Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga Kemala 13

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 13


Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara yang lebih gemuruh dari pada suara mereka. Semua
orang terkejut karena suara itu datangnya dari luar guha. Hai-tok yang paling dulu tahu akan
keadaan di situ, lebih dahulu meloncat bangun. Dia merasa adanya sesuatu yang luar biasa dan
mencurigakan sekali. Ketika dia tidak melihat gerakan anak buahnya, wajahnya berubah merah.
"Ada bahaya ?"".!" Serunya.
Berbareng dengan seruannya itu, terdengar bunyi tambur di luar, disusul suara parau
penuh gertakkan, "Kalian yang berada di dalam guha, menyerahlah. Pasukan kerajaan telah
mengepung tempat ini. Lebih baik menyerah dan menjadi tawanan kami dari pada harus kami
kerahkan pasukan dengan jalan kekerasan !"
Mendengar itu, Hai-tok terbelalak penuh kemarahan dan semua orang mengusir
kecurigaan mereka terhadap Hai-tok yang tadinya timbul. "Di sini Tang Kok Bu, majikan Pulau
Layar yang bicara !" Teriakannya nyaring sekali sehingga akan mudah terdengar oleh mereka
yang berada di luar guha. "Hari ini kami mengadakan perayaan hari ulang tahun kami yang ke
tujuhpuluh lima, dengan mengundang beberapa sahabat baik kami. Apa salahnya dengan itu "
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
375 Kami tidak pernah bermusuhan dengan pasukan pemerintah. Apa maksudnya kini pasukan
pemerintah mengepung tempat ini dan menyuruh kami menyerah ?"
Hening sejenak setelah gema suara Hai-tok melenyap. Seolah-olah mereka yang berada di
luar itu berunding sebelum menjawab teriakan tadi. Kemudian terdengar pula suara parau dari
luar. "Tang Kok Bu ! Kami sudah tahu apa yang tersembunyi di balik pestamu itu ! Engkau
mengundang pemberontak-pemberontak, tokoh-tokoh pemberontak dari dunia persilatan untuk
berunding dan mengatur rencana pemberontakan lebih lanjut. Kami mengenal banyak diantara
tamu-tamu sebagai pemberontak-pemberontak di daerah Kanton dan sekitarnya, juga pengacaupengacau yang suka menganggu pasukan-pasukan pemerintah di selatan kota raja. Lebih baik
menyerah dengan tenang dan serahkan para pemberontak itu kepada kami. Mereka yang ternyata
tidak berdosa, setelah melalui pemeriksaan, tentu akan dibebaskan kelak !"
"Ha " ha " ha, tidak kusangka bahwa Hai-tok hanya besar lagaknya saja. Mengatur
pertemuan begini saja sudah bocor sehingga kita dikepung pasukan pemerintah !"
Hai-tok mengepal tinju. "Ini tentu ada yang membikin bocor. Tentu ada anjing
pengkhianat, penjilat penjajah Mancu di sini !"
"Siancai, tidak perlu ribut, yang penting kita harus dapat lolos dari tempat ini," kata
Siauw-bin-hud. Kini terdengar bunyi terompet dan membanjirlah pasukan yang bersenjata tombak, golok
atau pedang, menyerbu bagaikan air bah ke dalam guha itu melalui pintu-pintu yang ada.
Agaknya semua jalan masuk telah dipenuhi oleh pasukan sehingga terpaksa para tamu itu
membela diri. Tentu saja pasukan itu bukan lawan para tamu yang rata-rata adalah orang-orang
sakti yang memiliki kepandaian silat tinggi. Akan tetapi, Karena semua jalan keluar sudah
tertutup dan pasukan itu berjumlah amat banyak, keadaan menjadi berbahaya sekali. Kalau
mereka diserang anak panah, apa lagi senjata api, atau tempat itu dikurungi api dan mereka
diserang dengan asap, akan celakalah mereka. Juga, andaikata mereka terus dikurung beberapa
hari saja, mereka tentu akan menjadi kelaparan dan akhirnya akan tewas juga.
Pengepungan itu membuat beberapa orang tamu merasa panik dan mereka lalu nekat
menyerbu ke luar guha. Tentu saja disambut pengeroyokan puluhan, bahkan ratusan orang anak
buah pasukan. Terjadilah perkelahian-perkelahian seru di luar guha, di mana para penyerbu yang keluar itu mengalami pengeroyokan banyak sekali lawan. Melihat ini, Hai-tok khawatir kalau-kalau banyak di antara tamunya yang akan roboh dan tewas. Betapapun lihainya, mana mungkin
menghadapi pengeroyokan ratusan orang di tempat yang sempit itu " Biarpun akan berhasil
membunuh banyak pengeroyok, akhirnya akan roboh juga. Dia sudah memperhitungkan segala
kemungkinan, maka dengan cepat dia lalu berseru.
"Cepat kalian ikut aku melarikan diri melalui air ! Cepat sebelum terlambat !" Dan
diapun lalu meloncat begitu saja ke depan guha dan tubuhnya meluncur ke bawah, ke arah air
laut ! Tang Ki atau Kiki yang sejak pertemuan itu tadi seringkali mengerling ke arah Ci Kong,
pemuda yang pernah menolongnya, kini menghampiri pemuda itu. "Ci Kong, mari ikut aku
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
376 melarikan diri. Tidak ada jalan lain untuk melarikan diri selain seperti yang dianjurkan oleh suhu tadi." Sebelum pemuda itu sempat menjawab, gadis itu telah menarik tangannya ke tepi tebing
depan guha. Melihat air laut jauh di bawah, di tempat yang amat curam itu, tentu saja Ci Kong merasa
ngeri. "Ah, kau hendak mengajak aku bunuh diri ?" tanyanya kepada Kiki.
"Kau masih tidak percaya padaku " Baiklah, kalau bunuh diri juga berdua dengan aku.
Nah, siaplah !" Gadis itu lalu menarik tangan Ci Kong dan keduanya meloncat ke bawah ! Ci
Kong terkejut sekali akan tetapi karena dia mendapat kenyataan bahwa gadis itupun meloncat
bersama dia, maka dia mulai percaya dan membiarkan dirinya jatuh bersama gadis itu yang masih memegang pergelangan tangannya.
"Tahan napas dan jatuhkan dirimu dengan tegak lurus !" Kiki sempat berkata sebelum
tubuh mereka menimpa air. Ci Kong melupakan rasa ngerinya dan diapun menahan napas,
mencoba untuk mengatur keseimbangan tubuhnya. Akan tetapi tetap saja dia menimpa air dengan
pinggul lebih dulu.
"Byurrrr .......... ! Keduanya tenggelam dan Ci Kong merasa pinggulnya sakit bukan
main. Akan tetapi gadis itu masih memegang lengannya dan kini mereka cepat timbul kembali ke
permukaan air. Ci Kong, gelagapan, akan tetapi tubuhnya tidak tenggelam karena Kiki telah
mencengkeram pundaknya.
"Ke sini ?"". !" Terdengar suara Hai-tok dan ternyata kakek itu telah mendayung
sebuah perahu yang memang disembunyikan di bawah tebing untuk keperluan darurat. Kiki
berenang sambil menarik tubuh Ci Kong dan keduanya dapat naik ke dalam perahu itu.
Sementara itu, melihat betapa Ci Kong, Kiki dan Hai-tok sudah meloncat ke bawah,
banyak orang mengikuti jejak mereka. Berlompatanlah mereka ke bawah dan tubuh mereka
diterima air laut dengan lunak. Di situ sudah ada Hai-tok dan muridnya, keduanya adalah ahliahli renang yang amat mahir, yang cepat menolong mereka itu naik ke dalam perahu. Di antara
tigapuluh orang itu, ada sepuluh orang yang tertinggal di atas, mengamuk dan membunuh banyak
anggauta pasukan pemerintah untuk akhirnya tewas dikeroyok ratusan orang. Tak seorangpun di
antara mereka yang mau menyerah, dan merekapun tewas setelah merobohkan dan membunuh
puluhan orang pengeroyok. Yang lainnya, kurang lebih duapuluh orang, telah selamat berada di
perahu yang disediakan oleh Hai-tok di bawah tebing karang yang curam itu dan kini perahu itu bergerak perlahan menyusuri pantai dan akhirnya mendarat di bagian yang sunyi dan jauh dari
tebing itu. "Terpaksa kita bubaran di sini dan kami merasa menyesal sekali setelah terjadi peristiwa
yang tidak terduga-duga ini. Baiklah, kita saling berpisah karena aku harus mempersiapkan diri.
Pemerintah tentu tidak akan tinggal diam dan Pulau Layar tentu akan diserbu. Mari kita berlumba untuk mendapatkan harta karun itu dan peristiwa tadi makin mempertebal tekadku untuk
membantu perjuangan menumbangkan kekuasaan penjajah Mancu !" demikian Hai-tok berkata
dengan penuh semangat, kemudian bersama Kiki dia menggerakkan perahu kembali ke tengah
lautan menuju ke Pulau Layar. Sementara itu, para tamu yang berhasil diselamatkan, termasuk
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
377 tiga orang di antara Empat Racun Dunia bersama murid mereka, Siauw-bin-hud dan Ci Kong,
segera meninggalkan tempat itu dengan berpencar.
Akan tetapi Siauw-bin-hud menahan Thian-tok, San-tok, dan Tee-tok. "Omitohud ..........,
sungguh sayang sekali bahwa perundingan yang baik dan sudah mulai berhasil itu diganggu
penyerbuan pasukan pemerintah. Bagaimana kalau pinceng mengundang kalian bertiga bersama
murid-murid kalian untuk melanjutkan perundingan sambil bersembunyi dari pengejaran pasukan
ke dalam kuil Siauw-lim-si yang tua dan tidak begitu jauh dari sini ?"
Tee-tok segera menyatakan kesediaannya. "Bagus, aku memang ingin sekali bercakapcakap sebagai sahabat dengan Siauw-bin-hud yang sudah sekian lamanya kekagumi namanya dan
sudah kukenal kehebatannya sejak dahulu. Aku ingin minta banyak petunjuk darimu, Siauw-binhud." Akan tetapi Thian-tok mengerutkan alisnya. "Hwesio tua, kiranya sudah cukup kita bicara
tadi. Terlalu banyak bicara tidak ada gunanya bagiku. Dari tangankulah Giok-liong-kiam hilang dan karena itu, aku merasa paling tertekan dan paling besar kewajibanku untuk merampas
kembali pedang itu, dibantu oleh dua orang muridku ini. Siu Coan, Seng Bu, mari kita pergi !"
Guru dan dua orang muridnya itu lalu pergi setelah siu Coan dan Seng Bu berpamit.
"Bagaimana dengan engkau, San-tok ?"
San-tok saling pandang dengan muridnya, lalu dia berkata, "Aha, sesungguhnya akupun
masih kangen kepada kalian dan ingin bicara panjang lebar dan saling bertukar pikiran. Akan
tetapi aku harus membagi tugas dengan muridku." Lalu dia berkata kepada Lian Hong, "Hong
Hong, engkau tahu apa yang harus kaulakukan. Biarlah ini merupakan ujian bagimu. Dapatkan
pusaka itu lalu bawa kepadaku. Nah, pergilah sekarang juga."
"Tapi, suhu .......... bagaimana dengan .......... sumoi ?"".?"
San-tok terbelalak, nampaknya bingung dan terheran-heran. "Apa " Sumoi .........." Ah,
benar, anak itu ..........!" Dia teringat bahwa yang dimaksudkan oleh muridnya adalah Diana.
Hampir lupa dia kepada gadis bule yang menjadi muridnya itu. Sialan !
"Persetan ?""."
"Suhu, kalau suhu bersikap demikian, aku tidak akan mau melaksanakan perintah !" Lian
Hong berkata dengan sikap tegas sehingga San-tok merasa kewalahan dan agak kemalu-maluan
karena di depan dua orang kakek itu muridnya berani menantangnya.
Benar saja, Tee-tok sudah tertawa mengejek. "Huh, mampus kau, Jembel Gunung ! kau
keras kepala, muridnya lebih keras kepala lagi. Mau kulihat siapa yang menang !"
San-tok menghela napas. "Sudahlah ?"". Memang nasibku yang sial. Baik, pergilah,
Hong Hong, aku akan mengurus anak setan itu."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
378 Jilid XVI *****
Tapi, suhu, berjanjilah dulu bahwa suhu tidak akan mencelakainya."
"Anak bandel ! Apa kaukira aku sudah gila, mencelakai murid sendiri ?" Tapi melihat
sinar mata muridnya, dia mengangguk-angguk. "Baiklah, baiklah, aku berjanji ?""."
Lian Hong merasa lega. Ia mengenal baik gurunya yang juga seperti kakeknya sendiri itu.
San-tok memang seorang tokoh atau datuk sesat yang memiliki watak aneh dan tergolong ganas
dan buas, tidak mengenal arti perikemanusiaan atau sopan santun, tidak perduli akan segala tata cara atau kesusilaan. Akan tetapi, di balik itu semua terdapat suatu watak yang gagah perkasa atau menghargai kegagahan dan sekali gurunya itu berjanji, dia tidak akan mau melanggar
janjinya sendiri seperti sikap seorang yang menjunjung tinggi kegagahan. Maka, setelah
memperoleh janji suhunya, ia lalu memberi hormat kepada semua orang dan pergi dari situ
dengan ilmu lari cepatnya yang membuat bangga San-tok dan membuat kagum semua orang.
"Siancai, muridmu itu memang hebat, San-tok," kata Siauw-bin-hud, teringat akan
pertemuannya pertama dengan Lian Hong yang menyerang dan memukul kepalanya.
"Ha " ha " ha, berkat kebaikan budimu ia memperoleh kemajuan, hwesio tua," jawab
San-tok . "Akan tetapi sekarang aku harus memisahkan diri untuk menjemput anak setan itu."
"Aha, kiranya si jembel gunung mempunyai seorang murid perempuan lagi yang disebut
sumoi oleh muridmu tadi ?" Tee-tok berkata. San-tok yang biasanya suka senyum-senyum terus
itu kini agak cemberut. Teringat betapa muridnya yang ke dua ini seorang gadis bule dan belum bisa apa-apa, sungguh tak dapat dibanggakan sama sekali, hatinya tak senang.
Dia tidak menjawab pertanyaan Tee-tok, melainkan bertanya kepada Siauw-bin-hud di
mana letaknya kuil yang dimaksudkan. Setelah diberi tahu, dia lalu meloncat dan pergi dari situ untuk menjemput Diana yang ditinggalkan di sebuah kuil tua yang rusak.
Sementara itu, Siauw-bin-hud dan Ci Kong melakukan perjalanan menuju ke kuil yang
dimaksudkan Siauw-bin-hud bersama Tee-tok dan Ciu Kui Eng. Dua orang kakek itu bercakapcakap di sepanjang perjalanan dan dua orang muda-mudi itu berjalan di belakang mereka. Karena Ci Kong dan Kui Eng pernah bertemu, bahkan berkenalan secara mengesankan sekali, mula-mula
berkelahi dan Ci Kong pernah menyelamatkan Kui Eng dari pengeroyokan pasukan pemerintah,
maka setelah kini ada kesempatan, keduanya juga bercakap-cakap dengan lirih.
Sejak pertemuannya yang pertama dengan Kui Eng, hati Ci Kong memang telah tertarik.
Dia merasa kagum dan suka kepada gadis itu, walaupun gadis itu adalah puteri mendiang Ciu
Lok Tai atau Ciu Wan-gwe yang pernah mencelakakan ayahnya. Dia sama sekali tidak melihat
watak jahat dalam diri gadis ini. Sebaliknya malah, biarpun gadis ini menjadi murid seorang
datuk sesat seperti Tee-tok, namun jelas bahwa gadis ini berwatak gagah perkasa, penentang
kejahatan dan bahkan bersemangat besar untuk menjadi seorang pahlawan, seorang patriot yang
membela tanah air dan bangsa !
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
379 Ci Kong tidak tahu tentang cinta. Dia tidak tahu apakah dia mencinta gadis ini, akan tetapi
yang jelas, dia merasa kagum dan suka kepada gadis yang bermata tajam, berwatak keras agak
angkuh namun gagah perkasa, galak akan tetapi manis dan kalau tersenyum bukan main
manisnya itu. "Nona, apa saja yang telah kaualami semenjak pertemuan kita yang pertama dahulu itu ?"
tanyanya lirih.
Kui Eng tersenyum dan mukanya menjadi agak kemerahan. Ia masih teringat betapa
dalam keadaan pingsan dikeroyok pasukan, ia pernah ditolong pemuda ini yang memondongnya
dan membawanya keluar dari kepungan. Dan betapa ia salah sangka, bukannya berterima kasih
bahkan menyerang pemuda ini. Kemudian, betapa Ci Kong sama sekali tidak merasa menyesal
atau sakit hati atas perlakuannya yang tidak patut, sebaliknya pemuda itu bahkan membantunya
mengangkat jenazah keluarganya untuk dikuburkan dengan sepatutnya walaupun amat sederhana.
Perpisahan antara mereka adalah perpisahan dua orang sahabat dan di lubuk hatinya, Kui Eng
selalu terkenang kepada pemuda itu dengan perasaan hati kagum dan berterima kasih.
"Aku hanya membantu gerakan orang-orang gagah yang melawan pasukan pemerintah,
dan kadang-kadang juga melakukan pembersihan terhadap penjahat-penjahat yang sengaja
bersikap semena-mena dan merajalela di dusun-dusun dalam keadaan perang yang kacau itu. Ada
kalanya kami dengan kawan-kawan menghadang pasukan kulit putih dan mengganggu mereka.
Dan kau ?"
"Ah, selama ini aku tidak melibatkan diri dengan perang, tidak berpihak mana-mana
sesuai dengan sikap Siauw-lim-pai selama ini. Aku hanya menentang kejahatan dan membela
mereka yang lemah membutuhkan bantuan saja. Akan tetapi sekarang keadaannya sudah berubah
banyak. Agaknya Siauw-lim-pai juga melihat bahwa tanah air dan bangsa harus dibela."
"Pernahkah engkau berhasil mencari Giok-liong-kiam ?" tanya pula Kui Eng.
Pemuda itu menggeleng kepala. "Bertemu dengan yang bernama Koan Jit itupun belum
pernah. Dan Kau ?"
Kui Eng tersenyum. Pertanyaan yang duajukan pemuda ini sama benar dengan yang
dilakukannya tadi, singkat namun akrab sekali. "Wah, aku hampir celaka di tangan iblis itu.
Koan Jit itu memang lihai bukan main. Aku pernah bertemu dengan dia dan bahkan kami
berkelahi, akan tetapi dia berhasil menawanku dengan obat bius. Aku pasti telah celaka di
tangannya kalau saja tidak tertolong oleh adik Lian Hong .........."
"Murid San-tok tadi ?"
"Benar, adik Hong sungguh hebat. Karena pertolongannya maka sampai sekarang aku
masih bernapas, tentu saja juga karena pertolonganmu dahulu."
"Dan kalian berhasil mendapatkan Giok-liong-kiam ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
380 Kui Eng tersenyum dan melirik. "Kalau sudah kami dapatkan perlu apa sekarang ributribut " Kami hanya mampu mengusir Koan Jit, akan tetapi tidak pernah melihat pedang pusaka
itu. Entah kalau adik Lian Hong karena sejak itu, baru tadi kami saling jumpa, dan belum sempat kami bercakap-cakap."
Tidak begitu leluasa mereka bercakap-cakap karena mereka berdua berjalan di belakang
dua orang kakek yang berjalan di depan mereka. Benar seperti yang dikatakan kakek Siauw-binhud, tak lama kemudian merekapun tiba di sebuah kuil yang tersembunyi di dalam hutan kecil di daerah lereng bukit. Kuil itu selain menjadi tempat pertapaan beberapa orang hwesio Siauw-lim-si yang suka akan keheningan dan kesunyian, juga melayani beberapa buah dusun di sekitar bukit itu.
Hanya ada lima orang hwesio di kuil sederhana dan tua itu. Mereka ini terkejut bukan
main melihat kedatangan Siauw-bin-hud. Dengan berlutut mereka menyambut dengan segala
kehormatan karena kepala hwesio itu masih terhitung cucu murid Siauw-bin-hud.
"Ha-ha, pinceng hanya akan merepotkan kalian," kata Siauw-bin-hud. "Karena kami dan
kawan-kawan dikejar-kejar pasukan, kami akan beristirahat di sini dan pinceng ingin meminjam
sebuah ruangan untuk bercakap-cakap dengan beberapa orang sahabat."
"Tentu saja teecu terima dengan senang hati dan merasa mendapat kehormatan yang
takkan teecu lupakan selama hidup !" kata para hwesio itu dan memasuki kuil dan membawa
mereka ke ruangan belakang yang luas, bersih dan berhawa jernih karena menghadapi kebun
terbuka. Mereka lalu duduk, menerima hidangan air minum dan makanan sederhana, bercakapcakap sambil menanti kedatangan San-tok.
Hati San-tok masih merasa tak senang dan mendongkol ketika tiba di kuil tua di mana dia
dan Lian Hong meninggalkan Diana. Kalau menurut kata hatinya, ingin dia meninggalkan gadis
bule itu atau bahkan kalau perlu membunuhnya agar tidak merepotkannya lagi. Dia mempunyai
murid seorang gadis kulit putih berambut kuning emas bermata biru " Huh ! Seperti setan ! Apa lagi kalau diingat betapa orang-orang kulit putih telah mendatangkan malapetaka di negerinya.
Sepatutnya dia membunuhi semua orang kulit putih ! Racun madat mereka sebarkan di antara
rakyat, ditukar dengan kekayaan rakyat. Mereka itu berpesta pora di atas mayat-mayat rakyat
karena kalau dilanjutkan penyebaran madat yang dijual mahal itu, akhirnya orang-orang kulit
putih yang menjadi kaya raya sedangkan rakyat menjadi miskin habis-habisan dan selain miskin
juga tubuh mereka menjadi rusak !
Ketika dia menyelinap ke dalam kuil. Dia melihat Diana sedang duduk bersila dan tekun
bersamadhi. Huh, gadis bule itu telah mendapat latihan-latihan permulaan dalam ilmu siulian dari Lian Hong. Memang muridnya itu mengajarkan siulian (Samadhi) hanya untuk mengajar gadis
bule itu menjaga keselamatan badannya dan menenangkan batinnya.
Melihat betapa seorang diri di kuil tua itu, yang amat sunyi, Diana tekun melatih diri,
berkuranglah rasa tidak suka di hati San-tok. Bagaimanapun juga, gadis bule ini memang benar
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
381 memiliki semangat besar dan tekun belajar. Orang dengan kemauan dan semangat sebesar ini
dapat diharapkan akan memperoleh kemajuan pesat.
San-tok memberatkan langkah kakinya sehingga terdengar suara keras dan lantai kuil
itupun tergetar. Diana terkejut, membuka matanya dan begitu dilihatnya kakek yang menjadi
gurunya itu telah berada di situ, ia cepat bangkit dengan muka cerah. Sepasang matanya yang
biru itu memandang dengan berseri-seri.
"Ough, kiranya suhu yang datang " Mana suci (kakak seperguruan) Lian Hong ?"
Kembali perasaan tidak suka menyelinap di hati kakek itu. Matanya begitu biru, seperti
mata iblis dalam dongeng, rambutnya seperti benang emas. Sungguh menyeramkan dan
menjijikkan ! Dan menyebut dia "suhu" begitu mesra, juga menyebut Hong Hong "suci".
Menyebalkan. Akan tetapi dia segera teringat akan janji-janjinya kepada gadis bule ini untuk
mengambilnya sebagai murid, juga janjinya kepada Lian Hong tadi bahwa tidak akan mencelakai
Diana. Kakek itu menarik napas panjang, tidak segera menjawab pertanyaan Diana.
"Mari kau ikut bersamaku, Diana. Hong Hong sedang melaksanakan tugas." Tanpa
banyak cakap lagi dia lalu melangkah keluar dari kuil itu. Diana cepat mengejarnya dan kakek itu berjalan cepat sekali sehingga Diana terpaksa harus berlari-larian untuk dapat mengimbangi
kecepatannya. Karena tidak pernah berlatih lari terus-terusan seperti itu, maka tak lama kemudian Diana sudah terengah-engah berlari di samping San-tok yang masih berjalan seenaknya. Dia tidak perduli melihat gadis itu sudah terengah-engah dan melangkah terus dengan langkah-langkah
lebar. Diana hampir tidak kuat lagi, akan tetapi gadis ini memiliki keangkuhan dan kekerasan
hati, sama sekali tidak ingin memperlihatkan kelemahannya, apa lagi di depan gurunya ! Ketika kedua kakinya tersandung batu, membuat ia terhuyung, hampir ia tidak kuat karena napasnya


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semakin memburu. Akan tetapi ia lalu teringat akan cerita Lian Hong bahwa belajar silat tidaklah mudah, harus berani menghadapi segala macam kesukaran dan bahkan guru mereka, seperti guru-guru lain yang mengajarkan ilmu silat, sering kali menguji murid-muridnya. Wah, ini tentu
merupakan ujian dari gurunya, pikir Diana. Karena itu, sampai bagaimanapun juga, ia sama
sekali tidak boleh memperlihatkan kelemahannya ! Pikiran ini, secara aneh sekali, mendatangkan semangat dan juga kekuatan sehingga kalau tadi napasnya sudah hampir putus kini ia merasa kuat lagi dan berjalan setengah berlari dengan penuh semangat ! Kakinya merasa ringan, dan
napasnya tidak memburu lagi seperti tadi. San-tok melihat perubahan itu dan dia merasa heran, akan tetapi juga kagum. Tadi dia tentu saja melihat betapa gadis itu sudah hampir tidak kuat dan dia merasa girang sekali dapat menyiksanya . Dia ingin melihat gadis itu roboh tidak kuat agar dapat dia memarahi dan mengejek, agar ia tidak tahan dan tidak suka menjadi muridnya. Akan
tetapi napas yang hampir putus itu kini tersambung kembali dan semangat yang hampir runtuh itu bangkit kembali ! Mau tidak mau dia merasa kagum juga dan mengerti bahwa gadis ini memang
memiliki tekad yang amat besar.
Akhirnya tibalah mereka di kuil Siauw-lim-si itu. Dua orang hwesio penghuni kuil itu
yang menyambut di luar, terbelalak keheranan melihat betapa tamu yang berpakaian tambaltambalan itu datang bersama seorang gadis bule yang rambutnya kuning emas dan matanya biru !
Biarpun gadis itu mengenakan pakaian petani dan gerak-geriknya seperti seorang gadis pribumi, namun jelaslah bahwa gadis itu seorang gadis kulit putih. Memang ada orang bule di negeri ini, akan tetapi biarpun orang bule itu memiliki kulit putih dan bulu yang keputih-putihan pula,
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
382 namun rambutnya tidak kuning emas dan matanya tidak biru seperti itu !Akan tetapi karena
mereka berdua sudah menerima tugas untuk menyambut tamu-tamunya, mereka memberi hormat
dan mempersilahkan San-tok dan Diana untuk langsung saja masuk ke ruangan belakang kuil di
mana tamu-tamu terdahulu sudah berkumpul.
Dengan langkah lebar San-tok memasuki ruangan itu, meninggalkan Diana di
belakangnya. Dengan gembira dia melihat bahwa Siauw-bin-hud dan Tee-tok sudah duduk
bersila di atas lantai beralaskan bantal-bantal untuk siulian, dan juga murid hwesio itu bersama murid Tee-tok berada di situ. Mereka berempat menyambut kedatangannya dengan pandang mata
gembira akan tetapi mata mereka terbelalak ketika melihat munculnya Diana di belakang Santok. Jadi murid ke dua dari San-tok adalah seorang gadis kulit putih " Hampir mereka tak
percaya. San-tok tentu saja merasakan keheranan dan kekagetan semua orang itu dan untuk
mengurangi rasa tak enak di hatinya itu diapun cepat-cepat menghampiri mereka, berlutut dan
hendak duduk bersila seperti yang lain.
"Kau ?"".! Kau ?"". Penolongku yang budiman itu ?"".!" Tiba-tiba Diana
berseru dengan suara gembira bukan main dan selagi semua orang masih bengong memandang
kepadanya, gadis ini lalu berlari menghampiri Ci Kong. Pemuda inipun masih terheran-heran
melihat Diana datang bersama San-tok dan tadinya dia tidak ingat siapa adanya gadis bule itu.
Akan tetapi begitu Diana berteriak kepadanya, dia teringat bahwa itu adalah gadis yang pernah ditolongnya ketika diculik oleh tukang-tukang pukul dari Kanton yang hendak memaksa gadis itu pulang ke kota.
"Ah, aku girang sekali bertemu denganmu di sini dan aku berterima kasih sekali !" Diana
tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan Ci Kong dan .........." cup ! cup ! ia telah mencium kedua pipi Cio Kong !
Tentu saja peristiwa ini membuat semua orang menjadi bengong. Ci Kong sendiri tak
mampu mengelak karena selain dia sama sekali tidak mengira akan dicium begitu saja oleh gadis bule itu di depan orang banyak, juga dia terlalu kaget, malu dan bingung sehingga ketika dicium kedua pipinya, dia hanya terbelalak saja ! Ciu Kui Eng hampir menjerit dan menggunakan jari
tangan menutupi mulut untuk menahan jeritnya. Tentu saja gadis inipun merasa kaget setengah
mati dan sukar mengatakan perasaan apa yang memenuhi hatinya saat itu. Perbuatan seorang
wanita mencium pria begitu saja di depan banyak orang, baginya merupakan suatu perbuatan
yang amat tidak patut dan tidak tahu malu ! Akan tetapi iapun melihat kewajaran dari sikap gadis bule itu, seolah-olah ia tidak pernah melakukan suatu kesalahan dan sikapnya benar-benar sikap seorang yang merasa amat gembira bertemu dengan orang yang agaknya selalu dibuat kenangan.
Siauw-bin-hud hanya tersenyum lebar melihat adegan itu, walaupun alisnya yang putih
panjang itu agak berkerut. Sebagai seorang yang sudah memiliki pengalaman luas dan batin yang kokoh kuat, Siauw-bin-hud tidak heran melihat adegan itu dan dia tahu bahwa gadis itu
menyatakan kegembiraan dan terima kasihnya secara langsung menurutkan gejolak hatinya, akan
tetapi betapapun juga dia merasa betapa perbuatan gadis ini tentu mengguncangkan perasaan
semua orang yang hadir di situ, terutama sekali membuat muridnya, Ci Kong, berada dalam
keadaan yang serba salah. Hwesio yang menjadi ketua kuil itu, yang tadi bangkit berdiri
menyambut tamu barunya, berdiri bengong dan tak dapat bergerak seperti telah berubah menjadi
arca. Juga Tee-tok mengerutkan alisnya dan melirik dengan perasaan tidak senang berbayang di
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
383 wajahnya. Tee-tok diam-diam mengharapkan untuk dapat menjodohkan muridnya dengan
pemuda didikan Siauw-bin-hud itu, maka kini melihat pemuda itu diciumi oleh seorang gadis
bule di depan umum, sungguh membuat hatinya merasa tidak nyaman.
Yang paling terkejut setengah mati adalah San-tok. "Ya ampuuunnn ?"".!"
Demikian dia mengeluh dan memandang dahinya sendiri, matanya terbelalak, mulutnya melongo
dan dia merasa malu dan marah bukan main. Rasa tidak sukanya kepada Diana semakin menebal.
Sungguh sialan, pikirnya. Perempuan bule ini benar-benar membikin malu saja dengan ulahnya
yang ganjil dan tidak sopan, amat memalukan dia yang menjadi gurunya, yang membawa masuk
ke kuil ini. Padahal, diam-diam seperti halnya Tee-tok, San-tok ini juga mempunyai keinginan
untuk menjodohkan muridnya, Lian Hong, dengan Ci Kong yang dikaguminya. Bukankah pernah
dia menyalurkan sinkang membantu pemuda ini di waktu masih kecil seperti halnya Siauw-binhud membantu Siauw Lian Hong " Bukankah perbuatan dan sikap mereka berdua sebagai orangorang tua, yang dilakukan tanpa sengaja, seperti sudah memberi tanda ikatan jodoh, antara dua orang anak itu "
"Anak gila ! Apa yang kaulakukan ini ?" San-tok membentak keras dan kalau saja di situ
tidak hadir orang-orang sakti yang dikaguminya, mungkin dia sudah turun tangan memukul mati
gadis kulit putih itu.
Diana seperti baru sadar dan ketika ia menengok, ia melihat betapa semua orang
memandang kepadanya dengan aneh. Baru teringatlah ia bahwa perbuatannya yang spontan tadi
merupakan perbuatan yang ganjil dan asing bagi mereka ini, mungkin dianggap tidak sopan,
maka mukanya tiba-tiba menjadi merah sekali.
"Suhu, pendekar ini pernah menyelamatkan aku dari tangan anggauta pasukan Hui-houwtin yang dipimpin oleh Koan Jit. Aku belum sempat mengucapkan terima kasih karena dia sudah
cepat melarikan diri. Kini, berjumpa dengan penolongku di tempat ini, hal yang sama sekali tidak kuduga-duga, aku menjadi gembira sekali dan ingin menyampaikan rasa terima kasihku
kepadanya."
"Benarkah itu, orang muda ?" San-tok bertanya sambil memandang kepada Ci Kong.
Pemuda itu masih bengong. Dapat dibayangkan betapa bingungnya rasa hati pemuda ini.
Dia diciumi begitu saja, di depan orang banyak, terutama di depan Kui Eng ! Bagaimana Kui
Eng akan menanggapi adegan yang memalukan tadi " Celaka, dia sampai tidak berani
mengangkat muka bertemu pandang dengan Kui Eng. Dia merasa malu sekali.
Mendengar pertanyaan San-tok, Ci Kong mengangguk. "Benar, locianpwe." Lalu dia
menoleh ke arah Diana dan menegur halus, "Nona, perbuatanmu tadi tidak sepatutnya. Sungguh
tidak sopan melakukan perbuatan terima kasih seperti itu, di depan orang banyak pula."
Diana sudah menyesali perbuatannya tadi. "Maafkan aku, maafkan. Sungguh aku
melakukannya tanpa kusadari, saking gembiranya rasa hatiku. Sejak engkau menolongku lalu
pergi begitu saja, aku merasa menyesal bukan main. Kini, tanpa kuduga-duga, aku berjumpa
denganmu di sini, maka aku terdorong oleh luapan hati yang gembira. Maafkan ?""."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
384 Ketika ia melihat bahwa semua orang masih kelihatan bingung dan kacau, ia melanjutkan katakatanya dengan cepat, "Maaf, sungguh bukan maksud saya untuk bersikap tidak sopan. Sekarang
saya teringat bahwa perbuatanku tadi dapat dianggap tidak sopan, akan tetapi, sesungguhnya
bukan demikian maksudku. Saya ?"". saya berterima kasih, bersukur sekali telah dapat
bertemu dengan pendekar yang selama ini selalu kukenang dengan hati penuh penyesalan karena
belum sempat saya mengucapkan terima kasih. Ciuman ?"". eh, tadi itu merupakan
pernyataan terima kasih dan kegembiraan, bukan ?"". bukan tidak sopan ..... ah, saya harap
anda sekalian dapat memaklumi ....."
Melihat sikap gadis bule ini yang demikian penuh penyesalan dan wajar, dan mendengar
betapa gadis asing itu dapat bicara dengan gaya yang demikian lancar, sopan dan sejujurnya, di dalam hati semua orang kecuali San-tok, telah timbul perasaan simpati dan mereka mau
memaafkan. Bahkan Kui Eng lalu tersenyum ramah.
"Sobat, engkau cantik sekali dan jujur. Siapakah namamu ?" Kui Eng menegur dengan
ramah. Diana memandang kepada gadis itu dan iapun kagum. Seorang gadis yang manis, dan
kelihatan begitu gagah. "Namaku Diana, dan siapakah engkau, sobat yang manis ?"
Kui Eng tersenyum gembira. Baru bicara sedikit saja, ia sudah mulai suka kepada gadis
bule ini, gadis dari bangsa yang dianggap musuhnya. "Namaku Ciu Kui Eng."
"Kui Eng, apakah engkau juga gagah perkasa dan lihai seperti suci Lian Hong ?"
Kui Eng tertawa. "Ah, mana aku bisa dibandingkan dengan adik Lian Hong yang lihai ?"
Tiba-tiba Tee-tok mengeluarkan suara ketawa nyaring. "Ha " ha, jembel gunung, inikah
muridmu itu " Hemm, benar hebat kau, memilih murid dari bangsa kulit putih yang justeru
sedang kita tentang !"
San-tok menjadi serba salah, tidak mampu menjawab. Akan tetapi Diana sudah
menghadapi Tee-tok dengan sinar mata bernyala penuh kemarahan. "Kakek tua, kuharap engkau
sopan sedikit dan tidak menghina guruku. Apa kesalahan guruku kepadamu maka engkau berani
memaki dan menghinanya ?"
Kui Eng khawatir kalau-kalau gurunya marah dan turun tangan terhadap gadis asing ini,
maka iapun mendahului dan menghampiri Diana. "Diana, engkau adalah seorang gadis kulit
putih. Engkau tahu bahwa bangsamu sedang dimusuhi oleh bangsa kami. Bagaimana engkau kini
mendekati orang-orang seperti kami, bahkan menjadi murid San-tok, seorang diantara kami yang
memusuhi bangsamu ?"
Pertanyaan yang dilontarkan Kui Eng ini mewakili suara hati semua orang, bahkan juga
suara hati San-tok, maka mereka semua mendengarkan dengan penuh perhatian sambil
memandang wajah gadis bule itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
385 Diana menarik napas panjang, lalu menatap wajah Kui Eng, bahkan melepas pandang
matanya ke sekeliling sebelum menjawab dengan suara tegas dan jelas.
"Tidak salah, sobat, aku adalah seorang gadis kulit putih, berkebangsaan Inggeris. Juga
tidak salah bahwa bangsaku telah melakukan hal yang amat jahat terhadap bangsa kalian dan
tidak mengherankan kalau bangsaku dimusuhi di sini. Akan tetapi, justeru karena itulah aku tidak mau kembali kepada bangsaku. Setelah aku bertemu dengan suci Lian Hong, dan aku merasakan
kehidupan di dusun-dusun, aku melihat betapa bangsaku telah berbuat jahat demi mencari
keuntungan. Aku merasa malu dan aku ingin sekedarnya menebus keburukan mereka dengan
bersaudara dengan rakyat, mempelajari kesenian rakyat, kebudayaannya, dan kemudian, siapa
tahu, dengan kepandaian yang dapat kupelajari di sini, aku akan dapat menentang dan
mengingatkan kesalahan bangsaku."
"Omitohud .........., cita-cita ini amat luhur. Akan tetapi, nona, bagaimana kalau kelak
mereka tidak mendengarkan peringatan yang kauberikan ?"
Diana memandang hwesio tua itu dan diam-diam ia merasa tunduk. Hwesio ini memiliki
pandang mata yang demikian mencorong tapi lembut dan penuh pengertian mendalam seolaholah di dunia ini tidak ada rahasia apa-apa lagi baginya.
"Lo-suhu," katanya penuh hormat. "Kalau sampai mereka tidak mau menerima
peringatan yang akan saya berikan kelak, maka saya akan menggunakan segala kepandaian yang
ada pada saya untuk menentang perbuatan mereka yang jahat ! Demi untuk membela kebenaran
dan keadilan, saya rela mati di tangan bangsaku sendiri karena menentang mereka."
"Siancai .......... gadis ini biarpun berkulit putih namun semangatnya besar dan berjiwa
pendekar. Engkau beruntung sekali mendapatkannya sebagai murid, San-tok."
Akan tetapi hati San-tok tidak merasa gembira oleh ucapan Siauw-bin-hud ini, bahkan dia
lalu berkata kepada Diana, "Kau keluarlah dulu, aku mau bicara dengan mereka mengenai urusan
penting !"
Tentu saja wajah Diana berubah agak pucat. Ia sudah mendengar dari Lian Hong bahwa
kakek yang menjadi gurunya ini seorang yang aneh, kadang-kadang jahat dan kejam sekali
walaupun memiliki kesaktian. Akan tetapi tak disangkanya gurunya akan tega
memperlakukannya seperti ini, mengusirnya dari depan banyak orang secara merendahkan sekali.
Akan tetapi ia teringat akan pesan Lian Hong agar mentaati semua perintah suhunya, maka iapun mengangguk dan mengundurkan diri, keluar dari ruangan belakang itu menuju ke kebun.
Melihat ini, Siauw-bin-hud merasa tidak enak. "Ci Kong, temanilah gadis itu. Sebagai
seorang tamu sudah sepantasnya ia kita sambut dengan baik."
Tentu saja Ci Kong merasa tidak enak sekali. Sebetulnya, hatinya tidak keberatan untuk
menemani seorang seperti Diana yang walaupun seorang gadis kulit putih namun harus diakuinya
amat cantik, walaupun kecantikannya itu asing baginya. Namun, dia sedang berada di antara
tokoh-tokoh besar, bahkan terutama sekali di situ ada Kui Eng ! Dia akan merasa lebih senang menemani Kui Eng dari pada gadis asing ini !
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
386 "Kui Eng, engkaupun pergilah menemani mereka. Kami orang-orang tua mau bicara," tiba-tiba
Tee-tok berkata. Ucapan ini menggirangkan hati Kui Eng yang segera bangkit dan turun ke kebun itu, akan tetapi juga menggirangkan hati Ci Kong karena dengan adanya Kui Eng, tidak perlu lagi dia merasa kaku dan malu-malu harus menemani Diana dari pada kalau dia berdua saja dengan
gadis bule itu.
Setelah tiga orang muda itu memasuki kebun dan tak nampak lagi dari ruangan itu, Santok yang ingin segera menyampaikan keinginan hatinya lalu berkata, "Siauw-bin-hud, aku akan
menyampaikan suatu rahasia. Kebetulan sekali Tee-tok di sini, biarlah dia menjadi saksi."
Siauw-bin-hud dapat menduga bahwa tentu kakek berpakaian tambal-tambalan itu hendak
menyampaikan hal yang amat penting sekali. Akan tetapi dia bersikap tenang saja dan berkata,
"Omitohud, pinceng siap mendengarkan, San-tok."
"Tadinya, rahasia ini akan kusimpan sampai mati, karena memang aku ingin mengalihkan
perhatian seluruh tokoh-tokoh agar tidak mengetahui rahasiaku ini. Akan tetapi setelah kita
mengadakan pertemuan di tempat pesta Hai-tok, pendirianku berubah. Aku hendak bicara tentang
rahasia Giok-liong-kiam !"
Mendengar ini, Siauw-bin-hud yang biasanya tenang itupun kini mengangkat muka
memandang penuh perhatian. Apa lagi Tee-tok. Dia memandang rekannya dengan sinar mata
mencorong dan penuh curiga.
"Jembel gunung ! Jangan katakan bahwa engkau sudah merampas Giok-liong-kiam dari
tangan murid pertama Thian-tok yang murtad itu !"
San-tok mengangguk-angguk. "Terus terang saja, memang aku belum berhasil
menemukan Giok-liong-kiam, akan tetapi dapat dikatakan bahwa Giok-liong-kiam sudah berada
di tanganku ! Akan tetapi sebelum aku melanjutkan ceritaku yang akan membuka rahasia Giokliong-kiam, aku ingin minta pendapat kalian lebih dulu."
"Pendapat bagaimana ?" tanya Siauw-bin-hud.
"Bagaimana pendapat kalian tentang orang yang akan mampu menemukan harta karun itu
dan menyerahkannya untuk keperluan perjuangan menumbangkan pemerintah penjajah dan
menentang bangsa kulit putih " Apa hadiah untuknya ?"
"San-tok, apakah kau masih pura-pura lagi " Bukankah kau sendiri yang mengajukan
usul bahwa dia yang berhasil itu akan memperoleh pedang pusaka Giok-liong-kiam, dan
selanjutnya dianggap sebagai pahlawan dan jagoan nomor satu di dunia ?" Tee-tok menegur.
"Itu benar, dan hal itu sudah menjadi persetujuan bersama," sambung Siauw-bin-hud.
"Aku tidak akan menyangkal persetujuan itu, Siauw-bin-hud, akan tetapi aku ingin
menambahkan sedikit, yaitu bahwa apa bila aku yang berhasil menemukan harta karun itu,
mengingat bahwa muridku Siauw Lian Hong yang banyak berjasa dalam hal itu, aku ingin agar
engkau suka menyetujui Hong Hong menjadi jodoh muridmu, Tan Ci Kong."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
387 Mendengar ini, Tee-tok terkejut dan cepat mencela. "Ah, itu tidak ada sangkut pautnya
dengan urusan Giok-liong-kiam ! San-tok, baru saja aku hendak minta kepada Siauw-bin-hud
agar muridnya itu dijodohkan dengan muridku Ciu Kui Eng. Karena engkau sudah menyatakan
lebih dulu, biarlah akupun mengajukan pinangan dan kita lihat, siapa diantara murid-murid kita yang akan diterima menjadi calon isteri murid Siauw-bin-hud ."
Kini Siauw-bin-hud yang merasa terkejut dan dia memandang kepada wajah dua datuk
sesat itu dengan hati yang agak cemas. Pinangan orang biasa saja merupakan hal yang wajar dan menerima atau menolaknya merupakan peristiwa biasa yang takkanmendatangkan akibat apapun.
Akan tetapi pinangan orang-orang seperti mereka ini, kalau ditolak tentu akan mendatangkan
akibat apapun. Akan tetapi pinangan orang-orang seperti mereka ini, kalau ditolak tentu akan
mendatangkan akibat buruk, dan kini yang mengajukan pinangan sekaligus adalah dua orang !
Menerima yang satu tentu akan menolak yang lain dan dia menjadi serba salah. Akan tetapi,
Siauw bin-hud hanya sedetik dua detik saja dicekam kecemasan. Dia sudah tersenyum kembali.
"Omitohud, betapa lucunya kalian ini, ha " ha " ha " ha !" Kakek tua renta itupun
tertawa bergelak, suara ketawa yang halus dan penuh kegembiraan.
Sejenak dua orang datuk sesat itu saling pandang dengan sikap bermusuhan, akan tetapi
mendengar suara ketawa itu, San-tok berkata, "Siauw-bin-hud, apa engkau merasa terlalu tinggi bagi orang macam aku ?"
"Engkau berani memandang rendah kepadaku, dan muridku tidak pantas menjadi jodoh
murid Siauw-lim-pai ?" Tee-tok juga menegur. Dua orang datuk sesat itu nampak penasaran
sekali dan siauw-bin-hud menarik napas panjang, akan tetapi masih tersenyum lebar. Baru
bayangan bahwa pinangan itu ditolak saja sudah membuat kedua orang datuk ini nampak
penasaran dan marah. Apa lagi kalau benar-benar ditolak ! Dia tidak takut akan ancaman
mereka, akan tetapi dia mengkhawatirkan perpecahan akan terjadi di antara mereka, pada hal
dalam menghadapi kekalutan tanah air, mereka sudah sepakat untuk bekerja sama.
"Siancai .......... harap kalian bersabar dan tidak mengambil keputusan dan pendapat
tergesa-gesa yang tidak tepat. Siapakah yang menolak dan siapakah yang menerima " Kalian
tentu tahu bahwa perjodohan hanya dapat terlaksana kalau ada persetujuan kedua pihak, maksud
piceng pihak mereka yang tersangkut. San-tok, engkau mengajukan pinangan, apakah engkau
telah yakin bahwa muridmu itu mencinta Ci Kong ?"
Ditanya demikian, San-tok memandang bingung. "Aku tidak tahu, akan tetapi .......... ia
tentu mau, ia harus mau .........."
"Bagaimana dengan engkau, Tee-tok, apakah muridmu itu mencinta Ci Kong ?"
"Wah, mana aku tahu " Agaknya begitulah. Seharusnya begitu karena muridmu itu
seorang pemuda yang baik dan alangkah baiknya kalau kita menjadi besan ?""."
Siauw-bin-hud memperlebar senyumnya. "Omitohud, kalian ini dua orang tua yang
berpikiran singkat dan seperti kanak-kanak saja. Bagaimana kalian berani lancang mengajukan
pinangan kalau kalian belum tahu apakah murid-murid kalian itu mencinta cucu muridku, belum
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
388 tahu apakah murid-murid kalian akan menyetujui " Lancang, sungguh lancang ! Bagaimana
kalau andaikata pinangan kalian diterima kemudian ternyata bahwa murid-murid kalian itu tidak setuju " Bukankah ini berarti kalian menghina kepada yang dipinang ?"
Kembali dua orang datuk itu saling pandang dengan bingung. "Tidak, aku tidak
menghina, dan aku akan memaksa muridku untuk menyetujui !" kata San-tok.
"Akupun yakin muridku akan setuju, kalau ia menolak, akan kupaksa !"
"Nah, nah, itulah pikiran kekanak-kanakan, main paksa-paksaan. San-tok, pinceng sudah
melihat muridmu itu dan agaknya orang seperti ia tidak akan dapat dipaksa, apa lagi untuk
menikah dengan pria yang tidak dicintanya. Dan sekelebatan saja melihat muridmu, engkaupun
akan mengalami kesulitan yang sama, Tee-tok. Anak-anak seperti mereka berdua itu tidak akan
mudah ditundukkan, apa lagi menyangkut kehidupan mereka sendiri, kebahagiaan mereka
sendiri." "Hwesio tua, mengenai muridku, itu adalah urusanku sendiri, engkau tidak perlu ikut
campur. Yang penting, engkau terima atau tidak pinanganku ?" teriak San-tok.
"Benar, harus diputuskan sekarang siapa di antara kami yang pinangannya diterima, agar
tidak membuat kami ragu-ragu dan penasaran," sambung Tee-tok tak mau kalah.
"Omitohud, kalian memang hanya anak-anak kecil belaka. Mana mungkin pinceng dapat
mengambil keputusan " Kalau yang kalian pinang itu adalah pinceng, maka tentu saja
sekarangpun pinceng dapat mengambil keputusan ! Hei, San-tok dan Tee-tok, apakah kalian
meminang pinceng untuk dijodohkan dengan murid-murid kalian ?" Hwesio itu berkelakar untuk


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendinginkan suasana.
"Hwesio tua jangan pecengisan !" San-tok membentak, akan tetapi dari mukanya dapat
diketahui bahwa diapun merasa geli dan kemarahannya sudah banyak berkurang.
"Siapa sudi punya mantu seperti kau, tua bangka yang sudah tinggal menanti saatnya
saja ?" Tee-tok membentak.
Siauw-bin-hud tertawa bergelak. Kemudian dia berkata dengan suara yang serius, "Santok, dengarkan baik-baik. Andaikata kedua murid kalian itu setuju dengan pinangan kalian,
andaikata mereka itu mencinta Ci Kong, itupun belum menjadi syarat bagi pinceng untuk
menerima pinangan kalian. Yang dipinang adalah Ci Kong dan ini sepenuhnya merupakan urusan
dan persoalan dia, maka keputusannya adalah di tangannya sendiri. Kalau dia suka menjadi suami seorang di antara murid kalian, pincengpun setuju saja. Akan tetapi kalau dia tidak suka, siapapun tidak akan dapat memaksanya. Dan pinceng kira kalian akan menjadi guru-guru yang bijaksana
kalau bertindak seperti yang pinceng lakukan."
Dua orang datuk sesat itu kembali saling pandang dan agaknya mereka dapat melihat
kebenaran kata-kata pendeta itu. Mereka kinipun merasa ngeri kalau membayangkan watak
murid mereka masing-masing yang keras hati. Memang seharusnya bertanya dulu kepada anakanak itu. Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
389 "Baiklah, aku tunda dulu pinangan itu dan akan kurundingkan dulu dengan muridku. Asal
engkau tahu saja isi hatiku yang ingin berbesan denganmu," kata San-tok.
"San-tok, kini engkau harus menceritakan apa rahasia tentang Giok-liong-kiam yang
kauketahui itu," Tee-tok mendesak.
San-tok memandang kepada rekannya yang bertubuh pendek kecil berkepala botak
hampir gundul itu dan dia tertawa. "Heh-heh, engkau ini hwesio bukan tosupun bukan, pendeta
setengah matang, cerewet seperti perempuan bawel saja, tidak mau kalah dalam segala hal. Kau
mau tahu tentang Giok-liong-kiam yang diperebutkan itu " Ha-ha, Giok-liong-kiam yang
diperebutkan itu, yang tadinya dirampas oleh Thian-tok dengan menggunakan nama Siauw-binhud, kemudian dicuri kembali oleh Koan Jit, pedang itu adalah pedang Giok-liong-kiam yang
palsu." "Palsu .......... ?"" Tee-tok berteriak, sedangkan Siauw-bin-hud juga memandang tajam
kepada San-tok. Tentu saja berita ini merupakan berita yang amat penting sekali. Namanya telah dihebohkan karena pedang pusaka itu, bahkan dia telah mempergunakan waktu bertahun-tahun
untuk mencari perampas Giok-liong-kiam yang mempergunakan namanya. Bukan itu saja,
seluruh tokoh kang-ouw berebutan dan terjadi perkelahian-perkelahian, korban-korban nyawa,
dan semua itu untuk memperebutkan sebuah benda palsu !
"Ya, palsu, Giok-liong-kiam di tangan Koan Jit itu adalah pedang yang palsu, ha-ha !"
San-tok tertawa-tawa dengan gembira sekali.
"Aku tidak percaya !" Tee-tok membentak, mukanya merah karena dia mengira rekannya
itu mempermainkannya.
"Ha " ha " ha, kalau tidak percaya, pergilah kau mencari Koan Jit untuk memperebutkan
pedang palsu dengan dia. Ha-ha, memang orang seperti engkau ini lebih patut kalau
memperebutkan sebuah benda palsu dari pada mempercaya seorang seperti aku !"
"Omitohud, pinceng percaya ceritamu itu, San-tok," kata Siauw-bin-hud dan suaranya
terdengar mengandung kekecewaan. Kalau dia bersusah payah selama bertahun-tahun dan
namanya dihebohkan hanya untuk urusan pedang palsu, itu bukan merupakan hal yang
mengecilkan hatinya sekarang ini. Akan tetapi yang mendatangkan kecewa adalah kenyataan
bahwa kalau pedang itu palsu, berarti harta karun itupun tidak akan bisa ditemukan. Mendengar ucapan tokoh Siauw-lim-pai itu yang mempercayai cerita San-tok, Tee-tok menjadi ragu-ragu
dan diapun kini memandang kepada San-tok dengan penuh harapan untuk memperoleh
keterangan lebih lanjut.
"Hwesio tua, engkau memang belum pikun dan dapat berpikir secara bijaksana sekali.
Aku memang tidak berbohong."
"Siancai .........., kalau begitu, musnahlah cita-cita kita bersama untuk mencari harta karun agar dapat dipergunakan membiayai perjuangan rakyat .........."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
390 "Ha " ha " ha, jangan khawatir, Siauw-bin-hud. Akulah yang akan menemukan harta
karun itu. Secara kebetulan aku mendapatkan keterangan tentang palsunya Giok-liong-kiam di
tangan Koan Jit itu dan bukan hanya itu yang kuketahui. Akupun mengetahui rahasia bagaimana
untuk dapat menemukan harta karun itu."
"Kau membual !" teriak Tee-tok. "Kalau benar demikian, apa maksudmu menceritakan
kepada kami tentang kepalsuan Giok-liong-kiam ?" Tentu saja Tee-tok merasa curiga karena
biasanya, orang-orang seperti mereka, apa lagi Empat Racun Dunia, selalu mempergunakan
siasat dan tipu muslihat untuk mengelabui orang lain demi keuntungan diri sendiri. Maka,
keterangan San-tok ini tentu tak dapat ditelannya mentah-mentah begitu saja.
"Ha " ha " ha, dasar tolol tetap tolol ! Kalau tidak ada sebab-sebabnya, apa kaukira aku
begitu bodoh untuk menceritakan ini semua kepada orang seperti engkau, Tee-tok " Sudah
kukatakan tadi, rahasia ini tentu saja kusimpan sendiri dan aku bersama muridku akan tertawa
geli sampai perut kaku melihat betapa kalian semua orang kang-ouw saling berlumba
memperebutkan pusaka yang berada di tangan Koan Jit itu. Tadinya aku memang ingin begitu,
melihat kalian seperti anjing-anjing berebutan tulang busuk, sedangkan aku diam-diam akan
mengambil dan menikmati harta karun itu. Akan tetapi, setelah pertemuan di pesta Hai-tok,
pendirianku berubah. Kita adalah rekan-rekan seperjuangan dan persatuan demi tanah air ini
membuat aku memaksa diri mengesampingkan kepentingan pribadi. Aku sengaja menceritakan
agar kalian tidak membuang-buang waktu memperebutkan pusaka palsu itu. Nah, belum juga
engkau menghaturkan terima kasih kepadaku, Tee-tok ?"
"Terima kasih hidungmu ! Engkau masih merahasiakan tempat harta karun dan akan
mengambilnya sendiri untuk memiliki Giok-liong-kiam tulen dan mendapatkan sebutan pahlawan
dan jagoan nomor satu ! Akan tetapi, mengenai perjodohan murid-murid kita, aku tidak mau
mengalah kalau engkau hendak memaksa Siauw-bin-hud menyerahkan muridnya !"
Mendengar nada suara menantang itu, San-tok mengerutkan alisnya dan menatap wajah
rekannya itu dengan tajam. "Kalau tidak mau mengalah, lalu kau mau apa ?"
"Mau apa ?" Tee-tok melompat berdiri dan sikapnya menantang sekali. "Hayo majulah,
kaukira aku takut padamu ?"
"Cacing pita ! Akupun tidak takut !" San-tok juga melompat berdiri.
"Omitohud, kalian ini benar-benar seperti anak kecil." Siauw-bin-hud tahu-tahu sudah
berdiri di antara mereka. "Harta karun belum ditemuka, perjuangan belum dilakukan, dan kalian sudang ingin saling genjot dan saling bunuh sendiri " Pejuang-pejuang macam apa kalian ini "
Celaka, kalau semua pejuang seperti kalian, belum apa-apa kita sudah kehabisan tenaga."
Dua orang kakek yang sudah saling melotot itu sadar dan keduanya duduk kembali
dengan muka merah. "Wah, aku memang pelupa dan pemarah. Dia itu yang membikin darah
naik !" kata San-tok. "Maaf, Siauw-bin-hud. Menghadapi orang macam dia itu memang bisa
bikin orang lupa daratan !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
391 Watak dan sikap dua orang datuk sesat ini memang menggelikan, seperti anak-anak saja
mereka itu. Akan tetapi, bukankah kita semua ini hanyalah anak-anak yang besar tubuhnya
saja " Apa bedanya kita dengan anak-anak " Masih selalu memperebutkan sesuatu, masih
cengeng, masih suka berkelahi, mesih mengejar-ngejar kesenangan ! Kalau orang yang susah
menjadi kakek berhadapan dengan anak cucunya, mungkin dia bersikap seperti seorang kakek.
Akan tetapi sikap ini sesungguhnya dipaksakan berhubung keadaan, karena malu dan merasa tua.
Akan tetapi, kumpulkanlah kakek-kakek itu dengan teman-teman sebayanya, maka akan kembali
menjadi anak-anak nakal ! Hal ini tentu dirasakan oleh kita semua yang mau melihat diri sendiri dan tidak berpura-pura ! Kita ini hanya anak-anak besar tubuhnya. Tubuh kita memang tumbuh
menjadi besar, akan tetapi batin kita kadang-kadang bahkan semakin kecil, sarat dengan segala macam kepalsuan dan pamrih-pamrih tersembunyi, sedangkan anak-anak belum mengenal
kepalsuan dan pamrih-pamrihnya tidak tersembunyi.
Karena merasa bersalah, Tee-tok lalu memperlihatkan sikap berbaik kembali dengan Santok. Memang para datuk sesat itu aneh wataknya. Mudah tersinggung dan mudah marah sampai
tega membunuh kawan, akan tetapi juga tidak mendendam dan mudah melupakan perselisihan
antara mereka. "Hei, San-tok. Engkau sudah mempunyai seorang murid perempuan yang baik, kenapa
engkau mengambil murid perempuan bule itu " Untuk apa punya murid seperti itu ?"
"Aih, kau tidak tahu ! Siapa sudi mempunyai murid seperti itu " Akan tetapi ini semua
gara-gara ulah muridku Hong-Hong. Ialah yang memaksaku menerima Diana sebagai murid, dan
aku diakali olehnya, kalah janji. Kalau aku tidak mau menjadi guru Diana, berarti aku menjilat ludah sendiri. Sialan !"
Mereka lalu bercakap-cakap dengan Siauw-bin-hud, membicarakan keadaan tanah air dan
berita-berita yang mereka dengar tentang gerakan para pejuang, tentang kedudukan Koan Jit yang kuat dan tentang cita-cita mereka untuk menumbangkan kekuasaan penjajah Mancu dan
menghalau kekuasaan asing kulit putih.
Sementara itu, Diana, Ci Kong dan Kui Eng berjalan-jalan di kebun yang luas itu. Mereka
lalu duduk di ujung kebun, jauh dari kuil, di bawah pohon yang rindang di mana terdapat bangku-bangku bersih yang seolah-olah tersenyum mempersilahkan mereka duduk. Tempat itu memang
nyaman sekali. Terdapat rumpun bambu yang gemersik tertiup angin, setiap ujung daun bergerak
sendiri-sendiri seperti memiliki kehidupan pribadi, padahal merupakan serumpun, dan semua
garis, semua lengkung, semua warna, antara cahaya dan bayangan, membentuk pandangan yang
mengandung kesenian bernilai tinggi.
Mereka tadi sudah berkenalan sambil berjalan-jalan dan hati Diana girang sekali telah
sempat berkenalan dengan penolongnya dan memperoleh sahabat baru yang demikian cantik
manis dan gagah perkasa. Diam-diam ia membandingkan Kui Eng dengan Lian Hong dan
biarpun hatinya lebih condong kepada sahabat lamanya itu, namun harus diakuinya bahwa teman
barunya inipun amat menarik dan mengagumkan.
"Ci Kong, sungguh aku minta maaf kepadamu atas peristiwa tadi. Aku tidak berniat buruk
sama sekali dan aku lupa diri."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
392 Kui Eng tersenyum lebar melihat wajah pemuda itu menjadi merah sekali. "Tentu saja
engkau tidak berniat buruk dan perbuatanmu itupun tidak buruk, bahkan manis sekali, Diana !
Engkau tidak perlu minta maaf karena Ci Kong tentu senang juga dengan perbuatanmu tadi."
Tentu saja Kui Eng berkata demikian untuk menggoda sehingga wajah pemuda itu menjadi
semakin merah. "Sudahlah, Diana," Ci Kong berkata dengan halus dan diapun merasa dekat dengan gadis
bule ini karena selain pandai sekali berbahasa daerah, juga gadis ini amat akrab, menyebut
namanya dan nama Kui Eng begitu saja sehingga mereka segera menjadi akrab dan dapat
bercakap-cakap tanpa sungkan-sungkan lagi. "Segala yang dilakukan tanpa unsur kesengajaan
untuk mengganggu orang lain adalah tidak salah. Perbuatanmu itu kaulakukan karena kebiasaan
cara hidup di negeri dan bangsamu. Akan tetapi di sini, perbuatan itu bisa dianggap tidak sopan, dan amat mengejutkan orang yang melihatnya."
"Aku tahu, tapi ketika aku melihatmu di sana, sungguh aku menjadi lupa diri dan hanya
menurutkan kegembiraan hati saja. Salahmu sih, dahulu itu kenapa engkau pergi begitu saja tanpa pamit " Coba kaubayangkan, Kui Eng, dia baru saja menyelamatkan nyawaku dari ancaman
maut, akan tetapi dia terus pergi tanpa pamit. Hati siapa takkan merasa menyesal " Maka begitu bertemu, aku begitu gembira sampai lupa diri."
"Tentu saja, Diana," kata Kui Eng. "Engkau tahu siapa Tan Ci Kong " Biarpun namanya
saja cucu murid locianpwe Siauw-bin-hud, akan tetapi dia adalah muridnya, murid tunggal yang
memiliki kepandaian tinggi. Dia seorang pendekar Siauw-lim-pai dan seorang pendekar besar
memang selalu bertindak tanpa pamrih. Satu-satunya yang mendorong perbuatannya hanyalah
menentang kejahatan, melindungi yang lemah, dan membela kebenaran dan keadilan. Setelah
menyelamatkanmu, berarti tugasnya selesai dan perlu apa dia menanti balasan atau ucapan terima kasih ?"
"Begitukah .......... ?" Diana memandang kepada Ci Kong dan matanya yang biru lebar itu
terbelalak penuh kagum. Mula-mula Ci Kong balas memandang, akan tetapi melihat betapa mata
biru amat indah dan lebar bening itu menatapnya seperti itu, dia tidak berani lama-lama
memandang. Sekarang dia mulai merasakan keindahan dan kecantikan wajah gadis bule ini !
"Wah, kalau begitu para pendekar di sini lebih hebat dari pada para ksatria dalam dongeng rakyat di negeriku !"
"Bagaimana dengan pahlawan-pahlawan dan ksatria-ksatria di negerimu ?"
"Mereka juga pembela kebenaran dan keadilan, akan tetapi mereka masih ingin
memperoleh pahala, terutama sekali memperoleh hadiah gelar dan puteri." Ia kembali
memandang wajah pemuda itu. "Jadi para pendekar di sini yang selalu siap menyumbangkan
tenaga dengan taruhan nyawa untuk membela kebenaran dan keadilan, selalu tidak pernah
menerima balas jasa apapun ?"
Kui Eng menggeleng kepala. "Kalau menerima balas jasa itu namanya bukan pendekar,
Diana. Seperti Ci Kong ini, bukan hanya tak pernah menerima balas jasa, bahkan sering
menerima air tuba sebagai balas air susu yang diberikan."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
393 "Maksudmu ?"
"Dia menolong, akan tetapi yang ditolongnya membalasnya dengan kejahatan."
"Ah, mana mungkin ?"
"Mungkin saja ! Pernah dia menyelamatkan seorang gadis yang terancam bahaya maut,
akan tetapi gadis yang diselamatkan nyawanya itu, tidak berterima kasih malah menyerangnya
dan hampir membunuhnya ?""."
"Kui Eng ?"". ! Ci Kong mencoba untuk mencegah gadis itu melanjutkan.
Akan tetapi Kui Eng tersenyum, dan berkata, "Menceritakan hal yang sebenarnya terjadi,
tidak ada salahnya."
"Ah, aku tidak percaya. Mana ada orang yang begitu jahat, diselamatkan nyawanya malah
menyerang dan hampir membunuh penolongnya dan tidak berterima kasih " Tidak mungkin,
mana ada orang seperti itu ?"
"Inilah orangnya !" kata Kui Eng sambil menunjuk dada sendiri. "Ci Kong ini pernah
menolongku ketika aku dikepung pasukan pemerintah. Aku sudah terluka dan kehabisan tenaga
dan jatuh pingsan ketika Ci Kong menolongku, membawa aku keluar dari kepungan dan
menyelamatkan aku dari ancaman maut. Kalau tidak ada dia yang turun tangan, tentu aku sudah
mati. Akan tetapi begitu siuman dari pingsan, aku lalu menyerangnya mati-matian !"
"Ihhh ?"". !" Diana berseru kaget dan mengerutkan alisnya.
"Jangan mudah dibohongi, Diana," kata Ci Kong sambil tertawa. "Kui Eng melakukan
serangan itu tanpa disadarinya. Ia mengira bahwa saya seorang musuh, maka ia menyerang matimatian. Setelah ia tahu bahwa saya bukan musuh, kami lalu menjadi sahabat baik."
"Ah, kalau begitu aku mengerti. Aku tidak percaya orang seperti kau ini demikian
jahatnya, membalas kebaikan dengan kejahatan, Kui Eng." Ia lalu memandang kepada Ci Kong
dan sebuah pikiran membuat wajah gadis bule ini berseri dan seperti biasa, ia langsung saja
mengatakan apa yang dipikirkannya itu. "Ah, kalian ini sungguh merupakan sepasang pendekar
yang amat cocok ! Ci Kong seorang pemuda tanpan dan gagah perkasa berwatak halus dan
budiman, sedangkan Kui Eng adalah seorang gadis yang cantik manis dan lihai pula."
Mendengar ucapan yang sama sekali tak pernah mereka sangka dilontarkan begitu saja
dari mulut Diana, Ci Kong dan Kui Eng saling pandang dan muka mereka mendadak menjadi
kemerahan. "Aih, kau ini ada-ada saja, Diana ! Mana mungkin aku disamakan dengan pendekar ini "
Dia adalah murid dari locianpwe Siauw-bin-hud, dia seorang pendekar muda yang perkasa dari
Siauw-lim-pai, sedangkan aku " Aku keturunan jahat, dan aku murid seorang datuk sesat yang
biasa berkecimpung dalam dunia kejahatan. Diana, kau seperti membandingkan aku sebagai
seekor burung gagak dan dia sebagai seekor burung Hong."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
394 "Nona ?"". Kui Eng, jangan engkau berkata demikian." Ci Kong cepat membantah.
"Baik buruknya seseorang nampak dalam sepak terjang kehidupannya, bukan dari keturunan atau
perguruannya."
"Cocok !" Diana berkata sambil tertawa. "Aku sudah mendengar banyak dari suci Lian
Hong tentang Empat Racun Dunia. Dan akupun sekarang menjadi murid seorang di antara
mereka. Akan tetapi, yang kupelajari adalah ilmu silatnya, bukan perbuatan jahat."
Tidak lama kemudian, muncul tiga orang kakek itu, mengajak murid-murid mereka
melanjutkan perjalanan. Tiga orang kakek itu sudah bersepakat. San-tok hendak melanjutkan
usahanya mencari harta karun. Tee-tok ingin menyampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan
agar menghentikan usaha mereka merampas Giok-liong-kiam dari tangan Koan Jit yang ternyata
hanya merupakan benda palsu. Sedangkan Siauw-bin-hud akan mengabarkan kepada para tokoh
besar di dunia para pendekar agar segala permusuhan pribadi antara kaum persilatan dihentikan dulu sehingga seluruh kekuatan dapat dipersatukan untuk perjuangan. Mereka berjanji akan
saling bertemu kembali kalau San-tok sudah berhasil menemukan harta karun.
Hati Ci Kong merasa berat harus berpisah dari Diana dan Kui Eng, dua orang gadis yang
amat menyenangkan hatinya itu. Di dalam perjalanannya mengikuti Siauw-bin-hud kembali ke
pusat Siauw-lim-si, Ci Kong membayangkan wajah gadis-gadis yang pernah dijumpainya dan
membanding-bandingkan mereka. Dan harus diakuinya bahwa mereka semua itu, Siauw Lian
Hong, Ciu Kui Eng, Tang Ki, bahkan juga Diana, merupakan gadis-gadis pilihan yang selain
memiliki kecantikan-kecantikan khas, juga mempunyai watak-watak yang aneh dan menarik.
Dia sendiri tidak tahu apakah dia jatuh cinta kepada seorang di antara mereka. Dia tidak tahu bagaimana sih rasanya jatuh cinta itu ! Akan tetapi harus diakuinya bahwa dia merasa suka,
kagum dan senang bergaul dengan mereka semua dan kalau dia disuruh memilih siapa di antara
mereka semua yang paling hebat, sukarlah agaknya bagi dia untuk menentukan. Siauw Lian
Hong seorang gadis yang cantik dengan sepasang matanya yang lebar dan bersinar-sinar bening
dan tajam, dengan wajahnya yang bulat, pendiam, sederhana dan nampak cerdik dan gagah
sekali. Ciu Kui Eng seorang gadis yang manis sekali, matanya tajam, mukanya lonjong dengan
mulut yang manis sekali, galak, manja akan tetapi juga memiliki sikap dan wajah gagah perkasa.
Sukar dikatakan siapa di antara keduanya itu, Lian Hong dan Kui Eng, memiliki bentuk tubuh
yang lebih elok. Keduanya bertubuh padat, penuh, langsing dan berkulit mulus. Tang Ki atau
Kiki, jelita dan galak lucu, nakal manja, ditambah manis dengan tahi lalat di pipinya, biarpun nampak galak dan nakal, namun hatinya lembut sekali juga gagah perkasa dan pinggangnya
ramping bukan main, agaknya dapat dilingkari dengan jari-jari tangannya. Dan Diana " Wah,
gadis ini memiliki kecantikan yang khas dan aneh. Matanya biru laut, rambutnya yang seperti
benang emas, kulitnya yang putih kemerahan dengan bulu-bulu halus sekali, tubuhnya yang
tinggi ramping, sikapnya yang terbuka, pendeknya, ada daya tarik yang amat kuat keluar dari diri gadis bule itu.
Akan tetapi, lamunannya itu dibuyarkan oleh suara gurunya atau juga kakek gurunya yang
berkata dengan nada suara lembut, "Ci Kong, engkau sudah mendengar sendiri betapa pinceng
sudah berjanji untuk membagi tugas pekerjaan dengan para tokoh Empat Racun Dunia. Bagian
tugas pinceng adalah membujuk para pendekar di seluruh negara untuk menghentikan
permusuhan pribadi dan mau bekerja sama dengan segala golongan, juga golongan sesat, untuk
menyatukan tenaga untuk perjuangan. Pinceng sudah terlalu tua, Ci Kong, dan selain belum
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
395 tentu pinceng akan kuat untuk melaksanakan tugas berat itu, juga pinceng ingin mengaso dan
bertapa lagi. Engkau wakililah pinceng melaksanakan tugas itu, pinceng akan bertapa di dalam
guha maut di bukit belakang kuil yang sudah kauketahui tempatnya. Setelah melaksanakan tugas
itu selama satu tahun, engkau boleh datang memberi laporan kepada pinceng."
"Baik, su-couw, teecu akan mentaati perintah su-couw," jawab Ci Kong dan kakek itu
lalu meninggalkan dia untuk kembali ke Siauw-lim-si pusat. Ci Kong sendiri, lalu berangkat
meninggalkan kuil kecil itu untuk melaksanakan tugasnya yang baginya amat menyenangkan.
Dia akan mengunjungi dan bertemu dengan tokoh-tokoh besar dunia kang-ouw, bukankah hal itu
amat menggembirakan " Dengan penuh semangat, Ci Kong lalu berangkat.


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

***** Kita tinggalkan dulu para tokoh yang sedang berusaha untuk memupuk kekuatan guna
perjuangan itu dan mari kita melihat keadaan Gan Seng Bu dan para pejuang yang berkumpul dan
tinggal di sebuah dusun sebelah barat Kanton. Mereka itu menyamar sebagai penghuni dusun,
bekerja sebagai petani-petani biasa. Mereka berjuang dengan rahasia, kadang-kadang saja mereka menyelundup ke kota-kota dan menyerang markas-markas pasukan pemerintah penjajah. Gan
Seng Bu tinggal pula di antara mereka, bersama isterinya, yaitu Sheila. Suami isteri muda ini, walaupun berlainan bangsa, berbeda kulit, namun ternyata mereka itu saling mencinta dengan
murni. Sheila yang mengagumi suaminya, kini sudah dapat menyelami cara hidup para pejuang
dan dianggapnya bahwa suami dan kawan-kawannya itu adalah pendekar-pendekar yang gagah
perkasa, yang patut dihormati. Ia merasa kagum dan menghormati perjuangan suaminya dan para
pejuang. Makin nampak olehnya betapa jahatnya politik yang dianut oleh bangsanya sendiri,
yang demi mengeduk keuntungan sebanyaknya, tidak segan-segan untuk meracuni sebuah bangsa
dengan racun madat, bahkan kalau perlu menguasai dan menjajah negara dan tanah air bangsa
lain. Cinta kasih yang dicurahkan oleh suami isteri ini telah menghasilkan benih dalam
kandungan Sheila. Ia sudah mengandung tiga bulan dan hal ini bukan hanya menggirangkan
suami isteri muda itu, akan tetapi juga mendatangkan kegembiraan kepada para kawan
seperjuangan karena mereka itu rata-rata sudah dapat menerima Sheila sebagai seorang kawan,
berkat sikap Sheila yang amat baik dan juga setia kawan. Kebahagiaan hidup sederhana mereka
itu agaknya tidak akan mengalami gangguan. Sama sekali Seng Bu dan isterinya tidak sadar
bahwa ada bayangan malapetaka semakin mendekati mereka !
Bahaya ini datang dari Koan Jit ! Seperti diketahui, Koan Jit merasa marah, kecewa dan
penasaran sekali karena dia gagal menangkap Diana. Apa lagi ketika dia mendengar betapa anak
buahnya yang hendak menangkap Sheila telah dihajar babak belur oleh Gan Seng Bu, hatinya
menjadi semakin panas. Dia tahu bahwa dirinya menjadi incaran para tokoh diseluruh kang-ouw
yang ingin merampas Giok-liong-kiam. Dia sendiri, sekian lamanya memiliki Giok-liong-kiam
akan tetapi belum juga mampu menemukan rahasia pusaka itu, rahasia yang sudah didengarnya
bahwa pusaka itu menyembunyikan rahasia harta karun yang besar. Sudah dicobanya berbagai
macam, namun senjata pusaka itu sama sekali tidak memperlihatkan tanda-tanda menyimpan
rahasia ! Dan dia tahu bahwa dirinya diancam oleh banyak tokoh-tokoh besar yang lihai, yang
ingin sekali merampas pusaka itu. Dan dianggapnya berbahaya sekali baginya, di samping Empat
Racun Dunia, juga dua orang sutenya yang telah menguasai ilmu-ilmu yang pernah dipelarinya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
396 Ong Siu Coan dan Gan Seng Bu ! Dua orang sute ini merupakan saingan yang cukup berat dan
berbahaya, dan kalau mungkin harus segera disingkirkan dari muka bumi !
Inilah sebabnya, ketika dia mendengar betapa anak buahnya dihajar oleh seorang
pendekar bernama Gan Seng Bu yang telah menikah dengan seorang gadis bule, dia menjadi
marah akan tetapi juga girang. Dia telah menemukan di mana sembunyinya sutenya itu. Untuk
menyerang ke dusun itu dia tidak berani. Dia maklum bahwa tentu Gan Seng Bu yang terkenal
sebagai seorang pejuang penentang pemerintah penjajah itu tidak sendirian di dusun itu,
melainkan dengan kawan-kawan seperjuangan. Kalau dia menyerbu, selain belum tentu akan
dapat menang karena dia belum mengetahui kekuatan musuh, juga tentu Gan Seng Bu akan lebih
mudah melarikan diri. Dan dia memerlukan sutenya itu untuk dibunuhnya, dan diapun merasa iri
bahwa sutenya itu telah dipilih oleh seorang gadis bule yang katanya cantik sekali. Dia harus membunuh sutenya dan merampas wanita itu ! Maka, Koan Jit yang selain lihai ilmu silatnya,
juga benaknya penuh dengan tipu muslihat itu lalu mengatur siasat.
Dusun yang ditinggali para pejuang itu dapat dibilang merupakan dusun pejuang.
Penduduk dusun yang tadinya bukan pejuang, begitu melihat keadaan para orang gagah itu,
merasa tertarik dan bangkit semangat mereka, bahkan para mudanya lalu belajar ilmu silat dari para pendekar dan mereka ikut pula berjaga, bahkan banyak yang sudah ikut aktip kalau
kelompok itu mengadakan serangan dan gangguan pada kesatuan-kesatuan tentara kerajaan.
Mereka bertempur secara gerilya, menyerbu selagi lawan lemah dan melarikan diri berpencar dan lenyap ke hutan-hutan kalau musuh sudah mampu mengumpulkan kekuatan yang jumlahnya jauh
lebih besar dari mereka. Bahkan di antara mereka sudah ada yang membawa-bawa senjata api,
yang dapat mereka rampas dari orang-orang kulit putih atau para perwira kerajaan. Dan Sheila
berjasa dalam urusan senjata api ini. Ia banyak tahu tentang senjata ini dan ia melatih para
pejuang cara mempergunakan senjata api.
Pada suatu hari, para pejuang sedang sibuk menggarap sawah. Kalau tidak berjuang,
mereka itu bukan bermalas-malasan, melainkan bersama para petani menggarap sawah karena
dari situlah mereka memperoleh ransum. Pagi-pagi itu, terdengar suara derap kaki kuda dan hal ini tidak aneh karena para pejuang itupun mempunyai banyak kuda dan banyak penunggang kuda
keluar masuk dusun itu. Akan tetapi, ketika para penghuni dusun itu melihat bahwa dua orang
penunggang kuda yang bertubuh tegap dan bersikap gagah itu merupakan dua orang pria yang
tidak mereka kenal, beberapa orang pemuda segera berlompatan dan sudah menghadang lalu
mengurung dua orang penunggang kuda itu dengan pandang mata penuh curiga.
Melihat diri mereka dikepung, dua orang laki-laki itu kelihatan gentar juga dan mereka
cepat mengangkat tangan dan seorang di antara mereka berkata dengan suara lantang, "Saudarasaudara, kami datang bukan dengan niat buruk. Kami datang sebagai utusan dari komandan
pasukan Inggeris di Kanton !"
Mendengar ini, sudah tentu banyak mata melotot dan muka merah. Para patriot itu,
walaupun tidak memusuhi orang-orang kulit putih secara langsung, namun di dalam hati mereka
tidak suka kepada orang-orang kulit putih yang menyebar racun madat dan yang juga menduduki
beberapa kota pelabuhan setelah perang madat yang berakhir dengan kekalahan pihak pemerintah
Ceng yang lemah itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
397 "Kalian mata-mata orang bule !"
"Tangkap saja !"
"Bunuh saja !"
Dua orang penunggang kuda itu menjadi pucat dan seorang di antara mereka cepat
mengeluarkan sebuah sampul panjang dan berteriak. "Kami datang diutus untuk menyerahkan
surat ini kepada nona Sheila Hellway .......... !!"
"Di sini tidak ada nona Sheila Hellway, yang ada ialah nyonya Gan Seng Bu !"
"Jangan dengarkan ocehan mereka !"
"Awas, mereka tentu mata-mata yang membawa pasukan di belakang mereka !"
Untung pada saat itu, saat yang gawat bagi dua orang utusan ini, muncul Sheila yang
cepat berseru, "Kawan-kawan tahan dulu ! Coba berikan surat itu kepadaku. Akulah Sheila
Hellway !"
Dua orang itu nampak lega dan seorang di antara mereka turun, lalu menyerahkan surat
bersampul panjang itu kepada Sheila. Orang ke dua masih duduk di atas kudanya, agaknya siap
untuk segera melarikan diri kalau ada bahaya mengancam. Para pemuda dusun itu masih
mengepung dan semua mata memandang kepada Sheila. Kalau saja pada saat itu Sheila memberi
aba-aba untuk menyerang, tentu dua orang utusan itu akan dikeroyok dan dibunuh di saat itu
juga. Sheila tidak mau bertindak sembrono. Dilihatnya dulu sampul itu dengan teliti dan
melihat sampul tercetak dengan alamat Kapten Charles Elliot sebagai pengirimnya, diam-diam ia merasa terkejut. Namanya, Sheila Hellway, juga tercetak rapi dan surat itu jelas bukan surat
palsu. Dengan hati-hati lalu dibukanya sampul surat dan sebelum membaca isinya, iapun meneliti cap kebesaran Kapten Charles Elliot. Kembali aseli, apa lagi isi surat dalam bahasa Inggeris yang rapi itu menghapus semua kecurigaannya. Memang jelaslah bahwa surat ini datang dari
Kapten itu merupakan surat resmi ! Dan begitu ia membaca isinya, wajahnya berseri dan semua
pemuda yang sejak tadi mengamati itu, merasa lega.
"Kawan-kawan, dua orang ini memang utusan dari Kapten Charles Elliot dan surat ini
benar ditujukan kepadaku."
Mendengar ucapan itu, semua orang bubaran, hanya ada beberapa orang menjaga dari
jauh saja dengan sikap melindungi Sheila dan beberapa orang lagi oleh Sheila dimintai tolong
untuk memanggil suaminya yang sedang bekerja di ladang. Kemudian Sheila mempersilahkan
dua orang utusan itu untuk memasuki rumahnya dan dipersilahkan duduk sambil menanti
datangnya Gan Seng Bu.
Mendengar berita bahwa ada dua orang utusan dari komandan pasukan kulit putih datang
mengantarkan surat untuk isterinya, Gan Seng Bu menjadi khawatir bukan main dan cepat dia
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
398 berlari pulang tanpa mencuci kaki tangannya yang masih berlepotan lumpur. Dengan ilmu berlari cepat dia langsung saja pulang ke rumahnya dan memandang dengan mata penuh selidik ketika
melihat dua orang laki-laki tinggi tegap sudah duduk di dalam rumahnya.
Melihat kekhawatiran suaminya, Sheila lalu menyongsong dan menggandeng tangannya,
lalu memperlihatkan surat itu. "Aku menerima surat penting dari Kapten Charles Elliot," katanya dengan halus dan tersenyum ramah untuk menghilangkan kekhawatiran suaminya. Melihat sikap
isterinya, memang hati Seng Bu menjadi agak lega dan dia membalas penghormatan dua orang
utusan itu dengan dingin saja. Pernah dia menghajar sekelompok pasukan Harimau Terbang yang
menyamar sebagai orang biasa dan diapun curiga apakah dua orang ini bukan anggauta pasukan
itu. Dugaannya memang tepat. Dua orang itu memang merupakan dua orang anggauta pasukan
Harimau Terbang golongan atas yang dipercaya oleh Koan Jit untuk mengantarkan surat dari
Kapten Charles Elliot itu dan memang inilah siasat yang diatur Koan Jit ! Dua orang anggauta Harimau Terbang itu, walaupun belum pernah merasakan sendiri kelihaian Gan Seng Bu, namun
mereka berdua sudah mendengar dari teman-teman mereka, apa lagi mereka mendengar bahwa
orang muda yang tinggi besar dan gagah perkasa ini adalah sute dari pimpinan mereka, tentu saja mereka merasa jerih bukan main.
"Apa maksudmu dia mengirim surat padamu ?" tanya Seng Bu, seperti biasa suaranya
ramah dan halus kepada isterinya, akan tetapi alisnya tetap berkerut karena dia merasa tidak enak hatinya.
Isterinya tersenyum, maklum akan kecurigaan suaminya terhadap bangsanya. "Baik
kuterjemahkan untukmu." Ia lalu membaca surat itu, sudah diterjemahkannya dengan baik
sekali. Ternyata isi surat itu hanya pemberitahuan kepada nona Sheila Hellway bahwa
pemerintah Inggeris menganggap Mr. Hellway dan isterinya yang gugur dalam keributan perang
madat itu sebagai pahlawan-pahlawan dan kini pemerintah mengambil keputusan untuk minta
pertimbangan Sheila, apakah kuburan orang tuanya itu akan dipindahkan ke Inggeris, ataukah
dimakamkan kembali secara kehormatan militer. Dan untuk itu, diminta kehadiran Sheila ke
markas pasukan Inggeris di kapal, di pantai Kanton.
Dengan alis berkerut Gan Seng Bu bertanya, "Isteriku, setelah engkau menerima surat
seperti itu, lalu bagaimana niatmu ?"
Sheila tersenyum, masih maklum bahwa suaminya tetap saja berkuatir. "Tentu saja aku
harus datang dan menghadiri upacara itu. Aku akan minta agar makam orang tuaku dikubur di
sini saja agar mudah bagiku untuk sewaktu-waktu berziarah."
"Perlu benarkah engkau menghadiri " Bagaimana kalau engkau membalas surat saja
menyatakan keinginanmu itu ?"
Sheila merangkul suaminya, tidak perduli di situ ada dua orang utusan yang memandang
mereka dan mencium lembut pipi suaminya. Seng Bu tidak merasa canggung karena memang
sudah biasa memperoleh perlakuan seperti itu dari isterinya yang amat bebas memperlihatkan
kasih sayangnya. "Seng Bu, pemindahan kerangka orang tuaku amatlah penting, Bukan " Aku
harus menghadirinya sendiri, kalau tidak aku akan selalu merasa menyesal kelak. Jangan
khawatir, Kapten Charles Elliot tidak akan berani menggangguku. Aku adalah warga negara
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
399 Inggeris dan berhak penuh untuk menentukan kemauanku sendiri. Harap jangan khawatir, tidak
ada yang akan berani mengganggu diriku."
Seng Bu masih mengeritkan alisnya, menoleh kepada dua orang utusan itu dengan sinar
mata mencorong sehingga dua orang itu menundukkan muka dengan sikap jerih. Mereka merasa
gentar melihat sinar mata yang mencorong dari pendekar itu. "Kapan engkau akan pergi ke
Kanton ?" akhirnya Seng Bu bertanya, tidak mempunyai alasan lagi untuk mencegah kepergian
isterinya. "Kurasa sekarang juga, Seng Bu. Hari masih pagi dan aku akan pergi bersama mereka ini.
Engkau tidak keberatan, bukan ?"
Seng Bu memandang ragu, kemudian berkata dengan suara penuh kepastian, "Sheila, aku
tidak keberatan karena memang perlu sekali engkau menghadiri urusan itu, akan tetapi aku akan mengawalmu kesana."
"Seng Bu .......... !" Sheila membelalakkan matanya. Suaminya adalah seorang pejuang
dan tentu saja amat berbahaya bagi Seng Bu untuk muncul di dalam kota Kanton di mana selain
banyak terdapat pasukan kulit putih, juga terdapat pasukan pemerintah yang tentu akan
menangkapnya karena nama Seng Bu sudah dikenal sebagai pemberontak.
Seng Bu tersenyum dan merangkul isterinya, mencubit dagunya dengan mesra sambil
berkata, "Jangan khawatir. Kalau mereka tidak mengganggumu, tentu mereka tidak akan
menggangguku pula. Selain itu, apakah engkau tidak percaya kepadaku bahwa aku dapat
membela dan melindungi diriku sendiri, termasuk dirimu ?"
"Tapi itu berbahaya sekali, Seng Bu !"
"Tidak kalah besarnya dengan bahaya yang mengancammu, Sheila. Kita pergi berdua atau
kita tidak pergi sama sekali."
Sheila mengenal kekerasan hati suaminya. Ia berpikir bahwa di markas Inggeris, ia akan
mampu melindungi suaminya. Tak seorangpun di sana akan berani mengganggu Seng Bu yang
sudah menjadi suaminya, ayah dari calon anak mereka. Kapten Charles Elliot adalah seorang
gentleman tulen, tidak mungkin mau bertindak curang. Maka iapun mengangguk. "Baiklah, mari
kita pergi bersama."
Mereka lalu berkemas. Kawan-kawan seperjuangan Seng Bu banyak yang merasa cemas,
mengkhawatirkan keselamatan mereka yang akan pergi ke Kanton. Akan tetapi setelah Sheila
mengemukakan pendapatnya, merekapun merasa lega dan hanya memesan kepada Seng Bu agar
berhati-hati. Suami isteri ini menunggang kuda dan diiringkan oleh dua orang utusan itu, menuju ke
Kanton. Perjalanan itu berlangsung dengan selamat dan menjelang senja, mereka memasuki
Kanton. Benar saja, tidak ada gangguan dan merekapun langsung menuju ke pantai di mana
terdapat beberapa buah kapal Inggeris yang besar dan diperlengkapi meriam-meriam besar.
Banyak nampak serdadu-serdadu Inggeris di pantai hilir mudik, dan banyak pula mata yang
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
400 menatap ke arah Sheila dengan sikap kurang ajar. Akan tetapi hal seperti ini sudah biasa dihadapi Sheila maka iapun pura-pura tidak melihat saja dan bersama suaminya lalu dibawa ke atas sebuah perahu yang membawa mereka langsung ke sebuah kapal besar yang tidak dapat menepi dan
melepas jangkar agak jauh di tengah lautan.
Kapten Charles Elliot sendiri setelah diberitahu, lalu keluar menyambut kedatangan
Sheila dan Seng Bu. Kapten ini menyambut Sheila dengan wajah berseri, menjabat tangan Sheila
dengan erat dan berkata dengan girang, "Sungguh bahagia sekali melihat engkau dalam keadaan
sehat dan selamat, nona Sheila Hellway. Berbulan-bulan lamanya kami dibuat gelisah oleh berita tentang dirimu. Selamat datang di kapal kami !"
Sheila menyambut uluran tangan itu dan berkata dengan lembut dan ramah namun
suaranya tegas. "Kapten, saya bukan lagi nona Sheila Hellway melainkan nyonya Gan Seng Bu,
dan inilah suami saya." Sheila memperkenalkan suaminya dengan maksud agar kapten itu
menyambut suaminya sebagaimana mestinya.
Akan tetapi, kapten itu hanya menoleh dan memandang kepada Gan Seng Bu sejenak.
Seorang pemuda bertubuh tegap, berpakaian seperti petani sederhana, masih lebih sederhana dari pada kuli-kuli pelabuhan, bagaimana dia sudi menyambutnya seperti seorang tamu " Dia diam
saja dan kembali memandang kepada Sheila.
"Nona Hellway, mari kita bicara di kantorku. Kita harus merundingkan urusan
pemindahan makam orang tuamu itu dengan para pejabat lain. Mari, silahkan !" Dan dengan
sopan sekali kapten itu memberikan lengannya untuk digandeng Sheila. Tentu saja Sheila
memandang ragu.
"Kapten, saya hanya mau bicara kalau disertai suamiku."
"Ahh, mana mungkin itu, nona " Urusan ini adalah urusan intern, urusan dalam di antara
bangsa kita sendiri dan amat penting. Biarlah dia menanti di sini dulu, nanti kalau rapat yang kita adakan sudah selesai, engkau boleh datang kembali menjemputnya di sini. Aku akan merasa
canggung, tidak enak dan akan menjadi buah tertawaan kalau dia diajak memasuki ruangan
perundingan."
Sheila masih ragu-ragu, akan tetapi Seng Bu merasa tidak enak sendiri. Dia dapat
mengerti alasan-alasan yang diajukan oleh kapten itu, maka diapun berkata, "Sheila, pergilah, biar aku menanti di sini."
Terpaksa Sheila menggandeng lengan Kapten Charles Elliot yang mengajaknya menuju
ke ruangan luas di ujung kapal di mana telah menanti beberapa orang yang pakaiannya
gemerlapan, yaitu orang-orang berpangkat dari pasukan armada Inggeris yang berada di situ.
Semua orang bangkit berdiri dan memberi hormat ketika Sheila masuk dan wanita ini yang sudah
hampir satu tahun hidup di antara orang-orang dusun sederhana, merasa betapa ganjil dan
anehnya sikap sopan santun dan hormat seperti itu yang kini nampak seolah-olah merupakan
sikap dibuat-buat saja. Mereka lalu mengambil tempat duduk dan mulailah mereka merundingkan
urusan pemakaman kembali jenazah keluarga Hellway yang dianngap gugur sebagai pahlawan !
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
401 Pahlawan ! Sungguh merupakan suatu sebutan yang muluk dan terhormat, bahkan
mungkin diidamkan oleh semua orang. Siapa yang tidak ingin menjadi orang yang disebut
pahlawan, atau setidaknya menjadi keluarga pahlawan " Seorang pahlawan adalah seorang yang
sudah dianggap berjasa untuk negara dan bangsa, seorang yang perbuatannya patut dijadikan
teladan dan dihormati semua orang, dari pembesar yang paling tinggi sampai rakyat yang paling rendah. Akan tetapi, apa dan siapakah sesungguhnya pahlawan " Pahlawan hanyalah seorang
yang dianggap menonjol dan berjasa bagi suatu pihak, suatu golongan, suatu kelompok, atau
suatu bangsa. Seorang yang dianggap pahlawan besar bagi suatu bangsa, belum tentu dianggap
pahlawan pula oleh bangsa lain, apa lagi kalau bangsa lain ini kebetulan menjadi lawan bangsa yang pertama. Pahlawan dari suatu bangsa mungkin akan dianggap penjahat besar oleh bangsa
yang menjadi musuhnya. Dan bukankah pahlawan itu hanya merupakan suatu sebutan saja, yang
diberikan untuk merangsang semangat semua orang yang tenaganya dibutuhkan untuk suatu
perjuangan " Setelah meninggal dunia, makamnya lalu dibikin bagus, dihormati setahun sekali
hanya untuk waktu beberapa menit saja, kemudian ditinggalkan dan dilupakan lagi, bersunyi sepi terlupakan di antara kuburan-kuburan lain. Atau keluarganya mungkin akan menerima sekedar
sumbangan. Bukankah semua ini hanya merupakan semacam piala atau medali saja bagi orang
untuk merangsang orang-orang lain " Dan orang yang berjuang demi mencari sebutan pahlawan
atau keuntungan lain, baik keuntungan benda atau batin, kiranya hanya orang-orang pengejar
keuntungan saja namanya. Seorang pahlawan yang sesungguhnya pahlawan adalah orang yang
melakukan sesuatu demi pengabdiannya akan sesuatu yang diagungkan, dimuliakan, tanpa
mengharapkan jasa. Berjuta pahlawan di dunia ini, yaitu mereka yang meninggalkan harta benda, keluarga, untuk berjuang membela negara dan bangsa, tanpa pamrih, kemudian gugur tanpa ada
yang mengenalnya. Mati begitu saja, tidak diberi cap pahlawan, tidak dihormati setiap tahun
beberapa menit lamanya, tidak memperoleh tunjangan terhadap keluarganya yang ditinggalkan.
Mereka itulah pahlawan dalam arti yang seluas-luasnya. Semoga damai abadilah bagi mereka
itu ! Setelah mengikuti kepergian isterinya bersama Kapten Charles Elliot sampai mereka
lenyap di dalam ruangan kamar di ujung kapal, barulah Seng Bu sadar bahwa dia tidak berdiri
sendiri saja. Di sekelilingnya telah berkerumun banyak orang dan ketika dia menoleh karena ada sesuatu di belakangnya yang menarik perhatiannya, dia tertegun karena dia telah berhadapan
dengan Koan Jit ! Dia masih ingat benar wajah orang ini, orang tinggi kurus memakai jubah
kebesaran berwarna hitam, dengan sepasang matanya yang seperti mata kucing, dengan wajahnya
yang membayangkan kekejaman dan kelicikan. Hanya kini, orang yang pernah dijumpainya satu
kali ketika orang ini datang di puncak Tai-yun-san dan mencoba kepandaiannya dan kepandaian
Ong Siu Coan, kemudian orang ini mencuri pusaka Giok-liong-kiam, telah berubah pakaiannya.
Mengenakan jubah seorang pembesar, dan kepalanya juga memakai kopyah atau topi batok
seperti topi yang biasa dipakai oleh seorang pembesar Mancu, rambutnya dikuncir tebal dan
ujungnya diikat pita kuning, sikapnya congkak sekali. Dan beberapa orang yang berada di
dekatnya adalah beberapa orang opsir dan perajurit bule dan juga beberapa orang yang
mengenakan pakaian pasukan Harimau Terbang ! Seng Bu sudah dikurung !


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menghadapi ancaman ini, Seng Bu sudah siap siaga dan melihat pemuda itu memasang
kuda-kuda, Koan Jit menyeringai. "Huh, bocah sombong, apakah engkau masih ingat padaku ?"
Seng Bu marah sekali. "Siapa tidak ingat padamu " Sekali saja melihat seorang murid
murtad, seorang maling dan seorang pengkhianat yang curang, selamanya aku takkan lupa !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
402 Tentu saja Koan Jit marah sekali mendengar dirinya dimaki di depan banyak orang. Dia
segera meneriakkan aba-aba kepada para perajurit kulit putih, "Tangkap orang ini !"
Seng Bu hendak memberontak, akan tetapi beberapa orang perajurit kulit putih sudah
mendorongkan pistol ke dadanya. Seng Bu maklum bahwa kalau dia melawan dengan nekat,
selain dia harus menghadapi Koan Jit yang lihai, juga harus menghadapi senjata api yang tak
boleh dipandang ringan. Apa lagi isterinya masih berada di situ, maka dia tidak melawan. Bahkan dia tidak melawan ketika seorang serdadu Inggeris yang bertubuh tegap dan berkumis
menelikung kedua lengannya ke belakang dan memasang belenggu. Dia hanya memandang
kepada Koan Jit dengan mata berapi.
"Koan Jit, dengan alasan apa engkau menangkapku " Aku datang mengantar isteriku
yang diundang sebagai tamu oleh Kapten Elliot !"
Koan Jit tertawa menyeringai dan menekan tangan kirinya di atas langkan besi di tengah
kapal itu. "Heh-heh, tentu saja. Nona Sheila Hellway memang menjadi seorang tamu terhormat,
akan tetapi engkau ini siapa " Engkau seorang pemberontak, engkau seorang penjahat yang suka memusuhi golongan dan pasukan Inggeris !"
"Bohong ! Fitnah ! Aku datang mengantar isteriku, Sheila !"
"Engkau memata-matai kapal ini ! Hayo jebloskan dia ke dalam kamar tahananku di
bawah !" Seng Bu maklum akan datangnya bahaya maka diapun cepat menggerakkan khikangnya
dan berteriak, "Sheilaaaa .......... !!" Akan tetapi pada saat itu, Koan Jit sudah menotoknya sehingga pendekar itu menjadi lemas tak berdaya lagi, tak mampu melawan ketika dia diseret
masuk ke tampat tahanan di bagian bawah kapal.
Biarpun demikian, teriakan yang mengandung khikang amat kuatnya itu telah menembus
dinding tebal dan terdengar oleh Sheila. Tentu saja wanita ini terkejut dan bangkit dari kursinya.
Tadi ia asyik membicarakan tentang pemindahan kerangka ayah ibunya dan ia mengajukan
permohonan agar kerangka itu dikubur di daerah Kanton saja, jangan dibawa pulang ke Inggeris.
Juga Kapten Charles Elliot dan yang lain-lain bangkit berdiri ketika mendengar pekik yang
nyaring memanggil nama Sheila itu. Tentu saja Kapten itu sudah dapat menduga apa yang terjadi, akan tetapi dia pura-pura berkata kepada Sheila, "Akan kulihat apa yang terjadi di sana."
"Yang berteriak tadi suamiku !" kata Sheila, juga mengikuti kapten yang sudah berlari
keluar. Kapten Elliot dan Sheila, juga beberapa orang pejabat yang tadi ikut rapat, mendengar
keterangan dari beberapa orang penjaga bahwa teriakan tadi memang teriakan Gan Seng Bu yang
ditangkap dengan tuduhan sebagai penjahat dan pemberontak.
"Suamiku ditangkap " Kurang ajar ! Siapa yang menangkapnya " Kapten, apa artinya
semua ini !" bentak Sheila dengan mata terbelalak lebar dan marah sekali.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
403 Kapten itu memegang lengan wanita itu. "Tenang dan bersabarlah, nona Sheila. Yang
menangkap adalah perwira Koan, kepala dari pasukan Harimau Terbang. Memang dia bertugas
menjaga keamanan dan melakukan pembersihan terhadap penjahat-penjahat dan pemberontakpemberontak dan agaknya dia mengenal suamimu sebagai seorang di antara pemberontak, maka
lalu ditangkapnya."
"Akan tetapi, suamiku hanya melawan pemerintah Mancu ! Dia bukan penjahat dan
harus diingat pula bahwa dia datang untuk mengantar aku. Dia seorang tamu yang harus
dihormati, bukan ditangkap ! Kapten, aku protes ! Suamiku harus dibebaskan sekarang juga !"
"Tenanglah, tenanglah. Aku yang menanggung bahwa kalau memang suamimu tidak
bersalah, dia akan segera dibebaskan. Sekarang, biarlah dia mengalami pemeriksaan dari
komandan Koan. Dia tidak akan diapa-apakan, hanya ditanyai tentang penjahat-penjahat yang
sudah banyak membunuh orang-orang kita, dan yang sudah banyak membajak kapal-kapal kita
pula. Tidak patutkah dia ditanyai kalau memang dia dicurigai ?"
"Tapi dia suamiku !"
"Benar, akan tetapi dalam urusan ini tidak dipandang siapa saja, nona Hellway. Bahkan
aku sendiri, kalau mencurigakan, bisa saja ditangkap dan diinterogasi. Sabarlah dan tinggallah di sini selama satu dua hari sampai selesai pemeriksaan terhadap Gan Seng Bu."
Karena dibujuk dan tidak berdaya membantah lagi, terpaksa Sheila bersabar dan menanti,
walaupun hatinya tidak karuan rasanya. Tak seorangpun di antara mereka itu berani
mengganggunya atau kurang ajar kepadanya. Akan tetapi hatinya penuh kekhawatiran terhadap
suaminya. Ia sama sekali tidak tahu bahwa semua itu adalah hasil siasat yang sudah diatur
sebelumnya oleh Koan Jit. Koan Jit tidak berani menyerbu ke dusun di mana Seng Bu tinggal
karena maklum betapa kuatnya dusun yang penuh dengan para patriot itu. Dia menghendaki Seng
Bu, sutenya itu yang tahu akan Giok-liong-kiam dan tahu pula akan pengkhianatannya terhadap
Thian-tok, guru mereka. Dia harus mampu menundukkan Seng Bu, kalau mungkin harus dibujuk
atau dipaksa untuk membantunya agar kedudukannya menjadi semakin kuat. Akan tetapi kalau
tidak mau dan pemuda itu berkeras, dia akan membunuhnya ! Dan ternyata siasatnya itu berjalan sesuai dengan rencananya. Sheila dan Seng Bu datang seperti dua ekor kambing yang dituntun ke dalam rumah jagal ! Tentu saja siasatnya ini tidak diketahui pula oleh Kapten Charles Elliot.
Kapten itu menganggap bahwa usul Koan Jit untuk mengundang Sheila untuk membicarakan
tentang pemakaman kembali keluarga Hellway itu sebagai hal yang sudah sepatutnya. Dia sama
sekali tidak mengira bahwa di balik usul yang kelihatan baik sekali itu tersembunyi pamrih demi kepentingan pribadi Koan Jit.
Jilid XVII *****
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
404 Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
405 Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
406 Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
407 Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
408 Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
409 Duel 2 Jago Pedang 2 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Petualang Asmara 25

Cari Blog Ini