Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Bagian 13
Dalam waktu singkat Hiat-ie Nio-cu sudah berhasil membereskan enam orang lawannya. Sepuluh anggota sesepuh segera bergerak mengurung dirinya....
Jika dilihat jalannya pertempuran, Siao-liem-pay benar-benar akan mengalami nasib kehancurannya.
Orang-orang Persekutuan Bulan Emas mengurung kuil itu di berbagai penjuru. Tiada satupun yang turut bertempur. Mereka hanya berdiri di tempat semula. Maksudnya tidak akan mengijinkan siapapun juga keluar dari kuil itu.
Kawanan padri yang memegang jabatan kepala bagian dalam kuil itu, juga merupakan kawanan padri yang agak kuat. Bertempur
dalam keadaan demikian masih tak dapat mengeluarkan kepandaian masing-masing karena mereka terhalang oleh arusnya banyak manusia.
Iblis Gajah sementara itu sudah bergerak menyerang Bu-siang Sian-su. Karena serangan yang terlalu dahsyat, Bu-siang Sian-su nampak terdesak mundur.
Namun demikian, sebagai pemimpin satu partay besar, sudah tentu juga mempunyai kepandaian yang berarti. Betapapun lihaynya si Iblis Gajah juga tak bisa berbuat apa-apa terhadap Bu-siang Sian-su. Tetapi kenyataan sudah jelas mengunjukkan bahwa jatuhnya Siao-liem-pay hanya soal waktu saja.
Sekalipun Bu-siang Sian-su sanggup melawan Iblis Gajah, tetapi juga tak sanggup menolong nasibnya Siao-lim-pay.
Sementara itu sepuluh anggota sesepuh yang melawan Hiat-ie Nio-cu, tiga di antaranya sudah binasa dan yang empat terluka....
Selagi Siao-lim-pay menghadapi bencana kehancuran, tiba-tiba terdengar suara bentakan bagaikan geledek yang segera mempengaruhi suara pertempuran itu.
Suara bentakan itu bagaikan ketokan palu besar, mengetok hati setiap orang. Jelaslah sudah bahwa orang yang mengeluarkan suara pasti orang yang nempunyai kekuatan tenaga dalam yang sudah sangat sempurna.
Sungguh heran, setelah terdengarnya suara itu, semua orang yang bertempur segera diam dan berhenti.
Pada saat itu dapat dilihat dengan nyata di lantai ruangan yang luas terkapar banyak bangkai manusia. Darah mengalir bagaikan air banjir. Anak murid Siao-liem-pay yang mati terbunuh sedikitnya dua ratus jiwa ke atas.
Semua mata ditujukan ke pendopo Wie-tho-tian, sebab itu merupakan tempat yang harus dilalui bagi siapa yang hendak masuk ke kuil Siao-liem-sie itu.
Seorang berpakaian ringkas berwarna putih, muncul secara tiba-tiba.
Dalam rombongan Utusan Bulan Emas segera terdengar suara orang berkata:
"Penggali Makam"!"
Orang itu benar adalah Hui Kiam.
Jawabnya yang dingin, saat itu menunjukkan kemarahannya yang sudah memuncak. Dengan memegang gagang pedang di pinggangnya, setindak demi setindak ia berjalan ke tengah-tengah ruangan itu.
Munculnya pemuda itu agaknya membawa suara pengaruh dan wibawa yang tak terwujud, tetapi cukup menggetarkan semua orang, sehingga seolah-olah sudah melupakan perbuatan mereka yang bertempur demikian kalut, dan kini pada menyingkir untuk membuka jalan.
Mata Hui Kiam dari jauh menatap si Iblis Gajah dan Hiat-ie Nio-cu dengan bergiliran.
Karena ia berada di tengah-tengah demikian banyak orang, sudah tentu dirinya menjadi pusat perhatian semua mata.
Dengan sinar matanya yang tajam, ia menyapu semua orang yang ada di situ. Setiap mata orang yang beradu dengan sinar matanya seolah- olah ditusuk oleh senjata tajam.
Bagi orang-orang Siao-liem-pay, sebagian besar masih asing terhadap nama julukan Penggali Makam. Sedikit di antaranya juga hanya dengar orang berkata saja, sehingga meninggalkan kesan dalam hati mereka. Tetapi bagi orang-orang Persekutuan Bulan Emas nama julukan itu hampir dikenal oleh semuanya ....
Hiat-ie Nio-cu walaupun dulu pernah bertempur dengan Hui Kiam, tetapi waktu itu Hui Kiam berhadapan dengan mengganti rupa, maka baru kali inilah, untuk pertama kalinya ia melihat wajah aslinya. Dahulu ia pernah melukai Hui Kiam dengan kuku terbangnya yang hancur, maka ia tidak ada rasa takut.
Sebaliknya dengan si Iblis Gajah, yang belum lama berselang pernah melukai Hui Kiam dalam sepuluh jurus, maka masih dianggapnya sebagai pecundangnya.
Waktu itu mata Hui Kiam masih belum sembuh dari butanya. Jikalau bukan Orang Menebus Dosa memancing pergi si Iblis Gajah, Hui Kiam pasti binasa di tangannya.
Karena nama julukan Penggali Makam yang sangat tidak enak didengarnya itu, sehingga juga mengejutkan kawanan padri Siao-lim-sie. Apakah maksud kedatangannya"
Jikalau ia juga bermaksud hendak menuntut balas., maka Siao-lim-sie berarti akan menghadapi ancaman dari tiga pihak. Dengan demikian sudah tentu akan mempercepat kehancurannya.
Suasana pada saat itu meskipun sepi sunyi, tetapi bahkan semakin seram dan menakutkan.
Akhirnya, Bu-siang Sian-su sebagai tuan rumah, sudah seharusnya menanyakan kedatangan tamunya, maka ia segera menegurnya:
"Ada keperluan apa Siao-sicu datang kemari?"
Sambil mengangkat tangan memberi hormat, Hui Kiam menjawab:
"Ada suatu urusan yang hingga kini masih rnerupakan suatu pertanyaan. Boanpwee ingin minta keterangan Ciangbunjin."
Dari nada suara jawabannya itu, sudah jelas bahwa kedatangan pemuda itu tidak mengandung maksud jahat.
Bu-siang Sian-su berkata dengan suara berat:
"Keadaan kuil kami dewasa ini, Siao-sicu tentunya sudah mengerti sendiri, barangkali tidak dapat memenuhi permintaan Siao-sicu!"
---ooo0dw0ooo--JILID 26 H U I Kiam menganggukkan kepala. Ia berpikir sejenak, segera mengambil keputusan tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Pertama, ia harus mengusir pergi Hiat-ie Nio-cu lebih dulu, sebab kedatangan hantu wanita itu yang hendak mencari keterangan anak perempuannya masih dapat dimengerti, dan yang paling penting, sebab murid hantu wanita itu ialah Penghuni Loteng Merah dahulu dengan To-liong Kiam Khek, ayahnya pernah ada hubungan kasih, dan sekarang kedua-duanya sudah meninggal. Dengan adanya dua sebab itu maka hari ini ia patut membebaskannya.
Dengan mata menatap wajah Hiat-ie Nio-cu, Hui Kiam berkata dengan nada suara dingin:
"Hiat-ie Nio-cu, harap kau segera meninggalkan tempat ini."
Hiat-ie Nio-cu perdengarkan suara tertawa mengejek, kemudian berkata:
"Apa" Kau suruh aku meninggalkan tempat ini?"
"Benar."
"'Bocah, apa maksud permintaanmu ini?"
"Sebab hari ini aku tidak bersedia membunuhmu."
Jawaban sombong itu, mengejutkan semua orang.
"Kau" Hendak membunuh aku" Ha, ha, ha."
"Ini toh tidak ada apa-apanya yang menggelikan."
"Bocah, jikalau aku hendak membunuhmu, bagaimana?"
"Kalau begitu aku terpaksa merubah maksudku semula!"
Hiat-ie Nio-cu tiba-tiba lompat melesat ke hadapan Hui Kiam. Katanya dengan suara dingin:
"Bocah, apakah kau sengaja datang hendak turut mati bersama-sama dengan kawanan kepala gundul ini?"
"Kuulangi sekali lagi, harap kau segera imeninggalkan tempat ini!"
Hiat-ie Nio-cu melototkan matanya. Katanya dengan suara bengis:
"Kuhajar mampus kau dulu."
Di antara suara bentakan, hantu wanita itu segera mengerakkan dua tangannya".
"Ow ...!"
Demikian suara itu, telah menggetarkan hati setiap orang yang ada di situ, karena mereka segera menyaksikan suatu kejadian yang sangat ganjil. Hiat-ie Nio-cu berdiri dengan badan gemetar. Wajahnya yang sudah keriputan nampak semakin buruk dan menakutkan, sedangkan lengan bagian kanannya, telah terputung batas pundak, terjatuh di tempat tiga kaki depan dirinya. Darah mengucur deras dari bekas lukanya.
Sementara pedang sakti Thian Gee Po-kiam Hui Kiam masih tetap dalam keadaan gerakan menyabet, tetapi berhenti di tengah jalan, sedangkan wajahnya yang dingin dan mengandung nafsu membunuh masih tetap tidak berubah. Tiada seorang pun dapat melihat bagaimana dia menghunus pedangnya dan bagaimana melakukan serangannya.
Di pihaknya Persekutuan Bulan Emas, mulai si Iblis Gajah ke bawah, menunjukkan sikap keheran-heranan.
Demikian pula dari pihaknya kawanan padri Siao-lim-pay.
Akan tetapi, perubahan yang terjadi di muka orang-orang kedua pihak itu sangat berbeda maksudnya. Kalau satu pihak dikejutkan oleh perbuatan pemuda itu, sedang di lain pihak ini merupakan suatu dorongan bagi semangatnya.
Terjadinya perubahan itu, sesungguhnya di luar dugaan kawanan padri Siao-lirn-sie yang semula sudah putus harapan. Dengan ilmu pedangnya yang luar biasa, Penggali Makam dalam satu gerakan
saja sudah berhasil merobohkan Hiat-ie Nio-cu dalam keadaan terluka parah. Ini berarti menyingkirkan satu ancaman berat.
Sebabnya Hui Kiam melakukan perbuatan ganas itu dalam waktu sekejap karena ia tidak dapat membiarkan Hiat-ie Nio-cu mendapat kesempatan menggunakan senjata ampuhnya kuku terbang beracun itu. Sudah tentu, tidak hanya itu sudah cukup dalam arti kata memandang muka kepada hbantu wanita itu, sebab jikalau tidak, Hiat-ie Nio-cu pada saat itu pastilah sudah menggeletak sebagai mayat.
Hiat-ie Nio-cu mengulur tangan kirinya menotok ke beberapa bagian jalan darahnya untuk menghentikan mengalirnya darah, kemudian ia memungut lengan tangannya yang telah terputung itu. Dengan wajah yang penuh kebencian mengawasi Hui Kiam, lalu berkata kepada Bu-siang Sian-su:
"Bu-siang, urusan di antara kita belum beres."
Walaupun dalam kealaan terluka parah, sikap bengis dan kejam hantu wanita itu masih tetap menimbulkan rasa ngeri bagi yang menyaksikannya.
Sehabis berkata demikian, ia membawa lengannya yang penuh darah, berjalan keluar dengan tindakan lebar....
Hui Kiam memang tiada maksud hendak mengambil jiwanya, maka ia menurunkan pedang dan membiarkannya pergi.
Si Iblis Gajah tiba-tiba bergerak menghadang di hadapan Hiat-ie Niocu.
"Kau mau apan?"
"Hiat-ie Nio-cu, perbuatanmu yang telah menghancurkan cabang persekutuan kami, sekarang bagaimana kau hendak membereskan?"
"Bagaimana membereskannya?"
"Utang darah harus dibayar dengan darah!"
"Anjing, tindakanmu ini berarti mendorong orang yang berada dalam keadaan luka...."
"Terserah bagaimana kau katakan. Kalau kau hendak pergi, tinggalkanlah dulu jiwamu!"
Kejadian itu benar-benar di luar dugaan semua orang. Bagi Siao-liem-pay, ini merupakan suatu keajaiban, sebab itu berarti menarik kembali nasib Siao-liem-pay dari kehancuran. Walaupun bagaimana kesudahannya masih belum dapat diduga, tetapi bagaimanapun juga keadaannya sudah tidak berbahaya seperti tadi lagi. Kini musuh kuat sudah kurang seorang, yang terpenting adalah tindakan apa yang akan diambil oleh Penggali Makam selanjutnya.
Sekujur badan Hiat-ie Nio-cu gemetar, bagaikan seekor binatang buas yang terluka.
Hui Kiam segera bertindak. Ia menghadapi si Iblis Gajah dan berkata kepadanya:
"Biarkan ia pergi!"
Iblis Gajah itu agaknya terperanjat. Katanya:
"Bocah, apakah artinya perbuatanmu ini?"
"Aku suruh kau melepaskanya!"
"Hutangmu sendiri dengan persekutuan kami, apakah"."
"Apakah kaupun ingin menagih?"
"Benar!"
"Nampaknya hutang ini kau tidak akan dapat menagihnya. Aku bahkan sengaja hendak menambah hutangku lagi. Di kemudian hari, biar pemimpinmu sendiri yang datang menagih."
"Bocah, kau sungguh sombong!"
Sehabis berkata demikian, tiba-tiba tangannya bergerak menyerang ke arah Hiat-ie Nio-cu. Dalam keadaan parah demikian, sudah tentu Hiat-ie Niocu tidak dapat menghindarkan serangan itu.
Iblis Gajah itu sesungguhnya kejam, tetapi juga rendah perbuatannya. Ia ingin menggunakan kesempatan itu untuk membereskan Hiat-ie Nio-cu.
"Kau cari mampus!" demikian bentak Hui Kiam. Secepat kilat melancarkan serangannya dengan menggunakan jari tangan yang ditujukan di kedua mata Iblis Gajah.
Hembusan angin yang keluar dari jari tangan itu bagaikan anak panah yang meluncur dengan hebatnya.
Iblis Gajah itu terpaksa harus melindungi dirinya lebih dulu. Dengan cepat menarik kembali serangannya dan menggeser kakinya satu langkah.
Walaupun terhindar dari serangan Hui Kiam, tetapi seorang Utusan Bulan Emas yang berdiri di belakangnya, telah jatuh roboh karena dadanya tertembus oleh serangan Hui Kiam tadi.
Hui Kiam maju setindak lagi mendekati si Iblis Gajah.
Iblis Gajah merasa ngeri oleh sikap Hui Kiam yang galak itu. Dengan tanpa sadar ia mundur satu langkah.
Hiat-ie Nio-cu hendak meninggalkan tempat itu lagi....
Dua dari antara Utusan Bulan Emas telah bergerak dengan pedang mereka menyerang Hiat-ie Nio-cu.
Terdengar dua kali jeritan ngeri yang menggetarkan hati semua orang yang ada di situ.
Tanpa menoleh sedikitpun juga, Hui Kiam berdiri sambil mengacungkan ujung pedangnya ke bawah, seolah-olah belum pernah digunakan tetapi ujung pedang masih berlumuran darah.
Dua orang Utusan Bulan Emas yang menyerang Hiat-ie Nio-cu tadi sudah menggeletak di tanah dalam keadaan tak bernyawa.
Ilmu pedang semacam itu, kecuali hanya satu dua orang saja di antara mereka, jangankan pernah dilihatnya, sedangkan mendengar pun belum pernah.
Apa yang telah terjadi sudah jelas menunjukkan bahwa pemuda Penggali Makam itu dengan Persekutuan Bulan Emas, sudah berhadapan dengan musuh. Para padri Siao-liem-sie diam-diam merasa lega dan mengucapkan syukur kepada Budha, sedangkan di pihak orang-orang Persekutuan Bulan Emas timbullah kegemparan hebat.
Hiat-ie Nio-cu yaog dikejutkan oleh kejadian itu, sejenak agaknya ia merasa tertegun, tetapi kemudian ia berkata dengan suara keras:
"Penggali Makam, aku tidak sudi menerima budimu ini!"
Mata Hui Kiam masih tidak bergeser dari badan Iblis Gajah. Dengan tanpa menoleh ia menjawab:
"Aku tidak ingin kau menerima budiku! Di kemudian hari apabila berjumpa lagi, mungkin aku akan membunuhmu!"
"Mengapa tidak sekarang?"
"Karena aku memandang muka Penghuni Loteng Merah yang sudah meninggal, kali ini aku bebaskan kau!"
"Mengapa?"
"Tentang ini kau tidak perlu bertanya lagi!"
"Kau telah mengutungi lengan tanganku, dendam sakit ini aku pasti akan menuntut balas!"
"Setiap waktu aku menantikan kedatanganmu!"
"Sampai ketemu lagi!"
Kali ini ketika Hiat-ie Nio-cu berlalu sudah tiada orang yang berani merintangi lagi. Sementara itu pendopo Wie-tho-tian masih tetap terkurung rapat oleh orang-orang Persekutuan Bulan Emas tetapi tidak ada yang bertindak. Mereka hanya mengawasi berlalunya Hiat-ie Nio-cu dengan tanpa bisa berbuat apa-apa. Sudah tentu walaupun Hiat-ie Nio-cu sudah terlalu parah, tetapi cukup tenaga untuk menghadapi orang-orang Persekutuan Bulan Emas dari golongan kelas dua atau tiga.
Hantu wanita itu sudah berlalu, tetapi suasana masih tetap tegang, masih tetap diliputi oleh rasa kekhawatiran.
Biji mata Iblis Gajah berputaran beberapa kali, kemudian dengan tiba-tiba berkata:
"Penggali Makam, senjatamu itu bukankah pedang sakti dari Makam Pedang itu?"
"Benar, ini adalah pedang sakti Thian Gee Im-kiam!" jawab Hui Kiam dingin.
Begitu mendengar disebutnya pedang sakti itu, mata semua orang terbelalak. Jikalau bukan si Iblis Gajah yang menanyakan itu, siapapun tak dapat menduga bahwa pedang yang nampaknya tidak menarik itu adalah pedang sakti dari Makam Pedang yang menggemparkan itu.
Saat itu timbullah perasaan tamak dalam hati Iblis Gajah yang ingin mendapatkan pedang sakti itu.
Hanya iblis tua itu saja yang berani berpikir demikian.
Hui Kiam dalam hati sudah bertekad hendak menyingkirkan iblis itu. Dalam pertempuran antara golongan benar dan sesat, membunuh satu lawan berarti mengurangi satu tenaga kejahatan. Selain daripada itu, perbuatan iblis tua itu yang ditunjukkan pada hari ini, sekalipun mati juga masih belum cukup untuk menebus dosanya.
Di pihak Siao-liem-pay, setiap orang menantikan perubahan yang akan terjadi. Hakekatnya di antaranya semua murid-murid Siao-lim-pay, sesungguhnya juga sulit didapatkan seorangpun yang sanggup melawan kekuatan Utusan Persekutuan Bulan Emas, jangankan untuk menghadapi Iblis Gajah. Maka pada saat itu mereka juga tidak menunjukkan sikap apa-apa,
Tetapi diam-diam mereka sudah menaruh harapan kepada diri Hui Kiam, supaya dapat mnghindarkan bencana yang mengancam Siao-liem-sie.
Dengan nada suara yang masam dingin Hui Kiam berkata:
"Iblis Gajah, kalian Delapan Iblis setelah terkena senjata jarum melekat tulang Jin Ong, ternyata masih hidup dan masih berani melakukan kejahatan, ini sesungguhnya merupakan suatu kejadian ajaib di luar dugaan semua orang."
Ucapan itu telah menimbulkan kebencian si Iblis Gajah. Wajahnya yang sudah bengis, berubah semakin menakutkan. Jawabnya dengan suara gusar:
"Kali ini aku dan saudara-saudaraku turun gunung lagi, maksudku adalah hendak menagih hutang ini!"
"Nampaknya maksudmu itu tidak akan tercapai!"
"Bocah, apa artinya perkatanmu ini?"
"Sebab kematianmu hari ini sudah pasti."
Wajah Iblis Gajah tiba-tiba berubah. Ia membentak dengan suara bengis:
"Setan cilik, hari ini aku akan telan kau hidup-hidup."
"Tidak usah banyak bicara. Hunuslah pedangmu, jagalah dirimu baik-baik."
Sejenak Iblis Gajah merasa ragu-ragu, tetapi akhirnya ia hunus juga pedangnya.
Dengan mata melotot Hui Kiam berkata:
"Iblis tua, jikalau dalam tiga jurus kau tidak mati, hari ini kau terhitung satu-satunya orang yang sanggup melalui rintangan dari pedang ini."
Iblis Gajah mengayunkan pedangnya, tetapi kemudian menurunkan kembali lalu berkata:
"Tunggu dulu, aku ingin menanyaimu"."
"Kalau kau ada pesan apa-apa, tidak halangan sekarang kau terangkan."
"Tadi kau telah menyebutkan tentang dirinya Jien Ong si anjing tua itu."
"Benar, tapi kau berkata agak sedikit sopan."
"Di mana sekarang ia berada?"
"Pertanyaanmu ini tidak ada gunanya. Sekalipun kau tahu di mana Jien Ong berada, juga percuma."
"Mengapa?"
"Kau tidak akan bisa hidup lagi, apalagi berlalu dari sini!"
"Hem!"
"Iblis Gajah, jikalau dalam tiga jurus kau tidak mati, aku nanti akan memberitahukan di mana adanya Jin Ong."
"Benarkah?"
"Aku tidak akan berdusta terhadapmu."
"Bocah, jikalau aku kesalahan tangan, bukankah itu berarti aku akan kehilangan seorang yang dapat menunjukkan jalan bagiku untuk mencari Jin Ong?"
"Percayalah, hal itu takkan terjadi!"
Ini telah menjadi suatu kenyataan. Apabila Iblis Gajah tidak membereskan Hui Kiam lebih dulu, sudah tentu tidak dapat melanjutkan tindakan terhadap Siao-lim-pay, untuk menunaikan tugasnya. Ditambah lagi permusuhan yang sudah ada antara Hui Kiam dengan Persekutuan Bulan Emas dan pedang sakti yang ada di tangan anak muda itu membuat Iblis Gajah tak mempunyai pilihan lain. Selain dari pada itu Hui Kiam menantang terang-terangan. Dengan derajat dan kedudukannya iblis itu tidak mungkin tidak akan menyambut tantangan itu.
Tetapi iblis tua yang namanya sudah terkenal sejak enam puluh tahun berselang, terhadap pemuda yang baru berusia dua puluhan tahun itu, masih belum yakin untuk merebut kemenangan.
Apa yang telah terjadi atas diri Hiat-ie Niocu, membuat hatinya merasa bimbang.
Akan tetapi anak panah yang sudah siap dibusurnya toh tak boleh tidak harus dilepaskan. Iblis Gajah segera mengerahkan kekuatan tenaganya. Ia lalu melancarkan serangannya sambil membentak:
"Serahkan jiwamu!"
Hui Kiam sudah tentu juga tak berani berlaku gegabah. Ia juga menggunakan sepenuh tenaga untuk menyambut serangan itu.
Pedang itu ternyata belum sampai beradu satu sama lain, hanya hawanya saja yang baru saling bentur, tetapi toh sudah menimbulkan suara hebat. Hembusan angin yang timbul ternyata begitu hebat pengaruhnya, sehingga orang-orang yang berada di tempat sekitar tiga tombak, terpaksa harus mundur.
Jurus pertama berkesudahannya seri.
Semua orang yang berada di situ, telah dikejutkan oleh kejadian yang luar biasa itu sehingga semuanya mengawasinya dengan mata dan mulut terbuka lebar.
Hui Kiam mengeluarkan suara bentakan keras:
"Sambutlah jurus kedua ini!"
Jurus kedua dari ilmu pedang Thian Gee Kiam-hoat, dilancarkan dengan menggunakan kekuatan tenaga seratus persen penuh.
Semua orang dari Persekutuan Bulan Emas hatinya merasa kecut menyaksikan gerak tipu serangan yang luar biasa itu,
Iblis Gajah juga merasa ngeri, tetapi ia terpaksa menyambut serangan itu dengan sepenuh tenaga.
Tatkala kedua senjata saling beradu timbullah suara amat ngeri. Pedang di tangan Iblis Gajah patah menjadi beberapa potong, jatuh berhamburan di tanah. Di tangannya hanya tinggal gagang pedangnya saja. Tubuhnya yang tinggi besar lemah dan gemetar. Wajahnya yang bengis berubah menjadi pucat pasi menakutkan.
Semua orang menyaksikan hampir tidak bisa bernapas.
Sebentar kemudian Iblis Gajah menyemburkan darah segar dari mulutnya. Sepotong gagang pedang yang tergenggam di tangannya jatuh di tanah.
Ujung pedang Hui Kiam perlahan-lahan diarahkan ke ulu hati lawannya".
Iblis Gajah bagaikan patung, sedikitpun tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Ia berdiri diam tidak bergerak.
Terang bahwa iblis itu telah terluka parah dalam tubuhnya oleh serangan pedang sakti tanpa tandingan itu, sehingga sudah tak mempunyai tenaga perlawanan lagi.
Pada saat yang kritis demikian, tiga orang Utusan Bulan Emas telah melancarkan serangan dari sudut yang berlainan dengan maksud untuk menolong jiwa Iblis Gajah.
Hui Kiam dengan cepat membalikkan badannya sambil menggerakkan pedang di tangannya. Gerakaan yang nampaknya sangat sederhana itu sebctulnya justru merupakan tipu yang paling dahsyat dari ilmu pedang Thian Gee Kiam-hoat.
Hampir bersamaan dengan gerakannya itu, terdengar pula suara jeritan ngeri. Seorang utusan yang melancarkan serangannya tadi telah tertikam dadanya oleh ujung pedang Hui Kiam lalu jatuh roboh dan binasa seketika itu juga. Dua yang lain yang bergerak belakangan terluput dari bahaya, mereka hanya terpental mundur oleh hawa pedang itu.
Iblis Gajah yang merupakan salah seorang kuat yang pernah mendapat nama dalam kalangan Kang-ouw, biar bagaimana bukan oleh orang sembarangan. Hanya dalam waktu sekejap itu saja, sudah cukup untuk digunakan mengambil tindakan. Dengan menggunakan kedua tangannya ia melancarkan satu serangan hebat. Serangan itu merupakan serangan yang terakhir untuk menolong jiwanya, maka ia telah menggunakan seluruh sisa kekuatan tenaganya. Sudah tentu serangan demikian itu lebih hebat dari serangan biasa.
Hui Kiam menyambut serangan itu dengan pedangnya, sehingga buyar ke empat penjuru. Tetapi hidungnya dapat mencium bau aneh. Seketika itu kepalanya pusing, badannya tergoncang.
Sepintas lalu dalam otaknya teringat akan serangan beracun, maka seketika itu hatinya berdebar. Tentang racun itu seharusnya waspada, tetapi ternyata ia sudah melalaikan itu. Untung Iblis Gajah itu tidak menggunakan racun dari dedaunan. Jikalau tidak, entah bagaimana akibatnya.
la buru-buru menggunakan kekuatan tenaga dalamnya untuk menutup jalan darahnya guna mencegah menjalarnya racun.
Iblis Gajah sambil memperdengarkan suara yang aneh berkata:
"Bocah, kau sudah terkena racunku yang merupakan kabut beracun. Dalam waktu singkat nyawamu akan melayang. Sekalipun kau menggunakan kekuatan tenaga dalam menutup jalan darahmu, paling-paling juga hanya bisa hidup setengah jam lagi."
Hati Hui Kiam tergoncang hebat. Terhadap racun, ia sedikitpun tiada daya.
Iblis Gajah itu berkata pula:
"Sebelum putus napasmu, kau beritahukanlah tempat kediaman Jien Ong."
Perubahan yang terjadi secara tidak terduga-duga itu, membuat kawanan padri Siao-liem-pay saling berpandangan dengan perasaan heran. Oleh karena kematian empat orang dari enam Utusan Bulan Emas sedangkan Iblis Gajah juga terluka parah, maka orang-orang Bulan Emas yang mengurung pendopo kuil itu paling-paling hanya orang-orang golongan kelas dua atau kelas tiga saja. Ini berarti tekanan tenaga yang mengancam Siao-liem-sie sudah banyak berkurang. Apabila Bu-siang Siansu mengambil keputusan melawan mati-matian, nasib Siao-liem-pay mungkin masih dapat tertolong....
Bu-sian Sian-su yang menyaksikan kejadian demikian, benar saja ia segera mengambil keputusan dengan cepat. Ia mengeluarkan perintah kepada semua untuk muridnya supaya siap untuk mengadakan perlawanan.
Sementara itu Iblis Gajah masih tetap mengawasi Hui Kiam. Dengan suara yang bengis ia berkata lagi:
"Penggali Makam, kau dengar perkataan atau tidak?"
Hui Kiam hanya dapat memandang musuhnya dengan mata beringas.
Iblis Gajah terus mendesak:
"Kau boleh coba jalankan pernapasanmu, lihat kekuatanmu masih ada berapa" Aku peringatkan padamu, jikalau kau sembarangan menggunakan kekuatan tenaga dalammu, ini berarti mempercepat kematianmu!"
Hui Kiam diam-diam mengatur pernapasannya. Ia merasa bahwa kekuatannya tidak kurang suatu apapun juga hanya karena beberapa bagian jalan darahnya tertutup untuk menahan masuknya racun, tiba-tiba ia teringat bahwa ilmu pelajaran yang dipelajarinya berbeda dengan pelajaran biasa meskipun terkena racun yang bagaimanapun tak akan mati dalam waktu setengah jam, apalagi dengan keadaan badan sendiri sekarang ini, rasanya masih cukup untuk membinasakan musuhnya.
Oleh karena itu, pedang di tangannya menunjukkan sikap untuk melancarkan serangan. Ia berkata dengan suara gemetar:
"Iblis tua, racunmu tak akan bisa berbuat apa-apa terhadap diriku. Kau jangan merasa bangga. Jurus ketiga masih ada, apa kau tahu benar bahwa kau masih bisa hidup?"
"Bocah, kau boleh coba turun tangan!"
"Sambutlah serangan terakhir ini!"
Ucapan itu segera disusul dengan serangan pedangnya dengan kecepatan bagaikan kilat.
Iblis Gajah memperdengarkan suara tertawa aneh, dengan cepat segera melompat mundur.
Akan tetapi, ia ternyata sudah salah menghitung kekuatan tenaga Hui Kiam. Ia juga terlalu percaya pada keampuhan senjata
racunnya. Itulah sebabnya ia menganggap bahwa serangan terakhir Hui Kiam itu tentunya tak berarti apa-apa ....
Hui Kiam yang nampaknya seperti orang terluka memang semua tak menduga akan dapat melakukan serangan hebat itu.
Semua orang yang ada di situ pada menahan napas menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Bu-siang Sian-su mengibaskan lengan jubahnya. Ia berkata dengan suara keras kepada anak muridnya:
"Bertindak!"
Begitu mendengar perintah itu, tiga orang anggota sesepuh yang masih belum luka segera menerjang kepala Iblis Gajah, sedangkan semua kepala bagian masing-masing memberi komando untuk menyerbu kepada orang-orang Persekutuan Bulan Emas.
Pertempuran mati-matian telah terulang.
Tepat pada saat itu tubuh Iblis Gajah yang tinggi besar nampak roboh di tanah. Batok kepalanya yang lebih besar daripada manusia biasa menggelinding jauh, sedang darah menyembur keluar dari lehernya.
Salah satu dari barisan Delapan Iblis negara Thian-tik yang sekian tahun lamanya namanya sangat terkenal, dengan demikian tamatlah riwayatnya. Ia merupakan orang kedua yang mati di ujung senjata pedang sakti Thian Gee sin Kiam sesudahnya Iblis Singa.
Kiranya serangan Hui Kiam tadi sudah menebas putus kepala Iblis Gajah. Kalau sedemikian lama masih belum jatuh, ini satu bukti betapa tajamnya pedang sakti itu dan betapa tingginya ilmu pedang Hui Kiam.
Setelah tubuh Iblis Gajah itu roboh, semua orang baru mengeluarkan suara terkejut dengan keheran-heranan.
Tetapi pada saat itu mata Hui Kiam dirasa sudah berkunang-kunang, tenaganya mulai lenyap. Racun yang berada dalam dirinya agaknya sudah dicegah menjalarnya.
Sekalipun pemimpinnya sudah binasa, tetapi orang-orang berbaju hitam itu semua merupakan tenaga pilihan dalam Persekutuan Bulan Emas, dalam pertempuran itu masih mengunjukkan keganasannya.
Hui Kiam mencoba berusaha untuk mempertahankan dirinya. Ia dapat melihat dua orang Utusan Bulan Emas yang melawan tiga orang anggota sesepuh Siao-liem-sie, ternyata masih menunjukkan keunggulannya. Jikalau mereka dibiarkan saja, walaupun Siao-liem-sie tidak sampai hancur tetapi juga akan mengalami kerugian besar.
Hui Kiam dengan sisa tenaganya yang masih ada, lompat melesat menerjang kedua utusan itu. Dengan tidak banyak bicara ia menggerakkan pedangnya, dalam waktu sekejap saja dua utusan itu sudah binasa di ujung pedangnya.
Dengan kematian dua utusan yang termasuk orang kuat, besar sekali pengaruhnya bagi orang-orang Persekutuan Bulan Emas lainnya. Mereka sudah mulai terdesak, satu persatu dibinasakan oleh kawanan padri kuil Siao-liem-sie. Yang masih hidup, segera lari tunggang-langgang untuk menyelamatkan jiwanya sendiri.
Kawanan padri Siao-liem-sie juga tidak mengejar. Mereka membiarkan musuhnya kabur.
Hui Kiam yang sudah terkena racun, karena dua kali menggunakan kekuatan tenaganya, racun menjalar semakin cepat, sehingga badannya sempoyongan, keringat dingin mengalir keluar.
Karena ia merupakan satu-satunya orang yang menjadi pusat perhatian orang yang ada di situ, keadaan itu sudah tentu tidak dapat mengelabui mata orang.
Tiga anggota sesepuh segera menghampirinya. Satu di antaranya lalu berkata dengan suara cemas:
"Siao-sicu, kau telah terluka."
Hui Kiam coba mempertahankan diri. Ia menjawab dengan suara gemetar:
"Aku....terkena racun!"
"Racun!" demikian tiga anggota sesepuh itu serentak berseru.
Bu-siang Sian-su memerintahkan anak muridnya untuk mengubur orang-orang yang terbinasa dan mengobati anak muridnya yang terluka. Setelah selesai memberikan perintahnya, baru menghampiri Hui Kiam, kemudian berkata sambil merangkapkan dua tangannya:
"Siao-sicu dengan seorang diri telah menolong nasib kuil dan partay kami dari bahaya kehancuran, maka dengan ini kami atas nama semua murid Siao-liem-pay untuk mengucapkan terima kasih banyak-banyak."
Hui Kiam balas menghormat seraya berkata:
"Siansu jangan berkata begitu."
Partay Siao-lim-pay selama itu merupakan suatu partay besar dan sebagai pemimpin semua partay golongan benar dalam rimba persilatan daerah Tionggoan. Meskipun dewasa itu kekuatannya agak mundur, tetapi dengan kedudukan pemimpin suatu partai besar, maka ucapan Bu-siang Sian-su tadi bagi Hui Kiam sebetulnya merupakan suatu penghormatan besar!
Bu-siang Sian-su tiba-tiba dapat melihat keadaan Hui Kiam yang tidak sewajarnya.
"Siao sicu, kau"."
"Boanpwe terkena racun berbisa Iblis Gajah tadi!"
"Racun! Racun apa?"
"Racun berupa kabut yang sangat berbisa!"
"Ah!"
Bu-siang Sian-su terkejut. Agaknya ia kenal baik dengan racun itu, maka ia segera memerintahkan kepada tiga anggota sesepuh, supaya Hui Kiam dibawa ke dalam kamar.
Hui Kiam menolak. Ia berkata:
"Tidak usah, boanpwe ingin... minta diri!"
"Tidak! Racun berkabut ini, kami dahulu pernah dengar. Kata suhu....."
Berkata sampai di situ, ia tidak melanjutkan lagi.
Hui Kiam lalu berkata:
"Siapa terkena racun itu sudah tiada obatnya. Dalam waktu setengah jam pasti akan binasa!"
Tiga anggota sesepuh itu terperanjat, wajah mereka berubah. Bu-siang Sian-su setelah memuji nama Budha lalu berkata dengan suara berat:
"Karena menolong kuil kami dari bencana kehancuran sehingga Siao sicu terkena racun ini, maka biar bagaimana kami pasti hendak berusaha untuk menyembuhkan racun ini!"
"Tahukah Ciangbunjin dengan obat apa dapat memunahkan racun ini?"
"Tentang ini....."
Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui Kiam sudah tentu tahu bahwa tindakan Bu-siang Sian-su itu hanya karena hendak membalas budi, sebetulnya juga tidak yakin benar dapat menghindarkan dirinya dari kematian. Maka kalau toch memang benar mesti mati, perlu apa harus mengotori tempat suci itu" Bukankah lebih baik selagi masih bisa jalan, pergi saja ke tempat sepi untuk menantikan ajalnya dengan tenang"
Karena berpikir demikian maka ia berkata sambil tertawa getir:
"Kuil ini baru saja mengalami pertempuran hebat, perlu diadakan pembersihan, maka boanpwee ingin berusaha sendiri...."
"Apakah siao-sicu yakin dapat menyembuhkan lukamu?"
"Terserah kepada nasib."
"Tetapi...."
"Ciangbunjin masih ada petunjuk apa?"
Bu-siang Siansu nampak ragu-ragu, tapi akhirnya ia mentabahkan hatinya dan berkata dengan suara sedih:
"Siao-sicu barangkali tidak bisa turun dari gunung ini!"
Hui Kiam matanya dirasakan gelap, badannya sempoyongan hingga hampir tak dapat berdiri tetapi ia sudah mengambil keputusan tidak ingin menyusahkan kawanan padri itu maka ia menjawab dengan mantap.
"Budi kebaikan siansu, boanpwee terima kasih banyak-banyak. Tetapi boanpwee sudah mempunyai rencana sendiri."
"Tetapi kami anggap itu tidak baik?"
Tiba-tiba Hui Kiam teringat akan maksud kedatangannya ke kuil itu. Meski tahu ajalnya telah dekat, tetapi ia masih ingin mendapat kesenangan. Ia menenangkan pikirannya dan berkata:
"Kedatangan boanpwee ini sebetulnya ingin menanyakan sesuatu...."
"Silahkan, kami pasti akan memberi keterangan apa yang kami tahu."
"Itu adalah soalnya Pek-leng-lie Khong Yang Hong yang pada lima belas tahun berselang datang seorang diri ke kuil ini."
"O! Lie-sicu pada waktu terjadinya itu, hari itu juga sudah kami bebaskan dari gunung ini!"
Hui Kiam merasa kecewa, tetapi perasaan itu hanya sepintas lain saja timbul dalam hatinya sebab kekecewaan itu sekarang sudah tidak penting lagi baginya. Ia sudah merupakan seorang yang sudah hampir mati. Semua dendam permusuhan dan budi kebaikan juga akan musnah bersama-sama jiwanya.
Maka ia lalu mengangkat tangan memberi hormat seraya berkata:
"Boanpwee mohon diri!"
Ia segera membalikkan badannya berjalan keluar. Tetapi berjalan belum sampai satu tombak ia sudah jatuh roboh di tanah.
"Ah!"
Bu-siang Sian-su dan tiga anggota sesepuh serta beberapa anak murid Siao-liem-pay memperdengarkan suara seruan terkejut.
Dua anggota sesepuh lari memburu. Dengan seorang sebelah ia membimbing Hui Kiam yang saat itu nampak sudah tak ingat lagi.
Wajah Bu-siang Sian-su berubah pucat pasi. Mulutnya berulang-ulang menyebut nama Budha.
Hari itu apabila tidak kedatangan Hui Kiam, kuil Siao-liem-sie pasti tidak luput dari nasib kehancurannya. Mungkin partay besar yang pernah terkenal namanya itu, selanjutnya akan lenyap dari dunia rimba persilatan. Kecuali Hui Kiam, barangkali tak mendapatkan lagi orang lain yang mempunyai kekuatan tenaga untuk menghindarkan bencana tersebut. Jikalau Hui Kiam mati oleh karenanya, boleh ia telah berkorban bagi Siao-liem-sie. Maka Busiang Sian-su yang saat itu menjabat sebagai pemimpinnya, kita dapat membayangkan bagaimana perasaannya pada saat itu.
"Lekas bawa ia ke dalam kamar!" demikian ia perintahkan kepada dua anggota sesepuh itu.
Tiba-tiba satu suara terdengar dari luar kuil:
"Tay-hweshio, apakah Siao-liem-sie turut bergabung untuknya?"
Seorang tua berambut putih dengan sebuah buli-buli di punggung kanan dan pundak kiri tergantung kantong besar, telah muncul dengan tiba-tiba di belakang orang tua itu diikuti oleh delapan orang berbaju hitam.
Bu-siang Sian-su dan tiga anggota sesepuh terkejut ketika melihat kedatangan orang tua itu. Seorang di antara tiga anggota sesepuh lalu berkata:
"Ciok siecu, apa maksud kedatanganmu ini?"
Orang tua itu memang benar adalah Manusia Gelandangan Ciok Siao Ceng yang kini menjabat ketua pelindung hukum Persekutuan Bulan Emas.
Semua anak murid yang sedang membersihkan lantai kuil itu, buru-buru meninggalkan kewajibannya dan maju mengurung.
Suasana kembali tegang.
Delapan orang berpakaian hitam yang mengikuti Manusia Gelandangan itu, setiap orang mengawasi kawanan padri Siao-liem-sie dengan mata beringas.
Dengan sinar mata yang tajam Manusia Gelandangan itu menatap wajah Bu-siang Sian-su kemudian berkata dengan suara keras:
"Ciangbunjin, serahkan dia padaku!"
"Tidak bisa!" jawab Bu-siang Sian-su tegas.
"Ia masih ada waktu setengah jam lagi untuk hidup!"
"Bagaimana dengan maksud Ciok-siecu?"
"Tak usah merepotkan kalian untuk rnengadakan upacara penguburan segala!"
"Kami kata tak bisa!"
"Apakah kau tak memikirkan apa akibatnya?"
Ucapan itu mengandung ancaman. Dengan tanpa dipikirkannya lagi Bu-siang Siansu segera menjawab:
"Betul!"
"Kalau begitu sudah pasti ia akan mati," berkata Manusia Gelandangan sambil tertawa dingin.
"Maksud sicu apakah...."
"Kalau kau serahkan kepadaku aku jamin ia tidak akan mati."
"Apakah aku harus menyerahkan dirinya kepada musuh?"
"Anggaplah begitu!"
"Bagaimana kalian hendak melakukannya?"
"Itu adalah urusan persekutuan kami. Tay-hweeshio tidak perlu tanya."
"Kuulangi lagi jawabanku. Tidak bisa."
"Apakah Tay-hweeshio menghendaki aku turun tangan?"
"Kami bersedia bertempur."
"Hem, Siao-liem-sie berapapun banyaknya padri juga akan musnah...."
Dari berbagai penjuru terdengar suara pernyataan amarah dari kawanan padri. Pembunuhan akan terulang lagi.
Ingatan Hui Kiam masih belum hilang seluruhnya, ia masih mengenali Ciok Siao Ceng. Rasa bencinya sudah sangat mendalam, tetapi saat itu ia masih tidak dapat menyatakan kemarahannya sebab untuk membuka mulutpun sudah tidak mempunyai tenaga.
Manusia Gelandangan lalu memberi perintah kepada orang-orangnya untuk membawa pergi Hui Kiam.
Empat orang yang berpakaian hitam telah menerjang kepada dua anggota sesepuh yang membimbing Hui Kiam. Empat lagi masing-masing berdiri di tempat sendiri-sendiri sambil melintangkan pedangnya. Sedangkan Manusia Gelandangan tiba-tiba melancarkan serangan ke arah Bu-siang Sian-su.
Sisa anak murid Siao-liem-sie yang masih ada segera bergerak memberi perlawanan.
Dengan demikian pertempuran hebat berkobar lagi. Beberapa jurus kemudian, Bu-siang Sian-su tetdesak mundur, sedangkan empat orang berpakaian hitam yang turun tangan lebih duiu, saat itu sudah berhasil mendesak mundur dua anggota sesepuh dan menguasai diri Hui Kiam.
Manusia Gelandangan yang maksudnya telah tercapai, lalu memerintahkan orang-orangnya menghentikan pertempuran.
Orang-orang kedua pihak segera berhenti bertempur. Dalam pertempuran yang singkat itu kawanan padri Siao-liem-sie terluka sepuluh orang lebih, untung tiada yang binasa.
Manusia Gelandangan memasukkan tangannya ke dalam kantong besar itu. Dari dalam mengeluarkan sebuah benda bundar berwarna merah, ia berkata dengan suara bengis:
"Ini adalah bom Pek-lek-tan. Manusia tidak sanggup mempertahankan dirinya dari ledakan bom ini, maka ciangbunjin suruhlah mereka mundur."
Dada Bu-siang Sian-su dirasakan hampir meledak, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Terpaksa dengan hati mendongkol ia memerintahkan anak muridnya mundur sejauh satu tombak lebih tetapi masih tetap dengan kedudukannya yang mengurung, agaknya tidak sayang melakukan pertempuran lagi.
Manusia Gelandangan berkata pula:
"Ciangbunjin, pil obat Tay-hoan-tan kuil Siao-liem-sie dapat menyambung nyawanya dua jam lagi."
"Apa artinya?"
"Harap ciangbunjin berikan dua butir kepadaku."
"Apakah supaya kalian ada waktu untuk permainkan diriku?"
"Ini adalah satu jalan untuk menolong dirinya."
"Siapa mau percaya ucapanmu ini?"
"Percaya atau tidak, terserah kepadamu sendiri."
"Kami lebih suka melihatnya mati tetapi tak suka menyerahkan kepadanya ke tangan iblis."
Manusia Gelandangan berkata sambil mengancam dengan senjata peledaknya:
"Benda permainan semacam ini semuanya ada lima buah. Untuk meratakan kuil Siao-liem-sie tak menjadi soal."
"Kuil kami lebih baik hancur untuk membela kebenaran tetapi tidak akan menyerah dengan ancaman!"
"Ciangbunjin, kau nanti akan menyesal!"
"Tidak."
"Sekalipun seluruh anak murid kuil Siao-liem-sie turut mengorbankan jiwa, juga tak dapat menolongnya. Ciangbunjin, kau pikirlah baik-baik."
Bu-siang Sian-su berdiam dan berpikir sejenak. Agaknya ia telah tersadar, maka lalu berkata:
"Apakah Persekutuan Bulan Emas tidak mengijinkan ia mati?"
"Tadi aku toh sudah mengatakan."
"Hendak menolong?"
"Tidak salah."
"Apa maksudnya?"
"Ciangbunjin, sudah tidak ada waktu lagi!"
Bu-siang Sian-su lalu berpaling dan memerintahkan pengawalnya untuk mengambil dua butir pil Tay-hoan-tan.
Semua anak murid Siao-liem-sie, telah dikejutkan oleh keputusan pemimpinnya itu.
Tidak lama kemudian seorang padri telah memberikan pil itu kepada pemimpinnya. Bu-siang Sian-su lalu memasukkan pil itu ke dalam mulut Hui Kiam.
Manusia Gelandangan lalu memerintahkan orang-orangnya membawa pergi Hui Kiam.
Empat orang berpakaian hitam lalu membawanya pergi.
Manusia Gelandangan berkata kepada Bu-siang Sian-su dengan nada suara dingin:
"Persekutuan kami tidak akan membiarkan musuhnya hidup. Ciangbunjin, kau tunggu saja!"
Sehabis berkata demikian, ia membawa empat anak bualnnya berlalu meninggalkan kuil tersebut.
Bu-siang Sian-su termangu-mangu beberapa lama, kemudian berkata dengan suara nyaring:
"Perhatian semua anak murid. Setelah semua urusan selesai, kecuali anak murid yang telah kami tunjuk tinggal di dalam kuil, yang lainnya harus meninggalkan kuil ini. Soalnya yang lainnya,
nanti setelah kami berunding dengan para sesepuh, akan mengeluarkan petunjuk lagi."
Semua anak murid Siao-liem-sie lalu bubaran untuk melakukan kewajiban masing-masing.
Ketua anggota sesepuh Ngo-ien-taysu dengan sikap yang sungguh-sungguh berkata kepada Bu-siang Sian-su:
"Ciangbunjin, siao-sicu itu berbudi besar terhadap kuil kita. Seharusnya kita tolong dirinya supaya terhindar dari bahaya, tetapi
mengapa ciangbunjin menyerahkannya kepada Manusia Gelandangan"!"
"Sebab kami mendapat firasat baik!"
"Tolong jelaskan firasat apakah itu!"
"Kalau ia berdiam di dalam kuil pasti binasa, tetapi kalau kuberikan kepada Manusia Gelandangan belum tentu akan binasa!"
"Sebabnya?"
"Seorang yang mempunyai bakat luar biasa seharusnya bukanlah orang sembarangan. Kami juga melihat dia bukanlah seorang yang pendek umurnya."
"Tetapi dari kejadian dan perbuatan yang dilakukan Siok-sicu itu ada kemungkinan Persekutuan Bulan Emas akan menggunakan kekejaman lagi untuk menyiksa dirinya"."
"Apakah Tianglo tadi tidak dapat melihat tanda-tanda yang mencurigakan?"
"Tidak!"
"Pertama, Ciok siaocu dengan kedudukan yang tinggi begitu tiba lalu menyatakan maksudnya hendak minta orang. Ini sudah jelas bahwa tujuannya hanya terhadap pemuda itu saja. Tidak perduli dengan maksud apa ia menghendaki sie-cu itu, tetapi apabila Penggali Makam tidak sampai mati, niscaya masih ada kesempatan hidup baginya. Kedua, Iblis Gajah yang berkedudukan sebagai anggota pelindung hukum tertinggi, seharusnya dihormat oleh
orang-orang Persekutuan Bulan Emas. Tetapi, Ciok siaocu dan anak buahnya ketika berlalu dari sini, tidak membawa jenasahnya. Ini adalah suatu bukti bahwa Persekutuan Bulan Emas hanya menggunakan tenaga iblis itu saja, sedikitpun tak ada perasaan hormat atau menjunjung tinggi persahabatan.
Maka persekutuan itu belum tentu hendak menuntut balas bagi Iblis Gajah. Ketiga, ucapan Ciok siaocu selagi hendak meninggalkan kami mengatakan bahwa persekutuan itu tak akan melepaskan orang yang dipandang sebagai musuhnya. Ucapan itu kalau kita tinjau dari sudut buruk, ini merupakan ucapan yang mengandung ancaman. Tetapi kalau kita tinjau dari sudut baik, dia seolah-olah bermaksud memperingatkan kita supaya mengawasi diri. Inilah pandangan kami."
"Apakah berdasarkan pemandangan itu maka ciangbunjin mengambil keputusan membubarkan anak murid kita untuk menghindarkan tindakan pembalasan kejam dari Persekutuan Bulan Emas?"
"Tepat!"
"Tetapi bagaimana apabila kenyataan nanti merupakan kebalikannya dari apa yang kita bayangkan?"
"Semoga jangan sampai begitu!"
"Apabila Penggali Makam mendapat siksaan hebat, ini berarti bahwa ia telah berkorban untuk Siao-liem-sie, bagaimana kita nanti mesti menghadapi orang-orang rimba persilatan" Dan di mana akan kita taruh muka kita?"
Wajah Bu-siang Sian-su segera berubah. Ia berkata:
"Tiauglo tak usah banyak bicara. Kami yakin bahwa Penggali Makam pasti tak akan mengalami kematian!"
"Semoga demikian!" berkata Ngo-in taysu sambil memuji nama Budha.
Mari kita kembali kepada Hui Kiam yang dibawa oleh Ciok Siao Ceng. Dalam keadaan gusar dan sakit hati, ingatannya yang sedikit masih ada akhirnya lenyap seluruhnya.
Ketika ia tersadar kembali, ia telah mendapatkan dirinya rebah di atas pembaringan yang empuk. Kepalanya masih dirasakan pusing, badannya lemas sehingga bergerak sedikit saja juga hampir tak bertenaga. Dengan berusaha sekuat tenaga ia menggeser badannya ke pinggir pembaringan. Sinar pelita membuat kabur matanya perlahan-lahan dapat melihat di hadapan sebuah meja dekat jendela tampak bayangan belakang seorang wanita berbadan langsing.
Siapakah bayangan itu"
Tempat apakah itu"
Hui Kiam berusaha menenangkan pikirannya. Akhirnya ia telah membuktikan bahwa itu bukan mainan atau khayalan. Perlahan-lahan dari bayangan belakang itu ia dapat menerka siapa dia adanya orang itu. Seketika itu hatinya dirasakan hampir melompat keluar, keringat dingin mengucur keluar.
Apa yang harus diperbuatnya kini"
Apakah maksud mereka membawanya kemari"
Apakah yang akan terjadi selanjutnya"
Belum lama berselang, hampir tiap detik setiap menit ia memikirkan diri si "dia". Tetapi sekarang sebaliknya ia ingin menyingkir. Andaikata ia mempunyai tenaga untuk bergerak, tanpa ragu-ragu lagi ia pasti akan meninggalkan tempat itu.
Ia pernah tergila-gila kepadanya. Tetapi sekarang kenyataan telah memaksanya mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan dengannya. Sebab "dia" adalah putrinya pemimpin Persekutuan Bulan Emas yang menjadi musuh utama rimba persilatan, dan celakanya, "dia" juga turut ambil bagian melakukan perbuatan yang terkutuk dan disumpahi oleh semua orang rimba persilatan. Ini justru merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
Memutuskan perhubungan cinta kasih yang sudah sangat mendalam mudah sekali diucapkan juga enak sekali kedengarannya, tetapi penderitaan batin bagi orang yang bersangkutan takkan dapat dirasakan oleh orang luar. Manusia adalah makhluk yang berperasaan, sejak dahulu kala hingga sekarang, berapakah jumlahnya yang dapat memikirkan benar -benar dengan akal yang sebat-sebat"
Bayangan di depan matanya itu membalikkan badannya. Di bawah sinar pelita, wajahnya yang cantik agaknya lebih cantik. Kecantikannya menyilaukan mata, hanya di balik wajah yang cantik itu samar-samar diliputi perasaan dingin.
Hui Kiam setelah mengalami goncangan hebat dalam hatinya, akhirnya ia seperti orang yang tak berpikiran lagi. Orang berada keadaan demikian, akal budinya memang mudah dikaburkan.
Hui Kiam tidak merasa berhutang karena mendapatkan dirinya masih hidup. Ia tahu bahwa kalau sampai pada saat itu dirinya masih bisa mempertahankan jiwanya, itu semata-mata karena khasiat pil Tay-hoan-tan kuil Siao-liem-sie yang sangat mujijat, sedangkan racun dalam tubuhnya masih belum lenyap. Bagaimana akibatnya, masih susah diduga.
la memejamkan matanya, sedikitpun tidak berani bergerak. Karena teraling oleh kelambu, bayangan perempuan itu tidak dapat tahu bahwa ia sudah sadar.
Pada saat itu, seorang pelayan wanita diam-diam masuk ke dalam kamar, lalu berkata dengan suara perlahan-lahan:
"Ibu majikan, apakah ia belum sadar?"
Bayangan itu yang bukan lain daripada Tong-hong Hui Bun, menjawab dengan suara sedih:
"Aku tidak tahu bagaimana harus berbuat!"
"Apakah Beng-cu tahbu bahwa ia di tangan ibu majikan?"
"Mungkin tahu!"
"Maksud Beng-cu?"
"Tidak mengijinkan ia hidup lagi!"
"Ibu majikan seharusnya segera mengambil keputusan!"
"Tetapi... aku cinta kepadanya!"
"Maaf, budakmu berkata terus terang. Pikiran Beng-cu adalah betul."
"Jadi harus membunuhnya?"
"Ibu majikan adalah seorang cerdik, tentunya dapat memikirkan akibat yang menakutkan di kemudian hari."
"Tetapi aku tidak bisa turun tangan."
"Ia mungkin tidak akan sadar lagi untuk selama-lamanya. Tidak perlu ibu majikan turun tangan!"
"Tetapi...."
"Harap ibu majikan pikir masak-masak, sebentar Beng-cu datang."
"Kau keluarlah!"
Pelayan perempuan itu melirik ke atas pembaringan sejenak lalu mengundurkan diri dan menutup pintu kamar.
Tong-hong Hui Bun berdiri termangu-mangu mengawasi Hui Kiam yang dianggapnya belum sadar. Mukanya menunjukkan perubahan berulang-ulang. Mungkin ia sedang memikirkan suatu keputusan menolong atau membinasakannya.
Hui Kiam melirik. Semua gerak-gerik Tong-hong Hui Bun telah dilihatnya, tetapi semua itu sudah tidak membangkitkan reaksi pada dirinya. Ucapan pelayan perempuan tadi memang betul, tidak perlu orang lain turun tangan, apabila batas waktu telah tiba, ia juga akan binasa.
Dari sela-sela kelopak mata Tong-hong Hui Bun nampak mengembang butiran air mata yang jatuh membasahi kedua pipinya.
Hui Kiam yang menyaksikan pemandangan yang menyedihkan itu, tergeraklah hatinya.
Apa yang ia sedang pikirkan" Mengapa ia menangis"
Tong-hong Hui Bun menggeser kakinya menghampiri pembaringan. Ia membuka kelambu. Dengan mata sayu memandang Hui Kiam sejenak, kemudian berkata dengan suara sedih:
"Adik, mengapa aku jatuh cinta terhadapmu" Mengapa pula kau berkedudukan demikian" Salah, sejak permulaan sudah salah, tetapi aku tidak mempunyai keberanian untuk membenarkan kesalahan ini...."
Ia menundukkan kepala dengan perlahan mencium pipi Hui Kiam. Ciuman itu hampir meruntuhkan pikiran dan semangat Hui Kiam.
"Adik, bencilah aku! Supaya kau tidak terlalu menderita, aku terpaksa membantu kau mengakhiri hidupnya!"
Darah sekujur badan Hui Kiam dirasakan semakin cepat mengalir. Dalam hatinya timbul perasaan seperti terkoyak-koyak. Wanita yang pernah menjadi kekasihnya, sekarang hendak turun tangan mengakhiri hidupnya sendiri, betapakah kejam nasib itu"
Apakah ia harus melawan" Tidak mempunyai tenaga! Ya! Matilah! Biar dengan cara demikian mengakhiri hidupnya.
Mati terbunuh oleh orang yang dicintai, atau mati karena racun, meskipun ada bedanya, tetapi akhirnya toh sama saja.
Ia tidak bergerak menantikan ajalnya.
Tong Hong Hui Bun mengangkat tangannya. Jari manisnya ditujukan kepada pelipis kiri Hui Kiam. Hanya satu totokan ringan saja sudah cukup untuk mengakhiri jiwa Hui Kiam dan semua persoalan dengan sendirinya akan menjadi beres.
Jari perempuan cantik itu gemetar hebat, lama tidak dapat melanjutkan gerakannya".
Parasnya berubab pucat pasi, pikirannya bergerak-gerak, sinar matanya yang menggiurkan berubah demikian guram. Dalam waktu sekejap itu, seolah-olah ia sudah berubah menjadi lain rupa.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang amat perlahan, kemudian terdengar suara pelayan wanita itu:
"Ibu majikan, Beng-cu datang berkunjung."
Paras Tong-hong Hui Bun berubah pucat. Sambil menggigit bibir, jari tangannya meluncur ke arah Hui Kiam. Sesaat ketika ujung jari hendak menyentuh jalan darah di pelipis kiri Hui Kiam, tiba-tiba ia menariknya kembali. Dengan suara perlahan yang hampir tidak kedengaran ia berkata:
"Adik, aku tak sanggup bertindak, tetapi mungkin juga tidak dapat menolongmu. Aku sekarang berikan kepadamu sebutir obat pemunah racun sebagai tanda cintaku. Hidup atau mati, tergantung kepada nasibmu sendiri!"
Dengan cepat dari dalam sakunya dikeluarkannya sebutir pil, dimasukkan ke mulut Hui Kiam, kemudian meninggalkannya.
Seorang tinggi besar yang berkerudung di mukanya, telah muncul di dalam kamarnya.
"Ayah!" demikian Tong-hong Hui Bun berkata menyambut orang itu.
"Anak, keberanianmu terlalu besar!"
"Ayah, kau....."
"Aku bertanya kepadamu, dari tangan Ciok Siao Ceng kau menahan bibit bahaya ini, apakah maksudmu?"
Tong-hong Hui Bun menundukkan kepala menjawab dengan suara gemetar.
"Anakmu tidak sanggup mengendalikan perasaan sendiri!"
"Kau seorang anak yang durhaka. Dengan perbuatan ini berarti kau sengaja hendak menghancurkan usaha yang dibangun oleh ayah sendiri!"
"Anakmu tidak berani!"
"Dan lagi, apabila rahasia kita terbuka, dengan kepandaian dan kekuatannya pada dewasa ini, tahukah kau apa akibatnya?"
Dengan tak dirasa sekujur badan Tong-hong Hui Bun gemetaran. Ia mundur satu tindak.
Sang ayah itu berkata pula:
"Tahukah kau sampai di mana gilanya perbuatanmu ini" Tahukah kau bahwa kau sedang bermain dengan api?"
"Ayah!"
"Minggir!"
"Kau?"
"Dia tidak boleh tidak harus mati."
"Anakmu ingin memajukan satu permintaan!"
"Permintaan apa?"
"'Biarlah anakmu sendiri" yang turun tangan mengakhiri hidupnya!"
Hui Kiam seolah-olah dicemplungkan ke dalam kuali minyak mendidih. Hatinya hancur lebur.
Dengan suara keras sang ayah berkata:
"Kau jangan coba main gila"!"
Sehabis berkata demikian, ia mendorong Tong-hong Hui Bun kemudian berjalan menghampiri pembaringan,
Tong-hong Hui Bun yang menyaksikan itu, lalu memanggil ayahnya dengan suara sedih:
"Ayah, benarkah kau hendak membunuhnya"!"
"Apakah aku perlu main-main?"
"Lebih baik kau bunuh anakmu lebih dulu!"
"Benarkah kau sehingga mati belum mau insaf?"
"Ia sudah terkena racun Iblis Gajah, sehingga sudah merupakan seorang yang sudah mendekati kematiannya"."
"Tetapi ayahmu hendak turun tangan sendiri untuk menghabiskan jiwanya!"
Hui Kiam yang rebah terlentang di pembaringan hanya pura-pura pingsan. Semua pembicaraan antara ayah dan anak itu didengarnya jelas sekali. Cinta kasih Tong-hong Hui Bun yang begitu besar terhadap dirinya merupakan suatu penderitaan batin yang sangat hebat, sebab kenyataan telah menunjukkan bahwa percintaan itu biar bagaimana harus diputuskan.
Tetapi manusia tetap manusia. Bagaimana dapat menghilangkan perasaannya" Betapapun juga tindakan itu merupakan suatu tindakan yang tidak mudah dilakukan oleh siapapun juga.
Sementara itu obat pemunah racun yang diberikan oleh Tong-hong Hui Bun dengan tergesa ternyata sudah menunjukkan kedahsyatannya. Perasaan lemas di badannya dengan cepat telah lenyap, kekuatan tenaga dalamnya sudah mulai normal lagi. Selain disebabkan karena latihannya yang sempurna, juga karena berkat khasiatnya dua pil Tay-hoan-tan yang dipandang sebagai barang pusaka kuil Siao-lim-sie.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan racun dari dalam badannya dan memulihkan kembali kekuatan tenaganya.
Apabila pada saat itu pemimpin Persekutuan Bulan Emas benar-benar turun tangan, masih belum mempunyai kekuatan tenaga untuk melawan sebab kekuatan pemimpin itu masih terlalu tinggi baginya. Dalam keadaan yang sudah pasti mati, ia telah mendapat sedikit kesempatan untuk hidup, sudah tentu ia tidak akan melepaskannya begitu saja.
Di satu pihak ia berusaha mengeluarkan seluruh kekuatan, di lain pihak ia mengharapkan Tong-hong Hui Bun menghalangi ayahnya untuk bertindak.
Jaraknya antara mati dan hidup pada saat itu dirasakan pendek sekali harapannya.
Dalam keadaan putus asa Hui Kiam belum pernah merasa takut menghadapi kematian. Tetapi di mana masih mendapat sedikit kesempatan hidup, ia bcrusaha sekuat tenaga untuk mengejarnya kesempatan itu.
Pemimpin Persekutuan Bulan Emas sudah mengangkat tangannya. Ia mengayunkan ke arah pembaringan, tetapi kemudian tiba-tiba ditarik kembali dan berkata kepadanya:
"Budak, aku melupakan suatu urusan besar"."
Tong-hong Hui Bun yang menyaksikan orang yang dicintainya itu segera akan binasa di tangan ayahnya sendiri, hatinya hancur luluh. Ketika mendengar perkataan ayahnya, segera bertanya dengan perasaan bingung.
---ooo0dw0ooo--JILID 27 "URUSAN APA?"
"Bukankah ia sudah mendapatkan pedang sakti Thian kie Sin-kiam?"
"Ya !"
"Dimana pedang itu sekarang?"
"Itu disana!"
Tong-hong Hui Bun menjawab sambil menunjuk kedinding gi belakang pembaringan.
Hui Kiam seketika itu sangat gelisah, apabila pedang sakti itu jatuh ditangan pemimpin Bulan mas, habislah segalanya. Sekalipun kekuatannya sendiri sudah pulih juga susah untuk melawan kekuatan pemimpin itn. Apabila ia tidak menggunakan pedang sakti itu, maka ia tidak mampu mengeluarkan seluruh kepandaiannya
dengan ilmu pedangnya, lebih tak berdaya untuk menghadapi pedang Bulan mas pemimpin itu.
Tetapi biar bagaimana ia juga tidak mungkin mengambil pedang itu dari atas dinding tembok, sebab apabila ia bergerak sedikit saja tidak nanti dapat lolos dari serangan pemimpin Bulan mas yang mematikan.
Karena kegelisahan dalam hatinya itu keringat mengalir sangat deras diluar dugaan sisa racun yang masih dalam dirinya, semakin cepat terdepak keluar dari dalam tubuhnya.
Dengan suara gemetar pemimpin Bulan mas itu berkata:
"Coba kau ambil untuk kulihatnya!"
Dengan badan lesu Tong hong Hui Bun rnenggerakan kakinya, dari atas dinding tembok ia mengambil pedang sakti....
Hui Kiam sudah tidak mendapat kesempatan untuk berpikir lagi, ia tidak menghiraukan kekuatan tenaganya yang masih belum pulih kembali, dengan kecepatan bagatkan kilat melancarkan serangan dengan telapak tangan dan jari tangan.
Perbuatannya iiu sesungguhnya diluar dugaan siapapun juga.
Pemimpin Bulan mas sama sekali tidak menduga tindakan Hui Kiam itu, menghadapi serangan demikian hehat, secara tergesa-gesa ia balas menyerang sambil mundur tiga langkah, sehingga kakinya menubruk meja, hingga meja itu terbalik pelitanyapun padam.
Hui Kiam sudah lompat turun dari pembanngannya, kemudian menyambar pedang saktinya dari tangan Tong hong Hui Bun.
Entah disengaja atau tidak. Tong hong Hui Bun membiarkan pedangnya diambil dengan mudah.
Meskipun pelitanya sudah padam, tetapi di dalam mata Hui Kiam yang sudah berkepandaian demikian tinggi sedikitpun tidak merintangi pandangan matanya lagi.
Sepasang mata pemimpin Bulan mas memancarkan sinarnya yang bengis dan menakutkan sudah terang bahwa kemarahannya sudah memuncak. Sedangkan Tonghong Hui Bun berdiri termangu-margu ditempatnya tak bergerak juga tak sepatah perkataanpun yang keluar dari mulutnya, perasaan hatinya sangat kalut.
Hui Kiam tidak melepaskan kesempatan untuk memulihkan kekuatan tenaganya sekalipun kesempatan itu hanya amat singkat saja. ia memeggang pedang saktinya dengan sikap hendak membuka serangan, diam-diam mengatur pernapasannya untuk memusatkan kekuatan tenaga dalamnya.
Keadaan dalam kamar itu meskipun luas, tetapi karena disitu terdapat pembaringan dan meja kursi, maka sisanya yang terluang hanya tinggal seluas kira kira satu tombak persegi saja
Tiga orang itu berdiri dalam posisi saling berhadapan, dengan bentuk segi tiga.
Sementara itu pemimpin persekutuan Bulan mas juga sudah menghunus pedangnya.
Dalam ruangan kamar yang tidak berapa luasnya itu, sesaat itu telah diliputi oleb suasana pembunuhan dan kematian.
Suasana nampak sunyi sepi.
Semakin lama waktunya saling berhadapan dalam keadaan demikian semakin menguntungkan Hui Kiam.
Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan nada suara dingin pemimpin Bulan mas. berkata kepada anaknya:
"Btidak hina. apakah kau sudah memberikan obat pemunah kepadanya"''
Tong-hong Hui Bun tidak menjawab. Deugan mata tidak tergeser dari Hui Kiam pemimpin itu melanjutkan kata-katanya.
"Btidak hina akibat dari perbuatanmu yang menuruti hatimu sendiri ini. akan membuat habis segala usaha yang kupupuk dengan susah payah sekian lamanya, kau jangan sesalkan aku tidak mempunyai perasaan sebagai ayah daripada dikemudian hari kau
akan mengalami kematian yang mengerikan. lebih baik kau sekarang habiskan jiwamu sendiri, nah bertindaklah"
Badan Tong-hong Hui Bun gemetar parasnya pucat pasi, dengan sinar mata yang sayu memandang Hui Kiam.
Hati Hui Kjuid sangat kalut, dengan tanpa dirasa mulutnya menyetuskan perkataan:
"Cici, kau tidak boleh mati!"
"Bocah apakah kau pikir masih bisa hidup?" berkata pemimpin Bulan mas dengan suaranya yang menakutkan sekali.
"Malam ini kita harus rnelakukan Suatu pertempuran yang menentukan!"
"Aku bersumpeh tidak akan membiarkau kau hidup lebih dari satu jam!"
"Aku pikir juga begitu."
"Mari kepekarangan luar!"
"Silahkan!"
Dua orang itu segera keluar dari dalam kamar menuju kepekarangan.
Pekarangan itu dilapisi batu berwarna hijau tempatnya luas sekali.
Tong-hong Hui Bun juga ikut keluir. ia ber kata kepada dua pelayan wanita yang berada dipintu pekarangan:
"Keluarkan perintah, menutup pekarangan tengah dan belakang!"
"Baik!"
Dua pelayan wanita itu segera berlalu Apakah sebetulnya tempat ini" Dilihat bentuk bangunannya, agaknya merupakan rumah penginapan, tetapi juga tidak mirip. Kalau mau dikata tempat itu adalah markas pusatnya persekutuan itu, atau gedung cabangnya, perlu apa perintahkan orang-orangnya untuk menutup.....
Hui Kiam tidak ingin memikirkan soal itu. apa yang dihadapinya sekarang, ialah ia harus menghadapi pertempuran mati-matian itu dengan sepenuh tenaga,
Kedua pihak sama-sama tangguh semua tidak menunjukkan rasa takut.
Meskipun dalam lapangan itu hanya terdapat tiga orang saja, tetapi seluruh lapangan itu seolah olah sudah diliputi ketegangan yang luar biasa.
Ini adalah suatu pertempuran mati matian antara kekuatan tenaga dan ketajaman otak dan keteguhan semangat, sedikit lengah saja, dapat mengakibatkan kematian.
Dalam suatu penandingan antara dua jago yang berkepandaian sangat tinggi, apabila kekuatan dan kepandaian kedua pihak selisih tidak banyak, kematian dan kemenangan dapat diputuskan dalam waktu sekejap saja, sebab kekuatan kedua pihak sudah mencapai suatu batas maksimum, bagaimanapun menyerang, sulit untuk merebut kemenangan, maka yang terpenting adalah mencari kelengahan dipihak lawan nya, apabila mendapat kesempatan sedikit saja segera melakukan serangan yang mematikan. Demikian keadaan Hui Kiam dan pimpinan Bulan mas pada waktu itu.
Hampir satu jam lamanya, kedua pihak sama sama tidak bergerak, namun demikian kekuatan dan semangat yang digunakan oleh ke dua pihak cukup banyak.
Justru karena demikian maka Hui Kiam tidak berhasil memulihkan seluruh kekuatannya bahkan sebaliknya.
Perlahan- lahan ia merasakan tekanan keras ini adalah suatu tanda yang menakutkan, apabila keadaan demikian berlangsung terus, maka, akibatnya, dalam waktu satu jam semangat nya akan tunrun!
Satu-satunya jalan, hanya segera melakukan serangan.
Karena pikirannya bekerja, semangatnya sedikit banyak turut terganggu, bagi pemimpin persekutuan Bulan mas, ini sudah merupakan suatu kesempatan baik untuk bertindak.
Sudah tentu pikiran Hui Kiam dan tindakan juga hampir timbul dan melakukan dalam waktu bersamaan.
Kedua senjata ampuh kedua pihak saling beradu, dalam benturan ini menimbulkan percikan api.
Meskipun kedua belah pihak hampir tidak ketahuan siapa yang mau bertindak lebih dulu, tetapi sedikit perbedaan tokh ada juga, pihak pemimpin persekutuan Bulan mas yang beitindak lebih dulu, juga justru kerena perbedaan yang sedikit itu saja, maka Hui Kiam terpental mundur dua langkah.
Hampir bersamaan waktunya masing-masing mata ditujukan kepada senjatanya sendiri karena senjata yang digunakan masing-masing merupakan senjata sakti dari jaman purbakala, maka dalam pertempuran yang mengunakan seluruh kekuatan tenaga itu, dapat di lihat senjata siapa yang lebih baik atau ampuh.
Hui Kiarn setelah mengawasi pedangnya sendiri dengan cepat mengarahkan perhatiannya kepada lawannya.
Tubuh pemimpin Bulan mas tampak sedikit bergetar, ia telah dapat kenyataan bahwa pedang Bulan mas yang dipandang sebagai jiwanya sendiri, ternyata sudah terdapat sedikit gompal, dengan demikian pemimpin yang berambisi besar ingin menguasai seluruh rimba persialtan telah menjadi kalah, disamping itu, tekadnya hendak membinasakan Hui Kiam semakin bulat, karena tindakan itu kecuali menyingkirkan satu bahaya dan rintangan besar bagi usahanya, juga berarti akan mendapatkan sebilah pedang pusaka dan jaman purbakala, berdasar dua tujuan ini saja sudah cukup baginya untuk mencapai maksud nya.
Karena mukanya tertutup oleh kain kerudung sehingga tidak dapat dilihat perobaban apa yang terjadi diwajahnya itu. tetapi dan sinar matanya yang menembus dan lubang Kain kerudung itu. sudah cukup untuk rnengukur sampai dimana perasaannya,
"Serahkan jiwamu!"
Demikian pemimpin itu berseru, pedang Bulan mas bergerak sekelebat, dengan memancarkan sinar kuning yang berbentuk Bulan sabit, dengan hebatnya mengancam Hui Kiam.
Tong-hong Hui-Bun yang menyaksikan itu parasnya berubah seketika.
Sambil menggigit bibir, Hui Kiam mengeluarkan gerak tipunya yang paling hebat. gerak tipu serangan itu, boleh dikata merupakan gerak tipu paling dasyat dan segala gerak tipu serangan berbagai ilmu silat, ampuh digunakan untuk menyerang tetapi juga kokoh kuat untuk menjaga serangan, dalam taktik defensif gerak tipu ini merupakan suutu taktik yang rapat tak mudah ditembusnya, dan keistimewaannya gerak ini, dalam posisi defensif mengandung gerak tipu menyerang apabila sang lawan lebih kuat, biar bagaimana juga tak dapat merobohkannya, dan kalau kekuatan lawannya berimbang, pasti dapat rnerebut kemenangan dan apabila menghadapi musuh yang agak lemah, tak nanti dapat lolos dari serangan kematian.
Namun demikian ilmu pedang Bulan mas Juga merupakaci suatu ilmu pedang luar biasa yang jarang ada dalam rimba persilacan.
Kembali dua pedang itu saling beradu, dalam waktu yang sangat singkat dua senjata itu sudah beradu tidak kurang dari tiga puluh kali, setiap kali merupakan hantaman-hantaman yang amat dahsyat.
Akhirnya kedua pihak, masing-masing mundur satu langkah, ini merupakan suatu bukti bahwa dalam pertempuran jurus itu, kekuatan dua pihak ternyata berimbang.
Apabila kekuatan Hui Kiam sudah pulih Seluruhnya, keadaan tidak demikian.
Setelah mereka mundur istirahat sebentar, keduanya maju lagi. mereka sama-sama mempunyai satu tujuan, ialah hendak mengakhiri pertempuran itu dalam waktu selekas mungkin.
Sejurus demi sejurus telah berlangsung, tiba tiba dari medan pertempuran itu terdengar suara seruan tertahan, dua orang yang bertempur sengit itu terpencar mundur satu tombak lebih, ptidak
Hui Kiam mengucurkan darah, sedangkan depan dada pemimpin persekutuan Bulan mas juga penuh darah ternyata kedua duanya telah terluka.
Dalam beberapa jurus yang sangat singkat kedua pihak sudah mengeluarkan seluruh kepandaian masing-masing yang paling ampuh juga mengeluarkan tenaga sepenuhnya, maka waktu mundur untuk mengaso, keduanya menggunakan kesempatan itu untuk mengatur pernapasannya mereka nampaknya gemetar, seolah olah baru habis melakukan pertempuran sengit yang lama dalam waktu beberapa jam lamanya.
Sejenak setelah berada dalam keadaan yang demikian, keduanya bergerak lagi, setindak demi setindak mendekati sehingga sejarak dekat sekali.
Terdengar pula suara beradunya kedua senjata, kedua bayangan orang terpental terhuyung-huyung, kali ini terpisahnya agak lebih jauh kira-kira dua tombak lebih, suara bernapas dua orang terdengar nyata.
Wajah Hui Kiam putih bagaikan kertas sudah kehilangangan sikapnya yang angkuh seperti semula.
Muka pemimpin persekutuan Bulan mas yang tertutup oleh kain kerudung hanya tampak sinar matanya saja yang sudah guram, tubuhnya yang besar gemetar hebat.
Hanya Tong-hong Hui Bun yang masih berdiri tegak ditemparnya bagaikan patung, pikirannya sangat kalut karena kedua orang yang sedang bertempur mati matian itu, satu adalah ayahnya, dan yang lain adalah kekasihnya, ia tidak ingin kekasihnya terbunuh, juga tak ingin ayahnya mendapat celaka. Ia tak dapat memilih satu diantaranya, kedua-duanya sama beratnya. Andaikata hatinya tidak dipengaruhi asmara, saat itu asal ia turun tangan, sudah pasti Hui Kiam akan binasa.
Tetapi, apakah ia bisa berbuat demikian"
Suasana semakin tegang, kedua pihak mulai bergerak lagi.
Kedua duanya perlahan lahan saling mendekati, kemudian secepat kilat keduanya saling menyerang lagi.
Kali ini agak berkurang banyak kekuatan tenaga mereka masing masing mundur terhuyung huyung lagi beberapa langkah, kemudian kedua duanya jatuh dan duduk lemas ditanah. Mulut Hui Kiam mengalir darah, wajahnya nampak bengis, sedangkan kain kerudung yang menutupi muka Pemimpin persekutuan Bulan mas sudah basah kuyup seluruhnya.
Kedua pihak sama sama berusaha untuk berdiri lagi, tetapi ternyata tidak berhasil, hingga terpaksa duduk lagi, nampaknya kedua pihak semua sudah kehabisan tenaga, bahkan terluka parah bagian dalamnya.
Dalam pertempuran antara kedua jago pedang yang sama kuatnya, memang menghamburkan tenaga dalam tidak sedikit maka kekuatan tenaga dalam dihamburkan oleh kedua orang ini, sesungguhnya besar sekali.
Hui Kiam mengerti keadaannya sendiri, apabila musuhnya masih ada sedikit tenaga saja ia sendiri pasti tidak akan bisa lolos dan tangannya, dan apabila ia sendiri juga masih mempunyai sedikit kekuatan, pasti juga dapat membinasakan lawannya.
Meskipun ancaman maut iru sama-sama mereka hadapi, akan tetapi keadaan luka tidak mengijinkan mereka untuk memikirkan bagaimana harus menyingkir dari kematian itu.
Sedangkan dipihak Tong hong Hui Bun, bagaimanapun gilanya sudah tidak akan melindungi musuh yang membunuh ayahnya.
Dalam hati Hui Kiam berpikir, apabila ia sendiri dengan pemimpin persekutuan Bulan mas mati bersama-sama mungkin dunia rimba persilatan akan tenang dan tentram, pengurbanan itu masih ada harganya, yyalaupun permusuhan dan dendam sakit hatinya sendiri belum terbalas tetapi untuk kepentingan dan keselamatan rimba persilatan dan masyarakat pengorbanan seorang tidak berarti baginya.
Karena berpikir demikian, semangatnya timbul kembali, dengan cepat ia mencoba berusaha memulihkan kembali sekuatnya, ia mengharap sebelum pihak lawannya pulih kembali kekuatannya, ia dapat menggunakan sisa tenaganya yang masih ada, untuk menghabiskan riwayatnya biang keladi bencana rimba persilatan.
Piiran semacam itu sekejap telah melupakan kepada sang kekasih yang mempunyai kecantikan bagaikan bidadari itu. ia tidak boleh tidak harus melemparkan jauh-jauh pikiran terhadap kekasihnya, karena itu ia harus menghindarkan diri jangan sampai terbunuh, apa yang terbentang dihadapan matanya sekarang ini hanya antara mati dan hidup.
Tiba tiba terdengar suara pemimpin persekutuan Bulan mas kepada Tong-Long Hui Bun
"Bunuh dia."
Ucapan itu diluar dugaan Hui Kiarn, apabila Tong hong Hui Bun benar-benar turun tangan terhadap dirinya karena takut kepada ayahnya, maka habislah riwayatnya sendiri, ia terkejut dan ketakutan, tetapi semua itu sudah tidak ada gunanya lagi. ia mengerti harapan untuk hidup dari kematian memang sudah tidak ada harapan, satu satunya yang ada pada saat itu ialah supaya dapat mati bersama-sama dengan pemimpin kejahatan itu, dengan Kemauan dapat merobah nasib rimba persilatan, maka ia harus mempertahankan sedapat mungkin untuk berusaha sekuat tenaga, tetapi kalau sudah tidak bisa, ya apa boleh buat itu terserah kepada takdir.....
Tong hong Hui Bun ketika mendengar perinth ayahnya, sejenak nampak terkejut, kedua matanya terbuka lebar, bibirnya pucat pasi badannya gemetar.
Sementara itu terdengar pula ucapap pemimpin persekutuan Bulan mas,
"Btidak hina kau dengar atau tidak?"
"Ayah, aku....."
"Bunuh dia! "
Badan Tong hong Bui Bun bergoncang goncang. tetapi kakinya tidak bergerak.
"Btidak apa kau inginkan aku memanggil orang untuk turun taugan?"
Hui Kiam memejamkan matanya, ia tidak menghiraukan itu semua, ia terus berusaha memulihkan tenaga .
Tong hong Hui Bun akhirnya menggeser kakinya perlahan-lahan, kaki dirasakan berat sekali, bagaikan seorang yang berjalan menuju ketiang gantungan, sebab ia disuruh menghabiskan jiwa kekasihnya sendiri yang paling di cintai dalam seumur hidupnya.
Dalam jarak yang sangat pendek itu, seolah olah terpisah beberapa pal jauhnya, ia mengeluarkan banyak tenaga baru berhasil mendekati Hui Kiam.
"Ayoh segera turun tangan!" demikian perintah ayahnya.
Ia berdiri bagaikan patung air mata nya bercucuran.
"Btidak, apakah kau berani melawan perintah" '
"Ayah. . . aku minta kau supaya mengijinkan anakmu bersamanya mengundurkan diri dari dunia Kang-ouw, tidak akan muncul-muncul lagi!"
"Tidak bisa."
"Ayah. ..."
"Aku tidak mempunyai anak perempuan durhaka seperti kau ini. pikirlah usiamu sendiri, pikirlah apa yang kau perbuat selama beberapa tahun ini" Kau lupa masih ada yang lain yang tidak puas sebelum mendapatkan dirimu, kalau kau mati memang sudah seharusnya, tetapi aku tidak dapat membiarkan kau merusak cita-citaku karena kebodohanmu sendiri, kau jangan kira aku tidak tega turun tangan membunuh kau...."
Tong hong Hui Bun agaknya terpengaruh hatinya oleh kata kata ayahnya itu ia menguatkan hatinya, tangannya diangkat naik.
Sepasang mata Hui Kiam terbuka lebar menatap paras Tong-hong Hui Bun. Sikaprya nampak bingung tetapi tak mengandung kebencian!
Jantung Tong-hong Hui Bun tergoncang hebat, badannya gemetar, tangan yang sudah di angkat naik berhenti ditengah udara, ia tidak dapat melanjutkan gerakannya. Air mata mengalir deras tidak dapat dibendung lagi.
Suatu kekuatan entah darimana datangnya, membuat Hui Kiam berdiri dengan mendadak! Dengan tanpa sadar Tong hong Hui Bun mundur satu langkah, tangannya masih terangkat tinggi keatas tetapi tidak bergerak.
Pemimpin persekutuan Bulan mas juga berbangkit perlahan lahan, bentaknya dengan suara bengis,
"Minggir."
Tong-tong Hui Bun tidak bergerak, tangan nya perlahan lahan diturunkan kembali.
Sepasang mata Hui Kiam memancarkan sinarnya beringas lagi, wajahnya yang pucat pasi nampaknya demikian dingin kaku, ia mengawasi Tong hong Hui Bon sejenak pedangnya diangkat diatas dada, berjalan menghampiri pemimpin Bulan mas.
Suasana mulai gawat lagi.
Pemimpin persekutuan Bulan mas nampaknya masih belum pulih kembali kekuatan tenaganya ia masih belum mempunyai kekuatan untuk menghadapi serangan yang akan dilancarkan oleh Hui Kiam itu ia menancapkan pedangnya ditanah untuk menunjang dirinya, mulutnya mengeluarkan suara geraman, tangannya dimasukan kedalam saku.
Hui Kiam terperanjat, ia tahu bahwa musuhnya itu pasti hendak menggunakan senjata rahasia, ia tidak boleh membiarkan musuhnya mendapat kesempatan untuk bertindak, maka badannya segera bergerak melesat...,,,,..
"Kau..." demikian terdengar suara seruan Tong hong Hui Bun yang segera menggerakkan tangannya.
Hui Kiam yang menggunakan sisa kekuatan tenaganya yang baru mulai pulih, untuk memburu pemimpin persekutuan Bulan mas mungkin masih bisa, tetapi untuk melawan kekuatan tenaga Tong-hong Hui Bun itulah tidak mungkin lagi.
Tanpa ampun lagi Hui Kiam terpental sejauh tiga tombak dan jatuh roboh ditanah, mulutnya menyambyrkan darah segar.
Pemimpin persekutuan Bulan mas berkata dengan suara bengis:
"Hui Kiam dia masih belum mati."
"Tidak bisa hidup lagi!" jawab Tong-hong Hui Bun dengan suara gemetar.
"Kau buktikan, supaya aku tahu!'
"Ini.... buktinya . . , . "
"Kau totok lagi jalan darah kematiannya."
"Ayah. dia tidak akan bisa hidup lagi,..."
"Hem, bem."
Pemimpin persekutuan Bulan mas mengangkat kakinya berjalan menuju ketempat dimana Hui Kiam rebah dan terlentang, ia hendak membuktikan sendiri kematian pemuda itu, karena tidak percaya kepada anaknya, ia hanya percaya kepada diri sendiri.
Paras Tong hong Hui Bun berobah pucat, karena ia tahu Hui Kiam tidak mati, pukulannya tadi memang kelihatannya hebat, tetapi sebetulnya ia memperhitungkan dengan tepat tidak akan membahayakan jiwanya, akan tetapi, ia tidak berdaya untuk menghalangi tindakan ayahnya.
Hui Kiam sudah tidak sadar, apa yang terjadi ia sudah tidak tahu sama sekali.
Tiba-tiba dipekarangan depan terdengar beberapa suara bentakan orang, lalu disusul oleh suara jeritan yang sangat mengerikan.
Tidak berapa lama bayangan orang menerjang masuk ketempat itu, seorang yang masuk dulu adalah seorang berpakaian warna lila, memakai kerudung kain lila dimukanya. Orang itu bukan lain daripada orang berbaju lila. Dibelakangnya diikuti oleh orang tua tada turunan. Ie It Hoan dan delapan orang lagi yang bersenjatakan pedang.
Kawanan pelayan wanita yang semula menjaga ditempat tersembunyi, segera muncul keluar kawanan pelayan itu ternyata ada delapanbelas orang banyaknya ....
Saat itu dari empat penjuru terdengar suara bentakan dan pertempuran yang sangat riuh. nampaknya orang-orang dari pihak berbaju lila tidak sedikit jumlahnya.
Tong-hong Hui Bun dengan cepat menyambar pedang Bulan mas dari tangan ayahnya....
Orang berbaju lila lompat melesat kehadapan pemimpin persekutuan Bulan mas:
Pemimpin persekutuan Bulan mas itu nampaknya sangat heran, bentaknya dengan suara gemetar:
"Kau ?"
Sementara Ie It Hoan dengan cepat sudah mendukung tubuh Hui Kiam.
Sedangkan delapan orang yang mengikuti orang berbaju lila sudah mulai bertempur dengan delapan orang pelayan wanita.
Orang tua tiada turunan berkata kepada Ie it Hoan.
"Bocah lekas lari. biarlah aku yang melindungi."
Baru saja berkata demikian pedang Bulan mas ditangan Tong-hong Hui Bun sudah menyambar kearahnya, serangannya ada begitu hebat dan ganas, dengan seorang berkepandaian demikian
tinggi seperti Orang tua tiada turunan, juga masih belum berani gegabah menyambut serangan itu, ia berkelit dan melompat mundur satu tombak lebih
Hampir bersamaan pada saat itu, pedang Tong hong Hui Bun, balik menyerang kepada Ie It Hoan yang baru saja hendak kabur, oleti karena kekuatan maupun kepandaian Ie It Hoan yang baru saja hendak kabur, oleh karena kekuatan maupun kepandaian Ie It Hoan jauh lebih dibawah Tong-hong Hui Bun, sudah tentu ia tidak berani melawan dan balik mundur.
Tong hong Hui Bun karena khawatir pedangnya akan melukai Hui Kiam, maka tidak melancarkan serangannya yang mematikan, tetapi tangan Kirinya sudah bergerak menyertai gerakan pedangnya, sehingga dengan mudah dapat merebut Hui Kiam dari tangan Ie It Hoan!
Sementara itu orang tua tiada turunan sudah dikeroyok o!eh tiga orang pelayan wanita.
Tong-hong Hui Bun menggerakkan pedang nya lagi, mendesak mundur Ie It Hoan sehingga dua tombak lebih dua orang pelayan perempuan segera maju menyerang Ie It Hoan.
Sesaat kemudian terjadilah pertempuran sengit didalam pekarangan itu.
Tong-hong Hui Bun mengawasi lima orang pelayan yang berdiri disampingnya lalu berkata kepada mereka:
"'Bawa dia pergi, dengan jiwa kalian kau melindungi keselamatannya!"
Lima pelayan itu segeia menerima baik perintah majikannya, salah satu diantaranya menggendong diri Hui Kiam, dengan dilindungi oleh empat orang lari menuju ke pintu samping.
Orang tua tiada turunan bersama Ie It Hoan dengan serentak melancarkan serangan hebat, setelah berhasil mendesak mundur lawannya, mereka melepaskan diri dan mengejar kelima pelayan wanita yang membawa lari Hui Kiam.
Mari sekarang kita tengok orang berbaju lila, yang menghampiri pemimpin Bulan mas, ia berkata dengan suara gemetar: "Tonghong Bengcu, sekarang aku harus membahasakan kau dengan sebutan ini...." .
"Kau mau apa" "
"Ada ayah demikian jahat seperti kau ini, maka barulah melahirkan anak perempuan jahat bagaikan ular berbisa, karena perbuatan terkutuk itu Tuhan juga tidak akan membiarkan ia membuat sesukanya sekarang, aku tidak akan menuntut balas dendam tentang permusuhan pribadiku, aku hanya hendak membunuh kau untuk menolong nasib rimba persilatan dari keganasan!"
Pemimpin persekutuan Bulan mas yang saat itu sedang terluka parah, ia tahu tidak berdaya menghadapi orang berbaju lila maka ketika mendengar perkataan itu segera mundur satu langKah dan berkata.
"Kau berani?"
Orang berbaju lila memperdengarkan suara tertawanya yang mengandung sipat hinaan lalu berkata:
"Bengcu, sudah tiba waktunya untuk kau sadar dari mimpimu."
Tangannya lalu bergerak dan menyerang ke arah dada pemimpin persekutuan Bulan mas,..
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara orang berkata:
"Kau benar-benar berani!"
Lalu disusul dengan berkelebatnya sinar pedang kearah Orang berbaju lila, sehingga Orang berbaju lila terpaksa menarik serangannya dan melompat kesamping.
Tong-hong Hui Bun, segera muncul dan menghadang didepan ayahnya.
Ketika orang berbaju lila lompat melesat kesamping, sudah menghunus pedangnya, kemudian berkata dengan suara bengis:
"Perempuan hina, aku sekarang hendak mencincang tubuhmu."
Untuk sesaat Tong-hong Hui Bun nampak tertegnn kemudian berkata dengan suara agak gemetar.
'Malam ini aku tidak membiarkan kau lolos dari pedangku."
"Perempuan hina kau sedang bermimpi serahkanlah jiwamu." jawab Orang berbaju lila sambil tertawa terbahak-bahak.
Ia lalu membuka serangannya, dengan satu gerak tipu yang ganas menikam kearah Tong hong Hui Bun.
Bukan kepalang terkejut Tocg-hong Hui Bun ia telah mendapat kenyataan bahwa kepandaian Orang berbaju lila ini jauh lebih maju dari pada yang sudah lalu, gerakan tangannya yang begitu aneh hampir hampir membuat ia tidak percaya, maka dengan cepat ia segera mengangkat pedangnya untuk menyambut serangan tersebut.
Orang berbaju lila agaknya juga tahu tajam nya pedang mas itu, tidak menantikan sampai pedangnya beradu, ia sudah merobah gerak tipunya. dalam lima jurus ia sudah berhasil mendesak Toug hong Hui Bun sedemikian rupa, jikalau ia tidak takut beradu senjatanya dengan senjata pusaka purbakala ditangan Tong hong Hui Bun, sehingga tak leluasa melancarkan serangannya, didalam ilmu jurus itu, sekalipun Tong-hong Hui Bun tidak mati, tetapi setidak-tidaknya juga akan terluka parah.
Pemimpin Bulan mas yang menyaksikan g rakan pedang Orang berbaju lila lalu berseru:
'Ini adalah ilmu pedang Hian-hong Kiam-hoat warisan Tee-hong."
Sambil melanjutkan serangannya Orang ber baju lila menjawab dengan suara bengis:
"Sedikitpun tidak salah, kalau kau tahu itu lebih baik, aku hampir saja lupa mewakili Tee hong menagih hutang darimu"
"Apa katamu?"
"Mewakili Tee-hong menagih hutangmu, kau tahu bagaimana uau harus membayarnya?"
"He, be, be, aku tahu!" Setelah mendengarkan suara tertawanya yang menusuk telinga, keadaan pemimpin Bulan mas bergerak, tangan kanannya diangkat tinggi kemudian menggulung, gerakannya itu tak mengandung kekuatan sedikitpun juga, tetapi luar biasa anennya.
Badan orang berbaju lila itu terbuyung-huyung, ia berkata dengan suara agak gemetar
"Kiranya adalah kau . . . sekarang aku baru mengerti . . . kau . . , "
"Seharusnya dari dulu kau sudah mengerti!"
"Baik"
Tong-hong Hui Bun menggunakan kesempatan itu melakukan serangan pembalasan dengan beruntun ia melancarkan serangannya yang mematikan.
Orang berbaju lila ini lalu memerintahkan kepada orang-orangnya:
"Saudara-saudara mundur!"
Dengan sekaligus ia melancarkan tiga kali serangan yang mematikan, sehingga Tong hong Hui Bun terdesak mundur sedikitpun tidak dapat balas menyerang.
Dalam pertempuran tadi, dua pengikut Orang berbaju lila terbinasa sedangkan dipihak pelayan wanita ada lima orang lebih yang roboh. sisanya orang orang berbaju lila setelah mendengar perintah 'mundur' lalu mengundurkan diri.
Orang berbaju lila lalu bergerak meninggalkan Tong hong Hui Bun dua orang pelayan yang coba merintangi dibinasakannya dalam waktu sekejap saja.
Sambil berseru: ' Kau tidak bisa kabur lagi!' Tong-hong Hui Bun lompat melesat mengejar Orang berbaju lila.
Setelah mengalami pertempuran sengit yang cukup lama kecuali beberapa orang pelayan wanita tak tampak seorang anak buah persekutuan Bulan mas yang masuk kedalam pekarargan itu, ini satu bukti betapa keras perintah persekutuan Bulan mas.
Suara pertempuran diluar pekarangan juga mulai sirap, nampaknya semua sudah mengundurkan diri.
Mari sekarang kita tengok keadaan Hui Kiam setelah sadar ia telah mendapatkan dirinya rebah terlentang dipembarigan dalam sebuah kamar yang diatur sedemikian rapi dan bersih, kepalanya masih dirasakan pusing, otaknya dil\rasakan kosong melompong, melibat keadaan disekitarnya setiap benda didalam kamar itu tidak terlepas dari perhatiannya, perlahan lahan, ingatannya kembali lagi. .. .
Apakah ia sedang bermimpi"
Tempat apakah ini"
Apakah dirinya sendiri.
Tiba-tiba ia bertanya kepada dirinya sendiri:
"Apakah aku masih hidup"'
Satu suara yaog halus lembut segera menjawab:
"Siangkong, kau sudah sadar?"
Hui Kia, terperanjat, ia hendak duduk, tetapi baru bergerak rasa sakit ditubuhnya memaksanya menjatuhkan dirinya lagi. ia hanya dapat mencari dengan matanya, saat itu seorang pelayan perempuan muda sedang menghampiri tempat tidurnya, hatinya lalu bercekat, karena ia tahu bahwa dirinya masih berada ditangan Tong hong Hui Bun, ia hanya ingat selagi ia hendak melakukan serangan teihadap persekutuan Bulan mas. telah terpental oleh serangan Tong-hong Hui Bun, dan apa yang terjadi selanjutnya ia sudah tidak tahu lagi.
Pertama, ia ingat kepada pedang pusakanya Thian Gee Sin Kiam yang dipandang sangat penting bagaikan jiwanya sendiri maka mata nya segera mencari kesekitatnya. . .
"Siaogkt?ng mencari apa?"
"Pedangku ..."
*Itu didinding, belakang Siangkong!"
"Oh!"
Hatinya merasa lega, kemudian ia berkata pula:
"lni tempat apa?"
"Kamar menginap sementara ibu majikan kita."
"Dimana sekarang ia berada?"
"Masih dikantor cabang...." berkata sampai disitu pelayan itu tiba-tiba diam.
"Kantor cabang" Apakah itu adalah tempat tadi malam kita bertempur?"
"Ya itulah kantor cabang kedua persekutuan kita"
"Bagaimana aku bisa berada disini"
"Kita telah mendapat perintah untuk mengantar Siangkong kemari."
"Mengapa ibu majikanmu tidak membunuh aku "'
"Tentang ini...Siangkong tentunya tahu sendiri, seumur hidupnya Ibu majikan hanya bicara dengan sungguh hati terhadap seseoang, orang itu ialah Siangkong sendiri."
Hui Kiam terperanjat, berdiam sejenak, kemudian bertanya pula:
"Dan dimana Bengcumu sekarang berada ?"
"Setelah Siangkong pingsan, Oraug berbaju lila tiba-tiba menyerbu dengari orang orangnya ..."
"Orang berbaju lila?"
"Ya ..."
"Dan selanjutnya?"
"Kita telah meninggalkan tempat itu selagi pertempuran masih berjalan, bagaimana keaadaan selanjutnya kita masih belum tahu."
Hui Kiam timbul suatu perasaan tidak enak sejak Orang berbaju lila itu mencuri kepandaian ilmu silat Tee hong, kepandaiannya sudah mendapat banyak kemajuan, kalau ia berani melakukan penyerbuan ke cabang persekutuan Bulan mas sudah pasti mempunyai rencana yang sempurna, apabila pemimpin persekutuan Bulan mas mati ditanganoya, ini sudah tentu merupakan suatu kejadian yang menggembirakan, tetapi Tong hong Hui Bun mempunyai permusuhan hebat dengannya ia pasti tidak akan melepaskannya begitu saja, dengan kepandaiannya Tong hong Hui Bun mungkin masih dapat melepaskan diri, tetapi hingga sekarang masih belum tampak bayangannya entah apa yang terjadi sebetulnya.
Hui Kiam sejak peristiwa pertandingan di panggung Lui tay, ia sudah berkeputusan hendak memutuskan hubungan asmara dengan Tong hong Hui Bun, tetapi hingga saat itu ia masih terjalin sedikit hubungan yang masih belum terputus benar-benar, maka terhadap keselamatan dirinya, sedikit banyak ia masih memperhatikannya,
Apalagi Tong hong Hui Bun sudah menolong lagi dirinya, apabila ia tidak menahan dirinya dari tangan manusia gelandangan, tetapi terjatuh ditangan pemimpin Bulan mas. ia pasti sudah mati. Dan apabila ia tak diberi obat pemunah, juga sudah lama mati. karena racun Iblis Gajah lagi pula apabila ia tidak berani menentang perintah ayahnya, juga sudah mati didalam pekarangan cabang persekutuan Bulan mas , . .
Ini bukan berarti ia merasa menanggung budi melainkan karena budi itu timbul lagi rasa cintanya yang sudah mulai muncul.
Seorang jantan tulen yang memang bersipat tegas untuk membedakan antara budi dengan musuh, dengan ditambahnya budi itu maka persoalannya menjadi lebih sulit.
Akan tetapi peibuatan pemimpin persekutuan Bulan mas yang mengganas dan ambisinya yang begitu besar hendak menguasai rimba persilatan merupakan suatu usaha kejahatan yang tidak dapat
dibiarkan begitu saja, dalam kenyataanuya antara kejahatan dan kebenaran ini sudah melupakan seperti api dengan air, kalau ia tidak membunuhnya, pasti akan terbunuh, sudah tidak ada jalan lain lagi.
Tetapi penjahat itu justru menjadi ayah kekasihnya, dalam keadaan demikian mungkin kah perhubungan asmara itu bisa kekal "
Perkembangan yang akan terjadi selanjutnya antara ia dengan perempuan cantik itu, entah akan berubah bagaimana"
Kalau ia memikirkan itu semua pikirannya, kalut sehingga badannya gemetar:
Bagaimana harus berbuat.
Ia berpikir terus berpikir bolak balik hatinya satu jalan saja yang dapat diambil jalan itu ialah ia harus berlalu dari sini sebelum bertemu muka lagi dengannya. Nanti setelah sudah membalas dendam semua sakit hatinya, dan melenyapkan ancaman rimba persilatan dalam suasana tenang tentram itu barulah membayar hutang budinya. . .
Tiba-tiba ia teringat akan Ciu Wan Tin gadis yang mencintai dirinya begitu besar yang kini masih menantikan kedatangan didalam makam pedang, terhadap anak piatu toa supeknya itu sudah merupakan suatu kewajiban dan keharusan baginya untuk melindunginya.
Berpikir sampai disitu ia merasakan dirinya seperti berada ditengah tengah api yang sedang berkobar. Penderitaan dalam bathin jauh lebih bebat dari penderitaan badan.
Ia lalu mengambil keputusan, tidak memperdulikan apa yang akan terjadi dikemudian hari yang penting adalah membereskan persoalan dihadapan matanya.
Pertama, ia harus menyembuhkan luka-luka nya lebih dulu, supaya kepandaian dan kekuatannya pulih kembali jikalau tidak semuanya berarti nol besar.
Maka ia lalu berkata dengan suara hambar:
"Nona, aku ingio beristirahat scbentai, harap supaya jangan diganggu"
"Kalau begitu aku tadi telah mengganggu siangkong." berkata pelayan itu sambil tertawa.
"Bukan, bukan itu maksudku aku hanya mengharap jangan terlalu sering mengurusi diriku"
"Luka dalam siangkong tidak ringan . . ."
"Aku tahu!"
"Sayang, ibu majikan belum pulang, obati untuk menyembuhkan luka ..."
"Tidak perlu"
"Apakah siangkong ingin makan sedikit dulu?"
"Tidak usah!"
"Kalau begitu aku mohon dilindung, apabila siangkong perlu apa apa, boleh mengetok lonceng didekat pembaringan itu!"
"Ow!"
Pelayan wanita itu lalu mengundurkan diri dan menutup pintu kamarnya.
Hui Kiam menenangkan pikirannya, ia bersemedi sambil terlentang tdak lama kemudian rasa sakit dalam tubuhnya perlahan lahan telah hilang, napasnya berjalan seperti biasa, hawa hangat mengalir menyusuri seluruh tubuhnya.
Pulihnya kembali demikian cepat kekuatannya sesungguhnya diluar dugaannya, ia segera mengerti itu pasti hasiatnya dua pel tay-hoan tan yang ia pernah telannya, ia merasa sangat girang ia segera bangun dan duduk melanjutkan semedi.
Dua jam kemudian, badan Hui Kiam sudah terasa segar kembali, kekuatan tenaganya sudah pulih semua, ia lalu turun dari pembaringan, dari sinar matahari yang masuk dari lubang jendela,
waktu itu ternyata sudah lewat tengah hari tetapi keadaan sunyi senyap tidak terdengar sedikitpun suara orang, juga tidak tampak bayangan seorangpun juga.
Ketika dilihat keadaan yang demikian kebanyakan Tong hong Hui Bun masih belum pulang.
Hui Kiam pikir, inilah suatu kesempatan baik baginya untuk berlalu.
Maka ia mengambil pedang saktinya yang tergantung didinding tembok, setelah diperiksa sejenak, lalu digantung dipinggangnya, dengan tak disengaja, di kaca melihat bayangannya sendiri ternyata sekujur badannya yang penuh dengan darah, la lalu mengerutkan keningnya kalau ia muncul di tempat umum dalam keadaan seperti itu. bukankah akan mengejutkan orang" Tetapi kamar itu adalah kamar sementara Tong-hong Hui Bun. darimana didapatkannya pakaian lelaki"
Apabila tempat itu merupakan suatu tempat atau desa yang sunyi sepi masih tidak halangan, tetapi apabila sebuah kota ramai, bukankah berabe"
Sesaat lamanya ia merasa bingung.
la mondar-mandir didalam kamar tanpa sadar, tangannya membuka pintu lemari.
Begitu terbuka, ia melengak, sungguh aneh dalam lemari tergantung beberapa potong pakaian panjang kaum pria, yang lebih mengherankan pakaian itu semuanya, berwarna lila.
Ini sangat mengherankan, kepunyaan siapa kah pakaian pria ini, ia masih ingat bahwa dengan mengandalkan ilmu awet mudanya, sehingga Tong hong Hui Bin masih dapat mempertahankan kecantikannya padahal ia sudah merupakan seorang perempuan, yang usianya lebih dari empat puluh tahun.
Ia dipanggil ibu majikan oleh pelayan-pelayannya, Sudah tentu sudah bersuami dan pakaian-pakaian ini mungkin peninggalan suaminya.
Siapakah lelaki yang menjadi suaminya itu"
Belum pernah menyambutnya. , , ,
Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
la teringat kembali diri orang berbaju lila apa yang telah terjadi dimasa yang silam, terbayang lagi dalam otaknya. ......,
Orang berbaju lila itu pernah beberapa kali memaksanya supaya memutuskan hubungannya dengan Tong hong Hui Bun,
Ia juga telah memaki perempuan hina ke pada Tong hong Hui Bun.
Diatas puncak gunung dekat gua batu. Tong hong Hui Bun telah paksa orang berbaju lila terjun kedalam jurang,
Berulang-ulang Tong-hong Hui Bun menyangkal pernah mengadakan hubungan dengan orang berbaju lila, bhikan ia mengatakan sebagai menusia busuk dalam rimba persilatan.
Siapakah yang benar"
Dari manakah pakaian berwarna lila ini"
la merasa telah terhina cintanya yang suci murni telah di nodakan
Apakah dibalik wajah yang cantik molek bagaikan bidadari itu, hanya merupakan satu jiwra seorang jahat dan busuk "
Wajah Hui Kiam yang tampan seketika berubah menjadi pucat pasi otot-otot kelihatan menonjol keluar.
Sejenak kemudian, amarahnya mulai reda ia tertawa sendiri baik juga. anggaplah semua itu sebagai satu impian buruk, betapapun halnya ia tokh sudah mengambil keputusan hendak memutuskan hubunganya dengan perempuan cantik itu, perlu apa menyusahkan hatinya sendiri"
Sakit bati ibunya masih belum terbalas, begitupun sakit hati suhunya.
Sahabat-sahabat dunia rimba persilatan menaruh pergharapan besar atas dirinya apabila ia terpila-gila oleh kecantikan seorang
perempuan bermoral rendah, apakah masih pantas dengan kedudukannya sebagai seorang gagah"
Ia telah insaf, lalu membuka bajunya yang penuh darah, ia ganti dengan pakaian warna lila itu, kemudian menggantung kembali pedang saktinya pada pinggangnya, dengan tindakan lebar berjalan keluar dari kamarnya.
Diluar kamar, terbentang pekarangan yang mempunyai pemancangan, indah, disitu terdapat banyak tanaman bunga dan bangunan yang sangat indah.
Heran, tetap tidak tampak bayangan seorangpun juga.
Mendadak matanya terbuka lebar, bulu romanya dirasakan berdiri, hatinya hampir melompat keluar
Darah berceceran ditanab, bangkai manusia berserakan disana sini, ada bangkai pelayan psrempuan, ada juga bangkai orang berpakaian hitam, pemandangan itu sangat mengerikan.
Ia lalu lompat melesat mengitari pekarangan itu. keluar dari pintu pekarangan, kembali terdapat suatiu pekarangan luas, disitu juga terdapat banyak bangkai manusia bergelimpangan.
Ia berdiri bingung, sungguh tidak menyangj ka bahwa dalam waktu sangat singkat itu telah terjadi pertumpahan darah begitu besar. Siapakah gerangan yang menyerbu tempat ini"
Nampaknya dalam gedung ini sudah tidak terdapat seorangpun yang masih hidup. Dengan kepandaian orang-orang persekutuan Bulan mas dan pelayan wanita itu, tidaklah mungkin demikian mudah dibunuh habis oleh musuhnya Kalau itu benar. entah bagaimana kepandaian dan kekuatan musuhnya itu "
Dan apakah maksud orasig tiu melakukan pembunuhan besar-besaran ini"
Mengapa ia sendiri tidak tahu"
Ia memikirkan semua kejadian itu, hampir saja melompat, ya! Mengapa musuh itu tidak turun tangan terhadap dirinya" Mengapa
pedang saktinya yang menjadi perebutan oieh hampir semua orang Kang ouw tidak ada yang mengganggu"
Semua ini agaknya sangat mustahil, tetapi kenyataannya memang benar:
Ia mengharap dapat menemukan orang hidup untuk diminta keterangannya tetapi seorangpun tidak diketemukan.
Nanti setelah Tong hong Hui Bun pulang dan menyaksikan keadaan demikian entah bagaimana reaksinya"
Dengan tindakan berat ia berjalan keluar diri pekarangan gedung itu Begitu berada diluar ia baru tahu bahwa bangunan itu terletak disebuab kaki gunung, disekitarnya tiada terdapat sebuah bangunan rumahpun juga, tempat ini letaknya terpencil dan sepi sekali didepan pintu pekarangan, terdapat banyak pohon cemara, sehingga dari jauh seperti sebuah rimba didalam rimba itu kembali terdapat banyak bangkai manusia,
Dibakarnya gedung kediaman Tong hong Kui Bun yang lama, kejadian itu terbayang pula dalam otak Hui Kiam, pikirnya, apakah ini perbuatan orang berbaju lila lagi"
Kemungkinan itu besar sekali, dengan kesukaannya orang berbaju lila terhadap warna lila. Hui Kiam segera menarik kesimpulan apabila pakaian warna lila yang tergantung dalam lemari itu adalah kepunyaan orang berbaju lila ini merupakan bukti bahwa antara orang ber baju lila dengan Tong hong Hui Bun terjalin suatu hubungan luar biasa, hubungan itu mungkin hubungan suami istri, mungkin juga hubungan kekasih, hanya sedemikian itu maka orang berbaju lila baru mengetahui tempat tempat, kediaman Tong hong Hui Bun yang sangat dirahasiakan, dan dengan demikian pula, sehingga ia dapat bertindak dengan leluasa.
Jikalau dugaannya itu tidak keliru, menurut keterangan pelayan wanita itu, katanya Orang berbaju lila bersama serombongan anak buahnya menyerbu gedung cabang itu, sedang kan Tong hong Hui Bun hingga saat itu masih belum kelihatan bayangannya, ada kemungkinan sudah celaka ditangan Orang berbaju lila.
Berpikir sampai disitu, semacam perasaan aneh timbul dalam hatinya; tidak peduli bagai mana keadaannya sekarang ini, diwaktu yang lalu ia sudah pernah cinta kepada perempuan itu, sudah melupakan suatu kenyataan, juga merupakan kenyataan pula.
Kecantikan Tong-hong Hui Bun yang biasa menimbulkan iri hati bagi siapa yang melihatnya terbayang pula dalam otaknya, sehingga dengan tanpa sadar semangatnya seolah-olah terbang melayang.
Dari Tong hong Hui Bun ia teringat kepada diri pemimpin persekutuan Bulan mas.
Pemimpin persekutuan Bulan mas itu pernah bertempur hebat dengannya, satu sama lain sudah terluka parah, kalau benar Orang berbaju lila melakukan penyerbuan secara mendadak, kepala penjahat itu pasti tak luput dari cengkraman tangan orang berbaju lila. dan kalau itu benar, maka rimba persilatan dikemudian hari akan terlepas dari ancaman bahaya.
Dengan demikian, berarti pula saatnya untuk membuat perhitungan dengan Orang berbaju lila juga sudab tiba.
Yang terakhir tinggal dua persoalan mengenai kemana jatuhnya tusuk konde mas berkepala burung Hong dan jarum melekat tulang yang masih merupakan teka-teki
Jikalau semua persoalan sudah selesai maka ia akan meninggalkan diri dengan Cui Wao Tin didalam makam pedang itu, tidak akan muncul lagi didunia Kang-ouw.
Berpikir sampai disifu. ia tersenyum sendiri
Tiba-tiba dari suatu tempat tidak jauh terdengar suara orang tertawa dingin:
Hui Kiam terkejut, ia segera menyerbu kearah datangnya suara itu, tetapi ternyata tidak menemukan seorangpun juga, ia baru merasa terheran heran, suara itu terdengar pula dan kali ini sudah berada sejauh sepuluh tombak dihadapannya.
Ia merasa penasaran kembali melompat melesat ketempat itu, ia hanya dapat melihat berkelebatnya satu bayangan orang yang kemudian menghilang, ia semakin penasaranya lalu mengejarnya.
Bayangan orang itu mempunyai kepandaian yang mengejutkan, hanya beberapa kali berkelebat sudah melalui dan menghilang beberapa tikungan dijalan pegunungan.
Hui Kiam terus mengejar dengan ilmu kepandaian meringankan tubuhnya.
Setelah melalui tikungan terakhir, bayangan orang itu lenyap kedalam rimba.
Teranglah bahwa orang itu sengaja memancing dirinya untuk mengejar sampai disitu, tanpa menghiraukan pantangan yang ada pada orang-orang rimba persilatan yang segan memasuki kedalam rimba lebat yang ada musuh nya, cepat sekali ia menyerbu kedalam rimba.
Rimba itu sangat lebar, keadaan didalaminya amat gelap, apabila orang itu bersembunyi dan tidak bergerak, susah untuk diketahui nya.
Hui Kiam memusatkan pandangan matanya untuk mencarinya tetapi ia tak dapat melihat apa-apa, sehingga akhirnya ia berkata dengan keras:
"Sahabat dari mana mengapa melakukan perbuatan rendah demikian rupa, apakah takut diketahui oleh orang?"
Segera terdengar jawaban seorang tua: "Aku si orang tua ada disini!"
Hui Kiam tanpa menoleh, dengan mengandalkan daya pendengarannya, segera menyerbu ketempat suara itu.
"Bocah bagus sekali kepandaianmu!" demikian satu suara menegurnya, seorang berambut putih dengan wajahnya yang luar biasa telah berdiri dihadapannya.
Orang tua itu mengenakan pakaian panjang berwarna kuning, sepatu dan kaos kaki putih tangannya membawa sebatang tongkat,
rotan kasar dan hitam wamanya. sepasang matanya memancarkan sinar tajam,
Hui Kiam mengawasi orang tua itu sejenak. lalu berkata kepadanya:
"Apakah locianpwe memanggil boanpwe?"
"Boleh kata begitu!"
"Peristiwa berdarah didalam gedung itu...,"
"Jangan bicarakan soal itu!"
"Bagaimana sebutan locianpwe yang mulia":
"Satu manusia agung dalam dunia!"
Sepasang mata Hui Kiam terbuka lebar, wajahnya menunjukan kemurkaan katanya dengan nada suara yang dingin:
"Kau adalah manusia agung dalam dunia?"
Orang tua itu tertawa terbahak-bahak dan berkata;
"Sedikitpun tidak salah "
Hui Kiam sambil menggigit bibir perlahan lahan menghunus pedang saktinya. Kata kata Orang berbaju lila yang diucapkan kepadanya ketika disuruh memancing keluar penghuni Lonceng merah, menggema pula didalam telinganya, Kata-kata itu diantaranya, mengatakan bahwa pada sepuluh tahun berselang, manusia agung didalam dunia itu karena hendak menuntut balas muridnya, telah memusnahkan kepandaian To liong Kiam Khek dan membutakan kedua matanya, kemudian disekap dalam gua diatas puncak gunung batu itu,.,............
Dari bukti bukti yang didapat kemudian telah ternyata bahwaTo-liong Kiam Khek adalah ayahnya sendiri, walaupun karena pesan ibu nya sehingga dalam hatinya pernah timbul kesan tidak baik terhadap ayah yang belum pernah dilihatnya itu, tetapi sang ayah itu sudah binasa ditangan Orang berbaju lila yang menggunakan akal keji, biar bagaimana hutang darah itu pasti dituntutnya.
Manusia agung itu ketika menyaksikan perbuatan Hui Kiam yang agak ganjil lalu menegurnya:
''Kau mau apa!"
"Hendak membunuh kau si tua bangka !" jawab Hui Kiam dingin
"Hendak membunuh aku" Apa sebabnya!" bertanya manusia Agung itu dengan wajah tidak berubah.
"Sepuluh tahun berselang kau pernah menggunakan siksaan yang sangat kejam terhadap Tong-hoog Kiam Khek Su Ma Suan ..."
"Tunggu dulu, kau katakan Suma Suan?"
"Benar"
"Ada hubungan apa antara kau dengan dia?"
"Ayah dan anak."
"Ini tidak benar, dia adalah seorang she Suan, sedang kau seorang she Hui. bagaimana jadi ada hubungannya antara ayah dan anak?"
Hui Kiam terperanjat, mengapa orang tua ini juga mengetahui bahwa dirinya seorang she Hui.
"Tentang ini kau tidak boleh perlu tahu."
"Lucu sekali, mengapa aku tidak boleh perlu tabu, kau hendak membunuh aku, sekalipun aku mati juga harus tahu dulu siapa orangnya yang membunuh aku.',
"Kau jawab saja ada kejadian itu atau tidak?"
"Tidak ."
" Kau... .tidak beiani mengaku?"
"Ha, ha, ha. apakah artinya tidak berani itu" kau benar- benar tidak tahu tingginya langit dan tebalnya, diwaktu dahulu lima kasar itu ketika melihat aku. juga masih menaruh hormat, kau terhitung orang yang keberapa dalam barisan lima kaisar itu?"
Mendengar disebutnya lima kaisar. Hui Kiam semakin marah, hingga saat itu ia masih belum berhasil melaksanakan penututan balas dendam terhadap suhu dan supeknya itu.....
Manusia agung itu berkata pula: "Bocah adatmu dan kepandaianmu, benar benar melebihi lima kaisar dimasa yang lampau arwah lima kaisar dialam baka boleh merasa puas. Sekarang aku hendak menanyamu, apa yang kau katakan tadi apakah ada dasarnya?"
"Sudah tentu ada!"
"Berdasar apa?"
"Aku mendengar dan mulut orang berbaju lila sendiri"
"Siapa itu orang berbaju lila?" Hui Kiam terdiam, memang sehingga saat itu, ia sendiri juga masih belum tahu bagaimana asal usulnya Orang berbaju lila itu, sedang kan mukanya saja belum pernah melihatnya, tetapi ini tidak penting, dikemudian hari ia pasti akan dapat membuka kedoknya orang itu dan sekarang ia hanya ingin menagih hutang untuk ayahnya, maka setelah berdiam sejenak lalu berkata:
'"Tidak perduli siapa orang berbaju lila itu aku hanya ingin bertanya kenyataannya "
"Kau toh tidak tahu asal usul orang itu, bagaimana kau tahu perkataannya boleh dipercaya?"
"Aku hanya ingin menanyakan kenyataannya'
"Aku sudah mengatakan tidak ada kejadian semacam itu"
"Benarkan kau tidak mau mengaku" '
"Jikalau aku berkata bahwa orang berbaju lila itu membunuh mati lima kaisar apakah kau percaya " '
"Percaya?"
"Sebabnya?"
"Sebab orang berbaju lila itu sudah mengakui sendiri!"
"Menurut apa yang aku tahu hanya mengaku pernah berkelahi dengan lima kaisar itu tetapi menyangkal melakukan pembunuhan!"
"Mengapa kau tahu ?"
"Tentu teka teki mengenai jarum melekat tulang sehingga kini toh masih belum terungkap "
Hui Kiam terkejut mundur satu langkah, ia heran mengapa orang tua itu mengetahui juga rahasia itu" Sedangkan ia yakin benar bahwa semua rahasia itu tidak mungkin tersiar kedunia Kang ouw.
"Bagaimana kau mengetahui rahasia ini?"
---ooo0dw0ooo--JILID 28 "BOCAH, apakah aku si orang tua tak ada harganya kau sebut locianpwee, mengapa kau selalu menggunakan perkataan kau-kau saja yang kedengarannya sangat tidak enak!"
"Sekarang kau sudah tak pantas lagi!"
"Kau masih belum tepat dianggap seorang gagah dan cakap."
"Kau jangan coba mengelakkan persoalannya. Aku tanya kepadamu, bagaimana kau mengetahui rahasia ini?"
"Di dalam dunia tiada rahasia yang benar-benar merupakan rahasia, kecuali tidak membungkam."
"Kalau begitu kau telah mencuri dengar?"
"Tidak halangan kau mengatakan begitu!"
"Kalau begitu kau adalah seorang segolongan dengan Orang Berbaju Lila?"
"Aku tak menyangkal!"
Hui Kiam dapat berpikir dengan cepat. Dalam peristiwa di gedung kediaman Tong-hong Hui Bun itu, orang tua ini pasti turut ambil bagian. Manusia Agung ini menyiksa ayahnya lebih dulu, dan
kemudian dibinasakan oleh Orang Berbaju Lila. Kedua orang itu sudah terang merupakan satu komplotan, kenyataannya sudah begitu sehingga tak perlu banyak bicara.
Oleh karena berpikir demikian, ia tak mau menghiraukan segala keterangan orang tua itu. Pedang di tangannya menunjuk ke bawah. Ini suatu sikap hendak membuka serangan. Katanya dengan suara gemetar:
"Manusia Agung dalam Dunia, sekarang aku hendak turun tangan, kau siap?"
"Apakah kau pasti menghendaki jiwaku?"
"Sudah tentu!"
"Tanpa menunjukkan alasannya?"
"Tidak ada apa-apa yang perlu kutanyakan."
"Kalau begitu kau boleh turun tangan!"
"Kau mengaku telah menyiksa To-liong Khiam Khek?"
"Sama sekali tidak pernah terjadi kejadian itu, bagaimana soal mengaku itu?"
"Orang Berbaju Lila itu dengan akal keji telah membinasakan Penghuni Loteng Merah bersama To-liong Khiam Khek, sedangkan kau dengan dia merupakan satu komplotan, bukankah ini sudah cukup jelas dan bukti?"
"Perkara di dalam dunia mungkin tidak begitu sederhana seperti apa yang kau gambarkan."
"Tidak perduli sederhana atau rumit, barang siapa yang melakukan pembunuhan harus mengganti dengan jiwanya, barang siapa yang berhutang harus membayar!"
"Aku tidak membunuh orang dan juga tidak punya hutang uang!"
"Sekalipun kau mcnyangkal juga tidak akan merobah pendirianku!"
"Seorang yang tidak dapat membedakan mana yang salah dan yang benar, yang baik dan yang buruk, belum terhitung seorang gagah yang sempurna!"
Ucapan orang tua ini mengejutkan Hui Kiam. Ia hampir tak dapat membedakan orang tua itu kawan atau lawan. Semua ucapannya memang sangat beralasan, tetapi dendam sakit hati harus dituntut, bagaimana tahu kalau ucapan orang itu hanya merupakan ucapan licin yang hendak menundukkan hatinya"
"Kalau begitu apakah kau seorang gagah?"
"Boleh dikata begitu!"
"Dalam soal apa aku tidak dapat membedakan yang salah dan yang benar, yang baik dan yang buruk?"
"Kau hanya percaya ucapan Orang Berbaju Lila sepihak saja, sudah menuduh aku sebagai pembunuh. Buat orang lain, masih tidak apa-apa tetapi bagi kau yang berkepandaian sedemikian tinggi dan akan menjadi seorang penting dalam rimba persilatan, jikalau dalam segala hal kau dasarkan dengan pandanganmu sendiri, serta berbuat menurut sesuka hatimu, maka dunia pasti akan menjadi kalut!"
Hui Kiam kembali dikejutkan oleh uraian itu, tetapi ia masih berkata dengan nada suara dingin:
"Jadi kau tetap menyangkal?"
"Benar."
"Kau penasaran?"
"Sudah tentu!"
"Baik. Tidak sulit untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, rekening untuk sementara aku tangguhkan."
Orang tua itu tertawa bergelak-gelak, lalu berkata:
"Em! Ternyata masih bisa diajar. Masih ada lagi, seorang laki-laki harus dapat membedakan budi kebaikan dengan kebencian,
tidak boleh mengeluarkan perkataan kotor, ini merusak nama baik seorang gagah"."
Adat Hui Kiam sudah banyak berubah kalau dibandingkan dengan waktu pertama ia muncul di dunia Kang-ouw, semua ini adalah berkat pengalamannya, maka ketika ia mendengar perkataan itu lalu berkata dengan suara datar:
"Bagaimana kalau aku sebut kau tuan?"
'"Mengapa kau tidak menyebut seperti kau baru melihat aku tadi?"
"Sebelum keadaan yang sebenarnya menjadi terang, tuan masih belum pantas mendapat sebutan locianpwee!"
"Ha, ha, ha! Betul juga! Aku tidak akan berkukuh lagi."
"Sekarang kita balik lagi kepada persoalan yang sebenarnya. Tuan pancing aku datang kemari pasti ada maksudnya?"
"Sudah tentu!"
"Kalau begitu tuan jelaskan apa maksudnya?"
"Kau harus memutuskan perhubungan dengan perempuan she Tong-hong itu!"
Hui Kiam terperanjat. "Adakah hanya ucapan itu saja tuan perlu mencari aku?"
"Boleh dikata begitu."
"Urusan pribadiku ada hubungan apa dengan tuan?"
"Memang benar itu adalah urusan pribadimu, tapi aku juga pikir untuk kebaikanmu sendiri."
"Apa sebabnya?"
Wajah orang tua itu berubah menjadi demikian angker dan agung. Katanya dengan suara sungguh-sungguh:
"Kau sudah mengaku bahwa To-liong Kiam Khek Su Ma Suan adalah ayahmu?"
"Benar!"
"Kalau begitu kau dengarlah, Tong-hong Hui Bun dahulu pernah menjadi istri Su Ma Suan!"
Hui Kiam ketika mendengar keterangan itu, ia rasakan seolah-olah disambar geledek. Ia mundur terhuyung-huyung beberapa langkah, kemudian berkata dengan suara seperti orang kalap:
"Kau bohong!"
"Aku si orang tua di dalam rimba persilatan juga pernah mendapat kedudukan dan sedikit nama baik, perlu apa harus berkata tak karuan terhadap kau seorang tingkatan muda?"
Sekujur badan Hui Kiam gemetar. Benarkah keterangan itu" Kalau itu benar, ini terlalu menakutkan. Untung ia sendiri belum pernah melakukan perbuatan di luar batas terhadap perempuan cantik itu, jikalau tidak bukankah akan merupakan suatu kemenyesalan untuk seumur hidupnya"
Apakah nasihat Orang Tua Tiada Turunan dan guru Ie It Hoan juga berdasar alasan itu"
Keringat dingin mengucur membasahi badannya.
Dari semua kenyataan ini telah membuktikan bahwa perempuan itu memang benar-benar seorang perempuan genit yang sudah rusak moralnya. Betapakah tidak sesuai dengan yang luarnya sedemikian cantiknya"
Wajah Hui Kiam berubah begitu pucat dan menakutkan. Dia berdiri terpaku bagaikan patung, tiada sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Manusia Agung itu berkata pula:
"Apakah kau sudah pernah melakukan perbuatan tidak pantas dengan perempuan itu?"
"Belum!"
"Itu bagus, masih belum terlambat untuk memperbaiki kedudukannya."
"Apakah.....semua itu benar adanya?"
"Aku si orang tua mempertaruhkan derajat dan nama baikku."
"Kalau demikian halnya, ayahku itu ternyata adalah seorang gagah yang kurang baik budinya."
"Boleh dikata begitu. Dalam hidupnya ia sudah banyak berdosa, sekalipun mati juga masih belum cukup untuk menebus dosanya."
Perkataan itu sesungguhnya bagi Hui Kiam, untuk pertama kalinya ia mendengar perkataan orang itu yang mengeritik perbuatan ayahnya di masa hidup. Menurut penilaian Manusia Agung ini, ayahnya merupakan satu iblis yang amat jahat. Apakah karena itu sehingga dalam pesan ibunya juga menjurus membunuh ayahnya sendiri" Kalau begitu pesan itu bukanlah tidak ada sebab.
Dengan Penghuni Loteng Merah yang sudah mengadakan perhubungan, begitu juga dengan Tong-hong Hui Bun, dengan demikian jadi teranglah sudah bahwa ibunya disia-siakan oleh ayahnya sendiri. Dari sini dibuktikan bagaimana sifat sang ayah itu. Dan yang lain" Entah perbuatan jahat apalagi yang dilakukan dalam kalangan Kang-ouw"
Sebagai satu anak, ia harus mencari keterangan yang sebenarnya. Apabila hanya terhadap kaum wanita saja, itu hanya terhitung soal kepribadiannya yang kurang baik, tetapi jika melakukan kejahatan terhadap masyarakat, maka tidak boleh menyesalkan orang lain mengutuknya.
"Aku ingin tahu apa maksudnya dengan perkataanmu sudah terlalu banyak dosanya tadi?"
Manusia Agung itu menghela napas panjang, kemudian baru menjawabnya:
"Di kemudian hari kau akan mengerti sendiri."
"Tetapi aku ingin tahu sekarang."
"Waktunya belum tiba, aku tidak ingin bicara dulu!"
"Tuan jangan lupa bahwa aku adalah anaknya!"'
"Apa arti perkataanmu ini?"
"Tuan harus bertanggung jawab terhadap ucapanmu sendiri. Aku tidak akan menuduh sembarangan, tentang ucapan tuan tadi sudah pasti ada dasarnya, jikalau tidak, ini berarti suatu penghinaan bagi diriku."
"Apabila kenyataan memang begitu, bagaimana?"
"Aku tidak akan berkata apa-apa."
"Jikalau tidak?"
"Tuan harus memberi keadilan."
"Bagaimana kalau rekening ini juga kita tangguhkan dulu sampai kemudian hari?"
"Maaf, aku ingin tahu sekarang juga."
Seruling Samber Nyawa 14 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Pendekar Kidal 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama