Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 14
orang!" Si Bongkok Arak melanjutkan penuturannya.
"Kejadian itu justru diketahui oleh Sang Ting It Koay. Tapi tak
disangka Chiu Tiong Thau tidak memperdulikan suhunya itu.
Bahkan dia menghasut para pendekar mengeroyoknya, hingga
terluka parah di puncak Gunung Muh San. Bahkan dia pun
mencelakai Hai Thian Tayhiap suami istri."
Mendengar itu Ciok Giok Yin menengadahkan kepalanya
sambil berseru lantang.
"Suhu harus memberi petunjuk pada murid, agar murid
berhasil mencari Chiu Tiong Thau dan membasminya!"
Kemudian dia menatap si Bongkok Arak dan Te Hang Kay.
"Apakah lo cianpwee berdua pernah mendengar penjahat itu
ada di mana?"
Si Bongkok Arak menggelengkan kepala.
"Tiada jejaknya."
Mendadak pengemis Tua Te Hang Kay menyela.
"Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie Goan mati di puncak Gunung
Muh San, tapi"...."
Dia tidak melanjutkan ucapannya, lalu melirik si Bongkok
Arak sejenak. Ciok Giok Yin tidak memperhatikannya, maka
segera bertanya.
"Bagaimana?"
"Nyonya Ciok tidak mati."
"Tidak mati?"
"Ya."
"Dia berada di mana sekarang?"
"Ini juga merupakan suatu teka-teki. Sebab selama belasan
tahun ini, dia sama sekali tidak pernah muncul."
"Bagaimana lo cianpwee tahu dia tidak mati?"
"Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri ketika dia
jatuh ke dalam jurang. Aku segera turun ke bawah jurang,
namun tidak menemukan mayatnya, pertanda dia tidak mati."
Ciok Giok Yin tidak paham akan satu hal, maka segera
bertanya, "Ada hubungan apa Chiu Tiong Thau dengan Hai Thian
Tayhiap-Ciok Khie Goan" Mengapa Chiu Tiong Thau
mencelakainya?"
Te Hang Kay menyahut.
"Nyonya Ciok Khie Goan adalah pendekar wanita yang amat
cantik, julukannya adalah Cah Hoa Siancu, bernama Cen Soat
Ngo. Sebelum Chiu Tiong Thau bergabung dengan Istana
Dewa, dia sudah jatuh hati pada Cen Soat Ngo, namun tahu
kepandaiannya masih rendah, maka tidak berani berbuat apaapa.
Setelah belajar dari Sang Ting It Koay, dan kemudian
ditambah beberapa macam ilmu silat dari Istana Dewa, barulah
dia turun tangan."
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang.
"Apabila tidak menemukan anak itu, maka kelak tidak dapat
menyerahkan Seruling Perak dan kitab Cu Cian Padanya."
"Siau Kun sendiri harus berhasil menguasai ilmu silat tinggi.
Mengenai anak itu akan dibicarakan kelak."
"Tapi aku tidak berhak memiliki barang pusaka itu."
"Kau tidak perlu memperdulikan itu."
"Aku harus tahu diri."
"Sian Kun harus belajar, kaum rimba persilatan tidak berani
bilang apa-apa terhadap Siau Kun."
Mendadak Ciok Giok Yin merasa heran akan sebutan 'Sian
Kun' terhadap dirinya. Maka dia segera berkata, "Mengapa lo
cianpwee selalu memanggilku Siau Kun" Bolehkah lo cianpwee
menjelaskannya?"
"Tidak lama lagi kau akan mengetahuinya."
"Masih membutuhkan waktu berapa lama?"
"Tidak lama lagi." Si Bongkok Arak menatap Ciok Giok Yin.
"Siau Kun, bagaimana mengenai rahasia potongan kain itu?"
Wajah Ciok Giok Yin langsung barubah menjadi murung.
"Telah dicuri orang," sahutnya.
"Dicuri?"
"Ya."
"Siapa pencurinya?"
Ciok Giok Yin segera menutur tentang hilangnya potongan
kain itu. Si Bongkok Arak dan Te Hang Kay berkata serentak,
"Siau Kun, kita harus segera menyelidikinya. Biar bagaimana
pun potongan kain itu tidak boleh hilang, karena menyangkut
jejak Seruling Perak."
Air muka mereka berdua tampak tegang sekali.
"Harus cari ke mana?"
Memang dia sama sekali tidak melihat orang yang mencuri
potongan kain tersebut, lalu harus ke mana mencarinya"
"Sekarang kita harus berpencar mencari, ayo!" kata si
Bongkok Arak. Dia memberi isyarat pada Te Hang Kay, lalu bersama-sama
melesat pergi. Di saat melesat Ciok Giok Yin teringat kembali
akan cerita si Bongkok Arak dan Te Hang Kay. Setelah berpikir
secara cermat, Ciok Giok Yin berkesimpulan bahwa mereka
berdua menyimpan suatu rahasia. Sebab setiap kali berkata
hingga pada pokoknya, mereka berdua pasti bilang tidak tahu.
Bukankah itu amat mengherankan sekali" Lagi pula mengapa
mereka berdua menuturkan cerita itu padanya" Apakah Sin
Kiong Te Kun Su Tek Thay Cu-Siangkoan Hua punya hubungan
dengan dirinya" Mendadak sebutan 'Siau Kun'" Tidak
meragukan lagi mereka berdua itu pasti orang Istana Dewa
yang berhasil meloloskan diri, kini sedang mencari Chiu Tiong
Thau penjahat itu.
Ketika teringat akan penuturan tentang Ciok Khie Goan suami
isteri, Ciok Giok Yin menghela nafas panjang sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Setelah itu dia berpikir
lagi. Ciok Khie Goan suami isteri yang merawat anak itu.
Seharusnya anak tersebut berada di sisi mereka. Namun Te
Hang Kay justru mengatakan tidak melihatnya. Dulu ketika
Tiong Ciu Sin Ie menyelamatkan Ciok Giok Yin, juga di sebuah
lembah di gunung Muh San. Mungkinkah Ciok Khie Goan suami
isteri menyembunyikan dirinya di lembah itu" Kalau begitu
dirinya adalah keturunan Siangkoan Hua"
Seandainya demikian, Chiu Tiong Thau memang merupakan
musuh besar perguruan juga adalah musuh besar keluarganya.
Betapa dalamnya dendam itu! Berpikir sampai di situ, sepasang
mata Ciok Giok Yin tampak berapi-api. Rasanya ingin sekali
cepat-cepat membunuh Chiu Tiong Thau, barulah bisa reda
dendamnya itu. Mendadak terdengar suara bentakan gusar dan
menyusul suara 'Plak'. Ciok Giok Yin segera melesat ke arah
suara itu, lalu bersembunyi di balik sebuah batu besar.
Tampak seorang wanita berusia pertengahan, parasnya masih
tampak cantik, membuktikan ketika masih muda, dia pasti
cantik sekali. Di hadapannya berdiri seorang aneh. Begitu
melihat orang aneh itu, hawa amarah Ciok Giok Yin langsung
memuncak. Ternyata orang aneh itu yang memberinya obat
Cin Kang Ten. Tak disangka kini dia berada di sini menghadang
wanita berusia pertengahan tersebut. Ciok Giok Yin sudah mau
menyerang orang aneh itu, namun mendadak dibatalkannya.
Dia berkata dalam hati, 'Mengapa aku tidak melihat dulu apa
yang akan dilakukannya"' Oleh karena itu, Ciok Giok Yin tetap
bersembunyi di balik batu, tanpa bergerak sedikit pun.
Sepasang matanya terus menatap ke sana tanpa berkedip.
Tampak nafas wanita berusia pertengahan itu agak memburu,
pertanda mereka telah bergebrak tadi. Sedangkan orang aneh
itu kelihatan amat tenang seperti tidak pernah terjadi sesuatu.
Sekonyong-konyong orang aneh itu tertawa terkekeh-kekeh,
kemudian berkata.
"Pek Koan Im, lohu menunggumu dua puluh tahun lebih
apakah hari ini kau masih ingin meloloskan diri?"
Ciok Giok Yin sama sekali tidak tahu, bahwa wanita berusia
pertengahan itu adalah Pek Koan Im, orang yang dicari oleh
orang aneh itu, seketika Pek Koan Im melotot sambil
membentak. "Pek Hoa Tiap (Kupu-kupu Seratus Bunga)! Kau telah
mencelakai adikku! Kalau aku tidak mencungkil keluar
jantungmu, aku bersumpah tidak mau jadi orang!"
Perkataan itu membuktikan bahwa Pek Hoa Tiap itu adalah
seorang penjahat cabul.
Namun Pek Hoa Tiap malah tertawa terkekeh, setelah itu baru
menyahut. "Omong kosong! Apabila kau mengabulkan permintaanku,
aku akan mencungkil keluar jantungku untuk dipersembahkan
padamu!" "Kentut!"
"Kau jangan berpura-pura jadi wanita alim! Orang yang kau
rindukan itu sudah jadi tulang belulang, mengapa kau masih
merindukannya?"
Wajah Pek Koan Im tampak kehijau-hijauan dan sekujur
badannya gemetar saking gusarnya. Terdengar Pek Hoa Tiap
berkata lagi. "Pek Koan Im, aku......"
"Jaga mulutmu, jangan omong sembarangan!" bentak Pek
Koan Im. Akan tetapi Pek Hoa Tiap tetap melanjutkan ucapannya.
"Aku ingin tahu informasi tentang suatu urusan, boleh kan?"
"Tentang urusan apa?"
"Aku dengan Hek Koan Im adikmu itu melahirkan seorang
anak perempuan, benarkah itu?"
"Tidak salah!"
"Itu adalah putriku!"
"Kau adalah penjahat cabul, aku tidak akan mengampunimu!"
Pek Koan Im langsung melancarkan serangan, kelihatannya
sudah amat gusar sekali. Akan tetapi tampak badan Pek Hoa
Tiap berkelebat, dia telah berhasil mengelak serangan itu. Pek
Hoa Tiap menggoyang-goyangkan sepasang tangannya sambil
berseru, "Tunggu! Tunggu dulu!"
Namun Pek Koan Im tidak berhenti, terus menyerangnya
sengit dan bertubi-tubi. Pek Koan Im tahu bahwa kepandaian
Pek Hoa Tiap amat tinggi, biar bagaimana pun dia bukan
lawannya. Oleh karena itu dia mencelat mundur dua depa.
"Kau mau bicara apa, bicaralah cepat!" bentaknya.
Sembari membentak, Pek Koan Im pun melirik ke sana ke
mari, bagaimana cara meloloskan diri. Namun gerak-geriknya
itu tidak terlepas dari mata Pek Hoa Tiap. Maka Pek Hoa Tiap
tertawa terkekeh-kekeh lalu berkata.
"Kau tidak bisa meloloskan diri! Kalau tidak percaya, kau
boleh berjalan pergi sejauh sepuluh depa, coba lihat apakah
dapat lobos dari tanganku?"
Wajah Pek Koan Im kemerah-merahan karena Pek Hoa Tiap
tahu akan apa yang dipikirkannya.
"Penjahat cabul, hari ini aku tidak akan mengampunimu!"
bentaknya. Pek Koan Im tahu jelas bahwa kalau hari ini tidak terjadi
suatu kemujizatan pada dirinya, jangan harap bisa meloloskan
diri dari hadapan Pek Hoa Tiap.
Di saat bersamaan Pek Koan Im pun teringat akan satu
urusan, yaitu dia dan adiknya sama-sama jatuh hati pada
Siangkoang Hua, bahkan rela menjadi budaknya. Namun
Siangkoan Hua tidak tergerak hatinya sama sekali. Pada suatu
hari, tanpa sengaja Pek Koan Im dan adiknya berjumpa dengan
Siangkoan Hua. Akan tetapi di malam harinya Siangkoan Hua
justru menotok jalan darah mereka lalu pergi. Kebetulan Pek
Hoa Tiap melihat hal itu, dia juga kenal Pek Koan Im dan
adiknya, bahkan sudah lama ingin menodai Pek Koan Im,
namun tidak pernah berhasil: Kali ini merupakan kesempatan
baginya bagaimana mungkin dia akan menyia-nyiakan
kesempatan itu"
Setelah melihat Siangkoan Hua meninggalkan penginapan,
Pek Hoa Tiap ingin segera menodai Pek Koan Im. Tapi sesudah
berpikir sejenak, dia menjadi ragu karena amat takut terhadap
Bu Tek Thau Cu-Siangkoan Hua. Seandainya dia kembali lagi,
bukankah nyawa Pek Hoa Tiap akan melayang" Oleh karena itu
Pek Hoa Tiap terus menunggu dengan sabar. Berselang
beberapa saat kemudian, tetap tidak tampak Siangkoan Hua
kembali ke penginapan, barulah Pek Hoa Tiap berlega hati.
Perlahan-lahan dia mendorong pintu kamar, lalu masuk ke
dalam. Namun tak disangka, begitu dia melangkah ke dalam
langsung tadi dipeluk dan dicium orang dengan mesra. Dapat
dibayangkan betapa girangnya Pek Hoa Tiap. Dia langsung
melepaskan pakaiannya, kemudian terjadilah hubungan intim
dengan gadis yang memeluknya.
Ternyata Siangkoan Hua menggunakan ilmu menotok dari
kitab Thay Ek Khie Su, maka berselang beberapa saat, totokan
itu akan terbuka dengan sendirinya. Begitu totokan terbuka,
Hek Koan Im amat membenci Siangkoan Hua, karena
menganggapnya tak berperasaan sama sekali. Di saat hatinya
amat kesal, telinganya mendengar suara pintu kamar
terdorong perlahan-lahan. Dia amat girang karena mengira
Siangkoan Hua sudah kembali ke situ. Maka dia bergegas
meloncat turun dari ranjang lalu bersembunyi di balik daun
pintu. Oleh karena itu, begitu penjahat cabul tersebut
melangkah ke dalam, dia langsung memeluknya erat-erat
sekaligus menciumnya dengan mesra. Saat itu Pek Koan Im
berada di dalam kamar sebelah. Dia mendengar suara itu,
diam-diam mencaci adiknya yang mendahuluinya. Tak
disangka ketika dia amat kesal terhadap adiknya, mendadak
terdengar suara bentakan sengit.
"Penjahat cabul, ternyata kau!"
Menyusul terdengar suara jeritan yang makin lama makin
jauh. Pek Koan Im tahu bahwa dirinya telah keliru
menyalahkan adiknya. Dia segera ke kamar itu. Dilihatnya
noda darah dan separuh kulit muka di atas ranjang, yang tidak
lain adalah kulit muka penjahat cabul. Ternyata Hek Koan Im
yang menyabut muka penjahat cabul tersebut. Kalau penjahat
cabul itu tidak segera melarikan diri, pasti tewas di bawah
belati Hek Koan Im. Sementara Hek Koan Im menangis sedih di
pinggir ranjang. Diapaun ingin bunuh diri, namun Pek Koan Im
sudah berjanji akan membunuh penjahat cabul itu dengan
tangannya sendiri. Sedangkan Hek Koan Im yang telah
berhubungan intim dengan Pek Hoa Tiap justru membuatnya
hamil, akhirnya melahirkan seorang anak perempuan.
Ketika bayi perempuan itu lahir, Hek Koan Im ingin
membunuhnya. Namun seorang ibu pasti memiliki perasaan
sayang terhadap anak kandung sendiri, maka membuatnya
tidak tega turun tangan. Akan tetapi seorang gadis yang belum
menikah, bagaimana mungkin menjadi seorang ibu" Oleh
karena itu Hek Koan Im menulis sepucuk surat, lalu diselipkan
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di pakaian bayinya, setelah itu secara diam-diam dia membawa
bayinya ke rumah keluarga Tong. Bayi perempuan itu tidak lain
adalah Bwee Han Ping. Sesudah itu Hek Koan Im pun
kehilangan jejaknya, tiada seorang pun tahu tentang kabar
beritanya. Sedangkan Pek Koan Im terus mencari adiknya itu
sampai di luar perbatasan, namun tiada hasilnya sama sekali.
Karena tidak berhasil mencari adiknya, maka Pek Koan Im
teringat akan Bu Tek Thay Cu-Siangkoan Hua. Dia ingin
bertemu untuk terakhir kalinya dengan orang tersebut. Tetapi
dia sama sekali tidak tahu tentang Istana Dewa...... Semua
kejadian lampau itu terlintas dalam benak Pek Koan
Im. Mendadak terdengar Pek Hoa Tiap tertawa terkekeh-kekeh
lalu berkata. "Dia taruh ke mana putriku itu?"
"Tidak tahu."
"Kau kira aku tidak tahu" Kau keliru!"
"Penjahat cabul, kau tahu?"
"Tidak salah!"
"Di mana?"
"Di perkampungan Tong!"
"Di perkampungan Tong?"
"Kuberitahukan, bocah jadah perkampungan Tong itu berniat
jahat terhadap putriku. Untung muncul seorang anak kecil
menggagalkan niat jahatnya itu! Tapi anak kecil itu malah
tertendang oleh bocah jadah keluarga Tong, kemudian entah
menghilang ke mana. Di saat itu pula putriku pun kehilangan
jejak. Itu membangkitkan kegusaranku, maka kumusnahkan
perkampungan Tong. Bahkan majikan perkampungan itu pun
tidak terlepas dari tanganku! Ha ha ha"..!"
Ciok Giok Yin yang bersembunyi di balik batu besar
mendengar jelas semua pembicaraan Pek Hoa Tiap. Dia sama
sekali tidak menduga bahwa Bwee Han Ping adalah putri Hek
Koan Im. Lebih-lebih tak menduga bahwa yang memusnahkan
perkampungan keluarga Tong justru Pek Hoa Tiap penjahat
cabul itu. Di saat Pek Hoa Tiap usai berbicara, mendadak
terdengar suara tangis yang memilukan bergema menembus
angkasa. Itu membuat Pek Hoa Tiap tertegun. Kesempatan itu
tidak disia-siakan. Pek Koan Im. Gadis itu langsung melesat
pergi laksana kilat, dan dalam sekejap sudah menghilang di
sebuah tikungan. Ciok Giok Yin yang bersembunyi di balik batu
besar juga mendengar suara tangis yang memilukan itu dan dia
mengenalinya. Dalam benaknya langsung muncul sosok bayangan, yang
tidak lain adalah Bwee Han ping. Saat ini Ciok Giok Yin sudah
tidak menghiraukan Pek Hoa Tiap. Dia segera melesat ke luar
seraya berseru-seru.
"Kakak Ping! Kakak Ping! Kakak Ping!"
Dia terus berseru-seru, tetapi tidak mendengar sahutan. Oleh
karena itu Ciok Giok Yin segera mengerahkan ginkang, melesat
laksana kilat pergi mengejar gadis itu. Namun walau sudah
melesat beberapa mil, tetap tidak berhasil
menemukannya. Jangan-jangan Bwee Han Ping bersembunyi di
suatu tempat. Dia juga mendengar pembicaraan Pek Hoa Tiap,
maka membenci dirinya sendiri punya ayah seperti itu. Hatinya
pun menjadi hancur, sebab merasa dirinya sebagai anak
haram. Sedangkan Ciok Giok Yin dan Bwee Han Ping adalah
teman sejak kecil. Ciok Giok Yin tidak berpikir begitu. Dia
berharap dapat menyusul Bwee Han Ping, agar bisa berkumpul
kembali dengan gadis itu. Sementara hari sudah mulai gelap.
Tapi Ciok Giok Yin sama sekali tidak berhenti terus melesat
mengejar Bwee Han Ping.
Mendadak sayup-sayup terdengar suara jeritan yang
memilukan. Ciok Giok Yin tersentak, lalu berseru dalam hati,
'Celaka!' Dia khawatir Bwee Han Ping bertemu penjahat. Karena itu dia
mempercepat langkahnya. Setelah melesat beberapa mil,
mendadak dia melihat sosok bayangan tergeletak di tanah.
Ciok Giok Yin langsung berhenti, sepasang matanya diarahkan
pada bayangan itu. Seketika hatinya berdebar-debar tegang.
Sebab sosok yang tergeletak di tanah itu ternyata adalah
seorang gadis, namun wajahnya telah hancur dan kelihatannya
telah binasa. Ciok Giok Yin membungkukkan badannya
memegang tangan gadis itu. Ternyata tangan gadis itu sudah
dingin. Perbuatan siapa itu" Begitu tega turun tangan terhadap
seorang gadis"
Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu. Di saat itu terdengar
suara jeritan lagi, kegusaran Ciok Giok Yin langsung
memuncak. Dia harus menemukan orang yang berhati keji itu
dan membunuhnya demi membalas dendam gadis yang telah
binasa itu. Oleh karena itu dia segera melesat ke arah suara
jeritan itu. Di sebuah rimba terlihat lagi seorang gadis binasa
secara mengenaskan. Wajahnya hancur berlumuran darah.
Ciok Giok Yin cepat-cepat memeriksa gadis itu. Ternyata
telapak tangan gadis itu masih terasa sedikit hangat. Karena
itu Ciok Giok Yin segera menyalurkan hawa murninya ke dalam
tubuh gadis tersebut. Ternyata dia ingin tahu siapa penjahat itu
melalui mulut gadis tersebut. Berselang beberapa saat
kemudian dada gadis itu mulai turun naik, ternyata sudah
bernafas. Gadis itu mengeluarkan suara rintihan. Ciok Giok Yin
tahu bahwa gadis itu tidak bisa bertahan lama, maka segera
berkata dengan suara ringan.
"Nona, siapa yang turun tangan jahat terhadapmu"
Katakanlah agar aku dapat menuntut balas dendammu!"
Wajah gadis itu telah rusak sehingga tampak amat
menyeramkan. Akan tetapi gadis itu diam saja, tidak
menyahut. Beberapa saat kemudian barulah gadis itu
mengeluarkan suara lemah dan terputus-putus.
"Wanita berkerudung muka...."
Ucapannya terhenti, karena nafasnya telah putus. Ciok Giok
Yin berkertak gigi, kemudian berkata sengit.
"Aku bersumpah akan membalas dendam!"
Wanita berkerudung muka begitu tega membunuh kedua
gadis itu sekaligus merusak wajah mereka. Tentunya dia
adalah seorang wanita iblis yang harus dibunuh! Ciok Giok Yin
baru mau melesat pergi, namun sekonyong-konyong bergerak
cepat membalikkan badannya. Tampak sebuah tandu meluncur
ke arahnya. Di sisi tandu terlihat sosok bayangan hijau.
Tentunya adalah Thian Thay Sian Ceng bersama Lok Ceh.
"Lok"..!" seru Ciok Giok Yin tak tertahan. Belum juga dia
menyebut Ceh, tandu itu sudah melayang turun. Terdengar
suara dingin dari dalam tandu.
"Bocah, kau sungguh berjodoh denganku! Tak disangka kita
berjumpa di sini!"
Ciok Giok Yin sama sekali tidak tahu apa sebabnya Thian Thay
Sian Ceng selalu ingin turun tangan terhadap dirinya.
"Bagaimana?" bentaknya.
Kening Lok Ceh tampak berkerut. Kelihatannya perasaannya
tegang dan wajahnya telah berubah menjadi murung. Gadis itu
tidak tahu harus bagaimana mengatakan situasi di depan
matanya. Terdengar sahutan dari dalam tandu.
"Membunuhmu!"
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmm! Berdasarkan apa?"
"Cuma tidak menghendakimu hidup!"
Mendadak terdengar suara Lok Ceh yang bergematar.
"Suhu!"
"Ada apa?"
"Suhu ampunilah dia!"
"Mengapa?"
"Dia... dia...."
"Kenapa diam?" bentak Thian Thay Sian Ceng yang berada di
dalam tandu. Wajah Lok Ceh bertambah murung, sekujur badannya
menggigil seperti kedinginan, tak mampu menyahut sama
sekali. "Nona Lok, kau tidak usah turut campur. Aku ingin lihat dia
bisa berbuat apa terhadap diriku."
Di saat bersamaan terdengar suara jeritan yang menyayat
hati. Tampak badan Lok Ceh terpental tiga depa lalu jatuh
gedebuk di tanah dengan mulutnya menyemburkan darah
segar. Pada saat itu juga terdengar suara Thian Thay Sian
Ceng. "Bocah perempuan! Tak kusangka kau berani membantu
orang luar!"
"Cepat bawa dia ke mari!"
Salah seorang wanita penggotong tandu segera melesat ke
arah Lok Ceh. Saat ini kegusaran Ciok Giok Yin telah
memuncak. Maka tanpa sadar dia menggunakan ilmu Hui Keng
Pou melesat ke arah wanita penggotong tandu itu. Namun
wanita penggotong tandu itu langsung menggeram seraya
melancarkan serangan. Seketika terdengar suara yang
menderu-deru. Sedangkan Ciok Giok Yin telah mengerahkan
Kan Yen Sin Keng sepenuhnya, kemudian mengeluarkan ilmu
pukulan Hong Lui Sam Ciang jurus ketiga. Ternyata Ciok Giok
Yin tidak mau membuang waktu. Dia ingin menghabisi nyawa
wanita penggotong tandu itu dengan satu pukulan.
Seketika terdengar jeritan menyayat hati dan darah segar
mucrat ke mana-mana. Tampak sosok tubuh terpental ke atas
dalam keadan tidak utuh. Sebelah kaki terbang ke atas lalu
jatuh di tanah.
Blam! Sungguh kebetulan, sebelah kaki itu justru jatuh di atas
tandu. Thian Thay Sian Ceng yang berada di dalam tandu,
langsung membentak gusar.
"Bocah! Kalau malam ini aku tidak bisa membeset kulitmu
lebih baik, tidak jadi orang!"
Mendadak tandu itu melambung ke atas. Sedangkan salah
satu wanita penggotong tandu, begitu melihat kawannya telah
mati di tangan Ciok Giok Yin, dia langsung menerjang ke arah
Ciok Giok Yin. Kini Ciok Giok Yin diserang dari atas dan bawah.
Betapa dahsyatnya kedua serangan itu! Terdengar suara
menderu-deru. Ternyata tandu yang berada di angkasa itu
meluncur laksana kilat ke arah Ciok Giok Yin. Sedangkan
wanita penggotong tandu menerjang dengan sepenuh tenaga.
Sesungguhnya Ciok Giok Yin ingin menyelamatkan Lok Ceh.
Namun dalam keadaan seperti itu, tidak mungkin dapat
menyelamatkannya. Sepasang matanya melotot dia siap
menyambut kedua serangan itu. Perlu diketahui, setelah
berhasil menguasai ilmu Kan Yen Sin Kang dari Liok Bun,
diapun berhasil menyatukan sari Ginseng Daging dengan hawa
mujizat Pil Api Ribuan Tahun. Sudah barang tentu membuat
lwee kangnya menjadi bertambah tinggi. Mendadak Ciok Giok
Yin berkertak gigi, lalu bersiul panjang. Setelah itu barulah dia
mengerahkan ilmu Hui Keng Pou. Tampak badannya mencelat
ke atas, tiga depa lebih tinggi dari tandu yang sedang meluncur
ke arahnya. Begitu badannya berada di angkasa, Ciok Giok Yin
berjungkir balik sekaligus meluncur ke arahnya.
Begitu badannya berada di angkasa, Ciok Giok Yin berjungkir
balik sekaligus melancarkan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang.
Terdengar suara jeritan yang menyayat hati, disusul oleh
suara 'Bum'. Wanita penggotong tandu itu terpental. Tubuhnya
sudah tak berbentuk lagi. Dia binasa secara mengenaskan.
Sedangkan tandu itu telah hancur berantakan berserakan di
tanah. Begitu kakinya menginjak tanah, Ciok Giok Yin langsung
memandang ke arah tandu.
"Sungguh wanita yang tak tahu malu!" serunya tak tertahan.
Ternyata Thian Thay Sian Ceng merupakan wanita yang amat
cantik, kelihatan seperti gadis berusia dua puluhan. Akan tetapi
dia justru tidak mengenakan pakaian, alias telanjang
bulat. Keindahan bentuk tubuhnya amat menggiurkan dan
memukau. Terutama sepasang payudaranya, menonjol seperti
payudara gadis berusia tujuh belasan. Otomatis membuat
orang yang menyaksikannya, menjadi memikirkan yang bukanbukan.
Thian Thay Sian Ceng tersenyum-senyum, berdiri
sejauh dua depa di hadapan Ciok Giok Yin. Benarkah wanita itu
adalah Thian Thay Sian Ceng" Ternyata seorang wanita cantik
yang tak berpakaian sama sekali.
"Siluman! Malam ini aku akan membeset kulit mu!"
Di saat Ciok Giok Yin baru mau melancarkan serangan,
mendadak Thian Thay Sian Ceng tertawa cekikikan lalu
berseru, "Tunggu!"
Ciok Giok Yin batal melancarkan serangan.
"Kau ingin meninggalkan pesan?" tanyanya gusar.
"Kau telah membunuh kedua muridku!" katanya beberapa
saat kemudian. "Aku pun ingin membunuhmu!"
"Ciok Giok Yin, kau suka aku" Lihatlah!"
Usai berkata, Thian Thay Sian Ceng lalu mengangkat sebelah
kakinya. Melihat itu pikiran Ciok Giok Yin langsung
menerawang. Mendadak Thian Thay Sian Ceng tertawa
cekikikan. Di saat bersamaan tubuhnya bergerak, tahu-tahu
kepalanya menyentuh tanah, sedangkan kedua belah kakinya
berada di atas. Setelah itu sepasang kakinya dibuka perlahanlahan.
Entah apa sebabnya, seketika Ciok Giok Yin berdiri
seperti linglung di tempat. Sepasang matanya terus menatap
Thian Thay Sian Ceng, terutama di bagian selangkangan itu.
Perlahan-lahan kesadarannya di pelupuk matanya muncul
beberapa sosok bayangan orang yang amat dikenalnya, yaitu
Seh Yong Yong, Ho Siu Kouw, Heng Thian Ceng, Bwee Han Ping
dan Tong Wen Wen. Semua bayangan itu hilang dan muncul
kembali di pelupuk matanya. Mengapa gadis-gadis itu begitu
tak tahu malu, satu persatu bertelanjang bulat di depan
matanya" Bukankah merupakan hal yang amat aneh sekali"
Entah sejak kapan Thian Thay Sian Ceng sudah berdiri tegak
kembali seperti biasa. Sepasang kakinya dirapatkan, kemudian
pinggul dan tubuhnya bergoyang-goyang dan meliukliuk.
Ternyata gerakan itu yang menciptakan khayalan di depan
mata Ciok Giok Yin, sehingga membuat pikirannya menjadi
kacau balau dan kesadarannyapun mulai kabur. Dia telah
melupakan dirinya berada di mana. Namun mulutnya terus
bergumam perlahan.
"Kakak! Kakak! Ke marilah!"
Terdengar suara tawa di empat penjuru, bahkan terdengar
pula suara seruan.
"Adik! Adik!"
Perlahan-lahan Ciok Giok Yin mengayunkan kakinya ke
depan. Mendadak terdengar suara bentakan yang memekakkan
telinga. "Bocah... !"
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jilid 23 Dengan sepasang mata membara Ciok Giok Yin tetap
melangkah maju selangkah demi selangkah. Sekonyongkonyong
terdengar lagi suara bentakan mengguntur.
"Bocah, ilmu Thut Goan Kang (llmu Menghilangkan
Kesadaran), cepat pejamkan mata bersemedi!"
Suara bentakan itu membuat Ciok Giok Yin tersentak
sadar. Dia tidak tahu siapa yang membentak, juga tidak tahu
bagaimana lihaynya ilmu Thut Goan Kang. Dia segera duduk
bersila di tanah sambil memejamkan matanya lalu
menghimpun hawa murninya untuk melawan ilmu tersebut.
Perlahan-perlahan pikiran menjadi jernih, hatinya tenang dan
kesadarannya pun mulai pulih. Di saat bersamaan terdengar
suara memecahkan keheningan.
"Thian Thay Sian Ceng, lebih baik kau ikut pergi, kau pasti
akan merasa senang dan puas......"
Thian Thay Sian Ceng yang telah gagal menaklukkan Ciok
Giok Yin, memang sudah amat gusar. Kini mendengar
perkataan itu tentunya seperti api tersiram bensin.
"Penjahat cabul, kau memang ingin cari mampus! Biar aku
menyempurnakanmu!" bentaknya sengit.
Mendadak dia menyerang orang yang baru muncul itu dengan
dahsyat. Siapa orang yang baru muncul itu" Ternyata adalah
Pek Hoa Tiap! Begitu melihat serangan yang dilancarkan Thian
Thay Sian Ceng, dia sudah tahu bahwa itu merupakan ilmu
pukulan yang mengandung tenaga lunak, tidak boleh dilawan
dengan tenaga keras. Oleh karena itu Pek Hoa Tiap langsung
berkelit, bahkan sekaligus balas menyerang. Angin pukulannya
menderu-deru, menerjang ke arah bagian yang mematikan di
badan Thian Thay Sian Ceng. Thian Thay Sian Ceng mengelak
serangan itu, kemudian balas menyerang lagi sehingga
terjadilah pertarungan yang amat seru dan sengit.
Sementara kesadaran Ciok Giok Yin telah pulih. Dia memang
tidak terkesan baik terhadap Pek Hoa Tiap maupun Thian Thay
Sian Ceng, maka ingin menunggu mereka berdua kelelahan,
baru turun tangan menghabisi kedua orang tersebut. Namun
mendadak dia teringat satu hal yang amat penting, yaitu
potongan kain yang telah hilang membuat hatinya
tersentak. Karena itu dia langsung melesat pergi, kemudian
berseru. "Siluman Thian Thay, aku masih punya urusan lain, mohon
pamit dulu!"
Kini Ciok Giok Yin terus memikirkan potongan kain yang
hilang itu, maka ketika melesat, dia pun memperhatikan
tempat-tempat yang dilaluinya. Mendadak dia melihat sosok
bayangan berkelebat di depan, kemudian menghilang. Hati
Ciok Giok Yin tergerak dan membatin 'Bentuk bayangan itu,
rasanya kukenal. Apakah......' Ciok Giok Yin segera
mengerahkan ginkang melesat laksana kilat ke depan. Akan
tetapi setibanya di depan sana dia tidak melihat bayangan apa
pun. Ciok Giok Yin melesat lagi ke depan, namun tetap tiada
hasilnya, tidak tampak lagi bayangan tadi.
Dia berhenti di tempat tinggi lalu memandang ke sana kemari
sambil termenung. Ternyata dia mencurigai bayangan orang itu
adalah orang yang mencuri potongan kainnya. Kalau orang itu
kabur, entah harus ke mana mencarinya" Di saat dia sedang
termenung mendadak terdengar suara 'Plak Plak' membuat
hatinya tersentak kaget. Suara itu kedengarannya dari
belakang puncak. Ciok Giok Yin segera membalikkan badannya
lalu melesat ke arah suara. Setibanya di tempat itu, dia melihat
sebuah rimba dan tampak dua orang sedang bertarung sengit.
Kedua orang itu adalah Heng Thiang Ceng dan orang
berpakaian abu-abu memakai kain penutup muka. Berdasarkan
kepandaian Heng Thian Ceng, bertarung seimbang dengan
orang itu, dapat dibayangkan betapa tingginya kepandaian
orang tersebut. Ciok Giok Yin bersiul panjang, lalu
menggunakan jurus Tiang Hong Mek Te (Pelangi Panjang
Merosot ke Bumi) melesat ke arah pertarungan. Kemudian
dengan jurus Cun Yun Cut Yu (Awan terbang di Angkasa) dia
menotok jalan Thian Coan Hiat di bagian belakang orang
berpakaian abu-abu. Orang berpakaian abu-abu itu sedang
melayani Heng Thian Ceng, maka keadaannya telah lelah
sekali. Kini dia melihat Ciok Giok Yin campur tangan
menyerangnya, maka membuat hatinya menjadi gugup. Justru
karena itulah dia menjadi nekad.
"Lohu akan mengadu nyawa denganmu!" bentaknya gusar.
Sepasang tangannya bergerak cepat bagaikan sepasang
sayap burung rajawali, menyerang Heng Thian Ceng dan Ciok
Giok Yin. Serangannya memang amat lihay dan dahsyat,
namun sudah tidak begitu mengandung tenaga. Itu tidak
terlepas dari mata Heng Thian Ceng, maka dia segera berseru
pada Ciok Giok Yin.
"Adik, cepat bunuh dia!" Kemudian dia menatap orang
berpakaian abu-abu. "Tok Ling Siu (Si Naga Beracun), kalau
kau tahu diri, cepat kembalikan barang yang kau curi itu! Kalau
tidak"..." bentaknya.
Ucapan Heng Thiang Ceng belum selesai, Tok Liong Siu sudah
menghardik sengit.
"Wanita siluman, kalaupun hari ini aku binasa, kalian berdua
tetap akan mati secara mengenaskan pula!"
Setelah menghardik, mendadak dia melesat pergi. Akan tetapi
Heng Thiang Ceng dan Ciok Giok Yin sudah menduga akan hal
tersebut, maka mereka berdua mendengus dingin, kemudian
melancarkan pukulan serentak ke arah Tok Liong Siu yang
berusaha kabur.
Bum! Bum! Tampak batu-batu kecil di tempat itu beterbangan tersambar
angin pukulan yang dilancarkan Heng Thian Ceng dan Ciok
Giok Yin. Di saat bersamaan terdengar pula suara jeritan.
Aaaaakh... !"
Tok Liong Siu terpental tiga depa dengan mulut
menyemburkan darah segar kemudian roboh dan nyawanya
melayang seketika.
"Adik, cepat geledah!" kata Heng Tian Ceng.
Ciok Giok Yin langsung melesat ke arah mayat itu, lalu
menggeledahnya. Dia berhasil menemukan potongan kain di
dalam saku baju Tok Liong Siu.
"Kakak, aku amat berterimakasih padamu. Tak diduga di
tempat ini aku berjumpa denganmu." katanya terharu.
"Adik, kini bukan saatnya kau berterimakasih pada kakak.
Cepat ikut kakak ke sana!"
Heng Thiang Ceng melesat ke dalam rimba. Ciok Giok Yin
segera mengikutinya dari belakang. Mereka berdua terus
melesat, tak lama sampailah di sebuah lembah. Heng Thian
Ceng berhenti lain menghela nafas panjang.
"Adik, untung dalam waktu singkat kau berhasil menemukan
kembali barang yang hilang itu. Kalau jatuh ke tangan
perkumpulan Sang Yen Hween, akibatnya sungguh tak dapat
dibayangkan!" Dia menengok ke sana ke mari. "Tempat ini
amat sepi dan tidak ada orang. Alangkah baiknya kau
keluarkan potongan kain itu, agar kakak dapat membantumu
mengungkap rahasianya itu."
Ciok Giok Yin segera mengeluarkan potongan kain itu.
Kemudian mereka berdua duduk di atas sebuah batu besar
sambil memperhatikan potongan kain tersebut. Ternyata pada
potongan kain itu telah muncul sebuah gambar pemandangan,
yang terdapat puncak gunung, lembah dan air terjun meluncur
ke sebuah sungai. Setelah melihat gambar pemandangan itu,
Heng Thian Ceng dan Ciok Giok Yin terus berpikir dengan
kening berkerut-kerut. Berselang beberapa saat tampak
sepasang mata Ciok Giok Yin berbinar-binar.
"Kakak, aku pikir Seruling Perak disembunyikan di tempat itu.
Namun aku tidak tahu di mana letak gunung itu. Pengetahuan
Kakak lebih luas, mungkin mengenali gunung itu."
Heng Thian Ceng menengadahkan kepalanya. Kelihatannya
dia sedang berpikir keras. Beberapa saat kemudian dia
bergumam. "Apakah..... Hah" Jangan-jangan Liong Kang (Sungai Naga)?"
Ciok Giok Yin tidak paham akan gumaman Heng Thiang Ceng,
"Kakak, di mana pemandangan itu" Cepat beritahukanku!"
Heng Thiang Ceng tersenyum.
"Pemandangan itu sepertinya berada di tebing Cing Ling, tapi
saat ini kakak belum berani memastikannya, harus ke sana
menyelidikinya."
Ciok Giok Yin yang ingin segera memperoleh Seruling Perak,
agar dapat belajar ilmu silat tertinggi, demi membasmi para
iblis dan siluman. Maka dia langsung mengajak Heng Thian
Ceng ke tebing Cing Li ng. Heng Thian Ceng menurut.
Kemudian mereka berdua segera berangkat. Di tengah jalan
mereka membeli dua ekor kuda, setelah itu barulah
melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda. Petang hari
ini mereka berdua sudah tiba di kaki gunung. Di kaki gunung
tersebut terdapat sebuah kota kecil. Walau cuma terdiri dari
ratusan rumah, tapi kota kecil itu amat ramai. Heng Thian Ceng
dan Ciok Giok Yin singgah di kota kecil itu untuk membeli
sedikit makanan kering, lalu melanjutkan perjalanan memasuki
gunung itu. Bukan main indahnya panorama di tempat itu! Namun
mereka berdua sama sekali tidak menikmatinya. Berselang
beberapa saat mereka berdua berhenti di atas sebuah tebing,
kemudian memperhatikan pemandangan di sekitar tebing
itu. Mendadak mata mereka terbelalak, ternyata melihat
pemandangan yang persis seperti gambar pemandangan dalam
potongan kain itu. Dapat dibayangkan betapa girangnya hati
Ciok Giok Yin. Dia langsung bersiul panjang sekaligus meluncur
ke bawah menggunakan jurus Han Ouh Uak Sui (Burung Gagak
Melintas Air). Sungguh indah gerakannya! Heng Thian Ceng
yang sudah berpengalaman khawatir di tempat Seruling Perak
itu terdapat binatang beracun. Karena itu dia pun ikut
meluncur ke bawah. Mendadak rimba bambu di depannya
tampak bergoyang-goyang dan terdengar suara hembusan
angin yang menderu-deru. Menyaksikan itu, Heng Thian Ceng
segera berseru.
"Adik, hati-hati!"
Di saat bersamaan terlihat seekor kelabang meluncur ke luar
dari dalam rimba bambu. Mulut binatang berbisa itu
menyemburkan bisa, sehingga menimbulkan suara mendesisdesis.
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin" Dia bergerak
cepat mencelat ke belakang, kemudian melayang turun di
samping Heng Thian Ceng. Setelah itu barulah dia memandang
ke arah binatang berbisa itu dan seketika terbelalak. Ternyata
kelabang beracun itu panjangnya hampir satu depa. Sepasang
matanya memerah, sedangkan ekornya menghempas ke sana
ke mari, membuat batu di sekitarnya menjadi hancur
berhamburan ke mana-mana. Di saat bersamaan timbul, suatu
pikiran dalam benak Ciok Giok Yin. Dia segera memungut
sebuah batu kecil, lalu disambit ke arah mata kiri kelabang
berbisa itu. Sambitan Ciok Giok Yin jitu mengenai sasaran sehingga mata
kiri kelabang berbisa itu terluka. Sudah barang tentu binatang
berbisa tersebut mengamuk hebat. Namun Ciok Giok Yin
bergerak cepat, menyambit lagi dengan sebuah batu kecil ke
arah mata kanan kelabang berbisa itu.
Cessss! Tepat mengenai sasaran. Kini sepasang mata kelabang
berbisa itu telah buta. Hal itu justru membuat binatang berbisa
itu mengamuk lebih hebat. Ekornya terus menghempas ke sana
ke mari menghancurkan batu di sekitarnya, bahkan mulutnya
terus menyemburkan uap amat berbisa. Bersamaan itu Heng
Thian Ceng cepat-cepat menarik Ciok Giok Yin untuk
menyingkir ke sebuah batu besar. Berselang beberapa saat
barulah kelabang berbisa itu diam tak bergerak lagi. Saat ini
hari pun sudah mulai gelap. Heng Thiang Ceng menarik Ciok
Giok Yin keluar dari balik batu besar itu, lalu duduk di atas
sebuah batu hijau. Mereka berdua mulai menyantap makanan
kering, sambil memperhatikan tempat tersebut.
"Kakak, pemandangan di sini memang tidak berbeda dengan
pemandangan yang ada di potongan kain. Tapi berada di mana
Seruling Perak itu, tiada penjelasan dalam gambar itu. Kita
harus mencari ke mama?"
Ciok Giok Yin terus menatap Heng Thian Ceng, kelihatannya
sangat mengharapkan jawaban positif dari wanita itu. Heng
Thian Ceng balas menatapnya, lalu tersenyum seraya berkata.
"Adik, kau cerdas selamanya, tapi tidak cermat sesaat. Coba
lihat, sekarang waktunya kakak memberitahukan padamu
sabarlah!"
Jawaban Heng Thian Ceng itu sungguh membingungkan Ciok
Giok Yin. Dia sama sekali tidak paham akan ucapan wanita
itu. Akan tetapi berselang sesaat dia telah memahami suatu hal
maka seketika dia tertawa gelak, kemudian berkata.
"Kakak sungguh hebat! Setiap perkataan Kakak mengandung
misteri. Kalau adikmu yang bodoh ini tidak memiliki sedikit
kecerdasan, pasti terkecoh oleh ucapan Kakak."
Mereka berdua tertawa-tawa. Tak terasa sang rembulan
sudah bergantung di langit, memancarkan cahayanya yang
cukup terang. Mendadak Heng Thian Ceng menunjuk ke
seberang, ke arah sebuah batu besar,
"Adik, lihat apa itu?" katanya.
Ciok Giok Yin segera memandang ke arah yang ditunjuk Heng
Thian Ceng. Tampak dinding tebing di sana gemerlapan
tertimpa Cahaya rembulan. Bukan main girangnya hati Ciok
Giok Yin! Tanpa mengucapkan apa pun dia langsung menarik
Heng Thian Ceng. Mereka berdua melesat ke arah seberang
dan tak lama tiba di tempat tersebut. Dinding tebing yang
gemerlapan itu tingginya hampir lima depa. Ciok Giok Yin terus
menatap dinding tebing itu, namun tidak melihat sesuatu yang
mencurigakan. Maka dia segera menoleh ke belakang seraya
berkata pada Heng Thian Ceng.
"Kakak melindungiku dari bawah, aku seorang diri akan
memeriksa ke atas!"
Heng Thian Ceng berpikir sejenak. Apa yang dikatakan Ciok
Giok Yin memang masuk akal, maka dia manggut-manggut
seraya berpesan,
"Adik harus hati-hati, jangan bertindak ceroboh!"
Ciok Giok Yin mengangguk, kemudian mencelat ke atas.
Kebetulan di dinding tebing itu terdapat batu yang agak
menonjol ke luar, pas untuk Ciok Giok Yin menaruh sepasang
kakinya. Dia mulai memeriksa dinding tebing itu, namun tidak
menemukan keganjilan apa pun. Tentunya membuat Ciok Giok
Yin amat penasaran, lalu tangannya mengetuk dinding tebing
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu beberapa kali. Mendadak wajah Ciok Giok Yin tampak
berseri dan dia segera mengerahkan lwee kangnya meneka
dinding tebing itu.
Kreeek! Tampak dinding tebing itu terbuka sedikit. Dengan hati
berdebar-debar tegang Ciok Giok Yin menjulurkan tangannya
ke dalam lubang itu. Ujung jarinya meraba sebuah kotak. Ciok
Giok Yin cepat-cepat mengerahkan tenaga untuk menarik kotak
itu. Setelah kotak itu tertarik ke luar, lubang itu tertutup
kembali seperti semula. Ciok Giok Yin meloncat turun dengan
wajah cerah ceria. Begitu sampai di bawah, Heng Thian Ceng
menyambutnya dengan penuh kegirangan. Mereka berdua
memperhatikan kotak panjang itu, kemudian Ciok Giok Yin
membukanya, koktak itu berisi Seruling Perak yang
mamancarkan cahaya menyilaukan mata. Setelah melihat
Seruling Perak tersebut Heng Thian Ceng berkata,
"Adik, kini Seruling Perak sudah berada di tanganmu. Kita
jangan lama-lama di sini, harus segera berangkat ke Jurang
Maut menemui wanita aneh, kemudian menyatukan kitab Cu
Cian dengan Seruling Perak agar adik dapat belajar ilmu silat
tertinggi."
"Apa yang Kakak katakan memang benar. Tapi jurang itu
amat dalam, kakak tidak bisa turun ke bawah. Lagi pula wanita
aneh di dalam jurang itu tidak menghendaki kehadiran orang
ketiga di tempatnya."
Heng Thian Ceng tersenyum seraya berkata, "Adik bodoh,
kakak cuma mengantarmu sampai di situ, tidak bilang mau ikut
turun ke bawah kan?"
Wajah Ciok Giok Yin kemerah-merahan, "Kakak, mari kita
berangkat!" ajaknya.
Heng Thian Ceng mengangguk, kemudian mereka berdua
meninggalkan tempat itu menuju Jurang Maut. Belasan hari
kemudian, di suatu tempat yang amat sepi dekat Jurang Maut
terlihat dua orang duduk berdampingan. Siapa kedua orang
itu" Tidak lain adalah Ciok Giok Yin dan Heng Thian Ceng.
Mereka berdua saling menatap dengan mesra, bahkan
kelihatan enggan berpisah. Di saat bersamaan mendadak
terdengar suara pertarungan dan cacian didalam sebuah
lembah. Suara itu makin lama makin dekat, tentunya membuat
hati mereka berdua tersentak. Mereka berdua cepat-cepat
bangkit berdiri. Sementara suara pertarungan dan bentakan itu
semakin mendekat.
"Celaka!" seru Ciok Giok Yin.
Mendadak dia melesat ke dalam lembah itu. Heng Thian Ceng
tertegun namun kemudian melesat mengikuti Ciok Giok
Yin. Tak lama kemudian mereka berdua sudah memasuki
lembah itu. Di sebidang tanah kosong tampak belasan
bayangan orang berdiri. Setelah menegasi belasan orang itu,
seketika wajah Ciok Giok Yin tersirat hawa membunuh dan
darahnya terasa bergolak-golak. Ternyata belasan orang itu
adalah para anggota perkumpulan Seng Yen Hwee yang
berkepandaian tinggi. Mereka mengepung si Bongkok Arak dan
pengemis tua Te Hang Kay. Di antara para anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee itu terdapat dua orang tua
memakai kain penutup muka. Telapak tangan mereka
menempel pada punggung dua anak gadis, yang tidak lain
adalah Seh Yong Yong dan Ie Ling Ling. Terdengar Siau Bin
Sanjin tertawa terkekeh- kekeh lalu berkata,
"Pengemis tua, kalau kau tahu diri, cepat ikut lohu ke markas!
Aku jamin sehelai rambutmu pun tidak akan terganggu! Tapi
kalau kau tidak mau tidak mau, pasti akan merasakan siksaan!
Lagi pula di sini ada dua orang gadis. Asal lohu turunkan
perintah, mereka berdua pasti tidak bisa hidup lagi!"
Usai berkata, Siau Bin Sanjin tertawa puas samba
mengarahkan jari telunjuknya pada kedua gadis itu. Te Heng
Kay dan si Bongkok Arak berkepandaian amat tinggi, namun
dalam keadaan seperti itu mereka berdua sama sekali tidak
berani berani bertindak ceroboh, boleh dikatakan tidak bisa
berbuat apa-apa. Saking gusarnya sepasang mata si Bongkok
Arak memancarkan cahaya berapi-api, menuding Siau Bin
Sanjin seraya membentak.
"Maling tua! Jabatanmu sebagai Pelindung Utama di
perkumpulan Sang Yen Hwee, tapi cara yang kau gunakan
justru amat rendah! Apakah masih terhitung seorang gagah"
Kalau kau bernyali, mari kita bertarung, jangan menyandera
kedua gadis itu!"
Meskipun si Bongkok Arak berkata demikian, tapi hatinya
tetap berdebar-debar tegang.
"Hei! Setan Arak, jangan bermulut besar! Lebih baik kalian
berdua ikut kami ke markas agar tidak menderita di sini!"
Kedua tokoh dunia persilatan itu sama sekali tidak menduga
kalau hari ini akan dikendalikan orang. Sudah barang tentu
membuat gusar sekali! Namun mereka berdua justru tidak
dapat berbuat apa-apa. Mendadak tampak dua sosok bayangan
melesat ke tempat itu laksana kilat, ternyata Ciok Giok Yin dan
Heng Thian Ceng. Seketika itu juga terdengar suara jeritan
yang menyayat hati dua kali dan tampak dua anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee telah roboh binasa. Sedangkan
kedua gadis itu telah pindah ke tangan Heng Thian Ceng dan
jalan darah mereka yang tertotok langsung
dibebaskan. Kejadian yang mendadak itu sungguh diluar
dugaan kedua pihak tersebut! Kini Siau Bin Sanjin sudah tidak
bisa tertawa lagi. Sepasang matanya melotot bengis menatap
Ciok Giok Yin. "Bocah haram! Lohu akan mengadu nyawa denganmu!"
bentaknya sengit.
Dia langsung menyerang Ciok Giok Yin dengan jurus Liat Pik
Hwa San (Tenaga Membelah Gunung Hwa San). Sementara
kegusaran si Bongkok Arak yang tidak terlampiaskan, setelah
melihat kedua gadis itu bebas, dia langsung bergerak cepat
melancarkan sebuah pukulan ke arah Siau Bin Sanjin.
Bum! Terdengar suara benturan dahsyat. Setelah itu terjadilah
pertarungan yang amat sengit dan seru antara si Bongkok Arak
dengan Siau Bin Sanjin. Sedangkan Heng Thian Ceng dan
pengemis tua Te Hang Kay juga tidak tinggal diam. Mereka
berdua segera menyerang para anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee tersebut tanpa memberi ampun. Terdengar suara jeritan
di sana sini yang menyayat hati. Berselang beberapa saat
sudah tampak mayat-mayat para anggota perkumpulan Sang
Yen Hwee bergelimpangan di tempat itu. Melihat keadaan yang
tak menguntungkan itu, Siau Bin Sanjin berniat mengambil
langkah seribu. Oleh karena itu dia menyerang si Bongkok Arak
bertubi-tubi, sehingga membuat si Bongkok Arak terpaksa
mundur beberapa langkah.
Kesempatan itu tidak disia-siakannya. Dia segera bersiul
panjang sambil melesat pergi. Para anggota perkumpulan Sang
Yen Hwee yang tersisa itu pun langsung kabur terbiritbirit.
Ciok Giok Yin dan Heng Thian Ceng yang amat
mendendam terhadap perkumpulan Sang Yen Hwee ingin
mengejar mereka. Akan tetapi si Bongkok Arak cepat-cepat
mencegahnya. "Siau Kun, tidak usah mengejar mereka, biarlah mereka
pergi! Perkumpulan Sang Yen Hwee telah banyak melakukan
kejahatan, kelak mereka pasti memperoleh ganjarannya!"
"Aku pasti membasmi mereka semua!" sahut Ciok Giok Yin.
Pertarungan itu telah berakhir. Terlihat begitu banyak
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee telah menjadi
mayat. Mereka memandang mayat-mayat itu sejenak, lalu
meninggalkan tempat itu dan kemudian duduk di atas sebuah
batu besar. Nona Seh dan Nona Ie duduk berhadapan dengan
Ciok Giok Yin. Sebenarnya kedua gadis itu ingin mengatakan isi
hati kepada Ciok Giok Yin. Namun di hadapan begitu banyak
orang, akhirnya mereka berdua hanya bisa menatap pemuda
itu dengan mesra. Ciok Giok Yin tahu itu, tapi tidak berani
memperlihatkan rasa cintanya terhadap kedua tunangannya
itu. Berselang beberapa saat Ciok Giok Yin bertanya pada si
Bongkok Arak. "Lo cianpwee, di mana kalian berjumpa dengan para anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee itu" Dan bagaimana Adik Yong
serta Adik Ling terjatuh ke tangan mereka?"
Si Bongkok Arak meneguk araknya setelah itu menutur
tentang kejadian tersebut. Ternyata si Bongkok Arak dan
pengemis tua Te Hang Kay berpisah dengan Ciok Giok Yin.
Mereka terus menyelidiki orang yang mencuri potongan kain
itu. Kemarin ketika bersantap di sebuah rumah makan, justru
tanpa sengaja memperoleh suatu informasi. Perkumpulan Sang
Yen Hwee mengerahkan belasan orang berkepandaian tinggi
untuk menangkap seorang musuh bermarga Ciok, bahkan telah
menangkap dua gadis yang punya hubungan dengan orang
bermarga Ciok itu. Maka si Bongkok Arak dan pengemis tua Te
Hang Kay mengejar sampai di tempat itu. Setelah mendengar
penuturan tersebut, Ciok Giok Yin segera menutur tentang
keberhasilannya menemukan kembali potongan kain yang
hilang. Semua orang segera memberi selamat padanya dan
berjanji tiga bulan kemudian berkumpul kembali di tempat
Siong Su Pou. Ciok Giok Yin menunggu mereka meninggalkan
tempat itu, barulah melesat ke arah Jurang Maut.
Setibanya di Jurang Maut dia menengok ke sana ke mari.
Setelah jelas tiada seorang pun menguntitnya, barulah dia
mengerahkan ilmu Hui Keng Pou meluncur ke bawah jurang
itu. Begitu sepasang kakinya menginjak dasar jurang,
mendadak tampak sosok bayangan melesat ke luar dari balik
batu besar, bukan main cepatnya. Tentunya amat mengejutkan
Ciok Giok Yin. Dia tidak menyangka bahwa masih ada musuh
mengejarnya sampai ke dasar jurang itu. Seketika dia
mengerahkan lwee kangnya, siap menghadapi segala
kemungkinan. "Siapa?" bentaknya.
Sosok bayangan itu berhenti di hadapan Ciok Giok Yin.
"Siauhiap, aku!" sahutnya.
Ciok Giok Yin segera memandang ke depan. Ternyata orang
itu adalah Suya atau Penasihat dari perkumpulan Sang Yen
Hwee. "Siauhiap, kita tidak leluasa bicara di sini, mari ke tempat
lain!" kata Penasihat perkumpulan Sang Yen Hwee.
Ciok Giok Yin mengangguk, kemudian bersama orang itu
melesat ke balik sebuah batu besar.
"Entah ada petunjuk apa cianpwee memunculkan diri di sini?"
tanya Ciok Giok Yin.
"Siauhiap, pertarungan hari ini telah menyebabkan
perkumpulan Sang Yen Hwee menurunkan perintah rahasia
untuk mengerahkan segenap kekuatan guna menghadapi
siauhiap, harap siauhiap waspada!"
"Terimakasih atas kebaikan cianpwee memberitahukan
tentang itu. Lagi pula cianpwee pernah menolongku, aku
berterimakasih sekali. Namun aku punya dendam yang amat
dalam terhadap pihak perkumpulan Sang Yen Hwee, tentunya
aku akan membasmi mereka semua. Mohon cianpwee segera
mengundurkan diri dari perkumpulan itu agar tidak terseret ke
dalam. Apakah cianpwee sudi mendengar nasihatku?"
Penasihat perkumpulan Sang Yen Hwee yang bernama Ouw
Cih menatap Ciok Giok Yin dengan mata berbinar-binar.
"Tidak meleset dugaan lohu, tidak salah adalah keturunan
kawan baikku! Oh ya, apakah di dada siauhiap terdapat sebuah
tahi lalat merah" Harap memberitahukan pada lohu!"
Selama ini Ciok Giok Yin belum tahu jelas tentang asalusulnya.
Maka begitu Ouw Cih bertanya tentang itu, dia
langsung mengangguk.
Ketika Ciok Giok Yin menanyakan asal-usulnya, Ouw Cih
menyahut. "Ciok siauhiap, sekarang bukan saatnya menceritakan asalusulmu.
Lohu tidak bisa lama-lama di sini. Kita akan berjumpa
lagi kelak, sampai jumpa!"
Tampak badan Ouw Cih bergerak, dalam sekejap sudah tidak
kelihatan bayangannya. Ciok Giok Yin tertegun, sebab Ouw Cih
menanyakan tentang tahi lalat merah di dadanya. Kalau begitu
dia pasti tahu asal-usulnya namun seperti yang lain, dia tidak
mau memberitahukannya. Ciok Giok Yin menggelenggelengkan
kepala sambil bergumam perlahan.
"Air surut batu akan tampak, awan buyar terlihat sinar
rembulan. Suatu hari nanti pasti akan jelas mengapa harus
merisaukan?"
Kemudian dia menengok ke sana ke mari. Setelah yakin tidak
ada orang, barulah dia mengerahkan ilmu Hui Keng Pou
meluncur ke dalam lubang yang mirip sebuah sumur
besar. Ketika sepasang kakinya menginjak dasar tempat itu,
terdengar suara yang dikenalnya.
"Nak, akhirnya kau kembali juga."
Ciok Giok Yin menoleh. Tampak bayangan wanita tua kehijauhijauan
berdiri di mulut goa. Dia segera maju seraya memberi
hormat. "Boanpwee menghadap cianpwee!"
Bayangan wanita tua kehijau-hijauan itu mengibaskan
tangannya. "Tidak usah banyak peradatan, mari ikut aku!"
Tak lama kemudian mereka berdua sudah sampai di dalam
ruang batu, tempat Ciok Giok Yin pernah merawat lukanya.
"Nak, kau sudah memperoleh Seruling Perak itu?" tanya
bayangan wanita tua kehijau-hijauan.
"Boanpwee sungguh beruntung telah memperoleh Seruling
Perak itu!"
Ciok Giok Yin segera melepaskan ikatan pada punggungnya,
lalu menyerahkan sebuah kotak panjang kepada bayangan
wanita tua kehijau-hijauan seraya berkata.
"Cianpwee, Seruling Perak berada di dalam kotak panjang ini,
mohon Cianpwee membukanya!"
Wanita tua kehijau-hijuan menerima kotak panjang tersebut,
kemudian menghela nafas.
"Nak, kau memang beruntung. Semoga setelah kau berhasil
menguasai ilmu silat tertinggi itu, dapat membuat tenang dan
damai dalam rimba persilatan."
"Boanpwee pasti menuruti nasihat cianpwee."
"Kau boleh beristirahat di ruang lain. Setelah aku berhasil
mengungkap rahasia Seruling Perak ini, barulah akan memberi
petunjuk padamu untuk melihat ilmu silat tertinggi itu."
"Ya, cianpwee!"
Ciok Giok Yin segera pergi ke ruang batu yang lain.
Sedangkan wanita tua kehijau-hijauan terus memperhatikan
Seruling Perak tersebut. Ternyata di dalam lubang Seruling
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perak itu terdapat sebuah kitab tipis. Wanita tua kehijauhijauan
mengerahkan lwee kangnya mengeluarkan kitab tipis
tersebut. Isi kitab tipis itu menjelaskan bagaimana caranya
menggunakan kitab Cu Cian. Setelah itu wanita tua kehijauhijauan
pergi menemui Ciok Giok Yin dan memberitahukan cara
menggunakan kitab Cu Cian. Ciok Giok Yin sudah tahu cara
menggunakan kitab Cu Cian. Dia segera membawa kitab itu ke
kolam Air Susu Baru yang ada di belakang goa, kemudian
direndam ke dalam kolam itu.
Walau sudah lewat beberapa saat, tapi tiada perubahan apa
pun. Ciok Giok Yin terus menunggu. Dua jam telah berlalu, tapi
tetap tiada perubahan apa-apa, sehingga membuat hati Ciok
Giok Yin mulai gugup. Dia terus menunggu dengan hati
berdebar-debar tegang. Tiga jam kemudian Air Susu Batu di
dalam kolam itu mulai mengepulkan uap putih. Ciok Giok Yin
menatap perubahan itu dengan mata tak berkedip. Setelah uap
putih itu sirna, kitab Cu Cian pun mulai tampak huruf-hurufnya.
Tentunya membuat hati Ciok Giok Yin amat girang. Di saat
bersamaan wanita tua kehijau-hijauan muncul.
"Nak, kitab Cu Cian sudah memperlihatkan huruf-hurufnya.
Kau boleh mulai belajar! Aku tiada jodoh dengan kitab itu,
maka tidak boleh melihat."
"Terimakasih atas kebaikan cianpwee yang telah dilimpahkan
pada boanpwee," ucap Ciok Giok Yin dengan rasa haru.
"Nak, kau boleh mulai belajar di dalam ruang batu itu."
"Terimakasih, cianpwee!"
Wanita tua kehijau-hijauan berkelebat pergi, sedangkan Ciok
Giok Yin cepat-cepat membawa kitab Cu Cian ke dalam ruang
batu. Ditaruhnya kitab itu di atas meja batu, kemudian dia
mulai membaca. Di bagian muka kitab itu tertera huruf-huruf
'Cu Cian Sin Kang'. Cu Cian Sin Kang terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama adalah Gin Tie Sin Kang (Tenaga Sakti
Seruling Perak), terdiri dari tiga jurus. Jurus kesatu Khay Thian
Loan Te (Membuka Langit Mengacau Bumi). Jurus kedua Gin
Tie Yu Hou (Seruling Perak Menaklukkan Harimau). Jurus
ketiga Tou Seng Cai Goat (Mencari Bintang Memetik
Bulan). Bagian kedua adalah Hian Thian Tie Pou (Irama Suara
Langit). Ketiga jurus itu amat lihay, dahsyat dan aneh. Ciok
Giok Yin mulai belajar mengikuti gambar dan petunjuk yang
ada di dalam kitab Cu Cian. Walau dia amat cerdas, namun
membutuhkan waktu satu bulan barulah berhasil menguasai
ketiga jurus tersebut. Kini Ciok Giok Yin mulai belajar Hian
Thian Tie Pou, namun harus diawali dengan menghimpun hawa
murni. Ketika Ciok Giok Yin baru mulai belajar ilmu tersebut, hawa
murninya belum bisa berputar menuruti kehendak
hatinya. Sebulan kemudian, terasa ada perubahan, karena
hawa murni Ciok Giok Yin berputar-putar bagaikan gelombang
laut. Ciok Giok Yin tahu bahwa dirinya telah berhasil melatih
Hui Kang (Himpunan Tenaga Dalam), maka girangnya bukan
kepalang. Tie Pou terdiri dari tiga bagian. Bagian kesatu Ih Loan Ceng
Mi (Hati Kacau Terpikat Cinta). Bagian kedua Hong Yun Pian
Sek (Angin Awan Berubah Warna). Bagian ketiga Lok Hun Keng
Hun (Mengejutkan Sukma). Tak terasa sama sekali, kini sudah
genap tiga bulan Ciok Giok Yin berada di dalam ruang batu itu.
Dalam waktu tiga bulan dia telah berhasil menguasai ilmu Gin
Tie Sin Kang dan ilmu Hian Thian Tie Pou. Ketika hari mulai
pagi, mendadak wanita tua kehijau-hijauan itu muncul di
hadapan Ciok Giok Yin.
"Selamat Nak! Kini kau telah berhasil menguasai ilmu yang
tertinggi di kolong langit ini," katanya dengan lembut.
Ciok Giok Yin segera memberi hormat.
"Semua itu adalah atas kebaikan cianpwee, boanpwee takkan
lupa selama-lamanya."
"Nak, kini malapetaka mulai melanda dunia persilatan.
Beberapa bulan ini perkumpulan Sang Yen Hwee mengundang
tokoh-tokoh golongan hitam yang telah lama menyendiri.
Sekarang kau memikul tugas yang amat berat, tapi jangan
terlampau banyak membunuh, ampunilah orang yang mau
bertobat!" Wanita tua kehijau-hijauan itu diam sejenak.
"Seruling Perak boleh kau bawa, namun kitab Cu Cian tetap
disimpan di sini agar tidak jatuh ke tangan orang jahat."
"Boanpwee menuruti perintah cianpwee."
Ciok Giok Yin menyerahkan kitab Cu Cian kepada wanita tua
kehijau-hijauan. Namun justru membuatnya terbelalak, karena
kitab Cu Cian telah berubah putih tidak terdapat sebuah huruf
pun. Sungguh amat menakjubkan! Ciok Giok Yin bersujud di
hadapan wanita tua kehijau-hijauan, lalu meninggalkan ruang
batu. Setelah itu dia mengerahkan ilmu Hui Keng Pou melesat
ke atas, tak lama sudah berada di atas Jurang Maut. Dia bersiul
panjang kemudian melesat pergi laksana kilat.
Pada malam harinya Ciok Giok Yin bermalam di penginapan
Siong Su Pou. Usai makan malam, dia mulai duduk bersamadi
di atas ranjang. Ketika lewat tengah malam barulah usai
samedinya. Mendadak Ciok Giok Yin mendengar desiran angin
yang amat lirih di atap penginapan. Dia tahu bahwa suara itu
adalah suara desiran pakaian orang yang melakukan
perjalanan malam. Berdasarkan suara desiran itu, dapat
dipastikan bahwa ginkang orang itu amat tinggi. Seketika Ciok
Giok Yin berpikir, pertemuan antara dia dengan si Bongkok
Arak dan lainnya memang sudah dekat, lagi pula harus keluar
kota. Seandainya orang itu adalah musuh, lebih baik
mengikutinya. Setelah mengambil keputusan tersebut, Ciok
Giok Yin segera melesat ke luar melalui jendela.
Tampak bulan sabit dan bintang-bintang memancarkan
cahaya di langit. Di bawah sinar yang agak remang-remang,
terlihat sosok bayangan melesat ke arah utara. Ciok Giok Yin
segera mengerahkan ginkangnya, terus mengikuti bayangan
tersebut. Makin lama makin dekat, bahkan kini jarak mereka
hanya kira-kira lima depa. Mendadak terdengar suara benturan
pukulan di dalam sebuah kuil, sedangkan bayangan itu melesat
ke dalam kuil tersebut. Ciok Giok Yin tidak berlaku ceroboh. Dia
tidak mengikuti bayangan itu masuk ke dalam kuil, melainkan
melesat ke rumput alang-alang di pinggir jalan.
Walau sudah lewat beberapa saat, namun tidak tampak
sesuatu yang mencurigakan di dalam kuil itu. Berdasarkan
pakaiannya, kemungkinan besar bayangan tadi adalah anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee. Oleh karena itu Ciok Giok Yin
segera melesat ke pinggir atap kuil, kemudian bergantung di
situ sambil memandang ke dalam. Tampak empat orang duduk
menghadap meja di ruang besar.
Orang yang duduk di kursi besar berwajah seperti kuda.
Jenggotnya sudah mulai memutih dan sepasang matanya
berkilat-kilat, pertanda memiliki lwee kang yang amat tinggi.
Usianya kira-kira enam puluh tahun. Orang yang duduk di
sebelah kiri berwajah kekuning-kuningan, penuh bewok dan
badannya kekar. Kelihatannya orang itu ahli gwa kang (Tenaga
Luar). Orang yang duduk di sebelah kanan berwajah lonjong
dan tampak amat bengis. Sebatang golok bergantung di
punggungnya. Sedangkan orang yang duduk menghadap ke
dalam, badannya tinggi besar, mirip Mok Pak Tiau Sih Ceng
hweeshio. Orang tua yang duduk di kursi besar bertanya pada
orang yang berwajah lonjong.
"Ouw Yang Tongcu, bagaimana penyelidikanmu akhir-akhir
ini" Setan Arak dan lainnya berada di mana?"
Orang berwajah lonjong menyahut.
"Lapor pada Sun Cak (Pengawas), semalam di rumah Liu, aku
melihat pengemis tua bersama Ngo Ceng Cu dari Butong Pay
dan Kak Hui Huisu melakukan perjalanan menuju penginapan
Toat Lay Tiam. Mereka mengadakan pembicaraan rahasia di
sana. Tapi karena suara mereka amat lirih, maka aku tidak
mendengar pembicaraan mereka."
Sepasang mata orang tua itu memancarkan sinar aneh.
Kemudian dia menatap ketiga orang itu sambil berkata dengan
dingin. "Kelihatannya apa yang dilaporkan Sam Hu Hoat memang
bukan laporan kosong. Maling tua itu justru berani secara
terang-terangan mengundang kaum persilatan tangguh untuk
menentang Sang Yen Hwee. Sedangkan markas pusat sudah
melacak jejak bocah marga Ciok itu, namun dalam beberapa
bulan ini sama sekali tidak ada kabar beritanya. Kalau bocah
marga Ciok itu tidak dibasmi, Sang Yen Hwee tidak akan bisa
tenang." Mendadak terdengar suara gemuruh, pecahan atap kuil
berhamburan ke mana-mana. Ternyata Ciok Giok Yin amat
gusar ketika mendengar pembicaraan itu. Dia langsung
melancarkan sebuah pukulan ke arah atap kuil. Setelah itu
terdengar pula suara siulan nyaring, Ciok Giok Yin melayang
turun di ruang besar itu. Keempat orang itu segera bangkit
berdiri. Walau air muka mereka berubah, namun tidak tampak
tegang maupun gugup. Mereka berempat bergerak cepat,
dalam sekejap sudah mengurung Ciok Giok Yin.
Meskipun telah terkurung, Ciok Giok Yin kelihatannya amat
tenang. Dia berdiri tegak dan sepasang tangannya ditaruh ke
belakang. Sikapnya yang gagah itu sungguh mengejutkan
pihak lawan. Keempat orang itu tampak bengis, namun tidak
membuat hati Ciok Giok Yin gentar. Orang tua berkedudukan
Pengawas adalah Tong Hai Kui Mo (Setan Iblis Laut Timur) Ang
Hui Bu, yang belum lama ini diundang Sang Yen Hwee. Sudah
lama Tong Hai Kui Mo making melintang di dunia persilatan,
dan amat ditakuti oleh golongan putih maupun golongan hitam.
Namun malam ini Ciok Giok Yin menghantam atap kuil itu,
membuat wajahnya berubah kelabu lantaran kehilangan muka.
Saking gusarnya membuat sepasang matanya melotot bengis,
kemudian membentak bagaikan guntur.
"Anjing Kecil! Sungguh besar nyalimu berani cari gara-gara di
hadapanku! Kalau kau memang berani, ayo sebutkan
namamu!" Sikap dan ucapan Tong Hai Kui Mo amat angkuh, seakan tidak
memandang sebelah mata terhadap Ciok Giok Yin. Sedangkan
Ciok Giok Yin masih tetap berdiri tenang, tapi diam-diam sudah
siap menghadapi segala kemungkinan. Sepasang alisnya yang
berbentuk golok terangkat ke atas, dia menyahut dingin dan
sengit. "Setan tua! Kau memang tak punya mata! Tuan mudamu ini
justru adalah Ciok Giok Yin! Aku muak melihat kelakuan
kalian!" Dia menengok ke sana ke mari. "Ternyata Mok Pak
Tiau Sih Ceng Heng Thian Ceng juga ada di sini! Hmmm! Kalian
mau maju satu persatu atau serentak, agar aku tidak
membuang waktu di sini?"
Orang itu memang benar Sih Ceng Hweeshio. Begitu
mendengar ucapan Ciok Giok Yin menghina dirinya,
kegusarannya memuncak hingga wajahnya berubah hijau.
"Cong Sun Cak (Pengawas Utama), biar aku yang memberesi
bocah ini!" katanya lantang.
Tong Hai Kui Mo mengangguk.
"Taysu, alangkah baiknya tangkap dia hidup-hidup!"
Diam-diam Ciok Giok Yin berlega hati. Seandainya mereka
berempat maju serentak, tentunya dia akan kewalahan. Ciok
Giok Yin juga yakin, meskipun mereka berempat merupakan
tokoh golongan hitam, tapi tidak akan melakukan
pengeroyokan, sebab mereka pasti menjaga nama baik
masing-masing. Sih Ceng Hweesio memang berhati licik. Dia
sudah tahu jelas kepandaian Ciok Giok Yin, maka mengira
dirinya mampu menghadapinya. Dia segera melangkah maju
sambil membentak sengit.
"Bocah! Lebih baik kau menyerah daripada Hud Ya harus
turun tangan! Kalau kau tidak mendengar nasihatku, jangan
menyalahkan Hud Ya bertindak kejam terhadapmu!"
"Keledai gundul! Kau berani omong besar" Apabila kau
mampu melewati tiga jurus seranganku, aku akan bunuh diri di
hadapanmu!" bentak Ciok Giok Yin gusar. Kemudian dia
menatap Sih Ceng Hweesio itu dingin. "Tapi apabila kau tidak
mampu menyambut tiga jurus seranganku, jangan
menyalahkan aku bertindak kejam terhadapmu!"
Mendengar itu, Sih Ceng Hweeshio tertegun. Berdasarkan
latihannya puluhan tahun, bagaimana mungkin tidak dapat
menyambut tiga jurus serangannya" Lagi pula dia sudah
pernah menghadapi Ciok Giok Yin, maka tahu jelas bagaimana
kepandaiannya. Tidak mungkin dalam waktu sedemikian
singkat kepandaian Ciok Giok Yin akan bertambah maju pesat.
Setelah berpikir demikian Sih Ceng Hweeshio tidak banyak
bicara lagi, langsung melancarkan serangan dengan jurus Ceng
Kou Cih Meng (Lonceng Dan Genta Berbunyi Serentak)
menyerang dengan sepenuh tenaga. Ciok Giok Yin sudah
mengambil keputusan akan memperlihatkan kepandaiannya
untuk menekan tiga iblis lain itu. Maka dia tidak akan
membiarkan Sih Ceng Hweeshio melancarkan serangan kedua.
Mendadak tampak badan Ciok Giok Yin berkelebat, setelah itu
terdengar suara jeritan. Badan Sih Ceng Hweeshio terpental
bagaikan layangan putus tali bahkan mulutnya menyemburkan
darah segar, lalu roboh dan tak bernyawa lagi. Tong Hai Kui Mo
dan kedua tongcu itu terperangah menyaksikan kejadian itu,
sebab mimpi pun mereka bertiga tidak menyangka bahwa Sih
Ceng Hweeshio yang cukup terkenal itu justru tidak mampu
menyambut satu jurus serangan Ciok Giok Yin yang masih
muda. Dan juga mereka bertiga pun tidak melihat jelas,
bagaimana cara Sih Ceng Hweeshio itu terkena pukulan yang
dilancarkan Ciok Giok Yin. Sedangkan Ciok Giok Yin berdiri
tegak di tempat, menatap mereka bertiga dengan dingin sekali.
Tanpa sadar ketiga orang itu merasa merinding dan sekujur
badan mereka mengeluarkan hawa dingin. Mendadak Tong Hai
Kui Mo menunjuk ke dua Tongcu itu, pertanda dia perintahkan
kedua orang itu maju serentak melawan Ciok Giok Yin. Kedua
Tongcu perkumpulan Sang Yen Hwee adalah Kui Ciu Kim Kong
dan Se Ma Ting Cing. Wajah mereka berdua berubah menjadi
kelabu seketika, karena tahu bahwa hari ini Malaikat Elmaut
sudah menggapaikan tangannya ke arah mereka
berdua. Apabila mereka berdua tidak maju, tentunya akan
dihukum mati. Dari pada dihukum mati, lebih baik bertarung
hingga mati. Mereka berdua saling memandang, lalu
menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Sedangkan Kui Ciu Kim Kong
sudah mengeluarkan senjatanya berupa golok berkepala
tengkorak. Ciok Giok Yin adalah pemuda yang berkepandaian
tinggi, sedangkan yang dua merupakan pesilat tinggi golongan
hitam. Maka tidak heran terjadi pertarungan yang amat seru
dan sengit. Karena kedua orang itu bukan musuh Coat Ceng Hujin, maka
Ciok Giok Yin tidak mengeluarkan ilmu pukulan Coat Ceng
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ciang untuk membunuh mereka berdua. Setelah pertarungan
melewati enam puluh jurus, mendadak Ciok Giok Yin merubah
jurus serangannya. Ternyata dia mengeluarkan Gin Tie Sam
Ciang (Tiga Jurus Pukulan Seruling Perak). Namun dia tidak
menggunakan Seruling Perak, melainkan Cuma menggunakan
sepasang telapak tangannya. Tampak sepasang telapak
tangannya berkelebat, menimbulkan suara yang menderuderu.
Plak! Plak! Tampak badan Kui Ciu Kim Kong dan Se Ma Ting Cing
terpental tiga depa, lalu roboh dengan mulut menyembur darah
segar, pertanda luka dalam yang amat parah. Setelah berhasil
melukai kedua orang itu, Ciok Giok Yin lalu menatap Tong Hai
Kui Mo dengan dingin sekali, sekaligus melangkah perlahan ke
arahnya. Sesungguhnya Tong Hai Kui Mo ingin menyaksikan
ilmu pukulan yang dilancarkan Ciok Giok Yin agar dapat
memecahkannya. Akan tetapi dia tetap tidak dapat
melihatnya. Ketika melihat Ciok Giok Yin melangkah ke
arahnya, Tong Hai Kui Mo langsung gusar sekali.
"Bocah, lohu akan mengadu nyawa denganmu!" bentaknya.
Dia langsung menyerang dengan sepenuh tenaga. Namun
Ciok Giok Yin segera berkelit lalu balas menyerang dengan ilmu
pukulan Coat Ceng Ciong. Meskipun Tong Kui Mo
berkepandaian amat tinggi, tapi tidak dapat lolos dari ilmu
pukulan tersebut. Dia menjerit sambil terhuyung-huyung ke
belakang beberapa langkah. Mulutnya menyemburkan darah
segar, pertanda luka dalam yang amat parah. Kelihatannya dia
tak akan dapat hidup lagi. Ciok Giok Yin menarik nafas lega,
karena telah berhasil membunuh salah seorang musuh besar
Coat Ceng Hujian. Setelah itu dia berkata lantang.
"Aku tidak akan membunuh orang yang telah terluka parah!
Sampaikan pesanku pada ketua kalian, bahwa tidak lama lagi
aku akan berkunjung ke markas Sang Yen Hwee untuk
memusnahkan markas itu! Suruh ketua kalian bunuh diri,
jangan sampai aku yang turun tangan sebab dia akan mati
secara mengenaskan!" Dia menatap tiga anggota Sang Yen
Hwee yang tergeletak di lantai. "Apabila kalian bertiga mau
bertobat, cepatlah pergi hidup menyendiri! Kalau tidak, kelak
berjumpa, aku tidak akan mengampuni kalian!"
Usai berkata, Ciok Giok Yin langsung melesat pergi dan dalam
sekejap sudah tidak tampak bayangannya. Sejak Ciok Giok Yin
memasuki Jurang Maut untuk belajar ilmu tertinggi di kolong
langit, pengemis tua Te Hang Kay dan si Bongkok Arak
berpencar pergi mengunjungi beberapa ketua partai besar
untuk mengungkap rahasia tentang perkumpulan Sang Yen
Hwee ingin menguasai dunia persilatan, bahkan berniat pula
memusnahkan semua partai besar dunia persilatan.
Mendengar itu betapa terkejutnya para ketua partai, sehingga
mereka mengadakan pertemuan kilat bersifat
rahasia. Pertemuan itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu:
Satu, setiap partai besar wajib memilih para murid handal
untuk menghancurkan kekuatan markas cabang perkumpulan
Sang Yen Hwee. Dua, si Bongkok Arak dan Te Hang Kay bersama Ciok Giok Yin
serta para pendekar muda harus memusnahkan markas pusat
perkumpulan Sang Yen Hwee.
Tiga, mereka semua harus bergerak di malam hari awal bulan
sembilan. Ini menyangkut mati hidupnya golongan putih di dunia
persilatan. Oleh karena itu, semua partai besar harus bersiapsiap.
Badai yang tak tampak itu akan melanda seluruh dunia
persilatan, sebab akan terjadi pertarungan besar-besaran
antara golongan putih dengan golongan hitam. Kira-kira lima
mil dari Siong Su Pou, terdapat sebuah Kuil Bu Seng Bio.
Tampak beberapa batang lilin menyala dan kira-kira sepuluh
orang duduk di dalam kuil tersebut. Mereka adalah si Bongkok
Arak, Te Hang Kay, Heng Thian Ceng, Ciok Giok Yin, Seh Yong
Yong. Ie Ling Ling, Cou Ing Ing dan Soat Cak. Ternyata mereka
sedang merundingkan sesuatu dengan serius, bagaimana cara
mengadakan peryerangan terhadap perkumpulan Sang Yen
Hwee. Mereka menganggap tidak perlu menyerang secara terangterangan
terhadap perkumpulan Sang Yen Hwee. Yang penting
harus menghimpun kekuatan, kemudian melakukan
penyerangan mendadak. Akan tetapi Ciok Giok Yin telah
merasakan kelihayan formasi di markas pusat perkumpulan
Sang Yen Hwee. Kalau tidak dapat memecahkan formasi
tersebut, walau berkepandaian tinggi pun tidak akan dapat
meloloskan diri. Mereka semua tiada seorang pun yang mahir
dalam hal formasi. Oleh karena itu mereka tidak menemukan
suatu cara untuk memcahkan formasi tersebut. Mendadak Ciok
Giok Yin berseru ringan.
"Mau lari ke mana?"
Dia langsung melesat ke luar. Di bawah sinar rembulan yang
remang-remang, tampak cahaya putih meluncur laksana kilat
ke arahnya. Ciok Giok Yin segera menjulurkan tangannya
menyambut benda itu ternyata adalah segumpal kertas. Tahu
ada sesuatu keganjilan, maka dia cepat-cepat melesat kembali
ke dalam kuil. Di bawah cahaya lilin, Ciok Giok Yin membuka
gumpalan kertas tersebut. Ternyata di dalamnya terdapat
tulisan 'Tabas Tiang Bambu, pecahkan formasi, hati-hati
serangan api!' Semua orang tercengang, karena tidak tahu
siapa yang memberi peringatan tersebut. Sedangkan Ciok Giok
Yin terus berpikir, kemudian berkata perlahan-lahan.
"Apakah tiang-tiang bendera yang di mulut lembah,
berhubungan dengan formasi itu?"
Semua orang tidak paham. Ciok Giok Yin segera menutur
mengenai apa yang dialaminya tempo hari. Mengenai orang
yang memberi petunjuk itu, Ciok Giok Yin sudah menduga
dalam hatinya. Di malam awal bulan sembilan, di tempat
markas pusat perkumpulan Sang Yen Hwee, yaitu di Mang Hun
Kok (Lembah Pelenyap Sukma), tampak bayangan orang
berkelebatan dan kadang-kadang terdengar pula suara jeritan
memecahkan kesunyian. Di mulut Lembah Pelenyap Sukma,
bendera besar yang berkibar-kibar terhembus angin bertulisan
'Menyatukan Rimba Persilatan' dalam sekejap telah ditebas
habis, bahkan enam penjaga di situ pun telah tergeletak
menjadi mayat. Sedangkan formasi Pelenyap Sukma telah
hilang kelihayannya, karena semua bendera di mulut lembah
telah ditebas habis. Terlihat sekelompok pesilat tinggi rimba
persilatan menyeberang sungai dan maju terus.
Mendadak terdengar suara terompet di dalam lembah, di saat
bersamaan tempak pula bayangan orang berkelebatan,
suasana di situ menjadi tegang. Memang perkumpulan Sang
Yen Hwee yang misterius mengalami situasi yang amat
buruk. Perkumpulan yang menjagoi rimba persilatan itu sama
sekali tidak menduga akan diserang secara mendadak,
sehingga banyak anggotanya yang mati. Akan tetapi dalam
perkumpulan tersebut banyak terdapat pesilat tinggi, yang
semuanya berasal dari golongan hilam. Oleh karena itu si
Bongkok Arak, Te Hang Kay, Ciok Giok Yin dan lainnya
terhalang di tengah jalan.
Ternyata yang menjaga di situ adalah Hoan Thian Ciu (Si
Tangan Pembalik Langit) Lu Kun Khie bersama belasan pesilat
tinggi golongan hitam. Mendadak Ciok Giok Yin membentak
bagaikan guntur.
"Dengar baik-baik! Aku ke mari untuk memusnahkan markas
ini! Tentunya kalian punya orang tua dan anak istri, mengapa
harus menjual nyawa di sini" Cepatlah kalian kabur, aku
bersedia mengampuni kalian!"
Hoan Thian Ciu-Lu Kun Khie amat licik. Dia khawatir yang lain
akan terpengaruh oleh ucapan Ciok Giok Yin, maka segera
menyahut. "Bocah, kau jangan mimpi! Malam ini kalian semua akan
mampus tanpa kuburan, tapi masih berani bermulut besar!
Kalau kalian bernyali, ayo kita mengadu kepandaian?"
Ciok Giok Yin tahu bahwa mereka tidak apat ditundukkan
dengan perkataan, maka tidak mau banyak bicara
lagi. Badannya berkelebat, langsung melakukan serangan
menggunakan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Sedangkan
Hoan Thian Ciu-Lu Kun Khie juga mengeluarkan ilmu
andalannya. Tampak sepasang telapak tangannya
berkelebatan. Sementara para anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee yang berkepandaian tinggi juga tidak tinggal diam.
Begitu melihat Hoan Thian Ciu-Li Kun Khie mulai bertarung
dengan Ciok Giok Yin, mereka semua pun langsung menyerang
si Bongkok Arak dan Te Hang Kay, dan terjadilah pertarungan
yang amat sengit. Sementara itu rombongan Heng Thian Ceng
juga terhalang oleh musuh tangguh, sehingga terjadi
pertarungan mati-matian.
Suara bentakan, suara benturan senjata dan lain sebagainya
membaur menjadi satu. Walau para anggota perkumpulan
Sang Yen Hwee berjumlah lebih besar, namun mereka tetap
tidak dapat menahan arus serangan itu. Berselang beberapa
saat sudah banyak anggota perkumpulan Sang Yen Hwee yang
gugur dalam pertarungan itu. Sedangkan Hoan Thian Ciu-Lu
Kun Khie tak sanggup menangkis ilmu pukulan Hoan Lui Sam
Ciang. Dia terpental beberapa depa lalu roboh dan binasa
seketika. Setelah Hoan Thian Ciu-Lu Kun khie binasa, yang lain
langsung melarikan diri ke dalam lembah. Pertarungan tidak
berhenti sampai di situ, bahkan bertambah hebat. Karena pos
kedua dijaga Mou San It Koay-Tam Su Lak, Coan Si Hek SatMa Kian Cu, Tiga Setan dan belasan orang lainnya.
Mereka tidak berbasa-basi lagi, langsung saling menyerang
dengan dahsyat. Si Bongkok Arak dan Te Hang Kay melawan
Mou San It Koay serta Coan Si Hek Sat. Heng Thian Ceng, Cou
Ing Ing dan Soat Cak menghadapi Tiga Setan. Sedangkan Ciok
Giok Yin, Seh Yong Yong dan Ie Ling Ling menghadapi belasan
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee yang berkepandaian
tinggi. Ciok Giok Yin tidak mau membuang waktu langsung
melancarkan ilmu pukulan Hoan Thian Ciu-Lu dan ilmu pukulan
Soan Hong Ciang. Seketika terdengar suara jeritan di sana-sini.
Tak seberapa lama para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee
itu telah habis dibinasakan. Tiga Setan juga mengalmi nasib
yang sama. Mereka bertiga binasa di tangan Heng Thian Ceng,
Cou Ing Ing dan Soat Cak. Begitu pula Mou San It Koay dan
Coan Si Hek Sat. Kedua tokoh tua golongan hitam itu juga
binasa di tangan si Bongkok Arak dan pengemis tua Te Hang
Kay. Mereka terus maju. Ketika sampai di pos ketiga, justru tidak
tampak seorang pun di situ. Keadaan di pos itu amat
sunyi. Tentunya membuat mereka tertegun, sebab seharusnya
pos ketiga itu dijaga lebih ketat, tapi saat ini justru tiada
seorang penjanga pun di situ. Mereka tidak habis pikir,
sesungguhnya apa yang terjadi di tempat itu" Oleh karena itu
mereka segera mundur ke suatu tempat, lalu berunding
bersama. Setelah berunding, akhirnya mereka mengambil satu
keputusan, yaitu menyerang dari tiga jurusan. Sedangkan
Heng Thian Ceng dan Cou Ing Ing sebagai perintis. Apabila
berhasil, mereka berdua harus memberi isyarat.
Si Bongkok Arak dan Seh Yong Yong menyerang dari jurusan
tengah. Pengemis tua Te Hang Kay dan Ie Ling Ling menyerang
dari jurusan kiri. Setelah mengatur siasat, mereka lalu maju.
Perlu diketahui, pos ketiga itu merupakan sebuah benteng yang
amat tinggi. Begitu mendekat, Heng Thian Ceng dan Cou Ing
Ing langsung mencelat ke atas dengan jurus Sin Liong Seng
Thian (Naga Sakti Meluncur Ke Langit). Di saat bersamaan,
mendadak terdengar suara luncuran anak panah.
Ser! Ser! Ser...!
Tampak puluhan anak panah bagaikan hujan meluncur ke
arah Heng Thian Ceng dan Cou ing Ing. Apa boleh buat!
Mereka berdua terpaksa harus meluncur ke bawah. Ketika
sampai di bawah, mereka berdua saling memberi isyarat.
Kemudian menggunakan ilmu Pik Hou Yu Piak (Harimau
Merangkak Di Tembok), merayap ke atas dinding
benteng. Akan tetapi disaat bersamaan terdengar lagi suara
luncuran anak panah.
Ser! Ser! Ser...!
Ternyata mereka berdua diserang hujan panah lagi. Namun
mereka berdua berkepandaian amat tinggi, maka berhasil
mengelak hujan panah itu, lalu memutar badan mencelat ke
dalam. Seketika terdengar suara jeritan di dalam benteng dan
terdengar pula suara bentakan yang susul-menyusul. Itu
pertanda para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee yang
berada di dalam benteng mulai menyerang Heng Thian Ceng
dan Cou Ing Ing. Sementara yang menunggu di bawah merasa
khawatir Heng Thian Ceng dan Cou Ing Ing akan mengalami
kejadian di luar dugaaan. Maka dengan serentak mereka
memberi isyarat, kemudian dengan serentak pula maju dari
tiga jurusan. Namun dari atas meluncur panah dan senjata
rahasia beracun lainnya. Sudah barang tentu mereka harus
mundur lagi, dan bertambah cemas, karena Heng Thian Ceng
dan Cou Ing Ing berada di dalam benteng.
Di saat bersamaan Soat Cak mengeluarkan dua benda bulat
sebesar kepalan dari dalam saku bajunya seraya berkata pada
Ciok Giok Yin. "Kakak Yin, ketika aku mau pergi nenek menghadiahkan
kedua benda ini padaku."
"Apa kedua benda itu?" tanya Ciok Giok Yin.
"Kedua benda ini adalah Pik Lik Tan (Bom Peledak).
Kekuatannya amat dahsyat. Entah bisa dipergunakan tidak?"
Mendengar itu semua orang tampak girang. Sedangkan Ciok
Giok Yin segera mengeluarkan Seruling Perak dan mengambil
kedua Pik Lik Tan, lalu mencelat ke atas menggunakan ilmu Hui
Keng Pon. Para penjaga di atas benteng melihat sosok
bayangan hitam berkelebat, setelah itu terdengar suara
ledakan dahsyat.
Bum! Tampak tubuh orang beterbangan ke mana-mana, bahkan
tembok benteng itu pun runtuh seketika dan menimbulkan
suara gemuruh. Setelah suara ledakan itu reda, si Bongkok
Arak dan lainnya melesat ke dalam benteng. Sedangkan Ciok
Giok Yin menyebarkan pandangannya, terlihat Heng Thian
Ceng dan Cou Ing Ing dikeroyok belasan anggota perkumpulan
Sang Yen Hwee. Ciok Giok Yin menggeram, lalu menerjang ke
tempat pertarungan menggunakan Seruling Perak dan telapak
tangan. Terdengar suara jeritan yang menyayat hati dan
tampak pula si Bongkok Arak dan lainnya mulai bertarung
dengan anggota perkumpulan Sang Yen Hwee. Mendadak
terdengar suara bentakan, menyusul telihat beberapa sosok
bayangan orang melayang turun di tempat itu, ternyata Siau
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bin Sanjin dan empat Pelindung lainnya. Begitu sepasang kaki
menginjak tanah, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai segera menjura
pada mereka seraya berkata,
"Atas perintah ketua, aku mengundang kalian semua ke
markas pusat." Kemudian dia memandang para anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee. "Mundur! Semua harus
berkumpul di markas pusat!" bentaknya.
Markas pusat perkumpulan Sang Yen Hwee berada di dalam
Lembah Pelenyap Sukma, di tengah-tengah
pegunungan. Ketika Ciok Giok Yin dan lainnya sampai di sana,
di pelataran yang luas telah berkumpul entah berapa banyak
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee. Namun suasana di
tempat itu amat hening. Di tengah-tengah pelataran berdiri
belasan orang, di antaranya tampak seorang misterius
memakai kain hitam penutup muka, kelihatannya adalah ketua
perkumpulan Sang Yen Hwee.
Ciok Giok Yin dan lainnya sama sekali tidak tampak tegang
maupun merasa takut. Mereka telah berhasil menerobos tiga
pos penjagaan, sudah barang tentu membuat mereka tambah
bersemangat. Orang misterius yang berdiri di tengah-tengah
itu, berkata dengan suara dalam.
"Kalian semua adalah tokoh-tokoh rimba persilatan, mengapa
di tengah malam menyerbu markas kami" Harap berikan
keadilan padaku!"
"Sungguh aneh bin ajaib kaum iblis membicarakan keadilan!
Kau bertanya mengenai keadilan, coba bertanya pada dirimu
sendiri! Dua puluh tahun lalu memusnahkan Istana Dewa,
mencelakai saudara seperguruan dan dengan darah mencuci
puncak gunung Giok Li Hong, bahkan kini ingin membasmi
partai-partai besar di rimba persilatan agar dapat menguasai
rimba persilatan, apakah itu termasuk keadilan"
Kuberitahukan, Chiu Tiong Thau! Kau kira memakai kain hitam
menutupi mukamu, dapat mengelabui mata dan telinga kaum
rimba persilatan" Sebab dan akibat merupakan hukum karma
bagimu! Maka malam ini perkumpulan Sang Yen Hweemu akan
musnah, begitu pula nyawamu"..!"
Belum juga usai si Bongkok Arak bicara, orang misterius itu
sudah membentak sengit.
"Tua Bangka, ternyata kau adalah ikan yang lobos dua puluh
tahun lalu! Malam ini kau kembali ke dalam jaring, kau pasti
mampus'!" Suara orang misterius itu gemetar, pertanda dia amat gusar.
Sedangkan para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee yang
berada di pelataran itu saling memandang dan mulai berkasakkusuk.
Semua orang yang berada di situ, kecuali pengemis tua
Te Hang Kay, sama sekali tidak menyangka bahwa ketua
utama perkumpulan Sang Yen Hwee adalah Chiu Tiong Thau
yang menghilang belasan tahun lalu. Di saat bersamaan
pengemis tua Te Hang Kay maju ke depan, kemudian
menuding Chiu Tiong Than seraya berkata,
"Chiu Tiong Thau, hutang darah bayar darah! Kau sudah tidak
bisa omong apa-apa lagi kan?" kemudian dia menoleh
memandang Ciok Giok Yin. "Siau Kun (Tuan Muda), sekarang
saatnya membalas dendam. Mau tunggu apa lagi?"
Selama ini Ciok Giok Yin tidak begitu jelas mengenai asalusulnya.
Kini setelah mendengar perkataan Te Hang Kay,
barulah dia menyadari akan asal-usulnya. Seketika sepasang
matanya memancarkan sinar yang berapi-api dan wajahnya
berubah menjadi bengis. Dia berjalan selangkah demi
selangkah ke hadapan Chiu Tiong Thau, lalu berkata penuh
emosi. "Maling tua! Kau mau bunuh diri atau aku harus turun
tangan?" Saking gusarnya Chiu Tiong Thau malah tertawa gelak, suara
tawanya bergema ke mana-mana.
"Bocah, lebih baik kau menyerah! Kalau tidak, begitu aku
melancarkan satu pukulan, kau akan berubah jadi debu!"
Ciok Giok Yin maju dua langkah sambil berkertak gigi.
"Justru kau yang harus menyerah!" bentaknya.
Mendadak tampak cahaya putih berkelebat dan terdengar
pula suara ngung-ngungan yang aneh, namun amat
menggoncangkan hati. Ternyata Ciok Giok Yin telah menyerang
Chiu Tiong Thau menggunakan jurus Khay Thian Loan Te
(Membuka Langit Mengacau Bumi). Beberapa orang yang
berdiri di belakang Chui Tiong Thau segera maju seraya
berkata. "Kami menunggu perintah!"
Akan tetapi Chiu Tiong Thau mengibaskan tangan kirinya,
sedangkan tangan kanannya melancarkan sebuah
pukulan. Bukan main dahsyatnya pukulan itu, menimbulkan
angin menderu-deru menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Itu
adalah ilmu pukulan Soan Hong Ciang yang telah mencapai
tingkat tertinggi. Ciok Giok Yin tidak berkelit, melainkan
melancarkan sebuah pukulan dengan tangan kirinya.
Bum! Terdengar suara benturan dahsyat. Masing-masing mundur
tiga langkah. Seraya beradu pukulan, hati Ciok Giok Yin
bertambah yakin, maka dia segera melancarkan serangan
bertubi-tubi menggunakan tangan kiri dan Seruling
Perak. Sedangkan Chiu Tiong Thau tidak habis pikir, bagaimana
mungkin dalam waktu beberapa bulan kepandaian maupun
lwee kang Ciok Giok Yin bertambah begitu tinggi" Namun dia
juga berkepandaian amat tinggi, maka tidak gugup
menghadapi serangan-serangan yang dilancarkan Ciok Giok
Yin. Dia mengerahkan ilmu pukulan Soan Hoang Ciang hingga ke
puncak, maka terasa hawa yang amat panas. Kini Ciok Giok Yin
dan Chiu Tiong Than curna merupakan bayangan yang
berkelebatan. Si Bongkok Arak dan lainnya segera melangkah
mundur, begitu pula para anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee, karena tidak tahan akan hawa panas itu. Itu merupakan
pertarungan yang paling dahsyat dalam rimba persilatan,
membuat hati semua orang tercekam. Berselang beberapa saat
terdengar suara benturan dan tampak kedua bayangan itu
terpisah. Wajah Ciok Giok Yin kehijau-hijauan, sedangkan dada Chiu
Tiong Than turun naik, pertanda pertarungan tadi berlangsung
seimbang. Di saat bersamaan, seseorang berjubah padri yang
berdiri di belakang Chiu Tiong Thau berjalan ke depan lalu
berkata padanya.
"Ketua utama beristirahat dulu, biar aku yang
menghadapinya!"
Kebetulan pertarungan tadi telah membuat sekujur badan
Chiu Tiong Than menjadi dingin. Saat ini dia memang berharap
ada orang mewakilinya menghadapi Ciok Giok Yin. Oleh karena
itu dia segera menyahut.
"Taysu harus hati-hati!"
"Omitohud! Kepandaian sicu amat luar biasa! Aku hweeshio
tua ingin mohon petunjuk."
"Tidak berani, mohon tanya gelar Taysu yang mulia!"
"Aku hweeshio tua bergelar Pak Lui....."
"Apakah Taysu kenal Coat Ceng Hujin" Sungguh beruntung
berjumpa di sini malam ini, jadi aku tidak usah berkunjung ke
tempat Taysu."
"Apa" Coat Ceng Hujin" Dia".. dia belum mati?"
"Hmm! Kalau dia sudah mati, bukankah aku bertemu hantu"
Sekarang bicara singkat saja! Taysu mau bunuh diri atau aku
yang turun tangan?"
Bukan main dinginnya nada suara Ciok Giok Yin, bahkan
sepasang matanya juga berapi-api menatap hweeshio itu.
"Omitohud, sicu yang cari mati, jangan menyalahkan aku
hweeshio tua!"
Usai berkata, hweeshio tua itu menyerang Ciok Giok Yin
dengan sengit. Dia menggunakan ilmu Pek Pou Sin Ciang (Ilmu
Pukulan Sakti Seratus Langkah), merupakan ilmu handal Siauw
Lim Pay. Ciok Giok Yin segera berkelit sambil menyimpan
Seruling Perak, lalu menggerakkan lengan kanannya balas
menyerang, menggunakan ilmu pukulan Coat Ceng
Ciang. Terdengar suara jeritan dan tampak hweeshio tua itu
terpental dengan mulut menyemburkan darah segar, kemudian
roboh tak bangun lagi. Mungkin nyawanya sudah melayang ke
alam baka. Bukan main terkejutnya semua orang yang berada di tempat
itu, karena mereka tidak melihat jelas bagaimana cara Ciok
Giok Yin turun tangan, tahu-tahu hweeshio tua itu sudah
terpental. Begitu pula Chiu Tiong Than. Hatinya tergetar hebat.
Kelihatannya malam ini sulit meloloskan diri. Kalau bukannya
sudah ada persiapan, pasti tidak bisa meloloskan
diri. Mendadak sepasang matanya menyorot bengis. Kemudian
dia merentangkan sepasang lengannya sekaligus memutar
badannya melesat pergi. Seketika para anggota perkumpulan
Sang Yen Hwee yang berada di situ juga cepat-cepat melarikan
diri. Di saat bersamaan tampak meluncur ke atas cahaya yang
mirip kembang api, amat terang menyilaukan mata. Begitu
melihat cahaya itu si Bongkok Arak dan pengemis tua Te Hang
Kay segera berseru serentak.
"Celaka! Cepat mundur!"
Si Bongkok Arak dan Te Hang Kay mengajak Ciok Giok Yin
dan lainnya meninggalkan pelataran itu. Sekonyong-konyong
terdengar suara jeritan di bawah gunung. Mereka tahu bahwa
ada pesilat tinggi muncul membantu. Bersamaan itu terdengar
suara ledakan dahsyat, lalu tampak api membubung tinggi.
Ternyata pelataran itu telah hancur, bahkan batu-batu
besarpun beterbangan ke mana-mana. Si Bongkok Arak dan
lainnya menjadi panik. Justru mendadak tampak sosok
bayangan hitam berkelebat.
"Mari ikut aku!" serunya ringan.
Semua orang langsung mengikutinya tanpa ragu. Setelah
melewati dua tikungan, terdengar lagi suara ledakan
dahsyat. Gunung Tong Pek San menjulang tinggi. Di gunung
tersebut terdapat sebuah lembah, yaitu Pek Yun Kok (Lembah
Awan Putih). Bukan main indahnya panorama di lembah itu! Di
dalam Lembah Awan Putih, terdapat tiga rumah gubuk. Salah
satu rumah gubuk itu tampak jendelanya terbuka sedikit.
Terlihat pula seorang wanita berusia pertengahan berdiri di
situ, sedang memandang ke arah rembulan dengan air mata
berlinang-Iinang. Kemudian dia menghela nafas panjang dan
bergumam. "Aaaah! Sudah lima belas tahun! Kapan dendam dalam hati
akan sirna?"
Di saat bersamaan seorang gadis berpakaian hijau berjalan
masuk kemudian berkata dengan suara ringan.
"Nyonya, malam ini amat dingin, lebih baik Nyonya
beristirahat saja!"
Wanita berusia pertengahan itu menoleh.
"Sebulan yang lalu mereka meninggalkan lembah ini, berjanji
akan kembali malam ini, namun mengapa"..."
Sebelum usai wanita berusia pertengahan itu berkata,
terdengar suara desiran di luar gubuk, lalu tampak tiga gadis
berpakaian hijau berdiri di situ.
"Nyonya, kami kembali untuk melaporkan suatu informasi
penting," kata mereka dengan suara rendah.
"Apakah perkumpulan Sang Yen Hwee mulai unjuk gigi?"
Gadis yang berusia paling muda menyahut,
"Lapor pada Nyonya, perkumpulan Sang Yen Hwee memang
sudah mulai beraksi. Tapi informasi yang paling penting, ialah
si Bongkok Arak dan Te Hang Kay telah berhasil membujuk
para ketua partai besar, berjanji di malam awal bulan sembilan
akan menyerbu markas pusat perkumpulan Sang Yen Hwee.
Sedangkan Ciok siauhiap dalam beberapa bulan ini tidak
pernah muncul di dunia persilatan. Perkumpulan Sang Yen
Hwee berusaha mencarinya, tapi tiada hasilnya."
Sesungguhnya siapa wanita berusia lima belas tahun lalu di
puncak Gunung Giok Li-Hong. Mendengar laporan gadis itu,
wajah nyonya Ciok berubah menjadi muram.
"Penjahat Chiu itu berkepandaian amat tinggi, kita harus
berangkat ke sana lebih awal!" katanya.
Di bawah sinar rembulan tampak lima sosok bayangan hitam
melesat laksana kilat meninggalkan Lembah Awan Putih.
Kelima sosok bayangan hitam itu melesat menuju Lembah
Pelenyap Sukma, markas pusat perkumpulan Sang Yen
Hwee. Di tengah jalan mereka bertemu Tek Cang Sin Kay
(Pengemis Sakti Bertongkat Hijau). Ternyata pengemis itu pun
ingin ke Lembah Awan Putih untuk melaporkan semua
informasi yang diperolehnya, kebetulan bertemu di sini. Mereka
berdua lalu berunding, setelah itu bersepakat membantu
secara diam-diam, bahkan juga akan menyerbu secara
mendadak dari belakang gunung.
Ciok Hujin berenam segera berangkat ke Lembah Pelenyap
Sukma. Ketika hari mulai senja, mereka berenam tiba di
lembah tersebut, kemudian bersembunyi di suatu
tempat. Setelah hari mulai malam, barulah Tek Cang Sin Kay
dan beberapa gadis berpakaian hijau bergerak melalui
belakang gunung. Ketika hampir tiba di markas perkumpulan
Sang Yen Hwee, mendadak terdengar suara bentakan.
"Siapa berani datang di markas perkumpulan Sang Yen
Hwee?" Tampak dua sosok bayangan meluncur turun dari atas
benteng, bahkan sekaligus melancarkan pukulan. Bukan main
dahsyatnya pukulan itu! Tek Cang Sin Kay dan seorang gadis
berpakaian hijau yang berada di paling depan, langsung
menangkis dengan jurus Heng Tui Pak Tau (Mendorong Dengan
Tenaga Ribuan Kati) dan jurus Pak Cau Sui Coa (Membabat
Rumput Mencari Ular).
Plak! Plak! Terdengar suara benturan, dan tampak masing-masing
terpental ke belakang tiga langkah. Ternyata yang menjaga
benteng di belakang gunung adalah Mok Pak Sang Eng
(Sepasang Burung Elang Gurun Utara). Kepandaian mereka
berdua amat tinggi, namun terpikat oleh kemewahan, maka
mereka berdua bergabung dengan perkumpulan Sang Yen
Hwee. Pertarungan mati-matian tak terelak lagi, antara Tek
Cang Sin Kay dan gadis berpakaian hijau ingin mengejar,
mendadak muncul Ciok Hujin, yang langsung berseru.
"Cepat mundur!"
Tek Cang Sin Kay dan gadis berpakaian hijau itu segera
mundur. Di saat bersamaan tampak anak panah meluncur
bagaikan hujan ke arah mereka. Ciok Hujin bersiul panjang,
sekaligus mengibaskan lengan bajunya untuk menangkis anak
panah itu, lalu mencelat ke atas benteng. Seketika terdengar
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suara jeritan yang menyayat hati. Tek Cang Sin Kay dan
beberapa gadis berpakaian hijau segera mencelat ke atas.
Dalam waktu sekejap para penjaga di situ telah habis
dibinasakan. Justru di saat bersamaan terdengar suara ledakan
dahsyat dan tampak api membubung tinggi.
"Mari kita cepat pergi, jangan sampai penjahat itu lobos!"
kata Ciok Hujin.
Mereka berempat melesat ke arah suara ledakan itu. Ketika
sampai di sebuah lembah, terlihat begitu banyak bayangan
orang melesat keluar, seakan sedang melarikan diri. Tek Cang
Sin Kay mengenali salah seorang dari mereka tidak lain adalah
orang misterius yang memakai kain hitam penutup muka,
ternyata ketua utama perkumpulan Sang Yen Hwee. Tek Cang
Sin Kay segera memberi isyarat kepada Ciok Hujin, kemudian
bersama wanita itu dia cepat-cepat bersembunyi. Mendadak
terdengar suara seruan lantang.
"Cepat kembali! Jalan ini jalan buntu!"
Bersamaan itu tampak batu beterbangan ke arah Chiu Tiong
Thau dan para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee. Chiu
Tiong Thau sama sekali tidak menyangka bahwa di belakang
gunung juga terdapat musuh tangguh. Sejak mendirikan
perkumpulan Sang Yen Hwee, dia belum pernah mengalami
serangan gelap seperti malam itu. Semua cita-citanya menjadi
kandas, sudah barang tentu membuat amarahnya memuncak.
"Siapa yang begitu tak tahu malu melakukan serangan gelap"
Kalau kalian punya nyali cepat perlihatkan diri menyambut tiga
pukulanku!" bentaknya sengit.
"Dasar penjahat, ajal sudah tiba masih berani bermulut
besar!" Beberapa sosok bayangan melayang turun, ternyata adalah
Ciok Hujin bersama empat pelayannya berpakaian hijau.
Sepasang mata Chiu Tiong Thau bersinar aneh, kemudian
tertawa terkekeh.
"Ternyata kau! Tak kusangka kau masih hidup! Bagus, malam
ini kau mengantar diri biar aku dapat membunuhmu!"
Chiu Tiong Thau langsung melancarkan serangan
menggunakan ilmu pukulan Soan Hong Clang. Terdengar suara
menderu-deru dan mengandung hawa panas. Ciok Hujin
mengerutkan kening dan cepat-cepat mengibaskan lengannya.
Seketika meluncur tenaga yang amat dingin ke arah Chiu Tiong
Thau. Blam! Terdengar suara benturan dahsyat, dan masing-masing
terdorong ke belakang satu langkah. Kelihatannya lwee kang
mereka seimbang. Siau Bin Sanjin segera memberi isyarat
kepada Si Peng Khek, kemudian mereka berlima turun tangan
mengeroyok Ciok Hujin. Akan tetapi mereka dihadang keempat
pelayan Ciok Hujin. Di saat bersamaan tampak sosok bayangan
orang melayang ke tempat itu.
"Dasar tak tahu malu, cuma berani main keroyok!"
bentaknya. Orang itu ternyata Tek Cang Sin Kay. Pengemis berusia lanjut
itu langsung menyerang Siau Bin Sanjin. Terjadilah
pertarungan yang mati-matian...... Sementara Ciok Giok Yin
dan lainnya terus mengikuti bayangan hitam, tak seberapa
lama mereka tiba di tempat pertarungan itu. Seketika mata si
Bongkok Arak terbelalak, ternyata dia melihat Ciok Hujin
sedang bertarung dengan Chiu Tiong Thau.
"Ciok Hujin, kepala Chiu Tiong Thau telah dijual kepada Siau
Kun! Ciok Hujin tidak boleh merebut jual beli itu!" serunya.
Nyali Tiong Thau semakin lama semakin ciut, karena tidak
menyangka kepandaian Ciok Hujin begitu tinggi. Ketika melihat
kemunculan si Bongkok Arak dan lainnya, dia semakin
terkejut. Dia cepat-cepat melancarkan serangan bertubi-tubi,
mendesak Ciok Hujin, kemudian melesat ke arah si Bongkok
Arak seraya membentak.
"Setan Arak, aku akan menghabisi nyawamu dulu!"
Chiu Tiong Thau langsung menyerang si Bongkok Arak
dengan ilmu pukulan Soan Hong Ciang. Si Bongkok Arak tahu
akan kelihayan pukulan itu, maka cepat-cepat berkelit. Di saat
bersamaan tampak sosok bayangan melesat ke arah mereka,
ternyata Ciok Giok Yin. Tanpa banyak bicara lagi dia langsung
menyerang Chiu Tiong Thau. Maka terjadilah pertarungan
hidup mati di antara mereka berdua. Begitu pula Siau Bin
Sanjin dan Tek Cang Sin Kay. Mereka berdua juga bertarung
mati-matian. Tek Cang Sin Kay mengeluarkan Tah Kauw Cang
Hoat (Ilmu Tongkat Penggebuk Anjing), yaitu ilmu tongkat
andalan Kay Pang.
Sementara empat gadis berpakaian hijau yang bertarung
melawan Si Peng Khek kelihatan mulai terdesak. Mendadak
melayang turun beberapa orang, yaitu Heng Thian Ceng, Cou
Ing Ing dan Ie Ling Ling. Mereka langsung membantu keempat
gadis berpakaian hijau, sehingga pertarungan itu bertambah
seru. Tak seberapa lama Si Peng Khek binasa di tangan Heng
Thian Ceng, Con Ing Ing, Ie Ling Ling dan keempat gadis
berpakaian hijau. Setelah Si Peng Khek binasa, mereka mulai
menyerang para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee
lainnya. Hanya dalam waktu sekejap, para anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee itu terbunuh semua. Chiu Tiong
Thau yang sedang bertarung dengan Ciok Giok Yin juga melihat
kejadian itu, sehingga membuat nyalinya pecah seketika.
Di saat bersamaan Ciok Giok Yin pun menyerangnya dengan
jurus Gin Tie Yu Hon (Seruling Perak Menaklukkan
Harimau). Tampak cahaya berkelebat, dan mendadak terlihat
sebuah benda bulat terpental, ternyata kepala Chiu Tiong Thau.
Dia binasa tanpa sempat menjerit. Tubuhnya tanpa kepala
roboh di tanah tak bergerak lagi. Sedangkan Siau Bin Sanjin
semakin lama semakin terdesak, akhirnya dia pun binasa di
ujung tongkat Tek Cang Sin Kay. Kini pertarungan telah usai.
Sekonyong-konyong terdengar isak tangis yang memilukan.
Semua orang menoleh ke sana, ternyata yang menangis adalah
Ciok Giok Yin. Si Bongkok Arak dan Te Hang Kay saling
memandang, kemudian air mata mereka meleleh. Begitu pula
Ciok Giok Yin, dia pun menangis terisak-isak. Berselang
beberapa saat, barulah si Bongkok Arak menghampiri Ciok
Hujin. "Ciok Hujin, kini Siau Kun telah membunuh Chiu Tiong Thau.
Majikan tua dan Ciok toako pasti tersenyum di alam baka!"
Kemudian dia menoleh memandang Ciok Giok Yin. "Siau Kun,
cepat beri hormat pada ibu angkatmu!"
Ciok Giok Yin segera memandang ke arah Ciok Hujin.
Seketika matanya terbelalak, ternyata Ciok Hujin adalah wanita
anggun berpakaian mewah yang sering menyelamatkan
dirinya. Ciok Giok Yin segera mendekatinya, kemudian berlutut di
hadapan Ciok Hujin seraya berkata terisak-isak.
"Ibu...."
"Nak! Tak disangka kita akan berkumpul kembali. Kau jangan
berduka karena kau masih harus membangun Istana Dewa."
"Ya, Ibu!"
"Bangunlah, Nak!"
Ciok Giok Yin segera bangun, kemudian menatap Ciok Hujin
dengan mata tak berkedip.
Ciok Hujin tersenyum, tahu akan apa yang dipikirkan Ciok
Giok Yin. "Nak, jangan bingung! Ibu adalah Pek Hoat Hujin. Belasan
tahun yang lalu Ibu diselamatkan Pek Hoat Hujin, maka Ibu
kadang-kadang menyamar sebagai dirinya."
"Ooooh!"
Mendadak Tek Cang Sin Kay berseru.
"Aku harus pergi menemui para ketua partai besar,
memberitahukan pada mereka bahwa markas pusat
perkumpulan Sang Yen Hwee telah musnah!"
"Aku pun harus pergi, karena ingin tahu bagaimana keadaan
markas cabang perkumpulan Sang Yen Hwee, sampai jumpa!"
sambung Te Hang Kay.
Dia langsung melesat bersama Tek Cang Sin Kay. Setelah
kedua pengemis tua itu pergi, yang lain segera mengumpulkan
semua harta benda perkumpulan Sang Yen Hwee, guna
membangun kembali Istana Dewa...... Setengah tahun
kemudian, Istana Dewa telah dibangun. Ciok Hujin pun
mengatur perkawinan Ciok Giok Yin dengan Seh Yong Yong, Ie
Ling Ling dan Soat Cak. Namun tidak tampak Heng Thian Ceng
dan Cou Ing Ing, itu amat mencengangkan Ciok Giok Yin.
"Heng Thian Ceng sudah tahu diri, dia pergi ke suatu tempat
untuk hidup menyendiri di sana. Sedangkan Cou Ing Ing sudah
masuk biara menjadi biarawati," kata si Bongkok Arak.
Mendengar itu Ciok Giok Yin menghela nafas panjang. Ciok
Hujin menyelenggarakan pesta besar-besaram. Pesta itu
dihadiri oleh para ketua partai besar dan kaum rimba
persilatan, berjumlah hampir lima ratus orang, termasuk Te
Hang Kay dan Tek Cang Sin Kay. Ciok Giok Yin cepat-cepat
memberi hormat pada mereka. Te Hang Kay mendekatinya,
lalu berbisik. "Siau Kun, Bwee Han Ping sudah bertemu Tong Wen Wen.
Kedua gadis itu masuk biara menjadi biarawati. Mungkin
mereka berdua tidak hadir." Ciok Giok Yin menghela nafas
panjang. Mendadak tampak sosok bayangan melesat ke dalam pesta
bagaikan roh halus, kemudian berdiri di hadapan Ciok Giok
Yin. Begitu melihat orang tersebut, seketika Ciok Giok Yin
berseru tak tertahan.
"Kau..... Bok Tiong Jin!"
"Tidak salah, aku memang Bok Tiong Jin! Aku ke mari
menagih janjimu! Tentunya kau tidak lupakan?"
Wajah Ciok Giok Yin berubah seketika. Dia menarik nafas
panjang lalu berkata,
"Aku memang tidak lupa".."
"Bagus! Kalau begitu, sekarang juga kau harus berikan
padaku!" Ketika Ciok Giok Yin baru mau menyahut, muncul Ciok Hujin
mendekati mereka.
"Siapa kau?" tanyanya kepada Bok Tiong Jin.
"Dia adalah Bok Tiong Jin," sahut Ciok Giok Yin.
Ciok Hujin tercengang.
"Orang Dalam Kuburan?"
"Betul."
Ciok Hujin segera bertanya pada Bok Tiong Jin.
"Bok Tiong Jin, mau apa kau kemari?"
"Menagih Janji."
Ciok Hujin segera menatap Ciok Giok Yin.
Ciok Giok Yin menggeleng-gelengkan kepala, lalu menutur
semua kejadian itu. Setelah mendengar penuturan itu, Ciok
Hujin malah tertawa.
"Aku tahu kau tidak bersungguh-sungguh ingin mengambil
hatinya. Maksudmu tidak lain adalah menghendaki Ciok Giok
Yin memperistrimu. Ya, kan?" katanya kata Bok Tiong Jin.
Wajah Bok Tiong Jin tidak memperlihatkan reaksi apa pun.
Beberapa saat kemudian dia manggut-manggut.
"Sebetulnya siapa kau?" tanya Ciok Hujin.
Bok Tiong Jin segera membalikkan badannya, setelah itu
memutar badannya lagi. Seketika Ciok Giok Yin berseru tak
tertahan. "Bu Tok Sianseng!"
"Tidak salah, aku adalah Bu Tok Sianseng!"
Mendadak dia mengusap wajahnya sendiri dan seketika
muncul wajah yang amat cantik. Ciok Giok Yin terbelalak.
"Kau..... kau adalah Ho Siu Kouw?"
Gadis itu tersenyum malu-malu, kemudian mengangguk.
"Betul!"
Ternyata Bok Tiong Jin atau Bu Tok Sianseng adalah Ho Siu
Kouw, gadis yang tinggal di dalam Goa Toan Teng Tong. Oleh
karena itu, atas persetujuan Ciok Hujin, hari itu juga gadis
tersebut menikah dengan Ciok Giok Yin. Sudah barang tentu
Ciok Giok Yin mempunyai empat istri, dan keempat istrinya itu
harus pula mempelajari kitab Im Yang Cin Koy untuk
melayaninya. TAMAT Hati Budha Tangan Berbisa 9 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Istana Pulau Es 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama