Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 6
Hampir saja Pui Ji-ping yang sembunyi di utas batu menjerit lagi
me lihat adegan yang aneh ini. Suara le mbut bagai bunyi nya muk
mengiang pula dipinggir kupingnya "Siau-s icu harus tahan sabar,
jangan gegabah"
Mencelos hati Ji-ping, terpaksa dia tekan perasaannya, dengan
cemas dia awasi kawanan jubah hita m itu menggusur pa mannya
pergi, waktu dia menoleh, dilihatnya setombak di belakangnya
berdiri seorang Hwesio tua kurus, sorot matanya berkilauan sedang
mengawasi dirinya dengan tersenyum.
Tahu berhadapan dengan tokoh kosen, lekas Ji-ping mene kuk
lutut me mberi hormat, katanya: "Losuhu, lekas tolong pa manku"
Karena gelisah ia lupa dirinya sedang menyaru la ki2, cara me mberi
hormat seperti ana k gadis lazimnya.
Hwesio tua kurus pendek lekas merangkap kedua tangan,
katanya heran: "Sicu kiranya seorang nona, jadi yang ditawan Hianih-lo-sat tadi ada lah pa manmu?"
Merah muka Ji-ping, diam2 ia sesali kecerobohan sendiri, katanya
mengangguk: "Ya, dia pa manku, apakah pere mpuan dala m tandu
itu yang Losuhu maksudkan berna ma Hian-ih-lo-sat" Jadi orang2 itu
ada hubungannya dengan Cin-Cu-ling?"
"Lolap juga be lum tahu asal-usul mereka," kata Hwesio tua itu,
"cuma menurut apa yang kuketahui, Hian ih-lo-sat ini a mat lihay,
orang2 yang terjatuh ke tangannya sudah cukup banyak, termasuk
Kwi-kian-jiu Tong- citya, Un It-kiu dari keluarga Un, suteku Kim Kaythay dan lain2 ....."
Ji-ping kaget, serunya: "Jadi Kim-loya cu juga tertawan oleh
perempuan siluman itu."
"Nona juga kenal Kim-sute?" tanya si Hwesio tua.
"Aku tida k kenal, Tapi Toakoku ada lah kena lan baik Kim-loyacu."
"Siapakah Toako nona?"
"Toako bernama Ling Kun-gi," sahut Ji-ping, lalu bertanya:
"Losuhu tentunya paderi sakti dari Siau-lim-si, entah siapa na ma
gelaran Taysu yang mulia?"
"Lolap Ling-san,"jawab Hwesio tua kurus, "pejabat Bun- cu- wan dari Siau-lim-si."
Biasanya hanya paderi2 dari Lo-han-tong saja yang
diperbolehkan keluar Siau-lim-s i, kini ketua Bun-cu-wan (ruangan
agama) pun terpaksa harus dikerahkan keluar, dapatlah di
simpulkan bahwa piha k siau lim me naruh perhatian besar terhadap
peristiwa Cin-Cu-ling ini.
Lekas Ji-ping menjura, katanya " Losuhu ternyata pemimpin Buncu- wan, paman sudah tertawan perempuan siluman itu, aku akan
segera pergi. "
"Tunggu sebentar nona."
"Ada petunjuk apa Losuhu?"
"Bolehkah nona
me mberitahu padaku, siapa sebenarnya pamanmu itu?"
"Tak enak kumain se mbunyi atas pertanyaan Losuhu, paman
adalah cengcu Liong-bin-san-seng Cu Bun-hoa "
Bergetar tubuh Ling san Taysu, katanya: "Kiranya cu cengcu . . .
." "Losuhu, menolong orang seperti menolong keba karan, aku
harus cepat susul mereka."
Ling-san Taysu kaget, katanya: "Hian-ih-lo-sat amat lihay,
Thong-pi-thian-ong me mbantu dia berbuat jahat, Cu-cengcupun
bukan tandingan mere ka, mana boleh nona mene mpuh bahaya
secara sia2,"
"Bukan begitu," ujar Ji-ping ce kikik geli, "aku akan sa mpaikan kabar tertawannya Toako dan Tong- cityakepada ibu angkatku."
"Siapa pula ibu angkat nona?" tanya Ling-san Taysu.
"ibu angkatku adalah Tong-lohujin dari keluarga Tong di
Sujwan." "Jadi Tong-lohujin juga datang?"
"ibu angkat sekarang berada di Pat-kong san"
"Baiklah silakan nona berangkat Lolap akan menguntit Hian-ih-losat lebih lanjut, akan kulihat di ma ma sarang komplotan orang2
ini?" Ji-ping me mbatin: "Hwesio tua ini hanya berani mengunt it secara
dia m2, agaknya iapun gentar terhadap Hian-ih-lo-sat, terpaksa aku
harus cepat2 kembali kePat-kong san minta bantuan-" Tanpa
banyak bicara lagi, cepat ia lompat turun terus cemplak kuda dan
dibedal ba lik ke arah datangnya tadi.
ooo dewi ooo Itulah hari kedua setelah Ling Kun-gi berada di Coat Sin-san-ceng
atau hari pertama mulai tugas kerjanya di Hiat-ko-cay. Pagi hari itu
setelah sarapan pagi, seorang diri dia langsung menuju ke Hiat kocay, begitu tiba, Long-gwat, si pelayan segera menyambut
kedatangannya .
Long-gwat bantu me mbuka pintu kamar kerjanya, dengan
langkah tetap Kun-gi masuk serta mengeluarkan kunci me mbuka
gembok le mari kecil, dia keluarkan segala perabot keperluan
kerjanya, ada pisau, mangkok, tatakan dan cawan2 kecil serta
peralatan lain yang sukar disebut namanya, terakhir ia keluarkan
cupu2 berisi getah beracun itu. Sementara itu Long-gwat menyeduh
teh dan disuguhkan di atas meja.
Dengan hati2 Kun gi me mbuka sumbat cupu2 lalu pelan2
menuang sedikit getah di atas sebuah tatakan, kembali dia tutup
cupu2 itu serta dike mba likan ke almari.
Duduk di kursi kerjanya, sekenanya dia ambil sebatang jarum
perak. dua kali dia celupkan ke dala m getah beracun, tampak ujung
jarum yang runcing seketika berubah menjadi hita m. kadar racun ini
ternyata keras dan hebat, lalu dia mendekatkan hidang mengendus
ujung jarum- Long-gwat berdiri di sebelahnya jadi kaget, serunya kuatir: "Awas
Cu-cengcu, racun ini a mat jahat, sedikit kena saja jiwa orang tak
dapat disela matkan."
Kun-gi tersenyum dan me mandang le kat2 pelayan itu, katanya:
"Terima kasih atas perhatian nona, Lohu hanya ingin menciumnya
apakah ada baunya?"
Merah malu Long-gwat ditatap sedemikian rupa,
katanya menunduk:"Cu-cengcu panggil Long-gwat saja,
jangan me manggilku de mikian-"
"Baiklah, Lohu akan panggil nona Long-gwat saja."
"Terinta kasih, kalau ada tugas lain ha mba di belakang, sekarang
hamba mohon diri," lalu dia dia beranjak keluar.
Sambil tetap pegang jarum perak t iba2 Kun-gi me manggilnya:
"Nona Long-gwat, tunggu sebentar."
Long-gwat berhenti di ambang pintu, tanyanya: "Ada pesan apa
lagi Cu cengcu?"
"Lohu baru datang, tidak tahu tata tertib yang ada di sini, ingin
kutanya suatu hal padamu. Di sini ada empat kamar kerja, apakah
satu sama lain boleh sa ling berkunjung?"
Long-gwat tertawa lebar, katanya: "Kalian bere mpat adalah tamu
agung undangan cengcu kami segala keperluan sudah ka mi
sediakan, sudah tentu gerak-gerik kalian juga tida k dibatasi, tempat
ini me mang khusus untuk kerja, supaya tidak terpecah perhatian
dan dapat bekerja dengan tenteram, maka masing2 diberikan satu
kamar tersendiri, me mbagi tugas untuk sa ma2 mencapai tujuan,
satu sama lain boleh saling berunding akan pene muan masing2,
Sudah tentu boleh pula sa ling kunjung me ngunjungi"
"Baiklah, getah racun ini a mat lihay, mereka datang lebih dulu,
tentunya sudah me mperoleh sedikit bahan penyelidikan, sebelum
kerja, Lohu ingin mendengar saran dan pendapat mereka bertiga."
Setelah Long-gwat keluar, Kun-gi segera buka pintu dan keluar,
dalam hati dia m2 dia menimang2, akhirnya dia berkeputusan untuk
mengunjungi Lok-san Taysu lebih dulu, setiba didepan pintu ka mar
orang, pelan2 dia mengetuk pintu. Terdengar suara Lok-san Taysu
berkata: "Siapa" Silahan masuk"
Kun-gi menjawab dengan suara lantang: "cay-he Cu Bun-hoa,
sengaja kemari mohon petunjuk Taysu." Sembari bicara dia
mendorong pintu serta melangkah masuk.
Mendengar Cu Bun-hoa yang datang, lekas Lok-san Taysu berdiri
dari kursinya, katanya sambil merangkap kedua tangan: "Maaf Lolap
terlambat menya mbut, silahkan Cu-cengcu duduk."
Ternyata Lok-san Taysu hanya duduk2 sama-dia m saja di
kursinya, tidak me lakukan kerja apa2, perabot keperluan kerja tiada
yang dia keluarkan
Setelah menutup pintu ke mbali, Kun-gi me njura, katanya,
"Sengaja cayhe ke mari mohon petunjuk Taysu."
Lok-san Taysu rendah hati, Kun-gi dipersila kan duduk di depan
meja, iapun ke mba li ke te mpat duduknya, katanya: "Entah ada
petunjuk apa kedatangan Cu-cengcu."
"Barusan cayhe sudah periksa getah beracun dari Sam-goan-hwe
itu, kukira kecua li a mat beracun, sukar diraba sebetulnya barang
beracun dari jenis apa" Taysu paham soal obat2an, selama ini juga
selalumengadakan penyelidikan,apakah sudah berhasil
menyela minya?"- Habis berkata lalu dengan ilmu Thoa-im-jip-bit
(ilmu mengirim gelombang suara) ia mena mbahkan: "Baga imana
pendapat Taysu tentang pribadi Cek Seng-jiang?"
Lok-san Taysu berlagak merenung sebentar, yang benar dia
termenung karena mendengar pertanyaan Ling Kun-gi terakhir itu
lalu sedikit mengangguk ia menjawab: "Lolap juga a mat menyesal,
sejauh ini belum berhasil mene mukan terbuat dari bahan apakah
getah beracun ini, kalau cuma diselidiki sukar dibeda kan, obat2an
umumnya harus dicicipi dengan mulut dan diendus baunya baru bisa
dibedakan keasliannya. Tapi getah ini a mat beracun masuk mulut
jiwa me layang, hakikatnya sukar dirasakan, paling hanya bisa diraba
sesuai dengan sifatnya yang ganas, selama tiga bulan ini boleh
dikatakan hasil Lolap nol besar." Lalu ia mena mbahkan pula dengan
suara Thoa-im-jip-bit. "Menurut penga matan Lolap dala m persoalan
ini ada tersembunyi suatu muslihat besar"
Kun-gi manggut2, katanya: "Memang betul omongan Taysu,
getah ini merupakan hasil ca mpur aduk yang dlolah sede mikian rupa
sehingga sudah kehilangan bentuk aslinya, kalau beberapa jenis
racun yang sama sifatnya diaduk menjadi satu, maka kekuatan dan
keganasannya menjadi berlipat ganda pula, kalau tidak, tak
mungkin getah ini begini keras." Lalu ia mena mbahkan pula dengan
ilmu bisik2: "Apakah Taysu tahu mereka punya muslihat apa?"
"Siancai siancay" Lok-san Taysu bersabda. "Cu-cengcu benar2
seorang ahli, demikian juga pendapat Lolap, beruntung Cu-cengcu
hari ini datang, selanjutnya kita bisa saling bertukar pikiran. .... "
Lalu, iapun menjawab pe lahan: "Soa l ini Lolap belum bisa
mengatakan, yang terang tujuannya bukan untuk menghindarkan
petaka yang bakal menimpa kaum persilatan-"
"Usul Taysu baik sekali," kata Kun-gi rendah hati, "Taysu paham ilmu pengobatan, cayhe me mang ingin mohon petunjuk." Lalu
dengan gelombang suara dan bertanya: "Apakah Taysu juga terbius
oleh mereka wa ktu diculik ke mari?"
"Me mang sudah beberapa kali Lolap mengadakan percobaan
dengan getah racun itu, tapi tiada yang kuperoleh, entah Cu-cengcu
punya pendapat apa?" Habis kata2nya lalu dia menjawab dengan
gelombang suara: "Ya, betul."
Dengan pura2 me mbicarakan penyelidikan getah beracun, kedua
orang secara diam2 tukar keterangan dengan ilmu gelombang
suara. Kun-gi berkata lebih lanjut: "Di da la m obat mereka menca mpur
obat beracun yang membuyarkan Lwekang orang, bagaimana
Taysu?" "Hawa murni dala m tubuh Lolap tak ma mpu dihimpun, sisa
tenaga paling2 hanya satu dua bagian dari keadaan normal, sela ma
tiga bulan ini betapapun usahaku tetap tak berhasil kukumpulkan-"
"Apakah Taysu masih ma mpu mengerahkan tenaga murni?"
tanya Kun-gi. Terang sinar mata Lok-san Taysu tanyanya menatap Kun-gi
lekat2: "Ma ksud Cu-cengcu ."
Kun-gi tersenyum, ujarnya: "Taysu jangan tanya, jawablah dulu
pertanyaanku."
Terbayang rasa sangsi pada muka Lok- san Taysu, katanya:
"Sedapat mungkin Lolap masih bisa mengerahkan hawa murni."
Girang Kun-gi. katanya: "Itulah baik." Dia keluarkan Pi-tok-cu dan ditaruh ke tangan Lok-san Taysu, katanya: "Genggamlah mutiara ini
pada kedua telapak tangan Taysu, pelahan2 kerahkan hawa murni
ke telapak tangan, terus disalurkan kesekujur badan".
Betapapun Lok-san Taysu adalah orang yang cukup luas
pengetahuan dan pengala mannya dia m2 dia mengintip ke telapa k
tangan sendiri, katanya kaget dan heran, "Ini kan Le-liong-pi-tok-cu,
mut iara yang dapat menawarkan segala racun."
"Lekas Taysu merangkap tangan dan kerahkan tenaga,
lenyapkan dulu kadar racun yang mengera m da la m tubuh Taysu."
Sampa i di sini percakapan mereka me nggunakan Thoan-im-jip
bit. Lok-san Taysu sedikit mengangguk. lalu berkata: "Harap Cucengcu duduk sebentar, belakangan ini Lolap sering merasa letih,
sewaktu2 harus bersamadi, harap jangan berkecil hati." Segera Loksan merangkap kedua telapak tangan di depan dada, pelan2
matapun terpeja m.
Kun-gi duduk di hadapannya, iapun dia m saja menunggu dengan
sabar, kira2 satu jam barulah didengarnya Lok-san Taysu menarik
napas panjang, mendadak matapun terbuka.
Begitu orang me mbuka mata, sinar matanya seketika tampak
mencorong terang dan kuat, jelas racun yang menggangu
Lwekangnya telah tercuci bersih, dalam hati dia m2 Kun-gi
bergirang, tanyanya: "Sudah agak ba ik Taysu"
Pelan2 Lok-san Taysu berdiri, katanya sambil tetap merangkap
kedua tangan: "Bikin repot Cu-cengcu menunggu la ma, kini Lolap
sudah segar ke mbali."
Sembari me mberi hormat, lekas dia angsurkan Pi tok cu pada
Ling Kun-gi, lalu berkata dengan ge lombang suara: "Terima kasih
atas bantuan Cu-cengcu, berkat kasiat Pi-tok cu, kadar racun dalam
tubuh Lolap sudah tersapu bersih, tapi karena cukup la ma Lwe kang
buyar, mungkin dala m dua-tiga hari ini baru bisa pulih seperti
sediakala."
Kun-gi terima mutiara yang dikembalikan, iapun berkata dengan
gelombang suara:
"Ku hatur-kan sela mat kepada Taysu."
"Budi dan bantuan cengcu me nyembuhkan racun yang
me mbuyarkan Lwe kangku ini takkan terlupakan sela ma hidupku,
entah apa pula rencana Cu-cengcu se lanjutnya?"
"Dala m tahap permulaan ini, rencana sih belum ada, lebih baik
kita bekerja me lihat perke mbangan selanjutnya saja".
Lok-san Taysu manggut2, katanya: "Betul ucapan Cu-cengcu,
menurut penyelidikan dan pengawasan Lolap sela ma t iga bulan ini,
Cek Seng-jiang adalah ma nusia cerdik yang licik dan licin, banyak
akal muslihatnya, terang dia bukan biang-keladi da la m peristiwa ini,
umpa ma betul ada muslihat, sekarang masih sukar dijajaki sa mpa i
di mana tujuan mereka yang sebenarnya, terutama kalau di
belakang layar peristiwa ini ada orang la in yang mengenda likan."
Berpikir sejenak. lalu Kun-gi berkata: "Bagaimana pendapat
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Taysu tentang Tong Thian-jong dan Un It-hong?"
"Sela ma tiga bulan berkumpul dengan mere ka, pengalaman
merekapun sa ma seperti kita, walau Cek Seng-jiang ada maksud
merangkul mereka, segala keperluan mereka dilayani serba
berlebihan, tapi selama ini mereka tak pernah bertekuk lutut,
menurut he mat Lolap. boleh Cu-cengcu secara diam2 bantu mereka
me lenyapkan kadar racun di tubuh mereka, dengan gabungan
kekuatan kita berempat mungkin lebih gampang menyelidiki tujuan
mereka yang sebenarnya menculik kita ke mari dan dari mana asal
mula getah beracun ini."
"Pendapat Taysu me mang tepat, cayhe akan bekerja menurut
keadaan," kata Kun-gi. Untuk menjaga percakapan mereka tida k
didengar orang ma ka mereka pura2 bicara pula tentang
penyelidikan getah beracun itu, berselang agak lama baru Kun-gi
pamitan- Kembali ke ka mar kerjanya, sengaja dia mencelup ujung jarum
ke dalam getah beracun, lalu di-a mat2i serta berpikir sambil
mengerut kening.
Betul juga belum la ma dia ke mbali ke ka mar, secara diam2 Longgwat sudah menarik pintu terus menyelinap masuk. dengan senyum
manis dia me mberi hormat, katanya: "Cu-cengcu tentu sudah letih,
santapan siang sudah kuantar ke mari, silakan ma kan dulu."
Dengan hati2 Kun-gi letakkan jarum perak serta getah beracun di
atas tatakan, lalu disimpan ke dala m le mari serta dikunci. Waktu dia
me masuki ka mar ma kan, hidangan me mang sudah di-persiapkan,
Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un it-hong sudah datang lebih
dulu dan sedang menunggu kehadirannya.
Ling Kun-gi, Tong Thian-jong dan Un It- hiong sa ma doyan arak
dan melalap hidangan yang tersedia dengan lahapnya, hanya Lok
san Taysu yang ciajay (makan vegetarian) dan cuma minum teh,
tapi mereka bicara amat cocok dan tak habis2 bahan yang mereka
bicarakan- Habis makan mereka duduk pula sebentar di ka mar
samping, lalu ke mba li ke ka mar kerja masing2 melanjut kan tugas
mereka. Lewat lohor, Kun-gi istirahat sebentar, lalu keluar berkunjung ke
kamar kerja Tong Thian-jong.
Kontak pembicaraan mereka sudah tentu seperti pembicaraan
Kun-gi dengan Lok-san Taysu. cuma ka li ini Kun-gi perlihatkan
pedang pendak pemberian Tong-lohujin serta menjelaskan asal usul
sendiri secara ringkas, cara bagaimana dia menyamar cia m-Liong Cu
Bun-hoa untuk menyelundup ke sarang musuh ini. Akhirnya dia
keluarkan Pi-tok-cu, sehingga racun yang mengganggu di tubuh
Tong Thian-jong pun berhasil dicuci bersih.
Hari kedua pada waktu yang sama, dengan cara yang sama dia
berkunjung ke tempat Un It-hong serta melenyapkan racun di
tubuhnya juga. Langkah perta ma ini dia telah berhasil dengan ba ik, sudah tentu
tetap di luar tahu Ling-hong dan Long-gwat, kedua pelayan yang
selalu mengawasi gerak-gerik mereka setiap hari, apa yang mereka
lihat dan perke mbangan apa yang terjadi pasti dilaporkan kepada
sang cengcu alias Cek Seng-jiang.
Dan Cek Seng jiang justeru menaruh curiga, ma klumlah cia mliong Cu Bun-hoa seorang tokoh kosen, namanya juga beken,
setelah diundang kemari dengan cara penculikan, meski dilayani
sebagai tamu agung terhormat betapapun di tempat ini dia akan
selalu kehilangan kebebasan, tak mungkin sede mikian getol dan
besar perhatiannya terhadap getah beracun serta berusaha
mene mukan obat penawarnya. oleh karena itu dia perintahkan
kepada Ling-hong dan Long-gwat yang ada di Hiat-ko-cay, serta
Hing- hoa yang ada di ka mar obat, serta ing-jun yang ada di kamar
Cu Bun-hoa, untuk lebih me mperketat pengawasan terhadap cu Bun
- hoa. Disa mping dia suruh anak angkatnya Dian Tiong-pit bertanggung
jawab untuk me mperkuat penjagaan dan pengintipan, setiap saat
harus selalu me ngawasi gerak-gerik kee mpat "ta mu agung" itu.
Sudah tiga hari Ling Kun-gi me lakukan tugas kerja di Hiat-ko-cay.
selama tiga hari ini dia sibuk, botol2 besar kecil sama berserakan di
atas meja kerjanya, ada puyer, ada cairan obat, ada pula dedaunan,
maka ka mar kerjanya itu diliputi bau obat yang tebal.
Sudah tentu Cek Seng-jiang tidak percaya begitu saja bahwa dia
betul sedang menyelidiki obat penawar, dia berpendapat gairah
kerjanya itu justeru sedang berdaya untuk mene mukan obat
penawar Lwekang yang ada ditubuhnya. Untuk soal ini dia tida k
perlu kuatir, karena di dalam ka mar obat itu hakikatnya tiada
satupun bahan obat yang tulen untuk mera mu obat penawar racun
yang membuyarkan Lwekang mereka. Terutama "tamu" yang telah
berada di Coat Sin-san-ceng, tumbuh sayappun jangan harap bisa
terbang keluar.
Tengah hari ketiga, setelah makan siang, seorang diri Kun-gi
beranjak ke ka mar kerja sendiri, perasaannya terasa berat seperti
dibebani apa-apa. Karena selama tiga hari ini, setelah berlangsung
pembicaraan dengan Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un Ithong, walau dia sudah punahkan racun di badan mere ka, namun
persoalan pelik yang mere ka hadapi dan sukar diatasi masih bertumpuk2. Umpa manya: "Kenapa Cek Seng-jiang bersusah payah dengan
berbagai muslihat mengundang mereka kemari" Sudah tentu soal
getah beracun ciptaan Sam-goan hwe yang diceritakan itu tak boleh
dipercaya, kalau tidak mau dikatakan hanya bualan belaka, tapi dari
mana sebetulnya getah beracun itu" Kenapa dia ingin cepat2
me mperoleh obat penawarnya"
Lok-san Taysu berpendapat, Cek Seng-jiang adalah orang yang
diberi tugas me ngepalai Coat Sin-san-ceng dan minta mereka
berdaya mene mukan obat penawarnya, di belakang tabir semua
persoalan ini tentu masih ada biang ke ladinya. Lalu siapa orang
yang ada dibalik tabir" Apa pula tujuannya"
Waktu datang jelas terlihat dirinya berada di depan sebuah
perkampangan di kaki bukit, kenapa kenyataan Coat Sin-san-ceng
sekarang dikelilingi air, di luar lingkaran air dipagari gunung pula"
Umpa ma mereka tumbuh sayap juga jangan harap bisa terbang
pergi. Sudah tentu persoalan yang paling penting adalah getah beracun
itu, menurut Tong Thian jong dan Un It-hong yang ahli di bidang
racun, getah yang amat keras kadar racunnya ini sungguh sulit
untuk meramu obat penawarnya. Walau komplotan ini me mpunyai
getah beracun yang begini lihay, tapi selama obat penawarnya
belum diperoleh, mereka masih jeri dan ragu2 untuk bergerak. tapi
betapapun hal ini cukup prihatin dan besar bahayanya. Seumpa ma
seperti apa yang dikatakan Cek Seng Jiang, mereka bertindak
terhadap golongan hita m atau a liran putih dari kaum persilatan,
maka petaka yang akan menimpa setiap insan persilatan sungguh
sukar dibayangkanDuduk di bela kang meja kerjanya, pikiran Ling Kun-gi sema kin
butek. semakin dia pikir terasa persoalan semakin ruwet dan sukar
diraba. Mendadak terpikir olehnya, segala persoalan yang dihadapinya
me lulu menyangkut getah beracun ini, se mua persoalan timbul juga
karena getah beracun ini, kalau obat penawarnya bisa dite mukan,
segala persoalan dengan sendirinya tiada lagi. Mengingat obat
penawar, seketika dia teringat pada Pi-tok-cu di dala m kantongnya.
Pi-tok-cu dapat menawarkan segala maca m racun di jagat ini, sudah
tentu bisa pula menawarkan kadar racun getah itu. Segera dia
merogoh keluar mutiaranya. dengan hati2 dan pelan2 dia tutulkan
mut iaranya ke atas getah yang dia taruh di tatakan- Sungguh tak
terduga hanya sedikit menutul saja, mendadak terdengar suara
"ces" yang cukup keras dipermukaan tatakan, bunyi seperti lembar
besi yang me mbara tiba2 di masukkan ke dala m air, getah beracun
yang ada di tatakan seketika mengepulkan asap kuning yang tebal.
Keruan kaget Kun-gi bukan main, le kas dia periksa Pi-tok-cu di
tangannya, untung tidak kurang suatu apa2.
Pada saat itulah, didengarnya pintu ka mar kerjanya terbuka,
Long-gwat, pelayannya secara diam2 me langkah masuk me mbawa
poci berisi air teh. Untung Kun-gi cukup ce katan, lekas dia
sembunyikan mut iara ke da la m bajunya.
Sudah tentu Long-gwat sempat melihat asap kuning yang
menguap dari tatakan, matanya mengerling Kun-gi, katanya
tertawa: "Kenapa Cu-cengcu tidak istirahat sebentar" Sibuk kerja
terus." Kun-gi angkat kepala sambil berkata tertawa: "Saking iseng,
Lohu coba2 pakai beberapa macam obat ini untuk me ncoba kadar
racunnya."
"Se mangat kerja cu cengcu me mang menyala2 . . . . " sembari
bicara dia maju mende kati meja, baru saja dia mau menuang
secangkir teh untuk Kun-gi. Mendadak ia menjerit tertahan, cang-kir
dan poci dia taruh di atas meja, serunya kegirangan: "Cu-cengcu,
kau berhasil coba lihat, getah di tatakan ini se karang berubah
menjadi air bening."
Me mang betul, setelah asap kuning lenyap dari permukaan
tatakan, getah setengah tatakan yang semula berwarna hita m
legam kini telah berubah menjadi air bening.
Karena Long-gwat tadi masuk secara mendadak. Kun-gi sibuk
menye mbunyikan mutiara, bukan saja tidak me mperhatikan
perubahan yang terjadi di dalam tatakan, malah sekenanya dia
bilang sedang mencoba dengan beberapa maca m jenis obat. Kini
setelah mendengar teriakan Long-gwat, diam2 ia mengeluh: "Wah,
terlihat oleh dia, urusan mungkin bisa runyam?" Terpaksa dia harus
bersikap kejut2 girang. segera ia pura2 periksa a ir bening di dala m
tatakan dengan seksama, akhirnya ia bergela k tertawa.
Dengan tertawa senang Long-gwat memberi hormat kepada Kungi, katanya: "Selamat cu-ceng-cu pasti akan berhasil mene mukan
obat penawarnya."
Tiba2 berubah kaku mimik tawa Kun-gi, kedua matanyapun
jelalatan kian ke mari se mentara tangan sibuk me mba lik2 botol
diatas meja yang berserakan, dengan lagak gugup tangan yang lain
garuk2 kepa la, serunya: "celaka, barusan Lohu a mbil beberapa
maca m obat terus diaduk dan diramu jadi satu, entah obat2 mana
saja tadi yang telah kugunakan untuk menawarkan getah beracun
ini?" Long gwat tertawa, katanya: "cu-cengcu sudah berhasil
menawarkan getah beracun ini, asal dicoba lagi beberapa ka li pasti
akan berhasil dite mukan dengan mudah, ini kabar baik, sungguh
gembira, sayang cengcu kita tidak di rumah .. . ."
Tergerak hati Kun-gi, tanyanya: "Cek-cengcu pergi ke ma na?"
"Ha mba tidak tahu, semalam cengcu keluar, mungkin besok
ma la m baru pulang," lalu dia tuang secangkir teh dan berkata:
"cengcu tiada, tapi ada Kongcu yang bertanggung jawab di sini, Cucengcu berhasil menawarkan getah beracun ini, ha mba harus
segera melaporkan kabar baik ini kepada Kongcu." Habis bicara
pelayan itu terus berlari keluar.
"Nona, tunggu sebentar," cegah Kun-gi.
"Cu-cengcu ada pesan apa?" seru Long-gwat berhenti.
"Kongcu yang nona katakan, tentunya anak Cek-cengcu?"
"Dian-kongcu adalah anak angkat cengcu kita."
"Entah siapakah na ma Dian-kongcu?"
"Dian-kongcu berna ma Tiong-pit."
Ling Kun-gi manggut2, katanya sambil menge lus jenggot: "Getah
beracun ini hanya secara kebetulan dapat kupunahkan, tapi belum
bisa aku mene mukan obat2 ra muan yang mana adalah penawar
yang sebenarnya, kalau dikatakan berhasil maka baru lima puluh
persen saja, perlu kucoba pula untuk beberapa kali, oleh karena itu,
kukira hal ini belum saatnya untuk dilaporkan kepada Kongcu kalian
........" "Ha mba tahu, tapi kalau hal ini tidak kulaporkan, bisa jadi
kepalaku a kan dipenggal?" habis berkata buru2 dia berlari pergi.
Kun-gi jadi menjublek di te mpatnya, pada saat dia ragu2 dan
merancang sikap apa yang harus dia la kukan untuk menghadapi
perkembangan selanjutnya, tampak daun pintu terdorong, Linghong tampak berlari masuk sa mbil berseri senang, katanya sambil
me mberi hormat: "Konon Cu-cengcu berhasil menawarkan getah
beracun, buru2 hamba ke mari menyampa ikan sela mat kepada Cucengcu." Kun-gi bergelak tertawa, katanya: "Terima kasih nona, Lohu
hanya mene mukan obat penawarnya secara kebetulan."
"Itupun berkat usaha Cu-cengcu. Konon getah beracun ini tiada
obat penawarnya di dunia ini, kini kenyataan Cu-cengcu berhasil
menawarkannya," de mikian Ling-hong.
"Ah, masih terlalu pagi untuk dikatakan berhasil," ujar Kun-gi.
Tengah bicara, tampak Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un
It-hong yang mendengar kabar itu serempak juga masuk ke
kamarnya. Lekas Ling-hong mengundurkan diri.
"omitohud" Lok-san Taysu bersabda, "Lolap dengar Cu-cengcu
berhasil menawarkan getah beracun itu, sungguh menyenangkan
dan harus diberi sela mat" Habis berkata lalu dengan Thoan-im-jipbit dia bertanya: "Apa yang telah terjadi?"
Untuk me mberi kesempatan Lok-san Taysu bicara dengan Kun-gi,
sengaja Tong Thian-jong tertawa keras, katanya: "Cu-heng me mang
lihay, tiga bulan kami bersusah payah tanpa berhasil, hanya tiga
hari Cu-heng datang lantas berhasil me munahkan getah beracun
ini." "Ah, mana, mana?" ujar Kun-gi merendah hati, lalu dia jelaskan
kejadian tadi. Un It-hong lantas menyambung "Dala m wa ktu singkat ini pasti
Cu-heng bisa mera mu obat penawar yang lebih se mpurna lagi"
Berkerut alis Lok-san Taysu, sejenak dia merenung, katanya
dengan mengirim gelombang suara: "Bahwa Pi-tok-cu dapat
me munahkan getah beracun me mang satu hal yang patut dibuat
girang, selanjutnya getah beracun ini tidak perlu ditakuti lagi, tapi
hal ini sudah telanjur terjadi, Cek Seng-jiang pasti akan
mendesakmu agar selekasnya meramu obat penawarnya yang asli,
sementara waktu mungkin kau bisa berpura2, kalau sa mpa i berlarut2 la ma mungkin mere ka akan curiga."
"Biarlah kita bekerja melihat gelagat saja," sahut Kun-gi, "yang penting, sekarang kita harus selekasnya mene mukan muslihat dan
tujuan mereka" Siapa pula yang berada dibelakang layar
mengenda likan Cek Seng-jiang" Kalau sekaligus dapat kita bongkar
seluruhnya, sudah tentu baik se kali."
Sampa i di situ pe mbicaraan mereka, tampa k Ling-hong
me langkah datang dengan cepat, katanya me mberi hormat: "Lapor
Cu-cengcu, Kongcu ka mi tiba."
Terdengar langkah ringan dengan ter-buru2, cepat sekali Longgwat telah mendorong pintu. Tampak seorang pe muda berjubah
biru dengan gelung ra mbut berkundai e mas di atas kepala
me langkah masuk dengan bersenyum, katanya sambil menjura:
"Siautit Dian Tiong-pit me mberi sa la m hormat kepada pa man cu."
Sekarang lebih nyata bagi Kun-gi bahwa Dian Tiong-pit ini
me mang pe muda baju biru yang telah dikuntitnya sejak dari
Kayhong itu, lekas iapun me mbalas hormat, katanya: "Dian-siheng
tak perlu banyak adat."
Alis menega k. mata besar bersinar, sikap gagah dan kereng,
demikianlah keadaan Dian Tiong-pit, kini dia bersikap hormat dan
ramah, ber-turut2 ia-pun me mberi sa la m kepada Lok-san Taysu,
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tong Thian-jong dan Un It-hong, lalu berkata pula kepada Kun-gi:
"Siautit dengar katanya paman cu berhasil me munahkan getah
beracun, inilah kabar gembira, sungguh keberuntungan besar kaum
persilatan di seluruh jagat pula, sayang Gihu kebetulan keluar
rumah, sengaja Siautit kemari menyampaikan sela mat, sekaligus
mohon pa man cu da-tang ke Kia m-khe k sebetar untuk bicara."
"Khian-khek me ma ng belum pernah dikunjungi, kebetulan
sekiranya dirinya diajak kesana, lekas Ling- Kun-gi berkata: "Terima
kasih atas undangan Dian-siheng. Baiklah Lohu iringi kehendakmu."
Terunjuk rasa senang pada wajah Dian Tiong-pit, katanya: "Baik,
silahkan pa man cu"
Berkelebat rona curiga pada sorot mata Tong Thian-jong, le kas
dia berkata dengan Thoan-im-jip-bit kepada Ling Kun-gi: "Sorot
mata bocah she Dian ini agak mencurigakan, Ling-lote harus hati2."
Kun-gi me mberi hormat dan pamit sebentar kepada Lok-san Taysu bertiga terus keluar. Pada saat bicara, diam2 dia mengangguk
kepada Tong Thian-jong.
Dian Tiong-pitpun me mberi hormat dan mohon pa mit kepada
mereka bertiga, lalu berkata: "Marilah Siautit menunjukkan
jalannya." Lalu dia mendahului berjalan di muka.
Khia m-khek terletak bagian ujung barat, sekitarnya dikelingi air,
tepat di tengah2 air sana berderet tiga petak gardu yang dikelilingi
pagar kayu,jembatan batu yang menghubungkan darat dan ketiga
gardu itu berliku sembilan kali, letaknya kebetulan saling
berhadapan dengan Hiat-jo-cay di sebelah timur sana.
Di bawah iringan Dian Tiong pit, setelah melewati je mbatan batu
sembilan liku, langsung me nuju ke deretan tiga gardu di tengah a ir
sana, gardu ini ditabiri kerai ba mbu, kelihatan a mat hening dan
tenteram, Baru saja mereka t iba di depan gardu, seorang dayang
pakaian hijau segera menyingkap kerai dan me mbungkuk hormat
kepada Dian Tiong-pit, katanya: "Siancu sudah menunggu di dala m
gardu, harap Kongcu mengiringi Cu-cengcu ke dala m mene mui
beliau." Dian Tiong-pit me mba lik dan menyila kan, "Silahkan pa man cu"
"Lohu baru datang, Dian-siheng jangan sungkan, sila kan tunjuk
jalannya," ujar Kun-gi. Ter-paksa Dian Tiong-pit beranjak masuk
lebih dulu. Itulah sebuah ka mar ta mu yang kecil tapi terpajang serba
sederhana dan serasi dengan keadaan dan suasana, meja kursi
seluruhnya terbuat dari bambu kuning, pada sebuah kursi yang
terletak di sebelah atas duduk seorang nyonya muda berpakaian ala
puteri keraton, melihat Dian Tiong-pit masuk mengiringi Ling Kun-gi,
matanya me-ngerling pelan2 berdiri.
Sekali pandang, Kun-gi lantas kenal nyonya muda yang dipanggil
Siancu ini ternyata adalah Hian-ih-lo-sat.
Hal ini tidak menjadikan dia heran atau kaget, karena Hian-ih-losat me mang se komplotan dengan peristiwa Cin-Cu-ling itu.
Lekas Dian Tiong-pit maju me mberi hormat, katanya: "coh ih
(bibi coh), paman cu telah da-tang." Lalu dia berkata kepada Ling
Kun-gi: "inilah bibi coh, anggota keluarga Gihu, ayah sedang keluar,
segala urusan besar-kecil dalam Coat Sin-san-ceng ini ada bibi coh
yang mengurus dan bertanggung jawab, tadi mendapat laporan
bahwa paman cu berhasil me munahkan getah beracun, maka beliau
ingin berhadapan dengan pa man cu ma ka Siaut it diperintahkan
mengundang pa man Cu ke mari."
Pada saat Dian Tiong-pit bicara, sepasang mata Hian- ih-to sat
menatap Kun-gi lekat2 kini iapun berkata dengan tersenyum:
"Sudah la ma ku- dengar na ma besar Cu-cengcu dari Liong-bin-sanceng, hari ini dapat berhadapan dan ternyata memang tida k
bernama kosong."
Lalu dia melirik Dian Tiong-pit dan mengome l: "Dian-toasiauya,
Cu-cengcu adalah ta mu kita, lekas sila kan duduk"
Ter-sipu2 Dian Tiong-pit mengiakan, dan angkat tangan: "Silakan
duduk pa man cu"
Kun-gi me mberi hormat pada Hian-ih-lo-sat, katanya: "Kiranya
nona coh, beruntung dapat bertemu." Lalu dia duduk di hadapan
Hian-ih-lo-sat.
Dian Tiong-pit hanya berdiri saja di samping dengan sikap
hormat. Pelayan masuk menyuguhkan air teh. Kata Hian-ih-lo-sat:
"Silakan minim Cu-cengcu." La lu dia berpaling pada Dian Tiong-pit di samping: "Aku mau bicara dengan Cu-cengcu, kau boleh ke luar
saja." Dian Tiong-pit mengiakan dan mohon diri.
Segera Kun gi berkata sambil menatap muka orang: "nona coh
mengundangku ke mari, entah ada urusan apa?"
"Dala m waktu dua hari Cu-cengcu berhasil me munahkan getah
beracun yang tiada obat penawarnya di kolong langit ini, sungguh
suatu hal yang mengge mbirakan, tapi juga agak mengherankan."
Tergerak hati Kun-gi, katanya: "Darimana nona tahu kalau getah
beracun milik Sa m-goan-hwe itu t iada obat penawarnya?"
Melenggong Hian-ih-lo-sat oleh pertanyaan yang tak pernah
diduganya ini, dia bersenyum lebar, katanya: "Paling tida k sebelum
hasil Cu-cengcu ini, racun ini tiada obat penawarnya . "
"Sebetulnya cayhe juga tidak yakin, namun kegaiban telah terjadi
secara kebetulan, sejauh ini caybe masih belum tahu kenapa maca m
obat di antaranya yang cocok dalam ra muan itu untuk mengubah
getah beracun itu menjadi air bening" Se mula kupikir sebelum
semua ini menjadi se mpurna, sebaiknya hal ini jangan diketahui
orang banyak."
"o, jadi Cu-cengcu mau menye mbunyikan kesuksesanmu ini?"
Ling Kun-gi menyengir, katanya: "Ada sesuatu yang tidak nona
coh ketahui, usahaku ini baru berhasil dala m langkah permulaan,
perlu diselidiki lebih me ndala m pula, setelah diadakan beberapa kali
percobaan pula baru akan bisa ditemukan obat penawarnya yang
benar2 tulen."
"Entah berapa lama Cu-cengcu
akan mene mukan obat
penawarnya yang tulen itu?"
"Sukar dikatakan, yang terang aku a kan kerja keras."
Pembicaraan soal getah beracun berakhir sampai di sini. Tapi
Hian-ih-lo-sat kelihatannya suka ngobrol, dia unjuk senyum
menggiurkan kepada Kun-gi, lalu bertanya: "Kudengar Cu-cengcu
punya seorang puteri yang cantik, orang2 Kangouw me manggilnya
Liong- bin- it-hong, entah siapa na manya dan berapa usianya?"
Dia m2 Kun-gi menge luh dala m hati, ha l2 yang ditanyakan ini
padahal tidak pernah dia ketahui sebe lumnya, beruntung dia tahu
kalau Pui Ji-ping punya seorang Piauci, usianya sebaya meski agak
lebih tua sedikit, ka lau Pui Ji-ping berusia 19 ia yang sela ma bicara
Ji-ping tida k menyebut siapa piaucinya, kini Hian-ih-lo-sat bertanya,
otaknya yang cerdik segera berpikir kalau Piau-moay bernama Jiping, bukan mustahil sang Piauci berna ma Ji-lan, maka dengan
gelak. tertawa dia menjawab: "Puteri- ku bernama Ji-lan, tahun ini
berusia 19"
Hian-ih-lo-sat tersenyum manis, katanya: "Cu-cengcu, di sini ada
seorang, entah kau mengenalnya tidak?" Lalu dia berpaling dan
berseru: "Giok-je, suruhlah Ho Tang-seng ke mari."
Seorang pelayan di luar pintu segera meng ia- kan terus berla lu.
Dia m2 Kun-gi menimang2. "Entah siapa pulia Ho Tang-seng ini"
Kenapa dia menyuruhnya ke mari" Mungkinkah dia kenal baik
dengan cu- ceng-cu" "
Cepat sekali pelayan itu sudah ke mba li dan berseru: "Lapor
Siancu, Ho Tang- seng sudah datang."
"Suruh dia masuk"
Kerai disingkap. masuklah seorang laki2, bermuka burik beralis
tebal dan berpakaian ketat warna ungu, dengan munduk2 dia
me mberi hormat serta berseru: "Hamba Ho Tang-seng menghadap
Siancu." "Ya," Hian-ih-lo-sat
tertawa, katanya: "Cu-cengcu
masih mengenalnya?"
"Ho- congsu ini me mang seperti pernah kulihat entah di ma na."
Seperti tertawa tapi tidak tertawa Hian-ih-lo-sat meliriknya,
katanya. "Ho Tang seng, hayo mem-beri hormat kepada Cucengcu." "congsu tida k usah banyak adat."
Hian-ih-lo-sat Cekikan, katanya: "Kalau demikian, Cu-cengcu
tidak menyalahkan dia telah berkhianat terhadap perkampunganmu,
kini dia mondok diperka mpungan ka mi."
Dia m2 tersirap darah Ling Kun-gi, bila Ho Tang-seng betul2
orang dari Liong-bin-san-ceng. kalau anak buah saja tidak kenal,
bukankah diri-nya telah menunjukkan gejala2 kurang sehat" Untung
otaknya encer, sorot matanya menunjukkan perasaan dingin
mena mpilkan amarah yang tertekan, katanya tawar sambil
menge lus jenggot: "cay-he sendiri telah kini menjadi tawanan di
sini, apa-lagi hanya seorang anak buahku?"
Hian-ih-lo-sat tetap tersenyum, katanya, "Ho Tang-seng tiada
tempat berpijak di Liong-bin-san-ceng, maka terpaksa dia lari
ke mari, harap Cu-cengcu tidak marah " Lalu dia berpaling dan tanya
pada orang itu "Berapa tahun kau berada di Liong-bin-san-ceng?"
"Dua tahun," sahut Ho Tang-seng.
"Cu-cengcu punya seorang puteri, siapa na manya dan berapa
usianya, kau tahu?"
"siocia berna ma Ya-khim, berusia 19."
Hian-ih-lo-sat manggut2, tangannya mengulap. katanya: "Kau
boleh pergi." Ho Tang seng segera mengundurkan diri.
Rada kelam a ir muka Hian-ih-lo-sat, kata-nya menatap Ling Kungi dengan nada setengah menyindir: "cu cengcu, menyebut na ma
puterimu sendiri kok salah?"
Berubah roman Kun-gi, katanya dengan gusar: "Apakah tidak
keterlaluan kata2 nona?"
"Bicara terus terang, kurasa wajah Cu-cengcu mungkin juga
dirias sede mikian rupa."
Sikap Kun-gi se ma kin garang, katanya: "Lo-hu berjalan tidak
perlu ganti na ma, duduk tidak perlu mengubah she, kenapa harus
pakai merias diri segala?"
"Me mangnya aku juga berpikir de mikian,
tapi melihat kenyataannya mau t idak ma u aku harus bercuriga."
"Maksud nona, kalian salah mengundangku ke mari?"
"Mungkin de mikian, cuma kupikir apakah kau sengaja me wakili
Cu-cengcu ke mari."
"Sengaja mewa kili Cu-cengcu?" kata2 ini betul2 menggetar
sanubari Ling Kun-gi, dia m2 ia kerahkan tenaga di tangan kiri,
mukanya kereng, katanya: "Apa, maksud nona?"
"Jangan marah Cu-cengcu, aku hanya ingin me mbongkar rahasia
hatiku sendiri, tiada ma ksud jahat terhadapmu," tanpa menunggu
Kun-gi bersuara, dia lantas mena mbahkan: "peduli Cu-cengcu tulen
atau palsu kau tetap adalah tamu agung terhormat di Coat Sin-sanceng ini."
Kun-gi bersikap tida k mengerti, katanya sambil menatap Hian-ihlo-sat: "Apa maksud nona sebenarnya?"
"Dihadapan seorang asli tidak perlu berbohong," tiba2 Hian-ih-losat cekikikan, "se mala m di Liong-bun-kin aku me nawan seorang,
kalau dibandingkan dengan kau "Cu-cengcu", dia agak sedikit
mirip." "Agak sedikit mirip", maksudnya orang yang dibe kuknya se mala m
itu pasti adalah cia m-Liong Cu Bun-hoa yang tulen.
Semula Kun-gi masih ragu, tapi setelah dia hitung waktunya,
me mang saatnya tepat sesuai janji Cu Bun-hoa untuk me luruk
ke mari menolong dirinya dari luar, jadi kini cu Bun- boa telah
tertawan oleh musuh. Bagaimana ilmu silat Cu Bun-hoa ia sendiri
tidak tahu. Tetapi Kim Kay-thay, Un It-kiau, Lam-kiang-it-ki dan
tokoh2 silat la innya ber-turut2 menghilang, ke mungkinan se muanya
telah menjadi tawanan komplotan C in-Cu-ling, bahwa cia m-Liong
juga menjadi tawanannya, kiranya dapat dipercaya.
Cuma di ma na orang2 ini di sekap" Apakah di dala m Coat Sinsan-ceng juga" Mendadak dia ingat pada ibunya yang telah
menghilang beberapa waktu la manya, kemungkinan beliau juga
terkurung bersa ma orang banyak ini. Bukan Mustahil di ta man
bunga ini terdapat ka mar tahanan di bawah tanah.
Melihat sekian la ma orang tidak bersuara, dengan suara lembut
Hian-ih-lo-sat berkata pula: "Kini kau sudah percaya?"
"Lohu justeru tidak percaya, di kolong langit ini mana bisa
muncul dua cia m-Liong Cu Bun-hoa sekaligus."
"Yang tulen tentu hanya satu, kalau Cu- Ceng cu punya minat,
bisa kubawa kau me lihatnya," demikian ajak Hian-ih-lo-sat.
"Baik seka li, Lohu me mang ada maksud ini."
"Bolehkah ini dina ma kan pertemuan dua naga" Dua cia m-long
bernama Cu Bun-hoa akan saling berhadapan, kisah ini tentu akan
menjadi dongeng yang mengasyikan di Bu-lim."
Ling Kun-gi berdiri, katanya: "Di mana dia?"
"Mari Cu-cengcu ikut aku," lalu Hian-ih-lo-sat menuju gardu atau
paseban sebelah.
Agaknya sedikitpun dia tidak menaruh prasangka apa2, dia
berjalan di depan me mbe lakangi Ling Kun-gi, seluruh Hiat-to di
belakangnya berarti terpampang di hadapan anak muda itu. Jarak
kedua orangpun amat dekat, asal mau ulur tangan Kun-gi pasti bisa
me mbe kuknya. Tapi Hian-ih-lo-sat berjalan dengan gemulai seolah2 dia yakin bahwa Ling Kun-gi tidak akan berani turun tangan
terhadap dirinya.
Kun-gi sendiri juga ragu2 dan kebat-kebit, terpaksa ia ikuti
masuk ke sebuah ka mar kecil di belakang paseban.
Waku ia awasi kamar kecil ini, tampak di sebelah timur sana, di
atas sebuah dipan kayu rebah telentang seorang. Wajahnya tampak
halus putih, alisnya tebal, jenggot hitam sebatas dada, sekilas
pandang dia lantas tahu wajah orang ini mirip sekali dengan muka
dirinya, muka asli cia m-Liong Cu Bun-hoa.
Sudah tentu Kun-gi t idak tahu bahwa orang ini cia m-Liong tulen
atau palsu" Tanpa terasa ia, mengejek: "Mirip sekali sa marannya."
Hian-ih-losat meliriknya, katanya dengan hambar: "Kau tidak
percaya kalau dia ini yang tulen?"
"Nona coh tadi mengatakan, yang tulen hanya ada satu" Kenapa
tidak kau suruh dia bangun, supaya Lohu menanyai dia"
"Me mbangunkan dia boleh saja, kalau tidak mana Cu-cengcu
mau menyerah dan tunduk lahir batin, betul tida k?" la lu dia
mena mbahkan: "cu-,cengcu yang satu ini hanya tertutuk jalan darah
penidurnya, tolong kau sendiri yang turun tangan me mbuka Hiattonya, kau boleh tanya siapa dia?"
Kun-gi me ndengus sekali, kuatir dijebak orang, dia m2 ia
kerahkan tenaga di kedua lengan, pelan2 dia mende kati
pembaringan dan me mbuka Hiat-to penidur Cu Bun-hoa.
Cepat sekali Cu Bun-hoa sudah me mbuka mata dan pelan2 dia
bangkit berduduk, keadaannya seperti amat payah dan letih, namun
sorot matanya me mancarkan a marah, sekilas dia pandang kedua
orang ,dihadapannya. Waktu melihat seorang laki2 yang berparas
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mirip dirinya berdiri di depan pe mbaringan, sekilas dia ta mpa k
me lenggong, bentaknya rendah: "Pere mpuan hina, kalian ma u
berbuat apa terhadap diriku?"
Begitu dia buka suara, Kun-gi lantas tahu bahwa orang ini
me mang cia m-Liong cu un-hoa yang asli, keruan ia kaget.
Hian-ih-lo-sat cekikikan, katanya: "Cu-cengcu mesti marah begini
rupa" Beginilah duduk persoalan-nya, Cu-cengcu yang kami undang
ke mari tidak percaya bahwa kau adalah cengcu dari Liong-bin-sanceng, maka terpaksa kuiringi dia ke mari me lihat mu, kukira kalian
satu sama lain pasti kenal, tak perlu aku me mperkenalkan kalian
lagi." Terunjuk rasa kaget, heran serta curiga sorot mata Cu Bun-hoa,
katanya setelah mengawasi Ling Kun-gi : "Siapakah cengcu Liongbin-san-ceng" Lohu t idak tahu."
"Kenapa Cu-cengcu masih pura2" Sejak kutawan tadi, muka mu
sudah kucuci bersih, siapa di antara ka lian adalah Cu-cengcu tulen,
tentu kalian sendiri mengerti."
"Sedikitpun aku tidak mengerti," seru Cu Bun-hoa marah. Lalu
dia berpaling kepada Ling Kun-gi, bentaknya: "Siapa kau?"
Sekilas Kun-gi mengerut kening, tapi otaknya yang cerdik lantas
berkeputusan bagaimana dia harus bersikap katanya, ter-gelak2:
"Siapa Lohu" Kalian me mang pandai ma in sandiwara. Di dala m
bubur kalian menaruh racun, menutuk Hiat-to di dadaku lagi, dala m
hati kalian sudah tahu sendiri, kenapa tanya kepadaku ma lah?"
Kalau kepepet timbul aka lnya, secara tidak langsung kata2nya ini
me mberi mengingatkan Cu Bun-hoa yang sembunyi di ka mar
rahasia, bahwa dia pasti menyaksikan bagaima na In Thian-lok
menutuk Hiat-tonya, kalau Cu Bun-hoa dihadapannya ini samaran
pihak lawan sengaja mau menjajal dirinya, maka kata2nya itupun
tidak akan menarik perhatian pihak lawanTernyata sorot mata Cu Bun-hoa tampak berubah, mendadak dia
bertanya dengan mengirim gelombang suara, "Betulkah kau Linglote?" - Kini terbukti bahwa Cu Bun-hoa dihadapannya me mang
tulen. Dengan mengelus jenggot dan manggut2 Kun-gi menjawab
dengan gelombang suara: "cayhe me mang Ling Kun-gi, bagaimana
Cu-cengcu bisa tertawan mereka?"
"Lohu terjebak dan di bokong oleh perempuan siluman itu
.........."
Keduanya saling tatap dan pura2 saling menga mati, mere ka
bicara secara diam2, tapi sampai di sini pe mbicaraan mereka tiba2
Hian-ih-lo- sat cekikikan, tukasnya: "Kalian sudah selesai bicara?"
tangannya menuding ke arah Cu Bun-hoa, katanya lebih lanjut:
"Kukira Cu-cengcu yang ini perlu istirahat pula, kami tida k
mengganggumu lagi."
Tampak Cu Bun-hoa berbangkis, kelihatan semakin loyo dan
kecapaian, pelan2 dia menjatuhkan diri dan rebah pula di atas
pembaringan- Keruan Kun-gi terperanjat, batinnya: "Mungkin pere mpuan
siluman ini mengerja inya lagi?"
Sambil tersenyum Hian-ih-lo-sat pun angkat tangannya ke arah
Ling Kun-gi, katanya. "Silakan Cu-cengcu duduk di luar."
Kun-gi sudah waspada, me lihat tangan orang bergerak ke
arahnya, lekas dia menyurut mundur sa mbil tahan napas, katanya
sambil me njengek: "Tak tersangka ia juga ahli pe makai obat bius."
"Cu-cengcu tidak usah kuatir," ujar Hian-ih-lo-sat sambil
cekikikan genit dan mengerling, "peduli kau ini yang tulen atau
palsu, kau tetap sebagai tamu terhormat Coat Sin-san-ceng kita,
aku tidak akan menggunakan obat bius terhadapmu, mari sila kan
kita bicara di luar saja."
Entah muslihat apa di balik kera mah tamahan orang, terpaksa
Kun-gi ikut keluar. Mereka ke mbali ke ka mar tamu dan duduk di
tempat se mula.
"Nona coh masih ada urusan apa, katakan saja," kata Kun-gi.
"Kau sudah berhadapan dengan Cu-cengcu yang asli, kalau tidak
salah malah kalian sudah mengada kan pembicaraan, kini tak perlu
menyinggung siapa tulen siapa palsu, tapi satu hal perlu kutegaskan
padamu ........"
"Soal apa?"
"Mengenai obat penawar getah beracun itu."
"cayhe sudah bilang ........."
"Aku mengerti," tukas Hian-ih lo-sat, "kalau kau bisa ubah getah hitam kental itu menjadi air bening, pasti telah menemukan obat
penawarnya, setelah kau menciptakan obat penawarnya baru kalian
yang tulen dan palsu boleh pergi dari coat-sin-san Ceng dengan
selamat." "Kau menganca m dan me meras Lohu?"jengek Kun-gi.
"Jangan pakai istilah menganca m atau me meras segala, terlalu
menusuk telinga, katakan saja sebagai syarat imba lan-"
Bertaut alis Kun-gi, katanya: "cayhe tidak begitu yakin-"
Mendadak berubah ketus nada Hian-ih-lo-sat, katanya: "Kau
harus menyelesaikan tugasmu, kuberi wa ktu sela ma 10 hari."
"Mungkin sulit, 10 hari terlalu pende k wa ktunya, cayhe . . . . "
"10 hari sudah terlalu la ma bagiku, sebetulnya cukup lima hari."
Setelah me-nimang2 Kun-gi berkata sambil menggeleng: "10 hari
betul2 a mat . . . . "
Hian ih-lo-sat berdiri, katanya tandas: "Tak usah bicara lagi,
semoga da la m 10 hari ini kau bisa menyerahkan obat penawarnya,
kalau tida k . . . ."
Kun-gi ikut berdiri, tantangnya: "Memangnya kenapa kalau
tidak?" "Kalau tidak kau serahkan obat penawarnya dalam 10 hari,
urusan menjadi berabe bagi kita se mua. Nah, silahkan Cu-cengcu."
Mendadak tergerak hati Kun-gi, kata2 "kita se mua" mungkin
terlanjur diucapkan- Kita se mua, yang dimaksud mungkin termasuk
dia sendiri, itu berarti orang di belakang layar itu sudah mendesak
terlalu keras, maka perintah batas waktu 10 hari tidak boleh ditawar
lagi, ma ka dirinya harus tepat waktunya menyerahkan obat
penawarnya. Kun-gipun tidak banyak bicara lagi, setelab menjura dia berkata:
"cayhe akan bekerja sekuat tenaga."- ia menyingkap kerai dan
beranjak keluar.
Ia menyusuri je mbatan liku se mbilan menuju ke deretan kola m
bunga, sepanjang jalan ini dia melangkah la mbat2, waktu dia tiba di
depan gunung buatan, tampak Tong Thian jong tengah mendatangi
dari jalanan kecil berbatu krikil sana sambil menggendong tangan,
waktu me lihat Kun-gi segera dia menyongsong sa mbil tertawa: "Cuheng sudah ke mbali?"
Lekas Kun-gi me mberi hormat, katanya: "o, kiranya Tong-heng
sedang jalan2 di sini."
"Menjelang magrib ini pe mandangan ala m disekitar sini sungguh
indah," ujar Tong Thian-jong. La lu dengan ge lombang suara dia
bertanya, "Ling-lote, untuk apa bocah she Dian itu mengundangmu
kepaseban sana" Kuatir me ngala mi kesulitan, Lohu ditugaskan naik
ke atas bukit mengawasi keadaan sana, sementara Un-heng berada
di kola m bunga, di bela kang gunung buatan sana, bila perlu ka mi
akan me mberi bantuan pada mu."
Demikianlah se mbari ber-cakap2 dan bersenda gurau mereka
menyusuri kola m bunga sana, setelah celingukan tida k terlihat
bayangan orang, secara ringkas Kun-gi ceritakan pengala mannya
tadi. Tong Thian jong kaget, katanya. "Cu-heng terjatuh juga ke
tangan mereka, bagaimana ini bisa terjadi?"
Kun-gi menengadah me mandang ke te mpat yang jauh, katanya:
"Hian-ih-lo-sat menjadikan cu cengcu sebagai sandera untuk
mendesakku menyerahkan obat penawarnya dalam 10 hari,
sekarang urusan belum kasip. apa2 menolong orang boleh ditunda
sementara, sulitnya kebun ini dikelilingi air, sukar untuk terbang
keluar . . . . "
"Bukankah Ling-lote pernah bilang bahwa waktu kau datang
tempo hari, jelas perkampungan ini terletak di depan kaki gunung,
tiada air yang mengelilingi perka mpungan ini?"
"Ya,justeru di sinilah letak persoalannya yang sulit terpecahkan .
. . . " lalu dengan suara lirih dia mena mbahkan, "menurut dugaan
cayhe, lorong bawah tanah untuk keluar masuk terletak di bawah
coat- sin-san-tang ini."
Tong Thian-jong manggut2 menyatakan sependapat.
Ling Kun-gi lantas utarakan pendapatnya:
"Kim-khe k itu merupa kan sebuah paseban yang berdiri di atas
air, tapi menurut dugaanku di sanalah tempat untuk menyekap para
tawanan, kalau tidak. buat apa Hian-ih-lo-sat me manggilku kesana."
Tong Thian-jong manggut2, ujarnya: "Yaa masuk aka l"
"Kalau betul paseban itu tempat untuk menyekap tawanan, pasti
bukan Cu-cengcu saja yang ditawan di sana."
Terkesiap Tong Thian-jong, tanyanya: "Jadi Ling-lote kira Locit,
Un In ji dan la in2 juga terjatuh ke tangan mereka?"
"Mungkin saja, di antara mereka termasuk Kim Kay-thay,
ciangbunjin murid2 pre man Siau-limpay, Lam-kiang-it-ki Thong-pithian-ong, Kia m hoan-siang-coat Siau Hong-kang dan puteranya dari
Lam-s iang."
Berpikir sebentar, Tong Thian-jong berkata dengan menghe la
napas: "Jika benar orang2 itu terjatuh ke tangan mereka, kita
berempat mungkin bukan tandingan mere ka, masa kita ma mpu
menolong mere ka?"
"Soal menolong orang bukan urusan sulit," ujar Kun-gi, "bicara tentang kepandaian silat sejati, kuyakin sukar bagi mereka untuk
me mbe kuk orang sebanyak itu, mereka pasti mengguna kan
muslihat dan main sergap ........"
Sembari bicara tanpa terasa mereka tiba di ujung timur kebun. Di
sini letaknya sudah dekat dengan pemukaan air sunga i, sepanjang
pinggiran sunga i dipagari kayu merah, di luar pagar sana ditanami
pula pepohonan Yang-liu. Selepas mata me mandang permukaan
seluas puluhan tombak ini begitu tenang laksana kaca, di seberang
sana pohon2 Yang-liupun berderet menjuntai dahan2nya,
pegunungan nan hijau permai melatar belakangi panora ma yang
sejuk dan nya man ini.
Berpegang pada pagar kayu, mereka me mandang ke permukaan
air, perasaan seperti tertindih barang berat. Kecuali mereka bisa
mene mukan jalan ke luar dari Coat Sin-san-ceng ini, ka lau tida kbukan saja sulit menolong teman, untuk menyeberang sungai inipun
tak mungkin- Dia m2 Kun-gi me-nimang2 cara bagaimana dirinya harus
menyelidiki siapa2 yang terkurung di dalam paseban itu" Menyelidiki
di mana letak mulut jalan rahasia di bawah coat -sin-san-ceng ini"
Sem-bari berpikir, tanpa sadar dia menjemput sebuah krikil, di mana
tangan kiri terayun, batu krikil itu dia sa mbitkan ke tengah
permukaan sungai, Gerakannya ini boleh dikata acuh tak acuh atau
iseng bela ka. Betapapun usia Kun-gi baru likuran, watak kekana kan masih
belum hilang seluruhnya, belum lagi Tong Thian- jong yang sudah
berusia lebih setengah abad, tak mungkin dia main le mpar batu
segala. Bahwa Kun-gi berkebiasaan menggunakan tangan kiri atau
kidal, me mang sudah sejak kecil berkat didikan gurunya, karena
gurunya adalah Hoan-jiu-ji-lay (siBuddha kidal) yang tersohor
menggunakan tangan kiri, oleh karena itu, ke kuatan tangan kirinya
tentu jauh lebih besar daripada tangan kananWalau hanya iseng dan seenaknya saja dia sa mbitkan batu krikil
itu, tapi batu krikil itu me luncur tak ka lah cepatnya daripada anak
panah yang terlepas dari busurnya, malah mengeluarkan deru angin
kencang lagi. Tong Thian-jong sa mpa i me longo, tak dikiranya
semuda ini usia Ling Kun-gi sudah me miliki ke kuatan begini hebat.
Pada saat itulah tiba2 terjadi suatu keanehan. Batu kerikil itu
me luncur kira2 lima-ena m tombak. jadi se mestinya kerikil itu masih
me luncur di atas permukaan air sungai yang lebarnya lebih sepuluh
tombak, tak terduga tiba2 terdangar suara. "traak" yang keras.
Ternyata batu krikil itu telah me nyentuh "permukaan air" yang
tenang bening itu serta mengeluarkan suara aneh, suara benda
pecah ber-keping2.
Suara "trak" yang agak keras itu sudah tentu menimbulkan
perhatian Ling Kun gi dan Tong Thian-jong. serentak mereka
me mandang ke te mpat kejadian-.
Waktu itu me mang sudah magrib, matahari sudah ha mpir
terbenam, alam semesta mulai ditaburi keremangan, tapi jarak limaenam tomba k tida k terlalu jauh, keadaan masih bisa terlihat je las.
Begitu mereka tumplek perhatian me mandang ke sana,
permukaan air yang kelihatan tenang itu setelah tersentuh krikil tadi
ternyata meningga lkan bekas2 warna hitam retak sebesar buah
apel. Batu krikil timpukan Kun-gi me mbuat retak permukaan air, dan
permukaan air ternyata membuat batu kerikil itu pecah ber-keping2.
Bukankah hal ini merupa kan kejadian aneh yang t idak masuk a kal"
Semula Ling Kun-gi dan Tong Thian-jong sa ma melongo,
akhirnya saling pandang sa mbil tertawa penuh arti. Karena kejadian
ini me mbuktikan bahwa permukaan air dala m jarak lima- ena m
tombak itu, hakikatnya bukan permukaan air. Kalau permukaan air
bukan permukaan air, la lu apa"
Kedua orang ini sudah tahu sekarang, permukaan air dala m jarak
enam tombak dari daratan itu, sebetulnya adalah sebuah dinding
tembok yang tinggi. cuma pada dinding itu dilukis sede mikian rupa
sehingga menyerupai permukaan air yang tulen, demikian pula
pohon2 Yang-liu yang menjuntai menyentuh permukaan air di
seberang, setelah dita mbah ala m pegunungan menghijau di luar
tembok. selintas pandang lantas ke lihatannya mirip betul a ir sunga i
yang mengalir dengan tenang.
Apalagi di luar pagar kayu, di atas tanggul sunga i sebelah luar
ditanami pohon2 asli yang rimbun dan ber-goyang2 tertiup angin
lalu, sehingga menjadi a ling2 pandangan orang di sebelah sini,
seolah2 seorang melihat sekuntum bunga di tengah kabut, maka
sulit baginya untuk me mbedakan bahwa permukaan air disebelah
luar itu hanyalah lukisan di atas dinding be laka.
Pembuat dekorasi ini me mang lihay dan ahli betul2. Kalau Kun-gi
tidak main le mpar batu tanpa sengaja, sungguh mimpipun mereka
tidak akan menduga tadinya lukisan yang mengelabui pandangan
mata ini. Tapi hal ini tidak menjadikan persoalan lebih mudah dise lesaikan,
meski rahasia lukisan ini sudah diketahui, permukaan air yang
semula lebar puluhan tomba k kini kenyataan hanya lima-ena m
tombak. bagi seorang ahli Ginkang, untuk me lompat sejauh limaenam tomba k me mang bukan pekerjaan sukar.
Sukarnya justeru di luar lima-enam tombak dari permukaan a ir ini
mereka teralang oleh pagar tembok yang begitu tinggi. Tiada
tempat berpijak lagi di kaki te mbok. manusia bukan burung yang
dapat terbang, umpama ma mpu me lompati permukaan a ir ini, cara
bagaimana akan dapat me lompati te mbok setinggi itu"
Setelah saling pandang dan tertawa, wajah Ling Kun-gi dan Tong
Thian-jong akhirnya sama2 kecut dan mengerut kening, mereka
menyadari adanya kesulitan2 yang tidak teratasi ini .Jadi walau
rahasia permukaan air ini sudah terbongkar, tumbuh sayappun
mereka tak bisa keluar, umpa ma nanti berhasil mene mukan di
bawah tanah dan menolong keluar kawan2 yang dise kap di sana,
mereka tetap harus menemukan pula jalan ke luar yang mereka
duga pasti berada di bawah perka mpungan besar ini.
Dengan tajam Tong Thian-jong pandang sekelilingnya, agaknya
tiada orang menyaksikan kejadian di sini, ma ka dengan suara lirih
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia berkata: "Ling-lote, kita masih punya waktu 10 hari, soal ini
harus dirundingkan lebih dulu, kita jangan la ma2 di sini."
Kun-gi mengangguk. seperti tidak terjadi apa2, sambil mengobrol
mereka terus ke mbali ke pondok mereka.
Makan mala m mereka biasanya disediakan di te mpat
penginapan. Cek Seng- jiang pernah mengatakan pondok ini boleh
dianggap sebagai ruma h sendiri.
Setiap kali habis ma kan mala m Kun-gi pasti ke luar jalan2 di
taman, tapi ma la m ini banyak persoalan yang bergelut dala m
benaknya, maka ma la m ini dia tida k keluar jalan2 seorang diri dia
duduk di kursi ma las di bawah jendela, bermalas2an- Tapi otaknya
terus bekerja, berdaya cara bagaimana menyelidiki kurungan bawah
tanah dipaseban air itu cara baga imana supaya mene mukan ja lan
rahasia keluar masuk Coat Sin-san-ceng ini" Kedua tugas berat ini
harus dia kerjakan tanpa diketahui orang2 coat- sin-san-ceng,
langkah kedua baru berusaha me nolong para kawan yang tertawanIng-jun me mang pelayan yang telaten dan cepat meraba
keinginan dan perasaan orang, melihat Kun-gi peja mkan mata
seperti sedang me meras otak. dia tahu hari ini orang berhasil
menawarkan getah beracun, mungkin sekarang sedang me mikirkan
cara pembuatan obat penawarnya, maka dia m2 dia seduh sepoci
teh, ia taruh di meja kecil di pinggir kursi malas, katanya lirih: "Cucengcu, minum teh."
Terbelalak mata Kun-gi, katanya tertawa: "Ing-jun, pergilah
istirahat, tak usah kau me layani-ku lagi."
Ing-jun tertawa lebar, katanya: "Baiklah, ha mba mohon diri, hari
ini Cu-cengcu pasti lelah, lekaslah istirahat." Lalu dia mengundurkan
diri. Kun-gi berkeputusan mala m ini dia akan menyelidiki coat-sin sanceng. Sudah tentu iapun menyadari bahwa menyelidiki Coat Sinsan-ceng berarti mene mpuh bahaya besar, tapi tanpa masuk ke
sarang harimau cara bagaimana bisa mendapatkan anak harimau"
Tanpa mene mpuh bahaya, bagai-mana bisa berhasil dala m
penyelidikannya.
Sekarang baru kentongan pertama, belum saatnya dia bertindak.
pelan2 dia teguk secangkir teh, karena Waktu masih dini, dia
padamkan lentera la lu duduk samadi di atas pe mbaringanKira2 setengah jam ke mudian, tiba2 didengarnya langkah cepat
tapi ringan mendatangi di luar pintu seperti takut diketahui orang,
setiap langkahnya bergerak sedemikian enteng dan hati2. Untung
Kun-gi me miliki Lwekang tinggi, kupingnya teramat tajam, kalau
orang biasa pasti tidak akan mendengarnya.
Kaget dan heran Kun-gi, orang ini bisa masuk ke pekarangan
tanpa diketahui olehnya, setelah orang merunduk dekat pintu baru
diketahui, ini me mbuktikan bahwa Ginkangnya sudah cukup tinggi.
Dia menyelundup ke pondok para tamu, langsung menuju ke ka mar
tidurnya ini, entah kawan atau lawan" Mungkin orang Coat Sin-sanceng" Atau orang dari luar"
Pada saat dia men-duga2 inilah orang itu sudah berada di depan
pintu ka marnya, berhenti, gerak-geriknya sangat hati2, ditunggu
sekian la ma dan ternyata keadaan tetap tenang2 saja.
Sudah tentu Kun-gi tidak berani gegabah, dengan sabar dia
menunggu perke mbangan. Ternyata orang di luar juga a mat sabar,
sudah sekian la manya tetap tidak menunjuk gerakan apa2, hanya
berdiri tenang tanpa bergerak.
Ling Kun-gi sudah mendengar suara napasnya yang lirih, tapi
karena orang tidak bergerak. maka dia tetap sa madi di atas ranjang,
tidak bergeming juga. Begitulah kira2 satu jam la manya, mendadak
Kun-gi yang duduk dikegelapan menyengir sendiri, ia tertawa tanpa
bersuara. ia tertawa karena maklum apa yang bakal terjadi. orang di
luar tetap tidak bergerak, tapi hidung Kun-gi sudah mengendus
semaca m bebauan yang semakin keras me menuhi ruang ka marnya.
Kiranya orang di luar tak bergerak karena mempersiapkan diri untuk
menggunakan Ngo- king- hoan- bun- hian, asap wangi yang
me mbius dan me mbuat orang mabuk.
Bicara soal mengguna kan obat bius, di kolong langit ini mana ada
yang bisa menandingi keluarga Un di Ling-la m, kantong sula m
pemberian Un Hoan- kun selalu tergantung di dadanya, obat khas
bikinan keluarganya tersimpan di dala m botol, khusus untuk
me munahkan segala maca m obat bius, lalu obat bius maca m apa
yang ditakuti Ling Kun-gi sekarang". cuma hati kecilnya merasa
heran dan tak habis mengerti.
Bahwa orang di luar mengguna kan asap bius, tujuannya tentu
me mbius dirinya, lalu apa maksud tujuannya me mbius dirinya"
Maka pelan2 tanpa banyak mengeluarkan suara akhirnya dia
sengaja menjatuhkan diri, rebah miring. Ingin dia me mbuktikan
siapa yang membius dirinya" Apa pula muslihat di balik kejadian ini"
Untuk me mbongkar teka-teki ini, terpaksa dia harus pura2 terbius.
Bau wangi dala m ka mar sema kin tebal, kira2 sepere mpat jam
telah berkelang pula, di luar pintu ke mba li terdengar derap langkah
lirih mendatangi dan berhenti di depan pintu pula .Jelas ada orang
kedua yang baru datang, maka terdengar suaranya lirih bertanya:
"Sudah kau kerja kan?"
Pendatang pertama menjawab: "Sedang berlangsung."
Orang yang datang belakangan tertawa lirih: "Dia sudah teracun
oleh obat pembuyar Lwekang mereka, tenaganya paling2 tingga l
tiga puluh persen, kenapa kau bertindak begini hati2?"
"Tugas yang harus kita laksanakan harus berhasil pantang gagal,
mau tidak mau harus hati2," sahut orang pertama, setelah
merandek dia balas bertanya: "Urusan di dalam bagaima na, sudah
beres?" Orang yang baru datang menjawab: "Sudah beres semua,
orangnyapun sudah kubawa ke mari, obat penawarnya juga sudah
kuperoleh, hanya tunggu urusan di sini selesai, kau boleh me mberi
obat penawarnya, supaya dia lekas bangun, setelah kau pergi,
paling2 mereka curiga bahwa kaulah yang me mbebaskan dia, pasti
takkan percaya adanya main tukar menukar yang kita la kukan ini."
Mereka ber-cakap2 dengan suara lirih di luar pintu, tapi Ling Kungi jelas mendengar percakapan ini, ia bertambah bingung dan tak
habis mengerti.
Siapakah kiranya kedua orang yang berada di luar pintu" orang
pertama yang menebarkan asap wangi dari luar pintu, ternyata
pelayan yang diharuskan melayapi dirinya di Lan-wan, yaitu Ing jun.
Sedang yang datang belakangan adalah pelayan pribadi Hian-ih-losat, yaitu Giok-jin adanya. Dari percakapan ini Ling Kun-gi
berkesimpulan, se-olah2 mereka menolong seseorang lalu hendak
menukar orang itu dengan dirinya, me mangnya mereka bukan
sekomplotan dengan Cin-Cu-ling" Urusan agaknya berkembang
semakin ruwet. Supaya tidak mengecutkan pihak sana, Kun-gi
berkeputusan untuk mengikuti perke mbangan selanjurnya secara
dia m2. Asap wangi masih tebal me menuhi ka mar tidur, pelan2 pintu
kamarnya di dongkel dari luar dan terbuka, yang menerobos masuk
lebih dulu adalah Ing-jun. Wajahnya yang biasa molek kini kelihatan
agak tegang, langkah kakinya begitu ringan tanpa mengeluarkan
suara, waktu dia sampai di depan pembaringan, melihat Kun-gi
rebah miring, mata terpejam, jelas sudah terbius. Rasa tegangnya
segera berubah senyum kemenangan, pelan2 dia mengulur tangan
me mba lik ke lopak mata Ling Kun-gi, dengan seksa ma dia
me meriksa sekian la manya.
Sudah tentu Kun-gi diam2 saja tanpa bergerak. terserah apa
yang akan dilakukan atas dirinya, tapi terasa olebnya jari2 Ing-jun
yang menyentuh mukanya rada gemetar, dia m2 ia ge li. Untunglah ia
berhasil menge labui Ing jun, gadis itu me mba lik badan serta berkata
ke arah pintu: "Bolehlah gotong dia masuk ke mari."
"Dia?" dia m2 Kun-gi ber-tanya2 dalam hati, entah siapa yang
hendak digotong ke mari"
Maka orang di luar segera bertepuk pelahan dua kali, tapi di
ma la m nan sunyi ini kedengaran jelas dan nyaring, jelas Giok jin
yang bertepuk tanganCepat sekali kerai tersingkap. dua pelayan baju hijau
menggotong seorang masuk ke dala m ka mar, Giok jin menurunkan
kerai, cepat iapun berlari masuk.
Dia m2 Kun-gi mengintip. ia melihat orang yang dipapah masuk
kedua pelayan ini ternyata adalah ciam liong Cu Bun-hoa yang asli.
Kedua matanya terpejam, badannya lunglai jelas iapun jatuh pulas
oleh asap wangi yang me mbius.
Hal ini betul2 me mbuat Ling Kun-gi kaget dan heran, batinnya
"Cu-cengcu menjadi tawanan Hian-ih-lo-sat dan dikurung di
paseban sana, mereka menolongnya keluar lalu mengirimnya
ke mari, apa sih sebetulnya tujuan mereka?"
Maka didengarnya Ing-jun berkata: "Waktu amat mendesak.
Giok-jin cici, kalian harus le kas berangkat." Dari bajunya dia
keluarkan segulung kertas putih, katanya sambil diangsurkan: "inilah
catatan resep obat yang dibuat oleh ling-hoa ci-ci, (pelayan yang
berkuasa di ka mar obat Hiat-ko-cay), tiga kali obat2an yang diambil
cu cengcu se mua dia catat di sini, simpanlah baik2 dan jangan
sampai hilang."
Kembali Kun-gi me mbatin: "Kiranya ling-hoa di ka mar obat itu
juga sekomplotan dengan mereka, jadi para gadis cantik mole k yang
bekerja di sini agaknya dari komplotan lain yang sengaja
menyelundup ke mari."
Giok-jin terima gulungan kertas terus menyimpannya, dia
me mberi tanda pada kedua pelayan, mereka menurunkan Cu Bunhoa, terus mengha mpiri pe mbaringan, dengan gerakan terlatih dan
cekatan mereka angkat Ling Kun-gi beserta kemulnya. Sementara
Ing-jun desak Giok-jin angkat Cu Bun-hoa dan dibaringkan di atas
ranjang. Baru sekarang Kun-gi mengerti. Istilah tukar-menukar yang
diperbincangkan tadi kiranya menukar Cu Bun-hoa asli dengan
dirinya. Jadi mereka berani berbuat sejauh ini, kiranya juga lantaran
dirinya berhasil menawarkan getah beracun itu. Hal ini dapat
dibuktikan oleh tiga kali catatan Hing-hoa atas obat2an yang pernah
dia mbilnya, catatan itu kini berada di tangan Giok-jin dan akan
dibawa keluar. Lalu dengan cara apa pula mereka akan mengangkut
keluar dari sini" Hal ini lantas menimbulkan persoalan lain pula
dalam benaknya. Yaitu bagaimana dirinya harus bertindak" Terus
pura2 semaput, terserah apa yang hendak mereka lakukan atau
segera me mbongkar muslihat mere ka"
Otaknya bekerja cepat sekali, setelah dia timbang antara yang
berat dan enteng, dia rasa beberapa gadis pelayan molek pasti
adalah pion dari suatu komplotan lain yang sengaja diselundupkan
ke sini, mereka sudah tersebar luas dan menduduki berbagai posisi
di dala m Coat Sin-san-ceng ini. Ka lau sekarang dia dia m saja,
terserah apa yang hendak dilakukan mereka, ke mungkinan bisa
bertemu dengan dedengkot mereka, ke mungkinan pula bisa
sekaligus me mbikin terang asal-usul Cin-Cu-ling.
Mendadak ia teringat pada Cek Seng-jiang yang pernah
menyinggung na ma Sam-goan-hwe, mungkinkah gadis mole k ini
orang2 dari Sa m-goan-hwe" Maka dia berkeputusan me mbiarkan
dirinya digotong entah ke mana, yang terang dia akan "bertamasya"
menyerempet bahaya.
Waktu itu Ing-jun sudah keluarkan sebuah karung dari bawah
kasur, Giok jin me mbantu dia me mbuka mulut karung, dua pelayan
yang lain lantas angkat Kun-gi dan didorong ke dalam karung, mulut
karung lalu di kat.
"Kebetulan malah," de mikian pikir Kun-gi, "aku diangkut ke mari dalam karung, kini diangkut keluar pula dengan cara yang sa ma."
Setelah mulut karung terikat kencang, dengan kuku jarinya Kungi me mbuat lubang kecil di atas karung.
Terdengar Giok-jin berkata: "Kita harus segera berangkat, boleh
kau beri minum obat penawar padanya, setelah bangun tentu dia
tanya tempat apakah ini" Bagaimana bisa berada di sini" Ma ka
boleh kau katakan padanya bahwa Cu-cengcu yang tinggal di sini
yang menolongnya. Dia pasti tanya pula padamu ke manakah Cucengcu yang tinggal di sini" Ma ka katakanlah bahwa setelah
menolong dia, Cu-cengcu yang tinggal di sini lantas keluar dan
suruh dia bersabar, kalau dia masih mengajukan pertanyaan lain,
katakan kau t idak tahu apa2"
Ing-jun mengangguk sa mbil menjawab: "Ya, Siaumoay ingat."
"Baiklah, mari kita berangkat," kata Giok-jin,
"Dengan me mbawa karung, entah cara bagai-mana mereka akan
keluar?" de mikian batin Ling Kun-gi sa mbil mengintip ke luar.
Tampak Ing-jun dan seorang lagi beranjak ke ujung dipan lalu
mengangkatnya ke samping, mereka me nyingkap babut lalu
menyongke l ke luar dua ubin, ma ka tampa klah sebuah lubang ge lap
di bawahnya. Ternyata di bawah pembaringan ada sebuah ja lan
rahasia di bawah tanah.
Giok-jin mendahului me lompat turun, lalu me mberi tanda kepada
kedua pelayan lain, le kas kedua pe layan gotong karung ke depan
mulut lubang, seorang me lorot turun ke dala m lubang, ing-jun
segera bantu mendorong karung masuk ke lubang itu.
Ternyata lorong bawah tanah ini terlalu sempit, mereka harus
berjalan dengan merangkak. jadi karung itu terpaksa harus ditarik
dan didorong pelan2 terus me luncur ke depanBegitulah Kun-gi telah diselundup keluar oleh mere ka..
Pada mala m itu juga, kira2 kentongan kedua, pada jalanan yang
tembus dari Liong- bun- kin menuju ke Say-hong-kiu, muncul
serombongan orang, ada pejalan kaki ada pula yang naik kuda,
jumlah ada dua puluh orang, duduk di atas kuda yang paling depan
adalah seorang berbadan tinggi beralis hita m bermata cekung,
usianya sekitar 50-an, mengenakan jubah biru, sikapnya kelihatan
kereng dan sedikit dingin angkuh,
Di bela kangnya adalah delapan laki2 ke kar berlangkah ce katan,
kepala terikat kain biru, pakaian-pun serba biru ketat, golok besar
terpanggul dipunggung mereka. Menyusul tiga ekor kuda bagus,
yang depan ditunggangi seorang pe muda ca kap berjubah sutera
biru, di belakangnya adalah dua ekor kuda yang ditunggangi dua
gadis rupawan, yang sebelah kanan berperawakan ramping
sema mpai, dan mengena kan pakaian ungu ketat berikat pinggang
merah. Gadis sebelah kiri bertubuh agak pendek tapi cekatan dan
lincah, berpakaian serba coklat.
Di be lakang tiga ekor kuda ini adalah sebuah tandu yang dipikul
empat laki2. Di belakang tandu di ringi delapan ekor kuda pula,
penunggangnya semua berseragam hitam, berikat kepala kain hita m
pula, tapi semua penunggangnya adalah perempuan yang
menggendong pedang. Usia mere ka rata2 sudah lebih dari e mpat
puluh, kantong besar tergantung di pinggang masing2, tangan kiri
semua me makai sarung tangan terbuat dari kulit menjangan,
selintas pandang sudah je las bahwa mereka ahli mengguna kan
senjata beracun.
Rombongan cukup besar ini mene mpuh perja lanan dengan
langkah cepat, walau mala m gelap dan sunyi senyap kecuali suara
derap kuda, rombongan mereka la ksana seekor naga panjang hitam
yang menyusur ja lan pegununganKira2 setengah li mereka keluar dari Liong-bun-kiu, mendadak
dari hutan sebelah kiri berkumandang sebuah bentakan: "Langit
mencipta bumi merancang."
Laki2 paling depan yang menunggang kuda mendengus keras2,
hardiknya: "Wakil langit mengadakan ronda."
Pertanyaan tanpa juntrungnya, jawaban singkat tidak menentu
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
artinya. Tapi wibawa dari jawaban ini sungguh t idak terduga, ma ka
tampaklah bayangan orang bergerak. di dala m hutan puluhan laki2
berpakaian hita m berlari2 keluar la lu berbaris rapi di pinggir jalan,
mereka berdiri tegak hormat tanpa bergerak.
Seorang laki2 yang mengepala i barisan ini segera ta mpil ke
depan me mberi sala m hormat kepada kake k berjubah biru di atas
kuda: "Ha mba Kwe cit-lung t idak tahu bahwa Thian-su telah tiba . ."
Dingin kaku sikap laki2 jubah biru, tiba2 dia me mberi tanda
gerakan tangan ke belakang. Delapan Busu di belakangnya
serempak mengayun tangan kanan ke udara. Di tengah malam yang
gelap pekat itu, kecuali terlihat gerakan tangan mereka, tiada apa2
yang kelihatan lagi, tapi hanya sekejap saja, terdengarlah suara
gedebukan yang ra mai diselingi percikan api warna biru di depan
hutan, kembang api hanya berpercik sekilas lenyap. tapi puluhan
laki2 yang berbaris rapi di depan hutan di pinggir ja lan itu satu
persatu sama terjungka l roboh tanpa mengeluarkan keluhan apa2.
Kakek berjubah biru itu tida k hiraukan lagi mati hidup mereka,
ke mbali ia me mberi tanda ke belakang, lalu keprak kudanya
kedepan- Kedelapan Busu seraga m biru dibela kangnya serempa k
juga me mberi ulapan tangan ke belakang, mereka juga kepra k
kuda mengikuti langkah kakek, jubah biru.
Begitulah rombongan mereka laksana seekor naga hitam yang
me lingkar2 mene mpuh perjalanan dijalan pegunungan yang turun
naik berputar kian ke mari.Jarak antara Liong-bun-kin dengan Sayhong kiu kira2 ada 20 an li, sepanjang jalan beruntun mereka
dicegat tujuh-delapan pos penjagaan, tapi semuanya dengan mudah
dibereskan oleh kedelapan Busu seraga m biru, semuanya roboh
binasa tersapu oleh percikan kembang api warna biru yang ganas,
sampaipun mayat dan tulang belulang merekapun lenyap menjadi
cairan darah. Maka dengan leluasa rombongan ini terus maju
menuju ke Say-hong-kiu.
Tampak dari kejauhan sebuah perka mpungan besar berdiri di
kaki sebuah gunung yang terletak di sebelah utara, perkampungan
ini berada di tanah datar yang dikelilingi gunung. Ma la m pekat, tak
terlihat setitik sinar api, tak terdengar gerakan apa2 pula dari
perkampungan besar itu.
Besar perhatian si kakek jubah biru yang berada di atas kudanya
terhadap perkampungan di depan sana, tiba2 ia angkat tangan ke
balakang, itu tanda barisan di belakang harus berhenti, tanpa
bersuara rombongan lantas berhenti di depan hutan.
Gadis lincah baju cokelat yang duduk di kuda sebelah kiri segera
keprak kudanya ke depan, tanyanya pada kakek jubah biru: "Pacongkoan, bagaimana keadaannya?"
Si kake k berjubah biru menggeleng dan berkala, "Tiada apa2,
cuma gelagatnya jejak kita sudah diketahui mere ka, la mpu dala m
perkampungan dipada mkan se mua, tidak menunjuk gerakan apa2
lagi, jelas mereka sudah bersiap menyambut kedatangan kita."
Nona baju ungu juga keprak kudanya ke depan, katanya sambil
mencibir bibir: "Me mangnya kenapa kalau sudah bersiap2. Kita toh
tidak akan main sergap. hayolah hadapilah secara terang2an saja."
Tengah bicara tandu yang di belakang, itupun tiba di depan
hutan, terdengar suara serak nyonya tua berkata dari dalam tandu:
"Pa congkoan, kenapa berhenti di sini?"
Ter-sipu2 kakek, jubah biru menjura di atas kudanya, sahutnya:
"Maklum Hujin, di dala m perka mpungan t iada na mpak sinar api,
mungkin mereka sudah ber-siap2, ha mba kira kita jangan bergerak
secara serampangan."
Nona baju ungu segera bicara, "Bu, kita kan henda k berhadapan
secara terang2an, tunggu apa lagi?"
Pemuda yang berjubah sutera tertawa, katanya: "Watak adik
me mang berangasan, meski kita akan berhadapan terang2an, paling
tidak harus tahu dulu gelagat dan keadaan mereka."
Nyonya tua dalam tandu tersenyum, katanya: "Kedua budak ini
me mang t idak sabaran, setiba di tempat tujuan, mana mereka ma u
menunggu lagi" Pa-congkoan-, sampaikan kartu na maku, suruhlah
majikan mere ka ke luar mene muiku."
Kakek jubah biru mengia kan, segera dia keprak kudanya ke
depan- Delapan Busu di belakangnya serempak juga me mbeda l
kuda masing2 me ngikuti langkahnya. Sembilan kuda sa ma-2
berderap ramai, mereka me lewati lapangan rumput terus menuju ke
depan perka mpungan, ketika Ka kek jubah biru tarik tali kenda li,
kuda tunggangannya yang me mang pilihan dan terlatih baik segera
berhenti tak bergerak lagi. Delapan Busu pengiringnya juga segera
menghentikan kuda mereka serta melompat turun berdiri berbaris di
belakang Kakek jubah biru.
Mala m gelap dan sunyi senyap. sudah tentu derap kesembilan
kuda itu menerbitkan suara yang gaduh dan ramai, uaranya
berkumandang sampa i beberapa li jauhnya, setiba di depan
perkampungan serentak berhenti maka keheningan ke mbah
mence ka m ala m nan ge lap gulita ini.
Seyogyanya penghuni perka mpungan ini mendengar kedatangan
kuda2 yang ramai ini, tapi suasana tetap sepi tak kelihatan reaksi
apa2. Berkilat biji mata Ka kek jubah biru, dia terke keh dingin,
katanya sambil angkat tangan kiri: "Maju dan ketok pintu."
Seorang di antara ke delapan Busu mengiakan dan ta mpil ke
depan, dengan keras dia gebrakan gelang tembaga di atas pintu
sambil berteriak keras2 "Hai, ada orang tidak di dala m?"
Sesaat lamanya baru terdengar suara serak lemah bertanya di
dalam: "Siapa di luar" Tengah ma la m buta ma in gedor segala?"
Suara orang ini seperti acuh tak acuh dan kemalas2an, pelan2 dia
buka palang pintu serta menarik daun pintu, tampak seorang laki2
tua bungkuk, tangan menenteng sebuah la mpu dan diangkat tinggi
ke atas. Sinar la mpu me nyoroti Kakek jubah biru yang bertengger di atas
kudanya, demikian pula kedelapan Busu di be lakang si tua bungkuk
tampak bergidik, serunya gelagapan: "Toa . . . . . Toaya ...... kalian
ada ........ ada keperluan apa, aku si tua reyot .... ..hanya penjaga
pintu bela ka."
Ternyata dia kira kawanan penunggang kuda
ini adalah perampok. Tajam sinar mata Kakek jubah biru menatap si tua bungkuk,
katanya menyeringai dingin: "Tua bangka, lekas laporkan, katakan
Tong-lohujin dari keluarga Tong di Sujwan minta berte mu majikan-"
Ternyata orang yang naik tandu itu adalah Tong-lohujin, yang
mengiring kedatangannya ada Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing
kakak beradik, demikian pula Pui Ji-ping yang me mbawa mereka
ke mari. Sementara kakek tua jubah biru adalah congkoan keluarga
Tong, yaitu Pa Thian-gi.
Si tua kucek2 matanya, katanya sambil meng-geleng: "Toaya
mungkin kesasar atau salah ala mat, tempat ini hanya rumah
istirahat cengcu ka mi, biasanya cengcu tinggal di kota,
perkampungan ini sekarang kosong tanpa penghuni, kecuali aku si
tua bangka ini, tiada orang lain-"
Sejenak Pa Thian-gi me lenggong, melihat punggung orang yang
bungkuk serta gerak-geriknya yang le mah me mang mirip seorang
tidak mahir silat, ma ka dia bertanya: "Siapa she cengcumu itu?"
"cengcu ka mi she Cek." sahut si tua bungkuk.
"Siapa na manya?" tanya Pa Thian-gi.
"Beliau bernama Seng-jiang, seorang Wang we (hartawan) di
dusun ini, sudah cukup bukan?" Ha-bis bicara, tanpa menunggu
jawaban Pa Thian-gi, dia putar tubuh terus gabrukan daun pintu
dengan keras. Mungkin hatinya dongkol sehingga si tua bungkuk ini
lupa diri, gerakan kakinya tampak gesit dan cekatanSebagai congkoan keluarga Tong, betapa tajam pandangan Pa
Thian-gi, walau hanya sedikit gerakan yang tak berarti, namun tak
lepas dari penglihatannya. Seketika mencorong biji matanya,
bentaknya dengan suara keras: "Nanti dulu, tua bangka h. . . ." Tapi si tua bungkuk sudah tutup pintu, tidak pedulikan seruannya lagi.
Lenyap kumandang bentakan pa Thian-gi, mendadak terdengar
gelak tawa seorang yang keras seperti gembreng ditabuh. "Sudah
la ma Lohu dengar na ma besar keluarga Tong yang terkenal, kalian
sudah ke mari, biar Lohu mohon pengajaran dari kalian." Suaranya
keras bergema, kuping sa mpai me ndengung:
Lekas Pui Ji-ping lari mende kati tandu, katanya lirih. "Bu, itulah
Thong-pi-thian-ang, "
Ramah suara Tang-lohujin di dala m tandu, katanya tertawa:
"Nak, tiada urusanmu, mereka bisa me mbereskan dia." Bahwa
keluarga Tong berani me luruk kesarang harimau, sudah tentu
mereka telah siap tempur.
Dari sebuah jalan kecil di sebelah kiri sana muncul seorang gede
berjubah kuning kela m, wajahnya yang kela m na mpak mengkilap.
dia me mang La m-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong adanya. Di
belakangnya muncul pula ena m laki2 seraga m hita m, dengan
kerudung kepala hitam pula.
Thong-pi-thian-ong me ma kai sepasang tekle k yang terbuat dari
tembaga, tapi langkahnya tetap enteng dan cepat, keenam orang di
belakangnya ternyata juga me miliki kepandaian tinggi, mereka ikut
ketat di belakang Thong- pi-thian-ong, selangkah-pun tida k
ketinggalan- Maklumlah La m-kiang it ki, si aneh dari daerah selatan berjuluk
raja langit berlengan tembaga ini biasanya malang melintang di
daerah selatan, betapa tinggi taraf kepandaian silatnya jarang ada
tandingannya di ka langan Kangouw. Tapi e mpat di antara ena m
laki2 baju hita m di bela kangnya jelas me miliki kepandaian yang
tidak lebih rendah dari taraf kepandaian Thong- pi-thian-ong. Hal ini
dapat dibuktikan dari gerak-gerik mere ka.
Bahwa Pa Thian-gi diangkat sebagai cong-koan keluarga Tong,
sudah tentu dia me miliki pengala man dan pengetahuan yang cukup
luas, dia m2 ia kaget. namun tidak gentar, lekas dia me mberi tanda
ke belakang. . kedelapan Busu dibelakangnya segera tarik tali
kendali kuda masing2 terus berpencar menga mbil posisi suatu
barisan. Kejadian berlangsung hanya sekejap saja, wak-tu Thong-pi thianong muncul, jaraknya masih sekitar 10 an tombak, tapi baru saja Pa
Thian-gi me mberi tanda kebelakang, tahu2 orang sudah berada di
depan Pa Thian-gi, terdengar suaranya keras bergenta: "Kau pernah
apa dengan keluarga Tong di Sujwan?"
Pa Thian-gi me mberi hormat, katanya. "cay-he Pa Thian gi,
pejabat congkoan keluarga Tong, entah siapa nama julukan tuan?"
Sudah tahu tapi dia sengaja bertanya.
Tong pi-thian-ong terbahak, katanya: "Sebagai
congkoan keluarga Tong, masakah siapa a ku kau tida k tahu?"
Pa Thian-gi menjura pula, katanya setengah mengejek: "cayhe
me mang kurang pengala man?"
Mendelik bundar mata Thong-pi-thian-ong, teriaknya gusar: "Aku
Thong Ji-hay berjuluk Thong-pi-thian-ong, di mana Lohujin ka lian,
suruh dia ke mari menjawab pertanyaanku."
Pa Thian-gi pura2 kaget, serunya: "o, kiranya Thong-toaya, maaf
cayhe kurang hormat, Lohujin ada di luar hutan, biar cayhe segera
lapor kepada be liau."
Terdengar suara Tong lohujin berkata di kejauhan "Tak usahlah,
undanglah Thong Ji hay ke-mari saja."
Maka Pa Thian-gi me mbungkuk, katanya: "Lo-hujin mengundang
Thong-thian-ong."
Bagai ke milau obor sorot mata Thong-pi-thian-ong, sekilas dia
menyapu pandang kede lapan Busu yang terpencar itu, dari
kedudukan mereka terang sudah mengatur barisan Pat-kwa,
wajahnya yang kelam mengkilap me na mpilkan senyum hina, katanya tertawa ejek: "Barisan seperti ini juga berani dipamerkan,
me mangnya ma mpu mengurung Lohu?"
"Thong-thian ong tidak pandang barisan ini dengan sebelah
mata, boleh silakan masuk saja ke da la mnya," tantang Pa Thian-gi.
"Masuk ya masuk-" jengek Thong-pi-thian-ong, "Lohu ingin
buktikan kalian dapat berbuat apa atas diriku?" Dengan langkah
lebar segera dia beranjak ke depan sudah tentu enam orang di
belakangnya serempak ikut me langkah maju pula.
Terkulum senyuman riang pada wajah Pa Thian-gi, dia putar
kudanya ikut di belakang mereka. Ke delapan Busu tadi mendadak
saling berlompatan, golok terhunus, mereka berdiri tegak di atas
pelana kuda. Kuda mereka me mang sudah terlatih baik, tanpa
dikendalikan, posisi barisan tetap tidak berubah, pelan mereka
merubung maju dari jarak beberapa tombak mengikuti langkah
Thong-pi thian-ong.
Sementara itu, delapan perempuan yang ber-gelung kain yang
semula berjajar di belakang tandu sekarang juga keprak kudanya
berpencar mengelilingi tandu. Seperti delapan Busu laki2,
merekapun menga mbil posisi berpencar, dala m jarak tiga tombak.
berkeliling mengatur barisan Pat-kwa-tin dan siap menghadapi
segala ke mungkinan. Sa ma2 Pat-kwa-tin, cuma barisan kaum
perempuan lebih kecil dari kedelapan Busu pria, jadi barisan
kedelapan Busu perempuan berada dilingkaran dala m, sedang
barisan kedelapan Busu pria berada di ka langan luar. Maka
terciptalah barisan Pat- kwa lapis dua.
Thong-pi-thian-ong terlalu takabur, tiada musuh berarti yang
terpandang olehnya, sudah tentu musuh2 di depan ini dianggapnya
tidak berarti. Dengan langkah lebar dia mengha mpiri, ena m orang
baju hitam di belakangnya mengikuti dengan ketat. tatkala mereka
me masuki lingkaran Pat-kwa-tin kecil, tandu itu tiba2 terangkat ke
atas, dari sebelah kiri muncul seekor kuda, penunggangnya pemuda
berjubah sutera biru, itulah Tong Siau-khing yang menyoreng
pedang. Keadaan sudah memuncak tegang, tak terduga tiba2 Thong-pi
thian-ong bertujuh sama2 tersungkur roboh tanpa bersuara. Dari
dalam tandu terdengar Tong-lohujin berkata: "Pa congkoan, lekas
beri obat penawar kepada mere ka, ingat, jiwa harus dipertahankan."
Lalu dia berpesan kepada delapan Busu pere mpuan: "Sekarang
kalian yang me mbuka jalan, tak peduli siapa saja yang kesamplok
dengan kalian, bikin mereka roboh keracunan-"
Sementara itu, Pa Thian-gi sudah suruh kedelapan Busu pria
menggusur Thong-pi-thian-ong bertujuh.
Kedelapan Busu pere mpuan segera kepra k kuda mere ka
menerjang ke depan pintu gerbang perkam-pungan besar. Tong
Siau-khing, Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping mengiring di sa mping
tandu, mereka berhenti di depan pintu gerbang.
Delapan Busu pere mpuan sudah lompat turun dan berdiri di
undakan, lekas Tong Siau-khing, Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping
juga melompat turunDua pelayan yang mengikuti tandu segera maju menyingkap
kerai tandu, dengan berpegang tongkat berkepala burung Hong
warna emas Tong-lo-hujin me langkah ke luar, katanya sambil
menuding, dengan tongkat: "Gempur pintu, tak perlu kita sungkan
lagi terhadap mereka."
Begitu perintah dike luarkan, tampak seorang Busu pere mpuan
paling depan lantas mengayun tangan, dari telapak tangannya
me luncur setitik bayangan hitam langsung menerjang daun pintu
gerbang yang keras dan tebal berpaku baja.
"Blang," terjadilah ledakan keras, di tengah ledakan dan percikan
api serta ber-gulung2nya asap dan debu, daun pintu gerbang yang
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kokoh kuat itu hancur ber-keping2.
Pui Ji-ping melelet kaget, katanya heran: "Bun-khing cici, senjata
rahasia apakah itu" Begitu hebat kekuatannya."
"Entahlah," sahut Tong Bun-khing, "a ku juga tidak tahu."
Dengan tersenyum Tong-lohujin berkata: "Itu-lah Pik-lik-cu
ciptaan Hwe-sin (malaikat api) Lo Hoan, dulu dia terkena senjata
rahasia musuh yang beracun, untung bersua dengan ayah Siaukhing ma ka jiwanya tertolong, dia me mberi de lapan butir granat
tangan (Pik-lik-cu) itu, tak kira hari ini kita bisa menggunakannya."
Habis berkata segera dia me mberi aba2: "Hayo kita masuk"
Delapan Busu pere mpuan sudah melolos pedang mereka yang
ke milau tajam dan berpencar menjadi dua barisan, mereka
mendahului menerjang masuk pintu. Dua pelayan perempuan
menenteng la mplion me mbuka jalan di depan Tong-lohujin yang
me megang tongkat kepala burung Hong, Siau-khing, Bun-khing dan
Pui Ji ping meng-iringi di sebelah belakang.
Tiba di pintu kedua, ta mpak si tua bungkuk tadi sa mbil
menenteng la mpion berlari2 ke luar dengan napas ngos2an,
teriaknya marah2: "Kalian ini me mangnya mau berbuat apa?"
Busu pere mpuan paling depan segera me mbentak: "Minggir"
Tangan kiri segera terayun ke depan.
Si tua bungkuk ini jalannya tampak se mpoyongan, sudah reyot
dan loyo, tapi melihat tangan yang menyerang ini mengena kan
sarung tangan kulit menjangan, seketika mendelik kaget dan
berubah air mukanya, sebat sekali dia me lejit mundur. Gerakan
refleks ini justru me mbongkar kepura2annya, bukan saja dia pandai
silat, malah tarap kepandaiannya cukup tinggi, Tapi dia hanya
me lejit mundur tujuh kaki, tahu2 iapun roboh terkapar tak bangun
lagi. Maklumlah, Thong-pi-thian-ong yang berkepandaian setinggi
itupun tahu2 roboh tanpa suara, betapapun tinggi kepandaian si tua
bungkuk ini takkan lebih tinggi daripada si gede itu.
Kiranya keluarga Tong kali ini sudah bersiap dengan segala bekal
ke ma mpuannya untuk me luruk ke mari, Tong-bun-bu-sing-san
warisan keluarga Tong sudah ratusan tahun sejak nenek moyang
mereka tak pernah diguna kan di Kangouw, hari ini telah
menunjukkan kehebatannya. Bu-sing-san merupakan obat beracun
paling ganas milik ke luarga Tong, puyer ini tanpa warna tida k
berbentuk, kena angin lantas sirna, tidak berbau lagi, dalam jarak
setombak. siapa saja asal mencium puyer racun ini pasti terjungka l
semaput, dala m jangka se masakan nasi, kalau tidak diberi obat,
korban akan mat i keracunanMe masuki pintu kedua, mereka tiba di sebuah halaman yang
luas, sebelah depan adalah sebuah bangsal besar. Apa yang
dikatakan si tua bungkuk tadi me mang tida k bohong,
perkampungan sebesar ini, ternyata keadaan sepi lengang, tak
tampak bayangan seorangpun.
Tangan kanan pegang pedang, se mentara tangan kiri Pui Ji-ping
me megang panah jepretannya dara langsung berlari ke dala m sana,
Tong Bun-khing tidak mau ketinggalan, bersama Ji-ping iapun
menerjang ke dala m. Kuatir kedua gadis ini mengala mi bahaya,
lekas Tong Siau-khing menyusul masuk.
Di ringi pelayan pribadinya yang menenteng lampion, pelan2
Tong-lohujin masuk ke bangsat besar itu, alisnya bertaut kencang,
katanya: "Kalian budak kasar ini, jangan kira tempat ini seperti
rumah sendiri, tanpa siaga main terjang, kalau ada perangkap di
sini, jiwa ka lian pasti terancam. "
Ji-ping cekikikan, katanya nakal: "Kau tak usah kuatir Bu, kalau
ada musuh di sini, tentu sejak tadi sudah kubereskan mereka."
Tengah bicara, Pa Thian-gi buru2 masuk. dan berkata kepada
Tong-lohujin- "Lapor Lohujin, tujuh orang yang kita tawan,
semuanya bukan musuh."
"Bukan musuh, me mangnya siapa mereka?" tanya Tong-lohujin,
"Kecuali Thong-pi thian-ong, ena m orang berkerudung itu di
antaranya ada Lo-cit . . . . . . "
"Lo cit?" seru Tong- Lohujin, "ma ksudmu di- antara enam orang itu ada juga Lo-cit" Lalu siapa kelima orang yang lain?"
"Yang ha mba kenal adalah Kim Ting Kim Kay-thay, ciangbunjin
murid2 pre man Siau-lim-pay, Un It-kiau orang kedua dari keluarga
Un di Ling- la m, Kim-hoan siang- coat Siau Hong-kang, Locengcu
dari keluarga siau di La m-siang, masih ada dua pemuda, mungkin
anak murid mereka."
Terkesiap Tong-lohujin, katanya gemas: "Jahat betul akal keji
mereka, jelas mereka menggunakan para tawanan untuk
mengge mpur kita sehingga orang sendiri saling bunuh me mbunuh,
untunglah telah kita gagalkan ma ksud keji ini." Lalu ia bertanya:
"Mana mereka" Apakah se mua sudah siuman?"
"Belum," sahut Pa Thian-gi, "agaknya mereka terbius oleh
semaca m obat2an sehingga kesadaran mereka terpengaruh, kawan
atau lawan tak terbeda lagi, sampai sekarang mereka belum sadar
seluruhnya......."
"Ya, sementara ini biarlah mereka dala m keadaan kurang sadar
saja." ujar Tong -lohujin "Pa-congkoan, bawa saja mereka ke
bangsal ini, kita harus geledah dulu perka mpungan besar ini."
Pa Thian-gi mengia kan, segera dia pimpin ke delapan Busu pria
menggotong Thong-pi-thian-ong bertujuh ke sini. Kerudung hita m
mereka sudah di-tanggalkan- Pui Ji-ping kenal satu di antaranya,
yaitu pemuda berpakaian ketat warna hijau, yaitu putera Kiamhoan-siang-coat Siau Hong-kang yang bernama Kim-hoan-liok-long
Siau Kijing. Tong-lohujin berpesan kepada Pa Thian-gi dan enam Busu
perempuan "Kalian berpencar dan adakan pemeriksaan, siapa saja
yang kesamplok boleh kalian turun tangan lebih dulu, ka lau
mene mukan apa2 henda klah me mberi tanda suitan, lekas kerjakan"
Pa Thian-gi mengiakan, kede lapan Busu pere mpuan ini biasanya
bertugas dibagian belakang, jadi tidak di bawah pimpinannya, maka
dia menjura kepada mereka, katanya: "Kita berpencar dari kiri dan
kanan saja, kami bergerak dari kiri, silakan Han-koh bergerak dari
kanan, kita bertemu di bela kang."
Han-koh adalah pe mimpin ke delapan Busu pere mpuan, dia
manggut2, katanya: "Petunjuk Pa-congkoan me mang tepat, baiklah
kita bekerja menurut petunjukmu." - Maka dua rombongan orang ini
segera mela kukan tugas masing2.
Setelah orang banyak keluar, dia m2 Tong Bun-khing me mberi
kedipan mata kepada Pui Ji-ping serta angkat dagu ke arah ibunya
Ji ping manggut2, dia tahu maksud orang, katanya sambil
mende kati Tong-lohujin- "Bu, bersa ma Bun-khing cici biarlah ka mi
juga me meriksa di luar."
"Kalian dua buda k ini me mang suka bertingkah, kita datang
terang2an,kinimenduduki bangsalini,musuhtetap
menye mbunyikan diri tanpa menunjuk reaksi apa2, bahwa mereka
ma mpu me mbekuk tokoh2 kosen itu, tentu bukan se mbarang
manusia, belum tentu mereka gentar terhadap kita, sekarang kita di
tempat terang, maka jangan kalian mencari kesulitan-" Lalu dia
tuding ke luar serta mena mbahkan: "Lihatlah, seorang diri Toakomu
berjaga2 di sana, lekaslah kalian bantu dia saja."
"Eh, me mang begitulah ma ksud ka mi," kata Ji-ping ale manBelum habis mere ka bercakap. Tong Siau-khing yang berdiri di
undakan mendadak menghardik. "Siapa itu?"
Tong Bun-khing tarik tangan Ji-ping, serunya: "Dik, lekas keluar."
cepat mereka berkelebat ke luar sana.
Terdengar sabda Buddha berkumandang di luar pintu kedua.
Maka muncul ah tiga pederi tua berjubah abu2, me megang tongkat
besi besar, dengan langkah lebar mere ka me masuki pintu kedua.
Mata Ji-ping cukup jeli, selintas dia sudah kenal satu di antara
ketiga paderi yang berjalan ditengah, bertubuh kurus pendek adalah
Ling-san Taysu, kepala Bun-cu-wan Siau-lim-s i yang pernah ber-sua
di Liong-bun-kiu tempo hari, dengan girang segera dia berseru,
"Tong- toako, mereka adalah para paderi agung Siau-lim."
Menyusul di belakang ketiga paderi adalah sebarisan panjang
para paderi siau-lim-si yang mengena kan sepatu rumput. semuanya
me megang pentung besi atau golok besar, dengan langkah lebar
dan rapi masuk ke dala m.
Melihat Ji-ping, lekas Ling-san Taysu merangkap tangan,
katanya: "Omitohud, Li sicu sudah ber-ada di sini, tentunya Tonglohujin juga sudah tiba?"
Tong Siau-khing me mberi hormat, katanya: "Wanpwe Tong Siaukhing, ibu berada di bangsal sana, silakan masuk para Taysu."
"o, kiranya Tong-siaucengcu," kata Ling-san Taysu, "Pinceng
Ling-san, pejabat ketua Bun-cu-wan di Siau-lim-s i."
Lalu dia perkenalkan Hwesio berbadan besar di sebelah kiri yaitu
Poh-san Taysu kepala dari Lo-han-tong Hwesio berperawakan
sedang di sebelah kanan ialah Tin-san Taysu, ketua Tat-mo wan.
Tong Siau-khing menjura berulang kali, lalu dia iringi ketiga
paderi tua itu memasuki bangsal itu. Mendengar tiga paderi agung
Siau-lim-si juga datang, lekas Tong-lohujin keluar menya mbutnya,
kini giliran Tong Siau-khing yang perkenalkan ke-tiga Hwesio sakt i
itu kepada ibunya.
Tengah bicara, dari luar ta mpa k masuk seorang laki2 tua kecil
berbaju lengan panjang warna hijau bercelana kencang, sepatu
tinggi, pipa cang-klong tergantung di pinggangnya, di belakangnya
ikut tiga laki2 kekar berbaju hijau pula.
Begitu dekat laki2 tua baju hijau lantas menjura kepada Ling-san
Taysu,katanya: "Siaute su-dah periksa sekeliling sini,
perkampungan ini di bangun me mbe lakangi gunung, paling
belakang adalah sebuah pagar tembok tinggi lima tomba k, di sana
agak luar biasa, di luar tembok ma lah di tumbuhi se mak2 berduri
yang subur dan lebat, orang tak mungkin bisa mende kat, kecuali itu
tiada tanda lain yang mencurigakan, tiada pos penjagaan yang
dipasang secara rahasia."
Ling-san Taysu manggut2, katanya: "Malam itu dengan mata
Lolap sendiri menyaksikan pere mpuan yang mena makan dirinya
Thian-su me mbawa Thong-pi-thian-ong dan lain2 masuk ke
perkampungan ini . . . . " sa mpai di sini dia merandek lalu berkata
pula: "oh Sute, mari kuperkena lkan, inilah Tong-lohujin dari
keluarga Tong di Sujwan." Lalu dia berkata juga kepada Tong"lohujin- Inilah suteku Oh Siok-ha m te man2 Bu-lim sa ma
menjulukinya To-pi-wan (lutung banyak lengan)."
Tong-lohujin tertawa, katanya: "Sudah lama kudengar na ma
besar oh-tayhiap. beruntung mala m ini bisa berte mu"
Lekas oh Siok ha m menjawab: "Tidak berani. sudah sekian tahun
aku tidak berkecimpung lagi di Kangouw."
Poh-san Taysu, ketua Lo-han-tong menimbrung: "Sepanjang
jalan me masuki perka mpungan ini apakah Lohujin t idak me ngala mi
rintangan dan sergapan"
Kata Tong lohujin dengan tersenyum: "Dari Liong-bun-kiu
me mang beberapa kali pernah bertemu dengan penjaga2 gelap.
setelah tanya jawab berlangsung, semuanya dibereskan oleh Pacongkoan, tapi setelah tiba di sini, mendadak muncul Thong-pithian-ong me mbawa enam cs yang berkerudung, terpaksa mereka
kurobohkan, akhirnya baru diketahui bahwa ena m orang
berkerudung itu adalah orang2 kita sendiri, di antaranya ada Locit
dari keluarga ka mi, Kim Ting Kim-loyacu dari Siau-lim kalian dan
lain2." Dia m2 terkejut Ling-san Taysu bahwa tokoh2 ternama itu kini
menjadi tawanan Tong- lohujin, katanya: "Keluarga Tong di Sujwan
me mang kena maan dengan obat beracun, bahwa Kim-sute dan
lain2 dapat ditundukkan, tentunya terkena senjata rahasia beracun
kalian-" Bergetar badan oh Siok-ha m, tanyanya: "Di mana mereka
sekarang?"
Maklumlah Kim Ting Kim Kay thay adalah ciangbunjin murid2
preman Siau-lim-pay, bahwa sekarang dia menjadi tawanan Tonglohujin, hal ini menurunkan derajat dan pa mor piha k Siau-lim-pay.
Tong-lohujin tertawa ramah, katanya sambil menuding ke bawah
dinding sebelah barat, "Mereka rebah semua dilantai sana, cuma
sekarang jangan kita mengganggu mereka."
"Kenapa?" tanya oh Siok-ha m.
"Agaknya pikiran mere ka terpengaruh oleh se maca m obat bius,
tidak bisa me mbedakan kawan atau lawan, agaknya musuh
me mang sengaja mengatur muslihat keji ini supaya pihak kita saling
baku hantam sendiri, oleh karena itu terpaksa ku-turun tangan
merobohkan mereka, sementara mereka masih harus istirahat, tapi
oh-tayhiap tidak usah kuatir, dala m menggunakan racun sudah kuperhitungkan mere ka tidak akan ce laka karenanya."
"Siancay Siancay" sabda Ling san Taysu. "Mala m itu Lolap
sakslkan sendiri da la m beberapa kejap saja tahu2 Cu-cengcu sudah
kena dikerja i oleh pere mpuan yang dipanggil Thian-su itu, tentunya
kesadarannya juga telah terpengaruh, golongan kalian ahli dala m
menggunakan racun, apakah punya obat penawar untuk
menye mbuhkan orang2 yang kehilangan kesadarannya itu?"
"Harap Taysu tahu, setiap aliran punya cara tersendiri dalam
menggunakan obat pelenyap kesadaran orang, kalau salah paka i
obat penawar, malah bisa menimbulkan bahaya bagi sang korban,
kalau tida k diada kan pe meriksaan seksa ma, sukar ditentukan kadar
racun apa yang mereka gunakan, oleh karena itu sementara
kubiarkan mereka jatuh pulas dulu."
Tiba2 derap langkah ra mai me ndatangi. cong-koan Pa Thian-gi
tampak masuk- me lihat banyak tamu2 Hwesio di dala m, sekilas dia
me lengak heran"Pa- congkoan," tanya Tong-lohujin, "bagaimana hasil
pemeriksaanmu" Apa betul gedung sebesar ini tanpa penghuni?"
Pa Thian gi menjura, katanya: "Lapor Lohujin, perka mpungan ini
terdiri dari empat lapis bangunan, bersama IHan koh hamba
mengadakan pe meriksaan, di mana2 debu bertumpuk tebal,
agaknya me mang sudah la ma tidak dite mpati orang."
Belum Tong lohujin bicara, Ling san Taysu sudah mengerut a lis,
selanya: "Kukira tak mungkin" Tiga hari yang lalu Lolap menguntit
rombongan pere mpuan itu naik tandu masuk ke perka mpungann ini.
sarang mereka jelas di perka mpungan ini ........."
Belum habis dia bicara, mendadak kupingnya mendengar suara
lirih seperti bunyi nya muk me mbentak: "Hwesio cilik, sa mbutlah."
"Serrr", serangkum angin kencang t iba2 menerjang tengkuknya.
Keruan Ling-san kaget, lekas dia menunduk miring seraya ulur
tangan menyambut ke belakang Me mang tangannya berhasil
menangkap sesuatu tapi dorongan tenaga besar itu me mbuat
berdirinya menjadi goyah, tanpa kuasa dia terdorong maju dua
langkah. Ternyata ada orang menggunakan Thoan-im-jip-bit bicara
padanya, kecuali Ling-san Taysu sendiri orang lain tidak mendengar,
samberan angin kencang itupun bagai kilat, Poh-san dan Tin-san
Taysu yang berdiri di sa mpingpun tidak merasakan apa-apa. .
Semua hadirin hanya melihat mendada k Ling-san Taysu
menunduk miring seraya ulur tangan meraup ke belakang, lalu
sempoyongan ke depan. Keruan yang paling kaget adalah Poh-san
Taysu dan Tin-san Taysu, tanpa berjanji mereka bertanya kuatir
"Kenapa Suheng?"
Kejadian berlangsung a mat cepat, sementara Ling-san Taysu
sudah berdiri tegak pula, didapati-nya yang berada di telapak
tangannya hanya segulung kertas kecil sebesar kacang tanah,
keruan hati-nya bertambah kejut.
Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maklumlah Ling-san Taysu adalah jago kosen Siau-lim-pay yang
me miliki kepandaian tinggi, bahwa orang itu hanya menimpukkan
gulungan kertas sekecil itu, tapi Ling-san Taysu sampa i terdorong
sempoyongan, betapa tinggi Lwe kang penim-puk itu sungguh
sangat mengejutkanLing-san Taysu sekarang sudah berusia 70 lebih, di Siau-lim-si
dia adalah seorang Tianglo yang amat dihormati, tapi orang itu
ternyata me manggilnya "Hwesio cilik."
Betapapun dia seorang paderi sakti yang saleh, mendadak
berkelebat suatu pikiran dalam benaknya bahwa orang itu pasti
seorang cianpwe yang kosen, gulungan kertas yang ditimpukkan
kepada dirinya pasti me mbawa pesan atau petunjuk yang amat
berharga. Maka tanpa menghiraukan pertanyaan pada Sutenya,
dengan laku hormat dan khit mad dia putar badan serta
me mbungkuk ke arah datangnya gulungan kertas tadi.
Melihat ke lakuan Suhengnya yang aneh itu, Poh-san dan Tin-san
Taysu hanya mengawasi saju dan tidak mengajukan pertanyaan
lagi. setelah me mberi hormat baru Ling-san Tay-su keluarkan
gulungan kertas di telapak tangannya, kertas itu hanya sebesar
kuku jari, dengan arang kertas secuil itu tertulis sebaris huruf- kecil
yang berbunyi: "Masuk ruang berhala lapis e mpat, dorong patung
pemujaan-"
Hanya sekilas me mbaca Ling-san Taysu lantas manggut2, lalu dia
bertanya kepada Pa Thian-gi: "Barusan Pa cong-koan bilang
perkampungan ini terdiri dari e mpat lapis bangunan, apakah lapis
keempat pa ling belaka
Pendekar Panji Sakti 1 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Pendekar Super Sakti 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama