Ceritasilat Novel Online

Pendekar Kidal 8

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 8


k banyak lagi " . .
"Biar kua mbil," kata gadis baju hijau, segera ia berjongkok serta merogoh keluar sebuah kantong kecil dari dala m baju si mawar
hitam. Sekilas me lihat cuaca, tak tertahan air mata mawar hitam lantas
bercucuran, katanya sedih: "Masih ada satu hal hampir kulupakan,
di dala m kantong ada sebuah botol kecil warna hitam, setelah aku
mangkat, tolong enci siau Yan tuang sedikit bubuk obat dala m botol
itu ke atas mukaku."
Gadis baju hijau me mbuka kantong kecil dan mengeluarkan
sebuah botol tanyanya,
"Apakah ini?"
Mawar hitam mengangguk, katanya kepada nona bergaun
panjang: "Apa yang ingin kupesan sudah kukatakan, tolong Siocia
me mbuka Hiat-toku."
Berkerut alis si nona, katanya "Membuka Hiat-to, bukankah racun
akan segera menyerang jantung" "
"Ya, enam Hiat-to didadaku me mang tertutup, tapi setengah jam
lagi racun akan mere mbes pelan2, penderitaan waktu itu luar biasa,
lebih ba ik kau buka Hiat-toku supaya racun lekas menyerang
jantung, dengan demikian aku tidak akan menderita. Lekaslah,
harap Siocia tolong diriku."
Si gadis gaun panjang ragu2, katanya:. "Aku belum pernah
me mbunuh orang, cara bagaimana aku tega turun tangan" . . ."
"Yang me mbunuh aku adalah Thian-kau-sing. Siocia malah
menolongku, kalau Siocia tidak me m-buka Hiat-toku, karena jalan
darahku tersumbat, racun akan bekerja la mbat sehingga siksaan
yang kualami akan jauh lebih me ngerikan- Siocia, aku orang yang
hampir mati, kalau kau buka hiat-toku, aku tidak akan tersiksa, lebih
la ma lagi."
Akhirnya gadis gaun panjang manggut2, katanya. "Baiklah,
kutolong kau me mbuka Hiat-to" lambat2 dia ulur tangan, tapi
hatinya tidak tega hingga tanganpun gemetar, tanyanya lagi dengan
sedih: "Kau masih ada pesan apa?" Pilu senyuman mawar hitam,
sahutnya: "Terima kasih, tiada lagi. ."
"Aku. .... .ai, aku.. .. ..sungguh tidak tega turun tangan," kata
gadis gaun panjang sa mbil menyeka a ir mata.
Mendadak badan si mawar hita m bergetar terus mengejang dan
berkelejetan, air mukanya berubah hebat, suaranynya gemetar: "
Racun .....sudah mula i . bekerja Siocia le .. lekas . . ." Melihat
penderitaan yang hebat ini, gadis gaun panjang tidak sampai hati,
tanpa pikir ulur tangan ke dada mawar hitam, beberapa Hiat-to,
yang tertutuk tadi dibuyarkannya .
Badan mawar hita m ta mpak berkelejetan, wajahnya yang semula
pucat berkeringat seketika berubah hitam, darah kental hitampun
me leleh dari mulut hidang dan mata kupingnya.
Bergidik sera m si gadis gaun panjang, katanya menghe la napas:
"Senjata rahasia yang ganas sekali. Ai, Siau Yan, dia minta kau
menaburkan bubuk obat itu ke mukanya, lekas kau la kukan, kita
harus segera berangkat."
Siau Yan mengiakan, dengan tabahkan hati ia taburkan bubuk
obat di botol kecil itu ke muka si mawar hitam, katanya: "Siocia,
marilah le kas pulang ke hotel." wajahnya tampak pucat dan
tangannya gemetar, agaknya iapurt ketakutan- . .
Gadis gaun panjang mengge leng2, katanya: "Tadi. kita sudah
menerima pesannya yang terakhir. setelah me mbakar kantong kain
itu baru kita pulang. ."
"Diba kar di sini juga, Siocia?" tanya siau Yan. "apa jangan di tengah jalan, kalau dilihat orang bisa dicurigai, malah bakar di
depan biara bobrok di depan sana"
Pada saat mereka bicara itulah jenazah mawar hita m se mentara
itu sudah mula i lumer, kini tinggal cairan darah kuning menggenangi
tanah sekitarnya..
"Siocia me mang lebih cermat," ujar Siau Yang, tiba2 ia menjerit
kaget me lihat ca iran darah kuning itu.
Gadis gaun panjang menoleh se kejap lalu melengos pula,
katanya. "Bubuk obat yang kau taburkan di mukanya tadi tentu
Hoa-kut-san (puyer pelebur tulang), tujuannya untuk melenyapkan
jenazah si korban, agaknya dia tidak ingin orang tahu, asal-usulnya,
maka suruh kita menaburkan puyer pelebur tulang itu pada
wajahnya supaya tidak meningga lkan be kas."
Kejap lain kedua nona ini sudah beranjak me masuki ke lenteng
bobrok yang sudah la ma tidak dihuni dan dirawat, kecuali untuk
bangunan di bagian depan masih kelihatan utuh, bagian bela kang
boleh dikatakan sudah runtuh, rumput sudah tumbuh tinggi di sanasini. Dari tangan si nona baju hijau, gadis gaun panjang terima
kantong kain kecil itu serta menge luarkan isinya, ada tiga maca m
barang di da la m kantong, yaitu sekeping besi t ipis, bagian depan
terukir sekuntunt bunga mawar, sebuah kedok muka yang tipis
halus terbuat dari karet dan sebatang tusuk kundai, di ujung tusuk
kundai terdapat hiasan bunga mawar warna ungu. Keping besi itu
diberikannya kepada nona baju hijau, kata si gadis gaun panjang:
"Mungkin inilah tanda pengenal mereka, dia minta kau me mbuat
lingkaran di beberapa tempat di atas tembok di mana saja yang kau
sukai, sekarang kita bakar saja barang peningga lannya ini."
"Dia kan sudah meninggal, buat apa aku harus meninggalkan
tanda rahasia segala?" gerutu gadis baju hijau. "Memangnya siapa
akan perhatikan lingkaran hitam di dinding rumah orang?"
"Kukira orang2 Pek-hoa-pang mereka sering mondar-mandir di
sini, itulah tanda rahasia untuk me lakukan hubungan di antara
mereka, tanda yang kau buat pasti akan menimbulkan perhatian
pihak mereka" se mbari bicara dia mendekati Hiolo, lalu katanya pula
sambil berpaling: "Siau Yan ke luarkan ketikan apimu."
Pada saat itulah, dari kejauhan tiba2 berkumandang derap kaki
kuda ke arah kelenteng ini, tiba2 gadis gaun panjang me mba lik
badan, katanya lirih: "Ada orang datang"
"Lekas, Siocia bakar saja dan kita kembali ke penginapan," kata
si nona baju hijau.
Tak se mpat lagi ujar gadis gaun panjang, "aga knya mereka
me mang me luruk ke mari, lekas se mbunyi" ia celingukan, lalu Siau
Yan ditariknya menyelinap ke belakang t iga patung besar yang
dipuja di kelenteng ini.
Baru saja mereka berjongkok di bela kang patung yang penuh
gelaga dan berdebu tebal itu, suara derap kuda sudah berhenti di
depan kelenteng, dari suaranya yang ramai ke mungkinan ada
empat- lima orang penunggang kuda yang datang, entah untuk apa
mereka datang ke kelenteng bobrok pada ma la m gelap begini"
Tampak dua bayangan orang melompat masuk ke dala m
kelenteng, sinar bulan purnama di luar cukup terang, kedua orang
ini ta mpa k berperawakan sedang, semua me makai baju dan celana
setelan hijau, masing2 menggendong buntalan panjang di bela kang
punggung, kakinya mengenakan sepatu tinggi, langkahnya ringan
cekatan, jelas mereka me miliki kepandaian yang tidak rendah.
Begitu masuk ke ruang se mbayang, sorot mata mereka tampak
bercahaya terang,dengan seksamamerekame meriksa
sekelilingnya, lalu berpencar ke kanan-kiri, masuk ke arah belakang.
Entah apa yang mereka periksa dan cari, sesaat kemudian
mereka sudah putar balik, seorang yang berperawakan lebih tinggi
berkata, "Bagaimana, Poa-heng, di sini saja?". .
orang itu manggut2, katanya: "Tempat ini me mang agak sepi,
boleh saudara Siang istirahat di sini." Se mentara te mannya itu
sedang mengeluarkan ketikan api lalu menyalakan lilin, keadaan
ruang sembahyang menjadi terang.
Lekas gadis gaun panjang tarik ujung baju si nona baju hijau,
mereka mengkeret ke dala m yang lebih gelap. dari situ mengintip
keluar. Sementara itu dua orasg telah masuk pula sa mbil menggotong
sebuah karung besar, orang di sebelah kiri bertubuh kurus aga k
pendek, lagaknya seperti anak sekolahan, sementara orang di
sebelah kanan adalah kacung pe mbantunya, karung besar yang
mereka gotong tampa k agak berat, entah barang apa yang ada di
dalamnya".
Pelan2 dan hati2 seka li kedua orang itu gotong karung itu lalu
ditaruh di depan meja se mbahyang, pemuda sekolahan itu menarik
napas sambil menggeliat, katanya pada kedua orang yang masuk
duluan. "syukur tiba di sini, setiba di tepi sungai besok pihak atas
akan mengutus orang menyambut kita, tugas kalian berdua menjadi
selesai, dua hari ini me mbikin susah kalian saja."
"Nona terlalu me muji," kata kedua orang yang masuk duluan,
"tugas kami adalah Hou-hoa (pengawal bunga/wanita), ini adalah
tugas rutin ka mi."
Ternyata pemuda sekolahan itu adalah sa maran seorang nona.
Sementara kacung itu keluarkan sebatang lilin serta disulutnya terus
ditancapkan diatas meja.
Keruan kedua orang yang se mbunyi di belakang patung menjadi
gelisah, pikir mere ka:
"celaka, agaknya mereka hendak bermala m di sini, ka mi
sembunyi di tempat sempit dan se kotor ini, bagaimana ba iknya?"
Tengah gadis gaun panjang menimang2, tiba2 didengarnya,
derap seekor kuda tengah mendatangi pula dari kejauhan, lekas
sekali muncul seorang baju hijau dari luar kedua tangannya
me mbopong buntalan besar.
"Kau sudah me ne mui Kang-lotoa?" tanya pemuda se kolahan,
me mapak kedatangan orang itu.
Pendatang itu meletakan buntalan besar itu di depan pe muda
sekolahan, sahutnya dengan napas memburu: "Sudah kute mui.
Wah, Giok je cici, aku me ndengar sebuah berita besar . . . . "
Pemuda sekolahan itu angkat kepala, katanya:
"Berita apa, kau sa mpa i me mbedal kuda mu begitu cepat?"
Sembari bicara dia buka buntalan besar itu, Ternyata isinya adalah
makanan, ada pangsit, bakpau, sayur asin dan makanan lainnya
yang masih mengepul panas.
"Pe muda" berna ma Giok-je itu lantas berpaling dan me manggil:
"Marilah kita se mua ma kan bersa ma"
Kiranya kedua la ki2 yang masuk duluan tadi adalah Hou hoa-sucia, duta pelindung bunga.
mereka duduk mengelilingi buntalan berisi makanan itu serta
me lalapnya dengan lahapnya.
Si baju hijau yang baru datang duduk di samping "pe muda"
sekolahan berna ma Giokje itu, katanya: "Kabarnya Coat Sin-sanceng sudah bobol dan hancur."
"coat-sin san-ceng hancur" ta mpak pe muda sekolahan melengak
kaget, "darimana kau dengar kabar ini?"
"Kang-lotoa yang bilang," kata si baju hijau, "berita ini dapat dipercaya, Kang-lotoa sudah mendapat petunjuk dari atas, dia
diperintahkan me mbantu orang2 kita yang melarikan diri bersa ma
orang2 warung teh di Hin-liong itu."
"Kau tahu siapa gerangan yang menghancurkan coat-sin-san
Ceng?" "Konon orang Siau-lim-pay bergabung dengan Lohujin ke luarga
Tong dari Sujwan." . .
"Cek Seng-jiang me mang tiada di sana, lalu bagaimana Hian-ihlo-sat?" "Melarikan diri, bagaimana keadaan yang sebenarnya, pihak luar
belum tahu je las."
"Lalu kee mpat ta mu agung yang berada di sana?"
"Kabarnya semula Hian-ih-lo-sat hendak gunakan mereka sebagai
sandera, tak tahunya racun pembuyar Lwekang di tubuh mereka
sudah punah, tatkala orang2 keluarga Tong dan para Hwesio menyerbu tiba, keempat tamu agung itupun mendadak berontak.
me lihat gelagat tidak menguntungkan, Hian-ih-lo-sat lantas lari
me lalui lorong bawah tanah."
"Beberapa bulan sudah berselang, sejak Lok-san Taysu, Tong
Thian-jong dan Un It-hong dikurung di sana tak pernah terjadi suatu
apa, tak nyana setelah Cu-cengcu ini datang, racun pembuyar
Lwekang mereka lantas punah, bukan mustahil semua itu gara2,
Cu-cengcu ini."
Kedua nona yang mencuri dengar dari te mpat persembunyian
mereka tergetar hatinya, pikir mereka: "Kiranya ayah diculik
mereka." "Giok-je cici" terdengar seorang berkata dengan suara tertahan:
"katanya orang yang kita tukar itu adalah Cu-cengcu tulen, orang
yang kita gusur keluar ini hanyalah barang tiruan be laka."
"Entah siapa dia?" ujar "pe muda" sekolahan, "dia berhasil me munahkan getah beracun, juga me munahkan racun penawar
Lwekang di tubuh Lok-san Taysu bertiga, jelas kalau diapun seorang
ahli da la m bidang racun."
Si baju hijau cekikikan, katanya: "Bukankah kita me mang
me merlukan tenaga ahli seperti dia ini?"
Baru saja dia habis bicara, kelima orang yang duduk berke liling
itu tiba2 sama mengge liat dan menguap kantuk. tubuh merekapun
limbung dan akhirnya rebah di lantai. Gadis gaun panjang berkata:
"Siau Yan, mari turun tangan"
"Siocia, jadi kau yang merobohkan mereka?" tanya si nona baju
hijau tertawa. Gadis gaun panjang me lompat turun mendekati karung besar itu,
ujarnya: "Aku akan me nolong seseorang."
"Menolong orang" Dima na dia?"
"Di dala m karung ini."
"Siocia tahu siapa yang ada di dala m karung ini?"
"Entahlah, tapi dia pasti orang baik2, kebetulan kita pergoki,
mana boleh me mbiarkan mereka menculiknya pergi?"
"Siocia, apakah lagi pengikat karung ini harus dipotong?" se mbari bicara Siau Yan sudah ke luarkan sebatang golok kecil me lengkung.
Baru saja dia bergerak hendak me motong tali pengikat karung,
tiba2 didengarnya seorang berkata:
"Nona Siau Yan, jangan kau potong dengan pisau."
Nona baju hijau alias Siau Yan berjingkat kaget, tanyanya
terbelalak: "Kau bisa bicara?"
orang dalam karung tertawa, katanya: "Aku tidak bisu, sudah
tentu bisa bicara."
"Siapa kau" Dari mana tahu aku berna ma Siau Yan?"
"None Siau Yan, buka lah dulu mulut karung ini supaya aku
keluar, nanti kujelaskan-"
Gadis gaun panjang mengangguk sa mbil berkata kepada siau
Yan: "Lepaskan tali pengikatnya"
Sambil me lepaskan tali pengikat mulut karung Siau Yan, berkata:
"Aku tahu, tadi kau dengar Siocia panggil na maku, betul tidak?"
Setelah tali terlepas, dia terus me mbuka mulut karung lebar2..
Orang dala m karung pelan2 merangkak bangun dan berdiri.
Perawakan orang ini tinggi, mengenakan jubah hijau pupus
usianya sekitar 45, wajahnya putih cakap. jenggot hita m menjuntai
menyentuh dada. cuma kedua alisnya terlalu gombyok, orang a kan
merasa wajahnya berwatak kejam dan suka me mbunuh. sepasang
matanya tampak bersinar, terang seolah2 pandangannya dapat
meraba jalan pikiran orang, dan orang akan jeri beradu pandang
dengan dia. Gadis gaun panjang jarang menge mbara di Kangouw, sudah
tentu dia tidak kenal siapa laki2 ini, tapi sekilas me lihat sorot mata
orang, dia merasa sudah apal dan mengenalnya dengan ba ik, tak
merasa jantungnya berdebar2.
Laki2 berjenggot hita m me mberi hormat, katanya tertawa:
"Sungguh cayhe tak sangka dapat berte mu dengan nona Un disini."
Melengak si gadis gaun panjang, matanya terbeliak. lekas dia


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balas me mberi hormat dan berkata lirih: "Entah dimanakah cianpwe
bisa kenal diriku?"
Laki2 jenggot hitam tersenyum, katanya: "Aku sudah mengubah
wajah sudah tentu nona tida k mengena lku lagi."
Siau Yan periksa sini dan pandang sana, sekian lama dia
menatap wajah orang, la lu me nyeletuk: "Siapakah kau sebenarnya?"
"cayhe Ling Kun-gi," kata laki2 jenggot hita m.
Seketika merah jengah muka si gadis gaun panjang mendengar
nama yang disebut laki2 jenggot hitam, kaget dan girang pula
hatinya. Ling Kun-gi, me mangnya perjaka ini yang selalu menjadi
kenangan dan pujaan hatinya".
"Kau ini Ling siangkong" teriak Siau Yan tidak percaya, "Kenapa tidak mirip. sejak kapan Ling siangkong me me lihara jenggot?"
Ling Kun-gi tertawa, katanya "Tadi aku sudah bilang, aku telah
mengubah wajahku." Lalu dia dia merogoh keluar kantong benang
sula m serta diacungkan ke depan Siau Yan, katanya: "Sekarang
percaya tidak?"
Semakin jengah muka si gadis gaun panjang, serunya girang:
"Siau Yan, me mang betul dia, masakah suara Ling siangkong tida k
kau kena li lagi?"
"Hihi, lucu dan menarik sekali, kenapa Ling siangkong menya mar
begini?" seru Siau Yan"Aku sedang menya mar sebagai cia m-liong Cu Bun-hoa, cengcu
dari liong-bin-san-ceng." Lalu Kun-gi berpaling ke arah si gadis
bergaun panjang dan katanya pula: "Waktu di Coat Sin-san-ceng,
cayhe pernah berkumpul tiga hari dengan ayah nona. ..."
Ternyata gadis gaun panjang adalah Un Hoan-kun, sebelum Ling
Kun-gi bicara habis, dia sudah menyeletuk: "Bagaimana ayahku?"
"Ayahmu bersa ma Lok-san Taysu dan Lo- cengcu ke luarga Tong
dari sujwan semua berada di Coat Sin-san-ceng, mereka sama2
kena racun pembuyar Lwekang, maka kepandaian silat terganggu
banyak sekali. . . ."
Berkerut alis Un Hoan-kun, teriaknya kuatir: "Lalu bagaimana"
Me mangnya siapa penghuni Coat Sin-san-ceng itu?"
"Nona tidak usah kuatir, ayahmu bertiga sudah kuse mbuhkan,
dari pe mbicaraan orang2 ini tadi, agaknya Coat Sin-san-ceng sudah
diserbu dan bobol oleh para Hwesio Siau-lim serta Lohujin dari keluarga Tong, tentunya ayahmu bertiga juga sudah bebas"
"Waktu coat- sin-san-ceng bobol, apakah Ling-siangkong tidak
berada di sana?" tanya Un Hoan-kun.
Ling Kun-gi tertawa, katanya: "cayhe sudah diselundupkan keluar
oleh mereka," Melihat bungkusan besar berisi ma kanan, perutnya
seketika keroncongan, katanya pula dengan tertawa: "Sudah dua
hari aku berada di dalam karung, perutku sudah berontak minta di
isi." "Mereka tidak me mberi kau ma kan?" tanya Siau Yan merasa
kasihan- "Mereka me mbiusku dengan asap wangi, beberapa Hiat-toku
ditutuk pula, seorang yang pingsan sela ma beberapa hari sudah
tentu tidak perlu makan," sembari bicara Kun-gi mende kati buntalan
makanan terus duduk bersila, tanpa sungkan dia comot bakpau dan
pangsit terus dima kan dengan lahap . .
Un Hoan-kun dan Siau Yan ikut merubung maju seperti ingat
sesuatu, Siau Yan bertanya: "Ling siangkong, kenapa tadi kau
me larang aku me motong tali itu?"
"Aku hanya ingin keluar sebentar dan mengisi perut, nanti aku
harus meringkuk dala m karung pula, kalau dipotong talinya,
bukankah a kan menimbulkan curiga mere ka?"
Un Hoan-kun me mandangnya penuh rasa mesra, tanyanya: "Ling
siangkong sengaja me mbiarkan diri di culik mereka, maksudmu
hendak menyelidik ke sarang harimau."
Ling Kun-gi manggut2, katanya: "Betul, sudah beberapa bulan
ibuku hilang, dengan menyaru cu cengcu dan menyelundup ke Coat
Sin-san-ceng tujuanku untuk mencari ibundaku."
Prihatin sikap Un Hoan-kun, katanya: "Apa Ling siangkong perlu
bantuanku?"
Haru dan terima kasih Ling Kun-gi, katanya: "Tujuanku hanya
mencari ibu, tiada niat bentrok dengan mereka, cayhe yakin tidak
akan mengala mi bahaya, maksud baik nona kuterima di dala m hati."
Menatap orang, lirih suara Un Hoan-kun: "Tapi kau a kan dibawa
ke markas pusat Pek-hoa-pang, kau seorang diri, bagaimana hatiku
takkan- . . . ." sebetulnya dia hendak mengatakan "takkan kuatir", tapi sampai di situ dia berhenti, mukanya merah jengah dan
menunduk. Melihat sikap orang yang malu2, tanpa terasa berdebar juga
jantung Ling Kun-gi, katanya:. "Jing sin-tan pemberian nona selalu
kubekal, Pi tok-cu warisan keluargakupun se lalu kuge mbol, aku
tidak takut obat bius, tidak gentar racun, dengan kepandaian sejati,
walau berada di kubangan naga atau sarang harimau, cayhe yakin
cukup ma mpu untuk menyela matkan diri." Sa mpai di sini dia
tertawa, lalu mena mbahkan- "Hanya satu kuharapkan bantuan
nona, yaitu setelah aku kenyang nanti, tolong ikat pula mulut
karung ini setelah aku masuk kedala mnya, jangan sampai mere ka
curiga." "Aku tahu" ujar Un Hoan-kun manggut2.
"Syukur, mala m ini bertemu dengan nona, kalau tida k tentu aku
kelaparan entah berapa hari lagi," kata Kun-gi berdiri, dia
menghabiskan belasan pangsit dan beberapa biji bakpau. "Nona Un,
harap jaga diri baik2, cayhe mohon diri." Lalu dia masuk ke mbali ke
dalam karung. . . .
Siau Yan lantas mengikat ke mbali mulut karung dengan tali yang
ada. Dengan suara lirih Un Hoan-kun berpesan: "Ling-siangkong harus
hati2 dan waspada, menghadapi setiap persoalan-"
"Kalau nona pergi, tolong pada mkan api lilin, lalu berikan obat
penawar pada mereka."..
"Jangan kuatir, aku bisa bekerja. tanpa meningga lkan be kas
apapun" sahut Un Hoan-kun. La lu dia berpesan kepada Siau Yan:
"Enduskan obat penawar kepada mereka, kita harus lekas pergi."
Siau Yan mengiakan, lalu berseru: "Ling-s iang-kong, ka mi pergi
ya" "Sa mpai berte mu lagi." ujar Kun-gi di dala m karung. .
Siau Yan keluarkan obat penawar, dengan kuku jari dia selentik
sedikit bubuk kehidung orang2 itu.. Sementara Un Hoan-kun meniup
padam api lilin, cepat2 mereka berkelebat pergi dan menghilang.
Sampa i sekian la manya, kelima orang yang rebah di lantai sa ma
me mbuka mata. orang she Siang yang bertubuh sedang itu, segera
me lompat bangun, dia menyalakan api, dan menyulut lilin, ruang
sembahyang ke mba li terang.
"Sret" sementara laki2 she Phoa melolos pedang, setangkas kera
segera dia melompat ke atas wuwungan, tak kalah sebatnya orang
she Siang segera ikut me lompat keluar ke arah la in.
"Pe muda" Giokje, segera berpesan "Liau-hoa, Ping-hoa, lekas
kalian periksa apakah mulut karung pernah disentuh orang?"
Kedua orang itu mengiakan, bersama mereka mengha mpiri
karung serta me meriksa dengan teliti, la lu kata Liau-hoa: "Tida k
apa2, karung ini masih terikat kencang, tak pernah disinggung
orang." "Aneh sekali, lalu kenapa tanpa sebab kita jatuh terpulas
bersama." ujar "Pe muda" Giok-je,
"Tadi angin bertiup kencang sehingpa lilin padam, aku hanya
merasa keadaan mendadak jadi gelap"
"mana pernah terpulas?"
"Me mangnya akupun tetap berada di sini, hanya sekejap api
padam dan Siang sucia segera menyalakan api." Sela Ping-hoa.
"Tida k mungkin- . . ." ujar Giok-je, sementara itu tampak orang
she Phoa dan she Siang telah melompat masuk.
"Ada yang aku te mukan, Phoa sucia?" tanya Giokje,
Orang she Phoa menggeleng, katanya: "Aku na ik ke wuwungan,
penduduk di sekitar sini tidak ada, sejauh beberapa li dapat kulihat,
tapi tidak ada bayangan orang." orang she Siang juga berkata:
"Bagian belakang juga tiada orang."
Ternyata mereka lalai akan buntalan ma kanan yang tertaruh di
lantai, paling tidak beberapa buah pangsit dan bakpau telah
dilangsir ke perut Ling Kun-gi. Mereka tiada menduga api yang
mendadak pada m dala m sekejap itu, siapa yang mampu mencuri
makanan mereka" Wa ktu makan tadi mere ka sedang ma kan minum,
hilang beberapa pangsit dan bakpao tentu dikira dima kan oleh
mereka sendiri.
Liau-hoa si kacung tiba2 bergidik, katanya jeri: "Giok- "cici"
mungkin di sini ada setan."
Merindang juga bulu kuduk Ping-hoa, katanya sambil celingukan:
"Ya, angin tadi terasa dingin se milir me mbuat a ku merinding"
Walau merasa curiga, tapi "Pe muda" Giok-je tak bisa berbuat
apa2, katanya: "Jangan membual, makanan sudah dingin, hayolah
dihabiskan bersa ma."
-ooo0dw0ooo- Dari penuturan si mawar hita m Cu Jing mengetahui bahwa Ban
Jin-cun mungkin menga la mi bahaya di tengah jalan, entah kenapa
jantungnya jadi dag-dig-dug, sema la m suntuk dia gulak-gulik tak
bisa nyenyak. Untung dia menunggang kuda Giok-liong-ki, larinya
jauh lebih kencang daripada kuda biasa, walau Ban Jin-cun danKho Keh hoa sudah berangkat dulu setengah hari, tapi dia yakin,
masih bisa menyusul mereka, Baru saja hari terang tanah dia sudah
ber-siap2 terus berangkat keluar kota.
Cu Jing jarang keluar pintu, tapi jalan yang harus dite mpuhnya
ini sudah apal se kali baginya, sepanjang jalan dia bedal kudanya,
sampai tengah hari dia t iba di Tong-seng, sepanjang jalan ini tida k
dilihatnya bayangan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa, hatinya semakin
murung dan gelisah.
Tanpa masuk kota dia ma mpir di warung makan di pinggir jala n
dan makan sekenyangnya. Tak lama ke mudian dia sudah congklang
kudanya melanjutkan perjalananBeberapa jam ke mudian dia tiba di Sha-cap-li-poh, dipinggir jalan
ada orang menjual minuman.
Pesat sekali Cu Jing me mbedal kudanya, tapi sekilas ia melihat di
dalam barak penjual minuman ta mpak bayangan Ban Jin-cun
bersama Kho Keh-hoa yang sedang minum sa mbil istirahat, keruan
hatinya girang, lekas dia hentikan kudanya terus melompat masuk.
serunya tertawa: Ban-heng, Kho-heng, kirauya kalian berada di sini,
beruntung aku bisa susul kalian"
Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa berdiri menyambut kedatangannya.
"Silakan duduk Cu-heng" kata Kho Keh-hoa.
Cu Jing duduk di sa mping mere ka, dia minta secangkir teh.
Mengawasi Cu Jing, Ban Jin-cun bertanya: "Cu-heng menyusul
ke mari, entah ada urusan apa?"
Merah muka Cu Jing, katanya: "Kalau tida k ada urusan buat apa
jauh2 aku me nyusul ke mari?"
Tanpa tunggu pertanyaan lagi, dia balas bertanya: "Kalian tidak
menga la mi sesuatu kesukaran da la m perjalanan?"
"Tida k." sahut Ban Jin-cun heran, "Cu-heng mengala mi kejadian apa?"
"Jadi mereka be lum bergerak" Cu J ing menghela napas lega.
"Cu-heng mendengar berita apa?" tanya Kho Keh-hoa.
"Se mala m aku berte mu seorang anggota Pek-hoa-pang,"
demikian tutur cu-Jing, "dia bilang komplotan jahat Hek-liong-hwe
mungkin henda k me lakukan pencegatan terhadap kalian- . . "
"Pek-hoa-pang", Hek-liong-hwe?" tanya Ban Jin-cun kepada Koh
Keh-hoa. "Belum pernah kudengar na ma ini, saudara Kho tahu?"
"Aku juga belum pernah dengar," sahut Kho Keh-hoa.
"Cu-heng, apa pula yang dikatakan?" tanya Ban Jin-cun.
Sementara pemilik warung seorang kake k tua menyuguhkan
secangkir teh, Setelah orang pergi baru Cu Jing menceritakan
pengalamannya se mala m.
"Hek-liong-hwe" ujar Ban Jin-cun, "kukira suatu sindikat gelap dari Kangouw, me mangnya punya permusuhan apa mereka dengan
keluarga kita," Kenapa ingin main bunuh?"
"Me mangnya kita hendak cari mereka, kebetulan biar mereka
rasakan kelihayan kita" kata Kho Keh hoa.
Cu Jing mengge leng, katanya: "orang2 itu jahat dan banyak
muslihatnya, bahwa aku susul ka lian ke sini karena kuatir kalian
tidak tahu apa2 dan dikerjai mere ka tanpa sadar"
"Terima kasih atas perhatian Cu-heng" kata Ban Jin-cun.
Panas muka Cu Jing, matanya memancarkan cahaya, katanya:
"Sesama saudara, kenapa sungkan?"
"Hayolah kita berangkat, "ajak Kho Keh-hoa.
Ban Jin-cun ke luarkan uang bayar rekening, bertiga lantas keluar
menuntun kuda. Tanya Ban Jin cun. "Ka lian tahu di mana letak
tempat tinggal Cu-ki-cu di -Pa k-sia m-san?"
"Kabarnya dia bersemaya m di cit-sing-wan (ngarai tujuh
bintang)," ujar Cu Jing, "cuma aku be lum pernah ke sana."
"Asal tempat itu ada namanya, tidak sulit mene mukannya," ujar
Ban Jin-cun. Cu Jing menuntun kuda, Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa tidak
me mbawa tunggangan, ma ka Giok-liong-ki diumbar jalan sendiri.
Untung jarak Pak-sia m-san hanya ena m-tujuh li saja, dengan cepat
mereka sudah tiba dite mpat tujuan, yang tampak hanya gunung
gemunung, entah di ma na letak cit-sing-wan itu". . .
Dika la mereka berjalan sa mbil Celingukan, dari jalan kecil di
la mping gunung sana ta mpak seorang penebang kayu sedang
mendatangi. Ban Jin-cun lantas menapak maju, katanya sambil
me mberi hormat: "Numpang tanya pada Toako ini, entah di mana
letak cit sing- wan?"
Sekilas penebang kayu menga mati mereka lalu, menuding ke
timur, katanya: "Dari sini ketimur kira2 lima li, di sana ada Mo-thianhong (bukit pencakar langit) disanalah letaknya cit-sing-wan." Lalu
dia pikul kayu dan pergi.
Melihat langkah orang yang ringan dan tangkas seperti orang
biasa berlari, diam2 tergerak hati Ban Jin-cun, katanya ragu2:
"langkahnya enteng dan cekatan, agaknya seorang persilatan-"
Begitulah mereka terus menuju ke timur, Giok-liong-ki terus
mengintil di bela kang Cu Jing Jarak lima li sebentar saja sudah
mereka te mpuh, me mang di depan me ngadang sebuah punca k
yang bertengger tinggi mene mbus awan, pepohonan yang tumbuh
lebat, sungai menga lir menge lilingi bukit, pe mandangan permai,
hawa sejuk. Mereka maju terus menyusuri sungai terus menanja k
ke atas, di lamping gunung mere ka mendapatkan sebuah gubuk
beratap alang2 kering terdiri dari t iga petak berjajar.
Ban Jin-cun berhenti, katanya: "Disini hanya ada gubuk ini,
mungkin itulah te mpat se mayam Cu-ki-cu."
Tiba di bawah bukit Cu Jing lantas tepuk kudanya dan berkata:
"Giok liong-ki, kau dia m disana saja, kalau ada orang
mengganggumu, cukup kau meringkik panjang seka li saja, tahu
tidak?" Kuda ini sudah paha m kata2 orang, matanya berkedip2 seraya
bersuara pelahan serta manggut2.
"Baiklah, mari ke atas," ajak Cu Jing.
Tiba di depan gubuk mereka berhenti, Ban Jin-cun berteriak:
"Ada orang di dala m?"
"Siapakah di luar?" ada orang me nyahut di da la m gubuk.
"Ka mi bersaudara kemari mohon berte mu dengan Cu-ki-cu
Totiang," kata Ban Jin-cun.
Daun pintu yang terbuat dari ba mbu dibuka pelan2, muncul ah
seorang kakek enam puluhan, pipinya ke mpot jenggot jarang2


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghiasi dagu, me makai jubah butut warna biru yang sudah luntur
warnanya. Sorot matanya jelilatan seperti mata tikus, dengan
seksama dia a mati mereka bertiga sebentar la lu bertanya: "Kalian
cari Cu-ki-cu ada keperluan apa?"
Mendengar nada orang, Ban Jin-cun tahu bahwa orang ini pasti
Cu-ki-cu sendiri. Se mula dia me mbayangkan Cu-ki-cu yang terkenal
di kalangan Kangow tentu seorang Tojin yang berpakaian bersih,
bersikap agung, seorang pertapa yang berwibawa dan welas asih.
Tapi kake k dihadanan mereka ini berkepa la botak berjenggot
jarang, mukanya tirus lagi, sekujur badannya tinggal kulit
pembungkus tulang, keruan hatinya merasa kecewa, tanyanya:
"Apakah Lotiang ini adalah Cu-ki-cu Totiang."
Sebelah tangan mengelus jenggotnya yang jarang2, kakek itu
tersenyum, katanya: "Losiu me mang Cu-ki-cu, silakan ka lian duduk
di dala m."
"Ternyata me mang Totiang adanya," ujur Ban Jin-cun me mberi
hormat. "cayhe bersaudara sudah lama kagum akan na ma besar
Totiang, kami sengaja ke mari mohon petunjuk." bera mai mere ka
lantas masuk ke dala m gubug.
Di dala m rumah hanya ada sebuah meja kayu, empat kursi rapuh
tanpa ada perabot lainnya lagi.
Setelah silakan tamunya duduk, Cu-ki-cu batuk2 kering, lalu
berkata dengan nada menyesal.
"Lohu orang gunung, sela ma hidup jarang kedatangan tamu,
gubugku yang reyot ini tidak sesuai untuk melayani tamu, harap
kalian duduk seadanya saja," sembari bicara dia sudah mendahului
duduk di kursi paling da la m.
Ban Jin-cun bertiga lantas duduk, katanya: "Kami bersaudara
sengaja mengganggu ketenangan Tot iang, mohon Totiang suka
me mberi penerangan kepada ka mi."
"Jadi ka lian minta Losiu mera mal?" tanya cu- ki-cu
"Totiang sudah la ma terkenal, luas pengalaman dan
pengetahuan, terhadap segala peristiwa dan seluk-beluk Kangeuw
amat apal, kami bertiga ke mari mohon petunjuk satu hal kepada
Totiang." "Tentang apa?" tanya Cu-ki-cu.
Dari dala m kantongnya Ban Jin-cun keluarkan buntalan kain kecil
terus dibeberkan di atas meja, isinya adalah sebentuk senjata
rahasia bersegi delapan, dengan kedua tangan dia angsurkan benda
itu, katanya: "Totiang luas pengalaman, entah pernahkah melihat
senjata rahasia maca m ini?"
Begitu melihat bentuk senjata rahasia itu, tampak berubah air
muka Cu-ki-cu, dia terima bersa ma ka in buntalannya, dengan
seksama dia bolak-balik me meriksanya, katanya kemudian:
"Sungguh a mat menyesal, Losiu hanya tahu senjata rahasia ini
dibubuhi racun jahat. kadar racunnya keras sekali, bentuk senjata
rahasia seperti ini me mang belum pernah kulihat."- lalu dia bungkus
ke mbali serta dike mbalikannya kepada Ban Jin-cun.
Sudah tentu Ban Jin-cun me lihat perubahan air muka orang
waktu melihat senjata rahasianya tadi, jelas orang sengaja tak mau
bicara terus terang, maka dia bertanya lebih lanjut: "Apakah Totiang
pernah dengar di kalangan Kangouw ada suatu perkumpulan gelap
yang bernama Hek-liong-hwe?"
Cu-ki-cu tertawa sambil mengelus jenggot, katanya: "Sudah 20
tahun Losiu mengasingkan diri di sini, jadi sudah la ma terasing dari
percaturan Kangouw, tapi Losiu dapat me mberitahu, 20 tahun yang
lalu t iada Hek-liong-hwe dikalangan Kangouw."
Ban Jin-cun menoleh kepada Kho Keh-hoa, sorot matanya
seakan2 menyatakan sia2 kedatangannya ini, mereka bertiga sama
kecewa. Seperti dapat meraba isi hati mereka, Cu-ki-cu tertawa sambil
me megang jenggotnya, katanya.- "Lo-siuorang gunung, sejak lama
lepas dari percaturan Kangouw, tentunya mengecewakan kalian
bertiga, tapi Losiu bisa mera mal, biarlah ka lian kura mal saja,
mungkin dari ra ma lanku dapat kulihat gejaia2 yang dapat
kuberitahukan, entah bagaimana pendapat kalian."
Bahwa Cu-ki-cu pandai mera mal me mang sudah terkenal di
Kangouw, kini dia bilang mau mera mal mereka, sudah tentu sangat
kebetulan. "Harap Totiang suka me mberi petunjuk dan petuah,"
kata Ban Jin- cun.
Pelan2 Cu-ki-cu berdiri, katanya: "Kalian ikut Losiu." Lalu dia
putar masuk ka mar di sebelahnya.
Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa dan Cu J ing mengikuti di be lakangnya.
Itulah sebuah ka mar yang dipisah jadi dua, bagian depan adalah
kamar prakteknya, tepat di tengah dinding bergantung sebuah
gambar Pat-kwa, ada sebuah meja, di mana ada sebuah hlolo,
bumbung ba mbu berisi batang2 bambu kecil bertulisan serta enam
keping uang te mbaga, segelas air putih, ada bak. pensil dan kertas,
sebuah kursi mepet dinding, jadi tempat luangnya hanya cukup
untuk tiga orang berdiri saja. Bagian belakang kamar tertutup kain
gordyn, agaknya kamar tidurnya.
Dengan gerakan tangan Cu-ki-cu suruh mereka berdiri jajar di
depan meja, lalu dengan gayanya tersendiri dia duduk di kursi.
Terlebih dulu dia menyalakan api menyulut tiga batang dupa wangi,
entah apa yang diucapkan, mulutnya berkomat-ka mit, la lu satu
persatu dia tancapkan dupa itu di atas hlolo, wajahnya tampak
serius dan khidmat, katanya kepada mereka bertiga: "Soal apa yang
ingin kalian tanyakan, boleh kalian berdoa menghadap gambar Pat
kwa di bela kangku ini, tapi tidak boleh bersuara."
Mereka menurut dan menghadap gambar Pat-kwa dengan sedikit
mendonga k, mata mengawasi ga mbar Pat-kwa serta berdoa di
dalam hati. Se mentara Cu-ki-cu jemput keenam keping mata uang
tembaga terus dimasukkan ke bumbung ba mbu yang lain, pe lan2
dia menggoncang bumbung itu sehingga menge luarkan suara
berisik, la lu satu persatu dia keluarkan mata uang te mbaga itu dan
dijajar di atas meja, dengan melotot dia awasi keenam mata uang.
Sesaat kemudian baru dia angkat kepala mengawasi mere ka
bertiga, sikapnya kelihatan aneh, katanya: "Sekarang kalian satu
persatu sebutkan nama masing2."
"cayhe Ban Jin cun" Ban Jin-cun mendahului bersuara. sorot
mata Cu-ki-cu menatap Kho Keh-boa. "cayhe Kho Keh-hoa."
Sorot mata Cu-ki-cu lantas beralih ke arah arah Cu Jing. "cayhe
bema ma Cu Jing."
Pada saat itulah mendadak dari bawah gunung terdengar suara
ringkik Giok-Liong-ki yang panjang dan ketakutan- Cu-ki-cu
mendadak mendelik, terbayang senyuman sadis pada mukanya,
sekali raih dia ambil bumbung ba mbu terus digabrukan keras- keras
di atas meja seraya tertawa: ."Kalian tidak segera roboh, tunggu
apa lagi?" Belum habis dia berkata, Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa dan
Cu Jing mendadak merasakan kepala pusing dan pandangan
menjadi gelap. kedua lutut le mas lunglai, tanpa berjanji mere ka
sama jatuh terkapar.
Ooood woooo Ling Kun-gi meringkuk di dala m karung dan sema la m telah
berlalu. Fajar baru menyingsing, Giok-ji segera perintahkan Liau-hoa dan
Ping hoa angkut karung besar itu ke atas kuda, tanpa membuang
waktu mereka berangkat, setelah keluar kota langsung menuju ke
sungai. Kota An-khing terletak di utara tiang-kang, merupakan kota yang
penting di darat dan di a ir maka suasana di sini a mat ra mai. Giok-ji
berlima tidak hiraukan kera maian sekitarnya, mereka langsung
mengha mpiri sebuah perahu besar, seorang yang berpakaian kelasi
segera me mapak, katanya sambil menjura: "Ha mba menya mbut
kedatangan Hoa- kongcu "Pe muda " Giok-ji bertanya: " Kau inikah, Kiang-lotoa?"
Sikap tukang perahu sangat hormat, sahutnya: "Ya, ya, hamba
adalah Kiang- lotoa. Perahu berada di depan sana, silakan turut
hamba." Mereka menuju ke barat, kira2 lima puluhan meter, betul juga di
mana ada sebuah perahu besar dan t inggi.
Mereka turun punggung kuda, seorang me masang sebuah papan
besar, empat laki2 berpakaian ketat lantas keluar me mberi hormat
kepada Giok-je, kata salah seorang: "Ka mi mendapat perintah
menya mbut kedatangan Kongcu"
"Bikin repot ka lian saja," kata Giok-je, lalu ia berpaling kepada Ping-hoa berdua: "Naikkan dulu karung itu ke atas perahu."
Kedua Hoa-hoat-su-cia segera menjura, katanya: "Semoga
Kongcu sela mat sampai di te mpat tujuan, kami berdua tidak
menghantar lebih lanjut." mereka ce mpla k kuda terus pergi.
Giok-ji bertiga naik ke atas perahu baru keempat laki2
berpakaian ketat ikut melompat naik, terakhir adalah Kiang- lotoa,
segera dia perintahkan pe mbantunya pasang layar dan melajukan
perahu ke tengah sunga i.
Daripada meringkuk di dala m karung, kini Ling Kun-gi bisa tidur
nyaman di atas kasur, ternyata setiba di atas perahu Giok-ji suruh
Ping-hoa berdua ke luarkan Ling Kun-gi serta ditidurkan di
pembaringan- Dia ke luarkan sebutir pil dan dimasukkan ke cangkir
berisi teh terus dicekokkan pada Ling Kun-gi, katanya: "Kira2
setengah jam lagi baru dia akan siuman, kalian ikut aku keluar."
pelan2 pintu ka mar lantas ditutup dari luar.
Sudah tentu Kun-gi mendengar percakapan mere ka. Setelah
mereka keluar segera dia membuka mata, ternyata dirinya
berbaring di dala m ka mar yang bersih dan sederhana, dinding
dile mbari ka in kuning, lantai papan tampak mengkilap. Kecuali dipan
dimana dia rebah, di bawah jendela sana terdapat sebuah meja
kecil persegi dan sebuah kursi. Kalau perahu ini tidak bergoyang
turun naik serta mendengar suara percikan air, orang tidak akan
mengira bahwa ka mar ini berada di dala m perahu.
Dia m2 Ling Kun-gi me mbatin: "Entah perkumpulan maca m apa
Pek-hoa-pang mereka?"
Satu hal sudah meyakinkan dia bahwa anggota Pek-hoa-pang
semua terdiri dari kaum wanita, ma lah setiap orang me makai na ma
ke mbang. inilah perjalanan serba romantis, tamasya yang aneh dan
menyenangkan- Dari Coat Sin-san-ceng dirinya diselundup ke-luar, entah apa
tujuannya" Ke mana pula dirinya akan dibawa" Bahwa dirinya
dibawa naik perahu, me mangnya markas mereka berada di
sepanjang pesisir sungai besar ini"
Langkah pelahan me ndatang dari luar, le kas Kun-gi peja mkan
mata, waktu pintu terbuka, yang masuk hanya seorang, Kun-gi
me mbatin: "Agak-nya mereka sudah ganti pakaian perempuan- "
Setelah orang itu maju ke dekat pe mbaringan sengaja Kun-gi
mengge liat, lalu berbangkit. Pelan2 dia me mbuka mata. Pandangan
pertama hinggap pada tubuh sema mpa i menggiurkan seorang gadis
nelayan berpakaian warna hijau. Usianya enam- belasan, berwajah
bulat telur, bola matanya bundar besar dan hitam bening, pipinya
bersemu merah, sikapaya malu2. Wajahnya memang tida k begitu
cantik, na mun cukup menggiurkan hati setiap laki2:
"Cu-cengcu sudah bangun," sapa pelayan baju hijau.
Sudah tentu Kun-gi tahu gadis inilah yang bernama Liau-hoa, tapi
dia sengaja bersuara heran, katanya: "Siapa kau" Mana Ing-jun?"
ing-jun ada lah pelayan yang melayani segala keperluannya di coatsin-san-ceng. "Ha mba adalah Liau-hoa," pelayan itu menekuk lutut me mberi
hormat. "Te mpat apakah ini?" tanya Kun-gi sa mbil me nyapu pandang ke
sekitarnya. "Rasanya seperti di atas kapal?"
Liau-hoa menyilakan sa mbil menunduk. Kun-gi ta mpa k kurang
senang, katanya mendengus: "Apa yang terjadi" Kalian mau bawa
Lohu ke mana lagi?"
"Ha mba tida k tahu," sahut Liau-hoa takut2.
Kun-gi tahu orang sengaja bohong, tapi melihat sikap nona itu
jeri dan ma lu2, tak enak dia bertanya lebih lanjut.
Mengawasi Kun-gi, Liau-hoa bertanya dengan suara lembut:
"Apakah Cu-cengcu mau sarapan pagi?"
"Lohu belum lapar."
"Baiklah ha mba a mbilkan air teh saja," bergegas dia hendak
mengundurkan diri, jelas hendak me mberi laporan kepada Giok-je,
"Tak usahlah Lohu t idak haus. Ada persoalan yang ingin
kutanyakan, apakah di atas kapal ini ada orang yang berkuasa?"
"Harap cengcu tunggu sebentar, hamba akan panggil Giok je cici
ke mari." "Giok-je, kan pelayan pribadi Hian-ih-lo-sat itu" Apa
kedudukannya tinggi?" sengaja Kun-gi bertanya, secara tidak
langsung dia ingin tahu betapa tinggi kedudukannya Giok-je didala m
Pek-hoa-pang. Liau- hoa manggut2 sa mbil mengiakan terus melangkah pergi
dengan buru2. Tak la ma ke mudian, tampak dengan langkah le mbut gemulai
Giok je menyingkap kerai dan masuk ke kamar, katanya sambil
me mberi hormat kepada Kun-gi: "Cu-cengcu me manggil ha mba,
entah ada urusan apa?" Perawakannya me mang yahut, setelah
ganti pakaian perempuan ke lihatan lebih menarik setiap laki2 yang
me mandangnya. "Ada satu hal ingin Lohu minta keterangan nona," kata Kun-gi.
"Terlalu berat ucapan cengcu, entah soal apa yang hendak
ditanyakan?"
"Lohu ingin tahu ke mana diriku hendak di- bawa?"
"Soal ini ........."
"Nona tida k mau menjelaskan?"
Giok-je tertawa manis, katanya: "Lebih baik Cu-cengcu ajukan
persoalan lain saja, asal ha mba bisa menjawab tentu kuterangkan-"
"Pintar dan licik juga gadis ini," de mikian ba-tin Kun-gi, katanya:
"Baiklah, Lohu ingin tanya, nonakan anak buah kepercayaan cohsiancu, tentu kau tahu seluk-beluk Coat Sin-san-ceng, entah
bagaimana asal-usulnya?"
"0, mereka ........."
"Apakah nona tidak mau menerangkan" Baiklah persoalan ini tak
usah dibicarakan-"
Giok-je me liriknya sekali, katanya kemudian dengan sikap apa
boleh buat:- "Mereka adalah orang2 He k liong- pang."
"Hek-Liong-pang" Be lum pernah kudengar na ma ini?"
"Jejak mereka serba tersembunyi, umpa ma berkecimpung di
Kangouw juga belum tentu diketahui orang, sudah tentu Cu-cengcu
belum pernah mendengarnya."
"Apa kedudukan Cek Seng jiang di Hek-Liong-pang?"
"Mereka hanya me manggilnya cengcu, apa kedudukannya hamba
tidak tahu."
"Lalu, coh-siancu?"
"Ha mba tahu dia adalah salah satu dari Su-toa-thian-su (e mpat
besar rasul langit), tugasnya mengawasi daerah selatan"
"Apakah tujuan mereka menculik Lok-san Taysu bertiga hanya
lantaran getah beracun itu?"
"seharusnya demikian-"
"Nona bukan orang Hek-Liong-hwe?"
"Darimana Cu-cengcu tahu ha mba bukan orang dari Hwe itu?"
"Kalau kau orang mereka, tak mungkin me mbongkar rahasia
mereka." Giok-je tertawa, ujarnya: "Cu-cengcu me mang a mat cermat."
Sampa i di sini pe mbicaraan mereka, tiba2 Liau-hoa muncul di
pintu, katanya: "Giok-je cici, harap ke luar sebentar"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Giok-je melangkah keluar, tanyanya: "Ada apa?" di ambang pintu
dia me mba lik dan berkata: "Cu-cengcu, hamba mohon diri
sebentar."
Mendadak dia angkat jari terus menjentik, dari balik lengan
bajunya menyamber keluar sejalur angin kencang meluncur ke Hiatto Ling Kun-gi. Gerakannya aneh dan cepat, di luar dugaan lagi,
Kun-gi pura2 tidak tahu, dia duduk di kursi tanpa bergerak, hatinya
dia m2 kaget, batinnya: "Tak nyana gadis semuda ini me miliki
kepandaian begini tinggi, aku me mandang rendah dirinya."
Maklumlah Kun-gi sendiri meyakinkan hawa murni pelindung
badan, asal pikiran bergerak dan hati ada niat, hawa murni dala m
tubuhnya akan timbul daya perlawanan, walau cepat jentikan
Gioknje, tak mungkin bisa menutuknya pingsanMelihat Kun gi duduk me matung dan tida k bergerak. segera
Giok-je menyelinap keluar, tanyanya: "Ada apa sih?"
"Kiang lotoa melihat di belakang perahu kita ada dua kapal besar
menguntit dari kejauhan-"
"Mungkin orang2 Hek liong-hwe?" kata Giok-je,
"Cu-cengcu . . . . "
"Tida k apa2, aku telah menutuk Hiat-tonya."
Lalu mereka keluar dan naik keatas dek, entah apa pula yang
mereka bicarakanKun-gi tersenyum, pelan2 dia mendekati jende la, dengan ujung
jarinya dia me mbuat lubang kecil pada kertas jendela, lalu
mengintip keluar, air sunga i luas menyentuh langit di kejauhan, tak
kelihatan bayangan apa2, agaknya kedua kapal yang dicurigai masih
menguntit dari jarak yang jauh sekali.
Pada saat itulah tiba2 didengarnya suara gaduh air bergolak dari
buritan, kejap lain mendadak sebuah sa mpan yang laju cepat tahu2
muncul kira2 tiga tomba k di sebelah belakang.
Dia m2 Kun gi me mbatin: " Apaknya kedua piha k akan bentrok."
Ter-sipu2 Giok-je menuju ke belakang. Sikap Ping-hoa tampak
tegang, serunya: "Giok-je cici, lekas ke mari, kedua sa mpan itu
sudah makin dekat."
"Jangan kita perlihatkan diri, belum waktunya biar mereka yang
menghadapi," kata Giok-je, mereka yang dia maksud ada lah
keempat laki2 berpakaian ungu itu.
Sembari bicara mere ka mene mpelkan muka ke jende la yang
teraling kain, tampa k ke dua sa mpan itu sedang melaju me mecah
gelombang ke arah sini, jaraknya tetap bertahan puluhan tombak.
Tak la ma ke mudian kedua sa mpan itu tiba2 berpencar ke kanan-kiri
terus berlaju lebih cepat mendahului ke depan"Keparat, jelas mereka sengaja hendak cari perkara pada kita"
kata Giok-je, Terdengar suara Kiang- lotoa berkata di luar: "Nona, kedua
sampan ini menunjuk tanda2 sengaja menunggu kita."
"Kiang- lotoa," seru Giokrje, "Kau sudah lihat betul, siapakah orang di atas sa mpan?"
"Mereka berada di dala m barak perahu, ke-cuali dua orang yang
pegang dayung, hamba tidak me lihat orang yang lain-"
"mereka sengaja mau cari perkara, nanti juga pasti unjuk diri."
"Ya, hamba mohon petunjuk nona."
"Jangan hiraukan dulu, lajukan perahumu seperti biasa."
Kiang-lotoa mengiakan, baru saja dia henda k mengundur diri.
"Kiang- lotoa," tiba2 Giok-je me manggilnya pula.
Lekas Kiang-lotoa berhenti dan menyahut hormat: "Nona masih
ada pesan apa?"
"Di An-khing kau sudah tinggal beberapa tahun, situasi di
perairan sini tentu apal, belakangan ini ada kah orang2 Hek-Lionghwe yang muncul diperairan?"
"Terus terang nona, belum pernah hamba mendengar nama Hekliong-hwe, terutama di perairan sini se la manya tenang2 saja tak
pernah terjadi seperti hari ini."
"Jadi, mereka me mang betul2 mau cari perkara pada kita,"
dengus Giok je, "kau boleh pergi urus tugasmu. o, ya, kau harus
tetap berdiam di An-khing, kalau t idak terpaksa jangan kau
bocorkan asal usul dirimu, nanti kalau kedua piha k bentrok, kau
bersama2 kawanmu tidak usah turut campur, kalian menyingkir
saja, anggaplah perahumu ini kita sewa." Kiang- lotoa mengia kan
dan mengundurkan diri.
Baru saja Giok-je ke mba li ke kursinya, terdengar Ping-hoa
berkata: "Giokje cici, di bela kang kita muncul pula dua sa mpan-"
"Bagaimana kedua sa mpan yang laju ke depan tadi?"
"Kok tidak ke lihatan-"
"Mereka kerahkan e mpat sampan, agaknya hendak turun tangan
di air" ujar Giok-je,
Belum habis dia bicara Liau-hoa sudah berteriak pula, "Giok-je
cici, itu dia dua sa mpan yang lewat tadi kini putar ba lik pula."
Giok je menuju kejende la sebelah kiri serta melongok keluar,
waktu itu hawa sejuk dan angin menghe mbus sepoi2, tiada
gelombang tiada badai, air tenang2 saja, sementara kedua sa mpan
di bela kang sudah sema kin dekat.
Giok-je merogoh sebuah kaca tembaga dari dala m bajunya,
badan sedikit miring terus me mandang haluan perahu yang mereka
naiki ini, empat sampan jadi dala m posisi mengepung, setelah jarak
semakin de kat laju sa mpanpun diperla mbat.
Tiba2 pada sa mpan sebelah kiri sana menyelinap ke luar seorang
laki2 jubah hita m panjang, mukanya kelabu kaku, berdiri di depan
sampan dan me mbentak: "Hai, tukang perahu, me mangnya matamu
buta, hayo hentikan perahumu"
Pada waktu yang sama muncul pula dua orang di sampan
sebelah kanan, muka mereka kuning seperti ma la m, keduanya
me mbe kal pedang panjang. Agaknya mereka betul2 hendak turun
tangan- Sesuai petunjuk Giok-je, lekas Kiang-lotoa perla mbat laju perahu
lalu me nghentikannya di tengah2 sunga i.
Arus sungai cukup deras sehingga perahu besar mereka terseret
miring, Kiang-lotoa bersama beberapa kelasi dengan gugup sibuk
bekerja, sedapat mungkin mereka kenda likan perahu supaya tidak
oleng. Sementara seorang laki2 setengah baya muncul di depan perahu,
dengan mendelik dia pandang orang2 di atas sampan,jengeknya
dingin: "Siang hari bolong, kalian mencegat perahu, me mangnya
mau apa?"- Di belakang laki2 setengah baya berbaju abu2 ini
mengintil dua laki2 kekar bergolok berpa kaian ketat.
Dingin sorot mata si muka kuning kaku di atas sa mpan sana
sekilas dia lirik laki2 setengah baya baju kelabu, tanyanya: "Tuan ini
siapa?" Laki2 setengah baya baju kelabu berkata dengan kereng: "cayhe
Liok Kian-la m dari Ban-ceng-piaukiok di La m-jiang." La lu dia
menarik muka dan balas bertanya: "cayhe sudah sebutkan na ma,
saudara harus perkenalkan diri" Apa tujuan kalian mencegat perahu
di tengah sunga i?"
"Tiga budak yang melarikan diri rupanya menyewa pengawal"
Ketahuilah, ka mi sedang menguber buda k2 yang lari itu."
Liok Kian la m menjengek. katanya, "Saudara salah ala mat, ka mi
sedang mengantar Hoa-kongcu dari La m-jiang, orang Kangouw
menguta makan kebenaran, untuk itu harap kalian me mberi muka
kepada ka mi."
Berkedip2 mata si muka kuning, ia menyeringai dan berkata:
"Tuan besarmu sela manya belum pernah dengar di La m-jiang ada
Ban-seng-piaukiok segala, hayolah, periksa perahu ini" Kedua laki2
baju hita m di sa mpan sebelah kiri mengiakan, sampan mere ka
mendadak menerjang maju, kedua laki2 itu terus melompat keatas
perahu sini. Mendelik mata Liok Kian-la m, bentaknya: "Saudara tidak patuh
aturan Kangouw, jangan salahkan kalau kami tida k kenal kasihan-"
Sembari bicara dia me mberi tanda kepada kedua laki2 di
belakangnya. Sejak tadi kedua laki2 ini me mang sudah pegang golok. sigap
sekali mereka berkelebat maju me mapak kedua laki2 muka kuning
yang menubruk tiba, maka terjadi perte mpuran sengit dihaluan
perahu. Si muka ke labu tergelak2, serunya: "Agak-nya sebelum melihat
peti mati saudara Liok ini tidak a kan mengucurkan air mata, biarlah
Tin-toaya sempurnakan kau." sekali menutul, dia keluarkan gaya Itho-coan-thian, tubuhnya mela mbung tinggi terus menukik turun ke
arah Liok Kian-la m, kelima jarinya terpentang dengan jurus Hweing-kik-tho (burung elang menerka m kelincil) terus mencengkra m
batok kepala lawanMelihat serangan orang agak aneh dan lihay, Liok Kian-la m tidak
berani pandang rendah mu-suh, ka ki geser mundur setengah tindak.
sementara tangan kiri me mutar terus menutuk perge langan tangan
si muka ke labu.
"Jeng-bun ci (jari mene mbus awan)," seru si muka kelabu
tertawa aneh, "kiranya saudara murid Hoa -san-pay." Mendadak ia
mendesak maju, tangan kiri me nggunakan jurus lay-san-im-ciang
menebas lurus kedepan, cara turun tangan orang ini rada aneh,
gerakannya me mbawa deru angin kencang lagi sehingga Liok kianla m kena didesak mundur selangkah.
Tapi Liok Kian-la m juga bukan lawan enteng, setelah dia
menyingkir dari tebasan telapak tangan si muka ke labu, cepat iapun
menge luarkan pedang, "sret", tahu2 pedangnya me mbabat miring
dari samping bawah.Jurus ini merupakan gerakan kombinasi di
samping meluputkan serangan musuh sekaligus balas menyerang
gerakannyapun cepat leksana kilat.
Si muka, kelabu yang merangsak dengan bernafsu tidak
menduga sa ma sekali, ha mpir saja dia kecundang, dala m
kesibukannya, lekas ia tekuk kedua ka ki me lompat mundur, untung
dia terhindar dari babatan pedang Liok Kian la m.
Berhasil mendesak lawan, sudah tentu Liok Kian-la m tidak
me mberi peluang lagi, sembari menghardik iapun me lompat tinggi,
pedangnya menge mbangkan jurus Hoat-bun-kay-loh (menyiba k
awan me mbuka jalan) ia mencecar musuh lebih sengit.
Dika la tubuh me la mbung mundur itulah, si muka kelabu juga
telah mengeluarkan pedang, ia segera menangkis, "trang", kedua
pedang beradu, keduanya sama terpental dan meluncur turun di
atas geladak. Begitu kaki menginjak lantai perahu si muka kelabu
perdengarkan tertawa gusar, pedang panjangnya berwarna hitam
legam terus merangsak pula dengan beringas.
Liok Kian-la m me mang murid Hoa-san-pay, Hoa-san-kia m-hoat
yang dia ma inkan me mang lincah dan tangkas sekali, maju mundur
sangat cepat, setiap jurus permainannya matang dan mantap. Kedua orang sama melancarkan ilmu pedangnya, sinar perak laksana
ular sakti berkelebat naik turun dan saling gubat dengan bayangan
hitam yang menga muk seperti naga mengaduk air, pertempuran
semakin me muncak dan seru.
Sementara itu, kedua sampan di belakang sudah mendekati
perahu, di atas sampan masing2 berdiri seorang berjubah hijau,
mukanya lonjong kurus, kulitnya kuning semu hijau, tampangnya
kelihatan kejam, seorang lagi berwajah agak ta mpa m, itulah
seorang pemuda berjubah biru yang bersikap angkuh, pedang
tergantung di pinggangnya, bajunya mela mbai dit iup angin,
kelihatan gagah dan berwibawa sekali.
Kedua orang ini lebih mirip majikan dan kacung, jarak sa mpan
mereka masih dua tomba k lebih dari perahu besar, tiba2 si kurus
jubah hijau me mbentang kedua lengan, tahu2 tubuhnya melejit ke
atas dan bersalto sekali di tengah ualara terus meluncur ke arah
perahu. Gerakan ini sangat tangkas, sedikit kakinya menutul di
pinggir perahu, tubuhnya terus berkelebat ke depan menembus
sinar pedang yang silau dan langsung, me luncur ke da la m perahu.
Pada saat itulah seorang laki2 yang berdiri di luar pintu
menghardik sekali terus mengadang, di mana pedangnya bergetar,
kontan ia menusuk dua Hiat-to si jubah hijau.
Tapi sijubah hijau tak berke lit juga tak menangkis, tangan malah
dia angkat terus menyentak ke pedang lawan- Sudah tentu gerakan
ini di luar dugaan la ki2 berpaka ian ketat yang berjaga di depan
pintu, betapa tajam pedangnya ini, tapi orang ini berani me lawan
pedangnya dengan tangan telanjang" Sekilas me lengak. tahu2
didengarnya suara keras beradu, pedang panjangnya telah kena
dijepitjari lawanTernyata lengan kiri sijubah hijau kelihatan berwarna hijau kecoklat2an, kelima jarinya runcing kaku seperti baja, jelas itulah jari2
yang terbuat dari besi. Jadi lengan kirinya itu adalah tangan palsu
yang terbuat dari besi, dari warnanya yang mengkilap itu, jelas jari2
besi itu telah dilumuri racun jahat.
Kejadian begitu cepat laksana percikan api, begitu tangan
besinya berhasil menjepit pedang panjang lawan, tangan kanan
sijubah merah lantas menghanta m ke muka lawan pula.
Sebenarnya kepandaian laki2 berpakaian ketat itu tidak rendah,
tapi lantaran pedang dijepit lawan, sedetik dan melengak. tahu2
pundak kiri sudah kena dita mpar oleh angin pukulan lawan, walau
dia bisa bergerak cepat sehingga tubuhnya tidak terpukul telak, tapi
samberan angin pukulan yang mengenai tubuhnya juga tidak
ringan. Terasa tulang pundak kirinya sakit luar biasa, hampir saja ia
jatuh kelengar, tatkala tubuhnya terlempar hampirjatuh, sigap sekali
kakinya me layang menendang ke ulu hati sijubah hijau.
Sijubah hijau menjengek: "Tong- long- cui, ternyata kau murid
Tong- long- bun. " Jari besi tangan kirinya segera mencengkera m ke
tungkak kaki orang.
Setelah pundak kiri teriuka, sudah tentu gerak-gerik laki2 baju
ketat ini menjadi kurang tangkas, tapi mengingat mati-hidup jiwa
sendiri terletak pada gerak tendangan kakinya ini, maka dengan
nekat dia meyerempet bahaya dan melancarkan serangan,
harapannya cukup bertahan untuk sementara waktu lagi.
Sekali berhasil sijubah hijau kerjakan kedua tangannya dengan
kencang, beruntun tangan kanan menggempur dengan gencar,
sehingga la ki2 baju ketat didesaknya mundur keripuhanSementara itu perte mpuran sengit di haluan perahu di depan
sana semakin sengit, senjata terus berdenting keras, mendadak
terdengar suara "byuur", salah satu dari laki2 baju ketat warna
kelabu yang melawan kedua musuh baju hita m tercebur ke air
dengan luka parah. Sementara seorang lagi juga sudah terluka, tapi
dia bertahan mati2an dengan nekat.
Melihat anak buahnya bukan tandingan lawan2nya dan tahu
gelagat jelek. sema kin berkobar a marah Liok Kian-la m, kedua
matanya mendelik dan me mbara seperti terbakar, pedang berputar
laksana tabir cahaya, sekuat tenaga dia mengge mpur musuh.
Sayang musuh yang satu ini berkepandaian tinggi, meski sudah
seratus jurus ke mudian dia tetap tak ma mpu merobohkan lawanSetelah musuhnya jatuh ke air, salah seorang baju hitam menjadi
tiada lawan lagi, maka sa mbil menenteng pedang segera dia
me lurukpada musuh yang sedang di cecar kawannya. Memangnya
sudah terdesak di bawah angin, kini digencet lagi dari depan dan
belakang, sudah tentu dia bukan tandingan kedua musuhnya, hanya
beberapa gebrak saja, dia kena
terbabat oleh lawan di depan,
lengan kanannya terbacok putus.
Laki2 baju ketat warna ke labu


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjerit ngeri, saking kesakitan
dia jatuh se maput, serempa k
musuh di be lakangnya ayun kaki
menendangnya tertempar jatuh
keair juga. Liok Kian-la m jadi beringas, bentaknya: "Biar aku adu jiwa
dengan kalian- Tiba2 dia gentak pedang menaburkan tabir ke milau,
ia bertekad gugur dan menyerang dengan gencar, yang dicecar
adalah Hiat-to me matikan ditubuh si muka kelabu.
Rangsakan gencar ini dilakukan tanpa mengingat kesela matan
jiwa sendiri, sudah tentu sijubah hijau tida k mau diajak gugur
bersama, dia berkelit mundur berulang2. Liok Kian-la m me mperoleh
peluang untuk mencecar lebih sengit, serangannya semakin ganas
hingga si muka kelabu juga kerepotanSementara itu, pemuda jubah biru yang sejak tadi hanya
menonton di atas sampannya tiba2 melompat ke atas perahu, gerak
tubuhnya sungguh amat aneh dan cepat sekali, hanya sekali
berkelebat bayangan biru, tahu2 dia sudah berada di tepi perahu,
dari kejauhan jarinya menuding, sekali tutuk dia me mbikin Liok
Kian- la m lumpuh tak berdaya.
Tatkala melancarkan serangan gencar, tiba2 Liok Kian- la m
merasakan pinggang kese mutan, badan lantas tersungkur ke depan,
pedangnya menusuk tembus ke dala m papan geladak yang tebal
itu. Lekas si muka kelabu ra mpas senjata lawan, memberi hormat
kepada pemuda jubah biru, kata-nya: "Terima kasih atas bantuan
Kongcu." "Tin-s incu tida k usah sungkan," kata pemuda jubah biru.
Ternyata si muka kelabu adalah Thian-kau-s ing, si bintang anjing
langit. Thian-kau-sing me langkah ma ju, sekali cengkera m dia jinjing
tubuh Liok Kian- la m, sementara tangan lain menekan punggung
orang, katanya kepada si jubah hijau. "Hou-heng, harap berhenti."
lalu dia me mbentak la ki2 baju ke labu "Kawan ini supaya dengarkan,
Liok-piauthau ka lian sudah berada di tangan orang she Tin, ka lau
kau tidak ingin dia ma mpus, lekas minggir dan buang senjata."
Sijubah biru segera tarik tangan seraya melompat mundur, lalu
berdiri di be lakang pe muda jubah biru.
Laki baju ke labu me mang sudah terluka, ter-desak di bawah
angin lagi, melihat Liok Kian la m tertawan musuh, e mpat orang
kawannya hanya tinggal dirinya seorang, jelas lebih2 bukan
tandingan musuh, terpaksa dia melompat mundur sambil
me lintangkan pedang, katanya setelah menarik napas panjang:
"Kalian sebetulnya orang dari golongan mana" Sela ma ma lang
me lintang di utara dan selatan belum pernah pihak Ban-seng
piaukiok berbuat sa lah kepada kawan2 Kangouw . . . . "
Sebelum orang habis bicara Thian-kau-sing segera menukas,
"Saudara tak usah banyak omong, tadi sudah kujelaskan kepada
Llok-piauthau, tujuan ka mi adalah budak2 yang melarikan diri itu,
tiada sangkut pautnya dengan piaukiok kalian, sekarang ada Diankongcu ka mi di sini, lekas suruh orang2-mu ke luar, biar kami
geledah perahu ini."
Pada saat itulah terdengar suara merdu nyaring menanggapi:
"Aku ada di sini, kalian main cegat, melukai para Piausu,
perbuatanmu mirip penjahat, memangnya apa maksudmu?" Dari
dalam perahu me langkah keluar seorang pe muda sekolahan
berjubah hijau dengan kepa la dibungkus kain. Di belakangnya
kanan kiri mengint il kacungnya dengan langkah ringan dan mantap
mereka beranjak ke depan, Ketiga orang ini terang adalah Giok-je
bersama Ping-hoa dan Liau-hoa.
Laki2 baju kelabu segera mengha mpiri, katanya dengan nada
penuh sesale "cayhe berama l bukan tandingan mereka, tak ma mpu
bertanggung jawab sebagai pelindung, sehingga Kongcu dibuat
kaget " Dengan tak acuh Giok je menukas: "Bukan sa lah ka lian."
Dingin dan tajam sorot mata pemuda jubah biru menatap Giok je
bertiga seperti ingin mencari apa2, tanyanya: "Kalian dari mana dan
mau ke mana?"
Giok-je mendengus seperti sengaja
mere mehkan mereka,
katanya: "Apakah aku harus menjawab?"
"Apa yang kutanyakan, mau atau
tida k hartus kau menjawabnya," dengus pe muda jubah biru.
Seperti apa boleh buat Giok-je berpikir sebentar, lalu berkata:
"Baiklah, cayhe Hoa Siang- yong dari An-khing, mau pergi ke La mSiang." Waktu orang bicara, pemuda jubah bieu sedikit miringkan muka
me mberi isyarat kepada sijubah biru yang berdiri di sa mpingnya.
Tanpa bersuara sijubah biru tiba2 mengayun tangan kanan, tampak
dua titik sinar cokelat me lesat terbang terpencar ke arah Liau -hoa
dan Ping-hoa. Sejak keluar Liau-hoa dan Ping-hoa sudah bersiaga, dia m2
merekapun perhatikan setiap gerak-gerik lawan- Me lihat sijubah
hijau menimpukkan dua titik coklat ke arah mereka, keduanya
bersama menge luarkan pedang, seka li sinar dingin berkelebat,
"Ting, ting", dua panah kecil berwarna kehijauan tersampuk jatuh di atas geladak. Betapa cepat dan tangkas gerakan mencabut pedang
serta menyampuk itu sungguh a mat mengagumkanPemuda jubah biru tersenyum, sorot matanya bercahaya,
katanya: "Budak hina, kalian lari dari coat- sin-san-ceng dan
menyaru sebagai laki2, me mangnya aku tak bisa mengenali" Kini
berhadapan dengan Kongcu, tidak lekas kalian le mparkan pedang
dan menyerah saja"
Tenang saja sikap Giok-je, katanya sambil menatap tajam: "Apa
katamu" Aku t idak mengerti."
"Giok je, kau masih berani mungkir, atas dirimu?" bentak
pemuda-jubah biru.
"Kalau bicara harap tuan tahu aturan, cayhe Hoa Siong- yong,
penduduk asli kota La m jiang, siapa itu Giok-je?" menghadapi situasi
yang berubah secara mendadak ini ternyata dia tidak kaget,
sikapnya tetap tenang.
Pemuda jubah biru naik pita m, katanya sambil me nuding: "Hou
Thi-jiu, tangkap dia"
Ternyata pemuda jubah biru ini adalah Dian Tiong-pit, anak
angkat Cek Seng-jiang yang berkuasa di coat-sin-san-ceng itu,
sijubah hijau adalah Hou Thi-jiu. Mereka ditugaskan menangkap
ketiga budak yang melarikan diri ini.
Mendapat perintah majikannya, Hou Thi-jiu segera berkelebat
maju ke depan Giok-je, kata-nya dingin: "Giok-je, kau masih
inginkan aku orang she Hoa turun tangan?"
Pucat muka Giok-je saking marah, serunya murka: "Kurang ajar,
kalian berani menghina orang sekolahan, seorang lelaki sejati
seperti orang she Hoa ini ka lian anggap sebagai buda k pelarian,
sungguh kurang ajar"
"Jangan cerewet, kalau tidak ma u menyerah, terpaksa aku tidak
sungkan terhadapmu,"
kelima jari Hou Thi-jiu terulur terus mencengkera m punda k Giok
je, Kini Giok-je menya mar pe muda sekolahan, sudah tentu dia tidak
sudi turun tangan terhadap budak keluarga orang -lain" Sambil
menggeser selangkah dia berpaling, katanya "Hoa wok. layani dia
beberapa jurus."
Hoa wok adalah Ping-hoa, dia menyahut sekali terus me lompat
maju, pedang di tangan menuding sa mbil me mbentak: "Kau ini
barang apa" berani kurang ajar terhadap Kengcu ka mi?" -Sret,
pedangnya lantas me mapas ke pergelangan tangan Hou Thi-jiu.
Hou Thi-jiu terkekeh2, katanya: "Budak jelita, kau ini Ping-hoa
atau Liau-hoa?" Secepat kilat tangan besi segera mencengkera m
pedang. Ping-hoa menggetar batang pedang sehingga menerbitkan
cahaya, ia menusuk tiga Hiat-to sekaligus. Lekas Hou Thi jiu
gunakan tangan kiri menangkis, dia sa mbut serangan lawan secara
keras. Dia pikir lawan adalah pere mpuan yang baru berusia belasan
tahun, betapa tinggi lwekang dan ilmu silatnya mana kuat
menandingi tangkisan lengan besinya, sekali tangkis dan kepruk
pedang lawan tentu terpental lepas.
Tak terduga kenyataan justeru diluar perhitungan Hou Thi-jiu,
tatkala lengannya menangkis ke atas, "trang", serangan Hoa-ping
me mang dia punahkan, tapi orang tidak tergetar mundur atau
terlepas pedangnya, keruan ia kaget, tahu2 pedang Hoa-ping sudah
turun ke bawah terus me motong ke la mbung Hou Thi-jiu. Jurus ini
dina makan It-yap-cu-khiu (sele mbar daun di musim rontok), gaya
pedangnya mantap dan cepat, "bret", baju di depan dada Hou Thijiu
terobek panjang satu kaki lebih.
Keruan Hou Thi-jiu marah, lengan kiri turun naik, segera dia
lancarkan serangan gencar, tampak di dala m tabir cahaya warna
cokelat kehijauan itu, jari2 besi yang runcing itu selalu mengincar
batok kepala Ping-hoa.
Sudah tentu Ping-hoa tidak berani lena, pedang dia putar secepat
angin, iapun bergerak cepat melayani kecepatan lawan, tubuhnya
terselubung tabir cahaya ke milau, gerakannya cepat dan banyak
variasinya lagi, dengan balas menyerang dia hadapi rangsakan
lawan- Seperti diketahui Dian Tiong-pit adalah anak Cek Seng jiang,
cengcu Coat Sin-san-ceng, iapun murid kesayangan Jek-tongcu,
atasan Thian-kau-sing, maka sedapat mungkin dia me lakukan apa
saja untuk menjilat pe muda ini, kini me lihat Hou-Thi jiu melabra k
lawan, tanpa disuruh dia me labrak maju, katanya menyeringai,
"Kalian tiga budak ini, di hadapan Dian kongcu masih berani
me mbangkang, besar benar nyali kalian-"
Laki2 baju kelabu yang sudah terluka itu segera melompat maju,
hardiknya beringas: "Berani kau melangkah maju, aku tidak
sungkan2 lagi."
Thian-kau-sing me nyeringai sadis, jengeknya, "Kau ingin ma mpus
apa susahnya, orang she Tin cukup angkat sebelah tangan saja
untuk menyempurna kan keinginanmu."- "Sreng", dia cabut
sebatang pedang tipis dan se mpit.
"Sim-piauthau," kata Giok-je, "luka dipundakmu belum diobati, kau mundur saja, orang ini biar dibereskan Hoa Lok."
Hoa Lok adalah Liau-hoa. Mendengar kisikan Giok-je segera dia
mendahului kedepan, katanya: "Kongcu suruh aku bereskan dia,
Sim-piauthau, silakan mundur." Habis kata2nya dengan jurus Ha mbwe-pan-jun (ke mbang Bwe menya mbut musim se mi), pedangnya
tiba2 menutul ke iga kiri Thian-kau-s ing.
cepat Thian-kau-sing menangkis, di luar tahunya bahwa setiap
anggota Pek-hoa-pang pernah meyakinkan Pek hoa-kia m-hoat,
sekali gebrak. sinar pedang yang ceplok2 seperti rangkuman bunga
bermunculan silih berganti, jumlahnya se makin ber-ta mbah2.
Tenaga pembawaan pere mpuan me ma ng tidak se kuat laki2, tapi
ilmu pedang yang mereka yakinkan ini justeru teramat lincah dan
tangkas sekali untuk mena mbal kekurangan ini.
Ilmu pedang Thian-kau-sing aneh dan ganas, tapi sudah tujuhdelapan jurus me layani Liau-hoa tetap tak kuasa mene mpatkan diri
diposisi yang lebih unggul, keruan ia bertambah gusar, mulutnya
berkaok2, pedang menyamber ke kanan-kiri, bayangannya laksana
segumpa l awan hita m yang bergola k naik turunHanya menghadapi dua buda k saja Hou Thi-Tjiu dan Thian-kau
sing sekian la manya tidak bisa menang, keruan pancaran sinar mata
Dian Tiong-pit sema kin me mbara, katanya mengulum senyum sinis:
"Agaknya me mang ka lian berasal-usul luar biasa, hari ini tak bisa
kulepas kalian pergi begini saja." ia mendesak maju beberapa
langkah serta me mbentak: "Giok je budak keparat, keluarkan
pedangmu, dala m 10 jurus jiwa mu a kan kurenggut."
Insaf keadaan serba salah, Giok-je juga pantang mundur, dia
tahu kepandaian Dian Tiong-pit sangat lihay, dirinya terang bukan
tandingannya, maka sedapat mungkin sejak tadi dia bersikap
tenang, malah Ping-hoa dan Liau-hoa sudah diberi pesan supaya
tidak sembarang bertindak. Kini keadaan sudah mendesak dan
terpaksa dia harus ambil putusan nekat, katanya: "Dian-kongcu
terlalu mendesak, terpaksa kita harus menentukan ka lah dan
menang baru urusan bisa berakhir, baiklah, akan kulayani
kehendakmu." Pelan2 dia copot jubah hijau bagian luar, tampak dia
mengenakan pakaian ketat, "sreng", pedang, dilolos lalu berdiri
tenang dan tegak.
Dingin pancaran mata Dian Tiong-pit, katanya: "Budak keparat,
masih tida k mau mengaku kau ini Giok-je, buda k pelarian?"
"Siapa bakal ma mpus di antara kita belum bisa ditentukan,
setelah kau mengalahkan pedang di tanganku boleh kau mengoceh
seenakmu sendiri," jengek Giok-je,
Berkobar nafsu membunuh Dian tong-pit, sambil menggerung
gusar pelan2 dia mencabut pedang, tapi sedapat mungkin dia
bersabar, katanya menuding dengan pedang. "Asal ka lian serahkan
orang yang menyaru Cu Bun-hoa itu, aku akan menaruh belas
kasihan terhadap kalian.Jadi tujuannya mengudak ke mari adalah
orang yang memalsu Cu Bun-hoa itu. Persoalan tiada lain karena Cu
Bun-hoa palsu itu sudah berhasil menawarkan getah beracun.
Giok-je tertawa dingin: "omongan Dian-kongcu sungguh lucu dan
mengge likan kita toh belum bergebrak, menang atau ka lah belum
ketentuan, bukankah omonganmu ini terla lu dini diucapkan"
Me mbesi muka Dian Tiong-pit, jengeknya:
"Baik, setelah
kuringkus kau, masa kau bisa mungkir?"
Tiba2 bentaknya mengguntur: "Budak keparat, lihat pedang"
Angin kencang terus menampar, tenaga kuat bagai gelombang
dingin t iba2 menyerang berbareng selarik sinar menya mber
menusuk ke perut lawanGiok-je me mang sengaja me mancing ke marahannya, melihat
Dian Tiong-pit me lancarkan serangan dengan gusar, dia m2 ia
senang, lekas dia me lompat ke sa mping, berbareng pedang di
tangan kanan berputar melint ir pedang lawan, bagai kilat berkelebat
tahu2 ia mendesak maju dan se kaligus dia melontarkan tiga kali
tusukan- Dian Tiong-pit tertawa menghadapi tiga tusukan ini, sekali ayun
pedang, dia punahkan serangan lawan terus balas menyerang.
Tampak ceplok2 bunga bertaburan, sinar ke milau berkelebat
me mbawa sa mberan angin dingin, begitu sengit dan me munca k
pertempuran ini sehingga ta mpaknya laksana puluhan ekor ular
perak sedang terjang kian ke mari diantara taburan bunga.
Puluhan jurus ke mudian, mendada k Giok-je merasakan
pergelangan tangan bergetar, pedangnya kena dibentur oleh
pedang Dian Tiong-pit dan menerbitkan suara ge merincing nyaring,
kedua pedang terbuat dari baja murni, untung tiada yang cidera,
Giok-je tetap bergerak dengan lincah, sebat sekali dia guna kan
langkah ou-kut-lou-poh (bergerak dengan menekuk lutut), tahu2
sudah berkisar ke kanan Dian Tiong-pit, tiba2 ujung pedangnya
menusuk ke pinggang orang seperti ular me manggut.
Dian Tiong-pit tertawa dingin, setelah ujung pedang Giok-je
menyentuh pakaiannya baru mendadak dia menggeser kaki ke
belakang, sementara badan ikut berputar, pedang di tangan kanan


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menabas turun ke bawah dan telapak tangan kiri terayun keatas,
dua serangan dilancarkan bersa ma.
Padahal serangan Giok-je sudah keburu dilancarkan, dia m2 ia
menge luh, untuk menarik serangan terang tidak keburu lagi, Apalagi
tabasan pedang Dian Tiong-pit dilandasi kekuatan besar, maka
terdengar suara "trang", pedang Giok-je tergetar lepas jatuh
berkelontang di atas geladak, sementara telapak tangan kiri lawan
laksana geledek menyamber tahu2 sudah menganca m dada.
Bukan kepalang kejut Giok-je, dala m keadaan gawat ini terang
tak sempat lagi menje mput pedangnya yang jatuh, cepat2 ia
mendak tubuh seraya melompat mundur ke bela kang, untung dia
lolos dari lubang jarum.
Tapi sebelum dia se mpat bernapas, sambil bergelak tawa Dian
Tiong-pit ke mbali ayun pedang setengah lingkar, kaki melangkah
setindak. mulut me mbentak: "Kalau t idak me nyerah, jangan
salahkan ka lau aku tidak kena l kasihan lagi"
Baru saja dia habis bicara tiba2 didengarnya seorang
menanggapi dengan suara lantang. "Dian-kongcu, kukira sudah tiba
saatnya kau berhenti."
Terkejut Dian Tiong-pit, lekas dia berpaling , seraya membentak:
"Siapa?"
Tampak pakaian mela mba i2 tertiup angin, entah sejak kapan
seorang telah berdiri di ha luan perahu, kepalanya pakai kerudung
hitam, sikapnya gagah, katanya setelah tertawa panjang: "Diankongcu masa t idak kenal cayhe lagi?"
Kejadian hanya berlangsung dala m waktu yang amat singkat,
waktu Dian Tiong-pit menoleh ke sana, Piausu bernama Llok Kianla m yang tadi tertutuk roboh itu kini ta mpak merangkak berdiri.
Sementara kedua laki2 anak buah Thian-kau sing yang menjaga
tawanannya kini berbalik kena tertutuk Hiat-tonya dan berdiri kaku
ditempatnya. Dan masih ada lagi, Hou Thi jiu danThian kau-sing
yang sedang bertempur melawan Ping-hoa dan Liau-hoa itu se mula
sudah berada di atas angin, kini merekapun seperti tertutuk Hiat-tonya oleh orang, yang satu membentang jari2 tangan besinya
bergaya seperti hendak menerkam, seorang lagi mengangkat
pedang menusuk tempat kosong, hanya bergaya tapi tak bergerak.
Sementara Ping-hoa dan Liau-hoa sudah simpan pedang serta
menyingkir kepinggir dengan berdiri tersenyum simpul, jelas se mua
kejadian adalah hasil kerja si orang berkedok ini.
Waktu dia muncul di atas perahu, Hou Thi-jiu dan Thian-kau-sing
sedang melabrak lawannya, orang ini tiba2 me mbokong pada saat
orang tumple k perhatian menghadani musuh, sudah tentu berhasil
dengan gemilang. Tapi apapun yang telah terjadi, bahwa orang ini
bisa menutuk Hiat-to Hou Thijiu dan Thian-kau-sing dala m
segebrakan saja, terang me miliki ilmu silat yang amat mengejutkan.
Sudah tentu perubahan mendadak yang tak pernah dibayangkan ini
me mbuat Dian Tong-pit kaget dan pucat mukanya, tapi juga gusar.
Tadi pihaknya sudah diatas angin, karena orang berkedok ini
mendadak muncul, situasi lantas berubah sama sekali, dari unggul
kini menjadi asor, usahanya menjadi gagal total. Karena amarahnya
me muncak. serunya murka: "Kau yang me mbekuk mereka?"
"Betul," jawab orang berkedok, "aku tak senang me lihat mere ka ma in keroyok. main cegat menganiaya tiga nona cantik ....." secara
gamblang dia mengatakan bahwa Giok-je bertiga me mang sa maran
gadis2 ayu. "Siapa kau?" bentak Dian Tiong-pit gusar.
Orangberkedoktertawa,katanya:"Dian-Kongcutak
mengenalku, umpa ma kusebutkan na maku, kau tetap tidak a kan
kenal aku, betul tidak?"
Gusar dan dangkol Dian Tiong-pit, bentak-nya: "Bagus?" Tiba2
pedangnya bergerak, selarik sinar bersa ma orangnya melesat
kencang menerjang ke arah orang berkedok.
Orang berkedok bertangan kosong, sudah tentu dia tidak berani
menya mbut secara keras, lekas dia tutul kedua kaki mela mbung
tinggi. Melihat orang berkelit dengan melompat tinggi, Dian Tiongpit tertewa dingin, dengan gaya Pek-hung-koan-jit (biangla la
mene mbus sinar matahari), sinar pedang berputar, laksana
anakpanah menyamber iapun meloncat ke atas me mbayangi lawanMumbul sekitar dua tomba k mendadak di tengah udara orang
berkedok mengguna kan gerakan Hun-li-hoan sin (me mbalik badan
di tengah awan), pada tangannya sudah memegang sebatang
pedang pendek sepanjang satu kaki lebih, ia menukik menyongsong
Dian Tiong-pit yang baru menjulang ke atas. "Trang", di tengah
udara berkumandang suara nyaring benturan senjata.
Di tengah udara kedua orang bentrok secara keras, lalu
bayangan orang segera berpencar, keduanya sama2 meluncur ke
bawah. ilmu silat Dian Tiong-pit a mat tinggi, pendengarannya tajam
dan matanya jeli, tadi waktu kedua senjata beradu dan merasakan
bunyi benturan agak ganjil, waktu dia menatap sambil angkat
tangannya, dilihatnya pedang sendiri yang terbuat dari baja murni
ujungnya tertabas kutung sepanjang satu dua dim. Bertambah
kaget dan marah hatinya, mukanya merah pada m, sambil
menghardik dan menubruk maju, pedangnya menerbitkan kesiur
angin santer. Serangan dilancarkan dengan a marah yang meluap.
dalam sekejap beruntun dan menyerang belasan kali.
Orang berkedok layaninya dengan enteng, katanya tertawa:
"Begini besar nafsu Dian-kongcu"-Sebat sekali ia bergerak ke kanankiri, badannya meliuk kesana ke mari.
Bagai angin badai rangsakan pedang Dian Tiong-pit, betapa
cepat gerak serangannya, tapi ke timur tusukan pedangnya, tahu2
lawan sudah berada di barat, menusuk ke barat, orang tahu2 sudah
berpindah ke utara, namun orang berkedok itu tida k pernah balas
menyerang. Tiga belas serangan pedang Dian Tiong-pit menimbulkan
gelombang hawa dingin, setombak di sekeliling gelanggang
dilingkupi sinar perak laksana naga mengamuk. bayangan orang
berkedok seperti tergubat di dala mnya, dari luar kelihatan kelebat
sinar pedang yang kemilau itu saban2 ha mpir menabas kutung
bayangannya, tapi hanya terpaut serambut saja, tahu2 pedang
menya mber ke sa mping, ujung paka ian orangpun t idak ma mpu
disentuhnya. Lama ke la maan semakin me mbara amarah Dian Tiong-pit, saking
murka hampir gila rasanya, hardiknya keras: "Kau berani tampil
menca mpuri urusan ini, kenapa tidak berani melawan pedangku ini,
ma in ke lit dan menyingkir begini terhitung apa" Me mangnya
gurumu hanya me mberi pedang pendek saja dan tidak mengajarkan
ilmunya?" kata2nya sengit dan cukup pedas menusuk perasaanMendadak si orang berkedok menghentikan gerakannya, katanya
tertawa dingin: "Tiong-pit, aku ingin me mberi muka padamu,
supaya kau tahu diri dan mundur teratur, ternyata kau berhasrat
berkenalan dengan ilmu pedangku, nah awas, hati2lah"
Sembari bicara pedangnya mendadak bergetar, seketika
menaburkan delapan atau sembilan larik cahaya dan berjatuhan ke
depan Dian Tong pit. Anehnya larikan sinar pedang itu panjang
pendek berlainan satu sa ma lain, mana yang kosong dan mana yang
betul2 berisi sungguh sukar diraba, perubahannya cepat dan
mengandung banyak variasi,
Sejak kecil Dian Tiong-pit sudah dige mbleng meyakinkan ilmu
pedang, di bidang ini boleh dikatakan ahli, maka ia kira orang hanya
mengaburkan cahaya untuk menge labui pandangannya. Karena
menurut kebiasaan, orang2 yang mengembangkan ilmu pedangnya
sering juga menciptakan tabir sinar pedang seperti ini, di antara
sekian banyak jalur2 sinar yang bertebaran itu terang hanya satu
yang merupakan serangan telak. yang lain hanya merupakan
bayangan yang me mbikin kabur pandangan lawanMaka dala m hati Dian Tiong-pit tertawa dingin, belum lagi lawan
merangsak maju dengan sinar pedangnya, cepat ia memba lik
tangan kanan, dengan jurus Hun-kong-kik-ing (me mencar sinar
menyerang bayangan) iapun menaburkan secercah cahaya pedang
dingin, ia malah menyongsong bayangan pedang lawanBetapa cepat gerakan kedua pihak yang saling labrak ini,
kelihatan dua larik sinar saling gubat sekali lalu berpencar ke mba li,
dua kali berkumandang suara berdering. Karena me mandang
rendah musuh dan terburu nafsu, Dian Tiong-pit me mbuat
perhitungan salah dan menila i rendah larikan sinar pedang lawan,
jika satu di antara larikan sinar pedang itu merupakan serangan
telak. maka larik sinar yang lain hanya untuk mengaburkan
pandangan dan perhatian lawan saja dan tak mungkin menimbulkan
suara berdering ber-kali2, kini jelas bah-wa sinar pedang itu
semuanya merupakan serangan yang sesungguhnya.
Benturan pedang itu berlangsung dala m waktu yang amat
singkat sekali, tapi Dian Tiong-pit sudah merasakan sesuatu yang
ganjil, setiap ka li tabasan pedang lawan dapat mengikis pedangnya
menjadi lebih pendek. pedang yang semula panjang tiga kaki lebih
itu kini ha mpir sisa gagangnya saja.
Untunglah laki2 berkedok itu segera berhenti serta mundur,
katanya dingin. "Dian Tiong-pit, kau sudah mau mengaku kalah?"
Watak Dian Tiong-pit berangasan, tinggi hati dan angkuh, kapan
dia pernah tunduk kepada orang lain, selama berke lana di kangouw
belum pernah kecundang, apalagi dipermainkan seterunya ini,
keruan a marahnya bukan kepalang, ia berteriak. mendadak gagang
pedang digunakan sebagai senjata rahasia terus ditimpukkan,
serentak kelima jarinya menekuk la ksana cakar menyerang dengan
jurus Tok-liong ta m-jiau (naga beracun ulur cakar), secepat kilat ia
mencengkeram dada musuh,
Maklumlah pada serang menyerang tadi jarak kedua pihak hanya
kurang lebih tiga kaki jauhnya, dalam jarak sedemikian dekat,
serangan Dian Tiong-pit yang mendadak ini sudah tentu me mbuat
orang tidak menduuga dan tidak berjaga2.
Gagang pedang itu ditimpukan sepenuh tenaga, tahu2 sudah
me lesat tiba di depan hidung si orang berkedok. sementara kelima
jari tangannya tajam laksana cakar bajapun sudah mengincar dada
orang. Si orang berkedok me mang tidak menduga akan datangnya
serangan berganda ini, se mentara gagang pedang sudah berada di
depan mata terpaksa dia doyong tubuh ke belakang sambil angkat
pedang tegak ke atas, "Trang", gagang pedang itu dia sampuk
patah menjadi dua potong.
Sementara cakar Dian Tiong-pit yang terpentang itu tahu2 juga
sudah menyentuh pakaian si orang berkedok baru saja dia kerahkan
tenaga hendak mencengkerann, tiba2 terasa urat nadi tangannya,
menjadi kese mutan dan lenganpun menjadi le mas, ternyata pada
detik yang menentukan itu pergelangan tangan Dian Tiong-pit
sudah terpegang oleh si orang berkedok malah, keruan kagetnya
bukan kepalang, lekas dia meronta sekuatnya, tak nyana orang
berkedok lebih cepat lagi, tahu2 tangan kiri terangkat, dengan jurus
"mendorong perahu menurut aliran air", dengan enteng dia
mendorong, maka Dian Tiong-pit tidak se mpat meronta lagi, tanpa
kuasa tubuhnya mencelat dan melayang setombak lebih. "Blang",
dengan keras terbanting di atas geladak. hampir saja dia terguling
jatuh ke sunga i.
Betapapun kepandaian silat Dian Tiong-pit tidak le mah, begitu
badan terbanting di lantai papan, sekali mengerahkan tenaga,
dengan lincah ia sudah me letik bangun, begitu berdiri tegak sinar
matanya seketika mencorong beringas, sekian saat dia tatap orang
berkedok itu, bentaknya: "Sebutkan na ma tuan, orang she Dian
akan segera berlalu."
Orang berkedok cudah simpan pedangnya, katanya tertawa:
"cayhe tak perlu menyebut na ma segala, ka lah menang sudah
terang, lekas kau pergi dengan anak buahmu, kelak kita masih akan
berhadapan lagi di medan laga." Habis berkata dia malah pergi lebih
dulu daripada Dian Tiong-pit, badannya meluncur ke sana dan
hinggap di atas sebuah sa mpanSejak orang berkedok muncul dan ke mbali ke atas sampan,
kejadian hanya berselang beberapa kejap saja, keruan orang2 Pe khoa-pang sama melongo kebingungan-Melihat orang mau pergi baru
Giok je bersuara: "Tayhiap ini, harap tunggu sebentar"
Orang berkedok itu sudah berada di atas sampan, seperti tidak
dengar seruannya, dia melajukan sa mpan itu ke arah bela kang
sana. Seperti diketahui sa mpan yang dipakai ini sebetulnya adalah
salah satu milik Dian Tiong-pit.
Sementara itu Dian Tiong-pit sedang sibuk me mbuka Hiat-to Hou
Thijiu, Thian-kau-sing dan kedua laki2 bermuka kuning itu, lalu
katanya: "Hayo pergi." Dengan anak buahnya segera mereka
berlalu. Dika la pertempuran berlangsung dengan sengit, dia m2 Kiang-lo
toa sudah perintahkan anak buahnya menolong kedua laki2 baju
kelabu yang terjungka l ke sungai tadi, kini sudah dlobati lagi.
Dia m2 Giok-je terheran2 melihat orang berkedok itu me ndayung
sampannya sedemikian pesatnya ke arah belakang, batinnya:
"orang ini tadi muncul mendadak di atas perahu, pergi pula secara
tergesa2 dengan sampan Dian Tiong-pit, me mangnya dari mana dia
datang?" Melihat Giok-je menjuble k mengawasi ke buritan, Llok Kian-la m
bertanya: "Apakah Hoa-kongcu sudah tahu asal-usul orang
berkedok itu?"
Giok je menggeleng, ujarnya: "Ilmu silat orang ini a mat tinggi,
begitu cepat gerakannya, sukar aku mengikuti permainannya, entah
dari perguruan mana . . . . "
Tiba2 Liau-hoa menyeletuk "He, mungkinkah orang itu adalah
Cu-cengcu?"
"Hah" mendadak Giok-je berseru. "Le kas kita tengok ....."
ooo(000dw000)ooo
Sebelum mulai dengar ra malannya Cu-ki-cu menyulut tiga batang
dupa, lalu satu persatu dia suruh Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa dan Cu
Jing me mperkena lkan diri, jadi persoalannya ada pada ketiga batang
dupa yang mengeluarkan asap wangi yang me mabukkan ini, siapa
saja setelah bicara pasti menyedot bau harum ini, maka cepat sekali
merekapun terjungkali roboh. Keruan Cu-ki-cu tergelak kegirangan
sambil bangun dari te mpat duduknya.
Mendadak terdengar suara nyaring merdu berkumandang di luar
pondok: "Ada orang di dala m?"
Agak terkejut Cu-ki-cu, bentaknya: "siapa?"
"Ka mi mau cari tua Cu-ki-cu" agaknya dia tidak seorang diri.
Cu-ki-cu mengerut alis, sekilas dia pandang tiga orang yang
mengge letak di tanah, lalu menyingkap kerai berjalan keluar,
tertampak orang telah berada diruang ta mu. Itulah dua pe muda
sekolahan yang berusia tujuh-belasan, wajahnya sama cakap dan
ganteng. Sambil mengelus jenggot menguning di bawah dagunya yang
jarang itu, Cu-ki-cu pandang kedua tamunya itu sekian saat, setelah
batuk2 kering baru bertanya: "Ka lian ada perlu apa?"
Salah seorang yang lebih tua berkata dengan tertawa: "Ka mi
ingin mohon tuan Cu-ki-cu mera malkan nasib ka mi, apakah kau
tuan Cu-ki-cu?"
"Sayang sekali, kebetulan Cu-ki-cu sedang ke luar," sahut Cu-kicu. Pemuda yang lebih muda ce lingukan, longok sana toleh sini, lalu
bersuara heran: "He, mana mereka?"
"Apa kata Siang kong?" tanya Cu-ki-cu.
"Tadi tiga orang teman ka mi sudah ke mari lebih dulu, di ma na
mereka?"

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terbayang sinar aneh pada mata Cu-ki-cu, katanya tersenyum:
"o, apakah ketiga pe muda yang Siang kong maksud?"
"Ya, satu di antaranya adalah Piaukoku, dimana mere ka?" tanya
pemuda yang lebih muda.
"Me mang tadi ada tiga pemuda ke mari mau cari Cu-ki-cu, Lohu
beritahu bahwa Cu-ki-cu sedang keluar, maka mereka lantas pergi."
Kedua pemuda saling pandang, kata yang lebih muda: "Tidak
mungkin, kuda tunggangan Piaukoku masih berada di luar sana,
mana mungkin dia sudah pergi?"
Kata Cu-ki-cu kurang senang: "Losiu sudah setua ini, masa
berdusta pada kalian?"
Mendadak yang lebih muda itu tertawa lebar, katanya: "Kukira
kau ini justeru Cu-ki-cu sendiri, Piauko selalu larang ka mi ikut
ke mari, katanya cu- ki-cu t idak suka digangggu orang, supaya
ramalannya tepat orang tidak boleh datang ber-bondong2, tentunya
Piauko sengaja suruh kau ke luar untuk menola k kedatangan ka mi,
betul tidak" Hm, aku t idak percaya, mereka tentu sembunyi di
dalam." Habis berkata mendadak dia berteriak keras2: "Piauko" - Tiba2
pula dia menerobos kedala m.
Berubah air muka cu- ki-cu, sekali berkelebat dia mengadang
seraya me mbentak: "Berhenti" Tangan kanan terus menepuk ke
pundak si pe muda.
Sebelum telapak tangannya menyentuh pundak pe muda itu,
mendadak dia rasakan punggung tangannya seperti digigit nya muk,
seketika seluruh lengan menjadi le mas lungla i dan pati rasa, tenaga
yang dikerahkanpun sirna, keruan kagetnya bukan main, cepat dia
periksa tangan sendiri, dilihatnya sebatang jarum sula m menancap
di punggung tangannya, jarum ini me mancarkan cahaya kehijauanSeketika berubah pucat muka Cu-ki-cu, teriaknya ketakutan:
"Tong-bun-ceng-bong-cia m (jarum cahaya hijau keluarga Tong)"
Dala m berkata2 ini Cu-ki-cu ke mba li merasa kedua kakinya mulai
le mas dan pati raga pula.
Kadar racun pada jarum ke milau hijau ini tidak terla lu keras dan
me mang khusus untuk me mbe kuk musuh, yang di ncar umumnya
adalah kaki dan tangan, musuh seketika a kan lena dan tak ma mpu
me lawan lagi. Pemuda yang lebih tua mengejek. katanya: "Betul, kiranya kau
kenal juga "
Sambil me ngawasi pe muda yang lebih tua, Cu-ki-cu bertanya:
"Kau, Siangkong ini dari. . dari keluarga Tong?"
Yang lebih muda cekikikan, katanya: "Jangan cerewet, berdiri
saja di situ"
Pada saat itulah kain gordyn di kamar sebelah timur tiba2
tersingkap. dua laki2 bersenjata golok menerobos keluar. demikian
pula dari ka mar sebelah barat juga melompat keluar dua orang laki2
bersenjata golok pula, begitu ke luar mereka berpencar terus
menganca m dengan golok mereka.
Gerakan kee mpat laki2 baju hita m cukup tangkas, begitu lompat
keluar terus berpencar, dari kerja uhan mereka acungkan golok
mengincar kedua pe muda yang terkepung itu.
Pemuda yang lebih muda melirik dan mencibir, katanya tak acuh:
"Kalian mau apa?"
Laki2 yang berdiri di muka mereka menyeringai, katanya. "Anak
kura2, ini yang dina makan sorga ada pintu tak mau masuk- neraka
tertutup rapat kau malah menerjangnya, rupanya kau sendiri ingin
ma mpus, jangan menyesal bila tuan besarmu berlaku keja m."
"Ka mi hendak mencari Cu-ki-cu, siapa bilang ingin mati?" ujar si
pemuda. "Tuanmu bilang, kalian anak kura2 ini ta matlah hari ini."
Pemuda yang lebih tua tidak sabar lagi, matanya me mancarkan
cahaya terang, katanya dingin: "Dik, tak perlu banyak omong
dengan mereka, kaum keroco ini bukan orang baik, enyahkan
mereka saja."
Yang lebih muda mengiakan seraya mencabut pedang pendek,
berbareng pemuda yang lebih tua juga mengeluarkan sebatang
pedang panjang.
Laki2 yang bicara tadi menyeringai hina, katanya tergelak2:
"Anak kura2 ini ternyata pandai main silat juga."
Cu-ki-cu yang menyingkir ke sa mping segera menyela: "Mereka
adalah anak murid keluarga Tong dari Sujwan-"
"Berani kau omong, biar kuga mpar muka dan kutamatkan
jiwa mu" bentak pe muda yang lebih tua. Sorot matanya yang dingin
menyapu pandang, lalu menudingkan pedangnya kepada kee mpat
musuh, katanya: "Siapa di antara kalian yang maju lebih dulu."
Laki2 yang bicara tadi berkata pula: "Keluarga Tong kalian
sebetulnya tak pernah bermusuhan dengan ka mi, tapi kaliann
justeru ma in seruduk ke mari mencari gara2, umpa ma kalian putera
raja juga, hari ini tak boleh dilepaskan lagi"- Golok bergerak. dia
me mberi tanda, dua orang laki2 baju hita m segera menubruk ke
depan pemuda yang lebih tua. ia sendiri dengan seorang laki2 lain
segera meluruk pe muda yang lebih muda, empat orang mengeroyok
dua orang. Pemuda yang lebih tua berdiri tenang2 tanpa bergerak. kedua
musuh yang menyerbu berpencar dari kanan kiri, yang kanan
menabas lengan kanan yang me megang pedang, sementara musuh
yang sebelah kiri menggerakkan golok menganca m pinggang.
Ketika senjata kedua musuh hampir menyentuh badan baru
pemuda yang lebih tua mengejek. mendadak ka ki kiri menggeser
mundur berbareng pedang di tangan bergetar, selarik sinar ke-milau
segera berputar. "Trang, trang", sekaligus dia tangkis golok kedua musuhnya, pedangnya masih bergerak menabas miring.
Kepandaian silat kedua laki2 ini ternyata tidak lemah, sebat sekali
mereka berke lit se mbari angkat golok balas menyerang, gabungan
serangan golok mereka cukup gencar dan mengincar te mpat
me matikan di tubuh pe muda yang lebih tua.
Sementara pemuda yang lebih muda menge mbangkan ilmu
pedangnya yang cukup hebat, sinar pedangnya menyamber seperti
rantai ke milau menciptakan bayangan cahaya yang berlapis2.
Hanya beberapa gebrak. kedua musuhnya telah dicecar di bawah
angin. Sebetulnya kedua laki2 ini biasanya me mpunyai cara
tersendirijlka mengeroyok musuh, tapi entah mengapa hari ini
rangsakan sengit mereka t idak ma njur lagi.
Lain halnya dengan kedua temannya yang mengeroyok pemuda
yang lebih muda, mereka sudah berada di atas angin- Pemuda yang
lebih muda bersenjata pedang pendek. Lwekangnya me mang lebih
rendah dan latihan kurang matang, kalau satu lawan satu mungkin
lebih unggul, tapi dikeroyok dua, dia betul2 kewalahan, niatnya
me lawan dan merobohkan kedua musuh itu, apa daya tenaga tak
sampai. Sepuluh jurus ke mudian keadaannya sudah semakin
runyam, pedang pendeknya tangkis kanan pukul kiri, gerak
pedangnya menjadi kacau dan tak teratur lagi. Sudah tentu hatinya
kaget tapi juga gera m, teriaknya: "Kalian kawanan kunyuk yang
ingin ma mpus, jangan bikin marah hatiku, nanti kupenggal kepala
kalian." Laki2 baju hita m disebe lah kiri tertawa, ejeknya: "Anak kura2,
pandai juga me mbual." - Sret, sret, tiba2 gerak goloknya dipercepat,
dua kali dia me mbacok dan me nabas.
Pemuda yang lebih muda dipaksa menangkis dan me lompat
mundur dengan kalang kabut. Laki2 baju hitam tertawa riang, golok
dibolang-ba lingkan, mendadak dia mendesak maju seraya
me mbentak: "Anak kura, baru se karang kau tahu rasa"
Belum habis bicara, pada saat mulutnya masih terbuka,
mendadak dia menjerit keras dan roboh terjungkaL
Melihat temannya tanpa sebab mendadak terjungkal, keruan
laki2 yang lain terperanjat, sedikit lena tahu2 pedang si pe muda
sudah menya mber tiba, hendak berkelitpun kasip. baju pundaknya
terpapas, walau kulitnya tidak terluka, namun dia sudah patah
semangat, bergegas dia jejak kaki dan melompat mundur.
Si pe muda meradang seraya me mbentak: "Kaupun jangan harap
bisa lari" - Dari balik lengan bajunya tiba2 menyamber keluar
sebatang panah kecil le mbut. Baru saja laki2 baju hitam mau
berkelit, tapi sudah terlambat, terasa pergelangan kanan yang
me megang golok kesakitan, "trang", golok jatuh terlepas di tanah, tanpa kuasa iapun jatuh tersungkur.
Kejadian berlangsung da la m beberapa kejap saja, kedua
temannya yang mengeroyok pemuda lebih tua itu sebetulnya sudah
berada di atas angin, serta melihat kedua temannya roboh terkena
senjata rahasia, mereka menjadi gugup dan ciut nyalinya, sedikit
lena pedang pemuda lebih tua segera menusuk iga kiri la ki2 yang
berada di sebelah kanan-Laki2 itu menjerit keras2, sa mbil mende kap
lukanya dia terjung ke luar dan me larikan diri. Sudah tentu temannya
tak berani bertempur lebih lanjut, segera iapun ngacir masuk ke
kamar sebelah barat.
Empat musuh, dua rebah tak berkutik, dua lagi lari mencawat
ekor. Tinggal Cu-ki-cu yang masih berdiri di sana seperti patung,
wajahnya cemberut kecut, katanya dengan nada yang minta
dikasihani: "Siangkong berdua harap tahu, orang2 jahat sudah ada
yang ma mpus, yang masih hidup juga terluka melarikan diri,
ampunilah jiwa Losiu."
Pemuda lebih muda menjengek.
serunya: "orang jahat, me mangnya kau tidak jahat?"
"Sungguh penasaran, itu fitnah, Losiu . . . . "
"Bukankah tadi kau bilang Cu-ki-cu tidak di rumah?" ejek pemuda
lebih muda. Cu-ki-cu menghela napas, katanya: "Siang kong tidak tahu latar
belakang persoalannya, tadi Losiu bilang Cu-ki-cu tidak ada,
maksudku mau me mberi peringatan kepada kalian supaya lekas
pergi, karena Losiu dianca m oleh kee mpat penjahat tadi dan tak
mungkin me mberi penje lasan kepada kalian-"
"Mana Piaukoku bertiga" desak pe muda yang lebih muda.
"Ada, ada," kata Cu-ki-cu sambil menyengir, "mereka se maput
terkena dupa wangi, harap Siang-kong a mpuni Losiu, segera
kua mbil obat pe munahnya."
Pemuda yang lebih tua sudah simpan pedangnya, dari dala m
kantong dia ke luarkan sebutir obat dan diangsurkan, katanya:
"cabutlah ceng-bong-cia m dan telan obat ini."
Dengan tangan kiri Cu-ki-cu terima obat itu, sambil berterima
kasih ia mencabut jarum yang menancap dipunggung tangannya,
lalu telan pil itu.
Mengawasi kedua orang yang mengge letak di tanah, pemuda
yang lebih tua bertanya sambil menoleh: "Dik, panahmu dibubuhi
racun, apakah kedua orang ini masih bisa ditolong?"
Pemuda lebih muda cekikikan, katanya: "Baru pertama kali ini
aku gunakan senjata rahasia pe mberian pa man, paman pernah
bilang, dalam setengah jam kalau mereka tidak dlobati, jiwa bisa
me layang."
"Kau punya obatnya" Kedua orang ini harus ditawan hidup2."
"Ada saja, obatnya kusimpan di da la m kantong." Mendengar
percakapan mereka, terunjuk cahbaya aneh pada sorot mata cu-kicu, setelah makan obat, lengan kanannya kini sudah bisa bergerak.
lekas dia me nuding sa mbil berkata: "Siang kong, silakan ikut Losiu,
teman ka lian di sebelah timur, Losiu akan a mbil obat penawarnya."
Dia lantas menyingkap kerai, tertampak tiga orang menggeletak di
dalam ka mar, mereka ialah Ban Jin-cun, Kho Keh hoa dan cu-jing.
"Di ma ma kau simpan obat mu, le kas a mbil"
"Kusimpan di ka mar, segera Losiu menga mbilnya," sahut Cu-kicu, bergegas dia lari ke ka marnya.
Pemuda yang lebih muda sudah keluarkan obat penawar
mende kati kedua laki2 baju hitam, panah dia cabut lalu me mbubuhi
obat di te mpat luka serta me mbuka hiat-to, tapi mendadak ia
menjerit: "He, kenapa kedua orang ini sudah mati?"
"Tadi kau bilang setengah ja m baru racun bekerja, mana
mungkin mati?" ujar pe muda yang lebih tua.
"Me mang, tapi mereka. ......" mendadak dia berseru heran:
"He,Ji-ko, bukankah ini ceng-bong-cia m mii kmu?" .
"ceng-bong-cia m milikku?" seru pemuda yang lebih tua. "Di
mana?" Dilihatnya pada dada kedua laki2 yang rebah di tanah masing2
tertancap sebatang jarum sula m yang kemilau kehijauan, me mang
itulah ceng-bong-cia m. seketika alianya menegak. katanya gusar:
"Bangsat keparat, kita ditipu olehnya. Cu-ki-cu jelas sekomplotan
dengan kawanan penjahat ini."
"Pantas" ujar pe muda yang lebih muda. Jarum yang me luka i dia
tadi dia gunakan untuk me mbunuh kedua orang ini. Kenapa mereka
dibunuh" Kuatir me mbocorkan rahasia"
"Agaknya kau sudah ta mbah pintar." Sahut pemuda yang lebih
tua. "Nah, sekarang kita semprot muka mereka dengan air dingin
supaya siuman."
"Me mangnya begitu ga mpang?"
"Tida k percaya, boleh kau buktikan"
Dari te mpat se mbahyang pe muda yang lebih muda a mbil
secangkir kecil air suguhan terus di -semprotkan kemuka ketiga
orang. Ban Jin-cun melompat bangun lebih dulu, segera ia menjura
kepada mereka, katanya: "Apakah saudara berdua yang menolong
kami bertiga?"
Pemuda yang lebih muda me mang ceriwis,
katanya: "Me mangnya Cu-ki-cu mau menolong ka lian pula?"
Kho Keh hoa pun sudah berdiri, tanyanya: "Kemana bangsat Cuki-cu itu?"
"Dia sudah lari," kata pe muda yang lebih tua.
Yang lebih muda, mendekati Cu J ing, katanya., "Piauko, kau tidak
kenal Siaute lagi?"
Sekilas Cu Jing me lengak karena dipanggil Piauko, dengan
menatap muka orang ia menjura dan bertanya: "Saudara ini siapa?"
"Kenapa Piauko jadi pelupa, me mang sesama saudara misan kita
baru bertemu sekali, mungkin Piauko sudah lupa, entah Ya-khim
Piauci baik2 saja?"
Merah muka cu-Jing, tanyanya heran, "Kau. . ."
"Siaute Ling Kun- ping . . . . " tukas pemuda yang lebih muda.
Mendadak dia pegang lengan Cu Jing terus diseret ke sana serta
berbisik di telinga-nya: "Piauci, aku adalah Ji-ping." Ternyata
pemuda ini sa maran Pui Ji-ping, jadi Cu Jing adalah Piaucinya, yaitu
Cu Ya-khim. Cu Ya-khim a lias Cu Jing ke mba li me lenggong, ia tatap muka
"Ling Kun-ping", katanya: "Jadi kau . . . . "
"Aku menya mar," kata Ji-ping lirih.
Mendengar suara orang memang betul Pui Ji-ping, lekas Cu Yakhim berpesan dengan suara lirih: "Jangan kau bocorkan rahasia ku."
"Ya, tahu sama tahu," ujar Ji-ping.
Cu Ya-khim gengga m tangannya, cepat katanya dengan girang:
"Piaute, siapakah dia" Lekas perkenalkan pada Piauko."
Pui Ji-ping menjawab: "Dia adalah nona kedua keluarga Tong
dari Sujwan dan berna ma Tong Bun-khing." Lalu dengan suara
keras dia tuding pe muda lebih tua dan berkata: "Inilah Tong Bunkhing, Tong-jiko."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lekas cu Ya khim menjura, katanya: "Kira-nya Tong-heng, sudah
la ma siaute ingin berkenalan-"
Tong Bun-khing tertawa, katanya: "Akupun sudah la ma dengar
nama besar Cu-heng."
Tak lupa Cu Ya-khim perkenalkan juga mere ka kepada Ban Jincun dan Kho Keh-hoa.
Ban Jin-cun lantas berkata: "Entah Tong-heng dan Ling-heng
bagaimana bisa mencari ke te mpat ini?"
"Hanya kebetulan saja, kami berdua lewat di Tong-seng, kulihat
cu- piauko ter-buru2 mene mpuh perjalanan ke utara, entah apa
yang telah terjadi" Maka secara diam2 ka mi mengunt it ke mari," lalu
dia ceritakan kejadian yang baru la lu.
"Bangsat itu lari terbirit2, dala m ka marnya ini tentu ketinggalan
barang2nya, mari kita periksa bersama," de mikian usul Ban Jin-cun.
Demikianlah wa ktu mereka sibuk be kerja, tiba2 didengarnya
suara deru angin, Ban Jin- can cukup cerdik, le kas dia me mberi
tanda kepada yang lain supaya diam, pelan2 dia menyingkap gordyn
dan me longok keluar. Dilihatnya seekor burung dara pos tengah
hinggap di depan gubuk. seketika tergerak hatinya, lekas dia
menerobos keluar. Agaknya burung dara itu cukup terlatih, melihat
orang asing yang tidak di kena lnya, segera dia pentang sayap
hendak terbang pergi,
Sudah tentu Ban Jin-cun tidak berpeluk tangan, sigap dia
menje mput sebutir batu terus ditimpukkan, berbareng dia jejak ka ki,
badan me la mbung ke atas sambil ulur tangan menangkap burung
yang meluncur jatuh terkena timpukan batunya. Lekas Cu Ya-khim
ikut lari keluar, tanyanya: "Bagaimana Ban-heng?"
Dengan kedua tangan me megang burung dara jin-cun sudah
me langkah ba lik, katanya: "inilah burung dara pos."
Sementara itu Tong Bun -khing, Kho Keh-hoa dan Pui Ji-ping
juga sudah keluar. Ban Jin-cun bertanya: "Ada yang ditemukan di
dalam rumah?"
"Tiada, kecua li pakaian t iada benda2 lain di rumahnya."
Dari ka ki burung dara Ban Jin-cun melepaskan sebuah bumbung
kecil, la lu dituang keluarkan secarik kertas gulungan serta
dibeberkan dan dibaca, tulisan itu berbunyi:
"segera diperiksa asal usul Kiang-lotoa pemilik warung
teh Hin-liong di dermaga An-khing. orang ini ada sangkut
pautnya dengan para budak yang lari menculik Cu Bun-hoa
palsu, segera bekerja, jangan terlambat. Tertanda Tin."
Mendelu hati Cu Ya-khim me lihat bunyi "Cu Bun-hoa pa lsu",
batinnya: "Entah siapa yang me ma lsu ayahku?"
Ban Jin-cun angsurkan kertas itu kepada yang lain, katanya:
"Peristiwa buda k2 lari, entah apa yang terjadi" Agaknya bertambah
ruwet persoalan dala m Kangouw."
Mendadak Pui Ji-ping berjingkrak kegirangan sambil goyang2
lengan Tong Bun-khing, teriaknya: "Jiko, jejak Piauko sudah
diketahui, tekas kita susul ke An-khing."
"Piaute, apa katamu?" tanya Cu Ya-khim heran- "Siapa Piaukomu itu?"
Jengah muka Pui Ji-ping, katanya sambil mengawasi Tong Bunkhing: "Panjang ka lau diceritakan, nanti kujelaskan, sekarang lekas
kita susul ke An-khing."
Cu Ya-khim menoleh kepada Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa,
tanyanya: "Ban heng dan Kh-o-heng mau pergi ke An- khing juga?"
"Ka mi hendak cari klomplotan He k-liong-hwe. dari tulisan ini
dapat kami simpulkan bahwa kasus larinya budak2 ini pasti ada
hubungannya dengan He k liong-hwe, sudah tentu kita akan pergi
kesana juga. Girang Cu Ya-khim, katanya: "Syukurlah,
kita masih seperjalanan-"
Mimiknya yang berseri senang itu dia m2 di-perhatikan oleh Pui Jiping, dalam hati ia me mbatin: "Agaknya Piauci sudah kasmaran
ter Angrek Tengah Malam 5 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bayangan Setan 6

Cari Blog Ini