada Pangcu, sayang cayhe
tidak biasa minum arak. apalagi nanti akan menghadap Thay-siang,
terpaksa cayhe harus membatasi diri minum arak." La lu dia teguk
habis isi Cangkirnya.
"Kau akan menghadap Thay-siang?" seru Pek-hoa-pangcu heran
"Ya, hal ini me mang akan kulaporkan kepada Toaci," ujar So-yok.
"waktu aku datang pagi tadi Thay-siang sudah berpesan bila Lingkongcu berhasil, beliau minta aku me mbawanya mene muinya."
"Thay-siang a mat besar perhatiannya terhadap getah beracun ini,
Ling-kongcu berhasil temukan obat penawarnya dala m wa ktu


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesingkat ini, tak heran beliau ingin benar bertemu," lalu Pek- hoapangcu berkata kepada Kun-gi: "Biasanya thay-siang tak mau
mene mui orang luar, umpa ma anggota Pang kita sendiri juga jarang
dipanggil, Ling Kongcu ternyata lebih beruntung."
Sedemikian besar perhatiannya membicarakan undangan Thaysiang ini, padahal sinar matanya tidak mengunjuk rasa senang kalau
tidak mau dikatakan mena mpilkan rasa kuatir dan gelisah ma lah.
Sudah tentu Kun-gi tak bisa menyela mi pikiran Pek hoa pangcu,
katanya tertawa lebar: "Beruntung cayhe diundang Thay-siang, hal
ini merupakan kebanggaanku seumur hidup,"
Pek hoa pangcu tersenyum, katanya: "Hanya bicara saja sa mpai
lupa makan, hidangan sudah dingin, silakan ma kan-"
Baru dua cangkir arak masuk perut, muka Ling Kun-gi lantas
merah seperti kepiting rebus, celakanya So-yok selalu a mbilkan
hidangan terus main dorong kepiringnya, ditolak tidak bisa, diterima
akhirnya perutnya kekenyangan. Perjamuan ini untuk merayakan
kesuksesan Ling Kun-gi, tapi lantaran yang dijamu tidak panda i
minum arak sehingga makan minum berjalan kurang semarak, Pek
hoa pangcu dan Giok-lan bersikap pasif pula karena tingkah So-yok
yang ber-muka2. Ha mpir setiap masakan yang dihidangkan sedikit
atau banyak masuk ke perut Kun-gi, untung perja muan ini berakhir
juga , Kun-gi merasa seperti lepas dari hukuman, buru2 dia berdiri.
Pek hoa pangcu mengiringinya ke mbali ke ruang tamu.
Baru saja Kun-gi menghabiskan teh panas yang disuguhkan, Soyok lantas berkata sambil berdiri "Toaci, hari sudah siang, kiranya
Ling-kongcu harus berangkat."
"Mungkin Thay-siang akan menguji Ling kongcu me mbuat obat
itu, Ji-moay sudah bawa obatnya belum?" tanya Pek hoa pangcu.
"Sa m-moay sudah menyiapkan untukku," sahut So-yok tertawa.
"Baiklah, bolehlah kau bawa Ling kongcu dan segera berangkat,
supaya Thay-siang tidak terlalu la ma menunggu."
So-yok mengia kan, dia menoleh dan berpesan kepada si melati:
"Bak-ni, lekas kau beritahu supaya perahu disiapkan-" Si me lati
mengiakan terus berlari pergi.
So-yok berdiri, katanya: "Ling kongcu, hayo berangkat" Sembari
bicara dia me ngenakan mantel terus beranjak ke luar.
Kun-gi me mberi hormat kepada Pek hoa pangcu serta Giok lan
dan mohon diri. Mereka mengantar sa mpai di depan pintu.
Sepasang mata Pek hoa pangcu sejeli mata burung hong
menatap Kun-gi, katanya: "Ka mi tidak mengantar lebih jauh."
Beradu pandang seketika terasa oleh Kun-gi sorot matanya
mengandung kasih mesra nan penuh arti, diam2 terkesiap hatinya,
berkumandang pula suara Pek hoa pangcu selirih bunyi nya muk di
tepi telinganya: "Dihadapan Thay-siang kau harus berlaku hati2,
setiap pertanyaan harus kau jawab dengan baik, kalau dia tida k
tanya, jangan banyak bicara."
Segera Kun-gi balas menjawab dengan ilmu gelombang suara:
"cayhe tahu." Lalu cepat2 dia megikuti langkah So-yok.
Perahu yang disiapkan ternyata kecil saja, di tengahnya beratap
jerami, bentuknya bulat panjang, di kedua ujung perahu masing2
duduk seorang perempuan setengah umur berperawakan kekar
kuat, So-yok melompat turun lebih dulu terus menyelinap masuk
dan duduk, terpaksa Kun-gi ikut melompat turun, tapi dia berdiri
saja, karena ruang perahu sempit, hanya cukup untuk dua orang
bersimpuh berhadapan, di kanan kiri terdapat sebuah meja kecil
rendah di mana ditaruh cangkir minuman, jadi tiada barang perabot
lainnya, laki-pere mpuan duduk dekat berhadapan rasanya kurang
leluasa, tapi setelah berada di atas perahu tak mungkin dia duduk. .
. Apa boleh buat, akhirnya dia menyelinap masuk dan duduknya
sedikit mundur di atas kasuran berhadapan dengan So-yok. dengan
menyengir dia berkata: "Perahu ini terlalu kecil.".
"Perahu ini me mang khusus ka mi buat secara istimewa, kalau
badan perahu lebih besar sedikit t idak a kan bisa masuk."
Perempuan di buritan segera angkat galah, ia menarik tali kerai
bambu yang bentuknya bundar segera bergerak menutup tempat
duduk So-yok dan Kun-gi. Keruan keadaan menjadi gelap. untung
Lwekang Kun-gi. cukup tinggi, dia masih bisa melihat jelas keadaan
sekitarnya. Tak la ma ke mudian So-yok me nyalakan lentera yang
terletak di sa mping atas.
Terasa oleh Kun-gi perahu mula i bergerak. pengayuh bekerja
menerbitkan gemercik air. Dia m2 Kun-gi me mbatin: "Kiranya tutup
ini sengaja dipasang supaya aku tidak dapat melihat pe mandangan
di luar" Setelah api menyala, So-yok tersenyum, kata-nya: "Tentunya
Ling-kongcu merasa heran kenapa perahu ditutup begini rapat?"
"Mungkin daerah rahasia yang penting artinya, orang luar
dilarang me lihat keadaan di sini," kata Kun-gi..
"Bukan begitu, perahu ini khusus dibuat-untuk Thay-siang
seorang saja. Beliau tidak ingin dilihat orang, apalagi diketahui
tempat tinggalnya. Dalam Pang kita kecuali aku, Toaci dan Sa mmoay tiada orang lain yang tahu tempat be liau berse mayam, kau
adalah orang luar satu2nya yang melanggar kebiasaan Thay-siang,
ini menandakan betapa besar perhatian Thay-siang kepada mu."
"Sungguh cayhe amat bangga dan senang hati."
"Maukah kau tinggal di tempat kita ini untuk sela manya?" tanya
So-yok menatap Kun-gi lekat2..
Berdetak jantung Kun-gi, katanya tawar: "Anggota Pang kalian
semua pere mpuan, boleh cayhe tinggal di sini?"
"Asal kau manggut, aku akan bicara dengan Thay siang, dalam
Pang kitakan juga ada laki2 lain-"
"Merekakan Hou-hoat-su-cia."
"Jangan kau pandang enteng para Hou-hoat-su-cia itu, di antara
mereka t idak sedikit murid perguruan terna ma, ilmu silatnya tinggi,
kalau Ling-kongcu mau tinggal di sini, kau tidak akan dijadi-kan
Hou-hoat-su-cia"
Sengaja Kun-gi, bertanya: "Hu-pangcu hendak me mberi jabatan
apa kepada cayhe.?"
Merah muka So-yok, katanya menunduk malu. "Dinilai dari ilmu
silat mu, masakah kau boleh diberi kedudukan rendah", Sekarang
kau tidak perlu tanya, soal ini akan kurundingkan dengan Thaysiang" "Masakah Hu-pangcu tida k bisa me mperkira kan supaya cayhe
bisa me mpertimbangkannya?" Se makin merah wajah So-yok.
suaranya lirih:
"Bagaimana maksuk hatiku pada mu, me mangnya tidak terasa
olehmu" Kalau tida k buat apa kubawa kau menghadap Thay-siang?"
cukup je las dan ga mblang kata2nya.
Tanpa terasa tergunang juga hati Kun-gi, laki pere mpuan duduk
berhadapan dan me mbuka isi hatinya lagi seCara blak2an, lalu
bagaimana dia harus menanggapi" Terpaksa Kun-gi berkata
sekenanya: "Hu-pangcu bermaksud baik, me mbimbingku, setulus
hati kunyatakan terima kasih, soalnya beberapa temanku berada di
tangan Hek liong-hwe, setelah kuketahui mereka terjeblos di sarang
iblis, betapapun aku harus berusaha menolong mereka, karena itu
sukar untukku tinggal dala m Pang ka lian-"
"Menurut Thay-siang, Hek liong-hwe merajalela me lakukan
kejahatan, kelak pasti mendatangkan petaka di Kangouw, sudah
la ma kita berma ksud menumpasnya, cuma mereka me miliki getah
beracun yang tiada obatnya sehingga soal ini tertunda sampai
sekarang, kini setelah obat penawar getah telah kau buat, mungkin
Thay-siang akan pimpin sendiri gerakan besar2an untuk
mengge mpur He k liong-hwe, itu berarti kawanmu juga a kan
tertolong pula."
Tengah bicara gemercik air tiba2 se makin keras, Kun-gi dapat
me mbedakan suara gemercik air ini me mbawa pusaran yang keras
dan berdaya sedot yang kuat, kalau tidak salah perahu kini tengah
me masuki suatu gua yang dala m dan luas.
Terasakan pula laju perahu tiba2 menjadi la mbat, kalau tadi
perahu bergerak melawan arus sehingga menimbulkan guncangan
cukup keras, tapi laju perahu sekarang mesti la mbat namun kira2
tiga puluhan tombak ke mudian lantas pelahan dan Akhirnya
berhenti. Tak tertahan Kun-gi bertanya: "Apakah sudah sa mpa i?"
So-yok cekikikan, katanya: "Kupingmu tajam juga ."
"Kurasa perahu sudah berhenti."
"Krek." tiba2 kerai ba mbu yang rapat itu tersingkap. Tapi
keadaan sekeliling gelap. tak terlihat bintang2 di langit, kiranya
perahu berlabuh di bawah dinding batu yang terjal gelap.
So-yok mendahului berdiri, katanya: "Letak puncak tebing di atas
cukup tinggi, biarlah ku lompat naik dulu, kau boleh me nyusul."
Sekali tutul kaki, dengan enteng tubuhnya lantas melejit ke atas,
hanya sekali berkelebat lantas tak kelihatan- Kejap lain terdengar
suara So-yok berseru di atas batu: "Ling-kongcu, boleh kau lompat
ke mari, tapi hati2, batu ini berlumut dan sangat licin-" Lalu
terdengar suara percikan api.
Mata Kun-gi dapat melihat di tempat gelap. tanpa sinar api iapun
bisa me lihat cukup jelas keadaan sekelilingnya, segera dia
menjawab: "Ya, cayhe segera naik," iapun tiru gerakan orang, ujung kaki menutul papan perahu, tubuhnya terus mela mbung ke atas.
Karena tidak ingin pa mer kepanda ian di depan So-yok, kira2
setombak lebih badannya melejit ke atas ia terus meluncur turun ke
samping So-yok,
Buru2 So-yok ulur tangan pegang lengannya, katanya: "Berdiri ke
sini sedikit, batu sebelah pinggir berlumut dan licin-" Karena tarikan
ini badan mere ka ha mpir berhimpitan. Lekas So-yok menunduk dan
meniup pada m obor, seketika keadaan gelap gulita pula.
Dala m kegelapan So-yok berkata pula: "Disini sebenarnya
dilarang menyalakan api, demi kesela matanmu barusan aku
me langgar larangan untuk selanjutnya kau harus menggre met di
tempat gelap." Tanpa tunggu Kun-gi bersuara cepat ia
mena mbahkan: "Tak usah kuatir, jalanan di sini aku sangat apal,
asal kau gandeng tanganku, pasti takkan terjatuh dari ketinggalan-"
Jari tangan yang halus segera menarik Kun-gi, katanya manis:
"Hayo, kita ke atas, hati2 lima langkah lagi ke atas adalah lorong
sempit yang harus dilewati dengan badan miring, jangan sampa i
kepala mu kebentur benjut."
Kun-gi t idak ingin orang tahu dirinya dapat melihat di te mpat
gelap. maka ia biarkan saja dirinya ditarik dan digandeng. Apa yang
dikatakan So-yok me mang tidak sa lah, di depan hanya sebuah
lorong sempit, hanya cukup untuk tubuh seorang, kaki terasa
menginjak tanah berbatu yang naik turun tidak rata.
Walau So-yok sudah apal tempat ini juga ja lan menggre met
hati2, kembali dia bertanya: "Ling kongcu, di rumah masih adakah
sanak saudaramu?"
"Keluargaku hanya ibu dan a ku saja," sahut Kun-gi.
Bersinar mata So-yok di te mpat gelap. tanyanya: "Kau tidak
punya adik perempuan?" tiba2 dia menghentikan langkah.
"Bagaimana kalau aku menjadi adikmu?" Badannya yang padat dan
montok tiba2 me nggelendot ke dada Kun-gi.
Kun-gi tahu, nona ini bertabiat buruk. ale man, keras kepala dan
suka menang, Pek-hoa-pangcupun suka mengalah padanya, kalau
dirinya sampa i me mbuatnya marah, bukankah usaha dan
rencananya bakal gagal total" Maka tanpa pikir tangannya segera
me mapah badan orang, katanya: "Hu-pangcu suci dan berbudi
luhur, laksana berbadan e mas, mana cayhe berani terima?"
Menggeliat pinggang So-yok yang ramping, katanya aleman: "Ah,
kau kira aku tidak setimpal" Jelas kau me mandang rendah aku."
"Mana cayhe berani pandang rendah dirimu?".
So-yok mendongak, katanya, "Kami ada banyak saudara
perempuan di sini, tapi tiada punya toako, mungkin ada jodoh, sejak
pertama kali melihat mu se-olah2 kau sudah menjadi Toa koku,
bagaimana jika betul kau me njadi, Toakoku?"
"Sungguh, cayhe tidak berani terima."
"Mau tidak mau aku tetap anggap kau sebagai Toa ko," omel Soyok seperti anak kecil merengek minta permen, Kedua bola matanya
terpentang lebar, walau dalam gelap dia tidak me lihat wajah Kun-gi,
tapi badannya yang halus padat menempel badan Kun-gi, kepala
mendangak dengan ma lu2 dan merdu dia me manggil: "Toako."
Kecuali tabiatnya yang jelek. perawakan So-yok boleh masuk
hitungan, apalagi cantik menggiurkan, suara panggilannya berdaya
tarik menggetar sukma, seketika hati Kun-gi terguncang, tanpa
sadar dia me meluk pinggang So-yok yang ra mping dengan erat.
So-yok bersuara lirih terus merebahkan badannya ke dalam
pelukan Kun-gi serasa lunglai otot tulang tubuhnya, maklumlah dia
masih perawan ting-ting, tumbuh dewasa di kalangan wanita yang
tidak pernah bergaul dengan le laki, apalagi disentuh dan dipeluk
begini rupa, keruan hatinya berdebur seperti gelombang sa mudara
me mukul pantai, seperti anak ka mbing yang kaget, takut dan jina k
pula, badannya rada gemetar.
Kun-gi juga pe muda yang baru menanjak dewasa, jiwa laki2nya
baru mekar pula begitu dia peluk So-yok, badannya seketika
bergetar seperti kena aliran listrik, jantung seperti hendak copt,
tiba2 pikirannya tersentak sadar dan cepat2 melepaskan
pelukannya. Walau ditempat gelap. tapi Kun-gi sendiri merasakan mukanya
panas, katanya tergagap: "cayhe pantas mati, berani kurang ajar,
terhadap Hu-pangcu, harap . . . ."
Cepat So-yok mendekap mulut anak muda itu, katanya lirih: "Tak
usah menyalahkan diri sendiri, aku tidak menyalahkan kau, karena
aku sudah anggap kau sebagai Toakoku"
"Bisa punya adik seperti kau, sungguh a mat beruntung dan
berbesar hati, cuma. . . "
"Tida k usah pakai alasan, kau mau terima aku sebagai adikmu?"
Apa boleh buat, terpaksa Kun-gi berkata: "Baiklah, kupanggil kau
adik." "Nah kan begitu, Toa ko yang baik."
Muka Kun-gi masih terasa panas, lekas dia mendesak: "Hayolah
kita melanjutkan perjalanan."
"Biar tetap kugandang tanganmu, setelah lewat lorong sempit ini
baru jalan agak datar"
Cukup panjang juga lorong sempit ini, kalau badan sedikit ge muk
takkan bisa lewat lorong se mpit ini. Dinding batupun tida k rata, ada
yang runcing, kurang hati2 sedikit pakaian biaa tercantol sobek.
Begitulah mereka menggeremet miring ke depan. Kira2 semasakan
air baru mereka keluar dari lorong se mpit ini: Di luar tanah me mang
datar dan lapang, mereka berada di dala m gua ala m yang besar,
tapi tetap gelap dan lembab, sayup2 terdengar suara tetesan air
dari langit2 gua.
Dia m2 Kun-gi heran, pikirnya: "Thay-siang-pangcu dari Pek-hoapang kenapa malah bertempat t inggal di tempat seperti ini?". .
So yok tetap menggandeng tangannya terus maju ke depan
menuju dinding batu di depan. Ta mpa k dia ulur tangan mene kan
sebuah lobang kecil di atas dinding. . . Maka terdengar seorang
me mbentak tanya dari balik dinding: "Siapa?"
"Aku, So-yok" sahut So-yok. Lalu terdengar suara gemuruh,
dinding batu persegi di depan mereka tiba2 bergerak dan ta mpa k
sebuah pintu, sinar lampupun menyorot keluar, dari balik batu. Lalu
muncul seorang pere mpuan setengah umur berbadan tinggi, sorot
matanya dingin kaku, sekilas dia lirik Kun-gi, tanyanya: "Dia inikah
yang di-panggil Thay-siang?"
So-yok manggut, katanya: "Dia berna ma Ling Kun-gi." Lalu dia


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpaling, katanya pula: "Ling-kongcu, mari kuperkenalkan inilah
Ciok-lolo."
Lekas Kun-gi menjura, katanya: "cayhe menyampaikan hormat
kepada Ciok-lolo."
Tidak na mpa k secercah senyum pada wajah keriput Ciok-lolo
atau nenek ciok: "Tida k usah sungkan, le kas ka lian naik ke atas."
So yok aturkan terima kasih dan ajak Kun-gi masuk. Kini mere ka
berada di sebuah kamar batu berbentuk lonjong persegi, di depan
ada undakan batu, di sebelah kiri ada sebuah pintu, agak-nya di
sanalah ka mar tidur Ciok-lolo.
Dari atas dinding So-yok menurunkan sebuah la mpion, setelah
menyulutnya dia berkata tertawa: "Ling-kongcu, ikutilah aku." Dia
mendahului naik ke undakan batu. Undakan batu Cukup lebar, ia
menenteng la mpion, ma ka tidak perlu bergandeng tangan lagi.
Undakan batu ini me lingkar naik ke atas, langkah mereka
dipercepat, setiba di ujung undakan ke mbali mereka dia dang
dinding batu. Dia m2 Kun-gi menghitung sedikitnya dia sudah na ik lima-ena m
ratus undakan-Di depan dinding So-yok menekan dua kali,
terdengar suara berkeriat-keriut, muncul sebuah pintu di dinding itu,
pandengan mereka menjadi silau oleh benderangnya sinar matahari.
So yok tiup pada m la mpion dan menggantung di atas dinding,
lalu katanya: "Sila kan Toa ko."
Kun-gi tidak rikuh2 lagi, segera dia melangkah ke luar, terasa
angin menghe mbus se milir, semangat seketika terbangkit. So-yok
mengintil di be lakangnya, setelah berada di luar, dia mene kan
dinding dua kali pula, pintu batu pelan2 menutup sendiri.
Di luar pintu batu ini letaknya di sebuah paseban di la mping
gunung, paseban ini besar dan megah, enam sakanya berwarna
merah cukup sepelukan satu orang. Bunga bertaburan di segala
pelosok me menuhi lereng yang terbentang luas, anehnya bunga
yang tak diketahui namanya ini beraneka maca m jenis dan
warnanya, Semuanya, mekar Se merbak. Tepat di tengah paseban
ini di-pasang sebuah panggung batu kecil bulat ha lus mengkilap
menyerupai meja bundar dike lilingi kursi bundar yang berbentuk
men erupai gendang, se muanya terbuat dari batu gunung..
Setelah pintu merapat, tampak di pagan batu yang besar itu,
setinggi setombak berukir e mpat. huruf yang berbunyi "Pek-hoathing-kip". "Te mpat apakah ini" " seru Kun-gi heran.
"Inilah Pek-hoa-kok (le mbah seratus bunga)," sahut So-yok.
"Hayolah, setelah me mbe lok ke la mping gunung sana, kau dilarang
buka suara lagi." La lu dia mendahului jalan me nyusuri jalanan yang
dilandasi pagar batu.
Sambil mengikuti langkah orang Kun-gi ber-tanya: "Kenapa" "
"Thay-si Kisah Pendekar Bongkok 8 Anak Berandalan Karya Khu Lung Pendekar Gelandangan 7

Cari Blog Ini