Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 16
"Tempat itu adalah terpisah yang tak begitu jauh dari tempat
dibangunnya Liok Kah Tin. Dengan bulak balik ini kita juga akan
membuat Seng kiong Sin Kun pusing kepalanya menerka-nerka . . .
" "Baik" seru ciu ceng, yang terus mengulapkan tangannya.
Maka berbaliklah semua kereta dan kawanan serba merahpun
tetap mengiringinya.
Kali ini Ban Liang berjalan kedepan-ciu ceng mengawasi kawan
itu. Ia tahu bahwa orang berlaku sangat teliti, rupanya supaya tak
sampai dia tersesat jalan.
Satu siang tidak terjadi sesuatu, diwaktu magrib, tibalah mereka
disebuah tanah tegalan, di tepinya sebuah dusun.
"Kita akan segera tiba di rumah gubuk itu" Ban Liang membisiki
ciu ceng. "GUbuk apakah itu, saudara Ban" "
"Ah Bukankah telah aku katakan" Tempat itu sukar disebut
namanya dan juga sulit buat diterangkan sejelas-jelasnya Sebentar
saudara ciu, kau akan melihatnya dan mengerti sendiri"
"Sekarang apakah tindakan kita" " Oey Ho ciu Loo tanya.
"Kereta dan rombongan ditunda disini," Ban Liang memberitahu.
"Lalu kau, saudara, memilih beberapa anggotamu yang Cerdik untuk
mereka turut aku pergi kerumah gubuk itu buat melihat
keadaannya."
"Bagaimana kalau aku ikut bersama" "
"Kalau saudara turut, itulah lebih baik."
ciu ceng girang sekali. ia pun lalu memilih empat orangnya.
Segera setelah itu, bersama Ban Liang, mereka bertindak kearah
barat. Ketika itu cuaCa sudah remang remang. Sang ma lam lekas
tibanya. "Aku juga turut, dapatkah" " tiba tiba tanya Thio Giok-Yauw,
yang melompat turun dari keretanya.
Ban Liang menggelengkan kepala.
"Harap nona berdiam disini melindungi Nona Hoan-" ia menolak.
"Nona Hoan menghendaki aku turut bersama kamu"
Ban Liang terCengang. "Benarkah itu" "
"Jikalau kau tidak perCaya, pergilah tanyakan sendiri" Sijago tua
berpikir. "Jikalau Nona Hoan yang menghendaki, nah, marilah."
Giok Yauw tersenyum. Tanpa mengatakan sesuatu, ia lalu
mengintil. Tujuh orang itujalan berlari-lari.
Ban Liang lari dimuka.
Kira kira lewat dua puluh lie, tibalah mereka disebuah tempat
terbuka dan sunyi dimana terdapat semak-semak rumput.
Disaat itu sang Putri malam lagi disaputi mega tipis, sinarnya
rada guram, walaupun demikian, disana terlihat sebuah rumah
gubuk yang mencil sendiri yang dikisari pohon dan rumput-rumput
lebat. "Saudara ciu, apakah kau telah melihat rumah atap itu" " Ban
Liang tanya. "Ya," sahut orang yang ditanya.
"Didalam rumah itu, didalam tanah, ada sebuah kamar rahasia.
Aneh, hari ini rumah itu tidak ada penerangannya..."
ciu ceng sabar, ia tidak menjawab apa apa. Tidak demikian
dengan Nona Thio.
"Mungkin orang sudah pindah" katanya. "Mari kita masuk saja
melihatnya. Nanti baru kita bicara pula"
"Kita tak boleh sembrono," Ban Liang memperingatkan"
Tapi, kita toh tak dapat berdiam, untuk menanti saja" " kata
Nona Thio. "Sekarang ini keadaannya lain-.."
"Begini saja" kata Ban Liang akhirnya. "Aku akan masuk lebih
dahulu, kamu menunggu disini."
Nona Thio yang binal dan jenaka tertawa.
"Jarum rahasiaku paling tepat untuk menyambut segala sesuatu,"
katanya. "Aku turut kau, bagaimana" "
Ban Liang kewalahan-"Baiklah" sahutnya. "Tapi ingat, nona, tak
dapat kau turun tangan keCuali setelah aku memberi isyarat"
"Asal mereka tidak mendahului, aku akan tunggu perintahmu
Kalau aku didahului, pasti aku akan membalasnya"
"Sungguh nakal budak ini..." kata Ban Liang didalam hati. Lalu ia
bertindak menuju kerumah atap itu.
Pintu pagar tertutup rapat, ada api penerangan, tidak terdengar
juga suara apa-apa didalam rumah itu.
Giok Yauw tidak sabar. Ia menolak pintu pagar, terus ia nyeplos
masuk "Ah, bocah ini" seru Ban Liang didalam hati. Iakhawatir. "Dia
sungguh besar nyalinya"
Giok Yauw maju terus kedepan rumah. Ia melihat kedua belah
daun pintu tertutup, Ingin ia memasuki rumah itu. Maka ia siapkan
jarumnya di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya dipakai
meraba daun pintu itu, untuk ditolak menjeblak hingga terpentang.
Kiranya pintu itu tidak dikunci atau dipalang.
"Waspada, nona" Ban Liang berbisik, mendampingi nona itu. Giok
Yauw khawatir dihalangi si jago tua, ia masuk terus.
Mendongkoljago tua ini tetapi ia membungkam, ia terus mengikuti.
"Apakah ada orang" " tanya si nona suaranya dingin, dan
jarumnya tersiapkan.
Tidak ada suara apa apa dari dalam, walaupun pertanyaan telah
diulangi hingga beberapa kali Ban Liang turut merasa heran, maka
ia merogoh sakunya, mengeluarkan sumbU, yang ia terus kibaskan,
buat menjalankannya.
Diantara sinar api tampak meja didekat jendela. Meja ini penuh
debu. Itulah pertanda bahwa gubuk telah lama dikosongkan dan tak
pernah ada orang yang mendatangi.
"Sudah lama tidak ada bekas bekas manusia disini," berkata si
nona. Ban Liang pergi kepojok. untuk mengetuk ngetuk. Katanya:
"Pintu ruang dalam tanah masih ada."
"coba kita buka dan lihat dalamnya" berkata pula si nona.
Ban Liang memegang daun pintu dan menariknya.
Pintu itu terbuka dengan mudah, dari dalamnya menghembus
dan denak. "Ruang dalam tanah ini juga sudah lama dikosongkan," kata
sijago tua itu.
"mari kita masuk untuk melihatnya," sinona mengajak.
Ban Liang mengangguk.
"Nona tunggu disini untuk menantikan aku. Aku yang masuk."
"Ah, aku yang masuk lebih dulu" kata sinona.
Tanpa menanti jawaban, Giok Yauw melompat turun kedalam
lubang, yang merupakan pintu untuk ruang didalam tanah itu.
Hati Ban Liang tidak tepat, ia segera melompat turun menyusul si
nona itu. Selekasnya dia menginjak tanah, Giok Yauw bertindak
turun. Sumbu sijago tua sudah habis, maka ia mengeluarkan dan
menyalakan yang lainnya. Dengan bantuan Cahaya api, mereka bisa
melihat kesekitar kamar. Di dalam situ tampak belasan peti mati,
yang teratur berbaris.
"Benar benar mereka sudah pindah" kata Ban Liang tak gembira.
Giok Yauw menghampiri sebuah peti mati.
"Loocianpwee, maukah kau membuka satu peti untuk melihat
isinya" " ia tanya.
"Boleh kita lihat, tapi jangan kita sembrono" sahut orang tua itu.
Kali ini nona Thio tidak membawa adatnya, bahkan ia mundur dua
tindak. "Loocianpwee berbuat bagaimana" " tanyanya.
Ban Liang mengangkat tinggi apinya, ia mengawasi tajam ke
arah peti mati-peti mati itu. Diatas peti mati ketiga ada sisa
sebatang lilin. ia mengulur tangannya, mengambilnya untuk disulut,
hanya ketika diletakkan pula, ia meletakkannya diatas peti mati
yang kedua. "Nona, siapkan senjatamu" pesannya "Siap buat segala
sesuatu." "Debu diatas tutup peti mati itu tebal sekali, andaikata ada
orangnya, diapasti sudah lama menjadi mayat" kata si nona.
"Dunia Kang ouw banyak kegaibannya, nona," berkata si orang
tua. "Tidak dapat kita tidak siap siaga. Silakan nona bersiap dengan
senjata rahasiamu, aku akan buka peti mati ini. Asal ada sesuatu
gerakan, segera nona menghadapinya,"
Giok Yauw tertawa hambar.
"Aku percaya pasti, kalau peti itu ada orangnya, mesti orangnya
sudah mati" katanya pula. "Kalau loocianpwee begini kecil hati,
baiklah aku menerima perintahmu"
Ban Liang berkata dingin: "Aku cuma memperingatkan kau,
nona" Si nona mengulur keluar lidahnya. "Eh, kau mengajari aku" "
tanya dia. "Mengajari tidak. nona, aku cuma memberitahu" orang tua itu
berkata. "Di dalam dunia Kang ouw ada laksaan tipu daya, nona
tidak boleh terlalu berbesar hati"
Berkata begitu, orang tua itu melangkah mendekati peti mati itu,
dengan hati hati ia mengajukan tangan kanannya, diletakkan diatas
tutup peti, setelah itu, ia mengerahkan tenaganya. Mendadak saja ia
menolak dengan keras sambil ia melompat mundur. selekasnya
tutup peti tergeser terbuka, ada sesuatu yang berbangkit Sama
sekali diluar dugaannya Giok Yauw maka ia terkejut. Ban Liangpun
heran. Tapi si nona tabah, tak menanti sampai ia dapat melihat tegas
tangan kirinya sudah diayun, maka menyambarlah suatu sinar
kuning emas kearah benda itu dan mengenai den-tepat, hingga
terdengar suara nancapnya.
Baru setelah itu, Nona Thio dapat melihat tegas. Itulah sebuah
tengkorak berikut kerangkanya yang lengkap
"Heran Kenapa tulang belulang dapat bangun berdiri" " katanya,
alisnya berkerut.
Ban Liang mengawasi tajam. Ia melihat kerangka itu diikat
kepala bagian dalam tutup peti mati, karena tutup itu terbuka,
kerangka itu jadi tertarik bangun duduk
"Hm" sinona mengeluh. "Kukira benar kerangka manusia dapat
bangun sendirinya, Kiranya dia diikat dengan kawat."
Ban Liang mendekati peti mati itu. Ia bersiap siaga. Lebih dulu ia
mengawasi bagian dalam peti mati, baru kepada kerangkanya. Ia
menatap. mengawasi tajam, seperti ada sesuatu yang aneh
dilihatnya. "segala kerangka manusia, ada apa sih yang bagus dilihat" "
berkata Giok Yauw.
"Tulang belulang ini aneh" " berkata sijago tua.
"Apanya yang aneh" " tanya sinona. "Kenapa aku tidak
melihatnya" "
"coba telitikan, nona Bukankah kurang beberapa batang tulang
iganya" "
Giok Yauw mengawasi. Benar pada dadanya sikerangka kurang
masing-masing dua batang tulang rusuknya.
"Mungkin sudah terlalu lama, tulang itu copot dan jatuh kedalam
peti," katanya.
"Jikalau benar copot sendirinya, tak seharusnya cuma copot dua
batang. Lihat saja didalam peti toh tak ada tulang rusuk lainnya" "
Sebelum Giok Yauw berkata pula, mereka mendengar suara ciu
ceng: "saudara Ban, Nona Thio Dimanakah kamu" "
"Kami berada didalam ruang bawah tanah" Ban Liang menjawab.
"Kamu tak kurang suatu apa, bukan" "
"Kami semua baik baik saja"
Dilain detik tampak Oey Ho ciu Loo memasuki bawah ruang
tanah itu bersama dua orang pengikutnya. Dia heran menyaksikan
kelakuan sijago tua dan sinona, yang tengah mengawasi kerangka
didalam peti mati itu.
"Kenapa tak ada orang disini" " tanyanya.
"Ya, tinggal segala peti mati" sahutBan Liang. "coba saudara
tengok tengkorak itu."
"Hm, segala tengkorak Apa sih yang bagus dilihat" " berkata pula
Giok Yauw dingin. ciu ceng bertindak mendekati, ia mengawasi.
Segera perhatiannya sangat tertarik.
Nona Thio mendongkol menyaksikan kelakuan dua orang itu,
maka ia menghampiri sebuah peti yang lainnya.
"Saudara ciu," tanya Ban Liang, "kau lihat keempat tulang rusuk
yang hilang itu. Apakah orang ambil dimasa mayat ini masih hidup"
" ciu ceng mengawasi tajam.
"Memang," sahutnya. "Tulang tulang itu dicopot semasa
orangnya masih hidup,"
"Demikian juga anggapanku," Ban Liang berkata.
Tengah dua orang ini berbicara itu, mereka mendengar suara
tajam dari Giok Yauw. Nona itu yang menjerit tertahan, tampak lagi
berdiri melongo didepan sebuah peti mati yang tutupnya telah
terbuka. Nampak sesuatu didalam peti mati itu... ciu ceng segera
menghampiri. "Ada apakah" " tanyanya.
"Lihat orang itu" jawab sinona. "Dia sudah mati atau masih
hidup" "
Sungguh ruang dalam kamar itu sangat menyeramkan. Sudah
banyak peti matinya, ada tengkorak manusia dan kerangkanya, juga
sekarang ada penghuni peti mati yang entah masih hidup atau
sudah mati. Api berkelap kelip Kalau orang yang bernyali keCil yang
berada didalam ruang seperti itu.
ciu ceng batuk batuk. Didalam suasana sangat menegangkan itu,
orang mesti berkepala dingin. Ia mend ekati peti mati untuk
mengawasi tubuh rebah tak berkutik lagi.
orang itu adalah seorang yang bertubuh besar dan mukanya
berewokan. Dia rebah dengan mata terbuka dan berCahaya seperti
mata orang hidup, demikian juga parasnya. Oey Ho ciu Loo
menggelengkan kepala. "Sungguh aneh Sungguh aneh" serunya.
"Apakah yang aneh" " tanya Ban Liang, yang bertindak
menghampiri. "orang ini mestinya telah berdiam lama di dalam peti mati ini,
mengapa tubuhnya tidak rusak" " kata ciu ceng.
Ban Liang pun heran, dia mengawasi tajam.
"Tubuh orang ini telah diberi obat," katanya kemudian, "maka
juga... eh" Tiba-tiba ia berseru, lalu berhenti setengah jalan.
"Kenapa, saudara Ban" " tanya ciu ceng, menatap. Dia heran
sekali. "Saudara ciu, kau kenaikah orang ini" " jago tua itu balik
bertanya. ciu ceng mengawasi mayat itu, kali ini luar biasa
perhatiannya. "Ah" serunya, mukanya berubah. "Inilah Sin Kun Hou-yan kun,
ketua dari Pat Kwa Pay..."
"Benar Benar dia" Ban Liang membenarkan- Ia ingat baik baik
Hou yan Kun, si Tangan Malaikat Sin ciang dari partai Pat Kwa Pay.
"Mungkin tempat ini suatu Cabang dari Mo kiong sin Kun" " kata
ciu ceng menghela napas.
"Saudara ciu, kau sudah lama berdiam didalam Seng kiong,
kedudUkanmupUn tinggi," berkata Ban Liang, "andaikata kau tidak
tahu jelas mengenai Sin Kun, mestinya kau ketahui banyak tentang
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rahasia rahasianya. Dapatkah kau melihat kalau-kalau disini ada
sesuatu tanda atau lambang dari Seng kiong" "
ciu ceng meminjam api, dengan itu ia menyuluhi kesekitarnya.
Akhirnya, ia menggeleng geleng kepala.
"Aku tidak melihat apapun juga," katanya. Ban Liang menarik
napas masgul. "Kalau Nona Hoan berada disini, pasti dia akan dapat melihat
sesuatu..."
"Saudara Ban, semoga kau tidak mencurigai aku," berkata ciu
ceng, sungguh sungguh. "Ingin aku jelaskan-Siapa masuk menjadi
anggota rombongan Sin Kun, tidak saja ia dikekang dengan pelbagai
maCam peraturan supaya orang tak dapat jalan untuk berontak atau
berkhianat terhadapnya, juga kecuali tugasnya sendiri dia dilarang
mencampuri tugas atau urusan lain orang, pantang tanya ini dan
itu. Aku menjadi Oey liong Tong Cu, bawahanku ada beberapa ratus
orang, diantaranya ada kira kira tujuh puluh yang ilmu silatnya baik,
kedudukanku bukannya takpenting, tapi kecuali tugasku, aku tidak
tahu apa-apa mengenai Seng kiong. Bahkan kami juga tidak jelas
mengenai keadaan kaum Rimba Persilatan seumumnya."
"Jikalau begitu, takpeduli siapa, Sin Kun tidak mempercayainya" "
"Memang. Tongcu-tongcu lainnya sama dengan aku, apa yang
mereka ketahui sangat terbatas. Sebegitu jauh yang aku ketahui,
orang orang yang suka diajak berunding dalam urusan rahasia oleh
Sin Kun cuma kira kira lima orang."
"Bagaimana dengan Seng kiong Hoa siang" " Giok Yauw tanya.
"Agaknya dialah istimewa. Biasanya Sin Kun muncul dengan
pelbagai macam wajah, selama itu kebanyakan Hoa Siang
mendampinginya. Rupanya Hoa Siang mengetahui rahasia tak
sedikit." "ciu Tayhiap tidak tahu banyak. percuma menanyakannya,"
berkata si nona, berpaling kepada Ban Liang. Dia bicara seCara
polos, seenaknya saja. "Ruang ini berdebu dan bergalasi, sudah
lama tidak ada penghuninya, maka aku pikir baiklah kita bongkar
semua peti mati ini untuk melihat isinya, mungkin diantaranya ada
yang menyimpan sesuatu rahasia."
Ban Liang setuju. "Nona benar," sahutnya.
"Loocianpwee terlalu memuji" berkata si nona, yang segera
mengulurkan tangan kanannya membuka tutuppeti yang ketiga.
Disitu rebah seorang perempuan dengan rambut panjang,
tubuhnya dikerobongi selimut sulam, matanya rapat. Hanya diantara
cahaya api, wajahnya tampak seperti orang hidup, segar bagaikan
bunga. Terang bahwa mayatnya telah dibalsem.
"Nona, apakah isi peti itu" " Ban Liang bertanya. Dia tidak segera
menghampiri. "Seorang wanita," Giok Yauw jawab.
"Mayat seorang wanita" " ciu ceng menegasi.
"Dia rebah dengan selimut sulam, matanya dirapati, tenang sekali
tidurnya, hingga sukar dipastikan dia lagi tidur atau sudah mati..."
Ban Liang mendekati, habis mengawasi ia berkata. "Nona
mundur, aku hendak menyingkap selimutnya itu."
Nona Thio menurut, dia mundur dua tindak.
Si jago tua batuk-batuk, ia mengulur tangannya kedalam peti
mati. Ketika jeriji tangannya menyentuh selimut, mendadak ia
menariknya kembali, sedang mulutnya ngoceh seorang diri, "Aku
pikir tak usahlah kita menyingkap selimutnya... Dengan mengawasi
mukanya saja, pasti kita akan ketahui dia masih hidup atau sudah
mati..." sambung si jago tua lagi.
Berkata begitu orang tua ini mengangkat lilin, dibawa kedalam
peti mati, untuk didekatkan kepada muka wanita itu.
Mata nona itu tidak tertutup rapat seluruhnya, dan kulit mukanya
putih pucat hingga tak ada setetes jua darahnya.
"Saudara ciu, apakah kau kenal wanita ini" " tanya ia sambil
menoleh. Dan ciu ceng yang turut mengawasi, menggeleng kepala.
"Tidak^" sahutnya, memberi penjelasan-Ban Liang menghela
napas. "Rupanya dia sudah mati..."
"Seseorang rebah didalam peti mati. entah sudah berapa lama,
mesti dia telah mati," berkata si nona, tak sabaran-"Kau sudah
mengawasi setengah harian, apa begini saja yang kau lihat" "
katanya, dan Ban Liang batuk perlahan"sebenarnya tak leluasa untuk aku menyingkap selimutnya," kata
si jago tua akhirnya.
"Hm" berkata si nona, "Lebih baik akulah yang melihat Nah,
kalian mundurlah."
Si jago tua melengak. lalu ia mundur. Memang ia ragu-ragu,
orang itu wanita, tak peduli dia hidup atau mati, kalau tubuhnya
telanjang, pasti ia lihat sendirinya. Perbuatan itu pasti kurang pantas
juga. Giok Yauw lalu maju, terus ia mengulur tangannya yang kulitnya
putih halus, untuk menyingkap selimut. Dan baru ia melihat, ia
sudah mundur parasnya berubah. "Dialah seorang wanita hamil"
kata sinona "Apa" Wanita hamil" " Ban Liang menegaskan berulang-ulang.
"Kalau begitu, dia pasti masih hidup, Hanya anaknya... anaknya
sudah..." "Tenang, nona," ciu ceng turut bicara, "bicaralah perlahan-lahan" "Wanita itu telah dibelek perutnya dan anaknya telah diambil "
"Sungguh kejam" seru Ban Liang sengit.
ciu ceng bagaikan ingat sesuatu, ia diam berpikir. Ketika ia mau
bicara, ia menarik napas lega. Kemudian ia berkata seorang diri.
"Benar... benar... mesti ada sangkut pautnya."
"Saudara ciu, apakah katamu" " tanya Ban Liang. "Maukah
engkau memberi penjelasan" "
"Selama di Seng kiong, pernah aku mendengar orang bicara soal
mengambil bayi yang umurnya sudah cukup tapi belum sampai
lahir" "Buat apakah bayi macam itu" "
"Itulah tidak jelas bagiku. Sekarang ternyatalah tempat ini ada
sangkut pautnya dengan Seng kiong "
Giok Yauw menutup tubuh siwanita malang.
Bagaimana kalau kita buka semua peti mati disini" " dia
sarankan. "Pikiranmu bagus, nona. cuma kita harus bekerja dengan
teliti." Giok Yauw segera menggerakkan tangan kanannya. Ketika peti
mati yang keempat terbuka dan ia melongok dalamnya,
mengeluarkan seruan heran keCele. peti mati itu kosong Ban Liang
menghampiri, ia melihat peti mati kosong itu, setelah itu ia
mendekati peti mati yang kelima, yang ia terus buka tutupnya
dengan tangan kanannya, lalu ia melengak peti mati itu berisikan
seorang pemuda beroman gagah, yang pun seperti masih hidup,
Yang luar biasa, yang sangat mengherankan, potongan tubuh dan
romannya mirip sekali dengan coh Siauw Pek Bukan main kaget si
jago tua. Setelah sadar segera ia mengulur tangannya untuk
meraba dada dan nadi orang itu. Nadi dan jantung sudah berhenti
bergerak gerak. Tubuh itupun sudah dingin bagaikan es. Giok Yauw
heran melihat kawan itu tertegun.
"Apakah isi peti mati itu" " tanyanya. "Loocianpwee, kenapa kau
diam saja" "
"Nona, lihatlah lekas" menjawab sijago tua.
Nona Thio bertindak mendekati, selekasnya dia melihat kedalam
peti mati, diapun melongo. ^
"Oh, sungguh mirip." serunya.
"Tidak salah" kata Ban Liang kemudian-"Ilmu ketabiban dari ceng
Gle Loojin telah orang dapati seluruhnya orang pandai menyalin
rupa orang lainnya"
"Aku mengerti sekarang" berkata Giok Yauw "Dengan berbuat
begini, menyalin roman muka orang, dia hendak mengaCaukan
penglihatan mata serta pendengaran kita." ciu ceng heran,
beberapa lama dia berdiam saja.
"Kau benar, nona," Ban Liang berkata pula. "Hanya kali ini dia tak
berhasil, dia gagal Kenapa dia meninggalkan semua mayat ini" "
Jago tua itu mengangkat tinggi lilinnya, ia tetap menyuluhi.
Bersama sama nona Thio, masih ia mengawasi mayat pemuda yang
mirip dengan Siauw Pek itu.
"Sungguh mereka pandai," kata si nona kemudian, menghela
napas perlahan. "Coba mayat ini mayat, pasti kita sukar
membedakan mana bengcu yang tulen dan mana yang palsu..."
"Inilah hebat" berkata Ban Liang. "Kita mesti lekas lekas memberi
kabar pada Nona Hoan, supaya ia cepat mengambil tindakan guna
mencegah terlaksananya akal bulus pihak lawan ini."
Giok Yauw membenarkan pikiran orang tua itu. "Mari kita
cobacuka peti mati yang keenam,"
sijago tua berkata kemudian-"Anehnya, entah obat apa itu yang
mereka gunakan..." kata Nona Thio, yang terus mendekati peti mati
keenam, untuk segera diangkat tutupnya. Lagi lagi si nona kaget.
peti mati itu ada isinya, dan isi itu ialah Seng Su Poan Ban Liang,
hanyalah Ban Liang ini rebah tak berkutik, mati bagaikan hidup,..
"Ban Loocianpwee, lekas lihat" seru sinona "orang ini sangat
mirip dengan loocianpwee"
Ban Liang menghampiri untuk mengawasi mayat itu, lilinnya
didekatkan. ia lalu mengerutkan alisnya.
"Liehay Liehay, serunya kagum. Sungguh liehay kepandaiannya.
Tidak kusangka kepandaian dari ceng Gle Loojin telah digunakan
orang untuk maksud sejahat itu. ciu ceng, yang turut mengawasi
mayat itu, menggeleng geleng kepala.
Giok Yauw yang telah hilang herannya, membuka lain lain peti
mati lagi, hanya kali ini, ia tak usah bertegang hati Semua sisapeti
mati itu kosong tak ada isinya.
"Mari kita pergi," Ban Liang mengajak. "Tak dapat kita berdiam
lama lama disini. Tempat ini harus dibakar musnah"
"Menurut aku, ciu ceng mengusulkan, baik kita minta nona Hoan
datang kemari untuk ia menyaksikan sendiri, agar kemudian ia
dapat memikir bagaimana harus berdaya menghadapi lawan yang
lihay itu."
"Tak usah," kata Ban Liang. "Kita pulang dan memberi
keterangan kepada nona Hoan, itupun sudah Cukup,"
Maka bertiga mereka berkumpul jadi satu, sijago tua bersiap
untuk mulai menyulutkan lilin Tetapi...
Mendadak saja dimulut jalanan keluar mengepullah debu hebat
menyusuli suatu suara barang berat jatuh ketanah, ketika tiga orang
itu telah tertutup pintu besi. Sebab itulah pintu rahasia, yang jatuh
dengan mendadak menutup jalan keluar itu Selagi suasana sangat
mengagetkan itu, juga dengan mendadak itu mereka mendengar
suara tawa yang menyeramkan dan menggiriskan hati, hingga bulu
roma mereka berdiri Ban Liang dapat lekas menenangkan hatinya.
Dia meletakkan lilin diatas peti mati. "Siapa" " ia menanya.
Sebagai jawaban terdengarlah suara perlahan dari
menggelindingnya roda-roda dari sebuah kereta, yang muncul dari
sebuah pojok yang tak diperhatikan mereka itu.
Ban Liang menoleh dengan cepat. Maka mereka melihat kereta
itu, sebuah kereta yang dijalankan dengan bantuan kedua belah
tangan, duduk seorang tapa daksa yang aneh romannya selain dia
telah kehilangan dua belah kakinya dan rusak wajahnya,
tubuhnyapun kurus kering dan tangannya bagaikan linting. Dengan
kedua tangannya yang kecil itu dia membuat keretanya berjalan
perlahan-Dimata Giok Yauw, roman orang itu lebih menakutkan
daripada mayat-mayat didalam peti mati tadi, hingga walaupun dia
bernyali besar, ia toh mengeluarkan seruan tertahan dan mundur
dua tindak. "Berhenti" membentak ciu ceng, yang terus menyiapkan
pedangnya. Sitapa daksa itu menghentikan keretanya, lalu dia berkata: "TUan
tuan, jikalau kamu membunuh aku, kamupun jangan memikir lagi
untuk dapat keluar dari dalam tanah ini, kamu bakal mati kelaparan,
hingga penderitaan kamu tak akan kalah hebatnya daripada
penderitaanku situa"
Berkata begitu, dia tertawa, suaranya sangat membuat hati
orang berdebar. Ban Liang batuk-batuk.
"Kau siapa tuan" " tanyanya sabar, "kenapa kau berada disini"
Mengapa kau berCaCad begini" "
orang itu tertawa dingin-"Aku situa tak perlu prihatin kamu"
katanya ketus. "Dia berCaCad tapi tabiatnya aneh" pikir Ban Liang. ia
menyabarkan diri dan bertanya pula^ "Selayaknya saja aku
menanyakan kau, tuan-Tak ada maksud jahat dari kami." orang itu
menyapu ketiga orang itu, sinar matanya mencilak bengis.
"Andaikata kamu bermaksud jahat, habis mau apa kamu" "
tanyanya. "Apa yang kamu bisa bikin" "
Tabiat Giok Yauw mulai kumat.
"Hei, kaupakai aturan atau tidak" " tegurnya.
"Jikalau orang dikolong langit kenal aturan tak akan aku bercacad
begini" kata orang itu keras.
"Toh bukan kami yang menganiaya kamu" berkata nona Thio.
orang itu menatap bengis kepada sinona.
"Kau benar juga Tapi sekarang ini cuma terhadap kamu yang aku
bisa membalaskan sakit hatiku"
"Kenapa begitu" Toh bukan kami yang menyiksa kamu" berkata
pula Giok Yauw.
"Jikalau kamu bakar tempat ini, bukankah kamu akan membuat
aku mampus" " kata orang tua itu gusar.
"Diwaktu kami mau membakar, kami tak tahu adanya kau disini"
Giok Yauw menerangkan. Sianeh menghela napas.
"kau benar juga " katanya, akhirnya. "Sayang sudah terlambat."
" Kenapa kah terlambat" " Ban Liang tanya.
"Telah aku lepaskan pintu rahasia itu Bukankah itu berarti
terlambat?"
"Kau memang telah menurunkannya," kata Giok Yauw "Tapi
apakah kau tak bisa mengangkatnya naik pula?"
orang aneh itu menggeleng kepala.
"Tidak" sahutnya. Mereka itu mengatakan kepadaku, asal pintu
sudah diturunkan, tak dapat diangkat naik pula"
"Bagus betul" teriak sinona gusar. "biarlah, kami temani kamu
mampus dibakar. Hendak aku lihat, kalau kita semua mampus,
apakah faedahnya untukmu "
Mendadak saja, orang aneh itu tertawa terbahak bahak. Hanya
suara tertawa itu tak sedap untuk telinga, tawa itu bagaikan suara
burung malam yang mengulum sedih.
Giok Yauw gusar sekali, hendak dia membentak^ tapi mendadak
tampai siorang tua mengucurkan air mata deras, terus tawanya
berubah menjadi tangis.
Sendirinya hati sinona menjadi berubah tak tenang, lalu timbul
rasa kasihannya. Ia menghela napas duka.
"Sudah, jangan menangis," ia menghibur. "Kau telah dianiaya
orang menjadi begini rupa, karena tanpa kau sadari, kau telah
menurunkan pintu rahasia itu. Kau berbuat diluar tahumu, tak usah
kau berduka." orang tua itu berhenti menangis.
"Eh, anak perempuan, hatimu baik," katanya yang berubah lagi
suaranya, tak kasar seperti semula. "Mari kau akan aku ajari kau
beberapa jurus ilmu silat"
Giok Yauw melengak.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau aneh" Pikirnya, "kau bercacad, kedua kakimu telah
dikutungi orang, setiap saat keselamatan jiwamu tak terjamin,
bagaimana kau hendak mengajari aku ilmu silat" "
Tapi mata situa mengawasi tajam, agaknya ingin sangat ia
memberikan pelajarannya. Melihat itu, tak tega hati nona Thio.
Terpaksa ia memberanikan diri bertindak menghampiri. Sedikitnya ia
jeri juga ... Ban Liang pun heran, hingga ia berkata: "Tuan, kau bercacad,
syukur kau masih hidup. Jikalau kau bukannya memiliki kepandaian
luar biasa, mana dapat kau mengajari orang ilmu silat" "
orang tua itu menengadah langit-langit rumah dalam tanah itu.
Dia berpikir keras.
"Inilah karena loolap yang harus disesalkan," berkata dia. Tapi ia
menyebut diri loo-hu, si orang tua, sekarang ia menukarnya dengan
loolap. Loolap ialah sebutan diri untuk pendeta Buddhist yang sudah
tua "Loolap telah menerima murid yang tidak keruan hingga loolap
berkesusahan begini rupa... Ah, tahun tahun dan bulan bulan, telah
loolap lupakan... Musim panas dan musim dingin telah berganti
ganti, bulan dan matahari telah berputar putar, jikalau loolap ingat
ingat, mungkin belasan tahun sudah berlalu..."
Kembali Ban Liang dibuat heran-"Tuan, kau menyebut diri loolap.
sebenarnya siapakah kau" " ia bertanya.
Si orang tua menatap pula ketiga orang itu, bergantian dari Ban
Liang kepada Giok Yauw dan ciu ceng, lalu kepada sijago tua lagi.
"Jikalau loolap sebut nama suciku, mungkin kebanyakan orang
Rimba Persilatan mengenalnya," sahutnya.
"Tolong suhu menyebut nama sucimu itu" " Ban Liang minta.
"sebutan suci loolap ialah Han In..^"
"Han In Taysu" ..." Ban Liang meneruskan heran"Tidak salah" sahut orang tua itu. "Loolap memang Han In"
"Jadi suhu ialah Han in Taysu, ketua Ngo Bie Pay yang dahulu" "
Si orang tua menatup,
"Mungkinkah didalam Rimba Persilatan dijaman ini ada lain
pendeta yang bernama Han In,?" dia tanya.
"Tetapi... bukankah suhu sudah lama menutup mata" "
"Ah, dengan nasib begini..." sahut pendeta itu. "Memang, loolap
hiduppun seperti sudah mati..."
"Bukankah suhu telah terbinasa dipuncak Yan in Hong digunung
Pek Ma San" " Ban Liang bertanya pula, melit. Ini disebabkan
herannya yang tak habisnya. Sinar kedua mata pendeta itu memain
tajam Dia menatap jago tua itu.
"Kau siapakah, tuan" " tanyanya. Sekarang dialah yang balik
bertanya. oleh karena ia percaya keterangan pendeta itu, hingga ia
mengetahui bahwa dialah ketua Ngo Bie Pay yang tersohor, yang
harus dihormati Ban Liang merubah sikapnya sebelumnya
menjawab, ia mengangkat tangannya untuk memberi hormat.
"Aku yang rendah ialah Ban Liang," sahutnya, sabar. "Akulah
yang dunia Kang ouw sebut Seng Su Poan..." Han in mengawasi,
agaknya ia berpikir.
"Rasanya pernah loolap mendengar namamu ini..." katanya.
"Ah..." Ban Liang mengeluh, "Taysu, semua orang Rimba
Persilatan mengaggap taysu bersama-sama ketua ketua Siauw
Limpay, Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay, telah terbinasa dipuncak
Yan in Hong. karena mana telah terbit gelombang dahsyat, yang
menyebabkan rombongan Pek Ho Bun terbinasakan-Sebab di dalam
waktu satu malam, mereka sudah dibasmi habis oleh orang orang
liehay dari sembilan partai besar serta keempat bun, ketiga hwee
kedua pang. Peristiwa itu diketahui oleh dunia tetapi taysu, apakah
taysu tidak tahu" "
"Didalam rapat di Yan In Hong pada bulan tujuh tanggal lima
belas itu memang loolap turut hadir," berkata pendeta dari Ngo Bie
San itu, "akan tetapi waktu itu loolap telah dirobohkan dan tak
sadarkan diri dengan pengaruh hlo yang mengandung obat pulas,
setelah mana loolap terus disiksa dan dikurung hingga selanjutnya
loolap mesti hidup ditempat ini dimana tidak tampak langit.
Sebenarnya ada apakah sangkut pautnya loolap dengan Pek Ho Bun
itu" "
"Sungguh suatu penasaran yang hebat" berkata Ban Liang. "Ah,
sayang bengcu tidak ada disini."
"Siapakah bengcu itu" " ciu ceng tanya.
"coh Siauw Pek orang satu satunya kaum Pek Ho Bun yang masih
hidup setelah dikepung kepung musuhnya yang kejam yang
memusnahkan Pek Kee Po" ciu ceng bagaikan baru sadar.
Ia menepuk belakang kepala. "Adakah dia itu anak muda yang
terluka" " tanyanya. "Tidak salah"
"oh, saudara Ban" seru siJenjang Kuning, mengeluh dan
penasaran-"Kenapa saudara tidak tadi tadi memperkenalkan aku
padanya hingga sampai sebegitu jauh aku jadi sudah berlaku kurang
hormat padanya" "
"Sekarang ini," Giok Yauw menyela, "paling perlu memikirkan
dahulu untuk keluar dari ruang dalam tanah ini. Jika kita tak bisa
keluar perCUma kita ketahui siapa Sin Kun itu"
"Nona benar," berkata ciu ceng.
"Taysu," Ban Liang tanya sipendeta, "kenapa taysu berdiam
disini" Tentu juga ada sebabnya yang luar biasa atau menarik hati,
bukan" " Han In Taysu mengangguk.
"Itulah hal yang banyak minta waktu untuk menceritakannya,"
sahutnya. "Benar," berkata Ban Liang pula. "Sekarang paling benar kita
bicara soal keluar dari kurungan ini. Apakah taysu tahu jalannya" "
"Sebegitu jauh yang loolap tahu, tidak ada jalan buat
mengangkat atau menyingkirkan pintu besi..." sahut Han In masgul.
Ban Liang bertindak mendekati tembok. Ia mengetuk ngetuk
beberapa kali, terus ia menggeleng gelengkan kepala.
"Tembok ini sangat tebal dan keras dan terpendamnya sangat
dalam. Nampaknya sangat sukar buat keluar dari sini..." ciu ceng
memandang tajam pintu besi itu "Tapi aku perCaya pasti ada
rahasianya untuk membuka pintu ini," katanya. "Asal kita berlaku
sabar mencari pesawat rahasia itu."
Ban Liang menghela napas, matanya mengawasi sisi lilin-"Lilin ini
paling tahan juga kira-kira sesantapan nasi. Selekasnya lilin habis
atau apinya padam, ruang ini bakal menjadi gelap gulita hingga lima
buah jari tangannya pun tak akan tampak lagi. Di dalam gelap.
bagaimana kita bisa mencari alat rahasianya" Pasti sukar..." Han In
juga menghela napas.
"Ketika mereka meninggalkan loolap disini mereka menyediakan
banyak sekali bahan makanan," katanya, "sekarang sisa barang
makanan itu masih ada, buat kita, cukup untuk beberapa hari lagi."
Berkata begitu, pendeta tua ini mengawasi Giok Yauw, kemudian
ia melanjutkan pula "Sebenarnya, selama sepuluh tahun lebih,
mereka telah memindah-mindahkan loolap tak putus-putusnya, baru
paling belakang loolap dipindahkan dan dikurung disini.
Sesungguhnya hidup semacam ini membuat orang putus asa, lebih
baik mati daripada hidup tersiksa. Tetapi kalau loolap masih belum
nekad menghabiskan jiwa tuaku ini, karena masih ada sesuatu yang
belum terlampiaskan-.."
Ban Liang batuk batuk, "Asal kita dapat makan beberapa hari
lagi, jangan kita berputus asa," katanya. "Aku percaya Nona Hoan
dapat menolong kita keluar dari sini. Maka itu, taysu, lebih baik
taysu menutur dahulu tentang dirimu"
"Mereka itu mengurung dan menyiksa loolap maksudnya ialah
untuk memaksa loolap memberitahukan mereka rahasia ilmu silat
istimewa dari Ngo Bie Pay..."
"Apakah taysu masih ingat siapa atau siapa-siapa yang memaksa
taysu itu" " tanya ciu ceng menyela, turut bicara.
"Pemimpin mereka itu sering muncul dengan bermacam wajah
dan dandanan, sebentar dia berjanggut, sebentar dia menjadi
seorang pemuda, walaupun begitu, loolap telah mencoba perhatikan
sesuatu menjadi ciri-cirinya. Nyatanya dialah satu, dan beberapa
puluh macam penyamarannya itu hanyalah untuk mengelabuhi mata
orang guna membuat orang bingung karenanya"
Ban Liang menghela napas.
"Jikalau begitu benarlah Seng kiong Sin Kun itu ada manusianya"
katanya. "Dapatkah taysu ingat ciri-ciri orang itu" "
"Karena dia biasa menyamar itu, loolap jadi memperhatikan
gerak geriknya," semangatnya menjawabnya Han in, "Asal loolap
dapat melihat dia bicara dengannya beberapa patah kata, pasti
loolap mengenalinya," katanya
JILID 32 "Dan jadi taysu cuma mengingat saja, tak dapat taysu
melukiskannya" berkata Seng Su Poan si Hakim Penuntut Hidup
Mati. "Benar. Sudah beberapa puluh kali dia memeriksa loolap. sabansaban
dia mengompes hebat. Pernah karena saking tak
tertahankan, loolap membocorkannya juga . Tapi, justru karena itu,
terbukalah hati loolap mengerti sempurna rahasianya ilmu silat itu.
Tadinya, sebelum loolap dikurung, selama tiga tahun loolap
meyakinkannya, tak pernah loolap berhasil menangkap maksudnya
yang asli, yang dalam. Sekarang tidak, dadaku telah terbuka." Ia
menghela napas lega. "Itulah warisan ilmu silat istimewa dari Ngo
Bie Pay, yang tersimpan selama seratus tahun lebih, maka
selanjutnya tak ingin loolap membuatnya lenyap atau terlupakan
pula" "Maksud loocianpwee" " Ban Liang tanya.
Han in mengawasi ciu ceng, lalu Giok Yauw dan lalu sijago tua.
"Loolap hendak mewariskan ilmu silat itu kepada salah seorang
diantara kamu bertiga," katanya kemudian"Inilah soal besar, taysu," berkata Ban Liang. "Baiklah taysu yang
memilih sendiri."
Ketua Ngo Bie Pay itu menatap pula Nona Thio. Katanya, "Nona
ini berusia paling mudaia juga berbakat balk sekali, ia tepat
menerima pelajaran dari aku..."
"Ilmu silat apakah itu, taysu" " Giok Yauw tanya. Ia teliti, tak
mau ia menerima sembarang kepandaian.
"Dua rupa ilmu istimewa partai kami," menyahut sipendeta tua.
"Itulah Hui kiong Sam Kiam dan Thian Hong Su ciang."
Mendengar nama-nama Nona Thio tersenyum. "liong Kiam Hong
ciang, itulah nama-nama bagus" katanya, gembira. "Aku juga ingin
mempelajari itu. Hanya, apakah aku mesti mengangkat kau menjadi
guru" " ia bertanya setelah ia berdiam sejenak.
"liong Kiam" ialah "Pedang Naga" dan "Hong ciang" berarti
"Telapak burung Hong" (phoenix) maka itu "Hui liong Sam Kiam"
ialah "Tiga Jurus Pedang Naga" dan "Thian Hong Su ciang" yaitu
"Empat Jurus (burung) Hong Langit".
"Tak usah kau mengangkat guru lagi," berkata Han In. "cuma
ada satu permintaan yang loolap harap kau suka menerimanya
dengan baik."
"Apakah itu taysu" Taysu hendak menurunkan ilmu pedang dan
tangan kosong, mungkin..." berkata si nona.
"Permintaanku mudah saja: Setelah nona menerima pelajaranku
ini, itu cuma dapat dipakai menentang musuh, tidak dapat diajarkan
diturunkan lagi kepada lain orang..."
"Baiklah, suka aku berjanji. Masih ada apa lagi" "
"Itulah ilmu silat pusaka Ngo Bie Pay yang diperuntukkan
membela kehormatan gunung kami, maka itu kelak dibelakang hari,
nona mesti mengembalikannya pula kepada partai kami"
"Apakah aku mesti mencukur gundul rambutku guna menjadi
pendeta wanita, supaya aku menghamba kepada partaimu itu" "
"Itulah tak usah, nona. cukup kalau dibelakang hari, sesudah
dunia Kang ouw atau Rimba Persilatan aman dan damai, ilmu silat
itu nona turunkan kepada ketua kami. Itu artinya bahwa ilmu silat
kami telah dikembalikan kepada partai kami."
Giok Yauw berpikir. Ia berkata: "Nampak taysu sangat prihatin,
seperti juga Liong Kiam dan Hong ciang liehay luar biasa. Benarkah
itu" "
"Bukannya loolap takabur, nona," menjawab si bhiksu, "Dijaman
ini, mungkin sukar buat mencari beberapa saja ahli silat yang dapat
menyambut ilmu ilmu pedang dan tangan kosong partai kami itu..."
"Benarkah itu" " kembali si nona tanya, melit. Han In tidak
kurang senang hati, sebaliknya dia tertawa.
"Detik ini detik apakah, nona" Masihkah loolap mempunyai
kegembiraan untuk bersenda gurau denganmu" "
Si nakal tersenyum. Segera ia menghampiri pendeta itu untuk
memberi hormat.
Han in segera berkata kepada Ban Liang dan ciu ceng: "Tuan
tuan, silakan kamu pergi mencoba mencari perkakas perkakas
rahasia yang dapat membuka pintu besi itu, loolap sendiri hendak
sekarang juga memberikan pelajaranku kepada nona ini"
"Silakan, taysu" berkata ciu ceng memberi hormat. Mata Han In
segera dialihkan kepada Giok Yauw.
"Mari kita pergi kepojok sana," katanya. "Liong Kiam dan Hong
ciang luar biasa sulitnya, jikalau nona tidak dapat memusatkan
tenaga pikiranmu, aku khawatir kau gagal."
Berkata begitu, pendeta ini menggunakan kedua tangannya
membuat keretanya Cepat pergi.
"Akan aku tolak kereta suhu" kata Nona Thio.
Sudah belasan tahun Han in belum pernah mendapat pelajaran
seperti ini, tanpa merasa ia menoleh kepada ini murid baru dan
tersenyum. Ia puas sekali.
Hati si nona bercekat. Senyuman pendeta itu bagaikan menutupi
cacadnya. Tapi ia berhati tetap, ia berlaku tenang, maka tak
perubahan apa juga pada wajahnya. Ia mendorong kereta guru itu.
Sementara itu ciu ceng dan Ban Liang saling mengawasi, lalu
keduanya pergi kepintu besi, untuk mulai dengan teliti sekali. Tapi
tak lama, mereka sudah terbenam didalam kegelapan-Lilin mereka
padam apinya. Sijago tua menghela napas.
"Saudara ciu," katanya, "aku masih menyimpan tiga batang
sumbu tetapi kekuatannya itu pun cuma waktu sesantapan nasi..."
"Simpan saja, saudara Ban," berkata ciu ceng. "Kita pakai bila
sudah sangat perlu"
Ia menghela napas, baru ia menambahkan-"Menurut dugaanku,
tak besar pengharapan kita untuk mendapatkan rahasia pesawat
pembuka pintu besi ini. Aku pikir kita toh harus menanti datangnya
Nona Hoan guna menolong kita..."
Ban Liang tidak segera menjawab, hanya ia berpikir. "Sukar buat
diterka kalau kalau Nona Hoan sanggup membuka pintu ini,
walaupun demikian, mesti aku perkuat keperCayaan orang she ciu
ini terhadap nona ini" Maka ia lalu tertawa terbahak bahak dan
berkata, "Nona Hoan sangat Cerdas dan pintar, aku perCaya dia bakal
dapatjalan membuka pintu ini"
"Memang. Akupun, jikalau aku tidak perCaya kepandaian nona itu
tak berani aku meninggalkan Seng kiong Mo Kun untuk berbalik
mengikutinya" Ia batuk batuk perlahan-Rupanya ia menganggap
kata katanya itu kurang tepat atau terlalu lemah, maka ia
menambahkan. "Bukannya aku takut mati tetapi aku mengerti telur
tak dapat melawan batu, atau kesudahannya pastilah kegagalan
atau kekalahan. Aku memikir buat menggunakan tenaga yang aku
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih punya buat melakukan sesuatu buat kebaikan Rimba
Persilatan Itulah hal yang telah lama aku nantikan-.."
"Walaupun demikian, saudara kita tidak boleh mengharapkan
Nona Hoan saja Mari, sebelum si nona sampai, kita gunakan waktu
kita sebaik baiknya."
"Kau benar, saudara Ban. Nanti aku panggil kedua perwiraku,
supaya merekapUn membantu mencari pesawat rahasia itu"
Berkata begitu, siJenjang Kuning menghampiri pintu. Kendati
juga ruang sangat gelap. sesudah berdiam sekian lama, matanya
bisa menerka-nerka dan melihat bagaikan orang lamur.
Kedua perwira itu sedang berdiri tertegun dimulut jalan keluar.
Dengan suara perlahan, ciu ceng berkata kepada dua kawan itu:
"Pintu besi ini sudah diturunkan, buat sementara tentulah tak bakal
ada musuh yang datang kemari, dari itu, saudara saudara, tolong
kamu membantu kami mencari pesawat rahasianya, supaya kita
dapat membuka atau mengangkat naik pintu ini..." Dua kawan itu
menyahuti, segera mereka bekerja.
Ban Liang bekerja dengan sabar dan teliti, akan tetapi didalam
hatinya ia perCaya bahwa usaha mereka ini adalah bagaikan orang
mencari jarum didasar laut. Ia bekerja melulu guna bantu
memperkuat semangat si orang she ciu dan kedua perwira itu, agar
mereka tidak menyesal dan keCewa mengikuti Kim Too Bun.
Lama juga mereka sudah mencari Cari, Ban Liang masih belum
berhasil. hingga diam-diam ia khawatir ciu ceng bertiga nanti kalah
semangat. Ia mencari terus.
Didalam ruang dalam tanah itu orang tidak dapat melihat
matahari atau rembulan, tidaklah heran kalau orang juga tidak tahu
hari dan tanggal-bulan, siang atau malam. ciu ceng mencari terus
dengan rajin, ia menelan contohnya Ban Liang.
Lewat lagi beberapa lama, akhirnya sijago tua yang berbicara
juga . Ia minta Oey Ho ciu Loo menunda dahulu.
"Han In Taysu benar waktu ia mengatakan mungkin pintu besi ini
tidak ada jalannya untuk menyingkirkannya," kata ciu ceng.
"Saudara ciu, coba kau kira-kira, sudah berapa jam kita berada
didalam sini" " Ban Liang tanya.
"Mungkin sudah satu hari satu malam."
"Apakah kau telah merasa lapar" "
"Ya, mulai sedikit."
"Baik kita cari Han In Taysu, untuk minta barang makanan, habis
itu kita baru melanjutkan usaha kita ini. Kitapun perlu berunding
pula..." "Kita sudah hilang satu hari satu malam, mestinya Nona Hoan
telah mengetahui pula." berkata ciu ceng, seolah merasa keCewa.
"Memang Mungkin sekarang ia berada diluar pintu ini dan sedang
bekerja mencari pesawat rahasia seperti kita ini..."
ciu ceng menoleh kepojok dimana Han in berada bersama Nona
Thio. Ia berpikir, lalu ia berkata: : "Sinona sedang silat, mungkin
sekarang saatnya yang sangat penting, baik kita jangan
mengganggunya..."
Belum berhenti suara siJenjang Kuning, tiba tiba mereka
mendengar tawa yang dingin hingga mereka terkejut, lalu mereka
menoleh kearah darimana suara itu datang.
"Siapa disana" tegur Ban Liang.
Tidak ada jawaban, ada juga suara yang halus: "ciu congcu,
orang siapakah yang memberontak dan berhianat terhadap Sin Kun
pernah memperoleh kesempatan lolos dari kematian" "
"Seng kiong Hoa Siang" seru ciu ceng.
"Benar" jawab suara tadi. "Bukan cuma punco yang berada disini
tapi juga Sin Kun sendiri. Tentang penghianatanmu telah punco
kirim warta burung untuk melaporkannya. Sin Kun gusar sekali,
akan ia segera datang dengan mengajak Hu kee Pat Tong, sebentar
sebelum matahari selam, ia akan tiba disini"
"Hu kee Pat Tong" ialah delapan bocah pengiring pelindung Seng
kiong Sin Kun. Didalam gelap itu sayup sayup Ban Liang mendengar gerakan
tubuh bergemetar dari Oey Ho ciu Loo, yang rupanya gentar hatinya
mendengar bakal tibanya bekas pemimpinnya, sedangkan kedua
kiamsu berdiri mematung. Baru sesaat kemudian ketiga tiganya
sama sama bertindak mundur kedinding.
"Nona" Ban Liang segera memperdengarkan suaranya. "Nona,
suaramu terang dan jelas, kau tentunya berada didalam ruang
didalam tanah ini" "
"Tidak salah" sahut Hoa Siang dengan suara yang tinggi
nadanya. Berbareng dengan itu, tiba tiba dari satu pojok ruang tampak
satu sinar kecil lima dim persegi, yang serupa seperti sebuah lubang
angin. Ban Liang terkejut pula.
"Kiranya ruang ini berhubUngan dengan ruang lain-.." pikirnya.
Terdengar pula suara Hoa Siang: "Perihal kamu terkurung disini,
si budak perempuan she Hoan telah mengetahuinya dan sekarang
ini dia dan rombongannya berada diluar ruang dalam tanah ini
untuk menyerbu masuk guna menolong kamu. Tapi dia tidak insyaf
bahwa selagi sang cengcorang hendak menangkap sang tonggeret,
dibelakangnya berada sang burung gereja. Sebentar kalau Sin Kun
tiba, paling dahulu kami akan bekuk budak perempuan itu, baru
kami datang pula kemari untuk membereskan kamu"
Ban Liang hendak menjawab wanita itu tapi si wanita telah
mendahuluinya menutup lubang angin itu yang berupa seperti
sebuah jendela kecil.
"Saudara ciu" berkata sijagotua keras, "Nona Hoan sudah datang,
ia sedang berada diluar ruang dalam tanah ini lagi mencoba
menolong kita, karena ia tidak dapat segera sampai disini aku pikir
hendak... "Jago tua ini berhenti sebentar, sebab dia melihat ciu ceng
berdiri tertegun dengan mata mendelong. Ia mengerutkan alis,
karena ia tahu bahwa mengapa sahabat itu menjadi demikian
mematung. Maka ia memanggil pula, keras: "Saudara ciu..." ^
Masih ciu ceng berdiam saja, walaupun kemudian, ia dipanggil,
dan dipanggil lagi.
"Hebat Seng kiong Sin Kun..."pikirBan Liang. "Dia begitu liehay
hingga ciu ceng seorang Rimba Persilatan yang berkenamaan
menjadi begini jeri terhadapnya" Segera ia memanggil pula dengan
suara terlebih keras "Saudara ciu Saudara ciu" Baru sekarang
siJenjang Kuning tersadar, bagaikan dipagut ular.
"Ada apa" " sahutnya, balik bertanya.
"Saudara ciu," Ban Liang bertanya, "apakah kau lihat liang
dipojok dinding itu yang menerbitkan sedikit sinar terang dari api" "
"Ya, aku seperti melihatnya..." Oey Ho ciu Loo bagaikan orang
baru bangun tidur. Ban Liang heran.
"seperti melihat" " pikiran. "Itulah sama dengan tak melihat..."
Selagi berpikir itu, jago tua ini mendengar ciu ceng berkata
sendiri bagaikan orang mengoceh: "Kalau benar Sin kun datang
kemari dari pada kita kena ditangkap hidup, hidup untuk kemudian
dihukum, lebih baik kita mendahului membunuh diri..."
Mendengar itu Ban Liang menarik napas.
"Saudara ciu," berkata ia, sabar tetapi cukup keras, "ada sesuatu
yang aku kurang mengerti, ingin aku minta keteranganmu..."
"Berbicaralah, saudara Ban, segala apa yang aku tahu, akan
akujelaskan" sahut orang yang ditanya itu, makin sadar.
"Saudara ciu, apakah kau telah sadar betul" "
"Sebegitu jauh, aku sadar betul. Saudara Ban hendak
menunjukkan apa kepadaku" Silahkan bicara."
"Saudara, seseorang dapat mati berapa kali" " tanya Seng Su
Poan. "Semenjak jaman purba, tak ada orang yang mati dua kali..."
"Itulah benar Memang, berapa tinggi usia manusia, satu kali dia
mesti mati Tapi kau saudara ciu, kenapa kau hendak mati dengan
membunuh diri" Kita toh dapat menggunakan tubuh kita yang
sempurna untuk melakukan satu pertempuran yang memutuskan" "
"Itupun benar. cuma disana ada Seng kiong Sin Kun-.."
Menyebut Seng kiong Sin Kun, suara ciu ceng menjadi sangat
perlahan hingga terdengarnya tak jelas, giginyapun bergetaran"Ah," mengeluh Ban Liang. "ciu ceng menjadi orang ternama dari
Rimba Persilatan, mengapa sekarang dia menjadi begini penakut" "
Segera ia berkata pula, nyaring: "Saudara ciu, Sin Kun itu
manusia atau bukan" "
"Sudah tentu dia manusia"
"Kalau dia benar manusia, kenapa saudara begini takut
terhadapnya" " ciu ceng menghela napas.
"Bukannya aku takut" sahutnya. "Hanya tak ada kesempatan
untuk kita menempur dia"
"Dibacok satu golok atau sepuluh golok. matinya sama" berkata
pula Ban Liang, untuk menanam semangat orang. "Jikalau kita tidak
takut mati, dikolong langit ini apakah yang harus ditakutkan" "
"Saudara tidak perCaya kata kataku, tak ada jalan buat aku
menjelaskannya," berkata ciu ceng menarik napas. "Mungkin nanti,
sesudah saudara saudara bertemu dengan Sin Kun sendiri, baru
saudara percaya perkataan ini..."
Sijago tua berpikir. Hendak ia mengatkan sesuatu, tapi segera
dibatalkannya. ia khawatir kata kata itu nanti menyinggung kawan
itu atau membuatnya bertambah berduka. Justru itu pembicaraan
mereka terputus dengan terdengarnya suara Nona Thio.
"Apakah kamu telah menemui alat rahasia pembuka pintu besi
ini" " demikian Giok Yauw bertanya.
Ban Liang dan ciu ceng segera menoleh. Mereka mendapatkan
si^nona sudah tiba dibelakang mereka.
"Apakah nona telah selesai belajar dari Han In Taysu" " Ban
Liang tanya. Giok Yauw menarik napas perlahan.
"Telah aku pelajari semua jurus liong Kiam dan Hong ciang itu,"
sahutnya. "Akan tetapi kedua ilmu silat itu sangat sulit, karena itu,
untuk mempelajarinya sampai mahir, aku perlu latihan lebih jauh
dan tekun."
"Inilah kesempatan yang paling bagus, nona," berkata Ban Liang,
"maka itu perlu nona belajar dengan rajin, supaya kau nanti berhasil
menyempurnakan hingga mahir betul betul"
"Telah aku mencoba," jawab sinona.
Mendadak terdengar suara sangat keras dan berisik memutuskan
kata kata Nona Thio Ban Liang segera tertawa, girang: "Nona Hoan
sudah sampai didepan pintu."
"Mari kita hajar pintu ini, guna memberi pertanda pada sinona"
mengajak ciu ceng.
"Benar Mari" berseru Ban Liang. Bahkan dengan telapak
tangannya segera ia menepuk pintu besi itu. Keras hajarannya itu.
Hanya sedetik, dari luar terdengar suara sambutan. "Benar, itulah
nona Hoan" kata sijago tua. ciu ceng menghela napas.
"sekalipun Nona Hoan sudah sampai, mungkin dia bukan
lawannya Seng kiong Sin Kun."
Ban Liang tahu bahwa orang sudah sangat jeri terhadap Seng
kiong Sin Kun, maka ia tidak mengatakan apa-apa, hanya kembali ia
menghajar pintu besi itu, hingga tiga kali. Itulah pertanda
jawabannya. Habis itu, tak usah sijago tua menanti lama, segera ia melihat
sinar terang, sinar mana yang disebabkan terkerek naiknya pintu
besi yang besar, tebal dan berat itu Itulah Cahaya api disebabkan
terbukanya satu jalan lebar. Menyusul terbukanya pintu, Oey Eng
dan Kho Kong bertindak masuk dengan langkah yang lebar,
ditangan mereka masing-masing ada sebuah lentera. Dibelakang
kedua anak muda itu tampak Siauw Pek yang menggembol pedang
dan goloknya. Tapi, bukan cuma mereka bertiga yang muncul.
Dibelakang mereka terlihat lagi Soat Kun bertindak masuk bersama
sama Soat Gie yang bahunya dipegang Hanya nona nona itu
bertindak dengan perlahan.
Ban Liang segera maju memapak cahaya seraya dia mengangkat
kedua tangannya. "Nona, terima kasih atas pertolonganmu ini"
Nona itu menghela napas. Kata dia. "Kami terpaksa harus
menggunakan waktu setengah malam dan satu hari untuk mencari
rahasia dan membuka pintu ini..."
"Jlkalau nona tidak keburu datang, pasti kami akan mati didalam
ruang bawah tanah ini," berkata ciu ceng, yang hatinya juga lega.
"Perencana pintu besi ini entah telah bagaimana berCapik hatinya
ketika dia memikir dan merencanakannya," berkata sinona, "syukur
pembuatnya rada tolol, jlkalau tidak, walaupun kita menggunakan
lebih banyak waktu lagi masih sukar buat kita mencarinya sampai
ketemu" "Hanya nona datang sedikit terlambat," kata ciu ceng.
" Kenapakah" " si nona tanya.
"Itulah sebab Seng kiong Sin Kun sudah keburu mengetahui hal
kita ini dan sedang mendatangi kemari."
"Siapa yang memberitahukan kamu kabar ini" " Nona Hoan
tanya. "Seng kiong Hoa Siang"
"Dimanakah adanya Seng kiong Hoa Siang sekarang?"
"Dia berada didalam kamar rahasia disebelah ruang ini."
Soat Kun berpikir sejenak, "begini juga baik" katanya kemudian"Memang, siang atau malam kita bakal bentrok dengan mereka,
terlebih siang kita bertemunya sama saja"
Tiba-tiba Ban Liang ingat Han In Taysu. Segera ia mendekati
Siauw Pek. "Ada suatu kabar yang mengejutkan yang hendak
kusampalkan kepada bengcu" katanya.
Sianak muda heran. Dia mengawasi sijago tua itu. "Apakah itu,
loocianpwee" " tanyanya.
"Inilah soal yang ada sangkutpautnya penting sekali dengan
penasaran keluarga beng cu" menjawab Seng Su Poan. "inilah berita
penting yang dapat membuka tabir rahasia peristiwa hebat itu "
Warta itu, yang sangat menggembirakan, juga mengejutkan
sekali, maka itu mendengar kata-kata sijago tua, si anak muda
menjadi berdiri tercengang sampai beberapa lama.
"Memang perkara itu perkara penasaran, yang sulit ialah saksi
atau buktinya," kata Siauw Pek kemudian. "Aku khawatir perkara
sulit buat dibikin terang..."
Ban Liang tersenyum. "sekarang telah ada saksinya, bengcu "
Kembali si anak muda melengak. "Apakah itu, loocianpwee" "
tanyanya. "Siapa dia" "
"Dia adalah salah seorang ketua dari empat partai besar yang
katanya ketua-ketuanya telah terbinasakan ayah bunda bengcu.
Ketua itu masih hidup hingga sekarang ini" Masih Siauw Pek
bingung. "Bukankah dunia luas bukan main" " katanya. "Andaikata benar
dia masih hidup, dimanakah dia hendak dicari" "
Tiba-tiba Hoan Soat Kun menyela: "Saksi itu berada didalam
ruangan dalam tanah ini, bukan" "
"Benar" seru Ban Liang. "Sungguh nona cerdas luar biasa"
Bukan main guncangnya hati sianak muda.
"Dimanakah adanya dia sekarang?" tanyanya. "Dapatkah aku
menemuinya" "
Tepat suara si anak muda berakhir, tepat muncullah Han in
Taysu yang menarik-narik membuat roda-roda keretanya
menggelinding mendatangi. Tampak nyata cacad kedua kakinya
berikut wajahnya yang rusak bekas siksaan hingga ia nampak
sangat luar biasa dan buruk tak keruan.
"Loolap disini" berkata pendeta itu.
Siauw Pek segera memberi hormat kepada orang alim itu. "Aku
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang rendah coh Siauw Pek," ia memperkenalkan diri. "Akulah
anaknya coh Kampek dari coh Kee Po atau Pek Ho Po. Dapatkah aku
yang rendah menanyakan gelar lootaysu" "
"Loolap ialah Han in," sahut sang pendeta.
"oh. Han in taysu "
Kembali anak muda menghunjuk hormatnya.
Ban Liang lalu menyela: "Han in Taysu adalah ketua Ngo Bie Pay
dan juga salah seorang dari keempat ketua yang telah dianiaya
orang" Siauw Pek terdiam. hatinya bergolak mengingat peristiwa ayah
bunda atau keluarganya itu. Beberapa lama ia mesti mengendalikan
hatinya. "oleh karena urusan keempat ketua itu teraniaya, maka seluruh
Pek Ho Bun kami telah diserbu musnah," katanya kemudian. "Kami
diserang dan dikepung oleh jago jago dari keempat partai yang
katanya hendak menuntut balas terhadap kami. Keempat partai itu
bergacung bersama lima partai besar lainnya serta juga keempat
bun, ketiga hwee dan kedua pang Taysu, dapatkah taysu
menuturkan kepada kami jalannya peristiwa itu" "
"Perihal peristiwa Pek Ho Bun itu, loolap sama sekali tidak tahu
apa apa." berkata Han in.
"Yang aku maksudkan, taysu, ialah peristiwa penganiayaan atas
diri kamu keempat ketua partai," Siauw Pek menjelaskan.
Han in menghela napas. ia melegakan hatinya.
"Dimata tuan tuan, nampaknya peristiwa hebat luar biasa itu
bagaikan langit ambruk dan bumi longsor," berkata sipendeta.
"Sebenarnya peristiwa loolap berempat dianiaya, itulah sederhana
sekali..."
"Taysu, apakah taysu pernah melihat coh Kam Pek ayahku itu" "
Han in Taysu menggeleng kepala. "Loolap belum pernah
melihatnya."
Rupa-rupanya, Nona Hoan menyela, "diluar tahunya taysu
berempat orang telah menaruhkan raCun didalam arak atau barangbarang
hidangan yang disuguhkan. Benarkah."
"Tepat nona" sahut Han in- "Itulah sederhananya peristiwa. Kami
bersantap bersama sama ketua-ketua dari Siauw Lim Pay, Bu Tong
Pay dan Khong Tong Pay, habis bersantap. terus kami tak sadarkan
diri. Segala kejadian yang menyusulnya semua kami tak tahu apaapa
lagi " "coba taysu semua benar benar telah dianiaya orang hingga
mati, pasti peristiwa tidak menjadi kaCau hebat begini rupa" berkata
si nona. "Apakah kata dunia Rimba Persilatan mengenai loolap
berempat?" tanya ketua dari Ngo Bie Pay itu.
"Mayat taysu berempat telah diketemukan berserakan dipuncak
Yan in Hong digunung Pek Ma San," Siauw Pek menjawab.
"Kemudian entah siapa yang menyiarkan berita, katanya waktu itu
ayahku teriihat dipuncak gunung itu. Maka itu ayahku lalu dituduh
sebagai pembunuh, kemudian sakit hati mereka ditimpakan kepada
keluarga coh, terus Pek Ho Bun diserbu delapan belas partai hingga
matilah seratus lebih orang Pek Ho Bun..."
"Malapetaka atas diri taysu bersama bukanlah soal aneh," Nona
Hoan campur bicara pula. "Soalnya sekarang ialah mengapa
kesalahan ditimpakan kepada keluarga coh Hal itu pasti ada
rahasianya, tentu ada sebab musababnya. coba taysu tolong ingatingat,
ketika itu barang kali taysu ada melihat sesuatu yang bisa
mendatangkan keCurigaan" " Bhiksu itu diam berpikir.
"Yang sampai terlebih dahulu dipuncak Yan in Hong ialah loolap
bersama Goan cin Too henda dari BuTong Pay," katanya kemudian"Ketika itu loolap melihat seorang wanita baju abU abu gelap berlari
lari dijalan keCil jauhnya belasan tombak dari loolap berdua."
"Apakah taysu masih mengenali roman muka wanita" " tanya
Siauw Pek, yang hatinya tertarik bukan main"Loolap sudah tidak ingat," sahut pendeta itu.
"Apakah wanita itu membekal senjata tajam" " Soat Kun
bertanya. "Mungkin sebatang pedang panjang."
Menyahut demikian, pendeta ini berpikir. "Benar, tidak salah" ia
menambahkan selang sejenak. "Dia membawa pedang yang
panjang Ketika itu loolap dan Gan cin Toheng tengah membicarakan
ilmu pedang."
Siauw Pek menghela napas, lalu ia bertanya. "Taysu, taysu masih
hidup, karena itu, bukankah ketiga ketua yang lainnya dari Siauw
Lim Bu Tong dan Khong Tong Pay itu juga masih hidup" "
"Tentang itu, loolap tidak berani sembarang menjawab. Loolap
dapat hidup dengan bercacat begini karena loolap mempunyai
kesabaran yang luar biasa. Ketua ketua dari Siauw Lim dan Bu
Tong, dalam ilmu tenaga dalam melebihi loolap. juga dalam hal
kecerdasan maka itu, asal mereka sabar seperti loolap.
kemungkinan mereka sanggup bertahan dari siksaan siksaan hebat,
pasti mereka tak akan mendahului loolap mati."
"Taysu, habis taysu disakiti, setelah taysu sadar, apakah taysu
pernah melihat mereka itu" Soat Kun bertanya.
"Tidak. Kami dikurung didalam kamar yang terpisah"
"Apakah taysu tahu kenapa taysu berempat ditawan" " Soat Kun
bertanya pula. "Dahulu itu tidak. Sekarang loolap sudah ketahui."
"Apakah maksud mereka itu" "
"Ketika itu loolap berkumpul bersama ketiga ketua partai Siauw
Lim, Bu Tong dan Khong Tong Pay. Maksud kami untuk mencari
jalan menghentikan Pertikaian kaum Rimba Persilatan berjalan
ratusan tahun tiada hentinya. Kami menganggap pertikaian itu
merusak semangat Rimba Persilatan dan juga melanggar aturan
persilatan-Belajar silat bukan untuk saling bunuh. Kami mau bekerja
sama. Diluar dugaan kami memperoleh sambutan besar, bukan
cuma lima partai besar lainnya juga empat Bun, tiga hwee dan dua
pang, menyatakan setuju. Kami girang sekali, kami menyangka
bahwa akan aman sejahteralah dunia Rimba Persilatan, kaum Bu
Lim. Tapi, diluar dugaan pula, kiranya bencana datang mendahului
kami. Pada hari yang kami keempat mengundang semua pemimpin
partai menghadiri rapat besar, kami telah diracuni orang..."
"Setelah ditawan, bagaimana perlakukan mereka atas diri taysu"
Baikkah" "
"Sebaliknya, kami dikompes dan disiksa. Loolap dipaksa untuk
mewariskan ilmu silat partai kami "
"Apakah taysu telah memberitahukannya" "
"Mulanya tidak Karena itu, kedua kakiku dipotong, mukaku
dirusak, juga hidung dan teling aku Mereka telah menggunakan
segala macam cara menyiksa yang ada didalam pikiran mereka.
Karena tak tahan lagi, loolap akhrinya bicara juga ..."
"Kalau menuruti pengalaman taysu, tentu juga ketua ketua dari
Siauw Lim Pay Bu Tong Pay, dan Khong Tong Pay, tak dapat
bertahan seperti taysu..."
"Tapi loolap bukannya si orang yang takut mati, sebenarnya
loolap sangat penasaran maka loolap mau hidup terus Loolap
mengharap nanti bisa membeber peristiwa itu dimuka kaum Rimba
Persilatan. Jikalau ketiga ketua partai lainnya itu sama pikirannya
seperti loolap mungkin mereka juga masih hidup..."
"Masih ada satu hal, yang sulit untuk dimeng erti..." kata Nona
Hoan- "Apakah itu, nona" " tanya Siauw Pek.
"Ketua-ketua Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, dan Khong Tong Pay
ditawan dan dianiaya. Lalu masih ada ketua2 dari lima partai besar
lainnya itu Dan mereka itu semua masih hidup. Jangankan partai
besar, walaupun partai kecil, kalau ada penggantian ketua, meski
ketua yang baru itu dipilih dari calon calin yang cerdas dan pandai.
Mungkinkah dalam pemilihan ketua empat partai itu, partai partai
yang lainnya tidak campur tahu, tidak tahu menahu" Kenyataanya
lain sekali. Kelima ketua partai itu, bersama-sama empat bun, tiga
hwee dan tiga pang justru bekerja sama menciptakan peristiwa
hebat yang tak berperikemanusiaan itu. Kenapa kesalahan
ditumpahkan hanya satu Pek Ho Bun" Apa alasannya" "
"Partai kami mempunyai anggota yang terkecil, tak heran partai
kami berdiam saja," kata Han in, "tidak demikian dengan Siauw Lim
Pay, yang banyak sekali anggotanya. Apakah diantara mereka itu
tak ada yang mencaritahu" "
Mendengar pertanyaan itu Siauw pek ingat Su Kay Taysu dari
Siauw Lim Pay. "Tapi dia bekerja sendiri dan secara diam-diam, baik aku tidak
sebut-sebut hal dia..." pikir anak muda ini, maka ia terus
membungkam. Melihat orang berdiam, Han in berkata berulangulang:
"Aneh Aneh"
"Mungkin ada sebabnya dari berdiamnya mereka itu." kata Soat
Kun yang mengutarakan terkaannya: "Pastilah kelima partai besar
itu telah dikekang orang, atau mungkin juga mereka sendiri turut
memainkan peranan..." Han In menghela napas.
"Sayang loolap telah kehilangan kedua kakiku dan wajahkupun
sudah rusak," ia berkata, menyesaL "Andaikata loolap bisa kembali
ke Ngo Bie San, mungkin tak ada yang mengenali atau mau
mengakui, loolap..."
Mendadak pendeta ini berhenti bicara, walaupun belum berkata
habis. "Apakah taysu mempunyai kesulitan lainnya" Nona Hoan
bertanya. "Apakah itu tidak dapat diutarakan" "
"Ada satu yang mencurigakan, hanya loolap khawatir sukarlah
buat mencari tahu itu, untuk menyelidikinya..." sahutnya.
"Apakah itu, taysu" Paling baik Taysu mengutarakannya "
"Sebenarnya loolap datang lebih dahulu bertiga dengan pihak
Siauw Lim Pay, ada satu urusan yang hendak didamaikan-.."
"Nah, itulah satu soal, suatu kelemahan" menghela si nona.
"Sebenarnya delapan belas partai, kalau benar mereka mau
mengurus soal dunia Rimba Persilatan, mereka mesti datang dan
berkumpul dan berbareng, bersama, tetapi taysu berempat datang
lebih dahulu Untuk apakah itu" Ada sebabnya, bukan" "
"Nona menerka tepat," Han in mengakui. Kami bertiga memang
datang lebih dahulu disebabkan kami mempunyai maksud..."
"Bicaralah terus, taysu, harap jangan ada yang salah atau
kelompatan mesti satu patah kata juga . Ingatlah pepatah salah
satu lie, gagal seribu lie "
"Lie" disini adalah mil.
Sementara itu ciu ceng bersitegang hati sendirinya. inilah sebab
orang, terutama sinona, bicara asyik sekali, hingga mereka seperti
melupakan urusan mereka sendiri, bahwa mereka berada ditempat
apa. ia kuatir benarlah perkataannya Hoa siang bahwa Seng kiong
Sin Kun tengah mendatangi. Saking kuatir, punggungnya sampai
basah dengan peluh. Sudah begitu, ia tidak berani Campur bicara,
karena pembicaraan itupun penting sekali. Untuk menghibur diri, ia
jalan mundar mandir didalam ruang itu hatinya gelisah bukan
buatan. "Pada masa itu," Han in Taysu mulai dengan penjelasannya,
"diantara partai-partai Rimba Persilatan, yang paling tangguh adalah
cit Seng Hwee, partai Tujuh Bintang. Ketua partai itu, yang
dipanggil cit Seng Tootiang, sangat lihay ilmu silatnya serta sangat
Cerdas otaknya. Nama cit Seng Hwee sama tersohornya seperti
empat bun, dua hwee lainnya serta dua pang tetapi cit Seng
Tootiang tidak memandang mata kepada rekan rekannya itu.
sebaliknya, orang yang paling diseganinya adalah loolap bersama Su
Hong Taysu dari Siauw Lim Pay..."
Pendeta itu berhenti sebentar, matanya menengadah langit langit
ruang dalam tanah itu. ia pula berpikir. Baru sejenak kemudian, ia
melanjutkan. "Loolap dan su IHong Taysu tak tenang hati.
Kemudian Su Hong Taysu mengambil tindakan, ialah dia
mengundang ketua ketua Bu Tong Pay untuk berapat terlebih
dahulu dipuncak Yan in Hong, guna membicarakan jalan jalan untuk
menghadapi pengaruh cit Seng Hwee itu."
"Apakah hal itu diketahui lain orang" "
"KeCuali kami empat ketua, lainnya yang mengetahul ialah murid
mUrid kami yang diperCaya."
"Apakah tidak ada rahasia lainnya didalam situ" "
"Masih ada. Itulah persetujuan diantara loolap dan Su Hong
Taysu berdua cit Seng Hwee menjadi pengaCau. andaikata di dalam
rapat dia hendak menimbulkan kesulitan, kami hendak mendahului
menyingkirkannya"
"Nah, itulah dia" berkata soat Kun, yang terus menerus
mengajukan pelbagai pertanyaan itu, karena sangat tertarik hati
dengan peristiwa di Yan in Hong itu. "Kamu mengundang pihak
pihak Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay untuk mendahului berapat,
alasannya untuk merundingkan sesuatu, akan tetapi sebenarnya
untuk mendesak agar ketua kedua partai itu menerima ajakan kamu
dalam urusan menghadapi cit Seng Hwee itu."
"Tak berani kami mendesak atau memaksa mereka," Han in
menerangkan-"Kami berdaya untuk menginsyafkan mereka akan
pentingnya usaha kami itu."
"Habis, apakah kedua ketua partai itu menerima ajakan kamu
itu" "
"Dengan Cepat dan mudah saja mereka itu dapat dikasih
mengerti" "Lalu, setelah itu, kau kena diracuni orang" "
"Benar"
"Taysu dan Su Hong Taysu memiliki tenaga dalam yang mahir
sekali. apakah taysu berdua tak dapat tahu kalau minuman itu ada
raCunnya" " Ban Liang tanya Baru sekarang jago tua itu menela
Karena ia heran orang orang liehay mudah saja diracuni.
"Selama itu kami telah bersiap sedia," Han in menjawab. "Maka
juga loolap dan Su Hong Taysu masing masing bawa seorang murid
kepercayaan. Mereka diberi tugas bertanggung jawab untuk segala
barang minuman dan makanan kami..."
"Dan taysu roboh ditangan murid kepercayaan taysu itu" kata
sinona. "Sebenarnya, sampai didetik ini, loolap masih belum tahu
duduknya hal yang sesungguhnya"
"Mesti ada sesuatu yang taysu curigai. Maukah taysu
memberitahukan keCurigaan taysu itu kepadaku" " sinona minta.
"Sampai saat ini, ada apakah yang loolap masih tak mau
membeberkan sejelas jelasnya" " ia menarik napas melegakan
hatinya yang pepat, baru ia menyambungi. "Setelah loolap dan Su
Hong Taysu berhasil menginsafi kedua ketua partai itu, lantas
muridku menyuguhkan teh harum kepada masing masing keempat
ketua partai. Seumurku tak ada kegemaranku kecuali air teh, maka
itu, loolap sangat memperhatikan tentang pelbagai macam teh.
Demikian antara kami pelbagai partai, tidak ada yang tidak diketahui
harumnya teh kami. Ah, inilah dia kesalahannya..."
"Tentang teh taysu, pernah mendengarnya," Ban Liang turut
bicara. "Tapi taysu, apakah sangkut pautnya urusan teh itu serta
halnya kamu kena diracuni" "
"Sewaktu loolap mau menghadiri rapat, loolap telah membekal
sebungkus teh yang istimewa. Sudah loolap pikir untuk
menyuguhkan air teh itu kepada sekalian rekan kami. Untuk
mengambil air sumber gunung serta memasaknya loolap telah pilih
seorang murid yang dipercaya..."
"Jadinya orang telah menaruhkan racun di dalam air teh itu" "
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Soat Kun menyela.
"Benar Siang siang orang telah memasukkan obat pulas kedalam
teh itu. Kami semua tidak bercuriga, sebab kesatu teh itu harum
sekali hingga bau obat kena terkalahkan, dan kedua yang masak
dan menyuguhkan teh adalah murid terpercayaku itu. Begitu kami
minum teh dengan hati lega. Tidak kusangka bahwa teh buatan
loolap sendiri itu telah mencelakai rekanku dan juga diriku sendiri"
Ban Liang menghela napas dengan perlahan.
"Peristiwa sangat sulit dan sukar diduganya, tak tahunya hanya
begini sederhana" katanya.
"Taysu, murid taysu itu, apakah dia murid yang dipercaya yang
dicalonkan untuk menjadi ahli waris taysu nanti" ?" Nona Hoan
tanya. "Bukan. Ketika itu loolap merasa diriku masih tangguh, belum
pernah loolap memikir soal calon murid untuk menjadi ahli
warisku..."
"Taysu," Siauw Pek turut bicara pula, "murid taysu yang
dipercaya itu, apakah nama gelaran sucinya" "
"Murid loolap itu ialah..."
Secara mendadak kata-kata Han In Taysu terputus sampai disitu
diputuskan oleh suatu suara nyaring dan berisik, yang datangnya
suatu pojok ruangan dalam tanah itu, hingga debu mengepul naik.
Dengan tiba-tiba disitu muncul sebuah peti
"Seng kiong Sin Kun telah tiba" mengeluh ciu ceng.
Ban Liang segera menoleh sambil mengangkat kepalanya,
memandang kelowongan batu itu. Disitu ia tidak melihat satu
orangjua Sementara itu Soat Gie menyusupkan tubuhnya kepada
Soat Kun, tangan kanannya memegang erat-erat lima jari tangan
kanan kakaknya.
Itulah semaCam isyarat dari kedua saudara itu kalau mereka
menghadapi sesuatu yang penting atau berbahaya. Secara begitu
sang adik bisa memberitahukan kakaknya cepat sekali.
Sebagai kesudahan dari itu maka terdengar suara dingin dari
Hoan Soat Kun suara yang langka dikeluarkannya: "Seng kiong Sin
Kun Kau telah berani menggunakan tipu muslihatmu ini untuk
mengelabui mata dunia Rimba Persilatan, hingga kau telah
melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan langit terkejut
dan bumi tergetar goyang. Kenapa sekarang kau tidak berani
memperlihatkan wajahmu sendiri, untuk berhadap hadapan dengan
orang orang Bu Lim" "
ciu ceng kaget sekali mendengar suara si nona, yang menantang
secara menghina itu. Katanya didalam hati: "Dengan Sin Kun tidak
munculkan diri, itulah berarti masih ada jalan hidup untuk kita
semua. Tapi, kalau dia memperlihatkan dirinya maka hari ini tidak
ada jalan hidup bagi kita lagi..."
Jago ini telah terlalu lama hidup dibawah pengaruh Sin Kun, baru
mendengar nama orang saja, dia sudah gentar, apalagi kalau dia
berhadapan dengan Sin Kun sendiri. Demikian sekarang walaupun
dia telah bebas dari kekangan dan telah pulih kesadaran dan tenaga
kepandaiannya, walaupun ada Nona Hoan sebagai pengandalnya.
Nyatalah dia masih kurang kuat kepercayaannya terhadap nona itu.
Debu telah lenyap akan tetapi mulut pintu yang terbentang luas,
kosong melompong. Tak ada bayangan orang sekalipun, apalagi
orangnya Tapi Siauw Pek sudah bersiap dengan pedang
ditangannya. ia hendak menangkis andaikata Sin Kun
menyerangnya, supaya musuh tak dapat masuk kedalam ruang
dalam tanah dimana mereka berkumpul itu. Ruang sempit, itulah
berbahaya andaikata sin Kun menyerbu bersama banyak orangnya.
Nona Hoan terus menanti dengan sabar, sampai beberapa lama,
ia tidak mendengar apa apa lagi, ia tidak melihat apapun juga .
ciu ceng dan orang orangnya guncang hatinya, tetapi
menyaksikan kesunyian itu, hati mereka agak mulai tenang.
"Mari kita keluar dari sini" akhirnya terdengar suara Soat Kun,
terus bersama adiknya ia memutar tubuh, keduanya bertindak
dengan cepat, berlalu dari kamar rahasia itu.
Siauw Pek bersama Ban Liang dan ciu ceng mengikuti kedua
nona itu. Giok Yauw menyusul sesudah ia menyuruh kedua kiamsu baju
merah mengiringi Han in Taysu.
Oey Eng dan Kho Kong berjalan paling depan dengan lenteranya.
Tiba diluar, nampak langit sudah mulai remang-remang. Ketiga
buah kereta menantikan didepan rumah atap. Semua kereta itu,
yang dilindungi para ang-ie kiam-su, tidak kurang suatu apa.
Segera Soat Kun naik keatas keretanya, ia lalu menitahkan:
"Putar haluan kearah Siauw Lim Sie"
Han in dinaikkan keatas kereta. Giok Yauw membantunya.
Ketua Ngo Bie Pay itu tertawa, katanya: "Tak kusangka, hari ini
aku dapat melihat langit pula..."
Oey Ho ciu Loo segera memberikan perintahnya, maka
berangkatlah ketiga buah kereta dengan dilindungi pasukan ang ie
kiamsu itu. Kereta kereta dilarikan cepat. Selagi berjalan itu, Ban
Liang menyusul ciu ceng, mendampinginya. "Kenapakah Seng Kiong
Sin Kun tidak muncul" " tanyanya, heran.
"Aku juga tidak mengerti," sahut orang yang ditanya, yang tak
kurang herannya.
"juga heran Nona Hoan, mengapa ia tidak memerintahkan
memeriksa seluruh ruang didalam tanah itu..." berkata lagi Ban
Liang. Mendengar itu ciu ceng berkata didalam hatinya: "Syukur juga
tidak dilakukan pemeriksaan-. Jikalau kita bertemu dengan Seng
Kiong Sin Kun, mungkin sekarang kita sudah tidak hidup lagi..." Tapi
ia kemudian menjawab: "Mungkinlah karena sesuatu sebab sin Kun
terlambat. Kalau dia keburu datang, kita pasti tak sempat
menyingkir^.."
Tapi Ban Liang berpikir lain-Katanya pula^ "Sampai detik ini, sin
Kun itu hanyalah satu nama kosong. Siapakah yang pernah melihat
wajahnya" Tak seorang jua"
"Tak peduli sin Kun pandai menyamar, dia tetap ada
manusianya," berkata ciu ceng. "Dia liehay ilmu silatnya, andaikata
Thian Kiam muncul kembali atau Pa Too datang sendiri, belum tentu
mereka dapat menjadi tandingannya"
Ban Liang membungkam. Pikirnya: "orang ini masih sangat
terpengaruh oleh Seng Kiong sin Kun, percuma aku mengadu mulut
dengannya..." Maka ia lalu tertawa dan berkata. "Saudara ciu hidup
bersama Sin Kun lama sekali, memang kau lebih mengetahui dia
daripada aku..."
Tiba tiba siJenjang kuning melengak.
"Hanya ada satu hal yang membuatku sangat tidak mengerti..."
katanya. "Apakah itu, saudara" "
"Itulah perkataan Seng kiong hoa Siang. Dia berkedudukan tiggi,
dia sendiri yang mengatakan bahwa Sin Kun bakal segera datang.
Aku percaya dia tidak berdusta, tetapi aneh, Sin Kun toh tidak
muncul" "Inilah yang dikatakan shia put seng ceng kesesatan tak dapat
memenangkan kebenaran" berkata Ban Liang. "Mungkin disebabkan
tantangan Nona Hoan, Sin Kun tidak berani memperlihatkan dirinya"
ciu ceng tertawa, terus ia bungkam.
Perjalanan sementara itu dilanjutkan terus, sampai disebuah
tempat kosong yang sunyi. Disitu terdapat tanah pekuburan yang
tak teratur yang dikelilingi pohonpohon pek tua.
Sejak pengalamannya didalam ruang dalam tanah, sangat jarang
ciu ceng tertawa atau tersenyum, nampaknya hatinya sangat berat,
sekarang tiba ditempat sunyi ini, kelihatan dia semakin tidak tenang
hati, matanya senantiasa diarahkan keempat penjuru.
Ban Liang yang selalu mendampingi kawan itu dapat melihat
orang tidak tenteram, dia menghampiri sambil berkata: "Tempat ini
sangat sunyi..."
Alis ciu ceng dikerutkan-Masih dia melihat kesekitarnya. Tiba tiba
mukanya menjadi pucat. Segera dia mengangkat tinggi-tinggi
tangan kanannya.
"Berhenti" perintahnya.
Perintah itu ditaati. Dengan mendadak ketiga kereta dihentikan
dan sekalian pengiringnya juga , hanya mereka ini segera
menghunus pedangnya masing-masing, dengan rapih mereka
mengurung kereta kereta yang diiringinya itu
"Ada apakah" " bertanya Siauw Pek. yang menyingkap tenda
keretanya. Sekarang ini, sesudah beristirahat beberapa hari, ia telah
pulih kesehatannya.
"Entahlah ciu Huhoat, mungkin dia melihat sesuatu..." menjawab
Ban Liang. Jago tua ini melihat siJenjang Kuning mengulapkan tangannya
diatas kepalanya dan semua ang ie kiamsu mengurung kereta
kereta dengan kewaspadaan- Disekitar mereka tak ada orang asing,
cuma melihat dan terdengar suara rumput-rumput yang
dipermainkan oleh hembusan angin.
Saking herannya, jago tua itu berkata didalam hati: "Sejak
beberapa hari ini hati ciu ceng terus tidak tenang, agaknya dia
berduka dan khawatir saja. Adakah itu disebabkan rasa takutnya
yang terus menguasai dirinya."
"Saudara ciu, ada apakah" " kemudian bertanya sijago tua pada
kawannya. ciu ceng bersikap sungguh-sungguh.
"Seng Kiong Sin Kun..." sahutnya, suaranya gemetar, giginyapun
bercatrukan-Agak sukar ia menjawab itu.
"Mengapa aku tidak melihatnya" " tanya Ban Liang, sijago tua
itu. "Kau tunggu saja dan lihat..."
Ban Liang menoleh keempat penjuru, matanya dibuka lebar. Ia
tetap tidak melihat Sin Kun atau lainnya yang mencurigakan"Mungkin kau keliru melihat, saudara ciu" katanya. "Aku tidak
melihat apapun juga Nanti aku pergi kedepan memeriksanya."
Berkata begitu jago tua ini bertindak maju, tapi mendadak ia
mendengar suara yang bengis seram. "ciu ceng Kau menjadi tongcu
dari Oey liong Tong, mestinya kau tahu baik aturan dari Seng kiong.
Apakah hukuman untuk siapa yang memberontak meninggalkan
kiong" "
Dengan cepat Ban Liang berpaling kepada rekanya, ia
menyaksikan muka orang pucat sekali, dua orangpun berdiam
bagaikan patung.
"Hm" pikirnya, mendongkol berbareng lucu "Didalam dunia Kang
ouw ada perbedaan dari mereka yang ilmu silatnya lebih tinggi atau
lebih rendah, akan tetapi rasa takut, tak dapat orang
menghindarinya, cuma, kalau rasa takut semacam ini, sungguh
belum pernah aku alami."
Walaupun dia berpikir demikian, Seng Su Poan tidak tinggal
berpeluk tangan saja. Tak dapat dia membiarkan kawannya
terbenam dalam takut yang hebat itu.
"Tuan, kau siapakah" " tegurnya. "Adakah kau seorang laki-laki,
seorang jago" Kenapa kau menyembunyikan kepala menongolkan
ekor Adakah ini kelakukan seorang gagah perkasa" "
Tidak ada jawaban atas pertanyaan Ban Liang itu. Ada juga suara
tadi, yang kembali ditujukan kepada bekas tongcu dari Oey liong
Tong dari Seng kiong itu. Demikian katanya "ciu ceng Kau mau
menghukum dirimu sendiri atau kau menghendaki Punco yang turun
tangan" "
Ban Liang heran, ia memasang telinga sungguh sungguh Suara
itu datang seperti dekat sekali, seperti juga dari tempat yang jauh.
Dengan matanya, ia tidak melihat siapapun juga .
Akhirnya, "Saudara ciu, dimanakah orang itu bersembunyi" " ia
tanya ciu ceng.
Bekas tongcu itu tidak menjawab. Pertanyaan itu diulangi
beberapa kali. Dia tetap membungkam. Hanya tampak dia berdiri
terpaku, wajahnya menunjukkan bahwa dia sangat ketakutan. Dia
bingung... Mendongkol sijago tua tetapi dia mengendalikan diri.
Semua ang-ie kiamsu, yang mengitar kereta juga berdiri diam.
Dalam penasaran, Ban Liang mencoba mengikuti tujuan mata ciu
ceng. Tujuan itu langsung kedepan, keatas, kesebuah pohon Pek. Di
situ diantara cabang cabang pohon tampak sebuah gin-pay, atau
lencana perak. yang tengahnya ada gambaran berwarna merah,
mirip thay kek diagram yang merupakan unsur im (negatip) dan
yang atau positip.
Melihat benda itu, tahulah sekarang sijago tua itu apa yang
menyebabkan ketakutan sang rekan-Tanpa ayal lagi ia menyumput
sebuah batu, terus ia menimpuk ginpay itu. ia menggunakan
tenaganya. Sambil menimpuk ia berseru.
Ginpay itu tidak kena dihajar tetapi seketika itu juga lenyap
diantara dahan-dahan yang lebat, sebagai gantinya terdengar suara
tadi yang seram, dingin dan bengis. "Hai ciu ceng, Masih kau tidak
mau menerima binasa" Benarkah kau hendak menantikan punco
sendiri yang turun tangan" "
Mendengar itu ciu ceng menoleh kepada Ban Liang, terus dia
bertindak maju.
Sijago tua hendak mencegah orang berjalan maju, ia sudah
meluncurkan tangan kanannya tapi ia segera menariknya pulang^
Suara seram tadi terdengar pula: "Buang senjata ditanganmu" ciu
ceng mendengar kata sekali. Tanpa mengatakan sesuatu, ia
melemparkan pedangnya. Bahkan semua ang-ie kiamsu turut juga
membawah pedangnya masing masing. Sampai pada waktu itu Ban
Liang yang sabar luar biasa tak dapat mengekang diri lagi. "Saudara
ciu, lekas mundur" teriaknya.
ciu ceng bagaikan terkena ilmu sihir, ia jalan terus. cegahan
sijago tua tidak ia gubris.
Ban Liang bingung hingga ia berdiri diam-saja.
Tepat pada waktu itu tenda yang kedua tersingkap. dari situ
tampak dua Nona Hoan bertindak turun. Soat Kun memegangi
pundak kiri adiknya. Dia menutup mukanya dengan cela hitam.
Ditengah jalan dari tegalan itu, ia berdiri diam.
Oey Eng dan Kho Kong dengan senjatanya siap sedia,
mendampingi kedua nona itu.
Giok Yauw juga melompat keluar dari keretanya, tangan kirinya
memegang jarum rahasianya. Dia menghampiri Ban Liang, untuk
bertanya dengan berbisik: "Loocianpwee ada kejadian apakah" "
Ban Liang menggeleng kepala.
"Kejadian sangat aneh" sahut orang tua itu. "Tak pernah aku
melihat dan mendengarnya. Akupun menjadi bingung karenanya..."
Ketika itu terdengarlah suara merdu tapi tenang dari soat Kun:
"Melihat keanehan jangan merasa aneh Keanehan itu akan buyar
sendirinya. Janganlah membuat bingung diri sendiri"
Itulah kata kata sederhana dan Ban Liang mendengarnya dengan
jelas sekali. Kata-kata itu membuatnya sadar. Sadar juga Oey Eng
dan Kho Kong, yang telah bertanya-tanya dalam hati menyaksikan
gerak-gerik ciu ceng yang aneh itu.
ciu ceng sementara itu sudah sampai dibawah pohon pek itu, dia
mengangkat kepalanya mengawasi keatas. ia bagaikan menanti
sesuatu. Dalam sadarnya itu Ban Liang berkata. "Kalau terjadi sesuatu
atas diri ciu ceng, kedua belas ang ie kiamsu pun bakal Celaka juga.
Bahkan hebatnya, mereka bakal menjadi contoh, hingga diwaktu
lain pasti tak akan ada orang-orang Seng kiong yang berani
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberontak dan berkhianat."
"Itulah benar" kata Giok Yauw.
"Maka itu kita mesti cegah peristiwa hebat yang bakal terjadi ini"
berkata pula si jago tua. "Nona punyakah kau keberanian untuk
menemani aku pergi kebawah pohon pek itu untuk melakukan
pemeriksaan" "
"Kenapa aku tidak berani" " berkata si nona. Dia merasa jeri juga
tetapi dia membesarkan keberanian. "cuma..."
"cuma apakah" "
"ciu ceng gagah kenapa dia membiarkan dirinya dipengaruhi, dia
main turut saja" "
"Hal itu musti ada sebab musababnya. Tak ada waktu untuk
mengadakan penyelidikan, yang perlu ialah lebih dahulu menolong
orang Berkata begitu, Ban Liang segera berlari kearah pohon Giok
Yauw benar berani, dia berlaku menyusul. Tepat pada waktu itu,
kembali terdengar suara seram tadi: "Siapa mengkhianati Seng
kiong dan berontak, dia mesti dihukum mati" suara itu keluar dari
atas pohon pek. dari antara cabang-cabang dan daun-daun yang
lebat. Hanya kali ini, begitu suara itu berhenti mendengung, sebagai
gantinya lalu terdengar suara senjata tajam beradu.
Muka ciu ceng menjadi sangat pucat, peluhnya membasahi
mukanya, bagaikan hujan lebat. Dengan perlahan-lahan, dia
mengangkat tangan kanannya. Ketika itu Ban Liang dan Giok Yauw
telah sampai disisi kawan itu.
"Nona, kau awasi musuh yang bersembunyi diatas pohon" Ban
Liang membisiki Nona Thio,
dilain pihak^ dengan tangan kanannya dia menyambar ciu ceng.
Oey Ho ciu Loo tidak melawan ketika orang menyambarnya.
Bagaikan tak sadarkan diri, dia terus menatap keatas pohon-Ban
Liang mencekal keras lengan kanan kawan itu.
"Saudara ciu, ingat" katanya, keras. "Sebagai seorang laki2 hidup
tidak dapat dibuat girang, mati tak usah ditakuti. Kenapakah kau
ketakutan begini rupa" Bukankah kau hidup seperti juga mati" "
Selagi Ban Liang berbicara dengan siJenjang Kuning, Giok Yauw
sudah melompat ke bawah pohon-ia berlaku berani sekali. Begitu
datang dekat, begitu tangan kirinya diayun. Maka meluncurlah
jarum rahasianya keatas pohon pek itu Dengan memperdengarkan
ser-ser, beberapa helai daun berjatuhan ketanah.
"Berlaku sembunyi sembunyi sebagai hantu adakah itu perbuatan
orang gagah" " sinona mengejek. "Kalau kau berani, kenapa kau
tidak mau memperlihatkan diri" "
Ban Liang sementara itu berlaku sebat sekali Sambil mencekal
tangan orang, dilain pihak ia menotok dua kali. Lalu selagi ciu ceng
tak berdaya bagaikan orang mati, tubuhnya dipeluk dipondong
dibawa lari kesisi kereta. Hampir serentak dengan bekerjanya Ban
Liang itu, tenda kereta yang ketiga tersingkap terbuka, dari situ
Siauw Pek melompat keluar, bagaikan terbang ia lari dan melompat
kesisi Nona Thio Giok Yauw berpaling. Ketika ia melihat si anak
muda bahkan anak muda itu bersenyum manis, hatinya menjadi
semakin besar. JILID 33 "Kau lindungi aku, hendak naik ke atas pohon," katanya perlahan
Habis berkata, tanpa menanti jawaban lagi, nona cantik yang nakal
ini, yang berkeberanian besar, berlompat naik keatas pohonDengan tangan kanan, yang memegang pedang terhunus, ia
melindungi tubuhnya.
"Hati hati" Siauw Pek memesan, sedang tangan kirinya
menghunus pedangnya, bersiap sedia andaikata Giok Yauw
membutuhkan bantuannya.
Nona Thio bertindak cepat, gerakannya gesit dan lincah. Tiba
diatas, tangan kanannya membabat, tangan kirinya menjambret,
maka itu, selagi beberapa cabang terpapas kutung, tangan kirinya
sudah memegang sebuah cabang yang cukup besar, hingga
tubuhnya jadi bergelantungan.
Pada waktu si nona tiba, pada waktu itu pula bayangan orang
berkelebat pergi meninggalkan pohon. Dia bergerak disebelah kiri
sinona. Tak sempat nona itu menyerangnya, lekas lekas ia
melompat turun.
"Apakah nona melihat musuh" " tanya siauw Pek. memapak nona
itu. "Ya."
"Manakah dia" "
"Dia sudah kabur. Dia sangat gesit, sehingga aku tak keburu
mengejarnya."
"Apakah nona melihat roman orang itu" "
"Tidak. Kau dibawah, apakah kau tidak melihat dia" "
Si anak muda terdiam, ia seperti tidak mendengar. Memang ia
tidak ada orang lari menyingkir.
Nona itu mengawasi, lalu ia tertawa geli.
"Eh, kau marahkah" " tanyanya.
Belum lagi Siauw Pek menjawab, Soat Kun sudah datang
mendekati mereka, Oey Eng dan Kho Kong mengiringinya. Ia jalan
seperti lari. "Apakah ada musuh" " tanyanya.
"Musuh seperti segan menghadapi kita depan berdepan, dia
kabur," sahut Giok Yauw.
"Kalau begitu, inilah agak aneh." berkata si nona.
"orang itu sangat gesit dan lincah," Nona Thio mengakui.
"Mestinya ilmu silatnya tak di bawah kita. Entah kenapa dia tak maU
bertempur..."
Nona Hoan tidak kata apa apa lagi, ia cUma menhela nafas. "Mari
kita melanjutkan perjalanan kita," katanya singkat.
"Nona" Siauw Pek berkata, "ada satu soal sulit. Bagaimana kita
mengurusnya" "
"Apakah itu" " tanya si nona, yang menghentikan langkahnya.
"ciu ceng seperti terganggu otaknya, hingga Ban Loocianpwee
perlu menotoknya. Semua kiamsupun meletakkan senjatanya,
mereka seperti tak sadarkan diri..."
Nona itu menghela nafas
"Kalau begitu tepatlah ramalan suhu" ujarnya perlahan.
"Bagaimana, nona" " tanya siauw Pek. heran-"Apakah selagi
Hoan LooCianpwee mau meninggal dunia ia pernah
memberitahukan nona tentang perobahan dunia Kang ouw nanti" "
"Jikalau suhu menjelaskan demikian, tidak usah aku merasa sulit
sekarang."
"Apa saja katanya Hoan Loocianpwee "
"suhu memberitahukan kepada kami berdua bahwa belum
pernah ada yang sanggup yang gunakan kekuatan saja
mempersatukan kaum Kang ouw, bahwa kekacauan sekarang ini
kalau sampai terjadi, itulah disebabkan sipengacau menggunakan
semacam kepandaian pang bun coh too, ialah ilmu sesat, hingga dia
jadi mempunyai pengaruh luar biasa." Mendadak si nona
menghentikan bicaranya.
"Kemudian" " Siauw Pek bertanya.
"sampai disitu saja kata kata suhu. Buat selanjutnya, hambamu
tidak berani sembarang menerka nerka."
"Bagaimana kalau nona memberi pandangan mengenai keadaan
sekarang ini" "
"Untuk dapat menentang musuh kita mesti bertekad bulat."
"Bukankah orang orang musuh nekat semuanya" Nampaknya
mereka dipengaruhi racun hingga mereka takut berkhianat."
"Sampai setengah jam yang lewat hambamu pun beranggapan
demikian- Tapi pada detik ini anggapanku itu telah berubah."
"Bagaimanakah itu, nona" "
"Kita ambil contoh ciu ceng. Dia toh sudah bebas dari kekangan
racun" "Maukah nona menjelaskan" "
"Dia seperti mendapat kekangan semangat. Dia tak bebas
merdeka sendirinya."
siauw Pek berpikir. "Memang benar begitu. cara, atau pengaruh,
apakah yang digunakan musuh hingga ciu ceng yang Cerdas dan
gagah, yang berkenamaan, menjadi berubah semangatnya, hingga
dia jadi penakut dan menurut saja segala kata kata orang" " Lalu ia
berkata "Nona benar. Hanya, yang tidak jelas, dan seCara aneh
apakah digunakan Sin Kun untuk mempengaruhi ciu ceng" Benarkah
didalam dunia ini ada ilmu siluman" "
"Itulah sulit untuk diperCaya. Yang benar ialah adanya suatu
pengaruh yang sekarang masih gelap bagi kita..."
"cara Sin Kun mirip dengan ilmu siluman. Akupun tidak perCaya
adanya ilmu itu tetapi nyatanya toh membuat orang
memperCayainya" Si nona menghela nafas. "Oh, kalau saja suhu
masih ada..."
"Nona. Jikalau kau tidak sanggup memeCahkan rahasia ini, lain
orang pasti tidak berdaya sama sekali..."
"Ada juga suhu pernah bicara tentang ilmu yoga dari India,
bahwa ilmu itu dapat menyebabkan timbulnya tenaga semangat
seseorang. Sayang mataku berCaCat hingga aku tak dapat
memahami dari pelbagai kitab. sayang pula kepandaiaan suhu, tak
dapat aku mewarisi semuanya."
"Nona..."
Soat Kun agak terperanjat. suaranya sianak muda berat sekali
terdengarnya. "Ada apakah, bengCu" " ia bertanya.
"Aku ingin bicara hal yang mengenai pribadi, harap nona tidak
gusar." Si nona berdiam "Apakah itu, bengcu" "
"Apakah Hoan Loocianpwee pandai ilmu obat obatan" "
"Benar. Bahkan kepandaiannya itu sukar ada tandingannya."
"Semua hidup Hoan Loocianpwee, apakah dia pernah bicara
mengenai mata nona" " Soat Kun melengak.
"Kenapa bengcu mendadak menanyakan soal ini" "
"Aku menerka penyakit mata nona mesti ada cara
penyembuhannya^"
Tiba tiba si nona tertawa perlahan-"Apakah bengcu menyayangi
mataku yang tak dapat melihat ini" Apakah karena itu bengcu
menjadi berduka" "
"Aku hanya memikir, nona, Jikalau kau dapat melihat, pasti kau
leluasa membantu menjunjung keadilan dunia persilatan-" Nona itu
menghela nafas.
"Suhu pernah memperingatkan aku bahwa didalam dunia ini
tidak ada sesuatu yang sempurna seluruhnya. Itulah pasti
anjurannya supaya aku merasa puas dengan cacat mataku ini."
"Kalau nona diam saja dirumah, tak apa nona tak dapat melihat,
tapi sekarang nona muncul dalam dunia Kang ouw, bahkan kita
harus membawa musuh yang luar biasa, guna menjunjung keadilan
Rimba Persilatan, maka aku pikir, seandainya mata nona awas,
pastilah kemenangan akan berada dipihak kita "
Kembali agaknya si nona terperanjat. Rupanya ia ingat sesuatu.
Parasnya berubah. Tapi, lekas juga, ia tenang pula seperti biasa.
Dengan sungguh sungguh, ia berkata: "Suhu sendiri pernah memuji
aku sebagai wanita yang cantik luar biasa, bahwa sayang aku
cacatpada kedua belah mataku. Apakah benar kata kata suhu itu
mengenai kecantikanku" "
Berkata begitu, si nona menyingkap calanya iapun membetulkan
rambut yang turun didahi dan samping telinganya. Ia menghadap
kearah si anak muda, sang bengcu.
Siauw Pek mengawasi tajam wajah itu. Sungguh wajah si nona
sangat cantik, dari atas hingga kebawah, dia tak ada celaannya.
Potongan tubuhnyapun lemah gemulai dan indah. Kecuali sepasang
mata... Walaupun pelukis paling pandai tak akan sanggup melukis
menggambar kecantikan nona itu...
"Sungguh, nona kau cantik sekali, guru nona memuji tepat"
akhirnya ketua ini memberikan pujiannya . Nona itu tertawa.
"Kalau mataku sembuh dan bisa melihat, tidakkah aku akan
dikutuk alam" " tanyanya. "Suhu kata aku buta karena terkutuk..."
"oh..." berusaha si ketua, bingung Tak tahu ia mesti mengatakan
apa. "Adikku ini jujur," kata sinona kemudian, "akulah kakaknya tetapi
sifat kami berlainan Bengcu, andaikata di dalam dunia ada obat
mujarab yang dapat menyembuhkan mataku, belum aku pikir untuk
menggunakannya..." Siauw Pek berdiam ia heran sekali.
"Menurut si nona ini, bukankah mesti ada obat untuk
menolongnya" Kenapakah ia menolak obat itu" Kenapa ia senang
hidup tak dapat melihat" "
Pembicaraan mereka terputus sampai disitu, Ban Liang datang
dengan berlari lari, agaknya dia gugup,
"Nona Hoan" katanya, "pikiran ciu Huhoat kaCau, dia ngoceh
tidak karuan Entah apa yang dia ucapkan..."
Soat Kun berpiklr, baru ia menjawab : "Jangan ganggu dia.
Mungkin dari ocehannya itu kita akan memperoleh sesuatu
mengenai keadaannya yang aneh itu. Nah mari kita melihat."
Si nona menurunkan pula Celananya, lalu ia berjalan Cepat.
Tentu saja, ia berjalan bersama Soat Gle, dan sang adik yang
memimpinnya ciu ceng diletakkan di atas tanah di atas rumput,
tubuhnya terlentang, mukanya menghadap keatas. kedua matanya
tertutup rapat, tetapi mulutnya senantiasa berkemak kemik.
Nona Hoan menghampiri sampai disisinya, ia jongkok sambil
menatap. Ban Liang bersama Siauw Pek. untuk menyaksikan, buat turut
mendengari, jongkok bersama. Mereka berdiam saja seperti kedua
nona itu. Sampai sekian lama ciu ceng mengoceh, baru ia berhenti.
"coba totok jalan darah lupanya" Soat Kun menintahkan-Siauw
Pek menyahut, terus ia menotok huhoat itu, membuatnya tidur.
Nona Hoan menghela napas.
"Apakah bengcu sekalian mendengar jelas apa katanya" " ia
tanya. "Sedikitpun aku tidak mengerti," sahut Ban Liang.
"Dia ngoceh mohon ampun."
"Mohon ampun" "
"Ya. Dalam keadaan tak sadar itu, dia seperti tengah tersiksa
hebat." "Apakah nona mendengar dia mohon ampun kepada atau dari
siapa" " Siauw Pek tanya.
"Dia mohon ampun dari orang yang menguasai jiwanya."
"Kalau begitu, itulah Seng Kiong Sin Kun" kata siauw Pek.
Sinona berdiam untuk berpikir.
"Tak keliru terkaan bengcu. Tapi dia tak menyebut nama Sin
Kun." "Habis, siapa kah orang itu" "
"Hambamu tidak mendengar jelas. Samar-samar ia menyebut
nama seorang wanita."
Ban Liang tercengang.
"Nama seorang wanita" " ia menegasi.
"Ya. Ini hanya menurut pendengaranku."
Siauw Pek heran-Tapi ia mengalihkan pembicaraan-"Nona, dalam
keadaan sekarang ini, apakah daya nona untuk menentang musuh"
" demikian ia bertanya.
"Sekarang ini dimana-mana terdapat orang Sin Kun telah kupikir
Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memakai tenaga Sin Kun untuk membalas menghajarnya. Tapi
keadaan ciu ceng membuatku harus berubah siasat. Inilah karena
terpaksa."
"Bagaimana, nona" "
"Mulanya hambamu menerka sin Kun mempengaruhi orang
karena dia menggunakan obat beracunnya, sekarang terkaan itu tak
dapat diandalkan lagi. Sekarang hambamu percaya sebenarnya sin
Kun mempunyai semacam kepandaian silat yang luar biasa.
Kepandaian apakah itu" Itulah yang harus dicari tahu."
XXX "Bagaimana caranya itu, nona" "
"semasa hidupnya suhu pernah mengatakan kepada kami bahwa
dalam dunia ilmu silat, ilmu silat partai Siauw Lim Sie yang paling
liehay, partai itu paling banyak anggotanya serta paling kuat. Maka
hambamu berpikir guna menentang Sin Kun, baik kita
mengandalkan pihak Siauw Lim Pay itu. Karena itu sekarang
hambamu mau pergi dahulu kegunung Siong San, untuk dapat
membujuk partai itu supaya mereka maU membantu kita. Dengan
begitu barulah kita tak akan kekurangan tenaga." Siauw Pek
berpikir. "Apakah nona telah mempunyai pegangan akan dapat membujuk
Siauw Lim Pay" "
"Tadinya belum tapi sekarang ada juga kepercayaanku..."
"Apakah itu sebabnya, nona" "
"sekarang kita mendapat bantuan Han In Taysu." Siauw Pek
lantas ingat Ngo Bie Pay itu.
"Nona benar" katanya.
"Sekarang ini Han In Taysu sudah bercacat, meski dia belum
melupakan ilmu silatnya, tak dapat dia membantu kita. Walaupun
demikian, kita harus merawat dan melindunginya baik baik.
Sekarang dialah saksi satu satunya yang paling penting"
"Itu benar" Ban Liang turut bicara.
"Sekarang perlu kita lekas lekas tiba di Siauw Lim Sie," Soat Kun
berkata pula. "Seharusnya Seng Kiong Sin Kun sudah mesti muncul,
sekarang dia belum juga tiba, mungkin ada suatu halangan
untuknya. Pernah suhu bicara tentang peruntungan, katanya saat
yang baik dapat lenyap didalam sekejap. dari itu, kita harus dapat
menggunakannya dengan baik"
"Bagaimana nona pikir tentang ciu ceng" " Ban Liang tanya. "Dia
dan orang orangnya sulit kita andalkan lagi guna menentang Seng
Kiong Sin Kun. Walaupun racun mereka sudah disingkirkan,
keberanian mereka sudah terpengaruh hebat. Dengan mengajakajak
mereka, bukankah itu suatu beban bagi kita" "
"Aku menyangsikan kalau mereka terpengaruh buat selamalamanya,"
soat Kun berkata. "Mungkin akan datang saatnya yang
mereka akan sadar pula."
"Kalau begitu, baik kita ajak mereka. ciu ceng seperti lagi sakit,
dia dapat dinaikkan ke atas kereta. Mengenai para kiamsu, biar
mereka berjalan seperti biasa. Kelihatannya mereka masih dapat
berjalan. Loohu yang akan memimpinnya."
"Baiklah begitu" si nona mengambil keputusan, sesudah mana ia
menghampiri keretanya untuk menaikinya.
Setelah kereta kereta diberangkatkan, Oey Eng dan Kho Kong
yang jalan dimuka. Siauw Pek sudah sembuh, bersama Thio Giok
Yauw, ia mengambil kedudukan di tengah, guna melindungi kedua
nona Hoan serta Han In Taysu. Ban Liang berjalan paling belakang
dengan mengepalai rombongan ang ie kiamsu.
Roda roda kereta menggelinding terus menerus. orang sudah
melalui lie lebih tatkala mendadak kereta kereta itu mesti
dihentikan. Itulah sebab terdengarnya satu teriakan dan seorang
kiamSu jatuh roboh dengan mulutnya mengeluarkan darah Segar.
Dia mati Seketika.
"Ada terjadi apakah" " tanya Nona Hoan, yang turun dari
keretanya. "Seorang kiamsu roboh mati seketika," Ban Liang menjawab.
"Adakah suatu pertanda" " sinona bertanya
"Dia seperti terkena hajaran tangannya seorang laykee," sahut
Ban Liang pula.
"Lay kee" ialah ahli silat bagian dalam, sebagaimana "gwa kee"
adalah ahli silat bagian luar. Nona itu menghela napas.
"Dilihat dari sini, jangan jangan para kiamsu itu sukar tiba sampai
di Siong San," katanya.
"ciu ceng juga belum sadarkan diri, inilah Untung baik dari dia."
"Kenapa begitu, nona" " tanya Siauw Pek.
"Dengan dia belum sadarkan diri, jiwanya seperti terlindung..."
"Ada hal yang lohu tidak mengerti..." berkata Ban Liang.
"Apakah itu, Ban Huhoat" "
"Lohu bicara dari hal kiamsu yang baru saja roboh mati itu.
Loohu telah memeriksanya, dia ternyata bukan mati karena racun.
Kalau dia terhajar hingga dia terluka dibagian dalam, siapakah yang
menghajarnya" Di sepanjang jalan tak ada juga musuh yang
menghadang."
"Mungkin dia telah terluka dari siang siang karena lukanya
kumat, dia mati ditengah perjalanan ini."
"Nona cerdas, apa tidak ada daya nona untuk mencegah
terulangnya kejadian seperti ini" " Ban Liang tanya. Si nona
menggelengkan kepala.
"Inilah sebabnya kenapa aku ingin lekas lekas tiba di Siong San
Sebenarnya orang orang Sin Kun itu dapat kita gunakan sebagai
tentara kita."
"Kalau kejahatan itu tidak dicegah, apakah kita bisa menonton
saja disepanjang perjalanan kita ini" " tanya Siauw Pek.
"pada saat itu belum ada daya untuk menolong mereka,"
menjawab si nona, yang segera naik pula keatas keretanya. Siauw
Pek memandang Ban Liang.
"Kalua dia mati karena kumatnya luka di bagian dalam, mestinya
mereka roboh semua serentak," katanya. "Kenapa yang roboh
hanya dia seorang diri saja" " Ban Liang menyeringai sedih.
"Lohu sudah tua dan berpengalaman, belum pernah mengalami
peristiwa seperti ini," sahutnya masguL
Siauw Pek menghela napas terus ia berdiam.
Dari dalam keretanya si nona terdengar suaranya: "Mari kita
melanjutkan perjalanan"
Terpaksa Ban Liang memberikan isyaratnya untuk berangkat.
Mayat si kiamsu dikubur sekedar saja.
Di dalam perjalanan lebih jauh, peristiwa si kiamsu tadi terulang.
Bencana menimpa setiap rekannya yang masih hidup itu. Selalu asal
terdengar teriakan, seorang prajurit tentu roboh binasa. Juga
dengan muntah darah.
Aneh pula kejadian itu tidak mengganggu sahabat mereka yang
masih hidup, Mereka itu tak peduli, tak kaget, tak menaruh
perhatian sama sekali. Mereka tetap berjalan bagaikan mayat mayat
hidup,.. Siauw Pek dan Ban Liang menyaksikan peristiwa itu, mereka
cuma bisa berduka dan menghela napas. Tak ada daya untuk
mencegah. Ketika akhirnya pada waktu tengah hari rombongan Kim Too BUn
tiba dikaki gunung Siong San, sisa kiamsu tinggal empat orang.
Yang lainnya dapat nasib seperti kawan kawannya terdahulu itu.
Ban Liang menjadi seorang Kang ouw yang berpengalaman, ia
tahu tentang aturan partai Siauw Lim Sie, terutama aturan dipusat
partai pada saat saat upacara atau sembahyang besar, orang luar
tak dapat datang secara bebas ke kuil yang tersohor itu. Terutama
kaum Bu Lim Rimba Persilatan siapa yang lancang, dia akan
dirintangi dan diserang. Maka itu hendak ia mencegah kereta yang
terdepan maju terus. Tapi, baru ia mau membuka mulutnya, kereta
sudah berhenti dengan mendadak.
Kiranya hal itu disebabkan dimuka jalan itu, disisi jalan, terdapat
sebuah batu besar yang terukir empat huruf besar ini: "Kuda/kereta
dilarang masuk"
"Apakah kita jalan terus dengan turun dari kereta" " tanya Oey
Eng dan Kho Kong.
"Kita sudah tiba disini, itu berarti kita sudah memasuki wilayah
Siauw Lim Sie," Ban Liang memberi keterangan. "Kalau orang biasa
datang kemari, walaupun dia melanggar aturan, tidak apa, paling
juga dia ditegur dan disuruh kembali. Tidak demikian terhadap
orang Bu Lim, apalagi yang membekal senjata..."
"Habis bagaimana caranya kita mesti maju ini" " tanya Siauw
Pek. "Kita harus menurut menggunakan aturannya."
"Apa dan bagaimanakah aturannya itu" "
"Kita mengirim kartu nama dahulu, untuk mengutarakan maksud
ke datangan kita guna menunjukkan hormat."
"Jikalau begitu, kita perlu berdamai dahulu dengan Nona Hoan-"
"Nanti loohu yang memberitahukan si nona," berkata Ban Liang,
yang terus pergi menghampiri kereta Soat Kun-Belum lagi jago tua
itu membuka mulutnya, tenda Nona Hoan sudah tersingkap dan
sebelah tangan yang putih halus sudah diulur keluar, tangan mana
yang menyerahkan sebuah amplop merah yang besar seraya si
nona berkata: "Aku telah menyediakan kartu nama ini untuk kita
berkunjung dengan menuruti aturan disini"
Ban Liang menyambuti. Ia membaca alamatnya, yaitu ketua
Siauw Lim Pay, dan sipengirim, ketua Kim Too Bun"Nona memikir sempurna, loohu telah menduganya," katanya.
"Sekarang tolong Huhoat mengajak Oey Huhoat pergi
menyampaikan kartu nama kita ini," berkata si nona. "Kami
menantikan disini."
"Memang kita harus menantikan disini. Jalan kedepan itu sudah
terlarang."
"Sudah lamakah adanya aturan ini" "
"Kita dahulu loohu datang kemari, aturan ini belum ada, kereta
dapat maju sampai di muka kuil sekali"
"Kalau begitu, aturan ini belum lama berlakunya."
"Paling lama juga sampai tiga puluh tahun. Loohu berkunjung
kemari pada tiga puluh tahun dahulu."
"Kita berhenti disini, itu artinya kita mesti mendaki dengan jalan
kaki." "Yang sulit ialah ciu ceng dan Han in Taysu yang satu tak
sadarkan diri, yang lainnya CaCat kakinya."
"Berapakah sisa kiamsu kita" "
"Dapatkah mereka memikul tandu atau joli" "
"Harap saja mereka tak bakal mati ditengah jalan..."
"Masih berapa jauhkah untuk tiba kuil Siauw Lim Sie" "
"Kira-kira delapan lie lebih."
"Baiklah. sekarang huhoat boleh pergi bersama Oey Huhoat.
Minta Kho Huhoat tolong Carikan beberapa potong bambu buat
membikin semaCam gotongan bagi kita untuk mengangkat ciu ceng
dan Han in Taysu."
"Baik nona," kata Ban Liang, yang terus pergi bersama Oey Eng.
Dan Kho Kong pergi mencari bambu, yang mudah didapatkan
didekat tempat itu. Dengan cepat ia membuat tandu darurat, maka
juga ciu ceng dan Han in Taysu dapat dipindahkan ketandu itu.
soat Kun turun dari keretanya, dengan dua helai cita hitam, ia
Lencana Pembunuh Naga 15 Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Cinta Bernoda Darah 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama