Ceritasilat Novel Online

Pendekar Kidal 9

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 9


hadap Ban Jin-cun ini."
ooo(000dw000)ooo
Layar sudah berkembang sehingga perahu laju dengan pesatnya
me lawan gelombang ombak sungai.
Waktu pintu ka mar dibuka, Cu Bun-hoa palsu yang mengenakan
jubah biru berjenggot hitam tampak duduk menyandang meja, mata
terpejam seperti tertidur. Pelan2 gordyn tersingkap. Giok-je, Pinghoa dan Liau-hoa satu persatu melangkah masuk. . Setelah berada
di dala m ka mar, Liau-hoa lantas berbisik: "Agaknya bukan dia."
Sebelum berlalu tadi. Giok-je telah menutuk Hiat-tonya, kini
orang tetap berduduk dalam sikap yang sama, sudah tentu dia
bukan orang berkedok tadi.
Giok-je menoleh kepada Liau-hoa maksud-nya supaya jangan
banyak bicara, pelan2 dia maju ke depan Ling Kun-gi, dengan
seksama ia me meriksa. Baru sekarang dia mau percaya, karena tadi
dia menutuk Ki-bun-hiatnya, sampai sekarang kain baju tepat
dibawah dada kiri mende kuk ke dala m sebesar kacang, jelas sejak
tadi dia t idak pernah bergerak. Tujuannya menutuk Hiat-to orang
bukan untuk mencegah orang bergerak. tapi henda k menjaja l
apakah kepandaian silatnya sudah pulih ke mbali.
Seperti diketahui, setiap "tamu agung" yang di "bertandang" ke coat- sin- san-ceng semuanya sudah dicekoki racun pe mbuyar
Lwekang. Tapi kabar yang menyusul belakangan mengatakan waktu
Coat Sin-san-ceng di serbu musuh, Lok-san Taysu berempat sudah
pulih kepanda iannya sehingga Hian-ih-lo-sat menga la mi keka lahan
total. Cu Bun-hoa asli yang ada di Coat Sin-san-ceng itu ada lah
usaha selundupan Giok-je sendiri, kalau tiga yang lain sudah pulih
kepandaiannya, maka Cu Bun-hoa tentu juga sudah pulih
Lwekangnya. Sejak terjadi peristiwa aneh di Sam-koan-tian mala m itu, di mana
secara mendadak dan di luar sadar mereka jatuh se maput serta
kedatangan orang berkedok di atas perahu tadi, diam2 Giok-je
sudah curiga hahwa se mua itu adalah ulah atau perbuatan orang
yang menya mar jadi Cu Bun-hoa ini.
oleh karena itu, sebelum berlalu tadi, dia mbang pintu mendadak
dia menutuk dengan kekuatan angin jarinya, kelihatan orang tidak
siaga dan tanpa melawan, ini me mbuktikan bahwa racun penawar
Lwekang dibadannya masih bekerja. Kini setelah terbukti bahwa
kecurigaannya me leset, dia lebih yakin bahwa orang berkedok yang
muncul tadi juga bukan orang yang menya mar Cu Bun-hoa ini.
Kalau bukan dia, lalu siapa" Jelas orang itu datang tanpa naik
perahu atau sampan, waktu pergi dia bawa sampan orang2 Hekliong-hwe, meluncur kira2 puluhan tombak, sampan itu tahu2 sudah
berhenti, sementara orang berkedok di atas sampan itupun lenyap
tak keruan parannya. Kecuali dia terjun ke air, hanya ada situ
ke mungkinan, yaitu dia menyelundup balik ke atas perahu. Analisa
ini me mang masuk aka l, tapi kini dia harus menumbangkan
rekaannya sendiri, sebab kecuali Cu-cengcu palsu ini boleh
dikatakan tiada orang lain yang patut dicurigai di atas perahu ini.
Sekian la ma Giok-je berdiri menjublek dihadapan Ling Kun-gi tanpa
bersuara. "cici, bukankah engkau hendak me mbuka Hiat-tonya?" kata Pinghoa. Mendadak tergerak hati Giok-je, la manggut2 dan menepuk seka li
dipundak orang untuk me m-buka hiat-tonya, mulutnya bersuara
lirih: "Cu-cengcu bangunlah"
Badan Ling Kun-gi sedikit bergetar, tiba2 dia me mbuka mata,
katanya sambil mengawasi Giok-je "Lohu tertidur sambil duduk.
entah waktu apa sekarang?"
"Sudah lewat lohor, tiba saatnya ma kan siang," sahut Giok-je,
Ping-hoa dan Liau hong sudah buka tenong dan keluarkan
hidengan dan arak ditaruh di atas meja.
Giok-je berpaling, katanya: "Kalian ke luar
saja." lalu
ia mena mbahkan: "Cu-cengcu silahkan ma kan-"
Kun-gi berdiri, dilihatnya empat maca m hidangan sudah tersedia
di atas meja, sepoci arak dan seteko teh, tanyanya: "Apakah nona
sudah makan?"
"Ha mba sudah makan di luar," sahut Giok-je, la mengisi
secangkir arak dan disuguhkan kepada Ling Kun-gi, katanya dengan
tersenyum manis: "Yang tersedia di perahu hanya hidangan kasar,
harap Cu-cengcu makan seadanya saja."
Kun-gi tidak sungkan, baru saja dia angkat cangkir arak hendak
minum, mendadak cangkir dia turunkan pula, tanyanya: "Nona2
menolongku ke luar dari Coat Sin-san-ceng, tertunya punya maksud
tujuan tertentu?"
Giok-je pandang cangkir arak orang, sahutnya: "Cu-cengcu kuatir
hamba menaruh racun dalam arak" Ka lau begitu biarlah ha mba
minum dulu secangkir arak ini."
Kun-gi tertawa, katanya: "Nona tidak menjawab pertanyaanku,
itu berarti tidak mau me mberi keterangan-" Tanpa tunggu reaksi si
nona ke mbali ia angkat cangkir arak, ujarnya: "Lohu sudah terkena
racun penawar Lwekang di Coat Sin-san-ceng, buat apa nona harus
taruh racun lagi dala m arak ini, untuk ini Lohu t idak perlu kuatir."
Sekali tenggak ia habiskan arak itu.
Giok-je tertawa tawar, kembali dia isi cangkir orang, katanya:
"Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun mereka, tentunya
tak perlu takut orang menaruh racun di dala m arak."
Kun-gi cukup cerdik, dia tahu orang sengaja hendak me mancing
keterangan dirinya tentang getah beracun itu, maka iapun sengaja
mengge leng, katanya: "Bicara soal obat penawar getah beracun itu,
terus terang Lohu sendiri juga tidak percaya akan hasil yang telah
kucapai itu."
"Tong-locengcu dari Sujwan adalah ahli racun di Bu-lim dan
terkenal sebagai dedangkotnya racun, sela ma tiga bulan dia tak
ma mpu berbuat apa2, namun Cu-cengcu hanya dalam tiga hari
berhasil menawarkan getah itu menjadi air jernih, se mua ini jelas
me merlukan pengetahuan luas dan pengala man yang dala m, tak
mungkin hanya terjadi secara kebetulan saja."
Kun-gi ge li, katanya sambil mengawasi Giok-je. "Jadi nona juga
yakin bahwa Lohu pasti bisa me nawarkan getah beracun itu?"
Giok-je menarik kursi dan duduk di sebelah sa mping, katanya
sambil me mbetulkan sanggul ra mbutnya: "Apa perlu dikatakan lagi,
bukankah sudah terbukt i Cu-cengcu berhasil menawarkan getah
beracun itu?"
"Ya, oleh karena itulah Lohu menduga nona me njalankan
perintah menyelundupkan Lohu ke luar dari Coat-siu-sau-ceng,
tentunya punya tujuan tertentu bukan?"
Giok je me lengos dari tatapan tajam Ling Kun-gi, katanya:
"Pandangan Cengcu me mang tajam dan teliti, untuk ini hamba tidak
perlu mungkir lagi"
"Kalau begitu, kenapa nona t idak berterus terang kepada Lohu?"
"Bukan ha mba t idak ma u menerangkan, soalnya apa yang ha mba
ketahui amat terbatas, ini disebabkan oleh kedudukan ha mba, ada
persoalan yang tak boleh dibocorkan kepada orang luar."
"Tak banyak yang ingin kuketahui, misalnya nona dari Pang atau
Hwe mana, ke mana Lohu hendak dibawa, soal ini tentu nona bisa
me mberi keterangan?"
Terunjuk sikap serba salah pada wajah Giok-je katanya setelah
menepekur sebentar:
"Bicara terus terang, ka mi dari.....dari Pek-hoa-pang......"
Sebetulnya Ling Kun-gi sudah tahu, dengan tersenyum dia
berkata: "Pek-hoa-pang, bukan saja na manya segar dan enak
didengar, tentunya anggota Pang kalian seluruhnya terdiri dari kaum
hawa?" Merah muka Giok-je, tapi dia manggut2.
"Ke mana Lohu henda k dibawa?"
"Hal ini ha mba tidak berani menjelaskan."
"Tentunya tujuan kita adalah suatu tempat yang terahasia sekali"
Lalu siapa na ma ge laran Pangcu kalian?"
Berkedip2 bola mata Giok-je, katanya dengan tertawa nakal:
"Setelah Cengcu tiba di sana dan berhadapan dengan Pangcu, boleh
kau tanya sendiri."
"Jadi nona tak berani menerangkan?""
"Cu-cengcu jangan me mancing, hamba adalah anak buahnya,
betapapun hamba t idak berani se mbarang menyebut na ma gelaran
Pangcu." Sesaat lamanya keduanya bungkam, suasana menjadi hening
sekejap. Kun-gi sikat hidangan yang tersedia, kejap lain Ping-hoa
dan Liau-hoa sudah bereskan piring mangkuk, lalu me nyuguh
secangkir teh. Giok-je berdiri serta me mberi hormat, kata-nya:
"Silakan Cengcu istirahat, hamba mohon diri."
Dengan langkah le mbut dia lantas ke luar. Beruntun dua hari,
kecuali Ping-hoa dan Liau-hoa yang me ladani makan minumnya,
Giok-je tidak pernah unjuk diri. Agaknya dia sudah kapok dan
berlaku hati2 terhadap Ling Kun-gi, banyak bicara tentu bisa
kelepasan omong, ma ka lebih baik dia hindari bicara atau ngobrol
dengan Ling Kun-gi.
Selama itu Kun-gi juga tida k keluar ka mar, tapi dia tahu bahwa
kamar te mpat tinggalnya selalu diawasi orang,jelas mereka adalah
Liok-piauthau dari Bau-seng-piau-kiok dan anak buahnya. Kamar
belakang yang terletak di buritan dan terpisah oleh dinding papan
dengan ka mar Ling Kun-gi adalah ka mar tingga l Giok-je bertiga.
Selama dua hari ini Giok-je se mbunyi dala m ka mar, dari celah2
dinding papan secara diam2 selalu dia mengawasi gerak-gerik Ling
Kun-gi. Tapi Kun-gi pura2 t idak tahu.
Perjalanan dua hari ini mereka lewatkan dengan tenang dan
tenteram, tak pernah bentrok atau bersua dengan orang2 Hekliong-hwe lagi. Hari kedua setelah nakan malam, cuaca sudah gelap,
terasa perahu ini seperti me mbelok me masuki sesuatu selat.
Biasanya di waktu petang perahu me mang cari tempat yang
terlindung dari hujan badai, tapi hari ini sudah ge lap, perahu masih
terus laju dengan kecepatan sedang, malah selat ini rasanya terlalu
sempit dan belak-belok ke kanan-kiri, ini terasa dari seringnya
perahu oleng ke kanan atau ke kiri.
Peralatan perahu ini serba lengkap, tapi tiada me mbawa la mpu
atau lentera sehingga keadaan dala m perahu a mat ge lap, ma ka
para kelasi bekerja mengandalkan ke mahiran dan penga la man saja.
Kira2 setengah jam kemudian hingga hampir mende kati kentongan
pertama, laju kapal baru mulai terasa tenang, tak lama lagi
terdengar suara rantai gemerincing, agaknya kelasi menurunkan
jangkar menghentikan perahu, suara ombak berdebur2 kiranya
kapal telah merapat di dermaga.
Dala m keheningan itulah, tiba2 pintu diketuk pelahan, lalu
terdengar suara Liau-hoa berkata: "Apakah Cu cengcu sudah tidur?"
Sengaja Kun-gi mengge liat seperti terjaga dari tidurnya, tanyanya
dengan suara parau: "Siapa ?"
"Ha mba Liau-hoa," sambut orang di luar pintu, "sila kan Cengcu mendarat."
"O,jadi sudah sampa i tempat tujuan ?" tanya Kun-gi, "tunggu
sebentar, segera Lohu ke luar."
Sengaja dia malas2 mengenakan paka ian, lalu me mbuka pintu.
Tampak Liau-hoa menenteng sebuah lampion yang terbuat dari kulit
hitam, maka sekelilingnya tetap gelap, cahaya lampu hanya
remang2. Melihat Kun-gi keluar, lekas Liau-hoa me mberi hormat, katanya:
"Mala m pe kat, harap Cengcu ikuti hamba" La lu dia mendahului
beranjak ke sana.
Mata Kun-gi bisa me lihat di tempat gelap, walau mala m pekat dia
masih bisa me lihat jelas keadaan sekelilingnya. Ternyata perahu
berhenti disuatu tempat penuh belukar, tak jauh di sebelah depan
adalah hutan lebat, lebih jauh lagi adalah tanah pegunungan yang
semakin meninggi. Ping-hoa tampa k berdiri dipinggir sungai,
tangannya juga me mbawa la mpion berkerudung kulit hita m,
agaknya hendak menyambut dirinya. Beberapa tombak di daratan
tersebar puluhan orang berseragam hita m, itulah Liok Kiau-la m
bersama anak buahnya serta orang2 Kiang-lotoa, semuanya
bersenjata lengkap, penjagaan ketat,jelas mereka kuatir kalau
dirinya melarikan diri. Kun-gi anggap tida k melihat, dia ikuti Liauhoa terus naik ke daratan. Di tempat atas berhenti sebuah kereta
yang tertutup rapat, Ping-hoa berhenti di samping kereta, katanya
sambil angkat la mpion t inggi: "Cu-cengcu naik ke atas kereta."
Waktu Kun-gi naik ke dala m kereta, tampak Giok-je sudah duduk
di situ, disusul Ping-hoa dan Liau-hoa juga naik, keduanya
padamkan la mpion, duduk di dua sisi.
Kusir kereta segera tarik tali kendali menjalankan kereta. Dalam
kereta gelap gulita, lima jari tangan sendiri juga tidak kelihatan,
masing2 duduk tegak tak bergerak dan tak bersuara, maka suasana
menjadi hening mence ka m. Akhirnya Kun-gi tidak tahan, setelah
menarik napas panjang.dia buka suara: "Kenapa belum sa mpa i juga
?" Giok-je terpaksa berkata. "Cu-cengcu bisa beristirahat saja,
setelah sampai nanti ha mba me mberi tahu."
"Agaknya nona segan berbicara dengan Lohu," kata Kun-gi.
"Cengcu adalah tamu agung Pang kita, mana ha mba berani
kurang adat" Soalnya peraturan Pang kami a mat keras, banyak
bicara pasti ke lepasan omong, terpaksa ha mba bungka m saja."
"Me mangnya banyak persoalan yang ingin Lohu ajukan, agaknya
sebelum t iba di te mpat tujuan Lohu tidak akan me mperoleh
jawaban." "Betul, kedudukan ha mba rendah, apa yang Cengcu ingin ketahui
mungkin ha mba tida k bisa me nerangkan, tapi setiba di te mpat
tujuan pasti ada orang yang ditugaskan melayani Cengcu, semua
pertanyaan pasti terjawab dengan me muaskan." Habis berkata
Giok-je pe luk tangan duduk ke be lakang serta pejamkan mata.
Begitulah tanpa terasa beberapa jam telah berlalu, kereta yang
berjalan di atas tanah pegunungan berbatu berguncang dengan
hebatnya, kini me ndadak berjalan dengan enteng dan rata, derap
kuda-pun terdengar pelahan teratur dan berirama, kiranya kereta
sudah berada dijalan raya yang lapang dan rata.
Kira2 satu jam lagi baru kereta berhenti, lima tombak disebelah
kanan sana terdengar ada orang membuka sebuah pintu besar,
cepat kereta bergerak pula ke depan. Hanya sejenak lagi akhirnya
kereta benar2 berhenti.
Terdengar suara kusir kereta berseru lantang: "Hoa-kongcu
sudah sampai, Giok-je sudah berpakaian pere mpuan, tapi orang
masih me manggilnya Hoa-kongcu..
Begitu kusir me mbuka pintu, Ping-hoa dan Liau-hoa mendahului
me lompat turun. Melihat Kun-gi me meja mkan mata, Giok-je kira
orang tertidur pulas, maka ia me manggil lirih: "Bangunlah Cucengcu, kita sudah sa mpa i."
Waktu Kun-gi me langkah turun, dilihatnya dua gadis re maja
berpakaian serba hijau me mhawa la mpion berdiri di kanan kiri.
Waktu dia angkat kepala ternyata mereka sekarang berada di
sebuah pekarangan dari sebuah gedung besar.
"Silakan masuk" kata Giok-je yang turun terakhir dari kereta.
Kedua gadis re maja pe mbawa la mpion segera bergerak lebih dulu
menunjukkan jalan.
Tanpa bersuara Kun-gi ikut i langkah mere ka me masuki sebuah
lorong panjang yang tembus pada sebuah pekarangan, di depan
berderet tiga buah petak bangunan, tanaman bunga bertebaran rapi


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan teratur, suasana sejuk nyaman. Kedua gadis re maja bawa
mereka menuju ke gedang sebelah kiri, langsung dorong pintu terus
me langkah masuk, Giok-je berkata: "Silahkan masuk Cu-cengcu."
Kuw-gi melangkah masuk, ta mpak me ja kursi lengkap, pajangan
kamar ini serba berke lebihan, mepet dinding sebelah kiri terdapat
sebuah ranjang kayu besar yang terukir indah, kasur seprei dan
bantal guling serba baru. Giok-je berada di belakangnya.
Katanya dengan tertawa: "Inilah ka mar untuk Cu-cengcu, ka mar
sebelah adalah ruang perpustakaan, entah Cu-cengcu kerasan tidak
tinggal di sini?"
Kun-gi tertawa sambil menge lus jenggot, katanya: "Baik sekali,
setelah berada di sini, tidak kerasan juga harus kerasan, rasanya
Lohu masih bisa menyesuaikan diri."
Seorang gadis remaja yang lain datang membawa kan sebaskom
air buat cuci muka.
Giok-je segera menuding gadis remaja ini, katanya: "Dia,
bernama Sin-ih, khusus tugasnya disini meladeni segala keperluan
Cu-cengcu, kalaun perlu apa2 boleh Cengcu berpesan padanya"
Kun-gi pandang nona bernama Sin-ih ini, usianya sekitar tujuhbelasan, alisnya lentik melengkung, wajahnya molek dan mungil,
kulitnya yang putih bersemu merah, ditambah pupur yang
semerbak, ke lihatan agak kurang wajar.
Lekas Sin-ih melangkah maju serta me mberi hormat, katanya:
"Ha mba menyampaikan hormat dan selamat datang kepada Cucengcu, ada perlu apa2 silahkan Cengcu pesan saja kepada ha mba."
"Cu-cengcu tentu lelah setelah menempuh perjalanan jauh,
biarlah ha mba mengundurkan diri saja," kata Giok je.
Kun-gi tahu orang terburu2 hendak me mberi laporan kepada
Pangcunya, maka dengan tertawa dia berkata: "Nona sendiri tentu
juga letih dan perlu ist irahat, silakan saja."
Waktu Giok-je keluar, Kun-gi menutup pinggir jendela mencuci
muka, belum lagi dia duduk Sin"ih sudah menyuguhkan secangkir
teh. Kun-gi menerimanya dan meneguknya sekali la lu ditaruh di
meja, katanya: "Lohu ingin t idur, nona tida k usah repot2 lagi."
"Ha mba bertugas disini, kalau sa mpa i Cengcu kurang puas dan
pekerjaan tidak beres, bila ketahuan Congkoan, tentu hamba bisa
dihukum." "Tida k, Lohu tidak ingin bikin repot kau, boleh kau pergi tidur
juga . Eh, nanti dulu, siapakah Cong-koan kalian?"
"Congkoan berna ma Giok-lan, apa Cengcu ada pesan?"
"Tida k, Lohu hanya tanya sambil lalu saja. Kau boleh pergi."
Sin-ih mengundurkan dan merapatkan pintu sambil mengawasi
bayangan orang, diam2 Kun-gi me mbatin: "Nona ini terang
mengenakan topeng kulit yang tipis."
Bahwa dirinya me mbe kal Pi-tok-cu dan Jing-sin-tan pe mberian
nona Un, maka dia tidak perlu takut terhadap segala racun dan obat
bius, walau berada di sarang harimau, hatinya tetap tenteram dan
sikapnya wajar. Dia yakin Pek-hoa-pang tentu juga punya tujuan
tertentu terhadap dirinya. Malam sudah larut, dia tahu besok pasti
banyak urusan yang me libat dirinya, segera dia tanggalkan paka ian
terus merebahkan diri. Mala m ini dia tidur dengan pulas. waktu
bangun hari sudah terang tanah, lekas di kenakan pakaian, buka
pintu dan me langkah ke luar.
Sin-ih sudah menunggu di luar ka mar, melihat Kun-gi keluar
segera dia tertawa, sapanya sambil me mbungkuk: "Sela mat pagi
Cu-cengcu."
"Sela mat pagi nona" Kun-gi ba las menyapa.
"Ha mba tak berani di panggil begitu, panggil na ma ha mba saja"
Sin-ih terus lari menuju ke belakang sa mbil berkata: "Ha mba akan
bawakan air untuk cuci muka."
Lekas sekali dia sudah ke mbali me mbawa sebaskom air dan
handuk hangat, selesai Kun-gi cuci muka, iapun menyiapkan se meja
hidangan di ka mar ta mu sebelah, katanya: "Silakan Cengcu sarapan
pagi." Kun-gi melangkah ke ka mar sebelah, tersipu2 Sin-ih tarik kursi
menyilakan dia duduk, tanpa bicara Kun-gi habiskan dua mangkuk
bubur, habis makan Sin-ih sudah sodorkan sapu tangan putih pula
untuk me mbersihkan mulut dan tangan. Pada saat itulah dari luar
pekarangan terdengar derap langkah pelahan, tampak seorang
perempuan cantik berpakaian serba putih muncul di a mbang pintu.
Kecuali ra mbutnya yang hitam lega m mengkilap, sekujur badan
perempuan cantik ini serba putih laksana salju, sampaipun
perhiasan disanggulnya juga berwarna putih, perawakannya
sema mpai, tak ubahnya seperti dewi dari kahyangan. Begitu melihat
perempuan cantik ini Sin-ih segera berbisik: "Cu cengcu, Congkoan
telah datang."
Mendengar perempuan re maja berpakaian serba putih, ini adalah
Pek-hoa-pang Congkoan yang berna ma Giok-lan, lekas Kun gi
berdiri. Se mentara itu gadis jelita itu sudah masuk ke ka mar ta mu,
dia me mberi hormat kepada Kun-gi serta menyapa: "Cu-cengcu
datang dari jauh, maaf ha mba terla mbat menyambut."
"Terlalu berat kata2 nona, mana
Lohu berani menerima
kehormatan setinggi ini."
Setelah berhadapan baru Kun-gi me lihat jelas alis orang yang
me lengkung bulan sabit seperti dilukis, bola matanya bersinar
cemerlang bak bintang kejora, hidung mancung bibir tipis seperti
delima merekah, begitu cantik, begitu molek, sikapnya agung
berwibawa pula. Cuma kulit mukanya, kelihatan rada pucat. Sekilas
pandang Kun gi lantas tahu bahwa gadia secantik bidadari ini
ternyata juga mengena kan kedok muka.
Maklumlah gurunya Hoan-jiu-ji-lay, pada 50 tahun yang lalu
adalah ahli tata rias, begitu besar dan tersohor na manya di Bu-lim,
sebagai murid tunggal yang mewarisi segala kepandaian gurunya,
sudah tentu Kun-gi cukup ma hir pula me mbedakan wajah orang
apakah dia dirias atau pa kai kedok,
Dengan tersenyum manis gadisjelita ini berkata: "Hamba
bernama Giok-lan, menjabat Congkoan dalam Pang kita, mohon Cucengcu suka me mberi petunjuk,"
Matanya ber kedip2 la lu mena mbahkan dengan tawa manis:
"Pangcu dengar Cu-cengcu telah tiba, maka senangnya bukan main
dan aku diutus ke mari untuk me mbawa Ceng-cu menghadap
beliau." "Losiu sudah ada di sini, me mang sepantasnya mene mui Pangcu
kalian," ujar Kun-gi.
"Pangcu sudah menunggu di Sian-jun-koan, silakan Cu-cengcu?"
"Terima kasih, nona silahkan dulu."
Giok-lan segera mendahului berjalan keluar. Tanpa bersuara Kungi mengikut di belakangnya. Keluar dari pekarangan mere ka
menyusuri sera mbi pinggir rumah, bangunan gedung di sini
berlapis2 dike lilingi serambi yang berliku2 pula. Jelas Giok-lan juga
mengenakan kedok muka yang buatannya halus dan tipis sekali
untuk menyembunyikan muka aslinya. Orang jalan di depan, Kun-gi
me lihat kuduk lehernya putih halus, rambutnya yang terurai legam
halus bak sutera, langkahnya lembut gemulai, lenggak-lenggok
dengan perawakan yang sema mpai, begitu elok menggiurkan,
pakaiannya yang serba putih halus melambai tertiup angin
me mbawa bau harum yang menimbulkan ga irah setiap laki2.
Siapapun apa lagi dia masih jejaka, kalau berjalan di belakangnya,
pasti timbul pikiran bukan2. Kun-gi bukan pe muda bergajul, bukan
laki2 mata keranjang, tapi toh dia merasa jantung berdebar,
pikirannya jadi butek dan napas sesak, berapa jauh dan tempat apa
saja yang mereka lewati tidak diperhatikan lagi. Cepat sekali mereka
sudah tiba di depan sebuah gedung berloteng yang di luarnya
dikelilingi tana man bunga dan pepehonan rindang.
Gedung yang satu ini bangunannya serba ukiran, dicat berwarna
warni disesuaikan dengan bentuk ga mbar ukiran sehingga kelihatan
semarak, tepat di atas pintu melintang sebuah pigura besar yang
bertuliskan t iga huruf "Sian-juu-koan".
Giok-lan berhenti di depan pintu sambil me mba lik badan,
katanya: "Sudah sampai, silakan Cengcu masuk"
Kun-gi tertawa, katanya:, "Losiu baru datang, silakan nona
tunjukkan jalan."
Giok-lan tertawa, dia bawa Kun-gi masuk ke da la m, kemba li
mereka menyusuri sera mbi yang dipagari ba mbu, serambi ini
dirancang sedemikian rupa sesuai keadaan taman yang di-petak2, di
dalam petak2 yang dipagari bambu itu ditanami berbagai maca m
bunga dari jenis yang sukar dicari. Akhirnya mereka tiba di depan
tiga deret vil a mungil, kerai ba mbu menjuntai menutupi keadaan
dalam vil a. Di depan pintu berdiri dua gadis menyoreng pedang, melihat
Giok-lan datang me mbawa Ling Kun-gi, mereka me mberi hormat
serta menyambut dengan suara lirih:" Pangcu sudah me nunggu,
silakan Congkoan bawa ta mu ke da la m.."
Lalu seorang di antara mereka me nyingkap kerai.
Giok-lan angkat tangannya, katanya: "Silakan Cu-cengcu."
Sedikit mengangguk Kun-gi terus melangkah ke dala m. Di dala m
adalah sebuah ruang yang cukup luas,jendela berkaca, meja kursi
tampak mengkilat bersih, sampa ipun lantainya yang terbuat dari
papan kayupun me mancarkan cahaya kemilau, lukisan menghias
sekeliling dinding, pajangannya a mat serasi, mentereng tapi
sederhana. Di sebuah kursi cendana besar di sana berduduk
seorang perempuan berpakaian gaun kuning, wajahnya tertutup
kain sari. Melihat Giok-lan me mbawa Ling Kun-gi segera ia
berbangkit, bibirnyapun bergerak, katanya: "Cengcu datang dari
jauh, kami terla mbat menyongsong, mohon Cengcu me mberi maaf."
Suaranya lembut nyaring, seperti kicau burung kenari.
Sekilas Kun-gi melenggong, perempuan gaun kuning ini terang
adalah Pek-hoa-pang Pangcu, tapi dari suaranya jelas usianya tentu
masih muda belia. Giok-lan yang ada di samping Ling Kun-gi segera
berkata- "Cu-cengcu, inilah Pangcu ka mi."
Kun-gi tergelak2, katanya sambil merangkap tangan: "Pangcu
mengepala i kaum hawa, beruntung Losiu dapat bertemu."
Pek-hoa-pangcu angkat tangan kirinya, kata-nya merdu: "Silakan
duduk, Cu-cengcu"
Sambil menge lus jenggot Kun-gi mengha mpiri kursi yang di
tunjuk serta berduduk setelah sang Pangcu duduk, Giok-lanpun
duduk di kursi sebelah bawahnya. Pelayan remaja berpakaian pupus
segera menyuguhkan minuman.
Kun-gi batuk2 lirih, matanya terangkat mengawasi Pek-hoapangcu serta memberi hormat, kata-nya: "Pangcu mengutus. nona
Giok-je me mbawa Losiu ke mari dari Coat Sin-san-ceng, entah ada
keperluan apa" mohon petunjuk.."
"Tida k berani me mberi petunjuk," ujar Pek"hoa-pangcu, "Giok-je me mbawa Cengcu ke mari tanpa mendapat persetujuan Cu-cengcu
sendiri, sebagai Pek-hoa pangcu, kami mohon Cu-cengcu
me maafkan kesalahan ini, soalnya Pang ka mi me mang me merlukan
bantuan Cu-cengcu yang amat berharga dan besar sekali artinya,
untuk itu mohon Cu-cengcu ma klum."
Tutur katanya halus, enak didengar, umpa ma scorang yang
sedang naik pitam juga pasti akan reda amarahnya, apalagi Ling
Kun-gi me mang punya maksud tertentu, hakikatnya dia tidak pernah
merasa sakit hati.
Maka dengan mengelus jenggot dia berkata sa mbil tersenyum:
"Berat ucapan Pangcu, entah persoalan apa" sukalah Pangcu
menje laskan, Losiu siap mendengarkan."
Sorot matanya tajam menatap wajah orang di balik cadar itu.
Agaknya Pek hoa- pangcu sadar, sorot matanya yang bersinar di
balik cadar lekas me lengos, katanya kalem: "Soal ini menyangkut
kepentingan Pang kami, bahwa kami telah mengundang Cengcu
ke mari dengan susah payah, sukalah Cengcu me mberi bantuan
seperlunya."
"Kalau soa l itu a mat penting bagi Pang kalian Losiu pasti akan
bekerja sekuat tenaga, silakan Pangcu jelaskan dulu, supaya Losiu
dapat menimbangnya."
Senang hati Pek- hoa-pangcu,
katanya: "Jadi Cu-cengcu
menerima permohonan ka mi."
"Pangcu belum menjelaskan persoalan apa sebenarnya."
Giok-lan segera menyela bicara: "Soal ini, Cu cengcu sudah
me mperoleh sukses yang besar, tentunya tidak akan menjadi
kesulitan lagi."
"O, ya," ajar Pek- hoa-pangcu, "bahwa Cu-cengcu sudah
menyanggupi. Pang kita pasti akan me mberi imba lan besar yang
setimpal."
Kun-gi tertawa tawar, katanya: "Tadi Losiu sudah bilang, asal
bukan soal yang merugikan orang lain, bukan kejahatan yang
me langgar perike manusiaan, sekiranya tenaga losiu mengiz inkan,
dengan suka hati akan kubantu, soal imbalan tidak pernah
kupikirkan."
Tampak wajah Pek-hoa-pangcu yang tersembunyi di balik cadar
mengunjuk rasa melenggong, katanya kagum: "Cu-cengeu berhati
bajik, mohon maaf akan kata2ku yang telanjur tadi."
"Pangcu," ujar Giok-lan, "Biarlah ha mba yang menje laskan soal ini kepada Cu-cengcu."
Pek-hoa-pangcu manggut2, "Begitupun baik" katanya.
"Sudah setengah tahun pihak Hek-liong-hwe menculik Lok-san
Taysu, Tong Thian-jong dan Un It-kiau kedala m Coat- sin-san-ceng
untuk me mbuat obat penawar getah beracun itu tanpa berhasil, tapi
Cu-cengcu dala m jangka tiga hari telah berhasil me mbikin getah
beracun itu menjadi a ir jernih, entah hal ini betul t idak?"
"Ya, kejadian me mang de mikian," sahut Kun-gi, "Tapi . . . . "
mendadak ia merandek.
"Tapi apa?" tanya Pek-hoa-pangcu.
"Sebetulnya Losiu sendiripun t idak habis pikir a kan kejadian itu."
"Lho, kenapa de mikian?" tanya Giok-lan.
"Bicara terus terang, waktu itu Losiu sebetul-nya tidak punya
pegangan apa2, hanya secara sekenanya kupungut obat ini
dica mpur dengan obat itu, lalu kucoba atas getah beracun itu,
demikianlah secara beberapa kali kubuat bubuk obat dari berbagai
racikan. tak terduga suatu ketika getah beracun yang kental hitam
itu berubah jadi air jernih. Hahaha, setelah getah beracun itu
berubah jadi air jernih, Losiu sendiri juga tidak ingat lagi berapa
maca m obat yang kuaduk sa mpai menimbulkan hasil yang -positip
itu." "Itu bukan soal sulit," kata Giok-lan, "sedikitnya Cu-cengcu sudah berhasil meski baru langkah permulaan untuk menawarkan getah
beracun itu, selanjutnya pasti tidak akan sulit me mperoleh obat
tulennya."
"Sulit, sulit," ujar Kun-gi menggeleng2 "Lo-siu sudah bilang, hasil itu hanya secara kebetulan, hakihatnya tidak punya keyakinan
sedikitpun."
Giok-lan tersenyum: "Sela ma tiga hari berada di Coat Sin-sanceng Cu-cengcu telah mengambil berjenis obat racikan, semua
nama obat dan kadar timbangannya sudah dicatat oleh pihak ka mi,
menjadi suatu daftar yang terperinci,jadi obat yang tulen untuk
menawarkan getah beracun itu pasti terdapat di antara ke12 maca m
obat2an itu, asal Cu-cengcu sedikit tekun dan rajin meracik berbagai
maca m obat itu, tak sukar me mperoleh obat tulennya."
Kun-gi sudah tahu tentang pencatatan secara rahasia oleh Giokje di Coat Sin-san-ceng itu, tapi dia pura2 kaget, katanya: "Jadi
Pang kalian tahu selama tiga hari itu aku menggunakan bermaca m
obat racikan?"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pek-hoa-pang me mang jarang berkecimpung di Kangouw, tapi
tiada suatu hal atau kejadian di kolong langit ini yang tidak diketahui
oleh Pang ka mi, barang apapun yang kami inginkan, umpa ma suatu
benda yang paling rahasia di dunia ini juga bisa ka mi usahakan
untuk me mperolehnya," demikian kata Giok-lan dengan nada
bangga. Kun-gi pandang kedua orang dengan heran, tanyanya ragu2:
"Lalu apa kehendak ka lian atas diriku?"
"Cu-cengcu luas pengala man dan cerdik panda i, kenapa tidak
menebaknya saja?" kata Giok-lan ma in teka-teki.
Kun-gi sengaja menggeleng sa mbil garuk2 kepala, tanyanya:
"Me mangnya Pang kalian juga ingin aku menyelidiki obat penawar
getah beracun itu?"
Pek-hoa-pangcu terkikik riang, katanya: "Pandangan Cu-cengcu
me mang tajam dan tepat tebakannya."
Tergerak hati Kun-gi, tanyanya: "Pang kalian dan piha k Coat-siusau-ceng sama2 ingin me ncari obat penawar getah beracun itu,
me mangnya apa tujuanmya?"
"Soal ini terpaksa harus kita rahasiakan untuk sementara, tapi
atas nama Pang dan seluruh jiwa anggota kami, aku berjanji bahwa
usaha kita ini hanyalah demi mencari obat penawar getah beracun
itu,jadi tidak untuk mela kukan kejahatan mencelaka i orang lain,
kalau janji ka mi ini dilanggar, Pek-hoa-pang akan tersapu bersih dari
permukaan bumi, seluruh anggota ka mi mati tanpa liang kubur.
Tentunya Cu-cengcu dapat menerima sumpah ka mi dan mau
percaya bukan?"
"Terlalu berat ucapan nona, baiklah kupercaya saja," ujar Kun-gi.
Giok-lan tertawa: "Jadi Cu-cengcu sudah menerima tawaran
kami?" Tujuan Kun-gi me mbiarkan dirinya diselundupkan ke luar dari
Coat- siu-sau-ceng dan dibawa ke Pek-hoa-pang ini adalah mencari
jejak ibunya. Tapi persoalan yang dihadapinya ini ke mbali menarik
perhatiannya. Coat Sin-san-ceng, alias Hek-liong-hwe de mi me mperoleh obat
penawar getah beracun telah mengguna kan muslihat dengan
menculik Tong Thian"jong, Un It-kiau dan Lok-san Taysu, serta
Ciam"liong Cu Bun-hoa. Kini muncul lagi Pek-hoa-pang yang
menggunakan aka l muslihat menyelundupkan dirinya ke te mpat ini,
tujuannya ternyata juga mencari obat penawar getah beracun itu,
Kenapa mereka sama2 berusaha mencari penawar getah beracun
itu" Apakah sebetulnya getah beracun itu" Bukan mustahil dala m
peristiwa ini ada latar belakang yang teramat besar artinya"
Sehingga timbul perebutan dan saling gontok kedua perkumpulan
rahasia ini" Otak Kun-gi yang cerdik sudah bekerja keras, tapi tak
berhasil me mperoleh jawaban yang me muaskan.
Melihat orang menepekur sekian la manya, akhirnya Pek-hoapangcu bertanya: "Kenapa Cu-cengcu dia m saja". Berubah pikiran
kiranya?" Kun-gi menduga bahwa ibunya mungkin diculik orang2 Pek-hoapang, maka disa mping mengulur waktu mencari kesempatan, dia
pura2 bimbang, akhirnya dia angkat kepala dan berkata: "Baik-lah,
aku menerimanya."
Cemerlang sinar mata Pek-hoa-pangcu dari balik cadar, katanya
tertawa senang: "Apa betul?"
"Losiu sudah terima dan berjanji, sudah tentu akan kutepati" ujar
Kun-gi. "Baiklah," kata Giok-lan.
"Pangcu masih ada pesan apa?"
"Cu-cengcu sudah setuju, urusan selanjutnya boleh kau saja
yang mengaturnya," demikian pesan Pe k-hoa-pangcu.
Giok-lan menyia kan.
Pembicaraan sudah diakhiri sa mpai di sini, pelan2 Kun-gi lantas
berdiri, katanya sambil menjura: "Pangcu tiada urusan lain, baiklah
kuminta diri saja."
Tadi Giok-lan yang me mbawa Kun-gi ke mari, maka iapun ikut
berdiri, tapi secara diam2 dia me mberi lirikan mata kearah Pek-hoapangcu. Mendadak Pek-hoa pangcu mengawasi Kun-gi, katanya: "Silakan
Cengcu duduk lagi sebentar."
Terpaksa Kun-gi duduk ke mba li, tanyanya, "Pangcu masih ada
pesan apa?"
"Kaupun harus duduk," kata Pek-hoa-pangcu kepada Giok-lan.
Giok-lan tersenyum, iapun duduk pula di te mpatnya..
Menatap muka Ling Kun-gi, berkata Pek-hoa -pangcu: "Masih ada
satu hal ingin ka mi mohon petunjuk Cengcu, entah bagaimana aku
harus mula i bicara?"
"Pangcu henda k tanya soal apa?" tanya Kun-gi.
Dengan ragu2 berkatalah Pek-hoa-pangcu: "Ka lau kukatakan
harap Cengcu tidak berkecil hati."
"Kalau Pangcu anggap perlu dibicarakan, sila kan katakan saja"
"Ka mi berpendapat bahwa Cu-cengcu sudah setuju bekerja sama
dengan setulus hati dan sejujurnya, ma ka kiranya perlu ka mi
berterus terang, bila Cu-cengcu sendiri juga punya kesulitan,
kamipun tidak akan me ma ksa."
Kun-gi tertawa lebar, katanya lantang: "Seorang laki2 sejati
menghadapi persoalan t idak boleh ragu2, bila urusan me mang bisa
kubicarakan, tentu takkan kuse mbunyikan."
"Syukurlah kalau begitu," kata Pek-hoa-pangcu, sorot matanya
yang bening bersinar menatap wajah Kun-gi lekat2, katanya
ke mudian: "Ka mi dengar bahwa Hian-ih-lo-sat telah me mbekuk
seorang tua di Liong-bun-oh, setelah mukanya dicuci dengan arak
obat, ternyata dia adalah Cu-cengcu dari Liong"bin-san ceng yang
tulen, Hian-ih-lo-sat juga sudah me mpertemukan kedua Cu-cengcu
tulen dan palsu itu, tentunya hal ini benar2 terjadi?"
Giok-je adalah anak buah Pek-hoa-pang, bukan mustahil kalau
hal inipun sudah diketahui oleh Pe k-hoa-pangcu. Maka Kun-gi
mengangguk, katanya: "Me mang betul ada kejadian begitu."
"Jika de mikian, disinilah letak persoalan yang ingin ka mi ketahui,
entah mana di antara kedua Cengcu yang tulen dan palsu?" sa mpa i
disini mendadak dia mena mbahkan: "Tadi ka mi sudah bilang, ka lau
Cu cengeu tak mau menjawab, ka mi tidak akan me ma ksa."
Kun-gi menghe la napas katanya tertawa: "Pangcu memang
cerdik, sebagai pimpinan se kian banyak orang pintar, tentunya bisa
menebaknya?"
Pek-hoa-pangcu menggigit bibir, katanya sambil tertawa lirih:
"Kalau Cu-cengcu sendiri tidak mau menerangkan, terus terang
kami t idak dapat meneba knya."
"Ah, kenapa sungkan, kenapa tidak katakan saja bahwa Pangcu
curiga bahwa diriku bukan Cu Bun-hoa?"
"Jadi kau ini Cu Bun-hoa?" desak Pek-hoa pangcu.
"Aku me mang bukan Cu Bun-hoa," sahut Kun-gi tegas.
Pek, hoa-pangcu melengak, sorot matanya menjadi terang,
tanyanya: "Kau bukan Cu Bun-hoa, lalu kau ini.... "
"Cayhe Ling Kun-gi"
"O,jadi engkau Ling-lotiang, engkau merias wajahmu, betul
tidak?" "Betul,Cayhe menyaru sebagai Cu-cengcu,tujuanku
menyelundup ke Coat Sin-san-ceng untuk, mencari jejak seseorang"
Agaknya Pek-hoa-pangcu tidak me mperhatikan beberapa patah
katanya ini, sekian saat dia awasi Ling Kun-gi, katanya: "Ling-lot iang sudah mau terus terang, setelah berada di dalam Pang kita, ku-kira
tidak perlu menyamar lagi, entah sudikah engkau me mperlihatkan
wajah aslinya kepada ka mi?"
"Boleh saja" ucap Kun-gi tertawa, "tapi setelah aku mencuci
muka, apakah Pangcu sendiri juga sudi me mperlihatkan wajah
aslimu?" "Maksud Ling-lot iang minta ka mi menangga lkan cadar ini?"
"Untuk kerja sa ma dengan sejujurnya, adalah jamak ka lau kita
berlaku adil"
"Baiklah," ujar Pek-hoa-pangcu tertawa sambil me mbuka cadar
yang menutupi mukanya.
Seketika pandangan Ling Kun-gi terbeliak, itulah seraut wajah
nan lembut, ayu rupawan, asri dan anggun, usianya sekitar 24
tahun. Bahwa Pek hoa-pangcu masih sedemikian muda, ma lah
cantik jelita bak sekuntum bunga mawar mekar, sesaat lamanya ling
Kun-gi sa mpai me njuble k, akhirnya dia tergelak2 katanya: "Dengan
menya mar Cu-cengcu, Cayhe telah mengelabui Cek Seng-jiang dan
Hian-ih-lo-sat, entah di mana Pangcu dan Cong-koan berdua dapat
me lihat titik kele mahan sa maranku ini."
Pek hoa-pangcu mengawasinya dengan seksama sekian la manya,
akhirnya sama2 tertawa malu, katanya: "Ilmu tata rias Ling-lotiang
me mang luar biasa, sedikitpun kami tidak melihat sesuatu yang
kurang beres."
Kun-gi tertawa tawar, katanya: "Kalau Pangcu sudah tahu Cayhe
ahli dala m ilmu tata rias ini, ma ka betapapun bagus buatan kedok
muka yang kalian pakai tetap takkan dapat mengelabui
pandanganku."
Pek-hoa-pangcu melenggong, katanya: "Pandangan Ling-lotiang
me mang taja m luar biasa, kami me mang mengenakan kedok muka,
tapi karena adanya larangan dala m Pang ka mi, terpaksa ka mi tida k
bisa berhadapan dengan siapapun dengan wajah asli."
"Lalu nona Giok-je dan lain2 yang menyelundup ke Coat-siu-sauceng juga me ma kai kedok muka?"
"Itu dalam keadaan istimewa, sudah tentu mereka terpaksa
harus me mperlihatkan wajah asli."
"Tadi Pangcu sendiri sudah bilang minta Cay-he me mperlihatkan
wajah asli, ma ka Pangcu seharusnya juga menanggalkan kedok
muka mu." Pek hoa pangcu ragu2, dia berpikir sebentar, katanya kemudian:
"Ling-lotiang berkukuh pendapat, terpaksa ka mi me mperlihatkan
wajah jelek ka mi."
Habis berkata dengan hati2 dia mengelotok selapis kedok muka
yang tipis, begitu tipisnya menyerupai selaput buah salak, Seketika
pandangan Ling Kun-gi me njadi terang pesona,jantungnya
berdebar. Sekian banyak nona yang pernah dikenalnya, seperti Un
Hoan-kun, Pui Ji-ping, Tong Bun"khing bertiga adalah gadis yang
ayu jelita, tapi Pek-hoa- pangcu yang ada dihadapannya ini
me mpunyai daya pikat yang luar biasa, sikapnya agung dan
suci,jelita bak bunga mekar, kecantikannya tak kalah daripada
permaisuri raja.
Setelah menanggalkan kedok mukanya, wajah Pek-hoa-pangcu
tampak merah jengah.
Katanya malu2: "Se moga engkau tidak mentertawakan, padahal
anggota Pang kita sendiri hanya beberapa orang saja yang pernah
me lihat wajah asliku....." bola matanya nan bening me lirik Giok-lan,
katanya: "Untuk memperlihatkan ketulusan hati kita aku sudah
me langgar kebiasaan, ma ka hendaknya kaupun mencopot kedokmu
biar diperiksa oleh Ling-lotiang."
Giok-lan mengiakan. Pelan2 iapun menanggalkan kedoknya. Jika
Pek hoa-pangcu di baratkan sekuntum bunga botan yang agung,
maka Congkoan yang satu ini me mang sesuai betul dengan
namanya bak sekuntum bunga giok-lan (ce mpaka) yang harum
semerbak. Kembali Kun-gi terpesona, sikap Giok-lan jauh lebih wajar, tapi
dihadapan orang luar betapapun dia juga ma lu, sekilas dia melirik
kepada Ling Kun"gi, lalu berkata:
"Sekarang Ling-lotiang sudah puas" Dan kini giliranmu, cara
bagaimana untuk mencuci obat rias di muka mu?"
Kun-gi tersenyum, katanya: "Cayhe me mbawa obat pencuci"
Sembari bicara iapun melepaskan jenggot palsu la lu merogoh
kantong menge luarkan sebuah kotak kecil dan menga mbil sebut ir
obat sebesar kelereng lalu dire mas dan digosok2 di telapak tangan,
lalu ia mengusap muka sendiri, sekian saat ke mudian dikeluarkan
pula sapu tangan untuk me mbersihkan muka. Hanya dala m sekejap
wajahnya yang kelihatan tua setengah baya berjenggot dan agak
keriputan mendadak berubah jadi wajah yang cakap ganteng,
beralis tegak seperti pedang, bibir merah, gigi putih, sungguh
pemuda yang bagus la ksana Arjuna..
Sejak tadi Pek,hoa-pangcu selalu me manggilnya "Ling- lot iang",
keruan sekarang ia terbelalak lebar, wajahnya merah seperti
kepiting direbus, mulutpun me longo bersuara kaget dan Giok-lan
sendiripun a mat heran, tatapannya lekat penuh kasih mesra,
katanya sesaat kemudian: "Ling kongcu ternyata masih begini
muda, sungguh di luar dugaan."
Kun gi tertawa, katanya: "Bukankah nona berdua lebih muda dari
padaku" Sebagai Pangcu dan Congkoan dari suatu perserikatan,
kalian malang melintang di dunia persilatan, bukankah ini jauh di
luar dugaan pula?"
Lambat laun baru tenteram gejolak hati Pek-hoa pangcu, kedok
muka yang dipegangnya tadi segera dikenakan lagi, matanya
menatap tajam, bibirnya bergerak, katanya: "Ling-kongcu muda dan
gagah perkasa, tentunya juga cerdik panda i, entah siapakah
gurumu yang mulia?"
"Maaf kalau Cayhe tidak dapat menerangkan pertanyaan Pangcu,
soalnya guruku sudah la ma mengasingkan diri dari kera maian dunia,
jejaknya selama hidup tidak ingin diketahui orang lain, untuk ini
Cayhe amat menyesal tak bisa me mberi keterangan."
Pek-hoa-pangcu berseri tawa, katanya: "Gurumu pasti seorang
tokoh kosen yang luar biasa, kalau memang ada kesulitan, boleh
Kongcu tak usah menjelaskan", lalu ia berpaling kepada Giok-lan
dan berpesan: "Ling-kongcu baru datang sebagai tamu agung,
apakah kau sudah siapkan perja muan untuk menya mbutnya?"
Giok-lan me mbungkuk, sahutnya: "Hamba mohon petunjuk
Pangcu, perjamuan hendak diadakan tengah hari atau nanti
ma la m?" Lekas Kun-gi goyang tangan, katanya: "Pang-cu tidak usah
sungkan, mana Cayhe berani bikin repot."
"Kau sudah ada di te mpat ka mi, sebagai tuan rumah selayaknya
kami meladani ala kadarnya, apalagi tenagamu amat ka mi
perlukan," lalu Pe k"hoa-pangcu berpa ling:
"diadakan tengah hari nant i saja."
Giok-lan mengiakan, segera dia pakai lagi kedok mukanya, berdiri
terus beranjak keluar. Dalam ruang tamu kini tingga l mereka berdua
saja, setelah keduanya sama2 me mperlihatkan wajah asli, yang
laki2 ca kap, yang perempuan cantik,jantung mereka sa ma
berdebar2, suasana sedikit kikuk dan risi, akhirnya Pek-hoa-pangcu
me mecah kesunyian, katanya: "Tadi Ling kongcu bilang tujuan
samaranmu untuk me ncari orang, entah siapakah dia?"
"Beliau adalah ibunda ku."
"O, kau mencari ibumu?"
Berkerut alis Kun-gi, katanya; "Ibu sudah hilang beberapa bulan
la manya, sampai sekarang belum diketahui arah parannya."
"Kulihat Ling-kongcu gagah berse mangat, sinar mata mupun
terang bercahaya,jelas membeka l kepandaian silat dan Lwe kang
yang tinggi, tidak mirip orang yang terkena racun penawar Lwekang
dari Coat Sin-san-ceng, bahwa Kongcu me mbiarkan dirimu dibawa
ke mari oleh Giok-je, tentu kau curiga bahwa ibunda mu berada di
sini bukan?"
Kun-gi cukup cerdik, tapi juga tabah, katanya: "Jadi Pangcu
curiga bahwa kedatanganku me mbawa ma ksud tujuan yang tidak


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baik?" "Tida k," sahut Pek,hoa-pangcu menggeleng, "sedikitpun aku
tidak curiga." Lalu dengan nada serius dia mena mbahkan: "Aku
dapat merasakan,.Ling-kongcu pasti seorang Kuncu."
"Ah, Pangcu terlalu me muji."
Berkedip dan bertanya Pek-hoa-pangcu: "Ling-kongcu mau
mencari ibu dan sudi t inggal di te mpat ka mi, mungkinkah dapat
me mbantu kesulitan ka mi pula?"
Kun-gi tertawa, katanya: "Cayhe sudah telanjur janji, tentu akan
kutepati."
"Terima kasih. Pang kami juga akan me mbantu sekuat tenaga
untuk mencari jejak ibumu yang hilang, paling la ma tujuh hari pasti
kami dapat me mperoleh kabar ...." sedikit merandek, dia bertanya
lebih lanjut: "Cuma siapa she dan na ma ibumu."
"Ibuku she Thi, tentang nama beliau Cayhe sendiri juga tidak
tahu." "Ka mi jarang berke lana di Kangouw, tapi setiap orang yang
punya nama beken sedikit banyak tentu pernah ka mi dangar, tapi
tokoh perempuan she Thi yang kenamaan belum pernah kami
dengar?" "Ibuku tidak pandai ilmu silat, selamanya tidak pernah keluar
rumah, sudah tentu Pangcu tida k pernah mendengar na ma beliau?"
Heran Pek-hoa-pangcu, katanya: "Ibumu bukan kaum persilatan,
bagaimana bisa lenyap" Mungkin dia punya musuh?"
"Watak ibuku welas-asih, bija ksana dan bajik, kecuali mengurus
pekerjaan rumah, belum pernah ribut dan bertengkar dengan orang,
mana mungkin punya musuh?"
"Aneh kalau begitu. Em, berapa usia ibumu" Bagaimana raut
wajahnya, bolehkah Kongcu me mberi gambaran secara terperinci,
supaya kuperintahkan anak-buahku untuk ikut mencari jejak be liau"
Melihat sikap orang yang prihatin dan sungguh2, Kun-gi lantas
berkata: "Ibuku berusia, badannya lemah dan sering sakit2an, maka
kelihatannya sudah tua seperti berusia lima-puluhan, mukanya
lonjong agak kurus, rambut di atas pelipis sudah beruban."
"Ling-kongcu tak usah kuatir, akan kukerahkan se luruh kekuatan
Pang kita bantu mencari jejaknya," lalu sa mbil mengerut alis dia
mena mbahkan: "Cuma ibumu bukan kaum persilatan, untuk
mencarinya tentu agak sukar, tapi kami percaya dengan kekuatan
Pang kita yang tersebar luas di seluruh Kangouw, cepat atau lambat
pasti bisa me mperoleh berita."
"Budi kebaikan Pangcu me mbuat Cayhe amat berterima kasih."
Mendadak merah wajah Pek-hoa-pangcu, katanya sambil
menatap Kun-gi: "Kalau Ling-kongcu sudi, bagaimana kiranya ka lau
anggap diriku sebagai kawan?" Agaknya dia menggunakan seluruh
keberaniannya untuk mengucapkan kata2nya ini, setelah
mengutarakan isi hatinya, dengan malu dia me nunduk kepa la.
Berdetak jantung Kun gi, mukanya merah, katanya dengan
tertawa: "Berat kata2 Pangcu, bahwa cayhe bisa berkenalan dengan
Pangcu sudah beruntung besar, bukankah sekarang kita sudah
berkawan?"
Sorot mata Pek-hoa pangcu tertuju ke lantai, jari2 tangannya
mengusap kedok mukanya yang tipis, katanya lirih: "Maksudku . . "
Belum habis dia bicara tampak: Giok-lan melangkah masuk, lekas
Pek-hoa-pangcu putuskan pe mbicaraan.
Di a mbang pintu Giok-lan menekuk lutut me mberi hormat,
katanya: "Pangcu, Ling-kongcu, meja perja muan sudah disiapkan,
silakan makan dulu."
Pek-hoa-pangcu tidak paka i lagi kedok mukanya, dia hanya
menutup dengan cadar, pelan2 ia berbangkit, katanya:."Mari,
silakan Ling-kongcu."
Di bawah iringan Pe k-hoa-pangcu mere ka meninggalkan, Ing junkoan, me lalui sera mbi terus menuju ke ka mar bunga di seberang
sana. Di dalam meja perjamuan me mang sudah siap. empat gadis
berdiri di e mpat sudut siap melayani, me lihat sang Pangcu
mengiringi seorang pemuda berwajah tampan, sekilas mereka unjuk
rasa kaget dan kagum, tersipu2 mereka maju menyambut.
Pek-hoa-pangcu angkat tangan: "Silakan Kong-cu duduk diatas."
Kun-gi duduk di kursi ta mu, Pek-hoa-pangcu duduk di te mpat
tuan rumahnya. Malah duduk di sebelah bawahnya. Dua pelayan
segera mengisi cangkir yang sudah tersedia.
Hidangan yang disuguhkan me mang luar biasa dan banyak
ragamnya,keempatpelayarganti-bergantimenyuguhkan
bermaca m2 masakan, sementara mereka ma kan minum sa mbil
mengobrol, banyak juga soal yang mereka bicarakan.
Mendadak di luar sana terdengar suara ribut2 beberapa orang,
Pek-hoa-pangcu bersungut, katanya dongkol: "Ada kejadian apa di
luar itu?"
Lekas Giok-lan berdiri, katanya: "Biar ha mba keluar melihatnya . .
.. " belum habis dia bicara, dari luar sudah berlari masuk seorang
pelayan dengan ter-gopoh2. .
Giok-lan lantas tanya: "Kau ter-buru2, ada kejadian apa di luar?"
"Lapor congkoan, barusan ditemukan jejak musuh di taman
depan . . . ."
Giok-lan melengak. tanyanya: "Ada kejadian begitu" Siapa yang
berani menyelundup ke ta man?"
"Pendatang berkepandaian tinggi, agaknya tida k mengusik
bagian luar, tahu2 mereka sudah ada dida la m lewat ja lan air"
seorang gadis terdengar membentak. lebih de kat di luar ta man
sana: "Pendatang dari mana" hayo berhenti"
Tiba2 terdengar suara serak tua berkata dingin, "Kami bertiga
kebetulan lewat dari danau, kulihat di sini ada sebuah taman yang
luas, sengaja kami ta masya ke Sini, kalian budak2 ini berani main
gila terhadap Lohu?"
Waktu itu tengah hari, tapi ada orang berani terobosan di markas
besar Pek-hoa-pang, sungguh besar nyali mere ka. Giok-lan tida k
banyak bicara lagi, cepat dia lari keluar.
Wajah Pek-hoa-pangcu yang jelita kelihatan berubah, cepat ia
mengenakan kedok tipis dimukanya.
Kun-gi tidak tahu siapa yang datang" Tapi dia menduga pihak
Pek-hoa-pang telah kedatangan musuh tangguh, lekas dia berdiri
dan berkata. "Pangcu ada urusan, boleh silakan-"
Tajam tatapan mata Pek-hoa-pangcu, katanya., "Apakah yang
datang temanmu?"
Kun-gi menggeleng kepala, katanya: "Bukan te manku."
"Syukurlah kalau bukan temanmu. Apakah Ling-kongcu ingin
keluar me lihatnya?"
"Kalau tiada alangan boleh saja."
Pek-hoa-pangcu tertawa manis, katanya: "Mari silakan-" Lalu dia
berpesan kepada pelayannya: "Lekas keluarkan perintah, sebelum
diketahui asal-usul pendatang, suruh orang di depan tidak usah
masuk ke mari"Seorang pelayan mengiakan lalu buru2 lari ke luar.
Seperti tidak terjadi apa2, bersama Ling Kun-gi, Pek-hoa-pangcu
berhenti di ambang pintu. Melalui jendela Kun-gi melongok keluar,
tampak pakaian putih Giok-lan me la mbai2 berdiri di undak2an, di
depannya adalah sebuah lapangan berumput, di sana berdiri
berjajar tiga orang menghadap ke arah ka mar sini.
Orang yang berdiri di tengah berjubah hitam, mukanya merah
beralis ketal, jenggot jarang2 menghias dagunya, pedang panjang
terpanggul dipundaknya, kedua biji matanya mencorong buas,
usianya antara setengah abad.
Di sebelah kirinya berdiri laki2 bermuka jele k berpakaian kain
belacu seperti orang berkabung, anehnya pakaian belacu yang
dipakainya hanya separo, sorot matanya me mancarkan cahaya biru,
sekilas pandang perawakannya kelihatan rada aneh dan lucu.
Yang berdiri di sebelah kanan adalah laki2 setengah baya,
menyandang pedang dipunggungnya, mukanya pucat seperti tidak
berdarah. Sikap mereka garang dan kasar, jelas kedatangan mereka
bermaksud tidak baik.
Tidak jauh di sekeliling ketiga orang ini berpencar lima gadis baju
hijau yang menenteng pedang, terang mereka adalah anak buah
Pek-hoa-pang. Sikap Giok-lan tenang2 saja, dengan kale m dia pandang ketiga
orang, lalu menatap laki2 muka merah di tengah itu, tanyanya
dengan nada kurang senang: "Siang hari belong, tanpa sengaja
kalian ma in terjang masuk ke rumah orang, me mangnya ada
keperluan apa?"
Me mang tidak me malukan Giok-lan diangkat sebagai congkoan
Pek-hoa-pang, tindakannya tegas, tutur katanyapun tandas, orang
akan merasa bahwa dia seorang gadis bangsawan dari suatu
keluarga besar.
Laki2 muka merah menyeringai, katanya: "Jadi nona pe milik
taman ini?"
"Ta man ini dalam lingkungan keluargaku, sudah tentu aku adalah
pemiliknya," ujar Giok-lan dongkol.
"Siapakah she nona?" tanya laki2 muka merah.
"Kita belum saling kena l, tak perlu tanya nama segala, kalian
menyelundup ke rumah ku, ada keperluan apa?"
"Tadi sudah kujelaskan, ka mi hanya ingin bertamasya saja."
"Pintu ta man ka mi tidak terbuka, me mangnya dari mana kalian
masuk-?" "Terdorong oleh ke inginan hati, kalau hanya pagar tembok
setinggi itu tidak menjadi alangan bagi ka mi bertiga."
"Ka mi adalah rakyat jelata yang bersahaja, apa tujuan kalian
ke mari?".
"Nona jangan menyindir, me mangnya kau kira ka mi bukan rakyat
baik2?" "Siang hari be long, kalian me lompati te mbek dan masuk ke
rumah orang, tentunya punya maksud tujuan tertentu."
Si muka merah terke keh2, katanya: "Nona2 anak buahmu ini
kiranya berkepandaian t idak rendah juga ."
"juga ka lian me mang sengaja ke mari untuk cari perkara?"
Bersinar mata si muka merah, katanya sinis: "Ha mpir me ngena
sasaran kata2 nona, kudengar di Phoa-yang-ouw ini akhir2 ini ada
gerombolan nona2 cantik yang banyak menimbulkan gelombang di
Kangouw, maka Lohu bertiga ingin me meriksa ke mari apa betul
kabar yang tersiar itu?"
Dia m2 Kun-gi me mbatin: "Kiranya te mpat ini di tengah2 Phoayang-ouw?"
Terdengar Giok-lan tertawa dingin, katanya: "Betapa luas dan
besar Phoa-yang-ouw ini, apakah kalian tida k kesasar?"
"Se mula Lohu me mang kira ta man seluas ini adalah milik
bangsawan yang telah pensiun dan mengasingkan diri disini, ma ka
ingin menengoknya ke mari, kini pandangan Lohu jadi berubah."
"Berubah bagaima na?"
"Sudah puluhan tahun Lohu berkecimpung du
Kangouw, me mangnya pandanganku bisa meleset?"
"Jadi menurut pandanganmu te mpat apakah ta man ka mi ini?"
"Justeru Lohu ingin keterangan dari nona?"
Sampa i di sini Pek-hoa-pangcu tidak sabar lagi, katanya lirih:
"Ling- Kong cu, mari kita ke luar. "
Lalu dia singkap kerai me langkah keluar, suaranya kumandang
merdu: "Sa m-moay, kedatangan mereka terang ada maksud
tertentu, coba kau tanya mereka dari kalangan ma na?"
Kun-gi ikut melangkah keluar, dala m hati dia me mbatin: "Dia
panggil Giok-lan sebagai Sa m-moay, jadi masih ada Ji-moay, lantas
siapa dia?"
Mendengar suara merdu Pek-hoa-pangcu, si muka merah bertiga
me mandang ke sini, ta mpak muncul sepasang muda-mudi, yang
laki2 ta mpan dan yang perempuan ayu jelita. Dari langkah mereka
dapat diketahui bahwa kedua muda-mudi ini bukan se mbarang
orang. Sekilas melenga k si muka merah, lalu tertawa, katanya sambil
menjura: "Nona dan Kongcu ini tentunya ma Jikan di sini?"
Karena orang bicara sambil menatap dirinya, maka Kun-gi
tertawa tawar, katanya, "Tuan salah, cayhe hanya bertamu disini,
bukan pe milik tempat ini?"
Si muka merah la lu menga mati Pek-hoa-pang-cu, katanya
ke mudian: "La lu nona inikah ma Jikan te mpat ini."
"Kalian harus jelaskan dulu asal-usul sendiri baru nanti tanya
siapa diriku."
Si muka merah terkekeh2, katanya: "Betul, biarlah kita bicara
blak2an, Lohu Jik Hwi-bing, pejabat Ui-liong-tongcu dari Hek-lionghwe." Pek-hoa-pangcu tidak kaget juga t idak heran, sikapnya tenang2,
katanya: "o, kiranya seorang Tongcu malah, jadi ka mi yang berlaku
kurang hormat, lalu siapa kedua orang ini?"
"Mereka adalah dua saudara angkat Lohu." ujar Jik Hwi-bing.
Sejak tadi kedua orang di kiri kanannya berdiam diri, mukanya
beringas dan kaku, kini laki2 muka jele k berpaka ian biru itu
bersuara: "cayhe Lan Hou"
Laki2 muka pucat di sebelah kanan juga memperkenalkan diri,
"cayhe Pek Ki-ha m."
"Ka mi bertiga sudah perkenalkan diri, giliran nona menyebut
nama mu?" ujar Jik Hwi-bang.
"Aku she Hoa," kata Pek-hoa-pangcu.
"Lohu ingin tahu, gerombolan nona yang sudah sering
berkecimpung di Kangouw secara dia m2 tentu punya na ma bukan?"
Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya. "Terlalu t inggi penilaian Uitongcu terhadap kami, yang sering menimbulkan ge lombang omba k
di kalangan Kangouw hanya beberapa saudara kami saja, hasil yang
dicapai juga tidak berarti, me mangnya ka mi punya na ma apa."
Jik Hwi-bing menarik muka, katanya mengejek: "Jadi nona tidak
mau berterus terang."
"Apa yang kukatakan adalah kenyataan, kalau Jik-tongcu tidak
percaya terserah"
Tajam sorot mata Jik Hwi-bing, katanya:
"Baiklah, Lohu anggap apa yang nona katakan me mang benar,
kedatangan kami me mang ada maksud untuk merundingkan
sesuatu hal dengan nona."
"Entah soal apa sampai J ik-tongcu me merlukan ke mari dari
tempat jauh" jengek Pek-hoa-pangcu.
"Asas berdirinya Hek-liong-hwe bertujuan hidup berda mpingan
secara damai dengan sesama golongan Kangouw, tidak ingin
menimbulkan bentrokan dengan a liran manapun, umpa ma a ir
sungai tidak menyalahi air sumur, syukurlah kalau bisa sailing
menga lah dan mengikat hubungan secara terbuka, kalau tidak juga
jangan sampai ribut, entah bagaimana pendapat nona tentang
perkataanku ini?"
"Apa yang kau katakan me mang masuk akal, cuma dengan cara
kasar kalian terobesan di ta man ka mi apakah ini bukan air sunga i
menyerang air sumur" Beginikah asas Hek-liong-hwe yang tidak
suka bentrok dengan sesama golongan Kangouw"
Lekas Jik Hwi-bing me njura, katanya, "Kalau Lohu mohon
bertemu dengan cara Kangouw, terang nona tidak sudi mene mui
kami, untuk ini sebagai Tongcu dari Hek-liong-hwe, kami mohon
maaf kepada nona."
"Soal ini tidak perlu dibicarakan lagi, katakan saja, apa maksud
kedatangan Jik-tongcu?"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona me mang suka berterus terang, baiklah lohu blak2an saja,
kami me ncari seseorang."
"Siapa yang kalian cari?"
"ca m-liong Cu Bun-hoa, cengcu dari Liong-bin-san-ceng."
Tergerak hati Ling Kun-gi, pikirnya: "cepat benar kabar berita
mereka." Pek-hoa-pangcu tertawa tawar, katanya: "Aneh, kalian mencari
Cu-cengcu pemilik liong-bin-san-ceng, kenapa tidak ke sana tapi
ma lah meluruk ke-mari?"
Jik Hwi-bing terkekeh dingin, katanya: "Lohu sudah mencari tahu
dengan jelas, buat apa nona mungkir?"
"Apa2an ucapanmu ini" Setiap insan keluarga Hoa kami selalu
bicara dengan blak2an, kenapa harus mungkir segala?"
"Baik, biarlah Lohu tanya, semalam ada sebuah perahu dari Ankhing, siapa saja orang yang berada di perahu itu?"
"Itulah adikku nomor 13 bersa ma kedua pelayannya."
"Siapa na ma adikmu itu?"
"Dia berna ma Giok-je,"
"Agaknya dia kurang pengalaman," de mikian batin Kun-gi: "Pihak Hek-liong-hwe sudah meluruk ke mari, kenapa dia masih terang2an
menyebut na ma Giok-je,"
Betul juga Jik Hwi-bing lantas tergelak2, matanya bercahaya,
serunya: "Betul dia adanya"
"Me mangnya adikku itu berbuat sa lah apa terhadap kalian?"
"Apa yang dibawa pulang oleh nona Giok-je?" jengek Jik Hwibing. "Kusuruh dia me mbe li obat2an di An-khing, sudah tentu
me mbawa pulang bahan obat." sampai di sini dia lantas balas
bertanya: "Jik-tongcu bilang hendak cari cu-cengeu dari Liong -binsan-ceng, me mangnya kenapa kau tanya urusan ka mi?"
"Dia me mang tida k punya pengalaman Kangouw, ma ka kata2nya
terlalu puntul, tapi hal ini justeru memperlihatkan bahwa dia
seakan2 me mang tida k tahu apa2."
Jik Hwi-bing luas pengala man, mendengar jawaban ini timbul
juga rasa sangsinya, katanya: "Bukankah adikmu Giok-je yang
menculik cia m-liong Cu Bun-hoa ke mari."
"Apa benar" Ah, aku tidak percaya." lalu menoleh berpesan pada
seorang pelayan: "Lekas panggil cap-sha-moay (adik ke-13) ke mari,
katakan aku ingin tanya dia."- Pelayan itu mengia kan terus
mengundurkan diri.
Dia m2 Kun-gi merasa geli, pikirnya: "Agaknya dia sengaja
hendak me mpermainkan mere ka."
Didengarnya Pek-hoa pangcu berdehem sekali, lalu menoleh
kearah Kun-gi, katanya tertawa: "Ling-kongcu, apa kau tidak le lah
berdiri" Bok-hi, a mbilkan dua kursi ke mari."
Seorang pelayan dibelakangnya mengiakan terus lari ke ka mar
menga mbil dua kursi dan di-jajarkan di sera mbi.
Gerak-gerik Pek-hoa-pangcu le mah le mbut seperti tidak
bertenaga, dia duduk dikursi sebelah kanan, lalu menoleh berkata
dengan nada mesra: "Ling-kongcu silakan duduk."- Dia sengaja
bersikap kale m seakan2 tidak pandang sebelah mata pada ketiga
orang Hek liong-hwe itu.
Kun-gi t idak bersuara, dengan tersenyum dia duduk di kursi
sebelah kiri, didengarnya Pek-hoa-pangcu seperti berbisik dipinggir
telinganya: "Sebentar kau a kan menyaksikan tontonan yang
mengasyikkan."
Dari sera mbi luar ta mpak me ndatang tiga gadis dengan langkah
gopoh, yang di tengah mengenakan baju warna coklat muda di ringi
dua pelayan. Sekali pandang Kun-gi lantas tahu bahwa ketiga orang ini adalah
Giok-je, Ping-hoa dan Liau-hoa, cuma sekarang mereka sudah paka i
kedok muka. Belum lagi mereka tiba, kesiur angin sudah me mbawa
bau harum se merbak.
Setelah dekat Giok je me langkah pelan2, waktu dilihatnya di
samping sang Pangcu duduk Ling Kun-gi, sekilas dia tertegun.
Mimpipun tak pernah terbayangkan bahwa Cu Bun-hoa yang dia
culik dan mene mpuh perjalanan bersa ma sekian jauhnya itu
ternyata adalah pemuda setampan ini. Karena perhatiannya tertuju
kepada Ling Kun-gi, maka dia tidak perhatikan t iga orang di
lapangan rumput, langsung dia mendekat ke depan Pek-hoapangcu, katanya lirih: "Toaci, kau me manggilku?"Baru sekarang dia sempat berpaling dan melihat Jik Hwi- bing
bertiga, lalu tanyanya pula: "Siapakah mereka" Kenapa berada di
taman kita?"
"Mereka dari He k-liong-hwe, menguntit kau sejak dari An-khing,"
kata Pek- hoa pangcu.
Jik Hwi-bing dan kedua adik angkatnya sa ma menatap tajam
tanpa berkedip ke arah Giok-je, mulut mereka terkancing rapat. .
Giok-je melirik sekali, mendadak ia tertawa, dingin: "Ke luarga
Hoa kami sela manya tidak pernah bermusuhan dengan insan
persilatan manapun, kenapa kalian menguntit ka mi?"
Tinggi nada suara jawaban Jik Hwi-bing: "Kau inikah Giok-je?"
"Kau ini kutu apa?" bentak Liau-hoa, "me mangnya beleh
sembarangan kau menyebut na ma nona ka mi?"
Jik Hwi-bing terkial2, katanya: "Bukankah kalian bertiga yang
me larikan diri dari coat-sin-san- Ceng" "
"Kalian sendirilah yang me larikan diri dari coat-sin-san- Ceng,"
damperat Ping- hoa, agaknya dia merasa geli, habis bicara lantas
Cekikikan sendiri.
"Setiap golongan dan aliran di Kangouw masing2 me mpunyai
aturannya sendiri, orang tidak menggangguku, akupun tida k
mengusik orang lain, Heks liong- hwe sela manya tidak pernah
menyentuh kalian, kalian bertiga justeru menyelundup ke coat-sinsan- Ceng, ini sudah menyalahi aturan umum, lebih celaka lagi
kalian berani menculik cu-ceng-cu, tamu undengan ka mi, bukankah
terlalu perbuatan kalian ini?"
Giok-je tampa k marah, katanya: "Toaci, dia mengoceh apa?"
"Hari ini Lohu harus minta pertanggungan jawab secara adil
kepada kalian," desak Jik Hwi-bing.
Giok-lan yang sejak tadi tidak bersuara mendadak menyela:
"Kenapa tidak kau katakan kedatanganmu ini henda k cari gara2?"
"Ketahuilah Hek-liong-hwe bukan se mbarang perkumpulan, ka mi
juga tidak gentar menghadapi peristiwa apapun, tapi demi
me megang teguh aturan Kangouw, maka perlu sedikit mengoreksi
tuduhan nona tentang mencari gara2. Kami hanya mengharap nona
suka menyerahkan Cu-cengcu, supaya tidak terjadi bentrokan di
antara kita."
Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya: "Agaknya bentrokan kedua
pihak t idak biaa dihindari lagi."
Berubah air muka Jik Hwi-bing, katanya sambil menyeringai:
"Jadi nona tidak mau menyerahkan Cu-cengcu?"
"Darimana ka mi harus me nyerahkan Cu-cengcu, bukankah
bentrokan ini jelas akan terjadi?"
Jik Hwi-bing manggut2, katanya: "Berulang kali ka mi sudah
menyatakan sikap ka mi yang sesungguhuya, tujuannya supaya tidak
saling merugikan, jadi bukan takut urusan."
"Kalau ka mi bilang tidak menculik Cu-cengcu, Jik-tongcu tentu
tidak mau perCaya, lalu bagaima na baiknya?"
"Toaci," seru Giok-lan naik pita m, "Jika dia tidak takut urusan, me mangnya kita yang takut malah, kalau Hoa-keh-ceng
me mbiarkan orang luar terobosan kesini, me mangnya kita
selanjutnya biaa berkecimpung di Kangouw lagi?"
"Betul," Se la Giok-je, "mereka toh tidak me matuhi aturan
Kangouw, Seenak perut sendiri main terobos di taman orang,
bermulut besar dan bersikap kasar, hakikatnya tidak pandang kita
bersaudara dengan sebelah mata, buat apa kita harus sungkan2
terhadap orang2 maca m ini?"
"Me mangnya kenapa kalau tidak sungkan terhadap ka mi?"jengek
Jik Hwi bing. "Ka mi t idak akan berbuat apa2, hanya menahan kalian saja,
setelah pihak Hek-liong-hwe kalian mengutus orang minta maaf
baru ka mi bebaskan kau."
Berubah air muka Jik Hwi-bing, serunya tergelak2 sambil
mendonga k: "Nona begini congkak. me mangnya kalian ma mpu
menahan ka mi bertiga?"
Seorang gadis lain segera menanggapi dengan suara merdu:
"Me mangnya kalian bisa pergi?"-Ta mpa k dari be lakang gunung
buatan diseberang sana muncul seorang gadis berpakaian coke lat,
di atas sanggul tertancap sekuntum bunga Bwe, tangan menenteng
pedang, langkahnya ringan mantap, kira2 lima ka ki di depan pintu
lantas berhenti. Di belakang gadis baju coklat beriring keluar e mpat
gadis berpakaian ketat, semuanya bersenjata pedang, begitu sigadis
baju coklat berhenti, mereka lantas berdiri berjajar sambil me me luk
pedang. Bersamaan dengan munculnya gadis baju coklat ini, dari jalanan
disebelah timur sana juga muncul seorang gadis berpakaian serba
merah menyala, di-atas sanggul ra mbutnya tertancap sekuntum
bunga anggrek merah, bersenjata pedang, empat gadis baju hijau
mengikut i di bela kangnya.
Lalu dari arah barat di antara semak2 bunga muncul juga
seorang gadis baju kuning dengan bunga seruni tertancap di
sanggul, seperti yang lain empat gadis bersenjata pedang
mengiringinya pula. Merekapun, berhenti dala m jarak lima tom-bak.
ke empat gadis pengiring itupun berjajar, di belakang. jadi sekarang
Jik Hwi-bing bertiga telah dikepung. .
Dingin sorot mata Jik Hwi-bing, dia terke keh kering, katanya:
"Hanya begini saja perbawa kalian?" Sela ma puluhan tahun
menjabat salah satu Tongcu dari tiga pejabat tinggi dalam He ksliong-hwe, betapa sering dia menghadapi perte mpuran besar kecil,
sudah tentu nona2 cantik ini sedikitpun tida k masuk perhatiannya.
Giok-lan berdiri di undakan, tantangnya: "Kalau kalian kurang
senang, boleh mencobanya."
"Benar, me mang Lohu ingin menjajal," sahut Jik Hwi-bing.
Gadis baju coklat alias Bwe-hoa tertawa, katanya: "Tua bangka,
muka merah, kau tidak mau menyerah tapi ingin ditelikung, ini
rasakan beberapa kali tusukan pedang nona mu."
Pek Ki-ha m yang berdiri di sebelah kanan Jik Hwi bing berpaling,
sorot matanya kelam dingin, katanya: "Tongcu biar siaute yang
menghadapinya.". Jik Hwi-bing manggut2, katanya: "Baiklah, hati2"
"Sret" Pek -Ki-ha m melolos pedang, katanya kepada Bwe-hoa:
"Hanya nona saja yang turun ge langgang?"
"Me mangnya berapa orang harus turun tangan bersa ma?"jengek
Bwe hoa. "Baiklah," kata Pek Ki-ha m, pelan sekali dia gerakan pedang di
tangan kanan. Bwe- hoa berpaling dan berpesan kepada ke-e mpat gadis di
belakangnya: "Kalian siap untuk bantu aku me mbe kuk dia." - Empat gadis mengiakan.
Wajah Pek Ki-ha m yang pucat halus mengunjuk mimik keja m
diliputi hawa nafsu, dengusnya: "Nona, hati2lah."
Gaya pedangnya aneh danamat pelan, tapi lenyap suaranya
pedang panjang ditangannya tiba2 menyamber laksana selarik
rantai perak seperti bianglala, cepatnya luar biasa.
Sigap sekali Bwe- hoa menggeser, dengan enteng dia hindarkan
diri, baru saja dia siap balas menyerang, didengarnya Pek Ki-ha m
tertawa dingin, pedang tahu2 terayun balik, sekaligus dirinya dicecar
delapan kali serangan.
Bwe-hoa seakan2 tiada kesempatan untuk balas menyerang,
cuma gerak-geriknya gesit dan tangkas, dia hanya main berkelit.
Harus diketahui siapapun yang menyerang dengan gencar, pada
suatu ketika harus ganti napas dan serangan tentu sedikit la mbat
atau tertunda, tapi delapan jurus serangan Pek Ki-ha m ini
hakikatnya tidak me mberi peluang bagi Bwe-hoa untuk bertindak.
sedikit gerakannya tertunda, segera dia tutup dengan gerakan
lengan baju tangan kiri serta mencecar pula delapan kali pukulan,
setiap gerak pukulan ternyata membawa deru angin dingin luar
biasa. Bayangan pukuian me menuhi udara, sementara deru angin
dingin bergolak ditengah gelanggang. Bayangan Bwe-hoa yang
seringan daun melayang kian- ke mari, agaknya dia sudah tak kuasa
banyak karena terkurung di dala m bayangan pukuian lawan dan
serasa beku oleh hawa dingin.
Kun-gi duduk di serambi, jaraknya ada beberapa tombak dari
gelanggang, iapun merasakan damparan hawa dingin yang luar
biasa, diam2 ia me mbatin: " orang ini berna ma Pek Ki-ha m, yang
diyakinkan juga Ha m-ping- ciang (pukulan hawa dingin) dari aliran
sesat, Bwe-hoa berpakaian tipis, mungkin takkan tahan la ma."
Tanpa terasa ia melirik Pek-hoa-pangcu yang duduk di sebelahnya.
Dilihatnya sikap Pek-hoa-pangcu tenang2 saja, se-olah2 tidak
ambil perhatian sa ma seka li akan keadaan anak buahnya yang
terancam bahaya. Selagi Kun-gi keheranan, tiba2 Pek hoa-pangcu
berpaling ke arahnya sambil tersenyum.
Kejadian hanya sekilas saja dan perubahanpun telah terjadi
ditengah gelanggang, Bwe-hoa yang terombang-a mbing ditengah
bayangan pukuian lawan serta terbendung hawa dingin itu
menghardik nyaring, badannya bergontai dua kali seperti jatuh, tapi
sinar pedang mendadak bergerak. hamburan sinar, perak laksana
bertaburan, me muhiasi udara. "Tring", terdengat benturan senjata, pedang Pek Ki-ha m tampa k ditangkis pergi. Sere mpak terdengar
serba pujian dan tepuk tangan di sekeliling gelanggang. Terbelala k
mata Ling Kun-gi melihat perubahan ini, terunjuk rasa heran dan
aneh pada wajahnya. Tampak Pek Ki-ha m yang bermuka pucat itu
sekarang merah padam, langkahnya sempoyongan mundur
beberapa tindak, lengan bajunya kiri berlepotan darah, ternyata
lengan kirinya telah tertabas buntung oleh pedang Bwe-hoa, lengan
kutungannya itu jatuh t iga ka ki di depannya.
Sanggul Poe-hoa juga terpapas bertebaran oleh pedang lawan,
baju di atas pundak kanannya juga tergores robek sepanjang tiga
dim. Melihat lengannya putus, rasa pedih dan malu me lebihi rasa
sakit, mendadak Pek Ki ha m menghardik beringas: "Budak keparat,
biar aku adu jiwa, dengan kau." Pedang terang kat dan kemba li dia
hendak melabrak Bwe-hoa.
Tahu2 Jik Hwi-bing telah berke lebat ke sa mpingnya dan
menangkap lengan kanan orang. katanya dengan nada berat: "Kau
sudah kehilangan banyak darah, le kas istirahat."
Beruntun ia tutuk beberapa Hiat to kawannya itu untuk
menghentikan darah mengalir lebih banyak.
Lan Hau, laki2 muka buruk berbaju biru ikut melompat maju,
katanya menyeringai kepada Bwe- hoa: "Budak. mari kita juga
ma in2 beberapa jurus."
Bwe-hoa menarik napas panjang, tawanya dingin: "Kau juga
ingin ditabas buntung lenganmu?"
Bayangan merah berkelebat, tahu2 Lan- hoa melompat ke
gelanggang, serunya: "Sici (ka kak kee mpat), kali ini giliranku. Kau
boleh ist irahat."
Tanpa bersuara Bwe-hoa mundur kepinggir sa mbil me mbetulkan
sanggulnya. Lan Hau menyeringai sadis: "Kau ingin ma mpus,
baiklah, kau saja yang kubinasakan."
Kelihatan dia tidak me mbawa senjata, tapi kedua telapak tangan
segede kipas itu t iba2 me mbalik badan bergerak mengikut i
lenyapnya suara, sebat sekali dia me nubruk ke depan- Lima jari
tangan kanan terbuka mencengkeram kepundak kiri, sementara
tangan kiri tegak laksana golok menabas pergelangan tangan lawan
yang pegang pedang.


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sibaju merah alias bunga anggrek miring sedikit seraya
menurunkan punda k. kaki me langkah mundur, dia luputkan diri dari
cengkeraman lawan, berbareng pedangnya menjungkit ke atas,
menusuk urat nadi pergelangan tangan orang.
Lan Hau menjadi marah, sambil me mbentak tubuhnya menubruk
maju pula, dengan nekat dia hendak rebut pedang si bunga
anggrek, sedang dua jari tangan kiri terangkat laksana garpu
menyolok kedua mata lawan- Di tengah gerungan keras, tahu2
sebelah kakipun ikut menendang la mbung si bunga anggrek.
Tiga jurus ini merupakan serangan cepat dan serempak, bukan
saja si bunga anggrek kaget, Pek-hoa-pangcu yang menonton juga
ikut kuatir. Maklumlah, betapapun tinggi ilmu silat seseorang pada umumnya
takkan mungkin sekali serang me nggunakan kaki tangan seka ligus.
Sudah tentu si bunga anggrek tidak berani me layani secara
kekerasan, lekas dia tarik pedang me lindungi dada se mbari
me lompat mundur beberapa kaki.
Mendapat angin sudah tentu Lan Hou se makin te mberang, sambil
menyeringai seram kedua tangannya mendadak dari depan dada
didorong ke depan. Gerakan mendorong ini menimbulkan
gelombang kekuatan dahsyat sehingga hawa udara seperti bergolak
menerjang kedepan.
Baru saja si bunga anggrek melompat mundur, dilihatnya kedua
telapak tangan musuh didorong kearah dirinya, tekanan udara yang
berat tiba2 menggulung tiba, dia tahu bahwa lawan yang tidak paka i
senjata tentu mempunyai kepandaian pukuian tangan yang hebat,
sudah tentu dia tidak berani menyambut serangan ini. Sebat sekali
dia mela mbung tinggi, badannya meluncur tegak ke atas, setinggi
setombak lebih, terasa gempuran angin badai bergulung2 di bawah
kakinya. Berhasil menghindari pukuian dahsyat Lan hou, ditengah udara si
bunga anggrek menekuk pinggang dan bergerak indah gemulai,
pedang segera berkembang dengan jurus Hoan- kay-hoa-loh (bunga
berkembang daun berguguran), cahaya kemilau berhamburan
ceplok2 perak mengurung ke batok kepala Lan Hau.
Lan Han ternyata lihay, menghadapi ilmu pedang aneh ini, bukan
saja dia tidak menghindar atau tidak menyingkir, ia ma lah
menyeringai sadis, kedua tangan mendadak me mapak dan
mencengkeram ceplok2 sinar pedang itu, gerakannya ini sungguh
amat berani dan juga mengejutkan.
Sudah tentu si bunga anggre k tidak me mbiarkan pedangnya
ditangkap orang, dia tarik pedang seraya melompat mundur. Lan
Hau kini berbalik me mperoleh peluang, lawan tidak diberi
kesempatan ganti napas, segera ia menubruk maju, kedua tangan
bergerak naik turun menabas dan me mbacok. sekaligus dia
lancarkan delapan belas ka li pukulan gencar dan menimbulkan deru
angin kencang. Sedikit lena dan kurang waspada si bunga anggrek kehilangan
inisiatip sehingga terdesak di bawah angin, apa lagi kedelapan belas
pukuian lawan satu bergandeng dengan yang lain secara berantai,
hakikatnya dia t idak me mperoleh pe luang untuk ba las menyerang.
Lebih celaka lagi telapak tangan lawan agaknya tidak gentar
menghadapi taja m pedangnya, terpaksa disamping me lindungi
tubuh iapun harus hati2 supaya pedang tidak terampas oleh musuh,
maka dia mundur ber-ulang2.
Delapan belas jurus serangan berantai Lari Hau itu hebat dan
dahsyat, tapi juga cepat berlalu. Karena terdesak mundur, si bunga
anggrek naik pitam, me lihat gaya pukulan lawan sedikit kendur,
peluang sedetik ini tida k di-sia2kannya, seraya menghardik
tubuhnya tiba2 berkelebat, dia gunakan gerakan "ubah bentuk
pindah kedudukan", pedangnya menyamber panjang melintang
laksana nagasakti, ia ba las mencecar musuh.
Setelah kedelapan-belas pukulannya dilancarkan, gerakan Lan
Hau me mang menjadi kendur, tapi hal ini me mang dia sengaja,
me lihat lawan balas merangsak. dia tertawa aneh, telapak tangan
kanan segera menepuk. serangan ini me mang sudah direncanakan,
begitu si bunga anggrek mendesak maju baru pukulannya
dilontarkan dengan daya dan gaya yang berbeda dengan kedelapan
-belas pukulannya tadi.
Kalau tadi pukulannya me mbawa deru angin dan perbawanya
sedahsyat gugur gunung, berbeda dengan tepuk tangan kali ini,
gerakannya seperti gertakan saja, seolah2 tidak pakai tenaga,
sedikitpun tidak menimbulkan suara apa2.
Jadi dalam babak ini, kedua pihak sama2 melancarkan tipu
serangan masing2 yang terlihay dan a mpuh.
Melihat telapak tangan Lan Hau yang menepuk itu berwarna biru
terang, Pek-hoa-pangcu yang duduk di serambi menjerit dala m hati:
"La m-sat-ciang"
Sementara Ling Kun-gi yang duduk di sebelahnya juga
terperanjat bukan main melihat gerakan pedang si bunga anggrek,
dia m2 hatinyapun berseru: "Sin- liong jut- hun (naga sakti ke luar
dari mega)"
sin-liong-jut hun, Liong- ih ya dan Niu-liong-ban-khong, tiga jurus
ilmu pedang ini merupakan ilmu warisan keluarganya. Ibunya tidak
pandai ma in silat, waktu mengajarkan ketiga jurus ilmu pedang ini
hanya secara lisan sambil mencoret2 dengan ga mbar, dengan
wanti2 beliau berpesan bahwa ketiga jurus ilmu pedang ini
perbawanya sangat hebat, kalau tidak kepepet dan terpaksa
dilarang se mbarangan me lancarkan ketiga jurus ilmu pedang ini.
Tadi waktu Bwe-hoa me lancarkan sejurus It-jiu-bwe-hoa-jengban-goh (sepucuk pohon sakura berlaksa kuntum bunga), di
dalamnya diselipi jurus Sin-liong-jut-hun, waktu itu dia kira gerakan
pedang orang cuma rada mirip secara kebetulan, karena bukan saja
gaya dan tipunya mirip. malah gerak tubuh mendesak maju itupun
persis sekali, mirip Ih-sing-hoan-wi tapi juga seperti Bu-hoan-Sin-ih
(benda berganti bintang berpindah).
Kalau betul sin-liong-jut hun adalah ilmu pedang warisan
keluarganya, me mangnya dari mana orang2 Pek-hoa-pang ini
me mpe lajarinya" pada saat menimang2 inilah, kedua orang yang
saling labrak di tanah lapang beruntun itupun sudah mencapa i
babak terakhir, kalah menang sudah na mpak.
cepat sekali bayangan kedua orang seperti berpadu terus
mence lat mundur pula. Telapak tanagan Lan Hau yang biru terang
itu a mat menyolok, setelah menepuk dari kejauhan, sebat sekali
badan lantas jungkir ba lik ke belakang sejauh tiga tombak.
Agaknya dia sudah memperhitungkan secara masak. niatnya
me mang henda k me mbunuh musuh, ma ka tepukan telapak
tangannya bukan saja cepat juga hebat.
Tapi jurus Sin liong-jut- bun yang dilancarkan -si bunga anggrek
juga cepat dan tepat. Karena waktu melancarkan jurus serangan ini
gerakannya mirip Ih-sing-hoan-wi, waktu mendesak ma ju tubuhnya
lenggak-lenggok, sekali berkelebat lantas lenyap sehingga lawan
sukar meluputkan diri. Sementara itu Lan Hau sudah jungkir balik ke
belakang, ia merasakan samberan sinar dingin dari bawah
tubuhnya. Namun La m-sat-ciang yang dia lontarkan, tidak
me mbawa kesiur angin, lawanpun sukar menduga serta sulit
menjajagi ke kuatannya. Si bunga anggre k merasakan juga tubuhnya
seperti tertahan oleh dinding yang ulet sehingga tubuhnya sukar
maju lebih jauh.
Kejadian hanya berlangsung dala m sekejap. setelah kedua orang
sama2 meluncur bersilang ke arah yang berlawanan, Lan Hau sudah
berada tiga tomba k jauhnya, dia tergelak2, serunya: "Buda k
keparat, kau ..... " karena tertawa ini tiba2 ia merasakan perutnya
sakit luar biasa.
orang2 di sekelilingpun kini melihat jelas jubah panjang di depan
perutnya sudah koyak tergores pedang si bunga anggrek, sepanjang
satu kaki. Baru saja ia bergelak tertawa menyusul rasa sakit yang luar biasa
itu, tahu2 isi perutnya, usus besar dan kecil me mbrojol keluar.
Hakikatnya Lan Hau sendiri tidak tahu atau merasakan bahwa
perutnya sudah koyak teriris oleh pedang si bunga anggrek.
setelah dia merasakan kesakitan dan menunduk, dilihatnya isi
perutnya sudah kedodoran keluar, seketika dan menjerit terus roboh
terkapar. Taraf kepandaian si baju merah alias si bunga aggre k
me mang tinggi, tapi La msat-ciang merupakan ilmu pukulan ganas
dari aliran jahat, walau dia hanya merasa ditiup angin lunak, semula
tidak terjadi perubahan apa2, tapi setelah kedua orang sa ma
me lompat jauh, begitu berdiri tegak, seketika sekujur badan
gemetar keras, tiba2 ke sepuluh jari terasa linu dan kaku, jantung
berdetak dan kepala pusing, ha mpir saja dan tak kuasa berdiri lagi.
Menyaksikan Lan Hau roboh dengan perut terkoyak serta
ma mpus seketika, sungguh ha mpir me ledak dada Jik Hwi-bing,
matanya mendelik liar, jubah hitam yang longgar itu mendada k
me le mbung, sambil menggerung dan menubruk ke arak si bunga
anggrek seraya pentang kesepuluh jarinya.
Pikiran si bunga anggrek masih sadar, melihat Jik Hwi bing
menubruk tiba, secara refteks pedangnya terayun dengan jurus Sin
liong jut hun me mapa k kedatangan musuh. Ha mpir saja tubrukan
Jik Hwi-bing mengenai sasaran, tahu2 matanya silau oleh selarik
sinar pedang yang dingin, dala m ilmu pedang dia sendiri punya
latihan puluhan tahun, sudah tentu dia tahu betapa hebat perbawa
pedang si bunga anggrek ini, serasa pecah nyalinya, lekas ia
mengere m gerakannya serta melompat balik.
Karena menggerakkan pedang, seketika si bunga anggrek
merasakan kepala pening mata berkunang2, hampir saja dan
tersungkur ke depan- Untung kedua pe layan dibelakangnya lantas
me mburu maju me mayangnya.
"Lak-moay," seru Pek- hoa pangcu, "lekas mundur" Lak-moay atau adik keenam yang dimaksud adalah si baju merah
atau si bunga anggrek. Waktu Jik Hwi-bing me lompat mundur
karena diserang jurus Sin-liong- jut- hun oleh pedang si bunga
anggrek, sementara sebelah tangannya sudah melolos pedang dari
punggungnya, baru saja dia hendak menubruk maju lagi. Tahu kiok
-hoa, si baju kuning atau si ke mbang seruni sudah melompat maju
seraya membentak: "Kau masih ingin berkelahi, biar nonamu
me layani, kenapa main terjang?"
Kembang anggrek sudah dipapah mundur keluar gelanggang,
lekas Giok-lan mengha mpiri menjejalkan sebutir pil ke mulutnya,
lalu berpesan pada pelayannya: "Lekas papah dia masuk ke ka mar"
Kedua pelayan itu me ngiakan terus mengundurkan diri.
Giok-je bersa ma Ping- hoa dan Liau-hoa me lolos pedang serta
me lompat masuk lapangan, menempati kedudukan si ke mbang
anggrek, ma ka Jik Hwi-bing tetap terkepung di tengah.
Bola mata Jik Hwi bing merah jalang, mukanyapun merah padam
diliputi a marah yang me luap. giginya gemeretak saking ge mas,
bentaknya: "Bagus sekali, ingin Lohu minta belajar betapa tinggi
kepandaian ka lian yang ganas ini."
Dengan tenang Giok-lan berkata: "Jik-tongcu ma in terobesan ke
taman ka mi, sengaja cari setori lagi, kamipun tidak banyak
bertindak. hanya ingin menahan kalian beberapa hari, kini setelah
kau main senjata yang tidak bermata ini, kenapa menyalahkan piha k
kami malah" Sebaliknya kalau, pihak ka mi yang me luruk ke He kliong-hwe kalian, kukira Jik-tongcu akan bertindak lebih keja m dan
kasar lagi."
Dengan gusar Jik Hwi-bing menda mperat: "Budak hina, sudah
untung masih jual lagak, hari ini Lohu harus beri ajaran pada
kalian." "Bangsat tua," hardik si ke mbang seruni sa mbil menuding
dengan pedang, "Kau tahu di mana kau berada, berani bermulut
kotor?" Berubah juga air muka Giok-lan, katanya sambil mengulap
tangan kepada kembang seruni: "cit-moay (adik ketujuh), kau
mundur saja, dia hendak me mberi ajaran pada keluarga bunga kita,
biar aku mencoba sa mpai di mana kelihayannya?" ia ambil pedang
yang diulurkan seorang pe layan, pelan2 turun dari undakanKarena kedudukan Giok-lan alias ke mbang Cempa ka me mang
lebih t inggi, terpaksa ke mbang seruni mengundurkan diri.
Sementara ke mbang ce mpaka sudah berhadapan dengan Hwi-bing,
katanya dingin. "Dala m kalangan Kangouw berlaku hukum rimba,
slapa kuat dia menang, kini tidak perlu banyak omong, silakan Jiktongcu mula i."
Jik Hwi-bing menyeringai sadis, katanya: "Baiklah, Lohu mula i.""sret pedangnya bergerak. hawa pedang yang dingin menggaris
selarik sinar perak melingkar2 kedepan. .
Dia m2 Giok-lan mengerut kening, tangan kiri terangkat tinggi,
sementara pedang ditangan kanan bergerak dengan jurus swat-ih
hoa-ing (Rembulan me mindah bayangan kembang), badan bergerak
mengikut i gaya pedang, secara lincah dia hindarkan gempuran
pedang Jik Hwi-bing, sinar pedangnya melingkar terus menusuk
pundak kanan Jik Hwi-bing. Jurus ini merupakan serangan sekaligus
untuk me mpertahankan diri.
"Ilmu pedang bagus," tanpa terasa Jik Hwi-bing berseru me muji.
Pedang berputar menangkis ke atas me mapas tangan Giok-lan,
dalam sekejap pedangnya telah menusuk pula tiga kali, serangan
cepat dan ganas, memang tidak malu sebagai bangkotan ilmu
pedang, pakaian Giok-lan mela mbai2, beruntun dia bergeser tiga
kali, berbareng pedang bergetar, mendadak dia balas menika m ke
iga Jik Hwi-bing.
Jik Hwi-bing tergelak2, dia me mbolang-ba lingkan senjatanya,
gerak pedangnya bertambah kencang. Giok- lan dicecar delapan kali
tusukan secara bersambung. Semuanya merupa kan serangan
gencar, satu lebih cepat dan ganas dari pada yang lain, malah
kecepatan dan landasan kekuatan yang terpancar dari ujung pedang
semakin mantap tak tergoyahkan, yang kelihatan hanyalah sinar
pedang, yang kemilau berkelebat kian ke mari.
Giok-lan tahu lawan sudah t idak sabar lagi setelah bergerak
sekian la ma tidak me mperoleh peluang, kini iajadi ne kat dan
mencecar dengan segala ke ma mpuannya untuk mencapa i
ke menangan. Sebetulnya hati Giok-lan mula i girang, tapi dia juga insaf
serangan gencar lawan bukan olah2 lihay-nya, maka dia tidak berani
pandang enteng, segera dia kembangkan kelincahan tubuhnya,
laksana kembang berhamburan di musim se mi, iaputar pedang tidak
kalah gencarnya, sembari menutup dan me matahkan serangan
lawan, disa mping bertahan juga ba las menyerang.
Beruntun dia berhasil menangkis delapan jurus serangan Jik Hwibing, tanpa terasa mengejek, katanya: "begini saja kelihayan Jiktongcu yang ingin dipertontonkan pada ka mi bersaudara?"
Mendadak perma inan pedangnya berubah pula, serempak iapun
me lancarkan serangan balasan secara bertubi2. Di mana pedangnya
menuding, sinar ke milau pedangnya mirip ceplok2 kuntum bunga,
begitu Pek-hoa-kia m-hoat dike mbangkan, bunga cahaya pedang
serentak bertaburan laksana seratus ke mbang me kar bersa ma.
Sudah tentu Jik Hwi- bing tahu akan kelihayan ilmu pedang ini,
cuma dia tida k kena l ilmu pedang apa yang dia hadapi" Seraya
menghardik kedua kakinya pasang kuda2 sekokoh tongga k
menancap di tanah, tanpa menyingkir atau menghindar, dia
andalkan kekuatan Lwe kangnya, secara keras dia hadapi serangan
Giok-lan. Ditengah berke lebatnya sinar pedang, berdentinglah suara keras


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beradunya senjata mereka, Bayangan mereka berduapun terpental
mundur, masing2 se mpoyongan beberapa langkah, waktu mereka
me meriksa keadaan sendiri, ternyata pedang panjang masing2 kini
sudah sama gumpil dan cacat.
Hanya sekejap kedua bayangan terpencar lalu saling terjang pula
lebih sengit. ilmu pedang Jik Hwi-bing mantap dan matang
latihannya, dilandasi Lwekang yang kuat lagi sehingga hawa pedang
berpencar menjadi gangguan yang tidak kecil artinya bagi musuh.
Permainan pedang Giok-lan seba liknya mene mpuh jalan lincah
dan gesit, Pek-hoa kiam-hoat sendiri me mang mengutama kan
kecepatan, ditambah gerakan Hwi-hoa-sin-hoat lagi, maju
menyerang dan mundur bertahan cukup rapat, berkelebat sana
menubruk sini, perma inannya serba aneh dan mena kjubkan.
Sudah 50 jurus mere ka saling labrak. tapi masih sulit
dibayangkan, pihak mana bakal menang. Di tengah pertempuran
seru itu, mendadak Giok-lan berseru nyaring, sinar pedang laksana
cahaya bintang jatuh menyapu ke arah Jik Hwi- bing.
Sejak tadi Ling Kun-gi terus perhatikan baku bantam ini, kini
dia m2 hatinya berteriak pula: "Sin-liong- jut-hun" Didapatinya
bahwa nona2 dari Pek-hoa-pang ini seolah2 se muanya pandai
me ma inkan jurus Sin-liong jut-hun ini, bila menggunakan ilmu
pedang perguruan sendiri sukar mendesak dan mengalahkan
musuh, lalu mereka melancarkan jurus ilmu pedang yang lihay itu.
Kini Giok-lan ke mba li melancarkah jurus Sin-liong-jut-hun, sudah
tentu Kun-gi menaruh perhatian istimewa.
"Puluhan tahun sudah Jik Hwi-bing mengge mbe leng diri dala m
ilmu pedang, walau tida k tahu asal usul ilmu pedang ini, tapi
pengalaman te mpur merupa kan bekal ampuh bagi dirinya, tadi
beruntun dia sudah menyaksikan Pek Ki-ha m menghadapi musuh
pula dan terbukti Pek Ki ha m dan Lan Hau sa ma cidera oleh jurus
ilmu pedang ini, dengan sendirinya dia sudah waspada dan hati2,
segera dia me mbentak: "Serangan bagus." Pedang terangkat untuk
menutup datangnya serangan lawanItulah Lot- ping-la m-thian (mengadu kekuatan dilangit selatan),
jurus adu kekuatan dengan cara keras, meski hanya jurus
permainan yang biasa dan umum, tapi dilancarkan oleh seorang ahli
pedang ternyata jauh sekali bedanya, tahu2 sinar pedangnya
berkembang laksana kipas dipentang lebar, untuk me mbendung
sinar pedang Giok-lan.
Dua pedang mereka ke mbali beradu. "Trang, krontang", sinar
pedang tiba2 sama kuncup, bayangan merekapun tergentak mundur
beberapa kaki. Gebrakan ini tetap tiada yang unggul atau asor, tapi
pedang panjang mereka sa ma2 t inggal separo.
Betapapun Giok-lan adalah perempuan, tenaganya lebih le mah,
karena adu kekuatan ini sehingga lengannya tergetar linu,
wajahnyapun merah panas pelan2 dia menarik napas, matanya
yang bening menatap Jik Hwi-bing, katanya tertawa: "ilmu pedang
Jik-tongcu me mang hebat, hayolah sambut sejurus seranganku lagi"
Beberapa patah kata ini diucapkan dengan suara halus merdu,
dia m2 ia pinja m kesempatan ini untuk me mulihkan tenaga.
Dan baru saja lenyap kata2nya, tubuhnya yang ramping itu terus
me lompat maju, pedang kutung diputar laksana kitiran- Ke mbali
cahaya berseliwer dingin, hawa pedang melingkupi gelanggang
seluas satu tomba k lebih, sayup2 terdengar suara gemuruh bada i
guntur di tengah hujan lebat.
Mendengar orang bilang "sa mbut sejurus seranganku lagi",
dia m2 Ling Kun-gi sudah tergerak pikirannya dan matanya lantas
menatap dengan tajam, dia me mbatin: "Ternyata benar liong-canih-ya adanya."
Inilah jurus kedua dari ilmu pedang tunggal ke luarganya. Keruan
kaget dan heran pula Kun-gi dibuatnya. "Memangnya Pek-hoa-pang
me mpunyai hubungan erat dengan diriku?" de mikian dia bertanya2
dalam hati. Jik Hwi-bing me ma ng tida k ma lu sebagai seorang ahli pedang,
rnenghadapi ilmu pedang Giok-lan yang lihay, hebat dan digdaya ini,
hatinya malah tenang dan mantap. pedang kutung ditangannya
terangkat menunggu, begitu cahaya pedang lawan merangsak tiba,
mendadak dia menghardik sambil menghe mbuskan deru napasnya,
berbareng pedang terayun ke atas seperti menusuk ke udara.
Tipu yang digunakan ini berna ma Pat- hong- Kong- ih (hujan
angin dari delapan penjuru) jurus serangan biasa ka lau tidak ma u
dikatakan umum, tapi dilancarkan dari tangan seorang ahli seperti
dirinya ternyata lain pula bebotnya, maklumlah se-la ma pUluhan
tahun meyakinkan ilmu pedang, jurus ini boleh dikatakan sudah
diyakinkan sede mikian rupa sempurna,dilandasi setaker
kekuatannya lagi, maka pedangnya mendesing taja m.
Benturan keras dari kedua pedang kutung kemba li terjadi, kali ini
bunyinya nyaring bergema, pedang ditangan kedua orang bukan
lagi kutung, tapi sa ma hancur ber-keping2 berha mburan di tanah.
Tak terasa rona muka Kun-gi berubah, maklumlah betapa hebat
dan sakti jurus kedua ilmu pedang warisan keluarganya ini" Tapi Jik
Hwi-bing ternyata mampu me matahkannya hanya dengan sejurus
Pat- hong-hong-ih yang sangat umum ini.
Me mang soalnya terletak pada bobot serta latihan Giok-lan,
karena inti sari dan kekuatan sesungguhnya dari jurus kedua ini
belum lagi matang dan mendarah daging pada jiwanya, sehingga
kesaktian dan gerak perubahannya tidak dapat dimanfaatkan,
sebaliknya Jik Hwi-bing me mbe kal latihan puluhan tahun,
Lwekangnya tinggi, menyerang dengan kekuatan terakhir lagi,
sudah tentu dia lebih beruntung.
Me mperoleh hasil yang di luar dugaan serta me muaskan ini, Jik
Hwi-bing tidak kepalang tanggung bertinda k lagi, sekali jejak dia
me lompat ke atas, kedua kaki serentak bekerja menendang secara
berantai, Giok-lan kena didesaknya mundur beberapa langkah,
begitu tubuh meluncur dan kaki hinggap dibumi lagi, mulut lantas
tertawa panjang, lengan terkembang bagai bangau menjulang ke
langit, tubuhnya meluncur melompati kepala orang banyak terus
ngacir seperti kesetanan.
Belum lenyap lengking tawa Jik Hwi-bing, Pek Ki-ha m yang
berdiri di luar gelanggang serentak ikut menjejak kaki mela mbung
tinggi dan mengikuti langkah Jik Hwi-bing, diapun meluncur jauh
keluar kepungan.
Karena kurang waspada Giok-lan terdesak mundur dua langkah,
me lihat kedua musuh melarikan diri, gusarnya bukan main, kontan
ia menimpuk gagang pedang yang masih dipegangnya ke punggung
Pek Ki-ha m. Lalu me mbalik badan merebut sebatang pedang dari
salah seorang pelayan terus mengejar.
Sementara itu Giok-je, Bwe-hoa dan Kiok-hoa bagai burung Hong
terbang beramai2 juga ikut mengudak dengan kencang.
Pek Ki-ha m yang kutung lengannya kehilangan banyak darah, dia
setindak lebih la mbat lari daripada Jik IHwi bing, baru saja tubuhnya
me la mbung ke atas, mendadak dirasakannya sejalur angin kencang
menerjang punggungnya, karena terapung di udara, tak mungkin
dia berkelit, terpaksa pedang menyabet ke belakang. "Trang",
gagang pedang timpukan Giok-lan kena disa mpuknya jatuh, tapi
daya luncuran tubuhnya dengan sendirinya menjadi terganggu,
tubuhnya terus anjlok ke bawah.
Giok-lan sudah mengejar tiba secepat angin, tahu2 ia berkelebat
lewat di samping Pek Ki-ha m, mulutnya me mbentak: "Kalian cegat
dia, biar kukejar bangsat she Jik itu."
Baru saja Pek Ki-ha m anjlok turun, Bwe-hoa, Kiok-hoa dan Giokje pun beruntun telah mengepungnya. Tahu dirinya sukar
me loloskan diri, muka Pek Ki- ha m yang pucat itu jadi beringas,
mulutnya me mbentak: "Biar tuanmu adu jiwa dengan ka lian"Karena nekat dan mau adujiwa ma ka gerakan pedangnya sudah
tentu kuat luar biasa.
Bwe-hoa berada paling depan, terasa sabetan pedang lawan
me mbawa tekanan yang dahsyat, belum lagi tajam pedang
menyerang tiba, hawa pedangnya yang dingin sudah merangsang
badan. Lekas dia menghimpun hawa murni dipusar, sekali jejak
tubuhnya lantas me la mbung ke atas menghindari sabetan pedang
musuh, lalu dari atas ia menubruk ke bawah.
Jeri hati Pek Ki-ha m, tapi gerakannya tidak menjadi kendur,
tenaga dia pusatkan ditangan kanan, pedang diputar sekencang
kitiran, serangan Bwe-hoa yang menukik turun ditangkisnya terus
ditolak ke sa mping.
Kiok-hoa tertawa dingin jengeknya: "Masih berani me mbandel,
biar kutabas sisa lenganmu yang satu ini" Selarik sinar betul2
menabas ke punda k kanan orang.
Saking murka wajah Pek Ki-ha m yang pucat berubah jadi merah
padam, ilmu silatnya tinggi, sayang lengannya sudah buntung,
betapapun tak kuasa menghadapi keroyokan tiga lawannya" Sambil
menangkis dan menya mpuk serabutan kakinya mundur tak teratur
lagi, kelihatannya dala m beberapa gebrak saja dia tak ma mpri
bertahan lagi. Se-konyong2 sinar-ke milau berkelebat dari sebelah kanan,
ternyata pedang Kiok-hoa tiba2 menyelinap masuk "cret", lengan
baju kanannya tertusuk berlubang.
Keruan Pek Ki-ha m se makin nekat dan kalap. sambil kertak gigi
dia putar pedang me lindungi badan, sekuat tenaga dia masih
bertahan tiga empat gebrak lagi. Terdengar Bwe-hoa me mbentak
nyaring. "Trang" pedang lawan kena ditindih ke bawah, sigap sekali pedang si ke mbang seruni dan Giok -je sudah menganca m tengkuk
dan lehernya dari kiri -kananBwe-hoa mendengus. katanya: "orang she Pek, tidak lekas kau
menyerah dan terima dibe lenggu?"
Hampir menyala mata Pek Ki-ha m "cuh." tiba2 mulutnya
menye mprot riak kental ke muka Bwe-hoa, bentaknya beringas:
"Budak busuk. kalian mimpi"
Dengan mudah, Bwe-hoa menyingkir ke samping, bentaknya:
"cari ma mpus kau"
Pek-hoa-pangcu tiba2 berbangkit, teriaknya nyaring: "Selamatkan
jiwanya." Sayang sudah terlambat se mbari menghardik tadi ternyata Pek
Ki-ha m sudah me mba lik pedang sendiri terus menusuk perut sendiri,
darah hitam segera muncrat dari luka di perutnya, pelahan2
tubuhnya pun roboh tersungkur.
Hampir saja Bwe-hoa yang menyerang lalu kecipratan darah
hitam itu, untung dia keburu melompat minggir, serunya sambil
angkat kepala "Toaci, dia sudah mati" Kiok-hoa dan Giok-je juga
tarik pedang. Pek hoa-pangcu ta mpak mengerut kening, katanya: "Sudah mati
biarlah, suruh orang menguburnya. "
Bwe-hoa mengia kan, Mendadak Giok-je men-jerit: "Getah
beracun, pedangnya dilumuri getah beracun, Cepat sekali jasadnya
telah me mbusuk."
Ternyata dalam sekejap ini di mana perut Pek Ki-ha m terkena
pedang, kulit dagingnya telah me mbusuk jadi Cairan hita m yang
berbau busuk. Lekas Pek-hoa-pangcu maju me meriksa. Pikiran Ling Kun-gi juga
tergerak. tanpa diminta iapun mengikuti jejak Pek- hoa-pangcu.
Me mang tubuh Pek Ki-ha m dengan cepat telah berubah jadi ca iran
darah kental hitam, rumput di sekitar mayat-pun seketika hancur
jadi cairan, sampai tanahpun ikut berubah bentuk, ma ka dapatlah
dibayangkan betapa ganas racun ini.
Tak habis mengerti, Kun-gi lantas bertanya: "Apakah benar
pedangnya dilumuri getah beracun" Memangnya getah racun
apakah itu masa begini lihay?"
Pelan2 Pek-hoa-pangcu menggeleng kepa la, katanya: "Aku tidak
tahu, inilah rahasia Hek-liong-hwe."
Entah me mang tidak tahu atau tidak mau menje laskan" Tapi
Kun-gi tak enak bertanya lebih lanjut:
"Bukan Pang kita saja yang telah mengala mi tekanan oleh
ganasnya getah beracun ini, tapi seluruh kaum persilatan dijagat ini
pun akan mengala mi petaka yang sama atau mungkin lebih
mengenaskan. Kalau Ling kongcu berhasil punahkan kadar racun
getah ini boleh dikatakan telah menolong jiwa sesama umat
manusia dijagat raya ini." - Apa yang dikatakan tak ubahnya seperti
yang pernah Ling Kun-gi dengar dari mulut Cek Sengnjiang. Kun-gi
hanya tersenyum, katanya: "cayhe akan bekerja sekuat tenaga."
Tengah bicara, tampa k Giok-lan telah ke mba li. Pek-hoa-pangcu
lantas tanya: "Dia se mpat meloloskan diri?"
Giok lan me mbungkuk, sahutnya, "Hamba me ngejarnya sampai
pinggir danau, bangsat tua itu sudah lari naik perahu."
Sambil menghela napas pelan berkata Pek-hoa-pangcu: "Latihan
ilmu pedangnya sudah matang, umpama kau bisa mengejar dia juga
sukar untuk me mbekuknya." Mendadak dia menatap sambil
mena mbahkan: "Jadi kalian tidak mene mukan perahu mereka?"
"Llok dan Li berdua Sucia yang bertugas di sebelah timur laut
ternyata tertutuk Hiat-to oleh mereka, katanya dua orang yang
me mbe kuk mere ka adalah pe muda berjubah biru dan seorang laki2
jangkung berjubah hijau, lengan kirinya terbuat dari besi dan ilmu
silat mereka a mat tinggi."
"Itulah Dian Tiong-pit dan Hou Thi-jiu" seru Giok-je,
"Meski dia se mpat lari dari tangan kita, tapi dua di antara tiga
dapat kita lumpuhkan, hasil inipun sudah cukup me muaskan."
"Jadi orang she Pe k itu telah kita tawan?" tanya Giok- lan.
Pek-hoa-pangcu menuding ke tanah, katanya: " pedangnya
dilumuri getah beracun, jazatnya telah cair dan terisap ke dalam
tanah." Giok-lan me mandang ke tanah dengan pandangan kaget,
katanya: "Begini lihay getah beracun ini?"
"Walau amat beracun, kini kita telah mendatangkan Ling-kongcu,
kukira takkan lama lagi kita akan me mpunyai daya untuk
me munahkannya," de mikian ujar Pek-hoa-pangcu.
Kun-gi tertawa. katanya: "Jangan Pangcu mengharapkan terlalu
besar terhadapku, dapatkah cayhe mene mukan obat pe munahnya
masih belum tentu, cayhepun tidak begitu yakin-"
Pek-hoa-pangcu mengerling, katanya sambi tersenyum manis:
"Bukankah tadi kau bilang akan me mbantu sekuat tenaga?"
"Umpa ma cayhe kerja se kuat tenaga kan belum tentu berhasil?"
sahut Kun-gi. "Janji KongCu pasti dapat dipercaya, kuyakin kau pasti akan
bekerja sepenuh hati, Ai, hidup, mati seluruh anggota Pang kami
bergantung dari usaha Ling-kongcu saja."
Sampa i disini dia berpaling kepada Giok-lan- "orang2 Hek-lionghwe sudah mencari ke sini Jik Hwi-bing adalah salah satu Tongcu
mereka, setelah dia berhasil melarikan diri urusan tentu takkan
berakhir sa mpai di sini saja, ma ka sejak kini sekeliling ta man ini
harus ditambah penjagaan, ronda diperkuat lebih keras" Giok-lan
menerima perintah ini.
Pek-hoa-pangcu berkata pula: "Orang2 Hek" liong-hwe telah
me lumurkan getah beracun di senjata masing2, pasti mereka juga
sudah melumuri senjata rahasianya, ma ka kita se mua harus lebih
hati2." Merandek sekejap lalu ia mena mbahkan, "Syukurlah Ling-kongcu
telah berjanji akan me mbantu, semakin cepat diperoleh obat
penawarnya tentu akan lebih baik, lekas kau antar Ling-kongcu
ke mbali ke ka marnya, periksa lagi masih ada kekurangan apa"
Untuk ini harap Ling kongcu dapat mula i be kerja selekasnya."
Kun-gi menjura, katanya: "Pangcu tiada pesan lain, baiklah cayhe


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mohon diri saja."
Sambil me mbetulkan sanggulnya, tajam dan perihatin tatapan
mata Pek-hoa-pang Cu, katanya: "Semua berkat bantuan dan usaha
Kongcu." Giok-lan lantas bawa Kun-gi ke mbali mela lui ja lan datangnya
tadi, kali ini Giok-lan tetap berjalan di depan, lekuk tubuh orang
yang sema mpai dan menggiurkan menjadikan pikiran Kun-gi tida k
tenang, apalagi bau harum dari badan orang selalu merangsang
hidungnya. . Setelah tiba diserambi dipinggir gunungan palsu itu baru Giok-lan
berpaling, katanya tersenyum manis, "Biasanya pangcu amat dingin
menghadapi orang, sikapnya yang lunak hari ini terhadap Lingsiangkong sungguh a mat istimewa."
"cayhe amat beruntung sekali," ajar Kun-gi berkelakar,
"Me mangnya hanya pemuda segagah dan setampan Lingsiangkong saja yang dapat menundukkan dan mencairkan hati
Pangcu yang kaku dan be ku."
Merah muka Kun-gi, katanya: "Ah, nona jangan menggoda."
Sambil menunduk Giok-lan ja lan di depan, katanya lirih:
"Me mangnya Kongcu masih belum merasakan" Ai, Kongcu dan
Pangcu kami me mang merupa kan pasangan yang setimpal, sayang .
. . ." suaranya semakin lirih dan akhirnya tenggelam dala m
tenggorokan- Sayang apa" Dia tidak meneruskan, sudah tentu Kun-gi rikuh
untuk menanya, maka selanjutnya mereka berjalan tanpa bersuara
lagi. Benak Kun-gi masih me mikirkan ketiga jurus Hwi-liong-kia m-hoat
tadi, maka tak tertahan dia bertanya: "cayhe ingin mohon petunjuk
suatu hal kepada nona."
"Apa yang ingin kau tanyakan?" Giok-lan menoleh. .
"Pang Kalian menggunakan Pek-hoa (seratus kembang),
menciptakan semaca m suatu aliran ilmu pedang tersendiri,jika
dike mbangkan menciptakan kuntum bunga yang berbeda2 seolah2
seratus bunga mekar bersa ma, entah apakah nama ilmu pedang ini
juga dina ma kan Pek-hoa?"
Terunjuk rasa heran dan kaget dari sinar mata Giok-lan, katanya:
"Ling-kongcu me mang cerdik, hanya menyaksikan beberapa jurus
lantas tahu asal-usul ilmu pedang itu."
"Nona terlalu me muji, soalnya cayhe pernah dengar penuturan
guruku tentang aliran dan jurus2 ilmu pedang dari berbagai
golongan dijagat ini, tapi ilmu pedang yang diperlihatkan oleh
beberapa nona tadi semuanya merupakan Ciptaan tersendiri, dan
lagi ceplok2 sinar pedang berkuntum2 banyaknya, serasi betul
dengan perkumpulan kalian, ma ka dapatlah dibayangkan bahwa
ilmu pedang itu pasti hasil ciptaan caka l-bakal Pang kalian-"
Giok-lan manggut2, katanya: "Agaknya Ling-kongcu juga seorang
ahli pedang."
"Terlalu tinggi penilaian nona terhadap cayhe, me mang cayhe
me me lajari beberapa jurus ilmu pedang cakar ayam,jangan
dikatakan ahli" Jik Hwi-bing yang betul2 ahli dala m bidang ini
dengan landasan Lwekang yang tinggi lagi toh juga kecundang oleh
nona, kukira nona yang setimpal dijunjung sebagai ahli pedang."
Tiada manusia di kolong langit ini yang tidak senang diumpak.
Terutama pere mpuan, asal cara yang kau gunakan tepat dan
sejalan dengan isi hatinya, meski hanya beberapa patah kata,
seorang perempuan yang cerdikpun dapat kau buat senang hatinya.
Demikian pula Giok-lan, sudah tentu dia juga senang disanjung puji.
Apalagi yang dihadapinya sekarang adalah Ling Kun-gi, pe muda
gagah ganteng yang romant is ini.
Bola mata Giok-lan me
Kisah Para Pendekar Pulau Es 18 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Pendekar Laknat 1

Cari Blog Ini