Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 2
dan sepasang matanya menyorot
tajam. "Cepat serahkan! Kalau tidak, jangan bilang aku berhati keji!"
"Kalian ingin merebut?" tanya Ho Siu Kouw.
"Apabila kau tetap membangkang, kami bertiga terpaksa
harus mengantarmu ke alam baka!" sahut Cu Cing Khuang.
"Kalau begitu, kalian Bu Lim Sam Siu selama berada di dunia
persilatan cuma berpura-pura jadi orang baik" Kaum golongan
hitam sama sekali tidak pernah datang di Goa Toan Teng Tong
ini, tapi justru tidak diduga kalian dari golongan putih, dan juga
termasuk pendekar besar berhati bajik, malah lebih dulu
kemari!" "Justru karena khawatir, peta itu jatuh ke tangan para
penjahat, maka kami bertiga kemari!" kata Cu Cing Khuang.
"Untuk apa kalian menginginkan peta pusaka itu?"
"Melindungi kedamaian rimba persilatan!"
"Apakah aku tidak dapat melindungi itu?"
"Bocah perempuan! Kau jangan banyak bicara, cepat
serahkan!"
"Aku tidak mau serahkan!"
"Cari mati !"
"Tidak percaya boleh kalian coba!"
Cu Cing Khuang dan Kwee Sih Cun menggeserkan badannya,
kemudian menerjang ke depan.
"Kalian cari mati!" bentak Ho Siu Kouw sambil menatap
mereka dengan tajam. Di saat bersamaan, tampak cahaya
gemerlapan meluncur laksana kilat ke arah mereka berdua. Bu
Lim Sam Siu tahu akan kelihayan jarum beracun Hong Bwe Tok
Mang, maka mereka cepat-cepat meloncat ke
belakang. Bahkan Siangkoan Yun San yang telah terluka malah
mencelat ke belakang lebih jauh.
Setelah mencelat ke belakang, Cu Cing Khuang dan Kwee Sih
Cun kembali mencelat ke depan lagi sambil melancarkan
pukulan serentak ke arah Ho Siu Kouw. Mereka berdua amat
mendendam pada gadis itu, maka serangan mereka tampak
sengit sekali. Akan tetapi, mereka berdua cuma dapat
melancarkan pukulan jarak jauh, karena tidak berani terlampau
dekat, lantaran takut akan jarum beracun Hong Bwe Tok
Mang. Oleh karena itu, Ho Siu Kouw terus menyerang mereka
dengan jarum beracunnya, namun gadis itu masih belum
bangkit berdiri. Ciok Giok Yin yang berdiri di sampingnya,
menyaksikan dengan hati berdebar debar tegang, namun tidak
bisa membantu apa-apa. Bahkan kini dia harus mundur
beberapa langkah, sebab merasa tertekan oleh angin pukulan
yangdilancarkan Cu Cing Khuang dan Kwee Sih Cun.
Mendadak telinga Ciok Giok Yin menangkap suara yang amat
lirih. "Adik kecil, cepat tiarap!"
Ciok Giok Yin tahu bahwa itu suara Ho Siu Kouw, tapi dia
tidak tahu apa sebabnya gadis itu menyuruhnya tiarap. Walau
dalam keadaan tiarap, Ciok Giok Yin tetap mendongakkan
kepala. Ternyata di tempat dia berdiri tadi, tampak cahaya
kebiru-biruan berkelebatan. Kini, barulah dia paham mengapa
tadi gadis itu menyuruhnya tiarap. Apabila dia tidak tiarap,
mungkin saat ini telah mati terserang oleh jarum-jarum
beracun itu. Di saat bersamaan, terdengar suara menderu-deru
bagaikan badai mengamuk. Cu Cing Khuang tertawa gelak.
"Jarum beracun Hong Bwe Tok Mangmu telah habis kan" Kini
sudah saatnya kau menyerahkan peta pusaka itu!"
Sepasang mata Ho Siu Kouw yang bening menyorotkan sinar
kebencian. Dia berkertak gigi seraya berkata,
"Kalau aku masih bisa hidup, kelak pasti akan membeset kulit
kalian bertiga!"
Cu Cing Khuang tertawa terbahak-bahak.
"Mungkin kau sudah tiada kesempatan untuk itu! Cepat
serahkan! Kami akan berbelas kasihan padamu, mengampuni
nyawamu, agar kau bisa hidup beberapa hari lagi!"
Justru di saat ini, mendadak terdengar suara "Uaaakh...!"
Ternyata Ho Siu Kouw memuntahkan darah segar, dan
badannya pun bergoyang-goyang seakan mau roboh. Begitu
melihat situasi di depan matanya, dia berkertak gigi lalu
tangannya merogoh ke dalam bajunya. Ternyata dia
mengeluarkan selembar kulit kambing kumal. Namun ketika dia
baru mau melempar kulit kambing itu, Ciok Giok Yin yang
tiarap itu, langsung meloncat bangun seraya berteriak sekeraskerasnya.
"Nona, jangan!" Ciok Giok Yin memang cerdas. Dia tahu
bahwa kulit kambing yang ada di tangan gadis itu justru peta
Si Kauw Hap Liok Touw. Apabila peta itu diserahkan kepada Bu
Lim Sam Siu, berarti sia-sia dia kemari. Bahkan Phing Phiauw
Khek yang telah mati pun pasti tidak akan tenang di alam
baka. Usai berteriak, Ciok Giok Yin melesat ke arah Ho Siu
Kouw. Akan tetapi, bagaimana mungkin Bu Lim Sam Siu
membiarkannya" Cu Cing Khuang langsung mengibaskan
tangannya ke arah Ciok Giok Yin, membuatnya terhuyunghuyung
ke belakang beberapa langkah.
"Bocah! Lebih baik kau diam di tempat!" kata Cu Cing Khuang
dengan suara dalam. Namun, bagaimana Ciok Giok Yin akan
membiarkan peta pusaka itu terjatuh ke tangan Bu Lim Sam
Siu" Maka dia segera maju lagi. Namun sebelum dia sampai di
hadapan Ho Siu Kouw, gadis itu sudah melotot sambil
mengibaskan tangannya, mendorong Ciok Giok Yin ke samping.
"Kau kemari, tentunya juga demi peta Si Kauw Hap Liok
Touw! Kalau kau berkepandaian, boleh berebut dengan
mereka!" bentaknya keras. Mendadak Ho Siu Kouw
mengibaskan tangannya ke atas, maka peta kulit kambing itu
langsung terbang ke atas pula.
Bu Lim Sam Siu tidak membiarkan Ciok Giok Yin mendekat.
Maka salah seorang Bu Lim Sam Siu yang bernama Kwee Sin
Cun langsung melancarkan beberapa pukulan untuk mendesak
mundur Ciok Giok Yin. Sedangkan Cu Cing Khuang cepat-cepat
mencelat ke atas menangkap peta pusaka kulit kambing
itu. Dia berhasil menangkap peta pusaka tersebut, lalu
melayang turun dengan ringan. Kemudian peta pusaka itu
dibukanya, dan dilihatnya dengan penuh perhatian.
"Ha... ha... haaa! Nona memang tahu diri!" katanya sambil
tertawa terbahak-bahak. Cu Cing Khuang memandang
Siangkoan Yun San dan Kwee Sih Cun.
"Mari kita pergi!" Mereka bertiga langsung melesat keluar,
dan dalam sekejap sudah tidak kelihatan lagi. Tiba-tiba Ciok
Giok Yin menggeram, kelihatannya ingin mengejar Bu Lim Sam
Siu. Ciok Giok Yin telah menyaksikan tingkah laku mereka,
yang membuktikan mereka bertiga bukan orang baik. Kalau
mereka itu orang balk, tentunya tidak akan menghina seorang
gadis. Ketika dia baru mau melesat keluar, tiba-tiba terdengar
suara bentakan Ho Siu Kouw.
"Berhenti!"
Ciok Giok Yin langsung berhenti, lalu menoleh ke belakang.
"Apakah Nona tidak ingin merebut kembali peta pusaka itu?"
"Kau mampu melawan mereka?"
Ciok Giok Yin tertegun, dan berkata dalam hati. 'Bu Lim Sam
Siu rata-rata berkepandaian amat tinggi, sedangkan aku sama
sekali tidak mengerti ilmu silat. Berdasarkan kebisaan apa aku
ingin merebut kembali peta pusaka itu"' Akhirnya Ciok Giok Yin
menundukkan kepalanya.
"Kemari!" seru Ho Siu Kouw. Singkat sekali seruan itu, tapi
mengandung suatu kekuatan, sehingga membuat Ciok Giok Yin
tidak berani membantah. Ciok Giok Yin berdiri di samping peti
mati merah, matanya menatap Ho Siu Kouw.
"Nona ada pesan?"
Ho Siu Kouw menatapnya sejenak, lalu balik bertanya.
"Apa tujuanmu kemari?"
"Aku mendapat petunjuk dari seorang cianpwee untuk
kemari," sahut Ciok Giok Yin dengan jujur.
"Siapa?"
"Phing Phiauw Khek."
"Phing Phiauw Khek?"
"Ng!"
"Apa maksudnya dia memberi petunjuk agar kau kemari?"
"Orang tua itu bilang, di dalam goa ini tinggal seorang wanita
bernama Ho Hong Hoa. Wanita itu akan mengajarku ilmu silat
tingkat tinggi, maka aku bisa membalas dendam."
Ho Siu Kouw mengerutkan kening.
"Kau punya dendam apa?"
"Banyak orang menghinaku, mereka semua ingin
membunuhku."
Ho Siu Kouw tertawa cekikikan.
"Ohya! Siapa namamu?"
"Ciok Giok Yin."
"Kau datang dari mana?"
Pertanyaan tersebut membuat Ciok Giok Yin tertegun, tidak
tahu harus bagaimana menjawabnya. Dia diam, sebab dia
memang tidak tahu di mana tempat kelahirannya, juga tidak
tahu siapa kedua orang tuanya. Mengenai asal usulnya, dia
sama sekali tidak jelas, sehingga membuatnya menjadi salah
tingkah. Ho Siu Kouw manggut-manggut. Ternyata gadis itu
tahu akan kesulitan Ciok Giok Yin.
"Kau tidak jelas akan asal usulmu?"
Ciok Giok Yin mengangguk. Ho Siu Kouw menatapnya dalamdalam.
"Lalu siapa yang membesarkanmu?"
Ciok Giok Yin memberitahukan dengan jujur tentang kakek
tua berjenggot putih. Mendengar penuturan Ciok Giok Yin itu,
Ho Siu Kouw berkesimpulan, bahwa kakek tua berjenggot putih
itu adalah seorang tokoh dunia persilatan. Namun gadis itu
sama sekali tidak mengerti, mengapa kakek tua berjenggot
putih itu tidak mau mengajarnya kungfu" Berselang sesaat, Ho
Siu Kouw mengalihkan pembicaraan.
"Kau tahu siapa aku?"
"Bukankah tadi Nona sudah beritahukan, bernama Ho Siu
Kouw?" sahut Ciok Giok Yin. Ho Siu Kouw manggut-manggut.
Ciok Giok Yin segera melanjutkan.
"Mohon tanya pada Nona, ibumu pergi ke mana?" Tiba-tiba
wajah Ho Siu Kouw berubah menjadi murung.
"Sudah setengah tahun lebih ibuku pergi, mungkin telah
mengalami kecelakaan," katanya perlahan-lahan. Usai berkata,
gadis itu tampak berduka sekali. Sesungguhnya Ciok Giok Yin
amat heran, karena Ho Siu Kouw terus duduk di dalam peti
mati itu. Akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya.
"Mengapa Nona tidak pergi mencarinya?"
Ho Siu Kouw mulai mengucurkan air mata, lalu mengangkat
sepasang kakinya. Terdengar hiruk pikuk suara rantai besi.
Ternyata sepasang kaki Ho Siu Kouw terikat rantai besi, pantas
dia tidak bisa meninggalkan peti mati itu. Ho Siu Kouw
menghela nafas panjang.
"Ibu takut aku akan pergi menimbulkan gara-gara, maka
merantai aku di dalam peti mati ini."
"Apakah Nona tidak dapat memutuskan rantai itu?"
"Ini rantai besi murni. Kalau bukan pedang atau golok
pusaka, tidak akan mampu memotong rantai ini."
Ciok Giok Yin termangu-mangu.
"Kalau begitu bagaimana baiknya" Perlukah aku mencari
sebilah pedang pusaka?"
Ho Siu Kouw menggelengkan kepala, sambil menghela nafas
panjang. "Kau tidak akan berhasil mencari pedang pusaka. Kalaupun
berhasil dan dapat memotong rantai ini, aku tetap tidak
terluput dari kematian."
Ciok Giok Yin tercengang.
"Maksudmu kau akan mati?" katanya dengan mata terbelalak.
Ho Siu Kouw mengangguk.
"Ya."
Ciok Giok Yin menatap Ho Siu Kouw dengan mata tak
berkedip. "Nona tampak baik-baik saja. Bagaimana mungkin akan
mati?" Wajah Ho Siu Kouw tampak muram.
"Tadi Siangkoan Yun San berhasil menotok jalan darahku
dengan ilmu Sam Im Coat Hoat, maka aku sulit hidup sampai
tiga bulan."
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin! Gadis yang sedemikian
cantik, namun cuma akan hidup tiga bulan lagi. Sungguh tragis
sekali! "Nona! Aku bersumpah pasti membalas dendam Nona!"
katanya dengan lantang. Mendadak Ciok Giok Yin membalikkan
badannya, ingin pergi menyusul Bu Lim Sam Siu, bertarung
mengadu nyawa dengan mereka bertiga. Menyaksikan sikap
Ciok Giok Yin, Ho Siu Kouw terharu sekali, dan matanya
tampak bersimbah air.
"Cepat kemarilah!" panggilnya lembut. Ciok Giok Yin berhenti,
lalu membalikkan badannya.
"Nona masih ada pesan lain?"
"Kau mau kemana?"
"Mau pergi mencari Siangkoan Yun San untuk membalas
dendammu."
"Kau yakin dapat melawan mereka bertiga?"
"Aku akan berusaha sekuat tenaga, karena aku tidak tega
melihat Nona mati penasaran." Ciok Giok Yin tampan begitu
berani dan gagah, membuat Ho Siu Kouw amat kagum dan
terharu, sehingga tak terasa air matanya langsung meleleh.
"Ketahuilah, Bu Lim Sam Siu sudah berusia setengah abad
lebih, lagipula mereka bertiga amat terkenal di dunia
persilatan. Kalau ibuku seorang diri melawan mereka bertiga,
mungkin amat sulit memperoleh kemenangan. Sedangkan kau
sama sekali tidak mengerti ilmu silat, pergi cari mereka bertiga
sama juga pergi cari mati."
"Kalau begitu, apakah harus menyudahi saja?"
"Seandainya kelak kau berhasil menguasai kungfu tingkat
tinggi, tidak akan terlambat menuntut balas dendamku ini. Aku
di alam baka, pasti amat berterimakasih padamu." Badan Ho
Siu Kouw tampak menggigil. "Kau kemarilah!"
Ciok Giok Yin segera mendekatinya. Mengenai apa yang
menimpa diri Ho Siu Kouw, Ciok Giok Yin merasa iba dan amat
simpati padanya. Di saat bersamaan, dia teringat akan
penderitaannya beberapa hari yang lalu, maka wajahnya
tampak diliputi selapis hawa dingin. Ho Siu Kouw terus
menatapnya. Sudah barang tentu bayangan Ciok Giok Yin telah
terukir dalam benaknya. Akan tetapi, teringat akan nyawanya
tinggal tiga bulan, lalu masih ada harapan apa" Saking
berdukanya membuat air matanya terus berderaiderai.
Beberapa saat kemudian, gadis itu mengeluarkan
sesuatu yang dibungkus dengan sapu tangan.
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ini adalah Si Kauw Hap Liok Touw, simpanlah baik-baik!"
katanya sambil menjulurkan tangannya memberikan
bungkusan itu kepada Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin terbelalak.
Dia menatap Ho Siu Kouw dengan tidak mengerti dan tertegun.
"Bukankah Nona telah menyerahkan pada mereka?"
Ho Siu Kouw menghapus air matanya.
"Itu palsu."
"Palsu?"
"Ya. Cepat ambillah dan simpanlah baik-baik!"
"Mereka...."
Ho Siu Kouw segera memotongnya.
"Cuma dapat mengelabui mereka beberapa waktu saja. Tidak
bisa mengelabui mereka selama-lamanya. Mungkin mereka
bertiga akan segera kembali."
Ciok Giok Yin belum juga menjulurkan tangannya untuk
menerima bungkusan tersebut.
"Nona, tiada gunanya aku memiliki barang ini, lebih baik Nona
simpan." Ho Siu Kouw mengerutkan kening.
"Terimalah dulu, aku masih ingin bicara padamu!"
Apa boleh buat, Ciok Giok Yin terpaksa menerimanya, lalu
disimpan ke dalam bajunya. Justru hatinya terus berdebardebar
tidak karuan. "Peta itu menunjukkan suatu tempat rahasia. Di tempat itu
tersimpan semacam ilmu yang tiada taranya di kolong langit.
Akan tetapi, ilmu itu tidak cocok untuk dipelajari oleh kaum
wanita, maka ibu dan aku, tidak pernah ke tempat rahasia itu
untuk mengambilnya. Kalau kau berhasil memperolehnya, tidak
sulit bagimu untuk menjagoi dunia persilatan. Saat itu, kau
boleh pergi mencari orang-orang yang pernah menghinamu."
"Ini... ini..." kata Ciok Giok Yin tersendat-sendat.
"Ada satu urusan, aku ingin bermohon padamu. Kelak kalau
kau berkecimpung di dunia persilatan, tolong cari informasi
tentang ibuku! Kalau ibuku dibunuh oleh penjahat, maka
dendam kami berdua, kaulah yang harus membalasnya."
Ciok Giok Yin mengangguk. Ho Siu Kouw mengibaskan
tangannya. "Kau harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini, sebab aku
khawatir Bu Lim Sam Siu akan kemari."
Namun, Ciok Giok Yin malah tidak bergeming. Sepasang
matanya telah basah, teringat nyawa gadis cantik itu cuma
tinggal tiga bulan. Mendadak dia menggenggam tangan Ho Siu
Kouw, dan menangis tersedu-sedu.
"Kakak Siu, aku... aku tidak mau pergi. Aku tidak mau pergi."
Bukan main harunya Ho Siu Kouw! Gadis cantik itu pun
terisak-isak. Akan tetapi, mendadak Ho Siu Kouw membentak
sengit. "Ciok Giok Yin! Apakah kau tidak tahu lelaki wanita tidak
boleh demikian dekat" Kau harus segera meninggalkan tempat
ini!" wajahnya tampak bengis sekali. Bukan main terkejutnya
Ciok Giok Yin, sehingga tanpa sadar dia menyurut mundur tiga
langkah. Wajahnya yang tampan itu tampak kemerahmerahan.
Ciok Giok Yin merasa bersalah, sebab tidak pantas baginya
menggenggam tangan Ho Siu Kouw.
"Harap.... Nona.... Nona sudi... memaafkanku..." katanya
gagap. Sesungguhnya hati Ho Siu Kouw amat sedih. Gadis cantik itu
berbuat demikian, tidak lain hanya menghendaki Ciok Giok Yin
cepat-cepat meninggalkan tempat itu, agar tidak bertemu Bu
Lim Sam Siu. "Aku tidak akan menyalahkanmu, pergilah!" katanya
perlahan-lahan sambil memejamkan matanya. Gadis cantik itu
lalu diam, kelihatannya seperti tidak menghiraukan Ciok Giok
Yin lagi. Sedangkan Ciok Giok Yin berdiri tertegun, berselang sesaat
barulah berkata.
"Nona, aku mohon pamit! Harap jaga dirimu baik-baik!"
Ciok Giok Yin membalikkan badannya, lalu berjalan pergi
dengan langkah yang amat berat. Di saat bersamaan air mata
Ho Siu Kouw terus mengucur membasahi pipinya. Dia
membuka matanya sedikit, mencuri memandang punggung
Ciok Giok Yin. Bibirnya bergerak, tapi tidak mampu
mengeluarkan suara. Ciok Giok Yin terus berjalan. Namun
ketika hampir menikung, mendadak dia membalikkan
badannya, lalu berlari laksana terbang mendekati peti mati
merah. "Kakak Siu! Kakak Siu! Kau pasti tertolong!" serunya dengan
wajah berseri-seri dan penuh harapan.
Ho Siu Kouw cepat-cepat memejamkan matanya, sejenak.
"Bagaimana kau katakan aku pasti tertolong?"
Ciok Giok Yin menyahut memberitahukan dengan wajah
berseri-seri. "Kakek tua berjenggot putih menghadiahkan padaku sekotak
pil Ciak Kim Tan. Aku pikir pil itu dapat menyembuhkan luka
kakak," sahut Ciok Giok Yin dengan wajah berseri. Dia
mengeluarkan kotak kecil, kemudian mengambil beberapa butir
pil Ciak Kim Tan. Akan tetapi, Ho Siu Kouw malah menggelenggelengkan
kepala. "Aku pernah dengar tentang Ciak Kim Tan ini, yang membuat
obat ini adalah Tiong Ciu Sin Te. Walau amat berkhasiat,
namun tetap tidak bisa menyembuhkan lukaku yang terkena
ilmu Sam Im Coat Hoat. Lebih baik simpanlah!"
Seketika hati Ciok Giok Yin menjadi dingin. Suasana di dalam
goa itu, berubah menjadi hening. Mendadak Ciok Giok Yin
memecahkan keheningan itu.
"Kakak, silakan coba makan sebutir!" Usai berkata, Ciok Giok
Yin membuka kotak kecil itu. Begitu kotak kecil itu terbuka,
seketika tercium aroma yang amat harum menerobos ke dalam
hidung: Ho Siu Kouw terbelalak dengan hati tergetar, sehingga
tanpa sadar dia berseru.
"Adik Yin, bawa kemari coba kulihat!"
Ciok Giok Yin cepat-cepat menyodorkan kotak kecil itu ke
hadapan Ho Siu Kouw. Gadis cantik itu menatap ke dalam
kotak kecil itu, namun bukan menatap obat Ciak Kim Tan,
melainkan menatap buah Ginseng Daging yang bergemerlapan.
"Aku tertolong! Aku tertolong!" serunya dengan suara
gemetar. Dia menjulurkan tangannya. Namun belum sampai dia
mengambil ginseng itu, tangannya ditarik kembali, lalu dia
memandang Ciok Giok Yin yang berdiri di hadapannya. Ciok
Giok Yin mengira bahwa Ho Siu Kouw merasa tidak enak
mengambil obat itu, maka segera berkata.
"Kakak Siu, asal dapat menyembuhkan lukamu, kau boleh
ambil obat itu. Kelak kalau aku bertemu kakek tua berjenggot
putih, akan minta padanya lagi."
Ciok Giok Yin menyodorkan lagi kotak kecil itu ke hadapan Ho
Siu Kouw. Akan tetapi, Ho Siu Kouw tidak mengambil obat tersebut.
"Adik Yin, dari mana kau memperoleh buah ini?" katanya
dengan suara gemetar. Begitu Ho Siu Kouw mengatakan itu,
tersadarlah Ciok Giok Yin, lalu membanting kaki.
"Sungguh mati! Bagaimana aku melupakan buah Ginseng
Daging ini" Kakak, cepatlah kau makan! Nanti akan
kuberitahukan padamu." Padahal cukup lama Ciok Giok Yin ikut
kakek tua berjenggot putih belajar ilmu pengobatan.
Seharusnya dia tahu akan khasiat buah Ginseng Daging
itu. Namun gara-gara perbuatan Bu Lim Sam Siu yang amat
keji itu, kemudian ditambah Ho Siu Kouw menutur masa
lalunya, maka dia telah melupakan buah Ginseng Daging
tersebut! Ho Siu Kouw menjulurkan tangannya yang masih gemetar
mengambil buah Ginseng Daging itu.
"Adik Yin, dengan adanya buah Ginseng Daging ini, lukaku
pasti segera sembuh. Dari mana kau peroleh buah Ginseng
Daging ini" Maukah kau memberitahukan padaku?"
Ciok Giok Yin menyimpan kotak kecil itu ke dalam bajunya,
lalu menutur tentang kejadian itu.
"Kalau aku tidak memperoleh buah Ginseng Daging ini,
mungkin aku sudah mati kelaparan," tambahnya.
Mendadak air muka Ho Siu Kouw tampak berubah menjadi
hebat. "Adik Yin, kau harus segera meninggalkan tempat ini."
Ciok Giok Yin tertegun.
"Kakak Siu, apa ada yang tak beres?"
"Mungkin Bu Lim Sam Siu telah kembali."
"Apakah mereka bertiga sudah tahu akan kepalsuan peta
pusaka itu?"
"Itu memang mungkin. Aku tidak menyangka mereka bertiga
akan begitu cepat kembali. Kau harus segera pergi, jangan
sampai peta itu jatuh ke tangan mereka. Kakak tidak mampu
melindungimu."
"Lalu bagaimana dengan Kakak?"
Wajah Ho Siu Kouw berubah menjadi bengis.
"Kau tidak usah perdulikan aku, cepat pergi! Apabila kita
berjodoh, kelak pasti berjumpa kembali!" bentaknya. Ho Siu
Kouw langsung mengibaskan tangannya, mendorong Ciok Giok
Yin hingga terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.
Setelah itu, Ho Siu Kouw cepat-cepat makan buah Ginseng
Daging itu. Kemudian peti mati tanpa tutup itu mulai berputarputar
seperti gangsingan. Itu membuat Ciok Giok Yin
termundur-mundur lagi. Walau dia masih kecil, tapi pikirannya
telah dewasa. "Kakak, aku tidak bisa meninggalkanmu!" serunya.
Tiba-tiba dia mendengar suara yang amat lirih.
"Adik Yin, dengarlah kata-kataku, cepatlah kau pergi!"
Akan tetapi, Ciok Giok Yin memang berhati keras. Dia tidak
mau membiarkan Ho Siu Kouw mati di tangan Bu Lim Sam
Siu. Oleh karena itu, dia tetap tidak mau pergi.
"Pokoknya aku tidak mau pergi!" katanya dengan tegas. Peti
mati itu berhenti berputar, Ciok Giok Yin mendekatinya seraya
berkata. "Aku mau tetap di sini menemani kakak. Kalau Bu Lim Sam
Siu kembali, aku akan menghadapi salah satu di antara
mereka, yang dua biar kakak yang hadapi."
Ho Siu Kouw menatapnya, sambil menghela nafas panjang.
"Kalau kau tidak mau dengar kata-kata kakak, selanjutnya
kita tidak usah berjumpa lagi!" katanya perlahan. Hati Ciok
Giok Yin tersentak.
"Kakak, aku... aku pasti dengar kata-katamu!"
"Kalau begitu, cepatlah tinggalkan tempat ini!"
"Tidak. Aku harus membantumu menghadapi Bu Lim Sam
Siu." Tiba-tiba wajah Ho Siu Kouw berubah menjadi dingin sekali.
"Apakah kau telah melupakan tata krama lelaki dengan
wanita?" katanya sengit.
"Kita sudah menjadi kakak adik," sahut Ciok Giok Yin.
"Tapi Bu Lim Sam Siu tidak akan mengatakan demikian, lagi
pula kita bukan kakak adik kandung. Kalau tersiar kedunia
persilatan, bagaimana kakak jadi orang kelak?"
Ciok Giok Yin tertegun dan langsung membungkam. Ho Siu
Kouw segera melanjutkan ucapannya.
"Kau kira setelah makan buah Ginseng Daging dan
memperoleh hawa murni dari Phing Phiauw Khek, lalu bisa
melawan pesilat tinggi rimba persilatan" Kau telah keliru,
sebab kau belum mengerti ilmu silat, juga tidak tahu harus
bagaimana mengerahkan lwee kang. Karena itu, meskipun kau
memiliki lwee kang tinggi itu, boleh dikatakan tetap tiada
gunanya." Ciok Giok Yin tetap diam.
"Kalau kau berkeras ingin tetap berada di sini, aku sama
sekali tidak bisa melindungimu, maka akan merepotkanku.
Apabila kau tertangkap oleh mereka, bukankah kau akan
kehilangan peta pusaka itu?"
Apa yang dikatakan Ho Siu Kouw memang masuk akal, juga
demi kepentingan Ciok Giok Yin. Akan tetapi, Ho Siu Kouw
justru terbentur Ciok Giok Yin yang berhati amat keras, sama
sekali tidak berniat pergi. Ho Siu Kouw mengerutkan kening,
kemudian berkata sepatah demi sepatah.
"Baiklah! Kalau kau tidak mau pergi, aku yang pergi."
Bersamaan itu, peti mati tersebut mulai berputar
lagi. Berselang sesaat, terdengar suara yang memekakkan
telinga. Bum! Bum! Setelah suara itu hilang, peti mati dan Ho Siu Kouw pun sudah
tidak kelihatan lagi. Ciok Giok Yin terperangah. Dia mengucek
matanya. Setelah itu, dia melihat dinding goa di hadapannya
telah merosot ke bawah. Dia cepat-cepat berlari ke sana seraya
berseru-seru. "Kakak! Kakak...!"
Namun dinding goa itu tidak bergerak lagi, dan meskipun Ciok
Giok Yin terus berteriak, tetap tiada sahutan.
"Kakak! Kakak! Kakak...!" Ciok Giok Yin berdiri termangumangu.
Berselang beberapa saat, barulah dia meninggalkan
goa itu. Sampai di luar, tampak bintang-bintang bergemerlapan
di langit, ternyata hari sudah tengah malam.
Angin dingin terus berhembus. Salju tak henti-hentinya
beterbangan. Tempat itu gelap gulita kelihatan amat
menyeramkan. Suasana yang begitu, sungguh membuat orang
merasa merinding. Selama ini, Ciok Giok Yin belum pernah
mengalami suasana seperti itu, maka bulu kuduknya menjadi
bangun. Ciok Giok Yin berpikir, apabila di saat ini muncul
binatang buas, mungkin dirinya.... Dia tidak berani memikirkan
itu, dan segera mengambil langkah seribu tanpa arah tujuan.
Walau sedang berlari kencang, tapi Ciok Giok Yin juga
berpikir, Ho Siu Kouw mengatakan bahwa Bu Lim Sam Siu
akan segera kembali, tapi kenapa tidak melihat jejak mereka
bertiga" Tentunya Ho Siu Kouw punya tujuan lain. Itu
membuat Ciok Giok Yin merasa malu hati, karena dia
bersungguh-sungguh ingin membela gadis cantik itu, namun
sebaliknya gadis cantik itu malah tidak mengubrisnya. Apakah
peta pusaka yang diberikannya juga palsu" Ciok Giok Yin terus
berpikir, Ho Siu Kouw sengaja mendesaknya pergi, lalu
menyimpan peta pusaka yang asli. Ini memang mungkin!
Sebab kakek tua berjenggot putih pernah mengatakan
padanya, bahwa 'Hati Wanita Merupakan Jarum Didasar Laut'
sulit sekali diraba maupun dirasakan. Hari ini berjumpa Ho Siu
Kouw, membuktikan memang benar apa yang pernah
dikatakan kakek tua berjenggot putih.
Berpikir sampai di situ, Ciok Giok Yin merasa amat gusar.
Ketika dia baru mau merogoh ke dalam bajunya mengambil
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bungkusan pemberian Ho Siu Kouw untuk dibuang, mendadak
terdengar suara bentakan dingin di belakangnya.
"Berhenti!"
Ciok Giok Yin langsung berhenti sekaligus membalikkan
badannya, dan seketika juga hatinya tersentak. Ternyata Bu
Lim Sam Siu telah berdiri di belakangnya. Lengan Singkoan
Yun San telah dibalut, sepasang matanya menyorot bengis,
terus menatap Ciok Giok Yin dengan tajam. Begitu pula Kwee
Sih Cun, kelihatan berjaga-jaga agar Ciok Giok Yin tidak
melarikan diri.
Cu Cing Khuang berdiri agak mendekati Ciok Giok Yin,
wajahnya tampak dingin sekali.
"Bocah, siapa namamu?"
"Ciok Giok Yin."
"Ciok Giok Yin?"
"Tidak salah! Apakah ada yang palsu?"
Tiba-tiba Cu Cing Khuang berkata dengan lembut.
"Aku lihat kau bertulang bagus dan berbakat, maka aku ingin
menerimamu jadi muridku."
"Terimakasih atas maksud baikmu."
"Apakah kau tidak bersedia?"
"Betul."
Cu Cing Khuang tidak gusar atau tersinggung oleh sahutan
Ciok Giok Yin yang amat ketus itu.
"Kalau kau berguru padaku, dalam waktu tiga lima tahun, kau
pasti menjadi seorang pendekar muda yang terkenal," katanya
lembut. Ciok Giok Yin telah menyaksikan perbuatan Bu Lim
Sam Siu di dalam Goa Toan Teng Tong, sehingga timbul kesan
buruk terhadap mereka bertiga. Seandainya Ciok Giok Yin tidak
menyaksikan itu, pasti dia akan mengangkat Bu Lim Sam Siu
sebagai suhunya. Akan tetapi, lantaran kejadian di dalam Goa
itu, maka Ciok Giok Yin menganggap mereka bertiga sebagai
penjahat, maka tidak heran kalau Ciok Giok Yin amat
membenci mereka.
"Terus terang, aku sama sekali tidak tertarik pada kalian
bertiga," sahutnya. Air mukaa Cu Cing Khuang langsung
berubah. "Hmm! Dasar tak tahu diri!"
"Buat apa banyak bicara padanya?" selak Siang- koan Yun. Cu
Cing Khuang menengok ke kanan dan ke kiri, kemudian maju
dua langkah. Saat ini Ciok Giok Yin berdiri tak jauh dari pinggir
mulut jurang yang amat dalam. Jurang itu tidak tampak
dasarnya, karena tertutup kabut tebal, dan Ciok Giok Yin tidak
tahu tentang itu. Apa sebabnya Bu Lim Sam Siu ingin
mengangkatnya sebagai murid" Apa tujuan mereka bertiga"
Hanya itu yang dipikirkannya.
Dia ingin melarikan diri, namun situasi di depan matanya
tidak memungkinkannya untuk melarikan diri, maka
membuatnya menjadi gugup dan agak panik. Apabila dia tidak
dapat melarikan diri, tentu akan celaka di tangan Bu Lim Sam
Siu. Di saat Ciok Giok Yin sedang berpikir, justru Cu Cing
Khuang membuka mulut.
"Bocah! Kau datang dari Goa Toan Teng Tong?"
"Tidak salah."
"Kau sudah memperoleh peta Si Kauw Hap Liok Touw?"
Hati Ciok Giok Yin tersentak. Kini dia baru tersadar apa
sebabnya Bu Lim Sam Siu ingin mengangkatnya sebagai murid,
ternyata karena peta pusaka tersebut. Sungguh licik sikap
mereka! Wajah Ciok Giok Yin berubah menjadi dingin.
"Bagaimana kalau aku sudah memperoleh, dan bagaimana
kalau belum?" sahutnya seperti bertanya.
Wajah Cu Cing Khuang tampak berseri-seri.
"Bocah! Kami bertiga tidak berniat jahat terhadapmu.
Kalaupun kau memperoleh peta itu juga percuma. Lebih baik
kau serahkan padaku. Peta itu akan kusimpan, kelak setelah
kau berkepandaian tinggi, barulah kami kembalikan padamu."
Mendengar ucapan itu Ciok Giok Yin langsung tertawa gelak.
"Bu Lim Sam Siu, kalian bertiga terhitung Bu Lim Cianpwee.
Tapi kalian telah menganiaya seorang gadis demi mendapatkan
peta itu. Kini kalian malah memfitnahku memperoleh peta
tersebut, sebetulnya apa tujuan kalian?"
Cu Cing Khuang tertawa licik.
"Bocah! Yang kudapatkan adalah peta palsu, sedangkan kau
memperoleh aslinya. Maka kalau kau ingin menjaga peta itu,
terlebih dahulu harus belajar kungfu yang tinggi. Kalau tidak,
kemungkinan besar nyawamu juga akan melayang."
"Bocah! Kau sudah peroleh peta itu?" sambung Kwee Sih Cun.
"Kentut! Siapa bocah?"
Kwee Sih Cun mengerutkan kening, lalu menjulurkan kelima
jarinya, kelihatannya dia ingin.... Akan tetapi, Cu Cing Khuang
segera membentak mencegahnya.
"Tunggu, Lo Sam!" Kemudian dia memandang Ciok Giok Yin.
"Bocah, lebih baik serahkan peta itu!" katanya.
"Tidak bisa!"
"Tentunya kau tahu, dirimu tidak bisa melarikan diri!"
"Kalian mau apa?"
Siangkoan Yun San mendengus.
"Hmm! Apabila perlu, kami pasti membunuhmu!"
Mendengar itu, Ciok Giok Yin bukannya gemetar atau takut,
tapi sebaliknya malah menjadi lebih berani.
"Kalau kelak aku tidak membunuh kalian bertiga, aku
bersumpah tidak mau jadi orang!" bentaknya sengit sambil
melotot. Ciok Giok Yin mengepalkan tinjunya, siap untuk
berkelahi. Menyaksikan sikapnya, Cu Cing Khuang tertawa
gelak. "Sayang sekali, kau sudah tidak punya kesempatan lagi!"
"Hari masih panjang, kesempatanpun masih banyak!"
"Tapi hari ini kau tidak dapat lolos dari tangan kami, maka
hari amat pendek bagimu."
"Kalaupun aku jadi hantu, tidak akan mengampuni kalian
bertiga!" Ciok Giok Yin berkata dengan gusar sekali, tampaknya ingin
sekali membunuh Bu Lim Sam Siu. Akan tetapi, dia tahu jelas
bahwa dirinya tidak mengerti ilmu silat, maka tidak berani
melancarkan serangan.
"Itu urusan lain, sekarang kau serahkan tidak?" kata Cu Cing
Khuang. "Tidak!"
"Kau jangan menyesal!"
"Apa yang harus kusesalkan?"
"Kau masih muda, kenapa harus menyia-nyiakan nyawamu"
Kau masih punya masa depan, mengapa harus berkorban demi
peta itu?"
"Kalau begitu, mengapa kalian menginginkan peta itu?"
"Karena kami memiliki kepandaian tinggi, tentunya dapat
melindungi peta tersebut!"
Berdasarkan apa yang dikatakan Bu Lim Sam Siu, tentunya
yakin peta pusaka itu berada pada Ciok Giok Yin. Karena itu,
mereka bertiga terns mendesaknya. Peta pusaka itu memang
menjadi impian setiap kaum rimba persilatan. Kini peta pusaka
tersebut berada di depan mata mereka, bagaimana mungkin
mereka melepaskannya"
"Apakah kalian yakin aku tidak mampu menjaga peta itu?"
kata Ciok Giok Yin dengan gusar.
"Tentu yakin! Sebab kami telah menyaksikan kepandaianmu!"
sahut Cu Cing Khuang. Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmmm! Aku dapat menjaga atau tidak, itu urusanku! Tidak
perlu kalian berbaik hati men- cemaskannya!"
"Kau sungguh keras hati dan keras kepala!"
"Kalian ingin rebut, sungguh tebal muka kalian bertiga!" kata
Ciok Giok Yin menyindir. Apa yang dikatakan Ciok Giok Yin,
sungguh menyinggung perasaan Bu Lim Sam Siu. Mendadak
Kwee Sih Cun menjulurkan kelima jarinya, sepasang matanya
menyorotkan sinar kebengisan sambil mencengkeram lengan
Ciok Giok Yin. Namun di saat kelima jari itu hampir berhasil mencengkeram
lengan Ciok Giok Yin, sekonyong-konyong terdengar suara
siulan yang amat nyaring, yang disusul oleh serangkum angin
yang amat kuat menerjang ke jalan darah Siauw Yauw Hiat
Kwee Sih Cun. Bukan main terkejutnya Kwee Sih Cun! Kalau pun seandainya
dia berhasil mencengkeram lengan Ciok Giok Yin, namun
nyawanya juga akan melayang. Kwee Sih Cun pasti lebih
mementingkan nyawanya, maka dia bergerak cepat meloncat
ke belakang, justru tepat berada di pinggir mulut jurang,
menyebabkannya mengucurkan keringat dingin. Kwee Sih Cun
memandang ke depan, ternyata seorang wanita buruk rupa
berpakaian merah berdiri di sana, menatap bengis pada Bu Lim
Sam Siu. Begitu melihat wanita itu, Bu Lim Sam Siu berseru
kaget serentak.
"Heng Thian Ceng (Wanita Pendendam Langit)!"
Mereka menyurut mundur beberapa langkah dengan wajah
pucat pias, kelihatannya takut pada wanita itu. Heng Thian
Ceng tertawa dingin, kemudian membentak sengit.
"Mata kalian masih belum buta, cepat enyah kalian!"
"Bocah ini... aku... ingin mengangkatnya menjadi murid...,"
kata Cu Cing Khuang gagap. Heng Thian Ceng langsung
membentak keras, memutuskan perkataan Cu Cing Khuang.
"Kalian masih tidak pantas, cepat enyah!"
Mendadak Hang Thian Ceng mengibaskan tangannya, dan
seketika tampak salju meluncur secepat kilat ke arah Bu Lim
Sam Siu. Bukan main terkejutnya Bu Lim Sam Siu. Mereka
bertiga cepat-cepat berkelit, lalu kabur terbirit-birit. Ciok Giok
Yin yang menyaksikan itu, juga amat terkejut. Entah siapa
wanita buruk rupa ini, hingga Bu Lim Sam Siu yang amat
terkenal itu kelihatan amat takut padanya. Ciok Giok Yin
menarik nafas dalam-dalam, dia ingin meninggalkan tempat
itu, tapi ketika dia baru mau melangkah, mendadak terdengar
suara bentakan yang amat dingin di belakangnya.
"Berhenti!"
Ciok Giok Yin langsung membalikkan badannya perlahanlahan,
kemudian memandang wanita buruk muka itu dengan
rasa takut. "Siapa namamu?" tanya Hong Thian Ceng sambil menatapnya
dengan tajam sekali.
"Ciok Giok Yin."
"Mengapa Bu Lim Sam Siu berada di sini menyusahkanmu?"
"Lo cianpwee, aku dan mereka bertiga sama-sama memasuki
Goa Toan Teng Tong. Mereka bertiga melukai seorang nona di
dalam goa itu, lalu mencari suatu barang yaitu sebuah peta.
Mereka bertiga cepat-cepat pergi, namun kemudian kembali
lagi, ingin menerimaku jadi murid."
Heng Thian Ceng mengerutkan kening.
"Benarkah urusan itu" Kau melihat mereka mengambil peta
pusaka itu?"
"Aku melihat dengan mata kepala sendiri."
"Baik. Kau tunggu aku di sini, tidak boleh pergi!"
Heng Thian Ceng langsung melesat pergi, dan sekejap sudah
tidak tampak bayangannya. Ternyata Ciok Giok Yin
menggunakan siasat harimau menelan srigala, agar Heng Thian
Ceng membunuh Bu Lim Sam Siu. Siasatnya itu berhasil,
namun dia justru tidak memikirkan akibatnya. Ketika dia baru
mau meninggalkan tempat itu, mendadak di hadapannya
muncul tiga orang, yang tidak lain adalah Bu Lim Sam Siu.
"Bocah! Tak disangka kau pandai menggunakan siasat! Tapi
malam ini kau tidak bisa hidup lagi!" kata Cu Cing Khuan dingin
sambil menatapnya dengan bengis. Mendadak Bu Lim Sam Siu
melangkah maju, lalu menjulurkan jari tangan
mencengkeramnya.
Ciok Giok Yin tahu bahwa dirinya dalam keadaan bahaya.
Maka, dia cepat-cepat mencelat ke belakang. Tetapi tiba-tiba
badannya merosot ke bawah, ternyata kakinya menginjak
tempat yang kosong, yaitu jurang yang amat dalam. Betapa
terkejutnya Ciok Giok Yin.
"Haaah...?" teriaknya.
Suara teriakannya mengandung ketakutan, sedih dan putus
asa. Cu Cing Khuang menghempas kaki seraya bergerutu.
"Peta pusaka itu, akan lenyap selama-lamanya." Kwee Sih
Cun dan Siangkoan Yun San menggeleng-gelengkan kepala.
Mereka bertiga melongok ke dalam jurang, setelah itu barulah
melesat pergi. Suasana di tempat itu kembali menjadi hening,
sedangkan Ciok Giok Yin yang terjatuh ke dalam jurang pun
sama sekali tiada suaranya....
Jilid 03 Bu Lim Sam Siu melesat pergi dengan wajah muram.
Ternyata mereka bertiga tahu bahwa di dasar jurang itu adalah
Tok Coa Kok (Lembah Ular Beracun). Burung apa pun yang
terbang melewati lembah itu, pasti mati terkena hawa
beracun. Sedangkan Ciok Giok Yin terjatuh ke dasar jurang itu,
bagaimana mungkin masih bisa hidup"
Lembah itu penuh berbagai macam ular beracun. Orang yang
berkepandaian amat tinggi pun, kalau terjatuh ke dasar jurang
itu, tidak akan bisa hidup. Bu Lim Sam Siu tidak menaruh
dalam hati mengenai mati hidupnya Ciok Giok Yin. Mereka
bertiga hanya merasa sayang, peta pusaka itu akan lenyap
selama-lamanya di dasar jurang tersebut.
Bagaimana keadaan Ciok Giok Yin" Apakah dia akan mati di
dasar jurang itu" Ketika badannya merosot ke bawah, dia
masih sempat berteriak. Tak lama dia sudah ditelan kabut
tebal, namun kesadarannya belum kabur. Dia melihat
sekelilingnya amat gelap, akhirnya dia berkeluh.
"Habislah!" Usai berkeluh, diapun pingsan.
Entah berapa lama kemudian, perlahan-lahan dia mulai
siuman. Tetapi dia tidak membuka matanya. Hatinya terasa
hampa, tidak memikirkan apa-apa dan tidak merasa apa-apa
pula. Berselang beberapa saat kemudian, barulah
kesadarannya mulai pulih. Dia berpikir, saat ini dia tidur
dimana" Mendadak terlintas sesuatu dalam benaknya, ternyata
dia sudah ingat apa yang telah terjadi.
Dirinya diserang Bu Lim Sam Siu hingga terjatuh ke dalam
jurang, mungkin kini sudah berada di alam baka. Dia ingat
akan apa yang pernah dikatakan kakek tua berjenggot putih,
bahwa orang mati tidak akan merasa sakit. Kalau begitu, saat
ini dia pasti tidak merasa sakit. Mendadak hatinya tergerak,
dan berkata, "Mengapa aku tidak menggigit jariku untuk
mencobanya"' Ciok Giok Yin segera menggigit jari tangannya,
ternyata masih merasa sakit sekali.
"Apa gerangan yang telah terjadi" Aku... aku belum mati?"
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gumamnya. Dia menengok kesana kemari, tiba-tiba terdengar
suara yang amat dingin.
"Bocah! Kalau bukan lohu (Aku Orang Tua), tulangmu pasti
telah remuk semua."
Ciok Giok Yin mendengar dengan jelas suara itu. Dia cepatcepat
bangun, tapi sekujur badannya terasa sakit
sekali. Ternyata di sisinya duduk seorang tua rambut dan
jenggot amat panjang serta putih awut-awutan. Orang tua itu
mengenakan pakaian kasar yang amat kumal dan lusuh,
sepasang matanya merah membara, mirip raja iblis. Setelah
mendengar ucapannya, Ciok Giok Yin tahu bahwa orangtua itu
yang telah menyelamatkan nyawanya. Maka dia segera
berlutut di hadapannya.
"Terimakasih lo cianpwee telah menyelamatkan nyawa...,"
ucapnya. Belum juga Ciok Giok Yin usai berkata, orang tua
aneh itu sudah membentak keras.
"Orang masih kecil tapi tahu kesopanan!" Orang tua aneh itu
mengangkat sebelah tangannya. Bukan main! Dia seperti main
sulap. Ternyata badan Ciok Giok Yin telah terangkat ke
atas. Apa boleh buat Ciok Giok Yin terpaksa berdiri, namun
dengan sikap yang hormat. Orang tua aneh itu menatapnya.
"Bocah, bagaimana kau terjatuh ke dalam lembah Tok Coa
Kok ini?" "Tok Coa Kok?"
"Kau tidak tahu?"
Sekujur badan Ciok Giok Yin merinding. Dia menggeleng
kepala. Orang tua aneh itu menunjuk ke suatu tempat seraya
berkata, "Kau lihat!"
Ciok Giok Yin segera memandang ke tempat yang ditunjuk
oleh orangtua aneh. Ternyata di sana tampak begitu banyak
tulang-belulang ular. Walau cuma merupakan tulang belulang,
tapi tetap amat mengerikan.
"Bagaimana ular-ular beracun itu mati di sini?" tanya Ciok
Giok Yin. "Itu karena perbuatanku," sahut orang tua aneh.
"Lo cianpwee yang membunuh ular-ular beracun itu?"
"Kau tidak percaya?"
"Bukan tidak percaya. Melainkan... begitu banyak ular
beracun, bagaimana cara membunuhnya?"
"Kau belum menjawab pertanyaanku," kata orang tua aneh
dengan dingin. Ciok Giok Yin segera menutur tentang kejadian yang
dialaminya, namun tidak menyinggung tentang Ho Hong Hoa
dan peta pusaka Si Kauw Hap Liok Touw. Setelah mendengar
penuturan Ciok Giok Yin, orang tua aneh itu menggelenggelengkan
kepala, lalu bergumam tapi sepertinya ditujukan
pada Ciok Giok Yin.
"Bu Lim Sam Siu turun tangan jahat terhadapmu, itu
merupakan kejadian yang amat aneh sekali!" Mendadak
sepasang matanya menyorot dingin. "Dusta!"
bentaknya. Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin, sehingga
tanpa sadar kakinya menyurut mundur selangkah.
"Aku menutur sejujurnya. Karena aku memandang rendah
mereka, tidak sudi menjadi murid mereka, maka mereka amat
gusar dan ingin menangkapku. Karena itu aku meloncat
mundur, akhirnya terjatuh ke dalam jurang ini."
Orang tua aneh itu manggut-manggut.
"Ini masih masuk akal." Dia menunjuk tanah di hadapannya.
"Bocah duduklah di sini!"
Ciok Giok Yin tidak tahu apa maksudnya, namun menurut dan
duduk di hadapan orang tua aneh itu. Akan tetapi, walau Ciok
Giok Yin sudah lama duduk di situ, orang tua aneh itu sama
sekali tidak bersuara. Itu membuat Ciok Giok Yin tidak
sabaran. "Lo cianpwee, mengapa lo cianpwee tinggal di sini?" katanya.
Orang tua aneh itu mengerutkan kening, kelihatannya sedang
memikirkan sesuatu.
"Pernahkah kau dengar, di dunia persilatan terdapat orang
yang dijuluki Sang Ting It Koay (Satu Siluman Di Jagat)?"
Ciok Giok Yin belum pernah berkecimpung di dunia persilatan,
tentunya tidak tahu tokoh-tokoh besar dunia persilatan. Lagi
pula kakek tua berjenggot putih tidak pernah
menceritakannya. Maka ketika orang tua aneh bertanya
demikian padanya, dia cuma menggeleng-gelengkan kepala.
"Lo cianpwee, aku tidak pernah mendengarnya."
Orang tua aneh itu tampak tertegun.
"Berapa usiamu sekarang?"
"Enam belas."
"Kau berdusta lagi."
"Aku tidak berdusta, aku berkata sesungguhnya. Usiaku
memang baru enam belas."
Orang tua aneh itu menatapnya dengan penuh perhatian.
"Melihat mukamu, kini kau harus berusia sembilan belas,
tidak mungkin akan salah."
Ciok Giok Yin tersenyum.
"Usiaku memang baru enam betas, tapi... aku pernah makan
buah Ginseng daging...."
Mendengar itu, orang tua aneh tersebut tampak tersentak.
"Apa" Ginseng Daging?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Tidak salah. Setelah makan Ginseng Daging, di tantian
terasa ada hawa panas, akhirnya aku pingsan. Setelah siuman,
barulah aku tahu diriku bertambah besar dan tinggi."
"Bocah, kau sungguh beruntung! Sebab mulai sekarang kau
akan awet muda."
Orang tua aneh itu terus menatapnya dengan mata tak
berkedip, kemudian manggut-manggut. "Pantas kau tidak
pernah dengar nama itu! Lohu adalah Sang Ting It Koay."
"Bagaimana lo cianpwee bisa tinggal di sini?"
"Empat belas tahun yang lampau, aku dikeroyok oleh Kang
Ouw Pat Kiat (Delapan Pendekar Sejati Dunia Persilatan) dan
para pesilat tinggi dari berbagai partai besar rimba persilatan,
dan aku nyaris mati di tangan mereka. Untung aku
menggunakan ilmu Ku Sip Tay Hoat (Nafas Kura-Kura), maka
mereka mengira aku sudah mati."
"Di mana lo cianpwee dikeroyok?"
"Di puncak Gunung Muh San."
"Tapi... kenapa lo cianpwee tinggal di sini?"
"Sesungguhnya lohu ingin ke sebuah goa, namun ketika di
tengah jalan, lukaku yang beracun mulai kambuh, membuatku
sulit melakukan perjalanan. Aku terus memaksakan diri,
akhirnya malah sampai di lembah Tok Coa Kok ini."
Orang tua aneh itu menghela nafas, kemudian melanjutkan.
"Lohu amat kesal, melihat banyak ular beracun di lembah ini,
maka lohu menggunakan ilmu Sam Yang Hui Kang (Tenaga
Sakti Tiga Matahari) membunuh semua ular beracun itu, dan
terlampiaslah rasa kekesalanku." Berkata sampai di sini, orang
tua aneh itu mengatur pernafasannya.
Sedangkan Ciok Giok Yin berkata dalam hati. 'Kelihatannya
orang tua ini berkepandaian amat tinggi, tapi mengapa aku
tidak....' Mendadak Sang Ting It Koay melanjutkan penuturannya.
"Setelah lohu membunuh semua ular beracun itu, diri lohu
keracunan. Lohu beristirahat beberapa hari, akhirnya sepasang
kaki lohu membusuk. Lohu ingin meninggalkan tempat ini, tapi
sudah tidak mungkin, maka lohu tinggal di sini. Tak terasa
sudah empat belas tahun, tak terduga kau malah terjatuh
kemari." Ciok Giok Yin tertegun, sehingga tanpa sadar dia bertanya,
"Empat belas tahun?"
"Kau tidak percaya?"
"Percaya."
Sesungguhnya dalam hati Ciok Giok Yin ada rasa kurang
percaya. Bagaimana mungkin orang tak punya sepasang kaki,
bisa hidup di dalam lembah seperti ini hingga empat betas
tahun lamanya" Oleh karena itu, Ciok Giok Yin menengok
kesana kemari. Ciok Giok Yin pernah belajar ilmu pengobatan,
maka dia tahu bahwa di dalam hutan belantara, pasti terdapat
rumput obat yang dapat membuat orang tahan lapar. Namun di
tempat itu tidak terdapat rumput obat tersebut. Sang Ting It
Koay terus memperhatikan gerak-gerik Ciok Giok Yin.
"Bocah, kau melihat apa?"
Wajah Ciok Giok Yin agak kemerah-merahan, dan dia tak
dapat menyahut.
"Bocah, kau sedang mencari apa yang kumakan bukan?"
Wajah Ciok Giok Yin bertambah merah, akhirnya dia
manggut-manggut.
"Lo cianpwee, tempat ini...."
Mendadak Sang Ting It Koay menyambar Ciok Giok Yin.
"Jalan!" serunya. Sang Ting It Koa masih dalam posisi duduk,
namun sebelah tangannya menepuk tanah. Seketika badannya
melambung ke atas, sedangkan sebelah tangannya masih
memegang bahu Ciok Giok Yin, maka Ciok Giok Yin ikut
melambung ke atas. Tidak seberapa lama, mereka berdua
melayang ke dalam sebuah goa. Tampak kabut tebal
menyelimuti goa tersebut. Akan tetapi, setelah memasuki goa
itu, justru terasa hangat sekali, membuat Ciok Giok Yin
terheran-heran. Sang Ting It Koay duduk di atas batu besar, di
hadapannya terdapat sebuah sumur, dan tampak kabut putih
mengepul ke luar dari sumur itu.
"Bocah, itu adalah makanan lohu," katanya sambil menunjuk
sumur itu. Kemudian dia menatap Ciok Giok Yin. "Itu adalah
susu bumi, khasiatnya melebihi makanan apapun."
Tiba-tiba Ciok Giok Yin menjatuhkan diri berlutut di hadapan
Sang Ting It Koay.
"Mohon lo cianpwee sudi...," ucapnya.
Akan tetapi Sang Ting It Koay mengibaskan tangannya.
"Kalau kau ingin menjadi muridku, harus mencoba dulu
bagaimana rasanya susu bumi itu."
Kibasan tangan Sang Ting It Koay membuat Ciok Giok Yin
terpental ke dalam sumur. Anak muda itu ingin menjerit, tetapi
mulutnya tak dapat dibuka. Ternyata badannya sudah
tenggelam ke dalam sumur itu, cuma tampak kepalanya. Ciok
Giok Yin ingin meloncat ke atas. Namun jangankan meloncat ke
atas, ingin bergerak pun tiada tenaga sama sekali. Selain
badannya tidak bisa bergerak, mulutnya juga tidak dapat
bersuara. Hanya sepasang matanya yang masih bisa bergerak
kesana kemari. Oleh karena itu, Ciok Giok Yin menatap Sang
Ting It Koay dengan penuh kebencian.
Akan tetapi, saat ini sepasang mata Sang Ting It Koay sudah
terpejam. Dia duduk di atas batu, kelihatannya seperti telah
melupakan urusan di depan matanya. Bukan main
mendongkolnya hati Ciok Giok Yin! Dia berkertak gigi hingga
berbunyi gemeretukan. Kini dirinya seperti berada di dalam
kuali berisi air mendidih. Apa yang dideritanya saat ini, sulit
diuraikan dengan kata-kata. Di depan matanya, justru muncul
bayangan-bayangan masa lalunya. Di keluarga Tong Keh
Cuang, dia dihina dan dipukuli oleh Tong Eng Kang,
membuatnya nyaris kehilangan nyawanya. Terakhir dia
bertemu Bu Lim Sam Siu, justru menyebabkannya terjatuh ke
dalam jurang. Kini malah terjatuh ke tangan orang tua aneh,
kelihatannya dia akan mati di tempat ini.
Tiba-tiba dia teringat pada Kakak Ping. Gadis itu entah berada
di mana sekarang" Apakah dia baik-baik saja" Atau
mungkinkah telah dihina oleh Tong Eng Kang" Bayangan
tersebut, sirna perlahan-lahan. Setelah itu, muncul pula
bayangan Ho Siu Kouw, gadis cantik yang tinggal di dalam Goa
Toan Teng Tong. Dia telah makan buah Ginseng Daging,
mungkin luka dalamnya telah sembuh. Namun sepasang
kakinya masih dirantai, tentunya dia tidak bisa meninggalkan
peti mati itu. Padahal Ciok Giok Yin berniat mencari sebilah
pedang pusaka untuk memutuskan rantai itu, tapi kini cuma
merupakan impian belaka. Sementara rasa panas itu terasa
hingga ke dalam tulang, namun dia tetap terendam di dalam
sumur tersebut. Wajahnya yang tampan itu, sudah berubah
merah membara seperti kebanyakan minum arak.
Saat ini Sang Ting It Koay telah membuka sepasang matanya.
Wajahnya tampak berseri, tapi tertutup oleh rambut dan
jenggot yang awut-awutan, maka orang luar tidak akan melihat
wajahnya sedang berseri. Sebaliknya akan membuat orang
merasa merinding, sebab sepasang matanya melotot
menyeramkan, lantaran merah membara seperti api. Dia
menjulurkan tangannya ke dalam sumur untuk merasakan
bagaimana air sumur tersebut, lalu menggeleng-gelengkan
kepala. Mendadak dia membuka mulut, lalu menyemburkan
uap putih ke dalam sumur. Tak lama kemudian, air sumur itu
mulai mengepulkan uap putih lagi.
Setiap tiga kali berturut-turut dia menyemburkan uap putih
ke dalam sumur itu, barulah berhenti. Sedangkan keningnya
sendiri sudah mengucur keringat. Ternyata ketika dia
menyembur uap putih ke dalam sumur itu, telah banyak
menguras tenaganya. Setelah itu, dia menatap Ciok Giok Yin
sejenak, lalu memejamkan mata untuk beristirahat.
Sementara sang waktu tak henti-hentinya berlalu. Sedangkan
di dalam goa itu tidak akan tahu dari siang atau malam, tak
terasa tiga hari tiga malam telah berlalu. Dalam waktu tiga hari
tiga malam itu, Sang Ting It Koay juga terus menyemburkan
uap putih dari mulutnya ke dalam sumur. Ternyata dia merasa
air sumur tersebut masih kurang panas. Maka agar bertambah
panas, harus dibantu dengan hawa murninya. Sesungguhnya
tujuan Sang Ting It Koay berbuat demikian, tidak lain ingin
merebus Ciok Giok Yin di dalam sumur tersebut, kemudian
akan menikmati dagingnya hingga tahunan. Akan tetapi, justru
terjadi hal yang di luar dugaan. Wajah Ciok Giok Yin yang
merah membara itu, telah berubah menjadi ungu.
Setelah lewat tiga hari tiga malam, wajahnya menjadi merah
membara lagi. Berselang beberapa saat, wajahnya sudah
berubah normal kembali, bahkan kelihatan bertambah
tampan. Ciok Giok Yin tampak tenang terendam di dalam
sumur itu. Dia bernafas seperti biasa dan tersenyum-senyum,
sepertinya sedang bermimpi indah. Ternyata dia tidak mati di
rebus dalam sumur itu. Bukankah itu aneh sekali" Pada hari
keempat, mendadak Sang Ting It Koay mengangkat sebelah
tangannya, lalu membentak.
"Bocah, naik!"
Akan tetapi, Ciok Giok Yin tetap diam di dalam sumur, tidak
menghiraukan bentakan Sang Ting It Koay. Tentunya membuat
Sang Ting Koay menjadi gusar sekali. Di saat dia baru mau
melancarkan pukulan ke dalam sumur, tiba-tiba Ciok Giok Yin
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meloncat ke atas.
"Berhenti!" bentak Sang Ting It Koay. Suaranya mengguntur
memekakkan telinga, membuat Ciok Giok Yin tersentak, namun
tidak merasa takut.
"Aku dengan lo cianpwee tiada...," katanya dengan gusar.
"Bocah, coba kau masuk ke dalam lagi!" sergah Sang Ting It
Koay sambil mengibaskan tangannya. Ciok Giok Yin tidak
sempat berkelit, maka tak ampun lagi dia terpental ke dalam
sumur. "Aaaah! Panas...!" jeritnya keras. Akan tetapi, setelah
badannya terendam di dalam sumur, justru membuatnya
tercengang. Ternyata dia tidak merasa panas, melainkan
merasa amat nyaman. Oleh karena itu, dia memandang ke
arah Sang Ting It Koay. Dia berharap orang tua aneh itu
memberi penjelasan, mengapa kini dia tidak merasa panas lagi.
Bukankah itu aneh sekali" Sang Ting It Koay cuma tertawa
terkekeh-kekeh, setelah itu, tangannya dijulurkan ke depan
dan disentakkan.
"Bocah, naiklah!" katanya.
Ciok Giok Yin merasa tenaganya telah pulih, langsung
meloncat ke atas. Setelah berada di atas, dia merasa sekujur
badannya amat segar dan nyaman sekali. Itu membuatnya
sendiri termangu-mangu. Dia tidak habis pikir, apa gerangan
yang telah terjadi atas dirinya. Sang Ting It Koay menatapnya
dalam-dalam. "Bocah, kau ingin belajar ilmu silat?" katanya dengan dingin.
"Mohon petunjuk lo cianpwee," sahutnya.
Sepasang mata Sang Ting It Koay mendelik.
"Baiklah! Kau boleh duduk!"
Ciok Giok Yin tahu, kali ini Sang Ting It Koay tidak akan
mencelakai dirinya, maka cepat-cepat duduk. Ketika Ciok Giok
Yin duduk, jari tangan Sang Ting It Koay bergerak cepat. Kini
badan Ciok Giok Yin tidak bisa bergerak lagi, bahkan mulutnya
tidak mampu bersuara. Berdasarkan pengalaman tadi, Ciok
Giok Yin menjadi tenang, pasrah apa yang akan terjadi atas
dirinya. Sang Ting It Koay beranjak dari tempat duduknya,
kemudian mendorong Ciok Giok Yin ke tempat duduk itu.
Setelah duduk di atas batu itu, bibir Ciok Giok Yin tampak
gemetar, dan keningnya mengucurkan keringat. Dia merasa
seperti duduk di atas bara api, sehingga membuat sekujur
badannya menjadi panas sekali. Semakin lama semakin panas,
dan hawa panas itu menerjang ke dalam tubuhnya, bahkan
menerobos ke seluruh jalan darahnya pula. Sementara Sang
Ting It Koay yang duduk di sampingnya terus
memperhatikannya. Berselang sesaat, Sang Ting It Koay
berkata dengan suara dalam.
"Bocah, bertahanlah! Cuma rintangan ini yang harus kau
lewati." Ciok Giok Yin menurut. Dia terus bertahan, namun akhirnya
pingsan juga karena tidak tahan. Sang Ting It Koay
menatapnya sambil mengerutkan kening.
"Bocah, kau cukup menderita," gumamnya. Sesaat kemudian,
dia manggut-manggut sambil berkata.
"Kalau tidak begini, waktu tidak mengijinkan." Sang Ting It
Koay menatap Ciok Giok Yin lagi sambil berkata perlahanlahan.
"Aku tersiksa belasan tahun, namun akhirnya menemukan
anak berbakat. Kini legalah...!" Bibirnya bergerak, namun
sudah tidak bisa mengeluarkan suara, hanya berkata dalam
hati. Sang Ting It Koay tampak lelah sekali, dia terbatuk
beberapa kali, terlihat darah segar mengalir ke luar dari
mulutnya. Badannya bergoyang-goyang sejenak, namun
sepasang matanya tetap menatap Ciok Giok Yin. Setelah itu,
barulah memejamkan matanya untuk beristirahat.
Sementara, sang waktu terus berlalu.... Satu hari, dua hari,
tiga hari.... Sang Ting It Koay membuka matanya, menatap
Ciok Giok Yin. Tiba-tiba wajahnya tampak berseri, lalu tertawa
gelak. "Ha! Ha! Ha...!" Usai tertawa gelak, dia berseru.
"Bocah, bangunlah!"
Ciok Giok Yin membuka matanya. Dia mendapatkan dirinya
masih tetap duduk di atas batu. Kini dia merasa badannya
bertambah segar dan nyaman, sulit diuraikan dengan katakata.
Dapat dibayangkan, betapa girang hatinya! Dia bangkit berdiri
perlahan-lahan, lalu menjatuhkan diri berlutut di hadapan Sang
Ting It Koay. "Mohon lo cianpwee sudi...," katanya.
Mendadak serangkum tenaga yang amat kuat, membuat
dirinya terangkat ke samping. Di saat bersamaan, Sang Ting It
Koay yang sudah duduk di atas batu itu, berkata dengan
dingin. "Bocah, ingat! Sebelum lohu bersedia menerimamu sebagai
murid, kau kularang menyinggung tentang itu! Kalau kau
masih berani menyinggungnya, jangan menyalahkan lohu akan
mengusirmu dari sini."
"Aku tidak berani berlaku kurang ajar terhadap lo cianpwee."
Sang Ting It Koay tertawa gelak.
"Bagus! Aku senang begini!"
Ciok Giok Yin menarik nafas dalam-dalam dan berkata dalam
hati. 'Dia melarangku berguru padanya, lalu aku harus
memanggilnya apa"' Sang Ting It Koay sepertinya tahu akan
apa yang dipikirkan Ciok Giok Yin.
"Bocah, aku tahu apa yang sedang kau pikirkan! Karena aku
belum bersedia menerimamu sebagai murid, maka kau tidak
tahu harus bagaimana memanggilku, bukan?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
Sang Ting It Koay tertawa.
"Kau boleh panggil aku Makluk Tua Aneh saja!"
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Bocah, kau tahu sudah berapa hari kau direndam di air susu
bumi itu?"
Ciok Giok Yin menggeleng kepala.
"Mohon lo cianpwee memberitahukan!"
"Kau direndam di situ empat hari empat malam, duduk di atas
batu api tiga hari tiga malam."
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin.
"Haaah" Kalau begitu, sudah tujuh hari tujuh malam!"
Sang Ting It Koay manggut-manggut.
"Tiga tahun lalu, tanpa sengaja lohu menemukan tempat ini.
Sumur susu bumi dan batu api, justru amat bermanfaat untuk
melatih ilmu Sam Yang Hui Kang (Tenaga Sakti Tiga
Matahari)." Dia menatap Ciok Giok Yin.
"Kuberitahukan, di puncak Gunung Muh San, lohu terpukul
oleh pukulan beracun. Racun itu telah menyerang hati,
mungkin tidak lama lagi lohu akan mati. Untung kau keburu
kemari. Ini sudah merupakan jodoh kita. Sesungguhnya aku
ingin menyantap dagingmu, namun kemudian kubatalkan
niatku itu. Akan tetapi, aku tidak bisa secara cuma-cuma
mengajar kau kungfu, kau harus menyelesaikan beberapa
urusanku, barulah kita bisa menjadi guru dan murid."
"Asal lo cianpwee memberitahukan urusan apa, aku pasti
berusaha menyelesaikannya."
"Kini belum waktunya kuberitahukan."
"Kapan?"
"Setelah kau berkepandaian tinggi."
"Menurut lo cianpwee, aku harus membutuhkan waktu berapa
lama?" "Itu tergantung pada kecerdasanmu."
Mendadak hati Ciok Giok Yin tergerak, dan dia langsung
berkata. "Lo cianpwee, aku pernah belajar ilmu pengobatan, maka...."
Belum juga Ciok Giok Yin usai berkata, Sang Ting It Koay
sudah tertawa terkekeh-kekeh, lalu menyergah.
"Bocah, jangankan kau amat mahir ilmu pengobatan.
Kalaupun Tiong Ciu Sin Ie berada di sini, dia juga tidak
sanggup mengobatiku."
Mendengar itu, Ciok Giok Yin berkata dalam hati. 'Sudah dua
orang menyinggung tentang Tiong Ciu Sin le. Obat Ciak Kim
Tan yang berada di dalam bajunya justru adalah buatan Tiong
Ciu Sin Ie, apakah kakek tua berjenggot putih itu adalah....
Tidak salah lagi, Tiong Ciu Sin Ie merupakan tokoh yang luar
biasa di dunia persilatan, pasti tidak sulit mencarinya kelak.
Di saat Ciok Giok Yin sedang berpikir, mendadak Sang Ting It
Koay berkata. "Bocah, mulai hari ini kau harus merendam di sumur susu
bumi selama tiga empat jam. Setelah itu, harus pula duduk di
atas batu api ini."
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
Tiba-tiba Sang Ting It Koay membentak.
"Lepaskan pakaianmu!"
Ciok Giok Yin tertegun.
"Le... lepaskan pakaian?" katanya gagap.
"Ng!"
"Mengapa harus melepaskan pakaian?"
"Aku suruh kau lepaskan, kau harus lepaskan."
"Tapi... malu kan?"
"Tidak jadi masalah."
Apa boleh buat, Ciok Giok Yin terpaksa menurut, namun
masih tampak ragu. Seketika sepasang mata Sang Ting It Koay
menyorot dingin.
"Masih tunggu apa lagi?" bentaknya.
Ciok Giok Yin bersifat keras, bahkan juga angkuh, maka
membuatnya amat gusar.
"Lo cianpwee, walau di dalam goa ini cuma terdapat kita
berdua, kalau aku harus bertelanjang bulat, rasanya kurang
baik." "Siapa suruh kau telanjang bulat?"
"Kalau begitu...."
"Kau masih boleh pakai celana dalam."
Mendengar itu, legalah hati Ciok Giok Yin. Dia cepat-cepat
melepaskan pakaiannya, sehingga hanya memakai celana
dalam. "Bereskan pakaianmu itu, taruh di samping!" perintah Sang
Ting It Koay sambil menatapnya.
Ciok Giok Yin takut Sang Ting It Koay akan mengambil
pakainnya, karena di dalam bajunya tersimpan peta Si Kauw
Hap Liok Touw pemberian Ho Siu Kouw. Sesungguhnya Ciok
Giok Yin masih ragu terhadap peta pusaka tersebut, namun
masih ingin lihat bagaimana perkembangan selanjutnya. Oleh
karena itu, dia cepat-cepat membereskan pakaiannya, lalu
ditaruh ke samping.
"Mulai sekarang kau boleh belajar kungfu!" kata orang tua
aneh itu. Demi ingin belajar kungfu, Ciok Giok Yin rela menerima
penderitaan maupun siksaan apapun. Sebab dia ingat akan
sebuah pepatah, bahwa ingin menjadi orang teratas, haruslah
bisa menahan segala penderitaan dan siksaan."
Karena itu, dia langsung masuk ke dalam sumur susu bumi,
untuk merendam diri. Di saat bersamaan, Sang Ting It Koay
mulai memberi petunjuk padanya.
"Bocah, hawa murni yang berada di Tantian, harus disalurkan
ke seluruh nadi, kemudian dialihkan ke jalan darah Thian Koat
Hiat. Selain itu, kau pun harus menghisap hawa susu bumi itu."
Begitu dengar, Ciok Giok Yin sudah paham, dan langsung
dipraktekkan. Kini dia berendam di dalam sumur dengan rasa
nyaman, tidak merasa panas lagi. Karena sebelumnya, dia
telah berendam, di dalam sumur itu selama empat hari empat
malam, maka tubuhnya telah kebal akan hawa panas itu.
"Ganti tempat!" kata Sang Ting It Koay tiga jam
kemudian. Dia menggeserkan badannya ke samping,
sedangkan Ciok Giok Yin duduk di atas batu api
tersebut. Begitulah! Tanpa membedakan siang atau malam,
Ciok Giok Yin terus berlatih di dalam sumur susu bumi dan di
atas batu api. Dengan latihan itu, Ciok Giok Yin berhasil
menyatukan hawa murni dari Phing Phiauw Khek dengan
tenaga buah Ginseng Daging yang pernah dimakannya. Setelah
itu, Sang Ting It Koay juga mengajarnya Soan Hong Ciang
(Ilmu Pukulan Angin Puyuh).
Sang waktu terus berlalu. Sehari lewat sehari, sebulan lewat
sebulan. Tak terasa setahun telah berlalu, maka, kini tubuh
Ciok Giok Yin pun telah tambah besar dan tinggi. Kini dia sudah
berusia tujuh belas, namun kelihatan seperti sudah berusia
sembilan. belas. Sikapnya tenang, gerak-geriknya kalem, dan
wajahnya bukan main tampannya. Sepasang matanya bersinar
terang, akan tetapi, kalau tidak sedang mengerahkan lwee
kangnya, dia tampak seperti pemuda biasa. Pertanda lwee
kangnya telah mencapai tingkat yang amat tinggi. Dia telah
berhasil, namun Sang Ting It Koay, justru kian hari kian
bertambah loyo dan lemah, setiap hari pasti muntah darah.
Sepasang matanya tampak suram dan badannya juga makin
kurus, kelihatan lesu tak bertenaga. Kini, setiap hari dia harus
duduk di atas batu api, demi memperpanjang nyawanya. Akan
tetapi, dia masih memaksakan diri untuk mengajar Ciok Giok
Yin ilmu silat. Sedangkan pemuda tersebut terus berlatih,
kadang-kadang lupa makan dan tidur. Lagipula dia tetap
memakai celana dalam, namun celana dalamnya itu sudah
tidak karuan, kumal, lusuh dan berlubang-lubang. Hari ini Sang
Ting It Koay membuka sepasang matanya, memandang Ciok
Giok Yin sambil manggut-manggut.
"Bocah, pakailah bajumu!"
Ciok Giok Yin tercengang, mengapa mendadak Sang Ting It
Koay menyuruhnya berpakaian" Dia menurut, dan cepat-cepat
berpakaian. "Masuklah ke dalam sumur susu bumi!" perintah Sang, Ting It
Koay. Sudah sekian lama bersama Sang Ting It Koay, maka
Ciok Giok .Yin sudah paham akan sifat aneh orang tua
tersebut. Karena itu, dia segera masuk ke dalam sumur susu
bumi. Akan tetapi, Sang Ting It Koay mendadak berseru.
"Cepat naik!"
Ciok Giok Yin segera meloncat ke atas.
"Cepat kerahkan hawa murni!"
Sesungguhnya Ciok Giok Yin sudah mulai tidak sabaran,
namun dia tetap menurut dan cepat-cepat mengerahkan hawa
murninya. Seketika hidungnya mengeluarkan uap putih, dan
dalam sekejap uap itu sudah menutupi sekujur badannya.
"Berhenti" bentak Sang Ting It Koay. Ciok Giok Yin membuka
mulutnya, langsung menyedot uap putih itu ke dalam
mulutnya. Menyaksikan itu, sepasang mata Sang Ting It Koay tampak
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbinar-binar, kemudian dia tertawa terbahak-bahak.
"Bocah, lihatlah pakaianmu!"
Ciok Giok Yin menundukkan kepalanya memandang
pakaiannya. Hatinya tersentak kaget. Ternyata pakaiannya
telah kering, maka membuatnya tertegun, tidak habis pikir apa
sebabnya. Sepasang mata Sang Ting It Koay yang tadinya
berbinar-binar, kini tampak sudah buyar. Dia berkata perlahanlahan.
"Itu adalah tenaga sakti Sam Yang Hui Kang. Ketika kau mulai
berlatih, maka aku suruh kau melepaskan pakaian, agar
mengetahui bagaimana perkembangan Sam Yang Hui Kang
yang kau latih itu. Jadi apabila kau berkecimpung di rimba
persilatan, pakaianmu tidak akan tersobek-sobek oleh tenaga
sakti itu. Kini kau paham akan maksudku?"
Ciok Giok Yin langsung berlutut di hadapan Sang Ting It Koay
dan memanggil dengan rasa haru,.
"Suhu...."
":Siapa suhumu" Cepat berdiri!" bentak Sang Ting It Koay.
Ciok Giok Yin tertegun.
"Kita tetap seperti apa yang telah kukatakan dulu. Aku cuma
mengajarmu kungfu, tidak terikat guru dan murid, kau taati
itu! Karena..." kata Sang Ting It Koay. Sang Ting It Koay tidak
melanjutkan ucapannya, tapi sepasang matanya menyorotkan
sinar dendam kebencian. Ciok Giok Yin merinding menyaksikan
itu, lalu berkata dalam hati. 'Mungkin dia teringat akan
peristiwa di puncak Gunung Muh San. Aku harus menuntut
balas untukmu. Meskipun kau tidak mengaku diriku sebagai
muridmu, namun dalam hati aku mengakuimu sebagai
guruku.' Sang Ting It Koay menghela nafas panjang.
"Bocah, tahukah kau sudah berapa lama berada di dalam goa
ini?" katanya lembut. Ketika baru bersama Sang Ting It Koay,
dia amat tersinggung jika dipanggil bocah. Tapi kini, panggilan
tersebut justru membuatnya merasa nyaman dan hangat.
Mungkin sifat aneh makhluk tua itu sudah menular pada
dirinya, sehingga dia pun berubah menjadi makhluk kecil yang
bersifat aneh. "Mungkin sudah ada setengah tahun lebih," sahutnya.
Sang Ting It Koay menggelengkan kepala. "Tepatnya sudah
satu tahun."
"Satu tahun?"
"Ng!"
Mendadak Ciok Giok Yin teringat pada Bwee Han Ping, lalu
teringat pula akan Ho Siu Kouw yang tinggal di dalam Goa
Teng Tong dengan kaki terikat rantai. Dalam waktu satu tahun
ini, bagaimana keadaan Kakak Ping" Dan juga bagaimana
keadaan Ho Siu Kouw" Apakah luka dalamnya sudah
sembuh" Kedua gadis itu, merupakan orang yang tidak dapat
dilupakan Ciok Giok Yin.
Saat ini, Ciok Giok Yin ingin cepat-cepat meninggalkan goa itu,
ingin segera pergi menengok kedua gadis tersebut. Akan tetapi
Sang Ting It Koay belum menyuruhnya pergi, tentunya akan
merasa tidak enak apabila dia pergi sekarang. Lagipula
keadaan Sang Ting It Koay, kelihatannya.... Maka dia tidak
berani memikirkan hal tersebut. Saat ini suasana di dalam goa
itu amat sunyi. Berselang beberapa saat barulah Sang Ting It
Koay berkata. "Bocah, aku beritahukan padamu, mengenai ilmu Sam Yang
Hui Kang, kalau kau tidak mengalami suatu kemujizatan,
tentunya sulit berlatih hingga sempurna. Kini di dunia
persilatan, hanya ada seseorang yang telah sempurna ilmu
kungfunya."
"Siapa?"
"Chiu Tiong Thau."
"Siapa orang itu?"
"Murid murtad."
"Murid?"
"Ng!"
"Lo cianpwee tidak pernah menceritakannya?"
"Menceritakannya?"
"Ya."
Wajah Sang Ting It Koay langsung berubah, bahkan juga
berkertak gigi hingga berbunyi gemeletuk.
"Dia adalah musuhku." katanya dengan dingin sekali. Ciok
Giok Yin terbelalak.
"Musuh?"
"Tidak salah."
"Bagaimana kejadian awalnya?"
"Kau terlampau banyak bertanya."
Ciok Giok Yin langsung diam, namun berkata heran dalam
hati. 'Bagaimana murid bisa menjadi musuh" Sungguh aneh
sekali!' "Hmmm!" Orangtua aneh itu mendengus. "Lima lohu pun
bukan lawannya."
Mulut Ciok Giok Yin ternganga lebar seketika. Dia menatap
seperti dengan mata terbeliak.
"Bocah, ketika aku mulai mengajarmu ilmu kungfu, aku sudah
bilang akan tukar syarat. Oleh karena itu, kini sudah waktunya
kau memenuhi syaratku."
"Mohon lo cianpwee memberitahukan apa syarat itu!"
"Syaratku kau harus membunuh orang."
Ciok Giok Yin tersentak, dan air mukanya langsung berubah.
"Membunuh orang?"
"Sungguh merupakan urusan sulit! Sebab membunuh orang
adalah perbuatan jahat."
Ketika baru mulai belajar kungfu, Ciok Giok Yin cuma berpikir
ingin membalas orang-orang yang pernah menghinanya, tidak
pernah terlintas dalam benaknya akan membunuh orang. Kini
Sang Ting It Koay membuka mulut menyuruhnya pergi
membunuh orang, itu sungguh menyulitkannya.
"Tidak salah, membunuh orang!" sahut Sang Teng It Koay
dengan dingin. "Membunuh siapa?"
"Kang Ouw Pat Kiat (Delapan Pendekar Sejati Dunia
Persilatan)."
"Mereka orang baik atau orang jahat?"
"Melihat keuntungan melupakan budi luhur, itu tergolong
orang yang amat jahat."
Mendengar itu, Ciok Giok Yin tidak banyak berpikir lagi.
"Mohon lo cianpwee memberitahukan nama mereka!"
katanya. Pada dasarnya Ciok Giok Yin memang amat membenci orang
semacam itu, maka dia ingin membasmi mereka.
"Sekarang kau harus pergi membunuh Khiam Sim Hweshio,
ketua Kuil Put Toan Si. Setelah itu, kau balik kemari
memberitahukan padaku, lalu pergi cari orang lain." sahut
Sang Ting It Koay.
"Apakah Khiam Sim Hweshio adalah salah satu di antara Kang
Ouw Pat Kiat?"
"Ng!"
"Di mana kuil Put Toan Si itu?"
"Di daerah Ngo Pak. Dari sini ke sana berjarak seratus mil
lebih." "Bagaimana dengan hweshio-hweshio lain?"
"Mereka tiada dendam apapun dengan lohu, maka kau tidak
boleh membunuh mereka. Tapi Kau harus membunuh Khiam
Sin Hweshio."
Setelah mendengar itu, dalam hati Ciok Giok Yin timbul suatu
kemarahan besar, sepertinya melihat Sang Ting Koay
dikeroyok di puncak Gunung Muh San oleh Kang Ouw Pat
Kiat. Wajahnya yang tampan itu langsung diliputi hawa
membunuh yang amat berat. Kemudian Ciok Giok Yin
membungkukkan badannya dan menjura.
"Su..." katanya.
Maksudnya ingin memanggil suhu, namun cepat-cepat
diubah, sebab Sang Ting It Koay tidak tahu mau dipanggil
suhu. "Lo cianpwee tunggu beritaku!"
Usai berkata. Dia segera melesat pergi, tapi mendadak Sang
Ting It Kong berseru.
"Kembali!"
Ciok Giok Yin langsung kembali ke hadapan Sang Ting It Koat.
"Lo cianpwee masih ada pesan lain?"
Sang Ting It Koay tampak berpikir keras.
"Ini pertama kali kau keluar, selanjutnya kau akan sering
keluar," sahutnya sesaat kemudian.
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya. Aku harus memenuhi harapan lo cianpwee."
"Kelak kalau kau berkelana dalam rimba persilatan, tentu
akan mendengar tentang suatu benda pusaka rimba persilatan,
yaitu Gin Tie (Seruling Perak)."
"Gin Tie?"
"Ng!"
"Sesungguhnya itu merupakan pusaka apa?"
"Benda pusaka peninggalan Han Siang Cu."
"Apa gunanya benda pusaka itu?"
"Kini belum waktunya menceritakannya."
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Kalau kau menemukan benda itu, atau mendengar tentang
jejaknya, maka kau harus berupaya agar memperolehnya.
Setelah itu, kau harus pergi mencari keturunan Hai Thian
Tayhiap-Ciok Khie Coan, dan menyerahkan Gin Tie tersebut
padanya." Ciok Giok Yin tertegun mendengar itu, karena merupakan
kedua kalinya dia mendengar Gin Tie tersebut harus diserahkan
kepada keturunan Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie Goan. Apakah
seruling perak itu amat penting bagi keturunan keluarga Ciok
tersebut" Karena memikirkan itu, membuatnya lupa akan
pembicaraannya dengan Sang Ting It Koay. Sedangkan Sang
Ting It Koay menatapnya dengan heran.
"Bocah, pernahkah kau mendengar tentang Gin Tie itu?"
Ciok Giok Yin tersentak sadar.
"Aku pernah dengar."
"Dengar dari siapa?"
"Phing Phiauw Khek."
"Phing Phiauw Khek?"
"Ya."
"Apa katanya?"
"Seperti apa yang dikatakan lo cianpwee barusan."
"Kalau begitu, kau harus berupaya mendapatkan Gin Tie itu.
Sekarang pergilah!"
Ciok Giok Yin tidak segera pergi.
"Di mana tempat tinggal keturunan keluarga Ciok itu?"
"Kau boleh menyelidiki sendiri."
Ini pun merupakan urusan sulit, sebab dunia sedemikian luas,
tidak tahu nama dan alamat, bagaimana mungkin mencarinya"
Lagipula harus kemana mencari Seruling Perak itu" Walau dia
akan berupaya semaksimal mungkin, namun tetap akan sia-sia
belaka. Itu bagaimana nanti saja. Pikir Ciok Giok Yin, lalu
melesat pergi. Di lembah Tok Coa Kok hanya terdapat sebuah
jalan setapak, orang keluar masuk harus melalui jalan setapak
itu. Di kanan kiri jalan setapak itu, terdapat tebing yang amat
tinggi dan berlumut. Apabila di hadapan ada orang ingin
masuk, maka salah seorang harus mengalah ke samping,
sebab jalan itu sulit dilalui dua orang. Oleh karena itu, lembah
Tok Coa Kok menjadi terlarang bagi kaum rimba persilatan,
sebab siapa yang ingin cari mati dilembah tersebut"
Sementara Ciok Giok Yin terus melesat di jalan setapak itu,
tampak bayangannya berkelebat kelebat. Tak lama kemudian,
dia sudah berada di luar lembah. Saking gembiranya dia bersiul
panjang. Bukan main nyaringnya suara siulannya, mengejutkan
burung-burung yang bertengger di dahan, sehingga burungburung
itu langsung beterbangan, karena ketakutan.
Malam harinya, tampak seorang pemuda berdandan seperti
pemuda desa, berjalan santai mendaki gunung. Ternyata di
atas gunung itu terdapat kuil Put Toan Si. Jalan menuju kuil
tersebut agak berliku-liku. Langkah pemuda desa itu kelihatan
santai. Namun ternyata jalannya cepat sekali, membuktikan
bahwa dia memiliki ilmu ginkang yang amat tinggi. Meskipun
pemuda itu berpakaian kasar, tapi wajahnya tampan sekali.
Anak gadis manapun yang melihatnya, pasti akan jatuh hati
padanya. Berselang beberapa saat, pemuda itu sudah mendekati Kuil
Put Toan Si. Dia mendongakkan kepala. Dilihatnya di atas pintu
kuil terdapat sebuah papan bertulisan 'Put Toan Si' Setelah
membaca huruf-huruf itu, sepasang matanya langsung
menyorot tajam, dan wajahnya diliputi hawa membunuh. Siapa
pemuda itu" Tidak lain adalah Ciok Giok Yin. Dia kemari ingin
membalas dendam Sang Ting It Koay. Ciok Giok Yin berjalan ke
kuil itu melalui undakan batu. Baru saja dia melewati beberapa
undakan, mendadak muncul tiga orang hweshio.
"Kuil kami sedang mulai pelajaran malam, harap sicu segera
turun gunung!" kata salah seorang dari mereka. Ciok Giok Yin
menatap hweshio itu dengan tajam.
"Apa hubungannya pelajaran malam kalian dengan diriku?"
"Peraturan kuil kami, melarang tamu masuk ke dalam kuil di
malam hari," sahut Hwee Shio itu.
"Apakah tidak leluasa bagi orang yang menyucikan diri"'
"Harap sicu mengerti!"
Sembari berkata, Ciok Giok Yin berjalan lagi.
"Kau berani masuk dengan cara paksa?" kata hwee shio itu
dengan suara dalam. Sedangkan dua hweshio lainnya, menatap
Ciok Giok Yin dengan bengis.
"Memangnya kenapa" Apalah di dalam kuil kalian terdapat
suatu rahasia?" sahut Ciok Giok Yin.
"Bocah! Kau memang sudah bosan hidup, berani kemari cari
gara-gara!"
Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin dipanggil 'Bocah'! Sebelah
tangannya langsung bergerak. Plak! Ternyata Ciok Giok Yin
telah menampar hweshio itu, membuat mata hweshio itu
berkunang-kunang.
"Bagaimana seorang hweshio boleh bermulut demikian
kasar?" katanya dengan dingin.
Akan tetapi, ketiga hweshio itu justru gusar sekali.
"Bocah, kau berani memukul orang" bentak mereka serentak.
Ketiga mereka menyerang Ciok Giok Yin dengan serentak pula.
Ciok Giok Yin tidak mau meladeni mereka bertiga, sebab Sang
Ting It Koay telah berpesan padanya, jangan membunuh
hweshio lain, kecuali Khiam Sim Hwee shio. Oleh kerena itu,
Ciok Giok Yin cuma berkelit, sekalipun menerobos ke kuil.
Dalam waktu sekejap, dia sudah memasuki kuil tersebut. Ciok
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Giok Yin menuju ruang ketua, karena yang dicarinya adalah
Khiam Sim Hweshio, ketua Kuil Put Toan Si ini. Ketika dia
sedang menuju ruang ketua, mendadak muncul lima hweshio
menghadang di depannya. Menyusul pula tiga hweshio di
belakangnya. "Hadang dia!" seru ketiga hweshio itu. Ciok Giok Yin berhenti,
lalu menatap para hweshio itu dengan dingin sekali.
"Bolehkah kami tahu nama sicu?" tanya salah satu hweshio
yang berdiri di hadapannya dengan suara dalam.
"Ciok Giok Yin."
"Ada urusan apa, bolehkah sicu memberitahukan, agar kami
melapor pada ketua?"
"Kau tidak pantas."
Sahutan Ciok Giok Yin yang amat ketus, membuat hweshio
itu menjadi naik darah.
"Kau kemari sengaja cari gara-gara?" bentaknya sambil maju
dua langkah. "Boleh dikatakan demikian."
Seketika terdengar suara seruan serentak.
"Habisi dia!"
"Yang merasa bosan hidup, boleh cari mati!" sahut Ciok Giok
Yin. Bukan main gusarnya para hweshio itu! Mereka mengepal
tinju sambil menatap Ciok Giok Yin dengan bengis. Ciok Giok
Yin juga menatap mereka dengan dingin.
"Kalian tidak percaya, silakan coba!" katanya sepatah demi
sepatah. Salah satu hweshio, langsung menyerang Ciok Giok
Yin dengan jurus Thay San Ap Teng (Gunung Thay San
Menindih Atap). Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmmm!" kemudian membentak. "Cari mati!"
Memdadaka dia menjulurkan sebelah tangannya. Seketika
terdengar suara jeritan, ternyata hweshio itu telah roboh dan
nafasnya pun sudah putus. Hati Ciok Giok Yin tersentak dan
membatin. 'Aku... sudah membunuh orang....'
Sesungguhnya dia berhati bajik, hanya saja sering dihina dan
dipukuli orang, maka di dalam hatinya terukir rasa benci.
Namun, dia tidak berniat membunuh orang. Kali ini dia datang
di kuil Put Toan Si mencari Khiam Sim Hweshio, hanya demi
membalas budi kebaikan Sang Ting It Koay yang telah
menyelamatkan nyawanya, bahkan juga mengajarkan ilmu
silat. Oleh karena itu, lawannya sudah pasti Khiam Sim
Hweshio. Tapi kini dia justru kelepasan tangan membunuh
seorang hweshio lain sehingga membuat hatinya tersentak.
Ciok Giok Yin sama sekali tidak menduga, bahwa hweshio itu
begitu tak berguna sama sekali. Padahal tadi dia cuma
menggunakan delapan bagian tenaganya, namun malah
membunuh hweshio tersebut, itu sungguh diluar dugaannya. Di
saat hweshio itu roboh, hweshio-hweshio lain, langsung
berseru serentak.
"Soan Hoang Ciang (Ilmu Pukulan Angin Puyuh)!"
Ketika suara seruan itu sirna, terdengar pula suara pujian
pada Sang Budha di belakang Ciok Giok Yin.
"Omitohud!"
Tampak seorang hweshio tua melayang turun. Badannya
tinggi besar dan sepasang matanya bersinar terang. Begitu
hweshio tua itu muncul, para hweshio segera memberi hormat
padanya. "Sicu ini masuk secara paksa, ingin bertemu ketua," kata
salah seorang dari mereka. Tidak salah lagi, hweshio menatap
Ciok Giok Yin. "Apa maksud sicu kecil memhunuh orang di sini?" katanya
perlahan. Ciok Giok Yin menatapnya dingin.
"Siapa kau?"
"Khiam Sim Hweshio."
"Kau adalah Khiam Sim?"
"Tidak salah."
Wajah Ciok Giok Yin langsung diliputi hawa membunuh.
"Khiam Sim! Apakah kau telah melupakan peristiwa empat
belas tahun yang lalu di puncak Gunung Muh San?" bentaknya
keras. Khiam Sim Hweeshhio tersentak ketika mendengar
pertanyaan Ciok Giok Yin itu.
"Siapa kau?" katanya dengan suara dalam.
"Murid Sang Ting It Koay.... Ciok Giok Yin!"
"Mau apa kau kemari?"
"Menagih hutang!"
"Hutang padamu!"
"Hutang pada suhuku!"
Khiam Sim Hweshio tertawa gelak.
"Sicu kecil, kau mengada-ada dan berdusta! Entah kau
dengar dari mana, lalu kemari mencariku! Perlu kau ketahui,
mungkin saat ini tulang Belulang Sang Ting It Koay sudah
tiada! Kau berani kemari cari gara-gara, lebih baik menurutku
agar hukumanmu menjadi agak ringan!"
"Khim Sim, serahkan nyawamu!" bentak Ciok Giok Yin.
Badan pemuda itu bergerak cepat, begitu pula sepasang
tangannya. Terdengar suara yang menyayat hati, dan tampak
darah segar bercucuran. Ternyata Khiam Sim Hweshio telah
roboh binasa, kepalanya pecah, darah dan otak berhamburan
ke mana-mana. Setelah berhasil membunuh Khiam Sim
Hweshio, Ciok Giok Yin bersiul panjang. Tampak bayangannya
berkelebat, dia melesat pergi meninggalkan Kuil Put Toan Si,
dan dalam sekejap sudah hilang di bawah sinar rembulan.
Para hweshio Kuil Put Toan Si, semuanya masih menggigil
ketakutan. Tidak disangka pemuda yang belum berusia dua
puluh, hanya dalam satu jurus sudah berhasil membunuh
Khiam Sim Hweshio, salah satu Kang Ouw Pat Kiat yang amat
terkenal itu. Di saat Ciok Giok Yin melesat pergi, terlihat sosok bayangan
hitam berkelebat ke atap kuil itu. Dia mendengar pembicaraan
para hweshio, dan menyaksikan keadaan di kuil itu. Setelah
memahami semuanya, barulah dia melesat pergi.
Keesokan harinya berita itu sudah tersebar luas di dunia
persilatan. Karena itu, nyali Kang Ouw Pat Kiat menjadi ciut,
mereka selalu tercekam rasa tegang dan takut. Mereka sama
sekali tidak menyangka, bahwa bukan hanya Sang Ting It Koay
yang belum mati, bahkan muncul muridnya menuntut
balas. Sementara Ciok Giok Yin terus melesat menuju Lembah
Tok Coa Kok. Tiba-tiba teringat akan peta Si Kau Hap Liok Touw pemberian
Ho Siu Kouw. Sejak menyimpan peta tersebut, dia tidak pernah
melihatnya. Mengapa tidak melihat sekarang" Sebetulnya peta
itu asli atau palsu" Karana berpikir demikian, Ciok Giok Yin
segera berhenti, kemudian merogoh ke dalam bajunya. Dia
mengeluarkan peta itu yang masih terbungkus sapu tangan.
Berhubung dia pernah merendam dirinya di dalam sumur susu
bumi, maka peta kulit kambing itu masih agak basah.
Dengan hati-hati sekali dia membuka peta tersebut, ternyata
peta itu bergambar sembilan buah patung Buddha. Setiap
gambar patung Budha itu terdapat tulisan 'Sembilan' Namun
salah satu diantara gambar-gambar patung Buddha itu amat
besar dan aneh, juga terdapat tulisan 'Sembilan' Ciok Giok Yin
tidak paham sama sekali.
Ketika dia baru ingin membuang peta itu, tiba-tiba hatinya
tergerak. Niat membuang peta itu dibatalkannya, lalu peta
tersebut dibungkus kembali dengan sapu tangan, dan disimpan
ke dalam bajunya. Sesungguhnya peta tersebut sudah agak
berlubang-lubang, lantaran terlalu sering terendam di dalam
sumur susu bumi. Namun, Ciok Giok Yin memiliki ingatan yang
kuat. Apa yang dilihatnya dalam peta itu, kini telah berpindah
ke dalam otaknya.
Ciok Giok Yin terus melesat menuju Lembah Tok Coa Kok.
Berselang beberapa saat, dia sudah memasuki lembah itu, dan
langsung menuju ke dalam goa. Dia melihat Sang Ting It Koay
duduk di atas batu api, mengiranya sedang bersemedi. Maka
Ciok Giok Yin tidak berani bersuara, cuma berdiri di sisinya
menunggunya usai bersemedi. Akan tetapi sudah satu jam dia
menunggu, Sang Ting It Koay tetap diam dan matanya terus
terpejam. Ciok Giok Yin merasa heran, kemudian
memperhatikan Sang Ting It Koay.
Seketika sekujur badannya bergemetar. Rasa duka pun timbul
mendadak, akhirnya dia menangis sedih. Ternyata Sang Ting It
Koay telah meninggal, padahal Ciok Giok Yin pergi cuma
setengah hari, tapi Sang Ting It Koay sudah tidak sempat
menunggu kabar berita baik itu. Setahun lebih Ciok Giok Yin
bersama Sang Ting It Koay, maka timbul suatu cinta kasih di
antara mereka berdua. Ciok Giok Yin terus menangis hingga
serak suaranya.
"Suhu, meskipun kau melarangku memanggilmu suhu, namun
dalam hatiku tetap menganggapmu sebagai suhu. Maka biar
bagaimana, aku pasti akan memenuhi harapan suhu. Aku...
sudah membunuh Khiam Sim Hweshio, harap suhu dapat
tenang di alam baka, aku pasti mencari yang lain."
Ciok Giok Yin terus menangis. mendadak dia baru ingat, siapa
Kang Ouw Pat Kiat yang lain. Sang Ting It Koay cuma
memberitahukan Khiam Sim Hweshio, tidak memberitahukan
yang lain, lalu selanjutnya harus pergi cari siapa" Oleh karena
itu, Ciok Giok Yin berhenti menangis. Dia menghapus air
matanya, sambil bangkit berdiri. Beberapa saat dia berdiri
termangu-mangu, namun tiba-tiba hatinya tergerak lalu dia
berkata. "Kang Ouw Pat Kiat amat terkenal di dunia persilatan. Apabila
aku berkelana di dunia persilatan, bukankah aku bisa mencari
informasi tentang mereka?" katanya.
Setelah itu hatinya terasa lega, pasti dapat membalas
dendam suhunya kelak. Kini yang harus dilakukannya, pasti
mengubur mayat suhunya. Ciok Giok Yin segera menggali
sebuat lubang, kemudian mengubur mayat suhunya di dalam
lubang itu. Akan tetapi, ketika dia mengangkat mayat suhunya,
justru melihat sebuah kitap tipis dan beberapa tael uang perak
di atas batu api.
Seusai mengubur mayat suhunya, barulah Ciok Giok Yin
mengambil kitab tipis itu, ternyata berisi riwayat hidup Sang
Ting It Koay dan nama-nama Kang Ouw Pat Kiat. Terakhir
terdapat beberapa baris tulisan berbunyi demikian. 'Ingat! Kau
harus berupaya mencari Seruling Perak dan sebuah kitab Cu
Cian! Apabila kau tidak berhasil mencari keturunan keluarga
Ciok itu, maka kau harus mempelajari ilmu silat yang
tercantum di situ, agar dapat membersihkan pintu
perguruanku! Murid murtad itu bernama Chiu Tiong Thau! Dan
kau harus ingat satu hal, kita bukan guru dan murid,
aku....' Tulisan habis sampai di situ. Mungkin Sang Ting It Koay
sudah tidak kuat menulis lagi, akhirnya menghembuskan nafas
terakhir. Ciok Giok Yin memegang kitap tipis itu dengan air mata
berderai-derai.
"Suhu, biar bagaimanapun aku tetap menganggapmu sebagai
suhu." Dia menyimpan kitab tipis itu ke dalam bajunya, lalu
memandang ke sekeliling goa itu sejenak. Setelah itu, barulah
dia meninggalkan goa tersebut. Sampai di luar, dia
memandang ke atas. Yang tampak kabut tebal. Entah berapa
tinggi tebing itu. Sebetulnya dia ingin naik ke atas dengan cara
memanjat tebing itu. Namun dia tidak tahu berapa tinggi
tebing tersebut, lagi pula kalau kurang hati-hati, mungkin akan
terpeleset jatuh.
Akan tetapi, biar bagaimanapun dia harus naik ke atas, sebab
dia ingin berangkat ke Goa Toan Tong untuk menengok Ho Siu
Kouw. Dia yakin dengan lwee kang yang dimilikinya sekarang,
dirinya mampu memutuskan rantai besi itu. Tidak peduli gadis
itu menghadiahkan peta asli palsu, yang jelas dia harus
menolongnya. Usai berpikir begitu, dia menarik nafas dalam-dalam
mengerahkan lwee kangnya. Seketika tampak badannya
melambung ke atas menembus kabut tebal, kemudian hinggap
di dinding, dan mulai merayap ke atas dengan hati-hati
sekali. Akhirnya dia berhasil sampai di atas. Dia berdiri
termangu-mangu di pinggir jurang. Setahun yang lalu, garagara
Bu Lim Siu, dia terjatuh ke dalam jurang itu. Teringat
akan Bu Lim Sam Siu, timbul pula kegusarannya sehingga
membuat berkertak gigi. Ciok Giok Yin mengambil keputusan
untuk ke Goa Toan Tong dulu, setelah itu barulah ke
perkampungan Tong Keh Cuang menengok Bwee Han Ping.
Dia harus melaksanakan rencananya itu, maka mendadak
badannya bergerak melesat pergi. Berselang beberapa saat,
dia sudah berada di depan Goa Toan Teng Tong. Tanpa banyak
pikir lagi, dia langsung masuk ke goa itu. Namun begitu masuk,
matanya terbelalak, ternyata di dalam goa itu tergeletak
belasan mayat, semua pecah kepalanya sehingga tampak amat
mengenaskan. Akan tetapi, justru tidak tampak bayangan Ho
Siu Kouw. Mengenai peti mati merah, juga tidak kelihatan,
tiada jejak sama sekali. Mungkin dia masih berada di balik
dinding batu, karena itu Ciok Giok Yin segera mengerahkan
lwee kangnya, lalu menghantam dinding batu tersebut.
Maksudnya ingin menghancurkan dinding batu itu dengan
pukulan. Sebab asal dinding batu itu hancur, pasti akan
menemukan Ho Shin Kouw.
Blam! Terdengar suara benturan yang amat keras memekakkan
telinga, debupun beterbangan, sedangkan Ciok Giok Yin
termundur satu langkah. Akan tetapi, setelah debu-debu
hilang, dinding batu itu masih tampak seperti semula. Pukulan
yang dilancarkan Ciok Giok Yin paling sedikit berkekuatan
ratusan kati. Namun, dinding batu itu tidak hancur maupun
rusak atau berlubang, sebaliknya Ciok Giok Yin malah merasa
lengannya sakit sekali.
Bukan main penasarannya Ciok Giok Yin! Dia memperhatikan
dinding itu, ternyata bukan batu, melainkan terbuat dari besi
yang amat tebal. Ciok Giok Yin termangu-mangu, menatap
dinding besi itu dengan kening berkerut-kerut. Mendadak
terdengar suara bentakan nyaring dan amat dingin di
belakangnya. "Jangan bergerak!"'
Seketika sekujur badannya menjadi merinding. Di dalam goa
yang menyeramkan ini, justru mendadak terdengar suara
bentakan yang amat dingin. Di saat bersamaan, sebuah jari
menyentuh punggungnya, dan terdengar suara ancaman.
"Apabila kau bergerak, aku pasti menghabisimu!"
Ciok Giok Yin memiliki sifat keras, kemudian ikut Sang Ting It
Koay setahun lebih, maka ketularan sifat anehnya pula. Oleh
karena itu, ketika mendengar suara tersebut, dia bergerak
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cepat laksana kilat melesat ke depan, sekaligus membalikkan
badannya. Begitu melihat orang itu, seketika juga Ciok Giok Yin
mengeluarkan suara 'lh'. Demikian pula orang itu, ketika
melihat Ciok Giok Yin, juga mengeluarkan suara 'Ih'. Siapa
orang itu" Ternyata Heng Thian Ceng, wanita buruk rupa yang
pernah bertemu Ciok Giok Yin setahun yang lalu.
Heng Thian Ceng sama sekali tidak menduga, pemuda yang
berada di hadapannya itu Ciok Giok Yin. Maka, membuatnya
tertegun, menatap Ciok Giok Yin dengan mata terbeliak lebar.
Suasana di tempat itu seketika berubah menjadi
hening. Sekilas wajah Heng Thian Ceng tampak berseri.
"Bocah, cepat serahkan!" katanya dengan dingin.
Ciok Giok Yin tertegun. Namun kemudian terpikir olehnya
bahwa wanita buruk rupa itu menghendaki peta Si Kauw Hap
Liok Touw. Tidak perduli peta itu asli atau palsu, pokoknya
tidak akan diserahkan kepada Heng Thian Ceng.
"Serahkan apa?"
"Seruling Perak!"
"Apa" Seruling Perak?"
Untuk ketiga kalinya Ciok Giok Yin mendengar Seruling Perak
tersebut. Sungguh tak disangka wanita buruk rupa ini pun
sedang mencari Cu Cian. Heng Thian Ceng mengangguk.
"Ng!"
"Aku tidak pernah melihat Seruling Perak atau Seruling
Emas," kata Ciok Giok Yin. Wajah Heng Thian Ceng berubah
menjadi dingin. Sepasang matanya menyorot tajam menatap
Ciok Giok Yin sambil maju selangkah.
"Bocah, kau berani menyangkal" Orang-orang ini adalah
bukti!" bentaknya sambil menunjuk mayat-mayat yang
tergeletak. "Tak disangka dalam waktu setahun, kau telah
berhasil menguasai kungfu tinggi!"
"Bagaimana kau tahu aku yang mengambilnya?" tanya Ciok
Giok Yin. "Kalau bukan kau lalu siapa?"
"Kau melihat itu?"
"Mayat-mayat di sini adalah saksi. Cepat serahkan! Urusan di
antara kita berdua jadi beres, kalau tidak...."
"Bagaimana?"
"Dua urusan akan diperhitungkan sekaligus!"
"Urusan apa?"
"Tahun kemarin kau membohongiku, katamu peta Si Kauw
Hap Liok Touw berada pada Bu Lim Sam Siu! Walau aku belum
bertemu mereka bertiga, namun mendengar kabar berita di
rimba persilatan, peta itu berada di tanganmu!"
Heng Thian Ceng berhenti sejenak, menatap Ciok Giok Yin
seraya melanjutkan.
"Sekarang asal kau serahkan Seruling Perak itu padaku, tidak
menghendaki peta itu lagi!"
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmm! Aku justru ingin bertanya satu hal padamu!"
"Katakan!"
"Kapan kau kemari?"
"Barusan!"
"Aku kemari cuma lebih cepat sepeminum teh darimu...."
"Selain kau tiada orang lain!"
"Kalau begitu, kau yakin aku yang mengambilnya?"
"Tidak salah!"
Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin!
"Jangan memfitnah dan jangan bermulut besar!" katanya
dengan lantang.
"Pasti kau! Tahukah kau siapa aku?"
"Heng Thian Ceng!"
"Tahukah kau mengenai peraturanku?"
"Peraturan apa?"
"Aku ingin membunuh semua kaum lelaki di kolong langit!"
"Hmm! Tidak salah kataku, kau memang bermulut besar!"
Ketika Ciok Giok Yin sedang berkata, sepasang mata Heng
Thian Ceng memandang ke arah dinding batu. Ternyata pada
dinding batu itu terdapat sebaris tulisan. 'Gin Tie... Liok Hap
Kun' Usai membaca, Heng Thian Ceng juga mengeluarkan suara.
"Iiih!"
Ciok Giok Yin tercengang, lalu segera memandang ke sana.
Begitu melihat tulisan itu, dia langsung membacanya.
"Gin Tie, Liok Hap Kun."
Heng Thian Ceng juga bergumam.
"Liok Hap Kun, Liok Hap Kun."
"Siapa?"
"Nama ini, aku tidak pernah mendengarnya."
Mendadak Heng Thian Ceng berkata dengan suara rendah.
"Ada orang datang, cepat bersembunyi!"
Badan Heng Thian Ceng bergerak cepat, dan dalam sekejap
sudah menghilang. Ciok Giok Yin terbelalak. Ternyata dia tidak
tahu Heng Thian Ceng bersembunyi di mana, bahkan juga tidak
melihatnya. Hati Ciok Giok Yin menjadi dingin. Dia tidak
menyangka bahwa wanita buruk rupa itu memiliki ginkang
yang begitu tinggi. Di saat badan Heng Thian Ceng berkelebat
menghilang, dalam waktu bersamaan masuklah tiga orang
aneh. Ketiga orang itu, boleh dikatakan mirip tiga sosok mayat.
Sepasang mata mereka tidak berkedip, terus menatap ke atas
dinding batu. Mereka sama sekali tidak memperdulikan
keberadaan Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin merinding dan
berpikir, hari ini begitu banyak orang datang di Goa Toan Teng
Tong, tentunya demi sebatang Seruling Perak. Kemudian ketiga
orang aneh itu saling memandang. Mendadak masuk lagi
seorang aneh kurus kecil. Dia membalikkan badannya menatap
Ciok Giok Yin, seraya bertanya dengan suara parau.
"Siapa kau?"
Ciok Giok Yin langsung balik bertanya dengan nada yang
sama. "Siapa kau?"
"Sou Bin Koay Siu (Orang Aneh Wajah Kurus), sebetulnya
siapa kau?"
"Ciok Giok Yin!"
"Cepat serahkan!"
"Serahkan apa?"
"Gin Tie!"
"Kau buta huruf?" tanya Ciok Giok Yin sambil menunjuk
dinding batu. Sou Bin Koay Siu-Sang Ceh Cing memandang ke
arah dinding batu yang ditunjuk Ciok Giok Yin. Seketika
wajahnya tampak tertegun. Namun kemudian sepasang
matanya menyorot tajam, menatap Ciok Giok Yin seraya
membentak, "Bocah, kau berani macam-macam?" Dia menoleh ke arah
tiga orang aneh itu. "Tangkap dia!" serunya lantang. Salah
seorang aneh, langsung menerjang ke arah Ciok Giok Yin.
"Berani kau?" bentak Ciok Giok Yin menguntur.
Mendadak dia mengibaskan tangannya. Kibasan yang penuh
mengandung lwee kang. Dapat dibayangkan, betapa kuatnya
kibasan tangannya itu.
Bum! Terdengar suara benturan dahsyat, orang aneh itu roboh
seketika. Akan tetapi, sungguh menakjubkan! Ternyata orang aneh itu
bangkit berdiri lagi, kemudian menyerang Ciok Giok Yin dengan
sepasang tangannya. Ketika roboh, orang aneh itu sama sekali
tidak menjerit, kelihatannya seperti orang gagu. Di saat
bersamaan, Sou Bin Koay Siu membentak.
"Mundur!"
Orang aneh itu langsung mundur, sedangkan Sou Bin Koay
Siu maju menyerang Ciok Giok Yin dengan tiga pukulan. Bukan
main cepatnya gerakan Sou Bin Koay Siu! Ketiga pukulan itu
dilancarkan dengan sekaligus, bahkan amat dahsyat pula,
membuat Ciok Giok Yin terdesak mundur beberapa
langkah. Akan tetapi, mendadak Sou Bin Koay Siu meloncat ke
belakang. "Bocah, ada hubungan apa kau dengan Sang Ting It Koay?"
"Tidak perlu kuberitahukan!"
Sou Bin Koay Siu maju selangkah.
"Kau tidak mau beritahukan?" bentaknya sambil melancarkan
sebuah pukulan ke arah Ciok Giok Yin. Pemuda itu memang
berkepandaian tinggi, cuma sayang kurang berpengalaman.
Maka dia terdesak mundur, ketika Ciok Giok Yin hampir
kena. Namun mendadak terdengar bentakan keras.
"Berhenti!"
Sou Bin Koay Siu-Sang Ceh Cing langsung mencelat ke
belakang, ke arah datangnya suara bentakan. Seketika sekujur
badannya merinding, sehingga tanpa sadar dia berseru.
"Heng Thian Ceng!"
"Tidak salah, matamu masih belum lamur!"
"Kau kemari demi Gin Tie?"
"Betul terkaanmu!"
"Kau sudah memperolehnya?"
"Kau kok cerewet amat" Cepat enyah!"
Sou Bin Koay Siu sudah sekian tahun terkenal di dunia
persilatan, bagaimana mungkin dia dapat menelan penghinaan
ini" Namun nama besar Heng Thian Ceng telah membuat ciut
nyalinya, sehingga tanpa sadar dia menyurut mundur
selangkah. Akan tetapi, dia sama sekali tidak berniat meninggalkan goa
itu. Mendadak badan Heng Thian Ceng bergerak, ternyata dia
maju dua langkah ke hadapan Sou Bin Koay Siu.
"Kau masih belum mau enyah?" bentaknya. Sou Bin Koay Siu
mundur dua langkah sambil melirik Ciok Giok Yin.
"Aku mau bawa bocah ini pergi!" katanya.
Heng Thian Ceng langsung melotot mendengar itu.
"Jangan kentut di sini, dia punyaku! Cepat enyah dari sini!"
bentaknya gusar. Sou Bin Koay mendelik ke arah Ciok Giok Yin,
lalu memberi isyarat pada ketiga orang aneh itu.
"Mari kita pergi!"
Sou Bin Koay Siu dan ketiga orang aneh itu segera
meninggalkan goa, dan dalam sekejap sudah tidak
kelihatan. Heng Thian Ceng menoleh memandang Ciok Giok
Yin. "Bocah, hari ini aku melepaskanmu! Tapi kelak kalau kita
bertemu lagi, mungkin aku akan membunuhmu, pergilah!"
"Mengapa kau ingin membunuhku?"
"Tidak kenapa-kenapa!"
"Tentunya ada alasan!"
"Tiada alasan sama sekali, hanya tergantung pada
kemauanku!"
"Apakah itu alasanmu?"
"Boleh dikatakan demikian, sebelum pikiranku berubah, lebih
baik kau cepat-cepat pergi!"
Sebetulnya Ciok Giok Yin tidak mau dengar, namun setelah
berpikir sejenak, dia pun meninggalkan goa tersebut. Karena di
dalam goa itu tidak ada Ho Siu Kouw, lalu untuk apa lama-lama
di situ" Ciok Giok Yin melesat ke luar. Berselang beberapa saat
kemudian, dia merasa agak lelah. Karena itu, dia duduk
beristirahat di atas sebuah batu. Tak seberapa lama, rasa
lelahnya sudah hilang. Ketika dia membuka matanya, seketika
terbelalak, ternyata di sekelilingnya telah berdiri dua puluh
orang lebih kaum rimba persilatan, mengepungnya. Seorang
tua maju selangkah, lalu bertanya dengan suara parau.
"Kau bernama Ciok Giok Yin?"
"Tidak salah."
"Kau punya hubungan apa dengan Heng Thian Ceng?"
"Tidak ada!"
"Tidak ada?"
"Memangnya kenapa?"
"Kau harus berkata sejujurnya!"
"Harap Anda bicara lebih jelas!"
"Lohu adalah Sin Ciang (Pukulan Sakti) Yo Sian. Dengardengar
kau dan Heng Thian Ceng telah menemukan Seruling
Perak itu!"
Kini Ciok Giok Yin baru tahu, ternyata kemunculan mereka
karena Seruling Perak.
"Kalian dengar dari siapa?" katanya.
"Kau tidak usah tahu!"
Salah seorang tua maju ke depan.
"Tidak usah banyak bicara padanya," katanya dingin sambil
melancarkan sebuah pukulan ke arah Ciok Giok Yin. Sedangkan
Ciok Giok Yin sudah amat gusar karena didikte mereka,
lagipula tidak menduga orang tua itu akan menyerangnya. Dia
cepat-cepat menggeser badannya, sekaligus balas menyerang
dengan cepat. Orang tua itu adalah ketua Heng San Pai bernama Kang Sun
Fang. Dia merasa serangan Ciok Giok Yin mengandung hawa
panas, maka tersentaklah hatinya dan langsung mencelat ke
belakang beberapa langkah. Ciok Giok Yin tidak tahu orang tua
itu jahat atau baik. Karena itu dia tidak mau sembarangan
membunuh, lagi pula kemunculan mereka cuma demi Seruling
Perak. Mendadak seorang pengemis tua maju ke depan dan
begitu melihat jelas Ciok Giok Yin, dia langsung mengeluarkan
suara. "Ih" Kok kau?"
Ciok Giok Yin masih ingat, setahun yang lalu pengemis tua itu
dilukai perkumpulan Sang Yen Hwee. Justru tak disangka
berjumpa kembali dengan pengemis tua itu di sini.
"Paman pengemis!" serunya. Namun pengemis tua itu malah
mendengus. "Hmm!" Setelah itu berkata. "Bocah, kita jangan
membicarakan urusan lama dulu! Tadi kau bilang tiada
hubungan apa-apa dengan Heng Thian Ceng?"
"Benar. Aku dan Heng Thian Ceng bertemu di dalam goa Toan
Teng Tong, sama sekali tidak punya hubungan apa-apa."
"Lalu kenapa dia melindungimu?"
Kini Ciok Giok Yin sudah paham, ternyata mereka tergosok
oleh Sou Bin Koay Siu.
"Mungkin berdasarkan keadilan rimba persilatan." serunya.
Sesungguhnya pengemis tua itu Te Hang Kay (Pengemis
Bumi) yang amat terkenal.
"Itu bukan alasan yang tepat!" katanya dingin. Mendengar itu,
timbullah rasa gusar dalam hati Ciok Giok Yin.
"Kalian mau bagaimana?" katanya dengan dingin dan ketus.
"Kau harus ikut aku pengemis tua!" sahut Te Hang Kay.
"Bagaimana kalau aku tidak mau?"
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentunya tidak bisa!"
Seketika maju empat orang, namun di saat bersamaan
terdengar suara siulan yang amat nyaring, dan tampak sosok
bayangan merah berkelebat laksana kilat lalu melayang turun
di tempat itu. Orang-orang itu langsung merasa merinding dan hati mereka
menjadi dingin.
Jilid 04 Orang-orang yang berada di tempat itu, rata-rata kaum rimba
persilatan yang sudah terkenal. Namun mereka merasa
merinding akan kehadiran orang berpakaian merah. Orang itu
ternyata Heng Thian Ceng, wanita buruk rupa. Dia berdiri tegak
di samping Ciok Giok Yin. Sepasang matanya menyorot tajam,
memandang ke sekeliling.
"Kalian semua ingin berbuat apa?"
"Ingin menyelidiki satu urusan," sahut Sin Ciang Yo Sian.
"Urusan apa?"
"Jejak Seruling Perak."
"Kalian juga menghendaki Gin Tie itu?"
Sin Ciang Yo Sian tahu akan kelihayan Heng Thian Ceng,
apabila salah menjawab, nyawanya pasti akan
melayang. Karena itu, dia berpikir beberapa saat, setelah itu
baru menyahut. "Lohu...."
Namun Heng Thian Ceng langsung membentak memotong
perkataannya. "Kau berada di hadapan siapa menyebut dirimu 'Lohu' cepat
enyah!" Begitu membentak, Heng Thian Ceng pun maju tiga langkah.
Walau Sin Ciang Yo Sian amat gusar dalam hati, tapi tidak
berani melampiaskannya. Dia melototi Ciok Giok Yin, lalu
melesat pergi tanpa menoleh lagi. Di saat bersamaan mereka
yang lain pun ikut melesat pergi, dalam sekejap mereka sudah
tidak kelihatan. Ciok Giok Yin segera memberi hormat pada
Heng Thian Ceng.
"Terimakasih, lo cianpwee!" ucapnya.
"Tidak usah berterimakasih, aku cuma demi dirimu yang
difitnah!" kata Heng Thian Ceng lalu menatap Ciok Giok Yin.
"Mereka bertanya apa padamu?"
"Hanya bertanya ada hubungan apa aku dengan lo cianpwee."
"Bagaimana kau menjawabnya?"
"Tidak ada hubungan apa-apa."
"Betul. Nah, sekarang kau boleh pergi."
Ciok Giok Yin membalikkan badannya, namun menoleh ke
belakang lagi seraya bertanya.
"Apakah lo cianpwee yang memperoleh Seruling Perak itu?"
"Apa maksudmu bertanya begitu?"
"Hanya...."
Ternyata Ciok Giok Yin melihat wajah wanita itu sudah diliputi
hawa membunuh, maka tidak berani melanjutkan
ucapannya. Akan tetapi mendadak Heng Thian Ceng berkata.
"Aku pernah bilang, kalau kelak kita berjumpa kembali,
mungkin aku akan membunuhmu. Kau masih ingat, bukan?"
Ciok Giok Yin menyahut angkuh. Ternyata sifat aneh Sang
Ting It Koay telah menular padanya.
"Kalau kau yang memperoleh Gin Tie itu, aku pasti berkata
jujur pada orang lain! Namun ketahuilah, mengenai Gin Tie itu,
aku pun harus memperolehnya!"
Heng Thian Ceng tertegun.
"Kau juga ingin merebutnya?" katanya.
"Tidak salah."
"Mau apa kau ingin memperoleh Gin Tie itu?"
"Lo cianpwee juga mau apa ingin memperoleh Gin Tie itu?"
"Untuk dihadiahkan pada orang."
Hati Ciok Giok Yin tergerak ketika mendengar ucapan itu.
"Dihadiahkan pada siapa?"
"Kau sudah terlampau banyak bertanya, pergilah!"
"Lo cianpwee belum memberitahukan padaku, apakah Gin Tie
itu berada pada lo cianpwee?"
"Bukankah tulisan pada dinding batu itu sudah menjelaskan?"
Sesaat Ciok Giok Yin terdiam, namun kemudian berkata.
"Aku telah difitnah oleh Sou Bin Koay Siu. Lo cianpwee harus
menaruh perhatian tentang itu."
Heng Thian Ceng manggut-manggut.
"Aku tahu!"
Setelah itu, dia pun melesat pergi bagaikan segumpal asap.
Dalam waktu sekejap sudah hilang dari pandangan Ciok Giok
Yin. Sedangkan Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu. Dia tidak
habis pikir, mengapa Heng Thian Ceng selalu melindunginya"
Sungguh aneh! Berselang beberapa saat, barulah Ciok Giok Yin
melesat pergi. Kini dalam benaknya, selain berisi dendam Sang Ting It Koay,
juga memikirkan Hou Siu Kouw, apakah ibunya telah kembali"
Dan bagaimana keadaan Bwee Han Ping" Saat ini dia tidak
tahu akan jejak Ho Siu Kouw, kalau begitu, tentunya harus
pergi menengok Bwee Han Ping. Apabila gadis itu aman tinggal
di rumah keluarga Tong, Ciok Giok Yin akan mulai menuntut
balas dendam Sang Ting It Koay.
Ketika melakukan perjalanan, mendadak dia teringat akan
kitab tipis peninggalan Sang Ting It Koay. Di dalam kitab itu
tercantum nama Kang Out Pat Kiat, salah seorang di antaranya
Tui Hong Sin Cian (Jenderal Sakti Pengejar Angin) Cu Ling Yun.
Tempat tinggalnya tidak jauh, yaitu perkampungan Hong Yun
Cuang. Mengapa tidak berangkat ke sana dulu'"
Pendekar Sadis 1 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama