Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Bagian 1
"Pedang tanpa perasaan
_____________________________________________________________________
______ Jilid 1________
Sungai besar di dekat lembah Pa Tung, berpusat pada air terjun yang tinggi. Gerakan
arusnya deras sekali sehingga membahayakan perahu kecil. Apalagi menjelang malam
hari air meluap tinggi sampai di daratan. Entah sudah berapa banyak perahu kecil yang
terbalik kemudian tenggelam di sungai itu.
Biasanya perahu-perahu yang ingin melanjutkan perjalanan selalu berhenti dan
berlabuh di desa kecil yang ada di kaki lembah itu. Para pelancong menginap satu
malam, menunggu keesokan harinya untuk melanjutkan perjalanan
Hari itu, menjelang matahari terbenam. Dari kejauhan tampak dua buah perahu besar.
Kedua perahu itu merupakan perahu bagus yang sering tampak berlalu lalang di
sepanjang perairan itu. Bagian geladaknya lebar, di dalamnya terdapat kabin yang
luas. Kedua perahu besar itu perlahan-lahan bergerak menuju tepian dermaga. Di atas
dermaga itu sudah menanti belasan orang. Pemimpin kelompok orang-orang itu adalah
seorang laki-Iaki yang sudah lanjut usia dengan jenggot panjang yang sudah memutih.
Usianya mungkin sudah lebih dari tujuh puluh tahun Tapi semangatnya masih
menyala-nyala dan penampilannya masih gagah. Sedangkan yang lainnya juga
tergolong para laki-laki dan perempuan yang biasa berkecimpung di dunia kangouw.
2 Di atas geladak kedua perahu besar juga berdiri sekitar delapan orang. Tampak di
antaranya dua pasang suami istri, beberapa pemuda dan pemudi. Mungkin putra putri
kedua pasang suami istri itu.
Ketika orang-orang yang menunggu di atas dermaga melihat perahu itu sudah berlabuh
di tepian dermaga, mereka pun berkasak kusuk.
"Apakah benar kedua perahu ini?" ujar seorang wanita setengah baya.
"Tidak salah lagi. Kau tidak lihat lambang Pat Kua emas yang tergantung di atap
perahu" Kecuali Pat Kua Kim Gin Kiam (pedang emas Pat Kua) Lie Eng Hiong, siapa
lagi yang berani menggantungkan lambang itu di perahunya?" jawab teman-temannya.
"Aneh. Menurut berita yang tersiar di luaran, Lie Eng Hiong akan datang ke Si Cuan,
tidak ada orang yang mengiringinya. Siapa kira-kira yang di perahu besar satunya
lagi?" Orang-orang yang ada di atas dermaga itu menggelengkan kepala tanda tidak
tahu. Pemimpin yang telah berumur tujuh puluhan itu.
"Di kolong langit ini ada dua keluarga pedang yang ternama. Apakah kalian tidak
tahu?" ujar pimpinan dengan nada keras.
"Ah! Kuan loya cu, maksudmu pasangan yang berdiri di atas perahu satunya lagi itu
Pat Sian Kiam (pedang delapan dewa) Tao Cu Hun, Tao tayhiap dan istrinya?" ujar
wanita setengah baya.
"Tidak salah. Hari ini kita dapat bertemu langsung dengan dua keluarga pedang paling
ternama di dunia kang ouw dan berbincang-bincang. Bukankah hal ini merupakan
suatu kejadian yang sangat menggembirakan?" Kakek itu berkata sambil mengeluselus
jenggotnya. Wajah orang-orang itu langsung berseri-seri. Mereka semuanya terdiri dari orangorang
yang berjiwa gagah. Mereka sependapat bahwa dapat bertemu dengan Pat Kua
Kim Gin Kiam, Lie Yuan dan istrinya, serta Pat Sian Kiam Tao Cu Hun suami istri
memang merupakan hal yang sangat menggembirakan.
Ketika pembicaraan itu berlangsung, perahu sudah merapat di titian bambu dermaga.
Tanpa menunggu para penumpang perahu itu meloncat turun, orang-orang itu segera
menghambur ke depan menyambut kedatangan dua keluarga pedang itu.
Seorang laki-laki berusia setengah baya dengan wajah berbentuk persegi segera
menyongsong ke depan.
"Kuan loheng, tidak disangka, tiga tahun kita tidak bertemu, tapi tampang loheng
masih seperti dulu!" kata laki-laki setengah baya itu dengan suara lantang.
"Lie lote, ini yang disebut mendapat berkat dari Thian yang Kuasa!" Kakek Kuan
tertawa terbahak-bahak.
Laki-laki berwajah persegi yang ternyata pendekar pedang kenamaan Lie Yuan segera
menunjuk kepada seorang laki-laki bertampang kalem dan lebih mirip pelajar.
3 "Mari, mari . . .! Aku pertemukan kalian agar dapat berkenalan. Kuan loheng, ini Tao
Cu Hun Tao tayhiap yang terkenal dengan gelar Pat Sian Kiam, dan yang ini istrinya
Sam Jiu Kuan Im (Dewi Kuan Im bertangan tiga) Sen Cin.
"Yang ini Cuan Tung tayhiap, Kuan Hong Siau, Kuan loya!" ujar Toa Cu Hun setelah
merangkapkan kedua telapak tangannya seraya menjura hormat.
"Gang yang kecil mana dapat dibandingkan dengan jalan raya" Mengapa ada beberapa
tokoh setempat yang mendengar Lie lote akan datangberkunjung dan sengaja
menunggu di situ," ujar Kuan Hong Siau seraya tertawa terbahak-bahak.
Sembari berkata, Kuan Hong Siau segera memperkenalkan orang-orang yang datang
ber-samanya kepada kedua jago pedang ternama itu. Mereka juga termasuk tokohtokoh
yang cukup mempunyai nama sehingga baik Tao Cu Hun suami istri maupun
Lie Yuan suami istri merasa sungkan.
"Kalian berdua jago pedang kenamaan tentunya bertemu di perjalanan bukan?" tanya
Kuan Hong Siau.
"Dugaan Kuan loya memang benar," sahut Tao Cu Hun.
"Kalau liongwi tidak keberatan, bagaimana kalau malam ini menginap di rumahku
yang buruk" Kebetulan hari ini hari Tiong Ciu (Tanggalan Cina Bulan delapan tanggal
lima helas), kita dapat menikmati bulan purnama sambil meminum arak serta
mengobrol tentang para enghiong yang ada di dunia ini, bukankah ini merupakan acara
yang menyenangkan?"
"Kuan loya sangat menghormati kami, tentu tidak enak hati apabila kami
menolaknya," sahut Tao Cu Hun.
Seluruh rombongan itu terdiri dari dua puluhan orang. Mereka segera meloncat ke atas
dermaga dengan wajah berseri-seri. Hanya ada seorang pemuda yang terus
mengernyitkan keningnya. Seakan hatinya sedang dilanda berbagai pikiran yang
ruwet. Pemuda itu berusia sembilan belasan. Dari sepasang alisnya tersirat kegagahan.
Wajahnya tampan dengan postur tuhuh yang indah. Dia terus berdiri di belakang
pasangan suami istri Tao Cu Hun. Memang pemuda itu anak pasangan suami istri itu.
Namanya, Tao Heng Kan. Ketika semua orang naik ke atas dermaga, dia bukan saja
berjalan di bagian paling belakang, malah mengulurkan tangan meraba-raba gagang
pedang di pundaknya. Wajahnya menyiratkan kegelisahan, jauh berbeda dengan sikap
sehari-harinya.
Gerak gerik Tao Heng Kan ini tidak terlepas dari tatapan mata adiknya, yaitu Tao
Ling. Usia gadis itu lebih muda dari abangnya dua tahun, tapi termasuk gadis yang
mengalami pertumbuhan pesat. Tinggi tubuhnya sudah hampir sama dengan Tao Heng
Kan. Pinggangnya ramping dan wajahnya cantik. Dia sengaja memperlambat jalannya.
4 "Koko, apa yang kau risaukan?" Gadis itu bertanya kepada abangnya dengan suara
berbisik. "Oh! Tidak ada apa-apa!" jawab Tao Heng Kan seraya tersentak dari larnunannya.
"Koko, jangan berbohong. Kalau ada apa-apa, seharusnya kau bicarakan denganku.
dengan demikian kita bisa merundingkannya bersama."
Tao Heng Kan mempercepat langkah kakinya seakan ingin menghindari Tao Ling.
"Sungguh tidak ada apa-apa. Kau jangan curiga yang bukan-bukan!" katanya.
Tao Ling menatap bayangan punggung abangnya. Bibirnya mengembangkan seulas
senyuman manis. Kemudian bergegas mendahului abangnya. Tetapi dia tidak
mendesak abangnya dengan pertanyaan lagi. Karena itu hati Tao Heng Kan juga
menjadi lega. Kurang lebih setengah kentungan kemudian, mereka sudah sampai di rumah Kuan
loya. Ba-ngunan rumah itu besar sekali. Pada masa mudanya Kuan Hong Siau
mendirikan sebuah perusahaan piau ki (pengawalan barang-barang kiriman). Sampai
lima tahun yang lalu, orang tua itu mengundurkan dari usahanya. Selama empat puluh
tahun, barang-barang yang pernah dikawal oleh Ceng Eng piau ki (Ekspedisi Elang
Hijau) belum pernah terjadi kehilangan sekali pun. Sungai telaga dari utara sampai
selatan, baik tokoh golongan hitam ataupun putih tidak ada yang berani menyentuh
sedikit pun barang-barang kawalan Ceng Eng piau ki itu. Pokoknya asal melihat
bendera bergambar seekor elang berwarna hijau yang sedang membentangkan
sayapnya, orang-orang dunia kang ouw menaruh sikap hormat dan tidak berani
mengganggu. Kalangan dunia kang ouw sungguh tidak mengerti mengapa lima tahun
yang lalu, tiba-tiba Kuan Hong Siau mengumumkan bubarnya Ceng Eng piau ki.
Bahkan orang tua itu menyatakan dengan tegas bahwa mulai saat itu, Ceng Eng piau
ki tidak ada lagi di dunia kang ouw.
Gedung yang besar itu dibangun setelah Kuan Hong Siau mengundurkan diri. Begitu
masuk pintu gerbang, tampaklah sebuah ruang penerimaan tamu yang sangat luas.
Kuan Hong Siau mengajak para tamunya menuju taman bunga di bagian belakang
gedung itu. Di dalam taman bunga sudah tersedia beberapa buah meja dengan hidangan lengkap di
atasnya. Setelah berbasa basi sejenak, para tamu pun duduk di bangku-bangku yang
tersedia dan berbincang-bincang sambil menikmati hidangan.
Malam semakin larut, rembulan menggantung tinggi di atas cakrawala. Sinarnya
terang karena bulan purnama bercahaya penuh. Bunga-bunga dan pepohonan tersorot
cahaya rembulan sehingga membuahkan pemandangan yang indah. Bagian atasnya
laksana dilapisi cahaya keperakan.
Kuan Hong Siau memerintahkan para pelayannya untuk memadamkan lentera.
Bersama para tamunya, dia melanjutkan obrolan sambil meneguk arak. Meskipun
malam sudah semakin larut, namun tidak ada seorang pun yang merasa mengantuk.
5 Mereka masih menikmati malam yang indah dan ingin berbincang-bincang dengan
semangat menyala-nyala.
Suara pembicaraan bersimpang siur. Riuh rendah tiada hentinya. Tiba-tiba wanita
setengah baya yang pertama-tama mengajukan pertanyaan kepada Kuan Hong Siau itu
menggebrak meja keras-keras.
Brakkk! "Cio losam, kentut busuk! Aku bilang Pat Kua Kim Gin Kiam Hoat lebih hebat
daripada Pat Sian Kiam Hoat!" teriaknya keras-keras.
Orang yang dipanggil Ci losam adalah seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun lebih.
Tubuhnya tinggi besar, wajahnya merah padam. Hal ini membuktikan bahwa dia
sudah mulai mabuk. Tampaknya dia juga tidak bersedia mengalah. Meja di depannya
digebrak sekuat tenaga. Brakkkk!
"Kongsun Ping, senjata yang kau gunakan hanya berupa golok bercagak, mana
mungkin kau memahami keindahan ilmu pedang!"
Watak perempuan setengah baya itu agak aneh. Senjata yang digunakannya
merupakan salah satu dari delapan belas jenis senjata aneh di dunia. Dia mempunyai
dua macam senjata, yang satu golok yang bagian ujungnya bercagak. Sedangkan yang
satunya lagi cakar dari besi. Itulah sebabnya ia mendapat gelar si Cakar besi, namanya
Kongsun Ping. Mendengar Cio losam mengucapkan kata-kata yang mengejeknya, dia langsung
berteriak keras-keras. Tubuhnya segera bangkit dari tempat duduk.
"Cio losam, mendengar perkataanmu yang tidak enak didengar tadi, ada baiknya kita
bertan-ding sebentar. Bagaimana?"
Trang! Trang! Kongsun Ping melemparkan senjatanya ke atas meja sehingga beberapa
buah mangkok dan cawan pecah berantakan. Senjatanya berukuran kurang lebih tiga
puluh lima senti. Ujungnya terdapat dua jari-jari berupa cakar dan terbuat dari besi.
Wajah Cio losam berubah hebat.
"Bagus! Kalau si cakar besi Kongsun Ping telah menurunkan perintah, mana berani
aku me-nolaknya?"
Tangannya bertumpu di atas meja. Tubuhnya terangkat sedikit, kakinya memantul dan
Cio losam pun melakukan salto beberapa kali di atas udara. Sebelum mendarat turun
di tengah-tengah taman bunga. Kongsun Ping juga melesat ke depan secepat kilat, tapi
belum lagi dia sampai di depan Cio losam, tampak sesosok bayangan berkelebat.
Serangkum angin kuat menerpa dirinya sehingga kakinya terhuyung-huyung mundur
beberapa langkah. Ketika dia mengalihkan pandangan matanya, ternyata orang yang
berdiri di depannya adalah Kuan Ho
6 "Kuan loya, apakah kau ingin memberikan bantuan kepada Cio losam?" teriak
Kongsun Ping. Wajah Kuan Hong Siau serius sekali.
"Kongsun niocu, jangan mencari keributan. Kita semua sahabat karib. Untuk apa harus
turun tangan?"
"Aku mengatakan Pat Kua Kim Gin Kiam Hoat lebih hebat dari Pat Sian Kiam Hoat!"
Tampaknya adat wanita ini bukan saja berangasan tapi juga keras kepala.
Kuan Hong Siau menoleh kepada kedua tamu agungnya, Lie Yuan dan Tao Cu Hun.
"Tokoh-tokoh setempat ini benar-benar tidak memberi muka kepadaku, harap Hong wi
tayhiap jangan menertawakan. Kalian berdua memang jago pedang kenamaan, saat ini
malam sedang indah-indahnya, apakah kalian berdua bersedia menunjukkan sedikit
kebolehan kepada kami agar semuanya merasa puas?" ujar Kuan Hong Siau.
Mendengar ucapan Kuan Hong Siau, teman-temannya yang lain serentak menyatakan
keakuran pendapat mereka. Malah Cio losam dan Kongsun Ping ikut berseru.
"Bagus sekali. Liongwi boleh bertanding beberapa puluh jurus untuk membuktikan
siapa yang lebih unggul di antara dua jago pedang kenamaan di dunia kang ouw
sekarang ini."
Kuan Hong Siau hanya tersenyum simpul. Dia tidak memberikan komentar apa pun
terhadap ucapan kedua orang itu. Hal ini membuktikan bahwa dia sendiri ingin
menyaksikan siapa yang lebih unggul dari kedua jago pedang itu. Pat Kua Kim Gin
Kiam Lie Yuan juga tidak memberikan tanggapan apa-apa. Justru Tao Cu Hun yang
berkata, "Kuan loya, tidak usahlah. Buat apa memaksa siaute menunjukkan
keburukan?"
"Apabila Pat Sian Kiam Hoat yang dikuasai Tao lote masih dibilang ilmu yang buruk,
aku yang tua sungguh tidak bisa membayangkan ilmu pedang yang mana lagi yang
dapat dikatakan bagus!"
Pasangan suami istri Tao Cu Hun membawa kedua putra putrinya melakukan
perjalanan ke Si Cuan, pada dasarnya mereka ada urusan penting. Tidak disangkasangka
di tengah perjalanan mereka bertemu dengan pasangan suami istri Lie Yuan.
Mereka sudah lama mendengar ketenaran nama masing-masing, tapi belum pernah
bertemu muka. Karena merasa cocok, mereka pun melakukan perjalanan bersamasama.
Watak Tao Cu Hun memang kalem. Dia menganggap perebutan nama besar di
kalangan dunia kang ouw adalah sesuatu yang tidak berarti. Tidak terselip sedikit pun
niat di hatinya untuk menunjukkan sampai di mana tingginya ilmu pedang yang dia
miliki. Karena itu dia hanya tersenyum kecil.
"Maksudku, kalau dibandingkan dengan Pat Kua Kim Gin Kiam milik Lie heng, tentu
saja terpaut jauh," ujar Tao Cu Hun.
7 Lie Yuan sejak tadi tidak berbicara, tiba-tiba dia menukas, "Apakah Tao Heng tidak
terlalu merendahkan diri sendiri?"
Tao Ling berdiri di samping Tao Cu Hun. Dia menyenggol ujung lengan ayahnya.
"Tia, kau lihat sikap orang she Lie itu demikian congkak, seakan tidak ada jago lain
lagi di dunia ini. Mengapa kau tidak memberikan pelajaran barang beberapa jurus?"
Tao Cu Hun terkejut setengah mati. Tadinya dia bermaksud mencegah putrinya
mengoceh sembarangan, tapi sudah terlambat. Meskipun suara Tao Ling cukup lirih,
tapi orang-orang yang hadir di tempat itu tokoh-tokoh yang sudah mempunyai dasar
ilmu yang kuat, terutama pasangan suami istri Lie Yuan. Kedua orang ini sejak kecil
sudah digembleng untuk menguasai Pat Kua Kim Gin Kiam Hoat. Sedangkan ilmu
yang saat ini mempunyai keistimewaan tersendiri. Setiap kali jurusnya dilancarkan,
tidak terbit suara sedikit pun. Seandainya menutup mata, tentu orang tidak tahu bahwa
pedang mereka sudah meluncur ke arahnya. Tetapi mereka berdua justru sanggup
mengimbangi kehebatan pasangannya dengan mata tertutup. Tentu saja pendengaran
dan pandangan mata mereka sangat peka. Ucapan Tao Ling sudah tertangkap jelas
oleh mereka. Wajah Lim Cing Ing, istri Lie Yuan mulai berubah. Bibirnya mengembangkan
senyuman sinis.
"Tao tayhiap, usul putri anda boleh juga!"
Tao Cu Hun mendelik putrinya sekilas.
"Ucapan seorang anak mana bisa dipegang. Harap kalian berdua memaafkannya!"
Lie Yuan mengulurkan tangannya meraba pinggang. Terdengar suara desiran yang
halus. Cahaya keemasan memenuhi sekitar termpat itu. Ternyata dia sudah mulai
menarik gagang pedangnya. Pedang pusaka itu berwarna perak, tapi di bagian
tengahnya terlihat segurat garis yang memantulkan cahaya keemasan. Sinarnya tajam
dan menyilaukan mata. Sekali pandang saja dapat dipastikan bahwa yang
digunakannya adalah sebatang pedang pusaka yang langka. Mungkin merupakan
warisan turun temurun selatna ratusan tahun. Lie Yuan tertawa terbahak-bahak.
"Tao Heng, masa kau sungguh-sungguh tidak bersedia menunjukkan sedikit
kepandaian agar mata para sahabat ini terbuka?"
Kata-katanya memang diucapkan dengan sungkan, tapi rona wajahnya sungguh tidak
enak dilihat. Tao Ling menyadari kata-katanya yang kekanak-kanakan tadi telah
menimbulkan masalah. Hatinya tercekat sekali, cepat-cepat dia bersembunyi di
belakang ibunya dan tidak berani menggatakan apa-apa lagi.
Mendengar ucapan Lie Yuan, Tao Cu Hun jadi serba salah. Dia sadar sekarang apabila
dia tetap menolak permintaan orang itu, rasanya tidak mungkin lagi. Tapi kalau
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dituruti, pasti akan timbul berbagai masalah. Sebab bila dia meraih kemenangan, sama
saja dia menjatuhkan pamor Pat Kua Kim Gin Kiam. Dengan demikian pasti terjadi
8 perasaan dendam yang mungkin akan berlangsung turun temurun. Tidak ada hari
tenang lagi di kelak kemudian hari. Tetapi apabila dia sengaja mengalah kepada Lie
Yuan, nama baiknya sendiri akan hancur dan bukan saja dia tidak mempunyai muka
lagi muncul di dunia kang ouw, malah sekaligus merusakkan nama besar yang telah
dipupuk para leluhurnya dengan susah payah.
Tao Cu Hun berpikir bolak balik.
"Bila Lie heng mendesak terus, biar putra kami Heng Kan yang meminta petunjuk
barang beberapa jurus saja. Bagaimana pendapat Lie heng?" kata Tao Cu Hun.
Menurut Tao Cu Hun sendiri, gagasannya tepat sekali. Karena ilmu pedang Lie Yuan
pasti jauh lebih tinggi dibandingkan seorang boan pwe seperti anaknya Heng Kan.
Tidak dinyana, mendengar ucapannya, wajah Lie Yuan semakin berubah.
"Rupanya di dalam hati Tao Heng demikian memandang rendah ilmu pedang pat kua
pai kami?"
Diam-diam hati Tao Cu Hun berseru 'celaka'. Maksud baiknya malah salah ditafsir
oleh Lie Yuan. Baru saja dia bermaksud menjelaskan niat yang terkandung dalam
hatinya, Lie Yuan sudah berteriak.
"Po ji!" teriak Lie Yuan.
Seorang pemuda berusia kurang lebih dua puluh tiga lahun segera mengiakan dan
berdiri dari tempat duduknya.
"Po ji, coba kau minta petunjuk barang beberapa jurus dari Tao Heng!"
"Baik!" sahut pemuda itu. Tubuhnya bergerak melesat dan tahu-tahu dia sudah berdiri
di tengah-tengah taman bunga yang luas. Cring! Lie Yuan menghunus pedang
pusakanya dan dilemparkannya ke udara.
"Sambutlah!"
Di bawah cahaya rembulan yang bersinar terang, tampak pedang pusaka itu melayang
ke tengah udara. Seakan tiba-tiba dia melemparkan seekor naga emas. Serrr! Pedang
itu melayang setinggi lima depa, kemudian berputar beberapa kali dan menukik turun
dengan bagian gagangnya di sebelah bawah. Tepat pada saat itu juga, Li Po
mengeluarkan suara siulan yang panjang. Tubuhnya mencelat ke atas dengan tangan
terulur. Gerakannya indah sekali. Sesaat kemudian pedang pusaka itu sudah
tergenggam dalam telapak tangannya dan dia pun melayang turun kembali serta berdiri
dengan mantap. Li Po menggerakkan pedang di tangannya. Tampak bunga-bunga bayangan yang
memenuhi seluruh tempat itu. Cahaya memijar menutupi seluruh tubuh Li Po. Pada
dasarnya pemuda itu memang mempunyai penampilan yang gagah dan tampan. Hal ini
malah menambah keindahan gerakannya. Sungguh pemandangan yang mengagumkan.
Orang-orang yang berkumpul di taman bunga gedung Kuan Hong Siau segera
melontarkan pujian dan bertepuk tangan dengan riuh.
9 Li Po menghentikan gerakannya. Tangannya menuding kepada Tao Heng Kan.
"Tao Heng, harap, harap sudi memberikan sedikit petunjuk!" ujar Li Po.
Tiba-tiba wajah Tao Heng Kan menyiratkan mimik yang menakutkan. Tetapi dalam
sekejap mata sudah pulih kembali seperti sedia kala. Orang-orang yang ada di tempat
itu tidak memperhatikan, tetapi Tao Ling yang sejak tadi berkali-kali melirik abangnya
sempat melihat perubahan wajah Tao Heng Kan sekilas.
"Ma, tampaknya koko takut menghadapi orang itu," bisik Tao Ling kepada ibunya.
Sam Jiu Kuan Im Sen Cing membentak dengan suara keras.
"Jangan banyak bicara! Masalah yang kau timbulkan barusan apa masih belum
cukup?" Tao Ling menjulurkan lidahnya dan tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Tao Heng
Kan menoleh kepada ayahnya.
"Heng Kan, Lie heng mempunyai kegembiraan untuk bermain-main denganmu,
biarlah kau temani barang beberapa jurus!" perintah Tao Cu Hun.
Tao Heng Kan menganggukkan kepala.
"Tia, pinjam pedang Hek Pek Kiam-mu (pedang hitam putih)," ujar Tao Heng Kan.
Tao Cu Hun melirik sekilas ke tengah arena yang akan dijadikan ajang pertandingan.
Dia melihat tangan Li Po menggenggam sebuah pedang yang berkilauan. Tidak
diragukan lagi pedang itu pedang pusaka. Apabila menghadapinya dengan pedang
biasa, putranya pasti akan mengalami kerugian. Meskipun hatinya enggan
memperlihatkan Hek Pek Kiamnya di depan umum, tapi dalam keadaan seperti
sekarang ini mau tidak mau dia harus meminjamkannya kepada putranya.
Dia mengulurkan tangannya mengeluarkan pedang berikut sarungnya, lalu
diletakkannya di atas meja.
"Heng Kan, gunakanlah bagian tubuh pedang, jangan menggunakan ujungnya!"
Lie Yuan yang duduk di sebelahnya memperdengarkan suara tawa yang dingin. Tao
Heng Kan segera meraih pedang dari atas meja dan Sret! Pedang itu dihunusnya.
Tadinya orang-orang yang berkumpul di taman bunga itu mendengar nada perkataan
Tao Cu Hun yang berat sekali, mereka mengira Hek Pek Kiam pasti merupakan
sebatang pedang pusaka yang langka pula. Namun setelah Tao Heng Kan menghunus
pedang itu, hampir saja semuanya tertawa geli.
Rupanya panjang pedang itu tidak lebih dari tiga ciok. Lebarnya malah selebar empat
jari tangan. Sungguh berbeda dengan pedang umumnya. Bagian tubuh pedang
berwarna hitam pekat. Tidak menyorotkan sedikit sinar pun. Sedangkan bagian
atasnya berwarna putih kelabu, seperti logam biasa yang belum diasah. Tidak ada
10 keistimewaannya sama sekali. Kalau dibandingkan dengan pusaka yang ada di tangan
Li Po, sungguh bagaikan bumi dan langit.
Hanya Kuan Hong Siau yang mengetahui bahwa nama besar Tao Cu Hun bukan
sekedar nama kosong. Meskipun Hek Pek Kiamnya tidak menunjukkan keistimewaan
apa-apa, tapi kemungkinan juga merupakan sebatang pedang pusaka yang langka.
Sebentar lagi apabila dalam pertandingan ada salah satu pihak yang mengalami cedera,
tentu hatinya menjadi tidak enak, karena bertolak belakang dari tujuannya semula. Dia
pun mengelus-elus jenggotnya sambil tertawa lebar.
"Keponakan berdua, pertandingan ilmu untuk melihat kehebatan masing-masing
adalah hal yang lumrah. Jangan sampai ada yang melukai lawannya, batasnya hanya
boleh saling menu hil saja!" kata orang tua itu.
Li Po segera menyahut dengan lantang.
"Keponakan akan menurut, terima kasih atas perhatian Kuan cianpwe!"
Tao Heng Kan tidak menyahut sepatah kata pun. Perlahan-lahan dia maju ke depan
sejauh belasan tindak. Sepasang matanya tidak berkedip sekali pun dan memandang Li
Po lekat-lekat.
Kedua pemuda itu berjalan ke depan sampai jarak mereka tinggal lima enam langkah.
Tangan Li Po terangkat ke atas, dengan perlahan-lahan dia menggerakkan pedangnya.
Gagang pedang berada di sebelah bawah. Kedua jari tangannya yang Iain lurus ke
samping. Ini merupakan jurus pembukaan dari Pat Kua Kim Gin Kiam.
Pat Kua Kiam Hoat sendiri berasal dari sumber Pat Kua, semuanya terdiri dari delapan
jurus. Setiap jurusnya mempunyai puluhan perubahan yang mempunyai keistimewaan
masing-masing. Gerakannya lebih memberatkan kelincahan tubuh. Kalau ditinjau dari
dunia bulim saat ini, nama Pat Kua Kim Gin Kiam sudah terkenal di seluruh dunia.
Jurus pembukaan yang dikerahkan oleh Li Po tampaknya sederhana saja, tetapi apabila
sudah dimainkan setiap perubahan akan mengejutkan.
"Silakan!" Li Po membentak dengan suara Iantang.
Tubuh Tao Heng Kan agak limbung, kakinya sempat terhuyung-huyung sampai tiga
langkah, tetapi tidak sampai terjatuh. Akhirnya dia dapat berdiri dengan tegak.
"Silakan!" bentak Tao Heng Kan pula.
Li Po segera menggerakkan sebelah kakinya ke depan, pedang di tangannya bergetar
kemudian menjulur ke luar. Yang menjadi sasarannya pundak sebelah kanan Tao
Heng Kan. Gerakannya gesit dan indah. Tampak Tao Heng Kan menggeser pundaknya
ke kiri sedikit dan bagian tubuh pedang einas itu pun melesat melalui samping
pundaknya. Tubuh Tao Heng Kan membungkuk sedikit. Jurus yang digunakannya tadi
langsung diubah, sekarang dia mengerahkan jurus Kakek Tua Menunggang Keledai.
Pat Sian Kiam Hoat sebetulnya merupakan perubahan dari Ilmu Delapan Dewa
Mabuk. Jurus ilmu pedang memang mengandung banyak keanehan membuat orang
11 sulit memahaminya. Dibandingkan dengan Pat Kua Kim Gin Kiam Hoat, keduaduanya
mempunyai keistimewaan masing-masing.
Begitu jurus Kakek Tua Menunggang Keledai dikerahkan, tampak Tao Heng Kan
merebahkan tubuhnya di atas tanah seperti orang mabuk, pedangnya menyerang dari
bawah ke atas. Hati Li Po agak mendongkol. Diam-diam dia berpikir dalam hati.
Pedang di tanganku ini dapat membelah logam apa pun seperti menebas tanah.
Mengapa aku tidak mengutungkan pedangnya dulu baru berusaha meraih
kemenangan"...
Setelah mengambil keputusan demikian, pedang emas di tangannya segera digerakkan.
Cahaya seperti pelangi berpijaran, dengan jurus Tegak Ke Atas, Lurus Ke Bawah,
serta menggunakan unsur Pat Kua, pedangnya meluncur ke depan tubuh Tao Heng
Kan. Dengan demikian dia berhasil menahan serangan pemuda itu.
Sementara Li Po dan Tao Heng Kan mulai bergebrak, orang-orang yang berkumpul di
tempat itu memperhatikan dengan menahan nafas. Meskipun mereka baru bertanding
sebanyak tiga jurus, tetapi kehebatan yang terkandung di dalam setiap jurus yang
mereka kerahkan bukan dapat dipahami oleh setiap orang. Mungkin hanya pasangan
suami istri Lie Yuan, Tao Cu Hun, dan Kuan Hong Siau serta beberapa lainnya yang
dapat melihat dengan jelas. Mereka mempunyai perasaan yang sama, jurus yang
dilancarkan oleh Li Po terlalu hebat. Apabila Tao Heng Kan tidak sempat
menghindarinya, kemungkinan dadanya akan tertancap pedang emas Pat Kua Kiam
itu. Tampak Tao Heng Kan mengubah gerakannya dengan sekonyong-konyong. Secara
cepat dia menarik kembali pedangnya, kemudian tubuhnya mencelat ke udara. Tujuan
Li Po ingin mengutungkan pedang hitam putih Tao Heng Kan. Melihat pemuda itu
menarik pedangnya kembali, dia tidak mengurungkan niatnya. Kakinya malah maju ke
depan dua langkah dan terus pedangnya menyapu ke arah pedang Tao Heng Kan.
Tao Heng Kan tidak dapat menghindarkan diri lagi. Terpaksa dia menyambut serangan
pedang Li Po dengan kekerasan. Terdengar suara Trang! Kumandangnya memenuhi
seluruh taman bunga. Kemudian keduanya tersentak mundur masing-masing sejauh
dua langkah. Li Po berdiri dengan tertegun ketika mengetahui bahwa Pat Kua Kiamnya ternyata
tidak berhasil mengutungkan pedang di tangan Tao Heng Kan yang seperti besi
rongsokan. Dia semakin terkejut ketika melihat bagian atas pedangnya sendiri ternyata
gompal sedikit.
Li Po khawatir hal itu dilihat oleh orang lain. Cepat-cepat dia memiringkan tubuhnya
dan menutupi pedang yang tergenggam di tangannya.
Diam-diam dia melirik orang-orang yang berkumpul di sana. Rasanya tidak ada
seorang pun yang memperhatikan hal itu. Hati Li Po cemas sekali. Dia sadar pedang
yang digunakannya itu ibarat nyawa ayahnya sendiri. Sekarang dialah yang membuat
12 pedang itu jadi gompal. Seandainya hal ini diketahui oleh ayahnya, dia pasti akan
mendapat hukuman berat. Apabila dia tidak berhasil mengalahkan lawannya,
kemungkinan hukuman yang akan diterima lebih berat lagi. Hatinya panik bukan
kepalang, dia langsung mengerahkan jurus lainnya. Hanya sebentar dia sempat berdiri
tertegun, kemudian secara mendadak melancarkan tiga jurus serangan. Semuanya
diarahkan ke bagian tubuh Tao Heng Kan, sehingga tubuh pemuda itu seakan diliputi
oleh cahaya pedang. Kecepatannya jangan ditanyakan lagi!
Tao Heng Kan juga langsung mengerahkan Pat Sian Kiam Hoat. Dalam sekejap mata
tubuh keduanya berkelebat kesana kemari secepat kilat. Cahaya pedang Pat Kua Kiam
berpijar dan memercikkan cahaya ke mana-mana. Tiga puluhan jurus telah berlalu.
Masih juga belum dapat ditentukan siapa yang lebih unggul di antara kedua pemuda
itu. Kuan Hong Siau segera menggebrak meja sembari mengeluarkan suara siulan yang
panjang. "Puas sekali! Ternyata ilmu pedang kalian berdua seimbang! Keponakan sekalian,
harap berhenti!"
Tao Heng Kan dan Li Po sama-sama menyadari bahwa bukanlah hal yang mudah bagi
mereka untuk menjatuhkan lawannya. Li Po yang mendengar teriakan Kuan Hong
Siau segera meluncurkan sebuah serangan kemudian mencelat mundur ke belakang
serta berdiri dengan tegak.
Pada dasarnya pertandingan yang berlangsung di antara kedua orang itu hanya ingin
menunjukkan kehebatan masing-masing. Tidak ada perselisihan apa pun apalagi
dendam di antara mereka. Karena dianggap seimbang, Li Po segera mencelat ke
belakang. Seharusnya Tao Heng Kan juga melakukan tindakan yang sama. Tetapi
tidak disangka, sepasang kaki Tao Heng Kan malah menutul, orang dan pedangnya
sekaligus meluncur ke depan mengincar bagian dada Li Po. Gerakan ini merupakan
salah satu jurus terhebat dari Pat Sian Kiam yakni mempersembahkan upeti kepada
Kaisar. Perubahan yang sekonyong-konyong ini tidak disangka oleh siapa pun. Li Po juga
berdiri dengan mata membelalak. Untuk sesaat dia tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya. Orang-orang yang berkumpul di tempat itu hanya dapat menjerit
histeris. Ibu Tao Heng Kan, Sen Cing segera membentak dengan suara keras.
"Heng Kan, kau sudah gila?"
Serrr! Beberapa batang senjata rahasia berbentuk biji teratai meluncur ke depan.
Julukan yang diberikan oleh orang-orang dunia kang ouw kepada wanita ini adalah
Sam Jiu Kuan Im. (Dewi Kuan Im tangan tiga). Hal ini karena dia memang ahli am gi
(senjata rahasia). Ilmu ini sudah dikuasainya dengan mahir. Sekali menjentikkan
tangan, beberapa batang biji teratai yang terbuat dari besi segera meluncur ke tubuh
pedang Hek Pek Kiam.
13 Sam Jiu Kuan Im Sen Cing seialu membawa berbagai senjata rahasia. Jenisnya tidak
kurang dari delapan macam. Setiap kali diluncurkan selalu tepat sasaran. Tidak ada
satu pun yang menimbulkan suara keras, datang dan perginya seperti setan
gentayangan. Belum sempat pedang Hek Pek Kiam mengenai dada Li Po, terdengar
suara tring! Biji teratai tadi membentur tubuh pedang anaknya sendiri. Tapi pedang
yang satu ini memang luar biasa. Meskipun Sam Jiu Kuan Im seorang pendekar wanita
yang terkenal dalam bidang senjata rahasia, tapi biji teratai yang membentur tubuh
pedang Hek Pek Kiam hanya membuat pedang itu bergeser sedikit. Gerakannya tetap
meluncur ke depan mengincar pundak Li Po. Bara saja Sen Cing bermaksud
mengerahkan senjata rahasia lagi, periling Hek Pek Kiam sudah menembus pundak Li
Po sedalam empat cun.
Secepat kilat Li Po mencelat mundur, pedang Hek Pek Kiam tercabut keluar seiring
dengan gerakan tubuhnya itu. Pada saat yang sama, orang-orang yang berkumpul di
taman bunga itu sudah bangkit dari bangku masing-masing.
"Cu wi jangan bergerak, berhenti!" teriak Kuan Hong Siau.
Suaranya bagai geledek yang bergemuruh di angkasa. Tampak jenggotnya melambailambai
dan tubuhnya sudah melesat ke depan. Tapi tepat pada saat itu juga, Tao Heng
Kan sudah menghambur ke depan secepat kilat dan pedangnya dibalikkan kemudian
menikam bagian punggung Li Po.
Seandainya serangan Tao Heng Kan sebelumnya hanya ingin membuktikan bahwa Pat
Sian Kiam Hoatnya tidak kalah dengan Pat Kua Kiam, meskipun perbuatannya agak
telengas, tapi masih dapat dimaklumi orang-orang yang hadir di tempat itu. Namun
saat ini Li Po sudah terluka. Tao Heng Kan malah melancarkan lagi serangan yang
lebih keji. Hal ini membuktikan bahwa dia memang berniat menghabisi nyawa Li Po.
Orang-orang yang hadir di tempat itu menjerit ngeri. Pasangan suami istri Tao Cu Hun
dan putrinya Tao Ling lebih bingung lagi. Mereka tidak habis pikir, mengapa Tao
Heng Kan yang selama ini berbudi luhur dan suka mengalah tiba-tiba berubah
demikian drastis. . ." Mereka melonjak bangun dari tempat duduk masing-masing dan
menghambur ke arah Tao Heng Kan.
Namun kejadiannya berlangsung terlalu cepat. Dengan menahan rasa sakitnya, Li Po
membalikkan tubuh, dia mengangkat pedangnya ke atas seakan siap menghadapi
musuh. Saat itu Tao Heng Kan sudah mengubah lagi jurus serangannya. Dia
menggunakan jurus Matahari Bergeser Arah, pedangnya berkelebat, dia mengibas dari
kiri ke kanan. Setelah itu bergerak ke bawah. Cahaya pedang berkelebat. Pedang Hek
Pek Kiam telah menebas dari pundak kiri Li Po sampai ujung siku. Li Po menjerit
ngeri. Tubuhnya terhuyung-huyung. Darah segar memercik kemana-mana.
Tampaknya luka yang diderita pemuda itu kelewat parah. Seandainya tabib sakti Hua
To hidup kembali, belum tentu nyawa Li Po dapat dipertahankan!
Walaupun orang-orang yang hadir di tempat itu sudah menyadari maksud Tao Heng
Kan yang tidak baik, tetapi mereka tidak menyangka anak muda itu masih melakukan
penyerangan pada lawannya yang sudah terluka. Hal ini merupakan pantangan besar,
juga merupakan perbuatan yang dianggap paling rendah oleh kalangan bulim. Orangorang
yang hadir jadi terpana. Sedangkan Tao Heng Kan menggenggam pedang Hek
Pek Kiam dengan mendongakkan wajahnya.
14 "Koko! Kau ingin mati" Cepat lari!" teriak Tao Ling dengan panik.
Teriakan itu menyadarkan Tao Heng Kan. Juga menyentakkan kebengongan yang
lainnya. Kuan Hong Siau melancarkan sebuah serangan ke depan. Pada saat itu tubuh
Tao Heng Kan sedang melayang di udara. Dorongan angin kuat yang terpancar dari
serangan Kuan Hong Siau membuat tubuhnya melambung semakin jauh.
Kuan Hong Siau mendongkol sekali melihat serangannya malah membuat pemuda itu
berjarak semakin jauh dengan para tokoh yang berkumpul di tempat itu. Sementara itu,
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasangan suami istri Li Yuan dan putra mereka yang satunya lagi, Lie Cun Ju
langsung menghambur ke depan untuk melihat keadaan Li Po. Tapi pemuda itu hanya
sempat mengucapkan sepatah kata . . .
"Balaskan dendamku!" Nafasnya pun terputus.
Lie Yuan tidak sempat bersedih hati. Dia memungut pedang emasnya yang tergeletak
di atas tanah. Cring! Tubuhnya berdiri kembali dengan tegak.
"Mari kita kejar!" katanya dengan suara lantang.
Lim Cing Ing juga mencabut pedang peraknya. Pat Kua Kim Gin Kiam memang
terdiri dari sepasang pedang, yang satu terbuat dari emas, sedangkan pasangannya
terbuat dari perak. Kedua orang itu mengikuti Kuan Hong Siau dari belakang. Mereka
mengejar Tao Heng Kan yang sudah berada pada jarak kurang lebih belasan depa di
depan. Baru saja mereka menggerakkan kakinya, terdengar suara bentakan yang
nyaring. "Cuwi, harap berhenti sebentar!" Sesosok bayangan herkelebat dan berhenti di depan
Kuan Hong Siau. Dia adalah putri kedua pasangan Tao Cu Hun, Tao Ling.
Kuan Hong Siau sempat tertegun sejenak. Saat yang sekejapan mata saja, pasangan
suami istri Lie Yuan sudah menyusul tiba. Putra mereka mati dalam keadaan yang
membingungkan. Kebencian di hati meluap-luap. Melihat Tao Ling menghadang di
depan mereka, sret! Srett! Dua batang pedang menyapu ke arahnya. Namun Tao Ling
seorang gadis yang cerdas otaknya. Sejak semula dia sudah mengadakan persiapan.
Cepat-cepat dia mencelat mundur sambil mengibaskan tangannya. Beberapa paku
kecil melesat ke depan. Sekaligus dia juga berteriak dengan lantang.
"Kokoku itu selamanya tidak pernah melakukan kejahatan. Di balik semua ini pasti
ada apa-apanya. Harap kalian jangan sembarangan mengambil tindakan!"
Ilmu silat Tao Ling kalau dibandingkan dengan Kuan Hong Siau, apalagi suami istri
Lie Yuan tentu terpaut jauh. Ketika dia menyambitkan senjata rahasia berupa paku
kecil, Kuan Hong Siau menghantamkan telapak tangannya ke depan. Puluhan paku
kecil itu pun tersampok jatuh dan menimbulkan suara dentingan.
Kebencian dalam hati Lie Yuan tidak terhingga. Tapi biar bagaimana dia masih
menjaga kedudukannya sendiri yang terpandang di dunia bulim. Tentu tidak baik
baginya untuk melakukan penyerangan pada seorang angkatan muda seperti Tao Ling.
15 Melihat Kuan Hong Siau menyampok jatuh berpuluh batang paku kecil tadi, dia juga
menghantamkan sebuah pukulan ke arah sisa paku kecil itu.
Pat Kua Kiam Lie Yuan merupakan salah satu jago kenamaan di Tiong Goan. Tenaga
dalamnya sangat tinggi. Ketika dia melancarkan sebuah pukulan ke depan, sisa empat
batang paku kecil itu tertahan sekilas kemudian terpental kembali dan meluncur ke
arah Tao Ling. Itu yang dinamakan senjata makan tuan!
Jelas Tao Ling sendiri juga menyadari bahwa kepandaiannya yang masih cetek tidak
dapat diandalkan untuk menghadang Kuan Hong Siau dan pasangan suami istri Lie
Yuan. Tetapi dia seorang gadis yang teliti. Selama dua hari ini dia sudah
memperhatikan tingkah laku abangnya seperti janggal dan seakan menyimpan
kesusahan yang tidak dapat dikatakan. Tetapi Tao Heng Kan selalu mengelak apabila
gadis itu menanyakannya.
Hatinya memang sudah curiga, apalagi sekarang tanpa sebab musabab Tao Heng Kan
membunuh Li Po. Meskipun dia tidak tahu mengapa, tapi dia yakin abangnya
mempunyai alasan tersendiri. Tao Heng Kan seorang pemuda berjiwa besar, tidak
mungkin dia mencelakai seseorang tanpa alasan atau penyebab tertentu.
Karena itu pula, dia bertekad menunda pengejaran Kuan Hong Siau dan yang lainnya,
dengan mengandalkan beberapa puluh batang paku kecil tadi. Dengan demikian
abangnya bisa berlari lebih jauh. Tapi dia tidak menyangka Lie Yuan akan
menyampok senjata rahasianya bahkan membalik ke arahnya sendiri. Kekuatan tenaga
Lie Yuan sungguh dahsyat. Saking terkejutnya, Tao Ling sampai menahan nafas.
Tubuhnya bergetar dan saat itu juga keempat paku kecil yang disambitkannya tadi
sudah menancap ke dalam pundaknya.
Setelah terluka, tubuh Tao Ling limbung. Pukulan yang dilancarkan Lie Hujin
membawa angin yang kuat dan menerpa tubuhnya. Dia langsung jatuh terjerembab di
atas tanah. Tiga sosok bayangan melesat lewat di atas kepalanya. Pikirannya masih
sadar, dia tahu apabila kokonya saat ini sampai terkejar oleh ketiga orang itu, tidak
lebih dari tiga jurus pasti tertangkap. Dengan demikian nyawanya juga tidak dapat
dipertahankan. Dengan menahan rasa sakit, dia berjungkir balik di udara. Ketika
tubuhnya membalik, tangannya mengibas sekali lagi. Segenggam jarum perak
diluncurkannya ke depan.
Pada saat itu, Kuan Hong Siau dan pasangan suami istri Lie Yuan baru saja melesat
lewat, sedangkan serangan jarum peraknya tidak menimbulkan suara sedikit pun. Tapi
ketiga orang itu masing-masing menguasai ilmu yang tinggi. Sambaran angin dari
belakang dapat terasa oleh mereka. Pasangan suami istri Lie Yuan menoleh dengan
wajah menyiratkan kemarahan. Tao Ling takut mereka akan menghantam kembali
jarum perak itu ke arahnya, cepat-cepat dia melesat secepat kilat dan menghindar
sejauh-jauhnya.
Ketiga orang tadi menghentakkan kakinya untuk berjungkir balik di udara. Dengan
demikian jarum perak yang dilontarkan Tao Ling tadi meleset lewat. Tetapi ketika
mereka menjejakkan kakinya kembali di atas tanah. Tao Heng Kan sudah mencelat ke
atas tembok pekarangan lalu meloncat turun.
16 Tao Ling segera menggulingkan tubuhnya di atas tanah menuju tempat ibunya berdiri.
Wajah-nya pucat pasi.
"Ling ji, tahan sedikit rasa sakitnya!" ujar Sen Cing dengan menggeretakkan gigi.
Tangannya terulur dan menghantam pangkal lengan kanan gadis itu. Pukulannya yang
kuat membuat keempat batang paku tadi tergetar dan mencelat ke luar. Tampak bercak
merah di puncak gadis itu. Sen Cing mengeluarkan obat luka dan dibubuhkannya ke
luka putrinya. Rasa sakit yang dirasa Tao Ling agak berkurang, dia baru bisa
menghembuskan nafas lega.
Sementara itu, Kuan Hong Siau dan pasangan suami istri Lie Yuan juga sudah
mencelat ke atas tembok lalu mengejar Tao Heng Kan. Bangunan rumah Kuan Hong
Siau ini letaknya di depan sungai. Tidak ada tempat lain yang dapat dijadikan pelarian
kecuali sungai itu. Suami istri dengan masing-masing menggenggam sebatang pedang
menyibakkan ilalang yang memenuhi sekitar sungai itu. Setiap kali pedang mereka
bergerak, pasti ada serumpun ilalang yang terbabat putus.
Tao Ling melihat ketiga orang itu sudah mengejar ke depan rumah, tapi ibunya masih
berdiri dengan termangu-mangu.
"Tia, ma ... seandainya koko sampai berhasil ditangkap oleh mereka . . ."
Baru berbicara sampai di situ, Tao Ling melihat wajah ayahnya yang angker dan
menghijau. Orang yang melihatnya pasti ketakutan. Rupanya dia menyadari perbuatan
abangnya itu sudah cukup menyakitkan hati ayahnya. Tentu ayahnya tidak akan
mengakui lagi Tao Heng Kan sebagai putranya. Apabila ketiga orang tadi berhasil
mengejar abangnya dan menyeretnya ke depan ayahnya, laki-laki setengah baya itu
juga tidak akan menghalangi mereka membunuh Tao Heng Kan.
Tidak lama kemudian Kuan Hong Siau dan pasangan suami istri Lie Yuan sudah
kembali lagi. Tiba-tiba terdengar suara desiran senjata tajam, sebuah batu besar yang
ada di hadapan Tao Cu Hun langsung terbelah menjadi empat bagian.
Perlahan-lahan Tao Cu Hun mendongakkan wajahnya. Sepasang mata Lie Yuan merah
mem-bara dan mendelik kepadanya.
"Manusia she Tao, aku ingin mendengar tanggapanmu mengenai persoalan ini!"
bentaknya keras-keras.
Wajah Tao Cu Hun masih menghijau. Lim Cing Ing segera menghunus pedang
peraknya. "Untuk apa mengoceh panjang lebar dengannya?" kata Lim Cing Ing.
Cring! Pedangnya meluncur ke depan. Ujungnya bergetar dan dapat terlihat jelas
bahwa wanita itu mengincar empat jalan darah utama di dada Tao Cu Hun. Seandainya
sampai terkena serangan itu, jangan kan pedang tajam, dengan ujung jari saja nyawa
seseorang sulit dipertahankan.
17 Tapi Tao Cu Hun tetap tidak bergerak, meskipun sepasang matanya melihat cahaya
berkelebat. Tampaknya laki-laki itu sudah pasrah mengorbankan jiwanya di ujung
pedang perak milik Lim Cing Ing. Tiba-tiba istrinya Sam Jiu Kuan Im membentak
keras, "Tunggu dulu!"
Wuutt! Trang! Cahaya melintas, Sen Cing menggunakan goloknya menahan serangan
Lim Cing Ing. Golok Sen Cing membentur pedang Lim Cing Ing sehingga
menimbulkan suara yang memekakkan telinga.
Lim Cing Ing memperdengarkan suara tawa yang dingin, "Heh! Sejak tadi kau
memang sudah harus turun tangan!" katanya sinis.
Kaki Lim Cing Ing bergerak menggeser ke samping satu langkah. Dalam waktu yang
bersamaan, dia memutar pedangnya dan melancarkan sebuah serangan kembali.
Timbul bayangan cahaya pedang yang berderai di bawah cahaya rembulan,
menyilaukan pandangan mata. Ilmu silat kedua wanita ini memang mempunyai
keunggulan masing-masing.
Melihat Lim Cing Ing melakukan penyerangan kembali, Sen Cing lalu mengambil
tindakan mempertahankan diri. Sekali lagi goloknya mengibas ke depan menahan
serangan Lim Cing Ing. Cepat dia mencelat mundur dan mengeluarkan sebuah pecui
yang panjang. Pecut itu merupakan senjata lentur dan dapat digerakkan sesuka hati.
Batikan dengan hwe kang yang kuat, pecut itu dapat menjadi tegak lurus bagai
sebatang tombak. Ketika masa mudanya, Sen Cing pernah melanglang buana di dunia
kang ouw dengan pecut saktinya itu.
Tampak Sen Cing tidak membalas serangan. Rupanya mengingat bahwa kesalahan
memang terletak pada pihak anaknya sendiri. Maka dia hanya berdiri tegak.
"Lie lihiap, kau sudah gila" Segala dendam harus ada awalnya, mengapa kau
menyerang kami?"
Lim Cing Ing tertegun sejenak. Dia tidak menyangka lawannya akan mengeluarkan
kata-kata seperti itu.
"Orang yang barusan membunuh itu memangnya bukan anakmu?" bentaknya tidak
mau kalah. Mimik wajah Sen Cing menyiratkan penderitaan yang tidak terkirakan, namun
jawabannya terdengar tegas.
"Lie lihiap, kau anggap siapa kami suami istri" Orang itu sudah melakukan kejahatan
yang tidak terampunkan, apakah kami masih bersedia mengakuinya sebagai anak?"
Hati Tao Ling tersentak mendengar perkataan ibunya.
"Ma!"
"Kau jangan ikut campur!" Sen Cing membentak dan mengibaskan tangan.
18 Tao Ling tidak berani bicara lagi. Dia menggeser kembali ke samping ibunya.
"Apakah persoalannya harus diselesaikan begitu saja?" bentak Lim Cing Ing.
"Para tokoh di sini dapat dijadikan saksi. Tao Heng Kan merupakan penjahat yang
harus kita hadapi bersama, tidak terkecuali kami suami istri," kata Tao Cu Hun dengan
tegas. Wajah Lie Yuan semakin membesi.
"Bagus sekali! Kuan loya, mari kita teruskan meneguk arak sambil menikmati
indahnya rembulan!" Tadi mereka sudah mencari di sekitar rumah itu namun tidak
berhasil menemukan bayangan Tao Heng Kan. Dia yakin anak muda itu sudah
melarikan diri lewat jalur sungai.
Keperihan di hati Lie Yuan dapat dibayangkan. Namun dia masih menjaga nama
baiknya sendiri. Lagipula dia yakin dengan ketenaran namanya di dunia kang ouw,
bukan hal yang sulit untuk menangkap Tao Heng Kan. Apalagi Tao Cu Hun sendiri
sudah menyatakan tidak mengakui lagi pemuda itu sebagai anaknya. Dengan demikian
percuma saja dia bicara banyak. Terpaksa dia menahan kemarahannya dan berlagak
bersikap seorang pendekar besar.
Tapi baru saja terjadi peristiwa yang mengejutkan, siapa yang sempat memikirkan soal
minum arak ataupun menikmati indahnya rembulan"
Tidak ada seorang pun yang bersuara, apalagi Cio losam dan Kongsun Ping, mereka
berdua seperti tersumpal mulutnya, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.
Lim Cing Ing mengeluarkan delapan buah lencana berbentuk pat kua yang sebelahnya
berwarna emas dan sebelahnya lagi berwarna perak.
"Cun Ju!" panggil Lim Cin Ing dengan suara lantang.
Putra kedua pasangan suami istri Lie Yuan bernama Lie Cun Ju. Usianya masih muda
sekali. Paling-paling tujuh belas tahun. Cepat-cepat dia menyahut panggilan ibunya.
"Ma, ada apa?"
"Bawa lencana ini dan minta para jago di sungai telaga untuk menangkap Tao Heng
Kan!" Lim Cing Ing menyerahkan delapan lencana pat kua ke tangan Cun Ju.
Kuan Hong Siau juga menurunkan perintah kepada para anak buahnya untuk segera
meringkus Tao Heng Kan apabila mereka menemukannya. Wajah Tao Cu Hun, Sen
Cing dan Tao Ling semakin kelam.
"Kami mohon diri!" ucap Tao Cu Hun dengan nada berat.
Kuan Hong Siau juga tidak menahan mereka. Ketiga orang itu kembali ke perahunya
sendiri. Tapi baru saja niereka menginjakkan kakinya, hati mereka tersentak bukan
main! 19 Ternyata lampu di kabin perahu itu masih menyala. Lewat jendela kertas mereka
melihat dua sosok bayangan. Yang satu tinggi kurus, tidak mirip dengan manusia
normal. Sedangkan bayangan yang lainnya tidak asing lagi bagi mereka. Dia justru
Tao Heng Kan yang tadi menimbulkan bencana besar.
Tao Cu Hun, Sen Cing dan Tao Ling mengeluarkan desahan panjang. Keluhan ketiga
orang itu mengandung makna yang berlainan. Hati Tao Ling terkejut, dia menyesalkan
kokonya yang tidak tahu mati, bukannya lari jauh-jauh agar tidak terkejar malah
bersembunyi di dalam perahu. Watak Tao Cu Hun polos dan jujur. Sejak kematian Li
Po, dia sudah tidak mengakui Tao Heng Kan sebagai anaknya. Yang aneh justru
bayangan yang satunya, entah siapa orang itu" Sedangkan Sen Cing biar bagaimana
pun tetap menyayangi putranya sendiri. Dia merasa marah tapi juga cemas.
Begitu terdengar suara keluhan dari mulut ketiga orang itu, Tao Heng Kan langsung
berdiri tegak. Dalam waktu yang bersamaan, pandangan ketiga orang itu menjadi
buram. Bayangan yang berbentuk tinggi kurus itu tiba-tiba menghilang, bahkan
dengan ketinggian ilmu yang dimiliki oleh Tao Cu Hun dan Sen Cing masih belum
sanggup melihat bagaimana cara orang itu pergi.
Mula-mula Tao Ling yang melontarkan seruan.
"Koko, mengapa kau tidak melarikan diri sejauh-jauhnya?" seru Tao Ling.
"Aku . . . aku .. ." Sikap Tao Heng Kan gugup sekali.
Belum lagi dia sempat mengatakan apa-apa, Tao Cu Hun sudah melangkah ke depan
dan me-ngirimkan sebuah pukulan. Tubuh Tao Heng Kan tergetar mundur dua
langkah. Tao Cu Hun mengikutinya. Dirampasnya pedang Hek Pek Kiam yang masih
tergenggam di tangan anaknya.
"Anak jadah!" bentaknya marah.
Baru melontarkan cacian itu, hatinya terasa pedih sekali. Wajahnya mengerut-ngerut
kemudian dipalingkan ke arah lain. Tangannya bergerak dan menggetarkan pedangnya
ke depan. Tao Heng Kan tidak menghindar. Wajahnya menyiratkan perasaan serba salah.
"Tia!" panggilnya.
"Tia, jangan melukai koko!" Tao Ling juga ikut berteriak.
Sebetulnya, mana tega Tao Cu Hun membunuh anaknya dengan pedang sendiri" Tapi
perbuatan Tao Heng Kan sudah kelewat batas. Dia sudah melukai lawannya dalam
pertandingan ilmu kemudian malah membunuhnya dengan keji. Seandainya dia sendiri
tidak membunuhnya, orang lain pasti menginginkan kematian anaknya itu. Ketika dia
menjulurkan pedangnya ke depan, dia mendengar suara panggilan kedua anaknya.
Tangannya jadi lemas seketika. Luncuran pedangnya juga tidak sekuat tadi. Sen Cing
segera menggerakkan sebelah kakinya menendang pedang Hek Pek Kiam sehingga
20 hampir saja terlepas dari genggaman Tao Cu Hun. Setelah itu dia rnenghambur dan
menghadang di depan anaknya.
"Cu Hun, tadi di dalam kabin ini masih ada orang lain, cepat cari!" katanya untuk
mengalihkan perhatian suaminya.
"Koko, siapa orang yang bersama denganmu tadi?" tanya Tao Ling.
Meskipun kabin perahu itu cukup luas, tapi tidak banyak barang yang ada di
dalamnya. Begitu masuk tadi, ketiga orang itu sudah memperhatikan keadaan
sekitarnya. Tidak tampak ada orang yang menyembunyikan diri. Terpaksa mereka
menunggu jawaban dari Tao Heng Kan. Tetapi jawaban anak muda itu justru membuat
mereka semakin bingung.
"Di dalam kabin ini tidak ada siapa-siapa, aku hanya seorang diri di sini!"
Tao Ling menghentakkan kakinya di atas Iantai perahu dengan kesal.
"Koko, mengapa kau masih tidak berterus terang juga" Sebetulnya mengapa kau
membunuh Li Po?"
Tiba-tiba Tao Heng Kan menyurut mundur satu langkah, dia membalik ke arah
jendela. Pat Sian Kiam Tao Cu Hun langsung membentak.
"Anak jadah! Jangan harap bisa melarikan diri!"
Sen Cing cepat menghadang ke depan anaknya.
"Cu Hun! Kau hanya mempunyai seorang putra!" teriaknya.
"Aku tidak mempunyai putra seperti dia!" sahut Tao Cu Hun sepatah demi sepatah.
"Kau tidak punya, aku punya!" kata Sen Cing kesal.
Wajah Tao Cu Hun semakin kaku.
"Hari ini apabila kita tidak membunuhnya, bagaimana kelak kita bisa menemui para
sahabat di dunia kangouw?"
"Jangan kata hal ini tidak diketahui siapa pun, seandainya pun ada yang mengetahui,
apa salahnya tidak bertemu dengan orang lain seumur hidup" Cu Hun, kau lupa apa
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tujuan kita datang ke Si Cuan?"
Wajah Tao Cu Hun berubah hebat. Terdengar dia menggumam seorang diri.
"Tidak bertemu dengan orang lain selamanya?" Baru saja ucapannya selesai, dari luar
kabin terdengar suara siulan yang aneh. Sret! Sret! Berbunyi dua kali. Dua batang
pedang menembus jendela kabin itu.
21 Penerangan di dalam kabin sebetulnya agak suram. Tetapi ketika kedua buah pedang
tadi menembus jendela, tiba-tiba saja pandangan menjadi silau. Ternyata kedua batang
pedang itu terdiri dari emas dan perak, yakni Pat Kua Kim Gin Kiam yang terkenal di
dunia kang ouw. Tanpa perlu ditanyakan, mereka sudah paham bahwa pasangan suami
istri Lie Yuan sudah menyusul datang.
Rupanya sejak kepergian Tao Cu Hun beserta istri dan putrinya, perasaan pasangan
suami istri Lie Yuan semakin benci. Juga mendapat sebuah ingatan secara tidak
terduga-duga. Apabila Tao Heng Kan melarikan diri lewat jalur sungai tentu orang itu
tidak bisa lari terlalu jauh. Malah ada kemungkinan dia bersembunyi di perahunya
sendiri. Karena itu Lie Yuan segera mengatakannya kepada Kuan Hong Siau.
Kemudian serombongan orang secara diam-diam menyusul ke perahu Tao Cu Hun.
Sedangkan keempat orang yang sedang berada di dalam kabin perahu justru sedang
ribut dengan masalahnya sendiri. Belum lagi kebingungan dengan bayangan yang
tinggi kurus tadi. Maka mereka tidak menyadari bahwa ada serombongan orang sudah
sampai di depan geladak perahu mereka. Sampai kedua batang pedang emas dan perak
ditusukkan ke dalam jendela, mereka baru terkejut setengah mati.
Reaksi Tao Ling paling cepat, begitu melihat kedua batang pedang itu, dia langsung
menarik tangan kokonya kemudian didorong ke dalam ruangan satunya. Di kabin itu
sendiri, Tao Cu Hun masih berdiri dengan termangu-mangu. Sementara itu, kedua
batang pedang tadi bergerak sehingga jendela kabin tersebut menjadi terbabat dan
terlihat celah yang besar. Lie Yuan dan istrinya, Lim Cing Ing menerobos masuk saat
itu juga. "Dimana anak jadah itu?"
Perasaan Sam Jiu Kuan Im Sen Cing seakan diganduli beban yang berat. Baru saja dia
berniat mengarang sebuah kebohongan, tahu-tahu sesosok bayangan sudah berkelebat
masuk. Jenggot yang putih mengibar-ngibar, Kuan Hong Siau juga sudah
menghambur masuk ke dalam perahu itu.
"Tao tayhiap, Sen lihiap, peristiwa ini terjadi di rumah kediamanku, biar bagaimana
aku tidak bisa berdiam diri, harap kalian tidak menyalahkan aku!" kata orang tua itu.
Hati Sen Cing bagai disayat sembilu. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Sepatah kata
pun tidak sanggup diucapkannya. Lie Yuan malah memperdengarkan suara tawa yang
aneh. "Tadi kami mendengar suara si anak jadah itu, mana mungkin dia bersembunyi di
tempat lain. Suruh keluar, cepat!" bentaknya.
Sepasang pedang emas dan perak kembali diadukan. Terdengar suara trang! Dua
berkas cahaya memijar. Sinarnya menyelimuti seluruh kabin perahu itu. Tao Cu Hun
juga menggerakkan pedang Hek Pek Kiamnya.
"Kalian ingin berkelahi?"
"Manusia she Tao, kau lupa dengan kata-katamu sendiri di taman bunga rumah Kuan
loya?" 22 Kenyataannya Tao Cu Hun memang mengeluarkan perkataan bahwa dia sendiri tidak
akan melepaskan Tao Heng Kan apabila kepergok olehnya. Sebetulnya dalam hati dia
masih mempunyai pikiran yang sama. Tetapi biar bagairnana hubungan seorang ayah
dan anak tidak bisa disamakan dengan orang lain. Apabila meminta dia menyerahkan
anaknya sekarang, hatinya diliputi kebimbangan juga. Suasana di dalam kabin, hening
mencekam untuk sesaat. Tiba-tiba Tao Ling berteriak dengan keras.
"Koko! Kau tidak boleh keluar!"
Dalam waktu yang bersamaan terdengar bentakan Tao Heng Kan.
"Kau jangan mengurus aku!" Sesosok bayangan melesat, tahu-tahu Tao Heng Kan
sudah keluar dari tempat persembunyiannya.
Pasangan suami istri Lie Yuan melihat musuh besar mereka. Mata merah menatap
dengan kemarahan yang berkobar-kobar. Sepasang pedang perak dan emas
diluncurkan, sehingga timbul cahaya yang menyilaukan mata. Tampak pedang itu
berhenti di depan Tao Heng Kan.
Pemuda itu tidak menghindar. Lie Yuan membentak dengan suara keras.
"Anak jadah, tahukah kau saat kematianmu sudah tiba?" bentak Lie Yuan.
Sen Cing bermaksud mencegah, tetapi tangannya ditarik oleh Tao Cu Hun dan
digenggam erat-erat. Sam Jiu Kuan Im Sen Cing menolehkan kepalanya. Tampak
wajah suaminya menyiratkan penderitaan yang tidak terhingga. Hati wanita itu ikut
merasa perih. Dia sadar watak suaminya selama ini jujur dan menjunjung tinggi
keadilan. Walaupun urusan ini menyangkut putranya sendiri, dia juga tidak sudi
membantah hati nuraninya. Lim Cing Ing maju beberapa langkah. Sepasang pedang
emas dan perak menuding jantung dan punggung Tao Heng Kan dari depan dan
belakang. Lie Yuan menggeretakkan giginya erat-erat.
"Anak jadah, putra kami tidak mempunyai permusuhan apa pun denganmu, mengapa
kau membunuhnya dengan cara demikian keji?" bentak laki-laki setengah baya itu.
Mimik wajah Tao Heng Kan juga menyiratkan penderitaan, tetapi penampilannya
tetap tenang. Dia melirik sekilas kepada kedua orang tua dan adiknya, kemudian
menarik nafas panjang. Tetapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Lie Yuan menolehkan kepalanya kepada Kuan Hong Siau. "Kuan loya, kau adalah
tuan rumah, bagaimana harus menyelesaikan urusan ini, kami meminta pendapatmu!"
Kuan Hong Siau menyahut dengan tegas. "Membunuh orang harus diganti dengan
nyawa!" "Tepat!" kata Lie Yuan dan Lim Cing Ing serentak. Tenaga dalam dikerahkan pada
lengan kanan, asal didorong sedikit saja kedua batang pedang itu pasti menembus
jantung dan punggung Tao Heng Kan.
23 Tao Cu Hun, Sen Cing, dan Tao Ling melihat orang yang mereka cintai akan
menerima hukuman mati. Tetapi mereka tidak sanggup memberikan bantuan sedikit
pun. Dengan hati perih sekali, cepat-cepat mereka memalingkan kepala karena tidak
sanggup melihat kematian Tao Heng Kan. Jika mendengar suara jeritan Tao Heng Kan
berarti tiba saatnya nyawa pemuda itu meninggalkan raganya.
Tetapi setelah menunggu sekian lama, masih belum juga terdengar suara apa pun.
Tanpa dapat menahan perasaan heran, mereka bertiga menolehkan kepalanya. Tampak
Tao Heng Kan memejamkan matanya menunggu kematian. Lie Yuan masih
menudingkan pedangnya ke arah jantung Tao Heng Kan, demikian pula istrinya juga
menudingkan pedangnya ke bagian punggung pemuda itu. Wajah mereka menyiratkan
kemarahan, tetapi mereka masih belum menusukkan pedangnya.
Sen Cing tidak tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi, dia membentak dengan suara
tajam, "Manusia she Li, mau bunuh silakan! Mengapa kalian menyiksanya sedemikian
rupa?" Orang yang sudah mati sudah terbebas dari segalanya. Keadaan apa pun tidak
dirasakan lagi. Dia juga tidak merasakan adanya penderitaan. Rasa sakit hanya
dialaminya beberapa saat sebelum menjelang kematian. Sen Cing mengira kedua
orang itu sengaja tidak turun tangan segera agar putranya merasa menderita.
Penyiksaan bathin ini sungguh mengerikan, lebih menyakitkan daripada penyiksaan
badan. Kuan Hong Siau yang memperhatikan dari samping juga mempunyai pemikiran yang
sama. "Lie lote, cepat turun tangan!" Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba Kakek
Kuan melihat kejanggalan pada diri suami istri Lie Yuan.
"Lie lote, kenapa kau?" tanya Kakek Kuan bingung.
Tetapi baik pedang emas Lie Yuan maupun pedang perak Lim Cing Ing tidak
menyahut sepatah kata pun. Bahkan mereka tidak bergerak sama sekali. Mereka bagai
patung yang berdiri tegak.
Saat itu, Kuan Hong Siau sadar telah terjadi sesuatu yang tidak wajar. Bahkan Tao Cu
Hun, Sen Cing dan Tao Ling juga dapat merasakannya. Tapi mereka masih belum
yakin. Kalau dilihat dari keadaan mereka, tampaknya pasangan suami istri Lie Yuan
telah tertotok jalan darahnya oleh seseorang. Namun peristiwa ini rasanya tidak masuk
akal! Karena bukan saja pasangan suami istri itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi,
bahkan orang-orang yang ikut hadir di perahu itu juga mempunyai kepandaian yang
tidak rendah. Mengapa tanpa terlihat apa pun yang mencurigakan tahu-tahu pasangan
suami istri itu telah tertotok jalan darahnya"
Kuan Hong Siau maju dua langkah, tangannya menepuk pundak Lie Yuan. Terdengar
suara Trang! Pedang emas di tangan laki-laki itu terjatuh ke lantai perahu, Lie Yuan
juga terkulai jatuh.
24 Baru saja tubuh Lie Yuan terkulai jatuh, seseorang sudah menerobos ke dalam kabin
sambil berseru, "Tia, Ma . . . apakah dendam koko sudah terbalas?"
Orang itu putra kedua pasangan suami istri Lie Yuan, Lie Cun Ju. Begitu masuk, dia
melihat musuh besar mereka masih berdiri dalam keadaan baik-baik saja, malah
ayahnya yang terkulai di atas lantai perahu. Hatinya tersentak sekali.
"Tia, Ma . . . apa yang terjadi?"
Kuan Hong Siau mengibaskan tangannya.
"Jangan cemas!" Tubuhnya bergerak seperti angin berhembus. Dia sudah berdiri di
samping Lim Cing Ing dan menyentuh tangannya sedikit. Kembali terdengar suara
Trang! Pedang perak terjatuh, Lim Cing Ing sendiri juga menggubrak ke belakang.
Tao Ling yang melihat keadaan itu, cepat-cepat menarik tangan Tao Heng Kan. Lie
Cun Ju melesat seperti anak panah. Dipungutnya pedang emas dan perak yang terjatuh
di atas lantai.
"Tia, Ma . . . sebetulnya apa yang terjadi pada diri kalian?"
Karena paniknya dia sampai tidak menyadari bahwa ayah ibunya tidak mungkin
menjawab pertanyaannya itu. Sedangkan Kuan Hong Siau menepuk beberapa bagian
tubuh Lie Yuan dan Lim Cing Ing berkali-kali. Maksudnya ingin membebaskan jalan
darah mereka yang tertotok. Tetapi cara apa yang digunakan seseorang untuk menotok
jalan darah Lie Yuan dan istrinya, ternyata Kakek Kuan tidak mengetahuinya.
Tentu saja Kuan Hong Siau tidak sanggup membebaskan jalan darah kedua orang itu.
Wajah Kakek Kuan berubah perlahan-lahan. Kemudian dia mendongakkan kepalanya.
"Tao tayhiap, jalan darah suami istri Lie Yuan ini . . ."
Kata-katanya terhenti, dia tidak jadi melanjutkannya karena tadinya dia menyangka
apa yang terjadi pada pasangan suami istri Lie Yuan adalah hasil perbuatan Tao Cu
Hun dan Sen Cing. Tetapi saat ini dia melihat mimik wajah kedua orang itu justru
menyiratkan kebingungan. Kenyataannya pasangan suami istri Tao Cu Hun juga tidak
tahu jalan darah mana dari Lie Yuan dan Lim Cing Ing yang tertotok dan bagaimana
cara orang itu melakukannya.
Hati Sen Cing semakin penasaran, karena dia adalah seorang pendekar wanita yang
ahli dalam am gi (senjata rahasia). Sebagai orang yang mempelajari ilmu yang satu ini,
paling tidak mula-mula harus menguasai ilmu jalan darah di tubuh manusia.
Pengetahuannya cukup dalam, karena sejak kecil dia memang sudah menekuni seluruh
urat darah dalam tubuh seseorang. Tapi anehnya dia sendiri tidak berhasil menemukan
jalan darah apa yang tertotok pada pasangan suami istri Lie Yuan. Diam-diam dia
menyadari bahwa orang itu menggunakan cara menotok jalan darah dengan aliran
tersendiri dan mungkin jarang berkecimpung di dunia kang ouw sehingga tidak ada
orang yang mcngetahuinya.
25 Oleh karena itu, dengan wajah serius Sen Cing berkata, "Kuan loya, bukan kami yang
menotok jalan darah mereka!"
Wajah Kuan Hong Siau semakin kelam. Dia menolehkan kepalanya.
"Sahabat keluarga Sang dari Si Cuan, harap masuk ke dalam kabin. Lohu ingin
merundingkan sesuatu hal!" teriaknya.
Baru saja ucapannya selesai, dari luar geladak berjalan masuk seseorang bertubuh
pendek. Langkahnya lambat sekali seperti orang yang kemalas-malasan. Tao Cu Hun
ingat ketika mereka baru sampai di tempat ini, Kuan Hong Siau memperkenalkan
orang ini kepada mereka. Tetapi saat itu dia tidak begitu memperhatikan. Memang
rasanya dia ingat orang itu menyebut dirinya bermarga Sang. Tetapi karena
penampilannya tidak menunjukkan keistimewaan apa-apa maka Tao Cu Hun juga
tidak menaruh perhatian. Sekarang mendengar Kuan Hong Siau menyebut keluarga
Sang dari Si Cuan, pasangan suami istri Tao Cu Hun jadi tertegun.
Karena keluarga Sang memiliki dua macam ilmu yang sangat terkenal di dunia bu lim.
Salah satunya disebut Ruyung Sakti Laksana Angin, sedangkan yang satunya lagi
justru tujuh puluh dua macam cara teraneh menotok jalan darah.
Terutama ketujuh puluh dua cara menotok jalan darah itu, jari tangan, tendangan kaki,
tepukan bahkan serudukan kepala, semua dapat digunakan untuk menotok jalan darah
seseorang. Bahkan yang diincarnya justru jalan darah yang penting. Ilmu ini merupakan warisan
dari leluhur mereka. Bahkan anak perempuan tidak diwarisi ilmu yang satu ini.
Selamanya mereka hidup mengasingkan diri di Si Cuan. Jarang bergerak di dunia kang
ouw. Maka orang yang pernah mendengar nama keluarga mereka memang banyak,
tetapi sampai dimana sebenarnya kehebatan keluarga ini, jarang orang yang
melihatnya sendiri.
Di dunia bu lim, orang hanya tahu bahwa orang yang usianya paling tua dan
kedudukannya paling tinggi dalam keluarga Sang yaitu Kakek berambut putih Sai .,
Hao. Menurut selentingan, usia kakek ini sudah di atas delapan puluh. Ilmunya tinggi
sekali sehingga sulit dijelaskan dengan kata-kata. Anak cucu keluarga Sang sendiri
sulit menemuinya. Sedangkan orang bernama Sang Cu Ce yang melangkah ke dalam
kabin entah mempunyai kedudukan apa dalam keluarga Sang, tetapi kalau dilihat dari
langkah kakinya yang mantap dan sinar matanya yang tajam, tampaknya orang ini juga
bukan tokoh sembarangan.
Setelah masuk, Sang Cu Ce bertanya kepada Kuan Hong Sian, "Entah ada urusan apa
Kuan loya memanggilku?"
Sikap Kuan Hong Siau terhadap orang ini juga cukup sungkan.
"Sahabat Sang, pasangan suami istri Pat Kua Kim Gin Kiam tertotok jalan darahnya
secara tiba-tiba. Lo hu tidak sanggup memberikan pertolongan, harap sahabat Sang
bersedia membebaskan jalan darah mereka."
26 Sang Cu Ce berseru terkejut. Hatinya merasa bingung. Karena dia juga mengikuti
rombongan itu datang ke kapal. Sejak tadi berjaga di luar agar Tao Heng Kan tidak
dapat melarikan diri. Dia tidak tahu apa yang terjadi di dalam kabin perahu itu.
Mendengar jalan darah pasangan suami istri Lie Yuan bisa tertotok di hadapan
beberapa jago kenamaan, hatinya tersentak kaget. Kemudian dia berjongkok dan
memperhatikan keadaan Lie Yuan. Tiba-tiba dia bangkit dan mundur dengan wajah
menyiratkan perasaan terkejut. Rona wajahnya berubah hebat. Apalagi setelah melihat
keadaan Lim Cing Ing yang wajahnya semakin pucat seperti selembar kertas. Berturutturut
kakinya melangkah mundur, dia hanya menggoyang-goyangkan tangannya tanpa
sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Di antara orang-orang yang berkumpul, hanya Kuan Hong Siau yang mengetahui
bahwa Sang Cu Ce mempunyai kedudukan yang tinggi dalam keluarga Sang. Kalau
dihitung dari Kakek berambut putih Sang Hao, Keluarga Sang sudah berlangsung
empat generasi, tetapi Sang Cu Ce ini justru keponakan dari Sang Hao sendiri. Dengan
demikian dia juga merupakan angkatan tua dalam keluarga Sang, karena terhitung
angkatan kedua. Saat ini melihat keadaan Sang Cu Ce yang ketakutan, hatinya jadi
tersentak kaget.
"Sahabat Sang, bagaimana?" tanya Kuan Hong Siau.
Sang Cu Ce terus mengundurkan diri sampai depan kabin perahu.
"Siaute tidak sanggup, harap Kuan loya maafkan!"
Tiba-tiba dia menghentakkan kakinya dan melesat keluar dari kabin itu. Usia Lie Cun
Ju masih belia, dia belum mengerti mara bahaya, sepasang pedang emas dan perak
segera dilintangkan ke depan untuk menghadang kepergian Sang Cu Ce.
Lie Cun Ju berdiri di depan Sang Cu Ce sambil bertanya, "Sahabat Sang, siapa yang
membokong kedua orang tuaku" Harap jelaskan!"
Sang Cu Ce tidak menyahut sepatah kata pun. Deru angin menyambar, dia
menghantamkan sebuah pukulan. Meskipun kekuatan Lie Cun Ju belum seberapa
tinggi, tapi otaknya cerdas. Apalagi dia sudah mewarisi ilmu pedang Pat Kua Kiam
dari orang tuanya. Dia sudah menyadari kekuatan yang terpancar dari pukulan
lawannya, pedang di tangan kirinya segera diturunkan, pedang di tangan kanan
digetarkan kemudian secara tiba-tiba, dijulurkan ke arah telapak tangan Sang Cu Ce.
Pada dasarnya Sang Cu Ce tidak mempunyai minat berkelahi. Sekonyong-konyong dia
memutar tangannya. Dia menghindar dari serangan pedang Lie Cun Ju. Tubuhnya
bergerak dan melesat lewat samping pemuda itu, sekaligus sikutnya menyenggol salah
satu jalan darah di bawah ketiak Lie Cun Ju.
Lie Cun Ju terkesiap, dia bermaksud menarik pedang di tangannya untuk menahan
serangan Sang Cu Ce, tapi sudah terlambat. Bawah ketiaknya terasa kesemutan.
Dorongan Sang Cu Ce membuatnya terhuyung mundur sampai kira-kira delapan
langkah. Pemuda itu berdiri tegak dan mendongakkan wajahnya. Dia melihat
bayangan tubuh Sang Cu Ce sudah berkelebat dan meloncat ke atas dermaga. Dalam
sekejap mata, orang Sang Cu Ce sudah melesat hilang dalam kegelapan malam.
27 Perasaan Kuan Hong Siau semakin tertekan. Kakek itu yakin Sang Cu Ce sudah
berhasil melihat jalan darah pasangan suami istri Lie Yuan tertotok oleh seorang tokoh
luar biasa. Sedangkan jalan darah yang tertotok itu rahasia sekali. Tetapi Kuan Hong
Siau tidak dapat menduga siapa tokoh yang dimaksud sehingga Sang Cu Ce begitu
ketakutan, lalu hanya melihat totokannya saja. Bahkan Sang Cu Ce yang terkenal
dengan tujuh puluh dua cara menotok jalan darah itu sampai melarikan diri.
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu, hati Tao Cu Hun, Sen Cing, dan Tao Ling diselimuti kegelisahan yang
dalam. Tiba-tiba mereka teringat bayangan tinggi kurus yang dilihatnya lewat kertas
jendela. Tapi mereka juga tidak tahu asal usul orang itu.
Kuan Hong Siau tertegun sejenak.
"Cun Ju, orang tuamu hanya tertotok jalan darahnya. Lebih baik suruh dulu beberapa
orang untuk mengangkat mereka ke perahu kalian kemudian berusaha menemukan
seseorang yang memiliki kepandaian tinggi. Melihat dari pergaulan orang tuamu di
dunia kang ouw, pasti ada tokoh yang datang memberikan pertolongan apabila
mendengar berita ini. Sekarang musuh besarmu ada di depan mata. Kau tidak perlu
lagi menyebarkan lencana pat kua tadi. Balaslah dendam kematian kokomu sekarang
juga!" kata Kuan Hong Siau menasehati.
Sejak tadi Lie Cun Ju memang menatap Tao Heng Kan dengan sorot kebencian yang
dalam. Ucapan Kuan Hong Siau seperti memberi semangat kepadanya. Dia melangkah
ke depan. Dengan jurus Tumbuh Silih Berganti, dia melancarkan sebuah serangan
sambil membentak, "Manusia she Tao, serahkan nyawamu!"
Tao Heng Kan tetap tidak bergerak. Tao Ling bermaksud mendorong abangnya kuatkuat
agar terpental keluar dari kabin dan jatuh ke dalam sungai. Tetapi belum lagi dia
mengambil tindakan, tiba-tiba telinganya mendengar suara yang menggelegar.
Kaki orang-orang yang ada di atas perahu itu limbung seketika seperti mendadak ada
gempa yang melanda. Serangan Lie Cun Ju juga tidak mengenai sasaran karena
tubuhnya yang terhuyung-huyung. Orang-orang masih belum mengerti apa sebenarnya
yang telah terjadi. Mereka hanya merasakan bumi berguncang dengan hebat. Mereka
tidak dapat berdiri dengan kokoh. Karena guncangan itu air sungai mulai meluap
masuk. Dalam sekejap mata, perahu yang besar itu tiba-tiba terbelah jadi dua bagian.
Tempat berlabuh perahu itu memang tidak jauh dari air terjun. Ombak di daerah itu
lebih besar dibandingkan tempat lainnya. Begitu perahu itu terbelah menjadi dua
bagian, sebentar saja sudah digulung arus yang deras dan tenggelam dengan perlahanlahan.
Tao Ling merasa tubuhnya dihempas air, sekejap saja dia sudah dipermainkan ombak
sehingga tinibul tenggelam. Dia ingin membuka mulutnya untuk berteriak meminta
pertolongan, tetapi air sungai langsung masuk dan terpaksa dia menelan beberapa
teguk air itu. Nafasnya seperti tertutup.
Dengan susah payah dia menenangkan dirinya kemudian menggerakkan kaki
tangannya agar dia dapat mengapung di permukaan air.
28 Udara tiba-tiba menjadi gelap. Seperti akan terjadi hujan badai. Dari tadi Tao Ling
tidak memperhatikannya. Sebetulnya ketika meninggalkan gedung Kuan Hong Siau,
cuaca sudah mulai berubah. Mendung tebal menyelimuti seluruh daerah itu. Angin
bertiup dengan kencang, ombak di sungai menggelora, satu menghempas yang lain
dengan begitu besarnya sehingga sangat mengejutkan.
Berkali-kali Tao Ling menyembulkan kepalanya, namun setiap kali dia dihantam oleh
ombak yang besar sehingga kepalanya terasa pusing. Permukaan sungai juga gelap
gulita. Entah kemana perginya rembulan yang bersinar penuh tadi. Tao Ling sendiri
tidak tahu di mana dirinya berada. Dia membiarkan arus sungai membawa dirinya.
Setelah timbul tenggelam beberapa kali, akhirnya dia berhasil meraih sekeping papan.
Akhirnya sepanjang malam Tao Ling terombang ambing oleh ombak. Dia melihat
matahari mulai menampakkan diri di ufuk timur. Tetapi tiba-tiba turun hujan yang
lebat. Begitu derasnya sehingga permukaan sungai mirip dengan panci berisi air
mendidih. Kabut yang tebal melayang-layang. Matahari yang baru muncul sedikit
segera tertutup kembali oleh awan yang tebal. Gadis itu semakin tidak jelas di mana
dia berada. Sepanjang malam, dia dilanda perasaan lapar dan kedinginan. Letihnya
tidak dapat dikatakan lagi. Dia hanya dapat pasrah terhadap nasib, tidak sanggup
menemukan akal yang baik untuk menyelamatkan diri.
Lambat laun, hujan mulai reda. Tiba-tiba saja Tao Ling merasa gerakan air tidak
sederas sebelumnya lagi. Dia sadar dirinya terbawa arus sepanjang malam. Paling
tidak dia sudah hanyut sejauh dua-tiga ratus li. Saat ini air sungai tidak sederas tadi,
mungkin dia sudah sampai ke bagian hulu sungai. Dia berusaha menyembulkan
kepalanya. Tampak pemandangan di hadapannya tidak jelas. Tidak lama kemudian,
gerakan tubuhnya semakin lambat. Dia merasa kakinya menyentuh sesuatu.
Hatinya tercekat, namun sesaat kemudian Tao Ling hampir menertawakan dirinya
sendiri. Ternyata kakinya telah menginjak dasar sungai yang dangkal. Dia berdiri
tegak. Batas permukaan air hanya sampai di dadanya. Dengan menyeret kakinya, gadis
itu melangkah ke tepian sungai. Hujan masih turun rintik-rintik. Dia memperhatikan
keadaan di sekelilingnya bagai terdampar di sebuah perbukitan yang kosong. Tidak
ada rumah penduduk sebuah pun. Malah berkesan sedikit menyeramkan. Tapi Tao
Ling bukan gadis penakut. Dia merambat ke atas tepian sungai dan menguatkan
dirinya untuk melangkah ke depan sejauh kira-kira lima depa.
Tao Ling sampai ke dalam sebuah hutan. Pohon-pohon yang tinggi dan lebat
melindungi dirinya dari tetesan air hujan. Tidak berapa lama kemudian, dia melihat
ada dua gubuk yang agak reot di hadapannya. Melihat gubuk itu, hati Tao Ling merasa
gembira. Meski atap rumah gubuk itu sudah terkuak di sana-sini sehingga air hujan
menembus celah itu dan jatuh menetes ke dalam, namun bagi Tao Ling saat itu
bagaikan menemukan sebuah istana yang mewah.
Tao Ling masuk ke dalam pondok dan merebahkan tubuh di atas balai-balai tanpa
memperdulikan keadaan tubuhnya yang basah kuyup. Tao Ling berbaring di atas
balai-balai itu, dan telinganya masih mendengar suara rintik hujan yang semakin reda.
Akhirnya dia pun tertidur dengan pulas.
29 Ketika terbangun dari tidur, Tao Ling melihat sinar mentari yang redup. Ternyata hari
sudah menjelang siang. Tapi karena baru turun hujan deras, matahari masih
menyembunyikan sebagian dirinya. Gadis itu mengeringkan pakaiannya dengan
berjemur di bawah matahari. Setelah itu dia berjalan ke depan untuk melihat-lihat. Tao
Ling tahu bahwa dia berada di daerah yang sangat luas.
Tetapi dia tidak melihat hal-hal tertentu, sehingga tidak dapat menentukan di mana dia
berada. Entah utara, selatan, timur atau barat" Di sekelilingnva hanya terlihat
pepohonan yang lebat. Seperti berada di tengah hutan tak berpenghuni.
Diam-diam Tao Ling berpikir dalam hati. " Apabila aku membuat sebuah rakit dari
batang pohon, mungkin aku bisa meninggalkan tempat ini -Tetapi yang paling penting bagi Tao Ling sekarang adalah mencari makanan untuk
mengisi perut. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia melihat seseorang keluar
dari hutan. Kedua orang itu saling menatap dan keduanya menjadi tertegun.
Ternyata orang yang berjalan keluar dari hutan itu, bukan orang lain, melainkan Lie
Cun Ju. putra pasangan suami istri Lie Yuan. Sebelah tangannya menggenggam
pedang emas. sedangkan tangan yang satunya menggenggam pedang perak. Tidak
terlihat sarung pedang menyelip di antara punggungnva. Tampaknva dia juga
terhanyut oleh derasnya air sungai dan terdampar di tempat itu juga.
Sebetulnya tidak ada permusuhan antara keluarga Lie dengan keluarga Tao. Secara
tidak terduga-duga mereka bertemu di tengah perjalanan sehingga terjadi perkenalan.
Kesan yang didapat dari Li Po serta Lie Cun Ju dua bersaudara itu tidak jelek bagi Tao
Ling. Tetapi sekarang kedua keluarga itu telah terjadi permusuhan yang dalam. Tao
Ling juga tidak bermaksud menemui pemuda itu dalam keadaan seperti ini.
Setelah tertegun sejenak, Tao Ling cepat-cepat memalingkan wajahnya dan
menyimpang ke arah yang lain. Lie Cun Ju juga termangu-mangu heberapa saat,
kemudian dia membalikkan tubuhnya berjalan ke arah yang Iain pula. Tapi seberapa
besarnya tempat mereka terdampar itu" Setelah berputar-putar sekian lama, akhirnya
mereka berpapasan lagi.
Tao Ling mengeluarkan suara dengusan dari hidung. Lie Cun Ju juga sedih mengingat
kematian kokonya. Tapi walaupun usianya masih muda, Lie Cun Ju adalah seorang
pemuda yang dapat membedakan baik dan buruk. Dia tidak menimpakan kesalahan
kepada orang lain yang tidak bersangkutan, walaupun orang yang membunuh
abangnya itu Tao Heng Kan, abang dari gadis di hadapannya itu.
"Tao kouwnio . . ." Lie Cun Ju menyapa Tao Ling.
Tao Ling tidak menyahut sepatah kata pun. Lie Cun Ju menarik nafas panjang.
"Tao kouwnio, di antara keluarga kita bisa terjadi peristiwa sedemikian rupa, aku
benar-benar tidak menduganya!" sapanya lagi.
"Kenyataan memang sudah terjadi, apalagi yang dapat dikatakan?" sahut Tao Ling.
30 "Tao kouwnio, ada suatu masalah yang terus mengganjal di dalam hati ini, bolehkah
aku menanyakannya?" kata Lie Cun Ju kembali.
"Mengenai apa?" Gadis itu balik bertanya sambil mengibaskan rambutnya yang masih
basah. "Tao kouwnio, tahukah kau apa sebabnya abangmu menurunkan tangan keji kepada Li
Po kokoku?"
Sejak kejadian itu, Tao Ling juga dilanda kebingungan oleh pertanyaan yang sama.
Sekarang dia mendengar nada suara Lie Cun Ju yang seakan tidak mengandung
permusuhan dengannya. Dia pun menarik nafas panjang.
"Aku juga tidak tahu. Kokoku itu selamanya jujur dan baik hati. Tidak pernah aku
melihat dia melukai seekor kucing pun."
"Apakah akhir-akhir ini, kokomu bergaul dengan orang yang jahat?"
Tao Ling menggelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin." Tao Ling menggelengkan kepala.
Lie Cun Ju juga menarik nafas panjang.
"Peristiwa ini bukan main anehnya. Tadi malam, ketika perahu terbelah menjadi dua
bagian, tanpa disengaja aku melihat seseorang bertubuh tinggi dan kurus. Seperti
bayangan sebatang pohon dan membopong kokomu pergi. Orang itu meloncat ke atas
permukaan air lalu melesat dengan mengapung di atasnya."
Tao Ling terkejut setengah mati. Karena bayangan orang yang disebut oleh Lie Cun Ju
itu, dia pun pernah melihatnya. Tarnpak Lie Cun Ju menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan bingung.
"Tadinya aku mengira pandangan mataku kurang beres. Coba kau bayangkan!
Setidaknva tokoh-tokoh di dunia bu lim ini sudah mempunyai pengetahuan yang
lumayan. Orang tua kita sering menceritakan setiap tokoh bu lim yang namanya
terkenal, sanggup rnelayang di atas permukaan air. Ilmu gin kangnya (Meringankan
tubuh) sudah mencapai taraf tertinggi. Di dalam dunia ini ada berapa orung yang
sanggup melakukan hal yang sama" Saat itu, aku panik sekali karena ingin menolong
kedua orang tuaku, tidak disangka mereka tidak berhasil tertolong, malah aku yang
dihempas ombak besar."
Perasaan anti pati di dalam hati Tao Ling terhadap Lie Cun Ju sudah semakin
berkurang. "Bagaimana dengan orang tuaku, apakah kau melihat mereka?" tanya Tao Ling.
Lie Cun Ju menggelengkan kepalanya, "Cuaca malam itu gelap sekali. Aku tidak bisa
melihat apa-apa. Tao kouwnio, apabila kita bekerja sama membuat rakit dari batangPedang
Tanpa Perasaan >> Khu Lung >> published by buyankaba.com
31 batang pohon, rasanya tidak sulit bagi kita untuk meninggalkun tempat ini." Sembari
berkata, Lie Cun Ju mengulurkan pedang peraknya ke hadapan Tao Ling.
"Pedang perak itu pusaka warisan keluarga, apakah kau rela meminjamkannya
kepadaku?" ujar Tao Ling dengan tersenyum.
"Mengapa Tao kouwnio mengucapkan kata-kata seperti itu?" Lie Cun Ju tertawa getir.
Tao Ling juga tidak sungkan lagi menerima pedang perak yang disodorkan Lie Cun
Ju. Pedang itu tajam sekali. Sebentar saja mereka sudah berhasil menebang beberapa
hatang pohon siong. Hari mulai gelap. Tao Ling merasa perutnya sakit karena
menahan lapar. "Kau tidak lapar" Bagaimana kalau kita mencari makanan di sekitar tempat ini?"
tanyanya kepada Lie Cun Ju.
"Baiklah!" Kedua orang itu segera masuk ke dalam hutan, dan memutar satu kali.
Tempat itu tampaknya tidak seberapa luas. Tetapi setelah kedua orang itu
mengitarinya, mereka merasakan sesuatu yang aneh.
Ternyata setelah berjalan kesana kemari, mereka tetap kembali ke tempat semula.
Tampaknya mereka tidak berhasil menyusup ke tengah hutan. Padahal arah yang
dituju mereka itu menuju ke tengah hutan, namun entah mengapa tahu-tahu mereka
kemhali lagi ke tempat semula.
Tidak lama kemudian, rembulan sudah menggantung di atas cakrawala. Mereka belum
juga menemukan binatang buruan. Akhirnya Tao Ling memetik beberapa buah untuk
mengisi perut. "Apakah kau merasakan bahwa sejak tadi kita tidak bisa menemhus ke dalam hutan?"
tanya Tao Ling keheranan.
"Memang aneh! Mari kita coba lagi!" sahut Lie Cun Ju.
Saat ini. perasaan anti pati Tao Ling terhadap Lie Cun Ju sudah sirna sama sekali.
Dengan menggenggam pedang masing-masing mereka ber-jalan ke tengah hutan.
Tetapi baru setengah perjalanan, mereka sudah kemhali lagi ke tempat semula.
Saat ini, kedua orang itu baru yakin, bahwa hutan itu mengandung keanehan. Tao Ling
mempunyai watak serba ingin tahu, berkali-kali dia menyerukan kata aneh.
"Mungkin di dalam tempat ini terdapat hutan rahasia yang menghadang langkah kita
sehingga tidak bisa terus ke dalam. Tao kouwnio, sebaiknya kita rampungkan rakit ini
kemudian berusaha menemukan orang tua kita," ucap Lie Cun Ju kepada Tao Ling.
Hubungan kedua remaja itu sudah semakin akrab. Rasanya agak janggal kalau
mengingat koko Tao Ling yang membunuh koko Lie Cun Ju. Bahkan orang tua
mereka juga sudah saling memalingkan muka. Tetapi mereka berdua masih muda, jiwa
mereka masih polos. Walaupun ketika baru bertemu, hati mereka merasa tidak enak
juga, tetapi perjuangan di tempat terpencil selama sehari penuh membuat huhungan
32 mereka jadi dekat kembali. Bahkan Lie Cun Ju mengatakan 'orang tua kita' di hadapan
Tao Ling. Mereka segera merampungkan rakit tadi. Meskipun hati Tao Ling agak panik ingin
mengetahui nasib orang tuanya setelah perahu yang mereka miliki terbelah menjadi
dua bagian lalu tenggelam, tetapi dia lebih tidak puas dengan jawaban Lie Cun Ju
mengenai tempat itu.
"Aku tidak percaya ada hutan rahasia yang menghadang di depan kita. Pasti ada yang
aneh pada tempat itu," kata-katanya demikian tegas.
Mata Tao Ling mengedar ke sekeliling tempat itu dengan penasaran. Gadis itu melihat
ada sebatang pohon yang tingginya niencapai kira-kira lima depa. Tampak pohon itu
menjulang tinggi bagaikan tangga panjang. Wajah Tao Ling langsung berseri-seri.
"Sudah ada! Kita naik ke atas pohon itu agar kita bisa melihat ke bagian tengah hutan
agar kita tahu keanehan apa yang terdapat di sana. Bagaimana menurut pendapatmu?"
Dalam hati Lie Cun Ju, Tao Ling adalah seorang gadis yang periang dan lincah.
Walaupun di antara kedua keluarga niereka berlangsung pertikaian yang cukup dalam,
tapi dalam hati kecilnya mengakui hahwa kesan gadis ini sangat baik baginva.
Mendengar perkataan Tao Ling, dia segera mendongakkan kepalanya melihat ke arah
pohon yang ditunjuk Tao Ling.
"Baik!"
Tanpa disadari, sepasang remaja itu bergandengan tangan dan berlari menuju pohon
itu. Setelah sampai di bawah pohon. Tao Ling baru merasa bahwa kemesraan mereka
sudah melampaui batas. (Perlu diketahui bahwa pada jaman itu laki-laki dan
perempuan tidak boleh saling bersentuhan. walaupun hanya pegangan tangan saja,
kecuali abang adik atau suami istri). Wajah Tao Ling merah padam, cepat-cepat dia
melepaskan tangannya dari pegangan Lie Cun Ju.
Sepasang kaki gadis itu menghentak kemudian tuhuhnya pun mencelat ke atas.
Tangannya terulur untuk meraih sebatang cabang pohon. Lie Cun Ju memandangi
gerakan tubuh Tao Ling sampai terkesima beberapa saat. Setelah gadis itu sudah
berhasil mencapai ke atas pohon tiba-tiba mengeluarkan seruan terkejut. Lie Cun Ju
tersentak sadar dari lamunan. Cepat dia mendongakkan wajahnya dan melihat ke atas.
Tampak Tao Ling berdiri di atas sebatang ranting pohon. Sedangkan ranting itu agak
lemas sehingga tubuh gadis itu berayun-ayun seakan setiap waktu.bisa terjatuh ke
bawah. "Tao kouwnio, kau tidak apa-apa?" tanyanya setengah berteriak.
"Cepatlah kau naik kemari! Cepat!" sahut Tao Ling.
Lie Cun Ju tidak tahu apa yang terjadi. Cepat-cepat dia melesat naik ke atas dan
menerobos gerombolan daun yang lebat. Dia sempat mendengar gerakan tubuh Tao
Ling. Ketika dia sudah mencapai ketinggian tiga depa lebih, dia mendongakkan
kepalanya lagi. Tetapi dia tidak berhasil melihat gadis itu lagi.
33 Rupanya pohon yang mereka panjat itu sebatang pohon Liong Pek yang usianya
mungkin sudah ratusan tahun. Daunnya lebat sekali. Sewaktu pemuda itu ada di bawah
pohon, dia bisa melihat pakaian Tao Ling yang berkibar-kibar sehingga tahu dimana
gadis itu berada. Tetapi setelah dia naik ke atas, pandangan matanya terhalang oleh
dedaunan yang rimbun sehingga tidak dapat melihat gadis itu lagi. Mendengar seruan
Tao Ling seperti melihat sesuatu yang mengejutkan, dia menggerakkan tubuhnya
untuk mencelat lebih tinggi lagi ke atas.
"Tao kouwnio, aku datang!" seru Lie Cun Ju
Lie Cun Ju melesat lagi stiengah depa. Rasanya jarak dirinya dengan puncak pohon
tinggal sedikit lagi. Baru saja dia menarik nafas dalam-dalam untuk mencelat naik
lagi, tiba-tiba bagian tengkuknya terasa geli, seperti ada orang meniup bagian belakang
tengkuknya itu.
"Tao kouwnio, kau memang nakal!" kata pemuda itu sambil tertawa geli.
"Apanya yang nakal" Cepat kau lihat, pemandangan ini pasti belum pernah kau
saksikan seumur hidup!" Suara Tao Ling berkumandang dari atas.
Lie Cun Ju terkejut sekali mendengar suara Tao Ling berkumandang dari atas. Tadinya
dia mengira gadis itu yang meniup tengkuknya sehingga terasa hangat dan geli. Oleh
karena itu, dia mengatakan 'Tao kouwnio, kau memang nakal!' Tetapi dari nada Tao
Ling saat ini, paling tidak gadis itu masih satu depa di atasnya. Walaupun ilmu silat
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lie Cun Ju belum sampai taraf yang tinggi, tapi dia mengetahui dengan pasti bahwa
seseorang yang jaraknya satu depaan tidak mungkin rnenghembuskan angin ke
tengkuknya apalagi terasa hangat seakan ditiup dari dekat.
Tentu saja, kesadarannya tergugah. Ada orang lain di atas pohon ini kecuali mereka
berdua. Dan orang itulah yang mempermainkannya!
Berpikir sampai di sini, perasaan Lie Cun Ju jadi terkesiap. Cepat-cepat dia
menolehkan kepalanya dan bermaksud membentak: 'Siapa"', tapi seluruh tubuhnya
langsung bergetar, hampir saja pegangannya pada ranting pohon terlepas.
Rupanya tadi dia hanya memusatkan pikirannya untuk naik ke atas pohon, dia mengira
di bagian belakangnya masih ada ranting pohon dengan dedaunan yang lebat. Kini
tiba-tiba dia menolehkan kepalanya dan ternyata bagian belakangnya merupakan udara
yang melompong dan tidak ada tempat persembunyian sama sekali. Lalu dari mana
datangnya udara atau dengus nafas yang dirasakannya tadi"
Hati Lie Cun Ju dilanda kebingungan dan merinding. Cepat-cepat dia memanjat ke
atas pohon dan tidak berani berdiam di tempat semula lama-lama. Sesampainya di
puncak pohon, dia melihat wajah Tao Ling menyiratkan perasaan terkejut, matanya
menatap ke depan seperti terkesima oleh suatu pemandangan. Cepat-cepat dia
mengalihkan perhatiannya mengikuti arah mata Tao Ling. Dia langsung terpana.
Di bagian tengah hutan itu, ada sebidang tanah berbentuk bundar. Di bawah cahaya
rembulan, di permukaan tanah itu timbul cahaya yang mengapung dan terang sekali.
34 Cahaya itu begitu menyilaukan mata seperti lampu yang besar sekali menyorot dari
atasnya. Bagi orang-orang sekarang mungkin merasa diri sendiri berada di alam dewadewi.
Karena di alam manusia tidak mungkin ada cahaya sebesar itu. Juga tidak
mungkin berkelip-kelip seperti penuh bertaburan bintang.
Lie Cun Ju mernandang dengan terkesima, tanpa sadar dia bertanya.
"Tao kouwnio, apa itu?"
Tao Ling menggelengkan kepalanya.
"Aku juga tidak tahu, mungkinkah sebuah danau kecil?"
"Kalau benar danau, paling tidak airnya akan hergerak sedikit-sedikit, tetapi cahaya itu
pasif, tidak bergerak sedikitpun."
"Mudah, untuk mengetahui benar tidaknya, biar aku coba sebentar!"
Pedang Lie Cun Ju dipindahkan ke tangan kiri, tangan kanan menyusup ke balik
pakaian serta mengeluarkan tiga batang senjata rahasia. Baru saja dia ingin
melemparkan tiga batang piau tadi ke berkas cahaya yang terlihat, Lie Cun Ju teringat
hawa hangat yang terasa di tengkuknya.
"Tao kouwnio, tunggu sebentar. Aku rasa di pulau ini tinggal seorang tokoh sakti yang
mengasingkan diri. Jangan sampai membuatnya marah, agar ada keuntungannya bagi
kita!" katanya mengingatkan.
"Masa nyalimu begitu kecil?" Tao Ling menoleh sambil tersenyum.
Wajah Lie Cun Ju merah padam. Mana ada anak muda yang sudi dikatakan pengecut
di depan seorang gadis cantik" Tetapi watak Lie Cun Ju selalu waspada.
"Tao kouwnio tadi ketika aku memanjat sampai pertengahan pohon ini, tiba-tiba aku
merasa tengkukku ditiup oleh seseorang. Karena itu, aku teringat kembali dan
mengingatkanmu."
"Tidak usah takut! Ada apa-apa, biar aku yang bertanggung jawab!" Kedua jari
telunjuk dan jari tengahnya mengibas, terdengar suara Serrr! Beberapa batang senjata
rahasia itu meluncur ke arah berkas cahaya yang terlihat. Tetapi ketika senjata rahasia
itu hampir mencapai sasarannya, tiba-tiba seperti ada kekuatan yang tidak herwujud
mengalahkan luncuran senjata rahasia itu sehingga bergerak ke samping lalu jatuh di
atas tanah. Saat itu rembulan sedang bersinar penuh. Mereka dapat melihat jelas senjata rahasia
itu mengilaukan sinar dan ter jatuh di atas tanah. Tao Ling jadi tertegun beberapa saat.
"Aneh! Senjata rahasiaku tadi, paling tidak dapat meluncur sejauh dua-tiga depa dan
menancap ke dalam pohon sedalam setengah cun. Mengapa tiba-tiba kekuatannya
melemah malah terjatuh ke samping!"
35 Melihat kenyataan itu, Lie Cun Ju semakin yakin dengan dugaannya.
"Tao kouwnio, yang paling penting bagi kita adalah meninggalkan tempat ini. Tidak
perlu perdulikan masalah lainnya!"
"Tidak bisa! Eh, bagaimana dengan ilmu gin kangmu?"
Wajah Lie Cun Ju menyiratkan rona merah.
"Tenaga dalamku belum seberapa tinggi, sehingga ilmu gin kang juga biasa-biasa
saja!" "Coba kau lihat, bundaran cahaya itu, paling-paling berjarak sepuluh depaan dari
tempat ini. Kita turun sedikit ke bawah lalu menggunakan bantuan ranting pohon
mengayun ke tempat itu. Coba kau lihat apakah kita bisa mencapai bundaran cahaya
tersebut?" ujar Tao Ling sambil menunjuk ke bawah.
"Rasanya aku tidak sanggup!" Lie Cun Ju menggelengkan kepala.
"Kalau begitu kau tunggu di sini, biar aku yang meloncat turun dan melihat apa
sebenarnya bundaran cahaya itu. Nanti aku kembali lagi!"
Lie Cun Ju terkejut sekali mendengar Tao Ling ingin meloncat ke bundaran cahaya
itu. Saat ini dia sudah mulai menaruh perhatian yang cukup besar pada Tao Ling.
Bukan karena dia tidak yakin dengan ilmu gin kang gadis itu, melainkan dia khawatir
di balik bundaran cahaya itu ada sesuatu yang membahayakan, Hatinya ingin
mencegah, tetapi ketika dia melirik Tao Ling sekaligus melihat kepastian di wajah
gadis itu, percuma melarangnya.
"Tao kouwnio, kalau kau hendak meloncat ke bundaran cahaya itu, biarlah aku
menemanimu!" ucap Lie Cun Ju.
Hati Tao Ling tergerak, dia segera menolehkan wajahnya. Sepasang mata gadis itu
menyiratkan sinar yang aneh. Tao Ling menatap Lie Cu Ju sambil mengerling
beberapa kali. "Tadi kau sendiri menyatakan bahwa ilmu gin kangmu belum sanggup meloncat ke
bawah, mengapa sekarang tiba-tiba kau bersedia menemani aku?" tanya Tao Ling
heran. Lie Cun Ju masih muda belia dan tidak ada pengalaman menghadapi anak gadis.
Sesaat dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Sekali lagi Tao Ling melirik
kepadanya sambil tersenyum manis.
"Tentu kau khawatir aku turun sendiri kesana maka kau bertekad menemaniku
bukan?" tanya Tao Ling kembali.
Dengan susah payah Lie Cun Ju menganggukkan kepalanya. Tao Ling menarik nafas
panjang. 36 "Lie .. . toako, ada sesuatu yang sejak tadi ingin kubicarakan denganmu."
"Silakan kouwnio katakan saja!" sahut Lie Cun Ju cepat.
"Keluarga kita bertemu secara tidak terduga-duga di tengah perjalanan. Dengan
demikian kita jadi saling mengenal. Siapa yang menyangka dalam waktu beberapa hari
bisa terjadi peruhahan seperti ini. Lie toako, apakah kau membenci kokoku?"
"Iya!" sahut Lie Cun Ju tegas.
Wajah Tao Ling menyiratkan penderitaan yang dalam.
"Lalu, apakah hatimu juga membenci aku?"
"Tao kouwnio, mengapa aku harus membencimu?"
"Lie toako, bolehkah kau juga jangan membenci koko?" Tao Ling adalah seorang
gadis yang dari luar terlihat lembut, namun hatinya keras sekali. Dia megucapkan
kata-kata tadi setelah direnungkannya baik-baik.
Di benak Lie Cun Ju terlihat bayangan kokonya ketika mati terhunuh di hawah pedang
hek pek kiam Tao Ileng Kan. Dia menggeretakkan giginya erat-erat.
"Tidak bisa!" teriaknya lantang.
"Lie toako, kalau kau begitu membenci koko, mengapa kau tidak memperdulikan
bahaya dan bersedia menemani aku turun kesana?" tanya Tao Ling.
"Tao kouwnio, kita tidak perlu memikirkan orang lain. Kita pikirkan saja diri kita
sendiri, bukankah begitu lebih baik?"
Tao Ling tertawa getir, mungkin memang beginilah cara yang terbaik. Dia
menyelipkan pedang perak yang dipinjamkan Lie Cun Ju di pinggangnya. Kemudian
dia melorot turun kurang lebih satu setengah depa, dengan jurus Elang Mendarat Di
Atas Pasir dia menggelantung pada sebatang ranting pohon kemudian mengayunkan
tubuhnya ke depan.
Begitu melihat Tao Ling sudah melayang turun dengan bantuan ranting pohon, Lie
Cun Ju segera menyedot hawa murni dari dalam perutnya kemudian mengikuti gerak
gadis itu. Mereka meluncur ke bawah. Telinga mereka mendengar suara deruan angin.
Tubuh mereka meluncur semakin cepat. Bundaran cahaya itu semakin lama semakin
dekat jaraknya. Tiba-tiba serangkum kekuatan yang besar muncul dari permukaan
cahaya dan menahan gerakan tubuh mereka.
Kedua tubuh remaja itu ditahan oleh segulung kekuatan yang terpancar dari bundaran
cahaya. Mereka terkejut setengah mati. Belum sempat mereka memikirkan cara untuk
mengatasi kejadian itu, tiba-tiba tubuh mereka pontang-panting dan dipentalkan oleh
serangkum angin kencang dan terhempas ke tanah.
37 Ketika pandangan mata mereka normal kembali, tiba-tiba mereka merasa berada di
dalam kegelapan. Bundaran cahaya yang besar itu hilang begitu saja. Anehnya tubuh
mereka tidak terluka sedikitpun meski terhempas dari tempat yang cukup tinggi.
Tao Ling dan Lie Cun Ju langsung melonjak bangun. Si gadis memandang si pemuda,
si pemuda pun demikian pula. Akan tetapi, sepatah kata pun tidak terucapkan. Tao
Ling memperhatikan keadaan sekitarnya. Dia tersentak ketika menyadari dirinya
dengan Lie Cun Ju berada di sebuah tanah kosong yang dikelilingi berbagai batu
dengan bentuk-bentuk aneh.
Batu-batu aneh itu tingginya mencapai satu depa lebih. Ujungnya runcing-runcing.
Untung saja ketika mereka jatuh, tidak menyentuh ujung batu-batu aneh itu.
"Lie toako, apakah kau merasa takut?" tanya Tao Ling sambil tertegun.
"Dalam keadaan seperti ini, apa lagi yang harus ditakutkan" Aku hanya merasa
keadaan ini semakin lama semakin aneh!" jawab Lie Cun Ju sambil menggelengkan
kepala. "Justru karena keadaannya semakin aneh, kita harus menerobos ke dalam untuk
melihat kebenarannya. Tadi kau tidak mempunyai gagasan. Akan tetapi ketika kita
ditahan oleh bundaran cahaya tadi, aku masih sempat menenangkan pikiran. Dan
ketika berusaha bangkit, aku merasa bahwa bundaran cahaya itu seperti selembar jala
yang entah terbuat dari bahan apa."
Pat Kua Kim Gin Kiam adalah sepasang suami stri yang senang menjelajah ke manamana.
Karena itu banyak orang yang mengenal mereka. Sedangkan sejak kecil Li Po
maupun Lie Cun Ju sudah sering diajak berkeliling dunia. Banyak keanehan yang
sudah pernah disaksikan oleh pemuda itu. Karenanya, dia tidak begitu yakin ketika
Tao Ling mengatakan bundaran cahaya itu merupakan selembar jala yang besar.
"Tao kouwnio, mungkin kau salah lihat!" ucap Li Cun Ju.
"Mana mungkin aku salah lihat" Kalau kau tidak percaya, ayo kita cari!"
"Tao kouwnio, kekuatan yang tadi menahan kita pasti dipancarkan oleh seorang tokoh
berilmu tinggi. Kalau orang itu merasa tidak senang kita mendekatinya, untuk apa kita
mencari-cari?"
"Aku justru merasa kesal. Seandainya orang itu mengeluarkan suara dan melarang kita
masuk ke dalam, aku juga tidak akan memaksakan kehendak. Tetapi dia tidak
mengucapkan sepatah kata pun. Malah sengaja mempermainkan kita. Pokoknya aku
ingin menyelidiki tempat ini!"
Lie Cun Ju tidak berhasil membujuk Tao Ling. Akhirnya mereka menentukan arah
yang akan ditempuh. Menurut ingatan mereka, tempat mereka dihempaskan tidak
seberapa jauh dengan cahaya yang terlihat tadi. Seharusnya sekarang mereka sudah
berada di tempat itu. Akan tetapi keadaan gelap gulita. Sambil berpikir mereka
mengitari tempat itu. Di sekitar mereka hanya tampak bebatuan yang aneh. Persis
seperti monster-monster dalani legenda purbakala.
38 Di bawah cahaya rembulan, bebatuan aneh itu tampak seperti dalam keadaan hidup.
Ujungnya yang runcing laksana cakar besar yang siap menerkam musuhnya setiap
waktu. Hampir setengah kentungan lamanya mereka mengitari tempat itu. Akan tetapi
tetap saja tidak berhasil meninggalkan tanah yang dikelilingi dengan bebatuan aneh.
Tiba-tiba Lie Cun Ju seperti teringat sesuatu, dia menarik tangan Tao Ling.
"Tao kouwnio, kita jangan mengitari lagi, makin berkali-kali mengitari makin gawat!"
"Ada apa sebenarnya?" Tao Ling terkejut setengah mati.
"Tidak perlu dikatakan lagi! Bebatuan ini rupanya merupakan sebuah barisan yang
aneh dan rumit. Tadi kita tidak berhasil masuk ke tempat ini. Sekarang kita malah
tidak bisa keluar lagi. Tampaknya semua ini karena barisan aneh yang kukatakan itu."
Hati Tao Ling semakin berdebar-debar.
"Seandainya kita tetap terkurung di sini, apa yang harus kita lakukan?" tanya Tao Ling
dengan panik. Lie Cun Ju tidak langsung memberikan jawaban. Dia pernah mempelajari Pat Kua
Kiam Hoat yang mengandung unsur barisan Pat Kua. Setidaknya dia juga pernah
diberi pengertian mengenai barisan-barisan lainnya. Akan tetapi meskipun telah
memperhatikan sekian lama, belum juga mengetahui bebatuan itu diatur dengan
barisan apa. "Tao kouwnio, bila kau bersedia menuruti perkataanku, aku yakin kita bisa keluar dari
barisan ini," ujar Lie Cun Ju.
"Coba katakan!"
"Kita menundukkan kepala dan mengakui kesalahan kita. Kemudian memohon
pemilik tempat ini memberikan petunjuk untuk keluar dari sini," kata Lie Cun Ju.
Tao Ling terdiam mendengar perkataan Lie Cun Ju. Adatnya keras. Menyuruh dia
meminta maaf tanpa alasan tertentu. Lebih sulit daripada menceburkan diri ke lautan
api. Lie Cun Ju melihat gadis itu diam saja. Dia langsung mengerti pikiran gadis itu.
"Tao kouwnio, masih ada cara lainnya. Kau tidak perlu bersuara, biar aku saja yang
berbicara!"
Dalam hati Tao Ling masih merasa keberatan. Akan tetapi gadis itu sadar mereka
terperangkap dalam masalah yang janggal. Seandainya tidak menuruti perkataan Lie
Cun Ju, kemungkinan mereka benar-benar tidak bisa keluar dari tempat itu untuk
selamanya. Akhirnya dia menganggukkan kepalanya.
Lie Cun Ju menyedot hawa murni dari dalam perutnya dan berteriak dengan suara
lantang. "Boanpwe berdua tertimpa musibah karena perahu kami hancur di sungai lalu
terhanyut sampai ke tempat ini. Karena perasaan ingin tahu, boanpwe berdua telah
39 mengganggu ketenangan locianpwe. Harap locianpwe tunjukkan jalan keluar, kami
akan meninggalkan tempat ini selekasnya!"
Setelah berteriak dua kali, tetap tidak terdengar sahutan sedikit pun. Tao Ling mulai
tidak sabar. "Tao kouwnio, coba lihat, apa itu?" seru Lie Cun Ju dengan terkejut.
Tao Ling mengikuti arah telunjuk Lie Cun Ju. Dia melihat ada tiga puluhan titik sinar.
Titik itu seperti kunang-kunang yang timbul tenggelam di antara bebatuan aneh di
seberang sana. Benda-benda itu lambat sekali gerakannya. Akan tetapi menimbulkan
suara dengungan.
Tadinya Tao Ling dan Lie Cun Ju mengira yang terlihat itu sejenis serangga yang
langka dan hanya terdapat di sekitar daerah itu. Tetapi ketika sinar itu semakin
mendekat, mereka dapat melihat dengan jelas. Tanpa ditahan lagi, perasaan mereka
terkejut setengah mati.
Ternyata benda-benda yang melayang-layang itu bukan jenis serangga, tetapi puluhan
butir mutiara yang berkilauan dan melayang-layang di permukaan tanah.
Ibu Tao Ling, Sam Jiu Kuan Im Sen Cing adaiah seorang pendekar wanita yang ahli
dalam senjata rahasia. Tao Ling sendiri juga sudah mewarisi ilmu itu meskipun belum
semahir ibunya. Akan tetapi dia terbengong-bengong melihat mutiara berkilauan yang
mengapung-apung di udara itu. Sepatah kata pun tidak sanggup diucapkan oleh
bibirnya. Ahli senjata rahasia mana pun di dunia ini, sangat mementingkan unsur kecepatan,
kuat, dan tepat. Tentu saja bagi orang yang tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat
tinggi, dia dapat menggerakkan senjata rahasia dengan lambat tanpa mengurangi
kekuatan maupun ketepatannya. Bahkan ada beberapa yang sanggup menyambit dan
menarik kembali senjata rahasianya sesuka hati. Tapi hal ini hanya dapat dilakukan
orang tertentu, yakni yang lwekangnya sudah mencapai taraf sempurna.
Berpuluh-puluh butir mutiara itu meluncur dari kejauhan dan mengayun-ayun seperti
mengambang di atas permukaan air. Ketika sampai di depan mata mereka, keadaannya
masih tetap sama. Sungguh tak dapat dibayangkan sampai dimana taraf tenaga dalam
yang dimiliki orang yang melontarkannya!
Ketika Tao Ling masih termangu-mangu, puluhan hutir mutiara itu mulai tampak
berubah. Terdengar suara desiran. Puluhan butir mutiara itu berputaran sehingga
membentuk cahaya yang indah. Kemudian melesat secepat kilat lewat di samping
kedua remaja itu, lalu menghilang begitu saja.
"Tao kouwnio, pasti cianpwe itu sedang menunjukkan jalan keluar bagi kita. Cepat
kita ikuti untaian mutiara tadi!" ujar Lie Cun Ju.
Tadinya Tao Ling masih tidak yakin di tempat itu ada seorang tokoh berilmu tinggi.
Tetapi setelah melihat ilmu yang dilancarkan melalui mutiara itu, akhirnya gadis itu
pun percaya juga. Dia tidak berani menetap di sana lama-lama. Dengan mengikuti sisa
40 berkas kilauan mutiara tadi, mereka melesat pergi. Tampak sebuah batu besar yang
berbentuk aneh menghadang depan mereka. Namun mereka masih mengikuti lintasan
kilauan cahaya tadi. Keduanya memutar ke sebelah kanan dan menerobos bebatuan
yang bercelah. Tiba-tiba pandangan mata menjadi terang. Mereka sudah sampai di
tepian sungai. Lie Cun Ju dan Tao Ling dilanda perasaan tercekam. Cepat-cepat kedua remaja itu
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlari menuju rakit yang telah mereka buat dari batang pohon. Ketika Tao Ling
berlari sejauh beberapa langkah, dia melihat ada sedikit titik kilauan di atas tanah.
Hatinya menjadi penasaran. Dengan cepat dia berlari kembali lalu memungut benda
itu. Dia tidak sempat memperhatikan dengan seksama. Namun dia yakin yang
dipungutnya itu untaian mutiara yang melayang-layang tadi. Dimasukkannya benda itu
ke dalam saku celana kemudian berlari menyusul Lie Cun Ju yang sudah berada di
atas rakit. Dua remaja itu menggunakan ranting pohon untuk mengayuh rakit. Tidak ada lain
yang terpikir kecuali meninggalkan tempat itu sejauh-jauhnya. Ketika menjelang pagi,
mereka melihat sebuah perahu besar sedang melaju di tengah sungai yang luas.
Lie Cun Ju dan Tao Ling merasa lapar setengah mati. Belum lagi rasa lelah karena
mendayung rakit sepanjang malam. Tanpa memperdulikan siapa pemilik perahu itu,
mereka berteriak keras-keras meminta pertolongan. Tidak lama kemudian ada orang
yang melemparkan seutas tali kepada mereka dan secara bergantian mereka pun naik
ke atas perahu.
"Cun ke (Tukang perahu), terima kasih atas pertolongannya. Kalau boleh kami masih
ingin merepotkan sedikit yaitu meminta sedikit makanan. Kami merasa berterima
kasih sekali!"
Lie Cun Ju mengira tukang perahu itu pasti senang mendengar kata-katanya yang
sopan. Tidak disangka-sangka orang itu malah bertanya dengan suara yang dingin,
"Siapa kalian?"
Mendengar pertanyaan itu, Tao Ling dan Lie Cun Ju segera mendongakkan wajah dan
menatap dengan seksama. Tampak orang itu masih menggenggam seuatas tali yang
digunakannya untuk menolong mereka. Orang itu bukan tukang perahu seperti yang
diduga Tao Ling maupun Lie Cun Ju, melainkan seorang manusia aneh. Tubuhnya
tinggi kurus, pakaiannya serba hitam. Wajahnya mengenakan sebuah topeng berwarna
merah darah. Penampilannya sungguh menyeramkan. Seandainya mereka tidak
mendengar orang itu berbicara, mungkin mereka mengira telah bertemu dengan setan
sungai. "Siapa Anda sendiri?" Tao Ling balik bertanya.
"Kalian berdua membawa pedang ernas dan perak, tentunya putra putri dari Pat Kua
Kim Gin Kiam bukan?" ujar orang aneh itu sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Begitu bertemu muka, orang itu sudah bisa menebak asal usulnya, bahkan menyebut
gelar ayahnya, Lie Cun Ju terkejut sekali. Tetapi reaksinya sungguh cepat, dia
menjawab. 41 "Pat Kua Kim Gin Kiam memang orang tuaku. Akan tetapi yang ini putri dari Pat Sian
Kiam Tao Cu Hun, Tao tayhiap. Entah apa gelar Anda?"
Orang itu hanya tertawa terkekeh-kekeh. Kemudian dia membalikkan tubuhnya dan
mengeluarkan suara siulan yang aneh dua kali. Sejenak kemudian terdengar balasan
suara siulan yang sama dari dalam kabin perahu. Namun suara siulan balasan itu
sebanyak tujuh kali.
"Liong wi silakan rnasuk ke dalam kabin!" kata orang itu
Tao ling melirik ke arah Lie Cun Ju. Kebetulan pemuda itu pun sedang menoleh
kepadanya. Mereka sama-sama merasa bimbang karena tidak tahu tokoh mana atau
siapa yang berada di dalam perahu itu. Tetapi mereka berada di tengah sungai,
sedangkan rakit mereka telah terapung jauh. Kecuali masuk ke dalam kabin, memang
tidak ada cara lainnya yang dapat ditempuh.
Mereka saling melirik lagi sekilas, seakan mengisyaratkan agar meningkatkan
kewaspadaan. Tangan mereka masing-masing meraba pedang di pinggang. Agar dapat
berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Kemudian kedua remaja itu mengikuti
orang tadi masuk ke dalam kabin.
Mereka melihat depan kabin yang terselubung sebuah tirai tebal. Dengan
berdampingan, Tao Ling dan Lie Cun Ju masuk ke dalam kabin. Tetapi baru saja
mereka melangkah masuk, ada serangkum angin yang kuat menerpa ke arah mereka.
Keduanya rnerupakan putra putri dari tokoh yang terkenal. Mereka langsung sadar
bahwa saat itu mereka telah dibokong oleh seseorang. Keduanya segera menghentikan
langkah kaki mereka dan serentak menghunus pedang pusaka. Cahaya emas dan perak
memijar, Lie Cun Ju mengerahkan jurus Matahari menggeser arah dan Tao Ling
menggunakan jurus Merited mempertahankan negara, keduanya segera melancarkan
serangan ke depan.
Kedua jurus yang dimainkan mereka merupakan jurus yang hebat dari Pat Kua Kiam
Hoat dan Pat Sian Kiam Hoat. Di dalam hati mereka yakin jurus ini dapat menahan
serangan orang yang membokong tadi. Baru saja pedang mereka gerakkan ke depan,
dan belum sempat melakukan perubahan apa pun. Tahu-tahu pedang di tangan mereka
tiba-tiba berubah menjadi berat dan tidak dapat digerakkan sama sekali.
Baik Tao Ling maupun Lie Cun Ju tersentak kaget hatinya. Saat itu mereka baru
memperhatikan keadaan di dalam kabin. Rupanya tadi keduanya tiba-tiba dibokong
Pendekar Kembar 11 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gelandangan 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama