Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D Bagian 3
arah dua sosok mayat yang terkapar ditanah itu, kemudian sambil mendengus
jengeknya. "Walaupun kau sanggup menghindari beribu ribu kali bacokan tetapi jangan harap bisa menghindari bacokan dari Thian Sat nio"
Suaranya dingin menyeramkan seakan-akan angin dingin yang berhembus keluar dari
dalam gudang es, setiap patah kata dapat membekukan suasana, membuat setiap orang merasakan
hatinya bergidik. Paras muka Tok Hayji berubah manjadi pucat pias seperti mayat. sambil bersembunyi
dipojok ruangan tengah, jeritnya berulang kali dengan suara-keras. "Pembantaian sudah
dimulai... pembantaian sudah dimulai..."
"Siancay, Siancay ..."
Keng hian tojin merangkap tangannya didepan dada sambil menjura ke langit,
kemudian dengan
kening berkerut dia meloloskan pedangnya dari sarung dan menegur dengan suara
nyaring. "Nona, siapakah kau, hatimu sungguh amat keji dan buas, terpaksa pinto harus
mencoba sampai dimanakah kekejaman dari pisau terbangmu."
Begitu dia meloloskan pedangnya, terdengar "cri ing"
"cri ng" Keng jin tojin, Bwe hoa kian Thio Kun kai serta Lakjiu im eng Thio Man bersama-sama
meloloskan pula pedangnya .
Suasana tegang segera menyelimuti seluruh ruangan, nampak suatu pertarungan
sengit segera akan berlangsung disana.
Ma koan tojin yang selama ini memejamkan matanya dengan wajah hambar,
mendadak mendongakkan
kepalanya dan memandang sekejap kewajah semua orang, kemudian bentaknya
keras-keras. "Toyu dariBu tong pay harap tunggu sebentar."
Keng hian tojin tertegun, kemudian sambil menjura dia bertanya. "To tiang masih ada petunjuk
apa ?" Ma koan tojin tertawa seram, katanya.
"Aku lihat dibelakangan perempuan ini tampak masih ada seorang jago lihay yang
mengendalikan pisau terbang itu "
Mendengar perkataan itu, si Naga tua berekor botak To Sam seng segera tertawa terbahak2. "Haahh .. . haaah - . . lohu tidak percaya dengan segala macam permainan setan"
Dia segera melejit ketengah udara, kemudian bagaikan seekor burung rajawali raksasa
ecepat kilat dia meluncur ke bawah dan menerjang batok kepala perempuan berbaju hitam
itu. Keng hian tojin sebetulnya sudah tiba didepan pintu ruangan, tapi berhubung
dilihatnya si Naga tua berekor botak sudah menyerang mendahului dia, terpaksa ia harus
mengurungkan niatnya. "Blaaammm . . ."
Semua orang tak sempat melihat jelas apa yang terjadi, didepan ruangan telah terjadi
suara benturan keras yang memekikkan telinga, menyusul kemudian tampak angin puyuh
menderu-deru menyapu seluruh jagad.
Sambil melayang turun ke atas tanah, si naga tua berekor botak To Sam seng segera
membentak keras. "Bangsat, siapa yang telah menyergap lohu?"
Ternyata dalam waktu yang amat singkat, di-hadapan telah bertambah lagi dengan
sesosok tubuh manusia. orang itupun seorang manusia aneh berbaju serba hitam yang hanya nampak
sepasang matanya
saja. Sejak beradu tenaga dengan musuhnya ditengah udara barusan, si Naga tua berekor
botak To Sam seng sudah merasakan betapa sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki orang itu,
diam-diam dia tertegun, kemudian dengan sinar memancarkan cahaya berkilat, dia tertawa terkekeh
kekeh. "IHeehhh . . . heeeehhh . . . heeeehhh . . . bagus, bagus sekali ..."
Sambil bergelak maju kedepan, sebuah pukulan dahsyat kembali dilontarkan kedepan.
Si Naga tua berekor botak To Sam seng sudah lama menjagoi wilayah Huan yang, tentu
saja kepandaian silat yang dimilikinya luar biasa sekali.
Tampak tubuhnya melompat kedepan sejauh beberapa kaki, ketika telapak tangannya
diayunkan kedepan, secara tepat sekali mengancam dada manusia aneh berbaju hitam itu.
Kelima jari tangannya setengah ditekuk dan kemudian dengan telapak tangan, ia
cengkeram tubuh manusia aneh berbaju hitam itu, selain gerakan cepat, jurus ancamannya juga
aneh, kesempurnaan tenaga dalamnya jarang sekali dijumpai di-dunia ini.
Melihat pihak lawan menerjang tiba, manusia berbaju hitam itu tidak berdiam diri
belaka, sambil memutar badan diapun melepaskan sebuah bacokan kemuka.
Begitu pertarungan berlangsung, kedua belah pihak sama-sama saling menyerang
dengan kecepatan yang luar biasa, sedemikian cepatnya sehingga sukar untuk di kuti dengan
pandangan mata, Dalam waktu singkat hawa pembunuhan menyelimuti seluruh arena, jangan toh
terkena serangan secara telak. sekalipun tersambar oleh ujung baju masing-masingpun bisa
jadi akan mengakibatkan suatu kematian yang mengerikan.
Pertempuran ini segera memancing perhatian dari semua orang yang berada dalam
arena itu, melihat kelihayan dari jalannya pertarungan, semua orang segera menahan napas
sambil membelalakan matanya lebar-lebar.
Bila menjumpai suatu gerakan yang indah atau hebat, semua orang bersorak memuji,
tapi bila menjumpai keadaan yang menegangkan syaraf, semua orang membelalakan mata
dengan pandangan
terkesiap. Ditengah ketegangan yang mencengkam seluruh jagat itulah, mendadak
berkumandang suara
desingan angin tajam memekikkan telinga, "Sreeeet. . ."
Menyusul kemudian jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang dalam
ruangan... "Blaaamm"
seseorang kembali jatuh kelantai dan menemui ajalnya secara mengerikan"Traaaaag" itulah utara pisau terbang Liu yap to yang jatuh kembali keatas baki perak.
Semua orang merasakan hatinya tercekat dan buru-buru berpaling, ternyata yang jadi
korban kali ini ialah cuan iman Li Goan tong wakil Congpiautau dari perusahaan An wan
piaukiok ia dijumpai sudah terkapar ditanah bermandikan darah segar.
Tak bisu disangkal lagi, dadanya telah ditembusi oleh pisau tarbang Liu yap hui to, atau dengan perkataan lain, perempuan berbaju hitam itu lagi- lagi meminta korban.
Melihat adik seperguruannya tewas secara mengenaskan, Beng Kian ho menjerit
keras, kemudian
bentaknya. "Budak keparat, lohu akan beradu jiwa denganmu!!"
Sepasang telapak tangannya segera diayunkan kedepan, kemudian kakinya menginjak
tanah dan menerjang ke muka.
Ting ci kang menjadi terperanjat sekali setelah menyaksikan kejadian tersebut.
Ia tahu Beng Kiaa ho sebagai tuan rumah tentu takkan menggembol senjata, padahal
perempuan berbaju hitam itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, dia kuatir sahabatnya itu
tertimpa musibah.
Tanpa sangsi lagi dia mencabut keluar sebatang senjata Bin cong pitnya dan
menerjang pula ke depan, teriaknya.
"Beng loko, serahkan saja budak ini kepada siaute"
Semua kejadian itu berlangsung dalam waktu singkat, baru saja Beng Kian ho
menerjang ke muka, mendadak terdengar seseorang membentak dengan suara merdu. "Kembali"
Segulung cahaya putih meluncur datang diri depan wuwungan rumah, namun tak
nampak jelas bayangan apakah itu hanya terasa desingan angin tajam menyambar datang dan tahu
tahu ia tak sempat untuk berkelit lagi.
Dengan gusar Beng Kian ho membentak keras, sepasang telapak tangannya segera
didorong ke depan menghantam bayangan itu dengan sepenuh tenaga.
Pada saat itu, hawa amarah Beng Kian ho sudah mencapai pada puncaknya, tanpa
perdulikan segala sesuatu lagi dia menyerang dengan sepenuh tenaga, kedahsyatannya cukup
untuk menghancurkan sebuah batu gunung ...
Siapa tahu, baru saja tenaga serangannya dilontarkan kemuka, bagaikan menumbuk
diatas sebuah benda yang amat lunak saja, ketika tubuhnya termakan oleh getaran
lawannya yang pelan, badannya segera rontok kembali keatas tanah.
Dengan hati tertegun dia lantas mendongakkan kepalanya memperhatikan benda yang
menyerang dirinya dari wuwungan rumah sebelah depan itu, ternyata dia adalah seorang manusia
berbaju putih yang kurus kecil dan mengenakan pakaian serba putih dengan kain
kerudung berwarna putih pula . . .
Ditangan orang berbaju putih itu membawa sebuah angkin (ikat pinggang) sepanjang
belasan kaki yang menari-nari diudara seperti bianglala, waktu itu orang tapi sedang
bertarung melawan Ting ci kang.
Bagaimanapun juga Beng Kian ho adalah seorang kenamaan, tentu saja dia enggan
untuk bertarung dua lawan situ, dengan cepat dia meninggalkan lawannya itu dengan
menerjang kearah si perempuan berbaju hitam.
Siapa tahu baru saja dia menggerakan tubuhnya manusia berjubah putih itu sudah
membentak keras. "Berhenti kau ini..."
Angkin warna warni itu mendadak menyambar kedepan di ringi suara desingan angin
tajam kemudian dengan dahsyatnya menggulung ke-arah tubuh Beng Kian ho.
Ting ci kang membentak keras, pena emasnya ditutulkan kemuka denganjurus Hong
hong tiam tau (burung hong memangguk) selapis cahaya emas yang menyilaukan mata
segera menyerang tubuh manusia berbaju putih itu.
pada saat yang bersamaan, Beng Kian ho melepaskan pula sebuah pukulan dahsyat
kearah tubuh manusia berbaju putih itu.
Menghadapi dua ancaman yang datang dari dua arah yang berlawanan, manusia
berbaju putih itu menggetarkan tangan kirinya, ujung angkin berwarna- warni itu
segera menggulung kemuka mengunci datangnya ancaman totokan pena emas dari
Ting ci kang sementara tangan kirinya digetarkan pula dengan mempergunakan ujung
angkin yang lain untuk menghalau serangan Beng Kian ho serta mendesak mundur
terjangan tubuhnya.
Ting ci kang tidak menyerah sampai disitu saja, sambil memutar senjata kembali dia
menerjang temuka, pena emasnya dengan menciptakan bertitik cahaya tajam mengurung seluruh
angkasa, kecepatannya bagaikan titiran air hujan.
Beng Kiam ho tidak ambil diam, sepasang telapak tanganyapun bekerja keras, dalam
waktu singkat dia telah melancarkan lima buah serangan berantai.
Manusia berbaju putih itu segera menggerakkan sepasang tangannya berbareng
angkin warna warni sepanjang beberapa kaki itu digerakkannya dengan gerakan
sebentar memanjang Sebentar memendek, cahaya bianglala menyilaukan mata,
dengan perubahan yang beraneka ragam dia hadapi serangan gabungan dari dua
lawannya secara santai, seolah-olah ancaman dari kedua orang itu masih tak berarti
baginya. Keng hian tojin adalah murid dari perguruan Butongpay, dia jadi orang teliti dan serius menghadapi semua persoalan.
Diam-diam dia telah memperhatikan keadaan disekitar arena, dan dijumpainya suatu
peristiwa yang dirasakan aneh sekali.
Ketika si Naga tua berekor botak To Sam-seng menyerobot didepan untuk menerjang
si perempuan berbaju hitam tadi, belum lagi berhasil mendekati sasarannya, tahu-tahu ditengah
jalan orang itu sudah dihadang oleh seorang manusia berbaju hitam.
Kemudian menyusul Beng Kian ho dan Ting-ci kang ikut keluar dari ruangan, tapi
keadaan yang mereka alamisama yaitu dihadang oleh seorang manusia berbaju putih.
Diam-diam ia lantas ia menarik suatu kesimpulan, agaknya setiap orang yang berada
dalam ruangan itu, asal keluar meninggalkan ruangan itu tentu akan memperoleh hadangan,
tujuan dari penghadangan mana sudah jelas adalah tidak membiarkan mereka keluar dari
situ, padahal sudah ada tiga korban yang tewas diujung pisau terbang, sementara perempuan
berbaju hitam yang berdiri di depan ruangan, berdiri tengah disitu sambil memegang baki peraknya.
Benarkah suatu pembantaian secara besar-besaran telah dimulai"
Benarkah pihak Thian Sat nio tidak mengijinkan seorang manusiapun diantara mereka
meninggalkan ruangan ini dalam keadaan hidup"
Ditinjau dari semua yang telah berlangsung, perempuan berbaju hitam yang berdiri di
muka ruangan sekarang adalah sipelaksana pembantaian tersebut, benarkah dia adalah
Thian Sat nio pribadi"
-ooo00ooo- Bab-10 Dengan wajah serius dan pedang tersoren di tangan pelan-pelan Keng- hian tojin
berjalan menuruni anak tangga depan pelataran.
Begitu dia melangkah kedepan, Keng jin to-jin dan Bwe hoa kiam kakak beradik
mengikuti pula dibelakangnya.
Tujuan Kheng hian tojin adalah mengawasi gerik gerik lawan, oleh sebab itu dia
bergerak sangat lambat, dia tahu tiga orang yang berada di belakangnya adalah sute
dan sumoynya, mereka pasti saja tidak akan berani mendahului, itulah sebabnya
segenap tenaga dalamnya dihimpun menjadi satu untuk mengamati empat penjuru,
kemudian pelan2 menuruni anak tangga pertama.
Betul juga , pada saat itulah perempuan berbaju hitam yang berada dihadapannya itu
menyambitkan pisau terbang yang berada diatas bakinya secara tiba tiba dan
melemparkannya ke atas.
Dari Ma koan lojin tadi, Keng hian tojin telah mendengar kalau dibelakang perempuan
itu masih ada orang lain yang mengendalikan pisau terbang itu secara diam-diam.
Maka begitu dilihatnya pihak lawan melepaskan pisau terbangnya, dia segera
menghimpun segenap perhatiannya untuk mengawasi kearah pisau terbang tersebut
dengan seksama,
Tapi langit amat cerah, hanya setitik awan putih yang menghiasi angkasa.
Tentu saja tak mungkin ada orang yang berada di angkasa, yang nampak olehnya
hanyalah pisau terbang Liu yap hui to itu moIuncur ke tengah udara, setelah mencapai
ketinggian tiga kaki, kemudian membalik dan menukik ke bawah.
Kejadian anehpun segera berlangsung sejak itu, tatkala pisau terbang tadi menukik
sampai ketinggian satu kaki, mendadak gerakan pisau terbang tadi membentuk seperti
gerakan busur, setelah melakukan suatu perputaran ditengah udara, desingan angin
tajampun berkumandang memekikkan telinga.
cahaya tajam segera memancar keempat penjuru, desingan angin dingin menderuderu, dengan keCepatan yang luar biasa melancur ke-arah dadanya.
cukup mendengar desingan tajam yang memekikkan telinga, dapat diketahui kalau
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
serangan tersebut benar-benar mengerikan sekali. Keng hian tojin amat terperanjat, lalu
pikirnya. Kalau dilihat dari keadaan tersebut, agaknya benar-benar ada orang yang
mengendalikan gerakan pisau terbang itu secara diam-diam.
Waktu itu, pedang telah disilangkan di depan dada, segenap tenaga dalam yang
dimilikipun telah dihimpun diujung pedangnya dengan tatapan mata tak berkedip dia mengikuti
terus gerakan dari pisau terbang itu tajam-tajam.
Menanti ujung pisau terbang tadi sudah hampir mendekati dadanya, ia baru
menggetarkan pergelangan tangannya dan menghantam ujung pisau terbang itu dengan ujung
petangnya. "Traaang ..." benturan nyaring memekikkan telinga.
Kali ini, ancaman dari pisau terbang tersebut berhasil dipikul mundur oleh
tangkisannya, akan tetapi akibat dari bentrokan mana, Keng hian tojin merasakan lengannya menjadi
kesemutan dan tubuhnya tanpa terasa mundur selangkah ke belakang.
Perempuan herbaju hitam itu mendengus dingin, tangannya kembali diayunkan
kedepan, kali ini
pisau terbang Liu yap to yang kedua telah dilontarkan ke angkasa.
Bukan hanya sebilah saja yang disambitkan ke udara kali ini, tampaknya karena dia
melihat pihak Bu tong pay terdiri dari 4 orang maka secara beruntung dia lepaskan tiga bilah
pisau terbang lagi. Serangan itu benar2 menyambar tiba dengan kecepatan bagaikan sambaran petir,
dalam waktu singkat cahaya perak menyelimuti seluruh angkasa, desingan tajam memekikkan
telinga, empat bilah pisau terbang secepat kilat mengancam ke empat orang itu bersamaan
waktunya. Menyaksikan datangnya ancaman itu, Keng- hian tojin merasa amat terkesiap.
Rupanya bukan cUma ke empat bilah pisau terbang itu saja yang datang mengancam,
pisau terbang yang berhasil dipentalkan olehnya tadi pun setelah membentuk gerakan busur
ditengah udara, sekali lagi menerjang kearahnya.
cepat- cepat dia berseru. "Sute sekalian berhati hatilah kalian - -"
Dalam keadaan tergopoh-gopoh dengan jurus Kim ciam hui tok (jarum emas terbang
menyeberang) diayunkan ke muka, cahaya pedang segera memancar ke empat penjuru dan
menyongsong datangnya
ancaman pisau terbang tadi "Traaang, traaang, traaang"
menyusul kemudian berkumandang empat kali suara bentrokan nyaring memecahkan
keheningan. Keng hian Tojin, Bwe hoa kiam Thio Kun kai dan Lakjiu im eng Thio Man berhasil
menangkis datangnya ancaman tersebut.
Tapi ditengah desingan nyaring yang beruntun itu, tiba-tiba terdengar pula sekali
jeritan kaget serta sekali jeritan kesakitan yang memilukan hati.
"Traaang..." salah sebilah pisau terbang di antaranya telah berhasil menyelesaikan tugas
pembantaiannya dan jatuh kembali diatas baki perak itu.
Percikan darah segar kembali membasahi seluruh permukaan lantai ruangan itu,
kemudian terdengar seseorang roboh terkapar keatas tanah.
Mengikuti jeritan ngeri itu, dengan hati terkesiap semua orang buru-buru berpaling.
Ternyata yang menjerit kaget tadi adalah Lak jiu im eng Thio Man, walaupun ia
berhasil menyambut datangnya ancaman pisau terbang itu, tapi berhubung tenaga pantulan
yang memancar keluar dari ujung pisau terbang itu sangat kuat, serta merta tubuhnya digetarkan
sampai mundur kebelakang berulang kali.
Padahal pada waktu itu dia baru saja menuruni anak tangga mengikuti para
suhengnya, dasar
pengalamannya memang cetek,
meski pisau terbang itu berhasil disambutnya, dia lupa kalau dibelakang tubuhnya
masih ada tiga buah trap undak undakan batu, tak ampun lagi dia terpeleset dan terjatuh ke
bawah. Saking kagetnya itulah dia lantas menjerit keras.
Sebaliknya orang yang menjerit kesakitan adalah pelindung hukum dari perkumpulan
Thi pit pang, Ko thian-seng Lo Liang, dalam keadaan tak menduga, dadanya kena ditembusi
pisau terbang itu dan terkapar diatas lantai dalam keadaan tak bernyawa lagi.
ooo0O0ooo SUASANA pertempuran di-pelataran disebelah kanan depan ruangan tengah masih
berlangsungamat
seru, Beng Kian hoo membetak berulang kali sambil melancarkan pukulan demi
pukulan dengan kekuatan yang amat mengerikan.
Ting ci kang tak mau kalah, senjata pena emasnya juga diayunkan berulang kali
menciptakan bertitik-titik bintang emas. Dari mereka berdua, yang satu adalah jagoan yang sangat
lihay dari Siau limpay, sedang yang lain adalah murid kesayangan dari pendiri perkumpulan
Thi pit pang, Thi pit teng kan kun (pena baja penenang jagad).
Tapi dalam kenyataan, walaupun mereka berdua telah bekerja sama, jangankan
melukai manusia
berbaju putih itu, menjawil ujung bajunyapun tak dapat, masih untung saja mereka tak
sampai menderita kekalahan secara tragis. Berbeda dengan situasi pertarungan dipelataran
sebelah kiri. Si Naga tua berekor batok To Sam seng yang mesti bertarung melawan manusia
berbaju hitam itu
lambat laun makin terdesak dibawah angin, bahkan pada akhirnya ia terdesak
sedemikian parahnya Sehingga praktis tidak memiliki kekuatan lagi untuk melancarkan serangan
balasan- Dari sekian banyak jago yang hadir dalam ruangan saat itu nama nama besar Ma koan
to jin, Thi Lo han Kwong beng hwesio dan si
naga tua berekor botak To Sam leng boleh dibilang paling tenar, dan ilmu silat mereka
juga yang paling tinggi.
Kini, Beng Kian ho dan Ting ci kang yang bersama-sama mengerubuti manusia berbaju
hitam itu tidak berhasil meraih keuntungan apa-apa.
Para jago dari Butongpay juga telah menyelesaikan pertarungan meski nyaris pisau
terbang itu berhasil dipatahkan.
Kang pak siang kiat, cuan im cun Li Goan tong dan Ko thian seng Lo Liang empat orang
telah menjadi korban diujung pisau terbang lawan.
Bila sekarang si naga tua berekor botak To sam seng terluka pula diujung telapak
tangan manusia berbaju hitam itu sudah dapat dipastikan kekuatan dari kawanan jago yang
berada di ruangan itu akan semakin minim.
Thi Lo han Kwong beng hwesio memandang sekejap kearah Ma koan tojin, mendadak
sambil bangkit berdiri ujarnya.
"Toheng, tampaknya Jika kita tak segera turun tangan sehingga Tolo sicu terluka
ditangan lawan, kita akan kehilangan seorang pembantu yang tangguh didalam pertarungan
untuk menghadapi Thian Sat nio nanti."
Agak berubah paras muka Ma koan Tojin yang kurus dan seram itu, pelan-pelan ia
mengangguk. "Ucapan taysu memang benar, kepandaian silat yang dimiliki manusia berbaju hitam
itu sangat lihay sedang si To lojin sudah mulai panik, menurut pengamatan pinto, jangan-jangan
sebelum Thian Sat nio menampakkan diri, kita sudah terjepit lebih dulu posisinya. Baik, mari
kita kerja sama untuk melenyapkan orang terlebih dahulu . ."
"Persoalan tak dapat ditunda-tunda lagi, biar pinceng yang turun tangan
membantunya lebih
dulu " seru Thi Lo han kemudian.
Begitu selesai berkata tubuhnya yang gemuk segera melejit keudara dan menyambar
kedepan dengan kecepatan tinggi, dalam waktu sekejap saja ia telah tiba dibelakang tubuh
manusia berbaju hitam itu, serunya keras- keras.
"To lo sicu, jangan panik, pinceng akan membantu mu " sedahsyat hembusan angin puyuh,
telapak tangannya diayunkan kedepan menghantam punggung manusia berbaju hitam
tadi. Tak usah membalikkan badanpun manusia berbaju hitam itu sudah tahu kalau orang
yang melancarkan-serangan ialah Thi Lo han Kwong- beng hwesio, sambil mengejek sinis,
sepasang kakinya menjejak tanah, kemudian dengan menghimpun tenaganya sebesar sembilan
bagian, dia membalikkan badan sambil melepaskan pukulan.
Waktu itu, sebenarnya si Naga tua berekor botak To Sam seng sedang terdesak hebat,
gerak geriknya hampir terbelenggu semua dan posisinya amat kritis.
Melihat Thi Lo han terjun ke arena untuk membantu pertarungan, semangatnya
segera bangkit kembali, bentakan keras bergema berulang kali, permainan jurus serangannya segera
berubah, diantara getaran telapak tangannya ia mulai melancarkan serangkaian serangan
balaSan yang tak kalah dahSyatnya. Manusia berbaju hitam itu tertawa keras, serunya.
"Sekalipun kalian bertambah dengan beberapa orang lainpun, aku Kan Liu cu tak akan memikirkannya didalam hati."
Ternyata dialah yang bernama Kan Liu cu dari perguruan Thian sat bun ..."
Ditengah bentakannya yang menggeledek. benar juga , serangannya yang satu lebih
dahyat dari serangan sebelumnya, semua serangan di sertai dengan kekuatan yang luar biasa,
pertarungan adu kekerasan ini segera merubah situasi pertarungan makin lama semakin sengit.
Perlu diketahui Thi Lo han Kwong beng hwesio dan si naga tua berekor botak To Sam
seng adalah jago2 kenamaan dalam dunia persilatan.
Sebaliknya Kan Liu cu tak lebih hanya seorang anggota dari perguruan Thian sat bun,
dalam kenyataan meski harus satu melawan dua, ternyata dia masih tetap tangguh bagaikan
banteng bahkan sama sekali tidak nampak akan menderita kalah, kenyataan ini kontan saja
menggetarkan hati kawanan jago lainnya.
Ditengah pertarungan yangamat sengit itu mendadak Kan Liu cu mengayunkan
tangannya melepaskan sebuah pukulan dahyat.
Berhubung tak mungkin dihindari lagi, si naga tua berekor botak To Sam Seng dipaksa
untuk mengayunkan telapak tangannya dan menyambut serangan tersebut dengan
kekerasan- "PIaaak . . " akibat dari benturan sepasang telapak tangan itu, si naga tua berekor botak To
Sam seng merasakan kuda2nya gempur sehingga mundur lima langkah dengan
sempoyongan, darah
panaS didalam dadanya bergolak keras, dan darah segar segera menyembur naik lewat
tenggorokan. Sebaliknya Kan Liu-cu juga turut mundur selangkah akibat dari bentrokan itu meski
tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna.
Belum sempat berdiri tegak. bagaikan harimau kelaparan Thi Lohan Kwong beng
hwesio telah menerjang tiba sambil melancarkan sebuah pukulan dahyat.
Kan Liu cu tertawa terbahak-bahak sambil menghimpun tenaga dalamnya sebesar
delapan bagian,
dia balikkan badannya sambil menyambut datangnya ancaman dari Thi Lohan itu.
"Blaaam . . . " suatu benturan keras kembali berkumandang memecahkan keheningan, kuda-kuda
mereka berdua sama-sama tergempur dan mundur selangkah, bekas telapak kaki yang
dalam segera muncul diatas tanah.
Kan Liu cu mundur dua langkah lagi kebelakang, kemudian tubuhnya berputar secepat
sambaran petir tiba2 ia menerjang lagi kearah si Naga tua berekor botak sambil membentak
keras. "Mundur kau kedalam ruangan "
Akibat dari bentrokan kekerasan tadi, siNaga tua berekor botak To Sam seng
menderita luka dalam, waktu itu dia sedang mengatur pernapasannya dan berusaha untuk
menyembuhkan luka yang
dideritanya, melihat datangnya serangan tersebut, cepat cepat dia mundur beberapa
langkah sambil mengegos ke samping.
Tentu saja Kan Liu cu tidak akan melepaskan musuhnya itu dengan begitu saja, sambil
mengayunkan telapak tangannya ia mengejek sinis.
"Enggan mundur " Kalau begitu berbaring saja."
Baru selesai dia berkata, mendadak terasa olehnya ada seseorang mendekati
tubuhnya dari belakang. Dengan sigap dia membalikkan badan sambil bersiap sedia, ternyata orang itu adalah
Ma Koan tojin. Tampak tosu bengis itu memperlihatkan wajah menyeringai mengerikan, lalu dengan
suara menyeramkan katanya. "Sobat, agaknya kau sedikit tekebur "
"Haaahhh - - haaabhh - . . haaahh . . . sama sekali tidak tekebur, apakah kaupun ingin mencoba ?" seru Kan Liu cu sambil tertawa terbahak-bahak.
Dengan jurus Huang hong sau yap (angin puyuh menyapu daun), telapak tangannya
yang besar secepat kilat menghantam kearah Ma koan tojin dengan disertai tenaga dalam. Ma
koan tojin segera tertawa seram.
"Heeeh .. . heeeh .. . heeeh . . . sampai dimana sih kemampuan silat yang kau miliki sehingga berani tekebur didepan pinto . . . ?" ejeknya.
Ujung bajunya segera dikebaskan kedepan untuk mengunci datangnya ancaman
tersebut. Pada waktu itu, kemarahan dari si Naga tua berekor botak To Sam seng sedang
mencapai pada puncaknya, melihat Ma koan tojin turut serta didalam serangan tersebut, dia segera
tahu
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau kasempatan baik tak boleh disia-siakan, dalam keadaan demikian ia tak ambil
perduli lagi apakah isi perutnya sedang terluka atau tidak?"
Ditengah bentakan nyaring, telapak tangannya segera diayunkan kedepan menyergap
tubuh Kan Liu cu. Thi Lohan Kwong beng hwesio tidak diam belaka, diapun turut menerjang kedepan
dan melancarkan serangan dahysat. Kan Liu cu tertawa seram, ejeknya.
"Mau main kerubutan, Silahkan IHmmm, kalau tidak kusuruh kalian saksikan kelihayan dari ilmu
silat aliran Thian sat bun, kalian pasti tak akan mati dengan mata meram"
Belum habis ucapannya diutarakan tiga gulung angin pukulan yang maha dahsyat telah
menyerang tiba. Kan Liu cu tertawa seram, telapak tangan kirinya segera diayunkan kedepan untuk
memunahkan kebasan ujung bajudari Ma koan tojin, sementara tangan kanannya dengan jurus cun
lui keng o ci (guntur disiang hari mengejutkan ular) menyerang Thi Lohan dan sebuah tendangan
menyepak tubuh si naga tua berekor botak.
Dalam satu jurus serangan dengan tiga gerakan dahsyat, hanya didalam sekali
perputaran badan
diposisi semula ia telah berhasil mendesak mundur Ma- koan tojin, Thi Lo han Kwong
beng hwesio serta si naga tua berekor botak To Sam seng sejauh satu langkah.
Ma koan tojin mendengus dingin menyusul tubuhnya mundur ke belakang mendadak
tangan kirinya membentuk gerakan aneh sementara tangan kanannya diayunkan kemuka
melepaskan sebuah bacokan.
Tubuhnya tetap kaku tak berkutik. tapi diantara pergelangan tangannya, muncul ah
telapak tangannya yang kurus kering dari balik ujung bajunya, selapis cahaya putih keabuabuan menyelimuti telapak tangannya itu.
Begitu serangan dilontarkan ternyata sedikitpun tidak membawa suara angin yang
menderu, keadaan tetap tenang seolah-olah tak pernah terjadi suatu apapun.
Thi Lo han Kwong beng hwesio yang menyaksikan kejadian tersebut segera
menghentikan pula
tubuhnya tidak menyerang, pelan-pelan telapak tangan kirinya diangkat keatas.
Dalam waktu singkat tangan kirinya yang gemuk putih itu telah membengkak besar
dan berubah menjadi hitam pekat, keadaan tersebut merupakan perbedaan yang amat kontras
dengan telapak tangan Ma koan tojin yang kurus kering itu.
Si Naga tua berekor botak To Sim seng menyilangkan sepasang cakarnya didepan dada
dengan mengawasi Kan Liu-cu tanpa berkedip. ia tiada hentinya menarik napas panjang, sinar
matanya tajam menggidikkan hati, seakan-akan ia berniat untuk melancarkan suatu sergapan
dan kalau bisa membunuh Kan Liu-cu dalam satu pukulanMenghadapi kepungan dari ketiga orang jago tersebut, Kan Liu-cu tetap berdiri
tenang, ujarnya dingin.
"Tosu tua, ilmu Pek kut clang (pukulan tulang putih) yang kau yakini paling banter baru mencapai lima bagian kesempurnaan. sedang Het satjiu (pukulan malaikat hitam) dari
si- hwesio lebih cetek lagi, paling banter baru mencapai tiga bagian, sekalipun
digabungkan dengan tok liong jin (cakar naga beracun) dari si Naga tua berekor botak juga takkan
mampu berbUat apa apa terhadap diriku"
"Sebatulnya pinto tidak ada nlat untuk membunuh eng kau, tetapi sayang ucapanmu
kelewat menyakitkan hati orang, mau tak mau terpaksa pinto harus .."
la tidak menyelesaikan ucapan tersebut, sambil membentak keras bayangan mautnya
berkelebat lewat, empat sosok bayangan manusia mendadak tergabung menjadi satu dan
bertarung dengan
serunya. Dalam waktu sing kat masing-masing pihak berusaha keras untuk saling merebut posisi
yang menguntungkan, perubahan demi perubahan jurus serangan yang bertubi-tubi
menciptakan pertarungan tersebut sebagai suatu pertarungan antara mati hidup yang mengerikanTampaklah empat sosok bayangan manusia saling menyambar bayangan hitam
menyilaukan mata.
Semua ancaman tersebut dilepaskan dengan kecepatan tinggi, angin pukulan yang
menderu menyapu seluruh jagat dan menerbangkan pasir dan debu, keadaan yang berlangsung
diarena ketika itu cukup membetot sukma siapapun yang melihatnya.
Sungguh hebat dan seng it sekali pertarungan yang berkobar antara keempat orang
itu, jurus- jurus serangan yang tangguh dan sakti dipergunakan semua untuk saling merobohkan,
barang siapa kurang gesit atau terlalu lamban dalam bergerak. niscaya akan tewas tergelepar
diatas tanah. Kecuali mereka berempat menghentikan pertarungan itu bersama-sama, kalau tidak
sulit rasanya untuk meng hentikan pertarungan itu ditengah jalan . . .
Padahal tiga orang diantara mereka adalah jago kelas satu dari kalangan hitam dalam
dunia persilatan sedang yang dikerubuti tak lebih cuma seorang anggota perguruan Thian
Sat bun belaka. Waktu itu, Wi tiong-hong berdiri disamping Ko thian seng Lo i ang, dengan amat jelas
ia menyaksikan pisau terbang berayun datang, belum sempat pedang diloloskan,
badannya sudah kecipratan darah rekannya, hal ini membuat kemarahannya ssgera berkobar.
"cri ng - ." dia segera meloloskan pedang karat yang sama sekali tiada pancaran sinarnya
itu. cahaya perak masih berkelebat lewat di depan mata dengan membawa suara desingan
yang memekikkan telinga.
Pisau terbang yaog kena dipukul balik oleh orang2 Butong pay tadi, kini kembali
meluncur tiba dengan keCepatan tinggi.
Lima buah pisau berwarna perak. secepat sambaran kilat meluncur datang . . . Dalam
keadaan seperti ini, Keng hian tojin sama sekali tak sempat untuk mengurusi suara jerit
kesakitan yang berkumandang datang dari belakang tubuh nya, dia terpaksa harus pusatkan
segenap perhatiannya untuk mengawasi pisau terbang yang telah tertangkis tapi kembali
meluncur datang itu . . .
Dalam perasaannya serangan pisau terbang itusemakin berat, makin lama semakin
cepat, berapa besar tenaga tangkisan yang digunakan untuk memukul balik pisau tadi, mata sewaktu
meluncur balik kembali, tenaga maupun kecepatannya juga turut berlipat ganda.
Sekarang, pisau terbang itu datang menyergap untuk ketiga kalinya, buru-buru dia
menghimpun segenap hawa murni yang dimilikinya dan mengayunkan pedangnya membabat pisau
terbang tersebut. Keng jin tojin beserta IHwe hoa kiamThio-Kun kaisama-sama menganyunkan pedang
masing-masing untuk melancarkan bacokkan, hanya Lakjiu im leng Thio man yang terpeleset kakinya
sehingga terjatuh keatas undak-undakan batu belum sempat bang kit berdiri, cahaya pelangi
yang menyinari mata langsung menyambar kedepan dadanya.
Melihat sambaran cahaya perak itu, tampaknya pisau terbang itu segera akan
menembusi dadanya. Nona Thio yang dihari hari biasanya selalu berhati kejam dan buas, kini sudah
merasakan pergelangan tangannya kaku dan
kesemutan, mana mungkin ia masih bertenaga untuk mengangkat pedangnya lagi"
Jangankan pertolongan orang lain, sekalipun ketiga orang suhengnya yang berada
didepan matapun tak sempat menggubris dirinya waktu itu apa lagi bantuan dari orang lain"
Lakjiu im eng memang cukup keji, mendadak ia menggertak giginya dan memejamkan
mata untuk menerima kematian.
Perduli amat apa yang bakal terjadi, ia sudah pasrahkan dadanya untuk ditembusi oleh
pisau terbang tersebut.
"Trang.. . " tiba-tiba berkumandang suara benturan keras yang memekikkan telinga.
Kemudian terdengar ada orang menjerit kaget, ada pula yang membentak keras.
Hancuran pedang bagaikan air hujan berhamburan ketanah, pisau terbang yang
sedang mengganas
pun turut rontok ketanah.
Seluruh wajah Keng hian tojin basah oleh keringat, secara beruntun ia mundur sejauh
tiga langkah, pedang dalam genggamannya tahu-tahu tinggal separoh bagian.
Paras muka Keng hian tojin berubah menjadi pucat pasi seperti mayat napasnya
tersengkal- sengkal seperti kerbau, dia sudah jatuh terduduk diatas undak-undakan batu, sedang
kutungan pedangnya sudah mencelat terlepas diri genggamannya . .
Keadaan Bwee Hoa kiam Thio Kun kai paling mengenaskan, dengan sempoyangan ia
mundur tujuh delapan langkah dari tempat berdirinya, pedangnya sudah terlepas dari genggaman,
tangannya pecah dan bercucuran darah, seluruh lengan kanannya sudah tak mampu diangkat lagi
saking kaku dan sakitnya.
Bagaimana dengan Lak jiu Im eng nona Thio Man" Apakah dadanya sudah ditembusi
pisau terbang " Ataukah sudah terkapar ditanah dengan beriumur darah segar "
Ternyata tidak. sejak dia terpeleset dan jatuh terduduk diatas undak2kan batu,
tubuhnya tak bergeser lagi, sampai sekarang pun ia masih duduk disana dengan keadaan segar
bugar. cuma saja, paras mukanya telah berubah menjadi kuning kepucat-pucatan karena
ketakutan, sepasang matanya yang sebenarnya sudah terpejam rapat2 kini telah membuka
kembali bahkan terpentang lebar-lebar serta memancar kaget bercampur keheranan.
Suara desingan yang amat tajam memekikkan telinga itu mendadak lenyap. cahaya
tajam yang menyilaukan mata pun lenyap tak berbekas.
Tahu-tahu diatas permukaan lantai didepan undak-undakan batu telah tergeletak
empat bilah pisau terbang yang sudah kutung menjadi beberapa bagianDidepan undak-undakan, kini bertambah pula dengan seorang pemuda berbaju hijau
yang menyilangkan pedangnya didepan dada.
Dia, pah lawan yang telah menyelamatkan empat lembar nyawa dari Bu tong pay serta
sekaligus merontokkan serangan dari ke empat bilah pisau terbang itu, tidak lain adalah Witiong hong. Ia turun tangan secara tiba tiba hanya dikarenakan rasa gusar dan mendongkol yang
membara didalam dadanya, bahkan dia sendiripun sama sekali tak menyangka kalau empat bilah
pisau terbang yang bisa bergerak melebihi naga sakti itu dapat dirontokkan hanya dalam
sekali serangan saja. Didalam ruangan gedung kini tak ada orangnya lagi, termasuk pula sastrawan berbaju
hijau yang selama ini tak pernah berbicara, entah sejak kapan telah ikut keluar pula,
sekarang dia sedang menggendong tangan sambil berdiri dibelakang Wi Tiong hong, sikapnya
begitu santai seakan-akan sedang menonton keramaian saja.
Sementara itu, Lakjiu imseng Thio Man telah memungut kembali pedangnya dan
pelan-pelan bangkit berdiri.
Dia adalah seorang gadis yang berhati keras, tadi dia masih sempat bertarung
melawan orang itu dan kini selembar jiwanya telah ditolong olehnya, kenyataan ini membuat
wajahnya menjadi
merah padam. Dia hanya melirik kearah Wi tiong hong, kendatipun dihati dia pingin mengucapkan
beberapa patah kata terima kasih, namun bibirnya merasa rikuh untuk mengatakannya keluar,
terpaksa dia hanya mengangkat tangannya untuk membereskan rambutnya yang kusut.
Keng hian lojinpun merasa terkejut dan keheranan setelah menyaksikan kejadian itu,
dengan kekuatan sendiri yang begitu besarpun ia gagal untuk membendung serangan pisau
terbang tersebut, dia tidak menyangka Wi Tiong hong secara mudah dapat mematahkan
serangan dari keempat bilah pisau terbang itU sekaligus
Dari sini bisa dinilai kalau kepandaian silat dari Toa supeknya betul-betul sudah
mencapai tingkatan yang luar biasa, buktinya pemUda itu belum sempat melangkahkan kakinya
kedalam pintu gerbang Bu tong pay, tapi kepandaian silat yang dimilikinya telah berhasil
mencapai ke taraf yang begini hebat.
Tapi entah bagaimanapun juga , dia toh anggota perguruan Bu tong pay juga, sedikit
banyak dengan perbuatannya itu berarti dia telah mengangkat derajat serta nama baik dari Bu
tong pay. Setelah mengatur napas dan memulihkan kembali tenaga dalamnya, ia segera maju ke
depan menghampiri Wi Tiong hong, sambil tertawa dan menjura sapanya. "Wi siau sute. . ."
Ternyata dia telah berganti sebutan dengan memanggilnya sebagai "Siau sute."
Perguruan Bu tong pay sudah mempunyai sejarah selama beratus-ratus tahun lamanya
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
, orang persilatan yang pandai mempergunakan ilmu silat Bu tong pay juga amat banyak. tapi
kalau bukan anggota perguruan Bu-tong pay, biasanya pihak Bu
tong pay tak mengakuinya. Maka panggilan "Siau sute" dari Keng hian tojin ini boleh dibilang
luar biasa sekali.
Tapi, belum selesai dia berkata, mendadak dari tengah udara diluar gedung telah
berkumandang suara tertawa aneh yang menggidikkan hati.
Suara tertawa aneh itu amat menusuk pendengaran dan tak sedap didengar siapa saja
dapat mengenali kalau suara itu adalah suara dari Thian Sat-nio.
Begitu suara tertawa itu berhenti, terdengarlah seseorang membentak dengan suara
yang parau bagaikan bambu retak. "Semuanya berhenti "
Bentakan tersebut diutarakan dengan nada penuh kemarahan, membuat semua orang
merasakan hatinya bergetar keras dan tanpa sadar, mereka yang sedang bertarung pun serentak
menghentikan serangannya.
Beng Kian hoo dan Ting ci kang berdua masih tetap berdiri saling berhadapan dengan
orang berbaju putih itu, mereka tetap bersiap sedia penuh untuk menghadapi segala
kemungkinan yang tak di nginkan.
Paras muka Mi koan tojio tampak suram, bersama Thi Lo han Kwong Beng dan Naga
tua berekor botak To Sam seng mereka bertiga segera mengundurkan diri pula
kesamping. Keng jin tojin, Bwe hoa kiam Thio kun kai, Lakjiu im eng Thio Man pelan2
menggeserkan pula
badan mereka bergabung dengan toa suhengnya Keng hian tojin.
Dalam waktu singkat, suasana didepan ruang gedung itu menjadi amat hening
sehingga hampir
boleh dibilang tak kedengaran sedikit suara pun.
Sikap yang tegang dan penuh waspada seakan-akan sedang menantikan tibanya
bencana besar saja.
Terdengar suara parau dari Thian Sat nio, kembali membentak keras.
"Bocah muda she Wi, karena kau tak tersangkut dalam suatu peristiwa ini, lo nio baik-baik
memberi jalan kehidupan kepadamu dan suruh kau meninggalkan tempat ini siapa
tahu kau begitu
berani menentang aku, bahkan mematahkan pula pisau terbang milik lo nio "
Wi Tiong hong menyarungkan kembali pedangnya ke dalam sarung, kemudian sambil
mendongakkan kepalanya dia menjawab.
"Thian Sat nio, dengan mengandaikan beberapa bilah pisau terbang, kau telah
melakukan pembunuhan seCara brutal, itulah sebabnya kupatahkan keganasan pisau terbangmu
itu, meski hal ini kulakukan tanpa maksud apa apa tapi setelah kupatahkan sekarang,
mau apa kau?"
Bagaimanapun juga dia belum pengalaman di dalam dunia persilatan, meski
ucapannya ketus,
namun nada suaranya justru amat lembut. Thian Sat nio segera tertawa terkekehkekeh dengan seramnya. "Bocah keparat, kau berani mencari gara gara dengan lo nio ?" teriaknya keras-keras.
"Mengapa tidak?"
Thiao Sat nio mendengus dingin. "Hmm, tampaknya kau tidak takut mati?"
"Kalau tidak takut mati lantas kenapa ?"
"Bagus sekali, kau memang tidak takut mati, keluarlah dari situ dan jumpai aku diluar pintu rumah."
"Keluar yaa keluar, memangnya aku takut kepadamu?"
Selesai berkata, dia benar-benar melangkah keluar dengan langkah lebar.
Ting ci kang segera meloloskan pena emasnya dan menyongsong kepergian Wi Tiong
hong. "Siau heng akan pergi bersamamu "
Dengan Cepat Keng hian tojin merampas pedang ditangan Lakjiu im-eng dan berseru
pula sambil tertawa nyaring.
"Wi Siau sute, tunggu sebentar, pinto akan mengikuti dirimu pula"
Begitu dia melangkah pergi, Keng jin tojin dan Bwe hoa kiam bersaudara ikut beranjak
pula. suara dingin dari Thian Sat-nio kembali berkumandang.
"Hmm, kalian anggap kamu semua juga pantas untuk bertemu dengan aku " Hei bocah
muda aneh Wi, jika kau tidak takut mati, keluarlah seorang diri."
oo0O0ooo Bab-11 Wi Tiong Hong segera merasakan munculnya suatu semangat keberanian dari dasar
hatinya dan langsung menerjang keatas sambil membusungkan dada ia segera
berteriak keras. "Seorang diri ya seorang diri, memangnya aku takut ?"
Dengan cepat dia membalikkan badannya dan menjura kepada Keng hian tojin serta
Ting ci kang, kemudian katanya.
"Totiang, Ting toako, harap berhenti sampai disini saja, kalau toh Thian Sat nio minta keluar seorang diri, biarlah keluar seorang diri untuk menjumpainya."
Ting ci kang memperhatikan wajah Wi Tiong hong dengan termangu, untuk sesaat dia
merasa bahwa saudara yang baru dikenalnya ini benar-benar memancarkan suatu
kemisteriusan yang sukar diduga dengan akal sehat.
Dia mengakui dirinya sebagai ahli waris Thian-Goan Cu dari Bu tong pay, apalagi baru
terjun ke dalam dunia persilatan sudah barang tentu pemuda itu tak mungkin
mempunyai hubungan
dengan Thian Sat nio, tapi apa sebabnya Thian Sat niojustru meminta kepadanya
untuk meninggalkan tempat itu sebelum pembantaian dilakukan ?"
Kali ini dia telah mematahkan serangan pisau terbang dari Thian Sat nio, akan tetapi
Thian Sat nio masih meminta kepadanya untuk keluar seorang diri entah hal ini
dikarenakan ada maksud jahat ataukah karena tujuan lain?"
Dengan cepat dia teringat dengan kepandaian silat yang dimiliki mereka semua,
Sekalipun mereka menemani Wi Tiong Liong keluar dari gedung ini, tapi dengan
kepandaian mereka yang jauh dibawah kemampuan Thian Sat nio pergi atau tidak
sesungguhnya sama saja.
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia lantas menghentikan langkah kakinya, setelah
ragu sejenak. dia pun mengangguk.
"Kalau memang saudara Wi hendak keluar seorang diri, silahkan, tapi kau mesti
berhati-hati," katanya kemudian.
Lakjiu im eng Thio Man menjadi amat cemas mendengar ucapan itu, dia melirik
sekejap kearah Wi Tiong hong kemudian tak tahan serunya. "Masa kita akan biarkan
dia menyerempet bahaya seorang diri ?"
-ooo00ooo- Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, dia jadi malu sendiri, mengapa secara tiba2
ia menjadi menaruh perhatian atas keselamatan jiwanya" Tanpa terasa pipinya
menjadi merah paam.
Agaknya Keng-hian Tojin mempunyai pendapat yang sama seperti Ting Ci-kang,
setelah termenung sebentar katanya.
"Apa yang diucapkan Ting-tayhiap memang benar, Wi-siau sute tak boleh terlalu
mengu,bar napsu, segala sesuatunya harus dihadapi dengan ber-hati2, kami akan
menunggumu disini."
Sekali lagi Lak-jiu Im-eng membelalakkan sepasang matanya sambil berseru dengan
gelisah, "Hal ini mana boleh jadi, bila dia. . ."
Belum habis dia berkata, suara dari Thian Sat-nio kembali sudah berkumandang
datang. "Sudah selesai belum perundingan kalian?"
Wi Tiong-hong tidak bicara lagi, dia segera membalikkan badannya dan berjalan
menuju kepintu keluar.
Ketika itu, mendadak dari sisi telinganya berkumandang suara bisikkan seseorang
dengan suara yang amat lembut.
"Bukankah dalam sakumu terdapat sebuah lencana besi" cepat keluarkan Sebelum
mencapai pintu gerbang nanti, letakkan diatas tangan sebelah kiri, jangan buka suara
atau mengucapkan sepatah katapun"
Suara bisikkan itu sangat lembut sekali dan halus melayang masuk kedalam telinganya
bagaikan bisikan, Wi Tiong hong tak dapat mengenali suara siapakah itu, sehingga
tanpa terasa dia menjadi tertegun"Lencana besi?" Yang dimaksudkan orang itu sudah pasti lencana besi milik paman yang tak di ketahui namanya dan memerintahkan padanya untuk "menyimpan jangan
sampai hilang" itu.
Dia masih ingat, kecuali pada permukaan sebelah depannya berukiran sebuah wajah
setan yang serang menyeringai seram. diatas lencana besi tersebut tidak ditemukan
sebuah tuIisanpun. dia sendiri tidak jelas apa kegunaan dari lencana tersebut, tapi
berhubung paman tak diketahui namanya telah berpesan agar "penyimpanan baikbaik jangan sampai hilang", maka selama ini benda tersebut disimpannya dalam saku.
Entah siapa pula orang yang membisikan pesan tersebut tadi" Dari mana dia bisa tahu
kalau dalam sakunya terdapat lencana besi" Tapi kalau dilihat caranya berbicara amat
serius, sudah paSti besar Sekali kegunaannya.
Sementara ia berpikir sampai kesitu, tubuhnya sudah berada didepan pintu gerbang
dengan cepat dia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan lencana besi itu,
kemudian diletakkan pada lengan kirinya.
"Diatas lencana besi itu, hanya pada permukaan depan yang berukiran muka setan, itu berarti lukisan muka setan lah yang meletakkan didepan" demikian ia berpikir.
Dengan jari tangannya dia lantas meraba permukaan lencana yang berukir muka setan
tadi kemudian menghadapkannya kedepan, setelah itu sambil mengepalkan tinjunya,
berbusung dada dia keluar dari pintu.
Ketika sorot matanya diangkat kedepan, tampak diluar pintu suasana amat hening,
sesosok bayangan manusia pun nampak. apalagi Thian-Sat nio"
Wi Thio- hong mengingat terus pesan dari orang yang tak dikenalnya itu, dia tahu
meski dirinya tidak melihat Thian Sat nio, kemungkinan besar Thian Sat nio
bersembunyi disekitar tempat itu tentu saja dia dapat menjumpai kehadirannya.
Maka dia pun berhenti dan berdiri serius, sementara tangan kirinya yang di genggam
tadi, dibuka kembali.
Ternyata tindakannya itu benar benar mendatangkan hasil yang diluar dugaanTerdengar Thian Sat nio tertawa ringan kemudian serunya.
"Bocah muda, kau memang hebat, cepat simpan kembali, sekarang kau sudah boleh
kembali kedalam."
Suara tersebut berkumandang dari hadapan matanya, namun Wi Tiong hong tidak
berhasil menemukan tempat persembunyian Thian Sat nio.
Wi Tiong hong betul2 merasa tercengang dan tidak habis mengerti menyaksikan
semuanya itu. Tanpa terasa dia kembali berpikir, "Sebenarnya apa yang telah terjadi" Apakah dia menyuruhku keluar hanya bermaksud untuk menyaksikan lencana besi ini?"
Dia ingat terus dengan pesan orang yang tak dikenalnya itu agar jangan bersuara,
maka dia tak berani banyak bertanya meski pelbagai kecurigaan berkecamuk didalam
benaknya. Thian Sat nio menyuruhnya menyimpan kembali, tentu saja yang dimaksudkan adalah
lencana besi itu, maka dia menyimpan kembali lencana tersebut, kemudian tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia membalikkan badan dan masuk kembali kedalam
gedung. sementara dia membalikkan badannya itulah, terdengar suara Thian Sat nio yang
parau macam bambu pecah itu berseru kembali di ringi suara tertawa ringan.
"Memandang diatas wajah bocah she Wi itu, kita lepaskan mereka pada hari ini, anak-anak mari kita pergi"
"Sreeet, sreeet sreeet..."
Begitu mendengar perintah dari Thian Sat nio ketiga orang anak buah Thian Sat nio,
didepan pelataran itu segera menggerakkan tubuh masing-masing, bagaikan tiga
gulung asap mereka melejit ketengah udara dan melenyap dibalik dinding pekarangan
sana. Menyaksikan gerakan tubuh mereka itu, diam-diam Wi Tiong hong memuji tiada
hentinya. "cepat nian gerakkan tubuh mereka bertiga."
Semua peristiwa berlangsung cepat dan didalam waktu singkat, semua orang yang
berada didalam gedung masih belum tahu apa yang telah terjadi ketika mereka
saksikan Wi Tiong-hong berjalan keluar dari pintu gerbang hati semua orang lantas
berdebar keras menguatirkan keselamatannya.
Kemudian secara tiba-tiba Thian Sat nio memerintahkan anak buahnya untuk mundur,
kejadian ini makin diluar dugaan semua orang, siapapun tidak habis mengerti apa
gerangan yang sebenarnya telah terjadi"
Pada saat inilah, sastrawan berbaju hijau yang selama ini hanya berdiri diatas undak
undakan batu sambil bergendong tangan itu melayang keluar dari pintu gerbang.
Tapi berhubung perhatian semua orang sedang ditujukan pada Wi Tiong hong seorang,
maka tak seorang pun yang memperhatikan gerak-gerik orang tersebut.
Selesai itu, Ting ci kang, Beng Kian ho, Keng hian, Kengjin tootiang-serta Bwe hoa kiam bersaudara juga sedang maju ke depan menyongsong kedatangan Wi Tiong hong.
Dengan demikian, Wi Tiong bong berjalan dari muka masuk ke dalan, sedang
sastrawan berbaju hijau itu berjalan dari dalam menuju keluar, kedua orang itu segera
berpapasan muka.
Tapi pada saat itulah, disisi telinga Wi Tiong hong kembali terdengar suara bisikan lirih.
"Nak. selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, janganlah mendekat bila bertemu dengan orang selat Tok sah sia" begitu mendengar perkataan itu, Wi Tionghong segera merasakan hatinya bergetar keras, dengan cepat dia membalikkan
badannya sambil berteriak keras. "Paman . . . paman-.."
Sambil berteriak. tubuhnya laksana sambaran petir segera menerjang keluar dari balik
pintu. "Paman, harap kau orang tua menghentikan langkahmu ..." teriaknya lagi.
Tapi setibanya didepan pintu, tak terlihat lagi ke mana perginya sastrawan berbaju
hijau itu. Wi Tiong- hong segera berdiri kaku didepan pintu itu, sepasang matanya berkaca-kaca,
tak tertahan lagi titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, dia bergumam.
"ooh paman, mengapa kau orang tua tak bersedia untuk bertemu muka dengan Hongji " Mengapa kau orang tua pergi dengan begitu cepat ?" Ia tak salah mendengar.
Suara terakhir sewaktu mengucapkan kata2 tersebut kedengaran begitu mesra, begitu
hangat dan begitu dikenal
Itulah suara dari paman yang tak diketahui namanya selama lima belas tahun selalu
menganggapnya sebagai anak sendiri, ternyata dia adalah sastrawan yang berbaju
hijau itu. oleh teriakan serta isak tangis dari Wi Tiong hong yang bergema secara tiba-tiba itu,
semua orang sama-sama dibuat tertegun.
Dengan cepat Ting ci-kang memburu ke depan dan dia mendekati Wi Tiong- hong
kemudian tegurnya lirih.
"Saudara Wi, siapakah pamanmu?"
"Pamanku adalah sastrawan berbaju hijau tadi." kata Wi Tiong hong sambil menyeka matanya, "siaute dididik dan dipeliharanya hingga dewasa, sungguh tak kusangka dia orang tua..."
Sementara pembicaraan itu berlangsung, Beng Kian hoo, Keng hian toojin dan sekalian
jago lainnya telah memburu pula keluar, maka Wi-Tiong-hong segera menutup mulut
rapat-rapat. Ting ci-kang adalah seorang jago kawakan yang sudah lama melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan, dalam hati keCilnya dia telah menduga kalau Wi Tiong hong
mempunyai kesulitan yang tak dapat diutarakan maka buru2 ujarnya untuk
melamurkan keadaan tersebut.
"Walaupun saudara datang karena mencari pamanmu, kini pamanmu telah pergi jauh,
aku rasa saudara Wi juga tak perlu memburu napsu, lebih baik masuk dulu kedalam,
setelah beristirahat sejenak. persoalan baru dibicarakan kembali."
"Benar" sambung Beng Kian ho cepat, "silahkan saudara cilik masuk kedalam untuk minum teh lebih dulu"
Didengar dari na da pembicaraan Thian Sat- nio menjelang kepergiannya tadi, ia dapat
menarik kesimpulan bila kesudahan dari pertarungan hari ini tak lain karena
memandang diatas wajah Wi Tiong hong, tahu kalau pemuda itu adalah tuan
penolongnya, sudah barang tentu kakek itu tak memperkenankannya pergi dengan
begitu saja. Keng hian lojin menjura kepada Beng Kian hoo, kemudian ujarnya.
"Bu liang siu hud, gara gara urusan sute ku, hampir saja mendatangkan bencana besar untuk perusahaan anda, terutama sekali atas kematian dari Li Hu congpiautau serta Lo
tayhiap sekalian, kesemuanya ini membuat pinto merasa tak tenang, sekarang Thian
Sat nio telah pergi jauh, pinto juga mesti buru buru pulang ke gunung untuk memberi
laporan, sebab itu pinto sekalian ingin mohon diri lebih dulu kepada congpiautau"
Beng Kian hoo masih ingin menahannya, tapi dia pun tahu akan gawatnya situasi,
terutama atas kemunculan dari Thian-Sat nio dalam dunia persilatan Keng hian tojin
memang perlu untuk melaporkan hal ini kepadanya.
-ooo0O0ooo- Maka dia pun segera menjura seraya berkata.
"Totiang terlalu merendah,justru dalam peristiwa hari ini, aku orang She Beng sebagai tuan rumah merasa malu dan menyesal sekali, kau memang Totiang masih ada urusan,
siautepun takkan menahan lebih jauh, bila pelayananku sebagai tuan rumah kurang
memadahi, kuharap saudara sekalian suka memaafkannya."
"Tidak berani. ." buru- buru Keng hian lojin menyahut. Dia lantas berpiling kearah Wi Tiong hong dan berkata lebih jauh.
"Wi siaute berasal dari murid toa supek. betul belum pernah menjadi anggota Bu tongpay secara resmi, toh hubungannya dengan Butong pay tetap ada, sebab itu dalam
perjalanan siau-sute didunia persilatan mendatang, bila berkesempatan berkunjunglah
keatas bukit Bu tong san"
"Terima kasih banyak atas undangan tootiang" buru buru Wi Tiong hong membalas hormat, "asal ada kesempatan aku tentu akan berkunjung keatas bukit Butong."
Kengjin lojin dan Bwe hoa kiamThio Kun kay segera berpamitan pula kepada semua
orang. Hanya Lakjiu im eng Thio Man tetap menundukkan kepalanya rendah-rendah,
sementara sepasang matanya yang jeli selalu melirik secara diam2 kearah Wi Tiong
hong. Kalau sewaktu datang tadi, ia selalu memakinya sebagai "bajingan Cilik," tapi entah mengapa, sewaktu mau pulang halnya malah terasa berat untuk berpisah. Tentu saja
Bwe hoa kiam Thio Kun kai dapat menyaksikan tingkah laku dari adiknya ini.
Wi Thiong hong selain ganteng dan gagah diapun ahli waris dari Toa supeknya, coba
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau saat ini tiada permainan pedangnya yang cepat, mungkin dua lembar nyawa
mereka sudah lenyap diujung pisau terbang Thian Sat nio
Ia cukup tahu, dihari-hari biasa adiknya ini mempunyai pandangan yang kelewat tinggi,
terhadap siapapun sikapnya selalu dingin dan sinis, baru kali ini dia saksikan adik
perempuannya itu menunjukkan sikap maupun pandangan mata yang lemah lembut
penuh rasa cinta.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya sambil menjura dan tertawa katanya
kemudian, "Rumah kami berada di kota ciu bong tin dibawah bukit Butong san, bila Wi sute ada kesempatan silahkan mampir dirumah kami, dengan senang hati kami dua
bersaudara akan menyambut kedatanganmu."
"Bila sempat, aku pasti akan berkunjung kesana "
Setelah berpamitan dengan semua orang, Keng hian tojin dengan mengajak Keng jin
tojin serta bwee hoa kiam bersaudara segera berlalu dari tempat itu.
Sebelum pergi meninggalkan tempat itu, Lakji im eng sempat berpaling dan ujarnya
kepada Wi Tiong hong.
"Kalau kau sudah berjanji, jangan di ngkari lagi . . ."
Setelah keempat orang jago dari Bu tong pay berlalu, Ma koan tojin, Thi Lo han
Kwong-Beng, si naga tua berekor botak To sam seng sekalian juga mohon diri dari
Beng Kian hoo. Sambil tertawa seram, Ma koan tojin berpaling kearah Wi Tiong hong sambil ujarnya.
"Dalam peristiwa hari ini, semuanya menjadi selamat berkat muka emas dari siau sicu, untuk itu pinto merasa banyak terima kasih sekali."
"Omitohud" kata Thi Lo han Kwong Beng pula sambil menjura, "terimalah salam hormat pinceng sebagai rasa terima kasih kami"
Sedangkan si naga tua berekor botak To Sam seng segera menepuk-nepuk bahu Wi
Tiong- hong sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh .... haaahhh . . . saudara cilik sampai jumpa lagi dilain kesempatan." Selesai berkata mereka segera berlalu meninggalkan tempat itu.
Mendadak paras muka Ting Ci kang berubah hebat, buru- buru bisiknya dengan suara
lirih, "Saudara Wi, cepat kerahkan tenaga dalammu untuk mencoba, coba diperiksa
apakah ada sesuatu bagian didalam tubuhmu yang terasa tidak beres . . .?"
Wi Tiong hong menurut dan segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk mencoba,
ternyata dia tidak berhasil menemukan sesuatu gejala yang kurang beres, maka
dengan keheranan segera tanyanya.
"Aku tidak merasakan sesuatu yang beres, Ting toako, apakah kau telah menyaksikan sesuatu yang tidak beres?"
Mendengar jawaban tersebut, Ting ci kang baru menghembuskan napas lega.
"DimaSa lalu, si naga tua berekor botak adalah seorang jagoan dari perkumpulan Pay-kau yang sangat lihay dalam permaian ilmu "Ian-jiu" atau pukulan hawa dingin, biasanya dia dapat melukai orang tanpa berwujud, karena kudengar ucapannya
bernada kurang baik, maka kusangka seCara diam-diam dia telah melepaskan
serangan untuk mencelakai dirimu"
Dengan wajah balik tertegun Wi Tiong hong segera berkata.
"Antara siaute dengan dirinya sama sekali tidak terikat dendam sakit hati apapun, mengapa tanpa sebab dia hendak melancarkan serangan untuk melukai siaute?"
"Hati dan jalan pikiran seorang jago silat sukar diduga, kau anggap apa yang diucapkan ketiga orang itu sebelum pergi tadi, benar-benar adalah ucapan untuk menyampaikan
rasa terima kasihnya kepadamu"
"Apakah mereka mengandung maksud jahat?"
Ting ci-kang menghela napas panjang. "Apa yang diucapkan saudara Wi memang
benar, ketiga orang gembong iblis ini telah mencatatkan dendam sakit hati mereka
terhadap Thian Sat nio atas nama saudara Wi, maka bila dikemudian hari kau sampai
berjumpa lagi denga mereka dalam dunia persilatan, lebih baik kau bertindak lebih
hati- hati"
"Aaaah, pada hakekatnya persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan
siaute" kata Wi Tiong hong penuh kegusaran- "hmmm, Sekalipun mereka hendak
mencatatkan sakit hatinya pada hari ini atas nama siaute, aku juga tak bakal takut
kepada mereka." Sambil berkata mereka masuk kembali ke ruangan dalam.
Dalam pada itu, si Tok hay ji, si bocah beracun itu sudah lenyap tak berbekas, entah
dia pergi sejak kapan.
Sementara jenazah dari cuan iman Li Goan tong serta Ko thian seng Lo ciang dan Hengpak siang kiat sekalian telah dibereskan oleh anggota perusahaan, para Tang cujupun
sibuk membersihkan lantai dari noda darah.
Setelah semua orang mengambil tempat duduk, dengan amat sedih Beng Kian ho
berkata. "sepanjang hidup, aku Beng Kian ho sudah banyak mengalami kejadian besar maupun
pertaruhan sangit, akupun pernah berapa kali menderita kekalahan besar, tapi belum
pernah menderita kalah seperti hari ini aaai . . . kali ini, aku orang she Beng benarbenar telah dipecundangi orang."
"Beng loko tak usah putus asa." kata Ting ci kang dengan cepat, "walaupun serangan yang dilancarkan oleh Thian Sat nio amat ganas dan keji, tapi kedatangan mereka toh
bukan ditujukan kepada lo-koko, ai . kematian Li toako yang begitu mengenaskan
benar-benar membuat siaute merasa sedih sekali". Beng Kian hoo menghela napas
panjang. "Walaupun apa yang dikatakan Ting lote benar, tapi dilihat dari kematian Siau Beng san dari perusahaan Ban-li Piaukiok yang memancing kemunculan Thian Sat nio, dapat
disimpulkan kalau inilah awal dari suatu pertikaian serta badai yang akan melanda
dunia persilatan."
"coba bayangkan, siapakah umat persilatan yang tidak tahu kalau tulang punggung
dari Siau Bing San dengan perusahaan Ban lipiau-kloknya adalah partai Bu tong"
Seperti juga An wan Piaukiok dari engkoh tua yang mempunyai hubungan dengan Siau
lim-si semua orang hampir memberi muka kepadanya."
"Tapi setelah Ban-li Piaukiok menemui musibah kemudian ternyata manusia seperti
Ma koan tojin dari bukit Hong San, Thi Lo han serta naga tua berekor botak sekalian
pun turut bermunculan semua."
"Betul kemunculan mereka lantaran tergiur oleh benda mustika, tapi tindakan mereka itu toh sama artinya dengan tidak memberi muka kepada pihak Bu tong pay" Kalau
mereka saja tak pandang sebelah mata terhadap Ban lipiau klok, apakah mereka mau
memberi muka pula kepada An piautok milik engkoh tua?"
Terutama sekali diantara pendatang itu terdapat pula orang-orang Tok seh sa,
walaupun Thian Sat nio tidak muncul, persoalannya juga telah berkembang meluas.
Dunia memang akan kaCau bia tidak diatur, kalau sudah kaCau pasti akan diatur,
apakah kejadian ini pun bisa dikecualikan?"
"Kalau kudengar dari nada pembicaraan Beng loko, tampaknya kau ada maksud untuk
mengundurkan diri dari dunia persilatan?" tanya Ting ci-kang kemudian.
"KekaCauan sudah mulai menyelimuti dunia persilatan, bila aku tidak segera
mengundurkan diri, Ban li Piaukiok merupakan contoh yang paling nyata bagiku." Ting ci-kang segera manggut manggut.
"Yaa, siaute pun merasa dengan munculnya Tok seh sia dan Thian sat-bun dalam dunia persilatan, hal ini menunjukkan kalau dunia persilatan bakal dilanda oleh kekacauan
dan kekalutan, apa yang engkoh tua katakan memang benar, tapi entah bagaimanakah
rencana dari engkoh tua?"
"Setelah menutup pintu perusahaan, aku ingin berkunjung kebukit siong-san, siapa
tahu kalau pihak kuil masih belum tahu akan peristiwa yang telah terjadi sekarang itu, terutama atas kematian Li sute yang mengenaskan, aku mesti laporkan sendiri
jalannya peristiwa ini kepada ciangbunjin."
Berbicara sampai disini, dia lantas mendongakkan kepalanya sambil tanyanya.
"Ting lote, bagaimana dengan dirimu" Menurut penglihatanku, peristiwa misterius
yang mencekam perusahaan Ban li Piaukiok bukan saja takkan menjadi reda, bahkan
akan berkembang lebih jauh, selama melakukan didalam dunia persilatan, kau harus
bersikap lebih berhati-hati."
Ting ci kang segera tertawa getir, "Siaute ucapkan banyak terima kasih atas kesediaan engkoh tua untuk bertindak sebagai saksi didalam peristiwa ku ini sehingga semua
kecurigaan dan tuduhan atas diriku bisa terselesaikan, walaupun pihak Bu tong pay
sudah bisa memahami keadaanku, tetapi dalam anggapan siaute masalah belum
selesai, tugas siaute tetap ada, lagi pula siaute telah menyetujui permintaan pihak Bu tong pay untuk membongkar kasus ini hingga tuntas, maka sebelum kedudukan
perkara terbongkar, siaute takkan berdiam diri belaka."
Beng Kian ho menatap sekejap ke arahnya, kemudian baru ujarnya lagi.
"Kegagahan lote sangat mengagumkan, ucapanmu berat bagaikan bukit karang, tentu
saja engkoh tua mengetahui akan hal ini, cuma..."
Berbicara sampai disitu, dia berhenti sebentar, kemudian baru melanjutkan lebih jauh.
"cuma saja persoalan ini mempunyai akibat sampingan yang sangat luas, aku kuatir
dibalik dibegalnya barang kawalan Ban li Piaukiok masih tersembunyi sebuah rahasia
lain. Bila lote dapat membongkar rahasia ini, tentu saja lebih baik, kalau tidak . . . aku harap kaupun sedikit tahu batas- batas diri."
"Nasehat dari engkoh tua, pasti akan siaute ingat terus didalam hati..."
"Lote, apa rencanamu selanjutnya tantang persoalan ini?"
Ting ci kang termenung dan berpikir sebentar kemudian sahutnya. "Siau Beng san dan rombongannya terluka oleh semaCam senjata pena, sedang ditempat kejadian
ditemukan pena baja milik siaute, sudah jelas peristiwa ini bukan suatu kebetulan,
sebab itu siaute ingin berangkat ke sikjin tan besok untuk melakukan pemeriksaan
sekali lagi, siapa tahu aku bisa menemukan sesuatu pertanda yang bisaku pakai untuk
membongkar rahasia ini ?"
Beng Kiam hoo segera manggut- manggut, dia seperti hendak mengucapkan sesuatu,
tapi kemudian niat tersebut dibatalkan.
Sementara itu, Ting ci kang sudah berpaling ke arah Wi Tiong hong sambil bertanya.
"Saudara Wi, kau hendak pergi ke mana?"
"Siaute tidak mempunyai suatu tujuan tertentu, bila Ting toako hendak pergi ke Sek jin tiao siaute bersedia untuk mengiringi kepergianmu itu, agar ditengah jalanpun ada
teman berbicara, entah bagaimana pendapat Ting toako?" Ting ci kang menjadi
gembira sekali.
"Bila saudara Wi bersedia ikut kesana, sudah barang tentu tawaranmu itu akan
kusambut dengan senang hati."
Dalam pada itu, orang2 dalam perusahaan telah mempersiapkan hidangan malam,
tapi berhubung Beng Kian ho dan Ting ci kang mempunyai persoalan dalam hati,
mereka hanya bersantap tanpa banyak berbicara, kemudian oleh Ting ci kang, Wi
Tiong hong dihantar menuju ke kamar tamu untuk beristirahat.
Semalam tiada kejadian apa apa, keesokan harinya Ting Ci kang dan Wi Tiong hong
pun berpamitan kepada Beng Kian ho untuk melanjutkan perjalanannya.
Waktu itu fajar baru saja menyingsing, sang surya telah memancarkan sinarnya
dilangit sebelah timur.
Banyak orang yang berdatangan dari luar kota untuk berjualan dipasar, tapi banyak
pula yang keluar kota untuk melakukan perjalanan, pintu kota yang sempit menjadi
penuh sesak dengan manusia yang berlalu lalang.
Tampaknya kesempatan semacam ini tak pernah disia-siakan oleh kaum pengemis
untuk mencari sedekahnya, tampak banyak gembel yang meminta uang sedekah dari
mereka yang lewat.
Ting Ci kang dan Wi Tiong hong berdua keluar pintu utara, suatu ketika tiba2 anak
muda itu merasa tubuhnya segera didesak oleh seseorang, ketika dia berpaling, lamatlamat dapat dilihat bahwa orang itu adalah seorang pengemis kecil yang kurus kering,
saat itu dia pun tak menaruh perhatian yang khusus.
Sik jin tian terletak di ujung pegunungan Huay jlok san, jaraknya dengan kota Sang siu hanya puluhan lie, dengan kecepatan lari kedua orang itu, tak satujam mereka telah
sampai ditempat tujuan.
Yang dimaksudkan Sikjin tian tak lebih cuma sebuah kuil kecil tanpa penghuni dibawah
kaki bukit, kalau dibilang kuil, sesungguhnya sedikitpun tidak mirip kuil.
Diatas ruangan tengah berdiri sepasang patung manusia, tak tampak api hio, tidak
nampak pula pengunjung atau penjaga, sehingga sepintas lalu tempat itu mirip gardu
yang dipakai orang untuk tempat beristirahat daripada sebuah rumah beribadah.
Ting Ci kang sengaja berkunjung kesana karena disekitar tempat itulah Siau Beng san
serta anggota perusahaan Ban liPiaukioknya menemui musibah, dia berharap dari
sekeliling tempat kejadian itu bisa ditemukan sesuatu petunjuk.
Begitu sampai ditempat tujuan, mereka mulai lakukan pemeriksaan yang seksama,
bahkan setiap rumput setiap jengkal tanah diperiksa semua dengan seksama.
Sayang jaraknya dengan saat kejadian sudah cukup banyak selisihnya, hingga sekalipun
waktu peristiwa meninggalkan bekas, setelah melewati sekian banyak waktu akhirnya
punah juga. Setengah harian mereka berdua melakukan pemeriksaan dengan seksama, akan tetapi
tiada sesuatu yang mereka temukan, namun Ting Ci kang tak mau menyerah dengan
begitu saja, dengan kuil Sikjin tian sebagai pusat, mereka mulai melakukan pencarian
ke empat penjuru sekeliling tempat itu. . .
Satu jam sudah iewat, namun mereka belum juga menemukan sesuatu yang sangat
mencurigakan mereka berdua.
Sambil merangkak keluar dari balik semak belukar dan meluruskan pinggangnya pegal,
Ting Ci kang menghembuskan napas panjang katanya sambil menghela napas.
"Tampaknya orang yang melakukan pembegalan barang kawalan itu betul-betul
mempunyai rencana yang amat masak ....
Belum habis dia berkata mendadak ia berseru tertahan, kemudian dengan cepat
membungkukkan badannya.
Semak belukar yang tumbuh ditempat itu sebenarnya amat lebat, tumbuhan ilalang
tingginya mencapai sebatas pinggang, maka begitu dia jongkok, seketika itu juga
badannya lenyap tak berbekas.
Wi Tiong hong bermata tajam bertelinga tajam, mendengar seruan tertahan itu,
dengan cepat dia memburu kedepan, lalu tegurnya.
"Ting toako, apa yang telah kau temukan." Dimana sorot matanya dialihkan tampak olehnya Ting Ci kang dengan sepasang matanya yang tajam bagalkan sembilu sedang
mengawasi balik semak belukar tanpa mengucapkan sesuatu apa pun, kenyataan ini
membuat hatinya menjadi amat keheranan.
Tiba-tiba Ting Ci kang mengambil sedikit hancuran rumput bercampur tanah dan
didekatkan ke hidungnya, setelah mengendus sejenak. akhirnya dia bergumam.
"Tembakau Aaah, orang ini menghisap tembakau. . . ."
Wi Tiong hong ikut mengawasi benda tersebut, betul juga , diantara semak belukar dia
temukan ada bekas2 yang terbakar, tak tahan segera ujarnya. "Banyak sekali orang
menghisap tembakau, apa anehnya dengan kejadian ini?"
"Orang yang menghisap tembakau memang tak sedikit jumlahnya." sahut Ting Ci kang sambil mendongakkan kepalanya. "Cuma tempat ini bukan tapi jalan raya, disini pun bukan jalan penting yang dilewati setiap orang, apalagi semak belukar ditempat itu
tubuh amat dan setinggi pinggang, mengapa orang itu mesti menghisap tembakau
sambil bersembunyi dibalik semak belukar" Ditinjau dari hal ini bisa disimpulkan kalau peristiwa ini sangat mencurigakan. "
"Betul, biasanya orang yang menghisap tembakau adalah orang orang yang telah
lanjut usia." Wi Tiong hong menambahkan.
Ting Ci kang manggut2, sambil beranjak katanya. "Sekalipun kita tahu kalau orang itu penghisap tembakau, usianya diantara lima puluh tahunan, namun tanda tersebut
masih terlalu minim, mau mencari orang itu dalam masyarakat ibaratnya mencari
jarum di dasar lautan. . ."
Setelah mengamati sebentar posisi matahari di langit, sambungnya lebih jauh. "Kini waktu sudah mendekati tengah hari, mungkin saudara Wi juga sudah lapar, disekitar
tempat ini hanya terdapat sebuah rumah petani dekat kaki bukit sana mari kita suruh
mereka buatkan nasi untuk kita, setelah melepaskan lelah kita baru berbicara lagi."
Seusai berkata, dia lantas mengajak Wi Tiong hong berjalan keluar dari hutan rendah
itu menuju ke sebelah kanan kiri bukit.
Setelah berjalan kurang lebih beberapa li, betul juga , didepan sebuah hutan bambu,
diatas gundukan tanah berdiri sebuah rumah gubuk, disekeliling rumah gubuk itu
penuh ditanami sayur.
Baru saja mereka berdua mendekat, dari dalam rumah gubuk itu telah berjalan keluar
seorang nenek berambut putih.
Ting Ci kang segera maju selangkah kemuka kemudian sambil menjura katanya.
"Permisi nenek"
Nenek berambut putih itu manggut-manggut.
"silahkan duduk kek koan." katanya sambil mempersilahkan.
Sambil maju selangkah ke depan, dengan suara keras dan satu persatu Ting Ci-kang
berkata. "Kami datang mengganggumu lagi, harap nenek bersedia membuatkan hidangan
untuk kami."
ooo0O0ooo Bab-12 Tampaknya nenek berambut putih itu sudah tuli, buktinya dia mesti miringkan kepala
dan mendengarkan setengah harian dengan seksama sebelum akhirnya dia manggut2.
"Cuma diatas gunung tiada hidangan yang lezat, harap Kek koan menjadi maklum
adanya." "Terima kasih nenek!"
Dengan mengikuti dibelakag nenek berambut putih itu, mereka berdua berjalan masuk
ke dalam rumah gubuk.
Dalam ruangan, tengah, di atas pembaringan bambu tampak seorang kakek berambut
putih sedang berbaring, sebuah selimut kumal menutupi badannya, dia seperti lagi
mengidap penyakit yang parah.
Nenek berambut putih itu segera mempersilahkaa kedua orang tamunya untuk duduk
disamping sebuah meja, setelah mengambil dua mangkuk air teh, ujarnya dengan rasa
rikuh. "Kek koan sudah melakukan perjalanan jauh sudah pasti kalian sangat haus, sayang di tempat terpencil seperti ini tak ada daun teh, silahkan minum semangkuk air putih
saja" Sambil bangkit berdiri Ting Ci kang menerima pemberian tersebut.
"Terima kasih banyak nenek, berapa hari berselang orang tua ini masih segar bugar, apa sekarang lagi meaderita sakit?"
Sambil membungkukkan badannya, nenek meninju beberapa kali punggungnya,
kemudian menyahut.
"Aaah, tidak apa apa, kalau sudah tua memang banyak penyakitnya, aaai ... pernah
mengidap sesuatu penyakit, bila cuaca berubah, penyakit pun turut kambuh.... ia
berbatuk-batuk semalaman suntuk,... sekarang baru dapat menjadi tenang... mungkin
ia sudah tertidur nyenyak."
Wi Tiong hong mengangkat cawannya dan minum melegukan, kemudian baru ujarnya.
"Ting toako, kau kenal dengan mereka?"
Tampaknya Ting Ci kang merasa haus sekali dalam waktu singkat dia telah minum
semangkuk sampai habis, setelah meletakkannya kembali, ia baru berkata. "tiga hari
berselang, aku pernah berkunjung kemari untuk menyelidiki sebab kematian dari
sahabat dari perkumpulan kami, waktu itu tengah hari seperti saat ini, disektiar
tempat ini tidak kujumpai rumah penduduk lain, maka kamipun bersantap siang disini,
sikap maupun tingkah kedua orang tua baik sekali."
Nenek berambut putih itu tuli, ia tak mendengar apa yang dibicarakan kedua orang itu,
maka sambil memandang kedua orang itu, dengan senyuman dikulum, ujarnya agak
tergetar, "Kek koan berdua, silahkan duduk se bentar aku si nenek akan segera
menyiapkan hidangan."
Selesai berkata dia lantas berjalan menuju dapur.
Ting Ci kang beranjak dan mengambil sebuah poci dari meja, kemudian setelah
menuang semangkuk air, kembali ia minum dengan lahap.
Mendadak sorot matanya dialihkan kepembaringan, di atas dinding dekat
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pembaringan tergantung sebuah hucwe yang telah berwarna hitam, pada ujung hucwe
tergantung sebuah bungkusan yang berisi tembakau.
Tak usah diperiksapun Ting Ci kang bisa duga kalau isi bungkusan itu adalah tembakau
tentunya dihari hari biasa kakek itu terbiasa mengisap hucwee.
Maka tanpa terata gumamnya dihati.
"Tembakau?" setelah berpikir sampai disitu, dia sama sekali tidak mempunyai ingatan untuk menaruh rasa curiga, sebab kedua orang tua itu tidak lebih cuma rakyat biasa.
Hingga pada saat itulah mendadak Wi Tiong hong menjerit kaget.
Dengan cepat Ting Ci kang berpaling, dia menemukan Wi Tiong hong sedang
memegang secarik kertas, waktu itu kertas tadi sudah dibuka lipatannya dan sedang
diamati dengan seksama.
ia tak tahu apa isi surat itu, tapi jelas kalau kertas itu berisi beberapa huruf.
Wi Tiong hong sesudah memandang sekejap kertas itu, segera mendongakkan
kepalanya berseru.
"Ting toako, cepat kau lihat !"
Ting Ci kang menerima kertas itu dan membaca isinya.
"Jangan melakukan perjalanan bersama orang she Ting "
Gaya tulisannya indah, jelas tulisan dari seorang gadis muda.
Dengan perasaan keheranan dia segera bertanya. "Saudara Wi, darimana kau
dapatkan kertas tersebut didalam sakuku!"
"Jadi kau tak tahu sedari kapan orang itu masukkan kertas tersebut kedalam sakumu."
"Keanehannya justru terletak di sini, orang dapat masukkan gulungan kertas ke dalam saku siaute, namun siaute sama sekali tidak mengetauinya."
"Mungkinkah semalam..."
Belum habis dia barkata, wi Tiong hong telah menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak mungkin, hal ini tak mungkin terjadi, pagi tadi siaute telah memeriksa sakuku, namun tidak kujumpai gulungan kertas ini"
Sekali lagi Ting Ci kang memperhatikan tulisan diatas kertas itu dengan seksama,
kemudian ujarnya. "Gaya tulisan orang ini sangat indah dan halus agaknya ditulis oleh
seorang gadis, lagi ". dilihat dari gaya tulisannya, tak mungkin pembuatnya sudah tua.
saudara Wi, apakah kau kenal dengan seorang gadis muda" "
Cepat muka Wi Tiong hong segera berubah merah padam, dengan cepat dia
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, aku tidak kenal gadis muda, siaute
baru terjun kedalam dunia persilatan orang persilatan yang kukenal adalah Ting toako,
sedang Lak jiu im eng nonaThio dari Bu tong pay baru kujumpai kemarin boleh dibilang
merupakan gadis pertama yang siaute kenal, lainnya tidak ada ..."
Sewaktu membicarakan soal Lak jiu im eng, tanpa terasa dia membayangkan kembali
sikap angkuh dan tinggi hati dari gadis tersebut, walaupun kemudian dengan wajah
memerah dan senyuman dikulum ia mengundangnya untuk berkunjung kekota Cing
hong tin, baginya, boleh dibilang dia tidak menaruh kesan baik terhadap gadis itu.
Ting Ci king tahu kalau jawaban dari Wi Tiong hong itu merupakan jawaban yang
sejujurnya, tapi jelas kalau tulisan itu ditulis seorang perempuan, mana mungkin. . .
Mendadak ia teringat kembali dengan perempuan penyanyi dari perguruan Thian sat
bun yang pernah dua kali menganjurkan kepada Wi Tiong hong agar pergi dari situ
daripada mati secara konyol, mungkin perbuatan dari gadis itu.
Walaupun Wi Tiong hong baru terjun dalam dunia persilatan, namun asal usulnya
mempunyai banyak rahasia besar, bahkan sampai manusia macam Thian sat nio pun
menaruh sikap yang luar biasa dan lain dari yang lain terhadap dirinya"
Dari surat peringatan itu, tanpa terasa dia memikirkan soal asal usul Wi Tiong hong,
kemudian membayangkan pula tingkah laku dari Thian sat nio tempo hari, untuk
sesaat lamanya menjadi termenung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sementara dia masih termenung, tampak nenek berambut putih itu sudah muncul
kembali sambil menghidangkan sayur dan nasi, katanya sambil tertawa setelah
hidangan itu diletakkan diatas meja, "Kek koan berdua, diatas gunung cuma ada sayur
mayor belaka, bila hidangannya kurang berkenan didalam hati, harap kalian berdua
jangan marah, silahkan bersantap!"
Ting Ci Kang memperhatikan hidangan yang ditaruh di meja dalam sekilas lintas,
tampaknya kecuali rebung, sayur mayur, masih ada sepiring ikan asin dan sepiring
daging. Berbicara buat orang gunung, hidangan semacam itu boleh dibilang sudah cukup
mewah. Buru2 ujarnya sambil barterima kasih, "Waah, nenek kelewat sungkan, beginipun
sudah baik sekali."
Diatas wajah si nenek yang penuh keriput segera dihiasi dengan senymuan lebar,
kembali dia berkata. "Kini tengah hari lewat, silahkan kalian berdua cepat bersantap, akan kumasakkan lagi air bening buat kalian."
Dia lantas membalikkan badan dan berjalan masuk kedalam.
Waktu itu Ting Ci kang dan Wi Tiong hong sudah merasa lapar sekali, setelah
mengucap terima kasih, merekapun tanpa sungkan segera bersantap dengan lahap.
Dalam waktu singkat Ting Ci kang menghabiskan dua mangkok nasi, sekarang sedang
mempersiapkan nasi yang ketiga.
Mendadak Wi Tiong hong menghentikan sumpitnya sambil berkata. "Ting toako,
beberapa malam berselang waktu siaute masih menginap di rumah penginapan, telah
kutemukan pula secarik kertas.
"Ooh. apakah tulisan perempuan juga?" tanya Ting Ci kang sambil menatapnya lekat
lekat. Wi Tiong hong segera mengangguk.
Ting Ci kang segera bertanya lebih jauh. "Apa yang ditulis dalam surat itu" "
"Setelah fajar keluar kota, jangan menunda-nunda."
"Setelah fajar keluar kota. jangan menunda nunda..." gumam Ting Ci kang, mendadak mendongakkan kepalanya sambil bertanya, "Apakah kau tahu siapa yang mengirim
surat itu?"
"Tidak." keesokan harinya, ketika siaute bangun, surat tersebut baru kutemukan."
Diapun lantas menceritakan bagaimana malam sebelumnya ada orang mengintipnya
dari luar kamar, kemudian pada keesokan harinya diatas meja ditemukan surat
peringatan. Ketika selesai mendengar peringatan tersebut Ting Ci kang segera merasa kalau
dugaannya mungkin tak salah lagi, maka setelah termenung beberapa saat lamanya,
mendadak dia berkata.
"Saudara Wi, ketika hari ini kita akan keluar kota tadi, adakah seorang yang lewat dari sampingmu dan sengaja menumbuk badanmu?"
Wi Tiong hong berpikir sebentar, lalu sahutnya, "Aaah, betul, sekarang Siaute sudah
ingat, yaa, betul ketika ia berada didepan pintu kota memang ada orang mendesak
badanku." "Apakah kau melihat jelas manusia macam apakah itu?" tanya Ting Ci kang sambil
melirik. "Sewaktu siaute berpaling, orang itu sudah pergi jauh, aku hanya sempat menangkap bayangan punggungnya, dia seperti seorang pengemis cilik yang dekil sekali
pakaiannya."
"Pengemis cilik ?" seru Ting Ci kang terperanjat, "Apakah dia seorang perempuan?"
Wi Tiong hong segara menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tentang soal ini, siuate kurang begitu jelas"
"Kemungkinan besar adalah perempuan, sebab perawakan badan perempuan
biasanya kecil kurus, kalau dipandang dari belakang...."
Belum selesai dia berkata, mendadak matanya yang tebal berkernyit,
kemudian..."Blaamm!" dia memukul meja keras-keras sambil melompat bangun,
serunya dengan gusar.
"Ada yang tak beres...." Sebelum dia berkata, tahu-tahu badannya limbung dan roboh terkapar keatas tanah.
Wi Tiong hong menjadi terkejut sekali buru2 panggilnya, "Ting toako, mengapa kau ?"
Terhampar ditanah, Ting Ci kang masih sempat mendesis dengan suara rendah dan
berat. "Dalam sayur...."
"Dalam sayur kenapa..." buru-buru Wi Tiong hong Tanya dengan sangat gugup.
"Bagaimana dengan sayur itu?" Wi Tiong hong yang tak sempat menyelesaikan
kata2nya. Karena seperti juga Ting Ci kang, dia turut terjungkal keatas tanah dalam
keadaan lemas. Suasana didalam rumah gubuk itu menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit
suarapun. Dua orang yang tergelepar diatas tanah itu jatuh tak sadarkan diri.
Si nenek berambut putih yang berwajah penuh keriput itu sudah berubah menjadi
pucat karena ketakutan, dengan tubuh membungkuk berjalan keluar dari rumah gubuk
menggoyang goyangkan tangannya kearah sebelah kiri hutan.
Dari balik hutan segera berkumandang suara gelak tertawa yang amat keras, menyusul
kemudian tampak tiga sosok bayangan manusia melayang masuk kedalam rumah
gubuk itu ... Ternyata mereka adalah seorang tosu tua seorang hwesio gemuk dan seorang kakek
bermuka merah yang berkepala botak.
Mereka tak lain adalah Ma koan tojin, Ma lo han Kwong Beng hwesio serta sinaga tua
berekor botak To Sam seng yang secara diam diam menguntit perjalanan Ting Ci kang
serta Wi Tiong hong.
Tampaknya nenek berambut putih itu belum pernah manyaksikan ada orang bisa
terbang ke angkasa, dia nampak gugup, takut dan cemas secara beruntun badannya
mundur terus kebelakang.
Setelah mencapai pemukaan tanah, sinaga tua berekor botak segera mengulapkan
tangannya berkata dengan suara dalam.
"Nenek tua, kau tak usah takut, cepat masuk hidangkan sayur dan arak, asal kau
menurut kami akan membebaskan jalan darah dari para tamu mu itu dan tak akan
melukainya walau hanya seujung rambutpun..."
Dengan ketakutan nenek berambut putih itu mengangguk berulang kali, dia lantas
berjalan masuk kedalam.
"Omitohud...!" kata Thi-lohan Khong Beng hwesio kemudian, "tindakan yang dilakukan lo loko kali ini betul-betul sangat jitu dan tepat sekali!"
Naga tua berekor botak segera tertawa bangga. "Taysu kelewat memuji, beberapa li
disekitar Kek jin tian cuma tinggal sepasang suami istri tua itu, tiga hari berselang Ting Ci kang beristirahat disini, tentu saja hari ini pun ia akan datang kemari pula. "Cuma sepasang suami isteri ini telah memperoleh kebaikan dari Ting Ci kang pada masa lalu,
maka bila siaute tidak menotok jalan darah dari tua bangka itu, sudah pasti nenek
itupun enggan mencampurkan racun kedalam sayur."
Sembari berbincang bincang mereka berdua maju kedepan memasuki ruangan gubuk.
Dilihatnya Ting Ci kang dao Wi Tiong hong masih tergelepar diatas tanah dalam
keadaan tidak sadar, tubuhnya sama sekeli tak bergerak.
Tak tahan Thi-lohan Khong Beng hwesio berseru. "Sejak kecil Ting Ci kang sudah
mengikuti si rase tua dari Thi Pit pang yang bernama Thiat Pek li, segala macam
permainan busuk dunia persilatan boleh dibilang sudah diketahui olehnya, masa
begitu gampang dia kena dipecundangi" "
Naga tua berekor botak To Sam seng segera tertawa.
"Obat pemabuk yang dicampurkan dalam sayur adalah obat Ji ko mi (termasuk obat
mabuk), sejenis obat pemabuk yang terbuat dengan resep rahasia, tidak berwarna dan
juga tak berbau, kendati demikian memang memiliki kelihayan dan pengaruh yang luar
biasa, jangan harap ia bisa mengetahui segala dari racunku ini, menanti dia lihat gelagat tak beres, biasanya obat itu sudah mulai bekerja."
Setelah berkata dia lantas berjongkok dan mulai menggeledah isi saku Ting Ci kang.
Thi-lohan Khong Beag hweesio tak mau ketinggalan, dia turut melakukan
penggeledahan isi saku Wi Tiong hong.
Hanya Ma koan tojin seorang tetap berpeluk tangan belaka sambi mengawasi kedua
orang ia dengan senyum tak tak senyum, seakan akan kedua orang rekannya yang
menggeledah saku Ting Ci kang serta Wi Tiong hong sama sekali tak menarik
perhatiannya. Padahal dibalik telapak tangannya yang saling berlipat itu telah dipersiapkan tenaga
pukulan Pek kut ciang sebesar sepuluh bagian, asal salah seorang diantara mereka
berhasil menemukan pusaka, maka secepat kilat pula dia melancarkan serangan.
Dalam saku Ting Ci kang, si naga tua berekor botak To Sam seng hanya berhasil
menemukan sebatang pena emas, sambil menghembuskan napas ia lantas bangkit
berdiri, kemudian dengan wajah ragu gumannya,
"Heran, barang itu tidak berada disakunya."
Dari ucapan tersebut bisa ditarik maknanya bahwa dia seperti tidak percaya dengan
kenyataan tersebut.
Dari saku Wi Tiong hong, Thi Lohan Kwong Beng hwesio pun cuma berhasil
mendpapatkan sepasang pena besi, sambil bangkit berdiri tanya pula.
"Dalam saku bocah inipun tidak berhasil temukan apa apa"
Diam diam Ma koan tojin segera menegangkan kembali sepasang tangannya, dia
tertawa seram, katanya. "Sudah sejak tadi pinto berpendapat demikian, mustahil
barang itu bisa berada didalam sakunya."
"Bagaimana suheng bisa berpendapat demikian?" Tanya si Naga berekor botak dengan
wajah masam. Ma Koan tojin tertawa hambar. "Bila Ting Ci kang telah berhasil mendapatkan barang itu, dia tak akan melakukan pencarian yang teliti lagi didalam rerumputan."
Mendengar perkataan itu, diam2 si Naga tua berekor botak menyumpah didalam hati.
"Tua bangka celaka, hidung kerbau sialan, kau adalah seorang yang licik!"
Sementara itu diluaran katanya dengan nada kalem. "Kalau begitu, usaha siaute
selama ini hanya sia2 belaka" "
"Itu mah tidak, benda mestika itu ada sangkut pautnya dengan perkumpulan Thi pit
pang, apalagi disaat Siau Beng san beserta kedelapan belas pengikutnya dari
perusahaan Ban li piauwkiok terbunuh, Thi jiau tong long Lu Yau cun seorang dari ke 4
pelindung hukum perkumpulan Thi Pit pang yang ditemukan tewas disana.
Bahkan ditinjau dari bekas lukanya mereka semua tewas diujung senjata pena baja, ini
menandakan kalau peristiwa berdarah itu merupakan hasil perbuatan dari Thi pit
Kisah Pendekar Bongkok 8 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Kisah Pendekar Bongkok 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama