Ceritasilat Novel Online

Sepasang Pedang Iblis 17

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 17


emiliki ilmu yang boleh di-andalkan, akan tetapi dia khawatir ka-lau
pembantu ibunya itu bukan tan-dingan Mo Kong Hosiang yang amat lihai. Biarpun hatinya
tidak senang menyaksikan kelancangan dan kekerasan hati Bok Sam, namun karena dia
tahu bah-wa Si Buntung ini mendahuluinya bukan hanya karena keras hati akan tetapi ju-ga
karena menyayangnya menghadapi la-wan tangguh, maka di lubuk hatinya Milana merasa
tidak tega dan tidak mau membiarkan Si Lengan Buntung itu menghadapi bahaya maut.
Diam-diam ia bersiap sedia untuk menolong apabila pembantu ibunya itu terancam bahaya.
Kiang Bok Sam bukan seorang bo-doh. Begitu terjadi saling serang bebera-pa jurus saja,
tahulah dia bahwa lawan-nya ini benar-benar amat lihai, sama se-kali tidak boleh disamakan
dengan Ceng Sim Hwesio. Gerakan hud-tim itu membi-ngungkan hatinya karena amat cepat
dan aneh, selain itu, juga hud-tim yang kadang-kadang lemas kadang-kadang ka-ku itu
membuat dia sukar sekali mendu-ga gerakan serangan lawan. Namun, dia tidak menjadi
jerih dan toyanya di-putar amat cepatnya ketika dia memba-las dengan serangan-serangan
maut yang tidak kalah hebatnya. Permainan toya-nya yang khusus diturunkan oleh Ketua
Thian-liong-pang kepadanya memang dah-syat sekali, apalagi di balik toya ini ter-sembunyi
lengan tunggal yang memiliki keampuhan luar biasa. Toya ini selain merupakan senjata, juga
merupakan se-macam kedok yang menyembunyikan sen-jatanya yang paling utama dan
ampuh, yaitu tangan kanannya. Lawan biasanya akan memandang rendah apabila dia
ke-hilangan toyanya, dan hal ini pun tadi telah mengakibatkan robohnya Ceng Sim Hwesio.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
449 Mo Kong Hosiang maklum bahwa la-wan yang berbahaya adalah Si Buntung ini dan nona
muda itu, maka dia harus dapat merobohkan seorang di antara me-reka baru dia mempunyai
harapan timtuk keluar dari pertandingan dengan selamat. Maka kini melihat gerakan toya Si
Lengan Buntung, dia memandang rendah. Si Buntung ini memang amat cepat dan kuat sinkangnya, namun masih jauh ka-lau dibandingkan lawannya dengan nona muda yang cantik
itu. Dia harus dapat mengalahkan lawannya dengan cepat. Ti-ba-tiba hwesio kurus itu
mengeluarkan suara bentakan melengking sehingga ter-kejutlah lawannya karena bentakan
ini mengandung tenaga khi-kang yang meng-getarkan jantung. Pada saat itu, hud-tim di
tangan Mo Kong Hosiang meluncur ke depan, menjadi lemas dan telah melibat ujung toya
yang tadi menusuk ke arah dadanya, sedangkan tasbih di tangan ki-rinya sudah
dilontarkannya ke atas dan kiri tasbih itu meluncur turun ke arah kepala lawan selagi lawan
masih terke-jut dan berusaha membetot toyanya.
"Sinngggg.... tranggg!" Tasbih itu pu-tus dan runtuh ke atas tanah, kesambar pedang yang
dilontarkan oleh Milana. Pedang itu pun runtuh ke atas tanah, akan tetapi telah berhasil
menyelamat-kan Si Lengan Buntung dari ancaman maut!
Pada saat itu Bok Sam melepaskan toyanya dan hal ini dianggap oleh Mo Kong Hosiang
sebagai kemenangan. Dia berseru girang walaupun tadi kaget melihat tasbihnya runtuh,
dengan gerak kilat tangan kirinya menghantam ke arah lawan. Pukulannya cepat dan keras
bu-kan main sehingga didahului oleh hawa pukulan yang kuat. Seperti juga Ceng Sim
Hwesio, hwesio dari Tibet ini telah salah menduga keadaan lawan. Disangka-nya bahwa Si
Lengan Buntung itu hanya mengandalkan toyanya, maka begitu to-ya terlepas dianggapnya
Si Lengan Bun-tung itu menjadi tak berdaya dan lemah. Maka hwesio kurus itu hanya
tersenyum mengejek ketika Bok Sam menggerakkan lengan tangannya menangkis dengan
tangan terbuka miring.
"Krakkkk....!"
Mo Kong Hosiang berteriak kaget se-tengah mati ketika pergelangan tangan-nya terasa
nyeri dan tulangnya ternyata patah begitu berternu dengan tangan mi-ring lawan.
"Celaka....!" Dia cepat meloncat ke belakang, lengan kirinya tergantung lum-puh karena
tulangnya patah, namun hud-timnya berhasil merampas toya. Kini dia menggerakkan hudtimnya dan toya itu meluncur seperti anak panah yang besar ke arah Bok Sam!
"Wuuuttt.... wirrrr!" Tiba-tiba toya yang meluncur itu berhenti dan tertarik ke atas oleh sinar
hitam yang meluncur cepat dari tangan Milana. Kiranya dara perkasa ini telah menggunakan
sebatang tali sutera, sebuah di antara senjatanya yang amat lihai, dilontarkannya tali itu dan
berhasil menangkap toya! Kini toya itu telah kembali ke tangan pemi-liknya yang
mengangguk sebagai tanda terima kasih kepada Milana. Lontaran toya tadi benar-benar
tidak terduga dan amat cepatnya sehingga kalau tidak di-tolong Milana, tentu dia akan
celaka, setidaknya terluka.
Sambil menggereng seperti seekor harimau terluka, Bok Sam menerjang maju dan terpaksa
dilawan oleh Mo Kong Hosiang yang keadaannya tidak berbeda jauh dengan lawannya.
Kalau lawannya itu hanya menggunakan lengan kanan ka-rena lengan kirinya buntung,
hwesio Ti-bet ini pun hanya menggunakan lengan kanan karena lengan kirinya lumpuh dan
patah tulangnya.
Maklum bahwa selain terluka parah, juga di samping lawannya yang lihai ini masih terdapat
puteri Ketua Thian-liong-pang yang lebih lihai lagi, maka Mo Kong Hosiang berlaku nekat,
menubruk maju dengan dahsyat, hendak mengadu nyawa dan mengajak lawannya mati
bersama! Akan tetapi Bok Sam tentu saja tidak suka nekat seperti lawannya karena dia
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
450 sudah berada di pihak lebih kuat. Meng-hadapi terjangan nekat ini, dia mengayun toyanya
menangkis dengan pengerah-an tenaga sekuatnya.
"Desss! Krakkk!" Hud-tim dan hoya di tangan kedua orang lawan itu patah menjadi dua
disusul pekik Mo Kong Ho-siang yang roboh terjengkang karena da-danya terkena pukulan
tangan kanan Bok Sam yang amat ampuh. Biarpun dengan sin-kangnya dia masih dapat
mem-buat dadanya kebal, namun getaran he-bat membuat jantungnya pecah dan isi
dadanya rusak sehingga hwesio Tibet ini tewas seketika!
Milana cepat menyuruh anak buahnya mundur, kemudian dia menghampiri enam orang
hwesio Siauw-lim-pai yang sudah bangkit berdiri saling bantu. Ceng Sim Hwesio berdiri
dengan muka pucat.
"Ceng Sim Hwesio, engkau tadi telah mendengar sendiri bahwa kami membu-nuh Mo Kong
Hosiang bukan sebagai se-orang tokoh Siauw-lim-pai karena menu-rut pengakuannya
sendiri, dia bukan seorang anggauta Siauw-lim-pai. Kami membunuhnya sebagai seorang
pemberon-tak. Adapun Cu-wi Lo-suhu, enam orang anggauta Siauw-lim-pai telah kalah
da-lam ujian kepandaian melawan kami, hal ini kami rasa sudah sewajarnya, apalagi kalau
diingat bahwa yang menantang mengadu ilmu adalah pihak Siauw-lim-pai sendiri. Harap
saja Lo-suhu ti-dak akan memutarbalikkan kenyataan ini dalam laporan Lo-suhu kepada
Ketua Siauw-lim-pai."
Ceng Sim Hwesio tersenyum pahit lalu menghela napas panjang. "Biarpun Mo Kong
Hosiang bukan anggauta Siauw-lim-pai, namun dia adalah seorang sauda-ra kami, sudah
sepatutnya kalau kami membawa pergi jenazahnya. Tentang urusan antara kita, hemmm....
kami su-dah kalah, tidak perlu banyak bicara la-gi! Selamat tinggal, mudah-mudahan da-lam
pertemuan mendatang kami akan lebih berhasil." Setelah berkata demikian, Ceng Sim
Hwesio mengajak anak buahnya pergi sambil menggotong jenazah Mo Kong Hosiang.
Rombongan Pulau Neraka yang ber-sembunyi sambil menonton, melihat bah-wa biarpun
pihak Thian-liong-pang mem-peroleh kemenangan, akan tetapi rom-bongan itu tidak
meninggalkan tempat itu, hanya mengobati empat orang ang-gauta yang terluka dalam
pertandingan tadi. Bahkan mereka bermalam lagi di tempat itu melakukan penjagaan secara
bergiliran. Kiranya, bukan hanya dari partai per-silatan Siauw-lim-pai saja yang datang. Pada
keesokan harinya datang pula rom-bongan orang-orang kang-ouw yang juga mempunyai
niat yang sama dengan rom-bongan Siauw-lim-pai, yaitu mereka me-nentang Thian-liongpang yang oleh du-nia kang-ouw dianggap telah menyeleweng dari peraturan kang-ouw,
yaitu telah mencampurkan diri dengan urusan poli-tik, bahkan telah mengekor dan
meng-hambakan diri kepada pemerintah pen-jajah. Betapapun juga, partai-partai persilatan
besar dan orang-orang gagah di dunia kang-ouw itu biar tidak secara terang-terangan
memberontak atau me-nentang pemerintah penjajah, namun di dalam hati mereka masih
berpihak kepa-da orang-orang yang memberontak terha-dap kaum penjajah. Oleh karena
itu, mendengar betapa Thian-liong-pang mem-bantu pihak pemerintah, nnengejar-nge-jar
pemberontak dan membasmi mereka, golongan kang-ouw menjadi marah dan sengaja
menentang Thian-liong-pang!
Setiap hari terjadilah pertempuran di tanah kuburan itu dan karena di pi-hak Thian-liongpang terdapat Si Lengan Buntung yang amat lihai dan puteri Ke-tua Thian-liong-pang yang
sukar mene-mui tandingan, maka pihak Thian-liong-pang selalu dapat menang dan mengusir
musuh-musuh mereka dengan alasan yang sama seperti yang mereka kemukakan kepada
Siauw-lim-pai. Pihek yang mera-sa penasaran mereka lawan dengan me-ngadu kepandaian.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
451 Rombongan Pulau Neraka sekarang mengerti mengapa Bu-tek Siauw-jin, da-tuk mereka
yang aneh sekali wataknya itu memilih tempat ini untuk berlatih! Kiranya kakek yang tidak
lumrah manu-sia biasa itu agaknya sudah tahu bahwa tempat itu dijadikan gelanggang
pertan-dingan oleh Thian-liong-pang yang me-nyambut musuh-musuhnya, maka dia
se-ngaja memilih tempat itu yang dianggapnya menarik! Kalau tidak untuk keperluan ini, apa
perlunya kakek itu menyuruh belasan orang Pulau Neraka menggotong-gotong peti mati
kosong itu sam-pai ratusan mil jauhnya" Padahal untuk latihan itu, di mana-mana pun ada
ta-nah, di mana-mana pun ada tanah kubur-an! Diam-diam para anak buah Pulau Neraka
merasa mendongkol sungguhpun tentu saja tidak berani menyatakan ini, karena mereka
berada dalam keadaan serba salah, setiap hari harus menyaksi-kan ketegangan-ketegangan
tanpa berani berkutik.
Akhirnya terlewat jugalah jarak wak-tu sepekan yang dibutuhkan oleh Bu-tek Siauw-jin untuk
latihan bersama murid-nya! Akan tetapi, tepat pada hari ter-akhir itu terjadi pula pertandingan
anta-ra Thian-liong-pang dan rombongan Hoa-san-pai yang terdiri dari orang-orang pandai
sebanyak sepuluh orang! Seperti juga ketika menyambut rombongan Siauw-lim-pai, Milana
mewakili ibunya mem-beri alasan-alasan kuat, dan perbantahan itu berakhir dengan adu
kepandaian pu-la, karena pihak Hoa-san-pai itu adalah murid-murid Thian Cu Cin-jin Ketua
Hoa-san-pai yang memiliki ilmu kepan-daian tinggi. Pertandingan hebat terjadi sampai lewat
tengah hari dan berakhir dengan kemenangan pihak Thian-liong-pang, akan tetapi biarpun
orang-orang Hoa-san-pai itu dapat diusir pergi dalam keadaan luka-luka, Pihak Thian-liongpang sendiri kehilangan seorang anggau-tanya yang terluka terlalu parah sehtng-ga
nyawanya tidak tertolong lagi dan tewas tak lama setelah rombongan Hoa-san-pai pergi!
Melihat betapa pihak musuh tiada hentinya datang menantang mereka, Mi-lana merasa
penasaran dan juga berduka sekali, apalagi setelah melihat di pihak-nya jatuh korban
seorang tewas dan li-ma orang masih luka-luka.
"Lebih baik kita meninggalkan tem-pat ini membuat laporan kepada Pang-cu," katanya
kepada Bok Sam.
"Sebaiknya demikian, Nona. Akan te-tapi karena kebetulan kita berada di ta-nah kuburan,
sebaiknya kita mengubur je-nazah anak buah kita yang tewas itu di tempat ini."
Milana mengerutkan alisnya, akan tetapi menganggap bahwa memang se-baiknya demikian
sehingga mereka tidak perlu membawa-bawa jenazah. "Terserah kepadamu, Kiang-lopek,
akan tetapi di tempat jauh dari kota ini, bagaimana kau bisa mendapatkan sebuah peti mati?"
Si Lengan Buntung itu menengok ke kanan kiri yang penuh dengan batu ni-san dan
gundukan tanah kuburan. "Hemm, banyak tersedia peti mati di sini, me-ngapa mesti susahsusah mencari tem-pat jauh" Biar aku mencarikan sebu-ah peti mati yang masih baik untuk
je-nazah kawan klta." Si Lengan Buntung ini lalu mengajak beberapa orang anak buahnya
mencari kuburan yang masih belum begitu lama sehingga peti mati di dalamnya tentu belum
rusak pula. Tentu saja perhatian mereka segera tertarik oleh gundukan tanah yang masih baru, yaitu
kuburan Bu-tek Siauw-jin dan Kwi Hong! Tanah yang digundukkan di situ baru sepekan
lamanya. "Bagus, ini kuburan baru sekali! Ten-tu peti matinya pun masih baik. Hayo kita gali dan
keluarkan peti matinya!" Bok Sam berkata dengan wajah berseri, berbeda dengan biasanya
yang selalu kelihatan muram. Memang dia merasa gembira mendapatkan kuburan yang
baru itu, hal yang sama sekali tidak di-sangka-sangkanya karena tanah kuburan itu penuh
dengan kuburan-kuburan yang sudah tua sekali.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
452 Setelah berkata demikian, Si Lengan Buntung ini mempelopori anak buahnya,
menggunakan tangannya menggempur gundukan tanah dan sekali tangan tung-galnya
mendorong, gundukan tanah yang baru itu terbongkar dan tampaklah se-buah peti meti di
bawahnya, berjajar dengan sebuah peti mati lain yang ma-sih tertutup tanah. Peti mati yang
tam-pak itu adalah peti mati Kwi Hong!
"Heii, keparat! Tahan....!"
Orang-orang Thian-liong-pang terkejut dan mereka semua melihat dengan mata terbelalak
ketika belasan orang Pulau Neraka muncul dari kanan kiri. Benar-benar mengejutkan melihat
orang-orang yang mukanya beraneka warna itu bermunculan di tanah kuburan itu, tidda
ubahnya seperti setan-setan kuburan. Si Lengan Satu yang kehilangan lengan kirinya dalam
pertandingan melawan orang-orang Pulau Neraka, segera me-ngenal musuh-musuh lama
ini, maka dia terkejut dan marah sekali.
"Gerombolan Iblis Pulau Neraka! Apakah kalian kembali hendak menggang-gu urusan
Thian-liong-pang?" bentaknya marah sekali.
Kong To Tek, tokoh Pulau Neraka yang berkepala gundul bermuka merah muda dan
bertubuh gendut pendek, me-nyeringai ketika menjawab. "Orang-orang Thian-liong-pang
yang sombong! Sudah sepekan kami berada di sini menyaksi-kan sepak terjang kalian dan
kami diam-diam saja. Siapa sudi mencampuri urus-an orang lain yang tidak harum" Akan
tetapi kalian berani mengganggu kuburan yang kami jaga, tentu saja kami turun tangan.
Kuburan yang satu ini berada di bawah pengawasan kami dan tidak ada seorang pun
manusia atau iblis bo-leh mengganggunya. Kalau kalian membutuhkan peti mati, boleh
mencari ku-buran lain!"
"Kau sudah bosan hidup!" Bok Sam membentak dan langsung menerjang ke depan,
disambut oleh Kong To Tek se-hingga terjadilah perkelahian yang seru antara kedua tokoh
ini. Ternyata ilmu kepandaian mereka seimbang sehingga pertandingan itu hebat bukan
main. Anak buah Thian-liong-pang yang lain sudah pula bertanding melawan anak buah
Pu-lau Neraka. Perkelahian itu segera terdengar oleh Milana dan anak buahnya, maka dara ini cepat
membawa anak buahnya menyerbu dan kembali tempat itu menjadi medan perang kecilkecilan yang dahsyat seka-li. Milana mempunyai rasa tidak suka kepada Pulau Neraka,
maka kini meli-hat betapa orang-orang dengan muka beraneka warna itu bertempur
melawan orang-orangnya, dia segera terjun ke me-dan pertandingan dan sepak terjang dara
ini membuat orang-orang Pulau Neraka terdesak hebat. Bok Sam yang bertan-ding melawan
Kong To Tek merupakan tandingan seimbang dan seru, akan teta-pi Si Gundul Kong To Tek
itu mulai ter-desak karena lawannya menggunakan pukulan-pukulan Ilmu Telapak Tangan
Golok yang dahsyat bukan main. Kong To Tek terkenal dengan ilmunya memu-kul sambil
berjongkok dan dari mulutnya keluar asap beracun. Namun karena dia pernah mengacau ke
Thian-liong-pang dan kepandaiannya ini sudah diketahui oleh Bok Sam, Si Lengan Buntung
dapat menjaga diri dan selalu meloncat tinggi melampaui kepala lawan yang berjongkok itu,
kemudian membalik dan melancar-kan pukulan-pukulan maut dengan lengan tunggalnya
yang ampuh bukan main.
Adapun orang ke dua yang lihai dalam rombongan Pulau Neraka itu adalah Chi Song, tokoh
Pulau Neraka yang tinggi besar dan berperut gendut. Chi Song ini memiliki dua macam ilmu
sim-panan yang hebat dan pernah pula dia bersama Kong To Tek mengacau Thian-liongpang dan akhirnya dikalahkan oleh Gak Bun Beng yang pada waktu itu me-nyamar sebagai
Ketua Thian-liong-pang.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
453 Dua ilmu simpanannya itu memang dah-syat, yaitu Ilmu Pukulan Beracun yang berbahaya
sekali. Kalau dia mendorong dengan telapak tangan terbuka, dari te-lapak tangannya
menyambar uap bera-cun yang dapat merobohkan lawan sebe-lum pukulannya sendiri
mengenai sasar-an. Adapun keistimewaannya yang ke dua adalah ilmu tendangan yang
dah-syat, yang dilakukan sambil meloncat sehingga dinamakan Tendangan Terbang.
Banyak lawan yang dapat menghindarkan diri dari pukulannya yang beracun roboh oleh
tendangan dahsyat yang amat ce-pat dan tidak terduga-duga datangnya ini. Biarpun tingkat
kepandaiannya ma-sih kalah sedikit dibandingkan dengan Kong To Tek, namun Chi Song
bukanlah seorang tokoh rendahan saja di Pulau Neraka.
Sial baginya, sekali ini dia bertemu dengan Milana, puteri Ketua Thian-liong-pang!
Betapapun lihainya, dan biarpun dia telah dibantu oleh tiga orang untuk mengeroyok Milana,
tetap saja dia dan kawan-kawannya dihajar babak belur oleh tali sutera hitam yang
dimainkan sebagai cambuk tangan Milana! Kalau dara re-maja ini menghendaki, tentu
dengan mu-dah dia dapat menyebar maut di antara rombongan orang-orang Pulau Neraka
itu. Akan tetapi biarpun dia puteri Ke-tua Thian-liong-pang yang terkenal ber-watak keras
dan ganas, pada hakekatnya Milana memiliki watak halus dan tidak tega membunuh orang
kalau tidak seca-ra terpaksa sekali. Dia tidak suka kepa-da orang-orang Pulau Neraka, akan
teta-pi karena yang mengeroyoknya hanya orang-orang yang tingkatnya jauh lebih rendah
daripadanya, dia tidak mau menu-runkan tangan maut, dan hanya mengha-jar mereka
dengan lecutan-lecutan tali suteranya sehingga mereka itu terdesak mundur, bahkan
beberapa kali Chi Song roboh bergulingan, pakaiannya robek-ro-bek dan kulitnya lecet-lecet.
Sepak terjang Milanna ini hebat seka-li, membuat para anak buah Pulau Nera-ka menjadi
kacau balau. Apalagi ketika Bok Sam berhasil melukai pundak Kong To Tek dengan Telapak
Tangan Goloknya sehingga tokoh gundul Pulau Neraka itu terpaksa mundur untuk
mengobati luka-nya dan Si Lengan Buntung itu kini me-ngamuk secara lebih hebat daripada
Milana karena Si Lengan Buntung ini ti-dak menaruh segan-segan untuk membu-nuh atau
menimbulkan luka parah di an-tara pengeroyoknya, pihak Pulau Neraka benar-benar
terdesak hebat dan hanya main mundur.
Tiba-tiba terdengar pekik dari atas, disusul kelepak sayap dan seekor burung rajawali hitam
menyambar turun, lang-sung mencengkeram ke arah Si Lengan Buntung Kiang Bok Sam
yang sedang mengamuk dan menyebar maut di anta-ra orang-orang Pulau Neraka!
"Haiiiitttt!" Bok Sam berseru kaget, cepat dia melempar tubuh ke bawah dan bergulingan di
atas tanah. Burung rajawali mengejar dan menyambar. Tiba-tiba Bok Sam meloncat bangun,
tangan kanannya bergerak memukul ke arah sebuah di antara sepasang cakar yang
menyambarnya. "Desssss!" Burung rajawali itu memekik keras, akan tetapi tubuh Bok Sam juga terlempar
bergulingan sampai jauh. Kiranya ketika kaki burung itu bertemu dengan pukulan Telapak


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tangan Golok, ada sebuah tangan lain yang mendorong ke bawah dengan kekuatan yang
amat dahsyat, yang selain menyelamatkan kaki burung itu, juga membuat tubuh Si Le-ngan
Buntung bergulingan. Burung itu hinggap di atas tanah dan dari punggung-nya meloncat
seorang pemuda yang ber-tubuh jangkung dan berwajah tampan sekali. Kemudian burung
itu terbang ke atas, hinggap di atas cabang pohon.
Su Kak Liong, tokoh Thian-liong-pang yang melihat betapa hampir saja Bok Sam celaka
oleh pemuda dengan burung rajawalinya ini, menerjang maju dengan sebatang golok besar.
Pemuda itu sedang berdiri sambil bertolak ping-gang memandang ke sekeliling, sama sekali
tidak memperhatikan atau mempe-dulikan terjangan Su Kak Liong dengan golok, juga dia
tidak meraba gagang pedangnya yang tersembunyi di balik ju-bahnya yang panjang.
Sikapnya tenang sekali, alisnya yang tebal agak berkerut, matanya bergerak ke kanan kiri,
mulut-nya tersenyum simpul seperti orang me-ngejek, namun sikapnya angkuh seolah-olah
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
454 dia memandang rendah kepada se-mua orang yang berada di sekelilingnya. Golok di tangan
Su Kak Liong menyam-bar dekat, hampir menyentuh lehernya. Tiba-tiba tanpa mengubah
kedudukan kedua kakinya, pemuda itu membalikkan tubuh atas, tangan kirinya bergerak
me-nangkap golok yang sedang menyambar, dijepit di antara jari tangannya sehingga golok
itu tiba-tiba terhenti gerakannya. Su Kak Liong memandang dengan mata terbelalak hampir
tidak percaya bahwa ada orang mampu menyambut hantaman goloknya dengan jari tangan
menjepitnya sedemikian rupa sehingga dia tidak mampu lagi menggerakkan goloknya.
Matanya masih tetap terbelalak akan te-tapi mulutnya mengeluarkan pekik menyeramkan
dan segera disusul menyem-burnya darah segar ketika tangan kanan pemuda itu menepuk
ulu hatinya dan se-ketika robohlah Su Kak Liong dalam keadaan tak bernyawa lagi!
"Keparat....! Kau berani membunuh-nya" Rasakan pembalasanku!" Bok Sam yang melihat
peristiwa ini, menjadi ma-rah bukan main. Biarpun dia maklum bahwa pemuda itu benarbenar lihai se-kali, namun dia tidak menjadi gentar. Ke-marahannya membuat ia lupa diri dan
dengan nekat dia menerjang maju, ta-ngan tunggalnya diangkat ke atas kepa-la dengan
telapak tangan terbuka, dia sudah mengerahkan tenaga Telapak Ta-ngan Golok dan siap
membacokkan ta-ngannya ke arah kepala pemuda itu. Si Pemuda tetap berdiri dan kini
bahkan melongo memandang ke arah Milana yang mengamuk dengan sabuk suteranya,
sama sekali tidak mempedulikan makian dan serangan Si Lengan Buntung yang ki-ni
menggunakan Ilmu Telapak Tangan Golok sekuatnya itu!
"Plakkk!" ketika tangan kanan Bok Sam itu sudah dekat kepalanya, Si Pe-muda tiba-tiba
mengangkat tangan ka-nannya ke atas, melindungi kepala dan menyambut pukulan itu
sehingga kedua telapak tangan mereka bertemu dan me-lekat!
Bok Sam mengerahkan seluruh tena-ganya, tenaga sin-kang yang istimewa untuk ilmunya
Telapak Tangan Golok, namun betapapun dia menekan, tetap sa-ja tangan pemuda itu tidak
dapat dido-rongnya, bahkan dia tidak dapat lagi melepaskan tangannya dari telapak tangan
Si Pemuda. Kemarahannya memuncak. Pemuda inilah yang telah membuntungi lengan
kirinya maka tadi dia marah se-kali dan telah mengerahkan seluruh tena-ga untuk membalas
dendam dan membu-nuhnya. Siapa kira, kini pukulannya yang istimewa disambut oleh
pemuda itu se-enaknya saja dan dia tidak mampu me-narik kembali tangannya. Dengan
kema-rahan meluap, Bok Sam lalu mengguna-kan kepalanya. Untuk menggunakan ta-ngan
kiri, dia sudah tidak mempunyai lengan kini, menggunakan kedua kaki, jarak mereka terlalu
dekat karena ta-ngan mereka sudah saling melekat, ma-ka satu-satunya yang dapat dia
perguna-kan untuk menyerang musuh yang paling dibencinya ini adalah menggunakan
kepalanya! Dengan menunduk, dia lalu membenturkan kepalanya dengan sekuat tenaga ke
arah dada pemuda itu!
Pemuda itu bukan lain adalah Wan Keng In, putera dari Ketua Pulau Nera-ka, murid yang
amat lihai dari Cui-beng Koai-ong, datuk pertama dari Pulau Ne-raka! Melihat serangan
kepala ini, Wan Keng In tetap tenang bahkan dia melon-cat sedikit ke atas sehingga kepala
lawan tidak mengenai dada, melainkan me-ngenai perutnya.
"Capppp!" Perut itu mengempis dan kepala itu menancap di perut sampai setengahnya, tak
dapat dicabut kembali.
Bok Sam merasa betapa kepalanya nyeri bukan main, seolah-olah telah memasuki tempat
perapian. Makin lama makin panas. Dia meronta-ronta akan tetapi karena tangan kanannya
sudah melekat dengan tangan pemuda itu, kepalanya sudah terjepit di rongga perut, yang
bergerak hanya pinggul dan kedua kakinya yang menendang-nendang tanah!
"Manusia tak tahu diri, mampuslah!" Pemuda itu menggumam sambil menge-rahkan tenaga
mujijat di rongga perut-nya. Terdengar bunyi keras ketika kepa-la Bok Sam retak-retak oleh
tekanan perut yang amat kuat itu dan ketika Wan Keng In melontarkan tubuh Si Le-ngan
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
455 Buntung dengan jalan mengembung-kan perutnya, tubuh itu telah menjadi mayat dengan
kepalanya retak-retak dan berwarna kehitaman!
Semua ini dilakukan oleh Wan Keng In tanpa mengalihkan pandang matanya dari Milana
yang masih menghajar orang-orang Pulau Neraka dengan tali suteranya yang meledakledak di udara seperti cambuk.
Pandang matanya menjadi berseri, mulutnya tersenyum ketika ia melang-kah dengan
tenang, menghampiri tempat pertempuran itu, seolah-olah dia terpe-sona oleh gerak-gerik
tubuh yang tinggi semampai dan lemah gemulai itu, oleh wajah yang amat cantik manis,
bahkan amukan Milana pada saat itu menambah kejelitaan dalam pandang mata Wan Keng
In ketika ia melangkah terus makin dekat.
"Aduhai, Nona yang cantik jelita se-perti dewi kahyangan! Siapakah gerang-an engkau?"
Para anak buah Pulau Neraka yang terdesak hebat oleh rombongan Thian-liong-pang kini
menjadi girang bukan ma-in ketika melihat munculnya Wan Keng In. Terdengar seruan di
antara mereka. "Siauw-tocu (Majikan Muda Pulau) telah datang!"
Ketika mendengar seruan ini, Milana menengok dan kalau tadinya dia terhe-ran mendengar
kata-kata yang dianggap-nya menyenangkan akan tetapi juga ku-rang ajar itu kini dia kaget
bukan main. Kiranya pemuda ini adalah Majikan Mu-da Pulau Neraka! Teringat ia akan cerita
Bun Beng kepadanya dan marahlah hatinya. Pemuda ini yang telah merampas pedang Lammo-kiam dari tangan Bun Beng. Ketika ia memandang, baru seka-rang tampak olehnya
bahwa Su Kak Liong dan Bok Sam telah menggeletak menjadi mayat! Tahulah dia bahwa
dua orang pembantunya yang paling lihai itu telah tewas, dan melihat munculnya pemuda
Pulau Neraka ini, mudah diduga bahwa tentu mereka tewas di tangan pemuda ini.
Agaknya Wan Keng In dapat mendu-ga isi hati Milana ketika melihat dara jelita itu
memandang ke arah mayat ke dua orang tokoh Thian-liong-pang dengan wajah berubah,
maka dia tertawa lalu -berkata, "Ha-ha-ha, jangan kaget, Nona manis. Kedua orang itu telah
berani me-nyerangku, terpaksa aku bunuh mereka. Orang-orang macam itu sungguh tidak
patut menjadi pembantu-pembantumu. Nona, siapakah engkau" Heran sekali di dunia ini
bisa terdapat seorang dara se-cantik jelita engkau, dan selama ini aku tidak pernah bertemu
denganmu. Nona, baru sekali ini hatiku tergetar hebat dengan seorang wanita. Aku yakin,
eng-kaulah satu-satunya wanita yang dicipta-kan di dunia ini, khusus untuk menjadi
pasanganku!"
Bukan main marahnya hati Milana. Tak dapat disangkal lagi, pemuda itu amat tampan
menarik, masih muda, seba-ya dengannya, pakaiannya indah, kulit mukanya putih bersih,
matanya bersinar-sinar, pendeknya dia seorang pemuda yang tampan gagah sukar dicari
kedua-nya. Akan tetapi sinar matanya yang agak aneh itu mengandung sesuatu yang
mengerikan, sedangkan kata-kata dan sikapnya membuat Milana merasa muak dan
membangkitkan perasaan tidak se-nang yang mendekatkan kebencian.
"Jadi engkau adalah bocah Pulau Ne-raka yang amat jahat itu" Engkau yang merampas
pedang Lam-mo-kiam milik Gak Bun Beng?"
Wan Keng In mengerutkan alisnya yang tebal hitam. "Eh, engkau menge-nal Gak Bun
Beng" Dia sudah mati, bukan" Engkau siapa, Nona?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
456 "Siauw-to-cu, dia adalah puteri Ke-tua Thian-liong-pang. Dia lihai sekali," seorang anggauta
Pulau Neraka tiba-tiba berkata sambil mencoba untuk bangkit. Tulang kakinya pecah terkena
cambukan tali sutera Milana tadi.
"Aihhhh, kiranya puteri Ketua Thian-liong-pang" Pantas saja cantik jelita dan lihai. Sungguh
tepat kalau begitu. Engkau puteri Ketua Perkumpulan Thian-liong-pang yang terkenal di
seluruh du-nia, aku pun putera Majikan Pulau Nera-ka yang tidak kalah terkenalnya.
Sung-guh merupakan jodoh yang setimpal sekali!"
"Tutup mulutmu yang kotor!" Milana memaki dan tangannya bergerak.
"Tar-tar!" Ujung tali sutera hitam melecut di udara dan menyambar ke arah kedua pelipis
kepala Wan Keng In dengan kecepatan kilat. Sekali ini, Mila-na bukan sekedar
menggerakkan senjata untuk menghajar, melainkan dia membe-ri serangan totokan yang
merupakan serangan maut.
Biasanya Wan Keng In memandang rendah kepada semua orang. Akan teta-pi begitu
bertemu dengan Milana, entah bagaimana, hatinya tertarik seperti besi tertarik oleh besi
sembrani. Belum per-nah selama hidupnya dia tertarik oleh wanita seperti itu. Dia bukan
seorang mata keranjang sungguhpun dia biasa disanjung wanita dan biasanya dia
me-mandang rendah wanita-wanita cantik yang dianggapnya belum cukup untuk du-duk
berdampingan dengannya! Sekali ini, begitu melihat Milana, dia tergila-gila. Ketika dia
menyaksikan gerakan ujung tali sutera, dia menjadi makin gembira dan kagum. Gerakan ini
bukanlah gerak-an sembarangan dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan!
"Engkau hebat, Nona!" Dia memuji akan tetapi cepat ia miringkan kepala un-tuk
menghindarkan totokan maut itu, kemudian tangannya cepat menyambar untuk menangkap
ujung tali sutera hi-tam.
"Cuiittt.... taaar!"
Lihai sekali Milana bermain tali sute-ra yang digerakkan seperti pecut itu. Begitu totokannya
pada pelipis yang ber-tubi-tubi menyerang pelipis kanan-kiri itu tidak mengenai sasaran,
bahkan ham-pir dicengkeram oleh tangan Wan Keng In, dara itu telah membuat gerakan
dengan pergelangan tangannya dan ujung tali su-tera itu sudah melecut dan menotok ke
arah jalan darah di pergelangan tangan yang hendak menangkapnya!
"Trikkkk!"
"Engkau memang hebat, Nona ma-nis!" Keng In kembali memuji sambil tersenyum lebar.
Akan tetapi Milana ki-ni terkejut bukan main. Pemuda itu ta-di telah menggunakan jari
telunjuknya untuk menyentik ujung tali suteranya yang menotok ke arah pergelangan
ta-ngan. Gerakan itu demikian tepat menge-nai ujung tali sutera sehingga ujung tali
terpental. Hanya orang yang telah memi-liki ilmu kepandaian tinggi saja yang da-pat
melakukan hal ini!
Namun, tentu saja Milana tidak men-jadi jerih. Dia tidak pernah mengenal takut dan dia pun
sudah percaya penuh akan kepandaian sendiri. Biarpun tak mungkin dia dapat mewarisi
seluruh il-mu kepandaian ibunya yang amat ba-nyak itu, namun kiranya hanya beberapa
macam ilmu yang amat tinggi dan terlalu sukar saja yang belum diajarkan ibunya kepadanya
dan kalau hanya melawan musuh yang sebaya dengannya saja, kira-nya di dunia ini sukar
ada yang akan dapat menandinginya.
"Jahanam busuk, bersiaplah untuk mampus!" bentaknya dan kini terdengar-lah ledakanledakan nyaring ketika ujung tali sutera itu menari-nari di tengah udara, membentuk
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
457 lingkaran-lingkaran yang besar kecil saling telan, kemudian lingkaran-lingkaran hitam itu
berjatuhan ke bawah, susul-menyusul dalam serang-kaian serangan maut ke arah tubuh
Wan Keng In dengan kecepatan kilat yang menyilaukan mata karena lingkaran itu tidak lagi
berupa sabuk atau tali sutera, melainkan tampak seperti sinar hitam saja.
"Bagus sekali....!" Wan Keng In kem-bali memuji dan tiba-tiba tubuhnya ber-gerak lenyap,
lalu tampak berkelebatan seperti bayangan setan menari-nari di antara sinar hitam yang
bergulung-gulung dan melingkar-lingkar! Wan Keng In tidak mau menggunakan pedangnya
yang ampuh. Kalau dia menggunakan pedang Lam-mo-kiam, sekali sambar sa-ja tentu akan
putus tali sutera hitam itu. Akan tetapi dia tidak mau mela-kukan hal ini, karena selain dia
tidak mau menghina Milana, juga dia ingin memamerkan kepandaiannya. Memang hebat
sekali pemuda ini. Gerakannya yang cepat itu hanya membuktikan bah-wa gin-kangnya (ilmu
meringanken tu-buh) sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga tubuhnya itu amat
ringan dan amat cepat, dapat mengelak dari setiap sambaran sinar tali sutera!
Menyaksikan pertandingan yang amat hebat, luar biasa dan indah dipandang ini, otomatis
perkelahian-perkelahian antara rombongan Pulau Neraka dan rombongan Thian-liong-pang
terhenti. Mereka me-nonton karena maklum bahwa pertanding-an antara kedua orang muda
putera dan puteri ketua masing-masing rombongan itu merupakan pertandingan yang
menentukan. Kalah menangnya pertandingan antara kedua orang muda yang lihai bu-kan
main itu berarti kalah menangnya pula perang kecil antara kedua rombong-an itu!
Gerakan tali sutera itu makin hebat dan bukan lagi lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh
sinar hitam itu, melainkan bentuk-bentuk segi tiga, segi empat, bahkan ada kalanya sinar itu
memben-tuk segi delapan. Ujung sabuk itu me-nyerang dari delapan penjuru, setiap gerakan
merupakan totokan maut dan didasari tenaga sin-kang yang sangat kuat. Bukan hanya amat
indahnya sinar hitam itu membentuk segi tiga yang ajaib itu, juga gerakannya mengeluarkan
bunyi bercuitan, seolah-olah sinar hitam itu hidup! Itulah permainan tali sutera atau sabuk
yang gerakannya berdasarkan Ilmu Silat Pat-sian-sin-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa) warisan
dari kitab-kitab pusaka peninggalan Pendekar Wanita sak-ti Mutiara Hitam! Nirahai telah
mencip-takan ilmu dengan tali sutera ini khusus untuk puterinya setelah dia meemperoleh
kenyataan bahwa puterinya berbakat ba-ik sekali dalam menggunakan sabuk atau tali sutera
halus dan lemas sebagai sen-jata yang ampuh.
Diam-diam Wan Keng In terkejut dan makin kagum. Dia maklum bahwa kalau dia
menghadapi permainan tali sutera lawan yang amat lihai ini dengan tangan kosong saja,
lama-lama dia ter-ancam bahaya maut. Ternyata tingkat kepandaian puteri Ketua Thianliong-pang ini benar-benar mengejutkan hati-nya. Kalau dia berpedang, agaknya dia masih
akan dapat keluar sebagai peme-nang dengan membabat putus tali itu. Akan tetapi, kalau
dia menggunakan pe-dang dan terpaksa merusak tali sutera itu, tentu dara yang
menjatuhkan hati-nya itu akan tersinggung dan marah. Sebaliknya kalau hendak
menaklukkan da-ra ini dengan tangan kosong, benar-benar merupakan hal yang amat sulit,
betapa pun tinggi ilmu kepandaiannya. Dia ha-rus menggunakan akal dan hal ini meru-pakan
kelebihan dalam kepala Wan Keng In dibandingkan dengan orang-orang mu-da lainnya.
Pemuda ini cerdik bukan main, pandai menggunakan siasat-siasat yang tak terduga-duga
dalam keadaan darurat seperti saat itu.
Ketika ujung sabuk atau tali hitam itu untuk kesekian kalinya menotok ke arah jalan darah
Kin-ceng-niat di pun-dak kiri, tempat yang tidak begitu berbahaya dan yang dapat ia tutup
dengan hawa sin-kang, dia sengaja berlaku lam-bat dan ujung tali sutera itu dengan te-pat
menotok pundaknya yang sudah ia tutup jalan darahnya dan terlindung oleh sin-kang yang
kuat. "Prattt!"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
458 Tepat pada saat ujung tali sutera itu menotok pundak, tangan kanan Wan Keng In
menyambar dan ia berhasil menangkap ujung tali sutera hitam! Mi-lana terkejut bukan main.
Tadinya dia sudah merasa girang karena totokannya berhasil, akan tetapi alangkah
kagetnya ketika ia melihat bahwa pemuda itu sa-ma sekali tidak menjadi lumpuh, bahkan
telah berhasil menangkap ujung tali su-teranya! Namun, Milana tidak menjadi panik. Dia
mengerahkan sin-kangnya, mainkan pergelangan tangannya dan de-ngan penyaluran
tenaga sin-kang dia menggerakkan tali suteranya dan.... tu-buh Wan Keng In terbawa oleh
melun-curnya tali sutera itu ke udara! Milana terus menggerakkan tali suteranya, me-mutar
tali itu ke atas, makin lama makin cepat sehingga tubuh Wan Keng In yang masih berada di
ujung tali karena pemuda itu tidak mau melepaskan ujung tali sutera, terbawa pula terputarputar! Para anak buah rombongan kedua pi-hak yang menjadi penonton dengan ha-ti diliputi
penuh ketegangan itu menonton dengan mata terbelalak. Demiki-an tegang rasa hati mereka
itu mena-han napas ketika menyaksikan perten-dingan mati-matian yang kelihatannya
seperti main-main atau permainan akro-bat yang dilakukan oleh dua orang muda-mudi yang
elok dan tampan!
Wan Keng In sengaja membiarkan di-rinya terbawa oleh tali yang diputar-putar itu. Kalau dia
mau, tentu saja dia dapat mengerahkan sin-kang dan menga-du kekuatan dengan dara itu
mempere-butkan tali sutera. Akan tetapi hal ini tentu akan mengakibatkan tali itu pu-tus, hal
yang tidak dia kehendaki kare-na putusnya tali itu bukan berarti bah-wa dia telah menang,
akan tetapi yang jelas gadis itu tentu akan marah dan benci kepadanya. Tidak, dia tidak
menggunakan akal itu, melainkan hendak menggunakan akal lain. Kalau dia dapat merayap
melalui tali, makin lama makin dekat, tentu akhirnya dia akan berhadap-an dengan dara jelita
itu dan kalau su-dah begitu, mudahlah baginya untuk membuat dara itu tidak berdaya tanpa
melukainya. Dengan hati-hati dan per-lahan, mulailah Wan Keng In merayap melalui tali
yang panjang itu, sedikit demi sedikit, bergantung dengan meng-ganti-ganti tangan sambil
tubuhnya ma-sih terputar-putar cepat sekali sehingga dalam pandangan orang lain,
tubuhnya berubah menjadi banyak sekali!
Mungkin bagi penonton lain tidak ada yang tahu akan usaha Wan Keng In mendekati lawan
dengan cara mera-yap perlahan-lahan melalui tali sutera yang panjang itu, akan tetapi
Milana dapat melihat atau lebih tepat lagi da-pat merasakan gerakan lawan yang ber-ada di
ujung tali sutera itu. Dara ini tidak bodoh, dan maklum bahwa kalau sampai pemuda itu
dapat mendekatinya, belum tentu dia akan dapat menandingi pemuda yang memiliki
kepandaian luar biasa itu. Maka begitu melihat pemuda itu perlahan-lahan merayap dekat,
diam-diam Milana menggerakkan tangan kiri-nya dan hanya memutar tali itu dengan tangan
kanan. Tangan kirinya menyusup ke dalam kantung jarumnya dan tampak tiga kali dia
menggerakkan tangan kiri-nya ke depan. Gerakan tangan yang ti-dak begitu tampak, karena
sambitan ja-rum-jarumnya itu ia lakukan dengan per-gelangan tangan dan jari-jari tangan.
Namun, tiga kali tampak sinar halus me-nyambar ke arah tubuh Wan Keng In yang terbawa
tali berputaran, sinar ke-merahan halus dari jarum-jarum Siang-tok-ciam (Jarum Racun
Wangi)! "Celaka....!" Wan Keng In berseru ka-get ketika melihat menyambarnya sinar halus dan
mencium bau harum. Tahulah dia bahwa dia yang sedang diputar-putar seperti kitiran itu kini
diserang dengan senjata-senjata rahasia yang amat halus dan mengandung racun yang
bahunya ha-rum pula! Namun Wan Keng In selain telah mempelajari ilmu-ilmu tingkat tinggi
dari ibunya, juga telah menerima gemblengan dari Cui-beng Koai-ong yang sakti, maka


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biarpun keadaannya itu amat berbahaya, namun dia masih bersikap tenang dan tiba-tiba
tubuhnya yang berada di ujung tali sutera itu membuat gerakan berputar pula! Hebat bukan
main pemandangan di waktu itu. Tubuh di ujung tali sutera itu berputar-an, sedangkan tali itu
sendiri berpu-tar cepat. Dengan gerakan berputaran ini, Wan Keng In dapat menyelamatkan
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
459 diri dan mengelak dari sambaran jarum-jarum Siang-tok-ciam. Namun dia juga telah
menemukan akal baru yang luar biasa dan cerdik sekali.
Dengan pengukuran tenaga yang te-pat, Wan Keng In dapat mengerahkan sin-kangnya dan
memberatkan tubuhnya sehingga tiba-tiba tali sutera yang ber-putar itu tak dapat dikuasai
lagi oleh kedua tangan Milana dan berputar meli-bat tubuh dara itu.
"Aihhhh....!" Milana menjerit kaget, sadar setelah terlambat karena tali yang berputar cepat
itu kini telah membuat beberapa putaran mengelilinginya dan karena tali menurun akibat
berat-nya tubuh Wan Keng In, maka tali itu membelit-belit tubuhnya, menelikung kedua
lengannya sendiri! Terdengar sua-ra Wan Keng In tertawa-tawa sambil te-rus membuat
gerakan mengayun sehingga tali itu biarpun tidak lagi dipegang oleh Milana, masih terus
berputar meli-bat tubuh Milana yang berusaha meron-ta-ronta.
"Ha-ha-ha, Nona manis. Bukankah de-ngan begini berarti engkau telah terta-wan olehku
seperti tertawannya hatiku olehmu?"
Tiba-tiba terdengar bunyi keras. "Krakkkkk!" dan dari dalam lubang ku-buran tampak
bayangan berkelebat, dida-hului sinar kilat menyambar ke arah ta-li sutera.
"Bretttt!" Tali sutera itu putus dan tubuh Wan Keng In yang masih terayun di ujung tali, tentu
saja terpelanting. Untung dia masih dapat berjungkir balik sehingga tidak terbanting ke atas
tanah. Milana mempergunakan kesempatan baik itu untuk melepaskan diri. Ketika dia melihat
bahwa yang muncul adalah seorang wanita muda yang cantik, segera dia mengenal wanita
itu sebagai gadis yang pernah mengacau Thian-liong-pang di rumah penginapan. Dia
menjadi terkejut dan khawatir sekali, maka menggu-nakan kesempatan selagi gadis itu
ber-hadapan dengan Wan Keng In, dia mem-beri isyarat kepada anak buahnya dan
meninggalkan tempat itu dengan cepat. Anak buahnya pergi sambil membawa jenazahjenazah para kawan yang menja-di korban. Rombongan Pulau Neraka ti-dak mencegah
mereka melarikan diri karena merasa jerih terhadap Milana, apalagi kini tuan muda mereka
sedang menghadapi lawan baru berupa dara per-kasa yang galak, murid dari datuk mere-ka
yang selama sepekan ini berlatih di dalam tanah kuburan bersama datuk me-reka, Bu-tek
Siauw-jin! Mereka menjadi bingung dan tidak berani turut campur, memandang dengan hati
penuh ketegang-an.
"Keparat, siapa engkau...." Ehhh, kiranya kau, bocah setan dari Pulau Es" Ha-ha-ha, kukira
siapa! Dan Li-mo-kiam masih berada di tanganmu" Bagus....! Kau harus berikan Li-mo-kiam
kepadaku, agar dapat kuhadiahkan kepada calon is-teri.... haiiii! Ke mana dia....!" Wan Keng
In menoleh dan ketika dia melihat Mila-na sudah tidak berada di situ lagi, dia menjadi
bengong dan mencari ke sana-sini dengan pandang matanya.
"Siauw-tocu, mereka telah pergi....!" kata seorang di antara anak buahnya.
"Tolol! Goblok kalian semua! Mengapa boleh pergi" Hayo kita...." belum habis ucapannya
Wan Keng In terkejut sekali dan terpaksa dia melempar tubuh terjengkang ke belakang
untuk meng-hindarkan sinar kilat yang menyambar tubuhnya. Kiranya Kwi Hong telah
menyerang dengan menusukkan Li-mo-kiam ke arah dadanya. Gerakan gadis ini cepat
sekali sehingga hampir saja dia menjadi korban. Marahlah Wan Keng In.
"Kau berani melawan aku" Hemm, apa yang kauandalkan" Pedang itu" Baik, kita lihat
siapa yang lebih unggul antara murid Pulau Neraka dan murid Pulau Es!"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
460 Setelah berkata demikian, Wan Keng In menggerakkan tangan kanannya, mera-ba
punggung di balik jubah. Ketika ta-ngannya diangkat, tampak sinar kilat dan Lam-mo-kiam
sudah berada di tangannya!
Kwi Hong amat membenci pemuda ini. Kemarahannya memuncak ketika dia melihat Lammo-kiam di tangan pemuda itu. Dia tahu bahwa itu adalah pedang Gak Bun Beng yang
dirampas oleh Keng In. Semenjak dia masih belum dewasa, bocah Pulau Neraka ini su-dah
menjadi musuhnya.
"Keparat jahanam! Manusia tidak ke-nal malu! Pedang curian kaupamerkan di sini. Bukan
aku yang harus menyerah-kan Li-mo-kiam kepadamu, melainkan engkau yang harus
memberikan Lam-mo--kiam itu kepadaku sebelum lehermu putus!"
"Singgggg....!" sinar kilat di tangan Kwi Hong menyambar ke depan, disam-but sinar kilat
yang sama di tangan Wan Keng In.
"Wuuuuiiiitttt!"
Dua orang itu terkejut bukan main karena pedang mereka tertolak ke bela-kang sebelum
bertemu! Seolah-olah dari sepasang pedang itu timbul hawa yang ajaib yang membuat
kedua pedang tidak dapat saling sentuh, melainkan terdo-rong membalik oleh tenaga mujijat
tadi! Namun Kwi Hong tidak mempeduli-kan hal ini dan cepat dia menyerang lagi. Terjadilah
perang tanding yang amat hebat, lebih menegangkan daripada pertandingan antara Wan
Keng In dan Milana tadi, karena kini kedua orang muda itu mempergunakan sepasang
pe-dang yang membuat para penonton me-rasa tubuhnya panas dingin. Baru sinar dan
hawa pedang itu telah membuat me-reka yang berada di situ meremang semua bulu di
badan dan mengkirik. Hal ini tidaklah mengherankan karena kini yang mengeluarkan sinar
adalah Sepasang Pe-dang Iblis yang memiliki hawa mujijat seolah-olah dikendalikan oleh
roh-roh dan iblis-iblis yang haus darah!
Memang hebat sekali pertandingan antara kedua orang muda itu. Hebat, menyilaukan mata
dan amat aneh sehing-ga menyeramkan para penonton. Betapa tidak aneh kalau kedua
orang itu berge-rak cepat sehingga bayangan mereka tertutup gulungan dua sinar pedang
yang seperti kilat berkelebatan, akan tetapi sama sekali tidak pernah terdengar suara
beradunya senjata" Seolah-olah tidak pernah ada yang menangkis, padahal ke-dua orang
itu mainkan pedang secara dahsyat dan ada kalanya untuk menye-lamatkan diri, jalan satusatunya hanya menangkis. Akan tetapi, begitu seorang di antara mereka menggerakkan
pedang menangkis, serangan lawan terhalau oleh tangkisan tanpa kedua pedang itu saling
bersentuhan karena keduanya tentu ter-pental oleh tenaga mujijat. Seolah-olah Sepasang
Pedang Iblis itu keduanya sa-ling tidak mau bersentuhan.
Sebetulnya, kalau ditilik dasarnya, ilmu silat kedua orang muda ini masih satu sumber. Wan
Keng In adalah pute-ra dari Lulu yang sejak kecil menerima gemblengan ilmu dari ibunya ini.
Lulu adalah adik angkat Pendekar Super Sak-ti dan biarpun kemudian Lulu menjadi murid
Nenek Maya, namun sumber dari ilmu silatnya masih tetap sama, yaitu yang berasal dari
Pulau Es, berasal dari Bu Kek Siansu. Tentu saja karena ting-kat kepandaian Pendekar
Super Sakti ja-uh lebih tinggi daripada tingkat kepan-daian Lulu, apa yang diajarkan kepada
Kwi Hong sebenarnya bermutu lebih tinggi pula daripada pelajaran yang dite-rima Wan Keng
In dari ibunya. Akan te-tapi, setelah Keng In digembleng oleh kakek sakti yang tidak seperti
manusia, Cui-beng Koai-ong, kepandaian pemuda itu meningkat secara tidak lumrah
se-hingga tingkatnya kini bahkan sudah me-lampaui tingkat kepandaian ibunya sendi-ri!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
461 Keng In merasa penasaran sekali. Ka-lau saja tidak mengingat bahwa gadis ini adalah
murid Pendekar Siluman atau Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es, tentu dia sudah
mengeluarkan ilmu-ilmu-nya yang mujijat, yang ia dapatkan dari gurunya. Akan tetapi dia
tidak mau membunuh Kwi Hong. Dia ingin mena-wannya, untuk menunjukkan kepada
Ma-jikan Pulau Es yang dibencinya, orang yang telah membikin sengsara hati ibu
kandungnya, bahwa dia tidak takut meng-hadapi Pulau Es, dan dia bahkan ingin
mempergunakan nona ini untuk meman-cing datangnya Pendekar Siluman untuk bertanding!
Tiba-tiba Wan Keng In mengeluarkan suara gerengan yang tidak lumrah manu-sia.
Gerengan yang keluar dari pusar-nya, melalui kerongkongan dan menge-luarkan getaran
yang seolah-olahmembuat bumi tergetar! Kwi Hong sendiri men-jadi pucat wajahnya dan
biarpun dia te-lah mengerahkan sin-kang, tetap saja jan-tungnya tergetar dan gerakannya
tidak tetap. Pada saat itu, ilmu pedang yang dimainkan oleh Keng In telah berubah aneh dan
ganas bukan main. Kwi Hong merasa gentar, jantungnya berdebar dan melihat pemuda itu
menggerakkan pe-dangnya, ia menjadi pening, seolah-olah ia melihat lawannya menjadi
tinggi besar dan menakutkan, gerakannya menjadi lu-ar biasa cepat dan kuatnya! Kalau saja
dia tidak sedikit-sedikit memetik gerak-an kilat gurunya, tentu saja sudah kena dicengkeram
oleh tangan kiri Keng In yang menyelingi gerakan pedangnya!
"Hyaaahhh!" tiba-tiba Keng In mem-bentak, tubuhnya secara mendadak ber-gulingan dan
pedangnya membabat seca-ra bertubi-tubi ke arah kedua kaki Kwi Hong. Dara ini cepat
meloncat-loncat dan menjauhkan diri, akan tetapi tiba-tiba lawannya bangkit dan memukul
de-ngan tangan kiri terbuka. Serangkum dorongan telapak tangan ini menyambar ke arah
dada Kwi Hong. "Aihhh!" Dara ini cepat melakukan gerak mendorong yang sama, dengan tangan kirinya,
didorongkan ke arah ta-ngan lawan sambil mengerahkan tenaga Inti Es yang dilatihnya di
Pulau Es. "Wesss....!" Dua tenaga raksasa ber-temu di udara, di antara kedua telapak tangan yang
terpisah dua kaki saja. Te-naga panas bertemu dengan dingin dan akibatnya Kwi Hong
terjengkang ke belakang karena di saat tenaga itu berte-mu kembali Keng In mengeluarkan
ge-rengan yang menggetarkan jantung itu. Sebelum dia sempat meloncat, Keng In sudah
menotok punnggungnya dan begitu lengan Kwi Hong lemas, cepat pedang Li-mo-kiam telah
dirampasnya! Biarpun tubuhnya sudah menjadi le-mah dan lumpuh, Kwi Hong masih dapat menggunakan
mulutnya untuk memaki-maki,
"Pengecut! Curang engkau! Tak tahu malu! Pencuri busuk, hayo kembalikan pedangku dan
kita bertanding secara bersih! Kau menggunakan ilmu siluman, keparat busuk!"
"Ikat dia dan bungkam mulutnya!" Keng In berkata sambil membelakangi Kwi Hong,
menyimpan Li-mo-kiam disa-tukan dengan Lam-mo-kiam, disembunyi-kan di balik jubahnya.
Dia berdiri de-ngan sikap sombong, menengok ke kanan kiri, tersenyum mengejek sambil
berkata, mengerahkan khi-kangnya sehingga su-aranya terdengar sampai jauh.
"Haiiii! Pendekar Siluman Si Kaki Buntung! Lihat, muridmu telah kutawan! Kalau kau
memang seorang gagah, da-tanglah dan bebaskan muridmu!"
Wajah para anak buah Pulau Neraka menjadi pucat mendengar tantangan yang keluar dari
mulut Majikan Muda itu! Betapapun lihainya Tuan Muda mereka itu, namun tidak selayaknya
menantang Pendekar Siluman seperti itu! Baru men-dengar nama Pendekar Siluman saja,
wa-jah mereka sudah menjadi pucat, apalagi ditantang oleh majikan mereka!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
462 "Kau berani membuka mulut besar karena kau tahu bahwa Pamanku tidak berada di sini!
Kalau Pamanku berada di sini, tentu engkau tak berani berna-pas! Jangankan dengan
Paman, dengan aku pun kalau engkau tidak berlaku curang, menggunakan ilmu siluman,
engkau tak-kan mampu menang. Pengecut busuk, manusia keparat tak tahu malu!"
"Cepat bungkam mulutnya!" Keng In membentak tanpa menoleh. Seorang wanita anggauta
Pulau Neraka yang bermuka biru muda, cepat menggunakan sehelai saputangan untuk
menutup mulut Kwi Hong, diikatkan ke belakang leher, kemudian dia melanjutkan pekerja-an
mengikat tangan Kwi Hong yang di-belenggu dan ditelikung ke belakang punggungnya. Dara
itu dalam keadaan setengah lumpuh, tak dapat meronta, hanya membelalakkan mata
memandang ke arah punggung Keng In penuh keben-cian dan kemarahan.
"Cepat persiapkan orang-orang me-ngejar rombongan Thian-liong-pang! Pu-teri Ketua
Thian-liong-pang itu harus da-pat kutaklukkan!" kata Wan Keng In ke-pada orang-orangnya.
"Bagaimana dengan nona ini, Siauw-tocu....?" Wanita itu bertanya, matanya penuh
ketakutan memandang ke arah lubang kuburan ke arah peti yang masih tertutup tanah, peti
tempat datuk Pulau Neraka berlatih!
"Bawa dia sebagai tawanan, kalau dia banyak rewel, seret dia! Jangan perbolehkan gadis
galak ini banyak tingkah!"
"Siauw-tocu.... akan tetapi.... dia.... dia...."
"Banyak rewel kau!" Wan Keng In membentak, akan tetapi matanya terbelalak kaggt melihat
wanita yang tadi bi-cara dan membelenggu serta membung-kam mulut Kwi Hong telah roboh
terlen-tang dengan mata mendelik dan nyawa putus! Dan dia melihat Kwi Hong duduk
bersila dengan mata dipejamkan dan alis berkerut, seperti orang yang sedang
memperhatikan sesuatu. Dan memang pada saat itu, Kwi Hong sedang mende-ngarkan
suara yang berbisik-bisik di de-kat telinganya, suara gurunya, Bu-tek Siauw-jin seolah-olah
bicara di dekatnya akan tetapi yang sama sekali tidak ber-ada di situ. Ketika tadi dia melihat
wa-nita Pulau Neraka itu tiba-tiba roboh terjengkang dan mendengar suara itu, tahulah ia
bahwa gurunya telah turun tangan!
"Bocah tolol, mana patut menjadi muridku kalau tertotok dan terbelenggu seperti itu saja
tidak mampu melepas-kan diri" Apa sudah lupa akan latihan membangkitkan kekuatan
secara otoma-tis mengandalkan tenaga Inti Bumi yang baru saja kaudapatkan dan yang
menjadi dasar dari semua tenaga yang ada?"
Kwi Hong memejamkan mata dan mengerahkan semua perhatian akan pe-tunjuk gurunya
yang diberikan lewat bi-sikan-bisikan itu. Dia mentaati petunjuk itu dan.... tiba-tiba darahnya
mengalir kembali dan totokan itu tertembus oleh hawa Inti Bumi dari dalam! Setelah totok-an
terbebas, sekali mengerahkan tenaga belenggunya yang hanya terbuat dari tali itu putus
semua dan sekali renggut dia telah melepaskan saputangan yang menutupi mulutnya,
kemudian melon-cat berdiri!
Wan Keng In memandang dengan ma-ta terbelalak. Totokannya adalah totok-an yang tidak
lumrah, bukan totokan biasa melainkan totokan yang ia latih dari gurunya. Menurut gurunya,
tidak ada orang di dunia ini yang akan dapat memulihkan orang yang terkena totokannya
karena totokan itu mengandung raha-sia tersendiri. Bahkan menurut gurunya, Pendekar
Siluman sendiri pun belum ten-tu mampu membebaskan orang yang ter-totok olehnya.
Bagaimana sekarang ga-dis itu, tanpa bantuan, sanggup membebaskan" Kalau hanya
memutuskan be-lenggu itu, dia tidak merasa heran, akan tetapi dapat membebaskan diri
da-ri totokannya, benar-benar membuat dia menjadi ngeri! Tentu ada yang memberi
petunjuk! Otomatis dia menoleh ke ka-nan kiri dan hatinya menjadi kecut. Ja-ngan-jangan
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
463 Pendekar Siluman yang ditantangnya telah berada di sekitar situ dan memberi petunjuk
kepada gadis itu lewat bisikan yang dikirim melalui tenaga khi-kang!
"Pendekar Siluman! Kalau kau sudah datang, mari kita bertanding sampai se-laksa jurus!"
Dia menantang sambil mera-ba gagang pedang di balik jubah.
"Tutup mulutmu yang sombong! Aku masih sanggup melawanmu!" Kwi Hong membentak
dan tiba-tiba dia menubruk maju, memukul dengan dorongan kedua tangannya ke arah dada
dan pusar. Pu-kulan yang hebat karena kalau tangan kirinya dia menggunakan tenaga Swatim Sin-ciang yang dingin, tangan kanan-nya yang menghantam ke pusar dia isi dengan
saluran tenaga Hwi-yang Sin-ciang yang panas. Melihat ini, Keng In meloncat ke belakang,
akan tetapi tiba-tiba Kwi Hong yang kedua pukulannya lu-put itu telah jatuh ke atas tanah
dengan terbalik, kemudian tanpa disangka-sangka kedua kakinya menendang ke belakang
dan tepat mengenai paha dan perut Keng In. Tenaga tendangan model sepak kuda ini bukan
main kuatnya sehingga biarpun Keng In sudah mengerahkan sin-kang, tetap saja terlempar
sampai lima meter jauhnya!
"Berhasil....!" Kwi Hong bersorak sambil meloncat bangun. Akan tetapi ia segera kecewa
karena mendengar bi-sikan gurunya mengomel. "Apa artinya kalau hanya mampu membuat
dia ter-lempar" Hayo lawan terus, pergunakan Tenaga Inti Bumi!"
Kwi Hong melihat bahwa Keng In su-dah meloncat turun dan biarpun sepasang mata
pemuda itu terbelalak penuh kehe-ranan terhadap ilmu tendangan yang aneh dan tidak patut
itu, dia tidak ter-luka dan mukanya yang tampan memba-yangkan kemarahan.
"Engkau sudah bosan hidup!" bentak-nya dan tiba-tiba tubuhnya sudah mence-lat ke depan
dan tampak sinar kilat ber-kelebat ketika tangannya mencabut kelu-ar Li-mo-kiam. Sekali ini
dia benar-benar mengambil keputusan untuk mem-bunuh gadis itu dengan pedang gadis itu
sendiri yang tadi dirampasnya.
"Aahhh....!" Tiba-tiba Keng In berdiri tak bergerak, pedang yang diangkat ke atas kepala itu
tidak jadi dilanjutkan gerak serangannya dan dia memandang ke depan dengan muka pucat.
Di depan-nya telah berdiri Bu-tek Siauw-jin, Si Kakek Pendek yang tahu-tahu telah ber-ada
di depan pemuda itu dengan lengan kiri dilonjorkan, tangan terlentang terbu-ka seperti orang
minta-minta! "Kembalikan pedang muridku itu!"
Sejenak Keng In terbelalak bingung, masih belum dapat menerima ucapan itu. Gadis itu
murid susioknya" Teringat dia akan anggauta Pulau Neraka yang tewas secara aneh. Kini
mengerti-lah dia. Tentu Bu-tek Siauw-jin yang telah membunuh wanita yang membelenggu
Kwi Hong, dan kakek ini pula yang membuat gadis itu mampu membe-baskan diri daripada
totokannya! Keng In adalah seorang pemuda yang tidak mengenal takut, akan tetapi meng-hadapi
paman gurunya ini yang bahkan disegani oleh Cui-beng Koai-ong sendiri, dia tidak berani
melawan. Hanya keraguannyalah yang membuat dia ma-sih belum menyerahkan pedang
yang di-minta itu.
"Akan tetapi.... Susiok...."
"Masih berani membantah dan tidak berikan pedang itu kepadaku?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
464 Cepat dan gugup Keng In menyerah-kan pedang itu yang diterima oleh Bu-tek Siauw-jin dan
dilemparkannya pedang itu kepada muridnya. Kwi Hong menyam-but pedang itu dengan hati
girang se-kali.
"Maaf, Susiok. Teecu tidak tahu bah-wa dia murid Susiok...."
"Hemmm, sekarang sudah tahu!"
"Tapi.... dia adalah keponakan dan murid Pendekar Siluman!"
"Ha-ha-ha-ha-ha-heh-heh! Dan engkau sendiri siapa, anak siapa" Heh-heh, seti-daknya
Pendekar Siluman adalah Maji-kan yang tulen dari Pulau Es!"
Mendengar ucapan ini, wajah Keng In menjadi merah sekali. Dia merasa terhina dan marah,
akan tetapi terpaksa dia menahan kemarahannya. Dengan ucapan itu, paman gurunya yang
ugal-ugalan itu hendak mengingatkan bahwa dia hanyalah putera dari seorang Maji-kan atau
Ketua Boneka dari Pulau Nera-ka! Sama saja dengan mengatakan bah-wa paman gurunya
itu masih lebih baik daripada gurunya dalam hal menerima murid dan bahwa keponakannya
atau murid dari Majikan Pulau Es masih lebih baik daripada putera dari Ketua Bo-neka Pulau


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Neraka! "Susiok....!"
"Kau mau apa?"
"Teecu tidak apa-apa, akan tetapi teecu akan menceritakan kepada Suhu tentang keanehan
ini." "Hemmm, kalau engkau mengira akan dapat mempergunakan Gurumu sebagai perisai
maka engkau adalah seorang pengecut dan seorang yang bodoh!"
"Teecu tidak bermaksud mengadu.... hanya...., teecu rasa Susiok telah salah menerima
murid...."
"Desssss!" Tiba-tiba tubuh Keng In terpental sampai beberapa meter jauh-nya. Tidak
tampak kakek pendek itu menyerang, akan tetapi tahu-tahu pemu-da itu terlempar! Keng In
cepat melon-cat berdiri lagi, diam-diam dia terkejut akan tetapi juga lega bahwa susioknya
yang aneh itu tidak melukainya.
"Engkau berani memberi kuliah kepa-daku tentang bagaimana mengambil mu-rid?" Bu-tek
Siauw-jin membentak.
"Maaf, teecu mohon diri....!"
"Pergilah! Dan ingat, kelak muridku ini yang akan menandingimu!"
Keng In menjura dan meloncat pergi, loncatannya jauh sekali seperti terbang sehingga
mengagumkan hati Kwi Hong.
Lebih terkejut lagi gadis ini ketika men-dengar suara bisikan yang halus dan je-las dari jauh,
suara pemuda itu.
"Kita sama lihat saja apakah perempuan bodoh ini akan dapat menan-dingiku!"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
465 Bu-tek Siauw-jin mengerutkan alisnya dan menoleh kepada para anak buah Pu-lau Neraka
yang kini sudah menjatuhkan diri berlutut semua. "Lekas kalian pergi dari sini, tinggalkan
mayat-mayat itu biar dimakan burung gagak!"
Anak buah Pulau Neraka itu menjura, kemudian bangkit dan pergi tanpa me-ngeluarkan
kata-kata lagi. Bu-tek Siauw-jin lalu berkata kepada muridnya, suara-nya singkat dan ketus,
berbeda dengan biasanya yang suka berkelakar. "Mari ki-ta pergi!" Kwi Hong menurut dan
berja-lan mengikuti kakek pendek itu keluar dari tanah kuburan, menuruni bukit ke-cil. Akan
tetapi akhirnya dia tidak kuat menahan penasaran hatinya dan berka-ta, "Suhu, bagaimana
engkau bersikap be-gitu kejam, membiarkan mayat anak bu-ahmu terlantar di sana dan
dimakan ga-gak?"
Mulut kakek itu tidak kelihatan berge-rak, akan tetapi terdengar suara ketawa-nya, seolaholah suara itu keluar dari perut melalui lubang lain, bukan mulut!
"Heh-heh-heh! Engkau merasa kasih-an kepada mayat yang tidak bernyawa lagi, akan
tetapi tidak kasihan kepada burung-burung gagak yang kelaparan!"
Kwi Hong terbelalak. "Suhu! Biarpun sudah menjadi mayat yang tak bernya-wa, akan tetapi
itu adalah mayat-mayat manusia! Teecu tidak biasa bersikap ke-jam, sejak kecil diajar
supaya berperike-manusiaan oleh paman atau guru teecu!"
Tiba-tiba Bu-tek Siauw-jin menghen-tikan langkahnya dan memandang murid-nya dengan
mata lebar dan mulut menyeringai, kemudian dia tertawa berge-lak, "Ha-ha-ha-ha! Semenjak
kecil, manu-sia diajar segala macam kebaikan! Manu-sia mana yang sejak kecilnya tidak
dia-jar dan dijejali segala macam pelajaran tentang kebaikan oleh ayah bunda atau gurugurunya" Agama bermunculan dengan para pendetanya. Ahli-ahli kebatinan bermunculan
saling bersaing, mereka se-mua berlumba untuk menjejalkan pela-jaran tentang kebaikan
kepada manusia-manusia, semenjak manusia masih kecil sampai menjadi kakek-kakek.
Akan tetapi, adakah seorang saja manusia yang baik di dunia ini" Setiap orang manusia,
menurut ajaran agama masing-masing, berlumba keras dalam teriakan anjuran agar
mencinta sesama manusia, namun di dalam hati masing-masing menanam dan memupuk
perasaan saling benci, bah-kan yang pertama-tama membenci saing-an masing-masing
dalam menganjurkan cinta kasih antar manusia! Gilakah ini" Atau aku yang gila" Ha-ha-ha!
Muridku, kalau engkau melakukan kebaikan kare-na ajaran-ajaran itu, bukanlah kebaikan
sejati namanya melainkan melaksanakan perintah ajaran itu! Engkau ini manusia ataukah
boneka yang hanya bergerak da-lam hidup menurut ajaran-ajaran yang membusuk dan
melapuk dalam gudang ingatanmu?"
"Engkau sendiri dalam pertandingan, dengan enak saja membunuh manusia lain, sama
sekali tidak merasa akan kekejaman perbuatanmu, akan te-tapi baru melihat aku
meninggalkan ma-yat agar membikin kenyang perut gagak yang kelaparan, kaukatakan
kejam! Ha-ha-ha, muridku. Pelajaran pertama bagi manusia umumnya, termasuk aku,
adalah mengenal wajah sendiri yang cantik, akan tetapi juga mengenal isi hati dan pi-kiran
kita sendiri yang busuk, jangan hanya mengagumi lekuk lengkung tubuh sendiri yang
menggairahkan akan tetapi juga mengenal isi perut yang tidak menggairahkan!"
Kwi Hong memandang gurunya dengan sinar mata bingung. Gurunya ini bukan manusia
lumrah, bukan orang wa-ras. Tentu agak miring otaknya. Sekali bicara tentang hidup, kacau
balau tidak karuan. Maka dia diam saja, kemudian melanjutkan langkah kakinya ketika
meli-hat gurunya sudah berjalan kembali de-ngan langkah pendek.
"Kau tentu tidak dapat menangkan Keng In sebelum engkau mahir betul mempergunakan
Ilmu Menghimpun Tenaga Inti Bumi. Bocah itu telah berhasil me-warisi kepandaian Suheng.
Lihat saja warna mukanya tadi!"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
466 Kwi Hong cemberut dalam hatinya tidak senang dikatakan bahwa dia tidak akan menang
menghadapi Keng In. Kini mendengar disebutnya warna muka muda itu dia mengingat-ingat.
"Warna mukanya biasa saja. Mengapa, Suhu?"
"Justru yang biasa itulah yang luar biasa!" Gurunya menjawab dan berjalan terus.
Kwi Hong menoleh, terbelalak tidak mengerti. "Eh, apa maksudmu, Suhu?"
"Begitu bodohkan engkau" Semua mu-rid Pulau Neraka memiliki wajah yang berwarna,
apakah engkau lupa" Bahkan Ketua Boneka, ibu bocah itu sendiri, mu-kanya berwarna putih
seperti kapur! Itu-lah tanda orang yang memiliki tingkat tertinggi Pulau Neraka yang menjadi
akibat himpunan sin-kang yang mengan-dung hawa beracun pulau itu! Bahkan mendiang
Sute Ngo Bouw Ek pun muka-nya masih berwarna kuning, berarti bah-wa ibu bocah itu
masih setingkat lebih tinggi dari padanya. Hanya aku dan Su-heng Cui-beng Koai-ong saja
yang tidak terikat oleh warna muka, bisa mengubah warna muka sesuka hati kami berdua.
Hal itu menandakan bahwa kami berdua adalah dapat mengatasi pengaruh hawa beracun
Pulau Neraka, dan tingkat kami sudah lebih tinggi. Kalau sekarang Wan Keng In sudah
menjadi biasa warna kulit mukanya, hal itu berarti bahwa dia pun sudah terbebas dari
pengaruh hawa bera-cun, berarti tingkatnya sudah lebih ting-gi dari tingkat ibunya sendiri!"
"Wah, hebat sekali kalau begitu!" Diam-diam Kwi Hong bergidik. Kalau benar-benar pemuda
itu tingkatnya su-dah melampaui tingkat kepandaian Maji-kan Pulau Neraka, benar-benar
merupa-kan lawan yang berat! "Teecu meneri-ma gemblengan Suhu, jangan-jangan mu-ka
teecu akan menjadi berwarna pula!"
"Heh-heh-heh, jangan bicara gila! Kalau engkau berlatih di atas Pulau Ne-raka, tentu saja
engkau akan mengalami keracunan dan mukamu berubah-ubah se-suai dengan tingkatmu
sebelum engkau dapat mengatasi hawa beracun itu. Akan tetapi engkau kulatih di luar Pulau
Ne-raka. Pula, engkau telah memiliki dasar sin-kang dari Pulau Es yang amat kuat, kiranya
engkau hanya akan terpengaruh sedikit dan setidaknya kalau engkau berlatih di sana,
engkau mendapatkan war-na putih atau kuning. Sudahlah, mulai sekarang engkau harus
benar-benar men-curahkan perhatian, berlatih dengan te-kun. Melihat kemajuan dan tingkat
bo-cah tadi, aku hanya akan menurunkan ilmu-ilmu yang paling tinggi saja kepada-mu. Ini
pun hanya akan dapat kauandalkan untuk memenangkan pertandingan melawan Keng In
kalau engkau berlatih dengan sungguh-sungguh hati dan mati--matian."
Mereka berjalan terus dan sampai lama keduanya tidak bicara. Tiba-tiba Kwi Hong
bertanya, "Suhu, sebetulnya yang mempunyai kepentingan mengalah-kan Wan Keng In itu
siapakah" Teecu ataukah Suhu?"
Kakek itu berhenti dan menengok ke-pada muridnya, memandang dengan mata terbelalak
kemudian tertawa bergelak, "Ha-ha-ha, habis kaukira siapa?"
"Teecu tidak mempuyai urusan priba-di dan tidak mempunyai permusuhan lang-sung
dengan pemuda Pulau Neraka itu, sungguhpun teecu tidak suka kepadanya. Kalau tidak
kebetulan bertemu dengan-nya, teecu tidak bertempur dengannya dan teecu juga tidak akan
mencari-cari dia untuk diajak bertanding. Hal itu berarti bahwa kalau teecu mati-matian
mempe-lajari ilmu sudah tentu bukan dengan tu-juan untuk semata-mata kelak dipergunakan
untuk menandingi orang itu."
"Kalau begitu, mengapa tadi engkau sudah enak-enak di dalam peti, tahu--tahu engkau
keluar dan menyerangnya?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
467 "Karena teecu tidak ingin dia men-celakai dara itu."
"Hemm, bocah puteri Ketua Thian--liong-pang itu! Mengapa engkau memban-tunya?"
Kwi Hong tak dapat menjawab. Tadi ketika ia membuka peti matinya dan melihat Milana, ia
segera mengenal dara itu sebagai Milana, puteri dari paman-nya, puteri Pendekar Super
Sakti dan Puteri Nirahai! Akan tetapi, begitu mendengar bahwa dara itu adalah pute-ri Ketua
Thian-liong-pang, dia menjadi ragu-ragu, bahkan teringat bahwa yang hampir mencelakainya
ketika dia mengin-tai di rumah penginapan rombongan Thian-liong-pang, yang
menggunakan tali sutera hitam panjang, juga gadis itulah! Benarkah gadis itu Milana" Kalau
benar Milana, mengapa disebut puteri Ketua Thian-liong-pang" Maka, kini pertanyaan
gurunya tak dapat ia menjawabnya se-belum dia yakin benar apakah dara itu Milana atau
bukan. "Teecu.... teecu tidak bisa diam saja melihat seorang gadis terancam bahaya."
"Ha-ha-ha, cocok dengan semua pela-jaran tentang kebaikan yang kauterima sejak kecil
dari Pamanmu?"
Disindir demikian, Kwi Hong diam saja, hanya cemberut. Kemudian dia mendapat
kesempatan membalas. "Telah teecu katakan tadi bahwa teecu tidak mempunyai
kepentingan mengalahkan Wan Keng In. Akan tetapi Suhu agaknya bersemangat benar
untuk melihat teecu mengalahkan dia! Apakah bukan karena Suhu ingin bersaing dengan
Supek Cui--beng Koai-ong?"
Kakek itu melotot, kemudian menghe-la napas dan membanting-banting kaki-nya seperti
sikap seorang anak-anak yang jengkel hatinya. "Sudahlah! Sudahlah! Engkau benar!
Memang demikian adanya. Suheng telah melanggar sumpah, meng-ambil murid! Maka aku
pun memilih eng-kau sebagai murid untuk kelak kupergu-nakan menandingi muridnya agar
Suheng tahu akan kesalahannya! Nah, katakan bahwa engkau tidak mau membantu aku!
Tidak usah berpura-pura!"
Kwi Hong tersenyum. Suhunya ini benar-benar seorang yang amat aneh, luar biasa, agak
sinting, sakti seperti bu-kan manusia lagi, akan tetapi sikapnya menyenangkan hatinya!
Biarpun ugal--ugalan, akan tetapi entah bagaimana tidak menjadi benci, malah dia suka
sekali. "Suhu, sebagai murid tentu saja tee-cu akan membantu Suhu karena seba-gai seorang guru
yang mencinta murid-nya, tentu Suhu juga selalu ingin mem-bantu muridnya seperti teecu,
bukan?" "Wah-wah-wah, dalam satu kalimat saja, engkau mengulang-ulang sebutan guru dan murid
beberapa kali sampai aku jadi bingung! Katakan saja, apa yang kau ingin kulakukan untuk
membantumu agar kelak engkau pun akan suka mem-bantuku?"
Kwi Hong tersenyum lebar. Biarpun kelihatan sinting, gurunya ini ternyata cerdik sekali dan
mudah menjenguk isi hatinya. Dia teringat akan urusan Gak Bun Beng, dan teringat akan
niatnya me-ninggalkan pamannya. Dia berniat pergi ke kota raja, membantu Bun Beng
menghadapi musuh-musuhnya yang berat, dan juga untuk merampas kembali pedang Hokmo-kiam yang dahulu dicuri oleh Tan-siucai dan Maharya. Tanpa bantuan seorang sakti
seperti gurunya ini, mana mungkin dia akan berhasil menghadapi orang-orang sakti seperti
Koksu Negara Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun dan dua orang pembantunya yang hebat itu,
se-pasang pendeta Lama dari Tibet, Thian Tok Lama dan Thai Li Lama. Belum lagi kalau
berhadapan dengan Tan-siucai dan gurunya yang sakti, Si Ahli Sihir Maharya!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
468 "Suhu, sebelum bertemu dengan Suhu, teecu telah lebih dulu menjadi keponakan dan murid
Pendekar Super Sakti. Berar-ti, biarpun teecu berhutang kepada Su-hu, akan tetapi teecu
juga sudah berhu-tang budi kepada Pendekar Super Sakti yang belum teecu balas.
Benarkah pen-dapat ini?"
Betapa kaget hati Kwi Hong ketika melihat gurunya itu menggeleng kepala kuat-kuat! "Tidak
benar! Tidak betul! Orang yang melibatkan diri dalam hu-tang-piutang budi, baik yang
berhutang maupun sebagai yang menghutangkan adalah orang bodoh karena hidupnya
ti-dak akan berarti lagi! Katakan saja apa yang akan kaulakukan dan apa yang da-pat
kubantu tanpa menyebut tentang hutang-piutang budi segala macam!"
Kwi Hong menelan ludahnya sendiri. Sukar juga menentukan sikap menghadapi seorang
sinting dan kukoai (ganjil) seper-ti gurunya ini! Akan tetapi dia teringat akan watak gurunya
yang seperti kanak--kanak ketika mengadu jangkerik, yaitu gurunya tidak bisa menerima
kekalahan! Gadis yang cerdik ini segara berkata,
"Suhu, urusan mengalahkan Wan Keng In adalah urusan mudah saja. Asalkan Suhu mau
mengajarkan teecu dengan sungguh-sungguh dan teecu akan berla-tih dengan tekun, apa
sih sukarnya mengalahkan bocah sombong itu" Akan tetapi teecu mempunyai beberapa
orang musuh yang benar-benar amat sukar di-kalahkan, amat sakti, jauh lebih sakti daripada
sepuluh orang Wan Keng In. Bahkan, dengan bantuan Suhu sekalipun teecu masih raguragu dan khawatir apa-kah akan dapat mengalahkan mereka....?"
"Uuuuttt! Sialan kau! Aku sudah ma-ju membantu masih khawatir kalah" Ja-ngan main-main
kau! Siapa musuh-musuh-mu itu" Asal jangan tiga orang penga-wal Tong Sam Cong saja,
masa aku ti-dak mampu kalahkan?"
Yang dimaksudkan oleh kakek itu de-ngan tiga orang pengawal Tong Sam Cong adalah tiga
tokoh sakti dalam dongeng See-yu, yaitu tiga orang pengawal Pen-deta muda Tong Sam
Cong atau Tong Thai Cu yang melawat ke Negara Barat (India) untuk mencari kitab-kitab
Agama Buddha. Mereka itu adalah Si Raja Mo-nyet Sun Go Kong, Si Kepala Babi Ti Pat Kai
dan See Ceng. "Biarpun tidak sesakti para pengawal Tong Thai Cu, akan tetapi teecu sung-guh tidak berani
memastikan apakah dengan bantuan Suhu sekalipun teecu akan dapat mengalahkan
mereka. Mere-ka itu adalah Im-kan Seng-jin Bhong Ji- Kun, Thian Tok Lama, Thai Li Lama
dan Maharya!" Kwi Hong sengaja tidak menyebut nama Tan-siucai karena untuk
menghadapi orang ini tidaklah terlalu be-rat.
Kakek itu tiba-tiba menjadi bengong. "Kau.... bocah begini muda.... sudah mena-nam bibit
permusuhan dengan orang--orang macam mereka itu?"
"Harap Suhu tidak perlu mengalihkan persoalan. Kalau Suhu merasa jerih dan tidak berani
membantu teecu mengha-dapi mereka teecu pun tidak dapat me-nyalahkan Suhu karena
mereka memang amat sakti. Hanya Paman Suma Han saja kiranya yang akan dapat
mengalah-kan mereka."
Kakek itu tersentuh kelemahannya. Mukanya menjadi merah sekali dan kedua lengannya
digerak-gerakkan ke kanan ki-ri. Terdengar suara keras dan empat batang pohon di kanan
kirinya tumbang dan roboh terkena pukulan kedua tangan-nya!
"Siapa bilang aku jerih" Kalau Suma Han pamanmu yang buntung itu dapat menandingi
mereka, mengapa aku tidak" Haiiii, bocah tolol, kau terlalu meman-dang rendah Gurumu!
Lihat saja nanti, aku akan membikin empat orang tua bangka itu terkencing-kencing dan
terkentut-kentut minta ampun kepadamu! Haiii! Mengapa kau bermusuh dengan mereka?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
469 "Pendeta India yang bernama Maharya itu telah membunuh burung-burung garuda
peliharaan dan kesayangan teecu di Pulau Es bahkan telah merampas pe-dang pusaka
yang teecu amat sayang."
"Hemm, aku akan hajar dia dan pak-sa dia mengembalikan pedang. Wah, kau mempunyai
sebuah pedang pusaka lain lagi" Apakah Pedang Iblis macam yang kau bawa itu" Hati-hati,
dengan segala macam pusaka seganas itu, jangan-jangan akan berubah menjadi iblis!"
"Tidak, Suhu. Pedang pusaka itu ada-lah sebatang pedang pusaka sejati yang amat ampuh
dan bersih."
"Heh-heh-heh! Pedang dibuat untuk memenggal leher orang, menusuk tembus dada orang,
merobek perut sampai usus-nya keluar, mana bisa dibilang bersih?"
"Adapun Bhong Ji Kun Si Koksu Te-ngik itu, bersama dua orang pembantu-nya Thian Tok
Lama dan Thai Li Lama, mereka adalah orang-orang yang memimpin pasukan membakar
Pulau Es. Karena itu mereka adalah musuh-musuh besar teecu dan teecu hanya dapat
mengandal-kan bantuan Suhu untuk dapat mengha-jar mereka."
"Uuut! Bocah bodoh. Setelah engkau mempelajari ilmu dariku dengan tekun dan berhasil
baik, apa sih artinya kele-dai-keledai tua beberapa ekor itu" Ti-dak usah kubantu, engkau
sendiri sudah cukup, lebih dari cukup untuk mengalah-kan mereka."
"Akan tetapi, teecu tidak percaya dan tidak akan tenang kalau tidak ber-sama Suhu. Karena
itu, marilah kita per-gi ke kota raja mencari mereka, Suhu."
"Tapi kau harus berlatih...."
"Sambil melakukan perjalanan, teecu akan tekun berlatih."
"Tapi aku harus mampir dulu ke ka-ki Gunung Yin-san, di dekat padang pa-sir."
"Ihh, tempat itu tandus dan sunyi, mengapa Suhu hendak ke sana" Tentu di sana tidak ada
orangnya."
"Memang tidak ada orangnya karena aku ke sana bukan untuk mencari orang."
"Habis, mencari apa?"
"Mencari kelabang!"
"Ihhhh....!"
"Kenapa ihhh" Engkau tidak tahu, kelabang di sana berwarna merah darah, panjangnya
satu kaki, besarnya seibu jari kaki!"
"Ihhhh....!" Kwi Hong mengkirik, ma-kin geli dan jijik.
"Eh, masih belum kagum" Racun ke-labang raksasa merah itu tiada kedua-nya di dunia ini.
Mengalahkan semua racun yang berada di Pulau Neraka!"
Kwi Hong menahan rasa jijik dan ge-linya agar tidak menyinggung hati guru-nya yang
kadang-kadang aneh dan pema-rah itu, maka dia berkata mengangguk--angguk, "Wah,
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
470 kalau begitu hebat. Akan tetapi, untuk apa Suhu mencari Kelabang Raksasa Raja Racun
itu?"

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bulan ini adalah musim bertelur, aku hendak menangkap seekor kelabang betina yang
akan bertelur. Sebelum te-lur-telur itu dikeluarkan, harus dapat kutangkap dia, karena telurtelur yang masih berada di dalam perutnya itu me-ngandung racun yang paling ampuh
kare-na terendam di dalam sumber racun ke-labang itu."
"Hemm, menarik sekali," kata Kwi Hong memaksa diri. "Setelah ditangkap, lalu untuk apa,
Suhu?" "Kupotong bagian perut yang penuh telur itu, kemudian kumasak dengan arak merah...."
"Wah, dimasak dengan arak perut pe-nuh telur beracun ganas itu?" Kwi Hong menelan
ludah, bukan saking kepingin melainkan untuk menekan rasa muaknya. "Mengapa menyiksa
betinanya yang sedang bertelur, Suhu" Bukankah kabar-nya kelabang jantan lebih hebat
racunnya?"
"Memang demikian biasanya, akan te-tapi setelah tiba masa kawin disusul masa bertelur,
semua racun berkumpul di tempat telur. Kau tidak tahu, kela-bang raksasa di tempat itu
mempunyai kebiasaan aneh dan menarik sekali. Di musim kawin, si betina pada saat
ber-setubuh menggigit leher si jantan dan menghisap darah si jantan berikut racun-nya
sampai tubuh si jantan itu kering dan mati! Diulanginya perkawinan aneh ini sampai dia
menghisap habis darah dan racun lima enam ekor jantan, baru-lah perutnya menggendut
terisi telur. Nah, di tempat telur itulah berkumpul-nya semua racun!"
Cuping hidung Kwi Hong bergerak--gerak sedikit karena dia merasa makin muak.
"Suhu mencari barang macam itu, memasaknya dengan arak, untuk Suhu makan?"
Kakek itu menggeleng-geleng kepa-lanya perlahan. "Bukan....!"
Kwi Hong memandang terbelalak. "Habis, untuk apa....?" Hatinya sudah tidak enak.
"Untuk kaumakan!"
"Uuuukhhh!" Kwi Hong mencekik le-her sendiri menahan agar jangan sampai muntah,
matanya terbelalak memandang gurunya yang tertawa terkekeh-kekeh.
"Bocah tolol! Jangan memikirkan jijik-nya, akan tetapi pikirkan khasiatnya! Kalau engkau
makan itu, segala macam racun di dunia ini tidak akan dapat mempengaruhi tubuhmu, baik
racun yang ma-suk melalui darah atau melalui perutmu! Dan racun itu cocok sekali untuk
mem-bangkitkan tenaga Inti Bumi yang kaula-tih!"
Kwi Hong tidak dapat membantah la-gi, akan tetapi setiap kali teringat akan perut kelabang
penuh telur beracun yang harus dimakannya, perutnya sendi-ri menjadi mual dan dia
kepengin mun-tah! Hal ini agaknya amat menyenang-kan kakek itu, sehingga di sepanjang
jalan, Bu-tek Siauw-jin selalu mengulangi godaannya dengan menceritakan tentang segala
macam kelabang dan binatang--binatang menjijikkan, hanya untuk membu-at muridnya
mual, jijik dan ingin mun-tah! Orang yang aneh luar biasa pula!
Milana melarikan diri bersama sisa anak buahnya. Hatinya kacau dan berdu-ka sekali ketika
mereka berhenti di da-lam sebuah hutan dan mengubur jenazah Si Lengan Buntung, Su Kak
Liong dan lain-lain anak buahnya yang tewas da-lam pertempuran melawan anak buah
Pulau Neraka. Dia merasa penasaran sekali dan mukanya menjadi merah sa-king marah
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
471 dan malu kalau teringat be-tapa dia dipermainkan oleh pemuda tam-pan, putera Majikan
Pulau Neraka yang amat lihai itu. Dia harus melapor kepa-da ibunya dan minta pelajaran
ilmu si-lat yang lebih tinggi lagi. Untung gadis tadi menolongnya, kalau tidak tentu dia telah
menjadi tawanan. Milana bergidik kalau teringat akan hal itu tak dapat dia membayangkan
apa yang akan ter-jadi kalau dia menjadi tawanan pemuda yang gila itu! Thian-liong-pang
telah mengalami kekalahan dan penghinaan dari Pulau Neraka. Ibunya sendiri harus turun
tangan menghajar orang-orang Pu-lau Neraka.
Setelah selesai mengubur jenazah--jenazah itu, Milana mengajak sisa anak buahnya yang
tinggal delapan orang itu untuk melanjutkan perjalanan malam itu juga. Rombongan ibunya
berada di tem-pat yang tidak jauh lagi dari situ. Ting-gal dua hari perjalanan paling lama. Dia
tidak akan merasa aman sebelum ber-temu dengan rombongan ibunya. Dua orang
pembantu utamanya, Si Lengan Buntung dan Su Kak Liong, serta bebe-rapa orang lagi,
telah tewas. Dengan munculnya orang-orang Pulau Neraka yang dipimpin pemuda lihai itu
sebagai musuh, dia merasa kurang kuat.
Akan tetapi, ketika rombongan ter-diri sembilan orang ini memasuki sebuah hutan pada
keesokan harinya, tiba-tiba tampak banyak orang berloncatan dan mereka telah dikurung
oleh belasan orang! Milana terkejut, akan tetapi ketika melihat bahwa yang mengurung itu
adalah orang-orang yang berpakaian seperti orang kang-ouw, dan bercampur dengan
beberapa orang hwesio dan tosu, maklumlah dia bahwa yang mengurung-nya bukan orangorang Pulau Neraka seperti yang dikhawatirkannya, melain-kan orang-orang kang-ouw!
Milana cepat meloncat maju dan menghunus pedangnya. Tali suteranya telah putus dan
ditinggalkan ketika dia hampir tertawan oleh Wan Keng In, ma-ka kini satu-satunya senjata di
tangannya hanyalah pedangnya. Melihat bahwa yang memimpin para pengurung itu ada-lah
seorang hwesio tinggi besar bersen-jata toya yang berjenggot pendek, dia cepat
menghampiri dan berkata, suara-nya nyaring.
"Kami rombongan orang Thian-liong--pang sudah meninggalkan tempat yang dijadikan
tempat pertemuan, hendak kembali ke tempat kami. Mengapa ka-lian masih menghadang di
sini" Apa kehendak kalian dan siapakah kalian" Dari partai dan golongan apa?"
"Kami adalah sisa rombongan yang telah dipaksa mundur oleh Thian-liong--pang, dan
karena kami merasa bahwa perjuangan kami sama, maka kami ber-gabung dan mengambil
keputusan untuk membasmi Thian-liong-pang yang banyak menimbulkan bencana terhadap
perjuang-an orang-orang gagah." Hwesio itu ber-kata sambil melintangkan toyanya.
"Hemmm.... perjuangan orang-orang gagah apa" Perbuatan kacau para pem-berontak
maksudmu?" Milana berkata dengan marah setelah kini dia mendapat kenyataan bahwa
sebagian besar di anta-ra orang-orang itu adalah benar anggau-ta rombongan partai-partai
yang telah dikalahkan di tanah kuburan. Bahkan tiga orang hwesio itu adalah hwesio-hwesio Siauw-lim-pai! "Harap kalian su-ka tahu diri! Setelah kalian kalah dalam
pertandingan mengadu ilmu di tanah ku-buran, mengapa kalian tidak pulang dan melaporkan
kepada Ketua masing-masing akan tetapi malah diam-diam bergabung dan bersekongkol
dengan para pemberontak untuk menghadang kami?"
"Orang-orang Thian-liong-pang penji-lat pemerintah asing! Membunuh kalian bagi kami
adalah kewajiban orang-orang gagah membunuh anjing-anjing penjilat yang kotor!" Seorang
di antara mereka yang berpakaiah seperti orang-orang kang-ouw, yang belum pernah dilihat
Milana, membentak dan sudah mener-jang dengan bacokan goloknya. Tentu mereka inilah
pemberontak-pemberontak yang aseli, sedangkan para hwesio, tosu dan orang-orang partai
hanyalah terba-wa-bawa saja, terhasut oleh kaum pem-berontak yang tentu saja hendak
meli-batkan partai-partai besar untuk mem-bantu gerakan mereka.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
472 Milana menangkis serangan golok itu dan segera ia dikeroyok oleh enam orang yang
menghujankan serangan. Agaknya para pengeroyok itu sudah mak-lum bahwa dia adalah
orang terlihai di antara rombongannya, maka kini yang bertugas mengeroyoknya adalah
enam orang yang cukup lihai, bahkan mereka itu semua bersenjata golok besar dan gerakan
mereka teratur sekali. Kiranya enam orang itu membentuk sebuah baris-an golok yang
cukup kuat! Delapan orang anak buahnya sudah lemah dan lelah, apalagi tiga di antara
mereka masih belum sembuh dari luka-luka yang dideri-ta dalam pertandingan yang lalu
namun kini terpaksa mereka itu mengangkat senjata melakukan perlawanan.
Milana sendiri sudah lelah dan ku-rang tidur, akan tetapi, permainan pe-dangnya membuat
enam orang lawan yang membentuk barisan golok dan mengurungnya itu kewalahan. Maka
maju-lah tiga orang hwesio Siauw-lim-pai yang lihai itu, ikut mengeroyok dengan senja-ta
mereka. Setelah dikeroyok sembilan barulah Milana merasa sibuk juga. Dia masih ingat
bahwa tiga orang hwesio hanya terbawa-bawa saja, maka dia tidak ingin membunuh.
Justeru inilah yang membuat dia repot, karena sembi-lan orang pengeroyoknya itu sama
se-kali tidak memberi kesempatan kepada-nya dan semua serangan mereka adalah
serangan maut yang jelas membuktikan akan kebencian mereka kepadanya dan mereka
bermaksud membunuhya!
Pertandingan yang berjalan berat se-belah itu tidak berlangsung lama karena di antara
delapan orang anak buah Thian-liong-pang, sudah roboh lima orang. Hanya tiga orang yang
masih melawan mati-matian, sedangkan Milana sendiri yang dikeroyok sembilan orang,
ber-hasil merobohkan tiga orang. Akan tetapi, tiga orang roboh, lima orang da-tang
membantu sehingga dara itu terpak-sa harus memutar pedangnya untuk me-lingkari diri dari
hujan senjata sebelas orang yang menyambarnya dari segala jurusan.
Pada saat itu terdengar bunyi leng-king yang nyaring dan menyeramkan se-kali. Beberapa
pengeroyok terhuyung begitu mendengar lengking itu dan dari atas pohon-pohon meluncur
sinar-sinar kecil-kecil merah yang menyambar ke bawah, disusul meloncatnya bayangan
orang berkerudung. Hanya delapan orang di antara sebelas orang pengeroyok Mila-na yang
berhasil mengelak, sedangkan tiga orang lainnya roboh terkena jarum merah berbau harum
yang dilepas oleh orang yang berkedok atau berkerudung itu.
Dapat dibayangkan betapa kaget ra-sa hati semua orang kang-ouw ketika melihat bahwa
yang muncul adalah wa-nita berkerudung yang menyeramkan, Ketua dari Thian-liong-pang!
Tak lama kemudian, muncul pula enam orang wa-nita cantik yang menjadi pengawal atau
pelayan Ketua itu, dipimpin oleh Tang Wi Siang!
Orang-orang kang-ouw itu terkejut, akan tetapi mereka tidak takut biarpun maklum bahwa
kini keselamatan mereka terancam bahaya maut dengan munculnya Ketua Thian-liong-pang
bersama enam orang pelayan. Mereka menjadi nekat dan segera Ketua Thian-liong--pang
dan puterinya dikeroyok. Terjadilah pertandingan yang kembali berat sebe-lah, akan tetapi
merupakan kebalikan daripada tadi. Kini biarpun jumlahnya masih tetap lebih banyak,
rombongan orang kang-ouw itu yang terdesak hebat dan sebentar saja Ketua Thian-liong-pang yang hanya mengamuk dengan tangan kosong itu telah merobohkan enam orang
pengeroyok dengan pukulan jarak jauh yang amat dahsyat!
Berturut-turut para pengeroyok itu berkurang jumlahnya, bahkan dalam wak-tu singkat saja
Milana dan ibunya te-lah berhasil merobohkan semua orang yang mengeroyok mereka! Kini
yang ma-sih terus melakukan perlawanan hanya tiga orang hwesio Siauw-lim-pai dan ti-ga
orang kang-ouw, termasuk dua orang tosu Hoa-san-pai, yang ditandingi oleh Tang Wi Siang
dan teman-temannya. Mereka ini pun sudah terdesak hebat dan agaknya tak lama kemudian
akan roboh pula.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
473 Tiba-tiba terdengar bunyi suara me-lengking yang jauh lebih hebat daripada tadi, disusul
suara orang yang berpenga-ruh dan membuat semua orang tergetar jantungnya.
"Hentikan pertempuran....!"
Ketua Thian-liong-pang terkejut, menghentikan serangan dan menoleh. Demikian pula tiga
orang hwesio Siaw--lim-pai, dua orang tosu Hoa-san-pai, dan seorang kang-ouw meloncat
mundur dan menoleh. Berdebar hati semua orang ketika melihat seorang laki-laki, entah
kapan dan dari mana datang-nya, tahu-tahu telah berada di tengah--tengah mereka, seorang
laki-laki yang kaki kirinya buntung, berdiri tegak de-ngan tongkat kayu sederhana membantu
kaki tunggalnya. Seorang laki-laki yang berwajah tampan sekali namun tampak diselimuti
awan duka yang membuat go-resan mendalam di kulit wajahnya. Dia belum sangat tua,
akan tetapi seluruh rambutnya yang dibiarkan berurai di se-keliling kepalanya sampai ke
pundak dan punggung, semua telah berwarna putih seperti benang-benang sutera perak.
"Pendekar Super Sakti....!" Seorang to-su Hoa-san-pai berbisik, biarpun bisikan-nya
perlahan karena keluar dari hatinya dan tanpa disengaja, namun karena keadaan di saat itu
amat sunyi, tidak ada yang bicara atau bergerak, maka suara-nya terdengar jelas.
Laki-laki itu memang Suma Han, atau Pendekar Super Sakti, juga dikenal se-bagai
Pendekar Siluman, Majikan Pulau Es. Setelah terdengar suara lirih tosu Hoa-san-pai
menyebutkan nama julukan pria yang berwajah penuh duka itu, keadaan menjadi makin
sunyi. "Han Han....!"
Suara ini lebih lirih dan oleh teli-nga lain hanya terdengar seperti berkeli-siknya angin di
antara daun-daun pohon. Akan tetapi pendekar sakti itu kelihatan terkejut dan tersentak
kaget, memandang ke kanan kiri seperti orang mencari-cari kemudian bengong terlongong.
Tidak salah-kah telinganya menangkap suara lirih itu" Hanya ada beberapa orang saja yang
memanggilnya dengan nama itu, nama kecilnya. Han Han! Dan suara lirih halus merdu itu
amat dekat dengan hatinya, seperti suara yang tidak asing baginya, akan tetapi dia tidak
yakin suara siapa yang menyebut nama kecilnya semerdu dan sehalus itu! Dia menjadi
bingung, ke-mudian teringat akan orang-orang di se-kitarnya. Dia menoleh ke arah wanita
berkerudung dan berkata dengan suara keren penuh wibawa.
"Sudah bertahun-tahun aku mende-ngar di dunia kang-ouw tentang keaneh-an Thian-liongpang yang selalu membi-kin geger dunia kang-ouw, menculiki tokoh-tokoh kang-ouw,
bahkan berita terakhir mengatakan bahwa Thian-liong--pang membunuhi banyak tokoh
kang-ouw yang menentang pemerintah penjajah. Se-karang, kebetulan sekali Pangcu
berada di sini dan kebetulan pula aku dapat menyelamatkan nyawa para sahabat ini dari
ancaman maut, aku ingin bertanya, apakah maksud Thian-liong-pangcu sebe-narnya
dengan semua perbuatan itu?"
Sunyi senyap menyambut ucapan pen-dekar yang ditakuti, dihormati, dan disegani itu.
Bahkan Tang Wi Siang sendiri mukanya berubah pucat dan tidak bera-ni mengangkat muka
memandang, hanya menundukkan muka saja seolah-olah si-lau kalau memandang wajah
yang mem-punyai sepasang mata yang kabarnya da-pat membunuh lawan hanya dengan
si-nar mata itu!
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara yang bengis dan ketus, suara yang mem-buat para
pendengarnya meremang bulu tengkuknya, karena nadanya dingin melebihi salju, penuh
tantangan dan seolah--olah mengandung kebencian yang amat mendalam,
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
474 "Memang benar! Semua keributan di dunia kang-ouw itu akulah yang melaku-kannya!
Akulah yang bertanggung jawab! Aku yang memerintahkan anak buahku! Habis, engkau
mau apa" Dengarlah baik--baik! Semua perbuatanku itu memang ku-sengaja untuk
menantangmu, agar eng-kau datang menyerbu ke tempatku. Kalau kau berani!"
Semua orang terkejut mendengar ini. Akan tetapi terdengar suara isak terta-han sehingga
semua orang menoleh ke arah Milana. Dara itulah yang tadi teri-sak seperti orang tersedak.
Akan tetapi, dara itu kini menundukkan mukanya dan semua orang kembali memandang ke
arah Pendekar Super Sakti dengan hati tegang, ingin mereka melihat apa yang akan terjadi
selanjutnya antara dua orang hebat itu.
Suma Han sendiri sama sekali tidak pernah menyangka bahwa ucapan Ketua Thian-liongpang itu demikian ketus dan bengis terhadap dirinya, maka dia terkejut dan heran sekali.
"Apa" Me-nantang dan mengundangku" Mengapa....?"
"Sudah lama aku ingin mencincang hancur engkau! Engkau.... manusia yang tidak
berjantung! Manusia tiada perasa-an!"
"Ehhh.... heiiii" Mengapa" Apa.... apa maksudmu?"
"Tak perlu banyak cakap lagi kau!"
Ketua Thian-liong-pang itu segera menyerang dengan hebat. Pedang yang telah
dicabutnya, padahal tadi ketika pengeroyokan dia sama sekali tidak per-nah mencabut
pedangnya. Kini bergerak cepat sekali, berubah menjadi sinar putih yang bergulung-gulung
menerjang ke arah tubuh Pendekar Super Sakti. Seje-nak timbul niat di hati Suma Han untuk
benar-benar mencoba dan menguji sampai di mana kehebatan ilmu kepandaian Ketua
Thian-liong-pang yang penuh raha-sia ini dan untuk mengenal sumber ilmu kepandaiannya.
Akan tetapi dia menjadi bingung juga ketika melihat bahwa ilmu pedang yang dimainkan oleh
wanita ber-kerudung itu adalah ilmu pedang cam-puran yang sukar diketahui atau dikenal
lagi dasarnya. Segala macam ilmu pe-dang partai besar di dunia persilatan terdapat dalam
gerakan ilmu pedang ini! Belum pernah selamanya dia me-nyaksikan ilmu pedang seperti itu,
akan tetapi harus diakui bahwa gerakan wanita itu cepat sekali sedangkan desing suara
angin yang terbelah oleh pedang itu sendiri menyatakan betapa kuatnya tenaga sin-kang
yang dimiliki wanita itu! Terpaksa dia menangkis dengan tongkat-nya dan balas menyerang,
bukan menye-rang sungguh-sungguh, hanya untuk me-maksa lawan itu mengeluarkan jurus
sim-panannya agar dia dapat mengenal dasar ilmu silatnya. Akan tetapi, wanita
ber-kerudung itu benar-benar hebat sekali ka-rena sampai belasan jurus, dalam se-rangmenyerang itu, tidak pernah dia memperlihatkan dasar kepandaiannya, melainkan mainkan
jurus campuran dari pelbagai ilmu pedang yang sudah "dicu-rinya" dari para tokoh yang
pernah dicu-liknya. Memang Nirahai amat lihai dan cerdik. Dari ilmu-ilmu silat yang
dilihat-nya, dia dapat mengambil inti sarinya yang terpenting, kemudian menciptakan
gabungan yang amat hebat, tentu saja dengan mendasarkan kepandaiannya sen-diri
sebagai unsur pokok yang terpen-ting. Karena itu, kini Suma Han tidak dapat mengenal
dasar ilmu pedangnya!
Suma Han memang tidak mempunyai niat untuk bertanding mati-matian. Enam orang kangouw masih berada di situ, yaitu tiga orang hwesio, dua orang tosu dan seorang kang-ouw
yang tentu akan terancam keselamatan mereka ka-lau tidak ditolongnya. Pula, dia sendiri
menghadapi banyak urusan besar. Menca-ri Pedang Hok-mo-kiam saja belum ber-hasil.
Kalau dia harus melayani tantang-an Ketua Thian-liong-pang yang galak dan entah
mengapa selalu memusuhinya dan agaknya amat membencinya itu, ber-arti dia akan
melibatkan diri dengan ba-nyak urusan yang memusingkan kepala! Apalagi sekarang
terdapat kenyataan bahwa Thian-liong-pang yang diketuai oleh wanita aneh ini, aneh dan
amat lihai, telah mengabdi kepada pemerintah! Kalau dia melayani tantangannya, berarti
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
475 akan menjadi berlarut-larut. Padahal tin-dakan terhadap Koksu dan kaki tangan-nya yang
telah menghancurkan Pulau Es tanpa alasan sama sekali! Pertama, dia harus merampas
kembali pedang Hok-mo-kiam. Ke dua, dia harus minta pertang-gungan jawab terhadap
mereka yang te-lah menghancurkan Pulau Es dan Pulau Neraka. Ke tiga, dia harus mencari
ta-hu bagaimana dengan keadaan Lulu sete-lah Pulau Neraka dibakar! Ke empat, dia harus
menyelidiki pula keadaan iste-rinya, Puteri Nirahai, yang tidak diketa-huinya di mana. Dia
sudah merasa amat rindu kepada mereka semua itu. Kepada Lulu, kepada Puteri Nirahai,
kepada anaknya dan anak Nirahai yang pernah dilihatnya beberapa tahun yang lalu!
"Para sahabat kang-ouw, harap lekas pergi dari tempat ini!" Tiba-tiba Suma Han berkata.
"Tahan mereka! Jangan biarkan mere-ka pergi!" Ketua Thian-liong-pang berte-riak pula dari
balik kerudungnya dengan suara yang bengis dan nyaring.
"Mengapa tidak biarkan mereka pergi saja....!" Terdengar Milana berkata perlahan. Dara ini
semenjak tadi menangis secara diam-diam. Menangis tanpa berani mengeluarkan suara
atau air ma-ta, takut kalau ketahuan ibunya. Betapa dia tidak akan menangis, betapa dia
tidak akan merasa seperti ditusuk-tusuk pisau jantungnya kalau melihat keadaan seperti itu"


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia tahu bahwa Pendekar Super Sakti itu adalah ayah kandungnya sendiri! Untung bahwa
Pendekar Super Sakti tidak mengenalnya, tentu telah lupa karena tentu saja banyak terjadi
perbedaan dan perubahan antara dia ke-tika masih kecil dengan dia sekarang yang telah
menjadi seorang dara dewa-sa! Betapa tidak akan hancur hatinya melihat ibu kandungnya
bertanding dan memusuhi bahkan membenci ayah kan-dungnya sendiri" Ingin sekali dia
melon-cat, ingin sekali dia terjun ke dalam ge-langgang pertandingan itu, untuk memi-sah
mereka, untuk membujuk ibunya. Akan tetapi dia tidak berani. Kalau dia melakukan hal itu,
tentu ibunya akan ma-rah bukan main. Dia tidak boleh membuka rahasia ibunya! Karena
itulah dia merasa tertekan perasaannya, merasa berduka sekali dan menangis di dalam
hatinya, kemudian, tanpa disadarinya, dia mencela ibunya mengapa tidak membiarkan
mereka itu pergi saja" Bukan ha-nya mereka orang-orang kang-ouw itu, akan tetapi
terutama sekali ayah kan-dungnya! Kalau memang ibunya tidak suka kepada ayah
kandungnya, mengapa harus memusuhinya, tidak membiarkan saja pergi"
Suma Han mendengar suara gadis itu dan diam-diam ia merasa heran. Tadi dia mendengar
gadis itu terisak, biar-pun isak yang ditahan, kini mendengar gadis itu berkata demikian.
Bukankah ga-dis itu seorang anggauta Thian-liong-pang yang paling penting, bahkan kalau
tidak salah pendengarannya tadi sebe-lum ia memperlihatkan diri, gadis itu adalah puteri
Ketua Thian-liong-pang. Puteri wanita berkerudung yang kejam itu! Hemm, jalan satusatunya untuk mengendalikan Thian-liong-pang adalah puterinya ini. Pikiran ini menyelinap
di dalam otaknya dan tiba-tiba dia menggerakkan tongkatnya dengan pengerahan tenaga.
"Trangggg!"
Ketua Thian-liong-pang terkejut se-kali karena tahu-tahu lawannya lenyap. Tentu saja dia
mengenal Pendekar Su-per Sakti dan maklum pula bahwa pende-kar itu telah menggunakan
ilmunya yang mujijat, yaitu Gerak Kilat Soan-hong-lui-kun. Akan tetapi yang membuat dia
ter-kejut adalah ketika melihat bayangan pendekar itu mencelat ke arah puteri-nya, Milana
yang berdiri dengan muka tunduk. Nirahai mengeluarkan keluh perlahan dan otomatis
menyimpan pedang-nya, berdiri dengan kedua kaki gemetar!
Milana sendiri kaget setengah mati ketika tiba-tiba tangan kanannya disam-bar dan
dipegang oleh tangan kiri Pen-dekar Super Sakti, kemudian tampak si-nar berkelebat ketika
ujung tongkat itu telah menodong lehernya.
"Tidak.... tidak.... jangan....!" Milana menjadi pucat, terbelalak memandang laki-laki itu dan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sama sekali bukan takut terbunuh melainkan merasa
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
476 ngeri kalau sampai ayah kandungnya itu tidak mengenalnya dan kesalahan tangan
membunuhnya. Sebagai seorang dara perkasa yang telah digembleng kegagahan sejak
kecil, mati bukan apa-apa baginya, akan tetapi mati di tangan ayah kandungnya sendiri
benar-benar merupakan hal mengerikan!
Suma Han sendiri terbelalak kaget melihat wajah cantik jelita itu, yang tertimpa sinar
matahari dan kelihatan pucat sekali. Betapa cantiknya dara ini! Tentu amat disayang oleh
ibunya. Ketua Thian-liong-pang yang seperti iblis itu!
"Thian-liong-pangcu, lekas kaubebaskan para sahabat kang-ouw itu, kalau tidak, terpaksa
kubunuh anakmu di depan matamu!" Suma Han mengancam.
"Kau....! Kau....!" Nirahai tergagap-gagap sehingga mengherankan hati semua orang. Juga
Tang Wi Siang merasa heran sekali. Dialah seorang di antara mereka yang mengenal siapa
adanya Ketuanya yang selalu berkerudung itu. Pada waktu Nirahai menguasai Thian-liongpang, setelah mengalahkan semua tokohnya, pernah dia memperkenalkan diri sehingga
Tang Wi Siang tahu bahwa Ketuanya adalah Puteri Nirahai, puteri Kaisar sendiri dan tahu
bahwa Milana adalah puterinya. Akan tetapi, dia tidak tahu siapa ayah Milana dan dia pun
tidak berani bertanya, karena bertanya berarti memancing maut! Dia pun tidak berani ketika
Nirahai membantu pemerintah membasmi para pemberontak. Akan tetapi mengapa kini
sikap Nirahai demikian berubah" Mengapa kelihatan begitu ketakutan setelah puterinya
diancam oleh Pendekar Siluman"
"Pangcu, bolehkah saya suruh mereka pergi saja?" Tang Wi Siang mendekati ketuanya dan
bertanya penuh hormat.
Nirahai mengangguk. "Yaaah, suruh mereka pergi."
"Kalian boleh pergi dari sini!" Tang Wi Siang berkata kepada tiga orang hwesio, dua orang
tosu dan seorang kang-ouw yang berpakaian seperti guru silat itu. Mereka berenam segera
menjura ke arah Pendekar Super Sakti untuk mengha-turkan terima kasih, akan tetapi Suma
Han cepat berkata tanpa menghentikan dorongan tongkatnya dari tenggorokan Milana,
"Harap Cu-wi segera pergi!"
Enam orang itu lain membawa jena-zah kawan masing-masing dan pergi dari situ dengan
cepat. Setelah bayangan me-reka lenyap, barulah Suma Han berkata, "Thian-liong-pangcu,
terpaksa kulakukan hal ini...."
"Kau.... laki-laki pengecut!"
Suma Han menghela napas panjang. "Benar agaknya, akan tetapi ketahuilah bahwa aku
melakukan ini bukan karena takut bertanding melawanmu, melainkan karena aku ingin
mengambil jalan damai agar tidak jatuh korban-korhan lebih banyak lagi. Sekarang,
terpaksaanakmu kubawa dulu, dan baru akan ku-lepaskan dia, kukembalikan kepadamu
kalau Thian-liong-pang sudah menghentikan sepak terjangnya yang mengacaukan dunia
kang-ouw!"
"Keparat, kembalikan anakku!" Nirahai membentak.
"Pangcu, selamat berpisah!" Suma Han menotok Milana, disambarnya tubuh dara itu dan
dia bersuit keras. Burung rajawali hitam menjawab suitannya dari jauh dan terbang
menghampiri. Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
477 "Suma Han! Kembali kau!" Nirahai mengejar, akan tetapi tentu saja dia tidak dapat
menyusul Suma Han yang berl
Pendekar Cacad 8 Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong Pendekar Satu Jurus 10

Cari Blog Ini