Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 4
cincin ini ke Liok Bun (Pintu Hijau), temui ayahku dan mohon padanya
ajarkan kungfu tinggi padamu, agar kau dapat menuntut balas
dendamku!"
"Toako, aku pasti ke sana memberitahukan pada orang
tuamu." Bun It Coan menggelengkan kepala.
"Adik, ayahku pernah mengalami pukulan batin yang amat
berat. Kau... kau jangan... memberitahukan..." katanya
terputus-putus kemudian berhenti di tengah kalimat.
Sepasang matanya mendelik, ternyata nafasnya telah putus.
Seketika Ciok Giok Yin menjerit.
"Toako! Toako...."
Kemudian dia menangis sedih. Sejak Ciok Giok Yin
menjejakkan kakinya di dunia persilatan, tidak pernah
mempunyai teman yang sehati. Kini tanpa sengaja dia bertemu
Bun It Coan, tapi baru berkata beberapa patah, Bun It Coan
sudah mati. Berselang beberapa saat, Ciok Giok Yin berhenti
menangis. Dia menghapus air matanya, lalu bangkit perlahanlahan.
"Toako, kau tenanglah! Aku pasti membalas dendammu..."
gumamnya sambil berkerak gigi. Mendadak terdengar suara
yang amat dingin.
"Kau punya kepandaian itu?"
Ciok Giok Yin cepat-cepat membalikkan badannya.
Dilihatnya seorang pemuda bertampang licik terus
menatapnya dengan tajam, tapi Ciok Giok Yin tidak tahu siapa
pemuda itu. "Siapa kau?" katanya.
"Kalau aku sebut namaku, mungkin nyalimu akan pecah.
Lebih baik tidak kuberitahukan, agar kau mati penasaran!"
sahut pemuda itu dengan angkuh. Usai menyahut, tangan
kanan pemuda itu menunjuk mayat Bun It Coan, sedangkan
tangan kirinya melancarkan sebuah pukulan ke arah dada Ciok
Giok Yin. Agin pukulannya menderu-deru. Hati Ciok Giok Yin
tersentak. "Apakah kematian toakoku ada hubungan denganmu?"
bentaknya sambil berkelit.
Pemuda itu mendengus dingin.
"Hmm! Kepandaianmu cukup lumayan!"
Dia maju dua langkah, wajahnya penuh hawa membunuh,
lalu menyerang Ciok Giok Yin dengan dahsyat. Ciok Giok Yin
berkertak gigi, lalu menangkis sekaligus balas
menyerang. Akan tetapi, Ciok Giok Yin terdesak muncur, dan
agak kewalahan menghadapi pemuda itu. Kalau begini, tidak
sampai tiga jurus, Ciok Giok Yin pasti mati oleh seranganserangan
yang dilcarkan pemuda itu. Mendadak terdengar
suara bentakan.
"Berhennti!"
Tampak sosok bayangan hitam melayang turun, langsung
menyambar mayat Bun It Coan. Begitu melihat kemunculan
orang itu, pemuda bertampang licik langsung melesat pergi.
"Mau lari ke mana?" bentak orang berpakaian hitam. Dia
langsung melesat mengejar pemuda itu. Kedua sosok
bayangan itu, dalam sekejap sudah melesat puluhan
depa. Kejadian yang mendadak itu sungguh membingungkan
Ciok Giok Yin, sehingga membuatnya termangu-mangu. Namun
tiba-tiba dia teringat akan mayat Bun It Coan yang dibawa
pergi oleh orang berpakaian hitam, maka seketika hatinya
tersentak. "Celaka!" serunya.
Dia ingin mengejar, tapi kedua bayangan itu sudah tidak
kelihatan lagi. Ciok Giok Yin sama sekali tidak menyangka,
akan muncul seseorang menyambar mayat Bun It Coan. Dia
belum sempat mengubur mayat itu, pasti akan membuat Bun
It Coan amat penasaran di alam baka. Dia meninggalkan
tempat itu dengan wajah sedih. Dalam perjalanan, dia terus
memikirkan langkah-langkah selanjutnya. Mendadak Ciok Giok
Yin melihat sesosok mayat orang tua terbujur di bawah pohon.
Dia mendekati mayat itu dan memperhatikannya dengan
seksama. Mayat orang tua itu tiada noda darah, namun
wajahnya tampak kehijau-hijauan, pertanda orang tua itu mati
keracunana. Begitu melihat mayat orang tua itu, Ciok Giok Yin teringat
akan mayat Bun It Coan yang dibawa pergi oleh orang
berpakaian hitam. Dia berkata dalam hati. 'Orang berpakaian
hitam membawa pergi mayat toako, apakah juga akan dibuang
di tempat sepi seperti mayat orang tua ini"' Di saat Ciok Giok
Yin sedang berkata dalam hati, mendadak merasa ada
serangkum angin pukulan mengarah punggungnya, dan dalam
waktu bersamaan terdengar pula bentakan sengit.
"Bayar nyawa ayahku!"
Suara bentakan itu diiringi dengan tangisan yang penuh duka
dan dendam. Ciok Giok Yin cepat-cepat berkelit, sekaligus
membalikkan badannya. Tampak seorang gadis yang amat
cantik berdiri di situ, namun kedua pipinya telah basah oleh air
mata. Sekonyong konyong gadis itu menyerang Ciok Giok Yin
dengan sengit dan bertubi-tubi.
"Bayar nyawa ayahku!" bentaknya penuh kebencian.
Serangan-serangan itu membuat Ciok Giok Yin naik darah.
"Berhenti!" bentaknya mengguntur.
Akan tetapi, gadis itu tetap menyerangnya, bahkan
serangannya bertambah sengit dan dahsyat. Ciok Giok Yin
terpaksa terus mundur, kemudian mengerahkan enam bagian
lwee kangnya, sekaligus mendorong ke depan seraya
membentak. "Kalau kau masih tidak berhenti...!"
Bukan main dahsyatnya tenaga dorongan Ciok Giok Yin,
membuat gadis itu terdorong ke belakang beberapa langkah,
mulutnya menyembutkan darah segar, badannya sempoyongan
dan roboh terjeremab jatuh. Namun sepasang mata gadis itu
terus menatap Ciok Giok Yin dengan penuh dendam dan
kebencian. "Kalau aku tidak bisa membunuhmu tidak mau jadi orang
lagi!" Ciok Giok Yin maju dua langkah dengan sepasang matanya
menyorot dingin.
"Dia ada hubungan apa denganmu?"
"Ayahku!"
"Tahukah kau bagaimana kematiannya?"
"Bangsat! Ayahku punya dendam apa denganmu" Mengapa
kau turun tangan jahat padanya" Hari ini aku harus
membunuhmu, lalu mencincangmu!"
Dia langsung berguling ke arah mayat itu, ingin memeluknya
sambil menangis.... Akan tetapi mendadak terdengar suara
bentakan yang memekakkan telinga.
"Nona, tidak boleh!"
"Ternyata yang membentak itu adalah Ciok Giok Yin, yang
dikira oleh gadis itu sebagai pembunuh ayahnya. Ciok Giok Yin
bergerak cepat mencengkeram lengan gadis itu, kemudian
berkata. "Nona, ayahmu mati keracunan. Kalau kau menyentuh
pakaiannya, akibatnya sulit dibayangkan."
Ketika Ciok Giok Yin mencengkeram lengannya justru
membuat hati gadis itu berdebar-debar. Akan tetapi, begitu
teringat akan kematian ayahnya, dan mengira Ciok Giok Yin
akan berbuat tidak senonoh terhadap dirinya, dia langsung
melancarkan pukulan ke dada Ciok Giok Yin.
Duuuk! "Aaaakh...!"
Ciok Giok Yin menjerit, dan mulutnya langsung
menyemburkan darah segar. Tangannya yang mencengkeram
lengan gadis itu terlepas, dan dia terhuyung-huyung ke
belakang dua langkah. Setelah melukai Ciok Giok Yin, gadis itu
ingin menubruk mayat ayahnya. Namun sekonyong-konyong
terdengar suara seruan.
"Nona, jangan!"
Muncul seorang berpakaian hijau dengan kepala tertutup.
Orang itu langsung menarik lengan gadis tersebut ke belakang.
"Benar perkataan saudara kecil itu, mayat ini tidak boleh
disentuh!" katanya.
"Bagaimana kau tahu itu?" tanya gadis itu dengan sedih.
"Dari wajah mayat itu dapat diketahui."
"Kau yang meracuni ayahku?" bentak gadis itu.
"Bukan aku dan bukan saudara kecil itu, yang meracuninya,"
sahut orang berpakaian hijau dengan suara dalam.
"Siapa?"
"Aku tidak melihatnya, namun harap Nona tenang! Coba
ingat, apakah kalian ayah dan anak pernah bertemu orang
yang mencurigakan?"
Orang berpakaian hijau itu melepaskan tangannya dan
kemudian berdiri diam. Sedangkan gadis itu menatap mayat
ayahnya dengan air mata bercucuran.
"Tadi aku ada sedikit urusan, maka membiarkan ayahku jalan
duluan. tak disangka sampai disini, aku melihatnya berdiri di
situ, sama sekali tidak melihat orang lain," katanya terisakisak.
Usai berkata, gadis itu menunjuk Ciok Giok Yin. Sepasang
matanya yang indah bening, menyorotkan sinar yang penuh
kebencian. Sementara Ciok Giok Yin yang terkena pukulannya,
pasti hatinya amat gusar. Namun begitu teringat ayah gadis itu
mati diracuni orang, seketika lenyaplah kegusarannya.
"Nona telah salah paham padaku. Aku baru sampai di sini,
Nona muncul," katanya sambil maju selangkah. Gadis itu
melotot. "Kalau begitu, kau berdiri di situ mengatakan apa?"
"Aku mengatakan apa, tidak perlu kuberitahukan padamu."
"Kau pasti pembunuh ayahku!"
"Nona tidak boleh menuduh orang secara sembarangan," sela
orang berpakaian hijau.
"Nona tidak boleh memfitnah orang,"
Ciok Giok Yin memandang orang itu.
"Mohon tanya siapa nama Anda?"
Orang itu tampak tertegun, karena tidak menyangka Ciok
Giok Yin akan menanyakan namanya.
"Sudah sekian tahun aku tidak pernah ingat lagi namaku
sendiri, harap dimaklumi!" sahutnya.
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Seseorang pasti punya nama. Kelak kalau berjumpa lagi, aku
harus bagaimana memanggilmu" Lebih baik Anda jangan
bersikap sedemikian misterius."
Orang itu tertawa gelak.
"Masuk akal apa yang kau katakan. Kita kebetulan berjumpa
di sini. Kelak mungkin juga kita akan berjumpa kembali di
suatu tempat, maka kau boleh panggil aku Lu Jin (Orang
Jalanan)."
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Saudara kecil, bolehkah aku tahu namamu?" tanya Lu Jin.
"Ciok Giok Yin."
"Ciok Giok Yin?"
"Ng!"
Seketika sepasang mata Lu Jin menyorot bersinar-sinar. Dia
menatap Ciok Giok Yin dari atas ke bawah, kemudian tertawa
gelak. "Wajah Saudara kecil cerah dan tampan, masa depan pasti
cemerlang! Ohya, bolehkah aku tahu nama suhumu?"
"Suhuku adalah Sang Ting It Koay, namun aku tidak tahu
nama beliau," sahut Ciok Giok Yin dengan jujur. Badan Lu Jin
tampak tergetar.
"Suhumu adalah tokoh aneh. Dengar-dengar empat belas
tahun yang lampau, dia meningal di puncak gunung Muh San.
Sedangkan usiamu belum begitu besar, bagaimana bisa
berguru padanya?"
Mendengar itu, sepasang mata Ciok Giok Yin menyorot dingin.
"Tapi suhuku belum mati..." Dia menutur tentang kejadian
itu. "Aku bersumpah akan membalaskan dendam suhuku!"
tambahnya. Tanpa sadar Lu Jin mundur selangkah.
"Aku dengar Saudara Kecil telah membunuh Khiam Sin
Hweshio, ketua Kuil Put Toan Si, benarkah itu?"
"Tidak salah."
"Setelah itu, kaupun pergi ke Hong Yun Cuang mencari Tui
Hong Sin Cian-Cu Ling Yun. Ya, kan?"
Mendengar itu, timbullah kecurigaan dalam hati Ciok Giok Yin.
"Kok Anda tahu begitu jelas?" katanya.
"Tentang itu telah tersebar luas di dunia persilatan, aku cuma
mendengar dari orang," sahut Lu Jin.
Ciok Giok Yin manggut-manggut.
"Ooooh!"
Lu Jin tidak berkata apa-apa lagi.
"Saudara kecil, sampai jumpa!" katanya sambil menjura.
Badannya bergerak melesat, tahu-tahu sudah masuk ke
dalam rimba. Bukan main cepatnya gerakan Lu Jin! Ciok Giok
Yin merasa kagum melihatnya. Ciok Giok Yin membalikkan
badannya memandang gadis itu, yang kebetulan juga sedang
memandangnya. Ciok Giok Yin tidak menghiraukannya. Namun
ketika dia baru mau pergi, mendadak sesosok bayangan
menghadang di hadapannya, ternyata gadis itu.
"Tunggu sebentar!" katanya.
"Apa maksud Nona?"
Gadis itu mendengus dingin.
"Lelaki jantan harus gagah! Setelah menyaksikan kejadian
yang mengenaskan ini, kau malah mau pergi! Bukankah kau
amat tidak berperasaan?"
"Nona mau menyuruhku berbuat apa?"
"Bantu aku mengubur mayat ayahku! Oh ya, namaku Cen
Siauw Yun. Tadi aku sembarangan menyalahkanmu, mohon
jangan disimpan dalam hati!"
Ciok Giok Yin berpikir sejenak, kemudian mengangguk.
"Baiklah!"
Ciok Giok Yin segera menggali sebuah lubang. Sesudah itu,
dia menggunakan dua batang dahan pohon mengangkat mayat
itu ke dalam lubang.
Tak lama, setelah selesai mayat itu dikuburkan, barulah Ciok
Giok Yin bertanya.
"Nona mau ke mana?"
Saat itu Cen Siauw Yun sudah berhenti menangis. Namun
ketika Ciok Giok Yin bertanya, gadis itu mulai menangis lagi.
"Ayahku telah dibunuh penjahat, kini tinggal aku seorang diri,
entah mau ke mana?" sahutnya terisak-isak. Cen Siauw Yun
terus menangis sedih.
Ciok Giok Yin menatapnya dengan iba, lalu berkata.
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentunya Nona punya suatu tujuan, ya kan?" tanya Ciok
Giok Yin sambil menatapnya dengan iba.
"Aku harus ke mana?" sahut Cen Siauw Yun seperti bertanya.
"Apakah kau tidak punya sanak famili?"
"Aku dan ayahku tinggal di desa, jarang berhubungan dengan
orang, suruh aku ke mana?"
Cen Siauw Yun mulai menangis lagi. Kali ini dia menjatuhkan
diri berlutut di hadapan kuburan ayahnya. Ciok Giok Yin tidak
tahu harus berbuat apa, sedangkan suara tangisan Cen Siauw
Yun semakin sedih memilukan. Sudah barang tentu membuat
Ciok Giok Yin berpikir. 'Bagaimana baiknya nih" Diriku juga
sebatang kara dan tiada tempat berteduh. Lalu aku harus
mengantarnya ke mana"' Yang satu terus menangis sedih
dengan air mata berderai-derai, sedangkan yang satu malah
berdiri termangu-mangu. Bukan main kacaunya hati Ciok Giok
Yin! Dia maju ke hadapan Cen Siauw Yun lalu menariknya
bangun. "Tiada gunanya Nona terus menangis. Sekarang hari sudah
mulai gelap, lebih baik kita mencari penginapan dulu. Setelah
itu, barulah memikirkan jalan keluarnya."
Cen Siauw Yun menghapus air matanya.
"Seharusnya kau memikirkan jalan keluar untukku," katanya
terisak-isak. Ciok Giok Yin memang berhati luhur. Mendengar
itu dia langsung manggut-manggut.
"Akan kupikirkan nanti."
Dia langsung menarik Cen Siauw Yun meninggalkan tempat
itu. Namun gadis itu masih menoleh melihat kuburan ayahnya.
Kelihatannya dia merasa enggan meninggalkan tempat
itu. Saat ini hari sudah gelap. Salju dan angin dingin menderuderu
mendirikar bulu roma. Cen Siauw Yun merasa agak takut,
sudah barang tentu dia berjalan melekat di badan Ciok Giok
Yin. Sedangkan Ciok Giok Yin mengira gadis itu merasa dingin,
maka langsung merangkulnya erat-erat.
"Nona takut dingin?" katanya dengan suara ringan.
Cen Siauw Yun mengangguk.
"Ng!"
Mendadak terdengar suara burung gagak yang menyeramkan,
mengejutkan Cen Siauw Yun, sehingga langkahnya terhenti
dan gadis itu segera mendekap di dada Ciok Giok Yin.
"Ka... kakak Yin, aku... aku takut sekali," katanya dengan
suara gemetar. "Takut apa!"
"Kau tidak mendengar suara tadi?"
Ciok Giok Yin tertawa.
"Itu suara burung gagak, apa yang kau takutkan?"
Dia tertawa lagi, menepuk bahu Cen Siauw Yun.
"Legakan hatimu, ada aku!"
Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara yang amat
dingin. "Berdasarkan kepandaianmu dapat menjaga
keselamatannya?"
Begitu mendengar suara itu, sekujur badan Ciok Giok Yin
menjadi merinding.
"Bok Tiong Jin (Orang Dalam Kuburan)!" serunya kaget.
"Tidak salah!"
Sekonyong-konyong angin berhembus kencang,
menerbangkan salju-salju yang di sekitarnya. Di saat
bersamaan, tampak bayangan-bayangan hantu bergerakgerak.
Namun setelah ditegasi, ternyata bayangan-bayangan
pohon, dahan dan ranting pohon bergerakgerak terhembus
angin. Di saat ini Cen Siauw Yun mendongakkan kepala, lalu
menengok ke sekeliling. Sedangkan keringat dingin Ciok Giok
Yin sudah mengucur.
"Bok Tiong Jin, aku sering menerima budi pertolonganmu.
Suatu hari nanti, aku pasti akan membangun kuburanmu,"
katanya dengan suara gemetar.
Terdengar suara sahutan yang amat dingin.
"Terima kasih!"
Suara itu berhenti sejenak, setelah itu terdengar lagi.
"Jangan lupa akan janjimu!"
"Aku tidak akan lupa."
"Kalau kau lupa, aku akan membunuhmu, lalu mayatmu akan
kubuang di hutan, biar disantap binatang buas!"
Mendengar itu, Ciok Giok Yin menjadi merinding.
"Legakan hatimu, aku tidak akan lupa!"
"Bagus begitu!"
Seketika suasana di tempat itu kembali menjadi hening. Cen
Siauw Yun menatap Ciok Giok Yin dengan heran.
"Kakak Yin, kau sedang bicara dengan siapa?" katanya
dengan suara rendah.
Ketika melontarkan 'Kakak Yin' wajah Cen Siauw Yun tampak
kemerah-merahan. Ciok Giok Yin tidak memperhatikan hal itu.
"Aku sedang berbicara dengan Bok Tiong Jin," sahutnya.
"Bok Tiong Jin?"
"Ng!"
"Apakah Bok Tiong Jin itu roh?"
"Mungkin ya."
"Kau pernah melihatnya?"
"Tidak."
"Aku tidak percaya orang itu sudah mati, rohnya akan
gentayangan. Itu cuma ingin menakuti orang saja."
Mendadak salju-salju di sekitarnya beterbangan, dan dalam
waktu bersamaan terdengar suara 'Serr! Serrr!' Cen Siauw Yun
cepat-cepat mencelat ke atas, kelihatannya ingin melancarkan
pukulan. Namun dia mengeluarkan suara 'Hah' lalu melayang
turun. Wajahnya diliputi rasa takut, sepasang matanya melirik
ke sana ke mari ingin melihat apakah di sekitarnya terdapat
orang atau tidak. Akan tetapi, selain salju yang masih
beterbangan, tidak tampak apa pun. Kini barulah hatinya mulai
berdebar-debar tegang, dan dia langsung bersandar di badan
Ciok Giok Yin. Tiba-tiba telinga Cen Siauw Yun menangkap
suara amat lirih.
"Harap kau jangan memikirkan yang bukan-bukan, aku akan
mengawasimu!"
Walaupun suara itu amat lirih, namun Cen Siauw Yun dapat
mendengarnya dengan jelas sekali, sepertinya suara itu amat
dekat. Cen Siauw Yun segera menyebarkan pandangannya kian
kemari, tapi tidak melihat apa pun. Itu membuatnya merinding,
dan tidak berani memastikan roh itu asli atau palsu.
"Nona merasakan apa?" tanya Ciok Giok Yin dengan suara
ringan. Cen Siauw Yun menggelengkan kepala.
"Tidak."
Jelas dia tercekam oleh rasa takut, namun tidak mau berterus
terang. Ciok Giok Yin tidak mau mengungkap itu, cuma
merangkul pinggangnya erat-erat, lalu melesat pergi
meninggalkan tempat itu, agar tidak terus diikuti Bok Tiong
Jin. Berlangsung beberapa saat, mereka berdua tiba di sebuah
kota kecil, Ciok Giok Yin dan Cen Siauw Yun berjalan perlahan
memasuki kota kecil itu. Mereka langsung menuju sebuah
penginapan, dan memesan dua buah kamar. Setelah itu,
mereka makan malam di penginapan tersebut.
Kini mereka berdua duduk di dalam sebuah kamar sambil
mengobrol. Mendadak Cen Siauw Yun menangis, kemudian
mendekap di dada Ciok Giok Yin. Badan gadis itu bergerakgerak,
kelihatannya hatinya amat sedih sekali. Jelas dia
teringat akan ayahnya yang sudah tiada. Ciok Giok Yin segera
menghiburnya. "Nona, kau tidak boleh terus menangis. Ayahmu sudah tiada,
tiada gunanya kau terus menangis. Jaga kesehatanmu dan cari
jalan menuntut balas dendam ayahmu, itu baru benar."
"Semalam ayahku masih baik-baik, tapi malam ini sudah
tiada. Bagaimana aku tidak sedih?"
Cen Siauw Yun menangis lagi dengan air mata berderai-derai.
Sebelah tangannya menggenggam baju Ciok Giok Yin eraterat.
Ciok Giok Yin menarik nafas dalam-dalam, sambil berkata
dalam hati. 'Biarlah dia terus menangis, agar mengeluarkan
semua kesedihan dalam hatinya.' Beberapa saat kemudian Cen
Siauw Yun berhenti menangis. Dia mendongakkan kepala
memandangg Ciok Giok Yin seraya tersenyum. Ciok Giok Yin
mengira pikiran gadis itu telah terbuka, maka dia merasa
girang. Di tengah malam, berhadapan dengan gadis cantik,
tentunya pikiran akan menerawang. Akan tetapi, cepat sekali
pikiran Ciok Giok Yin kembali tenang, bahkan menegur dirinya
sendiri. 'Semua dendam masih belum terbalas,
bagaimana sedemikian tidak tahu diri, memikirkan yang bukanbukan"
Sungguh tak pantas!'
"Nona, sudah larut malam! Harap kembali ke kamar
beristirahat, esok pagi harus melanjutkan perjalanan!" katanya
kepada Cen Siauw Yun. Cen Siauw Yun mengangguk, lalu
berjalan ke luar meninggalkan kamar Ciok Giok Yin. Setelah
Cen Siauw Yun kembali ke kamarnya, Ciok Giok Yin duduk
menghimpun hawa murninya. Mendadak terdengar suara 'Serr'
yang amat halus. Ciok Giok Yin cepat-cepat membuka
matanya. Dilihatnya sebuah bola kecil putih melucur ke
arahnya. Dia segera menjulurkan tangannya untuk menyambut
bola kecil itu, yang teryata segumpal kertas. Ciok Giok Yin
cepat-cepat membuka gumpalan kertas itu lalu membacanya.
Seketika wajahnya berubah menjadi hebat.
Jilid 06 Ternyata tulisan itu berbunyi demikian. Mohon maaf, aku
harus menceritakan hal yang sebenarnya. Orang tua yang mati
itu, sesungguhnya bukan ayahku dan aku tidak saling
mengenal. Aku amat berterima kasih atas bantuanmu.
Sesungguhnya aku mendapat perintah untuk mencuri peta Si
Kauw Hap Liok Touw yang ada di dalam bajumu. Namun amat
sulit bagiku untuk turun tangan mencuri peta itu. Kebetulan
aku melihat mayat orang tua itu, maka aku memanfaatkan
kesempatan itu untuk mengelabuhimu. Aku langsung menangis
meraung-raung, dan kemudian memukulmu. Akhirnya aku
berhasil memperoleh peta Si Kauw Hap Liok Touw
itu. Kumohon kau jangan membenciku, sebab aku melakukan
itu karena terpaksa. Aku tahu, meskipun kau menyimpan peta
pusaka itu, namun tidak tahu benda pusaka itu tersimpan di
mana. Biar kuberitahukan, agar kau dapat memperolehnya
selekasnya. Esok subuh kau harus segera berangkat ke Gunung
anya San. Di sana terdapat Goa Cian Hud Tong (Goa Seribu
Buddha). Cari benda pusaka itu, jangan sampai terlambat!
Asal kau berhasil memperoleh benda pusaka itu, peta Si Kauw
Hap Liok Touw pun sudah tiada gunanya. Harap kau jaga diri
baik-baik! Dari Cen Siauw Yun. Usai membaca, Ciok Giok Yin
merogoh ke dalam bajunya, memang benar peta tersebut telah
hilang. Namun cincin pemberian But It Coan masih ada. Ciok
Giok Yin berkertak gigi.
"Kelak kalau bertemu, aku pasti tidak akan melepaskanmu!"
katanya dengan penuh kegusaran. Saking gusarnya dia
mengerahkan Sam Yang Hui Kang menghancurkan kertas
tersebut, sehingga kertas itu menjadi hangus, kemudian
hancur bagaikan daun kering. Dia tahu Cen Siauw Yun sudah
pergi jauh, tidak mungkin akan berhasil mengejarnya
lagi. Ketika dia baru mau duduk kembali, tiba-tiba hatinya
tergerak. Ternyata dia teringtat akan kata-kata di dalam kertas
itu "Gunung anya San, Goa Cian Hud Tong". Dia harus
berangkat subuh untuk mencari benda pusaka itu. Cen Siauw
Yun berpesan demikian, mengapa tidak ke sanam melihatlihat"
Pikir Ciok Giok Yin. Apabila dia berhasil memperoleh
benda puska itu, berarti dia tidak akan menyia-nyiakan maksud
baik Ho Siu Kouw. Kelak kalau berjumpa, harus berterima kasih
padanya. Begitu teringat pada Ho Siu Kouw, hatinya menjadi
kebat-kebit, karena tidak tahu bagaimana keadaannya. Apakah
dia telah berhasil memutuskan rantai yang membelenggu
dirinya" Sembari berpikir, tanpa sadar dia pun bergumam
perlahan. "Kakak Siu, cepat atau lambat aku pasti ke Goa Toan Teng
Tong mencarimu."
Di saat bersamanan, jendela berdiri sosok bayangan putih,
menyambitkan ke dalam segulung kertas kecil. Namun dalam
sekejap bayangan putih itu telah lenyap. Bukan main
terkejutnya Ciok Giok Yin ketika melihat ada suatu benda
meluncur ke arahnya! Tanpa banyak anya lagi dia langsung
menyambut gulungan kertas itu sekaligus melesat ke luar
melalui jendela, namun tidak melihat apa pun. Dia sama sekali
tidak menyangka, bahwa di dalam kota kecil ini terdapat begitu
banyak pesilat tinggi.
Padahal gingkang yang dimilikinya sudah tinggi sekali, namun
orang yang menyembitkan kertas itu ginkangnya jauh lebih
tinggi darinya. Dia berdiri di atas rumah, lalu membuka kertas
itu, namun di dalamnya tidak terdapat huruf apapun. Karena
merasa dipermainkan, dia langsung mencaci.
"Kalau kau punya kepandaian, cepat perlihatkan dirimu! Kau
jangan seperti kura-kura menyembunyikan kepala, itu bukan
orang gagah!"
Namun tiada suara sahutan, hanya terdengar suara
desirannya. Ciok Giok Yin meloncat turun, lalu kembali ke kamarnya. Dia
melempar setael perak ke atas meja. Ketika dia baru mau".
Ternyata di atas meja terdapat secarik kertas. Padahal di saat
melesat ke luar, dia sama sekali tidak melihat kertas itu. Ciok
Giok Yin cepat-cepat memperhatikan kertas yang di atas meja.
Ternyata pada kertas itu terdapat tulisan berbunyi
demikian. Kakak Siumu telah berhasil melepaskan diri. Kalau
berjodoh dia pasti akan mencarimu. Namun, kalian pernah
bertemu beberapa kali, hanya kau tidak mengenalinya. Pada
surat itu tiada nama penulisnya. Yang jelas dia memancing
Ciok Giok Yin keluar, kemudian masuk ke dalam. Ciok Giok Yin
masih memegang kertas itu, tapi dia tidak ingat kapan bertemu
Ho Siu Kouw. Lagi pula dia tidak tahu siapa sesungguhnya penulis surat itu.
Namun sepertinya penulis surat itu tahu jelas akan urusan
Ciok Giok Yin. Kalau begitu berarti dia sudah kenal, dengan
Ciok Giok Yin. Tapi mengapa orang itu justru bertindak
sedemikian misterius" Ciok Giok Yin terus berpikir. Tiba-tiba
dia teringat akan si penulis surat. Itu membuat matanya
terbelalak lebar, dan muncul sosok bayangan di depan
matanya, apakah Cen Siauw Yun adalah kakak Siu" Tapi
kemudian Ciok Giok Yin menggeleng-gelengkan kepala, tidak
setuju akan kesimpulannya. Sebab Cen Siauw Yun menerima
perintah untuk mencuri peta Si Kauw Hap Liok Touw,
bagaimana mungkin dia kakak Siu" Itu tidak masuk akal sama
sekali. Akan Tetapi, dia justru tidak ingat lagi akan orang
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lain. Dia terus berpikir, lalu teringat akan Yap Ti Hui. Itu
membuatnya nyaris tertawa geli.
"Bagaimana mungkin dia dibandingkan dengan kakak Siu?"
gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian
dia berpikir lagi, namun tetap tidak menemukan
jawabnya. Ciok Giok Yin menyambar kertas itu, kemudian
melesat pergi melalui jendela, langsung menuju gunung anya
San di tengah malam.
Agar tiada halangan dalam perjalanan, dia menempuh jalan
kecil yang sepi. Namun Gunung anya San amat luas,
bagaimana mencari Goa Cian Hud Tong" Sebetulnya dimana
letak goa itu"
Di gunung yang begitu luas, mencari sebuah goa dalam waktu
sehari sungguh tidak gampang! Kelihatannya Cen Siauw Yun
berniat mempermainkan Ciok Giok Yin. Kalau gadis itu
bermaksud baik, mengapa tidak menjelaskan letak goa
itu" Apabila mencari secara membabibuta, bukankah". Di saat
Ciok Giok Yin sedang berpikir, mendadak tampak beberapa
sosok bayangan berkelebat di puncak seberang memasuki
sebuah lembah. Seketika hati Ciok Giok Yin tergerak, dan
cepat-cepat melesat ke sana.
Di saat dia melesat ke tempat itu, juga melihat tiga kaum
rimba persilatan menuju tampat yang sama. Oleh karena itu,
dia berkata dalam hati. "Harus percaya goa itu ada, tidak boleh
tidak percaya! Maka dia segera mengerahkan ginkang, mengikuti para kaum
rimba persilatan itu. Orang-orang itu tampak berebut untuk
tiba duluan. Mereka terdiri dari padri, pendeta taoisme, lelaki,
wanita, tua dan muda. Mata mereka kelihatan serakah, seakan
ingin memilki suatu benda.
Sekonyong-konyong terlihat lagi beberapa orang, ternyata
orang-orang perkumpulan Sang Yen Hwee. Karena memilki
ilmu ginkang yang amat tinggi, tampak badan mereka
berkelebatan. Sementara Ciok Giok Yin harus melesat cepat, di
samping itu, dia pun harus terus mengamati
mereka. Mendadak terdengar dua kali jeritan yang menyayat
hati bergema menembus angkasa, membuat orang
merinding. Ciok Giok Yin memandang ke sana. Ternyata orangorang
perkumpulan Sang Yen Hwee sedang membunuh
beberapa orang. Menyaksikan kejadian itu timbullah
kegusarannya. Dia memang amat membenci orang-orang
perkumpulan Sang Yen Hwee. Namun di saat dia baru mau
melesat ke sana, tiba-tiba terdengar suara seruan di depan
sana. "Goa Cian Hud Tong!"
"Goa Cian Hud Tong!"
Seketika tampak begitu banyak bayangan melesat ke sana.
Orang-orang perkumpulan Sang Yen Hwee juga cepat-cepat
melesat ke tempat itu. Ketika mendengar suara seruan itu, hati
Ciok Giok Yin menjadi tegang. Tanpa banyak berpikir lagi, dia
langsung melesat ke sana. Akan tetapi, justru tiada tempat
baginya untuk menaruh kakinya. Apa boleh buat! Dia tidak
memikirkan peraturan apa pun lagi, menginjak bahu seseorang
lalu melesat lagi. Dengan cara demikian, akhirnya dia sampai
juga di tempat itu. Kini dia melihat begitu banyak orang
berebut untuk memasuki sebuah goa. Karena mereka semua
ingin lebih dulu masuk, maka terjadilah pertarungan matimatian.
Terdengar suara bentakan-bentakan keras, jeritan
menyayat hati, serta tampak berkelebatan cahaya padang,
golok dan senjata lainnya.
Mereka bertarung mati-matian hanya demi satu tujuan, yaitu
ingin memperoleh benda pusaka yang tersimpan di dalam goa
Cian Hud Tong itu. Oleh karena itu, mereka saling membunuh
tanpa memberi ampun pada pihak lain. Tentunya yang
berkepandaian rendah mati duluan, yang menang langsung
menerjang ke dalam goa. Tapi, muncul pula orang lain
menghadang, dan terjadilah lagi pertarungan. Karena itu,
banyak mayat bergelimpangan di depan goa, sedangkan
pertarungan masih terus berlangsung. Suara jeritan, bentakan
dan suara rintihan membaur menjadi satu. Justru karena itu
tiada seorang pun yang mundur, juga tiada seorang pun yang
berhasil memasuki goa tersebut. Sementara mereka masih
terus bertarung, mendadak terdengar suara bentakan
mengguntur. "Saat ini siapa pun tidak boleh memasuki goa ini! Kita
bertanding di sini, siapa yang menang boleh masuk!"
"Masuk hitungan tidak perkataanmu itu?" sahut seseorang.
"Kenapa tidak?"
"Baik, mari kita bertarung!"
Kedua orang itu mulai bertarung mati-matian. Terdengar
suara pukulan beradu.
Plak! Blam! Tempat itu benar-benar menjadi tempat pembantaian. Entah
berapa banyak mayat bergelimpangan di tempat itu. Darah
berceceran, tampak pula mayat yang tiada kepala. Tangan dan
kakipun berserakan di manamana. Sungguh merupakan
pemandangan yang amat mengenaskan dan mengerikan! Saat
ini Ciok Giok Yin telah tiba di tempat itu. Akan Tetapi, dia tidak
berniat ikut membaurkan diri untuk ikut bertarung. Dia
mengerahkan ginkang melesat melewati orang-orang yang
sedang bertarung. Kalau dikatakan, memang sulit dipercaya.
Sebab semakin banyak kaum rimba persilatan berada di
tempat itu, apakah tiada seorang pun yang dapat menyamai
limu ginkangnya"
Tentu ada! Boleh dikatakan banyak sekali! Hanya saja
tergantung dari keberuntungan masing-masing. Bisa
memperoleh benda pusaka itu atau tidak, memang tergantung
dari jodoh. Kini Ciok Giok Yin sudah berada di mulut goa,
namun tiada berani langsung menerobos ke dalam. Justru di
saat bersamaan, terdengar suara seruan yang gemuruh.
"Sudah masuk ke dalam seorang bocah!"
"Cepat bunuh dia!"
"Dia berani memanfaatkan kesempatan di saat kita sedang
bertanding, menerobos ke dalam goa!"
"Bunuh dia!"
Orang-orang yang sedang bertarung juga langsung berhenti,
dan serentak menerjang menuju goa. Bukan main! Sebab
mereka seling menginjak lantaran ingin cepat-cepat memasuki
goa. Sudah barang tentu timbul pertarungan lagi di mulut doa.
Cahaya pedang, golok dan senjata lainnya berkelebatan dan
mulai terdengar suara bentakan dan jeritan lagi". Sementara
Ciok Giok Yin yang telah sampai di dalam goa, melihat begitu
banyak gambar Budhha. Semua gambar Buddha terukir di
dinding goa, kelihatannya seperti hidup. Pada gambar Buddha
itu terdapat tulisan "Sembilan" dan tulisan "Enam" Ciok Giok Yin
berdiri sambil berpikir. Saat ini sudah tampak belasan orang
sampai di dalam, dan mereka juga sedang memperhatikan
gambar-gambar Buddha. Mendadak salah seorang menerjang
kearah sebuah gambar Buddha.
Orang yang berdiri di belakang juga mengikutinya, begitu
pula yang lain, termasuk beberapa padri dan pendeta
To. Sebetulnya para padri dan pendeta To, telah menyucikan
diri, tidak boleh terpengaruh oleh urusan duniawi. Akan tetapi
benda pusaka itu memang luar biasa, dapat membuat mereka
lupa daratan, bahkan juga melupakan ajaran-ajaran Buddha
dan Taosme. Kini di dalam Goa Cian Hud Tong telah dipenuhi
kaum rimba persilatan, namun benda pusaka yang tercantum
di dalam peta Si Kauw Hap Liok Touw, sesungguhnya berada di
mana" Ciok Giok Yin terus berpikir, kalau begitu terus,
mungkin benda pusaka tersebut akan jatuh ke tangan
mereka. Tiba-tiba dia teringat akan tulisan "Sembilan" dan
"Enam" itu mengandung makna apa" Mendadak telinga Ciok
Giok Yin menangkap suara yang amat lirih.
"Kau memang bodoh. Kalau peta pusaka itu hilang,
menimbulkan begitu banyak kaum rimba persilatan
berdatangan kemari! Peta pusaka telah hilang, hanya dapat
mencari benda pusaka lain, namun harus menaruh peta pusaka
di atas tanah, barulah akan berhasil menemukannya!"
Ciok Giok Yin tersentak, lalu menengok ke sana ke mari,
namun tidak melihat orang yang berkata lirih. Ketika dia
tertegun, suara lirih itu terdengar lagi.
"Cepat hitung dari gambar Buddha yang paling besar di
tengah itu?"
Suara itu amat lirih, namun kedengaran jelas memberi
petunjuk. Ciok Giok Yin tidak mencari tahu siapa orang itu, langsung
mengikuti petunjuknya. Di saat semua orang sedang lengah,
dia cepat-cepat menekan sebuah gambar Buddha yang di
hadapannya, kemudian nenekan lagi gambar Buddha yang lain
sesuai petunjuk dari suara lirih. Setelah itu, dia kembali ke
gambar Buddha yang paling besar. Tiada seorang pun
memperhatikan perbuatannya. Sebab mereka bertarung matimatian,
sedangkan di luar juga sudah terdengar suara Heng
Thian Ceng. Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin! Kalau
wanita iblis itu turun tangan merebut, entah harus bagaimana
baiknya" Dia tidak mau berpikir tentang itu lagi. Jari tangannya
bergerak menekan huruf "Sembilan" yang tertera pada bagian
dada gambar Buddha yang paling besar.
Serrrt! Perut gambar Buddha itu terbuka, ternyata di dalamnya
terdapat sebuah botol giok. Akan tetapi, perbuatannya itu
terlihat oleh tiga orang, yaitu Bu Lim Sam Siu, yang pernah
menyebabkannya jatuh ke dalam jurang. Ketika Ciok Giok Yin
menjulurkan tangannya, tiba-tiba terasa ada anya pukulan
menerjang ke arahnya. Apa boleh buat! Ciok Giok Yin terpaksa
menggeser sedikit lalu membalikkan badannya. Ternyata Bu
Lim Sam Siu sudah berdiri di belakangnya.
Begitu melihat kehadiran ketiga orang itu, mata Ciok Giok Yin
langsung membara. Siangkoan Yun San tertawa terkekeh.
"Bocah, nyawamu sungguh besar!"
Pada saat bersamaan tampak begitu banyak orang menerjang
ke arahnya. "Nah, di situ!" seru salah seorang dari mereka. Mendadak
telinga Ciok Giok Yin mendengar suara yang amat lirih.
"Dasar bodoh! Cepat ambil dan kabur!"
Di saat bersamaan, dia melihat orang-orang yang menerjang
ke arahnya, di antaranya ada yang menjerit dan beberapa
orang terpental ke belakang dengan mulut menyemburkan
darah segar. Sedangkan Bu Lim Sam Siu terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkah dengan wajah pucat pias. Kesempatan itu
dipergunakan Ciok Giok Yin untuk menyabar botol giok
tersebut, sekaligus dimasukkan ke dalam bajunya. Akan tetapi,
tiba-tiba terdengar suara-suara bentakan.
"Cepat keluarkan!"
"Bocah, kau tidak dapat meninggalkan goa ini!"
Sepasang mata Ciok Giok Yin langsung menyorot dingin. Dia
mendorongkan sepasang tangannya ke depan penuh
mengandung hawa panas. Seketika terdengar suara seruan
kaget dan bentakan yang susul-menyusul.
"Soan Hong Ciang!"
"Dia murid Sang Ting It Koay, jangan dibiarkan lolos!"
"Bunuh dia!"
"Cincang dia!"
"Pokoknya dia harus mampus!"
Menyaksikan keadaan di depan mata, mau tidak mau Ciok
Giok Yin mengucurkan keringat dingin. Namun dia tidak mau
membuang benda tersebut. Oleh karena itu, dia melancarkan
dua pukulan ke depan dengan sepenuh tenaga. Terdengar
suara menderu-deru, bahkan terasa amat panas. Siapa yang
tidak menyayangi nyawa" Maka orang-orang yang ada di depan
langsung menggeser badannya ke samping. Sudah barang
tentu terbuka sebuah jalan untuk Ciok Giok Yin. Di saat itulah
terdengar lagi suara yang amat lirih.
"Bloon! Cepat terjang ke luar aku akan membantumu!"
Ciok Giok Yin sudah tidak mau mempedulikan siapa yang
berkata lirih, langsung menerjang ke luar sambil melancarkan
pukulan Soan Hong Ciang. Tak lama dia telah berhasil
menerjang ke luar. Sampai di luar goa, tampak sosok
bayangan merah berkelebatan dan terdengar suara jeritan
yang menyayat hati. Selain itu tampak pula seorang yang
memakai kain penutup muka, yaitu Lu Jin, yang pernah
berjumpa dengan Ciok Giok Yin sedang berpikir, terdengar lagi
suara lirih itu.
"Dasar bloon! Ayo, cepat pergi!"
Sudah beberapa kali dikatai "Bodoh" dan "Bloon" itu
menimbulkan sifat anehnya yang bertular Sang Ting It Koay.
Maka, kali ini dia sama sekali tidak mau pergi, malah
menerjang kearah orang-orang itu. Akan tetapi, orang-orang
itu melancarkan pukulan ke arahnya meskipun Ciok Giok Yin
berkepandaian tinggi, namun diserang sedemikian banyak
orang, tentu membuatnya kewalahan. Dia terdesak mundur
beberapa langkah dan nafasnya terasa sesak,.
"Uaaaakh"!"
Darah segar tersembur dari mulutnya, dan badannya
bergoyang-goyang seakan mau roboh. Seketika terdengar
suara-suara bentakan.
"Jangan biarkan bocah itu kabur!"
"Cepat ambil benda pusaka itu!"
"Cepat bunuh dia!"
"Dia yang membunuh Khiam Sim Hweshio!"
"Dia juga telah membunuh seorang anggota perkumpulan San
Yen Hwee! Perkumpulan San Yen Hwee harus membunuhnya!"
Mendengar bentakan-bentakan itu, hati Ciok Giok Yin merasa
dingin. Akan tetapi, dia sudah ketularan sifat anehnya Sang
Ting It Koay. Dia tidak berniat melarikan diri, malah sepasang
matanya menyorot penuh dendam kebencian. Darahnya mulai
begolak, ternyata dia sudah siap mengeluarkan ilmu Hong Lui
Sam Ciang, yaitu jurus pertama Terbang! Namun dia telah
terluka parah, maka sebelulm melancarkan pukulan itu, dia
merasa matanya berkunang-kunang, akhirnya roboh. Melihat
Ciok Giok Yin roboh, Heng Thian Ceng langsung mengeras dan
sekaligus menerjang ke arahnya. Tapi jaraknya agak jauh,
lagipula begitu banyak orang menghadapnya, sehingga
membuatnya tidak dapat mendekat Ciok Giok Yin.
Sementara begitu Ciok Giok Yin roboh, orang-orangpun
menerjang ke arahnya dengan tujuan yang sama, yaitu ingin
merebut benda pusaka. Justru di saat bersamaan, tampak
sosok bayangan putih dan sosok bayangan hitam melayang
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
turun. Bayangan hitam lebih cepat dan langsung menyambar
Ciok Giok Yin, lalu melesat pergi laksana kilat. Sosok bayangan
putih, langsung mengejar bayangan hitam yang membawa
pergi Ciok Giok Yin. Bagi yang penglihatannya tajam, pasti
melihat bayangan hitam itu adalah seorang tua bongkok, di
punggungnya bergantung sebuah guci besar. Sedangkan
bayangan putih itu, adalah seorang wanita berambut panjang,
namun wajahnya amat buruk. Siapa kedua orang itu" Tiada
seorang pun tahu. Apakah mereka berdua sehaluan, juga tiada
seorang pun berani memastikannya. Heng Thian Ceng dan Lu
Jin begitu melihat Ciok Giok Yin dibawa pergi, mereka berdua
pun langsung mengejar. Menyusul adalah Bu Lim Sam Siu yang
berhati licik. Mereka bertiga juga menerjang ke tempat itu.
Setahun yang lalu, mereka bertiga terus berpikir ingin
memiliki peta si Kauw Hap Liok Touw, maka terpikir oleh
mereka suatu ide, yaitu menerima seorang murid wanita yang
cantik jelita. Mereka bertiga tahu Ciok Giok Yin belum mati,
maka terus mencari jejaknya, lalu menyuruh murid wanita
yang bernama Cen Siauw Yun mendekati Ciok Giok Yin untuk
mencuri peta pusaka Si Kauw Hap Liok Touw itu. Semula Cen
Siauw Yun amat tertarik, sebab apabila berhasil mencuri peta
pusaka itu, pasti ketiga gurunya akan menurunkan ilmu silat
yang tertera di dalam peta pusaka tersebut. Karena itu, dia
berupaya dengan bersungguh hati agar memperoleh peta
pusaka itu. Setelah tahu akan jejak Ciok Giok Yin, Cen Siauw
Yun memikirkan suatu cara untuk mendekatinya. Memang
kebetulan sekali, dia melihat Ciok Giok Yin mendekati mayat
orang tua itu. Akan tetapi ketika melihat Ciok Giok Yin begitu
tampan dan gagah, bayangan pemuda itu langsung terukir di
dalam hatinya. Maka setelah berhasil mencuri peta pusaka tersebut, Cen
Siauw Yun meninggalkan pesan agar Ciok Giok Yin segera
berangkat kegunung anya San. Mengenai ini, sudah diceritakan
pada bagian atas. Sementara itu, orang tua bongkok yang
mengempit Ciok Giok Yin terus melesat pergi laksana
kilat. Berselang beberapa saat, barulah melambankan
langkahnya. Sampai di tempat sepi, dia menaruh Ciok Giok Yin
ke bawah. Orang tua bongkok itu duduk di samping Ciok Giok
Yin. Sepasang matanya terus menatap Ciok Giok Yin lekatlekat,
dan kadang-kadang meneguk arak. Sembali menatap
dan minum, orang tua bongkok itu pun bergumam.
"Ini hal yang tak mungkin." Dia meneguk lagi, "Mengapa aku
orang tua harus banyak berpikir" Peduli amat dengan dia!" Dia
bangkit berdiri, lalu menggeleng-geleng kepala.
"Bocah, hitung-hitung aku lagi sial!" lanjutnya.
Mendadak orang tua bongkok itu melesat pergi, dan sekejap
sudah tidak kelihatan bayangannya. Di saat bersamaan, Ciok
Giok Yin siuman. Dia membuka matanya perlahan-lahan, lalu
duduk dan menengok ke sana kemari.
"Ih! Tempat apa ini?" gumamnya.
Dia masih ingat, ketika berada di luar goa Cian Hud Tong, dia
ingin melancarkan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang jurus
pertama Terbang. Namun mendadak merasa matanya
berkunang-kunang dan gelap, akhirnya tak tahu apa-apa. Kini
dirinya berada di tempat ini, tentunya ada yang
menyelamatkannya. Siapa yang menyelamatkannya" Mengapa
setelah menyelamatkannya, penolong itu malah tidak
kelihatan" Bukankan sungguh aneh sekali"
Tiba-tiba dia teringat akan orang yang membantunya secara
diam-diam, apakah dia yang membawanya kemari" Akan
tetapi, siapa orang itu" Bagaimana orang itu begitu tahu jelas
tentang peta pusaka Si Kauw Hap Liok Touw" Lagipula
kelihatan orang itu tahu jelas tentang benda pusaka yang
berada di dalam goa Cian Hud Tong, mengapa dia tidak
mengambilnya duluan" Di dunia persilatan, masih cukup
banyak orang baik, seperti halnya dengan Heng Thian Ceng.
Padahal dia dicap sebagai wanita iblis yang sepasang
tangannya berlumuran darah, karena banyak membunuh
orang. Namun sungguh di luar dugaan, dia malah mau
membantu Ciok Giok Yin, itu betul-betul di luar dugaan sama
sekali. Akan tetapi, ketika berada di luar goa Ciang Hud Tong, jarak
Heng Thian Ceng dengan dirinya cukup jauh, tentunya tidak
mungkin dia yang membawanya kemari. Lagipula kalau dia,
tentunya tidak akan pergi begitu saja. Mendadak wajah Ciok
Giok Yin tampak berubah, ternyata dia teringat akan satu hal,
apakah dia telah membawa pergi benda pusaka itu" Ciok Giok
Yin segera merogoh ke dalam bajunya, dan seketika dia
berlega hati. Ternyata botol giok kecil itu masih berada di
dalam bajunya. Kenapa itu, dia menyesali dirinya sendiri
karena terlampau banyak bercuriga, dan diapun merasa tidak
pantas mencaci orang yang memanggilnya "Si Bodoh" atau "Si
Bloon", sebab orang tersebut pun telah membantunya. Setelah
berpikir bolak-balik, Ciok Giok Yin berkesimpulan bahwa bukan
Heng Thian Ceng yang berkata lirih menggunakan ilmu Coan
Im Jip Kip (Ilmu Mengirim Suara Jarak Jauh)" Lelaki atau
wanita dia sama sekali tidak tahu.
Kalau ingin membantu, mengapa harus dengan cara
bersembunyi-sembunyi" Ciok Giok Yin tidak habis anya, juga
tidak menemukan jawabannya. Karena itu, dia tidak mau
berpikir lagi, lalu duduk memejamkan mata untuk
beristirahat. Padahal sesungguhnya, Ciok Giok Yin tidak
menderita luka parah, melainkan waktu itu dia terlampau
emosi, dan ingin mengerahkan lwee kang sepenuhnya untuk
melancarkan jurus pertama Hong Lui Sam Ciang, sehingga
membuat aliran darah dan hawa murninya bergolak, maka
membuatnya pingsan. Setelah beristirahat beberapa saat,
diapun sudah pulih seperti semula. Dia bangkit berdiri, ternyata
hari sudah gelap.
Saat ini dia sudah tampak segar, harus mencari penginapan
untuk bermalam. Oleh karena itu, dia langsung melesat
pergi. Tak seberapa lama, dia melihat lampu gemerlapan,
ternyata jauh di depan terdapat sebuah desa kecil. Dia segera
berjalan ke sana, memasuki desa kecil tersebut. Namun samua
rumah di desa itu telah tertutup rapat. Ciok Giok Yin menengok
kesana kemari, kebetulan melihat seorang nenek tua sedang
merapatkan pintu rumahnya. Ciok Giok Yin cepat-cepat
menyapa nenek tua itu dan memberi hormat.
"Nenek Tua, aku sedang melakukan perjalanan. Karena hari
sudah malam, bolehkan aku bermalam di sini?"
Nenek tua langsung memperhatikan Ciok Giok Yin dari atas ke
bawah. "Di rumahku tiada kamar, lebih baik kau ke tempat lain."
Usai menyahut, nenek tua langsung menutup pintu
rumahnya. Namun Ciok Giok Yin segera menjulurkan tangannya untuk
mencegah. "Nenek Tua, rumah orang lain sudah tutup pintu semua, tidak
baik aku mengetuk pintu mereka. Esok pagi aku akan bangun
pagi dan melanjutkan perjalanan, mohon Nenek Tua sudi
menerimaku bermalam di sini!"
Nenek tua mengerutkan kening.
"Kami orang desa amat miskin, tidak ada makanan untukmu.
Kelihatannya kau juga orang desa, tentunya tahu tentang ini."
Ciok Giok Yin tertawa dalam hati, sebab nenek tua
mengiranya orang desa, tentunya tidak mampu memberi
sedikit imbalan padanya. Dia tersenyum, kemudian
mengeluarkan dua tael perak.
"Nenek Tua, dua tael perak ini untuk biayaku bermalam di
sini." Ketika melihat uang perak, nenek tua langsung terbelalak
dengan mulut ternganga lebar.
"Nak, tidak usah begitu banyak, masuklah!"
Dia menjulurkan tangganya mengambil uang perak itu,
sedangkan Ciok Giok Yin melangkah ke dalam. Di bawah
cahaya lampu yang remang-remang, tampak rumah itu tidak
karuan. Keadaan itu membuat Ciok Giok Yin teringat akan
pengalamannya setahun yang lalu. Setiap hari Cuma minum
susu bumi, tidak pernah menikmati makanan lain. Oleh karena
itu, dia merasa iba pada nenek tua. Dia mengeluarkan dua tael
perak lagi dan dibagikan kepada nenek tua. Tentu saya nenek
tua itu terbelalak, tidak berani mengambil uang perak itu.
Lagipula dia tidak menyangka Ciok Giok Yin begitu royal. Ciok
Giok Yin tersenyum.
"Nenek Tua, ambillah!"
Dengan tangan gemetar nenek tua mengambil uang perak itu.
"Nak, duduklah, aku akan menanak nasi dulu!"
"Nenek Tua, cukup berikan aku air minum. Aku membawa
makanan kering!"
Nenek tua cepat-cepat mengambil air minum.
"Nak, kau tidur saja di kamar anakku yang tak berguna itu!"
Kemudian nenek tua membawa Ciok Giok Yin ke dalam.
Setelah Ciok Giok Yin masuk ke kamar itu, barulah nenek tua
pergi. Ciok Giok Yin mengeluarkan makanan kering yang
didbawanya. Setelah makan dan minun, dia naik ke tempat
tidur, namun setelah dia baru mau duduk bersemadi, tiba-tiba
teringat akan benda pusaka yang disambilnya dari Goa Cian
Hud Tong. Dia langsung mengeluarkan botol giok kecil itu dari
dalam bajunya rela berkorban nyawa demi benda pusaka
tersebut" Dia membuka tutup botol giok kecil itu, dan seketika tercium
aroma yang amat harus sekali. Hati Ciok Giok Yin bergerak dan
terheran-heran. Dia menuang botol giok kecil itu dan
tertuanglah sebutir pil dan segulung kertas kecil, tidak terdapat
benda lain. Ternyata pit itu dibuat dari lilin. Ciok Giok Yin memecahkan
lilin itu, ternyata di dalamnya terdapat sebutir obat yang
gemerlapan bagaikan mutiara. Ciok Giok Yin segera membuka
gulungan kertas itu dan dibacanya. Pada kertas itu tertera
beberapa huruf yang berbunyi "Pil Api Ribuan Tahun" Bukan
main girangnya Ciok Giok Yin, sehingga nyaris tertawa
terbahak-bahak, Pit itu diperhatikan sejenak, lalu
ditelannya. Begitu Ciok Giok Yin menelan pil tersebut
tenggorokannya terasa nyaman sekali. Dia tahu siapa yang
makan pit itu. Lwee kangnya pasti bertambah tinggi. Karena
itu, dia cepat-cepat duduk bersemedi menghimpun hawa
murninya. Berselang beberapa saat, dia merasa sekujur
badannya amat panas, sehingga keningnya mengucurkan
keringat. Dia cepat-cepat menghimpun hawa murninya untuk
mendorong hawa panas itu ke dalam aliran darahnya. Tak
seberapa lama kemudian, rasa panas itu mulai sirna. Dia
membuka matanya. Badannya terasa segar dan nyaman,
bahkan merasa jalan darah Lang Tay Hiatnya bercahayacahaya.
Bukan main girangnya Ciok Giok Yin, karena ada
tanda-tanda lwee kangnya sudah bertambah tinggi. Kini dia
membaca lagi tulisan di kertas itu. Ternyata di balik kertas itu
masih terdapat beberapa baris kelimat berbunyi demikian. Pil
Api Ribuan Tahun ini berasal dari seekor kura-kura api ribuan
tahun yang hidup di sumber susu bumi. Setiap hari kura-kura
itu Cuma minum susu bumi.
Setiap seratus tahun kura-kura itu muncul satu kali, pada
waktu tertentu untuk mengisap energi matahari, lalu kembali
ke sumber susu bumi. Pil Api Ribuan Tahun ini, dibuat dari
mutiara kura-kura api. Sebelum memperoleh ikan mas dari
telaga dingin, lebih baik disimpan, agar dapat dimakan
bersama ikan mas dari telaga dingin. Apalagi tidak dimakan
bersama ikan mas dari telaga dingin, maka orang yang makan
pil tersebut akan mati terserang hawa panas. Seandainya tidak
mati, juga akan merusak hawa Yang yang dimiliki lelaki".
Membaca sampai di situ, Ciok Giok Yin langsung mengucurkan
keringat dingin, sebab dia mengerti ilmu pengobatan, maka
tahu apa akibatnya kalau hawa Yang lelaki rusak, itu berarti
tidak dapat berhubungan intim dengan kaum wanita. Apabila
dapat, juga akan menghisap hawa Im wanita hingga wanita itu
mati. Kalau begitu, gadis mana yang akan menikah dengannya"
Keringat dingin terus merembes ke luar dari keningnya.
Kemudian dia membaca lagi. "..Setelah makan pil ini harus
mencari kitab Im Yang Ceng Koy (kitab Penjelasan Im Yang),
barulah dapat melaksanakan hubungan suami isteri, dan tidak
cukup satu dua wanita. Ingat, ingat baik-baik! Di bawah tertulis
nama Ciak Hui Sianjin. Usai membaca, pakaian Ciok Giok Yin
basah oleh keringat. Ternyata tadi dia belum membaca habis
semua tulisan yang terdapat di kertas itu, langsung menelan Pil
Api Ribuan Tahun itu, maka jadi begini. Saking menyesalnya
Ciok Giok Yin berkertak gigi, kemudian menghela nafas
panjang. "Bagaimana baiknya" Bagaimana baiknya?" gumamnya.
Dia tidak dapat seumur hidup tidak menikah, sebab dia harus
punya isteri, namun juga tidak boleh mencelakai anak gadis
orang. Mendadak dia teringat akan kitab Im Yang Ceng Koy, tapi
harus ke mana mencari kitab tersebut" Lagi pula kitab tersebut
dapat akan dipelajari oleh kaum golongan hitam, sedangkan
kaum golongan putihan, tentu tidak akan menyimpan kitab
itu. Semakin berpikir, hatinya menjadi semakin kacau.
Akhirnya dia turun dari tempat tidur, lalu berjalan mondarmandir
di dalam kamar itu.
"Bagaimana mungkin diriku akan dicelakai oleh Pil Api Ribuan
Tahun ini" Sungguh tak masuk akal!" gumamnya.
Seandainya Ciok Giok Yin tidak pernah berlatih Sam Yang Hui
Kang, dan juga tidak pernah berlatih di dalam sumur Susu
Bumi serta di atas Batu Api, mungkin saat ini dia sudah
membujur menjadi mayat. Ternyata di dalam tubuhnya sudah
terdapat hawa panas yang berasal dari Sam Yang Hui Kang,
Sumur Susu Bumi dan Batu Api, maka tubuhnya masih dapat
menahan hawa panas dari Pil Api Ribuan Tahun tersebut. Akan
tetapi, dia sama sekali tidak tahu akan hal itu maka tidak
mengherankan kalau hatinya menjadi kacau dan
berduka. Berselang sesaat, kelihatannya hatinya bertambah
kacau. Akhirnya dia memasukkan botol giok kecil dan kertas itu
ke dalam bajunya. Tiba-tiba dia mendengar suara desiran di
luar rumah sepertinya suara desiran pakaian yang terhembus.
Hatinya tersentak dan dia langsung mendengarkan suara itu
dengan penuh perhatian sambil mengerutkan kening. Dia sama
sekali tidak menyangka, bahwa di desa kecil ini akan muncul
pesilat tinggi. Tak seberapa lama kemudian terdengar suara
seruan kasar di luar rumah.
"Buka pintu! Buka pintu! Buka pintu!"
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terdengar suara seruan itu tiga kali, dan itu menimbulkan
rasa kesal dalam hati Ciok Giok Yin. Apabila mereka ternyata
orang jahat, aku pasti membunuh mereka untuk melampiaskan
kekesalan dalam hatiku! Kata Ciok Giok Yin dalam
hatinya. Berselang beberapa saat, terdengar suara nenek tua.
"Nak, mengapa kau pulang larut malam" Sebetulnya kau
pergi ke mana setiap hari" Tidak pedulikan soal makan ibu".!
Kemudian terdengar suara pintu dibuka, yang disusul oleh
suara kasar. "Kau memang harus mati kelaparan!"
Mendengar kata-kata itu wajah Ciok Giok Yin langsung
berubah menjadi dingin. Tak disengaja ada anak begitu kurang
ajar dan tak berbakti kepada orang tua.
"Nak, jangan berisik!" kata nenek tua.
"Lho" Kenapa" Memang aku tidak boleh bicara" Apakah kau
sudah begitu tua masih punya lelaki simpanan" Biar kulihat
siapa dia!"
"Binatang! Kau berani bicara sembarangan!"
"Kalau begitu, kenapa?"
"Tadi ada seorang pemuda anya kemari untuk bermalam, dia
tidur di dalam kamarmu, jangan membuatnya terbangun!" kata
nenek tua. "Pemuda?"
"Ng!"
"Bagaimana rupanya?"
"Pakaiannya sederhana, kelihatannya seperti pemuda desa,
namun amat tampan sekali. Dia bermalam di sini, tadi dia
memberi ibu lima tael perak, lihatlah!"
Mendadak lelaki itu merendahkan suaranya.
"Aku lihat sebentar."
Lelaki itu menerobos ke dalam, Ciok Giok Yin langsung
meloncat ke tempat tidur, lalu berbaring. Dia ingin melihat
siapa lelaki itu, dan mempunyai maksud apa. Pintu kamar itu
terdorong perlahan-lahan, kemudian tampak seorang lelaki
berwajah kasar melangkah ke dalam, dan langsung mendekat
tampak tidur. Ciok Giok Yin yang pura-pura tidur itu
mengerutkan kening, ternyata dia tahu lelaki itu memiliki ilmu
ginkang yang cukup lumayan.
Dia tetap tidak bergerak terus berbaring di tempat tidur. Tibatiba
sepasang mata lelaki itu menyorot aneh, dan dia langsung
menerjang kearah Ciok Giok Yin.
"Bocah! Ternyata kau berada di sini! Cepat serahkan benda
pusaka yang kau ambil dari Goa Cian Hud Tong!" bentaknya.
Gerakan lelaki itu cukup cepat. Namun Ciok Giok Yin cepatcepat
membalikkan badannya sambil mencelat ke atas,
sekaligus menjulurkannya mencengkeram lengan lelaki itu.
"Siapa kau?" bentaknya.
Sekujur badan lelaki itu terasa semutan, sama sekali tidak
mampu bergerak lagi.
Karena lelaki itu diam saja, maka Ciok Giok Yin mengerahkan
tangannya seraya membentak.
"Cepat katakan!"
Bukan main sakitnya lengan lelaki itu! Keringat dinginnya
mulai merembes ke luar dari keningnya dan dia menjerit-jerit.
"Aduh! Aduuuh"!"
Saat ini nenek tua telah mendengar suara anaknya, maka
segera menghambur ke kamar itu.
Begitu melihat keadaan di dalam kamar, bukan main
terkejutnya nenek itu..
"Kenapa" Cepat lepaskan tanganmu!" serunya gugup.
Nenek tua sama sekali tidak menyangka, bahwa pemuda
tampan itu mempunyai kemampuan begitu hebat, dapat
menundukkan anaknya, maka tidak mengherankan kalau
nenek tua tampak begitu gugup dan kaget.
Lelaki itu berkertak gigi menahan sakit.
"Tidak ada urusanmu"."
Tidak menunggu dia usai berkata, Ciok Giok Yin sudah
menambah tenaganya hingga enam bagian.
Setelah itu, barulah melepaskan tangannya. Lelaki itu
langsung roboh dengan wajah pucat pias.
Ketika melihat anaknya roboh tak berkutik di lantai nenek tua
berteriak histeris. Namun ketika dia mau mendekati anaknya
Ciok Giok Yin bergerak cepat menarik tangannya.
"Nenek Tua, tidak usah cemas! Tidak lama lagi dia akan
siuman." Berselang beberapa saat, lelaki itu membuka matanya
perlahan-lahan, lalu berlutut di hadapan Ciok Giok Yin.
"Namaku Kwee Liok!"
Ciok Giok Yin menatapnya gusar.
"Dari mana kau tahu tentang urusan Goa Cian Hud Tong?"
bentaknya. Kwee Liok mengusap lengannya yang masih terasa sakit, lalu
menyahut. "Aku dengar dari orang-orang Uah Hoa Po (Wisma Harimau)."
"Uah Hoa Po?"
"Ya!"
"Dimana wisma itu?"
Ternyata di dalam kitab tipis peninggalan Sang Ting It Koay
juga mencantum nama wisma tersebut.
Majikan Uah Hoa Po adalah Hui Pian (Cambuk Terbang) Ma
Khie Ou. Dia termasuk salah satu Kang Ouw Pat Kiat yang
sedang dicari Ciok Giok Yin. Kini dia mendengar dari mulut
Kwee Liok berpikir sejenak, kemudian baru menyahut.
"Dari sini seratus mil kearah barat, "
Ciok Giok Yin membentak lagi.
"Dari tingkah lakumu, sudah dapat dipastikan kau seorang
penjahat! Kalau aku tidak memandang muka ibumu, kau sudah
kubunuh! Mulai sekarang kau harus baik-baik, dan berbakti
pada ibumu! Kalau tidak, kelak bertemu berarti tamat
riwayatmu!"
Kwee Liok manggut-manggut.
"Ya! Ya! Ya"."
Mendadak badan Ciok Giok Yin bergerak, tahu-tahu dia telah
melesat pergi meninggalkan rumah itu. Nenek tua dan Kwee
Liok terbelalak, dan lelaki itu merasa bersyukur karena Ciok
Giok Yin tidak turun tangan jahat padanya Sementara Ciok
Giok Yin terus melesat, bagaikan panah terlepas dari
busur. Hati Ciok Giok Yin, terasa amat duka dan tersiksa
karena dia telah menelan Pil Api Ribuan Tahun. Yang
membuatnya menyesal lantaran tidak membaca kertas itu
terlebih dahulu. Berselang sesaat Ciok Giok Yin menghentikan
langkahnya berdiri di atas sebuat batu besar dan menengok ke
sana kemari. Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring di tempat
jauh. Ciok Giok Yin dapat memastikan, suara bentakan itu
berjarak kira-kira beberapa mil. Hatinya sedang kacau.
Sebetulnya dia tidak mau mencampuri urusan orang lain.
Namun timbul rasa heran dalam hatinya, sehingga tak kuasa
menahan sepasang kakinya yang ingin melangkah ke tempat
itu. Karena itulah, dia langsung melesat ke sana. Tak seberapa
lama, dia telah tiba di tempat itu. Tampak enam orang tosu
tua, sedang mengeroyok seorang gadis. Mereka bertarung
dengan seru sekali. Pakaian gadis itu, sudah berlumuran
darah. Kelihatannya keenam tosu tua itu ingin membunuh
gadis tersebut.
Mereka berenam menggunakan pedang, mengeluarkan jurusjurus
pedang yang mematikan. Gadis itu berkepandaian cukup
tinggi, namun dikeroyok begitu banyak orang, membuatnya
kewalahan juga, pukulan-pukulan yang dilancarkannya mulai
tidak karuan. Sekonyong-konyong gadis itu menjerit, mulutnya
menyembur darah segar, dan badanya sempoyongan.
Menyusul ialah seorang tosu tua melancarkan sebuah pukulan
kearah gadis itu, membuat gadis itu terpental beberapa depa
lalu roboh di tanah. Lima tosu lainnya langsung menyerangnya
dengan pedang, kelihatannya gadis itu akan mati di ujung
pedang mereka. Mendadak terdengar suara bentakan mengguntur.
"Kalian tosu-tosu bau, berani berbuat sewenang-wenang!"
Ternyata yang membentak itu adalah Ciok Giok Yin. Dia amat
gusar melihat keenam tosu itu mengeroyok seorang gadis,
bahkan ingin membunuhnya. Kemunculan Ciok Giok Yin yang
tak terduga itu, amat mengejutkan keenam tosu itu.
"Siapa kau?" bentak mereka dengan serentak.
"Ciok Giok Yin!"
Mendadak Ciok Giok Yin melancarkan beberapa pukulan
kearah mereka. Ternyata dia amat gusar terhadap keenam
tosu tersebut. Keenam tosu itu langsung menangkis, lalu balas menyerang
dengan pedang. Kegusaran Ciok Giok Yin mulai memuncak,
maka dia melancarkan pukulan dengan sekuat tenaga. Salah
seorang tosu menjerit dan langsung roboh tak berkutik. Di saat
bersamaan, Ciok Giok Yin terkejut karena melihat gadis itu
masih mengeluarkan darah. Dia langsung melancarkan
beberapa pukulan dahsyat, untuk mendesak mundur mereka.
Kemudian dia melesat kearah gadis tersebut. Wajahnya
memang cantik, namun karena telah terluka, maka tampak
pucat pias. Nafasnya sudah lemah sekali, kelihatannya sedang
sekarat. Karena itu, Ciok Giok Yin segera mencari tempat sepi, untuk
mengobati luka gadis itu. Mendadak dia melihat sebuah papan
di hadapannya. Pada papan itu terdapat tulisan berbunyi "siapa
masuk pasti mati!" Tempat apa ini" Mengapa terdapat tulisan
yang amat tak masuk akal di situ" Ciok Giok Yin berpikir sambil
mendengus dingin. "Hm! Aku justru ingin masuk, ingin tahu
mati atau tidak!"
Sifat aneh Sang Ting It Koay memang telah menular pada
dirinya. Dia mengempit gadis itu dengan sepasang mata
menyorot tajam, kemudian berjalan ke dalam. Baru berjalan
beberapa langkah, mendadak terdengar suara bentakan di
depan. "Bocah! Kalau kau berani maju lagi, pasti mati tanpa
kuburan!" Ciok Giok Yin tidak menghiraukan bentakan itu, melainkan
terus melangkah maju. Di saat bersamaan, terasa serangan
bagaikan gelombang laut menerjang kearah dirinya. Ciok Giok
Yin segera berkelit sambil membentak keras.
"Tunggu!"
Dia memandang ke depan, tampak seorang tua berambut
putih menghadang di sana. Di sisi orang tua itu berdiri seorang
pemuda berusia tujuh belasan, sepasang matanya menyorot
penuh kegusaran. Orang tua itu berkata dengan suara dalam.
"Kau melihat tulisan di papan itu?" kata orang tua itu dengan
suara dalam. "Lihat!"
"Kalau sudah lihat, mengapa kau masuk masuk?"
"Tidak salah!"
"Tahukah kau tempat apa ini?"
"Tempat apa ini?"
"Ini tempat Bwee Cuang (Perkampungan Bwee) yang
tersembunyi!"
"Apakah Bwee Cuang ini terlarang untuk orang luar?"
"Betul!" Sepasang mata orang tua itu menyorot bengis. "Kau
harus segera mundur! Mengingat usiamu masih muda, aku
mengampuni nyawamu!" bentaknya keras.
"Kau melihat orang akan mati, tidak mau tolong sama sekali?"
sahut Ciok Giok Yin gusar.
"Aku tidak peduli kalian akan mati atau tidak!"
"Adikku terluka oleh para penjahat, aku harus segera
mengobatinya! Maka aku memberanikan diri memasuki daerah
ini, Cuma bermohon berteduh beberapa saat!"
"Sesaat pun tidak boleh!" kata orang tua itu ketus.
Kegusaran Ciok Giok Yin memuncak, akan wajahnya berubah
dingin. "Aku sudah memutuskan itu!"
"Aku akan menyuruhmu mampus!"
"Tidak begitu gampang!"
Ciok Giok Yin yang mengempit gadis itu, mulai mengayunkan
kakinya. Akan tetapi, orang tua itu sudah menyerang dengan
sebuah pukulan. Ciok Giok Yin berkelit, sambil berkata
membentak. "Mohon katakan siapa Anda!"
"Pak Hoat (Si Rambut Putih) Ong Tan Hiatt!" sahut orang tua
itu kemudian membentak keras. "Bocah, kalau kau mampu
menyambut sebuah pukulan, aku akan mengizinkanmu tinggal
setengah hari di sini!"
Dia langsung melancarkan sebuah pukulan kearah Ciok Giok
Yin. Sedangkan Ciok Giok Yin mengeraskan hatinya, sekaligus
mengerahkan hawa murninya untuk melindungi badannya.
"Bum!"
Ciok Giok Yin betul-betul menyambut pukulan yang
dilancarkan orang tua itu.
Tampak badannya terhuyung-huyung delapan langkah,
kemudian kembali berdiri tegak.
"Uaaaakh!"
Namun dia memuntahkan darah segar.
"Perkataanmu tadi masuk hitungan tidak?" bentaknya.
"Tentu! Setengah hari kemudian, kalian harus meninggalkan
tempat ini! Kalau tidak, lohu pasti membunuh kalian berdua!"
sahut Ong Tan Hian.
Orang tua berambut putih itu menoleh memandang pemuda
yang berdiri di sisinya.
"Bawa dia ke dalam!"
Setelah berkata, Pek Hoat-Ong Tan Hian langsung melesat ke
dalam. Sedangkan pemuda berbaju hijau itu langsung membawa
Ciok Giok Yin yang mengempit gadis itu ke dalam. Tak
seberapa lama, tampak sebidang taman yang penuh dengan
bunga Bwee. Bukan main harumnya tempat itu!
Setelah melewati taman bunga Bwee, terlihat pula beberapa
rumah gubuk. Sementara pemuda berbaju hijau itu tetap tidak bersuara.
Begitu pula Ciok Giok Yin, Cuma mengikuti pemuda berbaju
hijau ke dalam salah sebuah gubuk.
Ciok Giok Yin menaruh gadis itu ke atas ranjang, kemudian
mengeluarkan sebutir pil Giok Ju, dan dimasukkan ke
mulutnya. Setelah itu, dia pun memoleskan obat Ciak Kim Tan pada
luka-luka bekas pedang di badan gadis itu, lalu menotok
beberapa jalan darahnya.
Berselang beberasa saat, wajah gadis itu mulai tampak
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemerah-merahan, dan nafasnya pun mulai normal.
Ciok Giok Yin tahu, bahwa gadis itu sudah mulai siuman.
"Nona, aku akan membantumu dengan lwee kang," katanya
dengan suara ringan.
Dia duduk di belakang gadis itu, kemudian sepasang telapak
tangannya ditempelkan pada punggung gadis tersebut. Setelah
itu dia mulai menyalurkan lwee kang untuk mengobati luka
yang diderita gadis tersebut.
Sedangkan gadis itupun mulai menghimpun hawa murninya.
Berselang beberapa saat, Ciok Giok Yin berkata.
"Nona boleh turun menghimpun hawa murni, agar lukamu
cepat sembuh!"
Mendadak terdengar suara percakapan di luar gubuk.
"Dia telah melukai tiga orang Go Bi Pay, bagaimana aku
melepaskannya" Lagipula dia membawa pergi gadis busuk
perkumpulan Sang Yen Hwee itu!"
"Tidak dapat. Aku telah mengabulkannya tinggal di sini
setengah hari."
Itu adalah suara Pek Hoat-Ong Tan Hian.
Menyusul terdengar suara yang bernada gusar.
"Apakah kau tidak tahu aturan sama sekali?"
"Lalu kau mau apa?"
"Perkumpulan Sang Yen Hwee ingin menguasai rimba
persilatan. Sedangkan gadis busuk itu adalah perintis
perkumpulan Sang Yen Hwee, menyelidiki, kesana kemari, lagi
pula pemuda itupun bukan orang baik!"
Hening sejenak, setelah itu terdengar lagi suara orang itu
melanjutkan. "Kau menyembunyikan orang perkumpulan Sang
Yen Hwee, pasti mereka tidak akan melepaskanmu!"
"Jangan banyak bicara di sini! Kalau kalian masih tidak mau
pergi, lohu akan mencabut nyawa kalian!"
Suasana di luar gubuk itu berubah menjadi hening sekali.
Rupanya orang-orang itu telah pergi.
Sedangkan Ciok Giok Yin menoleh, memandang gadis itu
dengan bengis dan wajahnyapun penuh diliputi hawa
membunuh. Mendadak suara Tiong Ciu Sin Ie mengiang lagi di telinganya.
"Nak, ilmu pengobatan tidak membedakan orang jahat maupun
orang baik. Menolong orang adalah perbuatan bajik. Lain
urusan dengan masalah dendam, jangan dicampur adukkan"."
Walau suara itu masih mengiang di telinganya, namun orang
yang berkata itu telah tiada.
Saat ini, kegusaran Ciok Giok Yin menjadi reda.
Kebetulan gadis itu mulai membuka matanya, lalu segera
meloncat turun dari ranjang, dam memberi hormat kepada
Ciok Giok Yin. "Terimakasih atas pertolongan Anda!" ucapnya.
Ciok Giok Yin amat membenci orang-orang perkumpulan Sang
Yen Hwee, baik lelaki maupun wanita, maka dia Cuma
mendengus dingin.
"Hmm!"
Setelah itu, dia berkata.
"Nona, aku menolong karena ingin mengobatimu! Kelak kita
berjumpa kembali, aku tidak akan mengampuni kalian orangorang
perkumpulan Sang Yen Hwee!"
Usai berkata, Ciok Giok Yin lalu melesat keluar.
Gadis itu tertegun. Kemudian dia jug melesat ke luar
mengejarnya, namun Ciok Giok Yin telah melesat jauh.
Ternyata ginkang gadis itu juga tidak lemah, dia terus
melesat mengejar Ciok Giok Yin, dan tak seberapa lama
kemudian jarak mereka hanya sepuluh depaan.
Mendadak gadis itu membentak.
"Berhenti!"
Suara bentakan gadis itu seakan memiliki suatu kekuatan,
membuat Ciok Giok Yin langsung berhenti, tapi tidak
membalikkan badannya.
"Ada urusan apa?" katanya dengan dingin.
Gadis itu melangkah maju sambil menyahut.
"Memang tidak salah aku orang dari perkumpulan Sang Yen
Hwee, tapi aku tidak ada permusuhan apa-apa denganmu!
Kenapa kau bersikap demikian terhadap seorang anak gadis"
Apakah itu termasuk perbuatan orang gagah?"
"Aku punya dendam dengan perkumpulan Sang Yen Hwee!"
kata Ciok Giok Yin dengan sengit.
Usai berkata, barulah Ciok Giok Yin membalikkan badannya.
Seketika hatinya berdebar-debar tidak karuan, ternyata gadis
itu amat cantik sekali.
"Tapi aku tidak punya dendam denganmu!" bentak gadis itu.
"Benar!"
"Kalau begitu, mengapa sikapmu sedemikian kasar
terhadapku?"
Ciok Giok Yin terdiam.
Padahal sesungguhnya tidak semua orang perkumpulan Sang
Yen Hwee itu jahat. Lagipula dia memang tidak punya dendam
dengan gadis tersebut. Lalu mengapa harus bersikap
sedemikian kasar terhadapnya" Ini sungguh tidak pantas!
Tiba-tiba gadis itu mengucurkan air mata, dan berkata
perlahan-lahan.
"Tuan, kau punya dendam dengan perkumpulan Sang Yen
Hwee, itu adalah urusanmu. Namun kau menyelamatkan
nyawaku, itu merupakan budi yang amat besar. Bolehkah kau
memberitahukan namamu?"
Akan tetapi, mendadak tampak sesosok bayangan merah
berkelebat lalu menghilang.
Air muka gadis itu langsung berubah, dan dia segera melesat
ke dalam rimba, Ciok Giok Yin tertegun.
Dia tidak habis anya, mengapa gadis itu melesat pergi
mendadak" Apakah dia melihat sesuatu di sana"
Tiba-tiba Ciok Giok Yin teringat sesuatu.
"Apakah dia?" serunya tanpa sadar.
Ketika dia baru mau melesat ke sana, sekonyong-konyong
tampak sosok bayangan putih, yang disusul oleh suara
bentakan. "Siapa?"
Ciok Giok Yin membelalakkan matanyaa. Sosok bayangan
putih itu ternyata Yap Ti Hui.
Wajahnya yang buruk itu tampak dingin sekali, terus menatap
Ciok Giok Yin dengan tanpa perasaan. Ciok Giok Yin segera
menjura. "Terimakasih Nona telah menolongku beberapa kali," ucapnya.
"Gadis itu cantik sekali, siapa dia?" anya Yap Ti Hui.
Pernyataan itu membuat Ciok Giok Yin menjadi serba salah
dan merasa jengah.
"Dia" dia adalah orang dari perkumpulan Sang Yen Hwee,"
sahutnya gagap.
Yap Ti Hui tertawa terkekeh.
"Gadis yang begitu cantik, dengan perkataannya, tentunya
kau akan tertarik bergabung dengan perkumpulan Sang Yen
Hwee, tak disangka kau akan punya tulang punggung itu!"
"Harap Nona bicara sopan sedikit!"
"Apakah salah perkataanku?"
Ciok Giok Yin mulai gusar.
"Sungguh keterlaluan!" sahutnya dingin.
Yap Ti Hui tertawa cekikikan lagi.
"Mengapa harus gusar" Kalau kesehatanmu terganggu, tiada
yang akan merawatmu lho! Menurutku, kau memang serasi
dengan dia! Sungguh merupakan pasangan yang ideal! Peduli
amat dengan permusuhan itu, lebih baik kalian".
Yan Ti Hui tidak melanjutkan ucapannya. Dia menatap Ciok
Giok Yin sambil tertawa cekikikan lagi.
Itu membuat sepasang mata Ciok Giok Yin menjadi membara.
"Kedatangan Nona Cuma untuk mengejek diriku?" bentaknya.
"Tidak bermaksud begitu, Cuma"."
"Cuma apa?"
"Kau sudah memperoleh benda pusaka dari Goa Cian Hud
Tong itu?"
"Tidak salah!"
Sepasang bola mata Yap Ti Hui berputar.
"Serahkan padaku!"
"Apa yang diserahkan?"
"Benda pusaka itu!"
Ternyata kemunculan Yap Ti Hui hanya demi benda pusaka
tersebut, oleh karena itu, Ciok Giok Yin tertawa dingin.
"Benda pusaka itu memang ada di tanganku! Kalau Nona
punya kepandaian, silakan ambil!"
"Kau kira aku tidak mampu?"
"Aku tidak bilang begitu!"
Yap Ti Hui mendengus.
"Hmm!" dia menatap Ciok Giok Yin. "Kini aku ada sedikit
urusan penting, lain hari aku pasti kemari mengambilnya!"
Badan Yap Ti Hui bergerak, dia sudah melesat beberapa depa,
lalu masuk ke dalam rimba.
Ciok Giok Yin menggeleng-geleng kan kepala. Ketika dia baru
mau melesat pergi, mendadak terdengar suara yang amat
dingin di belakangnya.
"Tunggu!"
Begitu mendengar suara tersebut, merindinglah sekujur
badan Ciok Giok Yin.
"Bok Tiong Jin (Orang Dalam Kuburan)!" serunya tanpa sadar.
"Betul."
"Mohon anya ada petunjuk apa?"
Ternyata hingga kini, Ciok Giok Yin tetap menganggap Orang
Dalam Kuburan adalah sesosok arwah.
Walau dia tahu Bok Tiong Jin berada di belakangnya, namun
dia sama sekali tidak berani menoleh ke belakang.
Sebab dia telah dihantui oleh cerita kakek tua berjenggot
putih, bahwa hantu wanita amat menyeramkan. Rambut
panjang, kukunya panjang dan lidahnya pun panjang berdarah.
Maka, dia tidak berani menoleh ke belakang untuk melihat
hantu wanita tersebut.
"Aku Cuma mengingatkan janjimu," kata Bok Tiong Jin.
"Aku tidak akan lupa."
"Syukurlah begitu! Namun hatimu sudah mulai menerawang."
"Maksudmu?"
"Kau berjumpa satu, menyukai satu."
"Siapa?"
"Gadis berbaju hijau yang kau tolong itu."
Ciok Giok Yin memang terkesan baik terhadap gadis tersebut,
walaupun dia orang dari perkumpulan Sang Yen Hwee, karena
dia terhadap Ciok Giok Yin, sama sekali tidak berniat jahat.
Akan tetapi, mendadak Ciok Giok Yin teringat pada Bun It
Coan yang dicelakai oleh ketua perkumpulan Sang Yen Hwee,
bernama Lan-Lan. Seketika itu juga hatinya tersentak.
"Aku punya dendam terhadap perkumpulan Sang Yen Hwee.
Meskipun gadis itu secantik bidadari, tetap tidak dapat
menggerakkan hatiku. Aku berjumpa satu, pasti membunuh
satu. Berjumpa dua, pasti membunuh dua."
"Sungguh enak didengar!"
"Pasti kubuktikan kelak!"
"Urusan kelak tidak dapat dipastikan sekarang, namun yang
jelas, aku pasti mengambil hatimu itu kelak."
Seketika Ciok Giok Yin merinding.
"Sungguhkah kau ingin mencabut nyawaku?"
"Aku memang bermaksud demikian."
"Saat ini masih bermaksud demikian."
"Saat ini masih banyak urusan yang harus kuselesaikan.
Setelah semua urusan beres, kalau kau menghendakiku
menemanimu di alam baka, aku pasti tidak akan menyayangi
nyawaku ini. Tentunya aku akan ke kuburan itu untuk
menyerahkan nyawaku padamu."
"Tahukah kau di mana kuburanku?"
"Tempat kau memusnahkan racun ular emas itu."
"Jangan ingkar janji!"
"Tentu."
Terdengar desiran anya, lalu suasana tempat di tempat itu
berubah menjadi hening. Kini Ciok Giok Yin baru berani
membalikkan badannya perlahan-lahan. Ternyata Bok Tiong Jin
telah pergi, tidak tampak seorangpun di tempat itu. Kini dia
bertambah yakin, bahwa Bok Tiong Jin itu adalah arwah, sebab
desiran anya tadi telah membuktikan itu. Bagaimana mungkin
Ciok Giok Yin berani lama-lama di tempat itu" Dia langsung
melesat pergi. Tak seberapa lama, dia sudah sampai di sebuah
kota kecil. Karena sudah mendekati tahun baru imlek, maka tidak
mengherankan kalau kota itu ramai sekali, penuh sesak dengan
orang berbelanja untuk merayakan tahun baru Imlek. Agar
tidak mengagetkan orang, Ciok Giok Yin berjalan perlahanlahan
memasuki kota itu. Tanpa sengaja dia melihat
pakaiannya sudah lusuh. Seketika dia berpikir. Mengapa aku
tidak membeli satu stel pakaian baru" Karena itu, dia masuk ke
sebuah dapat pakaian, membeli satu stel pakaian baru warna
biru laut dan sebuah topi bulu. Setelah mengenakan pakaian
baru dan memakai topi baru, kini dia tidak mirip pemuda desa
lagi, melainkan menyerupai seorang sastrawan muda yang
amat tampan. Sudah barang tentu dia amat menarik perhatian para gadis
kota itu. Mereka mengerlingnya sambil tersenyum-senyum.
Bahkan di antara gadis-gadis itu ada juga yang berani
mengedipkan matanya kearah Ciok Giok Yin, namun Ciok Giok
Yin Cuma mengangkat bahunya. Ciok Giok Yin memasuki
sebuah rumah makan, kebetulan dia melihat seorang tua
bersama seorang gadis sedang memasuki rumah makan itu
juga. Kelihatannya mereka berdua adalah tamu yang sedang
dalam perjalanan. Gadis berbaju ungu itu melirik Ciok Giok Yin,
dan wajahnya langsung tampak kemerah-merahan. Beberapa
langkah kemudian, gadis berbaju ungu itu melirik Ciok Giok Yin
lagi, air mukanya agak serius, namun Cuma sekilas. Orang tua
itu Cuma membeli seguci arak, lalu meninggalkan rumah
makan tersebut. Gadis berbaju ungu terpaksa segera
mengikutinya pergi namun sempat melirik lagi kearah Ciok
Giok Yin. Apa yang sedang dipikirkan gadis berbaju ungu itu,
tiada seorangpun tahu, kecuali dirinya sendiri.
Sedangkan Ciok Giok Yin tahu bahwa gadis berbaju ungu itu
memperhatikannya. Memang harus diakui, gadis itu sungguh
cantik dan tampak kalem dan alim Dari sikap dan gerak
geriknya, Ciok Giok Yin tahu bahwa gadis berbaju ungu itu
berkepandaian tinggi, begitu pula lwee kangnya. Secara tidak
langsung, wajah gadis berbaju ungu itu telah terukir dalam hati
Ciok Giok Yin. Namun mereka berdua Cuma kebetulan
bertemu, maka terkesan baik juga tiada artinya. Ciok Giok Yin
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menarik nafas dalam-dalam, kemudian duduk sekaligus
memesan beberapa macam hidangan. Seusai makan dan
membayar makanan pesanannya barulah Ciok Giok Yin berkata
dalam hati. "Suhu, tenanglah hatimu! Murid akan pergi
membunuh musuh suhu itu. Mereka harus membayar dengan
nyawa!" Setelah berkata dalam hati, sepasang matanya memancarkan
sinar yang berapi-api. Mendadak tampak dua sosok bayangan
melesat cepat dari arah depan, Ciok Giok Yin menyingkir ke
samping, agar kedua orang itu lewat. Akan tetapi, kedua orang
itu malah berhenti di hadapan Ciok Giok Yin dengan nafas
tersengal-sengal. Mereka bedua terus menatap Ciok Giok Yin
dengan mata tak berkedip.
Kedua orang itu masih muda dan cukup tampan. Namun wajah
mereka berdua tampak agak gugup.
Itu membuat Ciok Giok Yin agak tercengang.
"Mohon tanya pada Anda berdua, ada urusan apa?" katanya
sambil menjura.
"Maaf, bolehkan kami tahu nama Anda?" salah seorang dari
mereka balik bertanya.
"Namaku Ciok Giok Yin."
"Ciok Giok Yin?"
"Ya."
"Bagus sekali!"
"Maksud Anda?"
Pemuda itu maju dua langkah.
"Kami dengar Anda berkepandaian tinggi sekali, Cuma
seorang diri, Anda menyerbu ke kuil Put Toa Si, sehingga amat
mengejutkan Kang Ouw Pat Kiat. Aku amat kagum sekali dan
ingin berkenalan."
Mendengar ucapan pemuda itu, wajah Ciok Giok Yin pun jadi
agak kemerah-merahan. "Saudara terlampau memuji. Aku
belum tahu nama Saudara berdua"
"Namaku Khouw Yun Yong," sahut pemuda itu lalu
menunjukkan pemuda yang berdiri di sampingnya. "Dia adik
angkatku bernama Feng Jauw Cang."
Selama ini, Ciok Giok Yin tidak pernah bergaul dengan
pemuda seusia mereka. Ketika berkelana dalam rimba
persilatan, dia berjumpa Bun It Coan, dan mereka berdua
menjadi teman. Akan tetapi, baru berbicara sejenak, Bun It
Coan sudah mati, membuat Ciok Giok Yin amat sedih. Kini dia
berjumpa dua pemuda yang cukup tampan, maka hatinya amat
girang. "Ooooh, ternyata saudara Khouw dan saudara Fang." Dia
memandang kedua pemuda itu. "Mengapa kalian begitu
terburu-buru melakukan perjalanan?"
Khouw Yun Yong menghela nafas panjang.
"Aaaaah! Saudara Ciok, tadi kami berdua berjumpa tiga
penjahat. Mereka bertiga menghadang kami dan melontarkan
kata-kata kasar?" wajah pemuda itu tampak kemerahmerahan.
"Lalu bagaimana?" anya Ciok Giok Yin.
Khouw Yun Yong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sulit kukatakan."
"Tidak jadi masalah."
Khouw Yun Yong manggut-manggut.
"Ketika penjahat itu kelihatannya ingin menghina kami.
Mereka bertiga langsung menyerang kami dengan maksud
menangkap kami berdua"."
Mendengar penuturan Ciok Giok Yin amat gusar.
"Sungguh keterlaluan ketiga penjahat itu, kemudian
bagaimana?"
Khouw Yun Yong melirik Feng Jauw Cang sejenak, setelah itu
baru menyahut perlahan.
"Tentunya kami berdua tidak rela dihina. Maka kamipun
menangkis serangan-serangan mereka bertiga. Namun
kepandaian ketiga penjahat itu amat tinggi"."
"Apakah kalian berdua berhasil menghajar ketika penjahat
itu?" "Bagimana segampang itu" Kelihatannya mereka bertiga tidak
tega melukai kami. Rupanya mereka hanya ingin membuat
kami kelelahan, lalu menangkap kami."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening, bertanya.
"Setelah itu, bagaimana?"
"Kami cepat-cepat melarikan diri, tak disangka bertemu
Saudara Ciok di sini."
Ciok Giok Yin memang berhati ksatria. Lagi pula dia amat
membenci para penjahat. Maka mendengar itu, dia langsung
berkata. "Saudara Khouw, mari kita ke sana! Aku akan membasmi
mereka, agar tidak mencelakai orang lagi."
Pang Juaw Cang yang diam itu, terus mengerutkan kening.
Namun sepasang matanya yang bening, juga terus menyapu
kearah Ciok Giok Yin.
"Baik, kita perlahan-lahan," sahut Khouw Yun Yong.
Mendadak jari tangannya bergerak cepat, menotok jalan
darah Ciok Giok Yin. Meskipun Ciok Giok Yin berkepandaian
tinggi, namun sama sekali tidak siap, dia tidak menduga
pemuda itu akan menyerangnya. Maka dia tidak dapat berkelit,
dan seketika roboh pingsan. Khouw Yun Yong tertawa, dan
cepat-cepat menahan badan Ciok Giok Yin agar tidak roboh ke
tanah. Setelah itu dia memandang Fang Jauw Gang seraya
berkata. "Ikat dia, bawa pulang!"
Fang Jauw Cang tetap tidak bersuara, hanya segera mengikat
Ciok Giok Yin lalu mengempitnya.
Mereka berdua melesat, dan sekejap sudah hilang dari tempat
itu. Entah berapa lama kemudian, Ciok Giok Yin siuman perlahanlahan.
Dia membuka matanya, ternyata dirinya berada di
sebuah kamar batu, yang amat gelap. Namun kini lwee
kangnya sudah tinggi, maka sepasang matanya dapat melihat
di tempat gelap.
Sekeliling kamar baru itu tidak terdapat pintu, maka tidak
salah lagi, kamar itu adalah sebuah penjara. Bukan main
gusarnya Ciok Giok Yin. Dia membalikkan badannya, Namun
tidak dapat bergerak sama sekali. Ternyata tangan dan kakinya
telah terikat. Dia tertawa dingin, lalu berkata dalam hati. "Hanya dengan
seutas tali, dapat mengikatku?" Dia mulai mengerahkan lwee
kangnya untuk memutuskan tali yang mengikat tangan dan
kakinya. Siapa sangka sekujur badannya tak bertenaga sama
sekali, seperti orang yang tidak pernah belajar kungfu. Itu
amat mengejutkan. Lebih terkejut lagi, ternyata dia tidak
berpakaian sama sekali, alias telanjang bulat.
Selain itu, dia pun merasa ada hawa yang amat panas pada
bagian Tantiannya, terus menerjang ke bawah. Dia
mengerutkan kening, ternyata sedang berpikir. "Sebetulnya
siapa Khouw Yun Yong dan Fang Jauw Cang?" Mengapa kedua
orang itu menangkapnya" Ciok Giok Yin tidak pernah berjumpa
dengan mereka, tentunya di antara mereka tidak terdapat
permusuhan apa-apa. Namun mengapa mereka
menangkapnya" Dia terus berpikir, akhirnya berkertak
gigi. Padahal ketika berjumpa dengan mereka berdua, dengan
setulus hati dia ingin bersahabat dengan mereka berdua, tapi
tak disangka mereka berdua malah berhati iblis.
Dia mencoba menghimpun hawa murninya, tapi tetap seperti
tadi, hawa murninya tak dapat dihimpun sama
sekali. Sementara hawa panas di Tantiannya masih terus
menerjang ke bawah. Mendadak air mukanya berubah hebat,
ternyata dia teringat akan sesuatu, "celaka" serunya dalam
hati. Dia teringat akan perkataan Khouw Yun Yong, bahwa ada
tiga penjahat ingin menghina mereka berdua. Apakah mereka
berdua justru yang ingin menghina dirinya" Di sini kata
menghina berarti memperkosa, maka Ciok Giok Yin tidak
berani memikirkan itu. Seandainya dirinya ternoda, selanjutnya
bagaimana menjejakkan kaki lagi di dunia persilatan" Dapat
dibayangkan, betapa gusarnya Ciok Giok Yin!
Seketika ingin rasanya mencincang kedua pemuda itu, untuk
melampiaskan kegusarannya. Namun kini dia telah terjatuh ke
tangan orang. Kecuali terjadi suatu kemujizatan, kalau tidak,
dirinya pasti ternoda. Setelah rasa emosinya berlalu, barulah
dan teringat akan beban-beban yang dibahunya, tiada satu
bebanpun yang diselesaikannya. Kematian Tiong Ciu Sin Ie,
dan kematian Cak Hun Ciu". Juga mengenai asal-usulnya".
semua itu terbayang di depan matanya. Akhirnya hatinya
terasa berduka sekali, sehingga air matanya mulai
meleleh. Dalam keadaan seperti itu, Ciok Giok Yin Cuma
pasrah. Sementara sang waktu terus berlalu, sedangkan di
dalam kamar batu itu, sama sekali tidak terdengar suara apa
pun. Sebetulnya tempat apa ini" Dan siapa sesungguhnya
Khouw Yun Yong dan Fang Jauw Cang itu"
Di saat Ciok Giok Yin tercekam rasa duka, mendadak
terdengar suara "serrr". Tampak sesosok bayangan berkelebat
ke dalam. Ciok Giok Yin yang bermata tajam, begitu melihat
sudah tahu orang itu adalah Fang Jauw Cang. Ketika Ciok Giok
Yin baru mau membuka mulut mencacinya, Fang Jauw Cang
justru memberi isyarat agar Ciok Giok Yin tidak bersuara.
Disaat bersamaan, wajahnya juga kelihatan tegang sekali.
"Harap jangan bersuara!" katanya dengan suara rendah.
Ciok Giok Yin tidak tahu akan maksud kemunculannya, maka
menatapnya dengan mata membara.
"Bagaimana rasamu?" tanya Fang Jauw Cang.
Ciok Giok Yin berkertak gigi, menekan kegusarannya yang
bergolak di rongga dada.
"Aku"," sahutnya dingin.
Pang Jauw Cang cepat-cepat menutup mulut Ciok Giok Yin.
"Jangan keras-keras!"katanya.
Wajahnya tetap tampak tegang, dia menoleh ke balakang.
Dilihatnya diselangkangan Ciok Giok Yin, sesuatu yang cukup
panjang mendongak-dongakkan kepala, bagaikan seekor ular
yang sedang mencari mangsanya!
Melihat itu, wajah Fang Jauw Cang langsung berubah menjadi
merah, kemudian mengarah ke tempat lain, dan hatinya terus
berdebar-debar tidak karuan.
Dia tahu apa yang telah terjadi, maka dia cepat-cepat
mengeluarkan sebutir pil warna merah.
"Cepat makan obat ini!" katanya lirih.
Dia menaruh obat itu ke mulut Ciok Giok Yin, namun Ciok
Giok Yin tidak tahu dia berniat jahat atau baik, maka dia
menutup mulutnya rapat-rapat. Apa boleh buat! Fang Jauw
Cang terpaksa membuka mulutnya, lalu memasukkan obat
itu. Setelah itu dia berkata dengan suara rendah.
"Cepat himpun hawa murnimu! Jangan salah paham, aku
kemari untuk menyelamatkanmu!"
Wajah Fang Jauw Cang tampak serius dan bersungguhsungguh.
Kini obat itu telah berada di mulut Ciok Giok Yin, namun dia
masih ragu untuk menelannya. Setelah berpikir sejenak,
akhirnya ditelannya juga obat itu. Setelah menelan obat itu,
rasa panas di Tantiannya hilang seketika. Sedangkan Fang
Jauw Cang cepat-cepat melepaskan tali yang mengikat kaki
dan tangan Ciok Giok Yin, kemudian melempar sebuah
buntalan ke hadapannya seraya berkata.
"Ini pakaianmu, cepat pakai!"
Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara melangkah di
luar. Jilid 07 Seketika wajah Fang Jauw Cang berubah menjadi pucat pias
dan dia langsung meloncat ke sisi pintu, siap melancarkan
pukulan. Sedangkan Ciok Giok Yin cepat-cepat mengenakan
pakaian. Kini dia yakin Fang Jauw Cang memang ingin
menyelamatkannya, hanya saja sepasang matanya yang
bening sering melirik kearah selangkangannya, itu
membuatnya merasa tidak enak. Akan tetapi, suara langkah di
luar itu makin lama makin jauh. Setelah itu barulah Ciok Giok
Yin berkata dengan suara rendah.
"Terima kasih Saudara Fang telah menyelamatkanku. Budi
baikmu takkan kulupakan selama-lamanya."
Akan tetapi, sepasang bola mata Fang Jauw Cang malah
berputar, kemudian dia berkata ringan.
"Kini bukan saatnya berbicara, cepat pergi!"
Wajahnya masih tampak tegang sekali. Usai berkata,
tangannya menekan dinding batu, dan seketika dinding batu itu
terbuka sedikit. Fang Jauw Cang melongok ke luar, ternyata di
luar tidak tampak seorangpun. Maka dia segera melambaikan
tangannya kearah Ciok Giok Yin agar keluar. Ciok Giok Yin
cepat-cepat mengikutinya dari belakang. Sambil berjalan, Ciok
Giok Yin menengok ke kiri anya kanan. Dilihatnya banyak
kamar batu dan terdengar pula banyak suara, tapi tidak
terdengar jelas suaranya.
Dia mendongakkan kepala melihat, hanya tampak batu,
pertanda tempat itu adalah sebuah goa. Ciok Giok Yin terus
mengikuti Fang Jauw Cang melewati lorong yang berlikuliku.
Mendadak terdengar suara geraman di kamar batu
sebelah kiri. Ciok Giok Yin terperangah, sehingga langkahnya
terhenti. Fang Jauw Cang segera menariknya.
"Jangan lihat, harus segera meninggalkan tempat ini!"
bisiknya. Namun Ciok Giok Yin tidak bergerak, malah memandang
kamar batu itu melalui jendela. Seketika dia terbelalak,
kemudian matanya berapi-api, ternyata di dalam kamar batu
itu terdapat empat pemuda tampan dalam keadaan bugil
dengan tangan dan kaki terikat. Menyaksikan itu, timbullah
kegusaran Ciok Giok Yin. Dia mengangkat sebelah tangannya
siap". Akan tetapi, Fang Jauw Cang cepat-cepat menarik
lengannya, seraya berkata dengan nada memohon.
"Kau tidak boleh turun tangan, sebab kalau menimbulkan
suara, sulit bagimu meninggalkan tempat ini."
Usai berkata, Fang Jauw Cang Iangsung menariknya pergi.
Ketika mereka berdua melewati sebuah pintu samping,
mendadak terdengar suara bentakan.
"Siapa?"
Seketika wajah Fang Jauw Cang berubah dan dia segera
menarik Ciok Giok Yin ke samping, lalu memberatkan
langkahnya seraya menyahut.
"Aku!"
"Mau apa kau kemari?" anya seseorang dari dalam.
Ciok Giok Yin mengenali suara itu, tidak lain adalah suara
Kouw Yun Yong. Seketika mata Ciok Giok Yin membara,
kelihatannya dia sudah siap".
Gerak-geriknya itu tidak terlepas dari mata Fang Jauw Cang,
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka Fang Jauw Cang langsung memberi isyarat agar Ciok
Giok Yin tidak bergerak sembarangan. Namun Ciok Giok Yin
berbisik tersendat-sendat.
"Aku" aku"."
"Kenapa kau?"
"Tidak ada apa-apa."
Mendadak terdengar suara Khouw Yun Yong.
"Apakah kau sudah gatal" Tapi kau masih belum waktunya.
Kelak aku akan memberitahukan pada ayah, pilih yang terbaik
untukmu." Fang Jauw Cang menghela nafas panjang, lalu menarik Ciok
Giok Yin pergi. Akan tetapi, ketika Ciok Giok Yin baru berjalan
beberapa langkah, mendadak terdengar suara aneh di kamar
batu sebelah kanan. Itu adalah suara rintihan kenikmatan
lelaki, tentunya membuat Ciok Giok Yin terheran-heran. Dia
tidak mempedulikan isyarat Fang Jauw Cang, melainkan malah
mendekati jendela kamar batu itu. Setelah itu, dia mengintip
ke dalam melalui cela-cela jendela tersebut. Seketika wajahnya
menjadi memerah, bahkan hatinya pun berdebar-debar tidak
karuan. Ternyata di dalam kamar batu itu, terdapat sebuah
ranjang besar. Di atas ranjang besar itu tampak berbaring
seorang wanita dalam keadaan telanjang bulat. Di atas tubuh
wanita itu, terdapat seorang pemuda yang berotot kuat, juga
dalam keadaan telanjang bulat, sedang berayun-ayun
mengadakan hubungan intim dengan wanita itu. Akan teapi,
berselang sesaat, wanita itu mendorong pemudah berotot itu
ke samping. Saat ini di sini ranjang besar itu, masih berdiri enam pemuda
tampan, diantaranya Khouw Yun Yong. Salah seorang pemuda
mendekati ranjang besar itu, seraya berkata dengan suara
ringan. "Suhu"."
Sebelum pemuda itu usai berkata, wanita itu sudah
mengerlingnya seraya berkata.
"Kuberikan padamu."
Pemuda yang berotot tadi turun dari ranjang. Pemuda tampan
lain segera memasukkan sebutir pil ke dalam mulut pemuda
berotot itu lalu berjalan pergi melalui pintu samping. Wanita itu
tersenyum, kemudian berseru merdu.
"Kemarilah" "
Tampak seorang pemuda tampan langsung meloncat ke atas
ranjang bagaikan macam kelaparan. Pemuda tampan itu
segera memeluknya erat-erat. Ketika dia sudah siap melakukan
itu, kelima pemuda termasuk Khouw Yun Yong, tampak
memerah wajah mereka dan tubuh mereka pun agak
gemetar. Mereka terus menelan ludah. Rupanya terangsang
oleh pemandangan itu, membuat nafsu birahi mereka
bangkit. Sementara Ciok Giok Yin sudah siap menerjang ke
dalam, namun Fang Jauw Cang langsung menariknya
pergi. Karena mereka terburu-buru, mereka menimbulkan
suara. Mendadak terdengar suara bentakan.
"Siapa?"
Tiada sahutan. Suasana ditempat itu menjadi hening. Tampak
sosok bayangan melesat ke luar mengejar. Fang Jauw Cang
mana berani menyahut" Dia terus menarik Ciok Giok Yin berlari
secepat-cepatnya. Terdengar suara langkah di belakang
mereka, kemudian terdengar suara bentakan keras.
"Berhenti!"
"Kalau tidak berhenti, kalian akan segera mati!"
"Ih! Fang Jauw Cang!"
"Kau sungguh berani, makan di dalam merusak di dalam
pula!" "Kau harus tahu kelihayan orang-orang Ban Hoa Tong (Goa
Selaksa Bunga)!"
Akan tetapi, berselang beberapa saat kedua orang itu telah
melesat keluar dari Ban Hoa Tong.
Wajah Fang Jauw Cang sudah pucat pias.
"Saudara Ciok, kau harus cepat-cepat kabur!" katanya.
"Bagaimana Saudara Fang?"
"Aku"."
Wajah Fang Jauw Cang tampak muram, dan sekujur
badannya gemetar.
"Mari kita kabur bersama!" ajak Ciok Giok Yin.
Fang Jauw Cang membanting kaki saking gugupnya.
"Jangan pedulikan aku, kau cepat kabur! Kalau terlambat,
pasti celaka!"
"Tidak!"
"Kau tidak tahu kelihayan Ban Hoa Tongcu (Majikan Goa
Selaksa Bunga), kau lekas kabur saja!"
Akan tetapi, sudah tampak beberapa bayangan berkelebat
kearah mereka. "Kabur" Mau kabur ke mana?" bentak salah seorang dari
mereka. Seketika tampak tujuh delapan pemuda muncul di situ,
termasuk Khouw Yun Yong. Mereka telah mengepung Ciok Giok
Yin dan Fang Jauw Cang. Saat ini ditempat itu telah diliputi
hawa membunuh! Fang Jauw Cang merapatkan badannya pada
Ciok Giok Yin. Sekujur badannya terus bergemetar seperti
kedinginan. Khouw Yun Yong menatap Fang Jauw Cang dengan mata
berapi-api. "Kau sungguh berani melepaskan tawanan! Dengan susah
payah aku menangkapnya, namun kau malah melepaskannya!
Tahukah kau peraturan di sini?" bentaknya gusar.
"Aku" aku" suheng!" sebut Fang Jauw Cong dengan gemetar
dan terputus-putus. Khouw Yun Yong maju melangkah.
"Bagus kau tahu! Kuperintahkan kau cepat tangkap dia, agar
hukumanmu dapat diringankan!"
Fang Jauw Cang termundur dua langkah.
"Aku" aku?" katanya gagap.
"Kau berani membangkang perintahku" Mau cari mati?"
bentak Khouw Yun Hang gusar. Mendadak sepasang tangannya
bergerak, menyerang kearah Fang Jauw Cang.
"Dasar tak tahu malu, kau barani!" bentak Ciok Giok Yin
mengguntur. Dia amat membenci Khouw Yun Yong, maka
mengerahkan delapan bagian lwee kangnya untuk menyerang
Khouw Yun Yong. Tentunya dapat dibayangkan, betapa
dahsyatnya pukulan yang dilancarkannya itu. Pukulan itu
menimbulkan suara menderu-deru bagaikan topan. Ternyata
Ciok Giok Yin menggunakan ilmu pukulan Soan Hong Ciang.
Sang Ti It Koay terkenal karena ilmu pukulan tersebut, namun
dia sendiri belum berhasil melatih ilmu pukulan itu seperti
keberhasilan yang dicapai Ciok Giok Yin. Kalau Sang Ting It
Koay masih hidup dan menyaksikan hasil yang diperoleh Ciok
Giok Yin, pasti merasa bangga sekali! Namun masih ada satu
orang yang telah berhasil menguasai ilmu pukulan Soan Hong
Ciang hingga tingkat yang amat tinggi, tidak lain adalah Chiu
Tiong Thau, murid murtad Sang Ting It Koay! Demi menuntut
balas dendamnya, justru tanpa sengaja Sang Ting It Koay telah
menyelamatkan Ciok Giok Yin.
Ketika Ciok Giok Yin melancarkan pukulan itu, Khouw Yun
Yong sudah tahu akan kehebatan ilmu pukulan tersebut, maka
cepat-cepat berkelit. Di saat bersamaan, pemuda-pemuda lain
sudah menerjang kearah Fang Jauw Cang. Demi
menyelamatkan Ciok Giok Yin, Fang Jauw Cang terpaksa harus
bertarung dengan saudara-saudara seperguruannya. Dia
berharap, sebelum mati dapat melihat Ciok Giok Yin pergi
dengan selamat. Itu merupakan harapan satusatunya.
Sementara kegusaran Ciok Giok Yin telah memuncak,
bagaimana mungkin melepaskan Khouw Yun Yong begitu
saja" Oleh karena itu, dia menggunakan ilmu pukulan Hong Lui
Sam Ciang, mengeluarkan jurus pertama Terbang. Tampak
badan Ciok Giok Yin mencelat ke atas, kemudian berputar dan
sepasang telapak tangannya berkelebatan. Terdengar suara
gemuruh, mengarah pada Khow Yun Yong.
Seketika terdengar suara jeritan yang menyayat hati, dan
tampak darah segar muncrat ke mana-mana. Ternyata Khouw
Yun Yong sudah tergeletak binasa di lantai. Kali ini Ciok Giok
Yin menggunakan jurus tersebut, merasa lwee kangnya
bergolak, tapi tidak merasa aliran darahnya mengalir
terbalik. Dia paham itu karena Pil Api Ribuan Tahun, telah
menambah lwee kangnya.
Setelah berhasil membunuh Khouw Yun Yong, semangat Ciok
Giok Yin menjadi bangkit. Dia menengok kearah Fang Jauw
Cang, kelihatannya sudah mulai kewalahan menghadapi
mereka, bahkan mulutnya sudah mengeluarkan darah.
Itu pertanda dia telah terluka dalam. Dia berusaha matimatian
menyelamatkan Ciok Giok Yin, namun kini justru telah
terluka parah. Menyaksikan itu, Ciok Giok Yin menggeram.
"Yang tidak takut mati boleh maju!"
Tampak sepasang tangannya bergerak, dan seketika
terdengar suara menderu-deru. Ketujuh pemuda yang tadinya
mengeroyok Fang Jauw Cang, kini berbalik mengeroyok Ciok
Giok Yin. Serangan yang mereka lancarkan sangat dahsyat, sehingga
Ciok Giok Yin terdesak ke belakang dua langkah dan matanya
terasa berkunang-kunang. Di saat bersamaan, Fang Jauw Cang
juga memuntahkan darah segar karena terpukul oleh seorang
pemuda. Badannya sempoyongan nyaris roboh. Bukan main
terkejutnya Ciok Giok Yin! Dia ingin menolongnya tapi
terhadang oleh pemuda-pemuda itu maka dia jadi
gugup. Kelihatannya Fang Jauw Cang akan binasa di tangan
pemuda itu. Namun mendadak tampak sosok bayangan
meluncur turun. Seketika terdengar pula suara
jeritan. Ternyata pemuda yang ingin membunuh Fang Jauw
Cang itu telah roboh berlumuran darah, dan tak dapat bangun
lagu. Begitu melihat orang yang baru muncul itu, bukan main
girangnya Ciok Giok Yin!
"Lo cianpwee!" serunya.
Siapa yang baru muncul itu" Ternyata Heng Thian Ceng.
"Bocah temanmu telah terluka parah, cepat bawa dia pergi!"
kata Hen Tian Cang. Usai berkata Heng Thian Ceng pun
menyerang pemuda-pemuda itu. Ciok Giok Yin segera
mendekat Fang Jauw Gang, dan menggenggam tangannya
seraya berkata.
"Saudara Fang merasa"."
Ucapan Ciok Giok Yin terputus karena tiba-tiba Fang Jauw
Cang memuntahkan darah segar dan kemudian pingsan. Ciok
Giok Yin langsung mengempitnya ingin membawa pergi. Akan
tetapi mendadak terdengar suara tawa terkekeh-kekeh. Suara
tawa itu sepertinya mengandung suatu kekuatan, membuat
hati Ciok Giok Yin tergetar-getar. Tanpa sadar dia melesat ke
tempat suara tawa itu.
"Bocah, kau masih belum membawa pergi temanmu yang
terluka itu" Mau tunggu kapan?" bentak Hang Thian Ceng.
Suara bentakan Heng Thian Ceng menyadarkan Ciok Giok Yin.
"Bagaimana lo cianpwee?"
"Aku akan menghadang mereka, cepat pergi! Kalau
terlambat, sulit meloloskan diri!"
Sementara suara tawa itu masih terdengar terkekeh-kekeh
tak henti-hentinya. Heng Thian Ceng langsung mengeluarkan
suara siulan panjang. Ciok Giok Yin melihat wajahnya agak luar
biasa, mana berani ayal lagi" Dia langsung menyambar Fang
Jauw Cang sekaligus membawanya pergi. Suara tawa terkekehkekeh
itu mulai tak kedengaran, namun Ciok Giok Yin sama
sekali tidak berani melambankan langkahnya. Dia terns
melesat laksana kilat.
Tak terasa keringat dinginnya mulai mengucur. Tampak
sesosok bayangan merah berkelebat, ternyata Heng Thian
Ceng sudah menyusulnya.
"Bocah, kau sungguh berani! Bagaimana kau cari gara-gara
dengan Ban Hoa Tongcu" Apakah kau sudah bosan hidup?"
katanya. "Aku tidak pernah cari gara-gara dengannya," sahut Ciok Giok
Yin. Dia segera menutur tentang kejadian itu. Barulah Heng
Thing Ceng mengerti.
"Coba kau lihat bocah yang kau kempit itu, bagaimana
keadaannya?"
Kini mereka sudah memasuki sebuah rimba. Ciok Giok Yin
menggeleng-geleng kepala.
"Demi menyelamatkanku, dia sama sekali tidak memikirkan
nyawanya sendiri. Dia bertarung dengan saudara-saudara
seperguruannya. Meskipun jantungnya belum anya, namun
luka dalamnya amat parah. Apa yang harus kulakukan?"
"Bukankah kau telah mewarisi ilmu pengobatan Tiong Ciu Sin
Ie" Apakah kau tidak mampu mengobatinya?"
Ciok Giok Yin menyahut dengan wajah murung.
"Aku memang menyimpan obat Giok Ju, namun Cuma dapat
menahan luka dalam agar tidak bertambah parah. Kalau ingin
mengobatinya, harus cari tempat yang sepi, menggunakan
lwee kang untuk mengobatinya. Tapi" orang yang
mengobatinya, dalam waktu setengah tahun, tidak boleh
bergebrak dengan siapa pun."
Heng Thian Ceng menundukkan kepala, sambil berpikir,
berselang sesaat dia berkata.
"Dapat tertolong."
"Mohon petunjuk lo cianpwee!"
"Agar temanmu ini cepat sembuh, harus pergi ke Bu Ceng
Kok (Lembah Tanpa Perasaan), untuk memohon sebutir pil Sui
Seng Tan (Pil Penyambung Hidup), Cuma ini jalan satusatunya,
tiada jalan lain lagi."
"Bu Ceng Kok?"
"Ng!"
Ciok Giok Yin terperangah, seab selama ini dia tidak pernah
mendengar tentang Bu Ceng Kok.
"Di mana lembah itu?"
"Kau mau ke sana?"
"Tentu."
"Tahukah kau peraturan di lembah itu apabila ingin memohon
sebutir pil Sui Seng Tan?"
"Peraturan?"
"Tidak salah."
"Peraturan apa?"
"Bagi siapapun yang ingin memohon sebutir pil tersebut,
harus menyerahkan diri padanya selama-lamanya. Lagi pula
harus setulus hati." Sahut Heng Thian Ceng dengan diam. Dia
menatap Ciok Giok Yin. "Setelah menyerahkan diri pada Kokcu
(Majikan Lembah), dia pula akan mengatur dirimu."
"Apakah masih diperbolehkah berkecimpung di dunia
persilatan?"
Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentang itu, aku tidak tahu sama sekali."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Lo cianpwee aku ingin ke sana melihat-lihat."
Heng Thian Ceng tampak tercengang.
"Kau tidak punya cara lain untuk mengobatinya?"
"Tidak."
Heng Thian Ceng berpikir sejenak.
"Mari berangkat!" katanya kemudian.
Heng Thian Ceng melesat pergi. Ciok Giok Yin cepat-cepat
mengempit Fang Jauw Cang, lalu melesat pergi mengikuti Heng
Thian Ceng. Dalam perjalanan, Ciok Giok Yin terus berpikir.
Apabila Bu Ceng Kokcu melarangnya berkecimpung di dunia
persilatan lagi, lalu bagaimana dengan semua urusannya"
Bukankah akan kandas begitu" Oleh karena itu, dia masih
belum mengambil keputusan untuk berangkat ke Bu Ceng
Kok. Akan tetapi apabila tidak berangkat ke sana, tentunya
tidak dapat menyembuhkan luka Fang Jauw Cang. Seandainya
dia yang mengobati Fang Jauw Cang dengan menggunakan
lwee kang, sudah jelas dia harus beristirahat setengah tahun.
Selain itu, dia pun tidak boleh bertarung dengan siapapun
kalau memaksa diri bertarung, akan membuatnya cacat
seumur hidup, bahkan kemungkinan besar akan merenggut
nyawanya. Oleh karena itu, setelah berpikir berulang kali,
akhirnya dia mengambil keputusan terus berangkat ke Bu Ceng
Kok untuk bermohon sebutir pil Sui Seng Tan. Asal Bu Ceng
Kokcu memperbolehkannya berkecimpung di dunia persilatan
setengah tahun, dia pasti menyelesaikan semua urusannya
dalam waktu tertentu itu, barulah kembali ke lembah Bu Ceng
Kok untuk menyerahkan diri. Fang Jauw Cang adalah
penolongnya. Dia sama sekali tidak mementingkan nyawanya
sendiri, bahkan rela berkorban demi Ciok Giok Yin. Apabila dia
tidak berupaya menyelamatkannya, apakah dia masih terhitung
orang gagah"
Karena itu, Ciok Giok Yin harus berupaya menyelamatkannya,
meskipun harus mengorbankan dirinya sendiri. Lagi pula dia
telah mengambil keputusan untuk berkawan selama-lamanya
dengan Fang Jauw Cang. Entah berapa lama kemudian,
mendadak Heng Thian Ceng menghentikan langkahnya.
"Sudah sampai," katanya sambil memandang Ciok Giok Yin.
Ciok Giok Yin memandang ke depan. Tampak puncak gunung
menjulang tinggi ke langit menembus awan.
"Sungguh indah puncak gunung itu!" serunya tanpa sadar.
Kemudian dia menoleh memandang Heng Thian Ceng.
"Lo cianpwee, Bu Ceng Kok terletak di mana?"
"Lembah itu," sahut Heng Thian Ceng sambil menunjuk
kearah kiri. Ciok Giok Yin memandang ke tempat yang ditunjuk Heng
Thian Ceng, tempat itu amat gelap, membuat orang merasa
seram. Dia menaruh Fang Jauw Cang di atas sebuah batu,
kemudian berkata pada Heng Thian Ceng.
"Lo cianpwee, tolong jaga dia sebentar, aku mau ke sana!"
Ketika Ciok Giok Yin baru melesat, Heng Thian Ceng segera
menjulurkan tangannya.
"Tunggu!"
"Ada petunjuk apa, lo cianpwee?"
"Sekarang kau ke sana. Seandainya mereka menjodohkanmu,
lalu bagaimana tanggung jawabmu terhadap Cak Hun Ciu?"
Ciok Giok Yin tersentak ketika mendengar ucapan Heng Thian
Ceng itu. Sebelum mati, Cak Hun Ciu memang telah
menjodohkan putrinya yang bernama Li Ling Ling pada Ciok
Giok Yin. Namun kini demi kawan baiknya, mau tidak mau dia
harus mengeraskan hati memasuki lembah itu. Kini setelah
Heng Thian Ceng mengajukan pertanyaan tersebut, justru
membuat Ciok Giok Yin tertegun.
"Sementara ini aku belum dapat memikirkan itu," sahutnya.
"Jangan lupa! Masih ada Nona Ho yang di Goa Toan Teng.
Harus bagaimana kau mengurusinya?" tanya Heng Thian Ceng
lagi. Ciok Giok Yin termangu-mangu, kemudian memandang
Heng Thian Ceng seraya bertanya.
"Lo cianpwee, urusan sudah begini, aku harus bagaimana?"
Heng Thian Ceng mengerutkan kening.
Pendekar Gelandangan 11 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Rahasia Mo-kau Kaucu 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama