Ceritasilat Novel Online

Pedang Darah Bunga Iblis 2

Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Bagian 2


sanubarinya, tapi selang tak lama teringat olehnya kebiasaan
watak Sia sin serta tindak tanduknya, maka dengan sikap kaku
dingin ia menyahut, "Apakah panggilanmu itu tidak berkelebihan."
"Eh, apa makmudmu, usia setuaku ini apa tidak boleh panggil kau
anak?" "Dalam dunia persilatan mengutamakan luhur budi dan bijaksana."
Keempat gadis hijau dipinggir tandu lekas2 menutup mulut dengan
lengan bajunya, hampir saja mereka tak kuat menahan rasa
gelinya. Berhenti sekian lamanya baru Pek hoat sian nio bicara lagi,
"Komentar aneh, boleh dibandingkan dengan Lam sia dahulu."
Go Bing menjadi tidak sabar, serunya, " kau memanggil aku
kemari, hanya untuk omong beberapa patah kata ini.?"
"Sekarang kau kembalikan buntalan ditanganmu itu kedalam
gelanggang."
Go Bing menarik muka, suaranya ketus, "tidak bisa!" "Benda itu
tiada membawa manfaat bagimu." "Seperti kukatakan aku
hanya mengejar jejak seorang
pembunuh dengan benda ini." "Coba kau ceritakan, mungkin Sian
nio dapat memberi
sedikit sumber penyelidikan untuk kau!" Sejenak Go Bing bimbang,
akhirnya ia ceritakan juga
pengalamannya didalam hutan kecil itu. Nadi ucapan Sian nio
tandas dan berat, "menurut ceritamu
itu, memang tidak salah sikorban itu mati karena terkena racun
tanpa bayangan, tapi diseluruh jagat ini yang mungkin bisa
menggunakan racun tanpa bayangan itu hanya racun utara seorang,
dan lagi selain seorang putra yang keliwat dimanjakan racun utara
tidak mempunyai seorang muridpun"."
"Maksud Sian nio adalah"." "Tidak mungkin racun utara
campur tangan." "Dengan bukti apa Sian nio berani
memastikan begitu!" "Menurut martabat dan karakter racun
utara ayah beranak,
barang apa yang sudah ditangannya tak mungkin dilepas lagi,
apalagi benda yang sudah disentuh tangan mereka, tak
mungkin orang berani menjamahnya lagi, selain itu juga tidak
sedemikian gampang dan murah mereka mau menggunakan
racunnya!".
"Maksud pertanyaan saya ialah siapakah orangnya yang menyebar
racun itu?"
"Mungkin sukar untuk mencari tahu!" "namun terang gamblang
barang ini berada ditangan
orang2 Bwe hoa hwe, tidakkan beres mencari jejak siorang
pembunuh ini dari tubuh mereka?"
Pek hoat sian nio tertawa ringan, ujarnya, "Kau bisa menyesal?"
"Mengapa?" "Sebab pedang berdarah ditanganmu itu adalah
palsu!" "Palsu?" tercetus serusan kaget dari mulut Go bing.
"Ya, memang palsu, maka kusuruh kau melempar kembali
ketengah gelanggang." Otak Go Bing bekerja cepat, setelah itu
baru ia membuka
lagi, "tulesn atau palsu tidak menjadi soal, tujuanku yang utama
adalah mengejar jejak sipembunuh itu."
"Kau masih hijau dan perbuatanmu ini terlalu semberono."
"Ha, dengan alasan apa kau berkata begitu?" "Coba kau
jelaskan, benda itu direbut orang sebelum adik
Siang Siau hun itu keracunan atau setelah keracunan baru direbut
orang, kau tahu pasti tidak, lagipula hanya Pak tok Tang bun Lu
ayah beranak yang dapat menggunakan racun tanpa bayangan itu,
merekapun tidak sembarangan menggunakan racun, dengan
kepandaian silat racun utara anak beranak untuk menghadapi non
sian itu kalau dia sampai menggunakan racun apakah tidak
menimbulkan cercaan dan tertawaan orang bulim, bwe hwa bwe
memamerkan pedang
berdarah palsu, apakah tujuannya belum dapat diketahui, tapi
menurut apa yang kita hadapi ini, kalau pedang berdarah ini
adalah tulen, betapa banyak tokoh2 silat lihat yang terhimpun
dalam bwe hwa hwe tentu mereka takkan tinggal diam barang
yang sudah menjadi milik mereka diperebutkan orang banyak."
Analisa panjang lebar ini membuat Go bing bungkam seribu
bahasa, sekali ayun ia lemparkan buntalan kain itu ketempat
asalnya, perbuatan diluar dugaan ini membuat semua orang yang
hadir melongo heran dan garuk2 kepala, sebab mereka tidak tahu
apa yang telah dipercakapkan Pek hoat sian nio dan sipemuda
aneh yang berkepandaian hebat ini.
Setelah merandek sejenak Pek hoat sian nio bicara lagi " sekarang
kau boleh undurkan diri!"
Sekali berkelebat tubuh Go bing melayang mundur lima tombak
jauhnya. Gadis baju putih melangkah cepat kearah tandu, setelah
mendengarkan apa2 terus memutar tubuh dan bicara lantang , "
Sian nio mempersilahkan Tang hay hi hu dan Im hong Lokoay
berdua maju menjawab pertanyaan."
Setelah saling berpandangan heran, berbareng Tang hay dan Im
Hong melangkah maju kedepan tandu, entah apa yang dikatakan
oleh Sian nio, yang jelas setelah mendengar, Tang hay dan Im
Hong berseru kaget berbareng tubuhnya sempoyongan mundur
begitu memutar tubuh terus melejit jauh hendak melarikan diri".
Kerai mutiara yang menjulai turun didepan pintu terbuka sedikit lalu
menutup kembali, dibarengi suara jeritan ngeri yang mendirikan
bulu roma, tubuh Tang hay dan Im Hong yang terbang tinggi
terlempar jatuh bersama terus tak bergerak lagi, mati. Dua
gembong iblis durjana bergelimpangan mati didepan tandu, kenapa
Pek hoat sian nio menamatkan jiwa kedua orang ini tiada
seorangpun yang
tahu, semua hadirin berobah air mukanya kuatir dan takut2, siapa
tahu ancaman elmaut itu juga akan menimpa dirinya atau orang2
jahat lainhya" Rasa ketakutan dan bayangan mau tercekam dalam
benak masing2 bahwasannya nyawa adalah sangat berharga,
dalam keadaan ada sedikit kesempatan menyelamatkan diri ini,
banyaklah gembong2 silat itu yang tidak menyia-nyiakan
kesempatan itu secara diam2 dan sembunyi2 mereka pergi. Siapa
berani mencabut gigi dimulut harimau, merebut benda yang telah
diincar oleh Sian nio kematianlah hadiahnya.
Dalam pada itulah terdengar sigadis baju putih mendadak berseru
lantang, "Kawan2 dari Bwe hwa hwe, perhatikan! Sampaikan
kepada ketua kalian, bahwa tipu muslihat kalian gagal total, cara
bekerja mencuri kelintingan menutupi telinga adalah menipu diri
sendiri dan sangat menggelikan."
Karena dikorek borok dan akal liciknya, It tjian toan hun Tjiu Eng
lian bersama para kerabatnya dari Bwe hwa hwe merah jengah
dan malu luar biasa, sikapnya kikuk dan serba runyam.
Keempat gadis baju hijau itu segera memikul tandu dan tinggal
pergi dengan cepat bagai terbang, sedang buntalan yang
diperebutkan tadi masih tetap berada diatas tanah dan tiada
orang yang mau menyentuhnya lagi.
Sebelum pergi sepasang bola jeli sigadis baju putih melirik kearah
Go Bing sambil unjuk senyum menggiurkan, namun hati Go Bing
tetap membeku bagai tak berperasaan, dalam hati ia tengah
membatin, "bahwasannya Pek hoat sian nio siang2 sudah tahu
kalau peang berdarah itu adalah palsu, mengapa ia datang dan
unjukan diri juga, malah sekaligus ia bunuh juga Tang hay hi hu
dan Im Hong Lokoay?" ~ Lalu apa pula tujuan Bwe hwa hwe
memancing dengan pedang darah palsu untuk menimbulkan
perebutan dan pertempuran yang menimbulkan banyak korban
ini" Siapa pula sipembunuh yang menurunkan tangan jahatnya
kepada Siang siau moay dan Li
Bun siang" Mendadak teringatlah sebuah persoalan lainnya,
tanpa merasa ia tertawa geli sendiri. Hanya percaya pada sedikit
cerita Siang Siau hun yang kurang jelas itu lantas dirinya bertindak
serampangan menganggap buntalan kain ini adalah benda yang
dititipkan kepada mereka itu, benar2 terlalu ceroboh dan
semberono. Pendapat Pek hoat sian nio ternyata sangat tepat dan persis benar
dengan uraian si orang berkedok, racun utara Tang bun Lu ayah
beranak tidak mungkin turunkan tangan jahatnya, akan tetapi
racun tanpa bayangan itu hanya terdapat dari satu aliran ini tanpa
ada cabang atau orang lain yang pandai menggunakan hal inilah
yang menjadi teka teki dan susah dipecahkan.
Go Bing berdri melongo tenggelam dalam pikirannya, tidak
diketahuinya bahwa semua hadirin sudah menghilang tanpa
kelihatan bayangannya lagi, lalu timbullah suatu keingin aneh
dalam benaknya, meski benda ini palsu mengapa aku tidak coba
membuka dan memeriksanya maka segera ia membungkuk
membuka buntalan kain itu, kiranya yang terbungkus itu sebuah
kotak kayu gepeng sepanjang satu kaki lebih, perlahan2 dibukanya
tutup kotak itu ternyata didalamnya terletak sebilah pedang kecil
panjang satu kaki selain gagaknya panjang batang pedang kecil itu
tidak lebih dari enam dim.
Hati2 dilolosnya pedang kecil itu dari sarungnya seketika secarik
sinar merah marong memancar keluar menembus ketengah udara,
pada saat itu juga terdengar seorang berseru kejut dibelakangnya,
cepat2 Go Bing memasukkan kembali pedang kedalam sarungnya
lalu perlahan2 memutar tubuh, kiranya siorang berkedoklah yang
berseru kaget tadi.
"Saudara kecil, mari kita bicara dalam hutan?" Dengan rasa
heran dan tak habis mengerti Go Bing
memandang bayangan si orang berkedok, setelah
menjemput kain buntalan itu diapun mengikuti jejak orang masuk kedalam
rimba. "Saudara kecil, keadaan ini sangat ganjil dan perlu disangsikan."
"Mengapa?" "Mungkin pedang berdarah ini adalah tulen!" "Apa
benar" kurasa tak mungkin, bahkan Pek hoat sian nio
juga mengatakan bahwa benda ini adalah palsu, sampaipun para
tokoh2 lihai dari Bwe hoa hwepun tinggal pergi tanpa ambil
perhatian lagi, bagaimana bisa"."
"Justeru disitulah sebab musabab keganjilan itu" "Aku tidak
habis mengerti." "Kalau pedang ini palsu mana bisa
memancarkan sinar
terang yang merah marong itu, harus kau ingin Hiat Kiam
merupakan benda keramat yang berharga siapapun belum pernah
ada yang melihat, tulen atau palsu susah dibedakan, lebih baik
jangan kau buang, simpanlah untuk sementara waktu, siapa tahu
kelak ada gunanya."
Tawar2 Go Bing mengiyakan, ucapan siorang berkedok tidak
masuk dalam perhatiannya, tapi akhirnya ia masukkan pedang
berdarah itu kedalam kotak dan dibungkus lagi lalu disimpan
dalam bajunya. "Banyak kejadian didunia ini sukar dijelaskan dengan alam pikiran
yang sehat, untuk kedua kalinya pedang berdarah muncul
dipuncak Tian tjong san terjatuh ditangan Tang mo (iblis timur),
cara bagaimana sampai terjatuh ketangan Mosan ji kui tidak dapat
diketahui, pendek kata segala kemungkinan bisa terjadi!" demikian
kata si orang berkedok.
"Akan tetapi dimana letak keanehan dan betapa tinggi harga
pedang berdarah ini?"
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
"Mana dapat diketahui, menurut kabarnya bila siapa dapat
memiliki pedang berdarah lantas dapat menemukan sejilid kitab
pelajaran silat yang tiada taranya, setelah dapat melatih sempurna
akan tiada lawannya diseluruh dunia."
-oo0dw0oo- Jilid 2 5. S1APAKAH AKU INI"
Go Bing semakin bingung dan pepat pikiran, berbagai
peristiwa yang beruntun terjadi ini benar2 merupakan teka- teki
yang susah dipecahkan olehnya. Teringatlah akan tugas yang
dibebankan oleh Suhunya, jaitu harus memenggal ke- pala
Tiang-un Suseng, kenyataan bahwa Tiang-un Suseng sekarang
sudah mati, maka ia harus segera kembali melaporkan hal ini dan
minta petunjuk sang guru selanjutnya. Tentang kematian Siang
Siau-moay dan Li Bun-siang terpaksa ia harus menunda sementara
waktu, biar kelak dilanjutkan lagi penyelidikan ini pada lain
kesempatan. Karena pikirannya ini segera ia berkata kepada siorang berkedok,
"Siaute masih banyak urusan yang harus dikerja-kan,
terpaksa kita harus berpisah untuk sementara waktu!"
Dengan rasa berat siorang berkedok berkata, "Apakah
memerlukan tenagaku untuk membantu?"
"Terima kasih, rasanya tidak perlu!" "Ya, kuharap tidak lama
lagi kita dapat bertemu pula!"
Sekali melompat tinggi Go Bing melesat keluar dari dalam rimba
terus berlari kembali mengikuti jalan besar.
Hari kedua tibalah dia digua tempat kediaman Gurunya, waktu
memasuki gua tiada terdengar bentakan gurunya yang sudah
kebiasaan itu, hatinya berdetak tidak tenteram, langkahnya
dipercepat memburu masuk, terlihat gurunya tengah duduk
menggelendot dinding, mata tunggalnya sudah kehilangan sinar
murni yang biasa menjedot semangat orang.
"Kau sudah kembali?" suaranya kedengaran sangat lelah. Go
Bing menyahut hampa, "Kau". bagaimana kau orang
tua?" "Aku sudah tak kuat lagi, kau kebetulan kedatanganmu ini."
"Apa, apa kau mengalami sesuatu?" "Bagaimana tugasmu" "
"Tiang-un Suseng sudah mati bunuh diri." "Bunuh diri, mana
batok kepalanya?" "Murid". eh, aku hanya melihat kuburannya."
Mata tunggal Sia-sin Kho Jiang membelalak besar, serunya
tergetar , "Darimana kau ketahui bahwa dia mati bu-nuh diri?"
"Kebetulan kujumpai seorang sahabatnya yang
sembahyang dikuburannya, dari mulutnyalah kuketahui." "Hm,
kepandaian dan kecerdikan Tiang-un Suseng
merupakan pentolan diantara sepuluh kawannya, Bunuh diri" Apa
kau melihat sendiri jenazahnya?" Go Bing menggeleng kepalanya.
"Kau harus mengeduk kuburannya untuk mengetahui
kebenarannya. Kematian Ci Khong sigundul itu, cukup membuat
para kurcaci ini waspada, mereka tidak akan sayang menggunakan
segala akal muslihat demi keselamatan jiwa-nya sendiri. Siaucu,
dulu waktu Lohu dicelakai sebelumnya telah keracunan oleh
mereka, untung mengandal Sian-thian-sin- kang aku masih dapat
melindungi nadi jantungku, sehingga
tidak segera mati. Sekarang racun itu sudah luber dan menjalar
semakin dalam, Lohu sudah tidak lama dapat hidup lagi."
Rambut dan jenggot Sia-sin Kho Jiang ber-gerak2, dia tengah
paksakan diri unjuk bicara, tangannya bergoyang cepat, katanya,
"Dengar kataku, dua puluh tahun yang lalu dipuncak Sin-li-hong
(puncak dewi suci) digunung Bu-san, aku disergap oleh tujuh
orang diantara "Bui lim-sip-yu" yang kenamaan didunia persilatan.
Dalam pertempuran itulah baru kuketahui bahwa sebelumnya aku
telah dibokong, tubuhku terkena racun yang amat berbisa


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepandaianku sudah susut separoh lebih, untung saat itu aku
dapat melindungi nadi dan jalan darah terpenting menggunakan
Kiu yang-sin-kang, untuk sementara aku dapat mencegah racun
itu supaya tidak menjalar karena aku hanya bertempur seru"."
Mendengar sampai disini, saking tegang jantung Go Bing berdetak
cepat darahpun bergolak dalam tubuhnya.
Berhenti sejenak lalu Sia-sin Kho Jiang melanjutkan ceritanya lagi,
"Betapa gusar dan benci Lohu waktu itu maka sewaktu turun
tangan akupun tidak kepalang tanggung lagi, sekaligus kulukai lima
diantara mereka, tapi karena tubuh keracunan tenaga murni susah
dikerahkan lagi, maka aku mandah dikorek sebuah mataku dan
dikutungi kedua kakiku terus dibuang kedalam jurang dipuncak
Dewi suci"."
Sepasang mata Go Bing- merah membara beringas. napaspun
memburu cepat. Setelah napasnya yang memburu tenang kembali, Sia-sin kho
Jiang melanjutkan lagi, "Untung Tuhan maha pengasih jiwa Lohu
belum tiba ajal, aku tersangkut diatas pohon2 jalar dan tertolong
oleh seorang penebang kayu, setelah susah payah secara
sembunyi2 aku menyingkir dan mengumpet di jurang
Tiam-cong-san ini. Teringat olehku akan keadaan pertempuran
hari itu baru aku insaf bahwa biang keladi semua peristiwa ini
kiranya adalah Suhengmu Loh Cu-gi itu, tidak kau
jangan pandang dia sebagai Suheng, kau belum resmi menjadi
muridku. Binatang rendah itu waktu itu juga turut hadir, namun
dia hanya menggendong tangan menonton saja"
"Loh Cu-gi?" "Ya, Benar, apa kau pernah dengar jejaknya di
kalangan Kangouw" "Konon empat belas tahun yang lalu setelah dia
merebut kedudukan tokoh silat nomor satu dari seluruh jagad ini terus
menghilang tanpa meninggalkan jejak".
"Kau harus cari dia sampai ketemu, dan bunuh serta cacah
hancur tubuhnya."
"Baik, pasti akan kulakukan." "Oleh karena itulah, dulu Lohu
bersumpah untuk tidak
terima murid lagi seumur hidup. Selain Ci Khong Hwesio, Tiang-un
Suseng, masih ada lima kurcaci lainnya "
"Siapakah kelima kurcaci itu?" "Lo-san-siang-kiam. Leng Hun
seng ciangbunjin Ceng-sengpay,
Ngo-ouw Pangcu Coh Pin dan Goan Hi dari Siau-lim". "Akan
selalu kuingat kelima kurcaci ini!" geram Go Bing. Sejenak Sia-sin
Kho Jiang pejamkan mata untuk istirahat,
lalu katanya lagi, "Siaucu, latihan kiau-yang-sin-kang mu baru
mencapai tingkat keempat, pasti kau bukan tandingan Loh Cu- gi
murid durhaka itu"
"Dia sudah melatih sampai tingkat keberapa?" "Mungkin sudah
sampai tingkat kesepuluh!" Go Bing melonjak kaget, serunya,
"Tingkat kesepuluh
Bukankah lebih tinggi dua tingkat dari kau orang tua sendiri?"
"Latihan bajingan durhaka itu sebenarnya sudah men-capai
tingkat keenam, setelah aku celaka, dia mencuri sejilid KiuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
yang-cin-keng dan sebutir Kiu-coan-hoan-yang cau-ko yang
kuperoleh secara kebetulan"
Suma Bing tertegun heran memandangi wajah Suhunya, dia
belum pernah dengar perihal Kiu-coan-hoan-yang-cau ko segala.
Setelah istirahat sekian lamanya, Sia-sin Kho Jiang ber kata lagi,
"Sebutir Kiu-coan-hoan-yang-cau-ko kiranya cukup membantu
untuk melatih Kiu-yang-sin-kang sampai tingkat kesepuluh. Di
seluruh jagad pada saat ini mungkin tiada seorangpun yang kuat
melawannya, agaknya Lohu harus membawa dendam nestapa ini
kealam baka!"
Kata Suma Bing penuh haru dan sedih, "Apa benar2 tiada
tandingan di seluruh jagad?"
"Ada, selain"." "Selain apa?" "Kecuali mendapat".ai, tidak
mungkin, angan kosong
belaka." "Cobalah kau terangkan!" "Hiat-kiam Mo-hoa!" Kedua
mata Suma Bing memancarkan sinar aneh, kata-nya
gemetar, "Hiat-kiam Mo-hoa?" "Benar carilah Pedang berdarah
dan Bunga Iblis. Dua
benda mestika di Bu-lim, bila siapa mendapatkannya dapat
melatih suatu ilmu silat tiada taranya di seluruh kolong langit ini."
"Pedang berdarah"." "Bagaimana?" "Tanpa sengaja aku
mendapatkan sebilah pedang, namun
entah tulen atau palsu!"
"Mata tunggal Sia-sin membelalak bundar besar, bibirnya tergetar
sampai sekian lamanya baru tercetus perkataannya, "Coba
kulihat" Lekas2 Go Bing merogoh kantong mengeluarkan pedang berdarah
itu, dengan kedua tangannya ia angsurkan kehadapan Suhunya.
Cepat2 Sia-sin Kho Jiang menyambut dan terus melolosnya keluar,
seketika sinar merah marong mencorong keluar menyilaukan mata
dan menerangi seluruh Ruangan.
"Siaucu, ambil secawan air." Sebentar Go Bing memandang
Suhunya penuh kecurigaan
lalu berlari mengambil secawan air. Sia-sin merendam ujung
pedang kedalam air dan tak lama
kemudian lantas membantingnya diatas tanah, serunya, "Palsu!"
"Palsu" Darimana kau orang tua berani memastikan" "Pedang
berdarah yang tulen direndam dalam air bisa
berobah menjadi darah, itu berarti kalau pedang berdarah Itu
tulen maka air dalam cawan itu segera berobah menjadi darah!"
"O, direndam menjadi darah!" "Siaucu".kau harus
mendapatkan Pedang berdarah dan
bunga iblis bunuh " tubuh Sia Sin Kho Jiang yang renta loyo
semampai didinding batu.
"Suhu, kau"." "Siaucu, sesudah kau menyelesaikan tugas yang
belum terlaksana itu kau boleh kuijinkan menjadi muridku"." Go Bing
maju memayang tubuh Suhunya yang sudah lebih
lunglai, tak tertahan air mata membanjir keluar, siorang tua aneh
yang membesarkan dirinya ini agaknya sudah kehabisan
tenaga seumpama pelita kehabisan minyak atau pohon yang
sudah keropos tinggal menunggu waktu saja.
Lam-sia salah seorang tokoh yang terkenal lihay kepandaiannya
dan aneh sifatnya, akan mengakhiri hidupnya yang telah
menggemparkan dunia secara diam2!
"Suhu". eh tidak dapatkah kau orang tua menceritakan sedikit
perihal asal usulku?"
Terbangun semangat Sia-sin. dengan susah payah ia berkata,
"Sudah tentu Lohu harus memberi tahu kepadamu. Lima belas
tahun yang lalu, diluar gua kudengar dipuncak bukit terdengar
suara pertempuran yang gegap gumpita, dua jam kemudian kau
melayang jatuh dari puncak bukit itu, dan kebetulan dapat
Lohu-tangkap hanya kebetulan saja, atau mungkin kau sudah
hancur lebur terjatuh diatas batu2 gunung itu. Kau saat itu
mungkin tidak lebih berumur tiga tahun, napasmu sudah berhenti,
untung nadi jantungmu masih belum putus, tulang igapun patah
lima seluruh urat nadi tergetar putus"."
Tubuh Go Bing terasa membeku, giginya berkereotan saling
beradu. "Didepan dadamu masih terdapat sebuah luka lagi, terpaut
setengah dim menembus jantung. Selamanya Lohu tidak percaya
akan adanya nasib, itu hanya kebetulan saja, kebetulan! Terkecuali
ilmu Kiu-yang-sin-kang Lohu, seluruh jagad ini tiada seorangpun
yang dapat menarik kembali nyawamu yang sudah dipinggir jurang
kematian"."
Go Bing semakin tenggelam dalam lamunannya. Teringat
olehnya akan cerita tentang perihal pedang
berdarah. Menurut cerita siorang berkedok; lima belas tahun yang
lalu "Hiat-kiam" muncul lagi didunia persilatan untuk ketigakalinya.
pemiliknya adalah Su-hey-yu-hiap Suma Hong suami-isteri.
Lantas terjadilah pertempuran besar2an dipuncak kepala harimau
digunung Tiam-coang-san, dibawah kepungan dan keroyokkan
beratus gembong2 silat dari aliran putih dan hitam, Suma Hong
suami-istri bersama anaknya yang baru berumur tiga tahun semua
mati mengenaskan! Waktu dan alamat peristiwa itu semuanya
cocok satu sama lain, apa tidak mungkin kalau dirinya ini adalah
titisan anak kecil itu" Ja, takkan salah lagi pasti aku inilah anak
yang dilempar kedalam jurang dan secara kebetulan telah ditolong
oleh Suhu. Itu berarti bahwa dirinya adalah keturunan Suma Hong,
jadi ia harus she Suma juga. Terbayanglah mayat bergelimang
diantara merah darah yang susah dikenal lagi didepan matanya.
Ayahnya Su-hay-yu-hiap Suma Hong dan ibunya San-hoat-li Ong
Fang-Ian bertempur mati2an sampai titik darah penghabisan
dikepung sekian banyak tokoh silat, akhirnya menemui ajal dan
pe-dang berdarahpun direbut orang. "Pedang berdarah" sudah
seharusnya menjadi milik warisan orang tuanya, seumpama harus
mengorbankan jiwanyapun harus kurebut kembali. "Bunuh! Biar
darah mengalir, biar jiwa melayang tapi jiwa para pengerojok
itupun harus dicabut."
Lama dan lama sekali ia berteriak2 histeris bagai orang gila.
Sebuah helaan napas berat memulihkan kesadarannya,
waktu ia menunduk hampir2 ia jatuh kelengar saking kaget sebab
Suhunya atau berarti juga penolong jiwanya, sudah berhenti
bernapas, kepalanya terkulai didepan dadanya. ia meninggal
dalam pelukannya!.
Lama dan lama sekali seakan dia kehilangan perasaan, kedua
matanya kuju dan redup memandang ke Iangit2 gua. Saking
bersedih dia tidak bisa menangis juga tidak mengalirkan air mata,
Sungguh mengenaskan kematiannya ini, namun lebih sengsara
dengan penderitaan hidupnya ini.
Dari terang keadaan dalam gua menjadi gelap, dan dari gelap
menjadi terang lagi. Itulah pagi hari pada hari kedua.
Kedua matanya penuh tergenang air darah, terbayang suatu pikiran
menggila dalam benaknya; Bunuh, ja, bunuh! Diangkatnya jenazah
Suhunya lalu diletakkan di tengah2 gua lalu dia berlutut dan
berdoa, "Suhu, sewaktu kau hidup kau melarang aku
menganggapmu sebagai guru, namun hakekatnya aku adalah
muridmu. Sekarang aku akan memanggilmu demikian, budi
mengasuh aku hingga besar selama lima belas tahun, muridmu
bersumpah akan memberantas habis mereka itu untuk membalas
budimu, Suhu, istirahatlah dengan tenang, harap dialam baka kau
mendapat tahu dan melihat muridmu pasti akan melaksanakan
tugas dan angan2mu yang belum selesai itu."
Baru sekarang dia bisa menangis ter-gerung2, hingga lama sekali
baru ia menghentikan tangisnya, sekali lagi dipandangnya jenazah
Suhunya, dengan rasa pedih dan berat terpaksa ia tinggal keluar
dan menutup mulut gua dengan batu2 besar dan rumput2 kering
untuk menutupi jejak.
Setelah itu dikembangkannya ilmu ringan tubuhnya yang hebat
berlarian cepat menuju kepuncak Hou-thau-hong.
Tampak olehnya di mana2 diatas tanah berserakan tulang2
manusia yang tidak lengkap, rumput liarpun sudah tumbuh tinggi.
Kedua matanya mengembeng air mata, karena di antara sekian
banyak tulang2 itu ada kerangka ayah- bundanya. Tapi cara
bagaimana dirinya dapat mengenali" Rasa dendam dan benci
sudah mencekam dalam hatinya. Akhirnya terpaksa ia turun
gunung, sepanjang jalan dia sudah mengatur segala rencana
untuk melaksanakan sumpahnya itu.
Nama2 para musuh yang ikut menganiaya Suhunya sudah tercatat
dan dapat dihitung, tidaklah sukar untuk melak- sanakan tugasnya
itu menurut catatan itu. Terutama si durjana yang harus dicarinya
adalah Suhengnya Loh Cu-gi yang telah menghianati perguruan
dan perancang segala; peristiwa penganiayaan itu, konon setelah
merebut simbol sebagai jago nomor satu di seluruh jagad ini ia
menghilang sejak empat belas tahun yang lalu, terpaksa dia harus perlahan2
dan sabar serta tahan uji untuk mencari jejaknya.
Bersama itu teringat olehnya ucapan gurunya sebelum ajal bahwa
Loh Cu-gi telah mencuri sejilid buku Kiu-yang-sin-kang dan sebutir
Kiu-coan-hoan-yang-cau-ko yang susah dicari keduanya.
Ilmu Kiu-yang-sin-kang itu mungkin sudah dilatihnya sampai pada
tingkat kesepuluh, masih lebih tinggi dua tingkat dibanding
Suhunya, sudah tentu dirinya bukan tandingan orang.
Benar, kecuali memiliki Pedang berdarah dan Bunga iblis, tapi
apakah itu mungkin bisa terjadi!
Konon Hiat-kiam berada ditangan "iblis timur" cara ba-gaimana bisa
beralih ditangan Mo-san-ji-kui" Susah diduga.
Berapa banyak musuh2 besarnya termasuk yang turut ber- tempur
di puncak Hou-thau-hong digunung Tiam-cong-san pada lima
belas tahun yang lalu, yang terang "iblis timur" adalah salah
seorang dari mereka itu, kalau dapat menemukan Iblis timur pasti
dapat mengejar jejak musuh2 besar lainnya. Teringat akan Tang
mo, dingin dan bekulah hati Go Bing, nama iblis ini sejajar dengan
Suhunya Lam-sia, betapa tinggi kepandaiannya dapatlah
dibayangkan. Sekarang tugas utama yang harus diselesaikannya yaitu
membuktikan apa benar Tiang-un Suseng sudah mati atau hanya
pura2 mati. Tidak perlu disangsikan, karena kematian Ci Khong,
begitu mendengar berita ini para kawan2nya yang ikut dalam
pengeroyokan dulu itu pasti sudah melarikan diri atau sudah
pura2 meninggal dunia.
Selama satu hari satu malam melakukan perjalanan, akhirnya ia
sampai juga didepan kuburan Tiang-un Suseng.
Sejenak ia ragu2, achirnya diangkat juga tangannya perIahan2
hendak dibongkarnya kuburan dihadapannya ini
untuk membuktikan kecurigaan hatinya, di saat ia mengerahkan
tenaga dan hendak menghantamkan tangannya itulah tiba2
terdengar bentakan nyaring, "Perbuatan tuan ini terlalu keji."
Sungguh kejutnya bukan kepalang, memang luar biasa bahwa ada
orang menggeremet tiba disampingnya tanpa diketahuinya.
Terpaksa ia tarik pulang tangannya dan membalik tubuh secepat
kilat, waktu ia angkat kepala memandang kedepan tanpa merasa
dia berdiri melongo. Karena orang yang buka suara tak lain tak
bukan adalah gadis baju putih murid Pek-hoat-sian-nio itu.
Bahwa sigadis baju putih ini mendadak muncul disitu benar2 diluar
dugaannya. "Apa tuan hendak membongkar kuburan dan menghancurkan
jenazah?" "Membongkar kuburan memang benar, tapi belum tentu
menghancurkan jenazah!"
"Mengapa?" "Untuk membuktikan kebenaran orang dalam liang
kubur itu." "Inilah aneh, masa orang mati ada tulen atau palsu?" "Itu kan
urusanku sendiri!" "Apakah tuan bermusuhan dengan Tiang-un
Suseng?" "Benar, memangnya kenapa?" "Orangnya mati
permusuhanpun ludas, bukankah
perbuatan tuan ini keterlaluan?" "Itu bukan urusan nona" Bola


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata sigadis berputar lalu mengunjuk senyum manis,
ujarnya, "Tak perlu memperpanjang urusan ini, aku".aku
bernama Ting Hoan, bolehkah aku mengetahui nama tuan yang
besar?" Bahwa tanpa diminta sigadis baju putih ini langsung
memperkenalkan diri membuat dia melengak heran, hatinya
membatin: Sekarang asal usulku sudah terang namun aku punya
she tak punya nama, untuk mengenang guru tercinta baiklah aku
mengambil nama pemberian Suhu jaitu "Go Bing" dipetik huruf
"Bing"nya. Maka lantas sahutnya dingin, "Aku yang rendah Suma
Bing." "Suma Bing?" "Apa saudara pasti harus membongkar kuburan
ini?" "Terpaksa harus kulakukan." "Selama hidup Tiang-un
Suseng Poh Jiang banyak
melakukan kebaikan dan banyak menanam budi terhadap
kalangan tertindas, sebenarnya ada permusuhan besar apakah
dengan saudara?"
"Untuk hal ini lebih baik nona Ting jangan banyak tanya."
"Tapi aku juga harus mengetahui?" Berobah wajah Suma Bing
(Go Bing sudah merobah na-ma
aslinya) desaknya, "Lalu apa maksud nona Ting?" Ting Hoan sigadis
baju putih membasut rambut
dikeningnya yang terhembus angin seraya berkata, "Sebab Tian
un Suseng berhubungan erat dengan perguruanku."
"Hubungan apa, itu?" "Untuk hal itu kaupun tidak perlu
mengetahui." Suara Suma Bing semakin kaku ketus, "Kalau aku
tetap harus melakukannya?" Ting Hoan menarik muka wajahnya
berobah mengelam.
"Suma Bing, ada salah apa jenazah itu terhadap kau, mengapa
harus kau bongkar kuburannya, kecuali"."
"Bagaimana?" "Kecuali aku sudah kehilangan tenaga untuk
merintangi perbuatan gilamu itu, atau jangan harap keinginan edanmu itu
bisa terlaksana."
"Jadi maksud nona memaksa hendak berkelahi dengan aku?"
"Mungkin kalau terpaksa." Otak Suma Bing berputar cepat.
Sudah tentu dia harus
mematuhi perintah gurunya, bila perlu seumpama mesti
bermuusuhan dengan Pek-hoat-sian-nio pun akan ditandangi, asal
seorangpun musuh perguruan tidak sampai lolos dari kematian.
Dalam geramnya tanpa banyak bicara lagi mendadak ia angkat
kedua, tangannya terus menghantam sekuat tlenaga, gelombang
tenaga dalam bagai gugur gunung segera melanda menerjang
kearah kuburan Tiang-un Suseng.
"Tahan!" Berbareng hardikan ini, sebelah tangan Tin Hon pun
diayun, dari samping angin pukulan bagai angin badai menerjang
kedepan, ditengah suara banturan mengeledek yang
menggetarkan bumi kedua orang ini masing2 tersurut mundur
satu langkah lebar, masing2 terkejut atas kekuatan lawannya.
Suma Bing mendengus sekali lalu berkata ?"Apa nona benar2
hendak merintangi perbuatanku?"
"Bukankah sudah kukatakan sejak tadi?" "Kalau begitu jangan
kau salahkan aku karena berbuat
kejam" dalam ber-kata2 itu wajahnya penuh terselubung hawa
membunuh. Tanpa merasa kecut hati Ting Hoan, betapapun dia tidak ingin
bertempur mati2an terhadap lawannya ini. Akan tetapi
bagaimanapun dia tidak mengijinkan orang merusak kuburan
Tiang-un Suseng. Selain itu, sebagai murid tersayang Pekhoatsian-nio yang ditakuti dan disegani oleh seluruh kaum
persilatan mana boleh mengunjuk kelemahan dihadapan orang,
segera dengan galaknya ia maju mendesak dua langkah sambil
menantang, "Boleh kau coba2-"
"Baik, sambutlah ini!" seru Suma Bing dingin, sekaligus lancarkan
tiga kali serangan berantai, betapa kuat dan dahsyat pukulannya
ini sungguh mengejutkan dan menggetarkan sukma.
Cepat2 tangan Ting Hoan berputar membuat sebuah garis lintang
sambil menggeser kedudukan kaki kearah kiri untuk memunahkan
hamparan angin pukulan musuh disamJ ping itu juga dikirimnya
sebuah pukulan menggeledek yang tidak kalah hebatnya.
Terjadilah pertempuran seru yang jarang terjadi didunia persilatan,
kepandaian silat masing2 boleh dikata sudah mencapai tingkat
tertinggi masing2 lancarkan ilmu2 lihay dari perguruannya, sebab
yang satu adalah murid Lam-sian yang sudah kenamaan sifat dan
ilmu silatnya, dan yang lain adalah murid Pek-hoat-sian-nio
tersayang yang sudah menggetarkan Bulim pada enam puluhan
tahun yang lalu, untuk menjaga nama baik perguruan maka
masing2 keluarkan simpanan kepandaian perguruan yang paling
ampuh dan digdaja.
Angin disekitar gelanggang pertempuran berputar demikian dahsyat
dan deras bagai angin lesus sehingga debu membumbung tinggi
keangkasa. lima tombak sekitar gelanggang dahan dan daun pohon
berguguran. Dalam sekejap mata keduanya sudah bertempur lima
puluh jurus, dan masih belum kelihatan pihak mana yang bakal
unggul atau asor.
Tiba2 terdengar teriakan nyaring melengking, mendadak Ting Hoan
merobah permainan silatnya, sekaligus ia pertunjukkkan lima
perobahan gerakan pelajaran tunggal perguruannya hingga
seketika bayangan pukulan berkelebatan bagai bayangan gunung
dan rapat tiada sedikit lobangpun, selayang pandang seperti
puluhan kepalan berbareng melancarkan serangan yang dapat
menambal langit dan menutup bumi merangsang kearah Suma
Bing. Bercekat hati Suma Bing terpaksa iapun harus bergerak cepat
melindungi seluruh tubuh dengan rapat sekali.
Sekonyong2 tubuh Ting Hoan jumpalitan mundur delapan kaki
jauhnya, hal Ini membuat Suma Bing terheran2, dan tengah Suma
Bing terlongo itulah tubuh Ting Hoan sudah merangsak maju lagi
secepat kilat, lima buah jarinya menjentik beruntun, maka lima
jalur angin kencang yang tajam dengan suaranya yang
memekakkan telinga melesat bagai geledek, tidak sampai disitu ia
bergerak, tangan kiripun menyusul kirim sebuah hantaman dahsyat
juga. Serangan kali ini bukan saja hebat juga sangat aneh,
seakan2 lambat namun sebenarnya cepat luar biasa.
Tergetar keras jantung Suma Bing, sebat luar biasa tubuhnya
berkelebat menghindari serangan jari lawan, berba-reng tangan
kanan didjodjohkan kedepan menyambuti serangan tangan kiri
musuh, cara geraknya luar biasa, cepat dan perobahan gerak
tubuhnya benar2 membuat siapa yang melihatnya merasa kagum
dan melelet lidah. Pada detik sebelum kedua pukulan mereka saling
bentur itulah, tiba2 Ting Hoan unjukkan kepandaiannya yang luar
biasa, hakekatnya kedua pukulan itu pasti dan tentu akan saling
bentur tetapi dahsyatnya justru kali inilah Ting Hoan unjukkan
kemampuannya diluar kemampuan orang lain, begitu tangan
bergerak berputar membuat satu lingkaran, tenaga dalam bagai
gelombang badai melanda keluar dari telapak tangannya
terus menerjang maju. "Blang" disertai suara tertahan yang keras.
Kontan Suma Bing tergetar mundur tiga langkah, darah segar
hampir menyembur keluar dari mulutnya. Tapi tenaga tolakan dari
pukulan Suma Bing juga membuat Ting Hoan tergetar bergoyang
gontai. "Suma Bing, kita sudahi sampai disini saja, janganlah
memperpanjang persoalan itu lagi, bagaimana?"
"Tidak mungkin terjadi" "Jikalau pukulanku tadi kutambah lagi
tiga bagian tenagaku, kau dapat membayangkan akan akibatnya?" "Jadi Itu
berarti kau sudah menanam budi atas
keselamatan nyawaku?" "Buat apa kita harus bertempur
mati2an!" "Aku Suma Bing tidak sudi terima belas kasihanmu,
budimu itu akupun tidak terima." Wajah Ting Hoan berobah gusar dan
penuh nafsu membunuh, suara dingin mencekam hati. "Suma Bing, sebelum
darah membanjir kau tidak rela menghentikan pertem-puran?"
"Kecuali kau tahu diri dan tinggal pergi!" "Apa kau sangka aku
bisa berbuat begitu?" "Tentu kau bisa." dengus Suraa Bing tidak
kalah angkuhnya. Tanganpun perlahan-lahan diangkat lagi. Alis Ting
Hoan tegak berdiri, "Wut" tanpa banyak cingcong
lagi ia mendahului kirim serangannya. Bertepatan dengan
serangan Ting Hoan ini. Kedua tangan Suma Bingpun sudah
diangkat setinggi dada terus disurung kedepan, gelombang panas
bagai gugur gunung menggulung kedepan bagai hujan badai,
saking marahnya tanpa sungkan2 lagi ia gunakan Kiuyangsin-kang. Tiraik asih Websi te http:// kangz usi.co m/ Begitu tenaga murni saling bentur, seketika Ting Hoan insaf bahwa
bahaya tengah mengancam jiwanya, kontan air mukanya berobah
pucat pasi. "Bum!" meledaklah benturan yang lebih dahsyat, hawa
panas bergulung mengembang keempat penjuru. Ditengah
keluhan sakit, tubuh Ting Hoan yang langsing itu terbang satu
tombak lebih, namun begitu tubuh menjentuh tanah segera ia
melompat bangun lagi, mulutnya yang kecil bagai delima merekah
itu bernoktah merah darah.
Tanpa merasa Suma Bing tertegun kejut ditempatnya. Wajah Ting
Hoan beringas dan penuh kegusaran yang meluap2, dengan
lengan bajunya ia mengusap darah yang meleleh keluar dari
mulutnya serta desisnya bengis, "Suma Bing, sekarang dapatlah
kau berbuat sesuka hatimu. Tapi kau ingat, pada suatu saat
nonamu ini pasti akan menghantammu juga hingga kau muntah
darah!" " Sekali melenting tubuhnya segera melesat menghilang
diantara bayangan pohon.
Sambil berkerut alis Suma Bing mengiringi kepergian orang dengan
pandangan mendelong. Batinnya, "entah ada hubungan apakah
antara Pek-hoat-sian nio dengan Tiang-un Suseng" Hingga tanpa
memperdulikan keselamatan sendiri Ting Hoan rela berkorban untuk
merintangi perbuatannya yang tercela ini" Dan kalau benar2 dirinya
membongkar kuburan ini, itu berarti dirinya harus bermusuhan juga
dengan Pek-hoat-sian-nio, teringat olehnya waktu memperebutkan
Pedang berdarah tempo hari dengan mudah saja Pek-hoat- sian-nio
turun tangan membinasakan Tang-hay-hi-hu dan In Hong Lokoay
dua gembong iblis yang terkenal hebat dan ampuh kepandaiannya.
Tanpa merasa bergidik dan merindinglah seluruh tubuhnya.
6. WAN ITA MIST ERIU S SER BA Akan tetapi betapapun musuh perguruan harus ditumpas. Para
durjana yang turun tangan keji mencelakai Suhunya mana bisa
begitu saja dibiarkan lolos dari pembalasan. Setelah mengambil
ketetapan hati dia memutar badan menghadapi kuburan dan
kedua tangannya Iagi2 sudah berada ditengah udara.
Mendadak, diujung pandangan matanya terlihat sebuah bayangan
seperti bayangan setan saja tengah melayang mendatangi sangat
lambat kearah dimana ia tengah berada. waktu ia melebarkan
mata dan melihat tegas, tanpa merasa ia menjedot hawa dingin,
kedua tangan yang diangkatpun tanpa kuasa menjulai turun. Kalau
saat itu diwaktu malam tentu disangkanya ia melihat setan. Sebab
bangun tubuh itu bayangan itu benar2 mirip dengan setan
gentayangan yang sering diceritakan orang.
Kiranya bayangan yang muncul ini adalah seorang wanita yang
mengenakan pakaian serba hitam, rambutnya yang panjang dan
hitam kelam menjulai turun dari atas kepalanya menutupi pundak
dan dadanya, ditangannya menjinjing tergenggm bunga berwarna
merah darah. Yang terlihat dari seluruh tubuhnya itu hanya kedua
tangannya yang menjinjing bunga, pucat memutih bagai bunga
salju, seakan tangan itu bukan tangan seorang hidup.
Tanpa sadar Suma Bing mundur beberapa langkah ke belakang.
seakan tidak melihat kehadiran Suma Bing, sigadis hitam Ini
langsung mendekati kedepan kuburan, dan meletakkan seonggok
bunga itu didepan batu nisan.
Suma Bing berpikir: siapakah gerangan perempuan baju hitam ini,
bagaimana bisa meletakkan bunga didepan kuburan Tiang-un
Suseng" Mendadak dilihatnya wanita itu menggelendot diatas batu nisan
dan nangis sesenggukkan dengan sedihnya, suara tangisnya
sedemikian memilukan hati, bagai pekikan orang
hutan diatas pegunungan, juga seperti seorang kekasih yang
ditinggal pergi kawan hidupnya tercinta.
Serta merta Suma Bing juga merasa pilu dan sedih hampir saja air
matapun meleleh keluarr termenung ia memandang wanita
misterius ini. Entah sudah berselang berapa lama akhirnya siwanita baju hitam
itu menghentikan tangisnya dan berkata menggumam, "Jiang-ko,
kau pernah berkata seumpama dunia kiamat, lautan kering dan
batu hancur lebur cintamupun takkan berobah, untuk sepercik
harapan ini aku rela menderita segala siksaan selama tiga puluh
tahun. Tiga puluh tahun! Jiang-ko, seperti tiga ratus, laksana tiga
ribu tahun, tapi juga seperti baru berlangsung tiga jam yang lalu,
namun akhirnya, sekarang kau telah pergi, meninggalkan dunia
fana ini, didalam segunduk tanah diantara semak belukar dalam
hutan ini"
Diam2 terkejut hati Suma Bing, tidak perlu diragukan lagi bahwa
wanita baju hitam ini pasti adalah tunangan Tiang-un Suseng.
Demi cintanya ia rela menderita siksaan selama tiga puluh tahun
lamanya. Tekad yang besar dan cinta yang murni ini agaknya
akan selalu abadi selama hajat masih dikandung badan.
Mendadak siwanita baju hitam mendongak dan tertawa gelak2
bagai orang kesurupan suaranya serak dan menyedihkan penuh
kegetiran hidup yang menyayatkan hati, lebih seram dan menusuk
telinga dari suara tangisnya tadi, membuat siapa yang mendengar
merinding dan bergidik seram.
Tiga puluh tahun merupakan hari2 yang cukup panjang dan
kelebihan untuk menghilangkan masa remaja dan membawa jiwa
manusia sampai titik pangkal terachir, wa nita yang teguh dalam
lahir batin ini demi cinta dan cita2 rela tersiksa selama tigapuluh
tahun. Sehari begitu ia terlepas dari belenggu kesengsaraan yang
diperoleh kiranya hanyalah kehampaan dan putus segala harapan
dan cita2, betapa pedih dan sedih


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya dapatlah dibayangkan. Cinta murni yang abadi ini kiranya
cukup meluluhkan setiap hati manusia yang mempunyai perasaan.
Sekonyong2 suatu tawanya terhenti dan mendadak wanita baju
hitam itu mundur tiga langkah, terdengar mulutnya mengigau
bagai orang bermimpi, "Jiang-ko, aku ingin melihat kau."
Membarengi kata2nya ia ayunkan sebelah tangan menghantam
kearah kuburan itu.
Mimpipun Suma Bing tidak menduga bahwa siwanita baju hitam
bisa berbuat begitu membongkar kuburan Tiang-un Suseng, tanpa
merasa ia berseru kejut dan heran.
Ditengah suara mengguntur yang dahsyat tanah dan batu
bergulung beterbangan, maka terlihat sebuah lobang sebesar satu
tombak sedalam lima enam kaki.
"Eh!" tanpa merasa Suma Bing dan siwanita baju hitam berseru
kejut berbareng dan tertegun dimasing2 tempatnya.
Kiranya bahwa liang kubur itu kosong melompong tiada jenazah
atau benda apapun juga.
"Sibaju hitam tergetar dan berseru gemetar; "Kiranya dia tidak
mati, eh. Jiang-koku tidak mati- Kenapa dia harus berbuat
demikian?"
"Sebab dia takut mati, dia menghindari kematian." Perlahan2
sibaju hitam memutar tubuh, sinar matanya ingin
menembus dari belakang rambut yang terurai menutup mukanya.
keadaannya ini benar2 membuat orang merinding ketakutan.
"Apa yang kau katakan?" Suaranya dingin melebihi es, tapi
nyaring melengking
Seperti suara seorang gadis remaja. Serta merta Suma Bing
melangkah mundur lagi satu tindak tindak. Didengar dari suaranya
usia wanita misterius ini agaknya belum terlalu
lanjut, tapi dia sendiri tadi mengatakan telah tersiksa selama
tigapuluh tahun, hal ini benar2 susah dibayangkan. sayang
wajahnya tertutup oleh rambutnya yang hitam lebat susah dilihat
wajahnya, mungkin".
"Hei, apa yang kau katakan tadi?" tanya siwanita baju hitam lagi.
Nada suara Suma Bing berat dan sinis, sahutnya, "Kukatakan ia
takut mati, dia membangun kuburan kosong ini untuk menghindari
kematian!"
"Siapa yang bilang?" "Aku" "Alasanmu?" "Orang yang akan
mencabut nyawanya adalah aku!" Bahna
kaget siwanita baju hitam mundur melangkah. serunya bengis,
"Kau berani?"
Sikap Suma Bing sangat temberang, sahutnya, "Kenapa tidak
berani?" Siwanita baju hitam mengekeh tawa panjang, nada tawanya
mengandung nafsu membunuh yang besar, katanya; "Siaucu biar
kuhancurkan kau lebih dulu!"
Wajah Suma Bing mengelam dan katanya hambar, "Aku kuatir
kau tidak mampu."
Wanita baju hitam itu menyeringai dingin, ujarnya "Tidak percaya,
boleh kau coba2!" "- Bertepatan dengin kata2 terakhirnya
kesepuluh jari tangannya ditekuk bagai cakar binatang langsung ia
menerjang kearah Suma Bing pundak dan dada Suma Bing
diancam cengkeraman maut.
Tergetar hati Suma Bing melihat cara penyerangan lawan, bahwa
cengkeriaman lawan ini temyata begitu ganjil dan keji luar biasa,
Yang lebih lihay lagi adalah sekali jarak seakan ada beberapa
ratus cakar tajam sekaligus mengancam berbagai
jalan darah penting diseluruh tubuhnya Rasanya susah dihindari
atau ditangkis. lagipula sebelum ujung cakar mencengkeram tiba
lebih dulu terasa angin di ngin msnerjang tiba menyusub kedalam
badan. Terpaksa ia jejakkan kedua kakinya, secepat anak panah tubuhnya
melejit minggir delapan kaki jauhnya. Dan sebelum ia dapat
punahkan diri hawa dingin dari cakar setan lawan sudah
membayang tiba pula menungkrup tubuhnya Lagi2 Suma Bing
harus menggeser kedudukan setombak lebih, maka kekuatan
Kiu-yang-sin-kangpun sudah terhimpun dikedua telapak
tangannya. "Siaucu, boleh juga kepandaimu ya," seru wanita baju hitam
melengking dingin. "Dapat kau menghindari dua kali cakaranku.
Tapi ketahuilah bahwa dalam dunia persilatan yang dapat tetap
hidup dibawah rangsangan Pek-pian cui-jiau dapat dihitung dengan
jari!" "Apa, Pek-pian-kui-jiau! (cakar setan Seratus perobahan)"
lengking Suma Bing melonjak kaget.
"Tidak salah, tidaklah penasaran mati dibawah Pek-pian cui-jiau,
apalagi kau sudah dapat menghindari dua jurus seranganku,
kepandaianmu sudah boleh dibanggakan di kalangan Kangouw!"
Suma Bing membuyarkan Kiu-yang-sin-kang, teringat akan pesan
Suhunya sebelum ajal, terasa omongan itu masih terngiang2
ditelinganya, meskipun dia tidak tahu mengapa Gurunya harus
berbuat demikian, tapi perintah guru bagaimanapun harus ditaati.
Untuk ketiga kalinya siwanita baju hitam menjerang lagi, terpaksa
Suma Bing harus berkelit dan main hindar saja tanpa berani balas
menjerang. "Siaucu, kau mampu balas menyerang, mengapa tidak
menyerang?"
Susah bagi Suma Bing untuk memberi penjelasan, ter-paksa ia
tetap bungkam seribu bahasa. Maka menjadi2lah serangan wanita
baju hitam itu, bayangan cakar putih bagai berkelebatnya bayangan
setan seakan jala berlapis2 mengurung sekitar tubuhnya.
"Kena!" berbareng dengan bentakan nyaring ini, terdengar pula
Suma Bing berseru tertahan lima cakar jari tangan kanan siwanita
hitam dengan telak mencengkeram dipundak kiri Suma Bing,
kelima jarinya itu ambles sedalam satu dim, dari ujung cakar
jarinya itu merembes keluar hawa dingin yang mengalir masuk
kedalam tubuhnya merembes sampai ke tulang2nya.
Masih untung Suma Bing melatih Kiu-yang-sin-kang, hawa dingin
masih belum seberapa hanya kelima cakar yang menusuk kedalam
daging itulah terasa sangat sakit menembus jantung, seketika
keringat dingin berketel2 membanjir keluar.
Wanita baju hitam menyeringai bengis, katanya, "Kau tadi
mengatakan hendak membunuhnya lagi?"
Suma Bing mengertak gigi, sahutnya congkak, "Andaikan aku
tidak mati, aku tetap akan membunuhnya!"
"Akan tetapi, sudah pasti bahwa kau sendiri akan mati hari ini."
Kontan bergejolak perasaan Suma Bing, sungguh sedih dan perih
hatinya susah dilukiskan. Bukan dia takut mati adalah ia merasa
berat kalau mati begitu saja, karena dendam perguruan dan musuh
keluarga masih belum tertumpas habis. Jikalau bukan mematuhi
perintah gurunya, dengan Kiu-yang- sin-kang untuk menghadapi
lawan serba hitanm ini, seumpama tak dapat menang, melarikan
diri dengan selamat bukanlah hal yang sukar. Sekarang, semua
telah terlambat, terasa seandainya ia matipun takkan meram.
Wanita serba hitam mengangkat tangan kiri dan mengancam,
"Siaucu, cakar ini akan mencengkram hancur batok kepalamu!"
Dengan tenang Suma Bing meramkan mata menanti ajal.
Dinanti2 siwanita serba hitam masih belum turunkan
tangannya, malah terdengar suaranya mengkili2:" "Kau tidak
takut mati?"
"Kalau memang sudah suratan takdir, perlu apa ditakuti!" debat
Suma Bing ketus.
"Dengan usiamu yang masih muda dan kepandaianmu yang susah
didapat ini, bukankah sayang kematianmu ini"
"Aku tidak akan minta belas kasihanmu!" Tiba2 sikap wanita
serba hitam ini menjadi lesu, ia
turunkan tangan kirinya sambil menghela napas panjang, katanya
seorang diri, "Persis benar dengan dia dulu! Dia belum mati, tapi
kenapa tidak pergi mencari aku, apa dia betul2 menjadi seorang
penakut" Tidak mungkin, tidak mungkin dia begitu takut mati
seperti apa yang dikatakan Siaucu ini, pura-pura mati untuk
mengelabui musuhnya tidak mungkin, tapi mengapa" Mengapa?"
Cengkeraman dipundak Suma Bing perlahan2 dilepaskan.
Bergegas Suma Bing mundur tiga langkah lebar, Sebelah kiri
tubuhnya sudah basah kujup oleh merah darah.
Setelah merenung sekian lamanya, wanita serba hitam membuka
suara lagi, "Siapa namamu?"
"Suma Bing!" "Dari perguruan mana?" "Tidak dapat
kuberitahukan." "Kenapa kau tidak turun tangan, kau mampu
dan punya tenaga untuk balas menyerang?" "Maaf, aku tidak
dapat menerangkan!" "Hm, aku tidak jadi
membunuhmu, kau pergilah!"
"Apa kau tidak menyesal?"" "Menyesal, mengapa menyesal?"
"Sebab aku tidak merobah pendirianku untuk membunuh
Tiang_un Suseng." Sejenak wanita baju hitam melengak dan
berpikir, lalu katanya, "Akupun perlu memperingatkan kau, lain kali bertemu
lagi, jangan harap kau dapat tinggal pergi dengan masih
bernyawa" "Itu akan terukir dalam benakku." "Baik, kau boleh pergi"
Suma Bing menjejak tanah dan baru saja tubuhnya melesat
ditengah udara, berserulah siwanita baju hitam me- manggilnya
kembali- Tanpa merasa Suma Bing menghentikan luncuran
tubuhnya dan berpaling balik. Disangkanya lawan merobah
niatnya. "Apa sedemikian besar hasratmu hendak membunuh Tiang- un
Suseng Poh Jiang?"
"Tidak salah, kau menyesal?" Wanita baju hitam tertawa
terloroh2, jengeknya, "Apa yang
sudah kuucapkan tidak akan kusesali. hanya maukah kau melulusi
satu syaratku?"
"Syarat apa itu, coba katakan." "Setelah kau dapat menemukan
Tiang-un Suseng, harap
jangan kau segera turun tangan, kau harus tunggu setelah bertemu
dengan aku, kita putuskan menurut kebenaran dan duduk perkara
yang terang, kau akan mendapatkan kesempatan yang adil,
dapatlah kau melulusi?"
"Boleh, tapi aku juga ada dua keterangan!"
"Coba katakan?"
"Pertama; begitu Tiang-un Suseng bertemu dengan aku, kalau dia
yang turun tangan lebih dulu, susahlah aku untuk tidak
membunuhnya."
"Tidak bakal terjadi asal kau mengatakan, sahabat-lama di
Te-jui-hong pada tiga puluh tahun yang lalu kini telah melihat
sinar matahari, tentu dia takkan turun tangan menyerang kau!"
"Kedua, beritahu dulu alamat dan nama besarmu, kalau tidak
sedemikian lebar dunia kangouw ini"
"Itupun tak perlu, karena dia pasti dapat membawamu, menemui
aku. Kalau begitu jadi kau melulusi syaratku itu?"
"Baiklah!" "Suma Bing- aku percaya kau?" "Ucapan seorang
Tianghu takkan dijilat lagi harap legakan
hatimu!" " Selesai kata2nya la memutar tubuh terus terbang
cepat kedalam hutan. Sudah ada satu keteta-pan hati untuk langkah
selanjutnya Tiang-un Suseng ada-lah salah satu tokoh dari Bulimsip-yu (sepuluh kawan Kaum Bulim), dan Bu-lim-sip-yu ini
adalah komplotan Loh Cu-gi itu murid murtad gurunya atau biang
keladi dalam pengerojokan dan penganiajaan tcrhadap gurunya
dulu, kecuali empat orang yang sudah mati, masih sisa enam
orang berada di kalangan Kangouw, asal dapat mencari lima
orang lainnya lagi, tidaklah sukar untuk mengejar jejak Tiang-un
Suseng. Baru saja tubuh Suma Bing melesat keluar dari hutanl dan belum
menginjak kaki dijalan besar dari depan sana telah mendatangi
sebuah tandu warna hijau mulus bagai terbang. Berdetak hati
Suma Bing, karcna yang mendatangi itu bukan lain adalah
Pek-hoat-sian-nio. Maka segera ia menghentikan langkah dan
berdiri tenang menantikan apa yang bakal terjadi,
dapatlah diduga bahwa kedatangan orang pasti mencari dirinya.
Benar juga terpaut lima tombak dari dirinya tandu hi jau itu
berhenti, dan muncullah si gadis baju putih Ting Hoai yang beium
lama ini terluka oleh pukulannya, sinar matanya bengis me-nyala2
penuh kebencian.
"Suma Bing majulah kedepan!" suara ini terucapkan dari dalam
tandu. Sejenak Suma Bing menenangkan gejolak hatinya, Ia lantas
dengan sikap angkuh tanpa takut2 ia melangkah lebar kedepan
tandu kira2 dua tombak jauhnya.
"Kau tadi yang melukai Hoan-ji?" Sekilas Suma Bing melirik
kearah Ting Hoan, lalu sahutnya,
"Ja, memang begitulah telah terjadi!" "Kau benar2 sangat takabur
dan sombong?" "Apa perkataan Sian-nio ini tidak terlalu berat
sebelah."dua
harimau bertarung tidak mungkin tidak terluka!" "Tapi dia
menaruh belas kasihan lebih dulu membuang
kesempatan untuk melukaimu." "Akupun tidak menghendaki
jiwanya bukan." "Membongkar kuburan dan meusak jenazah, apa
kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu sangat hina, rendah dan keji?"
"Cayhe hanya ingin membuktikan apakah musuhku itu benar2
mati atau pura2 mati, sedikitpun tiada niatku me-rusak
jenazahnya."
"Ada permusuhan apa antara kau dengan Tiang-un Su-seng Poh
Jiang?" "Dendam kesumat sedalam lautan!"
"Perguruanmu dari aliran mana?" "Tentang itu". aku tidak
dapat memberi tahu" Pek-Hoat-sian-nio tertawa terloroh2,
serunya, "Hoan-ji,
coba kau serang dia." Tanpa diminta kedua kalinya sigadis baju
putih yitu Ting
Hoan mendesak maju terus mengayn tangannya melancarkan
sebuah pukulan jarak jauh.
Suma Bing maklum bahwa lawan hendak mengorek asal usul
dirinya dari ilmu kepandaiannya. mka tanpa balas menjerang,
sekali meleit tubuhnya melayang menghindar.
"Hoan-ji, gunakan jurus Ban-Iiu-kui-cong." suara Pek-hoatsiannio bergema lagi.
Tubuh Ting Hoan menerjang maju sambil berputar, seketika
bayangan pukulannya laksana bunga salju beterbangan memenuhi
udara, melayang2 mengepung seluruh tu-buh Suma Bing,
sedemikian rapatnya serangan ini seumpama hujan badaipuu takan
tertcmbuskan. Diluar dugaan, tampak tubuh Suma Bing bergoyang
guntai tahu2 bagai setan yang bisa menghilang tubuhnya sudah
berkelebat menghindar dari bayangan pukulan lawan.
"Hoan-ji, mundur!" Ting Hoan mendelik benci memandang
Suma Bing, tanpa
bersuara ia mengundurkan diri. Dimana terlihat tirai rangkaian
mutiara dipintu tandu itu
tersingkap, seorang nenek tua berambut putih bagai perak dan


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajah bersemu merah bagai wajyh seorang baji muncul dari
dalam tandu. Tergetar jantung Suma Bing, darahpun terasa berjalan. semakin
cepat seumpama, Pek-hoat-sian-nio benar2 turun tangan sendiri,
dapatkah dirinya tetap merahasiakan asal usul dirinya susahlah
diduga. Baru ia tengah berpikir terasa pandangannya kabur tahu2
Pek-hoat-sian-nio sudah berdiri dekat dihadapannya, demikian
dekat sampai dijamahpun dapat dipegang. Gerak tubuh yang
hebat luar biasa ini dia mengakui tak mungkin dirinya bisa
melawan. Wajah kekanak2an Pek-hoat-sian-nio yang kemerah2an
itu mengunjuk sikap serius dan kaku menatap Suma
Bing sampai sekian lamanya, katanya "benar2 kau sudah
membongkar kuburan Tiang un Suseng"
"Memang kuburan itu sudah terbongkar, tapi"." "Tapi apa?"
"Bukan aku yang membongkarnya!"1 Berkelebat rasa heran dan
tak habis mengarti pada wa
cljah Pek-hoat-sian-nio. tanyanya lagi, "Lalu siapa yang
membongkar?"
"Seorang wanita serba hitam yang misterius". "Siapakah dia?"
"Aku tidak kenal!" Dari samping Ting Hoan perdengarkan
ejekannya, jengeknya, "Seorang laki2 berani berbuat berani bertanggung
jawab, buat apa bohong mengelabui orang lain!"
Suma Bing melotot dengan rasa gusar meluap2, serunya keras:
.Siapa dusta dan tidak berani bertanggung jawah?"1'
"Kau! Pek-hoat-sian-nio ulapkan tangan menghentikan
perkataan Ting Hoan, lalu katanya pula, "Suma Bing, tidak peduli sia-pa yang
membongkar, bagaimana. dengan tulang kerangka nya"."
Suma Bjng berseru geram, "sebuah kuburan kosong, hakekatnya
tiada tulang kerangka Tiang-Un Suseng Poh Jiang apa segala."
Ucapannya ini benar2 diluar dugaan siapapun. Tidak ketinggalan
Pek-hoat-sian-niopun kerutkan alisnya, tanyanya menegas, "Apa
betul ucapanmu itu?"
"Apa perlu aku berdusta?" jengek Suma Bing mendongkol
Wajah Pek-hoat-sian-njo mengunjuk rasa curiga dau tidak
percaya (sangsi), katanya seorang diri, "Aneh, mana mungkin
terjadi. Mengapa dia berbuat begitu" Baiklah, kita doakan begitulah
sesungguhnya.' selanjutnya berobahlah nada ucapannya, "Suma
Bing, beritahukan perguruanmu" " dua sinar mata yang dapat
menyedot semangat orang menatap tajam kedua mata Suma Bing.
"Sudah kukatakan, tidak mungkin kuberitahukan," sikapnya
angkuh dan dingin luar biasa.
"Tidak kau katakan apa kau dapat mengelabui mata tuaku ini,"
ditengah ucapannya secepat kilat sebuah tangannya menjelonong
maju. Suma Bing insaf tak mungkin dirinya dapat menghindar atau
berkelit. secara langsung gerakan reflek tangannya maju
menjongsong tangan lawan. Se-konjong2 Pek-hoat-sian-nio
berseru kejut dan mundur selangkah besar, wajahnya yang merah
bagai wajah orok itu berobah ber-ulang2, suaranya bengis dan
tajam berkata, "Suma Bing, ilmu silatmu berasal dari "Lam-sia".
Tapi Siasin Kho Jiang sudah meninggal pada duapuluh tahun yang
lalu, tentu tidak mungkin mempunyai seorang murid muda belia
seperti kau ini"." sampai disini suaranya merandek, sinar matanya
su-dah mengunjuk nafsu membunuh.
Tergetar semangat Suma Bing, nama Pek-hoat-sian-li yang
tenar dan disegani bukan kosong belaka. dalam satu gebrak
saja lantas dapat mengenali asal sumber ihnu silatnya maka
dapatlah dibayangkan betapa luas dan tinggi
kepandaiannya. Namun nafsu membunuh pada sinar
matanya itu betul2 membuatnya tak habis mengerti.
Setelah berhenti sebentar suara Pek-hoat-sian-nio semakin bengis
menakutkan, "Apa hubunganmu dengan Loh-Ju-gi?"
Lagi2 Suma Bing tertegun dibuatnya, tidak nyana bahwa Orang
dapat menyebuttkan nama Suhengnya yang menghianat pada
perguruan itu, entah apakah maksud tujuannya.
Dilihat dari sepak terjang orang, tentu mengandung mak-sud tidak
baik. Akan tetapi sejak kecil dirinya dibesarkan dan dibimbing oleh
Lam-sia, sedikit banyak ketularan sifat pembawaan gurunya yang
aneh itu Timbullah perlawanan dan rasa tak puas terhadap sikap
Pek-hoat-sian-nio yang menantang itu, maka sahutnya dengan
congkaknya, "Tidak sudi aku memberi tahu.?"
Sikap kamarahan Pek-hoat-sian-nio semakin menjadi2, kedua
matanya merah membara, sekali lagi ia menghardik, "Apakah Loh
Cu-gi itu adalah Suhumu?"
"Tidak perlu kuberitahu." "Jangan sesalkan aku mengompes
mulutmu." "Aku selamanya tidak senang diancam." "Dimana
Loh Cu-gi sekarang berada?" "Sekali lagi kukatakan tidak bisa
kuterangkan." "Budak kecil, masa benar kau tidak mau
menerangkan-"
Wut, dilancarkannya sebuah pukulan membawa kekuatan dahsyat
yang menggetarkan bumi.
Suma Bing berkelebat kesamping, menghindar sambil membalas
kirim tiga pukulan- kekuatan tiga pukulannya inipun bukan olah2
hebatnya. Pek-hoat-sian-nio memutar kedua tangannya membuat
sebuah lingkaran besar, maka lenyap sirnalah kekuatan tiga
pukulan Suma Bing itu bagai tenggelam dalam lautan tanpa jejak.
Wut- wut, Iagi2 lawan lancarkan dua kali pukulan berbareng.
Terpaksa Suma Bing menggertak gigi dan mengulur ta- ngan
menyambut dua pukulan musuh ini. "Bum, Bum!" dua kali
benturan yang menggeledek, Suma Bing tergetar mun-dur satu
langkah besar. Pek-hoat-sian-nio menggeram gusar, tubuhnya menerjang maju
sambil ulurkan cakar tangannya mencengkeram kedada lawan,
cara gerak turun tangan ini, hakekatnya tidak memandang musuh
sebelah mata. Selama limabelas tahun Suma Bing ditempa dan digembleng oleh
Lam-sia, kepan-daiannyapun sudah bukan olah2 hebat, kedua
tanganya membalik dan berputar cengkeraman Pek-hoat-sian-nio
tertolak terhenti ditengah jalan. Kalau musuh tidak membatalkan
Serangannya, sudah tentu Suma Bing tak mungkin terhindar dari
mara bahaya kematian, namun demikian kedua tangan
pek-hoat-sian-nio pun harus dikorbankan.
Tanpa merobah jurus serangannya, secepat kilat Pek-hoatsiannio merobah gerak jarinya dari mencengkeram ganti
memukul, telapak tangannya tahu2 menggenjot kemuka musuh,
sedang sebuah tangan yang lain jari2nya bergantian menjentik,
melancarkan lima carik kekuatan tenaga angin berbareng tubuh
juga ikut menyelonong maju membantu kecepatan serangannya.
Betapapun cepat reaksi Suma Bing sudak tak mungkin lagi dapat
berkelit, dalam keadaan gawat itu cepat2 ia miringkan kepala dan
menggeser kedudukan kakinya kesamping, perasaan sakit
menembus tulang segera menyerang tubuhnya, dua jalur kekuatan
selentikan jari lawan dengan telak menembus pundaknya, darah
segar segera rnembanjir keluar bagai air mancur, tubuhnya
terhuyung mundur delapan kaki hampir roboh, tapi dia mengertak
gigi menahan sakit tanpa mengeluarkan keluhannya.
Pek-hoat-sian-niopun menghentikan serangannya, suaranya tetap
mengancam, "Kau mau katakan atau tidak?"
Suma Bing menutuk jalan darahnya sendiri untuk mengurangi
mengalirnya darah dilukanya itu, wajahnya yang putih cakap saat
itupun penuh diselubungi hawa pembunuhan yang dalam,
jawabannya tetap kaku dan garang, "Tidak kukatakan."
"Pendek kata kau harus mengatakan." ~ Habis berkata
Pek-host-sian-nio melancarkan serangannya. Sungguh murka Suma
Bing bukan alang kepalang, dua tangannya diangkat berbareng ia
mendorong sekuatnya kedepan. Pukulannya ini mengandung
seluruh tenaga Kiu-yang-sin-kang, maka gelombang panas
bergulung2 bagai lahar gunung berapi yang meletus. Suara
benturan mengguntur memekakkan telinga Sekali lagi Suma Bing
terdesak mundur tiga langkah, tubuh Pek-hoat-sian-nio hanya
ber-goyang2 saja, jengeknya dingin, "Kiu-yang-sin-kang, pelajaran
tunggal dari Lam-sia, sayang latihanmu masih terpaut ter-lalu
jauh." Suma Bing melihat bahwa pukulan Kiu-yang-sin-kang yang telah
mengerahkan setaker tenaganya masih belum mampu
merobohkan lawan malah seujung rambutpun tidak terluka,
seketika luluhlah semangatnya, namun begitu hatinya ma-sih
mantap untuk tidak mundur begitu saja.
Sambil berteriak panjang Pek-hoat-sian-nio lancarkan sebuah
pukulan lagi. Kedua mata Suma Bing merah membara, tahu dia
bahwa dirinya bukan tandingan orang, tapi bagaimanapun ia tidak
mau mandah terima ajal, tangan diangkat lagi2 ia menangkis.
"Blang" ditengah suara mengge-ledek itu, Suma Bing mengeluh
panjang, darah segar me-nyembur keluar bagai anak panah,
tubuhnyapun terbang tiga tombak jauhnya- Pucat pasi wajah Ting
Hoan, tanpa me-rasa ia berseru kejut dan kuatir, keempat gadis
pemikul tandupun tak urung ikut kaget dan berobah air mukanya.
Suma Bing merasakan kesakitan yang luar biasa menyerang
seluruh tubuhnja, pandangan mata ber-kunang2, namun sifat
angkuh dan kukuhnya masih tetap bertahan
dalam be-naknya, seakan2 terkiang dipinggir kupingnya sebuah
suara, "Jelek2, kau murid Lam-sia yang ditakuti, mana boleh
ber-tekuk lutut dihadapan orang lain!" ~ Sambil mengertak gigi,
tubuhnya terhuyung bangun, seluruh tubuh penuh berlepotan
darah, kiranya luka dipundak kiri karena cengkeraman siwanita
baju hitam itu dan lobang pundak kanan karena tusukan jari
Pek-hoat-sian-nio itu pecah lagi dan mengeluarkan darah karena
benturan adu kekuatan dahsyat ini. Ditambah noda darah dari
mulutnya, keadaannya boleh dikatakan sangat seram dan
mengenaskan seperti setan da-rah.
Kecut serta dingin perasaan Pelc-hoat-sian-nio melihat
ke-angkuhan dan tekad anak muda yang besar ini.
"Suma Bing, selamanya aku orang tua tidak suka tu-run tangan
kejam terhadap orang, tapi untuk menge-tahui jejak bajingan Loh
Cu-gi itu, terpaksa aku me-langgar kebiasaanku. Kurasa kaupun
tahu betapa enak me-rasakan menjungsang nadi memuntir urat?"
Bergidik dan gemetar tubuh Suma Bing mendengar pernyataan
orang, namun ia tetap berkeras hati, "Pek-hoat- sian-nio, kau turun
tanganlah, paling banyak aku Suma Bing mati di tanganmu."
Mimik wajah Pek-hoat-sian-nio berobah tak menentu, dengan
kedudukan dan namanya yang tenar kiranya tidak pa-tut ia turun
tangan terhadap angkatan muda. Akan tetapi, untuk mengetahui
dimana jejak Loh Cu-gi itu terpaksa dia harus berlaku sekejam
mungkin, tidak peduli akan gengsi dan kedudukan apa segala.
Sebelum Pek-hoat-sian-nio turun tangan, Ting Hoan maju
beberapa langkah dan berkata gemetar, "Suhu, lebih baik digusur
pulang saja dan per-lahan2 ditanyai."
Pek-hoat-sian-nio mendelik, "Apa kau sudah melupakan peraturan
gurumu?" "Murid tidak berani, hanya"." "Bagaimana?" "Mungkin dia
bisa". mati!" "Kau jangan melupakan seorang yang lebih
menderita daripada mati." Ting Hoan tidak berani bersuara lagi, sambil
tunduk la mengundurkan diri. Hakekatnya Suma Bing tidak tahu persoalan
apa yang di percakapkan antara guru dan muridnya itu. Tapi sedikit banyak ia
dapat menduga persoalan itu menyangkut per-buatan busuk Loh
Cu-gi Suhengnya yang murtad itu. Kalau mau bicara terus terang,
mungkin perkembangan selanjutnya akan berobah. Dasar sifat
Suma Bing memang angkuh dan ketus sampai matipun dia takan
bertekuk lutut.
Setelah merenung sekian lama, mendadak Pek-hoat-sian- nio
menghardik lebih bengis lagi, "Ada guru tentu ada mu-rid, sifat
pembawaan binatang serigala yang harus diberan-tas. Hoan-ji,
musnahkan dia."
Sekilas Ting Hoan memandang gurunya, dengan ragu2 ia
mendekat kedepan Suma Bing bibirnya gemetar, "Suma Bing,
mengapa tidak kau katakan saja?"
Suma Bing hanya pelototkan kedua matanya yang mengembang air
darah, mulutnya terkancing rapat tak menggubris pertanyaan
orang. Wajah Ting Hoan penuh mengunjuk belas kasihan, de-ngan suara
yang paling lirih hampir tak terdengar ia mem-bisiki, "Suma Bing,
rebahlah mengikuti telunjuk jariku." Lantas disusul suaranya
membentak keras, "Kau mencari kematianmu sendiri, jangan
sesalkan orang lain." Ditengah suara bentakannya kedua jarinya
dirangkapkan menutuk jalan darah kematian didada Suma Bing.
Tanpa ber-suara Suma Bing roboh terkapar diatas tanah.
Pet-hoat-sian-nio ulapkan tangan terus membalik tubun masuk
kedalam tandu lagi, segera keempat gadis baju hijau mengangkat
tandu terus tinggal pergi. Diam2 Ting Hoan memandang iba
kearah tubuh Suma Bing yang meng-geletak diatas tanah, terus
tinggal pergi ikut dibelakang tandu.
Begitu bayangan Pek-hoat-syan-nio beramai menghilang. Suma
Bing terhuyung bangun berdiri. Mulutnya menggu-mam,
"Mengapa dia menolongku" Aku berhutang nyawa kepadanya,
sebaliknya Suhunya berhutang darah padaku."
Suma Bing menunduk melihat seluruh tubuhnya yang pe-nuh
berlepotan darah, katanya tertawa sedih, "Aku sudah mati dan
hidup sekali lagi." dengan sempoyongan ia berjalan menyusur balik
memasuki hutan, untung hutan ini tidak begitu besar, setelah
sekian lama ubek2an ditengah rimba ditemukan sebuah gua cukup
untuk menetap semen-tara waktu. Saat mana yang paling penting
adalah menge-rahkan tenaga untuk berobat diri. Luka2nya terlalu
berat, pukulan Pek-hoat-sian-nio itu hampir saja memutuskan
seluruh urat nadinya, hawa murninya susut terlalu banyak, se-telah
berkutetan sekian lama jalan darah tertembuskan semua rintangan
dalam tubuhnya. Begitulah tanpa mengenal lelah ia semadi dan
berobat diri, dua hari dua malam kemudian baru usahanya itu
berhasil memuaskan. Tengah hari pada hari ketiga, dengan sikap
gagah dan semangat me-nyala2 ia sudah melanjutkan
perjalanannya ditengah jalan raya.
7. TANGBUN YU = PUTRA RACUN UTARA
Tujuan perjalanan kali ini adalah markas besar Ngo-ouwpang.
Didepan pintu gerbang markas besar Ngo-ouw-pang
terpancang sebuah bendera putih tanda duka-cita, semua anak
murid perkumpulan itu mengunjuk rasa duka dan lesu.
Saat mana tiba waktu tengah hari, seorang pemuda ganteng yang
bersikap agak angkuh dan kasar memasuki ruang menyambut
tamu pada markas terdepan.
Seorang tua berwajah hitam sekian lama mengamat-amati orang
yang baru datang ini, lalu maju menyapa, "Harap tanya nama
Siauhiap yang mulia?"
?"Suma Bing." "Ada hubungan apa dengan Pangcu kami?"
"Sahabat lama." "O, jadi kedatangan Siauhiap dari jauh ini
tentu hendak ikut


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melawat, sepanjang jalan tentu melelahkan silahkan duduk dan
minum teh untuk menyegarkan badan, nanti "."
"Tidak usahlah." tukas Suma Bing dingin. "Harap saja saudara
mengundang orang untuk mengantarkan aku bagai-mana?"
"Ini". baiklah, The-hiangcu!" "Hamba berada disini." Seorang
laki2 pertengahan umur
maju memberi hormat. "Tuan Suma Siauhiap ini adalah sahabat
kental Pangcu waktu masih hidup, dari jauh dia datang ikut melawat, iringilah
pergi keruang lajon."
Hiangcu she The itu mengiakan hormat terus memutar tubuh
menghadapi Suma Bing dan merangkap tangan kata-nya, "Suma
Siauhiap silahkan ikut aku yang rendah."
Suma Bing mengangguk terus mengikuti dibelakang The- hiangcu,
setelah keluar dari ruang penyambut tamu terus langsung menuju
kemarkas besar, sepanjang jalan orang berlalu lalang tak
putusnya, wajah mereka menunjuk rasa simpatik dan serius.
Diam2 Suma Bing tengah menimang2 satu persoalan yang
penting. Seperti dugaan Suhu-nya semula ternyata bahwa
Tiang-un Suseng benar2 pura2 mati untuk menghindari
kematian. Sekarang Ngo-Jouw Pangcu Coh Pin juga mati
bertepatan dengan kedatangannya ini. Inilah kebetulan atau
mengikuti cara Tiang-un Suseng untuk mengelabui dirinya"
Naga2-nya memang keadaan ini tak mungkin palsu, tapi
pengalaman terdahulu membuatnya waspada, mana bisa ia
membiarkan musuh lolos dengan secara licin. Demi mem-balas
sakit hati Suhunya dia bersiap untuk menghadapi segala resiko
meskipun dirinya harus menjadi mu-suh bersama kaum persilatan
tapi tujuan pertama untuk membelah peti mati harus tetap
dilaksanakan. Sudah tentu secara halus ia bisa minta supaya diberi
kesempatan mem-buka peti mati untuk memeriksa, tapi itu tak
mungkin terjadi. Setelah jenazah masuk peti dan dipaku rapat,
pasti tidak mungkin dibuka lagi untuk diperiksa, maka jalan
satu2-nya menggunakan kekerasan membelah peti mati itu.
Dia sudah dapat membayangkan akibat perbuatannya itu. Tanpa
menimbulkan kecurigaan ia bertanya kepada The- hiang-cu yang
membawa dirinya itu, "The-hiangcu, terse-rang penyakit apakah
hingga Pangcu kalian meninggal dunia?"
"Ini". eh angin duduk." "Angin duduk?" "kejadian didunia ini
susah diduga sebelumnya oleh
manusia". Mulut Suma Bing menjebir ejek, sahutnya pura2 penuh
perhatian, "Benar, kejadian dikolong langit ini kadang2 memang
diluar dugaan orang."
Tak lama kemudian tibalah mereka diluar gedung markas besar,
gedung markas besar ini dibangun sedemikian megah dan
angkernya. Walaupun dalam saat2 duka-cita tapi pen- jagaan
diadakan sedemikian kuat dan keras. Tiba diluar pintu The-hiangcu
menyingkir kesamping dan menyilahkan, "Siauhiap silakan!"
Suma Bing tidak mau bermain sungkan, sambil mengang-kat dada
ia melangkah memasuki markas besar. Ruang lajon terletak
ditengah bangunan gedung bertingkat dimana biasanya diadakan
perundingan penting bagi kaum Ngo-ouw-pang. Suasana dalam
gedung sesak berhimpitan kare-na tamu2 yang datang melawat
kelewat banyak.
Sampai didalam ruang lajon Suma Bing menjadi sangsi, sukar
dipastikan untuk menentukan benar2 mati atau pura2 matikan
Ngo-ouw Pangcu Coh Pin ini. Coh Pin adalah satu. diantara
Bu-lim-sip-yu, pemalsuan kuburan Tiang-un Suseng merupakan
pengalaman pahit yang pertama, maka kalini dia harus berani benar
turun tangan untuk membuk tikau kebenarannya. Tapi, dihadapan
sekian banyak hadirin, hendak membelah peti mati, akfbatnya tentu
akan menim-bulkan kemarahan massa- Lantas teringat olehnya
bahwa kedatangannya ini adalah untuk penuntut balas sakit
pergu-ruan, mengapa harus takut2 dan gentar menghadap; segala
risiko. Tengah berpikir itu Ia sudah melangkah mendekati layon,
seorang tua berjubah panjang warna hitam segera maju menyapa,
"Banyak terima kasih atas kedatangan Siauhiap ikut memberi
penghormatan kepada Pangcu."
Hidung Suma Bing mendengus dingin sikapnya angkuh. Melihat
gelagat Yang tidak baik ini berobah air muka si OTang tua jubah
hitam, namun ia masih berlaku hormat dan merendah, "Siapakah
Siauhiap Ini?"
"Aku yang rendah Suma Bing." "Suma Siauhiap dan Pangcu
kita semasa hidup adalah"." Wajah Suma Bing berobah
kelam, sinar matanya beri-ngas
penuh nafsu membunuh, dengan angkuh ia tukas kata2 orang,
"Cayhe ingin menjenguk wajah jenazah Pangcu kalian.?"
Siorang tua melonjak kaget, serunya, "Jenazah Pangcu sudah
masuk peti dan tertutup rapat."
Sekali berkelebat Suma Bing memutar kesamping meja
sembahyang terus maju mendekat lajon. Orang tua jubah hitam
menghardik keras, "Berani kau-" sebat sekali memburu tiba
dibelakang Suma Bing terpaut lima langkah Karena bentakan
nyaring ini terkejutlah para hadirin dalam dan diluar gedung,
beramai2 mereka merubung datang, maka dalam sekejap mata
ribut dan gegerlah suasana dalam ruang lajon itu. Segera seorang
tua yang berwajah angker berjenggot kambing melangkah
kedepan, berhadapan de-ngan Suma Bing terpaut peti mati, nada
kata2nya berat-"Siauhiap ini apakah tujuan kedatanganmu?"
Sekilas Suma Bing melirik dingin kearah orang tua beru-ban ini.
sahutnya kaku, "Tidak apa2, hanya ingin kulihat jenazah Pangcu
kalian." Buncahlah semua hadirin Yang mendengar ucapanya itu, semua
mengunjuk rasa gusar. Alis putih siorang tua beruban berjengkit,
serunya, "Lohu San Bok-sing Tongcu pejabat seksi hukum,
Siauhiap ini siapa dan dari perguruan mana?"
"Aku Suma Bing." Dari perguruan mana?" "Tidak perlu
kuberitahu kepada kau." San Bok-sing Tongcu pejabat seksi
hukum dari Ngo-ouwpang
menarik muka keren, sinar matanya berkilat2, serunya
bengis, "Kedatangan tuan ini adalah hendak menuntut balas?"
"Tidak salah ucapanmu" "Tidak perduli semasa hidup Pangcu
kita ada permusuhan
sebesar apa dengan kau. tapi pepatah mengatakan; orangnya
mati permusuhan ludes. Masa tuan hendak membelah peti mati
dan merusak jenazahnya?"
"Aku yang rendah hanya ingin memeriksa dia benar2 mau atau
pura2 mati, tentang merusak jenazah itulah ucapan berkelebihan."
Ketegangan dalam ruang lajon meruncing, saat mana datang pula
tiga orang tua dan dua laki2 pertengahan umur mendesak
dibelakang Suma Bing berdiri jejer dengan si orang tua jubah
hitam tadi, semua mengangkat alis membelalakan mata, wajah
serius penuh ketegangan bersiaga menghadapi setiap perobahan.
Suma Bing ganda mendengus sekali, tangan diangkat langsung
mencengkram kearah peti mati".
"Siaucu kau cari mati." Teriak Sing-tong Tongcu (Tong-cu seksi
hukum) San Bok-sing. Berbareng kedua tangan-nya menjodok
kedepan membawa kesiur angin dahsyat me- nerjang kearah
Suma Bing. Tangan kiri Suma Bing dikiblatkan, sedang tangan
kanan tetap mencengkram kearah peti mati. "Blang" San Bok-sing
tertolak undur tiga langkah.
Hampir dalam waktu yang bersamaan enam jalur angin keras
bersama melanda dari belakang menerjang ke arah punggung
Cuma Bing. Betapa tinggipun kepandaian Suma Bing tak mungkin
berani memandang enteng gabu-ngan tenaga enam tokoh silat
tinggi, terpaksa ia melejit untuk menyingkir, kecepatan gerak
tubuhnya ini hampir susah dilihat pandangan mata. Baru saja
enam tokoh silat dari Ngo-ouw- pang melancarkan pukulannya
lantas mereka kehilangan bayangan musuh, maka cepat2 mereka
harus berusaha untuk menarik tenaganya, atau mungkin tenaga
pukulan mereka sendiri yang akan membelah peti mati itu.
Di sebelah sana Sing-tong Tongcu San Bok-siang sudah memutar
tubuh berhadapan lagi dengan Suma Bing. Nafsu membunuh
semakin menegangkan.
Air muka Suma Bing beringas dan tebal diselubungi hawa
membunuh, nada kata2nya dingin laksana es, "Cayhe hanya ingin
membuktikan kematian Coh Pin, tiada hasratku untuk mengalirkan
darah, kuharap kalian tahu diri." " Sorot ma-tanya tajam
ber-kilat2 menyapu kearah semua hadirin, bergidiklah semua
orang yang dipandang sedemikian rupa.
Tahulah mereka bahwa tiada seorangpun hadirin yang bakal
mampu melawan kelihayan Suma Bing. Karena apa Suma Bing
hendak membuka peti mati dan memeriksa jenazah" permusuhan
apa dengan Pangcu mereka semasa masih hidup, semua bertanya2
dalam hati. Akan tetapi betapa besar wibawa nama Pangcu dari Ngo- ouw-pang
ini, setelah mati di kandang sendiri pula, peti matinya hendak
dibelah orang, bukankah merupakan penghi-naan yang terbesar.
Ditengah suara bentakan yang riuh rendah itu, Sing-tong Tongcu
San Bok-sing sudah merangsak maju lagi, "Wut" langsung ia kirim
sebuah pukulan mengarah dada Suma Bing. Pukulan ini
dilancarkan dengan himpunan seluruh tenaganya, kekuatannya
benar2 membuat orang kagum dan mengelus dada.
Cepat" tangan Suma Bing berkelebat. "Blang" terdengar San
Bok-sing berseru tertahan darah segar berhamburan dari
mulutnya, tubuhnya terpental mundur menerjang din-ding dan
terpental balik lagi. ~ San Bok-sing merupakan to-koh kelas satu,
namun hanya satu gebrak saja sudah terluka muntah darah,
keruan semua hadirin mengkirik ke-takutan.
Namun tidak demikian dengan empat orang tua dan dua laki2
pertengahan umur itu, demi melindungi nama baik perkumpulan,
mereka rela berkorban segalanya termasuk jiwa raga sendiri. Maka
sambil membentak2 serentak me-reka menubruk maju. Walaupun
ruang lajon itu sangat besar tapi karena terlalu banyak orang yang
hadir dalam ruang itu, tempat yang tinggal kosong tidak lebih
hanya tiga tombak lebarnya, maka begitu berkelebat keenam
orang itu sudah menerjang tiba. Suma Bingpun tidak mau unjuk
kelemahan, kedua tangan bergerak membuat garis lintang
beruntung ia lancarkan tiga kali pukulan menyam-but rangsakan
musuh. Dimana angin pukulannya melandai segera terdengarlah
keluhan sakit dari mulut2 penjerangnya, keempat orang tua
terdesak mundur beberapa langkah, se-dang dua laki2
pertengahan umur itu terpental terbang se-jauh tiga tombak
menerjang kearah kawan2nya yang te-ngah menonton.
Dan pada saat itulah sebat luar biasa Suma Bing berkelebat tiba
didepan peti mati dan tangan sudah diajun, sesaat sebelum
tangannya tiba pada sasarannya".
"Siaucu, kau terlalu menghina orangl" Dibarangi seruan itu,
beberapa jalur desis angin selentikan jari secepat kilat menyerang
dirinya. Keruan kejut Suma Bing bukan kepalang, tahu dia bah-wa orang
yang turun tangan ini tentu Lwekangnya hebat luar biasa, maka
sebat sekali ia menggeser kesarnping lima" kaki, dimana
pandangan matanya tertuju, seketika ia terte-gun heran, karena
orang yang melancarkan serangan selen-tikan jari ini kiranya
adalah seorang nenek2 tua yang me-ngenakan pakaian berkabung.
Sinar matanya berkilat2 mengandung penuh kebencian benar2
menciutkan nyali orang yang dipandang.
"Kau ini yang bernama Suma Bing?" "Tidak salah, harap
tanya"." "Akulah janda tua Coh Pin, ada dendam dan sakit hati
apakah suamiku itu terhadap kau hingga sedemikian tega kau
menghadapi kematiannya?"
"Coh-hujin," seru Suma Bing dingin. "Saat ini lebih baik jangan
mempersoalkan tentang permusuhan, aku hanya ingin
membuktikan kebenaran Kematian suamimu ini?"
"Cara bagaimana kau hendak membuktikan?"
"Membuka peti mati dan melihat jenasahnya."
"Orang benar2 mati masa ada palsu atau tulen?"
"Aku yang rendah sudah pernah tertipu sekali"
"Tertipu?" "Ya, Tiang-un Suseng membuat sebuah kuburan
kosong untuk mengelabui mata hidung orang. Hanya sayang tipu
muslihatnya yang llcik itu telah membuka kedoknya."
Berobah hebat air muka Coh-hujin, serunya ketakutan". "Jadi kau
sudah membongkar kuburan Tiang-un Suseng" "
"Memang begitulah tujuanku, tapi secara kebetulan su-dah ada
orang lain yang turun tangan."
"Benar2 kau hendak membuka peti mati ini?" "Maaf aku
terpaksa harus berbuat demikian" "Suma Bing, bila kau dapat
mengatakan alasanmu, boleh
kusilakan kau membuka peti mati ini untuk kau periksa." Otak
Suma Bing bekerja cepat, setelah sangsi sekian
lamanya akhirnya ia merogoh saku mengeluarkan Mo-hoan dan
dipakai dijarinya tengah terus diangsurkan kehadapan orang,
"Hujin sudah jelas?"
"Mo-hoan!" seru Coh-hujin ketakutan kontan wajah-nya pucat
pasi. Benda khas pertanda milik Sia-sin Kho Djiang itu tiada seorangpun
dari kalangan Bu lim tidak mengetahui, andaikata belum pernah
lihat juga pernah dengar. Seruan ini benar2 membuat kejut semua
hadirin. Siapa akan mengira benda khas pertanda milik Lam-sia itu bisa
terdapat ditubuh anak muda berkepandaian tinggi ini, jelas kalau
bukan muridnya tentu cucu muridnya, ten-tang mengapa datang
hendak menuntut balas kepada Pangcu kecuali Coh-hujin seorang,
mungkin tiada seorangpun yang tahu akan latar belakangnya.
"Suma Bing, peristiwa dulu itu merupakan salah paham yang
berat." "Hujin, itulah kecerobohan, bukan salah paham." "Sekarang
susah untuk dijelaskan, apa tujuanmu hanya
mau memeriksa jenazah suamiku saja?" Suma Bing mengiakan
sambil menggut2. "Suma Bing, baik kuijinkan kau memeriksa, tapi
jangan sekali2 kau sentuh jenazahnya!" "Syarat ini dapat kululusi." "Baik,
silakan periksa" Wajah Coh-hujin membesi kehijau2an, ia maju
men-dekat disamping peti mati kedua tangannya menyanggah di tutup peti
terus diangkat keras dan digeser kesamping satu kaki. Serunya
sekali lagi, "Lihatlah."
Dengan pandangan tajam Suma Bing memandang ke- dalam peti,
terlihat olehnya seorang tua yang berwajah ke-ren berwibawa
menjulur kaku didalam peti, wajahnya masih sedemikian hidup
bagai tidur njenyak saja, segera alisnya dikerutkan dan bertanya,
"Sudah berapa hari dia meninggal?"
"Tiga hari." "Tiga hari tapi wajahnya masih belum berobah?"
Serta merta tubuh Coh-hujin tergetar seperti kesetrom
listrik, sahutnya, "Jenazahnya sudah kita lumuri obat anti
membusuk."
Suma Bing mengiakan dengan sangsi, katanya, "O, be-gitu."
"Suma Bing, kau sudah puas?""." Dalam hati Suma Bing masih


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak persoalan yang
me-nimbulkan kecurigaan. Pertama: Waktu kematian Coh Pin ini
secara kebetulan terjadi setelah dirinya mulai menun-tut balas,
bukankah sangat meragukan. Kedua: walaupun sudah dimasukan
dalam peti mati, air mukanya masih ha-ngat
seperti masih hidup. Ketiga; Dengan adanya pengala-man pahit
Tiang-un Suseng itu, sukarlah diduga bahwa apa yang dialami hari
inipun ada yang harus dicurigai. Namun dia sudah berjanji untuk
tidak merusak jenazah, bagi kaum persilatan sangat menghargai
ucapan yang harus dipercaya. Kalau tidak hanya dengan sebuah
jarinya saja dapatlah ia menghapus rasa curiganya ini. Maka
dengan dingin segera ia berkata, "Coh-hujin, begitulah untuk
se-mentara."
"Sementara, apa maksudmu?" "Kuharap aku takan datang lagi
kemari." Wajah tua Coh-hujin berobah2, bahwa ucapan musuh
yang penuh mengandung arti itu membuat tubuhnya bergidik seram.
Habis berkata dengan langkah lebar dan membusung da-da Suma
Bing berjalan pergi.
Perjalanan ke Ngo-ouw-pang kali ini boleh dikatakan menemui
kegagalan lagi. Para durjana yang mengerojok dan menganiaja
gurunya dulu itu masih ada Lo-san-siang-kiam, Leng Hun-seng
Ciangbun dari Ceng-seng-pay dan Goan Hi Hwesio dari Siau-lim.
Setelah me-nimang2 dalam hati, Suma Bing memutar ha-luan
meruju kearah Ceng-seng-san.
Hari itu matahari mulai doyong kebarat. baru saja Suma Bing
menangsel perut dan melanjutkan perjalanan belum beberapa li
jauhnya, tiba2 terlihat olehnya sebuah bayangan manusia
berkelebat seperti kecepatan elang terbang, bayangan itu melesat
memasuki sebuah biara bobrok, diketiak bayangan itu agaknya
mengempit seorang wanita.
Karena heran dan ingin tahu segera Suma Bingpun menyusul
kearah biara bobrok itu. Ditengah ruang sembayang yang tidak
keruan keadaannya, terlihat olehnya seorang ga-dis cantik bagai
bidadari terlentang rebah diatas tanah, kedua
matanya dipejamkan. Disampingnya berdiri seorang pemuda yang
berpakaian sastrawan lemah berusia 20-an, wajahnya dingin
membeku, kedua matanya tengah menatap wajah sigadis tanpa
berkedip. Baru saja Suma Bing melangkah kedalam biara, sipemuda sudah
mengetahui, tanpa berpaling ia berseru tanya, "Siapa itu?" "Orang
lewat," "Pergi keluar!" "Hm," " Suma Bing sudah berkelebat tiba
didalam ruang sembahyang itu, waktu ia pentang matanya tanpa merasa
bergolaklah hawa amarahnya. Sebab gadis yang rebah diatas
tanah itu bukan lain adalah Siang Siau-hun- Meskipun tiada
sesuatu hubungan dengan Siang Siau-hun, hitung2 mereka sudah
pernah bertemu satu kali.
Pemuda berpakaian sastrawan itu perlahan2 memutar tu-buh,
melihat orang yang datang ini kiranya adalah seorang pemuda
cakap ganteng bertubuh kekar, diapun tertegun heran, suaranya
dingin sambil menyeriangi, "Siaucu, ku-suruh kau pergi dengar
tidak?" Sinar mata tajam dingin Suma Bing menatap garang, mendengus
ejek sekali lalu menjawab, "Kau tidak berhak berkata demikian."
"Ada tiada harganya segera kau akan tahu." "Siang hari bolong
yang terang benderang ini kau hen-dak
mengapakan gadis ini?" "Kau tak berharga bertanya" "Aku sudah
pasti harus tahu." "Hahahaha, Siaucu. kalau begitu, kau sudah
pasti mati,"
sambil berkata dari kejauhan itu sebuah tangannya disodokkan
mengirim serangan.
Serta merta Suma Bing juga mengangkat sebelah ta-ngan untuk
menyambut pukulan musuh Mendadak terasa olehnya tenaga
pukulan lawan sedemikian ringan" melayang mengandung hawa
dingin laksana es, sedikitpun pukulan dirinya itu belum mampu
mendesak balik serangan lawan malah terasa hawa dingin bagai es
itu menembus masuk kedalam tubuhnya sampai2 kesendi2
tulangnya, seketika se-luruh tubuh terasa dingin bagai berada
didalam gua gunung salju.
Sungguh kejutnya bukan alang kepalang, cepat2 ia kerahkan
Kiu-yang.sin-kang untuk bertahan, sejalur hawa hangat timbul dan
melebar keseluruh tubuh dari pusarnya, kekuatan hawa dingin itu
segera lenyap seluruhnya
Agaknya pemuda pelajar itu juga tercengang- bahwa Hawanya
sedikitpun tiada menunjukkan reaksi pukulannya itu, dengan wajah
penuh penasaran segera ia berseru lagi. "Siaucu, cobalah sambut
ini lagi" " berbareng dengar ucapannya ini kedua tangan sudah
bergantian dikiblatkan kedepan, gelombang angin dingin segera
bergulung mener- jang kearah Suma Bing.
Tanpa ayal Suma Bing kerahkan kekuatan Kiu-yang-sin- kang,
dimana kedua tangan ditarik lalu disodokkan kedepan, gelombang
panas bagai gugur gunung melandai keluar. Sungguh ajaib begitu
gelombang dingin saling bentur dengan gelombang panas kontan
mengeluarkan suara "ces" nyaring sedikit tergelar kedua
gelombang pukulan itu sirna menghilang tanpa bekas.
"Kiu-yang-sin-kang!" tanpa merasa sipemuda pelajar berseru kejut
ketakutan. Melihat lawan sekali gebrak lantas mengetahui asal-usui ilmu
saktinya, diam2 Suma Bing terkejut juga, sahutnya dingin, "Tidak
salah, luas juga pandanganmu."
"Siaucu, jadi kau inilah, murid Lam-sia?" Pada saat itulah
perlahan2 Siang Siau-hun membuka ke-dua matanya. setelah
tertegun segera ia berseru marah, "Dia".dialah Tangbun Yu,
putra Racun utara"
Melonjak kaget hati Suma Bing, batinnya, "Kiranya pemuda ini
adalah putra Racun utara, tak heran Siang Siau-hun telah
menemukannya. Racun tanpa bayangan yang membunuh Siang
Siau-moay dan Li Bun-siang pastilah"." karena pikirannya ini
wajahnya berobah bengis membesi, sambil tertawa dingin ia
berkata, "Tangbun Yu, Tuhan sudah mengatur segalanya, aku
tengah mencarimu."
Tangan Yu melengak, tanyanya, "Bocah seperti kau ini mencari
aku?" "Benar, bukan saja mencari kau, malah hendak kubu-nuh kau."
"Mulut yang takabur, sebutkanlah namamu dulu ?" "Suma
Bing.?". "Ada urusan apa kau mencari tuanmu." "Belum lama
berselang, yang menggunakan "Racun tanpa
bayangan" membunuh adik nona Siang ini dan seorang pe-muda
bernama Li Bun-siang apakah itu buah karyamu?"
"Kalau benar bagaimana" Kalau bukan kau mau apa?" Suma Bing
maju satu langkah, suaranya mendesis hambar, "Kalau benar
perbuatanmu, jangan harap kau dapat tinggal pergi dengan masih
hidup." "Mengandal kau ini?" "Tiada halangannya kau mencoba2-" "
sebuah tangannya
meluncur dengan sebuah serangan hebat kearah Tang-bun Yu,
bukan saja cepat serangan inipun sangat aneh, sasaran yang
diarah berbeda pada permainan silat umumnya.
Sebagai murid "Racun utara" sudah tentu kepandaian Tangbun Yu
juga tidak lemah, ringan sekali tubuhnya meng-geser kesamping
menghindarkan pukulan dahsyat ini, berba-reng iapun kirim
sebuah hantaman balas menjerang, serangannya inipun tidak
kalah aneh dan kejinya dibanding pu-kulan musuh.
Segera Suma Bing angkat tangan untuk menangkis "Biang" kedua
belah pihak mundur satu langkah. Dalam gebrak permulaan ini
menunjukkan bahwa ke-pandaian dan tenaga dalam kedua pihak
sama kuat alias berimbang.
Tangbun Yu perdengarkan suara tawa dingin, katanya, "Suma
Bing. dalam dunia persilatan orang membanggakan bagaimana
lihay dan ampuh Kiu-yang-sin-kang dari Lam-sia. Biar harini tuan
mudamu menjajal sampai dimana kau bocah ini telah belajar ilmu
yang diagul2kan itu."
Tidak kurang garangnya Suma Bingpun balas menjemprot, "Bagus
Sekali, aku juga ingin berkenalan sampai dimana kejam dan keji
Hian-in-kang dari Racun utara".
Setelah itu mereka masing2 mundur tiga langkah lalu ber-bareng
mengangkat kedua tangan. Maka dilain kejap meng-gunturlah
benturan dua tenaga dahsyat yang saling beradu debu
berhamburan atap rumahpun tergetar. Kiranya Tang-bun Yu dan
Suma Bing kerahkan duabelas bagian tenaga masing2 untuk
mengadu pukulan ini. Kalau Suma Bing ma-sih dapat berdiri tegak
ditempatnya, tidak demikian dengan Tangbun Yu ia terhujung
mundur dua langkah. Kiu- yang-sin-kang termasuk pukulan positip
sebaliknya Hiau-in- kang termasuk pukulan negatif. Perbedaan
tenaga dalam kedua belah pihak berselisih tidak terlalu besar.
Su-ma Bing cuma lebih unggul seurat, begitu saling bentur getaran
tenaga pukulan itupun tidak terlalu berat, kalau sebaliknya
mungkin rumah biara itu sudah runtuh berham-buran.
Sejak tadi Suma Bing sudah bermaksud untuk membu-nuh
lawannya, akan dibuatnya supaya bocah keji berbisa ini tak
dapat pergi dengan jiwa masih hidup. Sambil mengge-ram keras
secepat kilat ia menubruk maju lagi kedua tanganny berputar
membuat lingkaran dengan jurus Liu-kim-hoat-ciok (emas murni
berobah batu) ia turunkan ta-ngan kejinya.
Jurus Liu-kim-hoat-ciok ini merupakan daya cipta Lam-sia yang
telah menguras seluruh tenaga pikirannya selama ber- tahun2meskipun hanya satu jurus, tapi perbawa pero- bahannya tak
terhitung banyaknya, waktu melancarkan se-rangan ini harus
mengandal kemurnian Kiu-yang-sin-kang sebagai landasan atau
pendorong yang utama- Untuk masa itu tokoh2 silat dikalangan
Kangouw yang mampu bertahan dari serangan jurus
Liu-kim-hoat-ciok ciptaan Lam-sla ini mungkin dapat dihitung
dengan jari. Walaupun tenaga dalam Suma Bing belum dapat
menandingi gurunya, tapi be-gitu jurus ampuh ini dilancarkan,
betapa dahsyat kekuatannya kiranya cukup juga menggetarkan
dunia persilatan.
Arwah Tangbun Yu seakan terbang meninggalkan badan melihat
kehebatan pukulan musuh, cepat2 ia lancarkan tipu
Te-tong-thian-han (bumi membeku udara dingin) untuk menjaga
diri melindungi tubuh.
Memang jurus Te-tong-thian-han ini diciptakan praktis untuk
menjaga diri. Lagipula ciptaan Pak-tok ini memang khusus untuk
menghadapi jurus serangan Liu-kim-hoat-ciok dari Lam-sia itu.
Jurus Te-tong-thian-han ini selesai dan sempurna diciptakan
setelah 20 tahun akhir2 ini, bahwasa-nya belum pernah saling
diadu secara berhadapan. Bahwa Tangbun Yu menggunakan jurus
itu tidak lebih hanya ber-harap dapat melindungi jiwanya.
disamping itu karena te-naga dalamnya memang kalah setengah
urat dibanding la-wan. Apalagi Kiu-yang-sin-kang justru merupakan
ilmu sakti satu2nya yang dapat melumpuhkan Hian-in-kangnya itu.
Sambil berteriak kesakitan yang sangat mulut Tangbun Yu
menyembur darah segar bagai anak panah, tubuhpun tergoyang
gontai hampir roboh.
Suma Bing sendiripun merasa kaget, bahwa jurus ciptaan gurunya
ini baru pertama kali ini dilancarkan ternyata keampuhannya
begitu dahsyat diluar dugaannya.
Air muka Tangbun Yu yang memang sudah pucat dan membesi itu
kini semakin jelek membeku bagai wajah setan, serunya sambil
mengertak gigi. "Suma Bing, kau dengar, tubuhmu sekarang sudah
terkena racun yang jahat, diseluruh kolong langit ini mungkin tiada
seorangpun yang bisa mengobati"."
Suma Bing bergidik dia menjedot hawa dingin, sungguh dia tidak
habis mengerti kapan lawannya telah menjebarkan racunnya.
Disamping sana Siang Siau-hun juga berseru kejut, na-mun
suaranya lirih lemah.
Sekilas Tangbun Yu melirik kearah Siang Siau-hun dengan sorot
mata penuh kebuasan lalu berkata kepada Suma Bing, "Kau masih
dapat hidup selama seratus hari, jangka seratus hari ini cukup
untuk kau menyelidiki siapakah yang menyebar bisa racun tanpa
bayangan itu- Sudah jelas bukan, itu berarti bahwa keluarga
Tangbun kita tiada pernah mengguna-kan Racun tanpa bayangan
itu." Hal ini benar2 diluar sangkaan Suma Bing, serunya ka-get, "Jadi
bukan kau yang membunuh Siang Siau-moay dan Li Bun- Siang?"
"Omonganku cukup sampai disini saja"." Tangbun Yu, berilah
penjelasan mengapa kau bawa nona
Siang Siau-hun kemari?" "Begitu bertemu dia terus menjerang
dengan kalap, maka
terpaksa Siauya meringkusnya dan tujuanku membawanya kemari,
pertama untuk memberi penjelasan, kedua untuk mengobati
lukanya itu."
"Hm, gagah benar ucapanmu itu"."
"Suma Bing, kau jangan mengukur orang dari pandangan sela2
pintu, orang lain akan gepeng dalam pandanganmu. Aku Tangbun
Yu bukan bangsa bejat yang suka berlaku tidak senonoh. Dia
terluka oleh Hian-in-kangku, Kiu-yang-sin- kangmu itu cukup
untuk menolongnya. Tapi kau jangan lupa, nyawamu hanya hidup
untuk seratus hari saja."
"Tangbun Yu," teriak Siang Siau-hun mendelik, "Hatimu sungguh
kejam, kau tidak".!"
Tangbun Yu ganda menyeringai seram ujarnya, "Memang sudah
merupakan tradisi keluarga Tangbun selamanya menggunakan
racun, kaum wanita lemah takkan mengarti dun paham. Kuberitanu
kau, dalam dan luar seluruh tubuhnya sudah terkena racun, namun
terhadap kau aku tidak meng-gunakan racun, sebab kau sendiri
belum ada harganya."
Saking gusar dan gugup, Siang Siau-hun muntahkan darah segar
dan jatuh pingsan lagi.
Air muka Suma Bing mengelam penuh diselubungi hawa
membunuh dengan geram dan murka sekali dia mengancam,
"Binatang jahat, kau masih mengharap dapat pergi?"
Sambil mengusap darah di ujung mulutnya Tangbun Yu mengekeh
tawa panjang lalu serunya dingin, "Siaucu, coba kau kerahkan
tenaga dalammu?"
Mendengar itu berdirilah bulu roma Suma Bing, dicobalah
menjedot hawa dan mengerahkan tenaga, benar juga hawa
murninya tidak dapat tersalur keluar dari pusarnya, seketika
dingin membeku seluruh tubuhnya diam2 ia mengeluh dalam hati"Siaucu, bagaimana, aku tidak bohong bukan?" seru Tangbun Yu
puas sekali. "Binatang jahat, cara turun tanganmu ini rendah hina dina"."
"Tutup mulutmu. Dalam dunia persilatan masa ini, yang berharga
sampai Pak-tok ayah beranak terpaksa menggu-nakan racunnya
hanya beberapa gelintir manusia saja, kau Siaucu ini harus merasa
bangga akan hai ini"
"Binatang jahat, akan kubeset dan kucacah hancur tu-buhmu itu."
"Sedikitnya sekarang kau tidak mampu" "Tunggulah saatnya
akan tiba." "Akan tetapi kau sudah terkena bisa "Pek-jit-kul"


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(seratus hari pulang), kalau kau hendak membunuh aku, harus kau lakukan
dalam jangka seratus hari itu, kalau sudah lewat seratus hari, kau
akan menyesal dan mungkin penasaran menghadap Giam-lo-ong."
Gugup dan gusar merangsang benak Suma Bing hingga keringat
dingin membasahi seluruh tubuh.
Selanjutnya Tangbun Yu berkata lagi, "Siaucu, dalam jangka
seratus hari ini, carilah sampai ketemu manusia yang, menjebar
Racun tanpa bayangan itu, tentang tenaga dalam-mu setengah
peminuman teh lagi bisa pulih sendiri seperti sediakala. Maaf tidak
kuucapkan lagi "selamat bertemu" ke-pada kau". ~ Habis berkata
tubuhnya melejlt terbang keluar biara.
Tinggal Suma Bing masih terlongong2 ditempatnya, sekian lama
dia tak kuasa mengeluarkan suara. Dendam per-guruan belum
terbalas, musuh2 keluargapun belum ditumpas Musuh2 keluarga
yang ikut membunuh ayah-bundanya selaut Tang-mo yang telah
merebut pedang berdarah itu, yang lain tiada seorangpun yang
diketahui. Nyawanya tinggal hidup seratus hari. Dalam jangka Seratus hari apa
yang dapat diperbuatnya" Suhunya berpesan supaja dirinya
mendapatkan Pedang berdarah dan Bunga iblis untuk melatih
kepandaian tiada taranya didunia, supaya
Tiraik asih Websi te http:// kangz usi.co m/ membersihkan nama perguruan, harapan besar ini agaknya akan
terkatung2 sepanjang masa.
Tidak lama kemudian benar juga hawa murninya sudah berjalan
lancar kembali. Hatinya benci benar terhadap Tangbun Yu, namun
demikian mau tak mau ia memudar juga cara binatang kecll itu
menggunakan racun serta kecerdikannya. Tadi kalau Tangbun Yu
tidak membuat Suma Bing kehilangan tenaga untuk sementara
waktu, pas-ti dia sukar meloloskan diri.
Kenyataan bahwa penyebar racun tanpa bayangan kiranya bukan
perbuatan Pak-tok ayah beranak, ini benar2 diluar sangkanya,
menurut nada ucapan bocah berbisa tad; seakan bukan saja mereka
ayah beranak tidak mungkin menggu-nakan, malah rasanya belum
kenal akan Racun tanpa bayangan itu. Dikolong langit ini masa ada
manusia lain yang pandai menggunakan bisa melampaui
Racun-utara?"
8. SI MALI NG BINT ANG MEM BUK A TABI R RAH ASIA . Dalam pikiran tengah melayang2 itu, akhirnya sorot
matanya menatap ketubuh Siang Siau-hun yang terlentang
pingsan ditanah.
Tampak kedua matanya yang bundar itu tertutup rapat wajahnya
pucat ke-hijau2an kaki tangannya mulai berkelejetan. Sejenak ia
berkerut alis, lalu menghampiri dan berjongkok disampingnya,
membalikkan tubuhnya hingga tengkurap lalu diulurkan tangannya
tepat menempel di jalan darah Bing-bun-hiat, Kiu-yang-sin-kang
mulai disalurkan.
Untuk pengobatan memang Kiu-yang-sin-kang sangat mujarab
seumpama dapat menghidupkan orang mati- Akan tetapi orang
yang mengobati sendiri pasti banyak kehilangan tenaga, selama
lima tahun tak mungkin dia bisa berkelahi
dengan orang lain. Justru sekarang Siang Siau-hun terluka oleh
hawa dingin Hian-inkang. Kiu-yang-sin-kang merupakan satu2nya
lawan pemunah dan adanya teori berlawanan antara panas dingin
ini, Suma Bing tidak perlu lagi menge-rahkan tenaganya
sedemikian besar, untuk menolong jiwa Siang Siau- liun, boleh
dikata hanya sekali jamah saja su-dahlah cukup!
Air muka Siang Siau-hun berobah kuning lalu lama kelamaan
bersemu merah, napasnyapun mulai lancar dan ter-atur. Setengah
jam kemudian, mulut kecil Siang Siau-hun mengeluh lirih terus
siuman kembali- Per-lahan2 Suma Bing- pun menarik tangannya.
Bergegas Siang Siau-hun membalik tubuh dan duduk diatas
tanah, dengan rasa benci yang me-nyala2 ia bertanya. "Mana
bocah berbisa itu?"
"Sudah pergi." "Suma-siangkong"." "Ada urusan apa?" "Kau".
untuk aku, kau terkena racun Pek-jit-kui, kau".kau
hanya dapat hidup seratus hari lagi"." Suma Bing tertawa pahit,
sahutnya.: , Nona tidak perlu
kuatir akan hal itu.?" Suma Siangkong, kalau kau berkata begitu,
matipun aku tidak tentram." "Nona Siang, selamat bertemu, selama hajat masih
dikandung badan pasti aku akan melaksanakan janjiku itu, untuk
menemukan sipenyebar Racun tanpa bayangan itu. Ta-pi dapat
atau tidak terlaksana, susahlah dikatakan."
"Tidak, kau tidak boleh pergi" "Aku,
tidak boleh pergi, mengapa?"
Sahut Siang Siau-hun penuh perasaan haru, "Aku akan selalu
mengiringi kau selama seratus hari ini- Dalam jangka seratus
harini kita mencari tabib ternama untuk memunah-kan racun yang
mengeram dalam tubuhmu."
Suma Bing tertawa kecut, ujarnya, "Apa kau tidak de-ngar Tangbun
Yu mengatakan bahwa racunnya itu tiada seorangpun yang mampu
memunahkan?"
"Tapi aku ingin bersama kau dalam seratus harini." "Mengapa"
" Merah jengah selebar wajah Siang Siau-hun. achirnya
sahutnya tegas, "Sebab aku cinta padamu, aku ingin ber-samamu
sampai akhir hidupmu."
Ucapan ini benar2 diluar dugaan Suma Bing, sekian lama ia
tertegun lantas katanya: ,-Nona Siang, tapi aku tidak mempunyai
maksud demikian."
Berobah wajah Siang Siau-hun, airmata meleleh semakin deras
hingga kedua matanya merah, katanya gemetar, "Ya. memang kau
takkan mencintai aku, tapi, aku cinta kau bukankah beres"."
"Bukankah tujuan nona hanya untuk menghibur hidupku yang
takkan lama lagi ini?"
Siang Siau-hun menggigit bibir, sahutnya, "Aku tidak menyangkal
ada sebab itu, tapi sejak pertama kali aku meli-hatmu, aku". aku
sudah tertarik olehmu"
Tersirap darah Suma Bing". "Suma Siangkong ijinkanlah aku
memanggilmu Bing-ko.
dalam, seratus harini, segala milikku kupersembahkan kepa-damu.
Tapi, aku harap kau jangan lantas anggap aku se-bagai wanita
rendah yang tak bermartabat, seratus hari kemudian. Aku akan
bunuh diri"." " airmata meleleh membasahi kedua pipinya-Suma
Bing terperanjat hingga
mundur satu langkah, serunya tergetar, "Nona Siang, selamanya
Suma Bing akan berterima kasih akan rasa cintamu, tapi aku tidak
dapat menerima cara perbuatanmu itu."
"Bing-ko, seumpama kau bosan dan membenciku. Tapi hatiku
sudah mantap tak mungkin dirobah lagi."
"Apa cukup berharga aku Suma Bing untuk kau berbuat
demikian?"
"Cukup dan malah berkelebihan-" "Kau salah, aku tidak sudi
terima segala pengorbanan kasih
orang," "Pengorbanan kasih, apa maksudmu?" "Kau anggap aku
keracunan karena kau, hatimu menyesal.
lantas kau berbuat seperti apa yang kau katakan untuk menambal
sanubarimu yang tidak tentram itu!?"
"Tidak peduli bagaimana anggapanmu, aku cinta padamu, dari
sejak sekarang ini, aku tidak akan berpisah setapakpun dengan
kau." Akhirnya tergerak juga hati kecil Suma Bing atas ke-teguhan dan
kesetiaan orang, tapi lantas terpikir juga oleh- nya: mengapa aku
menggunakan tubuh yang hampir mati ini, membawa atau
memendam kebahagiaan seumur hidup seorang gadis- Karena
pikirannya ini segera ia merobah sikap, wajahnya kaku membesi
ujarnya dingin, "Nona Siang, kebaikanmu itu kusimpan dalam lubuk
hati. banyak urusan penting yang harus kuselesaikan dalam jangka
wak-tu seratus harini, maaf aku tidak dapat melajani kau terlalu
lama." " habis berkata ia memutar tubuh dan baru saja hendak
tinggal pergi".
Mendadak Siang Siau-hun mengeluh panjang serunya "Bing-ko,
kau tetap tidak mau melulusi, baiklah biar Siau-moay pergi lebih
dulu." Tergetar hati Suma Bing mendengar seruannya itu, secepat kilat ia
memutar balik, terlihat Siang Siau-hun sudah angkat sebelah
tangannya hendak mengepruk batok kepalanya sendiri, dalam
gugupnya secepat kilat sebuah jarinya menjentik dari jauh,
Harpa Iblis Jari Sakti 15 Elang Pemburu Karya Gu Long Kisah Pendekar Bongkok 4

Cari Blog Ini